Gangguan Nervus Facialis.pptx

  • Uploaded by: thtkl
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Gangguan Nervus Facialis.pptx as PDF for free.

More details

  • Words: 2,925
  • Pages: 34
GANGGUAN NERVUS FASIALIS Kangga chandra

Gambaran umum ■ Nervus fasialis merupakan nervus kranialis yang mengandung serabut motorik, somatosensorik, sekretomotorik serta serabut nervus intermedius. Nervus ini sering mengalami gangguan karena mempunyai perjalanan yang panjang dan berkelok-kelok, berada didalam saluran tulang yang sempit dan kaku. Diperlukan diagnosis topografi dari setiap segmen saraf tersebut yang akan digunakan sebagai dasar penatalaksanaan gangguan saraf fasial perifer

Anatomi Nervus Fasialis Nervus fasialis merupakan nervus kranialis yang mengandung serabut motorik, somatosensorik, sekretomotorik serta serabut nervus intermedius. Nervus ini sering mengalami gangguan karena mempunyai perjalanan yang panjang dan berkelokkelok, berada didalam saluran tulang yang sempit dan kaku. Perjalanan nervus fasialis dan hubungannya ke susunan saraf pusat dapat dibagi menjadi 7 segmen: 1. Supranuklear 2. Batak otak 3. Segmen meatal 4. Segmen labirin 5. Segmen timpani 6. Segmen mastoid 7. Segmen ekstratemporal

Pemeriksaan nervus fasialis penting dilakukan untuk membedakan lesi perifer atau sentral. Pemeriksaan penunjang yang perlu dilakukan seperti: foto mastoid, tes pengecapan, gustometri, tes schirmer dan refleks stapedius. Konsultasi pemeriksaan neurologik seperti EMG dilakukan untuk menentukan derajat kerusakan nervus fasialis perifer. – Neuropraxia : fungsi saraf hilang, namun axon masih utuh. Tahap ini reversibel – Axonotmesis : terjadi putus axon namun jaringan penunjang saraf (endo,peri dan epineuron) masih utuh. Kesembuhan parsial – Neurotmesis : kerusakan terjadi pada axon maupun jaringan penunjang. Kelumpuhan akan ireversibel, kecuali dilakukan operasi penyambungan saraf

2. Pemeriksaan Fungsi Motorik Dalam memeriksa fungsi motorik, perhatikan muka penderita, apakah simetris atau tidak. Perhatikan kerutan pada dahi, pejaman mata, plika nasolabialis dan sudut mulut. Untuk evaluasi fungsi motorik nervus fasialis dapat digunakan kriteria menurut House-Brackmann dan Freyss:

1. Kriteria House-Brackmann Grade I. Normal II. Mild dysfunction

III. Moderate dysfunction

Characteristics Normal facial function in all areas Gross Slight weakness noticeable on close inspection. May have very slight synkinesis. At rest, normal symetry and tone Motion Forehead: moderate to good function Eye : complete closure with minimal effort Mouth: slight asymetry Gross Obvious but not disfiguring difference between the two sides. Noticeable but not severe synkinesis, contracture or hemyfacial spasm. At rest, normal symmetry and tone Motion Forehead : slight to moderate movement Eye : complete closure with effort Mouth: slight weak with maximum effort

IV. Moderately dysfunction

severe Gross Obvious weakness and/or disfiguring asymmetry. At rest, normal symmetry and tone Motion Forehead : none Eye : incomplete closure Mouth : asymmetric with maximum effort V. Severe dysfunction Gross Only barely percepible motion. At rest, asymmetry Motion Forehead : none Eye : incomplete closure Mouth : slight movement VI. Total paralysis No movement

Urut-urutan ke sepuluh otot-otot tersebut secara tingkatan adalah sebagai berikut : 1. m. frontalis : diperiksa dengan cara mengangkat alis ke atas. 2. m. sourcilier : diperiksa dengan cara mengerutkan alis. 3. m. piramidalis : diperiksa dengan cara mengangkat dan mengerutkan hidung ke atas. 4. m. orbikularis okuli : diperiksa dengan cara memejamkan kedua mata kuat-kuat. 5. m. zigomatikus : diperiksa dengan cara tertawa lebar sambil memperlihatkan gigi. 6. m. relever komunis : diperiksa dengan cara memoncongkan mulut ke depan sambil memperlihatkan gigi. 7. m. businator : diperiksa dengan cara menggembungkan kedua pipi. 8. m. orbikularis oris : diperiksa dengan menyuruh penderita bersiul. 9. m. triangularis : diperiksa dengan cara menarik kedua sudut bibir ke bawah. 10. m. mentalis : diperiksa dengan cara memoncongkan mulut yang tertutup rapat ke depan.

■ Pada tiap gerakan dari ke sepuluh otot tersebut, kita bandingkan antara kanan dan kiri: – Untuk gerakan yang normal dan simetris dinilai dengan angka tiga (3). – Sedikit ada gerakan dinilai dengan angka satu (1). – Diantaranya dinilai dengan angka dua (2). – Tidak ada gerakan sama sekali dinilai dengan angka nol (0). ■ Seluruh otot ekspresi tiap sisi muka dalam keadaan normal akan mempunyai nilai tiga puluh (30).

■ Pada keadaan istirahat tanpa kontraksi maka tonus otot menentukan terhadap kesempurnaan mimik/ekspresi muka. Freyss menganggap penting akan fungsi tonus sehingga mengadakan penilaian pada setiap tingkatan kelompok otot muka, bukan pada setiap otot. Cawthorne mengemukakan bahwa tonus yang jelek memberikan gambaran prognosis yang jelek. Penilaian tonus seluruhnya berjumlah lima belas (15) yaitu seluruhnya terdapat lima tingkatan dikalikan tiga untuk setiap tingkatan. Apabila terdapat hipotonus maka nilai tersebut dikurangi satu (-1) sampai minus dua (-2) pada setiap tingkatan tergantung dari gradasinya. ■ Sinkinesis menentukan suatu komplikasi dari paresis fasialis yang sering kita jumpai. Cara mengetahui ada tidaknya sinkinosis adalah sebagai berikut: – Penderita diminta untuk memejamkan mata kuat-kuat kemudian kita melihat pergerakan otot-otot pada daerah sudut bibir atas. Kalau pergerakan normal pada kedua sisi dinilai dengan angka dua (2). Kalau pergerakan pada sisi paresis lebih (hiper) dibandingkan dengan sisi normal nilainya dikurangi satu (-1) atau dua (-2), tergantung dari gradasinya. – Penderita diminta untuk tertawa lebar sambil memperlihatkan gigi, kemudian kita melihat pergerakan otot-otot pada sudut mata bawah. Penilaian seperti pada (a).

■ Sinkinesis juga dapat dilihat pada waktu penderita berbicara (gerakan emosi) dengan memperhatikan pergerakan otot-otot di sekitar mulut. Nilai satu (1) kalau pergerakan normal. Nilai nol (0) kalau pergerakan tidak simetris.

Hemispasme merupakan suatu komplikasi yang sering dijumpai pada penyembuhan paresis fasialis yang berat. Diperiksa dengan cara penderita diminta untuk melakukan gerakan-gerakan bersahaya seperti mengedip-ngedipkan mata berulang-ulang maka akan jelas tampak gerakan otot-otot pada sudut bibir bawah atau sudut mata bawah. Pada penderita yang berat kadang-kadang otot-otot platisma di daerah leher juga ikut bergerak. Untuk setiap gerakan hemispasme dinilai dengan angka minus satu (-1). Fungsi motorik otot-otot tiap sisi wajah orang normal seluruhnya berjumlah lima puluh (50) atau 100 %. Gradasi paresis fasialis dibandingkan dengan nilai tersebut, dikalikan dua untuk prosentasenya.

Tes Schirmer ■ Tes ini menilai fungsi saraf petrosal superficialis mayor yaitu produksi air mata. Kertas strip ditempatkan pada fornix konjungtiva pada kedua mata. Setelah 5 menit panjang kedua kertas strip yang basah dibandingkan. Abnormalitas yang signifikan ialah reduksi unilateral lebih besar dari 30% jumlah total lakrimasi pada kedua mata atau reduksi lakrimasi total minimal 25 mm setelah 5 menit. ■ Tes schirmer II merupakan modifikasi dari tes ini dengan penambahan stimulasi mukosa cavum nasi dengan menghirup uap amonia. Hasil tes ini tidak memberikan informasi topografi, tetapi menunjukkan evaluasi mekanisme protektif mata.

Tes Stapedius ■ Refleks kontraksi otot stapedius terjadi ketika telinga kontralateral dirangsang dengan bunyi yang keras akibatnya akan mengubah compliance telinga tengah. Kejadian ini dapat diukur melalui audiometri impedans. Jika lesi melibatkan cabang saraf proksimal yang mengarah ke otot stapedius, otot tersebut tidak akan berkontraksi dan tidak ada perubahan impedans. ■ Untuk menilai refleks stapedius digunakan elektroakustik impedans meter, (biasanya memakai MADSEN tipe Zo-72), yaitu dengan cara memberikan rangsang pada m.stapedius yang bertujuan untuk mengetahui fungsi N.stapedius cabang N.VII. Prinsip kerja : M.stapedius dapat kita rangsang dengan mengunakan suara nada tinggi. M.stapedius bergerak pada rangsangan 70 dB atau lebih, dua-dua bergerak pada rangsangan, tetapi pada eksplorasi fungsi N.stapedius yang diukur adalah sisi yang kontra lateral pada keadaan normal refleks terjadi dengan kuat pada rangsangan 80-100 dB. Pada kasus-kasus O.F Total refleks stapedius negatif, sedang pada P.F.inkomplet kalau refleks positif maka beberapa ahli menganggap sebagai tanda perbaikan.

Tes Uji Pengecapan ■ Pemeriksaan pengecapan merupakan suatu indikator yang dapat diandalkan dalam mendeteksi terganggunya fungsi saraf korda timpani. Hilangnya pengecapan akibat cedera saraf korda timpani, terbatas pada duapertiga anterior lidah dan berakhir pada garis tengah. ■ Caranya dengan menyuruh penderita menjulurkan lidah, kemudian meletakkan pada lidah penderita bubuk gula, kina, sitrat atau garam begiliran dan diselingi istirahat. Lalu penderita disuruh menyatakan pengecapan yang dirasakan dengan isyarat., misalnya 1. untuk rasa manis; 2. untuk rasa pahit; 3. untuk rasa asin; 4. untuk rasa asam.

Elektrogustometri ■ Krarup menemukan elektrogustometri untuk menentukan fungsi pengecapan, maka kita dapat memeriksa fungsi nervus korda timpani dengan mudah. Dewasa ini elektrogustometri MADSEN tipe Go-70 dianggap sebagai alat yang sederhana dan mudah di gunakan untuk memeriksa fungsi pengecapan. Alat tersebut prinsipnya terbagi menjadi 37 skala tensiometer dimulai dari 2,5 uA – 370 uA. Prinsip kerja elektrogustometri : Stimulasi elektrik terhadap lidah menyebabkan terjadinya depolarisasi air liur (saliva). Yang kemudian terbentuk ion H dan OH dimana ion tersebut bersama dengan elektroda yang ditempelkan pada lidah menyebabkan rasa acid-metalic (logam asam). Rasa tersebut merupakan suatu sensasi yang paling mudah dikenal oleh penderita. Penderita harus diperiksa dalam ruangan yang tenang agar dapat berkonsentrasi dengan baik. Penderita diberikan rangsang supra maksimal sebagai pengenal, kemudian rangsangan diturunkan sampai penderita tidak merasakan lagi rasa acid-metalic tersebut, dan stimulasi dilakukan pada tepi lidah 1½ cm dari garis median selama 1-2 detik. Angka normal dari setiap individu berbeda-beda dalam range yang cukup luas. Beberapa penulis mendapat angka normal sbb : - House : Variasi tidak melebihi 20 u.A - Krarup : Variasi tidak melebihi 3 E.G.M - Freyss : Variasi normal antara 10 – 60 u.A ■ Yang penting pada pemeriksaan fungsi n. korda timpani adalah perbedaan ambang rangsang antara kanan dan kiri. Freyss menetapkan bahwa beda 50% antara kedua sisi adalah patologis.

N.E.T atau Nerve Exitability Test Suatu cara pemeriksaan untuk mengetahui eksitabilitas syaraf pada sisi paralysis dengan menggunakan stimulasi electrik baik yang mono atau bipoler yang berkekuatan 0-10 mA duration ½ - 1 msec. Alat yang dikenal untuk test ini ialah Hilger facial nerve stimulator type 2. Kita melakukan perangsanggan pada tiap cabang N.VII setelah keluar dari gl parotis. Bedakan kanan-kiri, beda 3,5 mA adalah tanda bahwa fungsi N>VII mengalami gangguan yang serius/kritis. Kita melakukan pemeriksaan setiap hari untuk mengetahui perkembangan selanjutnya selama ± satu minggu. Kala sesudah satu minggu N.E.T baik keadaan kritis dapat dikatakan lewat, tetapi kalau sebelum hari kedelapan N.E.T menurun, maka ini berarti suatu keadaan emergency. Kettel : kita tidak dapat menunggu lebih lama membiarkan syaraf mengalami degenerasi untuk menentukan tindakan operasi. N.E.T sampai saat ini masih dianggap suatu pemeriksaan yang paling menentukan untuk suatu operasi.

E.M.G atau Electro Myography Pemeriksaan E.M.G tidak memberikan gambaran yang penting dalam menentukan suatu tindakan operasi. E.M.G hanya memberi prognosis suatu keadaan paralisis, yaitu Fibrilasi yang menandakan permulaan dari suatu degenerasi syaraf, yang biasanya baru terjadi pada hari ke 12-15. Dengan E.M.G kita dapat menentukan lima (5) type kontraksi otot. 1. Kontraksi silence : tidak ada satupun kontraksi unit motor 2. Kontraksi Elementari : hanya ada satu (1-2 kontraksi unit motor) 3. Kontraksi Intermediet : kalau ada 2 - 4 kontraksi unit motor 4. Kontraksi Interferential kalau ada 4 – 5 Kontraksi unit motor 5. Kontraksi normal : Kontraksi yang padat dari seluruh unit motor

Cara mendapatkan gambaran dari pada kontraksi tersebut. Ialah dengan menyuntikan jarum elektrode ke dalam otot yang bersangkutan yang kemudian kita rekam pada alat Osciloscope yang terdapat pada alat E.M.G. dengan alat E.M.G kita juga dapat memeriksa chromaximetry yaitu suatu pemeriksaan terhadap eksitabilitas syaraf dengan menggunakan intensitas 2x lebih kuat dibandingkan dengan N.E.T. beberapa penulis seperti Lerique, Chouard, menganggap bahwa test ini lebih tepat jika dibandingkan dengan N.E.T akan tetapi kesukarannya adalah motor tempat stimulasi dan memakan waktu yang lama. Angka-angka normal untuk chromaximetry sebagai berikut: 1. Untuk cabang superior dipakai m.frontalis dan 0,40–0,70 m 2. Untuk cabang media dipakai m.buccinator 0,40–0,70 m sec 3. Untuk cabang inferior dipakai m orbicularis oris 0,40–0,70msec, m.triangularis 0,16–0,32msec Chronasi lebih dari 1 m sec pada minggu pertama memberikan gambaran prognosis yang buruk.

Diagnosis of lesions from level of impairment Level of impairment Supranuclear

Signs Diagnosis Good tone, intact upper face, presence of Cerebrovascular accident, trauma spontaneous smile, neurologic deficits

Nuclear

Involvement of the VI and VII cranial nerves, Vascular or neoplastic, poliomyelitis, corticospinal tract signs multiple sclerosis, enchepalitis

Angle

Involment of vestibular and cochlear portions of Neurinoma, meningioma, fracture, the VIII cranial nerve (facial nerve, particularly cholesteatoma, arachnoid cyst taste, lacrimation and salivation may be altered); the V and later IX, X and XI cranial nerves may become impaired

Geniculate ganglion

Facial paralysis, hypercusis lacrimal,salivation and taste

Tympanomastoid Extracranial

of Herpes zoster oticus, fracture, bell’s palsy, cholesteatoma, neurinoma, arteriouvenous malformation, meningioma Fasial paralysis, alternation in salivation and Bell’s palsy, cholesteatoma, fracture, taste, lacrimation intact infection Facial paralysis (usually a branch is spared), Trauma, tumor, parotid carcinoma, salivation and taste intact, deviation of jaw to pharyngeal carcinoma normal side alteration

Gangguan nervus fasialis perifer dapat dibagi menjadi 3, antara lain: 1. Paralisis Fasial Otogenik 2. Bell’s palsy 3. Paralisis Fasial Traumatik

Diagnosis dan Penatalaksanaan Gangguan Nervus Fasialis Perifer 1. Bell’s palsy ■ Parsial : Acyclovir, Steroid

■ Komplit : tentukan letak lesi Lakukan tes elektrik tiap hari sampai : – Ambang respon dari sisi paralisis meningkat hingga 4 mA lebih besar dari sisi normal – Ada perbaikan sebagian fungsi nervus fasialis Bila (1) ditemukan, dekompresi nervus fasialis mulai dari foramen stilomastoid sampai level kerusakan harus dipertimbangkan. Dekompresi fossa media harus dilakukan bila kerusakan melibatkan nervus petrosus superfisial mayor.

Otitis media kronik (parsial/komplit) ■ Mastoidektomi dan dekompresi nervus fasialis Otitis media akut

■ Mastoidektomi simpleks ■ Myringotomi Mastoiditis akut dengan gangguan nervus fasialis ■ Mastoidektomi simpleks, dekompresi nervus fasialis dan miringotomi, atau ■ Mastoidektomi simpleks dan miringotomi

Herpes zoster otikus ■ Antiviral ■ Steroid Pasca operasi telinga ■ Onset lambat (parsial/komplit) : ikuti rencana penanganan Bell’s palsy ■ Onset cepat (parsial/komplit) : eksplorasi nervus fasialis ”before the sun set” Traumatik ■ Onset lambat (parsial/komplit) : ikuti rencana penanganan Bell’s palsy ■ Onset cepat (parsial/komplit) : eksplorasi nervus fasialis bila pasien dalam keadaan stabil

KEGIATAN I.

KAJI ULANG DIAGNOSIS & PROSEDUR TOPOGNOSTIK

  

Informed Choice & Informed Consent Rencana Tindakan Persiapan Sebelum Tindakan

II.  III.

PERSIAPAN PROSEDUR TOPOGNOSTIK Pastikan kelengkapan peralatan, bahan untuk prosedur sederhana topognostik saraf fasial perifer PROSEDUR TOPOGNOSTIK

1. Pemeriksaan Fungsi Motorik  Perhatikan muka penderita simetris atau tidak  Perhatikan kerutan pada dahi, pejaman mata, plika nasolabialis dan sudut mulut  Evaluasi fungsi motorik nervus fasialis dengan kriteria House-Brackmann 2. Tes Schirmer  Kertas strip ditempatkan pada fornix konjungtiva kedua mata  Setelah 5 menit panjang kedua kertas strip yang basah dibandingkan  Hasil tes dievaluasi : Abnormalitas signifikan : reduksi unilateral lebih besar dari 30% jumlah total lakrimasi pada kedua mata atau reduksi lakrimasi total minimal 25 mm setelah 5 menit. 4. Tes Refleks Stapedius  Prob akustik impedans dimasukkan ke telinga ipsilateral lesi  Dilakukan pemeriksaan reflek stapedius  Dilakukan pemeriksaan yang sama pada sisi kontralateral  Hasil tes dievaluasi: Refleks stapedius negatif pada sisi ipsilateral dan postif pada sisi kontralateral menggambarkan gangguan nervus fasialis perifer setinggi suprastapedial 3. Tes Uji Pengecapan  Penderita disuruh menjulurkan lidah  Kemudian letakkan pada lidah penderita berturut-turut bubuk gula, kina, sitrat atau garam begiliran dan diselingi istirahat  Lalu penderita disuruh menyatakan pengecapan yang dirasakan dengan isyarat. Misalnya 1. untuk rasa manis; 2. untuk rasa pahit; 3. untuk rasa asin; 4. untuk rasa asam

KASUS

1 Seorang anak wanita usia8tahun dikonsulkan dari dokter spesialis anak dengan keluhan hidung beringus dan riwayat asma terkontrol. Keluhan hidung beringus disertai sumbat hidung, bersin berulang, rasa menelan lendir tenggorok, batuk dahak, gatal hidung, kadang mimisan, mata berair dan gangguan penciuman. Keluhan memberat sejak 5 bulan yll, hampir setiap hari dalam seminggu. Pada pemeriksaan fisik ditemukan transnasal crease, allergic shiners, Dennie-Morgan line, mukosa hidung warna pucat kebiruan dan hipertrofi konka inferior bilateral, sekret hidung jernih. IgE serum 30 IU/ml, SPT = Der P + 1, Der f + 2, Cochroach + 1, Mix fungi + 2. Riwayat pengobatan antihistamin sirup sejak 2 tahun yll. Riwayat keluarga ayah asma. Pada kasus di atas SPT menunjukkan hasil negatif, tes alergi apalagi yang akan dilakukan untuk membuktikan adanya sensitifitas yang diperantarai oleh IgE : a.

Tes intradermal

b.

Serum IgE spesifik

c.

Multiple quantitative test

d.

Apus sekret mukosa hidung

e.

SPT ulang 2 minggu yang akan datang

E

2 Pada pemeriksaan BOA pada bayi berusia 4 bulan, maka respons yang harus diperhatikan terhadap stimulus bunyi adalah : a.

Reflek Moro

b.

Reflek auro-palpebral

c.

Gerakan bola mala

d.

Menoleh

e.

Mencari sumber bunyi yang lebih tinggi dari mata.

D

3 Periode yang paling efektif dan optimal dari seluruh kehidupan manusia guna belajar bicara adalah : a.

sebelum 6 bulan

b.

6 bulan sampai 3 tahun

c.

3 sampai 6 tahun

d.

9 bulan sampai 3 tahun

e.

12 bulan sampai 3 tahun

B

4 Berikut ini adalah faktor-faktor risiko yang bukan penyebab terjadinya tuli kongenital : a.

Lahir dengan kelainan maksilofasial

b.

Lahir dengan kelainan kongenital pada organ lain

c.

Pada saat kehamilan trimester pertama ibu mengalami infeksi virus sitomegali

d.

Berat badan lahir 2.500 gram

e.

Kern icterus D

5 Pada bayi dengan faktor risiko dengan hasil Timpanometri normal, OAE pass, ABR normal pada kedua telinga, program selanjutnya yang dilakukan adalah : a.

Automated ABR

b.

Timpanometri, ABR

c.

OAE, Timpanometri dan ABR sebelum mencapai usia 6 bulan

d.

Free Field Test, Behavioral Observation Audiometry.

e.

Evaluasi fungsi Bicara sampai usia anak mencapai 2 tahun

E

7 Guidline for the detection of hearing loss among infants have been provided by the multydisciplinary Joint Commitee on Infant Hearing. The commitee endorses universal detection of infant hearing loss by :

a.

3 months of age and intervation by 6 months of age.

b.

1 month of age and intervation by 6 months of age.

c.

6 months of age and intervation by 6 months of age.

d.

3 months of age and intervation by 12 months of age.

e.

6 months of age and mtervation by 12 months of age.

A

8 Otoacoustic emissions (OAE) testing is used for infant sreening, it isnoninvasive measure of : a.

Outer hair cell of cochlear function.

b.

Inner hair cell of cochlear function.

c.

Middle-ear function.

d.

Cochlear nerve

e.

Cochlear nucleus.

A

9 Pemeriksaan auditologi yang dapat membantu untuk menegakkan diagnosis Neuroma akustikus adalah : a.

BERA

b.

Impendance reflex decay

c.

Pure tone decay

d.

Pure Tone Audiometri

e.

Speech Audiometri

A

10 Yang merupakan aplikasi klinik auditory neurophaty adalah: a.

ABR normal + OAE pass

b.

ABR abnormal + OAE refer

c.

ABR normal + OAE refer

d.

ABR abnormal + OAE pass

e.

SNHL

D

Related Documents


More Documents from "Chrisna Wahyu Ramadhan"