Gambaran Radiologi Pada Trauma Servikal.docx

  • Uploaded by: Siti Nurdianti
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Gambaran Radiologi Pada Trauma Servikal.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 6,181
  • Pages: 54
Gambaran Radiologi Pada Trauma Servikal

Oleh : Siti Nurdianti 1102014253

Pembimbing : dr. Indra Kelana Sp.Rad

KEPANITERAAN KLINIK ILMU RADIOLOGI RSUD DR. DRAJAT PRAWIRANEGARA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI Periode 28 Januari – 16 Februari 2019

KATAPENGANTAR

Assalamu’alaikum. Alhamdulillah puji dan syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya. Shalawat serta salam tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, dan para sahabat serta pengikutnya hingga akhir zaman. Karena atas rahmat dan ridho-Nya, penulis dapat menyelesaikan presentasi kasus penyakit dalam ini dengan judul Gambaran Radiologi Pada Trauma Servikal ini dimaksudkan untuk memenuhi tugas dalam menempuh kepanitraan klinik di bagian Radiologi

di RSUD dr. Drajat

Prawiranegara. Penulis menyadari bahwa penyusunan laporan kasus ini tidak akan terwujud tanpa adanya bantuan, dukungan serta bimbingan dari berbagai pihak. Maka dari itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu, terutama kepada dr. Indra Kelana ,Sp.Rad yang telah memberikan arahan serta bimbingan ditengah kesibukan dan padatnya aktivitas beliau. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa laporan kasus ini masih jauh dari sempurna, oleh sebab itu kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan guna perbaikan di kemudian hari. Akhir kata, semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan khususnya di bidang kedokteran.

Serang, 09 Februari 2019

Penyusun

2

BAB I PENDAHULUAN Vertebra (tulang belakang) dimulai dari cranium sampai pada apex coccigeus, membentuk skeleton dari leher, punggung dan bagian utama dari skeleton (tulang cranium, costa dan sternum). Fungsi vertebra yaitu melindungi medulla spinalis dan serabut syaraf, menyokong berat badan dan berperan dalam perubahan posisi tubuh. Vertebra pada orang dewasa terdiri dari 33 vertebra dengan pembagian 5 regio yaitu 7 cervical, 12 thoracal, 5 lumbal, 5 sacral, 4 coccigeal. Tulang belakang merupakan suatu satu kesatuan yang kuat diikat oleh ligamen di depan dan dibelakang serta dilengkapi diskus intervertebralis yang mempunyai daya absorbsi tinggi terhadap tekanan atau trauma yang memberikan sifat fleksibel dan elastis. Semua trauma tulang belakang harus dianggap suatu trauma hebat sehingga sejak awal pertolongan pertama dan transpotasi ke rumah sakit harus diperlakukan dengan hati-hati. Trauma tulang dapat mengenai jaringan lunak berupa ligament, discus dan faset, tulang belakang dan medulla spinalis. Penyebab trauma tulang belakang adalah kecelakaan lalu lintas (44%), kecelakaan olah raga(22%), terjatuh dari ketinggian(24%), kecelakaan kerja. Trauma tulang belakang menurut ketidakstabilanya digolongkan menjadi trauma stabil dan trauma tidak stabil. Sedangkan, menurut lokasinya trauma tulang belakang (vertebra) dibagi menjadi trauma cervical dan torakolumbal. Fraktur servikal paling sering disebabkan oleh benturan kuat, atau trauma pukulan di kepala. Atlet yang terlibat dalam olahraga impact, atau berpartisipasi dalam olahraga memiliki resiko jatuh akibat benturan di leher (ski, menyelam, sepak bola, bersepeda) terkait dengan fraktur servikal. Setiap cedera kepala atau leher harus dievaluasi adanya fraktur servikalis. Sebuah fraktur servikal merupakan suatu keadaan darurat medis yang membutuhkan perawatan segera. Spine trauma mungkin terkait cedera saraf tulang belakang dan dapat mengakibatkan kelumpuhan, sehingga sangat penting untuk menjaga leher .

3

Diagnosis klinik adanya fraktur cervical dan thorakolumbal didapatkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Kecurigaan yang tinggi akan adanya cedera pada vertebra pada pasien trauma sangat penting sampai kita mengetahui secara tepat bagaimana mekanisme cedera pasien tersebut. Setiap pasien dengan cedera tumpul diatas klavikula, cedera kepala atau menurunnya kesadaran harus dicurigai adanya cedera cervical. Dan setiap pasien yang jatuh dari ketinggian atau dengan dengan mekanisme kecelakaan high-speed deceleration harus dicurigai ada cedera thoracolumbal. Selain itu patut dicurigai pula adanya cedera tulang belakang jika pasien datang dengan nyeri pada leher, tulang belakang dan gejala neurologis pada tungkai. Selain itu, untuk pemeriksaan penunjang diperlukan pemeriksaan sinar X, CT sacn atau MRI untuk menentukan lokasi, bentuk dan jenis fraktur serta lesi pada medulla spinalis. Dengan diagnosis yang tepat dapat melakukan penanganan yang baik sehingga dapat menentukan prognosis. Diagnosis dan penanganan salah dapat mengakibatkan kesalahan yang fatal.

4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA I. ANATOMI TULANG BELAKANG SERVIKAL 1.1. Kolumna Vertebralis Kolumna vertebralis atau rangkaian tulang belakang merupakan sebuah struktur yang lentur dan dibentuk oleh sejumlah tulang yang disebut vertebra atau ruas tulang belakang. Diantara tiap ruas tulang belakang terdapat bantalan tulang rawan.

Gambar 1. Anatomi tulang belakang

Panjang rangkaian tulang belakang pada orang dewasa dapat mencapai 5767 cm. Seluruhnya terdapapt 33 ruas tulang, 24 buah diantaranya adalah tulangtulang terpisah dan 19 ruas sisasnya bergabung membentuk 2 tulang. Kolumna vertebralis terdiri dari 7 tulang belakang servikalis, 12 tulang belakang thorakalis, 5 tulang belakang lumbal, 5 tulang sarkum, dan 4 tulang ekor. Jika dilihat dari samping, kolumna vertebralis memperlihatkan 4 (empat) kurva atau lengkung. Di daerah tulang belakang servikal melengkung ke depan, di 5

daerah thorakal melengkung ke belakang, di daerah lumbal melengkung ke dapan dan di daerah pelvis melengkung ke belakang. Walaupun tiap daerah mempunyai perbendaan ukuran dan bentuk, tetapi semua memiliki persamaan struktur asar. Tiap vertebra terdiri dari korpus, pedikel, lamina, prosessus tranversus, prosessus spinosus, prosessus artikularis superior dan inferior.

Gambar 2. Struktur dasar tulang vertebra

1.1.1. Korpus Vertebra Korpus vertebra merupakan truktur yang terbesar, mengingattfungsinya sebagai penyangga berat bada. Korpus vertebra berbentuk perti ginjal dan berukuran besar, terdiri dari tulang korteks yang padat mengelilingi tulang medular yang berlubang-lubang (honey comb-like).

6

Gambar 3. Struktur Corpus Vertebra

Permukaan bagian atas dan bawah korpus vertebra disebut dengan end plate. End plate menebal di bagian tengah dan dilapisi oleh lempeng tulang kartilago. Bagian tepi end plate juga menebal untuk membentuk batas nyata, berasal dari epiphyseal plate yang berfusi dengan korpus vertebra pada usia 15 tahun. Korpus tulang belakang lumbal lebih besar daripada servikal dan thorakal dan yang terbesar pada L5. (Hosten, 2002). 1.1.2. Arkus Vertebralis Arkus vertebralis atau lengkung vertebra merupakan struktur yang berbentuk menyerupai tapal kuda, terdiri dari lamina dan pedikel. Dari lengkung ini tampak tujuh tonjolan prosessusm sepasang prosessus artikularis superior dan inferiorm prosessus spinosus, dan sepasang prosessus transversus (Ryan, 2004). Pedikel berukuran pendek dan melekat pada setengah bagian atas tulang belakang lumbal. Lamina adalah struktur datar yang lebar, terletak di bagian medial processus spinosus. Lamina yang berada di antara processus artikularis superior dan

7

inferior disebut pars interartikularis (terlihat jelas pada proyeksi oblique). Processus spinosus sendiri merupakan suatu struktur datar, lebar, dan menonjol ke arah belakang lamina. Prosessus transversus menonjol ke arah lateral dan sedikit ke arah posterior dari hubungan lamina dan pedikel. Prosessus transversus bersama dengan prosessus spinosus berfungsi sebagai tuas untuk otot-otot dan ligamenligamen yang menempel kepadanya. Prosessus artikularis tampak menonjol dari lamina. Permukaan prosessus artikularis superior berbentuk konkaf dan menghadap ke arah medial dan sedikit posterior. Prosessus artikularis inferiior menonjol ke arah lateral dan sedikit anterior dan permukaannya berbentuk konveks. (Ryan, 2004).

Gambar 4. Struktur Arcus Vertebra

Cincin arkus verterbalis dan posterior korpus vertebra membentuk foramen intervertebralis. Formen intervertebralis dalam susunan kolumna vertebralis akan tampak sebagai kanalis vertebralis. Kanalis vertebralis merupakan tempat perlindungan bagi medula spinalis dan selaputnya (Ryan, 2004). 1.2 Persendian pada kolumna vertebralis Pada tulang belakang dewasa, terdapat 2 jenis persendian yaitu sinovial dan amfiartrodial. Persendian sinovial terdapat pada (1) sendi artikularis superior atlas

8

dan condylus occipitalis, (2) sendi atlantoaksial, antara atlas dan aksis, (3) sendri apofiseal intervertebralis, (4) sendi costovertebra dan costotransverse, antara korpus tulang belakang thorakalis dan prosessus transversus dengan kosta, (5) sendi sakroilika antara sayap sakrum dengan os iliaka. Persendiaan amfiartrodial merupakan sendi dari fibrokartilagonus yaitu antara diskus intervertrebralis dengan end plate vertebra (Ryan, 2004). Ada dua jenis sendi mayor yaitu sendi antara dua korpus vertebra yang disebut diskus intervertebralis dan sendi antara prosessus artikularis yang disebut sendi apofiseal atau sendi zigapofiseal. 1.2.1 Sendi Zigapofiseal Sendi zigapofiseal disebut juga sendi faset dan merupakan sendri yang khas. Sendi ini terbentuk dari prosessus artikularis dari vertebra yang berdekatan untuk memberikan sifat mobilitas dan fleksibilitas. Sendi ini merupakan true synovial joint dengan cairan sinovial (satu prosessus superior dari bawah denan satu prosessus inferior dari atas). Sendi zigapofiseal berguna untuk memberikan stabilisasi pergerakan antara dua vertebra dengan adanya translasi dan torsi saat melakukan fleksi dan ekstensi karena bidang geraknya yang sagital. Sendi ini membatasi pergerakan fleksi lateral dan rotasi (Ryan, 2004).

Gambar 5. Posisi sendi faset

9

Permukaan sendi faset terdiri dari kartilago hialin. Pada vertebra lumbal, kapsul sendinya tebal dan fibrosanya meliputi bagian dorsal sendi. Kapsul sendi bagian ventral terdiri dari lanjutan ligamentum flavum. Ruang deltoid pada sendi fasste adalah ruang yang dibatasi oleh kapsul sendi atau ligamentum flavum pada satu sisi dan pertemuan dari tepi bulat permukaan kartilago sendi artikuler superior dan inferior pada sisi lainnya. Ruang ini diisi oleh meniskus atau jaringan fibroadiposa yang berupa invaginasi rudimeter kapsul sendi yang menonjol ke dalam ruang sendi. Fugsi meniskus ini adalah untuk mengisi kekosongan sehingga dapat terjadi stabilitas dan distribusi beban yang merata (Ryan, 2004). 1.3. Diksus Intervertebralis Diskus intevertebralis menyusun seperempat pajang koluma vertebralis. Diskus ini paling tebal di daerah servikal dan lumbal, tempat dimana banyak terjadi gerakan kolumna vertebralis. Sendi ini berfungsi sebagai shock absorber sehingga koluma vertebralis tidak cedera bila terjadi trauma. Sendi ini melekat pada korpus vertebra, khususnya pada end plate superior dan inferior pada sisi atas dan bawahnya. Diskus intervertebralis terdiri atas lempeng rawan hialin, nukleus pulposus dan annnulus fibrosus. Nukleus pulposus terlihat seperti substansi gel yang terbukti dari fibrinfibrin kolagen dan tersuspensi pada mukopolisakarida. Nukleus pulposus pada orang yang masih muda mempunyai komposisi yang besar dan kemudia secara bertahap berkurang dengan perubahan degeneratif sejalan dengan proses penuaan. Anulus fibrosus terbentuk dari fibrokartilaginous lamelar yang terususn konsentrik dan terlihat jelas pada 30º dari potongan diskus. Serabut-serabut yang berdekatan dengan lamela mempunyai susunan yang hampir sama, namun berjalan dengan arah yang berlawanan dengan serabut di nukleus pulposus. Serabut yang berada di sisis luar annulus melekat dengan korpus vertebra dan bercampur dengan serabut periosteal. Fibrocartilagonous end plate terbentuk dari tulang rawan hialin dan melekat pada sub kondral plate tulang dari korpus vertebra. Di sini terdapat perfusi dari vaskular kecil-kecil yang memberi nutrisi ke dalam diskus (Scott D. Haldeman, 2002).

10

Gambar 6. Irisan memanjang tulang belakang lumbal yang menunjukkan ukuran dan morfologi diskus yang normal.

Diskus mempunyai morfologi yang bervariasi. Pada regio cervical dan lumbal, diskus akan terlihat lebih tebal di sisi anteriornya dan hal in menyebabkan posisi tulang belakang menjadi lordosis. Sementara itu, pada regio atas vertebrathorakal, diskus terlihat lebih tipis dan di regio lumbal terlihat lebih tebal. Secara keseluruhan, diskus terhitung ± 20% dari tinggi total colum vertebrae (Claudia Krisch, 2007).

Gambar 7. Struktur diskus intervertebralis.

11

Diskus intervertebralis merupakan struktur hidrodinamik elastik dan sebagai penghubung utama antara dua vertebra yang berurutan. Diskus intervertebralis merupakan jenis sendi amfiartrosis atau simfisi, yaitu sendiri antara dua permukaan yang saling berhadapan dan diliputi oleh tulang rawan hialin. Diskus intervertebrallis berfungsi sebagai sendi universal sehingga dapat menyebabkan pergerakan yang lebih besar antar korpus vertebra daripada jika tulang vertebra dihubungka langsung satu dengan yang lainnya. (Ryan, 2004). Korpus vertebra yang saling berdekatan dipersatukan oleh suatu diskus fibrokartilago yang bagian perifernya terdiri ari kira-kira selusin lapisan serabut konsentris yang bersilangan yaitu anulus fibrosis. Pusat diskus ini diisi dengan suatu bubur jaringan fibrogelatinosa yaitu nukleus pulposus yang berfungsi sebagai suatu bantalan atau peredam kejutan. Pada beberapa bagian vertebra, ketebalan diskus intervertebralis bisa berbeda. Bila di perlukan pergerakan di antara dua vertebra secara lebih bebas maka cakram antar ruas vertebra tebal, yakni di daerah servikalis dan lumbal, dimana kolom vertebral berbentuk cekung ke depan (Ryan, 2004). Fungsi mekanik dari diskus intervertebralis mirip dengann balon yang diisi air yang diletakan di antara kedua telapak tangan. Bila suati tekanan kompresi yang merata bekerja pada vertebra maka tekanan itu akan disalurkan secara merata ke seluruh diskus intervertebralis. Bila suatu gaya bekerja pada satu sisi yang lain, nukelus pulpposus akan melawan gaya tersebut secara lebih dominan pada sudut sisi lain yang berlawanan. Keadaan ini terjadi pada berbagai macam berbagai macam gerakan vertebra seperti fleksi, ekstensi dan laterofleksi. 1.4. Ligamentum pada Tulang Belakang Tulang belakang akan dihubungkan oleh serangkaian ligamentum longitudinal. Ligamentum yang paling penting dlam pandangan klinis adalah liamentum lingtudinal posterior yang menghubungkan antara korpus vertebra dan diskus intervertebralis pada sisi posterior, serta membentuk dinding anterior dari

12

kanalis spinalis. Ligamentum flavum yang mempunyai komponen elastin yang tinggi, melekat di antara lamina vertebra dan membentang ke anterior capsule dari sendi zigapofiseal, dan melekat pada pedikel di sisi atas dan bawahnya, membentuk dinding posterior kanalis vertebrakus dan bagian atap foraminal lateral yang dilalui oelh serabut saraf. Selain itu, juga terdapat ligamen fibrosus tebal yang menghubungkan prosessus spinosusu dan prosessus transversus dengan beberapa ligamen lain yang melekat pada sisi bawah tulang belakang lumbal ke sakrum dan pelvis.

Gambar 8. Posisi ligamen pada tulang belakang.

Terdapat beberapa ligamen pada tulang belakang yaitu seperti yang akan dijelaskan berikut ini :  Ligamen longitudinal anterior, merupakan struktur fibrosa yang bermual dari bagian anterior bsal tulang oksipital dan berakhir di bagian anterior atas sarkum. 13

 Ligamen longitudinal posterior, terletak di belakang korpus vertebra dalam kanalis spinalis dari C2 hingga sarkum.  Ligamentum kapsular, melekat pada tepi prosessus artikularis yang berdekatan. Ligamen ini berkembang baik di tulang belakang lumbal, serabutnya tebal dan berhubungan erat, berjalan tegak lurus terhadap aksis sendi.  Ligamentum flavum, merupakan jarinagn ikat yang elastis. Bagian atas melekat pada permukaan anterior lamina di atasnya dan bagian bawah melekat pada tepi posterior atas lamina di bawahnya.  Ligamen interspinosus, merupakan gabungan serabut-serabt yang berjalan di dasar prosessus spinosus yang satu ke ujung prosessus sponosus selanjutnya.  Ligamentum supraspinosus merupakan struktur yang berkembang baik, dari ujung tulang belakang C7 hingga krista sakralis median, melekat ke setiap prosessus spinosus.  Ligamentum intertransversal, berjalan dari prosessus transversus ke prosessus trasnversus lainnya.  Ligamentum

iliolumbal

melekata

pada

prosessus

transversus,

menghubungkan dua tulang belakang lumbal bawah dengan krista iliaka sehingga akan membatasi pergerakan sendi sakroiliaka.

14

Gambar 9. Ligamen pada tulanng belakang

1.5. Karakteristik Tulang Belakang Servikalis Secara struktur, tulang belakang servikalis satu dan dua mempunyai gambaran anatomis yang berbeda dibanding dengan gambaran kelia tulang belakang servikalis yang lain. Tulang belakang servikalis satu atau C1 mempunyai nama lain yaitu tulang atlas. Tulang atlas yaitu struktur tulang yang membentuk cincin (ring) yang terdiri dari arkus anterior dan posterior yang terhubungkan oleh dua massa lateral. Tulang atlas tidak mempunyai korpus dan sebagai struktur utamanya adalah massa lateral yang disebut juga pilar artikular.

15

Gambar 10. (a) Tulang atlas tampak superior dan (b) tulang atlas tanpak inferior

Tulang belakang servikalis kedua, C2 atau disebut juga aksis, mempunyai struktur yang lebih kompleks, serta mempunyai struktur yang berbeda denga adanya prosessus odontoideus yang disebut juga sebagai “dens” (gigi) dan terproyeksi ke kranial dari permukaan anterior dari korpus. Ruang di antara prosessus onotoideus dan arkus anterior dari os atlas dinamakan atlantal dens interval yang seharusnya tidak melebihi 3 mm pada orang dewasa ketika kepala melakukan gerakan fleksi dan ekstensi. Pada anak-anak yang berumur kurang dari 8 tahun, jarak ini diperkirakan sebesar 4 mm, terutama pada posisi fleksi. Dens bersendi di arkus anterior tulang atlas dengan ligamen transversum atlantis, dan sendi inilah yang memungkinkan tulang atlas melakukan gerakan berputar pada bidang horizontal ( menggeleng). Faset artikularis superior tulang atlas bersendi dengan kondilus oksipitalis sehingga gerakan yang di hasilkan adalah gerak mengangguk (Adam Greenspan, 2004).

16

Gambar 11. (a) Tulang aksis tampak anterior dan (b) tulang aksis tampak posterosuperior

Tulang belakang servikalis ketujuh merupakan bentuk peralihan dari tulang belakang thorakalis. Prosessus spinosus C7 lebih panjang dan tidak bercabang, terproyeksi horizontal sampai terletak subkutan di dasar leher. Korpus tulang belakang servikalis ini mempunyai bentuk segiempat dan ukurannya semakin membesar ke bawah guna menopang kolom spinal terhadap berat kepala, leher dan anggota bagian atas. Sementara itum bentuk arkus tulang belakang servikalis seperti segitiga. Prosessus spinosus relatif lebih pendek dan bercang dua (kecuali C7), Sedangkan prosessus transversusnya memiliki foramen yang disebut foramen tranversum. Di atas foramen transversum dilewati arteria vertebralis yang naik menuju fossa kranii posterior. Sendi apofiseal membentuk sudut 90 derajat terhadap midline, dengakan foramne intervertebralis terletak pada sudut 45 derahat oblique dan 15 derajat cephaled. Ciri pembeda lainnya yaitu saraf spinalis servikalis melintas di superior terhadap vertebra yang sesuai ketika saraf tersebut keluar dari kolom spinalis. Khusus servikalis ke-7 dilewati ervus cranialis 7 du seuperiornya dan nervus cranialis 8 di inferiornya. Karena itu pula saraf spinalis pada torakal, lumbal, dan sakral keluar dari kolom spinalis di inferior rulang belakang yang sesuai. 17

Gambar 12. (a) Tulang belakang servikalis ke-4 dan (b) tulang belakang servikalis ke-7, tampak superior

18

II. PEMERIKSAAN FOTO RONTGEN SERVIKAL Berikut ini akan dijelaskan beberapa teknik foto Rontgen untuk daerah servikalis. 1. Posisi Lateral Servikalis Foto Rontgen pada posisi lateralis servikalis dapat dilakukakn dengan posisi erect lateral dan posisi recumbent lateral. Pada posisi erect lateral pada tulang belakang servikalis ini, seorang pasien yang melakukan foto Rontgen bisa mengambil sikap berdiri atau duduk. Posisi kepala tegak ke depan. Arah sinar sentrasi pada tulang belakang C4 (setinggi dagu). Pada posisi ini dapat dilakukan dengan leher fleksi untuk memperlihatkan C1dan C2.

Gambar 13. Posisi erect lateral servikalis.

Pada posisi recumbent lateral, pasien tidur telentang, film berada di samping leher dan sinar sentrasi horizontal 2-3 cm caudal mastoid tip. Hasil foto Rontgen posisi lateral servikalis ini menggambarkan korpus tulang belakang, sendi apofiseal, prosessus spinosus, diskus intervertebralis cari C1-C7. Pada foto Rontgen posisi ini, tidak 19

diperbolehkan adanya rotasi kepada karena akan menemparkan di atas (superimpose) pada kedua ramus mandibula atau rotasi badan yang akan mengakibatkan superimpose kanan dan kiri sendi apofiseal. Saat melakukan pengambilan gambar, bahu harus diturunkan sejauh mungkin agar C7 terlihat jelas. Selain itu, juga terlihat 5 garus normal spina servikalis yaitu garis tulang belakang anterior (batas tepi anterior tulang belakang), garis tulang belakang posterior (tepi posterior korpus tulang belakang) , garis spinolaminar (batas anterior prosessus spinosus), garis spinosus posterior (batas posterior prosessus spinosus C2-C7) dan garis clivus odontoid (dari dorsum sellae-batas anterior foramen magnum-tip prosessus odontoidmedial C3). Selain itu, juga terlihat 2 area yaitu area reto tracheal (jarak dinding posterior paringeal dengan anteroinferior tonjolan C2) normal <7 mm dan area retrotracheal (jarak dinding posterior trakea dengan anteroinferior tonjolan C6) normal < 22 mm pada orang dewasa, dan <14 mm pada anak.

Gambar 14. Hasil foto Rontgen pada posisi lateral servikali

Pengambilan foto pada posisi anteroposterior servikalis dapat dilakukan pada posisi erect (tegak) atau supine (tidur telentang) dengan kepala lurus

20

ke depan dan tangan di samping. Sinar sentrasi terhadap C4 (batas bawah kartilago tiroid) dengan sudut 15-20 derajat cephaled.

Gambar 15. Posisi anteroposterior servikalis.

Hasil pengambilan foto pada posisi anteroposterior servikalis yaitu akan terlihat korpus vertebra, pedikel seperti tetes air) dan diskus invertebralis dari C3-C7, juga terlihat T1-T2. Selain itu, juga terlihat mandibula dan basal tengkorak superimpose dengan C1,C2.

Gambar 16 Hasil foto Rontgen pada posisi anteroposterior servikalis.

21

2. Proyeksi AP Open Mouth Cervical Pada pengambilan foto dengan proyeksi AP open mouth cervical dapat dilakukan pada posisi yang sama dengan posisi AP servikalis. Bedanya, pada saat eksposur pasien diminta untuk membuka mulut selebar mungkin dengan hanya membuka rahang bawah tanpa mengubah kepala dan bilang ‘aaah’ agar lidah tetap di dasar mulut.

Gambar 17. Posisi foto Rontgen pada proyeksi AP open mouth cervical.

Tujuan proyeksi ini yaitu untuk memvisualisasi struktur C1 dan C2, terlihat dens (odontoid procces), korpus tulang belakang C2, lateral mass C1, sendi atlantoaxial C1-C2. Pada saat pengambilan foto, dens tidak boleh tertutup gigi atau basal tengkorak.

Gambar 18. Hasil foto Rontgen pada proyeksi AP open mouth cervical

3. Posisi Anterior dan Posterior Oblique Cervical Pengambilan foto Rontgen pada posisi anterior dan posterior oblique cervical, seorang pasien dapat mengambil posisi erect (duduk atau berdiri) atau recumbent. Namun, posisi erect biasanya lebih nyaman daripada recumbent. Pasien dapat melakukan rotasi pada seluruh badan dan kepala dengan sudut 45 derajat. Sinar sentrasi pada C4 dengan sudut 15-20 derajat cephaled. Pada LPO dan RPO atau sudut 15-20 derajat caudad pada LAO dan RAO. Proyeksi jenis ini efektif untuk memperlihatkan foramina umco intervertebra dan pedikel.

a

b Gambar 20. Foto Rontgen pada posisi: (a) anterior oblique cervical dan (b) posterior oblique cervical.

RAO dan LPO memperlihatkan foramina kanan, sedangkan LAO dan RPO

memperlihatkan

foramina

kiri.

Anterior

oblique

foramen

intervertebralis dan pedikel cervicalis tampak dekat dengan film, sedangkan pada posterior oblique tampak jauh dengan film.

Gambar 21. Hasil foto Rontgen pada posisi : (a) anterior dan (b) posterior oblique servikal

4.Posisi Lateral Cervicothoracalis (Swimmer’s) Pada posisi ini, pasien tengkurap (prone) dengan lengan kiri ke depan dengan membentuk sudut 180 derajat dan lengan kanan di samping seperti orang berenang. Sentrasi sinar horizontal ke arah aksial, sedangkan film berada di sebelah kanan. Pada saat pengambilan gambar, usahakan untuk menjaga toraks dan kepala dalam posisi lateral. Tujuan foto pada posisi ini yaitu untuk memperlihatkan inferiorvertebra cervicalis C7, dan superiorvertebra thoracalis T1-T2. Hasil foto Rontgen pada posisi ini akan tampak korpus vertebra, diskus intervertebralis, sendi zigapofiseal dari C4-T3 5. Posisi Lateral Hiper Ekstensi dan Hiperfleksi Pada posisi ini, pasien bersikap erect lateral (duduk atau berdiri) dengan lengan di samping, sentrasi sinar horizontal pada C4. Bila pada posisi hiperfleksi, dagu pasien ditekan sampai menempel dada dan bila

hiperekstensi, dagu diangkat dan kepala ke arah belakang sejauh mungkin.

Gambar 22 Posisi lateral: (a) hiperekstensi dan (b) hiperfleksi. Foto Rontgen pada posisi ini merupakan studi terhadap fungsi gerak tulang belakang servikalis. Hasil foto pada posisi ini menunjukkan kurva spinal C1-C7. Pada hiperfleksi, tampak prosessus spinosus terpisah dan pada hiperekstensi, tampak prosessus spinosus merapat.

Gambar 23. Hasil Foto Rontgen posisi lateral (a) hiperfleksi dan (b) Hiperekstensi

III. FRAKTUR VERTEBRA SERVIKAL 3.1

Definisi Fraktur Vertebra Servikal Fraktur adalah putusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai dengan jenis dan luasnya. Fraktur terjadi ketika tulang diberikan stress lebih besar dari kemampuannya untuk menahan. Fraktur dapat terjadi karena pukulan langsung, kekuatan yang berlawanan, gerakan pemuntiran tiba-tiba, dan bahkan kontraksi otot yang berlebihan. Pada keadaan tulang yang patah, struktur sekitarnya juga akan terpengaruh berupa edema jaringan lunak, perdarahan ke dalam tulang dan sendi, dislokasi sendi, ruptur tendon, kerusakan saraf dan pembuluh darah (Brunner and Suddarth, 2001).

3.2

Etiologi Fraktur Vertebra Servikal Lewis (2000) berpendapat bahwa tulang bersifat relatif rapuh namunmempunyai cukup kekuatan dan gaya pegas untuk menahan tekanan.Fraktur dapat diakibatkan oleh beberapa hal yaitu: a. Fraktur akibat trauma Sebagian fraktur disebabkan oleh kekuatan yang tiba-tiba berlebihan yang dapat berupa pemukulan, penghancuran, perubahan pemuntiran atau penarikan. Bila tekanan kekuatan langsung tulang dapat patah pada tempat yang terkena dan jaringan lunak juga pasti akan ikut rusak. Pemukulan biasanya menyebabkan fraktur lunak juga pasti akan ikut rusak. Pemukulan biasanya menyebabkan fraktur melintang dan kerusakan pada kulit diatasnya. Penghancuran kemungkinan akan menyebabkan fraktur komunitif disertai kerusakan jaringan lunak yang luas.

b. Fraktur akibat kelelahan atau tekanan Retak dapat terjadi pada tulang seperti halnya pada logam dan bendalain akibat tekanan berulang-ulang. Keadaan ini paling sering dikemukakan pada tibia, fibula atau matatarsal terutama pada atlet, penari atau calon tentarayang berjalan baris-berbaris dalam jarak jauh.

c. Fraktur patologik karena kelemahan pada tulang Dalam hal ini kerusakan tulang terjadi akibat proses penyakit sehingga tulang menjadi lemah dan mudah patah hanya dengan adanya sedikit tekanan. Dapat terjadi pada berbagai keadaan berikut (Rasjad, C, 2007): 1. Tumor tulang (terbagi menjadi jinak dan ganas) 2. Infeksi seperti Osteomielitis 3. Scurvy (penyakit gusi berdarah) 4. Osteomalasia 5. Rakhitis 6. Osteoporosis

3.3

Patofisiologi Fraktur Vertebra Servikal

3.4 Klasifikasi Fraktur Vertebra Servikal

A. Klasifikasi berdasarkan mekanisme trauma a) Trauma hiperfleksi 1. Bilateral interfacetal dislocation Terjadi robekan pada ligamen longitudinal anterior dan kumpulan ligament di posterior tulang leher. Lesi tidak stabil. Tampak diskolasianterior korpus vertebrae. Dislokasi total sendi apofiseal.

Gambar 3.1 Foto polos Bilateral interfacetal dislocation

Gambar 3.2 CT-Scan Bilateral interfacetal dislocation

Gambar 3.3 MRI Bilateral interfacetal dislocation

2. Flexion tear drop fracture dislocation Tenaga fleksi murni ditambah komponen kompresi menyebabkan robekan pada ligamen longitudinal anterior dan kumpulan ligamen posterior disertai fraktur avulse pada bagian anteroinferior korpusvertebra. Lesi tidak stabil. Tampak tulang servikal dalam fleksi :

-

Fragmen tulang berbentuk segitiga pada bagian anteroinferior korpus vertebrae

-

Pembengkakan jaringan lunak pravertebral.

Gambar 3.4 (A) Foto polos Flexion tear drop fracture dislocation, (B) CT-Scan Flexion tear drop fracture dislocation

Gambar 3.5 MRI Flexion tear drop fracture dislocation proyeksi sagital

3. Wedge Fracture Vertebrae terjepit sehingga terbentuk baji. Ligament longitudinal anterior dan kumpulan ligament posterior utuh sehingga lesi ini bersifat stabil.

Gambar 3.6 Foto polos Wedge Fracture

Gambar 3.7 CT-ScanWedge Fracture 4. Clay Shovelers Fracture Fleksi tulang leher dimana terdapat kontraksi ligament posterior tulang leher mengakibatkan terjadinya fraktur oblik pada prosesus spinosus : biasanya pada CVI-CVII atau Thl.

Gambar 3.8 Foto polos Clay Shovelers Fracture

FIGURE 11.43 CT and MRI of theclay shoveler's fracture. A 22year-old man injured his neck in a divingaccident. (A) Lateral radiograph, (B) sagittal CT

reformatted image, and (C) sagittal proton-weighted MR image demonstrate slightly caudally displaced fracture of the spinous process of C7 (arrows).

Gambar 3.9 (A) Foto polos Clay Shovelers Fracture (B) CT-Scan Clay Shovelers Fracture (C) MRI Clay Shovelers Fracture

5. Odontoid Fracture Patah tulang odontoid atau yg biasa disebut peg atau ordens fracture. Di mana proses patah tulang odontoid terjadi di C2.

FIGURE 11.27 Classification of odontoid fractures. (Modified from Anderson LD, D'Alonzo RT. Fractures of theodontoid process of the axis. J Bone Joint Surg [Am] 1974;56A:1663-1674.)

FIGURE 11.28 Fracture of the odontoid process. A 62-year-old man sustained a flexion injury of the cervicalspine in an automobile accident. Open-mouth anteroposterior (A) and lateral (B) radiographs demonstrate a fracture line at the base of the odontoid process, but the details of this injury cannot be well appreciated. Thinsection trispiral tomographic sections in the anteroposterior (C) and lateral (D) projections confirm the fracture at the base of the dens. This is a type II (unstable) fracture.

Gambar 3.10 (A) Foto polos Odontoid Fracture AP (B) Foto polos Odontoid Fracture lateral

FIGURE 11.30 CT demonstration of fracture of the odontoid process. A 50-yearold man sustained a flexionneck injury during a motorcycle accident. The conventional radiographs of the cervical spine suggested odontoid fracture but

were not conclusive. Coronal (A) and sagittal (B) reformatted CT images clearly demonstrate a type II odontoid fracture.

Gambar 3.11 (A) CT-ScanOdontoid Fracture proyeksi coronal (B) CT-Scan Odontoid Fracture proyeksi sagital

Gambar 3.12 MRI Odontoid Fracture

b) Trauma Hiperekstensi 1. Hangmans fracture Terjadi fraktur arkus bilateral dan dislokasi anterior C2 terhadap C3

FIGURE 11.31 Hangman's fracture. This injury may present as nondisplaced fractures through the arches of C2, as seen here schematically on the lateral (A) and

axial (B) views, or as displaced fractures with anterior angulation (C) and (D) associated with disruption of ligaments, the intervertebral disk, or articular facets

FIGURE 11.33 Classification of hangman's fractures. (Modified from Levine AM, Edwards CC. The management of traumatic spondylolisthesis of the axis. J Bone Joint Surg [AM] 1985;67A:217-226.)

FIGURE 11.32 Hangman's fracture. A 62-year-old man sustained a severe hyperextension injury to the cervical spine in an automobile accident. Lateral radiograph

shows a fracture through the pedicles of C2 (arrows) associated with C2-C3 subluxation, a typical finding in hangman's fracture.

Gambar 3.13 Foto polos Hangmans fracture

2. Extension teardrop fracture Seperti fleksi fraktur teardrop , ekstensi fraktur teardrop juga bermanifestasi dengan fragmen di luar anteroinferior tulang. Fraktur ini terjadi ketika ligamentum longitudinal anterior menarik fragmen tulang menjauh dari aspek inferior vertebra karena hiperekstensi tiba-tiba. Fragmen adalah avulsi yang sebenarnya, berbeda dengan fraktur fleksi teardrop di mana fragmen diproduksi oleh kompresi. Jenis fraktur umumnya terjadi pada kecelakaan menyelam dan cenderung terjadi pada tingkat serviks yang lebih rendah. Hal ini juga dapat dikaitkan dengan sindrom central cord karena belokan dari flava ligament ke kanal tulang belakang selama fase hiperekstensi cedera. Cedera ini stabil di fleksi tapi sangat tidak stabil dalam ekstensi .

Gambar 3.14 Foto polos Extension teardrop fracture

Gambar 3.15 CT-Scan Extension teardrop fracture

Gambar 3.16 MRI Extension teardrop fracture

c.

Axial Injury Terjadinya fraktur ini akibat diteruskannya tekanan trauma melalui kepala, kondilus okspitalis, ketulang leher. 1. Bursting fracture dari atlas (jeffersons fracture)

FIGURE 11.24 Jefferson fracture. The classic Jefferson fracture, seen here schematically on the anteroposterior (A) and axial (B) views, exhibits a characteristic symmetric overhang of the lateral masses of C1 over those of C2. Lateral displacement of the articular pillars

results in disruption of the transverse ligaments. (C) On occasion, only unilateral lateral displacement of an articular pillar may be present

FIGURE 11.25 Jefferson fracture. A 19-year-old man sustained a neck injury while being mugged. (A) Openmouth anteroposterior radiograph of the cervical spine shows lateral displacement of the lateral masses of the atlas (arrows), suggesting a ring fracture of C1. (B) Lateral radiograph demonstrates fracture lines of the posterior and anterior arch of C1 (arrows). (C) CT section demonstrates two fracture lines of the posterior archand a fracture of the anterior arch (arrows). (D) CT coronal reformation confirms lateral displacement of the lateral masses (arrows).

Gambar 3.17 (A) Foto polos Jefferson fracture proyeksi AP (B) Foto polos Jefferson fracture proyeksi lateral (C) CT-Scan Jefferson fracture proyeksi AP (D) CT-Scan Jefferson fracture proyeksi coronal

FIGURE 11.26 Jefferson fracture. A 56-year-old man was hit on the top of the head during the industrial accident. (A) Later radiograph of the cervical spine shows a fracture of C1 (arrow). (B) Axial CT section and (C) 3D CT reconstructed image confirm unilateral fracture of the left anterior and posterior arches of C1 (arrow).

Gambar 3.18 (A) Foto polos Jefferson fracture proyeksi lateral (B) CT-Scan Jefferson fracture proyeksi axial 2. Bursting fracture vertebra servikal tengah dan bawah

Gambar 3.19 Foto polos Bursting fracture vertebra servikal C5-6 proyeksi lateral

Gambar 3.20 CT-Scan Bursting fracture vertebra servikal C5-6 proyeksi sagital

Gambar 3.21 CT-ScanBursting fracture vertebra servikal C5-6 proyeksi axial

B. Klasifikasi berdasarkan derajat kestabilan a. Stabil Stabilitas dalam hal trauma tulang servical dimaksudkan untuk mempertahankan tetap utuhnya komponen ligament skeletal saat terjadinya pergeseran satu segmen tulang leher terhdap lainnya. Cedera dianggap stabil jika bagian yang terkena tekanan hanya bagian medulla spinalis anterior, komponen vertebral tidak bergeser dengan pergerakan normal, ligament posterior tidak rusak sehingga medulla spinalis tidak terganggu, fraktur kompresi dan burst fraktur adalah contoh cedera stabil.

b. Tidak stabil Cedera tidak stabil artinya cedera yang dapat bergeser dengan gerakan normal karena ligament posteriornya rusak atau robek. Menentukan stabil atau tidaknya fraktur membutuhkan pemeriksan radiograf. Pemeriksaan radiograf minimal ada 4 posisi yaitu : 1. Anteroposterior 2. Lateral 3. Oblik kanan dan kiri Dalam menilai stabilitas vertebra ada tiga unsur yang harus dipertimbangkan

yaitu

kompleks

posterior

(kolumna

posterior), kompleks media dan kompleks anterior (kolumna anterior). Pembagian bagian kolumna vertebralis adalah sebagai berikut : 1. Kolumna anterior yang terbentuk dari ligament longitudinal dan duapertiga bagian anterior dari corpus vertebra, diskus dan annulus vertebralis.

2. Kolumna media yang terbentuk dari satupertiga bagian posterior dari corpus vertebralis, diskus dan annulus vertebralis. Kolumna posterior yang terbentuk dari pedikulus, sendi-sendi permukaan, arkus tulang posterior, ligament interspinosa dan supraspinosa.

Tabel 3.1 Classification of Injuries to the Cervical Spine by Mechanism of Injury and Stability

Condition Stability Flexion Injuries

CONDITION

STABILITY

Occipitocervical dislocation

Unstable

Subluxation

Stable

Dislocation in facet joints (locked facets) Unilateral

Stable

Bilateral

Unstable

Odontoid fractures Type I

Stable

Type II

Unstable

Type III

Stable

Wedge (compression) fracture

Stable

Clay shoveler's fracture

Stable

Teardrop fracture

Unstable

Burst fracture

Stable or unstable

Extension Injuries Occipitocervical dislocation

Unstable

Fracture of posterior arch of C1

Stable

Hangman's fracture

Unstable

Extension teardrop fracture

Stable

Hyperextension fracture-dislocation

Unstable

Compression Injuries Occipital condyle fracture (types I, II)

Stable

Jefferson fracture

Unstable

Burst fracture

Stable or unstable

Laminar fracture

Stable

Compression fracture

Stable

Shearing Injuries Lateral vertebral compression

Stable

Lateral dislocation

Unstable

Transverse process fracture

Stable

Lateral mass fracture

Stable

Rotation Injuries Occipital condyle fracture (type III)

Unstable

Rotary subluxation C1-2

Stable

Fracture-dislocation

Unstable

Facet and pillar fractures

Stable or unstable

Transverse process fracture

Stable

Distraction Injuries Occipitocervical dislocation

Unstable

Hangman's fracture

Unstable

Atlantoaxial subluxation

Stable or unstable

3.5 Manifestasi Klinis Fraktur Vertebra Servikal Menurut Hudak & Gallo (1996), menifestasi klinis trauma servikal adalah sebagai berikut: 

Lesi C1-C4 Pada lesi C1-C4. Otot trapezius, sternomastoid dan otot plastisma masih berfungsi. Otot diafragma dan otot interkostal mengalami

partalisis dan tidak ada gerakan (baik secara fisik maupun fungsional0 di bawah transeksi spinal tersebut. Kehilangan sensori pada tingkat C1 malalui C3 meliputi daerah oksipital, telinga dan beberapa daerah wajah. Kehilangan sensori diilustrasikan oleh diagfragma dermatom tubuh. Pasien dengan quadriplegia pada C1, C2, atau C3 membutuhkan perhatian penuh karena ketergantungan pada semua aktivitas kebutuhan sehari-hari seperti makan, mandi, dan berpakaian. quadriplegia pada C4 biasanya juga memerlukan ventilator mekanis tetapi mengkn dapat dilepaskan dari ventilator secara. intermiten. pasienbiasnya tergantung pada orang lain dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari meskipun dia mungkin dapat makan sendiri dengan alat khsus. 

Lesi C5 Bila segmen C5 medulla spinalis mengalami kerusakan, fungsi diafragma rusak sekunder terhadap edema pascatrauma akut. paralisis intestinal dan dilatasi lambung dapat disertai dengan depresi pernapasan. Ekstremitas atas mengalami rotasi ke arah luar sebagai akibat kerusakan pada otot supraspinosus. Bahu dapat di angkat karena tidak ada kerja penghambat levator skapula dan otot trapezius. setelahfase akut, refleks di bawah lesi menjadi berlebihan. Sensasi ada pada daerah leher dan triagular anterior dari daerah lengan atas.



Lesi C6 Pada lesi segmen C6 distres pernafasan dapat terjadi karena paralisis intestinal dan edema asenden dari medulla spinalis. Bahu biasanya naik, dengan lengan abduksi dan lengan bawah fleksi. Ini karena aktivitasd tak terhambat dari deltoid, bisep dan otot brakhioradialis.



Lesi C7 Lesi medulla pada tingkat C7 memungkinkan otot diafragma dan aksesori untuk mengkompensasi otot abdomen dan interkostal. Ekstremitas atas mengambil posis yang sama seperti pada lesi C6. Fleksi jari tangan biasnya berlebihan ketika kerja refleks kembali.

3.6 Pemeriksaan Diagnostik Fraktur Vertebra Servikal Menurut Doenges, (2000) ada pun pemeriksaan penunjang trauma servikal yaitu: a. Foto polos Menentukan lokasi dan jenis cedera tulang (fraktur, disloksi) untuk kesejajaran, reduksi setelah dilakukan traksi atau operasi. b. CT scan Menentukan tempat luka/jejas, mengevaluasi gangguan struktural. c. MRI Mengidentifikasi adanya kerusakan saraf spinal, edema dan kompresi. d. Mielografi Untuk memperlihatkan kolumna spinalis (kanal vertebral) jika faktor patologisnya tidak jelas atau di curigai adanya oklusi pada ruang subarakhnoid medulla spinalis.

3.7 Penatalaksanaan Medis Fraktur Vertebra Servikal Menurut ENA, (2000) penatalaksanaan pada pasien trauma servikal yaitu : 1. Mempertahankan ABC (Airway, Breathing, Circulation) 2. Mengatur posisi kepala dan leher untuk mendukung airway : headtil, chin lip, jaw thrust. Jangan memutar atau menarik leher ke belakang (hiperekstensi), mempertimbangkan pemasangan intubasi nasofaring. 3. Stabilisasi tulang servikal dengan manual support, gunakan servikal collar, imobilisasi lateral kepala, meletakkan papan di bawah tulang belakang.

4. Stabililisasi tulang servikal sampai ada hasil pemeriksaan rontgen (C1 C7) dengan menggunakan collar (mencegah hiperekstensi, fleksi dan rotasi), member lipatan selimut di bawah pelvis kemudian mengikatnya. 5. Menyediakan oksigen tambahan. 6. Memonitor tanda-tanda vital meliputi RR, AGD (PaCO2), dan pulse oksimetri. 7. Menyediakan ventilasi mekanik jika diperlukan. 8. Memonitor tingkat kesadaran dan output urin untuk menentukan pengaruh dari hipotensi dan bradikardi. 9. Meningkatkan aliran balik vena ke jantung. 10. Berikan antiemboli 11. Tinggikan ekstremitas bawah 12. Gunakan baju antisyok. 13. Meningkatkan tekanan darah 14. Monitor volume infus. 15. Berikan terapi farmakologi ( vasokontriksi) 16. Berikan atropine sebagai indikasi untuk meningkatkan denyut nadi jika terjadi gejala bradikardi. 17. Mengatur suhu ruangan untuk menurunkan keparahan. 18. Memepersiapkan pasien untuk reposisi spina. 19. Memberikan obat-obatan untuk menjaga, melindungi dan memulihkan spinal cord : steroid dengan dosis tinggi diberikan dalam periode lebih dari 24 jam, dimulai dari 8 jam setelah kejadian. a. Memantau status neurologi pasien untuk mengetahui tingkat kesadaran pasien. b. Memasang

NGT

untuk

mencegah

distensi

lambung

dan

kemungkinan aspirasi jika ada indikasi. c. Memasang kateter urin untuk pengosongan kandung kemih. d. Mengubah posisi pasien untuk menghindari terjadinya dekubitus.

e. Mengupayakan pemenuhan kebutuhan pasien yang teridentifikasi secara konsisten untuk menumbuhkan kepercayaan pasien pada tenaga kesehatan. f. Melibatkan orang terdekat untuk mendukung proses penyembuhan. 3.8

Komplikasi Fraktur Vertebra Servikal Menurut Emma, (2011) komplikasi Fraktur vertebra servikal adalah : a. Syok neurogenik Syok neurogenik merupakan hasil dari kerusakan jalur simpatik yang desending pada medulla spinalis. Kondisi ini mengakibatkan kehilangan tonus vasomotor dan kehilangan persarafan simpatis pada jantung sehingga menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah visceral serta ekstremitas bawah maka terjadi penumpukan darah dan konsekuensinya terjadi hipotensi. b. Syok spinal Syok spinal adalah keadaan flasid dan hilangnya refleks, terlihat setelah terjadinya cedera medulla spinalis. Pada syok spinal mungkin akan tampak seperti lesi komplit walaupun tidak seluruh bagian rusak. c. Hipoventilasi Hal ini disebabkan karena paralisis otot interkostal yang merupakan hasil dari cedera yang mengenai medulla spinalis bagian di daerah servikal bawah atau torakal atas. d. Hiperfleksia autonomic Dikarakteristikkan oleh sakit kepala berdenyut, keringat banyak, kongesti nasal, bradikardi dan hipertensi.

BAB III KESIMPULAN Trauma vertebra (tulang belakang) mengenai jaringan lunak berupa ligament, discus dan faset, tulang belakang dan medulla spinalis. Semua trauma vertebra harus dianggap trauma hebat sampai ditangani dengan baik. Penyebab trauma tulang belakang adalah kecelakaan lalu lintas, kecelakaan olah raga, terjatuh dari ketinggian dan kecelakaan kerja.Menurut lokasinya trauma vertebra dibagi menjadi trauma cervical dan torakolumbal. Trauma pada servikal paling sering disebabkan oleh benturan kuat, atau pukulan di kepala. Pada fraktur cervical biasanya ditemukan nyeri leher bagian atas atau neuralgia. Jenis trauma vertebra cervical antara lain fraktur atlas(C1), pergeseran sendi atlantoaksial, fraktur kompresi crpus vertebra, fraktur dislokasi, fraktur subluksasi, dan fraktur vertebra C7(prosesus spinosus).

DAFTAR PUSTAKA

Adam Greenspan. 2004. Orthopedic Imaging a Practical Approach, Fourth Edition, USA: William & Wilkins a Waverly Company. Claudia Krisch, 2007. Applied Radiological Anatomy for Medical Students Section 4 The Head, Neck, and Vertebral Column, New York: Cambridge University Press. Jong, W.D, Samsuhidayat. Buku Ajar Ilmu Bedah. 2010. Ed 3. Jakarta: EGC. Rasjad C. Pegantar Ilmu Bedah Ortopedi. 2007. Ed 3 Jakarta : PT. Yarsif Watampone. Rasyad S. Radiologi Diagnostik. 2008. Ed 2. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. Ryan S., McNicholas M., Eustace S. 2004. Anatomy for Diagnostic Imaging.2nd Edition. Philadelphia: Saunders. Palmer PES, Cockshott WP, Hegedus V, Samuel E. Petunjuk Membaca Foto Untuk Dokter Umum. 1995. Jakarta: EGC. Patel PP. Lecture Notes Radiologi .2007. Ed 2. Jakarta: Erlangga Yuyun Yueniwati. 2014. Prosedur Pemeriksaan Radiologi Untuk Mendeteksi Kelainan dan Cedera Tulang Belakang. Malang : Universitas Brawijaya Press. http://www.radiologyassistant.nl/en/p49021535146c5/spine-cervical-injury.bnm n di akses pada tanggal 07 Februari 2019 pukul 20.15.

Related Documents


More Documents from ""