BAB I PENDAHULUAN Setiap tahunnya di Amerika Serikat terdapat lebih kurang 60 juta penduduk mengalami trauma. Dari angka tersebut 50% diantaranya memerlukan tindakan medis. Sebesar 12% atau 3,6 juta dari populasi yang ada membutuhkan perawatan di rumah sakit dan menghabiskan biaya sebesar 100 miliar dolar atau setara dengan 40% dari total biaya kesehatan di Amerika Serikat. Di Indonesia sendiri angka kematian akibat kecelakaan lalu lintas mencapai angka sekitar 12.000 orang per tahunnya. Kejadian trauma kecelakaan pada tubuh berhubungan erat dengan kejadian patah tulang atau fraktur. Fraktur bisa mengenai berbagai bagian tubuh, salah satunya dapat terjadi fraktur di distal radius yang terbagi menjadi fraktur Colles, fraktur Smith, dan fraktur Barton. Diantafraktur tersebut fraktur Colles termasuk fraktur yang cukup sering terjadi terutama mengenai dewasa dengan 8-15% kasus dari seluruh fraktur (Manjas, 1996). . Etiologi paling sering dari fraktur Colles adalah trauma dan biasanya terjadi pada orang lanjut usia yang jatuh terpeleset dengan tangan berusaha menahan badan dalam posisi terbuka dan pronasi sehingga bertumpu pada telapak tangan dalam posisi dorsofleksi. Gaya akan diteruskan ke daerah metafisis radius distal yang akan menyebabkan patah radius 1/3 distal di mana garis patah berjarak 2 cm dari permukaan persendian pergelangan tangan. (Sjamsuhidayat & de Jong, 2012) Kejadian fraktur Colles sampai sekarang masih cukup tinggi,. Hasil yang baik dapat dicapai dengan diagnosa yang tepat, reposisi yang akurat, fiksasi yang adekuat serta rehabilitasi yang memadai. Reposisi tertutup biasanya tidak sulit, tetapi sulit untuk mempertahankan hasil reposisi, terutama pada fraktur kominutif. Selama ini metode fiksasi yang banyak dianut adalah dengan gips sirkuler panjang sampai di atas siku dengan posisi siku fleksi 90°, lengan bawah pronasi, pergelangan tangan fleksi dan deviasi ulna seperti yang dianjurkan oleh Salter atau Walstrom yang dikenal dengan “Cotton Loader“(Rhycak dkk, 1997).
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Fisiologi Tulang Osteoblas merupakan salah satu jenis hasil diferensiasi sel mesenkim yang sangat penting dalam proses osteogenesis atau osifikasi. Sebagai sel, osteoblas dapat memproduksi substansi organik intraseluler atau matriks, dimana kalsifikasi terjadi di kemudian hari. Jaringan yang tidak mengandung kalsium disebut osteoid dan apabila kalsifikasi terjadi pada matriks maka jaringan disebut tulang. Osteoblas yang dikelilingi oleh substansi organik intraseluler yang terjadi di lakuna disebut osteosit. Osteosit adalah osteoblas yang telah menjadi terbungkus dalam matriks tulang selama produksi jaringan tulang. Osteosit membentuk sistem dari sel yang saling berkoneksi dan menyebar ke seluruh tulang. Sel yang bersifat multinukleus, tidak ditutupi oleh permukaan tulang dengan sifat dan fungsi resorpsi serta mengeluarkan tulang disebut osteoklas. Kalsium hanya dapat dikeluarkan dari tulang melalui proses aktivitas osteoklasis yang menghasilkan matriks organik dan kalsium secara bersamaan dan disebut deosifikasi (Rasjad, 2003).
Gambar 1. Penampang tulang yang menunjukkan sel-sel dalam tulang Sumber: (Hall dan Guyton, 2016) Tulang akan diresorpsi oleh sel osteoklas. Paratiroid hormon (PTH) akan berikatan dengan osteoblas dan menyebabkan osteoblas membentuk receptor activator nuclear factor
κ-B
factor
(M-CSF). RANKL akan berikatan dengan receptor activator nuclear
ligand
(RANKL) dan melepaskan macrophage-colony
stimulating factor
κ-B (RANK) dan M-CSF akan berikatan dengan reseptornya pada sel preosteoklas dan menyebabkan mereka berdiferensiasi menjadi osteoklas matur. PTH juga menurunkan produksi dari osteoprotegerin (OPG) yang memiliki fungsi menghambat diferensiasi dari proosteoklas menjadi osteoklas matur dengan berikatan dengan RANKL dan mencegahnya dari berinteraksi dengan reseptornya pada preosteoklas. Osteoklas matur akan mengembangkan ruffled border dan melepaskan enzim dari lisosom yang nantinya akan bertindak sebagai zat asam yang akan mencetuskan terjadinya resorpsi tulang.
Gambar 2. Proses Resorpsi Tulang
Sumber: (Hall dan Guyton, 2016) 2.2 Etiologi Etiologi paling sering dari fraktur Colles adalah trauma dan biasanya terjadi pada orang lanjut usia yang jatuh terpeleset dengan tangan berusaha menahan badan dalam posisi terbuka dan pronasi sehingga bertumpu pada telapak tangan dalam posisi dorsofleksi. Gaya akan diteruskan ke daerah metafisis radius distal yang akan menyebabkan patah radius 1/3 distal di mana garis patah berjarak 2 cm dari permukaan persendian pergelangan tangan. (Sjamsuhidayat & de Jong, 2012)
Gambar 3. Posisi tangan menumpu pada Fraktur Colles Sumber: ADAM 2.3 Klasifikasi Klasifikasi menurut Older Klasifikasi ini berdasarkan kepada derajat displacement, dorsal angulasi, pemendekan distal fragmen radius dan derajat kominutif fragmen. Fraktur dibagi menjadi 4 tipe : 1. Tipe I
: Dorsal angulasi sampai 5 derajat, panjang radial minimal 7 milimeter.
2. Tipe II
: Terdapat dorsal angulasi, panjang radial antara 1-7 mm, tidak kominutif.
3. Tipe III
: Dorsal radius kominutif, panjang radial kurang dari 4 mm, distal fragmen sedikit kominutif.
4. Tipe IV
: Jelas kominutif, panjang radial biasanya negatif.
Klasifikasi ini lebih baik dalam hal memberikan gambaran kemungkinan reduksi anatomis dan posisi anatomis pada tempat fraktur.
Klasifikasi menurut Frykman Klasifikasi ini berdasarkan biomekanik serta uji klinik, juga memisahkan antara intra dan ekstra artikular serta ada tidaknya fraktur pada ulna distal. Pada klasifikasi ini nomor yang lebih besar menunjukkan fase penyembuhan yang lebih rumit dan prognosa yang lebih jelek. 1. Tipe 1 : Fraktur distal radius dengan garis fraktur extra articular. 2. Tipe 2 : Tipe 1 + Fraktur prosesus styloideus. 3. Tipe 3 : Tipe 1 + Fraktur permukaan sendi radiocarpalia. 4. Tipe 4 : Tipe 3 + Fraktur prosesus styloideus. 5. Tipe 5 : Fraktur distal radius dengan garis melewati sendi radio ulnar distal. 6. Tipe 6 : Tipe 5 + Fraktur prosesus styloideus. 7. Tipe 7 : Tipe 5 + Fraktur permukaan sendi radiocarpalia. 8. Tipe 8 : Tipe 7 + Fraktur prosesus styloideus.
Gambar 4. Klasifikasi Frykman Sumber: (Frykmann, 1967) Masih banyak klasifikasi lainnya tergantung dasar pembagian klasifikasi tersebut. Cooney dan Weber membagi fraktur berdasarkan derajat ketidakstabilan fraktur. Fernandez membagi fraktur berdasarkan mekanisme trauma. Mc Murty dan Jupiter serta Malone membagi fraktur intra articular berdasarkan jumlah fragmen. 2.3 Diagnosa Fraktur Colles adalah fraktur radius bagian distal (sampai 1 inchi dari ujung distal) dengan angulasi ke posterior, dislokasi ke posterior, dan deviasi fragmen distal ke radial (Dorland, 2012). Fraktur Colles dapat bersifat kominutif (remuk) dan dapat disertai fraktur prosesus stiloid ulna. Dislokasi ini menyebabkan bentuk lengan bawah dan tangan bila dilihat dari samping menyerupai bentuk garpu (dinner-fork
deformity).
Diagnosis fraktur dengan fragmen terdislokasi tidak menimbulkan kesulitan. Secara klinis dengan mudah dapat dibuat diagnosis patah tulang Colles. Bila fraktur terjadi
tanpa dislokasi fragmen patahannya, diagnosis klinis dibuat berdasarkan tanda klinis patah tulang. (Sjamsuhidayat & de Jong, 2012) Pemeriksaan radiologik juga diperlukan untuk mengetahui derajat remuknya fraktur kominutif dan mengetahui letak persis patahannya (Sjamsuhidayat & de Jong, 2012). Pada gambaran radiologis dapat diklasifikasikan stabil dan instabil. Dikatakan stabil apabila hanya terjadi satu garis patahan, dan instabil bila patahannya kominutif dan “crushing” dari tulang cancellous. Bila secara klinis ada atau diduga ada fraktur, maka harus dibuat 2 foto tulang yang bersangkutan. Sebaiknya dibuat foto antero-posterior (AP) dan lateral. Bila kedua proyeksi ini tidak dapat dibuat karena keadaan pasien yang tidak mengizinkan, maka dibuat 2 proyeksi tegak lurus satu sama lain. Perlu diingat bahwa bila hanya 1 proyeksi yang dibuat, ada kemungkinan fraktur tidak dapat dilihat. Proyeksi tambahan oblik biasanya juga dibutuhkan untuk menilai trauma pada persendian. Pada fraktur ekstremitas, daerah yang difoto harus cukup luas dengan mencakup setidaknya satu persendian. Namun, pemeriksaan radiologis tulang yang berada di antara dua sendi sebaiknya mencakup keseluruhan panjang tulang mulai dari persendian proksimal hingga persendian distal tulang tersebut. Untuk melihat fraktur pada tulang radius bagian distal, khususnya fraktur Colles, dibuat foto proyeksi AP dan lateral.
Gambar 3. A. Foto rontgen lateral pergelengan tangan dari fraktur Colles B. Foto AP Sumber: (Kin-Wai Wong dkk., 2015) 2.3 Penatalaksanaan Penatalaksanaan dibagi menjadi konservatif, immobilisasi, tindakan operatif, dan rehabilitatif. Tindakan konservatif dilakukan dengan reduksi dalam anastesi. Anastesi dapat dilakukan dengan teknik infiltrasi pada hematom fraktur dengan lokal anastesi dikarenakan relaksasi otot tidak diperlukan. Sering dipakai penggunaan infiltrasi lokal lidokain 1% atau 2% sebanyak 10-20 ml. Selain lokal anastesi teknik general anastesi juga digunakan oleh beberapa ahli bedah namun memiliki risiko lebih tinggi khususnya bagi pasien-pasien dengan usia yang lebih tua. Reduksi tertutup dilakukan menggunakan prinsip hinge periosteum intak. Tangan dipegang dengan erat dan traksi diterapkan di sepanjang tulang itu. Terkadang dilakukan dengan ekstensi pergelangan tangan untuk melepaskan fragmen. Selanjutnya fragmen distal kemudian didorong ke tempatnya dengan menekan kuat-kuat pada dorsum sambil memanipulasi pergelangan tangan ke arah dalam lalu diposisikan fleksi, deviasi ulnar dan pronasi. (Salter, 2008)
Gambar 5. Reduksi Tertutup Fraktur Colles Sumber: (Padegimas, 2015) Setelah reduksi dilanjutkan penatalaksanaan berupa immobilisasi, posisi dipertahankan dengan gips bidai sampai bengkak mereda lalu diganti gips sirkular. Gips dipasang dengan tangan pada posisi netral, pronasi, dan deviasi ulnar (Sjamsuhidayat & de Jong, 2012).
Gambar 7. Immobilisasi dengan gips Sumber: (Padegimas, 2015) Tindakan operatif dilakukan pada kasus-kasus yang tidak stabil seprti fraktur yang kominutif, angulasi hebat > 200, serta adanya kerusakan pada permukaan sendi terutama pada penderita usia muda atau adanya redislokasi dini dengan cara pengobatan konservatif. Teknik alternatif antara lain fiksasi interna dan fiksasi eksterna. Penatalaksanaan rehabilitatif bertujuan agar fungsi tangan kembali normal dan penderita dapat bekerja seperti biasa setelah 3-4 bulan. Periode ini saat dari pengangkatan cast, brace atau fiksasi skeletal sampai pulihnya fungsi. Latihan fungsional harus dilakukan oleh penderita sendiri dengan pengawasan dokter. Fisioterapi hanya dilakukan terhadap penderita yang kurang motivasi dan penyembuhan yang kurang progresif. Waktu 4 bulan dapat dikatakan normal untuk bisa bekerja lagi. Tetapi hasil akhir penyembuhan baru bisa ditentukan sekitar 1 tahun setelah trauma. Kekuatan menggemgam bias dipakai sebagai parameter yang baik untuk perbaikan fungsi rehabilitasi. Sarmiento meyatakan mobilisasi awal dengan fungsional brace memungkinkan untuk perbaikan fungsi gerak dan rehabilitasi (Sarmiento, 1980) 2.3 Prognosis Secara umum prognosis fraktur radius distal bergantung pada tipe fraktur, usia, serta terapi yang diberikan (Warwirck dkk., 2018). Union biasanya terjadi dalam 6 bulan (Salter, 2008). Luaran tergolong kurang baik jika terdapat kriteria berikut:
Pemendekan radial > 3 mm
Angulasi dorsal >15 derajat dari posisi netral
Angulasi palmar > 20 derajat dari posisi netral
DAFTAR PUSTAKA 1. Hall, J.E., Guyton, A., 2016. Guyton and Hall Medical Physiology, 13 ed. Elsevier, Philadelphia. Sjamsuhidajat, Wim de Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah:Sistem Muskuloskeletal. Edisi 3. Jakarta:EGC.2012.Hal 1056 Rasjad, Chairuddin. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Edisi 2. Makassar:Bintang Lamumpatue. 2003. Hal 355-419 Dorland, W.A. Newman. 2012. Kamus Kedokteran Dorland; Edisi 28. Jakarta: Buku Kedokteran EGC. Warwick D, Blom A, Whitehouse MR. 2018. Apley & Solomon’s system of orthopaedics and trauma, 10th ed. New York: CRC press. p 711, 797-803. Salter RB. 2008. Textbook of disorders and injuries of the musculoskeletal system, 3rd ed. Williams & Wilkins. p. 570-4 Kin-Wai Wong, P., Hanna, T., Shuaib, W., M Sanders, S., Khosa, F., 2015. What’s in a name? Upper extremity fracture eponyms (Part 1), International journal of emergency medicine. https://doi.org/10.1186/s12245-015-0075-2 Frykmann G. 1967. Fracture of the distal radius including sequelle. Acta Orthop Scand 108. Padegimas EM, Ilyas AM. Distal radius fractures: emergency department evaluation and
management.
Orthop
Clin
North
Am.
2015;46(2):259-270.
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/25771320. Accessed June 2, 2015.