GAGAL JANTUNG
ILMU PENYAKIT DALAM
DISUSUN OLEH
NECEL
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MULAWARMAN 2009
BAB I PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang Jantung merupakan sebuah organ dalam tubuh manusia yang termasuk dalam sistem sirkulasi. jantung bertindak sebagai pompa sentral yang memompa darah untuk menghantarkan bahan-bahan metabolisme yang diperlukan ke seluruh jaringan tubuh dan mengangkut sisa-sisa metabolisme untuk dikeluarkan dari tubuh. (Wikipedia, 2008) Penyakit jantung merupakan penyakit yang mematikan. Di seluruh dunia, jumlah penderita penyakit ini terus bertambah. Ketiga kategori penyakit ini tidak lepas dari gaya hidup yang kurang sehat yang banyak dilakukan seiring dengan berubahnya pola hidup. Angka harapan hidup yang semakin meningkat datambah peningkatan golongan usia tua semakin memperbesar jumlah penderita penyakit jantung yang sebagian besar diderita oleh orang tua. (Wikipedia, 2008) Meskipun berbagai pendekatan terapi gagal jantung meliputi terapi farmakologis, prosedur intervensi dan pembedahan telah banyak ditawarkan, kematian penderita gagal jantung masih sangat tinggi apabila penyebabnya tidak teratasi. Ketika diagnosa gagal jantung ditegakkan, maka dapat diramalkan berapa lamakah seseorang akan bertahan hidup. Telah dilaporkan, bahwa ketahanan hidup seorang penderita gagal jantung bahkan lebih buruk dari penderita kanker ganas. Pada tahun ketiga, hanya 24 persen penderita gagal jantung yang masih bertahan hidup.(Budiono, 2008)
I.2. Prevalensi Heart failure atau gagal jantung merupakan salah satu penyakit kardiovaskuler yang menjadi masalah serius di Amerika, American Heart Association (AHA) tahun 2004 melaporkan 5,2 juta penduduk amerika menderita gagal jantung, asuransi kesehatan Medicare USA paling banyak mengeluarkan biaya untuk diagnosis dan pengobatan gagal jantung.(ACC / AHA 2005) dan
diperkirakan lebih dari 15 juta kasus baru gagal jantung setiap tahunnya di seluruh dunia. (Cokat, 2008) Faktanya saat ini 50% penderita gagal jantung akan meninggal dalam waktu 5 th, sejak diagnosanya ditegakkan. Begitu juga dengan risiko untuk menderita gagal jantung, belum bergerak dari 10% untuk kelompok di atas 70 tahun, dan 5% untuk kelompok usia 60-69 tahun serta 2% untuk kelompok usia 40-59 tahun. (Merdikoputro, 2004)
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
II.1. Definisi Gagal jantung adalah sindrom klinis (sekumpulan tanda dan gejala), ditandai oleh sesak napas dan fatik (saat istirahat atau saat aktifitas yang disebabkan oleh kelainan struktur atau fungsi jantung. Pada gagal jantung terjadi keadaan yang mana jantung tidak dapat menghantarkan curah jantung yang cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolik tubuh. (Marulam, 2006)
II.2. Patofisiologi Jantung adalah organ berupa otot, berbentuk kerucut, berongga dan dengan basisnya di atas dan puncaknya di bawah. Apex-nya (puncak) miring ke sebelah kiri. Berat jantung kira-kira 300 gram. Agar jantung berfungsi sebagai pemompa yang efisien, otot-otot jantung, rongga atas dan rongga bawah harus berkontraksi secara bergantian. Laju denyut-denyut jantung atau kerja pompa ini dikendalikan secara alami oleh suatu "pengatur irama". Ini terdiri dari sekelompok secara khusus, disebut nodus sinotrialis, yang terletak didalam dinding serambi kanan. Sebuah impuls listrik yang ditransmisikan dari nodus sinotrialis ke kedua serambi membuat keduanya berkontraksi secara serentak. Arus listrik ini selanjutnya di teruskan ke dinding-dinding bilik, yang pada gilirannya membuat bilik-bilik berkontraksi secara serentak. Periode kontraksi ini disebut systole. Selanjutnya periode ini diikuti dengan sebuah periode relaksasi pendek - kira-kira 0,4 detik yang disebut diastole, sebelum impuls berikutnya datang. Nodus sinotrialus menghasilkan antara 60 hingga 72 impuls seperti ini setiap menit ketika jantung sedang santai. Produksi impuls-impuls ini juga dikendalikan oleh suatu bagian sistem syaraf yang disebut sistem syaraf otonom, yang bekerja diluar keinginan kita. Sistem listrik built-in inilah yang menghasilkan kontraksi-kontraksi otot jantung beirama yang disebut denyut jantung. (Wikipedia, 2008)
Terdapat tiga kondisi yang mendasari terjadinya gagal jantung, yaitu : 1) Gangguan mekanik ; beberapa faktor yang mungkin bisa terjadi secara tunggal atau bersamaan yaitu : a. Beban tekanan b. Beban volume c. Tamponade jantung atau konstriski perikard, jantung tidak dapat diastole d. Obstruksi pengisian ventrikel e. Aneurisma ventrikel f. Disinergi ventrikel g. Restriksi endokardial atu miokardial 2) Abnormalitas otot jantung a. Primer : kardiomiopati, miokarditis metabolik (DM, gagal ginjal kronik, anemia) toksin atau sitostatika. b. Sekunder: Iskemia, penyakit sistemik, penyakit infiltratif, korpulmonal 3) Gangguan irama jantung atau gangguan konduksi
Menurut Soeparman (2000) beban pengisian (preload) dan beban tahanan (afterload) pada ventrikel yang mengalami dilatasi dan hipertrofi memungkinkan adanya peningkatan daya kontraksi jantung yang lebih kuat, sehingga curah jantung meningkat. Pembebanan jantung yang lebih besar meningkatkan simpatis, sehingga kadar katekolamin dalam darah meningkat dan t erjadi takikardi dengan tujuan meningkatkan curah jantung. Pembebanan jantung yang berlebihan dapat mengakibatkan curah jantung menurun, maka akan terj adi redistribusi cairan dan elektrolit (Na) melalui pengaturan cairan oleh ginjal dan vasokonstriksi perifer dengan tujuan untuk memperbesar aliran balik vena (Venous return) ke dalam ventrikel sehingga meningkatkan tekanan akhir diastolik dan menaikkan kembali curah jantung. (Masdanang, 2008) Dilatasi, hipertrofi, takikardi, dan redistribusi cairan badan merupakan mekanisme kompensasi untuk mempertahankan curah jantung dalam memenuhi kebutuhan sirkulasi badan. Bila semua kemampuan mekanisme kompensasi jantung tersebut diatas sudah dipergunakan seluruhnya dan sirkulasi darah dalam
badan belum juga tepenuhi, maka terjadilah keadaan gagal jantung. (Masdanang, 2008) Gagal jantung kiri atau gagal jantung ventrikel kiri terjadi karena adanya gangguan pemompaan darah oleh ventrikel kiri sehingga curah jantung kiri menurun dengan akibat tekanan akhir diastol dalam ventrikel kiri dan volume akhir diastole dalam ventrikel kiri meningkat. Keadaan ini merupakan beban atrium kiri dalam kerjanya untuk mengisi ventrikel kiri pada waktu diastolik, dengan akib at terjadinya kenaikan tekanan rata – rata dalam atrium kiri. Tekanan dalam atrium kiri yang meninggi ini menyebabkan hambatan aliran masuknya darah dari vena - vena pulmonal. Bila keadaan ini terus berlanjut, maka bendungan akan terjadi juga dalam paru - paru dengan akibat terjadinya edema paru dengan segala keluhan dan tanda - tanda akibat adanya tekanan dalam sirkulasi yang meninggi. Keadaan yang terakhir ini merupakan hambatan bagi ventrikel kanan yang menjadi pompa darah untuk sirkuit paru (sirkulasi kecil). Bila beban pada ventrikel kanan itu terus bertambah, maka akan merangsang ventrikel kanan untuk melakukan kompensasi dengan mengalami hipertropi dan dilatasi sampai batas kemampuannya, dan bila beban tersebut tetap meninggi maka dapat terjadi gagal jantung kanan, sehingga pada akhirnya terjadi gagal jantung kiri - kanan. Gagal jantung kanan dapat pula terjadi karena gangguan atau hambatan pada daya pompa ventrikel kanan sehingga isi sekuncup ventrikel kanan tanpa didahului oleh gagal jantung kiri. Dengan menurunnya isi sekuncup ventrikel kanan, tekanan dan volum akhir diastole ventrikel kanan akan meningkat dan ini menjadi beban atrium kanan dalam kerjanya mengisi ventrikel kanan pada waktu diastole, dengan akibat terjadinya kenaikan tekanan dalam atrium kanan. Tekanan dalam atrium kanan yang meninggi akan menyebabkan hambatan aliran masuknya darah dalam vena kava superior dan inferior ke dalam jantung sehingga mengakibatkan kenaikan dan adanya bendungan pada vena -vena sistemik tersebut (bendungan pada vena jugularis dan bendungan dalam hepar) dengan segala akibatnya (tekanan vena jugularis yang meninggi dan hepatomegali). Bila keadaan ini terus berlanjut, maka terjadi bendungan sistemik yang lebih berat
dengan akibat timbulnya edema tumit atau tungkai bawah dan asites. (Masdanang, 2008)
MEKANISME KOMPENSASI GAGAL JANTUNG Mekanisme Frank-Starling Mekanisme Frank-Starling meningkatkan stroke volume berarti terjadi peningkatan volume ventricular end-diastolic. Bila terjadi peningkatan pengisian diastolik, berarti ada peningkatan peregangan dari serat otot jantung, lebih optimal pada filamen aktin dan miosin, dan resultannya meningkatkan tekanan pada kontraksi berikutnya. Pada keadaan normal, mekanisme Frank-Starling mencocokan output dari dua ventrikel. (Cokat, 2008) Pada gagal jantung, mekanisme Frank-Starling membantu mendukung cardiac output. Cardiac output mungkin akan normal pada penderita gagal jantung yang sedang beristirahat, dikarenakan terjadinya peningkatan volume ventricular end-diastolic dan mekanisme Frank-Starling. Mekanisme ini menjadi tidak efektif ketika jantung mengalami pengisian yang berlebihan dan serat otot mengalami peregangan yang berlebihan. (Cokat, 2008) Hal penting yang menentukan konsumsi energi otot jantung adalah ketegangan dari dinding ventrikular. Pengisian ventrikel yang berlebihan menurunkan
ketebalan
dinding
pembuluh
darah
dan
meningkatkan
ketegangan dinding pembuluh darah. Peningkatan ketegangan dinding pembuluh darah akan meningkatkan kebutuhan oksigen otot jantung yang menyebabkan iskemia dan lebih lanjut lagi adanya gangguan fungsi jantung. (Cokat, 2008) Aktivasi neurohormonal yang mempengaruhi beberapa sistem antara lain sistem saraf simpatetik Stimulasi sistem saraf simpatetik berperan penting dalam respon kompensasi menurunkan cardiac output dan patogenesis gagal jantung. Baik cardiac symphatetic tone dan katekolamin (epinefrin dan norepinefrin)
meningkat selama tahap akhir dari hampir semua bentuk gagal jantung. Stimulasi langsung irama jantung dan kontraktilitas otot jantung oleh pengaturan vascular tone, sistem saraf simpatetik membantu memelihara perfusi berbagai organ, terutama otak dan jantung. (Cokat, 2008) Aspek negatif dari peningkatan aktivitas system saraf simpatetik melibatkan peningkatan tahanan sistem vaskular dan kelebihan kemampuan jantung dalam memompa. Stimulasi simpatetik yang berlebihan juga menghasilkan penurunan aliran darah ke kulit, otot, ginjal, dan organ abdominal. Hal ini tidak hanya menurunkan perfusi jaringan tetapi juga berkontribusi meningkatkan sistem tahanan vaskular dan stres berlebihan dari jantung. (Cokat, 2008) Mekanisme Renin-Angiotensin-Aldosteron Salah satu efek yang paling penting dalam menurunkan cardiac output dalam gagal jantung adalah reduksi aliran darah pada ginjal dan kecepatan filtrasi glomerulus, yang menyebabkan retensi garam dan air. Penurunan aliran darah ke ginjal, meningkatkan sekresi renin oleh ginjal yang secara paralel akan meningkatkan pula angiotensin II. Peningkatan konsentrasi angiotensin II berkontribusi pada keadaan vasokonstriksi dan menstimulasi produksi aldosteron dari adrenal korteks. Aldosteron akan meningkatkan reabsorpsi natrium dengan meningkatkan retensi air. (Cokat, 2008) Selain itu angiotensin II dan aldosteron juga terlibat dalam inflamasi proses perbaikan karena adanya kerusakan jaringan. Keduanya menstimulasi produksi sitokin, adhesi sel inflamasi (contoh neutrofil dan makrofag) dan kemotaksis; mengaktivasi makrofag pada sisi kerusakan dan perbaikan; dan menstimulasi pertumbuhan fibroblas dan sintesis jaringan kolagen. (Cokat, 2008) Peptida natriuretik dan substansi vasoaktif yang diproduksi secara local Ada tiga jenis natriuretic peptide yaitu atrial natriuretic peptide (ANP), brain natriuretic peptide (BNP), dan C-type natriuretic peptide (CNP). ANP
dihasilkan dari sel atrial sebagai respon meningkatkan ketegangan tekanan atrial, memproduksi natriuresis cepat dan sementara, diuretik dan kehilangan kalium dalam jumlah sedang dalam urine. BNP dikeluarkan sebagai respon tekanan pengisian ventrikel sedangkan fungsi CNP masih belum jelas. (Cokat, 2008) Hipertrofi otot jantung dan remodeling Perkembangan hipertrofi otot jantung dan remodeling merupakan salah satu mekanisme akibat meningkatnya kerja yang berlebih. Meskipun hipertrofi ventrikel memperbaiki kerja jantung, ini juga merupakan faktor risiko yang penting bagi morbiditas dan mortalitas. Keadaan hipertrofi dan remodeling dapat menyebabkan perubahan dalam struktur (massa otot, dilatasi chamber) dan fungsi (gangguan fungsi sistolik dan diastolik). Ada 2 tipe hipertrofi, yaitu pertama Concentric hypertrophy, terjadi penebalan dinding pembuluh darah, disebabkan oleh hipertensi.dan kedua Eccentric hypertrophy, terjadi peningkatan panjang otot jantung disebabkan oleh dilated cardiomyopathy. (Cokat, 2008)
II.3. Hasil Pemeriksaan Klinis Gejala-gejala ini untuk setiap orang bisa berbeda. Sebuah serangan jantung mungkin dimulai dengan rasa sakit yang tidak jelas, rasa tidak nyaman yang samar, atau rasa sesak dibagian tengah dada. Kadang, sebuah serangan jantung hanya menimbulkan rasa tidak nyaman yang ringan sekali sehingga sering disalahartikan sebagai gangguan pencernaan, atau bahkan lepas dari perhatian sama sekali. Dalam hal ini, satu-satunya cara yang memungkinkan terdeteksinya sebuah serangan jantung adalah ketika harus menjalani pemeriksaan ECG untuk alasan lain yang mungkin tidak berkaitan. Dipihak lain, serangan jantung mungkin menghadirkan rasa nyeri paling buruk yang pernah dialami - rasa sesak yang luar biasa atau rasa terjepit pada dada, tenggorokan atau perut. Bisa juga mengucurkan keringat panas atau dingin, kaki terasa sakit sekali dan rasa ketakutan bahwa ajal
sudah mendekat. Juga mungkin merasa lebih nyaman bila duduk dibanding bila berbaring dan mungkin nafas begitu sesak sehingga tidak bisa santai. Rasa mual dan pusing bahkan sampai muntah, bahkan yang lebih para yaitu ketika sampai kolaps dan pingsan. (Wikipedia, 2008) Ada beberapa gejala yang lebih spesifik, antara lain: Nyeri. Jika otot tidak mendapatkan cukup darah (suatu keadaan yang disebut iskemi), maka oksigen yang tidak memadai dan hasil metabolisme yang berlebihan menyebabkan kram atau kejang. Angina merupakan perasaan sesak di dada atau perasaan dada diremas-remas, yang timbul jika otot jantung tidak mendapatkan darah yang cukup. Jenis dan beratnya nyeri atau ketidaknyamanan ini bervariasi pada setiap orang. Beberapa orang myang mengalami kekurangan aliran darah bisa tidak merasakan nyeri sama sekali (suatu keadaan yang disebut silent ischemia). Sesak nafas merupakan gejala yang biasa ditemukan pada gagal jantung. Sesak merupakan akibat dari masuknya cairan ke dalam rongga udara di paru-paru (kongesti pulmoner atau edema pulmoner). Kelelahan atau kepenatan. Jika jantung tidak efektif memompa, maka aliran darah ke otot selama melakukan aktivitas akan berkurang, menyebabkan penderita merasa lemah dan lelah. Gejala ini seringkali bersifat ringan. Untuk mengatasinya, penderita biasanya mengurangi aktivitasnya secara bertahap atau mengira gejala ini sebagai bagian dari penuaan. Palpitasi (jantung berdebar-debar) Pusing & pingsan. Penurunan aliran darah karena denyut atau irama jantung yang abnormal atau karena kemampuan memompa yang buruk, bisa menyebabkan pusing dan pingsan. (Wikipedia, 2008)
II.4. Pemeriksaan Penunjang II.4.1. EKG
Electrocardiography tidak dapat digunakan untuk mengukur anatomi LVH tetapi hanya merefleksikan perubahan elektrik (atrial dan ventrikular aritmia) sebagai faktor sekunder dalam mengamati perubahan anatomi. Hasil pemeriksaan ECG tidak spesifik menunjukkan adanya gagal jantung (Cokat, 2008). II.4.2. Radiologi Foto thorax dapat membantu dalam mendiagnosis gagal jantung. Kardiomegali
biasanya
ditunjukkan
dengan
adanya
peningkatan
cardiothoracic ratio / CTR (lebih besar dari 0,5) pada tampilan postanterior. Pada pemeriksaan ini tidak dapat menentukan gagal jantung pada disfungsi siltolik karena ukuran bias terlihat normal (Cokat, 2008). II.4.3. Echocardiografi Pemeriksaan ini direkomendasikan untuk semua pasien gagal jantung. Tes ini membantu menetapkan ukuran ventrikel kiri, massa, dan fungsi. Kelemahan echocardiography adalah relative mahal, hanya ada di rumah sakit dan tidak tersedia untuk pemeriksaan skrining yang rutin untuk hipertensi pada praktek umum (Cokat, 2008). II.4.4. Pemeriksaan darah Pada saat ini terdapat metoda baru yang mempu menentukan gagal jantung yaitu pemeriksaan laboratorium BNP ( Brain Natriuretic Peptide) dan NTpro BNP (N Terminal protein BNP). Protein NT-proBNP merupakan penanda sensitif untuk fungsi jantung. Menurut situs web Endolab Selandia Baru, kadar NT-proBNP orang sehat di bawah 40 pmol/L. Peningkatan kadar NT-proBNP di atas 220 pmol/L menunjukkan adanya gangguan fungsi jantung dalam tahap dini yang perlu pemeriksaan lebih lanjut. (Kompas, 2002) Tes NT-proBNP mampu mendeteksi gagal jantung tahap dini yang belum terdeteksi dengan pemeriksaan elektrokardiografi. Hal ini memungkinkan dokter membedakan gagal jantung dengan gangguan pada paru yang memiliki gejala serupa, sehingga pengobatan lebih terarah. Kadar NT-
proBNP yang berkorelasi dalam darah itu bisa digunakan untuk mengidentifikasi pasien gagal jantung yang perlu pengobatan intensif serta memantau pasien risiko tinggi. Di sisi lain, kadar NT-proBNP bisa turun jika penderita minum obat, sehingga pemeriksaan rutin NT-proBNP bisa digunakan untuk mengetahui kemajuan pengobatan. (Kompas, 2002)
II.5.Klasifikasi Gagal Jantung II.5.1. Klasifikasi Gagal Jantung menurut New York Heart Association (NYHA) a) NYHA kelas I, para penderita penyakit jantung tanpa pembatasan dalam kegiatan fisik serta tidak menunjukkan gejala-gejala penyakit jantung seperti cepat lelah, sesak nafas atau berdebar-debar, apabila mereka melakukan kegiatan biasa. b) NYHA kelas II, penderita dengan sedikit pembatasan dalam kegiatan fisik. Mereka tidak mengeluh apa-apa waktu istirahat, akan tetapi kegiatan fisik yang biasa menimbulkan gejala-gejala insufisiensi jantung seperti kelelahan, jantung berdebar, sesak nafas atau nyeri dada. c) NYHA kelas III, penderita penyakit jantung dengan banyak pembatasan dalam kegiatan fisik. Mereka tidak mengeluh apa-apa waktu istirahat, akan tetapi kegiatan fisik yang kurang dari kegiatan biasa sudah menimbulkan gejala-gejala insufisiensi jantung seperti yang tersebut di atas. d) NYHA kelas IV, penderita tidak mampu melakukan kegiatan fisik apapun tanpa menimbulkan keluhan. Waktu istirahat juga dapat menimbulkan gejala-gejala insufisiensi jantung, yang bertambah apabila mereka melakukan kegiatan fisik meskipun sangat ringan. (Merdikoputro, 2004)
II.5.2. Klasifikasi stadium berdasarkan American College of Cardiology and the American Heart Association: a) Tahap A
Mempunyai risiko tinggi terhadap perkembangan gagal jantung tetapi tidak menunjukkan struktur abnormal dari jantung . b) Tahap B Adanya stuktur yang abnormal pada jantung pasien tetapi tidak bergejala. c) Tahap C Adanya struktural yang abnormal dari pasien dengan gejala awal gagal jantung. d) Tahap D Pasien dengan gejala tahap akhir gagal jantung sulit diterapi dengan pengobatan standar. (Cokat, 2008)
II.5.3 Klasifikasi Gagal Jantung secara umum a) Gagal jantung Akut Gagal jantung akut didefinisikan sebagai serangan cepat dari gejala atau tanda akibat fungsi jantung yang abnormal. Dapat terjadi dengan atau tanpa adanya sakit jantung sebelumnya. Disfungsi jantung bisa berupa disfungsi sistolik atau disfungsi diastolik, keadaan irama jantung yang abnormal atau ketidakseimbangan dari pre-load atau after-load, seringkali memerlukan pengobatan segera. Gagal jantung akut dapat berupa serangan baru tanpa ada kelainan jantung sebelumnya atau dekompensasi akut dari gagal jantung kronis. (Cokat, 2008) Pada gagal jantung akut ini dapat pula diklasifikasikan lagi baik dari gejala klinis dan foto thorax (Killip), klinis dan karakteristik hemodinamik (Forrester) atau berdasarkan sirkulasi perifer dan auskultasi paru. Dapat pula dibagi berdasarkan dominasi gagal jantung kanan atau kiri yaitu Forward (kiri dan kanan (AHF), Left heart backward failure (yang dominan gagal jantung kiri), dan Right heart backward failure (berhubungan dengan disfungsi paru dan jantung sebelah kanan). (Cokat, 2008) b) Gagal jantung kronik
Gagal jantung kronik didefinisikan sebagai sindrom klinik yang komplek yang disertai keluhan gagal jantung berupa sesak, fatik, baik dalam keadaan istirahat atau latihan, edema dan tanda objektif adanya disfungsi jantung dalam keadaan istirahat. (Cokat, 2008)
II.6. Penanganan Menurut Mansjoer (2001) prinsip penatalaksanaan Congestive Heart Failure adalah: a. Meningkatkan Oksigenasi dengan pemberian Oksigen dan menurunkan konsumsi O2 melalui istirahat / pembatasan aktivitas. b. Memperbaiki kontraktilitas otot jantung 1) Mengatasi keadaan reversibel termasuk tirotoksikosis, miksedema dan aritmia. 2) Digitalisasi, digoksin, condilamid. c. Menurunkan beban jantung 1) Menurunkan beban awal dengan: a) Diit rendah garam b) furosemid ditambah kalium c) Vasodilator: menghambat Angiotensin-converting enzyme (ACE), Isosorbid dinitrat (ISDN), nitrogliserin, nitroprusid 2) Menurunkan beban akhir dengan dilator arteriol. (Masdanang, 2008)
DAFTAR PUSTAKA
Budiono, B. (2008, Januari 7). Bila Jantung Gagal Memompa. Diakses 24 September
2008
dari
Fajar
Online:
http://www.fajaronline.com/archive/gagal_jantung Cokat. (2008, Maret 1). Gagal Jantung. Diakses 24 September 2008 dari Cokat`s site: http://cokat.multiply.com Kompas. (2002, Agustus 16). Cara Baru Deteksi Gagal Jantung. Diakses 24 Desember 2008 dari Kompas: http://www.kompas.com Marulam. (2006). Gagal Jantung. In Sudoyo dkk, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam (p. 1513). Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Masdanang. (2008, Juni 20). Congestive Heart Failure/Gagal Jantung. Diakses 24
September
2008
dari
Masdanang.co.cc:
http://masdanang.co.cc/?p=12 Merdikoputro, D. (2004). Gagal Jantung dan Kehamilan. Diakses 24 September 2008 dari Suara Merdeka: http://www.suaramerdeka.com Wikipedia. (2008, September 1). Serangan Jantung. Diakses 24 September 2008 dari
Wikipedia
Bahasa
http://id.wikipedia.org/wiki/Serangan_jantung
Indonesia:
Trims 4 downloading. See the next chapter of necel publication
Made under authority of Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman`s student
For further information please visit: necel.wordpress.com
Copyright © necel 2009 Free to distributed and copied as if nothing of part of this document isn`t deleted or changed.