A. GAGAL JANTUNG AKUT
Epidemiologi Pasien gagal jantung akut terdaftar mayoritas berusia >70 tahun dan setengahnya adalah laki-laki. Kebanyakan pasien memiliki sejarah gagal jantung. 40-50% memiliki left ventricular ejection fraction. Kebanyakan pasien juga mengalami hipertensi atrial, penyakit jantung koroner, fibrilasi atrial, diabetes melitus, gagal ginjal dan penyakit paru obstruktif kronis.
Etiologi Penyebab dari gagal jantung adalah ketidakmampuan jantung untuk memenuhi cardiac output yang terjadi secara tiba-tiba akibat suatu pemicu tertentu. Gagal jantung biasa disebabkan oleh beberapa faktor bawaan seperti, abnormalitas struktural pada jantung yang memperngaruhi sistem arteria perifer dan koroner, pericardium, myokardium, atau katub jantung yang akhirnya menyebabkan meningkatnya beban hemodinamik. Dapat juga disebabkan akibat adanya mekanisme biokimia dan fisiologis yang akan mempengaruhi juga pada kontraksi myokardium. Penyakit jantung yang terjadi secara perlahan-lahan juga dapat menyebabkan gagal jantung akut seperti stenosis katub aorta atau katub mitral, anemia, infeksi, demam, obat-obatan kemoterapi, yang mempengaruhi homeostasis.
Faktor Risiko Cardiovascular
Non cardiovascular
Patient-related or iatrogenic
• Acute coronary syndromes
• Infections and febrile
• Poor compliance with
• Tachycardias (ie, atrial
states
medication
fibrillation)
• COPD exacerbation
• Increased salt or fluid
• Bradycardias (ie, third degree
or asthma
intake
atrioventricular block)
• Renal dysfunction
• Surgery
• Uncontrolled hypertension or
• Anemia
• Drugs (ie, NSAID,
hypertensive crisis
• Hyperthyroidism
thiazolidinediones)
• Myocarditis
• Hypothyroidism
• Alcohol abuse
• Acute pulmonary embolism
• Strenuous exercise • Emotional stress
• Acute valvular regurgitation
• Pregnancy
(i.e., endocarditis, myocardial
(peripartum
infarction)
cardiomyopathy)
• Aortic dissection • Cardiac tamponade
Gejala Klinis Banyak tanda-tanda gagal jantung yang terjadi akibat retensi air dan natrium yang biasanya akan membaik dengan cepat dengan pemberisan terapi diuretik. Riwayat medis pasien juga pentning bagi penegakan diagnosis, dan gagal jantung tidak lazim terjadi pada pasien tanpa adanya riwayat medis yang relevan, misalkan riwayat infark miokard yang akan meningkatkan kemungkinan terjadinya gagal jantung pada pasien dengan tanda dan gejala yang khas (McMurray et al, 2012). Sekali diagnosis gagal jantung ditegakkan, sangatlah penting kemudian untuk menentukan penyebabnya, terutama penyebab yang dapat dikoreksi. Gejala dan tanda merupakan hal penting yang harus selalu dimonitor sebagai respon terapi dan tanda kestabilan pasien dengan gagal jantung. Gejala yang menetap pada pasien dengan terapi gagal jantungm biasanya menandakan perlunya terapi tambahan, dan perburukan gejala membutuhkan penanganan medis yang serius. Berikut merupakan tanda dan gejala gagal jantung menurut ESC yang dikeluarkan ditahun 2012 (McMurray et al, 2012).
Patofisiologi
Dari diagram tersebut, dapat dilihat bahwa secara garis besar, gagal jantung dibagi menjadi 2, yaitu gagal jantung dengan penurunan ejection fraction (EF) dan gagal jantung tanpa penurunan ejection fraction. EF adalah volume darah yang dipompa keluar dari jantung selama fase sistolik. Normalnya adalah 65-75% dari volume darah akhir diastole. Gagal jantung yang disertai dengan penurunan EF, disebut pula Systolic dysfunction. EF disini akan menurun hingga dibawah 30 %, sehingga akan menurunkan CO. Penyebabnya adalah gangguan kontraktilitas miokard ventrikel serta peningkatan afterload. Penyebab peningkatan afterload : -
Aorta stenosis
-
Hipertensi kronis
Penyebab gangguan kontraktilitas : -
Penyakit jantung koroner
-
Mitral regurgitas
-
Aorta regurgitasi
-
Cardiomyopati dengan dilatasi
Akibatnya, apabila kita menilik ke rumus stroke volume, SV=EDV-ESV dengan EDV adalah End Dyastolic Volume dan ESV adalah End Systolic Volume , maka peningkatan afterload dan gangguan kontraktilitas yang meningkatkan ESV, akan mengakibatkan menurunnya SV. Menurunnya SV akan mengakibatkan ikut menurunnya Cardiac Output (CO), karena CO=SVxHR (Heart Rate), sehingga akan terjadi gagal jantung. Jenis gagal jantung yang kedua adalah gagal jantung tanpa penurunan EF (Ejection Fraction). Gagal jantung tipe ini disebut pula Dyastolic disfunction dan sukar diidentifikasi, karena pada kasus ini, EF masih normal, yaitu sekitar 65-75%, hanya saja dalam hal ini, EDV nya sudah rendah terlebih dahulu, bahkan dapat dibawah 100cc (N=150cc). Sehingga kalau kita masukkan ke dalam rumus SV=EDV-ESV, maka karena EDV yang rendah akan menurunkan SV. Menurunnya nilai SV akan menurunkan nilai CO juga dengan mengingat rumus CO=SVxHR. Kondisi gagal jantung tanpa penurunan EF contohnya adalah : -
LVH (Left Ventricular Hypertrophy)
-
Restrictive Cardyomyopathy
-
Myocardial Fibrosis
-
Transient Myocardial Ischemia
-
Pericardial Tamponade
Dari kedua kondisi gagal jantung diatas, baik dengan maupun tanpa penurunan EF, akan mengakibatkan turunnya CO. Turunnya CO akan berakibat menurunnya perfusi perifer, sehingga akan mengakibatkan manifestasi klinis menurunnya volume urin (oligouri) karena retensi elektrolit untuk menyimpan cairan tubuh. Selain itu juga ada rangsangan untuk mengaktifkan Renin-Angiotensin-Aldosteron-System, yang nantinya RAAS ini akan meningkatkan tekanan darah sehingga berakibat hipertensi. Penelitian terbaru ternyata menyebutkan bahwa RAAS ini nantinya juga akan merangsang pericardial remodeling yang akan merangsang terbentuknya jaringan fibrosis sehingga akan mengakibatkan terjadinya dystolic disfunction heart failure. Selain pengaktifan RAAS, hipoperfusi perifer juga akan merangsang saraf simpatis untuk meningkatkan tekanan darah sehingga akan terjadi vasokonstriksi. Selain
itu, rangsangan saraf simpatis juga akan merangsang peningkatan HR sehingga terjadi takikardi seperti pada kasus skenario ini.
Pemeriksaan Berikut salah satu cara untuk mendeteks gagal jantung akut: 1. Mengukur denyut nadi dan tekanan darah. Apabila hasil tidak normal (tekanan darah terlalu tinggi atau rendah), maka hal tersebut dapat menjadi indikasi. 2. Memeriksa pembuluh vena jugularis. Apabila terjadi pembendungan di sekitar vena jugularis, maka besar kemungkinan jantung sebelah kanan gagal berfungsi. 3. Memeriksa pernapasan. Apabila terdengar bunyi ronkhi basah, kemungkinan terjadi penumpukan cairan di paru. 4. Memeriksa detak jantung, apabila muncul suara lain selain BJ 1 dan BJ 2, maka hal tersebut dapat menjadi indikasi. 5. Memeriksa bagian perut untuk melihat apakah terdapat ascites. 6. Memeriksa ekstremitas bawah untuk melihat apakah terdapat oedem.
Tatalaksana
Komplikasi 1. Edema paru 2. Syok kardiogenik Merupakan tanda hipoperfusi jaringan khusunya pada organ vital dan otak akibat penurunan curah jantung. 3. Episode trombolitik Terbentuknya trombus akibat imobilitas pasien dan gangguan sirkulasi. 4. Efusi perikardial dan tamponade jantung Masuknya cairan ke cavum pericardium sehingga jantung tidak dapat meregang untuk memompa secara maksimal.
Prognosis Rata-rata perawatan di Rumah Sakit akibat Gagal Jantung Akut membutuhkan 9 hari. Dengan hampir separuh diantaranya dirawat kembali paling tidak dalam 12 bulan pertama. Estimasi kombinasi kematian dan perawatan ulang untuk 60 hari sejak perawatan diperkirakan berkisar antara 30-50%