BAB II TINJAUAN TEORITIS
A. Pengertian Gagal ginjal kronis (GGK) adalah hasil dari perkembangan dan ketidakmampuan kembalinya fungsi nefron. Gejala klinis yang serius sering tidak terjadi sampai jumlah nefron yang berfungsi menjadi rusak setidaknya 70-75% dibawah normal. Bahkan, konsentrasi elektrolit darah relative normal dan volume cairan tubuh yang normal masih bisa di kembalikan sampai jumlah nefron yang berfungsi menurun dibawah 2025% (Guyton and hall, 2014). Gagal ginjal kronik adalah penurunan semua fungsi ginjal secara progresif dan irreversible dimana ginjal menunjukan kegagalan dalam memelihara metabolism keseimbangan cairan dan elektrolit sehingga berujung pada uremia atau azotemia (Smelzer & Bare, 2000). Gagal ginjal kronik merupakan penurunan semua fungsi atau struktur ginjal yang abnormal terjadi lebih dari 3 bulan dan gagal ginjal kronik diklasifikasikan berdasarkan penyebab, kategori GFR, dan kategori albuminuria (National Kidney Foundation , 2012).
B. Klasifikasi Klasifikasi Gagal Ginjal Kronik dibagi menjadi 5 tingkatan derajat yang didasarkan pada LFG dengan ada atau tidaknya kerusakan ginjal. Pada derajat 1-3 biasanya belum terdapat gejala apapun (asimptomatik) (Arora, 2015).
Tabel 1. Klasifikasi Gagal Ginjal Kronik (KDIGO , 2013) Derajat
LPG (ml/mnt/1.732 m2)
1
≥90
Penjelasan kerusakan ginjal dengan GFR normal atau meningkat
2
60-89
Kerusakan
ginjal
dengan
penurunan ringan 3a
45-59
Kerusakan
ginjal
dengan
penurunan GFR ringan sampai sedang 3b
30-44
Kerusakan
ginjal
dengan
penurunan GFR sedang hingga berat 4
15-29
Kerusakan
ginjal
dengan
penurunan berat GFR 5
<15
Gagal ginjal
C. Anatomi Fisiologi
(Sumber : https://dellapratamiyusnita.wordpress.com/2015/05/02/39//) 1. Anatomi Ginjal merupakan suatu organ yang terletak retroperitoneal pada dinding abdomen di kanan dan kiri columna vetebralis setinggi vertebra T12 hingga L3. Ginjal kanan terletak lebih rendah dari yang kiri karena besarnya lobus hepar. Ginjal dibungkus oleh tiga jaringan. Jaringan yang terdalam adalah kapsula renalis, jaringan pada lapisan kedua adalah adipose, dan jaringan terluar adalah fascia renal. Ketiga lapis jaringan ini berfungsi sebagai pelindung dari trauma dan memfiksasi ginjal (Tortora, 2011).
Ginjal memiliki korteks ginjal dibagian luar yang berwarna coklat terang dan medulla ginjal dibagian dalam yang berwarna coklat gelap. Korteks ginjal mengandung jutaan alat penyaring disebut nefron. Setiap nefron terdiri dari glomerulus dan tubulus. Medulla ginjal terdiri dari beberapa massa-massa triangular disebut piramida ginjal dengan basis menghadap korteks dan bagian apeks yang menonjol ke medial. Piramida ginjal berguna untuk mengumpulkan hasil ekskresi yang kemudian disalurkan ke tubulus kolektivus menuju pelvis ginjal (tortora, 2011) 2. Fisiologi Ginjal menjalankan fungsi yang vital sebagai pengatur volume dan komposisi
kimia
darah
dan
lingkungan
dalam
tubuh
dengan
mengekresikan keluar tubuh dalam urin melalui system pengumpulan urin (Price dan Wilson, 2012) Menurut Sherwood (2011), ginjal memiliki fungsi yaitu : a. Mempertahankan keseimbangan H2O dalam tubuh. b. Memelihari volume plasma yang sesuai sehingga sangat berperan dalam pengaturan jangka panjang tekanan dara arteri. c. Membantu memelihara keseimbangan asam basa pada tubuh. d. Mengekskresikan produk-produk sisa metabolisme. e. Mengekskresikan senyawa asing seperti obat-obatan. Ginjal mendapat darah yang
harus disaring dari arteri. Ginjal
kemudian akan mengambil zat-zat yang berbahaya dari darah. Zat-zat yang diambil dari darah pun diubah menjadi urin. Lalu akan dikumpulkan dan dialirkan ke ureter. Setelah ureter, urin akan ditampung terlebih dahulu di kandung kemih. Bila orang tersebut merasakan keinginan berkemih dan keadaan memungkinkan, maka urin yang ditampung dikandung kemih akan dikeluarkan lewat uretra (Sherwood, 2011). Tiga proses utama terjadi di nefron dalam pembentukan urin, yaitu filtrasi, reabsorbsi, dan sekresi. Pembentukan urin dimulai dengan filtrasi sejumlah besar cairan yang hampir bebas protein dari kapiler glomerulus ke kapsul Bowman. Kebanyakan zat dalam plasma, kecuali protein, difiltrasi secara bebas sehingga konsentrasinya pada filtrate glomerulus
dalam kapsula bowman hampir sama dengan plasma. Awalnya zat akan difiltrasi secara bebas oleh kapiler glomerulus tetapi tidak difiltrasi, kemudian di reabsorpsi parsial, reabsorpsi lengkap dan kemudian akan dieksresi (Sherwood,2011). D. Etiologi Etiologi dari Gagal Ginjal Kronik berbeda-beda antara satu Negara dengan Negara lain. Menurut Pernefri (2011), Penyebab GGK paling banyak di Indonesia adalah Hipertensi (34%), nefropati diabetika (27%), dan glomerulopati primer (14%). Beberapa penyebab GGK menurut Price dan Wilson (2006) diantaranya adalah penyakit infeksi tubula intestinal, penyakit peradangan, penyakit vaskuler hipertensif, gangguan jaringan ikat, gangguan kongenital dan herediter, penyakit metabolic, nefropati toksik, nefropati obsruktif. Beberapa contoh dari golongan penyakit tersebut adalah : 1. Penyakit infeksi tubulointerstinal seperti pielo nefritis kronis dan refluks nefropati. 2. Penyakit peradangan seperti glomerulonephritis. 3. Penyakit vascular seperti hipertensi, nefrosklerosis benigna, nefrosklerosis maligna, dan stenosis arteria renalis. 4. Gangguan jaringan ikat seperti lupus eritematosis sistemik, poliarteritis nodosa, dan seklerosis sistemik progresif. 5. Gangguan kongentinal dan herediter seperti penyakit gagal ginjal polikistik dan serta amyloidosis. 6. Nefropati toksik seperti penyalahgunaan analgetik, dan nefropati timah. 7. Nefropati obstruktis seperti traktus urinarius bagian atas yang terdiri dari batu, neoplasma, fibrosis retroperitoneal. Traktus urinarius bagian bawah yang terdiri dari hipertropi prostat, setriktur uretra, anomaly kongenital leher vesika urinaria dan uretra. Adapun Faktor resiko dari GGK terdiri dari diabetes mellitus, berusia lebih dari lima puluh tahun, dan memiliki riwayat keluarga dengan penyakit ginjal (Harison,2012).
E. Patofisiologi Patofisiologi GGK tergantung dari penyakit yang mendasarinya. Namun, setelah itu proses yang terjadi tetap sama. Pada diabetes mellitus, terjadi hambatan aliran pembuluh darah sehingga terjadi nefropati diabetik, dimana terjadi peningkatan tekanan glomerular sehingga terjadi ekspansi mesangial, hipertrofi glomerular. Semua itu akan menyebabkan berkurangnya area filtrasi yang mengarah pada glemerulosklerosis (sudoyo, 2009). Tingginya tekanan darah juga menyebabkan terjadi GGK. Tekanan darah yang tinggi menyebabkan perlukaan pada arteriol aferen ginjal sehingga dapat terjadi penurunan filtrasi (NIDDK, 2014). Pada glomerulonephritis , saat antigen dari luar memicu antibody spesifik dan membentuk kompleks imun yang terdiri dari antigen, antibody, dan system komplemen. Endapan kompleks imun akaan memicu proses inflamasi dalam glomerulus. Endapan komplks imun akan mengaktivasi jalur klasik dan menghasilkan Membrane Attack Complex yang menyebabkan lisisnya sel epitel glomerulus (Sudoyo, 2009). Terdapat mekanisme progresif berupa hiperfiltrasi dan hipertrofi pada nefron yang masih sehat sebagai kompensasi ginjal akibat pengurangan nefron. Namun, proses kompensasi ini berlangsung singkat, yang akhirnya diikuti oleh proses maladaptive berupa nekrosis nefron yang tersisa (Harrison, 2012). Proses tersebut akan menyebabkan penurunan nefron secara progresif. Selain itu, aktivitas dari renin-angiotensin-aldosteron juga berkontribusi terjadinya hiperfiltrasi, sclerosis, dan progresivitas dari nefron (Sudoyo, 2009). Hal ini disebabkan karena aktivitas reninangiotensin-aldosteron menyebabkan peningkatan tekanan darah dan vasokonstriksi dari arteriol aferen (Tortora, 2011). Pada pasien GGK, terjadi peningkatan kadar air dan natrium dalam tubuh. Hal ini disebabkan karena gangguan ginjal dapat menggangu keseimbangan glomerulotubular sehingga terjadi peningkatan intake natrium yang akan menyebabkan retensi natrium dan meningkatkan volume cairan ekstrasel (Harisson, 2012). Reabsorbsi natrium akan menstimulasi osmosis air dari lumen tubulus menuju kapiler peritubular
sehingga dapat terjadi hipertensi (tortora, 2011). Hipertensi akan menyebabkan kerja jantung meningkat dan merusak pembuluh darah ginjal. Rusaknya pembuluh darah ginjal mengakibatkan gangguan filtrasi dan meningkatkan keparahan dari hipertensi (Saad, 2014). Gangguan proses filtrasi menyebabkan banyak substansi dapat melewati glomerulus dan keluar bersamaan engan urin, contohnya seperti eritrosit, leukosit, dan protein. (Harrison, 2012). Penurunan kadar protein dalam tubuh mengakibatkan edema karena terjadi penurunan tekanan osmotic plasma sehingga cairan dapat berpindah dari intravascular menuju interstitial (Kidney Failure, 2013). System renin-angiotensin-aldosteron juga memiliki peranan dalam hal ini. Perpindahan cairan dari intravaskuler menuju enterstitial menyebabkan penurunan aliran darah ke ginjal. Turunnya aliran darah ke ginjal akan mengktivasi system reninangiotensin-aldosteron sehingga terjadi peningkatan aliran darah (Tortora, 2011). Gagal eritropoetin
Ginjal (EPO).
Kronik
menyebabkan
Eritropoetin
merupakan
insufisiensi factor
produksi
pertumbuhan
hemopoetik yang mengatur diferensiasi dan proliferasi precursor eritrosit. Gangguan pada EPO menyebabkan terjadinya penurunan produksi eritrosit dan mengakibatkan anemia (Harrison, 2012).
F. Pathway Glomerulonefritis Infeksi kronis Kelainan kongenital Penyakit vaskuler
Gagal Ginjal Kronik
Nephrolithiasis Gangguan SLE Obat Nefrotoksik
Proses hemodialisa
Produksi urin turun
Reabsorbsi Gangguan Eliminasi Urine Hiponatremia
Vol.Vaskuler Turun
Hipernatremia
Hipotensi
Retensi Cairan
Perfusi turun
Vol.Vaskuler
kontinyu
Tindakan invasive berulang
meningkat Injury jaringan
Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer
Permeabilitas kapiler meningkat
Resiko Infeksi Informasi inadekuat
Defisiensi energy sel
Ansietas
Oedema Stagnansi vena
Intoleransi Aktivitas Stress Ulcer HCL Meningkat Mual muntah Ketidakseimbangan nutrisi: Kurang dari kebutuhan tubuh
Infiltrasi Kerusakan jaringan kulit
ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS PADA PASIEN DENGAN GAGAL GINJAL KRONIK A. Pengkajian Pengkajian pada gaagal ginjal kronis sebenarnya hampir sama dengan klien gagal ginjal akut, namun disini pengkajian lebih penekanan pada support system untuk mempertahankan kondisi keseimbangan dalam tubuh (hemodynamically process). Dengan tidak optimalnya/gagalnya fungsi ginjal, maka tubuh akan melakukan upaya kompensasi selagi dalam batas ambang kewajaran. Tetapi, jika kondisi ini berlanjut (kronis), maka akan menimbulkan berbagai manifestasi klinis yang menandakan gangguan system tersebut. Berikut ini adalah pengkajian keperawatan pada klien dengan gagal ginjal kronik : 1. Biodata Tidak ada spesifikasi khusus untuk kejadian gagal ginjal, namun lakilaki sering memiliki resiko lebih tinggi terkait dengan pekerjaan dan pola hidup sehat. Gagal ginjal kronis merupakan periode lanjut dari insiden gagal ginjal akut, sehingga tidak berdiri sendiri. 2. Keluhan utama Keluhan utama sangat bervariasi, terlebih jika terdapat penyakit sekunder yang menyertai. Keluhan bisa berupa urine output yang menurun (oliguria) sampai pada anuria, penurunan kesadaran karena komplikasi pada system sirkulasi-ventilasi, anoreksia, mual dan muntah, diaphoresis, fatigue, napas berbau urea, dan pruritus. Kondisi ini
dipicu
oleh
karena
penumpukan
(akumulasi)
zat
sisa
metabolisme/toksin dalam tubuh karena ginjal mengalami kegagalan filtrasi. 3. Riwayat penyakit sekarang Pada klien dengan gagal ginjal kronis biasanya terjadi penurunan urine output, penurunan kesadaran, perubahan pola napas karena komplikasi dari gangguan system ventilasi, fatigue, perubahan fisiologis kulit, au urea pada napas. Selain itu, karena berdampak pada proses metabolisme (sekunder karena intoksikasi), maka akan terjadi
anoreksia, nausea, dan vomit sehingga beresiko untuk terjadinya gangguan nutrisi. 4. Riwayat penyakit dahulu Gagal ginjal kronik dimulai dengan periode gagal ginjal akut dengan berbagai penyebab (multikausa). Oleh karena itu, informasi penyakit terdahulu akan menegaskan untuk penegakan masalah. Kaji riwayat penyakit ISK, payah jantung, penggunaan obat berlebihan (overdosis) khususnya obat yang bersifat nefrotoksik, BPH, dan lain sebagainya yang mampu mempengaruhi kerja ginjal. Selain itu, ada beberapa penyakit yang langsung mempengaruhi/menyebabkan gagal ginjal yaitu diabetes mellitus, hipertensi, batu saluran kemih (urolithiasis). 5. Riwayat kesehatan keluarga Gagal ginjal kronis bukan penyakit menular dan menurun, sehingga silsilah keluarga tidak terlalu berdampak pada penyakit ini. Namun, pencetus sekunder seperti DM dan hipertensi memiliki pengaruh terhadap kejadian penyakit gagal ginjal kronis, karena penyakit tersebut bersifat herediter. Kaji pola kesehatan keluarga yang sakit, misalnya minum jamu saat sakit. 6.
Riwayat psikososial Kondisi ini tidak selalu ada gangguan jika klien memiliki koping adaptif yang baik. Pada klien gagal ginjal kronis, biasanya perubahan psikososial terjadi pada waktu klien mengalami perubahan struktur fungsi tubuh dan menjalanin proses dialisa. Klien akan mengurung diri dan lebih banyak berdiam diri (murung). Selain itu, kondisi ini juga dipicu oleh biaya yang dikeluarkan selama proses pengobatan, sehingga klien mengalami kecemasan.
7. Keadaan umum dan tanda-tanda vital Kondisi klien gagal ginjal kronik biasanya lemah (fatigue), tingkat kesadaran bergantung pada tingkat toksisitas. Pada pemeriksaan TTV sering didapatkan RR meningkat (tachypnea), hipertensi/hipotensi sesuai dengan kondisi fluktuatif. 8. System pernapasan
Adany
bau
urea
asidosis/alkalosis
pada
bau
respiratorik
napas. maka
Jika
kondisi
tejadi
komplikasi
pernapasan
akan
mengalami patologis gangguan. Pola napas akan semakin cepat dan dalam sebagai bentuk kompensasi tubuh mempertahakna ventilasi (kussmaull). 9. Sistem hematologi Ditemukan adanya friction rub pada kondisi uremia berat. Selain itu, biasanya terjadi TD meningkat, akral dingin , CRT > 3 detik, palpitasi jantung, chest pain, dyspnea, gangguan irama jantung dan gangguan sirkulasi lainnya. Kondisi ini akan semakin parah jika zat sisa metabolisme semakin tinggi dalam tubuh Karena tidak efektif dalam ekskresinya. Selain itu, pada fisiologis darah sendiri sering ada gangguan anemia karena penurunan eritropoetin. 10. Sistem neumuskuler Penurunan kesadaran terjadi jika telah mengalami hiperkarbic dan sirkulasi cerebral terganggu. Oleh karena itu, penurunan kognitif dan terjadinya disorientasi akan dialami klien gagal ginjal kronis. 11. System kardivaskuler Penyakit yang berhubungan langsung dengan kejadian gagal ginjal kronis salah satunya adalah hipertensi. Tekanan darah yang tinggi diatas ambang kewajaran akan mempengaruhi volume vaskuler. Staganansi ini akan memicu retensi natrium dan air sehingga akan meningkatkan beban jantung. 12. System endokrin Berhubungan dengan pola seksualitas, klien dengan gagal ginjal kronis akan mengalami disfungsi seksualitas karena penurunan hormone reproduksi. Selain itu, jika kondisi gagal ginjal kronis berhubungan dengan penyakit DM, maka aka nada gangguan dalam sekresi insulin yang berdampak pada proses metabolism. 13. System perkemihan Dengan gangguan/kegagalan fungsi ginjal secara kompleks (filtrasi, sekresi, reabsorbsi, dan ekskresi), maka manifestasi yang paling
menonjol adalah penurunan urine output < 400 ml/hari bahkan sampai pada anuria (tidak adanya urine output). 14. System pencernaan Gangguan system pencernaan lebih dikarenakan efek dari penyakit (stress effect). Sering ditemukan anoreksia, nausea, vomit, dan diare. 15. Sistem musculoskeletal Dengan penurunan/kegagalan fungsi sekresi pada ginjal maka berdampak pada proses demineralisasi tulang, sehingga resiko terjadinya osteoporosis tinggi.
B. Diagnosa Keperawatan 1. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh. 2. Kerusakan integritas kulit 3. Intoleransi akivitas 4. Defisiensi pengetahuan
C. Intervensi keperawatan 1. Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam diharapkan kebutuhan nutrisi klien terpenuhi. Kriteria Hasil : intake makanan peroral adekuat, intake cairan peroral adekuat, menyatakan napsu makan baik, menyiapkan makanan dengan baik, mengunyah dengan baik, dan BB ideal. No.
Intervensi
1.
Kaji nutrisi klien dan kemampuan untuk pemenuhan nutrisi klien
2.
Identifikasi klien tentang riwayat alergi makanan dan kaji makanan kesukaan klien
3.
Instruksikan kepada klien tentang cara pemenuhan kebutuhan nutrisi yang optimal (misalnya dengan pelaksanaan diet sesuai anjuran)
4.
Hitung kebutuhan kalori klien setiap hari dan sediakan aneka ragam makanan sesuai keinginan klien.
5.
Ciptakan lingkungan yang nyaman untuk mendukung napsu makan klien
6.
Anjurkan klien/keluarga untuk membantu klien melakukan perawatan rongga mulut (sikat gigi) sebelum makan untuk meningkatkan kenyamanan
7.
Rencanakan pemberian obat untuk mengatasi gejala yang mengatasi gejala yang menganggu nafsu makan (nyeri, mual muntah)
8.
Sajikan makanan dengan menarik dan suhu hangat
9.
Atur diet makanan klien sesuai kondisi penyakit (indikasi dan kontraindikasi)
10.
Berikan nutrisi tinggi serat untuk memperlancar proses pencernaan
11.
Motoring asupan nutrisi dan kalori tiap hari
12.
Motoring trend peningkatan/penurunan berat badan tiap hari
Sumber : prabowo.(2014)
2. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan priuritus . Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam masalah kerusakan integritas kulit dapat teratasi . Kriteria hasil : integritas kulit yang baik dapat dipertahankan , tidak ada luka atau lesi pada kulit, perfusi jaringan baik, menunjukan pemahaman dalam proses perbaikan kulit dan mencegah terjadinya cedera berulang, mampu melindungi kulit dan mempertahankan kelembapan kulit dan perawatan alami. No.
Intervensi
1. Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang longgar 2. Hindari kerutan pada tempat tidur 3. Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering 4. Mobilisasi pasien setiap 2 jam sekali 5. Monitor kulit akan adanya kemerahan 6. Oleskan lotion atau minyak/baby oil pada daerah yang tertekan 7. Monitor status nutrisi pasien
8. Memandikan pasien dengan sabun dan air hangat Sumber : ismail.(2018)
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan penurunan suplai oksigen . Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam diharapkan klien mampu untuk beraktivitas sendiri. Kriteria Hasil : berpartisipasi dalam aktivitas fisik tanpa disertai peningkatan tekanan darah, mampu melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri, tanda-tanda vital normal, mampu berpindah tempat dengan atau tanpa bantuan alat, status kardio pulmonati adekuat, status sirkulasi adekuat, dan status respirasi adekuat. No. 1.
Intervensi Lakukan pengkajian nyeri secara komperhensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan factor presipitasi.
2.
Observasi reaksi non verbal dari ketidaknyamanan
3.
Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri pasien
4.
Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau
5.
Control lingkungan yang mempengaruhi nyeri ( suhu ruangan, cahaya, dan kebisingan)
6.
Kurangi factor presipitasi nyeri
7.
Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi, nonfarmakologi, dan interpersonal)
8.
Evaluasi keefktifan control nyeri
9.
Tingkatkan istirahat
10. Kolaborasi pemberian analgetik tepat waktu Sumber : ismail.(2018)
4. Defesiensi pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan kognitif, salah interpretasi informasi, kurang pajanan, kurang dapat mengingat, tidak familier dengan sumber informasi. Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam
klien akan : Kriteria hasil : mampu menjelaskan factor penyebab penyakit dan proses penyakit, mampu menyebutkan tanda dan gejala dari penyakitnya,
mampu
menjelaskan
strategi
untuk
mencegah
komplikasi, mampu menjelaskan strategi untuk menyeimbanhkan antara aktifitas dan istirahat, dan mampu menjelaskan strategi dalam mengatasi nyeri.
No.
Intervensi
1.
Nilai
tingkat
pengetahuan
klien
mengenai
proses
penyakitnya 2.
Terangkan kepada klien tentang proses terjadinya penyakit
3.
Evaluasi tingkat pengetahuan pasien dengan menanyakan kembali seputar penyakit
4.
Diskusikan dengan pasien terkait dengan terapi yang akan diberikan.
5.
Informasikan terhadap klien tentang prosedur tindakan yang akan dilakukan
6.
Informasi kepada klien tentang lama (waktu) serta cara tindakan akan dilakukan
7.
Libatkan seluruh tim dalam penjelasan prosedur kepada klien
8.
Kaji pengetahuan klien sebelumnya dan kaji riwayat dahulu tentang tindakan yang akan dilakukan
9.
Rencanakan prosedur tindakan
10.
Lakukan informed consent dengan benar kepada klien
11.
Anjurkan
klien
untuk
kooperatif
selama
prosedur
berlangsung 12.
Perkenalkan diri saat akan melakukan tindakan
13.
Anjurkan klien untuk menggunakan teknik distraksi selama tindakan berlangsung
14.
Evaluasi efektifitas tindakan dan komunikasikan kepada
klien Sumber : prabowo.(2014)
D. Implementasi keperawatan Implementasi adalah pelaksanaan rencana keperawatan oleh perawat dan pasien (Riyadi,2010). Implementasi keperawatan adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan (setiadi, 2012).
E. Evaluasi Keperawatan Evaluasi keperawatan adalah mengkaji respon pasien setelah dilakukan intervensi keperawatan dan mengkaji ulang asuhan keperawatan yang telah diberikan (Deswani, 2009). Evaluasi keperawatan adalah kegiatan yang terus menerus dilakukan untuk menentukan apakah rencana keperawatan efektif dan bagaimana rencana keperawatan dilanjutkan, merevisi rencana atau menghentikan rencana keperawatan (Manurung, 2011) .