BAB I PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Psikiatri di penuhi oleh fenomenologi dan penelitian fenomena mental. Dokter psikiatri harus belajar untuk menguasai observasi yang teliti dan penjelasan yang mengungkapkan ketrampilan termasuk belajar bahasa baru. Bagian bahasa di dalam psikiatri termasuk pengenalan dan definisi tanda dan gejala perilaku dan emosional. Kegawatdaruratan psikiatrik merupakan aplikasi klinis dari psikiatrik pada kondisi darurat. Kondisi ini menuntut intervensi psikiatriks seperti percobaan bunuh diri, penyalahgunaan obat, depresi, penyakit kejiwaan, kekerasan atau perubahan lainnya pada perilaku. Pelayanan kegawatdaruratan psikiatrik di lakukan oleh para professional di bidang kedokteran, ilmu keperawatan, psikologi dan pekerja sosial. Permintaan untuk layanan kegawatdaruratan psikiatrik dengan cepat meningkat di seluruh dunia sejak tahun 1960-an, terutama di perkotaan. Penatalaksanaan pada pasien kegawatdaruratan psikiatrik sangat kompleks.
Para
profesional
yang
bekerja
pada
pelayanan
kegawatdaruratan psikiatrik umumnya beresiko tinggi mendapatkan kekerasan akibat keadaan mental pasien mereka, di anjurkan oleh petugas kesehatan lainnya, atau tanpa di sengaja. Penatalaksanaan pasien yang menuntut intervensi psikiatrik pada umumnya meliputi stabilisasi krisis dari masalah hidup pasien yang bisa meliputi gejala atau kekacauan mental baik sifatnya kronis ataupun akut. Kedaruratan psikiatri merupakan sebuah keadaan yang sering diabaikan tetapi keadaan ini meningkatkan masalah bagian kedaruratan di dunia. Dijumpai hingga 12 % dari bagian kedaruratan pasien dating dengan keluhan psikiatrik. Dari kedaruratan tingkahlaku ini, gangguan psikotik akut, episode manik, depresi mayor, gangguan bipolar, dan penyalahgunaan obat mencapai 6 % dari keseluruhan kasus di bagian kedaruratan. Tindak kekerasan atau agresif merupakan alasan umum untuk datang pada bagian kedaruratan, dengan perilaku menyerang yang terlihat
pada 3-10 % pasien psikiatrik.
Gejala agresif seperti penyerangan,
perilaku dengan kata-kata kasar, dan kekerasan dapat terjadi dengan gejala positif seperti delusi dan halusinasi, namun hal ini tidak semua terjadi. Menurut Bolton J, hampir 5 % pasien yang datang ke bagian darurat psikiatri Rumah sakit St. Helier dan St.Georges di London dengan masalah psikikatri primer dan selanjutnya 20-30 % dengan simtom psikiatri ditambah dengan gangguan fisik. Kekerasan dan penyerangan umumnya dijumpai di darurat psikiatri, terutama dalam keadaan tertentu. Kekerasan
setidaknya
menunjukkan
gangguan
penyerangan lebih umum dijumpai di darurat psikiatri. 1.2
Rumusan Masalah 1.2.1 Bagaimana definisi dari ? 1.2.2 Bagaimana etiologi dari ? 1.2.3 Bagaimana patofisiologi dari? 1.2.4 Bagaimana pathway dari? 1.2.5 Bagaimana manifestasi klinis dari? 1.2.6 Bagaiaman pemeriksaan diagnostic dari? 1.2.7 Bagaiaman komplikasi dari? 1.2.8 Bagaimana penatalaksanaan dari? 1.2.9 Bagaimana Algoritma?
1.3
Tujuan 1.3.1 1.3.2 1.3.3 1.3.4 1.3.5 1.3.6 1.3.7 1.3.8 1.3.9
Mengetahui definisi dari Mengetahui etiologi dari Mengetahui patofisiologi dari Mengetahui pathway dari Mengetahui manifestasi klinis dari Mengetahui pemeriksaan diagnostic dari Mengetahui komplikasi dari Mengetahui penatalaksanaan dari Mengetahui Algoritma
psikiatri,
tetapi
BAB II TINJAUAN TEORI 2.1
Definisi Keperawatan Gawat Darurat adalah pelayanan professional yang di dasarkan pada ilmu keperawatan gawat darurat dan tekhnik keperawatan gawat
darurat
berbentuk
pelayanan
bio-psiko-sosio-spiritual
yang
komperhensif di tujukan pada semua kelompok usia yang sedang mengalami masalah kesehatan yang bersifat urgen, akut dan kritis akibat trauma, proses kehidupan atau bencana.
Pada kedaruratan psikiatri, prioritas yang utama di berikan pengobatan pada pasien agitasi yang dapat menimbulkan insiden pada pasien dan melukai petugas yang menimbulkan ketidaknyamanan secara psikologis terhadap pasien. Secara klinis agitasi dapat dijumpai berupa pembicaraan yang berlebihan dan abnormal atau penyerangan fisik, perilaku motorik tertentu, kemarahan yang memuncak daan gangguan fungsi pada pasien. 2.2
Etiologi Suatu kondisi di mana terjadi gangguan integritas fisiologis atau psikologis secara mendadak. Semua masyarakat berhak mendapat perawatan kesehatan gawat darurat, pencegahan primer, spesialistik serta kronik. Perawatan
kegawatdaruratan
harus
di
lakukan
tanpa
memikirkan
kemampuan pasien untuk membayar. Semua petugas medis harus di beri kompensasi yang adekuat, tulus dan adil atas pelayanan kesehatan yang di berikannya. Di perlukan mekanisme pembayaran penggantian atas pelayanan gratis, hingga tenaga dan sarana tetap terjaga untuk setiap pelayanan. Ini termasuk mekanisme kompensasi atas penderita yang tidak memiliki asuransi, bukan penduduk setempat atau orang asing.Semua pasien harus mendapat pengobatan, tindakan medis dan pelayanan memadai yang di perlukan agar dapat pemulihan yang baik dari penyakit atau cedera akut yang di tindak secara gawat darurat. Tempat rujukan layanan kegawatdaruratan psikiatri biasanya di kenal sebagai Psychiatric Emergency Service, Psychiatric Emergency Care Centres, atau Comprehensive Psychiatric Emergency Programs. Tenaga kesehatan terdiri dari berbagai disiplin, mencakup kedokteran, ilmu perawatan, psikologi, dan karya sosial di samping psikiater. Untuk fasilitas, kadang di rawat inap di rumah sakit jiwa, bangsal jiwa, atau unit gawat darurat, yang menyediakan perawatan segera bagi pasien selama 24 jam. Di dalam lingkungan yang terlindungi, pelayanan kegawatdaruratan psikiatrik di berikan untuk memperoleh suatu kejelasan diagnostik. Menemukan solusi alternative yang sesuai untuk pasien, dan untuk memberikan penanganan pada pasien dalam jangka waktu tertentu. Bahkan diagnosis tepatnya merupakan suatu prioritas sekunder di bandingkan intervensi pada keadaan kritis.
2.3
Manifestasi Klinis 2.3.1 Gaduh Gelisah a. Definisi Suatu keadaan yang menimbulkan tanda dan gejala psikomotor meningkat, yaitu : 1) Banyak bicara 2) Mondar-mandir 3) Lari-lari 4) Loncat-loncat 5) Destruktif 6) Bingung Afek/emosi excitement, yaitu : 1) Marah-marah 2) Mengancam 3) Agresif 4) Ketakutan 5) Euphoria b. Etologi 1) Gangguan mental organik (delirium) 2) Psikosis fungsional a) Gangguan psikotik akut b) Skizofrenia c) Keadaan mania 3) Amok 4) Gangguan panik 5) Kebingungan post konvulsi 6) Reaksi disosiatif 7) Ledakan amarah (temper tantrum) c. Strategi Umum Pemeriksaan Pasien 1) Ketahui sebanyak mungkin mengenai pasien sebelum 2) 3) 4) 5)
menjumpai Waspada mengenai ancaman kekerasan Perhatikan posisi diri jika berada di ruang tertutup Pastikan ada orang lain pada saat pemeriksaan Usahakan untuk mengadakan relasi sebaik mungkin dengan
pasien 6) Cegah pasien mencederai diri 7) Pendekatan pasien dengan sikap tidak tidak mengancam 8) Beri keyakinan pada pasien 9) Tawarkan pengobatan 10) Informasikan pasien bahwa pengikatan atau pengurungan mungkin di perlukan 11) Serahkan prosedur menguasai
pengikatan
kepada
mereka
yang
12) Pastikan tim selalu siap menahan pasien d. Pemeriksaan 1) Diagnose awal a) Pemeriksaan fisik b) Wawancara psikiatrik c) Pemeriksaan status mental 2) Mengidentifikasi faktor pencetus 3) Mengidentifikasi kebutuhan segera a) Untuk segera mendapat penanganan psikiatrik b) Untuk segera rujuk ke tempat yang paling berkompeten 4) Pemeriksaan laboratorium yang relevan e. Penatalaksanaan Pengikatan Fisik 1) Berbicara secara meyakinkan kepada pasien untuk menghentikan perilakunya 2) Ulangi penjelasan jika tidak menghentikan perilakunya akan di lakukan pengikatan 3) Tawarkan untuk menggunakan medikasi dari pada di lakukan pengikatan (jangan tawar menawar dengan pasien) 4) Jangan membiarkan pasien berfikir tentang keraguan kita untuk melakukan pengikatan. 5) Lakukan pengikatan a) Tiap anggota gerak satu ikatan b) Ikatan pada posisi sedemikian agar tidak mengganggu aliran cairan IV jika di perlukan c) Posisi kepala lebih tinggi untuk menghindari aspirasi d) Lakukan pemeriksaan vital sigw tiap setiap ½ jam e) Tempatkan pasien pada tempat yang mudah di lihat oleh staf 6) Lanjutkan dengan medikasi 7) Setelah pasien dapat di kendalikan dengan medikasi, mulai dengan melepaskan satu ikatan 8) Dua ikatan terakhir harus di lakukan bersama-sama (tidak menganjurkan mengikat pasien dengan hanya satu ikatan pada anggota gerak) 9) Buat catatan mengapa pasien harus di ikat f. Farmakologi 1) Golongan benzodiazeoine 2) Golongan antipsikotik 3) Diazepam ampul 10 mg/2cc 4) Pemberian injeksi IM atau IV 5) Pemberian IV hati-hati dengan depresi sistim pernapasan, berikan secara perlahan 1 ampul dalam 10 menit 6) Dapat di ulang tiap ½ jam
2.3.2 Bunuh Diri a. Definisi Bunuh diri adalah kematian yang disebabkan diri sendiri dan di sengaja. Ide bunuh diri dan usaha bunuh diri adalah keadaan gawat darurat yang paling sering ditemukan. Masalah yang sering pada bunuh diri adalah krisis yang menyebabkan penderitaan yang berat dan perasaan putus asa dan tidak berdaya, konflik antara bertahan hidup dan stres yang tidak dapat ditahan, sempitnya pemilihan yang dimiliki pasien dan harapan untuk dapat membebaskan diri. Ide bunuh diri terjadi pada orang yang rentan sebagai respon dari berbagai stresor pada tiap usia dan dapat ditemukan untuk jangka waktu yang lama tanpa menyebabkan suatu usaha bunuh diri. Bunuh diri adalah suatu keadaan dimana individu mengalami resiko untuk menyakiti diri sendiri atau melakukan tindakan yang dapat mengancam nyawa. Dalam sumber lain dikatakan bahwa bunuh diri sebagai perilaku destruktif terhadap diri sendiri yang jika tidak dicegah dapat mengarah pada kematian. Prilaku destruktif diri yang mencakup setiap bentuk aktivitas bunuh diri, niatnya adalah kematian dan individu menyadari hal ini sebagai sesuatu yang diinginkan, (Stuart dan Sundeen,1995). Bunuh diri adalah setiap aktivitas yang jika tidak dicegah dapat mengarah pada kematian (Gail w. Stuart, Keperawatan Jiwa,2007). Bunuh diri adalah pikiran untuk menghilangkan nyawa sendiri (Ann Isaacs, Keperawatan Jiwa & Psikiatri, 2004). Bunuh diri adalah ide, isyarat dan usaha bunuh diri, yang sering menyertai gangguan depresif dan sering terjadi pada remaja (Harold Kaplan, Sinopsis Psikiatri,1997). b. Tren Bunuh Diri Pada laki-laki tiga kali lebih sering melakukan bunuh diri dari pada wanita, karena laki-laki lebih sering menggunakan alat yang lebih efektif untuk bunuh diri, antara lain dengan pistol,
menggantung diri, atau lompat dari gedung yang tinggi, sedangkan wanita lebih sering menggunakan zat psikoaktif overdosis atau racun, namun sekarang mereka lebih sering menggunakan pistol. Selain itu wanita lebih sering memilih cara menyelamatkan dirinya sendiri atau di selamatkan orang lain. Data dari Badan Kesehatan Dunia (WHO) pada tahun 2003 mengungkapkan bahwa satu juta orang bunuh diri dalam setiap tahunnya atau setiap 40 detik, bunuh diri juga satu dari penyebab utama kematian pada usia 15-34 tahun, selain karena faktor kecelakaan. (bunuh diri di indonesia) Akhir-akhir ini, penulis amati dalam seminggu, 5 hari di antaranya pikiran rakyat, menyuguhkan berita kepada kita tentang kasus bunuh diri yang menimpa orang dewasa dan anakanak. Bahkan ada 3 berita tentang bunuh diri dalam satu kali terbitan. Sebenarnya penulis belum memiliki data resmi mengenai angka bunuh diri pada anak dan remaja di Indonesia (Yoseph, Iyus. 2007). Menurut Triangggono, kita adalah yang tidak terbiasa tertib mencatat dan mendokumentasikan. Menurut Prayitno, pendataan mengenai kasus bunuh diri di Indonesia masih jelek.
c.
Jenis Bunuh Diri Pembagian Emile Durkheim masih dapat dipakai karena praktis yaitu: 1) Bunuh diri egoistic suicide Individu ini tidak mampu berintegrasi dengan masyarakat. Hal ini disebabkan oleh kondisi kebudayaan atau karena masyarakat yang menjadikan individu itu seolah-olah tidak berkepribadian. Kegagalan integrasi dalam keluarga dapat menerangkan mengapa mereka yang tidak menikah lebuh rentan untuk melakukan percobaan bunuh diri dibandingkan dengan mereka yang menikah. Masyarakat daerah pedesaan
mempunyai integrasi sosial yang lebih baik daripada daerah perkotaan, sehingga angka suicide juga lebih sedikit. 2) Bunuh diri altruistic suicide Individu tidak terikat pada tuntutan tradisi khusus atauun ia cenderung untuk bunuh diri karena identifikasi terlalu kuat dengan suatu kelompok, ia merasa bahwa kelompok tersebut sangat mengharapkannya 3) Bunuh diri anomic suicide Hal ini terjadi jika terdapat gangguan keseimbangan integrasi antara individu dengan masyarakat, sehingga individu tersebut meninggalkan norma-norma kelakuan yang biasa. Individu itu kehilangan pegangan dan tujuan. Masyarakat atau kelompoknya tidak dapat memberikan kepuasan kepadanya karena tidak ada pengaturan dan pengawasan terhada kebutuhannya. Hal ini menerangakan mengapa percobaan bunuh diri pada orang cerai pernikahan lebih banyak dari pada mereka yang tetap dalam pernikahan. Golongan manusia yang mengalami perubahan ekonomi yang drastic juga lebih muda melakukan percobaan bunuh diri d. Perilaku Bunuh Diri, Di Bagi Menjadi 3 Kategori : 1) Ancaman bunuh diri (suicide threat) Suatu peringatan baik secara langsung atau tidak langsung, verbal atau nonverbal bahwa seseorang sedang mengupayakan
bunuh
diri.
Orang
tersebut
mungkin
menunjukkan secara verbal bahwa dia tidak akan ada di sekitar kita lagi atau juga mengungkapkan secara nonverbal berupa pemberian hadiah, wasiat, dan sebagainya. Kurangnya respons positif dari orang sekitar dapat dipersepsikan sebagai dukungan untuk melakukan tindakan bunuh diri. 2) Upaya bunuh diri (suicide attempt) Sengaja melakukan kegiatan menuju bunuh diri, dan bila kegiatan itu sampai tuntas akan menyebabkan kematian. Kondisi ini terjadi setelah tanda peringatan terlewatkan atau di abaikan.
3) Isyarat bunuh diri (suicide gesture) Bunuh diri yang direncanakan e.
untuk
usaha
mempengaruhi perilaku orang lain. Tanda-Tanda Bunuh Diri Yang Mungkin Terjadi : 1) Bicara mengenai kematian: Bicara tentang keinginan menghilang, melompat, menembak diri sendiri atau ungkapan membahayakan diri. 2) Baru saja kehilangan: kematian, perceraian, putus dengan pacar atau kehilangan pekerjaan, semuanya bisa mengarah pada pemikiran bunuh diri atau percobaan bunuh diri. Kehilangan lainnya yang bisa menandakan bunuh diri termasuk hilangnya keyakinan beragama dan hilangnya ketertarikan pada seseorang atau pada aktivitas yang sebelumnya dinikmati 3) Perubahan kepribadian:
seseorang
mungkin
memperlihatkan tanda-tanda kelelahan, keraguan atau kecemasan yang tidak biasa. 4) Perubahan perilaku: kurangnya konsentrasi dalam bekerja, sekolah atau kegiatan sehari-hari, seperti pekerjaan rumah tangga. 5) Perubahan pola tidur: tidur berlebihan, insomnia dan jenis gangguan tidur lainnya bisa menjadi tanda-tanda dan gejala bunuh diri. 6) Perubahan kebiasaan makan: kehilangan nafsu makan atau bertambahnya nafsu makan. Perubahan lain bisa termasuk penambahan atau penurunan berat badan. 7) Berkurangnya ketertarikan seksual: perubahan seperti ini bisa mencakup impotensi, keterlambatan atau ketidak teraturan menstruasi. 8) Harga diri rendah: gejala bunuh diri ini bisa diperlihatkan melalui emosi seperti malu, minder atau membenci diri sendiri. 9) Ketakutan atau kehilangan kendali: seseorang khawatir akan kehilangan jiwanya dan khawatir membahayakan dirinya atau orang lain.
10) Kurangnya harapan akan masa depan: tanda bunuh diri lainnya adalah seseorang merasa bahwa tidak ada harapan untuk masa depan dan segala hal tidak akan pernah bertambah baik. 11) Beberapa tanda bunuh diri lainnya meliputi pernah mencoba bunuh diri, memiliki riwayat penyalahgunaan obat atau alkohol, belanja berlebihan, hiperaktivitas, kegelisahan dan kelesuan. f. Rentang Respon Bunuh Diri 1) Respon adaptif Merupakan respon yang dapat diterima oleh normanorma sosial dan kebudayaan yang secara umum berlaku. 2) Respon maladaftif Merupakan respon yang di lakukan individu dalam menyelesaikan masalah yang kurang dapat diterima oleh norma-norma sosial dan budaya setempat. Respon maladaptif antara lain: a. Ketidakberdayaan, keputusasaan, apatis. Individu yang tidak berhasil memecahkan masalah akan meninggalkan masalah, karena merasa tidak mampu mengembangkan koping yang bermanfaat sudah tidak berguna lagi, tidak mampu mengembangkan koping yang baru serta yakin tidak ada yang membantu. b. Kehilangan, ragu-ragu Individu yang mempunyai cita-cita terlalu tinggi dan tidak realistis akan merasa gagal dan kecewa jika citacitanya tidak tercapai. Misalnya : kehilangan pekerjaan dan kesehatan, perceraian, perpisahan individu akan merasa gagal dan kecewa, rendah diri yang semua dapat berakhir dengan bunuh diri. c. Depresi Dapat dicetuskan oleh rasa bersalah atau kehilangan yang ditandai dengan kesedihan dan rendah diri. Biasanya bunuh diri terjadi pada saat individu ke luar dari keadaan depresi berat. d. Bunuh diri
Adalah tindakan agresif yang langsung terhadap diri sendiri
untuk mengkahiri kehidupan. Bunuh diri
merupakan koping terakhir individu untuk memecahkan masalah yang dihadapi. 1. Pencegahan dan pengobatan Yang berhasil bunuh diri tentunya tidak perlu pengobatan lagi, hanya keluarga yang di tinggalkan mungkin perlu di perhatikan, karena kejadian ini menimbulkan stress pada mereka dan ada kecenderungan bunuh diri yang lebih besar diantara orang-orang yang telah berhubungan dengan orang yang telah melakukan bunuh diri. Bila ada kesempatan, maka kiranya hal suicide secara umum sebaiknya di bicarakan dengan mereka. Semua kasus percobaan bunuh diri harus mendapat perhatian
sungguh-sungguh.
Pertolongan
pertama
biasanya di lakukan secara darurat atau di kamar pertolongan darurat di rumah sakit, di bagian penyakit dalam atau bagian bedah. Di lakukan pengobatan terhadap luka-luka atau keadaan keracunan. Kesadaran penderita tidak selalu menentukan urgensi suatu tindakan medis, tetapi berhubungan erat dengan kriteria yang g.
mencerminkan besarnya kemungkinan suicide. Farmakologi Terapi obat tergantung diagnosisnya. Biasanya untuk menenagkan pasien diberikan obat antipsikotik atau benzodiazepin: - Flufenazine, trifluoperazine atau haloperidol 5mg per oral -
atau IM, Olanzapine 2,5-10 mg per IM, maksimal 4 injeksi per hari,
-
dengan dosis rata-rata per hari 13-14mg, Atau lorazepam 2-4 mg, diazepam 5-10mg per IV secara pelahan (dalam 2 menit).
2.3.3 Penyalagunaan NAPZA a. Pengertian
NAPZA (Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lain) adalah bahan/zat/obat yang bila masuk kedalam tubuh manusia akan mempengaruhi tubuh terutama otak/susunan saraf pusat, sehingga menyebabkan gangguan kesehatan fisik, psikis, dan fungsi sosialnya karena terjadi kebiasaan, ketagihan (adiksi) serta ketergantungan (dependensi) terhadap NAPZA. Istilah NAPZA umumnya digunakan oleh sektor pelayanan kesehatan, yang menitik beratkan pada upaya penanggulangan dari sudut kesehatan fisik, psikis, dan sosial. NAPZA sering disebut juga sebagai zat psikoaktif, yaitu zat yang bekerja pada otak, sehingga menimbulkan perubahan perilaku, perasaan, dan pikiran. b. Jenis NAPZA yang di salahgunakan 1. Narkotika (Menurut UU RI Nomor 22 tahun 1997 tentang Narkotika). Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman
atau
bukan
tanaman
baik
sintetis
maupun
semisintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan
rasa
nyeri,
dan
dapat
menimbulkan
ketergantungan. a.
Narkotika dibedakan kedalam golongan-golongan : Narkotika golongan I Narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan, dan tidak ditujukan untuk terapi serta mempunyai
potensi
sangat
tinggi
menimbulkan
ketergantungan, (Contoh : heroin/putauw, kokain, ganja). b. Narkotika golongan II Narkotika yang berkhasiat pengobatan di gunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat di gunakan dalam terapi atau tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan c.
(Contoh :morfin, petidin). Narkotika golongan III
Narkotika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi atau tujuan pengembangan ilmu pengetahuan
serta
mempunyai
potensi
ringan
mengakibatkan ketergantungan (Contoh : kodein). 2. Psikotropika (menurut Undang-undang RI No 5, tahun 1997 tentang psikotropika) Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan Narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh
selektif
pada
susunan
saraf
pusat
yang
menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku. Psikotropika dibedakan dalam golongan-golongan sebagai berikut : a. Psikotropika Golongan I Psikotropika yang hanya dapat di gunakan untuk kepentingan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi serta mempunyai potensi amat kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan. (Contoh : ekstasi, shabu, LSD). b. Psikotropika Golongan II Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan dapat di gunakan dalam terapi, dan/atau tujuan ilmu pengetahuan
serta
menpunyai
potensi
kuat
mengakibatkan sindroma ketergantungan . (Contoh amfetamin, metilfenidat atau ritalin). c. Psikotropika Golongan III Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan banyak di gunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi sedang mengakibatkan sindroma ketergantungan (Contoh : pentobarbital, Flunitrazepam). d. Psikotropika Golongan IV Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan sangat luas di gunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan sindrom ketergantungan (Contoh
: diazepam, bromazepam, Fenobarbital, klonazepam, klordiazepoxide, nitrazepam, seperti pil BK, pil Koplo).
2.4
Algoritma Psikiatri Alur Penanganan kedaruratan psikiatri Pelayanan kedaruratan pskiatri trias oleh petugas klasifikasi status gawat darurat evaluasi pskiatri evaluasi medic observasi ketat
seorang yg gaduh gelisah meghadapi dengan tenang,menenangkan dengan kata kata sedapatdapatnya,amankan menentramkan keluarga atau pengantar memeriksa badaniah sedapat-dapatnya terdapat kelainan intern/neurologi
tdk trdpt kelainan intern/neurologi
perawatan/penjagaan yg baik
perawatan/penjagaan yg baik
obat kelainan intern/
obat gejala
neurologik
pskiatrik
- neroleptik
-neroleptik
- tranquilaizer
-
Etiologic
-
Simptomatik
obati gangguan pskiatrik
- psikoterapi
supprotif - terapi elektrokonvulasi bila perlu