Gabungan.docx

  • Uploaded by: ferry verali
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Gabungan.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 7,642
  • Pages: 40
BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang PT Semen Indonesia (Persero) Tbk, Merupakan perusahaan yang bergerak dalam industri semen, serta mempunyai aktivitas mulai dari pengambilan bahan baku semen (proses penambangan) sampai proses pemasaran yang siap pakai oleh masyarakat. Pertambangan adalah sebagian atau seluruh tahapan dalam rangka penelitian, pengelolaan dan pengusahaan mineral

atau

studikelayakan,

batubara

yang

konstruksi,

meliputi

penyelidikan

penambangan,

umum,

pengolahan

dan

eksplorasi, pemurnian,

pengangkutan dan penjualan, serta kegiatan pasca tambang. Sedangkan penambangan adalah kegiatan memindahkan material alam di bawah permukaan tanah ke atas permukaan tanah untuk pemanfaatan ekonomis. Proses penambangan PT Semen Indonesia (persero) Tbk, meliputi penambangan batu gamping dan tanah liat, mulai dari pembersihan (clearing), pengupasan lapisan top soil (striping), pemboran lubang tembak (drilling, blast holes), peledakan (blasting), pemuatan (loading), pengangkutan (hauling), dan pembuangan (dumping), kemudian menuju Hopper dimasukkan ke Crusher untuk diolah lebih lanjut menjadi semen. Proses penambangan dengan system peledakan benar-benar harus diperhatikan dilihat dari aspek pengaruh terhadap lingkungan dan masyarakat. Dari hasil pengamatan dilapangan ada beberapa efek-efek dari pelaksanaan serta hasil peledakan yang harus diperhatikan yaitu meliputi, hasil fragmentasi(boulder), noise(suara), vibrasi(getaran), flyrock, kemiringan jenjang, tonjolan, dan Fumes(asap hitam).

1.2. Maksud dan Tujuan Penelitian Adapun maksud kerja praktek ini adalah mengamati aktivitas peledakan batugamping di PT. Semen Indonesia dan mempraktekan secara langsung teori yang didapatkan dari bangku kuliah secara langsung di lapangan.

Tujuan kerja praktek ini adalah sebagai berikut: 1. Mengetahui kegiatan pemboran untuk penyediaan lubang ledak dan tahapan peledakan PT Semen Indonesia 2. Membandingkan geometri peledakan yang digunakan PT Semen Indonesia dengan geometri peledakan secara teoritis menggunakan metode R.L. Ash 3. Mengetahui faktor yang mempengaruhi keberhasilan suatu kegiatan peledakan.

1.3. Batasan Masalah Dalam kegiatan kerja praktek ini masalah yang dipelajari dan dibahas yaitu mengamati perbandingan geometri peledakan pada PT. Semen Indonesia dengan geometri peledakan menurut metode R.L. Ash secara teoritis dan tidak membahas mengenai produksi pengeboran dan peledakan.

1.4. Metode Pengumpulan Data Pengamatan di lapangan ditujukan untuk mendapatkan data-data yang diperlukan secara langsung di lapangan. Data yang dibutuhkan dan diperoleh merupakan data yang berhubungan dengan akurasi geometri lubang ledak. Untuk terpenuhinya

data

yang

dibutuhkan

maka

dilakukan

beberapa

teknik

pengumpulan data, meliputi: 1. Observasi Lapangan, teknik ini dilakukan dengan cara peninjauan lapangan untuk melakukan pengamatan secara langsung terhadap situasi, kondisi, dan aktifitas di lokasi kegiatan serta jika diperkenankan mengikuti atau ikut serta dalam kegiatan yang dilakukan perusahaan. 2. Studi Literatur, teknik ini dilakukan dengan cara pengumpulan sumber informasi yang berkaitan dengan kegiatan kerja praktek dan berasal dari referensi pihak perusahaan yang berhubungan dengan kegiatan. 3. Wawancara, teknik ini dilakukan dengan cara tanya jawab langsung terhadap personal (manusia) dari pihak perusahaan yang merupakan sumber informasi yang berhubungan dengan kegiatan dan masalah yang disoroti pada kegiatan kerja praktek ini.

1.5.

Metode Kegiatan Praktek Dalam pelaksanaan kerja praktek akan menggunakan metode peledakan yang dipakai di PT. Semen Indonesia dengan menggunakan peralatan yang ada atau tersedia di perusahaan. Dalam kegiatan praktek diperlukan pengambilan data, data yang diperlukan berupa data primer dan data sekunder, data primer diperoleh dari hasil pengamatan langsung di lapangan. Khususnya mengenai tata laksana kegiatan peledakan dan cara-cara melakukan peledakan serta data yang diperoleh dari hasil peledakan khususnya dalam hal praktiknya. Data sekunder diperoleh dari perusahaan terkait berupa kondisi geologi, letak topografi dan lain-lain.

BAB II TINJAUAN UMUM

2.1. Kondisi Umum Perusahaan Kondisi umum perusahaan menjelaskan tentang keadaan umum perusahaan sebagai tempat dilakukannya kerja praktek. 2.1.1. Sejarah dan Perkembangan Perusahaan PT Semen Indonesia (Persero) Tbk yang awalnya bernama PT Semen Gresik (Persero) Tbk, merupakan perusahaan yang bergerak di bidang industri semen dengan kapasitas terpasang group SMGR 26,98 juta ton semen per tahun pada akhir tahun 2012, yang berasal dari Semen Padang (6,62 juta ton), Semen Gresik (12,7 juta ton) dan Semen Tonasa (7,6 juta ton). Sejarah singkat PT Semen Gresik (Persero) Tbk sebelum berubah nama menjadi PT Semen Indonesia (Persero) Tbk, yaitu bertepatan dengan hari Rabu Wage Tanggal 07 Agustus 1957, Semen Gresik diresmikan di Gresik oleh Presiden RI pertama dengan kapasitas terpasang 250.000 ton semen per tahun. Pada tahun 1960 status Naamlooze Vennootsc-hap (NV) yang sebelumnya disandang SG berubah menjadi perusahaan Negara (PN). Pada tanggal 8 Juli 1991 Semen Gresik tercatat di Bursa Efek Jakarta dan Bursa Efek Surabaya serta merupakan BUMN pertama yang go public dengan menjual 40 juta lembar saham kepada masyarakat. Komposisi pemegang sahamnya adalah Negara RI 73% dan masyarakat 27%, dana penjualan saham ini digunakan untuk pengembangan pabrik di Tuban. Senin, 07 Januari 2013 PT Semen Gresik (Persero) Tbk secara resmi mengubah nama menjadi PT Semen Indonesia (Persero) Tbk. Perubahan nama ini menindaklanjuti hasil Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) di Jakarta pada 20 Desember 2012. Adapun yang melatar belakangi perubahan nama PT Semen Gresik (Persero) Tbk, menjadi PT Semen Indonesia (Persero) Tbk, yaitu perkembangan dan persaingan indutri semen di dalam dan di luar negeri semakin ketat jika tidak disikapi dengan bijak dikhawatirkan posisi SGG akan diambil alih

kompetitor. Pembentukan Strategi Holding Semen Indonesia diharapkan bisa semakin mempercepat pencapaian visi perseroan, selanjutnya restrukturisasi juga merupakan respon perusahaan dalam mengikuti perubahan berkesinambungan, serta proses penciptaan nilai perusahaan, itu akan mendukung tata kelola perusahaan yang baik dan meningkatkan cost leadership sehingga secara umum kinerja perusahaan terus meningkat. Terbentuknya Strategi Holding Semen Indonesiaakan berimplikasi pada pemisahan proses fungsi Holding dan fungsi Operasional. Ini dilakukan agar pengelolaan operasional Semen Gresik Group dapat berjalan secara komprehenshif, efektif, efisien dan terintegrasi satu dengan lainnya. 2.1.2. Struktur Organisasi Biro Tambang PT Semen Gresik (Persero) tbk merupakan salah satu Biro di bawah Departemen Produksi Bahan Baku. Biro Tambang meiliki tugas utama yaitu menambang material batugamping dan tanah liat, memuat (loading) material tersebut ke dump truck, melakukan kegiatan pengangkutan (hauling) material tersebut ke storage, serta melakukan reklamasi lahan pasca tambang. Biro Tambang PT. Semen Gresik (Persero) tbk terdiri dari 3 seksi kerja yaitu sebagai berikut : a. Seksi Perencanan Tambang Seksi Perencanaan terdiri dari 2 regu kerja yaitu Regu Engineering dan Regu Survey. Regu Engineering bertugas membuat rancangan tambang, baik bulanan maupun tahunan. Regu Survey bertugas melakukan pemetaan lahan kemajuan tambang, serta melakukan pengukuran stock bahan baku. b. Seksi Operasional Tambang Seksi Operasional Tambang terdiri dari 3 regu kerja yaitu Regu Drilling and Blasting, Regu Loading and Hauling, dan Regu K3 tambang. Regu Drilling and Blasting bertugas membuat rencana pemboran dan peledakan pada blok yang akan di tambang. Regu Loading and Hauling bertugas menentukan jumlah alat yang harus tersedia di front penambangan baik untuk aktivitas peggalian material maupun pemuatan material, serta mengawasi aktivitas pengangkutan material dari likasi tambang ke storage. Regu K3 tambang bertugas mengawasi keselamatan dan kesehatan kerja di biro tambag, khususnya seksi operasional. c. Seksi Pengelolaan Lahan Pasca Tambang

Seksi Pengelolaan Lahan Pasca Tambang terdiri dari 2 regu kerja yaitu Regu Engineering dan Regu Operasional. Regu Engineering bertugas untukmembuat rencanareklamasi lahan pasca tambang, sedangkan Regu Operasional bertugas melakukan pengawasa operasi reklamasi lahan pasca tambang. 2.2. Kondisi Umum Daerah Kondisi umum perusahaan menjelaskan tentang keadaan umum daerah sebagai tempat dilakukannya kerja praktik. 2.2.1. Lokasi dan Kesampaian Daerah Kuari batu gamping Tuban terletak di Desa Sumber Arum dan Desa Pongpongan, kecamatan Kerek Kabupaten Tuban Jawa Timur batas – batas administratif wilayah penambangan adalah sebgai berikut: a. Sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Jenu b. Sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Merakurak c. Sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Montong d. Sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Kerek Luas

area

penambangan

batu

gamping

berdasarkan

SIPD

Nomor

545.4/184/116/1994 tanggal 14 mei 1994 adalah 797,4379 Ha dan memiliki cadangan awal 306.000.000 ton. Letak geografis areal penambangan yaitu pada garis meridian 06°50’25’’ - 06°51’40’’ LS dan nadir 111°51’51’’ - 111°52’46’’BT.

Gambar 2. Kesampaian

2.2.2. Kondisi Iklim dan Cuaca Iklim adalah kondisi rata-rata suatu daerah atau tempat selama bertahuntahun, dimana iklim dipengaruhi oleh letak lintang, letak ketinggian, relief terhadap benua dan samudera, serta kondisi geografis lokal. Cuaca adalah keadaan atmosfir pada waktu tertentu atau dalam periode pendek. Lokasi penambangan batugamping PT Semen Indonesia Suhu udara permukaan di wilayah penambangan, bervariasi antara 26°C - 37°C dengan suhu udara rata-rata adalah 36°C. 2.3. Keadaan Geologi 2.3.1. Morfologi Secara umum morfologi daerah penambangan dibagi menjadi dua, yaitu: 1. Satuan morfologi dataran rendah, dengan ketinggian 5 m – 30 m diatas permukaan air laut. Morfologi daerah ini terbentuk oleh endapan alluvial terdiri dari lumpur, lanau dan lempung berwarna coklat kekuningan. 2. Satuan morfologi perbukitan, dengan ketinggian antara 30 m – 110m diatas permukaan laut. Morfologi daerah ini dibentuk oleh satuan batu gamping terumbu. Lembah lembah sungai kering banyak dijumpai dengan rata – rata arah utara – selatan dan sejajar satu sama lain. Sebagian batu gamping daerah ini tertutup oleh lapisan tanah penutup tipis dengan tebal rata – rata 0,5 meter terutama di daerah lembah atau lekukan kecil. Oleh penduduk setempat daerah ini dijadikan lahan pertanian tanaman pangan jagung, kacang tanah, padi, ketela pohon dan kacang hijau. 2.3.2. Stratigrafi Wilayah penambangan PT Semen Indonesia jika dilihat secara stratigrafi daerah ini termasuk kedalam fisiografi cekungan rembang. Stratigrafi regional cekungan rembang ini mulai dari yang tertua sampai yang termuda. Berdasarkan hasil pengamatan pada daerah penambangan batu gamping. terdapat dua satuan batuan, yaitu : 1. Satuan Batugamping Formasi Paciran Batu gamping pada satuan Formasi Paciran merupakan batu gamping terumbu yang berumur pliosen. Secara fisik batuan ini dapat dibedakan menjadi

satuan batu gamping keras dan lunak Batu gamping terumbu keras bersifat kompak keristalin, berwarna putih sampai coklat kekuningan, mengandung fosil koral, foraminifera, dan moluska. Pada umumnya batu gamping ini beronga rongga dan banyak terdapat retake - retakan yang telah terisi oleh kalsit. Batu gamping ini merupakan 80% dari seluruh cadang batugamping. Batugamping terumbu lunak terdapat di bagian barat daya daerah penambangan. Batu gamping ini berwarna putih sampai coklat kekuningan, rapuh sampai getas, mengandung fosil koral, foraminifera, dan moluska. Batugamping keras berselingan dengan batu gamping lunak. 2. Satuan batuan Formasi Notopuro Ketidak selarasan diatas satuan batu gamping formasi paciran diendapkan batuan berumur holosen yang terdiri dari breksi, batu pasir, tufaan dan tuff dan menempati daerah morfologi datar. 2.3.3. Struktur Geologi Dari peta geologi tuban dan sekitarnya, maka dapat diperkirakan bahwa daerah cekungan rembang ini telah terjadi proses perlipatan yang menyebabkan terbentuknya struktur antiklin. Perlipatan dicekungan ini mempunyai arah umum timur – barat. Sebagai akibat dari proses perlipatan tersebut terbentuklah struktur sesar. Kenampakan struktur geologi daerah ini terdiri dari sesar normal yang terdapat di kali Pongpongan dengan arah umum Timur Laut – Barat Daya dan dibeberapa tempat terlihat adanya struktur kekar.

Gambar 2. Geologi

2.4. Target Produksi Target produksi dari gamping PT Semen Indonesia perharinya adalah 55000 ton/hari untuk tambang pabrik tuban sedangkan per tahun mencapai 12.7 juta ton/ tahun digabung dengan tambang yang berada di Rembang. 2.5. Kegiatan Penambangan Sistem penambangan batugamping di PT United Tractors Semen Gresik termasuk sistem tambang quarry, yang dilakukan secara jenjang tunggal. Penambangan dilakukan pada level tertinggi 115 m sampai ketinggian 30 m di atas permukaan laut. Tahapan kegiatan penambangan di quarry batugamping Temandang secara garis besar meliputi kegiatan pembersihan lahan, pembongkaran, penggalian, pemuatan, pengangkutan, dan peremukan. 2.5.1. Pembersihan Lahan (Land Clearing) Sebelum dilakukan tahap pembongkaran maka pada areal yang masih banyak ditumbuhi semak belukar dilakukan pembersihan lahan dengan menggunakan alat Buldozer, sedangkan karena lapisan penutup batugamping sangat tipis yaitu antara 0,1 – 0,6 m, maka tidak dilakukan kegiatan pengupasan lapisan tanah penutup. 2.5.2. Kegiatan Pembongkaran Pembongkaran batuan yang bertujuan untuk melepaskan atau membongkar batuan dari batuan induknya, dilakukan dalam dua tahap, yaitu pemboran dan peledakan: 1. Pemboran Kegiatan pemboran dimaksudkan untuk menyediakan lubang tembak guna keperluan peledakan. Pembongkaran dilakukan dengan menggunakan tiga unit Crawler Rock Drill (CRD) Atlas Coppo Type ROC F7 dan dua unit CRD Atlas Coppo Type ROC 642. Jenis mata bor yang digunakan adalah Bottom Bit, dengan diameter 3,5 inchi. Pola pemboran yang digunakan pola selang-seling dan sejajar dengan ukuran burden 2,75 m dan spasi 3 m.

2. Peledakan Peledakan yang dilakukan menggunakan metode listrik secara beruntun setiap barisnya dan serentak untuk satu baris pertama dengan menggunakan sistem delay time (waktu tunda) sertadisesuaikan dengan arah peledakan yang diingginkan. 3. Pemuatan Alat muat yang digunakan untuk memuat batugamping yang telah terbongkar oleh kegiatan pemboran dan peledakan, di muat kedalam Dump Truck oleh alat muat jenis Back Hoe Komatsu PC 200, 300, 400, dan 750. 4. Pengangkutan Alat angkut yang digunakan oleh PT. United Tractors Semen Gresik untuk mengangkut batugamping dari lokasi penambangan ke lokasi peremukan (Crusher) digunakan Dump Truck dengan kapasitas 30 dan 20 ton. Untuk kegiatan pengangkutan pada ke Crusher Tuban I,II,III, dan IV digunakan 33 unit Dump Truck Nissan Diessel CWB 52 HDN dan Nissan CWA 53 HD dengan kapasitas berat muatan maksimal 20 ton dan Dump Truck jenis Scania P360 dengan berat muatan maksimal 30 ton. 5. Kegiatan Peremukan Kegiatan peremukan bertujuan untuk memperkecil ukuran material hasil peledakan agar sesuai dengan ukuran yang dibutuhkan untuk kegiatan pengolahan. Alat peremuk batuan yang digunakan adalah 8 unti peremuk batu gamping Type Non Clog Hammer Mill dengan kapasitas maksimum 1400-1600 ton/jam. Ukuran umpan yang masuk 100 cm. ukuran produk yang dihasilkan < 8cm. hasil peremukan diangkut dengan belt conveyor ke pile storage, selanjutnya diangkut ke tempat pengolahan semen PT Semen Indonesia. 2.5.3. Proses Pembuatan Semen

Bahan-bahan yang sudah dikumpulkan seperti bahan baku dan bahan tambahan selanjutnya dengan komposisi tertentu diumpankan kedalam raw mill. Dalam raw mill bahan-bahan tersebut mengalami penggilingan dan pencampuran serta pengeringan, sehinggal dapat diperoleh produk raw mill dengan kehalusan 90% lolos ayakan dengan ukuran 90 mikron dan kandungan air kurang dari 1%. Dari raw mill material selanjutnya dimasukkan ke dalam blending silo. Fungsinya adalah sebagai tempat

penampungan sementara material sebelum diumpankan ke kiln, blending silo juga berguna sebagai alat homogenisasi produk raw mill. Umpan yang berasal dari raw mill selanjutnya diumpankan ke kiln. Unit pembakaran inilah merupakan bagian terpenting karena terjadi pembentukan komponen utama semen. Unit ini terdapat suspenser preheater, kiln dan great cooler. proses yang terjadi pada unit ini adalah : 1. Proses pengurangan kadar air (Terjadi pada suhu 100oC) 2. Pelepasan air hidrat clay (tanah liat) (pada suhu 500oC) 3. Terjadi proses kalsinasi ( terjadi pada suhu 700 - 900 oC). 4. Reaksi pembentukan senyawa semen (Pada suhu 900-1455℃) Clinker hasil kiln yang sudah didinginkan di dalam cooler selanjutnya dilakukan proses penggilingan di finish mill. Pada proses ini bahan-bahan tadi diberi tambahan gypsum dengan kadar 91% dengan perbandingan 96 : 4 berfungsi sebagai penghambat proses pengeringan pada semen. Penggilingan dilakukan dalam Tube mill yang di dalamnya terdapat bola-bola (grinding ball) yang berfungsi sebagai penggiling bahan. Dalam proses ini semen mengalami pengecilan ukuran dari 100 mesh menjadi 325 mesh dan lolos ayakan 90%. Hasil produk dari finish mill kemudian diangkut oleh air slide menuju cement silo. Semen dilewatkan vibrating screen untuk dipisahkan semen dari kotoran pengganggu seperti logam, kertas, plastic atau bahan lainnya yang terikut. Selanjutnya semen dimasukkan ke dalam bin. Semen yang sudah jadi selanjutnya melalui tahap pengantongan.

Gambar 2. Alur pembuatan semen

BAB III DASAR TEORI

3.1. Mekanisme Pecahnya Batuan Proses pecahnya batuan akibat energi ledakan dapat dibagi dalam tiga tingkat, yaitu proses pemecahan tingkat I (dynamic loading), proses pemecahan tingkat II (quasi-static loading), proses pemecahan tingkat III (release of loading). 1. Proses pemecahan tingkat I (Dynamic Loading) Saat bahan peledak meledak, tekanan tinggi yang ditimbulkan

akan

menghancurkan batuan di daerah sekitar lubang tembak. Gelombang kejut yang meninggalkan lubang tembak merambat dengan kecepatan 3000 – 5000 m/s akan mengakibatkan tegangan yang memiliki arah tegak lurus dengan dinding lubang ledak. Dari tegangan tersebut dinamakan tegangan tangensial yang menimbulkan rekahan radial yang menjalar dari daerah lubang tembak. Rekahan radial pertama terjadi dalam waktu 1 – 2 ms. 2. Proses pemecahan tingkat II (Quasi-siatic Loading) Tekanan akibat gelombang kejut yang meninggalkan lubang tembak pada proses pemecahan tahap I adalah positif. Apabila gelombang kejut mencapai bidang bebas (free face), gelombang tersebut akan dipantulkan. Bersamaan dengan itu tekanannya akan turun dengan cepat dan kemudian berubah menjadi negatif serta menimbulkan gelombang tarik (tension wave). Gelombang tarik ini merambat kembali di dalam batuan. Oleh karena kuat tarik batuan lebih kecil dari pada kuat tekan, maka akan terjadi rekahan-rekahan (primary failure cracks) karena tegangan tarik yang cukup kuat, sehingga menyebabkan terjadinya slabbing atau spalling pada bidang bebas. Dalam proses pemecahan tahap I dan II fungsi dari energi yang ditimbulkan oleh gelombang kejut adalah membuat sejumlah rekahan-rekahan kecil pada batuan. Secara teoritis jumlah energi gelombang kejut hanya berkisar antara 5–15% dari energi total bahan peledak. Jadi gelombang kejut tidak secara langsung memecahkan batuan, tetapi mempersiapkan kondisi batuan untuk proses pemecahan tahap akhir.

3. Proses pemecahan tingkat III (Release of Loading) Saat berada dalam pengaruh tekanan yang sangat tinggi dari gas-gas hasil peledakan maka rekahan radial utama (tahap II) akan diperbesar secara cepat oleh efek kombinasi dari tegangan tarik yang disebabkan kompresi radial dan pembajian (pneumatic

wedging).

Apabila

massa

di

depan

lubang

tembak

gagal

mempertahankan posisinya dan bergerak ke depan maka tegangan tekan tinggi yang berada dalam batuan akan dilepaskan, seperti spiral kawat yang ditekan kemudian dilepaskan. Akibat pelepasan tegangan tekan ini akan menimbulkan tegangan tarik yang besar di dalam massa batuan. Tegangan tarik inilah yang melengkapi proses pemecahan batuan yang sudah dimulai pada

tahap

II.

Rekahan yang terjadi dalam proses pemecahan tahap II merupakan bidangbidang lemah yang membantu fragmentasi utama pada proses peledakan.

Gambar 3.1 Mekanisme Pecahnya Batuan

3.2. Pemboran 3.2.1. Sistem Pemboran Kegiatan pemboran untuk penyediaan lubang ledak umumnya dilakukan dengan mesin bor mekanik (perkusif, rotari, rotari-perkusif) dengan berbagai ukuran dan kemampuan, tergantung pada kapasitas produksi yang diinginkan seperti pada (gambar 3.2).

Gambar 3.2 Skema Prinsip Pemboran 3.2.2. Metode Pemboran Komponen utama dari suatu sistem pemboran secara mekanik adalah sumber energi mekanik, batang bor penerus (transmitter) energi tersebut, mata bor sebagai aplikator energi terhadap batuan, dan peniupan udara (flushing) sebagai pembersih dari serbuk pemboran (cuttings) dan memindahkannya keluar lubang bor. Berdasarkan sumber energi mekaniknya, sistem pemboran mekanik terbagi menjadi 3 (tiga) yaitu : perkusif, rotari-perkusif, dan rotari dengan berbagai ukuran dan kemampuan, tergantung pada kapasitas produksi yang diinginkan (Koesnaryo, 2001 : 5). a. Metode Pemboran Perkusif

Pada pemboran perkusif, energi dari mesin bor (rock drill) diteruskan oleh batang bor dan mata bor untuk meremukkan batuan. Komponen utama dari mesin bor ini adalah piston yang mendorong dan menarik tangkai (shank) batang bor. Energi kinetik piston diteruskan ke batang bor dalam bentuk gelombang kejut (shock wave) yang bergerak sepanjang batang bor dengan kecepatan ± 5000 m/detik (searah kecepatan suara pada baja). Frekuensi impak normal untuk rockdrill ialah ± 50 tumbukan/detik, yang berarti jarak antara gelombang kejut ialah ± 100 m. Pada metode perkusif, yang terjadi ialah proses peremukan (crushing) permukaan batuan oleh mata bor. Metode ini cocok diterapkan pada batuan yang kekerasannya keras. b. Metode Rotari Berdasarkan sistem penetrasinya, metode rotari terbagi menjadi dua sistem yaitu tricone dan drag bit, disebut tricone jika hasil penetrasinya berupa gerusan (crushing) dan drag bit jika hasil penetrasinya berupa potongan. Sistem yang pertama digunakan untuk batuan dengan kekerasan sedang hingga lunak dan sistem yang kedua untuk batuan lunak. c. Metode Pemboran Rotari-Perkusif Pada pemboran rotari-perkusif, aksi penumbukan oleh mata bor dikombinasi dengan aksi putaran, sehingga terjadi proses peremukan (crushing) dan penggerus (cutting atau abrasive) permukaan batuan. 1) Top Hammer Metode pemboran Top Hammer adalah metode pemboran yang terdiri dari dua kegiatan dasar yaitu putaran dan tumbukan, dua kegiatan ini diperoleh dari gerakan gigi dan piston yang kemudian ditransmisikan melalui shank adaptor dan batang bor menuju mata bor. Berdasarkan jenis penggerak putaran dan tumbukannya, metode ini dibagi menjadi dua jenis yaitu Hydraulic Top Hammer dan Pneumatic Top Hammer. 2) Down the Hole Hammer (DTH Hammer) Metode pemboran down the hole hammer adalah metode pemboran rotariperkusif yang sumber energi dasarnya menggunakan udara bertekanan. DTH Hammer dipasang di belakang mata bor di dalam lubang sehingga hanya sedikit energi tumbukan yang hilang akibat melewati batang bor dan sambungan-sambungan

(Koesnaryo, 2001 : 6-7) 3.2.3. Pola Pemboran Menurut (Jimeno, C. L., cs, 1987) pola pemboran merupakan suatu pola pada kegiatan pemboran dengan menempatkan lubang-lubang tembak secara sistematis. Terdapat tiga pola pemboran untuk peledakan (lihat gambar 3.1): a. Pola bujursangkar (square pattern), yaitu jarak burden dan spasi sama (B = S) b. Pola persegi panjang (rectangular pattern), yaitu jarak spasi dalam satu baris lebih besar disbanding burden (B ≠ S) c. Pola pemboran selang-seling (staggered pattern), adalah pola pemboran yang penempatan lubang ledak ditempatkan secara selang seling pada setiap kolomnya. Dalam pola ini distribusi energi peledakan antar lubang akan lebih terdistribusi secara merata daripada pola bukan staggered.

3m

3m

2,5 m

3m

Bidang bebas

Bidang bebas

a. Pola bujursangkar

b. Pola persegipanjang

3m 3m

2,5 m 3m

Bidang bebas

Bidang bebas

d. Pola zigzag persegipanjang

c. Pola zigzag bujursangkar

Gambar 3.3 Pola Pemboran

3.2.4. Faktor Yang Mempengaruhi Pemboran Kinerja suatu mesin bor dipengaruhi oleh faktor-faktor sifat batuan yang dibor, rock drillability, geometri pemboran, dan keterampilan operator. a. Sifat batuan

Sifat batuan yang berpengaruh pada penetrasi dan sebagai konsekuensi pada pemilihan metode pemboran, yaitu kekerasan, kekuatan, elastisitas, plastisitas, abrasivitas, tekstur, struktur geologi dan karakteristik pembongkaran. 1) Kekerasan Batuan Kekerasan adalah tahanan dari suatu bidang permukaan halus terhadap suatu abrasi. Kekerasan batuan dipakai untuk mengukur sifat-sifat teknis dari mineral batuan dan dapat juga dipakai untuk menyatakan berapa besarnya tegangan yang diperlukan untuk menyebabkan kerusakan pada batuan (Koesnaryo, 2001 : 14). 2) Kekuatan Batuan Kekuatan mekanik batuan adalah sifat kekuatan atau ketahanan terhadap gaya luar, kekuatan batuan tergantung pada komposisi mineralnya. Diantara mineralmineral yang terkandung di dalam batuan, kuarsa adalah mineral terkompak dengan kuat tekan mencapai lebih 500 MPa. Biasanya semakin tinggi kandungan mineral kuarsa dalam batuan maka semakin tinggi kekuatan batuan tersebut (Koesnaryo, 2001 : 14). 3) Elastisitas Sifat elastisitas batuan dinyatakan dengan modulus elastisitas atau modulus Young (E) dan nisbah Poisson (υ). Modulus elastisitas merupakan faktor kesebandingan antara tegangan normal dengan tegangan relatifnya, sedangkan nisbah Poisson merupakan kesebandingan antara regangan lateral dengan regangan aksial. Modulus elastisitas sangat tergantung pada komposisi mineralnya, porositas, jenis perpindahan dan besarnya beban yang diterapkan. Nilai modulus elastisitas dan nisbah Poisson beberapa jenis batuan sedimen dapat dilihat pada (tabel 3.1) (Koesnaryo, 2001 : 15). 4) Plastisitas Plastisitas batuan merupakan perilaku batuan yang menyebabkan deformasi tetap setelah tegangan dikembalikan ke kondisi awal, dimana batuan tersebut belum hancur. Atau bisa juga di definisikan sebagai adalah karakteristik batuan untuk menahan regangan yang melebihi kekuatannya sebelum batuan tersebut hancur. Sifat plastis tergantung pada komposisi mineral penyusun batuan dan dipengaruhi oleh adanya pertambahan kuarsa, feldspar dan mineral lain. Lempung dan beberapa batuan homogen mempunyai sifat plastis (Koesnaryo, 2001 : 15).

5) Abrasivitas Abrasivitas adalah sifat batuan untuk menggores permukaan material lain, ini merupakan suatu parameter yang mempengaruhi keausan (umur) mata bor dan batang bor. Kandungan kuarsa dari batuan biasanya dianggap sebagai petunjuk yang dapat dipercaya untuk mengukur keausan mata bor. Faktor yang berpengaruh terhadap abrasivitas batuan adalah: a) Kekerasan butir batuan, batuan dengan keberadaan butiran kuarsa mempunyai tingkat abrasivitas yang tinggi. b) Bentuk butir, bila bentuk butir tersebut tidak teratur lebih abrasiv dibandingkan dengan yang berbentuk bulat. c) Ukuran butir d) Porositas batuan e) Ketidaksamaan, batuan polimineral sekalipun mempunyai kekerasan sama akan lebih abrasif karena meninggalkan permukaan yang kasar. (Koesnaryo, 2001 : 17). 6) Tekstur Menunjukan

hubungan

antara mineral penyusun batuan yang dapat

menceritakan proses genesanya, tekstur dapat diklasifikasikan berdasarkan sifat porositas, ikatan antar butir, densitas dan ukuran butir. Jika porositas batuan kecil maka semakin kuat ikatan antar butir dan densitasnya juga semakin besar sehingga kekerasannya menjadi tinggi sehingga menjadi susah dibor (Koesnaryo, 2001 : 17). 7) Struktur Geologi Struktur geologi seperti patahan, rekahan, kekar, bidang perlapisan berpengaruh pada penyesuaian kelurusan lubang ledak, aktifitas pemboran dan kemantapan lubang ledak. Adanya rekahan-rekahan dan rongga-rongga dalam batuan seperti di batugamping sering mempersulit kerja pemboran, karena batang bor dapat terjepit (Koesnaryo, 2001 : 17). 8) Karakteristik Pecahan Karakteristik pecahan (breaking characteristics) dapat digambarkan seperti perilaku batuan ketika dipukul. Tiap-tiap tipe batuan mempunyai karakteristik pecah

yang berbeda dan ini berhubungan dengan tekstur, komposisi mineral dan struktur (Koesnaryo, 2001 : 17). b. Geometri Peledakan Geometri dan pola pemboran dirancang secara terpadu dalam rancangan peledakan. Geometri pemboran meliputi : 1) Diameter Diameter disini yang dimaksud adalah diameter dari lubang bor yang akan dibuat untuk lubang ledak. Pemilihan lubang bor secara tepat adalah untuk memperoleh hasil fragmentasi dan produksi yang diharapkan. Semakin besar diameter lubang berarti luas penampang lubang yang harus ditembus semakin besar sehingga faktor gesekan juga semakin semakin besar. Hal ini akan sangat mempengaruhi kinerja mesin bor dalam arti kecepatan pemboran akan menjadi lambat. 2) Burden (B) Burden adalah jarak antara lubang dengan free face dan atau jarak lubang antara row dengan row. Jarak burden yang baik adalah jarak dimana energi ledakan bisa menekan batuan secara maksimal sehingga pecahnya batuan sesuai dengan fragmentasi yang direncanakan dengan mengupayakan sekecil mungkin terjadinya batuan terbang, bongkah, dan retaknya batuan pada batas akhir jenjang. 3) Spasi antar lubang ledak (S) Spasi adalah jarak antara lubang tembak satu dengan lubang tembak lainnya dalam satu baris dan diukur sejajar terhadap dinding jenjang atau tegak lurus dengan burden. 4) Kedalaman lubang ledak (H) Kedalaman disini dimaksudkan sebagai jarak dari permukaan lubang sampai ke dasar lubang bor. Kedalaman lubang ledak biasanya disesuaikan dengan tingkat produksi (kapasitas alat muat) dan pertimbangan geoteknik. Semakin dalam lubang bor maka akan membuat gesekan antara drilling string dengan dinding lubang semakin besar. Di samping itu kehilangan energi juga akan semakin besar akibat semakin panjangnya drilling string. Hal ini akan dapat menurunkan kinerja mesin bor. 5) Kemiringan

Pada kegiatan pemboran ada dua macam arah lubang ledak yaitu arah tegak lurus dan arah miring, arah lubang ledak berpengaruh terhadap aktifitas pemboran. Bila suatu jenjang di bor dengan arah lubang ledak tegak lurus, maka pada ketinggian jenjang yang sama dengan arah lubang ledak miring, mempunyai kedalaman lubang ledak lebih kecil, sehingga waktu yang digunakan untuk melakukan pemboran menjadi lebih singkat. Hal ini akan berpengaruh terhadap waktu edar mesin bor maka waktu total untuk membuat satu lubang ledak akan semakin cepat. Sebaliknya bila suatu jenjang di bor dengan arah lubang ledak miring, maka pada ketinggian yang sama dengan arah lubang ledak tegak lurus akan mempunyai kedalaman lubang ledak yang lebih besar, sehingga waktu yang digunakan untuk melakukan pemboran menjadi lebih besar. Selain itu pada pembuatan lubang ledak miring, sebelum dilakukan pemboran diperlukan waktu untuk menentukan besarnya kemiringan batang bor agar sesuai dengan kemiringan lubang ledak yang telah direncanakan, sehingga waktu pemboran pun menjadi lebih besar. c. Keterampilan Operator Keterampilan operator dapat diperoleh dari latihan dan pengalaman kerja, dan ini sering agak sulit untuk dinilai secara kuantitatif kecuali hanya berdasarkan catatan historis dari kinerja dan attitude tiap operator. Masalah kedisiplinan sering dijadikan alasan oleh para pihak manajemen dalam menilai karyawannya, tetapi hal ini tidak dapat dijadikan alasan utama karena persoalannya akan sering terkait dengan kondisi kerja secara keseluruhan. 3.3. Peledakan 3.3.1. Pola Peledakan Pola peledakan merupakan urutan waktu peledakan antara lubang – lubang bor dalam satu baris dengan lubang bor pada baris berikutnya ataupun antara lubang bor yang satu dengan lubang bor yang lainnya. Pola peledakan ini ditentukan berdasarkan urutan waktu peledakan serta arah runtuhan material yang diharapkan. Berdasarkan arah runtuhan batuan, pola peledakan diklasifikasikan sebagai berikut: a. Box Cut, yaitu pola ini arah lemparan seluruhnya ke tengah area peledakan, biasa digunakan apabila kesulitan atau tidak ada free face lain selain di atas. b. Echelon, yaitu pola peledakan yang arah runtuhan batuannya ke salah satu

sudut dari bidang bebasnya. c. “V” cut, yaitu pola peledakan yang arah runtuhan batuannya kedepan dan membentuk huruf V. d. Flat Face, yaitu pola peledakan dengan waktu tunda yang sama untuk tiap deret lubang ledak (row by row). Beberapa contoh pola peledakan berdasarkan sistem inisiasi dapat dilihat pada gambar berikut:

Gambar 3.4 Pola Peledakan Box Cut

Gambar 3.5 Pola Peledakan Echelon

Gambar 3.6 Pola Peledakan V-Cut

Gambar 3.7 Pola Peledakan Flat Face Secara umum pola peledakan menunjukan urutan ledakan dari sejumlah lubang ledak. Adanya urutan peledakan berarti terdapat jeda waktu ledakan diantara lubang-lubang ledak yang disebut dengan waktu tunda atau delay time. Beberapa keuntungan yang diperoleh dengan menerapkan waktu tunda (delay time) pada sistem peledakan antara lain adalah: a. Mengurangi getaran b. Mengurangi overbreak dan batu terbang (fly rock) c. Mengurangi suara (air blast) d. Dapat mengarahkan lemparan fragmentasi batuan e. Dapat memperbaiki ukuran fragmentasi batuan hasil peledakan

3.3.2. Geometri Peledakan Menurut R.L Ash (1967) a. Burden (B) Burden adalah jarak tegak lurus antara lubang ledak dengan bidang bebas yang panjangnya tergantung pada karateistik batuan. 1

Dstd 3 Af1 = ( ) D

............................................................................................. (3.1)

1

3 SG. Ve2 Af2 = ( ) SGstd . Ve2 std

................................................................................. (3.2)

K b koreksi = K b × Af1 × Af2

B=

K b koreksi × 𝐷𝑒 39,30

.......................................................................... (3.3)

........................................................................... (3.4)

Keterangan: Af1

= adjusment factor batuan yang diledakkan

Af2

= adjusment factor bahan peledak yang dipakai

D

= bobot isi batuan yang diledakkan

Dstd

= bobot isi batuan standar (160 lb/cuft)

SG

= berat jenis bahan peledak (gr/cc)

SGstd

= berat jenis bahan peledak (1,20)

Ve

= VOD bahan peledak yang dipakai

Vestd

= VOD bahan peledak yang dipakai (12000 fps)

Kb

= burden ratio (30)

b. Spacing (S) Spacing adalah jarak antar lubang ledak dirangkai dalam satu baris dan diukur terhadap bidang bebas S = Ks × B

.............................................................................. (3.5)

Dimana: Ks = Spacing ratio (1,00-2,00) Ukuran spacing dipengaruhi oleh: 1) Cara peledakan yang digunakan (serentak ataupun beruntun) 2) Fragmentasi yang diiginkan 3) Delay interval Berdasarkan cara urutan peledakannya, penentuan spacing sebagai berikut: 1) Peledakan serentak, S=2B 2) Peledakan beruntun dengan delay interval (second delay), S = B 3) Peledakan dengan millisecond delay, S antara 1B hingga 2B 4) Jika terdapat kekar yang tidak saling tegak lurus, S antara 1,2B hingga 1,8B 5) Peledakan dengan pola equateria dan beruntun tiap lubang ledak dalam baris yang sama, S = 1,15B c. Stemming (T) Stemming adalah lubang ledak bagian atas yang tidak diisi bahan peledak, tetapi biasanya diisi oleh abu hasil pemboran atau material berukuran kerikil dan dipadatkan di atas bahan peledak. Untuk menghitung panjang stemming perlu ditentukan stemming ratio (Kt), yaitu perbandingan panjang stemming dengan burden. T = K𝑡 × B

......................................................................... (3.6)

Keterangan : Kt = stemming ratio (0,75 - 1,00) d. Kedalaman Lubang Ledak (L) Kedalaman lubang ledak adalah tidak boleh lebih kecil dari ukuran burden untuk menghindari terjadinya overbreaks dan cratering. Kedalaman lubang ledak biasanya disesuaikan dengan tingkat produksi (kapasitas alat muat) dan pertimbangan geoteknik.

......................................................................... (3.7)

L = Kl × B Keterangan :

Kl = kedalaman lubang ledak (1,50 - 4,00) e. Subdrilling (J) Subdrilling adalah lubang ledak yang dibor sampai melebihi batas lantai jenjang bagian bawah. Maksudnya supaya batuan dapat meledak secara fullface dan untuk menghindari kemungkinan adanya tonjolan-tonjolan (toe) pada lantai jenjang bagian bawah. Tonjolan yang terjadi akan menyulitkan peledakan berikutnya dan pada waktu pemuatan dan pengangkutan. .................................................................................... (3.8)

J = Kj × B Keterangan:

Kj = subdrilling (0,20 - 0,30) f. Powder Column (PC) PC = L – T

..............................................................................(3.9)

Keterangan: PC = panjang kolom isian (meter) L

= kedalam lubang ledak (m)

g. Loading Density LD

= ¼ π D2 x handak ……………......................................(3.10)

E = PC x LD x n

…….…...................................................(3.11)

Keterangan: D

= diameter isian handak (cm)

handak = densitas handak (gr/cc) n

= jumlah lubang ledak

h. Powder Factor (PF) PF

= E/W

……………..................................................(3.12)

Keterangan : PF

= Powder Faktor (kg/bcm)

W

= berat batuan yang diledakan (bcm)

E

= berat handak yang digunakan (kg)

3.3.3. Peralatan dan Perlengkapan Peledakan Perlengkapan peledakan adalah bahan pelengkap yang habis pakai dalam sekali peledakan. Peralatan peledakan adalah alat bantu peledakan yang dapat dipakai berulang-ulang dalam kegiatan peledakan, secara umum terdiri atas alat pemicu peledakan, alat pencampur dan pengisi, serta alat pendukung peledakan. a. Alat Pemicu Peledakan Alat pemicu peledakan tergantung pada jenis detonator, yaitu: 1) Lighter, untuk menyulut sumbu api pada peledakan dengan detonator biasa. 2) Blasting machine, untuk peledakan menggunakan detonator listrik. 3) Shotgun, untuk peledakan menggunakan detonator non-elektrik. b. Alat bantu peledakan listrik: 1) Blasting Ohmmeter (BOM) 2) Pengukur kebocoran arus listrik 3) Multimeter peledakan 4) Pengukur kekuatan blasting machine 5) Pelacak kilat (lightning detector) c. Alat Pendukung Peledakan Alat pendukung peledakan berkaitan dengan aspek keselamatan dan keamanan kerja serta lingkungan dalam rangka meraih target produksi, terdiri atas dari:

1) Alat pengangkut bahan peledak, adalah alat atau kendaraan yang digunakan untuk mengangkut bahan peledak dari gudang ke lokasi peledakan atau dari satu lokasi ke lokasi peledakan yang lain. 2) Alat pengamanan peledakan harus selalu dipersiapkan pada saat pelaksanaan peledakan, di antaranya radio komunikasi (HT), sirine, bendera merah atau pita pembatas area yang akan diledakkan, dan rambu-rambu di lokasi yang diperkirakan terkena dampak negatif langsung akibat peledakan. 3) Alat

pemantau

dampak

peledakan,

berfungsi

untuk

mengukur

adanya

kemungkinan dampak negatif dari getaran dan kebisingan akibat peledakan terhadap lingkungan sekitar titik peledakan. Alat pemantau peledakan antara lain pemantau getaran dan pemantau kebisingan suara 4) Alat penelitian, antara lain VOD meter untuk mengukur kecepatan reaksi detonasi bahan peledak dan video kamera untuk menganalisis suatu operasi peledakan ditinjau dari aspek pelemparan batuan, gerakan fragmentasi batuan, dan dimensi fragmentasi butiran hasil peledakan. Perlengkapan peledakan adalah bahan pelengkap yang habis pakai dalam sekali peledakan. Berikut ini adalah beberapa perlengkapan peledakan: a. Detonator Detonator adalah alat pemicu awal yang menimbulkan inisiasi dalam bentuk letupan (ledakan kecil) sebagai bentuk aksi yang memberikan efek kejut terhadap bahan peledak peka detonator atau primer. Detonator disebut dengan blasting capsule atau blasting cap. Berikut ini adalah jenis-jenis detonator berdasarkan sumber energi pemicunya: 1) Detonator biasa (plain detonator), sumber energi pemicunya berupa panas hasil pembakaran sumbu api (safety fuse). Sumbu api dinyalakan dengan penyulut api (lighter) atau dengan lead spritter. 2) Detonator listrik (electric detonator), sumber energi pemicunya berupa arus listrik. Detonator ini dinyalakan dengan blasting machine, isian detonator listrik sama dengan detonator biasa. Detonator listrik dilengkapi dengan dua kawat yang dinamakan leg wire. 3) Detonator Non-Listrik (non-electric detonator) atau bisa juga disebut nonel, sumber energi pemicunya berupa gelombang detonasi. Alat penyalaan nonel berupa

shotgun, sumbu ledak, dan dapat juga menggunakan satu detonator, baik detonator biasa maupun detonator listrik. Delay time nonel bisa dipasang di dalam lubang disebut in-hole delay, dan di permukaan disebut surface delay. b. Sumbu api Sumbu api adalah alat berupa sumbu yang fungsinya merambatkan api dengan kecepatan tetap. Perambatan api tersebut dapat menyalakan ramuan pembakar (ignition mixture) di dalam detonator biasa, sehingga dapat meledakkan isian primer dan isian dasarnya. c. Sumbu ledak Berbagai nama untuk sumbu ledak yang dikenal di lapangan antara lain detonating cord, detonating fuse, atau cordtex. Pada bagian inti sumbu ledak terdapat bahan peledak PETN, yaitu salah satu jenis bahan peledak kuat dengan kecepatan rambat sekitar 6000 – 7000 m/s. Komposisi PETN di dalam tersebut bervariasi dari 3,6 – 70 gr/m. d. Connector (Penyambung) Penyambung adalah perlengkapan yang diperlukan untuk menghubungkan kawat listrik atau sumbu peledakan antar lubang ledak. Jenis connector beserta fungsinya antara lain: 1) Igniter cord connector, berfungsi menyambung sumbu api antar lubang pada peledakan dengan detonator biasa. 2) Delay detonator, berfungsi menyambung sumbu ledak antar lubang dan sekaligus mengatur waktu tunda permukaan. 3) Connecting Wire, berfungsi menyambung leg wire antar lubang pada peledakan dengan detonator listrik. 4) Lead wire (kawat utama), berfungsi menghubungkan rangkaian peledakan listrik dengan bench box. 5) Lead in line, berfungsi menyambung nonel dengan alat pemicu ledak. e. Primer Primer adalah peledak berbentuk dodol yang sudah dirangkai dengan detonator dan diletakkan di dalam kolom lubang ledak. Cara pembuatan primer pada

prinsipnya sama untuk semua jenis detonator, yaitu menyisipkan detonator pada dodol/booster. f. Bahan Peledak Bahan peledak adalah campuran senyawa kimia yang dapat bereaksi dengan kecepatan tinggi. Gas dan panas yang dihasilkan akan menyebabkan suatu tekanan yang sangat tinggi yang dapat bersumber dari panas, gesekan, tumbukan. Bahan-bahan peledak yang dipergunakan umumnya adalah campuran dari persenyawaan-persenyawaan yang mengandung 4 (empat) elemen-elemen dasar, yaitu: C (Carbon), H (Hidrogen), N (Nitrogen), dan O (Oksigen). Secara umum peledakan akan terjadi jika terdapat 3 komponen, yaitu: oxidizer, bahan bakar, dan pemicu (penyalaan). Oxidizer berfungsi sebagai agen yang mentransfer oksigen bagi keberlangsungan reaksi pembakaran pada bahan bakar. Agen peledakan adalah campuran bahan-bahan kimia yang tidak diklasifikasikan sebagai bahan peledak, dimana campuran tersebut terdiri dari bahan bakar (fuel) dan oksida. Agen peledakan disebut juga dengan nama nitrocarbonitrate, karena kandungan utamanya nitrat sebagai oksidator yang diambil dari ammonium nitrat (NH4NO3) dan karbon sebagai bahan bakar. (Suwandi, Awang, 2009) 3.4. Fragmentasi Fragmentasi adalah istilah umum untuk menunjukkan ukuran setiap bongkah batuan hasil peledakan. Ukuran fragmentasi tergantung pada proses selanjutnya. Untuk tujuan tertentu ukuran fragmentasi yang besar atau boulder diperlukan, misalnya disusun sebagai penghalang (barrier) di tepi jalan tambang. Namun kebanyakan diinginkan ukuran fragmentasi yang kecil karena penanganan selanjutnya akan lebih mudah. Ukuran fragmentasi terbesar biasanya dibatasi oleh dimensi mangkok alat gali (excavator atau shovel) yang akan memuatnya ke dalam truck dan oleh ukuran gap bukaan crusher. 1. Metode Pengukuran Fragmentasi Empat metode pengukuran fragmentasi peledakan (Hustrulid, 1999; 38-42) adalah sebagai berikut :

a. Pengayakan (sieving) Metode ini menggunakan ayakan dengan ukuran saringan berbeda untuk mengetahui persentase lolos fragmentasi batuan hasil peledakan. b. Boulder counting (production statistic) Metode ini mengukur hasil peledakan melalui proses berikutnya, apakah terdapat kendala dalam proses tersebut, misalnya melalui pengamatan digging rate, secondary breakage dan produktivitas crusher. c. Image analysis (photographic) Metode ini menggunakan perangkat lunak (software) dalam melakukan analisis fragmentasi. Software tersebut antara lain fragsize, split engineering, gold size, power sieve, fragscan, wipfrag, dan lain-lain. d. Manual (Measurement) Dilakukan pengamatan dan pengukuran secara manual di lapangan, dalam satuan luas tertentu yang dianggap mewakili (representatif). 2. Prediksi Distribusi Fragmentasi Kuzram Model Kuzram merupakan gabungan dari persamaan Kuznetsov dan persamaan Rossin – Rammler. Persamaan Kuznetsov memberikan ukuran fragmen batuan rata-rata dan persamaan Rossin – Rammler menentukan persentase material yang tertampung di ayakan dengan ukuran tertentu. Persamaan Kuznetsov adalah sebagai berikut: 𝑉𝑜

1

115 19 )30 𝐸

Xmean = A ( 𝑄 )0.8 𝑄 6 (

............................................................ (3.13)

Keterangan Xmean

= Ukuran rata-rata fragmen batuan (cm)

A = Rock factor Vo = Volume batuan per-lubang ledak (BxSxH) (BCM)

Q = Berat bahan peledak TNT yang energinya ekuivalen dengan energi dari muatan bahan peledak dalam setiap lubang ledak (kg) E = Kekuatan dari muatan bahan peledak yang dipakai (untuk ANFO = 100; Emulsi 75) Indeks n adalah indeks keseragaman artinya jika nilai n semakin besar maka kemungkinan fragmentasi yang dihasilkan semakin seragam dengan persamaan: (𝐴−1) 𝐿 14𝐵 𝑊 )(1 − )(1 + )( ) 𝑑 𝐵 2 𝐻

n = (2,2 −

.................................................. (3.14)

Keterangan: B

= Burden (m)

D

= Diameter lubang (mm)

W

= Standar deviasi dari keakuratan pengeboran (m)

A

= Ratio spasi/burden

L

= Panjang Kolom Isian (m)

H

= Tinggi jenjang (m) Persamaan Kuznetzov juga menghitung presentase material yang tertahan

pada ayakan sebagai berikut: Xc =

𝑋 1

.................................................................................... (3.15)

(0.693)𝑛

Distribusi fragmentasi batuan hasil peledakan menggunakan persamaan Rossin-Ramler, yaitu: (𝑋)𝑛

R = 𝑒 − 𝑋𝑐 ............................................................... (3.16) Keterangan X

= Ukuran ayakan (cm)

Xc = Karakteristik ukuran (cm) n

= Indeks keseragaman

e

= 2.71

(Konya, 1990 : 135-136)

BAB IV HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Kegiatan Pemboran Lubang Ledak Dari hasil pengamatan, terdapat beberapa tahapan kegiatan pemboran sebelum dan sesudah pemboran adalah sebagai berikut: a. Penentuan Lokasi Tahapan ini merupakan kegiatan yang paling awal, untuk mengetahui lokasi yang akan dilakukan kegiatan pemboran dan peledakan. Penentuan lokasi ini berdasarkan peta peledakan perencanaan mingguan (weekly blast plan map) yang dilakukan oleh pit engineer (mine plan) yang berkoordinasi dengan surveyor untuk melakukan stake out dan pemasangan patok boundary area menggunakan alat bernama Global Positioning System (GPS) yang dilakukan setiap pagi dan sore hari. b. Persiapan Lokasi (Prepare Location) Suatu lokasi pemboran harus dipastikan bersih dan rata karena akan berpengaruh pada hasil pemboran itu sendiri. Oleh karena itu, suatu lokasi yang akan dilakukan kegiatan pemboran harus dipersiapkan salah satunya dengan cara pembersihan lokasi yang bertujuan untuk mempersiapkan lahan yang akan dilakukan kegiatan pemboran dengan meratakan atau membersihkan permukaan lahan dari material bebatuan dan juga pembuatan akses jalan sesuai dengan arahan dari pengawas untuk tahap persiapan lokasi ini. c. Pemasangan mark-up Pemasangan mark-up adalah kegiatan pembuatan titik lubang yang akan di bor. Untuk mempermudah operator melakukan kegiatan pemboran. Tanda yang akan diberikan berupa kertas bekas yang tidak terpakai lagi yang telah disesuaikan dengan geometri pada drill plan lubang ledak. d. Pelaksanaan Pemboran Peledakan Adapun langkah-langkah yang dilakukan unit bor pada saat kegiatan pemboran, antara lain:

1) Pemberian rambu untuk lokasi drilling dengan tujuan agar unit lain tidak bisa memasuki lokasi saat berlangsungnya kegiatan pemboran kecuali sudah ada izin dari operator dan Group Leader lokasi tersebut. 2) Positioning (Pengambilan posisi untuk melakukan pemboran). 3) Mengatur batang bor secara vertikal untuk melakukan pemboran. 4) Melakukan pulldown pada batang bor dan flushing (peniupan angin) pada material sampai kedalaman bor yang sesuai dengan drill plan 5) Pemberian kode pada lubang bor yang sudah dilakukan pengeboran 6) Melakukan Transporting antar lubang bor 4.2. Kegiatan Peledakan Dari hasil pengamatan, terdapat beberapa tahapan dalam proses peledakan adalah: 4.2.1. Pemasangan Tanda Area Blasting Pemasangan tanda area blasting di menandakan bahwa di area tersebut akan dilakukan rangkaian proses peledakan. Hal ini bertujuan agar kegiatan pengisian lubang ledak hingga proses tie-up berjalan dengan lancar dan aman, serta bebas dari aktivitas lain dalam kegiatan penambangan. 4.2.2. Pemeriksaan Lubang Ledak Kegiatan ini dilakukan untuk memeriksa lubang ledak guna memastikan kondisi lubang ledak tersebut apakah basah, kering atau lubang dalam keadaan baik. Pemerikasaan lubang ledak ini dilakukan dengan cara memasukkan pipa atau kayu yang panjang ke dalam lubang ledak. 4.2.3. Pembagian Aksesoris di Dekat Permukaan Lubang Setelah pemasangan rambu area blasting, maka blaster dan group leader (GL) memasuki area blasting. Setelah itu blaster akan membagikan aksesoris peledakan seperti booster, in-hole delay, surface delay di dekat permukaan lubang pada setiap lubang di area blasting 4.2.4. Priming Kegiatan pembuatan primer (priming) dilakukan pada masing-masing lubang ledak, primer dijadikan inisiasi bahan peledak utama berupa ANFO atau emulsi yang

akan diisi setelah primer dimasukkan kedalam lubang ledak. Pembuatan primer (priming) dilakukan dengan cara memasukkan electronic detonator ke dalam dinamit (booster). 4.2.5. Charging Pengisian lubang ledak dengan bahan peledak sesuai dengan kondisi lubang ledak sampai kedalaman tertentu. Pada kondisi lubang ledak yang normal atau kering, maka primer dan bahan peledak langsung dimasukkan ke dalam lubang ledak Bahan peledak yang digunakan yaitu ANFO yang biasanya digunakaan di lokasi yang kondisinya kering. Pengisian bahan peledak melalui selang atau hose ke dalam lubang ledak, atau dengan cara menampungnya terlebih dahulu di dalam ember kemudian dituangkan satu persatu kedalam lubang ledak 4.2.6. Stemming Stemming merupakan pengisian material bahan peledak pada lubang ledak agar terjadi kesetimbangan dan mengungkung gas yang ditimbulkan oleh proses ledakan agar hasil peledakan optimal dan mengontrol suara hasil peledakan (air blast) yang disebabkan oleh bahan peledak. Untuk pengisian stemming harus sesuai dengan kedalaman lubang ledak yang telah terisi bahan peledak agar energi peledakannya tidak keluar dari lubang ledak yang dapat menyebabkan batu terbang (fly rock). Material stemming berupa cutting hasil dari kegiatan drilling. 4.2.7. Tie-Up Tahap terakhir ialah penyambungan antara surface dengan in hole pada peledakan di PT Semen Indonesia menggunakan surface delay non elektrik dan elektrik yang mana elektrik digunakan untuk batuan yang tidak terlalu keras sedangkan non elektrik digunakan untuk yang lebih keras. 4.2.8. Persiapan Peledakan Setelah proses perangkaian telah selsai, maka akan dilakukan proses pengecekan ulang (final check) terhadap semua perangkaian agar menghindari terjadinya misfire

4.2.9. Evakuasi Kegiatan ini dilakukan sebelum dilakukannya peledakan, berikut prosedur peledakan yang dilakukan di PT Semen Indonesia adalah sebagai berikut: a. Evakuasi dengan jarak aman 300 meter untuk alat tanpa pelindung dan shelter serta jarak aman pada manusia 500 meter. b. Pengamanan channel radio dan menyalakan tanda peringatan (sirene) 3x panjang yang menandakan bahwa akan dilaksanakan kegiatan peledakan. c. Pengamanan lokasi oleh blocker dengan memblokir jalan-jalan yang menuju lokasi peledakan. 4.2.10. Pengecekan Hasil Peledakan Kegiatan ini dilakukan untuk mengetahui hasil dari peledakan guna untuk mengetahui semua rangkaian telah meledak sempurna atau terjadinya misfire. Apabila terjadi misfire ada beberapa tahapan untuk melakukan peledakan ulang yaitu sebagai berikut:. 4.3. Geometri Peledakan Dalam pembuatan geometri peledakan, harus disesuaikan dengan kondisi saat di lapangan, karaketeristik batuan yang diledakan dan jenis bahan peledak yang akan dipakai merupakan unsur yang sangat penting dalam membuat suatu rancangan peledakan. Tabel 4.1 Rencana Geometri Peledakan Parameter

ANFO

Burden (m)

2,25

Spasi (m)

3,5

Kedalaman (m)

6-7

SUbdrilling (m)

0,3

Panjang Kolom Isian (m) Powder Factor (kg/m3)

4,7 0,225

4.4. Geometri Menurut R. L. Ash Geometri peledakan merupakan suatu rancangan yang diterapkan pada suatu peledakan, yang meliputi burden, spacing, stemming, sub drilling, powder charge dan kedalaman lubang ledak. Kali ini akan dibahas mengenai geometri peledakan yang digunakan untuk mencapai target produksi

yang

optimal.

Geometri pemboran dan peledakan yang digunakan berdasarkan situasi dan kondisi lokasi yang akan dilakukan peledakan.. 4.5. Indikator Keberhasilan Peledakan Indikator keberhasilan peledakan yaitu sebagai berikut: 1. Fly Rock dan Air Blast Flyrock adalah batu terbang yang ditimbulkan oleh atau pada saat terjadi kegiatan peledakan. Penyebab dari flyrock yaitu jarak burden dan spasi yang kecil, banyaknya isian bahan peledak pada lubang ledak. Berdasarkan pengamatan saya di PT Semen Indonesia, flyrock yang ditimbulkan masih dalam batas aman karena jarak lemparan batu tidak melampaui batas aman manusia yaitu 500 meter dan batas aman alat 300 meter. Pada saat pengisian bahan peledak para blaster menggunakan unting-unting yang mana untuk mengukur ketinggian bahan peledak yang sudah diisi. Sehingga kemungkinan untuk terjadi flyrock bisa dihindari. Apabila over isian bahan peledak maka akan menimbulkan lemparan semakin jauh atau melampaui batas aman, getaran dan suara yang besar yang mengakibatkan bangunan yang berada di dekat area peledakan mengalami retakan meskipun ukuran fragmentasinya baik karena over bahan peledak tetapi kemungkinan akan terjadinya flyrock semakin besar. Maka dari itu apabila peledakan yang menimbulkan flyrock, peledakan dinyatakan gagal. Air blast adalah suara keras yang ditimbulkan oleh atau pada saat terjadi ledakan. Air blast merupakan gelombang tekanan yang terjadi pada atmosfer yang

terindikasi oleh suatu frekuensi tinggi, frekuensi rendah, bahkan yang tidak terdengar sama sekali. Airblast biasanya disebabkan karena over pada pengisian bahan peledak dan stemming yang kurang padat. Maka dari itu pola peledakannya yang digunakan yaitu hole by hole yang sudah diatur pada saat pembuatan blast design untuk mengurangi terjadinya ledakan dalam waktu yang bersamaan tanpa adanya delay per lubang yang mana jiak tidak diatur akan menimbulkan getaran dan suara ledakan yang besar. Maka dari itu apabila ada airblast peledakan tersebut dinyatakan gagal Maka peledakan akan berhasil jika tidak ada flyrock yang melebihi batas aman untuk alat 300 meter dan batas aman manusia 500 meter dari area peledakan. Serta tidak adanya airblast pada saat peledakan karena over pada bahan peledak dan menimbulkan getaran dan suara ledakan sangat besar. 2. Hasil Fragmentasi Fragmentasi merupakan ukuran setiap bongkah hasil peledakan. Ukuran fragmentasi akan berbeda-beda dalam setiap lubang karena apabila isian bahan peledak banyak maka akan menghasilkan ukuran material yang kecil dan arah lemparan yang jauh. Faktor dari hasil fragmentasi yaitu karakteristik dari batuan, pengaruh air tanah, struktur geologi, geometri dan pola pemboran.

More Documents from "ferry verali"