Fungsi Kaidah Kaidah Fiqh Dan Kaitannya Dengan Ushul Fiqh

  • Uploaded by: Fuad Elfas
  • 0
  • 0
  • October 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Fungsi Kaidah Kaidah Fiqh Dan Kaitannya Dengan Ushul Fiqh as PDF for free.

More details

  • Words: 2,661
  • Pages: 12
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sesuai dengan perkembangan zaman dari masa kemasa Qawaid Fiqhiyah, Qawaid Ushuliyah, fiqih dan ushul fiqh tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang lainnya. Keempat ilmu tersebut saling terkait dengan perkembangan fiqih, karena pada dasarnya yang menjadi pokok pembicaraan adalah fiqih, Qawaid fiqhiyah, ushul fiqih dan qawaid ushuliyah adalah ilmuilmu yang berbicara tentang fiqih. Dengan demikian kajian qawaid fiqhiyah, ushul fiqih dan qawaid usuliyah tersebut adalah alat untuk sampai kepada kajian hukum fiqih. Kaidah ushuliyah memuat pedoman penggalian hukum dari sumber aslinya baik Al-Quran maupun sunnah dengan menggunakan pendekatan secara kebahasaan. Sedangkan kaidah fiqhiyah merupakan petunjuk operasional dalam mengistinbathkan hukum Islam, dengan melihat kepada hikmah dan rahasia-rahasia tasyri’. Namun kedua kaidah tersebut merupakan patokan dalam mengistinbathkan suatu hukum, satu dengan yang lainnya tidak dapat dipisahkan pula. Adanya kaidah ini tentunya sangat membantu dan memudahkan terhadappemecahan permasahalan yang muncul ditengah-tengah kehidupan di zamanmodern ini, maka, hendaklah kita memahami secara baik tentang konsep disiplinilmu ini karenanya merupakan asas dalam pembentukan hukum Islam. Masih jarang diantara kaum muslim yang memahami secara baik tentang ped oman

penyelesaian hukum Islam. Menjadi suatu kewajiban sebagai seorang

muslimuntuk memahami dan meyikapi persoalan hukum dalam Islam karena proseskehidupan tidak terlepas dari kegiatan hukum yang berkaitan dengan af’almukallaf, apalagi untuk memenuhi kebutuhan hidup dizaman moderen ini, kitadituntut oleh keadaan untuk menjawab hukum-hukum islam yang terjadiditengan-tengah masyarakat lokal maupu non lokal.

1

B. Rumusan Masalah 1. Apa definisi dari Qawaid Fiqhiyyah ? 2. Bagaimana tujuan mempelajari Qawaid Fiqhiyyah? 3. Bagaimana hubungan Qawaid Fiqhiyyah dengan ushul fiqh dan fiqh ? 4. Bagamana perbedaan Qawaid Fiqhiyyah dan qawaid ushuliyyah ?

C. Tujuan 1. Untuk Mengetahui definisi dari Qawaid Fiqhiyyah 2. Untuk Mengetahui Bagaimana tujuan mempelajari Qawaid Fiqhiyyah 3. Untuk Mengetahui Bagaimana hubungan Qawaid Fiqhiyyah dengan ushul fiqh dan fiqh 4. Untuk Mengetahui Bagamana perbedaan Qawaid Fiqhiyyah dan qawaid ushuliyyah

2

BAB II PEMBAHASAN A. Definisi Qawaid Fiqhiyyah Di dalam memahami fungsi Qawaid Fiqhiyyah terhadap fiqh terlebih dahulu harus mengerti apa pengertian qawaidh fiqh itu sendiri dan apa pengertian fiqh. Qawaid Fiqhiyyah diambil dari dua kata, yaitu kata qawaid dan kata fiqhiyyah. Secara bahasa Qawaid merupakan bentuk plural dari kata al-Qaidah yang mempunyai arti dasar, landasan, asas segala sesuatu dan dasar bangunan1. Makna tersebut sesuai dengan firman Allah di dalam surat Al-Baqarah ayat 127 dan surat An-Nahl ayat 26, yaitu :

‫ت‬ ِ ْ‫َو إ ِ ذ ْ ي َ ْر ف َ ُع إ ِ ب َْر ا هِ ي مُ الْ ق َ َو ا ِع د َ ِم َن الْ ب َ ي‬ َ ْ‫ك أ َن‬ َ َّ ‫ت َو إ ِ سْْْْْْْْ َ ِع ي ُل َر ب َّ ن َ ت َق َ ب َّ ْل ِم ن َّ إ ِ ن‬ )127 : ‫ال س َّ ِ ي ُع الْ ع َ لِ ي مُ ( البقراة‬ Artinya : “Dan (ingatlah), ketika Ibrahim meninggikan (membina) dasar-dasar Baitullah bersama Ismail (seraya berdoa): "Ya Tuhan kami terimalah daripada kami (amalan kami), sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui"”(Q.S Al-Baqarah : 127).

ُ ْ‫ق َ د ْ َم كَ َر ال َّ ِذ ي َن ِم ْن ق َ بْ لِ ِه ْم ف َ أ َت َى َّللاَّ ُ ب ُ نْ ي َ ن َ هُ ْم ِم َن الْ ق َ َو ا ِع ِد ف َ َخ َّر عَ ل َ يْ ِه مُ السْْْْْْ َّ ق‬ ُ ْ‫ب ِم ْن َح ي‬ ْ َ ‫ث ََل ي‬ ) 26 : ‫ش ع ُ ُر و َن ( النحل‬ ُ ‫ِم ْن ف َ ْو ق ِ ِه ْم َو أ َت َ ه ُ مُ الْ ع َ ذ َ ا‬ Artinya : “Sesungguhnya orang-orang yang sebelum mereka telah mengadakan makar, maka Allah menghancurkan rumah-rumah mereka dari fondasinya, lalu atap (rumah itu) jatuh menimpa mereka dari atas, dan datanglah azab itu kepada mereka dari tempat yang tidak mereka sadari” (An-Nahl : 26). Kemuadian Kata fiqhiyyah berasal dari kata al-Fiqh dengan menambah ya’ nisbah dibelakangnya yang berfungsi sebagai penyandaran. Secara bahasa Fiqh

1

Muhammad Shodiqi al-Ghazzy, Mausu’ah al-Qawaid al-Fiqhiyyah, beirut lebanon: Muassah alRisalah, 2003, hal 19

3

berarti pengetahuan, pemahaman, atau memahami maksud pembicaraan dan perkataannya. Sedangkan secara istilah Fiqh adalah mengetahui hukum-hukum yang bersifat praktis yang diperoleh dari dalil tafshilnya. Dari definisi di atas maka Qawaid Fiqhiyyah adalah dasar-dasar, landasan, asas-asas bagi fiqh. Dengan artian Qawaid Fiqhiyyah adalah aturan-aturan yang sudah pasti atau patokan-patokan dari pada fiqh. Di dalam mendefinisikan Qawaid Fiqhiyyah secara istilah ulama’ berbeda pendapat, hal ini disebabkan perbedaan perspektif diantara mereka apakah Qawaid Fiqhiyyah adalah kaidah yang bersifat universal (Kuliyyah) atau kaidah yang bersifat mayoritas (Aghlabiyyah). Bagi yang mengatakan Qawaid Fiqhiyyah adalah qaidah universal maka ia mendefinisikan Qawaid Fiqhiyyah sebagai berikut :

َ ‫إنَّ َه ُح ْكم ُك ِلى يَ ْن‬ ُ‫ف أحك ُم َه ِم ْنه‬ َ ‫ط ِب ُق ل ُج ْزئِيَّ ِت َه ِليُت َ َع َّر‬ “Sesungguhnya ia adalah suatu hukum yang bersifat universal yang dapat diterapkan kepada seluruh bagiannya agar dapat diidentifikasikan hukumhukum bagian tersebut darinya”. Ali Ahmad al-Nadwi mengemukakan tiga alasan berhubungan dengan bersifat universalnya kaidah fiqhiyyah: 1) Pengecualian yang ada dalam beberapa qaidah, seperti al-qawaid al-khams (lima qaidahdasar) sangat sedikit sekali, sehingga kurang tepat apabila dalam pendefinisiannya dimasukkan sifat mayoritas. 2) Pernyataan sebagian ulama Malikiyah bahwa sebagian besar qaidah bersifat mayoritas mengindikasikan bahwa ada beberapa qaidah bersifat universal. 3) Universal di sini adalah kullyyah nisbiyyah (universal/relatif), bukan kullyyah syumuliyyah (universal mutlak), karena ada pengecualian dalam ruang lingkupnya. Dengan demikian, menurut Ali Ahmad al-Nadwi, qaidah lebih umum dari sifat mayoritas, sebagaimana telah dinyatakan oleh Said al-Khadini (w. 1176 H.) dalam bagian penutup kitabnya yang diberi namaMajami’al-Haqaiq2.

2

Ali Ahmad al-Nadwi, Al-Qawaid al-Fiqhiyyah, Damaskus, Dar al-Qalam, 1994, hal 19-20

4

Kemudian ulama’ yang mengatakan Qawaid Fiqhiyyah bersifat mayoritas mendefinisikan sebagai berikut :

َ ‫أ َنَّ َه ُح ْكم أ َ ْكث َ ِري ََل ُك ِلي َي ْن‬ ُ‫ف أ َحْ َك ُم َه ِم ْنه‬ َ ‫ط ِب ُق‬ َ ‫علَى أ َ ْكث َ ِر ُج ْزئِ َي تِ ِه ِلت ُ ْع َر‬ “Sesungguhnya ia adalah suatu hukum yang bersifat mayoritas bukan bersifat universal yang dapat diterapkan kepada sebagian besar bagiannya agar dapat diidentifikasikan hukum-hukum bagian tersebut darinya”. Ulama’

yang

mengatakan

Qawaid

Fiqhiyyah

bersifat

mayoritas

(aghlabiyyah) berpandangan bahwa Qawaid Fiqhiyyah bukanlah kaidah universal yang mencakup terhadap semua permasalahan fiqh yang merukapakan bagian dari kaidah tersebut, melainkan ia adalah kaidah yang hanya bisa diterapkan terhadap sebagian besar dari hukum fiqh yang merupakan bagian dari kaidah tersebut. Hal ini didasarkan terhadap ada sebagian besar permasalahan fiqh yang dikecualikan dari kaidah yang sudah ada, seperti kebolehan aqad salam dan ijarah. Menurut kaidah Umum jual beli sesuatu yang barangnya belum ada saat transaksi seperti salam dan ijarah hukumnya tidak boleh. Seperti dijelaskan di atas fiqh secara bahasa adalah pengetahuan, pemahaman, atau memahami maksud pembicaraan dan perkataannya. Sedangkan secara istilah ialah:

َّ ‫ا َ ْل ِف ْقهُ ُهو ْال ِع ْل ُم بِ ْل َحْ َك ِم ال‬ ‫ص ِليَّ ِة‬ ُ ‫س‬ ِ ‫ب ِم ْن أ َ ِدلَّ ِت َه الت َّ ْف‬ َ َ ‫ش ْر ِعيَّ ِة ا ْلعَ َ ِليَّ ِة ْال ُ ْكت‬ “Fiqh adalah mengetahui hukum-hukum yang bersifat praktis yang diperoleh dari dalil tafshilnya”.

B. Tujuan Mempelajari Qawaid Fiqhiyyah Seperti bidang keilmuan yang lain, belajar Qawaid Fiqhiyyah tentu ada tujuannya. Tujuan mempelajari Qawaid Fiqhiyyah sebenarnya adalah untuk bisa memperoleh semua kegunaan dari Qawaid Fiqhiyyah itu sendiri. Imam Abu Muhammad IzzuddinIbn Abbas Salam menyatakan bahwa Kaidah Fiqhiyah mempunyai kegunaan sebagai suatu jalan untuk mendapat suatu kemaslahatan

5

dan menolak kerusakan serta bagaimana cara mensikapi kedua hal tersebut. Sedangkan Al-Qarafi dalam al Furu’nya menulis bahwa seorang fiqh tidak akan besar pengaruhnya tanpa berpegang kepada kaidah fiqhiyah, karena jika tidak berpegang pada kaidah itu maka hasil ijtihadnya banyak bertentangan dan berbeda antara furu-furu’

itu. Dengan berpegang pada Qawaid Fiqhiyyah

tentunya mudah menguasai furu’-furu’nya. Disebutkan di dalam karangan Prof. A. Djazuli, Hasbi al-Shiddieqy menyatakan bahwa nilai seorang pakar fiqh (Fuqaha’) diukur dengan dalam dan dangkalnya pakar tersebut di bidang kaidah fiqh, karena di dalam kaidah fiqh terkandung rahasia dan hikmah-hikmah fiqh.3 Lebih lanjut berbicara tentang kegunaan Qawaid Fiqhiyyah ini adalah sebagaimana disebutkan oleh Ali Ahmad al-Nadwi sebagai berikut : 1. Mempermudah dalam menguasai materi hukum karena kaidah telah dijadikan patokan yang mencakup banyak persoalan. 2. Kaidah membantu menjaga dan menguasai persoalan-persoalan yang banyak diperdebatkan, karena kaidah dapat mengelompokkan persoalan-persoalan berdasarkan illat yang dikandungnya. 3. Mendidik orang yang berbakat fiqh dalam melakukan analogi (ilhaq) dan tahkrij untuk mengetahui hukum permasalahan-permasalahan baru. 4. Mempermudah orang yang berbakat fiqh dalam mengikuti (memahami) bagian-bagian hukum dengan mengeluarkannya dari tema yang berbeda-beda serta meringkasnya dalam satu topik tertentu. 5. Meringkas persoalan-persoalan dalam satu ikatan menunjukkan bahwa hukum dibentuk untuk menegakkan maslahat yang saling berdekatan ataupun menegakkan maslahat yang lebih besar. 6. Pengetahuan tentang mempermudah cara memahami furu’ yang bermacammacam. 7. Secara sederhana, kegunaan Qawaid Fiqhiyyah adalah sebagai pengikat (ringkasan) terhadap beberapa persoalan fiqh yang mempunyai kemiripan. Menguasai suatu kaidah berarti menguasai sekian bab fiqh. Oleh Karena itu,

3

Prof. H. A. Djazuli, Kaidah-Kaidah Fikih, Jakarta: Fajar Interpratama Offset, 2007, 25-26

6

mempelajari Qawaid Fiqhiyyah dapat memudahkan orang yang berbakat fiqh dalam menguasai persoalan-persoalan yang menjadi cakupan fiqh. 8. Dengan memperhatikan Qawaid Fiqhiyyah akan lebih mudah menetapkan hukum bagi masalah-masalah yang dihadapi. 9. Dengan mempelajari Qawaid Fiqhiyyah akan lebih arif dalam menerapkan materi-materi dalam waktu dan tempat yang berbeda, untuk keadaan dan adat yang berbeda. 10. Kaidah membantu menjaga dan menguasai persoalan-persoalan yang banyak diperdebatkan.

C. Hubungan Qawaid Fiqhiyyah Dengan Ushul Fiqh Dan Fiqh Qawaid Fiqhiyah, ushul fiqh dan fiqh tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang lainnya. Semua bidang

ilmu tersebut saling terkait dengan

perkembangan fiqih, karena pada dasarnya yang menjadi pokok pembicaraan adalah fiqih. Qawaid fiqhiyah dan ushul fiqih adalah ilmu-ilmu yang berbicara tentang fiqih. Dengan demikian kajian qawaid fiqhiyah dan ushul fiqih tersebut adalah fiqih. Menurut al-Baidhawy (w.685) dari kalangan ulama syafiiyyah, ushul fiqih adalah :

‫َم ْع ِرفَة ُدَ ََل ئِ ِل ْال ِف ْق ِه اِجْ َ ًَل َو َك ْي ِفيَ ِة ا ْستِفَ دَة ِم ْن َه َو َح ِل ْال ُ ْست َ ِف ْي ِد‬ “pengetahuan

secara

global

tentang

dalil-dalil

fiqih,

metode

penggunaannya, dan keadaan (syarat-syarat) orang yang menggunakannya.” Definisi ini menekankan tiga objek kajian ushul fiqih, yaitu :

1. Dalil (sumber hukum) 2. Metode penggunaan dalil, sumber hukum, atau metode penggalian hukum dari sumbernya. 3. Syarat-syarat orang yang berkompeten dalam menggali (mengistinbath) hukum dan sumbernya.

7

Dengan demikian, ushul fiqih adalah sebuah ilmu yang mengkaji dalil atau sumber hukum dan metode penggalian (istinbath) hukum dari dalil atau sumbernya. Metode penggalian hukum dari sumbernya tersebut harus ditempuh oleh orang yang berkompeten. Hukum yang digali dari dalil/sumber hukum itulah yang kemudian dikenal dengan nama fiqih. Jadi fiqih adalah produk operasional ushul fiqih. Sebuah hukum fiqih tidak dapat dikeluarkan dari dalil/sumbernya (nash al-Qur’an dan sunah) tanpa melalui ushul fiqih. Ini sejalan dengan pengertian harfiah ushul fiqih, yaitu dasar-dasar (landasan) fiqih. Misalnya hukum wajib sholat dan zakat yang digali (istinbath) dari ayat AlQur’an surat al-Baqarah ayat 43 yang berbunyi :

َّ ُ ‫صلَة َ َو َءات‬ ....... َ ‫واالز َكوة‬ َّ ‫َوا َ ِق ْي ُ ْوا ال‬ “dan dirikanlah sholat dan tunaikanlah zakat ...” Firman Allah diatas berbentuk perintah yang menurut ilmu ushul fiqih, perintah pada asalnya menunjukan wajib selama tidak ada dalil yang merubah ketentuan tersebut ( ‫)اَلصل فى اَلمر للوجوب‬. Di samping itu Qawaid Fiqhiyyah dapat dijadikan sebagai kerangka acuan dalam mengetahui hukum perbuatan seorang mukalaf. Ini karena dalam menjalanklan hukum fiqih kadang-kadang mengalami kendala-kendala. Misalnya kewajiban shalat lima waktu yang harus dikerjakan tepat pada waktunya. Kemudian seorang mukalaf dalam menjalankan kewajibannya mendapat halangan, misalnya ia diancam dibunuh jika mengerjakan shalat tepat pada waktunya. Dalam kasus seperti ini, mukalaf tersebut boleh menunda sholat dari waktunya karena jiwanya terancam. Hukum boleh ini dapat ditetapkan lewat pendekatan qawaid fiqhiyah, yaitu dengan menggunakan qaidah “ ‫الضرار‬

‫ ”يزال‬bahaya dharurat wajid dihilangkan. Demikianlah hubungan antara qawaid fiqhiyah, fiqih dan ushul fiqih. Hukum syara’ (fiqh) adalah hukum yang diistinbath dari nash al-Qur’an dan sunnah melalui pendekatan ushul fiqih yang diantaranya menggunakan qawaid ushuliyah. Hukum syara’ (fiqh) yang telah diistinbath tersebut diikat oleh

8

Qawaid Fiqhiyyah, dengan maksud supaya lebih mudah difahami dan identifikasi.4

D. Perbedaan Qawaid Fiqhiyyah Dan Qawaid Ushuliyyah Ilmu fiqh dan ilmu ushul fiqh merupakan dua bidang ilmu yang mempunya hubungan erat satu sama lain. Sebagian orang sering megatakan bahwa dua ilmu tersebut merupakan satu kesatuan. Hal itu disebabkan keberadaan keduanya, ushul fiqh sebagai pokok atau dasar dan fiqh sebagai cabang, sama halnya dengan akar dan dahan sebuah pohon. Ahli ushul fiqh harus ahli di bidang fiqh agar bisa melakukan istinbath hukum dari dalilnya, begitupun ahli fiqh harus ahli di bidang ushul fiqh karena tidak mungkin orang bisa menjadi mujtahid kalau tidak menguasi ilmu ushul fiqh. Kendatipun keduanya mempunyai hubungan yang erat, tetap saja keduanya merupakan dua bidang ilmu yang berbeda baik dari sisi obyek pembahasan, sumber dan tujuan mempelajarinya. Obyek pembahasan ilmu ushul fiqh berupa dalil-dalil fiqh yang bersifat umum (dalil Ijmaly) dan hukum-hukum syariat5. Sedangkan obyek pembahasan ilmu fiqh berupa semua perbuatan mukallaf dan hukum syariat yang bersifat praktis. Oleh karena ilmu fiqh dan ilmu ushul fiqh berbeda maka qaidahnya juga berbeda. Jadi Qawaid Fiqhiyyah berbeda dengan qawaid ushuliyyah. Syihab al-din al-qarafi berkata di dalam salah satu kitabnya “Sesungguhnya Qawaid Fiqhiyyah bukan merupakan cabang dari ushul fiqh akan tetapi ia adalah qaidah-qaidah syariat yang dimunculnkan oleh ahli fiqh yang sama sekali tidak dituliskan di dalam kitab-kitab ushul fiqh”6. Berikut ini merupakan perbedaan Qawaid Fiqhiyyah dan qawaid ushuliyah yang disebitkan di dalam kitab mausu’ah al-qawaid al-fiqhiyyah :

4

Syarif Hidayatullah, Qawa’id Fiqhiyyah dan Penerapannya dalam Transaksi Keuangan Syari’ah Kontemporer (Mu’amalat, Maliyyah islamiyyah, mu’ashirah), h. 32-35.

5 6

Dr. Wahbah zuhaili, al-Wajiz fii Ushul al-Fiqh, Beirut Lebanon: Dar al-Fikr, Hal 14 Muhammad Shodiqi al-Ghazzy, Mausu’ah al-Qawaid al-Fiqhiyyah, beirut lebanon: Muassah alRisalah, 2003, hal 26

9

1. Qawaid ushuliyyah berkaitan dengan lafadz-lafadz dan dalil-dalil hukum sedangkan Qawaid Fiqhiyyah berkaitan dengan hukum itu sendiri. 2. Qawaid ushuliyyah dibentuk agar mujtahid bisa menertibkan metode istinbath dan istidlal sedangkan Qawaid Fiqhiyyah dibentuk untuk bisa mengikat permasalahan-permasalahan fiqh yang berbeda beda yang masih mempunyai kesamaan alasan. 3. Qawaid ushuliyyah hanya terbatas Jumlahnya sedangkan Qawaid Fiqhiyyah tidak terbatas jumlahnya yang tersebar di dalam kitab-kitab fiqh dan fatwa para ulama’, bahkan sampai saat ini Qawaid Fiqhiyyah masih tidak bisa dikumpulkan di dalam satu kitab7. 4. Qawaid bersifat umum (kuliyah) tidak ada pengecualian seperti halnya gramatika arab (Qawaid al-arabiyah) sedangkan Qawaid Fiqhiyyah bersifat mayoritas (aghlabiyyah) ada banyak pengecualian permasalahan yang hukumnya berbeda dengan kaidah yang ada.

BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Qawaid fiqhiyyah secara bahasa mempunyai arti dasar, landasan, asas dari pada hukum-hukum fiqh. Sedangkan Qawaid Fiqhiyyah secara istilah adalah kaidah yang bersifat universal (Kulliyah) atau bersifat mayoritas (Aghlabiyyah)

7

Muhammad Shodiqi al-Ghazzy, Mausu’ah al-Qawaid al-Fiqhiyyah, beirut lebanon: Muassah alRisalah, 2003, hal 27

10

yang dapat diterapkan kepada seluruh bagiannya agar dapat diidentifikasikan hukum-hukum bagian tersebut darinya. Tujuan mempelajari Qawaid Fiqhiyyah sebenarnya adalah untuk bisa memperoleh semua kegunaan dari Qawaid Fiqhiyyah itu sendiri Sedangkan AlQarafi dalam al Furu’nya menulis bahwa seorang fiqh tidak akan besar pengaruhnya tanpa berpegang kepada kaidah fiqhiyah. Qawaid Fiqhiyah, ushul fiqh dan fiqh tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang lainnya. Semua bidang

ilmu tersebut saling terkait dengan

perkembangan fiqih, karena pada dasarnya yang menjadi pokok pembicaraan adalah fiqih. Qawaid fiqhiyah dan ushul fiqih adalah ilmu-ilmu yang berbicara tentang fiqih. Dengan demikian kajian qawaid fiqhiyah dan ushul fiqih tersebut adalah fiqih. Meskipun qawaid fiqhiyyah dan qawaid ushuliyyah mempunyai hubungan yang erat antara satu dengan yang lain tetap saja keduanya mempunyai perbedaan dari segi obyek pembahasan. Obyek pembahasan ilmu ushul fiqh berupa dalil-dalil fiqh yang bersifat umum (dalil Ijmaly) dan hukum-hukum syariat. Sedangkan obyek pembahasan ilmu fiqh berupa semua perbuatan mukallaf dan hukum syariat yang bersifat praktis.

Daftar Pustaka Shodiqi, Muhammad, 2003, Mausu’ah al-Qawaid al-Fiqhiyyah, beirut lebanon: Muassah al-Risalah Djazuli, A, 2007, Kaidah-Kaidah Fikih, Jakarta: Fajar Interpratama Offset

11

Hidayatullah, Syarif, Qawa’id Fiqhiyyah dan Penerapannya dalam Transaksi Keuangan Syari’ah Kontemporer (Mu’amalat, Maliyyah islamiyyah, mu’ashirah) Zuhaili, Wahbah, 1999, al-Wajiz fii Ushul al-Fiqh, Beirut Lebanon: Dar al-Fikr al-Nadwi, Ali Ahmad, 1994, Al-Qawaid al-Fiqhiyyah, Damaskus, Dar alQalam

12

Related Documents


More Documents from ""

May 2020 13
May 2020 16
May 2020 17
Mod3.docx
December 2019 23