Fsi Dms Pekan 4.pdf

  • Uploaded by: Syiefa Renanda
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Fsi Dms Pekan 4.pdf as PDF for free.

More details

  • Words: 11,793
  • Pages: 94
RANGKUMAN BLOK DERMATOMUSKULOSKELETAL

MINGGU KE - 4

FORUM STUDI ISLAM IBNU SINA

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG TAHUN AJARAN 2018/2019

DAFTAR ISI I. Ilmu Bedah 1.1 Knee Injuries………………………………………………………..4 1.2 Osteoarthritis………………………………………………………..9 1.3 Fraktur Klavikula…………………………………………………...20 1.4 Osteoporosis……………………………………………………..…24

II. Ilmu Kedokteran Kerja 1.1 Penilaian Postur Kerja……………………………………………….27 1.2 Ergonomi……………………………………………………………35

III.Forensik 1.1 Visum Et Repertum Sebagai Keterangan Saksi dan Barang Bukti…49

IV. Psikologi 1.1 Psikologi Penyakit Kulit…………………………………………….55

V. Patologi Anatomi 1.1 Soft Tissue Patology……………………………………………...…59

VI. Mikrobiologi 1.1 Infeksi Viral Pada Otot (Myocarditis dan Pericarditis)…………..…66

VII. Farmakologi 1.1 Agen Anti HSV dan VZV………………………………………….72 1.2 Analgetik…………………………………………………………...77

2

BAB I ILMU BEDAH

3

KNEE INJURIES ANATOMI LUTUT  Terminologi o Ligament:Struktur yang menghubungkan antartulang di persendian, berperan dalam kestabilan sendi o Tendon: Menghubungkan tulang dengan otot o Bone : Organ dengan struktur yang keras dan kaku sebagai penopang tubuh o Articular Cartilage: jaringan ikat yang berfungsi sebagai struktur membentuk permukaan sendi yang halus. o Meniscal Cartilage: Kartilago yang berperan sebagai peredam kejut saat beraktivitas dengan beban  Ligamen Pada lutut terdapat 4 jenis ligamen, yaitu : o ACL: Anterior Cruciate Ligament o PCL: Posterior Cruciate Ligament o MCL: Medial Collateral Ligament o LCL: Lateral Collateral Ligament  Bone / Tulang o Merupakan struktur penopang o Merupakan tempat perlekatan otot melalui tendon dan ligamen o Bursa : Kantung berisi cairan yang melapisi tulang, untuk mengurangi pergesekan o Bursitis : Inflamasi pada bursa akibat trauma karena gesekan berlebih  Tendon o Sebagai penghubung otot dengan tulang o Bergerak pada ruang yang terbatas o Bisa menyebabkan inflamasi apabila aktivitas berlebih o Bisa dilatih, dan mudah beradaptasi pada perubahan aktivitas  Kartilago Artikular o Sebagai pelapis tulang antar sendi o Berperan dalam peredaman shock o Resisten terhadap stress pergeseran/pergesekan o Dilubrikasi oleh cairan sinovial o Artritis : Apabila terjadi inflamasi yang menyebabkan pengerasan pada permukaan kartilago sehingga akan terjadi lebih banyak pergesekan antar tulang o Injuri pada kartilago artikular bisa disebabkan akibat penggunaan kronis yang menyebabkan delaminasi kartilago (hilangnya lapisan kartilago)

4



o Untuk diagnosis dan tatalksana injuri pada kartilago sendi biasanya menggunakan knee arthroscopy o Knee arthroscopy : dilakukan dengan melakukan insisi kecil untuk memasukan kamera ke persendian lalu menghaluskan kartilago dengan “trim” dan dilakukan melalui monitor video Kartilago Meniskal o Terletak antara os femur dan os tibia o Bekerja sebagai peredam kejut pada lutut o Secara struktural berbeda dengan kartilago artikular o Injuri pada kartilago meniskal biasanya terjadi robekan yang ditandai dengan bunyi “pop” dan nyeri kuat di persendian, pembengkakan o Tatalaksana dengan istirahat dan modifikasi aktivitas, penguatan serta konsumsi glucosamine, dan operasi bisa gejala terus dirasakan atau merupakan rekuren. Operasi dilakukan dengan menghilangkan bagian yang robek o Pencegahan :  Sulit dihindari karena dipengaruhi oleh usia  Meniscus yang melemah lebih rentan robek  Aktivitas yang memperberat : perputaran sendi dan deep bending  Hati hati saat melakukan latihan dengan flexi yang dalam

Macan-macam Injury pada Lutut • Overuse injuries: Tendinitis, Bursitis • • • •

Stress yang berulang pada jaringan Semua jaringan terluka akibat penggunaan yang berlebih dan faktor usia Perbaikan jaringan dapat dilakukan dengan sendirinya pada peiode istirahat Rekurens injury pada perbaikan yang belum selesai akan menyebabkan inflamasi



Traumatic Injuries: Meniscus tears, Articular cartilage tears, Ligament tears, (Fractures)



Cumulative Injuries: Arthritis

Kelainan pada Patella  Plica syndrome o Seringkali bersumber dari bagian anterior dan median o Biasanya terjadi pada wanita, pada usia muda 5







o Berhubungan dengan trauma akut dan perubahan drastis pada intensitas latihan o Dapat diperparah dengan aktivitas dan duduk dalam waktu yang lama o Tatalaksana dengan modifikasi aktivitas, NSAID sebagai pengurang rasa nyeri, ice dan modalitas. Bila masih belum tertangani maka merupakan indikasi operasi Patellar/ Quad tendinitis o Inflamasi yang terjadi pada tendon, akibat supply darah yang minim maka perluwaktu lama dalam penyembuhannya o Disebabkan oleh latihan berlebih dan peningkatan intensitas latihan yang drastis, serta pemanasan yang kurang sebelum berlatih o Tatalaksana :  RICE : Rest, Ice, Compression, dan anti inflamasi  Massage jaringan yang dalam  Kurangi dulu inflamasi setelah itu kembali ke latihan  Low impact, tidak lompat, penguatan Quadriceps o Prevention  Pertahankan kekuatan dan fleksibilitas otot  Peningkatan aktivitas secara bertahap  Mengurangi aktivitas yang menyebabkan stress lutut  Kemungkinan konsumsi glucosamine Patellar Chondromalacia o Nyeri pada lutut bagian depan, diperparah dengan flexi dan naik tangga o Akibat pengerasan pada kartilago o Tatalaksana : Kurangi inflamamsi, tingkatkan keseimbangan otot dengan terapu dan penguatan otot, bracing, nyeri akan berkurang bila sudah menjadi lebih baik strukturnya, dan operasi o Pencegahan : dengan tingkatkan kekuatan m. Quadriceps dan keseimbangan otot, hindari latihan yang melibatkan deep bending, minimalisir naik tangga. Patellar Instability o Ekskursi patela yang berlebih melewati femur o Akut : Traumatic blow, twisting, dislocation, Lateral, 50% recurrence (younger), MPF lig key o Kronis : Multifaktor, tuberkel lateral dan peningkatan sudut quadriceps o Tatalaksana : mengurangi ekstensi, penggunaah brace, dan rehabilitasi o Komplikasi : Kerusakan kartilago artikular o Bisa menyebabkan rekurens ketidakstabilan

Injury Ligamen Lutut

6



 

Paling sering terjadi adalah robeknya ACL atau MCL yang ditandai dengan nyeri, bengkak, penurunan ROM, instabilitas, dan sulit untuk beraktivitas seperti melakukan olahraga dan gerakan memutar Disebabkan akibat pergerakan yang berlebihan Resiko dapat diturunkan dengan latihan jumping dan landing yang tepat

Injury ACL  Biasanya pada gerakan cutting dan pivoting  Setelah Injury, kapasitas untuk perbaikan terbatas  Tatalaksana : o RICE : Rest, Ice, Compression, dan Elevation o Examination o Bracing o Surgery dilakuakn bila ketidakstabilan sudah tidak terkontrol  Dilakukan dengagn metode arthroscopy surgery dengan membentuk ligamen baru dari Tendon Patella atau Tendon Hamstring  Perlu 6 bulan proses penyembuhan o Pencegahan : kurangnhya pesiapa sebelum olahraga, meningkatkan keseimbangan m. Quadriceps dan m hamstring, bila sudah terasa lelah jangan memaksakan diri, penggunaan brace tidak mencegah injury Injury PCL  Lebih jarang dibanding ACL, akibat trauma kontak (tackle)  Lebih mudah mengalami kompensasi dibanding ACL  Tatalaksana : RICE, rehab, brace, dan surgery  Surgery hanya ketidakstabilan yang persisten dann multiligamen injury Injury MCL  Stress valgus, gerakan twisting dan cutting  Most common knee lig injury  Derajat Injury o I : Interstisial Injury dan no laxity o II : Partial teaing dan mild laxity o III : compleate tear  Tatalaksana : RICE, brace, rehab Injury Kartilago Artikular  Trauma akibat robeknya permukanan kartilagi sehingga mengurangi gerakan sendi yang halus  Ditandai dengan bunyi “pop”, nyeri, bengkak, dan sakit ketika menopang beban  Tatalaksana : o Implantasi Kondrosit autolog / Autologuos Chondrocyte Implantation (ACI) 7



o Tumbuhkan kartitlago baru dan pasang pada sendi yang rusak o Larger 2 staged surgery o Grows new gliding cartilage Pencegahan o Dengan menghindari trauma o Pemanasan sebelum olahraga dan berlatih “jumping” dan “landing” o Jangan hiraukan ketidakstabilan sendi o Bisa dibantu dengan peran glukosamin dan kondroitin

OSTEOARTHRITIS

8



Osteoartritis (OA) merupakan penyakit sendi yang karakteristik dengan menipisnya rawan sendi secara progresif, disertai dengan pembentukan tulang baru pada trabekula subkondral dan terbentuknya rawan sendi dan tulang baru pada tepi sendi (osteofit).

Etiologi dan Faktor risiko 

Timbul akibat  Penuaan, trauma, atau akibat kelainan lain. Keadaan ini tidak berkaitan dengan faktor sistemik ataupun infeksi.

Umur

Penyakit Metabolik

Cedera Sendi, Pekerjaan, Olahraga

Jenis Kelamin

Kegemukan

Kelainan Pertumbuhan

Suku Bangsa

Genetik

Faktor Lain

Klasifikasi

9



Primer (idiopatik) biasanya pada wanita 30-40an tahun tanpa sebab yang jelas. Dan proses wear and tear, berhubungan dengan bertambahnya usia dan weight bearing. 




Sekunder : lebih banyak pada laki-laki, pada usia anak-anak sampai tua, berkaitan dengan cedera, fraktur, obat-obatan kortikosteroid. 


Patogenesis Tulang rawan sendi -Stage I : Gangguan atau perubahan matriks kartilago. 
 -Stage II : Respon kondrosit terhadap gangguan atau perubahan matriks. 
 -Stage III : Penurunan respon kondrosit, diperkirakan akibat kerusakan mekanis pada jaringan, dengan kerusakan kondrosit dan down regulasi respon kondrosit terhadap sitokin anabolik. 




Perubahan tulang rawan : Kehilangan proteoglikan dari matriks karena sudah kehilangan pendukungnya akan lembek, chondromalacia. - Unmasked friksi fungsi sendi pd foto terlihat sobekan-sobekan seperti rambut pd kartilago, fisura dan fibrilasi. 
 - Normal sendi putih kebiru-biruan yg licin, mulus. 


10

Patologis •

Kelainan Yang Dapat Ditemukan •

Tulang Rawan Sendi



Tulang



Membran Sinovial



Kapsul Sendi



Badan Lepas



Efusi



Nodus heberden dan Bouchard

Tempat terjadinya OA

Manifestasi Klinis

11



Nyeri sendi, G3 ROM, Kekakuan sendi, Krepitasi, Deformitas, Perubahan gaya berjalan, Pembengkakan sendi asimetris.

Diagnosis 1. Klinis - Nyeri sendi yang kronik 
 2. Pemeriksaan fisik - Krepitasi gerakan 
 3. Pemeriksaan fisik - Efusi sendi 
 4. Pemeriksaan fisik – Nyeri sendi (+) 
 5. Ro gambaran osteofit 
 6. Ro Penyempitan space kartilago 
 7. Ro Peningkatan densitas tulang subchondral 


FOTO RONTGEN Penyempitan celah sendi yang seringkali asimetris Osteofit pada pinggir sendi Peningkatan densitas (sclerosis) tulang subkondral Kista tulang

Perubahan struktur anatomi sendi Gambaran Radiologis Pada OA Menurut Kellgren & Lawrence

12

Pencitraan radiologis sinar-x osteoarthritis pada lutut

Gambaran radiologis anteroposterior lutut menunjukkan penyempitan ruang sendi, sklerosis, dan pembentukan osteofit (panah).

Gambar 1 (kiri) : Gambaran sendi tungkai normal Gambar 2 (kanan) : Adanya pembentukan osteofit dan penyempitan celah sendi pada sendi tungkai

13

OA pada jari tangan

OA pada jari kaki

Gambaran radiologis posteroanterior menunjukkan penyempitan ruang sendi interphalangeal, sklerosis subchondral, dan pembentukan osteofit (panah).

Diagnosis Banding

Tata Laksana 

Medikamentosa : asetaminofen, gel natrium diklofenak 1%, tetrasiklin



Bedah : arthrosopic debridement, joint lavage, osteotomy, artroplasti sendi total

14



Non-medikametosa : edukasi penyakit, fisioterapi & rehabilitasi, menghindari obesitas, mengurangi aktivitas yang merangsang sendi berlebihan, terapi akupuntur secara teratur untuk mengurangi nyeri.

STRENGTHENING AND STRETCHING EXERCISES

Knee •

Hip

Keseharian : program latihan dengan mengkombinasikan strengthening, flexibility dan aerobic merupakan

cara yang paling baik untuk

mengurangi rasa nyeri dan meningkatkan fungsi keseharian → OARSI (Osteoarthritis Research and Society International) merekomendasikan pd pasien OA untuk melakukan aerobic yg sering, muscle strengthening dan latihan ROM.

Prognosis

Atasi nyeri

Kasus Berat = Operasi

Umumnya Baik

15

OSTEOARTHRITIS OF HIP JOINT

Coxarthritis atau Osteoarthritis of hip joint adalah peradangan sendi yang terjadi pada sendi panggul.

A. Gejala : 

Sering pada laki-laki usia 40 tahun



Kaku sendi



Nyeri sendi panggul, gluteal dan area pangkal paha, menjalar ke tungkai (N. Obturatorius)



Nyeri saat bergerak



Fungsi berjalan terbatas

B. Pemeriksaan Fisik : 

Antalgic limping (kelainan saat berjalan menapak)



Keterbatasan melakukan ROM (rotasi internal pertama)



Terasa sakit saat melakukan pemeriksaan ROM



Tes trendelenburg positif



Diskrepansi tulang kaki panjang



Pemeriksaan laboratorium dalam batas normal.

C. Etiopathogenesis 

Usia, jenis kelamin, genetik, faktor lain.



Fungsi kondrosit :

16

1. Enzim degradatif (metalloprotease) 2. inhibitors 

Peningkatan IL-1, peningkatan enzim degradatif, inflamasi pada cairran synovialdisfungsi kartilago sendi

D. Pathogenesis Cytokins (IL-1, IL-6, TNF-α)  penghancuran sel membran fosfolipid asam arakidonatCox-1, Cox-2 IL-1 dan metalloprotease berperan dalam penghancuran kartilago Local growth factors, terutama transforming growth factor (TGF) berperan dalam pembentukan osteophytes E. Tatalaksana -

Tatalaksana gejala simptomatik

-

Tatalaksana modifikasi struktur a. Injeksi asam hyaluronic b. Glycoseamino glycans

-

Operasi

F. Pencegahan -

Latihan (melakukan aktivitas fisik) secara teratur

-

Mengatur berat badan

-

Mencegah terjadinya trauma

G. Tujuan tatalaksana a. Mengurangi rasa sakit b. Pemeliharaan fungsi sendi c. Edukasi H. Tatalaksana Non-Farmakologi 

Edukasi pasien



Penurunan berat badan ( jika overweight)



Program latihan aerobik



Terapi fisik



Latihan ROM, latihan kekuatan otot



Alat bantu untuk berjalan Patellar taping

17

Alas kaki yang nyaman dan sesuai Lateral-wedged insoles (untuk genu varum) 

Bracing



Terapi pekerjaan



Pelindung sendi dan energy conservation

I. Tatalaksana Farmakologi 1. Oral sistemik : -

Analgesik (acetaminophen)

-

NSAIDs

-

Opioid analgesik

2. Agen intraartikular -

Hyaluronan

-

Glukokortikoid (effusion)

3. Agen topikal Jangan mengompres bagian yang mengalami OA dengan es. Pada HAND OA menggunakan resting splint untuk memperbaiki bentuk tangan yang mengalami deformitas.

J. Tatalaksana simtomatik : a. Mengurangi beban sendi : -

Kontrol berat badan

-

Splinting

-

Walking sticks

b. Latihan -

Berenang 18

-

Berjalan

-

Peregangan

c. Edukasi pasien K. Indikasi untuk dilakukan operasi a. Nyeri sendi kronik Resisten terhadan pengobatan konservatif b. Aktivitas sehari-hari terganggu c. Deformitas : angular deviation, instability L. Metode invasif a. Joint lavage b. Arthroscopy c. Cartilage grefting-genetic engineering d. Operasi Osteotomy

Knee replacement

19

Fraktur clavicula  Definisi hilangnya kontuinitas tulang, tulang rawan sendi dan tulang rawan epifise yang bersifat total maupun parsial.  Fraktur klavikula dapat terjadi pada tiga tempat : o 1/3 medial o 1/3 middle o 1/3 lateral Paling sering di middle dan lateral



Mekanisme trauma o Trauma tidak langsung jatuh dengan tangan terulur atau jatuh dengan bahu sebagai tumpuan o Trauma langsung



Penanganan Fraktur Clavicula : o Operasi o Konserfatif ( dibawah usia 5 tahun tidak perlu operasi cukup dengan konservatif)

 Indikasi Operasi 1. 2. 3. 4. 5.

Fraktur terbuka. Fraktur dengan gangguan vaskularisasi Fraktur dengan “scapulothorcic dissociation” (floating shoulder) Fraktur dengan displaced glenoid neck fraktur. Fraktur dengan fragment tulang tidak baik

Fraktur o Jumlah garis patah : o Simple : garis fraktur 1 o Kominutif : garis fraktur lebih dari satu tapi garis fraktur masih saling berhubungan o Segmental : garis fraktur lebih dari satu tapi tidak saling berhubungan  Simple fraktur : o Garis fraktur berbentuk transversal

20

o Garis fraktur berbentuk obliq o Garis fraktur berbentuk spiral  Fraktur dapat dibagi menjadi 3 tempat : o 1/3 proximal o 1/3 middle o 1/3 distal Fraktur terbuka  Definisi : Terputusnya kontinuitas tulang disertai luka, yang berhubungan antara lingkungan luar dengan frakmen fraktur.  Menurut Gustillo Anderson :  Grade I : Jika luka < 1 cm,patah tulang simple dan tidak disertai kontusio otot dan jaringan lunak sekitar.  Grade II : Jika luka >1 cm,fraktur tranverse atau oblik pendek, disertai kerusakan jaringan yg tidak begitu luas.  Grade III : Kerusakan jaringan lunak yang luas disertai patah tulang yang fragmented dan kotor.  III A : Bagian tulang yang patah masih dapat ditutupi jaringan lunak.  III B : Kehilangan jaringan yang luas disertai bone exposed dan periosteal striping  Grade III C perbaikan.

:Apabila disertai kerusakan arteri yang memerlukan

o Pemeriksaan penunjang 

Radiologis



Laboratoris

 Penatalaksanaan :  Perbaiki KU  Antibiotika / ATS  Debridement luka dan imobilisasi

21

Fraktur tertutup  Hilangnya kontinuitas tulang tanpa disertai luka yang berhubungan langsung dengan lingkungan luar. o Prinsip Penanganan patah tulang 3 R : o Reposisi o Retain (Stabilisasi ) o Rehabilitasi o Indikasi konservatif : o Fraktur stabil/simple o Tanpa komplikasi neurovaskuler o Tidak fraktur multiple o Fraktur pada anak-anak o Bukan fraktur daerah sendi o Konservatif : o Reposisi, o Retain /Imobilisasi : ( Spalk & Gips ) 

Adalah salah satu cara imobilisasi / fiksasi fraktur



Tujuan :





Mereposisi



Mengurangi nyeri



Mencegah bertambahnya kerusakan jaringan



Mempermudah mobilisasi

Syarat :  Mencakup 2 sendi  Daerah tonjolan tulang harus dipasang bantalan.  Harus dimonitor vaskularisasi distal

22

Fraktur patologis fraktur akibat lemahnya struktur tulang oleh proses patologik, seperti neoplasia, osteomalasia, osteomielitis, dan penyakit lainnya. Disebut juga secondary fracture dan spontaneous fracture.  Etiologi :  Suatu fraktur yang terjadi pada tulang yang abnormal. Ini bisa : - Kongenital : misalnya osteogenesis imperfekta, displasia fibrosa. - Peradangan : misalnya osteomielitis. - Neoplastik : benigna : misalnya enkhondroma maligna: primer, misalnya osteosarkoma, mieloma  sekunder, misalnya paru-paru, payudara, tiroid, ginjal, prostat  primer, misalnya osteomalasia, osteoporosis, panyakit Paget

epifisial plate : lempeng pertumbuhan o Laki-laki :batas pertumbuhan 20 tahun o Perempuan :batas pertumbuhan 19 thn

23

Osteoporosis  Suatu keadaan tulang dimana massa atau kepadatan tulang per-unit volume berkurang Balans Negatif : - Resorpsi Meningkat - Pembentukan Normal/ Menurun o Factor resiko :  Usia  Usia meningkat :  Fungsi Osteoblast menurun  Ketebalan dinding trabekula berkurang  Genetik  Diet rendah kalsium  Aktivitas tubuh terbatas  Obat  Post menopause  Konsumsi alkohol dan tembakau  Factor nutrisi :  Anak : 900 mg /day  Dewasa : 1500 mg /day  Hamil : 1500 mg /day  Post menopause : 1500 mg /day  Wanita Menyusui : 2000 mg /day  Rata – rata 400 mg /day pengeluaran Calsium dari tulang Gambaran klinik : Back Pain Bongkok

Pemeriksaan :  X- ray  Simple Photon Absorption metry  Pasti -> Biopsi tulang panggul

24

Pencegahan dan terapi : Mengurangi faktor resiko dan Nutrisi yang baik Pencapaian kepadatan tulang ( usia 30 tahun ) Latihan

25

BAB II ILMU KEDOKTERAN KERJA

26

ILMU KEDOKTERAN OKUPASI "Penilaian Postur Kerja" dr. Diana Mayasari, MKK

DEFINISI Suatu bidang ilmu yang mempelajari antara interaksi manusia dengan elemenelemen dalam sistem sehingga akan dihasilkan berbagai metode untuk mengoptimalkan kinerja dan performa secara keseluruhan.

Ergonomi memiliki tujuan yaitu untuk meningkatkan kualitas dari kehidupan kerja (quality of working life).

PRINSIP ERGONOMI Kemampuan dari seseorang (capabilities of people) termasuk kemampuan dan keterbatasan fisik mental harus sesuai dengan permintaan (hal yang dilakukan) di lapangan kerja.

Karena hal tersebut dapat meningkatkan dari segi keamanan, kenyamanan, efisiensi dan kepuasan kerja dari orang yang bekerja.

RUANG LINGKUP (Menurut International Labour Organization) ILO

1. Physical & Physiological Aspects - Anthropometry - Muscular work - Posture at work - Biomechanics - General fatigue - Fatigue and recovery 2. Psychological Aspects - Mental workload

27

- Vigilance - Mental fatigue 3. Organizational Aspects - Work Organization ( Contoh : Jumlah jam istirahat, pemilihan jadwal pergantian waktu kerja (shift kerja), meningkatkan variasi pekerjaan. ) - Kurangnya Tidur 4. Work System Design - Workstation - Tools - Control Indicators and Panels - Information Processing and Design

Hal yang Dapat Dimengerti : Ketidakserasian ukuran tubuh dengan tempat kerja --> Mempengaruhi sikap tubuh saat bekerja --> Dapat mengakibatkan gangguan muskuloskeletal dan risiko kecelakaan kerja.

FAKTOR RISIKO KESALAHAN ERGONOMI 1. Postur Kerja Postur yang baik untuk posisi kerja berdiri : - Kepala tegak dengan lordosis leher normal - Bahu mendatar dalam bidang frontal - Perut tidak menonjol ke depan - Lengkung lumbal normal

28

Postur tubuh yang baik saat mengetik dengan komputer : - Jari harus menekuk dan berada di atas setiap tombol keyboard - Telapak tangan berada di atas keyboard dengan pergelangan tangan dalam posisi tidak menekuk. Hanya jari-jari yang harus bersentuhan dengan papan keyboard. - Telapak tangan dan pergelangan tangan jangan menyentuh keyboard atau meja

METODE PENILAIAN ERGONOMI 1. Metode ROSA (Rapid Office Strain Assessment)

- Metode ini biasanya digunakan untuk menganalisis postur kerja bagi pekerja yang menggunakan komputer sebagai alat kerjanya - Faktor risiko dari penggunaan komputer dibedakan dalam beberapa bagian yaitu kursi, monitor, telepon, mouse, keyboard. - Faktor dari setiap bagian tersebut diberi nilai yang meningkat dari mulai 1 sampai 3. - Hasil akhir dapat berupa nilai dari 1 - 10

29

Interpretasi Hasil : a) ≤5 = tidak berisiko b) > 5 = berisiko tinggi

Pada metode ini juga dipertimbangkan lamanya durasi seorang pekerja berada pada posisi tersebut : a. Jika durasi kurang dari 30 menit secara continue atay kurang dari 1 jam setiap hari. Maka bernilai (-1) b. Jika durasi antara 30 menit sampai 1 jam secara continue atau antara 1 jam sampai 4 jam setiap hari. Maka bernilai 0 c. Jika durasi lebih dari 1 jam secara continue atau lebih dari 4 jam setiap hari. Maka bernilai (+1)

2. Metode PEI (Posture Evaluation Index)

- Penilaian postur kerja dengan mengintegrasikan metode LBS, OWAS, dan

RULA yang merupakan 3 metode analisis ergonomi. - Berdasarkan metode PEI, postur kerja yang paling ergonomis

adalah

postur dengan nilai PEI paling rendah - Postur kerja yang tidak ergonomis adalah postur dengan nilai PEI tertinggi

3. Metode QEC (Quick Exposure Checklist)

- Metode analisis yang digunakan untuk menilai dan mempertimbangkan paparan risiko gangguan kesehatan yang menitikberatkan proses penganalisisan postur kerja dalam keadaan duduk serta menganalisis faktor yang memungkinkan terjadinya kejadian Musculoskeletal Disorder (MSD). - Metode QEC membagi tubuh dalam beberapa segmen, yaitu :

30

a. Punggung b. Leher c. Bahu/Lengan d. Tangan/Pergelangan Tangan - Hasil akhir dari analisis ini adalah perancangan operator kerja yang aman dan nyaman bagi pekerja untuk mengurangi atau mencegah Musculoskeletal Disorder (MSD).

4. Metode OWAS (Owako Work Posture Analysis)

- Digunakan dengan tujuan untuk menganalisis dan mengevaluasi postur

kerja seseorang agar diperoleh metode kerja yang baru.

- Digunakan untuk menilai setiap postur kerja dalam keadaan sikap berdiri, sikap duduk, sikap membungkuk, membawa beban, mendorong beban, dan

menarik beban. - Oleh karena itu, penilaian OWAS dititikberatkan pada punggung,

lengan,

kaki, dan berat beban.

Interpretasi Hasil :

5. Metode REBA (Rapid Entire Body Assessment)

- Digunakan untuk menilai postur kerja dengan penentuan sudut leher, kaki,

lengan atas, lengan bawah, pergelangan tangan, dan batang tubuh untuk mengetahui risiko terjadinya MSD.

31

- Penilaian postur kerja dengan metode REBA dipengaruhi oleh faktor coupling, beban eksternal yang ditopang oleh pekerja, dan aktivitas pekerja.

Interpretasi Hasil :

6. Metode RULA (Rapid Upper Limb Assessment)

- Untuk menganalisis dan menilai postur kerja pada bagian tubuh atas. - Sampel penelitian berasal dari dokumentasi postur kerja pada siklus kerja yang dianggap memiliki risiko bagi kesehatan pekerja.

32

PERBANDINGAN METODE

ANALISIS KELUHAN MSDs - Nordic Body Maps adalah sebuah alat berupa kuesioner yang digunakan untuk menganalisa dan mengukur rasa sakit otot para pekerja serta mengetahui letak rasa sakit ketidaknyamanan pada tubuh pekerja.

- Kuesioner ini menggunakan

tubuh

manusia

sudah dibagi

yang

dalam 27 Bagian

seperti

gambar dibawah

ini :

33

Keterangan : A = Tidak Sakit B = Cukup Sakit C = Sakit D = Sakit Sekali

Penilaian Skor : a) ≤28

= Tidak terdapat keluhan

b) 29-56

= Keluhan ringan

c) 57-84

= Keluhan sedang

d) 85-112

= Keluhan tinggi

34

ERGONOMI

ERGONOMI  Ilmu yang mempelajari ukuran-ukuran pekerjaan (dalam arti luas) Kesimpulannya : 

Ilmu yang menghubungkan ilmu-ilmu teknik dan ilmu-ilmu humaniora



Ergonomi mengupayakan adanya harmonisasi antara manusia dan mesin

Dasar Pemikiran : 

Manusia memiliki keterbatasan dalam melakukan adaptasi terhadap lingkungan fisik, beban kerja fisik dan psikologis



Tanpa penerapan konsep ergonomi di tempat kerja ternyata meningkatkan risiko terjadinya kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja.

Tujuan : 



Keselamatan dan kesehatan kerja -

Mengurangi risiko kecelakaan kerja

-

Menurunkan insidens berbagai PAK

Meningkatkan efektifitas -

Peningkatan kemudahan penggunaan sistem

-

Penurunan kesalahan

-

Peningkatan produktifitas

Ergonomist  mempelajari hubungan antara pekerja, tempat kerja dan rancangan pekerjaan Konsep Keseimbangan Ergonomi : 1. Work capacity : personal capacity, fisiological capacity, psicological capacity, biomechanical capacity 2. Task demand : material characteristics, task/work place characteristics, organizational characteristics, Environmental characteristics

35

3. Performance ditentukan oleh kapasitas kerja/kemampuan kerja dan tuntutan tugas 

Jika tuntutan tugas > kemampuan kerja => over stress, discomfort, lelah, cidera,celaka, sakit, produktivitas



Jika tuntutan tugas < kemampuan kerja => under stress, bosan, lesu, tidak produktif



Harapannya adalah antara tuntutan tugas = kemampuan tugas => performa optimal

Tujuan Penerapan Konsep : 

Reliability & kualitas o Mempertahankan kualitas produk



Kepuasan kerja & pengembangan pribadi o Meningkatkan kenyamanan o Meningkatkan keamanan o Pengurangan kesalahan dan stress o Kesempatan untuk pengembangan diri

Alasan Penerapan Ergonomi : Menambah profit (33%), Peraturan (31%), Banyak kecelakaan (29%), Moral pekerja (26%), Produktifitas (23%),Denda OSHA (20%), Tuntutan pekerja (15%)

Model Fitting Person to the Job (FPJ) Model Fitting The Job to the Person (FJP) 

Seleksi dan skrining



Ergonomi-Work design



Latihan keterampilan



Safety engineering



Safety training



Environmental control



Latihan kebugaran



Organizational change



Pendidikan kesehatan



Stress management

Pendekatan Ergonomi : 36



Aplikasi dari informasi mengenai : Kemampuan, Keterbatasan, Karakteristik, Tingkah laku, Motivasi Untuk mendesain peralatan dan prosedur kerja dengan memperhatikan lingkungan kerjanya.

Sasaran Ergonomi : 

Lingkungan fisik



Aspek fisik dan fisiologis pekerjaan: antropometri, kerja otot, beban kerja, shift kerja



Aspek psikologis: beban mental

ANTROPOMETRI Antrropometri  Mempelajari ukuran tubuh manusia secara sistematis 

Ketidak serasian antara ukuran rubuh dan tempat/alat kerja dapat menyebabkan gangguan muskuloskeletal sampai kecelakaan kerja



Secara teoritis, semua peralatan harus didesain untuk mengakomodasi semua individu yang terkecil sampai yang terbesar.

Jenis Pengukuran :

STATIS

DINAMIS

Penggunaan Data : Clearance, Reach, Posture, Strength Sikap yang Baik : 

Tidak membungkuk



Tidak jongkok 37



Tidak memutar tubuh



Tidak meraih objek yang letaknya lbih tinggi dari bahu



Tinggi tempat kerja antara tinggi pusat dan tinggi sikut



Letak objek pada lapang pandang

Kerja Otot : 1. Kerja dinamis : Pergantian antara kontraksi dan relaksasi ritmis, menyebabkan peningkatan HR dan RR 2. Kerja statis : Kontraksi otot untuk waktu yang lama, mengakibatkan Konsumsi oksigen lebih tinggi, HR meningkat 2x, perlu istirahat lebih panjang

Beban Kerja 

Massa otot beratnya hampir ½ berat badan



Setiap beban kerja yg diterima oleh pekerja harus sesuai baik terhadap kemampuan fisik, kognitif maupun keterbatasan manusia

Faktor yang memperngaruhi beban kerja : 1. Faktor internal : faktor somatis dan psikis 2. Faktor eksternal 

Tugas-2 yg bersifat fisik : beban yang diangkat/diangkut, sikap kerja, alat dan sarana kerja, kondisi/medan kerja,dll.



Tugas yg bersifat psikis : tingkat kesulitan, tanggung jawab dll.



Organisasi kerja : lamanya waktu kerja, kerja bergilir, sistem pengupahan, sistem kerja, istirahat, sistem pelimpahan tugas/wewenang



Lingkungan kerja (beban tambahan) : fisik, kimia, biologi, fisiologi dan psikososial

38

Beban kerja berdasarkan kebutuhan kalori (Kepmenaker No.51 th1999) 

Beban kerja ringan : 100-200 Kkal/jam



Beban kerja sedang :>200-350 Kkal/jam



Beban kerja berat

:>350-500 Kkal/jam

Energi Expenditure : “energi yang dikeluarkan tubuh pada saat bekerja” 

Cara penentuan : tidak langsung  mengukur penggunaan oksigen, 1 L oksigen rerata menghasilkan 4,8 kkal. Langsung menggunakan Kalorimeter



Menurut RDA EE normal pada suhu 25ºC. –

laki-2 sehat, umur 25 th , BB 55 kg



Wanita sehat, umur 25 th, BB 47 kg

39

Faktor Risiko Pekerjaan : Kerja fisik berat, Sikap statis, Membungkuk dan berputar, Mengangkat, mendorong, menarik, Kerja berulang, Getaran, Psikologis dan psikososial

Sikap tubuh itu penting karena : 

Sumber beban muskuloskeletal



Keseimbangan dan stabilitas



Dasar dari kemampuan bergerak



Sumber informasi

Sikap tubuh yang salah  gangguan musculoskeletal  waktu produksi Panjang  biaya meningkat

Mengangkat dan mendorong : Risiko yang terjadi sebanding dengan berat beban dan jarak beban dari tubuh seseorang (baik ke depan atau ke samping)

Sikap Kerja Ergonomis: 1. Menghindarkan sikap yang tidak alamiah dalam bekerja 2. Beban statis menjadi seminimal mungkin 3. Pembuatan/penentuan kriteria dan ukuran baku peralatan kerja (meja, kursi dll) 4. Dilakukan sikap berdiri dan duduk secara bergantian

40

Mengangkat dengan punggung dan kaki tertekuk : Tenaga lebih besar 2 kali dari punggung tertekuk, Lebih aman  Vertebral lumbal di posisi tengah

Sikap Duduk

41

Sikap Berdiri

Jangkauan :

42

Prinsip duduk dan berdiri



Asimetri dan Putaran : Gerak mengangkat yang asimetri dan berputar berbahaya  Meningkatkan beban tulang belakang

43



Kerja Shift ; Menyebabkan gangguan irama sirkandian, menyebabkan gangguan kesehatan dan gangguan psikologis



Beban Mental ; Tuntutan kerja yang terlalu tinggi atau terlalu rendah

Kelelahan : Keadaan tenaga kerja yang mengakibatkan penurunan vitalitas dan produktivitas kerja 

Jenis Kelelahan

Kelelahan Otot



Kelelahan Umum



Berkurangnya tekanan fisik



Kelelahan seluruh tubuh



Makin rendahnya gerakan



Kelelahan mental



Meningkatnya kesalahan dll



Kelelahan syaraf dll

Faktor Penyebab Kelelahan : Intensitas dan durasi kerja fisik dan mental, Lingkungan kerja, Irama metabolisme tubuh, Masalah Psikologis, Penyakit, Gizi



Posisi yang mengakibatkan kelelahan :  Mengangkat berulang-ulang pada posisi yang mengharuskan pekerja mendongkak  Pekerjaan dengan objek yang letaknya diatas kepala pekerja dan dalam waktu yang lama  Posisi tubuh membungkuk untuk waktu cukup lama



Pencegahan terhadap kelelahan

1. Menggunakan secara benar waktu istirahat kerja 2. Melakukan koordinasi yang baik antara pimpinan dan karyawan 3. Mengusahakan kondisi lingkungan kerja sehat, aman, nyaman dan selamat 4. Mengusahakan sarana kerja yg ergonomis 5. Memberikan kesejahteraan dan perhatian yg memadai 6. Merencanakan rekreasi bagi seluruh karyawan 44

Cummulative Trauma Disorder (CTD) 

CTD :Trauma dari keadaan yang tidak teratur yang muncul karena  Terkumpulnya kerusakan kecil akibat trauma berulang yang membentuk kerusakan cukup besar untuk menimbulkan rasa sakit



Trauma jaringan timbul karena : 1. Overexerting : Proses penggunaan berlebihan 2. Overstretching: Proses peregangan berlebih 3. Overcompression : Proses penekanan berlebih



Contoh CTD : 1. Tendinitis (tendon yang meradang & nyeri) 2. Rotator Cuff Tendinitis (satu atau lebih RCT pd bahu meradang) 3. Tenosynovitis (pembengkakan pd tendon & sarung tendon) 4. Carpal Tunnel Syndrome 5. Epicondylitis (peradangan pada tendon di siku) 6. White finger (pembuluh darah di jari rusak)

Pencegahan dan pengendalian Bahaya : 

Menghilangkan, mengurangi, atau mengontrol adanya faktor risiko 1. Pengendalian secara Teknik Teknik kontrol atau teknik adalah mekanisme yang lebih disukai untuk mengendalikan bahaya ergonomis Ini mungkin memerlukan merancang ulang stasiun kerja, metode kerja, dan alat untuk mengurangi tuntutan pekerjaan, seperti tenaga, pengulangan, dan posisi yang baik dan benar. 2. Pengendalian secara Administrasi Penggantian personil untuk pekerjaan dengan persyaratan fisik yang berbeda. - Membuat jadwal kerja / jadwal istirahat istirahat. - Pelatihan personil untuk menggunakan metode kerja yang sesuai/yang

cocok. 3. Desain Kantor Kerja

45

Kantor kerja harus mudah disesuaikan untuk mengakomodasi pekerja dalam melakukan tugas 4. Pelatihan - Pelatihan harus memungkinkan setiap orang untuk mengenali faktor risiko dan memahami prosedur yang digunakan untuk meminimalkan risiko - Pelatihan penyegaran harus disediakan setiap tahun dan pelatihan ulang harus dilakukan ketika personil ditugaskan ke pekerjaan baru dengan risiko yang berbeda, atau risiko baru ditemukan

Prinsip Penegakan Ergonomi : 

Bentuk dan ukuran alat serta fasilitas agar disesuaikan dng bentuk dan ukuran tubuh tenaga kerja



Menghindari kontraksi statis sedapat mungkin tak melebihi 15 % kekuatan maksimal



Usahakan posisi dan sikap tubuh yg alamiah waktu bekerja



Sedapat mungkin menghindari sikap berdiri diam saat bekerja



Pengaturan irama kerja agar sesuai dengan irama pemulihan

Ergonomic Control Program 1. Mencari tanda-tanda masalah musculoskeletal yang potensial di tempat kerja 2. Menunjukkan komitmen manajemen dalam menangani masalah 3. Menawarkan pelatihan untuk memperluas manajemen dan kemampuan pekerja dalam menangani masalah 4. Mengumpulkan data untuk mengidentifikasi pekerjaan atau kondisi kerja yang paling bermasalah, dengan menggunakan sumber-sumber seperti catatan kecelakaan dan sakit, catatan medis, dan analisis pekerjaan 5. Mengidentifikasi tugas-tugas yang beresiko menyebabkan cedera musculoskeletal

46

6. Menetapkan manajemen perawatan kesehatan untuk menekankan pentingnya deteksi dini dan pengobatan gangguan muskuloskeletal untuk mencegah gangguan dan kecacatan. 7. Meminimalkan faktor risiko gangguan muskuloskeletal ketika merencanakan proses dan operasi kerja baru, membangun desain yang baik di tempat kerja lebih murah daripada mendesain ulang atau memperbaiki nanti.

47

BAB III FORENSIK

48

VISUM ET REPERTUM SEBAGAI KETERANGAN SAKSI DAN BARANG BUKTI

KUHP Pasal 184 Alat bukti sah terdiri atas : 1. Keterangan saksi 2. Keterangan ahli 3. Surat 4. Petunjuk 5. Keterangan terdakwa

Lembar Negara No. 350 Tahun 1937 Memuat kata “visum” Visum et repertum termasuk pada keterangan ahli.

KUHP Pasal 90 Luka berat : tidak bisa sembuh sempurna atau yang dapat mendatangkan bahaya maut. Berupa : 

Tidak bisa melakukan pekerjaan



Tidak bisa memakai salah satu panca indera



Kudung



Lumpuh



Berubah akal > 4 minggu



Menggugurkan atau membunuh anak dari kandungan ibu

Jenis – Jenis Luka Luka Benda Tumpul trauma yang tidak diakibatkan oleh instrument atau benda dengan tepi yang tajam yang mampu memotong (cutting edge) Hal yang ditimbulkan berupa : 

Tidak ada luka



Nyeri tekan

49



Kemerahan



Bengkak



Memar



Lecet



Laserasi



Fraktur

a. Memar *Memar adalah perubahan warna pada permukaan kulit karena merembasnya darah menuju jaringan di sekitarnya akibat kerusakan pada pembuluh darah. *Makin banyak pembuluh darah yang rusak  makin parah perembasan darah  makin besar memarnya. *Memar dapat timbul setelah kematian

b. Lecet *Lecet merupakan luka superfisial yang melibatkan lapisan luar kulit tanpa penetrasi keseluruhan epidermis. *Disebabkan ketika terdapat kontak antara permukaan kasar dengan kulit *Tipe : scratches (bentuk linear), scuff abrasions (lecet yang sangat superfisial), point or gouge abrasions (lecet linear yang lebih dalam) *Kontak dengan permukaan kasar seperti jalan (seperti pada kecelakaan) membentuk gravel rash atau brush abrasions *Crush abrasions  sering diasosiasikan dengan memar intradermal. Penting karena bisa mempertahankan pola objek penyebabnya

c. Laserasi *Laserasi timbul sebagai “cuts, splits, tears” pada kulit dan hasil dari kompresi atau peregangan akibat benda tumpul pada kulit dan bisa berdarah *bentuknya : linear, melengkung, stellate

Luka Benda Tajam luka yang diakibatkan oleh benda tajam.

50

Luka ini memiliki karakteristik berupa terbagi secara sempurna, tepi luka jelas a. Luka Iris *disebabkan oleh benda dengan tepi yang tajam (cutting edge) seperti pisau, pecahan kaca. *dibedakan dari luka tusuk dari panjangnya. Luka iris lebih panjang pada perukaan kulit daripada kedalamannya. *Luka iris yang dikarenakan benda tajam yang bergerak pada permukaan kulit ketika terjadi serangan  slash wound *mengancam jiwa jika cukup dalam untuk mengenai pembuluh darah seperti pada pergelangan tangan atau leher dimana arteri penting letaknya pada jaringan yang lebih superfisial.

b. Luka Tusuk *disebabkan oleh benda tajam yang lebih dalam daripada panjang pada permukaan kulit *Benda dengan ujung dapat menimbulkan luka tusuk. Tidak harus benda dengan tepi tajam. Kadang benda tumpul seperti obeng dapat menghasilkan luka tusuk

c. Luka Bacok *disebabkan oleh benda yang secara umum berat dan tumpul secara relative namun tajam. Contoh : parang, pedang samurai, dan kapak *Luka yang ditimbulkan memiliki karakteristik campuran dari luka benda tumpul dan luka benda tajam.

Jenis Luka Lainnya a. Luka Tonjokan b. Luka Tendangan c. Luka Gigitan d. Luka Akibat Usaha Mempertahankan Diri e. Luka Yang Ditimbulkan Diri Sendiri Biasanya pada kelompok orang yang memiliki gangguan kesehatan mental.

51

f. Luka Akibat Penyiksaan

Luka Regional Cedera Kepala a. Kulit Kepala (SCALP) *memar pada kulit kepala : diasosiasikan dengan edema *cara mendeketksi cedera kulit kepala : palpasi dengan jari, pencukuran pada rambut

sekitar dilakukan untuk

evaluasi

optimal dan memudahkan

dokumentasi. *mekanismenya bisa diakibatkan oleh gaya langsung atau gaya tidak langsung

b. Fraktur Tengkorak *fraktur tengkorak mengindikasikan adanya trauma benda tumpul pada kepala  transmisi gaya ke konten intracranial  cedera yang mengancam nyawa

c. Perdarahan Intrakranial Perdarahan  kompresi otak  berlanjut  meningkatkan tekanan intracranial  aliran darah ke otak berkurang  ketiak tekanan menyamai tekanan pembuluh arteri  aliran darah ke otak berhenti

d. Perdarahan Subarachnoid Biasa terjadi ketika ada trauma langsung ke otak (depresi fraktur atau pergerakan otak melawan permukaan dalam tengkorak sebagai hasil dari trauma akselerasi atau deakselerasi.

e. Cedera Otak Terdiri atas traumatic axonal injury dan coup & contrecoup injuries

Cedera Leher

52

Cedera pada leher dapat berupa luka iris (pada luka akibat diri sendiri) atau cedera lainnya.

Cedera Tulang Belakang Whiplash injuries : diasosiasikan dengan fatalitas pada lalu lintas yang paling sering dan disebabkan oleh hiperekstensi pada leher, hiperfleksi lebih jarang menimbulkan kerusakan

Cedera Dada Trauma benda tupul dapat menyebabkan fraktur pada tulang rusuk.Fraktur pada beberapa rusuk  rasa nyeri. Ujung tajam pada tulang yang patah  melukai organ di sekitarnya.

Cedera Abdomen Luka penetrasi ke abdomen (pada luka tembakan atau tusukan benda tajam) : Bila kena aorta / vena cava inferior  perdarahan berat Peritonitis pada lambung yang rupture  bisa menyebabkan septicaemia

53

BAB IV PSIKOLOGI

PSIKOLOGI PENYAKIT KULIT KRONIS

54

 Psychodermatology adalah terapi sekaligus sudut pandang mengenai kulit dalam perspektif psikologis dan biologis  Merupakan treatmentkeperilakuan dengan melihat bagaimanaperan stres lingkungan dan emosional terhadap penyakit kulit dan bagaimana membantu untuk memoderasi respon tersebut  Terapi psikologi tidak dapat mengobati penyebab suatu penyakit kulit, tapi dapat menawarkan pengurangan. Misal gatal gatal pada penderita penyakit hati tidak ada penyebabnya namun dengan hipnosis dll dapat membantu agar penyakit lever tidak terlalu merasa terganggu karena gatal gatal  Penyakit kulit terbakar dapat dihipnosis agar sakit berkurang dan cepat menyembuh  Psychodermatology biasanya cocok pada pasien yang tidak memiliki diagnosis dermatologis, melibatkan sejarah personal, impian, kekecewaan, hubungan keluarga, drama masa kecil yang muncul dalam gangguan kulit.  HIPOCRATES: "Who has the disease is as important as the disease they have."  Pada kasus penyakit kulit kronis (seperti DA dan psoriasis), perlu peningkatan perhatian terhadap kondisi pasien mengenai kualitas hidupnya, karena seringkalli dilaporkan level psikologis dan social wellbeingnya lebih rendah.  Pengetahuan pasien dalam menerima keadaannya serta dukungan sosial yang minim merupakan prediktor utama yang menyebabkan penururnan fungsi psikologis dan fisiknya  Fungsi Fisik  Status kulit pasien. Merupakan skala yang digunakan untuk mengukur penyebaran dan keparahan kondisi kulit pada 9 are atubuh berbeda. Hasilnya dapat merefleksikan seluruh kondisi kulit  Gejala fisik seperti nyeri, gatal, dan lelah. Intensitas dan durasi gejala fisik selama 4 minggu kebelakang dinilai.  Three-items Conscious Scratching. Skala untuk mengevaluasi frekuensi serta durasi dari kebiasaan menggaruk.illness cognitions of helplessness and low acceptance as well as a lack of social support are important predictors of poor physical and psychological functioning.  Fungsi Psikologis

55

 Funsgi psikologis dinilai dengan skala ansietas dan negatif-positif mood  Question 1: How community/patients?

common

is

psychological

distress

in

your

 Stress psikologis sering sekali ditemukan pada kondisi kronis  Stage, tipe dan keparahan peyakit, usia, serta respon teman sebaya memiliki efek papda stress psikologis, ditambah lagi dengan persepsi individual dan pengalaman masa kecil yang berulang hingga memiliki arti tertentu pada suatu faktor tubuh tertentu  Question 2: What are the effects of patients/clientGroups/community?

psychological distress for your

 Ada beberapa orang yang bisa menerima kondisinya dengan penyakit kronis dan adapula yang tidak. Perbedaan ini bisa saja dipengaruhi oleh perasaan menjadi beban, dan menganggap dirinya sebagai kegagalan akibat kondisi kehidupannya  Perbedaan ini dipengaruhi oleh sosial, budaya serta keadaan ekonomi  Bisa memengaruhi kapasitas kepedulian keluarga terhadap individu yang sakit tersebut.  Question 3: How can psychological distress be diagnosed? Can psychological distress be easily recognised? How do you recognise psychological distress? How can psychological distress be diagnosed?  Penyakit kronis dan stress psikologis tidak sepenuhnya terhubung. Hubungan antara keduanya perllu dipahami oleh masyarakat sebagai sesuatu yang penting dan pencegahan yang diperlukan  Perbincangan antara tenaga kesehatan profesional dengan pasien pengidap penyakit kronis diperlukan, selain itiu perlu juga kesadaran dan keinginan dari keduanya untuk melakukan sesuatu yan bisa meringankan keadaan psikologisnya  Question 4: How can psychological distress be prevented?  Dapat dicegah dengan kampanye, bisa dengan memberikan edukasi tentang pentingnya hal ini untuk meningkatkan kesadaran publik tentang stress psikologis dan cara menanganinya.  Lebih berhubungan dengan orang lain, lebih aktif, memperhatikan sekitar, stimulasi otak dengan menambah pengetahuan dan orientasi altruisme(memperhatikan kesejahteraan orang lain tnpa memperhatikan kesejahteraan diri sendiri) bisa membantu sebagai langkah preventif 56

 Question 5: How can psychological distress be treated?  Memberikan pesan positif, seperti “berubah menuju kebaikan” dan intervensi adalah hal yang penting untuk mengembangka rasa memiliki dan menjadi individu yang lebih aktif  Kesejahteraan psikologis harus lebih diutamakan dipromosikan dibanding kesulitan psikologis

untuk

 Harus lebih berfokus pada intervvensi daripada penatalaksanaan

57

BAB V PATOLOGI ANATOMI

SOFT TISSUE PATHOLOGY

58

MESENKIM

Perkembangan Abnormal Mesenkim dapat menyebabkan tumor jinak dan tumor ganas

Soft tissue sarcoma stages (FNCLCC system)

ADIPOSIT TUMOR 

Diagnosis perhatikan : Gender, lokasi, Ukuran, Usia

59



Jinak : Lipoma



Ganas : Liposarkoma

PERKEMBANGAN SEL ADIPOSIT

Lipoma 

Adiposit dewasa



Neoplasma jaringan lunak yang paling sering terjadi pada orang dewasa



Lipoma superficial terdapat di subkutan , Lipoma profundal pada jaringan dalam



Superficial

tumor

ukurannya

maksimumnya

<5cm,

dan

tumor

profundal >5 cm 

dibatasi dengan baik dan memiliki permukaan potongan kuning muda yang berminyak, kecuali pada anak-anak yang tumornya pucat putih

Liposarcoma Type liposarcoma

60

FIBROBLASTIC TUMOR

Nodular Fascitis 

Terjadi pada semua umur predilekdi untuk remaja dewasa o

Jaringan subkutan di kepala, leher,tubuh, dan ekstremitas bagian atas



terbatas, proliferasi sel spindle infiltratif minimal memiliki permukaan potongan berserat untuk myxoid, dan sebagian besar ø<2 cm



Eksisi lokal umumnya bersifat kuratif. Kurang dari 5% kasus mungkin memiliki kekambuhan lokal.

Fibromatoses



Tidak terjadi metastasis



Fibromatosis superficial muncul di fasia superfisial termasuk entitas seperti fibromosis palmar (Dupuytren contracture) dan fibromatosis penis (penyakit Peyronie)

61



Lesi superfisial secara genetik berbeda dari sepupu mereka yang duduk dalam dan umumnya lebih tidak berbahaya (mereka dapat dikaitkan dengan trisomi 3 dan 8)



menyebabkan cacat struktur yang terlibat



Fibromatosis yang dalam meliputi apa yang disebut tumor desmoid yang muncul di dinding perut dan otot-otot tubuh serta ekstremitas, serta dinding mesenterium dan panggul.



Lesi yang terisolasi, atau multipel, sebagai komponen sindrom Gardner. Mutasi pada gen APC atau β-catenin terjadi pada sebagian besar tumor ini



Fibromatosis profunda cenderung tumbuh secara agresif lokal dan sering kambuh setelah eksisi.

Fibrosarcoma



Sebagian besar terjadi pada orang dewasa, biasanya di jaringan dalam paha, lutut, dan daerah retroperitoneal.



cenderung tumbuh lambat, dan biasanya sudah ada selama beberapa tahun pada saat diagnosis.



50% berulang secara lokal setelah eksisi dan> 25% dapat bermetastasis secara hematogen, biasanya ke paru-paru.

FIBROHISTIOCYTIC TUMOR

Benign Fibrous Histiocytomas 

Poliferasi Fibrohistiocytic dari dermis atau subkutan superficial atau keduanya



Paling sering terjadi di jaringan lunak kulit



Paling sering terjadi pada dewasa usia menengah 62



Gambaran klinis : bisa menonjol atau datar, tidak nyeri, mengeras, lesi merah hingga coklat



Eksisi komplit bersifat kuratif

Dermatofibrosarcoma Protuberans 

Tumor kulit yang berulang jarang terjadi metastasis, terjadi pada orang dewasa muda, dan bisa terjadi pada anak-anak



Insiden : jarang, terjadi pada tubuh, paha, dan ektremitas bagian proximal



Tumor maligna



Sering terjadi pada laki-laki dan orang dewasa muda



Gambaran klinis : nodular atau plak tidak terasa nyeri, pertumbuhan lambat



Prognosis dan treatment : eksisi luas adalah kuratif,

Undifferentiated Pleomorphic Sarcoma 

Neoplasma maligna



Insidensi : sulit untuk ditentukan lokasi : limbik bagian bawah, dan tubuh



Sering terjadi pada dewasa usia menengah hingga tua dominan pada lakilaki



Gambaran Klinis :luas, massa nya dalam,

SKELETAL MUSCLE TUMOR Rhabdomyoma 

Adult Rhabdomyoma : Terjadi pada usia menengah 60 tahun (rata-rata 33-80 tahun) dominan pada laki-laki dengan perbandingan 3:1



Fetal Rhabdomyoma : usia menengan 4 tahun ( rata-rata umur 3 hari – 58 tahun)



Genital Rhabdomyoma :usia 42 tahun, (30 – 48 tahun) lebih sering pada waita



Gambaran dominan : massa pada jaringan lunak dan mukosa,



Prognosis : operasi eksisi total

Rhabdomyosarcoma Embryonal Rhabdomyosarcoma 

Sarcoma pada jaringan lunak

63



3/1 juta anak dibawah umur 15 tahun



Paling sering terjadi di kepala, leher dan bagian genitourinary



Sering terjadi pada anak dibawah umur 10 tahun dengan dominasi lakilaki

Alveolar Rhabdomyosarcoma 

Sarcoma tingkat tinggi dengan alveolar dan tumbuh padar dan differensiasi rhabdomyoblastic



Sering terjadi anak-anak dan dewasa muda antara umut 2-25 tahun

Pleomorphic Rhabdomyosarcoma 

Sarcoma Pleomorphic high grade, dengan gambaran perubahan otot skeletal

yang

dapat

dilihat

dengan

microskop

electron

atau

immunohistochemistry 

Insidensi jarang terjadi predileksi pada jaringan lunak kulit bagian dalam dari ekstremitas bawah



Biasa terjadi pada laki-laki dewasa



Pertumbuhan cepat



Prognosis buruk

SMOOTH MUSCLE TUMOR Leiomyoma 

Tumor mesenkim benign dan terjadi differensiasi pada otot polos yang dapat di klasifikasikan berdasarkan lokasi,

Leiomyosarcoma 

Tumor mesenkim maligna dan terjadi differensiasi pada otot polos yang dapat dikategorikan menjadi kutaneus, pembuluh darah atau muncul di jaringan lunak profundal atau di retroperitoneum

64

BAB VI MIKROBIOLOGI

MIKROORGANISME PENYEBAB INF. MUSKULOSKELETAL

Etiology : Coxsackie virus 1. Pleurodynia

65

2. Epidemic Myalgia Etiology Clostridium perfringens 1. Gas Gangrene (dgn myonecrosis) 2. Clostridial cellulitis (tanpa myonecrosis) Etiology Staphylococcus aureus 1. Osteomyelitis 2. Septic arthritis Infeksi Virus Pada Otot : Myocarditis dan Pericarditis Etiologi 

Coxsackieviruses tipe A & B, Enterovirus



Mumps dan influenza  myoarditis dan pericarditis



Rubella : bisa nyebabin di anak-anak



Penyebaran : fecal-oral atau sekresi faring

Gejala Klinis dan Patogenesis 

Virus Faring/ usus saluran limfe  darah invasi ke jantung/ pericardiuminflamasi akut



Menimbulkan dyspnoe (sesak), nyeri di dada, dan kadang-kadang mirip infark miokard.

Diagnosis dan Terapi 

Isolasi virus  swab dari tenggorokan, fecal, cairan pericardium



Titer antibody ↑



ELISA : ada IgM



Tidak ada perawatan khusus ataupun vaksinnya

Infeksi Sendi :Reactive Arthritis, Arthralgia, and Septic Arthritis 

Lesi pada sendi sering melibatkan tulang atau sebaliknya.



Secara hematogen, direct (trauma, operasi), kebanyakan dimediasi imunologi daripada invasi mikroba.



Reactive Arthritismikroba berada di tempat yang jauh di dalam tubuh.



Arthralgia akibat rubella dan hepatitis B

66



Ankylosing Sponylitis (radang kronis pada spine dan sendi sacroiliac) dikaitkan dengan infeksi Klebsiella (bakteri gram negative)



Reactive Arthritis dan Arthralgia  akiat bakteri enteric, >> 1 sendi.



Sirkulasi bakteri di sendi pada trauma supuratif (septic) arthritis 1 sendi



Sendi sangat rentan, terutama jika sudah rusak misalnya oleh rheumatoid arthritis, atau jika prosthesis (alat buatan menyerupai bentuk bagian tubuh) telah dimasukkan.



Most : lutut, hips(pinggul), ankle (pergelangan kaki) and elbows (siku)



Gejala : demam, sakit sendi, bengkak, efusi sendi, keterbatasan gerak.



Isolasi bakteri  cairan sendi Stapylococcus aureus

Infeksi Tulang : Osteomyelitis Etiologi 

Langsung : setelah fraktur, operasi



Tidak langsung : mikroba yang bersirkulasi



Hematogen osteomyelitis : Staph. Aureus



Tetangga : campuran gram (-)/anaerob



Akut osteomyelitis : ujung tulang panjang dekat pertumbuhan epifisis

Gejala Klinis dan Terapi 

Manfes : nyeri di lesi tulang dan demam febril



Diagnosis : Kultur darah : sebelum terapi anti mikroba atau biopsi tulang dari luka terbuka. Rontgen : reaksi periosteal dan pengeroposan tulang.



Terapi : Cloxacillin : untuk Staph. Aureus penghasil penisilinase



Kronis : ada fragmen tulang nekrotik  sumber infeksi



Bedah : bersihin jar nekrotik, drainase dan pemberian antibiotik jangka panjang.

67



Dapat terjadi tuberkulosis  osteomyelitis. Tekanan abses tb di vertebraparaplegi (lumpuh)

Infeksi Endocarditis Etiologi 

Didapatkan sebagai pyrexia of unknown origin (PUO/ demam tinggi yang tidak tahu dari mana). Fatal jika tidak segera ditangani.



Melibatkan lapisan endotel dan katup jantung.



1/3 pasien didahului gangguan jantung atau katup jantung buatan.



Infeksi pada katup asli disebabkan : streptococcus viridan dari oral



1/4 -1/3 kasus akibat staphylococcus  pada iv drug abuser ↑insiden gr (-) dan fungal endocarditis.



Coagulasi negative staphylococcus : sebabin endocarditis pada tahap awal katup prostetik endocarditis dan saat operasi.

Patogenesis : 

Infeksi endogen



M.o  pembuluh darah berkembang biak pada katup jantung



Bacteremia juga bisa endocarditis.



Strepto di mulut  lewat luka (cabut gigi/gosok gigi)  Pembuluh darah ke katup yang sudah rusak.



Akut endocarditis : bacteremia of strep. Viridians, pneumococci, entercocci netap di katup normal/abnormal.



Subakut endocarditis : ppada katup abnormal (deformitas congenital, lesi rheumatic/ arterosclerotic). -Etiologi : flora normal upper respiratory atau intestinal track yang tidak sengaja masuk ke sirkulasi  Strep. viridian dan Strep. Group D (enterococus dan S. bovis). -Lesi : Progresif lambat - Penyembuhan : Inflamasi aktif : vegetasi (kumpulan fibrin, platelet, sel darah, bakteri) nempel di lembaran katup  multiplikasi narik deposit fibrin dan platelet  dilindungi system pertahanan tubuh dan vegetasi bisa tumbuh hingga beberapa cm.

68

Gejala Klinik 

Muncul gejala setelah 5 minggu.



Gejala : demam, anemia, lemah, murmur jantung, emboli, pembesaran lien, lesi ginjal



Gejala nonspesifik : menggigil, anorexia, mual, malaise, keringat malam



Manfes peripheral : splinter harmorrhages dan Osler’s nodes (lesi di tangan atau kaki).

Diagnosa 

Kultur darah : 3 sampel terpisah  dalam 24 jam dan sebelum terapi antimicrobial

Terapi 

Penicillin : untuk streptococcus.



Eritromycin kalau alergi Penicillin



Combinasi penicillin/ampicillin + aminoglycoside : enterococus



B-Lactamase, rifampicin or fucidic, vancomycin or teicoplanin : Staphylococus



Pencegahan :antibiotic profilaxis untuk orang dengangangguan jantung, operasi gigi

Rheumatic Fever 

Komplikasi tdk langsung  Strep. Pyogenes rusak otot dan katup jantung



Inf. Faring oleh B- hemolytic Strep group A  diikuti pertumbuhan antistreptococcus antibodyRespon Hiperimun –>Rheumatic fever (didahului Strep pyogen 1-4 weeks sebelumny).



Gejala : demam, malaise, polyarthritis nonsupuratif &berpindah” !, inflamasi seluruh bagian jantung (endo, myo, peri-cardium)



Ada penebalan dan deformitas katup, dan granuloma perivascular kecil di myocardium (Ashoff’s bodies) terjadi setelah 2-4 minggu sakit tenggorokan (anak) baru myocarditis / pericarditis.



PP : LED, serum transminase, ECG.

69



Bisa direaktivasi inf streptococcus.



Serangan 1 : kerusakan jantung ringan makin sering inf  makin berat.

Rheumatic Heart Disease 

Serangan berulang Strep. Pypgen dengan tipe M berbeda  kerusakan katup jantung



Kalau RF : secara umum. Kalau RHD : melibatkan katup jantung.



Serangan primer :↑ kadar antistreptolysin O (ASO) antibody.

Antipasi serangan berikutnya : profilaxis penicillin

70

BAB VII FARMAKOLOGI

Agen Untuk Terapi Infeksi Virus Herpes Simpleks dan Virus VaricellaZoster

Klasifikasi Agen Antiviral (non retroviral) 

Agen anti HSV dan VZV



Agen anti influenza

71



Agen anti viral lainnya

Agen Anti HSV dan VZV 

Acyclovir



Ganciclovir



Cidofovir



Idoxuridine



Docosanol



Penciclovir



Famciclovir



Trifluridine



Foscarnet



Valacyclovir



Fomivirsen



Vidarabine

Proses Multiplikasi Virus

Target Aksi Obat Antiviral

72

Acyclovir 73



Administrasi : PE dan PO



Distribusi : ke seluruh tubuh termasuk CSF



Metabolisme : produk inaktif



Ekskresi : ginjal (tergantung laju filtrasi ginjal)



Efek Samping : iritasi mukosa (topikal), nausea, diare, kemerahan, sakit kepala, insufisiensi ginjal, neurotoksisitas (PO), insufisiensi ginjal, sistem saraf pusat (IV)



Penggunaan Terapi : manfaat klinis lebih baik pada infeksi pertama daripada rekuren pada infeksi HSV dan VZV

*Valacyclovir  bioavaibilitas lebih baik daripada acyclovir

Cidofovir 

Administrasi :PE, Topikal



Efek Samping : nefrotoksisitas, neutropenia, asidosis metabolic, hipotonus ocular



Koadministrasi : dengan Probenecid untuk mengurangi risiko nefrotoksisitas.



Indikasi : terapi untuk infeksi CMV, analog nukleotida sitosin  hambat sintesis DNA virus

Foscarnet 

Administrasi : IV, absorbsi buruk secara PO



Distribusi : seluruh tubuh, > 10% ke matriks tulang



Ekskresi : sekresi tubular menuju urin



Efek Samping : nefrotoksisitas, anemia, nausea, demam, hypokalemia dan hipomagnesemia

*Aktivitas antiviral luas *untuk CMV retinitis pada penderita imunokompromis dan infeksi HSV dan HZV yang resisten terhadap acyclovir *Secara reversible menginhibisi polimerasi DNA dan RNA polimerasi virus  terminasi elongasi  mutasi struktur polymerase

74

75

76

ANALGETIK

Penatalaksanaan Nyeri : 1. Tentukan diagnosa nyeri dg tepat 2. Bila belum perlu, jangan memberi obat analgetik. 3. Libatkan faktor psikologis (kesabaran & kekuatan individu) untuk mengatasi nyeri. 4. Tentukan jenis obat & dosis secara individual.

Menurut jenis/ prosesnya nyeri dapat ditangani dengan cara :  Analgetik perifer → merintangi terbentuknya impuls pd reseptor nyeri.  Anestetika lokal → merintangi penyaluran impuls di saraf sensoris.  Analgetik sentral/narkotika & anestetika umum → keduanya memblokir pusat nyeri di SSP.  Antidepresiva trisiklis → untuk meredakan nyeri kanker & saraf, mekanisme kerja belum diketahui dg pasti.  Antiepileptika → menurunkan jumlah neurotransmitter di ruang sinaps pd nyeri.

Menurut derajat nyeri ;  Nyeri ringan / nyeri disertai demam → obat analgetika perifer (parasetamol, asetosal, mefenaminat, propifenazon, aminofenazon).  Nyeri sedang → analgetik perifer + opiat lemah (kodein) atau ditambah kofein. nyeri sedang + bengkak / akibat trauma (jatuh, tabrakan) → analgetik, antipiretik,

antiinflamasi (NSAIDs & aminofenazon).

 Nyeri hebat → morfin atau analgetik opiat lainnya. (lihat tangga analgetika menurut WHO).

Tingkatan Analgetik : 1. Non opiat (p.o./rektal) + co-analgetika ↓ nyeri tetap/meningkat

77

2. Non opiat (p.o./rektal) + opiat lemah + co-analgetik ↓ nyeri tetap/meningkat 3. Non opiat (p.o./rektal) + opiat kuat (p.o., s.c. kontinu, i.v., epidural / spinal) + co-analgetika : Bebas Nyeri

Penggolongan analgetik 3 kelas: 1. Non-Opioida : parasetamol, NSAID, asetosal & kodein. 2. Opioida lemah : d-propoksifen, tramadol, kodein, kombinasi parasetamol dg kodein. 3. Opioida kuat : morfin & derivatnya (heroin), dan zat sintetis opioid. 

Cara Pemberian o Parasetamol 4 dd 1 g + co-analgetik → efeknya kurang, beri no.2 o Parasetamol 4-6 dd 1 g + kodein 4-6 dd 30-60 mg + co-analgetik. o Opioid kuat : morfin (oral, s.c. kontinu, i.v., epidural/spinal)

Co-Analgetika 

Indikasi utama bukan untuk menghilangkan nyeri



Fungsi : -

memperkuat efek analgetik

-

memperbaiki alam perasaan yg sedang kacau

-

bersifat antiinflamasi

-

meningkatkan nafsu makan

-

membantu mengatasi anorexia

-

mengurangi tekanan intrakranial, kompresi epidural & susunan saraf spinal



Contoh : -

Psikofarmaka (antidepresiva trisiklik = amitriptilin; antiepileptika/ levopromazin, karbamazepin, valproat, fenitoin, pregabalin)

-

Kortikosteroid (Prednison dan dexamethasone)

Analgetik Berdasarkan Kerja Farmakologi :

78

1. Analgetika perifer (non-narkotika) o Tidak bekerja sentral (bekerja terutama pd perifer) & tidak bersifat narkotika. berkhasiat lemah (sampai sedang) o bersifat antipiretika & kebanyakan bersifat antiinflamasi & antireumatik. 2. Analgetika narkotika o bekerja sentral (hipnoanalgetika) o berkhasiat kuat o Menghalau rasa nyeri hebat (kanker).

Analgetik Perifer : 1. PARASETAMOL 

Sinonim

: P – asetamidofenol; P – asetamino – fenol;

P –

asetilaminofenol; P-hidroksi asetanilida; Asetaminofen. 

Asetaminofen adalah derivat P-aminofenol / asetanilida / anilin.



Asetaminofen → metabolit fenasetin dg efek analgetik & antipiretik yg sama dg senyawa induknya.



Sebagai analgetik-antipiretik paling aman untuk swamedikasi / pengobatan sendiri.



Indikasi : nyeri ringan – sedang (sakit kepala, gigi, perut, dysmenorroe / nyeri haid), dan demam (influenza & setelah vaksinasi).



Farmakodinamik ; - Mekanisme

efek

analgetik

:

menghambat

biosintesis

prostaglandin (PG) perifer secara lemah yg berperan sbg mediator nyeri. - Mekanisme efek antipiretik : menghambat biosintesis PG ( yg dibentuk sbg reaksi terhadap zat pirogen dari infeksi bakteri) di dalam hipotalamus (sbg pusat pengatur suhu & termoregulasi), menyebabkan vasodilatasi perifer di kulit dg bertambahnya pengeluaran kalor & keluar keringat yg banyak. - Parasetamol tidak memiliki efek anti-inflamasi yg signifikan. Hal ini terjadi karena di hipotalamus rendah kadar peroksida (yg

79

memicu terbentuknya PGE2 / PGF2 sbg mediator peradangan). Sedangkan lokasi inflamasi banyak peroksida yg dihasilkan leukosit, sehingga efek anti-inflamasi parasetamol tidak ada dan tidak digunakan untuk anti-rematik. 

Farmakokinetik : - Absorpsi

: cepat & sempurna melalui saluran cerna(p.o).

- Distribusi : secara luas, menembus plasenta, masuk ASI. - Metabolisme : di hati oleh enzim mikrosomal hati. - Parasetamol (80%) berkonjugasi dg asam glukuronat, sebagian kecil dg asam sulfat. Metabolit parasetamol dapat bersifat toksik pd keadaan overdosis. - Fenasetin → hidroksilasi → metabolitnya menyebabkan “methemoglobinemia

&

hemolisis

eritrosit”.

Antidot

methemoglobin, injeksi i.v. reduktor biru toluidin (metilen blue) atau asam askorbat. - Ekskresi : metabolit melalui ginjal. - Plasma t ½ = 1 – 4 jam. 

Efek Samping : - Reaksi hipersensitifitas & kelainan darah - Pd penggunaan kronis 3 – 4 g sehari → kerusakan hati - Dosis > 6 g → necrosis hati reversibel. - Hepatotoksis ini disebabkan oleh metabolitnya yg pd dosis normal dapat ditangkal oleh glutathion (tripeptida dg – SH). - Dosis > 10 g : persediaan glutathion habis → metabolitnya mengikatkan diri pada protein dg –SH di sel-sel hati → nekrosis hepatik irreversibel. - Dosis 20 g → fatal. - Gejala over dosis : mual, muntah, anoreksia - Penanggulangan : bilas lambung, beri zat penawar (asam amino N-asetilsistein, sisteamin, atau metionin) CITO ! - (8 – 10 jam setelah intoksikasi) - ♀ hamil &laktasi :aman menggunakan parasetamol

80



Interaksi - Pd dosis tinggi : memperkuat efek antikoagulansia, - pd dosis biasa tidak interaktif. - Memperpanjang t ½ kloramfenikol - Kombinasi dg obat AIDS (zidovudin) meningkatkan resiko neutropenia - Parasetamol vs fenotiazin (antipsikotik) → hipothermia berat.



- Parasetamol

vs

alkohol

hepatotoksik

bertambah.

(zat

hepatotoksik

lain)



efek

Kontraindikasi - Hipersensitif terhadap parasetamol & defisiensi Glukose-6-fosfat dehidrogenase. - Tidak boleh digunakan pada penderita dg gangguan fungsi hati



Peringatan &perhatian : - Pemberian harus hati-hati pada penderita dg gangguan ginjal, gangguan fungsi hati, penggunaan jangka lama pada pasien anemia, penyalahgunaan alkohol kronis. - Jangan melampaui dosis yg disarankan



Dosis dan Cara pemberian : -

Dewasa & anak > 12 th (PO) : 325 – 1000 mg tiap 4 – 6 jam sesuai kebutuhan (tidak boleh lebih dari 4 gram / hari, atau 2,6 gram/hari kronis).

-

Anak 11 – 12 tahun (PO / Rektal) :480 mg tiap 4 – 6 jam sesuai kebutuhan.

-

Anak 9 – 11 tahun (PO / Rektal) :400 mg tiap 4 – 6 jam sesuai kebutuhan.

-

Anak 6 – 9 tahun (PO / Rektal) :320 mg tiap 4 – 6 jam sesuai kebutuhan.

-

Anak 4 – 6 tahun (PO / Rektal) :240 mg tiap 4 – 6 jam sesuai kebutuhan.

-

Anak 2 – 4 tahun (PO / Rektal) :160 mg tiap 4 – 6 jam sesuai kebutuhan.

81

2. SALISILAT : ASETOSAL, SALISILAMID, BENORILATE 

Sinonim : Asetosal, Aspirin, Aspilets, Ascardia, Naspro, Saridon, Inzana, dll



Analgetik-antipiretik-antiinflamasi tertua di dunia (1899), digunakan ad kini di dunia. Penggunaan sangat luas & golongan obat bebas.



Sebagai prototipe, juga standar dalam menilai efek obat sejenis.



Asam salisilat → iritatif → hanya untuk obat luar.



Untuk sistemik → substitusi pd gugus hidroksil (-OH) → ester salisilat (ex. Asetosal).



Indikasi : - Sebagai analgetik & anti-inflamasi & obat rema (artritis reumatoid, osteoartritis). - Pengobatan nyeri ringan sampai sedang. - Penurun demam. - Profilaksis serangan iskemik transien (transient ischemic attack / TIA). - Profilaksis infark miokard.



Farmakodinamik - Mekanisme

kerja

sbg

analgetik-antipiretik-

antiinflamasi(umum) : aspirin menghambat biosintesis enzim siklooksigenase menjadi endoperoksida, shg menurunkan atau bahkan menghambat sintesis prostaglandin (PG), tromboxan A2 (TX-A2), tetapi tidak menurunkan leukotrien. - Mekanisme Efek Analgetik : aspirin menghambat PG secara perifer dan juga menekan rangsang nyeri di level sub-korteks; efektif untuk meredakan nyeri ringan – sedang ( nyeri otot, pembuluh darah, gigi, post persalinan, artritis). - Mekanisme Efek Antipiretik : Demam yg menyertai infeksi peradangan akibat 2 hal yaitu: 1). Pembentukan PG di dalam SSP sbg respon terhadap bakteri pirogen.

82

2). Efek interleukin-1 (IL-1) di hipotalamus; IL-1 dihasilkan makrofag untuk aktivasi limfosit & dilepaskan selama peradangan. o Aspirin menghambat keduanya shg dapat mengatur kembali termoregulator di hipotalamus, shg terjadi pelepasan panas secara vasodilatasi & disertai pembentukan banyak keringat. - Mekanisme Efek Antiinflamasi : akibat gagalnya produksi PGE2 / PGF2 sebagai mediator radang. - Mekanisme Efek Antitrombotis : aspirin memblokir iso-enzim syclooxygenase (COX-1) secara sementara (seumur hidupnya trombosit) shg sintesa tromboxan A-2 (TX A-2) tidak terjadi. TX A-2 bersifat trombotis

dan

vasokonstriktif. Dengan demikian aspirin menghambat agregasi trombosit

shg

banyak

digunakan

sebagai

alternatif

pd

antikoagulansia untuk obat pencegah serangan infark miokard dan TIA. 

Farmakokinetik -

Absorpsi : sempurna dari usus halus bagian atas; karena bersifat asam, absorpsi juga terjadi di lambung; mengalami FPE & hidrolisa selama absorpsi shg BA menurun.



-

Distribusi : cepat & luas, menembus plasenta & masuk ASI.

-

Metabolisme : oleh hati.

-

Ekskresi : metabolit inaktif melalui ginjal.

-

Waktu paruh : 2 – 3 jam (dosis 1 – 3 gram/hari).

Efek Samping - Iritasi mukosa lambung bahkan perdarahan GI, karena asetosal bersifat asam → dikurangi melalui kombinasi dg antasidum (MgO, AlOH3, CaCO3)/garam kalsiumnya (carbasalat, ascal). - Pd dosis besar menghilangkan efek pelindung dari prostasiklin (PGI2) terhadap mukosa lambung (sintesa PGI2 dihambat oleh blokade siklo-oxigenase), shg terjadi dispepsia, heart burn, mual, muntah, anoreksia, nyeri perut. - Anemia hemolitis.

83

- Tinitus, kehilangan pendengaran. - Pd pasien asma (meskipun dosis kecil) dapat terjadi efek serius, yaitu kejang bronchi hebat yg memicu serangan asma. - Reaksi alergi kulit bahkan anafilaksis. - Sindrom Rye pd anak-anak kecil penderita cacar air / flu / selesma → hindari pemberian aspirin, parasetamol > aman! - Ciri sindrom Rye : muntah hebat, termangu-mangu, gangguan pernafasan, konvulsi, koma. - ♀ hamil tidak dianjurkan menggunakan asetosal (dosis tinggi), terutama pd triwulan terakhir & sebelum persalinan → lama persalinan & kehamilan diperpanjang, peningkatan perdarahan. - Laktasi → asetosal masuk ASI, dapat digunakan tapi insidentil. 

Interaksi : - Aspirin meningkatkan kerja antikoagulan oral, heparin, atau zat trombolitis. - Aspirin menaikkan efek penisilin, fenitoin, metotreksat, asam valproat, antidiabetik oral, & sulfonamid. - Aspirin menurunkan efek probenesid ,sulfinpirazon, diuretik, dan antihipertensi. - Kadar salisilat serum diturunkan oleh glukokortikoid. - Antasida (alkalinisasi urin) dosis besar, menaikkan ekskresi serta menurunkan konsentrasi salisilat serum. - Asidifikasi urin (mis. Mengkonsumsi makanan yg mengasamkan urin : keju, telur, ikan, biji-bijian, daging, unggas) dapat memperbesar absorpsi & konsentrasi salisilat dalam serum. - Aspirin vs NSAIDs / alkohol, meningkatkan risiko iritasi GI. - Aspirin vs vankomisin, menaikkan risiko ototoksisitas.



KontraIndikasi - Hipersensitivitas terhadap aspirin dan derivatnya. - Dapat terjadi alergi silang dg gol.NSAIDs lainnya. - Penderita

tukak

lambung,

hemofilia,

trombositopenia,

dan

Penderita yg pernah/sering mengalami perdarahan di bawah kulit.

84

- Penderita asma & alergi. - Penderita yg mendapat terapi antikoagulan. - Gunakan hati-hati pada pasien riwayat perdarahan GI atau penyakit ulkus, penyakit hati & ginjal berat. - Satu minggu sebelum pencabutan gigi (geraham bungsu) → penggunaan asetosal dihentikan karena efek antitrombotis → meningkatkan resiko perdarahan. 

Dosis  Analgetik & antipiretik 1. Dewasa (PO, Rektal) : 325 – 1000 mg tiap 4 – 6 jam sesuai kebutuhan (tidak lebih dari 4 gram/hari). 2. Anak 2 – 11 tahun (PO, rektal) : 60 – 80 mg/kg/hari dalam 4 – 6 dosis terbagi.  Antiinflamasi 1. Dewasa (PO) : 2,6 – 6,2 gram/hari dalam dosis terbagi. 2. Anak-anak (PO) : 60 – 110 mg/kg/hari dalam dosis terbagi.  Pencegahan TIA Dewasa (PO) : 1,3 gram/hari dalam 2 – 4 dosis terbagi.  Pencegahan infark miokard Dewasa (PO) : 300 – 325 mg/hari.

3. NSAID (Non Steroid Anti Inflamation Drug’s) 

Obat analgetik-antipiretik & NSAID → kelompok obat heterogen (kimiawi).



Memiliki banyak persamaan efek terapi & ES → mekanisme kerja sama → penghambatan biosintesis prostaglandin (PG).



Aspirin : prototipe → NSAID “obat mirip aspirin” (aspirin like drugs).



Indikasi -

Sebagai analgetik, antipiretik, &antiinflamasi , untuk mengobati gejala penyakit rematik (arthritis rheumatica, artrosis, & spondylosis).

-

Meredakan peradangan akibat trauma (kecelakaan, benturan, pukulan), pasca pembedahan, memar setelah olahraga.

85

-

Efektif untuk mengatasi nyeri/kolik saluran empedu & kemih, keluhan tulang pinggang, dan nyeri haid (dysmenorroe).

-

Menghalau nyeri kanker (ibuprofen, naproksen, diklofenak adalah obat yg sering dipakai karena ES paling ringan).



Mekanisme Kerja



Ada 3 macam obat anti-inflamasi (kerja agak selektif) : 1. Menghambat COX-2 > kuat dp COX-1

(COX-2 inhibitors /

penghambat COX-2 selektif), ex. Nabumeton, meloxicam. 2. Tidak menghambat COX-1 sama sekali pd dosis biasa, tapi efek klinis iritasi mukosa lambung masih perlu dibuktikan. ex. Celecoxib, diklofenak, naproksen, ketoprofen. 3. Menghambat ke-2 enzim COX ex. Sulfasalazin 

Antagonis Leukotrien (sbg obat antiinflamasi pd rematik & asma) 1. lipooxigenase-blocker : Zileuton 2. LT-receptorblockers : montelukast, pranlukast, zafirlukast.



Kortikosteroid o Menghambat fosfolipase → pembentukan PG maupun LT dihalangi. o Efek kortikosteroid terhadap gejala rema > NSAID → ES >pd dosis tinggi & penggunaan lama.



Farmakodinamik o Inflamasi : respon lokal jaringan terhadap rangsang yg berasal dari luar.

86

o Macam-macam rangsang : 1. Rangsang fisika (panas, sinar matahari) 2. Rangsang kimia (zat kimia) 3. Rangsang mekanik (pukulan/benturan) 4. Rangsang biologik (zat yg dikeluarkan MH, ex. Bisa) o Mekanisme antiinflamasi - Selama inflamasi berlangsung dilepas mediator kimiawi secara lokal : histamin, 5-hidroksitriptamin (5 HT), faktor kemotaktik, bradikinin, LT & PG, penelitian terakhir : PAF = Platelet Activating Factor). - Terjadi migrasi sel fagosit ke daerah inflamasi, terjadi lisis membran lisozim & lepasnya enzim pemecah. - NSAID hanya bekerja terhadap penghambatan sintesa PG o Mekanisme anlgetik -

PG hanya berperan pd nyeri yg berkaitan dg kerusakan jaringan / inflamasi.

-

Hasil penelitian : PG mensensitisasi reseptor nyeri terhadap stimulasi mekanik & kimiawi.

-

PG menimbulkan keadaan hiperalgesia → mediator kimiawi (bradikinin & histamin) merangsangnya → nyeri nyata!

-

NSAID tidak mempengaruhi hiperalgesia/nyeri yg ditimbulkan oleh efek langsung PG tetapi sintesis PG yg dihambat oleh NSAID, bukannya blokade langsung terhadap PG.

o Mekanisme antipiretik -

Suhu badan diatur oleh keseimbangan antara produksi & hilangnya panas.

-

Alat pengatur suhu badan di hipotalamus.

-

Keadaan

demam,

keseimbangan

terganggu,

tapi

dapat

dikembalikan oleh obat mirip aspirin / NSAID. -

Secara patologik peningkatan suhu tubuh diawali pelepasan zat pirogen endogen (sitokinin), ex. Interleukin-1 (IL-1) → memacu pelepasan PG >>> di daerah preoptik hipotalamus.

87

-

Obat mirip aspirin / NSAID menekan efek zat pirogen endogen dg menghambat sintesa PG dan vasodilatasi serta pengeluaran banyak keringat sehingga demam turun.



Efek Samping 1. Efek Ulcerogen 

Mual, muntah, nyeri lambung, gastritis, ulcer pepticus, perdarahan lambung → disebabkan blokade sintesa PGI2 & kehilangan fungsi perlindungan terhadap lambung. Terjadi pd penggunaan sistemik & rektal.



NSAID + kortikosteroid → efek ulcerogen >>>.



Pencegahan, dg pemberian obat sbb : o misoprostol(sbg pengganti PGI2 dg efek protektif thd mukosa lambung). o Antagonis – H2 (H2 – blockers) : ranitidin, simetidin. o Pompa proton inhibitor : omeprazol, lansoprazol, pantoprazol.



Obat t½ panjang → resiko ulcerogen >>t½ pendek.



Con.

NSAID

:

-

indometasin,

azapropazon,piroxicam

(keluhan >>>). -

ketoprofen, naproksen, flurbiprofen, sulindak, diklofenak → keluhan sedang.

-

Ibuprofen → keluhan <<

2. Gangguan fungsi ginjal 

Fungsi PG di ginjal : memelihara aliran darah / perfusi & laju filtrasi glomeruler ginjal.



Jika sintesa PG dihambat oleh NSAID → perfusi & laju filtrasi glomeruli << → efek-efek : Insufisiensi, nefritis interstisial, kelainan regulasi air & elektrolit (udem, hiperkalemia).



Lansia sangat peka → nefritis irreversibel → terutama pemakaian indometasin.



Efek diuretik dikurangi oleh NSAID.

3. Agregasi trombosit

88



Efeknya dikurangi, karena penghambatan biosintesis tromboksan A2 (TXA2) → masa perdarahan diperpanjang.



Bersifat reversibel (kecuali asetosal)



Efek ini untuk terapi profilaksis trombo-emboli.

4. Reaksi kulit Ruam & urtikaria (diklofenak & sulindak). 5. Bronchokonstriksi Pd pasien asma yg hipersensitif NSAID 6. Efek Sentral Nyeri kepala, pusing, tinitus, termangu-mangu, sukar tidur, depresi, gangguan penglihatan. 7. Lain – lain Gangguan fungsi hati (diklofenak), gangguan haid (diklofenak, indometasin), -

anemia aplastis (jarang).

Wanita hamil → tidak boleh diberikan NSAID (triwulan terakhir)



menghambat

kontraksi

&

memperlambat

persalinan. -

Laktasi → NSAID menembus ASI → jangan diberikan, kecuali : ibuprofen, flurbiprofen, naproksen, diklofenak (pd dosis biasa sedikit dalam ASI).

 Interaksi - Penggunaan NSAID bersama aspirin, menurunkan efektivitasnya. - Meningkatkan efek perdarahan jika NSAID digunakan bersama antikoagulan, heparin, obat trombolitik dan asam valproat. (karena NSAID bersifat asam organik yg terikat kuat pd protein darah shg dapat menggeser ikatan obat lain dg PP tinggi maka daya kerja obat yg tergeser tsb menjadi lebih kuat). - NSAID vs aspirin, kortikosteroid dapat meningkatkan efek ulcerogen (efek merugikan pd GI). - NSAID menurunkan efek diuretik & antihipertensi. - NSAID meningkatkan resiko hipoglikemia akibat insulin / obat hipoglikemik oral.

89

 Kontraindikasi - Tukak lambung & perdarahan G.I. - Hipersensitif NSAID - Penderita asma - Gunakan hati-hati pd penderita kardiovaskuler, ginjal, atau penyakit hati yg parah 4. Derivat antranilat : mefenaminat, asam niflumat glafenin, floktafenin. 5. Derivat

pirazolinon

:

aminofenazon,

isopropilfenazon,

isopropilaminofenazone, metamizol. 6. Lain-lain : benzidamin.

Analgetik Narkotika (OPIOID):  Adalah obat yg daya kerjanya meniru opioid endogen / endorfin dg memperpanjang aktivasi reseptor opioid (reseptor µ) di SSP shg persepsi nyeri & respon emosional terhadap nyeri berubah / dikurangi.  Mekanisme kerja analgetik narkotik : analgetik opioid berikatan dg (sisa) reseptor opioid pd SSP (yg belum ditempati endorfin) shg mengubah persepsi & respon thd stimulus nyeri sambil menghasilkan depresi SSP secara umum.  Minimal ada 4 macam reseptor opioid, yaitu reseptor µ, k, δ, ε, dan σ, sbg tempat pengikatan analgetik narkotik untuk menghasilkan efek analgesia yg menyerupai endorfin.  UU narkotika no.22 tahun 1997 “Propoksifen, pentazosin, tramadol → tidak termasuk UU narkotika, karena bahaya ketagihan/adiksi & kebiasaan ringan, penggunaan lama tidak dianjurkan.”  Klasifikasi analgetik opioid berdasarkan cara kerja pd reseptor opioid : 1. Agonis Opiat -

Menyerupai morfin, bekerja sebagai agonis terutama pd reseptor μ dan mungkin pd reseptor k.

-

alkaloid candu : morfin, codein, heroin, nicomorfin.

-

Zat sintetis : metadon & derivatnya (dextromoramida, propoksifen, bezitramid), petidin & derivatnya (fentanil, sufentanil), tramadol.

90

2. Antagonis Opiat -

Tidak memiliki aktivitas agonis pd semua reseptor.

-

Ex : nalokson, naltrekson, nalorfin, pentazosin, buprenorfin, nalbufin.

3. Kombinasi -

Zat ini mengikat pd reseptor opiat tapi tidak mengaktivasi kerjanya dg sempurna. 

Agonis-antagonis opiat Bekerja sebagai agonis pd beberapa reseptor & sebagai antagonis (agonis lemah) pd reseptor lain. Ex : nalorfin, pentazosin, nalbufin, dezosin, butorfanol, buprenorfin.



Agonis parsial (buprenorfin, pentazosin).

 Indikasi analgetik opioid (umum) -

Analgetik opioid bisa digunakan sendiri / kombinasi dg analgetik nonopioid dalam penatalaksanaan nyeri sedang – hebat.

-

Analgetik opioid juga telah digunakan sbg : 

analgetik selama persalinan.



pra bedah (sedasi praoperatif).



intrabedah



pascabedah



adjuvan anestesia



dalam perawatan intensif untuk analgesia, sedasi & antinsietas.



antitusif (penekan rangsang batuk kering, mis : codein)

 Farmakokinetik 1. Absorpsi : 50% obat diabsorpsi dari sal. GI & diabsorpsi sempurna dari tempat injeksi i.m. 2. Distribusi : umumnya didistribusikan secara luas, menembus plasenta & masuk ASI. 3. Metabolisme : umumnya di hati, reaksi metabolisme berbeda tergantung @ obat. 4. Ekskresi : melalui ginjal. 5. Waktu paruh eliminasi : berbeda tergantung obat.  Efek Samping

91

1. Depresi SSP, mis : sedatif, depresi pernafasan & batuk, miosis, hipothermia, mual & muntah (karena rangsangan pd CTZ / chemo triggrer zone), penurunan aktivitas mental & motorik, euforia, perasaan termangu, halusinasi . 2. Bronchokonstriksi saluran nafas, shg pernafasan menjadi dangkal & frekuensinya menurun. 3. Sistem sirkulasi darah : vasodilatasi perifer (jika pd kulit, keluar keringat berlebihan), hipotensi & bradikardi (dosis tinggi). 4. Saluran GI : obstipasi karena peristaltik berkurang, kolik batu empedu karena kontraksi sfingter kandung empedu. 5. Saluran urogenital : retensi urin (karena tonus sfingter kandung kemih naik), kontraksi uterus berkurang (memperpanjang waktu persalinan). 6. Pelepasan histamin : pruritus, urticaria. 7. Kebiasaan & ketagihan 

Mekanisme kerja Kebiasaan &ketagihan : bila analgetik opioid dipakai terus-menerus, pembentukan reseptor opioid yg baru terus distimulasi & produksi endorfin di ujung saraf otak dirintangi.



Penyebab : -

Penggunaan jangka lama

-

Toleransi, yaitu efektifitas opioid berkurang karena dipercepatnya absorpsi / eliminasinya / menurunnya sensitifitas jaringan sehingga diperlukan dosis yg lebih besar untuk mencapai efek yg sama seperti semula.

-

penggunaan dosis besar lebih baik bagi si pengguna & tidak menimbulkan gejala intoksikasi.

-

Ada 2 jenis ketergantungan / ketagihan, yaitu fisik & psikis (efek psikotrop / euforia).



Abstinensi (withdrawal syndrome) : penghentian penggunaan obat opioid secara mendadak. o Gejala abstinensi : ketakutan, berkeringat, mata berair, mualmuantah, diare, insomnia, tachycardia, mydriasis (pembesaran

92

pupil), tremor, kejang otot, TD naik, diikuti reaksi psikis (gelisah, mudah tersinggung, marah, takut mati). o Pengobatan adiksi (perhatikan tingkat ketergantungan fisik pecandu) :  Terapi substitusi( pemberianmetadon sbg obat pengganti heroin / morfin atau klonidin untuk menurunkan TD, pusing, mengurangi gejala insomnia, mudah marah, & jantung berdebardebar).  Antagonis opioid (obat yg melawan ES opioid tanpa mengurangi efek analgetiknya, berdasarkan penggeseran opioid dari reseptor opioid di SSP). Contoh :nalokson, naltrekson, nalorfin. 

Penggunaan OPIOID pada kehamilan dan laktasi -

Opioid dapat melintasi plasenta.

-

Boleh digunakan beberapa waktu sebelum persalinan.

-

Bila diminum terus, merusak janin akibat depresi pernafasan & memperlambat persalinan.

-

Bayi dari ibu yg ketagihan juga menderita gejala abstinensi.

-

Selama laktasi, ibu dapat menggunakan opioid karena hanya sedikit terdapat dalam ASI.



KontraIndikasi dan perhatian 

Gunakan opioid hati-hati pd :

1. Penyakit ginjal, hati, pulmoner parah (asma). 2. Hipotiroidisme 3. Pasien lansia / pasien lemah (penyakit saraf / otot) 4. Nyeri abdomen / hipertrofi prostat yg tidak terdiagnosa. 5. Insufisiensi adrenal 6. Alkoholisme 7. Anak-anak (meningkatkan resiko kejang akibat akumulasi normeperidin) 8. Pasien dg riwayat hipotensi sebelumnya (mis : pasca perdarahan). 9. Kurangi dosis opioid pd pasien lansia, malnutrisi, gangguan fungsi ginjal / hati (mis : pre-eklamsia).

93



Kontraindikasi :

1. Hipersensitifitas 2. Kehamilan / laktasi (penggunaan kronis) 3. Penggunaan dg MAOI (Monoamin oksidase inhibitor) yg baru berjalan (14 – 21 hari). 4. Peningkatan tekanan intrakranial / konsentrasi CO2 (penyakit pernafasan yg berat). 

Interaksi 

Analgetik opioid vs obat gol. Depresan SSP lain (alkohol; antihistamin; sedatif-hipnotik = barbiturat & benzodiazepin; obat anestesi = nitrogen oksida; metoklopramida; fenotiazin / proklorperazin; antidepresan trisiklik) → depresi SSP >>>.



Analgetik opioid (meperidin, pentazosin,tramadol) vs MAO Inhibitor atau SSRI (selective serotonin re-uptake inhibitor) atau probakarbazin → menimbulkan hiperpireksia disertai hipotensi / hipertensi yg fatal, dihindari selama 14 – 21 hari sesudah terapi MAOI dihentikan.



Analgetik opioid vs metoklopramid, cisapride & domperidon → stasis lambung.



Analgetik opioid (meperidin, metadon, fentanil, morfin) vs simetidin / ranitidin (antagonis H2) → menghambat enzim mikrosomal shg metabolisme opioid dicegah, akibatnya konsentrasi opioid meningkat (apnea & gejala kebingungan).



Opioid (meperidin, pentazosin) vs antikonvulsan (fenitoin, karbamazepin, fenobarbiton); rifampisin; estrogen & tembakau → menginduksi enzim hati shg eliminasi opioid dipercepat, akibatnya efek opioid menurun → pemberian opioid harus lebih sering / dosisnya dinaikkan.



Opioid vs siklizin → edema paru (jarang terjadi).

94

Related Documents

Fsi Dms Pekan 4.pdf
May 2020 7
Fsi
April 2020 7
Dms
May 2020 19
A4e Fsi
May 2020 6
Pekan Film.docx
December 2019 23
Pekan Efektif
June 2020 44

More Documents from "Arie"

Resume Fix.docx
May 2020 3
Fsi Dms Pekan 4.pdf
May 2020 7
Makalah1.docx
May 2020 7