Fraktur Patologis_2.docx

  • Uploaded by: nao tha
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Fraktur Patologis_2.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 15,102
  • Pages: 80
REFERAT KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH

FRAKTUR PATOLOGIS Disusun oleh: HENDRY IRENE NAOMI NATHANIA AHIMSA SUTIONO TANDY Penguji: dr. Mirna Phandu, Sp.OT

KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH RUMAH SAKIT UMUM SILOAM FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PELITA HARAPAN PERIODE JANUARI – APRIL 2019 TANGERANG

DAFTAR ISI BAB I FRAKTUR PATOLOGIS........................................................................................................................... 1.1

Latar Belakang....................................................................................................................

BAB II 2.1.

Definisi................................................................................................................................

2.2

Etiologi...............................................................................................................................

2.4

Histologi..............................................................................................................................

2.5

Anatomi...............................................................................................................................

2.6

Fisiologi..............................................................................................................................

2.7

Tipe-Tipe Fraktur Patologis...............................................................................................

2.7.1.

Tumor...........................................................................................................................

2.1.1.1 Benign....................................................................................................................... 2.7.1.2 Malignant.................................................................................................................... 2.7.2.

Metabolik.....................................................................................................................

2.7.2.1 Osteoporosis............................................................................................................... 2.7.2.2 Paget’s Disease........................................................................................................... 2.7.2.3 Hyper Parathyroid hormone....................................................................................... 2.8

Metode Diagnosis..............................................................................................................

2.9

Tatalaksana.........................................................................................................................

2.9.1

Operasi / pembedahan:................................................................................................

2.9.2

Farmakologi.................................................................................................................

2.9.3

Radioterapi adjuvan dan radiosurgery.........................................................................

2.9.4. Prognosis............................................................................................................................ BAB III REFERENSI................................................................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN 1.1 PENDAHULUAN Tulang membentuk rangka penunjang dan pelindung bagi tubuh dan tempat untuk melekatnya otot-otot yang menggerakan kerangka tubuh. Pada pertumbuhan tulang diketahui atas, Pertumbuhan memanjang tulang dimana pertumbuhan intertisial tidak dapat terjadi didalam tulang, oleh karena itu pertumbuhan intertersial terjadi melalui proses osifikasi endokondral pada tulang rawan. Pertumbuhan melebar tulang dimana pertumbuhan melebar terjadi akibat pertumbuhan aposisi osteoblas pada lapisan dalam periosteum dan merupakan suatu jenis osifikasi intramembran sedangkan Remodeling tulang dimana selama pertumbuhan memanjang tulang, maka daerah metafisis mengalami remodeling (pembentukan) dan pada saat yang bersamaan epifisis menjahui batang tulang secara progresif. Remodeling tulang terjadi sebagai hasil proses antara deposisi dan resopsi osteoblastik tulang secara bersamaan, proses remodeling tulang berlangsung sepanjang hidup, dimana pada anakanak dalam masa pertumbuhan terjadi keseimbangan yang positif sedangkan pada orang dewasa terjadi keseimbangan yang negatif, remodeling juga terjadi setelah penyembuhan suatu fraktur. Fraktur patologis adalah yang terjadi pada tulang yang telah melemah oleh kondisi sebelumnya. Kondisi yang paling sering bertanggung jawab atas fraktur patologis diantaranya metastasis keganasan atau multipel myeloma. Kondisi seperti osteogenesis imperfekta, osteoporosis atau penyakit Paget juga dapat menyebabkan fraktur patologis. Bisa juga disebabkan oleh penyakit-penyakit jinak pada tulang yang menyebabkan kelemahan, seperti kiste, enchondroma, kiste aneurisma dan displasia fibrosa. Kelainan metabolik yang menyebabkan hilangnya sebagian besar substansi pada tulang seperti osteoporosis, osteomalasia, hyperthyroid juga menyebabkan tulanh lebih mudah fraktur Femur merupakan tulang tersering ketiga setelah vertebrae dan pelvis, tempat yang sering ditemukan metastasis tulang. Fraktur patologi pada femur merupakan yang paling sering membutuhkan intervensi pembedahan. Fraktur patologis pada femur merupakan 66% fraktur patologis pada tulang panjang, dimana 87% terjadi pada femur proksimal. Fraktur pada collum femur merupakan fraktur yang paling sering terjadi pada orang tua. Umur rata-rata 77 tahun pada wanita dan 72 tahun pada laki-laki, dan 80% terjadi pada wanita. Insidensi pada usia muda

sangat rendah dan berhubungan dengan trauma hebat. Penyebab tersering fraktur patologis adalah osteoporosis.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 DEFINISI Fraktur adalah sebuah keadaan dimana terjadi sebuah diskontinuitas pada tulang secara komplit atau tidak sepenuhnya komplit atau parsial. Disebabkan oleh kekuatan atau trauma secara langsung maupun tidak langsung. Trauma langsung menyebabkan tekanan langsung pada tulang dan terjadi fraktur pada daerah tekanan. Tuma tidak langsung terjadi apabila trauma dihantarkan ke dareah yang lebih jauh dari dareah fraktur, misalnya jatuh dan disertai dengan

tangan ekstensi dapat menyebabkan fraktur pada klavikula, pada keadaan ini biasanya jaringan lunak akan tetap utuh (1). Fraktur patologis adalah fraktur yang terjadi di tulang secara abnormal yang disebabkan oleh kelemahan dari kondisi yang sudah ada dan dialami pasien. Dengan mekanisme yang tidak sekeras trauma, tulang memiliki kecenderungan untuk mudah patah karena kondisi atau penyakit yang membuat tulang seseorang menjadi lemah. Contoh kondisi yang bisa menyebabkan fraktur patologis adalah Osteoporosis, tumor pada tulang. Fraktur patologis dapat terjadi secra spontan atau akibat trauma ringan, disebut juga fraktur sekondari dan fraktur secara spontan (2). 2.2 ANATOMI Tulang membentuk rangka penunjang dan pelindung bagi tubuh dan tempat untuk melekatnya otot-otot yang menggerakan kerangka tubuh. Ruang di tengah tulang-tulang tertentu berisi jaringan hematopoietik, yang membentuk berbagai sel darah. Tulang juga merupakan tempat primer untuk menyimpan dan mengatur kalsium dan fosfat. Secara umum, rangka orang dewasa memiliki dua komponen struktur yang mendasar yaitu tulang spongiosa dan kompakta/kortikal. Struktur kompakta/kortikal terdapat pada bagian tepi tulang panjang meliputi permukaan eksternal. Pada bagian internal tulang, terdapat struktur spongiosa seperti jala-jala sedangkan bagian tengah tulang panjang kosong atau disebut cavitas medullaris untuk tempat sumsum tulang (1). Pada persendian, tulang kompakta ditutupi oleh kartilago/tulang rawan sepanjang hidup yang disebut tulang subchondral. Tulang subchondral pada persendian ini lebih halus dan mengkilap dibanding tulang kompakta yang tidak terletak pada persendian. Contohnya adalah pada bagian distal humerus atau siku. Selain itu, tulang subchondral pada sendi juga tidak memiliki kanal Haversi. Pada tulang vertebra, strukturnya porus dan dinamakan tulang trabecular atau cancellous. Daerah tulang trabecular pada rangka yang sedang tumbuh memiliki tempattempat sumsum merah, jaringan pembuat darah atau hemopoietic yang memproduksi sel-sel darah merah, putih dan platelet. Sumsum kuning berfungsi terutama sebagai penyimpan selsel lemak di kavitas medullaris pada tulang panjang, dikelilingi oleh tulang kompakta. Selama pertumbuhan, sumsum merah digantikan secara progresif oleh sumsum kuning di sebagian besar tulang panjang.

Bagian-bagian tulang panjang yang panjang dan silindris disebut diaphysis, sedangkan ujung proksimal dan distalnya terdapat epiphysis dan metaphysis. Jadi, diaphysis adalah batang tulang panjang, epiphysis adalah ujung akhir tulang panjang sedangkan metaphysis adalah ujung tulang panjang yang melebar ke samping. Semasa hidup, bagian eksternal tulang yang tidak berkartilago dilapisi oleh periosteum. Periosteum adalah membran dengan vaskularisasi yang memberi nutrisi pada tulang. Bagian internal tulang dilapisi oleh endosteum/membran seluler. Baik periosteum maupun endosteum adalah jaringan osteogenik yang berisi sel-sel pembentuk tulang (2).

Tulang tersusun atas sel, matriks protein dan deposit mineral. Sel-selnya terdiri atas tiga jenis dasar, yaitu: osteoblast, osteosit dan osteoklast. Osteoblast berfungsi dalam pembentukan tulang dengan mensekresi matrix tulang. Adapun matrix tersusun atas 98% kolagen dan 2% substansi dasar (glukosaminoglikan, asam polisakarida) dan proteoglikan. Matriks merupakan kerangka dimana garam-garam anorganik ditimbun. Selanjutnya, osteosit adalah sel dewasa yang terlibat dalam pemeliharaan fungsi tulang dan terletak dalam osteon (unit matriks tulang). Sementara osteoklas adalah sel multinuklear (berinti banyak) yang berperan dalam penghancuran, resorpsi dan remodeling tulang. Osteon merupakan unit fungsional mikroskopis tulang dewasa. Di tengah osteon terdapat kapiler. Disekeliling kapiler tersebut merupakan matriks tulang yang dinamakan

lamella. Di dalam lamella terdapat osteosit, yang memperoleh nutrisi melalui prosesus yang berlanjut ke dalam kanakuli yang halus (menghubungkan pembuluh darah sejauh kurang dari 0,1 mili meter) (1). Selama masa pertumbuhan terjadi aktifitas pertumbuhan tulang yang besar. Pada awal masa pertumbuhan, pertumbuhan ke arah longitudinal terjadi lebih cepat dibanding proses deposisi mineral. Pertambahan lapisan tulang di bagian periosteum dan endosteum seimbang dengan peningkatan porositas tulang. Belum sampai pada masa akhir pertumbuhan ketika pertumbuhan ke arah longitudinal mulai berkurang, kandungan mineral tulang akan meningkat dengan cepat dan mencapai puncaknya setelah masa maturitas skeletal. Pada periode antara permulaan masa pertumbuhan dengan masa maturitas skeletal pola makan/diet dan faktor genetik menentukan besarnya kandungan mineral tulang. Setiap jenis tulang terdiri atas bagian kortikal dan trabekular (cansellous) yang mempunyai proporsi tertentu tergantung jenis tulang. Terdapat perbedaan nyata antara daerah kortikal dan trabekula tulang yaitu pada kortikal 80% hingga 90% volumenya termineralisasi. Pada trabekula tulang volume yang termineralisasi hanya 20% karena sebagian besar terdiri atas sumsum yang mengandung lemak/dan atau jaringan hematopoetik. Berdasarkan besarnya massa yang termineralisasi tersebut, bagian kortikal berfungsi mekanik sedangkan bagian trabekula adalah metabolik. Tulang yang banyak tersusun atas tulang trabekula berarti mempunyai permukaan tulang dan keaktifan metabolik yang lebih besar dibanding dengan tulang kortikal. Oleh karena itu tulang trabekula lebih sering mengalami perubahan mineral sehingga mempunyai predisposisi untuk terjadinya kekurangan massa tulang (2). 2.3 FISIOLOGI Tulang merupakan suatu jaringan pembentuk kerangka tubuh yang sangat khusus, ditandai dengan kekakuannya, kekerasannya, dan kemampuan untuk beregenerasi dan memperbaiki jaringan. Tulang juga melindungi organ vital dan menyediakan lingkungan untuk sumsum tulang untuk fungsi produksi sel darah dan tempat penyimpanan lemak,. selain itu tulang juga berfungsi sebagai reservoir mineral untuk homeostasis kalsium, reservoir untuk growth hormon dan cytokine, serta berpengaruh dalam proses keseimbangan asam - basa dalam tubuh.

Tulang selalu mengalami proses remodelling selama waktu hidup untuk beradaptasi sesuai dengan gaya biomekanikal yang diterima tulang, sekaligus remodelling untuk menggantikan jaringan tua, jaringan yang terdapat luka mikroskopis, dan menggantinya dengan jaringan baru yang secara mekanikal lebih kuat dengan tujuan mempertahankan kekuatan tulang (2). Jaringan tulang selalu mengalami proses remodeling yaitu suatu proses dimana formasi dan resorpsi tulang terjadi secara terus-menerus dan berlangsung secara bersamaan. Remodeling tulang berguna untuk mengkoreksi fraktur secara mikroskopis dan mencegah menjadi fraktur makroskopis sehingga kontinuitas tulang tetap terjaga dikatenakan integritas massa tulang ditentukan oleh keseimbangan antara formasi dan resorpsi tulang. Proses remodeling tulang merupakan hasil dari kerja dua jenis sel yang bekerja secara berlawanan serta memegang peranan penting terhadap proses remodeling. Dimana sel tersebut adalah sel osteoblas yang bekerja untuk membentuk matriks tulang baru dan sel osteoklas yang bekerja untuk menghancurkan matriks tulang. Terdapat dua tipe jaringan tulang yaitu tulang kortikal dan tulang trabekular. Tulang kortikal membentuk lapisan terluar pada tulang dan membentuk 80% tulang pada tubuh. Sedangkan tulang trabekular terletak di dalam tulang kortikal dan membentuk 20% tulang pada tubuh. Tulang kortikal memiliki ciri terkalsifikasi dan padat sehingga mempunyai fungsi mekanik, structural, dan protektif yang baik. Tulang kortikal membentuk tulang panjang pada tubuh dan terdapat pada permukaan dari seluruh tulang dan memberikan efek perlindungan. Pada tulang kortikal, sel tulang berada di dalam lakuna. Sel tulang tersebut mendapatkan nutrisi melalui kanalikuli yang terdapat pada sepanjang tulang kortikal. Tulang trabekular berbentuk seperti lempengan dan sel tulang berada pada permukaan lempeng. Pemberian nutrisi pada tulang trabekular melalui proses difusi dari cairan ekstraseluler tulang ke dalam trabekula, sedangkan pada tulang kortikal nutrisi disediakan melalui kanal Haversian yang kaya akan pembuluh darah. Di sekitar kanal Haversian kolagen tersusun dalam lapisan konsentris dan membentuk silinder yang dinamakan sistem Havers (22).

Dalam proses pembentukan tulang, kita mengenal istilah ossifikasi atau osteogenesis yang menceritakan proses formasi tulang baru dengan peranan sel osteoblast, dimana selama pembentukan tulang, osteoblast dan matrix tulang adalah dua komponen penting dalam proses perkembangan tulang. Selama perkembangan fetus, tulang rawan diubah menjadi tulang sejati melalui proses osifikasi endokondral kecuali pada tulang klavikula, mandibular, dan beberapa tulang cranium dimana sel mesenkimal membentuk langsung tulang (osifikasi intramembranosa). Dalam masa pertumbuhan, bagian epifisis tulang terpisah dari diafisis dikarenakan terdapat lempeng epifisis. Tulang dapat tumbuh bertambah panjang karena lempeng tersebut merupakan tempat pertumbuhan tulang baru pada ujung diafisisis. Besaran lebar lempeng epifisis sesuai dengan laju pertumbuhan seseorang dan dipengaruhi oleh sejumlah hormon terutama hormon pertumbuhan pituitari dan IGF-I. Pertumbuhan pada tulang akan berhenti setelah lempeng epifisis menutup (17).

Periosteum adalah suatu membran fibrosa padat, tervascularisasi, dan memiliki inervasi yang menutupi permukaan tulang. Periosteum terdiri dari lapisan luar yang terdiri atas jaringan kolagen dan lapisan dalam yang terdiri atas fiber elastis. Periosteum menutupi seluruh permukaan tulang kecuali pada bagian tulang yang ditutup oleh tulang rawan seperti pada persendian dan berfungsi sebagai tempat menempelnya ligamen dan tendon. Osteoblast berasal dari jaringan mesenkimal (osteoprogenitor cell) pada stroma sumsum tulang dan berfungsi untuk sintesis matrix tulang dan proses mineralisasi. Osteoblas aktif dapat ditemukan pada permukaan tulang yang baru dibentuk, dan kemudian akan melalui proses sebagai berikut: (1) Sel osteoblas mengeluarkan matriks yang kemudian akan dimineralisasi. (2) Sel osteoblas akan berubah menjadi osteosit. (3) Osteosit berfungsi sebagai sensor mekanik yang kemudian memberikan sinyal terhadap osteoblas dan sel progenitor melalui jaringan kanalikular (21)

. Oleh karena itu, osteosit berfungsi sebagai pengatur formasi dan resorpsi tulang. Selain itu,

osteosit juga mensekresikan Fibroblast Growth Factor 23 (FGF23) yang berfungsi sebagai salah satu regulator untuk metabolisme fosfat. Proses mineralisasi matriks berlangsung setelah matriks disekresikan (mineralisasi primer), namun proses mineralisasi selesai dalam beberapa minggu dan disebut sebagai (mineralisasi sekunder). Proses mineralisasi diatur dan dipengaruhi oleh aktivitas dari osteoblast-derived

alkaline phosphatase, yang bekerja dengan cara menghidrolisis inhibitor dari proses mineralisasi (2)

.

Sedangkan proses resorpsi tulang dikerjakan oleh sel osteoklas, yang merupakan sel multinukleat dan terbentuk atas gabungan sel yang berasal dari sel prekursor makrofag dan osteoklas. Faktor yang diproduksi oleh osteblas atau sel stromal sumsum digunakan oleh osteoblast untuk mengontrol perkembangan dan aktivitas dari osteoklas. Macrophage colonystimulating factor (M-CSF) mempengaruhi sel progenitor osteoklas untuk membentuk sel osteoklas yang multinukleat dan aktif. Selama proses interaksi antarsel, ligan RANK berikatan dengan reseptor RANK pada sel progenitor osteoklas dan kemudian akan menstimulasi proses diferensiasi dan aktivasi dari sel osteoklas. Sebaliknya, osteoprotegerin dapat mengikat ligan RANK dan menghambat diferensiasi osteoklas (20). Fungsi osteoklast juga dipengaruhi oleh sebagian faktor pertumbuhan dan sitokin (IL-1, IL6, IL-11, TNF, interferon ) yang memodulasi diferensiasi dan fungsi osteoklas. Hormon yang mempengaruhi fungsi osteoklas tidak bekerja langsung pada sel osteoklas namun bekerja pada sel turunan osteblas dan berfungsi untuk meningkatkan produksi M-CSF dan RANK. Hormon PTH dan 1,25(OH)2D dapat meningkatkan jumlah dan aktifitas osteoklas sedangkan kalsitonin yang berikatan pada reseptor sel osteoklas secara langsung akan membatasi fungsi osteoklas. Estradiol akan bekerja saat terdapat pengurangan jumlah osteoklas sehingga akan mengurangi proses resorpsi dari tulang.

Resorpsi tulang yang dimediasi oleh osteoklas berlangsung pada ruang bergigi (Howship’s lacunae), dimana osteoklas akan menempel pada komponen matriks tulang melalui osteopontin. Osteoklas akan membentuk segel yang kuat pada matriks di bagian dasar dan kemudian mensekresi proton, klorida, proteinase kedalam ruang yang sama seperti lisosom ekstraseluler. Permukaan oteoklas yang aktif akan membentuk batas berkerut yang mengandung proton pump ATPase dan mensekresi asam sehingga akan melarutkan fase mineral tulang. Karbonik anhidrase (isoenzim tipe II) dalam osteoklas menghasilkan proton yang dibutuhkan (1). Selama masa pertumbuhan, tulang berkembang dengan remodeling dan menggantikan kartilago yang terkalsifikasi melalui proses osifikasi endokondral, atau pada beberapa tulang akan dibentuk tanpa matriks kartilago dan disebut sebagai osifikasi intramembranosa. Saat terjadi proses formasi tulang endokonral, kondrosit akan melalui proses proliferasi, sekresi, mineralisasi matriks, hipertrofi, dan kemudian mati, sehingga akan memperbesar tulang serta menyediakan matriks dan faktor yang menstimulasi osifikasi endokondral. Proses tersebut diregulasi oleh faktor lokal (IGF-I, 0IGF-II, PTHrP, FGF) dan hormone sistemik (hormon pertumbuhan, glukokortikoid, estrogen) (2). Tulang yang baru saja dibentuk mempunyai ciri pada bundel akan memiliki serat kasar dari kolagen yang terjalin dan secara acak tersebar serta membentuk pola seperti anyaman. Pada orang dewasa, tulang yang sudah dewasa akan diatur oleh bundel fiber yang disusun secara konsentrik (tulang dan lamelar). Sedangkan pada tulang panjang, terdapat deposisi lamellar secara konsentris yang mengelilingi pembuluh darah dan membentuk system Havers. Pertumbuhan panjang tulang bergantung pada proliferasi sel tulang rawan dan tahapan endokondral pada lempeng pertumbuhan. Pertumbuhan secara lebar dan tebalan dapat dicapai melalui pembentukan tulang pada permukaan periosteal dan resorpsi pada permukaan endosteal, dengan laju formasi yang melebihi resorpsi (20). Pada keadaan tulang dewasa, setelah lempeng pertumbuhan kartilago menutup, pertumbuhan secara panjang dan osifikasi endokondral tulang akan berhenti terkecuali terdapat aktivitas pada sel tulang rawan dibawah permukaan articular. Sementara itu, proses remodeling akan berjalan selama masa hidup.

Siklus remodeling tulang diatur oleh basic multicellular unit (BMU) yang terdiri dari sekelompok osteoklas dan osteoblast. Proses remodeling diawali dengan kontraksi pada sel lapisan dan pengerahan precursor osteoklas. Prekursor tersebut bergabung dan membentuk osteoklas multinukleat yang aktif dan berfungsi sebagai mediator resorpsi tulang. Osteoklas yang menempel pada tulang akan membongkar tulang dengan cara asidifikasi dan digesi proteolitik. Seiring kemajuan BMU, osteoklas akan meninggalkan tempat resorpsi dan osteoblast masuk untuk menutupi area ekskavasi dan memulai proses pembentukan tulang baru dengan cara mensekresi osteoid, yang kemudian akan dimineralisasi menjadi tulang baru. Setelah proses mineralisasi osteoid, maka osteoblast akan merata dan membentuk lapisan sel diatas tulang yang baru (18). Aktivitas osteoblas pada anak dan remaja akan melebihi aktivitas osateoklas sehingga kerangka akan menjadi lebih panjang dan menebal. Selain itu aktivitas osteoblas juga akan melebihi aktivitas osteoklas pada tulang yang sedang dalam masa pemulihan dari fraktur. Sedangkan pada orang dewasa muda, aktivitas osteoblas dan osteoklas akan seimbang sehingga massa tulang konstan. Sedangkan pada usia pertengahan, khususnya pada wanita, aktivitas osteoklas melebihi osteoblast yang akan menyebabkan kepadatan tulang mulai berkurang. Selanjutnya pada kumpulan usia 70 atau 80 tahun, aktivitas osteoklas lebih besar dibandingkan osteoblast sehingga tulang menjadi rapuh dan mudah patah. Menurunnya massa tulang disebabkan oleh ketidakseimbangan antara formasi dan resorpsi tulang (17). 2.4 ETIOLOGI Fraktur patologis dapat disebabkan oleh kelainan kongenital, inflamasi, neoplastik, metabolik dan penyakit sekunder. Penyebab fraktur patologis juga dapat diklasifikasikan menjadi penyakit tulang umum, keadaan lokal benigna, tumor ganas primer dan tumor metastatic (1). 1. Penyakit Tulang Metabolik

 

Osteogenesis Imperfecta Osteoporosis

2. Keadaan Lokal Benigna

3. Tumor Ganas Primer

4. Tumor Metastatik

                  

Ricket Osteomalasia Penyakit Paget Fibrous dysplasia Osteoma Osteoid osteoma Osteoblastoma Kondroma Osteochondroma Chondroblastoma Simple bone cyst Giant Cell Tumour Osteosarkoma Tumor Ewing Fibrosarkoma Multiple myeloma Kondrosarkoma Fibrosarkoma Karsinoma metastatik pada payudara, paru-paru, ginjal, tiroid dan prostat.

2.5 HISTOLOGI a. Tulang Rawan Tulang rawan terbagi atas 3 tipe yaitu : 1. Tulang rawan hialin, merupakan bentuk yang paling umum dijumpai, kolagen II merupakan tipe kolagen utamanaya 2. Tulang rawan elastis, yang lebih lentur, memiliki banyak serat elastis dalam matriksnya selain kolagen tipe II 3. Fibrokartilago, dijumpai di bagian-bagian tubuh yang mengalami tarikan atau tekanan ditandai matriks yang mengandung anyaman padat serat kolagen tipe-I yang kasar (21).

Ketiga tulang rawan bersifat avaskuler sehingga nutrisi diperoleh melalui difusi dari kapiler jaringan ikat di dekatnya atau melalui cairan sinovial dari kavum sendi. Selain itu tulang rawan juga tidak memiliki serabut saraf dan pembuluh limfe. Perikondrium merupakan lapisan luar yang mengelilingi tulang rawan yang terdiri dari jaringan ikat padat. Perikondrium ini memiliki pembuluh darah yang memasok nutrisi ke kartilago. Perikondrium terdiri dari dua lapisan 

- Lapisan luar (lapisan fibrosa) Pada lapisan ini sel-sel mesenkim berdifferensiasi menjadi sel fibroblas yang akan membentuk serta-serat kolagen



- Lapisan dalam (lapisan kondrogenik) Pada lapisan ini sel mesenkim berdiferensiasi menjadi sel kondroblas yang akan menghasilkan matriks tulang rawan

Kondrium merupakan lapisan paling dalam. Lapisan ini dapat dijumpai sel-sel dan matriks ekstrasel (1). 

Sel Kondroblas dan kondrosit Kondroblas yang menghasilkan matriks sehingga akhirnya terpendam dalam matriks dan dan sekarang disebut kondrosit yang terdapat dalam rongga lakuna. Kondrosit dalam lakuna mampu membelah beberapa kali sehingga sel anak menetap di lakuna yang sama. Lakuna yang berisi empat sel disebut sel isogen “cell nest”.



Matriks merupakan gel amorf yang mengandung glikosaminoglikans dan serta kolagen tipe II. Selain itu terdapat kondronektin yang merupakan protein yang melekatkan kondrosit pada serat kolagen dan kondrokalsin yang berperan proses pengapuran tulang rawan.



Tulang adalah sebuah jaringan penyokong yang kuat, fleksibel, dan semi-rigid dan mempunyai fungsi supportif untuk membentuk tubuh dan berfungsi sebagai tempat menempelnya otot, proteksi organ - organ penting di dalam tubuh, pergerakan,

homeostasis mineral untuk menyimpan kalsium dan fosfor, dan produksi sel darah merah pada bagian sumsum tulang. Dalam keadaan normal tulang dapat menahan tekanan, dan juga dapat dibengkokan tanpa merusak struktur tulang (20).  Tulang terdiri susunan sel yang terdiri dari sel osteoprogenitor yang berfungsi sebagai sel induk pada tulang dan berfungsi untuk membentuk osteoblast, osteoblast yang terdapat pada permukaan tulang dan berfungsi untuk mengeluarkan kolagen dan osteoid yang akan mengalami proses kalsifikasi sesudah dideposit ke dalam tulang menjadi osteocyte, dan osteoclast yang berasal dari macrophage dan berfungsi untuk menyerap tulang dengan cara memberikan stress mekanikal sehingga mengeluarkan kalsium. dan matrix ekstraseluler (21).







Tampak seperti kaca, setengah transparan, matriks homogen, serabut kolagen halus. Pada orang dewasa: di saluran pernafasan, ujung ventral iga, kartilago artikularis (persendian)

Histologi jaringan penyokong: 1. Osifikasi endokondral: dapat terbagi kedalam 4 zona yang terdiri dari a) Zona istirahat : menempelkan epiphysial plate ke dalam epiphysis dan berisi kondrosit immature dan juga pembuluh darah yang berfungsi untuk memberikan pasokan nutrisi. b) Zona poliferasi sel - sel tulang rawan: merupakan zona paling aktif dalam pertumbuhan interstitial. c) Zona hipertrofi: tempat untuk proses pembesaran dan maturasi dari kartilago. d) Zona kalsifikasi: area terlemah dalam epiphysial plat dan terjadinya proses deposisi tulang dan proses penambahan tulang baru.

2. Osifikasi intramembranosa: mempunyai ciri sebagai berikut a) Balok tulang yang tidak teratur dan bersambungan satu samna lain b) Osteoblast pada permukaan tulang c) Osteosit yang terdapat di dalam lakuna d) Osteoklast multinuklear yang terletak di dalam lakuna howship e) Anyaman penyambung yang kaya akan pembuluh darah diantara balok tulang

3. Tulang panjang yang memiliki struktur sebagai berikut a) Lamella generales externa

b) Lamella generales interna c) Lamella interstitial d) Saluran havers e) Saluran volkmann f)

Serat sharpey

4. Tulang rawan elastis a) Matriks tampak kotor b) Serat elastin berwarna merah trengguli dengan pulasan orcein c) Matriks tampak kotor dalam pulasan HE

5. Tulang rawan hialin a) Fibrosit berderet - deret diantara serat kolagen b) Fibrosit sebelah dalam perikondrium yang menjadi bulat lonjong (kondroblast) c) Terdapat teritorium (kondrosit sel isogen yang diliputi daerah lebih gelap)

6. Fibrocartilago a) Terlihat gabungan serat kolagen kasar yang paralel b) Kondrosit yang terletak diantara kolagen kasar c) Fibrokartilago yang terdapat di antara jaringan ikat padat kolagen dan tulang rawan hialin

7. Tulang rawan kondroid (23) a) Sel vesikuler atau poligonial yang rapat satu sama lain, kapsul tipis, inti sel terletak di tengah

2.6 Tipe-tipe Fraktur Patologis 2.6.1 TUMOR a. Benign Fibrous dysplasia adalah masalah pada perkembangan pada area tulang yaitu tulang trabecular yang mana digantikan oleh jaringan berserat seluler yang mengandung flek osteoid dan tenunan tulang. Hal ini dapat mempengaruhi satu tulang (monostotik), satu anggota badan atau pada banyak tulang. Area yang sering terkena adalah bagian proksimal femur, tibia, humerus, tulang rusuk dan tulang cranio-fasial. Lesi kecil dan tunggal tidak menunjukkan gejala. Lesi besar, atau lesi monostotic dapat menyebabkan rasa sakit atau nyeri dan dapat ditemukan ketika pasien menunjukan gejala fraktur patologis (24). Ciri-ciri yang biasanya ditemukan pada fibrous dysplasia adalah adanya café-au-lait spot pada kulit dan pada anak-anak perempuan terjadi perkembangan seksual yang terlalu cepat matur sebelum waktunya (Albright’s syndrome). Pada x-ray biasanya ditemukan kista radiolusen pada tulang bagian metafisis, karena tulang tersebut terdapat jaringan fibrosa dengan spot difusa dari tulang yang immature, spot yang bercahaya sering disebut sebagai ground-glass appearance. Fibrous dysplasia dihasilkan dengan adanya mutase pada gen Gsα yang terjadi setelah fertilisasi dari sel somatic dan terletak pada kromosom 20q13.2-13.3. Semua sel yang di turunkan dari sel yang termutasi menghasilkan hasil dysplastic dan pada mutase gen Gsα

diteliti dapat menghambat aktivitas GTPase dan dapat menyebabkan aktivasi dari adenylate cyclase dan meningkatkan formasi cyclic adenosine monophosphate (cAMP) yang akan menghasilkan mutase genetic yang disebut downstream effect. Downstream effect akan menyebabkan peningkatan ekspresi dari c-fos proto-oncogene pada sel fibroblasti. Pada teori lain dikatakan bahwa mutasi terjadi pada lokasi 201 yang di gantikan menjadi sistein R201C atau histidine R201H. Teori oleh Bianco et al mengatakan bahwa gen Gsα yang di isolasi dari pasien di transplan ke tikus yang ter immunocompromised dan dihasilkan adanya produksi tulang dengan dysplasia (4). Teori oleh Marie et al menunjukkan bahwa aktivasi mutase oleh gen Gsα di dalam sel osteoblastic dapat menginisiasi aktivasi dari adenyl siklase, meningkatkan proliferasi sel dan diferensiasi sel yang tidak tepat yang akan menghasilkan produksi secara berlebihan yaitu dihasilkan matriks tulang fibrotik yang tidak teratur dalam dysplasia fibrosis monostotok dan poliostotik. Penelitian yang dilakukan oleh Yamamoto et al menunjukkan bahwa mutase Gsα akan menginisiasi sekresi interleukin-6 (IL-6) dan meningkatkan jumlah intraselular cAMP. Pada IL-6 akan meningkatkan jumlah osteoklas dan resorpsi tulang pada dysplasia fibrosa (7).

Gambar 

Osteoid osteoma

café-au-lait spots pada regio thorax

Adalah tumor berukuran kecil pada tulang (diameter kurang dari 1 cm). Pasien rata-rata berumur kurang dari 30 tahun dan biasanya di derita oleh laki-laki kebanyakan. Setiap tulang bisa terkena, tetapi pada kasus osteoid osteoma ini biasanya terjadi pada femur atau tibia. Pasien biasanya mengeluhkan nyeri, terkadang rasa nyeri seperti local tetapi terkadang menyebar ke area lebar. Nyeri biasanya reda oleh salisilat. Jika diagnosis diketahui secara terlambat, maka akan terjadi gejala lain seperti adanya wasting dari otot dan adanya rasa lemas-lemas; ada nya lesi pada spinal akan menyebabkan rasa nyeri, otot kaku, dan scoliosis (3)

.

Pada x-ray akan menunjukan hasil area radiolusen kecil yang disebut nidus . Lesi-lesi di diafisis biasanya dikelilingi oleh sclerosis yang tebal dan penebalan dari kortikal; hal ini yang menyebabkan nidus bisa dilihat pada CT scan fine cut. Lesi-lesi di metafisis akan menunjukkan penebalan kortikal yang lebih tipis. Dan dengan berjalannya waktu maka tulang akan menjadi osteoporis. Terkadang sulit untuk membedakan osteoid osteoma dari abses Brodie tanpa biopsy. Pada lesi maka akan tampak nucleus berwarna coklat gelap kemerahan; pada daerah sentral akan terdiri dari lapisan osteoid yang tidak teratur dan sel-sel tulang. Tidak ada resiko untuk transformasi menjadi malignant (9).

(a)

(b)

Gambar 

Osteoblastoma

Tumor ini sangat mirip dengan osteoid osteoma tetapi yang membedakannya hanya diameter nya yaitu lebih dari 1 cm, lebih banyak selular dan terkadang ada penampakan omnious. Biasanya terjadi pada dewasa muda, dan lebih sering pada laki-laki daripada wanita. Biasanya terjadi pada tulang vertebrae dan tulang flat. Pasien biasanya datang dengan adanya nyeri dan adanya spasme dari otot local. Patofisiologi dari osteoblastoma masih kurang diketahui, secara histolgi osteoblastoma memproduksi osteoid dan tulang anyaman ditengah tengah jaringan konektiv fibrovascular (24). Pada x-ray biasanya ditemukan lesi osteolitik yang biasanya berisi small flecks of ossification. Pada penelitian ditunjukkan bahwa osteoblastoma bisa menjadi osteosarcoma (9). 

Chondroma

Pulau dari kartilago aka nada pada metafisis dari tulang yang di buat oleh osifikasi endochondral dan terkadang mereka tumbuh dan akan memasuki karakteristik dari tumor jinak. Kondroma

biasanya asimptomatik dan terlihat secara insiden pada xray atau setelah adanya fraktur patologis, kondroma terlihat pada umur berapa saja dan kebanyakan pada anak muda dan kebanyakan pada tulang tubular dari kaki dan tangan. Lesi-lesi bisa solitary atau multiple dan bagian dari dysplasia secara general (24) Pada X-ray akan terlihat radiolucent pada junction dari metafisis dan diafisis dan terkadang tulang terlihat sedikit memanjang. pada lesi matur akan terlihat adanya gumpalan dari kalsifikasi pada area yang lucent. Kondroma dengan kemungkinan kecil akan menjadi berubah menjadi malignant kurang dari dua persen untuk lesi soliter tetapi 30% untuk lesi multiple. Ciri-ciri dari transformasi malignan adalah perbesaran dari lesi, adanya erosi kortikal (8) 

Chondroblastoma

Tumor jinak dari sel kartilago immatur yang muncul pada epifisis, humerus proximal, femur atau tibia. Gejala-gejala adanya nyeri pada sendi dan pada xray ditemukan gambaran bulat, radiolusen yang berbatas tegas daerah di epifisis tanpa tanda kalsifikasi sentral, tekadang lesi memanjang hingga ke garis fiseal (5)

.

(a). xray menunjukan gambar seperti kista pada epifisis dan terkadang memanjang ke fisis pada tulang sebelah

(b). adanya pulau-pulau dari jaringan kondroid terdiri dari sel-sel bulat

(kondroblas) dan adanya scattered multinucleated giant cells (4).



Osteokondroma

Tumor tulang yang paling sering terjadi dengan adanya lesi pada pertumbuhan tulang kartilagi pada area ujung plat physeal berkembang manjadi osifikasi endokondral menjadi bony protuberance yang masih tertutup oleh kartilago. Pada tulang Panjang, Pada tulang panjang, pertumbuhan meninggalkan benjolan pergi lebih jauh ke bawah metafisis. Di sini mungkin terus tumbuh tetapi pada akhir periode normal pertumbuhan untuk tulang itu akan berhenti membesar. Pasien biasanya remaja atau dewasa muda ketika benjolan ditemukan. Adanya nyeri karena adnya bursa atau penjepitan dari jaringan lunak dan paraesthesia karena adanya regangan dari persarafan terdekat (9). Pada x-ray ditemukan pathognomonic dengan adanya exostosis muncul dari metafisis disertai adanya degenerasi dari kartilago dan kalsifikasi serta adanya exostosis tulang dikelilingi oleh mataerial yang terkalsifikasi. Komplikasi bisa terjadi mengarah pada lesi malignant dengan lesi soliter satu % dan lesi multiple sebanyak 6 % untuk menjadi keganasan dengan ditandai perbesaran dari tutup tulang rawan, tutup tulang rawan yang membesar (tebal lebih dari 1 cm), kalsifikasi fleks yang tersebar secara tidak teratur dalam tutup tulang rawan, dan penyebaran ke jaringan lunak sekitar (5)

Kista tulang unicameral

Lesi tulang ini terjadi pada anak-anak terutama pada metafisis dari tulang Panjang dan paling sering di humerus proksimal atau femur. Ini bukan tumor dan biasanya akan pulih secara spontan dan jarang terlihat ketika sudah dewasa. Biasanya terlihat karena adanya fraktur patologis dan penemuan insiden di xray.

Pada xray terlihat adanya area radiolusen di metafisis yang memanjang ke play fiseal. Untuk lebih meyakinkan biasanya akan dimasukan jarum ke lesi dalam control xray , maka akan keluar cairan berwarna strawberry



(10)

Aneurysmal Bone Cyst

Kista Aneurysmal tulang bisa terjadi pada umur berapa saja dan terjadi pada hampir seluruh metafisis tulang Panjang. Biasanya terjadi secara spontan setelah terjadi degenerasi atau perdarahan karena dari suatu lesi lain. Pasien biasanya mengeluhkan nyeri, adanya kista yang biasnaya terlihat dengan mata atau teraba pada tulang yang bengkak x-ray biasanya akan menunjukan kista radiolusen dengan banyaknya trabekula pada metafisis. Terkadang kista tulang aneurismal bisa disalahartikan menjadi tumor sel besar tetapi perbedaan nya tidak ada perpanjangan ke kanan atas sampai ke margin artikuler (9)(10). 

Giant cell tumor

Tumor yang ada sekitar 5 % dari semua tumor tulang, ditandai dengan lesi yang dimulai dari mana saja yang terlihat pada tulang yang sudah matur, biasanya paling sering terjadi pada distal femur, proximal tibia, proximal humerus dan distal radius. Pasien biasnya adalah dewasa muda yang mengeluhkan nyeri pada bagian akhir dari tulang Panjang, terkadang ada pembengkakan. Sekitar 10-15% akan terjadi fraktur patologikal, pada pemeriksaan akan teraba masa dengan kehangan dari jaringan (11). Pada x ray akan terlihat area radiolusen pada akhir dari tulang Panjang dan di kelilingi oleh tulang plat subkondral. Pada area sentral akan terlihat soap-bubble appearance karena adanya pengerutan dari tulang sekitar, korteks tipis dan terkadang seperti balon, lesi agresif akan memanjang ke jaringan lunak. Adanya penampakan dari cyctic lesion pada tulang dewasa memanjang ke area plat subkondral. Pemeriksaan penunjang untuk penegakkan diagnosis

diperlukan kalsium darah, fosfat dan alkalin fosfatase agar mengeksklusi brown tumor yang terhubung dengan hyperparathyroidism. Sementara itu diperlukan CT scan dan MRI untuk mengungkap perpanjangan dari tumor dikarenakan potensial dari tumor untuk menjadi tumor yang agresif. Adanya penampakan cystuc lesion pada tulang yang matur yang memanjang sampai ke subchondral plate yang merupakan penegakkan diagnosis . diperlukan serum kalsium, fosfat dan alkaline phosphatase untuk mengeksklusi brown tumuor yang berhubungan dengan hyperparathyroidism (8). Pemeriksaan CT scan dan MRI akan digunakan sebagai pemantauan dari extensu dari tumor , biopsy juga diperlukan dengan cara di beku kan sebelum menjalankan pengobatan. Tumor ini memounyai potensi untuk berubah menjadi osteosarcoma

a. b.

Eksisi dan graft tulang Reseksi blok dan penggantian dengan allograft yang besar

2.6.2. Tumor Malignant 

Osteosarkoma Osteosarkoma merupakan keganasan tulang dengan angka mortalitas tinggi. Osteosarkoma merupakan 21% dari seluruh tumor ganas tulang, lebih banyak diderita laki-laki, terutama usia 20 tahunan. Pada usia 60an tahun insidens osteosarkoma kembali meningkat akibat timbulnya osteosarkoma sekunder yang berasal dari penyakit Paget. Osteosarkoma sering timbul di daerah metafisis, terutama daerah yang pertumbuhannya cepat, yaitu femur distal (32%), tibia proksima (16%) dan humerus proksimal (24). Penderita umumnya mengeluhkan adanya benjolan yang nyeri dengan batas yang tidak tegas. Nyeri dirasakan terus-menerus dan bertambah berat pada malam hari. Kulit diatas tumor teraba hangat dan vena terlihat menonjol. Tumor tumbuh membesar dengan cepat sehingga bila tidak segera ditangani akan timbul nekrosis pada kulit yang akan membentuk ulkus. Jika destruksi tulang cukup besar, dapat terjadi fraktur patologis. Osteosarkoma dapat dianggap sebagai penyakit sistemik karena sangat mudah bermetastasis ke organ lain terutama paru-paru (9). Pada gambaran radiologis tampak destruksi tipe permiatif, reaksi periosteal (sunburst, codman triangle), gambaran matriks osteoblastik bercampur osteolitik, serta gambaran massa jaringan lunak di sekitar tumor. Penatalaksanaannya bergantung pada staging (dari Enneking) yaitu dinilai keganasan tumor dan kompartemen yang terkena metastasis dapat dilakukan limb salvage atau limb ablation/amputation .      

Eradikasi dengan mempertahankan anggota gerak. Reseksi tulang dan rekonstruksi. Pemberian kemoterapi, radioterapi, obat simptomatis. Eradikasi dengan amputasi Amputasi, kemoterapi, radioterapi dan obat simptomatis (adjuvant therapy). Paliatif : 

Dengan pembedahan / amputasi, kemoterapi, obat simptomatis / ajuvan.



Tanpa pembedahan, kemoterapi, obat simptomatis.

a. Parosteal osteosarcoma Ini adalah low-grade sarcoma yang terjadi di permukaan dari tulang tubular, biasanya ada di distal femoral atau metafisis tibial proksimal, pasien biasanya adalah dewasa muda yang datang dengan adannya masa yang besar di tulang. Xray menunjukkan adanya masa tulang pada permukaan di tulang, korteks tidak rosak dan biasannya ada gap yang tipis yang ada diantara tumor dan korteks, foto xray sering disalahartikan sebagai lesi tulang benign maka rdari itu CT dan MRI akan menunjukan batas antara tumor dan jaringan lunak. Pengobatan adalah eksisi lebar tanpa terapi adjuvant yang cukup untuk menunrunkan rekurensi b. Periosteal osteosarcoma Tumor ini jarang, tumir ini mirip seperti intramedullary osteosarcoma tetapi terjadi pada permukaan tulang, terjadi pada dewasa muda dan menyebabkan nyeri dan bengkak. Pada xray ditemukan adanya defek dari korteks namun pada CT dan MRI terdapat masa jaringan lunak c. Paget’s sarcoma Muncul pada umur diatas 50 tahun dengan adanya nyeri atau bengkak dari orang yang mengidap penyakit paget. Xray biasanya akan menunjukan hal yang sama pada penyakit paget tetapi dengan araea tulang yang hancus dan adanya invasi dari jaringan lunak. Ini 

adalah tumor derajat tinggi (11) Sarkoma Ewing Insidens sarkoma Ewing sebagai keganasan pada masa anak-anak adalah sebesar 1%.

Insidens tertingginya adalah pada dekade pertama kehidupan. Sama dengan osteosarkoma, sarkoma Ewing merupakan penyakit sistemik karena, pada saat terdiagnosis, sebagian besar pasien telah mengalami metastasis. Prognosis sarkoma Ewing buruk, tetapi berkat kemajuan kemoterapi adjuvant, harapan hidup 5 tahun dapat mencapai 60-80%. Penderita sarkoma Ewing biasanya merasa nyeri pada ekstremitas yang sakit disertai timbulnya benjolan. Pada kasus lanjut, dapat timbul gejala seperti infeksi, demam, lemah lesu, penurunan berat badan yang disertai dengan peningkatan laju endap darah. Kejadian fraktur patologis mencapai 10-15% (10). Ewing sarcoma terjadi dengan adanya gangguan pada sel endothelial di sum sum tulang belakang. Terjadi pada umur 10 sampai 20 tahun dan terjadi pada tulang tubular biasnaya di tibia, fibula dan klavikula, pasien datang dengan adanya nyeri seperti ditususk tusuk dan

pembengkakakn. Pada foto Roentgen, terlihat gambaran destruksi tulang permiatif dengan reaksi periosteal (onion peel, sunburst), dengan lokasi tersering pada diafisis tulang panjang, pelvis, kosta, scapula dan klavikula (24). CT dan MRI akan terlihat komponen ekstraosesus yang besar

Terapi terbaik dengan adanya tiga komponen yaitu neoadjuvant kemoterapi seelah itu eksisi lebar dari tumor atau radioterapi diikuti oleh eksisi local dan kemudia kemoterapi lagi untuk satu tahun kedepan 

Kondrosarkoma Merupakan tumor ganas yang paling sering terjadi dan terdiri dari sel-sel kartilago

(tulang rawan) dan kebanyakan muncul pada metafisis dari tulang tubular Panjang biasanya di extremitas bawah yang dapat tumbuh spontan (kondrosarkoma primer) atau merupakan degenerasi maligna lesi jinak seperti esteokondroma, enkondroma (kondrosarkoma sekunder) selain itu ditemukan di daerah iga dan pelvis. Kondrosarkoma digabi menjadi dua kategori yaitu tumor sentral yang melingkupi kavitas medullary dari tulang dan tumor perifer yang tumbuh dari korteks Ditemukan usia antara 30-60 tahun. Neoplasma ini tumbuhnya agak lambat dan hanya memberikan sedikit keluhan. Neoplasma ini lambat memberikan metastase. Terutama mengenai tulang ceper seperti pelvis dan anjang, tetapi dapat juga didapat pada tulang anjang seperti femur dan humerus. Keluhan penderita adalah adanya masa tumor yang menjadi besar secara perlahan-lahan.

Tampak sebagai lesi osteolitik ditengah metafisis tulang dengan bercak- bercak kalsifikasi yang berasal dari matriks kartilago disertai proses destruksi kortek, sehingga tumor dapat dilihat meluas ke jaringan lunak disekitarnya.

Gambaran patologis menunjukkan lesi di tengah metafisis dengan bercak kalsifikasi a. Kondrosarkoma sentral Tumor ini berkembang pada kavitas medullar pada tulang rata atau tubular , biasanya berlokasi pada bagian proksimal akhir dari tulang femur atau tulang inmoniate (gabungan dari ilium, ischium, pubis, dan tulang panggul. Pada x-ray ditemukan pemanjangan dari area radiolusen dari tulang noda noda terang dari densitas yang tinggi karena kalsifikasi di dalam tumor. Pada lesi agresive akan terlihat penampakan globular dengan kerusakan pada korteks. b. Kondrosarkoma peripheral Tumor ini muncul dari kepala kartilago dari exostosis atau osteokondroma yang sudah ada sejak masa kanak-kanak. Exostoses dari pelvis dan scapula lebih rentan untuk berubah menjadi keganasan , pada xray aka nada penampakan exostosis dari tulang yang dan dikelilingi oleh bercak berawan dari kalsifikasi. c. Juxtacortical/periosteal kondrosarkoma Lesi muncul dengan pertumbuhan yang abnormal dari permukaan tulang dan terdapat noda-noda kalsifikasi seperti sunray dan pembentukan tulang baru dari margin pada periosteum, ada sel kondroblastik dan ada formasi osteoid yang akan berujung pada tumor pada kartilago atau non-aggressive osteosarcoma. d. Clear cell kondrosarkoma Tumor ini sangat jarang dan mirip dengan aggressive kondroblastoma dengan sifat terletak pada kepala femur daripada di metafisis, tetapi sangat lambat dalam pertumbuhan 

untuk menjadi metastasis (24)(5). Multiple myeloma

Adalah keganasan pada sel b limfoproliferativ yang ganas dari sum-sum tulang belakang dengan adanya plasma sel. Efek pada tulang ada karena proliferasi sel sum-sum tulang belakang dan adanya kenaikan aktivitas dari osteoklas yang menyebabkan osteoporosis dan adanya penampakan dari lesi litik pada sistem rangka. Adanya gangguan pada sel sum-sum tulang belakang adanya abnormalistas dari plasma protein, kenaikan viskositas darah dan anemia. Dengan adanya resorpsi dari tulang yang menyebabkan hiperkalsemia. Selain itu dapat menyebabkan disfungsi dari ginjadi dan tulang belakang atau kompresi pada ssaraf karena adanya kolaps dari vertebra (6). Pasien datang dengan ciri-ciri berumur 45-65 tahun dengan adanya lemas-lemas sakit punggung, sakit tulang atau fraktur patologis. Hiperkalsemia akan menyebabkan haus, polyuria dan sakit pada abdomen. Adanya sakit dan restriksi pergerakan tulang panggul adalah karena plasmasitoma di femur proksimal. Pada stadium lebih lanjut akan ada saraf kejepit, nephritis kronis, dan infeksi berulang Pada xray akan ditemukan osteoporosis. Lesi bercirikan adanya soft margin atau kurang nya dari tulang baru di tengkorak, pelvis dan femur proksimal, vertebra yang hancur, dan adnya lesi tumor litik soliter pada metafisis tulang besar (8). Pada pemeriksaan lab akan ditemukan ESR tinggi dan anemia sedang, level kreatinin yang meninggi dan hiperkalsemia, bisa dilakukan pungsi sternal marrow yang akan terlihat plasmasitosis dengan tipikal sel myeloma



Karsinoma Metastatik

Metastasis tumor ke tulang merupakan penyebab destruksi tulang terbanyak (70%) pada orang dewasa, melebihi tumor ganas primer tulang. Secara berurutan, tumor yang paling banyak bermetastasis ke tulang adalah karsinoma payudara, prostat, tiroid, paruparu, dan ginjal; kelimanya merupakan 80% dari semua metastasis karsinoma ke tulang. Urutan metastatik berikutnya berasal dari karsinoma kandung kemih, hati dan rektum. Pada perempuan, metastasis terbanyak adalah dari karsinoma payudara, sedangkan pada pria berasal dari karsinoma prostat. Neuroblastoma merupakan tumor metastatik terbanyak pada anak-anak. Dari semua karsinoma yang bermetastasis ke tulang, pada awalnya 30% tidak diketahui asal tumor primernya. Lokasi tersering tumor ganas tulang akibat metastasis mengenai tulang spongiosa, yaitu pelvis, kosta, vertebra dan sekitar bahu, sedangkan tulang kortikal yang juga sering terkena metastasis adalah femur (5). Gejala utama metastasis tulang adalah nyeri. Nyeri bisanya timbul pada saat istirahat. Nyeri pada awalnya bersifat intermitten, kemudian berkembang menjadi nyeri yang terusmenerus jika telah terjadi destruksi tulang yang luas dan diikuti fraktur patologis. Dapat ditemukan hiperkalsemia yang disertai gejala sistemik penderita tumor seperti anoreksia, nausea, muntah, ditambah gejala sesuai organ yang terkena. Hiperkalsemia terjadi akibat destruksi tulang yang melepaskan kalsium ke dalam aliran darah (24).

2.6.3. Metabolik 

Osteoporosis Osteoporosis merupakan kelainan metabolik tulang dimana terdapat penurunan massa tulang tanpa disertai kelainan pada matriks tulang. Kelainan ini 2-4 kali lebih sering pada wanita dibanding pria (9). Penipisan tulang dipengaruhi oleh resorpsi tulang, penurunan pembentukan tulang atau kombinasi dari keduanya. Tampaknya jelas bahwa Alasan utama kehilangan kekuatan tulang adalah penurunan massa tulang; Namun, pada sisa dari trabekular tulang mungkin kehilangan struktural konektivitas antara pelat tulang, hal ini yang dapat mengubah sifat mekanik sehingga tulang kehilangan kekuatan keluar dari proporsi penurunan massa tulang. Sebagai konsekuensi, tulang - terutama di sekitar diaphyseal-metaphyseal junction

pada tubular tulang dan terutama di cancellous vertebral bodies, sehingga pada akhirnya sampai pada keadaan di mana stress yang relatif ringan atau regangan (strain) dapat menyebabkan patah tulang (11). Jenis-jenis osteoporosis Dikenal beberapa jenis osteoporosis yaitu: 1. Osteoporosis primer Osteoporosis ini dibagi dalam 2 tipe Tipe 1: timbul pada wanita pasca monopause c. Postmenopausal osteoporosis Disebabkan oleh pengurangan dari fungsi fisiologis tulang yang dipengaruhi oleh penuaan dan penurunan dari aktivitas gonad - Faktor resiko  Ras kaukasia dan asia  Histori dari keluarga akan osteoporosis  Histori dari anorexia nervosa atau amenorrhea  Puncak rendah pada masa tulang di decade ke 3  Menopause yang lebih awal  Hysterectomy awal  Insufisiensi nutrisi  Kurangnya olahraga  Merokok  Alcohol Fase awal postmenopausal adalah kehilangan tulang secara cepat dari tingginya resoprsi dari osteoklast yang disebabkan oleh penurunan dari estrogen dan kurangnya aktivitas osteoblastic dan diperburuk oleh insufisiensi nutrisi, penyakit kronis dan penurunan mobilitas (11)

.

Manifestasi klinis Adanya : -sakit pada bagian punggung - kifosis pada thoracal -penurunan dari tinggi badan - fraktur pada area pelvis dan pergelangan kaki, colle’s fracture (fraktur energi rendah dari radius distal) Pada X-ray akan terlihat adanya kompresi pada satu atau lebih dari badan vertebral dan pada tampak lataeral akan terlihat kalsifikasi dari aorta. Pada bone density akan terlehat penurunan densitas tulang pada badan vertebral dan leher

femoral. Tipe 2: terjadi pada orang lanjut usia baik pada pria maupun wanita. a. Involutional osteoporosis Pada tipe ini faktor yang mencetuskan osteoporosis adalah faktor umur yang sudah usia lanjut yang disertai dengan kekurangan pajanan dari matahi, atrofi dari otot, kekurangan keseimbangan, insufisiansi sedang dari urin, dan kekurangan makanan yang sehat, kekurangan dari vitamin D akan mencetuskan osteomalasia b. Post-climateric osteoporosis pada laki-laki Dengan adanya pengurangan secara bertahap dari hormone androgen, laki-laki akan mengalami hal yang sama seperti osteoporosis pada post menopause (12) 2. Osteoporosis sekunder Osteoporosis sekunder terutama disebabkan oleh penyakit-penyakit tulang erosif (misalnya mieloma multipel, hipertiroidisme, Insufisiensi hormone gonad) dan akibat obat-obatan yang toksik untuk tulang (misalnya glukokortikoid). (11) a. Hyperkortisone Hal ini terjadi pada overload dari glukokortikoid yang terjadi pada penyakit chusing’s dan pengobatan jangka panjang dari kortikosteroid yang akan berujung pada osteoporosis yang parah. Glukokortikosteroid mempunyai efek untuk menekan fungsi fungsi dari osteoblast dan mereduksi absorpsi dari kalsium dan menaikkan pengeluaran kalsium dan menstimulasi sekresi dari PTH. (8) Tatalaksana Kortikosteroid dengan dosis rendah disertai pemantauan densitas tulang Suplemen kalsium sebanyak 1500 mg’hari Vitamin D b. Insufisiensi hormone Gonad Kekurangan dari estrogen adalah faktor penting pada osteoporosis postmenopausal, orang yang telah melakukan oophorectomy, ovarian agaenesis, amenorrhea primer, orang yang mengidap anorexia nervosa, penurunan dari fungsi testis. Tatalaksana adalah sama dengan osteoporosis postmenopausal dan pada penurunan fungsi testis dengan pengobatan testosterone. c. Hyperthyroidism Penggunaan thyroxine akan menyebabkan kenaikan rate dari turnover tulang tetapi resorpsi terjadi secara berlebihan, biasanya terjadi pada pasien yang berumur lanjut dengan adanya menopause dan kelebihan dari thyroid. Tatalaksana sama pada osteoporosis dan thyrotoxicosis d. Multiple myeloma Kehilangan tulang terjadi karena produksi secara berlebihan dari osteoclast-activating

factors. Penyakit ini ditandai dengan tingginya ESR, osteoporosis pada kebanyakan, dan anemia. Multiple myeloma diobati dengan bisphosphonate 3. Osteoporosis idiopatik Osteoporosis tiupe ini adalah osteoporosis yang tidak diketahui penyebabnya dan ditemukan pada: usia anak-anak, usia remaja, wanita premenopause, pria usia pertengahan. Osteoporosis ini jauh lebih jarang terjadi dari jenis lainnya. Gambaran klinis dari osteoporosis yang dapat ditemukan adalah adanya nyeri tulang terutama pada tulang belakang yang intensitas serangannya meningkat pada malam hari. Dan terdapat deformitas pada tulang, dapat terjadi fraktur traumatik pada vertebra dan menyebabkan kifosis anguler yang dapat menyebakan medula spinalis tertekan sehingga dapat terjadi paraparesis (12). Istilah osteopenia kadang digunakan untuk menggambarkan tampakan tulang yang kurang “padat” dari yang seharusnya pada X-ray, tanpa menjelaskan apakah kehilangan dari kepadatan tulang akibat osteoporosis atau osteomalasia, atau apakah memang hal ini cukup sebagai tanda pada semua kelainan (15). Karakteristik tanda dari osteoporosis adalah hilangnya trabekula, penipisan korteks dan fraktur insufisiensi. Fraktur kompresi pada vertebra, wedging pada berbagai level atau distorsi bikonkav pada end-plates vertebra akibat bulging dari diskus intervertebralis yang merupakan tipikal dari osteoporosis postmonopause berat (13).



(b)

(b)

(c)

Rickets Rickets atau Rachitis adalah suatu penyakit kerangka yang telah lama dikenal, terutama

di negeri Inggris. Pada waktu ini semua penyakit kerangka yang disebabkan karena kurangnya zat anorganik terutama yang perlu dalam pertumbuhan tulang, digolongkan di dalam penyakit Rickets, Zat anorganik terutama terdiri dari Ca dan P. Metabolisme kedua zat ini didalam pertumbuhan tulang sangat dipengaruhi oleh sinar ultraviolet. Dengan demikian kekurangan

vitamin D menimbulkan kekurangan Ca dan P dan terjadi penyakit Rachitis. Malahan dalam bentuk klasik kekurangan vitamin inilah yang menjadi sebab penyakit Rickets. Di samping itu gangguan metabolisms Ca dan P juga disebabkan karena penyakit ginjal, sehingga demikian juga dapat timbul penyakit Rickets. Juga penyakit-penyakit pada usus dapat menimbulkan terganggunya pengambilan zat Ca dan P ke dalam darah sehingga dapat Pula menimbulkan penyakit Rickets (24).

(a)

(b)

Umumnya secara klinis, penyakit Rickets digolongkan dalam 2 golongan, ialah : 1. Infantil Rickets ialah yang terdapat pada anak-anak di bawah umur 5 tahun. 2. Late Rickets, yang terdapat pada orang-orang dewasa. Penyakit ini dinamakan juga Osteomalacia, yang berarti bahwa kerangka menjadi lunak. Pada infantile rickets mungkin disertai dengan tetanus atau kejang. Kemudian orang tua memperhatikan adanya gagal tumbuh, kelemahan dan flaksid dari otot. Kecepatan perubahan tulang adalah kelainan bentuk tengkorak (kranio- tabes) dan penebalan ankel, pergelangan kaki dan pergelangan tangan dari physeal berlebih. Pembesaran costochondral junction ('reyot rosario') dan indentasi lateral pada dada (sulkus Harrison) juga dapat muncul. Distal tibia bowing dikaitkan dengan duduk atau berbaring bersila. Setelah anak berdiri, deformitas ekstremitas bawah meningkatkan, dan terhambatnya pertumbuhan lebih jelas. Dalam rakhitis parah mungkin ada kelengkungan tulang belakang, coxa vara dan membungkuk atau fraktur tulang panjang (17). Adult rickets jauh lebih berbahaya, pasien mungkin mengeluh nyeri tulang, sakit punggung dan kelemahan otot selama bertahun-tahun sebelum diagnosis dibuat. Kolapsnya vertebra menyebabkan hilangnya tinggi, dan terdapat kelainan seperti kyphosis ringan atau

knock knee. Unexplained nyeri pada pinggul atau salah satu tulang panjang mungkin pertanda fraktur stres. Pada penemuan x-ray, pada infatile rickets ditemukan penebalan dan pelebaran dari pertumbuhan plat, cupping dari metafisis dan terkadang pembengkokan dari diafisis. Metafisis tetap melebar secara abnormal setelah pemulihan terjadi. Jika serum kalsium tetap rendah, maka akan terjadi hyperparahyroidisim sekunder, pada dewasa ditemukan adanya looser zone dengan adanya thin transverse band dari refraksi. Penemuan ini terlihat pada tulang Panjang dan ujung axillari dari scapula karena adanya fraktur stress yang kurang komplit dimana sembuh dengan adanya kalus tetapi rendah dengan komposisi kalsium, adanya pemudaran secara rendah dari struktur skeletal yang menghasilkan vertebrae yang bikonkav, indentasi lateral dari acetabula dan fraktur secara spontan dari iga, rami pubis, leher femoral atau metafisis secara atas dan dibawah lutut. Hyperparathyroidism sekunder terlihat dengan adanya fallanges tngah dari jari-jari dan pada kasus yang lebh berat akan terlihat brown tummour pada tulang Panjang (15).

a.

Indentansi dari acetabula yang memproduksi trefoil atau pelvis champagne glass b. looser’s zone dari pubis rami dan leher femoral kiri c. vertebrae bikonkaf dan d. fraktur dari diafisis tengah dari tulang Panjang setelah trauma energi rendah



Osteomalacia

Osteomalacia adalah penyakit yang berkaitan dengan gangguan deposisi kalsium ke dalam matriks osteoid (gangguan mineralisasi). Osteomalacia terutama disebabkan oleh defisiensi vitamin D dan asidosis tubulus renalis. 2,3 Pada osteomalacia terjadi penurunan matriks kalsifikasi dan peningkatan matriks nonkalsifikasi (osteoid) dan dengan gambaran foto rontgen terlihat gambaran penipisan (rerefaksi) pada tulang panjang. Secara progresif tulang akan menjadi lemah, lunak dan rapuh, pada akhirnya bengkok dan menyebabkan deformitas berat. Secara mikroskopik dapat ditemukan osteoid di dekat daerah tulang terkalsifikasi yang jumlahnya relatif lebih sedikit. Dapat juga ditemukan pseudofraktur, yang dikenal sebagai zona Looser, pada bentuk osteomalacia berat yang disebut sindrom Milkman. 2,3 Pada penderita dapat ditemukan anoreksia, penurunan berat badan, kelemahan otot, nyeri tulang, nyeri tekan dan deformitas tulang belakang serta anggota gerak bawah. Diagnosis ditegakkan berdasarkan pemeriksaan radiolog berupa perubahan khas pada tulang rangka (kompresi korpus vertebra, perubahan bentuk pelvis dan pembengkokan tulang panjang) serta pembentukan trabekula tulang yang jelas dan penipisan seluruh tulang. Pada sindroma Milkman dapat terlihat pseudofraktur pada iga, pelvis, proksimal femur dan tempat-tempat lainnya. Pemeriksaan laboratorium pada osteomalacia menunjukkan peningkatan kadar alkali fosfatase dan penurunan kadar fosfat darah. Pengukuran kadar kalsium, fosfat, hormon paratiroid dan metabolit vitamin D dalam serum dapat bermanfaat.2,3 Pengobatan osteomalacia antara lain pemberian vitamin D dan kalsium dosis tinggi untuk meningkatkan kalsifikasi pada matriks dan karenanya terjadi penyembuhan pseudofraktur serta penguatan tulang. Osteomalacia bentuk hipofosfatemik memerlukan pengobatan dengan fosfat dan 1,25-dihidroksi vitamin D. Pada osteomalacia yang resisten terhadap vitamin D juga dapat diberikan 1,25 dihidroksi vitamin D. Deformitas residual yang terjadi dapat dikoreksi dengan osteotomi.2,3 Perbedaan osteoporosis dengan osteomalasia adalah osteoporosis adalah kerapuhan tulang yang disebabkan oleh ketidakseimbangan formasi dan resorpsi tulang, sehingga patah yang terjadi disebabkan oleh kehilangan massa tulang dan kekuatannya yang biasanya dipicu karena jatuh. Sedangkan osteomalasia adalah kerapuhan tulang yang

disebabkan oleh gangguan mineralisasi tulang (biasanya defisiensi vitamin D) yang biasanya diikuti dengan nyeri tulang, myelopati, kelelahan, dan patah. Diagnosis osteoporosis ditegakan dengan Bone Mineral Density (BMD) < 2.5 standar deviasi, sedangkan diagnosis osteomalasia ditegakan dengan biopsi tulang (24).



Osteogenesis Imperfekta Osteogenesis imperfecta (OI) adalah salah satu kelainan genetik yang paling umum

dari tulang, dengan perkiraan kejadian 1 di 20.000. fitur paling menonjol dari osteogenesis imperfecta, yang relatif umum dari displasia skeletal, adalah ketentuan genetik osteoporosis kongenital yang ditandai dengan kelemahan dan kerapuhan tulang-tulang tubuh dengan hasil terbanyak yaitu fraktur patologis (24). Terdapat 4 tipe dari osteogenesis imperfecta a. -

Tipe I (mild) Paling sering terjadi dengan presentasi >50% pada semua kasus. Patah tulang biasanya muncul pada 1-2 tahun. Penyembuhan cukup baik dan tidak ditandai cacat Sklera biru Gigi biasanya normal tetapi beberapa memiliki dentinogenesis imperfecta. Gangguan pendengaran pada orang dewasa. Kualitas hidup yang baik; harapan hidup normal. Pola pewarisan Autosomal dominan. b. OI TYPE II (mematikan) 5-10 persen dari kasus. Intra-uterine dan patah tulang neonatal. Tengkorak besar dan tulang wormian. Sklera abu-abu. Fraktur Rib dan kesulitan pernafasan. lahir mati atau bertahan hanya beberapa minggu. Sebagian besar karena mutasi dominan yang baru; beberapa autosomal resesif. c. OI TYPE III (PARAH deformasi) 'klasik', tapi bukan yang paling umum, dari bentuk OI. Fraktur sering terjadi pada saat lahir. Tengkorak besar dan tulang wormian; pinched-looking face Ditandai cacat dan kyphoscoliosis pada usia 6 tahun. Sklera abu-abu, menjadi putih. dentinogenesis imperfecta. Ditandai kelemahan sendi. Masalah pernapasan. Rendahnya kualitas hidup; Beberapa bertahan hidup sampai dewasa.

d. -

(a)

Sporadis, atau autosomal resesif. OI TYPE IV (cukup parah). Jarang; kurang dari 5 persen dari kasus. fraktur Sering pada anak usia dini. Kelainan bentuk umum. Sklera biru pucat atau normal. dentinogenesis imperfecta. Bertahan sampai dewasa dengan fungsi yang cukup baik. Pewarisan autosomal dominan.

(b)

(c)

(d)

(e)

: (a) X -ray features in a slightly older patient with the same condition (b) These deformities can be corrected by multiple osteotomies and ‘rodding’ (c) This young girl had severe deformities of all her limbs, the result of multiple mini-fractures of the long bones over time. This is the classic (type III) form of OI. (d) The typical deep blue sclerae in type I disease. (e) Faulty dentine in a patient with type IV disease.



Penyakit Paget Penyakit Paget atau osteitis deformans adalah penyakit tulang yang ditandai dengan penebalan dan perubahan bentuk tulang yang terjadi secara progresif lambat akibat proses resorpsi tulang yang lebih cepat. Kelainan ini terjadi pada usia di atas 40 tahun. Pada

osteitis

deformans

terjadi

peningkatan

kegiatan

osteoklas

serta

vaskularisasi pada tulang yang terkena. Proses ini diawali dengan fase osteolisis. Pada fase ini, walaupun juga terjadi pembentukan tulang baru, namun kekuatannya lebih rendah daripada tulang normal. Akibatnya, terjadi pembesaran tulang yang rapuh sehingga mudah bengkok atau patah. Fase berikutnya adalah fase osteosklerosis, yaitu pembentukan tulang seimbang dangan penyerapannya sehingga tulang menjadi lebar dan padat (18). Penyakit ini terutama ditemukan pada usai di atas 50 tahun dengan perbandingan yang sama antara pria dan wanita. Kelainan ini dapat mengenai sebagian atau seluruh tulang, terutama pada pelvis, tibia, femur, tengkorak, vertebra dan klavikula. Penyakit umumnya bersifat asimtomatik dan ditemukan secara kebetulan pada pemeriksaan radiologis untuk kepentingan lain, tetapi pada beberapa penderita bisa ditemukan gejala berupa nyeri atau deformitas pada tulang, nyeri yang terjadi adalah nyeri tumpul yang konstan terutama bila penderita bangun tidur dan nyeri akan bertambah hebat bila terjadi fraktur. Deformitas terutama terjadi pada anggota gerak bawah, mengenai tulang panjang yang menanggung tekanan mekanik yaitu pada daerah tibia anterior dan femur anterolateral. Anggota gerak bawah terlihat bengkok, kulit terasa hangat yang merupakan tanda osteitis deformans. Jika tulang tengkorak terkena, dasar tengkorak mungkin terlihat mendatar (platibasia) sehingga leher terlihat memendek.

Bila terjadi penekanan saraf kranial akan menyebabkan gangguan penglihatan, paralisis fasialis, neuralgia trigeminus dan ketulian. Ketulian dapat pula disebabkan oleh sklerosis tulang-tulang telinga (otosklerosis). Penebalan vertebra menyebabkan penekanan medula spinalis dan akar saraf. Ditemukan pula sindroma Steal yaitu aliran darah dialirkan dari organ internal ke sirkulasi sistemik pada tulang yang menyebabkan iskemia serebral dan medula spinalis. Jika stenosis saraf terjadi, maka akan terlihat gambaran yang khas yaitu klaudikasio spinal dan kelemahan anggota gerak bawah. Dapat pula terjadi kifosis sehingga tubuh penderita terlihat pendek dengan kaki membengkok dan tangan menggantung yang menyerupai kera (13). Pada pemeriksaan radiologis dapat ditemukan gambaran berupa flame shaped yang terdapat pada bagian batang tulang atau gambaran osteoporosis. Pada tahap lanjut dapat terlihat penebalan dan sklerosis tulang dengan trabekulasi yang kasar. Lesi yang

tersembunyi

dapat

dideteksi

dengan pemeriksaan

radionuklida. Pada

pemeriksaan laboratorium ditemukan peningkatan kadar alkali fosfatase darah dan peningkatan konsentrasi hidroksiprolin pada urin (19).  Congenital a. Osteopetrosis Osteopetrosis adalah dysplasia rangka yang diakibatkan oleh kegagalan fungsi aktivitas osteoklas. Membuat meningkatnya proporsi tulang primitif yang mengakibatkan osteosklerosis dan brittleness. Hal ini membuat menurunnya kekuatan tulang sehingga tulang lebih rentan patah. Osteopetrosis dibagi menjadi tiga berdasarkan waktu kejadiannya : infant, adult, dan intermediate -

Infant (malignant) osteopetrosis terjadi secara kongenital Adult (benign) terjadi lebih tertunda daripada infant yang biasanya bergejala lebih ringan, namun tetap diturunkan secara genetika

Kelainan dari osteoklas tidak membuat resorpsi tulang dan kartilago terganggu (akibat dari tidak sensitif dari hormone paratiroid). Terlalu banyak tulang imatur yang terbentuk di metafisis dan turun ke diafisis membuat terjadi obliterasi pada celah sumsum tulang. Secara klinis, pasien akan mengalami multiple fraktur, deformitas tulang, dan nyeri tulang belakang. Fraktur biasanya transversal, tetapi separasi dari epifisis juga bisa terjadi. Formasi

kalus normal, namun ada perlambatan dalam pemulihan dan remodeling tulang. Patah berulang mengakibatkan terjadi deformitas pada tulang-tulang, seperti patah pada proximal femur akan mengakibatkan coxa vara Pada gambaran radiologi terdapat peningkatan radio-opacity dan endobone. Biasanya terlihat jelas pada metacarpal dan metatarsal, gambaran ‘rugger jersey’ pada tulang spinal, dan flaring pada metafisis Masalah yang dapat terjadi adalah pancytopenia akibat obliterasi pada medullary canal pada tipe malignant, sehingga dilakukan transplantasi sumsum tulang belakang pada usia dini. Fraktur bisa diperbaiki dengan cara konvensional namun sukar sembuh, Internal fiksasi diperlukan karena brittleness dapat menyebabkan fraktur saat pengeboran dilakukan. Non-union juga menjadi permasalahan utama dan bone grafting atau stimulasi tulang bisa digunakan. IM nailing tidak bisa dilakukan karena absensi dari kanal medullary (16) b. Congenital Pseudoarthrosis Pseudoarthrosis kongenital adalah deformitas dari tulang panjang yang mengakibatkan fraktur. Walaupun tidak ditemukan patahan sejak lahir, bukan berarti penyakit ini bukan kongenital. Pseudoarthrosis fibula, klavikula, femur, radius, ulna, dan humerus banyak dilaporkan, namun yang paling banyak dibahas adalah tibia. Pseudoarthrosis tibia (CPT) bermula dari anterolateral bowing deformity. Di beberapa kasus, fraktur terjadi pada saat lahir, namun sebagian besar terjadi pada saat anak berusia 2, 3 atau kemudian setelah digunakan bracing (16). Ada hubungan erat antara tipe 1 neurofibromatosis (NF1) dengan angka kejadian CPT. Dilaporkan 5% dari pasien dengan NF1 akan mengalami CPT, dan 40-55% dari CPT akan memiliki NF1, Fibrous dysplasia juga ditemukan pada 15% kasus CPT. Studi penunjukan permasalahan utama terjadi pada peiosteum daripada pada tulangnya sendiri, terjadi kelainan kolagen tipe 1 yang tergantikan kolagen tipe 3. Terjadi formasi hamartomatous dan fibromatosis invasif

sekitar tibia. Hal ini yang membuat terjadinya kompresi dan osteolisis sehingga

kelemahan, deformitas, dan fraktur. Pembedahan yang dilakukan bertujuan untuk mengembalikan alignment tulang dan union tulang tetap terjadi, hal tersebut menjadi tantangan yang utama dalam pengobatan penyakit ini. Ada tiga metode dalam isolasi, atau bisa dikombinasikan yaitu :

-

IM rodding Ini dilakukan biasanya untuk anak usia 3 tahun kebawah, bisa terjadi pemendekan dan bone grafting sekitar area patahan, laporan tentang union mencapai 85%. Ada berbagai macam tipe IM rod, yang biasa digunakan adalah single piece rods (William IM rod) yang dimana ketika anak tumbuh, ukuran akan disesuaikan kembali agar tidak

-

mengganggu distal tibial fisis maupun membuat terjadinya ankle valgus External fixation with circular frames Vascularized fibular graft Augmentation

2.8 Diagnosis dan Tatalaksana Penatalaksanaan fraktur patologis didasari oleh penyebab awal fraktur patologis itu sendiri, penatalaksanaan dapat bersifat paliatif untuk pasien dengan fraktur patologis maupun yang memiliki resiko tinggi fraktur patologis pada pasien dengan keganasan tulang baik yang merupakan akibat metastasis kanker paru,prostat, payudara, otak, maupun kanker lainnya ke tulang ataupun keganasan yang memang berasal dari tulang itu sendiri atau disebut dengan primary bone malignancy ataupun penyakit lainnya seperti multiple myeloma,lympoma, penyakit paget’s,giant cell tumor of bone. kkner Tujuan utama terapi pada fraktur patologis, terlepas dari penyebab awal fraktur itu sendiri adalah untuk menurunkan angka morbiditas, meningkatkan kualitas hidup dengan cara meningkatkan fungsi dan integritas skeletal pada taraf maksimum yang dapat tercapai. Salah satu tujuan tatalaksana pada kasus fraktur patologis adalah menurunkan angka SkeletalRelated events (SRE) yang umum terjadi pada metastasis ke tulang yaitu nyeri, pathologic fracture, ypercalcemia, dan kompresi medulla spinalis, frekuensi terjadinya SRE dapat di turunkan salah satunya dengan mengkonsumsi osteoclast inhibitor seperti bisphosphonates dan denosumab pada pasien dengan metastasis ke tulang pada pasien-pasien kanker prostat,payudara dan pasien multiple myeloma. Secara klinis, fraktur acetabulum memiliki gejala nyeri pada daerah selangkangan dan panggul, terutama saat weight-bearing seperti berdiri, nyeri pada paha bagian dalam dan lutut mengindiksikan penyakit pada acetabulum atau femoral head destrction. Apabila pasien tidak dapat secara aktif memfleksi dan abduksi panggul maka penyakit pada intertrochanteric dapat dicurigai (5).

Pemberian dan langkah terapi pada fraktur patologis juga didasari oleh resiko terjadinya fraktur dan tingkat survival rate pasien, CT scan dan biopsi digunakan untuk mendiagnosis tumor primer pada tulang, bone scan atau PET-CT untuk memeriksa status penyebaran kanker pada tubuh pasien. lesi tulang dengan axial corticl involvement lebih dari 30mm memiliki resiko tinggi untuk fraktur dan harus di stabilisasi melalui internal fixation dengan operasi untuk mencegah fraktur terjadi. Terapi radiologis adalah terapi utama pada lesi simtomatik pada tulang yang memiliki resiko fraktur yang rendah. prosedur pembedahan yang di gunakan untuk menangani fraktur patologis ada berbagai macam yaitu plate fixation, intramedullary nails dan endoprosthesis, pemilihan dari masing-masing teknik bergantung kepada lokalisasi lesi, ekstensi tulang, dan survival rate masing-masing pasien. pemebrian cement secara adjuvan juga di pertimbankan pada lesi yang cukup besar untuk menstabilisasi tulang. Terdapat 3 kategori diseminasi tulang yaitu : lesi soliter, oligometastases( 2-4 tulang metastases) dan diffuse. Apabila PET-CT tidak ada, harus di gantikan denga CT thoraks dan abdomen untuk pemeriksaan metastases. Alur diagnosis fraktur patologis : diagnosis selalu diawali dengan X-Ray standar 2 posisi yaitu AP dan lateral, pada kecurigaan terhadap multiple myeloma, dilakukan juga skeletal survey ( radiografi serial yang dilakukan secara sistematis terhadap seluruh tulang skeletal ataupun regio anatomi tertentu, secara umum skeletal survey yang di lakukan adalah foto xray polos AP bilateral dan PA dari proyeksi tangan,lengan,kaki,betis,paha,pelvis, tulang belakang dan tulang tengkorak). Guna menilai lesi secara lebih akurat untuk mengidentifikasi lesi tsb secara fokal dan difus. Kemudian pemeriksaan CT-SCAN yang didalamnya ada 3 regio yaitu CT scan

danthorax(8).

abdomen,pelvis

Pemeriksaan Laboratorium mencakup:

pemeriksaan darah lengkap , ESR,

fungsi hepar,

creatnine, calcium, phosphorus,lactate dehydrogenase, alkaline phosphatase, dan prostate specific antigen pada pria usia >60 tahun, serum dan urine immunoelectrophoresis dan koagulasi darah.

Tingkat survival sangat beragam pada setiap individu dan setiaap penyakit ada yang dapat bertahan hidup dalam jangka waktu hari, ada yang dalam tahun, ini semua sangat beragam dan sangat berpengaruh terhadap fraktur patologis yang dapat terjadi .Median survival rate untuk pasien dengan kanker paru yang metastasis ke tulang sekitar 3 bulan, dan bisa mencapai 10 bulan pada pasien denan kanker prostat yang bermetastasis ke tulang, dan 17 bulan bagi kanker payudara. Apabila survival rate di bawah 6 minggu, kelebihan dalam menjalankan terapi operatif harus dipertimbangkan lebih detail, agar tepat dan sesuai dengan kebutuhan pasien. sehingga umumnya dengan survival rate yang pendek, pendekatan operatif hanya di lakukan secara aliatif untuk mengurangi rasa nyeri dan bahkan tidak dilakukan pada kondisi-kondisi tertentu, seperti keterbatasan biaya pada keluarga pasien dengan kanker stadium lanjut dengan skor performa hidup yang rendah (9). Untuk mengukur resiko fraktur terutama pada impending bone fracture : 1. Pada tulang panjang dapat dengan menggunakan ;  MIREL’s Criteria for prophylactic fixation Digunakan untuk memprediksi persentasi fraktur patologis dalam waktu 6 bulan post-irradiation pada pasien dengan metastasis ke tulang panjang yang belum memiliki riwayat fraktur patologis dan belum pernah diberi terapi radiasi tulang.

Tidak dapat memprediksi fraktur pada tulang pendek seperti tulang vertebra. Lebih baik di bandingkan dengan Harrington criteria( >50% diameter tulang,.2.5cm, nyeri pasca radiasi, fraktur pada torachanter minor, dan perbandingan tulang yang di gunakan adalah diameter tulang yang berada pada level yang sama terhadap lesi.

Score ≤7 8 ≥9

Fracture risk 0-4 %

Recommendation Safe to irradiate

15%

minimal risk of fracture Consider prophylactic

>33%

fixation Prophylactic

with

fixation

indicated 

CT-Scan based structural rigidity analysis FDG-PET/CT  BMD 2. Acetabulum ;  CT-scan dan MRI ( pada MRI dapat terlihat low intensity linear area yang merepresentasikan garis fraktur dan edema pada medullary bone ), BMD dapat digunakan pada pasien osteopenia 3. Spinal stability dapat di periksa dengan;  PET/CT plus MRI(complete replacement of vertebral segment, multiple vertebral body lesions, pedicle involvement, intact intervertebral disk), CT-guided biopsy Beberapa keunggulan yang diperoleh pasien dan dokter dengan memperhitungkan resiko fraktur patologis:    

Life expectancy dan quality of life yang lebih baik Waktu perawatan di Rumah sakit yang lebih pendek Management nyeri yang lebih baik Menurunnya tingkat kehilangan darah

Prinsip penanganan fraktur : -Life saving (primary survey : airway + c-spine control, breathing and ventilation, circulationn,disability,environment/exposure; secondary survey) -limb saving ( reduksi terbuka atau tertutup, mempertahankan fraktur yang telah di reduksi dengan fiksasi terbuka dan tertutup , operasi, radiotheraphy, chemotheraphy) - function saving (mobilisasi awal, mencegah ulkus dekubitus, atrofi otot) Prinsip pada limb saving : reduction,retaining,rehabilitation -penanganan lesi pada tulang secara lokal - reseksi tulang +/- stabilisasi tulang -cement PMMA (polymethyl methacrylate) dengan non PMMA -radioterapi - bracing Tatalaksana nonmedikamentosa -edukasi gaya hidup pasien seperti olahraga yang sesuai dan tepat dengan kondisi pasien -edukasi gizi pasien yang tinggi kalsium dan vitamin D Tatalaksana medikamentosa -edukasi kondisi dan penyakit serta resiko terjadinya fraktur kepada pasien dan keluarga pasien, edukasi gizi, gaya hidup yang tinggi kalsium dan vitamin D guna meningkatkan pemulihan dan proses penyembuhan tulang serta menjaga kesehatan tulang. Pemberian kalsium perhari 1000 mg dan untuk pasien non postmenopause atau osteoporosis sebanyak 1500mg/ hari. Vitamin D dapat diberikan 700-800 IU perhari. Pada anak dan

balita 400 IU perhari. Vitamin

D2(Ergocalciferol) berasal dari ragi dan tanaman, Vitamin D3 (cholecalciferol) berasal dari minyak ikan dan sintesis dari kulit. Manusia memperole 90% dari kebutuhan Vitamin D dari cahaya matahari (8).

-analgetik dapat disesuaikan dengan kebutuhan dan keadaan klinis pasien, baik dari fungsi hepar, fungsi ginjal dan tingkat nyeri yang dirasakan pasien maupun kondisi alerg terhadap suatu analgetik, berdasarkan jumlah dan tingkatan obat analgetik yang akan diberikan, digunakan WHO ladder

-osteoclast inhibitor seperti denosumab dan bisphosphonate digunakan pada fraktur patologis karena cara kerjanya sebagai antiresorptive, salah satu dari golongan bisphosphonate yang poten

adalah asam zoledronik. Diindikasikan pada kondisi ; usia harapan hidup rendah,comorbiditas tinggi, lesi yang lebih kecil, tumor yang radiosensitif. Berikut adalah cara kerja dari obatobataan antiresorptive tsb.

-terapi hormonal dan kemoterapi berdasarkan kanker yang di derita pasien guna menekan morbiditas dan mortalitas dan menjaga tulang dari metastasis. •

-antibiotik preoperatif yang diberikan yang bertujuan untuk mencegah infeksi bakteri gram positif, gram negatif dan anaerob, sehingga antibiotik harus mencakup 3 kelompok seperti cephalosporin generasi 3 yaitu cefazolin dan metronidazole, pada pasien alergi terhadap penicilin dapat di berikan clindamycin

-profilaksis tromboemboli seperti DVT, profilaksis komplikasi lainnya seperti infeksi, non union, malunion (14), RADIOTERAPI Pemberian radiologi paliatif dapat diberikan secara efektif, dan juga dapat di ulang sampai 2 hingga 3 kali menggunakan Fraksi 8Gy sebagai pengobatan standart untuk lesi tulang yang memberi gejala nyeri namun memiliki resiko fraktur rendah, untuk lesi tulang dengan destruksi komponen tulang ekstensif, dapat juga di berikan radiologi paliatif dengan tujuan meningkatkan reminalisasi tulang (24).

OPERASI Pilihan pendekatan reduksi di bagi menjadi dua yang tertutup dan terbuka, indikasi menggunakan fiksasi eksternal adalah saat fraktur yang mengalami displace ringan, fraktur pada anak-anak, sebagai adjuvant reduksi terbuka, fraktur yang berkaitan dengan kerusakaan jarigan lunak, fraktur pada pelvic, fraktur yang nonunion. Indikasi fiksasi internal: raktur yang tidak dapat di reduksi tanpa operasi, yang tidak stabil,fraktur avulsi yng membuat fragment tulangnya terpisah, fraktur patologis, fraktur yang pemulihannya lebih lama( fraktur femoral neck). Penggunakaan teknik reduksi terbuka atau ssecara interal lebih banyak di gunakan pada fraktur patologis. Terapi operatif sangat beragam dan pemilihannya di dasari oleh lokasi tulang yang memiliki lesi, ekspektansi kehidupan, karakeristik pasien seperti keadaan obesitas dan tipe fraktur. Pada pasien dengan fraktur patologis karena kanker tiroid dan ginjal, harus dilakukan embolisasi pada tulang terlebih dahulu guna mencegah perdarahan berlebih saat operasi dan post-operasi. Tujuan terapi operatif pada pasien dengan life expectancy rendah adalah untuk immobilisasi awal, mengurangi rasa nyeri,merestorasi fungsi alat gerak dan mengurangi komplikasi perioperatif. Indikasi operasi pada fraktur patologis : penyakit yang terus berlanjut setelah radioterapi, sebagai pilihan operasi yang bersifat paliatif, keluhan neurologi akibat impingement tulang ke saraf, impendin fracture, instabilitas tulang belakang,deformitas tulang yang semakin progresif (5). Pada seluruh fraktur patologis pada tulang-tulang panjang, ada 3 prinsip operatif yaitu intramedullary nail(kuntsher nail) , plate dan endoprosthesis. Secara epidemiologi, fraktur patologis 46% terjadi pada tulangg vertebra, pada terapi fraktur kompresi pada vertebra dapat berupa terapi konservatif dan dapat juga melalui prosedur pembedahan

dan

menggunakan

berbagai

macam

teknik

pembedahan

seperti

vertebroplasty,kyphoplasty,blok(ablasi) saraf spinal, fiksasi internal dan laminektomi (7). Intramedullary nails, memiliki beberapa keunggulan, yaitu lebih mempertahankan segment tulang karena bagian tulang yang akan di diseksi lebih kecil atau pendek, suplai darah pada periosteum juga tetap terjaga, fiksasi dapat dilakukan dengan pemasangan sekrup pada bagian proksimal dan distal dari tulang secara interlocking. Seluruh intramedullary nails memerlukan distal locking guna mencegah kegagalan fiksasi dan mempertahankan stabilisasi saat berotasi.

Fiksasi daerah tulang proksimal dapat menggunakan skrup standar maupun menggnakan interlocking lag srew ataupun helical blade, umumnya digunakan pada tulang femur dan humerus karena memiliki kontak permukaan yang lebih besar. Kekurangan pada intramedullary nails adalah apabila tidak di berikan cement augmentation maka tulang tersebut dapat memiliki resiko fraktur yang tinggi, tidak dapat di gunakan pada tulang yang dekat dengan persendian dan memerlukan bagian tulang yang baik pada bagian proksimal dan distal untuk melakukan terapi ini. Plate fixation memberi beberapa keunggulan dibanding terapi operatif lainnya yaitu, dalam pengerjaannya, kerusakan pada muscle cuff dapat dicegah, fraktur yang lokasinya pada tulang yang sangat distalpun dapat ditangani dengan baik, fiksasi kaku juga dapat digunakan dengan sekrup biasa. Pendekatan terbuka pada operasi plate fixtion memberi akses yang baik dan visualisasi yang baik juga bagi dokter untuk tindakan kuretase, reduksi fraktur, reposisi fraktur, dan pemberian cement sebagai adjuvant. Kekurangan dalam prosedur ini adalah memerlukan sayatan besar, prosedur operasi yang lebih lama (8). Rekonstruksi prostetic tulang seperti endoprosthesis, segmental prosthesis, hemi dan total joint arthroplasty) memiliki keunggulan, dimana dapat memberikan stabilitas tulang secara cepat, memiliki tingkat penyembuhan fraktur yang individual hanya pada tulang yang mengalami lesi tersebut, selain it resiko progressi lokal dan kegagalan implan juga dapat diminimalisir. Namun memiliki resiko perdarahan lebih tinggi karena dalam proses operasinya terjadi muscle detachinng dan reattaching, selain itu apabila ingin menggunakan radioterapi sebagai adjuvan, tidak disarankan menggunakan prosthesis karena dapat mencetuskan post-operatif osteoporosis, dan juga lebih mahal (11). Pada tulang femur; 61% fraktur patologis peritrochanteric area.

terjadi di tulang femur, dan 80%nya terjadi pada

pada bagian proksimal yaitu femoral neck ,regio sub- dan

interthorachanteric pada tulang femur dan diafisis, banyak fraktur metastatik terletak pada regio intertrochanteric, fraktur pada femoral neck dan femoral head dan ketiga kondisi ini adalah indikasi untuk hemiarthroplasty atau total hip arthroplasty karena pada fraktur yang melibatkan kolum femur, vaskularisasi pada tulang femur akan berhenti atau terganggu sehingga union sangat sulit terjadi, selain itu adanya cairan sendi disekitarnya dapat mempersulit pertumbuhan kalus.secara klinis fraktur femur neck kaki pasien menjadi lebih pendek dan eksternal rotasi.

pada tabel di bawah ini, dibahas mengenai pendekatan dan penanganan fraktur patologis pada tulang femur (18).

Secara umum, penaganan pada fraktur patologis femur, berkaitan dengan terlibatnya acetabulum, apabila acetabulum terlibat maka total hip arthroplasty harus dilakukan disertai denggan cup augmentation. Pada kasus yang lebih ekstesif dan pasien memiliki survival rate tinggi, maka dapat dilakukan tindakan hemi-pelvic endoprosthesis. Untuk fraktur patologis pada caput humerus dan collum humerus maka terapi yang di anjurkan adalah dengan cemented hemiarthroplasty. Pada fraktur daerah thoraanteric, pemilihan terapi sangat dipengaruhi oleh kualitas dari stok tulang yang akan diperbaiki, apabila lesi kecil, dan bagian proksimal dan distal dari tulang masih intak maka dapat dilakukan intramedullary nail reconstruction dan apabila cukup besar harus melalui pendekatan dengan cement maupun prostetis apabil survival rate cukup lama. Fraktur patologis pada diafisis umumnya di tangani dengan intramedullary nails atau plate osteosynthesis, apabila lesi mutiple melewati diafisis maka penanganan secara intramedullary di lakukan. Namun pasien yang memiliki survival rate pendek terapi intramedullary nails lebih direkomendasikan (4). Fraktur patologis pada humerus memiliki frekuensi terbanyak kedua setelah fraktur patologis pada femur,penanganan pada fraktur patologis humerus sangat berhubungan dengan tingginya angka kejadian non-union dan manajemen nyeri pada perawatan konservatif, pada tabel berikut di bahas tentang pendekatan dan penanganan pada fraktur humerus patologis

Fraktur pada caput humerus dapat di gunakan plate fixation dan cemented hemiathroplasty, total humeral endoprosthesis. Lesi pada proksimal humerus umumnya hanya membutuhkan kuretasi dan augmentasi untuk mencegah terjadinya prores lokal yang cepat, dan juga meningkakan osteosynthesis. Sehingga penggunaan helical blade untuk memfiksasi dan memperkuat tulang umum digunakan. Shaft dari humerus dapat di tangani dengan intramedullary nails, pada distal humerus dapat menggunakan intramedullary nails, bicondylar fixation (6). Acetabulum yang terbagi dalam harrington classification class I-IV memiliki penanganan yang berbeda-beda berdasarkan klasifikasinya yaitu : Harrington class I : pemberian cement pada komponen acetabular secara konvensional Harrington class II : Acetabular cage dengan fiksasi menggnakan sekrup panjang, dan bone cement Harrington Class IV: saddle prosthesis, resecction arthroplasty Fraktur distal radius, pada metafisis , dimana bagian distal beranjak ke dorsal tersering fraktur colles, indikasi operasi pada fraktur radius adalah: fraktur terbuka,fraktur yang tidak stabil, fraktur comminuted, inklinasi radius <15%, terdapat celah antar 2 bagian tulang yang >2mm, dorsal tilt >10%. Indikasi operasi pada fraktur tibia: melibatkan gangguan neurovaskular, fraktur terbuka, rktur pada bicondylar, instabilitas valgus atau varus, compartmenysyndroe, articular step off >2mm Indikasi amputasi : lokasi biopsy yang terinfeksi, fraktur patologis dengan hematoma yang besar, lokasi tumor, response yang buruk terhadap kemoterapi preoperatif, tereksisinya otot-otot utama sehingga kemampuan fungsi dan estetika dari tulang bersangkutan hilang, keterlibatan tumor secara neurovaskular dan persendian proksimal dari fraktur (9). Indikasi ORIF ( OPEN REDUCTION INTERNAL FIXATION ) dan Intramedullary nail fixation: Lesi di diaisis, stok tulang yang baik, secara histopatologis sensitif pada chemo/radiasi Indikasi replacement : lesi pada daerah periarticular, fraktur paska radiasi, fiksasi yang gagal. Kirschner wires (k-wires) cukup sering digunkan secara sementara dan dapat juga digunakan sebagai penanganan definitif dari fraktur, namun k-wires tidak tahan teradap rotasi,lengkungan, dan gaya tekan sehingga umumnya hanya digunakan sebagai fiksasi adjuvan dari pengunaan

sekrup dan plat yang berhubungan dengan fraktur disekitar persendian. Apabila K-wires digunakan fiksasi utama, umumnya akan di beri cast atau splint sebagai adjuvan, karena k-wirs dapat dilepas secara percutan, sehingga sering digunakan untuk memfiksasi bagian-bagian kecil seperti fraktur di pergelangan tangan, seperti colles, dislokasi metacarpal dan phalangs setelah reduksi tertutup (8). Plat dan sekrup sering digunakan untuk fraaktur di persendian, memerlukan reduksi secara anatomis, memberi ketahanan dan stabilitas, menetralisir gaya tekan atau rusak pada fraktur. Berbagai bentuk dan tipe plat, yang digunakan berdasarkan letak tulang yang mengalami fraktur, berbagai plate terseut dianataranya buttress plate, bridge plate, neutralize plate, tension-band plate, locking plate dsb memiliki fungsi dan keungulan masing-masing, misalnya pada tension band plate yang mengubah tension force menjadi compression force sehingga mampu menstabilkan fraktur, locking plate yang bekerja seperti fiksator internal namun memiiki resiko ecrosis tullang yang lebih rendah,bridge plate di gunakan pada fraktur multi fragment yang terjadi pada metaphysis dan diaphysis dsb (3). Intramedullary nails fungsinya seperti menggunakan splint internal di dalam tulang, membagi beban tulang sehingga mengurangi beban tulang, dapat bersifat kaku,fleksibel, mengunci atau tidak mengunci. Pada intramedullary nail yang mengunci, memberikan stabilitas yang menjaga alignment tulang, panjang tulang, dan mengurangi rotasi, dan secara ideal intraedullary nails dapat mempertahankn gaya kompressi paada daerah fraktur sehingga membantu prosses pertumbuhan dan penyembuhan tulang, intramedullary nails sering digunakan pada fraktur femur dan tibia terutama pada bagian diafisis. Keunggulannya karena tidak terlalu invasive, lebih cepat pulih dan lebih cepat kembali kepada range of joint movement optimal (17). Indikasi fiksasi eksterna Fraktur terbuka dengan kehilangan jaringan lunak yang signifikan misalnya padafraktur terbuka tipeII dan III, soft tissue yang dimaksud juga pada jaringn lunak yang mengalami trauma kebakaran, fraktur pelvic, prosedur pemanjangan tulang, infeksi dan nonunion pada teknik sbelumnya (18). Komplikasi tindakan operatif secara umum adalah:

Rekurensi fraktur akibat penyakit yang mendasarinya maupun metastasis dari kanker ataupun metastasis yang semakin ekstensif,Infeksi,Perdarahan,Thromboemboli Management spesifik pada penyakit yang secara epidemiologi menjadi penyebab fraktur patologis: 1. Pagets Disease(osteitis deformans) Memiliki karakteristik dimana terjadi percepatan bone turn over, dapat melibatkan 1 tulang (monostotic) dapat juga banyak tulang (polyostotic), sekitar 34% orang yang terdiagnosis pagets memiliki kondisi monostotic, tulang manapun dalam tubuh dapat terkena pagets disease, namun tulang pelvis,vertebra,femur,tibia dan tengkorak memiliki kecenderungan ebih tinggi secara epidemiologi. Terbentuk tulang yang semakin lama semakin tebal, namun secara struktural tulang-tulang tsb lemah. Progress pernyakit ini dapat mencapai 1cm pada tulang panjang setiap tahunnya, pada kondisi yang tidak di tangani dengan baik dapat menyebabkan kerusakan tulang secara permanen. Pagets disease yang asimtomatik akan di temukan dengan meningkatnya serum ALK-P atau alkalin fosfatase, sebanyak 95% pasien dengan asimtomatik pagets memiliki kadar ALK-P yang tinggi, calcium normal. Serum alk-p reflektif terhadap peningkatan aktivitas dan jumlah osteoblast namun pada pasien yang juga memiliki penyakit hepatobilier, penggunaan isoformnya yang spesifik terhadap tulang diutamakan, untuk mengkonfirmasi penyakit dapat dilakukan foto xray dan scintigrafi tulang, scintigrafi memiliki sensitivitas yang lebih tinggi namun memiliki spesifisitas yang lebih rendah (18)(19). Terapi farmakologi : Terfokus pada memperingan gejala, mengurangi turn over tulang dan mencegah perjalanan penyakit dan mencegah komplikasi. Pasien yang memiliki gejala nyeri tulang,sendi dan nyeri neurogenik, hiperkalsemia karena immobilisasi dan gangguan pendengaran(kasus keterlibatan tulang kranial) harus mendapatkan penanganan farmakologi. Untuk mengurangi perdarahan pada pasien pagets yang akan menjalani operasi secara elektif, harus mengkonsumsi obat selama 2-3 bulan pre-op. Pada pasien asimtomatik juga dapat di berikan pengobatan farmakologis untuk mencegah perjalanan penyakit semakin parah (20).

Bisphosphonates: adalah pilihan pengobatan yang utama pada paget disease, karena bispnosphonate dapat meningkatkan pembentukkan tulang dengan memperlambat turn over tulang dan mengurangi resorpsi tulang dengan menghambat

kerja osteoclast,

menurut penelitian bisphosphonate juga dapat mengurangi bone turn over, meningkatkan penyembuhan lesi litik, dan mengembalikkan struktur tulang ke normal. Bisphosphonate akan terlokalisir di tulang menjadi hydroxyapatite yang memiliki waktu bertahan yang cukup lama di dalam tulang. Obat-obat seperti Etidronate, tiludronate, pamidronate, risedronate, alendronate, dan zoledronic acid di approve FDA untuk penanganan penyakit pagets ini. Zoledronic acid memiliki affinitas terhadap hydroxyappatite 10.000 kali lebih kuat dibandingkan etidronate. Bisphosphonate dapat di berikan secara IV dan oral, penyerapan oral hanya sekitar 0.7%2.5% saja, dan semakin rendah saat ada makanan dalam lambung sehingga konsumsi bisphosphonate harus di konsumsi saat perut kosong, ekskresi bisphosphonate paling banyak terjadi di ginjal sehingga untuk pemberian bisphosphonate creatinine clearence minimal yang di butuhan adalah 30-35mL per menit (14). Efek samping yang paling sering terjadi adalah dispepsia, esofagitis, gerd, dan gastritis serta nausea, kadang disertai nyeri perut dan terjadi pada bisphosphonate yang mengandung nitrogen seperti oamidronate,risedronate,alendronate, zoledronic acid.

Untuk mencegah terjadinya hipocalcemia, calcium dan vitamin D harus di berikan 10001500 mg kalsium dan 400-800 IU vitamin D. Kalsitonin memiliki durasi kerja yang lebih pendek, dan efek antiresorptif yang lebih rendah dari bisphosphonate, sehingga lebih jarang di gunakan pada bisphosphonate. Namun merupakan pilihan pada pasien yang tidak dapat menerima bisphosphonate. Namun efek obat dpat dilihat dengan foto xray tulang setelah 1 tahun penggunaan rutin kalsitonin, Efek samping yang sering muncul adalah mual dan rasa panas dan kemerahan pada wajah. Operasi Pilihan operasi pada pasien pagets sangat beragam, dapat berupa fiksasi fraktur, arthroplasty pada persendian. Osteotomy dapat dilakukan untuk mengurangi keluhan nyeri, memperbaiki alignment tulang dan pada vertebra dapat di konsulkan ke bedah saraf dalam operasi penanganannya. Follow up pada pasien pagets termasuk foto xray pada lesi-lesi yang telah di ketahui setiap satu tahun dan pemeriksaan serum ALK-P setiap 3 bulan dalam 1 tahun pertama, apabilaserum ALK-P tetap meningkat bahkan hanya naik 25% dari awal maka harus di obati kembali (21). 2. Osteogenesis imperfecta Nonmedikamentosa Pada bayi dan balita : orangtua harus di edukasi untuk menempatkan posisi anaknya pada posisi supine, karena berdasarkan penelitian, posisi ini lebih mengurangi fraktur , namun efek buruk dengan posisi supine secara terus menerus adalah brachycephaly dan plagiocephaly namun dapat di cegah dengan mengubah posisi kepala bayi ke salah satu sisi secara bergantian, edukasi pasien tentang penyakit pasen sehingga kemungkinan fraktur dapat sangat di minimalisir melalui cara menggendong anak yang tepat dan batasan aktivitas fisik yang dapat di lakukan pasien. Pada anak dan dewasa: mengurangi aktivitas berlebih, berobat setiap ada fraktur maupun kelainan lainnya, mengurangi berat badan yang berlebih, mengkonsumsi obat-obatan rutin dan kontrol ke dokter (22). Pada pasien OI, pemilihan waktu yang tepat untuk mulai mengkonsumsi bisphosphonate sangat bergantung pada tingkat keparahan oenyakit, kemampuan pasien untuk mengonsumsi obat

oral atau pemberian secara intravena, dapat di berikan setiap 3 bulan pada pemberian IV(pamidronat atau asam zoledronik) atau setiap minggu pada risedronate secara peroral. Operasi Intramedullary rodding, yang menggunakan non-telescopic rods (Rush rods, Kirschner wires) ataupun telescopic rods (Sheffield rods, Fassier–Duval rods), sering digunakan untuk mencegah fraktur pada tulang yang memiliki resiko fraktur tinggi. Penggunaan telescopic rods lebih direkomendasikan pasa operasi ekstremitas bawah karena dapat memanjang daripada metode lainnya sehingga dapat mengurangi frekuensi operasi. Secara estetik dan fungsional, operasi ortopedik juga sangat dibutuhkan pada kondisi dimana panjang kedua ekstremitas bawah tidak seimbang karena fraktur berulang yang menganggu pertumbuhan tulang, dapat berupa epiphysiodesis untuk mengarahkan pertumbuhan tulang. Komplikasi seperti kifosis, skoliosis, spondylitis dan spondylolisthesis cukup sering terjadi pada Pasien OI sehingga harus ditangani, dapat menggunakan lahraga,bracing dan maupun operasi (24). 3. Osteomalacia dan osteoporosis Osteomalasia lebih jarang terjadi dibandingkan dengan osteoporosis, dan hanya dapat di diagnosis secara definit melalui biopsy tulang. Gejala klinis osteomalasia adalah nyeri , miopati dan fraktur. Penyebab utama osteomalasia pada dewasa adalah defisiensi vitamin D, penggunaan antacid yang mengandung phospht binder, penggunaan antikejang kronik, gagal ginjal kronik, penyakit hepatobilier, malabsorbsi. Nyeri seluruh tulang , mgilu-ngilu dan rasa tidak nyaman pada tulang, pegal pada otot bagian proksimal dan lemas atau mudah lelah. ALP meningkat, phosphate rendah, dan kalsium normal ke rendah (14) . Osteoporosis pada wanita sering karena hiperparathyroid dan penggunaan glucocorticoid. Pada pasien pria, 50% pasien memiliki sindrom malabsorbsi dan hipogonadism. Penggunaan glukokortikoid kronis menyebabkan hilangnya kepadatan tulang karena supressi proses pembentukkan tukang, mengurangi hormone seksual dan menyebabkan hyperparathyroidisme, dengan mengurangi absorbs kalsium dalam ileum, prevalensi osteoporosis pada pasien yang mengkonsumsi glucocorticoid selama 1 bulan adalah 11% (16). Terapi Nonfarmakologi Strategi yang paling tepat dalam penanganan orangtua atau pasien yang harus mengkonsumsi glukokortikoid kronik adalah menjaga kepadatan tulang dengan pemberian

kalsium, vitamin D, menggunakan dosis yang serendah mungkin namun efektf, memberikan pengganti hormone seks atau pemberian alendronate dan etidronate secara intermitten.

Terapi farmakologi Peran olahraga penting dalam pencegahan dan penanganan osteoporosis, namun dengan hanya berrolahraga tidak cukup untuk menjaga kepadatan tulang pada osteoporosis di kasus menopause, konsumsi kalisum dan vitamin D penting untuk pertumbuhan dan menjaga

kesehatan dan kepadatan tulang, rekomendasi kalsium perhari bagi wanita postmenopause dan pria usia di atas 65 tahun. Minimal 1200 mg per hari kalsium elemental. Jumlah vitamin D yang dibutuhkan pada wanita menopause adalah antara 400 - 800 IU per hari. Pada orang yang lebih tua direkomendasikan untuk mendapat supplemental vitamin D >400 IU karena fungsi kulit dalam penbemtukkan vitamin D yang berkurang. Pada pasien yang defisiensi vitamin D di berikan 1000 IU perhari , pada pasien hipofosfatemia dapat diberi 500mg garam fosfat. Pasien dengan anti kejang kronik di berikan 400-800 IU per hari. Pasien dengan penyakit ginjal dan hati diberikan

supprelemntasi

vitamin

D

25(OH)D

(cholecalciferol)

and

1,25(OH)2D

(ergocalciferol) (22). Estrogen replacement theraphy (ERT) pilihan ynag penting dalam pencegahan osteoporosis, selain untuk kesehatan tulang estrogen dapat membantu mengurangi prevalensi penyakit kardiovaskular dan alzheimer. Pemeberian estrogen apabila dibarengi dengan vitamin D dan kalsium yang memadai dapat menjaga kesehatan tulang, inisiasi dini pemberian estrogen lebih terlihat kondisi baiknya dibandingkan pada emberian estrogen pada usia yang sudah terlalu lanjut. Pada pasien yang telah mendapatan terapi hormone, namun tidak merespon dengan baik secara pemeriksaan BMD mengalami >4% kehilangan tulang dalam setahun, yang di lakukan setelah lebih dari sama dengan 3 bulan pemberian hormone, atau terjadi fraktur

setelah

penggunaan hormone yang lebih dari 3 bulan, maka pemberian hormone estrogen harus disertai dengan Alendronate (11). Selain hormone estrogen, kini SERM (selective Estrogen Receptor Modulator) sering di pakai karena memiliki resiko yang rendah atau tidak sama sekali terhadap keganasan yang dicetuskan oleh hormone estrogen. Raloxifene telah di approve oleh FDA sebagai salah satu pengobatan utama osteoporosis pada pasien postmenopausal, dengan dosis 60 mg per hari. Efek samping raloxifene seperti flu-like symptoms, hot flushes, leg cramps, dan peripheral edema. Kalsitonin adalah inhibitor hormonal guna mengurangi resorpsi tulang dan mengobatai osteoporosis, sediaannyinjeksi subkutan dan spray nasal, yang di semprot pernasal memiliki efeksamoing yang lebih kecil, namun kurang efektif. Kalsitonin digunakan pada kondisi pasien tidak dapat mentoleransi kerja bisphosphonate yang lebih poten (13). 4.

Rickets

Penanganan rickets dapat secara gradual yang berbulan-bulan atau hanya dengan penanganan beberapa hari, tergantung sediaan yang digunakan, pada pemberian 15000 mcg atau 600000 IU vitamin D dalam satu hari, pemberian di bagi menjadi 4-6 dosis oral. Apabila menangani secara gradual dosis vitamin D yang diberikan adalah 123-25- mcg (5000-10000 IU) diberikan 2-3 bulan, hingga kadar ALP turun ke reference rate. Pengobatan ini harus disertai dengan pemberian kalsium 1000 mg- 2000 mg perhari sehingga mempercepat hsil pengobatan . apabila terdapat deformitas tulang, dapat dikonsulkn ke bedah ortopedi dan apabila masih terjadi gangguan hormonal dapat dikonsulkan ke endokrinologis anak (10). 5.

fibrous dysplasia

Medikamentosa Dapat diberikan bisphosphonate untuk mengurangi resorpsi tulang dan pada beberapa penelitian mengurangi rasa nyeri.paling sering digunakkan pada pasien adalah IV pamidronate dengan dosis 1mg/kgBB/hari di ulang setiap 3-6 bulan dalam satu kali pemberian diberikan dalam waktu 4jam. Vitamin D dan kalsium juga diberikan pada pasien (7). Operasi Pada pasien fibrous dysplasia yang membutuhkan operasi terutama pada tulang panjang, dilakukan dengan intramedullary nailing, karena teknik ini member stabilisasi dan mencegah deformasi. Penanganan konservatif dengan plat, kuret dan graft tulangtidak di rekomendasikan, operasi untuk mengkoreksi deformitas di rekomendasikan terutama pada aksis ekstremitas bawah (8)

. 6. Giant cell tumor Dengan berkembangnya ilmu kedokteran, giant cell tumor tidak lagi di amputasi seperti

penanganannya di masalalu karena, giant cell tumorbersifat jinak dan lokal, indikasi operasi adalah adanya tuor pada tulang, namun teknik operasi yang ada sangat beragam. Radiasi dan embolisasi di lakukan pada kasus yang sudah tidak dapat dioperasi, dosis yang di anjurkan untuk terapi radiolog adalah 35 to 70 Gy. Medikamentosa Denosumab dapat diberikan pada GCT yang tidak dapat dioperasi pada dewasa yang tulang skeletalnya sudah dewasa (24).

Operasi 

Kuretase



kuretase dan grafting tulang



kuretase dan memasukkan polymethylmethacrylate (PMMA)



Primary resection



Embolization of the feeding vessels 7. Chondroblastoma Jinak dan belum memiliki chemoteraphy, hanya dapat di reseksi melalui operasi

ortopedik dan dapatdilakukan atau di berikan radioablasi sebagai adjuvant pada tumor yang besar dan pada tumor kecil tanpa operasi dapat langsung di radioablasi (22) 8. Osteoma dan osteoid osteoma, osteoblastoma,osteochondroma dan aneurismal kista tulang Operasi Tujuan utama dalam operasi dalam kasus ini adalah eksisi secara utuh seluruh masa atau lesi, dapat juga dilakukan kuretase intralesi secara ekstensif, namun biasanya kuretase saja tidak cukup untuk menangani karena memiliki rekurensi tinggi. Sehingga pada reseksi luas lesi, harus dipastikan bahwa seluruh bagian tumor dibuang. Eksisi luas didefinisikan sebagai eksisi tumor dengan daerah sirkumferensial nya yang terdiridari jaringan normal dan jaringan lunak disekitarnya, umumnya dengan eksisi luas ini dapat menangani kasus osteoblastoma dengan aneurismal bone cyst. Selain itu dapat juga digunakan CT-guided radiofrequency dan operasi reseksi untuk osteois osteoma dan osteoblastoma (17). 9. Neurofibromatosis (peripheral neurofibromatosis type 1) Komplikasi penyakit ini dapat menimbulkan osteoporosis,osteomalacia, stature pendek, macrocephaly secara general. Namun pada gangguan fokal ortopedik yang sering muncul di awal penyakit

adalah

gangguan

dan

deformitas

pada

tulang

belakang,

seperti,

skoliosis,kifosis,kifoskoliosis, psuedoathrosis dari tibia dan humerus, gangguan bentuk toraks, fenomena overgrowth dari ekstremitas.

Terapi pada deformitas tulang belakang : Skoliosis Pada skoliosis yang nondistrofik, dapat dilakukan observasi apabila kurvaturnya <25⁰, pada derajat 25-40 dapat ditangani dengan bracing, apabila >40⁰ maka diperlukan operasi posterior spinal fusion. Pada skoliosis distrofik <20⁰ di observasu dalam 6 bulan, 20-40⁰ harus di operasi posterior spinal fusion, > 40⁰ anterior dan posterior fusion. Early fusion dapat memberi efek tubuh yang pendek pada anak dalam masa pertumbuhan, namun pada tulang vertebra yang terlibat juga tidak dapat tumbuh optimal sehingga tetap akan dilakuka operasi fusi tulang belakang. Oblique xray di ambil setiap 6 bulan untuk ekslusikan pseudarthrosis. Kifosis Penggunaan bracing di rekomendasikan pada kifosis < 50⁰, apabila >50⁰ anterior surgery atay intervertebral discectomy, rib strut grafting dan bone chip grafting harus dilakukan diikuti denngan posterior segmental instrumentation. Pada kasus kifosis dengan paraplegia, laminektomi juga dilakukan, namun laminektomi saja tanpa operasi lainnya merupakan kontraindikasi. Gangguan neurofibromatosis sering terjadi pada vertebra bagian anteriorsehingga operasi laminectomy yang dilakukan adalah pda vertebra bagian anterior. Setelah laminektomi, dilakukan spinal fusion. Lordoskoliosis Anterior release dan intervertebral fusion diikuti posterior instrumentation paling sering digunakan pada kasus ini. Spondylolisthesis Untuk mencegah deformitas yang progresif harus dilakukan stabilisasi anterior dan posterior, spondylolisthesis grade II dan III adalah indikasi untuk operasi. Tibial Dysplasia Bracing bersifat preventif dan terapeutik pada kasus ini.anak dengan NF harus segera di pakaikan polypropylene knee-ankle-foot orthoses (KAFOs) saat sudah bisa berdiri dan digunakan setiap saat kecuali saat mandi.

Indikasi operasi pada tibial dysplasia adalah fraktur, pada kasus angulasi dapat digunakan bracing. Dapat juga dilakukan autologous bone grafting disertai intramedullary nail, bone graft di dapatdari contralateral fibula dan iliac crest. Pada prosedur McFarland, fibular allograft strut di fiksasi pada tibia yang melengkung, namun teknik ini bersifat profilaksis sbeelum terjadinya fraktur (7),(9),(11). 10. Ewings sarcoma and other sarcoma (neurosarkoma, osteosarcoma,liposarkoma, fibrosarkoma,kondrosarkoma, synovial sarcoma) Terdapat 2 guideline yang di pakai secara internasional yaitu ESMO ( European society of medical oncology) dan NCCN ( national comprehensive cancer network), menurut guideline NCCN,seluruh pasien usia dibawah 40 tahun dengan radiologi abnormal harus dikonsulkan ke dokter onkologis untuk di biopsy , untuk pasien di atas 40 tahun, tatalaksana yang direkomendasikan adalah sbb : -CT-scan torax,abdomen,pelvis - bone scan -mammogram dan imaging lainnya untuk menilai ekstensi lesi . Rekomendasi guideline ESMO dengan memfollow up pasien dengan xray yang abnormal menggunakan MRI whole compartment dan sendi sekitar pada daerah sekitar lesi, menurut ESMO, ct-scan hanya digunakan saat timbul keraguan dalam mendiagnosis atau terdapat kendala untuk MRI, Ctscan dapat memvisualisasikan kalsifikasi, pembentukkan tulang periosteal dan kerusakan tulang bagian korteks lebih jelas dibandingkan MRI. Kedua guideline ini sama-sama setuju untuk melakukan biopsy untuk menkonfirmasi penyakit

sebelum memberitindakan

operatif apapun. Prosedur operasi hanya dapat dan boleh dilakukan pada center onkologi untuk memberi pengobatan definitive dan mencegah metastasis dan rekurensi. NCCN

memberi rekomendasi obat-obat kemoterapi untuk minimal 12

minggu,

kemudian diikuti dengan terapi adjuvant dan terapi lokal control pada lesi kanker. 

VAC/IE (vincristine, doxorubicin [Adriamycin], and cyclophosphamide bergantian dengan ifosfamide and etoposide) adaalah regimen pengobatan yang direkomendasikan pada lesi kanker lokal.

VAC (vincristine, doxorubicin, and cyclophosphamide) Digunakan pada kasus yang



telah metastasis Restaging dilakukan setelah kemoterapi selesai



ESMO merekomendasikan (doxorubicin, cyclophosphamide, ifosfamide, vincristine, dactinomycin, and etoposide), diikuti oleh local therapy dan 6-10 kali siklus kemoterapi reseksi luas lebih di rekomendasikan untuk lokal control dibandingkan dengan radiasi (10)(12). 11. Multiple Myeloma Hasil biopsy sumsum tulang pada multiple myeloma yang merupakan gold standard diagnosis. Menunjukkan, sitoplasma berwarna biru, nucleus yang eccentric dan perinuclear clear zone yang merupakan ‘halo’ (6).

NCCN mengeluarkan criteria (smoldering) atau asimptomatik multiple myeloma 

Serum monoclonal protein: IgG or IgA ≥3 g/dL, atau



Bence Jones protein ≥500 mg/24 h dan atau



Clonal bone marrow plasma cells 10%–60% dan



Absence of myeloma-defining events or amyloidosis

The NCCN

juga merekomendasikan pasien dengan bone survey negative untuk tetap

memeriksakan diri dengan whole body MRI dengan kontras atau whole body petscan untuk membedakannya dengan smoldering MM. 

Bone marrow clonal plasma cells ≥10% or bony or extramedullary plasmacytoma (confirmed by biopsy)



One or more myeloma-defining events.

Myeloma-defining event adalah sebagai berikut : 

Serum kalsium level >0.25 mmol/L (>1 mg/dL) lebih tinggi dari batas atas normal atau >2.75 mmol/L (>11 mg/dL)



Insufisiensi ginjal (creatinine >2 mg/dL [>177 μmol/L] atau creatinine clearance < 40 mL/min)

Anemia (hemoglobin < 10 g/dL atau hemoglobin >2 g/dL dibawah batas terendah



normal) 

Satu atau lebih lesi osteolitik pada xray , CT, atau PET-CT



Clonal bone marrow plasma cells ≥60%



Serum free light chain (FLC) ratio ≥100 (involved kappa) or < 0.01



Satu atau lebih lesi fokal >5 mm pada MRI

Penanganan penyakit tulang yang berhubungan dengan multiple myeloma (24) Pemberian bisphosphonates pada semua pasien yang mendapatkan first-line antimyeloma



therapy, terlepas ada tidaknya lesi tulang pada xray Pemberian Intravenous (IV) zoledronic acid atau pamidronate untuk mencegah skeletal-



related events; 

Bisphosphonates diberikan via IV setiap 3- 4 minggu pada terapi awal. Kyphoplasty dilakukan pada pasien fraktur kompressi yang menimbulkan gejala klinis.



Konsultasi pada ortopedi harus segera dilakukan pada kasus fraktur tulang



panjang,vertebra dan instabilitastulang. 

Pemberian radiasi dosis rendah hanya untuk pengobatan paliatif, impending fracture yang tidak dapat diperasi.

BAB III REFERENSI

1.

Form and function of bone. Einhorn T, O'Keefe R, Buckwalter JA. Orthopaedic Basic Science: Foundations of Clinical Practice. 3rd ed. Rosemont, IL: American Academy of Orthopaedic Surgeons; 2007. 129-174.

2.

Clarke B. Normal bone anatomy and physiology. Clin J Am Soc Nephrol. 2008;(9)8-9 . Young B, Lowe JS, Stevens A, Heath JW. Wheater’s Functional Histology, A Text and Colour Atlas. 5th ed. Journal of Histology of Medicine. 2013;1(4):2-4.

3.

Carlos J. A Pathological Fracture: Underestimated Mechanism In A Patient With Risk Factors. Journal of Albert Einstein College of Medicine. 2010;2(5):4-6

4.

Torbert J, Lackman D. Pathologic Fractures. Journal of Abramson Cancer Centre University of Pennsylvania. 2011; 5(7):1-2

5.

Mirels H. Metasatic disease in long bones. A proposed scoring system for diagnosing impending pathologic fractures. Clin Orthop Relat Res 1989;(249):256–264.

6.

Smith A, Wisloff F, Samson D. Guidelines on the diagnosis and management of multiple myeloma 2005. Br J Haematol 2006;132:410–451.

7.

DiCaprio M, Enneking W. Fibrous Dysplasia: Pathophysiologu, Evaluation, and Treatment. Journal of Bone and Joint Surgery. 2015;2(5):6-7

8. .

Lichtenstein L, Jaffe HL. Fibrous dysplasia of bone. A condition affecting one, several or many bones, the graver cases of which may present abnormal pigmentation of skin, premature sexual development, hyperthyroidism or still other extraskeletal abnormalities. Arch Pathol. 2012;33:777-816

9.

Crenshaw A. Fractures and dislocations of the foot. In: Campbell’s operative orthopaedics, Volume IV, 8th edn. St. Louis, MO: Mosby-Yearbook; 2015:2905–8.

10.

Ortiz E, Isler M, Navia J, Canosa R. Patologic Fractures in Children. Journal of Fundacion. 2016;7(8)8-9

11

Recker RR, Davies KM, Dowd RM, et al. The effect of low-dose continuous estrogen and progesterone therapy with calcium and vitamin D on bone in elderly women: a randomized, controlled trial. Ann Intern Med. 1999;130(11):897–904.

12.

Prestwood KM, Thompson DL, Kenny AM, et al. Low dose estrogen and calcium have an additive effect on bone resorption in older women. J Clin Endocrinol Metab. 1999;84(1):179–183.

13.

Cummings SR, Browner WS, Bauer D, et al. Endogenous hormones and the risk of hip and vertebral fractures among older women: Study of Osteoporotic Fractures Research Group. N Engl J Med. 1998;339(11):733–738.

14.

Morgan D. Osteomalacia and Osteoporosis. Journal of Leeds. 2014;22(11):26-28

15.

CALDWELL, R.A. Observations on the incidence, aetiology and pathology of senile osteoporosis. J. clin.Path. 2009;3(6):7-8

16. Borland S, Gaffey A. Congenital and Metabolic Disorders Leading to Fracture. Journal oF Brimingham. 2012;4(6)7-8. 17.

Rosen HN. Bone physiology and biochemical markers of bone turnover. Journ of Medicine.2016;6(6)4-5

18

Deng ZL, Sharff KA, Tang N, et al. Regulation of osteogenic differentiation during skeletal development. Front Biosci. 2008. 13:2001-21. [Medline].

19.

Kollet O, Dar A, Lapidot T. The multiple roles of osteoclasts in host defense: bone remodeling and hematopoietic stem cell mobilization. Annu Rev Immunol. 2007. 25:5169. [Medline].

20.

Hadjidakis DJ, Androulakis II. Bone remodeling. Ann N Y Acad Sci. 2006 Dec. 1092:38596. [Medline].

21.

Adler CP. Normal anatomy and histology. Bone Diseases: Macroscopic, Histological, and Radiological Diagnosis of Structural Changes in the Skeleton. 2nd ed. New York: Springer-Verlag; 2000: 13-30.

22.

McCarthy EF, Frassica FJ. Anatomy and physiology of bone. Pathology of Bone and Joint Disorders: With Clinical and Radiographic Correlation. 2nd ed. Cambridge, United Kingdom: Cambridge University Press; 2015. 24-45.

23.

Rosenberg AE, Roth SI. Bone. Mills SE, ed. Histology for Pathologists. 4th ed. Philadelphia: LIppincott Williams & Wilkins; 2012. 85-106.

24.

Apley, A.Graham. system of orthopaedics and fractures. Ninth edition. Hodder Arnold, an imprint of Hodder Education, an Hachette UK Company. 2010

Related Documents

Fraktur
June 2020 37
Fraktur
July 2020 33
Fraktur Healing
December 2019 38
Pemeriksaan Fraktur
May 2020 30
Fraktur Knigge
May 2020 3

More Documents from ""

Histologi Tulang.docx
May 2020 10
Tnm Tumor.docx
May 2020 3
Exxxxxp 10.docx
May 2020 10
Vini_yatami-1.pdf
April 2020 12