MAKALAH Pandangan Filsafat Pendidikan Tentang Manusia, Masyarakat, dan Alam Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Terstruktur Mata Kuliah “Filsafat Pendidikan Islam” Dosen Pengampu: Dr. H. Hasan Basri, M.Ag.
Disusun oleh : Kelompok 3 Kelas PAI VI-C Ii Robiyatul Adawiyah
(1162020086)
Isma Fardiyatul Hasanah
(1162020099)
Lutfiatu Umam Majid
(1162020115)
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM UIN SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG 2019
KATA PENGANTAR Segala puji bagi Allah swt, yang telah memberi nikmat, rahmat, dan petunjuk sehingga kami bisa menyelesaikan makalah ini dengan judul “Pandangan Filsafat Pendidikan Tentang Manusia, Masyarakat, dan Alam”. Terima kasih kepada dosen kami, Dr. H. Hasan Basri, M.Ag. yang telah memberikan arahan dan bimbingan dalam pembuatan makalah ini, orang tua yang selalu mendukung kelancaran tugas kami, serta pada tim anggota kelompok tiga yang selalu kompak dan konsisten dalam penyelesaian tugas ini. Dalam penyusunan makalah ini, kami menyadari masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kami tidak dapat menutup diri dari pada pembaca akan saran dan kritik yang sifatnya membangun demi perbaikan dan peningkatan kualitas penyusunan makalah di masa yang akan datang. Dan kami berharap, semoga makalah ini bisa memberikan suatu kemanfaatan bagi kami penyusun dan para pembaca semuanya. Aamiin.
Bandung, Maret 2019
Penulis
1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...............................................................................................i DAFTAR ISI............................................................................................................ii BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1 A. Latar Belakang..............................................................................................1 B. Rumusan Masalah.........................................................................................1 C. Tujuan Penulisan...........................................................................................1 BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................2 A. Pandangan Filsafat Pendidikan Islam tentang Manusia................................2 1.
Berbagai Pemikiran Tentang Hakikat Manusia.........................................2
2.
Pandangan Islam tentang Hakikat Manusia..............................................6
B. Kedudukan Masyarakat dalam Filsafat Pendidikan Islam............................8 C. Pandangan Filsafat Pendidikan Islam tentang Alam.....................................9 1.
Hakikat Alam dalam Filsafat Pendidikan Islam........................................9
2.
Kedudukan Manusia terhadap Alam dalam Filsafat Pendidikan Islam...11
3.
Implikasi Alam terhadap Pendidikan Islam.............................................12
BAB III PENUTUP...............................................................................................14 A. Kesimpulan.................................................................................................14 B. Saran............................................................................................................14 DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................iii
2
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia sebagai makhluk sosial tidak dapat terlepas dari kehidupan masyarakat, masyarakat sebagai bentuk dari kumpulan manusia dengan berbagai kegaitannya saling berbaur satu sama lain. Berbagai bidang yang digeluti manusia bersama dalam masyarakat pun tidak terlepas dari adanya daya dukung alam sebagai tempat tinggal manusia. Manusia yang merupakan bagian aktif dari alam meaminkan peranan penting dalam keberlangsungan kehidupan. Baik kehidupan manusia dalam masyarakat maupun keberadaan masyarakat ditengah alam. Manusia, masyarakat, dan alam merupakan tiga hal yang saling berhubungan erat. Ketiganya sama-sama memegang peranan penting dalam kehidupan. Islam sebagai agama yang sempurna, membahas seluruh lini kehidupan baik mengenai manusia, masyarakat, dan alam tempat tinggalnya. Berdasarkan penjelasan tersebut, penulis bermaksud untuk membahas tentang pandangan filsafat pendidikan Islam terhadap manusia, masyarakat, dan alam. B. Rumusan Masalah 1. Bagaimanakah pandangan filsafat pendidikan Islam terhadap manusia? 2. Bagaimana kedudukan masyarakat dalam filsafat pendidikan Islam? 3. Bagaimanakah pandangan filsafat pendidikan Islam terhadap alam? C. Tujuan Penulisan 1. Untuk mengetahui pandangan filsafat pendidikan Islam terhadap manusia. 2. Untuk mengetahui kedudukan masyarakat dalam filsafat pendidikan Islam. 3. Untuk mengetahui pandangan filsafat pendidikan Islam terhadap alam.
1
BAB II PEMBAHASAN
A. Pandangan Filsafat Pendidikan Islam tentang Manusia 1. Berbagai Pemikiran Tentang Hakikat Manusia Pemikiran tentang hakikat manusia, sejak zaman dahulu kala sampai zaman modern sekarang ini juga belum berakhir dan tak akan berakhir. Ternyata orang menyelidiki manusia itu dari berbagai sudut pandangan. Ilmu yang menyelidiki dan memandang manusia dari segi fisik “Antropologi Fisik”. Yang memandang manusia dari sudut pandangan budaya disebut “Antropologi Budaya”. Sedang yang memandang manusia dari segi “ada”nya atau “hakikat”nya disebut “Antropologi Filsafat”. Memikirkan dan membicarakan mengenai hakikat manusia inilah yang menyebabkan orang tak henti-hentinya berusaha mencari jawaban yang memuaskan tentang pertanyaan yang mendasar tentang mausia yaitu Apa, dari mana dan ke mana manusia itu. Berbicara mengenai apa manusia itu, ada 4 aliran yaitu aliran serba zat, aliran serba ruh, aliran dualisme (gabungan dari kedua aliran pertama dan kedua), dan aliran eksistensialisme.1 Aliran serba zat mengatakan bahwa yang sungguh-sungguh ada itu hanyalah zat atau materi. Zat atau materi itulah hakikat dari sesuatu. Alam ini adalah zat atau materi, dan manusia adalah unsur dari alam. Maka dari itu hakikat dari manusia itu adalah zat atau materi. Manusia sebagai makhluk materi, maka pertumbuhannya berproses dari materi juga. Sel telur dari sang ibu bergabung dengan sperma dari sang ayah, tumbuh menjadi janin, yang akhirnya ke dunia sebagai manusia. Adapun apa yang disebut ruh atau jiwa pikiran, perasaan(tanggapan, kemauan, kesadaran,ingatan, khayalan, asosiasi, penghayatan dan sebagainya) dari zat atau materi. Yaitu sel-sel tubuh. Oleh karena itu manusia sebagai materi, maka keperluan-keperluannya 1 Zuhairini, dkk, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta, Bumi Aksara, 1995. Hal. 71.
2
juga bersifat materi, ia mendapatkan kebahagiaan, kesenangan dan sebagainya juga dari materi, maka terbentuklah suatu sikap pandangan yang materialistis. Oleh karena materi itu adanya di dunia ini, maka pandangan materialistis itu identik dengan pandangan hidup yang bersifat duniawi, sedangkan hal-hal yang bersifat ukhrawi (akhirat) dianggap sebagai khayalan belaka. Aliran serba ruh berpendapat bahwa segala hakikat sesuatu yang ada di dunia ini ialah “Ruh”. Juga hakikat manusia adalah “ruh”. Adapun zat itu adalah manifestasi daripada ruh di atas dunia ini. Ruh adalah sesuatu yang tidak menempati ruang, sehingga tak dapat disentuh atau dilihat oleh panca indera. Jadi berlawanan dengan zat yang menempati ruang betapapun kecilnya zat itu. Istilah-istilah lain dari ruh yang artinya hampir sama ialah jiwa, sukma, nyawa, semangat dan sebagainya. Materi hanyalah penjelmaan ruh. Fichte berkata “bahwa segala sesuatu yang lain (selain dari ruh) yang rupanya ada dan hidup hanyalah suatu jenis perupaan, perubahan atau penjelmaandaripada ruh”. Dasar pikiran dari aliran ini ialah bahwa ruh itu lebih berharga, lebih tinggi nilainya dari pada materi. Hal ini dapat kita buktikan dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya seorang wanita atau seorang pria yang kita cintai, kita tak mau pisah dengannya. Tetapi kalau ruh dari wanita atau pria yang kita cintai tadi tidak ada pada badannya, berarti dia meninggal dunia, maka mau tak mau kita harus melepaskan dia untuk dikuburkan. Kecantikan, kejelitaan, kemolekan, kebagusan yang dimiliki oleh wanita atau pria tadi tak akan ada artinya tanpa ruh. Meskipun badannya masih utuh, masih lengkap anggota badannya, tetapi kita mengatakan “dia sudah tidak ada, dia sudah pergi, dia sudah menghadap Tuhannya”. Demikian aliran ini menganggap bahwa ruh itu ialah hakikat, sedang badan adalah penjelmaan atau bayangannya saja. Aliran dualisme mencoba untuk mengawinkan kedua aliran tersebut di atas. Aliran ini menganggap bahwa manusia itu pada hakikatnya terdiri dari dua substansi yaitu jasmani dan rohani, badan dan ruh. Kedua substansi ini masing-masing merupakan unsur asal
3
yang adanya tidak tergantung satu sama lain. Jadi badan tidak berasal dari ruh juga sebaliknya ruh tidak berasal dari badan. Hanya dalam perwujudannya, manusia itu serba dua, jasad dan ruh, yang keduanya berintegrasi membentuk yang disebut manusia. Antara badan dan ruh terjalin hubungan yang bersifat kausal., sebab akibat. Artinya antara keduanya saling saling mempengaruhi. Apa yang terjadi di satu pihak akan mempengaruhi di pihak lain. Pembicaraan mengenai hakikat manusia ternyata terus menerus berjalan dan tak kunjung berakhir. Orang belum merasa puas dengan pandangan-pandangan di atas, baik dari aliran serba zat, serba ruh maupun aliran dualisme. Ahli-ahli filsafat modern dengan tekun berpikir lebih lanjut tentang hakikat manusia mana yang merupakan eksistensi atau wujud sesungguhnya dari manusia itu. Merka yang memikirkan bagaimana eksistensi manusia atau wujud manusia itu sesungguhnya, disebut kaum eksistensialis dan alirannya disebut aliran eksistensialisme. Jadi mereka ini mencari inti hakikat manusia yaitu apa yang menguasai manusia secara menyeluruh. Dengan demikian aliran ini memandang manusia tidak dari sudut serba zat atau serba ruh atau dualisme dari dua aliran itu, tetapi memandangnya dari segi eksistensi manusia itu sendiri, yaitu cara beradanya manusia itu sendiri di dunia ini. Kenyataan bahwa manusia itu mempunyai badan jasmani dan mempunyai roh, jiwa atau rohani. Berbicara mengenai badan manusia itu saja kita menemukan paling tidak empat macam pandangan yaitu sebagai berikut:2 a. Pandangan idealis tentang badan manusia Pandangan ini mengatakan bahwa badan adalah sinar dari roh. Dalam hal ini roh diibaratkan seperti listrik, badan adalah cahaya. Badan dan roh tak pernah bertentangan satu sama lain. Badan seolah-olah tak ada, yang ada hanya roh. b. Pandangan materialistis tentang badan manusia Pandangan materialistis ini dengan tegas mengatakan bahwa yang ada hanya badan. Orang tak perlu berpikir lebih lanjut apa di balik 2 Ibid, hal. 74-75.
4
badan itu. Yang nampak pada kita ialah bahwa manusia berbadan yang bersifat materi, yang terdiri dari darah, daging, tulang dan dang sebagainya seperti makhluk-makhluk hidup yang lain. Dengan begitu, kesenangan, kebahagiaan atau sukarianya tak dapat dilepaskan dari barang materi. Jadi seluruh manusia itu adalah jasmani. c. Pandangan ketiga ini berpendapat bahwa badan adalah merupakan musuh dari roh. Antara badan dan roh selalu bertentangan satu sama lain. Badan dianggap menarik ke bawah kejahatan. Pandangan ini biasanya juga dualistis artinya tidak memandang badan dan jiwa sebagai satu hal yang ada, melainkan sebagai dua hal yang berdiri sendiri. d. Pandangan keempat ini memandang badan manusia sebagai jasmani yang di “rohani”kan, atau rohani yang di “jasmani”kan. Badan bukan hanya materi. Daging kita tidak sama dengan daging sapi atau kambing. Pancaindera kita tidak sama dengan pancaindera hewan. Jadi kejasmanian manusia itu dengan segalagalanya, jika dilihat kedudukannya dari keseluruhan manusia, tidak sama dengan kejasmanian hewan. Sebab jasmani manusia adalah jasmani yang dirohanikan atau dalam jasmani manusia itu ruh-lah yang menjasmani. Dengan pandangan ini maka antara badan dan ruh adalah menyatu dalam pribadi manusia yaitu yang disebut “aku”. Aku ini ya jasmani, ya rohani.yang ada adalah aku dan badan adalah aku dalam bentukku jasmani. Badan adalah unsur diriku, unsur aku-ku. Jika saya mengatakan “aku”, ini berarti sudah termuat badanku. Hubungan antara aku dan badan seperti hubungan antara pikiran dan suara (bahasa) yang merupakan kesatuan. Kalau kita menangkap suara (kata-kata) berarti kita menangkap pikiran. Kalau orang melihat badanku berarti aku yang dilihatnya. Meskipun demikian, aliran ini tetap menganggap bahwa antara ruh dan badan tetap berbeda.
5
2. Pandangan Islam tentang Hakikat Manusia Islam berpandangan bahwa hakikat manusia ialah manusia itu merupakan perkaitan antara badan dan ruh. Badan dan ruh masingmasing merupakan substansi yang berdiri sendiri, yang tidak tergantung adanya oleh yang lain. Islam secara tegas mengatakan bahwa kedua substansi dua-duanya adalah substansi alam. Sedang alam adalah makhluk. Maka keduanya juga makhluk yang diciptakan oleh Allah swt.3 Di bawah ini dikutipkan ayat Al-Quran yang menguraikan tentang proses kejadian manusia. Allah swt. berfirman:
(ثسمم لجلعنللناَهس نس ن١٢) لوللقلند لخللنقلناَ الننلساَلن طمنن سسلُللنة طمنن ططيِنن ِطفلةة طفي (ثسمم لخللنقلناَ النن ن١٣) قللرانر لمطكيِنن طفلةل لعللقلةة فللخللنقلناَ انللعللقلةل سم ن َضلغةة فللخللنقلنا
ك م ظاَةماَ فللكلسنولناَ انلطع ل ضلغةل طع ل انلسم ن ظاَلم للنحةماَ ثسمم ألننلشأنلناَهس لخنلةقاَ آلخلر فلتللباَلر ل اس ١٤) ن ألنحلسسن انللخاَلططقيِ ل “Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari
saripati yang (berasal) dari tanah. Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami balut dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Mahasucilah Allah, Pencipta Yang Paling Baik.”(Q.S. Al-Mu'minun, 23: 12-14) Dari ayat tersebut di atas, jelaslah bahwa proses perkembangan dan pertumbuhan fisik manusia, tidak ada bedanya dengan proses perkembangan dan pertumbuhan pada hewan. Hanya pada kejadian manusia, sebelum makhluk yang disebut manusia itu dilahirkan dari rahim ibunya, Tuhan telah meniupkan ruh ciptaan-Nya ke dalam tubuh manusia ruh yang berasal dari Tuhan itulah yang menjadi hakikat manusia. Inilah yang membedakan manusia dengan hewan, karena Tuhan tidak meniupkan ruh pada hewan. Dari uraian di atas terlihat pula bahwa pendirian di Islam bahwa manusia terdiri dari dua substansi yaitu materi yang berasal dari bumi 3 Ibid, hal. 75.
6
dan ruh yang berasal dari Tuhan.maka hakikat pada manusia adalah ruh itu, sedangkan jasadnya hanyalah alat yang dipergunakan oleh ruh untuk menjalani kehidupan material di alam yang bersifat sekunder dan ruh adalah yang primer,karena ruh saja tanpa jasad yang material, tidak dapat dinamakan manusia. Malaikat adalah makhluk Ruhaniyah (bersifat ruh semata) tidak memiliki unsur jasad yang material. Tetapi sebaliknya unsur jasad yang material saja tanpa ruh, maka juga bukan manusia namanya. Hewan adalah makhluk yang bersifat jasad material yang hidup. Manusia tanpa ruh, tidak lebih dari hewan. Pertama-tama memang manusia sebagai makhluk alamiah yang mempunyai sifat dan ciri-ciri sebagaimana makhluk alamiah lainnya, yang terikat dengan hukum-hukum alamiah. Dalam diri manusia terdapat unsur-unsur alam, ada unsur benda-benda mati, ada unsur tumbuh-tumbuhan
(manusia
mempunyai
sifat
tumbuh
dan
berkembang), ada unsur-unsur hewani, dengan kemampuan gerak, mempunyai nafsu, instink dan sebagainya. Tetapi manusia lebih daripada itu. Manusia secara fisik mempunyai bentuk yang lebih baik, lebih indah, lebih sempurna. Secara alami, manusia menjadi makhluk yang paling tinggi. Firman Allah swt:
للقلند لخللنقلناَ ٱ ن طلنسلسلن فطىى ألنحلسطن تلنقطويِنم
“Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk
yang sebaik-baiknya” (Q.S. At-Tiin, 95 ayat 4) Kesempurnaan bentuk fisik manusia tersebut, masih dilengkapi oleh Allah dengan ditiupkan kepadanya ruhnya, sehingga manusia mempunyai derajat yang mulia, malaikat menaruh hormat padanya.4 Dan manusia menjadi khalifah di bumi (di alam).5 Khalifah, berarti kuasa atau wakil. Dengan demikian pada hakikatnya manusia adalah kuasa atau wakil Allah di bumi (alam). Manusia adalah pelaksana dari kekuasaan dan kehendak (kudrat dan iradat) Tuhan. Dalam hal ini, manusia terbagi menjadi dua kelompok, yang bersikap pasif dan yang bersikap aktif. Yang bersikap pasif beranggapan bahwa segala perbuatannya adalah sebagai pelaksana 4 Lihat Q.S Al-Hijr : 29 5 Lihat Q.S. Al-An’am : 165
7
belaka dari kehendak Tuhan, sehingga ia tidak merasa memiliki dan bertanggung jawab terhadap perbuatannya. Ia terpaksa dalam segala perbuatannya. Sedangkan yang bersikap aktif, beranggapan bahwa dalam segala perbuatannya, ia mendapatkan kuasa dari Tuahan, sehinnga ia menguasai perbuatannya. Ia yang memilih menentukan perbuatannya, dan oleh karena itu ia mempertanggungjawabkan perbuatannya terhadap yang memberinya kuasa. Manusia bersifat ikhtiar dalam segala perbuatannya. B. Kedudukan Masyarakat dalam Filsafat Pendidikan Islam Masyarakat adalah himpunan individu dan kumpulan keluarga yang bertempat tinggal pada suatu wilayah, hidup bersama dengan landasan peraturan yang berlaku dalam lingkungannya. Jika konsep masyarakat dan budaya berlaku, otomatis potensi individual terjebak dalam sistem kehidupan normatif yang dapat mengentikan proses dinamis dari berbagai potensi individual yang dimaksud. Oleh karena itu, masyarakat dapat diartikan sebagai institusi sosial yang mewadahi berbagi tindakan individu, mempersamakan persepsi tentang tujuan kelompok dan melakukan tugas serta fungsi sosial sesuai dengan kesepakatan yang terjadi di lingkungan sosialnya masing-masing. (Beni Ahmad Saebani, 2007:23) Pola struktur masyarakat dalam pandangan Perdinand Toonies merupakan karya cipta manusia itu sendiri. dalam bahasa lain, masyarakat sebagai sistem sosial dan di ciptakan oleh manusia. Oleh karena itu, manusia menurutnya masyarakat bukan organisme yang dihasilkankan oleh proses-proses biologis, juga bukan mekanisme yang terdiri dari bagian-bagian individual yang masing-masing berdiri sendiri, tetapi masyarakat adalah usaha manusia untuk mengadakan dan memelihara relasi timbal balik yang mantap dan kemauan manusia mendasari masyarakat. Dalam perspektif filsafat pendidikan islam, proses saling belajar yang dapat berlaku di lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan
8
masyarakat
merupakan
perjalanan
kebudayaan
manusia
yang
mencerdaskan dirinya, meningkatkan kesadarannya sebagai makhluk yang berbudi luhur, makhluk yang belajar memahami keinginan manusia yang beragam. Dan masyarakat juga cerminan bagi kehidupan manusia. Betapa komplek memahami situasi dan kondisi masyarakat ini. Penuh dengan kekayaan,
kemiskinan,
kegembiraan,
kekecewaan,
kebahagiaan,
kesedihan, kesuksesaan, kegagalan, dll. secara filosofis, belajar yang paling sempurna adalah belajar dari kehidupan masyarakat, sebagaimana Rasulullah SAW. Menyarankan untuk belajar untuk belajar dari kehidupan pasar karena di pasar ada kejujuran, kebohongan, kegembiraan, kepedihan, dll. Manusia dalam konsep islam adalah makhluk yang berbeda dengan makhluk lainnya karena hal-hal berikut: 1. Manusia adalah makhluk sosial, artinya makhluk yang mendambkan hidup bersama atau bermasyarakat. (al-insan hayawan al-ijtima). 2. Manusia makhluk yang berfikir (al-insan hayawan natiq). 3. Manusia makhluk yang berpolitik (al-insan hayawan siyasi). 4. Manusia makhluk yang berekonomi (al-insan hayawan iqtishadi)
C. Pandangan Filsafat Pendidikan Islam tentang Alam 1. Hakikat Alam dalam Filsafat Pendidikan Islam Asal dari kata “Alam” seperti dikutip Abdul Haris dari Nurcholis Majid, berasal dari bahasa Arab انللعللسمsatu akar kata dengan
انلطعللسم
(Pengetahuan) dan ( انللعلُللمة سPertanda). Disebut demikian karena jagad raya ini adalah pertanda adanya Sang Maha Pencipta yaitu Tuhan Yang Maha Esa, Alam dalam bahasa Yunani disebut dengan cosmos, yang berarti “serasi, harmonis”, karena ala mini ada dalam keserasian dan keharmonisan berdasarkan hukum-hukum yangn teratur.6 Menurut al-Jurjani dalam kitab al-Ta’rifat, alam secara bahasa berarti segala hal yang dapat dikenali, sedangkan secara terminologi 6 Abdul Haris, dan Kivah Aha Putra, Filsafat Pendidikan Islam (Jakarta: Amzah, 2012) hal. 90
9
berarti segala sesuatu yang maujud selain Allah, yang dengan ini Allah dapat dikenali, baik segi nama maupun sifatnya. Jadi segala sesuatu selain Allah, itulah alam secara sederhana. Pengertian ini merupakan pengertian teologis, dalam arti berdasarkan yang dikemukakan para teolog
Islam.
Adapun
secara
filosofis,
alam
adalah
kumpulan jauhar (substansi) yang tersusun dari materi (maddah) daan bentuk (surah) yang di langit dan bumi. Segala sesuatu yang ada di langit dan bumi, itulah alam berdasarkan rumusan filsafat. Alam dalam pengertian ini merupakan alam semesta atau jagat raya. Alam Semesta adalah segala sesutu yang ada selain Allah SWT. Maka dapat dipahami bahwa seluruh yang ada dimuka bumi seperti tumbuhan, hewan, manusia, dan segala yang terkandung dalam perut bumi. Termasuk yang ada di langit, planet-planet, segala bintang, planet dan asteroid, baik yang punya garis orbit maupun yang tidak adalah termasuk kategori Alam Semesta. Bahkan yang tidak terlihat oleh mata manusia seperti alam Jin, syetan dan malaikat juga masuk dalam istilah Alam Semesta. Adapaun tentang permulaan alam semesta yang dalam waktu ini didukung oleh penemuan dan teori astrofisika modern ialah bahwa sejak awal kejadiannya pada peristiwa Big Bang, alam semesta berkembang secara evolutif.7 Islam senantiasa merujuk kepada sumber Al Qur’an dan Al Hadits dalam mencapai pengetahuan tertentu, termasuk dalam mengkaji dan membahas tentang konsepsi maupun hakikat dari Alam semesta. Al Rasyidin mencatat dalam bukunya, bahwa dalam Al Qur’an kata Alam hanya ditemukan dalam bentuk Jama’ ن انللعاَللطمنيِ لyang terulang sebanyak 73 kali dan tersebar pada 30 Surah. Hal ini mengindikasikan bahwa alam semesta ini banyak dan beraneka ragam sesuai dengan konsepsi Islam bahwa hanya Allah yang Tunggal (Ahad).8
7 Toto Suharto, Filsafat Pendidikan Islam, Yogyakarta, Ar-Ruz Media, 2013. Hal. 95 8 Al Rasyidin, Falsafah Pendidikan Islam ,Bandung:Cita Pustaka, 2008. Hal. 3
10
2. Kedudukan Manusia terhadap Alam dalam Filsafat Pendidikan Islam Berpegang pada dalil-dalil Al-Qur’an yang ada, maka alam semesta ini diciptakan oleh Tuhan adalah untuk kepentingan manusia dan untuk dipelajari manusia agar manusia dapat menjalankan fungsi dan kedudukannya sebagai manusia di muka bumi ini.9 Firman Allah SWT dalam QS al-Mulk ayat 15 :
ض لذسلوةل لفٱَنمسشواا طفى لملناَطكبطلهاَ لوسكسلواا طمن ررنزقط طۦِه هسلو ٱلمطذىِ لجلعلل للسكسم ٱنللنر ل لوإطللنيِطه ٱلننسشوسر Artinya : “Dialah Yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebahagian dari rezeki-Nya. Dan hanya kepada-Nya-lah kamu (kembali setelah) dibangkitkan.” Firman Allah lagi dalam QS Luqman ayat 20 :
ض لوألنسبللغ ألللنم تللرنواا ألمن ٱملل لسمخلر للسكم مماَ طفى ٱلمسسلمسلو ط ت لولماَ طفى ٱنللنر ط لعللنيِسكنم نطلعلمهۥُس سظلطهلرةة لولباَططنلةة Artinya : “Tidakkah kamu perhatikan sesungguhnya Allah telah menundukkan untuk (kepentingan) mu apa yang di langit dan apa yang di bumi dan menyempurnakan untukmu nikmat-Nya lahir dan batin.........” Adapun kedudukan manusia terhadap alam diantaranya adalah; a. Sebagai pemanfaat dan penjaga kelestarian alam b. Sebagai peneliti alam dan dirinya untuk mencari Tuhan c. Sebagai khalifah (penguasa) di muka bumi d. Sebagai makhluk yang paling tinggi dan paling mulia e. Sebagai hamba Allah f. Sebagai makhluk yang bertanggung jawab g. Sebagai makhluk yang dapat dididik dan mendidik 9 Zuhairini dkk, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta, Bumi Aksara, 1995. Hal . 83
11
3. Implikasi Alam terhadap Pendidikan Islam Dari beberapa prinsip filsafat pendidikan Islam tentang alam telah disebutkan bahwa alam semesta merupakan penetu keberhasilan proses pendidikan. Adanya interaksi antara peserta didik dengan benda atau lingkungan alam sekitar tempat mereka hidup merupakan prinsip filsafat pendidikan Islam yang perlu diperhatikan. Prinsip ini menekan bahwa proses pendidikan manusia dan peningkatan mutu akhlaknya bukan sekedar terjadi dalam lingkungan sosial semata, melainkan juga dalam lingkungan alam yang bersifat material. Jadi alam semesta merupakan
tempat
dan
wahana
yang
memungkinkan
proses
pendidikan berhasil. Ada sebuah semboyan yang berbunyi “kembali ke alam” merupakan salah satu filsafat pendidikan yang menghendaki alam sebagai lingkungan pendidikan. Secara garis besar implikasi alam terhadap Pendidikan Islam dibagi menjadi dua bagian, yaitu Internal dan Eksternal. Implikasi Internal dari dalam proses Pendidikan mengarah pada pembentukan system Pendidikan, rancanan Kurikulum, visi misi, dan arah Pendidikan itu sendiri untuk menjadikan Alam semesta sebagai objek studi atau Ilmu Pengatahuan. Al Rasyidin menyatakan Pendidikan Islami merupakan kunci guna menemukan, menangkap dan memahami Alam dengan seluruh fenomena dan noumenanya. Upaya itu pada akhirnya akan mengantarkan manusia pada keberadaan dan kemahakuasaan Allah SWT. Karenanya manusia dihantarkan oleh Pendidikan Islam pada pengakuan (Syahadah) akan keberadaan Allah SWT. Sebagai Tuhan Pencipta, Pemelihara dan Pendidik Alam Semesta.10 Sedangkan Implikasi Eksternal mengarah pada Manusia sebagai peserta didik dari Pendidikan Islam yang akan diharapkan mempunyai wawasan, keterampilan dan tanggung jawab dalam mengelola alam semesta.11 Dengan demikian diharapkan Pendidikan Islami dapat 10 Al Rasyidin, op. cit.Hal. 11-12 11 Abuddin Nata, Pemikiran Pendidikan Islam dan Barat .Jakarta: Raja Grafindo Persada: 2012 Hal. 124
12
melahirkan manusia yang memiliki karakteristik sebagai khalifah yang memimpin, memelihara, dan mengelola Alam Semesta dengan baik.
13
BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Manusia merupakan makhluk Allah yang paling sempurna dan dibekali dengan akal untuk berfikir. Dan ilmu derajat manusia sangat ditentukan oleh ilmu pengetahuan yang dimilikinya, tetapi ilmu pengetahuan manusia juga harus dilindungi dengan keimanan. Karena karena orang yang berilmu tapi tidak beriman maka hidupnya akan kacau. Jadi, ilmu pngetahuan digunakan untuk memperkuat keimanan manusia dan keimanan harus terus ditingkatkan oleh ilmu pengetahuan. Sementara masyarakat adalah cerminan dri keberhasilan atau kegagalan dunia pendidikan. Dan lingkungan adalah guru bagi manusia untuk bertindak sesuai dengan hukum-hukum yang telah digariskan Allah SWT. Alam semesta juga merupakan penetu keberhasilan proses pendidikan. B. Saran Semoga dengan adanya makalah ini dapat menjadi referensi penulis dan pembaca untuk mengikuti mata kuliah Filsafat Pendidikan Islam. Adapun saran kami sehubungan dengan bahasan makalah ini, kepada rekan mahasiswa agar lebih meningkatkan, menggali dan mengkaji lebih dalam melalui sumber lainnya.
14
DAFTAR PUSTAKA Abdul Haris, dan Kivah Aha Putra. 2012. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Amzah. Abuddin Nata. 2012. Pemikiran Pendidikan Islam dan Barat. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Al Rasyidin. 2008. Falsafah Pendidikan Islam. Bandung: Cita Pustaka. Toto Suharto. 2013. Filsafat Pendidikan Islam. Yogyakarta: Ar-Ruz Media. Zuhairini, dkk. 1995. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara.
3