Fotografi

  • Uploaded by: adrianto agung widodo
  • 0
  • 0
  • November 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Fotografi as PDF for free.

More details

  • Words: 44,081
  • Pages: 125
Menentukan Kecepatan Lambat Secara Tepat Foto-Foto: Atok Sugiarto "PANNING" - Salah satu cara mengatasi persoalan pemotretan dalam cahaya lemah adalah dengan memotretnya menggunakan teknik panning. ak banyak pemotret yang berani menentukan pilihan untuk memotret dengan menggunakan kecepatan bukaan rana lambat. Terutama jika subjek dalam pemotretan menyangkut benda benda bergerak dan berada dalam suatu kondisi cahaya yang kurang mendukung untuk sebuah pemotretan. Yang terjadi lebih sering seseorang pemotret (pemula khususnya) ketakutan menghadapi keadaan yang demikian sehingga tak jarang mengurungkan niatnya untuk melakukan pemotretan. Kalaupun kemudian terpaksa melakukan pemotretan sering menghasilkan foto yang blur atau goyang. Tak dapat dimungkiri masalah bagi yang tak terbiasa menggunakan kecepatan rana lambat adalah kekhawatiran pada goyangnya kamera saat memotret. Tak salah pula kiranya bila kecepatan lambat sering dianggap sebagai "hantu" yang menakutkan bagi para pemotret (pemula). Dalam fotografi, kecepatan lambat adalah kecepatan yang bisa diasumsikan sebagai batas di mana kecepatan itu sudah tidak mampu membekukan suatu gerakan, atau suatu kecepatan. Secara umum pengertiannya adalah kecepatan yang menunjukkan angka di bawah 1/60 detik pada kamera. Karena itu, pada pemotretan yang dilakukan menggunakan kecepatan di bawah 1/60 detik, misalnya 1/30 detik, 1/15 detik, atau 1/8 detik dianjurkan menggunakan tripod atau kaki tiga kamera. Kecepatan Lambat Menghadapi subjek bergerak memang memerlukan pemikiran ekstra untuk dapat merekamnya menjadi sebuah foto yang indah. Yang paling utama adalah menentukan pilihan kecepatan bukaan rana kamera. Misalnya 1/500 detik, 1/1000 detik untuk membekukan gerakan suatu subjek yang sedang naik sepeda ataupun motor. Kecepatan tersebut diharapkan dapat membekukan gerak yang terjadi pada subjek sehingga menghasilkan foto yang tampak jelas dengan subjek diam. Akan tetapi penggunaan kecepatan rana tersebut hanya dapat dilakukan dengan baik pada pagi, siang atau kondisi cahaya yang terang. Bagaimana jika cahaya dalam pemotretan tidak memungkinkan untuk penggunaan kecepatan bukaan rana tinggi karena lemahnya cahaya misalnya pada saat hari

menjelang gelap? Tentu tak banyak yang dapat dilakukan, karena itulah dapat dipastikan tak banyak yang berani melakukan pemotretan pada kondisi seperti itu terutama pemotret pemula. Satu hal di antaranya, pemotretan bisa dilakukan dengan menggunakan teknik panning jika subjeknya bergerak menyamping, yaitu memotret dengan menggunakan kecepatan bukaan rana lambat dan menggerakan kamera seiring, sejalan atau seirama gerakan subjeknya sambil menekan tombol pelepas kamera pada saat yang diinginkan. Kecepatan rana yang digunakan bisa 1/15 detik, 1/30 detik, atau 1/60 detik, bergantung pada jenis lensa yang digunakan dan kecepatan gerak subjeknya. Sebagai contoh untuk memotret balap mobil saat hari menjelang petang tak banyak yang dapat dilakukan selain memotretnya menggunakan tehnik panning yang bisa menggunakan kecepatan rana 1/60detik atau juga bisa dengan kecepatan rana 1/30 detik - tergantung seberapa besar subjek utama berada dalam bingkai dan efek kabur seperti apa yang dikehendaki dalam foto. Semakin cepat gerakan suatu subjek menjadikan semakin kaburnya latar belakang. Demikian juga dengan semakin lambat kecepatan bukaan rana yang digunakan menjadikan semakin berkesan efek gerak subjek maupun latar belakangnya. Dan karena itu pula jika kecepatan bukaan rana semakin lambat dituntut untuk menggunakan kaki tiga (tripod) - Namun jika tidak menggunakan tripod maka diperlukan kehati-hatian untuk selalu mengusahakan agar kamera tidak goyang saat menekan tombol pelepas rana. Satu hal yang harus dipahami oleh seorang pemotret jika harus memotret menggunakan kecepatan bukaan rana lambat adalah, semakin lambat suatu kecepatan bukaan rana dalam suatu pemotretan akan semakin menjadikan subjeknya tampak goyang - kabur atau blur sehingga hal yang harus dipertimbangkannya adalah memastikan pilihan bukaan kecepatan rana lambat yang tidak menjadikannya subjek menjadi kabur karena efek gerakan yang terjadi. Semakin lambat kecepatan rana juga akan menjadikan semakin rusaknya foto, terlebih jika pilihan kecepatan rananya tidak sesuai dengan kecepatan bergeraknya subjek pemotretan dan goyangnya kamera. Seperti pada foto berjudul "Ramai", gambaran riuh dan ramainya pengunjung di sebuah Mal yang sedang naik turun tangga tidak dapat terlukiskan dengan jelas karena pilihan kecepatan rana lambat yang kurang tepat dan goyangnya kamera. Kecepatan rana ? detik memang tidak sesuai untuk menangkap gerakan para pejalan kaki yang sedang naik turun tangga, akibatnya foto tampak kabur atau blur. Karena pilihlah kecepatan bukaan rana yang tepat untuk dapat merekam kesan gerak dengan baik dan benar disertai sikap atau posisi yang benar sehingga tidak mengakibatkan goyangnya kamera. Pada foto berjudul "Panning " dapat kita perhatikan hasil sebuah foto yang objeknya bergerak yang dibuat dengan menggunakan kecepatan bukaan rana lambat 1/8 detik tanpa menggunakan tripod tetapi menghasilkan foto yang menarik karena keberhasilan memilih bukaan kecepatan rana lambat secara tepat.

RAMAI - Pilihan kecepatan bukaan rana lambat yang tidak tepat seperti suasana ramai di Mal bisa mengakibatkan rusaknya foto karena gambar tidak tajam dan goyang. Langkah Foto dalam tulisan ini dibuat on the spot, tanpa persiapan, baik observasi maupun pembekalan peralatan yang cukup, sehingga peralatan seperti tripod yang seharusnya digunakan untuk memotret dalam suatu keadaan yang harus menggunakan kecepatan bukaan rana lambat tidak digunakan. Akibatnya dalam memotret harus dapat melakukan berbagai upaya terutama jika kondisi cahaya tidak memungkinkan untuk mengusahakan agar tidak goyang saat memotret. Akibat lain menjadikan foto kadang tak selalu sesuai dengan yang diharapkan. Secara keseluruhan untuk berhasil membuat foto yang baik sekalipun harus memotret menggunakan pilihan bukaan kecepatan lambat, adalah memahami penggunaan kecepatan bukaan rana secara tepat untuk suatu kejadian yang mengandung gera k. Akan tetapi cara on the spot sebaiknya dihindarkan (terutama bagi pemula) karena bagaimanpun untuk memotret subjek bergerak dengan kecepatan bukaan rana lambat sebaiknya dilakukan dengan menggunakan bantuan tripod untuk menyangga kamera dan membantu menahan goyang. Selain tripod juga diperlukan persiapan-persiapan, di antaranya dengan melakukan observasi lokasi, mempunyai rancangan atau target hasil yang diinginkan, serta mempnyai persiapan yang memadai (terutama keberadaan peralatan pendukungnya). Secara umum, langkah sukses untuk menghasilkan foto subjek bergerak dengan kecepatan bukaan rana lambat dalam kondisi cahaya yang lemah atau kurang secara teknis, adalah dengan membuka lebar -lebar diafragma dan memperlambat kecepatan rana (shutter speed), misalnya dengan 1/30 detik, 1/15 detik, atau bahkan sampai 1 detik. Namun demikian juga diperlukan langkah non-teknis yaitu persiapan sarana penunjangnya yang meliputi: KAMERA. Untuk bisa menentukan variasi penggunaan kecepatan rendah, sebaiknya gunakan kamera SLR (single lens reflex). Karema jenis ini dilengkapi dengan berbagai fasilitas yang dibutuhkan untuk pemotretan dapat terpenuhi, seperti fasilitas kecepatan rana dan diafragmanya yang lengkap. FILM. Mengacu pada pengalaman kerja wartawan foto, sebaiknya selalu memakai/membawa film ber-ISO tinggi. Tujuannya adalah untuk menghadapi kendala persoalan mengenai kurangnya sinar dalam suatu pemotretan. Dengan menggunakan film ber-ISO tinggi, penggunaan diafragma dengan bukaan luas sangat dimungkinkan. Masalah film dapat diabaikan jika kebetulan kita sudah menggunakan jenis kamera digital. Dengan kamera digital persoalan penggantian ISO ke ISO yang lebih tinggi sering tidak masalah. (dapat dilakukan setiap saat).

LENSA, Sesuaikan panjang dan pendeknya lensa dengan objek yang akan difoto, juga jarak yang memungkinkan untuk melakukan pemotretan. Panjang pendeknya lensa sangat berpengaruh terhadap pilihan kecepatan. Untuk memotret panning , gerakan mobil yang melaju dalam sirkuit dengan menggunakan lensa 200 mm bisa menggunakan kecepatan 1/30 detik atau 1/60 detik. KAKI TIGA (Tripod). Salah satu faktor yang paling penting agar sukses adalah melakukan pemotretan dengan menggunakan kecepatan rendah. Keberadaannya sangat membantu untuk menciptakan gambar yang tidak goyang. KABEL PELEPAS RANA. Secermat-cermatnya pemotret menekan tombol pelepas rana kamera kendati sudah menggunakan kaki tiga kamera, kemungkinan goyang yang disebabkan gerakan kamera masih sangat mungkin terjadi. Karenanya kabel pelepas rana menjadi pelengkap penting untuk membantu menahan kegoyangan. Dengan pemahaman dan persiapan yang baik, memotret dengan menggunakan kecepatan bukaan rana lambat bukan lagi persoalan, terlebih bila kita sebagai pemotret mampu dengan tepat memilih bukaan kecepatan rana lambat secara tepat. Atok Sugiarto

Membuat Foto Dokumentasi Anak Oleh : ATOK SUGIARTO Foto-foto: Atok Sugiarto BEBAS - Kegiatan di alam bebas sepertinya juga menjadikan anak bebas dalam bergaya. Dan jika hal tersebut terjadi sesungguhnya maka itu adalah saat-saat yang baik untuk mendokumentasikan kegiatannya. ulitkah memotret anak-anak? Tidak, terlebih jika anak itu adalah anak sendiri, hanya diperlukan sedikit akalakalan untuk membangkitkan aktivitasnya agar tampak menarik. Apakah aktivitas itu sekadar tersenyum, tertawa, merangkak (bayi) atau bennain-main (balita) dan berolahraga (ABG). Jika pun muncul kesulitan pastilah itu hanya karena faktor mood ' anak yang kurang pas. Namun demikian untuk memotret anak-anak memang diperlukan ekstra waktu maupun kesabaran. Misalnya saat memotret bayi, orang tua harus sabar menunggu saat-saat di mana anak mengekspresikan senyum atau tawanya untuk mendapatkan sebuah foto yang baik. Pemotret dalam hal ini harus tahu betul kapan memulai memotretnya. Bila mendapatkan suatu keadaan anak yang fresh' dan enak, maka harus segera dilakukan pemotretan karena tidak pada setiap waktu anak-anak mudah difoto.

Rumusan sederhana agar mendapatkan situasi di mana anak (bayi) mudah difoto dan baik hasilnya, adalah membiarkannya bermain dengan mainannya. Bermain di alam bebas (balita) misalnya, secara umum menjadikannya lebih mudah dipotret. Karena faktor -faktor yang menyebabkan anak sering menjadi takut dan adanya keadaan yang mengganggunya seperti kilatan lampu dapat kita hilangkan dengan tidak menggunakannya. Pemotretannya pun dapat dilakukan dari jarak yang agak jauh menggunakan lensa tele panjang sehingga tidak membuat anak selalu berhadapan dengan kamera secara langsung (candid camera ). Karena itu, untuk dapat mendokumentasikan ke giatan anak sehingga menghasilkan suatu foto yang baik sebaiknya dilakukan pada waktu pagi antara pukul 07.30 hingga pukul 09.30 WIB di mana matahari memancarkan sinarnya dengan kuat. Pada sisi lain, pada saat-saat demikian, kondisi anak-anak secara umum juga masih fresh sehingga mudah untuk mendapatkan ekspresi ataupun keriangan yang kita inginkan. Tentang waktu juga bisa dilakukan pada sore hari antara pukul 15.00 hingga 16.30 WIB, di mana cahaya sore masih bersinar dengan baik atau setelah anak-anak tidur siang. Foto Bayi Untuk sekadar membuat foto bayi yang menampilkan pose-nya secara bebas dan wajar sesuai dengan perkembangan kepandaian bayi adalah hal yang mudah. Karena pemotret hanya membutuhkan waktu atau kesabarannya untuk menemukan pose-pose yang baik dengan mengajaknya berinteraktif dengan lingkungan. Jika bayi telah mampu berinteraksi dengan lingkungan maka ia akan menampilkan pose-pose atau gerakan-gerakan yang menarik. Dan kalau hal itu sesuai dengan yang diinginkan, maka pemotret tinggal membidikan kamera yang telah disiapkan sebelumnya. Persiapan terutama berkaitan dengan pencahayaan. Jika bayi belum juga menampilkan gerakan-gerakan atau ekspresi yang baik dan menarik sesuai yang diharapkan, hal itu mungkin disebabkan bayi belum mengerti suatu instruksi untuk melakukan suatu gerakan-gerakan yang diinginkan pemotret. Untuk itu pemotret dan orang tua harus segera bekerja sama merangsang perhatian agar anak mau melakukan sesuatu yang menarik misalnya membuatnya duduk, tengkurap atau merangkak. Sebagai alat bantu untuk metnudahkan anak berinteraksi dan berekspresi, carilah mainan yang mudah menjadi daya tarik bagi anak. Sehingga ia mau berinteraksi dengan suasana, misalnya mainan- mainan yang lucu atau yang mungkin menjadi kesukaan si bayi yang umumnya dapat mengeluarkan bunyi. Dengan pancingan seperti itu maka bayi akan bergerak sekehendak hatinya, dan pada saat-saat seperti inilah biasanya muncul pose-pose yang menarik secara tak terduga. Kalau pemotret telah mahir mengatur fokus atau menentukan pilihan pencahayaan yang tepat serta dapat menekan tombol pelepas rana secara tepat pula, maka dipastikan akan menghasilkan foto yang menarik.

TAMPAK WAJAR - Salah satu rumusan untuk menghasilkan foto anak yang baik dan menarik serta tampak wajar adalah dengan cara candid. Balita Memang tak begitu berbeda antara memotret bayi dan memotret balita, khususnya dengan teknis yang harus dilakukan seorang pemotret. Tetapi antara keduanya jelas sangat berbeda cara dan penanganannya. Bila memotret bayi pemotret harus betul-betul aktif melakukan segala usaha baik teknis maupun non-teknisnya. Maka untuk memotret balita pemotret dapat sedikit lebih santai. Artinya memotret balita tidak lagi dituntut untuk menyesuaikan dengan waktu dan kesanggupan subjeknya. Sebab balita paling tidak sudah dapat diajak berkomunikasi atau berinteraksi untuk melakukan suatu pose, gaya juga ekspresi yang diminta. Balita telah paham akan suatu perintah. Karena balita aktif dan dinamis, maka perlu diantisipasi dengan menggunakan pilihan kecepatan rana yang agak tinggi (1/125 detik, 1/250 detik) untuk membekukan gerakannya dengan kombinasi pemakaian bukaan diafragma yang cukup luas misalnya f/11 atau f/8 agar mudah melakukan follow focus.. Dan karena itu pada saatsaat itu diperlukan ISO 400 atau lebih sehingga memungkinkan penggunaan kombinasi kecepatan rana tinggi dan bukaan diafragma kecil. Untuk menjaga segala kemungkinan dalam pemotretan sehingga menyebabkan pemotret harus mengikuti gerak-gerik balita dianjurkan menggunakan jenis lensa zoom sehingga lebih mudah melakukan pembingkaian. Namun demikian kunci terpenting dari keberhasilan memotret anak balita tidak semata hanya masalah teknis, tetapi juga masalah non-teknisnya seperti memahami sifat dan karakternya. Bila pemotret berkeinginan untuk mendapatkan foto-foto yang menarik tetapi tetap tampak wajar maka dapat dilakukan dengan cara membiarkan si balita asyik dalam permainan atau mainan yang disukai. Dalam hal ini pemotret hanya menunggu saatsaat yang dianggapnya baik dan menarik, baik pose maupun ekspresinya. Memotret ABG Demikian juga memotret anak-anak yang baru gede (ABG), segi teknis dan peralatannya tidak jauh berbeda dengan memotret balita. Yang agak merepotkan pada anak-anak baru gede adalah sifat kekanak-kanakannya yang tampak belum seluruhnya hilang. Sehingga terkadang sering malu-malu, suatu sikap yang hanya akan menghambat pemotretan. Bila pemotret memaksakan untuk segera memotretnya maka akan menghasilkan foto yang tampak kaku dan mungkin saja gagal. Karena itu langkah yang paling harus menjadi perhatian bagi pemotret adalah mendekatinya untuk melakukan komunikasi yang baik. Lalu memberi pengarahan dan keyakinan pada mereka bahwa foto yang akan dibuat akan berhasil dengan baik jika mereka mau bekerja sama dan bersungguh-sungguh dalam pemotretan baik sikap atau

gayanya maupun ekspresinya. Secara umum anak-anak baru gede belum begitu terlatih dalam hal olah tubuh, karena itu bila pemotretan dimaksudkan untuk suatu tujuan pemotretan fesyen atau potret, maka kelenturan tubuh juga perlu diperhatikan sehingga gaya atau sikapnya sesuai dengan keindahan yang diharapkan pemotret. Untuk mendapatkan hasil foto yang baik dan menarik tentang anak-anak dan tampak wajar, kita harus mampu menampilkannya secara apa adanya. Potretlah dengan cara sembunyi-sembunyi (candid camera), sehingga mereka tidak tahu bila dirinya sedang difoto. Misalnya pada saat-saat berolahraga, atau beraktivitas di lingkungannya. Namun demikian pemotretan secara candid' juga dapat dilakukan dengan melakukan arahan, istilahnya disutradarai, sehingga meskipun sang anak tahu bahwa dirinya sedang dipotret, tetapi tetap dapat terlihat wajar. Untuk pemotretan secara candid sendiri hanya akan membawa berhasil jika pemotret mempunyai kemampuan ekstra untuk memetik momen-momen yang dianggap baik pada setiap aktivitas yang dilakukan anak. Memotret anak dari bayi, balita, atau ABG sepertinya sepintas kurang memiliki kesan, akan tetapi jika kita mampu dan mau menyimpan serta melihatnya kembali saat anakanak itu telah beranjak dewasa, pastilah akan memunculkan ribuan cerita. Rasanya tak ada yang lebih menyenangkan dan membanggakan dalam membuat foto dokumentasi selain membuat foto dokumentasi tentang anak-anak -anak kita sendiri.*

Sudut Pandang Elang Terbang OLEH ATOK SU GIARTO Foto-Foto: Atok Sugiarto MENGANGKAT KAMERA - Untuk menghasilkan foto yang menarik dalam kerumunan yang mengelilingi Inul Daratista, caranya tak lain dan tak bukan adalah dengan mengangkat tinggi-tinggi kamera. uatu objek yang berada dalam kerumunan tentu sering jadi masalah untuk dipotret. Terlebih jika kerumunan itu mencapai puluhan atau ratusan orang, membuat pemotret sering kesulitan mendapatkan sudut pandang yang baik jika ingin menampilkan objek yang berada dalam kerumunan. Pertanyaannya ke mudian, apakah kita mau memotret dengan hanya mendapatkan foto yang menampakkan punggung sejumlah orang tanpa memperlihatkan objek utama dalam kerumunan tadi. Bila memungkinkan, kita memang akan mencari tempat yang lebih tinggi, apakah itu dengan cara memanjat kursi, tangga, tembok, pohon, naik ke

atas mobil yang diparkir dan sebagainya. Namun, sering kali keinginan seperti itu lebih sering mengalami persoalan dan hambatan. Mengapa? Tak lain karena objek yang difoto merupakan objek dalam suatu peristiwa yang tidak kita direncanakan, misalnya memotret pejabat tinggi negara atau selebriti terkenal. Dan kalau sudah demikian, hampir dapat dipastikan menjadikan para wartawan foto khususnya, terpaksa mengangkat tinggi-tinggi kamera sebagai usaha memotret objek yang berada dalam kerumunan. Sebab hanya dengan cara seperti itulah diharapkan dapat memperoleh sudut pandang yang memadai dan hasil foto yang bisa menggambarkan objek di antara kerumunan tanpa terhalang sesuatu. Wartawan foto sepertinya memang telah paham betul melakukan pemotretan dengan cara demikian. Apakah itu harus menggunakan lensa sudut lebar (wide), kecepatan rana, diafragma sampai dengan penentuan jarak fokusnya. Sehingga dengan tanpa mengintai dari jendela pembidik kamera -- dengan feeling, dapat diperoleh foto yang baik. Elang Terbang Apa yang sering dilakukan para wartawan foto dalam menyikapi pemotretan objek yang berada dalam kerumunan sesungguhnya adalah cara sederhana dalam mencari sudut pandang. Sudut tersebut adalah high angle, yaitu sudut atas atau ada yang menyebutnya sebagai sudut pandang elang terbang. Sudut pemotretan seperti itu seringkali menghasilkan foto menarik dan menawan karena mampu bercerita tentang suatu keadaan dan disebut sudut elang terbang. Disebut demikian karena lensa melihat objek dari atas mirip sudut penglihatan elang (burung) terbang (bird's-eye view ). Persoalannya untuk melakukannya - seperti yang biasa dilakukan para wartawan foto - memang tidak mudah. Diperlukan latihan yang berulang-ulang sehingga terbiasa dan terlatih dalam memperkirakan sesuatu, baik itu mengenai pembingkaiannya (framing), pemilihan kecepatan rana, pemakaian bukaan diafragma, pengaturan komposisi, sampai penentuan jarak fokus untuk menghasilkan foto yang tajam. Bila beberapa unsur pendukung tersebut telah mahir dilakukan oleh pemotret, kemungkinan keberhasilan mendapatkan foto dari sudut yang lebih tinggi seperti yang biasa dilakukan wartawan foto diperkirakan akan terwujud dengan mudah. Sesungguhnya cara memotret dengan mengangkat tinggi-tinggi kamera adalah cara sederhana guna mendapatkan sudut pandang yang baik. Hanya saja cara wartawan foto memang berbeda kendati hakikatnya adalah sama - khususnya dalam persoalan memotret bila objek utamanya berada dalam kerumunan massa. Yaitu sama-sama mencari sudut pemotretan dari atas (high angle) atau sudut pandang elang terbang untuk menghasilkan foto yang menarik dan menawan. Penyinaran dan Komposisi Pemilihan sudut pemotretan memang merupakan salah satu hal yang sangat menentukan dalam menghasilkan foto yang menarik dan menawan. Karena dengan sudut pemotretan yang tepat akan memunculkan beberapa aspek pendukung

keindahan dan keberhasilan suatu foto. Hal ini di antaranya berkaitan dengan penyinaran dan komposisi. Dari sisi penyinaran misalnya, dengan memilih sudut pemotretan tertentu akan menghasilkan foto yang mungkin saja menarik dan menawan karena telah nempertimbangkan sudut datangnya sinar yang mengenai objek dengan baik. Bisa saja objek sengaja ditempatkan pada sisi di mana sinar yang tajam (mungkin sinar dari arah belakang atau samping), sehingga menambah dramatisnya suasana. Pada foto berjudul "Keong Emas" yang menggambarkan bangunan teater Keong Emas di Taman Mini Indonesia Indah, sebenarnya adalah foto biasa. Tetapi menjadi tampak lebih menarik karena foto dibuat dari atas sehingga mampu menggambarkan keseluruhan bentuk bangunan dan lingkungan sekitarnya. Keberhasilannya memang lebih dikarenakan pemilihan sudut pemotretan dari atas (high angle ) selain ketepatan pengukuran cahaya. Dan karena itu setiap pemotret sebaiknya selalu mempertimbangkan masalah cahaya dalam pemotretan serta memperhitungkan dan memperkirakan keartistikan gamhar sebelum melakukan pemotretan. Bila seorang pemotret telah cermat dan akurat dalam memilih dan menentukan sudut pemotretan, maka meskipun kondisi sinar kurang menguntungkan, akan tetap menghasilkan sebuah foto yang baik. Paling tidak dari segi penyajiannya hasil foto yang dibuat dengan sudut pandang elang terbang telah menjadikan objek yang biasa saja menjadi luar biasa. Ketika dalam suatu acara saya dihadapkan kenyataan harus memotret Inul Daratista dalam suatu kerumuman, saya menggunakan cara umum yang selalu digunakan para wartawan foto ketika sedang memotret pejabat negara dalam kerumunan. Yaitu dengan mengangkat tinggi-tinggi kamera. Hal ini terpaksa dilakukan karena sudah tak ada sudut pandang yang memadai untuk memotretnya di antara kerumunan, sementara tempat lebih tinggi atau tempat untuk memanjat juga tidak ada. Namun demikian hasilnya cukup mampu menampilkan wajah artis Inul Daratista di antara kerumunan wartawan dengan baik. Komposisi yang tidak cukup tertata dengan baik karena pemotretan dilakukan dengan mengandalkan perasaan sepertinya tidak terlalu jadi masalah. Terlebih karena fotonya digunakan untuk publikasi media cetak yang lebih mengutamakan sisi beritanya daripada sekadar gambar. Meskipun begitu, cara kerja mengangkat tinggi-tinggi kamera untuk memotret objek dalam kerumunan seperti yang biasa dilakukan wartawan, sesungguhnya juga dapat dimaksimalkan jika sering dilatih atau dilakukan. Dengan sudut pemotretan dari atas sudut elang terbang seperti pada foto berjudul "Keong Emas" memang akan sangat memungkinkan menghasilkan foto yang menarik meskipun kondisi sinar kurang mendukung. Hal tersebut lebih karena kebiasaan mata melihat yang umumnya frontal atau dari arah depan. Karena itu dukungan penataan atau penciptaan komposisi yang baik akan sangat membantu terciptanya foto yang baik, bahkan menarik. Bagaimana tidak akan menjadi lebih menarik jika kita juga mendapatkan pencahayaan yang baik. Dari segi komposisi, pemilihan sudut pemotretan dari atas atau sudut pandang elang terbang memang mempunyai arti tersendiri. Seorang pemotret bisa saja mengeluarkan ongkos yang tidak murah dan usaha yang tidak mudah dengan menyewa tangga atau

penyangga yang tinggi, mungkin juga dengan menyewa helikopter hanya untuk memastikan mendapatkan sudut pemotretan dari atas - seperti usaha yang saya lakukan saat memotret "Keong Emas". Mau dengan cara apa lagi menghasilkan foto yang indah kalau bukan dengan mencari sudut pemotretan yang baik dan penciptaan komposisi yang baik Jika penyinaran tak begitu mendukung atau bisa diharapkan, pilihan sudut pandang elang terbang ternyata telah menjadi suatu acuan kunci sukses menghadapi keadaan demikian. Menguasai berbagai teknis pemotretan memang amat penting, namun sebagai pemotret sebaiknya juga harus mampu memiliki konsentrasi yang baik sehingga, mahir dan tepat dalam hal menekan tombol pelepas kamera. Tanpa kemahiran menekan tombol pelepas kamera pada saat yang tepat, khususnya dalam memotret peristiwa yang berlangsung cepat seperti misalnya olahraga, pasti tak akan mendapatkan foto yang baik dan menarik. Sudut pemotretan adalah salah satu hal penting penunjang suksesnya pemotretan, karena itu sebaiknya selalu dipikirkan dengan cermat oleh pemotret. Sehingga meskipun seperti seorang wartawan foto yang sering terpaksa melakukan tindakan mengangkat tinggi-tinggi kamera saat memotret dalam kerumunan, tetap saja bisa menghasilkan foto yang dapat dipertanggungjawabkan. Seorang pemotret memang harus mau mengeluarkan "ongkos" yang tidak murah dan usaha yang tidak mudah untuk mendapatkan suatu hasil dalam pemotretan yang baik dan menarik. Hal itu terkait dengan berbagai keperluan. Karena sesungguhnya memang tak ada sesuatu sukses yang gratis, terlebih untuk mendapatkan foto yang menarik dan menawan.*

Sudut Pandang Elang Terbang OLEH ATOK SUGIARTO Foto-Foto: Atok Sugiarto MENGANGKAT KAMERA - Untuk menghasilkan foto yang menarik dalam kerumunan yang mengelilingi Inul Daratista, caranya tak lain dan tak bukan adalah dengan mengangkat tinggi-tinggi kamera. uatu objek yang berada dalam kerumunan tentu sering jadi masalah untuk dipotret. Terlebih jika kerumunan itu mencapai puluhan atau ratusan orang, membuat pemotret sering kesulitan mendapatkan sudut pandang yang baik jika ingin menampilkan objek yang berada dalam kerumunan. Pertanyaannya kemudian, apakah kita mau memotret dengan hanya mendapatkan foto yang menampakkan punggung sejumlah orang tanpa memperlihatkan objek utama dalam kerumunan tadi. Bila memungkinkan, kita memang akan mencari tempat yang

lebih tinggi, apakah itu dengan cara memanjat kursi, tangga, tembok, pohon, naik ke atas mobil yang diparkir dan sebagainya. Namun, sering kali keinginan seperti itu lebih sering mengalami persoalan dan hambatan. Mengapa? Tak lain karena objek yang difoto merupakan objek dalam suatu peristiwa yang tidak kita direncanakan, misalnya memotret pejabat tinggi negara atau selebriti terkenal. Dan kalau sudah demikian, hampir dapat dipastikan menjadikan para wartawan foto khususnya, terpaksa mengangkat tinggi-tinggi kamera sebagai usaha memotret objek yang berada dalam kerumunan. Sebab hanya dengan cara seperti itulah diharapkan dapat memperoleh sudut pandang yang memadai dan hasil foto yang bisa menggambarkan objek di antara kerumunan tanpa terhalang sesuatu. Wartawan foto sepertinya memang telah paham betul melakukan pemotretan dengan cara demikian. Apakah itu harus menggunakan lensa sudut lebar (wide), kecepatan rana, diafragma sampai dengan penentuan jarak fokusnya. Sehingga dengan tanpa mengintai dari jendela pembidik kamera -- dengan feeling, dapat diperoleh foto yang baik. Elang Terbang Apa yang sering dilakukan para wartawan foto dalam menyikapi pemotretan objek yang berada dalam kerumunan sesungguhnya adalah cara sederhana dalam mencari sudut pandang. Sudut tersebut adalah high angle, yaitu sudut atas atau ada yang menyebutnya sebagai sudut pandang elang terbang. Sudut pemotretan seperti itu seringkali menghasilkan foto menarik dan menawan karena mampu bercerita tentang suatu keadaan dan disebut sudut elang terbang. Disebut demikian karena lensa melihat objek dari atas mirip sudut penglihatan elang (burung) terbang (bird's-eye view ). Persoalannya untuk melakukannya - seperti yang biasa dilakukan para wartawan foto - memang tidak mudah. Diperlukan latihan yang berulang-ulang sehingga terbiasa dan terlatih dalam memperkirakan sesuatu, baik itu mengenai pembingkaiannya (framing), pemilihan kecepatan rana, pemakaian bukaan diafragma, pengaturan komposisi, sampai penentuan jarak fokus untuk menghasilkan foto yang tajam. Bila beberapa unsur pendukung tersebut telah mahir dilakukan oleh pemotret, kemungkinan keberhasilan mendapatkan foto dari sudut yang lebih tinggi seperti yang biasa dilakukan wartawan foto diperkirakan akan terwujud dengan mudah. Sesungguhnya cara memotret dengan mengangkat tinggi-tinggi kamera adalah cara sederhana guna mendapatkan sudut pandang yang baik. Hanya saja cara wartawan foto memang berbeda kendati hakikatnya adalah sama - khususnya dalam persoalan memotret bila objek utamanya berada dalam kerumunan massa. Yaitu sama-sama mencari sudut pemotretan dari atas (high angle) atau sudut pandang elang terbang untuk menghasilkan foto yang menarik dan menawan. Penyinaran dan Komposisi Pemilihan sudut pemotretan memang merupakan salah satu hal yang sangat menentukan dalam menghasilkan foto yang menarik dan menawan. Karena dengan sudut pemotretan yang tepat akan memunculkan beberapa aspek pendukung

keindahan dan keberhasilan suatu foto. Hal ini di antaranya berkaitan dengan penyinaran dan komposisi. Dari sisi penyinaran misalnya, dengan memilih sudut pemotretan tertentu akan menghasilkan foto yang mungkin saja menarik dan menawan karena telah nempertimbangkan sudut datangnya sinar yang mengenai objek dengan baik. Bisa saja objek sengaja ditempatkan pada sisi di mana sinar yang tajam (mungkin sinar dari arah belakang atau samping), sehingga menambah dramatisnya suasana. Pada foto berjudul "Keong Emas" yang menggambarkan bangunan teater Keong Emas di Taman Mini Indonesia Indah, sebenarnya adalah foto biasa. Tetapi menjadi tampak lebih menarik karena foto dibuat dari atas sehingga mampu menggambarkan keseluruhan bentuk bangunan dan lingkungan sekitarnya. Keberhasilannya memang lebih dikarenakan pemilihan sudut pemotretan dari atas (high angle ) selain ketepatan pengukuran cahaya. Dan karena itu setiap pemotret sebaiknya selalu mempertimbangkan masalah cahaya dalam pemotretan serta memperhitungkan dan memperkirakan keartistikan gamhar sebelum melakukan pemotretan. Bila seorang pemotret telah cermat dan akurat dalam memilih dan menentukan sudut pemotretan, maka meskipun kondisi sinar kurang menguntungkan, akan tetap menghasilkan sebuah fot o yang baik. Paling tidak dari segi penyajiannya hasil foto yang dibuat dengan sudut pandang elang terbang telah menjadikan objek yang biasa saja menjadi luar biasa. Ketika dalam suatu acara saya dihadapkan kenyataan harus memotret Inul Daratista dalam suatu kerumuman, saya menggunakan cara umum yang selalu digunakan para wartawan foto ketika sedang memotret pejabat negara dalam kerumunan. Yaitu dengan mengangkat tinggi-tinggi kamera. Hal ini terpaksa dilakukan karena sudah tak ada sudut pandang yang memadai untuk memotretnya di antara kerumunan, sementara tempat lebih tinggi atau tempat untuk memanjat juga tidak ada. Namun demikian hasilnya cukup mampu menampilkan wajah artis Inul Daratista di antara kerumunan wartawan dengan baik. Komposisi yang tidak cukup tertata dengan baik karena pemotretan dilakukan dengan mengandalkan perasaan sepertinya tidak terlalu jadi masalah. Terlebih karena fotonya digunakan untuk publikasi media cetak yang lebih mengutamakan sisi beritanya daripada sekadar gambar. Meskipun begitu, cara kerja mengangkat tinggi-tinggi kamera untuk memotret objek dalam kerumunan seperti yang biasa dilakukan wartawan, sesungguhnya juga dapat dimaksimalkan jika sering dilatih atau dilakukan. Dengan sudut pemotretan dari atas sudut elang terbang seperti pada foto berjudul "Keong Emas" memang akan sangat memungkinkan menghasilkan foto yang menarik meskipun kondisi sinar kurang mendukung. Hal tersebut lebih karena kebiasaan mata melihat yang umumnya frontal atau dari arah depan. Karena itu dukungan penataan atau penciptaan komposisi yang baik akan sangat membantu terciptanya foto yang baik, bahkan menarik. Bagaimana tidak akan menjadi lebih menarik jika kita juga mendapatkan pencahayaan yang baik. Dari segi komposisi, pemilihan sudut pemotretan dar i atas atau sudut pandang elang terbang memang mempunyai arti tersendiri. Seorang pemotret bisa saja mengeluarkan ongkos yang tidak murah dan usaha yang tidak mudah dengan menyewa tangga atau

penyangga yang tinggi, mungkin juga dengan menyewa helikopter hanya untuk memastikan mendapatkan sudut pemotretan dari atas - seperti usaha yang saya lakukan saat memotret "Keong Emas". Mau dengan cara apa lagi menghasilkan foto yang indah kalau bukan dengan mencari sudut pemotretan yang baik dan penciptaan komposisi yang baik Jika penyinaran tak begitu mendukung atau bisa diharapkan, pilihan sudut pandang elang terbang ternyata telah menjadi suatu acuan kunci sukses menghadapi keadaan demikian. Menguasai berbagai teknis pemotretan memang amat penting, namun sebagai pemotret sebaiknya juga harus mampu memiliki konsentrasi yang baik sehingga, mahir dan tepat dalam hal menekan tombol pelepas kamera. Tanpa kemahiran menekan tombol pelepas kamera pada saat yang tepat, khususnya dalam memotret peristiwa yang berlangsung cepat seperti misalnya olahraga, pasti tak akan mendapatkan foto yang baik dan menarik. Sudut pemotretan adalah salah satu hal penting penunjang suksesnya pemotretan, karena itu sebaiknya selalu dipikirkan dengan cermat oleh pemotret. Sehingga meskipun seperti seorang wartawan foto yang sering terpaksa melakukan tindakan mengangkat tinggi-tinggi kamera saat memotret dalam kerumunan, tetap saja bisa menghasilkan foto yang dapat dipertanggungjawabkan. Seorang pemotret memang harus mau mengeluarkan "ongkos" yang tidak murah dan usaha yang tidak mudah untuk mendapatkan suatu hasil dalam pemotretan yang baik dan menarik. Hal itu terkait dengan berbagai keperluan. Karena sesungguhnya memang tak ada sesuatu sukses yang gratis, terlebih untuk mendapatkan foto yang menarik dan menawan.*

Menjadi Fotografer Kantoran Oleh Eddy Suntoro Foto Antara/Pandu Dewantara BERTUKAR NASKAH - Menteri Riset dan Teknologi Kusmayanto Kadiman (kanan) saling bertukar naskah kerjasama dengan Pjs. Gubernur Kepulauan Riau (Kepri) Ismeth Abdullah, usai penandatangann naskah kesepakatan bersama antara Kementerian Ristek dengan Pemprov Kepri. Ini adalah sebuah contoh foto yang diperlukan oleh suatu instansi (kementerian/kantor) sekaligus juga foto berita. udah banyak yang membuktikan bahwa dunia fotografi selain bisa dijadikan hobi, juga dapat dikembangkan menjadi profesi atau pekerjaan, karena dari kegiatan

potret-memotret bisa memberikan penghasilan (income) bagi si fotografer. Salah satu bidang fotografi yang masih terbuka peluangnya dan bisa ditekuni adalah menjadi "Fotografer Kantoran". Secara sederhana, fotografer kantoran dapat didefinisikan sebagai suatu kegiatan pemotretan untuk merekam dan mendokumentasikan berbagai kegiatan yang dilakukan suatu kantor/instansi baik pemerintah maupun swasta. Misalnya pemotretan untuk pelantikan pejabat baru di suatu instansi, penyelenggaraan seminar, lokakarya, peluncuran produk baru, pameran dan sebagainya. Kegiatan yang diadakan diberbagai perkantoran tersebut pada dasarnya merupakan peluang besar untuk digarap dan dapat dijadikan pekerjaan para fotografer yang berminat menggelutinya. Hal tersebut disebabkan masih sangat sedikit unit kerja di perkantoran yang mempunyai fotografer, sehingga jika ada suatu kegiatan yang perlu didokumentasikan sering mengalami kendala untuk mencari pegawai yang bisa memotret. Untuk mengatasi kelangkaan kehadiran fotografer tidak jarang harus didatangkan dari luar. Misalnya mendatangkan fotografer yang bekerja di studio foto. Walaupun ada salah seorang pegawai yang ditugasi untuk melakukan pemotretan, pegawai tersebut biasanya jarang memegang kamera dan jarang pula melakukan pemotretan. Kalau sudah demikian, dapat dipastikan hasil pemotretannya kurang sempurna sebagaimana diharapkan. Misalnya ada gambar yang tidak fokus , gambar terlalu terang atau gelap, komposisinya tidak tepat, ada gambar yang bagiannya terpotong dan sebagainya. Untuk mengatasi kelangkaan tenaga fotografer tersebut, memang bisa saja pemotretannya dilakukan dengan menggunakan kamera poket atau digital yang serba otomatis dan mudah digunakan. Tetapi, kebanyakan hasilnya tetap kurang optimal dan masih tetap gambar yang jelek dihasilkan. Mungkin karena saat memotret, tidak tepat atau saat memotret kameranya goyang, komposisi tidak tepat dan sebagai- nya. Dalam hal ini, kecanggihan kamera belum menjamin hasil pemotretan yang baik. The man behind the camera atau orang yang berada di belakang kamera masih sangat menentukan hasil. Tak Asal Jepret Karena tujuan pemotretan adalah mendokumentasikan suatu kegiatan di kantor, maka subjek dan momen yang dipotret harus dapat mewakili acara yang diadakan. Misalnya ketika pimpinan kantor memberikan pidato pembukaan acara, pengguntingan pita tanda peresmian acara dan sebagainya. Jadi, untuk memotret kegiatan kantor tidak bisa asal jepret. Aturannya, semua momen harus diseleksi dulu sebelum dijepret, dan satu momen cukup dipotret 2-3 kali exposure. Alasan tidak dibenarkannya seorang fotografer kantoran melakukan pemotretan "asal jepret", karena kegiatan yang dipotret adalah kegiatan kantor yang harus direkam secara utuh, dari awal acara sampai selesai. Hal tersebut tentu berbeda dengan pemotretan tunggal seperti memotret pemandangan alam, memotret model, pemotretan untuk iklan dan sebagainya.

Mengingat hasil pemotretannya akan dijadikan dokumentasi penting suatu kantor, maka syarat utama yang harus dipenuhi adalah, foto yang dihasilkan harus berkualitas tinggi. Artinya, foto tersebut harus fokus, tajam gambarnya dan komposisinya menarik. Selain itu, fotografer yang memotret harus dapat menyusun foto ke dalam Album Foto secara berurutan atau kronologis. Sehingga siapa saja yang melihat bisa mengikuti alur cerita yang ditampilkan dalam album foto dari awal sampai selesai acara. Untuk memperjelas cerita yang ditampilkan di dalam gambar dapat diberikan keterangan/tulisan di bawah masing-masing gambar. Kalau tidak, minimal diberi judul pada cover bagian dalam album foto, sehingga dapat diketahui acara apa, di mana dan kapan diadakannya. Un-tuk memudahkan fotografer menyusun foto ke dalam album foto, dapat melihat undangan atau susunan acara yang dilaksanakan. Sesuaikan Penampilan Bagi para fotografer yang ingin menekuni pemotretan di perkantoran sebagaimana diuraikan di atas, harus mempunyai performance yang baik, sehingga da pat dipercaya lembaga yang menugasi. Hal tersebut sangat penting diperhatikan, karena dalam suatu kelembagaan selain mempunyai etika dan prosedur kerja yang harus diikuti, segala sesuatu sudah terjadwal dengan ketat, sehingga harus dipersiapkan dan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Beberapa hal yang harus dilakukan fotografer ketika mendapat tugas mendokumentasikan kegiatan kantor yang perlu diperhatikan, antara lain adalah: pertama, mengingat subjek dan momen yang dipotret dalam kegiatan kantor lebih banyak bersifat formal/resmi, maka fotografer harus dapat menyesuaikan penampilannya (terutama cara berpakaian) dengan suasana acara yang diadakan. Kalau dalam acara itu harus berpakaian rapi dan sopan, atau mengenakan batik lengan panjang, tentu sangat tidak tepat jika si fotografer mengenakan kaos oblong dan celana jeans. Untuk itu, harus pandai- pandai beradaptasi dan menyesuaikan diri. Cara paling tepat untuk menghindari kesalahan dalam mengena-kan pakaian adalah dengan menanyakan langsung kepada orang yang memberi tugas : pakaian apa yang harus dikenakan ketika melakukan pemotretan? Kedua, sesulit apa pun subjek yang akan dipotret, hendaknya tetap bisa dibidik, tanpa mengganggu orang di sekitarnya. Jangan sampai terjadi, memotret dengan membelakangi atau mengusik kenyamanan orang di sekitarnya. Jika ini terjadi, fotografer dianggap tidak sopan dan tidak tahu tatakrama. Untuk itu, pandai-pandailah mencari posisi pemotretan yang tepat, sehingga kehadiran fotografer tidak mengganggu kenyamanan orang lain, apalagi menghambat kelancaran jalannya acara yang sedang berlangsung. Ketiga, disiplin waktu. Artinya si fotografer harus datang ke lokasi pemotretan tepat waktu. Untuk amannya, agar tidak ketinggalan acara, minimal 30 menit sebelum acara dimulai sudah berada di lokasi pemotretan, sehingga mempunyai kesempatan untuk mempersiapkan segala sesuatunya dengan seksama. Agar bisa datang ke lokasi

pemotretan tepat waktu, sehari sebelum acara berlangsung sudah diketahui kepastian lokasi pemotretan. Apakah di dalam kantor (indoor) atau di luar kantor (outdoor).Dengan demikian dapat diketahui peralatan apa saja yang harus dibawa sesuai dengan situasi dan kondisi pemotretannya. Keempat, fotografer harus memenuhi deadline penyerahan hasil pemotretan. Kalau berjanji dalam satu minggu hasil pemotretan akan diserahkan, maka janji itu harus dipatuhi. Ketepatan waktu penyerahan hasil pemotretan sangat penting diperhatikan, karena orang yang menugasi pemotretan biasanya juga dibatasi dengan deadline penyampaian -laporan lengkap kepada pimpinan. Kalau si fotografer belum bisa memenuhi jadwal yang ditentukan, tentu dapat menjatuhkan kredibilitas dan performance-nya. Jika beberapa tahapan kegiatan seperti diuraikan di atas dapat dikerjakan dengan baik, diharapkan performance fotografer dapat dinilai dengan baik dan memuaskan lembaga yang menugasinya. Kalau sudah demikian, dan timbul kepercayaan, diharapkan order pemotretan berikutnya akan dipercayakan kepada si fotografer. Kalau begitu, menjadi fotografer kantoran pun cukup menjanjikan. Masalahnya terpulang kepada masing-masing diri si fotografer, mau menggarapnya atau tidak.*

Memotret Model Luar Ruang Oleh Atok Sugiarto Foto: Atok Sugiarto LENSA NORMAL - Memahami kelebihan lensa yang digunakan seperti lensa normal yang lebih sering dicadangkan belaka adalah penting bagi hasil pemotretan yang cukup baik seperti foto ini. emotret model tentulah suatu hal yang menyenangkan, terlebih bila modelnya terkenal dan cantik. Karena hal itu maka tak heran jika banyak yang memimpikannya. Namun untuk mewujudkannya memang tidak mudah karena untuk menjadi seorang pemotret saja tidak mudah. Diperlukan ketekunan dan kemauan belajar tentang perlengkapan fotonya, baik kamera, lensa hingga peralatan lampulampunya yang canggih dan pastilah mahal sehingga merupakan salah satu faktor tersendiri untuk mewujudkan keinginan tersebut. Namun, sebuah foto, dalam hal ini foto mengenai model yang baik, memang tidak selalu hanya bisa dihasilkan dengan peralatan fotografi yang baik, lengkap, dan canggih. Hal itu juga bisa dihasilkan dengan peralatan sederhana, bahkan dapat juga dihasilkan tanpa menggunakan satu pun peralatan lighting atau lampu seperti pada pemotretan yang dilakukan di studio. Tentunya asal tahu kiat-kiatnya.

Jadi, bila tidak dapat mewujudkan impian untuk memiliki peralatan lighting dan studio foto yang canggih, tak perlu mengurungkan niat untuk tetap bisa menjadi seorang pemotret model. Sebab sesungguhnya memotret model tanpa peralatan kamera atau lampu studio yang mahal - hanya menggunakan cahaya alami di luar runag - juga bisa dilakukan bahkan terkadang bisa menghasilkan karya yang lebih baik dan berhasil daripada yang dilakukan di dalam studio dengan menggunakan peralatan canggih sekalipun. Teknis Secara teknis memotret model di luar ruang tidak jauh berbeda dengan pemotretan model di dalam ruang atau studio. Bedanya dari sisi fisik pemotretan di luar ruang tidak menggunakan peralatan banyak seperti halnya yang dilakukan dalam studio. Pada pemotretan di luar ruang hal utama yang harus diperhitungkan dan pertimbangkan adalah waktu. Karena pemotretan di luar ruang lebih mengandalkan cahaya alami matahari maka perhitungan sinarnya yang baik untuk pemotretan harus dilakukan. Ingat, cahaya matahari itu cepat berlalu dan berubah maka memerlukan perhitungan serta pertimbangan tersendiri. Pemotretan di luar ruang baik jika dilakukan pada pukul 08.00 - 10.00 WIB (pagi hari) dan 15.00 - 17.00 WIB (sore hari). Hal itu dilakukan atas dasar perhitungan bahwa pada kondisi tersebut matahari masih cerah dan kuat sinarnya dan umumnya jarang terhalang awan. Sudut pandang sinarnya pun dari arah samping (miring) sehingga sering dapat menghasilkan foto yang indah dari segi cahaya. Dari segi peralatan, tak perlu kamera maupun lensa yang canggih. Kamera maupun le nsa biasa sudah dapat digunakan selama kamera dan lensa tersebut masih berfungsi cukup baik untuk menghasilkan foto yang baik. Dengan kamera 35 mm dan lensa jenis apa pun, baik itu lensa wide (sudut lebar), lensa normal atau lensa tele hingga lensa zoom, tetap dapat digunakan untuk memotret model. Bahkan dengan menggunakan kamera saku berfasilitas zoom yang sederhana pun dapat digunakan. Dalam suatu sesi pemotretan, bisa saja seorang pemotret hanya menggunakan lensa sudut lebar untuk memotret model. Tentunya hal ini atas dasar perhitungan dan pertimbangan tertentu yang diinginkannya, dapat menghasilkan foto model yang indah karena kepandaian memaksimalkan kelebihan lensa. Misalnya dengan menyertakan pemandangan indah sebagai latar nelakang pemotretan sehingga memperkuat gambar. Sisi lain juga bisa saja karena satu dan lain hal memotret model di luar ruang hanya menggunakan lensa standar atau normal, lensa yang sesungguhnya lebih sering disimpan atau dicadangkan oleh kebanyakan pemotret karena tak menghasilkan sesuatu yang dianggap menarik. Satu hal lagi yang sering dilakukan dalam memotret model di luar ruang adalah penggunaan lensa tele panjang, misalnya 200 mm, 300 mm bahkan karena suatu keinginan tertentu ada yang perlu menggunakan lensa yang lebih panja ng lagi. Akan tetapi kesemuanya juga akan tetap sama saja yaitu menghasilkan suatu foto yang baik. Hal itu akan tercapai jika pemotret mampu menggunakan dan memaksimalkan alat yang digunakannya.

Foto: Atok Sugiarto DI ATAS GEDUNG - Lensa zoom 80 - 200 mm merupakan salah satu lensa yang memadai untuk pemotretan model di luar ruang seperti ini. Dengan menggunakan lensa tele panjang yang canggih sekalipun, bila secara teknis pemotret tidak menguasai dan mampu memaksimalkan keunggulannya, tetap saja tak aka n menghasilkan foto model di luar ruang yang baik dan menarik. Salah satu keunggulan menggunakan lensa tele panjang dalam pemotretan model di luar ruang adalah kemampuannya dalam menghasilkan subjek utama yang menonjol (fokus) dibanding latar belakang maupun latar depannya. Kembali pada persoalan teknis bahwa sesugguhnya dengan menggunakan lensa tele yang tidak terlalu panjang juga sudah bisa menghasilkan foto yang tampak menonjol bila hanya itu yang menjadi dasar, tujuan atau keinginan tentang hasil pemotretannya. Karena dengan menggunakan lensa jenis zoom seperti tele zoom 80 - 200 mm yang lebih murah dari segi harga sudah dapat pula untuk sekadar mengaburkan latar belakang atau latar depannya. Terlebih bila menggunakan bukaan diafragma besar seperti f:2,8 hasil pemotretannya pun baik dan tak kalah dengan foto yang dihasilkan dengan lensa tele yang lebih panjang. Foto berjudul "Di Atas Gedung" adalah salah satu contoh pemotretan model yang dilakukan di luar ruang menggunakan lensa tele zoom 80 - 200 mm, bukaan diafragma f:2,8 pada posisi lensa 200 mm. Di sini tampak efek blur atau kabur pada benda di latar belakang di luar subjek utama. Namun demikian jika menginginkan suatu hasil yang prima dari sisi peralatan, pemotretan di luar ruang masih memerlukan alat penunjang seperti misalnya kaki-tiga (tripod) kamera, kuhsusnya bila menggunakan lensa tele panjang dan tambahan sebuah reflektor untuk membantu memberikan pencahayaan dari arah depan subjek serta filter-filter penghangat warna bahkan mungkin juga filte r polarisasi yang mampu memekatkan warna tau membirukan langit. Tak ketinggalan juga tentunya filter pelembut yang secara umum juga memang digemari untuk membantu memberikan kesan lembut pada diri si model. Kesimpulan Menghasilkan foto tentang model yang baik memang bisa dilakukan dan ditempuh melalui beberapa cara. Cara yang paling sederhana adalah memotretnya dengan menggunakan peralatan foto biasa (standar) dan dilakukan di luar ruang sehingga tidak memerlukan peralatan yang banyak dan mahal. Tetapi ke semuanya tidak akan menghasilkan sesuatu yang baik jika tidak dilakukan dengan usaha keras dan cara yang benar. Keterbatasan alat atau karena suatu kendala lain yang mengharuskan untuk memotret model di luar ruang hendaknya tidak menjadikan batal niat melakukan pemotretan. Sebab, dengan peralatan yang sederhana yang masih berfungsi dengan baik dapat untuk menghasilkan foto yang baik. Pada dasarnya setiap peralatan foto (lensa) selalu memiliki keunggulan, tinggal tugas pemotret memaksimalkan keunggulankeunggulan itu.

Sisi lain di luar teknis pemotretan hendaknya juga harus dapat dikuasai pemotret. Misalnya mampu mengadakan pendekatan terhadap model, pandai menciptakan dan menuangkan gagasan, mengarahkan dan menjalin kerja sama yang baik guna menghasilkan sebuah foto yang baik. Memilih waktu pemotretan yang baik dengan mempertimbangkan lokasi juga perlu dipertimbangkan, khususnya untuk suatu pemotretan model yang memasukkan suasana sebagai unsur pendamping penciptaan keindahan. Sekalipun latar belakang kadang sering tidak diperhitungkan, tetapi pada pemotretan yang dilakukan di luar ruang setidaknya menjadi bagian yang harus diperhatikan. Latar belakang pemotretan model di dalam studio yang umumnya polos, bila dikehendaki dalam pemotretan di luar ruang juga bisa diciptakan. Misalnya dengan mencari tembok atau mungkin juga dengan menyediakan terlebih dahulu latar belakang dari kanvas, seperti halnya pemotretan yang dilakukan di dalam studio. Kelebihan pemotretan di luar ruang adalah menjadikan seorang pemotret mudah mengatur atau memeragakan pose yang diinginkan. Mungkin dengan cara si model duduk, berdiri atau berbaring pada suatu tempat sesuai arah datangnya sinar matahari dengan menggunakan setting lokasi dan latar belakang suasana setempat. Tidak seperti di studio yang umumnya hanya pada pose duduk saja dan menggunakan latar belakang kain/kertas polos atau kanvas. Salah satu kekurangan memotret model di luar ruang adalah si pemotret tidak dapat mengubah sudut datangnya sinar (matahari) atau menambah kekuatan sinar tersebut. Namun hal itu masih dapat dimodifikasi sehingga menghasilkan sinar yang lembut, misalnya dengan merentangkan kain putih atau kertas tipis di atas subjek untuk mengurangi kuatnya cahaya matahari pada siang hari. Modifikasi juga dapat dila kukan dengan membelokkan arah sinar (matahari) menggunakan reflektor dari styrofoam atau kertas timah. Kunci utama untuk menghasilkan sebuah foto model adalah pada bekal kemampuan pemotret sendiri. Dalam hal ini kepandaiannya mengutarakan maksud dan gagasangagasannya, kepandaiannya melakukan pendekatan terhadap modelnya dan memaksimalkan peralatan yang ada.

Foto Alam Bebas Oleh Atok Sugiarto Atok Sugiarto LENSA TELE - Tidak ada keharusan untuk memotret alam bebas dengan lensa sudut lebar karena dengan lensa tele juga dapat dihasilkan foto tentang alam yang cukup indah.

lam sungguh memiliki daya tarik yang luar biasa bagi manusia - untuk seniman dan tentu saja pemotret khususnya. Karena alam, selain selalu menjadi objek, selalu memberi inspirasi yang tak pernah ada henti-hentinya bagi manusia. Dan, suara gemercik air, hembusan angin, sejuknya udara dan segala sesuatu yang dikeluarkan oleh alam, kian gereget mempengaruhi hati, pikiran dan tindakan seseorang untuk membidikkan kameranya. Permasalahannya, untuk membuat foto-foto tentang alam bebas yang indah itu tidak mudah. Apa yang terlihat indah oleh mata telanjang sering tak mampu diwujudkan dalam bentuk foto yang sama indahnya seperti saat mata memandang. Akibatnya, fenomena keindahan itu pun seolah hilang begitu saja. Dan jika sudah demikian, keindahan alam bebas yang selalu memberi inspirasi itu seolah tak pernah menjadi kenangan dan hadir dalam bentuk kisah keagungannya bagi orang lain yang tidak melihatnya. Namun bagi seorang pemotret tentunya hal demikian tak akan menjadi masalah. Sebab dengan keahliannya tentu ia dapat menangkap keindahan yang ditampilkan oleh alam itu dengan baik. Peralatan Agar dapat menangkap dan menghasilkan foto tentang keindahan alam bebas yang paling praktis adalah dengan menggunakan kamera SLR atau RLT (analog maupun digital) 35 mm dengan sebuah lensa zoom, wide hingga tele (28-85 mm) atau tele menengah hingga yang panjang (75-210 mm). Lensa sudut lebar 20 mm atau lensa tele 300 mm juga lebih baik jika ada. Perlu dicatat bahwa foto tentang alam bebas itu tidak selalu identik dengan foto yang harus diambil dengan menggunakan lensa sudut lebar untuk menangkap area yang luas. Melainkan bisa juga dengan lensa tele untuk detail dan sesuatu yang lebih khas. Bedanya, bila menggunakan lensa sudut lebar, pemotret harus bisa memastikan bahwa pemandangan alam bebas yang akan "dibingkainya" memiliki latar depan (foreground) yang menarik. Misalnya seperti ada bunga -bunga, bebatuan yang artistik, siluet sebuah benda (refleksi), bayangan pepohonan atau dedaunan untuk menciptakan kesan tiga dimensi yang kuat. Sedangkan bila menggunakan lensa tele panjang, pemandangan alam bebas yang akan dipotret bisa menggambarkan secara khas tentang detail suatu objek yang menjadi ciri khas tempat ata u daera itu. Dengan begitu akan dihasilkan foto khas dan menarik karena sentuhan serta sajian yang berbeda. Penggunaan kamera dengan lensa-lensa yang bisa mencakup berbagai sudut pandang saja belumlah cukup untuk menghasilkan foto-foto yang baik. Hal-hal lain yang masih diperlukan adalah kelengkapan seperti filter-filter misalnya filter polarisasi (PL), filter 85B dan filter Neutral Density (ND). Filter polarisasi (PL) sangat berguna untuk mengurangi refleksi selain lebih sering digunakan untuk membuat biru langit dan menghijaukan rerumputan atau dedaunan.

Filter 85B untuk memperkuat warna cahaya matahari terbenam dan matahari terbit. Sedangkan filter ND berguna untuk memperkecil perbedaan kekuatan sinar antara langit dengan bagian bawah foto, sehingga keadaannya terekam normal dari segi pencahayaan. Perlengkapan tripod atau kaki tiga kamera juga sangat diperlukan, terutama untuk memotret alam bebas saat matahari terbit atau terbenam. Sebab memotret situasi seperti ini harus dilakukan dengan menggunakan kecepatan bukaan rana yang rendah. Namun, jika Anda tergolong seseorang yang senang bepergian dengan menggunakan kamera saku, juga tak perlu berkecil hati jika ingin merekam keindahan alam bebas yang dilihat. Karena dengan kamera saku, khususnya kamera saku digital juga dapat menghasilkan foto alam bebas yang indah dengan mudah. Fasilitas -fasilitas yang komplit dalam software dapat membantu menciptakan fotofoto alam bebas yang biasa dibuat dengan kamera saku menjadi luar biasa. Hal itu terjadi karena foto dapat dimanipulasi dengan memanfaatkan komputer. Asal mahir mengoperasikan komputer, setidaknya dapat menghasilkan foto yang baik dan menarik dari sebuah foto biasa yang dihasilkan kamera saku. Dengan cara ini bahkan tak perlu menjadi seorang profesional untuk menghasilkan foto yang baik. Atok Sugiarto UMUM - Foto alam bebas yang dibuat secara umum adalah dengan menangkap pemandangan seluas -luasnya dengan menggunakan lensa sudut lebar. Beberapa Saran Ada beberapa saran dan pesan agar mampu menghasilkan foto alam bebas yang baik, antara lain Komposisi. Persoalan komposisi harus ditentukan secara hati-hati. Karena itu perhatikan latar depan, latar belakang, perspektif dan horizon, dengan pembagian ruang yang harmonis saat melakukan pemotretan. Cahaya. Yang baik untuk kebutuhan foto pemandangan adalah cahaya alam sesaat matahari terbit atau sebelum sang surya terbenam. Hal itu karena bayangan terentang panjang, warna -warni menjadi matang dan langit tampak bersinar. Karena itu dianjurkan untuk tidak terlalu terburu-buru dalam melakukan pemotretan pemandangan. Sebaiknya, untuk selalu bersabar menunggu atau menanti cahaya matahari terbaik sehingga tercapai hasil foto dengan penyinaran yang baik.

Karakter. Arah cahaya dari samping yang dihasilkan oleh matahari pagi atau sore menghasilkan tekstur dengan karakter yang khas. Karena itu pilihlah keadaan dengan memadukan objek dan karakteristik yang sesuai kondisi cahaya. Pembingkaian. Lakukan pembingkaian dengan cara terlebih dahulu mempelajari suatu keadaan sehingga bisa memilih sesuatu. Apakah itu batang pohon kering, dedaunan, bangunan, bukit untuk memperkuat foto dengan memanfaatkannya sebagai latar depan (foreground) atau latar depan (background). Diafragma. Sebaiknya gunakan pemakaian diafragma kecil sehingga didapatkan hasil foto dengan ketajaman luas, yaitu latar depan hingga latar belakang tampak tajam semua. Seperti yang harus dilakukan jika memakai lensa sudut lebar untuk memperbesar jarak antara yang dekat dengan yang jauh. Cakrawala. Biasakan memainkan peran cakrawala dengan menempatkannya pada bagian bawah bila ingin menonjolkan bagian tas, misalnya langit yang luas menawan, cakrawala tinggi. Atau menempatkannya pada bagian atas bila ingin menonjolkan bagian bawah foto yang menarik sekaligus untuk me nerangkan bahwa sudut pemotretan dari ketinggian. Imajinasi. Biasakan juga untuk melatih imajinasi dengan tidak terpaku pada aspek realita dari alam bebas, bukit, bangunan, pepohonan. Tapi juga bisa melakukan dan mencari objek-objek yang abstrak misalnya langit yang terpantul dari kubangan air, garis-garis pagar yang seirama, langit yang biru, dan lain lain. Alam. Manfaatkan segala sesuatu yang berhubungan dengan alam, seperti keadaan cuaca, mendung, salju dan sebagainya, karena semua itu bisa mempengaruhi emosi yang kuat bagi terciptanya foto. Dengan peralatan memadai dan perencanaan yang baik, memotret alam bebas sesuai yang diperkirakan akan sangat mungkin menjadi kenyataan. Dan hal itu tentu akan terjawab dan tergambar pada foto bila kita sendiri menc intai alam. Sebab sesungguhnya selalu ada sesuatu yang indah yang dikeluarkan oleh alam.*

Manipulasi dalam Fotografi Oleh Atok Sugiarto Foto: Atok Sugiarto MANIPULASI Foto asli dengan sebuah cacat karena goresan tampak seperti

ini (kiri). Sedangkan foto yang telah ditangani dengan manipulasi digital hilang cacatnya (kanan). ada sebuah tampilan foto, yang pertama kali menjadi pusat perhatian adalah sesuatu yang paling mengesankan di dalam foto tersebut. Bila yang paling mengesankan itu adalah tampilan warnanya, warna tersebut pastilah akan menjadi pusat perhatian setiap mata yang melihat. Demikian pula dengan objek yang difoto, bila objeknya sangat menonjol, mungkin gayanya (model) atau bentuknya (benda) serta ketajaman gambarnya - baik ketajaman fotografis maupun fokus ceritanya, maka foto tersebut akan menjadi pusat perhatian. Karena hal itulah tidak sulit untuk menemukan maksud serta tujuan suatu foto yang dihasilkan seorang pemotret hanya dengan memperhatikan fokus peristiwa yang diabadikannya. Dan karena hal itulah sering kali kita saksikan agar sebuah foto mampu bercerita atau fokus pada masalah - seperti yang diharapkan, maka pada saat mencetak dilakukan manipulasi dengan mempertajam warna suatu objek atau mengcrop - menghilangkan sesuatu yang dianggap merusak fokus (suasananya), yaitu membuang bagian-bagian tertentu yang tidak dikehendaki dalam foto dengan cara tidak mencetaknya. Meskipun tindakan demikian (manipulasi) sering kali digunakan untuk menyelamatkan atau memperindah sebuah gambar, tak bisa dilakukan begitu saja hanya demi memenuhi keindahan suatu hasil pemotretan. Khususnya dalam hasil ini jika sebuah foto dimaksudkan untuk suatu publikasi atau foto berita pada sebuah media cetak, karena dianggap menghasilkan foto yang tidak apa adanya. Dalam fotografi jurnalistik, fakta adalah sesuatu yang utama daripada keindahan. Tindakan menyelamatkan foto sekaligus juga menyelamatkan pemotret yang umumnya dianggap sah dan bebas dilakukan tersebut alangkah baiknya jika tidak memasukkan sesuatu yang mengganggu objek utama atau menghilangkannya dengan cara cropping. Sesungguhnya masih banyak cara manipulasi untuk menyelamatkan sebuah foto yang secara otomatis juga menyelamatkan sang pemotretnya, terlebih di era yang sudah serbadigital ini. Karena hanya dengan menggunakan fasilitas software komputer, segala keinginan memanipulasi foto/gambar dapat dengan mudah dilakukan. Dengan fasilitas ini tak ada lagi kekurangan yang terjadi dengan foto yang tidak dapat diperbaiki. Lalu bagaimana dengan fotograf i analog? Sesungguhnya tindakan cropping , yaitu menghilangkan bagian-bagian tertentu dengan tidak mencetaknya dan tusir, yaitu memperbaiki suatu foto dengan menambahkan sesuatu pada foto objek yang berada dalam bingkai dengan menggunakan pewarna foto ataupun dengan burning in yaitu "membakar" sebagian dari objek juga sudah merupakan tindakan manipulasi. Tusir Digital Tusir adalah sebuah kemajuan teknologi kimia di mana dengan suatu alat dapat menghilangkan suatu noda pada sebuah foto. Tusir yang mempunyai fungsi sebenarnya untuk menghilangkan cacat pada foto akibat proses laboratorium. Misalnya negatif tergores atau karena penyimpanan yang kurang tepat, kini telah berkembang menjadi suatu cara atau bentuk penyelamatan foto.

Dengan tusir yang bagus tak jarang menjadikan munculnya pertanyaan-pertanyaan khususnya tentang keindahan suatu foto. Karena dengan tusir kita dapat membuat suatu foto menjadi lebih utuh kembali tanpa terlihat kekurangannya. Pada fotografi analog tusir memang kebanykan hanya dilakukan untuk memperbaiki cacat foto pada saat pencetakan dilakukan dengan menggunakan kuas kecil yang lembut dan lemas. Tetapi tusir pada fotografi digital karena kemampuannya yang lebih luas menjadi lebih bersifat manipulatif. Yaitu memungkinkan terjadinya perubahan keseluruhan isi foto, baik cacat pada foto, warna pada foto hingga berbagai kemungkinan menghilangkan suatu benda pada objek. Artinya tusir yang pada awalnya hanya untuk mengatasi persoalan cacat atau sedikit kekurangan pada foto, dengan digital hal bersifat darurat tersebut telah berubah menjadi suatu hal yang utama dalam membuat gambar atau foto. Pergeseran makna tersebut menjadikan hasil gambar atau foto yang dibuat digital sering dianggap sebagai foto yang tidak orisinal. Sebuah foto yang telah mendapatkan sentuhan tusir, baik analog maupun digital, memang sudah bukan foto asli lagi. Karenanya untuk keperluan fotografi jurnalistik atau fotografi media cetak, di mana keaslian berita gambar merupakan hal yang utama, tidak diangap sah jika telah dimanipulasi. Hilangnya atau berubahnya bagianbagian tertentu dalam fotografi jurnalistik bisa dianggap sesuatu yang menyesatkan. Akan tetapi sah-sah saja dan memang kegiatan tusir-menusir itu banyak dilakukan media cetak bila foto yang dimaksud digunakan untuk keperluan sampul suatu majalah, misalnya. Namun demikian hal tersebut pasti juga dilakukan atas dasar pertimbangan atau kebijaksanaan ingin memasukkan teks -teks artikel dalam majalah pada foto sampul tersebut. Dan jika sudah demikian, rasanya masalahnya sudah bukan lagi masalah tusir yang mempunyai tujuan memperbaiki tampilan sebuah foto, melainkan sebuah garapan seni grafis yang memanfaatkan foto sebagai media utamanya. Sehingga foto sampul majalah tersebut dapat kita artikan sebagai foto ilustrasi. Ilustratif Perkembangan dunia fotografi sendiri hingga saat ini memang telah sangat maju. Sehingga untuk keperluan suatu perbaikan pada foto yang dianggap gagal atau kurang pas karena mengalami cacat pada waktu pencetakan sudah bukan masalah yang rumit. Dengan menggunakan komputer dan software-nya, foto yang dianggap gagal karena suatu goresan atau foto yang kurang kontras, kurang terang, kurang fokus, kurang blur, dan lain lain, dapat diperbaiki dengan mudah. Karena itu pada perkembangannya foto untuk kepe rluan apa pun dapat diartikan sebagai foto ilustratif karena dasar pengerjaannya yang cenderung mengandalkan kemampuan software digital. Jika sudah demikian, memang tak ada lagi kendala yang berarti untuk menghasilkan sebuah foto indah dan menarik, sekalipun itu suatu peristiwa yang teramat sulit difoto atau difoto secara asal-asalan. Karena dengan menggunakan software digital, seorang amatir pun akan dengan mudah menghasilkan sebuah foto yang indah jika dirinya menguasai komputer.

Manipulasi fotografi de ngan olahan digital memang sudah dianggap sebagai sesuatu yang sah sebagai karya foto. Cepat atau lambat perkembangan fenomena digital ini pun akan memicu lahirnya seniman-seniman pixel (bukan lagi seniman foto). Karena itu, pada saatnya nanti, sebaiknya dapat dipisahkan dalam menilai sebuah foto yang betul-betul foto asli (hasil dari sebuah rekaman gambar tanpa manipulasi) dan foto ilustrasi, foto yang sengaja dibuat melalui olahan software komputer. Manipulasi fotografi itu sendiri, jika fotonya dimaksudkan sebagai suatu karya foto yang tetap asli dan sah sebagai sebuah karya foto - misalnya foto berita yang melaporkan berita gambar - sebaiknya tidak berlebihan dalam melakukan perbaikan (tusir). Sehingga tidak bisa dikatakan sebagai hasil manipulasi, kare na tidak adanya perubahan bentuk, warna atau isi foto. Siap atau tidak, pemotret yang bergelut dalam bidang fotografi digital harus menguasai komputer. Karena segala sesuatu yang dihasilkan dengan foto digital harus bersinggungan dengan komputer. Namun manipulasi gambar digital yang dapat dibuat dengan mudah menggunakan fasilitas yang ada di dalam komputer, sebaiknya tidak menjadikan si fotografer malas untuk membuat foto yang orisinal. Tinggal bagaimana pemotret menyikapi pilihan, apakah ingin tetap menjadi seorang seniman foto (pemotret) atau seniman pixel.*

Pentingnya Sikap Seorang Fotografer Foto-foto: Rony Simanjuntak DANAU TOBA - Suasana sebagian Danau Toba, Sumatera Utara tampak dengan air danaunya yang lumayan tenang.. Foto ini adalah hasil pemotretan apa adanya dari seseorang yang sedang berkunjung ke situ. oal kecanggihan teknologi kamera saat ini sudah tidak diragukan lagi. Mode pemotretannya pun semakin lengkap saja. Bahkan seorang fotografer awam sekalipun kini dengan waktu yang singkat telah mampu menghasilkan sebuah foto yang mirip bidikan setara fotografer profesional. Pertanyaannya kini adalah, apakah fotografi itu sesungguhnya ditentukan oleh sebuah kamera dan mengabaikan sikap dari sang fotografer itu sendiri? Terlepas dari peranan subyek dan peralatan yang tentunya penting, Paul I. Zacharia mengatakan bahwa di balik setiap foto yang baik itu harus ada suatu sikap berfotografi yang baik dan tepat pada si fotografernya. Mungkin terdengar sederhana sekali. Tapi makin direnungi, fakta ini makin terasa kuat. Seseorang tidak mungkin menghasilkan foto yang baik, yang berkesan, apalagi yang berwatak bila tidak dilandasi sikap mental yang tepat. Kedewasaan kepribadian dari para fotografer yang berhasil, adalah faktor yang membedakan fotonya de ngan foto-foto indah dari fotografer biasa.

Fotografi adalah media ekspresi diri seniman foto, tetapi juga media foto dokumenter. Yang umum terjadi adalah kerancuan, orang awam yang menghadapi orang yang membawa kamera:lalu menganggapnya ahli foto atau fotografer. Padahal hasil karya dari dari kedua jenis insan ini lain sekali. Meski waktu pemotretan, peralatan dan subjeknya bisa saja sama seratus persen, hasil yang didapat bisa berbeda, karena pendekatan dan perlakuan masing-masing terhadap subjek berbeda. Pendekatan dan perlakuan ini berbeda karena sikap fotografis berbeda. Fotografer yang telah menyeleksi sikapnya akan menanggapi subjek fotonya dengan melakukan seleksi peralatan dan teknik yang berbeda dalam pemotretan. Seleksi sudut pandang, panjang le nsa, kecepatan rana, penyinaran dan lainnya. Bahkan pemakaian alat bantu dan seleksi lokasi yang dibayangkannya perlu dilakukan untuk mencapai hasil yang diharapkan. Bila kita ingin melihat cepat perbedaan ini coba amati gaya iklan foto dari media di sekitar kita. Ada yang penyampaiannya sangat langsung, ada yang sugestif, ada yang insinuatif. Bahkan di media massa seni atau desain, ada yang sangat mengundang tanya karena sifatnya yang individual kontemporer. Semua ini tentunya dipengaruhi oleh konsep art director, fotografer, dan strata sosial publik yang dihadapi. Pada kenyataannya, hasil sebuah karya foto ternyata sangat ditentukan oleh sikap dan kepribadian sang fotografer. Sikap dan kepribadian mereka sangat ikut menentukan bagaimana hasil fotonya. Pada fotografer yang baik, subyek yang dihadapinya bukanlah suatu situasi yang pasif. Tapi, sesuatu yang melontarkan tantangan untuk digali dan dieksploitasi secara optimal. Untuk mencapainya perlu miliki sikap dasar yang sensitif dan perseptif terhadap subjek tersebut. Bahkan seyogyanya menumbuhkan suatu sikap akrab terhadap subjek. Hakikat dari subjek harus terekam dan tersirat dalam sebidang gambar yang relatif kecil, sehingga foto yang dihasilkan memancarkan keintiman dengan subjeknya. Menghayati Subjek Walau berbekal peralatan yang canggih, tetap saja banyak karya foto yang kurang berkesan apalagi berjiwa. Semuanya karena perekaman situasi itu baru pada tahap teknis eksak belaka, belum merenggut jiwa dari esensi subyek secara mendalam. Penghayatan mendalam tidak akan timbul bila belum mengenal subyek atau menguasai medan, dan tanpa sensitivitas yang cukup. Don Mc Cullin sebagai seorang wartawan foto telah berhasil menggugah dunia lewat karyanya tentang bencana perang di Bangladesh dan India. Ini terjadi karena dia sangat terenyuh menyaksikan ketidakberdayaan manusia yang terkena musibah. Sebagian dari kita mungkin enggan untuk menjalani sikap seperti itu. Tapi foto yang berhasil, dilahirkan lewat sensitivitas dan komitmen untuk menghayati subjek dengan mendalam. Dalam mengamati karya yang unik, humoristis, atau candid kadang timbul pertanyaan bagaimana fotografer menemukannya.Apalagi jika kita kebetulan bisa bersama dengannya pada saat foto itu tercipta. Hal ini hanya mungkin karena adanya sikap apresiatif yang yang sedikit lebih pada fotografer ini. Sesuatu yang tampak biasa

dapat terasa memiliki keistimewaan bagi orang yang jeli. Namun tidak mudah menjadi jeli tanpa sikap menghargai keunikan yang ada di depan kita. Menarik untuk menyimak kata-kata Henri Cartier- Bresson "Semua itu baru, semua itu menarik" (everything is new, everything is interesting). Seorang fotografer diharapkan memandang segala sesuatu ini dengan visi yang selalu segar. Ia seyogyanya mengagumi dan mencintai segala aspek kehidupan. D engan kata lain, tidak mugkin seorang introvert atau pemurung diharapkan terkesan pada lucunya anak kecil, yang terjatuh karena memakai sepatu ibunya. Sebaliknya, seseorang yang sangat luas dan beragam minatnya, terutama pada seni dan kondisi sosial, bisa dipastikan lebih mungkin jadi fotografer jeli. Pendekatan fotografer dengan subyeknya, apalagi jika itu manusia atau kelompok sosial tertentu, membutuhkan pendekatan yang terampil. Menurut MAW Brouwer almarhum, lebih banyak orang yang berhasil dalam kehidupannya karena social intelligence yang tinggi. Artinya, keterampilan bersosialisasi amat penting bagi fotografer yang ingin berhasil. Bila itu berarti sopan santun adat yang khusus, maka mutlak perlu dipelajari, agar kehadiran kita tidak mengganggu ketenteraman. Humor yang tinggi juga menunjang seseorang untuk diterima oleh suatu lingkungan atau keluar dari masalah. Tiap bangsa senang akan keramahan dan kebaikan yang tulus. Penguasaan bahasa universal seperti senyum, murah hati, bahkan berbagi tawa akan menolong sekali. Inilah umumnya kelemahan utama banyak fotografer dalam perkumpulan atau yang belum dewasa. Bukan hanya karena belum cukup memiliki keterampilan teknis, tapi yang menyedihkan mereka yang sudah terampil pun banyak yang tidak yakin. Hal ini tidak lepas dari pola pembinaan dan iklim dalam perkumpulan yang berorientasi pada lomba-lomba foto yang hasilnya sangat tergantung selera jurijurinya. Padahal selera juri tersebut tidaklah selalu akomodatif dan progesif. Maka tidak heran jika ``gaya`` fotografi yang bergulir, dari potret orang tua dan kehidupan desa yang satu, ke orang tua dan kehidupan desa yang lain. Atau dari gebyar warna penari ayu satu, ke penari cakep yang lain.dengan kostum dan lokasi lain pula. Sangat jarang dijumpai pemotret pemula yang berani memotret subjek/objek yang tidak umum. Mana ada foto-foto pemandangan apalagi foto flora fauna tampak di katalog salon foto atau lomba? Mana ada foto makro atau alam benda (still life) jadi hit dalam salonfoto? Apalagi foto eksperimental. Selama ini hanya foto yang klasik standar salonfoto saja yang berhak tampil dalam katalog. Selain itu banyak juri, juga kalangan perkumpulan, yang masih alergi pada foto tanpa manusia. Sehingga, menyebabkan foto-foto demikian akan tercampak keluar bagaimanapun bagusnya. Seorang fotografer profesional hampir tidak ada peluang untuk mencari alasan jika gagal membawa pulang gambar setelah bertugas. Masalah apa pun bukan halangan untuk menghasilkan karya dengan baik. Bahkan dalam cuaca yang tidak bersahabat sekalipun ia harus tetap berusaha. Bagi fotografer yang bertugas di luar nyaris berlaku hukum: jam kerja mulai dari subuh sampai pagi sekitar pukul 08.00 saja. Setelah itu bekerja dalam dalam ruang atau dihabiskan dalam perjalanan sambil merencanakan pemotretan berikutnya. Menjelang senja mulai sibuk lagi, sehingga untung kalau perut sampai terisi.

Faktor keberuntungan jelas ada, tetapi hanya akan datang pada mereka yang waspada dan jeli. Faktor ini hanyalah bonus dan bumbu penyedap saja. Disiplin diri tetap penting dan jangan mengandalkan keberutungan saja dalam berkarya. Rony Simanjuntak

Memotret Subjek Berkelompok Foto: Atok Sugiarto LENSA PANJANG - Untuk suatu pemotretan di luar ruang yang luas maka lensa panjang alias lensa telefoto dapat digunakan untuk pemotretan berkelompok seperti ini. embuat foto ramai-ramai atau berkelompok sering dikeluhkan oleh banyak pemotret, terutama pemotret pemula. Masalahnya sesederhana ucapannya bahwa memotret subjek sendirian saja sulit apalagi yang ramai-ramai. Alasa n yang sesungguhnya sangat dapat dibenarkan itu tak lain tentunya karena suatu keinginan lebih untuk mengabadikan sebaik mungkin dan menghasilkan foto ramairamai atau berkelompok yang dapat dibanggakan. Sebab jika hanya membuat foto ramai-ramai yang asal-asalan saja cukup mudah. Cukup memasukkan semua orang (subjek) ke dalam bingkai kamera lalu tekan tombol pelepas rana dan selesailah sudah pekerjaan tersebut. Namun jika ingin lebih menghasilkan suatu foto ramai-ramai, terutama di saat hari raya, liburan dan acara-acara reuni yang identik dengan suasana berkelompok yang ingin diabadikan, tentu saja sedikit lebih susah dibandingkan memotret yang asal saja dan seadanya. Nilai dan makna berkelompok itu sendiri yang momentumnya memang sering susah ditemukan, menjadi alasan lain untuk seseorang berusaha memotret dengan sebaik mungkin untuk menghasilkan foto yang benar-benar membanggakan dan menyimpan kenangan indah yang sangat berarti bagi kelompok tersebut. Kalau memotret seorang subjek agar berhasil membuat foto yang baik dan menarik saja sudah cukup sulit bagi seorang pemotret. Cukup sulit karena si pemotret harus dituntut untuk memperhatikan berbagai hal menyangkut aksi, ekspresi dan pencahayaan. Maka dalam memotret kelompok subjek, seorang pemotret selain tetap dituntut untuk memperhatikan hal- hal tersebut juga masih dituntut untuk ekstra memperhatikan masalah komposisi.

Masalah komposisi yang sesungguhnya menjadi salah satu kunci sukses pemotretan memang harus mendapatkan perhatian khusus. Sebab jika pemot ret sedikit lengah mengenai hal ini maka sering terjadi ada badan atau wajah seseorang di antara kelompok yang dipotret yang mungkin tertutup oleh orang lain yang ada di depannya. Karena itu jika pemotretan dilakukan dengan pose yang sekadar berdiri atau duduk berjajar saja, ada baiknya jika penempatannya dapat diatur dan ditata terlebih dulu sebaik mungkin. Tujuannya agar tidak terkendala dengan adanya wajah atau badan seseorang yang tertutup oleh orang lain. Dalam pemotretan ramai-ramai seperti ini sebaiknya juga dihindari adanya aksi atau gerak tubuh yang berlebihan agar tidak menutupi tubuh atau wajah orang lain dalam kelompok. Yang paling baik dilakukan pada pemotretan berkelompok, setelah kelompok tertata sesuai komposisi yang diinginkan, adalah sekadar mengekspresikan diri dengan senyum atau tertawa bersama. Persiapan Yang perlu disiapkan dalam melakukan pemotretan kelompok agar tercapai hasil yang baik adalah beberapa peralatan pendukung kamera. Di antaranya adalah: Lensa. Hal ini merupakan perle ngkapan utama setelah pemotret menyiapkan sebuah kamera SLR. Lensa yang ideal untuk memotret subjek berkelompok adalah lensa sudut lebar. Misalnya lensa 28 mm, 24 mm, atau bila ingin yang lebih luas cakupannya adalah lensa 20 mm. Dapat juga dicari sebuah lensa zoom 20-28 mm atau 20-35 mm untuk pencapaian luasnya sudut pandang yang bervariasi hanya dengan menarik - ulur zoomnya. Tapi bila pemotretan dilakukan di luar ruang dengan halaman atau lokasi yang luas, maka dapat saja digunakan lensa panjang atau lens a tele menengah. Lampu kilat. Keberadaan alat ini sangat menentukan hasil pemotretan, terlebih bila pemotretan dilakukan dalam ruangan. Tanpa lampu kilat maka musatahil dihasilkan foto kelompok yang baik dalam ruangan apalagi jika ruangan yang digunakan kondisi cahayanya tidak mungkin untuk pemotretan. Lampu kilat ini dapat disiapkan lebih dari satu buah. Untuk pemotretan di luar ruangan pun lampu kilat sangat diperlukan guna memberikan pencahayaan subjek dari depan atau fill-in . Reflektor. Pada pemotretan di luar ruangan seringkali tidak dapat ditinggalkan adanya reflektor. Fungsinya untuk mengisi pencahayaan dari arah depan subjek dengan cara memantulkan atau membelokkan sinar yang ada. Boleh dikatakan fungsinya hampir sama dengan lampu kilat pengisi ata u yang dibuat untuk fill-in. Reflektor juga sering digunakan di dalam ruangan atau studio pemotretan yang menggunakan cahaya lampu studio. Filter, tudung lensa, tisu untuk lensa, baterai. Beberapa peralatan tambahan juga perlu disiapkan khususnya jika pemotretan dilakukan di luar ruangan di antaranya aalah filter. Filter yang umum adalah filter PL atau polarisasi untuk membantu menciptakan efek foto dramatis karena dapat menggelapkan/membirukan langit dan filter-filter efek lain jika dikehendaki. Selain filter maka tudung lensa yang melekat di depan lensa sebaiknya juga wajib disiapkan. Tudung lensa membantu menghadang cahaya

yang langsung tertuju ke arah lensa agar tidak menghasilkan flare pada foto. Tisu lensa dan baterai merupakan satu kesatuan yang seba iknya jangan dianggap remeh. Pada pemotretan di luar ruangan yang rentan pada debu dan kemungkinan habisnya baterai maka kedua hal tersebut sebaiknya disediakan. Tripod. Keberadaannya juga sangat diperlukan terutama jika pemotretnya sendiri ingin nimbrung bergaya bersama kelompok yang dipotretnya. Dengan tripod atau kaki tiga kamera maka kamera dapat disetel pada mode otomatis menggunakan penangguh waktu ( self timer). Kaki tiga kamera ini pun sangat membantu jika ingin melakukan pembingkaian yang akurat. Dengan tripod maka pembingkaian dapat dilakukan dengan sempurna tanpa ada subjek yang terpotong. Film atau memory card. Kedua hal ini adalah hal yang tak bisa diabaikan oleh pemotret. Film untuk pemotret yang memakai kamera konvensional dan memory card untuk yang berkamera digital. Kekurangan salah satu dari dua hal itu dapat menghambat keinginan untuk melakukan banyak pemotretan kreatif. Pemotretan kelompok sering menghabiskan banyak bingkai pemotretan. Tip dan Trik Kegagalan foto kelompok seringkali disebabkan karena tidak adanya persiapan dan kesiapan yang cukup berkaitan peralatan atau penempatan orang per orang. Akibatnya hasilnya terkesan berantakan atau apa adanya. Berikut adalah tiga hal yang patut mendapat perhatian dalam pemotretan kelompok. Pemilihan lokasi. Hal ini sedikit banyak membantu seseorang dalam mengekspresikan diri. Karena itu bila pemotretan kelompok dilakukan di luar ruang, pilih lokasi yang memungkinkan dapat mendukung pemotretan kelompok itu. Misalnya latar belakang pemandangan yang indah atau yang warnanya (polos) senada, lokasi yang baik bagi pose/gaya, atau tempat berdiri atau duduk subjek. Pengaturan komposisi. Posisi sejumlah subjek yang akan dipotret itu sangat penting diatur agar cukup indah untuk ditampilkan. Mungkin mereka diatur berdiri atau duduk sama rata, mungkin juga gabungan antar keduanya. Usahakan pengaturannya sesuai dengan hukum komposisi untuk menghasilkan foto yang enak dilihat. Pemilihan sudut pemotretan. Hal ini tak kalah penting untuk menghasilkan foto yang baik dan kreatif. Pertimbangkan pemilihan sudut pemotretan (angle ) dengan melihat sudut datangnya sinar dan latar belakang yang diinginkan. Dengan pertimbangan hal itu memungkinkan sudut datangnya sinar dan latar belakang yang diinginkan maka seorang pemotret dapat melakukan pemotretan dengan sudut pandang atas (high angel), misalnya dengan memanjat, atau dengan sudut pandang bawah (low angle) yang mengharuskannya memotret dengan jongkok atau tiarap. Jika ketiga hal di atas sudah dilakukan dengan baik, tinggal bagaimana trik yang dilakukan untuk menghasilkan sebuah foto berkelompok yang betul-betul sesuai dengan yang kita inginkan. Beberapa trik yang dapat dilakukan di antaranya: 1. Sebelum melakukan pemotretan, seimbangkan warna dengan mengatur white balance pada kamera digital sehingga sesuai dengan suhu warna yang ada.

Temperatur warna yang salah akan menghasilkan penampilan warna kulit yang salah dan mengubah penampilan sehingga kelihatan pucat atau memerah. Untuk mengatasinya lakukan pemotretan berula ng atau bracketing untuk menghasilkan foto yang akurat pencahayaannya. Atur setiap orang dalam kelompok untuk bergaya sesuai dengan yang diinginkan tanpa dirinya menutup diri orang lain. Caranya dengan mencoba bergaya terlebih dahulu - blocking. Lalu pemotret memperhatikan dan melakukan perbaikan jika ada yang terasa kurang baik. Cara ini juga manjur untuk mengatasi gerak atau gaya yang kaku di depan kamera. Ciptakan suasana yang enak dalam pemotretan dengan cara melakukan pendekatan terhadap kelompok. Misalnya dengan mengajaknya ngobrol atau bercanda sehingga setiap orang dalam kelompok dapat mengekspresikan keceriaan, kegembiraan atau mungkin karakternya secara total. Suasana pemotretan yang familiar mendorong terciptanya hasil gambar yang kreatif, baik dan menarik. Bagi orang awam dan yang hanya memiliki kamera saku tak perlu kecil hati untuk menghasilkan foto kelompok yang baik dan menarik, terlebih jika yang digunakan adalah kamera saku digital. Menghasilkan foto ramai-ramai bukan lagi merupakan hal yang susah dilakukan. Kemajuan teknologi telah mempermudah segalanya untuk menghasilkan apa yang menjadi keinginan pemotret. Akan tetapi lebih baik dan berarti jika semua usaha yang dilakukan untuk menghasilkan foto berkelompok yang baik tidak perlu lagi dilakukan perbaikan-perbaikan menggunakan olahan komputer. Simak tip dan trik yang dikemukakan di atas serta gunakan bekal kemampuan fotografis yang dimiliki. ATOK SUGIARTO

Membuat Dokumentasi Foto Keluarga Oleh Eddy Suntoro Pembaruan/Luther Ulag BERGAYA - Dua anak perempuan sempat bergaya mengabadikan diri mereka dengan ponsel berkamera seusai shalat id, hari Minggu (14/11), di Masjid Al Azhar, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. etika berkunjung ke rumah teman untuk bersilaturahmi sambil merayakan Idul Fitri baru-baru ini, penulis sempat terkesima dan merasa kagum melihat sekumpulan foto-foto (tepatnya pasfoto ukuran 4 x 6 cm) di dalam pigura berukuran 100 cm x 75 cm, yang dipajang

di dinding tembok ruang tamu. "Ini adalah kumpulan foto-foto keluarga saya, yang menggambarkan silsilah atau garis keturunan mulai dari keluarga kakek-nenek saya, sampai cucu-cucunya," katanya. Menurut si teman, dokumentasi foto keluarga tersebut dibuatnya cukup lama, karena harus mencari foto-foto lama, terutama foto kakek-nenek yang tidak diketahui keberadaannya. "Setelah foto-fotonya terkumpul lengkap dan diketahui susunan silsilah hubungan keluarga, baru ditempel di kertas karton manila dan dimasukkan dalam pigura, sehingga jadilah dokumentasi foto keluarga seperti ini," katanya sambil menunjuk ke kumpulan foto dalam pigura tadi. Kumpulan foto itu disusun secara hirarkis sebagaimana layaknya dalam struktur organisasi. Foto paling atas berjejer gambar kakek-nenek yang masing-masing di bawahnya diberi keterangan nama dan tempat tanggal lahir. Untuk memudahkan mengetahui silsilah keluarga, dari foto paling atas diberi tanda panah ke bawah yang menunjukkan garis keturunan berikutnya dan seterusnya sampai ke cucu dan cicit atau mulai dari generasi pertama sampai generasi terakhir. "Dokumentasi foto keluarga ini sangat peting, terutama bagi cucu dan cicit yang merupakan generasi ketiga, keempat dan seterusnya. Dengan foto ini diharapkan generasi mendatang mengetahui silsilah dan hubungan keluarga satu dengan lainnya, sehingga bisa dijalin terus tali persaudaraan," kata sang teman menjelaskan manfaat dokumentasi foto keluarga. Belum Terlambat Bagi Anda yang belum memiliki dokumentasi foto keluarga, tidak ada kata terlambat untuk membuatnya. Dokumentasi foto keluarga yang ditata dengan baik dan dipigura menggunakan kayu yang kokoh dan bagian pinggirnya diukir, selain akan berfungsi sebagai hiasan ruang tamu atau keluarga, juga sangat bermanfaat bagi anggota keluarga yang ingin mengetahui asal- usul sebuah keluarga, karena di dalamnya bisa menggambarkan silsilah keluarga dalam beberapa generasi. Dokumentasi foto keluarga bisa disusun mulai dari keluarga Anda sendiri, yaitu keluarga inti yang terdiri dari ayah, ibu dan anak, atau ditambah generasi sebelumnya yang terdiri dari kakek-nenek dan seterusnya. Semakin lengkap foto-foto keluarga yang dikumpulkan, akan semakin baik, karena akan diketahui lebih jelas asal usul suatu keluarga. Adakalanya setelah seseorang melihat sebuah dokumentasi foto keluarga, baru tahu bahwa si A adalah keluarganya sendiri. "Oh si Amir itu anaknya bapak Yanuar. Kalau begitu masih ada hubungan keluarga dong kita dengan si Amir," Ucapan demikian sering kita dengar dan bisa terjadi, karena satu keluarga dengan keluarga lainnya sangat jarang bertemu, akibat tempat tinggal yang berjauhan, sehingga bisa baru berkumpul setahun sekali saat merayakan hari raya Idul Fitri. Tidak Sulit

Untuk membuat dokumentasi foto keluarga pada dasarnya tidak terlalu sulit. Pertama , tetapkan dulu berapa generasi atau keturunan foto keluarga yang akan disusun dan dibuat di dalam pigura. Kalau hanya untuk dua generasi mulai dari kakek-nenek, tentu tidak sulit. Tetapi, jika ingin ditambah satu atau dua generasi di atasnya, tentu harus rajin mencari foto-fotonya. Kedua, mencari dan mengumpulkan foto. Cari dan kumpulkan foto-foto yang akan disusun dalam dokumentasi foto keluarga. Jika foto yang dicari belum ketemu bisa menanyakan kepada angogota keluarga yang memilikinya. Misalnya kepada paman. Kalau foto yang dimiliki ternyata hanya satu-satunya dan tidak diberikan, bisa dipinjam untuk dilakukan repro di studio foto. Kalau ada, sebaiknya pinjam klise (negatif film), sehingga bisa dicetak sesuai dengan ukuran yang dikehendaki. Jika tidak ada, terpaksa Anda harus bermodal sedikit untuk memotret keluarga yang belum ada fotonya. Ketiga, setelah semua foto yang akan ditempel di dalam pigura terkumpul, lakukan peng-cropping-an, terutama untuk foto-foto yang berukuran besar. Misalnya dari foto ukuran 3R di-cropping dengan cara mengambil bagian wajah dengan ukuran 4x6 cm. Sedangkan bagian lainnya disimpan atau dibuang karena tidak terpakai. Dengan adanya keseragaman ukuran foto, maka akan membuat tampilan dokumentasi foto keluarga indah dan menarik bagi yang melihatnya. Keempat, dari beberapa puluh lembar foto yang terkumpul, susun sesuai dengan urutan silsilah keluarga, sehingga tidak salah dalam penataannya. Untuk menghindari kesalahan, sebaiknya dibuat terlebih dahulu dummy atau contoh dokumentasi foto yang akan dibuat. Caranya, ambil kertas ukuran folio yang masih kosong. Buat kotak-kotak sesuai dengan jumlah foto yang akan ditempel berdasarkan silsilah keluarga. Selanjutnya setiap kotak diberi nama foto yang akan ditempel, lengkap dengan nama, tempat dan tanggal lahirnya. Agar foto yang akan dipasang di pigura tidak salah susunannya, sebaiknya dummy dokumentasi foto keluarga yang sudah dibuat, ditanyakan dulu kepada kakek-nenek, orang tua, paman atau keluarga lainnya yang mengetahui secara tepat susunan silsilah keluarga. Hal tersebut sangat penting dilakukan, untuk menghindari kesalahan penempatan foto, atau barangkali masih ada foto-foto yang kurang, sehingga harus dilengkapi dulu. Kelima, jika dummy dokumentasi foto keluarga sudah benar susunannya, baru dilakukan pembuatan sebenarnya. Pembuatan bisa dilakukan sendiri, yang penting lumayan baik kualitasnya dan jelas susunan silsilah keluarganya. Sedangkan jika ingin lebih menarik dan terlihat lebih artistik dapat menggunakan jasa desain grafis. Dalam membuat dokumentasi foto keluarga, janga n lupa menulis judul foto keluarga, yang diletakkan paling atas. Misalnya bertuliskan "Keluarga Besar Eddy Suntoro", dan di pojok kiri bawah ditulis tahun pembuatannya. Misalnya: Dibuat tanggal 1 Januari 2005.

Keenam, agar dokumentasi foto keluarga bisa awet dan kokoh. Pilih pigura dengan bahan dari kayu jati atau kamper. Bagian pinggirnya bisa polos atau diberi ukiran sesuai selera, sedangkan kaca penutupnya menggunakan ukuran ketebalan 3 sampai 5 mm. Dokumentasi foto keluarga yang dibingkai dengan kokoh selain dapat bertahan lama, juga memudahkan cara perawatannya, yaitu cukup dibersihkan (dilap) dibagian kaca depan dan pinggiran lis untuk menghilangkan debu dan kotoran lainnya.

Memotret Pesta Ulang Tahun Oleh Atok Sugiarto Foto-Foto: Atok Sugiarto TIUP LILIN - Kegiatan meniup lilin merupakan kejadian umum pada acara ulang tahun yang tak lepas dari lensa kamera. otografi memang selalu hadir dan berperan dalam setiap kali kegiatan. Jangankan kegiatan pesta yang merupakan hal menyenangkan, kegiatan ya ng menghadirkan duka mendalam pun kadang tak lepas memerlukan kehadirannya sebagai sarana pendokumentasian. Karena itu, tak mengherankan jika dalam suatu kegiatan pesta banyak orang yang meluangkan waktu untuk memotret. Khususnya seperti pesta ulang tahun yang biasanya akan dianggap menyimpan berjuta kenangan. Sayangnya, seperti yang selalu dilakukan oleh kebanyakan orang, ketika kita juga sedang merayakan hal yang sama, sering hanya memotret sekenanya, asal tembak atau tekan tombol pelepas rana kamera ketika melihat adegan subjek yang menarik lewat jendela bidik kamera. Dan itu seolah sudah merupakan anggapan yang benar dalam menghasilkan foto acara ulang tahun yang baik dan menarik. Padahal tidak demikian sesungguhnya. Karena untuk mendapatkan foto-foto menarik, khususnya seperti pada pesta ulang tahun itu tak hanya dengan asal sudah menekan pelepas rana kamera saat subjek tengah masuk di dalam jendela bidik saja. Atau, saat di mana subjek tengah meniup lilin ualng tahun. Melainkan juga pada suatu situasi yang tergambar sangat mengharukan, misalnya sedang menangis atau saat memotong kue serta kejadian-kejadian lain yang unik di dalam perayaan. Cara yang dilakukan oleh kebanyakan orang dalam memotret ulang tahun umumnya terasa dilakukan asal saja, karena memang tak ada standar atau rumusan memotret ulang tahun. Tapi bila pemotretan dilakukan dengan sedikit kesabaran serta mau menunggu saat-saat yang lebih pas, tentu akan didapatkan foto-foto yang berbeda selain baik dan menarik. Misalnya saat-saat anak-ana k menangis, tertawa, mengantuk atau apa pun yang bersifat human interest. Selama kejadian-kejadian tersebut terjadi di dalam acara pesta ulang tahun tentu akan lebih memberi kesan tersendiri dibandingkan dengan apa

yang pada umumnya dilakukan oleh orang dengan hanya memotret acara pokoknya yaitu tiup lilin. Kamera Lepas dari semua yang dilakukan pada saat memotret ulang tahun, perkembangan dunia fotografi telah sedemikian majunya sehingga muncul kamera digital yang mampu mengatasi berbagai kekurangan pada hasil pemotretan. Semua itu menjadi peluang untuk kegemaran tersendiri yang menguntungkan. Kini, pemula yang dulu takut memotret karena selalu dihantui kegagalan dalam pemotretan menjadi tidak takut lagi. Karena kegagalan dalam pemotretan yang sering menghantui pemotret dapat diatasi dengan menggunakan komputer. Kamera digital yang memiliki keuntungan dan kelebihan dalam hal kemudahan untuk mengulang pemotretan bahkan menyenangkan bagi pemula. Mereka yang dulunya takut memotret kini jadi senang memotret. Dengan kamera digital, pemotretan ulang tahun seperti saat meniup lilin, bila gagal (setelah dilihat melalui LCD) dapat langsung diatur, diulang hingga betul-betul mendapatkan hasil yang dikehendaki. Dengan digital, pemotret mudah mengoreksi hasil pemotretan seketika atau beberapa detik kemudian. Hasil foto jelek yang didapatkannya dapat langsung dihapus dan diulang pemotretannya tanpa risiko tambahan biaya. Namun, perkembangan fotografi yang telah menjadikan orang semakin senang melakukan kegiatan potret- memotret ini sebaiknya juga harus didukung dengan sedikit kemampuan pemotret seputar pengetahuan teknis fotografi. Sehingga sekalipun kesalahan teknis dan kekurangsempurnaam foto digital masih dapat dikoreksi dan diperbaiki menggunakan software komputer, hal itu tidak harus menjadikan seorang pemotret melakukan pemotretan asal-asalan saja yang mengandung berbagai kekurangan fotografis. Harapan itu cukup beralasan agar siapa pun yang memotret dapat menghasilkan fotofoto yang benar -benar baik dan berisi da n tidak harus selalu dilakukan perbaikan. Memang bukan suatu perkara mudah untuk mendapatkan foto-foto pesta ulang tahun yang baik dan menarik tanpa koreksian. Sekalipun memotretnya sudah menggunakan kamera digital, jika kita dapat menangkap nuansa-nuansa dalam peristiwa maka akan menjadikan kita merasa senang telah berhasil merekamnya tanpa perlu rekayasa komputer. Memotret ulang tahun sebaiknya tidak hanya sekadar menampilkan foto-foto yang menggambarkan kejadian pokoknya saja. Melainkan juga kejadian-kejadian sebelum atau sesudah acara, atau juga kejadian-kejadian indivisual seseorang yang lucu atau unik, misalnya saat subjek menguap, san sebagainya. Kamera dengan berbagai fasilitas penunjangnya hendaknya dapat dipersiapkan dengan baik dan benar. Dengan begitu dapat dipastikan akan menghasilkan foto yang baik. MENYEGARKAN - Kejadian-kejadian unik yang terjadi saat pesta merupakan kejadian yang baik untuk difoto karena kelak akan menyegarkan ingatan.

Berkarakter Mungkin ada yang menganggap, memotret acara ulang tahun tak ubahnya seperti memotret untuk keperluan dokumentasi. Ada benarnya, tapi sesungguhnya tak seratus persen benar, karena sesungguhnya ada adegan-adegan dalam ulang tahun yang sering lebih berharga dari acara tup lilinnya sendiri. Perhatikan misalnya saat anak-anak menangis, berteriak serta berbagai tingkah mereka lainnya. Karena itu tak salah untuk menghasilkan foto-foto ulang tahun yang berkarakter, mempunyai kesan tersendiri. dan baik hasilnya. Untuk itu pemotret perlu mengetahui seluruh rangkaian acara. Saya pribadi hampir selalu menyukai kejadian-kejadian yang lucu, menarik atau mungkin mengharukan dalam membuat foto pesta ulang tahun ketimbang acara pokok tiup lilin yang membahagiakan. Adegan-adegan atau kejadian lucu, human dan mengharukan akan lebih menyegarkan ingatan, kelak pada tahun-tahun mendatang. Foto-foto ulang tahun tak ubahnya seperti foto dokumentasi yang nilai lebihnya akan sangat terasa pada tahun-tahun mendatang. Foto-foto yang mempunyai karakter unik, lucu atau menghibur juga akan menjadikan peristiwanya lebih enak untuk dikenang dibanding jika kita hanya membuat foto-foto rekaman kejadian formal. Kejadian-kejadian yang lucu dan unik juga akan terasa menyegarkan terlebih jika sudah tersusun di dalam album foto. Umumnya seorang pemotret sering merasa bosan bila disuruh memotret suatu acara ulang tahun. Mereka menganggap kejadian itu hanya sekadar menampilkan aktivitas manusia yang biasa-biasa, akibatnya pemotret memotret setengah hati bahkan tanpa perasaan. Akibatnya ha nya kejadian yang ada di depan mata dan yang tampak menggembirakan yang difoto tanpa perlu berupaya mencari kejadian penting lainnya. Anggapan pemotret, rekaman fotonya hanya bersifat dokumentasi belaka. Hal seperti itu tentu saja keliru. Sebab, foto-foto yang menggambarkan keceriaan, keharuan ataupun kelucuan suatu kejadian dan ekspresi seseorang justru lebih memberi kesan mendalam dan memiliki karakter. Persiapan Tak ada persiapan yang terlalu penting untuk menyiasati pemotretan pesta ulang tahun yang akan menghasilkan rekaman gambar baik dan menarik. Setiap pemotret atau orang yang akan memotret suatu acara pesta pasti sudah mempunyai cara atau kesiapan tersendiri. Sekalipun demikian, pemotret juga berhak menyiapkan segala sesuatunya terutama yang menyangkut peralatan agar mampu menghasilkan foto-foto yang indah dan mampu merespons emosi mereka yang kelak melihat hasilnya. Cara yang baik adalah secara candid camera - sembunyi-sembunyi. Peralatan yang perlu dipersiapkan adalah: Kamera. Meskipun jenis kamera kompak (konvensional atau digital) sudah cukup mewakili untuk mendapatkan foto-foto yang baik, bila memungkinkan, dianjurkan untuk menggunakan jenis kamera SLR. Dengan kamera jenis ini pemotret mudah bila menginginkan berbagai keadaan pemotretan.

Lensa. Yang lazim adalah lensa sudut lebar (24, 28 atau 35 mm). Hal ini berkaitan erat dengan kecenderungan memotret subjek berkelompok. Namun dianjurkan pula untuk membawa jenis lensa tele jika kita tidak hanya sekadar ingin membuat rekaman foto subjek berkelompok. Lensa yang lebih panjang itu juga berguna bila ingin memotret foto seseorang secara close-up. Lensa jenis zoom akan sangat membantu karena mencakup sudut pandang lebar hingga tele. Lampu kilat. Meskipun banyak yang memotret acara ulang tahun memanfaatkan situasi alam (cahaya alamiah), akan tetap baik jika disiapkan sebuah lampu kilat yang bagian kapalanya dapat diubah-ubah ke berbagai arah dan memiliki kekuatan sinar yang memadai. Dengan lampu kilat model demikian, pemotret leluasa mengubah arah pencahayaan sesuai keinginannya. Film. Bagi pemakai kamera analog (konvensional) memotret acara ulang tahun pada malam hari dalam ruangan dapat menggunakan film ISO 400. Film jenis ini dapat digunakan baik dengan lampu kilat maupun dengan cahaya ruang seadanya. Sedangkan jika memakai kamera digital, ISO atau kepekaannya dapat langsung dinaikkan sesuai kebutuhan. Kepekaan film (sensor) pada kamera digital dapat diubah-ubah setiap saat tanpa masalah. Peralatan yang baik dan lengkap memang merupakan sebagian dari kunci sukses dalam membuat foto. Bagaimanapun, keterampilan teknis pemotret juga menentukan keberhasilannya memotret. Berhasil atau tidaknya sebuah foto juga sangat ditentukan oleh ketepatan pemotret mengabadikan momen-momen dan kejeliannya memperhatikan hal- hal human dalam suatu peristiwa, sekalipun hanya dalam skala kecil seperti pesta ulang tahun.*

Foto Digital sebagai Seni Foto: Atok Sugiarto GARIS - Kejelian merupakan sebagain dari syarat untuk menciptakan foto yang mengandung seni sekalipun itu hanya berupa garis-garis seperti ini. otografi adalah sebuah media ampuh untuk merekam atau mendokumentasikan sebuah peristiwa penting. Apa yang terekam itu akan tercatat sebagai peristiwa yang akan menjadi sebuah catatan sejarah. Namun, fotografi bukanlah sekadar alat untuk merekam atau memindahkan suatu kejadian maupun peristiwa ke kertas foto belaka. Sebab, sesungguhnya fotografi juga dapat menjadi sebuah seni yang indah seperti halnya seni lukis. Masalahnya tinggal bagaimana seorang "pelukis" alias pemotret mengekspresikan buah pikirannya ke atas "kanvas", yaitu kertas foto sebagai medianya. Seperti namanya sendiri yaitu fotografi yang berasal dari kata fotos yang berarti sinar dan grafos yang berarti melukis, maka fotografi adalah "melukis dengan sinar". Sesungguhnya bila kita sedang melakukan pekerjaan memotret, berarti kita sedang melukis menggunakan sinar sebagai catnya dan kertas cetak foto sebagai kanvasnya.

Digital Fotografi digital sendiri sebagai seni pada dasarnya tidak berbeda jauh dengan seni lukis. Dalam foto sebagai seni ini pembuat foto atau pemotret tidak lagi terikat oleh anggapan dan pemikiran atau komentar seseorang mengenai baik dan buruk, suka dan tidaknya seorang penikmat, penonton atau pemerhati foto. Karena keberadaan karyanya bukan dibuat untuk indah menurut mata orang lain atau yang memenuhi perasaan orang lain, melainkan indah sesuai pemikiran pembuatnya. Karena itu tidak lagi perlu menghiraukan apakah hasilnya akan disukai oleh orang lain atau tidak, melainkan untuk tujuan kepuasan batin pembuatnya. Bila dengan karyanya itu ia dapat berkomunikasi dan mengungkapkan imajinasinya lewat sebuah karya foto digital, cukup sudah baginya. Untuk menjadi seorang seniman pixel yang baik yang dapat menciptakan foto-foto yang indah bak sebuah lukisan memang dibutuhkan pengetahuan tentang dasar-dasar senilukis. Misalnya tentang pengenalan dan penguasaan masalah warna, masalah grafis, masalah komposisi dan keseimbangan, masalah pusat perhatian, tekstur dan sebagainya. Dalam fotografi digital yang tentu saja harus didukung oleh komputer untuk mengolah gambar, menuntut hadirnya seorang pemotret yang terampil tidak saja dalam hal memotret tetapi juga dalam hal menangani masalah pixel. Pengolahnya dilakukan dengan program yang telah ada di pasaran, misalnya Adobe Photoshop. Dengan modal dasar pengetahuan seni lukis maka bila pemotret melakukan pemotretan dan pengolahan gambar menggunakan komputer, ia akan mampu menghasilkan foto tentang apa saja yang berada di sekelilingnya secara indah bak lukisan yang dibuat pelukis menggunakan kwas dan kanvas. Bagian-bagian dari benda yang mempunyai nilai artistik tinggi pun pasti akan menjadi sesuatu yang selalu diburu untuk diabadikannya, sekalipun benda itu hanya sebuah benda mati yang tak diperhatikan oleh kebanyakan orang. Seorang seniman pixel yang jeli dan mempunyai visi seni seperti pelukis, tentu akan dapat mengubahnya menjadi sebuah foto indah yang mampu mengungkap nilai estetika karena dibuat dengan pendekatan seni lukis. Contohnya adalah memotret gedung kaca yang menjulang tinggi ke angkasa yang memancarkan refleksi langit biru seperti pada foto berjudul "Garis". Meskipun tampilan gedung hanya menggambarkan sebuah garis vertikal yang menjulang tinggi ke angkasa, refleksi yang terbias dari kaca me njadikannya cukup menarik. Kemenarikan seperti ini hanya dapat dibuat dan dicapai dengan pendekatan seni. Tanpa pengetahuan yang cukup serta kemampuan olah warna serta komposisi yang baik, maka sulit untuk mengungkap kesan tertentu dari gedung kaca yang hanya menampakkan garis dan refleksi langit. Memotret sebuah benda atau suatu bidang yang dikomposisikan secara unik mirip sebuah lukisan abstrak dengan warna-warna kontras serta bentuk-bentuk impresif, akan menjadikan sebuah karya foto yang biasa menjadi seperti sebuah lukisan cat yang mengungkap elemen-elemen dasar seni. Komposisi sederhana pada sebuah

pemandangan yang menyisakan bagian langit lebih lebar dari pada bumi dan tergambarkan secara siluet seperti pada foto berjudul "Siluet", juga bisa menjadi sebuah foto seni yang baik. Namun demikian akan menjadi lebih baik bila kita juga dapat menciptakan foto yang tidak sekadar mengetengahkan benda-benda mati sebagai objeknya melainkan juga benda-benda hidup dengan warna-warna kontras. Hasilnya akan terkesan aktif, dinamis dan hidup. Foto: Atok Sugiarto SILUET - Dengan menampilkan sesuatu secara siluet, sebuah foto bagaikan saputan kuas sebuah lukisan di atas kanvas. Sebagai Seni Setiap bidang pekerjaan kalau sudah mencapai puncaknya akan dapat berkembang dan berubah menjadi sebuah seni. Demikian juga dengan fotografi digital. Namun tak ada jalan pintas untuk mencapai suatu tahapan sehingga seseorang mampu dan bisa membuat foto-foto yang mengandung seni. Semua pasti melalui "pengembaraan" dalam berbagai pengetahuan. Layaknya seorang pelukis, maka bila ia memulai melukis pasti akan menggambar natural dahulu. Selanjutnya melalui berbagai pengalamannya baru ia akan berkembang dan mempunyai gaya tersendiri. Tentu saja hal itu semua tergantung pelakunya. Semakin cerdas dan pintar sang pelaku, semakin cepat tingkatan kemampuannya membuat sebuah ekspresi seni. Kalau dia seorang pemotret maka dia akan mampu membuat foto bak sebuah lukisan yang mengandung seni. Karena itu apa yang akan dilakukan oleh seorang pemotret yang sudah berpengalaman, adalah menyimpangkan pengalamannya agar menjadi sebuah media alternatif yang mengandung seni. Orang lain boleh tida suka dengan karyanya, tetapi selama yang ia lakukan dapat memberi kepuasan pikir dan batin maka hal itu cukup sudah. Secara umum, fotografi digital sebagai sebuah seni akan dapat diterima oleh masyarakat. Tapi untuk pencapaian hal itu erat hubungannya dengan keadaan ekonomi serta tingkat pendidikan suatu lingkungan. Kedua hal itu akan mempengaruhi masyarakat dalam menghargai seni. Fotografi digital yang sedemikian bebasnya dalam mengekspresikan fantasi seseorang karena menu-menunya yang seolah tak terbatas tersedia dalam perangkat lunak komputer, hendaknya juga bisa menyejajarkan diri dengan bidang seni yang lahir sebelumnya. Fantasi seniman pixel yang lahir di zaman sekarang mungkin akan berbenturan dengan masalah kehalusan sebuah gambar digital. Harus diakui nahwa gambar fotografi digital relatif lebih kasar dari gambar fotografi konvensional.

Namun kekurangan itu mungkin malah bisa dieks-plorasi untuk membuat sebuah gambar yang kasar yang sekaligus juga mengandung seni. Bukankah permukaan kasar tersebut juga suatu tampilan seni dalam gam-bar? * Atok Sugiarto

Mengoptimalkan Kamera Saku Anda Foto: Rony Simanjuntak KAMERA SAKU - Memotret dengan kamera saku membutuhkan semacam kiat khusus untuk menyiasati keterbatasan dari kamera itu. ebaran sebentar lagi. Segala rencana untuk menyambut hari raya itu tentunya telah dipersiapkan sedemikian rupa. Termasuk mengabadikan saat indah dan penuh sukacita itu. Bersilahturahmi atau jalan-jalan adalah bagian yang sudah menjadi tradisi. Sayang jika Anda melewatkan kenangan indah itu berlalu begitu saja. Mungkin selama ini Anda termasuk orang yang rajin memotret. Tak pernah lupa merekam segala aktivitas berlebaran itu, meski cuma menggunakan kamera saku. Namun hasilnya biasa-biasa saja. Kenapa? Sebenarnya, kamera saku yang Anda miliki itu bisa lebih optimal lagi hasilnya jika tahu tentang kiatnya. Mungkin Anda akan bertanya, apa saja kiatnya. Dalam perkembangannya, kamera saku pun telah memasuki era autofocus (AF), dan juga dengan lensa yang bisa diubah-ubah panjang fokusnya (zoom). Namun bagaimanapun, kamera saku tetap dirancang untuk dipakai dengan mudah. Pada praktiknya memotret dengan kamera saku secara umum tidak membutuhkan teori fotografi, yang muluk-muluk namun dibutuhkan pengetahuan praktis dalam menyiasati kamera cerdas itu. Berbagai pengetahuan praktis ini gampang-gampang susah karena menyangkut pengetahuan tenta ng sifat dasar yang dimiliki sebuah kamera saku. Kalau Anda memiliki sebuah kamera saku dan mengakui tidak memiliki pengetahuan fotografi layak, hal pertama yang harus diingat adalah pakailah hanya film negatif dengan kepekaan ISO 1000, ISO 200 atau ISO 400. Kamera saku memang terutama direncanakan untuk dipakai memotret dengan film negatif yang akomodatif terhadap kesalahan pencahayaan dalam pemotretan. Dengan mutu film yang ada di pasaran saat ini, kelebihan atau kekurangan pencahayaan pada film yang tid ak terlalu besar masih bisa dikoreksi saat pencetakan foto dilakukan.

Selain itu, saat ini kamera saku terbagi menjadi tiga kelas. Kelas pertama adalah kamera saku paling sederhana yang semua perlengkapannya tidak bisa diubah-ubah setelannya. Kamera saku jenis ini adalah yang paling murah, dan di Indonesia harganya berkisar antara Rp 100 ribu sampai Rp 200 ribu. Dengan tidak adanya bagian kamera yang bisa diubah setelannya, maka pabrik telah mendesain agar kamera dapat adaptif terhadap berbagai kondisi cahaya dan berbagai jarak pemotretan. Sebagian besar kamera saku tipe termurah ini mempunyai ketajaman gambar terbaik pada jarak pemotretan (jarak obyek dan pemotretnya) sekitar 1,5 sampai 2 meter. Di luar jarak itu, mutu gambar memang masih bagus terutama kalau cuma untuk dicetak sebesar kartu pos. Kecepatan rana kamera saku murah ini tidaklah terlalu besar. Hasil buruk, yaitu objek buram, yang dicapai pada pemotretan dengan ka -mera saku umumnya timbul dari camera shake atau ge-taran pada kamera saat tom-bol ditekan. Saat akan mene-kan tombol, sang pemotret harus yakin kameranya sama sekali tidak berpindah tempat atau bergetar sedikit pun sampai suara "ceklek" berakhir. Kesalahan lain pada pemakaian kamera saku adalah kacaunya gelap terang pada foto yang tercetak. Kesalahan ini timbul karena arah pemotretan menghadap arah datangnya sinar, misalnya memotret orang dalam rumah dengan latar belakang halaman terang benderang. Pencahayaan pada kamera saku akan mengukur bagian yang terang, sehingga objek yang lebih gelap dari sekelilingnya akan menjadi gelap sama sekali. Memotretlah dengan keadaan objek menghadap sinar, bukan sebaliknya. Kamera saku jenis kedua adalah kamera saku otofokus (auto focus) yang mempunyai kemampuan menajamkan imaji objek yang akan kita pilih, secara otomatis. Lensa yang terpasang pada kamera ini mampu mengubah-ubah jarak penajamannya sendiri. Jenis ini umumnya ditandai dengan tulisan "AF" pada badan kameranya yang merupakan singkatan Auto Focus. Pada saat akan dipakai memotret, yaitu saat tombol mulai ditekan, kamera mengeluarkan sinar infra merah yang tidak terlihat mata manusia. Sinar infra merah ini lalu dipantulkan oleh obyek yang akan difoto dan pantulannya diterima kembali oleh kamera. Lewat pantulan inilah kamera tahu jarak penajaman yang harus dipilihnya. Pemotretan dengan kamera saku AF yang menghasilkan gambar buram (tidak fokus) terjadi karena pemotret terlalu terburu-buru saat memijit tombol. Kamera be-lum sempat menyesuaikan diri, jepretan telanjur terjadi. Sebaiknya kalau memotret dengan kamera saku AF, tekan dulu tombol sedikit sekitar dua detik, baru kemudian ditekan sampai bunyi "ceklek" terjadi. Kesalahan lain dengan pemakaian kamera ini adalah saat memotret objek yang terpencar, misalnya memotret dua orang di depan kita. Kamera menyesuaikan penyetelan jarak penajaman berdasarkan pantulan yang datang dari benda tepat di depannya.

Jadi bila ada dua orang di depan kamera, dan kebetulan titik tengah bidikan jatuh pada celah antara kedua orang itu, mau tidak mau kamera akan menyesuaikan penyesuaian penajaman pada benda yang ada di antara dua orang itu. Untuk mengatasi hal ini, sebaiknya saat menekan tombol penyesuaian fokus (belum menjepret), titik tengah bidang bidik yang tampak dimata di arahkan pada salah satu dari dua orang yang akan dipotret. Lalu dengan hati- hati geserlah kamera sampai mendapatkan komposisi yang diinginkan, barulah jepretkan kamera. Yang perlu diingat lagi adalah, apa yang tampak di mata dari lubang bidik selalu tajam sementara di film belum tentu. Mata manusia melihat dengan tajam di lubang bidik karena punya fasilitas ter -sendiri untuk itu, sementara kamera butuh penyetelan yang memakan waktu walau cuma sejenak. Kamera saku jenis ketiga adalah yang paling mutakhir. Di samping memiliki kemampuan otofokus, kamera ini juga bisa diubah-ubah panjang fokalnya. Istilah kerennya bisa di zoom. Bisa menjadi tele dan bisa pula menjadi lensa sudut lebar (wide angle lens). Umumnya rentang zoom kamera ini bervariasi dari 28 mm sampai 135 mm. Pemakaian kamera dengan kondisi lensa dalam keadaan terpendek umumnya sudah mampu untuk memotret berbagai keperluan umum. Sedangkan Lensa sudut lebar bisa dipakai untuk memotret orang dalam jumlah besar yang berjejer melebar. Atau juga untuk memotret pemandangan dengan bidang cakup seluas-luasnya. Dengan pemilihan sudut lebar, wajah yang dipotret mau tidak mau harus dekat sekali dengan kamera. Hal ini akan menimbulkan kesalahan paralaks, atau kesalahan letak bidik. Apa yang tampak di mata belum tentu yang tampak di film, terkecuali kamera yang sudah jenis digital sebab objek yang akan dibidik itu akan tampil di layar LCD. Bagi lubang bidik tampak di tengah, namun bagi lubang lensa bisa menjadi di samping. Sebenarnya di lubang bidik ada garis koreksi, yaitu garis yang membentuk segi empat lebih kecil daripada segi empat tepi lubang bidik. Garis inilah yang harus dijadikan acuan kalau memotret pada jarak sangat dekat. RONY SIMANJUNTAK

Sudah Punya Gregetkah Foto Anda? Foto: Rony Simanjuntak BUNGA - Foto kiri berupa bunga-bunga berjajar terasa monoton karena masingmasing unsur berdiri sendiri, tidak ada hubungannya dan saling bersaing merebut perhatian. Dengan menyusunnya secara sederhana seperti pada foto kanan, maka unsur-unsur tersebut terasa menjadi satu kesatuan yang saling mendukung.

ayaknya sebuah film yang mampu merangsang emosi para penontonnya di setiap adegan yang ditonjolkannya, demikian pula semestinya dengan karya fotografi Anda. Anda pun harus mampu menghasilkan foto yang "greget" di setiap bidikan kamera. Pada kenyataan sehari-hari, tak jarang si pemotret bingung saat berhadapan dengan objek foto. Seolah-olah mau dipotret sebelah mananya sih, agar bagus?" Begitulah kira-kira pertanyaan yang mungkin menggelayut di benak si pemotret. Alhasil, jepretan demi jepretan pun berantakan. Materi foto yang sebetulnya mengandung potensi dan nilai-nilai tertentu yang cukup kuat, bisa hancur berantakan. Kenapa demikian? Sebetulnya itu tidak perlu terjadi seandainya si pemotret memahami tentang komposisi. Sebab di dalam fotografi masalah komposisi tak kurang pentingnya seperti pada karya seni lain. Di samping menambah nilai-nilai artistik dan estetik, pengaturan komposisi mampu menonjolkan subyek utama foto. Bahkan tidak jarang akan mendukung keberhasilan foto yang Anda buat. Komposisi dapat pula kita manfaatkan untuk membentuk adanya kesan ruang; tapi bagi para pemula di bidang fotografi, komposisi justru sering diabaikan atau terabaikan. Hal ini wajar mengingat perhatian dan konsentrasi mereka biasanya masih terpecah antara pengaturan jarak, kecepatan pemilihan bukaan diafragma dan sebagainya. Atau, mungkin memang kepekaannya masih kurang. Sekalipun demikian, sebetulnya hal ini tidaklah sulit untuk diatasi. Dengan berbagai latihan yang berkesinambungan sambil mempelajari dasar-dasar komposisi, dalam waktu yang relatif singkat akan segera terbiasa. Maka hasilnya akan terlihat, bahwa jepretan kameranya jauh berbeda dengan waktu-waktu sebelumnya. Di dalam The Advanced Learner's Dictionary of Current English , A.S. Hornby cs. seperti dikutip Anto Djoemairi W.S. memberikan arti komposisi sebagai : 1. tindakan atau "seni" menyusun (kata-kata, musik, cetakan dan sebagainya), dan 2. (sesuatu) yang disusun (puisi, buku, musik, susunan objek yang disusun untuk dilukis atau difoto). Seda ng Prof. Dr. R.M. Soelarko memberikan batasan sebagai berikut: Komposisi sebagai pengertian senirupa adalah susunan gambar dalam batasan satu ruang. Batasan ruang ini merupakan limitasi, sekaligus syarat mutlak bagi adanya komposisi. Didalam Fotografi, me nyusun komposisi mempunyai pengertian atau batasan sebagai upaya menyusun elemen-elemen foto yang esensial seperti bentuk, nada, warna (dalam fotografi hitam-putih "diwakili" oleh nuansa/gradasi nada kelabu), pola dan tekstur di dalam batasan suatu ruang. Tujuannya adalah untuk mengorganisasikan berbagai komponen foto yang saling berlainan, menjadi sedemikian rupa sehingga gambar tersebut menjadi suatu kesatuan yang saling mengisi, serta mendukung satu sama lainnya; sehingga, menjadi lebih enak dipandang. Atas dasar hal tersebut, penyusunan komposisi membutuhkan adanya suatu ruang tertentu, tegasnya: Format. Format di sini adalah mengikat, dengan pengertian bahwa suatu komposisi yang baik dan pas pada format tertentu belum tentu cocok atau sesuai dalam format yang lain. Di dalam seni foto tidak ada keharusan untuk menggunakan format-format terentu. Jadi kita bebas untuk menggunakan format menurut kehendak kita masing-masing. Kalau toh masih ada ikatan dalam hal format ini, hanyalah

disebabkan tersedianya ukuran kertas foto dan film saja, yang mau tidak mau, sebagaimana layaknya dunia industri terikat pula pada ukuran-ukuran standardisasi. Itulah sebabnya, di dalam lomba foto, sering tidak disebutkan format yang diminta melainkan hanya disebutkan ukuran salah satu sisinya saja (minimal dan maksimal). Secara umum, ukuran atau format film dan kertas foto hanya ada dua macam saja, yakni format empat persegi dan persegi panjang dalam berbagai ukuran (4x4, 3x4, 6x6, 18x24, 30x40 dan sebagainya). Kecuali untuk film yang formatnya sudah disesuaikan dengan konstruksi kamera, kita bebas menentukan format dalam menggunakan kertas foto, dengan berbagai variasi perbandingan antara panjang dan lebarnya. Bahkan kalau kita mau, menggunakan format oval atau bentuk bundar pun boleh saja. Dengan adanya kebebasan ini, kita dapat memanfaatkannya sebaik mungkin. Namun kebebasan ini lebih banyak berlaku pada waktu pencetakan atau pembesaran foto saja, yang merupakan tahap ketiga dalam pembuatan foto (tahap pertama pemotretan, tahap kedua pengembangan film). Jadi bagaimana pun juga kebebasan ini tidak dapat lepas di film negatif yang akan dicetak. Tegasnya, kebebasan ini hanya berlaku di kamar gelap untuk lebih membatasi lagi ruang, garis dan bidang yang telah ada pada negatif itu. Akan halnya format pada film, tidak ada keharusan; manakah yang lebih baik dipakai. Apakah format persegi panjang lebih baik daripada format empat persegi. Itu sangat relatif. Kenyataannya, pada format empat persegi pun sering diadakan pemotongan/pembatasan sehingga menjadi persegi panjang di dalam pembesarannya melalui cropping. Yang penting adalah bagaimana kita mengisi format itu dengan komposisi yang lebih baik dan enak dipandang mata. Bagaimana memperoleh komposisi yang baik? Di sini kita dituntut aga r memiliki kepekaan tersendiri, yang lagi-lagi dapat diperoleh melalui latihan-latihan berkesinambungan secara tekun, serius dan intensif. Pandanglah sasaran atau objek foto dari berbagai sudut pandang. Apabila dirasa perlu, aturlah sedemikian rupa sehingga terbentuk susunan yang menarik dan enak dipandang. Perhatikan juga latar belakang, sebab ada kalanya latar belakang mempunyai andil yang cukup besar dalam hal mendukung atau malah menghancurkan objek foto. Demikian pula dengan latar depan kalau memang ada, dapat kita manfaatkan untuk batasan atau framing yang mampu menimbulkan kesan adanya ruang atau kedalaman. Dari beberapa hal tersebut akhirnya dapat kita putuskan untuk merangkumnya secara keseluruhan ke dalam suatu batasan ruang. Dengan kata lain, kita telah menentukan format untuk objek tersebut. Masih soal komposisi, Andreas Feininger lebih jauh menjelaskan. Dalam bukunya "Succesful Photography" , ia memberikan saran yang dapat diikuti terutama oleh para pemula sebagai berikut : "Adalah penting untuk memusatkan interes yang ada, mengatur garis-garis dan bentuk ke dalam pola yang harmonis, memberikan keseimbangan pada pembagian gelap dan terang dalam keseimbangan grafis serta menciptakan batas-batas tepi (framing ) secara alami atau tidak mencolok mata. Sudah barang tentu, hal ini hendaknya dilakukan sebelum rana ditekan, sampai penyusunan komposisi tersebut dirasa mantap.

Seorang pelukis misalnya, memang dapat membuat perubahan-perubahan, tambahan dan sebagianya untuk memperbaiki komposisi; tapi bagi seorang fotografer, sekali ia menekan tombol rana, komposisi telah terekam dan tak mungkin lagi untuk diubah. Oleh karena itu sebelum tombol pelepas ditekan, seharusnya ia telah menyusun dan mengatur komposisi sedemikian rupa sehingga akan memberikan hasil yang baik. Untuk dapat melakukan hal tersebut, ada beberapa saran dan pilihan langkah yang dapat diambil oleh para pemula : 1. Mengatur atau memberi pengarahan kepada subjek sedemikian rupa sampai mantap untuk memenuhi selera/keinginannya (pemotret) dalam hal komposisi. Di sini pemotret bertindak seperti dan sebagai sutradara. 2.Mengubah dan mencari sudut pemotretan sehingga dicapai suatu komposisi yang lebih baik. Ini lebih sering dilaksanakan pada pemotretan lanskap dan foto-foto aristektur. Di mana mungkin, penggunaan lensa dengan jarak fokus yang lebih panjang dari pada lensa normal; secara material akan dapat meningkatkan komposisi melalui "efek telefoto" (pada pemotretan yang menggunakan lensa tele, terjadi distorsi perspektif karena pemendekan jarak dalam pandangan, sehingga benda -benda yang jauh letaknya seakan-akan merapat dan seperti berimpitan). 3. Menunggu saat atau momen yang tepat sebelum menekan tombol rana. Hal ini dilakukan pada pemotretan olahraga, tarian dan foto aksi lainnya yang banyak mengandung gerak adegan dan perubahan-perubahan bentuk secara mendadak di luar dugaan. Juga pada pemotretan yang dilakukan di tempat-tempat ramai seperti jalan, pasar dan sebagainya. 4.Memperbaiki komposisi pada waktu mencetak foto. Ini hanya dapat dilakukan apabila fotografer melakukan sendiri pencetakan foto-fotonya di kamar gelap atau komputer pada fotografi digital Kalau hal itu diserahkannya kepada orang/pihak lain, paling banter ia hanya bisa berpesan untuk melakukan pembatasan-pembatasan pada fotonya yang tentu saja belum tentu sesuai dengan kehendaknya. Dari segi kepuasan pun jelas akan jauh berbeda dibanding kalau dapat dilakukannya sendiri. Pastikan sebelum Anda menekan tombol rana, komposisi objek telah tersusun dan teratur sedemikian rupa, agar foto Anda terasa gregetnya. RONY SIMANJUNTAK

Konvensional dengan Sentuhan Digital Oleh Atok Sugiarto Foto-Foto: Atok Sugiarto DENGAN FILM - Foto ini dibuat dengan kamera konvensional yang

menggunakan film untuk merekam gambar. embuat sampul kaset, sampul CD, sampul buku, leaflet, booklet, selebaran, dan promo penjualan suatu produk adalah salah satu lahan pekerjaan kreatif yang hampir selalu melibatkan gambar atau foto sebagai daya tariknya. Namun, menarik dan banyaknya ragam pekerjaan tersebut menjadikan pekerjaan kreatif seperti itu sering dilakukan dengan terburu-buru (instan). Hampir apa adanya dan tidak dirancang secara khusus, serta mengabaikan unsur gambar atau foto yang sesungguhnya merupakan salah satu hal yang menjadi daya tarik. Alhasil, sisi kreativitas di lahan pekerjaan ini sering tidak terlihat. Anggaran terbatas yang tidak dibarengi dengan pengadaan gambar atau penyiapan fotografinya yang tidak terencana benar juga menjadi alasan lain yang menyebabkan desainer tidak dapat melakukan pekerjaan membuat desain secara maksimal untuk menghasilkan perwajahan yang baik. Namun lahirnya era digital yang lebih sering kita sebut dengan lahirnya multimedia, seperti menjawab semua yang masalah yang ada. Karena menu kreatif di dalam Adobe Photoshop (komputer digital) menjadikan pembuatan perwajahan minim biaya dan berkesan tak berkonsep - hanya mengandalkan sebuah gambar atau foto apa adanya namun dapat dimaksimalkan hasilnya. Karena itu pula tak perlu heran jika pembuatan poster, iklan atau print ad dengan foto/gambar artis atau orang terkenal dengan aksi, gaya dan ekspresinya serta dipersiapkan dengan baik dan terencana menghasilkan desain yang "wah" dan menarik. Selain karena proses pembuatannya telah mempertimbangkan dan mempersiapkan diri sedemikian rupa, fotografi sebagai alat visual utamanya pun dalam penanganannya dilakukan dengan sentuhan digital sehingga betul-betul menghasilkan sesuatu yang menarik. Bagaimana jika kecenderungan pembuatan desain suatu perwajahan hanya menggunakan foto close-up atau setengah badan dari model/artis yang apa adanya seperti sering terjadi pada pembuatan sampul kaset, sampul CD atau sampul buku tulis? Keinginan itu pasti dapat saja terwujud dengan baik terlebih bila dalam pengerjaannya, desainer mau bersinergi menggunakan jasa digital (komputer) atau sering bisa kita sebut dengan istilah digital imaging, yaitu kinerja mengolah data yang datanya diambil dari foto/gambar atau cetakan, lalu datanya dipindai (scan) kemudian di-retouch atau diperbaiki menggunakan software komputer (Adobe Photoshop) yang memiliki menu-menu kreatif untuk memanipulasi gambar. Proses Kerjanya Seperti telah kita ketahui, digital adalah suatu teknologi yang sudah tak mungkin dihindarkan pada masa kini, dan memang rugi bila tidak mencoba menggunakannya. Karena itu dalam beberapa konsep pembuatan sampul kaset maupun CD atau promo kecil-kecilan yang tidak banyak dana, jalan keluarnya adalah menggunakan olah digital untuk menciptakan perwajahan yang menarik. Yang perlu diperhatikan dalam penciptaan sampul atau perwajahan menggunakan foto konvensional adalah proses atau tahapan kerjanya yang memang betul-betul harus memperhatikan pencahayaan.

Dalam hal ini jika kita menggunakan sebuah foto (foto studio) dan menggabungkannya dengan menggunakan latar belakang langit atau sesuatu yang dibuat di luar studio, maka kecermatan pengaturan cahaya buatan atau membuat sinkron hasil foto gabungannya, memegang peranan yang sangat penting. Penggabungan antara subjek dan latar belakang yang memang berbeda pe nyinarannya akan menghasilkan perbedaan gambar yang tidak realistis. Sementara itu, tentu yang diinginkan adalah hasil yang tampak alami, seakan tidak menggunakan metode penggabungan yang dilakukan dengan menggunakan program kreatif Adobe Photoshop di dala m komputer. Sesuai pengalaman, saya pribadi lebih cenderung menyukai cara kerja menggunakan gambar/foto yang dibuat dengan kamera konvensional. Kemudian hasil pemotretannya (jika perlu) diperbaiki. Hal ini saya maksudkan agar saat mengerjakan atau melakukan pemotretan dilakukan dengan baik dan tidak asal-asalan. Dengan menggunakan kamera digital seorang pemotret sering menyepelekan teknis pemotretan. Hal itu terjadi karena si pemotret beranggapan, kelak komputer dapat menyelesaikan semua persoalan yang me nyangkut sebuah gambar. Saat mengerjakan pembuatan sampul sebuah buku (company profile), pernah saya menemukan kesulitan karena foto pilihan yang disetujui klien (dari beberapa foto yang saya ajukan) adalah foto yang saya buat beberapa tahun sebelumnya. Masalah muncul ketika foto dipindai dan diperbesar, hasilnya tampak kotor dan berjamur. SINERGI - Hasil sinergi pemotretan dengan kamera konvensional dengan teknologi digital adalah foto yang terasa berbeda seperti ini, karena kemampuan komputer memanipulasi gambar. Berkat bersinergi dengan teknologi digital maka keinginan untuk tetap menggunakan foto yang telah berjamur dan kotor itu dapat dengan mudah diatasi. Jamur, cacat-cacat pada foto dan warna yang telah berubah dapat diperbaiki (retouch) sehingga tampak menarik kembali. Salah satu contoh umum sinergi antara konvensional dan digital dalam pembuatan bentuk perwajahan seperti ini adalah tindakan menghilangkan cacat-cacat yang ada atau me -retouch foto dengan menggunakan jasa komputer. Sinergi antara konvensional dan digital akan menghasilkan sebuah perwajahan yang baik dan menarik, terlebih bila pemotret mampu memanfaatkan kelebihan komputer. Dengan kata lain, pada masa kini merupakan keharusan seorang pemotret dapat menguasai kerja komputer sehingga mampu menciptakan desain suatu perwajahan atau foto yang menarik.

Untuk pengerjaan sebuah cover kaset atau cover CD yang umumnya hanya menggunakan sebuah foto close up artis dengan dana yang minim, akan menjadi mudah dilakukan bila bersinergi dengan jasa digital. Dengan digital dan perangkat lunaknya seorang desainer dapat membuat aneka ragam desain atau perwajahan yang menghasilkan foto artis yang menarik dan menawan. Sinergi Fotografi digital yang didukung alat canggihnya (komputer) yang mampu mengolah maupun mendesain sebuah gambar, menuntut hadirnya orang yang terampil dalam hal menangani pixel dengan program-program yang ada di komputer. Karena itu sudah semestinya seorang pemotret pada jaman sekarang, sekalipun masih menggunakan kamera foto konvensio nal yang memakai film, tetap saja perlu menguasai olah digital. Sehingga jika dalam pelaksanaan suatu pemotretan menghasilkan foto yang mutunya kurang akan dapat diatasi dengan cukup mudah. Dengan adanya sinergi antara yang konvensional dan digital akan membuat lebih leluasa untuk "berkesenian" menghasilkan foto yang sama sekali baru. Dengan foto yang biasa saja bila bersinergi dengan digital bisa menghasilkan foto yang luar biasa, apalagi dengan foto yang dibuat secara baik dan terencana. Pasti dengan itu seorang desainer akan dapat menghasilkan karya yang monumental. Dunia persuratkabaran, penerbitan dan tentu juga dunia periklanan yang kini semakin ketat persaingannya serta berlomba untuk mengedepankan gambar yang semenarik mungkin, selalu merekrut orang-orang yang terampil menggunakan olah digital atau komputer sebagai suatu wahana dalam menghasilkan foto/gambar yang baik dan menarik. Satu hal yang penting untuk diketahui saat melibatkan olah digital dalam membuat suatu foto atau gambar-gambar kreatif adalah masalah resolusi atau kehalusan gambar. Karena itu, jika dalam fotografi konvensional kehalusan gambar sangat jarang dipermasalahkan karena hasilnya umumnya mempunyai kehalusan seperti mata memandang subjek asli, maka dalam digital kehalusan gambar masih sering dipermasalahkan. Fotografi digital memang akan menjadi primadona bagi siapa pun pemotret, terlebih tatkala masalah resolusi sudah bukan soal dan kehalusan gambar juga sudah betulbetul mencapai tahapan maksimalnya. Namun meskipun tahapan itu belum sesempurna hasil foto yang menggunakan kamera konvensional, tapi setidaknya jika pemotret yang menggunakan foto konvensional mau bersinergi dengan digital, maka tingkat kehalusan yang diinginkan akan terwujud. Dan, pemotret mendapatkan berbagai kelebihan atas "kerja bareng" atau sinergi antara konvensional dengan digital. Pola kerja sinergi itu memungkinkan lahirnya seniman-seniman foto baru yang mampu menghadirkan pandangan atau pikiran-pikiran baru dalam mengekspresikan fantasinya. Apa sebabnya? Karena digital menawarkan banyak kreativitas olahan yang mampu mengubah wajah dunia.*

Apakah Foto Anda Sebuah Karya Besar? Foto: Rony Simanjuntak MEMILIH SASARAN - Seorang pemotret pasti akan memilih -milih sasaran pemotretannya. Sejak ia menempatkan sasaran pemotretannya itu di dalam jendela pembidik kameranya, maka saat itu dia sudah memilih-milih dan mengatur peletakan sasaran pemotretannya atau yang dikenal dengan istilah komposisi. adarkah Anda, ketika tombol rana ditekan, maka disitulah ditentukan apakah foto tersebut merupakan karya besar atau apakah foto itu mampu menjadi media komunikasi untuk menyatakan perasaan pribadi. Entah itu mengenai peristiwa keluarga, bom yang meledak, rumah yang terbakar, pesawat udara yang jatuh, pemandangan alam yang indah, banjir, bintang olahraga dan masih banyak yang lain. Singkatnya, karya-karya itu sangat berharga. Lalu, bagaimana dengan foto Anda? Foto-foto dokumen yang diambil beberapa waktu yang lalu akan memiliki nilai tambah tersendiri tatkala foto-foto semacam itu semakin langka. Foto sebuah bangunan lama, misalnya Hotel Des In-Des di Jalan Gajah Mada Jakarta, akan terasa betapa tinggi nilainya sekarang, mengingat kawasan itu sudah berubah menjadi bangunan kantor dan pusat perbelanjaan modern. Contoh-contoh semacam ini masih banyak kita jumpai. Secara fotografis, tentunya salah satu modal utama sebuah kamera adalah lensanya. Lensalah, kata orang, yang menentukan hasil akhir suatu karya. Seorang fotografer dengan jenis kamera yang lensanya dapat dilepastukarkan kualitas hasil pemotretannya juga ditentukan oleh panjang pendeknya jarak-fokus lensa yang digunakan. Pasanglah lensa sudut lebar, maka hasilnya akan memberikan panorama yang luas atau lebar, garis-garis lurus dapat menjadi lengkung, dan bila menggunakan lensa-lensa sudut ultralebar, maka hasil tangkapan kamera ini seolah-olah dari dunia mimpi atau dunia fantasi. Sebaliknya bila kita menggunakan lensa-lensa tele atau ultra tele, maka objek-objek yang jauh letaknya dapat didekatkan, bahkan detail-detailnya dapat terlihat jelas, yang takkan terlihat dengan baik bila kita melihatnya dengan mata telanjang. Cara kita melihat visi suatu objek inilah yang menimbulkan "seni" dalam fotografi. Cara melihat atau sering pula disebut sebagai "visi pemotret" (kadang-kadang juga sebagai "mata pemotret") inilah yang membedakan para seniman foto dari seniman-seniman lainnya. Visi pemotret ini berbeda dengan visi pelukis, visi pemahat, visi pevisualisasi lainnya. Visi pemotret harus dapat "menerjemahkan" objek serta keadaan sekeliling yang akan dipotretnya, dalam batas -batas warna atau nada -warna media yang digunakannya. Memilih-milih

Pemotret akan memilih -milih objek pemotretannya. Hal-hal apa sajakah yang akan dimasukkan ke dalam fotonya. Sejak si pemotret menempatkan objek pemotretannya di dalam jendela pengamat kameranya, maka saat itu dia sudah memilih-milih dan mengatur peletakan objek pemotretannya, yang dikenal dalam dunia fotografi sebagai komposisi. Komposisi inilah yang mengatur garis-garis vertikal maupun horisontal, bentukbentuk segitiga, kerucut serta bulatan-bulatan sehingga secara keseluruhan menghasilkan suatu penempatan yang serasi, yang enak dipandang. Sudah barang tentu, seorang pemotret yang sudah terbiasa dengan kameranya akan dapat memvisualisasikan objek pemotretannya itu. Garis-garis dan bentuk-bentuk dipilihnya dengan cermat, demikian pula nuansa warna, pencahayaan dan sebagainya. Maka semakin cermat seorang pemotret memvisualisasikan objek pemotretannya, semakin baiklah hasil pemotretannya itu nanti. Visi pemotret jadinya pada tahap ini berupa kepandaian atau keahliannya memandang sesuatu objek yang akan dipotretnya yang disesuaikan pula dengan lensa yang digunakannya. Visi pemotret juga menyangkut kepekaannya untuk memilih -milih keadaan sekelilingnya yang ada sangkutpautnya dengan objek utama yang dijadikan modelnya. Hubungan keadaan sekelilingnya, keadaan pencahayaan dan sudut pandang pemotretannya, ini semua menyangkut visi pemotret itu. Dalam memacu visi pemotret ini, maka seluruh naluri manus ia dikerahkan. Baik penciuman, perabaan bahkan pendengarannya dikerahkan untuk memantau peristiwa yang berlangsung di sekelilingnya. Pendengarannya? Yah, setiap bunyi atau pun suara yang didengarnya, apakah itu bunyi gelak tawa sekelompok orang di sudut ja lan, atau suara bayi yang menangis di rumah seberang sana, gesekan dedaunan sewaktu dia mencari objek pemotretan di hutan atau di pinggiran kota, selalu menarik perhatiannya. Memiliki Intuisi Meski tugas utama seorang pemotret adalah memotret objeknya, ada kalanya sangat sulit diperoleh jawaban dari si pemotret mengenai bagaimana, mengapa dan dari segi mana dia memotret objeknya itu. Baginya kalau objek-objek itu secara visual memang menarik, mengapa tidak dibuat fotonya? Jadi memiliki intuisi tentang makna atau betapa pentingnya sesuatu objek bagi seorang fotografer, merupakan salah satu hal yang penting untuk menggerakkannya membuat foto itu. Sebaliknya keadaan objek itu sendiri ditentukan pula oleh keadaan cahaya dan letaknya dalam menentukan komposisi. Situasi-situasi semacam inilah, bila si pemotret dapat menghimpunya, akan menghasilkan foto-foto yang bagus, indah dan berarti. Foto-foto semacam ini, pada situasi-situasi tertentu akan membangkitkan kenangan bagi para pengamatnya. Kalau hal terakhir ini, yaitu membangkitkan kenangan bagi para pengamatnya, maka dapatlah dikatakan bahwa si pemotret telah berhasil mencapai sasarannya, yaitu mengalihkan segi visualisasinya itu kepada orang lain.

Kita ketahui bahwa orang-orang suka mengidentifikasikan dirinya dengan hal-hal yang berhubungan dengan kebangsaan, ras, seks, agama, pekerjaan, atau apa yang dimiliki orang lain. Namun satu hal yang sifatnya universal adalah mengenai tanggapannya terhadap kebahagiaan, kepedihan serta gejolak-gejolak hati umat manusia . Artinya lebih banyak bercerita mengenai orangnya itu ketimbang asal turunan, warna kulit, usia ataupun bidang usahanya. Kebahagiaan ataupun kesuksesan, rasa puas ataupun harta kekayaan misalnya, merupakan "bahasa universal" yang menerobos jalur-jalur rintangan yang disebabkan kebahasaan, kebangsaan ataupun asal keturunan. Seseorang di masyarakat yang primitif maupun yang hidupnya terpencil, memiliki rasa bahagia yang secara kualitatif tidak kalah mutunya dengan sesamanya yang hidup di kota-kota metropolitan, yang penuh gemerlap dengan kejayaan kotanya. Peristiwa bom Kuningan di depan Kedubes Australia, Jakarta beberapa waktu lalu, tentu membuat sedih perasaan kita. Apalagi menyaksikan para korban yang tidak berdosa jatuh bergelimpangan dalam kondisi kritis dengan luka-luka di bagian kepala dan badan. Tanggapan emosi kita terhadap peristiwa itu semuanya didasarkan pada bahasa universal tadi. Sudah barang tentu kita juga menyadari bahwa kebahagiaan, kepuasan hati, gejolak hati seperti dimaksudkan di atas berbeda pada seseorang dengan yang lainnya. Namun sebagai seorang fotografer, maka faktor "keberuntungan" tidak kalah pentingnya dalam suatu usaha menangkap peristiwa di atas. Dalam dunia fotografi, rupa-rupanya faktor "keberuntungan" merupakan salah satu unsur yang penting. Mengapa ada foto yang menjadikan orang kagum terhadap si pemotretnya? Apakah karena fotografer itu menggunakan kamera yang mahal? Apakah karena perlengkapan minilab yang begitu canggih? Kalau kita berbicara mengenai fotografi, maka jawabannya sudah tentu adalah, hal yang menggerakkan kita untuk menghasilkan atau membuat foto tersebut. Tidak Diduga Banyak pemotret yang menghadapi situasi-situasi pemotretannya dengan secara tibatiba. Tidak diduga sebelumnya. Misalnya sang fotografer sedang keliling "berburu foto" di tengah kota, dari rumah sudah ada bayangan hal- hal apa yang akan dipotretnya nanti; arsitektur gedung-gedung tua, padatnya kendaraan bermotor, anakanak jalanan di perempatan lampu merah yang meminta-minta, dan sebagainya. Di tengah jalan dia mendengar suara ledakan pada sebuah gedung pencakar langit. Apakah fotografer ini berhenti untuk mengabadikannya? Bukankah dia akan memperoleh gambar yang eksklusif? Jangan-jangan si fotografer itu akan menghabiskan seluruh waktunya di sini untuk mengabadikan adegan-adegan yang di luar rencananya atau yang ditemukan secara kebetulan itu. Setiap fotografer, akan memiliki kesempatan semacam itu di mana pun dia berada. Setiap saat dia dihadapkan pada situasi atau keadaan semacam itu, maka keputusan

untuk merekam saat-saat yang tak akan berulang dan tergelar di hadapannya itu, seluruhnya bergantung pada dirinya. Pada saat dia mengambil keputusan untuk merekamnya, saat dia menjepretkan kameranya, maka rekaman suatu segi dari kehidupan umat manusia itu menjadi "miliknya". Sudah barang tentu tidak setiap pengambilannya itu merupkan karya yang besar atau cemerlang. Setelah fotografer kembali ke rumahnya, memilih-milih dari sederetan file/negatif yang terekam barangkali dia akan menemukan beberapa bidikan yang bagus bahkan spektakuler. Namun tidak jarang dia memperoleh hasil nihil, atau fotofoto hasil jepretannya tidak bagus. Sebagai seorang fotografer yang ulet, tentunya dia tidak akan menyerah begitu saja. Baginya berlaku prinsip: "Kali ini gagal, lain kali, suatu saat pada masa kemudian akan berhasil.*

Jangan Mainmain dengan Kamera Foto: Roland M Sutrisno OBJEK WISATA - Gereja Mission di Santa Barbara, Kalifornia, Amerika Serikat. Seorang pemotret aman memotret gambar- gambar di sini karena memang tempatnya, yaitu suatu objek wisata. emajuan zaman semakin cepat, cara berpikir pun mengikutinya. Peralatan memang semakin canggih, namun banyak di antara kita yang mempunyai hobi fotografi belum siap dengan kemajuan zaman tersebut. Aturan beruba h terkadang tanpa kita sadari sebelumnya. Banyak pula aturan tidak tertulis yang seperti menyesatkan bagi para pendatang baru. Tindak-tanduk kita dengan kamera canggih pun menjadi semakin asyik karena kamera semakin mudah, kecil, dan murah. Berikut ini merupakan sebuah pengalaman berharga di negara Amerika yang sangat menjunjung tinggi hak asasi manusia (HAM). Suatu saat ketika berkunjung ke Amerika, terasa sangat banyak subjek dan objek foto yang menarik. Apalagi ketika berkunjung ke tempat- tempat wisata, begitu asyik kita mengamati sasaran pemotretan itu sehingga lupa dengan target foto yang akan kita peroleh. Di Indonesia, jika kita hendak mengambil gambar atau objek foto saat ada live show band atau event olahraga, paling kita hanya diminta memperlihatkan kartu identitas. Itu pun masih banyak orang yang mencuri-curi gambar dengan menggunakan kamera saku. Petugas pun sepertinya acuh tak acuh dengan keadaan dan tindakan para paparazzi amatiran itu.

Berbeda dengan perilaku budaya di Amerika. Jika kita secara sembarangan mengambil foto atau gambar seseorang, bila orang tersebut tidak suka, mereka akan berkata jangan ambil gambar saya. Maaf saya tidak suka itu! Biasanya kalau hal seperti ini terjadi di negara kita, pemotret tetap saja nekat mengambil gambar orang tersebut. Paling jauh orang tersebut hanya menghindar dari bidikan kamera. Di Amerika jangan harap kita dapat bebas memotret jika orang yang akan dipotret tetap tidak bersedia diambil gambarnya. Bila kita tetap nekat, akibatnya bisa fatal. Dia mungkin akan meminta film dikeluarkan dari kamera di hadapannya. Atau si pemotret akan berurusan dengan polisi karena dia (orang yang dipotret) mendapat perlakuan tidak menyenangkan. Hukum di Amerika jelas, yaitu jika ada seseorang memaksa orang lain maka yang melakukannya akan mendapat hukuman atau denda. Urusan bisa menjadi panjang dan bertele -tele. Selain itu uang akan banyak keluar untuk pengacara dan membayar denda. Begitulah di Amerika, kita harus bermain di dalam koridor hukum yang jelas. Masih untung jika kamera kita tidak dirusak. Bayangkan kalau kamera digital versi lama yang hanya menyimpan data di dalam kamera, atau kamera digital versi terbaru yang menyimpan data pada memory card dalam jumlah besar, pasti pusing tujuh keliling jika memory card -nya disita atau dirusak. Berapa banyak kerugian yang harus ditanggung? Foto: Roland M Sutrisno PEMAIN HARPA - Perlu izin jika hendak mengambil gambar pemain harpa ini. Dia memang hanya bermain di pojokan eskalator sebuah mal di Northpoint, Atlanta, Georgia, melantunkan lagu klasik dan pop, namun kita tidak bisa semaunya memotretnya. Tidak Senang Ada beberapa sebab seseorang tidak mau difoto, antara lain foto atau gambar tersebut dapat disalahgunakan, untuk pemalsuan dokumen, untuk pemalsuan wajah, untuk pelacakan wajah kriminal, dan lain lain. Alasan lain, khawatir digunakan untuk keperluan iseng dimasukkan ke internet. Wajahnya tetap tetapi setelah di-mounting dengan menggunakan software tertentu badannya diganti dengan badan orang lain. Bisa dibayangkan jika orang tersebut wanita tanpa busana, apa yang bakal terjadi pada si wanita pemilik wajah tersebut? Lain lagi jika orang yang dicuri gambarnya mempunyai kesalahan dalam keimigrasian, apakah tidak akan semakin repot dia nantinya jika akan kembali ke negaranya. Wajahnya akan terekam di kamera dan tentu akan mendapat denda yang tidak sedikit. Belum lagi kalau wajah seseorang itu mirip dengan penjahat yang

sedang dicari-cari, mungkin saja akan terjadi tindakan salah tangkap. Jika berurusan dengan polisi tentunya akan sulit dan tidak akan cepat selesai. Paling tidak dia akan bolak-balik ditanyai polisi. Itulah bedanya jika berada di negara yang sudah menjunjung tinggi HAM. Jangan coba-coba iseng dengan kamera Anda. Bidiklah objek yang aman, jangan terlalu banyak menggunakan lampu kilat karena akan menarik perhatian banyak orang. Jangan memotret di area militer dan di dalam gedung pemerintahan. Sekali saja kita melanggar, urusan dengan polisi akan menanti kita. Jadi jangan sembarangan menggunakan kamera. Untuk itu, jika hendak membuat foto, paling aman memotret di area wisata seperti mall, shopping center, kebun binatang, recreation center dan park. Jadi jangan sekalisekali membidikkan kamera Anda kepada orang yang tidak setuju terhadap pengambilan gambar kamera Anda. Roland M Sutrisno

Membiasakan Memegang Kamera yang Benar Foto-foto: Rony Simanjuntak CARA MEMOTRET - Gambar mulai dari kiri memperlihatkan bagaimana cara-cara memegang kamera untuk memotret dengan berbagai variasinya dan juga bagaimana saat memegang kamera yang digunakan berlensa panjang (tele). aman boleh berubah, demikian pula dengan teknologi kamera. Dulu kamera analog, sekarang kamera digital, semua itu mudah berubah. Cuma satu hal yang sulit berubah dalam fotografi, yaitu soal kebiasaan, yakni kebiasaan dalam memegang kamera. Entah kenapa si pemotret melakukan "pelanggaran" dalam memegang kamera. Mungkin lantaran dianggap hal yang sepele sehingga sering luput dari perhatian. Ironisnya, kesalahan itu bukan hanya dianut oleh mereka yang ba ru kenal fotografi, melainkan juga para fotografer profesional sekalipun. Jangan pernah ada lagi di benak Anda bahwa cara memegang kamera itu memang masalah kebiasaan jika ingin memperoleh hasil foto yang baik. Bukan apa-apa, kesalahan dalam memegang kamera akan menimbulkan banyak sekali kerugian. Kerugian-kerugian itu antara lain adalah tidak lincah dalam memfokus atau bergoyangnya kamera saat menjepretkan rana. Pada fotografer jurnalis alias wartawan

foto, ketidaklincahan dalam memotret akan merupakan kerugian besar sebab banyak kejadian yang hanya berlangsung sekejap. Dengan Telunjuk Pada prinsipnya, kamera dirancang untuk dijepretkan dengan telunjuk tangan kanan, bukan dengan jari atau bahkan dengan tangan kiri. Maka untuk pemotret yang kidal, ha l ini sedikit banyak mungkin tidak nyaman, namun harus dilawan dengan kebiasaan. Coba rasakan untuk menjepretkan rana dengan ibu jari tangan kanan atau juga dengan jari lain di tangan yang sama. Keleluasaan dalam menekan tombol pelepas rana pasti lebih rendah daripada menekan dengan jari telunjuk. Setelah kita menyadari keutamaan tangan kanan pada proses pemotretan, hal ini yang harus kita sadari adalah pemanfaatan tangan kiri. Dengan konsentrasi tangan kanan pada penentuan saat untuk menjepretkan tombol pelepas rana, tangan kiri mempunyai tugas untuk menahan berat kamera saat memfokus. Pada pemakaian kamera yang berfasilitas autofokus, tangan kiri akhirnya semata dipakai untuk menambah kestabilan dalam memegang kamera. Kalau pada kamera sedang terpasang lensa yang panjang, peran tangan kiri dalam menyangga berat kamera memang tidak bisa dihindari. Untuk kamera saku yang ringan dan berfasilitas autofokus, pemotretan bisa dilakukan dengan satu tangan saja. Dan kamera saku yang beredar memang umumnya diranc ang

untuk bisa dioperasikan dengan satu tangan. Mata Pertanyaan yang sering diajukan pemula adalah perlukah menutup satu mata saat memotret. Untuk menjawab pertanyaan ini, masalah kebiasaan kembali menjadi jawabannya. Namun kalau belum terlambat, biasakan membidik sambil membuka kedua mata.

Fotografer profesional hampir semua membuka kedua matanya saat membidik dan memfokus. Satu matanya melihat dari jendela bidik sementara mata lain menyaksikan adegan di luar kamera untuk berjaga agar jangan sampai kehilangan beberapa adegan lain yang saat itu tidak terbidik. Pada pemotretan yang tidak membutuhkan kewaspadaan ekstra seperti memotret peragaan busana, konsentrasi mata pada satu titik memang penting. Namun hal ini pun tidak usah dikaitkan dengan memicingkan salah satu mata. Memicingkan satu mata jelas menuntut konsentrasi ekstra dan ini sering membuat kita terlambat dalam memotret cepat. Kalau kita membidik dengan mata kiri, maka mata kanan mau tidak mau tertutup secara otomatis oleh badan kamera atau oleh tangan kanan. Kebiasaan lain yang juga kurang diperhatikan oleh pemotret adalah terburu-buru saat memijit tombol rana. Jika si pemotret menggunakan kamera saku AF (autofokus), hasilnya gambar tampak buram (tidak fokus). Kamera belum sempat menyesuaikan diri, jepretan terlanjur terjadi. Sebaiknya kalau memotret dengan kamera saku AF, tekan dulu tombol sedikit sekitar dua detik, kemudian ditekan sampai bunyi "ceklek" terjadi. Kesalahan lain dengan pemakaian kamera ini adalah saat memotret objek yang terpencar, misalnya memotret dua orang di depan kita. Kamera menyesuaikan penyetelan jarak penajaman berdasarkan pantulan yang datang dari benda tepat di depannya. Jadi bila dua orang di depan kamera, dan kebetulan titik tengah bidikan jatuh pada celah antara kedua orang itu, mau tidak mau kamera akan menyesuaikan penajaman pada benda yang ada di antara dua orang itu. Mungkin gunung nun di jauh sana atau mungkin pula pohon di jarak beberapa puluh meter. Hasilnya, foto orangnya buram, sementara gunung atau pohon di kejauhan tampak tajam. Untuk mengatasi hal ini, sebaiknya saat menekan tombol penyesuaian fokus (belum menjepret), titik tengah bidang bidik yang tampak di mata di arahkan pada salah satu dari dua orang yang akan dipotret. Lalu dengan hati- hati geserlah kamera sampai mendapatkan komposisi yang diinginkan, barulah jepretkan kamera. Satu hal yang perlu diingat, apa yang tampak di mata dari lubang bidik selalu tajam sementara di film belum tentu. Mata manusia melihat dengan tajam di lubang bidik karena punya fasilitas tersendiri untuk itu, sementara kamera butuh penyetelan yang memakan waktu walau cuma sejenak. Maka disarankan, hentikan kebiasaan lama Anda, ganti dengan yang baru! Rony Simanjuntak

Lensa pada Kamera Digital Oleh Atok Sugiarto

Foto-Foto: Atok Sugiarto STANDAR - Pemotretan yang dilakukan dengan lensa standar hanya akan menghasilkan foto yang datar. eperti telah kita ketahui, lensa adalah salah satu komponen terpenting dalam fotografi. Demikian pentingnya lensa hingga sering pula orang menyebutnya sebagai mata bagi kamera. Mata yang mampu melihat dari jarak yang teramat dekat hingga jarak yang jauh sekali. Hal seperti itu terjadi jika pemotret melakukan pergantian lensa sesuai keinginannya. Namun, soal lensa ini sering terasa tidak terlalu menjadi perhatian bagi pemakai kamera digital sekalipun perkembangan kemajuannya sudah sedemikian jauh. Perhatian pada lensa tidak begitu diperhatikan terutama dari segi jangkauan panjang fokal maupun materi pembuat lensanya. Pengguna kamera digital lebih sering mengedepankan atau mementingkan hal pembesaran gambar atau pendekatan subjek tidak dengan menggunakan pergantian lensanya melainkan dengan digital zoomnya. Seberapa jauh pengaruh yang didapatkan pada sebuah hasil pemotretan yang menggunakan lensa tunggal (yang melekat pada kamera digital), atau yang menggunakan lensa yang dapat ditukar-tukar? Hal ini akan membuktikan betapa pentingnya sebuah lensa bagi kamera termasuk pada kamera digital. Berikut di bawah ini akan diuraikan beberapa jenis le nsa yang sangat mempengaruhi hasil foto yang pembagiannya berdasarkan pada sudut pendangnya. Sudut Lebar Lensa sudut lebar (wide angle ) adalah lensa yang memiliki sudut pandang lebih dari 46 derajat. Karena itu umumnya digunakan untuk memotret interior, panorama atau sekelompok manusia yang membutuhkan cakupan gambar besar. Dengan karakteristik tersebut maka lensa sudut lebar memiliki ruang tajam yang lebih besar, distorsi, dan penguatan kesan kedalaman perspektif. Berdasarkan pada standar fotografi 35 mm, maka panjang dokal lensa yang -dapat digolongkan sebagai lensa sudut lebar adalah lensa di bawah 50 mm. Dengan demikian lensa 35 mm, 24 mm, 20 mm atau 16 mm merupakan lensa-lensa sudut lebar. Lensa sudut lebar yang sudut pandangnya terlebar adalah lensa 12 mm yaitu sekitar 122 derajat. Namun demikian, umumnya hanya lensa sudut lebar kisaran 20 mm hingga 35 mm yang digunakan oleh pemotret karena lensa tersebut cukup luas cakupannya. Bagi yang senang dengan tampilan gambar yang lebih ekstrem dan mengingin kan cakupan yang lebih luas lagi, dapat dilakukan dengan lensa sudut lebar 16 mm atau 12 mm.

Cakupan yang teramat lebar hampir menyerupai sudut pandang ikan atau fish eye tersebut, tidak akan didapat jika pemotret hanya mengandalkan lensa biasa yang melekat pada kamera digital. Lensa Normal Disebut sebagai lensa normal atau lensa standar karena memiliki sudut pandang 46 derajat yang lebih kurang sama dengan sudut pandang mata manusia. Meskipun lensa merupakan mata kamera tetapi lensa normal agak jarang digunakan untuk keperluan pemotretan. Hal ini lebih disebabkan karena munculnya anggapan bahwa lensa normal tidak mampu memberikan efek fotografis seperti bila pemotret menggunakan lensa tele panjang atau lensa sudut lebar yang menghasilkan foto-foto yang ekstrem. Namun, pada beberapa kasus, lensa normal juga dapat dimaksimalkan penggunaannya khususnya oleh pemotret yang karena suatu keinginan harus menggunakan kekuatan diafragma besar. Lensa normal memang umumnya memiliki bukaan hingga f:1,4, juga bagi pemotretan objek-objek yang cukup lebar. KABUR - Hasil foto dengan latar belakang kabur (blur) hanya dapat dibuat dengan kamera yang menggunakan lensa tele panjang dan bukaan diafragma besar. Lensa Tele Lensa tele memiliki sudut pandang yang lebih sempit dari lensa normal dan memiliki panjang fokal yang lebih dari 50 mm. Lensa tele memiliki konsekuensi ruang tajam yang sempit serta perspektif yang dangkal. Karena itu dengan karakteristik seperti itu umumnya lensa tele digunakan untuk pemotretan manusia, olahraga, satwa dan juga pemotretan jarak dekat (untuk memperbesar gambar. Ruang tajamnya yang sangat sempit sering dimanfaatkan oleh pemotret untuk mengisolasi subjek pemotretan dengan latar belakangnya. Dalam hal ini untuk menciptakan foto-foto yang menonjolkan subjek utama dan mengaburkan latar belakangnya. Lensa tele terpanjang yang pernah ada adalah lensa 2000 mm dengan f:11. Karena panjangnya, tentu saja juga berat, maka dalam penggunaannya sangat dianjurkan untuk memakai bantuan penyangga kamera atau tripod untuk menghidarkannya dari hasil gambar yang goyang.

Dengan menggunakan lensa panjang 2000 mm maka ekspresi seorang kiper sepakbola di depan gawang dapat tertangkap dengan jelas. Kiper tersebut akan tampak secara big close-up dari seberang gawang yang lain. Bahkan untuk kulit atau pori-porinya sangat mungkin dapat terlihat bila saat memotret mendapatkan pencahayaan yang memadai. Kemampuan mendekatkan subjek seperti itu memang tak hanya dapat dilakukan dengan menggunakan lensa tele yang panjang saja, tetapi juga dapat dilakukan dengan kamera digital tanpa memakai lensa tele panjang sampai 2000 mm. Yaitu dengan cara memanfa-atkan optical zoom-nya. Akan tetapi hasilnya adalah gambar atau mutu output yang tak sebaik jika menggunakan lensa secara langsung. Karena itu menjadi penting artinya penggunaan lensa yang dapat mendekatkan subjek secara langsung daripada dengan cara memperbesarnya menggunakan optical zoom. Membesarkan subjek dengan menggunakan optical zoom menjadikan gambar terlihat pecah-pecah dan sangat kasar akibat pembesaran. Demikianlah beberapa variabel lensa berdasarkan sudut pandang dan peruntukannya, sekalipun masih banyak lagi jenis lensa jika digolongkan atas panjang fokalnya. Juga ada lensa dengan peruntukan yang lebih spesifik lagi seperti lensa makro, lensa fish eye dan lensa mirror. Tapi setidaknya pembatasan pembahasan atas lensa bagi kamera digital akan menghasilkan kesimpulan bahwa kualitas sebuah lensa sangat bergantung pada material untuk membuatnya. Karena itu, siapa pun pemotret tak akan dapat berharap hasil yang baik dengan lensa yang material optiknya terbuat dari plastik. Sedang secanggih apa pun lensa yang material optiknya terbuat dari plastik tak akan mampu meneruskan spektrum warna sebaik lensa yang material optiknya terbuat dari kaca mineral. Jadi apa pun jenis dan kelas kamera digital yang digunakan, pastikan lensa yang merupakan mata bagi kamera itu cukup mampu membuat foto yang baik. Terlebih jika kamera digital Anda tergolong dalam jenis ultra compact atau compact yang lensanya tidak dapat ditukar-tukar, maka ketelitian atas aspek kualitas optiknya menjadi sangat penting untuk diperhatikan. Agar tidak membuat kesalahan dalam memilih lensa pada kamera maka rajinlah berdiskusi pada mereka yang lebih berpengalaman dan yang pernah menggunakan berbagai lensa. Lensa jelas memiliki peran amat penting dalam usaha mendapatkan gambar yang baik. Kualitas yang dimiliki sebuah lensa merupakan jaminan bagi penggunanya. Lensa memang tak hanya sebatas mata bagi kamera melainkan juga merupakan faktor penentuan bagi keberhasilan sebuah pemotretan.*

Membuat Maksimal Gambar Digital Oleh Atok Sugiarto

Foto-Foto: Atok Sugiarto TEPAT - Setting yang tepat berkaitan resolusi, kompresi warna, ISO dan WB-nya mendukung lahirnya hasil foto yang maksimal. enggunakan kamera digital dengan harga yang mahal memang tak selalu menjadi jaminan bisa menghasilkan foto/gambar yang baik. Baik dalam arti hasil "tangkapan" momennya maupun dalam arti sebenarnya, yaitu hasil mutu cetakannya. Sekalipun kamera itu mahal karena canggihnya fasilitas yang dimiliki, tanpa orang di belakangnya yang menguasai kesempurnaan fasilitas tadi, maka hasil maksimal pemotretannya hanya akan menjadi omong kosong belaka. Karena itu, untuk mendapatkan sebuah hasil pemotretan kamera digital dengan kualitas gambar yang baik, seorang pemotret selayaknya menguasai terlebih dulu fasilitas maupun menu di dalam kamera yang digunakannya termasuk sarana outputnya. Sehingga gambar yang direkam sesuai dengan harapan. Berikut beberapa hal penting yang harus diketahui dan dikuasai oleh seorang pemotret yang menggunakan kamera digital sehingga akan mampu menghasilkan cetakan foto/gambar yang baik. Resolusi (pixel) Resolusi yang dinyatakan dalam satuan pixel (picture element) merupakan kumpulan sejumlah titik yang dalam jumlah tertentu akan membentuk formasi atau susunan sebuah gambar berdasarkan atas cahaya yang jatuh pada bidang di mana kumpulan titik-titik tersebut berada. Resolusi ( input dan output) dinyatakan dengan dpi (dot per inch) atau ppi (pixel per inch) sangat terkait erat dengan pembesaran sebuah foto. Meskipun demikian bukan hanya pixel saja yang menentukan seberapa besar Anda dapat menghasilkan sebuah foto besar yang berkualitas. Dengan resolusi output sebesar 72 dpi menghasilkan pembesaran hingga 70 x 105 cm, bila diubah ke 150 dpi maka akan menghasilkan foto untuk pembesaran 33 x 50 cm. Dan, pada 300 dpi akan menjadi 16 x 25 cm. Dapat disimpulkan bahwa potensi pembesaran sebenarnya lebih banyak bergantung bukan hanya pada resolusi input saja tetapi juga bergantung pada bagaimana mengalokasikan rsolusi input itu sendiri pada suatu bidang cetak. Kekurangan resolusi input akan mengakibatkan munculnya gerigi digital (jaggies). Sedangkan kekurangan resolusi output akan me nghasilkan gambar atau foto tampak kasar karena semakin jauhnya jarak antar-pixel sehingga pixel tampak membesar.

Karena itu pula penting sekali mengetahui kemampuan menentukan nilai yang ideal antara resolusi input dengan resolusi output, agar kemampuan penggunaan kamera digital meskipun tidak selalu yang mahal dapat menjadi maksimal. "Format File" (Kompresi Warna) Format file merupakan sebuah metode yang telah distandardisasi oleh semua vendor kamera digital, di mana pemotret dapat memilih kompresi war na sesuai dengan kebutuhan. Seandainya pemotret berkeinginan hanya untuk mementingkan kualitas penyimpanan hasil pemotretan di kartu memori maka ia dapat memilih format file dengan kompresi seminimal mungkin bahkan jika perlu memilih tanpa kompresi. RENDAH - Resolusi rendah menghasilkan foto yang terlihat kasar berbutir-butir karena pemekaran titik -titik gambar. Kompresi warna berbeda dengan resolusi (image size). Jika resolusi akan mempengaruhi bagian tepi subjek maka format file akan mempengaruhi warna. Semakin tinggi kompresi sebuah format file maka akan semakin sedikit nilai warna yang terkandung di dalam subjek. Karena itu maka sering bisa kita saksikan subjek yang terlihat pecah warnanya jika diperbesar dan tampak kosong tangga nada warnanya teruta ma di bagian gelap/abu-abu. Sebaliknya jika nilai warna tidak mengalami kompresi maka kualitas dan potensi pembesaran foto akan mengikuti kemampuan resolusi kamera tersebut. Format file yang mengalami kompresi biasanya dinyatakan dengan label JPEG (joint photograph expert group ), di mana file ini memberi solusi bagi pemotret akan file yang kecil tetapi tetap berkualitas. Sedangkan kamera digital yang umumnya tanpa kompresi ada pada format TIFF atau RAW. TIFF yaitu standar warna tanpa kompresi sedangkan RAW lebih mempunyai arti mentah merupakan file non-kompresi yang diperoleh langsung dari CCD kamera tanpa informasi tambahan dalam bentuk apa pun karena itu file -nya sama dengan TIFF. ISO (Tingkat Kepekaan) Hal yang pertama kali harus dikuasai dari kamera digital adalah kemampuan white balance (penyeimbang putih) atau disingkat WB-nya dalam menyeimbangkan kecenderungan warna tertentu pada hasil foto.

Fasilitas WB ini seringkali didefinisikan sebagai suatu kemampuan sebuah kamera digital untuk menetralisir kecenderungan spektrum warna tertentu menuju suhu warna yang netral sesuai dengan kaidah fotografi yaitu 5500 Kelvin. Warna-warna yang terlihat sesungguhnya selalu memiliki suhu warna yang dinyatakan dalam spektrum Kelvin. Misalnya pada matahari terbit dan matahari tenggelam (kemerahan) adalah 3500 Kelvin. Siang hari atau pemotretan yang dilakukan dengan menggunakan lampu kilat (warna putih) adalah 5500 Kelvin dan langit biru adalah 9000 Kelvin. Karena itu dapat disimpulkan bahwa fungsi WB pada kamera dig ital adalah menggantikan kecenderungan warna tertentu dengan suhu warna yang netral agar warna hasil pemotretan tampak wajar dan seimbang. Kemampuan kamera digital mendeteksi kecenderungan warna yang terdapat pada subjek, untuk kemudian mengoreksinya dengan filtrasi warna yang benar itulah yang akan menjadi penilaian kualitas elektronik sebuah kamera digital. Karenanya bila kamera digital yang digunakan masih menghasilkan gambar-gambar dengan kecenderungan warna tertentu walaupun terpasang pada Auto WB, maka sudah sepatutnya diperiksa lagi kemampuan WB-nya. Kesalahan-kesalahan koreksi warna pada kamera memang dapat diperbaiki dengan mengunakan komputer tetapi bagi pemotret profesional tentunya kesalahan-kesalahan tersebut akan dihindari. Adanya kesalahan-kesalahan akan membuat si pemotret bertambah sibuk karena perlu waktu untuk Mengoreksi hasil pemotretan atau mengoreksi kesalahan yang dilakukan oleh kamera yang digunakannya. Karena itu sudah selayaknya kamera digital yang dijual dengan harga mahal dan memiliki kecanggihan untuk menghasilkan gambar yang maksimal akan menjadi lebih andal jika digunakan dengan maksimal. Bagi penggunanya sendiri (pemotret) setidaknya dapat berharap menghasilkan foto/gambar yang maksimal karena memang mampu memaksimalkan menu yang tersedia di kameranya. Hasil pemotretan memang ditentukan oleh siapa manusia (pemotret) yang berada di balik kamera itu.*

Potret Dengan Digital PASFOTO - Salah satu bentuk atau pose pasfoto langsung jadi yang dibuat dengan menggunakan kamera digital memanfaatkan cahaya ruang seadanya. ebutuhan akan foto terasa tak akan ada habisnya dari waktu ke waktu. Kebutuhan itu bahkan tak mungkin lagi dihindari karena hampir semua kegiatan atau keperluan dalam hidup ini tak pernah lepas dari suatu persyaratan yang mengharuskan seseorang memiliki foto diri. Apakah itu foto diri sebagai identitas (pasfoto tiga

perempat badan) atau foto diri yang menampakkan seluruh tubuh dengan sedikit gaya. Karena hal itulah maka kita tak dapat menutup mata dengan perkembangan yang demikian cepat dalam fotografi dan perannya untuk memenuhi kebutuhan itu. Tentu saja dengan memanfaatkan jasa teknologi digital di dalamnya yang memang telah lebih mampu menjawab tuntutan kebutuhan. Sekalipun fotografi, foto potret atau pasfoto khususnya sering dianggap sebagai suatu pekerjaan yang remeh dan kecil, serta dikesampingkan (karena hanya sebatas menampilkan potret diri seseorang setengah atau tiga perempat badan yang terasa menjemukan), namun dalam perhitungan bisnis tidaklah demikian. Foto diri atau pasfoto sangat diperhitungkan karena selain dianggap mudah serta efisien dalam perhitungan materinya juga dianggap lebih menguntungkan dalam perhitungan bisnis. Bukankah dalam kehidupan sehari-hari kita hampir selalu membutuhkan potret atau foto diri yang hampir tak ada habisnya. Misalnya untuk melamar pekerjaan, keperluan sekolah, ijazah, KTP, kartu karyawan, SIM hingga keperluan pembuatan kartu kredit. Di luar itu foro diperlukan pula untuk memenuhi syarat-syarat tertentu, misalnya untuk ke perluan lomba gadis sampul, loba AbangNone Jakarta atau sejenisnya, juga untuk keperluan casting film, sinetron, mungkin juga untuk suatu acara televisi. Bedanya, untuk persyaratan-persyaratan lain di luar pasfoto tidak terlalu kaku dalam menampilkan foto diri seperti halnya pada pasfoto KTP. Kalau pun diperlukan foto diri setengah badan tetapi bukan foto diri yang tampak diam, kaku, menatap lurus ke arah kamera. Melainkan bisa foto diri yang sedikit tersenyum atau bahkan berpose macam-macam sesuai ketentuan yang dipersyaratkan. Persyaratan-persyaratan itu sendiri pada masa kini juga sudah tidak lagi sekadar foto diri ukuran 2 x 3, 3 x 4, 4 x 6 cm atau ukuran lainnya yang dibuat dengan film instan. Melainkan foto diri yang sedikit lebih bebas dalam gaya a tau pose, tidak frontal menghadap ke depan dan bisa dibuat dengan kamera digital. Pembuatan foto potret, pasfoto atau foto diri dengan kamera digital memang cukup menghemat biaya. Kelebihan Memang sayang bila foto diri masih terpola pada sistem lama yang tetap menampilkan orang dalam format setengah badan menghadap kamera secara frontal dan dibuat dengan film instan (Polaroid). Beberapa kelemahan pembuatan foto diri dengan film instan adalah: Kualitasnya kurang dibandingkan dengan pemotretan menggunakan film atau cetakan biasa. Keawetannya pun kalah dibandingkan dengan cetakan film biasa. Tidak aman jika terjadi kesalahan, baik teknis misalnya kurang cahaya (underexposed) atau kelebihan cahaya (overexposed ), kesalahan memfokus maupun kesalahan karena mata subjeknya terpejam.

Perkembangan fotografi digital telah memberikan solusi amat mudah dan menjawab semua kekurangan yang dilakukan kamera konvensional. Dengan memakai kamera digital pemotret akan menuai beberapa keuntungan seperti: Kualitas hasil yang lebih baik jika dibandingkan dengan pemotretan menggunakan film instan. Lebih awet (tahan lama) karena dapat disimpan dalam disket atau CD. Menggunakan jenis kertas yang tahan terhadap sinar sehingga tak diperlukan kamar gelap untuk mencetaknya. Dijam in aman saat melakukan pemotretan, sebab bila terjadi kesalahan teknis atau hasilnya kurang memuaskan maka foto dapat dihapus kemudian langsung menjepret ulang. Untuk menghasilkan cetakan berwarna atau hitam-putih cukup mengganti dan menekan tombol yang tersedia. Dapat dicetak dalam berbagai bentuk media, misalkan untuk stiker. Berbagai ukuran yang dikehendaki dapat diatur dengan mudah, misalnya 2 x 3, 3 x 4, 4 x 6 cm, dan seterusnya. Bisa distempel dan mudah dalam pengoperasian. Namun demikian, sekalipun kita tahu berbagai kelebihan dan keunggulan serta kemudahan sistem digital, selayaknya pemotret tak perlu mende-dewakan sistem ini. Baik atau buruknya foto tetap tergantung pada kemampuan si pemotret. Kamera Untuk membuat potret atau pasfoto, pemotret dapat menggunakan jenis kamera kompak digital yang berkemampuan jepret, hapus dan tanpa risiko biaya. Namun sekalipun dianggap praktis dan mampu menjawab semua kebutuhan pemotretan, masih perlu diperhatikan berbagai faktor yang memungkinkan timbulnya kesalahan dalam pemotretan, antara lain: Harus diketahui unsur kepekaannya, setara dengan apa yang dinamakan ISO pada film konvensional. Berapa bukaan diafragmanya saat melakukan pemotretan dengan menggunakan lampu-kilat. Setting kualitas gambar sesuai tujuan yang hendak dicapai. Bagaimana mengatur white balance (setting filter yang sesuai dengan panas warna sumber cahaya).

Penggunaan fasilitas zoom jika ada. Sebagian kamera kompak digital ada yang tidak dilengkapi dengan terminal sinkro dan hot shoe untuk dihubungkan dengan lampu kilat tambahan. Karena itu perlu trik khusus yaitu penggunaan filter warna yang biasanya digunakan untuk lampu kilat. Foto;Foto , Atok Sugiarto BERGAYA - Foto diri tiga perempat badan dengan subjek yang bergaya seperti ini, kini umum digunakan untuk melengkapi persyaratan suatu kegiatan. Cahaya Baik memotret dengan kamera konvensional, Polaroid maupun digital, soal cahaya atau lighting tetap memegang peranan kunci. Dengan cahaya yang baik pemotret tidak perlu lagi melakukan berbagai koreksi yang memakan waktu dan sangat merepotkan. Persiapan dan perhitungan untuk membuat potret yang baik dan efisien dapat dilakukan sebagai berikut: Gunakan lampu kilat dengan payung atau soft-box, cukup dengan satu cahaya saja ditambah reflektor. Dekatkan payung atau soft-box sedekat mungkin untuk menghasilkan cahaya yang merata dan tetap halus. Letakkan pula reflektor sedekat mungkin secara tepat agar pemantulan cahaya dapat terjadi dengan sempurna. Letakkan model atau objek dengan mengambil jarak kurang lebih 30 cm dari background. Bila lampu-kilat yang digunakan sudah diatur paling kecil tetapi intensitasnya masih terasa lebih besar dari bukaan diafragma, tambahkan filter ND yaitu penyaring lembar plastik tahan panas yang diletakkan di depan lampu-kilat, berwarna abu-abu tetapi tidak menimbulkan efek warna pada objek yang dipotret. Filter ini dapat mengurangi intensitas cahaya hingga 1 sampai 2 stop tergantung tebal tipisnya film agar intensitas cahaya sesuai dengan bukaan diafragma pada kamera. Potret atau foto diri umumnya memang dibuat dengan menggunakan setting pencahayaan yang baik dan berimbang, misalnya dengan menggunakan lampu minimal dua buah. Akan tetapi dengan menggunakan kamera digital,untuk membuat potret atau foto diri yang baik seorang pemotret cukup menggunakan sebuah lampu, mungkin juga tanpa lampu bila suasana ruangan cukup terang.

Kamera digital mampu melihat dengan baik secara otomatis (menyesuaikan dengan cahaya suatu ruangan) dan menghasilkan foto yang baik serta normal dari sisi pencahayaan. Hal seperti itu membuat pemotret tak perlu repot-repot mengurus pencahayaan saat membuat pasfoto. Itulah keuntungan menggunakan kamera digital dalam membuat foto diri atau potret. Sederhana, efisien tapi tetap indah. Atok Sugiarto

Bisnis Studio Foto Istimewa SUASANA STUDIO Beginilah suasana memotret dalam sebuah studio foto. Kamera yang digunakan memotret di sini adalah kamera 35 mm yang sangat fleksibel untuk dipakai oleh si pemotret. ntusias masyarakat terhadap bisnis studio foto masih tergolong sangat rendah bila dibandingkan usaha lain seperti warung telekomunikasi atau depo isi ulang air minum. Padahal menurut salah satu pengelola foto studio, Ir. Hendra Kusuma bisnis fotografi itu tidak mengenal resesi. Umat manusia di muka bumi ini pada hakikatnya butuh dipotret, bahkan sampai ajal menjemputnya. Apalagi tegas Hendra, untuk mendirikan studio foto, modal yang dibutuhkan relatif tidak besar. Semisal untuk pemula, modalnya kurang lebih Rp. 30 juta. Itu sudah meliputi pengadaan kelengkapan seperti kamera SLR (Rp. 10 juta), lampu studio (Rp 10 juta), 1 unit pc komputer (Rp 5 juta), plus aksesoris/background (Rp 5 juta). Bahkan saat ini, Hendra dan mitra kerjanya menawarkan solusi pembuatan studio foto kepada masyarakat yang tertarik menekuni bisnis ini, yakni dengan menawarkan paket murah pembuatan studio foto. Lebih jauh dijelaskan, pengenalan terhadap alat-alat. Itu semua adalah keharusan. Setidaknya pengenalan secara praktis perlu dikuasai. Terlebih dengan kamera, pasalnya setiap jenis kamera mempunyai karakteristiknya sendiri-sendiri. Pada studio foto, kamera ibarat senjata pamungkas. Karena itu penting untuk mengenalnya, setidaknya pengenalan secara praktis perlu dikuasai sebab masingmasing kamera juga punya kelebihan dan kekurangannya.

Mungkin ada pertanyaan yang menggelayut tentang apa dan bagaimana jenis kamera yang akan digunakan nantinya sebelum memulai bisnis studio foto. Ada 3 jenis kamera yang dipakai dalam studio komersial, yakni : Kamera format kecil (small format camera ): Jenis kamera ini paling banyak digunakan oleh para fotografer. Kamera ini merupakan jenis kamera SLR (Single Lens Reflect). Bahkan menurut Hendra kemajuan teknologi digital pada kamera saat ini memungkinkan kamera SLR ini melakukan fungsi yang dimiliki oleh kamera format medium (medium format), seperti memperbaiki distorsi atau perspektif. Bahkan ukuran film bukan lagi kendala sebab kamera digital saat ini telah memiliki kapasitas resolusi yang tinggi yaitu 8 megapixel. Kamera SLR ju ga memiliki kelebihan lainnya, yaitu mudah penggunaannya, ringan dan sangat fleksibel. Lensa-lensanya mempunyai cakupan panjang fokal yang luas dalam satu lensa, sehingga memungkinkan kita bekerja dengan hanya menggunakan satu lensa yang mempunyai cakupan panjang fokal misalnya lensa 28 mm - 200 mm, alias lensa zoom. Banyak hal yang bisa dilakukan di studio dengan memiliki satu lensa zoom yang baik. Misalnya mulai dari pemotretan untuk model seluruh badan, hingga pemotretan closeup wajah model. SLR menggunakan film berukuran 135 mm. Namun pada pemakaian lensa-lensa bersudut lebar, kamera SLR ini memiliki kelemahan seperti distorsi. Kamera format medium (medium format camera): Jenis kamera ini seperti diterangkan Hendra keberadaannya mulai tergeser. Soalnya biaya yang dikeluarkan untuk sekali pemotretan relatif banyak ketimbang mempergunakan kamera format kecil. Memang kamera ini memiliki beberapa keunggulan di antaranya adalah ukuran film yang digunakan memungkinkan pembesaran yang optimal. Selain itu kamera ini memungkinkan kita juga menggunakan film instan (langsung jadi), sebelum pemotretan dengan film kamera ini yang berukuran 120 mm dimulai. Tapi itu semua kini bisa dilakukan oleh SLR format kecil digital. "Kita tak usah lagi membeli film instan. Kita bisa melakukan koreksi lewat penampakan di layar LCD. Begitu juga untuk pembesaran ukuran film tidak masalah karena resolusi digital kamera sudah mencapai 8 megapixel," jelas Hendra. Selain itu kamera format medium ini terlalu banyak memiliki lensa zoom, sehingga kita perlu memiliki beberapa lensa untuk kebutuhan pemotretan yang berbeda. Begitu juga kamera ini relatif berat untuk dapat digunakan tanpa tripod atau digunakan secara dipegang dengan tangan hand-held . Itu sebabnya lebih sering jenis kamera ini digunakan di dalam studio.

Jenis kamera ini juga tidak memiliki sistem pengukuran cahaya seperti yang terdapat pada kamera SLR jenis format kecil (kecuali pada beberapa merek kamera), sehingga kita perlu memiliki alat lain untuk mengukur pencahayaan bila menggunakan kamera ini. Kamera format besar (Large Format Camera ): Kamera jenis ini digunakan untuk menghasilkan sebuah foto berpresisi tinggi. Para praktisi periklanan misalnya akan menggunakan kamera ini untuk pemotretan benda mati (still life), seperti botol sampo misalnya. Kamera format besar, terang Hendra mempunyai format film besar berukuran 9 x 12 cm yang disebut sheet film karena pemakainnya per lembar. Ukuran film lainnya juga bisa digunakan mulai dari ukuran postcard sampai dengan ukuran 10 R memungkinkan kamera ini digunakan untuk membuat foto-foto yang dibesarkan seperti poster maupun reklame. Pemakaian kamera ini sulit untuk bisa dipakai memotret benda-benda yang bergerak karena karakteristiknya yang still life tadi. Namun keunggulan atau keuntungan untuk menggunakan kamera ini sangat banyak. Keunggulan itu antara lain, memotret gedung tinggi tanpa distorsi sebab kamera format besar berkemampuan untuk TILT and SHIFT, sehingga kesalahan/distorsi yang terjadi bisa dikoreksi atau dihilangkan. Keunggulan inilah yang tidak dimiliki jenis kamera lain. Begitu juga untuk pemotretan yang membutuhkan ketajaman tinggi. Sementara pada kamera SLR 135/medium format, kemampuan perspektifnya sangat terbatas terutama pada pemotretan close up , sedangkan kamera format besar dapat menyempurnakan perspektif. Dengan kemampuan ini kita bisa mendapatkan hasil pemotretan yang sempurna bentuk-bentuk objeknya. Di samping itu kamera ini juga memiliki kapasitas untuk menambah ruang ketajaman dengan gerak khusus pada lensanya. Sehingga selain kita memanfaatkan bukaan diafragm untuk ketajaman gambarnya, kita masih bisa menambah ruang ketajaman gambarnya dengan menggerakkan lensanya. Setidaknya Anda yang ingin menggunakan kamera ini perlu pengetahuan yang lebih banyak karena sistem pengendalian yang melekat pada kamera tadi sangat khusus. Berarti butuh waktu untuk mempelajarinya. Selain itu kita perlu membiasakan diri untuk melihat gambar pada ground glass dalam posisi yang terbalik, atas, bawah, kirikanan. Pastikan diri Anda mengetahui ketiga jenis kamera tadi sebelum Anda membuka bisnis studio foto. Pemilihan jenis kamera tadi akan membantu kelancaran bisnis Anda. Harap jangan salah pilih! Rony Simanjuntak

Berkreasi dengan Foto Patung Oleh Rony Simanjuntak Foto-foto: Rony S PATUNG BECKHAM - Sebuah patung atlet sepakbola dunia, Beckham, berlatar belakang agak kabur yang inkonvensional, yakni seorang cewek bertampang garang berpistol berbaju hitam. Suatu paduan yang agak eksentrik.

Hiasan atau pajangan rumah bentuknya bisa bermacam-macam, namun umumnya adalah model patung. Entah kenapa mungkin patung dianggap paling nyeni. Jika Anda seorang pehobbi fotografi, tidak salah bereksperimen dengan benda itu dalam membuat foto still life. Selain itu, modelnya mudah didapat alias telah tersedia di rumah. Tak kalah penting, "foto model" patung termasuk juga dalam seni foto. Gak percaya? Menurut Leonardi, pakar fotografi, seni foto banyak sekali cabangnya, bisa foto jurnalistik, foto dokumenter, foto pariwara, foto ola hraga, foto model/fesyen, dan sebagainya, termasuk juga foto seni atau fine art photography. Foto still-life bisa dimasukkan kategori seni karena untuk menghasilkan karya tersebut, kita benar-benar harus berkonsentrasi terhadap suatu pemikiran serius untuk menciptakan sebuah karya foto dengan media benda-benda mati, misalnya patungpatung, perangkat makan-minum, benda -benda seni, boneka -boneka porselen, berbagai benda keramik, bahkan bunga-bunga yang ditata di dalam vas dan bendabenda kecil lainnya. Itu s emua harus diupayakan agar tampil "hidup" dan menawan. Untuk itu, perlu dibantu terutama dengan tata penyinaran yang canggih (sophisticated lighting). Jelaslah bahwa dalam membuat foto still life, sebenarnya kita bukan sekadar memotret suatu benda apa ada nya karena kalau seperti itu namanya mendokumentasikan benda tersebut. Jadi yang berperan dalam hal ini adalah pengaturan jatuhnya sinar terhadap objek yang kita potret serta mengatur juga bayangannya agar bisa dimasukkan sebagai bagian tak terpisahkan dalam membentuk karya foto tersebut.

Penerangan Artifisial Karena pada umumnya foto still -life dibuat dengan bantuan penerangan artifisial, maka highlights dan shadows-nya dapat kita atur. Apa itu highlights? Highlights adalah pantulan cahaya dari benda yang terkena sinar, bergantung padd kuat lemahnya cahaya dan kontras-lunakya kualitas cahaya. Highlights akan menciptakan permukaan tekstur benda yang dipotret berubah-ubah bentuk visualnya. Dalam menyinari objek still life, posisi lampu, kualitas cahaya, da n jumlah lampu yang dipakai, amat menentukan keberhasilan menghidupkan benda-benda mati tersebut. Hidup di sini bukan berarti alive, melainkan life like. Biasanya studi dan latihan dalam membuat foto still life, merupakan suatu batu loncatan yang kelak bisa diterapkan untuk mendukung pembuatan foto produk yang komersial, dalam dunia periklanan, misalnya. Foto still-life bukan sekadar piktorialistik, melainkan memang termasuk piktorial dengan kadar atau sentuhan jiwa seni yang tinggi. Maka bila Anda dapat lulus dengan baik sebagai pemotret foto stilllife, dapat dipastikan Anda pun akan berhasil cemerlang dalam membuat foto-foto table -top komersial. Yang membedakan antara still-life dengan foto pack -shot (foto komersial), terutama hanyalah pada soal label. Salah satu taktik penampilan foto still-life adalah dengan memilih benda-benda berwarna putih atau muda seragam seluruhnya, termasuk latar belakangnya; gaya ini dikenal dengan istilah high-key. Kebalikan dari pilihan itu, bila objek dominan berwarna hitam atau gelap warnanya, disebut sebagai low-key. Mungkin karena terbiasa sejak dulu, foto-foto jenis ini selalu bernuansa hitam-putih. Namun sekarang bukan halangan bila Anda akan menampilkannya dalam tatawarna. Begitu juga dengan foto makanan terutama bidang seni foto, menurut Jim Hansen fotografer profesional asal Amerika Serikat, hal yang terpenting dalam memotret makanan adalah bagaimana membuatnya tampak menarik dan membangkitkan selera. Hal ini dapat tercipta lewat beberapa cara, seperti teknik pencahayaan, penataan makanan semenarik mungkin, dipadu dengan set up sekelilingnya. Untuk mencapai tujuan ini, pada umumnya pemotret di Amerika memakai jasa food stylist untuk penataan di atas meja. PAJANGAN - Foto seperti ini bisa dijadikan pajangan di kamar anakanak. Jika mau lebih cerah, ganti latar belakangnya dengan warna merah jambu atau abu-abu dan lainnya. Benda-benda seperti itu mudah ditemukan. Dengan kamera saku digital pada modus makro, refleksi kilauan sinar putih menyerupai mutiara bisa dihasilkan . Sebuah kreasi sederhana yang bisa dibuat oleh siapa pun. Dari Atas

Jim biasanya menyediakan dua piring untuk satu macam makanan, "Biasanya piring pertama saya sebut stand in , dipakai sebagai contoh saat melakukan percobaan dengan polaroid. Dan yang terakhir disebut hero , untuk pemotretan yang sebenarnya," jelasnya. Hal ini dilakukan agar kesegaran dan penampilan makanan dan minuman yang akan difoto tetap terjaga. Tentang pemilihan angle Jim mengaku memang lebih suka mengambilnya dari atas. Alasannya, "Sudut ini akan memperlihatkan secara lengkap apa saja yang ada di atas piring. Namun tidak ada salahnya pula bila Anda ingin mencoba yang lain." Kedua hal itu merupakan unsur utama dalam fotografi, "Jantung sebuah studio adalah kamera, sedangkan pencahayaan adalah unsur utama dari sebuah foto. Bagi saya sendiri, cahaya dapat memberikan arti serta menggugah perasaan." Ketika baru belajar, Jim merasakan bagaimana ia bergelut untuk menguasai kedua hal ini. Karena kecenderungan tahun 1970-an, para fotografer dan penikmatnya lebih menyukai foto dengan pencahayaan yang rata, terang dan jelas. Tetapi bagi Jim terasa monoton. Sampai suatu saat ia menyadari bahwa memotret pada dasarnya adalah pemakaian satu kamera dan satu lampu. Proses inilah yang meng- awali semangatnya untuk semakin menyukai fotografi. Untuk kemudahan bekerja, sebuah studio foto komersial biasanya memerlukan beberapa jenis lampu, seperti softbox besar berukuran sekitar 1x2 meter, untuk mencahayai bidang yang besar. "Jangan sekali-kali menggantikanya dengan beberapa softbox kecil, karena saturasi warna yang dihasilkan akan berubah pula" ujar Jim. Selain itu diperlukan pula beberapa lampu lain sejenis strobe dan spot seperti Pulso Spot4, Profil 11/26 yang diproduksi Broncolor. Merancang dudukan lampu pada rel di langit -langit (ceiling rail) akan lebih efektif dan aman, daripada memberikan kaki untuk setiap lampu. Secara umum, Jim mengakui tidak begitu suka memakai terlalu banyak lampu karena akan menimbulkan semakin banyak bayangan, "Untuk itu sangatlah penting untuk memperhitungkan secara cermat, berapa banyak cahaya yang diperlukan termasuk besar jangkauan yang akan terjadi," papar Jim yang telah matang dengan pengalamannya. Jim juga banyak melakukan improvisasi dalam mengatur lighting , dan bahkan tidak lagi peduli akan teknik yang ada. Hal ini tampak dalam workshop yang diberikannya. Beberapa properti seperti glass block , cermin, kaca prisma, gelas, dapat memberikan efek tersendiri yang juga sangat artistik dalam pencahayaan. "Teknik pencahayaan ini merupakan perkembangan dari teknik yang saya pakai dahulu. Dan permainan cahaya sesungguhnya bukan hanya teori tetapi juga perasaan," katanya lagi. Mengenali kamera dan lensa secara mendalam merupakan hal yang penting dan mutlak. Jim sendiri kerap menentukan lensa yang akan dipakainya, dengan cara membidik lewat sebuah bidang berlubang segi empat ditengahnya.

Biasanya Jim dapat langsung mencari dan memperhitungkan komposisi, format sekaligus kroping yang akan dilakukannya. "Dengan cara ini, pekerjaan kita lebih efisien. Tidak perlu terlalu banyak mengubah tata letak kamera apalagi menggantiganti lensa karena salah pilih," Jim menjelaskan. *

Kemajuan Fotografi dan Peran Pemotret erkembangan yang terjadi di bidang fotografi saat ini memang sangat mengagumkan. Pasti tidak pernah terbayangkan oleh para penemu awal teknologi pembekuan gambar tersebut. Pada masa mereka, untuk merekam gambar sebuah pohon di taman misalnya, diperlukan waktu panjang agar pantulan cahaya menimbulkan reaksi kimia pada lempeng logam atau kaca yang telah dilapisi bahanbahan kimia peka cahaya. Sosok manusia yang akan dipotret harus meletakkan kepalanya pada semacam sandaran kepala khusus agar tidak goyang saking lamanya waktu yang dibutuhkan untuk merekam gambarnya. Lalu, berbagai perkembangan terjadi sejalan dengan berlalunya waktu. Film dibuat terus semakin peka dan tidak lagi berupa lempengan kaca, tetapi seluloid. Teknologi kamera pun terus berkembang dengan lensa-lensanya yang sedemikian rumit, yang gunanya untuk memotret apa saja. Kemudian kejutan terakhir adalah teknologi digital yang hadir dalam dunia fotografi. Berbagai kemudahan baru pun ditawarkan pada penggemar potret-memotret. Dengan kamera digital pemotret tidak lagi harus mengintip dari lubang pembidik kamera. Soal kepekaan film pun bukan soal. Pemotret tidak lagi harus mengganti-ganti film dengan kepekaan berbeda untuk berbagai jenis pencahayaan yang dihadapinya saat bekerja. Teknologi fotografi digital mampu menghadapi berbagai kondisi cahaya, sehingga persoala n kepekaan film tidak lagi menghambat. Demikian pula dengan digital maka masalah memproses film juga sudah menjadi persoalan masa lalu. Cukup bila pemotret punya pencetak (printer) yang memadai untuk mencetak hasil pemotretan, maka karya fotonya langsung dapat disajikan. Tidak lagi perlu ke lab proses foto, kecuali pemotret memang ingin menyuguhkan sesuatu berkaitan dengan fotonya, yang terpaksa harus dikerjakan di lab tersebut. Masalah yang mungkin dianggap belum teratasi dalam fotografi digital adalah kekasaran butir -butir pada gambar yang dihasilkan bila dibesarkan. Konon untuk hal ini pemotretan memakai film masih dirasa lebih unggul. Teknis - Artistik Itulah sebagian gambaran betapa majunya fotografi sekarang. Setelah kemajuan itu terjadi, muncullah anggapan secara umum betapa mudah untuk memotret jadinya.

Benarkah? Mungkin benar namun mungkin juga tidak. Bisa benar kalau yang dilakukan adalah hanya asal memotret untuk menghasilkan asal gambar/foto belaka. Namun pernyataan itu bisa tidak benar alias konyol, sebab tetap saja ada berbagai hal yang boleh dibilang mustahil dilakukan oleh kamera itu sendiri, secanggih apa pun dia. Secara umum diketahui paling tidak ada dua hal yang hadir dalam fotografi, yaitu hal teknis dan hal artistik. Hal yang berkaitan dengan teknis jelas terbantu bahkan teratasi sangat dengan kemajuan teknologi di bidang ini sekarang dan semakin teratasi dengan hadirnya fotografi digital. Namun mengatur isi gambar, atau menempatkan subjek dan hal-hal lain yang berkaitan dengan sasaran pemotretan tentu saja tidak bisa dilakukan oleh kamera itu sendiri. Bayangkan! Tidak mungkin kan Anda "menyuruh" kamera dan lensa agar menempatkan sasaran pemotretan dalam bingkai atau bidang gambar/foto sehingga tercipta sebentuk gambar/foto yang menarik nantinya. Hal yang seperti inilah yang terasa sekali masih perlu dipahami oleh banyak pemotret. Meskipun perlengkapan memotret mereka sedemikian canggih, persoalan seperti ini masih tetap tampil dalam berbagai karya foto. Jangan lupa, semaju apa pun teknologi fotografi, peranan pemotret tetap saja diperlukan. Dalam fotografi tentu saja kita tak bisa lepas misalnya dari soal komposisi di mana untuk itu dibutuhkan sebuah bidang gambar. Saat ini bidang gambar yang lazim kita temukan adalah bentuk empat persegi panjang. Bentuk bidang gambar lainnya, seperti bujur sangkar, lonjong atau lingkaran sudah sangat jarang digunakan. Nah, dalam bidang gambar inilah terdapat tempat- tempat tertentu untuk menempatkan motif utama dari foto. Maksud menempatkannya di situ agar foto tersebut menarik mata orang yang melihatnya dan menjadi bagian utama dari sebuah foto. Tempat-tempat tertentu inilah yang disebut sebagai "titik kuat" dalam bidang gambar tadi. Bagian tengah sebuah bujur sangkar atau empat persegi panjang sebenarnya merupakan tempat yang utama dan penting. Tetapi rasa keindahan orang sukar menerimanya sehingga menempatkan tepat di tengah dirasa kaku dan karena itu sebaiknya menggesernya ke bagian lain. Titik Kuat Seperti kita ketahui, bidang gambar sebuah foto adalah bentuk empat persegi panjang. Saat memotret, empat persegi panjang itulah bidang gambar kita dilihat dari jendela pembidik atau layar gambar (LCD) kamera digital. Lalu bagaimana menentukan titik-titik kuat di situ di mana sasaran pemotretan yang penting ditempatkan agar menarik. Cara yang paling mudah adalah membagi sisi-sisi persegi panjang bingkai foto tadi menjadi tiga bagian yang sama.

Kemudian titik-titik pembagi tersebut dihubungkan sehingga semua garis penghubungnya bersilangan satu sama lain. Pada titik-titik persilangan tadilah sasaran pokok dari sesuatu yang dipotret sebaiknya ditempatkan. Pada prinsipnya, titik kuat dalam empat persegi panjang adalah satu atau dua titik yang tidak terletak pada garis yang sama. Penempatan subjek pada titik kuat seperti itu tentu saja tidak dapat dilakukan secara otomatis oleh sebuah kamera, secanggih apapun kamera itu. Di sinilah antara lain peran si pemotret diperlukan. Dia perlu berpikir dan harus memiliki citarasa keindahan tertentu. Si pemotretlah yang tahu apa hal penting atau menarik dari yang dipotretnya, dan ke bagian mana pada bidang gambar hal itu ditempatkan agar fotonya menarik, bukan kamera. Jika bidang gambar yang empat persegi panjang itu posisinya berdiri dan bukannya membujur, maka ada cara lain lagi untuk menentukan tempat titik kuat. Si pemotret harus menarik semacam garis diagonal dalam benaknya, dari sudut kiri atas ke sudut kanan bawah. persegi panjang tersebut. Pada garis diagonal tersebutlah tempat titik-titik kuat untuk bidang gambar. Garis diagonal tadi dibagi menjadi empat bagian sehingga di situ hadir tiga titik kuat. Sebutlah tiga titik tadi sebagai x, y dan z. Umumnya mata orang yang memandang sebuah gambar yang ada di bidang seperti itu akan dimulai dari titik yang di atas yaitu x selanjutnya meluncur ke titik y lalu ke z. Dengan patokan seperti itu pemotret tentu akan lebih mudah untuk menentukan tempat yang terbaik untuk subjek yang dipotretnya. Bentuk dan ukuran bidang gambar atau foto pun merupakan hal yang cukup penting dalam menyajikan foto. Pengaruh hal ini cukup kuat terutama berkaitan dengan apa yang disebut sebagai ekspresi gambar. Selanjutnya ada lagi yang disebut sebagai garis pengarah. Bukankah seseorang yang melihat gambar biasanya akan mencari-cari di mana pandangannya bisa hinggap kemudian melanjutkan pandangannya tersebut. Di sinilah semacam garis pengarah diperlukan. Mata yang melihat sebuah foto dan tidak mendapatkan titik awal untuk hinggap yang dicarinya akan merasa jemu. Selanjutnya timbul rasa enggan yang mematikan perhatiannya. Sedangkan bila pada pandangan pertama mata telah mendapat tempat hinggap lalu sesudah itu mendapat tuntunan lebih lanjut, tentu saja akan timbul kesan yang makin lama semakin kuat sampai akhirnya berhenti beristirahat. Itulah peran garis pengarah yang disebutkan di sini. Apa yang dikemukakan di atas adalah sebagian dari hal lain yang berkaitan dengan pekerjaan potret memotret yang tetap saja harus dikerjakan oleh si pemotret dan bukan bagian dari pekerjaan kamera serta peralatannya yang canggih. Ide dari diri si pemotret jelas perlu, demikian pula kemampuan matanya untuk melihat dan memperkirakan seperti apa jadinya fotonya kelak.

Mungkin ada yang mengganggap bahwa dengan digital, bagian-bagian tersebut dapat dikerjakan ole h program pengolah gambar di komputer. Siapa tahu bisa. Tapi kalau pun bisa, benarkah yang dibuat itu masih dapat disebut sebagai sebuah karya fotografi? Siapa tahu lebih tepat disebut sebagai suatu kebohongan? Bonar Simorangkir

Meminimalkan Kerugian Saat Memotret edengarannya sepele, tapi akibatnya cukup fatal. Begitulah masalah yang timbul jika kita salah memegang kamera. Ironisnya, kesalahan ini bukan hanya monopoli para pemula, bahkan juga kalangan profesional terkadang tidak memegang kamera dengan benar. Secara jujur, kesalahan memegang kamera ini terkait erat dengan masalah kebiasaan. Lantas, apakah kita mau terus-menerus menanggung banyak sekali kerugian yang bisa terjadi itu? Kerugian-kerugian itu antara lain adalah tidak lincah dalam memfokus atau bergoyangnya kamera saat menjepret rana. Pada fotografer jurnalistik (wartawan foto), ketidaklincahan dalam memotret akan merupakan kerugian besar sebab banyak kejadian yang hanya berlangsung sekejap. Pada prinsipnya, kamera dirancang untuk dijepretkan dengan telunjuk tangan kanan, bukan dengan jari lain atau bahkan dengan tangan kiri. Maka untuk pemotret yang kidal, hal ini sedikit banyak mungkin tidak nyaman, namun harus dilawan dengan kebiasaan. Pada pemakaian kamera yang berfasilitas otofokus, tangan kiri akhinya semata dipakai untuk menambah kestabilan dalam memegang kamera. Kalau pada kamera sedang terpasang lensa yang panjang, peran tangan kiri dalam menyangga berat kamera memang tidak bisa dihindari. Untuk kamera saku yang ringan dan berfasilitas otofokus, pemotretan bisa dilakukan dengan satu tangan saja. Dan kamera saku yang beredar memang umumnya dirancang untuk bisa dioperasikan dengan satu tangan. Pertanyaan yang sering diajukan pemula adalah, perlukah menutup satu mata saat memotret. Untuk menjawab pertanyaan ini, masalah kebiasaan kembali menjadi jawabannya. Namun kalau belum terlambat, biasakan membidik sambil membuka kedua mata. Fotografer profesional hampir semua membuka kedua matanya saat membidik dan memfokus.

Satu matanya melihat dari jendela bidik sementara mata lain menyaksikan adegan di luar kamera untuk berjaga agar jangan sampai kehilangan beberapa adegan lain yang saat itu tidak terbidik. Pada pemotretan yang tidak membutuhkan "kewaspadaan" ekstra seperti memotret peragaan busana, konsentrasi mata pada satu titik memang penting. Namun hal ini pun tidak usah dikaitkan dengan memicingkan salah satu mata. Memicingkan satu mata jelas menuntut konsentrasi ekstra dan ini sering membuat kita terlambat dalam memotret cepat. Kalau kita membidik dengan mata kiri, maka mata kanan mau tidak mau tertutup secara otomatis oleh badan kamera atau oleh tangan kanan. Dengan membidik memakai mata kiri, tanpa memicingkan mata pun kita sudah mendapat "konsentrasi" dalam membidik. Setelah paham dengan teknik di atas. Hal lain yang tak kalah penting adalah: perawatan film. Kualitas gambar dan warna pada film sangat dipengaruhi oleh perlakuan kita terhadap film itu sendiri. Untuk itu sangat penting menjaga kestabilan suhu film sebelum dan sesudah dipakai (18-21 derajat Celcius) selalu memastikan bahwa film itu dalam keadaan baik sejak dibeli (ada di lemari pendingin), memakainya sampai kembali ke laboratorium untuk dicuci. Letakkan stok film di tempat yang dingin selama berada di lapangan, misalnya memasukkan film ke freezer di hotel. Bila harus masuk ke pedalaman, gunakan cairan khusus pendingin atau es batu yang dimasukkan ke kantong plastik. Setelah itu masukkan ke kotak kedap udara, di mana udara dingin tidak keluar dan panas tidak masuk. Ambil film untuk pemakaian sehari, misalnya 10 rol, setelah itu dimasukkan lagi. Letakkan film pada bagian tas yang tidak terlalu kena panas. Misalnya bagian bawah tas. Jauhkan pula dari panas atau uap tubuh. Jangan meletakkan film di dalam mobil, apalagi saat cuaca panas. Setiap film, khususnya slide memiliki kecenderungan warna yang berbeda -beda. Setelah film aman, kita perlu riset lokasi. Tujuannya adalah mempelajari daerah yang akan dikunjungi atau diliput. Misalnya, berapa besar daerahnya, apa daya tariknya. Jenis foto yang akan diambil. Mengetahui apa yang akan difoto pada akhirnya berpengaruh pada persiapan lensa yang dibawa ke lokasi. Misal, acara kesenian di malam hari memerlukan aperture yang besar, foto olahraga membutuhkan lensa tele, sementara le nsa wide banyak digunakan untuk memotret arsitektur dan lansekap. Selain itu perlu mengetahui fasilitas transportasi dan akomodasi yang ada. Lalu merencanakan paket kamera. Dalam membuat foto wisata, misalnya, sebaiknya membawa peralatan seringan dan seringkas mungkin.

Untuk itu cukup membawa dua bodi kamera (format medium), lensa pendukungnya masing-masing wide, semi wide, normal, semi tele, tele. Flash, tripod, extension tube, konverter dan prism finder. Extension tube digunakan untuk menambah kemampua n lensa dalam pemotrean makro atau menambah kemampuan makro pada beberapa lensa yang tak memiliki fasilitas ini. "Lensa tele yang bisa dibawa adalah 300 mm. Sementara kalau perlu lensa panjang pakai konverter. Untuk yang lebih close-up, bunga misalnya, pakai lensa 250 mm dengan extension tube. Dengan alat ini bisa memotret makro kapan saja. Bawa tripod, selain agar hasil fotonya benar-benar tajam, tripod juga sangat membantu fotografer yang gemar menggunakan film ber-ISO rendah. Peralatan itu juga harus dikemas dengan baik dan aman. Aman dari perubahan cuaca panas, hujan dan aman dari tangan-tangan jahil di tempat keramaian. Untuk tas kamera, selain kedap air dan memiliki pembagian ruang yang baik, sebaliknya juga tidak menyolok. Hal lain yang tak kalah menarik adalah menjaga sebaik mungkin film yang telah terpakai. Setelah selesai memotret, bawalah selalu sendiri film yang telah terpakai di dalam tas. Film itu sangat berarti. Apalagi bila kita pulang naik pesawat terbang. Kalau diletakkan di dalam koper lalu kena sinar X saat melalui pintu periksa, film akan rusak. Sementara itu, Informasi yang lengkap tentang daerah itu sangat penting. Saat mengunjungi sebuah tempat, Anda akan bertanya, apakah daya tarik atau kekhasan daerah tersebut. Konsep foto sepert i apa yang akan saya buat. Demikian pula saat memotret alam, di mana setiap daerah memiliki kekuatan sendiri. Yang penting, setelah mengetahui kekuatannya kita juga tahu bagaimana cara menangkap atau membuat fotonya. Soal gaya, bergantung pada masing-masing fotografer, baik teknis maupun pendekatan terhadap objeknya. Setiap fotografer memiliki sudut pandang dan nilai artistik yang berbeda-beda. Sedangkan untuk mengambil pemandangan yang lebih berdimensi, ada 3 hal yang ditekankan yaitu unsur latar depan (foreground), tengah (objek utama) dan latar belakang (background). Dahan, batang pohon, batu, serumpun bunga, bisa dijadikan latar depan. Dengan berpindah tempat sedikit saja, kita bisa mendapat foto yang baik. Banyak gambar yang nampaknya biasa saja, tetapi menjai lebih baik setelah saya bergeser sedikit dan menemukan sesuatu, yang bisa menjadi latar depan. Pada kenyataannya dalam memotret, tentu tidak setiap saat kita menghasilkan foto hebat. Tetapi keinginan untuk membuat seperti itu harus selalu ada. Setidaknya, dalam sehari kita menghasilkan satu saja foto hebat, yang membuat kita benar-benar merasa puas.

RONY SIMANJUNTAK

Istilah Fotografi LS: Singkatan dari longshot. Dengan lebih mendekatkan objeknya, shot ini tetap masih memberikan sudut pandang lebar tetapi sudah mulai mengarahkan perhatian pada objeknya dengan memisahkannya dari latar belakang yang mungkin mengganggu. MACRO: Makro. Pengertiannya dalam fotografi adalah sarana untuk pemotretan dari jarak dekat. Fotografi makro akan menghasilkan rekaman (pada film) yang sama besar dengan benda aslinya (1:1), atau paling kurang separuh dari benda aslinya (1:2), namun demikian pada lensa -lensa jenis zoom yang mempunyai fasilitas untuk menghasilkan rekaman seperempat dari benda aslinya (1:4) juga sudah bisa dikatakan makro. MACRO LENS: Lensa makro. Lensa yang digunakan untuk pemotretan dengan objek yang berukuran atau pemotretan berjarak dekat (mendekatkan pemotret ke objek), umumnya dipakai untuk keperluan reproduksi karena dapat memberikan kualitas prima dan distorsi minimal. Misalnya: untuk memotret bunga, serangga, dll. MACRO PHOTO: Dibuat dari jarak dekat, bisanya tentang benda atau binatang kecil. Perlngkapan kerjanya biasanya menggunakan lensa makro untuk mendekatkan pemotret ke objek fotonya . MAGNETIK: Berdaya magnet. MAGNIFICATION: Pembesaran. Dikukur dari gambar film dibandingkan dengan ukuran aslinya. MANIPULASI FOTOGRAFI: Teknik mengubah hasil cetak yang ditangkap oleh kamera untuk menciptakan suasana tertentu. Foto-foto realitas dikembangkan sedemikian rupa sehingga menghasilkan gambar yang tidak biasa lagi. MANUAL: Dikerjakan dengan menggunakan tangan dengan mengesampingkan tenaga otomatik.

MEDIUM FILM: Film dengan kecepatan sedang (ISO 100, 200). Kelompok film yang paling popular dan banyak diminati pemotret. Ideal untuk pemotretan dalam cuaca yang terang/cerah. MEDIUM FORMAT CAMERA: Kamera format medium. Adalah jenis kamera SLR yang menggunakan jenis film 120 mm. Dibandingkan dengan kamera format kecil, kamera ini mempunyai keunggulan dalam hal pembesaran cetakannya yang optimal sehingga umumnya dipergunakan untuk memotret objek orang (potret) yang berkarakter, yang menampakkan detail kuat seperti misalnya kulit keriput orang tua. MEGALIGHT: Adalah sebutan untuk sebuah lampu flood yang mempunyai kapasitas atau kemampuan cahaya yang amat besar hingga 7 meteran. MESNICUS LENS: Adalah lensa tipis yang berbentuk bulan sabit. METERING: Pola pengukuran cahaya yang biasanya terbagi dalam 3 kategori. Centerweight, evaluative/matrix dan spot. METERING CENTER WEIGHT: Pola pengukuran cahaya yang menggunakan 60 persen daerah tengah gambar. METERING MATRIX: Pola pengukuran pencahayaan berdasarkan segmen-segmen dan prosentase tertentu. METERING SPOT: Pola pengukuran cahaya yang menggunakan satu titik tertentu yang terpusat. MF: Manual Focus, adalah cara kerja menemukan fokus atau penajaman gambar yang dilakukan dengan menggunakan tangan. MICRO DIAPRISM: Kumpulan prisma-prisma kecil yang berfungsi untuk mendapatkan ketajaman ga mbar melalui pengamat. MCROPRISM:

Prisma mikro. Sistem penemu jarak optis yang menggunakan prisma halus atau kumpulan prismaprisma kecil yang berfungsi untuk mendapatkan ketajaman gambar melalui pengamat. MICROPHOTOGRAPHY: Fotografi yang menggunakan film berukuran kecil dengan menggunakan bantuan mikroskop.

Atok Sugiarto

Hitam Putih atau Berwarna Oleh ATOK SUGIARTO Foto: ATOK SUGIARTO BERWARNA - Untuk suatu foto yang sengaja mengekspose warna, tentu tak ada pilihan lain selain memakai film berwarna. etiap pemotret pasti berharap apa yang dilakukannya dalam memotret berhasil dengan baik. Dan, bila itu mengenai hasil dalam suatu pemotretan, yang harus dilakukannya adalah mempersiapkan diri dalam segala sesuatunya secara baik. Apakah itu mengenai persiapan peralatannya atau tentang lokasi pemotretan. Tak luput tentunya mengenai konsep penyajian fotonya. Karena itu, sebelum memotret, sebaiknya selalu diawali terlebih dahulu dengan mempelajari objek dan peristiwanya. Yang harus dilakukan untuk menjawab keinginan tersebut di antaranya adalah memperhatikan pemilihan atau penggunaan film yang akan dipakai-apakah menggunakan film berwarna atau film hitam-putih. Bila pilihan penggunaannya tepat, akan menghasilkan foto yang sesuai dan baik. Karena itu, tent ukan pilihan penggunaan, khususnya mengenai film berwarna atau film hitam-putih, karena pilihan film merupakan suatu kunci keberhasilan sebuah foto. Masing-masing film memang mempunyai sifat yang berbeda -beda, antara satu merek film dan merek film lainnya , terlebih antara film berwarna dengan hitam-putih. Di antara film-film tersebut tidak ada yang unggul atau diunggulkan, hanya memang karena pilihan penggunaannya yang tepat maka hasilnya pun menjadi maksimal. Pilihan itu di antaranya dapat dipertimbangkan berdasarkan hubungannya dengan objek serta keperluan atau kegunaannya. Berwarna

Ada yang berpendapat bahwa foto berwarna memang memberi kesan lebih alamiah dibanding dengan film hitam-putih, dan ini adalah salah satu perbedaan terbesarnya. Akibatnya pula jika objek dan gambar yang dibuat merupakan pertimbangan yang penting, maka pertimbangan menggunakan film berwarna lebih baik. Hal ini sering berlaku terutama pada pemotretan ilmu pengetahuan di mana pendekatan keaslian yang direkamnya sangat penting. Misalnya warna-warni bunga, burung-burung, buahbuahan, mode suatu pakaian, matahari yang terbit dan tenggelam sampai suatu lukisan. Jika pembuatan fotonya didasarkan pada penafsiran yang penuh daya cipta, maka pilihan berwarna atau hitam-putih bukan ditentukan oleh objeknya tetapi oleh sesuatu yang tercipta dalam angan-angan pengetahuan pemotretnya. Banyak foto pemandangan yang enak dipandang menjadi sangat membosankan karena dibuat dengan menggunakan film berwarna. Tetapi pemandangan yang sama diterjemahkan dalam imajinasi hitam-putih sering memberikan hasil yang lebih bagus justru karena tidak berwarna. Pada pemotretan hitam-putih yang baik umumnya membuat kesan yang lebih menyenangkan dibanding yang menggunakan film berwarna. Foo berjudul "Monas" dapat menjadi contoh untuk mempertimbangkan penggunaan film dalam pemotretan. Apakah harus menggunakan film berwarna atau hitam-putih terpulang pada pemotret untuk suatu tujuan yang bagaimana yang dikehendaki. Pertimbangan Apakah objek yang akan difoto menggunakan film berwarna atau hitam-putih, sesungguhnya bisa sangat tergantung pada kondisi keuangan pemotretnya. Karena bagaimanapun pertimbangan ini akan sangat bergantung pada biaya yang harus dikeluarkan. Seorang pemotret amatir membuat suatu foto untuk sua tu kepuasan atau kesenangan, karena itu sedikit sekali mempertimbangkan masalah biaya yang harus dikeluarkan. Selama yang diangan-angankannya untuk melakukan pemotretan terwujud maka apakah harus menggunakan film berwarna atau hitam-putih bukan masalah. Sekalipun itu juga harus dilakukannya hingga mengeluarkan dana yang besar. Sebaliknya, pemotret profesional atau yang sengaja melakukan pemotretan untuk mencari nafkah, maka akan melakukan pertimbangan menyangkut pilihan film yang akan digunakan karena hal itu berkaitan erat dengan pesanan seperti apa yang akan dibuat demi hematnya biaya. Foto berwarna tentunya mahal jika dibandingkan dengan film hitam-putih karena lebih sukar membuatnya. Proses laboratoriumnya yang harus ditangani orang lain juga menjadika n ongkos yang dikeluarkan lebih mahal dibandingkan dengan film hitam-putih, karena hitam-putih dapat ditangani sendiri secara mudah dan murah. Pertimbangan lain apakah harus menggunakan film berwarna atau hitam-putih adalah menyangkut keperluannya. Pada kebanyakan pemotret atau wartawan foto koran maka pilihan penggunaan film adalah pada hitam-putih. Hal itu terjadi terutama

karena alasan-alasan teknis menyangkut penggunaan film ber-ISO tinggi untuk membekukan gerakan dalam liputannya, atau karena adanya larangan menggunakan lampu kilat. Demikian juga dengan pecinta fotografi amatir yang pertimbangan kesenangan dan kepuasaan adalah tujuannya. Maka, meski perkembangan dan pemakaian film berwarna telah melampaui jauh film hitam-putih, masih saja banyak pemotret bertahan untuk memilih menggunakan film hitam-putih karena anggapan jenis ini akan tetap survive. Nikmatnya menggunakan film hitam-putih sesungguhnya bukan hanya saat mengabadikan berbagai objek, melainkan juga pada saat mengembangkannya di kamar gela p. Dengan film hitam-putih pemotret dapat melakukan berbagai eksperimen, membuat bermacam-macam manipulasi cetakan. Dengan film berwarna hal itu pun memang bisa dilakukan tetapi biayanya pasti akan berlipatlipat. Film hitam-putih hingga kini memang masih selalu dicari oleh pemotret, baik amatir maupun profesional. Berbagai lomba foto nasional maupun internasional juga masih memperlombakan kategori hitam-putih. Bahkan seiring dengan kembali hadirnya para "seniman foto" dalam mempertontonkan berbagai keunggulan karya fotonya menggunakan film hitam-putih, maka kini sebuah perusahaan film telah mengantisipasi dengan menciptakan film hitam-putih yang dapat dikem- bangkan seperti halnya film berwarna dengan menggunakan pengembang universal. Dengan perkembangan yang demikian maka marilah kita menggunakan film berwarna atau hitam-putih melalui pengamatan yang intensif dan sesuai pengalaman, sehingga tahu secara tepat kapan harus menggunakannya. Sesungguhnya masingmasing memiliki kelebihan serta kekurangannya, dan hanya pemotret yang berpengalaman yang mengetahuinya. Jika saat ini Anda sebagai pemotret memiliki satu bodi kamera, cobalah menambah satu bodi kamera lagi (satu sistem). Dengan demikian dapat mengisi kamera menggunakan film berwarna dan hitam-putih seka ligus tanpa harus bingung memilih penggunaan film secara tepat. Hindari untuk mengganti-ganti film dalam kamera - dari warna ke hitam-putih atau sebaliknya - karena akan sering terjadi kesalahan yang merugikan nantinya. Suatu kesalahan yang akan melenyapkan sama sekali momen-momen penting yang dipotret. Akhirnya, dianjurkan untuk memilih penggunaan film, baik warna atau hitam-putih secara tepat dan yakin. Sehingga betul-betul akan menghasilkan foto yang baik tanpa harus mengalami musibah karena menggunakan dua film sekaligus berganti-gantian dalam satu kamera. Foto: ATOK SUGIARTO

ALTERNATIF - Sebagai suatu alternatif, film hitam-putih juga tetap saja baik dan menarik.

Seni Memotret Bayi Oleh ATOK SUGIARTO Foto: Atok Sugiarto SAAT TEPAT - Bayi yang sedang tersenyum atau tertawa bangga adalah saat-saat yang sangat tepat bagi pemotret untuk menekan tombol pelepas rana kamera. engandalkan kemahiran menggunakan kamera saja tanpa membekali dengan sikap menyenangi anak-anak (bayi) pasti akan menghasilka n suatu foto yang biasa belaka. Sekadar foto dokumentasi tentang bayi. Karena itu, menyukai anak-anak (bayi) merupakan salah satu syarat bagi keberhasilan fotonya. Sabar dan dapat memilih waktu yang tepat juga merupakan syarat lain yang harus dapat dipenuhi bagi seorang pemotret. Sulitkah memotret bayi? Tentu saja tidak, sama seperti halnya memotret anak-anak pada umumnya, meskipun juga tidak hanya tinggal menekan tombol pelepas rana kamera. Tetapi diperlukan sedikit akal-akalan untuk membangkitkan aktivitasnya, apakah itu tersenyum, tertawa, tengkurap, atau mungkin juga merangkak. Kesulitan akan muncul terutama jika yang menjadi objek pemotretan adalah bayi yang bukan anak sendiri - anak tetangga atau mungkin anak orang lain. Misalnya seperti pada pemotre tan bayi untuk tujuan komersial. Dalam hal ini kesulitan lebih dirasakan karena untuk dapat memotretnya sehingga mendapatkan hasil foto baik sesuai dengan misi yang diemban diperlukan ekstrawaktu maupun kesabaran. Pemotret juga dituntut harus tahu betul kapan saat-saat yang baik untuk memulai memotretnya. Bila telah mendapatkan suatu keadaan yang fresh dan enak, harus segera dilakukan pemotretan - sebagai pegangan, bahwa tidak pada setiap waktu bayi itu mudah difoto. Karena bayi membutuhkan suatu keadaan yang dirasanya enak dan nyaman bagi dirinya, apakah itu mengenai udaranya, suasana atau lingkungannya di mana ia harus berhadapan dengan berbagai peralatan fotografi seperti lampu-lampu studio dan kamera (bila pemotretannya dilakukan di studio). Bagi bayi yang belum terbiasa dengan situasi demikian, kilatan lampu bisa saja menjadikan suasana yang telah dibanyun sebelumnya rusak. Misalnya si bayi menangis atau takut. Terkadang juga karena kilatan lampu kilat, bayi kaget. Akibatnya setelah foto dicetak yang dihasilkan adalah foto anak dengan mata terpejam.

Bila pemotretan dilakukan di alam bebas dengan cahaya alami, tentu saja faktor kesulitannya menjadi berbeda. Secara umum di alam terbuka dengan cahaya alami matahari, pemotretan lebih mudah dilakukan karena faktor-faktor yang menyebabkan bayi takut dan mengganggunya seperti kilatan lampu, dapat kita hilangkan dengan tidak menggunakannya. Pemotretannya pun jadi dapat dilakukan dari jarak yang tidak terlalu dekat dengan menggunakan lensa tele panjang sehingga tidak membuat anak berhadapan dengan kamera secara langsung. Untuk memotret bayi, apakah itu untuk suatu kebutuhan dokumentasi pribadi atau suatu keperluan khusus seperti untuk tujuan komersial jauh lebih menguntungkan dan mudah dilakukan bila dilakukan di luar ruang. Dalam hal ini diperlukan suatu keterampilan khusus pemotret agar mampu memanfaatkan situasi dan ekspresi yang mengemuka, apakah itu mengenai posenya (yang diatur), atau mengenai pencahayaan yang di dalam studio menggunakan cahaya buatan yang telah diatur terlebih dahulu, atau pun pencahayaan yang mengandalkan cahaya alami matahari. Dan karena itu untuk menghasilkan suatu foto yang baik tentang bayi, atau anak-anak secara umum, baik itu dilakukan di dalam studio atau di luar studio, sebaiknya dilakukan pada waktu pagi antara pukul 07.30 hingga pukul 09.00 di mana matahari memancarkan sinarnya dengan kuat. Pada saat-saat demikian, kondisi anak-anak secara umum juga masih fresh sehingga mudah untuk mendapatkan ekspresi ataupun keriangan yang kita inginkan karena mereka belum merasa lelah. Pemotretan bisa juga dilakukan pada sore hari antara pukul 15.00 higga 16.30 di mana cahaya sore masih bersinar dengan baik dan pada saat itu pun anak-anak sudah tidur siang. Teknis Banyak hal yang terjadi pada pemotretan anak-anak khususnya bayi, di mana posepose atau ekspresinya terkadang muncul begitu saja tanpa disengaja, bagus adanya dan mungkin tidak terulang untuk kedua kalinya. Untuk sekadar membuat foto bayi yang menampilkan secara bebas dan wajar sesuai dengan perkembangan kepandaian bayi adalah hal yang mudah. Karena pemotret hanya membutuhkan waktu atau kesabaran saja untuk menemukan pose-pose atau ekspresi yang baik dengan mengajaknya berinteraksi. Jika bayi telah mampu berinteraksi dengan lingkungan maka ia akan menampilkan pose-pose atau gerakangerakan yang menarik, kalau hal itu sesuai dengan yang diinginkan, maka pemotret tinggal membidikkan kamera yang telah disiapkan sebelumnya - terutama mengenai pencahayaan. Jika bayi belum juga menampilkan gerakan-gerakan atau ekspresi yang baik dan menarik sesuai yang diharapkan - hal tersebut mungkin disebabkan karena bayi belum mengetahui akan suatu instruksi untuk melakukan suatu gerakan yang diinginkan pemotret. Pada keadaan yang demikian, maka pemotret dan orangtua harus segera bekerja sama merangsang perhatian, agar anak mau melakukan sesuatu yang menarik dalam bentuk pose tertentu, apakah itu tersenyum, tertawa, tengkurap atau merangkak. Sebagai alat bantu untuk memudahkan bayi berinteraksi dan be rekspresi, carilah mainan yang mudah menimbulkan daya tarik si bayi, sehingga ia mau berinteraksi

dengan suasana. Gunakan alat bantu seperti mainan yang lucu dengan warna-warna mencolok atau yang menimbulkan bunyi-bunyian. Dengan pancingan maka bayi aktif khususnya akan bergerak-gerak berekspresi. Pada saat-saat seperti itulah biasanya muncul sesuatu yang menarik secara tak terduga. Kalau pemotret telah mahir mengatur fokus atau menentukan pilihan pencahayaan yang tepat serta dapat menekan tombol pelepas rana pada saat yang tepat pula, maka dapat dipastikan akan menghasilkan foto bayi yang baik. Beberapa Tip Untuk menghasilkan foto yang baik tentang bayi, tuntutan teknis memang tidak begitu tampak, karena kesulitan utama yang dihadapi lebih pada hal-hal nonteknis. Berikut beberapa tip menghadapi suatu pemotretan bayi agar mendapatkan foto yang baik sesuai misi atau keinginan. a. Bahwa untuk memotret bayi tidak begitu saja dapat segera dilakukan, karena pemotret dan orang tua harus memiliki waktu yang khusus dan cukup sehingga tidak melakukannya dengan terburu-buru. Umpamanya pemotretan dilakukan di dalam studio maka bayi tidak langsung dipotret tetapi diberi waktu untuk mengenal lingkungannya, mengenal pemotretnya, atau mengenal situasi pemotretan di dalam studio. b. Pemotretan bayi umumnya berlangsung tidak terlalu cepat, jadi pemotret sebaiknya jangan memaksakan diri dengan waktu untuk segera menyelesaikan sesi pemotretan. Salah satu penyebabnya karena bayi juga akan melewati masa-masa jenuh atau kelelahan, dan karena itu pada beberapa selang waktu dalam pemotretan, bayi perlu diangkat, digendong dulu, diberi susu atau makanan untuk menghilangkan kejenuhannya. c. Untuk dapat menangkap gerakan-gerakan bayi yang cenderung selalu aktif, gunakan kecepatan rana 1/125 detik atau bila mungkin 1/250 detik (khususnya pada pemotretan di luar ruang tanpa menggunakan lampu kilat). Sedang untuk bukaan diafragmanya, sangat bergantung pada ruang tajam yang diinginkan. Jika menghendaki ruang tajam yang luas gunakan diafragma kecil sehingga hasil foto tetap fokus seandainya pun terjadi pergeseran tempat atau fokus. Pilih pula latar belakang polos untuk membantu menghasilkan foto yang tajam dan baik. d. Untuk pemakaian lensa, idealnya memang menggunakan lensa tele menengah seperti lensa 85 mm atau lensa 105 mm. Akan tetapi juga dapat digunakan jenis zoom seperti lensa zoom 80-200 mm (bila dalam ruangan atau studio), sehingga memudahkan dalam melakukan pembingkaian. Dengan lensa zoom berarti seolah sudah menggunakan beberapa lensa sekaligus, sehingga tak perlu repot bila menginginkan sudut pemotretan tertentu. e. Salah satu kunci terpenting dalam memotret adalah fokus. Maka lakukan pemfokusan pada mata. Ikuti sedikit gerakan untuk membantu follow focus - untuk foto big close-up atau tampilan yang besar, sedikit saja gerakan akan membuat melesetnya fokus bila tanpa diikuti dengan cara memfokus yang baik.

f. Sekalipun lampu kilat kilatannya tidak berbahaya bagi mata bayi, sebaiknya jangan terlalu dekat menggunakannya. Sebab kilatannya sangat mungkin menjadikan anak takut atau menangis karena kaget, yang berarti akan mengganggu jalannya pemotretan. Untuk itu sebaiknya nyalakan lampu kilat beberapa kali sebelum melakukan pemotretan, agar bayi terbiasa dengan kilatan tersebut. Tingkat keberhasilan mendapatkan foto yang baik pada pemotretan bayi adalah pada hal-hal nonteknisnya, seperti kesabaran yang memang menjadi hal utama. Halhal seperti itu memang cukup merepotkan bagi seorang pemotret pemula. Namun justru kerepotan itu adala h seninya memotret bayi. Karena itu sesungguhnya memotret bayi adalah suatu pekerjaan yang tidak saja menyenangkan tetapi juga mengasyikkan. Foto: Atok Sugiarto. CAHAYA JENDELA - Memanfaatkan cahaya jendela yang tidak langsung mengenai objek akan cukup menarik untuk membuat sebuah foto yang menampilkan keindahan suasana.

Mencermati Lensa dan Filter (Bagian 1) ensa maupun filter adalah peranti yang tak mungkin bisa dipisahkan dalam fotografi. Ada banyak produk saat ini yang beredar di pasaran. Bahkan untuk lensa saja sekarang ini hampir ratusan macam jumlahnya. Mungkin jumlah yang banyak tersebut bikin kita bingung. Soalnya, untuk apa lensa sebanyak itu? Dan lensa mana yang sebaiknya terpasang di kamera setiap saat. Setiap lensa yang diproduksi mempunyai sebuah kegunaan khusus yang tidak bisa digantikan lensa lain. Dengan kata lain, sebuah perusahaan lensa tidak akan memproduksi sebuah lensa tanpa alasan yang kuat. Sebuah lensa 28 mm f/2 dan sebuah lensa 28 mm f/4 mempunyai pembelai tersendiri walau panjang fokalnya persis sama. Lensa dengan bukaan besar biasanya dibeli oleh kaum profesional yang mengutamakan keunggulan lensa cepat dengan bukaan besar. Sedangkan lensa dengan bukaan kecil yang relatif murah, biasanya dimiliki kaum pemula yang mempunyai keterbatasan dana.

Untuk sebuah perjalanan, lensa vario (zoom lens) sering menjadi pilihan utama karena ringkasnya itu. Sebuah lensa vario 28079 mm bisa dikatakan "mewakili" lensa 28 mm, 35 mm, 50 mm, dan 70 mm sekaligus. Saat ini mutu lensa vario bisa dikatakan tidak kalah dengan mutu lensa tetap. Namun walau begitu, lensa tetap masih terus diproduksi karena masih sangat diperlukan orang dengan berbagai kebutuhannya. Foto studio misalnya, lebih sering memakai lensa dengan panjang fokal tetap. Dari segi guna, banyak lensa yang dibuat untuk keperluan sangat khusus, seperti lensa mata ikan yang memotret dengan sudut 180 derajat, lensa close up untuk pemotret jarak sangat dekat, dan juga lensa dengan koreksi perspektif (lensa PC). Berikut dibahas penggunaan lensa-lensa umum pada pemakaian yang tepat. Lensa umum di sini adalah lensa yang banyak beredar di pasaran dengan mengabaikan bukaan diafragmanya, apakah besar atau kecil. Pemilihan lensa disini semata didasarkan pada pembedaan panjang fokal lensa bersangkutan. Lebar, Tele, dan Normal Kita tegaskan dulu berbagai definisi tentang lensa. Selama ini kita sudah sering mendengar istilah lensa normal, lensa lebar (wide angle lens) dan lensa panjang (tele lens), namun definisi ketiga lensa itu sering masih kabur. Definisi apakah sebuah lensa lebar dan atau disebut panjang, tidaklah semata dibatasi panjang-pendeknya titik bakarnya. Sebuah lensa 70 mm adalah lensa tele bagi kamera 135, namun merupakan lensa normal bagi kamera berformat medium (kamera dengan film ukuran 120). Jadi, format film yang dipakai akan mempengaruhi definisi panjang pendeknya lensa. Kita batasi dulu pemakaian film yang umum dipakai yaitu film berukuran 135 yang berukuran 24 mm x 36 mm. Batas antara lensa lebar dan lensa panjang terletak pada panjang diagonal film yang dipakai. Dengan film 135 mm, definisi lensa normal ini secara umum ditetapkan berkisar antara 45 mm sampai 55 mm. Maka, definisi lensa lebar adalah lensa yang panjang fokalnya lebih pendek daripada 45 mm, sedangkan lensa panjang adalah lensa yang panjang fokalnya lebih panjang daripada 55 mm. Secara umum, lensa lebar memang diperlukan untuk memotret dengan cakupan seluas-luasnya. Misalnya kita memotret orang banyak dalam ruangan sempit, mau tidak mau lensa lebarlah yang dibutuhkan. Sebaliknya, lensa tele umumnya dipakai untuk "mendekatkan" jarak antara pemotret dengan objeknya. Dalam keadaan tertentu, mau tidak mau kita harus menggunakan lensa tele karena tidak bisa mendekatkan objek kita. Para wartawan sering memakai lensa tele sangat panjang untuk memotret para kepala negara. Dengan tujuan keamanan, para kepala negara memang tidak boleh didekati sembarang orang.

Namun, pemakaian lensa lebar dan lensa tele tidaklah semata berdasarkan kebutuhan mencari sudut seluas -luasnya atau mendekatkan objek saja. Ada alasan lain dalam pemilihan lensa yang sebetulnya justru lebih esensial. Lensa lebar mempunyai sifat utama yaitu " mengekstremkan" jarak pada pemotretan dekat. Dan sifat ini bisa kita manfaatkan untuk membuat sebuah suasana atau adegan makin "hidup". Untuk memotret sebuah objek, lensa lebar memerlukan jarak yang lebih dekat daripada lain. Dengan dekatnya jarak antara kamera dan objek, perbedaan jarak lalu menjadi sangat dominan. Kesan "berlebihan" akibat distorsi yang dihasilkan lensa lebar dapat kita manfaatkan pula untuk memberi aksen pada keadaan tertentu. Misalnya kita memotret seorang pejabat dengan meja kerjanya yang penuh buku. Dengan lensa lebar kita mendapatkan buku-buku yang tampak besar sementara sang pejabat tampak jauh sehingga kesan "kutu buku" sangat diperkuat. Atau juta kita memotret petenis dengan raketnya yang tampak besar, atau juga pelari maraton dengan kaki yang tampak "luar biasa" . Sebagian lawan dari lensa lebar adalah lensa tele. Dengan lensa panjang tersebut, mau tidak mau kita harus berada pada jarak yang cukup jauh dari objeknya. Inilah sifat khas kamera tele yaitu memampatkan jarak (compaction). Hati-hati dalam memilih lensa. Dengan sifat memadatkan yang dimiliki lensa tele. Objek relatif seperti terletak dalam satu bidang. Sementara, kalau kita menggunakan lensa lebar, seorang anak misalnya yang akan difoto kaki anak itu seakan menjadi sangat panjang. Dan pemilihan panjang fokal akan menjadi kebiasaan semakin sering Anda memotret. Jangan membua t patokan mati dalam memilih panjang fokal sebab efek distorsi atau pemadatan pun sering justru memberikan sentuhan menarik. Pada pemotretan orang dalam jumlah banyak yang tidak berjejer sejajar, lensa tele akan membantu agar suasana tampak "kompak" . Makin mengerti sifat lensa dilihat dari panjang fokalnya maka kita bisa mengembangkannya sendiri pada hal lain yang lebih kreatif. Hal lain yang menjadi sifat panjang fokal sebuah lensa adalah masalah depth of field atau kedalaman ruang tajam. Bahwa makin pe ndek sebuah lensa, makin dalam ruang tajamnya. Lensa 300 mm tampak sekali mempunyai ruang tajam sangat tipis. Maka, pemilihan lensa sering juga dilandasi masalah ruang tajam ini. Pada pemotretan model, sering sang fotografer membuat heran banyak orang karena ia memotret dari jarak jauh dengan lensa tele, padahal mendekatpun tidak dilarang. Sang fotografer memakai lensa panjang semata untuk menghasilkan latar belakang yang kabur (blur). Latar belakang kabur sama sekali tidak akan dihasilkan dengan lensa sangat lebar seperti 20 mm atau bahkan 14 mm. Beberapa jenis lensa mata ikan, misalnya 8 mm,

bahkan tidak memerlukan penyesuaian fokus sama sekali karena semua jarak akan direkam dengan tajam. alu, lensa manakah yang sebaiknya kita miliki? Berpedoman pada uraian di atas, sebaiknya kita memang memiliki lensa dari yang sangat lebar sampai sangat panjang agar mempunyai "jangkauan" lengkap. Namun keterbatasan biaya sering membatasi keinginan itu. Untuk pemula, memiliki kamera dengan vario 28-70 mm yang selalu terpasang di kamera, ditambah lensa vario 70-300 mm, sering kali sudah sangat cukup. Di samping lensa, sebagian orang berpendapat bahwa filter juga adalah peranti fotografi yang dianggap penting. Pasalnya filter dibuat untuk memaksimalkan foto, menyempurnakan ataupun memberi suatu efek lain yang diinginkan. Fotografer akan dapat menggunakannya lebih maksimal bila mengetahui kelebihankelebihan filter yang digunakannya. Penerapan yang kurang tepat atau tidak cermat sering kali membuat hasil foto kurang menarik dan tampak dimanipulasi dengan kasar. Pada dasarnya, fungsi filter terbagi menjadi dua yakni filter teknis dan filter kreatif. Filter teknis seperti Polarisasi (PL), Neutral Density (ND), Correction filter 80, 81, berguna untuk mengoreksi foto, sedangkan filter kreatif seperti Gradual, Soft atau diffuser, star galaksi, dan sebagainya, digunakan untuk memberi kesan lain, misalnya kesan romantis, kesan mimpi, kesan gerak dan lain-lain. Berikut penjelasan tentang filter agar Anda lebih nyaman menggunakan filter dalam memotret: Filter polarisasi yang sering disingkat PL ini, merupakan filter teknis favorit dan besar manfaatnya. Filter PL terdiri dari 2 jenis, yaitu linier dan sirkular. Secara teknis, filter PL sirkular (CIR) terdiri dari garis-garis polar isasi melingkar, berguna untuk menghilangkan refleksi dari permukaan nonmetal (bukan logam), seperti pantulan di permukaan air, kaca mobil dan kaca etalase. Kegunaan lainnya adalah meningkatkan kontras, mencerahkan atau mengentalkan warna pada foto tetapi tidak mengubah warnanya, seperti yang terjadi bila kita menggunakan filter warna kuning atau merah. Sementara PL linier yang memiliki garis-garis polarisasi sejajar, selain mengurangi refleksi, digunakan untuk menggelapkan atau memekatkan warna (biru) langit, baik pada foto hitam putih maupun warna. Untuk foto hitam putih, fungsi PL serupa dengan filter kuning, oranye atau merah. Filter PL linier terdiri dari satu elemen optik, ada kaca ada pula plastik, sementara PL sirkular biasanya terdiri dari 2 lapis kaca, yang bagian depannya dapat diputar. Penggunaan PL sirkular sangat mudah. Anda tinggal memasangnya pada lensa SLR, lalu memutar ring bagian depan pada filter tersebut sampai terlihat efek yang diinginkan, misalnya menghilangkan refleksi pada kaca. Pada penggunaan PL sirkular, Anda juga dapat membiarkan otomatisasi kamera menangani pencahayaan dan fokus secara akurat. Namun pada PL linier, pengukuran

cahaya dan fokus sebaiknya dilakukan lebih dahulu sebelum memasang filter di mulut lensa. Hal lain ya ng perlu diingat adalah setiap filter memiliki "faktor" yang berpengaruh pada pengurangan kombinasi pencahayaan. Filter dengan nada warna hangat seperti kemerah-merahan atau kekuning-kuningan memiliki faktor antara 11/4 sampai 2 kali. Sedangkan nada warna dingin seperti kebiru-biruan, umumnya memiliki faktor yang lebih tinggi, antara 2,5 hingga 4 kali. Filter Neutral-Density (ND) berguna untuk mengurangi atau menahan pencahayaan yang akan sampai ke film, tanpa menimbulkan efek terhadapnya, seperti perubahan warna. Bila suatu saat pemotret ingin menggunakan aperture yang lebih besar atau ingin memotret kecepatan lambat, sementara cuaca sangat cerah, atau film yang digunakan ber-ISO tinggi, maka filter ND adalah salah satu jalan keluarnya. Kebanyakan produsen merancang kode filter ND sesuai dengan "faktor filter" yang dimilikinya, seperti ND2, ND4 dan seterusnya, meskipun ada pula yang menyebutnya dengan kode "densitas". Filter ND2 akan mengurangi pencahayaan hingga 2 stop, ND4 sebanyak 4 stop (contoh, ISO 3200 menjadi ISO 200) dan seterusnya. Filter Gradasi. Langit cerah acap kali menjadi masalah besar bagi fotografer outdoor. Perbedaan kontras yang tinggi kadangkala menyulitkan fotografer untuk mendapatkan detail. Kalaupun detail tercapai, akan ada bagian yang dikorbankan menjadi over atau under. Untuk mengatasi masalah ini, fotografer dapat menggunakan filter gradasi ND (graduated neutral-density). Filter bergradasi ini terdiri dari setengah bagian bening (netral) dan setengah bagian ND, dengan kekuatan ND2, ND4 dan seterusnya. Pemotret tinggal memposisikan filter ini sesuai kebutuhan, misalnya area yang pekat (dense) untuk mengurangi pencahayaan pada bagian langit yang terlalu terang tadi. Bagi yang memiliki anggaran terbatas, Gradasi ND 2 stop, merupakan pilihan yang tepat. Filter bergradasi juga tersedia dalam beberapa variasi warna dan kegunaan lainnya, misalnya untuk mencerahkan langit yang pucat atau memberi efek kecoklatan/ oranye pada matahari-tenggelam (sunset). Tobacco, merupakan warna yang banyak disukai para fotografer untuk menimbulkan efek kecokelatan yang romantis, bagi pemotretan di dalam maupun di luar ruang. Dalam menggunakan filter gradasi, yang pertama dilakukan adalah mengukur latardepan untuk menentukan exposure. Selanjutnya, ukurla h bagian langit guna menentukan kekuatan filter yang cocok. Tetapi bila kamera Anda berfasilitas otomatis, letakkan saja filter di depan lensa dan kamera akan mengukur secara otomatis dengan lebih cepat. Filter Penghangat (Warm). Filter seri 81 dengan nada warna hangat ini, dibuat untuk mengimbangi pencahayaan yang sedikit lebih dingin, seperti warna neon (3400 K).

Masih sekelompok dengan itu, filter warm Kodak Wratten 81C atau Tiffen 812 misalnya akan sangat berguna bagi fotografer yang menggunakan film daylight pada siang hari yang cerah. Filter warm juga membuat subjek potret lebih 'bercahaya', mengurangi atau menghilangkan efek biru pucat yang akan muncul bila kita memotret pada tengah hari yang terik, khususnya pada aerial photography. Untuk warm filter seri 81 ini, disarankan mengkompensasi pencahayaan sekitar 1/3 stop, dan melakukan braketing. Enhancing Filter Filter ini terbuat dari didymium glas dan memiliki efek kemerah-merahan. Fungsinya untuk meningkatkan intensitas serta kepekatan warna subjek, seperti dedaunan, namun tidak banyak mempengaruhi warna lainnya. Dengan filter ini, suasana yang pucat terekam lebih hangat. Enhancing Filter , membutuhkan sekitar ?-1 stop penambahan pencahayaan. Color -Compensating (CC) Filter. Filter kompensasi (CC) ini tersedia dalam enam warna dasar (merah, hijau, biru, magenta, cyan, dan kuning) dengan berbagai jenis kekuatan (filter kodak wratten CC tersedia dengan kekuatan mulai 0,025 sampai 0,5 dan dapat dikombinasikan untuk menghasilkan kekuatan menengah dan lebih besar). Filter ini digunakan untuk mengatur keseimbangan pada warna dan mengoreksi pergeseran warna secara jelas. Filter CC30 magenta, dapat mengoreksi efek cahaya lampu TL, atau untuk warna semu cyan dari pesawat terbang atau jendela kereta. Filter CC50 biru sering digunakan untuk menghilangkan warna kecokelatan dari matahari terbit. Filter Difuser. Di pasaran, filter ini mudah dicari dan memiliki jenis yang cukup banyak. Fungsinya adalah melembutkan gambar dan menimbulkan efek pendaran pada sisi-sisi objek. Filter ini sangat disukai dan banyak digunakan, baik oleh para hobiis maupun kaum profesional. Lazim digunakan pada foto glamor, portrait, juga pemandangan. Split -Field Filter yang juga dikenal sebagai split-field lens adalah filter dengan kaca hanya setengah. Filter ini berguna untuk mengoreksi depth of field yang terlalu luas. Atau mengaburkan bagian latar depan atau belakang yang dianggap terlalu tajam sehingga mengganggu. Umumnya filter ini digunakan di luar ruang, tapi dapat pula ditetapkan untuk jenis foto lainnya seperti portrait. Pemotret hanya perlu mengatur split-field filter sehingga bagian kaca (gelas) diposisikan pada bagian terdekat dan bagian yang tanpa kaca (kosong) menjangkau latar-belakang. Dalam menggunakan filter ini dibutuhkan trik dan kecermatan agar garis pembagi tidak tampak jelas. RONY SIMANJUNTAK

Membuat Foto Still Life Oleh Atok Sugiarto CAHAYA MATAHARI - Pemotretan yang mengandalkan cahaya matahari dapat dilakukan di luar ruang. Membuat foto benda mati (still life) yang menarik memang tidak harus hanya menggunakan cahaya buatan alias lampu studio maupun lampu kilat. otografi memang banyak cabangnya, bisa foto jurnalistik, fotografi dokumenter, fotografi olahraga, dan lain-lain. Satu di antara yang lain-lainnya itu adalah foto still life, yaitu foto mengenai alam benda mati, misalnya patung, makanan, minuman, boneka, aneka benda -benda kecil dari hiasan sampai produk-produk kecantikan. Meskipun yang menjadi objek pemotretan adalah benda -benda mati, memotretnya untuk menjadi sebuah foto yang baik dan mengandung seni tidaklah semudah yang kita bayangkan. Terlebih bila kita harus menjadikan benda mati tersebut menjadi "hidup" atau berisi. Jelas bahwa membuat foto still life bukan sekadar menyalin atau memindahkan obje k ke dalam film dengan cara seadanya. Karena bila seperti itu yang dilakukan, namanya adalah mendokumentasikan. Padahal yang diperlukan adalah suatu teknik pemotretan yang baik, apakah mengenai sudut pemotretan, pencahayaan atau hal- hal lain yang terkait dengan tujuan pencapaian hasil foto yang artistik dan mengandung seni. Karena itulah untuk menghasilkan sebuah foto still life yang baik perlu adanya teknik pemotretan yang baik puula. Yang sangat berperan dalam hal ini adalah pencahayaannya, yaitu jatuhnya sinar terhadap objek yang kita potret. Umumnya pemotretan still life dilakukan dengan menggunakan cahaya artifisial atau cahaya buatan, lampu kilat misalnya. Atur jatuhnya sinar pada objek sedemikian rupa dengan cara memindah-mindahkannya atau menggeser, mengangkat, memutar objek sehingga ditemukan pencahayaan yang terbaik. Inilah salah satu kemudahan memotret alam benda mati di mana untuk menentukan arah pencahayaan yang tepat pada objek, pemotret hanya melakukannya dengan cara menggeser, mengangkat atau memutarnya. Dalam menyiari objek still life posisi lampu dan jumlah lampu yang digunakan akan sangat menentukan keberhasilan "menghidupkan" benda-benda mati tersebut. Karena itu tentukan penempatannya dengan memperhatikan objek yang akan difoto secara benar (mencarinya dengan mengangkat, memutar dan memindahkannya) dan lakukan penyinaran sesuai teori dasar penyinaran yang benar serta sesuai keinginan untuk mencapai hasil seperti yang diharapkan pemotret.

LENSA PENDEKAT - Untuk objek pemotretan yang kecil keharusan menggunakan lensa pendekat adalah hal yang utama. Tujuannya agar objek tersebut memenuhi bingkai pemotretan dan bagian-bagian detailnya tampil keluar. Konsep Dalam membuat foto, yang terpenting adalah ide dasarnya, terlebih bila yang dibuat adalah foto still life. Sebuah kabel misalnya, dapat kita potret begitu saja tanpa sentuhan apa pun, akan tetapi tentu saja hasilnya juga akan apa adanya (bersifat dokumnetasi belaka). Tetapi benda tersebut akan dapat tampil lebih baik dan bahkan menarik ke tika kita memotretnya dengan mencoba untuk menampilkan sisi-sisi menariknya secara detail serta melakukan penyinaran yang baik. Mungkin juga dengan cara menatanya sedemikian rupa dengan tambahantambahan aksesori yang baik. Tambahan latar belakang atau sesuatu aksesori lain jika dikehendaki memang akan lebih membantu menjadikan sebuah benda basa menjadi lebih menarik. Karena itu bila pemotret telah mempunyai konsep pemotretan maka cara apa pun yang dilakukannya pasti akan menjadikan suatu objek benda mati menjadi lebih baik dibandingkan dengan memotretnya tanpa konsep yang jelas. Konsep adalah sesuatu yang sangat penting dalam menghasilkan foto, karena konsep yang merupakan jembatan atau media untuk menyampaikan bahawa gambar, di mana gambar merupakan sarana berkomunikasinya. Dan, seorang pemotret selayaknyalah memikirkannya hingga komunikasinya sampai pada orang lain. Ibarat seorang wartawan fot. Di kala ia melakukan pemotretan sebagai laporan beritanya, ia harus dapat mempertimbangkan segi-segi yang menjadikan berita foto itu tak saja dilihat orang tetapi juga mampu menjelaskan pesan yang dikandungnya. Foto still life dapat digunakan untuk berbagai keperluan, baik komersial maupun nonkomersial. Khusus bagi pemotretan untuk tujuan komersial yang memiliki nilai jual maka konsep menjadi dasar pijakan utama. Tujuannya agar foto yang dibuat mampu menjadi alat promosi yang baik dan berhasil (sesuai keinginan klien). Secara konsep stil life itu sendiri dapat ditampilkan dengan berbagai macam teknik, dari yang rumit dengan menggunakan efek-efek khusus hingga cara yang sederhana dengan lokasi di luar ruangan, atau dengan latar belakang suatu benda yang unik. Demikian juga dengan penggunaan film, tak seharusnya selalu menggunakan film berwarna sebab mungkin saja ingin disajikan dengan film hitam-putih. Yang terpenting dalam hal ini setelah bayangan konsep penyajian muncul, seorang pemotret harus mampu mempertimbangkan secara tepat mengenai penggunaan peralatannya. Namun peralatan memang tidak akan berarti apa -apa jika pemotret tidak mampu mengenal atau memaksimalkan kelebihannya.

DETAIL - Dengan memeotretnya secara detail, kita pun tahu seperti apa kabel listrik itu sesungguhnya. Gambaran tersebut menjadi lebih menarik daripada sekadar memotretnya secara apa adanya. Trik Pemotretan Semua peralatan (kamera maupun lensa) selama itu masih berfungsi dengan baik dapat digunakan untuk memotret alam benda mati atau still life. Dimulai dari kamera jenis SLR sampai jenis kamera view. Demikian juga dengan pencahayaannya. Bila tidak memiliki lampu kilat secara khusus seperti kebiasaan orang memotret still life yang selalu menggunakan cahaya lampu kilat studio yang baik, menggunakan lampu kilat biasa bahkan dengan cahaya alam matahari dapat juga dilakukan. Misalnya dengan menunggu matahari muncul dari balik jendela rumah. Memang memotret still life dapat dilakukan dengan penyinaran apa pun. Sehingga bisa dikatakan bahwa jenis pemotretan ini merupakan suatu cabang fotografi yang simpel dan mengasyikkan. Pada pemotretan alam be nda mati yang kecil bentuknya dan dilakukan dengan jenis kamera SLR 35 mm, tentu ditemukan sedikit kesulitan khususnya dalam upaya menjadikan objek pemotretan tampak tajam secara keseluruhan. Pemotret dalam hal ini akan terpaksa menggunakan lensa pendekat untuk memperbesar gambar. Akibatnya ruang tajam menjadi sangat sempit. Keadaan itulah yang kemudian harus disiasati atau dilakukan trik pemotretan dengan menggunakan bukaan diafragma kecil agar ruang tajamnya menjadi luas. Pemotretan still life memang tidak ideal dilakukan dengan menggunakan jenis kamera kecil 35 mm. Karena bagi pemotret pemula khususnya, hal tersebut bisa membuatnya gagal menghasilkan foto yang baik sebab belum tentu mengerti hal-hal teknis atau efek-efek yang akan dihasilkan oelh sebuah lensa pendekat misalnya. Memang sebaiknya seorang pemotret paham betul akan efek-efek yang akan dihasilkan oleh sebuah alat. Namun, keberadaan alat yang sangat berpeluang dalam menentukan keberhasilan sebuah pemotretan bukanlah segalanya. Karena sesungguhnya salah satu kekuatan foto still life terletak pada konsepnya. Bila pemotret berhasil menggabungkan konsep tehnik dengan konsep seni, maka sebuah benda mati yang tak pernah diperhatikan orang yang mungkin juga sering hanya dibuang, bisa menjadi sesuatu yang dilirik bahkan mungkin dilihat serta diminati orang ketika sudah ditampilkan dalam bentuk sebuah foto yang baik dan mengandung nilai seni.*

Mengenal Dimensi pada Foto easlian suasana foto yang kita rekam selama ini ternyata sangat ditentukan oleh bidang dua dimensi. Meski bidang-bidang dua dimensi ini memiliki keterbatasan, tetapi kesan kedalaman ruang pada foto tetap diperlukan, misalnya saat kita merasakan luasnya lautan.

Kehidupan manusia di muka bumi ini memiliki ruang gerak di alam 3 dimensi. Namun saat memotret, kita merekamnya ke dalam bahan 2 dimensi. Ada beberapa hal yang dapat kita lakukan untuk mendukung terjadinya dimensi ruang yang dimaksud, yaitu: Permainan perspektif Perspektif sendiri ada 2 macam yaitu : Perspektif Aereal dan Perspektif Linear. Perspektif Aereal terjadi karena sifat udara atau alam sendiri. Pernahkah Anda memandang atau bahkan memotret barisan pegunungan atau panorama kota di siang hari? Pada pemandangan seperti ini, nampak bahwa objek terdekat terlihat lebih jelas daripada yang jauh. Sementara semakin jauh objeknya, semakin memudar bentuk dan warnanya. Kejadian seperti ini, lazim disebut dengan Prespektif Aereal. Pada dasarnya udara adalah 'benda' dan di dalamnya terkandung partikel-partikel kecil, yang membuat udara menjadi lebih padat. Kepadatannya kemudian bagaikan filter yang menghalangi pandangan mata kita. Keadaan ini sangat berlainan dengan hasil pemotretan di luar angkasa, di mana tidak ada udara. Di sana, pandangan objek yang dekat dan jauh sama jelasnya, karena tidak ada tabir apa pun yang menghalanginya. Perspektif Linear, di sini kita bisa melihat sesuatu yang dekat dengan ukuran yang lebih besar, sementara semakin jauh semakin kecil. Pada senirupa, perspektif linear digambarkan dengan titik hilang. Sementara pada foto, objek yang menggambarkan hal ini secara jelas adalah rel kereta api atau jalan panjang yang semakin menghilang dikejauhan. Permainan lensa Efek kedalaman pada foto juga dapat dicapai dengan permainan lensa, seperti: Pemilihan bukaan lensa (diafragma), untuk mendapatkan ruang tajam (depth of field). Semakin besar bukaan (lubang) diafragma semakin sempit ruang tajamnya, dan sebaliknya. Permainan lensa vario, yaitu menggunakan lensa zoom untuk teknik zoom-in dan zoom-out. Permainan filter, misal memakai filter center spot. Filter ini memiliki 2 bagian, yaitu bening di tengahnya dan buram di sekelilingnya. Efek blur pada bagian depan objek yang dihasilkan filter ini, memberi kedalaman pada foto. Permainan terang dan gelap Dimensi juga dapat diperoleh dengan memainkan cahaya, gelap dan terang. Dari gradasi warna dapat dilihat, bahwa benda-benda yang dekat dengan kita lebih terang warnanya, sementara semakin jauh semakin gelap. Permainan cahaya Selain terang dan gelap, pengambilan sidelighting dan backlighting dapat memberikan kesan kedalaman. Cahaya dari sisi atau belakang objek, yang kemudian menimbulkan

garis terang (rim light) pada sisi-sisi objek, membuat objek lebih menonjol dan terpisah dari latar belakangnya. Inilah dimensi yang diberikan dari permainan cahaya. Memberi foreground dan background Efek ruang dapat pula ditimbulkan dengan memberi objek pendukung pada latar depan (foreground) dan latar belakang (background). Sebagai contoh, dapat kita bandingkan saat memotret laut saja dengan memotret laut dengan tambahan pohon di latar depannya dan gunung di latar belakangnya. Foto lautan saja akan tampak datar, tanpa dimensi dan suasana. Tetapi dengan foreground dan background , suasana foto menjadi lebih hidup. Banyak cara dapat dilakuka n untuk mencapai kesan dimensi ruang seperti yang telah dijelaskan. Kini tinggal kejelian fotografer memanfaatkan objek yang ada disekeliling, untuk mencapai maksudnya. Format Lain Disamping dimensi, masih ada format lain dalam fotografi masing-masing, format horizontal dan format vertikal. Format horizontal kerap dipakai saat kita memotret dengan kamera SLR 135 mm. Karena rancang bangun kameranya yang juga horizontal, format ini kemudian lebih mudah "dibaca" dan diterima banyak orang. Tak bisa dipungkiri memang, kalau penganut format horizontal ini mendapat beberapa kelebihan dalam karya fotonya. Umumnya mereka membawa kesan tenang, kalem, damai, luas dan kompak. Tapi bukan berarti format vertikal merupakan pilihan alternatif yang kurang berdayaguna. Apa bila format ini didayagunakan secara efektif, pandangan kita pun akan berubah. Itupun kalau kita telah menyejajarkan kedua format itu secara seimbang. Dalam penulisan kali ini, kita akan mengulas format vertikal daripada format horizontal yang lebih umum dikuasai. Cara paling efektif melatih diri untuk format vertikal ini adalah kita dapat menyimulasi diri, sebagai berikut : Berdirilah beberapa langkah dari pintu sebuah ruangan. Dengan sudut pandang yang sempit Anda hanya melihat bagian per bagian dari is i ruangan tersebut. Begitu pun kalau Anda melangkah lagi ke pojok kiri atau pojok kanan ruangan. Semua objek yang terlihat melalui bingkai pintu menunjukkan ciri personal yang kuat dan dapat Anda rasakan. Dengan kata lain, sudut pandang yang sempit memaksa kita memilih subjek pemotretan, baik yang berkesan tinggi, agung, kuat, kokoh bahkan angkuh. Sudut pandang yang sempit dan luas, sebelum dan sesudah bingkai pintu, keduanya memberi nilai- nilai kontradiktif. Namun lebih bijaksana lagi, kalau kita memakai dua format yang berbeda pada masing-masing format daripada hanya menduga-duga hasil format mana yang lebih baik untuk mengirit pemakaian film. Nilainya jelas tidak setara dengan kesempatan dan biaya perjalanan yang Anda keluarkan. Identifikasi

Mengidentifikasi bidang vertikal dalam foto sebenarnya tidaklah sulit. Sesudah garis cakrawala, bidang vertikal atau citra tembok itu pasti bidang vertikal juga. Mengatur ketinggian sebuah bidang vertikal dalam pemotretan juga tergantung pada tinggi rendahnya kita berada. Biasanya personal fotografer lansekap yang piawai senang mengolah sudut pandangnya. Mulai dari berdiri, jongkok atau tiarap. Dan tak kalah penting adalah memainkan distorsi-perspektif kedalaman pandang dengan lensa sudut lebarnya (mengangkat atau menurunkan arah kamera). Dalam format horizontal, misalnya foto bebatuan di pantai Anda bisa rekam dengan membuang bidang vertikal/garis cakrawala yang biasanya mengisi sepertiga bagian ruang foto. Maksudnya ini untuk meredam persaingan batu coklat yang agak besar mengkilat di garis cakrawala dengan objek utama kelompok bebatuan di depan bingkai. Mengandalkan perbandingan ukuran bebatuan sebagai perspektif dan kedalaman ruang ketajaman visual memang tercapai tapi kurang greget. Memutar bingkai menjadi format vertikal untuk menghasilkan foto yang greget masih harus diimbangi dengan tinggi rendahnya posisi pemotretan. Untuk itu, kita perlu menurunkan arah lensa 19 mm. Tujuannya, agar batu utama (lancip) sedikit membesar (distorsi) sedang batu kecil bulat di depan sedikit menjauh darinya. Batu mengkilat di garis pantai yang mengecil karena distorsi (penyimpangan), menolong komposisi secara keseluruhan. RONY SIMANJUNTAK

Memotret Model di Luar Ruang Oleh: ATOK SUGIARTO Atok Sugiarto LUAR RUANG -Dengan menggunakan lensa zoom 80 - 200 mm pada bukaan diafragma f:2,8 sudah cukup mampu menghasilkan foto yang baik. adi seorang pemotret model yang andal tentunya sering menjadi impian hampir setiap pemotret pemula. Bagaimana mungkin tidak menjadi impian jika dalam hal ini kehidupannya dianggap selalu menyenangkan karena bergelut dalam lingkup kalangan "berkelas", ganteng dan cantik-cantik. Karena hal itulah maka hampir setiap pemotret pemula selalu memimpikan memiliki studio foto sendiri dan memiliki perlengkapan penunjang pemotretan yang lengkap serta canggih untuk keperluan memotret model di dalam studio demi memenuhi impian itu. Namun demikian, tidak semua pemula pada akhirnya berhasil mewujudkan impian

itu. Masalahnya bukan karena perlengkapan studio foto yang tidak mudah didapatkan, melainkan karena harga peralatan lampu studio yang sederhana saja sudah mahal. Apalagi peralatan studio canggih pasti lebih tak terkira lagi berapa dalam kocek harus dirogoh. Itu salah satu alasan bagi seorang pemula yang berkantong cekak. Dengan alasan itu pulalah membuat tidak semua pemotret pemula akhirnya dapat memenuhi ambisinya untuk dapat mewujudkan keinginannya menggeluti pemotretan model. Bahkan hanya bisa dihitung dengan jari yang pada akhirnya memang betulbetul menjadi pemotret model yang andal. Sebuah foto, dalam hal ini foto mengenai model yang baik memang tidak selalu hanya bisa dihasilkan dengan peralatan fotografi yang baik, lengkap dan canggih saja, melainkan juga dapat dihasilkan dengan peralatan sederhana. Bahkan juga dapat dihasilkan dengan tanpa menggunakan satu pun peralatan lighting atau lampu seperti pemotretan di studio - tentunya asal tahu tip dan triknya. Jadi bila tidak dapat mewujudkan impian memiliki peralatan lighting dan studio yang canggih, tak perlu mengurungkan niat memotret model atau untuk menjadi pemotret model yang andal. Karena memotret model tanpa peralatan lampu studio - hanya menggunakan cahaya alami di luar ruang juga bisa dilakukan - bahkan kadang bisa menghasilkan karya yang lebih baik dan berhasil dari foto model yang dilakukan di dalam studio dan menggunakan peralatan yang canggih sekalipun. Karena itu, bila memang sudah tidak mungkin mendapatkan peralatan lampu dan studio seperti yang diimpikan, kenapa pula tidak menspesialisasikan diri dan menekuni pemotretan model outdoor atau di luar ruang saja. Teknis Secara teknis memotret model di luar ruang tidak berbeda jauh dengan pemotretan model di dalam ruang atau studio. Bedanya dari sisi fisik pemotretan di luar ruang tidak menggunakan peralatan banyak seperti yang dilakukan di dalam studio. Selain itu, secara teknis apa yang dilakukan, baik pemotretan di dalam studio maupun di luar ruang (studio) adalah sama. Pada pemotretan di luar ruang, hal utama yang harus diperhitungkan dan dipertimbangkan adalah waktu. Dalam hal ini karena pemotretan di luar ruang lebih mengandalkan cahaya alami matahari, maka adanya sinar matahari yang baik yang cepat berubah harus diperhitungkan. Pemotretan di luar ruang akan baik jika dilakukan pada jpukul 08.00 - 10.00 WIB (pagi hari) dan pukul 15.00 - 17.00 WIB (sore hari). Pertimbangan tersebut dilakukan atas dasar perhitungan bahwa pada kondisi tersebut matahri masih cerah dan kuat sinarnya (umumnya jarang terhalang awan). Sudut datang sinarnya pun dari arah samping (miring) sehingga sering menghasilkan foto yang indah dari segi cahaya. Dari segi peralatan, untuk dapat menghasilkan foto model yang baik di luar ruang, cukup menggunakan kamera maupun lensa biasa serta tak menuntut adanya peralatan lampu sepert i halnya lampu studio yang canggih. Selama kamera dan lensa masih berfungsi secara baik maka cukup untuk menghasilkan foto model yang baik.

Dengan kamera 35 mm dan lensa jenis apa pun, baik itu lensa sudut lebar, lensa normal atau lensa tele hingga lensa zoom, tetap dapat digunakan untuk memotret model - dengan catatan pemotret menguasai betul kekurangan dan kelebihan lensa yang digunakannya. Dalam suatu sesi pemotretan, bisa saja seorang pemotret yang hanya menggunakan lensa sudut lebar - tentunya hal ini atas dasar perhitungan dan pertimbangan tertentu yang diinginkan, dapat menghasilkan foto model yang indah karena kepandaian memaksimalkan kelebihan lensa. Misalnya dengan menyertakan lanskap pemandangan indah sebagai latar belakang pemotretan sehingga memperkuat gambar. Sisi lain bisa saja karena satu dan lain hal, memotret model di luar ruang hanya menggunakan lensa standar atau lensa normal - lensa yang sesungguhnya lebih sering disimpan atau dicadangkan belaka oleh kebanyakan pemotret karena tak menghasilkan sesuatu yang dianggap menarik. Bila mampu memaksimalkan kelebihannya, maka lensa normal yang lebih sering dijadikan cadangan itu sesungguhnya akan memberikan sumbangsihnya dalam menghasilkan foto tentang model di luar ruang dengan baik. Satu ha l lagi yang sering dilakukan dalam memotret model di luar ruang adalah penggunaan lensa tele panjang, misalnya tele 200 mm, 300 mm atau bahkan karena suatu keinginan tertentu ada yang perlu menggunakan lensa yang lebih panjang lagi. Akan tetapi kesemuanya juga akan tetap sama saja, yaitu menghasilkan suatu foto yang baik jika pemotret mampu menguasai dan memaksimalkan lensa tersebut. Dengan menggunakan lensa tele panjang yang canggih sekalipun, bila secara teknis pemotret tidak menguasai dan mampu memaksimalkan keunggulannya, tetap saja tak akan menghasilkan foto model di luar ruang yang baik dan menarik. Salah satu keunggulan menggunakan lensa tele panjang dalam pemotretan model di luar ruang adalah, kemampuannya dalam menghasilkan objek utama yang menonjo l (fokus) dibanding latar belakang maupun latar depannya. Kembali pada persoalan teknis bahw sesungguhnya dengan menggunakan lensa tele yang tidak terlalu panjang juga sudah bisa menghasilkan foto yang tampak menonjol bila hanya itu yang menjadi dasar, tujuan atau keinginan berkaitan dengan hasil pemotretannya. Karena dengan menggunakan lensa jenis zoom seperti 80 - 200 mm yang lebih mudarh dari segi harga, sudah dapat untuk sekadar mengaburkan latar belakang atau pun latar depannya. Terlebih bila mengguna kan bukan diafragma besar seperti F:2,8 yang membuat sebuah hasil pemotretan yang baik tak kalah dengan foto yang dihasilkan dengan lensa tele yang lebih panjang. Pada foto berjudul "berkebun" adalah salah satu contoh hasil pemotretan model yang dilakukan di luar ruang menggunakan lensa jenis tele zoom 80 - 200 mm, bukan diafragma f:2,8. Penonjolan objek yang dalam hal ini dilakukan dengan bukan duafragma f:2,8 pada posisi lensa 200 mm, telah menghasilkan suatu efek kabur (blur) pada latar belakang seperti yang dihasilkan dengan menggunakan lensa tele panjang 300 mm. Namun demikian, jika ingin suatu hasil prima dari sisi peralatan, pemotretan di luar ruang masih memerlukan alat penunjang seperti misalnya kaki-tiga kamera,

khususnya bila menggunakan lensa tele panjang dan tambahan sebuah reflektor untuk membantu memberikan pencahayaan dari arah depan objek serta filter-filter penghangat - mungkin juga filter polarisasi yang mampu memekatkan warna atau membirukan langit. Tak ketinggalan juga tentunya filter pelembut yang secara umum juga memang digemari untuk membantu memberikan kesan lembut pada model. Kesimpulan Menghasilkan foto tentang model yang baik memang bisa dilakukan dan ditempuh melalui beberapa cara. Cara yang paling sederhana adalah memotretnya dengan menggunakan peralatan foto biasa (standar) dan dilakukan di luar ruang. Sehingga tidak memerlukan peralatan yang banyak dan mahal. Tetapi bila kesemuanya itu juga tidak dilakukan dengan usaha keras dan cara yang baik, maka tidak akan menghasilkan sesuatu yang baik. Keterbatasan alat atau kendala lain yang mengharuskan untuk memotret model di luar ruang, hendaknya jangan membuat pemotretan batal. Karena dengan peralatan yang sederhana tetapi masih berfungsi dengan baik, pemotret harus mampu memaksimalkan kelebihan peralatan yang digunakan. Karena pada dasarnya setiap peralatan foto (lensa) selalu memiliki keunggulan masing-masing. Tugas pemotret adalah memaksimalkan keunggulan-keunggulan itu. Sisi lain di luar teknis pemotretan hendaknya juga harus dapat dikuasai pemotret, misalnya mampu mengadakan pendekatan terhadap model, pandai menciptakan dan menuangkan gagasan, mengarahkan dan menjalin kerja sama yang baik guna menghasilkan sebuah foto yang baik dengan modelnya. Memilih waktu pemotretan yang ba ik dengan mempertimbangkan lokasi, khususnya untuk suatu pemotretan model yang memasukkan suasana sebagai unsur pendamping pendiptaan keindahan. Sekalipun latar belakang sering tidak diperhitungkan, pada pemotretan yang dilakukan di luar ruang setidaknya menjadi bagian yang harus diperhatikan. latar belakang pemotretan model di dalam studio yang umumnya polos, bila dikehendaki, pemotretan di luar ruangan (studio) juga bisa diciptakan. Misalnya dengan mencari tembok atau mungkin juga menyediakan terlebih da hulu latar belakang dari kanvas seperti halnya pemotretan yang dilakukan di dalam studio. Tak ada salahnya memotret model di luar ruang juga menggunakan latar belakang (background ) buatan misalnya. Kelebihan pemotretan yang dilakukan di luar ruang adalah membuat seorang pemotret mudah mengatur atau memperagakan pose yang diinginkan. Mungkin dengan cara duduk, berdiri atau berbaring pada suatu tempat sesuai arah datangnya sinar matahari dengan menggunakan setting lokasi dan latar belakang suasana setempat. Tidak seperti di studio yang umumnya terbats pada pose duduk saja dan menggunakan latar belakang kain/kertas polos atau mungkin juga kanvas. Salah satu kekurangan memotret model di luar ruang hanyalah menjadikan pemotret tidak dapat mengubah sudut datangnya sinar atau menambah kekuatan sinarnya. Akan tetapi hal itu pun masih memungkinkan untuk dapat dimodifikasi sehingga

menghasilkan sinar yang lembut, misalnya dengan merentangkan kain putih atau kertas tipis di atas objek untuk mengurangi cahaya matahari yang terlalu kuat pada siang hari. Modifikasi pun dapat dilakukan dengan membelokkan arah sinar dengan menggunakan reflektor yang terbuat dari sterofoam atau kertas timah (umumnya digunakan untuk menambah pencahayaan dari arah depan wajah objek. Bila pemotret dapat memaksimalkan keadaan di sekitar lokasi pemotretan, maka sekalipun peralatan yang digunakan adalah yang standar maka akan mampu menghasilkan foto tentang model yang baik dan menarik. Kunci untuk menghasilkan sebuah foto model adalah pada bekal kemampuan pemotret itu sendiri. Dalam hal ini kepandaiannya mengutarakan maksud dan gagasan-gagasannya, kepandaiannya melakukan pendekatan terhadap di model dan memaksimalkan peralatan yang ada. Atok Sugiarto Berkebun - Tele panjang cocok digunakan untuk memotret model di luar ruang, khususnya bila berkeinginan menjadikan subjek utama lebih menonjol dibanding latar belakang ataupun latar depannya.

Dimensi dalam Fotografi Oleh ATOK SUGIARTO Foto: Atok Sugiarto BERJAJAR - Pengaturan komposisi dengan objek yang berjajar ke belakang menjadikan kesan adanya ruang ke arah dalam. ebanyakan pemotret, khususnya pemula, dalam bekerja hampir bisa dipastikan melakukan kebiasaan "asal tembak" seketika saat melihat objek yang menarik di hadapannya. Dengan perkataan lain, hanya mempertimbangkan dari sisi nalurinya belaka. Baik itu dalam hal penempatan objek yang akan difoto (komposisi), penentuan aksi atau ekspresi yang mengemuka, latar depan

atau latar belakang, maupun bidang-bidang lain pembentuk keindahan suatu gambar secara keseluruhan. Seberapa jauh jangkauan bidang pandangan yang akan ditampilkan dominan dalam foto kadang tak pernah menjadi pertimbangan si pemotret. Padahal jarak dalam pemotretan adalah unsur utama yang sebenarnya harus diperhatikan dalam membuat foto. Dengan pilihan dan perhitungan jarak secara benar yang mampu digambarkan dalam foto, maka akan menghasilkan kesan adanya ruang atau kedalaman atau juga dalam hal ini sering disebut sebagai dimensi. Meskipun foto adalah sebuah bidang datar (berbentuk flat) dua dimensi, jika pemotret melakukan pemotretan secara benar, dengan sungguh-sungguh mempertimbangkan jarak, maka foto sebagai bidang datar yang hanya dua dimensi tersebut dapat tampil mirip tiga dimensi. Bagaimana caranya? Banyak yang dapat ditempuh atau dilakukan untuk menghasilkan foto yang demikian. Akan tetapi kebanyakan cara yang harus dilakukannya mempunyai syarat-syarat yang tidak terlalu mudah dilakukan oleh setiap pemotret. Karena syarat-syarat tersebut tidak selalu berkaitan dengan teknis ataupun penggunaan peralatan kamera serta lensanya, melainkan terkait dengan syarat-syarat kesabaran, ketelitian atau kejelian mengamati suatu keadaan. Namun, syarat-syarat kesabaran, ketelitian atau kejelian dalam pengamatan memang bukanlah ses uatu yang mutlak dipenuhi. Sebab masih ada cara lain untuk menggambarkan atau menciptakan foto yang memiliki kesan ruang atau kedalaman serta berkesan tiga dimensi. Teknis Secara teknis, memang banyak cara yang dapat ditempuh untuk menghasilkan suatu dimensi dalam fotografi, cara-cara itu antara lain adalah: Menyusun Objek Pemotretan Susun objek sehingga membentuk suatu garis yang membimbing pandangan mata mengarah pada satu titik atau pusat perhatian. Dalam hal ini objek utama bila ditempatkan atau dia tur sedemikian rupa sehingga seolah-olah tersusun suatu garis, akan tercpta kesan kedalaman. Susunan garis itulah yang akan membingkai dan membimbing pandangan mata bergerak masuk lebih ke dalam sehingga seolah-olah memiliki ruang ke arah dalam. Seperti yang terlihat pada foto berjudul "Penuh Muatan". Sekalipun yang tergambar hanya sebuah mobil dari arah belakang yang penuh muatan, secara keseluruhan, foto mampu mengesankan adanya suatu ruang yang dalam dan jauh. Dalam hal ini foto yang merupakan sebuah benda mati dan berbentuk flat menjadi seolah hidup. Objek yang diam seolah-olah terasa bergerak dan masuk ke dalam mengikuti ruang dalam bingkai pemotretan untuk membimbing mata menuju suatu titik.

Penyusunan objek seperti ini, khususnya objek yang bergerak, akan dapat dengan mudah tercapai bila pemotret mahir mengatur komposisi dan menciptakan dimensi atau ruang dalam fotografi. Dengan demikian menghasilkan sebuah foto yang sebenarnya datar, dua dimensi, menjadi berkesan hidup. Mengatur Jarak Mengatur jarak dalam hal ini adalah mengatur kepadatan atau kerenggangannya antara objek yang satu dan yang lainnya. Dengan kepadatan atau kerenggangan menjadikan kesan adanya ruang di antara objek. Menjadi lebih memungkinkan bila kita sebagai pemo-tret mampu menerjemahkan skala perbandingan objek, objek utama yang akan menjadi pusat perhatian ditampilkan lebih besar dibandingkan objek lain. Dengan tambahan skala objek yang demikian maka mengesan-kan antara objek satu dengan yang lain terdapat jarak-jarak menandakan dimensi. Penyusunan Warna Warna-warna yang cerah atau dominan sering kali selalu terasa tampak lebih menarik dibandingkan dengan warna -warna yang lemah, karenannya warna-warna cerah selalu menjadi pusat perhatian - terpisah dengan warna -warna lain di sekeliling yang lemah. Dan karena itu pula jika diperhatikan akan terbentuk kesan bahwa warna -warna cerah tersebut berada pada bidang tertentu yang memiliki jarak dengan warna-warna lemah di sekitarnya. Karena itu dimensi atau kesan adanya jarak dan ruang akan terbentuk hanya dengan mengaturnya - suatu benda atau suasana akan tampak mempunyai kedalaman ruang karena kandungan warnanya. Mengatur Ruang Tajam Ketajaman, dalam hal ini depth of field, memiliki andil yang sangat kuat dalam penciptaan ketigadimensian. Pada suatu objek foto dapat ditampilkan menjadi memiliki ketiga dimensian hanya dengan cara mengatur bukaan diafragma besar (ruang tajamnya sempit) sehingga menghasilkan objek utama menonjol dengan latar belakang dan latar depannya kabur (buram). Adanya ketajaman pada objek utama dan kekaburan pada objek yang lain inilah yang menjadikan kesan ketiga-dimensian karena pada foto tergambar adanya latar depan - objek - latar belakang. Foto: Atok Sugiarto PENUH MUATAN - Pilihan penempatan objek di bagian pinggir untuk memberikan ruang pada sisi kanan garis-garis jalan yang tampak menjauh membantu memberikan kesan adanya ruang. Memperhatikan Penyinaran Penyinaran menghasilkan suatu kecerahan pada sebuah foto, karena itu perhatikan dan atur penyinaran pada saat melakukan pemotretan (baik itu penyinaran dengan

cahaya alami atau buatan) dengan membuat suatu tampilan gelap dan terang. Bagian terang yang umumnya lebih kuat mempengaruhi pandangan dibanding bagian gelapnya, sehingga bisa dimanfaatkan untuk menempatka n objek utama agar tampak menonjol. Dengan menyisakan sisi bingkai untuk bagian-bagian yang gelap sebagai latarnya. Gradasi penyinaran dari arah terang menuju ke arah gelap inilah yang menjadikan kesan ruang itu muncul. Dimenasi terbentuk karena penyinaran. Itulah beberapa faktor atau cara menciptakan dimensi fotografi sehingga menghasilkan foto yang enak dilihat karena seolah memiliki ruang yang dalam. Faktor atau cara tersebut di atas memang tidak mutlak harus digunakan pada waktu bersamaan pada setiap kali melakukan pemotretan. Umumnya satu atau dua faktor saja yang digunakan sudah cukup untuk menciptakan sebuah foto yang berdimensi. Misalnya pada suatu kesempatan kita hanya menggunakan unsur-unsur yang menyangkut warna dan garis pada foto yang banyak unsur grafisnya, atau menggunakan unsur depth of field atau ruang tajam yang umumnya memang lebih sering digunakan pemotret, terutama oleh wartawan foto saat memotret human interest. Pada foto berjudul "Berjajar", jelas sekali terkesan adanya ruang atau kedalaman yang muncul, meski hanya menggunakan salah satu faktor yaitu mengatur ruang tajam, tetapi tidak cukup menjelaskan bahwa bulatan atap yang berjajar membentuk deretan telah mengesankan adanya dimensi. Kesimpulan Setiap faktor seperti yang tersebut di atas memang sangat membantu terwujudnya penciptaan kesan ruang atau dimensi pada sebuah foto. Sekalipun sering kali pemotret hanya menerapkan salah satu dari berbagai kemungkinan untuk penciptaan foto yang mengandung kesan kedalaman atau dimensi, misalnya hanya mempertimbangkan garis, susunan warna atau ketajaman sudah cukup menghasilkan foto berdimensi yang baik, menggunakan secara keseluruhan unsur yang membuat terjadinya kesan ruang atau kedalaman pasti akan menghasilkan foto yang lebih baik dan berhasil daripada yang hanya menggunakan sebagian unsur saja. Dimensi dalam fotografi itu sendiri tidak terbentuk dengan begitu saja atau secara otomatis pada setiap kali kita melakukan suatu pemotretan. Meskipun adanya dimensi itu sendiri memang sering tidak disada-ri oleh pemotret - umumnya apa yang direkam melalui kamera merupakan pandangan yang biasa dalam kehidupan sehari-hari yang tak perlu mempertimbangkan dimensi. Akan lebih baik bila pemotret mau mempertimbangkannya saat melakukan pemotretan. Justru karena itu pula banyak orang yang berpandangan bahwa segala sesuatu yang dilihat itu mudah untuk difoto dengan hasil baik dan menawan hanya dengan menekan tombol pelepas rana kamera saja. Yang harus dan perlu disadari oleh setiap orang yang ingin melakukan pemotretan adalah bahwa hampir semua yang dipandang oleh mata telanjang itu sesungguhnya selalu tampil secara liar, tak beraturan. Karena itu tugas pemotret kemudian pada waktu memotret suatu pandangan yang tampak liar tersebut dalam bingkai pemotretan sehingga menjadi sebuah foto yang baik dan

menarik dengan mengendalikan dimensinya. Sehingga mampu menghasilkan foto yang mengundang....*

Membuat Foto Enak Dipandang ika Anda perhatikan hidangan yang tersaji di Rumah Makan Padang, misalnya, kesan apa yang bisa Anda tangkap di sana? Mungkin Anda sependapat, bahwa aneka jenis makanan itu disusun secara rapi sehingga enak dilihat. Demikian pula dengan fotografi. Jangan pernah Anda berpikir akan menghasilkan foto yang enak dipandang tanpa adanya pengaturan (komposisi) terhadap objek yang akan direkam. Atau malah sebaliknya, foto Anda hancur berantakan. Waspadalah sebelum menekan tombol rana! Di dalam fotografi, masalah komposisi tak kurang pentingnya seperti pada seni rupa. Tanpa komposisi yang baik, materi yang ada di dalam foto tersebut, yang sebetulnya mengandung potensi dan nilai-nilai tertentu yang cukup kuat, bisa menjadi hancur berantakan. Di samping menambah nilai-nilai artistik dan estetika, pengaturan komposisi mampu menonjolkan objek utama foto. Bahkan tidak jarang, akan mendukung keberhasilan foto-foto yang kita buat. Komposisi dapat pula kita manfaatkan untuk membentuk adanya kesan ruang. Tapi bagi para pemula di bidang fotografi, komposisi justru sering diabaikan atau terabaikan. Hal ini wajar mengingat perhatian dan konsentrasi mereka biasanya masih terpecah antara pengaturan jarak, kecepatan, pemilihan bukaan diafragma dan sebagainya atau mungkin memang kepekaannya masih kurang. Sekalipun demikian, sebetulnya hal ini tidaklah sulit untuk diatasi. Dengan berbagai latihan yang berkesinambungan sambil mempelajari dasar-dasar komposisi, dalam waktu yang relatif singkat akan segera terbiasa. Maka hasilnya akan terlihat, bahwa jepretan kameranya jauh berbeda dengan waktu-waktu sebelumnya. Komposisi Di dalam The Advanced Learner's Dictionary of Current English, A S Hornby cs, seperti dikutip Anto Djoemairi, memberikan komposisi sebagai: 1. tindakan atau "seni" menyusun (kata -kata, musik, cetakan dan sebagainya), dan 2. (sesuatu) yang disusun (puisi, buku, musik, susunan objek yang disusun untuk dilukis atau difoto). Sedang Prof Dr RM Soelarko memberikan batasan: Komposisi sebagai pengertian seni rupa adalah susunan gambar dalam batasan satu ruang. Batasan ruang ini merupakan limitasi, sekaligus syarat mutlak bagi adanya komposisi (Komposisi, Edisi khusus Foto Indonesia, Oktober 1974, Bandung, hal. 5). Di dalam fotografi, menyusun komposisi mempunyai pengertian atau batasan sebagai upaya menyusun elemen-elemen foto yang esensial seperti bentuk, nada, warna (dalam fotografi hitam putih " diwakili" oleh nuansa/gradasi nada kelabu), pola dan tekstur di dalam batasan suatu ruang. Tujuannya adalah untuk mengorganisasikan berbagai komponen foto yang saling berlainan, menjadi sedemikian rupa sehingga gambar tersebut menjadi suatu kesatuan yang saling mengisi, serta mendukung satu sama lainnya; dengan demikian, menjadi lebih enak dipandang.

Atas dasar hal tersebut, penyusunan komposisi membutuhkan adanya suatu ruang tertentu, tegasnya: Format. Format di sini adalah mengikat, dengan pengertian bahwa suatu komposisi yang baik dan pas pada format tertentu belum tentu cocok atau sesuai dalam format yang lain. Untuk memperoleh komposisi yang baik, kita dituntut agar memiliki kepekaan tersendiri, yang lagi-lagi dapat dipe roleh melalui latihan-latihan berkesinambungan secara tekun, serius dan intensif. Pandanglah sasaran atau objek foto dari berbagai sudut pandangan. Apabila dirasa perlu, aturlah sedemikian rupa sehingga terbentuk susunan yang menarik dan enak dipandang. P erhatikan juga latar belakang, sebab ada kalanya latar belakang mempunyai andil yang cukup besar dalam hal mendukung atau malah menghancurkan objek foto. Demikian pula dengan latar depan kalau memang ada, dapat kita manfaatkan untuk batasan atau framing yang mampu menimbulkan kesan adanya ruang atau kedalaman. Beberapa hal tersebut akhirnya dapat kita putuskan untuk merangkumnya secara keseluruhan ke dalam suatu batasan ruang. Dengan kata lain, kita telah menentukan format untuk objek tersebut. Melalui kupasannya tentang komposisi, Andreas Feininger dalam bukunya Successful Photography memberikan saran yang dapat diikuti terutama oleh para pemula sebagai berikut. Adalah penting untuk memusatkan interes yang ada, mengatur garis-garis dan bentuk ke dalam pola yang harmonis, memberikan keseimbangan pada pembagian gelap dan terang dalam keseimbangan grafis serta menciptakan batas-batas tepi (framing) secara alami atau tidak mencolok mata. Sudah barang tentu, hal ini hendaknya dilakukan sebelum rana ditekan, sampai penyusunan komposisi tersebut dirasa mantap. Untuk dapat melakukan hal tersebut, ada beberapa tip dan pilihan langkah yang dapat diambil para pemula: - Mengatur atau memberi pengarahan kepada objek sedemikian rupa sampai mantap untuk memenuhi selera / keinginannya dalam hal komposisi. Di sini ia bertindak seperti dan sebagai sutradara dalam pembuatan film cerita. - Mengubah dan mencari sudut pemotretan sehingga dicapai suatu komposisi yang lebih baik. Ini lebih sering dilaksanakan pada pemotretan lanskap dan foto-foto arsitektur. Di mana mungkin, penggunaan lensa dengan jarak fokus yang lebih panjang dari pada lensa normal; secara material akan dapat meningkatkan komposisi melalui "efek telefoto" (pada pemotretan yang menggunakan lensa tele, terjadi distorsi perspektif karena pemendekan jarak dalam pandangan, sehingga benda -benda yang jauh letaknya seakan-akan merapat dan seperti dan seperti berhimpitan). - Menunggu saat atau momen yang tepat sebelum menekan tombol rana. Hal ini dilakukan pada pemotretan olahraga, tarian dan foto aksi lainnya yang banyak mengandung gerak adegan dan perubahan-perubahan bentuk secara mendadak di luar dugaan. Juga pada pemotretan yang dilakukan di tempat-tempat ramai seperti jalan, pasar dan sebagainya.

- Memperbaiki komposisi pada waktu mencetak foto. Ini hanya dapat dilakukan apabila fotografer melakukan sendiri pencetakan foto-fotonya di kamar gelap. Kalau hal itu diserahkannya kepada orang/pihak lain, paling banter ia hanya bisa berpesan untuk melakukan pembatasan-pembatasan pada fotonya yang tentu saja belum tentu sesuai dengan kehendaknya. Dari segi kepuasan pun jelas akan jauh berbeda dibanding kalau dapat dilakukannya sendiri. Sederhana Bukan hanya dalam pola hidup, di dalam fotografi pun kesederhanaan mempunyai peranan yang cukup penting. Kesederhanaan lebih memudahkan dalam menyusun komposisi. Semakin sederhana gambar akan semakin kuat. Secara prinsipal, ini berarti bahwa setiap gambar atau foto hendaknya hanya berisi objek tunggal saja. Pengisian gambar dengan objek ganda akan mengacaukan center of interest dan membagi perhatian pengamat karena masing-masing objek akan saling bersaing satu sama lain. Dalam hal banyak objek yang akan ditampilkan, lebih baik dibuat beberapa bidikan daripada menyajikannya dalam sebuah foto yang terlihat "riuh" . Kesederhanaan dapat pula diterapkan pada pemilihan latar belakang. Tentu saja, latar belakang yang riuh justru dapat lebih menyita pandangan daripada objek foto. Dalam hal ini, apabila latar belakang tidak memberi dukungan pada objek, dan penggantinya tidak mungkin dilakukan, dapat disederhanakan dengan membuat latar belakang tersebut menjadi kabur. Dengan latar belakang yang kabur, selain objek menjadi lebih jelas dan menonjol, kesan adanya ruang (kedalaman) juga dapat timbul. Kemudian dapat kita perhatikan bahwa permainan warna pun tidak luput dari adanya pengaruh terha-dap pengaturan komposisi - dalam hal ini menyangkut komposisi warna. Dalam fotografi hitam putih, permainan warna ini muncul melalui simbol pada gradasi nada dari putih ke hitam dengan berbagai nuansanya. Lain dengan fotografi warna yang memang mampu menyajikan aneka macam warna yang cerah ceria. Bukan berarti bahwa kita tidak boleh menampilkan warna -warna tersebut dengan sebanyak-banyaknya, tapi lagi-lagi dengan menerapkan prinsip kesederhanaan, justru akan lebih memperkuat foto daripada kaya akan warna tapi tersaji dalam kesimpangsiuran tanpa arti sebagai pendukung komposisi. Kalau kita memang mampu menampilkan aneka macam warna tersebut dengan baik dalam hubungannya dengan komposisi, ya baik saja dilakukan. Hal lain yang tak kalah penting adalah pembagian/ penggunaan ruang dan bidang. Untuk suatu komposisi yang baik, penggunaan ruang dan bidang mestinya tidak sembarangan. Harus dipikirkan mengenai keseimbangan, keserasian dan keharmonisannya. Di sini masalahnya bukan menyangkut benar atau salah, tapi lebih cenderung pada enak atau tidak untuk dipandang dan dinikmati, dan barulah kita dapat menilainya baik atau tidak.

Dalam hal penggunaan bidang ini, dapat ditentukan di mana atau pada bagian mana objek atau objek akan ditempatkan; pemilihan sudut pemotretan, seberapa banyak lingkungan di sekitar objek dapat diikutsertakan dan sebagainya, termasuk pengisian latar depan kalau memang ada dan dirasa perlu. Dalam kaitannya dengan hal tersebut, seorang fotografer memang tetap saja memiliki kebebasan sepenuhnya untuk meletakkan horizon di bagian bawah, atas atau bahkan tepat di tengah-tengah format fotonya. Ia juga boleh saja memotret tiga orang yang berdiri berjajar dengan jarak yang renggang dan bukannya mengelompokkan dalam suatu susunan yang merupakan satu kesatuan atau unit yang lebih luwes. Pastikan sebelum Anda menekan tombol rana, Anda menyusun dan mengatur komposisi sedemikian rupa. Waspadalah! RONY SIMANJUNTAK

Membuat Objek Menonjol Atok Sugiarto Sinar Katedral - Pengaruh warna gelap dan terang, objek siluet, telah menjadikannya menonjol. Oleh ATOK SUGIARTO embuat foto yang baik dan menarik tak selalu harus diartikan menciptakan gambar yang tajam (fokus) secara keseluruhan seperti yang sering kita saksikan pada foto-foto pemandangan. Foto yang hanya tampak tajam (fokus) dan menonjol sebagian saja -umumnya pada objek utama-bisa menjadi sebuah foto yang baik. Dalam hal ini atas dasar penilaian keberhasilan, pemotret menampilkan apa yang menjadi pusat perhatiannya. Anggapan dan pernyataan ini setidaknya berlaku bagi pemotretan dengan objek di luar pemandangan (meskipun itu juga dapat dilakukan). Tepatnya, dalam hal ini adalah foto dengan unsur tunggal, misalnya manusia, binatang, atau suatu benda lain.

Sesuai dengan tujuannya, foto sebagai media komunikasi gambar, maka penciptaan objek yang menonjol itu tak lain dibuat atas dasar keinginan pemotret menampilkan objek utama, di antara objek-objek lain di suatu tempat, suatu suasana atau suatu ruang tetapi masih tetap dominan dan menjadi pusat perhatian. Penciptaan objek menonjol tersebut secara umum memang selalu ditujukan untuk mengarahkan pandangan mata menjadi tertuju hanya pada apa yang tampak menonjol (objek utamanya). Bila objek utama yang dimaksud adalah manusia yang sedang melakukan suatu aktivitas, maka manusia dan aktivitasnya itu perlu kita ciptakan menonjol lebih menonjol dibandingkan objek lain yang berada di sekitarnya. Ada beberapa cara yang dapat ditempuh untuk menjadikan sesuatu tampak menonjol, dominan atau menjadi pusat perhatian sebagai objek utama yaitu dengan mengisolasinya atau menjadikan hanya objek utama yang tampak tajam dan menjadi pusat perhatian. Dan itu dapat dilakukan di antaranya dengan menampilkan objek utama lebih besar (memenuhi bingkai pemotretan) dibanding objek lainnya, atau juga dengan menciptakannya lebih menonjol, lebih tajam dibanding objek lainnya menggunakan cara fokus selektif. Dalam lingkungan kehidupan kita sehari-hari jarang kita dapatkan suatu objek berupa manusia, binatang atau benda lain yang berada sendirian di suatu tempat atau ruangan. Karena keadaan yang seperti itu, maka bila seorang pemotret berniat memotretnya untuk menciptakan hasil yang mampu menggambarkan unsur utama (objeknya), maka yang harus dilakukan pemotret adalah membuat objek utamanya tampil dominan dengan cara fokus selektif. Yaitu menciptakan fokus hanya pada objek utama. Hal ini biasa dan bisa dilakukan dengan menggunakan lensa tele panjang dengan kombinasi bukaan diafragma besar. Contohnya misalnya, pada waktu kejadian atau peristiwa sholat berjamaah (sholat Ied) misalnya, kita sering menyaksikan seorang anak bermain atau melakukan suatu aktivitas di antara para orang tua yang sedang sholat berjamaan. Karena kejadian seperti itu menarik perhatian, khususnya menarik sebagai objek pemotretan, maka banyak pemotret yang sering mengabadikannya. Untuk dapat merekamnya menjadi sebuah foto yang baik dan menarik, sehingga tampak jelas keinginan menampilkan objek utamanya atau yang menjadi pusat perhatian, maka pilihannya adalah dengan menciptakan objek tadi lebih menonjol fokusnya dibanding dengan objek lain di sekitarnya. Ini dapat dilakukan dengan menggunakan tehnik bukaan diafragma besar (angkanya kecil). Dengan penggunaan lensa tele 200 mm maka keinginan untuk menciptakan objek utama yang menonjol, tampak tajam atau lebih tajam dibanding objek lain yang berada di sekitarnya, dapat dengan mudah terwujud. Lensa tele yang mempunyai efek mendekatkan dengan tambahan bukaan diafragma f:2,8 akan menghasilkan ruang tajam yang sangat sempit, sehingga efektif untuk penciptaan objek utama yang menonjol. Semakin panjang lensa tele yang digunakan dan semakin besar bukaan diafragmanya, membuat berbagai benda lain yang berada di latar belakang maupun depan semakin kabur. Penciptaan objek utama yang menonjol dengan latar belakang kabur (blur) dengan menggunakan lensa tele panjang dengan kombinasi bukaan diafragma besar, adalah cara yang paling umum digunakan

oleh pemotret untuk menampilkan objek utama agar tampak menonjol, tetap tajam dan menjadi pusat perhatian. Masih ada cara lain yang dapat ditempuh untuk menciptakan foto dengan objek utama menjadi lebih menonjol dibandingkan berbagai objek lain tanpa harus mengaburkan latar belakang maupun latar depan dengan menggunakan lensa tele panjang, yaitu dengan menentukan atau menciptakan warna kontras di antara warna lain yang dominan. Atok Sugiarto Zebra - Menonjol karena tiga unsur yang mendukungnya, yaitu pilihan warna objek, besar objek, dan fokus objek. Warma Objek Seperti telah disebutkan bahwa untuk menciptakan objek foto yang mampu menjadi pusat perhatian atau tampil secara menonjol secara umum dapat dilakukan dengan cara mengaburkan latar belakang maupun latar depannya. Cara lain adalah tanpa harus mengorbankan objek lain yang berada di sekitarnya, yaitu tanpa membuat objek lain tersebut tampak kabur atau blur. Cara lain itu adalah dengan menempatkan, menciptakan dan mengatur komposisi (terutama warna) sedemikian rupa sehingga sekalipun secara fisik objek utamanya tampak tajam (fokus) secara merata dengan objek lain di sekitranya, tetapi tetap dapat menjadi pusat perhatian dan menonjol karena pengaruh warnanya. Bila objek itu adalah seorang model dengan pakaian terang, maka atur dan tempatkan pada bagian atau salah satu bingkai pemotretan dengan memilih lingkup atau lingkungan pemotretan yang berwarna polos. Seorang petani dengan pakaian berwarna kuning atau merah, mungkin akan menjadi lebih tampak menonjol berada di sebuah pematang atau sawah dengan warna kehijauan. Sekalipun dalam hal ini objeknya hanya tampil kecil, tetapi pengaruh warna telah menggiring arah pandangan mata menjadi hanya tertuju pada objek berwarna menonjol yang berada di kehijaua n. Letak objek mungkin bisa di ujung kanan atau ujung kiri bingkai foto. Mungkin juga pada bagian terbawah atau bagian teratas, tergantung selera atau keinginan pemotret membawa objek kebagian mana, karena di mana pun letaknya warna yang menonjol telah me njadikan mata seseorang yang memandang foto hanya tertuju pada objek utama. Sebab dalam hal ini warna objek telah menjadi pusat perhatian. Pada foto berjudul "Sinar Katedral", pusat perhatian tertuju langsung hanya pada objek utama yang menonjol, dalam ha l ini sinar terang di antara suasana gelap (warna

hitam). Inilah gambaran salah satu cara menciptakan objek menonjol dengan cara menata letak atau mengomposisikan warna. Sekaligus membuktikan bahwa penciptaan foto yang menonjol objek utamanya tidak selalu harus dibuat dengan menggunakan lensa tele panjang dan bukaan diafragma besar saja. Tetapi dapat juga dilakukan dengan menggunakan lensa sudut lebar seperti halnya memotret pemandangan yang tampak fokus secara keseluruhan baik objek utamanya maupun objek lainnya tetapi dengan lebih mempertimbangkan warna. Memotret manusia dalam suatu keramaian secara umum memang akan menghasilkan sebuah foto yang tampak tajam secara keseluruhan, sehingga kadang sulit bagi kita menikmati makna atau pesan yang ingin disampaikan. Dalam hal ini, foto yang seperti itu akan bersifat sebagai dokumentasi biasa saja. Untuk dapat merekamnya sehingga menghasilkan foto yang mampu memperjelas pesan dan alasan mengapa foto tersebut dibuat maka seorang pemotret harus mampu menciptakannya menjadi sebuah foto yang mampu memperjelas isinya. Akan menjadi sebuah foto yang baik bila pemotret mampu memilih dan memilah manusia mana yang akan menjadi pusat perhatian atau menjadi objek utama dalam pemotretan. Persoalan komposisi yang paling mendasar dalam hubungan ini adalah bagaimana membuat foto objek utama tampak lebih menonjol dibanding objek lain di sekitarnya dengan atau tanpa menggunakan lensa tele panjang. Foto berjudul "Zebra" dibuat dengan menggunakan bukaan diafragma f:2,8 pada lensa 300 mm. Akibat sempitnya ruang tajam yang dihasilkannya maka menghasilkan foto dengan objek utama yang teramat menonjol. Sedang objek lain yang masuk dalam bingkai pemotretan (latar belakang) men-jadi kabur atau out of focus. Akibat dari penonjolan dengan cara ini maka secara mudah penikmat foto bisa menilai maksud dan tujuan pemotret menampilkan se- buah objek, karena pilihan dan maksudnya jelas terlihat secara fokus atau ketajaman gambar. Sesuatu yang berada di sekitar atau di belakangnya (zebra) yang lain tampak kabur. Pilihan atau cara menciptakan objek utama yang menonjol dengan mempertimbangkan dan memasukkan beberapa unsur seperti besar objek (dominan dalam bingkai foto), warna objek dan ketajaman objek, akan menghasilkan foto yang menonjol secara baik. Tetapi dengan menggunakan salah satu unsur saja sesungguhnya sudah mampu menghasilkan foto yang tampak menonjol dengan baik. Kuncinya adalah seberapa jauh kemungkinan-kemungkinan itu bisa dilakukan pemotret, karena menciptakan foto dengan objek utama yang tampak menonjol itu sangat berkaitan dengan keinginan atau hasil yang ingin dicapai pemotret itu sendiri dan pesan apa yang ingin disampaikan melalui fotonya atau apa yang dilihatnya. *

Alternatif Foto Perkawinan Oleh Atok Sugiarto

Atok Sugiarto UMUM - Secara umum fotografi perkawinan adalah foto yang menggambarkan objek berupa sepasang pengantin. emotret acara perkawinan atau membuat foto pengantin adalah pekerjaan membuat rekaman kejadian yang amat sangat penting. Dapat dikatakan demikian karena perkawinan dianggap suatu peristiwa sakral yang berlangsung sekali saja seumur hidup oleh hampir semua insan pendamba kebahagiaan. Dan karena itu hampir dapat dipastikan semua pasangan pengantin tak akan melewatkan peristiwa tersebut dengan mengabadikannya lewat foto-foto yang indah. Bila sudah demikian, pada "musim kawin", fotografer pun dapat dipastikan akan ramai diburu calon pengantin agar dapat memotret, mendokumentasikan atau merekam pesta sakral tersebut dengan tuntutan hasil yang sebagus-bagusnya. Suatu hal yang tentu dapat dimaklumi karena setiap pengantin, siapa pun mereka, pasti menghendaki suatu hasil foto yang terbaik sekaligus memuaskan. Karena itu pula keahlian, sikap dan cara profesional seorang pemotret sangat diandalkan untuk dapat menghasilkan foto-foto perkawinan yang baik dan menarik. Upaya dan kreativitas pemotret dalam menyiasati pengntin yang dipotretnya dengan penciptaan pose -pose yang baik pun menjadi sangat perlu untuk pencapaian hasil yang diharapkan. Sayangnya dalam setiap kali terjadi acara perkawinan, pendokumentasian atau pemotretan pesta perkawinan secara umum hanya dilakukan sebatas membuat foto atau merekam kejadian yang biasa-biasa saja. Sehingga bila disimak, foto perkawinan dari tahun ke tahun seolah tidak berkembang, terpaku pada pola pembuatan foto "wayang" yaitu berdiri berjajar atau duduk berdua dengan kedua orangtua atau dengan sahabat terdekatnya yang terasa membosankan (terjebak dalam tampilan rutinitas). Sisi lain dari kebiasaan tersebut menjadikan pemotret seolah hanya dapat membuat foto yang berkesan datar belaka. Bahkan juga sering foto pengantinnya itu sendiri tampak kaku, penampilannya seperti pada pasfoto. Padahal untuk suatu hasil pemotretan yang baik, seorang pemotret haruslah menciptakan sebuah foto yang baik dan menarik, luwes dan terkesan apa adanya sekalipun suasana yang berlangsung kurang baik atau kurang menarik. Dengan teknik dan trik yang dikuasai, seharusnya pula fotografer dapat mengubah suatu keadaan yang kurang baik menjadi suatu hal baik bahkan menjadi menarik. Misalnya dalam suatu perkawinan di kalangan masyarakat ekonomi menengah ke bawah yang cenderung merayakan hajatan perkawinan di rumah (tidak di gedung) yang hampir pasti pula resepsinya dilakukan dalam suatu ruangan yang sempit. Maka setid aknya dapat digambarkan menjadi sebuah tempat yang menampilkan suasana luas di mana foto yang dibuat tidak sekadar foto mengenai pengantinnya saja melainkan sebuah foto yang mampu mencakup pengantin dan sekelompok orang yang umumnya selalu berpotret bersama pengantin. Itu sebabnya seorang pemotret yang sudah senior tidak akan pernah menyalahkan kondisi atau suasana, tidak juga menyalahkan modelnya (pengantin) yang berpose

atau berekspresi kurang menarik. Dengan kata lain, seorang pemotret yang sudah berpengalaman dengan segala kemampuannya pasti bisa "mengubah" suatu suasana dengan mengganti lensa yang digunakannya atau mengubah wajah yang biasa menjadi lebih cantik dari aslinya dengan menggunakan soft filter atau alternatif lain yang intinya menjadikan indah segala yang dilihatnya. Jurnalistik Sesungguhnya memotret perkawinan itu tidak ada standar atau aturan mainnya. Misalnya bahwa foto yang dibuat harus selalu menampilkan foto diri pengantin yang sedang berdiri atau duduk bersanding di pelaminannya berdua saja. Foto juga dapat dibuat pada saat pengantin melakukan aktivitas misalnya sedang berjalan dalam arakarakan, waktu makan (suap-suapan) atau sejenisnya. Karena itu maka alternatif foto perkawinan yang baik dapat dibuat dengan melakukan pemotretan pengantin namun tidak selalu harus menampakkan pengantinnya yang sedang duduk atau berdiri formal. Tidak perlu semua diatur dengan wajah terarah menatap ke arah kamera, melainkan foto yang dibuat bersifat jurnalistik atau foto yang cenderung menceritakan peristiwa yang terjadi, atau juga menampakkan hasil pemotretan dengan objek (pengantin) tetapi seolah tidak tahu bahwa dirinya sedang difoto secara candid camera . Jurnalistik itu sendiri tidak selalu dan hanya digunakan untuk kepentingan media cetak melainkan juga untuk kepentingan-kepentingan pemotretan lain seperti halnya dalam foto perkawinan. Karena itu sebagai alternatif, foto perkawinan bisa dibuat seperti halnya pada foto untuk keperluan media cetak, yaitu bersifat berita, terkadang bila perlu juga dib uat dengan menggunakan film hitam-putih. Foto perkawinan sering dicetak besar menggunakan kanvas sehingga hasilnya bak lukisan. Namun sebagai pemotret sebaiknya kita juga harus mampu mempertimbangkan bahwa pemotretan perkawinan yang dipesan sudah selayaknya tidak melulu mengikuti keinginan pribadi dan selera pemotretnya. Maka dalam membuat foto pengantin yang bersifat pesanan sebaiknya tetap harus memenuhi keinginan pemesan (klien), sehingga klien terpuaskan meskipun terkadang "terasa menyedihkan" bagi si pemotret. Pemotret tentu saja harus pandai-pandai agar karya foto perkawinannya tidak hanya menampilkan foto pengantin berdiri atau berjejer dengan undangan yang hadir, Dia juga harus mampu menghasilkan sekumpulan foto yang bercerita tentang kejadian atau peristiwa perkawinan tersebut secara fotografis, tetap indah dan mengundang keingintahuan bagi yang melihatnya karena mirip foto berita. Atok Sugiarto ALTERNATIF - Dari arah belakang dengan memperlihatkan suasana juga bisa saja dilakukan, khususnya untuk

menerangkan kejadian atau jalannya upacara perkawinan. Umum Secar umum setiap orang (pengantin) atau objek atau juga klien, selalu mengharapkan hasil pemotretannya bagus. Dan karenanya sudah selayaknya sebagai pemotret profesional juga harus dapat menghasilkan foto sesuai yang dipesan atau diharapkan. Bahwa dalam foto pengantin secara umum dan yang paling sering dilakukan adalah membuat foto-foto tentang pengantin yang tampak rsmi, berpose, diset dan dicetak di atas kanvas, tetapi bila dikehendaki sesekali sebagai alternatif bisa ditawarkan atau dibuat foto perkawinan yang pa adanya, mirip foto-foto berita dengan tidak perlu mengatur objeknya atau dibuat dengan cara candid camera. Secara umum penanganan pembuatan foto perkawinan yang selalu terkait dengan harga akan berhasil menghasilkan foto yang baik atau sesuai pesanan bila tercapai kerja sama yang baik dengan pemesan, dalam hal ini pengantin. Bila pemesan atau pengantin setuju dengan tawaran alternatif untuk membuat foto pengantin yang apa adanya maka kunci keberhasilan menghasilkan foto pengantin yang baik dapat tercapai. Seperti misalnya dibuat dengan film hitam-putih. Fotografi memang dapat digunakan untuk menghasilkan sesuatu yang bernilai seni. Untuk itu tentu saja pemotretnya pun harus mengerti tentangnya. Apakah itu seni mengatur dan menata objeknya sesuai hukum keindahan, posenya, tata sinarnya hingga pencetakannya. Namun dalam hal fotografi acara perkawinan, foto di sini adalah suatu pesanan. Maka setidaknya pertimbangan seni, keinginan atau selera pribadi dengan bermacammacam alternatifnya dapat dikesampingkan. Sebaliknya yang harus diusahakan adalah mempertimbangkan nilai komersialnya. Karena sesungguhnya fotografi perkawinan itu tetap harus bersifat komersial atau bisnis. *

Memotret di Pagi Hari Foto: Atok Sugiarto SELAMAT DATANG - Pemotretan pada pagi hari yang dilakukan sambil jalan-jalan menghasilkan foto yang mengandung kedalaman karena efek cahaya yang terjadi. Oleh Atok Sugiarto emotret memang dapat dilakukan di setiap kesempatan. Tetapi, suatu hari yang santai atau hari libur pada saat kita berwisata dan cuacanya cerah tentu lebih menyenangkan.

Terlebih bila cahaya matahari terang menyinari bumi, teramat sayang bila tidak kita manfaatkan untuk membuat foto. Mengapa demikian? Barangkali itulah pertanyaan yang paling sering terlontar dan menggelitik hati. Pasalnya, banyak pemotret senior yang menganjurkan juniornya untuk selalu memotret pada pagi hari agar menghasilkan foto yang baik. Pertimbangan Berbagai anjuran dan pengalaman para senior barangkali memang perlu diikuti. Namun melakukan pemotretan seperti yang dianjurkan para senior tanpa tahu apa maksud dan tujuannya tentu tak ada artinya. Karena itu, setidaknya bagi yang merasa junior di bidang fotografi selayaknya tahu mengapa untuk memperoleh hasil pemotretan yang baik dianjurkan atau seharusnya dilakukan pada pagi hari. Secara umum, memang ada beberapa hal yang memberikan pengaruh baik dan menguntungkan bagi pemotretan yang dilakukan pada pagi hari, di antaranya: Arah cahaya Pada pagi hari posisi matahari masih rendah sehingga bisa kita saksikan hasil bayangan yang terjadi cukup panjang. Maka pemotretan yang dilakukan pada pagi hari akan menghasilkan foto dengan sudut dating sinar yang baik. Penyinaran pun sangat menguntungkan karena memberikan efek kedalaman pada foto. Efek tersebut dapat terlihat pada bayangan suatu objek yang ditampilkan. Dan, jika foto hanya tercetak pada bidang datar dua dimensi, pencahayaan yang demikian akan membuatnya terkesan seperti tiga dimensi. Keuntungan lain yang sering dimanfaatkan adalah masuknya cahaya lewat jendela, window lighting, yang akan menghasilkan cahaya Rembrandt yang indah. Foto dengan cahaya seperti ini yang selalu dipuji oleh sebagian pemotret karena memang mampu menjadikan sebuah foto mirip lukisan. Contoh yang cukup baik dan menarik mengapa dianjurkan untuk melakukan pemotretan pada pagi hari juga bias dilihat pada foto berjudul "Selamat Datang", dengan pencahayaan matahari pagi yang dating dari arah belakang menghasilkan foto yang tampak dramatis dan sangat kuat dalam menghasilkan foto yang tampak menggambarkan kedalaman hanya dengan melihat sisi gelap dan terangnya. Untuk dapat menghasilkan sebuah foto yang baik dan indah memang tidak harus dilakukan pada pagi hari karena sudut kemiringan sinar seperti pada pagi hari juga dapat terjadi pada sore hari. Tapi yang membedakan adalah kuatnya sinar. Pada sore hari sinar cenderung melemah. Sinar matahari pagi yang menguntungkan untuk pemotretan adalah ketika sinar dating dari arah 45 derajat, tetapi pada dasarnya sesaat setelah matahari terbit hingga sekitar pukul 09.30 cukup menjanjikan dan menguntungkan bagi suatu pemotretan.

Alasan lain karena pada pagi hari lebih memberikan keleluasaan dalam menghasilkan foto. Foto menjadi lebih kontras dibandingkan dengan pemotretan sore hari yang cenderung suram penyinarannya. Warna cahaya Pada pemotretan pagi maupun sore hari akan sama-sama menghasilkan warna kuning kemerah-merahan, namun jika kita amati dengan teliti maka akan ditemukan efek yang sangat berbeda. Pada pemotretan pagi hari sering kita mendapatkan udara bersih yang mengandung titik-titik embun yang dapat ditemukan pada dedauanan. Efek inilah yang tidak dapat ditemukan pada sore hari sekalipun sehabis hujan. Bila mata pe motret sudah terlatih melihat berbagai perbedaan yang terjadi karena pengaruh alam, tak dapat disangkal pemotret tersebut akan menghasilkan foto tentang alam yang baik. Keadaan alam Kondisi lingkungan pada pagi hari pun menyegarkan karena suplai oksigen di udara masih banyak. Keadaan seperti itu tak dapat dilepas dari membuat foto tentang manusia, baik itu sebagai bagian dari pemotretan alam atau bagian dari pemotretan model. Dalam kondisi sehat maka manusia sebagai objek pemotretan di pagi hari akan tampak memancarkan kesegaran dan kecerahan hidup. Hal itu akan memberikan kesan yang positif. Perlu Diperhatikan Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan jika memotret pada pagi hari. Waktu matahari terbit (berada di bawah cakrawala) sudah cukup terang untuk membuat foto, tetapi harap perhatikan perbedaan cahaya antara langit dan objek-objek di ats horizon. Pada pemotretan dengan posisi kamera menentang ke arah terbitnya matahari harus hati-hati, jangan sampai timbul efek bercak cahaya akibat lapisan lensa, kecuali efek tersebut menjadi bagian dalam pemotretan yang sengaja ditampilkan. Pada posisi sinar dari arah samping, jika mengikutsertakan langit ke dalam bingkai pemotretan maka akan menghasilkan langit yang mungkin pucat dan belang sebelah. Untuk mengatasinya dapat dilakukan pemotretan dengan menempatkan pohon atau sesuatu yang lain yang dapat berfungsi menyekat atau menutup bagian yang membuat pucat tersebut. Untuk menghasilkan rim light yang baik pada pemotretan pagi hari dapat dilakukan dengan latar belakang pemotretan yang lebih gelap.

Itulah beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam memotret di pagi hari. Pemotretan yang dilakukan pada pagi hari dapat diyakini menjadi suatu cara terbaik untuk mendapatkan foto yang baik. *

Digital atau Konvensional Oleh: Atok Sugiarto eputusan untuk memiliki dan membeli sebuah kamera hampir bisa dipastikan selalu berhubungan erat dengan keterbatasan biaya. Karena itu sering muncul pertanyaan, untuk apa membeli sebuah kamera yang mahal jika hanya untuk keperluan sederhana, misalnya hanya mendokumentasikan acara-acara keluarga saja. Namun demikian jika kita seorang pemotret profesional, dihadapkan pada suatu kenyataan yang sama pada jaman sekarang, untuk memilih atau memiliki sebuah kamera yang mampu mengatasi ruang dan waktu dengan sangat baik, tentu bisa langsung menunjuk pada pilihan kamera digital. Satu hal pasti, alasannya adalah karena kamera digital sudah serba canggih, sehingga untuk suatu keperluan sudah bisa melakukan berbagai kemampuan olah cetak dengan mudah dan cepat. Semua itu tanpa harus melalui proses cuci film dan mencetaknya, kemudian memindai (scanning ) yaitu menjadikan film ke dalam empat warna: magenta , cyan, yellow dan black . Dan karena kecanggihannya dalam proses alih imaji itulah maka kamera digital pada masa sekarang telah menyita perhatian berbagai kalangan yang berhubungan erat dengan proses cetak-mencetak. Tidak bisa disangkal pula bila dalam perkembangannya, fotografi digital yang telah demikian canggih sangat dibutuhkan kehadirannya sebagai sarana utama dalam melakukan pekerjaan alih imaji. Alasan lain karena jenis kamera konvensional yang memang terasa lebih mahal dianggap kurang praktis dan efisien dari segi waktu. Sehingga ada yang memperkirakan bahwa cepat atau lambat kamera jenis itu akan ditinggalkan oleh kaum pemotret profesional yang dalam pekerjaannya melakukan proses alih imaji membutuhkan waktu yang amat singkat. Dengan jenis kamera konvensional, untuk bisa melihat sebuah hasil pemotretan paling tidak dibutuhkan waktu sekitar satu jam. Itupun baru sampai proses cuci dan cetaknya saja, belum termasuk memindai foto untuk bahan pencetakan di percetakan dan lain lain. Sedangkan untuk pekerjaan yang sama menggunakan jenis kamera digital bisa langsung dihubungkan dengan alat cetak atau printer untuk langsung dinikmati olah cetaknya hanya dalam waktu kurang lebih 10 menit.

Dari beberapa kenyataan seperti di atas, untuk menjawab pertanyaan kamera jenis apa yang sebaiknya dipakai pada jaman sekarang, sebaiknya dipertimbangkan dulu seberapa jauh keperluan Anda untuk menghasilkan karya fotografi. Prinsip utama membeli kamera sama dengan membeli barang lain, yaitu pertimbangkan kemudahan mendapatkannya, kemudahan servisnya dan tentu saja harga serta manfaat yang diharapkan. Setelah hal-hal itu terjawab, maka pilihan pertama untuk membeli atau memiliki kamera adalah, pilihlah kamera yang adaptif dan cocok dengan keperluan yang ingin dicapai. Sebagai patokan kedua adalah dengan mengukur tingkat kebutuhannya. Untuk keperluan apa Anda membeli kamera. Kalau memerlukan kamera untuk suatu kebutuhan yang mendadak misalnya untuk memotret suatu acara pikinik atau liburan, sebaiknya jenis kamera konvensional (menggunakan film) yang layak dibeli. Alasannya lebih karena kemudahan mendapatkan fasilitas atau filmnya, kemudahan menggunakannya untuk segera mendapatkan hasilnya meski Anda berada di daerah terpencil sekalipun. Memaksakan diri membeli kamera yang "serius" dari jenis kamera digital yang tentu berharga mahal adalah usaha yang sia -sia. Atau, bisa dikatakan sebagai pemborosan jika keperluannya hanya untuk pemotretan dokumentasi keluarga saja. Sebab kamera digital memerlukan perangkat tambahan seperti komputer atau printer untuk melihat hasilnya. Kelebihan Tentu saja bila dicari-cari, baik kamera digital maupun kamera konvensional yang menggunakan film dan zat-zat kimia untuk proses kelanjutannya, masing-masing memiliki kekurangan, ada proses-prosesnya yang cukup rumit atau sering menggagalkan pemotretan. Tetapi karena pada umumnya seseorang membeli untuk memiliki sebuah kamera dasarnya adalah ketertarikan akan kelebihan yang dimiliki kamera tersebut, maka selayaknya apa pun kekurangan yang ada pada kamera digital atau konvensional kita kesampingkan. Bila sudah memilikinya maka sudah selayaknya kita menggunakan atau memaksimalkan hanya pada kelebihan-kelebihan yang dimiliki kamera tersebut. Berikut adalah beberapa kelebihan kamera digital dan kamera konvensional: Digital: Kualitasnya memuaskan. Biaya operasionalnya ekonomis karena tak perlu beli dan memeroses film. Sistem otomatis yang mudah dioperasikan. Mudah dimodifikasi. Foto mudah dikirim, melalui e -mail.

Dapat dicetak sendiri secara langsung dengan menggunakan printer komputer. Hasil pemotretan dapat dengan mudah disimpan atau dihapus saat memotret. Foto yang disukai dapat dilihat melalui LCD kamera dan langsung dicetak. Hasil foto dalam bentuk file digital dapat dimodifikasi atau dikoreksi dengan mudah. Konvensional: Proses cuci cetak dapat dilakukan dengan mudah kapan saja dan di mana saja. Tahan cukup lama untuk disimpan. Sistemnya canggih dan lengkap. Lensa umumnya dapat ditukar -tukar sesuai keinginan dan kamera dilengkapi motordrive. Kecepatan rana dapat diatur sesuai kebutuhan, ada yang hingga 1/8000 detik. Akurasi warna yang lebih tepat dengan hasil yang tajam. Filmnya dapat dipindai ke komputer dan dapat diperluas ke proses digital atau ke printer. Harga kameranya tidak terlalu mahal. Tidak memerlukan perangkat tambahan seperti komputer dan printer. Dengan berbagai kelebihan yang dimiliki sebuah kamera, apakah itu digital atau konvensional, maka terpulang kepada pemotret akan memilih yang mana. Dalam hal ini keperluan seperti apa yang dikehendaki dalam menghasilkan foto akan menjawab pilihan dengan kamera apa sebaiknya kita memotret. *

Memotret Gedung Tua Ir Hendra Kusuma BANGUNAN BERSEJARAH - Gedung "MARBA" di Semarang, Jateng ini merupakan salah satu bangunan bersejarah karena usianya yang telah berabad-abad, eksteriornya pun unik. Perkembangan lingkungan sekitar yang ditandai oleh kabel listrik yang bergelantungan, spanduk dan papan nama salah satu parpol di situ cukup mengganggu takala foto arsitektur gedung ini ingin dibuat (gambar atas). Teknologi

kamera digital mampu mengatasi masalah pemotretan tadi. Perhatik an kabel listrik, spanduk maupun papan nama dengan mudah dihilangkan. Bahkan sentuhan warna sephia membuat bangunan serta lingkungan sekitar seolah kembali pada zamannya (gambar bawah). emotret bangunan/gedung tua memiliki keunikan tersendiri. Selain karena usianya yang telah berabad-abad itu, budaya serta peradaban manusianya saat itu juga terpancar baik ekseterior maupu interiornya. Meski demikian tak jarang kita menghadapi beberapa kendala/tantangan sewaktu mengabadikan bangunan bersejarah itu. Lingkungan sekitar yang seolah tidak mendukung, misalnya tiang listrik atau kabel listrik yang bergelantungan. Belum lagi spanduk yang penampakannya terlihat sangat mengganggu. Lalu, apakah Anda akan mundur ? Jangan ! Dengan kamera digital, "sim sala bim!" Tiang listrik serta spanduk itu bisa dilenyapkan. Yang penting di sini, jika Anda berminat menjadi fotografer arsitektur, menurut Rikin Djunaedi, seorang fotografer arsitektur, bekali diri dengan wawasan dan ilmu tentang rancang bangun. Mulai dengan membaca berbagai majalah dan buku, mengikuti seminar dan banyak melihat karya orang lain. Kebutuhan akan foto arsitektur tak pernah surut dari waktu ke waktu. Tujuan pembuatannya pun beragam, mulai dari keperluan buku, majalah, company profile , sampai kalender dan kartupos. Untuk buku, majalah dan company profile, foto harus komunikatif dan informatif. Sedang untuk keperluan lain, dapat lebih bebas dan ilustratif, dengan bobot seni yang lebih tinggi. Misalnya, close up, kroping, atau permainan cahaya yang lebih eksperimental. Tulisan kali ini lebih dititikberatkan pada persoalan foto arsitektural dalam arti sebenarnya, yaitu yang memiliki bobot informatif. Ada perbedaan point of interest serta tujuan yang hendak dicapai, antara foto arsitektur dengan foto interior. Pada dasarnya, foto arsitektur berbeda dengan foto interior. Foto arsitektur lebih menonjolkan konstruksi suatu bangunan serta fungsinya. Sedang untuk foto interior, bobot informasinya lebih pada detail suatu produk, warna, dan bahan atau materi yang digunakan. Dari sisi visual, foto interior memang sangat kaya akan permainan komposisi, garis, bentuk dan warna. Unsur -unsur ini membuat foto lebih harmonis apalagi bila kita dapat mengimbangi komposisinya, begitu kata Rikin. Tak jarang sebuah foto menjadi acuan bagi yang melihatnya. Misalnya, model ruangan, mebel yang dipakai, corak lantai, dan banyak lagi. Foto arsitektur pada dasarnya mencakup dua bagian, eksterior (luar ruang) dan interior (dalam ruang). Namun dalam arti yang lebih luas, foto arsitektural juga sangat erat dengan lingkungan sekitarnya. Bukan sekadar bangunan atau ruangan semata. Hampir setiap bangunan memiliki "kekuatan" tersendiri. Dan fotografer harus peka serta jeli melihatnya untuk kemudian merekamnya ke dalam foto. Ada bangunan yang kuat pada detailnya atau sangat baik bila difoto pada malam hari. Ada lagi yang kuat

pada desain dan ornamennya. Ada pula bangunan yang dirancang sangat minimalis namun dapat menimbulkan kekuatan spritual yang luar biasa. Tugas fotografer selanjutnya adalah memindahkan "rasa", juga suasana tiga dimensi bangunan itu ke dalam foto yang dua dimensi. Namun di balik bangunan arsitektur yang memiliki "kekuatan" tadi, ada juga bangunan yang sangat lemah rancangannya. Bila keadaannya demikian, fotografer dituntut bekerja ekstra. Misalnya dengan menambah properti atau memberi efek secukupnya, tanpa harus menyimpang jauh dari keadaan sebenarnya. Salah satu tugas penting seorang fotografer arsitektur adalah memberi gambaran yang jelas dan tepat sebuah bangunan. Dan orang yang paling tahu tentang konsep bangunan itu adalah arsitek atau perancangnya. Untuk itu, sebelum memotret, fotografer sebaiknya menyempatkan diri berbincang-bincang dahulu dengan arsiteknya. Dari sana diharapkan keduanya memiliki persepsi yang sama. Misalnya, konsep atau filosofi apa yang ingin ditampilkan oleh arsiteknya dengan desain seperti itu. Pencahayaan seperti apa yang disukainya. Namun adakalanya komunikasi langsung ini tidak dapat terwujud. Misalnya karena arsiteknya adalah orang luar negeri. Bila demikian, fotografer dituntut untuk bekerja dan berpikir lebih berdasarkan informasi yang ada. Yang pasti, peran fotografer di sini adalah "jembatan" antara desainer dengan masyarakat pemirsa. Sebagai jembatan, jangan sampai fotografer justru mematahkan komunikasi yang seharusnya terjalin itu. Sebagai fotografer, boleh saja ia menambahkan unsur seni ke dalam foto yang dibuatnya. Tetapi jangan sampai mengaburkan atau bahkan membutakan tujuan utamanya. Di samping itu, pencahayaan merupakan unsur penting yang tak boleh diabaikan. Perlu perhatian dan ketelitian tersendiri dalam hal ini. Untuk pemotretan arsitektural sebaiknya digunakan pencahayaan yang senatural mungkin. Kalaupun diperlukan cahaya artifisial, sebaiknya diperhatikan posisinya. Misalnya, bagaimana keadaan cahaya sehari-hari. Di mana jendelanya. Jangan sampai jendelanya di sana tetapi bayangannya jatuh ke mana. Untuk pemotretan di dalam rumah, biasanya pemotret tidak terlalu mengalami kesulitan. Pasalnya, para arsitek sudah memikirkan besar cahaya matahari yang masuk ke setiap ruangan. Untuk pemoretan rumah tinggal khususnya, cahaya alam membuat suasana lebih menarik. Dimensi dan nuansa ruangan pun lebih alami. Hanya jika diperlukan, dipakai lampu kilat sebagai fill in. Namun lain halnya bila objeknya sebuah café atau diskotek yang biasanya minim cahaya. "Untuk pemotretan seperti ini setidaknya diperlukan 5 atau 6 buah lampu kilat. Tujuannya adalah mengangkat bagian yang terlalu gelap atau detail-detail berwarna hitam. Kursi misalnya. Namun demikian, sangat penting untuk membuat pencahayaan tetap seperti apa adanya. Kalau suasananya temaram, harus tetap terlihat demikian. Jangan sampai dibuat terang benderang. Café seperti ini biasanya sudah dilengkapi dengan seni pencahayaan tersendiri. Misalnya, sudut -sudut dengan lampu warna warni. Warna tembok dan langit-langit yang mencolok. Hal ini sebaiknya direkam apa adanya oleh

fotografer. Kalaupun digunakan filter, sebaiknya hati-hati. Jangan sampai justru merusak desain yang telah ada. Kecuali filter koreksi (untuk mengoreksi cahaya neon atau tungsten) dan filter penghangat, manipulasi dengan filter kosmetik sangat jarang dilakukan. Filter polarisasi sering digunakan untuk menghilangkan refleksi yang tidak diinginkan pada bidang-bidang tertentu. Pemotretan arsitektur, di dalam maupun luar ruang, seringkali sangat tergantung pada waktu. Untuk pemotretan di luar ruang, jam 07.00 sampai 09.30 pagi, atau pukul 15.00 sampai 17.30 sore, merupakan waktu terbaik. Tingkat kekontrasan dan jatuhnya bayangan sangat baik pada jam-jam tadi. Sedangkan untuk pemotretan dalam ruang, biasanya lebih pada koordinasi pengaturan waktu. Untuk café misalnya, waktu terbaik untuk memotret adalah pada saat ruangan masih sepi. Dengan begitu fotografer dapat bekerja dengan lelua sa tanpa diganggu orang yang hilir mudik. RONY SIMANJUNTAK

Bagaimana Cara Memfokus yang Baik Istimewa MEMFOKUS MATA - Pada pemotretan objek manusia pada jarak sangat dekat, dianjurkan untuk memfokus pada mata yang paling dekat kepada kamera. "Gambarnya kok buram ya, ma?" tanya seorang anak kepada ibunya sewaktu melihat foto-foto liburan sekolahnya di salah satu pusat cuci cetak foto belum lama ini. Si Ibu hanya menjawab pasrah, "ya... sudah lah!". Siapa pun orangnya pasti kesal jika mengalami hal yang sama dengan itu. Apalagi foto itu punya kenangan indah, seperti wisata liburan sekolah, misalnya. Sebetulnya pengalaman tidak mengenakan itu tak mesti terjadi jika si pemotret paham soal cara memfokus, selain ketepatan pencahayaan dan komposisi tentunya. Karena itu, berikut dijelaskan apa definisi fokus itu sendiri. Memfokus adalah menyetel lensa agar menimbulkan imaji tajam pada fotonya nanti. Pada kamera SLR atau kamera refleks lensa tunggal (RLT), apa yang tampak di jendela bidik sama dengan yang akan terjadi pada fotonya. Maka memfokus pada kamera SLR adalah menyetel titik fokus lensa sampai menimbulkan imaji tajam pada jendela bidik. Fotografi pada dasarnya adalah memindahkan imaji yang ada di alam nyata ke dalam gambaran dua dimensi dengan bantuan lensa. Maka dengan pemindahan dimensi dari tiga menjadi dua ini, ada bagian yang akan lebih menonjol daripada yang lain akibat keterbatasan lensa.

Di alam nyata, mata manusia akan langsung memfokus kepada suatu obyek yang dilihatnya, sedangkan lensa kamera hanya akan memfokus ke bagian-bagian tertentu yang diinginkan sang pemotret saja. Lensa kamera mempunyai keterbatasan dalam memfokus. Lensa hanya mampu memberikan imaji tajam pada suatu kedalaman tertentu saja. Lensa secara umum tidak bisa memfokus pada semua yang tampak di jendela bidik. Secara teknis disebut bahwa lensa mempunyai depth of field atau ruang ketajaman. Lensa sudut lebar (wide) tampaknya memang mempunyai depth of field sangat besar, namun sesungguhnya tidak demikian. Seperti lensa lain, le nsa sudut lebar sebenarnya juga cuma mempunyai titik fokus satu bidang saja sementara bagian lainnya sekadar mempunyai acceptable sharpness atau ketajaman visual yang layak bagi mata manusia. Dengan keterbatasan lensa itu, fokus yang "meleset" akan menghancurkan sebuah foto. Bayangkan, misalnya Anda berfoto di depan candi Borobudur, namun dalam fotonya yang terfokus adalah Borobudurnya sementara Anda sendiri Cuma berupa gambar samar-samar akibat out of focus. Dalam kasus ini, istilah "meleset" layak dipakai karena seharusnya yang terfokus adalah Anda, sementara Borobudur adalah sekadar latar belakang yang harus tampak namun tidak perlu terlalu fokus. Pemilihan bagian mana yang harus fokus dan bagian mana yang tidak, sangat bergantung kepada bagian mana yang akan ditonjolkan dan bagian mana yang sekadar latar belakang. Kegiatan memfokus bisa juga untuk menghilangkan sama sekali latar belakang dengan bukaan diafragma sebesar mungkin dan dengan lensa sepanjang mungkin. Memfokus untuk menonjolkan obyek tertentu disebut dengan istilah selective focus atau fokus selektif. Tiga Kelompok Adanya depth of field pada lensa memang memudahkan kita saat memfokus. Namun kita harus camkan baik-baik bahwa fokus yang tepat, tetap hanya ada pada satu bidang di depan lensa saja tidak peduli berapa panjang jarak fokal lensa Anda. Masalah fokus yang sangat teliti akan sangat menonjol bila kita akan mencetak foto kita dalam ukuran sangat besar. Memfokus pada dasarnya bisa digolongkan menjadi tiga kelompok, yaitu fokus statis (static focus), fokus bergerak (follow focus), dan fokus jebakan (focus trapping). Fokus statis adalah kegiatan memfokus dalam pemotretan yang obyeknya tidak bergerak, misalnya memotret pemandangan atau memotret manusia yang memang berpose. Memotret pemandangan, karena objeknya relatif terletak pada jarak tidak terhingga, kita biasanya bisa langsung menyetel lensa pada jarak tidak terhingga pula. Dengan cara ini hasilnya, biasanya sangat memadai terutama kalau kita memakai bukaan diafragma kecil. Namun, sebenarnya memotret pemandangan adalah memotret sesuatu pada jarak nyaris tidak terhingga, atau sedikit lebih dekat daripada jarak tidak terhingga. Seharusnya kita memfokus pada setelan lensa sedikit sebelum tidak terhingga. Pada pembesaran foto yang sangat besar, selisih yang sedikit ini akan sangat kentara.

Pada pemotretan manusia, titik yang harus difokus adalah mata manusia. Pada keadaan tertentu kita bahkan terpaksa memilih mata mana yang harus difokus. Pada foto close up manusia, fokus sebaiknya pada mata yang lebih dekat kepada kamera. Pada kasus memotret orang dalam jumlah banyak, kita harus bijaksana. Untuk jarak yang relatif jauh dari kamera, sekitar 4 sampai 10 meter, depth of field lensa membantu kita dalam memotret. Kalau orang-orang yang kita potret misalnya berdiri dalam tiga baris, sebaiknya kita memfokus pada baris yang tengah. Baris depan dan baris belakang akan terfokus akibat adanya depth of field itu. Yang harus dicatat adalah, depth of field ke bagian jauh dari lensa sekitar dua kali lebih panjang daripada depth of field ke bagian dekat lensa. Dengan kenyataan itu, kalau kita memotret orang dalam tiga baris seperti disebut tadi, sebaiknya kita memfokus ke deret tengah, lalu geser penyetelan lensa sedikit ke baris yang depan. Pemotretan benda yang bergerak menuntut sangat agar pemotret terus menerus mengubah setelah fokusnya. Pemotretan dengan obyek yang terus bergerak misalnya memotret pemain tenis yang sedang bermain, atau memotret peragaan busana. Dalam pemotretan tenis, fotografer menunggu sang petenis sampai mempuyai pose yang dinamis, sementara pada pemotretan peragaan busana sang fotografer menunggu saat di mana sang peragawati berada pada pose yang baik dan pakaian yang dikenakannya terekspos maksimal. Rana dijepretkan saat sang peragawati menampilkan ekspresi yang baik, dan pakaian yang diperagakannya berada pada sudut yang menurut sang fotografer terbaik. Di sini, selective focus juga berperan yaitu dengan mengaburkan latar belakang sehingga obyek utama menonjol. Pada hal-hal tertentu, kita harus memfokus dengan perkiraan karena berbagai hal. Misalnya obyeknya akan lewat dalam waktu singkat, atau pada waktu yang tidak terduga, atau pada keadaan yang tidak memungkinkan kita memotret dengan normal. Menyetel fokus dengan perkiraan tanpa membidik biasanya disebut dengan istilah preset focus. Pada pemotretan olahraga lari 100 meter, kita memang bisa melakukan follow focus. Namun hal ini sering tidak memungkinkan karena tidak tidak selalu kita bisa tahu siapa yang akan menang, atau siapa yang harus diikuti. Untuk itu, kita bisa "menjebak" pemenang dengan memfokus pada sedikit di depan garis finis. Umumnya, saat menyentuh garis finis, seorang pelari belum berekspresi. Ia baru menunjukkan kegembiraannya sekitar dua atau tiga meter setelah melalui garis finis. Ke titik inilah kita harus memfokus untuk menjebak adegan tersebut. Sementara itu pemakaian fokus jebakan lain adalah saat kita akan memotret hewan langka di Ujung Kulon misalnya. Kita tidak pernah tahu kapan seekor badak Jawa akan lewat pada suatu tempat. Maka kita memasang sebuah kamera tersembunyi, lalu memfokus pada suatu tempat dimana sang badak akan menginjak tombol penjepret rananya. Pemakaian preset focus lain adalah saat kita ingin memotret dari suatu tempat tinggi. Misalnya kita aka memotret dengan kamera jauh di atas kepala sambil mengangkat

kamera itu dengan tangan tinggi-tinggi. Tentunya kita tidak bisa memfokus sambil memotret seperti itu. Di sini, kita harus memperkirakan dulu jarak fokusnya, baru mengangkat kamera lalu memotret. Prinsipnya adalah: Jangan pernah lagi Anda gagal dalam memfokus. Pelajari dan coba terus. RONY SIMANJUNTAK

Related Documents

Fotografi
November 2019 30
Fotografi
May 2020 30
Fotografi
November 2019 35
Fotografi
June 2020 21
Fotografi
October 2019 24
Artikel Fotografi
May 2020 10

More Documents from ""

Buku Kamal Final _sept13
November 2019 18
Kul Kejahata
November 2019 23
Fotografi
November 2019 30
Sumpah Pemuda.docx
December 2019 42
Analisis Hari Efektif.xlsx
October 2019 30