1. Tema: Rabies 2. Form: Keyword Rabies Rabies Symptoms Anak-anak Manajemen Rabies Virus rabies Paparan Rabies
Human rabies Rabies Clinical Sign Children Perawatan Rabies RABV Kategori Paparan
Dog-Mediated Human Rabies Clinical Sign after Bited Anak laki-laki Vaksinasi Rabies Rhabdoviridae 3 Kategori Paparan Rabies
Search Engine www.google.com.id www.scholar.google.co.id www.sciencedirect.com www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/ www.medscape.com www.who.int Daftar Pustaka atau Referensi
Avaible from (Link)
Dibia, I., Sumiarto, B., Susetya, H., Putra, A., Scott-Orr, H. and Mahardika, G. (2014). Phylogeography of the current rabies viruses in Indonesia, [online] Available at: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/P MC4701738/pdf/jvs-16-459.pdf. [Accessed 19 Oct. 2017]. Mahardika, G. N. K., Budayanti, N. S., Susilawathi, N. M., Subrata, K., Darwinata, A. E., Wignall, F. S., Valdivia-Granda, W. A., and Sudewi, A. A. R. (2013). Phylogenetic Analysis and Victim Contact Tracing of Rabies Virus from Humans and Dogs in Bali, Indonesia. Central Epidemiology and Infection, [online] Available at: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/P MC4045169/. [Accessed 19 Oct. 2017]. Pancharoen, C., Thisyakorn, U., Lawtongkum, W. and Wilde, H. (2001). Rabies exposures in Thai children. Wilderness and Environmental Medicine, [online] 12, pp.239-243. Available at: http://www.wemjournal.org/article/S10806032(01)70751-X/pdf. [Accessed 19 Oct. 2017]. Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI. (2016). Jangan ada lagi kematian akibat rabies, [online] Available at: http://www.depkes.go.id/download.php?file= download/pusdatin/infodatin/InfodatinRabies-2016.pdf. [Accessed 19 Oct. 2017]. Tanzil, K. (2017). Penyakit rabies dan
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/P MC4701738/pdf/jvs-16-459.pdf
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/P MC4045169/
http://www.wemjournal.org/article/S10806032(01)70751-X/pdf
http://www.depkes.go.id/download.php?file= download/pusdatin/infodatin/InfodatinRabies-2016.pdf
http://download.portalgaruda.org/article.php? article=250181&val=6686&title=PENYAKI
penatalaksanaannya.
E-Journal
WIDYA T%20RABIES%20DAN%20PENATALAK SANAANNYA Kesehatan Dan Lingkungan, [online] 1(1). Available
at:
http://download.portalgaruda.org/article.php? article=250181&val=6686&title=PENYAKI T%20RABIES%20DAN%20PENATALAKS ANAANNYA. [Accessed 19 Oct. 2017]. World Helath Organization. (2010). WHO http://www.who.int/rabies/PEP_prophylaxis_ guidelines_June10.pdf Guide for Rabies Pre and Post Rabies Pre and Post-exposure [online]
Prophylaxis
in
Humans,
Available
at:
http://www.who.int/rabies/PEP_prophylaxis_ guidelines_June10.pdf. [Accessed 19 Oct. 2017]. World Health Organization. (2011). WHO http://www.who.int/rabies/en/WHO_recomm endation_post_exp_treatment.pdf Recommendations on Rabies Post-Exposure Treatment and the Correct Technique of Intradermal immunization against Rabies, [online]
Available
at:
http://www.who.int/rabies/en/WHO_recomm endation_post_exp_treatment.pdf. [Accessed 19 Oct. 2017]. World Health Organization. (2016). What is http://www.who.int/rabies/about/en/ Rabies,
[online]
Available
at:
http://www.who.int/rabies/about/en/. [Accessed 19 Oct. 2017]. Judul Penanganan Rabies di Indonesia pada Anak-Anak
Rabies disebut sebagai penyakit zoonosis karena ditularkan dari hewan ke manusia yang cara penularannya melalui gigitan atau jilatan hewan yang terjangkit rabies sepeti anjing, kucing, kera, dan serigala (Tanzil, 2014). Mahardika, dkk (2013) mengatakan bahwa hal tersebut dapat menyebabkan infeksi parah pada sistem saraf pusat dan hampir selalu fatal. Penyakit rabies dipaparkan oleh virus rabies (RABV), pada famili Rhabdoviridae, genus Lyssavirus. Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO (2016) menjelaskan bahwa virus tersebut dipaparkan melalui air liur hewan yang terinfeksi dan masuk ke tubuh manusia melalui infiltrasi air liur yang mengandung virus rabies ke dalam luka (misalnya goresan), atau oleh permukaan mukosa pada paparan langsung air liur seperti gigitan. Virus
tidak bisa menginfiltrasi kulit utuh atau kulit yang tidak terluka. Begitu virus tersebut sampai ke otak, virus tersebut kemudian bereplikasi dan menyebabkan beberapa gejala klinis dari pasien sebagai hasilnya. Rabies furious adalah bentuk paling umum rabies manusia, terhitung sekitar 80% kasus. Di Indonesia, penyakit ini mewabah di pulau-pulau besar dan jumlah daerah yang terinfeksi meningkat pada tingkat yang tidak dapat diprediksi. Penularan ke daerah yang sebelumnya bebas, termasuk pulau-pulau di Bali dan Nias, dilaporkan dari tahun 2008 sampai 2010. dengan rabies dikonfirmasi di Bali untuk pertama kalinya pada bulan November 2008. Penyakit ini menyebar di semua daerah di Bali dan berdamapak atas 135 kematian manusia dari 2008 sampai 2011. Dengan demikian, rabies kini menjadi masalah kesehatan masyarakat yang besar di Bali (Dibia et al., 2014). Rabies tidak hanya menyerang orang dewasa saja, melainkan juga dapat menyerang anak kecil. Korban didominasi anak laki-laki berumur 2 sampai 4 tahun. Hal ini mungkin disebabkan oleh perilaku berisiko yang meningkat pada anak laki-laki. Anak-anak berusia 2 sampai 4 tahun mampu menjangkau atau menyentuh hewan namun tidak mampu melindungi diri dari gigitannya (Pancharoen et al., 2001). Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI (2016) menjelaskan bahwa apabila manusia terkena gigitan hewan dan terpapar rabies, gejala klinisnya meliputi stadium prodromal, stadium sensoris, dan stadium eksitasi. Stadium prodromal gejala yang timbul yaitu nyeri, demam,dan mual. Stadium sensoris gejalanya yaitu nyeri, cemas, terasa panas dan kesemutan pada bekas luka. Stadium eksitasi merupakan penyakit telah mencapai puncak dan gejala yang timbul berlangsung sampai meninggal. Tetapi terdapat juga penderita yang tidak mengalami stadium eksitasi tetapi mengalami kelumpuhan otot yang bersifat progresif. Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO pada Guide for Pre and Post-exposure Prophylaxis in Humans (2010) mengkategorikan penggunaan biologis rabies berdasarkan kategori paparan sebagai berikut: 1) Kategori I seperti menyentuh, memberi makan hewan atau hewan menjilati kulit utuh. Artinya tidak ada paparan, oleh karena itu tidak diperlukan profilaksis. 2) Kategori II seperti goresan kecil atau lecet tanpa ada perdarahan dan atau penggilingan kulit yang tidak ditemukan. Kita perlu menggunakan vaksin saja. 3) Kategori III seperti goresan atau gigitan trans dermal tunggal atau multipel, menjilati kulit yang pecah, kontaminasi membran mukosa dengan air liur seperti jilatan. Kita perlu menggunakan imunoglobulin ditambah vaksin. Perawatan Dunia dapat dihentikan jika hewan yang dicurigai terinfeksi seperti anjing dalam hal ini tetap sehat selama periode pengamatan 10 hari; atau jika hewan itu ditiadakan dan terbukti negatif seperti rabies dengan tes laboratorium. Jika hewan menggigit ditemukan menjadi rabies, euthanasia segera dan beberapa pemeriksaan laboratorium yang tepat harus dilakukan. Perlakuan di atas harus dimulai sesegera mungkin setelah terpapar.
Vaksin berikut, memenuhi persyaratan WHO, telah diuji untuk perawatan pasca-paparan dalam percobaan terbatas. Human Diploid Cell Vaccine (HDCV) misalnya Rabivac, Vaksin Sel Vero yang dimurnikan (PVRV) misalnya Verorab, Imovax - Rabies vero, dan TRC Verorab, Vaksin Sel Embrio Ayam Purifikasi (PCECV) misalnya Rabipur, Veal Embryo Bebek Purified (PDEV) misalnya Lyssavac N. Vaksin lain untuk penggunaan manusia telah diberikan secara efektif melalui injeksi intra dermal di satu lokasi, misalnya tifoid, kolera dan BCG (WHO, 2011).
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa rabies manusia terutama anjing yang dimediasi rabies manusia bisa terjadi karena beberapa alasan, oleh karena itu vaksinasi yang
diberikan kepada pasien tersebut akan berbeda juga. Vaksinasi yang terkait dalam kasus ini adalah Prophylaxis Pasca Pemaparan (PEP), walaupun masih ada profilaksis pra-paparan sebagai pencegahan. Jadi, ada 3 (tiga) biologis rabies yang bisa digunakan berdasarkan kategori paparan. Yang pertama adalah ketika tidak ada paparan, hanya menyentuh atau memberi makan, maka tidak ada profilaksis yang dibutuhkan. Jika ada goresan kecil atau lecet tanpa ada perdarahan atau dan penggilingan kulit yang tidak ditutup, kita bisa menggunakan vaksin hanya seperti HDCV, PVRV, PCEV, PDEV, dan vaksin lain yang telah disetujui. Vaksin dapat diberikan dengan injeksi intra dermal di satu lokasi. Yang terakhir jika ada yang menjilati kulit yang luka, kontaminasi membran mukosa dengan air liur, maka vaksin yang diberikan harus diikuti dengan penggunaan imunoglobulin rabies sebagai tambahan. Tindakan tersebut dapat dihentikan jika hewan (anjing) tetap sehat dalam 10 hari periode pengamatan dan atau jika hewan tersebut ditemukan negatif untuk rabies. Namun, mengingat vaksin dan imunoglobulin rabies cukup mahal dan rabies biasanya terjadi di negara-negara berkembang atau negara berpendapatan menengah ke bawah, maka penelitian lanjutan mengenai pendekatan lain untuk mengatasi anjing rabies yang dimediasi anjing yang lebih efisien dan terjangkau sangat dibutuhkan. Dan sebaiknya anak-anak diajuhkan dari anjing yang belum divaksin.