2.2.
Karakteristik Fluida Reservoir Fluida Reservoir yang terdapat dalam ruang pori-pori batuan Reservoir pada tekanan
dan temperatur tertentu, secara alamiah merupakan campuran yang sangat kompleks dalam susunan atau komposisi kimianya. Sifat-sifat dari fluida hidrokarbon perlu dipelajari untuk memperkirakan cadangan akumulasi hidrokarbon, menentukan laju aliran minyak atau gas dari Reservoir menuju dasar sumur, mengontrol gerakan fluida dalam Reservoir dan lain-lain. Fluida Reservoir minyak dapat berupa hidrokarbon dan air (air formasi). Hidrokarbon terbentuk di alam, dapat berupa gas, zat cair ataupun zat padat. Sedangkan air formasi merupakan air yang dijumpai bersama-sama dengan endapan minyak. 2.2.1. Komposisi Kimia Fluida Reservoir Fluida Reservoir terdiri dari hidrokarbon dan air formasi. Dalam pembahasannya akan dibicarakan mengenai sifat-sifat kimia dan fisika kedua jenis fluida Reservoir tersebut. 2.2.1.1 Komposisi Kimia Hidrokarbon Hidrokarbon adalah senyawa yang terdiri dari atom karbon dan hidrogen. Senyawa karbon dan hidrogen mempunyai banyak variasi yang terdiri dari hidrokarbon rantai terbuka, yang meliputi hidrokarbon jenuh dan tak jenuh serta hidrokarbon rantai tertutup (susunan cincin) meliputi hidrokarbon cyclic aliphatic dan hidrokarbon aromatic. Keluarga hidrokarbon dikenal sebagai seri homolog, anggota dari seri homolog ini mempunyai struktur kimia dan sifat-sifat fisiknya dapat diketahui dari hubungan dengan anggota deret lain yang sifat fisiknya sudah diketahui. Sedangkan pembagian tingkat dari seri homolog tersebut didasarkan pada jumlah atom karbon pada struktur kimianya. 2.2.1.1.1. Golongan Hidrokarbon Jenuh Seri homolog dari hidrokarbon ini mempunyai rumus umum CnH2n+1 dan mempunyai ciri dimana atom-atom karbon diatur menurut rantai terbuka dan masing-masing atom dihubungkan oleh ikatan tunggal, dimana tiap-tiap valensi dari satu atom C berhubungan dengan atom C disebelahnya. Seri homolog hidrokarbon ini biasanya dikenal dengan nama alkana (Inggris : alkene) dimana penamaan anggota seri homolog ini disesuaikan dengan jumlah atom karbon dalam sebutan Yunani dan diakhiri dengan akhiran “ana” (Inggris : “ane”). Senyawa dari golongan ini (alkana) disebut juga sebagai hidrokarbon golongan paraffin. (Tabel II-9) menunjukkan contoh-contoh nama-nama anggota alkana sesuai dengan jumlah atom karbonnya.
Tabel II-9.
Alkana (CnH2n+2) ( Mc Cain, William D.Jr., 1973 ) No. Karbon, n
Nama
1
Methane
2
Ethane
3
Propane
4
Butane
5
Pentane
6
Hexane
7
Heptane
8
Octane
9
Nonane
10
Decane
20
Eicosane
30
Triacontane
Pada tekanan dan temperatur normal empat alkana yang pertama merupakan gas. Sebagai hasil meningkatnya titik didih (boiling point) karena penambahan jumlah atom karbon maka mulai pentana (C5H12) sampai hepta dekana (C17H36) merupakan cairan. Sedangkan alkana yang mengandung 18 atom karbon atau lebih merupakan padatan (solid). Alkana dengan rantai bercabang memperlihatkan gradasi sifat-sifat fisik yang berlainan dengan n-alkana, dimana untuk rantai bercabang memperlihatkan sifat-sifat fisik yang kurang beraturan. Perubahan dalam struktur menyebabkan perubahan didalam gaya antar molekul (inter molekuler force) yang menghasilkan perbedaan pada titik lebur dan titik didih diantara isomerisomer alkana.
Tabel II-10. Sifat – sifat Fisik n-Alkana ( Mc Cain, William D.Jr., 1973 )
Boiling Point
Melting Point
Specific Gravity
oF
oF
60o/60 oF
Methane
-258.7
-296.6
-
2
Ethane
-127.5
-297.9
-
3
Propane
-43.7
-305.8
0.508
4
Butane
31.1
-217.0
0.584
5
Pentane
96.9
-201.5
0.631
6
Hexane
155.7
-139.6
0.664
7
Heptane
209.2
-131.1
0.688
8
Octane
258.2
-70.2
0.707
9
Nonane
303.4
-64.3
0.722
10
Decane
345.5
-21.4
0.734
11
Undecane
384.6
-15
0.740
12
Dodecane
421.3
14
0.749
15
Pentadecane
519.1
50
0.769
20
Eicosane
648.9
99
-
30
Triacontane
835.5
151
-
N
Name
1
2.2.1.1.2. Golongan Hidrokarbon Tak Jenuh Hidrokarbon ada yang mempunyai ikatan rangkap dua ataupun rangkap tiga (triple), yang digunakan untuk mengikat dua atom C yang berdekatan. Oleh karena itu, valensi yang semula tersedia untuk mengikat atom hidrokarbon telah digunakan untuk mengikat atom C yang berdekatan, dengan cara ikatan rangkap dua atau rangkap tiga yang mengikat dua atom C, maka hidrokarbon seperti ini disebut hidrokarbon tak jenuh atau disebut juga sebagai keluarga alkena (Inggris : alkene) dengan rumus umum CnH2n. Dalam keadaan yang menguntungkan, hidrokarbon tak jenuh dapat menjadi jenuh dengan penambahan atom-atom pada rantai ikatan tersebut. Secara garis besar, sifat-sifat fisik alkena sama seperti sifat-sifat fisik alkana, sebagai bahan perbandingan sifat-sifat fisik alkena, dapat dilihat pada (Tabel II-11). Sebagaimana pada alkana, maka untuk alkena terjadi juga peningkatan titik didih dengan bertambahnya kandungan atom karbon, dimana peningkatannya mendekati 20 - 30 oC untuk setiap penambahan atom karbon.
Secara kimiawi, karena alkena merupakan ikatan rangkap, maka alkena lebih reaktif bila dibandingkan dengan alkana. Senyawa hidrokarbon tak jenuh yang telah dijelaskan diatas hanya mempunyai satu ikatan rangkap yang lebih dikenal dengan deretan olefin, tetapi ada juga diantara senyawa-senyawa hidrokarbon yang mengandung dua atau lebih ikatan ganda (double bond), seperti alkadiena, alkatriena, serta alkatetraena. Tabel II-11. Sifat-sifat Fisik Alkena ( Mc Cain, William D.Jr., 1973 ) Name
Formula
Boiling
Melting
Specific
Point,
Point,
Gravity,
oF
oF
60o/60 oF
Ethylene
CH2 =CH2
-154.6
-272.5
Propylene
CH2=CHCH3
-53.9
-301.4
1-butene
CH2=CH CH2CH3
20.7
-301.6
0.601
1-pentene
CH2=CH(CH2)2CH3
86
-265.4
0.646
1-hexene
CH2=CH(CH2)3CH3
146
-216
0.675
1-heptene
CH2=CH(CH2)4CH3
199
-182
0.698
1-octene
CH2=CH(CH2)5CH3
252
-155
0.716
1-nonene
CH2=CH(CH2)6CH3
295
0.731
1-decene
CH2=CH(CH2)7CH3
340
0.743
Selain ikatan ganda, senyawa hidrokarbon tak jenuh ada juga yang mempunyai ikatan rangkap tiga (triple bond) yang dikenal sebagai deretan asetilen. Rumus umum deretan asetilen adalah CnH2n-2, dimana dalam tiap molekul terdapat ikatan rangkap tiga yang mengikat dua atom karbon yang berdekatan. Pemberian nama untuk deret ini sama dengan untuk deret alkena dengan memberi akhiran “una” (Inggris : “yne”). Sifat-sifat fisik deret asetilen ini hampir sama dengan alkana dan alkena, sedang sifatsifat kimianya hampir sama dengan alkena, dimana keduanya lebih reaktif dari alkana. 2.2.1.1.3. Golongan Naftena Aromat yang Polisiklis Senyawa golongan ini merupakan senyawa hidrokarbon, dimana susunan atom karbonnya berbentuk cincin. Golongan ini termasuk hidrokarbon jenuh tetapi rantai karbonnya merupakan rantai tertutup. Yang umum dari golongan ini adalah sikloalkana atau dikenal juga sebagai naftena, sikloparafin atau hidrokarbon alisiklik. Disebut sikloparafin karena sifatsifatnya mirip dengan parafin sebagaimana terlihat pada (Tabel II-12). Apabila dalam keadaan
tidak mengikat gugus lain, maka rumus golongan naftena atau sikloparafin ini adalah CnH2n. Rumus ini sama dengan rumus untuk seri alkena, tetapi sifat fisik keduanya jauh berbeda karena strukturnya yang sangat berbeda. Tabel II-12. Sifat-sifat Fisik Hidrokarbon Naftena Aromat yang Polisiklis ( Mc Cain, William D.Jr., 1973 ) Boiling Melting Specific Point, Point, Gravity, Name oF oF 60o/60 oF Cyclopropane -27 -197 Cyclobutane 55 -112 Cyclopentane 121 -137 0.750 Cyclohexane 177 44 0.783 Cycloheptane 244 10 0.810 Cyclooctane 300 57 0.830 Metylcyclopentane 161 -224 0.754 Cis-1, 2-dimethylcyclopentane 210 -80 0.772 Trans-1, 2-dimethylcyclopentane 198 -184 0.750 Methylcyclohexane 214 -196 0.774 Cyclopentene 115 -135 0.774 1, 3-cyclopentadiene 108 -121 0.798 Cyclohexene 181 -155 0.810 1,3-cyclohexadiene 177 -144 0.840 1,4-cyclohexadiene 189 -56 0.847 2.2.1.2 Komposisi Kimia Air Formasi Air formasi mempunyai komposisi kimia yang berbeda-beda antara Reservoir yang satu dengan yang lainnya. Oleh karena itu analisa kimia pada air formasi perlu sekali dilakukan untuk menentukan jenis dan sifat-sifatnya. Dibandingkan dengan air laut, maka air formasi ini rata-rata memiliki kadar garam yang lebih tinggi. Sehingga studi mengenai ion-ion air formasi dan sifat-sifat fisiknya ini menjadi penting artinya karena kedua hal tersebut sangat berhubungan dengan terjadinya plugging (penyumbat) pada formasi dan korosi pada peralatan di bawah dan di atas permukaan. Air formasi tersebut terdiri dari bahan-bahan mineral, misalnya kombinasi metal-metal alkali dan alkali tanah, belerang, oksida besi, dan aluminium serta bahan-bahan organis seperti asam nafta dan asam gemuk. Sedangkan komposisi ion-ion penyusun air formasi seperti terlihat pada (Tabel II-13) terdiri dari kation-kation Ca, Mg, Fe, Ba, dan anion-anion chlorida, CO3, HCO3, dan SO4. Air formasi mempunyai kation-kation dan anion-anion dengan jumlah tertentu yang biasanya dinyatakan dalam satuan part per million (ppm) seperti yang ditunjukkan pada (Tabel
II-13). Kation-kation air formasi antara lain adalah : Calcium (Ca++), Magnesium (Mg++), Natrium (Na+), Ferrum (Fe+), dan Barium (Ba++). Sedangkan yang termasuk anion-anion air formasi adalah Chloride (Cl-), Carbonate (CO3) dan Bicarbonate (HCO3), serta Sulfat (SO4).
Tabel II-13. Komposisi Kimia Air Formasi ( Burcik, J.E., 1979 ) Connate Water
Composition Ion
From well # 23
Sea Water
Stover Faria,
Parts per million
McKean Country, Pa. Parts per million Ca++
13,260
420
Mg++
1,940
1,300
Na+
31,950
10,710
K+
650
………….
SO4-
730
2,700
Cl
77,340
19,410
Br-
320
………….
I-
10
………….
Total
2.2.2 Sifat Fisik Fluida Reservoir
126,200
34,540
Beberapa sifat fisik fluida yang perlu diketahui adalah: berat jenis, viskositas, faktor volume formasi, dan kompresibilitas. 2.2.2.1 Sifat Fisik Gas Gas merupakan suatu fluida yang homogen dengan densitas dan viskositas rendah serta tidak tergantung pada bentuk tempat yang ditempatinya, sehingga dapat mengisi semua ruangan yang ada. Berdasarkan jenisnya, gas dapat dibedakan menjadi dua, yaitu sebagai berikut : 1.
Gas ideal, adalah fluida dimana : a.
Mempunyai molekul yang dapat diabaikan bila dibandingkan dengan volume fluida keseluruhan.
b.
Tidak mempunyai tenaga tarik-menarik maupun tolak-menolak antar molekulmolekulnya atau antara molekul-molekul dengan dinding wadahnya.
c.
Tumbukan antar molekul-molekulnya bersifat lenting sempurna, sehingga tidak terjadi kehilangan tenaga akibat tumbukan tersebut.
Persamaan untuk gas ideal adalah sebagai berikut : PV nRT
m RT ………………………………………….…… (2-20) M
Dimana : P
= tekanan, psi
V
= volume, Cuft
T
= temperatur, oR
n
= jumlah mol gas, lb-mol
m
= berat gas, lb
M = berat molekul gas, lb/lb-mol R
= konstanta gas, psi-Cuft/(lb-mol oR).
Konstanta gas (R) memiliki harga berlainan, tergantung satuan yang digunakan. Tabel II-19. menunjukkan harga R untuk beberapa unit satuan. 2.
Gas nyata, adalah gas yang tidak mengikuti hukum-hukum gas ideal. Persamaan untuk gas nyata adalah sebagai berikut : PV nZRT
m ZRT …………………………………………… (2-21) M
keterangan : Z = faktor kompressibilitas gas.
Harga Z untuk gas ideal adalah satu. Sedangkan untuk gas nyata, harga Z bervariasi tergantung dari tekanan dan temperatur yang bekerja. Untuk suatu gas tertentu yang belum diketahui harga Z-nya, dapat dicari berdasarkan hukum corresponding state yang berbunyi, pada suatu tekanan dan temperatur tereduksi yang sama, maka semua hidrokarbon mempunyai harga Z yang sama. Tekanan dan temperatur tereduksi untuk gas murni dapat dinyatakan dengan persamaan sebagai berikut : Pr
T P , dan Tr ……………………………………………… (2-22) Tc Pc
Dimana : Pr = tekanan tereduksi gas murni Tr = temperatur tereduksi gas murni P = tekanan Reservoir, psi T = temperatur Reservoir, oR Pc = tekanan kritik gas murni, psi Tc = temperatur kritik gas murni, oR. Tabel II-14. Berbagai Harga R Untuk Beberapa Unit Satuan ( Burcik, J.E., 1979 ) Unit R atm, cc/g-mole, oK. …………... 0082.060000 atm, liter/g-mole, oK. ………… 0000.082060 BTU/lb-mole, oR. …………….. 0001.987000 psia, cu ft/lb-mole, oR. ……….. 0010.730000 lb/sq ft abs, cu ft/lb-mole, oR. … 1544.000000 atm, cu ft/lb-mole, oR. ……….. 0000.730000 kwh/lb-mole, oK. …………….. 0000.001049 hp-hr/lb-mole, oR. ……………. 0000.000780 atm, cu ft/lb-mole, oK. ………... 0001.314500 mm Hg, liters/g-mole, oK. ……. 0062.370000 in. Hg, cu ft/lb-mole, oR. …….. 0021.850000 cal/g-mole, oK. ………………. 0001.987000 atm, cu ft/lb-mole, oK. ………... 0001.314000
Harga Pc dan Tc untuk masing-masing gas murni ditentukan dari Tabel II-20. Kemudian dengan menggunakan grafik yang sesuai dengan jenis gasnya, maka akan diperoleh harga Z. Untuk suatu gas campuran yang terdapat senyawa impurities (N2, CO2, H2S), maka dalam penentuan harga Z terlebih dahulu harus diketahui komposisi campurannya. Kemudian harga P dan T kritik gas campuran ditentukan dengan persamaan berikut :
Ppc Yi Pci , dan T pc Yi Tci ………………………………….. (2- 23)
Dimana : Ppc
= tekanan kritik gas campuran, psi
Pci
= tekanan komponen ke-i, psi
Tpc
= temperatur kritik gas campuran, oR
Tci
= temperatur komponen ke-i, oR
Yi
= fraksi mol komponen ke-i.
Sedangkan P dan T tereduksi untuk gas campuran dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan berikut :
T P , dan Tpr ……………………………………………(2-24) Tpc Ppc
Ppr
Dimana : Ppr = tekanan tereduksi untuk gas campuran Tpr = temperatur tereduksi untuk gas campuran Tabel II-15. Konstanta Fisik Beberapa Jenis Hidrokarbon Pembentuk Gas Alam ( Burcik, J.E., 1979 ) Critical Pressure, psi
Critical Temperature, R
016.04
0673
0344
C2
030.07
0709
0550
C3H8
C3
044.09
0618
0666
Iso-Butane
C4H10
i-C4
058.12
0530
0733
n-Butane
C4H10
n-C4
058.12
0551
0766
Iso-Pentane
C5H12
i-C5
072.15
0482
0830
n-Pentane
C5H12
n-C5
072.15
0485
0847
n-Hexane
C6H14
n-C6
086.17
0434
0915
n-Heptane
C7H16
n-C7
100.20
0397
0973
n-Octane
C8H18
n-C8
114.20
0361
1024
Nitrogen
N2
N2
028.02
0492
0227
CO2
CO2
044.01
1072
0548
Chemical Composition
Symbol (for Calculation)
Methane
CH4
C1
Ethane
C2H6
Propane
Compound
Carbon dioxide
Molecular Weight
Hydrogen Sulfide
H2S
H2S
034.08
1306
0673
Sifat fisik gas yang akan dibahas disini meliputi : viskositas, densitas, faktor volume formasi, kompresibilitas gas, dan faktor deviasi gas. 2.2.2.1.1. Viskositas Gas Viskositas gas akan naik dengan bertambahnya suhu, dalam hal ini tabiat gas akan berlainan dengan cairan, untuk gas sempurna viskositasnya tidak tergantung dari tekanan. Gas sempurna berubah menjadi gas tidak sempurna bila tekanannya dinaikkan dan tabiatnya mendekati tabiat zat cair. Salah satu cara untuk menentukan viskositas gas yaitu dengan korelasi grafis (Carr et al), dimana cara ini untuk menentukan viskositas gas campuran pada sembarang tekanan maupun suhu dengan memperhatikan adanya gas-gas ikutan, seperti H2S, CO2, dan N2. Adanya gas-gas non-hidrokarbon tersebut akan memperbesar viskositas gas campuran. 2.2.2.1.2. Densitas Gas Densitas didefinisikan sebagai massa tiap satuan volume dan dalam hal ini massa dapat diganti oleh berat gas, m. Sesuai dengan persamaan gas ideal, maka rumus densitas untuk gas ideal adalah :
g
PM m V RT
……………………………………………………...(2-20)
dimana : m
=
berat gas, lb
V
=
volume gas, cuft
M
=
berat molekul gas, lb/lb mole
P
=
tekanan Reservoir, psia
T
=
temperatur, oR
R
=
konstanta gas = 10.73 psia cuft/lbmole oR
Rumus di atas hanya berlaku untuk gas berkomponen tunggal. Sedangkan untuk gas campuran digunakan rumus sebagai berikut : g
P Ma ………………………………………………………….(2-21) zRT
dimana : z
=
faktor kompresibilitas gas
Ma
=
berat molekul tampak = yi Mi
yi
=
fraksi mol komponen ke-i dalam suatu campuran gas
Mi
=
berat molekul untuk komponen ke-i dalam suatu campuran gas.
2.2.2.1.3. Faktor volume Formasi Gas Faktor volume formasi gas adalah perbandingan volume dari sejumlah gas pada kondisi Reservoir dengan kondisi standard, dapat dituliskan : Bg
Vres ……………………………………………………………(2-22) Vsc
atau Bg 0.00504
zT P
res bbl …………………………………………(2-23) scf
2.2.2.1.4. Kompressibilitas Gas Kompressibilitas gas didefinisikan sebagai fraksi perubahan volume per unit perubahan tekanan, atau dapat dinyatakan dengan persamaan :
Cg V1 ( dV dP ) ….……………………………………………………(2-24) 2.2.2.1.5. Faktor Deviasi Dengan diketahuinya harga Ppc dan Tpc, maka harga Pr dan Tr dapat dihitung. Untuk menentukan harga z (deviation factor), Katz dan Standing telah membuat korelasi berupa grafik : z = f(Pr,Tr) 2.2.2.2 Sifat Fisik Minyak 2.2.2.2.1. Viskositas Minyak Viskositas minyak adalah suatu ukuran tentang besarnya keengganan minyak untuk mengalir. Viskositas dinyatakan dengan persamaan :
F/A dv
….……………………………………………………….(2-25)
dy
dimana :
= viskositas, gr/(cm.sec)
F
= shear stress
A
= luas bidang paralel terhadap aliran, cm2
dv
dy
= gradient kecepatan, cm/(sec.cm).
Viskositas minyak dipengaruhi oleh P, T, dan Rs. Hubungan antara viskositas minyak (o) terhadap P dan T dapat dilihat pada (Gambar 2.7). 2.2.2.2.2. Densitas Minyak
Densitas adalah perbandingan berat masa suatu substansi dengan unit dari volume tersebut. Cara penentuan diantaranya dengan mencari hubungan antara densitas minyak dengan pengaruh GOR (dikembangkan oleh Katz).
Gambar 2.7. Pengaruh Viscositas Minyak terhadap berbagai Tekanan ( Mc Cain, William D.Jr., 1973 ) Dengan cara ini ketelitian berbeda 3 % dari hasil percobaan. Hubungan tersebut dapat dituliskan :
o
γ sc (62,4) γ g (0,0764)Rs Bo
………………..……………..…...…(2-26)
dimana : o = densitas minyak, lbm/cuft sc =
141,5 131,5 o API
...………………………………………………(2-27)
Spesific gravity gas yang terlarut dalam minyak ini dapat dicari hubungan Rs (Gambar 2.8). Bila harga kelarutan gas dan komposisi gas diketahui, maka untuk menghitung 0 dapat digunakan korelasi Standing, yaitu mengoreksi adanya CH4 C2H6 yang masih berupa gas (Gambar 2.9). Dengan menentukan harga Tpr dan Ppr terlebih dahulu dengan Persamaan (2-37)
Gambar 2.8. Grafik Penentuan Gravity Gas bila diketahui Rs dan 0API ( Marathon Oil Company )
Gambar 2.9. Koreksi Gravity Gas Terhadap CH4 dan C2H6 yang Masih Berupa Gas ( Mc Cain William D.Jr., 1973 ) 2.2.2.2.3. Faktor Volume Formasi Minyak Faktor volume formasi minyak adalah perbandingan relatip antara volume minyak awal (kondisi Reservoir) terhadap volume minyak akhir (kondisi tangki pengumpul), bila dibawa ke keadaan standart. Standing melakukan perhitungan Bo secara empiris : Bo = 0.972 + 0.000147.F1.175 .………………………..……..………(2-28)
g F R s . 125 . T ……………………………….………………..(2-29) o dimana : Rs
= kelarutan gas dalam minyak, scf/stb
o
= specific gravity minyak, lb/cuft
g
= specific gravity gas, lb/cuft
T
= temperatur, oF.
Harga Bo dipengaruhi oleh tekanan, dimana : a.
Tekanan dibawah Pb (P< Pb), Bo akan turun akibat sebagaian gas terbebaskan.
b.
Tekanan diantara Pi dan Pb (Pb < P < Pi), Bo akan naik sebagai akibat terjadinya pengembangan gas.
2.2.2.2.4. Kompressibilitas Minyak Kompresibilitas minyak didefinisikan sebagai perubahan volume minyak akibat adanya perubahan tekanan, secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut: Kompressibilitas minyak dibagi menjadi dua berdasarkan kejenuhannya, yaitu: a.
Kompressibilitas minyak tak jenuh (unsaturated oil). Besarnya harga kompressibilitas minyak tidak jenuh ini tergantung dari berat jenis, tekanan, dan temperatur. Kompressibilitas minyak tak jenuh dinyatakan dengan persamaan: Co
Cpr ………….…………………………………………………(2-30) Ppc
dimana: Co
= kompresibilitas minyak
Cpr
= pseudo reduced kompresibilitas
Ppc
= pseudo critical pressure, psi
Dengan menentukan harga Tpr dan Ppr terlebih dahulu dengan Persamaan (2-31) dan (2-32), yaitu: Tpr = T / Tpc ………………………………………………………...(2-31) Ppr = P / Ppc ………………………………………………………...(2-32) dimana:
b.
P
= tekanan waktu pengukuran, psia
Ppc
= tekanan kritik semu, psia
T
= temperatur waktu pengukuran, F
Tpc
= temperatur kritik semu, F
Kompressibilitas minyak jenuh (saturated oil)
Harga kompressibilitas minyak jenuh umumnya lebih besar dibandingkan dengan kompressibilitas minyak tak jenuh. Penentuan harga kompressibilitas minyak jenuh dapat dicari dengan Persamaan (2-33): Co
1 δRs δBo ……………………………………………...(2-33) Bg Bo δP δRs
dimana : Co
= kompressibilitas minyak, psi-1
Bg
= faktor volume formasi gas, bbl / cuft
Bo
= faktor volume formasi minyak, bbl / cuft
Rs
= kelarutan gas dalam minyak, cuft / bbl
2.2.2.2.5. Kelarutan Gas dalam Minyak Kelarutan gas (Rs) adalah banyaknya volume gas yang terbebaskan (pada kondisi standart) dari suatu minyak mentah di dalam Reservoir, yang di permukaan volumenya sebesar satu stock tank barrel ditunujkkan pada (Gambar 2.10). Faktor yang mempengaruhi Rs adalah : a.
Tekanan, pada suhu tetap, kelarutan gas dalam sejumlah zat cair tertentu berbanding lurus dengan tekanan .
b.
Komposisi minyak dalam gas, kelarutan gas dalam minyak semakin besar dengan menurunnya specific gravity minyak.
c.
Temperatur, Rs akan berkurang dengan naiknya temperatur.
Gambar 2.10. Rs Sebagai Fungsi Tekanan ( Mc Cain , William D.Jr., 1973 )
2.2.2.3 Sifat Fisik Air Formasi 2.2.2.3.1. Viskositas Air Formasi Viskositas air formasi (w) akan naik terhadap turunnya temperatur dan terhadap kenaikkan tekanan seperti terlihat pada (Gambar 2.11). yang merupakan hubungan antara kekentalan air formasi terhadap tekanan dan temperatur. Kegunaan mengetahui perilaku kekentalan air formasi pada kondisi Reservoir terutama untuk mengontrol gerakan air formasi di dalam Reservoir. 2.2.2.3.2. Densitas Air Formasi Densitas air formasi (brine) pada kondisi standart yang merupakan fungsi total padatan. Berat jenis formasi (w) pada Reservoir dapat ditentukan dengan membagi w pada kondisi standart dengan faktor volume formasi (Bw) dan perhitungan itu dapat dilakukan bila air formasi jenuh terhadap gas alam pada kondisi Reservoir.
Gambar 2.11. Viscositas Air Formasi Sebagai Fungsi Temperatur ( Craft, B.C. and Hawkins, MF., 1959) 2.2.2.3.3. Faktor Volume Formasi Air Formasi Faktor volume formasi air formasi (Bw) menunjukkan perubahan volume air formasi dari kondisi Reservoir ke kondisi permukaan. Faktor volume formasi air formasi ini dipengaruhi oleh pembebasan gas dan air dengan turunnya tekanan, pengembangan air dengan
turunnya tekanan dan penyusutan air dengan turunnya suhu. (Gambar 2.12). menunjukkan hubungan faktor volume formasi air-formasi dengan tekanan. Faktor volume formasi air-formasi bisa ditentukan dengan menggunakan persamaan sebagai berikut : Bw = (1 + Vwp)(1 + Vwt) ………………………………………….(2-34) dimana : Vwt = penurunan volume sebagai akibat penurunan suhu, faktor ini ditentukan dengan menggunakan (Gambar 2.13). Vwp = penurunan volume selama penurunan tekanan, faktor ini ditentukan dengan menggunakan (Gambar 2.14).
Gambar 2.12. Tipe Faktor Volume Formasi Air Formasi Sebagai Fungsi Tekanan ( Mc Cain, William D.Jr., 1973 )
Gambar 2.14. Vwp Sebagai Fungsi Tekanan Reservoir ( Mc Cain, William D.Jr., 1973 ) Faktor volume formasi air formasi meningkat, hal ini disebabkan oleh pengembangan air formasi pada tekanan dibawah tekanan jenuh, gas keluar dari larutan tetapi karena rendahnya kelarutan gas dalam air formasi, maka penyusutan fasa cair relatip kecil. Dan biasanya penyusutan ini tidak cukup untuk mengimbangi pengembangan air formasi pada penurunan tekanan, sehingga faktor volume formasi air-formasi terus meningkat dibawah tekanan jenuh. 2.2.2.3.4. Kompresibilitas Air Formasi Kompresibilitas air murni tergantung pada suhu, tekanan, dan kelarutan gas dalam air. Kompresibilitas air murni tanpa adanya gas terlarut didalamnya ditunjukkan pada (Gambar 2.15). Kompresibilitas air murni pada suhu konstan dinyatakan dalam persamaan berikut V C wp V1 ……………………………………………………(2-35) P
dimana :
Cwp
=
kompressibilitas air murni, psi-1.
V
=
volume air murni, bbl
V
=
perubahan volume air murni, bbl
P
=
perubahan tekanan, psi.
Gambar 2.15. Kompresibilitas Air Formasi Sebagai Fungsi Tekanan dan Temperatur ( Nind, T.E.W., 1964 )
Gambar 2.16. Faktor Koreksi Terhadap Gas yang Terlarut ( Nind, T.E.W., 1964 ) Selain itu kompresibilitas air formasi dapat ditentukan dengan persamaan : Cw = Cwp(1 + 0.0088 Rsw) ……………………………………….…..(2-36) dimana : Rsw
= kelarutan gas dalam air formasi
Cwp
= kompressibilitas air murni, psi-1
Cw
= kompressibilitas air formasi, psi-1
2.2.2.3.5. Kelarutan Gas dalam Air Formasi Kelarutan gas dalam air formasi akan lebih kecil bila dibandingkan dengan kelarutan gas dalam minyak di Reservoir pada tekanan dan temperatur yang sama. Pada temperatur tetap, kelarutan gas dalam air formasi akan naik dengan naiknya tekanan. Sedangkan pada tekanan tetap, kelarutan gas dalam air formasi mula-mula menurun sampai harga minimum kemudian naik lagi terhadap naiknya suhu, dan kelarutan gas dalam air formasi akan berkurang dengan bertambahnya kadar garam (Gambar 2.17). Dengan demikian kelarutan gas dalam air formasi juga dipengaruhi oleh kegaraman air formasi, maka harga kelarutan gas dalam air formasi perlu dikoreksi, seperti yang ditunjukkan pada (Gambar 2.18).
Gambar 2.17. Kelarutan Gas dalam Air Formasi Sebagai Fungsi Temperatur dan Tekanan ( Nind, T.E.W., 1964 )
Gambar 2.18. Koreksi Terhadap Kegaraman untuk Kelarutan Gas dalam Air Formasi ( Nind, T.E.W., 1964 ) 2.3.
Kondisi Reservoir Tekanan dan temperatur merupakan besaran-besaran yang sangat penting dan
berpengaruh terhadap keadaan Reservoir, baik pada batuan maupun fluidanya (air, minyak, dan gas). Tekanan dan temperatur lapisan kulit bumi dipengaruhi oleh adanya gradient kedalaman, letak dari lapisan, serta kandungan fluidanya. 1.3.1. Tekanan Reservoir Tekanan Reservoir dapat terjadi oleh salah satu atau kedua sebab-sebab berikut: a.
Tekanan hidrostatik, yang disebabkan oleh fluida (terutama air) yang mengisi pori-pori batuan diatasnya.
b.
Tekanan overburden, yang disebabkan oleh berat batuan diatasnya serta kandungan fluidanya. Pada prinsipnya tekanan Reservoir adalah bervariasi terhadap kedalaman. Hubungan
antara tekanan dengan kedalaman ini disebut dengan gradient tekanan. Gradient tekanan hidrostatik air murni adalah 0.433 psi/ft, sedangkan untuk air asin berkisar antara 0.433 - 1 psi/ft. Penyimpangan dari harga tersebut dianggap sebagai tekanan abnormal. Gradient tekanan overburden adalah : 2,3 x 0.433 psi/ft = 1 psi/ft Setelah akumulasi hidrokarbon didapat, maka salah satu test yang harus dilakukan adalah test untuk menentukan tekanan Reservoir, yaitu tekanan awal Reservoir, tekanan statik sumur, tekanan alir dasar sumur, dan gradient tekanan Reservoir. Data tekanan tersebut akan berguna didalam menentukan produktivitas formasi produktip serta metode produksi yang akan digunakan, sehingga dapat diperoleh recovery hidrokarbon yang optimum tanpa mengakibatkan kerusakan formasi. Tekanan awal Reservoir adalah tekanan Reservoir pada saat pertama kali diketemukan. Tekanan dasar sumur pada sumur yang sedang berproduksi disebut tekanan aliran (flowing)
sumur. Kemudian jika sumur tersebut ditutup maka selang waktu tertentu akan didapat tekanan statik sumur. 2.3.2. Temperatur Reservoir Temperatur akan mengalami kenaikan dengan bertambahnya kedalaman, ini dinamakan gradien geothermal yang dipengaruhi oleh jauh dekatnya dari pusat magma. Dalam kenyataannya temperatur Reservoir akan bertambah terhadap kedalaman, yang mana sering disebut sebagai gradient geothermis. Besaran gradient geothermis ini bervariasi dari satu tempat ke tempat lain, dimana harga rata-ratanya adalah 2oF/100 ft. Gradient geothermis yang tertinggi adalah 4oF/100 ft, sedangkan yang terendah adalah 0.5 oF/100 ft. Variasi yang kecil dari gradient geothermis ini disebabkan oleh sifat konduktivitas thermis beberapa jenis batuan. Besarnya gradien geothermal dari suatu daerah dapat dicari dengan menggunakan persamaan :
Gradien geothermal
T formasi Ts tan dart Kedalalaman Formasi
…………...……… (2-37)
Harga gradien geothermal berkisar antara 1.11o sampai 2 oF/100 f. Seperti diketahui temperatur sangat berpengaruh terhadap sifat – sifat fisik fluida Reservoir Hubungan temperatur terhadap kedalaman dapat dinyatakan sebagai berikut : Td = Ta + @ x D …………………………………………………….(2-38) dimana : Td =
temperatur Reservoir pada kedalaman D ft, oF
Ta =
temperatur pada permukaan, oF
@ =
gradient temperatur, oF
D
kedalaman, ratusan ft.
=
Pengukuran temperatur formasi dilakukan setelah “completion” dan temperatur formasi ini dapat dianggap konstan selama kehidupan Reservoir, kecuali bila dilakukan proses stimulasi. Suatu contoh kurva temperatur versus kedalaman dapat dilihat pada (Gambar 2.19).
Gambar 2.19. Gradient Temperatur Rata-rata untuk Suatu Lapangan ( Amyx, J.W., Bass M.D., whiting R.L., 1960 )