Flokulasi Dan Pengendapan.docx

  • Uploaded by: Anhiy Septhiyanha
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Flokulasi Dan Pengendapan.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 3,158
  • Pages: 17
LAPORAN KEGIATAN “FLOKULASI DAN PENGENDAPAN”

Disusun oleh: 1. Safira Al Zakiah

16303241027

2. Tarmini

16303241029

3. Ana Septiani

16303244013

JURUSAN PENDIDIKAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2018

FLOKULASI DAN PENGENDAPAN A. TUJUAN Mengetahui pengaruh koagulan dan flokulan terhadap kekeruhan dan pengendapan kotoran dalam sampel air kotor. B. DASAR TEORI Proses pengendapan berkaitan dengan proses koagulasi dan flokulasi. Koagulasi adalah peristiwa pembentukan atau penggumpalan partikel-partikel kecil menggunakan zat koagulan. Flokulasi adalah peristiwa pengumpulan partikel-partikel kecil hasil koagulasi menjadi flok yang lebih besar sehingga cepat mengendap. Tawas dan kapur merupakan zat koagulan dan flokulan yang telah banyak digunakan dalam proses koagulasi (Putra, 2009). Proses flokulasi adalah agregasi atau berkumpulnya partikel-partikel kecil dalam sebuah suspensi, menjadi partikel-partikel yang lebih besar yang disebut flok. Flokulasi disebabkan oleh adanya penambahan sejumlah kecil bahan kimia yang disebut sebagai flokulan. Flokulan dapat dikategorikan menjadi 2 jenis yaitu flokulan organik dan flokulan anorganik. Di antara flokulan-flokulan anorganik, garam-garam dari berbagai logam seperti alumunium dan besi telah banyak digunakan. Flokulan organik dapat dibagi lagi menjadi 2 jenis yaitu sintetik dan alami. Flokulan sintetik umumnya merupakan polimer linear yang larut dalam air seperti polyacrylamide, poly(acrylic acid), poly(diallyl dimethil ammonium chloride), poly(styrenic sulfonic acid), dan sebagainya. Di sisi lain, pati, selulosa, alginic acid, guar gum, adalah polimer alami yang sangat sering digunakan sebagai flokulan. Ada dua jenis proses flokulasi yaitu : a. Flokulasi perikinetik merupakan flok yang diakibatkan oleh adanya gerak thermal (panas) yang dikenal sebagai gerak Brown, prosesnya disebut flokulasi perikinetik. Gerak acak dari partikel-partikel koloid yang ditimbulkan karena adanya tumbuhan molekul-molekul air, akan mengakibatkan terjadinya gabungan antar partikellebih sangat kecil 1 < 100 milimikron (Sank R.K, 1986). b. Flokulasi orthokinetik adalah suatu proses terbentuknya flok yang diakibatkan oleh terbentuknya gerak media (air) misalnya pengadukan (Sank R.K, 1986). Pada umumnya kecepatan aliran cairan akan berubah terhadap tempat dan waktu. Perubahan kecepatan dari satu titik ke titik lainnya dikenal sebagai gradien kecepatan,

dengan notasi G. Dengan adanya perbedaan kecepatan aliran media cair akan mempunyai aliran kecepatan yang berbeda pula akibatnya akan terjadi tumbukan atau kontak antara partikel. Tujuan dari flokulasi adalah untuk menciptakan partikel yang lebih besar yang kompatibel dengan proses selanjutnya seperti menetap atau flotasi. Flokulasi objektif, sebagai proses unit pengolahan air, adalah untuk menyebabkan tabrakan antara partikel kecil. Setelah pendinginan, premis adalah bahwa partikel akan menempel satu sama lain dan dengan demikian menggumpal, tumbuh beberapa ukuran yang diinginkan dan menjadi flok. Proses aglomerasi disebut flokulasi. Pada prinsipnya, flokulasi merupakan kasus khusus pencampuran. Pada risiko beberapa redundansi, flokulasi dianggap di sini sebagai topik yang terpisah untuk menyalahkan identitas itu sendiri [CITATION Dav06 \l 1057 ]. Koagulasi merupakan proses menurunkan atau menetralkan muatan listrik pada partikel-partikel tersuspensi atau zeta-potential-nya. Muatan-muatan listrik yang sama pada partikel-partikel kecil dalam air menyebabkan partikel-partikel tersebut saling menolak sehingga membuat partikel-partikel koloid kecil terpisah satu sama lain dan menjaganya tetap berada dalam suspense. Proses koagulasi berfungsi untuk menetralkan atau mengurangi muatan negatif pada partikel sehingga mengijinkan gaya tarik van der waals untuk mendorong terjadinya agregasi koloid dan zat-zat tersuspensi halus untuk membentuk microfloc. Reaksi-reaksi koagulasi biasanya tidak tuntas dan berbagai reaksireaksi samping lainnya dengan zat-zat yang ada dalam air limbah dapat terjadi bergantung pada karakteristik air limbah tersebut dan akan terus berubah seiring berjalannya waktu [CITATION Jam04 \l 1057 ]. Beberapa faktor yang mempengaruhi proses koagulasi dan flokulasi antara lain sebagai berikut [CITATION Man12 \l 1057 ]: 1. Suhu Suhu berkaitan dengan pH optimal cairan, di mana proses koagulasi dinyatakan dapat berjalan baik jika pH air baku olahan (ABO) berkisar. Jika ABO tidak dalam kisaran tersebut maka penambahan koagulan ke dalam ABO tidak ekonomis karena koagulan tidak bekerja optimal. 2. Bentuk koagulan Secara ekonomis, laju pencampuran akan lebih efektif jika koagulan diberikan pada keadaan cair dibandingkan dalam bentuk padat. 3. Tingkat kekeruhan

Pada tingkat kekeruhan rendah, destabilisasi sulit terjadi. Jadi akan lebih mudah jika koagulasi dilakukan pada tingkat kekeruhan yang tinggi. 4. Kecepatan pengadukan Pengadukan bertujuan untuk mempercepat kontak antara kandungan suspensi (koloid) dalam ABO dengan koagulan yang ditambahkan. Jika pengadukan lambat, pengikatan akan berlangsung tepat sasaran sehingga flok yang terbentuk juga sedikit dan akibatnya proses penjernihan tidak maksimal. Demikian halnya jika pengadukan berlangsung terlalu cepat, maka kemungkinan flok yang terbentuk akan terurai kembali. 5. Konsentrasi koagulan Konsentrasi koagulan sangat berpengaruh terhadap tumbukan partikel, sehingga penambahan koagulan harus sesuai dengan kebutuhan untuk membentuk flok-flok. Jika konsentrasi koagulan kurang mengakibatkan tumbukan antar partikel berkurang sehingga mempersulit pembentukan flok. Begitu juga sebaliknya jika konsentrasi koagulan terlalu banyak maka flok tidak terbentuk dengan baik dan dapat menimbulkan kekeruhan kembali [ CITATION Sus08 \l 1057 ]. Senyawa

koagulan

adalah

senyawa

yang

mempunyai

kemampuan

mendestabilisasi koloid dengan cara menetralkan muatan listrik pada permukaan koloid sehingga koloid dapat bergabung satu sama lain membentuk flok dengan ukuran yang lebih besar sehingga mudah mengendap. Penambahan dosis koagulan yang lebih tinggi tidak selalu menghasilkan kekeruhan yang lebih rendah. Dosis koagulan yang dibutuhkan untuk pengolahan air tidak dapat diperkirakan berdasarkan kekeruhan, tetapi harus ditentukan melalui percobaan pengolahan. Tidak setiap kekeruhan yang tinggi membutuhkan dosis koagulan yang tinggi. Jika kekeruhan dalam air lebih dominan disebabkan oleh lumpur halus atau lumpur kasar maka kebutuhan akan koagulan hanya sedikit, sedangkan kekeruhan air yang dominan disebabkan oleh koloid akan membutuhkan koagulan yang banyak. Koagulan dapat berupa garam-garam logam (anorganik) atau polimer (organik). Polimer adalah senyawa-senyawa organik sintetis yang disusun dari rantai panjang molekul-molekul yang lebih kecil. Koagulan polimer ada yang kationik (bermuatan positif), anionik (bermuatan negatif), atau nonionik (bermuatan netral). Sedangkan koagulan anorganik mencakup bahan-bahan kimia umum berbasis aluminium atau besi. Ketika ditambahkan ke dalam contoh air, koagulan anorganik

akan mengurangi alkalinitasnya sehingga pH air akan turun. Koagulan organik pada umumnya tidak mempengaruhi alkalinitas dan pH air. Koagulan anorganik akan meningkatkan konsentrasi padatan terlarut pada air yang diolah (Gebbie 2005). Salah satu jenis koagulan yang dapat digunakan untuk pengolahan air limbah yaitu Aluminium Sulphate (Alum). Alum merupakan salah satu koagulan yang paling lama dikenal dan paling luas digunakan. Alum dapat dibeli dalam bentuk likuid dengan konsentrasi 8,3% atau dalam bentuk kering (bisa berupa balok, granula, atau bubuk) dengan konsentrasi 17%. Alum padat akan langsung larut dalam air tetapi larutannya bersifat korosif terhadap aluminium, besi, dan beton sehingga tangkitangki dari bahan-bahan tersebut membutuhkan lapisan pelindung. Rumus kimia alum adalah Al2(SO4)3.18H2O tetapi alum yang disuplai secara komersial kemungkinan hanya memiliki 14 H2O. Ketika ditambahkan ke dalam air, alum bereaksi dengan air dan menghasilkan ion-ion bermuatan positif. Ion-ion dapat bermuatan +4 tetapi secara tipikal bermuatan +2 (bivalen). Ion-ion bivalen 30-60 kali lebih efektif dalam menetralkan muatanmuatan partikel dibanding ion-ion yang bermuatan +1 (monovalen). Pembentukan flok aluminium hidroksida merupakan hasil dari reaksi antara koagulan yang bersifat asam dan alkalinitas alami air (biasanya mengandung kalsium bikarbonat). KAl2(SO4)2 (aq) + H2O(l)  2Al(OH)3 (s) + KOH (aq) + H2SO4(aq) Al(OH)3(s)

Al3+ (aq) + 3OH-(aq)

Ca(OH)2(aq)

Ca2+ (aq) + 2OH-(aq)

Jika air kurang memiliki kapasitas alkalinitas (buffering capacity), basa tambahan seperti hydrated lime, sodium hidroksida (soda kaustik) atau sodium karbonat harus ditambahkan. C. ALAT DAN BAHAN 1. Alat a. Pengaduk b. 10 buah gelas akua c. Alat suntik printer pengganti gelas ukur d. 3 buah botol akua e. 2 baskom plastik 2. Bahan a. Air kotor/terpolusi

b. Air kapur ( Ca(OH)2 ) 1 M c. Air tawas (KAl2(SO)4) 1 M d. Air D. CARA KERJA 16 mL Ca(OH)2

gelas akua

4 mL KAl2(SO4)2

flok 10 mL air kotor

Gelas 1 10 mL air

Gelas 2 8 mL Ca(OH)2 + 2 mL KAl2(SO4)2

digojok diamati setiap 5 menit

Hasil pengamatan

Gelas 3 5 mL air + 4 mL Ca(OH)2 + 1 mL KAl2(SO4)2

E. HASIL PENGAMATAN Waktu (m) 0 5

1 Tidak ada perubahan Sedikit lebih bersih dari sebelumnya Tidak ada perubahan

10

Tidak ada perubahan 15

20

Tidak ada perubahan

A 2 Tidak ada perubahan Kotoran terlihat semakin sedikit Terdapat sedikit suspensi (putih) dalam larutan Suspensi lebih banyak dari sebelumnya dan terdistribusi di seluruh bagian larutan Suspensi mulai berkurang dan air mulai bening

3 Tidak ada perubahan Kotoran terlihat semakin sedikit Terdapat sedikit endapan yang bercampur dengan serbuk kapur Masih terdapat endapan kapur dan air mulai jernih

1 Tidak ada perubahan Tidak ada perubahan

Air lebih jernih dari sebelumnya dan masih terdapat endapan

B 2 Tidak ada perubahan Kotoran mulai hilang

3 Tidak ada perubahan Kotoran mulai hilang

1 Tidak ada perubahan Tidak ada perubahan

C 2 Tidak ada perubahan Partikulat tanah mulai hilang

3 Tidak ada perubahan Tanah mulai hilang

Sedikit lebih bersih dari sebelumnya

Terdapat suspensi putih dalam air yang masih kotor

Tidak ada perubahan dari terakhir berubah

Tidak ada perubahan

Terdapat suspensi berwarna putih

Tidak ada perubahan dari terakhir berubah

Tidak ada perubahan

Tidak ada perubahan dari terakhir berubah

Air mulai jernih dan masih ada endapan kapur dibawah

Tidak ada perubahan

Suspensi terdistribusi ke seuluruh larutan

Tidak ada perubahan dari terakhir berubah

Tidak ada perubahan

Suspensi semakin berkurang dan air masih keruh

Tidak ada perubahan dari terakhir berubah

Tidak ada perubahan

Tidak ada perubahan dari terakhir berubah

Lebih jernih dari sebelumnya dan masih ada endapan kapur

Tidak ada perubahan 25

Tidak ada perubahan 30

Suspensi semakin sedikit dan air lebih bening dari sebelumnya Tidak ada perubahan dari terakhir berubah

kapur Tidak ada perubahan dari terakhir berubah Tidak ada perubahan dari terakhir berubah

Tidak ada perubahan

Tidak ada perubahan dari terakhir berubah

Tidak ada perubahan dari terakhir berubah

Tidak ada perubahan

Tidak ada perubahan dari terakhir berubah

Tidak ada perubahan dari terakhir berubah

Tidak ada perubahan

Tidak ada perubahan dari terakhir berubah

Tidak ada perubahan dari terakhir berubah

Tidak ada perubahan

Tidak ada perubahan dari terakhir berubah

Sangat jernih namun masih ada endapan kapur

F. ANALISIS DATA Air pada gelas A merupakan air dari selokan di depan rumah warga (daerah sentolo), pada gelas B merupakan air yang diambil dari aliran air di dekat pabrik dan pada gelas C merupakan air dari aliran irigasi sawah . Ketiga jenis air kotor tersebut di campur dengan air biasa, larutan pertama (8 mL Ca(OH)2 dan 2 mL KAl2(SO4)2), dan larutan kedua (5 mL air + 4 mL Ca(OH)2 + 1 mL KAl2(SO4)2).

Berdasarkan data yang diperoleh, penambahan air tidak berpengaruh terhadap air keruh atau air yang mengandung limbah di dalamnya. Jumlah air yang semakin banyak hanya merubah konsentrasi kotoran atau jumlah partikel dalam air kotor tersebut, karena ketika ditambah air, volume larutan bertambah, dan kotoran nampak lebih sedikit dari sebelumnya, namun sebenarnya tidak ada pengurangan jumlah kotoran. Dari hasil tersebut, tidak terjadi flokulasi maupun pengendapan yang terjadi karena tidak ada flokulan dan koagulan yang ditambahkan. Penambahan larutan 1 ke dalam gelas A, gelas B dan gelas C mempengaruhi kekeruhan dan pengendapan pada masing masing larutan di dalam gelas. Dari lima menit menit pertama, pada gelas A terlihat semakin sedikitnya kotoran yang ada di dalam gelas, tidak seperti yang nampak pada penambahan air saja, penambahan larutan pertama ini membuat kotoran semakin sedikit dan terbentuk suspensi. Hingga pada menit ke-20, suspensi mulai menghilang dan air menjadi bening. Pada gelas B tidak jauh berbeda dengan gelas A, namun suspensi yang terbentuk tidak sebanyak pada gelas A karena gelas B lebih keruh. Pada gelas C yang memiliki banyak partikulat tanah, pada menit ke5 mulai berkurang dan sedikit lebih jernih dari sebelumnya. Pada menit ke-15, terbentuk suspensi yang terdistribusi ke seluruh bagian larutan. Suspensi dan endapan yang terbentuk dalam gelas tersebut merupakan flok. Flok terbentuk karena adanya flokulan dan koagulan yang ditambahkan yaitu berupa Ca(OH)2 dan KAl2(SO4)2. Penambahan larutan kedua pada gelas A, pada menit ke-5 juga terlihat kotoran semakin sedikit, pada menit ke-10 mulai terdapat endapan, namun bercampur dengan serbuk kapur, lalu pada menit ke-20 terdapat suspensi putih yang berada di permukaan larutan. Penambahan larutan kedua pada gelas B sama dengan gelas A pada 5 menit pertama,yaitu kotoran mulai menghilang, lalu air mulai jernih pada menit ke-15 dan tidak ada perubahan lagi setelahnya. Penambahan larutan kedua pada gelas C pada 5 menit pertama teramati bahwa partikulat tanah lebih sedikit dari sebelumnya, dan pada akhirnya larutan menjadi sangat jernih, dan masih ada endapan kapur dibawahnya.

G. PEMBAHASAN Percobaan yang berjudul flokulasi dan pengendapan ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh koagulan terhadap pengurangan kekeruhan air kotor dan mengetahui pengaruh penambahan flokulan pada pengendapan. Flokulasi sendiri merupakan peristiwa pengumpulan partikel-partikel kecil hasil koagulasi menjadi flok yang lebih besar sehingga cepat mengendap. Selain flokulasi, ada juga koagulasi yang merupakan peristiwa pembentukan atau penggumpalan partikel-partikel kecil menggunakan zat koagulan. Zat flokulan dan koagulan yang digunakan adalah Ca(OH)2 dan KAl2(SO4)2. Air kotor yang digunakan ada tiga jenis, diantaranya adalah gelas A yang berisi air dari selokan di depan rumah warga (daerah sentolo), gelas B yang berisi air yang diambil dari aliran air di dekat pabrik dan gelas C merupakan air dari aliran irigasi sawah. Zat koagulan dan flokulan yang digunakan ini berbentuk padat, maka perlu dilarutkan ke dalam air terlebih dahulu agar lebih mudah digunakan, dengan konsentrasi masing-masing zat dibuat 1M. Sebelum zat koagulan dan flokulan dimasukkan kedalam masing-masing gelas yang berisi air kotor, keduanya dicampur dulu untuk mendapatkan floc. 16 mL Ca(OH)2 dicampur dengan 4 mL larutan KAl2(SO4)3 dan dihasilkan endapan putih yang disebut floc. Tahap selanjutnya yaitu melakukan pengamatan terhadap air keruh yang ditambahkan koagulan dan flokulan, setiap gelas yang akan digunakan diberi label A1, A2, A3, B1, B2, B3, C1, C2 dan C3. Untuk gelas nomor 1, yaitu hanya penambahan 10 mL air biasa. Untuk gelas dengan nomor 2, reagen yang ditambahkan adalah 8 mL Ca(OH)2 dan 2 mL KAl2(SO4)2, untuk gelas dengan nomor 3, reagen yang ditambahkan adalah 5 mL air, 4 mL Ca(OH) 2 dan 1 mL KAl2(SO4)2. Segera setelah reagen ditambahkan lalu diaduk agar reagen secara cepat dapat terdistribusi ke seluruh bagian larutan. Selanjutnya yaitu dilakukan pengamatan setiap 5 menitnya dari 30 menit. Hal ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh dari reagen yang ditambahkan terhadap sampel air kotor. Berdasarkan analisis data yang kami peroleh, semakin bertambahnya menit untuk ketiga gelas yang berisi air kotor dan masing-masing dilakukan penambahan 10 ml air, hasilnya tidak terjadi flokulasi maupun pengendapan yang terjadi karena tidak ada flokulan dan koagulan yang ditambahkan. Yang ada hanya

perubahan konsentrasi air kotor akibat bertambahnya volume air pada sampel air kotor dan kotoran terlihat menjadi lebih sedikit. Kemudian untuk ketiga sampel air kotor yang masing-masing ditambahkan larutan pertama, yaitu 8 mL Ca(OH)2 dan 2 mL KAl2(SO4)2, berdasarkan analisis data yang kami peroleh semakin bertambahnya menit ketiga sampel air kotor itu mengalami perubahan menjadi lebih jernih dari sampel sebelum dilakukan penambahan reagen, dan di dalam masing-masing gelas sampel terbentuk suspensi dan endapan yang disebut flok. Flok terbentuk karena adanya flokulan dan koagulan yang ditambahkan yaitu berupa Ca(OH)2 dan KAl2(SO4)2. Dan flok inilah yang mengikat kotoran dari masing-masing sampel air kotor yang mengakibatkan sampel air kotor menjadi jernih. Untuk ketiga sampel air kotor yang masing-masing ditambahkan larutan kedua yaitu 5 mL air, 4 mL Ca(OH)2, dan 1 mL KAl2(SO4)2. Berdasarkan analisis data yang kami peroleh semakin bertambahnya menit ketiga sampel air kotor mengalami perubahan menjadi jernih. Karena koagulan yang di gunakan yaitu KAl2(SO4)2 (tawas/alum), dan ketika ditambahkan ke dalam air, alum bereaksi dengan air dan menghasilkan ion-ion bermuatan positif. Senyawa koagulan adalah senyawa yang mempunyai kemampuan mendestabilisasi koloid dengan cara menetralkan muatan listrik pada permukaan koloid sehingga koloid dapat bergabung satu sama lain membentuk flok dengan ukuran yang lebih besar sehingga mudah mengendap. Hal ini yang menyebabkan kotoran dari air sampel berkurang hingga benar-benar hilang. Sedangkan untuk kejernihan masing-masing sampel, sampel yang paling jernih yaitu sampel air C, karena kekeruhan air C berasal dari tanah. Sedangkan untuk sampel air kotor A dan B kekeruhannya dominan disebabkan oleh koloid. Jika kekeruhan dalam air lebih dominan disebabkan oleh lumpur halus atau lumpur kasar maka kebutuhan akan koagulan hanya sedikit, sedangkan kekeruhan air yang dominan disebabkan oleh koloid akan membutuhkan koagulan yang banyak. Konsentrasi koagulan juga sangat berpengaruh terhadap tumbukan partikel, sehingga penambahan koagulan harus sesuai dengan kebutuhan untuk membentuk flok-flok. Jika konsentrasi koagulan kurang mengakibatkan tumbukan antar partikel berkurang sehingga mempersulit pembentukan flok. Begitu juga sebaliknya jika konsentrasi koagulan terlalu banyak maka flok tidak terbentuk dengan baik dan dapat menimbulkan kekeruhan kembali Karena perbandingan koagulan yang ditambahkan untuk masingmasing sampel air kotor sama, maka sampel yang paling jernih yaitu sampel air C.

Flok yang terbentuk juga tidak terlalu banyak, hal tersebut dikarenakan ketika penggojokan atau pengadukan tidak dilakukan dengan cepat dan hanya dilakukan beberapa detik saja. Pengadukan juga sangat berpengaruh dengan terbentuknya flok dan kejernihan air tersebut. Sampel air C lebih jernih karena ketika menambahkan reagen koagulan dan flokulan langsung dilakukan pengadukan dan penggojokan karena berada pada baris terakhir, berbeda dengan sampel air A dan B. Selain

konsentrasi

koagulan

dan

pengadukan,

faktor-faktor

yang

mempengaruhi proses koagulasi dan flokulasi yang lainnya adalah suhu, kekeruhan dan bentuk koagulan. Proses ini dilakukan pada suhu ruangan. Selain itu, ketika sampel diambil sebanyak 10 mL memiliki kekeruhan yang rendah dibandingkan dengan kekeruhan pada volume asli sampel. Pada tingkat kekeruhan rendah, destabilisasi sulit terjadi. Jadi akan lebih mudah jika koagulasi dilakukan pada tingkat kekeruhan yang tinggi. H. KESIMPULAN Dari percobaan yang telah dilakukan serta pemaparan diatas, dapat disimpulkan bahwa koagulan dan flokulan yang ditambahkan pada ketiga sampel air kotor sangat berpengaruh dalam penjernihan air sampel tersebut. Dimana kotoran dalam air sampel tersebut akan diikat oleh koagulan, dalam percobaan ini koagulan yang digunakan adalah KAl2(SO4)3. Setelah terjadi pengikatan kotoran oleh koagulan, selanjutnya digumpalkan oleh flokulan yang digunakan dalam percobaan ini adalah Ca(OH)2 menjadi gumpalan besar dan akhirnya dapat diendapkan dan diperoleh larutan yang jernih. Proses penjernihan dan pengendapat tersebut dipengaruhi oleh konsentrasi koagulan, pengadukan, suhu dan sebagainya.

DAFTAR PUSTAKA Ebeling, J. M. & Ogden, S. R., 2004. Application of Chemical Coagulation Aids for the Remoal of Suspended Solids (TSS) and Phosphorus from the Microscreen Effluent Discharge of an Intensive Recirculating Aquaculture System. North American Journal of Aquaculture, Volume 66, pp. 198-207. Hendricks, D. W., 2006. Water Treatment Unit Process: Physical and Chemical. Florida: CRC Press. Manurung, T., 2012. Efektivitas Biji Kelor Pada Pengolahan Air Sumur Tercemar Limbah Domestik. Jurnal Ilmiah Fakultas Teknik LIMIT's, Volume 8, pp. 37-41. Susanto, R., 2008. Optimasi Koagulasi-Flokulasi dan Analisis Kualitas Air pada Industri Semen. Jakarta: Universitas Islam Negeri Syarif HIdayatullah.

Tjokrokusumo. 1995. Pengantar Konsep Teknologi Bersih Khusus Pengelolaan dan Pengolahan Air. STTL “YLH”. Yogyakarta.

LAMPIRAN

Penimbangan Ca(OH)2

Penimbangan tawas

Air keruh yang digunakan Pelarutan Ca(OH)2

Floc yang terbentuk pada pencampuran 16 mL Ca(OH)2 dan 4 mL tawas

Setelah 5 menit air A, B dan C dicampur dengan air biasa

Setelah 5 menit air A, B dan C dicampur dengan larutan pertama

Setelah 5 menit air A, B dan C dicampur dengan larutan kedua

Setelah 10 menit air A dicampur dengan larutan pertama

Setelah 10 menit air B dicampur dengan larutan pertama

Setelah 10 menit air C dicampur dengan larutan pertama

Setelah 20 menit air A dicampur dengan larutan pertama

Setelah 20 menit air B dicampur dengan larutan pertama

Setelah 20 menit air C dicampur dengan larutan pertama

Setelah 20 menit air A, B dan C dicampur dengan larutan kedua

Setelah 30 menit air A dicampur dengan larutan pertama

Setelah 30 menit air B dicampur dengan larutan pertama

Setelah 30 menit air A dicampur dengan larutan pertama

Setelah 30 menit air A dicampur dengan larutan kedua

Setelah 30 menit air B dicampur dengan larutan kedua

Setelah 30 menit air C dicampur dengan larutan kedua

Related Documents

Flokulasi Tyckz
May 2020 20
Dan
April 2020 66
Dan
August 2019 69
Dan
June 2020 37

More Documents from ""