Fixxx Paper Phieya.docx

  • Uploaded by: Agustina Elfira Ridha
  • 0
  • 0
  • November 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Fixxx Paper Phieya.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 3,509
  • Pages: 13
ANALISIS PENGARUH UKURAN BUTIR BATUPASIR TERHADAP KEKUATAN JANGKA PANJANG DLINGO, KABUPATEN BANTUL D.I.YOGYAKARTA Oleh : Agustina Elfira Ridha Program Studi Teknik Pertambangan UPN “Veteran” Yogyakarta No. Hp : 081326965960, email : [email protected]

Ringkasan Dalam kegiatan penambangan khususnya penambangan yang menerapkan sistem tambang bawah tanah, kemantapan lubang bukaan memegang peranan sangat penting dalam mendukung seluruh kegiatan yang berlangsung di dalamnya. Salah satu aplikasinya dalam perancangan pilar bawah tanah adalah runtuhan progresif (progressive failure). Dari teori runtuhan progresif terlihat bahwa runtuhan yang terjadi pada massa batuan merupakan suatu proses yang membutuhkan waktu. Salah satu aspek yang dapat dikaji di laboratorium adalah uji rayapan dari suatu contoh batuan untuk mendapatkan konstanta yang digunakan untuk menghitung deformasi bergantung waktu dari suatu batuan. Dalam proses rayapan terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi, salah satunya adalah ukuran butir. Terkait pentingnya mengetahui pengaruh ukuran butir batupasir terhadap kekuatan jangka panjang, maka dilakukan pengujian rayapan di laboratorium terhadap ukuran butir batupasir kasar, sedang dan halus pada uji rayapan uniaksial, sehingga dapat dijadikan pertimbangan awal dalam perancangan dimensi pilar. Uji rayapan dilakukan dengan memberikan beban aksial konstan pada sampel batuan sebesar 70%𝜎c kemudian mencatat deformasi yang terjadi selama waktu tertentu sebagai dasar dalam menganalisis model rheologi yang sesuai dengan perilaku rayapan batupasir yang digunakan. Sampel penelitian ini diambil dari Desa Munthk, Kecamatan Dlingo, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan diperoleh gambaran bahwa perilaku rayapan batupasir mengikuti model Burger yang merupakan susunan seri dari model Kelvin dan Maxwell. Konstanta rheologi yang diperoleh sesuai model Burger yaitu: K = 120,448 - 129,678 MPa G1 = 5,601 – 19,235 MPa G2 = 38,220 – 63,110 MPa 1 = 344,639 -6.337,603 MPa.menit 2 = 16.800 – 186.666,670 MPa.menit Persamaan rheologi Burger untuk tiap sampel batuan adalah sebagai berikut: 1) Batupasir sampel R-1: ε(t) = 0,0087+0,0709(1-e(-0,0169t))+0,00001t 2) Batupasir sampel R-2: ε(t) = 0,01389+0,02911(1-e(-0,0030t))+0,000003t 3) Batupasir sampel R-3: ε(t) = 0,0265+0,1499(1-e(-0,0016t)+0,00005t Pengaruh ukuran butir batupasir terhadap kekuatan jangka panjang batuan yaitu batupasir yang mempunyai butir kasar akan mempunyai waktu pecahnya lebih singkat dibandingkan pada batuan dengan ukuran butir sedang dan ukuran butir halus. aplikasinya masih memerlukan pengembangan lebih lanjut (Peng,1986). Teori runtuhan progresif menekankan adanya kerusakan bertahap akibat distribusi tegangan tidak seragam pada badan pilar dan runtuhan diawali dari bagian paling kritis merambat secara bertahap hingga mencapai runtuhan akhir. Dari teori runtuhan progresif terlihat bahwa runtuhan yang terjadi pada

I. 1.1.

PENDAHULUAN Latar Belakang Runtuhan (failure) adalah kondisi batuan kehilangan kekuatan secara total. Aplikasinya dalam perancangan pilar bawah tanah terdapat dua teori yaitu kekuatan akhir (ultimate strength) dan runtuhan progresif (progressive failure).Teori runtuhan progresif meskipun lebih realistik namun dalam

1

massa batuan merupakan suatu proses yang membutuhkan waktu. Teori runtuhan progresif tidak hanya dapat diterapkan pada perancangan pilar saja namun juga untuk perancangan terowongan maupun bangunan bawah tanah lainnya, salah satunya adalah untuk mengetahui kekuatan jangka panjang massa batuan yang direpresentasikan dengan adanya fenomena rayapan. Pada batuan, rayapan dapat dilihat sebagai fenomena proses terjadinya dan penambatan regangan sebagai akibat adanya pembebanan konstan secara terus menerus selama suatu kurun waktu tertentu. Rayapan juga dapat terjadi karena adanya pengaruh suhu.(Kraus,1980) dalam (Rai, Kramadibrata dan Wattimena, 2012). Dalam proses rayapan terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi, salah satunya adalah ukuran butir. Peningkatan ukuran butir dapat mengurangi kecepatan rayapan yang dilakukan pada batu garam (saltrock) (Lecomte, 1965) dan menurut (Yang,1989) bahwa ukuran butir juga dapat berpengaruh pada model rekahan yang terjadi. Terkait pentingnya mengetahui pengaruh ukuran butir batupasir terhadap kekuatan jangka panjang, maka dilakukan pengujian rayapan di laboratorium terhadap ukuran butir batupasir yang berbeda pada uji rayapan uniaksial, sehingga dapat dijadikan pertimbangan awal dalam perancangan dimensi pilar.

a.

b.

c.

1.4. Metode Penelitian Penelitian dilakukan dengan melakukan pengujian terhadap sampel batuan di beberapa laboratorium, antara lain: a. Laboratorium Mekanika Batuan Program Studi Teknik Pertambangan Fakultas teknologi Mineral Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta untuk pengujian Sifat Fisik Batuan dan Pengujian Sifat Mekanik Batuan. b. Laboratorium Bahan Konstruksi Teknik Program Studi Teknik Sipil Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Universitas Islam Indonesia untuk melakukan pengujian Ultrasonik. c. Laboratorium Petrografi Chondrite Taman Siswa Yogyakarta untuk melakukan pengujian petrografi. d. Laboratorium Pemboran dan Peledakan Program Studi Teknik Pertambangan Fakultas Teknologi Mineral Universitas Pembangunan Nasional “ Veteran “ Yogyakarta untuk pengujian rayapan tekan uniaksial. Adapun urutan metodologi penelitian yang dilakukan sebagai berikut: a. Studi literatur Studi literatur dilakukan guna memperoleh data yang tidak dapat diperoleh dari penelitian lapangan maupun laboratorium secara langsung (data sekunder), seperti: keadaan geologi daerah penelitian, topografi daerah penelitian, teori-teori tentang kekuatan jangka panjang serta metode analisis yang digunakan. b. Studi lapangan Studi lapangan dilakukan untuk pengambilan data di lapangan yaitu

1.2.

Rumusan Masalah Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: a. Pendekatan persamaan apa yang sesuai digunakan untuk mengetahui hubungan antara waktu dan regangan aksial? b. Apakah pengaruh ukuran butir batupasir terhadap kekuatan jangka panjang? 1.3. a.

b.

Waktu pengujian rayapan tekan uniaksial terbatas yaitu: 1) Ukuran butir (kasar): Dari menit ke nol sampai menit ke 4860. 2) Ukuran butir (sedang): Dari menit ke nol sampai menit ke 5120. 3) Ukuran butir (halus): Dari menit ke nol sampai menit ke 6015. Sampel yang diuji adalah batupasir dengan ukuran butir kasar, ukuran butir sedang, dan ukuran butir halus. Metode pembebanan uniaksial dengan besaran 70% σc.

Tujuan penelitian Tujuan dalam penelitian ini adalah: Menentukan persamaan yang digunakan antara hubungan waktu dan regangan aksial . Menganalisis pengaruh ukuran butir batupasir terhadap kekuatan jangka panjang batuan.

1.4 Batasan Masalah Batasan masalah dalam penelitian ini adalah:

2

c.

d.

pengambilan sampel batupasir di lapangan dalam bentuk bongkah (boulder) dengan ukuran butir kasar, ukuran butir sedang, dan ukuran butir halus . Selanjutnya dilakukan preparasi sampel dan pengujian di laboratorium. Penelitian di laboratorium Penelitian di laboratorium bertujuan untuk memperoleh data primer yang akan digunakan sebagai data masukan untuk menyelesaikan persamaan rayapan dan penggambaran kurvanya. Analisis Data Analisis Pengolahan data dilakukan untuk memperoleh persamaan empiris rayapan pada saat regangan elastik

seketika, rayapan primer, rayapan sekunder dan rapan rayapan tersier dari kurva regangan waktu. Hasil dari pengujian rayapan tekan uniaksial digunakan untuk menentukan kekuatan jangka panjang dan dari masingmasing kurva dianalisis dalam kurva hubungan antara ukuran butir batupasir dengan kekuatan jangka panjang. 1.5.

Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah dapat dijadikan pertimbangan tahap awal dalam perancangan dimensi pilar, terowongan, maupun bangunan bawah tanah lainnya

Secara administratif, lokasi penelitian dibatasi oleh: a. Di sebelah Utara berbatasan dengan Desa Terong dan Desa Wonolelo, Kecamatan Pleret. b. Di sebelah Timur berbatasan dengan Desa Temuwuh. c. Di sebelah Tenggara berbatasan dengan Desa Dlingo. d. Di sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Mangunan. e. Disebelah Barat berbatasan dengan Desa Wukirsari, Kecamatan Imogiri. Daerah penelitian berada di sebelah Selatan dari kota Yogyakarta. Lokasi penelitian dari pusat Kota Yogyakarta berjarak ± 22 km. Jarak daerah penelitian dengan Kampus I Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta sejauh ± 30 km. Jalur untuk mencapai lokasi penelitian, dapat ditempuh dengan jalur darat menggunakan kendaraan roda dua maupun roda empat. Waktu tempuh dari menuju lokasi penelitian ± 60 menit. Daerah penelitian dapat dicapai dengan melalui rute dari Kampus I Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta - Jl. Ringroad Utara - Jl. Janti - Jl.Wonosari Jl. Pleret - Jl. Segoroyoso - Desa Wukirsari Desa Muntuk (daerah penelitian). Peta lokasi dan kesampaian daerah penelitian dapat dilihat pada Gambar 2.1. Kondisi jalan yang dilalui: a. Kampus I UPN “Veteran” Yogyakarta melalui Jl. Ring Road Utara menuju Jl. Jogja-Solo dengan jarak tempuh ± 7 km.

II. TINJAUAN UMUM 2.1. Peta Kesampaian Daerah

Gambar 2.1 Peta Lokasi dan Kesampaian Daerah Penelitian Daerah penelitian secara administrasi terletak di Desa Muntuk, Kecamatan Dlingo, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Secara astronomis, Desa Muntuk terletak antara 07°53’15’’LS sampai 07°56’45’’LS dan 110°25’50’’BT sampai 110°27’40’’BT.

3

b.

c.

d.

Jl. Jogja-Solo menuju Jl. Janti, kemudian Jl. Wonosari dengan jarak tempuh ± 5 km. Jl. Wonosari menuju Jl. Karanglo, kemudian lurus menuju Kecamatan Pleret melalui Jl. Pleret ± 8 km. Jl. Pleret melewati Jl. Segoroyoso menuju Desa Wukirsari ± 7 km. Lokasi Penelitian berbatasan dengan Desa Wukirsari sebelah Timur, dengan jarak tempuh ± 3 km.

Gambar 2.2. Peta Fisiografi daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur

2.2.

Iklim dan Curah Hujan Kecamatan Dlingo beriklim seperti layaknya daerah dataran rendah di daerah tropis dengan cuaca kemarau sebagai ciri khasnya. Suhu tertinggi yang tercatat di Kecamatan Dlingo adalah 32º dengan suhu terendah 24º C. Desa Muntuk memiliki ratarata curah hujan tahunan sebesar 2495,3 mm/tahun dengan rata-rata curah hujan tertinggi yaitu 380,8 mm pada bulan Desember, sedangkan rata-rata curah hujan terendah yaitu 13 mm pada bulan Agustus

Zona Selatan merupakan zona plateu dengan permukaan hampir datar dengan kemiringan ke selatan. Bagian selatan dibatasi oleh adanya tebing curam Cliff terhadap Samudera Indonesia. Pada bagian utara membentuk gawir memanjang ke timur yang merupakan batas Zona Tengah Jawa. 2.3.2. Stratigrafi Daerah Penelitian Secara umum stratigrafi pada daerah penelitian tepatnya di Desa Muntuk, Kecamatan Dlingo, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta termasuk dalam Formasi Nglanggran. Batuan penyusun utama adalah breksi vulkanik andesitic, endapan lava, aglomerat, breksi polimiks, dan batupasir tufan. Urutan stratigrafi Pegunungan Selatan bagian barat telah diteliti antara lain oleh Bothe (1929), Van Bemmelen (1949), Sumarso dan Ismoyowati (1975), Sartono (1964), Nahrowi, dkk (1978) dan Suyoto (1992) serta Surono (1992). Tatanan stratigrafi dapat dilihat pada Gambar 2.3.

2.3.

Keadaan Geologi Secara umum keadaan geologi dapat dibagi menjadi fisiografi, keadaan geologi lokal daerah penelitian dan stratigrafi (Budiman, 2011) dalam (Van Bemmelen, 1949). 2.3.1. Fisiografi Regional Daerah penelitian termasuk ke dalam Zona Pegunungan Selatan bagian timur yang terletak di selatan Jawa Tengah dan Jawa Timur, memanjang ke arah timur dari bagian tenggara Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta sampai Pantai Selatan Jawa Timur (Budiman, 2011) dalam (Van Bemmelen, 1949). Secara regional daerah penelitian disusun oleh dua kelompok besar batuan yaitu batuan vulkanik dan batuan karbonat. Daerah penelitian berada pada bagian paling barat dari Jalur Pegunungan Selatan Jawa yang memanjang barat-timur mulai dari Parangtritis hingga Ujungpurwa, Jawa Timur (lihat Gambar 2.2.

4

batupasir tuff dan sisipan konglomerat. Setelah Formasi Nglanggran dan Formasi Sambipitu diendapkan, terbentuk kekar - kekar akibat kompresi dan terjadi pengangkatan yang selanjutnya terjadi gaya dengan arah tegasan utama yaitu Utara Selatan yang menyebabkan terbentuknya sesar, dengan arah barat daya timur laut. Pada kala Miosen Tengah terjadi pertumbuhan terumbu - terumbu koral dan diikuti dengan proses abrasi pada tubuh koral tersebut. Hasil dari rombakan terumbu diendapkan pada lingkungan yang relatif tenang dan dangkal, sehingga menghasilkan batuan dengan perlapisan yang baik. Formasi Wonosari terendapkan pada lingkungan Neritik Tepi-Bathial Atas pada kedalaman 15-650 meter, litologi penyusun Formasi ini adalah batugamping terumbu dan batugamping berlapis. Terjadi pengangkatan oleh Formasi Wonosari yang diendapkan dan menyebabkan Formasi Nglanggran, Formasi Sambipitu dan Formasi Wonosari terangkat dan tersingkap di permukaan sehingga dapat dilihat seperti pada keadaan sekarang. Peta Geologi daerah penelitian dapat dilihat pada Gambar 2.4

Gambar 2.3. Tatanan Stratigrafi Pegunungan Selatan dari beberapa penulis 2.3.3. Struktur Geologi lokal Daerah Penelitian Geologi daerah kecamatan Dlingo, kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, dimulai pada kala Miosen Awal yang pada saat itu daerah telitian merupakan laut dalam, dan terjadi kegiatan vulkanisme yang menyebabkan material-material pada lereng cekungan mengalami longsoran sehingga menyebabkan terjadinya arus turbidit yang menghasilkan sedimentasi. Litologi penyusun daerah ini adalah breksi andesit dengan batupasir tuff., kemudian pada kala Miosen Awal – Miosen Tengah terjadi proses sedimentasi yang diendapakan formasi Sambipitu secara selaras di atas Formasi Nglanggran yang menempati wilayah cukup luas, yaitu di Dusun Muntuk, Dusun Gunung Cilik, Dusun Sanggrahan Satu, Dusun Sanggrahan Dua, Dusun Tangkil, Dusun Banjarharjo Satu, Dusun Banjarharjo Dua, Dusun Karang Asem, Dusun Seropan Satu, serta sebagian kecil di Dusun Seropan Dua. Formasi Sambipitu diendapakan dengan mekanisme arus turbidit yang terdapat di Dusun Seropan Tiga, Dusun Seropan Dua, bagian Timur Dusun Tangkil dan Dusun Banjarharjo Satu, serta sebagian kecil di Dusun Seropan Satu. Litologi penyusun batuan ini adalah perselingan batupasir karbonatan dan batulempung karbonatan, perselingan batupasir dan batulempung,

Gambar 2.3. Peta Geologi Lokasi Penelitian

5

Tuffaceous Lithik Arenite (Klasifikasi Dott 1964 Vide Gilbert, 1982 (modifikasi)) Tuffaceous Lithic Arenite (Klasifikasi Pettijohn, 1972 (modifikasi))

III. HASIL PENELITIAN 3.1. Uji Sayatan Tipis 3.1.1. Uji sayatan Tipis Batupasir Ukuran Butir Kasar Pada sayatan sampel dengan ukuran butir kasar memiliki komposisi mineral sebagai berikut: Lithic :(50%), abu-abu, kecoklatan, didominasi oleh pecahan batuan beku (komposisi andesitic dan basaltic) dan batuan piroklastik (pumice), dengan ukuran butir 0,4– 0,6 mm, bentuk menyudut –menyudut tanggung.(A-M,1-5) Feldspar : (25%), putih, relief rendah, indeks bias n>nKb, berukuran 0,1–0,2mm, bentuk menyudut – menyudut tanggung, berupa plagioklas. (F-H,10-11) Kwarsa : (1%), tidak berwarna-kuning orde I, relief relief rendah, berukuran 0,05– 0,15mm, sudut pemadaman bergelombang, membulat-membulat tanggung. (D,10) Piroxen : (5%), kekuningan, indeks bias n>nKb, relief sedang, pleokroisme lemah, ukuran butir 0,1-0,2mm, bentuk butir menyudut-menyudut tanggung, (L-N,2-5) Min opak : (4%), berwarna hitam, kedap cahaya, relief sangat tinggi, berukuran 0,05– 0,2mm, bentuk menyudut tanggung. (N,11) Gelas : (15%), tidak berwarna, pengamatan dengan menggunakan nikol silang menjadi gelap, dan sebagian besar telah terubah menjadi mineral lempung.

3.1.2.

Uji sayatan Tipis Batupasir Ukuran Butir Sedang Pada sayatan sampel dengan ukuran butir halus memiliki komposisi mineral sebagai berikut: Lithic : (50%), abu-abu, kecoklatan, didominasi oleh pecahan batuan beku (komposisi andesitic dan basaltic) dan batuan piroklastik (pumice), dengan ukuran butir 0,25–0,5 mm, bentuk menyudut–menyudut tanggung. (A-J,1-8) Feldspar : (25%), putih, relief rendah, indeks bias n>nKb, berukuran 0,1–0,2mm, bentuk menyudut–menyudut tanggung, berupa plagioklas. (O,10-11) Kwarsa : (1%), tidak berwarna-kuning orde I, relief relief rendah, berukuran 0,05–0,15mm, bentuk sudut pemadaman bergelombang, membulat-membulat tanggung.(I,1) Piroxen : (5%), kekuningan, indeks bias n>nKb, relief sedang, pleokroisme lemah, ukuran butir 0,1-0,2mm, bentuk butir menyudut-menyudut tanggung. (N-O,1) Min opak : (4%), hitam, kedap cahaya, relief sangat tinggi, ukuran 0,05–0,2mm, bentuk menyudut tanggung. (N,2) Gelas : (15%), tidak berwarna, pengamatan dengan menggunakan nikol silang menjadi gelap, sebagian besar telah terubah menjadi mineral lempung.

Gambar 3.1. Foto Sayatan Tipis Batupasir Ukuran Butir Kasar Gambar 4.2. Foto Sayatan Tipis Batupasir Ukuran Butir Sedang

Penamaan Petrografis: Chiefly Volcanic Arenite (Klasifikasi Gilbert 1954)

6

Penamaan Petrografis: Chiefly Volcanic Arenite (Klasifikasi Gilbert 1954) Tuffaceous Lithik Arenite (Klasifikasi Dott 1964 Vide Gilbert, 1982 (modifikasi)) Tuffaceous Lithic Arenite (Klasifikasi Pettijohn, 1972 (modifikasi)) 3.1.3. Uji sayatan Tipis Batupasir Ukuran Butir Halus Pada sayatan sampel dengan ukuran butir halus memiliki komposisi mineral sebagai berikut: Feldspar : (50%), berwarna putih, relief rendah, indeks bias n>nKb, berukuran 0,15– 0,25mm, bentuk menyudut tanggung, hadir berupa plagioklas (andesin). (L,10-11) Lithic : (15%), abu-abu, kecoklatan, berupa pecahan batuan beku (andesitic dan basaltic) dan batuan piroklastik, dengan ukuran butir 0,15–0,25mm, bentuk menyudut tanggung. (EI,6-8) Piroksen : (10%), hijau-hijau muda, indek bias n>nkb, relief sedang, pleokroisme lemahtidak ada, bentuk subhedral - anhedral, ukuran 0,15-0,2mm.(L-M,6-7) Kwarsa :(1%), tidak berwarna-kuning orde I, relief relief rendah, berukuran 0,05–0,15mm, sudut pemadaman bergelombang, membulatmembulat tanggung. (C-D,2) Min opak : (4%), berwarna hitam, kedap cahaya, relief sangat tinggi, berukuran 0,05– 0,2mm, bentuk menyudut tanggung. (M,3) Gelas : (15%), tidak berwarna, pengamatan dengan menggunakan nikol silang menjadi gelap, sebagian besar telah terubah menjadi mineral lempung. Min Lempung : (5%), kecoklatan-hijau, relief bervariasi, berukuran sangat halus, warna interferensi abu-abu gelap orde I, hadir merata dalam sayatan.

Penamaan Petrografis: Tuffaceous Feldsphatic Arenite (Klasifikasi Gilbert 1954) Tuffaceous Feldsphatic Arenite (Klasifikasi Dott 1964 Vide Gilbert, 1982 (modifikasi)) Tuffaceous Feldsphatic Arenite (Klasifikasi Pettijohn, 1972 (modifikasi)) 3.2. Uji Sifat Fisik Tabel 3.1. Hasil Sifat Fisik Sampel Batupasir dengan Ukuran Butir Kasar

Tabel 3.2. Hasil Sifat Fisik Sampel Batupasir dengan Ukuran Butir Sedang

Tabel 3.3. Hasil Sifat Fisik Sampel Batupasir dengan Ukuran Butir Halus

Gambar 4.3. Foto Sayatan Tipis Batupasir Ukuran Butir Halus

7

Uji Cepat Rambat Gelombang Ultrasonik Tabel 3.4. Hasil Pengujian Uji Cepat Rambat Gelombang Ultrasonik Batupasir dengan Ukuran Butir Kasar

3.3.

Tabel 3.6. Hasil Pengujian Uji Cepat Rambat Gelombang Ultrasonik Batupasir dengan Ukuran Butir Halus

Tabel 3.5. Hasil Pengujian Uji Cepat Rambat Gelombang Ultrasonik Batupasir dengan Ukuran Butir Sedang

3.4. Uji Kuat Tekan Uniaksial 3.5. Uji Rayapan Tekan 3.5.1. Hasil Pengujian Rayapan Tekan 3.5.1. Hasil Pengujian Rayapan Tekan Batupasir Kasar R-1

Tabel 3.7. Hasil Pengujian Kuat Tekan Uniaksial Batupasir dengan Ukuran Butir Kasar

Gambar 3.8. Hasil Pengujian Rayapan Tekan Batupasi Kasar Waktu pemberhentian pembacaan sampel R1

Tabel 3.8. Hasil Pengujian Kuat Tekan Uniaksial Batupasir dengan Ukuran Butir Sedang

terjadi pada menit ke-4860, regangan elastik seketika berlangsung pada menit ke nol hingga menit ke-5. Disusul dengan tahap rayapan primer yang berlangsung dari menit ke-5 hingga menit ke-160 dan tahap rayapan

Tabel 3.9. Hasil Pengujian Kuat Tekan Uniaksial Batupasir dengan Ukuran Butir Halus

sekunder yang berlangsung dari menit ke-160 hingga menit ke-4860. Regangan aksial pada saat pemberhentian pembacaan adalah 0,173 %, dan kecepatan regangan 0,00007% /menit.

8

3.5.2. Hasil Pengujian Rayapan Tekan Batupasir Sedang R-2

4.1. Pendekatan Empirik Rayapan Tekan Batupasir Kasar R-1

Gambar 3.9. Hasil Pengujian Rayapan Tekan Batupasir Sedang Waktu pemberhentian pembacaan sampel R2 terjadi pada menit ke-5150, regangan elastik seketika berlangsung pada menit ke nol hingga menit ke-26. Disusul dengan tahap rayapan primer yang berlangsung dari menit 26 hingga menit ke-440 dan tahap rayapan sekunder yang berlangsung dari menit ke-440 hingga menit ke-5150. Regangan aksial pada saat pemberhentian pembacaan adalah 0,055 % , dan kecepatan regangan sebesar 0,000018% /menit.

Gambar 4.1. Kurva Rayapan Tekan dan Fungsi Empiris Batupasir Ukuran Butir Kasar R-1 Bentuk persamaan = Persamaan regresi logaritmik R2 = 0,8134 Persamaan empiris : ε(t) = 0,012ln(t)+0,0229 4.2. Pendekatan Empirik Rayapan Tekan Batupasir Kasar R-2

3.5.3. Hasil Pengujian Rayapan Tekan Batupasir Halus R-3

Gambar 4.2. Kurva Rayapan Tekan dan Fungsi Empiris Batupasir Ukuran Butir Sedang R-2 Gambar 3.8. Hasil Pengujian Rayapan Tekan Batupasi Kasar Waktu pemberhentian pembacaan sampel R3 terjadi pada menit ke-6015, regangan elastik seketika berlangsung pada menit ke nol hingga menit ke-32 . Disusul dengan tahap rayapan primer yang berlangsung dari menit 32 hingga menit ke-600 dan tahap rayapan sekunder yang berlangsung dari menit ke-600 hingga menit ke-6015. Regangan aksial pada saat pemberhentian pembacaan adalah 0,426 %, dan kecepatan regangan sebesar 0,00004% /menit.

Bentuk persamaan polynomial

=

Persamaan regresi

R2 = 0,9469 Persamaan empiris: ε(t) = -0,000000003t2 + 0,00002t+ 0,0203 4.3. Pendekatan Empirik Rayapan Tekan Batupasir Halus R-3

Gambar 4.3. Kurva Rayapan Tekan dan Fungsi Empiris Batupasir Ukuran Butir Halus R-3

9

Bentuk persamaan = Persamaan regresi polynomial R2= 0,9942 Persamaan empiris : ε(t) = -0,00000002t2 + 0,0002t + 0,0386

Tabel 4.1. Konstanta Parameter Rheologi

Tabel 4.2. Hasil Persamaan Rheologi Burger Batupasir

Gambar 4.4. Kurva Perbandingan Pendekatan Empiris dan Pendekatan Rheologi Batupasir Kasar

Gambar 4.6. Hubungan Ukuran Butir Batupasir dengan Kekuatan Jangka Panjang Gambar 4.5. Kurva Perbandingan Pendekatan Empiris dan Pendekatan Rheologi Batupasir Sedang

Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: A. Pendekatan persamaan yang sesuai digunakan untuk mengetahui hubungan antara waktu dan regangan aksial adalah pendekatan persamaan rheologi Burger dengan konstanta parameter rheologi Burger yang diperoleh yaitu: K = 120,448 - 129,678 MPa G1 = 5,601 – 19,235 MPa G2 = 38,220 – 63,110 MPa h1 = 344,639 -6.337,603 MPa.menit h2 = 16.800 – 186.666,670 MPa.menit Persamaan rheologi Burger untuk tiap sampel batuan adalah sebagai berikut: Batupasir sampel R-1: ε(t) = 0,0087+0,0709(1-e(-0,0169t))+0,00001t

Gambar 4.6. Kurva Perbandingan Pendekatan Empiris dan Pendekatan Rheologi Batupasir Halus

10

Batupasir sampel R-2: ε(t) = 0,01389+0,02911(1-e(-0,0030t))+0,000003t Batupasir sampel R-3: ε(t) = 0,0265+0,1499(1-e(-0,0016t)+0,00005t B. Pengaruh ukuran butir batupasir terhadap kekuatan jangka panjang batuan yaitu batupasir yang mempunyai butir kasar akan mempunyai waktu pecahnya lebih singkat dibandingkan pada batuan dengan ukuran butir sedang dan ukuran butir halus. Saran Peneliti menyarankan untuk penelitian selanjutnya antara lain sebagai berikut: A. Diperlukan analisi perilaku rayapan pada tahapan rayapan tersier untuk batuan sejenis baik secara empiris maupun rheologi sehingga perilaku rayapan batuan dapat dipelajari secara menyeluruh. B. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan memperhitungkan pengaruh suhu. C. Diperlukannya alat perekam otomatis untuk mencatat perpindahan dan perubahanperubahan gaya agar pencatatan data menjadi lebih baik dan lebih terkontrol. d. Diperlukan data yang lebih banyak memperoleh hasil yang lebih representatif karena jumlah sampel yang digunakann dalam penelitian hanya tiga buah.

Hawkes, I and Mellor, M., 1970. Uniaxial Testing in Rock Mechanics Laboratories, Elsevier: Netherlands (Vol 4), 177-285.

6.

Lama, R.D dan Vutukuri, V.S. 1978. Handbook on Mechanical Properties Rocks, Vol III, Trans Tech Publications Clausthal : Germany, pp 209-311.

7.

Lecomte, P., 1965. Creep in Rock Salt, J. Geol.75, pp.469-484.

8.

Made Astawa Rai, Suseno Kramadibrata, Ridho Kresna Wattimena, 2012. Mekanika Batuan, Laboraturium Geomenkanika dan Peralatan Tambang: ITB, Bandung, hal 250-315.

9.

Munir, Renaldi, 2003. Metode Numerik: Informatika Bandung, Bandung, hal 179231.

10. Peng, SYD S., 1986. Coal Mine Ground Control. Morgantown,pp 20-100. 11. Pettijohn F. J., 1975. Sedimentary Rocks: Harper & Row Publishers, New YorkEvanston-San Fransisco-London.p 108.

Daftar Pustaka 1. Aforuz, A. And Harvey, J.M., 1974. Rheology of Rocks within The Soft to Medium Strength Range, International Journal Rock Mechaics (Vol. 11) pp 281290. 2.

5.

12. Saptono, Adrian, Wiyono, Sudarsono, dan Sukamto. 2015. Penentuan Jangka Panjang Sebagai Parameter Perancangan Pilar Pada Perancangan Pilar Pada Penambangan Bawah Tanah Metode Room and Pillar, Workshop dan Seminar Geomekanika III, Jakarta. hal 14.

Budiman, Muhammad,2011.Geologi dan Studi Kestabilan Lereng Daerah Dlingo dan Sekitarnya Kecamatan Dlingo Kabupaten Bantul Daerah Istimewa Yogyakarta. Skripsi Sarjana:UPN”Veteran”Yogyakarta, Yogyakarta, hal 45-57.

13. Vyalov, S.S.1986.Rheological Fundamental of Soil Mechanics, Elsevier, pp .285-315.

3.

Goyal, M., 2007. Computer-Based Numerical and Statistical Techniques. Infinity Science Press LLC: New Delhi, India. p.556.

14. Wangyue, Yang, dkk 1989 : Relationship between Grain Size and Fatigue-Creep Interaction Behaviour of Superalloy GH698, pp 19-25.

4.

Griggs, D.T., 1940. Experiment Flow of Rock Under Condition Favoring Recrystalisation, Bulletin Geological Society America 51, 1001-1022.

15.

11

Wiyono, B.1997. Analisis Perilaku Rayapan Batulanau dengan Uji Rayapan di Laboraturium, Tesis, ITB, Bandung. hal 13.

12

13

Related Documents


More Documents from "Eka Putri Romadhani"

Tugas Statistik.docx
November 2019 20
Bab Vi.docx
November 2019 29
Lampiran Fbaru Coba.docx
November 2019 35
Bab 4.docx
June 2020 25
Hukum Adat-2.docx
November 2019 34