Konsep Penuaan pada Geriatri yang Berhubungan dengan Stress Oksidatif I. Pendahuluan Penuaan merupakan fenomena biologi kompleks yang biasanya diikuti dengan berbagai perubahan sosioekonomi yang mempunyai dampak pada status nutrisi dan kebutuhan individu usia tua. Insidens disabilitas meningkat dengan penuaan. Lebih dari sepertiga usia tua memiliki kondisi yang dibatasi oleh penyakit kronik dan tidak dapat melakukan aktivitas umum. Penuaan organisme dikarakteristikkan oleh penurunan bertahap yang fungsional dari seluruh sistem organ. Pengaruh penuaan seluler yang berkontribusi pada penuaan organisme masih menjadi kontroversi.1,2 Proses menua mulai berlangsung sejak masa awal kehidupan. Proses menua ditandai dengan terjadinya kehilangan jaringan pada otot, susunan saraf, dan jaringan lain sehingga tubuh mati sedikit demi sedikit. Kerusakan terjadi pada tubuh manusia merupakan konsekuensi dari proses penuaan. Proses penuaan dimulai dari masa awal kehidupan, bahkan mungkin pada tahap dalam kandungan. Pada tahun-tahun pertama kehidupan, baik hal yang mempengaruhi sel dan kerusakan sel-sel terlihat rendah. Tanda-tanda penuaan dimulai setelah akil balik, disaat kesehatan, kekuatan, dan penampakan fisik optimal. Setelah pubertas, seluruh fungsi fisiologi kemudian perlahan menurun, sekresi hormon seksual lebih rendah, perubahan sendi, dan pengeriputan kulit. Orang mati bukan karena lanjut usia tetapi karena suatu penyakit, atau juga suatu kecacatan. Akan tetapi proses menua dapat menyebabkan berkurangnya daya tahan tubuh dalam menghadapi rangsangan dari dalam maupun dari luar tubuh. Walaupun demikian, memang harus diakui bahwa ada berbagai penyakit yang sering menghinggapi kaum lanjut usia. 3 Banyak teori penuaan yang terdapat pada masa sekarang ini. salah satunya teori tentang radikal bebas. Denham Harman pertama kali mengemukakan teori tentang radikal bebas pada penuaan pada tahun 1956, yang menyatakan bahwa radikal bebas memicu akumulasi kerusakan makromolekul merupakan dasar awal terjadinya penuaan dan penentu terbesar dari harapan hidup manusia.4 Dengan semakin bertambahnya usia dan berbagai faktor, ada beberapa yang menyebabkan penurunan progresif kapasitas antioksidan natural, yang akan menyebabkan perubahan keseimbangan antara mekanisme pro-dan anti-oksidan dan akumulasi RONS (Reactive oxygen and nitrogen species) melampaui kapasitas sistem antioksidan endogen
normal. Hal ini menyebabkan kumulatif stress oksidatif yang menyebabkan kerusakan sel yang mana tidak dapat diperbaiki lagi oleh mekanisme internal. Hal ini yang dapat membuat kehilangan fungsi dan massa organ tersebut, yang dapat memperberat disfungsi organ tersebut. Keadaan stres oksidatif jangka panjang telah dihubungkan dengan berbagai penyakit yang berkaitan dengan usia tua, antara lain diabetes, COPD, penyakit kardiovaskuler, kanker, dan asthma. Banyak dari antara penyakit-penyakit ini tidak hanya berhubungan dengan penuaan lagi, tetapi juga dengan kondisi obesitas, stres berat, dan pola hidup sedentari di aman modern ini.5 II. A. Definisi Penuaan pada geriatri Menua (aging) adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahankemampuan jaringan untuk memperbaiki diri/mengganti diri dan mempertahankan struktur dan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap jejas (termasuk infeksi) dan memperbaiki kerusakan yang diderita.6 Ahli gerontologi Amerika bernama Bernard Strehler, mendefinisikan penuaan dengan menggunakan empat pengendalian yaitu; penuaan bersifat universal: fenomena yang terkait dengan proses penuaan harus terjadi dalam derajat yang berbeda pada semua individu dari suatu spesies. Penuaan harus bersifat intrinsik, penyebab yang merupakan asal penuaan harus bersifat endogen; mereka tidak harus bergantung pada faktor ekstrinsik. Penuaan harus progresif, perubahan yang mengarah pada penuaan harus terjadi secara progresif sepanjang rentang kehidupan (mereka juga harus terjadi pada individu muda, meskipun dalam proporsi kecil). Penuaan harus merusak: yaitu, fenomena yang terkait dengan penuaan hanya akan dianggap sebagai bagian dari proses penuaan jika itu 'buruk' bagi individu.7 II. B. Definisi Stress oksidatif Stress Oksidatif merupakan fenomena yang disebabkan gangguan keseimbangan antara produksi dan akumulasi ROS pada sel dan jaringan serta kemampuan sistem biologikal untuk mendetoksifikasi produk reaktif ini.8 ROS (Reactive Oxygen Species) Superoxide radical (O2-), hidrogen peroksida (H2O2), Hydroxyl radikal dan Oksigen tunggal(O2-) disebut sebagai Reactive Oxygen Species (ROS); mereka dibentuk sebagai hasil metabolik dari produk sistem biologikal. Proses-proses seperti fosforilasi protein, aktivasi
berbagai faktor transkripsional, apoptosis, imunitas, dan diferensiasi, kesemuanya tergantung kepada produksi dan keberadaan ROS
jumlah tertentu di dalam sel, yang harus
dipertahankan dalam jumlah kecil tertentu. Disaat produksi ROS meningkat, mereka akan menimbulkan efek yang buruk pada struktur seluler seperti protein, lemak dan asam nukleat. Berbagai bukti menyatakan stress oksidatif bertanggungjawab terhadap munculnya dan progresi berbagai penyakit (contohnya kanker, diabetes, penyakit metabolik, aterosklerosis dan penyakit kardiovaskular).8 Tabel 1. Molekul utama ROS9
ROS paling banyak diproduksi oleh mitokondria, baik dalam kondisi fisiologi dan patologi. Sebagai contoh, superoksida radikal dapat dibentuk oleh respirasi seluler, oleh lipooksigenase (LOX) dan siklooksigenase (COX) saat metabolisme asam arakidonat dan oleh sel endotel dan sel inflamasi. Disamping fakta bahwa organela mempunyai kapasitas pengeluaran ROS intrinsik, tetapi tidak cukup untuk mengeluarkan keseluruhan ROS yang diproduksi mitokondria. Sel menyebarkan antioksidan berdasarkan komponen enimatik seperti superoksida dismutase (SOD), katalase (CAT), dan gluthatione peroxidase (GPx), untuk melindungi sel dari kerusakan yang disebabkan oleh ROS.10
Gambar 1. Rangkaian elektron mitokondria pada produksi ROS11 Oksidan dan Produksi Radikal Bebas Produksi ROS secara umum berdasarkan reaksi enzimatik dan non enzimatik. Reaksi enzimatik yang dapat menimbulkan ROS, berkaitan dengan rantai respirasi, sintesi prostaglandin, fagositosis, dan sistem sitokrom p450. Superoksida radikal dihasilkan oleh NADPH oxidase, xanthine oxidase, dan peroxidase, sekali terbentuk, mereka turut terlibat dalam berbagai reaksi yang akan menghasilkan hidrogen peroksida, hydroxyl radikal, peroxynitrat, dan asam hipoklor dan seterusnya. Senyawa H2O2 (non-radikal) diproduksi oleh berbagai enZim oksidase antara lain, amino acid oxidase, dan xanthine oxidase. Hydroxyl radical, yang paling reaktif diantara senyawa radikal bebas lainnya, diproduksi oleh reaksi O2-, dengan H2O2, dengan Fe2+, atau Cu+ sebagai reaksi katalis (reaksi Fenton). Nitric Oxide radical (NO-), yang mana memainkan peranan fisiologi tertentu, disintesa dari arginine to citruline oxidation oleh nitric oxide synthase (NOS).8 Bahkan reaksi non-enzimatik dapat bertanggungjawab terhadap produksi radikal bebas, yang mana, saat oksigen bereaksi dengan komponen organik atau saat sel terekspose radiasi ion. Produksi radikal bebas non enzimatik dapat muncul juga disaat respirasi mitokondria. Radikal bebas dapat diproduksi baik secara endogen dan eksogen. Aktivasi sel imun, inflamasi, iskemia, infeksi, kanker, olahraga yang berlebihan, stress mental, dan penuaan, bertanggungjawab terhadap produksi radikal bebas. Produksi radikal bebas eksogen dapat muncul sebagai hasil paparan terhadap polutan, logam berat (Cd, Hg, Pb, Fe dan As),
beberapa jenis obat (siklosporin, takrolimus, gentamisin, dan bleomisin), larutan kimiawi, masakan (diasap, digoreng, dan makanan jenis lemak), merokok, alkohol, dan radiasi. Disaat komponen eksogen berpenetrasi kedalam tubuh, mereka dimetabolisme dan radikal bebas merupakan hasil dari metabolisme tersebut.8
Gambar 2. NADPH oxidase pada produksi ROS11 REACTIVE NITROGEN SPECIES (RNS) Hampir 2 dekade sejak usul pembentukan biologis peroxynitrite antara oksida nitrat (NO) dan superoksida (O2-) radikal dan implikasi untuk cedera oksidatif. NO
adalah
molekul kecil yang mengandung satu elektron tidak berpasangan dan,oleh karena itu, disebut radikal. NO dihasilkan dalam jaringan biologis oleh nitric oxide synthases (NOSs) tertentu, yang memetabolisme arginin menjadi citrulline dengan pembentukan NO melalui reaksi oksidatif lima elektron. NO adalah radikal reaktif yang bertindak sebagai molekul pensinyalan biologis oksidatif penting dalam berbagai macam proses fisiologis yang beragam, termasuk transmisi saraf, pengaturan tekanan darah, mekanisme pertahanan, relaksasi otot polos, dan regulasi kekebalan tubuh.12
RNS yang dihasilkan secara biologis termasuk radikal nitrogen dioksida ( NO2). Saat ini, area oksidan yang mengandung NO dalam biologi merupakan zona penggabung untuk metabolisme NO dan redoks, juga implikasi kuat pada pensinyalan sel dan kerusakan oksidatif .12 Kelebihan produksi RNS disebut stres nitrosatif. Ini dapat terjadi ketika generasi RNS
dalam
suatu
sistem
melebihi
kemampuan
sistem
untuk
menetralisir
dan
menghilangkannya. Stres nitrosatif dapat menyebabkan reaksi nitrosilasi yang dapat mengubah struktur protein sehingga menghambat fungsi normalnya. NO berpotensi meningkatkan pasokan oksigen ke jaringan mamalia dengan merangsang relaksasi vaskular. Pada konsentrasi yang lebih tinggi, NO menghambat konsumsi oksigen dalam jaringan dengan menghambat mitokondria sitokrom oksidase, oksigen yang meresap dalam jaringan. Jadi, karena NO merangsang suplai oksigen sementara menghambat konsumsi oksigen, NO berpotensi meningkatkan kadar oksigen dalam jaringan mamalia, yang pada masanya dapat meningkatkan produksi ROS.12
Gambar 3 Pembentukan dan interaksi ROS dan RNS 12
Aktivitas fisiologikal radikal bebas Saat radikal bebas dipertahankan dalam sejumlah kecil, maka memiliki beberapa fungsi penting untuk organisme. Sebagai contoh, Mereka dibutuhkan untuk mensintesis beberapa struktur seluler dan digunakan untuk pertahanan tubuh melawan patogen. Bahkan fagosit memproduksi dan menyimpan radikal bebas, dan akan dilepaskan saat melawan patogen, sehingga patogen tersebut dapat dimusnahkan.8 Radikal bebas juga berkaitan dengan sejumlah alur sinyal seluler. Mereka dapat diproduksi oleh NADPH oxidase isoform non fagositik; dalam hal ini, radikal bebas memainkan peranan penting dalam kaskase sinyal intraseluler, pada beberapa tipe sel seperti
fibroblas, sel endotel, sel otot polos vaskular, miosit jantung, dan jaringan tiroid. Kerja radikal bebas yang paling banyak diketahui adalah nitric oxide (NO),
penting untuk
pembawa sinyal sel ke sel untuk modulasi aliran darah yang sesuai, berkaitan dengan trombosis dan penting dalam aktivitas krusial neuron normal. NO juga terlibat dalam pertahan tubuh non spesifikuntuk mengeliminasi patogen intraseluler dan sel tumor. Aktivitas fisiologi lainnya dari radikal bebas diinduksi sebagai respon mitogenik. Sebagai kesimpulan, radikal bebas jika dipertahankan pada sejumlah kecil tertentu berguna untuk kesehatan manusia.8 Efek merusak radikal bebas untuk kesehatan manusia Jika radikal bebas diproduksi berlebihan, radikal bebas dan oksidan dapat meningkatkan sebuah fenomena yang disebut dengan stress oksidatif. Hal ini merupakan proses yang berbahaya dan dapat berpengaruh buruk pada struktur seluler seperti membran, lipid, protein, lipoprotein dan DNA. Stress oksidatif muncul saat terjadi ketidakseimbangan antara produksi radikal bebas dan kemampuan sel untuk mengeluarkan radikal bebas tersebut. Sebagai contoh, sejumlah hydroxyl radical dan peroxynitrite yang berlebihan dapat menyebabkan peroksidase lipid, oleh sebab itu dapat menimbulkan malondialdehyde (MDA), yang akan kita bahas di bab berikutnya, dan berkonjugasi, dikenal bersifat sitotoksik ataupun mutagenik. Lipid perosidase menjadi radikal bebas, menyebar sangat cepat dan mempengaruhi sejumlah besar molekul lipid. Protein juga dapat rusak oleh stres oksidatif, sehingga terjadi modifikasi protein yang dapat mengetahui kehilangan, ataupun perubahan, aktivitas enzim. Jika tidak terkontrol, stres oksidatif dapat bertanggungjawab untuk timbulnya beberapa penyakit, baik kronik ataupun degeneratif, juga dapat meningkatkan proses penuaan sel tubuh dan dapat menyebabkan patologi akut.8 III. Teori proses penuaan Banyak teori-teori yang diajukan peneliti tentang proses menua. Proses menua merupakan suatu misteri kehidupan yang masih belum diungkap secara sempurna. Teori biologis terhadap proses fisik penuaan merupakan penjelasan yang paling dapat diterima, termasuk perubahan fungsi dan struktur, pengembangan, panjang usia dan kematian. Perubahan-perubahan dalam tubuh termasuk perubahan molekular dan seluler dalam sistem organ utama dan kemampuan tubuh untuk berfungsi secara adekuat dan melawan penyakit. Seiring dengan berkembangnya kemampuan kita untuk menyelidiki komponen-komponen yang kecil dan sangat kecil, suatu pemahaman tantang hubungan hal-hal yang memengaruhi
penuaan ataupun tentang penyebab penuaan yang sebelumnya tidak diketahui, sekarang telah mengalami peningkatan. 6 1. Teori “Genetic clock” Teori ini mengungkapkan menua telah terprogram secara genetik untuk species-species tertentu. Tiap species mempunyai suatu jam genetik yang telah diputar menurut suatu replikasi tertentu. Jam ini akan menghitung mitosis dan menghentikan replikasi sel bila tidak diputar, jadi menurut konsep ini bila jam kita itu berhenti, kita akan meninggal dunia, meskipun tanpa kecelakaan lingkungan atau penyakit akhir yang katastrofi. Menurut teori genetik, penuaan adalah suatu proses yang secara tidak sadar diwariskan yang berjalan dari waktu ke waktu untuk mengubah sel atau struktur jaringan. Dengan kata lain, perubahan rentang hidup dan panjang usia telah ditentukan sebelumnya. Salah satu pengembangan teori ini adalah “Teori Telomer”, yang menunjukkan bahwa setiap mitosis sel, bagian telomer DNA akan memendek. Dengan makin pendeknya telomer ini maka kemampuan sel untuk membelah menjadi terbatas dan pada akhirny berhenti. 2. Mutasi somatik (Teori Error Catastrophe) Faktor lingkungan diperhitungkan menjadi penyebab terjadinya mutasi somatik. Disebutkan dalam teori ini, menua disebabkan oleh kesalahan-kesalahan yang beruntun sepanjang kehidupan, terjadi kesalahan dalam proses transkripsi (DNA dan RNA), maupun dalam proses translasi. Kesalahan tersebut menyebabkan kesalahan sintesis protein atau enZim, yang dapat menimbulkan metabolit yang berbahaya. 3. Rusaknya sistem imun tubuh Mutasi yang berulang atau perubahan protein paska translasi dapat menyebabkan berkurangnya kemampuan sistem imun tubuh mengenali dirinya sendiri. Perubahan inilah yang menjadi dasar terjadinya peristiwa autoimun. Teori ini awalnya diajukan oleh Burnet, Walfort dan Comfort. Hasilnya berupa reaksi antigen-antibodi yang luas mengenai jaringanjaringan yang beraneka ragam. 4. Teori menua akibat metabolisme Pada tahun 1935, McKay et al memperlihatkan pengurangan intake kalori pada rodentia muda akan menghambat peertumbuhan dan memperpanjang umur. Lebih jauh lagi ternyata perpanjangan umur tersebut berasosiasi dengan tertundanya proses degenerasi karena
penurunan jumlah kalori dan proses metabolisme. Terjadi penuunan pengeluara hormon yang merangsang proliferasi sel. Menurut peneliti Balin dan Allen (1989) terdapat hubungan antara tingkat metabolisme dengan panjang umur. Modifikasi cara hidup yang kurang bergerak menjadi lebih banyak bergerak mungkin juga dapat meningkatkan umur panjang. 6 5. Teori Glikosilasi Teori ini menyatakan bahwa proses glikosilasi nonenzimatik yang menghasilkan pertautan glukosa-protein yang disebut sebagai advanced glycation end products (AGEs) dapat menyebabkan penumpukan protein dan makromolekul lain yang termodifikasi sehingga menyebabkan disfungsi pada hewan atau manusia yang menua. Protein glikasi menunjukkan perubahan fungsional, meliputi menurunnya aktivitas enzim dan menurunnya degradasi protein abnormal. Manakala manusia menua, AGEs berakumulasi di berbagai jaringan, termasuk kolagen, haemoglobin dan lensa mata. Karena muatan kolagennya tinggi, jaringan ikat menjadi kurang elastis dan lebih kaku. Kondisi tersebut dapat mempengaruhi elastisitas dinding pembuluh darah. AGEs diduga juga berinteraksi dengan DNA dan karenanya mungkin mengganggu kemampuan sel untuk memperbaiki perubahan pada DNA. Bukti-bukti terbaru yang menunjukkan tikus-tikus yang dibatasi kalorinya mempunyai gula darah yang rendah dan menyebabkan perlambatan penumpukan produk glikosilasi (AGEs), merupakan hal yang mendukung hipotesis glikosilasi ini. 13 6. Teori Wear and Tear Teori ini mengusulkan bahwa akumulasi sampah metabolik atau zat nutrisi dapat merusak sintesis DNA, sehingga mendorong malfungsi molekular dan akhirnya malfungsi organ tubuh. Pendukung teori ini percaya bahwa tubuh akan mengalami kerusakan berdasarkan suatu jadwal. Radikal bebas adalah contoh dari produk sampah metabolisme yang menyebabkan kerusakan ketika akumulasi terjadi. Radikal bebas dengan cepat dihancurkan oleh sistem enzim pelindung pada kondisi normal. Beberapa radikal bebas berhasil lolos dari proses perusakan ini dan berakumulasi didalam struktur biologis yang penting, saat itu kerusakan organ terjadi. Karena laju metabolisme terkait secara langsung pada pembentukan radikal bebas, sehingga ilmuwan memiliki hipotesis bahwa tingkat kecepatan produksi radikal bebas berhubungan dengan penentuan waktu rentang hidup. Pembatasan kalori dan efeknya pada perpanjangan rentang hidup mungkin berdasarkan pada teori ini.13
7. Teori Penuaan Imunitas Penuaan pada sistem imun, atau immunosenescence bermanifestasi pada peningkatan kerentanan terhadap infeksi dengan peningkatan tingkat kesakitan dan kematian. Sistem imun mengalami perubahan selama proses penuaan. Perubahan ini bersifat kompleks termasuk penurunan kekuatan parameter respon imun, perubahan secara kualitatif pada respon imun, dan bahkan eksaserbasi beberapan penyakit imunitas. Saat ini, keseluruhan kejadian perubahan yang berkaitan dengan penuaan belum diketahui secara keseluruhan, oleh sebab itu diutuhkan banyak penelitian untuk mengetahuinya.14 Bukti menyebutkan bahwa makrofag memainkan peranan penting pada respon imun didapat dan adaptif. Faktor intrinsik , sebagaimana faktor ekstrinsik (lingkungan) mempengaruhi fungsi makrofag. Jika kita berbicara tentang usia, pengaruh faktor ekstrinsik dan intrinsik menjadi lebih penting. Hal ini dapat mengganggu keseimbangan imunitas,
sinyal
proinflamasi vs antiinflamasi, oleh sebab itu mengalami respon imun yang tidak sesuai jika terjadi ketidakseimbangan tersebut.
Kapasitas fagositik, sintesis
reactive
oxygen
intermediaries, dan efisiensi kemampuan neutrofil terganggu pada usia tua. Sebagai contoh, produksi dari spesies nitrogen menjadi lemah di makrofag dari pasien usia tua dibandingkan dengan pada usia tua. Oleh karena itu, terdapat perbedaan baik jumlah ataupun fungsi dari berbagai tipe sel, yang mana dapat menyebabkan perubahan efek yang menyeluruh pada imunitas yang didapat. Granulosit memegang peranan penting dalam pertahanan tubuh melawan patogen dan memiliki pengaruh besar dalam reaksi inflamasi akut. Dalam respon terhadap berbagai patogen, neutrofil akan melepaskan sejumlah besar anion superoksida dalah sewaktu dikenal sebagai respiratory burst. Ketidaksesuai aktivasi of respiratory burst berkaitan dengan kerusakan jaringan dan gangguan kemampuan untuk mengatasi infeksi mikroorganisme lainnya. 15 8. Teori Neuroendokrin Diskusi sebelumnya tentang kelenjar timus dan sistem imun serta interaksi antara sistem saraf dan sistem endokrin menghasilkan persamaan yang luar biasa. Pada kasus selanjutnya para ahli telah memikirkan bahwa penuaan terjadi oleh karena adanya suatu perlambatan dalam sekresi hormon tertentu yang mempunyai suatu dampak pada reaksi yang diatur oleh sistem saraf. Hal ini lebih jelas ditunjukkan dalam kelenjar hipofisis, tiroid, adrenal, dan reproduksi. Salah satu area neurologis yang mengalami gangguan secara universal akibat penuaan adalah waktu reaksi yang diperlukan untuk menerima, memproses, dan bereaksi terhadap perintah.
Dikenal sebagai perlambatan tingkah laku, respon ini kadang-kadang diinterpretasikan sebagai tindakan melawan, ketulian, atau kurangnya pengetahuan. Pada umumnya, sebenarnya yang terjadi bukan satupun dari hal-hal tersebut, tetapi orang lanjut usia sering dibuat untuk merasa seolah-olah mereka tidak kooperatif atau tidak patuh. Perawat dapat memfasilitasi proses pemberian perawatan dengan cara memperlambat instruksi dan menunggu respon mereka. 13 9. Riwayat Lingkungan Menurut teori ini, faktor-faktor di dalam lingkungan (misalnya karsinogen dari industri, cahaya matahari, trauma dan infeksi) dapat membawa perubahan dalam proses penuaan. Walaupun faktor-faktor ini diketahui dapat mempercepat penuaan, dampak dari lingkungan lebih merupakan dampak sekunder dan bukan merupakan faktor utama dalam penuaan. Perawat dapat mempunyai pengetahuan yang mendalam tentang dampak dari aspek ini terhadap penuaan dengan cara mendidik semua kelompok umur tentang hubungan antara faktor lingkungan dan penuaan yang dipercepat. Ilmu pengetahuan baru mulai untuk mengungkap berbagai faktor lingkungan yang dapat memengaruhi penuaan.13 10. Teori Radikal Bebas Teori Radikal bebas, seperti halnya sudah dibahas pada bab II dan akan dipaparkan pada bab IV, dimana proses menua normal merupakan akibat kerusakan jaringan akibat radikal bebas. Teori ini menyatakan bahwa mitokondria sebagai generator radikal bebas, juga merupakan target kerusakan dari radikal bebas tersebut. Teori ini menyatakan bahwa penuaan disebabkan karena terjadinya akumulasi kerusakan irreversibel akibat senyawa pengoksidasi. Dimana radikal bebas dapat terbentuk dialam, tidak stabilnya radikal bebas mengakibatkan oksidasi bahan-bahan organik seperti karbohidrat dan protein.16 IV. Patogenesis penuaan yang berhubungan dengan stress oksidatif ROS dan proses penuaan Ada beberapa sumber dari ROS dalam sel. ROS biasanya dihasilkan oleh proses respirasi aerobik dan berbagai proses katabolik dan anabolik. Mitokondria merupakan penghasil ROS paling banyak dalam sel, dan sejumlah besar ROS yang dihasilkan oleh mitokondria , dihasilkan dari rantai transport elektron. Elektron dapat keluar dari rantai transport elektron tersebut secara langsung berikatan dengan oksigen, sehingga menghasilkan radikal bebas berumur pendek seperti anion superoksida. Oksigen tunggal dapat dirubah
menjadi menjadi senyawa tidak radikal seperti hidrogen peroxida, ataupun secara spontan dikatalisasi oleh superoxide dismutase (SOD). H2O2 bersifat relatif stabil dan permeabel terhadap membran sehaingga dapat berdifusi dalam sel dan dapat dikeluarkan oleh sistem cytosolic antioksidan seperti katalase, gluthathione peroxidase dan thioredoxin peroxidase. Sebagai tambahan, agar dapat diproduksi saat metabolisme seluler di mitokondria, ROS diproduksi sebagai respon terhadap stimuli lingkungan sel yang berbeda seperti growth factor, sitokin inflamasi, radiasi ionisasi, UV, oksidan kimiawi dan kemoterapeutik, toksin dan metal transisi. Selain respirasi mitokondria, sejumlah enzim sitosolik dapat memproduksi ROS. The nicotinamide adenine dinucleotide phosphate (NADPH) oxidase adalah sekelompok membran plasma yang berkaitan dengan enzim yang ditemukan dalam berbagai jenis sel. Fungsi NADPH oxidase untuk memproduksi superoksida dari oksigen menggunakan elekton bersumber dari NADPH.18 Sekali mereka diproduksi, ROS bereaksi dengan lipid, protein, dan asam nukleat, yang akan menyebabkan kerusakan oksidatif dari makromolekul. ROS akan menyerang DNA dan menghasilkan lesi pada DNA, seperti oxidized DNA bases, dan akan merusak ikatan DNA, yang akan menuju kepada instabilitas genomik. 7,8-dihydro-8-oxo-deox yguanosine (8-oxo-dG) merupakan salah satu dari banyak lesi pada DNA yang diakibatkan oleh ROS. Lesi ini bersifat sangat mutagenik yang akan menghasilkan transversi G : C menjadi T : At. Untuk membatasi kerusakan seluler disebabkan ROS, Sel mamalia telah berevolusi pada sistem mekanisme pertahanan tubuh yang menakjubkan. Lesi DNA yang disebabkan oleh ROS, diperbaiki oleh base excision repair sebagaimana alur DNA lainnya yang diperbaiki termasuk ncleotide excision repair,double-strand break repair, and mismatch repair. Sebagai tambahan, efek merusak dari ROS dapat juga dinetralisir dengan peningkatan jumlah antioksidan, yang termasuk superoxide dismutase, catalase, dan gluthatione peroxidase, yang dapat merubah ROS menjadi bentuk yang non toksik.18,19 ROS intraseluler dalam kondisi normal dipertahankan dalam jumlah kecil tertentu dengan batasan jumlah wajar yang sempit, yang diregulasi dengan keseimbangan jumlah ROS yang diproduksi dan jumlah yang dikeluarkan dari tubuh oleh antioksidan. ROS, dalam kondisi normal, didapati mempunyai fungsi fisiologis dalam berbagai proses metabolisme, termasuk homeostasis redox dan transduksi sinyal seluler. Dengan protein aktivasi seperti tyrosine kinase, mitogen-activated protein kinases, atau Ras proteins, ROS merupaka mediator yang penting untuk alur sinyal transduksi. ROS telah ditemukan mempunyai fungsi dalam sinyal molekul pada proliferasi sel, proses penuaan seluler, atau kematian sel. Efek
yang berbeda dari ROS untuk berbagai proses seluler menyimpulkan bahwa ROS tidak hanya produk yang berbahaya, tetapi juga diproduksi sesuai dengan tujuan yang berguna untuk berbagai alur sinyal reaksi dalam tubuh.17
Gambar 4 Ilustrasi dari kontinum stress oksidatif. 17 Alur redox stress menekankan pada adanya peran stress oksidatif dan berfokus pada regulasi yang reversibel dan tergantung pada interaksi antara komponen seluler dan lingkungan redox pada sel. Sebaliknya, perpanjangan masa stress oksidative atau stress oksidatif yang tinggi mengacu pada perubahan struktural pada protein, lemak dan DNA yang pada umumnya lebih irreversibel. Ditampilkan dua poin sepanjang kontinum bagaimana stress oksidative dapat berkontribusi pada fenotip yang berhubungan dengan penuaan.17 Teori ini, merupakan bentuk sederhana dari gambaran peran ROS pada mamalia, termasuk NADPH oxidases (NOX), mitokondria, xantine oxidase, monoamine oxidase, dan nitric oxide synthase. Reactive Oxygen species (ROS) meliputi sejumlah bentuk dari yang sangat reaktif (OH) sampai bentuk yang bertahan lama dan permeabel pada membran (H2O2). Pada keadaan normal, ROS dipertahankan dalam level fisiologi dengan berbagai sistem antioksidan, termasuk superoxide dismutatase (SOD), catalase, glutathione peroxidases, dan glutathione reductase(GR). Sistem antioksidan lainnya termasuk thioldisulphide oxidoreductase systems include the cytosolic proteinsthioredoxin (TRX) dan glutaredoxin (GRX). Sistem anti oksidan ini kompleks, berlokasi pada kompartemen seluler yang berbeda dan biasanya tidak terpakai atau terpakai tergantung pada kondisi. Level ROS
fisiologi berinteraksi dengan redox state dan berperan dalam memberi sinyal sel yang dimediasi, sementara level patologi ROS dapat bersumber dari kerusakan oksidatif pada komponen seluler dan aktivasi beberapa alur kematian sel.20
Gambar 5. Disfungsi seluler pada penuaan disebabkan oleh ketidakseimbangan stress oksidatif 21 Keterangan gambar diatas 1. Metabolisme seluler memproduksi ROS dan RNS, yang dapat menyebabkan kerusakan oksidatif/nitrosatif.
2. Protein merupakan makromolekul yang paling terpengaruh karena stress oksidatif, yang akan menyebabkan beberapa modifikasi utk menghindarkan protein tersebut dihancurkan oleh proteasom, sehingga mengganggu fungsi protein. 3. Stress oksidatif juga secara langsung mempengaruhi protein sitoskleton yang menyebabkan kerusakan struktur dan mengganggu sinyal reaksi. 4. Pada mitokondria, stress oksidatif mengganggu produksi energi. 5. Pada peroksisom, stress oksidatif mengganggu fungsi metabolisme 6. Stress oksidatif juga mempengaruhi membran seluler 7. Akhirnya, sebagai hasil akhir kerusakan-kerusakan tersebut, akan menyebabkan gangguan transkripsi sel, yang akan menuju pada terganggunya ekspresi gen yang menyebabkan proses penuaan sel atau menyebabkan timbulnya penyakit degeneratif.21 Perubahan-perubahan ini akan mempengaruhi dari level sel, jaringan, sampai kepada sistem organ. Masing-masing perubahan akan menuju pada munculnya penyakit yang lambat laun akan menuju kepada kematian.
Gambar 6. Efek Stress oksidatif terhadap berbagai organ22 Secara umum, paparan yang berulang terhadap senyawa oksigen dan nitrogen reaktif menyebabkan kerusakan sel dan oleh sebab itu menimbulkan sinyal pro-inflamasi. Lebih spesifik dikemukakan, kerusakan oksidatif akan memicu dilepaskannya TNF-ɑ oleh sel-sel
yang rusak tersebut. Ikatan antara TNF-ɑ dengan permukaan sel akan mengaktivasi NF-β inflammasome, yang akan menghasilkan, produksi dari sitokin pro-inflamasi lainnya, antara lain IL-1. Kemudian TNF-ɑ juga berkaitan dengan regulasi ROS dari molekul yang berikatan dengannya, yang akan menfasilitasi infiltrasi sel imun ke jaringan. Regulasi inflamasi via NFβ inflammasome, telah menjadi faktor kausatif penyakit kardiovaskuler. Pada proses penuaan NF-β juga mempunyai edek pada pertumbuhan sel, ketahanan dan proliferasi sel.23
Gambar 7 Hubungan antara ROS, Inflamasi dan penuaan23 Peningkatan level ROS dan ketidakseimbangan redox dapat menstimulasi kaskade sinyal intraselular yang dapat menstimulasi keadaan inflamasi kronik dan berkontribusi bagi baik proses penuaan dan bermasnifestasi pada penyakit-penyakit yang berkaitan dengan usia. ( iNOS,inducible nitric oxide synthase) V. Biomarker Stress Oksidatif The World Health organization menyatakan biomarker adalah substansi, struktur atau proses tertentu yang dapat diukur dalam tubuh atau produknya dan pengaruhnya atau prediksi munculnya insidens penyakit tertentu. 24
Penggunaan biomarker secara klinis harus mempunyai tingkat spesifitas untuk penyakit tertentu (diagnostik), mempunyai nilai prognostik dan berkorelasi dengan aktivitas penyakit tersebut.24 Tabel 2. Biomarker Stress Oksidatif24
Singkatan: 4-HNe, trans-4-hydroxy-2-nonenal; 8oxodG, 7,8-dihydro-8-oxo-2′-deoxyguanosine; 8oxoGuo, 7,8-dihydro-8-oxoguanosine; AD, Alzheimer’s disease; ADMA, asymmetric dimethyl l-arginine; AGes, advanced glycation end products; ALS, amyotrophic lateral sclerosis; AMD, age-related macular degeneration; CHF, chronic heart failure; CKD, chronic kidney disease; Cv, cardiovascular; F2-IsoPs, F2-isoprostanes; GFR, glomerular filtration rate; HD, Huntington’s disease; IGT, impaired glucose tolerance; MDA, malondialdehyde; MPO, myeloperoxidase; NT, nitrotyrosine; oxLDL, oxidized low-density lipoprotein; PC, protein carbonyl; PD, Parkinson’s disease; Prx,
peroxiredoxins; P-vASP, phosphorylated vasodilator-stimulated phosphoprotein; RONS, reactive oxygen and nitrogen species; T2D, type 2 diabetes; Trx, thioredoxin
Pembentukan radikal bebas terjadi pada makanan, yang setelah dikonsumsi menjadi sumber molekul-molekul ini dalam tubuh. Peroksidasi asam lemak tak jenuh ganda, komponen minyak nabati, bisa menjadi contoh. Asam lemak jenuh juga komponen penting membran sel (sebagai unsur fosfolipid). Peroksidasi juga terjadi pada kondisi fisiologis dan menyebabkan oksidasi rantai asam lemak ini. Malondialdehyde (MDA) merupakan produk yang dihasilkan dalam proses ini. 25
Gambar 8. Struktur MDA25 Pembentukan MDA, dan skala dan laju oksidasi lipid dalam jaringan organisme hidup, adalah dipengaruhi oleh sejumlah faktor endogen dan eksogen. Produk peroksidasi lipid, khususnya MDA, menunjukkan ikatan sitotoksik, mutagenik dan karsinogenik. Banyak konsekuensi biologis mereka dari aksi MDA, misalnya: kehilangan potensi proliferasi sel, perubahan ekspresi gen, mutasi, heterogenitas molekul, kerusakan komunikasi antar sel, dan disfungsi organ. Mereka bisa juga menghambat enzim yang terkait dengan mempertahankan sel melawan stres oksidatif. Akumulasi kerusakan ini dapat mengubah metabolisme sel, yang mengarah ke kehilangan integritasnya. MDA, dihasilkan dalam proses peroksidasi asam lemak tak jenuh ganda berada dalam membran fosfolipid, menunjukkan reaktivitas tinggi terhadap protein dan asam nukleat. Perubahan yang terjadi pada sifat-sifat sel membran menyebabkan hilangnya integritas. 25
Gambar 9. Keterlibatan stress oksidatif dalam patogenesis SLE dan penyakit autoimun lain
VI. Kesimpulan Penuaan merupakan hal yang sangat kompleks. Banyak hal yang mempengaruhi terjadinya penuaan. Salah satu hal yang sangat berpengaruh adalah stress oksidatif. Ketidakseimbangan antara oksidan-antioksidan, akan menyebabkan kondisi stress oksidatif. Oksidan terdiri dari ROS dan NOS, yang kemudian disebut dengan RONS merupakan hasil dari metabolisme di tubuh. Secara fisiologi sejumlah kecil RONS dibutuhkan didalam tubuh terutama untuk sistem pertahanan tubuh. Tubuh berusaha untuk menyeimbangkan antara produksi dan pengeluaran RONS. Pada saat terjadinya stress oksidatif, tubuh akan mengalami berbagai perubahan dari mulai tingkat sel, jaringan sampai kepada sistem organ. Pada tingkat sel, terutama stress oksidatif dapat mengganggu metabolisme pada protein. Hai ini akan membuat terganggunya transkripsi DNA yang kemudian membuat protein yang berbeda. Hal ini yang mendasari juga timbulnya penyakit-penyakit degeneratif tertentu. Pada stress oksidatif juga dijumpai beberapa jenis biomarker. Biomarker ini berfungsi untuk mengetahui akan pengaruh stress oksidatif pada suatu penyakit. Salah satu biomarker yang penting adalah MDA, yang mana ikut serta dibentukkan pada kondisi stress oksidatif, terutama pada SLE dan penyakit autoimun lainnya. Selain itu, kondisi ketidakseimbangan redox juga akan membuat dikeluarkannya sitokin pro-inflamasi, dimana kemudian keadaan ini akan semakin meningkatkan kondisi stress oksidatif yang kemudian akan semakin merusak pada sel manusia. Masih banyak hal yang belum terlalu dimengerti sepenuhnya tentang penuaan, dibutuhkan banyak penelitian lagi mendalami tentang penuaan.