1. LOKASI DAN KONDISI ADMINISTRATIF
Dayak merupakan sebutan bagi penduduk asli pulau Kalimantan. Pulau Kalimantan terbagi berdasarkan wilayah administratif yang mengatur wilayahnya masing-masing. Terdiri dari: Kalimantan Timur dengan ibu kotanya Samarinda, Kalimantan Selatan dengan ibu kotanya Banjarmasin, Kalimantan Tengah dengan ibu kotanya Palangka Raya, dan Kalimantan Barat dengan ibu kotanya Pontianak. Suku Dayak utama yang hidup di daerah Kalimantan Selatan adalah Dayak Bukit Meratus, Maanyan Bakumpai dan banyak sub sukunya lagi. Di Kalimantan Tengah tinggal suku Dayak Barito, Ngaju, Dohoi dan Katingan, Kapuas dll. Kalimantan Timur hidup Suku Dayak Kenya, Kayan, Benoakh, Punan, Tidung, Kutai, dll. Adapun mayoritas penduduk Kutai Barat di provinsi Kalimantan timur adalah suku Dayak yang terdiri dari 6 kelompok suku yaitu suku Dayak Toonyoi, Kenyah, Benuaq, Bahau, Aoheng, dan Punan. Sejarah tertua yang tercatat pada suku Dayak di Kutai Barat di mulai ketika pada masa Raja Aji Tulur Jejangkat sekitar abad ke-14 M, dan rumah Lamin pertama kali di rancang oleh Mok Manor Bulan (istri Raja Aji Tulur Jejangkat) yang dIbangun pada masa tersebut dan berkembang bertahan hingga sekarang. Kelompok Suku Dayak, terbagi lagi dalam sub-sub suku yang kurang lebih jumlahnya 405 sub (menurut J. U. Lontaan, 1975). Masing-masing sub suku Dayak di pulau Kalimantan mempunyai adat istiadat dan budaya yang mirip, merujuk kepada sosiologi kemasyarakatannya dan perbedaan adat istiadat, budaya, maupun bahasa yang khas. Masa lalu masyarakat yang kini disebut suku Dayak, mendiami daerah pesisir pantai dan sungai-sungai di tiap-tiap pemukiman mereka. Daerah hilir atau daerah pantai yang mengitari suku Dayak dihuni oleh orang Melayu, Banjar, Bugis, Jawa, Madura, dan lain-lain. 2. KONDISI GEOGRAFIS, TOPOGRAFIS, GEOLOGIS LOKASI a. Kondisi Geografis Lokasi : Asia Tenggara Koordinat : 1°00′N 114°00′E / 1.000°N 114.000°E Kepulauan : Kepulauan Sunda Besar Luas : 743330 km2(287000 sq mi) 1
b. Kondisi Topografis
Titik tertinggi : 4.095 m (13.435 ft) Puncak tertinggi : Kinabalu c. Kondisi Geologis Kalimantan terdapat empat unit geologi utama, yaitu batuan yang dihubungkan dengan pinggir lempeng, batuan dasar, batuan muda yang mengeras dan tidak mengeras, dan batuan aluvial serta endapan muda yang dangkal. Kompleks batuan dasar diKalimantan di bagian barat dan bagian tengah Kalimantan(termasuk pegunungan Schwaner) mewakili singkapan dasar benua terbesar di Indonesia 3. ADAT, AGAMA, KEPERCAYAAN a. Adat
Keramat pada masyakarat Dayak
Kanayatn di Kalimantan Barat
Keramat Padage dengan patungpatung leluhur/pantak
Panyugu di Kampung Sahapm
Suku Dayak menganut kepercayaan aninisme yang mempercayai adanya roh-roh yang baik maupun yang jahat, sehingga suku Dayak sering melakukan upacara-upacara ritual. Pada mulanya dalam budaya suku Dayak untuk membangun sebuah rumah Lamin harus dilakukan budaya ngayao atau memotong kepala manusia dari suku lain, kemudian kepala tadi ditanam di bawah tiang utama rumah Lamin yang baru dIbangun, hal inilah yang menimbulkan seringnya terjadi peperangan antar suku, namun budaya ini mulai 2
dilarang sejak jaman penjajahan Belanda masuk di Kalimantan (Emannuel, Laurentius Dyson 2012) Antara penghuni rumah Panjang ditunjang oleh adanya hokum adat dan sanksi yang mengikat anggota masyakarat tersebut. Hampir semua kegiatan yang berkaitan dengan adat diatur dan dilaksanakan di dalam rumah Panjang. Hukum adat bagi masyakarat Dayak meliputi hampir semua aspek kehidupan dan kematian, dari sejak manusia lahir hingga meninggal. Upacara kelahiran disertai dengan upacara adat bapalas. Demikian juga upacara perkawinan dilakukan upacara adat yang didukung oleh seluruh penghuni rumah Panjang. Ketika ada anggota keluarga yang sakit, dilakukan upacara pengobatan dan pamali dengan memasang tanda khusus berupa dedaunan yang diletakkan di depan bilik, yang berarti orang lain dilarang masuk karena sedang berlangsung upacara pengobatan. Upacara kematian dilakukan dengan ritual adat yang cukup rumit. Sebagian masyakarat Dayak mengenal dua jenis upacara penguburan, yaitu penguburan pertama, kemudian beberapa tahun kemudian dilakukan penguburan kedua. Upacara diawali dengan hampas klomos (menghempas ayam) untuk mengiringi perjalanan arwah menuju Jubata (Tuhan), menghias mayat dengan copank atau tanda di dahi, memberi baju, aksesoris dan wewangian merupakan ritual yang dikerjakan oleh tokoh adat dengan mantra-mantra. Warga yang lain turut mempersiapkan rangkaian upacara, seperti memotong babi, membuat kubur, dan patung penyerta kubur. Setelah dikubur, masih ada berbagai ritual untuk mengantar arwah dan menguatkan mental keluarga yang ditinggalkan dengan upacara muakng aik balik (memasang cermin di air), basaru sumangat (memberi semangat), dan basapat (memberi makan roh) (Hartatik 2006, 94-115). Upacara pesta panen disebut naik dango yang merupakan pesta komunal yang dibiayai dan didukung oleh semua warga. Tempat upacara biasanya di dalam rumah Panjang yang dihias dengan berbagai dekorasi ritual adat. Sebelum dilakukan upacara pesta panen, hasil panen terutama padi belum boleh dimakan. Dalam pesta panen tersebut semua warga kampung atau penghuni rumah Panjang menyediakan sesaji hasil panen seperti lamang (beras ketan yang dimasak dalam bambu), telur, dan ayam. Upacara untuk keselamatan kampung dikenal hampir semua masyakarat Dayak di seluruh daratan Kalimantan. Pada masyakarat Dayak Kanayatn, dikenal beberapa upacara yang berkaitan dengan keselamatan kampung, antara lain upacara tutup tahutn, nabok panyugu, dan nabok padage. Upacara tutup tahutn dan nabok panyugu dilakukan di keramat yang mempunyai makna magis dan historis yang ditandai dengan keberadaan batu keramat, guci keramik, wadah sesaji, atau altar tempat sesaji. Nabok padage merupakan upacara kolektif yang dilakukan bersama-sama oleh seluruh warga dari beberapa kampung yang mempunyai ikatan adat yang disebut kelompok binua. Upacara tersebut dilakukan di Keramat Padage, yaitu tempat keramat untuk meletakkan patung leluhur yang disebut pantak. b. Agama Lebih 2 abad yang lalu, beberapa suku Dayak telah memeluk Islam dan meninggalkan praktek budaya dan ritus-ritus tertentu. Pada penduduk tepi pantai di pulau Borneo sebagian besar telah menjadi Muslim dalam kepercaaan mereka, sehingga kelompok-kelompok suku Dayak seperti Ilanun, Melanau, Kedayan, Bakumpai dan 3
Bisayah pada umumnya disebut dengan Dayak yang telah di Islamkan. Sebagai suku asli penduduk Pulau Borneo (Kalimantan). Sedangkan kekristenan telah masuk ke Kalimantan oleh misionaris Eropa dan Amerika. c. Kepercayaan Kepercayaan asli orang Dayak adalah Kaharingan, yaitu suatu ajaran kepercayaan animisme yang telah disatukan oleh pemerintah Indonesia, menjadi bentuk Hinduisme Indonesia. Praktek Kaharingan berbeda bentuknya dari kelompok suku Dayak yang satu dengan yang lainnya. Sebagai contohnya di beberapa praktek kepercayaan Kaharingan, mempercayai ketika seorang yang tehormat/ tokoh adat (kamang) meninggal, rohnya akan naik ke sebuah gunung dimana di sana roh-roh nenek moyang (leluhur) yang yang telah dulu tinggal diam. Untuk acara agama Kaharingan, roh-roh nenek moyang dipercayai turun ikut dalam acara keagamaan Kaharingan, sebagai tanda hormat dan tunduk kepada roh-roh nenek moyang (leluhur) dan berkah untuk kemakmuran di masa mendatang. 4. LINGKUNGAN KAMPUNG ADAT
Gambar: Rumah Panjang Lamin tersebar di daerah Kutai Terletak di tepi jalan yang sejajar atau tegak lurus sungai, sebagai prasarana transportasi, sehingga perlu tempat berlabuh. Salah satu ciri khas dari rumah Betang adalah selalu menghadap sungai. Walaupun antar komunitas suku Dayak yang tinggal di wilayah Selatan, Tengah, Barat dan Timur pulau, awalnya tidak pernah terjadi persinggungan budaya, namun arsitektur dan posisi rumah mereka selalu menghadap ke sungai atau sumber mata air. Karena tepi sungai merupakan tempat yang strategis sebagai sumber mata pencaharian, dan sarana transportasi. Satu desa terdiri dari beberapa Lamin (Rumah Panjang), kuburan desa, serambi & tangga Lamin dimiliki bersama. Dengan jumlah penduduk 500-600 orang
Gambar: tipokogi dan pola pemukiman rumah Lamin 4
Gambar: Orientasi pemukiman rumah Lamin
5. KONSEP KOSMOLOGI/KESEJAGATAN Kosmologi (dalam bahasa Yunani, (kosmos), yang berarti “dunia”, dan ‘logos’ artinya “ilmu") adalah ilmu yang mempelajari tentang struktur dan sejarah alam semsta berskala besar. Secara khusus, ilmu ini berhubungan dengan asal mula dan evolusi dari suatu subjek. Kepercayaan pada alam gaib sangat mempengaruhi proses pembangunan rumah adat begitu pula pada rumah Panjang suku Dayak. Nilai spiritual yang dijunjung tinggi tersebut membentuk suatu ikatan kultural yang kuat antara manusia dan alam. Terdapat dua roh nenek moyang yang dipercaya mempunyai kekuatan besar dan berperan sebagai pengatur seluruh kehidupan. Roh nenek moyang tersebut dinamakan Jalong Nyelong (roh lelaki yang menciptakan manusia) dan Bungan Malan (roh wanita yang mengatur seluruh kehidupan manusia). Dalam kehidupan sehari-hari, kekuatan kedua roh nenek moyang itu menjelma dalam bentuk binatang seperti kijang, musang, ular dan beberapa jenis burung. Simbol ini merupakan pertanda untuk kebaikan yang bisa menyebabkan masyarakat hidup makmur atau celaka. Maka dalam pembuatan rumah adatpun, pertanda dari roh nenek moyang tersebut juga memegang peranan penting. 6. PRINSIP TATA RUANG MIKRO Dalam kehidupan sehari-hari, peranan rumah Panjang bagi masyakarat Dayak adalah sebagai berikut. 1. Rumah Panjang merupakan media persekutuan hidup (social sistem) yang mencakup seluruh aktivitas kehidupan, baik yang menyangkut sosial kemasyarakatan, upacara adat, dan religi; 2. Alat pemersatu dalam memelihara dan membina solidaritas antarmasyakarat, sistem kekeluargaan, dan pendidikan nilai-nilai luhur; dan 3. Media untuk mengembangkan potensi budaya yang dapat menunjukkan tingginya nilai kehidupan masyakarat Dayak (Dilen 1993, 11-15). Adapun ritual dalam membangun rumah adat suku Dayak, yaitu: 1. Lokasi ditentukan dekat sungai, upacara oleh wanita/pria. 5
2. – Penanaman tiang utama bersama-sama, ritus potong ayam. 3. – Sesudah tiang utama berdiri, tiap keluarga membangun lawang sendiri (unit independen) 4. – Ritus masuk rumah: penanaman jimat di tangga, selamatan di serambi rumah. Berikut komunitas dalam rumah Panjang. 1. Satu rumah Panjang untuk 10-50 keluarga; panjang bisa sampai 300 M. 2. Lamin bersifat rumah tumbuh. Tiap keluarga inti tinggal dalam 1 kamar (lawang). Serambi dipakai pria, tamu, dan upacara. Bila jumlah keluarga bertambah, Lamin diperpanjang, atau membangun Lamin baru. 3. Satu Lamin mempunyai pimpinan duniawi: Ungko Luwu (kepala desa); dan pimpinan ritual: Tuah Adat (kepala upacara, dukun). Keduanya bisa dirangkap oleh satu orang. Ragam Jenis rumah tradisional suku Dayak 1. Rumah Panjang Suku Dayak bagian Barat (Masyarakat suku Dayak Iban Sungai Utik)
2. Rumah Betang Suku Dayak bagian Barat dan Tengah
3. Rumah Lamin Suku Dayak di bagian Timur
6
4. Rumah Lanting Rumah terapung di tepian sungai
7
Gambar: interior & eksterior
Gambar: potongan dan denah pada rumah Lamin Dayak Iban 8
Sama dengan rumah tradisional lainnya, hingga kini belum terpecahkan, mengapa tipologi rumah Suku Dayak harus dibuat besar mirip barak militer tanpa mempertimbangkan faktor privasi antar keluarga. Tetapi, dari alasan teknis dibuat tinggi dari permukaan tanah tidak lain adalah untuk pertimbangan menjaga serangan binatang buas atau serangan musuh, selain pemanfaatan lahan yang biasanya untuk tempat bermain anak, gudang, menumbuk padi, menyimpan perahu atau sesekali untuk upacara adat. Rancang bangun Balai, Betang atau Lamin, biasanya terdiri dari bagian-bagian penting seperti tangga, pelataran, anjungan, ruang utama, ruang keluarga, ruang tidur, dapur dan gudang logistik. Sedangkan untuk buang hajat atau mencuci dan mandi biasanya terpisah dari bangunan rumah. Khusus untuk ruang tidur, biasanya memiliki fungsi ganda sebagai tempat privasi sekaligus untuk menyimpan perhiasan atau peralatan perang seperti mandau, tombak, sumpit atau racun yang sering digunakan untuk berburu binatang atau peperangan. Orientasi pada Rumah Panjae suku Dayak Iban di Kalimantan Barat mempunyai arti tersendiri sesuai kepercayaan dari masyarakat Suku Dayak Iban. Rumah Panjae Suku Dayak Iban mereka memiliki orientasi: 1. Dibangun sejajar dengan sungai yang ada di depannya yang dianggap sebagai sumber kehidupannya sehari-hari; 2. Mengacu kepada pergerakan matahari dari timur (matahari tumboh) ke barat (matahari padam). Timur dimaknakan sebagai kehidupan dan barat sebagai kematian. Rumah dianggap sebagai cermin dari perjalanan matahari dari horison ke horison (tisau langit) dalam sebuah kosmos. Aplikasinya dalam bentuk rumah tinggal dan susunan ruang dalamnya menghasilkan teras rumah (tanju’) yang disimbolkan sebagai matahari dan mendapatkan sinar matahari secara penuh sebagai lambang kehidupan dan bagian dalam rumah yang disimbolkan sebagai malam (gelap) yang melambangkan jiwa, Tuhan, dan semangat. 3. Rumah Panjae (Rumah Panjang) harus sejajar dengan sungai serta menghadap sungai dan tidak boleh melintang sungai. Ketika ada upacara adat posisi duduk harus menghadap ke matahari terbit. 4. Rumah Panjae (Rumah Panjang) setelah penambahan ruang tetap sejajar dengan sungai dan menghadap sungai, tidak terjadi perubahan pada orientasi.
Gambar: Orientasi arah hadap Rumah Panjae berpola linier harus mengikuti sungai 9
Orientasi arah hadap bangunan Rumah Panjae (rumah Panjang) di tandai dengan teras depan (tanju’) memiliki arah penunjuk mata angin yaitu ke arah matahari terbenam Barat - Timur pada bagian belakang rumah atau ruang bilik dari Rumah Panjae (rumah Panjang) seperti Gambar 4.4 diliat bahwa Rumah Panjae (rumah Panjang) memiliki kepercayaan arus sungai yang mengarah ke Hulu dan ke Hilir karena mereka berasal dari Hilir (sumber kehidupan) dan mengarah ke Hulu. Zona ruang yang terdapat didalam Rumah Panjae dilakukan berdasarkan pengelompokan kepercayaan akan orientasi matahari yang berarti pada bagian timur adalah kehidupan pada ruang bilik sedangkan pada ruang tanju’ di arah barat yang berarti kematian.
DENAH LANTAI DASAR
DENAH LANTAI ATAS/ATAP Gambar: Denah Asli/Asal Rumah Panjae Suku Dayak Iban Sungai Utik Pada Rumah Panjae (rumah Panjang) Suku Dayak Iban yang panjangnya sekitar 170,65 meter, terdiri dari 28 bilik yang dibagi dalam beberapa bagian, yaitu: 1. TANJU’ berfungsi sebagai tempat menjemur hasil panen baik itu padi ataupun biasanya di gunakan untuk menjemur pakaian. Letak ruang Tanju’ adalah di bagian depan Rumah Panjae. Ruang Tanju’ merupakan ruang terbuka tanpa atap yang biasanya menjadi salah satu tempat awal mula kegiatan ritual tertentu di Rumah Panjae. 2. KAKI LIMA adalah ruang di sebelah ruang Tanju’. Kaki Lima adalah ruang tambahan baru dalam Rumah Panjae karena kebutuhan sehingga ada penambahan ruang pada bagian depan rumah setelah ruang tanju’. Ruang Kaki Lima berfungsi sebagai ruang sirkulasi dan sebagai tempat bermain bagi anak-anak. Lebar ruang Kaki Lima adalah sekitar 120 cm. Ketinggian ruangan sekitar 250 cm. 3. RUAI berfungsi sebagai tempat berkumpul, bermusyawarah dan bersosialisasi bagi 10
4. 5.
6. 7.
para penghuni Rumah Panjang. Ruai juga berfungsi sebagai tempat menerima tamu dan melangsungkan ritual upacara adat seperti upacara melahirkan, kematian atau lainnya. SADAU RUAI merupakan plafon bagian luar. Sadau Ruai berfungsi sebagai tempat untuk menyimpan tikar dan peralatan menangkap ikan. BILIK merupakan ruang bagian dalam yang berfungsi sebagai tempat tidur bagi parapenghuni Rumah Panjae. Bilik juga berfungsi sebagai tempat untuk menyimpan barang-barang pusaka seperti gong, guci, dan barang-barang pusaka lainnya. Dahulu bilik dan dapur dijadikan satu, tetapi sekarang ada ruang Uji Bilik dipisah agar tidak kena asap dan lebih sehat bagi penghuninya. Hingga sekarang ruang tersebut berfungsi sebagai area servis saat ini sebagai pelataran dari ruang dapur masing – masing bilik SADAU letaknya di atas bilik yang berfungsi untuk menaruh padi. SADAU BUGAU Sadau letaknya di atas sadau bilik yang berfungsi sebagai tempat menyimpan tikar atau hasil kerajianan, peralatan pertanian yang jarang digunakan.
Gambar:Ruang - ruang pada Rumah Panjae Suku Dayak Iban. Ruang bilik merupakan ruangan yang di huni secara bersama –sama oleh beberapa keluarga turun temurun dari masyarakat Suku Dayak Iban.
11
Ruang Sadau pada Rumah Panjae (rumah Panjang) Suku Dayak Iban Sungai Utik berada pada bagian atas tepat seperti ruang di bawah atap. Gambar: Kondisi ruang pada Rumah Panjae Suku Dayak Iban Zoning pada ruang Rumah Panjae sangat sederhana karena berfungsi sesuai kebutuhan saat itu, baik itu untuk menjemur hasil pertanian dan berkumpul, istirahat dan berkegiatan sehari-hari serta atas dasar kepercayaan masyarakat dari para leluhur mereka, terkadang di gunakan juga untuk ritual upacara adat tertentu, zona ruang yang terdapat didalam Rumah Panjae dilakukan berdasarkan pengelompokan kepercayaan 12
akan orientasi matahari yang berarti pada bagian timur adalah kehidupan pada ruang bilik sedangkan pada ruang tanju’ di arah barat yang berarti kematian. Pengelompokan tersebut dilakukan karena fungsi dari rumah itu sebagai tempat tinggal bersama, sehingga fungsional ruang pada Rumah Panjae dilakukan berdasarkan pengelompokan tersebut. Berdasarkan pengelompokan fungsi yang ada dilihat dari munculnya ruang yang digunakan dan ditinjau dari status, dan perbedaan jenis keLamin. Ruang didalam satu rumah yang dapat dikelompokkan menjadi 3 fungsi, dikelompokkan berdasarkan status pernikahan, perbedaan jenis keLamin dan kepentingan ruangan yang digunakan yaitu: A. Publik, sebuah ruangan yang dapat di akses oleh penghuni atau tamu bagi Rumah Panjae yang dapat di bilang sebuah ruang yang sangat penting dalam sebuah rumah untuk besrsosialisasi baik itu saat ucpacara ritual adat tertentu atau pun kegiatan sehari-sehari yang berlangsung di rumah tersebut, dengan di batasi tertutup oleh dinding. B. Semi Publik, ruangan yang berada di area luar atau tidak memiliki atap yang berfungsi sebagai ruang untuk menjemur baik itu menjemur hasil panen serta padi atau pun menjemur pakaian. C. Privat, sebuah ruang yang berfungsi sebagai kegiatan dari tiap – tiap keluarga yang tinggal di rumah panjae dan sangat berbeda dari fungsi yang lainnya, yaitu karena ruang ini hanya bisa di akses oleh penghuni dari ruang tersebut. Hirarki Ruang Rumah Panjae Suku Dayak Iban Sungai Utik Transisi ruang-ruang pada Rumah Panjae ruang terpusat pada satu ruang yaitu ruang Ruai yang menjadi salah satu ruang inti keberlangsungan hidup pada Rumah Panjae. Ruai yang merupakan ruang pusat dan menghubungkan keruang yang ada dibelakangnya dan bagian terasnya. Pada bagian ruang Ruai sebagai ruang penghubung yang menjadi tempat untuk masyarakat penghuni rumah atau pun masyarakat yang berkunjung kerumah Panjang baik itu dalam keseharian atau pun dalam kegiatan ritual upacara adat tertentu. Dalam pembentukan tersebut dapat di lihat pada gambar 4.11, yang merupakan gambaran tentang hirarki serta transisi ruang – ruang yang terdapat di rumah Panjang. Hirarki ruang tersebut terbentuk karena kepercayaan dari masayarakat Iban akan hidup dalam kebersamaan yang selama ini para tetua mereka bangun. Namun untuk memasuki Rumah Panjae hanya terdapat dua pintu masuk ke dalam rumah panja hal ini di sebabkan karena suku Iban sering mengalami peperangan antar suku sehingga untuk memasuki rumah hanya ada dua akses karena untuk bertahan saat perang antar suku.
13
Gambar: Hirariki ruang lantai dasar pada Rumah Panjae Suku Dayak Iban
Gambar: Hirarki ruang lantai atas pada Rumah Panjae Suku Dayak Iban
a.
b.
Bagian-bagian dari rumah Panjang Tangga Tangga untuk naik ke rumah betang berjumlah tiga, yaitu di ujung kiri kanan dan satu di bagian depan yang menandakan untuk pengungkapan rasa komunitas dan solidaritas warga yang berada di dalam rumah tersebut. Anak tangga biasanya mempunyai hitungan mistik yaitu tonggak(ganjil), tunggak dan tidak boleh jatuh pada hitungan tinggal (genap). Hitunggan anak tangga dimulai dari hitunggan dari tonggak dan seterusnya sesuai tinggi rendahnya rumah, kepala tangga dibuat patung kepala manusia yang dalam mistiknya sebagai penunggu, penjaga rumah beserta isi keluarga yang mendiami agar yidak diganggu oleh roh ataupun marabahaya. Posisi tangga Ada rumah betang yang memiliki tangga di kedua sisi ujung rumah Panjang. Biasanya untuk rumah yang ukurannya sangat panjang (300 – 400 m) biasanya dibuat dengan tujuan memudahkan akses dari kedua sisi masing-masing rumah. Ada juga rumah betang yang memiliki hanya 1 tangga dan terletak di depan dan tengah – tengah. Ukuran panjang rumah ini pun hanya mencapai 200 m. 14
c.
d.
Pada rumah betang yang baru (kepentingan pariwisata), biasanya di bangun tiga tangga. Dua tangga di sisi kiri dan kanan dan satu tangga di tengah bagian depan. Pante Merupakan lantai yang berada didepan bagian luar atap yeng menjorok ke luar, berfunggsi sebagai tempat antara lain: menjemur padi, pakaian, untuk mengadakan upacara adat lainya. Lantai pante berasal dari bahan bambu, belahan batang pinang, kayu bulatan sebesar pergelangan tangan atau dari batang papan.
Serambi Merupakan pintu masuk rumah setelah melewati pante yang jumlahnya sesuai dengan jumlah kepala keluarga. Di depan serambi ini apabila ada upacara adat kampung dipasang tanda khusus seperti sebatang bambu yang kulitnya diarut halus menyerupai jumbai-jumbai ruas demi ruas (semacam janur).
e.
Sami Merupakan ruangan terbuka milik bersama, digunakan sebagai tempat menerima tamu, menyelenggarakan kegiatan warga yang memerlukan. Ditempat ini biasanya para tamu yang datang dipersilahkan duduk dan disuguhi hidangan oleh tuan rumah di bilik yang didatangi sedangkan keluarga yang lain biasanya juga ikut memberikan suguhan sebagai tanda kebersamaan antar keluarga dalam komunitas di rumah Panjang ini.
f.
g.
Dapur Disudut ruangan dalam bilik masing-masing keluarga ada dapur dengan kelengkapannya (para api). Jungkar Merupakan ruangan tambahan dibagian belakang bilik keluarga masing-masing yang atapnya menyambung atap rumah Panjang atau ada kalanya bumbung atap berdiri sendiri tapi masih merupakan bagian dari rumah Panjang. Jungkar ini terkadang ditempatkan di tangga masuk atau keluar bagi satu keluarga, agar tidak mengganggu tamu yang sedang bertandang. Jungkar yang atapnya menyambung pada atap rumah Panjang dibuatkan tingaatn (ventilasi pada atap yang terbuka dengan ditopang/disanggah kayu) yang sewaktu hujan atau malam hari dapat ditutup kembali.
15
Bangunan-Bangunan Tambahan Selain Rumah Panjang Jurokng (lumbung padi) ; biasa berbentuk bujur sangkar dan berukuran 4x4 atau 5x5 m. Di kalangan Dayak, lumbung merupakan tempat menyimpan padi cadangan sekaligus tempa diadakan upacara panen padi tempat bersyukur kepada Ponompa(Tuhan) atas hasil panen yang ada. Pelaman; gubuk tempa peristirahatan yang terdapat di ladang. Sandong; beberapa sub suku Dayak mempunyai tradisi seperti suku Indian yakni Totem. Dengan tiang penuh ukiran yang dipuncaknya terdapat patung enggang mereka meyakini tempat itu adalah penghubung antara dunia dan dunia di atas dunia. Biasanya juga ada yang menyimpan tulang para leluhurnya di atas sandong. 7. PRINSIP BENTUK BANGUNAN Rumah panjang merupakan rumah tradisional masyakarat Dayak yang tersebar di pedalaman Kalimantan. Meskipun berbeda penyebutan, yaitu betang atau radakng untuk daerah Kalimantan Tengah dan Kalimantan Barat, balai untuk Kalimantan Selatan, dan Lamin untuk Kalimantan Timur, tetapi rumah Panjang mempunyai bentuk dan komponen arsitektur yang hampir sama. Arsitektural rumah Lamin memiliki kekhasan yang unik dan menarik untuk dikaji lebih dalam, antara lain bentuknya persegi panjang yang panjangnya rata-rata 200-400 m dengan lebar antara 15 - 25 m, merupakan rumah panggung dengan ketinggian panggung sekitar 1.5 m dan beratap pelana. Kabupaten Kutai Barat Kalimantan Timur memiliki struktur tanah gambut yang dibawahnya banyak kandungan mineralnya terutama batu bara, Kutai Barat juga berada pada jalur garis katulistiwa, dengan kondisi lingkungannya yang mayoritas mesih tertutup hutan hujan tropis yang lebat hal ini mengakibatkan kondisi iklim dan cuaca yang sangat panas dengan tingkat kelembaban yang tinggi, sehingga Arsitektur rumah Lamin yang berupa rumah panggung, berbentuk kotak memanjang, yang menggunakan dinding kulit kayu, dengan atap pelana dari sirap akan sangat sesuai dengan kondisi iklim setempat, karena dapat menghindari panas lembab dari tanah, sirkulasi udara dalam ruang lancar karena dinding dan lantai cukup berpori guna terjadinya sirkulasi udara, atap pelana yang membujur dati timur ke barat juga sangat optimal dalam mengantisipasi radiasi sinar matahari. Rata-rata tinggi dinding dibuat paling sedikit 4 meter guna menjaga sirkulasi udara, sedangkan daun pintu biasanya mengikuti tinggi dinding yang kadang- kadang sampai 3 meter sementara daun jendela 2 meter. Walaupun pintu rumah Suku Dayak biasa selalu terbuka, namun untuk menjaga keamanan dibuat kunci pengaman dari kayu ulin yang lazim disebut dengan "sesunduk lawang", batangan kayu mirip alu yang diletakan diatas dudukan sebagai penyangga daun pintu. khusus untuk peletakan gagang pintu maupun jendela memiliki kesamaan, yakni selalu berada pada bagian kiri agar memudahkan tangan kiri untuk memegangnya. 16
Rancangan ini merupakan bentuk "kesiagaan" suku Dayak yang selalu mempersilahkan tamunya dengan tangan kanan, walaupun sedang memegang senjata mandau atau tombak. Jika ujung mata mandau atau tombak mengarah ke bawah, maka ini berarti bentuk penghormatan untuk mempersilahkan tamunya masuk. Tetapi jika sebaliknya, berarti bentuk penolakan yang tidak bisa ditawar-tawar.
Gambar: tampak dan potongan rumah Lamin
8. PRINSIP SISTEM STRUKTUR BANGUNAN
17
Ada beberapa jenis rumah Panjang yang tersebar di Kalimantan. Sesuai dengan yang telah diungkap di atas, masing-masing sub suku yang beragam (hingga 450 sub suku) membangun rumah Panjang sesuai dengan karakteristik budaya dan kondisi alam. Secara umum bentuk rumah betang antar sub suku dibedakan dengan :
Atap Suku Dayak Iban (tersebar di wilayah bagian tengan pulau Kalimantan dari KalbarKaltim dan sebagian Malaysia) membuat atap yang lebih curam dan lebar dIbandingkan dengan atap rumah betang pada umumnya. Untuk kerangka atap digunakan kayu dari pohon karet atau kelapa.
Gambar: Atap baguan dalam tidak berplafon sehingga kuda-kuda terlihat
Lantai
Gambar: Struktur Lantai Lamin Taulant Suku Dayak Benuaq
Pondasi Teknik Pemasangan Pondasi Untuk pondasi pada rumah tradisional suku Dayak, biasanya dipakai kayu galam yang banyak terdapat di sepanjang rawa Kalimantan. Kayu galam ini mempunyai sifat yang khusus sehingga sangat pas untuk dijadikan bagian pondasi bangunan rumah di sepanjang pinggir sungai. Sifat kayu galam adalah semakin terendam maka kekuatannya menjadi awet. Kayu galam yang terendam di lumpur terus menerus mempunyai kekuatan sampai puluhan tahun. Teknik pemasangan pondasi ini ada dua cara, yaitu: 18
1. Pondasi Batang Besar, apabila pondasi yang dipilih adalah pondasi batang besar maka digunakan teknik kalang pandal. Kayu yang digunakan biasanya berdiameter 40 cm lebih. Caranya, kayu besar ditoreh bagian atasnya sampai rata kemudian bagian yang ditoreh itu dilobangi untuk tempat menancapkan tiang dan tongkat. Setelah itu bagian ini akan direndamkan ke dalam tanah dengan kedalaman 50 - 100 cm tergantung kondisi tanah. Batang disusun berjejer sesuai dengan deretan tongkat dan tiang rumah yang akan dIbangun. Untuk menahan tiang atau tongkat agar tidak terus menurun maka dipakai sunduk. 2. Pondasi Dengan Batang Kecil, kayu galam yang digunakan dalam pondasi ini biasanya berdiameter minimal 15 cm untuk tampuk ujung dan sekitar 20 cm untuk tampuk tengahnya. Cara pemasangannya agak berbeda dengan cara batang besar yang hanya satu lapis. Untuk pondasi batang kecil ada dua lapis, bagian bawah disebut Kacapuri dan lapisan atas disebut kalang sunduk, yaitu untuk penahan sunduk tiang atau sunduk tongkat. Ujung tiang atau tongkat tertancap hingga kedalaman dua meter dari permukaan tanah.
9. PRINSIP TEKTONIKA BANGUNAN a. Konstruksi (tradisi adat) Kekuatan konstruksi rumah Panjang terletak pada tiang utama yang ditanam di dalam tanah hingga atap. Selain tiang utama terdapat tiang penyangga yang ditanam dalam tanah hingga dasar lantai. Jumlah tiang penyangga biasanya empat kali lipat dari tiang utama, karena dalam konstruksinya tiap empat tiang penyangga terdapat satu tiang utama. Oleh karena fungsi tiang utama menyangga beban yang sangat berat, maka ukuran diameter tiang utama pun lebih besar dari tiang penyangga. Satu rumah Panjang biasanya terdiri atas kurang lebih 20 tiang utama dan kurang lebih 80 tiang penyangga. Dinding dibuat dari batang pohon yang dibuat papan atau dari kulit kayu meranti merah. Lantai dibuat dari batang rotan yang diikat sambung menyambung, bambu atau papan kayu. Pembuatan rumah Panjang tidak menggunakan paku, melainkan sistem ikat dengan pengikat dari rotan (Jessup 1993, 16-20). seluruh bangunan menggunakan bahan yang ramah lingkungan tanpa paku karena seluruhnya mengandalkan tali temali yang diambil dan dibuat dari tanaman hutan.
19
b. Bahan Bangunan rumah selalu mempergunakan material kayu yang tahan panas dan tahan hujan. Biasanya dipergunakan kayu Ulin ("eusideroxylon zwagery") yang satu sama lain dirangkai tanpa mengunakan paku atau baut tetapi lazimnya menggunakan pasak dari jenis kayu yang sama. Sedangkan atapnya menggunakan sirap. c. Detail Sambungan
Gambar: sambungan menggunakan pasak dan rotan Teknik pemasangan sambungan pada struktur rumah tradisional suku Dayak umumnya menggunakan bahan yang alami dan teknik konstruksi yang sederhana dengan cara menyusun tiang dan balok. Penyatuan semua bagian bangunan dilakukan dengan cara membentuk dan menyambung bagian kayu dengan beberapa alat khusus sederhana seperti kampak, gergaji, pahat, golok (parang). Untuk kemudahan pemasangan, seringkali tiang dan balok disambung di tanah sebelum diletakkan di atas batu pondasi.
Gambar: Teknik pemasanga sambungan 20
Penyusunan tiang dan balok pada prinsipnya tidak menggunakan paku, tapi menggunakan sambungan lubang dengan pasak, sambungan pangku dan sambungan takik. Susunan tiang-tiang tersebut bersandar di atas batu pondasi dengan stabilitas didapat dari rel-rel melintang yang masuk ke lubang yang dibuat di dalam tiang.
10. PRINSIP DEKORASI DAN ORNAMENTASI Rumah Lamin diperankan selain sebagai rumah tinggal bersama secara berkelompok yang didasarkan pada kebersamaan juga berfungsi sebagai pusat kegiatan upacara-upacara ritual maupun persembahan, hal ini dapat terlihat dari patung-patung atau totem yang biasa disebut Blonthang yang di taruh berjajar di depan rumah Lamin, demikian pula dengan penggunaan ornamen-ornamen ukiran khas Dayak yang berwarna-warni dimana tiap warna melambangkan makna-makna tertentu. dihiasi dengan patung-patung yang berderet di depan rumah, terdapat ukiran- ukiran maupun lukisan-lukisan khas motif Dayak dengan warna-warna pokok dominan merah, kuning, hitam, dan putih. Antara satu suku dengan suku Dayak lainnya memiliki ciri khas dalam membuat ornamen rumah, termasuk ukiran-ukiran pada teras depan, tiang pagar teras,tangga maupun bentuk bubungan atap.
Gambar: Ornamen pada pintu dan pagar teras
Gambar: Patung dan ornament pada dinding Lamin luar dan patung pada tiang panggung 21
11. CONTOH KASUS APLIKASI PRINSIP ARSITEKTUR NUSANTARA DALAM DISAIN ARSITEKTUR KONTEMPORER/KEKINIAN
Gambar: Rumah-Rumah Lanting Masa Kini
22
DAFTAR PUSTAKA
https://id.m.wikipedia.org/wiki/Kalimantan
23