Fix Perdarahan Post Partum.docx

  • Uploaded by: Bella Riska Ayu
  • 0
  • 0
  • July 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Fix Perdarahan Post Partum.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 3,854
  • Pages: 20
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Perdarahan Post Partum Perdarahan post partum (PPP) didefinisikan sebagai kehilangan 500 ml atau lebih darah setelah persalinan pervaginam atau 1000 ml atau lebih setelah seksio sesaria (Leveno, 2009). Perdarahan postpartum merupakan perdarahan lebih dari 500 cc terjadi setelah bayi lahir pervaginam atau lebih dari 1.000 cc setelah persalinan abdominal (Nugroho, 2012). Perdarahan post partum adalah perdarahan yang segera terjadi setelah persalinan melebihi 500 cc yang dibagi menjadi dua bentuk yaitu perdarahan post partum primer dan perdarahan post partum sekunder (Rukiyah 2010). Perdarahan post partum adalah perdarahan yang lebih dari 500-600 ml selama 24 jam setelah anak lahir. Termasuk perdarahan karena retensio plasenta. Perdarahan post partum adalah perdarahan kala IV lebih dari 500-600 ml dalam 24 jam setelah anak lahir (Eniyati, 2013). Perdarahan post partum adalah perdarahan yang melebihi 500 ml setelah bayi lahir. Pada praktisnya tidak perlu mengukur jumlah perdarahan sebanyak itu, sebab menghentikan perdarahan lebih dini akan memberikan prognosis lebih baik (Prawirohardjo, 2008). Perdarahan post partum ada kalanya merupakan perdarahan yang hebat dan menakutkan sehingga dalam waktu singkat wanita jatuh ke dalam syok, ataupun merupakan perdarahan yang menetes perlahan-lahan tetapi terus menerus dan ini juga berbahaya karena akhirnya jumlah perdarahan menjadi banyak yang mengakibatkan wanita menjadi lemas dan juga jatuh dalam syok.

B. Klasifikasi Klasifikasi perdarahan post partum yaitu sebagai berikut: 1. Perdarahan post partum primer (Early Postpartum Hemmorrhage) atau perdarahan pasca-persalinan segera, yaitu perdarahan yang terjadi dalam 24

jam pertama dengan jumlah 500 cc atau lebih, akan tetapi lebih banyak terjadi pada 2 jam pertama. Penyebab utama perdarahan pasca-persalinan primer adalah atonia uteri, retensio plasenta, sisa plasenta dan robekan jalan lahir. 2. Perdarahan post partum sekunder (Late Postpartum Hemorrhage) atau perdarahan pasca-perdalinan sekunder, yaitu perdarahan yang terjadi setelah 24 jam pertama dengan jumlah perdarahan 500 cc atau lebih. Penyebab utama perdarahan sekunder adalah robekan jalan lahir dan sisa plasenta (Nurjannah, dkk. 2013: 146-147).

C. Etiologi Sebagai faktor langsung dalam kematian ibu, perdarahan post partum atau pascasalin merupakan penyebab sekitar seperempat kematian akibat perdarahan obstetrik (Norman & Cunningham, 2010). Penyebab perdarahan post partum antara lain: 1. Atonia uteri 50%-60% Atonia uteri adalah keadaan lemahnya tonus/kontraksi rahim yang menyebabkan uterus tidak mampu menutup perdarahan terbuka dari tempat implantasi plasenta setelah bayi dan plasenta lahir (Prawirohardjo, 2010). 2. Retensio plasenta 16%-17% Retensio plasenta adalah tertahannya atau belum lahirnya plasenta hingga atau melebihi waktu 30 menit setelah bayi lahir (Prawirohardjo, 2010). 3. Sisa plasenta 23%-24% Perdarahan sisa plasenta adalah perdarahan yang terjadi akibat tertinggalnya kotiledon dan selaput kulit ketuban yang menggangu kontraksi uterus dalam menjepit pembuluh darah dalam uterus sehingga mengakibatkan perdarahan (Prawirohardjo, 2010). 4. Laserasi jalan lahir 4%-5% Pada umumnya robekan jalan lahir terjadi pada persalinan dengan trauma. Robekan jalan lahir biasanya akibat episiotomi, robekan spontan perineum, trauma forseps atau vakum ekstraksi, atau karena versi ekstrasi. Robekan

yang terjadi bisa ringan (lecet, laserasi), luka episiotomi,robekan perineum spontan derajat ringan sampai ruptur perineum totalis (sfingter ani 12 terputus), robekan pada dinding vagina, forniks uteri, serviks, daerah sekitar klitoris dan uretra dan bahkan yang terberat ruptur uteri. Perdarahan yang terjadi saat kontraksi uterus baik, biasanya karena ada laserasi ataupun sisa plasenta (Prawirohadjo, 2010). 5. Kelainan darah 0,5%-0,8% Kelainan darah adalah kondisi yang memengaruhi salah satu atau beberapa bagian dari darah sehingga menyebabkan darah tidak bisa berfungsi secara normal. Kelainan darah bisa bersifat akut maupun kronis. Kebanyakan dari kondisi ini merupakan penyakit keturunan (Nugroho, 2012).

D. Faktor Faktor Penyebab Perdarahan Post Partum Menurut Yulianingsih (2012) faktor yang menyebabkan perdarahan post partum adalah atonia uteri, retensio plasenta, laserasi jalan lahir, plasenta res, dan penyakit pembekuan darah. 1. Atonia Uteri a. Atonia uteri merupakan perdarahan post partum yang dapat terjadi karena terlepasnya sebagian plasenta dari uterus dan sebagian lagi belum terlepas (Anik, 2012). Atonia uteri adalah keadaan lemahnya tonus/kontraksi rahim yang menyebabkan uterus tidak mampu menutup perdarahan terbukan dari tempat implamentasi plasenta setelah bayi dan plasenta lahir (Prawirohardjo, 2008).

Gambar 2.1 Atonia Uteri b. Etiologi faktor faktor penyebab atonia uteri meliputi beberapa hal berikut: 1) Regangan

rahim

berlebihan

karena

kehamilan

gemeli,

polihidramnion, dan anak terlalu besar. 2) Kelelahan karena persalinan lama 3) Kehamilan grandemultipara (>5 anak). 4) Ibu dengan kedaan umum yang jelek, anemis, atau menderita penyakit menahun. 5) Mioma uteri yang mengganggu kontraksi rahim. 6) Infeksi uteri (koriomnionitis). 7) Riwayat pernah atonia uteri sebelumnya. 8) Preeklamsi dan eklamsi. c. Penyebab atonia uteri terjadi karena uterus tidak berkontraksi dengan sempurna setelah anak lahir. Jika uterus tidak berkontraksi dalam 15 detik setelah dilakukan rangsangan taktil (pemijatan) fundus uteri (Manuaba, 2007). Kontraksi uterus merupakan mekanisme utama untuk mengontrol perdarahan setelah melahirkan. Atonia terjadi karena kegagalan mekanisme ini. Perdarahan postpartum secara fisiologis dikontrol oleh kontraksi serabut-serabut miometrium yang mengelilingi pembuluh

darah yang memvaskularisasi daerah implantasi plasenta. Atonia uteri terjadi

apabila

serabut-serabut

miometrium

tidak

(Saifudin, 2008).

Skema 2.1 Penatalaksanaan Atonia Uteri

berkontraksi

2. Retensio Plasenta a. Retensio plasenta adalah tertahannya atau belum lahirnya plasenta hingga atau melebihi waktu 30 menit setelah bayi lahir. Hampir sebagian besar gangguan pelepasan plasenta disebabkan oleh gangguan kontraksi uterus (Prawirohardjo, 2008). Retensio plasenta adalah bila plasenta tidak lepas atau keluar lebih dari 30 menit setelah persalinan (Maryunani, 2013). b. Jenis retensio plasenta 1) Plasenta adesiva Plasenta yang melekat pada desidua endometrium lebih dalam (plasenta yang belum lahir dan masih melekat di dinding rahim karena kontraksi rahim kurang kuat untuk melepaskan plasenta). 2) Plasenta inkreta Vilikorialis

tumbuh

lebih

dalam

dan

menembus

desidua

endometrium sampai ke miometrium. 3) Plasenta akreta Vilikorialis tumbuh menembus miometrium sampai ke serosa (plasenta yang belum lahir dan masih melekat di dinding rahim karena vilikorialisnya menembus desidua sampai miometrium). 4) Plasenta perkreta Vilikoriolis tumbuh menembus serosa atau perineum dinding rahim.

Gambar 2.2 Jenis Retensio Plasenta

c. Etiologi Retensio plasenta disebabkan oleh : 1) Faktor maternal a) Gravida berusia lanjut. b) Multiparitas, plasenta akreta jarang dijumpai pada primigravida. c) Faktor uterus (1) Bekas secsio cesaria, plasenta tertanam di uterus (2) Bekas curettage (3) Bekas pengeluaran plasenta secara manual (4) Bekas endometritis (5) Faktor faktor plasenta d) Plasenta previa e) Implantasi korneal f) Plasenta sukar lepas karena: (1) Mempunyai inersi di sudut tuba. (2) Berukuran sangat kecil atau plasenta anularis (Cuningham, 2009). d. Penyebab Retensio plasenta terjadi karena ada tidak terjadi pelepasan plasenta selama lebih dari 30 menit, sehingga mengganggu kontraksi dan retraksi, menyebabkan sinussinus tetap terbuka, dan menimbulkan perdarahan postpartum (Manuaba, 2007). Bila plasenta belum lepas sama sekali tidak akan terjadi perdarahan, tapi bila sebagian plasenta sudah lepas akan terjadi perdarahan dan ini merupakan indikasi untuk segera mengeluarkannya. Plasenta mungkin pula tidak keluar karena kandung kemih dan rectum penuh, oleh karena itu keduanya harus dikosongkan agar mempermudah untuk pengeluarkan plasenta sehingga tidak terjadi perdarahan post partum (Manuaba, 2007).

3. Laserasi Jalan Lahir a. Laserasi jalan lahir adalah trauma yang diakibatkan oleh kelahiran bayi yang terjadi pada serviks, vagiana, atau perineum (Maryunani, 2013). Laserasi yang terjadi biasanya ringan (lecet laserasi), luka episiotomi, robekan perineum spontan dari dari derajat ringan sampai ruptur perinci totalis (sfingter ani terputus, robekan pada dinding vagiana, forniks uteri, serviks, daerah sekitar klitoris dan uretra bahkan terberat seperti rupture uteri) (Prawirohardjo, 2008). Laserasi jalan lahir memiliki derajat tertentu: 1) Derajat I: Luasnya robekan hanya sampai mukosa vagina, komisura posterior tanpa mengenai kulit perineum. Tidak perlu dijahir jika tidak ada perdarahan dan posisi luka baik. 2) Derajat II: Robekan yang terjadi lebih dalam yaitu mengenai mukosa vagina, komisura posterior, kulit perineum dan otot perineum. Jahit menggunakan teknik penjahitan laserasi perineum. 3) Derajat III: Robekan yang terjadi mengenai mukosa vagina, komisura posterior, kulit perineum, otot perineum hingga otot sfingter ani. IIIa: Mengenai sfingter ani eksternum (SAE) <50% IIIb: Mengenai sfingter ani eksternum (SAE) >50% IIIc: Mengenai sfingter ani internum 4) Derajat IV: Robekan yang terjadi lebih dalam yaitu mengenai mukosa vagina, komisura posterior, kulit perineum, otot sfingter ani sampai ke dinding depan rectum.

Gambar 2.3 Derajat Laserasi Perineum b. Etiologi Faktor penyebab terjadiya laserasi jalan lahir: 1) Faktor maternal (a) Partus presipitatus yang tidak dikendalikan dan tidak ditolong (b) Pasien tidak mampu berhenti mengejan (c) Partus diselesaikan secara tergesa-gesa dengan dorongan fundus yang berlebihan. (d) Edema dan kerapuhan pada perineum (e) Varikositas vulva yang melemahkan jaringan perineum (f) Arcus pubis sempit dengan pintu bawah panggul yang sempit pula sehingga (g) Menekan kepala bayi ke arah posterior (h) Peluasan episiotomi 2) Faktor-faktor janin: (a) Bayi yang besar (b) Posisi kepala yang abnormal, misalnya presentasi muka dan occipitoposterior (c) Kelahiran bokong (d) Ekstrasksi forceps yang sukar (e) Distosia bahu

(f) Anomali congenital, seperti hydrocephalus. c. Penyebab Laserasi jalan lahir terjadi karena terjadi robekan jalan lahir yang diakibatkan karena faktor maternal dan faktor janin, seperti partus presipatus dan bayi makrosomia, sehingga terjadi perdarahan post partum (Saifudin, 2008). Perdarahan yang terjadi karena adanya laserasi jalan lahir (perineum, vulva, vagina, portio, atau uterus). Robekan pada perineum, vulva, vagina dan portio biasa terjadi pada persalinan pervaginam. Perdarahan karena robekan jalan lahir banyak dijumpai pada pertolongan persalinan oleh dukun karena tanpa dijahit. Oleh sebab itu bidan diharapkan melaksanakan pertolongan persalinan melalui polindes, sehingga peran dukun berangsur-angsur berkurang. Dengan demikian komplikasi akibat robekan jalan lahir yang dapat menimbulkan perdarahan akan dapat berkurang (Manuaba, 2007).

4. Plasenta Res (Sisa Plasenta) a. Plasenta res adalah plasenta tidak lepas sempurna dan meninggalkan sisa, dapat berupa fragmen plasenta atau selaput ketuban tertahan. Retensio sisa plasenta disebabkan oleh plasenta tertanam terlalu dalam sampai lapisan miometrium uterus. Sewaktu suatu bagian plasenta (satu atau lebih lobus) tertinggal, maka uterus tidak dapat berkontraksi secara efektif dan keadaan ini dapat menimbulkan perdarahan. Gejala dan tanda yang bisa ditemui adalah perdarahan segera, uterus berkontraksi tetapi tinggi fundus tidak berkurang (Prawirohardjo, 2008). Sisa plasenta adalah tertinggalnya potongan-potongan plasenta seperti kotiledon dan selaput plasenta yang menyebabkan terganggunya kontraksi uterus sehingga sinus-sinus darah tetap terbuka dan menimbulkan perdarahan post partum. Perdarahan post partum dini dapat terjadi sebagai akibat tertinggalnya sisa plasenta atau selaput

janin. Bila hal tersebut terjadi, harus dikeluarkan secara manual atau di kuratase dan pemberian obat uterotonika intravena (Cuningham, 2009). b. Etiologi 1) His yang kurang baik. 2) Penanganan kala III yang salah Dengan pendorongan dan pemijatan uterus akan mengganggu mekanisme pelepasan plasenta dan menyebabkan pemisahan sebagian plasenta. 3) Abnormalitas plasenta (Abnormalitas plasenta meliputi bentuk plasenta dan penanaman plasenta dalam uterus yang mempengaruhi mekanisme pelepasan plasenta). 4) Kelahiran bayi yang terlalu cepat. Kelahiran bayi yang terlalu cepat akan mengganggu pemisahan plasenta secara fisiologis akibat gangguan dari retraksi sehingga dapat terjadi gangguan retensi sisa plasenta. c. Penyebab Plasenta res terjadi karena ada sebagian selaput maupun plasenta yang tertinggal dalam uterus sehingga mengganggu kontraksi uterus dan retraksi, menyebabkan sinus-sinus tetap terbuka, dan menimbulkan perdarahan postpartum (Manuaba, 2007). Tertinggalnya sebagian plasenta (sisa plasenta) merupakan penyebab umum terjadinya perdarahan lanjut dalam masa nifas (perdarahan pasca persalinan sekunder). Perdarahan post partum yang terjadi segera jarang disebabkan oleh retensi potongan-potongan kecil plasenta. Inspeksi plasenta segera setelah persalinan bayi harus menjadi tindakan rutin. Jika ada bagian plasenta yang hilang, uterus harus dieksplorasi dan potongan plasenta dikeluarkan (Cunningham, 2009). Apabila sebagian plasenta belum keluar (satu atau lebih lobus) tertinggal, maka uterus tidak dapat berkontraksi secara efektif dan keadaan ini dapat menimbulkan perdarahan (Cunningham, 2009).

E. Faktor Predisposisi Terdapat hal hal yang di curigai yang dapat menimbulkan perdarahan post partum, yaitu: 1. Riwayat persalinan yang kurang baik, misalnya: a. Riwayat perdarahan pada persalianan yang terdahulu. b. Grandemultiparitas (lebih dari 4 anak). c. Jarak kehamilan yang dekat (kurang dari 2 tahun). d. Bekas operasi sectio secaria. e. Pernah abortus sebelumnya. 2. Hasil pemeriksaan waktu bersalin, misalnya: a. Persalinan kala dua yang terlalu cepat, misalnya setelah persalinan dengan bantuan forcep dan ekstra vakum. b. Uterus terlalu teregang, misalnya pada hidramnion, kehamilan kembar dan anak besar. c. Uterus yang kelelahan, persalinan lama. d. Uterus yang lembek akibat anestesia yang dalam. e. Inversio uteri primer dan sekunder (Maryunani, 2012).

F. Patofisiologi Dalam persalinan pembuluh darah yang ada di uterus melebar untuk meningkatkan sirkulasi uterus. Atonia uteri dan sub-involusi uterus menyebabkan kontraksi uterus menurun, sehingga pembuluh darah yang melebar tersebut tidak menutup dengan sempurna, sehingga perdarahan terjadi terus menerus. Trauma jalan lahir seperti episiotomi yang lebar, laserasi perineum dan ruptur uteri juga menyebabkan perdarahan karena terbukanya pembuluh darah, penyakit darah pada ibu, misalnya afibrinogenemia dan hipofibrinogenemia karena tidak ada atau kurangnya fibrin untuk membantu proses pembekuan darah juga merupakan penyebab dari perdarahan post partum (Saifudin, 2008).

G. Gejala Klinis Seorang wanita hamil yang sehat dapat kehilangan darah sebanyak 10% dari volume total tanpa mengalami gejala-gejala klinik, gejala-gejala baru tampak pada kehilangan darah sebanyak 20%. Gejala klinis umum yang biasa terjadi pada perdarahan post partum adalah kehilangan darah dalam jumlah yang banyak (lebih dari 500 cc), nadi lemah, pucat, ekstremitas dingin, lochia berwarna merah, haus, pusing, gelisa, mual, tekanan darah lemah dan dapat terjadi syok hipovolemik (Winkjosastro, 2005).

H. Diagnosa Diagnosa perdarahan post partum yaitu timbul perdarahan banyak dalam waktu yang cepat, tanpa disadari pasien telah kehilangan banyak darah sebelum ia tampak pucat. Nadi dan pernafasan menjadi lebih cepat dan tekanan darah menurun. Seorang wanita hamil yang sehat dapat kehilangan darah sebanyak 10% dari volume total tanpa mengalami gejala-gejala klinik. Gejala-gejala baru tampak pada kehilangan darah 20%. Jika perdarahan berlangsung terus menerus dan meniimbulkan syok (Saifudin, 2008). Perdarahan post partum dapat di cegah apabila setelah anak lahir secara rutin diukur pengeluaran darah dalam kala III dan satu jam sesudahnya. Apabila terjadi perdarahan post partum dan plasenta belum lahir, perlu diusahakan untuk melahirkan plasenta segera. Jika plasenta sudah lahir, perlu di cari penyebabnya perdarahan tersebut diakibat oleh atonia uteri atau perdarahan karena perlukaan jalan lahir. Pada perdarahan karena atonia uteri, uterus membesar dan lembek pada palpasi, sedangkan pada perdarahan karena perlukaan jalan lahir, uterus berkontraksi dengan baik. Pada persalinan di rumah sakit, dengan fasilitas yang baik untuk melakukan transfusi darah, seharusnya kematian akibat perdarahan post partum dapat dicegah, terutama apabila penderita masuk rumah sakit dalam keadaan syok karena sudah kehilangan banyak darah. Karena persalinan di Indonesia sebagian besar terjadi di luar rumah sakit, perdarahan post partum merupakan sebab utama kematian dalam persalinan (Winkjosastro, 2008).

Diagnosis perdarahan post partum: 1. Palpasi uterus: bagaimana kontraksi uterus dan tinggi fundus uteri 2. Memeriksa plasenta dan ketuban apakah lengkap atau tidak. 3. Lakukan eksplorasi cavum uteri untuk mencari: a. Sisa plasenta atau selaput ketuban b. Robekan rahim c. Plasenta suksenturiata 4. Inspekulo: untuk melihat robekan pada serviks, vagina dan varises yang pecah. 5. Pemeriksaan laboratorium periksa darah yaitu Hb, COT (Clot Observation Test). Perdarahan post partum merupakan perdarahan yang hebat dan menakutkan hingga dalam waktu singkat ibu dapat jatuh kedalam keadaan syok. Perdarahan tersebut akan membahayakan ibu karena perdarahan akan berjumlah banyak, ibu menjadi lemas dan juga jatuh dalam presyok dan syok. Karena itu penting pada setiap ibu yang bersalin dilakukan pengukuran kadar darah secara rutin, serta pengawasan tekanan darah, nadi, pernafasan ibu, dan periksa juga kontraksi uterus perdarahan selama 1 jam (Maryunani, 2012).

I. Penatalaksanaan Prinsip penatalaksanaan untuk pasien dengan perdarahan post partum, yaitu: 1. Sejak masa antenatal, atasi anemia dengan nutrisi, zat besi, vitamin dan mineral. 2. Pada ibu dengan riwayat perdarahan post partum sebelumnya, persalinan harus berlangsung di rumah sakit. 3. Tidak boleh memijat dan mendorong uterus kebawa sebelum plasenta lepas. 4. Penanganan: segera setelah diketahui perdarahan post partum, harus ditentukan adanya syok. 5. Bila dijumpai adanya syok, maka segera berikan infus cairan, transfusi darah, kontrol perdarahan dan pemberian oksigen.

6. Bila tidak ada syok atau syok sudah teratasi, segera lakukan pemeriksaan untuk menemukan etiologinya (Maryunani, 2012).

BAB III ANALISIS JURNAL No Keterangan Pembahasan Perdarahan Post Partum pada Ibu Bersalin 1 Topik 2 Gambaran Umum Jurnal ini meneliti tentang Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Perdarahan Post Partum di Ruangan Camar Kasus II RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau Februari–April Tahun 2016. 3 Identifikasi Data 1. Jenis penelitian ini adalah penelitian analitik kuantitatif dengan desain penelitian case control, dengan pendekatan retrospektif study. 2. Kasus: adalah ibu yang bersalin dengan perdarahan post partum yang tercatat di rekam medik Camar II RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau Tahun 2016 sebanyak 72 kasus yang ditemukan mulai dari bulan Februari – April 2016. Kontrol: adalah ibu yang bersalin dengan tidak perdarahan post partum yang tercatat di rekam medik Camar II RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau Tahun 2016 sebanyak 72 kasus yang ditemukan mulai dari bulan Februari – April 2016. Perbandingan kasus dan kontrol adalah 1:1. 3. Tempat dan waktu: penelitian ini akan dilakukan di Ruang Camar II RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau pada bulan Februari-April 2016. 4. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu bersalin di Ruang Camar II yang tercatat di rekam medik ruangan Camar II RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau Tahun 2015 dengan jumlah populasi sebanyak 1250 persalinan. Sampel pada penelitian ini adalah 72 ibu yang bersalin dengan perdarahan post partum. 5. Variabel independen (bebas) adalah umur, paritas dan pekerjaan. Variabel dependen (terikat) adalah kejadian perdarahan post partum. 6. Instrumen penelitian menggunakan format pengumpulan data dengan pengambilan data sekunder yaitu data dari rekam medis buku persalinan. 7. Analisis data pada penelitian ini dilakukan secara univariat dan bivariat menggunakan uji statistic chi square. 4 Hasil Diskusi yang 1. Umur Teori yang dikemukakan oleh Cunningham (2006), bahwa Disesuaikan wanita yang melahirkan anak pada usia dibawah 20 tahun dengan Teori atau lebih dari 35 tahun merupakan faktor resiko terjadinya perdarahan pasca persalinan yang dapat mengakibatkan kematian maternal. Hal ini di karenakan pada usia di bawah 20 tahun fungsi reproduksi seorang wanita belum berkembang dengan sempurna, sedangkan pada usia diatas

35 tahun fungsi reproduksi seorang wanita sudah mengalami penurunan di bandingkan fungsi normal sehingga kemungkinan untuk terjadinya komplikasi pasca persalinan terutama perdarahan akan lebih besar. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh putri tentang “Hubungan Umur dan Paritas Terhadap Kejadian Perdarahan Pada Ibu Post Partum di RSUD Kota Solok Tahun 2013” bahwa umur didapatkan hasil uji statistik dengan p-value 0.078> 0.05 yang berarti tidak ada hubungan yang signifikan antara umur dengan kejadian perdarahan post partum. Menurut hasil penelitian Megasari tahun 2012 tentang “Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Perdarahan Post partum di RSUD Arifin Achmad Tahun 2012” bahwa berdasarkan hasil uji statistik nilai p-value 0.001 dan nilai OR = 22.154 (13.548-36.227) yang artinya ibu yang bersalin dengan umur <20 dan >35 tahun beresiko 22 kali mengalami perdarahan postpartum dibandingkan ibu yang bersalin dengan umur 2035 tahun. 2. Paritas Menurut Jekti, RP (2011) resiko perdarahan post partum pada wanita yang berparitas 3-5 dan 6 atau lebih berturutturut adalah 24% dan 81% lebih tinggi dari pada wanita yang berparitas 1-2. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Putri (2013) tentang “Hubungan Umur dan Paritas Terhadap Kejadian Perdarahan pada Ibu Post Partum di RSUD Kota Solok Tahun 2013” bahwa hasil uji statistik pada paritas ibu didapatkan nilai p-value 0.000 < 0.05 yang berarti ada hubungan yang signifikan antara paritas dengan kejadian perdarahan pada ibu post partum, dan ibu beresiko 4 kali terjadinya perdarahan postpartum pada ibu dengan paritas >3 dibandingkan ibu yang dengan paritas <3. 3. Pekerjaan Pekerjaan terkait pada status sosial ekonomi dan aktifitas fisik ibu hamil. Dengan keterbatasan status sosial ekonomi akan berpengaruh terhadap keterbatasan dalam mendapatkan pelayanan antenatal yang adekuat, pemenuhan gizi, sementara itu ibu hamil yang bekerja cenderung cepat lelah sebab aktifitas fisiknya meningkat karena memiliki tambahan pekerjaan/kegiatan di luar rumah. Pekerjaan fisik banyak dihubungkan dengan peranan seorang ibu yang mempunyai pekerjaan tambahan di luar pekerjaan rumah tangga dalam upaya meningkatkan pendapatan keluarga. Beratnya pekerjaan ibu selama kehamilan dapat menimbulkan terjadinya perdarahan pasca persalinan karena kurangnya waktu beristirahat bagi ibu. Menurut Rahmi (2009) di dalam penelitian tentang “Karakteristik Penderita

5

Strategi yang Dilakukan

6

Kesimpulan

Perdarahan Post Partum yang Datang ke RSUD Pimgadi Medan” ditemukan kejadian 119 orang (88%) di bandingkan dengan ibu yang tidak bekerja (ibu rumah tangga) 16 orang (12%). Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Megasari, (2012) tentang “Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Perdarahan Post Partum di RSUD Arifin Achmad Tahun 2012” bahwa dari 223 orang pada kelompok ibu dengan perdarahan post partum didapatkan ibu yang bekerja sebanyak 157 orang (70.4%), nilai p-value 0.001 yang menyatakan ada hubungan yang signifikan antara pekerjaan dengan kejadian perdarahan postpartum. Dan ibu yang berkerja beresiko 3 kali terjadinya perdarahan postpartum dibandingkan ibu yang tidak bekerja. Penelitian ini dengan rumusan masalah yaitu faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan kejadian perdarahan post partum di Ruangan Camar II RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau Februari–April Tahun 2016. Metode yang digunakan adalah penelitian analitik kuantitatif dengan jenis desain penelitian case control. Hasil yang didapat dari penelitian ini adalah ada hubungan faktor paritas, dan faktor pekerjaan dengan kejadian perdarahan post partum. Dan tidak ada hubungan faktor umur dengan kejadian perdarahan post partum. 1. Tidak terdapat hubungan antara faktor umur dengan kejadian perdarahan post partum pada ibu bersalin di ruangan Camar II RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau Tahun 2016 dengan nilai p = 0,106 (p > 0,05). 2. Terdapat hubungan antara faktor paritas dengan kejadian perdarahan post partum pada ibu bersalin di ruangan Camar II RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau Tahun 2016 dengan nilai p = 0,000 (p < 0.05). 3. Terdapat hubungan antara faktor pekerjaan dengan kejadian perdarahan post partum pada ibu bersalin di ruangan Camar II RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau Tahun 2016 dengan nilai p = 0,000 (p < 0.05).

BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan Perdarahan postpartum merupakan perdarahan lebih dari 500 cc terjadi setelah bayi lahir pervaginam atau lebih dari 1.000 cc setelah persalinan abdominal (Nugroho, 2012). Perdarahan post partum adalah perdarahan yang lebih dari 500-600 ml selama 24 jam setelah anak lahir. Termasuk perdarahan karena retensio plasenta. Perdarahan post partum adalah perdarahan kala IV lebih dari 500-600 ml dalam 24 jam setelah anak lahir (Eniyati, 2013). Perdarahan post partum ada kalanya merupakan perdarahan yang hebat dan menakutkan sehingga dalam waktu singkat wanita jatuh ke dalam syok, ataupun merupakan perdarahan yang menetes perlahan-lahan tetapi terus menerus dan ini juga berbahaya karena akhirnya jumlah perdarahan menjadi banyak yang mengakibatkan wanita menjadi lemas dan juga jatuh dalam syok. Klasifikasi perdarahan post partum yaitu sebagai berikut: 1. Perdarahan post partum primer (Early Postpartum Hemmorrhage) yaitu perdarahan yang terjadi dalam 24 jam pertama dengan jumlah 500 cc atau lebih, akan tetapi lebih banyak terjadi pada 2 jam pertama. Penyebab utama perdarahan pasca-persalinan primer adalah atonia uteri, retensio plasenta, sisa plasenta dan robekan jalan lahir. 2. Perdarahan post partum sekunder (Late Postpartum Hemorrhage) yaitu perdarahan yang terjadi setelah 24 jam pertama dengan jumlah perdarahan 500 cc atau lebih. Penyebab utama perdarahan sekunder adalah robekan jalan lahir dan sisa plasenta (Nurjannah, dkk. 2013: 146-147). Penyebab perdarahan post partum antara lain atonia uteri (50%-60%), retensio plasenta (16%-17%), sisa plasenta (23%-24%), laserasi jalan lahir (4%5%), dan kelainan darah (0,5%-0,8%).

B. Saran/ Rekomendasi Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas dan menjadi sumbangan pemikiran kepada pembaca khususnya para mahasiswa Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta. Saya menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari sempurna. Untuk itu saran dan kritik yang bersifat membangun sangat kami harapkan, dan semoga materi ini dapat menambah wawasan kita mengenai Perdarahan Post Partum. 1. Melihat masih tingginya kejadian perdarahan post partum maka perlu dilakukan penyuluhan secara intensif bagi ibu bersalin berupa pemahaman tentang faktor yang akan menyebabkan terjadinya perdarahan post partum. 2. Disarankan bagi institusi pendidikan untuk lebih melengkapi bahan bacaan untuk menembah pengetahuan khususnya yang berhubungan dengan patologi kebidanan dan menambah referensi bagi pengembangan ilmu atau pembuatan makalah selanjutnya. 3. Diharapkan kepada calon ibu bersalin agar lebih rajin untuk memeriksakan kehamilannya (ANC), mengikuti setiap anjuran dari tenaga kesehatan untuk mencegah terjadinya perdarahan post partum, dan kepada tenaga kesehatan, diharapkan dapat memberikan informasi kepada calon ibu bersalin mengenai komplikasi yang terjadi pada kehamilan dan persalinan yang menyebabkan perdarahan post partum.

Related Documents


More Documents from "oscar wiradi"