Fix Penelitian Ikm Ht (1) Terbaru.docx

  • Uploaded by: mirah
  • 0
  • 0
  • April 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Fix Penelitian Ikm Ht (1) Terbaru.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 10,084
  • Pages: 59
BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Tekanan darah tinggi atau hipertensi, didefinisikan berdasarkan ambang batas untuk tekanan darah sistolik dan diastolik yang diukur dalam mmHG. Secara umum, tekanan darah dinyatakan tinggi, apabila dalam keadaan istirhata tekanan diastolik terus-menerus di atas 90 mmHg atau nilai tekanan darah sistolik 140 mmHg dan atau lebihsetelah pengukuran berulah (US National Intitutes of Health, Agustus 2004). Berbagai studi epidemiologi menunjukan bahwa tekanan darah sistolik dan diastolik memperlihatkan hubungan yang berkelanjutan, konsisten dan independen terhadap terjadinya peyakit jantung. Kematian dari penyakit jantung meningkat dan menunjukan hubungan yang linier dengan meningkatkan tekanan darah sistolik di atas 115mmHg dan diastolik75 mmHg (J Mufunda, 2005). Dengan menurunkan tekanan darah sistolik dan diastolik dapat terjadi penurunan risiko penyakit terutama yang berhubungan dengan pembuluh darah (Ashish Aneja, 2004). Jadi distribusi normal tekanan darah dalam populasi memiliki implikasi besar untuk pencegahan dan pengendalian terjadinya hipertensi dalam populasi. Di Indonesia, penderita hipertensi jumlahnya terus meningkat. Hasil survei Ksehata Nasional (Surkesnas) 2001 menunjukan proporsi hipertensi penduduk 25 tahun ke atas, pada laki-laki 27% dan perempuan 29% (Tim Suskernas, 2002). Demikian juga laporan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007 menyebutkan bahwa prevalensi nasional hipertensi pada penduduk kelompok umur 18 tahun keatas adalah sebesar 31,7% (Balitbangkes, 2007). Prevalensi 1

hipertensi tertinggi di Kalimantan Selatan (39,6%) dan provinsi dengan prevalensi terendah adalah Provinsi Papua Barat (20,1%). Sementara hasil studi penyebab kematian Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1992, 1995, dan 2001 menunjukan, penyakit hipertensi selalu menduduki peringkat pertama dengan prevalensi terus meningkat yaitu 16,0%, 18,9% dan 26,4 % sebagai penyebab kematian(S. Soemantri, 2001). Sedangkan dalam Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007 dilaporkan penyebab kematian pada semua kelompok umur yang tertinggi adalah Stroke sebanyak 26,9 %, hipertensi sebanyak 12,3% (nomor 2) penyakit jantung iskemik sebanyak 9,3%(Balitbangkes,

2009).Prevalensi

penyakit

hipertensi

berdasarkan

pengukuran di provinsi Jawa Timur 26,2%, sedangkan berdasarkan survei wawancara oleh tenaga kesehatan 10,7%, berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan atau yang sedang minum obat antihipertensi 10,8 % (RISKESDAS, 2013). Prevalensi hipertensi di kabupaten Sidoarjo berdasarkan survei wawancara oleh tenaga kesehatan 7,3% dan berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan atau yang sedang minum obat 7,4% (Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2008). Beberapa faktor risiko yang dapat menyebabkan terjadinya hipertensi antara lain konsumsi natrium berlebihan, kelebihan berat badan dan obese, kurang aktivitas fisik dan merokok. Pada Riskesdas 2007 dilaporkan penduduk kelompok umur 15 tahun dengan berat badan lebih dan obese sebanyak 19,1% sedangkan pada kelompok umur 10 tahun atau lebih dengan kurang aktivitas fisik sebanyak 48,2 %, perokok saat ini sebanyak 29,2% dan kurang konsumsi buah dana tau sayur 5 porsi setiap hari sebanyak 93,6%.

2

Penduduk yang mengalami gangguan mental emosional pada kelompok umur 15 tahun atai lebih 11,6%. Juga dilaporkan penderita diabetes di 15% daerah Kotamadya yang meliputi 14.502 responden laki-laki dan perempuan, pada kelompok umur 15 tahun ke atas sebanyak 5,7%. Pasien hipertensi usia 55 tahun keatas di puskesmas Krian kecamatan Krian kabupaten Sidoarjo pada tahun 2015, yaitu sebesar 5960 jiwa. Jumlah total pasien hipertensi di puskesmas Krian kecamatan Krian kabupaten Sidoarjo adalah sebesar 8.270 jiwa.(Kipus Krian,2015) 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas maka penulis menetapkan rumusan masalah dalam penelitian sebagai berikut: Bagaimana hubungan rutinitas minum obat hipertensiterhadap penurunan tekanan darah pada pasien hipertensi di Puskesmas Krian Kecamatan Krian Kabupaten Sidoarjo? 1.3 Tujuan penelitian 1.3.1 Tujuan Umum : Untuk mengetahui hubungan rutinitas minum obat hipertensiterhadap penurunan tekanan darah pada pasien hipertensi di Puskesmas Krian Kecamatan Krian Kabupaten Sidoarjo. Tujuan Khusus : 1. Untuk mengetahui distribusi penderita hipertensi di Puskesmas Krian Kecamatan Krian Kabupaten Sidoarjo.

3

2. Untuk mengetahui tingkat rutinitas minum obat hipertensi pada pasien hipertensi di puskesmas krian Kecamatan Krian Kabupaten Sidoarjo. 3. Menganalisis hubungan rutinitas minum obat dengan penurunan tekanan darah pada penderita hipertensi di puskesmas Krian kecamatan Krian kabupaten Sidoarjo 1.4 Manfaat Penelitian 1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya hasanah ilmu pengetahuan dan memicu penelitian lainnya, khususnya yang berkaitan dengan penyakit hipertensi sehingga dapat meningkatkan upaya pencegahan di kemudian hari. 2. Hasil penelitian diharapkan menjadi salah satu bahan informasi bagi peneliti lainnya dan menjadi bahan masukan bagi instansi terkait dalam menentukan arah kebijakan kesehatan di masa yang akan datang. 3. Bagi instalasi kesehatan yang bersangkutan merupakan informasi yang berharga utnuk meningkatkan pelayanan terhadap penderita hipertensi. 4. Bagi peneliti sendiri penelitian ini merupakan pengalaman yang berharga dalam memperluas wawasan dan pengetahuan tentang hipertensi.

4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Hipertensi adalah keadaan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan diastolik lebih dari 90 mmHg. Tekanan darah diukur dengan spygmomanometer yang telah dikalibrasi dengan tepat (80% dari ukuran manset menutupi lengan) setelah pasien beristirahat nyaman, posisi duduk punggung tegak atau terlentang (WHO, 2013). Hipertensi adalah penyakit dimana tekanan darah melampaui tekanan darah normal. Menurut World Health Organization (WHO), batas tekanan darah yang masih dianggap normal adalah kurang dari 130/85 mmHg(WHO, 2013). Tekanan darah merupakan faktor yang mat penting pada sistem sirkulasi. Peningatan atau penurunan tekanan darah akan mempengaruhi homeostatis di dalam tubuh. Dan jika sirkulasi darah menjadi tidak memadai lagi, maka terjadilah gangguan pada sistem transport oksigen, karbondioksida, dan hasilhasil metabolisme lainnya. Di lain pihak fungsi organ-organ tubuh akan mengalami gangguan seperti gangguan pada proses pembentukan air seni di dalam ginjal ataupun pembentukan cairan cerebrospinalis dan lainnya. Sehingga mekanisme pengendalian tekanan darah penting dalam rangka memeliharanya

sesuai

dengan

batas-batas

normalnya,

mempertahankan sistem sirkulasi dalam tubuh (Gunawan,2001)

5

yang

dapat

Menurut Ibnu (1996) Terdapat beberapa pusat yang mengawasi dan mengatur perubahan tekanan darah, yaitu : 1. Sistem syaraf yang terdiri dari pusat-pusat yang terdapat di batang otak, misalnya pusat vasomotor dan diluar susunan syaraf pusat, misalnya baroreseptor dan kemoreseptor. 2. Sistem humoral atau kimia yang dapat berlangsung lokal atau sistemik, misalnya

rennin-angiotensin,

vasopressin,

epinefrin,

norepinefrin,

asetilkolin, serotonin, adenosine dan kalsium, magnesium, hydrogen, kalium dan sebagainya. 3. Sistem hemodinamik yang lebih banyak dipengaruhi oleh volume darah, susunan kapiler, serta perubahan tekanan osmotik dan hidrostatik di bagaian dalam dan diluar sistem vaskular(Ibnu,1996) Tekanan darah sistolik (atas) adalah puncak yang tercapai ketika jantung berkontraksi dan memompakan darah keluar melalui arteri. Tekanan darah sistolik di catat apabila terdengar bunyi pertama (Korotkoff I) pada alat pengukur darah. Tekana darah diastolik (angka bawah) diambil ketika tekanan jatuh ketitik terendah saat jantung rileks dan mengisi darah kembali. Tekanan darah diastolik dicatat apabila bunyi tidak terdengar lagi (korotkoff V) (budiyanto,2002) Tekanan darah rata-rata atau sering disebut mean arterial pressure (MAP) adalah tekanan di seluruh sistem arteri pada satu siklus jantung, tekanan darah rata-rata (TDR) diperoleh dengan cara membagi tekanan nadi dengan angka tiga dan ditambahkan pada tekanan diastolik. Dengan rumus sebagai berikut1: TDR = 1/3 (Ts-Td) +Td

6

Gambar 2.1 Rumus Tekanan Darah Arteri Rata-rata (TDR)

Tekanan darah rata-rata inilah yang merupakan hasil perkalian curah jantung dengan tahanan perifer. Nilai tekanan darah tersebut dapat berubahubah sesuai dengan faktor yang berpengaruh seperti curah jantung, denyut jantung, tahana perifer dan sebagainya maupun pada keadaan olah raga, usia lanjut, jenis kelamin, suku bangsa, iklin dan penyakit-penyakit jantung atau pembuluh darahnya (Ibnu,1996) Patogenesis kelainan tekanan darah tinggi dimuai dari tekanan darah yang dipengarihu oleh curah jantung dan tahanan perifer serta dipengaruhi juga oleh tekanan atrium kanan. Pada stadium awal sebagian besar pasien hipertensi menunjukan curah jantung yang meningkat dan kemudian diikuti dengan kenaikan tahanan perifer yang mengakibatkan kenaikan tekanan darah yang menetap. Penigkatan tahanan perifer pada hipertensi esensial terjadi secara bertahap dalam waktu yang lama sedangkan proses autoregulasi terjadi dalam waktu yang singkat(Ibnu,1996) Peningkatan curah jantung dan tahanan perifer dapat terjadi akibat dari berbagai faktor seperti genetik, aktivitas saraf simpatis, asupan garam, dan metabolisme natrium dalam ginjal dan faktor endotel mempunyai peran dalam peningkatan tekanan darah pada hipertensi esensial (Sidabutar dan Prodjosujadi,1990). Peran faktor genetik terhadap hipertensi esensial dapat dibuktikan dengan kejadian hipertensi lebih banyak dijumpai pada pasien kembar monozigot dari pada heterozigot, jika salah satu diantaranya menderita hipertensi (Sidabutar, 1990)

7

Hipertensi membutuhkan perawatan secara intensif di rumah sakit dan memerlukan terapi antihipertensi secara parenteral yang dititrasi sesuai perubahan tekanan darah, sehingga membutuhkan pengawasan yang ketat, baik terhadap kondisi tekanan darah, perubahan status neurologis, tanda dan gejala lain yang muncul akibat kerusakan target organ, serta produksi urine (Rodriguez,2005) Tekanan darah harus diturunkan dengan cepat dalam hitungan menit sampai 1 jam, namun tidak langsung ke tingkat normal. Target terapi adalah menurunkan sampai 25% MAP pada jam pertama dan bila stabil dapat diturunkan samapi 160/100 dalam 2-6 jam. Alternatif lainnya adalah menurunkan tekanan darah diastolik sekitar 10-15% atau samapai 110 mmHg dalam

30-60menit,

dengan

target

mencapai

normal

dalam

24-48

jam(Rodriguez,2005). Kebanyakan pasien hipertensi memerlukan dua atau lebih obat antihipertensi untuk mencapai tekanan darah yang diinginkan. Penambahan obat dari kelas yang berbeda dimulai apabila pemakaian obat tunggal dengan dosis lazim gagal mencapai target tekanan darah. Apabila tekanan darah melebihi 20/10 mmHg diatas target, dapat dipertimbangkan untuk memulai terapi dengan dua obat. Yang perlu diperhatikan adalah resiko untuk hipertensi ortostatik terutama pada pasien dengan diabetes, disfungsi autonomik dan lansia (Anonim, 2006) 2.2 Tekanan darah tinggi atau Hipertensi Tekanan darah tinggi atau hipertensi adalah kondisi medis di mana terjadi peningkatan tekanan darah secara kronis (dalam jangka waktu lama).

8

Penderita yang memunyai sekurang-kurangnya tiga bacaan tekanan darah yang melebihi 140/90 mmHg saat istirahat diperkirakan mempunyai keadaan darah tinggi. Tekanan darah yang selalu tinggi adalah salah satu faktor resiko untuk stroke, serangan jantung, gagal jantung, dan aneurisma arterial dan merupakan penyebab utama gagal jantung kronis. (Kaplan.1985) Batasan mengenai hipertensi mengalami perkembangan seperti terlihat dari berbagai klasifikasi yang banyak mengalami perubahan. Kaplan (1985) menyusun klasifikasi dengan membedakan usia dan jenis kelami. Klasifikasi tersebut adalah pria yang berusia <45 tahun dinyatakan hipertensi jika tekana darah pada waktu berbaring 130/90 mmHg atau lebih sedangkan yang berusia > 45 tahun dinyatakan hipertensi jika tekanan darah 145/95 mmHg atau lebih. Sedangkan wanita yang mempunyai tekanan darah 160/95 mmHg atau lebih dinyatakan hipertensi (Kaplan,1985) The sevent Report of the Joint National Commite on Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (JNC-VII)2003 dan world Health Organization-intertional Society of Hypertension (WHO-ISH)1999 telah memperbaharui klasifikasi, definifi, serta statifikasi untuk menentukan prognosis jangka panjang (JNC-VII,2003) Tabel 2.1 Klasifikasi tekanan darah dari WHO-ISH 1999 Kategori

Tekanan darah Sistolik (mmHg)

Diastolik (mmHg)

Optimal

< 120

< 80

Normal

< 130

< 85

Normal tinggi

130-139

85-89

Hipertensi derajat 1

140-159

90-99

Hipertensi derajat 2

160-179

100-109

9

Hipertensi derajat 3

≥180

≥110

Sumber : the sixth of the National Commitee on Prevention,Detection, Evaluation and Treatment oh Hight Blood Pressure (1997)15

Tabel 2.2 Klasifikasi tekanan darah dari JNC-VII 2003 Kategori

Tekanan darah Sistolik (mmHg)

Normal

< 120

Prehipertensi

120-139

Diastolik (mmHg) <80 < 80-89

Hipertensi Derajat 1

140-159

90-99

Derajat 2

≥160

≥100

Pada hipertensi sistolik terisolasi, tekanan sistolik mencapai 140 mmH atau lebih, tetapi tekanan diastolik kurang dari 90 mmHg atau tekanan diastolik masih dalam kisaran normal. Hipertensi ini sering ditemukan pada usia lanjut. Sejalan dengan bertambahnya usia, hampir setiap orang mengalami kenaikan tekana darah ; tekanan sistolik terus meningkat sampai usia 80 tahun dan tekanan diastolik terus meningkat sampai usia 55-60 tahun, kemudian berkurang secara perlahan atau bahkan menurun drastis. Dalam pasien dengan diabetes melitus atau penyakit ginjal, penelitian telah menunjukan bahwa tekanan darah di atas 130/80 mmHg haru sdianggap sebagai faktor resiko dan sabaiknya diberikan perawatan (Susalit, 2001) Pada sebagaian besar penderita, hipertensi tidak menimbulkan gejala. Meskipun secara tidak sengaja beberapa gejala terjadi bersamaan dan dipercaya berhubungan dengan tekanan darah tinggi . gejala yang dimaksud adalah sakit kepala, perdarahan dari hidung, pusing, wajah kemerahan dan kelelahan. Yang bisa saja terjadi baik pada penderita hipertensi, maupun pada 10

seseoang dengan tekanan darah yang normal. Jika hipertensinya berat atau menahun dan tidak diobati, bisa timbul gejala berikut : sakit kepala, kelelahan, mual, muntah sesak nafas, gelisah, pandangan menjadi kabur yang terjadi karena adanya kerusakan pada otak, mata, jantung dam ginjal. Kadang penderita hipertensi berat mengalami penurunan kesadaran dan bahkan koma karena terjadi pembengkakan otak. Keadaan ini disebut ensefalopati hipertensif, yang memerlukan penanganan segera (Gray, 2005) Menurut Gray dkk (2005), sekitar 5% kasus hipertensi telah diketahui penyebabnya, diantaranya adalah penyakit parenkimginjal (3%), penyakit renovaskuler (1%), kelainan endokrin (1%), koarktaso aorta, kaitan dengan kehamilan, dan akibat penggunaan obat. Hipertensi yang telah diketahui penyebabnya disebut dengan hipertensi sekunder (Gray,2005) Hipertensi berdasarkan penyebabnya dibagi menjadi 2 jenis : 1. Hipertensi primer atau esensial adalah hipertensi yang tidak/ belum diketahui penyebabnya (terdapat pada kurang lebih 90% dari seluruh kejadian hipertensi). 2. Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang disebabkan / sebagai akibat dari adanya penyakit lain. Hipertensi esensial kemungkinan memiliki banyak penyebab, beberapa perubahan pada jantung dan pembuluh darah kemungkinan bersama-sama menyebabkan meningkatnya tekanan darah. Hipertensi esensial adalah salah satu faktor resiko penting untuk terjadinya penyakit cerebrovaskuler dan penyakit jantung koroner. Hipertensi esensial merupakan penyebab kesakitan dan kematian yang cukup banyak dalam masyarakat. Bila dilihat persentase

11

kasus hipertensi secara keseluruhan, maka kasus hipertensi esensial meliputi lebih kurang 90-95% dan 5-10% lainnya adalah kasus hipertensi sekunder (Budiyanto,2002). hanya 50% dari golongan hipertensi sekunder dapat dikethui penyebabnya dan dari golongan ini hanya beberapa persen yang dapat diperbaiki kelainannya(Gray, 2005). Penderita hipertensi esensial sering tidak menimbulkan gejala samapi peyakit menjadi parah. Bahkan sepertiganya tidak menunjukan gejala selama 10 atau 20 tahun. Penyakit hiertensi sering ditemukan sewaktu pemeriksaan kesehatan lengkap, dengan gejala sakit kepala, pandangan kabur. Gejalagejala lain merasa letih, badan terasa lemah, palpitasi atau jatung berdebardebar dengan cepat dan keras bisa teratur atau tidak, dan sudah tidur(Sidabutar,1990). Diagnosis dari hipertensi esensial ditegakan oleh ekslusi, apabila tidak ada sebab-sebab patologis yang terang. Apabila karena kemajuan penelitian lebih banyak ditemukan faktor-faktor lain dari patologi yang mendasari tekanan darah tinggo, diagnosis hipertensi esensial jumlahnya akan mengurang. Hipertensi esensial diperkirakan banyak terdapat pada keluarga tertentu secara turun-menurun, dasarnya adalah adanya faktor genetik ang dapat bersifat single dominant gene atau dapat pula poligenik. Pada penelitian yang dilakukan ternyata bahwa peningkatan tekanan darah sebetulnya sudah mulai pada umur sekitar 20-30 tahun, tetapi baru akan nyata gejala pada umur yang lebih lanjut, yaitu pada umur 50 tahun atau lebih. Dari itu, biasanya pada penederita berumur lebih dari 50 tahun dan tidak dapat diteukan faktor-faktor etiologi yang pasti, maka dibuat diagnosis hipertensi esensial (Tierney, 2001)

12

Patogenesis hipertensi dimulai dari tekanan darah yang dipengaruhi oleh curah jantung dan tahan perifer serta dipengaruhi juga oleh tekanan atrium kanan. Pada stadium awal sebagian besar pasien hipertensi menunjukan cura jantung yang meningkat dan kemudian diikuti dengan kenaikan tahanan perifer yang mengakibatkan kenaikan tekanan darah yang menetap. Peningkatan tahana perifer pada hipertensi esensial terjadi secara bertahap dalam waktu yang lama sedangkan proses autoregulasi terjadi dalam wakt yang singkat (Ibnu,1996). Peningkatan curah jantung dan tahanan perifer dapat terjadi akibat dari berbagai faktor seperti genetik, aktivitas saraf simpatis, asupan garam, dan metabolisme natrium dalam gijal dan faktor endotel mempunyai peran dalam peningkatan tekanan darah pada hipertensi esensial (Sidabutar dan Prodjosujadi,1990). Peran faktor genetik terhadap hipertensi esensial dapat dibuktikan dengan kejadian hipertensi lebih banyak dijumpai pada pasein kembar monozigot dari pada heterozigot, jka salah satu diantaranya menderita hipertensi(Sidabutar, 1990) Pengaruh asupan garam terhadap terjadita hipertensi terjadi melalui peingkatan volume plasma, curah jantung dan tekanan darah (Sidabutar dan Prodjosujadi,1990).faktor lain yang ikut berperan, yaitu sistem reninangiotensin yang berperan penting dalam pengaturan tekanan darah. Produksi renin dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain stimulasi saraf simpatis. Renin berperan pada proses konversi angiotensi I menjadi angiotensi II. Angiotensi II menyebabkan sekresi aldosteron yang mengakibatkan

13

menyimpan garam dalam air. Keadaan ini yang berperan pada timbulnya hipertensi (Susalit,dkk 2001). Faktor lain adalah faktor lingkungan seperti stres psikososial, obesitas, merokok dan kurang olah raga juga berpengaruh terhadap timbulnya hipertensi primer (Susalit dkk, 2001).Penelitian epidemiologi membuktikan bahwa obesitas merupakan ciri khas pada populasi pasien hipertnesi, dibuktikan pula bahwa faktor ini berkaitan yang ert dengan timbulnya hipertensi dikemudian hari. Obesitas atau kelebihan berat badan akan meningkatkan kerja jantung dan dapat menyebabkan hipertropijantung dalam jangka lama dan tekanan darah akan cenderung naik. Selain itu fungsi endokrin juga teganggu, sel-sel beta pancreas akan membesarm insulin plasma meningkat, dan toleransi glukosa juga meningkat (Kaplan,1983). Hubungan antara stres dengan hipertensi diduga melalui saraf simpatif yang dapat meningkatkan tekanan darah secara intermiten. Setres yang berlngsung lama akan dapat mengakibatkan peninggian tekanan darah yang menetap (Susalitdkk,2001). Dalam keadaan stres pembulug darah akan menyempit sehingga menaikan tekanan darah (Susalit,2001) Zat-zat kimia beracun seperti nikotin dan karbon mooksida yang ada dalam rokok yang masuk kedalam aliran darah dapat merusak lapisan endotel pembuluh darah arteri dan mengakibatkan proses arteriosklerosis dan tekanan darah tinggi. Selain itu, merokok juga meningkatkan denyut jantung dan kebutuhan oksigen utuk disuplai ke oto-otot jantung (Kaplam,1985) Alkhohol juga dihubungkan dengan hipertensi, diamana alkhohol akan cenderung hipertensi (Sidabutar dan Prodjosujadi,1990). Namun diduga,

14

peningkatan kadar kortisol dan peningkatan volume sel darah merah serta kekentalan darah berperan dala menaikkan tekanan darah. Alkhohol juga diduga mempunyai efek pressor langsung pada pembuluh darah, karena alkohol menghambat natrium dan kalium, sehingga terjadi peningkatan natrium intrasel dan menghambat pertukaran natrium dan kalsium selular yang akan memudahkan kontraksi sel otot. Otot pembuluh darah akan menjadi lebih sensitive terhadap zat-zat pressor seperti angitensin dan katekolamin (Sidabutar,1990) 2.3 Epidemiologi Stroke, hipertensi dan penyakit jantung meliputi lebih dari sepertiga penyebab kematian, dimana stroke menjadi penyebab kematian terbanyak 15,4%, kedua hipertensi 6,8%, penyakit jantung iskemik 5,1%, dan penyakit jantung 4,6% (Hasil Riskesdas 2007). Data Riskesdas 2007 juga disebutkan prevalensi hipertensi di Indonesia berkisar 31,7% dengan insiden komplikasi penyakit kardiovaskular lebih banyak pada perempuan (52%) dibandingkan laki-laki (48%). Prevalensi ini jauh lebih tinggi dibanding Singapura (27,3 persen),

Thailand

(22,7

persen),

dan

Malaysia

(20

persen)

(RisetKesehatanDasar, 2007). 2.4 Etiologi Berdasarkan penyebabnya, hipetensi dibagi menjadi dua, yaitu hipertensi essensial/primer dan hipertensi sekunder. Hipertensi essensial/primer adalah jenis hipertensi yang penyebabnya masih belum dapat diketahui. Sekitar 90% penderita hipertensi menderita jenis hipertensi ini. Oleh karena itu, penelitian dan pengobatan lebih banyak lagi ditujukan bagi penderita hipertensi

15

essensial.Hipertensi sekunder adalah jenis hipertensi yang penyebabnya dapat diketahui, antara lain kelainan pada pembuluh darah ginjal, gangguan kelenjar tiroid, penyakit kelenjar adrenal atau pemakaian obat-obatan seperti pil KB, kortikosteroid, simpatomimetik amin (efedrin, fenilefrin, fenilpropanolamin, amfetamin), siklosporin, dan eritropoetin (Soebel JB &Bakris GL, 1998). Sampai saat ini penyebab hipertensi esensial tidak diketahui dengan pasti. Hipertensi primer tidak disebabkan oleh faktor tunggal dan khusus. Hipertensi ini disebabkan berbagai faktor yang saling berkaitan. Hipertensi sekunder disebabkan oleh faktor primer yang diketahui yaitu seperti kerusakan ginjal, gangguan obat tertentu, stres akut, kerusakan vaskuler dan lain-lain. Adapun penyebab paling umum pada penderita hipertensi maligna adalah hipertensi yang tidak terobatirisiko. Risiko relatif hipertensi tergantung pada jumlah dan keparahan dari faktor yang dapat dimodifikasi dan yang tidak dapat dimodifikasi (Soebel JB &Bakris GL, 1998). 2.5 Faktor Risiko Faktor-faktor yang tidak dapat dimodifikasi antara lain faktor genetik, umur, jenis kelamin, dan etnis. Sedangkan faktor yang dapat dimodifikasi meliputi stres, obesitas dan nutrisi (Kaplan N.M, 2002). 1. Faktor genetik Adanya faktor genetik pada keluarga tertentu akan menyebabkan keluarga itu mempunyai risiko menderita hipertensi. Hal ini berhubungan dengan peningkatan kadar sodium intraseluler dan rendahnya rasio antara potasium terhadap sodium Individu dengan orang tua dengan hipertensi mempunyai risiko dua kali lebih besar

16

untuk menderita hipertensi dari pada orang yang tidak mempunyai keluarga dengan riwayat hipertensi. Selain itu didapatkan 70-80% kasus hipertensi esensial dengan riwayat hipertensi dalam keluarga (Budiman 1999) 2. Umur Insidensi hipertensi meningkat seiring dengan pertambahan umur. Pasien yang berumur di atas 60 tahun, 50 – 60 % mempunyai tekanan darah lebih besar atau sama dengan 140/90 mmHg. Hal ini merupakan pengaruh degenerasi yang terjadi pada orang yang bertambah usianya. Hipertensi merupakan penyakit multifaktorial yang munculnya oleh karena interaksi berbagai faktor. Dengan bertambahnya umur, maka tekanan darah juga akan meningkat. Setelah umur 45 tahun, dinding arteri akan mengalami penebalan oleh karena adanya penumpukan zat kolagen pada lapisan otot, sehingga pembuluh darah akan berangsur-angsur menyempit dan menjadi kaku. Tekanan darah sistolik meningkat karena kelenturan pembuluh darah besar yang berkurang pada penambahan umur sampai dekade ketujuh sedangkan tekanan darah diastolik meningkat sampai decade kelima dan keenam kemudian menetap atau cenderung menurun. Peningkatan umur akan menyebabkan beberapa perubahan fisiologis, pada usia lanjut terjadi peningkatan resistensi perifer dan aktivitas simpatik. Pengaturan tekanan darah yaitu reflex baroreseptor pada usia lanjut sensitivitasnya sudah berkurang, sedangkan peran ginjal juga sudah berkurang

17

dimana aliran darah ginjal dan laju filtrasi glomerulus menurun (Gray,2005)

3. Jenis kelamin Prevalensi terjadinya hipertensi pada pria sama dengan wanita. Namun wanita terlindung dari penyakit kardiovaskuler sebelum menopause. Wanita yang belum mengalami menopause dilindungi oleh hormon estrogen yang berperan dalam meningkatkan kadar High Density Lipoprotein (HDL). Kadar kolesterol HDL yang tinggi merupakan faktor pelindung dalam mencegah terjadinya proses aterosklerosis.

Efek

perlindungan

estrogen

dianggap

sebagai

penjelasan adanya imunitas wanita pada usia premenopause. Pada premenopause wanita mulai kehilangan sedikit demi sedikit hormon estrogen yang selama ini melindungi pembuluh darah dari kerusakan. Proses ini terus berlanjut dimana hormon estrogen tersebut berubah kuantitasnya sesuai dengan umur wanita secara alami, yang umumnya mulai terjadi pada wanita umur 45-55 tahun. 4. Etnis Hipertensi lebih banyak terjadi pada orang berkulit hitam dari pada yang berkulit putih. Sampai saat ini, belum diketahui secara pasti penyebabnya. Namun pada orang kulit hitam ditemukan kadar renin yang lebih rendah dan sensitifitas terhadap vasopressin lebih besar. 5. Obesitas

18

Obesiats adalah keadaan dimana terjdi penumpukan lemak yang berkelebihan di dalam tubuh dan dapat diekspresikan dengan perbandingan berat badan serta tinggi badan yan meningkat. Obesitas atau kegemukan merupakan faktor risiko yang sering diakitkan dengan gipertensi. Resiko terjadinya hipertensi pada individu yang semula normotensi bertambah dengan meningkatnya berat badan. Penelitian the second National Health and Nutrition Examination Surbvey (NHANES II) penderita berat badan lebih (overweight) yang berumur 20-75 tahun dengan BMI > 27 akan mengalami kemungkinan hipertensi 3 kali lipat dibandingkan dengan tidak berat badan lebih (Hendromartono,2002). WHO telah merekomendasikan bahwa obesitas dapat diukur dengan body Mass Indeks(BMI) yang digunakan dalam peentuan status gizi orang dewasa. Body Mass Indeks digunakan dalam kesehatan masyarakat dan perawatan kesehatan sebagai indikator untuk mengetahui berat badan normal <25, kelebihan berat badan ≥25 atau obesitas ≥30.27 Kodyat (1996), menyatakan bahwa berbagai indeks kegemukan dapat digunakan, umum BMI yang lebih menggambarkan obesitas meyeluruh atau general obesity, yang paling akurat dan dapat dihitung dengan mudah yaitu dengan rumus BMI-BB(Kg)/TB2(m) (Kodyat,1996). Berat badan merupakan faktor determinan pada tekanan darah pada kebanyakan kelompok etnik di semua umur. Menurut National Institutes for Health USA (NIH,1998), prevalensi tekanan darah tinggi

19

pada orang dengan Indeks Massa Tubuh (IMT) >30 (obesitas) adalah 38% untuk pria dan 32% untuk wanita, dibandingkan dengan prevalensi 18% untuk pria dan 17% untuk wanita bagi yang memiliki IMT <25 (status gizi normal menurut standar internasional). Menurut Hall (1994) perubahan fisiologis dapat menjelaskan hubungan antara kelebihan berat badan dengan tekanan darah, yaitu terjadinya resistensi insulin dan hiperinsulinemia, aktivasi saraf simpatis dan sistem renin-angiotensin, dan perubahan fisik pada ginjal. Peningkatan konsumsi energi juga meningkatkan insulin plasma, dimana natriuretik potensial

menyebabkan terjadinya

reabsorpsi natrium dan peningkatan tekanan darah secara terus menerus. 6. Pola asupan garam dalam diet Badan kesehatan dunia yaitu World Health Organization (WHO) merekomendasikan pola konsumsi garam yang dapat mengurangi risiko terjadinya hipertensi. Kadar sodium yang direkomendasikan adalah tidak lebih dari 100 mmol (sekitar 2,4 gram sodium atau 6 gram garam) perhari. Konsumsi natrium yang berlebih menyebabkan konsentrasi natrium

di

dalam

cairan

ekstraseluler

meningkat.

Untuk

menormalkannya cairan intraseluler ditarik ke luar, sehingga volume cairan

ekstraseluler

meningkat.

Meningkatnya

volume

cairan

ekstraseluler tersebut menyebabkan meningkatnya volume darah, sehingga berdampak kepada timbulnya hipertensi.

20

Karena

itu

disarankan

untuk

mengurangi

konsumsi

natrium/sodium. Sumber natrium/sodium yang utama adalah natrium klorida (garam dapur), penyedap masakan monosodium glutamate (MSG), dan sodium karbonat. Konsumsi garam dapur (mengandung iodium) yang dianjurkan tidak lebih dari 6 gram per hari, setara dengan satu sendok teh. Dalam kenyataannya, konsumsi berlebih karena budaya masakmemasak masyarakat kita yang umumnya boros menggunakan garam dan MSG. 7. Merokok Merokok menyebabkan peninggian tekanan darah. Perokok berat dapat dihubungkan dengan peningkatan insiden hipertensi maligna dan risiko

terjadinya

stenosis

arteri renal

yang mengalami

ateriosklerosis( Ibnu,1996) Dalam penelitian kohort prospektif oleh dr. Thomas S Bowman dari Brigmans and Women’s Hospital, Massachussetts terhadap 28.236 subyek yang awalnya tidak ada riwayat hipertensi, 51% subyek tidak merokok, 36% merupakan perokok pemula, 5% subyek merokok 1-14 batang rokok perhari dan 8% subyek yang merokok lebih dari 15 batang perhari. Subyek terus diteliti dan dalam median waktu 9,8 tahun. Kesimpulan dalam penelitian ini yaitu kejadian hipertensi terbanyak pada kelompok subyek dengan kebiasaan merokok lebih dari 15 batang perhari. Sumber

lain

juga

mengatakan

hal

senada,

nikotin

akan

meningkatkan tekanan darah dengan merangsang untuk melepaskan

21

sistem humoral kimia, yaitu norephineprin melalui syaraf adrenergik dan meningkatkan katekolamin yang dikeluarkan oleh medula adrenal. Volume darah erupakan faktor penting yang harus diperhitungkan pada sistem pengendalian darah. Karena volume darah dan jumlah kapasitas pembuluh darah harus selalu sama dan seimbang. Dan jika terjadi perubahan diameter pembuluh darah (penyempitan pembuluh darah), maka akan terjadi perubahan pada nilai osmotik dan tekanan hidrostatis di dalam vaskuler dan di ruang-ruang intertisial di luar pembuluh darah. Tekanan hidrostatis dalam vaskuler akan meningkat, sehingga tekanan darah juga akan meningkat (Ibnu,1991) 8. Alkohol Alkohol dihubungkan dengan hipertensi, karena peminum alkohol akan cenderung hipertensi (Sidabutar dan Prodjosujadi,1990). Namun diduga, peningkatan kadar kortisol dan peningkatan volume sel darah. Alkohol juga diduga empunya efek presssor langsung pada pembuluh darah, karena alkohol menghambat natrium dan kalium, sehingga terjadi peningkatan natrium intrasel dan menghambat pertukaran natrium dan kalsium seluler yang akan memudahkan konsentrasi sel otot. Otot pembuluh darah akan menjadi lebih sensitive terhadap zatzat pressor seperti angiotensi dan katekolmin (Sidabutar,1990) 9. Stres Stres menurut Greenberg (2002) adalah interaksi antara seseorang dengan lingungan termasuk penilaian seseorang terhadap tekanan dari suatu kejadian dan ke mampuan yang dimiliki untuk menghadapi

22

tekanan tersebut, keadaan ini diikuti respon secara psikologis, fisiologis dan perilaku. Respon secara psikologis antara lain berupa emosi, kecemasan, depresi dan perasaan stres. Sedangkan respon secara fisiologi dapat beupa rangsangan fisik meningkat, perut mulas badan berkeringat,jantung berdebar-debar. Respon secara perilaku antara lain mudah marah, muda lupa, susah berkonsentrasi (Greenberg,2007) 2.6 Komplikasi hipertensi hipertensi dapat menimbulkan kerusakan organ tubuh, baik secara langsung maupun tidak langsung yang bisa mengenai jantung, otak, ginjal arteri perifer, dan mata. Beberapa penelitian mengatakan bahwa penyebab kerusakan organorgan tersebut dapat melalui akibat langsung dari kenaikan tekanan darah pada organ, atau karena efek tidak langsung, antara lain adanya autoantibody terhadap reseptor angiotensin I, angiotensin II, stres oksidatif, down regulation dan ekspresi nitric oxide synthae dan lain-lain. Penelitian lain juga membuktikan bahwa diet tinggi garam dan sensitivitas terhadap garam berperan besar dalam timbulnya kerusakan ragn target, misalnya keruakan pembuluh darah akibat meningkatnya ekspresi transformin growth factor-β (Yogiantoro, 2006) 2.7 Diagnosis hipertensi Pemeriksaan pasienhipertensi memilikitujuan, yaitu untuk menilai gaya hidup dan faktor risiko kardiovaskuler lainnya atau bersamaan gangguan yang mungkin mempengaruhi prognosis dan pedoman pengobatan, untuk mengetahui penyebab tekanan darah tinggi, untuk menilai ada atau tidaknya

23

kerusakan target organ dan penyakit kardiovaskuler (National Institutes of Health,2003). Pemeriksaan pada hipertensu menurut PERKI (Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia)(2003), terdiri atas : 1. Riwayat penyakit a. Lama dan klasifikasi hipertensi b. Pola hidup c. Faktor-faktor risiko kelainan kardiovaskular d. Riwayat penyakit kardiovaskuler e. Gejala-gejala yang menyertai hipertensi f. Target organ yang rusak g. Obat-obatan yang sedang atau pernah digunakan. 2. Pemeriksaa fisik a. Tekanan darah minimal 2 kali selang dua menit b. Periksa tekanan darah lengan kontra lateral c. Tinggi badan dan berat badan d. Pemeriksaan funduskopi e. Pemeriksaan leherm jantungm abdomen dan ekstremitas f. Refleks saraf 3. Pemeriksaan laboratorium a. Urinalisa b. Darah : Platelet, fibrinogen c. Biokimia : potassium, sodium, creatinin,GDS, lipid profil, asm urat 4. Pemeriksaan tambahan

24

a. Foto rontgen dada b. EKG 12 lead c. Mikroalbuminuria d. Ekokardiografi Tekanan daraah setiap orang sangat bervariasi. Pengukuran tunggal yang akurat adalah awal yang baik tetapi cukup : ukur tekanan darah dua kali dan ambil rata-ratanya. Hipertensi didiagnosis jika rata-rata sekurang-kurangnya 2 pembacaan perkunjungan diperoleh tekanan darah sistolik 140 mmHg atau 90 mmHg untuk diastolik. Menurut JNC-VII, tekanan darah normal adalah 120/80 mmHg atau kurang. Prehipertensi bila tekanan darah 120/80 sampai 139/89 mmHg. Hipertensi stadium I bila tekanan darah sistolik 140 samapi 159 mmHg atau tekanan darah diastolik 90 sampai 99 mmHg. Serta hipertensi stadium 2 bila tekanan darah sistolk ≥160 mmHg atau tekanan darah diastolik ≥100mmHg (Cohen,2008) 2.8 Penatalaksanaan hipertensi 2.8.1

Target Tekanan Darah Menurut Joint National Commission (JNC-VII), rekomendasi target tekanan darah yang harus dicapai adalah < 140/90 mmHg dan target tekanan darah untuk pasien penyakit ginjal kroinik dan diabetes adalah ≤ 130/80 mmHg. American Heart Association (AHA) merekomendasikan target tekana darah yang harus dicapai, yaitu 140/90mmHg. 130/80 mmHg untuk pasien dengan penyakit ginjal kronik, penyakit arteri kronik atau ekuivalen penyakit arteri

25

kronik ≤120/80 mmHg untuk pasien dengan gagal jantung. Sedangkan menurut National Kidney Foundation (NFK), taget tekana darah yang harus dicapai adalah 130/80 mmHg utuk pasin dengan penyakit ginjal kronik dan diabetes dan < 125/75 mmHg untuk pasien dengan > 1 g proteinuria (Cohen, 2008) 2.8.2

Modifikasi Gaya hidup Pelaksanaan gaya hidup yang positif mempengaruhi tekanan darah memiliki implikasi baik unttuk pencegahan dan pengobatan hipertensi.

Promosi

kesehatan

modifikasi

gaya

hidup

direkomendasikan untuk individu dengan pre-hipertensi dan sebagai tambahan terhadap terpi obat pada individu hipertensi. Intervensi ini utnuk resiko penykit jantung secara keseluruhan. Meskipun dampak intervensi gaya hidup pada tekanan darah akan lebih terlihat pada orang dengan hipertensi, dalam percobaan jangka pendek, penurunan berat badan dan pengurangan NaCl diet juga telah ditunjukan untukmencegah perkembangan hipertensi. Pada penderita hipertensi, bahkan jika intervensi tersebut tidak menghasilkan penurunan tekanan darah yang cukup untuk menghindari terapi obat, jumlah obat atau dosis yang dibutuhkan untuk mengontrol tekanan darah dapat dikurangi. Modifikasi diet yang efektif menurunkan tekanan darah adalah mengurangi berat badan,

mengurangi

asupan

NaCl,

meningkatkan

asupan

kalium,mengurangi konsumsi alkohol, dan pola diet yang sehat secara keseluruhan (Kotchen ,2008)

26

Mencegah dan mengatasi obesitas sangat penting untuk menurunkan tekanan darah dan risiko penyakit kardiovaskuler. Berolah raga teratur selama 30 menit seperti berjalan, 6-7 perhari dalam seminggu, dapat menurunkn tekana darah. Berdasakan hasil meta-analisi, menurunkan tekana darah dengan membatasi asupan setiap hari untuk 4,4-7,4 g NaCl menyebabkan penurunan tekanan darah 3.7-4.9/ 0.9-2.9 mmHg pada hipertensi dan penurun lebih rendah pada orang darah normal. Konsumsi alkohol pada oarang yang menkonsumsi tiga atai lebi minuman per hari berhubungan dengan tekana darah tiggi, dan penuruna konsumsialkohol dikaitkan dengan penurunan tekana darah. Begitu pula dengan DASH (Dietary Approaches to Stop Hypertension) meliputi diet kaya akan buah-buahan, sayuran, dan makanan rendah lemak efktif dalam menurunkan tekanan darah (Kotchen, 2008) 2.8.3

Terapi Farmakoligi Jenis-jenis obat antihipertensi untuk terapi farmakologis hipertensi yag dianjurkan oleh JNC& adalah : a.Diuretik, terutama jenis thiazide (Thiaz) atau aldosteron AntagonistI b.Beta Blocker(BB) c.Calcium Canel Bloker atau Calcium antagonist (CCB) d.Angiotensin Converting Enzym inhibitor (ACEI) e.Angiotensi II Reseptr Bloker atau A T1 receptor antagonist / blocker (ARB)I

27

Untuk sebagian besar pasien hipertensi, terapi dimulai secara berthaap, dan target tekanan darah tercapai secara progesif dalam beberapa

minggu.

Dianjurkan

untuk

menggunakan

obat

antiipertensi dengan masa kerja panjang atau yang memberikan efikasi 24 jam dengan pemberian sekali sehari. Pilihan apakah memulai terapi dengan satu jenis obat antihipertensi atau dengan kombinasi tergantung pada tekanan darah awal dan ada tidaknya komplikasi. Jika terapi dimulai dengan satu jenis obat dan dalam dosis rendah, dan kemudian tekanan darah belum mencapai target, maka langkah selanjutnya adalah meningkatkan dosis obat tersebut, atau berpindah ke antihipertensi lain dengan dosis rendah. Efek samping umumnya bisa dihindari dengan menggunakan dosis rendah, baik tunggal maupun kombinasi. Sebagian besar pasien memerlukan kombinasi obat antihipertensi untuk mancapai target tekanan darah, tetapi terapi kombinasi obat menigkatkan biaya pengobatan dan menurunkan kepatuhan pasien karena jumlah obat yang harus diminum bertambah (Yogiantoro,2006) Alogaritma Penanganan Hipertensi Alogaritmas penanganan hipertensi menurut JNC-7(2003), dijelaskan pada skema dibawah ini :

28

Modifikasi Gaya Hidup

Tak mencapai sasatran TD (< 140/90 mmHg atau 130/80 mmHg pada penderita DM atau penyakit ginjal kronik )

Pilihan obat terapi permulaan

Hipertensi tanpa indikasi khusus

Hipertensi derajat 1 (TD sistolik 140-159 mmHg atau TD diastolik 90-99 mmHg) Umumnya diberikan diuretik gol. Thiazid.bisa dipertimbangkan pemberian penghambat EKA,ARB< Penyekat β, antagonis Ca atau kombinasi

Hipertensi indikasi khusus

Hipertensi derajat 2 (TD sistolik≥160 mmHg atau TD diastolik ≥100 mmHg) Umumnya diberikan kombinasi 2 macam obat (biasanya diuretik gol.Thiazide dan penghambat EKA, atau ARB atau penyekatβ, atau antogonis Ca)

Obat-obatan untuk indikasi khusus Obat anti hipertensi lainnya (diuretik, penghambat EKA, ARB, penyekat β, antagonis Ca)sesuai yang diperlukan

Sasaran Tekanan Darah tak Tercapai Optimalkan dosis atau penambahan jenis obat sampaai target tekanan darah tercapai. Pertimbangkan konsultasi dengn spesialis hipertensi

2.9 Definisi Lansia Menurut Wordl Health Organisation (WHO), lansia adalah seseorang yang telah memasuki usia 60 tahun ke atas. Lansia merupakan kelompok umur pada manusia yang telah memasuki tahapan akhir dari fase

29

kehidupannya. Kelompok yang dikategorikan lansia ini akan terjadi suatu proses yang disebut Aging Proses atau proses penuaan. Proses penuaan adalah siklus kehidupan yang ditandai dengan tahapantahapan menurunnya berbagai fungsi organ tubuh, yang ditandai dengan semakin rentannya tubuh terhadap berbagai serangan penyakit yang dapat menyebabkan kematian misalnya pada sistem kardiovaskuler dan pembuluh darah,pernafasan, perncernaan, endokrin dan lain sebagainya. Hal tersebut disebabkan seiring meningkatnya usia sehingga terjadi perubahan dalam struktur dan fungsi sel, jaringan, serta sistem organ. Perubahan tersebut pada umumnya mengaruh pada kemunduran kesehatan fisik dan psikis yang pada akhirnya akan berpengaruh pada ekonomi dan sosial lansia. Sehingga secara umum akan berpengaruh pada activity of daily living . 2.9.1 Batasan-batasan usia lanjut Batasan umur pada usia lanjut dari waktu ke waktu berbeda. Menurut World Health Organitation (WHO) lansia meliputi : a. Usia pertengahan (Imiddle age) antara usia 45 sampai 59 tahun b. Lanjut usia (elderly) antara usia 60 sampai 74 tahun c. Lanjut usia tua(old)antara usia 75 sampai 90 tahun d. Usia sangat tua (very old) diatas usia 90 tahun Menurut Departemen Kesehatan RI (2006) pengelompokan lansia menjadi : a. Virilitas

(prasenium)

yaitu

masa

persiapan

usia

lanjut

yang

menampakan kematangan jiwa (usia 55-59 tahun). b. Usia lanjut dini (senescen) yaitu kelompok yang mulai memasuki masa usia lanjut dini (usia 60-64 tahun).

30

c. Lansia berisiko tinggi untuk menderita berbagai penyakit degenerative (usia > 65 tahun). BAB III KERANGKA KONSEP

A. Kerangka Konsep 1. Usia 2. Jenis Kelamin A. Faktor Internal

3. Keturunan/Genetik 4. Etnis PENURUNAN TEKANAN DARAH PADA 1. Rutin minum obat neennepedipin 2. Rutin kontrol

B. Faktor Eksternal

3. Pola makan 4. Olahraga

_________ = Yang diteliti _ _ _ _ _ _ _ = diteliti

Tidak

Gambar.II.1.Kerangka Konsep Ada faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi penurunan tekanan darah pada pasien hipertensi di puskesmas Krian kecamatan Krian kabupaten Sidoarjo, dan yang akan dibahas pada penelitian ini hanya faktor eksternal saja yaitu rutinitas minum obat.

31

PASIEN HIPERTENSI

B. Hipotesis Penelitian Ada hubungan rutinitas minum obat hipertensi terhadap penurunan tekanan darah pada pasien hipertensi di Puskesmas Krian Kecamatan Krian Kabupaten Sidoarjo.

32

BAB IV METODE PENELITIAN

4.1 Rancangan Penelitian Berdasarkan tujuannya jenis penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik yaitu hubungan rutinitas minum obat terhadap penurunan tekanan darah pada pasien hipertensi di Puskesmas Krian Kecamatan

Krian

Kabupaten

Sidoarjo.

Penelitian

ini

menggunakan

pendekatan Cross Sectionaldengan pengambilan data secara konsekutif non probability samplingkarena penelitian ini dilaksanakan dengan satu kali pengamatan dalam kurun waktu tertentu. 4.2 Populasi Dan Sampel Populasi Pasien hipertensi usia 55 tahun keatas di puskesmas Krian kecamatan Krian kabupaten Sidoarjo pada tahun 2015, yaitu sebesar 5960 jiwa. Jumlah total pasien hipertensi di puskesmas Krian kecamatan Krian kabupaten Sidoarjo adalah sebesar 8.270 jiwa. Besar Sampel Sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut (Sugiyono,2010). Berdasarkan rumus Lemeshow sampel dalam penelitian ini adalah 79 orang. Pengambilan sampel ini dilakukan dengan cara konsekutif non probability sampling.

33

Rumus yang digunakan adalah rumus Lemeshow: 𝑍 2 𝑝 (1 − 𝑝) 𝑛= (𝑑)2 Keterangan: n = Jumlah sampel minimal yang diperlukan = derajat kepercayaan p = prevalensi penderita hipertensi di kecamatan Krian q = 1-p (prevalensi penderita hipertensi di kecamatan Krian) d = limit dari error atau presisi absolut 1,962 0,71 (1 − 0,71) 𝑛= (0,1)2 𝑛=

0,790 0,01

𝑛 = 79,0 , maka jumlah sample adalah sebesar 79 orang 4.3 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini akan dilaksanakan di poli Lansia puskesmas Krian Kecamatan Krian Kabupaten Sidoarjo pada saat jadwal poli Lansia selama bulan Agustus 2016 di Puskesmas Krian kecamatan Krian kabupaten Sidoarjo. 4.4 Kriteria Inklusi dan Eklusi Kriteria Inklusi dalam penelitian ini adalah : 1. Pasien hipertensi di puskesmas Krian kecamatan Krian kabupaten Sidoarjo yang datang ke poli lansia saat pengambilan kuesioner 2. Pasien yang bersedia menjadi responden dan mau menandatangani informconsent 3. Bukan pasien baru dan terdiagnosa hipertensi minimal 1 bulan yang lalu dari pengambilan data

34

Kriteria Ekslusi dalam penelitian ini adalah : 1. Pasien hipertensi yang tidak bersedia menjadi responden dan tidak bersedia menandatangani informconsent 2. Pasien hipertensi yang pada waktu kontrol mengalami penyakit gawat darurat. 4.5 Variabel Penelitian Variabel penelitian adalah sesuatu yang digunakan sebagai ciri, sifat, dan ukuran yang dimiliki atau didapatkan oleh satuan penelitian tentang sesuatu konsep pengertian tertentu (Notoadmojo, 2010). Jenis penelitian yang digunakan adalah: 1. Variabel bebas (Independent Variable) Variabel yang menjadi sebab atau berubahnya variable terikat (sugiyono, 2009). Variabel bebas yang peneliti gunakan untuk penelitian ini adalah rutinitas minum obat hipertensi. 2. Variabel terikat (Dependent Variable) Variabel yang nilainya dipengaruhi atau menjadi akibat karena adanya variable bebas (sugiyono, 2009).Variabel terikat dalam penelitian ini adalah penurunan tekanan darah. 4.6 Teknik Pengumpulan data 1. Teknik Pengumpulan Data a. Data Primer Data primer dikumpulkan dengan cara pemberian lembar kuesioner atau angket terhadap responden dengan mempergunakan daftar

35

pertanyaan yang telah disediakan (kuesioner) dimana peneliti mendapat keterangan dari responden dan recam medis. 2. Prosedur Penelitian a. Perizinan Peneliti mengajukan perijinan kepada kepala puskesmas dengan membawa surat rekomendasi dari BAKESBANGPOL Kabupaten Sidoarjo dan surat pengantar dari Universitas Wijaya Kusuma Surabaya. b. Rekam Medis Mengambil data pasien yang terdiagnosa Hipertensi minimal 1 bulan sebelum pengambilan data, kemudian di catat tekanan darah 1 minggu sebelum penelitian dan tekanan darah pada saat pengambilan data. c. Pemberian Kuisioner kepada Sampel Menentukan secara acak 79 pasien hipertensi yang akan diberikan kuesioner. d. Pengumpulan Data Data yang diperoleh dari rekam medis dan sampel akan dikumpulkan dan dianalisa. 4.7. Metode Pengolahan Data Metode pengolahan data yang dilakukan melalui 4 tahap yaitu: 1.Editing. Kegiatannya adalah mengambil data dari Rekam Medik Pasien dan Kuesioner.

36

2.Coding Kegiatan mengelompokan data pasien yang sesuai dengan kriteria inklusi. 3.Entry Merupakan tahap memasukkan data yang telah diediting dan decoding kedalam program komputer. 4.Cleaning Pada tahap ini data yang sudah dimasukkan dalam program komputer diperiksa

kembali

agar

dapat

memperbaiki

kesalahan-kesalahan

pemasukan data sehingga meminimalkan kesalahan. 4.8.

Metode Analisis Data Analisis statistik menggunakan uji korelasi chi square untuk melihat hubungan rutinitas minum obat hipertensi terhadap penurunan tekanan darah pada pasien hipertensi di Puskesmas Krian Kecamatan Krian Kabupaten Sidoarjo. Kemudian menganalisis hasil chi square dengan koefisien kontingensi. Setelah itu analisis data disajikan dalam bentuk tabulasi frekuensi dan dijelaskan secara sistermatis untuk mendapatkan gambaran secara factual

37

4.9 Definisi Istilah/ Definisi Operasional

Skala

No

Variabel

Definisi Operasional

Alat ukur

Kategori data

rutin adalah prosedur yang teratur dan tidak berubah-ubah., prosedur

dan

itu

tahapan

adalah tahapan

1. Ya, bila dalam sehari minimal 1 kali

tertentu

pada

suatu

dan dalam 7

program

yang

harus

hari minimal 5

untuk

hari minum

dijalankan

mencapai suatu tujuan.

obat. Nomina

1.

rutin

dikatakan

rutin

bila

Kuesioner 2. Tidak, bila

dalam sehari minimal 1

dalam sehari

kali dan dalam 7 hari

kurang dari 1

minimal 5 hari minum

kali dan dalam

obat. Dikatakan tidak

7 hari kurang

rutin, bila dalam sehari

dari 5 hari

kurang dari 1 kali dan

tidak minum

dalam 7 hari kurang

obat

l

dari 5 hari tidak minum obat

38

Hipertensi keadaan

adalah tekanan

darah sistolik lebih

1. Turun, bila

dari 140 mmHg dan

tekanan darah

tekanan

diastolik

lebih

dari

mmHg.

90

Tekanan

darah diukurdengan spygmomanometer yang 2.

Hipertensi

telah

dikalibrasi dengan Rekam tepat

(80%

ukuran

dari medis manset

menutupi

lengan)

setelah

pasien

beristirahat nyaman, duduk tegak terlentang

sistolik atau diastolic turun > 20 mmHg 2. Tidak

Nomina

turun, bila

l

tekanan darah sistolik atau diastolic

posisi punggung atau (WHO,

2013).

39

turun < 20 mmHg

BAB V HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA

Peneliti menyajikan dan menjelaskan hasil penelitian yang telah dilakukan di dalam bab ini. Penelitian ini dilakukan di poli Lansia Puskesmas Krian Kecamatan Krian Kabupaten Sidoarjo.Hasil penelitian disajikan kedalam bentuk tabel dan di analisis datanya menggunakan uji chi-squareyang mengkaji hubungan rutinitas minum obat hipertensi terhadap penurunan tekanan darah. A. Gambaran Umum Daerah Penelitian Puskesmas Krian berada di Kecamatan Krian pada jalur simpang lima jurusan Surabaya, Mojokerto, Driyorejo, Sidoarjo, dan Mojosari dengan luas wilayah sebesar 22,17 km2. Batas – batas wilayah kerja adalah sebagai berikut : 

Sebelah Utara

: Puskesmas Driyorejo (Gresik)



Sebelah Timur

:Puskesmas

Wonoayu

dan

Puskesmas

Sukodono 

Sebelah Selatan

: Puskesmas Prambon



Sebelah Barat

: Puskesmas Balongbendo

Wilayah kerja Puskesmas Krian merupakan dataran rendah antara 6 – 7 meter diatas permukaan laut, beriklim tropis, musim kemarau dan musim hujan, dengan curah hujan 1800 – 2000 mm / per tahun. Terdiri dari 3 kelurahan dan 12 desa sebagai berikut : 1. Kelurahan Krian

9. Desa Junwangi

2. Desa Kraton

10. Desa Terik

40

3. Desa Sidomulyo

11. Desa Gamping

4. Kelurahan Tambakkemeraan

12. Desa Jeruk Gamping

5. Kelurahan Kemasan

13. Desa Katerungan

6. Desa Terung Kulon

14. Desa Sedenganmijen

7. Desa Terung Wetan

15. Desa Tropodo

8. Desa Jatikalang Acuan yang dipergunakan dalam analisa kependudukan bersumber dari proyeksi penduduk tahun 2016 yang dikeluarkan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Sidoarjo sebesar 84.665 jiwa. Yang terdiri dari Laki – laki 42.532 jiwa dan Perempuan 42.133 jiwa. B. Karakteristik Responden 1.

Distribusi usiaresponden Tabel 5.1Distribusi usiaresponden di Puskesmas Krian Kecamatan Krian Kabupaten Sidoarjo No 1. 2. 3.

Usia 55-59 tahun 60-64 tahun > 65 tahun Jumlah

Frekuensi 24 24 31 79

Persentase 30,4 30,4 39,2 100

Sumber : Data Primer tahun 2016

Berdasarkan tabel 5.1dapat diketahui bahwa persentase tertinggi (39,2%)berusia> 65 dan sisanya (30,4%) masing-masing dalam kelompok usia 55-59 tahun dan 60-64 tahun.

41

2.

Distribusi jenis kelamin responden Tabel 5.2 Distribusi jenis kelamin responden di Puskesmas Krian Kecamatan Krian Kabupaten Sidoarjo No 1. 2.

Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Jumlah

Frekuensi 33 46 79

Persentase 41,8 58,2 100

Sumber : Data Primer tahun 2016

Berdasarkan tabel 5.2 dapat diketahui bahwa sebagian besar (58,2%)memiliki

jenis

kelamin

perempuan

dan

sebagian

kecil

(41,8%)memiliki jenis kelamin laki-laki. 3.

Distribusi pendidikan responden Tabel 5.3 Distribusi pendidikan responden di Puskesmas Krian Kecamatan Krian Kabupaten Sidoarjo No 1. 2. 3.

Pendidikan Dasar (SD-SMP) Menengah (SMA) Tinggi (Diploma-S1) Jumlah

Frekuensi 42 30 7 79

Persentase 53,1 38 8,9 100

Sumber : Data Primer tahun 2016

Berdasarkan tabel 5.3 dapat diketahui bahwa sebagian besar (53,1%)memiliki

pendidikan

dasar

(SD-SMP

dan

sebagian

kecil

(8,9%)memiliki pendidikan tinggi (Diploma-S1). 4.

Distribusi pekerjaan responden Tabel 5.4 Distribusi pekerjaan responden di Puskesmas Krian Kecamatan Krian Kabupaten Sidoarjo No 1. 2. 3. 4. 5. 6.

Pekerjaan

Frekuensi 5 1 14 1 39 19 79

Buruh Pensiun Petani PNS Tidak bekerja Wiraswasta Jumlah

Sumber : Data Primer tahun 2016

42

Persentase 6,3 1,3 17,7 1,3 49,4 24,1 100

Berdasarkan tabel 5.4 dapat diketahui bahwa persentase tertinggi yaitu (49,4%) responden tidak bekerja dan persentase terendah (1,3%)responden pensiun dan bekerja sebagai PNS masing-masing. 5.

Distribusi penghasilan keluarga responden Tabel 5.5 Distribusi penghasilan keluarga responden di Puskesmas Krian Kecamatan Krian Kabupaten Sidoarjo No 1. 2. 3. 4.

Penghasilan keluarga < Rp. 1 juta Rp. 1-3 juta > Rp. 3 juta Tidak tetap Jumlah

Frekuensi 6 7 22 44 79

Persentase 7,6 8,9 27,8 55,7 100

Sumber : Data Primer tahun 2016

Berdasarkan tabel 5.5 dapat diketahui bahwa sebagian besar (55,7%) responden memiliki penghasilan keluarga tidak tetap dan sebagian kecil(7,6%)responden memiliki penghasilan keluarga < Rp. 1 juta. 6.

Distribusi penjelasan mengenai cara minum obat responden Tabel 5.7 Distribusi penjelasan cara minum obat responden di Puskesmas Krian Kecamatan Krian Kabupaten Sidoarjo No 1. 2.

Penjelasan cara minum obat Ya Tidak Jumlah

Frekuensi 79 0 79

Persentase 100 0 100

Sumber : Data Primer tahun 2016

Berdasarkan tabel 5.7 dapat diketahui bahwa seluruhnya (100%) responden pernah mendapatkan penjelasan cara minum obat hipertensi.

43

7.

Distribusi jarak rumah ke pelayanan kesehatan responden Tabel 5.8 Distribusi jarak rumah ke pelayanan kesehatan responden di Puskesmas Krian Kecamatan Krian Kabupaten Sidoarjo No 1. 2.

Jarak rumah ke pelayanan kesehatan Dekat Jauh Jumlah

Frekuensi

Persentase

39 40 79

49,4 50,6 100

Sumber : Data Primer tahun 2016

Berdasarkan tabel 5.8 dapat diketahui bahwa sebagian besar (50,6%) responden memiliki jarak rumah ke pelayanan kesehatan jauh dan sisanya (49,4%)responden memiliki jarak rumah ke pelayanan kesehatan dekat. 8.

Distribusi dukungan keluarga responden Tabel 5.9 Distribusi dukungan keluarga responden di Puskesmas Krian Kecamatan Krian Kabupaten Sidoarjo No 1. 2.

Dukungan keluarga Tidak ada Ya Jumlah

Frekuensi 36 43 79

Persentase 45,6 54,4 100

Sumber : Data Primer tahun 2016

Berdasarkan tabel 5.9 dapat diketahui bahwa sebagian besar (54,4%) responden

mendapatkan

dukungan

keluarga

dan

sebagian

kecil

(45,6%)responden tidak mendapatkan dukungan keluarga. 9.

Distribusi sumber informasi tentang hipertensi responden Tabel 5.10 Distribusi sumber informasi tentang hipertensi responden di Puskesmas Krian Kecamatan Krian Kabupaten Sidoarjo No 1. 2. 3. 4

Sumber informasi Dokter Keluarga Teman Tetangga Jumlah

Frekuensi 49 5 10 15 79

Sumber : Data Primer tahun 2016

44

Persentase 62 6,3 12,7 19 100

Berdasarkan tabel 5.10 dapat diketahui bahwa sebagian besar (62%) responden mendapatkan informasi tentang hipertensi dari dokter dan sebagian kecil (6,3%)responden mendapatkan informasi tentang hipertensi dari keluarga. 10. Distribusi mengerti komplikasi tidak minum obat responden Tabel 5.11 Distribusi mengerti komplikasi tidak minum obat responden di Puskesmas Krian Kecamatan Krian Kabupaten Sidoarjo No 1. 2.

Mengerti komplikasi tidak minum obat Mengerti Tidak mengerti Jumlah

Frekuensi

Persentase

57 22 79

72,2 27,8 100

Sumber : Data Primer tahun 2016

Berdasarkan tabel 5.11 dapat diketahui bahwa sebagian besar (72,2%) responden mengerti komplikasi tidak minum obat hipertensi dan sebagian kecil (27,8%)responden tidak mengerti komplikasi tidak minum obat hipertensi. 11. Distribusi kontrol ke puskesmas responden Tabel 5.12 Distribusi kontrol ke puskesmas responden di Puskesmas Krian Kecamatan Krian Kabupaten Sidoarjo No 1. 2. 3.

Kontrol ke puskesmas Jika ada keluhan Jika ada yang mengantar Sesuai jadwal Jumlah

Frekuensi 16 8 55 79

Persentase 20,3 10,1 69,6 100

Sumber : Data Primer tahun 2016

Berdasarkan tabel 5.12 dapat diketahui bahwa sebagian besar (69,6%) responden kontrol ke puskesmas sesuai jadwal dan sebagian kecil (10,1%)responden kontrol ke puskesmas jika ada yang mengantar

45

12. Distribusi rutinitas minum obat hipertensi responden Tabel 5.13 Distribusi rutinitas minum obat hipertensi responden di Puskesmas Krian Kecamatan Krian Kabupaten Sidoarjo No 1. 2.

Rutinitas minum obat hipertensi Rutin Tidak rutin Jumlah

Frekuensi

Persentase

49 30 79

62 38 100

Sumber : Data Primer tahun 2016

Berdasarkan tabel 5.13 dapat diketahui bahwa sebagian besar (62%) responden rutin minum obat hipertensi dan sebagian kecil (38%)responden tidak rutin minum obat hipertensi. 13. Distribusi penurunan tekanan darah responden Tabel 5.14 Distribusi penurunan tekanan darah responden di Puskesmas Krian Kecamatan Krian Kabupaten Sidoarjo No 1. 2.

Penurunan tekanan darah Tidak turun Turun Jumlah

Frekuensi 39 40 79

Persentase 49,4 50,6 100

Sumber : Data Primer tahun 2016

Berdasarkan tabel 5.14 dapat diketahui bahwa sebagian besar (50.6%) responden mengalami penurunan tekanan darah dan hampir setengahnya (49,4%) responden tidak mengalami penurunan tekanan darah.

46

C. Analisis Data Tabel 5.15 Tabulasi silang hubungan rutinitas minum obat hipertensi terhadappenurunan tekanan darah pada penderita hipertensi di Puskesmas Krian Kecamatan Krian Kabupaten Sidoarjo Penurunan tekanan darah Jumlah Rutinitas minum Tidak turun Turun n % obat hipertensi n % n % Rutin 15 (30,6%) 34 (69,4%) 49 (100%) Tidak 24 (80%) 6 (20%) 30 (100%) Jumlah 39 (49,4%) 40 (50,6%) 79 (100%) p (probabilitas) = 0,000 Contingency Coefficient= 0,432 Sumber : Data Primer tahun 2016

Berdasarkan tabel 5.15 dapat diketahui bahwa dari 49 responden yang rutin minum obat hipertensi sebagian besar (69,4%) mengalami penurunan tekanan darah. Sedangkan 30 responden yang tidak rutin minum obat hipertensi hampir seluruhnya (80%) tidak mengalami penurunan tekanan darah. Hasil uji Contingency Coefficient didapatkan nilai 0,432 dengan probabilitas (p) = 0,000 (p< 0,05) berarti ada hubungan rutinitas minum obat hipertensi terhadap penurunan tekanan darah pada penderita hipertensi di Puskesmas Krian Kecamatan Krian Kabupaten Sidoarjo. Adapun keeratan hubungan antara variabel rutinitas minum obat hipertensi dengan penurunan tekanan darah sebesar 43,2% sedangkan sisanya 56,8% dengan variabel lain.

47

BAB VI PEMBAHASAN

A. Pembahasan Hasil penelitian pada tabel 5.13 dapat diketahui bahwa sebagian besar (62%) responden rutin minum obat hipertensi dan hampir setengahnya (38%)responden tidak rutin minum obat hipertensi. Menurut Niven (2012), rutin minum obat atau kepatuhan dalam pengobatan (medication compliance) adalah mengkonsumsi obat-obatan yang diresepkan dokter pada waktu dan dosis yang tepat. Pengobatan hanya akan efektif apabila mematuhi aturan dalam penggunaan obat yang terpenting adalah jangan pernah menghentikan penggunaan obat atas keinginan sendiri hanya karena merasa baikan. Pada kebanyakan kasus, penghentian pengobatan atas keinginan sendiri hanya akan menyebabkan anda menderita sakit yang lebih parah. Pendidikan merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi rutinitas minum obat, hal ini dapat dilihat pada lampiran SPSS tabulasi silang pendidikan dengan rutinitas minum obat. Didapatkan 7 responden dengan pendidikan tinggi hampir seluruhnya (85,7%) rutin minum obat dan 42 responden dengan pendidikan dasar (SD-SMP) sebagian besar (52,4%) tidak rutin minum obat. Tingkat pendidikan responden tinggi akan berpengaruh terhadap rutinitas minum obat penderita hipertensi. Penderita hipertensi yang memiliki pendidikan tinggi lebih mengetahui penyakit hipertensiyang dideritanya bila dibandingkan dengan responden yang hanya menempuh

48

pendidikan dasar. Dengan pengetahuan yang tinggi tentang hipertensi maka penderita hipertensirutin meminum obat agar dapat sembuh dari penyakitnya. Semakin tinggi pendidikan penderita hipertensi semakin rutin minum obat, sebaliknya semakin rendah pendidikan penderita hipertensi semakin tidak rutin minum obat. Hasil penelitian menunjukkan hampir setengahnya (38%) responden tidak rutin minum obat. Ketidak rutinan responden tersebut bisa dikarenakan faktor kesibukan seperti bekerja sehingga kurang mempunyai waktu luang untuk berobat ke pelayanan kesehatan. Berdaasarkan lampiran SPSS tabulasi silang antara pekerjaan dengan rutinitas minum obat didapatkan responden yang bekerja lebih banyak yang tidak rutin minum obat dibandingkan responden yang tidak bekerja maupun pension. Responden yang bekerja lebih beranggapan tidak punya waktu luang untuk berobat ke puskesmas dan minum obatnya. Namun responden yang bekerja di dalam rumah (wiraswasta) masih bisa menyempatkan waktunya untuk minum obat, sedangkan responden yang bekerja di luar rumah (petani, buruh) kurang bisa menyempatkan waktu untuk minum obat. Sesuai dengan pendapat Nursalam (2008), bahwa pekerjaan adalah kebutuhan yang harus dilakukan untuk menunjang kehidupan keluarga, bekerja umumnya menyita waktu sehingga dapat mempengaruhi hal-hal lain. Jarak rumah ke pelayanan kesehatan juga merupakan penyebab rutin tidaknya penderita hipertensi minum obat. Hal ini dapat dilihat pada lampiran SPSS tabulasi silang jarak rumah ke pelayanan kesehatan dengan rutinitas minum obat. Dari 39 responden yang memiliki jarak rumah ke pelayanan kesehatan dekat hampir seluruhnya (76,9%) rutin minum obat dan 40

49

responden dengan jarak rumah ke pelayanan kesehatan jauh sebagian besar (52,5%) tidak rutin minum obat. Dukungan keluarga dapat mempengaruhi responden dalam rutinitas minum obat. Berdasarkan lampiran SPSS tabulasi silang dukungan keluarga dengan rutinitas minum obat didapatkan responden yang tidak mendapat dukugan keluarga sebagian besar (52,8%) tidak rutin minum obat, sedangkan responden yang mendapat dukungan keluarga sebagian besar rutin minum obat Keluarga juga bertanggung jawab sebagai Pengawas Minum Obat (PMO) yang nantinya akan berperan untuk mengawasi dan mengingatkan secara terus menerus kepada pasien agar pasien meminum obatnya secara teratur dan tepat waktu sesuai dengan dosis yang sudah ditetapkan oleh petugas kesehatan. Hasil penelitian ini sesuai dengan pendapat Friedman, et.al(2010), bahwa dukungan keluarga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kepatuhan untuk pengobatan, dimana keluarga inti maupun keluarga besar berfungsi sebagai sistem pendukung bagi anggota keluarganya. Fungsi dasar keluarga yaitu fungsi perawatan kesehatan. Fungsi perawatan kesehatan adalah kemampuan keluarga untuk merawat anggota keluarga yang mengalami masalah kesehatan. Keluarga perlu memberikan dukungan yang positif untuk melibatkan keluarga sebagai pendukung pengobatan sehingga adanya kerjasama dalam pemantauan pengobatan antara petugas dan anggota keluarga yang sakit.

50

Hasil penelitian pada tabel 5.14 menunjukkan sebagian besar (50.6%) responden mengalami penurunan tekanan darah dan hampir setengahnya (49,4%) responden tidak mengalami penurunan tekanan darah. Menurut James (2008), faktor yang dapat mempengaruhi tekanan darah meliputi faktor yang tidak dapat dimodifikasi dan dapat dimodifikasi. Faktor-faktor yang tidak dapat dimodifikasi antara lain faktor genetik, umur, jenis kelamin, dan etnis. Sedangkan faktor yang dapat dimodifikasi meliputi stres, obesitas,nutrisi,aktivitas fisik dan terapi obat. Tabulasi silang pada tabel 5.15 menunjukkan bahwa dari 49 responden yang rutin minum obat hipertensi sebagian besar (69,4%) mengalami penurunan tekanan darah. Sedangkan 30 responden yang tidak rutin minum obat hipertensi hampir seluruhnya (80%) mengalami peningkatan tekanan darah. Setelah dilakukan uji statistik Contingency Coefficient didapatkan nilai 0,432 dengan probabilitas (p) = 0,000 (p< 0,05) artinya ada hubungan rutinitas minum obat hipertensi terhadap penurunan tekanan darah pada penderita hipertensi di Puskesmas Krian Kecamatan Krian Kabupaten Sidoarjo. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Chobanian di Amerika Serikat pada tahun 2009 yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara kepatuhan minum obat dan diet dengan tekanan darah terkontrol (p=0,01). Kumboyono (2012) menyatakan bahwa penelitian yang dilakukan di Taiwan tahun 2005-2006 menunjukkan bahwa tekanan darah tidak terkontrol lebih banyak dijumpai pada penderita hipertensi dengan tidak rutin minum obat dan diet yang rendah. Penyebab

51

kontrol tekanan darah yang tidak baik antara lain banyak pasien yang tidak menjalankan terapi diet dan tidak meminum obat yang diresepkan. The Eighth Report of The Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (JNC VIII) mengemukakan bahwa jangka waktu terapi antihipertensi adalah seumur hidup. Tujuan terapi antihipertensi adalah menstabilkan tekanan darah sehingga menurunkan mortalitas dan morbiditas yang berhubungan dengan kerusakan organ target seperti penyakit kardiovaskular, cerebrovaskular, gagal jantung, dan penyakit ginjal. Obat-obat yang digunakan sebagai terapi utama (first line therapy) adalah diuretik, Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor (ACE-Inhibitor), Angiotensin Reseptor Blocker (ARB), dan Calcium Channel Blocker (CCB). Pengobatan awal hipertensi dimulai dengan 1 jenis obat antihipertensi (monoterapi) yaitu golongan tiazid tipe diuretik, atau ACEInhibitor, CCB, ARB. Kemudian jika tekanan darah yang diinginkan belum tercapai maka dosis obat ditingkatkan lagi, atau ganti obat lain, atau dikombinasikan dengan 2 atau 3 jenis obat dari kelas yang berbeda, biasanya diuretik dikombinasikan dengan ACE-Inhibitor, ARB, dan CCB. (Price SA, 2005). Kepatuhan minum obat berperan dalam mengontrol tekanan darah dan mencegah terjadinya komplikasi hipertensi. Kepatuhan 80% terhadap regimen obat antihipertensi dapat menurunkan tekanan darah ke tingkat normal dan kepatuhan ≤ 50% tidak efektif dan adekuat untuk menurunkan tekanan darah. Pada kebanyakan survey yang dilakukan pada pasien-pasien yang mulai minum obat antihipertensi, kira-kira 25-50% menghentikan pengobatannya dalam 1 tahun. (Irmalita, 2013)

52

Ketidakpatuhan merupakan salah satu penyulit dalam manajemen hipertensi. Ketidakpatuhan juga merupakan faktor penghambat kontrol tekanan darah yang baik. Semakin tinggi tekanan darah, semakin tinggi juga risiko terjadinya penyakit jantung koroner, gagal jantung, stroke, dan gagal ginjal. (Kabo, 2011) Selain itu pada penelitian ini juga ditemukan 6 (20%) responden tidak rutin minum obat hipertensi tetapi mengalami penurunan tekanan darah dan didapatkan 2(4,1%) responden rutin minum obat hipertensi tetapi mengalami penurunan tekanan darah, hal ini disebabkan karena tekanan darah dipengaruhi beberapa faktor bukan hanya bukan rutinitas minum obat hipertensi saja. Menurut Cohen(2008), penatalaksanaan hipertensi meliputi modifikasi gaya hidup dan terapi farmakologi.Pelaksanaan gaya hidup yang positif mempengaruhi tekanan darah memiliki implikasi baik unttuk pencegahan dan pengobatan hipertensi. Modifikasi diet yang efektif menurunkan tekanan darah adalah mengurangi berat badan, mengurangi asupan NaCl, meningkatkan asupan kalium, mengurangi konsumsi alkohol, berolah raga teratur dan pola diet yang sehat secara keseluruhan (DASH). Dalam memprediksi resiko penyakit kardiovaskuler, peningkatan tekanan darah sistolik lebih baik dibandingkan peningkatan tekanan darah diastolik. Menurut JNC V, untuk mengevaluasi, mendeteksi, dan memberikan pengobatan hipertensi, tekanan darah sistolik merupakan target untuk mengontrol tekanan darah. Kegagalan terapi atau tidak tercapainya kesembuhan yang diinginkan terkadang tidak sepenuhnya berasal dari ketidakpatuhan pasien, dalam suatu survey yang telah dilakukan, banyak

53

dokter yang tidak meresepkan cukup obat untuk mengontrol tekanan darah tinggi pasiennya (Basile, 2002). Keberhasilan suatu terapi tidak hanya ditentukan oleh diagnosis dan pemilihan obat yang tepat tetapi juga ditentukan oleh kepatuhan pasien dalam menjalankan terapi tersebut termasuk kepatuhan dalam meminum obat antihipertensi. Beberapa aspek sosial yang mempengaruhi status kesehatan seseorang antara lain adalah usia, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, dukungan keluarga dan sosial ekonomi. Hal ini berarti bahwa aspek sosial tersebut dapat mempengaruhi status kesehatan seseorang, salah satunya adalah rutinitas minum obat antihipertensi. Selain itu, jumlah regimen obat antihipertensi yang diresepkan oleh tenaga medis juga merupakan salah satu faktor penyebab rutinitas minum obat pasien. B. Keterbatasan Penelitian Keterbatasan adalah kelemahan atau hambatan dalam penelitian. Keterbatasan yang dihadapi peneliti adalah : 1. Keterbatasan kemampuan peneliti dalam menuangkan ide atau gagasan saat menyusun skripsi karena peneliti masih pemula. 2. Pengumpulan data dengan menggunakan kuesioner dimana lebih banyak dipengaruhi oleh sikap, harapan-harapan pribadi yang bersifat subyektif sehingga hasilnya kurang mewakili secara kualitatif.

54

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan maka dapat ditarik simpulan sebagai berikut : 1. Penderita hipertensi di Puskesmas Krian Kecamatan Krian Kabupaten Sidoarjo Responden sebanyak (62%). 2. Pasien hipertensi di Puskesmas Krian Kecamatan Krian Kabupaten Sidoarjo sebanyak (50,6%). 3. Ada hubungan rutinitas minum obat hipertensi terhadap penurunan tekanan darah pada penderita hipertensi di Puskesmas Krian Kecamatan Krian Kabupaten Sidoarjo, yaitu dengan hasil P= 0,000 (P< 0,05)dan contingent coeffisien sebesar 0,432. B. Saran Berdasarkan hasil penelitian yang sudah dilakukan, saran yang dapat diberikan oleh peneliti adalah sebagai berikut : 1. Bagi petugas kesehatan Petugas kesehatan diharapkan memberikan penyuluhan kepada penderita secara lengkap tentang hipertensi agar penderita hipertensi tidak salah paham tentang instruksi yang diberikan, dan dalam memberikan instruksi harus mudah diingat dan dipahami oleh penderita hipertensi sehingga dapat melaksanakan rutinitas untuk minum obat secara tuntas.Memberikan konseling kepada kader posyandu dan bekerja sama

55

dengan kader untuk melakukan pengawasan minum obat pada penderita hipertensi. Di samping itu juga memberikan penyuluhan kepada anggota keluarganya agar keluarga dapat memotivasi dan melakukan pengawasan terhadap penderita untuk rutin dalam minum obat hipertensi. 2. Bagi peneliti selanjutnya Bagi

peneliti

selanjutnya,

lanjutandenganmenambahkan

variabel

perludiadakan lain

yang

penelitian

mempengaruhi

penurunan tekanan darahdengan sampel yang lebih besar agar hasil penelitian lebih representatif. 3. Bagi responden Diharapkan masyarakat khususnya penderita hipertensi untuk lebih aktif dalam mencari informasi tentang penyakit hipertensi sehingga dapat menambah pemahamannya tentang hipertensi dan rutin dalam minum obat dan kontrol ke puskesmas dengan meluangkan waktu walaupun penderita bekerja. Keluarga penderita hipertensi diharapkan memberikan dukungan yang penuh dengan cara memberikan pujian dan kasih sayang, serta memotivasi dan melakukan pengawasan terhadap penderita untuk patuh dalam melakukan pengobatan hipertensi.

56

DAFTAR PUSTAKA

Ashish Aneja, Fadi El-Atat, Samy I. McFarlane and James R. Sowers. Hypertension and Obesity. Recent Progress in Hormone Resears 2004 (59): 169-205 Anonim.2006. Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Hipertensi . 12-14 Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Esehatan Departemen Kesehatan. Jakarta. Amalia, H., Amirudin R., and Armilawati, 2007. Hipertensi dan Faktor Resikonya dalam Kajian Epidemiolog,. FKM UNHAS. Available from: http://www.cerminDuniaKedokteran.com. Balitbangkes. 2009.Laporan Risketdas Biomedis. Balitbangkes. 2007.Depkes RI. Pedoman Pengisian Kuesioner Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS). Jakarta 2007.pp 5-6 Balitbangkes. Depkes RI.2008. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) Indonesia Tahun 2007. Jakarta. Pp 110-121 Basile, J.N., 2002, Systolic Blood Pressure, (online), http://www.bmj.com/content/325/7370/917.extract diakses pada 16 Agustus 2016. Budiyanto,K.A.M.2002. Gizi dan Muhammadiyah Malang Press

Kesehatan.Malang:

Universitas

Chobanian AV. 2009. The Hypertension Paradox: More Uncontrolled disease despite improved therapy. New England Journal Medicine. 361: 878-887. Cohen, L.D.2008. In The Clinic Hypertension.Available www.annals.org/intheclinic. [Accesed 10 Agustus 2016]

from

:

Friedman et.all, 2010. Keperawatan Keluarga, Riset, Teori Dan Praktik, Jakarta: EGC Gray HH, Dawkins KD, Morgan JM & Simpson IA.2005. kardiologi (4rd ed). Lecture Notes. Jakarta: Penerbit Erlangga; 57-62 Greenberg, Jerald dan Robert A.2003. Behavior in Organizations, Understandingand Managing The Human Side of Work. Third Edition. Allin and Bacon.A Division of Schuster. Massachuscets Gunawan L. 2001. Hipertensi : Tekanan darah tinggi. Yogyakarta: Kanisius 57

Ibnu M, 1996. Dasar-Dasar Fisiologi Kardiovaskuler. Jakarta: EGC Irmalita. 2013. Bagaimana Meningkatkan Kepatuhan Pasien. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Joint National Committeon Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of Higt Blood Pressure. 1997: 98-480 The sixth of the joint NationalCommitee on Prevention, Detection, Evaluation and Treatment of Hight Blood pressure National Instute of Hight Blood Pressure J Mufunda, P Nyarango, A Kosia, A Obgamariam, A Mebrahtu, A Usman, J Ghebrat,S Gebresilosie,S Goitom, A Kifle, A Tesfay and A Gebremichael. Noncom-municale disease in Africa .2005. a silent hypertensionEpidemic Eritrea. Journal of Human Hypertension 19,255-256Kaplan. 1985. Non Drug Treatment of Hypertension. Ann Intern Med :102:359-73. Kabo, Peter. 2011. Bagaimana Menggunakan Obat-obat Kardiovaskular Secara Rasional. Edisi I. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Kumboyono, Yulian WU, Yulinda DC. 2012. Hubungan Kepatuhan Minum Obat Dengan Pengendalian Tekanan Darah Pada Pasien Hipertensi Di Poliklinik Jantung Rumah Sakit DR. Saiful Anwar Malang. Niven, Neil 2012. Psikologi Kesehatan : Pengantar Untuk Perawatan dan Profesional Kesehatan Lain. Edisi Kedua. Jakarta : EGC. Nursalam. 2008. Konsep Dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan : Pedoman Skripsi Thesis, Dan Instrumen Penelitian Keperawatan Edisi 2. Jakarta: Salemba Medika Rodriguez,M dkk. 2005. Low-Fat Diary Consumption and Reduced Risk of Hypertension : The Seguimento Universidad de Navarra (SUN) Cohort. Am J Clin Nutr.82;972-9 S. Soemantri, Sarimawar Djaja. 2001Trend Pola Penyakit Penyebab Kematian Di Indonesia, SuveiKesehatan Rumah Tangga 1992, 1995, 2001.Balitbangkes,Depkes RI. P. 1-5 Susalit E, Kapojos JE & Lubis HR.2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam II. Jakarta : balai penerbit FKUI Tierney LM, Mc Phee SJ & Papadakis MA. 2001. Diagnosis dan Terapi Kedokteran Ilmu Penyakit Dalam. Edisi I. Jakarta: Penerbit Salemba Medika. Tim Suskernas. Laporan SKRT 2001: Faktor Risiko Penyakit Tidak Menular Studi MorbilitasDan Disabilitas. Balitbangkes, Depkes RI. 2002. P. 18-19

58

US National Institutes of Health National Heart, Lung, and Blood Institute National High Blood Pressure Education Program. 2014.The Seventh Report of the joint National Committe on Prevention, Detection, EvaluatioTreatment of High Blood Pressure. NIH Publication No. 04-5230 WHO. World Health-Organizational Society of Hypertension Guidelines far the Management of Hypertension.1999. journal of Hypertension. ;17:151-183 Yogiatoro,M.2006. Buku Ajar ilmu Penyakit Dalam. Jilid 1. Edisi IV.Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI,599

59

Related Documents

Ht
October 2019 48
Ht
May 2020 36
Salsa Ikm (1).docx
November 2019 17
Ikm Form.docx
July 2020 11

More Documents from "Ciel N"

Corporate Governance 7.docx
November 2019 19
Agama.pdf
November 2019 21
Audit Leasing.docx
November 2019 26
Diana Lapsus Anak.docx
April 2020 19
Pra-rk3k-dumara.docx
April 2020 24