Fix Mki.docx

  • Uploaded by: Irfan Amaterasu
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Fix Mki.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 2,582
  • Pages: 15
UJI KERJA SISTEM IRIGASI KENDI DI LAHAN BERPASIR PADA PERTUMBUHAN TANAMAN BAWANG MERAH (Allium ascalonicum L.) (Proposal Usul)

Oleh M. Irfansyah

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG BANDARLAMPUNG 2018

DAFTAR PUSTAKA

DAFTAR PUSTAKA.... ........................................................................................ ii I.

PENDAHULUAN ..................................................................................................... 1 1.1 Latar Belakang ........................................................................................................ 1 1.1 Rumusan Masalah.................................................................................................. 3 1.2 Tujuan Penelitian ................................................................................................... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................................... 4 2.1 Bawang Merah ........................................................................................................ 4 2.1.1 Akar.................................................................................................................... 4 2.1.2 Batang ................................................................................................................ 4 2.1.3 Daun ................................................................................................................... 5 2.1.4 Bunga ................................................................................................................. 5 2.1.5 Buah dan Biji ..................................................................................................... 5 2.1.6 Syarat Tumbuh ................................................................................................... 5 2.2 Kebutuhan Air Tanaman Bawang Merah............................................................6 2.3 Sistem Irigasi Pertanian ......................................................................................... 8 2.4 Jenis-jenis Irigasi .................................................................................................... 9 2.5 Irigasi Tetes ........................................................................................................... 10 III. METODOLOGI PENELITIAN ........................................................................... 11 3.1 Waktu dan Tempat ................................................................................................. 11 3.2 Alat dan Bahan....................................................................................................... 11 DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 12

ii

I.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki beberapa lahan berpasir di dekat pantai yang memiliki potensi untuk dilakukan kegiatan bercocok tanam. Salah satu yang dapat dibudidayakan di lahan berpasir seperti tanaman jenis holtikultura. Namun, belum banyak masyarakat yang mengetahui bahwa lahan berpasir memiliki potensi yang sangat bagus untuk dilakukukan suatu kegiatan bercocok tanam. Salah satu kendala yang dihadapi pada lahan berpasir yaitu keterbatasan akan sumber daya air, sehingga membutuhkan teknik irigasi yang hemat dalam pemakaian air. Salah satu tempat yang sudah terkenal dengan kegiatan bercocok tanam di lahan berpasir terletak di dekat pantai samas, Yogyakarta. Petani disana sudah menerapkan sistem bercocok tanam di lahan berpasir sejak puluhan tahun lamanya.

Lahan pasir merupakan lahan marjinal yang jarang digunakan untuk budidaya tanaman yang biasanya terhampar luas di daerah pantai. Hal ini berkaitan dengan anggapan bahwa lahan pasir hanya memiliki sedikit potensi untuk berbudidaya tanaman khususnya sektor pertanian tanaman pangan. Tanah berpasir memang sulit untuk dapat menyimpan air dan tekstur tanahnya yang gembur serta miskin akan unsur hara membuat tanah berpasir daerah pantai kurang diminati bagi petani.

Air merupakan salah satu faktor penting dalam menunjang kehidupan bagi makhluk hidup salah satunya pada proses budidaya tanaman di lahan pasir. Air dibutuhkan untuk proses pertumbuhan dan reproduksi bagi tanaman. Sumber air

1

yang dibutuhkan pada kegiatan budidaya tanaman berasal dari air hujan maupun berasal dari irigasi. Kebutuhan tanaman akan air digunakan untuk mengganti air yang hilang akibat penguapan, baik penguapan yang melalui permukaan tanaman maupun permukaan tanah atau evapotranspirasi. Salah satu sumber air pada kegiatan budidaya tanaman di lahan berpasir yaitu irigasi. Irigasi merupakan usaha penyediaan dan pengaturan air untuk menunjang pertanian yang jenisnya meliputi irigasi air permukaan, irigasi air bawahtanah, irigasi pompa dan irigasi rawa. Semua proses kehidupan dan kejadian di dalam tanah yang merupakan tempat media pertumbuhan tanaman hanya dapat terjadi apabila ada air, baik bertindak sebagai pelaku (subjek) atau air sebagai media (objek). Proses-proses utama yang menciptakan kesuburan tanah atau sebaliknya yang mendorong degradasi tanah hanya dapat berlangsung apabila terdapat kehadiran air. Oleh karena itu, tepat kalau dikatakan air merupakan sumber kehidupan.

Analisis kebutuhan air irigasi merupakan salah satu tahap penting yang diperlukan dalam perencanaan dan pengelolaan sistern irigasi. Kebutuhan air tanaman didefinisikan sebagai jumlah air yang dibutuhkan oleh tanaman pada suatu periode untuk dapat tumbuh dan produksi secara normal. Kebutuhan air nyata untuk areal usaha pertanian meliputi evapotranspirasi (ET), sejumlah air yang dibutuhkan untuk pengoperasian secara khusus seperti penyiapan lahan dan penggantian air, serta kehilangan selama pemakaian. (Sudjarwadi 1990).

Salah satu teknik irigasi yang diterapkan di lahan berpasir yaitu irigasi kendi. Dengan sistem irigasi kendi, pemberian air pada tanaman tidak perlu diberikan setiap hari tetapi cukup dengan memperhatikan ketersediaan jumlah air di dalam kendi yang dapat dilakukan dalam jangka waktu tertentu. Irigasi kendi bekerja berdasarkan sistem osmosis, yaitu terjadinya aliran air dari dalam kendi ke dinding kendi yang dibuat porus, kemudian mengalir ke tanah sekitar perakaran tanaman berdasarkan perbedaan potensial matriks antara tanah dan dinding kendi.

2

1.1 Rumusan Masalah Masalah yang dirumuskan dalam penelitian ini yaitu: 1. Apakah sistem irigasi kendi dapat memenuhi kebutuhan air pada tanaman bawang merah? 2. Bagaimana pola irigasi yang terbaik dalam memenuhi kebutuhan air tanaman bawang merah untuk meningkatkan produktivitas yang tinggi?

1.2 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini yaitu: 1. Menentukan pola pembasahan pada irigasi kendi bagi tanaman bawang merah

3

II.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Bawang Merah Menurut

Rahayu

dan

Berlian

(1999)

tanaman

bawang

merah

dapat

diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom

: Plantae

Divisio

: Spermatophyta

Subdivisio

: Angiospermae

Kelas

: Monocotyledonae

Ordo

: Liliales

Family

: Liliaceae

Genus

: Alium

Spesies

: Alium ascalonicum L.

2.1.1 Akar Tanaman bawang merah berakar serabut dengan sistem perakaran dangkal dan bercabang terpencar, pada kedalaman antara 15-20 cm di dalam tanah. Jumlah perakaran tanaman bawang merah dapat mencapai 20-200 akar. Diameter bervariasi antara 5-2 mm. Akar cabang tumbuh dan terbentuk antara 3-5 akar (AAK, 2004). 2.1.2 Batang Memiliki batang sejati atau disebut “discus” yang berbentuk seperti cakram, tipis dan pendek sebagai tempat melekatnya akar dan mata tunas (titik tumbuh), diatas

4

discus terdapat batang semu yang tersusun dari pelepah-pelepah daun dan batang semua yang berada di dalam tanah berubah bentuk dan fungsi menjadi umbi lapis (Sudirja, 2007).

2.1.3 Daun Beerbentuk silinder kecil memanjang antara 50-70 cm, berlubang dan bagian ujungnya meruncing, berwarna hijau muda sampai tua, dan letak daun melkat pada tangkai yang ukurannya relatif pendek (Sudirja, 2007).

2.1.4 Bunga Tangkai bunga keluar dari ujung tanaman (titik tumbuh) yang panjangnya antara 30-90 cm, dan di ujungnya terdapat 50-200 kuntum bunga yang tersusun melingkar (bulat) seolah berbentuk payung. Tiap kuntum bunga terdiri atas 5-6 helai daun bunga yang berwarna putih, 6 benang sari berwarna hijau atau kekuning-kuningan, 1 butik dan bakal buah terbentuk hampir segitiga (Sudirja, 2007).

2.1.5 Buah dan Biji Buah berbentuk bulat dan ujungnya tumpul membungkus biji berjumlah 2-3 butir. Bentuk biji pipih, sewaktu muda berwarna bening atau putih, tetapi setelah tua menjadi hitam. Biji-biji berwarna merah dapat dipergunakan sebagai bahan perbanyak tanaman secara generatif (Rukmana, 1995). 2.1.6 Syarat Tumbuh a. Iklim

Bawang merah dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik di dataran rendah sampai dataran tinggi ± 1.100 m (ideal 0-800 m) diatas permukaan laut, tetapi produksi terbaik dihasilkan dari dataran rendah yang didukung keadaan iklim meliputi suhu udara antara 25-32 C dan iklim kering, tempat terbuka dengan

5

pencahayaan ± 70%, karena bawang merah merupakan tanaman yang memerlukan sinar matahari cukup panjang, tiupan angin sepoi-sepoi berpengaruh baik bagi tanaman terhadap laju fotosintesis dan pembentukan umbinya akan tinggi (BPPT, 2007)

Angin merupakan faktor iklim berpengaruh terhadap pertumbuhan bawang merah. Sistem perakaran bawang merah yang sangat dangkal, maka angin kencang yang berhembus terus menerus secara langsung dapat menyebabkan kerusakan tanaman. Tanaman bawang merah sangat rentan terhadap curah hujan tinggi. Curah hujan yang sesuai dengan pertumbuhan tanaman bawang merah adalah antara 300-3500 mm/tahun (Deptan, 2007)

b. Tanah

Tanaman bawang merah dapat ditanam di dataran rendah maupun dataran tinggi, yaitu ketinggian antara 0-1.000 m dpl. Meskipun demikian ketinggian optimalnya adalah 0-400 m dpl aja. Secara umum tanah yang dapat ditanamai bawang merah adalah tanah yang remah sedang sampai liat, drainase yang baik, penyinaran matahari minimum 70% (BPPT, 2007).

Bawang merah tumbuh baik pada tanah subur, gembur dan banyak mengandung bahan organik dengan dukungan jenis tanah lempung berpasir atau lempung berdebu, drajad keasaman tanah (pH) tanah untuk bawang merah antara 5,5-6,5, tata air (drainase) dan tata udara (aerasi) dalam tanah berjalan baik, tidak boleh ada genangan (Sudirja, 2007).

2.2 Kebutuhan Air Tanaman Bawang Merah

Pemberian air harus disesuaikan dengan kebutuhan air tanaman (crop water requirement) agar irigasi menjadi efisien. Kebutuhan air tanaman adalah jumlah air yang digunakan untuk memenuhi evapotranspirasi tanaman agar dapat tumbuh

6

normal atau dengan kata lain merupakan air irigasi yang diperlukan untuk memenuhi evapotranspirasi dikurangi curah hujan efektif (Dastane, 1974).

Evapotranspirasi tanaman merupakan kebutuhan air tanaman yang dibatasi sebagai kedalaman air yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman yang optimal dalam keadaan bebas penyakit, tumbuh tanpa stagnasi dari kadar air tanah dan kesuburan serta lingkungan sekitarnya. Besarnya evapotranspirasi tanaman dipengaruhi oleh faktor iklim, jenis tanaman, dan fase pertumbuhan tanaman. Kondisi lahan pertanian seperti jenis dan sifat tanah, keadaan topografi dan luas areal pertanaman juga mempengaruhi kebutuhan air tanaman (Doorenbos dan Pruit 1977).

Kebutuhan air tanaman serta konsep keseimbangan air yang akan membantu menetapkan waktu tanam yang tepat pada daerah tertentu sehingga tanaman terhindar dari air yang berlebih dan juga keterbatasan air.Dengan demikian perlu dilakukan analisis neraca air lahan yang dapat digunakan sebagai informasi tentang kapan awal penggunaan air tanah untuk proses evapotranspirasi,waktu terjadi surplus (kelebihan) air dalam tanah, waktu terjadi deficit (kekurangan) air dalam tanah dan kapan saat yang tepat untuk pengisian kembali air tanah. Hal tersebut diatas sangat berguna untuk para pelaku irigasi dalam menentukan jadwal irigasi. Kadar air dalam tanah hanya bisa berkurang melalui proses evapotranspirasidan drainase dalam tanah (Prijono, 2009).

Air diberikan dengan cara mengalirkannya melalui selokan antar bedengan sebatas perakaran dan dibiarkan meresap dalam bedengan hingga basah, atau dengan cara menyiramnya dengan gembor. Pemberian air sebaiknya dilaksanakan pada sore hari dengan interval pelaksanaan 4-7 hari sekali. Padaperiode kritis yaitu fase perbanyakan (tanaman berumur 7-20 hari), dan fase pembesaran umbi (tanaman berumur 35-50 hari), diperlukan pengairan dengan interval 2-4 hari sekali. Pada akhir pemasakan umbi tanaman hanya memerlukan sedikit air karena air yang berlebih dapat menyebabkan umbi busuk (Rahayu, 2007).

7

2.3 Sistem Irigasi Pertanian Irigasi adalah kegiatan-kegiatan yang bertalian dengan usaha mendapatkan air sawah, ladang, perkebunan dan lain-lain usaha pertanian, rawa-rawa, perikanan. Usaha tersebut utama menyangkut pembuatan sarana dan prasarana untuk membagi-bagikan air ke sawah-sawah secara teratur dan membuang air kelebihan yang tidak diperlukan lagi usaha pertanian. Berdasarkan definisi irigasi maka tujuan dari irigasi adalah sebagai berikut. Tujuan irigasi secara langsung adalah membasahi tanah, agar dicapai suatu kondisi tanah yang baik untuk pertumbuhan tanaman dalam hubungannya dengan presentase kandungan air dan udara di antara butir-butir tanah. Pemberian air dapat juga mempunyai tujuan sebagai bahan pengangkut bahan-bahan pupuk untuk perbaikan tanah. Tujuan Irigasi secara tidak langsung adalah pemberian air yang dapat menunjang usaha pertanian melalui berbagai cara antara lain, mengatur suhu tanah, membersihkan tanah dari unsur-unsur racun, memberantas hama penyakit, mempertinggi muka air tanah, membersikan buangan air dan kolmatasi (Sudjarwadi 1987).

Irigasi secara umum didefenisikan sebagai penggunaan air pada tanah untuk keperluan penyediaan cairan yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tanam– tanaman. Pemberian air irigasi dapat dilakukan dalam lima cara: (1) dengan penggenangan (flooding);(2)dengan menggunakan alur, besar atau kecil; (3) dengan menggunakan air di bawah permukaan tanah melalui sub irigasi, sehingga menyebabkan permukaan air tanah naik; (4) dengan penyiraman (sprinkling); atau dengan sistem cucuran (trickle) (Hansen,1986).

Pengaruh air irigasi pada tanah yang dialirinya dapat bersifat netral, implementer, memperkaya ataupun memiskinkan. Air irigasi bersifat netral yaitu didapatkan pada tanah-tanah yang menerima pengairan dari air yang berasal dan memlalui daerah aliran yang memiliki jenis tanah yang sama dengan tanah yang dialiri. Sifat suplementer dijumpai pada tanah yang telah kehilangan unsur-unsur hara akibat pencucian dan mendapatkan unsur-unsur hara lain dari air irigasi. Air irigasi bersifat memperkaya tanah apabila kandungan unsur hara akibat dari pengairan lebih besar jumlahnya daripada unsure hara yang hilang karena paen, 8

drainase atau pengairan. Pencucian unsur hara dari permukaan kompleks adsorpsi dan larutan tanah oleh air irigasi bersifat memiskinkan tanah ( Suyana et al, 1999).

2.4 Jenis-jenis Irigasi Secara garis besar, terdapat dua jenis teknik irigasi yaitu sistem irigasi permukaan tanah (surface irrigation) dan sistem irigasi bawah permukaan tanah (subsurface irrigation). Irigasi permukaan tanah ini merupakan sistem irigasi yang memberikan air di atas permukaan tanah. Mekanisme irigasi permukaan tanah ini yaitu sebagian air yang dialirkan pada permukaan tanah tersebut masuk ke dalam tanah melalui proses infiltrasi dan atau perkolasi, sedangkan sebagian hilang saat proses evaporasi dan atau limpasan (runoff). Salah satu kelemahan irigasi permukaan tanah ini adalah persentase kehilangan air yang tinggi akibat proses evaporasi yang terjadi (Kurnia, 2004).

Berdasarkan cara pemberiannya, irigasi dibedakan menjadi empat sistem yaitu sistem irigasi permukaan (surface irrigation), curah (sprinkler), tetes (drip/trickle) dan sistem irigasi bawah permukaan (subsurface irrigation).99Sistem irigasi permukaan (surfaceirrigation) yaitu langsung memberikan air ke lahan pertanian dengan cara gravitasi atau penyiraman langsung. Irigasi dengan menggunakan cara gravitasi memiliki tingkat efisiensi pada petak sawah sebesar 55,70% (Akmal dkk, 2014).

Berbeda

halnya

dengan

sistem

irigasi

bawah

permukaan

tanah

(subsurfaceirrigation). Sistem irigasi bawah permukaan tanah (subsurface irrigation) merupakam sistem irigasi yang memberikan air secara langsung pada zona perakaran tanaman.Sehingga persen kehilangan air saat evaporasi sangat rendah dan efisiensi penggunaan air pada irigasi bawah permukaan tanah ini lebih maksimal dibandingkan dengan irigasi permukaan tanah. Hal tersebutlah yang menjadi keunggulan dari sistem irigasi bawah permukaan tanah, selain itu

9

limpasan (run off) tidak terjadi saat menggunakan sistem irigasi bawah permukaan tanah ini. Proses pemberian air pada sistem irigasi bawah permukaan tanah harus menggunakan alat-alat aplikasi irigasi. Untuk alat aplikasi irigasi bawah permukaan tanah tersebut, harus terbuat dari bahan yang dapat merembeskan air, seperti pot/kendi, pipa poros, selang, pipa PVC, dan lain sebagainya. Alat yang digunakan untuk irigasi bawah permukaan tanah juga harus terbuat dari bahan yang cukup kuat untuk menahan gaya dari dalam tanah atau luar permukaan tanah (Ashrafi dkk, 2002).

2.5 Irigasi Tetes Penggunaan sistem irigasi tetes dikalangan petani masih sangat minim. Hal ini dikarenakan perlunya biaya yang sangat mahal dalam membuat instalansi jaringan irigasi tetes ini. Namun bila semua komponen penyusunnya diganti dengan yang lebih sederhana tetapi kegunaannya tetap sama, maka sudah pasti petani akan mendapatkan keuntungan yang lebih besar. Pada hakekatnya teknologi ini sangat cocok diterapkan pada kondisi lahan berpasir, air yang sangat terbatas, iklim yang kering dan komoditas yang diusahakan mempunyai nilai ekonomi yang tinggi (Buckman, 1982).

Cara pemberian irigasi yang tidak tepat menjadi penyebab utama rendahnya produktivitas tanaman . Hal ini terlihat jelas dari sebagian besar tanaman yang mati disebabkan terjadinya pembusukan akar akibat kelebihan air yang diberikan, karena pemberian irigasi sistem tradisional yang diterapkan petani memberikan air tanpa adanya takaran yang sesuai dengan kebutuhan tanaman. Penelitian tentang aplikasi sistem irigasi tetes pada tanaman yang sesuai dengan kebutuhan tanaman, hemat air, sederhana dan mudah diterapkan pada pertanian lahan kering perlu dikembangkan (Hadiutomo, 2012).

10

III.

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelititian ini dilaksanakan pada bulan Juli-Agustus 2018. Analisa pembahasan dilakukan di Laboratorium Daya Alat Mesin Pertanian dan Laboratorium Rekayasa Sumber Daya Air dan Lahan, Jurusan Teknik Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

3.2 Alat dan Bahan Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah kendi, pipa, meteran dan cangkul.

Sedangkan bahan yang digunaka yaitu benih bawang merah, dan air.

11

DAFTAR PUSTAKA

AAK, 2004. Pedoman Bertanam Bawang, Kanisius, Yogykarta. Hlm 18.

Akmal, Masimin, dan E.Melinda. 2014. Efisiensi Irigasi Pada Petak Tersier di Daerah Irigasi Lawe Bulan Kabupaten Aceh Tenggara.Jurnal Teknik Sipil Pascasarjana Universitas Syiah Kuala.3(3): 20-37

Ashrafi, S., A.D. Gupta,M.S.Babel, M.Izumi,and R. Loof. 2002. Simulation of Infiltration from Porous Clay Pipe in Subsurface Irrigation. Hydrological Sciences-Journal-des SciencesHydrologiques. 47(2):253-268.

Buckman dan N.C. Brady, 1982. Ilmu Tanah. Bhatara Karya Aksara, Jakarta.

BPPT, 2007. Teknologi Budidaya Tanaman Pangan.

Deptan, 2007. Pengenalan dan Pengendalian OPT Benih Holtikultura.

Dastane, N.G. 1974. Effective Rainfall in Irrigated Agriculture. FAO Irrigation and Drainage Paper. FAO, UN. Rome. 84 p

Doorenbos, J. and W.O. Pruit. 1977. Guideline for Predicting Crop Water Requirement. FAO Irrigation and Drainage Paper. Vol. 24. Rome. 91 p

Hadiutomo, K. 2012. Mekanisasi Pertanian. IPB Press. Bogor.

12

Hansen, V. E., O. W. Israelsen, dan G. E. Stringham. 1979. Irrigation Principles and Practices. New York. John Wiley and Sons.

Kusnandi, D.K. & A. Sapei. 1992. Fisika Lengas Tanah. JICA-DGHE/IPB Project/ADAET. Institut Teknologi Bogor, Bogor. 165 hlm .

Prijono.S.

2009.

Agrohidrologi

Praktis.

Penerbit

Cakrawala

Indonesia.

Malang.160 hal. Malang.

Rahayu, E, dan Berlian,N. V. A, 1999. Bawang Merah. Penebar Swadaya, Jakarta Hlm 4.

Rukmana, R, 1990. Merah Budidaya dan Pasca Panen. . Kanisius, Jakarta, Hlm 18.

Sudirja, 2007. Pedoman BertanamBawang. Kanisius, Yogyakarta

Sudjarwadi, 1990. Teori dan Praktek Irigasi. Pusat Antar Universitas Ilmu Teknik, UGM, Yogyakarta.

Suyana, at al.1999. Evaluasi Sumbangan Hara dan Kualitas Air dari Irigasi Bengawan Solo. Laporan Penelitian. LembagaPenelitian Universitas Negeri Sebelas Maret. Surakarta

13

Related Documents

Fix
October 2019 76
Fix Fix Skaliii.docx
May 2020 43
Odira Energy Fix Fix
August 2019 59
Fix Lapkas.docx
December 2019 28
Modul Fix
October 2019 36

More Documents from "Aisyah Pratiwi"