INITIAL ASSESSMENT (PRIMARY SURVEY ABCDE)
DISUSUN OLEH :
1. AHMADAN NUR
NIM 17.11.4066.E.A.0002
2. SARAH
NIM 17.11.4066.E.A.0023
3. SHERINA
NIM 17.11.4066.E.A.0024
YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM KALTIM AKADEMI KEPERAWATAN YARSI SAMARINDA TAHUN AKADEMIK 2017/2018
Latar Belakang Assasment atau pengkajian adalah tahap pertama dalam proses keperawatan. Dakam pelaksanaannya assasment pengkajian merupakkan proses yang berkelanjutan dimana pada fase tersebut data objektif dan subjektif dikumpulkan. Disapping gawatdarurat, assasment (pengkajian) ditujukan untuk dapat mengidentifikasi kondisi pasien dan resiko yang dapat mengancam kondisi pasien. Assasment diarea gawat darurat dilakukan melalui primary survey dan secondary survey. Initial Assessment adalah Penilaian awal korban cedera kritis akibat cedera multipel merupakan tugas yang menantang, dan tiap menit bisa berarti hidup atau mati. Sistem Pelayanan Tanggap Darurat ditujukan untuk mencegah kematian dini (early) karena trauma yang bisa terjadi dalam beberapa menit hingga beberapa jam sejak cedera (kematian segera karena trauma, immediate, terjadi saat trauma. Perawatan kritis, intensif, ditujukan untuk menghambat resiko kecacatan dan bahkan kematian. Hal ini bisa saja terjadi karena trauma yang terjadi dalam beberapa hari hingga beberapa minggu setelah trauma tidak mendapatkan penanganan yang optimal. Berdasarkan kasus diatas, penilaian awal merupakan salah satu item kegawatdaruratan yang sangat mutlak harus dilakukan untuk mengurangi resiko kecacatan, bahkan kematian (Suryono, bambang dkk.2008). Tujuan initial assessment yaitu, untuk menentukkan kualitas penilaian pada penderita multi trauma menerapkan prinsip primary survey dan secondary survey pada penderita multi trauma, menerapkan cara dan Teknik terapi baik pada fase resusitasi, dan mengenal riwayat dan mekanisme cidera dan membantu dalam diagnosis. Primary survey adalah penilaian yang cepat dan sistematis yang bertujuan untuk mengidentifikasi dan mengenali kondisi yang mengancam hidup pasien dan menginisiasi treatment sesegera mungkin. Primary survey disetting gawat darurat dilakukan degan pendekatan pengkajian melalui : insfeksi, auskultasi, palpasi, dan perkusi. Primary survey menyediakan evaluasi yang sistematis, pendeteksian dan manajemen segera terhadap komplikasi akibat trauma parah yang mengancam kehidupan. Tujuan dari primary survey adalah untuk mengidentifikasi dan memperbaiki
2
dengan segera masalah yang megancam kehidupan. Prioritas yang dilakukan pada primary survey antara lain (full de, 2009) : airway maintinace, dengan cervical spine proction, breathing, and eksternal oxygenation, circulation dan control perdarahan, disability-pemeriksaan neurologis singkat, dan exposure dengan control lingkungan. Sangat penting untuk ditekan kan pada melakukan primary survey bahwa setiap langkah yang harus dilakukan dalam urutan yang benar dan langkah berikutnya hanya dilakukan jika langkah sebeluumnya telah sepenuhnya dinilai dan berhasil. Setiap anggota tim dapat melaksanakan tugas sesuai urutan sebagai sebuah tim dan anggota yang telah dialokasikan peran tertentu seperti airway, breathing, circulation, disability dan exposure, sehingga akan sepenuhnya menyadari mengenai pembagian waktu dalam keterlibatan mereka (Amarican College of Surgeons, 1997). Primary survey perlu terus dilakukan berulang-ulang pada seluruh tahapan awal manajemen. Kunci untuk perawatan trauma yang baik adalah penilaian yang terarah, kemudian diikuti oleh pemberian intervensi yang tepat dan sesuai serta pengkajian ulanh melalui pendekatan AIR (Assasment, Intervation, Reassasment). Primary survey dilakukan mulai tahapan antara lain (Gilbert., D’Shouza., & Pletz, 2011) General Impression : (1) memeriksa kondisi yang mengancam nyawa secara umum, (2) menentukan keluhan utama atau mekanise cidera (3) menentukan status mental dan orientasi (waktu, tempat dan orang). Isi A: Airway, tindakan pertama kali yang harus dilakukan adalah memeriksa respon sifitas pasien dengan mangajak pasien berbicara untuk memastikan adanya jalan nafas. Seorang pasien ketika dapat berbicara dengan jelas maka jalan nafas pasien terbuka (thygerson, 2011). Pasien yang tidak sadar mungkin meemrlukan bantuan airway dan ventilasi. Tulang belakang leher harus dilindungi salama intubasi endotrakeal jika dicurigai terjadi cedera pada kepala, leher, atau dada. Abstruksi jalan nafas paling sering disebabkan oleh obstruksi lidah pada kondisi pasien tidak sadar (Wilkinson & Skinner, 2000). Yang perlu diperhatikan dalam pengkajian airway pada pasien antara lain: 3
Kaji kepatenan jalan nafas pasien. Apakah pasien dapat berbicara atau benrnafas dengan bebas.
Penyempitan jalan nafas disebabkan karena: gaya hidup yang tidak sehat, udara dingin, daya tahan tubuh yang lemah, virus, bakteri bahkan juga akibat sering merokok.
Tanda-tanda terjadinya obstruksi jalan nafas pada pasien antara lain: adanya snoring atau gurgling, stridor atau suara napas tidak normal, agitasi (hipoksia), penggunaan otot bantu pernapasan/paradoxical chest movements, sianosis.
Jika terjadi obstruksi jalan napas, maka pastikan jalan nafas pasien terbuka.
Lindungi tulang belakang dari gerakan yang tidak perlu pada pasien yang berisiko untuk mengalami cedera tulang belakang.
Gunakan berbagai alat bantu untuk mempatenkan jalan nafas pasien sesuai indikasi:
Chin lift/jaw thrust
Lakukan suction (jika tersedia)
4
Oropharyngeal airway/nasopharyngeal airway
Laryngeal mask airway
5
Lakukan intubasi
B: Breathing, pengkajian pada penafasan dilakukan untuk menilai kepatenan jalan nafas dan keadekuatan pernafasan pada pasien. Jika pernafasan pada pasien tidak memadai, maka langkah-langkah yang harus dipertimbangkan adalah: dekompresi dan drainase tension pneumothorax/haemothorax, closure of open chest injury dan ventilasi buatan (Wilkinson & skinner, 2000). Yang perlu diperhatikan dalam pengkajian breathing pada pasien antara lain:
Kaji adanya masalah pernafasan yang mengancam jiwa lainnya dan berikan terapi sesuai kebutuhan.
Buka dada pasien dan observasi pergerakan dinding dada pasien jika perlu.
Tentukan laju dan tingkat kedalaman nafas pasien ; kaji lebih lanjut mengenai karakter dan kualitas pernafasan pasien.
Dapatkan bacaan fulse oxymetri jika diperlukan.
Pemberian intervensi untuk ventilasi yang tidak adekuat dan/oksigenisasi: pemberian terapi oksigen, Bag-valve masker, intubasi (endotrakeal atau nasal dengan konfirmasi penetapan yang benar). Jika diindikasikan, catatan: devibriasi tidak boleh ditunda untuk advanced airway procedures.
6
C: Circulation, Shock didefinisikan sebagai tidak adekuatnya perfusi organ dan oksigenasi jaringan. Hipovolemia adalah penyebab syok paling umum pada trauma. Diagnosis shock didasarkan pada temuan klinis: hipotensi, takikardia, takipnea, hipotermia, pucat, ekstremitas dingin, penurunan capillary refill, dan penurunan produksi urin. Oleh karena itu, dengan adanya tanda-tanda hipotensi merupakan salah satu alasan yang cukup aman untuk mengasumsikan telah terjadi perdarahan dan langsung mengarahkan tim untuk melakukan upaya menghentikan pendarahan. Penyebab lain yang mungkin membutuhkan perhatian segera adalah: tension pneumothorax, cardiac tamponade, cardiac, spinal shock dan anaphylaxis. Semua perdarahan eksternal yang nyata harus diidentifikasi melalui paparan pada pasien secara memadai dan dikelola dengan baik (Wilkinson & Skinner, 2000).. Langkah-langkah dalam pengkajian terhadap status sirkulasi pasien, antara lain :
Cek nadi dan mulai lakukan CPR jika diperlukan.
CPR harus terus dilakukan sampai defibrilasi siap untuk digunakan.
Kontrol perdarahan yang dapat mengancam kehidupan dengan pemberian penekanan secara langsung.
Palpasi nadi radial jika diperlukan: Menentukan ada atau tidaknya, Menilai kualitas secara umum (kuat/lemah), Identifikasi rate (lambat, normal, atau cepat), Regularity
Kaji kulit untuk melihat adanya tanda-tanda hipoperfusi atau hipoksia (capillary refill). D: Disability, Pada primary survey, disability dikaji dengan menggunakan skala
AVPU : A - alert, yaitu merespon suara dengan tepat, misalnya mematuhi perintah yang diberikan, V - vocalises, mungkin tidak sesuai atau mengeluarkan suara yang tidak bias dimengerti, P - responds to pain only (harus dinilai semua keempat tungkai jika ekstremitas awal yang digunakan untuk mengkaji gagal untuk merespon), U unresponsive to pain, jika pasien tidak merespon baik stimulus nyeri maupun stimulus verbal.
7
Mengukur tingkat kesadaran secara kualitatif, (1) compos mentis (conscious), yaitu kesadaran normal, sadar sepenuhnya, dapat menjawab semua pertanyaan tentang keadaan sekelilingnya. (2) apatis, yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan dengan sekitarnya, sikapnya acuh tak acuh. (3) Delirium, yaitu gelisah, disorientasi (orang, tempat, waktu), memberontak, berteriak-teriak, berhalusinasi, kadang berkhayal. (4) Sumnolen (Obtundasi, Letargi), yaitu kesadaran menurun, respon psikomotor yang lambat, mudah tertidur, namun kesadaran dapat pulih bila dirangsang (mudah dibangunkan tertidur lagi, mampu memberi jawaban verbal. Mengukur tingkat kesadaran secara kuantitatif dengan GCS (Glasgow Coma Scale), 1) menilai respon membuka mata (E): (4) spontan, (3) dengan rangsangan suara (seluruh pasien membuka mata) (2) dengan rangsang nyeri (berikan rangsang nyeri, misalnya menekan kuku), (1) tidak adarespon. 2) menilai respon Verbal/respon Bicara (V): (5) orientasi baik, (4) bingung, berbicara mengacau (sering bertanya berulang-ulang ) disorientasi tempat dan waktu, (3) kata-kata saja (berbicara tidak jelas, tapi kata-kata masih jelas, namun tidak dalam satu kalimat. Misalnya “aduh…, bapak…”), (2) suara tanpa arti (mengerang), (1) tidak ada respon. 3). Menilai respon motorik (M) (6): mengikuti perintah, (5): melokalisir nyeri (menjangkau & menjauhkan stimulus saat diberi rangsang nyeri), (4): withdraws (menghindar / menarik extremitas atau tubuh menjauhi stimulus saat diberi rangsang nyeri) (3) flexi abnormal (tangan satu atau keduanya posisi kaku diatas dada & kaki extensi saat diberi rangsang nyeri), (2) extensi abnormal (tangan satu atau keduanya extensi di sisi tubuh, dengan jari mengepal & kaki extensi saat diberi rangsang nyeri), (1) : tidak ada respon. Hasil pemeriksaan tingkat kesadaran berdasarkan GCS disajikan dalam simbol E, V, M. Selanutnya nilai-nilai dijumlahkan. Nilai GCS yang tertinggi adalah 15 yaitu E4V5M6 dan terendah adalah 3 yaitu E1V1M1. Setelah dilakukan scoring maka dapat diambil kesimpulan: (Compos Mentis (GCS: 15-14) / Apatis (GCS: 13-12) / Somnolen(11-10) / Delirium (GCS: 9-7)/ Sporo coma (GCS: 6-4) / Coma (GCS: 3)) E: Exsposure, menanggalkan pakaian pasien dan memeriksa cedera pada pasien. Jika pasien diduga memiliki cedera leher atau tulang belakang, imobilisasi in-line penting untuk dilakukan. Lakukan log roll ketika melakukan pemeriksaan pada 8
punggung pasien. Yang perlu diperhatikan dalam melakukan pemeriksaan pada pasien adalah mengekspos pasien hanya selama pemeriksaan eksternal. Setelah semua pemeriksaan telah selesai dilakukan, tutup pasien dengan selimut hangat dan jaga privasi pasien, kecuali jika diperlukan pemeriksaan ulang (Thygerson, 2011). Dalam situasi yang diduga telah terjadi mekanisme trauma yang mengancam jiwa, maka Rapid Trauma Assessment harus segera dilakukan: Lakukan pemeriksaan kepala, leher, dan ekstremitas pada pasien, Perlakukan setiap temuan luka baru yang dapat mengancam nyawa pasien luka dan mulai melakukan transportasi pada pasien yang berpotensi tidak stabil atau kritis (Gilbert., D’Souza., & Pletz, 2009).
9
Analisis A - Airway: apakah paten airway? Jika pasien merespons dengan suara normal, maka jalan nafasnya paten. Obstruksi jalan nafas bisa sebagian atau lengkap. dengan lima dorongan perut sampai obstruksi berkurang. Jika korban menjadi tidak sadar, panggil bantuan dan mulai resusitasi kardiopulmoner sesuai pedoman. Yang penting, oksigen aliran tinggi harus disediakan untuk semua orang yang sakit kritis secepat mungkin. B - Breathing: apakah bernafas cukup? Di semua pengaturan, dimungkinkan untuk menentukan laju pernapasan,periksa gerakan dinding toraks untuk mendapatkan simetri dan penggunaan otot pernapasan tambahan, dan perkusi dada untuk kebodohan atau resonansi sepihak. Sianosis, leher buncit vena, dan lateralisasi trakea dapat diidentifikasi. Jika stetoskop tersedia, auskultasi paru harus dilakukan dan, jika mungkin, oximeter pulsa harus diterapkan. Ketegangan pneumotoraks harus segera diatasi dengan memasukkan kanula tempat ruang interkostal kedua melintasi garis midclavicular (thoracocentesis jarum). Bronkospasme harus diobati dengan inhalasi. Jika pernapasan tidak mencukupi, ventilasi dengan bantuan harus dilakukan dengan memberikan napas penyelamatan dengan atau tanpa penghalang alat. Personil yang terlatih harus menggunakan topeng tas jika ada. C - Circulation: adalah sirkulasi cukup? Waktu pengisian kapiler dan denyut nadi dapat dinilai dalam pengaturan apa pun. Inspeksi kulit memberi petunjuk Tanda-tanda jalan napas sebagian terhambat termasuk suara yang berubah, pernapasan bising (mis. stridor), dan usaha pernapasan yang meningkat. Dengan jalan napas yang benar-benar terhambat, tidak ada respirasi meskipun ada usaha keras (yaitu, respirasi paradoks, atau tanda "lihat-lihat"). Tingkat kesadaran yang berkurang adalah penyebab umum jalan napas obstruksi, sebagian atau lengkap. Tanda parsial obstruksi jalan napas dalam keadaan tidak sadar sedang mendengkur. Obstruksi jalan nafas yang tidak diobati dapat dengan cepat menyebabkan penyakit jantung menangkap. Semua profesional perawatan kesehatan, terlepas dari pengaturannya, dapat menilai jalan napas seperti yang dijelaskan dan menggunakan head-tilt dan manuver angkat dagu untuk membuka jalan napas. Dengan peralatan yang tepat, 10
hisap saluran udara untuk menghapus penyumbatan, misalnya, darah atau muntah, direkomendasikan. Jika memungkinkan, benda asing yang menyebabkan obstruksi jalan napas harus Dihilangkan. Dalam hal obstruksi jalan napas lengkap, pengobatan harus diberikan sesuai dengan pedoman saat ini. Di singkat, untuk pasien yang sadar memberikan lima pukulan kembali bergantian masalah peredaran darah. Perubahan warna, berkeringat, dan penurunan tingkat kesadaran adalah tanda-tanda penurunan perfusi. Jika stetoskop tersedia, auskultasi jantung harus dilakukan. Pemantauan dan elektrokardiografi pengukuran tekanan darah juga harus dilakukan sebagai secepatnya. Hipotensi adalah klinis merugikan yang penting tanda. Efek hipovolemia dapat dikurangi dengan menempatkan pasien dalam posisi terlentang dan meninggikan pasien kaki. Akses intravena harus diperoleh segera mungkin dan salin harus diinfuskan D - Disabilitas: berapakah levelnya kesadaran? Tingkat kesadaran dapat dinilai dengan cepat menggunakan Metode AVPU, di mana pasien dinilai sebagai waspada (A), suara responsif (V), responsif nyeri (P), atau tidak responsif (U). Atau, Glasgow Coma Score dapat digunakan.16 Limb gerakan harus diperiksa untuk mengevaluasi tanda - tanda potensial lateralisasi. Perawatan segera terbaik untuk pasien dengan kondisi otak primer adalah stabilisasi jalan napas, pernapasan, dan sirkulasi. Khususnya, ketika pasien hanya rasa sakit yang responsif atau tidak responsif, patensi jalan nafas harus memastikan, dengan menempatkan pasien pada posisi pemulihan, dan memanggil personel yang memenuhi syarat untuk mengamankan jalan napas. Pada akhirnya, intubasi mungkin diperlukan. Refleks cahaya pupil harus dievaluasi dan glukosa darah diukur. A menurun tingkat kesadaran karena glukosa darah rendah dapat dikoreksi dengan cepat dengan glukosa oral atau infus. E - Exposure: petunjuk apa pun untuk dijelaskan kondisi pasien? Tanda-tanda trauma, perdarahan, reaksi kulit (ruam), jarum tanda, dll, harus diperhatikan. Mengangkat martabat dalam pikiran pasien, pakaian harus dilepas untuk memungkinkan pemeriksaan fisik menyeluruh untuk dilakukan. Tubuh suhu dapat diperkirakan dengan merasakan kulit atau menggunakan termometer saat tersedia.
11
Kesimpulan Initial Assessment adalah Penilaian awal korban cedera kritis akibat cedera multipel merupakan tugas yang menantang, dan tiap menit bisa berarti hidup atau mati. Sistem Pelayanan Tanggap Darurat ditujukan untuk mencegah kematian dini (early) karena trauma yang bisa terjadi dalam beberapa menit hingga beberapa jam sejak cedera (kematian segera karena trauma, immediate, terjadi saat trauma.
12
Daftar Pustaka
American College of Surgeon, 1997, Advanced Trauma Life Support (ATLS), United States of America, Diterjemahkan oleh IKKBI Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Gejala Penyempitan Saluran Pernafasan, http://www.tribunnews.com/tribunners/2018/08/08/gejalapenyempita n-saluran-pernafasan. Fulde, Gordian. 2009. Emergency Medicine, 5 th edition. Australia: Elsevier Gilbert, Gregory, D’Souza, Peter, Pletz, Barbara. 2009. Patient Assessment routine medical care primary and Secondary survey. San Mateo County EMS Agency. International journal of General Medicine 2012:5 117-121, initial assessment and treatment with the airway, breathing, circulation, disability, exposure (ABCD) approach, Doveress Kurniati Amelia, Yanny, Siwi. 2013. Keperawatan Gawat Darurat dan Bencana Shehhy. HIBGABI, AIPNI, dan AIPVIKI: ENA Suryono, bambang dkk.2008. Materi Pelatihan Penanggulangan Penderita Gawat Darurat (PPGD) dan Basic Life Support Plus (BLS).Yogyakarta : Tim PUSBANKES 118. Thygerson, Alton. 2011. Pertolongan Pertama Edisi Kelima. Jakarta: Erlangga
13