BAB I PENDAHULUAN
1. 1 Latar Belakang Usia lanjut adalah suatu kejadian yang pasti akan dialami oleh semua orang yang dikaruniai usia panjang, terjadinya tidak bisa dihindari oleh siapapun, namun manusia dapat berupaya untuk menghambat kejadiannya. Ada tiga aspek yang perlu dipertimbangkan dalam mendefinisikan batasan penduduk lanjut usia, yaitu aspek biologi, aspek ekonomi dan aspek sosial. Secara biologis penduduk lanjut usia adalah penduduk yang mengalami proses penuaan secara terus – menerus, yang ditandai dengan menurunnya daya tahan fisik yaitu semakin rentannya terhadap serangan penyakit yang dapat menyebabkan kematian. Hal ini disebabkan terjadinya perubahan dalam struktur dan fungsi sel, jaringan, serta sistem organ(Pujiastuti & Utomo, 2003). Lansia bukan suatu penyakit, namun merupakan tahap lanjut dari suatu proses kehidupan yang ditandai dengan penurunan kemampuan tubuh beradaptasi terhadap stress lingkungan (Boedi Darmojo dan Martono Hadi, 2000). Pada umumnya tanda-tanda proses menua mulai nampak sejak usia 45 tahun dan akan timbul masalah sekitar usia 60 tahun. Gambaran penurunan fungsi tubuh lansia mengenai kekuatan/tenaga turun sebesar 88%, fungsi penglihatan turun sebesar 72%, kelenturan tubuh turun 64%, daya ingat turun sebesar 61 %, pendengaran turun 67% dan fungsi seksual turun sebesar 86% (Pujiastuti & Utomo, 2003). Penurunan fungsi tubuh pada lansia akan mengakibatkan permasalahan gangguan gerak dan fungsi lansia. Lansia mengalami penurunan fungsi jalan, penurunan fungsi keseimbangan, penurunan kemampuan fungsional, penurunan kemandirian dalam aktivitas kehidupan sehari-hari.Kemampuan fungsional lansia merupakan kemampuan lansia dalam melakukan gerak untuk beraktivitas termasuk kemampuan mobilitasdan aktivitas untuk memenuhi kebutuhan diri lansia termasuk aktivitas perawatan diri (Pujiastuti & Utomo, 2003). Untuk mengetahui alat gerak dan sistem gerak yang digunakan lansia, kegiatan tugas Pengenalan Profesi (TPP) dengan tema “Observasi alat dan sistem gerak tubuh pada lansia di masyarakat” akan dilaksanakan di masyarakat.
1
1. 2 Rumusan Masalah Adapun rumusan masalah pada TPP kali ini yaitu: 1.
Bagaimana fungsi-fungsi dari alat gerak dan sistem gerak tubuh pada lansia ?
1. 3 Tujuan 1. 3.1 Tujuan umum Mengobservasi Alat Gerak dan Sistem Gerak Tubuh Pada Lansia di Masyarakat.
1. 3.2 Tujuan khusus 1. Untuk mengidentifikasi alat gerak dan sistem geraktubuh pada manusia. 2. Untuk mengidentifikasi fungsi-fungsi alat gerak dan sistem gerak tubuh pada lansia. 3. Untuk mengidentifikasi perubahan fungsi alat gerak dan sistem gerak tubuh pada lansia.
1. 4 Manfaat Kegiatan 1. Mahasiswa dapat mengidentifikasi alat dan sistem gerak tubuh pada manusia. 2. Mahasiswa dapat mengidentifikasi fungsi-sungsi alat dan sistem gerak tubuh pada lansia. 3. Mahasiswa dapat mengidentifikasi perubahan fungsi alat gerak dan sistem gerak tubuh pada lansia. 4. Mahasiswa dapat mengolah dan menyajikan data hasil observasi alat dan sistem gerak tubuh pada lansia.
2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Lansia 2.1.1 Pengertian Lansia Menua atau menjadi tua adalah suatu keadaan yang terjadi didalam kehidupan manusia. Proses menua merupakan proses sepanjang hidup, tidak hanya dimulai dari suatu waktu tertentu, tetapi dimulai sejak permulaan kehidupan. Menjadi tua merupakan proses alamia, yang berarti seseorang telah melalui tiga tahap kehidupannya yaitu anak, dewasa, dan tua. Tiga tahap ini berbeda, baik secara biologi maupun psikologi. Memasuki usia tua berarti mengalami kemunduran, contohnya kemunduran fisik yang ditandai dengan kulit yang mengendur, rambut memutih, gigi mulai ompong, pendengaran kurang jelas, penglihatan semangkin memburuk, gerakan lambat, dan figure tubuh yang tidak proposional. WHO dan Undang-Undang nomor 13 tahun 1998 tentang kesejahteraan lanjut usia pada Bab 1 pasal 1 ayat 2 menyebutkan bahwa umur 60 tahun adalah usia permulaan tua. Menua bukanlah suatu penyakit, tetapi merupakan proses yang berangsur-angsur mengakibatkan perubahan yang kumulatif, merupakan proses menurunnya daya tahan tubuh dalam menghadapi rangsangan dari dalam dan luar tubuh yang berakhir dalam kematian. Lanjut usia ini dibedakan menjadi dua jenis yaitu usia kronologis yang dihitung berdasarkan tahun kalender, usia biologis yang diterapkan berdasarkan pematangan jaringan dan usia psikologis yang dikaitkan dengan kemampuan seseorang untuk dapat mengadakan penyesuaian terhadap setiap situasi yang dihadapinya (Noorkasiani, 2009). Menua adalah suatu keadaan yang terjadi di dalam kehidupan manusia. Proses menua merupakan proses sepanjang hidup, tidak hanya dimulai dari suatu waktu terrtentu, tetapi dimulai sejak permulaan kehidupan. Menjadi tua merupakan suatu proses alamiah, yang berarti seseorang telah melalui tiga tahap kehidupannya, yaitu anak, dewasa dan tua. Memasuki usia tua berarti mengalami kemunduran, misalnya kemunduran fisik yang ditandai dengan kulit yang mengendur, rambut memutih, gigi mulai ompong, pendengaran kurang jelas, penglihatan semakin memburuk, gerakan lambat dan figur tubuh yang tidak proporsional (Nugroho, 2008). 3
2.1.2 Ciri-Ciri Lansia Menurut Keliat dalam Maryam (2008), lansia memiliki karakteristik sebagai berikut: 1. Berusia lebih dari 60 tahun (sesuai dengan Pasal 1 ayat (2) UU No.13 tentang kesehatan) 2. Kebutuan dan masalah yang bervariasi dari rentang sehat sampai sakit, dari kebutuhan biopsikososial sampai spiritual, serta dari kondisi adaptif hingga kondisi maladaptif 3. Lingkungan tempat tinggal yang bervariasi. Karakteristik penyakit yang dijumpai pada lansia diantaranya: 1. Penyakit yang sering multipel, saling berhubungan satu sama lain 2. Penyakit bersifat degeneratif, serta menimbulkan kecacatan 3. Gejala sering tidak jelas, berkembang secara perlahan 4. Masalah psikologis dan sosial sering terjadi bersamaan 5. Lansia sangat peka terhadap penyakit infeksi akut 6. Sering terjadi penyakit yang bersifat iatrogenik 7. Hasil penelitian profil penyakit lansia di empat kota (Padang, Bandung, Denpasar, dan Makasar) adalah sebagai berikut (Santoso, 2009): a. Fungsi tubuh yang dirasakan menurun; penglihatan (76,24%); daya ingat (69,3%); seksual (58,04%); kelenturan (53,23% ); gigi dan mulut (51,12%) b. Masalah kesehatan yang sering muncul: sakit tulang atau sendi (69,39%); sakit kepala (51,5%); daya ingat menurun (38,51%); selera makan menurun (30,08%); mual atau perut perih (26,66%); sulit tidur (24,88%); dan sesak napas (21,28%) c. Penyakit kronis: reumatik (33,14%); hipertensi (20,66%); gastritis (11,34%); dan penyakit jantung (6,45%).
4
2.1.3 Perubahan pada Lansia a. Perubahan Pada Sistem Gastrointestinal Dalam beberapa derajat. Namun, karena luasnya persoalan fisiologis pada sistem gastrointestinal, hanya sedikit masalah-masalah yang berkaitan dengan usia yang dilihat dalam kesehatan lansia. Banyak masalah-masalah gastrointestinal yang dihadapi oleh lansia lebih erat dihubungkan dengan gaya hidup mereka. Mitos umum dikaitkan dengan fungsi normal saluran gastrointestinal dan perubahan-perubahan kebutuhan nutrisi lansia (Stanley, 2007). 1. Rongga Mulut Bagian rongga mulut yang lazim terpengaruh adalah gigi, gusi, dan lidah. Kehilangan gigi penyebab utama adanya Periodontal disease yang biasa terjadi setelah umur 30 tahun, penyebab lain meliputi kesehatan gigi yang buruk dan gizi yang buruk. Indera pengecap menurun disebabkan adanya iritasi kronis dari selaput lendir, atropi indera pengecap (± 80 %), hilangnya sensitivitas dari syaraf pengecap di lidah terutama rasa manis dan asin, hilangnya sensitivitas dari syaraf pengecap tentang rasa asin, asam, dan pahit (Nugroho, 2008).
2. Esofagus Esophagus mengalami penurunan motilitas, sedikit dilatasi atau pelebaran seiring penuaan. Sfingter esophagus bagian bawah (kardiak) kehilangan tonus. Refleks muntah pada lansia akan melemah, kombinasi dari faktor-faktor ini meningkatkan resiko terjadinya aspirasi pada lansia (Luecknotte, 2000).
3. Lambung Terjadi atrofi mukosa. Atrofi dari sel kelenjar, sel parietal dan sel chief akan menyebabkan sekresi asam lambung, pepsin dan faktor intrinsik berkurang. Ukuran lambung pada lansia menjadi lebih kecil, sehingga daya tampung makanan menjadi berkurang. Proses perubahan protein menjadi peptone terganggu. Karena sekresi asam lambung berkurang rangsang lapar juga berkurang (Darmojo & Martono, 2006). Kesulitan dalam mencerna makanan adalah akibat dari atrofi mukosa lambung dan 5
penurunan motalitas lambung. Atrofi mukosa lambung merupakan akibat dari penurunan sekresi asam hidrogen-klorik (hipoklorhidria), dengan pengurangan absorpsi zat besi, kalsium, dan vitamin B 12. Motilitas gaster biasanya menurun, dan melambatnya gerakan dari sebagian makanan yangdicerna keluar dari lambung dan terus melalui usus halus dan usus besar (Stanley, 2007).
4. Usus Halus Mukosa usus halus juga mengalami atrofi, sehingga luas permukaan berkurang, sehingga jumlah vili berkurang dan sel epithelial berkurang. Di daerah duodenum enzim yang dihasilkan oleh pankreas dan empedu juga menurun, sehingga metabolisme karbohidrat, protein, vitamin B12 dan lemak menjadi tidak sebaik sewaktu muda (Leueckenotte, 2000).
5. Usus Besar dan Rektum Pada lansia terjadi perubahan dalam usus besar termasuk penurunan sekresi mukus, elastisitas dinding rektum, peristaltic kolon yang melemah gagal mengosongkan rektum yang dapat menyebabkan konstipasi (Leueckenotte, 2000). Pada usus besar kelokan-kelokan pembuluh darah meningkat sehingga motilitas kolon menjadi berkurang. Keadaan ini akan menyebabkan absorpsi air dan elektrolik meningkat (pada kolon sudah tidak terjadi absorpsi makanan), feses menjadi lebih keras, sehingga keluhan sulit buang air besar merupakan keluhan yang sering didapat pada lansia. Proses defekasi yang seharusnya dibantu oleh kontraksi dinding abdomen juga seringkali tidak efektif karena dinding abdomen sudah melemah (Darmojo & Martono, 2006).
6. Pankreas Produksi enzim amilase, tripsin dan lipase akan menurun sehingga kapasitas metabolisme karbohidrat, protein dan lemak juga akan menurun. Pada lansia sering terjadi pankreatitis yang dihubungkan dengan batu empedu. Batu empedu yang menyumbat ampula Vateri akan menyebabkan oto-digesti parenkim pankreas oleh enzim elastase dan fosfolipase-A yang
6
diaktifkan oleh tripsin dan/ atau asam empedu (Darmojo & Martono, 2006).
7. Hati Hati berfungsi sangat penting dalam proses metabolisme karbohidrat, protein dan lemak. Disamping juga memegang peranan besar dalam proses detoksikasi, sirkulasi, penyimpanan vitamin, konjugasi billirubin dan lain sebagainya. Dengan meningkatnya usia, secara histologik dan anatomik akan terjadi perubahan akibat atrofi sebagiab besar sel, berubah bentuk menjadi jaringan fibrous. Hal ini akan menyebabkan penurunan fungsi hati (Darmojo & Martono, 2006). Proses penuaan telah mengubah proporsi lemak empedu tanpa perubahan metabolisme asam empedu yang signifikan. Faktor ini memengaruhi peningkatan sekresi kolesterol. Banyak perubahan-perubahan terkait usia terjadi dalam sistem empedu yang juga terjadi pada pasien-pasien yang obesitas (Stanley, 2007).
b. Perubahan pada Sistem Muskuloskeletal Menurut Lueckenotte (2000), tulang-tulang pada sistem skelet (rangka) membentuk fungsi penunjang, pelindung, gerakan tubuh dan penyimpanan mineral. Jaringan otot rangka melekat pada rangka dan bertanggung jawab untuk gerakan tubuh volunter. Persendian diklasifikasikan secara struktural dan fungsional. Klasifikasi struktural didasarkan pada ikatan materi tulang dan apakah ada rongga persendian. Klasifikasi fungsional didasarkan pada jumlah gerakan yang dimungkinkan pada persendian. Bila artikulasis di antara tambahan tulang, sendi menahan tulang dan memungkinkan gerakan. Penurunan progresif pada massa tulang total terjadi sesuai proses penuaan. Beberapa kemungkinan penyebab dari penurunan ini meliputi ketidakaktifan fisik, perubahan hormonal dan resorpsi tulang. Efek penurunan tulang adalah makin lemahnya tulang : vertebra lebih lunak dan dapat terteka dan tulang berbatang panjang kurang tahanan terhadap penekukan dan menjadi lebih cenderung fraktur. Serat otot rangka berdegenerasi. Fibrosis terjadi saat kolagen menggantikan otot, mempengaruhi pencapaian suplai oksigen dan nutrisi. Massa, tonus, dan kekuatan otot semuanya menurun : otot lebih menonjol dari ekstremitas yang menjadi kecil dan lemah, dan tangan 7
kurus dan tampak bertulang. Penyusupan dan sklerosis pada tendon dan otot mengakibatkan perlambatan respon selama tes refleks tendon. Menurut Pujiastuti (2003), perubahan muskuloskeletal antara lain pada Kartilago, tulang, otot dan sendi. 1. Kartilago Jaringan kartilago pada persendian menjadi lunak dan mengalami granulasi
akhirnya
permukaan
sendi
menjadi
rata.
Selanjutnya
kemampuan kartilago untuk regenerasi berkurang dan degenerasi yang terjadi cenderung ke arah progresif. Proteoglikan yang merupakan komponen dasar matrik kartilago, berkurang atau hilang secara bertahap sehingga jaringan fibril pada kolagen kehilangan kekuatannya dan akhirnya kartilago cenderung mengalami fibrilasi. Kartilago mengalami klasifikasi di beberapa tempat seperti pada tulang rusuk dan tiroid. Fungsi kartilago menjadi tidak efektif tidak hanya sebagai peredam kejut, tetapi sebagai permukaan sendi yang berpelumas. Konsekuensinya kartilago pada persendian menjadi rentan terhadap gesekan. Perubahan tersebut sering terjadi pada sendi besar penumpu berat badan. Akibat perubahan itu sendi mudah mengalami peradangan, kakakuan, nyeri, keterbatasan gerak dan terganggunya aktivitas seharihari. Untuk mencegah kerusakan lebih lanjut dapat diberikan teknik perlindunga sendi.
2. Sistem Skeletal Ketika manusia mengalami penuaan, jumlah masa otot tubuh mengalami penurunan. Berikut ini merupakan perubahan yang terjadi pada sistem skeletal akibat proses menua: Penurunan tinggi badan secara progresif karena penyempitan didkus intervertebral dan penekanan pada kolumna vertebralis. Implikasi dari hal ini adalah postur tubuh menjadi lebih bungkuk dengan penampilan barrel-chest. Penurunan produksi tulang kortikal dan trabekular yang berfungsi sebagai perlindungan terhadap beban gerakan rotasi dan lengkungan. Implikasi dari hal ini adalah peningkatan terjadinya risiko fraktur (Stanley, 2007).
3. Sistem Muskular 8
Berikut ini merupakan perubahan yang terjadi pada sistem muskular akibat proses menua: Waktu untuk kontraksi dan relaksasi muskular memanjang. Implikasi dari hal ini adalah perlambatan waktu untuk bereaksi, pergerakan yang kurang aktif. Perubahan kolumna vertebralis, akilosis atau kekakuan ligamen dan sendi, penyusutan dan sklerosis tendon dan otot, dan perubahandegeneratif ekstrapiramidal. Implikasi dari hal ini adalah peningkatan fleksi (Stanley, 2007).
4. Sendi Berikut ini merupakan perubahan yang terjadi pada sendi akibat proses menua: Pecahnya komponen kapsul sendi dan kolagen. Implikasi dari hal ini adalah nyeri, inflamasi, penurunan mobilitas sendi dan deformitas. Kekakuan ligamen dan sendi. Implikasi dari hal ini adalah peningkatan risiko cedera (Stanley, 2007).
c. Perubahan pada Sistem Persarafan Sistem neurologis, terutama otak adalah suatu faktor utama dalam penuaan. Neuron-neuron menjadi semakin komplek dan tumbuh, tetapi neuron-neuron tersebut tidak dapat mengalami regenerasi. Perubahan struktural yang paling terlihat tejadi pada otak itu sendiri. Walaupun bagian lain dari sistem saraf pusat juga terpengaruh. Perubahan ukuran otak yang dipengaruhi oleh atrofi girus dan dilatasi sulkus dan ventrikel otak. Korteks serebal adalah daerah otak yang paling besar dipengaruhi oleh kehilangan neuron. Penurunan aliran darah serebral dan penggunaan oksigen dapat pula terjadi dengan penuaan. Menurut Pujiastuti (2003), lanjut usia mengalami penurunan koordinasi dan kemampuan dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Penuaan menyebabkan penurunan persepsi sensorik dan respon motorik pada susunan saraf pusat. Hal ini terjadi karena SSP pada lanjut usia mengalami perubahan. Berat otak pada lansia berkurang berkaitan dengan berkurangnya kandungan protein dan lemak pada otak sehingga otak menjadi lebih ringan. Akson, dendrit dan badan sel saraf banyak mengalami kematian, sedang yang hidup banyak mengalami perubahan. Dendrit yang berfungsi untuk komunikasi antar sel mengalami perubahan menjadi lebih tipis dan kehilangankontak 9
antar sel. Daya hantar saraf mengalami penurunan 10% sehingga gerakan menjadi lamban. Akson dalam medula spinalis menurun 37%. Perubahan tersebut mengakibatkan penurunan kognitif, koordinasi, keseimbangan, kekuatan otot, reflek, perubahan postur dan waktu reaksi. Hal itu dapat dicegah dengan latihan koordinasi dan keseimbangan.
d. Perubahan pada Sistem Endokrin Kelenjar endokrin dapat mengalami kerusakan yang bersifat agerelated cell loss, fibrosis, infiltrasi limfosit, dan sebagainya. Perubahan karena usia pada reseptor hormon, kerusakan permeabilitas sel dan sebagainya, dapat menyebabkan perubahan respon inti sel terhadap kompleks hormon-reseptor (Darmojo & Martono, 2006). Perubahan pada sistem endokrin akibat penuaan antara lain produksi dari hampir semua hormon menurun, fungsi paratiroid dan sekresinya tidak berubah, terjadinya pituitari yaitu pertumbuhan hormon ada tetapi lebih rendah dan hanya di dalam pembuluh darah; berkurang produksi ACTH, TSH, FSH, dan LH. Menurunnya aktivitas tiroid, menurunnya BMR (Basal Metabolic Rate) dan menurunnya daya pertukaran zat. Menurunnya produksi aldosteron dan menurunnya sekresi hormon kelamin, misalnya progesteron, estrogen dan testosteron (Nugroho, 2008 2.2 Tulang 2.2.1 Struktur Tulang Tulang adalah matriks protein dimana kalsium dan garam mineral lainnya didepositkan (BNF, 2005). Tulang membentuk rangka penunjang dan pelindung bagi tubuhm tempat melekatnya otot – otot, dan merupakan tempat primer untuk menyimpan dan mengatur kalsium dan fosfat (price and wilson, 2006). Tulang terdiri atas sel dan serabut – serabut kolagen khusus yang berlapis bahan – bahan kristalin. Serabut – serabut ini akan berada dalam substansi dasar nukopolisakarida dan senyawa lainnya, yan kemudian bersama dengan sel kolagen membentuk matriks organik atau osteoid. Ada dua bentuk jaringan tulang, yaitung tulang kortikal dan tulang traberkuler. Tulang kortikal ini tebal dan padat serta memainkan peranan struktural tulang. Sedangkam tulang traberkuler terbentuk seperti sponge (berongga – rongga) dan berperan dalam funsi metabolisme tulang. Tulanh kortikal membentuk bagian luar dari tulang. Sedangkan bagian dalam tulang dibentuk oleh tulang traberkukler. Semua tulanh 10
mengandunbg kedua macam jaringan tulang ini namun dengan jumlah relatif yang berbeda – beda (BNF, 2005). Kalsium, fosdfar, dan magnesium adalah mineral paling penting pada tulang dengan kalsium merupakan mineral yang paling bertimpah. Tulang juga mengandung sel – sel khusus, yang berperanan untuk terjadinya formasi dan resorbsi tulang (bone remodelling). Sel – sel tersebut adalah 1. Osteoblas Osteoblas adalah sel pembentuk tulang yang bertanggung jawab untuk meproduksi serabut – serabut kolagen dan komponen matrik organik lainnya, dan bertanggung jawab juga dalam proses mineralisasi tulang. 2. Osteoklas Osteoklas adalah makrofag derival sel stem dari sumsum tulang, bertanggung jawab dalam resorbsi tulang. 3. Osteosit Adalah osteoblas yang terbenam dalam matriksnya sendiri setelah tulang termineralisasi (BNF, 2005).
2.2.2 Struktur Makroskopis Tulang Secara makroskopis tulang tersusun atas tulang spongiosa dan tulang kompakta.Berikut merupakan penjelasan lebih lanjut mengenai tulang spongiosa dan tulang kompakta. 1.
Tulang Spongiosa Tulang Spongiosa atau tulang seperti spons (L. cancello= membuat kisikisi) Tulang ini terdiri atas batang yang halus atau selubung yang halus yaitu trabekula (L. singkatan dari trabs = sebuah balok) yang bercabang dan saling memotong ke berbagai arah untuk membentuk jala-jala seperti spons dari spikula tulang, yang rongga-rongganya diisi oleh sumsum tulang. Pars spongiosa
merupakan
jaringan
tulang
yang
berongga
seperti
spon
(busa).Rongga tersebut diisi oleh sumsum merah yang dapat memproduksi selsel darah. Tulang spongiosa terdiri dari kisi-kisi tipis tulang yang disebut trabekula.Dibandingkan dengan tulang kompak, tulang spongiosa memiliki massa jenis rendah karena kurang padat. Hal ini membuat tulang spongiose menjadi lebih lentur dan fleksibel.Luas permukaan yang lebih besar membuat 11
tulang ini cocok untuk melakukan kegiatan metabolisme seperti pertukaran ion kalsium.Tulang ini biasanya ditemukan di ujung tulang pipa (tulang panjang), persendian, dan bagian dalam tulang belakang. Tulang spongiosa sangat vaskular dan sering mengandung sumsum tulang merah dimana proses haematopoiesis (produksi sel darah) terjadi. Tulang spongiosa terdiri dari trabekula.Istilah cancellous dan trabecular mengacu pada kisi kecil berbentuk spikula yang membentuk jaringan.
2.
Tulang Kompakta Tulang kompak adalah bagian tulang yang tampaknya sangat keras ketika dilihat oleh mata normal, tetapi sangat hampa pada tingkat mikroskopis.Tulang ini memiliki kanal-kanal kecil yang disebut kanalikuli, yang dipenuhi dengan pembuluh darah dan bergabung ke kanal besar yang disebut kanal Haversian.Tulang kompak juga kaya dengan saraf.Kekerasan tulang dibuat oleh struktur seperti laba-laba ostesit, sel-sel tulang dewasa, yang mengelilingi kanalikuli dan Heversian.Tulang yang membentuk masa yang padat tanpa terlihat ruangan.Pars kompakta teksturnya halus dan sangat kuat.Tulang kompak memiliki sedikit rongga dan lebih banyak mengandung kapur (Calsium Phosfat dan Calsium Carbonat) sehingga tulang menjadi padat dan kuat.Kandungan tulang manusia dewasa lebih banyak mengandung kapur dibandingkan dengan anak-anak maupun bayi.Bayi dan anak-anak memiliki tulang yang lebih banyak mengandung serat-serat sehingga lebih lentur.Tulang kompak paling banyak ditemukan pada tulang kaki dan tulang tangan. (Guyton, A dan Hall,2007)
2.2.3 Klasifikasi tulang Tulang dapat diklasifikasikan secara regional atau berdasarkan bentuk umumnya. Tulang dapat dikelompokkan berdasarkan bentuk umumnya. A. Tulang Panjang Tulang panjang ditemukan pada extremitas(contoh : humerus, femur, ossa metacarpi, ossa metatarsi, dan phalanges). Panjangnya lebih besar dari lebarnya. Tulang ini mempunyai corpus membentuk tubular, diaphysis, dan biasanya terdapat epiphysis pada ujung-ujungnya. Selama masa pertumbuhan, diaphysis dipisahkan dari epiphysis oleh cartilago epiphysis disebut 12
metaphysis. Corpus mempunyai cavitas medullaris di bagian tengah yang berisi medulla ossium(sumsum tulang). Bagian luar corpus terdiri dari tulang kompakta yang diliputi oleh selubung jaringan ikat, periosteum. Ujung-ujung tulang panjang terdiri dari tulang spongiosa yang dikelilingi oleh selapis tipis tulang kompakta. Facies articularis ujung-ujung tulang diliputi oleh cartilago hyalin.
B. Tulang Pendek Tulang pendek ditemukan pada tangan dan kaki(contohnya os scaphoideum,os lanatum, talus dan calcaneus). Bentuk tulang ini umumnya segiempat dan terdiri atas tulang spongiosa yang dikelilingi oleh selapis tulang kompakta. Tulang pendek diliputi periosteum dan facies articularis diliputi oleh cartilago hyalin.
C. Tulang Pipih Tulang pipih ditemukan pada tempurung kepala(contoh os frontale dan os parietale). Bagian dalam dan luar tulang ini terdiri atas lapisan tipis tulang kompakta,, disebut tabula, yang dipisahkan oleh selapis tulang spongiosa, disebut diploe. Scapula termasuk di dalam kelompok tulang ini, walaupun berbentuk iregular.
D. Tulang Iregular Tulang iregular merupakan tulang yang tidak termasuk di dalam kelompok yang telah disebutkan di atas(contoh tulang-tulang tengkorak, vertebrae, dan os coxae). Tulang ini tersusun dari selapis tipis tulang kompakta di bagian luarnya dan bagian dalamnya dibentuk oleh tulang spongiosa.
E. Tulang Sesmoid Tulang sesmoid merupakan tulang kecil yang ditemukan pada tendo-tendo tertentu di mana terdapat pergeseran tendo pada permukaan tulang. Sebagian besar tulang sesmoid tertanam di dalam tendo dan permukaan bebasnya diliputi oleh cartilago. Tulang sesamoid yang terbesar adalah patella, yang terdapat pada tendo musculus quadriceps femoris. Contoh lain yang dapat ditemukan pada tendo musculus flexor pollicis brevis dan musculus flexor 13
hallucis brevis. Fungsi tulang sesamoid adalah mengurangi friksi pada tendo, dan merubah arah tarikan dari tendo. (Snell,2011)
2.2.4 Pengelompokan Rangka Secara garis besar, rangka tubuh manusia digolongkan menjadi dua kelompok tulang skeleton aksial dan skeleton apendikular. a. Skeleton Aksial Skeleton aksial merupakan rangka yang terdiri dari tulang tengkorak, tulang belakang, tulang dada, dan tulang rusuk. 1. Tulang Tengkorak Tengkorak manusia tersusun dari 22 buah tulang yang merupakan gabungan tulang-tulang tempurung kepala(kranium) dan tulang muka. Tulang tempurung kepala berfungsi untuk melindungi otak. Tulang tempurung kepala tersusun dari tulang dahi(frontal), tulang kepala
belakang(osipital),
tulang
ubun-ubun(parietal),
tulang
baji(sphenoid), tulang tapis(ethmoid), dan tulang pelipis(temporal). Di bagian bawah tempurung kepala terdapat rongga khusus yang disebut foramen magnum yang menjadi tempat masuk dan keluarnya pembuluh saraf serta darah yang kemudian menuju ke sumsum tulang belakang. Tulang muka terdapat pada bagian depan kepala. Tulang-tulang muka membentuk rongga mata untuk melindungi mata, membentuk rongga hidung serta langit-langit, dan memberi bentuk wajah. Tulang muka terdiri dari tulang rahang atas (maksiula), tulang rahang bawah (mandibula), tulang pipih (zigomatik), tulang air mata (lakrimal), tulang hidung (nasal), dan tulang langit-langit (palatum).
2. Tulang Belakang Tulang belakang berada di bagian tengah tulang yang berfungsi untuk menopang seluruh tubuh, melindungi organ dalam tubuh, serta merupakan tempat pelekatan tulang rusuk. Setiap segmen atas ruas tulang belakang dapat bergerak sedikit. Seluruh gerak tiap segmen dapat digabung sehingga memungkinkan orang untuk membungkukkan tubuh atau melakukan senam. 14
Tulang belakang terdiri dari 26 ruas yang terdiri dari 24 ruas tulang belakang, yaitu 7 ruas tulang leher(vertebra servikalis), 12 ruas tulang punggung(vertebra dorsalis), dan 5 ruas tulang pinggang(vertebra lumbalis), serta ditambah tulang kelangkang. Tulang leher paling atas yang berhubungan dengan tempurung kepala disebut tulang atlas. Tulang kelangkang (sakrum) merupakan fusi dari lima segmen tulang belakang, sedangkan tulang ekor (koksi) merupakan fusi dari empat segmen terakhir tulang belakang. Pada saat embrio, tulang belakang terdiri dari 33 ruas. Pada perkembangan sebelum bayi lahir, ada beberapa ruas tulang belakang yang berdifusi.
3. Tulang Dada (Sternum) Tulang dada terdiri terdiri dari tiga bagian, yaitu hulu(manubrium), badan(korpus), dan taju pedang(xiphoid prosesus). Kepala tulang dada merupakan tempat melekatnya tulang selangka dan tulang rusuk pertama.Badan tulang dada merupakan tempat melekatnya 9 tulang rusuk berikutnya.
4. Tulang Rusuk Tulang rusuk terdiri dari 12 pasang. Tulang rusuk digolongkan menjadi 3 kelompok, yaitu tulang rusuk sejati, tulang rusuk palsu, dan tulang rusuk melayang. Tulang rusuk sejati berjumlah 7 pasang. Ujung depan tulang rusuk sejati melekat pada tulang dada, sedangkan ujung belakang melekat pada segmen tulang punggung. Tulang rusuk palsu berjumlah 3 pasang. Ujung depan tulang rusuk palsu melekat pada tulang rusuk di atasnya, sedangkan ujung belakang melekat pada segmen tulang belakang. Tulang rusuk melayang berjumlah 2 pasang. Ujung depan tulang rusuk melayang tidak melekat pada tulang manapun, sedangkan ujung belakang melekat pada segmen tulang belakang.
15
b. Skeleton Apendikular Skeleton apendikuler merupakan rangka pelengkap yang terdiri dari tulangtulang anggota gerak atas dan tulang-tulang anggota gerak bawah. 1. Tulang Anggota Gerak Atas Tulang anggota gerak atas terdiri dari tulang bahu, tulang lengan atas, dan tulang lengan bawah. Tulang bahu terdiri dari tulang selangka( klavikula) dan tulang belikat (skapula). Tulang selangka bagian depan melekat pada bagian hulu tulang dada. Tulang belikat menjadi tempat pelekatan tulang lengan atas. Tulang lengan atas (humerus) berhubungan dengan tulang lengan bawah(radio-ulna),
yaitu
pada
tulang
hasta(ulna)
dan
tulang
pengumpil(radius). Tulang hasta dan tulang pengumpil berhubung dengan tulang pergelangan tangan(karpus), kemudian dengan tulang telapak tangan(metakarpus), dan tulang jari tangan( falanges).
2. Tulang Anggota Gerak Bawah Tulang anggota gerak bawah terdiri dari tulang pinggul yang tersusun dari tulang duduk(iscium), tulang usus(ilium), serta tulang kemaluan(pubis) yang terletak di kanan dan di kiri. Pada tulang pinggul terdapat lekukan yang disebut asetabulum yang merupakan tempat melekatnya tulang paha(femur). Tulang paha berhubungan dengan tulang betis(fibula) dan tulang kering(tibia). Pada persendian antara tulang paha, tulang betis, dan tulang kering, terdapat tulang tempurung lutut(patela). Tulang kering dan tulang betis berhubungan dengan tulang pergelangan kaki(tarsus), kemudian tulan telapak kaki(metatarsus), dan tulang jari kaki(falanges). (Irianto, 2012)
2.2.5 Kelainan Tulang 1. Fraktura sederhana, merupakan fraktura yang tidak melukai otot yang ada disekitarnya 2. Fraktura kompleks, merupakan fraktura yang melukai atau organ yang ada disekitarnya, bahkan terkadang fraktura dapat muncul ke permukaan kulit.
16
3. Greenstick, merupakan fraktura sebagian yang tidak memisahkan tulang menjadi dua bagian. 4. Comminuted, merupakan fraktura yang menyebabkan tulang terbagi menjadi beberapa bagian, tetapi masih di dalam otot. 5. Rakhitis, merupakan penyakit pada tulang yang kekurangan vitamin D. Vitamin D berperan dalam penimbunan senyawa kapur di tulang. Kekurangan vitamin D dapat menyebabkan tulang menjadi tidak keras. Pada penderita rakhitis terlihat bagian kaki(tulang tibia dan fibula melengkung menyerupai huruf X atau O) 6. Mikrosefalus, merupakan ganguan pertumbuhan tulang tengkorak sehingga kepala berukuran kecil. Kepala berukuran kecil karena pertumbuhan tulang tengkorak masa bayi kurang kalsium. 7. Osteoporosis, merupakan gangguan tulang dengan gejala gejala penurunan masa tulang sehingga tulang rapuh. Hal ini dikarenakan lambatnya osifikasi dan reabsorpsi(penyerapan kembali) bahan-bahan tulang. Osteoporosis terjadi karena ketidakseimbangan hormon kelamin pada pria maupun wanita. 8. Skoliosis, merupakan melengkungnya tulang belakang ke arah samping, mengakibatkan tubuh melengkung ke arah kanan/kiri. 9. Kifosis, perubahan kelengkungan pada tulang belakang secara keseluruhan sehingga orang menjadi bongkok. 10. Lordosis, melengkungnya tulang belakang di daerah lumbal atau pingga ke arah depan sehingga kepala tertarik ke arah belakang. 11. Sublukasi, gangguan tulang belakang pada segmen leher sehingga posisi kepala tertarik ke arah kiri atau kanan. (Aryulina, 2004)
2.3 Otot 2.3.1 Definisi Otot Otot adalah suatu jaringan
yang mempunyai kemampuan untuk
berkontraksi. Yang kita sebut sehari-hari sebagai daging sebenarnya tak lain adalah kumpulan serabut-serabut otot (Irianto, 2012). Secara umum otot dibagi menjadi tiga jenis yaitu otot rangka, otot jantung dan otot polos. Namun yang akan dibahas dalam kajian teori penelitian ini adalah otot rangka.
17
Tubuh pria dewasa biasanya mengandung sekitar 640 otot, yang meliputi hampir dua perlima berat tubuhnya. Jumlah yang sama terdapat pada tubuh wanita dengan proporsi yang lebih kecil. Otot membentang di sebuah sendi dan meruncing pada setiap ujungnya menjadi tendon berserat yang melekat ke tulang (Parker, 2003). Otot dikaitkan pada tulang rawan (kartilago), ikat sendi (ligamentum), dan kulit (integument). Tulang-tulang tidak dapat berfungsi sebagai alat gerak jika tidak digerakkan oleh otot. Otot rangka mampu menggerakkan tulang karena otot dapat memanjang (relaksasi) dan memendek (kontraksi). Hasil pergerakkan otot menyebabkan tulang-tulang menjadi tempat perlekatan otot dapat digerakkan. Serabutserabut otot itu merupakan sel-sel otot. Serabut-serabut otot itu berkumpul menjadi berkas-berkas otot. Beberapa berkas otot berkumpul membentuk otot atau daging. Fungsi otot yang utama adalah sebagai alat gerak aktif, disebabkan oleh kemampuan sel-sel otot berkontraksi. Otot berkontraksi karena suatu rangsangan, baik rangsangan panas, dingin, dan sentuhan lainnya (irianto, 2012). Otot rangka jika dilihat dengan menggunakan mikroskop terlihat berupa sel-sel
otot
berbentuk
serabut-serabut
halus
panjang (myofibril)
yang
mengandung banyak inti sel (multinuklei) dan tampak garis-garis terang diselingi garis-garis gelap yang melintang. Oleh karena itu otot rangka disebut juga otot lurik atau otot serat lintang. Sel-sel serabut otot bersatu dalam suatu kelompok membentuk berkas-berkas yang disebut faskuli. Berkas-berkas otot diliputi oleh selaput (fasia) yang disebut fasia propia. Beberapa berkas otot bergabung membentuk otot. Setiap otot dibungkus lagi oleh selaput yang disebut fasia superfisialis. Gabungan otot membentuk kumparan yang menggelembung pada bagian tengahnya yang disebut ventrikel otot. Ventrikel otot mempunyai daya kontraksi dan elastisitas yang tinggi sehingga dapat memanjang dan memendek. Bagian ujung ventrikel otot mengecil dan keras yang disebut tendon atau urat otot. Ujung tendon yang stabil dan melekat pada tulang serta dekat ke pusat tubuh disebut origo. Sedangkan otot yang melekat pada tulang yang bergerak disebut insersio (Irianto, 2012).
2.3.2 Macam-Macam Otot Terdapat 3 jenis otot yang ditemukan pada vertebrata, yaitu otot rangka, otot jantung dan otot polos. Bila diteliti di bawah mikroskop, pada otot jantung 18
dan otot rangka terlihat adanya garis-garis dan disebut otot lurik, sedang otot polos tidak ditemukan adanya garis-garis atau pun garisnya sangat halus, oleh karena itu disebut otot polos (Irianto, 2004). a. Jaringan Otot Polos Otot polos mempunyai serabut kontraktil yang tidak memantulkan cahaya berselang-seling, sehingga sarkoplasmanya tampak polos dan homogen. Otot polos mempunyai bentuk sel seperti gelendong, bagian tengah besar, dan ujungnya meruncing. Dalam setiap sel otot polos terdapat satu inti sel yang terletak di tengah dan bentuknya pipih. Aktivitas otot polos tidak dipengaruhi oleh kehendak kita (otot tidak sadar) sehingga disebut otot involunter dan selnya dilengkapi dengan serabut saraf dari sistem saraf otonom. Kontraksi otot polos sangat lambat dan lama, tetapi tidak mudah lelah. Otot polos terdapat pada alat-alat tubuh bagian dalam sehingga disebut juga otot visera. Misalnya pada pembuluh darah, pembuluh limfa, saluran pencernaan, kandung kemih, dan saluran pernapasan. Otot polos berfungsi memberi gerakan di luar kehendak, misalnya gerakan zat sepanjang saluran pencernaan. Selain itu, berguna pula untuk mengontrol diameter pembuluh darah dan gerakan pupil mata (Irianto, 2004).
Gambar 1 : Otot Polos Sumber : (Irianto, 2004)
b. Jaringan Otot Lurik atau Jaringan Otot Rangka Otot lurik mempunyai serabut kontraktil yang memantulkan cahaya berselang-seling gelap (anisotrop) dan terang (isotrop). Sel atau serabut otot lurik berbentuk silindris atau serabut panjang. Setiap sel mempunyai banyak inti dan terletak di bagian tepi sarkoplasma. Otot lurik bekerja di bawah kehendak (otot sadar) sehingga disebut otot volunter dan selnya dilengkapi serabut saraf dari sistem saraf pusat. Kontraksi otot lurik cepat tetapi tidak 19
teratur dan mudah lelah. Otot lurik disebut juga otot rangka karena biasanya melekat pada rangka tubuh, misalnya pada bisep dan trisep. Selain itu juga terdapat di lidah, bibir, kelopak mata, dan diafragma. Otot lurik berfungsi sebagai alat gerak aktif karena dapat berkontraksi secara cepat dan kuat sehingga dapat menggerakkan tulang dan tubuh (Irianto, 2004).
Gambar 2 : Otot Lurik Sumber : (Irianto, 2004)
c.
Jaringan Otot Jantung Otot jantung berbentuk silindris atau serabut pendek. Otot ini tersusun atas serabut lurik yang bercabang-cabang dan saling berhubungan satu dengan lainnya. Setiap sel otot jantung mempunyai satu atau dua inti yang terletak di tengah sarkoplasma. Otot jantung bekerja di luar kehendak (otot tidak sadar) atau disebut juga otot involunter dan selnya dilengkapi serabut saraf dari saraf otonom. Kontraksi otot jantung berlangsung secara otomatis, teratur, tidak pernah lelah, dan bereaksi lambat. Dinamakan otot jantung karena hanya terdapat di jantung. Kontraksi dan relaksasi otot jantung menyebabkan jantung menguncup dan mengembang untuk mengedarkan darah ke seluruh tubuh. Ciri khas otot jantung adalah mempunyai diskus interkalaris, yaitu pertemuan dua sel yang tampak gelap jika dilihat dengan mikroskop. (Irianto, 2004).
20
Gambar 3 : Otot Jantung Sumber : (Irianto, 2004)
Dalam garis besarnya sel otot dapat dibagi menjadi 3 (tiga) golongan yaitu : 1. Otot Polos Otot polos terdiri dari sel-sel otot polos. Sel otot ini bentuknya seperti gelendongan, di bagian tengan terbesar dan kedua ujungnya meruncing. Otot polos memilki serat yang arahnya searah panjang sel tersebut miofibril. Serat miofilamen dan masing-masing mifilamen teridri dari protein otot yaitu aktin dan miosin. Otot polos bergerak secara teratur, dan tidak cepat lelahg. Walaupun tidur. Otot masih mampu bekerja. Otot polos terdapat pada alatalat dinding tubuh dalam, misalnya pada dinding usus, dinding pembuluh darah, pembuluh limfe, dinding saluran pencernaan, takea, cabang tenggorokan, pada muskulus siliaris mata, otot polos dalam kulit, saluran kelamin dan saluran ekskresi. Bila otot polos berkontraksi, maka bagian tengahnya membesar dan otot menjadi pendek. Kerutan itu terjadi lambat, bila otot itu mendapat suatu rangsang, maka reaksi terhadap berasal dari susunan saraf tak sadar (otot involunter), oleh karena itu otot polos tidak berada di bawah kehendak (Ville,1984). 2. Otot lurik Sel-sel otot lurik berbentuk silindris atau seperti tabung dan berinti banyak letaknya di pinggir, panjangnya 2,5 cm dan diameternya 50 mikron. Sel otot lurik ujungnya selnya tidak menunjukkan batas yang jelas dan miofibril tidak homogen akibatnya tampak serat-serat lintang. Otot lurik di bedakan menjadi 3 macam, yaitu : otot rangka, otot lurik, dan otot lingkar. Otot-otot rangka mempunyai hubungan dengan tulang dan berfungsi 21
menggerakkan tulang. Otot ini bila di lihat di bawah mikroskop, maka tampak susunannya serabut-serabut panjang yang mengandung banyak inti sel, dan tampak adanya garis-garis terang di selingi gelap yang melintang. Otot-otot kulit seperti yang terdapat pada roman muka termasuk otototot lurik berada di bawah kehendak kita. Perlekatannya pda tulang dan kulit, tetapi ada juga terdapat dalam kulit seluruhnya. Otot-otot yang merupakan lingkaran di sebuah otot lingkaran, misalnya otot yang mengelilingi mulut dan mata Bila otot lurik berkontraksi, maka menjadi pendek dan setiap serabut turut dengan berkontraksi. Otot-otot jeis ini hanya berkontraksi jika di rangsangan oleh rangsangan daraf sadar (otot valunter). Kerja otot lurik adalah bersifat sadar, karena itu disebut otot sadar, artinya bekerja menurut kemauan, karena itu di sebut otot sadar, artinya bekerja menurut kemauan atau perintah otak. Reaksi kerja otot lurik terhadap perangsang cepat tapi tidak tahan kelelahan. (Ville,1984) 3. Otot jantung Otot jantung merupakan otot “istimewa”. Otot ini bentuknya seperti otot lurik perbedaanya ialah bahwa serabutnya bercabang dan bersambung satu sama lain. Berciri merah khas dan tidak dapat dikendalikan kemauan. Kontraksi tidak di pengaruhi saraf, fungsi saraf hanya untuk percepat atau memperlambat kontraksi karena itu disebut otot tak sadar. Otot jantung di temukan hanya pada jangtung (kor), mempunyai kemampuan khusus untuk mengadakan kontraksi otomatis dan gerakan tanpa tergantung pada ada tidaknya rangsangan saraf. Cara kerja otot jantung ini disebut miogenik yang membedakannya dengan neurogonik (Ville,1984).
2.3.3 Mekanisme Kerja Jaringan Otot Tulang kerangka manusia dapat bergerak karena ada otot yang bekerja secara mengerut (kontraksi). Otot akan mulai berkontraksi apabila mendapat suatu rangsangan
dari saraf. Pada saat otot sedang berkontraksi, otot akan
berubah menjadi lebih besar, keras, pendek. Apabila otot sedang mengalami proses kontraksi, tulang yang melekat akan ditarik oleh otot sehingga sendi-sendi dapat bergerak. Gerakan itu melibatkan tulang, otot, saraf dan sendi. Dalam 22
gerakan menekuk lengan bawah serta meluruskannya kembali memerlukan bantuan dua otot, yaitu otot fleksor (otot yang membuat sendi menjadi bengkok) dan otot ekstensor (otot yang dapat meluruskan sendi) Kerja otot tidak dapat dilakukan secara terus-menerus melakukan kontraksi. Namun, otot juga perlu untuk
beristirahat
(relaksasi).
Hal
seperti
ini
dapat
dirasakan
ketika
merentangkan tangan dalam waktu yang lama maka otot tangan Anda akan merasa pegal System kerja otot dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu kerja antara dua otot atau lebih untuk menggerakkan tulang ada yang berlawanan (antagonis) dan ada juga yang dilakukan secara bersamaan (sinergis) (Gunawan, 2001). Semua otot tubuh secara terus menerus dibentuk kembali untuk menyesuaikan fungsi-fungsi yang dibutuhkan mereka. Diameternya diubah, panjangnya diubah, kekuatannya diubah, suplai pembuluh darahnya diubah, dan bahkan tipe serabut ototnya diubah setidaknya hanya sedikit. Proses pengubahan bentuk ini seringkali cepat, dalam waktu beberapa minggu. Ternyata, percobaan pada hewan telah menunjukkan bahwa protein kontraktil otot pada otot yang lebih kecil dan aktif dapat diganti sesingkat 2 minggu (Kjoer, 2004). Bila massa suatu otot meningkat, peristiwa ini disebut hipertrofi otot. Bila massanya menurun, proses ini disebut atrofi otot. Sebenarnya, semua hipertrofi otot adalah akibat dari suatu peningkatan jumlah filament aktin dan myosin dalam setiap serabut otot, menyebabkan pembesaran masing-masing serabut otot. Hipertrofi yang sangat luas dapat terjadi bila otot-otot diberikan beban selama proses kontraksi. untuk menghasilkan hipertrofi hampir maksimum dalam waktu 4 minggu sampai 8 minggu, hanya dibutuhkan sedikit kontraksi kuat setiap harinya. Bagaimana kontraksi yang sangat kuat ini dapat menimbulkan hipertrofi masih belum diketahui. Namun, telah diketahui bahwa selama terjadi hipertrofi, sintesis protein kontraktil otot berlangsung lebih cepat, sehingga juga menghasilkan jumlah filamen aktin dan myosin yang bertambah banyak secara progresif di dalam myofibril, yang seringkali meningkat sampai 50 persen. Kemudian, telah diamati bahwa beberapa myofibril itu sendiri akan memecah di dalam otot yang mengalami hipertrofi untuk membentuk myofibril yang baru. Bersama dengan peningkatan ukuran myofibril, system enzim yang menyediakan energi juga bertambah. Hal ini terutama terjadi pada enzim-enzim yang dipakai untuk glikolisis, yang memungkinkan terjadinya penyediaan energy yang cepat 23
selama kontraksi otot yang kuat dan singkat. Bila suatu otot tidak digunakan selama berminggu-minggu, kecepatan penghancuran protein kontraktil akan berlangsung lebih cepat daripada kecepatan penggantiannya. Karena itu terjadi atrofi otot (Glass, 2003). Bila otot direnggangkan hingga panjangnya melebihi normal, dapat terjadi jenis hipertrofi yang lain. Peristiwa ini menyebabkan bertambahnya sarkomersarkomer baru pada ujung-ujung serabut otot, tempat otot melekat pada tendon. Bahkan, sarkomer-sarkomer yang baru ini dapat ditambahkan dengan kecepatan beberapa sarkomer permenit pada otot yang baru berkembang, yang melukiskan kecepatan jenis hipertrofi ini. Sebaliknya, bila suatu otot secara teru menerus tetap memendek hingga kurang dari panjang normalnya, sarkomer-sarkomer untuk mencapai panjang yang sesuai bagi kontraksi otot tertentu pada ujungujung serabut otot dapat benar-benar menghilang. Melalui proses inilah otot secara kontinu dibentuk kembali (Guyton, 2006).
2.3.4 Anatomi Mikroskopis Otot Sebagian otot rangka terdiri dari seberkas serat – serat panjang yang pararel terhadap panjang otot. Setiap-serat adalah sel tunggal dengan nucleus ganda, yang mencerminkan pembentukannya melalui fusi berbagai sel embrionik. Satu serat otot mengandung seberkas miofibril yang tersusun secara longitudinal. Miofibril terdiri dari filamen tipis dan filament tebal. Filamen tipis terdiri dari dua untaian ktindan protein yang melilit. Otot rangka karena tersusun oleh filamen – filamen yang teratur suatu pola gelap terang yang disebut sarkomer. Di dalam serat otot juga terdapat pelipatan membrane plasma kedalam yang disebut tubulus transversal yang memiliki hubungan dekat dengan reticulum sarkoplamik. (Campbell N. A, 2010)
Gambar 4: Mikroskopis Otot Sumber : (Sloane, 2004)
24
2.3.5 Kelainan Otot Kelainan pada otot dapat disebabkan oleh beberapa hal sebagai berikut: 1. Atrofi
Merupakan penurunan fungsi otot karena otot mengecil atau kehilangan kemampuan untuk berkontraksi. Gangguan ini dapatdisebabkan oleh penyakit poliomyelitis, yaitu penyakit yang disebabkan oleh virus. Virus ini menyebabkan kerusakan syaraf yang mengkoordinasi otot ke anggota gerak bawah. 2. Hipertrofi
Merupakan otot yang berkembang menjadi lebih besar dan kuat. Hipertrofi disebabkan aktivitas otot yang kuat sehingga diameter serabut – serabut otot membesar. 3. Hernia abdominalis
Merupakan sobeknya dinding otot abdominal sehingga usus memasuki bagian sobek antersebut. 4. Tetanus
Merupakan otot yang
mengalami kekejangan karena terus menerus
berkontraksi sehingga tidak mampu lagi berkontraksi. Tetanus disebabkan luka yang terinfeksi oleh bakteri. 5. Distrofiotot
Merupakan penyakit kronis yang menyebabkan gangguan gerak. Penyakit ini merupakan penyakit yang disebabkan oleh adanya cacat genetic. 6. Miastenia gravis
Miestenia Gravis adalah melemahnya otot secara berangsur-angsur sehinggamenyebabkan kelumpuhan bahkan kematian. Penyebabnya belum diketahui dengan pasti. (Irianto,2004)
2.4 Sendi 2.4.1 Penggolongan Artikulasi/Sendi Diarthrosis 1. Sendi engsel Yaitu hubungan antar tulang yang memungkinkan gerakan hanya satu arah saja.Dijumpai pada hubungan tulang Os.Humerus dengan Os.Ulna dan
25
Os.Radius/sendi pada siku, hubungan antar Os.Femur dengan Os.Tibia dan Os.Fibula/sendi pada lutut. 2. Sendi pelana/sendi sellaris Yaitu hubungan antar tulang yang memungkinkan
gerakan kedua arah.
Dijumpai pada hubungan antara Os.Carpal dengan Os.Metacarpal, sendi pada tulang ibu jari. 1. Sendi putar Yaitu hubungan antar tulang yang memungkinkan salah satu tulang berputar terhadap tulang yang lain sebagai porosnya. Dijumpai pada hubungan antara Os.Humerus dengan Os.Ulna dan Os.Radius, hubungan antar Os.Atlas dengan Os.Cranium. 2. Sendi peluru/endartrosis Yaitu hubungan antar tulang yang memungkinkan gerakan ke segala arah/gerakan bebas. Dijumpai pada hubungan Os. Scapula dengan Os. Humerus, hubungan antara Os.Femur dengan Os.Pelvis virilis. 3. Sendi geser Yaitu hubungan antar tulang yang memungkinkan gerakan pada satu bidang saja atau gerakan bergeser.Dijumpai pada ruas-ruas Os.Vertebrae, ruas-ruas Os.Metatarsal dan ruas-ruas Os.Metacarpal. 4. Sendi luncur Yaitu
hubungan
antar
tulang
yang
memungkinkan gerakanbadan
melengkung ke depan (membungkuk) dan ke belakang serta gerakan memutar (menggeliat). 5. Sendi gulung Yaitu hubungan antar tulang yang gerakan tulangnya seolah-olah mengitari tulang yang lain. Dijumpai pada hubungan Os.Metacarpal dengan Os.Radius. 6. Sendi ovoid Yaitu hubungan antar tulang yang memungkinkan gerakan berporos dua, dengan gerak ke kiri dan ke kanan, gerakan maju dan mundur, gerakan muka/depan dan belakang. Ujung tulang yang satu berbentuk ovaldanmasuk ke dalam suatu lekuk yang berbentuk elips.Dijumpai pada hubungan Os.Radius dengan Os.Carpal. (Guyton, A dan Hall,2007)
26
2.4.2 Pergerakan Sendi Pergerakan sendi merupakan hasil kerja otot rangka yang melekat pada tulang yang
membentuk
artikulasi
dengan
cara
memberikan
tenaga.
Tulang
hanyanerfungsi sebagau pengungkit dan sendi sebagai penumpu. Beberapa pergerakan sendi antara lain adalah a. Fleksi dan ekstensi Fleksi merupakan gerakan yang memperkecil sudut antara dua tulang. Contoh gerakan menekuk atau membengkokkan. Sedangkan ekstensi merupakan gerakan yang memperbesar sudut antara dua tulang contoh : gerakan meluruskan b. Adduksi dan abduksi Adduksi merupakan gerak yang mendekati tubuh. Sedangkan abduksi merupakan gerakan menjauhi tubuh. Contoh : gerakan mernggangkan tangan, membuka tungkai kaki, dan mengacungkan tangan. c. Pronasi dan supinasi Pronasi merupakan medial lengan bawah dalam posis anatomis, yang mengakibatkan telapak tangan menghadap kebelakang atau menelungkupkan tangan. Sedangkan supinasi merupakan rotasi lateral lengan bawah, yang mengakibatkan telapak tangan menghadap ke depan atau gerak mengadahkan tangan. d. Elevasi dan depresi Elevasi merupakan gerakan mengangkat. Sedangkan depresi merupakan gerakan menurunkan. Contohnya adalah gerakan mengadahkan dan menurunkan kepala. e. Inversi dan eversi Inversi merupakan gerakan sendi pergelangan kaki yang memungkinkan telapak kaki menghadap ke dalam atau ke arah medial. Sedangkan eversi merupakan gerakan sendi pergelangan kaki yang memungkinkan telapak kaki menghadap keluar. (Snell, 2003)
27
2.4.3 Kelainan Persendian Gangguan persendian dapat diakibatkan oleh berbagai macam sebab sehingga terjadi gangguan gerak. Gangguan persendian ini dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu: 1. Dislokasi, pergeseran kedudukan sendi karena perubahan ligament 2. Ankilosis, persendian yang tidak dapat digerakkan 3. Artritis, peradangan pada persendian yang disertai dengan rasa sakit untuk digerakkan. (Guyton, A dan Hall,2007)
Osteoartritis adalah gangguan pada sendi yang bergerak. Penyakit ini bersifat kronik, berjalan progresif lambat, tidak meradang, dan ditandai oleh adanya deteriorasi dan abrasi rawan sendi dan adanya pembentukan tulang baru pada permukaan persendian(Price dan Wilson, 2005). Osteoartritis adalah bentuk artritis yang paling umum, dengan jumlah pasiennya sedikit melampaui separuh jumlah pasien artritis. Gangguan ini sedikit lebih banyak pada perempuan daripada laki-laki dan terutama ditemukan pada orang-orang yang berusia lebih dari 45 tahun. Penyakit ini pernah dianggap sebagai suatu proses penuaan normal, sebab insidens bertambah dengan meningkatnya usia. Osteartritis dahulu diberi nama artritis “yang rusak karena dipakai” karena sendi. Namun, menjadi aus dengan bertambahnya usia. Tetapi, temuan-temuan yang lebih baru dalam bidang biokimia dan biomekanik telah menyanggah teori ini(Price dan Wilson, 2005). Kondrosit adalah sel yang tugasnya membentuk proteoglikan dan kolagen pada rawan sendi. Dengan alasan-alasan yang masih belum diketahui, sintesis proteoglikan dan kolagen meningkat tajam pada osteoartritis. Tetapi, substansi ini juga dihancurkan dengan kecepatan yang lebih tinggi, sehingga pembentukan tidak mengimbangi kebutuha. Sejumlah kecil cartilago tipe I menggantikan tipe II yang normal, sehingga terjadi perubahan pada diameter dan orientasi serat kolagen yang mengubah biomekanika dari cartilago. Rawan sendi kemudian kehilangan sifat kompresibialitasnya yang unik. Walaupun penyebab yang sebenarnya dari osteoartritis tetap tidak diketahui, tetapi kelihatannya proses penuaan ada hubungannya dengan perubahan-perubahan dalam fungsi kondrosit,
28
menimbulkan perubahan pada komposisi rawan sendi yang mengarah pada perkembangan osteoartritis(Price dan Wilson, 2005). Faktor-faktor
genetik
memainkan
peranan
pada
beberapa
bentuk
osteostritis. Perkembangan osteostritis sendi-sendi interfalang distal tangan(nodus Heberden) dipengaruhi oleh jenis kelamin dan lebih dominan pada perempuan. Nodus Heberdens 10 kali lebih sering ditemukan pada perempuan dibandingkan laki-laki(Price dan Wilson, 2005). Hormon seks dan faktor-faktor hormonal lain juga kelihatannya berkaitan dengan perkembangan osteostritis. Hubungan antara estrogen dan pembentukan tulang dan prevalensi osteoartritis pada perempuan menunjukkan bahwa hormon memainkan peranan aktif dalam perkembangan dan progresivitas penyakit ini(Price dan Wilson, 2005). Sendi yang paling sering terserang oleh osteoartritis adalah sendi-sendi yang harus memikul beban tubuh, antara lain lutut, panggul, vertebra lumbal dan servikal, dan sendi-sendi pada jari. Gambaran osteoartritis yang khas adalah lebih seringnya keterlibatan sendi falang distal dan proksimal, sementara sendi metakarpofalangeal biasanya tidak terserang. Pada artritis reumatoid, sendi falang proksimal dan sendi metakrpal keduanya terserang, namun sendi interfalang distal tidak terlibat(Price dan Wilson, 2005). Osteoartritis terutama menyebabkan perubahan-perubahan biomekanika dan biokimia di dalam sendi;penyakit ini bukan suatu gangguan peradangan. Namun, seringkali perubahan-perubahan di dalam sendi ini disertai oleh sinovitis, menyebabkan nyeri dan perasaan tidak nyaman(Price dan Wilson, 2005). Selain dari jenis osteoartritis yang lazim, ada beberapa varian lain. Osteoartritis generalisata primer berbeda dalam hal adanya peningkatan banyaknya dan beratnya sendi-sendi yang terserang. Osteoartritis peradangan erosif terutama menyerang sendi pada jari-jari dan berhubungan dengan episode peradangan akut yang menimbulkan deformitas dan alkilosis. Hiperostosis alkilosis menimbulkan penulangan vertebra. Osteoartritis sekunder terjadi sebagai konsekuensi dari beberapa penyakit lain, seperti artritis reumatoid atau gout(Price dan Wilson, 2005)
29
BAB III METODE PELAKSANAAN 3.1 Nama Kegiatan Observasi alat gerak dan sistem gerak tubuh pada lansia di masyarakat.
3.2 Lokasi Pelaksanaan Tugas Pengenalan Profesi akan dilaksanakan di masyarakat.
3.3 Waktu Pelaksanaan Tugas Pengenalan Profesiakan dilaksanakan pada minggu ke-2 Blok IV (Sistem Tubuh Manusia)
3.4 Subjek Tugas Kelompok Subjek tugas mandiri pada pelaksanaan Tugas Pengenalan Profesi ini adalah lansia yang berada di masyarakat.
3.5 Alat dan Bahan Alat dan bahan yang diperlukan: 1. Alat tulis 2. Kamera 3. Ceklist
3.6 Langkah-Langkah Kerja 1. Membuat proposal tugas pengenalan profesi 2. Mengonsultasikan proposal pada pembimbing tugas pengenalan profesi. 3. Meminta surat ijin untuk melakukan tugas pengenalan profesi. 4. Melakukan pelaksanaan tugas pengenalan profesi. 5. Pembuatan laporan pelaksaan tugas pengenalan profesi.
3.7 Teknik Pelaksanaan 1. Mencari dan menemukan lansia di masyarakat 2. Memperkenalkan diri dan meminta izin untuk melakukan observasi alat gerak dan sistem gerak tubuh pada lansia 3. Mengobservasi dengan cara melihat pergerakan dari lansia 30
4. Mendokumentasikan posisi anatomis dan aktivitas dari lansia. 5. Menuliskan hasil pengamatan dalam bentuk laporan
31