Fisika Modern.docx

  • Uploaded by: Rahmat Al Ficky
  • 0
  • 0
  • April 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Fisika Modern.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 5,970
  • Pages: 23
BAB 2 TEORI RELATIVITAS KHUSUS

Teori relativitas khusus Einstein dan teori kuantum Planck memasuki bidang kajian fisika hamper secara bersamaan pada dasawarsa pertama abad kedua puluh. Kedua teori ini ternyata membawa sejumlah perubahan besar yang sangat mendasar dalam cara kita memandang alam semesta. Dalam bab ini kita akan mempelajari teori relativitas khusus. Teori ini telah mendapat reputasi yang tidak sepatutnya sebagai teori yang sangat aneh-aneh dan rumitsehingga hanya sedikit orang yang dapat memahaminya, padahal sebenarnya tidaklah demikian. Teori relativitas khusus sebenarnya adalah semata-mata suatu system kinematika dan dinamika lain, yang didasarkan pada sekumpulan postulat yang memang berbeda dari fisika klasik. Rumusan yang dihasilkan tidaklah tidaklah lebih rumit dari pada hokumhukum Newton, namun memang memberi ramalan-ramalan yang tampak bertentanga dengan β€œakal sehat” kita. Meskipun demikian, teori relativitas khusus telah dipuji kebenaranya secara teliti dan seksama lewat berbagai percobaan dan didapati bahwa semua ramalannya benar. Kita akan terlebih dahulu meninjau-ulang relativitas klasik Newton dan kemudian memperlihatkan mengapa Einstein terdorong mengusulkan untuk menggantikannya. Setelah itu, kita akan membahas berbagain aspek matematika teori relativitas khusus, ramalan-ramalannya, dan akhirnya berbagai percobaan yang menguji kebenarannya.

2.1 KEGAGALAN RELATIVITAS KLASIK Pandangan paham Newton tentang alam telah memberi suatu kerangka nalar dasar yang membantu kita memahami sejumlah besar gejala alam. Pandangan tentang alam ini, yang sebenarnya berasal dari Galileo, mengatakan bahwa ruang dan waktu adalah mutlak. Juga dikemukakan bahwa setiap percobaan yang dilakukan dalam kerangka acuan (pengamatan) kita barulah bermakna fisika apabila dapat dikaitkan dengan percobaan serupa yang dilakukan dalam kerangka acuan mutlak, yaitu suatu system koordinat kartesius semesta yang padanya tercantelkan jam-jam mutlak. Sebagai contoh, pernyataan yang lazim dikenal sebagai asa kelembaman (inersia) Galileo, mengatakan bahwa sebuah benda yang diam cenderung diam kecuali jika padanya dikenakan gaya luar. Jika anda mencoba menguji asa ini dalam sebuah keragka acuan yang mengalami percepatan, seperti sebuah mobil yang berhenti secara mendadak, atau sebuah komedi putar yang sangat cepat perputaranya, akan anda dapati bahwa asa tidak berlaku (dilanggar). Jadi, hokum-hukum Newton (termasuk asas kelembaman) tidak berlaku

dalam kerangka acuan yang mengalami percepatan, kecuali dalam kerangka acuan yang bergerak dengan kecepatan tetap. Kerangka acuan (yang bergerak dengan kecepatan tetap) ini, disebut kerangka lembam (inersial). Peristiwa-peristiwa yang diamati dari berbagai kerangka lembam dapat tampak berbeda bagi masing-masing pengamat dalam tiap kerangka itu. Tetapi, mereka semua akan sependapat bahwa hokum-hukum Newton, kekekalan energy, dan seterusnya, tetap berlaku dalam kerangka mereka. Pembandinga pengamatan-pengamatan yang dilakukan dalam berbagai kerangka lembam, memerlukan transformasi Galileo, yang mengatakan bahwa kecepatan (relative terhadap tiap kernagka lembam) mematuhi aturan jumlah yang paling sederhana. Andaikanlah seorang pengamat 0, dalam salah satu kerangka lembam mengukur kecepatan sebuah benda v; maka pengamat 0’ dalam kerangka lembam lain , yang bergerak dengan kecepatan tetap u relatif terhaddap 0 akan mengukur bahwa benda yang sama ini bergerak dengan kecepatan v =v – u. Bahasan tentang transformasi kecepatan ini akan kita sederhanakan dengan memilih system koordinat dalam kedua kerangka acuan sedemikian rupa sehingga gerak relatif u selalu pada arah x. Untuk kasus ini, transformasi Galileo menjadi 𝑣π‘₯β€² = 𝑉π‘₯ βˆ’π‘ˆ

(2.1a)

𝑣𝑦′ = 𝑣𝑦

(2.1b)

𝑣𝑧′ = 𝑣𝑧

(2.1c)

Tampak bahwa hanya komponen-x kecepatan yang terpengaruh. Dengan mengintegrasikan persamaan pertama kita peroleh π‘₯ β€² = π‘₯ βˆ’ 𝑒𝑑

(2.2)

Sedangkankan deferensiasinya memberikan 𝑑𝑣π‘₯β€² 𝑑𝑑

=

𝑑𝑣π‘₯ 𝑑𝑑

atau π‘Žπ‘₯β€² = π‘Žπ‘₯

(2.3)

Persamaan (2.3) memperlihatkan mengapa hokum-hukum Newton tetap berlaku dalam kedua kerangka acuan itu. Selama u tetap (jadi du/dt = 0), kedua pengamat ini akan mengukur percepatan yang identik dan sependapat pada penerapan F = ma. Berikut adalah beberapa contoh tentang penerapan transformasi Galileo:

CONTOH 2.1 Dua buah mobil melaju dengan laju tetap di sepanjang bsebuah jalan lurus dalam arah yang sama. Mobil A bergerak dengan laju 60 km/jam, sedangkan mobil B 40 km/jam. Masing-masing laju ini diukur relatif terhadap seorang pengamat di tanah. Berapakah laju mobil A terhdap mobil B? Pemecahan Misalkan O adalah pengamat di tanah yang mengamati mobil A bergerak dengan laju v = 60 km/jam. Anggaplah O’ bergerak dengan mobil B dengan laju u = 40 km/jam. Maka 𝑉 β€² = 𝑣 βˆ’ 𝑒 = 60 βˆ’ 40 = 20 π‘˜π‘š/π‘—π‘Žπ‘š

CONTOH 2.2. Seorang perenang yang mampu berenag dengan laju c dalam air tenang, berenang mengarungi sebuah sungai yang laju arusnya u. Andaikanlah perenang ini berenang melawan aliran arus sejauh L kemudian berbalik dalam arah menuruti aliran arus ketitik awal berangkatnya. Carilah waktu yang dibutuhkan siperenang untuk melakukan perenangan pulang-balik ini, dan bandingkan dengan waktu yang diperlukannya untuk berenang menyinlangi aliran arus sejauh jarak L kemudian kembali. Pemecahan Misalkan kerangka acuan 0 adalah tanah dan kerangka acuan 0’ adalah air, yang bergerak dengan laju u (gambar 2.1a). Siperenang selalu bergerak dengan c relatif terhadap air, jadi v’ = -c untuk arah renang melawan aliran arus, ( ingat u selalu mendefinisikan arah x negatif). Menurut persamaan (2.1a), v’ = v – u sehingga v = v’ + u = u – c. (Sebagaimana yang diperkirakan, laju relatifnya terhadap tanah lebih kecil dari pada c; juga bertanda negatif, karena perenang sedang berenang dalam arah x negatif, maka |v| = c – u). Oleh karena itu 𝑑lawan = L/(c – u). Untuk arah renang yang menuruti aliran arus, v’ = c jadi v = u + c, sehingga π‘‘π‘‘π‘’π‘Ÿπ‘’π‘‘ = L/(c + u). Jadi, waktu total yang dibutuhkan adalah 𝐿

t’ = 𝑐 + 𝑒 +

𝐿 π‘βˆ’u

=

𝐿(π‘βˆ’π‘’) + 𝐿(𝑐+𝑒) 𝑐 2 + 𝑒2

=

2𝐿𝐢 𝑐 2 βˆ’ 𝑒2

=

2𝐿

1

𝑐 𝐢 1βˆ’ 𝑒2 /𝑐 2

Agar siperenang dapat berenang dalam arah menyilang aliran arus, maka ia harus berenang dalam arah yang agak sedikit condong dari arah melawan arus agar ia

GAMBAR 2.1 Gerak seorang perenang sebagaimana dilihat pengamat diam O di tepi sungai. Penagamat O’ bergerak bersama aliran sungai dengan laju u. Dapat mengimbangi tarikan arus (gambar 2.1b). Artinya, dalam kerangka acuan O, kita inginkan 𝑉π‘₯ = 0, yang menyatakan 𝑉′π‘₯ = -u menurut persamaan (2.1a). Karena laju relatifnya terhadap air selalu c, maka c, βˆšπ‘ 2 βˆ’ 𝑣′2π‘₯ = βˆšπ‘ 2 βˆ’ 𝑒2 , dan dengan demikian, waktu pulang-baliknya adalah

2𝐿

t = 2π‘‘π‘ π‘–π‘™π‘Žπ‘›π‘” = βˆšπ‘ 2

βˆ’ 𝑒2

=

2𝐿

1

𝑐 √1βˆ’ 𝑒2 /𝑐 2

Perhatikan perbedaan bentuk pernyataan antara hasil ini dengan yang untuk arah renang lawan-turut (upstream-downstream) aliran arus.

Gejala gelombang secara umum dapat kita definisikan sebagai rambatan ganguan periodic melalui suatu zat perantara. Dengan cara apakah perambatan gelombang ini berlangsung, bergabtung pada gaya-gaya yang berkerja antar partikel zat perantaranya. Oleh karena itu, tidaklah mengherankan mengapa segera setelah Maxwell memperlihatkan bahwa kehadiran gelombang electromagnet klasik, para fisikawan segera melakukan berbagai upaya untuk mempelajari sifat zat perantara yang berpearan bagi perambatan gelombang electromagnet ini. Zat perantara ini disebut eter; namun, karena zat ini belum pernah teramati dalam percobaan dalam percobaan, maka

dipostulatkan bahwa ia tidak bermassa dan tidak tampak, tetapi mengisi seluruh ruang, dan fungsi satu-satunya hanyalah untuk merambatkan gelombang electromagnet. Konsep eter ini sangat menarik perhatian karna sekurang-kurangnya dua alas an berikut. Pertama, sulit untuk membayangkan bagaimana sebuah gelombang dapat merambat tanpa memerlukan zat perantara-bayangkan gelombang tanpa air! Kedua, pengertian dasar eter ini berkatian erat dengan gagasan Newton tentang ruang mutlak-eter dikaitkan dengan system koordinat Semesta Agung. Dengan demikian, keuntungan sampingan yang bakal diperoleh dari penyelidikan terhadap eter ini adalah bahwa dengan mengamati gerak bumi mengarungi eter, akan terungkap pula gerak bumi relatif terhadap β€œruang mutlak”.

Albert A. Michelson (1852-1931, warga Amerika Serikat ). Ia menghabiskan waktu 50 tahun untuk meningkatkn ketelitian percobaanpercobaannya dengan cahaya. Jerih payahnya ini menjadikannya warga Amerika Serikat pertama yang memenangkan hadiah Nobel ( 1907). Percobaan awal yang paling saksama untuk mendapatkan bukti kehadiran eter dilakukan pada tahun 1887 oleh fisikawan Amerika, Albert A. Michelson dan rekannya E. W. Morley. Percobaan mereka pada dasarnya mempergunakan interferometer Michelson yang dirancang khusus bagi maksud ini; gambar diagram skematisnya diperlihatkan pada gambar 2.2. dalam percobaan ini, seberkas cahaya monokromatif (satu warna) dipisahkan menjadi dua berkas yang dibuat melewati dua lintssan berbeda dan kemudian diperpadukan kembli. Karena adannya perbedaan panjang lintasan yang ditempuh kedua berkas, maka akan dihasilkan suatu pola interferensi, seperti tampak pada gambar 2.3.

GAMBAR 2.2 Diagram skematis interperometer Michelson. Seberkas cahaya dari sumber cahaya S dipisahkan menjadi dua berkas dititik A. Berkas yang satu dipantulkan oleh cermin di B, Sedangkan yang lainnya di C. Kedua berkas kemudian diperpadukan kembali untuk diamati interferensinya. Separuh gambar sebelah kanan memperlihatkan gambar sketsa dari peralatan Michekson ini. Untuk meningkatkan kepekaan, cermincermin disusun sedemikian rupa sehingga kedua berkas melintasi masing-masing lengan peralatan ini sebanyak delapan kali, ketimbang hanya dua kali. Untuk mengurangi pengaruh getaran dari lingkungan disekitarnya, interferometer ini didudukan diatas sebongkah batu datar persegi dengan luas permukaan 1,5 m yang mengapung pada genangan air raksa.

GAMBAR 2.3 Berapa frinji interferensi sebagaimana diamati dengan ineterferometer Michelson dari gambar 2.2. Apabila panjang gelombang lintasan ACA berubah sebanyak setengah panajang gelombang relatif terhadap ABA, maka semua daerah terang akan berubah menjadi gelap dan yang gelap menjadi terang.

Untuk sementar, marilah kita membayangkan bahwa bumi sedang bergerak mengarungi eter dalam arah AB pada gambar 2.2. Pada pola interferensi, pita-pita gelap terjadi ditempat kedua berkas cahaya berinterferensi secara meminimumkan (destructive), sedanagkan pita-pita terang ditempat interferensinya maksimum (konstruktive). Interferensi minimum dan maksimum bergantung pada beda fase anatara kedua berkas cahaya. Ada dua saham (contribution) bagi beda fase ini. Yang pertama berasal dari beda jalan (AB-AC); Karena salah satu berkas menempuh jarak yang lebih panjang, sedangkan saham kedua bagi beda fase ini ternyata akan selalu ada meskipun panjang kedua lintasan berkas tepat sama. Hal ini dapat kita pahami dengan merujuk kecontoh 2.2. Seberkas cahaya yang β€œberenang” mengarungi eter dalam arah lawan turut aliran eter akan berbeda waktu tempuhnya dengan yang melintasi dalam arah silang dan kembali. Jika kita dapat memisahkan dan mengukur saham kedua ini maka kita dapat menarik kesimpulan tentang β€œlaju” aliaran eter, dan dari sini pula tentang gerak bumi mengarumi eter. Sayangnya, pemisahan seperti itu merupakan sesuatu hal yang tidak mungkin dapat dilakukan. Walaupun demikian, Michelson dan Morley menggunakan suatu metode cerdik untuk dapat menarik kesimpulan tentang komponen saham kedua ini yakni, dengan memutarkan seluruh peralatan mereka sebanyak 900! Saham bagi beda fase yang disebabkan oleh beda jalan, tentu saja tidakl berubah, tetapi yang oleh gerak eter mengalami perubahan tanda, karena sekarang berkas sepanjang AC yang bergerak menuruti aliran eter, sedangkan yang sepanjang AB sekarang melawan aliran eter. Adanya perubahan tanda pada saham kedua ini diperkirakan bakal teramati sebagai perubahan pola frinji (fringes, atau pita) terang dan gelap bila peralatannya diputar. Setiap perubahan terang menjadi gelap atau gelap menjadi terang menggambarkan suatu perubahan fase sebesar 1800 (setengah siklus), yang setara dengan keterdahuluan atau keterlambatan waktu sebesar setengah periode. (untuk cahaya tampak, besarnya sekitar 10-15). Dari hubungan-hubungan yang kita turunkan bagi beda waktu antara rambatan lawan turut dan silang, kita kemudian dapat menarik kesimpulan tentang laju bumi mengarumi eter (lihat soal 1 pada bagian akhir bab ini). Ketika Michelson dan Morley melakukan percobaan ini mereka tidak mengamati adanya perubahan mencolok dalam pola frinji interferensi yang mereka simmpulkan hanyalah suatu pergeseran yang lebih kecil dari pada 0,01 frinji, yang berhubungan dengan laju bumi mengarumi eter, paling tinggi 5 km/detik. Sebagai upaya terakhir, Michelson dan Morley bernalar bahwa mungkin gerak orbital bumi menghapus gerak translasi bumi mengarumi eter. Jika hal ini benar, maka enem bulan kemudian bumi akan bergerak dalam orbitnya pada arah yang berlawanan, sehingga dengan demikian penghapusan ini tidak akan terjadi. Ketika percobaan ini mereka ulangi enam bulan kemudian, kembali diperoleh hasil nihil. Sebagai rangkumannya, kita lihat bahwa terdapat suatu rantai nalar yang berasal dari asas kelembaman Galileo, melalui hokum-hukum Newton dengan andaian-andaian

inpilisitnya tentang ruang dan waktu, dan berakhir dengan kegagalan percobaan Michelson-Morley untuk mengamati gerak bumi relatif terhadap eter. Beberapa penjelasan telah diajukan untuk menjelaskan ketidak teramatan eter dan kegagalan kecepatan lawan-turut dan silang mematuhi aturan jumlah sederhana yang diperkirakan. Dengan demikian, penjelasan yang lebih baru, revolusioner, dan berhasil, memerlukan penyusunan ulang konsep-konsep tradisional kita tentang ruang dan waktu, dan oleh nkarena itu akan merombak beberapa konsep fisika (klasik) yang pealing mendasar.

Albert Einstein (1879-1955, warga Jerman-Amerika Serikat).Seseorang filsuf dan pencinta damai yang ramah. Ia adalah guru intelektual bagi dua generasi fisikawan teori yang meninggalkansidik karyanya dalam hampir setiap bidang kajian fisika modern. Permasalahan yang dimunculkan percobaan Michelson-Morley ini ternyata baru berhasil terpecahkan dengan teori relativitas khusus yang membentuk landasan bagi konsep-konsep baru tentang ruang dan waktu. Terori ini didasarkan pada dua postulat berikut, yang diajukan Albert Einstein pada tahun 1905. 1.

Asas relativitas: hokum-hukum fisika tetap sama pernyataannya dalam semua system lembam 2. Ketidak ubahan laju cahaya: laju cahaya memiliki c yang sama dalam semua system lembam. Postulat pertama pada dasarnya menegaskan bahwa tidak ada satupun percobaan yang dapat kita ukur hanyalah laju relatif dari dua system lembam. Dengan demikian, pertanyaan tentang keberadaan ruang mutlak tidak lagi bermanfaat.mugkin saja terdapat suatu system acuan semesta agung, tetapi tidak ada satupun percobaan yang dapat kita lakukan utuk meyingkap keberadaannya ( atau hubungan kita dengannya). Karena itu, kita dapat saja mengabaikan keberadaan ruang mutlak ini dengan alasan bahwa hanya menambah kerumitan yang tidak ada manfaatnya.

Postulat kedua kelihatannya tegas dan pula seolah-olah sederhana. Percobaan Michelson-Morley memang tampaknya menujukan bahwa laju cahaya dalam arah lawanturut dan silang adalah sama. Dan postulat kedua semata-mata menegaskan fakta ini bahwa laju cahaya adalah sama bagi semua pengamat, sekalipun mereka dalam keadaan gerak relatif. Sebagai contoh, andaikan dua pesawat roket sedag saling mendekati dengan laju relatif c/2, ketika salah satu pesawat roket itu menembakan seberkas cahaya menuju pesawat roket yang lainnya. Pesawat roket kedua ini tidak akan mengukur bahwa laju berkas cahaya yang mendekatinya adalah c + (c/2) sebgaimana diperkirakan berlaku menurut relativitas Galileo, yakni (persamaan 2.1a), tetapi malahan tetap c. Dalam pasal berikut, kita akan menyelidiki beberapa akibat dari kedua postulat Einstein di atas dan membahas transformasi matematika yang taat asas dengan ketidak ubahan laju cahaya. 2.3 AKIBAT POSTULAT EINSTEIN Tinjau dua pengamat O dan O’. O menembakan seberkas cahaya menuju sebuah cermin berjarak L darinya dan kemudian mengukur selang waktu 2βˆ†t yang dibutukan berkas tersebut untuk menempuh jarak kecermin dan kemudian terpantulkan kembali ke O (tentu saja L = c βˆ†t). Pengamat O’ sedang bergerak dengan laju tetap u seperti tampak pada gambar 2.4. Menurut pandangan O, titik pengiriman dan penerimaan berkas cahaya ini sama, dan O’ bergerak menjauhinya (O) dalam arah tegak lurus. Gambar 2.5 memperlihatkan percobaan yang sama dari sudut pandang O’ yang menurutnya O sedang bergerak dengan kecepatan-u. Menurut pandangan O’ ini,

GAMBAR 2.4 Pengamat O mengirimkan dan menerima seberkas cahaya yang dipantulkan oleh sebuah cermin pengamat O’ sedang bergerak dengan laju u.

GAMBAR 2.5 Percobaan yang diperlihatkan pada gambar 2.4, sebagaimana dilihat oleh pengamat O’. Pengamat O memancarkan seberkas cahaya dititik A dan menerima pantukannya di B. berkas cahaya dikirim dari titik A dan diterima di titik B setelah selang waktu 2βˆ†t’ kemudian. Jarak AB baginya adalah 2u βˆ†t’. Menurut O, berkas cahaya menempuh jarak 2L dalam selang waktu 2 βˆ†t, sedangkan menurut O’, berkas cahaya itu menempuh lintasan AMB yang berjarak 2√𝐿2 + (𝑒 βˆ†π‘‘β€²)2 dalam selang waktu 2 βˆ†t’ Menurut relativitas Galileo, βˆ†t = βˆ†t’ , dan O mengukuran laju cahaya c sehingga laju cahaya menurut pengukuran O’ adalah √c 2 + 𝑒2 . Menurut postulat kedua Einstein, ini tidaklah mungkin Karena baik O maupun O’ kedua-duanya haruslah mengukur laju cahaya yang sama, yakni c. Oleh karena itu, βˆ†t dan βˆ†t’ haruslah berbeda. Hubungan antara βˆ†t dan βˆ†t’ dapat kita cari dengan mengambil kedua pengukuran laju cahaya sama dengan c. Menurut O, c sama dengan 2L/2βˆ†t, jadi L sama dengan c βˆ†t. Menurut O’, c = 2 √𝐿2 + (𝑒 βˆ†π‘‘β€²)2 /2 βˆ†π‘‘β€² jadi c βˆ†t’ = √𝐿2 + (𝑒 βˆ†π‘‘β€²)2 . Dengan menggabungan keduanya, kita dapati c βˆ†t’ = √(𝑐 βˆ†π‘‘)2 + (𝑒 βˆ†π‘‘ β€² )2 dan, pemecahanyan bagi βˆ†π‘‘ β€² adalah βˆ†π‘‘ β€² =

βˆ†π‘‘ √1 βˆ’π‘’2 / 𝑐 2

Hubungan di atas merangkumkan efek yang dikenal sebagai pemuluran waktu (time dilation). Menurut persamaan (2.4), pengamat O’ mengukur selang waktu yang lebih lama dari pada yang diukur O. Ini adalah suatu hasil umum dalam relativitas khusus, yang dapat kita jelaskan sebagai berikut. Tinjau suatu kejadian yang lamanya βˆ†t. Seorang pengamat O yang diam terhadap kejadian itu (awal an akhir kejadian berlangsung pada titik yang samadalam ruang, menurut O) mengukur selang waktu βˆ†t, yang dikenal sebagai waktu sejati (proper time). Seorang pengamat O’ yang sedang bergerak dengan kecepatan u terhadap O akan mengukur selang waktu βˆ†t’, yang lebih lama bagi kejadian yang sama

ini. Selang waktu βˆ†t’ selalu lebih lama dari pada βˆ†t, tidak peduli berapa besar atau arah u. Perlu ditekankan bahwa efek ini nyata, tidak hanya berlaku bagi jam-jam yang didasrkan pada berkas-berkas cahay tetapi juga bagi waktu itu sendiri; semua jam akan berjalan lebih lambat menurut seorang pengamat yang berada dalam keadaan gerak relatif, termasuk jam biologis. Begitupun pertumbuhan usia dan peluruhan system hayati mengalami perlambatan karena efek pemuluran waktu. Efek pemuluran waktu ini dapat diamati dalam berbagai macam percobaan. Sebagai contoh, kita tinjau penciptaan dan peluruhan partikel elemente sr muon. (Muon dapat dihasilkan tumbukan berenergi tinggi antara partikel-partikel lain bahasan lebih lanjut tentang hal ini diberikan dalam bab 11). Dalam kerangka diam muon, penciptaan muon dan peluruhannya kemudian (menjadi sebuah electron dan partikel-partikel lain yang disebut neutrino) berlangsung pada titik yang sama dalam ruang. Oleh karena itu, waktu hidupnya sebagaimmana diukur dalam kerangka acuan itu adalah selang waktu sejati βˆ†t. Selang waktu ini dapat diukur dalam laboratorium, dan didapati sekitar 2 x 10-6 s. Moun juga dihasilakan ketika partikel berenergi tinggi yang disebut sinar kosmik bertumbuhan dengan atom pada atmosfer teratas. Moun yang tercipta ini kemudian dengan segera menghambur menuju tanah dengan laju yang hampir sama dengan laju cahaya. Jika moun ini hidup selama 2 x 10-6 s dalam kerangka acuan kita di tanah dan mereka bergerak dengan laju mendekati 3 x 108 m/detik, maka mereka paling jauh hanya dapat menempuh jarak 600 m, suatu jarak yang amat pendek jika dibandingkan dengan ketinggian atmosfer yang melebihi 100 km. Oleh karena itu, kita seharusnya tidak akan pernah melihat muon ini pada permukaan bumi, namun kenyataannya mereka masih teramati berada dalam jumlah yang besar. Penjelasannya terletak pada efek pemuluran waktu. Muon memang hanya hidup 2 x 10-6 s dalam kerangka acuan mereka sendiri, tetapi bila dipandang dari kerangka acuan kita, yang melaju dengan muon itu dengan laju tinggi, maka selang waktu ini menjadi lebih lama. Marilah sekarang kita kembali kepercobaan semula denga pengamat O dan O’. Misalkan sekarang bahwa O’ bergerak sejajar berkas cahaya. Gambar 2.6 menggambarkan kedua percobaan ini dilihat dari dua kerangka acuan berbeda. Andaikan kita meninjau

GAMBAR 2.6 Gambar teratas adalah menurut pengamatan kerangka acuan O yang melihat O’ sedang bergerak sejajar dengan berkas cahaya. Menurut O’, berkas dipancarkan ketika O berada di A, dipabtulkan ketika O di B, dan diterima kembali ketika O di C. Gambar bawah memperlihatkan ketiga saat itu, yakni pemancaran, pemantulan, dan penerimaan kembali berkas cahaya. Ketiga gambar sketsa di atas masing-masing memperlihatkan lintasan sebenarnya dari berkas cahaya menurut O percobaannya dari sudut pandang O’. Maka untuk perjalanan berkas cahaya menuju cermin dalam selang waktu βˆ†t’1, O’ mengamati bahwa berkas cahaya itu menempuh jarak, L’ – u βˆ†t’1, karena baginya, dalam selang waktu itu, cermin telah bergerak menuju sumber sejauh u βˆ†t’1. Karena pengamat O’ juga mengukur laju cahaya adalah c, maka iya berkesimpulan bahwa c βˆ†t’1 = L’ – u βˆ†t’1 Begitu pula, berkas yang dipantulkan kembali kesumbernya, dalam selang waktu βˆ†t’2 ; menempuh jarak L’ + u βˆ†t’2, oleh karena itu, c βˆ†t’2 = L’ + u βˆ†t’2 jika kita mengambil 2 βˆ†t’ sebagai selang waktu total bagi perjalanan bolak-balik berkas cahaya (sebagaimana diamati oleh O’), maka

2 βˆ†t’ = βˆ†t’1 + βˆ†t’2 𝐿′

𝐿′

= 𝑐+𝑒 + π‘βˆ’π‘’ = 𝐿′

2𝐢 𝑐 2 βˆ’ 𝑒2

Kita mengetahui bahwa O mengukur laju c yang sama bagi berkas cahaya itu, yang menurutnya menempuh jarak 2L dalam waktu 2 βˆ†t. Begitu pula, kita mnegetahui bahwa βˆ†t’ = βˆ†t / √1

βˆ’ 𝑒2 / 𝑐 2 . Dengan menggabungkan hasil-hasil ini, kita peroleh 2 βˆ†π‘‘ √1 βˆ’ 𝑐 2 / 𝑒2

= 𝐿′

2𝑐 𝐿′ 2 = ( ) 𝑐 2 βˆ’ 𝑒2 𝑐 1 βˆ’ 𝑒2 / 𝑐 2

𝐿′ = 𝑐 βˆ†π‘‘ √1 βˆ’ 𝑒2 / 𝑐 2 𝐿′ = 𝐿 √1 βˆ’ 𝑒2 / 𝑐 2

(2.5)

Jadi, panjang L’ menurut O’ lebih pendek dari pada panjang L menurut O. Hasil ini dikenal sebagai penyusutan (length contraction). Penyusutan panjang merupakan suatu hasil umu, dan tidak ada sangkut pautnya dengan pengukuran panjang yang kita lakukan secara langsung. Panjang objek yang diukur dalam suatu kerangka pengamatan di mana objeknya diam, dikenal sebagai panjang sejati (pro per length), sedangkan panjang yang diukur dalam kerangka diam objek akan menjadi lebih pendek sebanyak yang diberikan oleh persamaan (2.5). Penyusutan panjang hanya terjadi sepanjang arah gerak semua komponen panjang lainya ( tegak lurus arah gerak) tidak terpengaruh. Gambar 2.7 memperlihatkan beberapa gambar ideal beberapa objek yang mengalami penyusutan panjang.

GAMBAR 2.7 Beberapa gambar objek yang panjang panjangnya tersusutkan. Perhatikan bahwa penyusutan ini hanya terjadi dalam arah gerak. Perlu ditekankan bahwa, seperti halnya dengan pemuluran wakrtu, efek ini juga nyata, yang terjadi bagi semua pengamat dalam keadaan gerak relatif. Bagi seorang pengamat yang berada dalam sebuah pesawat roket yang sedang melewati bumi, kita akan

tampak baginya seperti yang diperlihatkan pada gambar 2.8, namun kita sama sekali tidak merasakan efek ini, tentu saja karna tidak ada yang berubah bagi kita dalam kerangka acuan. Begitu pula, pengamatan.

GAMBAR 2.8 Sebuah pesawat roket yang sedang melewati bumi melihat bumi menyusut. Kita terhadap pesawat roket yang sedang melewati kita tersebut adalah seperti yang diperlihatkan pada gambar 2.9. Gambar pengamatan tentang objek yang bergerak ini adalah hal yang ideal karna mata kita tidak dapat melihat penyusutan panjang ini seperti yang kita perlihatkan dalam gambar, begitu pula dengan kamera yang memotretnya. Untuk memahami mengapa demikian, ingatlah bahwa retina mata kita atau film kamera, hanya memberi tanggapan terhadap suatu deretan bayangan yang jatuh mengenai per

GAMBAR 2.9 Pengamat dibumi melihat pesawat roket yang sedang melewatinya menyusut. Mukaan retina atau film pada saat yang sama. Tinjaulah sebuah kubus yang sedang bergerak seperti diperlihatkan pada gambar 2.10.

GAMBAR 2.10 Pemotretan sebuah objek yang sedang bergerak. Cahaya dari sisi depan F yang terpancarkan pada waktu t1 mencapai kamera pada saat yang sama ketika cahaya dari sisi bawah B terpacarkan pada waktu t2 yang belakangan. Jika tutup kamera (sutter) dibuka ketika kubus tepat berada langsung di atas kamera, maka baik B dan F kedua-duanya akan muncul pada gambar foto. Cahaya dari sisi alasnya menempuh jarak lebih pendek dari pada sisi depannya, sehingga cahaya dipancarkan lebih dulu dari sisi depan akan mencapai film kamera pada saat yang sama dengan cahaya dipancarkan pada waktu yang belakangan dari sisi alasnya. Jadi, ketika kubus berada langsung di atas kepala kita, kita β€œmelihat” sisi bawah dan sisi depannya secara serempak. Satu-satunya jalan agar hal ini dapat terjadi adalah jika kubus tampak sedikit berputar, dalam hal itu gambar foto yang diperoleh akan tampak seperti pada gambar 2.11. Karena jam yang berada dalam system koordinat yang sedang bergerak relatif berjalan dengan laju (rate) berbeda, maka konsep kita tentang β€œwaktu mutlak” tidak lagi berlaku. Begitu pula, dua peristiwa yang terjadi secara serempak dalam satu kerangka acuan tidak akan lagi serempak dalam kerangka acuan lain yang sedang bergerak. Contoh berikut memberikan kita gambaran tentang beberapa kesulitan (salah paham) yang dapat muncul dari situasi ini

GAMBAR 2.11 Gambar kubus yang sedang bergerak dilihat oleh pengamat diam

CONTOH 2.4 Seorang pengawas antarpelanet mencatat laporan berikut lewat komunikasi elektronik dari sebuah pesawat antar riksa yang sedang melewatinya: β€œketika sebuah pesawat lain mendekat,saya kendalikan pesawat saya sedemikian rupa sehingga tepat sejajar di sisinya. Kemudian, tepat pada penujukan waktu tertentu, saya melihat bahwa kedua ujung pesawat kami tepat segaris, seperti yang saya perlihatkan dalam gambar sketsa ini. Pada saat itu saya menembakkan dua berkas sinar laser dari bagian haluan dan buritan pesawat saya, yang saya arahkan pada haluan dan buritan pesawat yang sedangkan melewati saya itu. Seperti anda ketahui, penembkan berkas sinar laser secara serempak menyilangi haluan dan buritan pesawat merupakan tanda ucapan perdamaian dan persahabatan yang telah disepakati bersama. Tetapi, pesawat tersebut ternyata tidak memberi tanggapan yang bersahabat, malahan balik menembaki pesawat saya sehingga pesawat saya rusak berat”. Analisislah peristiwa ini dari sudt pandang pesawat kedua. Pemecahan Perlu diingat bahwa dari kerangka dari acuan pesawat A, panjang pesawat A adalah panjang sejatinya dan semua objek yang bergerak relatif terhadapnya, panjangnya memendek. Jadi, meskipun kedua pesawat itu tampak sama panjang dari sudut panjang A, ini semata –mata menurut milik A panjang sejati pesawat A tampak sama panjang dengan panjang tersusutkan dari pesawat B. ( Oleh karena itu, jelas bahwa panjang sejati pesawat B haruslah lebih besar dari pada panjang sejati pesawat A). tentu saja, dari kerangka acuan B, kebalikannya juga berlaku panjang pesawat B adalah panjang sejatinya sedangkan panjang pesawat A adalah panjang tersusutkan, sehingga seorang pengamat dalam pesawat B akan memberikan laporan sebagai beriku: Ketika sebuah pesawat lain berpapasan dengan pesawat saya, Ia menembakan seberkas sinar laser menyilangi haluan pesawat saya. Beberapa saat kemudian, ia menembakan lagi seberkas sinar laser menyilangi buritan pesawat saya. Karena pesawat yang lewat itu tampak lebih pendek dari pada pesawat saya, haluan dan buritan pesawat kami tidak mungkin dapat segaris secara serempak, jadi kedua berkas sinar laser itu seharusnya ia tidak boleh tembakan secara serempak sebagai tanda ucapan selamat. Karena itu, saya balik menembakinya.

CONTOH 2.5 Seorang pengamat sedang berdiri pada sebuah peron stasiun ketika sebuiah kereta api modern berkecepatan tinggi melewatinya dengan laju u sama dengan 0,80c. pengamat tersebut, yang baginya panjang peron stasiun adalah 60 m, suatu saat mencatat bahwa

ujung depan dan belakang kereta itu tepat segaris dengan ujung-ujung peron stasiun. (a) Berapa lamakah waktu yang dibutuhkan kerata untuk melawati sebuah titik tetap pada peron stasiun, menurut pengamat di peron? (b) Berapa panjangkah panjang sejati kereta? (c) Berapa panjangkah peron stasiun, menurut pengamat dalam kereta? (d) Berapa lamakah wajtu yang dibutuhkan sebuah titik tetap pada peron stasiun untuk melewati seluruh badan kereta, menurut pengamat didalam kereta? (e) bagi seorang pengamat di dalam kereta, ujung-ujung kereta tidak akan secara serempak berada segarus dengan ujung-ujung peron stasiun. Carilah beda waktu antara saat ketika ujung depan kereta segaris dengan salah satu ujung peron dan saat ketika ujung belakang kereta segaris dengan ujung yang lainnya. Pemecahan (a) Untuk melewati sebuah titik tertentu, kereta api harus menempuh jarak sejauh panjangnya menurut pegukuran pengamat di peron stasiun. Jadi: 𝐿

60 π‘š

βˆ†t = 𝑂,8 = 2,4 π‘₯ 108 π‘š/𝑠 = 2,5 π‘₯ 10βˆ’7 𝐢

(b) Karena pengamat di peron mengukur panjang tersusutkan kereta api (tetapi ia mengkur panjang sejati peron) 60 m, maka panjang sejati kereta adalah, menurut persamaan (2.5): Lt =

𝐿′𝑑 √1 βˆ’

𝑒2

/ 𝑐2

=

60 √1 βˆ’ (0,8)2

= 100

(c) Pengamat dikereta mengamati bahwa peron stasiun memiliki panjang tersusutkan L’ p, yang berhubungan dengan panjang sejatinya Lp melalui hubungan 𝐿′𝑝 = 𝐿𝑝 √1 βˆ’ 𝑒2 / 𝑐 2 = 60√1 βˆ’ (0,8)2 = 36 π‘š (d) Karena kereta api 100 m, maka βˆ†t’ = 2,4

100 π‘₯ 108 π‘š/𝑠

= 4,2 π‘₯ 10βˆ’7 𝑠

Perhatikan bahwa selang waktu ini telah kita sebut βˆ†t’ untuk menenjukan bahwa ia bukanlah selang waktu sejati peristiwa bersilanganya sebuah titik pada peron stasiun dengan ujung depan kereta kemudian dengan ujung belakangnya tidaklah terjadi pada titik yang sama dalam ruang menurut pengamat di kereta api. Tentu saja, βˆ†t dari bagian (a) dan βˆ†t’ berkaitan melalui rumus pemuluran waktu, sebagaimana dapat anda perlihatkan sendiri.

(e) Selang waktu antara saat ketika ujung depan kereta api segaris dengan salah satu ujung peron stasiun dan saat ketika ujung belakang kereta api segaris dengan ujung lain peron stasiun itu adalah tidak lain dari pada jarak yang β€œditempuh” stasiun, 100 – 36 = 64 m, bagi laju relatif, yakni βˆ†t = 2,4

64 π‘š π‘₯ 108 π‘š/𝑠

= 2,7 π‘₯ 10βˆ’7 𝑠

Jadi, kedua peristiwa yang tampak serempak dalam satu kerangka acuan ternyata terjadi dalam selang waktu 2,7 x 10-7 s bagi kerangka acuan lainnya. Dalam paragraf 2.6 kita akan menyelidiki gejala alam ini lebih lanjut.

Karena dua pengamat yang dalam keadaan gerak relatif mengukur selang waktu yang berbeda, maka kita dapat pula bertanya apakah pengukuran frekuensi juga berbeda. Dalam fisika klasik, anda telah mempelajari efek Doppler bagi gelombang suara, yang menerangkan bahwa sumber dan pengamat bergerak dengan laju vs dan vo relatif terhadap zat perantara, maka frekuensi v’ yang didengar pengamat O berbeda dari frekunesi v yang dipancarkan sumber S. Hubunganya adalah

𝑉 Β± 𝑉0

v’ = v 𝑉 βˆ“

(2.6)

𝑉𝑆

Tanda aljabar yang atas kita pilih apabila S bergerak menuju O, atau O menuju S, (v adalah laju gelombang dalam zat perantara). Karena semua kecepatan diukur terhadap zat perantara (udara tenagg, misalnya), maka gerak sumber, memeberi pergeseran Doppler yang berbeda dari yang disebakan gerak pengamat. Sebagai contoh, untuk gelombang suara dalam udara, v sama dengan 340 m/s.Andaikanlah sumber memancarkan gelombang bunyi berfrekuensi 1000 Hz. Jika sumber dan pengamat bergerak saling mendekati dengan laju 30 m/s, maka kita dapat mencirikan tiga situasi berikut dari banyak kemungkinan lainnya: 1. Sumber diam dalam zat perantara, sedangkan pengmat bergerak dengan laju 30 m/s menuju sumber: 340 + 30

v’ = 100(

340

) = 1088 𝐻𝑧

2. Pengamat diam, sumber bergerak menuju pengamat dengan laju 30 m/s: 340

v’ = 1000(340 +

) = 1097 𝐻𝑧

30

3. Sumber dan pengamat masing-masing bergerak saling mendekati dengan laju 15 m/s relatif terhadap zat perantara: 340 + 15

v’ = 1000 (340 βˆ’

) = 1092 𝐻𝑧

15

Perhatikan bahwa nilai v’ berbeda untuk ketiga kasus ini yang berarti, kita dapat membedakan β€œgerak mutlak” terhadap perantara yang merambatkan gelombang bunyi. Postulat pertama Einstein mengatakan bahwa situasi seperti ini tidak mungkin berlaku bagi gelombang cahaya, karena gelombang cahaya, tidak membutuhkan zat perantara (tidak ada β€œeter”) dan tidak ada percobaan yang dapat mengungkapkan gerak mutlak. Oleh karena itu, kita mensyaratkan bahwa bagi gelombnag cahaya terdapat rumus pergeseran Doppler yang berbeda, yang tidak membedakan antara gerak sumber dan gerak pengamat, melainkan hanya melibatkan gerak relatif. Andaikan pengamat O memiliki sumber radiasi yang memancarkan gelombang cahaya berfrekuensi v (menurut pengukur O). Pengamat O’, yang sedang bergerak dengan laju u relatif terhadap O, mengukur frekuensi yang lebih besar jika iya bergerak menuju O (lebih banyak muka gelombang yang melewatinya tiap detik). Sebaliknya, bila iya bergerak menjauhi O, ia mengukur frekuensi yang lebih kecil. Marilah kita tinjau situasi ini dari sudut pandang O’, untuk kasus jarak antara O’ dan sumber berkurang (O’ bergerak menuju O) jika T’ adalah selang waktu antara dua puncak gelombang menurut pengukuran O’ (gambar 2.12) dan λ’ adalah panjang gelombang yang dilihat O’, mkaka menurut O’, jarak antara dua puncak gelombang adalah (c – u)T’, karena setelah satu puncak gelombang tertentu bergerak sejauh cT’ barulah sumber memancarkan puncak gelombang berikutnya, sementara sumbernya sendiri telah bergerak sejauh uT’. Jadi: Ξ»' = (c – u)T’ Selang waktu T’ antara dua puncak gelombang menurut pengukuran O’ berkaitan dengan selang waktu T antara dau puncak gelombang menurut pengukuran O, menurut rumus pemuluran waktu, persamaan (2.4), yakni T’ = T / √1 βˆ’ 𝑒2 /𝑐 2 ; T berkaitan dengan frekuensi v yang diukur O menurut hubungan T = 1 / v. Panjang gelombnag Ξ»' yang diukur O’ berkaitan dengan frekuensi v’ yang diukur O’ menurut hubungan c = λ’ v’. Jadi

GAMBAR 2.12 Pengamat O memancarkan gelombang berfrekuensi v.kertika O berada dititik A, ia pancarkan gelombang pertama; di B ia pancarkan gelombang kedua. Gelombnag ketiga (tidak diperlihatkan) baru akan dipancarkan dari titik C. Jarak antara dua puncak gelombang menurut pengukuran O’ adalah λ’

𝑐 𝑣′

= (𝑐 βˆ’ 𝑒)

𝑇 √1βˆ’ 𝑒2 /𝑐 2

=

1

π‘βˆ’ 𝑒

𝑣 √1 βˆ’ 𝑒2 /𝑐 2

atau 𝑣′ = 𝑣

√1βˆ’ 𝑒2 /𝑐 2 1βˆ’π‘’/𝑐

1+𝑒/𝑐

= 𝑣 √1βˆ’π‘’/𝑐

(2.7)

Persamaan (2.7) adalah rumus pergeseran Dopller yang taat asas dengan kedua postulat Einstein. Perhatikan bahwa (tidak seperti halnya dengan rumus klasik) rumus ini tidak membedakan antara gerak sumber dan pengamat, dan hanya bergantung pada laju relatif u. (jika sumbernya bergerak menjauhi pengamat, maka dalam rumus pergeseran Doppler, gantikan u dengan –u).

CONTOH 2.6 Sebuah galaksi jauh sedang bergerak menjauhi Bumi dengan laju yang cukup tinggi sehingga garis (spectrum) hydrogen biru berpanjang gelombang 434 nm terekam pada 600 nm, dalam rentang spectrum merah. Berapakah laju galaksi itu relatif terhadap bumi?

Pemecahan Karena λ’ > Ξ», maka v’ < v dan persamaan (2.7) menunjukan bahwa galaksi tersebut bergerak menjauhi Bumi. Dengan demikian, kita peroleh.

𝑣′ = 𝑣 √

1 βˆ’ 𝑒/𝑐 1 + 𝑒/𝑐

Atau dengan menggunakan v = c/Ξ» dan v’ = c/λ’,

1 + 𝑒/𝑐

Ξ» = Ξ» √1 βˆ’

𝑒/𝑐 1 + 𝑒/𝑐

600 nm = 434 nm √1 βˆ’

𝑒/𝑐

Atau 𝑒 = 0,31 𝑐

Jadi, galaksi tersebut bergerak menjauhi bumi dengan laju 9,4 x 107 m/s.

Bukti yang diperoleh dengan cara ini menunjukkkan bahwa hampir semua galaksi yang kita amati sedang bergerak menjauhi kita. Ini memberi kesan bahwa alam semesta sedang mengembang, yang lazimnya diambil sebagai bukti mendukung bagi teori kosmologi β€œ Big Bang” (lihat bab 16).

2.4 TRANSFORMASI LORENTZ Telah kita lihat bahwa transformasi Galileo mengenai koordinat, waktu, dan kecepatan tidak taat asas dengan kedua postulat Einstein. Meskipun transformasi Galileo sesuai dengan β€œakal sehat” kita, ia tidaklah memberi hasil yang sesuai dengan berbagai percobaan pada laju tinggi, seperti yang akan kita ilustrasikan pada bagian akhir bab ini. Oleh karena itu, kita memerlukan seperangkat persamaan transformasi baru yang dapat meramalkan berbagai

efek relativistik seperti penyusutan panjang, pemuluran waktu, dan efek Doppler relativisitik. Juga, karena kita mengetahui bahwa transformasi Galileo (2.1) berlaku baik pada laju rendah, transformasi baru ini haruslah memberikan hasil yang sama seperti transformasi Galileo apabila laju relatif antar O dan O’ adalah rendah. Transformasi yang memenuhi semua persyaratan ini dikenal sebagai transformasi lorentrz dan, seperti halnya dengan transformasi Galileo, ia mengaitkan koordinat dari suatu peristiwa (x, y, z, t) sebagaimana diamati dari kerangka acuan O dengan koordinat peristiwa yang sama (x’, y’, z’, t’) yang diamati dari kerangka acuan O’ yang sedang bergerak dengan kecepatan u terhadap O. seperti didepan, kita menganggap bahwa gerak relatifnya adalah sepanjang arah x (atau x’) positif ( O’ begerak menjauhi O). Bentuk persamaan transfomasi Lorentz ini adalah sebagai berikut: 𝑋′ =

π‘₯ βˆ’ 𝑒𝑑 √1βˆ’ 𝑒2 /𝑐 2

(2.8a)

y’ = y

(2.8b)

z’ = z

(2.8c)

𝑑′ =

π‘‘βˆ’ (𝑒/𝑐 2 ) π‘₯ √1 βˆ’ 𝑒2 /𝑐 2

(2.8d)

(Jika O’ bergerak menuju O, gantikan u dengan –u). Untuk menerapkan transformasi Lorentz ini, perlu diperhatikan catatan berikut : bila O mencatat suatu β€œperistiwa” yang diamatinya memiliki koordinat (x, y, z, t), maka O’, yang sedang bergerak dengan laju u terhadap O, maka peristiwa yang sama itu memiliki koordinat (x’, y’, z’, t’). Sistem persamaan (2.8) dengan demikian memperkenankan kita untuk membandingkan kedua pengambaran yang bersangkutan. Mengenai hubungan antara O dan peristiwanya, kitatidak membuat anggapan-anggapan khusus apa pun sebagai contoh, objek yang koordinat sesaatnya diberikan oleh peristiwa (x, y, z, t) tidaklah perlu berada dalam keadaan diam relatif terhadap O.

CONTOH 2.7 Gunakanlah transformasi Lorentz untuk menurunkan pernyataan penyusutan panjang, L = 𝐿√1 βˆ’ 𝑒2 /𝑐 2. Pemecahan Pengukuran panjang sebuah objek memerlukan dua pengamatan- koordinat kedua ujung objek tersebut. Misalkan objek itu kita anggap diam dalam system koordinat S, dan menurut

pengukuran O ( dalam system S ), koordinat kedua ujung objek itu adalah π‘₯1 = dan π‘₯2 = L. (karena objek itu diam terhadap O, maka kedua pengamat ini tidak perlu dilakukan secara serempak - π‘₯1 dan π‘₯2 tidak akan berubah terhadap waktu). Menurut pengukuran O’, masingmasing objek itu memiliki koordinat π‘₯β€²1 (pada 𝑑′1 ) dan π‘₯β€²2 (pada 𝑑′2 ), jadi L’ = π‘₯β€²2 βˆ’ π‘₯β€²1 . Agar O’ dapat mengukur panjang objek secara benar, maka π‘₯β€²1 dan π‘₯β€²2 haruslah diukur secara serempak, karena objek itu bergerak relatif terhadap O’ yakni, 𝑑′2 = 𝑑′1 . (cobalah anda mengukur panjang sebuah mobil yang sedang bergerak dengan mencatat kedudukan ujung belakangnya pada suatu saat tertentu dan ujung depannya beberapa menit kemudian). Jadi, dengan menggunakan persamaan (2.8a) dan persamaan (2.8d), kita peroleh table nilainilai berikut:

Peristiwa 1

Pengamat O

Pengamat O’

𝑋1 = 0

𝑋1β€² = (π‘₯1 βˆ’ 𝑒𝑑1 )/√1 βˆ’ 𝑒2 /𝑐 2 πœ‹π‘Ÿ 2

Pada 𝑑1 Peristiwa 2

𝑑1β€² = [𝑑1 βˆ’ (𝑒/𝑐 2 )π‘₯1 ]/√1 βˆ’ 𝑒2 /𝑐 2

Related Documents

Fisika
June 2020 20
Fisika
May 2020 34
Fisika
May 2020 33
Fisika
July 2020 20
Fisika
June 2020 18
Fisika
November 2019 35

More Documents from ""