Filsafat Pendidikan.docx

  • Uploaded by: Dwi Aji Budiman
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Filsafat Pendidikan.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 5,776
  • Pages: 18
Bab 1

Kata filsafat yang dalam bahasa Arab falsafah, yang dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah philosophy, adalah berasal dari bahasa Yunani yaitu philosophia. Kata philosopia terdiri atas kata philein yang berarti cinta (love) dan sophia yang berarti kebijaksanaan (wisdom), sehingga secara etimologi filsafat berarti cinta kebijaksanaan (love of wisdom) dalam arti yang khusus dari seorang filsuf adalah pecinta atau pencari kebijaksanaan. Kata filsafat pertama kali digunakan oleh Pyhthagoras (496-582 SM). Secara terminologi pengertian filsafat menurut para filsuf sangat beragam, Al-Farabi mengartikan filsafat sebagai ilmu tentang alam maujud dan bertujuan menyelidiki hakikat yang sebenarnya. Ibnu Rusyd mengartikan filsafat sebagai ilmu yang perlu dikaji oleh manusia karena dia dikaruniai akal. Immanuel Kant mengartikan filsafat sebagai ilmu yang menjadi pokok pangkal dari segala pengetahuan yang di dalamnya mencakup masalah epistimologi yang menjawab persoalan apa yang dapat kita ketahui. 1. Ruang Lingkup Filsafat Ilmu Pada dasarnya , setiap ilmu memiliki dua macam objek , yaitu objek material dan objek formal. Objek material adalah sesuatu yang dijadikan sasaran penyelidikan,seperti tubuh manusia adalah objek material ilmu kedokteran. Filsafat sebagai proses berpikir yang sistematis dan adil juga memiliki objek material dan objek formal. Objek material filsafat adalah segala yang ada. Segala yang ada mencakup ada yang tampak dan ada yang tidak tampak. Objek material filsafat atas tiga bagian, yaitu yang ada dalam alam empiris, yang ada dalam pikiran, dan yang ada dalam kemungkinan adapun, objek formal,dan rasional adalah sudut pandang yang menyeluruh, radiakl dan rasional tentang segala yang ada. Setelah berjalan beberapa lama kajian yang terkait dengan hal yang empiris semakain bercabang dan berkembang, sehingga menimbulkan spesialisasi dan menampakkan kegunaan yang peraktis.inilah peroses terbentuknya ilmu secara bersenambungan .Will Durant mengibaratkan filsafat bagaikan pasukan mariner yang merebut pantai untuk pendaratan pasukan infanteri. Pada bagian lain dikatakan bahwa filsafat dalam usahanya mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan pokok yang kita ajukan harus memperhatikan hasil-hasil ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan dalam usahnya menemukan rahasia alam kodrat haruslah mengetahui anggapan kefilsafatan mengenai alam kodrat tersebut. Filsafat mempersoalkan istilah-istilah terpokok dari ilmu pengetahuan dengan suatu cara yang berada di luar tujuan dan metode ilmu pengetahuan. Karena itu filsafat oleh para filosofi disebut sebagai induk ilmu. Sebab,dari filsafat lah, ilmu-ilmu moderen dan kontemporer berkembang, sehingga manusia dapat menik mati ilmu dan sekaligus buahnya, yaitu teknologi. Dalam taraf peralihan ini filsafat tidak mencakup keseluruhan,tetapi sudah menjadi sektoral. Contohnya, filsafat agama, filsafat hukum, dan filsafat ilmu adalah bagian dari perkembangan filsafat yang sudah menjadi sektoral dan terkotak dalam satu bidang tertentu. Di sisi lain, perkembangan ilmu yang sangat cepat tidak saja membuat ilmu semakin jauh dari induknya,tetapi juga mendorong munculnay arogansi dan bahkan kompartementalisasi yang tidak sehat antara satu bidang ilmu dengan yang lain. Tugas filsafat di antaranya adalah menyatukan visi keilmuan itu sendiri agar tidak terjadi bentrokan antara berbagi kepentingan. Falsafat sepatutnya mengikuti alur filsafat, yaitu objek material yang didekati lewat pendekatan

radikal, menyeluruh dan rasional dan begitu juga sifat pendekatan spekulatif dalm filsafat sepatutnya merupakan bagian dari ilmu. Mendalami unsur-unsur pokok ilmu, sehingga secara menyeluruh kita dapat memeahami sumber, hakikat dan tujuan ilmu.Memahami sejarah pertumbuhan, perkembangan,dan kemajuan ilmu di berbagai bidang,sehingga kita mendapat gambaran tentang proses ilmu kontemporer secara historis. Menjadi pedoman bagi para dosen dan mahasiswa dalam mendalami studi di perguruan tinggi, terutama untuk membedakan persoalan yang ilmiah dan non-ilmiah. Mendorong pada calon ilmuwan dan iluman untuk konsisten dalam mendalami ilmu dan mengembangkannya mempertegas bahwa dalam persoalan sumberdan tujuan antara ilmu dan agama tidak ada pertentangan. Ilmu pada perinsipnya merupakan usaha untuk mengorganisasikan dan mensistematiskan common sense, suatu pengetahuan yang berasal dari pengalaman dan pengamatan dalam kehidupan sehari-hari. Ilmu dapat merupakan suatu metode berfikir secara objektif (objective thinking), tujuannya untuk menggambarkan dan memberi makna terhadap dunia faktual.pengetahuan filsafat, yakni pengetahuan yang diperoleh dari pemikiran yang bersifat kontemplatif dan spekulatif. Pengetahuan filsafat lebih menekankan pada universalitas dan kedalaman kajian tentang sesuatu. Pengetahuan mengandung beberapa hal yang pokok, yaitu ajaran tentang cara berhubungan dengan tuhan, yang sering juga disebut dengan hubungan vertikal dan cara berhubungan dengan sesama manusia,yang sering juga disebut dengan hubungan horizontal. Dari sisi lain Raghib al-Asfahani juga membagi ilmu sebagai ilmu teoritis dan aplikatif. Ilmu teoritis berarti ilmu yang hanya membutuhkan pengetahuan tentangnya. Jika telah diketahui berarti telah sempurna, seperti ilmu tentang keberadaan dunia. Sedangkan ilmu aplikatif adalah ilmu yang tidak sempurna tanpa dipraktikkan, seperti ilmu tentang ibadah, akhlak dan sebagainya. Pengetahuan berkembang dari rasa ingin tahu, yang merupakan ciri khas manusia karena manusia adalah satu-satunya makhluk yang mengembangkan pengetahuan secara sungguh-sungguh. Dia memikirkan hal-hal baru, karena dia hidup bukan sekedar untuk kelangsungan hidup, namun lebih dari itu.manusia mengembangkan kebudayaan, manusia memberi makna kepada kehidupan, manusia” memanusiakan diri dalam hidupnaya” dan masih banyak lagi pernyataan semacam ini, semua itu pada hakikatnya menyimpulkan bahwa manusia dalam hidupnya mempunyai tujuan tertentu. Dengan menjelaskan kesulitan-kesulitan yang terdapat dalam pikiran. Kesulitan tersebut adalah pendapat yang mengatakan bahwa tiap-tiap kejadian dapat diketahui hanya benar segi subjektif. Dengan jalan memberi pertimbangan-pertimbangan yang positif, menurut Rasjidi, umumnya orang beranggapan bahwa tiap-tiap benda mempunyai satu sebab. Contohnya apa yang menyebabkan Ahmad menjadi sakit. Berpikir merupakan suatu kegiatan untuk menemukan pengetahuan yang benar. Pada setiap jenis pengetahuan tidak sama kriteria kebenarannya karena sifat dan watak pengetahuan itu berbeda. Pengetahuan tentang alam metafisika tentunya tidak sama dengan pengetahuan tentang alam fisik. Secara umum orang merasa bahwa tujuan pengetahuan adalah untuk mencapai kebenaran namun masalahnya tidak hanya sampai di situ saja. Problem kebenaran inilah yang memacu tumbuh dan berkembangnya espistemologi. Sistematika Berfikir Filsafat Secara garis besar struktur filsafat terdiri dari tiga cabang yaitu : 1. ONTOLOGI

Ontologi adalah cabang filsafat yang membicarakan tentang yang ada. Dalam kaitan dengan ilmu, landasan ontologi mempertanyakan tentang objek yang ditelaah oleh ilmu, bagaimana wujud hakikinya, serta bagaimana hubungannya dengan daya tangkap manusia yang berupa berpikir, merasa, dan mengindera yang membuahkan pengetahuan. Objek telaah Ontologi tersebut adalah yang tidak terlihat pada satu perwujudan tertentu, yang membahas tentang yang ada secara universal, yaitu berusaha mencari inti yang dimuat setiap kenyataan yang meliputi segala realitas dalam semua bentuknya. Adanya segala sesuatu merupakan suatu segi dari kenyataan yang mengatasi semua perbedaan antara benda-benda dan makhluk hidup, antara jenis-jenis dan individu-individu. Dari pembahasannya memunculkan beberapa pandangan yang dikelompokkan dalam beberapa aliran berpikir, yaitu: 1. Materialisme; Aliran yang mengatakan bahwa hakikat dari segala sesuatu yang ada itu adalah materi. Sesuatu yang ada (yaitu materi) hanya mungkin lahir dari yang ada. 2. Idealisme (Spiritualisme); Aliran ini menjawab kelemahan dari materialisme, yang mengatakan bahwa hakikat pengada itu justru rohani (spiritual). Rohani adalah dunia ide yang lebih hakiki dibanding materi. 3. Dualisme; Aliran ini ingin mempersatukan antara materi dan ide, yang berpendapat bahwa hakikat pengada (kenyataan) dalam alam semesta ini terdiri dari dua sumber tersebut, yaitu materi dan rohani. 4. Agnotisisme. Aliran ini merupakan pendapat para filsuf yang mengambil sikap skeptis, yaitu ragu atas setiap jawaban yang mungkin benar dan mungkin pula tidak. Ontologi membahas tentang yang ada, yang tidak terikat oleh satu perwujudan tertentu. Ontologi membahas tentang yang ada yang universal, menampilkan pemikiran semesta universal. Ontologi berupaya mencari inti yang termuat dalam setiap kenyataan, atau dalam rumusan Lorens Bagus; menjelaskan yang ada yang meliputi semua realitas dalam semua bentuknya. 1.Objek Formal Objek formal ontologi adalah hakikat seluruh realitas. Bagi pendekatan kuantitatif, realitas tampil dalam kuantitas atau jumlah, tealaahnya akan menjadi kualitatif, realitas akan tampil menjadi aliran-aliran materialisme, idealisme, naturalisme, atau hylomorphisme. Referensi tentang kesemuanya itu penulis kira cukup banyak. Hanya dua yang terakhir perlu kiranya penulis lebih jelaskan. Yang natural ontologik akan diuraikan di belakang hylomorphisme di ketengahkan pertama oleh aristoteles dalam bukunya De Anima. Dalam tafsiran-tafsiran para ahli selanjutnya di fahami sebagai upaya mencari alternatif bukan dualisme, tetapi menampilkan aspek materialisme dari mental. 2.Metode dalam Ontologi Lorens Bagus memperkenalkan tiga tingkatan abstraksi dalam ontologi, yaitu : abstraksi fisik, abstraksi bentuk, dan abstraksi metaphisik. Abstraksi fisik menampilkan keseluruhan sifat khas sesuatu objek; sedangkan abstraksi bentuk mendeskripsikan sifat umum yang menjadi cirri semua sesuatu yang sejenis. Abstraksi metaphisik mengetangahkan prinsip umum yang menjadi dasar dari semua realitas. Abstraksi yang dijangkau oleh ontologi adalah abstraksi metaphisik. Sedangkan metode pembuktian dalam ontologi oleh Laurens Bagus di bedakan menjadi dua, yaitu :

pembuktian a priori dan pembuktian a posteriori. Pembuktian a priori disusun dengan meletakkan term tengah berada lebih dahulu dari predikat; dan pada kesimpulan term tengah menjadi sebab dari kebenaran kesimpulan. Contoh : Sesuatu yang bersifat lahirah itu fana (Tt-P) Badan itu sesuatu yang lahiri (S-Tt) Jadi, badan itu fana’ (S-P) Sedangkan pembuktian a posteriori secara ontologi, term tengah ada sesudah realitas kesimpulan; dan term tengah menunjukkan akibat realitas yang dinyatakan dalam kesimpulan hanya saja cara pembuktian a posterioris disusun dengan tata silogistik sebagai berikut: Contoh : Gigi geligi itu gigi geligi rahang dinasaurus (Tt-S) Gigi geligi itu gigi geligi pemakan tumbuhan (Tt-P) Jadi, Dinausaurus itu pemakan tumbuhan (S-P) Bandingkan tata silogistik pembuktian a priori dengan a posteriori. Yang apriori di berangkatkan dari term tengah di hubungkan dengan predikat dan term tengahj menjadi sebab dari kebenaran kesimpulan; sedangkan yang a posteriori di berangkatkan dari term tengah di hubungkan dengan subjek, term tengah menjadi akibat dari realitas dalam kesimpulan. 2. EPISTEMOLOGI Epistemologi berasal dari kata yunani, episteme dan logos. Episteme biasa diartikan pengetahuan atau kebenaran, dan logos diartikan pikiran, kata atau teori. Epistemologi secara etimologi dapat diartikan teori pengetahuan yang benar. Objek telaah epistemologi adalah mempertanyakan bagaimana sesuatu itu datang dan bagaimana mengetahuinya, bagaimana membedakan dengan yang lain. Masalah epistemology bersangkutan dengan pertanyaan-pertanyaan tentang pengetahuan. Sebelum dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan kefilsafatan, perlu diperhatikan bagaimana dan dengan sarana apakah kita dapat memperoleh pengetahuan. Jika kita mengetahui batas-batas pengetahuan, kita tidak akan mencoba untuk mengetahui hal-hal yang pada akhirnya tidak dapat di ketahui. Memang sebenarnya, kita baru dapat menganggap mempunyai suatu pengetahuan setelah kita meneliti pertanyaan-pertanyaan epistemology. Kita mungkin terpaksa mengingkari kemungkinan untuk memperoleh pengetahuan, atau mungkin sampai kepada kesimpulan bahwa apa yang kita punyai hanyalah kemungkinan-kemungkinan dan bukannya kepastian, atau mungkin dapat menetapkan batasbatas antara bidang-bidang yang memungkinkan adanya kepastian yang mutlak dengan bidang-bidang yang tidak memungkinkannya. Manusia tidak lah memiliki pengetahuan yang sejati, maka dari itu kita dapat mengajukan pertanyaan “bagaimanakah caranya kita memperoleh pengetahuan”? Jadi berkenaan dengan situasi dan kondisi ruang serta waktu tentang sesuatu hal. Landasan epistemologi adalah proses apa yang memungkinkan mendapatkan pengetahuan logika, etika, estetika, bagaimana cara dan prosedur memperoleh kebenaran ilmiah, kebaikan moral dan keindahan seni, serta apa definisinya. Epistemologi moral menelaah evaluasi epistemik tentang keputusan moral dan teoriteori moral. Dalam epistemologi muncul beberapa aliran berpikir, yaitu: 1. Empirisme; Yang berarti pengalaman (empeiria), dimana pengetahuan manusia diperoleh dari pengalaman inderawi.

2. Rasionalisme; Tanpa menolak besarnya manfaat pengalaman indera dalam kehidupan manusia, namun persepsi inderawi hanya digunakan untuk merangsang kerja akal. Jadi akal berada diatas pengalaman inderawi dan menekankan pada metode deduktif. 3. Positivisme; Merupakan sistesis dari empirisme dan rasionalisme. Dengan mengambil titik tolak dari empirisme, namun harus dipertajam dengan eksperimen, yang mampu secara objektif menentukan validitas dan reliabilitas pengetahuan. 4. Intuisionisme. Intuisi tidak sama dengan perasaan, namun merupakan hasil evolusi pemahaman yang tinggi yang hanya dimiliki manusia. Kemampuan ini yang dapat memahami kebenaran yang utuh, yang tetap dan unik. 3. AKSIOLOGI Aksiologi merupakan cabang filsafat ilmu yang mempertanyakan bagaimana manusia menggunakan ilmunya. Aksiologi berasal dari kata Yunani: axion (nilai) dan logos (teori), yang berarti teori tentang nilai. Pertanyaan di wilayah ini menyangkut, antara lain: Untuk apa pengetahuan ilmu itu digunakan? Bagaimana kaitan antara cara penggunaannya dengan kaidah-kaidah moral? Bagaimana penentuan obyek yang ditelaah berdasarkan pilihan-pilihan moral? Bagaimana kaitan metode ilmiah yang digunakan dengan norma-norma moral dan professional? (filsafat etika). Aksiologi adalah filsafat nilai. Aspek nilai ini ada kaitannya dengan kategori: (1)baik dan buruk; serta (2)indah dan jelek. Kategori nilai yang pertama di bawah kajian filsafat tingkah laku atau disebut etika, sedang kategori kedua merupakan objek kajian filsafat keindahan atau estetika. 1. Etika Etika disebut juga filsafat moral (moral philosophy), yang berasal dari kata ethos (Yunani) yang berarti watak. Moral berasal dari kata mos atau mores (Latin) yang artinya kebiasaan. Dalam bahasa Indonesia istilah moral atau etika diartikan kesusilaan. Objek material etika adalah tingkah laku atau perbuatan manusia, sedang objek formal etika adalah kebaikan atau keburukan, bermoral atau tidak bermoral. Moralitas manusia adalah objek kajian etika yang telah berusia sangat lama. Sejak masyarakat manusia terbentuk, persoalan perilaku yang sesuai dengan moralitas telah menjadi bahasan. Berkaitan dengan hal itu, kemudian muncul dua teori yang menjelaskan bagaimana suatu perilaku itu dapat diukur secara etis. Teori yang dimaksud adalah Deontologis dan Teologis. a. Deontologis. Teori Deontologis diilhami oleh pemikiran Immanuel Kant, yang terkesan kaku, konservatif dan melestarikan status quo, yaitu menyatakan bahwa baik buruknya suatu perilaku dinilai dari sudut tindakan itu sendiri, dan bukan akibatnya. Suatu perilaku baik apabila perilaku itu sesuai norma-norma yang ada. b. Teologis Teori Teologis lebih menekankan pada unsur hasil. Suatu perilaku baik jika buah dari perilaku itu lebih

banyak untung daripada ruginya, dimana untung dan rugi ini dilihat dari indikator kepentingan manusia. Teori ini memunculkan dua pandangan, yaitu egoisme dan utilitarianisme (utilisme). Tokoh yang mengajarkan adalah Jeremy Bentham (1742 – 1832), yang kemudian diperbaiki oleh john Stuart Mill (1806 – 1873). 2. Estetika Estetika disebut juga dengan filsafat keindahan (philosophy of beauty), yang berasal dari kata aisthetika atau aisthesis (Yunani) yang artinya hal-hal yang dapat dicerap dengan indera atau cerapan indera. Estetika membahas hal yang berkaitan dengan refleksi kritis terhadap nilai-nilai atas sesuatu yang disebut indak atau tidak indah. Dalam perjalanan filsafat dari era Yunani kuno hingga sekarang muncul persoalan tentang estetika, yaitu: pertanyaan apa keindahan itu, keindahan yang bersifat objektif dan subjektif, ukuran keindahan, peranan keindahan dalam kehidupan manusia dan hubungan keindahan dengan kebenaran. Sehingga dari pertanyaan itu menjadi polemik menarik terutama jika dikaitkan dengan agama dan nilai-nilai kesusilaan, kepatutan, dan hokum

Ruang Lingkup Filsafat Pendidikan Kata pendidikan berasal dari kata didik. Dalam kamus besar bahasa Indonesia, pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan. Berbagai pengertian filsafat pendidikan telah dikemukakan oleh para ahli. Al-Syaibany mengartikan bahwa filsafat pendidikan ialah aktifitas pikiran yang teratur yang menjadi filsafat tersebut sebagai jalan untuk mengatur, menyelaraskan dan memadukan proses pendidikan . artinya, bahwa filsafat pendidikan dapat menjelaskan nilai-nilai dan maklumat-maklumat yang diupayakan untuk mencapainya, maka filsafat pendidikan dan pengalaman kemanusiaan merupakan factor yang integral. Filsafat pendidikan adalah ilmu yang pada hakekatnya merupakan jawab dari pertanyaan-pertanyaan dalam lapangan pendidikan. Oleh karena itu bersifat filosofis dengan sendirinya filsafat pendidikan ini pada hakekatnya adalah penerapan suatu analisa filosofis terhadap lapangan pendidikan. Filsafat mengadakan tinjauan yang luas mengenai realita, maka dikupaslah antara lain pandangan dunia dan pandangan hidup. Konsep-konsep mengenai ini dapat menjadi landasan penyusunan konsep tujuan dan metodologi pendidikan. Disamping itu pengalaman pendidik dalam menuntun pertumbuhan dan perkembangan anak akan berhubungan dan berkenaan dengan realita. Semuanya ini dapat disampaikan kepada filsafat untuk dijadikan bahan-bahan pertimbangan dan tinjauan untuk memperkembangkan diri. Filsafat pendidikan telah sewajarnya dipelajari oleh mereka yang memperdalam ilmu pendidikan dan keguruan, ada beberapa alasan untuk ini : Adanya problema-problema pendidikan yang timbul dari zaman ke zaman yang menjadi perhatian ahlinya masing-masing. Dapat diperkirakan bahwa bagi barang siapa yang mempelajari filsafat pendidikan dapat mempunyai pandangan –pandangan yang jangkauanya melampaui hal-hal yang diketemukan secara eksperimental dan empirik. Dapat terpenuhi tuntutan intelektual dan akademik. Dengan landasan azas bahwa berfilsafat adalah

berfikir logis yang runtut teratur dan kritis, maka berfilsafat pendidikan berarti memiliki kemampuan semacam ini.

Menurut john dewey (1957), filsafat pendidikan merupakan suatu pembentukan kemampuan dasar yang fundamental, baik yang menyangkut daya pikir(intelektual) maupun daya perasaan (emosional) menuju tabiat manusia Menurut imam barnadib (1993:3), filsafat pendidikan merupakan ilmu yang pada hakikatnya merupakan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan dalam bidang pendidikan. Untuk mendapatkan pengertian filsafat pendidikan yang lebih sempurna (jelas) ada baiknya kita melihat beberapa konsep pendidikan itu sendiri. Pendidikan adalah bimbingan secara sadar dari pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani anak didik menuju terbentuknya manusia yang memiliki kepribadian yang utama dan ideal.yang dimaksud kepribadian yang utama dan ideal adalah kepribadian yang memiliki kesadaran moral dan sikap mental secara teguh dan sungguh sungguh memegang dan melaksanakan ajaran atau prinsip prinsipnilai(filsafat) yang menjadi pandangan hidup secara individu , masyarakat maupun bangsa dan negara Proses pendidikan adalah proses perkembangan yang bertujuan dan tujuan dari proses perkembangan itu secara alamiah ialah kedewasaan, kematangan dari kepribadian manusia. Denan demikian jelaslah bahwa pengertian pendidikan itu erat dengan masalah yang dihadapi dalam kehidupan manusia. Pndidikan diartikan sebagai suatu proses usaha dari manusia dewasa yang telah sadar akan kemanusiaannya dalam membimbing dan melatih dan mengajar dan menanamkan nilai nilai dan dasar hidup kepada generasi muda agar natinya menjadi manusia yang sadar dan bertanggung jawab akan tugas tugas hidupnya sebagai manusia, sesuai dengan sifat hakiki dan ciri ciri kemanusiannya. Keberadaan filsafat dalam ilmu pendidikan, menurut arifin, bukan merupakan ihsidential. Artinya filsafat itu merupakan tori umum dari pendidikan, landasan dari semua pemikiran mengenai pendidikan. Manusia dan Pendidikan

Sasaran pendidikan adalah manusia. Pendidikan bermaksud membantu peserta didik untuk menumbuh kembangkan potensi-potensi kemanusiaannya. Potensi kemanusiaan merupakan benih kemungkinan untuk menjadi manusia. Tugas mendidik hanya mungkin dilakukan dengan benar dan tepat tujuan, jika pendidik memiliki gambaran yang jelas tentang siapa manusia itu sebenarnya. Pemahaman pendidik terhadap sikap hakikat manusia akan membentuk peta tentang karateristik manusia. Peta ini akan menjadi landasan serta memberi acuan bagi pendidik dalam bersikap, menyusun strategi, metode, dan teknik, serta memilih pendekatan dan orientasi dalam merancang dan melaksanakan komunikasi didalam interaksi edukatif. Gambaran yang benar dan jelas tentang manusia itu perlu dimiliki oleh pendidik adalah karena adanya pengembangan sains dan teknologi yang pesat. Oleh karena itu, adalah sangat

strategis jika pembahasan tentang hakikat manusia ditempatkan pada bagian pertama dari seluruh pengkajian tentang pendidikan. 1. Pengertian Hakikat Manusia Hakikat manusia diartikan sebagai ciri-ciri karateristik, yang secara prinsipiil (jadi bukan hanya gradual) membedakan manusia dari hewan. Adanya sifat hakikat tersebut memberikan tempat kedudukan pada manusia sedemikian rupa sehingga derajatnya lebih tinggi daripada hewan. Wujud sifat hakikat manusia dengan maksud menjadi masukan dalam membanahi konsep pendidikan, yaitu: a) Kemampuan menyadari diri b) Kemampuan bereksistensi c) Pemilikan kata hati d) Moral e) Kemampuan bertanggung jawab f)

Rasa kebebasan

g) Kesediaan melaksanakan kewajiban dan menyadari hak h) Kemampuan menghayati kebahagiaan 2. Pengertian Hakikat Pendidikan Pendidikan pada hakikatnya akan mencakup kegiatan mendidik, mengajar, dan melatih. Kegiatan tersebut kita laksanakan sebagai suatu usaha untuk mentransformasikan nilai-nilai. Maka dalam pelaksanaanya, kegiatan tadi harus berjalan secara serempak dan terpadu, berkelanjutan, serta serasi dengan perkembangan anak didik serta lingkungan hidupnya dan berlangsung seumur hidup. Pekerjaan mendidik mencakup banyak hal, yaitu segala sesuatu yang berkaitan dengan perkembangan manusia. Mulai dari perkembangan fisik, kesehatan, keterampilan, pikiran, perasaan, kemauan, sosial, sampai pada perkembangan iman, semuanya ditangani oleh pendidik. Berarti pendidikan bermaksud membuat manusia lebih sempurna, membuat manusia meningkatkan hidupnya dari kehidupan alamiyah menjadi berbudaya. Memdidik adalah membudayakan manusia. Berbagai pendekatan mengenai hakikat pendidikan telah melahirkan berbagai teori mengenai apakah sebenarnya pendidikan itu.

B. Hubungan Hakikat Manusia Dan Pendidikan 1. Asas-Asas keharusan atau perlunya pendidikan bagi manusia Asas keharusan pendidikan ada 3 asas yaitu: Pertama, manusia sebagai makhluk yang belum selesai, artinya manusia harus merencanakan, berbuat, dan menjadi. Dengan demikian setiap saat manusia dapat menjadi lebih atau kurang dari keadaanya. Contoh manusia belum selesai: manusia lahir dalam keadaaan tidak berdaya sehingga memerlukan bantuan orang tuanya atau orang lain dan selain itu manusia harus mengejar masa depan untuk mencapai tujuannya. Kedua, tugas dan tujuan manusia adalah menjadi manusia, yaitu aspek potensi untuk menjadi apa dan siapa, merupakan tugas yang harus diwujudkan oleh setiap orang. Ketiga, perkembangan manusia bersifat terbuka, yaitu manusia mungkin berkembang sesuai dengan kodratnya dan martabat kemanusiaanya, sebaliknya mungkin pula berkembang kearah yang kurang sesuai. Contoh: manusia memiliki kesempatan memperoleh kepandaian, sehat jasmani rohani, tata krama yang baik, tujuan hidupnya. 2. Asas-asas Kemungkinan Pendidikan Ada lima asas antropologi yang mendasari kesimpulan bahwa manusia mungkin dididik atau dapat dididik. Pertama azas Potensial, yaitu manusia akan dapat didik karena memiliki potensi untuk dapat menjadi manusia. Kedua azas Dinamika, yaitu manusia selalu menginginkan dan mengejar segala yang lebih dari apa yang telah dicapainya. Ketiga Azas Individualitas, yaitu manusia sebagai mahluk individu tidak akan pasif, melainkan bebas dan aktif berupaya untuk mewujudkan dirinya. Keempat Azas Sosialitas, yaitu manusia butuh bergaul dengan orang lain. Kelima yaitu azas Moralitas, yaitu manusia memiliki kemampuan untuk membedakan yang baik dan tidak. C. Konsep Dasar Pendidikan Ada beberapa konsepsi dasar pendidikan yang akan dilaksanakan yaitu: 1. Bahwa pendidikan berlangsung seumur hidup. 2.

Bahwa bertanggung jawab pendidikan merupakan tanggung jawab bersama antara keluarga, masyarakat dan pemerintah.

3.

Pendidikan merupakan suatu keharusan, karena dengan pendidikan manusia akan memiliki kemampuan dan kepribadian yang berkembang.

Pengetahuan dan Nilai

Penjelasan tentang epistemologi ini berhubungan langsung dengan epistemologi pendidikan.Epistemologi pendidikan adalah filsafat tentang sumber-sumber pendidikan dan seluk beluk pendidikan.Pertanyaan yang diajukan adalah dari mana sumber-sumber pendidikan dapat digali dan bagaimana materi sumber-sumber pendidikan yang menjadi landasan dilaksanakannya pendidikan?Pertanyaan berikutnya adalah mengapa hal-hal yang dimaksud oleh dasar-dasar pendidikan menjadi landasan atau pijakan pendidiakan? Guru sebagai subjek pendidik mestilah memiliki pengetahuan dasar mengenai seluk beluk, system, metode, dan segala sesuatu yang terkait dengan pengetahuan yang akan diajarkannya. Dengan pemahaman akan hal ini guru akan memiliki sikap dan pandangan yang jelas terhadap pengetahuan yang akan diajarkannya pada subjek didiknya. Tanpa nya guru tidak akan dapat menjiwai profesi keguruannya, tetapi juga menjadikan dirinya pun sukar mengembangkan keilmuan yang menjadi disiplin, tanggung jawabnya. Tugas utama seorang guru selalu diasumsikan dengan aspek pengembangan intelektual subjek didiknya.Oleh karena itu, adalah suatu kemestian bagi seorang guru untuk mendasari apapun keputusan-keputusan dalam lingkup akademiknya pada prinsip-prinsip pengetahuan yang reliabel.tidak saja ketika ia membuat pertimbangan dalam merumuskan rencana kegiatan pembelajaran, tetapi juga ketika ia melaksanakan dan mengatur strategi dan metode yang tepat guna bagi pembelajaran itu sendiri. Bahakan persoalan epistemology ini juga diperlukan oleh guru dalam setiap gerak langkah kependidikan yang telah digariskan dan ataupun dalam rangka mengembangkan kemampuan akademik keilmuan guru itu sendiri.Disinilah letak tanggung jawab seorang guru sebagai orang yang memegang otoritas penyampai, pembina bahkan pengembang ilmu pengetahuan untuk subjek didiknya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa seorang guru akan mengajarkan suatu ilmu secara professional ketika pengetahuannya disertai dengan kemampuannya, mendalami dan mengembangkan ilmu pengetahuan itu, baik dalam lingkup sumber, system maupun metodologis dan aksiologis. Oleh karena itu epistemology sangat berperan penting dalam dunia pendidikan khususnya dalam proses pembelajarannya. Epistemologi diperlukan dalam pendidikan antara lain dalam hubungannya dengan penyusunan dasar kurikulum. Pengetahuan apa yang harus diberikan pada anak didik, diajarkan di sekolah dan bagaimana cara memperoleh pengetahuan dan cara menyampaikannya seperti apa? Semua itu merupakan kajianepistemologi pendidikan. Lahirnya KBK (Kurikulum Berbasis Kompetensi) adalah salah satu usaha baik dari pemerintah untuk memperbaiki kualitas pendidikan di Indonesia. Baik dari segi kognitif, afektif, dan psikomotor. Di mana pendidikan yang sebelumnya lebih mengarahkan siswa pada aspek kognitif saja. Akan tetapi apa aplikasinya? Munculnya KBK justru membuat kebingungan tersendiri di kalangan para pengajar. Pada peserta didik sebagai subyek pendidikan, mereka menjadi “korban” dari KBK ini. Kejenuhan, kebosanan, merasa tidak ada waktu untuk bermain merupakan respon dari akibat peserta didik yang merasakan kurikulum ini. Pada kenyataannya siswa juga tidak jauh berbeda dengan penerapan kurikulum-kurikulum sebelumnya. Aspek kognitif yang ditekankan. Secara konseptual, KBK memang diakui bagus. Akan tetapi dalam tataran aplikasi? Masih sangat jauh sekali. Oleh karena itu pemerintah mencoba memperbaiki kualitas pendidikan di Indonesia dengan kurikulum yang terbaru, yang diyakini dapat membawa perubahan bagi dunia pendidikan Indonesia.

Teori Pengambangan Sumber daya manusia

Rendahnya kualitas SDM merupakan masalah mendasar yang dapat menghambat pembangunan dan perkembangan ekonomi nasional. Data statistik menunjukan bahwa tenaga kerja indonesia masih didominasi oleh mereka yang berpendidikan SD. Rendahnya pendidikan ini menurut Harsono (1997) merupakan penghambat dalam kemampuan mempergunakan teknologi modern untuk menghasilkan produk-produk yang memiliki daya saing. Jika bangsa indonesia ingin berkiprah dalam percaturan global, maka langkah pertama yang harus dilakukan adalah menata SDM: baik dari aspek intelektual, emosional, spiritual, kreativitas, moral maupun tanggung jawabnya. Penataan SDM tersebut perlu diupayakan secara bertahap dan berkesinambungan melalui sistem pendidikan yang berkualitas, baik dalam jalur pendidikan formal, nonformal, maupun informal mulai dari pendidikan dasar sampai pendidikan tinggi. Pentingnya pengembangan sistem pendidikan yang berkualitas perlu lebih ditekankan, karena berbagai indikator menunjukan bahwa pendidikan yang ada belum mampu menghasilkan SDM sesuai dengan perkembangan masyarakat dan kebutuhan pembangunan, meskipun kondisi yang ada sekarang bukan sepenuhnya kesalahan pendidikan. Indikator-indikator yang menunjukan bahwa pendidikan belum mampu menghasilkan SDM berkualitas dapat diidentifikasikan sebagai berikut: 1. Masalah tenaga kerja yang sering terkatung-katung, bahkan tanpa pemecahan yang jelas, seperti Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di Nunukan, yang menunjukan betapa dipandang rendahnya SDM indonesia oleh negara lain 2. Hasil analisis berbagai ahli yang menunjukan bahwa bangsa indonesia merupakan bangsa koruptor terdepan di dunia 3. Banyak generasi muda, pelajar, dan mahasiswa yang diharapkan menjadi tulang punggung, justru menjadi beban pembangunan, karena keterlibatannya dengan narkoba, VCD porno, dan perjudian 4. Sebagai akumulasi dari keempat indikator di atas, ternyata bahwa dalam kehidupan berbangsa dan bernegara belum tumbuh budaya mutu, budaya malu, dan budaya kerja, baik di kalangan pendidikan maupun masyarakat pada umumnya. 5. UNSUR-UNSUR DAYA MANUSIA DALAM PENDIDIKAN 6. Kepala Sekolah Kepala sekolah adalah seorang pendidik yang diberi tugas untuk memimpin sekolah. Ia adalah orang yang paling bertanggung jawab terhadap terselenggarannya pendidikan berkualitas di sekolah yang dipimpinnya. Berdasarkan peraturan pemerintah, kepala sekolah bertanggung jawab atas penyelenggaraan kegiatan pendidikan, administrasi, dan pendayagunaan, serta pemeliharaan sarana dan prasarana sekolah. Dalam melaksanakan perannya, seorang kepala sekolah sebaiknya menghindari semua bentuk motivasi yang sifatnya negatif, seperti tindakan memaksa, menggertak, ataupun mengintimidasi para bawahannya untuk bekerja lebih keras. Motivasi negatif dapat memicu amarah, kekacauan,

dan perasaan dendam. Hukuman dan ancaman akan memperbaiki kinerja dengan cepat, namun tidak pernah menghasilkan penyelesaian dalam jangka waktu yang lama (Hook, 2006: 18). Filsafat Pendidikan Filsafat pendidikan merupakan terapan dari filsafat umum, maka salam membahas filsafat pendidikan akamn berangkat dari filsafat. Dalam arti, filsafat pendidikan pada dasarnya menggunakan cara kerja filsafat dan akan menggunakan hasil-hasil dari filsafat, yaitu berupa hasil pemikiran manusia tentang realitas, pengetahuan, dan nilai. Dalam filsafat terdapat berbagai mazhab, aliran-aliran, seperti materialisme, idealisme, realisme, pragmatisme, dan lain-lain. Karena filsafat pendidikan merupakan terapan dari filsafat, sedangkan filsafat beraneka ragam alirannya, maka dalam filsafat pendidikan pun kita akan temukan berbagai aliran, sekurang-kurnagnya sebanyak aliran filsafat itu sendiri. Brubacher (1950) mengelompokkan filsafat pendidikan pada dua kelompok besar, yaitu filsafat pendidikan “progresif” dan filsafat pendidikan “ Konservatif”. Yang pertama didukung oleh filsafat pragmatisme dari John Dewey, dan romantik naturalisme dari Roousseau. Yang kedua didsari oleh filsafat idealisme, realisme humanisme (humanisme rasional), dan supernaturalisme atau realisme religius. Filsafat-filsafat tersebut melahirkan filsafat pendidikan esensialisme, perenialisme, dan sebagainya. Berikut aliran-aliran dalam filsafat pendidikan: 1. Filsafat Pendidikan Idealisme Filsafat idealisme memandang bahwa realitas akhir adalah roh, bukan materi, bukan fisik. Pengetahuan yang diperoleh melaui panca indera adalah tidak pasti dan tidak lengkap. Aliran ini memandang nilai adalah tetap dan tidak berubah, seperti apa yang dikatakan baik, benar, cantik, buruk secara fundamental tidak berubah dari generasi ke generasi. Tokoh-tokoh dalam aliran ini adalah: Plato, Elea dan Hegel, Emanuael Kant, David Hume, Al Ghazali. 2. Filsafat Pendidikan Realisme Realisme merupakan filsafat yang memandang realitas secara dualitis. Realisme berpendapat bahwa hakekat realitas ialah terdiri atas dunia fisik dan dunia ruhani. Realisme membagi realitas menjadi dua bagian, yaitu subjek yang menyadari dn mengetahui di satu pihak dan di pihak lainnya adalah adanya realita di luar manusia, yang dapat dijadikan objek pengetahuan manusia. Beberapa tokoh yang beraliran realisme: Aristoteles, Johan Amos Comenius, Wiliam Mc Gucken, Francis Bacon, John Locke, Galileo, David Hume, John Stuart Mill 3. Filsafat Pendidikan Materialisme Materialisme berpandangan bahwa hakikat realisme adalah materi, bukan rohani, spiritual atau supernatural. Beberapa tokoh yang beraliran materialisme: Demokritos, Ludwig Feurbach. 4. Filsafat Pendidikan Pragmatisme Pragmatisme dipandang sebagai filsafat Amerika asli. Namun sebenarnya berpangkal pada filsafat empirisme Inggris, yang berpendapat bahwa manusia dapat mengetahui apa yang manusia alami.

Beberapa tokoh yang menganut filsafat ini adalah: Charles sandre Peirce, wiliam James, John Dewey, Heracleitos. 5. Filsafat Pendidikan Eksistensialisme Filsafat ini memfokuskan pada pengalaman-pengalaman individu. Secara umum, eksistensialisme menekankn pilihan kreatif, subjektifitas pengalaman manusia dan tindakan kongkrit dari keberadaan manusia atas setiap skema rasional untuk hakekat manusia atau realitas. Beberapa tokoh dalam aliran ini : Jean Paul Satre, Soren Kierkegaard, Martin Buber, Martin Heidegger, Karl Jasper, Gabril Marcel, Paul Tillich. 6. Filsafat Pendidikan Progresivisme Progresivisme bukan merupakan bangunan filsafat atau aliran filsafat yang berdiri sendiri, melainkan merupakan suatugerakan dan perkumpulan yang didirikan pada tahun 1918. Aliran ini berpendapat bahwa pengetahuan yang benar pada masa kini mungkin tidak benar di masa mendatang. Pendidikan harus terpusat pada anak bukannya memfokuskan pada guru atau bidang muatan. Beberapa tokoh dalam aliran ini : George Axtelle, william O. Stanley, Ernest Bayley, Lawrence B.Thomas, Frederick C. Neff. 7. Filsafat Pendidikan esensialisme Esensialisme adalah suatu filsafat pendidikan konservatif yang pada mulanya dirumuskan sebagai suatu kritik pada trend-trend progresif di sekolah-sekolah. Mereka berpendapat bahwa pergerakan progresif telah merusak standar-standar intelektual dan moral di antara kaum muda. Beberapa tokoh dalam aliran ini: william C. Bagley, Thomas Briggs, Frederick Breed dan Isac L. Kandell. 8. Filsafat Pendidikan Perenialisme Merupakan suatu aliran dalam pendidikan yang lahir pada abad kedua puluh. Perenialisme lahir sebagai suatu reaksi terhadap pendidikan progresif. Mereka menentang pandangan progresivisme yang menekankan perubahan dan sesuatu yang baru. Perenialisme memandang situasi dunia dewasa ini penuh kekacauan, ketidakpastian, dan ketidakteraturan, terutama dalam kehidupan moral, intelektual dan sosio kultual. Oleh karena itu perlu ada usaha untuk mengamankan ketidakberesan tersebut, yaitu dengan jalan menggunakan kembali nilai-nilai atau prinsip-prinsip umum yang telah menjadi pandangan hidup yang kukuh, kuat dan teruji. Beberapa tokoh pendukung gagasan ini adalah: Robert Maynard Hutchins dan ortimer Adler. 9. Filsafat Pendidikan rekonstruksionisme Rekonstruksionisme merupakan kelanjutan dari gerakan progresivisme. Gerakan ini lahir didasarkan atas suatu anggapan bahwa kaum progresif hanya memikirkan dan melibatkan diri dengan masalah-masalah masyarakat yang ada sekarang. Rekonstruksionisme dipelopori oleh George Count dan Harold Rugg pada tahun 1930, ingin membangun masyarakat baru, masyarakat yang pantas dan adil. Beberapa tokoh dalam aliran ini: Caroline Pratt, George Count, Harold Rugg.

Pendidikan dan Politik Negara

Kecakapan Intelektual sebagai landasan untuk membangun budaya politik Kehidupan politik adalah suatu kehidupan dimana para pelaku harus berhubungan secara langsung dan mampu memimpin masyarakat dalam usaha bersama mencari cara mengatur masyarakat.Hal ini memiliki 3 implikasi, diantaranya : 1)Politik menuntut kemampuan untuk membentuk gambaran mengenai jenis masyarakat yang ingin diwujudkan bersama.Pemimpin politik harus memiliki visi tentang kehidupan berbangsa dan bermasyarakat di masa depan yang lebih baik daripada sekarang. 2)Politik menuntut kemampuan memperoleh kepercayaan masyarakat dan mempengaruhi pikiran rakyat yaitu mampu mengendalikan diri sebagai penguasa. 3)Politik yang baik menuntut kemampuan untuk mempergunakan kekuasaan, kepercayaan yang diterima masyarakat dengan baik. Budaya politik yang baik, terpuji, tatanan masyarakat yang demokratis ialah budaya politik yang menekankan prinsip-prinsip tentang keharusan mendahulukan kepentingan rakyat dan bangsa di atas kepentingan kelompok dan perlunya melibatkan dalam pengambilan keputusan-keputusan politik.Sebaliknya, budaya politik yang jelek, tercela, masih dalam tatanan masyarakat demokratis adalah budaya politik yang ditandai praktek mendahulukan kepentingan kelompok di atas kepentingan rakyat.Seperti tiga hal dari pernyataan di atas untuk dapat berpolitik secara baik, tidak ada sekolah yang dapat mempersiapkan calon memimpin politik. B.Pendidikan Melek Politik

Paulo Freire filosof yang pandangannya banyak didasari tentang hakekat manusia bahwa manusia adalah makhluk yang memiliki kesadaran dan tindakan yang dapat dibedakan dengan makhluk lain, khususnya yang disebut dengan binatang.Dalam menghadapi realitas kehidupan, kesadaran dan tindakan seseorang tidak ditentukan melalui proses-proses yang berjalan secara mekanis dan deterministic, namun ia sebagai manusia memiliki kemampuan kesadaran dan tindakan yang dapat didayagunakan untuk melakukan perubahan-perubahan terhadap lingkungan. Warga Negara yang melek politik adalah Negara yang sadar akan hak dan kewajiban sehingga dapat ikut serta dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dalam setiap proses pembangunan.Pendidikan politik yang tidak optimal menyebabkan public banyak buta politik artinya tidak mendengar, tidak berbicara, tidak berpartisipasi dalam peristiwa politik.Perlu adanya mentransendensikan atau menyeimbangkan gagasan politik yang dianggap sebagai transfer pengetahuan dalam meningkatkan mutu pendidikan artinya baik guru maupun kaum politik diharuskan saling membantu atau kerjasama. Bentuk kerjasama yang bisa dilakukan dengan cara memberikan pengetahuan politik sejak dini, seperti Pendidikan Kewarganegaraan tentang kenegaraan, aturan politik hingga hal yang mengenainya.Terutama sebelum terjun dalam bidang politik harus mengetahui masalah atau sebab yang terjadi saat ini dan mematuhi aturan dan tata krama dalam forum diskusi maupun yang lainnya.Dapat dicontohkan murid ditempatkan sebagai objek yang tidak tahu apa-apa, sedangkan guru yang tidak tahu apa-apa

yang sedang dilakukannya selalu memberikan pengetahuan yang tidak seharusnya diberikan kepada siswa.Perlu adanya upaya penyadaran yaitu pendidik bersama peserta didik menciptakan suatu perubahan untuk menjadi lebih baik. C.Politik Pendidikan Nasional masih menjadi ruang terpisah Politik pendidikan nasional saat ini menjadi ruang terpisah dan tidak berkesinambungan dengan bidang lain, seperti budaya, ekonomi, maupun politik.Indonesia selama ini hanya difokuskan pada perbaikan internal pendidikan agar bias mencerdaskan bangsa.Akan tetapi membiarkan ketidaksejahteraan atau kemiskinan rakyat Indonesia, tidak terpenuhi hak politik, bukan saja partisipasi, melainkan juga transparasi.Hal seperti ini yang perlu diperhatikan dan dikaji secara mendalam, adanya perubahan membangun tatanan politik yang baik dan benar. Darmaningtyas dalam salah satu tulisannya menjelaskan bagaimana politik pendidikan nasional selama ini menjadi ruang terpisah.Ia mencontohkan bagaimana ia termasuk orang yang tidak gembira atas kenaikan anggaran pendidikan nasional, teringat pada ucapan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Fuad Hasan yaitu anggaran pendidikan yang tinggi, tidak otomatis akan meningkatkan mutu pendidikan nasional bila tidak ditunjang oleh kenaikan anggaran bidang lain, terutama yang berkaitan erat dengan proses belajar mengajar di sekolah maupun rumah, seperti pembangunan prasarana dan transportasi, telekomunikasi, fasilitas kesehatan, dan lainnya.Dengan bergantinya meneri, otomatis berganti kebijakan dan kurikulum juga

menyebabkan ketidakrataan pendidikan di kalangan terpinggirkan yang susah mencari kebutuhan hidupnya. D.Partisipasi Politik Partisipasi politik adalah suatu usaha terorganisir para warga Negara untuk mempengaruhi bentuk dan jalannya kebijaksanaan umum, dapat diwujudkan dalam bentuk pemberian hak suara dalam pemilihan umum, demontrasi, diskusi politik, kampanye, pemberian usul menyangkut pembuatan keputusan politik, menyusun rancangan kebijakan publik dan lainnya. Partisipasi politik ditinjau dari dua tingkatan analisis, yaitu makro dan mikro.Analisis makro yaitu analisis yang mencakup unit social luas seperti bangsa, sistem politik, dan organisasi yaitu perencanaan strategi Departemen Pendidikan Nasional.Sedagka analisis mikro mencakup individu dan perilakunya yaitu silabus dan rencana pengajaran.Partisipasi seseorang tidak sama, sebagian individu memiliki tingkat partisipasi politik tinggi sementara sebagian yang lain memiliki partisipasi politik rendah.Partisipasi politik ini sangat penting dalam mewujudkan sebuah Negara yang aman, damai, dan sejahtera.Ada beberapa partisipasi politik diantaranya yaitu : 1)Partisipasi aktif yaitu warga Negara yang senantiasa enampilkan perilaku tanggap (responsif) terhadap berbagai tahapan kebijakan pemerintah. 2)Partisipasi pasif yaitu warga Negara yang menerima segala kebijakan pemerintah. E.Hubungan Politik dan Pendidikan Pendidikan sering dijadikan media dan wadah untuk menanamkan ideology Negara atau tulang yang menopang

kerangka politik.Di Negara – Negara barat kajian tentang hubungan antara pendidikan dan politik dimulai oleh Plato dalam bukunya Republic yang membahas hubungan antara ideology dan institusi Negara dengan tujuan dan metode pendidikan. Plato mendemonstrasikan dalam buku tersebut bahwa dalam budaya Helenik, sekolah adalah salah satu aspek kehidupan yang terkait dengan lembanga – lembaga politik.Plato menggambarkan adanya hubungan dinamis antara aktivitas kependidikan dan aktivitas politik.Keduanya seakan dua sisi dari satu koin, tidak mungkin terpisahkan.Analisis Plato tersebut telah meletakkan fundamental bagi kajian hubungan politik dan pendidikan di kalangan generasi ilmuwan generasi berikutnya. Hubungan atau keterkaitan antara politik dan pendidikan adalah dua elemen penting dalam sistem politik di setiap Negara baik maju maupun berkembang, diantaranya pembangunan sekolah, universitas, dan lembaga pendidikan negeri yang berperan penting dalam membentuk pola pikir dan perilaku politik masyarakat di Negara tersebut.Sebaliknya, lembaga dan proses politik di suatu Negara membawa dampak besar pada karakteristik pendidikan di negaranya, antara lain masyarakat modern pendidikan adalah komoditi politik yang sangat penting dan wilayah menjadi tanggung jawab pemerintah yang besar dan berorientasi teknologi serta mengadopsi nilai-nilai dan lembaga Barat dari pola tradisional ke pola modern.

Related Documents

Filsafat
November 2019 56
Filsafat
June 2020 38
Filsafat
December 2019 60
Filsafat
August 2019 58
Filsafat
June 2020 32
Filsafat
November 2019 49

More Documents from ""