Filsafat N Logika.docx

  • Uploaded by: desy imerda
  • 0
  • 0
  • April 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Filsafat N Logika.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 8,765
  • Pages: 39
Filsafat Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas Filsafat adalah studi tentang seluruh fenomena kehidupan dan pemikiran manusia secara kritis dan dijabarkan dalam konsep mendasar.[1] Filsafat tidak didalami dengan melakukan eksperimen-eksperimen dan percobaan-percobaan, tetapi dengan mengutarakan masalah secara persis, mencari solusi untuk itu, memberikan argumentasi dan alasan yang tepat untuk solusi tertentu. Akhir dari proses-proses itu dimasukkan ke dalam sebuah proses dialektika. Untuk studi falsafi, mutlak diperlukan logika berpikir dan logika bahasa. Logika merupakan sebuah ilmu yang sama-sama dipelajari dalam matematika dan filsafat. Hal itu membuat filasafat menjadi sebuah ilmu yang pada sisi-sisi tertentu berciri eksak di samping nuansa khas filsafat, yaitu spekulasi, keraguan, rasa penasaran dan ketertarikan. Filsafat juga bisa berarti perjalanan menuju sesuatu yang paling dalam, sesuatu yang biasanya tidak tersentuh oleh disiplin ilmu lain dengan sikap skeptis yang mempertanyakan segala hal. Etimologi Kata falsafah atau filsafat dalam bahasa Indonesia merupakan kata serapan dari bahasa Arab ‫فلسفة‬, yang juga diambil dari bahasa Yunani; Φιλοσοφία philosophia. Dalam bahasa ini, kata ini merupakan kata majemuk dan berasal dari kata-kata (philia = persahabatan, cinta dsb.) dan (sophia = "kebijaksanaan"). Sehingga arti harafiahnya adalah seorang “pencinta kebijaksanaan”. Kata filosofi yang dipungut dari bahasa Belanda juga dikenal di Indonesia. Bentuk terakhir ini lebih mirip dengan aslinya. Dalam bahasa Indonesia seseorang yang mendalami bidang falsafah disebut "filsuf". Klasifikasi PlatoAristotleRaffaelo SanzioDalam membangun tradisi filsafat banyak orang mengajukan pertanyaan yang sama , menanggapi, dan meneruskan karya-karya pendahulunya sesuai dengan latar belakang budaya, bahasa, bahkan agama tempat tradisi filsafat itu dibangun. Oleh karena itu, filsafat biasa diklasifikasikan menurut daerah geografis dan latar belakang budayanya. Dewasa ini filsafat biasa dibagi menjadi dua kategori besar menurut wilayah dan menurut latar belakang agama. Menurut wilayah, filsafat bisa dibagi menjadi: filsafat barat, filsafat timur, dan filsafat Timur Tengah. Sementara, menurut latar belakang agama, filsafat dibagi menjadi: filsafat Islam, filsafat Budha, filsafat Hindu, dan filsafat Kristen. Filsafat Barat

1

Filsafat Barat adalah ilmu yang biasa dipelajari secara akademis di universitas-universitas di Eropa dan daerah-daerah jajahan mereka. Filsafat ini berkembang dari tradisi filsafat orang Yunani kuno. Tokoh utama filsafat Barat antara lain Plato, Thomas Aquinas, Réne Descartes, Immanuel Kant, Georg Hegel, Arthur Schopenhauer, Karl Heinrich Marx, Friedrich Nietzsche, dan Jean-Paul Sartre. Dalam tradisi filsafat Barat, dikenal adanya pembidangan dalam filsafat yang menyangkut tema tertentu. 

Metafisika mengkaji hakikat segala yang ada. Dalam bidang ini, hakikat yang ada dan keberadaan (eksistensi) secara umum dikaji secara khusus dalam Ontologi. Adapun hakikat manusia dan alam semesta dibahas dalam Kosmologi.



Epistemologi mengkaji tentang hakikat dan wilayah pengetahuan (episteme secara harafiah berarti “pengetahuan”). Epistemologi membahas berbagai hal tentang pengetahuan seperti batas, sumber, serta kebenaran suatu pengetahuan.



Aksiologi membahas masalah nilai atau norma yang berlaku pada kehidupan manusia. Dari aksiologi lahirlah dua cabang filsafat yang membahas aspek kualitas hidup manusia: etika dan estetika.



Etika, atau filsafat moral, membahas tentang bagaimana seharusnya manusia bertindak dan mempertanyakan bagaimana kebenaran dari dasar tindakan itu dapat diketahui. Beberapa topik yang dibahas di sini adalah soal kebaikan, kebenaran, tanggung jawab, suara hati, dan sebagainya.



Estetika membahas mengenai keindahan dan implikasinya pada kehidupan. Dari estetika lahirlah berbagai macam teori mengenai kesenian atau aspek seni dari berbagai macam hasil budaya.

Filsafat Timur Filsafat Timur adalah tradisi falsafi yang terutama berkembang di Asia, khususnya di India, Republik Rakyat Cina dan daerah-daerah lain yang pernah dipengaruhi budayanya. Sebuah ciri khas Filsafat Timur ialah dekatnya hubungan filsafat dengan agama. Meskipun hal ini kurang lebih juga bisa dikatakan untuk Filsafat Barat, terutama di Abad Pertengahan, tetapi di Dunia Barat filsafat ’an sich’ masih lebih menonjol daripada agama. Nama-nama beberapa filsuf Timur, antara lain Sidharta Budha Gautama/Budha, Bodhidharma, Lao Tse, Kong Hu Cu, Zhuang Zi dan juga Mao Zedong. Filsafat Timur Tengah

2

Filsafat Timur Tengah dilihat dari sejarahnya merupakan para filsuf yang bisa dikatakan juga merupakan ahli waris tradisi Filsafat Barat. Sebab para filsuf Timur Tengah yang pertama-tama adalah orang-orang Arab atau orang-orang Islam dan juga beberapa orang Yahudi, yang menaklukkan daerah-daerah di sekitar Laut Tengah dan menjumpai kebudayaan Yunani dengan tradisi falsafah mereka. Lalu mereka menterjemahkan dan memberikan komentar terhadap karya-karya Yunani. Bahkan ketika Eropa setalah runtuhnya Kekaisaran Romawi masuk ke Abad Pertengahan dan melupakan karya-karya klasik Yunani, para filsuf Timur Tengah ini mempelajari karya-karya yang sama dan bahkan terjemahan mereka dipelajari lagi oleh orang-orang Eropa. Nama-nama beberapa filsuf Timur Tengah adalah Ibnu Sina, Ibnu Tufail, Kahlil Gibran dan Averroes. Filsafat Islam Filsafat Islam merupakan filsafat yang seluruh cendekianya adalah muslim. Ada sejumlah perbedaan besar antara filsafat Islam dengan filsafat lain. Pertama, meski semula filsuf-filsuf muslim klasik menggali kembali karya filsafat Yunani terutama Aristoteles dan Plotinus, namun kemudian menyesuaikannya dengan ajaran Islam. Kedua, Islam adalah agama tauhid. Maka, bila dalam filsafat lain masih 'mencari Tuhan', dalam filsafat Islam justru Tuhan 'sudah ditemukan, dalam arti bukan berarti sudah usang dan tidak dibahas lagi, namun filsuf islam lebih memusatkan perhatiannya kepada manusia dan alam, karena sebagaimana kita ketahui, pembahasan Tuhan hanya menjadi sebuah pembahasan yang tak pernah ada finalnya. Filsafat Kristen Filsafat Kristen mulanya disusun oleh para bapa gereja untuk menghadapi tantangan zaman di abad pertengahan. Saat itu dunia barat yang Kristen tengah berada dalam zaman kegelapan (dark age). Masyarakat mulai mempertanyakan kembali kepercayaan agamanya. Filsafat Kristen banyak berkutat pada masalah ontologis dan filsafat ketuhanan. Hampir semua filsuf Kristen adalah teologian atau ahli masalah agama. Sebagai contoh: Santo Thomas Aquinas dan Santo Bonaventura Munculnya Filsafat Filsafat, terutama Filsafat barat muncul di Yunani semenjak kira-kira abad ke 7 S.M.. Filsafat muncul ketika orang-orang mulai memikirkan dan berdiskusi akan keadaan alam, dunia, dan lingkungan di sekitar mereka dan tidak menggantungkan diri kepada [agama] lagi untuk mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan ini. Banyak yang bertanya-tanya mengapa filsafat muncul di Yunani dan tidak di daerah yang beradab lain kala itu seperti Babilonia, Yudea (Israel) atau Mesir. Jawabannya sederhana: di 3

Yunani, tidak seperti di daerah lain-lainnya tidak ada kasta pendeta sehingga secara intelektual orang lebih bebas. Orang Yunani pertama yang bisa diberi gelar filsuf ialah Thales dari Mileta, sekarang di pesisir barat Turki. Tetapi filsuf-filsuf Yunani yang terbesar tentu saja ialah: Sokrates, Plato dan Aristoteles. Sokrates adalah guru Plato sedangkan Aristoteles adalah murid Plato. Bahkan ada yang berpendapat bahwa sejarah filsafat tidak lain hanyalah “Komentar-komentar karya Plato belaka”. Hal ini menunjukkan pengaruh Plato yang sangat besar pada sejarah filsafat. Buku karangan plato yg terkenal adalah berjudul "etika, republik, apologi, phaedo, dan krito". Sejarah Filsafat Barat Sejarah Filsafat Barat bisa dibagi menurut pembagian berikut: Filsafat Klasik, Abad Pertengahan, Modern dan Kontemporer. Klasik "Pra Sokrates": Thales - Anaximander - Anaximenes - Pythagoras - Xenophanes - Parmenides Zeno - Herakleitos - Empedocles - Democritus - Anaxagoras

"Zaman Keemasan": Sokrates - Plato - Aristoteles Abad Pertengahan "Skolastik": Thomas Aquino Modern Machiavelli - Giordano Bruno - Francis Bacon - Rene Descartes - Baruch de Spinoza- Blaise Pascal - Leibniz - Thomas Hobbes - John Locke - George Berkeley - David Hume - William Wollaston - Anthony Collins - John Toland - Pierre Bayle - Denis Diderot - Jean le Rond d'Alembert - De la Mettrie - Condillac - Helvetius - Holbach - Voltaire - Montesquieu - De Nemours - Quesnay - Turgot - Rousseau - Thomasius - Ch Wolff - Reimarus - Mendelssohn Lessing - Georg Hegel - Immanuel Kant - Fichte - Schelling - Schopenhauer - De Maistre - De Bonald - Chateaubriand - De Lamennais - Destutt de Tracy - De Volney - Cabanis - De Biran Fourier - Saint Simon - Proudhon - A. Comte - JS Mill - Spencer - Feuerbach - Karl Marx Soren Kierkegaard - Friedrich Nietzsche - Edmund Husserl Kontemporer Jean Baudrillard - Michel Foucault - Martin Heidegger - Karl Popper - Bertrand Russell - JeanPaul Sartre - Albert Camus - Jurgen Habermas - Richard Rotry - Feyerabend- Jacques Derrida Mahzab Frankfurt

4

Catatan kaki 1. ^ Irmayanti Meliono, dkk. 2007. MPKT Modul 1. Jakarta: Lembaga Penerbitan FEUI. hal. 1 Logika Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas Logika berasal dari kata Yunani kuno λόγος (logos) yang berarti hasil pertimbangan akal pikiran yang diutarakan lewat kata dan dinyatakan dalam bahasa. Logika adalah salah satu cabang filsafat. Sebagai ilmu, logika disebut dengan logike episteme (Latin: logica scientia) atau ilmu logika (ilmu pengetahuan) yang mempelajari kecakapan untuk berpikir secara lurus, tepat, dan teratur[1]. Ilmu di sini mengacu pada kemampuan rasional untuk mengetahui dan kecakapan mengacu pada kesanggupan akal budi untuk mewujudkan pengetahuan ke dalam tindakan. Kata logis yang dipergunakan tersebut bisa juga diartikan dengan masuk akal. Logika sebagai ilmu pengetahuan Logika merupakan sebuah ilmu pengetahuan di mana obyek materialnya adalah berpikir (khususnya penalaran/proses penalaran) dan obyek formal logika adalah berpikir/penalaran yang ditinjau dari segi ketepatannya. Logika sebagai cabang filsafat Logika adalah sebuah cabang filsafat yang praktis. Praktis di sini berarti logika dapat dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari. Logika lahir bersama-sama dengan lahirnya filsafat di Yunani. Dalam usaha untuk memasarkan pikiran-pikirannya serta pendapat-pendapatnya, filsuf-filsuf Yunani kuno tidak jarang mencoba membantah pikiran yang lain dengan menunjukkan kesesatan penalarannya. Logika digunakan untuk melakukan pembuktian. Logika mengatakan yang bentuk inferensi yang berlaku dan yang tidak. Secara tradisional, logika dipelajari sebagai cabang filosofi, tetapi juga bisa dianggap sebagai cabang matematika. logika tidak bisa dihindarkan dalam proses hidup mencari kebenaran Dasar-dasar Logika Konsep bentuk logis adalah inti dari logika. Konsep itu menyatakan bahwa kesahihan (validitas) sebuah argumen ditentukan oleh bentuk logisnya, bukan oleh isinya. Dalam hal ini logika menjadi alat untuk menganalisis argumen, yakni hubungan antara kesimpulan dan bukti atau

5

bukti-bukti yang diberikan (premis). Logika silogistik tradisional Aristoteles dan logika simbolik modern adalah contoh-contoh dari logika formal. Dasar penalaran dalam logika ada dua, yakni deduktif dan induktif. Penalaran deduktif—kadang disebut logika deduktif—adalah penalaran yang membangun atau mengevaluasi argumen deduktif. Argumen dinyatakan deduktif jika kebenaran dari kesimpulan ditarik atau merupakan konsekuensi logis dari premis-premisnya. Argumen deduktif dinyatakan valid atau tidak valid, bukan benar atau salah. Sebuah argumen deduktif dinyatakan valid jika dan hanya jika kesimpulannya merupakan konsekuensi logis dari premis-premisnya. Contoh argumen deduktif: 1. Setiap mamalia punya sebuah jantung 2. Semua kuda adalah mamalia 3. ∴ Setiap kuda punya sebuah jantung

Penalaran induktif—kadang disebut logika induktif—adalah penalaran yang berangkat dari serangkaian fakta-fakta khusus untuk mencapai kesimpulan umum. Contoh argumen induktif: 1. 2. 3. 4. 5.

Kuda Sumba punya sebuah jantung Kuda Australia punya sebuah jantung Kuda Amerika punya sebuah jantung Kuda Inggris punya sebuah jantung ∴ Setiap kuda punya sebuah jantung

Tabel di bawah ini menunjukkan beberapa ciri utama yang membedakan penalaran induktif dan deduktif. Deduktif

Induktif

Jika premis benar, Jika semua premis benar kesimpulan mungkin maka kesimpulan pasti benar benar, tapi tak pasti benar. Semua informasi atau fakta pada kesimpulan sudah ada, sekurangnya secara implisit, dalam premis.

Kesimpulan memuat informasi yang tak ada, bahkan secara implisit, dalam premis.

Sejarah Logika Masa Yunani Kuno

6

Logika dimulai sejak Thales (624 SM - 548 SM), filsuf Yunani pertama yang meninggalkan segala dongeng, takhayul, dan cerita-cerita isapan jempol dan berpaling kepada akal budi untuk memecahkan rahasia alam semesta. Thales mengatakan bahwa air adalah arkhe (Yunani) yang berarti prinsip atau asas utama alam semesta. Saat itu Thales telah mengenalkan logika induktif. Aristoteles kemudian mengenalkan logika sebagai ilmu, yang kemudian disebut logica scientica. Aristoteles mengatakan bahwa Thales menarik kesimpulan bahwa air adalah arkhe alam semesta dengan alasan bahwa air adalah jiwa segala sesuatu. Dalam logika Thales, air adalah arkhe alam semesta, yang menurut Aristoteles disimpulkan dari:    

Air adalah jiwa tumbuh-tumbuhan (karena tanpa air tumbuhan mati) Air adalah jiwa hewan dan jiwa manusia Air jugalah uap Air jugalah es

Jadi, air adalah jiwa dari segala sesuatu, yang berarti, air adalah arkhe alam semesta. Sejak saat Thales sang filsuf mengenalkan pernyataannya, logika telah mulai dikembangkan. Kaum Sofis beserta Plato (427 SM-347 SM) juga telah merintis dan memberikan saran-saran dalam bidang ini. Pada masa Aristoteles logika masih disebut dengan analitica , yang secara khusus meneliti berbagai argumentasi yang berangkat dari proposisi yang benar, dan dialektika yang secara khusus meneliti argumentasi yang berangkat dari proposisi yang masih diragukan kebenarannya. Inti dari logika Aristoteles adalah silogisme. Buku Aristoteles to Oraganon (alat) berjumlah enam, yaitu: 1. 2. 3. 4. 5. 6.

Categoriae menguraikan pengertian-pengertian De interpretatione tentang keputusan-keputusan Analytica Posteriora tentang pembuktian. Analytica Priora tentang Silogisme. Topica tentang argumentasi dan metode berdebat. De sohisticis elenchis tentang kesesatan dan kekeliruan berpikir.

Pada 370 SM - 288 SM Theophrastus, murid Aristoteles yang menjadi pemimpin Lyceum, melanjutkan pengembangn logika. Istilah logika untuk pertama kalinya dikenalkan oleh Zeno dari Citium 334 SM - 226 SM pelopor Kaum Stoa. Sistematisasi logika terjadi pada masa Galenus (130 M - 201 M) dan Sextus Empiricus 200 M, dua orang dokter medis yang mengembangkan logika dengan menerapkan metode geometri.

7

Porohyus (232 - 305) membuat suatu pengantar (eisagoge) pada Categoriae, salah satu buku Aristoteles. Boethius (480-524) menerjemahkan Eisagoge Porphyrius ke dalam bahasa Latin dan menambahkan komentar- komentarnya. Johanes Damascenus (674 - 749) menerbitkan Fons Scienteae. Abad pertengahan dan logika modern [2] Pada abad 9 hingga abad 15, buku-buku Aristoteles seperti De Interpretatione, Eisagoge oleh Porphyus dan karya Boethius masih digunakan. Thomas Aquinas 1224-1274 dan kawan-kawannya berusaha mengadakan sistematisasi logika. Lahirlah logika modern dengan tokoh-tokoh seperti:    

Petrus Hispanus (1210 - 1278) Roger Bacon (1214-1292) Raymundus Lullus (1232 -1315) yang menemukan metode logika baru yang dinamakan Ars Magna, yang merupakan semacam aljabar pengertian. William Ocham (1295 - 1349)

Pengembangan dan penggunaan logika Aristoteles secara murni diteruskan oleh Thomas Hobbes (1588 - 1679) dengan karyanya Leviatan dan John Locke (1632-1704) dalam An Essay Concerning Human Understanding Francis Bacon (1561 - 1626) mengembangkan logika induktif yang diperkenalkan dalam bukunya Novum Organum Scientiarum. J.S. Mills (1806 - 1873) melanjutkan logika yang menekankan pada pemikiran induksi dalam bukunya System of Logic Lalu logika diperkaya dengan hadirnya pelopor-pelopor logika simbolik seperti: 

  

Gottfried Wilhelm Leibniz (1646-1716) menyusun logika aljabar berdasarkan Ars Magna dari Raymundus Lullus. Logika ini bertujuan menyederhanakan pekerjaan akal budi dan lebih mempertajam kepastian. George Boole (1815-1864) John Venn (1834-1923) Gottlob Frege (1848 - 1925)

Lalu Chares Sanders Peirce (1839-1914), seorang filsuf Amerika Serikat yang pernah mengajar di John Hopkins University,melengkapi logika simbolik dengan karya-karya tulisnya. Ia memperkenalkan dalil Peirce (Peirce's Law) yang menafsirkan logika selaku teori umum mengenai tanda (general theory of signs) 8

Puncak kejayaan logika simbolik terjadi pada tahun 1910-1913 dengan terbitnya Principia Mathematica tiga jilid yang merupakan karya bersama Alfred North Whitehead (1861 - 1914) dan Bertrand Arthur William Russel (1872 - 1970). Logika simbolik lalu diteruskan oleh Ludwig Wittgenstein (1889-1951), Rudolf Carnap (18911970), Kurt Godel (1906-1978), dan lain-lain. Logika sebagai matematika murni Logika masuk ke dalam kategori matematika murni karena matematika adalah logika yang tersistematisasi. Matematika adalah pendekatan logika kepada metode ilmu ukur yang menggunakan tanda-tanda atau simbol-simbol matematik (logika simbolik). Logika tersistematisasi dikenalkan oleh dua orang dokter medis, Galenus (130-201 M) dan Sextus Empiricus (sekitar 200 M) yang mengembangkan logika dengan menerapkan metode geometri. Puncak logika simbolik terjadi pada tahun 1910-1913 dengan terbitnya Principia Mathematica tiga jilid yang merupakan karya bersama Alfred North Whitehead (1861 - 1914) dan Bertrand Arthur William Russel (1872 - 1970). Kegunaan logika 1. Membantu setiap orang yang mempelajari logika untuk berpikir secara rasional, kritis, lurus, tetap, tertib, metodis dan koheren. 2. Meningkatkan kemampuan berpikir secara abstrak, cermat, dan objektif. 3. Menambah kecerdasan dan meningkatkan kemampuan berpikir secara tajam dan mandiri. 4. Memaksa dan mendorong orang untuk berpikir sendiri dengan menggunakan asas-asas sistematis 5. Meningkatkan cinta akan kebenaran dan menghindari kesalahan-kesalahan berpkir, kekeliruan, serta kesesatan. 6. Mampu melakukan analisis terhadap suatu kejadian. 7. Terhindar dari klenik , gugon-tuhon ( bahasa Jawa ) 8. Apabila sudah mampu berpikir rasional,kritis ,lurus,metodis dan analitis sebagaimana tersebut pada butir pertama maka akan meningkatkan citra diri seseorang. Macam-macam logika Logika alamiah Logika alamiah adalah kinerja akal budi manusia yang berpikir secara tepat dan lurus sebelum dipengaruhi oleh keinginan-keinginan dan kecenderungan-kecenderungan yang subyektif. Kemampuan logika alamiah manusia ada sejak lahir. Logika ini bisa dipelajari dengan memberi contoh penerapan dalam kehidupan nyata. Logika ilmiah Logika ilmiah memperhalus, mempertajam pikiran, serta akal budi. 9

Logika ilmiah menjadi ilmu khusus yang merumuskan azas-azas yang harus ditepati dalam setiap pemikiran. Berkat pertolongan logika ilmiah inilah akal budi dapat bekerja dengan lebih tepat, lebih teliti, lebih mudah, dan lebih aman. Logika ilmiah dimaksudkan untuk menghindarkan kesesatan atau, paling tidak, dikurangi. Referensi 1. ^ Pengantar Logika. Asas-asas penalaran sistematis. Oleh Jan Hendrik Rapar. Penerbit Kanisius. ISBN 979-497-676-8 2. ^ Logika Selayang Pandang. Oleh Alex Lanur OFM. Penerbit Kanisius 1983. ISBN 979413-124-5

10

Filsafat ilmu ialah segenap pemikiran mengenai apa dan bagaimana pembentukan dan perkembangan ilmu pengetahuan serta landasan, sifat dan fungsinya bagi kehidupan manusia, Logika adalah pola pikir logis yang digunakan sebagai alat untuk menari kebenaran Pola pikir logis yang dimaksud ialah pola pikir ilmiah yaitu suatu proses berfikir yang berpedoman pada tatacara tertentu berdasarkan landasan teori, konsep atau fakta emperis dan dilakukan secara sistematis dan logis. Pola pikir ilmiah ini dikategorikan dalam pola berfikir modern dan digunakan sebagai pedoman dalam penelitian ilmiah, artinya langkah pokok dalam penelitian mengikuti pola pikir ilmiah ini. Langkah pokok dalam pola berfikir ilmiah itu menurut penemunya yaitu john dewey ialah: 1). The felt need, 2). The problem, 3). The hypothesis, 4). Collection data as evidence, 5). Concluding belief. MODEL LOGIKA Ada 5 model logika, yang masing-masing model mempunyai cara yang berbeda dalam membuktikan kebenaran. Kelima model tersebut ialah: 1. Logika formil aristoteles, yang dikenal dengan nama “sylogisme” 2. Logika deduktif yaitu bertolak dari asumsi umum(teori) menuju kepembuktian secara khusus (fakta emperis). 3. Logika induktif yaitu berdasarkan fenomena khusus(fakta emperis), menuju kekesimpulan secara umum (teori yang berlaku umum) 4. Logika probabilistik yaitu pola pikir yang menghasilkan proposisi-proposisi dalam pernyataan- pernyataan kebenaran relatif, artinya dalam pernyataan tersebut memberi peluang atas kemungkinan benar dan kemungkinan salah. 5. Logika reflektif yaitu kombinasi logika deduktif dan induktif dengan jalan mondarmandir dari kutup deduksi kekutup induksi sampai memperoleh kesimpulan yang memuaskan. HUBUNGAN FILSAFAT ILMU DAN PENELITIAN   



Filsafat ilmu berfungsi untuk memberi petunjuk tentang cara pandang hakekat sesuatu yang menjadi obyek penelitian. Filsafat ilmu membahas 3 komponen dasar berkaitan dengan penelitian yaitu: 1).ontologi, 2).epistemologi dan 3).aksiologi. -ontologi yaitu pembahasan tentang bagaimana cara memandang apa hakekat sesuatu itu, apakah dipahami sebagai sesuatu yang tunggal dan bisa dipisah dari sesuatu yang lain atau bernuansa jamak, terikat dengan sesuatu yang lain, sehingga harus dipahami sebagai suatu kebulatan (holistik). -epistemologi yaitu pembahasan tentang bagaimana cara memperoleh kebenaran ilmu pengetahuan. Bagaimana tatacara memperoleh kebenaran ilmu pengetahuan ini dipengaruhi oleh ontologi yang dipilihnya. Bila ontologi memahami sesuatu adalah 11



tunggal, maka cara memperoleh kebenaranya dengan menggunakan jenis “penelitian kuantitatif”. Akan tetapi bila ontologinya memahami sesuatu secara jamak, maka digunakan jenis “penelitian kualitatif”. -aksiologi adalah pembahasan tentang bentuk ilmu yang dihasilkan dari penelitian. Inipun dipengaruhi oleh ontologi yang digunakan. Ontologi yang memahami sesuatu itu tunggal, penelitianya jenis kuantitatif, maka ilmu yng dibentuknya disebut “ nomotetik” dan bebas nilai (value free), sedangkan ontologi yang memahami sesuatu itu jamak dan penelitiannya jenis kualitatif, maka ilmu yang dihasilkan disebut “idiografik” dan bermuatan nilai (value bound).

HUBUNGAN FILSAFAT ILMU, LOGIKA DAN PENELITIAN Keterkaitan ketiganya adalah sebagai berikut: 





 

Pembahasan ontologi, epistemologi dan aksiologi dikaitkan dengan logika yang digunakan untuk pembuktian, baik mengenai kenyataan, kebenaran dan tingkat kepastian, dapat dikelompokkan menjadi dua aliran filsafat ilmu yaitu emperisme dan rasionalisme/realisme. Filsafat emperisme menghendaki kebenaran terbatas pada emperik sensual atau indrawi, memunculkan logika positivistik, sedangkan filsafat resionalisme/realisme menghendaki kebenaran emperik logik, etik dan transendental/metafisik, memunculkan logika phenomenologik. Logika positivistik menghendaki perencanaan riset yang rigor / ketat, rinci, terukur, terkontrol dan penetapan data yang konkrit yang teramati, memunculkan jenis penelitian kuantitatif. Logika phenomenologik menghendaki perencanaan riset yang longgar dan luwes, sebab data yang dicari tidak pasti, sangat tergantung pada fenomena yang dijadikan sasaran risetnya, memunculkan jenis penelitian kualitatif. Emperisme positivistik kuantitatif Rasionalisme/realisme – fenomenologik-kualitatif

PENELITIAN KUANTITATIF vs KUALITATIF KUALITATIF     

Ontologi : realitas ganda. Logika : phenomenologik. Pola pikir: induktif. Tujuan :menyusunan konsep Disain : Konseptualisasi

realita emperik.    

Strategi : memahami, mencari makna dibalik data. Analisis : analisis kualitatif. Fokus : proses dan makna 12

  

Instrument: peneliti sendiri. Paradikma : Alamiah. Hasil Ilmu : idiografik.

KUANTITATIF     

Ontologi : realitas tunggal Logika : positivistik Pola fikir: deduktif Tujuan : pembuktian emperis Disain : Operasionalisasi konsep

yang jelas. 

Strategi : pengukuran dan

kuantifikasi data     

Analisis : uji statistik. Fokus : besaran kejadian Instrument: paper and pencil. Paradikma: Ilmiah Hasil Ilmu: nomotetik.

MENENTUKAN JENIS PENELITIAN KUANTITATIF ATAU KUALITATIF Dalam menentukan jenis penelitian yang akan dilakukan, perhatikan: 1. Ciri-ciri penelitian mana yang akan anda ikuti, kuantitatif atau kualitatif. 2. Bila anda ingin lebih menekankan pada proses dan makna dibalik fakta, maka anda harus memilih jenis penelitian kualitatif. 3. Bila anda ingin mendalami realita sosial dengan melibatkan diri secara langsung dilatar alamiah, pilihlah jenis penelitian kualitatif. 4. Bila untuk meneliti sasaran itu mengharuskan anda untuk melakukan ukur mengukur dan menjumlah, maka anda harus memilih jenis penelitian kuantitatif.

13

PARADIGMA PENELITIAN KUANTITATIF – KUALITATIF 

  

Paradigma yaitu kumpulan longgar dari sejumlah asumsi yang dipegang bersama, konsep atau proposisi yang mengarahkan cara berfikir dan penelitian (Moleong, 1993.30). Sebuah paradigma penelitian harus memuat tiga element pokok yaitu: ontologi, epistemologi dan metodologi. Ontologi : bertanya tentang hakekat fenomena. Epistemologi : bertanya tentang bagaimana cara peneliti mengetahui dunia dan

bagaimana hubungan antara peneliti dan yang diteliti. 

Metodologi

: bertanya tentang bagaimana peneliti memperoleh pengetahuan

tentang obyek studi. 

Asumsi yang digunakan akan menentukan jenis penelitian, kuantitatif atau kualitatif.

MACAM PARADIGMA PENELITIAN Paradigma penelitian terpola menjadi dua yaitu Paradigma Positivistik dan Non Positivistik Paradigma Non Positivistik ada beberapa macam yaitu : Pospositivistik, Critical Theory, dan Constructivistik. Kelompok Paradigma Non Positivistik ini disebut juga Paradigma Fenomenologi. Paradigma Positivistik, disebut juga Paradigma Ilmiah dan menjadi dasar dari Penelitian Kuantitatif, sedang paradigma Fenomenologi, disebut juga Paradigma Alamiah, kemudian menjadi landasan Penelitian Kualitatif. Tiap paradigma mempunyai landasan ontologi. Epistemologi dan metodologi berbeda satu sama lain. PENJELASAN CIRI TIAP PARADIGMA Paradigma Positivistik: Ontologi :menganggap realitas itu betul-betul ada secara nyata dan dapat diteliti secara terpisah. Epistemologi : peneliti dam obyek yang diteliti independen, peneliti bisa meneliti tanpa menpengaruhi atau terpengaruh obyek. Metodologi : percobaan atau memanipulasi dan dapat mengontrol obyektivitasnya. Paradigma Postpositivistik. 14

Ontologi : meskipun mengakui realitas obyektif, namun pengertiannya tidak dapat ditangkap dengan sempurna, karena kelemahan intelektual manusia, maka itu perlu keterlibatan subyektif untuk memudahkan memahami realitas. Epistemologi : antara peneliti dan yang diteliti terlibat langsung untuk mengungkap realitas yang sebenarnya. Metodologi : percobaan atau manipulasi dengan mengambil seting alamiah. Paradigma Critical Theory : Ontologi : menganggap realitas sebagai kenyataan sejarah, terbentuk oleh banyak faktor, sehingga mengkristal menjadi sebagai kenyataan alamiah dan tidak berubah Epistemologi : Peneliti dan yang diteliti terkait erat timbal balik, penilaian subyektif berpengaruh. Metodologi : Dialog antara peneliti dan yang diteliti dengan bahasa yang sama dimengerti. Paradigma construktivistik. Ontologi : menganggap kenyataan itu jamak dan berupa konstruksi mental yang tak dapat diraba, berbasis social dan pengalaman lokal dan spesifik. Epistemologi : Peneliti dan subyek yang diteliti terkait timbal balik, sehingga penemuannya berupa konsensus. Metodologi : hermeneutical dan dialectical. DISAIN PENELITIAN KUANTITATIF DAN KUALITATIF Menurut Norman dan Yvonna: 1994:200, setiap disain harus menjawab 4 pokok pertanyaan : 1. 2. 3. 4.

Bagaimana menghubungkan disain dengan paradigma. Apa dan siapa yang akan diteliti. Strategi apa yang akan digunakan dalam meneliti. Metode apa yang akan digunakan.

1. Cara menghubungkan Paradigma dengan Disain yalah mencari prespektif teoritik yang bisa menjelaskan proses terjadinya fenomena, bagaimana antar hubungan konsep dan indikatornya sebagai sumber data. 2. Dengan mengetahui proses terjadinya peristiwa (fenomena), model hubungan antar konsep (proposisi), jenis konsep dan indikatornya, maka bisa ditentukan apa dan siapa yang menjadi obek dan subyek penelitian.

15

3. Dengan mengetahui 1 dan 2, maka bisa dipilih strategi penelitian yang jitu. Strategi penelitian yaitu suatu rencana dalam memilih tindakan dan alat agar sasaran bisa ditembak (diteliti) dengan jitu, akurat, valid dan reliabel. 4. Jenis metodologi bisa penelitian kuantitatif atau kualitatif. MACAM DISAIN PENELITIAN Disain ditentukan oleh filsafat, logika, paradigma, strategi yang diikuti. Emperisme – Logika Positivistik- Paradigma Ilmiah- Strategi Penelitian – Disain Kuantitatif. Rasionalisme/Realisme- Logika Fenomenologik- Paradigma Alamiah- Strategi Penelitian – Disain Kualitatif. Jadi Disain Mengikuti Strategi Penelitian Yang Digunakan. Dari Paradigma Ilmiah Muncul Beberapa Strategi: STRATEGI PENELITIAN

DISAIN PENELITIAN

- DESKRIPTIF

– DESKRIPTIF

- KORELASI

– KORELASI

- KAUSAL

- KAUSAL

- KOMPARATIF

– KOMPARATIF.

- EXPERIMENT

– EXPERIMENT

DLL. LANJUTAN : DARI PARADIGMA ALAMIAH MUNCUL BEBERAPA STRATEGI PENELITIAN: STRATEGI PENELITIAN - FENOMENOLOGI - STUDI KASUS

DISAIN PENELITIAN – FENOMENOLOGI – STUDI KASUS

- GROUNDED THEORY

– GROUNDED

- ETNOMETHODOLOGY

– ETHNOMETHODOLOGY

16

– ETHNOGRAPHY

- ETHNOGRAPHY - HISTORIS

– HISTORIS

- BIOGRAPHICAL METHOD - APPLIED AND ACTION RESEARCH

– BIOGRAFI – ACTION RESEARCH

MENGGABUNG PENELITIAN KUANTITATIF DAN KUALITATIF Pada Dasarnya Tiap Penelitian Harus Jelas Jenisnya, Apakah Kuantitatif Atau Kualitatif. penggabungan hanya dimungkinkan dalam pendekatan atau analisis data. misalnya : penelitian kuantitatif menambah penjelasan dengan analisis data kualitatif, hasil uji statistik ditambah penjelasan hasil analisis data kualitatif. Penelitian kualitatif dengan pendekatan positivistik yaitu disain kualittatif tetapi tetap menggunakan tata cara penelitian kuantitatif, analisis data kualitatif dipertajam dengan data kuantitatif. Paradigma postpositivistik menggunakan model ini. KARAKTERISTIK DISAIN KUALITATIF QUALITATIVE DESIGN ( QD), MEMPUNYAI KARAKTERISTIK (DALAM NORMAN dan YVONNA: 212) SBB: 1. Q.D adalah holistik, dimulai dengan meneliti untuk memahami arti keseluruhan. 2. Q.D. mengamati pada hubungan-hubungan didalam suatu sistem atau budaya. 3. Q.D. menuju pada person, berhadapan muka dan segera. 4. Q.D memusatkan perhatian pada pemahaman menurut seting sosial (a given social setting). 5. Q.D. menuntut peneliti untuk tinggal beberapa lama dilokasi (setting) penelitian. 6. Q.D. menuntut peneliti menyediakan waktu analisis selama di lapangan. 7. Q.D. menuntut kemampuan peneliti untuk mengembangkan suatu model seperti apa yang terjadi di lapangan. 8. Q.D. mengharuskan peneliti sebagai instrument pengumpul data.

17

9. Q.D. mengumpulkan informasi tentang keputusan yang disepakati dan responsif terhadap kode etik setempat. 10.Q.D. menyediakan ruang bagi peneliti untuk mendeskriksikan peranannya sebagai peneliti yang mempunyai prasangka dan preferensi ideologi sendiri. 11.Q.D. memerlukan proses analisis data selama penelitian berjalan. TAHAPAN RISET KUALITATIF (Menurut JANICE dalam NORMAN dan YVONNA, 1994: 220-232) Ada 6 tahap dalam menyusun rancangan riset kualitatif yaitu sbb: 1. The stage of reflection. 2. The stage of planning. 3. The stage of entry. 4. The stage of productive data collection. 5. The stage of withdrawal. 6. The stage of writing.

18

www.imtaq.com Definisi dan Pengertian Ilmu Logika/ kalam Dalam sejarah perkembangan logika, banyak definisi dikemukakan oleh para ahli, yang secara umum memiliki banyak persamaan. Beberapa pendapat tersebut antara lain: The Liang Gie dalam bukunya Dictionary of Logic (Kamus Logika) menyebutkan: Logika adalah bidang pengetahuan dalam lingkungan filsafat yang mempelajari secara teratur asas-asas dan aturan-aturan penalaran yang betul (correct reasoning).[1] Menurut Mundiri dalam bukunya tersebut Logika didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari metode dan hukum-hukum yang digunakan untuk membedakan penalaran yang betul dari penalaran yang salah.[2] Secara etimologis, logika adalah istilah yang dibentuk dari kata logikos yang berasal dari kata benda logos. Kata logos berarti: sesuatu yang diutarakan, suatu pertimbangan akal (fikiran), kata, atau ungkapan lewat bahasa. Kata logikos berarti mengenai sesuatu yang diutarakan, mengenai suatu pertimbangan akal, mengenai kata, mengenai percakapan atau yang berkenaan dengan ungkapan lewat bahasa. Dengan demikian, dapatlah dikatakan bahwa logika adalah suatu pertimbangan akal atau pikiran yang diutarakan lewat kata dan dinyatakan dalam bahasa. Sebagai ilmu, logika disebut logike episteme atau dalam bahasa latin disebut logica scientia yang berarti ilmu logika, namun sekarang lazim disebut dengan logika saja.[3] Definisi umumnya logika adalah cabang filsafat yang bersifat praktis berpangkal pada penalaran, dan sekaligus juga sebagai dasar filsafat dan sebagai sarana ilmu. Dengan fungsi sebagai dasar filsafat dan sarana ilmu karena logika merupakan “jembatan penghubung” antara filsafat dan ilmu, yang secara terminologis logika didefinisikan: Teori tentang penyimpulan yang sah. Penyimpulan pada dasarnya bertitik tolak dari suatu pangkal-pikir tertentu, yang kemudian ditarik suatu kesimpulan. Penyimpulan yang sah, artinya sesuai dengan pertimbangan akal dan runtut sehingga dapat dilacak kembali yang sekaligus juga benar, yang berarti dituntut kebenaran bentuk sesuai dengan isi. Logika sebagai teori penyimpulan, berlandaskan pada suatu konsep yang dinyatakan dalam bentuk kata atau istilah, dan dapat diungkapkan dalam bentuk himpunan sehingga setiap konsep mempunyai himpunan, mempunyai keluasan. Dengan dasar himpunan karena semua unsur penalaran dalam logika pembuktiannya menggunakan diagram himpunan, dan ini merupakan pembuktian secara formal jika diungkapkan dengan diagram himpunan sah dan tepat karena sah dan tepat pula penalaran tersebut. Berdasarkan proses penalarannya dan juga sifat kesimpulan yang dihasilkannya, logika dibedakan antara logika deduktif dan logika induktif. Logika deduktif adalah sistem penalaran yang menelaah prinsip-prinsip penyimpulan yang sah berdasarkan bentuknya serta kesimpulan yang dihasilkan sebagai kemestian diturunkan dari pangkal pikirnya. Dalam logika ini yang terutama ditelaah adalah bentuk dari kerjanya akal jika telah runtut dan sesuai dengan pertimbangan akal yang dapat dibuktikan tidak ada kesimpulan lain karena proses 19

penyimpulannya adalah tepat dan sah. Logika deduktif karena berbicara tentang hubungan bentuk-bentuk pernyataan saja yang utama terlepas isi apa yang diuraikan karena logika deduktif disebut pula logika formal.

[1] Gie, the Liang, Kamus logika (Dictionary of Logic), Nur Cahaya 1975 Yogyakarta

[2] Mundiri. Logika, Rajawali Press, cet.ke-4 2000, Semarang [3] Rapar, Jan Hendrik, Pengantar Logika, Asas-asas penalaran sistematis, cet.ke-1 1996, Kanisius Yogyajakta

20

http://paraban-leter.blogspot.com/2011/04/pengertian-objek-logika.html Pengertian & Objek Logika Pertemuan I Oleh: Iskandar Dzulkarnain, S.Th.I, M.Si Pengertian & Objek Logika A. Pengertian Logika Filsafat tidak memberikan jawaban atas pemecahan berbagai persoalan filsafat dengan suatu jawaban yang dapat diuji kebenarannya dengan metode empiris atau yang dapat dibuktikan dengan pengujian-pengujian eksprimental. Pemecahan terhadap persoalan filsafat hanya dapat dilakukan melalui pemikiran yang sungguh-sungguh dan mendalam. Meskipun demikian, jawaban yang diajukan haruslah dengan perbincangan yang harus masuk akal. Dengan kata lain, keberlangsungan filsafat haruslah didukung dengan adanya penalaran (reasoning) dan perbincangan (argument). Semua tema ini dibicarakan dalam logika. Untuk memahami secara luas mengenai logika alangkah baiknya kalau kita menjelaskan tentang sejarah perkataan logika dari para filsuf dan ilmuwan. B. Sejarah Perkataan Logika Perkataan logika diturunkan dari kata sifat logike, bahasa Yunani, yang berhubungan dengan kata benda logos, yang berarti fikiran atau perkataan sebagai pernyataan dari fikiran. Hal ini membuktikan bahwa ternyata ada hubungan yang erat antara fikiran dan perkataan yang merupakan pernyataan dalam bahasa. Nama logika untuk pertama kali muncul pada filsuf Cicero (abad I SM), tetapi dalam arti seni berdebat. Alexander Aphrodisias (sekitar permulaan abad 3 M) adalah orang pertama yang mempergunakan kata logika dalam arti ilmu yang menyelidiki lurus tidaknya pemikiran kita. Di samping kedua filsuf tersebut, Aristoteles pun telah berjasa besar dalam menemukan logika. Namun, Aristoteles belum memakai nama logika. Aristoteles memakai nama analitika dan dialektika. Analitika untuk penyelidikan mengenai berbagai argumentasi yang bertitik tolak dari putusan-putusan yang benar, sedangkan dialektika untuk penyelidikan mengenai 21

argumentasi-argumentasi yang bertitik tolak dari hipotesis atau putusan yang tidak pasti kebenarannya. Aristoteles membagi ilmu pengetahuan atas tiga bagian, yaitu ilmu pengetahuan praktis (praktike), ilmu pengetahuan produktif (poietike) dan ilmu pengetahuan teoritis (theoreitike). Ilmu pengetahuan produktif menyangkut pengetahuan yang sanggup menghasilkan suatu karya (teknik dan kesenian). Ilmu pengetahuan praktis meliputi etika dan politik. Sedangkan ilmu pengetahuan teoritis meliputi tiga bidang keilmuan, fisika, metematika, dan filsafat pertama. Logika tidak termasuk ilmu pengetahuan sendiri, tetapi mendahului ilmu pengetahuan sebagai persiapan untuk berfikir dengan cara ilmiyah. Setelah meninggalnya Aristoteles, naskah-naskah ajarannya mengenai penalaran, oleh para pengikutnya telah terhimpun menjadi satu. Himpunan tersebut oleh pengikut Aristoteles disebut dengan istilah Organon. Ajaran Aristoteles mengenai penalaran termuat dalam enam buah naskah, yaitu: 

Categories, ini membahas mengenai cara menguraikan sesuatu objek dalam jenis-jenis pengertian umum



On Interpretation (tentang penafsiran), membahas mengenai komposisi dan hubungan dari keterangan-keterangan sebagai satu fikiran. Dalam hal ini Aristoteles membahas segala sesuatu yang dikenal sebagai penyimpulan langsung dan bujur sangkar pertentangan



Prior Analyties (analitika yang lebih dahulu), memuat mengenai teori silogisme dalam ragam dan pola-polanya



Posterior Analyties (analitika yang lebih dahulu), membicarakan mengenai pelaksanaan dan penerapan, penalaran silogisme dalam pembuktian ilmiyah sebagai materi dari silogisme



Topics (mengupas dialektika), dibahas mengenai persoalan tentang perbincangan berdasarkan premis-premis yang boleh jadi benar



Sophistical Refutations (cara perbincangan kaum sofis), membahas mengenai sifat dasar dan penggolongan sesat fikir.

22

Di samping ajaran mengenai penalaran di atas, Aristoteles juga mengemukakan ajaran tentang pembagian pengetahuan rasional (episteme). Seluruh kumpulan pengetahuan rasional dibaginya ke dalam rincian seperti berikut:

Pengetahuan Rasional (Episteme)

Pengetahuan Praktis

Pengetahuan Produktif

Pengetahuan

Teoritis

Ekonomi Fisika

Filsafat

Etika

Politik

Pertama

Menurut Aristoteles, filsafat pertama adalah tentang peradaan sebagai peradaan. Pengetahuan teoritis jenis ini kemudian dikenal dengan nama metafisika. Dalam abad Pertengahan otoritas Aristoteles diakui sedemikian tingginya sehingga karya-karyanya mengenai logika kemudian diwajibkan untuk dipelajari dalam pendidikan untuk warga bebas. Dalam abad Pertengahan dikenal istilah Latin Ars yang pengertiannya meliputi usaha mencari pengetahuan, ilmu teoritis, dan ilmu praktis, serta seni kerajinan. Dengan meneruskan konsepsi klasik mengenai corak pendidikan yang dianggap cocok bagi warga ‘bebas’ yang dilahirkan merdeka, yang dalam abad Pertengahan dikenal adanya Artes Liberalis yang logika termasuk di dalamnya. Studi ini meliputi

23

tujuh macam pengetahuan yang oleh Martinus dibaginya menjadi dua kelompok yang kemudian dikenal sebagai Quadrivium dan Trivium. Sebagai tampak dalam skema ini:

Aritmetik Astronomi

Empat Serangkai (Quadrivium) Geometri Teori Musik

Studi Bebas

Gramatika Tiga Serangkai (Trivium)

Retorika

Logika

Jadi, kalau pada zaman Yunani kuno, logika oleh Aristoteles dianggap sebagai suatu jenis pengetahuan yang berkedudukan di luar semua jenis pengetahuan rasional, dalam abad Pertengahan logika telah mulai dianggap sebagai satu antara perbagai keilmuan. Dalam perkembangan selanjutnya, ternyata logika pada umumnya dipandang sebagai salah satu cabang filsafat. Ini terbukti dari pembagian filsafat yang banyak dilakukan para ahli filsafat yang selalu memasukkan logika termasuk ke dalam cabang filsafat. Berdasarkan tiga persoalan yang dimiliki filsafat (ontologism, epitemologis, dan aksiologi), maka logika termasuk salah satu cabang dari filsafat yang membahas mengenai pengetahuan atau kebenaran ditinjau dari segi bentuknya. 24

C. Objek Logika Objek adalah sesuatu yang merupakan bahan dari penelitian atau pembentukan pengetahuan. Setiap ilmu pengetahuan pasti memiliki objek yang dibedakan menjadi dua, yaitu objek material dan objek formal. Objek material adalah suatu bahan yang menjadi tinjauan penelitian atau pembentukan pengetahuan itu. Boleh juga objek material adalah hal yang diselidiki, dipandang, atau disorot oleh suatu disiplin ilmu. Objek material mencakup apa saja, baik yang konkret ataupun yang abstrak. Sedangkan objek formal yaitu sudut pandang yang ditujukan pada bahan dari penelitian atau pembentukan pengetahuan itu atau dari sudut dari mana objek material itu disorot. Objek formal suatu ilmu tidak hanya memberi keutuhan ilmu, tetapi pada saat yang sama membedakannya dari bidang-bidang lain. Satu objek material dapat ditinjau dari berbagai sudut pandang sehingga menimbulkan ilmu yang berbeda-beda. Misalnya, objek materialnya adalah ‘manusia’ dan manusia ini ditinjau dari sudut pandang yang berbeda-beda sehingga ada beberapa ilmu yang mempelajari manusia di antaranya psikologi, antropologi, sosiologi, dan lain sebagainya. Lapangan dalam logika adalah asas-asas yang menentukan pemikiran yang lurus, tepat, dan sehat. Agar dapat berfikir lurus, tetapt, dan teratur, logika menyelidik, merumuskan serta menerapkan hukum-hukum yang harus ditepati. Dengan demikian, objek material logika adalah berfikir. Yang dimaksudkan berfikir adalah kegiatan pola pemikiran dan akal budi manusia. Dengan berfikir manusia mengolah dan mengerjakan pengetahuan yang diperolehnya. Dengan mengolah dan mengerjakannya ini terjadi dengan mempertimbangkan, menguraikan, membandingkan serta menghubungkan pengertian yang satu dengan pengertian lainnya. Dalam logika berfikir dipandang dari sudut kelurusan dan ketepatannya. Oleh karena itu, berfikir lurus dan tepat merupakan objek formal logika.

25

http://semangatbelajar.com/logika-danbahasa-di-dalam-filsafat-abad-pertengahan/ Logika dan Bahasa di dalam Filsafat Abad Pertengahan Posted on June 12, 2010 by staf1

oleh : Reza A.A Wattimena

Secara umum Filsafat Abad Pertengahan memiliki pemahaman yang menarik tentang konsep bahasa dan logika. Berdasarkan penelitian Ashworth pada masa itu, bahasa dan logika dianggap memiliki tujuan yang jelas.[2] Keduanya berfungsi untuk membentuk dan menyatakan kebenaran, sehingga orang bisa bergerak maju dalam membentuk pengetahuan baru. Kedua konsep ini menimbulkan perdebatan antara dua filsuf besar pada waktu itu, yakni Agustinus dan Thomas Aquinas. Agustinus tidak percaya akan kemampuan manusia untuk sampai pada pengetahuan yang tepat. Yang harus diingat adalah Agustinus adalah seorang ahli retorika. Ia sadar betul akan bahaya penggunaan bahasa untuk menyembunyikan atau justru melenyapkan kebenaran. Dan seperti yang dijelaskan oleh Ashworth, Agustinus pernah menulis bahwa orang harus melepaskan diri dari bahasa seharihari, dan kemudian belajar langsung dari sumber kebenaran itu sendiri, yakni Tuhan. Ia adalah Aebenaran Agung yang Sesungguhnya.[3]

26

Pandangan Aquinas berbeda dari Agustinus. Bagi Aquinas seperti dijelaskan oleh Ashworth, fungsi utama dari bahasa adalah untuk mengetahui kebenaran melalui konsep-konsep yang dapat dirumuskan oleh akal budi manusia. Dalam aktivitas sehari-hari, bahasa juga memungkinkan terciptanya kehidupan sosial melalui komunikasi yang berguna antar manusia. Tidak hanya itu menurut Ashworth, masyarakat pun terbentuk di dalam bahasa melalui proses penuturan kebenaran (truth telling). Bahasa adalah perpanjangan tangan dari rasionalitas manusia. Dalam kerangka itu bahasa adalah sistem yang diatur oleh prinsip-prinsip tertentu, dan dapat dilepaskan dari konteks pembentukan bahasa, ataupun maksud dari penuturnya. Bahasa adalah kumpulan informasi yang dikumpulkan dan nantinya dirumuskan, guna membentuk suatu pengetahuan yang sistematis (scientia). Di dalam filsafat abad pertengahan, menurut Ashworth, bahasa tidak dapat dilepaskan dari logika. Keduanya terkait dengan kebenaran, walaupun dengan cara yang berbeda. Seorang filsuf Islam yang bernama Ibn Sina pernah berpendapat, bahwa fungsi logika adalah untuk mengantarkan manusia dari apa yang diketahui (known) menuju a€˜yang tidak diketahuia€™ (the unknown). Artinya logika mengantar manusia untuk membuka tabir-tabir pengetahuan yang sebelumnya tidak diketahui. Di dalam proses itu, logika dapat mengantar manusia pada kebenaran yang sesungguhnya. Kebenaran itu tidaklah diciptakan oleh manusia, melainkan sudah tertanam di dalam tata alam semesta yang rasional (permanently 27

and divinely instituted in the reasonable orders of things).[4] Logika abad pertengahan difokuskan untuk membantu manusia melepaskan diri dari kesalahan berpikir (fallacies). Logika di dalam filsafat abad pertengahan berbeda dengan logika Aristotelian, yang berkembang pada masa Yunani Kuno. Pada masa abad pertengahan, logika yang berkembang tidak mengacu pada struktur formal silogisme a la Aristoteles untuk bisa sampai pada kebenaran. Logika yang dirumuskan Agustinus, misalnya, lebih banyak mengacu pada pemikiran Neoplatonik, yang melihat bahwa alam semesta bisa dipahami seluruhnya dengan mengabstraksi konsep jiwa (soul) sampai levelnya yang paling tinggi. Dengan jiwanya manusia bisa melihat seluruh realitas sebagai obyek yang dapat dipahami oleh akal budi (intelligible). Jiwa adalah suatu entitas yang melampaui bahasa. Dengan argumen yang kurang lebih sama, Agustinus hendak membuktikan keberadaan Tuhan, yakni sebagai entitas yang melampaui bahasa. Pada abad pertengahan ini jugalah berkembang suatu konsep yang dikenal juga sebagai dialektika (dialectica). Menurut Ashworth dalam arti umum, dialektika adalah logika (logica). Namun dalam arti sempit, setidaknya ada dua makna berbeda. Yang pertama adalah dialektika sebagai seni berdebat, seperti yang dipraktekkan kaum sofis. Dan yang kedua adalah dialektika sebagai seni untuk

28

menemukan sintesis dari argumen-argumen yang berbeda. Marcus Iulius Cicero berpendapat bahwa dialektika adalah suatu metode berdebat yang baik. Agustinus pun berpendapat serupa. Ashworth juga menjelaskan beragam arti kata logika (logica). Kata itu berasal dari bahasa Yunani logos, yang berarti kata-kata (word) atau akal budi (reason). Dalam arti ini logika bisa juga disebut sebagai ilmu pengetahuan rasional (rational science). Seorang filsuf abad pertengahan bernama Boethius berpendapat, bahwa filsafat dapat dibagi menjadi tiga, yakni filsafat natural (natural philosophy), filsafat moral (moral philosophy), dan filsafat rasional (rational philosophy). Logika terletak di dalam ranah filsafat rasional. Logika juga dapat dianggap sebagai alat untuk berfilsafat. Di sisi lain para filsuf Romawi berpendapat, bahwa logika dapat dikategorikan sebagai bagian dari seni liberal (liberal art). Logika juga dapat dikategorikan sebagai trivium bersama dengan retorika dan grammar. Dari sini dapatlah disimpulkan, bahwa logika sekaligus bagian dari ilmu bahasa (dalam tradisi Romawi) dan filsafat rasional (dalam tradisi Boethius).[5] Berdasarkan penelitian Ashworth pada abad ke 13 dan 14, logika mulai melulu dipahami sebagai filsafat rasional. Artinya logika haruslah dibedakan dengan filsafat natural, yang sibuk untuk memahami gejala alamiah (natural phenomena). Logika lebih berurusan dengan penarikan kesimpulan (inference) serta metode

29

berpikir, dan bukan soal gejala alamiah. Dalam arti ini logika dapat dikelompokkan bersama dengan retorika dan grammar, yakni sebagai ilmu bahasa. Argumen lain mengatakan bahwa logika tidak dapat disamakan dengan filsafat natural (yang nantinya berkembang menjadi ilmu pengetahuan seperti kita ketahui sekarang ini). Logika tidak berurusan dengan alam, melainkan dengan prinsip-prinsip universal (universal principles) yang mengatur argumen dan cara berpikir. Jadi ranah penelitian logika bukanlah benda empiris, melainkan aktivitas pikiran manusia (human mind).

30

http://elearning.unesa.ac.id/myblog/alim-sumarno/objek-filsafat Pada umumnya ilmu memiliki dua objek, yaitu objek material (material object) dan objek formal (formal object). Objek material yaitu objek/lapangan yang dilihat secara keseluruhannya (manusia, hewan, alam, dan sebagainya). Sedangkan objek formal yaitu objek/lapangan jika dipandang dari suatu aspek/sudut tertentu saja atau hakekat terdalam. Obyek Material Filsafat Isi filsafat ditentukan oleh obyek apa yang dipikirkan. Obyek mengenai penyelidikan terhadap segala yang ada dan mungkin ada disebut obyek material filsafat. Menurut (Dardiri, 1986:13), ” Ada ” dapat dibagi dalam tiga kategori, yaitu : 1. Tipikal/sungguh ada dalam kenyataan (misal : meja yang tampak nyata, sekarang ada di sini) 2. Ada dalam kemungkinan (misal : ayam dari telur, bunga dari bibitnya 3. Dalam pikiran / konsep (misal : angka) Sebenarnya obyek material filsafat mempunyai banyak kesamaan dengan obyek material sains, namun obyek material filsafat lebih luas karena obyek ini menyelidiki hal-hal yang bersifat abstrak dan ini tidak dapat diteliti oleh obyek material sains yang bersifat empiris. Obyek material filsafat mencakup tiga masalah pokok yaitu, Tuhan, alam semesta dan manusia. ” Keluasan ” ini hanya dibatasi oleh cakrawala pemikiran terhadap permasalahan yang tampak. Obyek Formal Filsafat Adalah penyelidikan yang mendalam mengenai hakikat terdalam / substansi / esensi / intisari. Arti mendalam di sini ialah ingin tahu tentang obyek yang tidak empiris. Penelitian filsafat terletak pada daerah tidak dapat diriset, tetapi dapat dipikirkan secara logis. Jadi, sains menyelidiki dengan riset, filsafat meneliti dengan memikirkannya. Dari kedua obyek di atas, filsafat dapat diartikan sebagai hasil pemikiran manusia untuk memahami dan mendalami secara radikal dan integral serta sistematis hakikat yang ada, serta sikap manusia sebagai konsekuensi dari pemahaman ini. Filsafat mengkaji segala sesuatu yang ada (Tim Dosen Filsafat Ilmu UNESA, 2005: 3-4). Sedangkan tujuan berfilsafat adalah menemukan kebenaran yang sebenarnya yang disusun secara sistematis mulai dari mengumpulkan pengetahuan, mengajukan kritik, menilai pengetahuan tersebut, menemukan hakikat kebenarannya, menerbitkan dan mengaturnya. Obyek-obyek ini juga berkaitan dengan fakta-fakta yang ada. Dan cara untuk membicarkan fakta-fakta tersebut yaitu : 1. Mengajukan kritik terhadap makna suatu fakta 2. Menarik kesimpulan umum dari fakta tersebut

31

BAHASA DAN LOGIKA 05 Okt

Logika Logika ialah ilmu berpikir yang tepat, logika sekedar menunjukkan adanya kekeliruan didalam rantai proses pemikiran sehingga kekeliruan itu dapat dielakkan, maka hakekat dari logika dapat pula disebut sebagai teknik berpikir. Bahasa Bahasa merupakan alat dari proses pemikiran atau alat dari logika. Hubungan Bahasa dan Logika Dapat dijelaskan bahwa hasil yang diperoleh dari mempergunakan suatu teknik (logika), akan tergantung dari baik-buruknya alat bahasa yang digunakan. Penggunaan bahasa sebagai alat logika harus memperhatikan perbedaan antara bahasa sebagai alat logika dan bahasa sebagai alat kesusasteraan. Kita ambil contoh dari pernyataan “Lukisan itu tidak jelek”, maka yang saya maksud lukisan itu belum dapat dikatakan indah, atau saya bermaksud lukisan itu belum dapat dikatakan indah, namun saya tidak berani untuk mengatakan bahwa lukisan itu jelek. Logika hanya dapat memperhitungkan penilaian-penilaian yang isinya dirumuskan secara seksama, tanpa suatu nilai perasaan. Penggunaan bahasa sebagai alat dari logika masih memiliki kekurangan. Contohnya puisi yang diubah ke dalam bentuk prosa. Puisi tadi akan kehilangan nilai puisi-nya, pikiran yang tadi muncul didalam puisi dengan indahnya tidak lagi menghantarkan maknanya kepada si pembaca. Hakekat kesusastraan berada di atas hubungan dan batas-batas logika, bahkan keindahana dalam puisi bertentangan syarat-syarat logika.

32

Begitu pula terjadi didalam peribahasa, perumpamaan-perumpamaan yang timbul dalam kehidupan sehari-hari mungkin dapat dimengerti seperti “bintang lapangan”, “kupu-kupu malam”. Syarat-syarat logika dalam pembentukan peribahasa diabaikan didalam susunan kata – katanya dan isinya. Bahasa sebagai alat logika memiliki kekurangan–kekurangan, karena sebagaian besar bahasa berkembang dan dipengaruhi oleh proses berpikir secara pre-logis (tidak logis) seperti simbolisme didalam mitologi. Jadi,bahasa memiliki dua fungsi yang dilihat dari segi perkembangannya. Bahasa lebih mudah digunakan pada kesusastraan daripada sebagai alat pemikiran ilmiah umumnya khususnya pada logika.

PENGERTIAN DAN TERM Arti Pengertian dan Term Pengertian adalah gambaran dari sesuatu yang ada dalam pikiran kita yang dapat dilihat oleh akal kita. Pengertian juga disebut juga sebagai ” konsep terhadap sesuatu”. Sedangkan term adalah ungkapan pengertian dalam bentuk kata atau beberapa kata. Misal : Istilah “biologi” yang terbentuk dari dua suku kata yaitu “bios” dan “logos”. Ide atau konsep yang terkandung dalam dua rangkaian kata itu disebut sebagai pengertian atau apa yang dimaksud dengan istilah “biologi”. Sedangkan istilah “biologi” itu adalah term. Kata “manusia”, dalam gambaran kita bila orang menyebut “manusia”, telah tergambar dalam akal budi tentang apa yang ditunjukkan dengan kata”manusia” itu. Gambaran inilah yang disebut sebagai pengertian, sedangkan kata “manusia” yang merupakan ekspresi dari dari pengertian itu disebit dengan term. Jadi ekspresi pengertian dalam bentuk kata atau beberapa kata disebut term. Term sebagai ungkapan pengertian, jika terdiri dari satu kata atau satu istilah maka term dikatakan sebagai term sederhana atau term simpel, seperti manusia , gajah, negara, dan lainnya. Dan jika terdiri dari beberapa kata maka term itu dinamakan term komposit atau term kompleks, misal : reaktor atom, sejarah kontemporer, sejarah ekonomi, dan sebagainya. Term

33

komposit ini walaupun masing-masing bagian mempunyai pengertian sendiri-sendiri, tetapi jika digabungkan hanya menjadi satu pengertian. Kata atau istilah yang untuk mengungkapkan pengertian juga sebagai simbol dari pengertian. Term berarti kata suatu kesatuan kata-kata yang dapat dipergunakan sebagai subyek atau prediket logika. Term (kata) yang tak mungkin digunakan dalam logika bukanlah merupakan sebuah term, meskipun setiap term itu terdiri dari kata-kata. Dengan demikian dapat dikatakan juga term adalah simbol atau kesatuan beberapa simbol yang dapat untuk menyatakan suatu pengertian. Kata sebagai simbol yang dapat untuk menyatakan suatu pengertian dibedakan atas menjadi dua macam yaitu kata kategorimatis dan kata sinkategorimatis. Kata kategorimatis ialah kata yang dapat mengungkapkan sepenuhnya suatu pengertian yang berdiri sendiri tanpa bantuan kata lain, meliputi: nama diri, kata sifat, istilah yang mengandung pengertian umum. Kata sinkategorimatis ialah kata yang tidak adapat mengungkapkan suatu pengertian yang berdiri sendiri jika tidak dibantu oleh kata lain, misalnya kata: adalah, jika, semua, maka, dan sebagainya.

KONOTASI DAN DENOTASI Setelah mengerti dengan pengertian term, selanjutnya yang penting diketahui adalah konotasi dan denotasi. Konotasi dengan istilah lain berarti intensi atau isi, sedangkan denotasi dengan istilah lainnya berarti ekstensi atau lingkungan. Konotasi dan denotasi term ini merupakan hal mutlak untuk penalaran. Konotasi Konotasi adalah keseluruhan arti yang dimaksudkan oleh suatu term. Yang dimaksudkan dengan keseluruhan arti adalah kesatuan antara unsur dasar dengan sifat pembeda yang bersama-sama membentuk suatu pengertian. Jadi, jika ingin menguraikan konotasi suatu term tidak jarang harus menggunakan banyak kata. Dengan menggunakan bahasa yang mudah dapat dinyatakan bahwa konotasi tidak lain adalah isi atau apa yang termuat dalam suatu term, misal term”manusia: Konotasi term manusia adalah “hewan yang berakal budi” atau secara terurai dapat dirumuskan “substansi (unsur dasar) yang berbadan, berkembang, berperasa dan berakal (sifat-sifat pembeda)”. 34

Konotasi term ”demokrasi” adalah suatu bentuk pemerintahan (sebagai unsur dasar atau jenis) yang berdasarkan atas tuntutan dari rakyat yang dipertimbangkan oleh rakyat untuk kepentingan rakyat (sebagai sifat pembeda). Konotasi kata term “hukum” adalah peraturan (sebagai unsure dasar atau jenisnya) yang bersifat memaksa (sebgai sifat pembeda atau pemisahnya) Di sini jelas bahwa konotasi term adalah suatu definisi. Tetapi tidak semua definisi adalah konotasi term., hal ini akan dibahas pada bab definisi. Denotasi Setiap term mempunyai denotasi atau lingkungan. Denotasi adalah keseluruhan hal yang ditunjuk oleh term, atau dengan kata lain keseluruhan hal sejauh mana term itu dapat diterapkan. Contoh diatas tadi meliputi “manusia”, “demokrasi”, “hukum”, denotasinya sebagai berikut: Denotasi term “manusia” yang didefinisikan sebagai hewan berakal , dapat diterapkana pada bangsa Indonesia, bangsa Cina, bangsa Yahudi. Denoatasi term ”demokarasi” ynag telah didefinisikan, dapat diterapkan sebagai demokrasi Indonesia, demokarasi Amerika. Denotasi term ”hukum” yang telah didefinisikan, dapat diterapkan pada hukum pidana, hukum perdata, hukum positif, dan dalam bentuk hukum lainnya. Denotasi term ini menunjukkan suatu himpunana, karena sejumlah hal-hal yang ditunjukkan itu menjadi suatu kesatuan denag ciri-ciri tertentu. Atau, dengan adanya sifat-sifat yang diuraikan oleh konotasi (isi term) maka dapatlah dihimpun beberapa hal tertentu Hubungan Konotasi dan Denotasi Kalau denotasi diartikan luas cakupannya dari suatu term, sedangkan konotasi berarti isi yang dikandung term itu. Antara denotasi dengan konotasi mempunyai kaitan yang erat, sebab keduanya saling ketergantungan. Jika konotasi bertambah maka denotasi berkurang, dan sebaliknya. .Untuk itu digunakan dalam kaedah seperti berikut ini: 1. Jika denotasi bertambah, konotasi berkurang 2. Jika denotasi berkurang, konotasi bertambah 35

3. Jika konotasi bertambah, denotasi berkurang 4. Jika konotasi bertambah, denotasi berkurang. Contoh : term “demokrasi”, jika hanya kata demokrasi saja, maka denotasinya yang dapat dicakupnya sangat luas, baik demokrasi Amerika Serikat, demokrasi di Uni Sovyet, dan demokrasi yang ada di Indonesia. Tetapi bila ditambah dengan ciri pembeda dengan kata “pancasila”, dalam arti “demokrasi pancasila”, maka hanya dapat diterapkan dalam diterapkan di negara yang berdasarkan “pancasila” saja, yaitu negara Indonesia saja. Contoh lain misalnya term “negara”. Jika penggunaan term ”negara” ini sebagai konotasinya adalah “organisasi masyarakat dalam suatau wilayah yang bertujuan kesejahteraan umum dan tunduk pada satu pemerintahan pusat”, maka denotasinya ialah semua negara-negara yang ada di dunia sejak dahulu hingga sekarang, Jika pada konotasi term “negara” ini ditambahkan dengan “tunduk pada satu pemerintahan pusat yang dipilih oleh rakyat”, maka penambahan ini ini akn melahirkan pengertian baru yaitu “negara demokrasi”. Dengan demikian denotasinya tidak memasukkan negara-negara totaliter dan negara-negara absolut dan bentukbentuk lainnya.

JENIS-JENIS TERM 1. Pembagian term menurut konotasi 1. Term konkrit artinya suatu term yang menunjukkan suatu benda yang mempunyai kualitas dan eksistensi, seperti meja, rumah, dan radio 2. Term abstrak yaitu term yang menyatakan kualitas atau kualitas yang terlepas dari eksistensi tertentu, misalnya putih, merah dan kekuatan, kepahlawanan. 2. Pembagian term menurut denotasi a) Term umum yaitu dapat mencakup setiap anggota suatu klas dengan arti yang sama, misalnya: mahasiswa, buku, warga, dan lain-lain. Kemungkinan pemakaian term umum bagi benda-benda yang terbatas jumlahnya dalam suatu klas tergantung pada kenyataan bahwa benda-benda ini memilki sifat umum. Term Umum masih dibagi menjadi :

36

1. 1. 1. Universal: Sifat umum yang berlaku di dalamnya tidak terbatas oleh ruang dan waktu, misal orang , manusia, mahasiswa. 2. Kolektif : Sifat umum yang berlaku di dalamnya menunjukkan pada suatu kelompok tertentu sebagaian kesatuan, misalnya : rakyat Indonesia, bangsa Cina, Mahasiswa UGM. 2. Term Khusus : yaitu hanya menunjukan sebagian dari keseluruhan sekurangkurangnya satu bagian atau satu hal. term khusus juga dibedakan yaitu : 1. Partikuler : Sifat khusus yang berlaku di dalamnya hanya menunjukan sebagian tidak tertentu dari suatau keseluruhan, misalnya: sebagian manusia, sebagian mahasisiwa, sebagian hewan yang dapat hidup di air. 2. Singular : sifat khusus yang berlaku di dalamnya hanya menunjukkan pada satu hal atau satu himpunan yang mempunyai hanya satu anggota, misalnya: presiden pertama RI, dosen logika FIB. 2. Pembagian Term menurut kandungan makna. 1. Makna penuh yaitu bila makna suatu term itu betul-betul sepenuhnya arti yang yang dikandungnya. Seperti: “Saya membeli rumah”, pengertian rumah di sini betul-betul rumah dalam arti yang sebenarnya bukan sebagian dari rumah. 2. Makna kandungan yaitu bila dengan term itu yang dimaksud hanya sebagian dari term yang dinyatakan. Seperti : “Saya sedang memompa sepeda”, maka yang dipompa adalah ban sepeda, bukan sepeda. 3. Makna lazim yaitu bila term itu yang dimaksud sama sekali dikeluarkannya, tetapi lazim mengikuti trem yang disebut. Seperti: “Tadi pagi saya memasak di rumah”, maksudnya ialah memasak di dapur, sebab dapur adalah bagian dari rumah. 3. Pembagian term menurut kategori 1. Substansi, suatu zat dasar yang diliki oleh suatu yang dapat berdiri sendiri; manusia, singa, pohon, bunga adalah semua pengertian yang dinyatakan secara gramatikal. 2. Kuantitas, jumlah atas sekian banyak diri atau pun satu diri yang memiliki besaran atau ukuran/memiliki nilai dan satuan; besar, kecil, panjang, lebar, dalam, dan sejenisnya. 37

3. Kualitas, sifat perwujudan sebagai ciri atau tanda pengenal; putih, panas, dingin, bagus, baik, dan sejenisnya. 4. Relation (hubungan), hubungan dengan berbagai hal lain; mirip, sama, majikan, hamba, guru, murid, dan sejenisnya. 5. Aksi (tindakan), tindakan yang mempengaruhi dalam perbuatan; membangun, mengajar, melahirkan, dan sejenisnya. 6. Passi, kesan yang dipengaruhi dari perbuatan; dibangun, diajar, dilahirkan, dan sejenisnya 7. Ruang, tempat yang menyertai di mana sesuatu itu ada; di sini, di situ, di rumah, di kamar, dan sejenisnya. 8. Waktu, tempo yang menyertai kapan sesuatu itu ada; sekarang, kemarin, besok, bulan depan, dan sebagainya. 9. Posisi, kedudukan sesuatau itu berada dalam suatu tempat; duduk berdiri, berlutut, dan sebagainya. 10. Keadaan, kepunyaan khusus yang menyertai kedudukan; bersenjata, berpakaian, dan sebagainya.

DAFTAR PUSTAKA Abri, Ali.1991,Pengantar Logika Tradisional,Surabaya:Usaha Nasional Bakry, Noor Ms,1986,. Logika Praktis Bagian Pertama, Yogyakarata: Liberty Hutabarat,1967, Logika. Djakarta: Erlangga http://sejarawan.wordpress.com/2007/10/05/situs-sangiran/ http://letter03.blogspot.com/2009/10/logika-bahasa.html Logika dan Bahasa, mempunyai hubungan yang mendalam. Saling terkait satu sama lain. Karena tanpa bahasa kita tidak memiliki alat untuk menyampaikan logika kita kepada orang lain. Akan tetapi, kita akan membahas sedikit keterhubungan logika dengan bahasa. Sebagai contoh, 1. Pelari berlari di lapangan yang luas di sekitar Bekasi. 2. Apakah kamu sudah mengerjakan PR? 38

Ya, aku belum mengerjakan PR. atau Tidak, aku sudah mengerjakan PR. Dalam kalimat 1 terdapat sesuatu hal yang ganda atau disebut dengan ambigu, karena terdapat dua hal yang muncul bersamaan, di lapangan yang luas atau di sekitar Bekasi. Hal demikian sangat rancu dalam pemahaman. Agar tak menimbulkan kerancuan, sebaiknya kita menghilangkan salah satu hal menjadi Pelari berlari di lapangan yang luas. Dalam kalimat 2 juga terdapat hal yang rancu, tetapi bentuknya tidak sama pada kalimat 1. Pada kalimat 2, hal yang rancu tersebut pada penggunaan kalimat positif dan kalimat negatif. Apabila kita berkata dalam jawaban menggunakan kalimat positif seperti "Ya", maka harus diikuti kalimat positif bukan kalimat negatif. Sedangkan jika menggunakan "Tidak", maka harus diikuti kalimat negatif juga bukan kalimat positif. Demikian keterkaitan logika dengan bahasa sangatlah penting untuk dipahami jangan sampai dalam berkata maupun dalam membuat kalimat mengindahkan logika.

39

Related Documents

Filsafat N Logika.docx
April 2020 20
Filsafat
November 2019 56
Filsafat
June 2020 38
Filsafat
December 2019 60
Filsafat
August 2019 58
Filsafat
June 2020 32

More Documents from ""