File.pdf

  • Uploaded by: Fira
  • 0
  • 0
  • November 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View File.pdf as PDF for free.

More details

  • Words: 54,095
  • Pages: 199
UNIVERSITAS INDONESIA

LAPORAN KEGIATAN RESIDENSI KEPERAWATAN PADA PASIEN GANGGUAN SISTEM KARDIOVASKULAR DENGAN PENERAPAN MODEL KONSERVASI MYRA ESTRIN LEVINE

KARYA ILMIAH AKHIR

AHMAD ASYROFI 1106042574

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN PROGRAM PENDIDIKAN NERS SPESIALIS (Sp.1) KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH DEPOK JULI 2014

Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014

UNIVERSITAS INDONESIA

LAPORAN KEGIATAN RESIDENSI KEPERAWATAN PADA PASIEN GANGGUAN SISTEM KARDIOVASKULAR DENGAN PENERAPAN MODEL KONSERVASI MYRA ESTRIN LEVINE KARYA ILMIAH AKHIR Disusun untuk memenuhi salah satu tugas Program Pendidikan Ners Spesialis (Sp1) Keperawatan Medikal Bedah Supervisor Utama Prof. Dra. Elly Nurachmah, S.Kp.,M.App.Sc.,DNSc.,RN. Supervisor Tuti Herawati, S.Kp.,MN.

AHMAD ASYROFI 1106042574

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN PROGRAM PENDIDIKAN NERS SPESIALIS (Sp.1) KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH DEPOK JULI 2014

Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Karya Ilmiah Akhir ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk teiah saya nyatakan dengan benar.

Nama

Ahmad Asyrofi

NPM

1106042574

Tanda Tangan 8Juli2014

Tanggal

ii

Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014

HALAMAN PENGESAHAN

Karya Ilmiah Akhir ini diajukan oleh : Nama : Ahmad Asyrofi NPM : 1106042574 Program Studi: Ners Spesialis (Sp.l) Keperawatan Medikal Bedah Judul Tesis : Laporan Kegiatan Residensi Keperawatan pada Pasien Gangguan Sistem Kardiovaskular dengan Penerapan Model Konservasi Myra Estrine Levine

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Spesialis (Sp.l) Keperawatan Medikal Bedah pada Fakultas Ilmu Keperawatan, Universitas Indonesia

DEWAN PENGUJI

Ketua

: Prof. Dra. Elly Nurachmah, S.Kp.,M.App.Sc.,DNSc.(..
Anggota

: Tuti Herawati, S.Kp.,MN.

Anggota

: Dr.RitaSekarsari, S.Kp.,MHSM,Sp.KV. (.

(

Anggota

)

Ditetapkan di : Depok Tanggal : 8 Juli 2014

iii

Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASITUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama NPM Program Studi Departemen Fakultas Jenis Karya

Ahmad Asyrofi 1106042574 Ners Spesialis (Sp.l) Keperawatan Medikal Bedah Keperawatan Medikal Bedah Ilmu Keperawatan Karya Ilmiah Akhir

demi pengembangan ilmu pengetahuan, meneyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive RoyaltyFree Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul:

Laporan Kegiatan Residensi Keperawatan pada Pasien Gangguan Sistem Kardiovaskular Dengan Penerapan Model Konservasi Myra Estrin Levine beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai Pemilik Hak Cipta.

Demikian pernyataa ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat d i : Depok Pada tanggal: 8 Juli 2014 Yang menyatakan

Ahmad Asyrofi

iv

Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014

KATA PENGANTAR  

Puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkat dan rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan karya ilmiah akhir ini. Penulisan karya ilmiah akhir ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Ners Spesialis (Sp.1) Keperawatan Medikal Bedah pada Program Studi Ners Spesialis (Sp.1) Keperawatan Medikal Bedah Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia. Saya menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan penyusunan karya ilmiah akhir ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih kepada: (1)

Ibu Prof. Dra. Elly Nurrachmah, S.Kp.,M.App.Sc.,DNSc.,RN., selaku Supervisor Utama yang telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk membimbing dan mengarahkan saya dengan penuh kesabaran dalam rangka penyusunan karya ilmiah akhir ini;

(2)

Ibu Tuti Herawati, S.Kp.,MN., selaku Supervisor yang telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk membimbing dan mengarahkan saya dengan penuh kesabaran dalam rangka penyusunan karya ilmiah akhir ini;

(3)

Ibu Dr. Rita Sekarsari, S.Kp.,MHSM.,Sp.KV., selaku Supervisor Klinik yang telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk membimbing dan mengarahkan saya dengan penuh kesabaran dalam rangka pelaksanaan kegiatan residensi ini;

(4)

Ibu Junaiti Sahar,S.Kp.,M.App.Sc.,Ph.D., selaku Dekan Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia;

(5)

Ibu Henny Permatasari, S.Kp.,M.Kep.,Sp.Kom., selaku ketua program studi Magister dan Spesialis Keperawatan Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia;

(6)

Direktur Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita Jakarta yang telah memberikan kesempatan, ijin, dan dukungan untuk melakukan kegiatan residensi;

v Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014

(7)

Teman-teman sejawat perawat instalasi rawat jalan Rumah Sakit Jantung & Pembuluh Darah Harapan Kita Jakarta yang telah memberikan semua dukungan dan bantuan material dan moral selama kegiatan residensi;

(8)

Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal yang telah memberikan dukungan material dan moral untuk mengembangkan keilmuan di Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia;

(9)

Orang tua dan adik-adikku Nurul Ismawati dan Aziz Muktasim yang selalu memberikan kasih sayang, bantuan, dan dukungan material serta moral selama menempuh pendidikan ini;

(10)

Sahabatku mahasiswa Program Ners Spesialis (Sp.1) Keperawatan Medikal Bedah peminatan Kardiovaskular (Cardiolovers) angkatan 2013 atas segala dukungan dan kebersamaannya;

(11)

Sahabatku semua mahasiswa Program Ners Spesialis (Sp.1) Keperawatan Medikal Bedah angkatan 2013 atas segala dukungan dan kebersamaannya;

(12)

Semua pihak yang telah membantu selama proses penelitian dan penyusunan karya ilmiah akhir ini.

Akhir kata, saya berharap Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga karya ilmiah akhir ini membawa manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan.

Depok, Juli 2014 Penulis  

 

vi Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014

ABSTRAK    

Nama : Program Studi : Judul :

Ahmad Asyrofi Ners Spesialis (Sp.1) Keperawatan Medikal Bedah Laporan Kegiatan Residensi Keperawatan pada Pasien Gangguan Sistem Kardiovaskular dengan Penerapan Model Konservasi Myra Estrin Levine

Kegiatan residensi keperawatan medikal bedah peminatan kardiovaskular dilaksanakan selama dua semester berupa pengelolaan asuhan keperawatan pasien gangguan kardiovaskular secara holistik dan komprehensif dengan penerapan model Konservasi Myra Estrin Levine pada satu pasien kelolaan utama dan 30 pasien kelolaan lainnya. Tujuan dan hasil asuhan keperawatan pasien gangguan kardiovaskular adalah mengupayakan adaptasi untuk mencapai keutuhan (wholeness) dengan memfasilitasi konservasi energi, konservasi intgritas struktur, konsevasi integritas personal, dan konservasi integritas sosial. Praktik keperawatan terbaik berbasis bukti (evidence-based nursing practice) memberikan posisi lateral 30o setelah dua jam pasca bedah di ICU bertujuan untuk memenuhi kebutuhan ambulasi dini dan dihasilkan kestabilan hemodinamik. Peran perawat spesialis sebagai inovator dalam pelayanan keperawatan dengan mengoptimalkan asuhan keperawatan berbasis spiritual di unit perawatan intensif jantung dengan memfasilitasi penyediaan format pengkajian, format diagnosa keperawatan, dan format rencana intervensi spiritual. Inovasi optimalisasi asuhan spiritual mendapat respon, dukungan, dan apresiasi yang tinggi oleh para perawat di unit terkait dan ditingkat manajemen pelayanan keperawatan rumah sakit. Kata Kunci: asuhan keperawatan, kardiovaskular, posisi lateral, spiritual  

 

vii

Universitas Indonesia

Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014

ABSTRACT  

Name Program Title

: : :

Ahmad Asyrofi Medical Surgical Nursing Specialistic Report of Nursing Residency on Cardiovascular Disorders Patients with an Application of Myra Estrin Levine’s Conservation Model

Medical surgical nursing residency activities in cardiovascular specialization was did in two semesters by managing the nursing care of patients with cardiovascular disorders holistically and comprehensively using the application of Myra Estrin Levine Conservation Model in one major case and other 30 cases. The purpose and outcomes of cardiovascular disorders nursing care is adaptation to achieve integrity (wholeness) to facilitate the conservation of energy, conservation of structure integrity, conservation of personal integrity, and conservation of social integrity. The best evidence-based nursing practice giving the lateral position two hours post-surgery in the ICU aimed to meet the needs of early ambulation and resulting hemodynamic stability. The role of specialist nurses as an innovator in nursing services optimizing the spiritual-based nursing care in cardiac intensive care unit by facilitating the creating of assessment form, nursing diagnosis form, and spiritual intervention plan form. Innovation in spiritual care optimization got responses, supports, and good appreciations from the nurses in the related unit and hospital nursing care management level. Keywords: nursing care, cardiovascular, lateral position, spiritual  

 

viii

Universitas Indonesia

Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014

DAFTAR ISI    

HALAMAN JUDUL................................................................................................ i HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS.................................................... ii HALAMAN PENGESAHAN................................................................................ iii HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS .............................................................. iv KATA PENGANTAR ............................................................................................ v ABSTRAK ............................................................................................................ vii ABSTRACT ......................................................................................................... viii DAFTAR ISI .......................................................................................................... ix DAFTAR TABEL .................................................................................................. xi DAFTAR DIAGRAM .......................................................................................... xiii DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xiv DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... xv BAB 1 PENDAHULUAN ...................................................................................... 1 1.1 Latar Belakang ............................................................................................ 1 1.2 Tujuan ......................................................................................................... 6 1.2.1 Tujuan Umum ..................................................................................... 6 1.2.2 Tujuan Khusus .................................................................................... 7 1.3 Manfaat ....................................................................................................... 7 1.3.1 Manfaat untuk pelayanan keperawatan ............................................... 7 1.3.2 Manfaat untuk pengembangan Ilmu Keperawatan ............................. 8 BAB 2 STUDI PUSTAKA ..................................................................................... 9 2.1 Aplikasi The Levine's Conservation Model pada Asuhan Keperawatan .... 9 2.2 Myocardial Infarctioniontion With ST Elevation (STEMI) ..................... 20 2.3 Posisi Lateral Pasca Coronary artery bypass graft .................................... 29 2.4 Asuhan Spiritual dalam Keperawatan ....................................................... 31 2.4.1 Pandangan Perawat Terhadap Klien ................................................. 31 2.4.2 Perkembangan Spiritual .................................................................... 33 2.4.3 Keterkaitan Spiritualitas, Kesehatan dan Sakit ................................. 34 2.4.4 Faktor-Faktor Mempengaruhi Spiritualitas ....................................... 34 2.4.5 Isu Nilai Berkaitan Dengan Spiritual ................................................ 35 2.4.6 Asuhan Keperawatan Spiritual.......................................................... 36 BAB 3 PROSES RESIDENSI .............................................................................. 37 3.1 Laporan dan Analisis Pengelolaan Asuhan Keperawatan......................... 37 3.1.1 Pengelolaan Pasien Utama ................................................................ 37 3.1.2 Pengelolaan 30 Pasien dengan penerapan Model Konservasi Levine .. 48 3.2 Posisi Lateral Pasca CABG sebuah Evidence Based Nursing Practice .... 58 3.2.1 Metode Pelaksanaan Posisi Lateral Pasca CABG sebuah Evidence Based Nursing Practice ..................................................................... 58

ix

Universitas Indonesia

Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014

3.2.2

Hasil Pelaksanaan Evidence-Based Nursing Practice Posisi Lateral Pasca CABG ..................................................................................... 62 3.3 Proyek Inovasi Optimalisasi Asuhan Spiritual dalam Keperawatan......... 87 BAB 4 PEMBAHASAN ....................................................................................... 93 4.1 Pengelolaan Asuhan Keperawatan ............................................................ 93 4.1.1 Pengelolaan Pasien Utama ................................................................ 93 4.1.2 Pengelolaan Asuhan pada Ke-30 pasien ......................................... 100 4.2 Refleksi dan Rekomendasi Penerapan Model Konservasi Levine.......... 112 4.3 Evidence-Based Nursing Practice Posisi Lateral vs Posisi Supine pasca CABG...................................................................................................... 113 4.4 Refleksi dan Rekomendasi Penerapan Posisi Lateral 30o Pasien Pasca CABG...................................................................................................... 115 4.5 Proyek Inovasi Optimalisasi Asuhan Spiritual dalam Keperawatan....... 116 4.6 Refleksi dan Rekomendasi Inovasi Asuhan Spiritual ............................. 118 BAB 5 SIMPULAN SARAN ............................................................................. 119 5.1 Simpulan ................................................................................................. 119 5.2 Saran........................................................................................................ 120 DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 121 LAMPIRAN 

x

Universitas Indonesia

Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014

DAFTAR TABEL Tabel 3. 1

Diagnosa Keperawatan berdasarkan Model Konservasi Levine ..... 39 

Tabel 3. 2

Rencana Asuhan Keperawatan ........................................................ 40 

Tabel 3. 3

Deskripsi umur pasien ..................................................................... 48 

Tabel 3. 4

Deskripsi Jenis Kelamin, Pendidikan, dan Diagnosa Medis Pasien 49 

Tabel 3. 5

Deskripsi Urutan Diagnosa Keperawatan pada 30 Kasus Kelolaan 51 

Tabel 3. 6

Formulasi Komponen PICO ............................................................ 58 

Tabel 3. 7

Deskripsi Pasien kelompok intervensi dan komparasi .................... 64 

Tabel 3. 8

Deskripsi Umur, Berat Badan, dan Tinggi Badan ........................... 64 

Tabel 3. 9

Deskripsi Diagnosa Medis dan Tindakan Bedah ............................. 65 

Tabel 3. 10 Deskripsi Umur, Berat Badan, dan Tinggi Badan ........................... 66  Tabel 3. 11 Deskripsi Heart rate Pasien Pasca CABG ....................................... 67  Tabel 3. 12 Deskripsi Systolic blood pressure (SBP) ......................................... 68  Tabel 3. 13 Deskripsi Diastolic blood pressure (DBP) ...................................... 69  Tabel 3. 14 Deskripsi Mean arterial pressure (MAP) ........................................ 70  Tabel 3. 15 Deskripsi Saturasi Oksigen (SpO2) ................................................. 71  Tabel 3. 16 Deskripsi Central venous pressure (CVP)....................................... 72  Tabel 3. 17 Deskripsi Respiratory rate (RR) ...................................................... 73  Tabel 3. 18 Deskripsi Temperature (T) .............................................................. 74  Tabel 3. 19 Deskripsi Heart Rate Pasien Pasca CABG Berdasarkan Pengukuran ......................................................................................................... 75  Tabel 3. 20 Deskripsi Systolic blood pressure (SBP) Pasien Pasca CABG Berdasarkan Pengukuran ................................................................. 76  Tabel 3. 21 Deskripsi Diasolic Blood Pressure Pasien Pasca CABG Berdasarkan Pengukuran ...................................................................................... 77  Tabel 3. 22 Deskripsi Mean arterial pressure (MAP) Pasien Pasca CABG Berdasarkan Pengukuran ................................................................. 78  xi

Universitas Indonesia

Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014

Tabel 3. 23 Deskripsi Saturasi Oksigen (Spo2) Pasien Pasca Cabg Berdasarkan Pengukuran ...................................................................................... 79  Tabel 3. 24 Deskripsi Central venous pressure (Cvp) Pasien Pasca Cabg Berdasarkan Pengukuran ................................................................. 80  Tabel 3. 25 Deskripsi Respiratory rate (RR) Pasien Pasca Cabg Berdasarkan Pengukuran ...................................................................................... 81  Tabel 3. 26 Deskripsi Temperature (T) Pasien Pasca CABG Berdasarkan Pengukuran ...................................................................................... 82  Tabel 3. 27 Perbedaan Heart Rate Pasien Pasca CABG kelompok Posisi Lateral dan Posisi Supine ............................................................................. 83  Tabel 3. 28 Perbedaan Systolic blood pressure Pasien Pasca CABG kelompok Posisi Lateral dan Posisi Supine ...................................................... 83  Tabel 3. 29 Perbedaan Diastolic blood pressure Pasien Pasca CABG kelompok Posisi Lateral dan Posisi Supine ...................................................... 84  Tabel 3. 30 Perbedaan MAP Pasien Pasca CABG Kelompok Posisi Lateral dan Posisi Supine .................................................................................... 84  Tabel 3. 31 Perbedaan SpO2 Pasien Pasca CABG Kelompok Posisi Lateral dan Posisi Supine .................................................................................... 85  Tabel 3. 32 Perbedaan CVP Pasien Pasca CABG Kelompok Posisi Lateral dan Posisi Supine .................................................................................... 85  Tabel 3. 33 Perbedaan RR Pasien Pasca CABG Kelompok Posisi Lateral dan Posisi Supine .................................................................................... 86  Tabel 3. 34 Perbedaan Temperature Pasien Pasca CABG Kelompok Posisi Lateral dan Posisi Supine ............................................................................. 86  Tabel 3. 35 Uraian Pelaksanaan Kegiatan Inovasi.............................................. 89  Tabel 3. 36 Sikap Perawat dalam Asuhan Spiritual ............................................ 91  Tabel 3. 37 Praktik Perawat dalam Asuhan Spiritual ......................................... 91 

xii

Universitas Indonesia

Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014

DAFTAR DIAGRAM  

Diagram 3. 1

Deskripsi Heart rate Pasien Kelompok Posisi Supine dan Lateral .................................................................................................. 67 

Diagram 3. 2

Deskripsi Systolic blood pressure Pasien Kelompok Supine dan Lateral ....................................................................................... 68 

Diagram 3. 3

Deskripsi Diastolic blood pressure (DBP) Pasien Kelompok Intervensi dan Komparasi ......................................................... 69 

Diagram 3. 4

Deskripsi Mean arterial pressure (MAP) Pasien Kelompok Intervensi dan Komparasi ......................................................... 70 

Diagram 3. 5

Deskripsi SpO2 Pasien Kelompok Posisi Supine dan Lateral .. 71 

Diagram 3. 6

Deskripsi Central venous pressure (CVP) Pasien Kelompok Intervensi dan Komparasi ......................................................... 72 

Diagram 3. 7

Deskripsi Respiratory rate (RR) Pasien Kelompok Intervensi dan Komparasi ................................................................................. 73 

Diagram 3. 8

Deskripsi Temperature Pasien Kelompok Intervensi dan Komparasi ................................................................................. 74 

Diagram 3. 9

Deskripsi Heart Rate Pasien Pasca CABG berdasarkan Pengukuran ............................................................................... 75 

Diagram 3. 10

Deskripsi Systolic blood pressure Pasien Pasca CABG .................................................................................................. 76 

Diagram 3. 11

Deskripsi Diastolic blood pressure Pasien Pasca CABG Berdasarkan Pengukuran .......................................................... 77 

Diagram 3. 12

Deskripsi Mean arterial pressure (MAP) Pasien Pasca CABG Berdasarkan Pengukuran .......................................................... 78 

Diagram 3. 13

Deskripsi Saturasi Oksigen Pasien Pasca CABG Berdasarkan Pengukuran ............................................................................... 79 

Diagram 3. 14

Deskripsi Central venous pressure (Cvp) Pasien Pasca CABG Berdasarkan Pengukuran .......................................................... 80 

Diagram 3. 15

Deskripsi Respiratory rate (RR) Pasien Pasca CABG Berdasarkan Pengukuran .......................................................... 81 

Diagram 3. 16

Deskripsi Temperature (T) Pasien Pasca CABG Berdasarkan Pengukuran ............................................................................... 82   

xiii

Universitas Indonesia

Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014

DAFTAR GAMBAR  

Gambar 2. 1

The Levine's Conservation Model (Alligood, 2014; Alligood & Tomey, 2006; Fawcett, 2005; Parker & Smith, 2010) ................ 20 

Gambar 2. 2

Aplikasi Model Konservasi Levine pada Gangguan Sistem Kardiovaskular (Alligood, 2010, 2014; Bonow et al., 2012; Fawcett, 2005; Moser & Riegel, 2008; Parker & Smith, 2010; Theroux, 2011) ............................................................................ 29

 

xiv

Universitas Indonesia

Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Prosedur Posisi Lateral Pasca CABG Lampiran 2 Lembar Observasi Hemodinamik Posisi Lateral Pasca CABG Lampiran 3 Lembar Observasi Hemodinamik Posisi Supine Lampiran 4 Format Pengkajian Spiritual dalam Keperawatan Lampiran 5 Distres Spiritual: Format Diagnosa, Tujuan, Hasil dan Rencana Intervensi Lampiran 6 Hambatan Religiositas: Format Diagnosa, Tujuan, Hasil dan Rencana Intervensi Lampiran 7 Risiko Distres Spiritual: Format Diagnosa Tujuan Hasil dan Rencana Intervensi Lampiran 8 Risiko Hambatan Religiositas: Format Diagnosa Tujuan Hasil dan Rencana Intervensi Lampiran 9 Kesiapan Meningkatkan Religiositas: Format Diagnosa Tujuan Hasil dan Rencana Intervensi Lampiran 10 Kesiapan Meningkatkan Kesejahteraan Spiritual: Format Diagnosa Tujuan Hasil dan Rencana Intervensi Lampiran 11 Angket Sikap Perawat Terhadap Asuhan Spiritual Lampiran 12 Angket Praktik Asuhan Spiritual oleh Perawat Lampiran 13 Resume 30 Kasus Kelolaan Lampiran 14 Daftar Riwayat Hidup

 

xv

Universitas Indonesia

Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Insiden penyakit kardiovaskuler di dunia cenderung meningkat dan menjadi penyebab utama kematian di dunia (AHA, 2013; Smeltzer, Bare, Hinkle, & Cheever, 2010). Data WHO tahun 2008 menunjukkan angka kematian akibat penyakit kardiovaskuler menduduki urutan pertama pada kelompok non communicable disease yaitu sebesar 17.327.000 (30,5%). Angka kematian urutan pertama pada kelompok penyakit kardiovaskuler adalah ischemic heart disease sebesar 7.254.000 (12,8%), urutan kedua cerebrovascular disease sebesar 6.152.000 (10,8%), dan urutan ketiga hypertensive heart disease 1.153.000 atau 2% (WHO, 2012). Prevalensi penyakit kardiovaskuler terjadi penurunan di negara maju, dan peningkatan di negara berkembang. Kecenderungan penurunan kasus penyakit kardiovaskuler di negara maju terjadi karena perbaikan gaya hidup dan kesadaran yang tinggi terhadap kesehatan, sementara di negara berkembang terdapat kecenderungan peningkatan kasus yang disebabkan gaya hidup, urbanisasi dan peningkatan usia lanjut (Depkes-RI, 2009). Sebagian besar kasus penyakit kardiovaskuler sebenarnya dapat dicegah dengan metode intervensi yang efektif dengan perubahan perilaku kesehatan dan penatalaksanaan yang tepat (Depkes-RI, 2009). Insiden penyakit kardiovaskular semakin meningkat pula di Indonesia. Profil Kesehatan Indonesia tahun 2007 dan 2008 menunjukkan penyakit kardiovaskuler menempati urutan teratas sebagai penyakit penyebab kematian di rumah sakit di wilayah Indonesia. Urutan pertama distibusi pasien rawat inap menurut penyakit pada tahun 2008 adalah penyakit kardiovaskuler yaitu sebesar 209.347 orang (Depkes-RI, 2009). Kasus terbanyak adalah penyakit jantung iskemik atau biasa disebut penyakit jantung koroner, sedangkan CFR (crude fatality rate) tertinggi pada infark miokard akut (13,49%), gagal jantung (13,42%), dan penyakit jantung lainnya sebesar 13,37% (Depkes-RI, 2009). Penyakit kardiovaskular pada tahun

1

Universitas Indonesia

Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014

2 2007 menyebabkan kematian sebanyak 21.830 orang dengan CFR 11,02%, dan pada tahun 2008 menyebabkan kematian 23.163 orang dengan CFR 11,06% (Depkes-RI, 2009). Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita Jakarta (RSJPDHK) sebagai pusat rujukan jantung nasional memiliki angka kunjungan penyakit kardiovaskular yang besar tiap tahunnya. Kasus-kasus terbesar penyakit kardiovaskuler di RSJPDHK meliputi: ischemic heart disease, hipertensive disease, heart failure, valve disorders, dan arrythmias (Rekam Medis, 2013). Urutan jumlah angka kunjungan penyakit kardiovaskuler di RSJPDHK pada tahun 2012 sebagai berikut: ischemic heart disease sebesar 20.713 orang, hipertensive disease sebesar 10.217 orang, heart failure 7.275 orang, valve disorders 1.284 orang, dan arrythmias 1.238 orang (Rekam Medis, 2013). Data tersebut menunjukkan bahwa penyakit kardiovaskuler membutuhkan perhatian yang serius dalam pelayanan kesehatan. Penyakit jantung koroner sebagai penyakit urutan pertama jumlah terbesar di RSJPDHK cenderung berjumlah besar setiap tahunnya. Hal ini ditunjukkan dari statistik angka kunjungan penyakit jantung koroner (ischemic heart disease) pada tahun 2010 sebanyak 22.748 orang, tahun 2011 sebanyak 21.088 orang, dan tahun 2012 sebanyak 20.713 orang. Beberapa diantaranya mengalami hospitalisasi berulang dalam rentang waktu yang berdekatan dari hospitalisasi sebelumnya. Pelayanan keperawatan oleh seorang profesional sangat dibutuhkan untuk mendukung keberhasilan pengelolaan penyakit kardiovaskuler. Kompetensi perawat level advance dalam pengetahuan, sikap, dan praktik serta critical thinking sangat dibutuhkan untuk peningkatan mutu asuhan keperawatan. Perwujudan kompetensi tersebut menuntut dilaksanakannya program pendidikan Ners Spesialis (Sp.1) atau Ners konsultan (Sp.2) yang berkolaborasi dengan institusi pelayanan keperawatan (rumah sakit) sebagai sumber pembelajaran klinis yang memadai. Pembelajaran ners spesialis keperawatan medikal bedah bertujuan agar peserta didik dapat memiliki profil sebagai berikut: clinical case manager; reseacher; leadhership; educator; inovator; dan consultant.

Universitas Indonesia Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014

3 Pengelolaan asuhan keperawatan pasien gangguan sistem kardiovaskular dilakukan dengan menggunakan metodologi keperawatan dan berlandaskan ilmu dan kiat keperawatan. Metodologi keperawatan sering disebut juga nursing process merupakan langkah sistematik yang tidak dapat dilepaskan dari kegiatan asuhan, dan sebagai pedoman dalam memberikan asuhan keperawatan yang bersifat siklik dan dinamis yang meliputi lima langkah yaitu: assesment, nursing diagnosis, planning, implementation, dan evaluation (Ackley & Ladwig, 2011; Black & Hawks, 2009; Smeltzer et al., 2010; Taylor, Lillis, LeMone, & Lynn, 2011). Penerapan metodologi keperawatan yang tepat dan sistematis mulai dari tahap awal sampai dengan akhir akan sangat menentukan keberhasilan asuhan pasien gangguan kardiovaskular. Pasien gangguan kardiovaskuler mengalami berbagai masalah pada struktur organ/jaringan seperti: jantung, vaskuler, dan darah. Gangguan integritas struktur jantung, vaskuler, dan darah tersebut dapat menjadikan tantangan dalam melakukan adaptasi untuk mencapai konservasi. Pengelolaan gangguan sistem kardiovaskuler membutuhkan model asuhan keperawatan yang tepat dan memiliki manfaat yang besar untuk keberhasilan asuhan. Fenomena pasien gangguan kardiovaskuler tersebut sesuai untuk diterapkan model Konservasi Levine sebagai kerangka dalam memberikan asuhan keperawatan. Model konservasi Levine mengupayakan empat prinsip konservasi untuk menghasilkan keutuhan (Alligood, 2010, 2014; Fawcett, 2005; Parker & Smith, 2010). Kompetensi berikutnya sebagai calon ners spesialis adalah menerapkan hasil evidence-based untuk melakukan praktik keperawatan terbaik berbasis bukti. Upaya meningkatkan kualitas asuhan keperawatan salah satunya dengan melakukan telaah kritis secara sistematis hasil-hasil evidence-based yang relevan kemudian menerapkannya dalam tatanan nyata. Kompetensi dan peran aktif calon ners spesialis dalam eksplorasi hasil-hasil penelitian terkini dalam database online sangat diperlukan untuk memperluas dan memperdalam keilmuan dan kiat keperawatan.

Universitas Indonesia Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014

4 Pasien yang menjalani intervensi bedah Coronary artery bypass graft (CABG) di RSJPDHK cukup besar jumlah tiap tahunnya. Coronary Artey Bypass Graft adalah salah satu intervensi pembedahan jantung yang dilakukan pada pasien dengan oklusi koroner untuk membuat pintasan vaskular koroner guna mensuplai darah secara adekuat ke myocardial. Efek tindakan bedah CABG antara lain: risiko perdarahan, penurunan hemodinamik, arrythmias, tamponade jantung, syock cardiogenik, cardiac arrest. Asuhan keperawatan yang tepat pada pasien pasca Coronary Artey Bypass Graft sangat menentukan proses penyembuhan. Asuhan keperawatan yang diperlukan adalah kapabilitas monitoring, ambulasi dini, manajemen chest tube yang tepat, dan manajemen respirasi jika pasien dalam keadaan terintubasi (Finkelmeier, 2000; Todd, 2005). Ambulasi dini pasca bedah merupakan salah satu intervensi keperawatan yang sangat diperlukan untuk mendukung proses pemulihan dan penyembuhan pasien. Positioning merupakan salah satu bentuk ambulasi dini yang diperlukan oleh pasien pasca bedah jantung. Ambulasi dini yang bertujuan untuk memulihkan kondisi fisik pasien, mencegah tirah baring lama, menurunkan angka kesakitan dan kematian, serta meningkatkan kualitas hidup. Positioning pasca bedah CABG memiliki efek positif terhadap status fisiologis pasien pasca bedah CABG. Peter J. Thomas, Paratz, Lipman, and Stanton (2007) dalam penelitiannya menjelaskan bahwa lateral posisi berefek positif terhadap oksigenasi, respirasi mekanik, hemodinamik, dan tidak ditemukan adverse events pada pasien yang menggunakan ventilasi mekanik di unit perawatan intensive. Fenomena di unit pelayanan keperawatan intensive (ICU) sering ditemukan pasien pasca bedah jantung dalam posisi supine atau semifowler pada masa awal perawatan di ICU. Pasien pasca bedah CABG biasanya berada dalam posisi supine sampai beberapa jam dan baru diposisikan lateral (miring) hanya pada saat memandikan pasien yaitu pagi dan sore hari. Perawat di ICU mengasumsikan bahwa ambulasi dengan posisi lateral pada kondisi pasca bedah CABG akan mengakibatkan perburukan status cardiac output yang merugikan pasien.

Universitas Indonesia Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014

5 Beberapa evidence-based menunjukkan bahwa ambulasi dini dengan posisi lateral pada kondisi pasca bedah CABG bermanfaat untuk mempercepat pemulihan pasien dan tidak menyebabkan perburukan hemodinamik (de Laat et al., 2007). Dorongan untuk melakukan praktik keperawatan terbaik berbasis bukti (evidence-based nursing practice) semakin meningkat seiring dengan diperolehnya hasil-hasil penelitian terkini yang relevan dengan fenomena tersebut. Intervensi posisi lateral 30o dua jam pasca CABG yang dikomparasikan dengan posisi supine atau semi fowler menjadi pilihan untuk diterapkan pada pasien pasca CABG untuk melihat kestabilan hemodinamik. Kompetensi calon ners spesialis selanjutnya adalah mampu menjadi innovator dalam pelayanan keperawatan. Peran menjadi pembaharu dalam keperawatan sangat diperlukan untuk mengembangkan kiat-kiat keperawatan agar semakin meningkatkan kualitas pelayanan keperawatan. Projek inovasi dalam pelayanan keperawatan perlu diidentifikasi, direncanakan, dan diimplementasikan sesuai dengan fenomena, kebutuhan, dan tuntutan. Kekayaan hasil-hasil inovasi dalam pelayanan keperawatan akan meningkatkan jati diri keperawatan yang akan berdampak terhadap peningkatan pengakuan profesionalisme perawat. Klien memiliki beberapa peran dan fungsi seperti sebagai makhluk individu, makhluk sosial, dan makhluk Tuhan. Hakikat tersebut, keperawatan memandang manusia sebagai mahluk yang holistik yang terdiri atas aspek fisiologis, psikologis, sosiologis, kultural dan spiritual. Pasien yang mengalami gangguan sistem kardiovaskular dalam perspektif keperawatan merupakan individu, keluarga atau masyarakat yang memiliki masalah kesehatan dan membutuhkan bantuan untuk dapat memelihara, mempertahankan dan meningkatkan status kesehatannya dalam kondisi optimal. Kebutuhan klien yang tidak terpenuhi pada salah satu diantara dimensi di atas akan menyebabkan ketidaksejahteraan atau keadaan tidak sehat. Kondisi tersebut dapat dipahami mengingat dimensi fisik, psikologis, sosial, spiritual, dan kultural merupakan satu kesatuan yang saling berhubungan (Draper, 2012). Tiap bagian dari individu tersebut tidaklah akan mencapai kesejahteraan tanpa keseluruhan bagian tersebut sejahtera.

Universitas Indonesia Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014

6 Kesadaran akan pemahaman tersebut melahirkan keyakinan dalam keperawatan bahwa pemberian asuhan keperawatan hendaknya bersifat komprehensif atau holistik, yang tidak saja memenuhi kebutuhan fisik, psikologis, sosial, dan kultural tetapi juga kebutuhan spiritual klien. Klien akan dapat merasakan kesejahteraan yang tidak hanya terfokus pada fisik maupun psikologis saja, tetapi juga kesejateraan dalam aspek spiritual. Kesejahteraan spiritual adalah suatu faktor yang terintegrasi dalam diri seorang individu secara keseluruhan, yang ditandai oleh makna dan harapan. Spiritualitas memiliki dimensi yang luas dalam kehidupan seseorang sehingga dibutuhkan pemahaman yang baik dari seorang perawat sehingga mereka dapat mengaplikasikannya dalam pemberian asuhan keperawatan kepada klien (Carron & Cumbie, 2011). Fenomena di unit perawatan intensif jantung, pasien dengan gangguan kardiovaskular mengasumsikan bahwa dirinya mengalami kondisi kritis yang mengancam kehidupan dan sangat memberikan dampak terhadap dimensi psikospiritualnya. Pasien di unit perawatan intensif tersebut sangat membutuhkan sumber dukungan kekuatan tertinggi yang dapat mendukung penyelesaian masalah kesehatannya. Sementara pelaksanaan asuhan keperawatan pada dimensi spiritual belum dilaksanakan secara optimal oleh perawat. Fenomena tersebut, mendorong untuk menyelenggarakan projek inovasi dengan tema optimalisasi asuhan spiritual dalam keperawatan. 1.2 Tujuan 1.2.1

Tujuan Umum

Tujuan umum penulisan karya ilmiah akhir ini adalah melaporkan dan menjelaskan pelaksanaan kegiatan pembelajaran program pendidikan Ners Spesialis (Sp.1) keperawatan medikal bedah peminatan sistem kardiovaskuler di Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita Jakarta yang berlangsung selama dua semester dengan penerapan teori dan model keperawatan tertentu yang relevan.

Universitas Indonesia Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014

7

1.2.2

Tujuan Khusus

Tujuan khusus penulisan karya ilmiah akhir ini adalah sebagai berikut: a) Menjelaskan peran perawat spesialis sebagai pemberi asuhan keperawatan medikal bedah pada pasien dengan gangguan sistem kardiovaskular khususnya pada pasien myocardial infarction with ST elevation (STEMI) dan heart failure dengan penerapan model Konservasi Levine. b) Menjelaskan peran perawat spesialis dalam penerapan evidence-based nursing practice (EBNP) pemberian posisi lateral 30o secara dini pada pasien pasca coronary artery bypass graft (CABG) untuk melihat efek kestabilan hemodinamik. c) Menjelaskan peran perawat spesialis dalam melaksanakan proyek inovasi dengan tema optimalisasi asuhan spiritual dalam keperawatan pada pasien di unit perawatan intensif non bedah jantung guna meningkatkan kualitas pelayanan keperawatan. 1.3 Manfaat Karya Ilmiah akhir ini diharapkan dapat memberikan manfaat terhadap pelaksanaan pelayanan keperawatan dan pengembangan ilmu keperawatan. 1.3.1

Manfaat untuk pelayanan keperawatan

Manfaat Karya ilmiah ini dalam pelayanan keperawatan adalah sebagai berikut: a) Karya ilmiah ini dapat menjadi referensi bagi perawat medikal bedah dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien gangguan sistem kardiovaskular dengan pendekatan metodologi keperawatan dan penerapan model konservasi Levine. b) Karya Ilmiah ini dapat menjadi referensi dan menginisiasi perawat dalam melaksanakan praktik keperawatan terbaik berdasarkan bukti (EBNP) guna meningkatkan kompetensi berpikir kritis perawat dan hasil akhirnya adalah meningkatkan kualitas asuhan keperawatan. c) Karya ilmiah ini dapat menjadi motivator bagi perawat dan para pengambil kebijakan keperawatan dalam melakukan inovasi asuhan keperawatan yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas pelayanan keperawatan sehingga akan berdampak terhadap pengakuan profesionalisme perawat.

Universitas Indonesia Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014

8

1.3.2

Manfaat untuk pengembangan Ilmu Keperawatan

Manfaat karya ilmiah ini dalam pengembangan ilmu keperawatan adalah sebagai berikut: a) Karya ilmiah ini dapat menjadi referensi dalam penerapan teori atau model konseptual keperawatan dalam pelaksanaan asuhan keperawatan medikal bedah khususnya area keperawatan kardiovaskular. b) Karya ilmiah ini dapat menjadi referensi dalam pelaksanaan praktik keperawatan terbaik berdasarkan bukti (EBNP). c) Karya ilmiah ini dapat menjadi referensi dalam pelaksanaan inovasi asuhan keperawatan guna meningkatkan kualitas asuhan keperawatan.

Universitas Indonesia Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014

BAB 2 STUDI PUSTAKA

Bab 2 ini akan memaparkan literature review yang melandasi karya ilmiah ini yang meliputi: aplikasi Conservation Model Mira Estrine Levine; myocardial infarction with ST-elevation; Posisi lateral 30o dini pasca coronary artery bypass graft; dan asuhan spiritual dalam keperawatan. 2.1 Aplikasi The Levine's Conservation Model pada Asuhan Keperawatan Myra Estrin Levine (1921-1996) menikmati karier yang bervariasi. Ia pernah bertugas menjadi perawat pribadi (1944), Seorang perawat sipil di angkatan darat Amerika Serikat (1945), Seorang instruktur preklinik dalam ilmu fisika di Cook County (1947-1950), Seorang direktur keperawatan di Drexel Home Chicago (1950-1951), dan seorang supervisor klinik bedah di kedua tempat yaitu University of Chicago (1951-1952) dan di Henry Ford Hospital Detroit (1956-1962). Levine telah bekerja dan meningkat perjalanan akademiknya di Bryan Memorial Hospital di Lincoln Nebraska (1951), Cook County School of Nursing (1963-1967), Loyola University (1967-1973), Rush University (1974-1977), dan di University of Illionis pada tahun 1962-1963 dan 1977-1978 (Alligood, 2014). Levine memimpin departemen keperawatan klinik di Cook County School of Nursing (1963-1967) dan dikoordinasikan program sarjana keperawatan oncology di Rush University (1974-1977). Levine menjadi direktur di departement of continuing Education di Evanston Hospital (Maret-Juni 1974) dan menjadi konsultan departemen (Juli 1974-1976). Dia menjadi asisten ascociate professor Humanistic Studies di University of Illionis (1981-1987), dan pada tahun 1987 dia menjadi professor emiritus medical surgical nursing di University of Illionis Chicago. Levine pergi ke Tel-Aviv University Israel pada tahun 1974 sebagai visiting associate profesor dan kembali sebagai visiting professor pada tahun 1982. Dia juga telah menjadi visiting professor sejak Maret-April 1982 di Recanati School of Nursing, Ben Gurion University of the Negev di Beer Sheva Israel (Alligood, 2014) 9

Universitas Indonesia

Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014

10 Model konservasi meliputi konsep metaparadigma: manusia, keperawatan, sehat, dan lingkungan. Manusia dipandang sebagai makhluk individu, individu dalam kelompok, dan individu dalam komunitas. Manusia adalah makhluk holistik yang sadar, berpikir, berorientasi masa depan, dan kesadaran terhadap masa lalu. Manusia dalam berinteraksi konstan dengan lingkungan, merespon perubahan secara tertib, pola yang berurutan, dengan demikian mereka menerima kekuatan yang membentuk kembali esensinya (Alligood, 2010, 2014; Fawcett, 2005). Lingkungan diperlukan melengkapi keutuhan individu. Setiap individu memiliki lingkungan internal dan eksternal. Lingkungan internal mengkombinasikan aspek fisiologis dan patofisiologis pasien yang selalu tertantang secara konstan dengan perubahan lingkungan eksternal. Lingkungan eksternal meliputi faktor-faktor tantangan yang akan menimpa individu. Kompleksitas lingkungan meliputi 3 (tiga) level lingkungan yaitu: 1) perseptual, 2) operasional, dan 3) konseptual (Alligood, 2010). Lingkungan perseptual meliputi aspek dunia yang mampu untuk ditafsirkan melalui perasaan individu (Alligood, 2010, 2014). Lingkungan operasional meliputi elemen secara fisik dapat mempengaruhi individu tetapi tidak secara langsung diterima oleh mereka, misal: radiasi, dan mikroorganisme. Lingkungan konseptual termasuk pola kultural yang dicirikan oleh spiritual dan diperantarai oleh simbol bahasa, pikiran, dan sejarah. Hal ini termasuk faktor yang mempengaruhi perilaku, misal: nilai, keyakinan (Alligood, 2010, 2014; Fawcett, 2005). Sehat dan sakit adalah pola perubahan adaptasi yang bertujuan untuk mencapai kesejahteraan. Sehat dalam perspektif sosial didefinisikan dengan kondisi seorang individu yang hidup dan berfungsi dengan normal. Sehat atau keutuhan tersirat menjadi persatuan dan kesatuan individu yang merupakan tujuan keperawatan (Alligood, 2010, 2014). Sakit didefinisikan sebagai adaptasi terhadap kekuatan lingkungan yang berbahaya. Penyakit menampilkan upaya individu untuk melindungi integritas diri, seperti respon sistem inflamasi terhadap cedera. Penyakit adalah perubahan yang tidak teratur yang harus dihentikan untuk mencegah kematian (Alligood, 2010, 2014). Universitas Indonesia

Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014

11 Keperawatan terlibat dalam interaksi manusia, dan individu mencari asuhan keperawatan ketika mereka tidak mampu lagi beradaptasi (Alligood, 2010; Fawcett, 2005). Tujuan keperawatan untuk mendukung adaptasi dan memelihara keutuhan, dan hal ini tercapai melalui konservasi energi dan stuktur, personal, dan integritas sosial (Alligood, 2010, 2014; Fawcett, 2005). Kelangsungan hidup tergantung pada kemampuan adaptasi individu terhadap tantangan hidupnya untuk memenuhi kebutuhan kesejahteraannya dengan menggunakan respon-respon yang efisien. Konservasi adalah menjaga bersama dan merupakan produk adaptasi (Fawcett, 2005) Keperawatan adalah interaksi individu dan perawat dan berbagi peristiwa yang baik dan meninggalkan kesan selamanya pada setiap pasien (Alligood, 2010, 2014). Ilmu Keperawatan merupakan pengetahuan humaniora yang terintegrasi dalam adjunctive science (kimia, biologi, anatomi dan fisiologi, psikologi, sosiologi, antropologi, filsafat, kedokteran) untuk mengembangkan praktik keperawatan (Alligood, 2010, 2014). Tiga konsep utama yang membentuk dasar model dan asumsinya yaitu: 1) conservation; 2) adaptation; 3) wholeness (Alligood, 2010). Individu secara kontinyu mempertahankan keutuhannya dan mempertahankan sistem dalam interaksi konstan dengan lingkungannya dan memilih pilihan yang paling ekonomis, hemat, dan penghematan energi yang tersedia untuk menjaga integritas (Alligood, 2010, 2014). Sumber energi tidak dapat diobservasi secara langsung, tetapi manifestasi klinis dan perubahannya dapat diprediksi, dikelola, dan dikenali (Alligood, 2010, 2014). Konservasi adalah pencapaian keseimbangan suplai energi dan kebutuhan yang ada dalam realitas biologis individu yang unik, menjaga bersama sistem kehidupan, artinya memelihara keseimbangan yang tepat antara intervensi keperawatan yang aktif ditambah dengan partisipasi pasien pada batas aman kemampuan pasien untuk berpartisipasi. (Alligood, 2010, 2014; Fawcett, 2005). Adaptasi adalah proses perubahan terus-menerus dimana individu mempertahankan keutuhannya dalam lingkungannya. Pencapaian adaptasi adalah konservasi, penghematan, dan penggunaan sumber daya lingkungan oleh individu untuk Universitas Indonesia

Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014

12 kebutuhannya (Alligood, 2010, 2014; Fawcett, 2005). Adaptasi adalah proses kehidupan dan metode perubahan dan setiap individu memiliki rentang respon adapatasi yang unik untuk individu tersebut yang dapat bervariasi pada rentang usia seseorang atau disulitkan oleh penyakit. Adaptasi memiliki karakteristik meliputi: historicity; specificity; dan redundancy. Adaptasi didasarkan pada riwayat dan menunggu tantangan yang mereka respon. Keparahan respon individu dan pola adaptasinya akan bervariasi berdasarkan pada struktur gen spesifik dan pengaruh faktor sosial, kultural, dan pengalaman (Alligood, 2010, 2014; Fawcett, 2005). Redundancy menggambarkan kegagalan individu untuk menjamin adaptasi terus-menerus pada pilihan secara anatomik, fisiologik, dan psikologik yang tersedia. Pencapaian kesehatan diprediksi pada pemilihan kelebihan yang dikehendaki, dan kelangsungan hidup tergantung pada pilihan kelebihan ini yang tertantang dan sering dibatasi oleh kesakitan, penyakit, dan usia (Alligood, 2010). Wholeness (keutuhan) dapat diwujudkan ketika interaksi atau adaptasi konstan terhadap integritas lingkungan yang terjamin. Keutuhan adalah sehat, dan sehat adalah integritas (Alligood, 2010, 2014; Fawcett, 2005). Sehat adalah pola perubahan adaptasi, yang bertujuan untuk mencapai kesejahteraan (Alligood, 2010, 2014; Fawcett, 2005). Perawat mempromosikan keutuhan melalui penggunaan prinsip-prinsip konservasi. Konservasi menggambarkan cara sistem yang kompleks dapat terus berfungsi bahkan ketika sangat tertantang, dan mempertahankan keutuhan sistem kehidupan dengan memastikan kemampuannya untuk menghadapi perubahan yang tepat dan mempertahankan identitas mereka yang unik. Hal ini dilakukan dengan cara yang paling efisien dan yang paling mungkin. Proses konservasi adalah karakteristik cara fungsi fisiologis yang diatur dalam tubuh (Fawcett, 2005). Konservasi adalah kegiatan yang mempertahankan dan melindungi (keutuhan, yang merupakan) target universal individu. Setiap sistem secara mandiri memonitor perilaku sendiri dengan melestarikan penggunaan sumber daya yang dibutuhkan,

Universitas Indonesia

Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014

13 yang tujuan akhirnya untuk mempertahankan, mendukung, memelihara, dan menentukan integritas sistem yang berfungsi (Alligood, 2014; Fawcett, 2005; Parker & Smith, 2010). Konservasi berhubungan dengan kedua dimensi konsep lingkungan internal yaitu homeostasis dan homeorrhesis (Alligood, 2010, 2014; Fawcett, 2005; Parker & Smith, 2010). Konservasi adalah konsekuensi yang jelas dari beberapa sistem, berinteraksi, dan disinkronkan dengan umpan balik negatif yang memberikan kestabilan organisme hidup (Alligood, 2010, 2014; Fawcett, 2005; Parker & Smith, 2010). Homeostasis dapat disebut status konservasi. Homeorrhesis adalah konsekuensi konservasi penggunaan sumber daya lingkungan yang efisien dan terkendali oleh individu untuk kepentingan terbaiknya (Alligood, 2010, 2014; Fawcett, 2005; Parker & Smith, 2010). Kondisi ini adalah hasil pencapaian adaptasi. Empat dimensi konsep konservasi; konservasi energi, konservasi integritas struktur, konservasi integritas personal, konservasi integritas sosial (Alligood, 2010, 2014; Fawcett, 2005; Parker & Smith, 2010). Konservasi energi merujuk keseimbangan output energi dan input energi untuk menghindari keletihan berlebihan dengan istirahat yang adekuat, nutrisi, dan latihan (Alligood, 2010, 2014; Fawcett, 2005). Sumber energi yang tersedia untuk manusia terbatas. Konservasi energi meyakini bahwa energi yang digunakan secara intensif dengan prioritas penting akan digunakan lebih awal. Penghematan energi oleh individu untuk kegiatan mempertahankan hidup tetap akan mengeluarkan energi seperti pada perubahan biokimia (Fawcett, 2005; Parker & Smith, 2010). Energi tidak dapat diobservasi secara langsung, namun konsekuensi perubahannya dapat diobservasi, dikelola, dan dikuantifikasi. Konservasi ini terlihat jelas pada kondisi sakit parah, fatigue, menarik diri, maka tubuh menghabiskan sumber energi untuk proses penyembuhan (Fawcett, 2005; Parker & Smith, 2010). Konservasi energi tergantung pada perubahan energi bebas dengan lingkungan sehingga sistem kehidupan dapat mengisi kembali secara konstan suplai energinya. Konservasi energi adalah bagian dari rentang respon adaptif individu. Konservasi integritas struktur tergantung pada sistem pertahanan utuh yang mendukung Universitas Indonesia

Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014

14 perbaikan dan penyembuhan dan hal itu responsif terhadap tantangan dari lingkungan internal dan eksternal (Alligood, 2010; Fawcett, 2005). Konservasi integritas personal mengakui individu yang membentuk keutuhannya dalam menanggapi lingkungan, dan individu berusaha untuk pengakuan, penghormatan, kesadaran diri, kemanusiaan, kesucian, kemerdekaan, kebebasan, kemandirian, dan penentuan nasib sendiri (Alligood, 2010; Fawcett, 2005; Parker & Smith, 2010). Konservasi integritas sosial menyatakan bahwa fungsi individu di masyarakat yang membantu menetapkan batas-batas diri. Integritas sosial dibentuk oleh keluarga dan teman, tempat kerja dan sekolah, agama, pilihan pribadi, budaya, dan warisan etnis, dengan demikian pengendalian politik dan ekonomi, dan sistem pelayanan kesehatan adalah bagian sistem sosial yang dimiliki individu. Konservasi integritas sosial adalah esensial untuk menjamin keutuhan dan memberikan kekuatan yang dibutuhkan untuk menghadapi sakit dan kecacatan (Alligood, 2010, 2014; Parker & Smith, 2010). Pemahaman rencana asuhan medis dan hasil pemeriksaan diagnostik merupakan hal yang penting untuk keakuratan pemahaman masalah pasien (Alligood, 2010, 2014). Perawat perlu memiliki pengetahuan ilmu keperawatan, kecermatan riwayat sakit pasien, persepsi pasien tentang riwayat kesehatan sekarang, informasi yang dibawa oleh keluarga dan teman, dan observasi akut pasien dan interaksinya dengan orang lain (Alligood, 2010, 2014). Pendekatan terintegrasi asuhan berpusat pasien memberikan dasar asuhan kolaborasi dan pembentukan kemitraan dalam pemberian asuhan komprehensif. Respon-respon organisme termasuk menghindar/perlawanan, inflamasi/sistem imun, stres, dan respon kesadaran perseptual. Respon menghindar/perlawanan adalah paling primitif. Respon inflamasi/sistem imun memberikan kontinuitas struktur dan mendorong penyembuhan. Respon stres direkam dari waktu ke waktu dan dipengaruhi oleh pengalaman individu yang terakumulasi. Stres yang berkepanjangan dapat menyebabkan kerusakan sistem. Respon kesadaran perseptual meliputi pengumpulan informasi dari lingkungan dan merubahnya menjadi pengalaman yang penuh arti. Empat respon ini bekerja bersama untuk Universitas Indonesia

Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014

15 melindungi keutuhan individu dan komponen esensial respon keutuhan individu (Alligood, 2010; Fawcett, 2005). Tujuan asuhan keperawatan adalah meningkatkan adaptasi dan kesejahteraan, karena adaptasi didasarkan pada pilihan dan spesifisitas, intervensi terapeutik akan bervariasi, tergantung pada sifat unik dari respon masing-masing orang (Alligood, 2010; Fawcett, 2005). Mefford (2004), model memberikan dasar bagi empat teori berikut untuk praktik (Alligood, 2010, p. 210): 1) Teori Conservation; 2) Teori Therapeutic Intention; 3) Teori Redundancy; 4) Teori Health promotion for preterm infant. Teori konservasi berakar dalam prinsip-prinsip umum konservasi, yang memberikan dasar untuk model. Tujuan konservasi adalah menjaga bersama, yang berarti memelihara keseimbangan yang tepat antara intervensi keperawatan aktif ditambah dengan partisipasi pasien pada salah satu sisi dan batas aman kemampuan pasien untuk berpartisipasi pada yang lain (Alligood, 2010). Pasien berinteraksi dengan lingkungan secara tunggal tetapi terintegrasi. Seseorang menampilkan sistem yang lebih dari jumlah bagian-bagiannya dan bereaksi secara keseluruhan. Perawat mendukung respon-respon pasien sebagai bagian dari lingkungan pasien, dan semua tindakan keperawatan konservasi yang dilakukan untuk memulihkan kesimetrisan respon dengan tujuan memelihara keutuhan (Alligood, 2010). Pengembangan teori therapeutic intention, Levine telah mengorganisasi intervensi keperawatan keluar dari realitas biologis yang perawat dapat menghadapinya (Fawcett, 2005). Fawcett (2005), regimen terapeutik sebaiknya mendukung tujuan berikut: 1) Menfasilitasi penyembuhan terintegrasi dan pemulihan optimal struktur dan fungsi melalui respon alamiah penyakit; 2) Memberi dukungan terhadap sebagian kegagalan autoregulasi sistem terintegrasi (terapi pengobatan dan pembedahan); 3) Memulihkan keutuhan individu dan kesejahteraan; 4) Memberikan dukungan langkah-langkah untuk memastikan kenyamanan dan mendorong perhatian manusia ketika langkah-langkah terapeutik tidak memungkinkan; 5) Menyeimbangkan risiko toksik terhadap ancaman penyakit; Universitas Indonesia

Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014

16 6) Memanipulasi diet dan aktifitas untuk mengkoreksi ketidakseimbangan metabolik dan merangsang proses fisiologis; 7) Memperkuat atau menentang respon yang biasa untuk membuat perubahan terapeutik. Teori redundancy didasarkan pada adaptasi, dan pada kemampuan individual untuk memantau perilaku kita dengan menghemat sumber yang diperlukan untuk mendefinisikan identitas uniknya, dan melekat dalam kemampuan untuk memilih pilihan lingkungan yang tersedia (Alligood, 2010). Mefford (2004) merekomendasikan teori health promotion bagi infant preterm, didasarkan Levine’s Conservation Model, dapat memandu asuhan keperawatan untuk memastikan bahwa kebutuhan asuhan keperawatan holistik infant dan keluarganya terpenuhi (Alligood, 2010). Kelahiran prematur memaksa infant preterm untuk beradaptasi tantangan lingkungan eksternal. Imaturitas fisiologis, struktur, neurologis infant preterm dan gangguan sistem keluarga menimbulkan ancaman untuk kesejahteraan infan dan keluarga. Aktifitas asuhan keperawatan mendorong adaptasi seperti diindikasikan dengan pertumbuhan fisiologis, cedera struktur minimal, perkembangan neurologik, dan sistem keluarga yang stabil. Mefford (1999) telah melengkapi uji validitas teori middle-range-nya, dan telah menemukan, bahwa dukungan yang konsisten pemberi asuhan keperawatan diperantarai pengaruh keutuhan saat lahir dan usia yang kesehatan bayi, sehingga teori dan model strukturnya diyakini (Alligood, 2010). Pasien dengan sakit kronis mengelola kehidupan terbaiknya jika dia yang memilih pengobatan dari pada pasien yang tidak diberikan pilihan (redundancy). Kegagalan pilihan berlebihan terjadi pada kondisi penuaan. Teori redundancy dapat menjelaskan proses penuaan karena usia seseorang, menolak fungsi organ, pada beberapa kasus sebagai bagian proses penuaan. Jika ginjal gagal, teori redundancy tidak lagi digunakan sebab hanya satu ginjal yang tersisa. Sama halnya, jika kita dapat mendengar dari satu telinga, pilihan untuk mendengar dari satu atau yang lain tidak ada lagi. Tentu saja, jika alat bantu dengar membantu memulihkan pendengaran di telinga yang memiliki penurunan fungsi, teori redundansi didukung Universitas Indonesia

Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014

17 melalui penggunaan teknologi dan alat bantu yang menyertai semua asuhan keperawatan (Alligood, 2010). Panduan yang dibentuk oleh Levine (1978, 1991) dan Schaefer (1991, 2001) untuk penelitian keperawatan berdasarkan Model Conservation meliputi: 1) tujuan riset; 2) fenomena yang menarik; 3) Masalah yang diteliti; 4) peserta penelitian; 5) Desain kualitatif dan kuantitatif sesuai; 6) variabel penelitian; 7) analisis data; 8) kontribusi (Fawcett, 2005, p. 147). Tujuan riset keperawatan berbasis Model Conservation adalah untuk mengidentifikasi intervensi keperawatan yang berasal dari prinsip-prinsip konservasi yang akan menjaga keutuhan dan adaptasi dukungan, dalam konteks yang unik dari individu, keluarga, atau keduanya. Fenomena yang menarik adalah prinsip-prinsip konservasi. Penelitian dapat menangani hanya satu prinsip konservasi, tapi akhirnya semua empat prinsip harus dipertimbangkan. Penelitian dan kajian keilmuan harus fokus pada isu-isu berlainan. Meskipun masalah penelitian mungkin dipersempit, pengaruh dari semua empat prinsip konservasi harus diakui, dan keutuhan orang berkelanjutan. fenomena relevan lainnya adalah tingkat respon organismic dan unsur-unsur dari lingkungan persepsi, operasional, dan konseptual (Fawcett, 2005). Masalah yang tepat untuk dipelajari adalah yang berurusan dengan pemeliharaan keutuhan individu dan hubungan antara lingkungan internal dan eksternal dari orang tersebut. Responden penelitian berupa orang sehat atau sakit dari segala usia ditatanan apapun. Desain penelitian kualitatif fokus pada menemukan bagaimana pasien mengalami tantangan untuk lingkungan internal dan eksternal. Desain kuantitatif fokus pada pengujian hubungan antara konsep penelitian dan menguji efek dari intervensi konservasi energi, integritas struktur, integritas pribadi, dan integritas sosial. Idealnya, desain penelitian harus menggabungkan metodologi kualitatif dan kuantitatif. Desain penelitian harus memperhitungkan hubungan variabel spesifik untuk setiap prinsip konservasi yang telah diidentifikasi (Fawcett, 2005). Teknik untuk analisis data harus sesuai dengan metodologi kualitatif dan kuantitatif tertentu yang digunakan. Kontribusi hasil riset keperawatan berbasis Model Universitas Indonesia

Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014

18 Konservasi dapat meningkatkan pemahaman tentang faktor-faktor dan intervensi keperawatan yang mempromosikan adaptasi dan pemeliharaan keutuhan (Fawcett, 2005). Variabel-variabel yang dapat dihubungkan dengan konservasi energi adalah sebagai berikut: 1) ansietas; 2) saturasi oksigen; 3) gula darah; 2) pulse; 4) temperature; 5) pernapasan; 6) tekanan darah; 7) hemoglobin dan hematocrit; 8) turgor kulit; 9) cairan dan elektrolit; 10) heat; 11) perubahan energi; 12) diare; 13) kehilangan darah; 14) berat badan; 15) drainage luka (Fawcett, 2005). Fawcett (2005, pp. 153-154) laporan riset keperawatan berpedoman pada Levine’s Conservation Model yang telah dipublikasikan sebagai berikut: 1) Winslow et al. (1984, 1985) tentang konservasi energi: pemenfaatan energi selama toileting dan bathing, subjek dewasa sehat dan pasien jantung; 2) Lane & Winslow (1967) tentang konservasi energi: pengeluaran energi selama istirahat, duduk di tempat tidur, dan tidak duduk di tempat tidur, subjek orang dewasa sehat; 3) Robert et al. (1964) tentang konservasi energi: efek merugikan dan bantal lurus pada kapasitas pernapasan, subjek dewasa perempuan sehat; 4) Schaefer et al. (1996) tentang konservasi energi: gangguan tidur 1 minggu, 1 bulan, 3 bulan, dan 6 bulan setelah pembedahan, subjek pasien yang telah menjalani bedah coronary artery bypass; 5) Gagner-Tjellesen et al. 2001) tentang konservasi energi: penggunaan musik terapi dan terapi intervensi keperawatan mandiri pada perawatan akut, subjek pasien yang sedang dirawat; 6) MacLaen (1987, 1988) tentang identifikasi petunjuk penggunaan diagnosa keperawatan intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai oksigen dan kebutuhan oleh perawat-perawat, dengan subjek penelitian registered nurses; 7) Schaefer (1990,1991) dan Schaefer & Potylycki (1993) tentang Gambaran dan penyebab keletihan terkait dengan congestive heart failure (CHF), subjeknya adalah pasien CHF. Model Konservasi memberikan kontribusi yang substansial terhadap disiplin keperawatan dengan memfokuskan pada keutuhan setiap manusia sebagai makhluk Universitas Indonesia

Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014

19 holistik. Keutuhan merupakan menu utama dari model konservasi dimana prinsipprinsip konservasi bergabung dalam respon model-fisiologis dan perilaku. Prinsipprinsip konservasi juga menyediakan kerangka kerja yang komprehensif untuk keperawatan holistik dan perhatian fokus pada pasien sebagai individu yang unik (Fawcett, 2005). Prinsip konservasi telah digunakan sebagai panduan praktik keperawatan dalam seting perawatan pasien untuk anak dan dewasa dengan kondisi seperti: cardiology, obstetric, gerontology, acute care, pediatrics, long-term care, emergency care, primary care, neonatology, critical care dan komunitas tunawisma (Alligood, 2014). Contoh kasus spesisfik yang dapat diterapkan dengan model konservasi levine antara lain: pneumonia; keterlambatan perkembangan; luka bakar; cancer; penyakit jantung; kegagalan sistem saraf terintegrasi; kerusakan kognitif; confusion; gangguan hormonal; dan ketidakseimbangan cairan dan elektrolit (Alligood, 2014; Fawcett, 2005). Stafford (personal communication, June 2, 1982) berkomentar bahwa dia telah menggunakan Model Konservasi Levine untuk mengidentifikasi proses dan kriteria hasil dalam asuhan keperawatan pasien dengan masalah kardiovaskuler (Fawcett, 2005). Schaefer (1991) diperlukan sebuah alat pengkajian untuk mengukur wholeness, menggunakan elemen Trophicognosis. Praktisi dan peneliti didorong untuk mengembangkan pengukuran pengkajian berbasis Model Konservasi Levine dan untuk menguji database yang handal dan valid untuk semua pasien dengan kebutuhan perawatan (Fawcett, 2005, p. 160). Simpulan, Model Konservasi Levine memberikan kongruen logis pada keperawatan dengan memandang manusia holistik. Teori-teori yang berkaitan dengan model telah dirumuskan, tetapi memerlukan pengembangan lebih lanjut dan pengujian empiris. Keterbatasan menunjukkan bahwa Model Konservasi menjadi panduan yang efektif dan komprehensif untuk tindakan keperawatan dalam seting beragam (Alligood, 2010, 2014; Fawcett, 2005).

Universitas Indonesia

Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014

20

Wholeness of the Client’s

Conservation

Ex.   Activity‐rest balance  Proper sleep pattern 

energy 

Ex.   Overwork  Lack of sleep  Over Exertion 

Ex.   Proper posturing  Prevention from wounds  Prevention from injury  Termoregulation

Structural  integrity

Ex.   Break in the skin  Fracture  Deformitas  Hypo/hyperthermia  Injury  Ischemic  Infarctioniontion  Edema  Atherosclerotic  Trombotic  Artery oclution 

Ex.  Acknowledgement  Goal attainment  Privacy 

Ex.   Good family support  system  Human interaction  active in social

Social  integrity

Personal  integrity

Ex.   Failure to meet  goals  Defamation   Decrease in self  esteem 

Ex.   Estrangement  Loss of loved ones  Lack of support  system 

Failure to conserve 

Imbalance in the client’s wholeness

Gambar 2. 1 The Levine's Conservation Model (Alligood, 2014; Alligood & Tomey, 2006; Fawcett, 2005; Parker & Smith, 2010)

2.2 Myocardial Infarctioniontion With ST Elevation (STEMI) Penyakit arteri koroner (Coronary artery disease) terdiri dari: 1) unstable angina pectoris (UAP); 2) ST elevation myocardial infarction (STEMI) dan; 3) non ST elevation myocardial infarction (NSTEMI). STEMI merupakan infark miokard akut dengan elevasi segmen ST, sering terjadi jika aliran darah koroner menurun Universitas Indonesia

Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014

21 secara mendadak setelah terjadinya oklusi trombus pada plak aterosklerotik yang sudah ada sebelumnya dan berlangsung lama sebagai akibat ruptur plak aterosklerosis pada dinding koroner epikardial (Bonow, Mann, Zipes, & Libby, 2012; Moser & Riegel, 2008; Theroux, 2011). Penyebab STEMI adalah trombus arteri koroner yang terjadi secara cepat pada lokasi injuri vaskular yang dicetuskan oleh faktor risiko (Bonow et al., 2012; Moser & Riegel, 2008; Theroux, 2011). 2.2.1 Faktor Risiko STEMI Faktor risiko terjadinya aterosklerosis terdiri dari: faktor yang tidak dapat diubah dan faktor yang dapat diubah (Bonow et al., 2012; Moser & Riegel, 2008; Theroux, 2011). 2.2.1.1 Faktor risiko yang tidak dapat diubah Faktor risiko yang tidak dapat diubah meliputi: usia; jenis kelamin; riwayat keluarga; dan ras (Bonow et al., 2012; Ignatavicius & Workman, 2012; Theroux, 2011). Usia, bertambahnya usia akan meningkatkan kerentanan aterosklerosis. Aterosklerosis jarang terjadi pada individu usia dibawah 40 tahun. Keterkaitan usia dengan kejadian aterosklerosis sering terkait dengan lama paparan dengan aterogenik (Bonow et al., 2012; Moser & Riegel, 2008; Theroux, 2011). Jenis kelamin, tingkat morbiditas laki-laki dua kali lebih besar dibandingkan wanita, ini diprediksi karena hormon estrogen androgen bersifat protektif pada wanita sebelum menopause, namun setelah menopause sebanding dengan laki-laki. Riwayat keluarga yang memiliki penyakit jantung koroner sebelum usia 50 tahun, meningkatkan kemungkinan timbulnya aterosklerosis, dan riwayat ini juga bisa menandakan predisposisi genetik. Ras Amerika-Afrika (kulit hitam) menunjukkan lebih mengalami kerentanan terjadi aterosklerosis dibandingkan ras kulit putih. 2.2.1.2 Faktor risiko yang dapat diubah Faktor risiko yang dapat meliputi: diet tinggi lemak jenuh; hipertensi; merokok; hiperglikemia; gaya hidup kurang aktifitas; stres psikologis; tipe kepribadian (Bonow et al., 2012; Ignatavicius & Workman, 2012; Theroux, 2011). Diet tinggi lemak jenuh (peningkatan lipid serum), plasma lipid yaitu kolesterol, trigleserida, dan fosofolipid. Lipid tidak larut dalam plasma, maka lipid terikat Universitas Indonesia

Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014

22 pada protein sebagai mekanisme transport dalam serum. Ikatan ini menghasilkan kilomikron, lipoprotein densitas sangat rendah (VLDL), lipoprotein densitas rendah (LDL), dan lipoprotein densitas tinggi (HDL). Kadar kolesterol LDL yang rendah memiliki peran yang baik dan terdapat hubungan terbalik antara kadar HDL dengan insiden aterosklerosis (Bonow et al., 2012; Moser & Riegel, 2008; Theroux, 2011). Hipertensi, akan mengakibatkan gradient tekanan yang harus dilawan oleh ventrikel kiri saat memompa darah. Tekanan tinggi yang terus menerus akan menyebabkan jantung hipertrofi ventrikel dan meningkatnya kebutuhan oksigen jantung. Kondisi ini akan dapat mengakibatkan heart failure bila mencapai puncak kompensasi akhir yang terlampaui. Kondisi ini mengakibatkan suplai oksigen ke jantung menurun, sehingga aterosklerosis yang ringan menjadi berat akibat penurunan suplai (Bonow et al., 2012; Moser & Riegel, 2008; Theroux, 2011). Merokok, terkait pada jumlah yang dihisap perhari dan bukan lamanya merokok. Merokok memperburuk kondisi penyakit arteri koronaria dengan meningkatkan kadar CO darah karena CO lebih mudah berikatan dengan Hb dari pada O2, sehingga jantung bekerja lebih keras untuk menghasilkan energi (Bonow et al., 2012; Moser & Riegel, 2008; Theroux, 2011). Katekolamin akan dilepaskan akibat rangsangan asam nikotinat sehingga terjadi vasokontriksi. Thrombus karena rokok akan meningkatkan adhesi trombosit. Perokok pasif memiliki peningkatan risiko sebesar 20 – 30 % dibandingkan dengan orang yang tidak terpapar asap rokok. Perokok mengalami menopause lebih dini dari pada bukan perokok, sehingga wanita juga mudah terkena penyakit koroner (Bonow et al., 2012; Moser & Riegel, 2008; Theroux, 2011). Hiperglikemia, Kondisi diabetes melitus menyebabkan meningkatnya agregasi trombosit yang dapat menyebabkan pembentukan thrombus, dan dapat mengakibatkan kelainan metabolisme lemak. CAD secara umum terjadi pada usia lebih muda pada penderita diabetes dibandingkan penderita non diabetic (Bonow et al., 2012; Moser & Riegel, 2008; Theroux, 2011).

Universitas Indonesia

Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014

23 Olah raga yang teratur berhubungan dengan penurunan insiden penyakit koroner sebesar 20-40%. Gaya hidup monoton dapat memicu terjadinya obesitas, dimana obesitas terjadi peningkatan kolesterol, obesitas akan meningkatkan kerja jantung dan kebutuhan oksigen. Stress psikologis menjadi predisposisi percepatan terjadinya penyakit koroner. Stress menyebabkan pelepasan katekolamin yang mengakibatkan kontriksi pada pembuluh darah. Kontriksi berlebihan pada koroner dapat mengakibatkan keparahan koroner (Bonow et al., 2012; Moser & Riegel, 2008; Theroux, 2011). Tipe kepribadian A rentan terhadap terjadinya penyakit jantung koroner yang diakibatkan hubungan yang saling berkaitan antara stres dan abnormalitas metabolisme lipid (Bonow et al., 2012; Moser & Riegel, 2008; Theroux, 2011). Kepribadian ini antara lain: sifat agresif, kompetitif, kasar, ambisius, keinginan untuk dipandang, merasa diburu waktu, gangguan tidur. 2.2.2 Patofisiologi Myocardial Infarction with ST Elevation Suplai darah koroner menurun secara drastis setelah oklusi trombus pada plak aterosklerotik yang sudah ada sebelumnya dan akan menyebabkan terjadinya STEMI. Stenosis arteri koroner yang berlangsung lambat tidak memicu STEMI karena berkembangnya banyak kolateral sepanjang waktu. STEMI terjadi jika trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi injuri vaskular yang dicetuskan oleh faktor seperti merokok, hipertensi, dan akumulasi lipid (Bonow et al., 2012; Moser & Riegel, 2008; Theroux, 2011). Hipoksia jaringan lokal adalah rangsangan yang terkuat untuk melebarkan arteri koronaria dan meningkatkan aliran koroner. Arteri koroner normal dapat melebar dan meningkatkan aliran darah hingga 5 sampai 6 kali di atas tingkat istirahat. Kapasitas oksigen yang menurun memaksa miokardium mengubah metabolisme yang bersifat aerobik menjadi metabolisme yang anaerobik (Bonow et al., 2012; Moser & Riegel, 2008; Theroux, 2011). Arteri yang mengalami stenosis tidak dapat melebar, sehingga terjadi kebutuhan akan oksigen yang melebihi kapasitas suplai pembuluh yang terserang penyakit menyebabkan perubahan reversibel pada tingkat sel dan jaringan, menekan fungsi miokardium.. Universitas Indonesia

Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014

24 Kasus infark mayoritas terjadi jika plak aterosklerosis mengalami fisur, ruptur, atau ulserasi, dan jika kondisi lokal atau sistemik memicu trombogenesis, sehingga terjadi trombus mural pada lokasi ruptur yang mengakibatkan oklusi arteri koroner. Berbagai agonis pada lokasi ruptur plak (kolagen, ADP, epinefrin, serotonin) memicu aktivasi trombosit, yang selanjutnya akan memproduksi dan melepaskan tromboksan A2 (vasokonstriktor lokal yang poten). Aktivasi trombosit memicu perubahan reseptor glikoprotein IIb/IIIa. Reseptor mempunyai afinitas tinggi terhadap sekuen asam amino pada protein adhesi yang larut (integrin) seperti faktor von Willebrand (vWF) dan fibrinogen setelah mengalami konversi fungsinya. Keduanya adalah molekul multivalen yang dapat mengikat 2 platelet yang berbeda secara simultan, menghasilkan ikatan silang platelet dan agregasi. Kaskade koagulasi diaktivasi oleh pajanan tissue factor pada sel endotel yang rusak. Faktor VII dan X diaktivasi, mengakibatkan konversi protombin menjadi trombin, yang kemudian mengkonversi fibrinogen menjadi fibrin. Arteri koronaria yang terlibat kemudian akan mengalami oklusi oleh trombus yang terdiri agregat trombosit dan fibrin (Bonow et al., 2012; Moser & Riegel, 2008; Price & Wilson, 2006; Theroux, 2011). Penumpukan plak dapat terjadi ruptur plak ateroma pada arteri koroner yang selanjutnya disertai terjadinya thrombosis, vasokonstriksi, reaksi inflamasi dan mikroembolisasi distal yang mengakibatkan obstruksi. Penyumbatan sebagian mengakibatkan hipoksia, penurunan jumlah energi yang tersedia dan asidosis menyebabkan gangguan fungsi ventrikel kiri. Kekuatan kontraksi daerah miokardium yang terserang akan menurun. Gerakan dinding segmen yang mengalami

iskemia

menjadi

abnormal. Daya kontraksi yang menurun dan

gangguan gerakan jantung mengubah hemodinamika. Respon perubahan ini sesuai dengan ukuran segmen yang mengalami iskemia dan derajat respon refleks kompensasi oleh sistem saraf otonom. Fungsi ventrikel kiri yang menurun dapat menurunkan cardiac output dan stroke volume. Penurunan pengosongan sistolik ini akan memperbesar volume ventrikel, sehingga tekanan jantung kiri akan meningkat, tekanan akhir diastolik ventrikel kiri dan tekanan baji dalam kapiler paru-paru akan meningkat. Peningkatan tekanan diperbesar oleh perubahan Universitas Indonesia

Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014

25 compliance dinding dan kemampuan pengembangan dinding yang disebabkan oleh iskemia (Bonow et al., 2012; Price & Wilson, 2006; Theroux, 2011). Iskemia yang berlangsung lebih dari 30 – 40 menit akan menyebabkan kerusakan seluler secara irreversibel dan nekrosis otot. Area miokardium yang mengalami infark atau nekrosis tidak mampu lagi memenuhi fungsi kontraksi. Struktur jaringan yang mengalami infark dikelilingi oleh suatu daerah yang iskemik yang kemungkinan besar dapat hidup. Ukuran infark tergantung dari kondisi daerah iskemik tersebut, kalau pinggir daerah ini mengalami nekrosis maka besar daerah infark akan bertambah luas, sedangkan perbaikan iskemik akan mengurangi nekrosis (Price & Wilson, 2006). Otot yang mengalami infark mengalami serangkaian perubahan selama proses penyembuhan berlangsung. Mulanya otot yang mengalami infark tampak memar dan sianotik, kemudian timbul edema pada sel-sel dan respon paradangan disertai infiltrasi leukosit dalam 24 jam. Sel-sel tersebut akan mengeluarkan enzim-enzim jantung yang kemudian masuk dalam sistem sirkulasi (troponin dan CK-MB) dalam beberapa jam. Hal ini tampak perubahan ECG adanya elevasi segmen ST, keadaan ini disebut STEMI (Bonow et al., 2012; Moser & Riegel, 2008; Theroux, 2011). Infark miokardium biasanya menyerang ventrikel kiri. Infark transmural mengenai seluruh tebal dinding yang bersangkutan, infark subendokardial terbatas setengah bagian dalam miokardium. Area infark berkaitan dengan penyakit daerah tertentu dalam sirkulasi koroner, misalnya infark dinding anterior disebabkan karena lesi pada ramus desenden anterior arteri koroner kiri (Bonow et al., 2012; Theroux, 2011). Moser and Riegel (2008), diagnosis STEMI ditegakkan berdasarkan terpenuhinya minimal 2 dari 3 kriteria yaitu nyeri dada iskemik yang khas, evolusi ECG, dan peningkatan yang diikuti penurunan kadar enzim-enzim jantung. Nyeri dada pada STEMI biasanya berlangsung lebih 20 menit, retrosternal, berlokasi di tengah atau dada kiri, menjalar ke rahang, punggung, atau lengan kiri. Sensasi nyeri digambarkan sebagai perasaan tertekan benda berat, seperti diremas-remas, seperti terbakar atau seperti ditusuk-tusuk. Sensasi nyeri ini Universitas Indonesia

Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014

26 umumnya dirasakan di epigastrium sehingga sering salah dintrerpretasikan sebagai dyspepsia, dan nyeri tidak hilang dengan istirahat atau pemberian nitrat. Sensasi nyeri ini seringkali diikuti keringat dingin, rasa mual, muntah, rasa lemas, dan pusing, perasaan melayang dan pingsan. Diagnosis STEMI harus dipikirkan jika gejala-gejala ini muncul dengan tiba-tiba dan dengan intensitas yang tinggi. Individu yang sudah diketahui menderita CAD, peningkatan kualitas nyeri dada merupakan indikasi adanya plak ateroma yang tidak stabil yang dapat memburuk menjadi STEMI (Bonow et al., 2012; Moser & Riegel, 2008; Theroux, 2011). Kondisi STEMI akan menunjukkan perubahan ECG yang meliputi hiperakut gelombang T, ST elevasi yang diikuti terbentuknya gelombang Q patologis, kembalinya ST segmen pada garis isoelektrik dan inversi gelombang T. Titik potong elevasi segmen ST adalah 0,1 mm. Kondisi ini harus ditemui minimal pada 2 sandapan yang berdekatan. Terbentuknya Bundle Branch Block baru atau yang dianggap baru, yang menyertai nyeri dada yang khas merupakan kriteria diagnostik STEMI (Bonow et al., 2012; Moser & Riegel, 2008; Theroux, 2011). Hasil rekaman ECG dapat memberikan gambaran yang normal atau perubahan minor ST segmen atau ST depresi (infark pascaerior atau infark non Q) pada beberapa kasus. Kondisi infark lama kriteria diagnostiknya meliputi gelombang QS pada sandapan V1 - V3 yang melebihi 30 msec (0,03 sec) atau gelombang Q pada sandapan I,II, aVL, aVF, V4 – V6 yang ditemukan pada minimal 2 sandapan yang berdekatan dengan kedalaman minimal 1 mm. Individu dengan ECG normal namun diduga kuat menderita STEMI, pemeriksaan ECG 12 sandapan perlu diulang dengan jarak waktu yang berdekatan dimana diperkirakan terjadi perubahan ECG. Kondisi demikian perbandingan dengan ECG sebelumnya dapat membantu diagnosis. Infark inferior, harus dicurigai kemungkinan infark posterior dan infark ventrikel kanan, karena itu pemeriksaan ECG pada sandapan V3R dan V4R dan V7 – V9 perlu dilakukan (Bonow et al., 2012; Moser & Riegel, 2008; Theroux, 2011). Perubahan enzim jantung yang paling spesifik adalah troponin dan CK-MB. Enzim Universitas Indonesia

Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014

27 CK-MB mulai meningkat 2–3 jam setelah terjadinya

infark, dan menurun

setelah 24 jam. Troponin akan meningkat pada waktu 3-4 jam setelah terjadi infark dan akan menetap sampai 2 minggu. Pemeriksaan yang dilakukan terlalu dini dapat menyebabkan hasil negatif, sehingga dapat berguna untuk pasien yang datang terlambat. Pemeriksaan enzim ini sebaiknya dilakukan segera setelah pasien tiba di rumah sakit dan diulang 12 – 24 jam kemudian (Bonow et al., 2012; Moser & Riegel, 2008; Theroux, 2011). Diagnosis berdasarkan CK-MB ditunjukkan dengan peningkatan yang diikuti penurunan sesuai waktunya, karena kadar enzim yang terus menerus meningkat bukan merupakan diagnosis STEMI. Individu dengan ECG normal dan enzim yang tidak meningkat pada pemeriksaan pertama, namun diduga kuat mengalami STEMI, pemeriksaan enzim kedua harus dilakukan 4-9 jam kemudian. Myocardial infaction with non ST elevation akan menunjukkan peningkatan troponin T atau I dan enzim CK/CKMB ditemukan dalam rentang normal (Bonow et al., 2012; Moser & Riegel, 2008; Theroux, 2011). Moser and Riegel (2008), pasien dengan STEMI perlu segera dilakukan pengelolaan awal dalam waktu 10 menit pertama meliputi: 1) bedrest total; 2) Oksigen 4 L/menit dengan saturasi oksigen dipertahankan > 90%; 3) Aspirin 160325 mg dikunyah; 4) Berikan tablet nitrat 5 mg sublingual, dapat diulang 3 kali lalu drip bila nyeri; 5) Clopidogrel 300 mg peroral jika sebelumnya belum pernah diberi; 6) Morphin IV bila nyeri tidak teratasi dengan nitrat; 7) Pikirkan revaskularisasi (memperbaiki aliran darah koroner) dan reperfusi miokard harus dilakukan pada pasien STEMI akut dengan presentasi ≤ 12 jam. Moser and Riegel (2008), pengelolaan jangka panjang meliputi: 1) perbaikan gaya hidup misal: berhenti merokok, aktifitas fisik teratur, diet, dan penurunan berat badan pada kondisi obesitas dan overweight; 2) Kontrol tekanan darah dan gula darah; 3) Intervensi profil lipid dengan pemberian statin dengan tidak bergantung pada kadar kolesterol dimulai pada 1-4 hari sejak masuk rumah sakit dengan tujuan mencapai kadar LDL < 100 mg/dl; terapi penurun kadar lipid secara intensif dengan target LDL <70 mg/dl yang diberikan 10 hari sejak MRS); 4) Pemakaian Universitas Indonesia

Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014

28 anti platelet dan anti koagulan dilanjutkan; 5) Pemakaian beta-bloker diberikan pada semua pasien, termasuk pasien dengan fungsi ventrikel kiri yang menurun, dengan atau tanpa gejala heart failure; 6) ACE inhibitor diberikan pada pasien dengan left ventrikel ejection fraction (LVEF) < 40%, diabetes, hipertensi, atau penyakit ginjal kronis; 7) Penghambat reseptor angiotensin adalah salah satu pertimbangan untuk pasien yang tidak toleransi terhadap ACE inhibitor dan atau dengan gagal jantung atau infark miokard dengan LVEF < 40%; 8) Antagonis reseptor aldosteron dapat dipertimbangkan untuk pasien pasca infark miokardium yang telah mendapat ACE inhibitor, beta-bloker serta LVEF < 40% dan dengan diabetes atau gagal jantung, tanpa disfungsi renal atau hiperkalemia; 9) Rehabilitasi guna mengetahui status kardiovaskuler dan penilaian kapasitas fisik fungsional,

pasien

disarankan latihan treadmill pada 4-7 minggu setelah

perawatan. Keluhan pasien yang sesuai dengan STEMI dan kadar

enzim

jantung

meningkat, namun tidak terdapat ST elevasi, maka diagnosisnya adalah infark non ST elevasi (NSTEMI). Pemberian terapi trombolitik tidak perlu menunggu hasil pemeriksaan enzim jantung. Penundaan yang tidak seharusnya dapat mengurangi miokardium yang seharusnya dapat diselamatkan. Terapi heparin, aspirin dan obat-obatan anti angina menjadi pilihan. Terapi trombolitik tidak dapat diberikan pada infark non ST elevasi. Obat-obat trombolitik diantaranya Streptokinase, Tissue Plasminogen Activator (tPA), cteplase (TNK- tPA) (Bonow et al., 2012; Moser & Riegel, 2008; Theroux, 2011) Primary PTCA perlu dipertimbangkan sebagai alternatif tindakan reperfusi pada pusat jantung. Primary PTCA terbukti memiliki keberhasilan membuka dan mempertahankan patensi arteri koroner yang tersumbat dibandingkan trombolitik, namun tindakan ini masih terbatas pada beberapa rumah sakit besar. Tindakan ini tidak dianjurkan jika door to needle melebihi 60-90 menit, pada pasien yang memiliki kontraindikasi absolut untuk tindakan trombolitik, dan pada pasien yang mengalami syok kardiogenik (Bonow et al., 2012; Moser & Riegel, 2008; Theroux, 2011).

Universitas Indonesia

Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014

29

Cardiovascular disease  

Atherosclerotic  Trombotic  Hipertensi 

Heart failure  Myocardial ischemic, inury,  Infarctioniontion  Valve disease  Aortic Aneurisma   Aortic Discection  Acute Limb Ischemic 

Cardiac surgery ec  CAD, Valve disease,  Aortic  Aneurisma/discection 

Conservation of Structural integrity  

Decreased cardiac  output   Activity Intolerance  Energy expenditure 

Conservation  of energy 

Anxiety  Depression  Negative self image 

Isolation  Imobilisasi  Financial  expenditure 

Conservation of  Personal integrity 

Conservation of  Social integrity 

 

Gambar 2. 2 Aplikasi Model Konservasi Levine pada Gangguan Sistem Kardiovaskular (Alligood, 2010, 2014; Bonow et al., 2012; Fawcett, 2005; Moser & Riegel, 2008; Parker & Smith, 2010; Theroux, 2011)    

2.3 Posisi Lateral Pasca Coronary artery bypass graft Ambulasi merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak bebas bertujuan memenuhi kebutuhan agar hidup sehat untuk kemandirian diri (Perry & Potter, 2010; Perry, Potter, & Elkin, 2012). Ambulasi diri merupakan tahapan kegiatan yang dilakukan segera pada pasien pasca bedah dimulai dari bangun, duduk sampai pasien turun dari tempat tidur dan mulai berjalan dengan bantuan alat sesuai kondisi pasien (Perry & Potter, 2010; Perry et al., 2012). Mobilisasi dini sangat penting Universitas Indonesia

Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014

30 pada sistem kardiovaskuler karena dapat mencegah terjadinya hipotensi ortostatik, peningkatan beban kerja jantung, dan pembentukan trombus. Positioning pasca bedah Coronary artery bypass graft memiliki efek positif terhadap status fisiologis pasien pasca bedah CABG. Positioning pasca bedah jantung adalah salah satu bentuk intervensi keperawatan pertimbangan menempatkan tubuh pasien atau bagian tubuh pasien untuk meningkatkan status kesehatan fisiologis dan psikologis (Ackley, Swan, Tucker, & Ladwig, 2008; Bulechek, Butcher, & Dochterman, 2008). Intervensi keperawatan tersebut berguna untuk pemulihan dan pencegahan komplikasi pasca operasi CABG (Todd, 2005). Peter J. Thomas et al. (2007) dalam penelitiannya menjelaskan bahwa lateral posisi berefek positif terhadap oksigenasi, respirasi mekanik, hemodinamik, dan tidak ditemukan adverse events pada pasien yang menggunakan ventilasi mekanik di unit perawatan intensive. Positioning merupakan salah satu bentuk rehabilitasi jantung yang diperlukan oleh pasien pasca bedah jantung. Rehabilitasi Jantung merupakan suatu program yang bersifat

individual,

lengkap

dan

terstruktur

untuk

mempertahankan,

mengembalikan dan meningkatkan kondisi fisik, medik, psikologi, sosial, emosional dan vokasional secara paripurna (Ades et al., 2013). Rehabilitasi Jantung fase I mempunyai konsep ambulasi dini yang bertujuan untuk memulihkan kondisi fisik pasien, mencegah tirah baring lama, menurunkan angka kesakitan dan kematian, serta meningkatkan kualitas hidup (Ades et al., 2013). Artikel yang telah ditemukan dari penulusuran database online terkait dengan positioning pasca bedah jantung adalah sebagai berikut: 1) Early pascaoperative 30o lateral positioning after coronary artery surgery: influence on cardiac output; 2) Is there evidence to support the use of lateral positioning in intensive care? A systematic Review; 3) Lateral positioning of ventilated intensive care patients: A study of oxygenation, respiratory mechanics, hemodynamics, and adverse events; 4) (Johnson & Meyenburg, 2009) for Therapeutic Positioning of Crtically Ill Patients; 5) Effect of early ambulation after transfemoral cardiac catheterization

Universitas Indonesia

Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014

31

in Hong Kong: a single-blinded randomized controlled trial (de Laat et al., 2007; P. J. Thomas & Paratz, 2007a, 2007b) Hasil Studi menunjukkan Kedua pengukuran lateral posisi setelah 30 menit dan 120 menit lateral posisi tidak ditemukan perubahan yang signifikan (p=0,81-0,99). Nilai baseline pada ketiga kelompok yaitu Grup A (lateral posisi 2 jam pasca operasi) Grup B (lateral posisi 4 jam pasca operasi) dan Grup C (supine posisi) yang terdiri dari karakteristik pasien meliputi: umur; jenis kelamin; indeks massa tubuh; dan karakteristik operasi yang meliputi: durasi operasi; dan aortis cross clamp, kesemuanya tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan (homogen). Nilai baseline hemodinamik dan medikasi pasien pada 5 menit sebelum intervensi lateral posisi pada ketiga Grup yaitu Grup A, B, dan C kesemuanya tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan (homogen).

2.4 Asuhan Spiritual dalam Keperawatan Aspek spiritual meliputi 3 komponen dasar yaitu: spiritual (keyakinan spiritual), kepercayaan dan agama (Barnum, 2006; Carson & Koenig, 2008; O'Brien, 2010). Spiritual, merupakan keyakinan dalam hubungannya dengan yang maha kuasa dan maha pencipta dan percaya pada Allah atau Tuhan yang maha pencipta (Barnum, 2006; Carson & Koenig, 2008; O'Brien, 2010). Kepercayaan, mempercayai atau mempunyai komitmen terhadap sesuatu atau seseorang, juga dapat dikatakan upaya seseorang untuk memahami tempat seseorang dalam kehidupan atau dapat dikatakan bagai mana seseorang melihat dinnya dalam hubungannya dengan lingkungan pencipta (Barnum, 2006; Carson & Koenig, 2008; O'Brien, 2010). Agama merupakan suatu system ibadah yang terorganisir atau teratur, mempunyai keyakinan sentral, ritual dan praktik yang biasanya berhubungan dengan kemaflan, perkawinan dan keselamatan dan mempunyai aturan-aturan tertentu yang dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari dalam memberikan keputusan bagi yang menjalankannya (Barnum, 2006; Carson & Koenig, 2008; O'Brien, 2010). 2.4.1

Pandangan Perawat Terhadap Klien

Manusia merupakan makhluk yang memiliki aspek bio-psiko-sosio-kulturalspiritual yang berespon secara holistic dan unik terhadap perubahan kesehatan atau Universitas Indonesia

Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014

32 pada keadaan kritis. Aspek spiritual merupakan bagian integral dan interaksi perawat dengan klien. Perawat berupaya memenuhi kebutuhan spiritual klien walaupun tidak seagama. Pemenuhan kebutuhan spiritual di rumah sakit masih dipandang sebelah mata, karena efek secara langsung tidak bisa dilihat. Kecenderungan perawat lebih mementingkan pemenuhan kebutuhan secara fisik, hal ini kadang-kadang klien tidak ingat tentang kebutuhan rohani. Perawat sebagai tenaga yang menjadi pelayan bagi klien hendaknya mengingatkan atau membimbing terhadap pemenuhan kebutuhan spiritual. Aspek spiritual berhubungan dengan sesuatu yang tidak diketahui atau ketidakpastian dalam kehidupan, menemukan arti dan tujuan hidup, menyadari kemampuan untuk menggunakan sumber dan kekuatan dalam diri sendiri serta mempunyai perasaan keterikatan dengan diri sendiri dan dengan yang maha esa (Barnum, 2006). Fungsi spiritual meliputi: Mempertahankan keharmonisan atau keselarasan dengan dunia luar, berjuang untuk menjawab atau mendapatkan kekuatan dalam menghadapi stress emosional, penyakit fisik dalam menghadapi kematian (Carson & Koenig, 2008; O'Brien, 2010; Stranahan, 2008). Dimensi spiritual meliputi: dimensi ekstensial dan agama. Demensi ekstensial berfokus pada tujuan dan arti kehidupan. Maksudnya hubungan manusia dengan manusia lain, lingkungan baik eksternal maupun eksternal, sedangkan dimensi agama berfokus pada hubungan seseorang dengan tuhannya. Konsep spiritual mencakup 2 dimensi yaitu dimensi vertical yaitu hubungan dengan tuhan yang maha esa atau yang maha tingi yang menuntun kehidupan seseorang, sedangkan demensi horizontal yaitu hubungan seseorang dengan din sendiri, orang lain dan Iingkungan, kedua demensi tersebut dilaksanakan secara kontinu. Kebutuhan untuk mempertahankan atau mengembalikan keyakinan dan memenuhi kewajiban agama, serta kebutuhan untuk mendapatkan maaf (pengampunan), mencintai, menjalin hubungan penuh nasa percaya path tuhan. Kebutuhan spiritual juga dapat memenuhi kebutuhan untuk mencarai anti dan tujuan hidup, kebutuhan untuk mencintai dan dicintai, rasa keterikatan dan kebutuhan untuk memberikan dan mendapatkan maaf (O'Brien, 2010). Universitas Indonesia

Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014

33 Aspek spiritual tidak terlepas dari hubungan dengan diri sendiri yang meliputi: pengetahuan diri dan sikap seseorang, sedangkan hubungan dengan alam dapat berkomunikasi dengan alam sekitarnya yang menjadi acuan kita untuk ingat kepada Allah. Hubungan dengan orang lain (harmonis atau sportif), hubungan ini berupa hubungan timbale balik (saling membutuhkan) Contoh: kamu dikatakan pandai karena ada yang bodoh. Meyakini kehidupan dan kematian Hubungan dengan orang lain yang tidak harmonis Contoh: konflik dengan orang lain, resolusi yang menimbulkan ketidakharmonisan dan friksi. Hubungan dengan ketuhanan, hal ini menunjukan seseorang apakah masuk agamis atau tidak agamis: 1) Merumuskan tujuan positif didunia atau kehidupan; 2) 2. Mengembangkan arti penderitaan; 3) menjalin hubungan positif dan dinamis; 4) membina integritas personal dan merasa diri berharga; 5) merasa kehidupan terarah melalui harapan; 6) mengembangkan hubungan antar manusia yang positif. 2.4.2

Perkembangan Spiritual

Perkembangan spiritual sesuai dengan perkembangan dan tugas tumbuh kembangnya. Bayi dan Toddler (0-2 tahun), pekembangan spiritual bayi meliputi: rasa percaya kepada yang mengasuh; belum memiliki rasa salah-benar dan keyakinan spiritual; mulai meniru kegiatan ritual. Pra Sekolah (3-5 tahun), perkembangan spiritualnya adalah: dipengaruhi oleh sikap orang tua; meniru apa yang dia lihat; sering bertanya tentang moralitas dan agama; meyakini orang tua seperti tuhan. Usia Sekolah (6-21 tahun); mengharapkan tuhan akan menjawab doa; masa pubertas, anak sering mengalami kekecewaan, karena tidak selalu doanya terkabulkan; mulai dapat mengambil keputusan; mulai membandingkan standar orang tuanya dengan orang lain; membandingkan standar ilmiah dengan standar agama. Dewasa: mulai menyadani arti agama setelah mendapat pertanyaan dati anak atau generasi yang Iebih muda; mengingatkan kembali pengajaran agama dan orang tuanya dulu. Usia Pertengahan dan Lansia: lebih banyak waktu untuk beribadah; perasaan kehilangan karena purna tugas; berperan aktif dalam kehidupan dan merasa berharga; lebih dapat menerima kematian sebagai sesuatu yang tidak dapat ditolak.

Universitas Indonesia

Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014

34

2.4.3

Keterkaitan Spiritualitas, Kesehatan dan Sakit

Spiritualitas, kesehatan dan sakit merupakan satu kesatuan yang saling berkaitan, meliputi: 1) menentukan kebiasaan hidup sehari-hari, yaitu pandangan seseorang tentang kegiatan sehari-hari didasarkan pada kepercayaan meliputi makan, berobat, keluarga berencana, dan lain- lain; 2) sumber dukungan yaitu: keyakinan terhadap agama merupakan suatu modal seseorang untuk berbakti kepada sang penciptanya, yang meliputi: sembahyang, berdo’a, membaca alquran, dan lain-lam; 3) Sumber kekuatan dan penyembuhan, yaitu dukungan spiritual juga dapat menahan atau meminimalkan distress fisik luar biasa sehingga dapat menyakinkan keberhasilan; 4) sumber konflik, yaitu bila terjadi konflik antara keyakinan dan kesehatan maka respon manusia berbeda-beda ada yang mempunyai kemampuan ada yang tidak berkemampuan untuk memecahkan konflik, maka dikembalikan kepada sang pencipta. 2.4.4

Faktor-Faktor Mempengaruhi Spiritualitas

Faktor-faktor yang mempengaruhi spiritual adalah sebagai berikut: 2.4.4.1 Pertimbangan tahap perkembangan Hasil penelitian terhadap 4 anak dengan perbedaan agama menghasilkan: persepsi tentang tuhan dan cara beribadah. Kesamaan mencakup: gambaran tuhan, kedekatan dengan manusia dan saling keterkaitan dengan kehidupan, Tuhan terlibat dalam perubahan atau pertumbuhan din dan transpormasi, yakin tuhan punya kekuatan dan takut menghadapi kekuasaan tuhan dan gambaran cahaya dan sinar. 2.4.4.2 Keluarga Peran orang tua sangat penting, bukan apa yang diajarkan tetapi apa yang dipelajari oleh anak dan pandangan utama adalah keluarga yaitu ayah atau ibu. 2.4.4.3 Latar belakang etnik dan budaya Umumnya orang cenderung mengikuti tradisi agama dan spiritual keluarga. 2.4.4.4 Pengalaman hidup sebeluinnya Spiritual seseorang dipengaruhi antara lain: pengalaman hidup, bagaimana mengartikan secara spiritual pengalaman hidup tersebut. Contoh: 2 orang tertimpa

Universitas Indonesia

Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014

35 musibah adayang syukur dan ada juga yang ingkar, begitu juga mendapat kenikmatan. 2.4.4.5 Krisis dan perubahan Krisis dapat menguatkan ke dalam spiritual seseorang yang terdiri dari: diharapkan pada kematian yaitu keinginan untuk beribadah meningkat atau berontak. 2.4.4.6 Terpisah dari ikatan spiritual Sakit akut atau kronis pada individu merasa terisolasi atau kehilangan kebebasan pribadi dan system dukungan sosial. 2.4.4.7 Isu moral terkait dengan terapi Banyak agama berfungsi sebagai penyembuhan merupakan kebesaran tuhan, tetapi menolak tindakan medis contoh: keluarga berencana. 2.4.4.8 Aspek yang kurang sesuai Perawat harus peka terhadap kebutuhan spiritual klien, justru kebanyakan perawat menghindar untuk memberikan kebutuhan spiritual, alasannya: perawat kurang nyaman dengan kehidupan spiritual; kurang menganggap penting; tidak mendapatkan pendidikan; bukan menjadi tugasnya. 2.4.5

Isu Nilai Berkaitan Dengan Spiritual

O'Brien (2010), isu nilai-nilai yang berhubungan dengan spiritual antara lain: 1) pluralisme, perawat dan klien menganut kepercayaan dan iman dengan spectrum yang luas, sehingga dapat meringankan beban psikologis; 2) fear, berkaitan erat dengan ketidakmampuan mengatasi situasi, melanggar privacy klien, merasa tidak pasti dengan system kepercayaan dan nilai diri sendiri; 3) kesadaran tentang pertanyaan spiritual, apa yang memberikan arti dalam kehidupannya, tujuan, harapan dan merasa cinta dalam kehidupan pribadi perawat; 4) bingung, terjadi karena adanya perbedaan antara agama dan konsep spiritual; 5) privacy klien, kenyaman untuk klien harus diutamakan karena akan membantu terhadap pelaksanaan asuhan keperawatan.

Universitas Indonesia

Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014

36

2.4.6

Asuhan Keperawatan Spiritual

Pengkajian Sipiritual sebagai bagian dari holistik tersebut tidak dapat dipisahkan atau ditinggalkan dalam pemberian asuhan keperawatan (Timmins & Kelly, 2008). Manifestasi Perubahan Fungsi Spiritual adalah verbalisasi distress; dan perubahan perilaku (Barnum, 2006; O'Brien, 2010). Pengkajian spiritual hendaknya sudah terbina hubungan saling percaya antara perawat dan klien, sehingga terjadi proses pembelajaran bersama yang dapat menggambarkan kebutuhan spiritual klien. Perawat harus mampu mengintegrasikan perawatan spiritual ke dalam proses keperawatan (Carron & Cumbie, 2011; Timmins & Kelly, 2008).

Universitas Indonesia

Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014

BAB 3 PROSES RESIDENSI

3.1 Laporan dan Analisis Pengelolaan Asuhan Keperawatan Bab ini menguraikan tentang aplikasi peran perawat sebagai provider nursing care dan educator bagi pasien dan keluarga. Laporan pengelolaan asuhan keperawatan dilakukan pada pasien kelolaan utama dan ke-30 pasien kelolain lainnya dalam area keperawatan gangguan sistem kardiovaskular dengan penerapan model konservasi Myra Estrin Levine. Kasus yang dilaporkan dalam bab ini meliputi: acute coronary syndrome (ACS); coronary artery disease (CAD); heart failure; valve disease; aneurisma/disectie aorta; coronary artery bypass graft; dan valve surgery. 3.1.1

Pengelolaan Pasien Utama

3.1.1.1 Pengkajian Keperawatan Pasien Utama Pengkajian dilakukan tanggal 1 April 2014 jam 08.15 WIB. Identitas pasien Tn. DJ. A.; jenis kelamin laki-laki; tanggal lahir 20-12-1950 (umur 63 tahun 3 bulan 11 hari); suku jawa; agama islam; pendidikan SLTA; status menikah, tanggal masuk RS 31 Maret 2014 jam 15.21 WIB. Pasien mengeluh sesak napas memberat sejak 13 jam sebelum masuk rumah sakit. Pasien merasakan nyeri sejak 2 (dua) minggu sebelum masuk rumah sakit. Pasien merasakan dyspnea on effort (DOE). Saat datang di IGD klien masih mengeluh sesak napas. Riwayat kesehatan lalu, klien pernah mengalami stroke saat 2 tahun yang lalu. Klien memiliki riwayat hipertensi, merokok, dan dislipidemia. a) Konservasi Energi Klien merasakan kelemahan, tidak mampu untuk beraktifitas secara mandiri, segala aktifitas mandi, perawatan diri, makan, minum, dan toileting dibantu ditempat tidur. Pasien saat ini sudah tidak merasakan nyeri dada. Terjadi peningkatan HR 120/menit saat aktifitas ditempat tidur. Pasien merasakan sesak napas saat beraktifitas (dyspnea on effort); RR 26/menit saat aktifitas. Pasien dapat menghabiskan menu makanan yang dihidangkan. Pasien belum buang air besar dan belum merasakan rangsang ingin buang air besar selama menjalani perawatan dua hari ini. 37

Universitas Indonesia

Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014

38 b) Konservasi Integritas Struktur Hasil pemeriksaan fisik diperoleh data sebagai berikut: kesadaran composmentis; GCS E4 M6 V5; tekanan darah 122/85 mmHg; HR 110; SaO2 96; RR 22 Suhu 36,6o C. Reflek pupil +/+; fungsi motorik ekstremitas dalam batas normal. Respirasi binasal 3 liter/menit. Intake 1000 cc output 650 cc balance cairan +350 cc. Jantung terdengar bunyi jantung I dan II, tidak terdengar murmur, tidak ada gallop. Paru tidak terdengar wheezing, ronchi basah halus seluruh lapang paru; abdomen supel; ekstremitas terdapat edema pada kedua tungkai bawah, dan akral hangat. Pemeriksaan Echocardiography diperoleh hasil sebagai berikut: EDD 51; ETD 45; EF 32%; LVOT  2 cm; LVOT VTI 12,5; IVC 25/20; MAP 99; SV 42; CO 4,5; SVR 1200; TAPSE 1,7 cm. Hasil pemeriksaan X Ray: CTR 56%, congesti (+); infiltrat (+) di hillus kanan. Pemeriksaan ECG tanggal 1 April 2014 diperoleh hasil sebagai berikut: Sinus Tachycardia, QRS rate 110/menit, QRS axis normal, P wave Normal, PR interval 0,16 sec, QRS dur 0,08 sec, Q dengan T inversi di lead III, aVF, Flat T di V5-V6. Pemeriksaan laboratorium tanggal 1 April 2014 diperoleh hasil sebagai berikut: GDS 110; Kalium 4,1; Calcium 2,05; Magnesium 2,1. Analisa gas darah (AGD) tanggal 1 April 2014 sebagai berikut: pH 7,42; PO2 140; PCO2 27; HCO3 17,3; BE -5,8; SaO2 98%. Diagnosa Medis: Acute STEMI Inferior onset 15 jam TIMI 6/14 Killip II tanpa revaskularisasi; Acute Heart Failure pada Acute Coronary Syndrome; Riwayat CVD tahun 2012; Acute Kidney Injury dd Chronic Kidney Disease stage III; Hipertensi stage III. Terapi yang diberikan meliputi: 1) Terapi Diet: TC 1700 cc/24 jam; DJ II 1900 kkal/24 jam; NaCl 0,9%; 2) Terapi Obat: Aspilet 1 x 80 mg; Plavix 1 x 75 mg; Simvastatin 1 x20 mg; ISDN 3 x 5 mg; Captopril 3 x 6,25 mg; Laxadie 1 x CT; Diazepam 1 x 5 mg; Lovenox 2 x 0,6. c) Konservasi Integritas Personal Pasien mengalami ansietas, kesedihan karena menderita serangan jantung dan sekarang sedang menjalani perawatan di unit intensif. Klien menampakkan muka yang tegang, murung, dan cenderung tidak banyak berkomunikasi. Pasien tidak

Universitas Indonesia Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014

39 mengalami penurunan citra tubuh. Pasien memiliki harapan yang besar untuk sembuh dari penyakitnya. d) Konservasi Integritas Sosial Pasien sebagai seorang kepala keluarga merasakan peran dan fungsinya menjadi terganggu karena kondisi penyakitnya saat ini yang membutuhkan perawatan intensif. Klien juga tidak mampu menjalankan peran dan fungsinya di masyarakat. Keluarga pasien kooperatif dalam mendukung upaya pengobatan dan perawatan klien. 3.1.1.2 Diagnosa Keperawatan Pasien Kelolaan Utama Data hasil pengkajian keperawatan dengan menerapkan model konservasi Myra Estrin Levine tersebut diatas, kemudian ditegakkan diagnosa keperawatan sebagai berikut. Tabel 3. 1 Diagnosa Keperawatan berdasarkan Model Konservasi Levine No 1

Model Konservasi Konservasi energi

2

Konservasi Integritas struktur

-

3 4

Konservasi Integritas Personal Konservasi integritas sosial

-

Trophicognosis/Diagnosa Keperawatan Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen ke jaringan Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan kontraktilitas dan perubahan irama jantung Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran kapiler alveolar, cairan di alveoli, penurunan suplai darah ke paru Kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi Ansietas berhubungan dengan ancaman status kesehatan.

3.1.1.3 Perencanaan Pasien Kelolaan Utama Perencanaan keperawatan pasien kelolaan utama meliputi memprioritaskan diagnosa keperawatan, merumuskan tujuan dan hasil, dan merencanakan intervensi. Perancanaan asuhan keperawatan pada pasien kelolaan utama seperti tabel berikut.

Universitas Indonesia Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014

40 Tabel 3. 2 Rencana Asuhan Keperawatan No 1

Diagnosa Keperawatan Penurunan curah jantung bd Perubahan irama jantung dan perubahan kontraktilitas

Tujuan dan Hasil

Intervensi

Cardiac pump effectivenes (NOC) Circulation Status (NOC) Cardiopulmonary status (NOC)

Cardiac Care (NIC) - Instruksikan pasien pentingnya segera melaporkan bila terjadi ketidaknyamanan dada - Evaluasi episode chestpain (intensitas, lokasi, durasi, faktor presipitasi dan penghambat) - Monitor ECG terhadap perubahan ST secara tepat - Monitor vital sign secara periodik - Monitor status respirasi terhadap tanda heart failure - Monitor nilai laboratorium yang sesuai (enzym jantung, dan elektrolit) - Monitor dyspnea, orthopnea, tacypnea - Lakukan penilaian secara komprehensif status jantung termasuk sirkulasi perifer - Asukultasi bunyi crackles dan bunyi paru tambahan - Monitor kefektifan terapi oksigen jika diperlukan - Monitor fungsi ginjal - Batasi stimulus lingkungan - Catat pemberian obat untuk pencegah nyeri dan ischemia Dysrhythmia management - Pantau dan koreksi defisit oksigen, ketidakseimbangan asam basa, ketidakseimbangan elektrolit, yang dapat mencetuskan disritmia. - Atur alarm parameter pada ECG monitor - Monitor perubahan ECG yang meningkatkan risiko perkembangan disritmia (arrhythmia, ST segment, ischemia, dan QT interval) - Fasilitasi perolehan ECG 12 lead yang sesuai - Catat aktifitas yang berhubungan dengan onset arrhythmia - Monitor respon hemodinamik terhadap dysrhythmia - Tentukan apakah pasien terjadi chest pain dan syncope yang berhubungan dengan dysrhythmia - Monitor disritmia jantung - Catat rekuensi dan durasi arrhytmia Acid-base management (NOC) - Monitor analisa gas darah arteri, serum, dan kadar electrolit urine - Dapatkan spesimen untuk analisis laboratorium (GDA, serum, dan urine) yang sesuai

Menunjukkan keefektifan pompa jantung dengan kriteria: SBP dalam batas normal DBP dalam rentang normal Pulsasi perifer normal Urine output normal Balance cairan = 0

2

Kerusakan pertukaran gas

Respiratory status gas exchange (NOC) Menunjukkan status pertukaran gas yang

Universitas Indonesia Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014

41

No

3

Diagnosa Keperawatan

Kelebihan volume cairan

Tujuan dan Hasil

Intervensi

adekuat dengan kriteria: Gas darah normal Pernapasan (kecepatan, irama, kedalaman) normal Tidak ada dispnea

-

Fluid balance (NOC) Pasien menunjukkan status keseimbangan cairan dengan kriteria: Tekanan darah normal Nadi radial normal Mean arterial pressure normal Central venous pressure normal Berat badan yang stabil

Fluid/electrolit management (NIC) - Monitor abnormalitas serum elektrolit - Monitor manifestasi ketidakseimbangan elektrolit Hypervolemia management (NIC) - Monitor berat badan tiap hari - Monitor suara tambahan paru - Monitor distensi vena jugularis - Monitor edema perifer - Monitor bukti laboratorium yang menyebabkan hipervolemia - Administrasikan obat yang menurunkan preload: furosemide, spironolactone, nitrogliceryne Fluid monitoring (NIC) - Pantau berat badan tiap hari - Monitor intake output - Pertahankan keakuratan pencatatan intake dan output - Pasang kateter urine yang sesuai - Pantau status hidrasi yang sesuai - Monitor nilai laboratorium yang relevan dengan retensi cairan - Monitor status hemodinamik CVP, MAP, PAP, PCWP jika tersedia - Monitor tanda vital yang sesuai - Kaji lokasi dan perluasan edema - Administrasikan terapi intravena - Administrasikan diuretik sesuai yang diresepkan - Konsultasikan ke dokter jila tanda gejala kelebihan volume cairan menetap dan memburuk Hemodynamic regulation (NIC) - Kenali perubahan tekanan darah

Monitor pola pernapasan Administrasikan terapi oksigen yang sesuai Monitor status neurologi Oxygen therapy (NOC) - Pertahankan kepatenan jalan napas - Monitor aliran liter oksigen - Administrasikan terapi oksigen yang diprogramkan - Monitor keefektifan terapi oksigen Respiratory monitoring (NOC) - Monitor frekuensi, irama, kedalaman, dan usaha bernapas - Monitor pola pernapasan - Monitor saturasi oksigen secara kontinyu

Universitas Indonesia Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014

42

No

Diagnosa Keperawatan

Tujuan dan Hasil

Intervensi

4

Intoleran aktivitas

Activity tolerance (NOC) Endurance (NOC) Menunjukkan peningkatan toleransi terhadap aktifitas dan ketahanan dengan kriteria: Tekanan darah saat aktiftas normal Saturasi oksigen saat aktifitas normal Nadi saat aktifitas normal RR saat aktifitas normal Kemudahan bernapas saat aktifitas

Auskultasi suara jantung Asukultasi suara paru terhadap crackles dan suara tambahan lain Monitor kadar elektrolit Monitor SVR, PVR Monitor PC/PCWP, CVP, RAP jika diperlukan Monitor cardiac output dan cardiac index Administrasikan inotropik positif Evaluasi efek samping inotropik negatif Monitor nadi perifer, capilary refill, suhu, dan warna ekstremitas Elevasikan kepala di tempat tidur Posisikan trendelenberg jika diperlukan Monitor edema perifer, distensi vena jugularis, bunyi S3 dan S4

Energy management (NIC) 1. Pantau pasien terhadap tanda-tanda keletihan fisik dan emosional yang berlebih 2. Pantau respon kardiorespirasi untuk beraktifitas (tachycardia, disritmia lain, dyspnea, diaphoresis, pucat, tekanan hemodinamik, RR) 3. Ajarkan teknik mengelola aktifitas dan manajemen waktu untuk mencegah keletihan 4. Bantu pasien untuk memahami prinsip penghematan energi 5. Bantu pasien dalam menetapkan prioritas kegiatan untuk mengakomodasi tingkatan energi 6. Bantu pasien untuk menetapkan tujuan kegiatan yang realistik 7. Dorong konsistensi kegiatan fisik (bergerak) dengan sumber energi pasien 8. Batasi stimulus lingkungan (cahaya dan kebisingan) untuk membantu relaksasi 9. Batasi jumlah dan interupsi pengunjung 10. Tingkatkan bedrest/pembatasan aktifitas (meningkatkan jumlah periode istirahat) dengan pilihan waktu istirahat. 11. Bantu pasien untuk menjadwalkan periode istirahat 12. Hindari kegiatan asuhan selama periode jadwal istirahat 13. Rencanakan kegiatan untuk periode ketika pasien paling berenergi 14. Bantu dengan kegiatan fisik teratur (bergerak, berpindah, berputar, dan perawatan diri), sesuai kebutuhan 15. Evaluasi peningkatan level kegiatan yang diprogramkan

Universitas Indonesia Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014

43

No 5

Diagnosa Keperawatan Ansietas

Tujuan dan Hasil

Intervensi

Anxiety level (NOC) Klien menunjukkan Penurunan ansietas, pengendalian terhadap ansietas dengan kriteria: Tidak ada ketegangan otot Tidak ada ketegangan wajah Tidak ada kegelisahan Tidak ada iritabel

Anxiety reduction (NIC) - Jelaskan semua prosedur pemeriksaan, pengobatan, dan perawatan - Berada disamping pasien untuk meningkatkan keamanan dan kenyamanan - Dorong keluarga untuk berada disamping pasien jika memungkinkan Calming Technique (NIC) - Bersikap tenang dan yakinkan pasien - Pertahankan kontak mata dengan pasien - Kurangi dan hilangkan stimulus yang membuat pasien cemas dan takut - Tawarkan backrub jika perlu Emotional suppot (NIC) - Diskusikan dengan pasien tentang emosi yang dialami - Bantu pasien untuk mengenali perasaanya, seperti cemas, marah, dan sedih - Dorong pasien untuk mengekspresikan rasa cemas, marah dan sedih - Berikan dukungan pasien selama fase denial, anger, bargaining, acceptance Relaxation therapy (NIC) - Gunakan suara yang lembut, pelan, dan katakata yang ritmis - Demostrasikan teknik relaksasi - Dorong pasien untuk mendemosntrasikan kembali teknik relaksasi

 

3.1.1.4 Implementasi Pasien Kelolaan Utama Intervensi keperawatan yang telah direncanakan telah diimplementasikan untuk memenuhi kebutuhan pasien dan mencapai hasil asuhan yang diharapkan yaitu pencapaian konservasi dengan mengupayakan adaptasi untuk menghasilkan keutuhan (wholeness). Diagnosa penurunan curah jantung bd perubahan irama jantung dan perubahan kontraktilitas, intervensi keperawatan yang diimplementasikan pada NIC cardiac care sebagai berikut: 1) menginstruksikan pasien pentingnya segera melaporkan ketidaknyamanan dada; 2) mengevaluasi episode chestpain (intensitas, lokasi, durasi, faktor presipitasi dan penghambat); 3) memonitor ECG terhadap perubahan ST secara tepat; 4) memonitor vital sign secara periodik; 5) mencatat tanda dan gejala yang menurunkan cardiac output; 6) memonitor status respirasi terhadap

Universitas Indonesia Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014

44 tanda heart failure; 7) memonitor balance cairan; 8) memonitor nilai laboratorium yang sesuai (enzym jantung, dan elektrolit); 9) memonitor dyspnea, orthopnea, tacypnea; 10) melakukan penilaian secara komprehensif status jantung termasuk sirkulasi perifer; 11) melakukan asukultasi bunyi crackles dan bunyi paru tambahan; 12) memonitor kefektifan terapi oksigen jika diperlukan; 13) memonitor faktor penentu pengiriman oksigen; 14) memonitor intake output; 15) memonitor fungsi ginjal; 16) membatasi stimulus lingkungan; 17) mencatat pemberian obat untuk pencegah nyeri dan ischemia. NIC Dysrhythmia management tindakan yang diimplementasikan meliputi: 1) memantau dan koreksi defisit oksigen, ketidakseimbangan asam basa, ketidakseimbangan elektrolit, yang dapat mencetuskan disritmia; 2) mengatur alarm parameter pada ECG monitor; 3) memonitor perubahan ECG yang meningkatkan risiko perkembangan disritmia (arrhythmia, ST segment, ischemia, dan QT interval); 4) mencatat aktifitas yang berhubungan dengan onset arrhythmia; 5) mencatat frekuensi dan durasi arrhytmia; 6) memonitor respon hemodinamik terhadap dysrhythmia; 7) menententukan apakah pasien terjadi chest pain dan syncope yang berhubungan dengan dysrhythmia; 8) memonitor disritmia jantung; 9) mencatat disritmia jantung. Diagnosa

kerusakan

pertukaran

gas,

intervensi

keperawatan

yang

diimplementasikan pada NIC acid-base management meliputi: 1) memonitor analisa gas darah arteri, serum, dan kadar electrolit urine; 2) mendapatkan spesimen untuk analisis laboratorium (GDA, serum, dan urine) yang sesuai; 3) memonitor pola pernapasan; 4) mengadministrasikan terapi oksigen yang sesuai; 5) memonitor status neurologi. NIC oxygen therapy intervensi yang diimplementasikan sebagai berikut: 1) mempertahankan kepatenan jalan napas; 2) memonitor aliran liter oksigen; 3) mengadministrasikan terapi oksigen yang diprogramkan; 4) memonitor keefektifan terapi oksigen. NIC respiratory monitoring intervensi yang diimplementasikan sebagai berikut: 1) memonitor frekuensi, irama, kedalaman, dan usaha bernapas; 2) memonitor pola pernapasan; 3) memonitor saturasi oksigen secara kontinyu.

Universitas Indonesia Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014

45 Diagnosa kelebihan volume cairan NIC fluid/electrolit management intervensi yang diimplementasikan meliputi: 1) memonitor abnormalitas serum elektrolit; 2) memonitor

manifestasi

ketidakseimbangan

elektrolit.

NIC

hypervolemia

management yang diimplementasikan meliputi: 1) memonitor berat badan tiap hari; 2) memonitor suara tambahan paru; 3) memonitor distensi vena jugularis; 4) memonitor edema perifer; 5) memonitor bukti laboratorium yang menyebabkan hipervolemia; 6) mengadministrasikan obat yang menurunkan preload: furosemide, nitrogliceryne. NIC fluid monitoring intervensi yang diimplementasikan meliputi: 1) memantau berat badan tiap hari; 2 memonitor intake output; 3) mempertahankan keakuratan pencatatan intake dan output; 4) memasang kateter urine yang sesuai; 5) memantau status hidrasi yang sesuai; 6) memonitor nilai laboratorium yang relevan dengan retensi cairan; 7) memonitor status hemodinamik CVP, MAP, PAP, PCWP jika tersedia; 8) memonitor tanda vital yang sesuai; 9) mengkaji lokasi dan perluasan

edema;

10)

mengadministrasikan

terapi

intravena;

11)

mengadministrasikan diuretik sesuai yang diresepkan. NIC hemodynamic regulation intervensi yang diimplementasikan meliputi: 1) mengenali perubahan tekanan darah; 2) melakukan auskultasi suara jantung; 3) melakukan asukultasi suara paru terhadap crackles dan suara tambahan lain; 4) memonitor kadar elektrolit; 5) memonitor SVR, PVR; 6) memonitor PC/PCWP, CVP, RAP jika diperlukan; 7) mengadministrasikan inotropik positif; 8) mengevaluasi efek samping inotropik negatif; 9) memonitor nadi perifer, capilary refill, suhu, dan warna ekstremitas; 10) mengelevasikan kepala di tempat tidur; 11) memposisikan trendelenberg jika diperlukan; 12) memonitor edema perifer, distensi vena jugularis, bunyi S3 dan S4. Diagnosa Intoleransi aktivitas intervensi yang dimplementasikan pada NIC energy management meliputi: 1) memantau pasien terhadap tanda-tanda keletihan fisik dan emosional yang berlebih; 2) memantau respon kardiorespirasi untuk beraktifitas (tachycardia, disritmia lain, dyspnea, diaphoresis, pucat, tekanan hemodinamik, RR); 3) mengajarkan teknik mengelola aktifitas dan manajemen waktu untuk mencegah keletihan; 4) membantu pasien untuk memahami prinsip penghematan energi; 5) membantu pasien dalam menetapkan prioritas kegiatan untuk

Universitas Indonesia Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014

46 mengakomodasi tingkatan energi; 6) membantu pasien untuk menetapkan tujuan kegiatan yang realistik; 7) membatasi stimulus lingkungan (cahaya dan kebisingan) untuk membantu relaksasi; 9) membatasi jumlah dan interupsi pengunjung; 10) meningkatkan bedrest/pembatasan aktifitas (meningkatkan jumlah periode istirahat) dengan pilihan waktu istirahat; 11) membantu pasien untuk menjadwalkan periode istirahat; 12) menghindari kegiatan asuhan selama periode jadwal istirahat; 13) merencanakan kegiatan untuk periode ketika pasien paling berenergi; 14) membantu dengan kegiatan fisik teratur (bergerak, berpindah, berputar, dan perawatan diri), sesuai kebutuhan; 15) mengevaluasi peningkatan level kegiatan yang diprogramkan. Diagnosa ansietas, pada NIC anxiety reduction intervensi yang diimplementasikan meliputi: 1) menjelaskan semua prosedur pemeriksaan, pengobatan, dan perawatan; 2) berada disamping pasien untuk meningkatkan keamanan dan kenyamanan; 3) mendorong keluarga untuk berada disamping pasien jika memungkinkan. NIC calming technique intervensi yang diimplementasikan meliputi; 1) Bersikap tenang dan meyakinkan pasien; 2) mempertahankan kontak mata dengan pasien; 3) mengurangi dan menghilangkan stimulus yang membuat pasien cemas dan takut. NIC emotional suppot intervensi yang diimplementasikan meliputi: 1) mendiskusikan dengan pasien tentang emosi yang dialami; 2) membantu pasien untuk mengenali perasaanya, seperti cemas, marah, dan sedih; 3) mendorong pasien untuk mengekspresikan rasa cemas, marah dan sedih; 4) memberikan dukungan pasien selama fase denial, anger, bargaining, acceptance. NIC relaxation therapy intervensi yang diimplementasikan meliputi: 1) berkomunikasi menggunakan suara yang lembut, pelan, dan kata-kata yang ritmis; 2) mendemostrasikan teknik relaksasi; 3) mendorong pasien untuk mendemosntrasikan kembali teknik relaksasi. 3.1.1.5 Evaluasi Kasus Kelolaan Utama Evaluasi keperawatan diperlukan untuk menilai hasil asuhan yang telah dilakukan. Hasil asuhan keperawatan yang telah dilaksanakan dengan penerapan model konservasi Levine adalah sebagai berikut. Penurunan curah jantung mengalami peningkatan setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 5 hari dengan ditandai TD 124/86 mmHg; HR 95;RR 25; SpO2 Universitas Indonesia Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014

47 100%; bunyi paru vesikuler tidak ada ronkhi dan wheezing; bunyi jantung S1 S2 reguler, murmur (-), gallop (-); echocardiography SV 34,5 ml, CO 3,3 ml, IVC 13/6, eRAP 3 mmHg; SVR 2181 kesan: stroke volume cukup, SV dan CO perbaikan, SVR perbaikan. Pencapaian hasil pada diagnosa penurunan curah jantung memberikan kontribusi pada pencapaian konservasi energi dan konservasi integritas struktur. Kerusakan pertukaran gas mengalami perbaikan setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 5 hari dengan ditandai dengan RR 20 kali/menit, pola napas reguler, tidak ditemukan bunyi napas tambahan, tidak ditemukan dyspnea, dan nilai-nilai GDA dalam rentang normal. Pencapaian hasil pada diagnosa kerusakan pertukaran gas memberikan kontribusi pada pencapaian konservasi energi dan konservasi integritas struktur. Kelebihan volume cairan dapat diatasi setelah dilakuka tindakan keperawatan selama 2 hari ditandai: balance cairan normal (0), tidak ditemukan edema ekstremitas, tidak ditemukan bunyi napas tambahan paru crackles. Pencapaian hasil pada diagnosa kelebihan volume cairan memberikan kontribusi pada pencapaian konservasi energi dan konservasi integritas struktur. Intoleransi aktifitas menunjukkan hasil terjadinya peningkatan toleransi aktifitas setelah dilaksanakan tindakan keperawatan selama 4 hari ditandai: saturasi oksigen saat aktifitas 100%; frekuensi nadi saat aktifitas 92/menit; frekuensi pernapasan saat aktifitas 22/menit; bernapas mudah saat aktifitas; tidak ada temuan perubahan elektrokardiogram saat aktifitas; warna kulit tidak pucat. Pencapaian hasil pada diagnosa intoleransi aktifitas memberikan kontribusi pada pencapaian konservasi energi. Ansietas mengalami penurunan setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 hari yang ditandai dengan wajah tampak lebih rileks, otot tidak tegang, tidak ada kegelisahan, nadi dalam batas normal, tekanan darah dalam batas normal, dan frekuensi pernapasan dalam batas normal. Pencapaian diagnosa ansietas memberikan kontribusi pada pencapaian konservasi energi dan konservasi integritas personal pasien.

Universitas Indonesia Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014

48

3.1.2

Pengelolaan 30 Pasien dengan penerapan Model Konservasi Levine

Kegiatan praktik residensi keperawatan medikal bedah peminatan kardiovaskular dilaksanakan di RSJPDHK. Kegiatan utama pembelajaran residensi adalah melakukan pengelolaan asuhan keperawatan pada pasien gangguan sistem kardiovaskuler diberbagai divisi pelayanan rumah sakit. Sasaran utama pembelajaran residensi adalah terbentuknya kompetensi provider nursing care dan clinical case manager oleh seorang calon ners spesialis. Asuhan keperawatan pasien dengan gangguan kardiovaskular telah dilakukan pada pasien dengan berbagai variasi kondisi patologis. Beberapa kondisi patologis pasien yang telah dikelola sebagai berikut: coronary artery disease, acute coronary syndrome, dysrhythmia, valve disease, heart failure, acute limb ischemia, aneurisma aorta, cardiac surgery (coronary artery bypass graft, valve repair/replacement). Asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan sistem kardiovaskular dilaksanakan dengan penerapan model Konservasi Myra Estrin Levine. 3.1.2.1 Karakteristik ke-30 pasien kelolaan Pengelolaan asuhan keperawatan selama praktik residensi keperawatan medikal bedah telah dilaksanakan pada sejumlah 30 pasien gangguan sistem kardiovaskular. Deskripsi rerata usia pasien kelolaan adalah 58,7 ± 10,8 tahun (n=30). Deskripsi jenis kelamin pasien kelolaan sebagian besar adalah laki-laki sebesar 83,3% (n=30). Deskripsi pendidikan pasien kelolaan sebagian besar SMA yaitu 50% (n=30). Deskripsi diagnosa medis pada ke-30 pasien kelolaan yaitu: CAD pasca CABG; kemudian acute coronary syndrome (ACS); heart failure; acute lung oedema; valve disease; diseksi dan aneurisma aorta. Tabel 3. 3 Deskripsi umur pasien Mean Umur

58,7

Median 61

SD 10,8

Min 32

Mak

CI95%

75

54,7 – 62,8

Universitas Indonesia Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014

49 Tabel 3. 4 Deskripsi Jenis Kelamin, Pendidikan, dan Diagnosa Medis Pasien Variabel Jenis Kelamin Pendidikan

Diagnosa medis

Kategori Laki-laki Perempuan Total SD SMP SMA PT Total ACS AHF ACS CHF AHF ALO ec ACS ALO NSTEMI ALO pd CHF CHF FC III, mr SEVERE Diseksi aorta MR severe CHF FC III IV NSTEMI NSTEMI CHF FC III Pasca CABG Pasca MVR Rehabilitasi Pasca CABG STEMI Total Archus Replacement AVR CABG UAP dd NSTEMI UAP dd STEMI Total

Frekuensi 25 5 30 3 3 15 9 30 1

Persen 83,3 16,7 100 10 10 50 30 100 3.3

1 1 2 1 1 1 1 1 3 1 9 1 1 1 1

3.3 3.3 6.7 3.3 3.3 3.3 3.3 3.3 10.0 3.3 30.0 3.3 3.3 3.3 3.3

1 2 30

3.3 6.7 100.0

3.1.2.2 Pengkajian keperawatan pada ke-30 Pasien Kelolaan Pengkajian keperawatan merupakan langkah awal proses keperawatan dalam melaksanakan asuhan keperawatan pasien pada 30 pasien kelolaan. Pengkajian dilakukan dengan penerapan model konservasi Levine yang meliputi dimensi: konservasi energi, integritas struktur, integritas personal, intgritas sosial. Data hasil pengkajian dikelompokkan berdasarkan empat model konservasi tersebut untuk memperoleh gambaran masalah dan kebutuhan pasien terkait dengan model konservasi yaitu mempertahankan fungsi-fungsi kehidupan melalui adaptasi untuk mencapai wholeness melalui prinsip-prinsip konservasi tersebut.

Universitas Indonesia Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014

50 Data hasil pengkajian pada ke-30 pasien kelolaan sebagian besar ditemukan tanda dan gejala ketidakmampuan melaksanakan aktifitas, nyeri dada yang khas, sesak napas, tachycardia, tekanan darah tinggi, RR meningkat, edema ekstremitas, kelemahan, tekanan darah yang tidak stabil, HR tidak stabil, penggunaan ventilasi mekanik, kesadaran dalam pengaruh obat, terpasang endotracheal tube (ETT), terpasang alat pemantauan hemodinamik invasif, terpasang intra aortic ballon pump (IABP), terpasang chest tube, terpasang dower catheter (DC), gambaran ECG menunjukkan ischemic/injury/infarct myocardial. Data terkait dengan konservasi integritas personal dan sosial diperoleh: menunjukkan kegelisahan, wajah tampak tegang, otot tegang, tampak panik, kesedihan, dukungan keluarga dan orang terdekat, hambatan dalam menjalankan aktifitas religinya, kesiapan meningkatkan religiositas, dan, kesiapan meningkatkan manajemen kesehatan diri. 3.1.2.3 Diagnosa keperawatan pada ke-30 Pasien Kelolaan Data hasil pengkajian pada ke-30 pasien kelolaan dengan gangguan sistem kardiovaskular menggunakan penerapan model konservasi Levine selanjutnya ditegakkan diagnosa keperawatan. Diagnosa keperawatan merupakan penilaian klinis tentang pengalaman/respon individu, keluarga, kelompok, atau komunitas terhadap masalah kesehatan aktual atau proses hidup. Diagnosa keperawatan terbanyak pada pasien ke-30 pasien kelolaan dengan urutan seperti tabel berikut. Diagnosa keperawatan yang terkait dengan konservasi energi dan integritas struktur meliputi: penurunan curah jantung; intoleransi aktifitas; ansietas; gangguan pertukaran gas; nyeri akut; bersihan jalan napas tidak efektif; konstipasi; ketidakmampuan ventilasi spontan; hambatan mobilitas fisik; risiko perdarahan; risiko intoleransi aktifitas; dan kesiapan meningkatkan manajemen kesehatan diri. Diagnosa keperawatan yang ditegakkan terkait dengan integritas personal dan integritas sosial meliputi: ansietas; distress spiritual; hambatan religiositas; dan kesiapan meningkatan religiositas.

Universitas Indonesia Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014

51 Tabel 3. 5 Deskripsi Urutan Diagnosa Keperawatan pada 30 Kasus Kelolaan No

Diagnosa Keperawatan

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14

Penurunan curah jantung Intoleransi aktifitas Bersihan jalan napas tidak efektif Nyeri Ansietas Risiko perdarahan Gangguan pertukaran gas Gangguan ventilasi spontan Hambatan religiositas Kesiapan meningkatkan religiositas Hambatan mobilitas fisik Konstipasi Risiko intoleransi aktifitas Kesiapan meningkatkan manajemen kesehatan diri

Frekuensi 26 18 10 9 9 9 7 5 3 3 1 1 1 1

Persen 86,7 60 33,3 30 30 30 23,3 16,7 10 10 3,3 3,3 3,3 3,3

 

3.1.2.4 Intervensi Keperawatan pada ke-30 Pasien Kelolaan Intervensi keperawatan telah diimplementasikan pada ke-30 pasien kelolaan yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan pasien dengan menerapkan model konservasi Levine. Pemenuhan kebutuhan pasien atas dasar temuan diagnosa keperawatan yang telah ditegakkan bertujuan untuk memenuhi keutuhan (wholeness) dengan mengadaptasikan pasien untuk menghasilkan konservasi energi, konservasi integritas struktur, konservasi integritas personal, dan konservasi integritas sosial. Intervensi keperawatan yang telah dilaksanakan meliputi beberapa aktifitas keperawatan berdasarkan nursing intervention classification (NIC). Intervensi keperawatan tersebut meliputi: cardiac care; dysrhythmia management; acid-base management; acid-base management; fluid/electrolit management; hypervolemia management; hypervolemia management; hemodynamic regulation; energy management; anxiety reduction; calming technique; emotional suppot; dan relaxation therapy. Intervensi cardiac care sebagai berikut: 1) menginstruksikan pasien pentingnya segera melaporkan ketidaknyamanan dada; 2) mengevaluasi episode chestpain (intensitas, lokasi, durasi, faktor presipitasi dan penghambat); 3) memonitor ECG terhadap perubahan ST secara tepat; 4) memonitor vital sign secara periodik; 5)

Universitas Indonesia Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014

52 mencatat tanda dan gejala yang menurunkan cardiac output; 6) memonitor status respirasi terhadap tanda heart failure; 7) memonitor balance cairan; 8) memonitor nilai laboratorium yang sesuai (enzym jantung, dan elektrolit); 9) memonitor dyspnea, orthopnea, tacypnea; 10) melakukan penilaian secara komprehensif status jantung termasuk sirkulasi perifer; 11) melakukan asukultasi bunyi crackles dan bunyi paru tambahan; 12) memonitor kefektifan terapi oksigen jika diperlukan; 13) memonitor faktor penentu pengiriman oksigen; 14) memonitor intake output; 15) memonitor fungsi ginjal; 16) membatasi stimulus lingkungan; 17) mencatat pemberian obat untuk pencegah nyeri dan ischemia. Intervensi dysrhythmia management tindakan yang diimplementasikan meliputi: 1) memantau dan koreksi defisit oksigen, ketidakseimbangan asam basa, ketidakseimbangan elektrolit, yang dapat mencetuskan disritmia; 2) mengatur alarm parameter pada ECG monitor; 3) memonitor perubahan ECG yang meningkatkan risiko perkembangan disritmia (arrhythmia, ST segment, ischemia, dan QT interval); 4) mencatat aktifitas yang berhubungan dengan onset arrhythmia; 5) mencatat frekuensi dan durasi arrhytmia; 6) memonitor respon hemodinamik terhadap dysrhythmia; 7) menententukan apakah pasien terjadi chest pain dan syncope yang berhubungan dengan dysrhythmia; 8) memonitor disritmia jantung; 9) mencatat disritmia jantung. Intervensi acid-base management meliputi: 1) memonitor analisa gas darah arteri, serum, dan kadar electrolit urine; 2) mendapatkan spesimen untuk analisis laboratorium (GDA, serum, dan urine) yang sesuai; 3) memonitor pola pernapasan; 4) mengadministrasikan terapi oksigen yang sesuai; 5) memonitor status neurologi. NIC Oxygen therapy intervensi yang diimplementasikan sebagai berikut: 1) mempertahankan kepatenan jalan napas; 2) memonitor aliran liter oksigen; 3) mengadministrasikan terapi oksigen yang diprogramkan; 4) memonitor keefektifan terapi oksigen. Intervensi respiratory monitoring intervensi yang diimplementasikan sebagai berikut: 1) memonitor frekuensi, irama, kedalaman, dan usaha bernapas; 2) memonitor pola pernapasan; 3) memonitor saturasi oksigen secara kontinyu.

Universitas Indonesia Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014

53 Intervensi fluid/electrolit management intervensi yang diimplementasikan meliputi: 1) memonitor abnormalitas serum elektrolit; 2) memonitor manifestasi ketidakseimbangan elektrolit. Intervensi hypervolemia management

yang

diimplementasikan meliputi: 1) memonitor berat badan tiap hari; 2) memonitor suara tambahan paru; 3) memonitor distensi vena jugularis; 4) memonitor edema perifer; 5) memonitor bukti laboratorium yang menyebabkan hipervolemia; 6) mengadministrasikan obat yang menurunkan preload: furosemide, nitrogliceryne. Intervensi fluid monitoring intervensi yang diimplementasikan meliputi: 1) memantau berat badan tiap hari; 2 memonitor intake output; 3) mempertahankan keakuratan pencatatan intake dan output; 4) memasang kateter urine yang sesuai; 5) memantau status hidrasi yang sesuai; 6) memonitor nilai laboratorium yang relevan dengan retensi cairan; 7) memonitor status hemodinamik CVP, MAP, PAP, PCWP jika tersedia; 8) memonitor tanda vital yang sesuai; 9) mengkaji lokasi dan perluasan

edema;

10)

mengadministrasikan

terapi

intravena;

11)

mengadministrasikan diuretik sesuai yang diresepkan. Intervensi hemodynamic regulation meliputi: 1) mengenali perubahan tekanan darah; 2) melakukan auskultasi suara jantung; 3) melakukan asukultasi suara paru terhadap crackles dan suara tambahan lain; 4) memonitor kadar elektrolit; 5) memonitor SVR, PVR; 6) memonitor PC/PCWP, CVP, RAP jika diperlukan; 7) mengadministrasikan inotropik positif; 8) mengevaluasi efek samping inotropik negatif; 9) memonitor nadi perifer, capilary refill, suhu, dan warna ekstremitas; 10) mengelevasikan kepala di tempat tidur; 11) memposisikan trendelenberg jika diperlukan; 12) memonitor edema perifer, distensi vena jugularis, bunyi S3 dan S4. Intervensi energy management meliputi: 1) memantau pasien terhadap tanda-tanda keletihan fisik dan emosional yang berlebih; 2) memantau respon kardiorespirasi untuk beraktifitas (tachycardia, disritmia lain, dyspnea, diaphoresis, pucat, tekanan hemodinamik, RR); 3) mengajarkan teknik mengelola aktifitas dan manajemen waktu untuk mencegah keletihan; 4) membantu pasien untuk memahami prinsip penghematan energi; 5) membantu pasien dalam menetapkan prioritas kegiatan untuk mengakomodasi tingkatan energi; 6) membantu pasien untuk menetapkan tujuan kegiatan yang realistik; 7) membatasi stimulus lingkungan (cahaya dan Universitas Indonesia Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014

54 kebisingan) untuk membantu relaksasi; 9) membatasi jumlah dan interupsi pengunjung; 10) meningkatkan bedrest/pembatasan aktifitas (meningkatkan jumlah periode istirahat) dengan pilihan waktu istirahat; 11) membantu pasien untuk menjadwalkan periode istirahat; 12) menghindari kegiatan asuhan selama periode jadwal istirahat; 13) merencanakan kegiatan untuk periode ketika pasien paling berenergi; 14) membantu dengan kegiatan fisik teratur (bergerak, berpindah, berputar, dan perawatan diri), sesuai kebutuhan; 15) mengevaluasi peningkatan level kegiatan yang diprogramkan. Intevervensi anxiety reduction intervensi yang diimplementasikan meliputi: 1) menjelaskan semua prosedur pemeriksaan, pengobatan, dan perawatan; 2) berada disamping pasien untuk meningkatkan keamanan dan kenyamanan; 3) mendorong keluarga untuk berada disamping pasien jika memungkinkan. Intervensi calming technique intervensi yang diimplementasikan meliputi; 1) Bersikap tenang dan meyakinkan pasien; 2) mempertahankan kontak mata dengan pasien; 3) mengurangi dan menghilangkan stimulus yang membuat pasien cemas dan takut. Intevensi emotional suppot intervensi yang diimplementasikan meliputi: 1) mendiskusikan dengan pasien tentang emosi yang dialami; 2) membantu pasien untuk mengenali perasaanya, seperti cemas, marah, dan sedih; 3) mendorong pasien untuk mengekspresikan rasa cemas, marah dan sedih; 4) memberikan dukungan pasien selama fase denial, anger, bargaining, acceptance. Intervensi relaxation therapy

intervensi

yang

diimplementasikan

meliputi:

1)

berkomunikasi

menggunakan suara yang lembut, pelan, dan kata-kata yang ritmis; 2) mendemostrasikan

teknik

relaksasi;

3)

mendorong

pasien

untuk

mendemosntrasikan kembali teknik relaksasi. Intervensi untuk menurunkan ansietas dilakukan: memberikan dukungan emosi; Menumbuhkan harapan; Memfasilitasi pertumbuhan spiritual; Memberikan dukungan spiritual; Peningkatan ritual keagamaan. Intervensi yang dilakukan pada diagnosa risiko perdarahan sebagai berikut: 1) memonitor tanda dan gejala perdarahan; 2) melindungi pasien dari trauma yang menyebabkan perdarahan; 3) mengkaji area incisi dari tanda perdarahan; 4)

Universitas Indonesia Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014

55 mencatat karakterisitik drainase; 5) mempertahankan kepatenan selang drainase; 5) melindungi selang WSD untuk mencegah tekanan; 6) mencatat jumlah, warna drainase setiap jam. Intervensi keperawatan yang dilakukan pada diagnosa gangguan ventilasi spontan sebagai berikut: 1) melakukan penghisapan sekret secara periodik; 2) memastikan alarm ventilator dalam keadaan hidup; 3) memantau kepatenan setting ventilator; 4) memantau monitor ventilator secara rutin; 5) memeriksa kesiapan pasien untuk weaning (hemodinamik stabil); 6) mengatur posisi pasien semifowler untuk mengoptimalkan diafragma; 7) melakukan percobaan proses weaning; 8) mengajarkan pasien bernapas spontan dengan rileks; 9) melakukan ekstubasi setelah sebelumnya melakukan suctioning; 10) memberikan oksigen 8 liter/menit; 11) melatih pasien melakukan napas dalam dan batuk efektif. Intervensi keperawatan yang dilakukan pada diagnosa bersihan jalan napas tidak efektif sebagai berikut: 1) memberikan oksigen 8 liter/menit; 2) melatih pasien melakukan napas dalam dan batuk efektif; 3) melakukan penghisapan sekret secara periodik; 4) memantau irama jantung; 5) melakukan auskultasi bunyi paru. Intervensi keperawatan yang dilakukan pada diagnosa nyeri adalah sebagai berikut: 1) Mengkaji nyeri secara komprehensif meliputi: lokasi, karakteristik, durasi nyeri, frekuensi, kualitas, intensitas dan faktor presipitasi; 2) mengobervasi repson non verbal pasien yang menunjukkan ketidaknyamanan; 3) memberikan informasi tentang penyebab nyeri, durasi nyeri dan cara antisipasi atau menurunkan nyeri dengan teknik manajemen nyeri non farmakologis; 4) mengajarkan penggunaan teknik menejemen nyeri non farmakologi (distraksi, relaksasi) yang perlu dilakukan sebelum, selama, dan setelah nyeri timbul; 5) mengadmisitrasikan pemberian obat analgetik; 6) memantau respon pasien terhadap pemberian analgetik Intervensi yang dilakukan pada diagnosa hambatan mobilitas fisik adalah sebagai berikut: 1) berkolaborasi dengan terapis fisik, okupasi dan atau rekreasi dalam merencanakan dan memantau program kegiatan yang sesuai; 2) membantu

Universitas Indonesia Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014

56 pasien/keluarga untuk mengidentifikasi kekurangan dalam level kegiatan; 3) menginstruksikan pasien/keluarga bagaimana melakukan keinginan atau kegiatan yang diresepkan; 4) merujuk program kegiatan rehabilitasi pasca bedah jantung; 5) memberikan reinforcement positif atas partisipasi dalam kegiatan; 6) membantu pasien untuk mengembangkan motivasi diri penguatan; 7) memantau respon emosi, fisik, sosial, dan spiritual untuk beraktifitas; 8) membantu pasien/keluarga untuk memantau kemajuan menuju pencapaian tujuan sendiri; 9) mengevaluasi motivasi dan keinginan pasien untuk meningkatkan aktivitas; 10) mengajarkan dan promosikan latihan fisik kekuatan; ambulasi; keseimbangan; mobilitas sendi; pengaturan posisi; 11) mengajarkan dan bantu perawatan diri berpindah. Hasil yang akan dicapai pada diagnosa hambatan religiositas sebagai berikut: 1) meningkatnya status kenyamanan psikospiritual; 2) mengakhiri kehidupan secara bermartabat; 3) meningkatnya harapan; 4) meningkatnya penyesuaian psikososial: perubahan hidup; 5) meningkatnya kesehatan spiritual. Intervensi keperawatan yang dilakukan sebagai berikut: 1) Informasikan pasien/keluarga mengenai sumber keagamaan yang tersedia di institusi; 2) Informasikan pasien mengenai buku dan artikel keagamaan yang tersedia; 3) Rujuk ke pemuka agama atau penasehat spiritual; 4) menawarkan dukungan doa secara individu atau bersama bila perlu; 5) berdoa bersama pasien jika diminta untuk melakukannya; 6) menggunakan komunikasi terapeutik untuk membina rasa percaya; 7) memfasilitasi pemanfaatan ritual keagamaan pasien; 8) menyediakan privasi dan ketenangan untuk berdoa dan ritual keagamaan lainnya; 9) menunjukkan sikap menerima dan tidak menghakimi mengenai ritual keagamaan pasien. Hasil yang akan dicapai pada diagnosa kesiapan meningkatkan religiositas sebagai berikut:

meningkatnya

harapan;

meningkatnya

kesejahteraan

individu;

meningkatnya kesehatan spiritual. Intervensi keperawatan yang dilakukan sebagai berikut: 1) Fasilitasi perkembangan spiritual (NIC) meliputi: mengoordinasikan atau berikan pelayanan penyembuhan, perkumpulan, meditasi, atau berdoa di tempat perawatan atau tempat lain; memberikan video atau audio tape dari pelayanan religius sesuai ketersediaan; dan merujuk kepada penasehat sipiritual

Universitas Indonesia Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014

57 sesuai pilihan pasien; 2) Peningkatan ritual keagamaan dan dukungan spiritual (NIC) meliputi: mengidentifikasi perhatian pasien mengenai ekspresi keagamaan; mendorong penggunaan dan partisipasi dalam ritual keagamaan atau praktik yang tidak merugikan kesehatan; mendorong perencanaan ritual dan partisipasi yang sesuai; mendorong kehadiran pada acara ritual yang sesuai; mendorong diskusi tentang perhatian religi; mendengarkan dan kembangkan waktu untuk berdoa dan beribadah; melakukan pengobatan individu dengan rasa hormat bermartabat. Intervensi yang dilakukan pada diagnosa Kesiapan meningkatkan manajemen kesehatan diri adalah sebagai berikut: 1) Teaching prescribed exercise (NIC): Mengajarkan pasien tentang latihan yang diresepkan; 2) Teaching prescribed diet (NIC):

mengajarkan

pasien

diet

yang

telah

diresepkan;

3)

Teaching

procedure/treatment (NIC): mengajarkan pasien prosedur pengobatan yang harus dilaksanakan. 3.1.2.5 Evaluasi keperawatan pada ke-30 Pasien Kelolaan Evaluasi keperawatan diperlukan untuk menilai hasil asuhan yang telah dilakukan. Evaluasi hasil asuhan keperawatan yang telah dilaksanakan selama satu sampai lima hari dengan penerapan model konservasi Levine adalah sebagai berikut. Diagnosa keperawatan yang terkait dengan konservasi energi dan konservasi integritas struktur, yaitu penurunan curah jantung, intoleransi aktifitas, nyeri, gangguan pertukaran gas, bersihan jalan napas tidak efektif, hambatan mobilitas fisik, gangguan ventilasi spontan, risiko perdarahan; risiko intoleransi aktifitas; kesiapan meningkatkan manajemen kesehatan diri sebagian besar teratasi. Diagnosa keperawatan yang terkait dengan konservasi integritas personal dan integritas sosial yaitu ansietas, hambatan religiositas dapat teratasi, dan kesiapan meningkatkan religiositas dapat difasilitasi. Intevensi keperawatan tetap dilanjutkan untuk mendukung adaptasi dan konservasi pada pasien setelah menjalani perawatan di rumah sakit atau untuk persiapan pemulangan pasien.

Universitas Indonesia Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014

58

3.2 Posisi Lateral Pasca CABG sebuah Evidence Based Nursing Practice 3.2.1 Metode Pelaksanaan Posisi Lateral Pasca CABG sebuah Evidence Based Nursing Practice Fenomena di unit pelayanan keperawatan intensive (ICU), pasien pasca bedah CABG sering ditemukan berbaring dalam posisi supine atau semi fowler pada awal perawatan pasca bedah di ICU sampai beberapa jam. Pasien pasca bedah CABG hanya diposisikan lateral saat jadwal memandikan pasien yaitu pagi dan sore hari, untuk kepentingan memandikan (personal higiene). Diasumsikan bahwa ambulasi dengan posisi lateral pada kondisi pasca bedah CABG akan mengakibatkan perburukan status cardiac output yang merugikan pasien (de Laat et al., 2007). Tujuan umum praktik keperawatan berbasis bukti dengan penerapan posisi lateral 30o dini pada pasien pasca bedah Coronary artery bypass graft (CABG) ini adalah meningkatkan hasil capaian ambulasi dini pada pasien pasca Coronary artery bypass graft (CABG) menjalani perawatan di Intensive Care Unit dan mencegah komplikasi pasca bedah. Tujuan khusus praktik keperawatan berbasis bukti dengan Penerapan Posisi lateral 30o dini pada pasien pasca bedah Coronary artery bypass graft (CABG) ini adalah: 1) mengidentifikasi pengaruh posisi lateral 30o secara dini pada pasien pasca CABG terhadap hemodinamik; 2) menerapkan prinsip perawatan pasca pembedahan yaitu ambulasi dini untuk meningkatkan penyembuhan dan mencegah komplikasi pasca bedah. Pertanyaan klinis yang ditegaskan adalah sebagai berikut: Bagaimanakah kefektifan posisi lateral 30 derajat dua jam pasca bedah Coronary Artery Bypass Surgery (CABG) terhadap hemodinamik pasien?

Tabel 3. 6 Formulasi Komponen PICO PICO Component Patient/Population Interventions Comparation Outcome

English Indonesian After coronary artery bypass Pasien pasca bedah Coronary artery bypass graft (CABG) patients o Posisi lateral 30o dini dua jam Early 30 lateral positioning pasca bedah Posisi baring yang biasa diterapkan Usually positioning care yaitu supine dan semi fowler Hemodinamik Hemodynamic

Universitas Indonesia Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014

59 Database yang digunakan dalam mendukung literature review yang akan diterapkan dalam praktik keperawatan berbasis bukti ini adalah sebagai berikut: 1. http://search.ebscohost.com/ 2. http://www.scopus.com/ 3. http://www.sciencedirect.com/ 4. http://search.proquest.com 5. http://www.guideline.gov/ Penggunaan keyword dalam pencarian perlu diperhatikan dengan cermat dan perlu digunakan alternatif keyword yang berupa sinonim dari keyword tersebut. Penulusuran dengan keyword tertentu terkadang tidak menemukan hasil yang diharapkan. Penulisan keyword dalam kegiatan penelusuran database online perlu diperhatikan mode autofill yang akan muncul dalam menu field database tersebut. Sebaiknya perlu ditunggu autofill yang akan muncul dalam field tersebut kemudian baru dilakukan klik search. Kejadian yang ditemukan antara lain sering tidak menemukan hasil topik yang diinginkan apabila penelusur tidak menunggu autofill muncul dengan sendirinya. Selain hal itu bandwidth internet service provider (ISP) menjadi hal penting juga dalam penelusuran, pada kondisi bandwidth internet yang kurang memadahi mengakibatkan autofill pada kolom field search tidak segera muncul sehingga keyword yang diketikkan secara manual tidak menghasilkan temuan yang dicari. Artikel yang telah ditemukan dari penulusuran database online tersebut adalah sebagai berikut: 1. Early pascaoperative 30o lateral positioning after coronary artery surgery: influence on cardiac output. 2. Is there evidence to support the use of lateral positioning in intensive care? A systematic Review. 3. Lateral positioning of ventilated intensive care patients: A study of oxygenation, respiratory mechanics, hemodynamics, and adverse events. 4. Physiological Ratonale and Current Evidence for Therapeutic Positioning of Crtically Ill Patients.

Universitas Indonesia Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014

60 5. Effect of early ambulation after transfemoral cardiac catheterization in Hong Kong: a single-blinded randomized controlled trial. Artikel ini merupakan hasil penelitian eksperimen yang berjudul lateral positioning yang merupakan area keperawatan bedah kardiovaskuler. Topik ini adalah hasil kajian riset yang sangat diperlukan sekali sebagai evidence untuk mendukung intervensi keperawatan ambulasi dini pada pasien pasca bedah jantung yang selama ini tidak banyak dilakukan oleh perawat di instansi terkait. Artikel ini dipilih oleh karena topik riset ini dilakukan oleh perawat dan merupakan bagian praktik dari asuhan keperawatan dan bukan area praktik medis. Artikel utama yang akan digunakan sebagai referensi evidence dalam praktik keperawatan ini adalah “Early pascaoperative 30o lateral positioning after coronary artery surgery: influence on cardiac output” (de Laat et al., 2007; P. J. Thomas & Paratz, 2007a; Peter J. Thomas et al., 2007). Kemaknaan penelitian dinilai dengan menggunakan perhitungan Absolute Risk Reduction (ARR) dan Number Needed to Treat (NNT). ARR dihitung dengan menghitung nilai kejadian dalam grup eksperimen dikurangi dengan nilai kejadian dalam grup kontrol. Hasil perbedaan yang bermakna dalam penelitian ini didapatkan pada pengukuran hemodinamik. Hasil penelitian dari sejumlah 27 pasien kelompok intervensi posisi lateral 2 (dua) jam pasca CABG rerata cardiac index 3,0, sedangkan pasien kelompok posisi supine pasca CABG yang menunjukkan rerata cardiac index 2,8. Nilai ARR dari hasil tersebut dihitung seperti berikut ini: ARR = 3,0-2,8 ARR = 0,2 Nilai NNT dihitung dengan rumus NNT = 1/ARR. NNT = 1/0,2 NNT = 5 Hasil perhitungan tersebut hanya dibutuhkan 5 orang untuk membuktikan keberhasilan intervensi ini.

Universitas Indonesia Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014

61 Peneliti menyampaikan bahwa efek intervensi ini dapat bermanfaat positif terhadap kebutuhan ambulasi dini pasca bedah dan tidak mengakibatkan perubahan hemodinamik menjadi buruk. Hasil penelitian ini dapat diintervensikan pada pasien yang dirawat di ruangan atas dasar pertimbangan tersebut diatas. Prosedur yang yang akan dilaksanakan telah diuraikan secara jelas dan dapat disesuaikan dengan keadaan klinik sehingga tidak terlalu beresiko menimbulkan permasalahan. Intervensi posisi lateral 30 derajat 2 (dua) jam pasca CABG ini tidak memerlukan banyak sumber daya sehingga dapat dilakukan tanpa memberikan beban berlebihan. Pengaturan posisi lateral juga merupakan salah satu intervensi yang dapat dilakukan perawat sesuai dengan fungsi dan peran perawat. Tindakan ini akan memaksimalkan peran perawat untuk memberikan asuhan keperawatan mandiri. Hal yang perlu menjadi perhatian adalah perawat perlu meluangkan waktu lebih banyak bersama pasien. Uraian tersebut di atas, menunjukkan bahwa tidak terdapat hambatan yang berarti untuk aplikabilitas intervensi posisi lateral ini. Rencana implementasi praktik keperawatan berbasis bukti yang akan diterapkan adalah pemberian posisi lateral posisi 30o (early lateral 30o positioning) pada pasien pasca CABG dimulai setelah 2 (dua) jam pasca bedah yang sedang menjalani perawatan di unit intensive (ICU). Intervensi ini merupakan salah satu intervensi keperawatan yang diperlukan untuk mencapai hasil asuhan yaitu melakukan ambulasi sedini mungkin dengan pengaturan posisi yang terbaik guna mencegah komplikasi pasca bedah jantung akibat imobilisasi. Intervensi keperawatan ini sebenarnya tidak banyak menemui hambatan aplikabilitas oleh karena prosedur tindakan yang aplikabel serta efisien waktu, tenaga dan biaya. Persiapan untuk menerapkan praktik keperawatan berbasis bukti ini sebagai berikut: 1) Menyusun proposal proposal EBNP sampai dengan mendapat persetujuan dari supervisor akademik dan supervisor klinik; 2) Mensosialisasikan rencana kegiatan dan sosialisasi kegiatan EBN ke dokter penanggung jawab pasien atau unit;

Universitas Indonesia Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014

62 3) Melakukan presentasi proposal kegiatan EBN kepada pihak-pihak terkait diantaranya adalah: Kepala Instalasi dan Kepala Unit ICU Dewasa RS JPDHK Jakarta; 4) Melakukan sosialisasi kegiatan EBN ke Kepala Instalasi dan Kepala Unit beserta perawat di ICU RS JPDHK Jakarta. Pasien yang akan dilibatkan dalam praktik keperawatan berbasis bukti dengan penerapan intervensi lateral posisi 30o secara dini 2 jam pasca bedah, dengan kriteria inklusi sebagai berikut: pasien berjenis kelamin laki-laki atau perempuan yang telah menjalani operasi CABG yang dirawat di ruang ICU semua tingkat usia; dan menunjukkan hemodinamik stabil. Sedangkan kriteria ekslusi dalam EBNP ini adalah pasien berjenis kelamin laki-laki atau perempuan yang telah menjalani operasi CABG yang dirawat di ruang ICU semua golongan usia pada saat intervensi menunjukkan hemodinamik yang tidak stabil. Tempat pelaksanaan praktik keperawatan berbasis bukti ini akan dilakukan di Ruang ICU RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita Jakarta. Waktu pelaksanaan pada tanggal April s.d Mei 2014. Langkah pelaksanaan praktik keperawatan berbasis bukti ini adalah sebagai berikut: 1) memilih pasien sesuai dengan kriteria inklusi; 2) melakukan informed consent tentang intervensi yang akan dilakukan; 3) melakukan intervensi lateral posisi 30o derajat 2 jam pasca bedah; 4) melakukan monitoring dan evaluasi serta dokumentasi; 5) menganalisis hasil praktik keperawatan berbasis bukti; 6) melakukan sosialisasi hasil praktik keperawatan berbasis bukti. Standar Prosedur Operasional intervensi keperawatan ini terlampir. 3.2.2

Hasil Pelaksanaan Evidence-Based Nursing Practice Posisi Lateral Pasca CABG

Praktik keperawatan terbaik berbasis bukti (Evidence-Based Nursing Practice) yang diterapkan berupa pengaturan posisi lateral 30o pada pasien dua jam pasca CAGB di unit perawatan intensif (ICU) telah diimplementasikan mulai April s.d Mei 2014 di unit perawatan intensif (ICU). Intervensi pemberian posisi lateral 30o pada pasien dua jam pasca CAGB dilakukan kepada 5 (lima) pasien pasca CABG

Universitas Indonesia Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014

63 dan dikomparasikan dengan 5 (lima) orang pasca CABG dengan posisi yang biasa diterapkan di unit perawatan intensif (ICU) yaitu supine dan semi fowler untuk mengetahui pengaruhnya terhadap hemodinamik. Prosedur intervensi posisi lateral yang dipraktikkan berupa mengatur posisi lateral diawali dengan pengukuran hemodinamik pertama (P1) pada menit ke-115 sejak masuk ICU, kemudian pada menit ke-120 pasien diposisikan lateral 30o derajat selama dua jam. Pasien yang telah diposisikan lateral setelah berlangsung selama 30 menit kemudian dilakukan pengukuran hemodinamik yang ke-2 (P2). Posisi lateral masih dilanjutkan sampai dengan dua jam, dan setelah dua jam dalam posisi lateral kemudian dilakukan pengukuran hemodinamik yang ke-3 (P3). Pasien pasca CABG setelah dua jam diposisi lateral, kemudian dilakukan perubahan posisi supine kembali selama dua jam. Pengukuran hemodinamik ke-4 (P4) dilakukan setelah 30 menit pasien berada dalam posisi supine, dan dilanjutkan pengukuran ke5 (P5) setelah pasien diposisikan supine selama dua jam. Persipan alat yang diperlukan adalah bantal panjang yang mampu menyangga badan pasien selama diposisikan lateral dengan mempertahankan sudut 30o. Intevensi posisi lateral pada pasien pasca CABG dimaksudkan untuk memberikan ambulasi dini yang bertujuan untuk meningkatkan sirkulasi, meningkatkan fungsi respirasi, mencegah komplikasi akibat berbaring statis. Parameter yang akan dimonitor terhadap intervensi posisi lateral 30o adalah hemodinamik yang meliputi: heart rate (HR); systolic blood pressure (SBP); diastolic blood pressure (DBP); mean arterial pressure (MAP); Saturasi oksigen; central venous pressure (CVP); respiratory rate (RR); dan temperature (T). Hasil pelaksanaan praktik keperawatan terbaik berbasis bukti yang berupa pengaturan posisi lateral 30o yang dikomparasikan dengan pengaturan posisi supine dan semifowler pada sepuluh pasien (4 posisi lateral kiri, 1 posisi lateral kanan, dan 5 posisi supine) pasca CABG di unit perawatan intensif (ICU). Keterangan selengkapnya seperti tabel berikut.

Universitas Indonesia Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014

64 Tabel 3. 7 Deskripsi Pasien kelompok intervensi dan komparasi Kelompok

Frekuensi 5 4 1 10

Supine semifowler Left lateral position Right lateral position Total

Persen 100.0 80.0 20.0 100.0

Rerata umur pasien pasca CABG yang diberikan posisi lateral adalah 53 ± 12,45 tahun (n=5), sedangkan rerata umur pasien pasca CABG yang diberikan posisi supine semi fowler adalah 54,80 ± 7,69 tahun (n=5). Rerata berat badan pasien pasca CABG yang diberikan posisi lateral adalah 67,40 ± 7,64 kg (n=5), sedangkan rerata berat badan pasien pasca CABG yang diberikan posisi lateral adalah 62,50 ± 11,74 kg (n=5). Rerata tinggi badan pasien pasca CABG yang diberikan posisi lateral adalah 160,20 ± 6,50 cm (n=5), sedangkan rerata tinggi badan pasien pasca CABG yang diberikan posisi supine semifowler adalah 160,20 ± 8,76 cm (n=5). Selengkapnya seperti tercantum pada tabel berikut ini. Tabel 3. 8 Deskripsi Umur, Berat Badan, dan Tinggi Badan Variabel Umur

Kelompok Supine semi fowler Posisi lateral 30o

Mean 53,00 54,80

Median 50 54

SD 12,45 7,69

Min 41 46

Max 68 66

Berat badan

Supine semi fowler Posisi lateral 30o

67,40 62,50

67,00 59

7,64 11,74

58 50

75 77

Tinggi badan

Supine semi fowler Posisi lateral 30o

160,20

160

6,50

152

170

162,20

165

8,76

151

170

  Deskripsi diagnosa medis, tindakan pembedahan, dan terapi medis pada pasien pasca CABG yang diberikan intervensi posisi lateral 30o dan posisi supine semi fowler adalah seluruh pasien terdiagnosa coronary artery disease (CAD) dengan variasi pada berbagai jumlah vessel disease, dan keseluruhan dilakukan tindakan pembedahan coronary artery bypass graft (CABG) dengan berbagai variasi jumlah graft. Sebagian besar pasien mendapat terapi yang sama yaitu: morphine; nitrogliceryn; Inovad; dobutamin; humulin. Keterangan selengkapnya tercantum pada tabel berikut.

Universitas Indonesia Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014

65 Tabel 3. 9 Deskripsi Diagnosa Medis dan Tindakan Bedah Variabel Diagnosa medis

kelompok Supine semifowler

Lateral 30o

Tindakan bedah

Supine semifowler

Lateral 30o

Jenis Terapi

Supine semifowler

Lateral 30o

Kategori CAD 2VD EF 51%

f 1

% 20.0

CAD 3VD + LM EF 47% CAD 3VD EF 38% CAD 3VD EF 57% CAD 3VD EF 79% Total CAD 2VD + LM EF 60% CAD 3VD + LM EF 56% CAD 3VD EF 60% CAD 3VD EF 62% CAD 3VD EF 72% + Aneurisma Total CABG 2X

1 1 1 1 5 1 1 1 1 1 5 2

20.0 20.0 20.0 20.0 100.0 20.0 20.0 20.0 20.0 20.0 100.0 40.0

CABG 3X CABG 4X Total CABG 2X CABG 3X CABG 4X Total Inovad, Morphine, Dobutamin

1 2 5 2 2 1 5 1

20.0 40.0 100.0 40.0 40.0 20.0 100.0 20.0

Inovad, Morphine, Humulin Nitrogliceryn, Morphine, Coritrope Nitrogliceryn, Morphine, Recofol Nitrogliceryn, Morphine, Vascon Total Morphine Morphine, Recofol, Humulin Nitrogliceryn, Morphine Nitrogliceryn, Morphine, Humulin Nitrogliceryn, Morphine, Recofol Total

1 1

20.0 20.0

1

20.0

1

20.0

5 1 1 1 1

100.0 20.0 20.0 20.0 20.0

1

20.0

5

100.0

Rerata umur pasien pasca CABG yang diberikan posisi lateral adalah 53 ± 12,45 tahun (n=5), sedangkan rerata umur pasien pasca CABG yang diberikan posisi supine semi fowler adalah 54,80 ± 7,69 tahun (n=5). Rerata berat badan pasien pasca CABG yang diberikan posisi lateral adalah 67,40 ± 7,64 kg (n=5), sedangkan rerata berat badan pasien pasca CABG yang diberikan posisi lateral adalah 62,50 ± 11,74 kg (n=5). Rerata tinggi badan pasien pasca CABG yang diberikan posisi

Universitas Indonesia Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014

66 lateral adalah 160,20 ± 6,50 cm (n=5), sedangkan rerata tinggi badan pasien pasca CABG yang diberikan posisi supine semifowler adalah 160,20 ± 8,76 cm (n=5). Selengkapnya seperti tercantum pada tabel berikut ini. Tabel 3. 10 Deskripsi Umur, Berat Badan, dan Tinggi Badan Variabel Umur

Kelompok Supine semi fowler Posisi lateral 30o

Mean 53,00 54,80

Median 50 54

SD 12,45 7,69

Min 41 46

Max 68 66

Berat badan

Supine semi fowler Posisi lateral 30o

67,40 62,50

67,00 59

7,64 11,74

58 50

75 77

Tinggi badan

Supine semi fowler Posisi lateral 30o

160,20

160

6,50

152

170

162,20

165

8,76

151

170

3.2.2.1 Deskripsi Nilai Hemodinamik Berdasarkan Pasien Deskripsi HR (heart rate) pasien pasca CABG yang dilakukan intervensi posisi lateral 30o dan supine semifowler menunjukkan heart rate yang berada dalam rentang aman dan tidak menunjukkan kelainan pada heart rate. Rerata HR pasien kelompok posisi supine 94,8±5,8 permenit, HR minimum 87 permenit dan HR maksimum 101 permenit, sedangkan rerata HR pasien kelompok posisi lateral adalah 78 ±5,8 permenit, HR minimum 71 permenit dan HR maksimum 84 permenit. Keterangan selengkapnya tercantum pada tabel dan diagram berikut.  

Universitas Indonesia Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014

67 Tabel 3. 11 Deskripsi Heart rate Pasien Pasca CABG Kelompok Supine semifowler

Lateral 30

Pasien 1 2 3 4 5 Rerata 1 2 3 4 5 Rerata

o

Mean 87.6 120.4 76.8 102.2 86.8

Median 90 121 74 103 89

SD 3.29 2.79 5.26 3.83 13.74

94.76

95.40

91 74.6 77.8 75.2 75.4 78.80

Min

Max

84 117 72 97 64

90 123 83 107 101

5.78

86.80

100.80

94 75 80 75 75

5.10 4.56 7.82 7.46 2.97

85 70 64 64 72

96 80 83 82 80

79.80

5.58

71.00

84.20

Heart rate 140 PS 1 120

PS 2 PS 3

100

PS 4 PS 5

80

Rerata PS PL 1

60

PL 2 40

PL 3 PL 4

20

PL 5 Rerata PL

0 1

2

3

4

5

Diagram 3. 1 Deskripsi Heart rate Pasien Kelompok Posisi Supine dan Lateral

Universitas Indonesia Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014

68 Hasil pelaksanaan praktik keperawatan terbaik berbasis bukti yang berupa pengaturan posisi lateral 30o yang dikomparasikan dengan pengaturan posisi supine semi fowler pada sepuluh pasien (5 posisi lateral dan 5 posisi supine) pasca CABG di unit perawatan intensif (ICU) diperoleh deskripsi nilai SBP (Systolic blood pressure) seperti tabel dan diagram berikut. Tabel 3. 12 Deskripsi Systolic blood pressure (SBP) Kelompok Supine semifowler

Pasien

Mean

Median

1 2 3 4 5 Rerata

100.2 147.8 127.2 103.8 139.4 123.68

94 143 128 106 136 121.40

Lateral 30o

1 2 3 4 5 Rerata

151.2 133.2 129.2 143.6 148.6 141.16

148 139 129 138 155 141.80

SD

Min

Max

12.30 10.59 8.32 12.74 24.85 13.76

90 138 118 88 110 108.80

118 162 138 119 179 143.20

15.93 19.31 12.87 14.74 16.89 15.95

132 102 116 126 121 119.40

168 154 147 163 164 159.20

Systolic blood pressure (SBP) 200 PS 1

180

PS 2 160

PS 3

140

PS 4

120

PS 5

100

Rerata PS PL 1

80

PL 2

60

PL 3

40

PL 4

20

PL 5 Rerata PL

0 1

2

3

4

5

Diagram 3. 2 Deskripsi Systolic blood pressure Pasien Kelompok Supine dan Lateral

Universitas Indonesia Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014

69 Hasil pelaksanaan praktik keperawatan terbaik berbasis bukti yang berupa pengaturan posisi lateral 30o yang dikomparasikan dengan pengaturan posisi supine semi fowler pada sepuluh pasien (5 posisi lateral dan 5 posisi supine) pasca CABG di unit perawatan intensif (ICU) diperoleh deskripsi nilai DBP (Diastolic blood pressure) seperti tabel dan diagram berikut. Tabel 3. 13 Deskripsi Diastolic blood pressure (DBP) Kelompok Supine semifowler

Pasien

Mean

Median

SD

Min

Max

1 2 3 4 5 Rerata

45.2 82 64.8 51.2 68.6 62.36

45 82 64 52 70 62.60

3.70 5.10 2.59 3.42 8.20 4.60

40 76 62 46 55 55.80

50 88 68 55 77 67.60

Lateral 30o

1 2 3 4 5 Rerata

86 69 70 77.2 70 74.44

87 70 69 77 69 74.40

5.96 6.52 4.00 7.40 6.89 6.15

78 59 65 66 62 66.00

92 76 75 86 80 81.80

Diastolic blood pressure (DBP) 100

PS 1

90

PS 2

80

PS 3

70

PS 4

60

PS 5

50

Rerata  PS PL 1

40

PL 2

30

PL 3

20

PL 4

10

PL 5

0 1

2

3

4

Rerata PL

5

Diagram 3. 3 Deskripsi Diastolic blood pressure (DBP) Pasien Kelompok Intervensi dan Komparasi

Universitas Indonesia Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014

70 Hasil pelaksanaan praktik keperawatan terbaik berbasis bukti yang berupa pengaturan posisi lateral 30o yang dikomparasikan dengan pengaturan posisi supine semi fowler pada sepuluh pasien (5 posisi lateral dan 5 posisi supine) pasca CABG di unit perawatan intensif (ICU) diperoleh deskripsi nilai MAP (Mean Aretrial Pressure) seperti tabel dan diagram berikut. Tabel 3. 14 Deskripsi Mean arterial pressure (MAP) Kelompok Supine semifowler

Lateral 30o

Pasien

Mean

Median

SD

Min

Max

1 2 3 4 5 Rerata

64.2 106.6 86.2 66.8 89.8 82.72

61 102 85 68 92 81.60

6.30 7.47 5.07 4.55 11.19 6.92

59 100 81 59 72 74.20

74 117 92 70 102 91.00

1 2 3 4 5 Rerata

111.2 82.4 86.2 97.6 98.0 95.08

104 83 87 98 101 94.60

12.91 12.97 3.96 13.39 11.77 11.00

98 62 82 80 80 80.40

127 95 92 111 112 107.40

Mean arterial pressure (MAP) 140 PS 1 PS 2

120

PS 3 100

PS 4 PS 5

80

Rerata PS 60

PL 1 PL 2

40

PL 3 PL 4

20

PL 5 0

Rerata PL 1

2

3

4

5

Diagram 3. 4 Deskripsi Mean arterial pressure (MAP) Pasien Kelompok Intervensi dan Komparasi

Universitas Indonesia Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014

71 Hasil pelaksanaan praktik keperawatan terbaik berbasis bukti yang berupa pengaturan posisi lateral 30o yang dikomparasikan dengan pengaturan posisi supine semi fowler pada sepuluh pasien (5 posisi lateral dan 5 posisi supine) pasca CABG di unit perawatan intensif (ICU) diperoleh deskripsi nilai Saturasi Oksigen (SaO2) seperti tabel dan diagram berikut. Tabel 3. 15 Deskripsi Saturasi Oksigen (SpO2) Kelompok Supine semifowler

Pasien

Mean

Median

SD

Min

Max

1 2 3 4 5 Rerata

100.0 100.0 100.0 100.0 99.8 99.96

100 100 100 100 100 100.00

0.00 0.00 0.00 0.00 0.45 0.09

100 100 100 100 99 99.80

100 100 100 100 100 100.00

Lateral 30o

1 2 3 4 5 Rerata

100.0 98.0 99.0 99.6 100.0 99.32

100 98 99 100 100 99.40

0.00 0.00 1.00 0.89 0.00 0.38

100 98 98 98 100 98.80

100 98 100 100 100 99.60

Saturasi Oksigen (SpO2 100,5 PS 1 100

PS 2 PS 3

99,5

PS 4 PS 5

99

Rerata PS 98,5

PL 1 PL 2

98

PL 3 PL 4

97,5

PL 5 97

Rerata PL 1

2

3

4

5

Diagram 3. 5 Deskripsi SpO2 Pasien Kelompok Posisi Supine dan Lateral

Universitas Indonesia Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014

72 Hasil pelaksanaan praktik keperawatan terbaik berbasis bukti yang berupa pengaturan posisi lateral 30o yang dikomparasikan dengan pengaturan posisi supine semi fowler pada sepuluh pasien (5 posisi lateral dan 5 posisi supine) pasca CABG di unit perawatan intensif (ICU) diperoleh deskripsi nilai Central venous pressure (CVP) seperti tabel dan diagram berikut. Tabel 3. 16 Deskripsi Central venous pressure (CVP) Kelompok Supine semifowler

Pasien

Mean

Median

SD

Min

Max

1 2 3 4 5 Rerata

10 11 8 10 6 8.60

0.89 2.68 2.07 2.70 1.58 9.00

8 6 7 5 4 1.99

10 12 12 12 8 6.00

9.4 9.8 8.4 9.4 6 10.80

Lateral 30o

1 2 3 4 5 Rerata

12 7 10 10 8 9.24

3.74 1.30 1.92 2.55 2.59 9.40

6 5 8 6 7 2.42

14 8 13 13 12 6.40

10 6.8 10.2 10 9.2 12.00

Central venous pressure (CVP) 16 PS 1 14

PS 2 PS 3

12

PS 4 10

PS 5 Rerata PS

8

PL 1 6

PL 2 PL 3

4

PL 4 2

PL 5 Rerata PL

0 1

2

3

4

5

Diagram 3. 6 Deskripsi Central venous pressure (CVP) Pasien Kelompok Intervensi dan Komparasi

Universitas Indonesia Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014

73

Hasil pelaksanaan praktik keperawatan terbaik berbasis bukti yang berupa pengaturan posisi lateral 30o yang dikomparasikan dengan pengaturan posisi supine semi fowler pada sepuluh pasien (5 posisi lateral dan 5 posisi supine) pasca CABG di unit perawatan intensif (ICU) diperoleh deskripsi nilai Respiratory rate (RP) seperti tabel dan diagram berikut. Tabel 3. 17 Deskripsi Respiratory rate (RR) Kelompok Supine semifowler

Pasien

Mean

Median

SD

Min

Max

1 2 3 4 5 Rerata

13.2 14.4 13 15.6 16.6 14.56

13 15 12 15 18 14.60

0.45 2.30 3.00 1.34 5.81 2.58

13 12 10 14 10 11.80

14 17 18 17 22 17.60

Lateral 30o

1 2 3 4 5 Rerata

14.8 14.4 20.8 11.8 17.6 15.88

15 14 22 11 17 15.80

1.30 1.14 4.44 1.64 3.85 2.47

13 13 14 10 13 12.60

16 16 25 14 22 18.60

Respiratory rate (RR) PS 1

30

PS 2 PS 3

25

PS 4 20

PS 5 Rerata PS

15

PL 1 PL 2

10

PL 3 PL 4

5

PL 5 0 1

2

3

4

Rerata PL

5

Diagram 3. 7 Deskripsi Respiratory rate (RR) Pasien Kelompok Intervensi dan Komparasi

Universitas Indonesia Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014

74 Hasil pelaksanaan praktik keperawatan terbaik berbasis bukti yang berupa pengaturan posisi lateral 30o yang dikomparasikan dengan pengaturan posisi supine semi fowler pada sepuluh pasien (5 posisi lateral dan 5 posisi supine) pasca CABG di unit perawatan intensif (ICU) diperoleh deskripsi nilai Temperature (T) seperti tabel dan diagram berikut. Tabel 3. 18 Deskripsi Temperature (T) Kelompok Supine semifowler

Pasien

Mean

Median

SD

Min

Max

1 2 3 4 5 Rerata

34.3 36.5 35.9 36.5 37.6 36.17

33.6 36.4 36.3 36.7 37.6 36.12

1.94 0.37 1.11 0.49 0.05 0.79

33.3 36 34.2 35.9 37.6 35.40

37.8 37 37 37 37.7 37.30

Lateral 30o

1 2 3 4 5 Rerata

34.2 34.8 36.1 34.7 34.8 34.93

34 34.9 36.3 35 35.3 35.10

1.31 0.38 0.71 1.20 1.15 0.95

33 34.2 35.1 33.2 32.8 33.66

36.1 35.2 36.9 36.2 35.6 36.00

Temperature 39,0 PS 1 38,0

PS 2

37,0

PS 3

36,0

PS 4 PS 5

35,0

Rerata PS

34,0

PL 1

33,0

PL 2 PL 3

32,0

PL 4 31,0

PL 5

30,0

Rerata PL 1

2

3

4

5

Diagram 3. 8 Deskripsi Temperature Pasien Kelompok Intervensi dan Komparasi

Universitas Indonesia Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014

75 3.2.2.2 Deskripsi Nilai Hemodinamik Berdasarkan Pengukuran Deskripsi nilai hemodinamik pasien kelompok intervensi dan kelompok komparasi berdasarkan pengukuran diuraikan sebagai berikut. Rerata heart rate pada rerata pengukuran pasien kelompok komparasi adalah 94,76 ± 16,96, sedangkan rerata heart rate pada rerata pengukuran pasien kelompok intervensi 78,80 ± 6,93. Data selengkapnya tentang rerata heart rate berdasarkan pengukuran dijelaskan tabel dan diagram berikut. Tabel 3. 19 Deskripsi Heart Rate Pasien Pasca CABG Berdasarkan Pengukuran Kelompok Supine Semifowler

Pengukuran (P) P1 P2 P3 P4 P5 P rerata P1 P2 P3 P4 P5 P rerata

Lateral 30o

Mean

Median

SD

Min

Max

96,80

97

18,14

73

123

96,80 95,60 96,20 88,40 94,76 75,20 74,60 82,20 81,20 80,80 78,80

92 90 89 84 87,60 74 72 80 80 78 75,40

17,88 13,47 17,08 22,38 16,96 8,90 8,71 7,09 8,64 8,23 6,93

74 83 82 64 77 64 64 75 75 73 75

121 117 123 118 120 86 85 94 96 94 91

Heart rate 120 100 80 Supine

60

Lateral 40 20 0 P1

P2

P3

P4

P5

P rerata

Diagram 3. 9 Deskripsi Heart Rate Pasien Pasca CABG berdasarkan Pengukuran

Universitas Indonesia Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014

76 Rerata systolic blood pressure (SBP) pada rerata pengukuran pasien kelompok komparasi adalah 123,68 ± 21,14, sedangkan rerata systolic blood pressure (SBP) pada rerata pengukuran pasien kelompok intervensi 141,16 ± 9,60. Data selengkapnya tentang rerata systolic blood pressure (SBP) berdasarkan pengukuran dijelaskan tabel dan diagram berikut. Tabel 3. 20 Deskripsi Systolic blood pressure (SBP) Pasien Pasca CABG Berdasarkan Pengukuran Kelompok Supine Semifowler

Pengukuran (P) P1 P2 P3 P4 P5 P rerata P1 P2 P3 P4 P5 P rerata

Lateral 30o

Mean

Median

SD

Min

Max

130,40

118

32,22

94

179

122,20 120,40

120 132

15,85 29,70

106 88

140 156

125,60 119,80 123,68 134,00 147,80 142,00 137,00 145,00 141,16

128 119 127,20 141 147 138 131 140 143,60

26,89 18,87 21,14 23,29 12,87 19,01 19,76 11,62 9,60

90 94 100 102 132 121 116 136 129

162 138 148 155 156 168 167 164 151

Systolic blood pressure 160 140 120 100 80

Supine

60

Lateral

40 20 0 P1

P2

P3

P4

P5

P rerata

Diagram 3. 10 Deskripsi Systolic blood pressure Pasien Pasca CABG berdasarkan Pengukuran

Universitas Indonesia Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014

77 Rerata diastolic blood pressure (DBP) pada rerata pengukuran pasien kelompok komparasi adalah 62,36 ± 14,57, sedangkan rerata diastolic blood pressure (DBP) pada rerata pengukuran pasien kelompok intervensi 74,44 ± 7,25. Data selengkapnya tentang rerata diastolic blood pressure (DBP) berdasarkan pengukuran dijelaskan tabel dan diagram berikut. Tabel 3. 21 Deskripsi Diasolic Blood Pressure Pasien Pasca CABG Berdasarkan Pengukuran Kelompok Supine Semifowler

Pengukuran (P) P1 P2 P3 P4 P5 P rerata P1 P2 P3 P4 P5 P rerata

Lateral 30o

Mean

Median

SD

Min

Max

63,40

64

13,26

50

77

62,20 62,80

62 68

12,03 17,70

47 44

78 86

63,80 59,60 62,36 76,00 77,00 74,60 71,20 73,40 74,44

67 55 64,80 75 78 76 66 70 70

18,50 14,06 14,57 11,40 3,81 10,90 11,65 5,86 7,25

40 45 45 59 73 62 65 69 69

88 82 82 87 81 91 92 82 86

Diastolic blood pressure 90 80 70 60 50

Supine

40

Lateral

30 20 10 0 1

2

3

4

5

6

Diagram 3. 11 Deskripsi Diastolic blood pressure Pasien Pasca CABG Berdasarkan Pengukuran

Universitas Indonesia Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014

78 Rerata mean arterial pressure (MAP) pada rerata pengukuran pasien kelompok komparasi adalah 82,72 ± 17,53, sedangkan rerata MAP pada rerata pengukuran pasien kelompok intervensi 95,08 ± 11,34. Data selengkapnya tentang rerata MAP berdasarkan pengukuran dijelaskan tabel dan diagram berikut. Tabel 3. 22 Deskripsi Mean arterial pressure (MAP) Pasien Pasca CABG Berdasarkan Pengukuran Kelompok Supine Semifowler

Pengukuran (P) P1

Mean

P2 P3 P4 P5 P rerata P1 P2 P3 P4 P5 P rerata

Lateral 30o

Median

SD

Min

Max

85,40

82

16,06

67

102

81,60 83,40

81 92

14,19 23,54

67 59

102 112

85,60 77,60 82,72 93,20 101,40 94,20 92,60 94,00 95,08

91 72 86,20 102 98 89 83 98 97,60

22,48 15,18 17,53 19,51 9,04 18,94 17,98 10,12 11,34

60 61 64 62 92 80 80 80 82

117 100 107 111 112 127 123 104 111

Mean arterial pressure (MAP) 120 100 80 Supine

60

Lateral 40 20 0 1

2

3

4

5

6

Diagram 3. 12 Deskripsi Mean arterial pressure (MAP) Pasien Pasca CABG Berdasarkan Pengukuran

Universitas Indonesia Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014

79 Rerata saturasi oksigen (SpO2) pada rerata pengukuran pasien kelompok komparasi adalah 99,96 ± 0,10, sedangkan rerata MAP pada rerata pengukuran pasien kelompok intervensi 99,32 ± 0,84. Data selengkapnya tentang rerata SpO2 berdasarkan pengukuran dijelaskan tabel dan diagram berikut. Tabel 3. 23 Deskripsi Saturasi Oksigen (Spo2) Pasien Pasca Cabg Berdasarkan Pengukuran Kelompok Supine Semifowler

Pengukuran (P) P1

Mean

P2 P3 P4 P5 P rerata P1 P2 P3 P4 P5 P rerata

Lateral 30o

Median

SD

Min

Max

100

100

0

100

100

99,80 100 100 100

100 100 100 100

0,45 0 0 0

99 100 100 100

100 100 100 100

99,96 99,20 99,20 99,60 99,20 99,40 99,32

100 100 100 100 100 100 99,60

0,10 1,10 1,10 0,90 1,10 0,90 0,84

100 98 98 98 98 98 98

100 100 100 100 100 100 100

Saturasi Oksigen (SpO2) 100,2 100 99,8 99,6 Supine 99,4

Lateral

99,2 99 98,8 1

2

3

4

5

6

Diagram 3. 13 Deskripsi Saturasi Oksigen Pasien Pasca CABG Berdasarkan Pengukuran

Universitas Indonesia Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014

80 Rerata central venous pressure (CVP) pada rerata pengukuran pasien kelompok komparasi adalah 8,60 ± 1,54, sedangkan rerata CVP pada rerata pengukuran pasien kelompok intervensi 9,24 ± 1,41. Data selengkapnya tentang rerata CVP berdasarkan pengukuran dijelaskan tabel dan diagram berikut. Tabel 3. 24 Deskripsi Central venous pressure (Cvp) Pasien Pasca Cabg Berdasarkan Pengukuran Kelompok Supine Semifowler

Pengukuran (P) P1

Mean

P2 P3 P4 P5 P rerata P1 P2 P3 P4 P5 P rerata

Lateral 30o

Median

SD

Min

Max

8,00

8

3,10

5

12

8,60 9,40

9 10

1,82 1,95

6 7

11 12

8,80 8,20 8,60 9,20 9,00 9,20 9,20 9,60 9,24

8 8 9,40 10 8 10 9 8 10

2,17 3,35 1,54 2,59 3,20 2,59 3,28 2,70 1,41

7 4 6 6 6 6 5 7 7

12 12 10 12 13 12 14 13 10

Central venous pressure (CVP 10,00 9,50 9,00 Supine

8,50

Lateral 8,00 7,50 7,00 1

2

3

4

5

6

Diagram 3. 14 Deskripsi Central venous pressure (Cvp) Pasien Pasca CABG Berdasarkan Pengukuran

Universitas Indonesia Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014

81 Rerata respirstory rate (RR) pada rerata pengukuran pasien kelompok komparasi adalah 14,56 ± 1,54, sedangkan rerata RR pada rerata pengukuran pasien kelompok intervensi 15,88 ± 3,43. Data selengkapnya tentang rerata RR berdasarkan pengukuran dijelaskan tabel dan diagram berikut. Tabel 3. 25 Deskripsi Respiratory rate (RR) Pasien Pasca Cabg Berdasarkan Pengukuran Kelompok Supine Semifowler

Pengukuran (P) P1

Mean

P2 P3 P4 P5 P rerata P1 P2 P3 P4 P5 P rerata

Lateral 30o

Median

SD

Min

Max

13,00

12

2,65

10

17

13,20 15,00

13 15

2,28 4,42

11 10

17 22

15,00 16,60 14,56 16,40 13,00 16,60 18,80 16,60 15,88

15 16 14,40 15 13 15 16 15 14,80

2,55 3,58 1,54 3,98 1,23 4,72 5,36 4,22 3,43

12 13 13 13 11 11 10 14 12

18 22 17 22 14 22 25 24 21

Respiratory rate 20 18 16 14 12 10

Supine

8

Lateral

6 4 2 0 1

2

3

4

5

6

Diagram 3. 15 Deskripsi Respiratory rate (RR) Pasien Pasca CABG Berdasarkan Pengukuran

Universitas Indonesia Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014

82 Rerata temperature pada rerata pengukuran pasien kelompok komparasi adalah 36,16 ± 1,21, sedangkan rerata temperature pada rerata pengukuran pasien kelompok intervensi 34,92 ± 0,70. Data selengkapnya tentang rerata temperature berdasarkan pengukuran dijelaskan tabel dan diagram berikut. Tabel 3. 26 Deskripsi Temperature (T) Pasien Pasca CABG Berdasarkan Pengukuran Kelompok Supine Semifowler

Pengukuran (P) P1

Mean

P2 P3 P4 P5 P rerata P1 P2 P3 P4 P5 P rerata

Lateral 30o

Median

SD

Min

Max

35,48

35,90

1,62

33,6

37,7

35,82 36,10

36,10 36,40

1,51 1,63

33,6 33,3

37,7 37,6

36,22 37,28 36,16 33,66 34,50 35,16 35,42 35,90 34,92

36,70 37,00 36,50 33,20 34,90 35,20 35,30 36,10 34,80

1,63 0,39 1,21 0,97 1,10 0,82 0,88 0,62 0,70

33,4 37 34,3 32,8 33,0 34 34,7 35 34,2

37,6 37,8 37,6 35,1 35,8 36,3 36,9 36,6 36,1

Temperature 38,0 37,0 36,0 35,0 Supine 34,0

Lateral

33,0 32,0 31,0 1

2

3

4

5

6

Diagram 3. 16 Deskripsi Temperature (T) Pasien Pasca CABG Berdasarkan Pengukuran  

Universitas Indonesia Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014

83 3.2.2.3 Perbedaan nilai Hemodinamik antara Posisi Lateral dengan Posisi Supine Hasil Perbedaan nilai hemodinamik kelompok posisi lateral dengan kelompok posisi supine adalah sebagai berikut. Nilai heart rate antara kelompok posisi supine dan posisi lateral sebagian besar pengukuran tidak ada perbedaan, hanya pada pengukuran HR1 dan HR2 terdapat perbedaan. Keterangan selengkapnya tercantum pada tabel berikut.

Tabel 3. 27 Perbedaan Heart Rate Pasien Pasca CABG kelompok Posisi Lateral dan Posisi Supine Variabel

kelompok

HR1

Komparasi Intervensi Komparasi Intervensi Komparasi Intervensi Komparasi Intervensi Komparasi Intervensi Komparasi Intervensi

HR2 HR3 HR4 HR5 HR_mean

N

Mean 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5

96.80 75.20 96.80 74.60 95.60 82.20 96.20 81.20 88.40 80.80 94.76 78.80

Mean Diff 21,6

p value 0,044

22,2

0,037

13,4

0,084

15

0,118

7,6

0,496

15,9

0,870

Nilai systolic blood pressure (SBP) antara kelompok posisi supine dan posisi lateral sebagian besar pengukuran tidak ada perbedaan, hanya pada SBP2 dan SBP5 terdapat perbedaan. Keterangan selengkapnya tercantum pada tabel berikut.

Tabel 3. 28 Perbedaan Systolic blood pressure Pasien Pasca CABG kelompok Posisi Lateral dan Posisi Supine Variabel

kelompok

Sys1

Komparasi Intervensi Komparasi Intervensi Komparasi Intervensi Komparasi Intervensi Komparasi Intervensi Komparasi Intervensi

Sys2 Sys3 Sys4 Sys5 Sys_mean

N

Mean 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5

130.40 134.00 122.20 147.80 120.40 142.00 125.60 137.00 119.80 145.00 123.68 141.16

Mean Diff -3,6

p value 0,845

-25,6

0,023

-21,6

0,208

-11,4

0,467

-25,2

0,035

-1752

0,131

Universitas Indonesia Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014

84 Nilai diastolic blood pressure (DBP) sebagian besar pengukuran tidak ada perbedaan, hanya pada DBP2 yang terdapat perbedaan. Keterangan selengkapnya tercantum pada tabel berikut.

Tabel 3. 29 Perbedaan Diastolic blood pressure Pasien Pasca CABG kelompok Posisi Lateral dan Posisi Supine Variabel

kelompok

Dias1

Komparasi Intervensi Komparasi Intervensi Komparasi Intervensi Komparasi Intervensi Komparasi Intervensi Komparasi Intervensi

Dias2 Dias3 Dias4 Dias5 Dias_mean

N

Mean 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5

63.40 76.00 62.20 77.00 62.80 74.60 63.80 71.20 59.60 73.40 62.36 74.44

Mean Diff -12,6

p value 0,146

-14,8

0,031

-11,8

0,240

-7,4

0,471

-13,8

0,077

-12,1

0,136

Nilai mean arterial pressure (MAP) antara kelompok posisi supine dan posisi lateral pada seluruh pengukuran tidak ada perbedaan. Keterangan selengkapnya tercantum pada tabel berikut.

Tabel 3. 30 Perbedaan MAP Pasien Pasca CABG Kelompok Posisi Lateral dan Posisi Supine Variabel

kelompok

MAP1

Komparasi Intervensi Komparasi Intervensi Komparasi Intervensi Komparasi Intervensi Komparasi Intervensi Komparasi Intervensi

MAP2 MAP3 MAP4 MAP5 MAP_mean

N

Mean 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5

85.40 93.20 81.60 101.40 83.40 94.20 85.60 92.60 77.60 94.00 82.72 95.08

Mean Diff -7,8

p value 0,510

-19,8

0,030

-10,8

0,447

-7

0,601

-16,4

0,079

-12,36

0,222

Universitas Indonesia Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014

85 Nilai saturasi oksigen (SpO2) antara kelompok posisi supine dan posisi lateral pada seluruh

pengukuran

tidak

menunjukkan

adanya

perbedaan.

Keterangan

selengkapnya tercantum pada tabel berikut.

Tabel 3. 31 Perbedaan SpO2 Pasien Pasca CABG Kelompok Posisi Lateral dan Posisi Supine Variabel

kelompok

Sat1

Komparasi Intervensi Komparasi Intervensi Komparasi Intervensi Komparasi Intervensi Komparasi Intervensi Komparasi Intervensi

Sat2 Sat3 Sat4 Sat5 Sat_mean

N

Mean 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5

100.00 99.20 99.80 99.20 100.00 99.60 100.00 99.20 100.00 99.40 99.96 99.32

Mean Diff 0,8

p value 0,141

0,6

0,290

0,4

0,347

0,8

0,141

0,6

0,172

0,64

0,13

Nilai central venous pressure (CVP) antara kelompok posisi supine dan posisi lateral pada seluruh pengukuran tidak ada perbedaan. Keterangan selengkapnya tercantum pada tabel berikut.

Tabel 3. 32 Perbedaan CVP Pasien Pasca CABG Kelompok Posisi Lateral dan Posisi Supine Variabel

kelompok

CVP1

Komparasi Intervensi Komparasi Intervensi Komparasi Intervensi Komparasi Intervensi Komparasi Intervensi Komparasi Intervensi

CVP2 CVP3 CVP4 CVP5 CVP_mean

N

Mean 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5

8.00 9.20 8.60 9.00 9.40 9.20 8.80 9.20 8.20 9.60 8.60 9.24

Mean Diff -1,2

p value 0,524

-0,4

0,819

0,2

0,894

-0,4

0,825

-1,4

0,487

-0,64

0,514

Universitas Indonesia Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014

86 Nilai resporatory rate (RR) antara kelompok posisi supine dan posisi lateral pada seluruh pengukuran tidak ada perbedaan. Keterangan selengkapnya tercantum pada tabel berikut.

Tabel 3. 33 Perbedaan RR Pasien Pasca CABG Kelompok Posisi Lateral dan Posisi Supine Variabel

kelompok

N

Mean

RR1

Komparasi Intervensi Komparasi Intervensi Komparasi Intervensi Komparasi Intervensi Komparasi Intervensi Komparasi Intervensi

5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5

13.00 16.40 13.20 13.00 15.00 16.60 15.00 16.80 16.60 16.60 14.56 15.88

RR2 RR3 RR4 RR5 RR_mean

Mean Diff -3,4

p value

0,2

0,867

-1,6

0,595

-1,8

0,517

0

1

-1,3

0,456

0,150

Nilai temperature (T) antara kelompok posisi supine dan posisi lateral sebagian besar pengukuran tidak ada perbedaan, hanya T5 yang terdapat perbedaan. Keterangan selengkapnya dijelaskan tabel berikut ini.

Tabel 3. 34 Perbedaan Temperature Pasien Pasca CABG Kelompok Posisi Lateral dan Posisi Supine Variabel

kelompok

Temp1

Komparasi Intervensi Komparasi Intervensi Komparasi Intervensi Komparasi Intervensi Komparasi Intervensi Komparasi Intervensi

Temp2 Temp3 Temp4 Temp5 Temp_mean

N

Mean 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5

35.480 33.660 35.820 34.500 36.060 35.160 36.220 35.420 37.280 35.900 36.160 34.920

Mean Diff 1,8

p value 0,064

1,3

0,153

0,9

0,301

0,8

0,363

1,3

0,003

1,2

0,083

Penyajian tabel perbedaan hemodinamik di atas, dapat disimpulkan bahwa nilai hemodinamik yang meliputi heart rate; systolic blood pressure; diastolic blood

Universitas Indonesia Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014

87 pressure; mean arterial pressure; central venous pressure; respiratory rate; dan temperature sebagian besar tidak menunjukkan perbedaan antara posisi supine dan posisi lateral pada pasien pasca CABG di unit perawatan intensive.

3.3 Proyek Inovasi Optimalisasi Asuhan Spiritual dalam Keperawatan 3.3.1 Metode Pelaksanaan Proyek Inovasi Optimalisasi Asuhan Spiritual dalam Keperawatan Klien dalam perspektif keperawatan merupakan individu, keluarga atau masyarakat yang memiliki masalah kesehatan dan membutuhkan bantuan untuk dapat memelihara, mempertahankan dan meningkatkan status kesehatannya dalam kondisi optimal (DeLaune & Ladner, 2002; Taylor et al., 2011). Klien sebagai seorang manusia memiliki beberapa peran dan fungsi seperti sebagai makhluk individu, makhluk sosial, dan makhluk Tuhan. Hakikat tersebut, maka keperawatan memandang manusia sebagai mahluk yang holistik yang terdiri atas aspek fisiologis, psikologis, sosiologis, kultural dan spiritual. Tidak terpenuhinya kebutuhan manusia pada salah satu diantara dimensi di atas akan menyebabkan ketidaksejahteraan atau keadaan tidak sehat. Kondisi tersebut dapat dipahami mengingat dimensi fisik, psikologis, sosial, spiritual, dan kultural merupakan satu kesatuan yang saling berhubungan (Draper, 2012). Tiap bagian dari individu tersebut tidaklah akan mencapai kesejahteraan tanpa keseluruhan bagian tersebut sejahtera. Kesadaran akan pemahaman tersebut melahirkan keyakinan dalam keperawatan bahwa pemberian asuhan keperawatan hendaknya bersifat holistik dan komprehensif, yang tidak hanya memenuhi kebutuhan fisik, psikologis, sosial, dan kultural tetapi juga kebutuhan spiritual klien. Sehingga, pada nantinya klien akan dapat merasakan kesejahteraan yang tidak hanya terfokus pada fisik maupun psikologis saja, tetapi juga kesejateraan dalam aspek spiritual. Kesejahteraan spiritual adalah suatu faktor yang terintegrasi dalam diri seorang individu secara keseluruhan, yang ditandai oleh makna dan harapan (Barnum, 2006). Spiritualitas memiliki dimensi yang luas dalam kehidupan seseorang sehingga dibutuhkan pemahaman

yang

baik

dari

seorang

perawat

sehingga

mereka

dapat

Universitas Indonesia Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014

88 mengaplikasikannya dalam pemberian asuhan keperawatan kepada klien (Carron & Cumbie, 2011). Pasien dengan masalah kesehatan kardiovaskular mengasumsikan bahwa dirinya mengalami situasi krisis yang sangat memberikan dampak terhadap dimensi psiko spiritualnya. Pengkajian keperawatan spiritual merupakan salah satu dimensi holistik dalam keperawanan yang sangat diperlukan untuk mengidentifikasi masalah kesehatan pasien yang selanjutnya akan dilakukan intervensi spiritual. Tujuan umum proyek inovasi optimalisasi asuhan keperawatan spiritual ini adalah untuk meningkatkan kualitas asuhan keperawatan holistik pada pasien dengan masalah kesehatan kardiovaskular di rumah sakit jantung dan pembuluh darah. Tujuan khusus proyek inovasi ini adalah: 1) Tersedianya format pengkajian spiritual dan rencana asuhan keperawatan spiritual guna melengkapi format pengkajian dan rencana asuhan keperawatan yang sudah diterapkan; 2) Meningkatnya pelaksanaan asuhan keperawatan spiritual pada pasien; 3) Meningkatnya kualitas pelayanan keperawatan di rumah sakit. Manfaat Inovasi penerapan format pengkajian spiritual dalam keperawatan ini adalah sebagai berikut: 1) Terwujudnya asuhan keperawatan secara holistik yang meliputi biopsikososio kultural spiritual sehingga akan menyelesaikan masalah kesehatan klien secara paripurna; 2) Terwujudnya kepuasan klien selama memperoleh asuhan keperawatan oleh perawat; 3) Meningkatnya kualitas pelayanan keperawatan di rumah sakit sehingga akan berpotensi meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan secara umum di rumah sakit. Sasaran kegiatan ini adalah seluruh perawat di instalasi rawat inap Rumah Sakit Jantung Dan Pembuluh Darah Harapan Kita. Waktu pelaksanaan kegiatan proyek inovasi ini dijadwalkan bulan April s.d Mei 2014 bertempat di unit perawatan ICVCU, IW Medikal, IW Bedah, dan Gedung Perawatan. Tahapan kegiatan ini proyek inovasi ini meliputi: 1) persiapan penyusunan proposal inovasi dan sosialisasi kegiatan inovasi kepada pihak-pihak terkait; 2) pelaksanaan kegiatan inovasi terdiri: pelatihan dan pendampingan klinik; 3) evaluasi. Uraian pelaksanaan

Universitas Indonesia Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014

89 proyek inovasi optimalisasi asuhan spiritual dalam keperawatan dijelaskan pada tabel berikut. Tabel 3. 35 Uraian Pelaksanaan Kegiatan Inovasi Waktu

Kegiatan

Februari s.d April 2014 28 April 2014

Penyusunan proposal Sosialisasi rencana inovasi/Presentasi

29 April 2014

29 April s.d 2 Mei 2014 7 Mei 2014

Sasaran

Media Sumber Pustaka

Penanggungjawab Asyrofi, Safri & Wati Asyrofi, Safri, Wati (Tim Kardiovaskuler)

- Supervisor utama - Supervisor - Supervisor klinik - Diklat - Komite - Ka. Instalasi - Ka. Unit - Ners Leader - Ners pelaksana

Handout LCD Laptop Instrumen (Form pengkajian,diagnosa, NIC NOC) Proposal

Pelatihan penerapan form pengkajian spiritual

Perawat ruangan

Asyrofi, Safri & Wati

Pendampingan implementasi format pengkajian spiritual Evaluasi penerapan inovasi

Perawat ruangan

Handout LCD, Laptop Instrumen (Form pengkajian,diagnosa, NIC NOC) Proposal Instrumen (Form pengkajian,diagnosa, NIC NOC) Lembar observasi Kuisioner

Asyrofi, Safri & Wati

Perawat ruangan

Asyrofi, Safri & Wati

Evaluasi keberhasilan proyek inovasi tersebut dilakukan dengan implementasi penerapan format pengkajian spiritual di unit perawatan terkait dengan menggunakan instrumen evaluasi: lembar observasi dan kuesioner. Pengorganisasian proyek inovasi ini adalah sebagai berikut: Pelindung

: Dekan FIK UI

Supervisor Utama

: Prof. Dra. Elly Nurachmah, S.Kp.,M.App.Sc.,DNSc.,RN.

Supervisor

: Tuti Herawati, S.Kp.,MN.

Supervisor Klinik

: Dr. Rita Sekarsari, S.Kp.,MHSM.,Sp.KV.

Anggota

: 1. Ahmad Asyrofi, Ns.,M.Kep 2. Safri, Ns.,M.Kep 3. Wati Jumaiyah, Ns.,M.Kep.

Universitas Indonesia Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014

90

3.3.2

Hasil Proyek Keperawatan

Inovasi

Optimalisasi

Asuhan

Spiritual

dalam

Proyek Inovasi asuhan spiritual telah diimplementasikan mulai April sampai dengan Mei 2014 di unit Intensive Cardiovascular Care Unit (ICVCU). Pelaksanaan proyek inovasi asuhan spiritual ini diawali dengan persiapan yang terdiri dari menyusun proposal kemudian pengorganisasian, pengadaan material inovasi berupa menyusun format pengkajian spiritual, diagnosa keperawatan spiritual, dan format hasil dan intervensi keperawatan spiritual. Kegiatan berikutnya adalah melakukan sosialisasi proyek inovasi ini kepada pihak terkait yang melibatkan: kepala bidang keperawatan, komite keperawatan, kepala instalasi, kepala unit, leader, dan perawat di unit terkait. Sosialisai dilaksanakan dengan metode presentasi proposal dan diskusi tentang kegiatan inovasi. Presentasi ini dilaksanakan di tingkat rumah sakit dan di tingkat unit terkait. Kegiatan selanjutnya adalah simulasi penerapan format pengkajian spiritual dan format diagnosa, hasil dan rencana intervensi bersama dengan perawat yang ada di unit terkait serta mendiskusikan tentang kelemahan dan kekuatan format tersebut. Setelah format tersebut disepakati bersama, kemudian dilanjutkan dengan implementasi asuhan spiritual dengan penerapan format yang telah disusun tersebut. Pelaksanaan asuhan spiritual dengan menggunakan format spiritual tersebut diterapkan pada pasien dengan kriteria memiliki kesadaran composmentis dan mampu berkomunikasi verbal. Sejumlah sembilan pasien dengan kriteria tersebut diatas dilakukan asuhan spiritual dengan pendekatan motodologi keperawatan yang diawali pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi dan evaluasi secara sistematis, siklik, dan dinamis dengan tujuan pemenuhan kebutuhan spiritual pasien.

Universitas Indonesia Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014

91 Kegiatan lain guna mendukung proyek inovasi ini dilakukan pengukuran sikap dan praktik perawat dalam pelaksanaan asuhan spiritual dengan menggunakan instrumen kuesioner. Hasil pengukuran sikap dan praktik perawat terkait asuhan spiritual adalah sebagai berikut. Sikap perawat dalam asuhan spiritual oleh di unit ICVCU menunjukkan sebagian besar adalah baik yaitu 64,3% dari tiga kategori (baik, cukup, kurang). Sebagian kecil yaitu 35,7% perawat memiliki sikap yang cukup dalam asuhan spiritual di unit perawatan intensif. Tidak satupun perawat yang memiliki sikap kurang baik dalam asuhan spiritual. Keterangan selengkapnya seperti pada tabel berikut. Tabel 3. 36 Sikap Perawat dalam Asuhan Spiritual Sikap dalam asuhan Spiritual Cukup Baik Total

Frekuensi 15 27 42

Persentase 35.7 64.3 100.0

Praktik asuhan spiritual oleh perawat di unit ICVCU menunjukkan sebagian besar adalah cukup yaitu 66,7% dari tiga kategori (baik, cukup, kurang). Sebagian kecil praktik asuhan spiritual perawat adalah baik yaitu 33,3%. Tidak satupun perawat di unit perawatan intensif melakukan praktik yang kurang baik dalam asuhan spiritual. Keterangan selengkapnya seperti pada tabel berikut. Tabel 3. 37 Praktik Perawat dalam Asuhan Spiritual Praktik asuhan Spiritual Cukup Baik Total

Frekuensi 16 8 24

Persentase 66.7 33.3 100.0

Asuhan spiritual adalah bagian dari asuhan keperawatan secara komprehensif yang memandang manusia sebagai mahluk holistik (bio psiko sosio kultural spiritual) yang tidak dapat dipisah-pisahkan. Asuhan spiritual dalam keperawatan dilaksanakan dengan mengkaji segala kebutuhan spiritual pasien yang meliputi: dimensi ketuhanan; sumber harapan dan kekuatan; praktik ritual keagamaan; hubungan keyakinan spiritual dan kesehatan; makna dan tujuan; cinta hubungan

Universitas Indonesia Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014

92 dan harga diri, takut dan kecemasan; dan kemarahan. Asuhan spiritual dalam keperawatan pada pasien dengan kondisi kritis di unit perawatan intensif sangat mendukung stabilitas psikospiritual pasien. Deskripsi hasil asuhan spiritual pada 10 pasien telah ditegakkan dianosa keperawatan meliputi: distres spiritual; hambatan religiositas; risiko distres spiritual; risiko hambatan religiositas; kesiapan meningkatkan religiositas. Deskripsi intervensi keperawatan yang telah diimplementasikan pada 10 pasien meliputi: dukungan emosi; dukungan spiritual; fasilitasi perkembangan spiritual; peningkatan ritual keagamaan dan dukungan spiritual. Pelaksaan asuhan spiritual kepada pasien yang membutuhkan perawatan intensive kardiovaskular diperoleh saran dan masukan dari pasien sebagai berikut: ada adzan atau peringatan lain untuk mengingatkan waktu sholat; disediakannnya Al-qur’an atau yang lebih prakatis: radio RS yang mengumandangkan murotal/tausyiah; MP3 murotal; ada petugas pemmbina rohani yang datang rutin; ada perawat/petugas rohani yang menyiapkan secara spiritual ketika pasien akan operasi; perawat mengingatkan/membantu ketika waktunya sholat.

Universitas Indonesia Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014

BAB 4 PEMBAHASAN

4.1 Pengelolaan Asuhan Keperawatan Bab ini membahas hasil pelaksanaan asuhan keperawatan pada pasien kelolaan utama dan ke-30 pasien kelolaan lainnya dengan menerapkan model konservasi Levine dan pendekatan metodologi keperawatan. 4.1.1

Pengelolaan Pasien Utama

Pengelolaan kasus utama pada Tn Dj.A. diruang ICVCU selama lima hari dengan menerapkan model konservasi Levine dan menggunakan pendekatan metodologi keperawatan (nursing process) yang meliputi tahapan assesment, nursing diagnoses, planning, implementation, dan evaluation (Ackley & Ladwig, 2011; Ackley et al., 2008; Alligood & Tomey, 2010; Taylor et al., 2011). 4.1.1.1 Pengkajian Pasien Kelolaan Utama Pengkajian keperawatan dilakukan dengan menerapkan kerangka model konservasi Myra Estrin Levine yang meliputi 4 (empat) prinsip konservasi yaitu konservasi energi, konservasi intgritas struktur, konservasi interitas personal, dan konsevasi integritas sosial (Alligood, 2014; Fawcett, 2005; Parker & Smith, 2010). Pengkajian konservasi

energi

pada

Tn

DJ.A.

diperoleh

data

ketidakmampuan

mempertahankan/melestarikan energi yang dimanifestasikan dengan kelamahan, sesak napas, tanda vital yang tidak stabil, hemodinamik tidak stabil, menampakkan performa yang lemah karena telah mengalami nyeri dada akibat ischemia miocardial dan sesak napas akibat acute heart failure. Pasien dengan masalah myocardial infarction terjadi kerusakan myocardial yang tentunya akan berdampak terhadap kemampuan kontraktilitas myocardial yang memburuk. Hal ini dapat menimbulkan penurunan cardiac output yang akan menimbulkan dampak tidak adekuatnya suplai oksigen ke seluruh tubuh, sehingga akan menghasilkan metabolisme yang minim energi. Kondisi terdapatnya myocardial infaction dan heart failure ini akan menimbulkan kegagalan konservasi energi yang akan dimanifestasikan dengan kelemahan dan tidak toleran terhadap aktifitas (Alligood, 2014; Alligood & Tomey, 2010; Moser & Riegel, 2008; Price 93

Universitas Indonesia

Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014

94 & Wilson, 2006). Kondisi ini selaras hasil penelitian Wilson and McMillan (2013), bahwa 70% pasien heart failure mengalami kekurangan energi. Hasil penelitian Asyrofi (2013) menunjukkan temuan yang serupa bahwa pasien heart failure 38,6% manajemen energinya kurang baik. Pengkajian konservasi integritas struktur diperoleh data kelainan ECG akibat myocardial infarction with ST elevation, nyeri dada, terjadinya acute heart failure, acute kidney injury, dan riwayat cerebrovascular disease pada tahun 2012 menunjukkan terjadinya kerusakan pada integritas strukur organ tubuh pasien yang tidak dapat dipertahankan. Integritas struktur jaringan/organ tubuh yang tidak dapat dipertahankan akan menimbulkan tidak tercapainya wholeness. Integritas struktur jantung, paru, vaskular, ginjal, darah, dan cairan, yang terganggu tentu dapat menimbulkan terganggunya konservasi energi yang merupakan sumber biologis vital untuk mempertahankan kehidupan (Bonow et al., 2012; Jeremias & Brown, 2010; Moser & Riegel, 2008; Theroux, 2011). Integritas personal dan integritas sosial yang merupakan konservasi lanjut pada model konservasi Levine juga akan terancam untuk tidak terjadi unwholeness (ketidakutuhan). Pasien mengalami tanda dan gejala ansietas yang merupakan dampak dari ancaman status kesehatan karena penyakit jantung. Pasien dengan penyakit jantung sering mengalami ansietas dan depresi pada awal ditegakkan diagnosisnya (Cully, Johnson, Moffett, Khan, & Deswal, 2009). Kondisi ansietas yang tidak terkelola dengan baik akan semakin memperburuk kapasitas fungsional tubuh (Stacy Ann Eisenberg, 2010; Stacy A. Eisenberg, Shen, Schwarz, & Mallon, 2012). Energi dan struktur yang terganggu atau mengalami kerusakan akan mempengaruhi pertahanan keutuhan aspek yang lain yaitu integritas personal dan sosial (Alligood, 2010, 2014; Parker & Smith, 2010). Integritas personal klien menunjukkan emosi yang stressfull (cemas, sedih, takut) merupakan situasi yang lazim terjadi pada pasien yang mengalami status kesehatan anfaal atau memburuk (Stacy A. Eisenberg et al., 2012). Dimensi psikologis pasien adalah sesuatu yang tidak dapat dipisahkan dengan status biofisiologis, dengan demikian kondisi biologis yang terancam akan berpotensi menimbulkan stress psikologis (Taylor et al., 2011). Selaras dengan hasil penelitian Asyrofi (2013), Universitas Indonesia

Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014

95 bahwa pasien heart failure sebanyak 20,5% mengalami ansietas dan sebanyak 11,4% mengalami depresi. Integritas sosial pasien menunjukkan hambatan dalam menjalankan peran sebagai kepala keluarga dan anggota masyarakat. Peran sebagai kepala keluarga tentu mengalami gangguan akibat kondisi energi yang menurun, integritas struktur yang terganggu,

dan

integritas

personal

yang

bermasalah.

Situasi

demikian

memunculkan ketidakseimbangan dalam peran sosial pasien. Penerapaan model konservasi levine pada pasien dengan gangguan sistem kardiovaskuler dapat mengidentifikasi fenomena kebutuhan pasien yang holistik. Aspek bio-psiko-sosio-kultural-spiritual dapat teridentifikasi pada keempat aspek konservasi. Hasil pengkajian dengan penerapan model konservasi ini dapat dilanjutkan dengan menarik trophicognosis atau bisa disebut juga diagnosa keperawatan yang merupakan pernyataan status kesehatan dan kebutuhan pasien yang holistik (Parker & Smith, 2010). 4.1.1.2 Diagnosa Keperawatan Kasus Kelolaan Utama Tropicognosis atau dapat disebut diagnosa keperawatan merupakan fase kedua proses keperawatan menurut Levine yang perlu dirumuskan (Fawcett, 2005; Parker & Smith, 2010). Diagnosa Keperawatan yang telah dirumuskan dari sumber data hasil pengkajian terdapat lima diagnosa keperawatan meliputi: penurunan curah jantung; gangguan pertukaran gas; kelebihan volume cairan; intoleransi aktifitas; dan ansietas. Diagnosa keperawatan tersebut perlu diidentifikasi sebagai landasan dalam merencanakan asuhan keperawatan untuk mencapai hasil asuhan yang diharapkan yaitu terpenuhi empat konservasi (Parker & Smith, 2010; Taylor et al., 2011). Penurunan curah jantung sebagai akibat penurunan kontraktilitas merupakan dampak dari kerusakan miocardial akibat obstruksi aliran koroner. Penurunan curah jantung adalah ketidakadekuatan darah yang dipompa oleh jantung untuk memenuhi kebutuhan metabolik tubuh (Herdman, 2012). Kondisi ini dapat mengancam integritas struktur jantung yang dampak akhirnya akan menurunkan cardiac output yang akan menurunkan suplai oksigen ke jaringan sehingga akan Universitas Indonesia

Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014

96 menghasilkan metabolisme anaerob (Moser & Riegel, 2008; Price & Wilson, 2006; Theroux, 2011). Metabolisme anaerob akan menghasilkan sumber energi yang minimal sehingga akan menghambat segala fungsi dan aktifitas kehidupan pasien (Price & Wilson, 2006). Gangguan pertukaran gas terjadi oleh karena perubahan membran kapiler alveolar akibat akumulasi cairan pada vaskular paru sekunder karena heart failure. Gangguan pertukaran gas adalah kelebihan atau defisit pada oksigenasi dan/atau eliminasi karbon dioksida pada membran kapiler alveolar (Herdman, 2012). Pertukaran gas membutuhkan syarat keseimbangan antara ventilasi dan perfusi serta normalitas membran kapiler alveolar. Kondisi heart failure menimbulkan perfusi paru yang tidak adekuat ditambah kondisi membran kapiler alveolar yang tidak mendukung difusi pertukaran gas. Kondisi ketidakseimbangan ventilasi perfusi, maka akan terjadi gangguan pertukaran gas. Gangguan pertukaran gas akan semakin memperburuk status oksigenasi sel dan jaringan yang akhirnya akan mencetuskan metabolisme anaerab sehingga menimbulkan kelemahan dan intoleransi aktifitas. Kelebihan volume cairan merupakan kondisi yang semakin tidak menguntungkan pasien. Kelebihan cairan adalah peningkatan retensi cairan isotonic (Herdman, 2012). Kondisi acute kidney injury (AKI) dan heart failure akan memperburuk status hidrasi pasien dan mengakibatkan retensi cairan dalam tubuh yang akan semakin memperberat preload. Diagnosa ini ditegakkan dan membutuhkan penatalaksanaan untuk dapat saling berkontribusi mempertahankan integritas struktur jantung sehingga akan meningkatkan kontraktilitas myocardial. Intoleransi

aktifitas

dimanifestasikan

dengan

kelemahan

pasien

akibat

ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen. Intoleransi aktifitas adalah ketidakcukupan energi psikologis atau fisiologis untuk melanjukan dan menyelesaikan aktifitas kehidupan sehari-hari yang perlu dilakukan (Herdman, 2012). Integritas struktur jantung yang terganggu karena myocardial infarction dan heart failure menjadikan penurunan cardiac output yang berdampak pada kurangnya suplai oksigen jaringan dan seluler sehingga mengakibatkan metabolisme tidak optimal yang akan menghasilkan kekurangan energi. Temuan Universitas Indonesia

Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014

97 diagnosa keperawatan ini sesuai dengan hasil penelitian Wilson and McMillan (2013), bahwa 70% pasien heart failure mengalami kekurangan energi. Pasien heart failure sebanyak 38,6% menunjukkan manajemen energi yang kurang baik (Asyrofi, 2013). Ansietas merupakan wujud dari ketidakampuan mempertahankan integritas personal akibat terganggunya integritas struktur yaitu penyakit jantung. Ancaman status biofisiologis akan menimbulkan distress yang berat bagi pasien. Ansietas merupakan perasaan tidak nyaman atau kekhawatiran yang samar disertai respon autonom (sumber seringkali tidak spesifik atau tidak diketahui oleh individu); perasaan takut yang disebabkan oleh antisipasi terhadap bahaya. Hal ini merupakan isyarat kewaspadaan yang memperingatkan individu akan adanya bahaya dan memampukan individu untuk bertindak menghadapi ancaman (Ackley & Ladwig, 2011; Herdman, 2012; Ladwig & Ackley, 2008). Pasien gangguan kardiovaskular mengalami ansietas berhubungan dengan: perubahan status kesehatan; stres; ancaman kematian; ancaman status kesehatan; ancaman konsep diri; ancaman status peran; dan kebutuhan yang tidak dipenuhi (Ackley & Ladwig, 2011; Herdman, 2012; Ladwig & Ackley, 2008). Manifestasi ansietas ditunjukkan dengan: gelisah; mengekspresikan kekhawatiran; agitasi; tampak waspada; ketakutan; perasaan tidak adekuat; gugup; wajah tegang; tremor tangan; ragu; bingung; dan berdebar-debar (Ackley & Ladwig, 2011; Herdman, 2012; Ladwig & Ackley, 2008). Pasien dengan penyakit jantung akan cenderung mengalami ansietas. Selaras hasil penelitian Asyrofi (2013), bahwa pasien heart failure 20,5% mengalami ansietas. 4.1.1.3 Perencanaan dan Implementasi Kasus Kelolaan Utama Perencanan keperawatan dimulai dari memprioritaskan diagnosa keperawatan, merencanakan tujuan dan hasil kemudian merencanakan intervensi yang tepat dengan penerapan model konservasi untuk mencapai keutuhan (wholeness). Hasil berdasarkan nursing outcomes classification (NOC) yang direncanakan pada diagnosa penurunan curah jantung adalah: Cardiac pump effectivenes; circulation status; cardiopulmonary status, dan menunjukkan curah jantung yang adekuat Universitas Indonesia

Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014

98 dibuktikan: efektifitas pompa jantung, status sirkulasi, perfusi jaringan dan status tanda vital yang adekuat. Intervensi yang dirancanakan merujuk nursing intervention classification (NIC) adalah cardiac care dan dysrhytmia management dengan segala aktifitas keperawatan untuk memenuhi kebutuhan tersebut (Bulechek, Butcher, & Dochterman, 2013; Moser & Riegel, 2008; Wood, Froelicher, Motzer, & Bridges, 2010). Cardiac

care

adalah

pembatasan

komplikasi

yang

dihasilkan

dari

ketidakseimbangan antara suplai oksigen dan kebutuhan pada dengan gejala gangguan fungsi jantung (Bulechek et al., 2013). Dysrhytmia management adalah mencegah mengenali kembali dan memfasilitasi pengobatan aritmia yang abnormal (Bulechek et al., 2013). Tindakan keperawatan dilakukan untuk memenuhi konservasi integritas struktur dan energi pada pasien sehingga dapat mempertahankan fungsi-fungsi kehidupan. Diagnosa kerusakan pertukaran gas direncanakan hasil respiratory status gas exchange (NOC) dengan intervensi acid-base management (NIC); oxygen therapy (NIC); dan respiratory monitoring (NIC). Acid-base management adalah mempromosikan keseimbangan asam basa pencegahan komplikasi yang dihasilkan dari ketidakseimbangan asam-basa. (Bulechek et al., 2013; Moser & Riegel, 2008; Wood et al., 2010). Oxygen therapy adalah pengelolaan dan memantau keefektifan terapi

oksigen

(Bulechek

et

al.,

2013).

Intervensi

keperawatan

yang

diimplementasikan bertujuan untuk memenuhi konservasi integritas struktur dan energi. Diagnosa kelebihan volume cairan hasil yang direncanakan adalah: fluid balance (NOC) dengan mengimplementasikan fluid/electrolit management (NIC); hypervolemia management (NIC); fluid monitoring (NIC); hemodynamic regulation (NIC) (Bulechek et al., 2013; Moser & Riegel, 2008; Wood et al., 2010). Fluid/electrolit management adalah pengaturan dan pencegahan komplikasi dari perubahan kadar cairan dan elektrolit (Bulechek et al., 2013). Hypervolemia management adalah penurunan volume cairan di intraseluler dan ekstraseluler dan pencegahan komplikasi pada pasien yang terjadi overload cairan (Bulechek et al., 2013). Hemodynamic regulation adalah pengoptimalan heart rate, preload, Universitas Indonesia

Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014

99 afterload, dan kontraktilitas (Bulechek et al., 2013). Intervensi keperawatan yang diimplementasikan bertujuan untuk memenuhi konservasi integritas struktur dan energi. Diagnosa keperawatan intoleran aktifitas direncanakan hasil untuk menunjukkan peningkatan toleransi terhadap aktifitas dan ketahanan (NOC: activity tolerance; endurance). Intervensi yang dilakukan yaitu energy management (Bulechek et al., 2013; Moser & Riegel, 2008; Wood et al., 2010). Intervensi energy management adalah pengaturan penggunaan energi untuk mengobati dan mencegah keletihan dan mengoptimalkan fungsi (Bulechek et al., 2013). Tindakan keperawatan dilakukan

untuk

memenuhi

konservasi

energi

pasien

sehingga

dapat

mempertahankan aktifitas hidup sehari-hari. Diagnosa keperawatan ansietas merencanakan hasil klien menunjukkan penurunan ansietas,

pengendalian terhadap ansietas (NOC: anxiety level)

dengan

mengimplementasikan intervensi anxiety reduction (NIC); calming technique (NIC); emotional suppot (NIC); relaxation therapy (NIC) (Bulechek et al., 2013; Moser & Riegel, 2008; Wood et al., 2010). Anxiety reduction adalah meminimalkan yang berhubungan dengan ketakutan, firasat, atau kegelisahan dari sumber bahaya yang tidak teridentifikasi (Bulechek et al., 2013). Calming technique adalah penurunan ansietas pada pasien yang mengalami distres akut (Bulechek et al., 2013). Emotional suppot adalah penyediaan jaminan penerimaan dan dorongan selama masa stres (Bulechek et al., 2013). Relaxation therapy adalah menggunakan teknik untuk mendorong dan menimbulkan relaksasi untuk tujuan menurunkan tanda-gejala seperti nyeri, ketegangan otot, dan kecemasan yang tidak diinginkan (Bulechek et al., 2013). Intervensi keperawatan yang diimplementasikan bertujuan untuk memenuhi konservasi integritas personal. 4.1.1.4 Evaluasi Kasus Kelolaan Utama Evaluasi keperawatan diperlukan untuk menilai hasil asuhan yang telah dilakukan. Hasil asuhan keperawatan yang telah dilaksanakan selama lima hari dengan penerapan model konservasi Levine adalah sebagai berikut. Diagnosa penurunan curah jantung mengalami peningkatan setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 5 hari dengan ditandai systolic blood pressure, diastolic blood pressure, Universitas Indonesia

Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014

100 mean arterial pressure dalam rentang normal. Pencapaian hasil pada diagnosa penurunan curah jantung memberikan kontribusi pada pencapaian konservasi energi dan konservasi integritas struktur. Diagnosa kerusakan pertukaran gas mengalami perbaikan setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 5 hari dengan ditandai dengan RR 20 kali/menit, pola napas reguler, tidak ditemukan bunyi napas tambahan, dan nilai-nilai GDA dalam rentang normal. Pencapaian hasil pada diagnosa kerusakan pertukaran gas memberikan kontribusi pada pencapaian konservasi energi dan konservasi integritas struktur. Diagnosa kelebihan volume cairan dapat diatasi dengan ditandai balance cairan normal (0), tidak ditemukan edema ekstremitas, tidak ditemukan bunyi napas tambahan paru crackles. Pencapaian hasil pada diagnosa kelebihan volume cairan memberikan kontribusi pada pencapaian konservasi energi dan konservasi integritas struktur. Diagnosa intoleransi aktifitas menunjukkan hasil peningkatan toleransi aktifitas ditandai: saturasi oksigen saat aktifitas 100%; frekuensi nadi saat aktifitas 92/menit; frekuensi pernapasan saat aktifitas 22/menit; bernapas mudah saat aktifitas; temuan elektrokardiogram saat aktifitas; warna kulit tidak pucat. Pencapaian hasil pada diagnosa intoleransi aktifitas memberikan kontribusi pada pencapaian konservasi energi. Diagnosa ansietas mengalami penurunan ansietas yang ditandai dengan tampak lebih rileks, tidak tegang, HR stabil. Pencapaian diagnosa ansietas memberikan kontribusi pada pencapaian konservasi energi. 4.1.2

Pengelolaan Asuhan pada Ke-30 pasien

4.1.2.1 Pengkajian pada ke-30 Pasien Kelolaan Pengelolaan 30 kasus lainnya selain kasus utama dengan menerapkan model konservasi Levine dan menggunakan pendekatan metodologi keperawatan (nursing process) yang meliputi tahapan assesment, nursing diagnoses, planning, implementation, dan evaluation. Pengkajian keperawatan dilakukan dengan menerapkan kerangka model konservasi Myra Estrin Levine yang meliputi 4 (empat) konservasi yaitu konservasi energi, konservasi intgritas struktur, konservasi interitas personal, dan konsevasi integritas Universitas Indonesia

Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014

101 sosial. Pengkajian konservasi energi pada 30 kasus kelolaan diperoleh data ketidakmampuan

mempertahankan

energi

yang

dimanifestasikan

dengan

kelamahan, nyeri, sesak napas, tanda vital yang tidak stabil, hemodinamik tidak stabil, menampakkan performa yang lemah karena telah mengalami nyeri dada akibat ischemia miocardial. Pengkajian konservasi integritas struktur diperoleh data myocardial infarction, heart failure, penyakit katup, penyakit vaskular, coronary artery disease (CAD), pasca CABG, pasca bedah katup, aneurisma aorta, diseksi aorta, dan acute limb ischemic. Integritas struktur jaringan/organ tubuh yang terganggu akan menimbulkan terganggunya wholeness (keutuhan). Integritas struktur jantung, paru, vaskular, ginjal, darah, dan cairan, yang terganggu tentu dapat menimbulkan terganggunya konservasi energi yang merupakan sumber biologis vital untuk mempertahankan kehidupan. Integritas personal dan integritas sosial yang merupakan konservasi lanjut pada model konservasi Levine juga akan terancam untuk tidak terjadi ketidakutuhan (unwholeness). Energi dan struktur yang terganggu atau mengalami kerusakan akan mempengaruhi pertahanan keutuhan aspek yang lain yaitu integritas personal dan sosial. Intgritas personal klien menunjukkan emosi yang stressfull (cemas, sedih, takut) merupakan situasi yang lazim terjadi pada pasien yang mengalami status kesehatan anfaal atau memburuk. Dimensi psikologis pasien adalah sesuatu yang tidak dapat dipisahkan dengan status biofisiologis, dengan demikian kondisi biologis yang terancam akan berpotensi menimbulkan stress psikologis. Integritas sosial pasien menunjukkan hambatan dalam menjalankan peran sebagai kepala keluarga dan anggota masyarakat. Peran sebagai kepala keluarga tentu mengalami gangguan akibat kondisi energi yang menurun, integritas struktur yang terganggu, dan integritas personal yang bermasalah. Penerapaan model konservasi levine pada pasien dengan gangguan sistem kardiovaskuler dapat mengidentifikasi fenomena kebutuhan pasien yang holistik. Aspek bio-psiko-sosio-kultural-spiritual dapat teridentifikasi pada keempat aspek konservasi. Hasil pengkajian dengan penerapan model konservasi ini dapat Universitas Indonesia

Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014

102 dilanjutkan dengan menarik hipokarya ilmiah akhir atau trophicognosis atau bisa disebut juga diagnosa keperawatan yang merupakan pernyataan status kesehatan dan kebutuhan pasien yang holistik. 4.1.2.2 Diagnosa Keperawatan pada ke-30 Pasien Kelolaan Diagnosa keperawatan merupakan fase kedua proses keperawatan yang perlu ditagakkan. Diagnosa Keperawatan yang telah dirumuskan dari sumber data hasil pengkajian sesuai dengan frekuensi terbanyak adalah sebagai berikut: 1) penurunan curah jantung; 2) intoleransi aktifitas; 3) bersihan jalan napas tidak efektif; 4) nyeri; 5) ansietas; 6) risiko perdarahan; 7) gangguan pertukaran gas; 8) ketidakefektifan ventilasi spontan; 9) hambatan religiositas; 10) kesiapan meningkatkan religiositas; 11) hambatan mobilitas fisik; 12) konstipasi; 13) risiko intoleransi aktifitas; 14) kesiapan meningkatkan manajemen kesehatan diri. Diagnosa keperawatan tersebut perlu diidentifikasi sebagai landasan dalam merencanakan asuhan keperawatan untuk mencapai hasil asuhan yang diharapkan yaitu terpenuhi empat konservasi (Ackley & Ladwig, 2011; Black & Hawks, 2009). Penurunan curah jantung disebabkan penurunan kontraktilitas merupakan akibat dari kerusakan miocardial akibat obstruksi aliran koroner. Penurunan curah jantung adalah ketidakadekuatan darah yang dipompa oleh jantung untuk memenuhi kebutuhan metabolik tubuh (Herdman, 2012). Kondisi ini dapat mengancam integritas struktur jantung yang dampak akhirnya akan menurunkan cardiac output yang akan menurunkan suplai oksigen ke jaringan sehingga akan menghasilkan metabolisme anaerob (Moser & Riegel, 2008; Price & Wilson, 2006; Theroux, 2011). Metabolisme anaerob akan menghasilkan sumber energi yang minimal sehingga akan menghambat segala fungsi dan aktifitas kehidupan pasien (Price & Wilson, 2006). Intoleransi

aktifitas

dimanifestasikan

dengan

kelemahan

pasien

akibat

ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen. Intoleransi aktifitas adalah ketidakcukupan energi psikologis atau fisiologis untuk melanjukan dan menyelesaikan aktifitas kehidupan sehari-hari yang perlu dilakukan (Herdman, 2012). Integritas struktur jantung yang terganggu karena myocardial infarction dan heart failure menjadikan penurunan cardiac output yang berdampak pada Universitas Indonesia

Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014

103 kurangnya suplai oksigen jaringan dan seluler sehingga mengakibatkan metabolisme tidak optimal yang akan menghasilkan kekurangan energi. Temuan diagnosa keperawatan ini sesuai dengan hasil penelitian Wilson and McMillan (2013), bahwa 70% pasien heart failure mengalami kekurangan energi. Pasien heart failure sebanyak 38,6% menunjukkan manajemen energi yang kurang baik (Asyrofi, 2013). Bersihan jalan nafas tidak efektif adalah ketidakmampuan untuk membersihkan sekresi atau obstruksi saluran pernapasan guna mempertahankan jalan napas yang bersih (Ackley & Ladwig, 2011; Herdman, 2012; Ladwig & Ackley, 2008). Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan: 1) infeksi; 2) disfungsi neuromuscular; 3) hyperplasia dinding bronkus; 4) alergi jalan nafas; 5) asma; 6) trauma; 7) Obstruksi jalan nafas; 8) spasme jalan nafas; 9) sekresi tertahan; 10) penumpukan sekret; 11) adanya benda asing di jalan nafas; 12) adanya jalan nafas buatan; 13) sekresi bronkus; 14) adanya eksudat di alveolus (Ackley & Ladwig, 2011; Herdman, 2012; Ladwig & Ackley, 2008). Nyeri adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan yang muncul akibat kerusakan jaringan yang aktual atau potensial atau digambarkan dalam hal kerusakan sedemikian rupa; awitan yang tiba-tiba atau lambat dari intensitas ringan hingga berat dengan akhir yang dapat diantisipasi atau diprediksi dan berlangsung kurang dari 6 bulan (Ackley & Ladwig, 2011; Herdman, 2012; Ladwig & Ackley, 2008). Nyeri berhubungan dengan agen cedera biologis, fisik, psikologis, dan zat kimia. Agen cedera biologis dapat berupa: ischemia; injury; infark; inflamasi; infeksi; luka; trauma jaringan; dan pembedahan. Agen cedera fisik dapat berbentuk: paparan panas; listrik; dingin; dan trauma atau benturan. Nyeri yang terjadi pada pasien gangguan kardiovaskular ini terkait dengan agen cedera biologis termasuk: ischemia, injury, infark miokardium, trauma pembedahan CABG, dan pembedahan katup. Batasan karakteristik nyeri adalah sebagai berikut: perubahan tekanan darah; perubahan frekuensi jantung; perubahan frekuensi pernapasan; diaforesis; gelisah; merengek; merintih; menangis; waspada; sikap melindungi area nyeri; fokus menyempit; dilatasi pupil; melaporkan nyeri

Universitas Indonesia

Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014

104 secara verbal; gangguan tidur; dan perubahan selera makan (Ackley & Ladwig, 2011; Herdman, 2012; Ladwig & Ackley, 2008). Ansietas merupakan wujud dari ketidakampuan mempertahankan integritas personal akibat terganggunya integritas struktur yaitu penyakit jantung. Ancaman status biofisiologis akan menimbulkan distress yang berat bagi pasien. Ansietas merupakan perasaan tidak nyaman atau kekhawatiran yang samar disertai respon autonom (sumber seringkali tidak spesifik atau tidak diketahui oleh individu); perasaan takut yang disebabkan oleh antisipasi terhadap bahaya. Hal ini merupakan isyarat kewaspadaan yang memperingatkan individu akan adanya bahaya dan memampukan individu untuk bertindak menghadapi ancaman (Ackley & Ladwig, 2011; Herdman, 2012; Ladwig & Ackley, 2008). Pasien gangguan kardiovaskular mengalami ansietas berhubungan dengan: perubahan status kesehatan; stres; ancaman kematian; ancaman status kesehatan; ancaman konsep diri; ancaman status peran; dan kebutuhan yang tidak dipenuhi (Ackley & Ladwig, 2011; Herdman, 2012; Ladwig & Ackley, 2008). Manifestasi ansietas ditunjukkan dengan: gelisah; mengekspresikan kekhawatiran; agitasi; tampak waspada; ketakutan; perasaan tidak adekuat; gugup; wajah tegang; tremor tangan; ragu; bingung; dan berdebar-debar (Ackley & Ladwig, 2011; Herdman, 2012; Ladwig & Ackley, 2008). Risiko perdarahan adalah kondisi yang berisiko mengalami penurunan volume darah yang dapat mengganggu kesehatan (Herdman, 2012). Faktor risiko perdarahan pada pasien kelolaan adalah sebagai berikut: aneurisma; koagulopati intravaskular diseminata; trauma; efek samping pembedahan; efek samping pemberian obat (Herdman, 2012). Risiko perdarahan adalah masalah esensial pada pasien pasca bedah jantung dan pasien dengan terapi trombolitik dan antikoagulan. Gangguan pertukaran gas terjadi oleh karena perubahan membran kapiler alveolar akibat akumulasi cairan pada vaskular paru sekunder karena heart failure. Pertukaran gas membutuhkan syarat keseimbangan antara ventilasi dan perfusi serta normalitas membran kapiler alveolar. Kondisi heart failure menimbulkan perfusi paru yang tidak adekuat ditambah kondisi membran kapiler alveolar yang

Universitas Indonesia

Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014

105 tidak mendukung difusi pertukaran gas. Kondisi ketidakseimbangan ventilasi perfusi, maka akan terjadi gangguan pertukaran gas. Gangguan

ventilasi

spontan

adalah

penurunan

cadangan

energi

yang

mengakibatkan ketidakmampuan individu untuk mempertahankan pernapasan yang adekuat untuk menyokong kehidupan (Ackley & Ladwig, 2011; Herdman, 2012; Ladwig & Ackley, 2008). Faktor yang berhubungan dengan gangguan ventilasi spontan adalah metabolik dan keletihan otot pernapasan (Ackley & Ladwig, 2011; Herdman, 2012; Ladwig & Ackley, 2008). Pasien kelolaan mengalami diagnosa ini oleh karena kondisi pasca pembedahan jantung yang telah menjalani anestesi general yang menimbulkan kelemahan otot pernapasan dan membutuhkan dukungan ventilator. Hambatan religositas adalah gangguan kemampuan untuk melatih kebergantungan pada keyakinan dan/atau berpartisipasi dalam ritual tradisi kepercayaan tertentu. Pasien gangguan kardiovaskular ini mengalami hambatan religiositas berhubungan dengan penuaan; krisis kehidupan; nyeri; ansietas; kendala kultural untuk mempraktikkan agama; kendala lingkungan untuk mempraktikkan budaya; dan krisis personal (Ackley & Ladwig, 2011; Herdman, 2012; Ladwig & Ackley, 2008). Kesiapan meningkatkkan religiositas adalah kemampuan untuk meningkatkan kebergantungan pada keyakinan agama dan/atau berpartisipasi dalam ritual tradisi kepercayaan tertentu (Ackley & Ladwig, 2011; Herdman, 2012; Ladwig & Ackley, 2008). Pasien kelolaan ini mengalami peningkatan spiritual oleh karena pasien adalah orang yang memiliki nilai dan praktik spiritual yang tinggi, dan pada kondisi sakit pasien meyakini membutuhkan sumber kekuatan tertinggi sebagai penolong semua kesulitan di alam ini. Karakteristik pasien yang mengalami kesiapan meningkatkan religiositas adalah: mengungkapkan keinginan untuk memperkuat pola keyakinan agama yang dahulu memberikan ketenangan; meminta pertemuan dengan fasilitator keagamaan; meminta materi keagamaan; dan meminta pengampunan (Herdman, 2012). Hambatan mobilitas fisik adalah keterbatasan gerakan fisik tubuh pada satu atau lebih ekstremitas secara mandiri atau terarah (Ackley & Ladwig, 2011; Herdman, Universitas Indonesia

Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014

106 2012; Ladwig & Ackley, 2008). Faktor yang berhubungan dengan hambatan mobilitas fisik pada pasien kelolaan adalah: intoleransi aktifitas; fisik tidak bugar; penurunan ketahanan tubuh; penurunan kekuatan otot; perubahan metabolisme seluler; keterbatasan ketahanan kardiovaskular; nyeri; keengganan mulai pergerakan; dan kurang pengetahuan (Ackley & Ladwig, 2011; Herdman, 2012; Ladwig & Ackley, 2008). Hambatan mobilitas fisik merupakan masalah penting pada pasien gangguan kardiovaskular pasca pembedahan yang perlu mendapatkan intervensi keperawatan yang tepat. Konstipasi adalah penurunan pada frekuensi normal defekasi yang disertai oleh kesulitan atau pengeluaran feses tidak lengkap atau pengeluaran feses yang keras, dan kering (Ackley & Ladwig, 2011; Herdman, 2012; Ladwig & Ackley, 2008). Faktor yang berhubungan dengan konstipasi pada pasien dengan gangguan kardiovaskular adalah: kurang aktifitas fisik; perubahan lingkungan saat dirawat; perubahan pola makan; kebiasaan defekasi tidak teratur; dan ketidakadekuatan toileting (Ackley & Ladwig, 2011; Herdman, 2012; Ladwig & Ackley, 2008). Risiko intoleransi aktifitas adalah kondisi pasien yang berisiko mengalami ketidakcukupan energi psikologis atau fisiologis untuk melanjutkan atau menyelesaikan aktifitas kehidupan sehari-hari yang harus atau yang ingin dilakukan. Pasien kelolaan mengalami risiko intoleransi aktifitas berhubungan dengan: masalah sirkulasi; status fisik kurang bugar; riwayat intoleransi aktifitas sebelumnya; tidak berpengalaman dengan suatu aktifitas; dan masalah pernapasan (Ackley & Ladwig, 2011; Herdman, 2012; Ladwig & Ackley, 2008). Kesiapan meningkatkan manajemen kesehatan diri adalah suatu pola pengaturan dan pengintegrasian ke dalam kehidupan sehari-hari suatu regimen terapeutik untuk pengobatan penyakit dan sekuelnya yang cukup untuk memenuhi tujuan terkait kesehatan dan dapat ditingkatkan (Ackley & Ladwig, 2011; Herdman, 2012; Ladwig & Ackley, 2008). Beberapa pasien kelolaan memiliki diagnosa kesejahteraan

ini

mengekspresikan

ditunjukkan keinginan

dengan

untuk

karakteristik

mengelola

sebagai

penyakitnya

berikut:

secara

baik;

mengekspresikan sedikit kesulitan dengan regimen yang diterapkan; dan pilihan

Universitas Indonesia

Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014

107 hidup sehari-hari tepat untuk memenuhi kebutuhan pengobatan (Ackley & Ladwig, 2011; Herdman, 2012; Ladwig & Ackley, 2008). 4.1.2.3 Perencanaan dan Implementasi pada ke-30 Pasien Kelolaan Perencanan keperawatan dimulai dari memprioritaskan diagnosa keperawatan, merencanakan tujuan dan hasil kemudian merencanakan intervensi yang tepat dengan penerapan model konservasi untuk mencapai keutuhan (wholeness). Hasil yang akan dicapai pada diagnosa penurunan curah jantung adalah: Cardiac pump effectivenes (NOC); circulation status (NOC); cardiopulmonary status (NOC), dan menunjukkan curah jantung yang adekuat dibuktikan: efektifitas pompa jantung, status sirkulasi, perfusi jaringan dan status tanda vital yang adekuat. Intervensi yang dilakukan adalah cardiac care (NIC) dan dysrhytmia management (NIC) dengan segala aktifitas keperawatan untuk memenuhi kebutuhan tersebut (Bulechek et al., 2013; Moser & Riegel, 2008; Wood et al., 2010). Cardiac care adalah pembatasan komplikasi yang dihasilkan dari ketidakseimbangan antara suplai oksigen dan kebutuhan pada dengan gejala gangguan fungsi jantung (Bulechek et al., 2013). Dysrhytmia management adalah mencegah mengenali kembali dan memfasilitasi pengobatan aritmia yang abnormal (Bulechek et al., 2013). Tindakan keperawatan dilakukan untuk memenuhi konservasi integritas struktur dan energi pada pasien sehingga dapat mempertahankan fungsi-fungsi kehidupan. Hasil yang akan dicapai pada diagnosa intoleran aktivitas adalah menunjukkan peningkatan toleransi terhadap aktifitas dan ketahanan (NOC) activity tolerance dengan intervensi endurance (NOC). Intervensi yang dilakukan yaitu energy management (Bulechek et al., 2013; Moser & Riegel, 2008; Wood et al., 2010). Intervensi energy management adalah pengaturan penggunaan energi untuk mengobati dan mencegah keletihan dan mengoptimalkan fungsi (Bulechek et al., 2013). Tindakan keperawatan dilakukan untuk memenuhi konservasi energi pasien sehingga dapat mempertahankan aktifitas hidup sehari-hari. Hasil yang akan dicapai dan intervensi yang dilakukan pada diagnosa kerusakan pertukaran gas sebagai berikut: respiratory status gas exchange (NOC) dengan Universitas Indonesia

Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014

108 intervensi acid-base management (NIC); oxygen therapy (NIC); dan respiratory monitoring (NIC). Acid-base management adalah emmpromosikan keseimbangan asam basa pencegahan komplikasi yang dihasilkan dari ketidakseimbangan asambasa. (Bulechek et al., 2013; Moser & Riegel, 2008; Wood et al., 2010). Oxygen therapy adalah pengelolaan dan memantau keefktifan terapi oksigen (Bulechek et al., 2013). Intervensi keperawatan yang diimplementasikan bertujuan untuk memenuhi konservasi integritas struktur dan energi. Hasil yang akan dicapai pada diagnosa ansietas adalah klien menunjukkan penurunan ansietas, pengendalian terhadap ansietas (NOC: anxiety level) dengan mengimplementasikan intervensi anxiety reduction (NIC); calming technique (NIC); emotional suppot (NIC); relaxation therapy (NIC) (Bulechek et al., 2013; Moser & Riegel, 2008; Wood et al., 2010). Anxiety reduction adalah meminimalkan yang berhubungan dengan ketakutan, firasat, atau kegelisahan dari sumber bahaya yang tidak teridentifikasi (Bulechek et al., 2013). Calming technique adalah penurunan ansietas pada pasien yang mengalami distres akut (Bulechek et al., 2013). Emotional suppot adalah penyediaan jaminan penerimaan dan dorongan selama masa stres (Bulechek et al., 2013). Relaxation therapy adalah menggunakan teknik untuk mendorong dan menimbulkan relaksasi untuk tujuan menurunkan tanda-gejala seperti nyeri, ketegangan otot, dan kecemasan yang tidak diinginkan (Bulechek et al., 2013). Intervensi keperawatan yang diimplementasikan bertujuan untuk memenuhi konservasi integritas personal.

Diagnosa risiko perdarahan dilakukan intervensi sebagai berikut: memonitor tanda dan gejala perdarahan; melindungi pasien dari trauma yang menyebabkan perdarahan; mengkaji area incisi dari tanda perdarahan; mencatat karakterisitik drainase; mempertahankan kepatenan selang drainase; melindungi selang WSD untuk mencegah tekanan; mencatat jumlah, warna drainase setiap jam. Intervensi keperawatan tersebut dilakukan perlu dilakukan untuk mencegah terjadinya risiko perdarahan. Pemantauan tanda dan gejala perdarahan secara kontinyu sangat penting untuk dilakukan oleh perawat (Lewis, Dirksen, Heitkemper, Bucher, & Harding, 2014; Smeltzer et al., 2010). Universitas Indonesia

Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014

109 Diagnosa gangguan ventilasi spontan dilakukan intervensi keperawatan sebagai berikut: 1) melakukan penghisapan sekret secara periodik; 2) memastikan alarm ventilator dalam keadaan hidup; 3) memantau kepatenan setting ventilator; 4) memantau monitor ventilator secara rutin; 5) memeriksa kesiapan pasien untuk weaning (hemodinamik stabil); 6) mengatur posisi pasien semifowler untuk mengoptimalkan diafragma; 7) melakukan percobaan proses weaning; 8) mengajarkan pasien bernapas spontan dengan rileks; 9) melakukan ekstubasi setelah sebelumnya melakukan suctioning; 10) memberikan oksigen 8 liter/menit; 11) melatih pasien melakukan napas dalam dan batuk efektif. Intervensi keperawatan tersebut perlu dilakukan secara terstruktur, cermat dan tepat untuk menghasilkan tujuan yang diharapkan yaitu ventilasi spontan (Lewis et al., 2014; Smeltzer et al., 2010) Diagnosa bersihan jalan napas tidak efektif dilakukan intervensi keperawatan sebagai berikut: 1) memberikan oksigen 8 liter/menit; 2) melatih pasien melakukan napas dalam dan batuk efektif; 3) melakukan penghisapan sekret secara periodik; 4) memantau irama jantung; 5) melakukan auskultasi bunyi paru. Intervensi keperawatan ini bertujuan mempertahankan kepatenan jalan napas. Jalan napas menjadi prioritas dalam dalam penatalaksanaan asuhan keperawatan pasien (Lewis et al., 2014; Smeltzer et al., 2010; Taylor et al., 2011). Diagnosa nyeri dilakukan intervensi keperawatan sebagai berikut: 1) Mengkaji nyeri secara komprehensif meliputi: lokasi, karakteristik, durasi nyeri, frekuensi, kualitas, intensitas dan faktor presipitasi; 2) mengobervasi repson non verbal pasien yang menunjukkan ketidaknyamanan; 3) memberikan informasi tentang penyebab nyeri, durasi nyeri dan cara antisipasi atau menurunkan nyeri dengan teknik manajemen nyeri non farmakologis; 4) mengajarkan penggunaan teknik menejemen nyeri non farmakologi (distraksi, relaksasi) yang perlu dilakukan sebelum, selama, dan setelah nyeri timbul; 5) mengadmisitrasikan pemberian obat analgetik; 6) memantau respon pasien terhadap pemberian analgetik. Intervensi keperawatan terhadap nyeri merupakan tindakan yang sangat penting untuk segera dilaksanakan. Nyeri merupakan masalah yang harus segera diatasi. Pasien tidak Universitas Indonesia

Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014

110 boleh dibiarkan mengalami nyeri yang berkepanjangan karena nyeri merupakan respon yang sangat menyiksa dan pasien. Diagnosa hambatan mobilitas fisik dilakukan intervensi sebagai berikut: 1) berkolaborasi dengan terapis fisik, okupasi dan atau rekreasi dalam merencanakan dan memantau program kegiatan yang sesuai; 2) membantu pasien/keluarga untuk mengidentifikasi kekurangan dalam level kegiatan; 3) menginstruksikan pasien/keluarga bagaimana melakukan keinginan atau kegiatan yang diresepkan; 4) merujuk program kegiatan rehabilitasi pasca bedah jantung; 5) memberikan reinforcement positif atas partisipasi dalam kegiatan; 6) membantu pasien untuk mengembangkan motivasi diri penguatan; 7) memantau respon emosi, fisik, sosial, dan spiritual untuk beraktifitas; 8) membantu pasien/keluarga untuk memantau kemajuan menuju pencapaian tujuan sendiri; 9) mengevaluasi motivasi dan keinginan pasien untuk meningkatkan aktivitas; 10) mengajarkan dan promosikan latihan fisik kekuatan; ambulasi; keseimbangan; mobilitas sendi; pengaturan posisi; 11) mengajarkan dan bantu perawatan diri berpindah. Intervensi untuk meningkatkan mobilitas fisik sangat penting untuk dilakukan terutama pada pasien pasca pembedahan jantung. Mobilisasi dini akan sangat menguntungkan status kesehatan pasien dengan mekanisme meningkatkan sirkulasi darah; meningkatkan fungsi pernapasan, fungsi pencernaan, mencegah komplikasi akibat bedrest (Lewis et al., 2014; Smeltzer et al., 2010). Diagnosa hambatan religiositas dilakukan sebagai berikut: 1) meningkatnya status kenyamanan psikospiritual; 2) mengakhiri kehidupan secara bermartabat; 3) meningkatnya harapan; 4) meningkatnya penyesuaian psikososial: perubahan hidup; 5) meningkatnya kesehatan spiritual. Intervensi keperawatan yang dilakukan sebagai berikut: 1) Informasikan pasien/keluarga mengenai sumber keagamaan yang tersedia di institusi; 2) Informasikan pasien mengenai buku dan artikel keagamaan yang tersedia; 3) Rujuk ke pemuka agama atau penasehat spiritual; 4) menawarkan dukungan doa secara individu atau bersama bila perlu; 5) berdoa bersama pasien jika diminta untuk melakukannya; 6) menggunakan komunikasi terapeutik untuk membina rasa percaya; 7) memfasilitasi pemanfaatan ritual Universitas Indonesia

Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014

111 keagamaan pasien; 8) menyediakan privasi dan ketenangan untuk berdoa dan ritual keagamaan lainnya; 9) menunjukkan sikap menerima dan tidak menghakimi mengenai ritual keagamaan pasien. Intervensi untuk mengelola hambatan religiositas pada pasien gangguan kardiovaskuler merupakan bentuk pelayanan keperawatan yang komprehensif dan holistik. Religiositas merupakan bagian dari asuhan spiritual yang sangat diperlukan oleh pasien. Spiritualitas merupakan keyakinan adanya sumber kekuatan tertinggi yang dapat membantu menyelesaikan semua persoalan pasien (Barnum, 2006; Carson & Koenig, 2008; O'Brien, 2010). Perawat perlu memfasilitasi pelayanan spiritual tersebut. Diagnosa kesiapan meningkatkan religiositas dilakukan intervensi sebagai berikut: meningkatnya harapan; meningkatnya kesejahteraan individu; meningkatnya kesehatan spiritual. Intervensi keperawatan yang dilakukan sebagai berikut: 1) Fasilitasi perkembangan spiritual (NIC) meliputi: mengoordinasikan atau berikan pelayanan penyembuhan, perkumpulan, meditasi, atau berdoa di tempat perawatan atau tempat lain; memberikan video atau audio tape dari pelayanan religius sesuai ketersediaan; dan merujuk kepada penasehat sipiritual sesuai pilihan pasien; 2) Peningkatan ritual keagamaan dan dukungan spiritual (NIC) meliputi: mengidentifikasi perhatian pasien mengenai ekspresi keagamaan; mendorong penggunaan dan partisipasi dalam ritual keagamaan

atau praktik yang tidak

merugikan kesehatan; mendorong perencanaan ritual dan partisipasi yang sesuai; mendorong kehadiran pada acara ritual yang sesuai; mendorong diskusi tentang perhatian religi; mendengarkan dan kembangkan waktu untuk berdoa dan beribadah; melakukan pengobatan individu dengan rasa hormat bermartabat. Pasien yang sudah menunjukkan kesiapan meningkatkan religiositas merupakan status sejahtera yang perlu difasilitasi oleh perawat agar mampu mempertahankan status religiositasnya hingga akan mencapai kesejahteraan spiritual (Barnum, 2006; Carson & Koenig, 2008; O'Brien, 2010). Kesejahteraan spiritual adalah capaian asuhan spiritual yang dicita-citakan oleh perawat untuk mewujudkan wholeness. Diagnosa Kesiapan meningkatkan manajemen kesehatan diri dilakukan intervensi sebagai berikut: 1) Teaching prescribed exercise (NIC): Mengajarkan pasien tentang latihan yang diresepkan; 2) Teaching prescribed diet (NIC): mengajarkan Universitas Indonesia

Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014

112 pasien diet yang telah diresepkan; 3) Teaching procedure/treatment (NIC): mengajarkan pasien prosedur pengobatan yang harus dilaksanakan. Intervensi untuk meningkatkan manajemen kesehatan diri diperlukan untuk semakin meningkatkan status kesehatan pasien terkait dengan upaya-upaya perawatan mandiri di rumah sakit dan rumah. Kesiapan meningkatkan manajemen kesehatan diri adalah kondisi sejahtera yang perlu difasilitasi oleh perawat agar semakin mencapai pemenuhan kebutuhan pasien secara holistik untuk mencapai keutuhan. 4.1.2.4 Evaluasi pada ke-30 Pasien Kelolaan Evaluasi keperawatan diperlukan untuk menilai hasil asuhan yang telah dilakukan. Evaluasi hasil asuhan keperawatan yang telah dilaksanakan selama satu sampai lima hari dengan penerapan model konservasi Levine. Diagnosa keperawatan yang termasuk domain konservasi energi dan konservasi integritas struktur, yaitu penurunan curah jantung, intoleransi aktifitas, nyeri, gangguan pertukaran gas, bersihan jalan napas tidak efektif, hambatan mobilitas fisik, gangguan ventilasi spontan, risiko perdarahan; risiko intoleransi aktifitas; kesiapan meningkatkan manajemen kesehatan diri sebagian besar dapat dikelola dengan optimal dan menunjukkan terpenuhinya kebutuhan pasien. Diagnosa keperawatan yang termasuk domain konservasi integritas personal dan integritas sosial yaitu ansietas, hambatan religiositas dapat dikelola dengan baik, dan kesiapan meningkatkan religiositas dapat difasilitasi dengan baik. Intevensi keperawatan pada setiap diagnosa keperawatan yang telah dirumuskan tersebut tetap dilanjutkan dan difasilitasi untuk mendukung adaptasi dan konservasi pada pasien setelah menjalani perawatan di rumah sakit atau untuk persiapan pemulangan pasien. 4.2

Refleksi dan Rekomendasi Penerapan Model Konservasi Levine

Asuhan keperawatan pasien gangguan sistem kardiovaskular dengan penerapan model konservasi Levine mampu mengidentifikasi kebutuhan pasien yang meliputi 4 (empat) model konservasi yaitu: konservasi energi; konservasi integritas struktur; konservasi integritas personal; dan konservasi integritas sosial. Pasien ganguan sistem kardiovaskular cenderung mengalami gangguan dan hambatan dalam pencapaian konservasi tersebut. Penerapan model konservasi Levine pada asuhan Universitas Indonesia

Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014

113 keperawatan dengan kondisi tersebut sangat tepat karena sinkron dengan fenomena dan kebutuhan pasien dengan gangguan kardiovaskular yang mengalami gangguan integritas struktur, misalnya: myocardial infarction, atherosclerosis, trombotic, heart failure, vascular disease, dan pembedahan jantung. Gangguan integritas struktur tersebut akan berdampak terhadap energi, integritas personal, dan integritas sosial yang perlu untuk dipertahankan.

4.3

Evidence-Based Nursing Practice Posisi Lateral vs Posisi Supine pasca CABG

Pelaksanaan EBNP posisi lateral vs posisi supine untuk melihat efek hemodinamik yang meliputi: HR, SBP, DBP, MAP, SpO2, CVP, RR, temperature. Penerapan posisi lateral vs posisi supine pasca CABG di ruang ICU menunjukkan hasil bahwa posisi lateral mulai 2 jam pasca CABG tidak menimbulkan perburukan hemodinamik pasien Pemberian posisi supine yang merupakan posisi yang biasanya dilakukan pada pasien pasca CABG sebagai komparasi juga menghasilkan parameter hemodinamik yang stabil pula. Pemberian posisi lateral mulai 2 jam pasca CABG dan posisi supine disimpulkan tidak terjadi perbedaan hemodinamik yang signifikan. Posisi lateral yang tepat pada pasien pasca pembedahan sangat diperlukan. Pengaturan posisi merupakan salah bentuk intervensi keperawatan yang bertujuan untuk mendukung perfusi, kerja pernapasan, mencegah cedera jaringan, mendukung kerja pencernaan, mendukung fungsi muskulo skeletal (Black & Hawks, 2009; Ignatavicius & Workman, 2012). Pengaturan posisi pasca bedah CABG merupakan salah satu bentuk ambulasi dini yang dapat mendukung proses penyembuhan dan tidak berdampak terhadap perburukan hemodinamik (de Laat et al., 2007). Parameter hemodinamik heart rate (HR) pada pasien kelompok posisi supine dan posisi lateral menunjukkan rerata HR dalam rentang normal (supine 95/menit; dan lateral 79/menit). Perubahan posisi baring pasca bedah CABG sebagian besar pengukuran tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan antara posisi supine dan lateral. Pengukuran HR ke-1 dan ke-2 yang menunjukkan perbedaan signifikan. Universitas Indonesia

Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014

114 Pengukuran HR ke-1 dilakukan pada menit ke-115sejak masuk ICU dan kondisi pasien belum dilakukan manipulasi apapun. Pengukuran HR ke-2 dilakukan pada menit ke-150 (posisi lateral berlangsung selama 30 menit), meskipun berbeda signifikan namun HR keduanya masih berada dalam rentang normal (supine 97/menit dan lateral 75/menit). Perubahan posisi pada pasien pasca CABG dapat menjadi faktor pencetus nyeri. Gerakan jaringan dan organ tubuh dapat menimbulkan tegangan/tarikan pada area sternotomi dan luka pada area tungkai yang dapat menstimulasi nyeri. Nyeri pada pasien pasca CABG merupakan stressor biologis yang tentu akan mempengaruhi fluktuasi parameter hemodinamik, diantaranya adalah HR (Darovic, 2002; Hardin & Kaplow, 2009). Pemantauan HR pada pasien pasca CABG merupakan intervensi keperawatan yang vital. Systolic blood pressure (SBP) pada kelima pengukuran sebagian besar tidak menunjukkan perbedaan signifikan pada kedua kelompok. Perbedaan ditemukan pada pengukuran SBP ke-2 dan pengukuran SBP ke-5, namun nilai SBP kedua kelompok tersebut masih berada dalam rentang normal (P1 S=122, L=147; P2 S=120, L=145). Peningkatan SBP pasca bedah merupakan respon stres biologis akibat kerusakan jaringan akibat manipulasi pembedahan (Darovic, 2002; Hardin & Kaplow, 2009). Nilai diastolic blood pressure (DBP) pada lima pengukuran kedua kelompok sebagian besar tidak menunjukkan perbedaan. Hanya pada pengukuran DBP ke-2 terdapat perbedaan signifikan antara kedua kelompok (S=62; L=77), namun nilai parameter DBP tersebut masih berada dalam rentang normal. Tekanan darah diastolik juga dapat berfluktuasi akibat stres biologis yang dialami pasien pasca bedah CABG (Darovic, 2002; Hardin & Kaplow, 2009). Nilai mean arterial pressure (MAP) pada lima pengukuran kedua kelompok sebagian besar tidak menunjukkan perbedaan. Hanya pada pengukuran MAP ke-2 terdapat perbedaan signifikan antara kedua kelompok (S=82; L=101), namun nilai MAP tersebut masih berada dalam rentang normal. MAP juga dapat berfluktuasi

Universitas Indonesia

Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014

115 seiring dengan fluktuasi SBP dan DBP yang diakibatkan stres biologis yang dialami pasien pasca bedah CABG (Hardin & Kaplow, 2009). Nilai saturasi oksigen (SpO2) pada lima pengukuran kedua kelompok tidak menunjukkan perbedaan dan berada dalam kisaran normal (S=100, L=99,3). Nilai SpO2 juga dapat berfluktuasi seiring dengan fluktuasi kerja pernapasan dan tekanan darah yang diakibatkan stres biologis yang dialami pasien pasca bedah CABG. Nilai central venous pressure (CVP) pada kedua kelompok tidak menunjukkan perbedaan dan keduanya berada dalam kisaran normal (S=8,6; L=9,2). Tekanan vena sentral merupakan indikator status preload (volume) yang akan mempengaruhi cardiac output (Darovic, 2002; Hardin & Kaplow, 2009). Nilai CVP yang berada dalam kisaran normal menunjukkan status preload yang stabil dapat dipertahankan. Nilai RR pada kedua kelompok tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan, dan keduanya berada dalam kisaran normal (S=15; L=16). Resporatory rate merupakan indikator fungsi pernapasan yang menunjukkan ada dan tidaknya gangguan pernapasan. Pasien pasca bedah jantung terpasag ventilasi mekanik untuk mendukung fungsi pernapasannya. Nilai temperature pada kedua kelompok tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan, dan keduanya berada dalam rentang normal (S36,1; L=35). Temperature merupakan indikator panas hasil metabolisme tubuh yang didukung oleh fungsi kardiorespirasi yang adekuat. Temperature yang normal menunjukkan fungsi kardiorespirasi yang adekuat (Darovic, 2002; Hardin & Kaplow, 2009).

4.4

Refleksi dan Rekomendasi Penerapan Posisi Lateral 30o Pasien Pasca CABG Penerapan posisi lateral pada pasien pasca CABG bermanfaat untuk memenuhi kebutuhan ambulasi dini pasca bedah. Pelaksanaan posisi lateral pada pasien pasca CABG tidak terlalu menyulitkan dan tidak membutuhkan peralatan yang sulit. Pemberian posisi lateral pasca CABG terbukti menunjukkan nilai hemodinamik yang berada dalam rentang normal dan tidak menunjukkan tanda-tanda penurunan

Universitas Indonesia

Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014

116 cardiac output. Ambulasi dini dengan posisi lateral 30o dapat direkomendasikan pada pasien pasca bedah CABG untuk mendukung proses penyembuhan.

4.5

Proyek Inovasi Optimalisasi Asuhan Spiritual dalam Keperawatan

Pelaksanaan asuhan spiritual dengan menggunakan format spiritual tersebut diterapkan pada pasien dengan kriteria memiliki kesadaran composmentis dan mampu berkomunikasi verbal. Sejumlah sembilan pasien dengan kriteria tersebut diatas dilakukan asuhan spiritual dengan pendekatan motodologi keperawatan yang diawali pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi dan evaluasi secara sistematis, siklik, dan dinamis dengan tujuan pemenuhan kebutuhan spiritual pasien. Kegiatan lain guna mendukung proyek inovasi ini dilakukan pengukuran sikap dan praktik perawat dalam pelaksanaan asuhan spiritual dengan menggunakan instrumen kuesioner. Hasil pengukuran sikap dan praktik perawat terkait asuhan spiritual adalah sebagai berikut. Sikap perawat dalam asuhan spiritual oleh di unit ICVCU menunjukkan sebagian besar adalah baik yaitu 64,3% dari tiga kategori. Sebagian kecil yaitu 35,7% perawat memiliki sikap yang cukup dalam asuhan spiritual di unit perawatan intensif. Tidak satupun perawat yang memiliki sikap kurang baik dalam asuhan spiritual. Praktik asuhan spiritual oleh perawat di unit ICVCU menunjukkan sebagian besar adalah Cukup yaitu 66,7% dari tiga kategori (baik, cukup, kurang). Sebagian kecil praktik asuhan spiritual perawat adalah Baik yaitu 33,3%. Tidak satupun perawat di unit perawatan intensif melakukan praktik yang kurang baik dalam asuhan spiritual. Keterangan selengkapnya seperti pada tabel berikut. Asuhan spiritual adalah bagian dari asuhan keperawatan secara komprehensif yang memandang manusia sebagai mahluk holistik (bio psiko sosio kultural spiritual) yang tidak dapat dipisah-pisahkan. Asuhan spiritual dalam keperawatan dilaksanakan dengan mengkaji segala kebutuhan spiritual pasien yang meliputi: dimensi ketuhanan; sumber harapan dan kekuatan; praktik ritual keagamaan; hubungan keyakinan spiritual dan kesehatan; makna dan tujuan; cinta hubungan

Universitas Indonesia

Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014

117 dan harga diri, takut dan kecemasan; dan kemarahan. Asuhan spiritual dalam keperawatan pada pasien dengan kondisi kritis di unit perawatan intensif sangat mendukung stabilitas psikospiritual pasien. Klien dalam perspektif keperawatan merupakan individu, keluarga atau masyarakat yang memiliki masalah kesehatan dan membutuhkan bantuan untuk dapat memelihara, mempertahankan dan meningkatkan status kesehatannya dalam kondisi optimal. Sebagai seorang manusia, klien memiliki beberapa peran dan fungsi seperti sebagai makhluk individu, makhluk sosial, dan makhluk Tuhan. Berdasarkan hakikat tersebut, maka keperawatan memandang manusia sebagai mahluk yang holistik yang terdiri atas aspek fisiologis, psikologis, sosiologis, kultural dan spiritual. Tidak terpenuhinya kebutuhan manusia pada salah satu diantara dimensi di atas akan menyebabkan ketidaksejahteraan atau keadaan tidak sehat. Kondisi tersebut dapat dipahami mengingat dimensi fisik, psikologis, sosial, spiritual, dan kultural merupakan satu kesatuan yang saling berhubungan (Draper, 2012). Tiap bagian dari individu tersebut tidaklah akan mencapai kesejahteraan tanpa keseluruhan bagian tersebut sejahtera. Kesadaran akan pemahaman tersebut melahirkan keyakinan dalam keperawatan bahwa pemberian asuhan keperawatan hendaknya bersifat komprehensif atau holistik, yang tidak saja memenuhi kebutuhan fisik, psikologis, sosial, dan kultural tetapi juga kebutuhan spiritual klien. Sehingga, pada nantinya klien akan dapat merasakan kesejahteraan yang tidak hanya terfokus pada fisik maupun psikologis saja, tetapi juga kesejateraan dalam aspek spiritual. Kesejahteraan spiritual adalah suatu faktor yang terintegrasi dalam diri seorang individu secara keseluruhan, yang ditandai oleh makna dan harapan. Spiritualitas memiliki dimensi yang luas dalam kehidupan seseorang sehingga dibutuhkan pemahaman yang baik dari seorang perawat sehingga mereka dapat mengaplikasikannya dalam pemberian asuhan keperawatan kepada klien (Carron & Cumbie, 2011). Pasien dengan masalah kesehatan kardiovaskular mengasumsikan bahwa dirinya mengalami situasi krisis yang sangat memberikan dampak terhadap dimensi psiko Universitas Indonesia

Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014

118 spiritualnya. Pengkajian keperawatan spiritual merupakan salah satu dimensi holistik dalam keperawanan yang sangat diperlukan untuk mengidentifikasi kebutuhan pasien yang selanjutnya akan dilakukan intervensi spiritual untuk memenuhi kebutuhan dasar pasien. 4.6

Refleksi dan Rekomendasi Inovasi Asuhan Spiritual

Asuhan spiritual pada pasien dengan gangguan sistem kardiovaskular sangat diperlukan untuk memenuhi keutuhan pasien sebagai manusia makhluk yang lemah yang membutuhkan sumber pertolongan dari kekuatan tertinggi. Asuhan spiritual tidak menyita waktu yang besar dalam pelaksanaan asuhan keperawatan pasien. Asuhan

spiritual

tidaklah

menyulitkan

untuk

dilaksanakan

dipelayanan

keperawatan. Perawat perlu ditumbuhkan perilaku caring nya secara terus-menerus agar membentuk karakter yang utuh sebagai perawat. Perilaku caring yang sudah terbentuk secara adekuat akan mampu untuk mendukung pelaksanaan asuhan spiritual dalam keperawatan.

Universitas Indonesia

Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014

BAB 5 SIMPULAN SARAN

5.1 Simpulan Asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan kardiovaskuler dengan penerapan model konservasi Levine dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan telah dilakukan pada 1 kasus utama dan 30 kasus lainnya. Penerapan model konservasi levine dalam asuhan keperawatan pasien kardiovaskular adalah bertujuan mencapai keutuhan dan adaptasi dengan mengupayakan empat konservasi yaitu konservasi energi, konservasi integritas struktur, konservasi integritas personal, dan konservasi integritas sosial. Penerapan model konservasi levine dalam asuhan keperawatan kardiovaskuler menemukan keselarasan dengan fenomena dan kebutuhan kesehatan pasien. Pasien dengan gangguan kardiovaskuler perlu dilakukan intervensi untuk mendukung konservasi energi, konservasi integritas struktur, konservasi integritas personal, dan konservasi integritas sosial sehingga diharapkan dapat mempertahankan dan meningkatkan status kesehatannya. Pelaksanaan praktik keperawatan terbaik berbasis bukti (EBNP) posisi lateral 2 jam vs posisi supine pada pasien pasca CABG diruang ICU menunjukkan tidak adanya perbedaan status hemodinamik yang merugikan pasien. Posisi lateral 2 jam pasca CABG yang selama ini diasumsikan akan memperburuk hemodinamik ternyata tidak terbukti, sehingga posisi ini dapat diterapkan untuk pasien pasca CABG untuk memenuhi ambulasi dini. Asuhan spiritual adalah elemen dari asuhan keperawatan yang tidak dapat ditinggalkan. Pasien gangguan kardioavaskular menunjukkan kondisi kritis yang mengancam kehidupan yang tentunya sangat membutuhkan kekuatan tertinggi (dimensi spiritual). Optimalisasi asuhan spiritual pada pasien gangguan ardiovaskular dapat diwujudkan dengan telah terfasilitasi instrumen asuhan

119

Universitas Indonesia

Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014

120 spiritual yang berupa format pengkajian spiritual dan format rencana asuhan spiritual beserta panduannya. 5.2 Saran Peningkatan kompetensi penerapan model konservasi levine pada asuhan keperawatan gangguan kardiovaskular sangat diperlukan untuk mendukung keberhasilan asuhan keperawatan mulai dari tahap pengkajian sampai dengan evaluasi. Posisi lateral 30 derajat pasca CABG terbukti tidak mempuruk hemodinamik pasien, sehingga intervensi dapat diterapkan pada pasien pasca CABG untuk memenuhi kebutuhan ambulasi dini dengan tujuan meningkatkan proses penyembuhan dan pemulihan. Pasien gangguan kardioavaskular menunjukkan kondisi kritis yang mengancam kehidupan yang tentunya sangat membutuhkan sumber kekuatan tertinggi (dimensi spiritual) untuk menolong dirinya. Optimalisasi asuhan spiritual pada pasien gangguan kardiovaskular perlu diwujudkan seoptimal mungkin untuk memenuhi kebutuhan pasien yang holistik dan komprehensif.  

Universitas Indonesia

Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014

DAFTAR PUSTAKA Ackley, B. J., & Ladwig, G. B. (2011). Nursing Diagnosis handbook: An EvidenceBased Guide To Planning Care (ninth ed.). St. Louis, Missouri: Mosby Inc & Elsevier Inc. Ackley, B. J., Swan, B. A., Tucker, S. J., & Ladwig, G. B. (2008). Evidence-Based Nursing Care Guidelines Medical Surgical Interventions. St. Louis, Missouri: Mosby, Inc., an afiliate of Elsevier Inc. Ades, P. A., Keteyian, S. J., Balady, G. J., Houston-Miller, N., Kitzman, D. W., Mancini, D. M., & Rich, M. W. (2013). Cardiac Rehabilitation Exercise and Self-Care for Chronic Heart Failure. JACC: Heart Failure, 1(6), 540-547. doi: http://dx.doi.org/10.1016/j.jchf.2013.09.002 AHA. (2013). Heart Disease and Stroke Statistics—2012 Update. Alligood, M. R. (2010). Nursing Theory: Utilization & Application (Fourth ed.). St. Louis, Missouri: Mosby, Inc. Alligood, M. R. (2014). Nursing Theorists and Their Work (7th ed.). Maryland Heights, Missouri: Mosby, Inc.; Elsevier, Inc. Alligood, M. R., & Tomey, A. M. (2006). Nursing Theory: Utilization & Application (Third ed.). St. Louis, Missouri: Mosby inc. Alligood, M. R., & Tomey, A. M. (2010). Nursing Theorists and Their Work (7th ed.). Maryland Heights, Missouri: Mosby, Inc.; Elsevier, Inc. Asyrofi, A. (2013). Analisis Faktor yang Berhubungan dengan Manajemen Energi Pasien Heart Failure di Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita Jakarta. (Magister), Universitas Indonesia, Depok. Barnum, B. S. (2006). Spirituality in Nursing From Traditional to New Age (2nd Edition ed.). New York: Springer Publishing Company, Inc. Black, J. M., & Hawks, J. H. (2009). Medical-Surgical Nursing Clinical Mangement for Positive Outcomes (R. G. Carroll & S. A. Quallich Eds. Eighth ed. Vol. 1-2). St. Louis, Missouri: Saunders, Elsevier Inc. Bonow, R. O., Mann, D. L., Zipes, D. P., & Libby, P. (2012). Braunwald's Heart Disease: A Textbook of Cardiovascular Medicine (Ninth ed.). Philadelphia: Saunders Elsevier. Bulechek, G. M., Butcher, H. K., & Dochterman, J. M. (2008). Nursing Intervention Classification (NIC) (fifth ed.). St. Louis, Missouri: Mosby Inc.; Elsevier Inc. 121

Universitas Indonesia

Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014

122 Bulechek, G. M., Butcher, H. K., & Dochterman, J. M. (2013). Nursing Intervention Classification (NIC) (sixth ed.). St. Louis, Missouri: Mosby Inc.; Elsevier Inc. Carron, R., & Cumbie, S. A. (2011). Development of a conceptual nursing model for the implementation of spiritual care in adult primary healthcare settings by nurse practitioners. Journal Of The American Academy Of Nurse Practitioners, 23(10), 552-560. doi: 10.1111/j.1745-7599.2011.00633.x Carson, V. B., & Koenig, H. G. (2008). Spiritual Dimensions of Nursing Practice (Revised ed.). Pennsylvania: Templeton Foundation Press. Cully, J. A. P. H. D., Johnson, M., Moffett, M. L. P. H. D., Khan, M., & Deswal, A. (2009). Depression and Anxiety in Ambulatory Patients With Heart Failure. Psychosomatics, 50(6), 592-598. Darovic, G. O. (2002). Hemodynamic Monitoring: Invasive and Noninvasive Clinical Application (Third ed.). Philadelphia: W.B. Saunders Company. de Laat, E., Schoonhoven, L., Grypdonck, M., Verbeek, A., de Graaf, R., Pickkers, P., & van Achterberg, T. (2007). Early postoperative 30° lateral positioning after coronary artery surgery: influence on cardiac output. Journal Of Clinical Nursing, 16(4), 654-661. doi: 10.1111/j.1365-2702.2006.01715.x DeLaune, S. C., & Ladner, P. K. (2002). Fundamentals of Nursing Standards & Practice (Second ed.). New York: Delmar. Depkes-RI. (2009). Profil Kesehatan Indonesia 2008 (Hasnawati, Sugito, H. Purwanto & R. Ibrahim Eds.). Jakarta. Draper, P. (2012). An integrative review of spiritual assessment: implications for nursing management. J Nurs Manag, 20(8), 970-980. doi: 10.1111/jonm.12005 Eisenberg, S. A. (2010). The influences of anxiety, coping, and social support on physical functioning among heart failure patients. (1479889 M.A.), University of Southern California, Ann Arbor. Retrieved from http://search.proquest.com/docview/748227144?accountid=17242 ProQuest Dissertations & Theses Full Text; ProQuest Dissertations & Theses Full Text: The Sciences and Engineering Collection database. Eisenberg, S. A., Shen, B.-j., Schwarz, E. R., & Mallon, S. (2012). Avoidant coping moderates the association between anxiety and patient-rated physical functioning in heart failure patients. Journal of Behavioral Medicine, 35(3), 253-261. doi: http://dx.doi.org/10.1007/s10865-011-9358-0 Fawcett, J. (2005). Contemporary Nursing Knowledge: Analysis and Evaluation of Nursing Models and Theories (Second ed.). Philadelphia: F.A. Davis Company. Universitas Indonesia

Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014

123 Finkelmeier, B. A. (2000). Cardiothoracic Surgical Nursing (second ed.). Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins. Hardin, S. R., & Kaplow, R. (2009). Cardiac Surgery Essentials for Critical Care Nursing. Sudbury, Massachusetts: Jones and Bartlett. Herdman, T. H. (2012). NANDA International Nursing Diagnoses: Definitions & Classification 2012-2014. Oxford: Wiley-Blackwell. Ignatavicius, D. D., & Workman, L. (2012). Medical-Surgical Nursing: PatientCentered Collaborative Care, Single Volume. St. Louis, Missouri: Saunders, Elsevier. Jeremias, A., & Brown, D. L. (2010). Cardiac Intensive Care (2nd ed.). Philadelphia: Saunders, an imprint of Elsevier Inc. Johnson, K. L., & Meyenburg, T. (2009). Physiological rationale and current evidence for therapeutic positioning of critically ill patients. AACN Adv Crit Care, 20(3), 228-240; quiz 241-222. doi: 10.1097/NCI.0b013e3181add8db Ladwig, G. B., & Ackley, B. J. (2008). Mosby's Guide To Nursing Diagnosis (second ed.). St. Louis, Missouri. Lewis, S. L., Dirksen, S. R., Heitkemper, M. M., Bucher, L., & Harding, M. M. (2014). Medical-Surgical Nursing Assesment and Management of Clinical Problems (ninth ed.). St. Louis, Missouri: Mosby, an imprint of Elsevier Inc. Moorhead, S., Johnson, M., Maas, M. L., & Swanson, E. (2013). Nursing Outcomes Classification (NOC) (fifth ed.). St. Louis, Missouri: Mosby Inc.; Elsevier Inc. Moser, D. K., & Riegel, B. (2008). Cardiac Nursing: A Companion To Braunwald's Heart Disease. St. Louis, Missouri: Saunders, Elsevier Inc. O'Brien, M. E. (2010). Spirituality in Nursing: Standing on Holy Ground (Fourth Edition ed.). Sudbury: World Headquarters, Jones & Bartlett Learning. Parker, M. E., & Smith, M. C. (2010). Nursing Theories and Nursing Practice (third ed.). Philadelphia: F.A. Davis Company. Perry, A. G., & Potter, P. A. (2010). Clinical Nursing Skill & Techniques (W. Ostendorf Ed. 7th ed.). St. Louis, Missouri: Mosby Inc.; Elsevier Inc. Perry, A. G., Potter, P. A., & Elkin, M. K. (2012). Nursing Interventions & Clinical Skills (W. Ostendorf Ed. 5th ed.). St. Louis, Missouri: Mosby Inc.; Elsevier Inc.

Universitas Indonesia

Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014

124 Price, S. A., & Wilson, L. M. (2006). Pathophysiology: Clinical Concepts of Disease Processes (7 ed. Vol. 1-2). St. Louis, Missouri: Mosby inc.; Elsevier Inc. Rekam Medis, R. S. J. d. P. D. H. K. (2013). Profil Kunjungan Pasien Rumah Sakit Jantung & Pembuluh Darah Harapan Kita. Jakarta. Smeltzer, S. C., Bare, B. G., Hinkle, J. L., & Cheever, K. H. (2010). Brunner & Suddarth's Texbook of Medical Surgical Nursing (12 ed. Vol. 1-2). Philadelphia: Wolters Kluwer Health; Lippincott Williams & Wilkins. Stranahan, S. (2008). A Spiritual Screening Tool for Older Adults. Journal of Religion and Health, 47(4), 491-503. doi: 10.1007/s10943-007-9156-8 Taylor, C. R., Lillis, C., LeMone, P., & Lynn, P. (2011). Fundamentals of Nursing: The Art and Science of Nursing Care (7 th ed.). Philadelphia: Wolters Kluwer Health, Lippincott Williams & Wilkins. Theroux, P. (2011). Acute Coronary Syndromes: A Companion to Braunwald's Heart Disease (second ed.). Philadelphia: Saunders, an imprint of Elsevier Inc. Thomas, P. J., & Paratz, J. D. (2007a). Is there evidence to support the use of lateral positioning in intensive care? A systematic review. Anaesthesia and Intensive Care, 35(2), 239-255. Thomas, P. J., & Paratz, J. D. (2007b). Is there evidence to support the use of lateral positioning in intensive care? A systematic review. Anaesth Intensive Care, 35(2), 239-255. Thomas, P. J., Paratz, J. D., Lipman, J., & Stanton, W. R. (2007). Lateral positioning of ventilated intensive care patients: A study of oxygenation, respiratory mechanics, hemodynamics, and adverse events. Heart & Lung: The Journal of Acute and Critical Care, 36(4), 277-286. doi: http://dx.doi.org/10.1016/j.hrtlng.2006.10.008 Timmins, F., & Kelly, J. (2008). Spiritual assessment in intensive and cardiac care nursing. Nurs Crit Care, 13(3), 124-131. doi: 10.1111/j.14785153.2008.00276.x Todd, B. A. (2005). Cardiothoracic Surgical Nursing Secrets. St. Louis, Missouri: Mosby Inc.; Elsevier Inc. WHO. (2012). World Health Statistics 2012. Geneva, Switzerland: WHO Press. Wilson, J., & McMillan, S. (2013). Symptoms Experienced by Heart Failure Patients in Hospice Care. Journal of Hospice & Palliative Nursing, 15(1), 13-21. doi: 10.1097/NJH.0b013e31827ba343

Universitas Indonesia

Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014

125 Wood, S. L., Froelicher, E. S. S., Motzer, S. A., & Bridges, E. J. (2010). Cardiac Nursing (Sixth ed.). Baltimore; Philadelphia: Wolters Kluwer Health; Lippincott Williams & Wilkins.

Universitas Indonesia

Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014

Lampiran 1 Prosedur Posisi Lateral Pasca CABG PANDUAN PEMBERIAN POSISI LATERAL 30o DUA JAM PASCA BEDAH CABG DEFINISI Pemberian posisi lateral kiri atau kanan 30o mulai 2 jam pasca CABG untuk memfasilitasi ambulasi dini pasca pembedahan. TUJUAN  Memfasilitasi ambulasi dini pasca pembedahan  Meningkatkan penyembuhan pasca pembedahan INDIKASI  Pasien pasca bedah CABG  Hemodinamik stabil KONTRA INDIKASI  Pasien pasca bedah CABG dengan hemodinamik tidak stabil ALAT DAN BAHAN  Tempat tidur  Bantal panjang PROSEDUR TINDAKAN 1. Menjelaskan maksud dan tujuan tindakan yang akan dilakukan bila pasien sadar. 2. Melakukan pengukuran parameter hemodinamik saat 5 (lima) menit sebelum tindakan dilakukan, meliputi: Blood Pressure, Heart rate, MAP, dan PAP (pengukuran ke-1). 3. Setelah diperoleh nilai hemodinamik dalam rentang aman, pasien mulai dilakukan posisi lateral 30o dengan kepala ditinggikan 20o. 4. Dilakukan pengukuran parameter hemodinamik setelah 30 menit posisi lateral (pengukuran ke-2) 5. Posisi dipertahankan dalam posisi lateral selama 120 menit. 6. Setelah posisi 30o selama 120 menit dilakukan pengukuran ke-3, kemudian pasien dikembalikan ke posisi supine. 7. Setelah posisi supine berlangsung selama 30 menit dilakukan pengukuran ke-4 8. Setelah dilakukan posisi supine berlangsung selama 120 menit kemudian dilakukan pengukuran ke-5. 9. Melakukan pendokumentasian hasil pengukuran hemodinamik. P= Pengukuran

   

 

P1 

P2 

P3

P4

P5 

Supine Posisi lateral 30o

  Menit    0 

115  120

150 

 

240

360 

270

Universitas Indonesia Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014

Lampiran 2 Lembar Observasi Hemodinamik Posisi Lateral Pasca CABG LEMBAR OBSERVASI HEMODINAMIK PASIEN KELOMPOK INTERVENSI POSISI LATERAL 30o DUA JAM PASCA BEDAH CABG Nama Pasien : Nomor RM : Tanggal Lahir : Umur : BB : TB : Parameter hemodinamik

PI (5 menit sebelum intervensi 2 jam)

PII (30 menit pasca lateral posisi)

PIII (120 menit pasca lateral posisi)

PIV (30 menit pasca supine)

PV (120 menit pasca supine)

Heart rate Systolic Diastolic MAP SaO2 PAP PCWP CVP

-

RR Temperature Cardiac Index Diagnosa Tindakan

Terapi

Universitas Indonesia Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014

Lampiran 3 Lembar Observasi Hemodinamik Posisi Supine LEMBAR OBSERVASI HEMODINAMIK PASIEN KELOMPOK INTERVENSI POSISI SUPINE PASCA BEDAH CABG Nama Pasien Nomor RM Tanggal Lahir Umur BB TB

: : : : : :

Parameter hemodinamik

PI Menit ke 155

PII PIII PIV PV Menit ke 150 Menit ke 240 Menit ke 270 Menit ke 360

Heart rate Systolic Diastolic MAP SaO2 PAP PCWP CVP

-

RR Temperature Cardiac Index

Diagnosa Tindakan

Terapi

Universitas Indonesia Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014

Lampiran 4 Format Pengkajian Spiritual dalam Keperawatan FORMAT PENGKAJIAN SPIRITUAL DALAM KEPERAWATAN Nama Pasien Tanggal Lahir Umur No. RM Jenis Kelamin

: : : : : L/P

Agama Status Suku Pendidikan Unit kerja

: : : : :

Mohon diisi atau tempelkan stiker identitas jika ada

1. Konsep ketuhanan 1.1 Apakah agama atau tuhan berarti bagi anda? Ya Tidak 1.2 Apakah berdoa sangat bermanfaat bagi anda? Ya Tidak 1.3 Apakah yang diharapkan ketika anda berdoa? Kesehatan/kesembuhan Panjangkan umur Ampunan dosa Keluarga selalu sehat dan seahtera 2. Sumber harapan dan kekuatan 2.1 Siapa orang yang sangat berarti bagi anda? Orangtua Suami/istri Anak Orang lain,…………………. 2.2 Kepada siapa anda meminta ketika anda membutuhkan pertolongan? Tuhan Keluarga Teman Seorang profesional 3. Praktik ritual keagamaan 3.1 Adakah beberapa praktik keagamaan yang penting bagi anda? Ada, apa …………………. Tidak 3.2 Apakah anda membutuhkan bimbingan spiritual dari seorang ahli/pemuka agama? Ya, Berapa kali/minggu ….. Tidak

3.3 Apakah anda terganggu untuk melaksanakan ritual keagamaan selama dirawat? Ya Tidak 3.4 Apa yang anda perlukan untuk melaksanakan ritual keagamaan selama dirawat? Bersuci/Pakaian yang bersih Arah kiblat Al-Qur`an/Kitab suci Jadwal beribadah Panduan ibadah saat sakit

Lain-lain ………………..………. 3.5 Bagaimana keyakinan spiritual/keagamaan yang biasanya dilakukan dalam keluarga anda? Shalat berjamaah Berdoa bersama Membaca Al-Quran bersama Puasa sunah Lain-lain,………………………. 3.6 Bagaimana pentingnya spiritual/keagamaan bagi keluarga anda? Sangat penting untuk kesejahteraan manusia di dunia/akhirat Kurang penting, manusia harus bekerja keras dalam merubah hidupnya Tidak penting, manusialah yang paling menentukan masa depannya Lain-lain, ………………………

Universitas Indonesia Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014

Lampiran 4 Format Pengkajian Spiritual dalam Keperawatan 3.7 Seperti apa pengalaman/praktik pribadi yang menonjol dari anda selama waktu di rumah? Shalat/doa Baca Al-Qur`an Sedekah Kegiatan keagamaan Puasa Lain-lain …………………………..

3.8 Bagaimana anda mengekspresikan keyakinan spiritual anda sekarang? Tenang menghadapi sakit Kurang motivasi dalam beraktivitas Tidak dapat memaafkan diri sendiri

Lain-lain ………………………. 4. Hubungan antara keyakinan spiritual dan kesehatan 4.1 Apkah yang paling mengganggu diri anda ketika sedang sakit? Kondisi fisik tubuh yang lemah Lingkungan rumah sakit yang tidak nyaman Tidak dapat melaksanakan praktik ibadah dengan tenang 4.2 Apakah yang anda pikirkan akan terjadi pada anda? Cepat diberikan kesembuhan Berfikir tentang kematian Lain-lain,………………………. 5. Makna dan Tujuan 5.1 Apakah yang membuat pasien merasa sakit dan menderita? Penyakitnya Tidak dapat melaksanakan perannya Beban biaya perawatan Tidak ada dukungan keluarga 6. Cinta, hubungan, dan harga diri 6.1 Bagaimana hubungan pasien dengan keluarga, teman, dan orang lain disekitar? Harmonis Kurang harmonis

Tidak harmonis 6.2 Apakah pasien/klien tampak damai/nyaman? Ya Tidak 6.3 Apakah pasien/klien memberikan kedamaian? Ya Tidak 6.4 Bagimana pasien/klien merasakan tentang dirinya? Percaya diri Kurang percaya diri Tidak percaya diri 7. Takut dan ansietas 7.1 Apakah pasien/klien takut/cemas terhadap sesuatu? Ya, apa ………………………. Tidak 7.2 Adakah sesuatu yang meredakan rasa takut dan cemas? Ya, apa ………………………. Tidak 8. Marah 8.1 Apakah pasien/klien marah terhadap sesuatu? Ya Kadang-kadang Tidak 8.2 Bagaimana pasien/klien mengatasi marahnya? Melakukan nafas dalam Menyebut nama tuhan/berdzikir Lain-lain ………………………. Dimodifikasi dari: Stoll’s Guideline for spiritual assesment (Stoll, 1979); Qualitative questions for spiritual assesment (Hodge, 2001); and Spiritual Assesment Guide (Narayanasamy, 2004)

Universitas Indonesia Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014

Lampiran 5 Distres Spiritual: Format Diagnosa, Tujuan, Hasil dan Rencana Intervensi FORMAT DIAGNOSA KEPERAWATAN, TUJUAN HASIL, DAN RENCANA INTERVENSI Diagnosa Keperawatan

Tujuan dan Hasil

Intervensi

Distress spiritual, b.d Ansietas Sakit kronis Kematian Perubahan hidup Kesepian Nyeri Keterasingan diri Keterasingan sosial Gangguan sosikultural Menjelang ajal

Peningkatan status kenyamanan: psikospiritual Meningkatnya koping positif Meningkatnya harapan Meningkatnya kesehatan spiritual Meningkatnya penyesuaian spiritual

Dukungan emosi dan penumbuhan harapan Ungkapkan empati terhadap perasaan pasien Beri jaminan pada klien bahwa perawat selalu ada untuk mendukung pasien saat merasakan penderitaan Fasilitasi pertumbuhan spiritual dan berikan dukungan spiritual Rujuk ke penasehat spiritual Jaga privasi dan beri waktu pasien untuk melakukan praktik keagamaan Anjurkan kunjungan pelayanan keagamaan jika diperlukan Dengarkan dengan cermat komunikasi pasien dan kembangkan waktu berdoa dan ritual klien Perawatan menjelang ajal Komunikasikan kerelaan menjelang ajal Dorong pasien dan keluarga untuk berbagi perasaannya tentang kematian Berada disamping pasien yang sedang ketakutan Penuhi permintaan khusus pasien dan keluarga Dukung pasien dan keluarga selama tahap kesedihan Minimalkan ketidaknyamanan jika memungkinkan Dukung upaya keluarga untuk menunggui disamping tempat tidur Fasilitasi kebutuhan spiritual untuk pasien dan keluarga Modifikasi lingkungan sesuai kebutuhan dan keinginan pasien Monitor nyeri Monitor penurunan kapasitas fisik dan mental Libatkan keluarga dalam keputusan asuhan dan kegiatan sesuai keinginan Monitor perubahan emosi

Universitas Indonesia Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014

Lampiran 6 Hambatan Religiositas: Format Diagnosa, Tujuan, Hasil dan Rencana Intervensi FORMAT DIAGNOSA KEPERAWATAN, TUJUAN HASIL, DAN RENCANA INTERVENSI Diagnosa Keperawatan Hambatan religiositas, b.d. Penuaan Penyakit/sakit Nyeri Ansietas Takut mati Koping tidak efektif Dukungan tidak efektif Kurang percaya diri Krisis personal Kendala kultural untuk mempraktikkan agama Kendala lingkungan untuk mempraktikkan agama Kurangnya interaksi sosiokultural Penderitaan

Tujuan dan Hasil Meningkatnya status kenyamanan psikospiritual Mengakhiri kehidupan secara bermartabat meningkatnya harapan meningkatnya penyesuaian psikososial: perubahan hidup meningkatnya kesehatan spiritual

Intervensi Fasilitasi perkembangan spiritual dan berikan dukungan spiritual Informasikan pasien/keluarga mengenai sumber keagamaan yang tersedia di institusi Informasikan pasien mengenai buku dan artikel keagamaan yang tersedia Rujuk ke pemuka agama atau penasehat spiritual Tawarkan dukungan doa secara individu atau bersama bila perlu Berdoa bersama pasien jika diminta untuk melakukannya Gunakan komunikasi terapeutik untuk membina rasa percaya Memfasilitasi pemanfaatan ritual keagamaan pasien Menyediakan privasi dan ketenangan untuk berdoa dan ritual keagamaan lainnya Tunjukkan sikap menerima dan tidak menghakimi mengenai ritual keagamaan pasien.

Universitas Indonesia Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014

Lampiran 7 Risiko Distres Spiritual: Format Diagnosa Tujuan Hasil dan Rencana Intervensi FORMAT DIAGNOSA KEPERAWATAN, TUJUAN HASIL, DAN RENCANA INTERVENSI Diagnosa Keperawatan

Tujuan dan Hasil

Intervensi

Risiko distres spiritual, b.d. Perubahan lingkungan Sakit kronis Penyakit fisik Ansietas Perubahan dalam praktik spiritual Konflik kultural Depresi Ketidakmampuan untuk memafkan Kehilangan Harga diri rendah Hubungan buruk Konflik rasial Berpisah dengan sistem pendukung Stres

Meningkatnya harapan Menurunnya tingkat penderitaan Meningkatnya ketahanan personal Meningkatnya kesejahteraan individu Eningkatnya kesehatan spiritual

Penumbuhan harapan Bantu pasien dalam mengidentifikasi kekuatan diri Dukung pasien untuk mengungkapkan keluhan Dukung pasien dan keluarga melepas perasaan dan berduka Berikan perawatan dengan cara yang tidak menghakimi, mempertahankan privasi dan martabat pasien Fasilitasi pertumbuhan spiritual berikan dukungan spiritual Rujuk ke penasehat spiritual Jaga privasi dan beri waktu pasien untuk melakukan praktik keagamaan Anjurkan kunjungan pelayanan keagamaan jika diperlukan Dengarkan dengan cermat komunikasi pasien dan beri waktu untuk berdoa atau beribadah

Universitas Indonesia Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014

Lampiran 8 Risiko Hambatan Religiositas: Format Diagnosa Tujuan Hasil dan Rencana Intervensi FORMAT DIAGNOSA KEPERAWATAN, TUJUAN HASIL, DAN RENCANA INTERVENSI Diagnosa Keperawatan

Tujuan dan Hasil

Intervensi

Risiko hambatan religiositas, b.d. Rawat inap Sakit/nyeri Depresi Pemberian asuhan yang tidak efektif Koping yang tidak efektif Dukungan yang tidak efektif Kurang pecaya diri Kendala kultural untuk mempraktikkan agama Kurangnya interaksi sosial Penderitaan

Menurunya tingkat ansietas Meningkatnya kepuasan klien: pemenuhan kebutuhan budaya Meningkatnya penyesuaian sosial Meningkatnya dukungan sosial dan kesehatan spiritual

Dukungan emosi Dorong pasien untuk berbicara atau menangis guna mengurangi ketegangan Tunjukkan empati dan penerimaan Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan seperti kemarahan atau kesedihan. Dukungan spiritual Informasikan pasien/keluarga Mengenai sumber keagamaan yang tersedia Rujuk ke pemuka agama atau penasehat spiritual lainnya Berdoa bersama pasien jika diminta Fasilitasi pemanfaatan ritual keagamaan pasien Beri privasi dan ketenangan untuk berdoa atau menjalankan praktik keagamaan lainnya Tunjukkan sikap menerima dan tidak menghakimi mengenai praktik keagamaan klien

Universitas Indonesia Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014

Lampiran 9 Kesiapan Meningkatkan Religiositas: Format Diagnosa Tujuan Hasil dan Rencana Intervensi FORMAT DIAGNOSA KEPERAWATAN, TUJUAN HASIL, DAN RENCANA INTERVENSI

Diagnosa Keperawatan Kesiapan meningkatkan religiositas

Tujuan dan Hasil Menngkatnya harapan Meningkatnya kesejahteraan individu Meningkatnya kesehatan spiritual

Intervensi Fasilitasi perkembangan spiritual Koordinasikan atau berikan pelayanan penyembuhan, perkumpulan, meditasi, atau berdoa di tempat perawatan atau tempat lain Berikan video atau audio tape dari pelayanan religius sesuai ketersediaan Rujuk kepada penasehat sipiritual sesuai pilihan pasien Peningkatan ritual keagamaan dan dukungan spiritual Identifikasi perhatian pasien mengenai ekspresi keagamaan Dorong penggunaan dan partisipasi dalam ritual keagamaan atau praktik yang tidak merugikan kesehatan. Dorong perencanaan ritual dan partisipasi yang sesuai Dorong kehadiran pada acara ritual yang sesuai Dorong diskusi tentang perhatian religi Dengarkan dan kembangkan waktu untuk berdoa dan beribadah Lakukan pengobatan individu dengan rasa hormat bermartabat

Universitas Indonesia Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014

Lampiran 10 Kesiapan Meningkatkan Kesejahteraan Spiritual: Format Diagnosa Tujuan Hasil dan Rencana Intervensi FORMAT DIAGNOSA KEPERAWATAN, TUJUAN HASIL, DAN RENCANA INTERVENSI Diagnosa Keperawatan Kesiapan meningkatkan kesejahteraan spiritual

Tujuan dan Hasil Meningkatnya koping Meningkatnya harapan Meningkatnya kesejahteraan individu Meningkatnya kualitas hidup Meningkatnya kesehatan spiritual

Intervensi Peningkatan kesadaran diri dan harga diri Ungkapkan empati terhadap perasaan pasien. Beri jaminan pada klien bahwa perawat selalu ada untuk mendukung pasien saat merasakan penderitaan. Dukungan spiritual Jaga privasi dan beri waktu pasien untuk melakukan praktik keagamaan Dengarkan dengan cermat komunikasi pasien dan kembangkan waktu berdoa dan ritual klien Anjurkan kunjungan pelayanan keagamaan jika diperlukan Rujuk ke penasehat spiritual

 

Dimodifikasi dari: (Barnum, 2006; Bulechek et al., 2013; Moorhead, Johnson, Maas, & Swanson, 2013)

Universitas Indonesia Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014

Lampiran 11 Angket Sikap Perawat Terhadap Asuhan Spiritual ANGKET SIKAP PERAWAT TERHADAP ASUHAN SPIRITUAL Nomer Responden

: ....................

Petunjuk Pengisian a. Bacalah butir-butir pernyataan dibawah ini dengan teliti dan tidak perlu terburu-buru b. Lingkarilah jawaban yang anda pilih yang sudah tersedia pada kolom sebelah kanan pernyataan No

Pernyataan

Sangat Kurang Tidak Setuju Setuju Setuju Setuju

Sangat Tidak Setuju

1

Dimensi spiritual merupakan bagian dari asuhan keperawatan holistik yang tidak dapat dipisahkan.

SS

S

KS

TS

STS

2

Aspek spiritual adalah salah satu kebutuhan dasar manusia yang perlu untuk dipenuhi

SS

S

KS

TS

STS 

3

Asuhan keperawatan spiritual pada pasien akan meningkatkan beban kerja perawat

SS

S

KS

TS

STS 

4

Asuhan keperawatan spiritual pada pasien merupakan suatu hal yang tidak penting dalam pengelolaan pasien kardiovaskuler

SS

S

KS

TS

STS 

5

Asuhan keperawatan spiritual akan menyita waktu untuk memberikan asuhan keperawatan fisiologis

SS

S

KS

TS

STS 

6

Asuhan spiritual dilakukan secara terpisah dengan asuhan keperawatan fisiologis

SS

S

KS

TS

STS 

7

Perawatan pasien yang utama adalah asuhan keperawatan fisiologis

SS

S

KS

TS

STS 

8

Kebutuhan spiritual yang terpenuhi akan mendukung kondisi fisiologis pasien

SS

S

KS

TS

STS 

9

Kebutuhan spiritual tidak akan mempengaruhi kondisi fisiologis pasien

SS

S

KS

TS

STS 

10

Kebutuhan spiritual adalah prioritas terakhir dalam memberikan asuhan keperawatan

SS

S

KS

TS

STS 

Total

 

Universitas Indonesia Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014

Lampiran 12 Angket Praktik Asuhan Spiritual oleh Perawat KUESIONER PRAKTIK ASUHAN SPIRITUAL OLEH PERAWAT Nomer Responden

: ....................

Petunjuk Pengisian a. Bacalah butir-butir pernyataan dibawah ini dengan teliti dan pilihlah jawaban dengan jujur sesuai yang anda lakukan. b. Lingkarilah jawaban yang anda pilih yang sudah tersedia pada kolom sebelah kanan pernyataan. No 1 2 3 4 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18

Pernyataan

Selalu

Sering

Jarang

Tidak Pernah

Saya mengkaji kebutuhan pasien secara holistik (bio-psiko-sosio-kultural-spiritual) Saya mengkaji kebutuhan pasien tentang keyakinan dan spiritualnya Saya mengutamakan pengkajian kebutuhan fisiologis pasien Saya hanya menegakkan diagnosa keperawatan fisiologis Saya kesulitan untuk menegakkan diagnosa keperawatan spiritual Saya melakukan intervensi dukungan spiritual untuk pasien Saya memfasilitasi perkembangan spiritual pasien Saya memfasilitasi praktik ritual keagamaan pasien Saya memberikan dukungan emosi pada pasien yang mengalami ansietas dan kesedihan Saya memenuhi kebutuhan pasien saat menjelang ajal Saya memfasilitasi peningkatan harga diri pasien Saya kesulitan menerapkan intervensi spiritual untuk pasien Saya hanya melakukan intervensi keperawatan biofisiologis pasien Saya mendengarkan ungkapan emosi pasien dan keyakinannya Saya bersedia berada disamping ketika pasien mengalami ansietas, kesedihan dan ketakutan Saya membutuhkan sebagian besar waktu dinas untuk memenuhi kebutuhan fisiologis pasien Saya kekurangan waktu untuk memenuhi kebutuhan spiritual pasien Saya hanya melakukan evaluasi kebutuhan fisiologis pasien Saya mendokumentasikan asuhan spiritual pasien Total

Universitas Indonesia Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014

Lampiran 13 Resume 30 Kasus Kelolaan RESUME KASUS-KASUS KELOLAAN 1

Resume Kasus ke-1 Pasca Mitral Valve Replacement (MVR) ec Mitral Stenosis Severe & Tricuspidalis Regurgitasi EF 79% Pengkajian Fokus (tanggal 16 september 2013) Tn. M, laki-laki, 59 tahun, tanggal masuk RS 16 September 2013, agama islam, pekerjaan swasta, menikah, pendidikan SMP, masuk RS tanggal 9 September 2013. Riwayat Kesehatan Klien merasakan nyeri yang sudah berkurang. Klien sedang menjalani perawatan pasca Mitral Valve Replacement dengan chordae plasty A1 dan A3 dengan CV4, reseksi restricted chordae PML dan Ring Annuloplasty Physio II no 3 (13 jahitan). Konservasi Energi Klien bernapas spontan, tidak ada sesak napas. Klien merasakan nyeri daerah luka di sternum skala 5 (0-10). Klien tampak menahan nyeri saat bergerak. Klien mendapat diet jantung II 2000 kkal/24 jam. Klien mampu menghabiskan makannya. Klien mersakan sulit tidur malam, namun saat siang hari klien dapat tertidur. Klien tidak menampakkan tanda kelelahan. Konservasi Integritas Struktur Klien banyak istirahat ditempat tidur. Klien sdh mampu melakukan mobilisasi duduk. Klien banyak istirahat di tempat tidur. Klien diajarkan mobilisasi duduk dan berdiri serta berjalan di samping tempat tidur. Klien mampu melakukan mobilisasi duduk, berdiri dan berjalan di samping tempat tidur. BB 57 Kg TB 161 cm; TD 119/67 mmHg; RR 16/menit; HR 78/menit; suhu 36,7o C. Xray: cardiomegali. Diagnosa medis: Pasca Mitral Valve Replacement (MVR) ec Mitral Stenosis Severe & Tricuspidalis Regurgitasi EF 79%. Konservasi Integritas Personal Klien sedih dengan penyakitnya, merasa membebani keluarga cukup lama. Klien tidak mengalami perubahan citra tubuhnya. Konservasi Integritas Sosial Klien mendapat dukungan yang baik dari keluarga dan orang terdekatnya. Klien selalu ditunggui keluarganya di ruang tunggu. Klien tidak mampu melakukan aktifitasnya untuk bekerja atau bermasyarakat karena kondisi penyakitnya. Diagnosa Keperawatan: 1. Nyeri akut bd agen cedera mekanik akibat tindakan pembedahan sternotomi 2. Konstipasi b.d. penurunan aktifitas 3. Intoleran aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplei dan kebutuhan oksigen 4. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan otot, penurunan massa otot 5. Ansietas b.d. ancaman kematian, status cedera yang dialami Intervensi/Implementasi Keperawatan 1. Melakukan manajemen nyeri non farmakologis dengan relaksasi dan imajinasi terarah 2. Mengelola pemberian analgesik 3. Memberikan edukasi tentang pola defekasi yang normal dan kiatnya. 4. Mendorong klien untuk meningkatkan mobilitas dan latihan. 5. Memberikan edukasi tentang nutrisi bagi tubuh 6. Mendorong klien untuk meningkatkan asupan nutrisi porsi sedikit sering 7. Melakukan pemantauan status nutrisi

Universitas Indonesia Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014

Lampiran 13 Resume 30 Kasus Kelolaan

2

8. Memberikan bantuan perawatan diri makan 9. Mengevaluasi motivasi dan keinginan pasien untuk meningkatkan aktivitas 10. Memantau respon kardiorespirasi sebelum dan sesudah aktivitas 11. Mengajarkan dan promosikan latihan fisik kekuatan; ambulasi; keseimbangan; mobilitas sendi; pengaturan posisi 12. Mengajarkan dan bantu perawatan diri berpindah 13. Melakukan penurunan ansietas dengan edukasi dan rasionalisasi 14. Memberikan dukungan emosi 15. Melakukan penurunan ansietas dengan edukasi dan rasionalisasi 16. Memberikan dukungan emosi Evaluasi: Nyeri mengalami penurunan setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 hari ditandai pasien tampak rileks, ekspresi muka tidak tegang, skala nyeri 2. Konstipasi telah teratasi setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam ditandai: klien sudah BAB; tidak merasakan ingin BAB kembali. Pasien menunjukkan peningkatan toleransi aktifitas setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 hari ditandai: TD saat aktifitas 115/72 mmHg; HR aktifitas 87/menit; RR aktifitas 20/menit; tidak merasakan kelelahan dan sesak napas saat aktifitas. Mobilitas fisik mengalami perbaikan setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 hari ditandai: mampu duduk, berdiri, dan berjalan disekitar tempat tidur, kooperatif dengan program latihan. Ansietas teratasi setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 hari ditandai: klien kooperatif dengan perawatan dan pengobatan; tampak rileks dan tidak terlihat tegang; tanda vital stabil. Resume Kasus ke-2 Pasca CABG 4x on pump Pengkajian (25 September 2013) Ny. H.M., perempuan, umur 66 tahun, pendidikan SLTA, menikah, agama islam, masuk RS tanggal 22 September 2013. Riwayat Singkat Pasien mengeluh nyeri dada sejak 4 bulan yang lalu yang dicetuskan oleh aktiftas berlebihan. Pasien mengatasi nyeri dengan minum obat dan istirahat. Pasien berobat ke RSJPDHK dilakukan coronary angiography dengan hasil CAD3VD dan diprogramkan CABG. Konservasi Energi Pasien mengeluh nyeri daerah luka pembedahan, skala 5 (0-10), tampak muka tegang menahan nyeri, takut bergerak. Pasien tidak merasakan sesak napas. Konservasi Integritas Struktur Kesadaran composmentis; BB 80 kg TB 162 cm; TD 102/59 mmHg; ECG sinus rhythme; SpO2 98%; fiO2 binasal 5 liter/menit. Drain substernal dan intrapleural kiri. Terpasang douwer catheter. Diagnosa medis: CAD3VD; hipertensi stage II; DM type II; riwayat SNH tahun 2007. Tanggal 23 September 2013 pasien dilakukan tindakan CABG 4x on pump: LIMA – LAD; SVG – PDA; SVG – OM; SVG – LCx. Terapi: PRC; Dopamin 200/50; NaCl 0,9%; Humulin 50/50; Heparin 5000/50; Lasix drip 200/20; Cefophar 3x1 gr; Ranitidine 2x1 amp; Cernevit 2x1 vial; Lasix 2x1 amp; Aptor 1x100 mg; Simvastatin 1x20 mg; Paracetamol 3x1 gr; Ventolin nebulizer 3x/hari; Valsartan 2x20 mg; Fluimucyl 2x1 cap; ultracef tab 4x1; Xanax 1x0,5 mg; Profenid sup k/p.

Universitas Indonesia Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014

Lampiran 13 Resume 30 Kasus Kelolaan Konservasi Integritas Personal Pasien mengatakan takut bergerak, takut saat batuk luka operasinya dapat terbuka kembali. Tampak pasien tegang dan menahan batuknya. Pasien mererasa ngeri melihat luka operasinya. Pasien mengatakan selalu memikirkan kesembuhan penyakitnya. Pasien tidak menunjukkan penurunan citra tubuh. Pasien berharap penyakitnya dapat disembuhkan. Pasien memperoleh perhatian dari keluarga dan saudaranya. Konservasi Integritas Sosial Pasien memperoleh dukungan penuh dari keluarganya untuk memperoleh pengobatan dan perawatan. Pasien sebagai ibu rumah tangga merasa memiliki peran dan fungsi sebagai ibu rumah tangga, dan saat ini tidak dapat menjalankan perannya sebagai ibu. Diagnosa Keperawatan 1. Nyeri akut bd agen cedera mekanik prosedur pembedahan CABG 2. Penurunan curah jantung bd perubahan irama jantung, preload, afterload, dan kontraktilitas. 3. Bersihan jalan napas tidak efektif bd sekresi yang tertahan 4. Risiko perdarahan Intervensi/Implementasi 1. Mengkaji nyeri secara komprehensif meliputi: lokasi, karakteristik, durasi nyeri, frekuensi, kualitas, intensitas dan faktor presipitasi. 2. Mengobervasi repson non verbal pasien yang menunjukkan ketidaknyamanan. 3. Memberikan informasi tentang penyebab nyeri, durasi nyeri dan cara antisipasi atau menurunkan nyeri dengan teknik manajemen nyeri non farmakologis 4. Mengajarkan penggunaan teknik menejemen nyeri non farmakologi (distraksi, relaksasi) yang perlu dilakukan sebelum, selama, dan setelah nyeri timbul. 5. Mengadmisitrasikan pemberian obat analgetik 6. Memantau respon pasien terhadap pemberian analgetik 7. Memantau irama jantung 8. Melakukan auskultasi bunyi paru 9. Memantau ECG 12 leads 10. Mamantau hemodinamik 11. Memantau keluaran urine 12. Memantau perubahan tekanan darah setiap 15 menit 13. Memantau perubahan ECG 14. Mantau intake output 15. Melatih pasien melakukan napas dalam dan batuk efektif 16. Melakukan penghisapan sekret secara periodik 17. Membantu pasien posisi duduk, tangan memeluk bantal mendukung pasien melakukan latihan napas dalam dan mengeluarkan melalui tiupan bibir 18. Meamntau tanda dan gejala perdarahan 19. Melindungi pasien dari trauma yang menyebabkan perdarahan 20. Mengkaji area incisi dari tanda perdarahan 21. Mencatat karakterisitik drainase 22. Mempertahankan kepatenan selang drainase 23. Melindungi selang WSD untuk mencegah tekanan 24. Mencatat jumlah, warna drainase setiap jam

Universitas Indonesia Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014

Lampiran 13 Resume 30 Kasus Kelolaan

3

Evaluasi Pasien menunjukkan penurunan nyeri setalah dilakukan asuhan keperawatan selama 2x24 jam ditandai: skala nyeri awal 8 turun menjadi 4; TD 136/76 mmHg HR 76/menit; CVP 12; akral hangat suhu 36,4o C dihangat dengan warm air. Pasien menunjukkan penurunan curah jantung teratasi sebagianm setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24 jam ditandai: TD 136/76 mmHg HR 76/menit; CVP 12; akral hangat suhu 36,4 C dihangat dengan warm air. Pasien menunjukkan bersihan jalan napas teratasi setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 8 jam ditandai: setelah disuction suara ronki berkurang, setelah terekstubasi suara paru vesiuler, ronki +/+. Pasien menunjukkan tidak adanya perdarahan setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 2x24 jam ditandai: tidak ada tanda-tanda perdarahan paa insisi sternotomi, tempat penusukan alat-alat monitoring hemodinamik dan pada luka ditungkai. Resume Kasus ke-3 CHF FC III; MR severe (EF 63%); CAP; Hipertensi stage I Pengkajian Fokus (30 September 2013) Tn. M.H., laki-laki, umur 74 tahun, pendidikan SD, menikah, agama islam, masuk RS tanggal 25 September 2013. Riwayat Singkat Klien masuk RS dengan keluhan sesak napas, mudah mengalami kelelahan, berjalan beberapa meter sudah merasakan lelah sesak napas dan gemetaran. Pasien pernah menjalani perawatan di RSJPDHK bulan Maret 2013 dengan keluhan edema paru. Tahun 2009 pernah dirawat dengan diagnosa hipertensi. Konservasi Energi Pasien merasakan badannya lemah, pada saat beraktifitas sedikit mudah lelah dan sesak napas. Pasien merasakan lelah, sesak napas dan gemetaran hanya untuk berjalan beberapa meter ke kamar mandi. Pasien mengatakan kesulitan untuk tidur malam, namun di siang hari banyak tidurnya. Klien tidak mengalami batuk. Klien memenuhi kebutuhan nutrisinya dengan menikmati menu hidangan RS 3 kali perhari. Konservasi Integritas Struktur Kesadaran composmentis, GCS E4 M6 V5; TD 142/87 mmHg; HR 78/menit; RR 20/menit; suhu 37o C. Paru tidak ada ronkhi dan wheezing. Ekstremitas bawah terdapat edema. Diagnosa medis: CHF FC III; MR severe (EF 63%); CAP; Hipertensi stage I. Terapi medis: Vblock 2x3,125 mg; Alopurinol 1x100 mg; Aldactone 1x25 mg; Paracetamol 3x1 gr; Vectrine 2x1 caps; Candesartan 1x16 mg; Lasix 2x1 tab; Cefixime 2x200 mg; Lasix 2x2 amp; Ceftriaxone 1x2 gr; Lantus 1x12 unit; Vitamin C 3x200 mg; Amikasin 1x750 mg; Ranitidine 2x1 amp. Konservasi Integritas Personal Pasien mengatakan khawair dengan penyakitnya. Tampak tegang dan gelisah. Pasien sangat berharap penyakitnya dapat sembuh dan kesehatannya pulih kembali. Pasien tidak mengalami penurunan harga diri. Pasien sangat didukung dan diperhatikan keluarganya. Keluarga selalu mendampingi pasien saat jam berkunjung. Konservasi Integritas Sosial Pasien sebagai ibu rumah tangga merasa peran dan fungsi sebagai ibu rumahtangga terganggu karena sedang menderita sakit. Pasien mendapat dukungan dan perhatian dari suami dan keluarganya secara penuh. Diagnosa Keperawatan Universitas Indonesia Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014

Lampiran 13 Resume 30 Kasus Kelolaan

4

1. Penurunan curah jantung bd penurunan kontraktilitas, preload dan afterload. 2. Gangguan pertukaran gas bd perubahan membran kapiler alveolar 3. Intoleransi aktifitas bd ketidak seimbangan suplai dan kebutuhan oksigen Intervensi/Implementasi 1. Menginstruksikan pasien pentingnya segera melaporkan bila terjadi ketidaknyamanan dada 2. Mengevaluasi episode chestpain (intensitas, lokasi, durasi, faktor presipitasi dan penghambat) 3. Memantau ECG terhadap perubahan ST secara tepat 4. Memantau vital sign secara periodik 5. Memantau status respirasi terhadap tanda heart failure 6. Memantau nilai laboratorium yang sesuai (enzym jantung, dan elektrolit) 7. Memantau dyspnea, orthopnea, tacypnea 8. Memantau analisa gas darah arteri, serum, dan kadar electrolit urine 9. Memantau aliran liter oksigen 10. Mengadministrasikan terapi oksigen yang diprogramkan 11. Memantau keefektifan terapi oksigen 12. Memantau frekuensi, irama, kedalaman, dan usaha bernapas 13. Memantau pola pernapasan 14. Memantau saturasi oksigen secara kontinyu 15. Memantau respon kardiorespirasi untuk beraktifitas (tachycardia, disritmia lain, dyspnea, diaphoresis, pucat, tekanan hemodinamik, RR) 16. Membantu pasien untuk memahami prinsip penghematan energi 17. Membantu pasien dalam menetapkan prioritas kegiatan untuk mengakomodasi tingkatan energi 18. Membantu pasien untuk menjadwalkan periode istirahat 19. Menghindari kegiatan asuhan selama periode jadwal istirahat Evaluasi Klien menunjukan peningkatan curah jantung setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 hari ditandai: TD 112/72 mmHg HR 87/menit MAP 67 mmHg Klien menunjukkan perbaikan pertukaran gas setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 hari ditandai: RR 16/menit pernapasan teratur, klien tidak sesak, bunyi crackles (-) Klien menunjukkan peningkatan toleransi aktifitas setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 hari ditandai: klien lebih adapatif dalam melakukan aktifitas di tempat tidur. Tidak sesak saat aktifitas, tidak ada perubahan tekanan darah saat aktifitas, TD 112/72 mmHg MAP 67 mmHg HR 87/menit. Resume Kasus ke-4 UAP dd STEMI TIMI 3/7 Grace 88 Crussade 25, Total AV Block simptimatik Pengkajian Fokus (2 Desember 2013) Tn. M.A., laki-laki, 42 tahun, tanggal masuk RS 28 Nopember 2013, agama islam, pekerjaan swasta, menikah, pendidikan SMA, tanggal masuk RS 28 Nopember 2013. Riwayat Kesehatan Klien mengeluh lemah. Sekitar 2 minggu sebelum masuk RS pasien sempat jatuh di kamar mandi dan kejang tampak kebiruan. Sekitar 14 jam sebelum masuk RS pasien sedang shalat, tiba-tiba pasien lemas dan terjatuh, seperti hampir pingsan. Setelah diistirahatkan pasien mulai pulih. Klien tidak mengeluh nyeri dada, tidak sesak napas. Sekitar 12 jam sebelum masuk RS pasien kembali lemas, kemudian oleh keluarganya pasien dibawa ke RS Marinir dan di diagnosa aritmia akibat Acute Universitas Indonesia Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014

Lampiran 13 Resume 30 Kasus Kelolaan coronary syndrome (ACS) dan perlu dipasang Pacemaker. Saat di RS Marinir pasien muntah. Saat di IGD RS JPD Harapan Kita klien tidak mengeluh nyeri dada, tidak sesak napas, dan tidak mual muntah. Klien tidak menderita asma, tidak pernah menderita stroke, dan tidak memiliki riwayat gastritis. Konservasi Energi Klien tidak mengalami sesak napas, tidak ada nyeri, nutrisi DJ II 2000 kkal/24 jam. Klien meghabiskan menu makan yang disediakan. Tidak ada muntah dan diare. Klien dapat berisitirahat 8 jam perhari. Klien hanya berbaring di tempat tidur karena terpasang Temporary Pacemaker (TPM) hari ke-5. Tidak gangguan pergerakan ekstremitas atas dan bawah. Konservasi Integritas Struktur Kesadaran komposmentis, BB 70 kg TB 77 cm, vital sign TD 104/75 mmHg, RR 16 x/mnt, HR 80 x/mnt, suhu 36,5 derajat C. Jantung bunyi jantung 1 dan 2 tidak ada murmur dan gallop. Paru tidak ada bunyi napas tambahan ronki atau wheezing. Tidak ada gangguan pergerakan ekstremitas, tidak ada kelemahan ekstremitas, tidak ada atropi otot ekstremitas. Tidak ada edema ekstremitas bawah. ECG 28-11-2013 total AV Block HR 32/menit, axis normal, P wave normal, QRS 0,12 sec. Coronarography 28-11-2013 normal arteri koroner diameter seluruh pembuluh darah besar. CKMB 34 Na 143 K 4,8 Cl 104 Mg 2,5. Diagnosa UAP dd STEMI TMI 3/7 Grace 88 Crussade 25, Total AV Block simptimatik. Terapi Aspilet 1x80 mg, Simvastatin 1x20 mg, Diazepam 1x50 mg, Laxadine syr 2 ct, TPM on HR 80/menit, output 4 mA sense 3 mV. Konservasi Integritas Personal Klien merasakan cemas dan takut karena akan diprogramkan untuk pemasangan Permanent pacemaker (PPM). Klien mengatakan belum siap untuk menggunakan PPM. Menurut pemahaman klien seseorang yang terpasang PPM hidupnya akan terganggu dan tidak akan mampu untuk beraktifitas berat. Klien juga memiliki pengalaman yang traumatik, yaitu ada saudaranya yang terpasang PPM dan akhirnya meninggal. Klien tidak mengetahui tentang terapi permanent pacemaker (PPM). Klien juga tidak mengerti bagaimana aktifitas hidup nantinya setelah terpasang PPM. Konservasi Integritas Sosial Klien sebagai seorang ayah yang memiliki 3 orang anak dan seorang istri. Klien sangat menyayangi keluarganya dan sulit untuk berpisah dengan keluarga. Klien bekerja sebagai seorang security pada sebuah security agency di wilayah Jakarta. Diagnosa Keperawatan 1. Penurunan curah jantung bd perubahan irama jantung 2. Ansietas bd ancaman status kesehatan dan fungsi peran. Intervensi dan Implementasi Keperawatan 1. Memonitor tanda vital secara rutin 2. Memonitor disritmia jantung, termasuk kedua gangguan irama dan konduksi 3. Memonitor fungsi pacemaker 4. Melakukan pengecekan elektrode dengan baik (pastikan fiksasinya baik). 5. Melakukan seting parameter pacemaker sesuai rekomendasi. 6. Memberikan edukasi tentang aktifitas yang boleh dilakukan berhubungan dengan kepatenan fiksasi eketrode. 7. Memonitor tingkat toleransi aktifitas pasien 8. Memberikan informasi yang faktual mengenai diagnosa terapi jika diperlukan 9. Mendorong keluarga untuk mendampingi pasien 10. Mendengarkan ekspresi perasaan dan pikiran pasien Universitas Indonesia Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014

Lampiran 13 Resume 30 Kasus Kelolaan

5

11. Mendampingi pasien dan berikan jaminan keamanan dan keselamatan selama periode cemas 12. Merangkul dan sentuh pasien dengan penuh dukungan Evaluasi Pasien menunjukkan peningkatan curah jantung setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 hari ditandai: HR 82/menit, TD 110/67 mmHg, RR 16/menit, RR 16/menit ECG paced rhytme. Pasien menunjukkan penurunan ansietas setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 hari ditandai: klien lebih tenang, tampak rileks, klien setuju untuk dipasang PPM. Resume Kasus ke-5 CHF FC II ec CAD; HHD stage II; Pasca CABG 2004; Pasca PTA 2007; Pasca PPM 2006; CKD stage III; riwayat CVD SNH 2009; AVNVR Pengkajian Fokus (16 Desember 2013) Tn S., umur 71 tahun, laki-laki, pendidikan SLTA, islam, menikah, tanggal masuk RS 14 Desember 2014. Riwayat Kesehatan Pasien merasakan badannya lemah. Nyeri dada sejak 3 jam sebelum masuk RS, durasi ± 5 menit, nyeri dapat dilokalisasi, muncul saat istirahat, mengeluh sesak napas. Seminggu yang lalu pasien masuk ke RS Sentra Medika dengan keluhan tidak dapat berbicara & menelan makanan, dirawat ± 6 hari dan dipulangkan dengan terpasang NGT. Pasien merupakan pasien lama PJNHK dengan Diagnosis CHF FC II ec CAD, HHD, HT stage II, Pasca CABG tahun 2004, Pasca PTA tahun 2007, pasca PPM tahun 2006, CKD stage III, riwayat CVD SNH tahun 2009, AFNVR. Klien menderita hipertensi, DM, Dislipidemia, merokok, tidak ada riwayat keturunan. Konservasi Energi Klien menggunakan inhalasi pernapasan binasal 3 liter/menit, tidak mengeluh nyeri. Klien mendapat diet jantung I rendah protein 48 gr/24 jam, menghabiskan menu makanan yang dihidangkan. Klien tidak muntah, tidak ada diare, diprogramkan terapi cairan 1800 ml/24 jam, tidak ada edema. Intake 2060 ml, output 1250 ml. Terdapat perdarahan gastro intestinal dan terpasang NGT. Klien terpasang douwer catheter. Klien dapat berisitirahat tidur dengan cukup sekitar 8 jam perhari. Tidak menampakkan tanda-tanda kekurangan tidur. Klien hanya berbaring di tempat tidur karena kondisinya yang lemah. Konservasi Integritas Struktur Klien berbaring tampak lemah, kesadaran komposmentis. TD : 128/74 mmHg, RR 20 x/mnt, Nadi : 90 x/mnt, suhu : 36,5 derajat C. Tidak ada gangguan pergerakan ekstremitas, tidak ada kelemahan ekstremitas, tidak ada atropi otot ekstremitas. Tidak ada edema ekstremitas bawah. ECG AFNVR, X Ray CTR 45% aorta dilatasi. Hasil laboratorium: CKMB 17 Hs toponin 43. Diagnosa medis: CHF FC II ec CAD; HHD stage II; Pasca CABG 2004; Pasca PTA 2007; Pasca PPM 2006; CKD stage III; riwayat CVD SNH 2009; AVNVR. Terapi medis: Hyperil 1x10 mg, Herbesser 1x200 mg, Simvastatin 1x20 mg, Pansoprazole 2x1 amp, inpepsa syr 4x1 ct, Latus 1x8 UI (malam), Carvedilol 1x3,125 mg (pagi), Brainact 2x500 mg, Plavix 1x75 mg, Ascardia 1x80 mg. Dobutamin 250/50 5 mg/kgBB/jam. DJ I rendah protein 48 gr. Terapi cairan 1800 cc/24 jam.

Universitas Indonesia Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014

Lampiran 13 Resume 30 Kasus Kelolaan

6

Konservasi Integrtas Personal Klien sedih dengan penyakit yang dialaminya, merasa membebani keluarganya karena sudah cukup lama menderita penyakit tersebut dan sering menjalani pengobatan di RS. Konservasi Integritas Sosial Klien mendapat dukungan yang baik dari keluarga dan orang terdekatnya, selalu ditunggui keluarganya di ruang tunggu. Klien tidak mampu melakukan aktifitasnya untuk bekerja atau bermasyarakat karena kondisi penyakitnya. Diagnosa keperawatan 1. Penurunan curah jantung bd perubahan irama jantung dan kontraktilitas 2. Intoleransi aktifitas bd ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen Intervensi/Implementasi keperawatan 1. Melakukan pemantauan tanda vital secara rutin 2. Melakukan pemantauan disritmia jantung, termasuk kedua gangguan irama dan konduksi 3. Melakukan pemantauan fungsi pacemaker 4. Lakukan pengecekan elektrode dengan baik (pastikan fiksasinya baik). 5. Memberikan edukasi tentang aktifitas yang boleh dilakukan berhubungan dengan kepatenan fiksasi eketrode. 6. Mengadministrasikan pemberian oksiegn binasal 3 liter/menit 7. Mengadministrasikan pemberian obat 8. Memantau pasien terhadap tanda-tanda keletihan fisik dan emosional yang berlebih 9. Mengajarkan teknik mengelola aktifitas dan manajemen waktu untuk mencegah keletihan 10. Memantau respon kardiorespirasi untuk beraktifitas (tachycardia, disritmia lain, dyspnea, diaphoresis, pucat, tekanan hemodinamik, RR) 11. Mendorong konsistensi kegiatan fisik (bergerak, pelaksanaan aktifitas kehidupan sehari-hari) dengan sumber energi pasien 12. Mengevaluasi peningkatan level kegiatan yang diprogramkan Evaluasi Pasien menunjukkan penurunan curah jantung belum teratasi setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 hari ditandai: klien masih sesak napas, ECG paced rhythme. Pasien menunjukkan intoleransi aktifitas belum teratasi setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 hari ditandai: klien merasakan lemah dan letih; HR meningkat saat aktifitas; TD meningkat setelah aktifitas. Resume Kasus ke-6 STEMI aterior onset 9 jam Killip II Timi 3/14, AHF dan ACS, AKS dd CKD Pengkajian Fokus (19 Nopember 2013 pukul 09.50 WIB) Tn D, laki-laki, 53 tahun, pendidikan SMP, agma islam, tanggal masuk RS 18 Nopember 2013. Riwayat Kesehatan Klien mengeluh nyeri dada, nyeri dada dirasakan sejak 9 jam SMRS. Karakterisitik nyeri seperti dihimpit benda berat menjalar ke lengan kiri, durasi lebih dari 20 menit disertai keringat dingin membasahi baju. Klien tidak memiliki riwayat asma, dan stroke. Riwayat merokok 1 bungkus perhari. Konservasi energi

Universitas Indonesia Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014

Lampiran 13 Resume 30 Kasus Kelolaan

7

Klien merasakan nyeri dada hebat skala 8 90-10), muka merintih, menangis, tampak tegang, nyeri saat bergerak, dan sesak napas. Konservasi Integritas Struktur Komposmentis, GCS 15, Suara napas vesikuler terdapat ronki 1/3 basal. ECG sinus rhythme, ST elevasi V1, V2, V3, V4. ST Depresi II, III, aVL, aVF. CK 212, CKMB 626, Hs Troponin T 11570. Diagnosa medis STEMI aterior onset 9 jam Killip II Timi 3/14, AHF dan ACS, AKS dd CKD. Terapi: Ekstra lasix 2 ampul, ISDN 3 x 5 mg, Aspilet 1x80 mg, Plavix 1x25 mg, Simvastatin 1x20 mg, Bisoprolol 1x5 mg, Captopril 3x6,25 mg, Laxadine 1 ct, Cairan 1500 cc/24 jam. Konservasi Integritas Personal Klien sangat cemas dan gelisah dengan kondisinya saat ini. Konservasi Integritas Sosial Klien memperoleh dukungan yang baik dari keluarga dan orang terdekatnya, selalu ditunggui keluarganya di ruang tunggu. Klien tidak mampu melakukan aktifitasnya untuk bekerja atau bermasyarakat karena kondisi penyakitnya. Diagnosa Keperawatan 1. Nyeri akut bd cedera agen biologis ischemic myocardial 2. Gangguan pertukaran gas bd hambatan difusi alveolar sekunder terhadap gagal jantung 3. Intoleransi aktifitas bd ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen 4. Ansietas bd ancaman status kesehatan Intervensi/Implementasi 1. Manajemen nyeri non farmakologis relaksasi 2. Memberikan analgesik aspirin, nitrat, morphin 3. Memberikan oksigen 5 liter/menit 4. Memberikan posisi semi fowler atau high fowler 5. Mengajarkan dan mendorong klien untuk latihan napas dalam 6. memberikan diuretik 7. Memantau bunyi napas 8. Mendorong pasien untuk bed rest 9. Memantau respon kardiorespirasi terhadap aktifitas 10. Penurunan ansietas 11. Melakukan teknik menenangkan diri 12. Memberikan dukungan emosi Evaluasi Pasien menunjukkan penurunan nyeri setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 7 jam ditandai: skala 4 tampak lebih nyaman dan rileks TD 108/67 mmHg HR 72 kali/menit. Pasien menunjukkan perbaikan pertukaran gas ditandai: sesak menurun, lebih nyaman, RR 16 kali/menit. Pasien menunjukkan peningkatan toleransi aktifitas mengalami peningkatan ditandai: klien toleran saat bergerak, RR 16/menit, HR 72/menit TD 110/70 mmHg. Pasien menunjukkan penurunan ansietas ditandai: klien lebih tenang, rileks, dan tidak gelisah. Resume Kasus ke-7 UAP dd STEMI TIMI Pengkajian Fokus (3 Maret 2014) Tn P.M., laki-laki, 57 tahun, islam, pendidikan SLTA, tidak bekerja, tanggal masuk RS 3 Maret 2014. Riwayat Kesehatan Universitas Indonesia Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014

Lampiran 13 Resume 30 Kasus Kelolaan

8

Klien mengeluh nyeri pada uluhati terasa sejak 9 jam SMRS. Nyeri muncul tibatiba. Mual (+), sendawa (+), muntah (-), keringat dingin (-), berdebar-debar (-). Nyeri terasa perih dan tidak menjalar ketempat lain. Klien sudah minum ISDN tetapi tidak membaik. DOE (-), PND (-), OP (-). Klien adalah pasien baru PJNHK. Riwayat menggunakan obat rutin metformin 2 x 500 mg. Glurenorm 2 x 30 mg. Faktor risko DM (+), Hipertensi (+). Konservasi Energi Klien menggunakan O2 binasal 3 liter/menit, mengeluh nyeri dada. Konservasi Integritas Struktur Komposmentis, TD 140/80 mmHg, HR 84/menit, RR 20/menit. Paru vesikuler +/+ ronki +/+; ekstremitas edema +/+. ECG QRS rate 83, QRS axis normal, P wave normal, PR interval 0,16, QRS durasi 01,0, ST-T change (-), Poor R Progresive. X ray CTR 55%. Hb 10,8, leukosit 103600 Ht 31. Diagnosa medis: UAP dd NSTEMI. Konservasi Integritas Personal Klien mengatakan cemas, tampak gelisah, Konservasi Integritas Sosial Klien didampingi didukung oleh keluarganya alam menjalani pengobatan dan perawatan. Diagnosa Keperawatan 1. Nyeri akut bd iskemia miokardial 2. Intoleransi aktifitas bd ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen 3. Ansietas bd ancaman status kesehatan Intervensi/Implementasi 1. Manajemen nyeri non farmakologis relaksasi 2. Memberikan analgesik aspirin, nitrat, morphin 3. Memberikan oksigen 5 liter/menit 4. Memberikan posisi semi fowler atau high fowler 5. Mengajarkan dan mendorong klien untuk latihan napas dalam 6. memberikan diuretik 7. Memantau bunyi napas 8. Mendorong pasien untuk bed rest 9. Memantau respon kardiorespirasi terhadap aktifitas 10. Penurunan ansietas 11. Melakukan teknik menenangkan diri 12. Memberikan dukungan emosi Evaluasi 1. Pasien menunjukkan penurunan nyeri setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 7 jam ditandai: skala 4 tampak lebih nyaman dan rileks TD 108/67 mmHg HR 72 kali/menit. 2. Pasien menunjukkan peningkatan toleransi aktifitas setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 7 jam ditandai: klien toleran saat bergerak, RR 16/menit, HR 72/menit TD 110/70 mmHg. 3. Pasien menunjukkan penurunan ansietas setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 7 jam ditandai: klien lebih tenang, rileks, dan tidak gelisah. Resume Kasus ke-8 AHF Pengkajian Fokus (4 Maret 2014 pukul 09.00 WIB) Ny. G.C.K, 61 tahun, perempuan, pendidikan PT, islam, tanggal masuk 4 Maret 2014. Riwayat Kesehatan Universitas Indonesia Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014

Lampiran 13 Resume 30 Kasus Kelolaan Sesak napas memberat sejak 3-4 hari SMRS, disertai cepat lelah bila beraktifitas. DOE (+), OP (+), PND (+). Keluhan bertambah berat hingga menyebabkan pasien tidak bisa tidur, disertai perut begah, kaki bengkak. BAK berkurang 3 hari terakhir. Pasien lama PJNHK dengan riwayat operasi DVR 2005. Klien melakukan kontrol rutin, minum obat rutin. Klien pernah dirawat 5 kali sejak 2008-2014. Obat yang sudah diminum Blopress ax16 mg, Concor 1 x 35 mg, Lasix 1x40 mg, Digoxin 1 x 0,5 tablet, Allopurinol 1 x 100 mg. Konservasi Energi Klien mengeluh sesak napas, lemah saat beraktifitas Konservasi Integritas Struktur Composmentis, TD 84/65 mmHg, HR 99, SaO2 99, JVP 5+5 cmH2O, cor mekanikal sound (+), Ekstremitas piting edema (+). Diagnosa medis: AHF Konservasi Integritas Personal Klien tidak merasa rendah diri dan minder dengan keadaan tubuhnya saat ini. Ideal diri, klien akan selalu berupaya untuk menjalani pengobatan dan perawatan agar kesehatannya pulih kembali. Klien mengalami gangguan peran sebagai ibu rumah tangga pada saat sakit seperti ini. Klien mengatakan sedih dengan penyakitnya, karena berulangkali menjalani perawatan di RS. Klien merasa khawatir dengan kondisi tubuhnya yang berulangkali masuk RS. Konservasi Integritas Sosial Klien memperoleh perhatian dan dukungan dari keluarganya selama dirawat di RS. Klien berinteraksi dengan baik kepada lingkungan sekitarnya: perawat, dokter, dan keluarganya. Diagnosa Keperawatan 1. Penurunan curah jantung bd perubahan irama jantung dan kontraktilitas 2. Intoleransi aktifitas bd ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen 3. Ansietas bd ancaman status kesehatan Intervensi/Implementasi keperawatan 1. Melakukan pemantauan tanda vital secara rutin 2. Melakukan pemantauan disritmia jantung, termasuk kedua gangguan irama dan konduksi 3. Mengadministrasikan pemberian oksiegn binasal 3 liter/menit 4. Mengadministrasikan pemberian obat 5. Memantau pasien terhadap tanda-tanda keletihan fisik dan emosional yang berlebih 6. Mengajarkan teknik mengelola aktifitas dan manajemen waktu untuk mencegah keletihan 7. Memantau respon kardiorespirasi untuk beraktifitas (tachycardia, disritmia lain, dyspnea, diaphoresis, pucat, tekanan hemodinamik, RR) 8. Mendorong konsistensi kegiatan fisik (bergerak, pelaksanaan aktifitas kehidupan sehari-hari) dengan sumber energi pasien 9. Mengevaluasi peningkatan level kegiatan yang diprogramkan 10. Penurunan ansietas 11. Melakukan teknik menenangkan diri 12. Memberikan dukungan emosi Evaluasi klien menunjukkan Pasien menunjukkan penurunan curah jantung belum teratasi setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 7 jam ditandai klien masih sesak napas, ECG paced rhythme. Universitas Indonesia Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014

Lampiran 13 Resume 30 Kasus Kelolaan Pasien menunjukkan peningkatan toleransi aktifitas ditandai: klien toleran saat bergerak, RR 16/menit, HR 72/menit TD 110/70 mmHg. Pasien menunjukkan penurunan ansietas ditandai: klien lebih tenang, rileks, dan tidak gelisah. 9

Resume Kasus ke-9 ALO pada CHF; AFRVR; AKI dd CKD stage III; anemia pd CKD stage III; CAP; DM tipe II Pengkajian Fokus (9 Desember 2013) Ny. H., perempuan, 56 tahun, pendidikan SLTA, menikah, agama islam, masuk RS 6 Desember 2013. Riwayat Kesehatan Pasien merasakan sesak napas sejak 9 jam SMRS, sesak semakin memberat sejak 12 jam SMRS. Terdapat batuk, demam sejak 7 hari SMRS. Terdapat DOE (+), PND (+), orthopne (+). Kaki bengkak sejak 2 minggu SMRS. Riwayat pasca MVR Bio 1991, MVR mechanic 1999, mechanic 2003. Konservasi Energi Pasien merasakan lemah saat beraktifitas, klien bedrest saat dirawat. Pasien mengalami sesak napas, RR 25/menit. Konservasi Integritas Struktur Composmentis, Paru ronkhi +/+ seluruh lapang paru, wheezing -/-, ekstremitas edema +/+. TD 97/59 mmHg HR 113, ECG AFRVR, SpO2 99%. Intake 1982 ml output 1105 ml balance +877. Laboratorium: pH 7,43; PaO2 124; PaCo2 29; BE 3,7; HCO3 21,4 SpO2 98,8; K4,2; Ca 1,67; Mg 2,2; Na 134; Cl 110. Diagnosa medis: ALO pada CHF; AFRVR; AKI dd CKD stage III; anemia pd CKD stage III; CAP; DM tipe II. Terapi: Dormer 2x20 mg; Aldactoe 1x100 mg; Simarc 2-2-1; Cordace 1x2,5 mg; Metformin 1x250 mg; Lesichol 1x1 caps; Ceftriaxone 1x2 gr; Nebulizer combiven; Lasix 2x1 ampul. Konservasi Integritas Personal Pasien mengatakan khawair dengan penyakitnya. Tampak tegang dan gelisah. Pasien sangat berharap penyakitnya dapat sembuh dan kesehatannya pulih kembali. Pasien tidak mengalami penurunan harga diri. Pasien sangat didukung dan diperhatikan keluarganya. Keluarga selalu mendampingi pasien saat jam berkunjung. Konservasi Integritas Sosial Pasien sebagai ibu rumah tangga merasa peran dan fungsi sebagai ibu rumahtangga terganggu karena sedang menderita sakit. Pasien mendapat dukungan dan perhatian dari suami dan keluarganya secara penuh. Diagnosa Keperawatan 1. Penurunan curah jantung bd penurunan kontraktilitas, preload dan afterload. 2. Gangguan pertukaran gas bd perubahan membran kapiler alveolar 3. Intoleransi aktifitas bd ketidak seimbangan suplai dan kebutuhan oksigen Intervensi/Implementasi 1. Menginstruksikan pasien pentingnya segera melaporkan bila terjadi ketidaknyamanan dada 2. Mengevaluasi episode chestpain (intensitas, lokasi, durasi, faktor presipitasi dan penghambat) 3. Memantau ECG terhadap perubahan ST secara tepat 4. Memantau vital sign secara periodik 5. Memantau status respirasi terhadap tanda heart failure Universitas Indonesia Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014

Lampiran 13 Resume 30 Kasus Kelolaan

10

6. Memantau nilai laboratorium yang sesuai (enzym jantung, dan elektrolit) 7. Memantau dyspnea, orthopnea, tacypnea 8. Memantau analisa gas darah arteri, serum, dan kadar electrolit urine 9. Memantau aliran liter oksigen 10. Mengadministrasikan terapi oksigen yang diprogramkan 11. Memantau keefektifan terapi oksigen 12. Memantau frekuensi, irama, kedalaman, dan usaha bernapas 13. Memantau pola pernapasan 14. Memantau saturasi oksigen secara kontinyu 15. Memantau respon kardiorespirasi untuk beraktifitas (tachycardia, disritmia lain, dyspnea, diaphoresis, pucat, tekanan hemodinamik, RR) 16. Membantu pasien untuk memahami prinsip penghematan energi 17. Membantu pasien dalam menetapkan prioritas kegiatan untuk mengakomodasi tingkatan energi 18. Membantu pasien untuk menjadwalkan periode istirahat 19. Menghindari kegiatan asuhan selama periode jadwal istirahat Evaluasi Klien menunjukan peningkatan curah jantung setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 hari ditandai: TD 112/72 mmHg HR 87/menit MAP 67 mmHg Klien menunjukkan perbaikan pertukaran gas setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 hari ditandai: RR 16/menit pernapasan teratur, klien tidak sesak, bunyi crackles (-) Klien menunjukkan peningkatan toleransi aktifitas setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 hari ditandai: klien lebih adapatif dalam melakukan aktifitas di tempat tidur. Tidak sesak saat aktifitas, tidak ada perubahan tekanan darah saat aktifitas, TD 112/72 mmHg MAP 67 mmHg HR 87/menit. Resume Kasus ke-10 UAP dd NSTEMI TIMI 3/7 Grace 352 Crussade 3/7; AHF pada ACS; DM tipe II GD tak terkontrol; AKI dd CKD stage II Pengkajian Fokus (17 Maret 2014) Tn S laki-laki usia 62 tahun, pendidikan SLTA, islam, menikah, tanggal masuk RS 15 Maret 2014. Riwayat Kesehatan Klien mengeluh sesak napas sejak seminggu SMRS. Sesak terasa memberat sejak 2 hari yang lalu. Kaki bengkak (-), DOE (-) OP (+) PND (+). BAK berkurang, perut begah (-), mual (+), muntah (+), nyeri dada (-), berdebar-debar (-), demam (-), batuk (-). Pasien berobat ke UGD RS Bekasi hanya di UGD kemudian dirujuk ke RS JPDHK. Riwayat sakit jantung sejak Januari 2014. Riwayat penyakit dahulu DM (+), Dislipidemia (+), merokok (+), hipertensi (-), faktor herediter (-). Konservasi Energi Klien mengeluh sesak napas, tubuhnya terasa lemah, RR 24/menit, HR 92/menit, SpO2 98%. Konservasi Integritas Struktur X ray CTR 65%, segmen aorta normal, apeks downward, infiltrat (+). Diagnosa medis UAP dd NSTEMI TIMI 3/7 Grace 352 Crussade 3/7; AHF pada ACS; DM tipe II GD tak terkontrol; AKI dd CKD stage II. Terapi Apsilet 1x80 mg, Plavix 1x75 mg, Captopril 3x12,5 mg, ISDN 3x5 mg, Simvastatin 1x20 mg, Laxadine 1x1 ct, Diazepam 1x5 mg, Lovenox 2x0,6 cc, Lasix 2x1 ampul. Konservasi Integritas Personal

Universitas Indonesia Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014

Lampiran 13 Resume 30 Kasus Kelolaan

11

Klien merasa tidak berdaya dengan keadaan tubuhnya saat ini. Ideal diri, klien akan selalu berupaya untuk menjalani pengobatan dan perawatan agar kesehatannya pulih kembali. Klien mengalami gangguan peran sebagai ibu rumah tangga pada saat sakit seperti ini. Klien mengatakan sedih dengan penyakitnya, karena berulangkali menjalani perawatan di RS. Klien merasa khawatir dengan kondisi tubuhnya yang berulangkali masuk RS. Konservasi Integritas Sosial Klien memperoleh perhatian dan dukungan dari keluarganya selama dirawat di RS. Klien berinteraksi dengan baik kepada lingkungan sekitarnya: perawat, dokter, dan keluarganya. Diagnosa Keperawatan 1. Penurunan curah jantung bd perubahan irama jantung dan perubahan kontraktilitas 2. Intoleransi aktifitas bd ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen 3. Ansietas bd ancaman status kesehatan Intervensi/Implementasi keperawatan 1. Melakukan pemantauan tanda vital secara rutin 2. Melakukan pemantauan disritmia jantung 3. Mengadministrasikan pemberian oksiegn binasal 3 liter/menit 4. Mengadministrasikan pemberian obat 5. Memantau pasien terhadap tanda-tanda keletihan fisik dan emosional yang berlebih 6. Mengajarkan teknik mengelola aktifitas dan manajemen waktu untuk mencegah keletihan 7. Memantau respon kardiorespirasi untuk beraktifitas (tachycardia, disritmia lain, dyspnea, diaphoresis, pucat, tekanan hemodinamik, RR) 8. Mendorong konsistensi kegiatan fisik (bergerak, pelaksanaan aktifitas kehidupan sehari-hari) dengan sumber energi pasien 9. Mengevaluasi peningkatan level kegiatan yang diprogramkan 10. Penurunan ansietas 11. Melakukan teknik menenangkan diri 12. Memberikan dukungan emosi Evaluasi Pasien menunjukkan peningkatan curah jantung setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 hari ditandai: klien tidak terjadi sesak napas, ECG sinus rhythme. Pasien menunjukkan toleransi aktifitas mengalami peningkatan setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 hari ditandai: klien belum toleran saat bergerak, RR 16/menit, HR 114/menit TD 99/76 mmHg. Pasien menunjukkan penurunan ansietas setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 hari ditandai: klien lebih tenang, rileks, dan tidak gelisah. Resume Kasus ke-11 NSTEMI high risk pada CAD 3VD; AHF pada ACS Pengkajian Fokus (18 Maret 2014 di ICVCU) Tn F.E.S., laki-laki 65 tahun, pendidikan PT, suku Batak, menikah, agama kristen. Riwayat Kesehatan Klien mengeluh nyeri dada sejak 4 jam SMRS durasi 30 menit, nyeri tidak menjalar, keringat dingin. Pernah dirawat di ICU RS Surabaya selama 3 hari. Pernah dirawat di RS Adam Malik 2011 dengan diagnosa CAD 3VD dan menolak operasi. Klien

Universitas Indonesia Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014

Lampiran 13 Resume 30 Kasus Kelolaan memiliki riwayat hipertensi dan dislipidemia. Klien dulu seorang perokok 3 tahun yang lalu.

Konservasi Energi Klien mengeluh tubuhnya lemah. Klien tampak tampak kelemahan. Klien mengatakan tidak mampu beraktifitas sehari-hari. Makan, minum, perawatan diri, dan toileting dibantu oleh perawat atau keluarga. Konservasi Integritas Struktur Kesadaran komposmentis, tampak lemah, BB 67 TB 162 cm. Paru vesikuler tidak ronki dan wheezing. Jantung bunyi S1S2 reguler tidak murmur dan gallop. Tidak ada edema ekstremitas. Tidak ada sianosis. X Ray CTR 58% aorta elongasi, apeks downward, kongesti (-), infiltrat (-). ECG Sinus Rhythme, rate 104, Axis LAD, P wave normal, RR interval 0,12, QRS 0,08, Q di III, aVF, LVH (+). CKMB 27 Hs Troponin T 257 ureum 30 creatinin 1,05 BUN 14 GDS 118 Na 134 Cl 105 K 4,3 Mg 2,5 Cal 2,32. Diagnosa medis: NSTEMI high risk pada CAD 3VD; AHF pada ACS. Terapi medis: Aspilet 1x80 mg; Plavix 1x75 mg; Simvastatin 1x20 mg; Laxadine 1x ct; Diazepam 1x5 mg; ISDN 3x5 mg; Captopril 3x6,25 mg; Bisoprolol 1x1,25 mg; Lasix 2x1 ampul; Lovenox 2x0,6. Terapi cairan 1500 cc/24 jam; DJ II 1800 kkal/24 jam. Konservasi Integritas Personal Klien merasa sedih dengan keadaan tubuhnya saat ini. Ideal diri, klien akan berupaya menjalani pengobatan dan perawatan agar kesehatannya bisa pulih. Klien mengalami gangguan peran sebagai ayah saat sakit seperti ini. Klien merasa khawatir dengan kondisi tubuhnya yang dianggap kritis. Konservasi Integritas Sosial Klien memperoleh perhatian dan dukungan dari keluarganya selama dirawat di RS. Klien berinteraksi dengan baik kepada lingkungan sekitarnya: perawat, dokter, dan keluarganya. Diagnosa Keperawatan 1. Penurunan curah jantung bd penurunan kontraktilitas miocardial 2. Intoleransi aktifitas bd ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen Intervensi/Implementasi 1. Melakukan pemantauan tanda vital secara rutin 2. Melakukan pemantauan disritmia jantung 3. Mengadministrasikan pemberian oksiegn binasal 3 liter/menit 4. Mengadministrasikan pemberian obat 5. Memantau pasien terhadap tanda-tanda keletihan fisik dan emosional yang berlebih 6. Mengajarkan teknik mengelola aktifitas dan manajemen waktu untuk mencegah keletihan 7. Memantau respon kardiorespirasi untuk beraktifitas (tachycardia, disritmia lain, dyspnea, diaphoresis, pucat, tekanan hemodinamik, RR) 8. Mendorong konsistensi kegiatan fisik (bergerak, pelaksanaan aktifitas kehidupan sehari-hari) dengan sumber energi pasien 9. Mengevaluasi peningkatan level kegiatan yang diprogramkan Evaluasi Pasien menunjukkan perbaikan curah jantung setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 hari ditandai: TD 128/87 mmHg, HR 78/menit, tidak sesak napas, RR 15/menit. Universitas Indonesia Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014

Lampiran 13 Resume 30 Kasus Kelolaan Pasien menunjukkan peningkatan toleransi aktifitas setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 hari ditandai: klien mengatakan lebih bertenaga, tidak lelah, tidak sesak saat aktifitas, TD 128/87 mmHg, HR 78/menit, RR 15/menit. 12

Resume Kasus ke-12 Respiratory failure pada MR severe; CHF NYHA FC III IV ec prolaps AML-PML; ventrikel fibrilasi; efusi pericardium tanpa tamponade; efusi pleura bilateral; susp infeksi endocarditis; hiponatremia; pasca partus Februari 2014 Pengkajian Fokus (24 Maret 2014) Ny. W., perempuan, 32 tahun, pendidikan PT, agama islam, menikah, masuk RS 19 Maret 2014 pukul 22.35 WIB. Riwayat Kesehatan Pasien masuk RS dengan sesak napas sejak 2 hari SMRS, DOE (-), PND (-), orthopnea (-). Sesak dimulai sejak 2 minggu pasca partum anak ke-2 lahir secara normal. Pasien mengalami edema ekstremitas bawah. Konservasi Energi Klien terpengaruh sedasi sehingga data objektif tidak terkaji. Konservasi Integritas Struktur TD 106/62 mmHg, HR 101/menit, suhu 36,60 C, Ecg junctional tachycardia, SpO2 100. Kesadaran pengaruh sedasi, GCS E1 M1 VETT. Pupil size 2/, gerak ekstremitas RA (+), LA (+), RL (+), LL (+). fiO2 70%, RR 14/22, TV 400, CPAP 395-417 PEEP 5. Intake 2259 ml output 3600 ml Balance -1350 ml. Laboratorium pH 7,56 PaO2 96 PaCO2 41 BE 12,5 HCO3 36,5 SaO2 98,1 K 4,2 Na 135 Cl 97 albumin 3,0. Diagnosa medis: Respiratory failure pada MR severe; HF NYHA FC III IV ec prolaps AML-PML; ventrikel fibrilasi; efusi pericardium tanpa tamponade; efusi pleura bilateral; susp infeksi endocarditis; hiponatremia; pasca partus Februari 2014 Konservasi Integritas Personal Klien dalam pengaruh sedasi sehingga data subjektif tidak terkaji. Klien mendapat dukungan dan perhatian yang besar dari keluarganya. Konservasi Integritas Sosial Klien seorang istri dan ibu yang memiliki suami dan dua anak. Suami dan keluarga klien sangat mendukung dan memperhatikan kesehatan klien. Suami dan keluarga banyak mendampingi pasien saat jam berkunjung. Diagnosa Keperawatan 1. Bersihan jalan tidak efektif bd terdapat jalan napas buatan endotracheal tube. 2. Gangguan pertukaran gas bd perubahan membran kapiler alveolar 3. Penurunan curah jantung bd penurunan kontraktilitas Intervensi/Implementasi 1. Melakukan penghisapan sekret jalan napas dengan memperhatikan respon nyeri pasien saat penghisapan 2. Memantau status oksigenasi pasien (kadar SpO2) 3. Memantau analisa gas darah arteri, serum, dan kadar electrolit urine 4. Monitor pola pernapasan 5. mengadministrasikan terapi oksigen 6. mempertahankan kepatenan jalan napas 7. mengadministrasikan terapi oksigen yang diprogramkan 8. memantau keefektifan terapi oksigen 9. memantau frekuensi, irama, kedalaman, dan usaha bernapas 10. memantau pola pernapasan Universitas Indonesia Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014

Lampiran 13 Resume 30 Kasus Kelolaan

13

11. memantau status respirasi terhadap tanda heart failure 12. memantau nilai laboratorium yang sesuai (enzym jantung, dan elektrolit) 13. memantau dyspnea, orthopnea, tacypnea 14. memantau bunyi crackles dan bunyi paru tambahan Evaluasi Bersihan jalan napas dapat dipertahankan setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 hari ditandai: bunyi napas ronki masih ada secara periodik, sekresi dapat dikeluarkan dengan penghisapan. Pertukaran gas menunjukkan perbaikan setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 hari ditandai: pola napas teratur, RR 17/menit, bunyi crackles Pasien menunjukkan perbaikan curah jantung setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 hari ditandai: TD 118/76 mmHg, HR 72/menit, tidak sesak napas, RR 17/menit. Resume Kasus ke-13 ACS, CHF Pengkajian Fokus 19 Maret 2014 Tn R.W., laki-laki, 71 tahun, pendidikan SLTA, menikah, agama islam. Riwayat kesehatan Klien mengalami nyeri dada durasi 20 menit sejak 6 jam SMRS. Sebelumnya nyeri dada sudah dirasakan sejak 2 hari SMRS. Karakteristik nyeri dada hilang timbul. Pasien terdapat sesak napas, orthopnea, PND (+), kaki bengkak. Pernah dirawat di RS Ananda 2 minggu yang lalu. Diagnosa heart attack dan CHF. Pasien disuntik di perut. Dirawat selama 7 hari di ICU. Obat yang masih diminum Konservasi Energi Pasien tampak lemah, merasakan sesak napas, orthopnea, PND (+). RR 24/menit, tampak sesak dan berat untuk bernapas. Konservasi Integritas Struktur TD 103/46 mmHg HR 67/menit; composmentis; edema ekstremitas bawah. Diagnosa ACS, CHF. Terapi: Cholespan 1x20 mg; Spirolc 1x25mg; ISDN 3x5 mg; Simarc 1x2mg; Digoxin 1x0,25 mg; cordarone 2x200 mg; Bisoprolol 1x2,5 mg. Konservasi Integritas Personal Klien khawatir dengan keadaan tubuhnya saat ini. Ideal diri, klien akan terus berusaha menjalani pengobatan dan perawatan agar kesehatannya bisa pulih. Klien mengalami gangguan peran sebagai ayah saat sakit seperti ini. Klien merasa khawatir dengan kondisi tubuhnya yang dianggap kritis. Konservasi Integritas Sosial Klien memperoleh perhatian dan dukungan dari keluarganya selama dirawat di RS. Klien berinteraksi dengan baik kepada lingkungan sekitarnya: perawat, dokter, dan keluarganya. Diagnosa Keperawatan 1. Penurunan curah jantung bd penurunan kontraktilitas 2. Intoleransi aktifitas bd ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen 3. Ansietas bd ancaman status kesehatan Intervensi/Implementasi 1. Melakukan pemantauan tanda vital secara rutin 2. Melakukan pemantauan disritmia jantung 3. Mengadministrasikan pemberian oksiegn binasal 3 liter/menit 4. Mengadministrasikan pemberian obat 5. Memantau pasien terhadap tanda-tanda keletihan fisik dan emosional yang berlebih Universitas Indonesia Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014

Lampiran 13 Resume 30 Kasus Kelolaan

14

6. Mengajarkan teknik mengelola aktifitas dan manajemen waktu untuk mencegah keletihan 7. Memantau respon kardiorespirasi untuk beraktifitas (tachycardia, disritmia lain, dyspnea, diaphoresis, pucat, tekanan hemodinamik, RR) 8. Mendorong konsistensi kegiatan fisik (bergerak, pelaksanaan aktifitas kehidupan sehari-hari) dengan sumber energi pasien 9. Mengevaluasi peningkatan level kegiatan yang diprogramkan 10. Berada disamping pasien untuk meningkatkan keamanan dan kenyamanan 11. Mendorong keluarga untuk berada disamping pasien jika memungkinkan 12. Bersikap tenang dan yakinkan pasien 13. Mempertahankan kontak mata dengan pasien 14. Membantu pasien untuk mengenali perasaanya, seperti cemas, marah, dan sedih 15. Mendorong pasien untuk mengekspresikan rasa cemas, marah dan sedih 16. Memberikan dukungan pasien selama fase denial, anger, bargaining, acceptance Evaluasi Pasien menunjukkan peningkatan curah jantung setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 hari ditandai: TD 122/77 mmHg, HR 76/menit, tidak sesak napas, RR 15/menit. Pasien menunjukkan peningkatan toleransi aktifitas setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 hari ditandai: klien mengatakan lebih bertenaga, tidak lelah, tidak sesak saat aktifitas, TD 128/87 mmHg, HR 78/menit, RR 15/menit. Pasien menunjukkan penurunan ansietas setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 hari ditandai: pasien tenang, tidak gelisah, tampak lebih rileks. Resume Kasus ke-14 ALO; NSTEMI Timi 2/7 Grace 254; AFRVR; AKI dd CKD; CAP Pengkajian Fokus (21 Maret 2014) Tn I.B. 62 tahun, laki-laki, pendidikan PT, menikah, agama islam. Riwayat Kesehatan Pasien merasakan sesak napas sejak 9 jam SMRS, sesak semakin memberat sejak 12 jam SMRS. Terdapat batuk, demam sejak 7 hari SMRS. Terdapat DOE (+), PND (+), orthopne (+). Kaki bengkak sejak 2 minggu SMRS. Pasien biasa minum furosemide bila kakinya bengkak. Konservasi Energi Pasien merasakan lemah saat beraktifitas, klien bedrest saat dirawat. Pasien mengalami sesak napas, RR 25/menit. Konservasi Integritas Struktur Composmentis, Paru ronkhi +/+ seluruh lapang paru, wheezing -/-, ekstremitas edema +/+. TD 97/59 mmHg HR 113, ECG AFRVR, SpO2 99%. Intake 1982 ml output 1105 ml balance +877. Laboratorium: pH 7,43; PaO2 124; PaCo2 29; BE 3,7; HCO3 21,4 SpO2 98,8; K4,2; Ca 1,67; Mg 2,2; Na 134; Cl 110. Diagnosa medis: ALO; NSTEMI Timi 2/7 Grace 254; AFRVR; AKI dd CKD; CAP. Terapi: Panzoprazole 1x1 ampul; Amikasin 1x30 mg; Meropenem 2x1gr; Lantus 1x8 UI; Plavix 1x25 mg; Laxadine 1xct; Digoxine 1x0,125 mg; Atorvastatine 1x20 mg; Metoclopramide 2x1 ampul; Paracetamol 3x500 mg. Konservasi Integritas Personal Pasien mengatakan khawair dengan penyakitnya. Tampak tegang dan gelisah. Pasien sangat berharap penyakitnya dapat sembuh dan kesehatannya pulih kembali. Pasien tidak mengalami penurunan harga diri. Pasien sangat didukung dan Universitas Indonesia Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014

Lampiran 13 Resume 30 Kasus Kelolaan

15

diperhatikan keluarganya. Keluarga selalu mendampingi pasien saat jam berkunjung. Konservasi Integritas Sosial Pasien sebagai kepala keluarg merasa memiliki peran dan fungsi sebagai pemimpin dan penanggungjawab keluarga. Pasien merasa tidak dapat menjalankan perannya sebagai kepala keluarga ketika sakit. Diagnosa Keperawatan 1. Penurunan curah jantung bd penurunan kontraktilitas, preload dan afterload. 2. Gangguan pertukaran gas bd perubahan membran kapiler alveolar 3. Intoleransi aktifitas bd ketidak seimbangan suplai dan kebutuhan oksigen Intervensi/Implementasi 1. Menginstruksikan pasien pentingnya segera melaporkan bila terjadi ketidaknyamanan dada 2. Mengevaluasi episode chestpain (intensitas, lokasi, durasi, faktor presipitasi dan penghambat) 3. Memantau ECG terhadap perubahan ST secara tepat 4. Memantau vital sign secara periodik 5. Memantau status respirasi terhadap tanda heart failure 6. Memantau nilai laboratorium yang sesuai (enzym jantung, dan elektrolit) 7. Memantau dyspnea, orthopnea, tacypnea 8. Memantau analisa gas darah arteri, serum, dan kadar electrolit urine 9. Memantau aliran liter oksigen 10. Mengadministrasikan terapi oksigen yang diprogramkan 11. Memantau keefektifan terapi oksigen 12. Memantau frekuensi, irama, kedalaman, dan usaha bernapas 13. Memantau pola pernapasan 14. Memantau saturasi oksigen secara kontinyu 15. Memantau respon kardiorespirasi untuk beraktifitas (tachycardia, disritmia lain, dyspnea, diaphoresis, pucat, tekanan hemodinamik, RR) 16. Membantu pasien untuk memahami prinsip penghematan energi 17. Membantu pasien dalam menetapkan prioritas kegiatan untuk mengakomodasi tingkatan energi 18. Membantu pasien untuk menjadwalkan periode istirahat 19. Menghindari kegiatan asuhan selama periode jadwal istirahat Evaluasi Pasien menunjukan peningkatan curah jantung setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 hari ditandai: TD 112/72 mmHg HR 87/menit MAP 67 mmHg Pasien menunjukkan perbaikan pertukaran gas ditandai: RR 16/menit pernapasan teratur, klien tidak sesak, bunyi crackles (-) Pasien menunjukkan peningkatan toleransi aktifitas ditandai: klien lebih adapatif dalam melakukan aktifitas di tempat tidur. Tidak sesak saat aktifitas, tidak ada perubahan tekanan darah saat aktifitas, TD 112/72 mmHg MAP 67 mmHg HR 87/menit. Resume Kasus ke-15 ALO ec ACS pada CAD 3VD; NSTEMI TIMI 4/7 Grace 178 Crussade 46; Riwayat cardiogenic syok; Pasca PCI; CAD 3VD Pengkajian Fokus (26 Maret 2014) Tn S. 55 tahun, laki-laki, pendidikan SLTA, menikah, agama islam, tanggal masuk RS 20 Maret 2014 pukul 12.14 WIB. Universitas Indonesia Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014

Lampiran 13 Resume 30 Kasus Kelolaan Riwayat Kesehatan Pasien mengeluh nyeri dada sejak 2 minggu SMRS, nyeri makin memberat, berobat ke RS Mintoharjo didiagnosa serangan jantung, kemudian dilakukan kateterisasi hasilnya stent yang dipasang 2011 tersumbat total, dan ada sumbatan pembuluh darah lain yang makin memberat. Klien disarankan CABG ke RSJPDHK. Setelah diperiksa di RSJPDHK klien didiagnosa CVD 3VD. Pasien memiliki riwayat penyakit asma dan gastritis. Konservasi Energi Pasien merasakan tubuhnya lemah, untuk beraktifitas ditempat tidur terasa tidak bertenaga. Klien masih sesak napas, RR 21/menit, fiO2 binasal 6 liter/menit. Intake cairan 2427 ml output 4400 balance -1973. Laboratorium: pH 7,50 paO2 82 PaCo2 37 HCO3 28,6 SaO2 96,3 K 3,3 Na 130 Cl 92. Terpasang IABP hari I HR 101 SBP 70 DBP 43 Mean 65 Aug 82. Echocardiography: status volume cukup, SV dan CO cukup SVR tinggi. Konservasi Integritas Struktur Pasien composmentis GCS E4 M6 V5; bunyi paru ronkhi basah halus hampir seluruh lapang paru; ekstremitas tidak edema. Diagnosa medis: ALO ec ACS pada CAD 3VD; NSTEMI TIMI 4/7 Grace 178 Crussade 46; Riwayat cardiogenic syok; Pasca PCI; CAD 3VD. Terapi: Plavix 1x75 mg; Simvastatin 1x20 mg; Laxadie 1xct; Diazepam 1x5 mg; Antasida 3xct; Ranitidine 2x1 ampul; Lovenox 2x0,6 cc; Panzoprazole 1x1 ampul; Cardioaspirin 1x100 mg. Dobutamin 250/50; lasix 20/20; NTG 10/50. Konservasi Integritas Personal Klien cemas dan takut dengan penyakitnya. Klien mengatakan selalu memikirkan kesembuhan penyakitnya. Klien tidak menunjukkan penurunan citra tubuh. Klien berharap penyakitnya dapat disembuhkan. Klien memperoleh perhatian dari keluarga dan saudaranya. Konservasi Integritas Sosial Pasien sebagai kepala keluarg merasa memiliki peran dan fungsi sebagai pemimpin dan penanggungjawab keluarga. Pasien merasa tidak dapat menjalankan perannya sebagai kepala keluarga ketika sakit. Diagnosa Keperawatan 1. Penurunan curah jantung bd penurunan kontraktilitas, preload dan afterload. 2. Gangguan pertukaran gas bd perubahan membran kapiler alveolar 3. Intoleransi aktifitas bd ketidak seimbangan suplai dan kebutuhan oksigen Intervensi/Implementasi 1. Menginstruksikan pasien pentingnya segera melaporkan bila terjadi ketidaknyamanan dada 2. Mengevaluasi episode chestpain (intensitas, lokasi, durasi, faktor presipitasi dan penghambat) 3. Memantau ECG terhadap perubahan ST secara tepat 4. Memantau vital sign secara periodik 5. Memantau status respirasi terhadap tanda heart failure 6. Memantau nilai laboratorium yang sesuai (enzym jantung, dan elektrolit) 7. Memantau dyspnea, orthopnea, tacypnea 8. Memantau analisa gas darah arteri, serum, dan kadar electrolit urine 9. Memantau aliran liter oksigen 10. Mengadministrasikan terapi oksigen yang diprogramkan 11. Memantau keefektifan terapi oksigen 12. Memantau frekuensi, irama, kedalaman, dan usaha bernapas Universitas Indonesia Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014

Lampiran 13 Resume 30 Kasus Kelolaan

16

13. Memantau pola pernapasan 14. Memantau saturasi oksigen secara kontinyu 15. Memantau respon kardiorespirasi untuk beraktifitas (tachycardia, disritmia lain, dyspnea, diaphoresis, pucat, tekanan hemodinamik, RR) 16. Membantu pasien untuk memahami prinsip penghematan energi 17. Membantu pasien dalam menetapkan prioritas kegiatan untuk mengakomodasi tingkatan energi 18. Membantu pasien untuk menjadwalkan periode istirahat 19. Menghindari kegiatan asuhan selama periode jadwal istirahat Evaluasi Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 hari Klien menunjukan peningkatan curah jantung ditandai TD 116/75 mmHg HR 83/menit MAP 64 mmHg Klien menunjukkan perbaikan pertukaran gas ditandai RR 16/menit pernapasan teratur, klien tidak sesak, bunyi crackles (-) Klien menunjukkan peningkatan toleransi aktifitas ditandai: klien lebih adapatif dalam melakukan aktifitas di tempat tidur. Tidak sesak saat aktifitas, tidak ada perubahan tekanan darah saat aktifitas, TD 116/75 mmHg HR 83/menit MAP 64 mmHg. Resume Kasus ke-16 NSTEMI TIMI 5/7 Grace 134 Crussade 63; CHF FC II-III ec anterior MCI EF 40%; AKI dd CKD stage IV; DM tipe 2 GD belum terkontrol; Hiponatremia; Azotemia. Pengkajian Fokus (27 Maret 2014) Tn K.K., laki-laki, 70 tahun, pendidikan PT, menikah, agama islam, tanggal masuk RS 25 Maret 2014. Riwayat Kesehatan Klien mengeluh nyeri dada sejak 5 jam SMRS. Nyeri dada sebelah kanan seperti ditusuk-tusuk. Pasien RSJPDHK, riwayat perawatan dengan ADHF w/w ec old anterior Myocardial Infarctionion, DM tipe II, AKI dd CKD stage III, CAP. Konservasi Energi Klien mengeluh lemah dan sesak napas. Klien mengatakan tidak mampu melakukan aktifitas ditempat tidur. Semua aktifitas makan minum, toileting, perawatan diri dibantu. Konservasi Integritas Struktur Composmentis, GCS E4 M6 V5. TD 100/44 HR 88/menit ECG sinus rhythme. fiO2 binasal 3 liter/menit; RR 17/menit. Intake 1821 output 2350 balance -529. JVP 5+2 cmH2O. Cor S1 S2 normal, murmur (-), gallop (-). Pulmo vesikuler +/+, ronkhi -/-, wheezing -/-. Ekstremitas akral hangat, edema (-). Echocardiography bedside: TD 115/51 (68); HR 93; VTI 19; IVC 19/17; SV 59; CO 54; SVR 888. ECG SR; GRS Rate 99; Axis normal; P wave normal; PR interval 0,2; QRS duration 0,12; ST depresi I, II; aVF; V5-V6; ST elevasi aVR; LBBB. X Ray CTR 50%. Laboratorium glucose 136. Diagnosa medis: NSTEMI TIMI 5/7 Grace 134 Crussade 63. CHF FC II-III ec anterior MCI EF 40%; AKI dd CKD stage IV; DM tipe 2 GD belum terkontrol; Hiponatremia; Azotemia.Terapi medis: Plavis 1x75 mg; Aspilet 1x80 mg; VBlock 1x3,125 mg; Valsartan 1x80 mg; Nitrokaf 1x2,5 mg; ISDN 5 mg SL; Lasix 2x2 ampul; Ranitidine 2x1 ampul; Heparin 25000/500  APTT; Dobutamin 500/50  GDS; NaCl 0,9% 1 kolf/24 jam. Terapi Cairan 1800 cc/24 jam; DJ II Lunak DM 2100 kcal/24 jam. Konservasi Integritas Personal

Universitas Indonesia Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014

Lampiran 13 Resume 30 Kasus Kelolaan Klien cemas dan takut dengan penyakitnya. Klien mengatakan selalu memikirkan kesembuhan penyakitnya. Klien tidak menunjukkan penurunan citra tubuh. Klien berharap penyakitnya dapat disembuhkan. Klien memperoleh perhatian dari keluarga dan saudaranya. Konservasi Integritas Sosial Pasien sebagai kepala keluarg merasa memiliki peran dan fungsi sebagai pemimpin dan penanggungjawab keluarga. Pasien merasa tidak dapat menjalankan perannya sebagai kepala keluarga ketika sakit. Diagnosa Keperawatan 1. Nyeri akut bd agen cedera biologis: myocardial infarctionion 2. Penurunan curah jantung bd penurunan kontraktilitas, preload dan afterload. 3. Intoleransi aktifitas bd ketidak seimbangan suplai dan kebutuhan oksigen Intervensi/Implementasi 1. Melakukan pengkajian komprehensif nyeri (lokasi, karakteristik, onset/durasi, frekuensi, kualitas, intensitas atau keparahan nyeri, faktor pencetus) 2. Melakukan observasi isyarat nonverbal terhadap ketidaknyamanan 3. Menggunakan strategi komunikasi terapeutik untuk mengakui pengalaman nyeri pasien dan menyatakan respon penerimaan pasien terhadap nyeri 4. Mengendalikan faktor lingkungan yang mempengaruhi ketidaknyamanan pasien 5. Mengurangi dan hilangkan faktor yang mencetuskan dan meningkatan pengalaman nyeri 6. Mengajarkan teknik manajemen nyeri nonfarmakologis (hipnosis, relaksasi, guided imagery, music therapy, distraction, play therapy, activity therapy, acupressure, hot/cold application, massage). 7. Mendorong pasien untuk menggunakan obat nyeri yang adekuat 8. Menigkatkan adekuasi istirahat dan tidur untuk mengurangi nyeri 9. Menginstruksikan pasien pentingnya segera melaporkan bila terjadi ketidaknyamanan dada 10. Mengevaluasi episode chestpain (intensitas, lokasi, durasi, faktor presipitasi dan penghambat) 11. Memantau ECG terhadap perubahan ST secara tepat 12. Memantau vital sign secara periodik 13. Memantau status respirasi terhadap tanda heart failure 14. Memantau nilai laboratorium yang sesuai (enzym jantung, dan elektrolit) 15. Memantau dyspnea, orthopnea, tacypnea 16. Memantau saturasi oksigen secara kontinyu 17. Memantau respon kardiorespirasi untuk beraktifitas (tachycardia, disritmia lain, dyspnea, diaphoresis, pucat, tekanan hemodinamik, RR) 18. Membantu pasien untuk memahami prinsip penghematan energi 19. Membantu pasien dalam menetapkan prioritas kegiatan untuk mengakomodasi tingkatan energi 20. Membantu pasien untuk menjadwalkan periode istirahat 21. Menghindari kegiatan asuhan selama periode jadwal istirahat Evaluasi Pasien menunjukkan penurunan nyeri setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 hari ditandai: klien tidak merasakan nyeri, ekspresi muka rileks, HR 79/menit. Pasien menunjukan peningkatan curah jantung setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 hari ditandai TD 117/72 mmHg HR 79/menit.

Universitas Indonesia Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014

Lampiran 13 Resume 30 Kasus Kelolaan

17

Pasien menunjukkan peningkatan toleransi aktifitas setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 hari ditandai: klien lebih adapatif dalam melakukan aktifitas di tempat tidur. Tidak sesak saat aktifitas, tidak ada perubahan tekanan darah saat aktifitas, TD 117/72 mmHg HR 79/menit. Resume Kasus ke-17 Diseksi aorta Debekey I standford A; Hipertensi stage I; ALI std II; AKI dd CKD stage III Pengkajian Fokus (4 April 2014) Tn. A.S., laki-laki, 61 tahun, pendidikan PT, menikah, agama kristen protestan, masuk RS tanggal 1 April 2014 pukul 00.43 WIB. Riwayat Kesehatan Klien masuk RS dengan keluhan nyeri dada, terasa memberat sejak 7 jam SMRS. Nyeri dada terasa seperti diinjak/ditimpa benda berat. Nyeri muncul saat istirahat. Durasi > 30 menit. Nyeri berkurang dengan pemberian ISDN SL namun tidak hilang nyerinya. Skala nyeri 10/10. Klien terdapat riwayat DOE (+), PND (+), hipertensi, eks smoker 5 tahun yang lalu. Konservasi Energi Klien merasakan nyeri pada ekstremitas kanan bawah, terdapat betis kaki kanan bengkak, kemerahan, nyeri sentuh/tekan. Klien merasakan badannya lemah. Aktifitas ditempat tidur tidak optimal. Klien tidak merasakan sesak napas. Konservasi Integritas Struktur Composmentis GCS E4M6V5; TD 114/74 mmHg; HR 78; RR 16; SaO2 100%; ECG Sinus Rhythme. fiO2 binasal 3 liter/menit. Intake 2034 ml output 975 ml Balance +1059. Diagnosa medis: Diseksi aorta Debekey I standford A; Hipertensi stage I; ALI std II; AKI dd CKD stage III. Terapi medis: Pentoxyfilline 1200 mg + 2A/24 jam; Morphine 1 mg/jam; Metoprolol 2x100 mg; Ramipril 2x2,5 mg; Simvastatin 1x20 mg; Amlodipin 1x10 mg; Hct 1x12,5 mg; Aldactone 1x52 mg; Bicnat 3x500 mg; Doxycicline 2x200 mg; Asetosal 1x80 mg; Clopidogrel 1x75 mg; Celostazol 2x50 mg; Laxadine 1xct; Diazepam 1x5 mg; Bactesyn 2x1,5 mg; Allopurinol 2x100 mg; TC 2100 cc/24 jam; DJ II 2100 kkal/24 jam. Konservasi Integritas Personal Klien merasakan cemas dan sedih dengan kondisinya sekarang. Nyeri dan bengkak di betis kaki kanan membuat pasien sangat terganggu. Klien sangat berharap penyakitnya sembuh kembali. Konservasi Integritas Sosial Klien seorang kepala keluarga yang sangat didukung oleh istri dan anak-anaknya. Keluarga pasien sangat memperhatikan kesehatan pasien dibuktikan dengan usaha dan dukungannya untuk mengupayakan pengobatan dan perawatan klien semaksimal mungkin. Diagnosa Keperawatan 1. Nyeri akut bd agen cedera biologis: ischemia dan inflamasi ekstremitas bawah 2. Penurunan curah jantung bd penurunan kontraktilitas, preload dan afterload. 3. Intoleransi aktifitas bd ketidak seimbangan suplai dan kebutuhan oksigen Intervensi/Implementasi 1. Melakukan pengkajian komprehensif nyeri (lokasi, karakteristik, onset/durasi, frekuensi, kualitas, intensitas atau keparahan nyeri, faktor pencetus) 2. Melakukan observasi isyarat nonverbal terhadap ketidaknyamanan 3. Menggunakan strategi komunikasi terapeutik untuk mengakui pengalaman nyeri pasien dan menyatakan respon penerimaan pasien terhadap nyeri

Universitas Indonesia Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014

Lampiran 13 Resume 30 Kasus Kelolaan

18

4. Mengendalikan faktor lingkungan yang mempengaruhi ketidaknyamanan pasien 5. Mengurangi dan hilangkan faktor yang mencetuskan dan meningkatan pengalaman nyeri 6. Mengajarkan teknik manajemen nyeri nonfarmakologis (hipnosis, relaksasi, guided imagery, music therapy, distraction, play therapy, activity therapy, acupressure, hot/cold application, massage). 7. Mendorong pasien untuk menggunakan obat nyeri yang adekuat 8. Menigkatkan adekuasi istirahat dan tidur untuk mengurangi nyeri 9. Menginstruksikan pasien pentingnya segera melaporkan bila terjadi ketidaknyamanan dada 10. Mengevaluasi episode chestpain (intensitas, lokasi, durasi, faktor presipitasi dan penghambat) 11. Memantau ECG terhadap perubahan ST secara tepat 12. Memantau vital sign secara periodik 13. Memantau status respirasi terhadap tanda heart failure 14. Memantau nilai laboratorium yang sesuai (enzym jantung, dan elektrolit) 15. Memantau dyspnea, orthopnea, tacypnea 16. Memantau saturasi oksigen secara kontinyu 17. Memantau respon kardiorespirasi untuk beraktifitas (tachycardia, disritmia lain, dyspnea, diaphoresis, pucat, tekanan hemodinamik, RR) 18. Membantu pasien untuk memahami prinsip penghematan energi 19. Membantu pasien dalam menetapkan prioritas kegiatan untuk mengakomodasi tingkatan energi 20. Membantu pasien untuk menjadwalkan periode istirahat 21. Menghindari kegiatan asuhan selama periode jadwal istirahat Evaluasi Pasien menunjukkan penurunan nyeri setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 4 hari ditandai: klien masih merasakan nyeri, ekspresi muka rileks, HR 88/menit. Pasien menunjukan peningkatan curah jantung setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 4 hari ditandai: TD 122/78 mmHg HR 88/menit. Pasien menunjukkan peningkatan toleransi aktifitas setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 4 hari ditandai: klien lebih adapatif dalam melakukan aktifitas di tempat tidur. Tidak sesak saat aktifitas, tidak ada perubahan tekanan darah saat aktifitas, TD 122/78 mmHg HR 88/menit. Resume Kasus ke-18 Pasca Alo pada STEMI TIMI 2/7 Grace 135 Crussade 74; Hipertensi stg I; DM tipe II; GD terkontrol; Anemia dd CKD; AKI dd CKD stage V Pengkajian Fokus (14 Mei 2014) Ny M., 59 tahun, perempuan, pendidikan SLTP, menikah, agama islam, masuk RS tanggal 10 Mei 2014. Riwayat Singkat Pasien merasakan sesak napas, memberat sejak 2 hari SMRS. Sebelumnya pasien mulai merasa cepat lelah saat aktivitas ringan – sedang. Terdapat DOE (+), Orthopnea (+), PND (+). Tidak ada nyeri dada, keringat dingin (-), edema (-). Klien memiliki faktor risiko hipertensi (+), DM (+), Dislipidemia (-), faktor herediter (-), menopause (+). Konservasi Energi Klien merasakan sesak napas; badannya lemah; RR 22/menit; Saturasi 100%; Glukosa 149 mg/dl; Hb 8,9; fiO2 binasal 5 liter/menit. Universitas Indonesia Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014

Lampiran 13 Resume 30 Kasus Kelolaan Konservasi Integritas Struktur Composmentis; GCS E4 M6 V5; TD 157/79 mmHg; ECG synus Rhythme; creatinin 2,09; BUN 24; urea 52; Glucose 149; Hb 8,9;HT 27; Procalcitonin 0,28. Diagnosa medis: Pasca Alo pada STEMI TIMI 2/7 Grace 135 Crussade 74; Hipertensi stg I; DM tipe II; GD terkontrol; Anemia dd CKD; AKI dd CKD stg V. Terapi medis: Heparin  APTT; Ciprofloxacin 2x200 mg IV; Aspilet 1x80 3x10 mg; Palvix 1x75 mg; ISDN 3x10 mg; Captopril 3x37,5 mg; Atorvastatin 1x20 mg; Laxadine 1xct; Diazepam 1x5 mg; Lasix 2x1 ampul; Fluimucy 2x600 mg; Lantus 1x8 unit. Konservasi Integritas Personal Klien merasakan cemas dan sedih dengan kondisinya sekarang. Nyeri dan bengkak di betis kaki kanan membuat pasien sangat terganggu. Klien sangat berharap penyakitnya sembuh kembali. Konservasi Integritas Sosial Klien seorang kepala keluarga yang sangat didukung oleh istri dan anak-anaknya. Keluarga pasien sangat memperhatikan kesehatan pasien dibuktikan dengan usaha dan dukungannya untuk mengupayakan pengobatan dan perawatan klien semaksimal mungkin. Diagnosa Keperawatan 1. Penurunan curah jantung bd penurunan kontraktilitas, preload dan afterload. 2. Intoleransi aktifitas bd ketidak seimbangan suplai dan kebutuhan oksigen Intervensi/Implementasi 1. Menginstruksikan pasien pentingnya segera melaporkan bila terjadi ketidaknyamanan dada 2. Mengevaluasi episode chestpain (intensitas, lokasi, durasi, faktor presipitasi dan penghambat) 3. Memantau ECG terhadap perubahan ST secara tepat 4. Memantau vital sign secara periodik 5. Memantau status respirasi terhadap tanda heart failure 6. Memantau nilai laboratorium yang sesuai (enzym jantung, dan elektrolit) 7. Memantau dyspnea, orthopnea, tacypnea 8. Memantau saturasi oksigen secara kontinyu 9. Memantau respon kardiorespirasi untuk beraktifitas (tachycardia, disritmia lain, dyspnea, diaphoresis, pucat, tekanan hemodinamik, RR) 10. Membantu pasien untuk memahami prinsip penghematan energi 11. Membantu pasien dalam menetapkan prioritas kegiatan untuk mengakomodasi tingkatan energi 12. Membantu pasien untuk menjadwalkan periode istirahat 13. Menghindari kegiatan asuhan selama periode jadwal istirahat Evaluasi Pasien menunjukan peningkatan curah jantung setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 hari ditandai TD 145/71 mmHg HR 82/menit. Pasien menunjukkan peningkatan toleransi aktifitas setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 hari ditandai: klien lebih adapatif dalam melakukan aktifitas di tempat tidur. Tidak sesak saat aktifitas, tidak ada perubahan tekanan darah saat aktifitas, TD 145/71 mmHg HR 82/menit. 19

Resume Kasus ke-19 NSTEMI TIMI 4/7; AHF pada ACS; Hipertensi stage II; AKI dd CKD; DM tipe II GD terkontrol; CAP Universitas Indonesia Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014

Lampiran 13 Resume 30 Kasus Kelolaan Pengkajian Fokus (15 Mei 2014) Tn. K.; laki-laki; 47 tahun; pendidikan SD; menikah; agama islam; tanggal masuk 14 Mei 2014 pukul 10.00 WIB. Riwayat Singkat Klien tiba-tiba mengeluh sesak napas sejak 2 jam SMRS, dirsakan saat mengendarai mobil. Riwayat DIE (+) PND (+) Orthopnea (+); tidak ada kaki bengkak; nyeri dada (-); sesak napas dirasakan seperti sulit menahan napas. Batuk-batuk sejak 2 minggu SMRS. Riwayat penyakit dahulu asma (-), stroke (-), gastritis (-). Faktor risiko hipertensi (-), DM (-), faktor herediter (-), smoker (-). Konservasi Energi Klien merasakan sesak napas, badannya terasa lemah untuk beraktifitas ditempat tidur. Makan-minum, toileting, perawatan diri dibantu perawat dan keluarga. RR 22/menit; HR 111/menit Konservasi Integritas Struktur Composmentis GCS E4 M6 V5; TD 146/90 mmHg HR 111; ECG Sinus Tachicardia; saturasi oksigen 100%. fiO2 binasal 6 liter/menit; intake 682 ml output 800 ml balance -118 ml. K 3,6 Ca 2,02, Mg 1,7; Glucose 95; uric acid 9,6. Diagnosa medis: NSTEMI TIMI 4/7; AHF pada ACS; Hipertensi stage II; AKI dd CKD; DM tipe II GD terkontrol; CAP. Terapi Nitrogliceryn 50/50 => 150 mg/menit; Meropenem 3x1 gr; Pantoprazole 1x1 ampul; Aspilet 1x80 mg; Plavix 1x75 mg; Simvastatin 1x20 mg; ISDN 3x5 mg; Laxadine 1x ct; Ranipril 1x5 mg; Aldactone 1x25 mg; Diazepam 1x5 mg; Lovenox 2x0,6 cc; Lasix 2x1 ampul. Konservasi Integritas Personal Klien cemas dengan kondisinya sekarang. Klien sangat berharap penyakitnya bisa sembuh kembali seperti semula. Klien tidak mengalami penurunan citra diri. Klien merasa membebani keluarga ketika menderita sakit dan membutuhkan perawatan intensif seperti ini. Konservasi Integritas Sosial Klien tidak dapat menjalankan peran dan fungsinya sebagai kepala keluarga selama sakit. Klien memperoleh dukungan dan perhatian dari istri dan keluarganya. Klien juga tidak mampu menjalankan peran dan fungsinya di masyarakat khususnya di instansi kerjanya. Klien prihatin dengan kondisinya sekarang yang menghambat aktifitasnya sebagai kepala keluarga dan di masyarakat serta instansi kerja. Diagnosa Keperawatan 1. Penurunan curah jantung bd penurunan kontraktilitas, preload dan afterload. 2. Intoleransi aktifitas bd ketidak seimbangan suplai dan kebutuhan oksigen Intervensi/Implementasi 1. Menginstruksikan pasien pentingnya segera melaporkan bila terjadi ketidaknyamanan dada 2. Mengevaluasi episode chestpain (intensitas, lokasi, durasi, faktor presipitasi dan penghambat) 3. Memantau ECG terhadap perubahan ST secara tepat 4. Memantau vital sign secara periodik 5. Memantau status respirasi terhadap tanda heart failure 6. Memantau nilai laboratorium yang sesuai (enzym jantung, dan elektrolit) 7. Memantau dyspnea, orthopnea, tacypnea 8. Memantau saturasi oksigen secara kontinyu 9. Memantau respon kardiorespirasi untuk beraktifitas (tachycardia, disritmia lain, dyspnea, diaphoresis, pucat, tekanan hemodinamik, RR) 10. Membantu pasien untuk memahami prinsip penghematan energi Universitas Indonesia Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014

Lampiran 13 Resume 30 Kasus Kelolaan

20

11. Membantu pasien dalam menetapkan prioritas kegiatan untuk mengakomodasi tingkatan energi 12. Membantu pasien untuk menjadwalkan periode istirahat 13. Menghindari kegiatan asuhan selama periode jadwal istirahat Evaluasi Pasien menunjukan peningkatan curah jantung setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 hari ditandai TD 136/74 mmHg HR 87/menit. Pasien menunjukkan peningkatan toleransi aktifitas setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 hari ditandai: klien lebih adapatif dalam melakukan aktifitas di tempat tidur. Tidak sesak saat aktifitas, tidak ada perubahan tekanan darah saat aktifitas, TD 136/74 mmHg HR 87/menit. Resume Kasus ke-20 NSTEMI TIMI 3/7 Grace 352 Crussade 3/7; AHF; DM tipe II GD tak terkontrol; AKI dd CKD stage II Pengkajian Fokus (13 Maret 2014) Tn. O.S., laki-laki, 50 tahun, pendidikan SLTA, menikah, agama islam, tanggal masuk RS 13 Maret 2014 pukul 09.30 WIB. Riwayat Singkat Klien mengeluh sesak napas sejak 3 minggu SMRS. Sesak terasa memberat sejak 5 hari yang lalu. Kaki bengkak (-), DOE (-) OP (+) PND (+). BAK sedikit, perut begah (-), nyeri dada (-), berdebar-debar (-), demam (-), batuk (-). Pasien berobat ke UGD RS Bekasi hanya di UGD kemudian dirujuk ke RS JPDHK. Riwayat sakit jantung sejak 2012. Riwayat penyakit dahulu DM (+), Dislipidemia (+), merokok (+), hipertensi (-), faktor herediter (-). Konservasi Energi Klien merasakan sesak napas, tubuhnya terasa lemah, RR 22/menit, HR 97/menit, SpO2 98%. Klien tidak toleran untuk aktifitas di tempat tidur Konservasi Integritas Struktur X ray CTR 65%, segmen aorta normal, apeks downward, infiltrat (+). Diagnosa medis NSTEMI TIMI 3/7 Grace 352 Crussade 3/7; AHF; DM tipe II GD tak terkontrol; AKI dd CKD stage II. Terapi Apsilet 1x80 mg, Plavix 1x75 mg, Captopril 3x12,5 mg, ISDN 3x5 mg, Simvastatin 1x20 mg, Laxadine 1x1 ct, Diazepam 1x5 mg, Lovenox 2x0,6 cc, Lasix 2x1 ampul. Konservasi Integritas Personal Klien merasa tidak berdaya dengan keadaan tubuhnya saat ini. Ideal diri, klien akan selalu berupaya untuk menjalani pengobatan dan perawatan agar kesehatannya pulih kembali. Klien mengalami gangguan peran sebagai ibu rumah tangga pada saat sakit seperti ini. Klien mengatakan sedih dengan penyakitnya, karena berulangkali menjalani perawatan di RS. Klien merasa khawatir dengan kondisi tubuhnya yang berulangkali masuk RS. Konservasi Integritas Sosial Klien memperoleh perhatian dan dukungan dari keluarganya selama dirawat di RS. Klien berinteraksi dengan baik kepada lingkungan sekitarnya: perawat, dokter, dan keluarganya. Diagnosa Keperawatan 1. Penurunan curah jantung bd perubahan irama jantung dan perubahan kontraktilitas 2. Intoleransi aktifitas bd ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen 3. Ansietas bd ancaman status kesehatan Intervensi/Implementasi keperawatan Universitas Indonesia Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014

Lampiran 13 Resume 30 Kasus Kelolaan 1. 2. 3. 4. 5.

21

Melakukan pemantauan tanda vital secara rutin Melakukan pemantauan disritmia jantung Mengadministrasikan pemberian oksiegn binasal 3 liter/menit Mengadministrasikan pemberian obat Memantau pasien terhadap tanda-tanda keletihan fisik dan emosional yang berlebih 6. Mengajarkan teknik mengelola aktifitas dan manajemen waktu untuk mencegah keletihan 7. Memantau respon kardiorespirasi untuk beraktifitas (tachycardia, disritmia lain, dyspnea, diaphoresis, pucat, tekanan hemodinamik, RR) 8. Mendorong konsistensi kegiatan fisik (bergerak, pelaksanaan aktifitas kehidupan sehari-hari) dengan sumber energi pasien 9. Mengevaluasi peningkatan level kegiatan yang diprogramkan 10. Berada disamping pasien untuk mendampingi pasien dan menurunkan ansietas. 11. Melakukan teknik menenangkan diri, berkomunikasi dengan bahasa yang halus dan intonasi suara yang lembut, sambil memberikan usapan dan sentuhan. 12. Memberikan dukungan emosi Evaluasi Pasien menunjukkan peningkatan curah jantung setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 hari ditandai: klien tidak terjadi sesak napas, ECG sinus rhythme Pasien menunjukkan peningkatan toleransi aktifitas setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 hari ditandai: klien belum toleran saat bergerak, RR 16/menit, HR 114/menit TD 99/76 mmHg. Pasien menunjukkan penurunan ansietas setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 hari ditandai: klien lebih tenang, rileks, dan tidak gelisah Resume Kasus ke-21 ACS, CHF Pengkajian Fokus 13 Mei 2014 Tn. S.S., laki-laki, 68 tahun, pendidikan SLTA, menikah, agama katolik, masuk RS tanggal 12 Mei 2014 pukul 15.38 WIB. Riwayat kesehatan Klien mengalami nyeri dada durasi 30 menit sejak 12 jam SMRS. Sebelumnya nyeri dada sudah dirasakan sejak 4 hari SMRS. Karakteristik nyeri dada hilang timbul. Pasien terdapat sesak napas, orthopnea, PND (+), kaki bengkak. Konservasi Energi Pasien sudah tidak mengeluh nyeri dada, tubuh tampak lemah, merasakan sesak napas, orthopnea, PND (+). RR 22/menit, tampak sesak dan berat untuk bernapas. Konservasi Integritas Struktur TD 113/66 mmHg HR 71/menit; composmentis; edema ekstremitas bawah. Diagnosa ACS, CHF. Terapi: Cholespan 1x20 mg; Spirolc 1x25mg; ISDN 3x5 mg; Simarc 1x2mg; Digoxin 1x0,25 mg; cordarone 2x200 mg; Bisoprolol 1x2,5 mg. Konservasi Integritas Personal Klien khawatir dengan keadaan tubuhnya saat ini. Ideal diri, klien akan terus berusaha menjalani pengobatan dan perawatan agar kesehatannya bisa pulih. Klien mengalami gangguan peran sebagai ayah saat sakit seperti ini. Klien merasa khawatir dengan kondisi tubuhnya yang dianggap kritis. Konservasi Integritas Sosial

Universitas Indonesia Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014

Lampiran 13 Resume 30 Kasus Kelolaan

22

Klien memperoleh perhatian dan dukungan dari keluarganya selama dirawat di RS. Klien berinteraksi dengan baik kepada lingkungan sekitarnya: perawat, dokter, dan keluarganya. Diagnosa Keperawatan 1. Penurunan curah jantung bd penurunan kontraktilitas 2. Intoleransi aktifitas bd ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen 3. Ansietas bd ancaman status kesehatan Intervensi/Implementasi 1. Melakukan pemantauan tanda vital secara rutin 2. Melakukan pemantauan disritmia jantung 3. Mengadministrasikan pemberian oksiegn binasal 3 liter/menit 4. Mengadministrasikan pemberian obat 5. Memantau pasien terhadap tanda-tanda keletihan fisik dan emosional yang berlebih 6. Mengajarkan teknik mengelola aktifitas dan manajemen waktu untuk mencegah keletihan 7. Memantau respon kardiorespirasi untuk beraktifitas (tachycardia, disritmia lain, dyspnea, diaphoresis, pucat, tekanan hemodinamik, RR) 8. Mendorong konsistensi kegiatan fisik (bergerak, pelaksanaan aktifitas kehidupan sehari-hari) dengan sumber energi pasien 9. Mengevaluasi peningkatan level kegiatan yang diprogramkan 10. Berada disamping pasien untuk meningkatkan keamanan dan kenyamanan 11. Mendorong keluarga untuk berada disamping pasien jika memungkinkan 12. Bersikap tenang dan yakinkan pasien 13. Mempertahankan kontak mata dengan pasien 14. Membantu pasien untuk mengenali perasaanya, seperti cemas, marah, dan sedih 15. Mendorong pasien untuk mengekspresikan rasa cemas, marah dan sedih 16. Memberikan dukungan pasien selama fase denial, anger, bargaining, acceptance Evaluasi Pasien menunjukkan perbaikan curah jantung setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 hari ditandai: TD 112/76 mmHg, HR 76/menit, tidak sesak napas, RR 15/menit. Pasien menunjukkan peningkatan toleransi aktifitas setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 hari ditandai: klien mengatakan lebih bertenaga, tidak lelah, tidak sesak saat aktifitas, TD 112/76 mmHg, HR 76/menit, RR 15/menit. Ansietas menurun ditandai pasien tenang, tidak gelisah, tampak lebih rileks, HR 76/menit TD 112/76 mmHg Resume Kasus ke-22 Total Archus Replacement; Aortic Valve Replacement; dan CABG 2x ec Diseksi Aorta ascendent; Atrial regurgitasi moderate-severe; CAD2VD. Pengkajian Fokus (5 Mei 2014) Tn. M.T., 41 tahun, laki-laki, pendidikan SLTA, menikah, agama islam, masuk RS tanggal 24 April 2014 pukul 15.50 WIB. Riwayat Singkat Pasien sesak napas memberat bila beraktifitas lebih. Terasa sejak 3 bulan SMRS. Pasien didiagnosa penyakit jantung koroner oleh dokter SpJP yang biasa dikunjungi. Pasien datang di RSJPDHK dan ditegakkan diagnosa: Susp Diseksi Aorta ascendent; Atrial regurgitasi moderate-severe; CAD2VD. Tanggal 5 Mei 2014 Universitas Indonesia Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014

Lampiran 13 Resume 30 Kasus Kelolaan dilakukan pembedahan: Total Archus Replacement; Atrial Valve Replacement; dan CABG 2x. Riwayat operasi/masalah selama operasi: rewarm, cross clamp off, VF; DC shock 2x20; Sinus bradicardia =>Pacing =>Sinus bradicardia. Konservasi Energi Kesadaran pasien dalam pengaruh obat. Konservasi Integritas Struktur Terintubasi; ventilasi mekanik ASV 100%, PEEP 5, fiO2 50%; TD 104/48, HR 90/menit; kesadaran dalam pengaruh obat; akral dingin; bising usus (+); AGD pH 7,37; PaO2 92; PaCO2 32; BE 15,5; SaO2 97,2%. TD 103/53 mmHg MAP 72 mmHg; HR 83/menit; ECG pacing Rhythme; suhu 36,1 CVP 14. Arteriline arteri femoralis sinistra; Right atrium line vena subclavia sinistra; vena perifer vena subclavia sinistra; drainase substernal, 1 pleura kiri, 1 pericardium. Folley catheter uretra; Swan Ganz catheter side port vena jugularis internal dextra; wire pacemaker ventrikel (+). Konservasi Integritas Personal Kesadaran pasien dalam pengaruh obat Konservasi Integritas Sosial Kesadaran pasien dalam pengaruh obat. Klien memperoleh dukungan penuh dari keluarganya untuk memperoleh pengobatan dan perawatan. Diagnosa Keperawatan 1. Penurunan curah jantung bd perubahan irama jantung, preload, afterload, dan kontraktilitas. 2. Ketidakmampuan ventilasi spontan bd pemulihan pasca prosedur CABG 3. Bersihan jalan napas tidak efektif bd produksi sekret sekunder akibat terpasang jalan napas buatan 4. Risiko perdarahan Intervensi/Implementasi 1. Memantau irama jantung 2. Melakukan auskultasi bunyi paru 3. Memantau ECG 12 leads 4. Mamntau hemodinamik 5. Memantau keluaran urine 6. Memantau perubahan tekanan darah setiap 15 menit 7. Memantau perubahan ECG 8. Mantau intake output 9. Memastikan alrm ventilator dalam keadaan hidup 10. Memantau kepatenan setting ventilator 11. Menatau monitor ventilator secara rutin 12. Memeriksa kesiapan pasien untuk weaning (hemodinamik stabil) 13. Mengatur posisi pasien semifowler untuk mengoptimalkan diafragma 14. Melakukan percobaan proses weaning 15. Mengajarkan pasien bernapas spontan dengan rileks 16. Melakukan ekstubasi setelah sebelumnya melakukan suctioning 17. Berikan oksigen 8 liter/menit 18. Melatih pasien melakukan napas dalam dan batuk efektif 19. Melakukan penghisapan sekret secara periodik 20. Membantu pasien posisi duduk, tangan memeluk bantal mendukung pasien melakukan latihan napas dalam dan mengeluarkan melalui tiupan bibir 21. Monitor tanda dan gejala perdarahan 22. Lindungi pasien dari trauma yang menyebabkan perdarahan Universitas Indonesia Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014

Lampiran 13 Resume 30 Kasus Kelolaan 23. Kaji area incisi dari tanda perdaraha 24. Catat karakterisitik drainase 25. Pertahankan kepatenan selang drainase 26. Lindungi selang WSD untuk mencegah tekanan 27. Catat jumlah, warna drainase setiap jam Evaluasi Pasien menunjukkan peningkatan curah jantung setalah dilakukan asuhan keperawatan selama 1x24 jam ditandai: TD 165/66 mmHg HR 76/menit; CVP 12; akral hangat suhu 36 C dihangat dengan warm air Pasien menunjukkan ventilasi spontan teratasi setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 8 jam ditandai setelah terekstubasi frekuensi napas 24/menit, tidak ada sesak, selanjutnya diberikan oksigen masker 8 liter/menit selama 2 jam. Selanjutnya pasien diberikan oksigen nasal 5 liter/menit. Pasien menunjukkan bersihan jalan napas teratasi setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 8 jam ditandai saat terekstubasi sekresi sedikit warna putih, setelah disuction suara ronki berkurang, setelah terekstubasi suara paru vesiuler, ronki +/+. Pasien menunjukkan tidak adanya perdarahan selama dilakukan asuhan keperawatan selama 1x24 jam ditandai: tidak ada tanda-tanda perdarahan paa insisi sternotomi, tempat penusukan alat-alat monitoring hemodinamik CVP, swan Ganz, pada luka ditungkai. 23

Resume Kasus ke-23 Pasca CABG ec CAD3VD Pengkajian Fokus (5 Mei 2014) Tn. T.S., 50 tahun, laki-laki, pendidikan SD, menikah, agama islam, masuk RS tanggal 4 Mei 2014 pukul 09.55 WIB. Riwayat Singkat Pasien mengeluh nyeri dada sejak 5 bulan sebelum masuk rumah sakit. Klien masuk ke RSJPHK didiagnosa CAD3VD dan diprogram CABG. Konservasi Energi Kesadaran pasien dalam pengaruh obat. Konservasi Integritas Struktur Terintubasi; ventilasi mekanik ASV 100%, PEEP 5, fiO2 50%; TD 170/80, HR 78/menit; RR 13; suhu 32; ECG Sinus Rhythme; kesadaran dalam pengaruh obat; akral hangat; bising usus (-); balance -300 cc. Echocardiography 25-12-2014 fungsi sistolik global LV normal EF 56%. Laboratorium: Hb 10,5; pH 7,43; PCO2 30; PO2 2,6; HCO3 20,3; actual BE -4,3; Saturasi O2 99,9%; Ca 1,33; Mg 0,50; Kalsium 3,7; Na 142; CL 104. Coronary Angiography 4 Maret 2014 LM 30%, LAD 90%, RCA stenosis 70% di proximal dan PDA intermediete 80% osteal proximal LCx 70% osteal, stenosis 80% OM1, kesimpulan CAD3VD. Arteriline arteri femoralis sinistra; Right atrium line vena subclavia sinistra; vena perifer vena subclavia sinistra; drainase substernal, 1 pleura kiri, 1 pericardium. Folley catheter uretra; Swan Ganz catheter side port vena jugularis internal dextra; wire pacemaker ventrikel (+). Konservasi Integritas Personal Kesadaran pasien dalam pengaruh obat Konservasi Integritas Sosial Kesadaran pasien dalam pengaruh obat. Klien memperoleh dukungan penuh dari keluarganya untuk memperoleh pengobatan dan perawatan. Universitas Indonesia Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014

Lampiran 13 Resume 30 Kasus Kelolaan Diagnosa Keperawatan 1. Penurunan curah jantung bd perubahan irama jantung, preload, afterload, dan kontraktilitas. 2. Ketidakmampuan ventilasi spontan bd pemulihan pasca prosedur CABG 3. Bersihan jalan napas tidak efektif bd produksi sekret sekunder akibat terpasang jalan napas buatan 4. Risiko perdarahan Intervensi/Implementasi 1. Memantau irama jantung 2. Melakukan auskultasi bunyi paru 3. Memantau ECG 12 leads 4. Mamntau hemodinamik 5. Memantau keluaran urine 6. Memantau perubahan tekanan darah setiap 15 menit 7. Memantau perubahan ECG 8. Mantau intake output 9. Memastikan alrm ventilator dalam keadaan hidup 10. Memantau kepatenan setting ventilator 11. Menatau monitor ventilator secara rutin 12. Memeriksa kesiapan pasien untuk weaning (hemodinamik stabil) 13. Mengatur posisi pasien semifowler untuk mengoptimalkan diafragma 14. Melakukan percobaan proses weaning 15. Mengajarkan pasien bernapas spontan dengan rileks 16. Melakukan ekstubasi setelah sebelumnya melakukan suctioning 17. Berikan oksigen 8 liter/menit 18. Melatih pasien melakukan napas dalam dan batuk efektif 19. Melakukan penghisapan sekret secara periodik 20. Membantu pasien posisi duduk, tangan memeluk bantal mendukung pasien melakukan latihan napas dalam dan mengeluarkan melalui tiupan bibir 21. Monitor tanda dan gejala perdarahan 22. Lindungi pasien dari trauma yang menyebabkan perdarahan 23. Kaji area incisi dari tanda perdaraha 24. Catat karakterisitik drainase 25. Pertahankan kepatenan selang drainase 26. Lindungi selang WSD untuk mencegah tekanan 27. Catat jumlah, warna drainase setiap jam Evaluasi Setalah dilakukan asuhan keperawatan selama 1x24 jam penurunan curah jantung teratasi sebagian ditandai: TD 136/76 mmHg HR 76/menit; CVP 11; akral hangat suhu 36 C dihangat dengan warm air Ventilasi spontan teratasi setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 8 jam ditandai setelah terekstubasi frekuensi napas 24/menit, tidak ada sesak, selanjutnya diberikan oksigen masker 8 liter/menit selama 2 jam. Selanjutnya pasien diberikan oksigen nasal 5 liter/menit. Bersihan jalan napas teratasi ditandai setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 8 jam ditandai saat terekstubasi sekresi sedikit warna putih, setelah disuction suara ronki berkurang, setelah terekstubasi suara paru vesiuler, ronki +/+. Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1x24 jam masalah perdarahan tidak terjadi ditandai: tidak ada tanda-tanda perdarahan paa insisi sternotomi, tempat

Universitas Indonesia Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014

Lampiran 13 Resume 30 Kasus Kelolaan penusukan alat-alat monitoring hemodinamik CVP, swan Ganz, pada luka ditungkai. 24

Resume Kasus ke-24 PCIF dan CABG (hybrid procedure) Pengkajian Fokus (5 Mei 2014) Tn. A.F., 40 tahun, laki-laki, pendidikan perguruan tinggi, menikah, agama islam, masuk RS tanggal 23 April 2014 pukul 08.45 WIB. Riwayat Singkat Keluhan utama, klien merasakan nyeri saat bernapas pada daerah luka didada. Pasien baru masuk tanggal 23 April 2014 ditegakkan diagnosa coronary artery disease (CAD2VD) pro CABG. Pasien dilakukan tindakan PCIF dan CABG (hybrid procedure). Konservasi Energi Pasien merasakan nyeri dada pada area pembedahan, skala 8/10, lokasi nyeri pada area pembedahan dada, kaki, dan punggung. Nyeri terasa terus-menerus. Pasien menampakkan muka yang tegang dan lemah. Klien sudah mulai berkomunikasi verbal dengan perawat meskipun minimal. Klien mampu menggerakkan ekstremitas atas dan bawah. Aktifitas dan pergerakan pasien dibatasi. Konservasi Integritas Struktur Klien sudah terekstubasi erintubasi; fiO2 binasal 6 liter/menit; TD 124/78, HR 87/menit; kesadaran dalam pengaruh obat; akral dingin; bising usus (+); AGD pH 7,37; PaO2 92; PaCO2 32; BE 15,5; SaO2 97,2%. TD 103/53 mmHg MAP 72 mmHg; HR 83/menit; ECG pacing Rhythme; suhu 36,1 CVP 14. Arteriline arteri femoralis sinistra; Right atrium line vena subclavia sinistra; vena perifer vena subclavia sinistra; drainase substernal, 1 pleura kiri, 1 pericardium. Folley catheter uretra; Swan Ganz catheter side port vena jugularis internal dextra; wire pacemaker ventrikel (+). Konservasi Integritas Personal Klien perlu banyak istirahat ditempat tidur, belum banyak data yang bisa dihasilkan terkait integritas personal. Tampak muka klien tegang dalam posisi berbaring semi fowler. Klien merasa lega karena operasi telah dilaksanakan dan dia sudah bisa melihat keluarganya kembali meskipun sekarang sedang menjalani perawatan di ICU. Konservasi Integritas Sosial Klien memperoleh dukungan penuh dari keluarganya untuk memperoleh pengobatan dan perawatan. Diagnosa Keperawatan 1. Nyeri akut bd agen cedera mekanik prosedur pembedahan CABG 2. Penurunan curah jantung bd perubahan irama jantung, preload, afterload, dan kontraktilitas. 3. Bersihan jalan napas tidak efektif bd sekresi yang tertahan 4. Risiko perdarahan Intervensi/Implementasi 1. Mengkaji nyeri secara komprehensif meliputi: lokasi, karakteristik, durasi nyeri, frekuensi, kualitas, intensitas dan faktor presipitasi. 2. Mengobervasi repson non verbal pasien yang menunjukkan ketidaknyamanan. 3. Memberikan informasi tentang penyebab nyeri, durasi nyeri dan cara antisipasi atau menurunkan nyeri dengan teknik manajemen nyeri non farmakologis

Universitas Indonesia Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014

Lampiran 13 Resume 30 Kasus Kelolaan

25

4. Mengajarkan penggunaan teknik menejemen nyeri non farmakologi (distraksi, relaksasi) yang perlu dilakukan sebelum, selama, dan setelah nyeri timbul. 5. Mengadmisitrasikan pemberian obat analgetik 6. Memantau respon pasien terhadap pemberian analgetik 7. Memantau irama jantung 8. Melakukan auskultasi bunyi paru 9. Memantau ECG 12 leads 10. Mamntau hemodinamik 11. Memantau keluaran urine 12. Memantau perubahan tekanan darah setiap 15 menit 13. Memantau perubahan ECG 14. Mantau intake output 15. Melatih pasien melakukan napas dalam dan batuk efektif 16. Melakukan penghisapan sekret secara periodik 17. Membantu pasien posisi duduk, tangan memeluk bantal mendukung pasien melakukan latihan napas dalam dan mengeluarkan melalui tiupan bibir 18. Monitor tanda dan gejala perdarahan 19. Lindungi pasien dari trauma yang menyebabkan perdarahan 20. Kaji area incisi dari tanda perdaraha 21. Catat karakterisitik drainase 22. Pertahankan kepatenan selang drainase 23. Lindungi selang WSD untuk mencegah tekanan 24. Catat jumlah, warna drainase setiap jam Evaluasi Pasien akan menunjukkan penurunan nyeri setalah dilakukan asuhan keperawatan selama 1x24 jam ditandai: skala nyeri awal 8 turun menjadi 4; TD 136/76 mmHg HR 76/menit; CVP 12; akral hangat suhu 36,4o C dihangat dengan warm air. Pasien akan menunjukkan penurunan curah jantung teratasi sebagian setalah dilakukan asuhan keperawatan selama 1x24 jam ditandai: TD 136/76 mmHg HR 76/menit; CVP 12; akral hangat suhu 36,4 C dihangat dengan warm air. Pasien menunjukkan bersihan jalan napas teratasi setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 8 jam ditandai: setelah disuction suara ronki berkurang, setelah terekstubasi suara paru vesiuler, ronki +/+. Pasien menunjukkan perdarahan tidak terjadi selama dilakukan asuhan keperawatan selama 1x24 jam ditandai: tidak ada tanda-tanda perdarahan paa insisi sternotomi, tempat penusukan alat-alat monitoring hemodinamik CVP, swan Ganz, pada luka ditungkai. Resume Kasus ke-25 Pasca CABG 3x LIMA-LAD, SVG-OKI, SVG-PDA ec CAD 3VD EF 70% Pengkajian Fokus (23 April 2014) Tn. J.H., 64 tahun, laki-laki, pendidikan SLTA, menikah, kristen protestan, masuk RS tanggal 21 April 2014 pukul 10.30 WIB. Riwayat Singkat Keluhan utama, pasien merasakan nyeri daerah sternum. Pasien mengeluh nyeri dada sejak 6 bulan yang lalu yang dicetuskan oleh aktiftas berlebihan. Pasien mengatasi nyeri dengan minum obat dan istirahat. Pasien berobat ke RSJPDHK sejak Maret 2014, diberikan terapi dan ditegakkan diagnosa CAD. Pasien dilakukan coronary angiography dengan hasil CAD3VD dan diprogramkan CABG. Konservasi Energi Universitas Indonesia Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014

Lampiran 13 Resume 30 Kasus Kelolaan Pasien merasakan nyeri dada pada area pembedahan (dada dan tungaki bawah), skala 8/10, lokasi nyeri pada area pembedahan dada, kaki, dan punggung. Nyeri terasa terus-menerus. Pasien menampakkan muka yang tegang dan lemah. Klien sudah mulai berkomunikasi verbal dengan perawat meskipun minimal. Klien mampu menggerakkan ekstremitas atas dan bawah. Aktifitas dan pergerakan pasien dibatasi. Konservasi Integritas Struktur Respirasi: ventilasi spontan, ETT terekstubasi, fiO2 binasal 5 liter/menit. TD 130/70 mmHg; HR 84/menit; RR 20/menit; SaO2 100%; Suhu 36,4o C; CVP 11; ECG sinus rhythme; posisi semifowler; sekret kental; jumlah sekresi sedang; warna putih kekuningan; GCS E4 M6 V5. Klien sudah terekstubasi; fiO2 binasal 6 liter/menit; TD 124/78, HR 87/menit; kesadaran dalam pengaruh obat; akral dingin; bising usus (+); AGD pH 7,37; PaO2 92; PaCO2 32; BE 15,5; SaO2 97,2%. TD 103/53 mmHg MAP 72 mmHg; HR 83/menit; ECG pacing Rhythme; suhu 36,1 CVP 14. Drainase substernal panjang, cairan drainase keluar darah; urine output 110 ml. GDA pH 7,32; PO2 43; PCO2 47; HCO3 24,5; BE -1,1; SatO2 72,4; as laktat 3,0; K 4,5; Na 141; Cl 105; Ca 1,26 Mg 0,52; GDS 203; Hb 10,6; Ht 30; Leukosit 19.950; Trombosit 182; CKMB 635/28; ureum 30; creatinin 1,24; BUN 14. Hasil coronary angiography: LM normal; LAD total oklusi di proximal; LCx stenosis 90% di proximal, stenosis 80% setelah OM1,OM 1 subtotal oklusi di proximal, OM 2 stenosis 80% di proximal; RCA stenosis 70-80% di distal. Diagnosa medis: CAD 3VD EF 70%. Tindakan CABG 3x LIMA-LAD, SVG-OKI, SVG-PDA. Terapi: cefazol 3x1 gr; Lasix 2x1 ampul; Ranitidine 2x1 gr; Phenytoin 3x1 ampul; Bisoprolol 1x1,25 mg; Aptor 1x100 mg; Captopril 3x3,125 mg; paracetamol 3x1 gr. Diet jantung 2000 kal/24 jam; TC 1800 cc/24 jam; cairan parenteral 1 cc/kgBB/jam. Konservasi Integritas Personal Pasien perlu banyak istirahat ditempat tidur, belum banyak data yang bisa dihasilkan terkait integritas personal. Tampak muka klien tegang dalam posisi berbaring semi fowler. Pasien merasa lega karena operasi telah dilaksanakan dan dia sudah bisa melihat keluarganya kembali meskipun sekarang sedang menjalani perawatan di ICU. Konservasi Integritas Sosial Klien memperoleh dukungan penuh dari keluarganya untuk memperoleh pengobatan dan perawatan. Diagnosa Keperawatan 1. Nyeri akut bd agen cedera mekanik prosedur pembedahan CABG 2. Penurunan curah jantung bd perubahan irama jantung, preload, afterload, dan kontraktilitas. 3. Bersihan jalan napas tidak efektif bd sekresi yang tertahan 4. Risiko perdarahan bd efek samping dari prosedur pembedahan CABG Intervensi/Implementasi 1. Mengkaji nyeri secara komprehensif meliputi: lokasi, karakteristik, durasi nyeri, frekuensi, kualitas, intensitas dan faktor presipitasi. 2. Mengobervasi repson non verbal pasien yang menunjukkan ketidaknyamanan. 3. Memberikan informasi tentang penyebab nyeri, durasi nyeri dan cara antisipasi atau menurunkan nyeri dengan teknik manajemen nyeri non farmakologis 4. Mengajarkan penggunaan teknik menejemen nyeri non farmakologi (distraksi, relaksasi) yang perlu dilakukan sebelum, selama, dan setelah nyeri timbul. 5. Mengadmisitrasikan pemberian obat analgetik Universitas Indonesia Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014

Lampiran 13 Resume 30 Kasus Kelolaan 6. Memantau respon pasien terhadap pemberian analgetik 7. Memantau irama jantung 8. Melakukan auskultasi bunyi paru 9. Memantau ECG 12 leads 10. Mamantau hemodinamik 11. Memantau keluaran urine 12. Memantau perubahan tekanan darah setiap 15 menit 13. Memantau perubahan ECG 14. Mantau intake output 15. Melatih pasien melakukan napas dalam dan batuk efektif 16. Melakukan penghisapan sekret secara periodik 17. Membantu pasien posisi duduk, tangan memeluk bantal mendukung pasien melakukan latihan napas dalam dan mengeluarkan melalui tiupan bibir 18. Monitor tanda dan gejala perdarahan 19. Lindungi pasien dari trauma yang menyebabkan perdarahan 20. Kaji area incisi dari tanda perdarahan 21. Catat karakterisitik drainase 22. Pertahankan kepatenan selang drainase 23. Lindungi selang WSD untuk mencegah tekanan 24. Catat jumlah, warna drainase setiap jam Evaluasi Pasien menunjukkan penurunan nyeri setalah dilakukan asuhan keperawatan selama 1x24 jam ditandai: skala nyeri awal 8 turun menjadi 4; TD 136/76 mmHg HR 76/menit; CVP 12; akral hangat suhu 36,4o C dihangat dengan warm air. Pasien menunjukkan penurunan curah jantung teratasi sebagianm setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1x24 jam ditandai: TD 136/76 mmHg HR 76/menit; CVP 12; akral hangat suhu 36,4 C dihangat dengan warm air. Pasien menunjukkan bersihan jalan napas teratasi setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 8 jam ditandai: setelah disuction suara ronki berkurang, setelah terekstubasi suara paru vesiuler, ronki +/+. Pasien menunjukkan tidak adanya perdarahan setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1x24 jam ditandai: tidak ada tanda-tanda perdarahan paa insisi sternotomi, tempat penusukan alat-alat monitoring hemodinamik CVP, swan Ganz, pada luka ditungkaiTn. J.H., 40 tahun, laki-laki, pendidikan SLTA, menikah, agama kristen protestan, masuk RS tanggal 21 April 2014 pukul 10.30 WIB. 26

Resume Kasus ke-26 Pasca CABG x3 LIMA-LAD; SVG-OM2; SVG-PDA; IABP ec CAD 3VD + LM EF 43% Pengkajian Fokus (23 April 2014) Tn. M.S., 63 tahun, laki-laki, pendidikan SLTA, menikah, agama islam, masuk RS tanggal 17 April 2014 pukul 15.50 WIB. Riwayat Singkat Pasien dari kamar operasi Pasca CABG x3 + IABP pada CAD 3VD +LM. Konservasi Energi Kesadaran pasien dalam pengaruh obat. Konservasi Integritas Struktur A: Pasien terpasang ETT; B: mechanical ventilation, fiO2 50%, PEEP 5, Tv 500; C: TD 121/50, HR78, CVP 10, ECG SR on Dobutamin 2,5 mcg/kg/jam, NTG 0,25 mcg/kg/BB/jam, Milrinone 0,375 mcg/kg/jam; D: kesadaran dalam pengaruh obat Universitas Indonesia Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014

Lampiran 13 Resume 30 Kasus Kelolaan on Morphine 20 mcg/kg/jam; E: akral hangat; balance cairan +893 cc; bising usus (+); hemoglobin 7,1 on tranfusi PRC kolf II; weaning CPB tekanan darah turun kemudian dipasang IABP 1:1. Drain substernal dan intrapleural kiri. Diagnosa medis CAD 3VD + LM EF 43%. Tindakan: CABG x3 LIMA-LAD; SVG-OM2; SVG-PDA; dipasang IABP. Terapi: Dobutamine 2,5 mcg/kg/BB/menit; Nitroglycerin 0,25 mcg/kgBB/menit; Milrinone 0,373mcg/kgBB/menit; Morphine 20 mcg/kgBB/jam; Cefazolin 3x1 gr; Ranitidine 2x1 ampul; RL. Konservasi Integritas Personal Kesadaran pasien dalam pengaruh obat Konservasi Integritas Sosial Kesadaran pasien dalam pengaruh obat. Klien memperoleh dukungan penuh dari keluarganya untuk memperoleh pengobatan dan perawatan. Diagnosa Keperawatan 1. Ketidakmampuan ventilasi spontan bd pemulihan pasca prosedur CABG. 2. Bersihan jalan napas tidak efektif bd produksi sekret sekunder akibat terpasang jalan napas buatan. 3. Penurunan curah jantung bd perubahan irama jantung, preload, afterload, dan kontraktilitas. 4. Risiko perdarahan Intervensi/Implementasi 1. Memastikan alrm ventilator dalam keadaan hidup 2. Memantau kepatenan setting ventilator 3. Menatau monitor ventilator secara rutin 4. Memeriksa kesiapan pasien untuk weaning (hemodinamik stabil) 5. Mengatur posisi pasien semifowler untuk mengoptimalkan diafragma 6. Melakukan percobaan proses weaning 7. Mengajarkan pasien bernapas spontan dengan rileks 8. Melakukan ekstubasi setelah sebelumnya melakukan suctioning 9. Berikan oksigen 8 liter/menit 10. Melatih pasien melakukan napas dalam dan batuk efektif 11. Melakukan penghisapan sekret secara periodik 12. Membantu pasien posisi duduk, tangan memeluk bantal mendukung pasien melakukan latihan napas dalam dan mengeluarkan melalui tiupan bibir 13. Memantau irama jantung 14. Melakukan auskultasi bunyi paru 15. Memantau ECG 12 leads 16. Mamntau hemodinamik 17. Memantau keluaran urine 18. Memantau perubahan tekanan darah setiap 15 menit 19. Memantau perubahan ECG 20. Mantau intake output 21. Monitor tanda dan gejala perdarahan 22. Lindungi pasien dari trauma yang menyebabkan perdarahan 23. Kaji area incisi dari tanda perdaraha 24. Catat karakterisitik drainase 25. Pertahankan kepatenan selang drainase 26. Lindungi selang WSD untuk mencegah tekanan 27. Catat jumlah, warna drainase setiap jam Evaluasi

Universitas Indonesia Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014

Lampiran 13 Resume 30 Kasus Kelolaan Ventilasi spontan teratasi setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 6 jam ditandai setelah terekstubasi frekuensi napas 20/menit, tidak ada sesak, selanjutnya diberikan oksigen masker 8 liter/menit selama 2 jam, dan selanjutnya pasien diberikan oksigen nasal 5 liter/menit. Bersihan jalan napas teratasi ditandai setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam ditandai saat terekstubasi sekresi sedikit warna putih, setelah disuction suara ronki berkurang, setelah terekstubasi suara paru vesikuler, ronki berkurang. Penurunan curah jantung teratasi setalah dilakukan asuhan keperawatan selama 1x24 jam sebagian ditandai: TD 122/66 mmHg HR 78/menit; CVP 11; akral hangat suhu 36,4 C dihangat dengan warm air. Perdarahan tidak terjadi setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1x24 jam, ditandai: tidak ada tanda-tanda perdarahan pada insisi sternotomi, tempat penusukan alat-alat monitoring hemodinamik CVP, swan Ganz, pada luka ditungkai. 27

Resume Kasus ke-27 Pasca CABG 3X dan Pasca Re-open ec susp tamponade Pengkajian Fokus (7 April 2014) Tn B.I., laki-laki, 54 tahun, pendidikan PT, menikah, agama islam, masuk RS tanggal 31 Maret 2014. Riwayat Singkat Pasien ditegakkan diagnosa CAD 3VD dilakukan CABG 1 April 2014, kemudian tanggal 7 April 2014 dilakukan tindakan Re-open ec susp tamponade. Konservasi Energi Kesadaran pasien dalam pengaruh obat. Konservasi Integritas Struktur Modus ventilasi ASV 100%, fiO2 50%, tidal volume 398/430; TD 136/76 mmHg; MAP 92 mmHg; SpO2 100%; CVP 12; ECG paced rhythme HR 100 output 14 mA Sens 2 mv. Drainase substernal panjang dan intrapleural kiri, cairan drainase 80 cc CVVHDF. AGD: pH 7,35; PO2 113; PCO2 39; HCO3 21,7; BE -2,4; K 4,3; Na 136; Cl 107; Ca 1,24; Mg 0,45; GDS 175. Diagnosa Medis: CAD 3VD EF 32%. Tindakan: tgl 1 April 2014 CABG 3X + DM LIMA-LAD, SVG-RCA distal, SVGOM2. Tanggal 7 April 2014 dilakukan Re-open ec susp tamponade: evaluasi clot didaerah RA dan RV substernal kiri; pemesangan IABP; cutdown dengan jahitan; drainase substernal, intrapleural, pacing 2 di ventrikel kanan. IVFD: Epineprine 8/50 0,32/jam; dobutamine 250/50 5mcg/jam; Cordaron F 600 mg/2 jam; Inovad 10/50 20mcg/jam; Heparin 5000/25 200 iu/jam; Omeprazole 8 mg/jam; Miloz 1 mg/jam. Oral: Tripenem 3x1 gr; Amikasin 1x750 mg; CaCl2 4x1 gr; Cernevit 2x1 ampul; Ventolin nebulizer 3 kali/hari; Paracetamol 3x1 gr; Aptor 1x100 mg; Simvastatin 1x20 mg; Bisoprolol 1x2,5 mg; Captopril 3x3,125 mg; kalitake 3x2 sachet; Albumin 100 cc. Konservasi Integritas Personal Kesadaran pasien dalam pengaruh obat Konservasi Integritas Sosial Kesadaran pasien dalam pengaruh obat. Klien memperoleh dukungan penuh dari keluarganya untuk memperoleh pengobatan dan perawatan. Diagnosa Keperawatan 1. Ketidakmampuan ventilasi spontan bd pemulihan pasca prosedur CABG 2. Bersihan jalan napas tidak efektif bd produksi sekret sekunder akibat terpasang jalan napas buatan Universitas Indonesia Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014

Lampiran 13 Resume 30 Kasus Kelolaan

28

3. Penurunan curah jantung bd perubahan irama jantung, preload, afterload, dan kontraktilitas 4. Risiko perdarahan Intervensi/Implementasi 1. Memastikan alarm ventilator dalam keadaan hidup 2. Memantau kepatenan setting ventilator 3. Menatau monitor ventilator secara rutin 4. Memeriksa kesiapan pasien untuk weaning (hemodinamik stabil) 5. Mengatur posisi pasien semifowler untuk mengoptimalkan diafragma 6. Melakukan percobaan proses weaning 7. Mengajarkan pasien bernapas spontan dengan rileks 8. Melakukan ekstubasi setelah sebelumnya melakukan suctioning 9. Berikan oksigen 8 liter/menit 10. Melatih pasien melakukan napas dalam dan batuk efektif 11. Melakukan penghisapan sekret secara periodik 12. Memantau irama jantung 13. Melakukan auskultasi bunyi paru 14. Memantau ECG 12 leads 15. Mamntau hemodinamik 16. Memantau keluaran urine 17. Memantau perubahan tekanan darah setiap 15 menit 18. Memantau perubahan ECG 19. Mantau intake output 20. Monitor tanda dan gejala perdarahan 21. Lindungi pasien dari trauma yang menyebabkan perdarahan 22. Kaji area incisi dari tanda perdaraha 23. Catat karakterisitik drainase 24. Pertahankan kepatenan selang drainase 25. Lindungi selang WSD untuk mencegah tekanan 26. Catat jumlah, warna drainase setiap jam Evaluasi Ventilasi spontan teratasi setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 6 jam ditandai setelah terekstubasi frekuensi napas 20/menit, tidak ada sesak, selanjutnya diberikan oksigen masker 8 liter/menit selama 2 jam, dan selanjutnya pasien diberikan oksigen nasal 5 liter/menit. Bersihan jalan napas teratasi ditandai setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam ditandai saat terekstubasi sekresi sedikit warna putih, setelah disuction suara ronki berkurang, setelah terekstubasi suara paru vesikuler, ronki berkurang. Penurunan curah jantung teratasi setalah dilakukan asuhan keperawatan selama 1x24 jam sebagian ditandai: TD 122/66 mmHg HR 78/menit; CVP 11; akral hangat suhu 36,4 C dihangat dengan warm air. Perdarahan tidak terjadi setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1x24 jam, ditandai: tidak ada tanda-tanda perdarahan pada insisi sternotomi, tempat penusukan alat-alat monitoring hemodinamik CVP, swan Ganz, pada luka ditungkai. Resume Kasus ke-28 Pasca CABG on Pump 3x DC Syok 1x100 J Pengkajian Fokus (21 April 2014) Tn. S., Laki-laki, 65 tahun, pendidikan SLTA, menikah, agama islam, masuk RS tanggal 20 April 2014. Universitas Indonesia Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014

Lampiran 13 Resume 30 Kasus Kelolaan Riwayat Singkat Pasien merasakan nyeri dada sejak 11 tahun yang lalu. Riwayat menggunakan stent. Cara yang biasa dilakukan untuk mengatasi nyeri dada dengan minum obat ISDN sublingual. Konservasi Energi Kesadaran pasien dalam pengaruh obat. Konservasi Integritas Struktur Terpasang ETT;Ventilator mekanik PSIMV fiO2 40% Tidal Volume 550 PEEP 10/5. TD 162/82 mmHg; HR 94/menit; RR 10; S 35,9o C; SaO2 100; CVP 10. AGD: pH 7,40; PO2 32; Pco2 41; HCO3 24,7; BE 0,5;SatO2 61,2; asam laktat 1,7; K 4,5 NaCl 141/105; Ca 1,20; Mg 0,71; GDS 319. Coronary Angiography: CAD3VD dengan total oklusi LAD. Diagnosa medis: CAD3Vd EF 65%; VT/VF; NIDDM. Tindakan: CABG on pump 3x; DC Syok 1x100. Terapi: Nitroglycerin 50/50; Morphine 10/50; Regular Insulin. Konservasi Integritas Personal Kesadaran pasien dalam pengaruh obat Konservasi Integritas Sosial Kesadaran pasien dalam pengaruh obat. Klien memperoleh dukungan penuh dari keluarganya untuk memperoleh pengobatan dan perawatan. Diagnosa Keperawatan 1. Bersihan jalan napas tidak efektif bd produksi sekret sekunder akibat terpasang jalan napas buatan. 2. Ketidakmampuan ventilasi spontan bd pemulihan pasca prosedur CABG. 3. Penurunan curah jantung bd perubahan irama jantung, preload, afterload, dan kontraktilitas. 4. Risiko perdarahan Intervensi/Implementasi 1. Melakukan penghisapan sekret secara periodik 2. Memastikan alarm ventilator dalam keadaan hidup 3. Memantau kepatenan setting ventilator 4. Menatau monitor ventilator secara rutin 5. Memeriksa kesiapan pasien untuk weaning (hemodinamik stabil) 6. Mengatur posisi pasien semifowler untuk mengoptimalkan diafragma 7. Melakukan percobaan proses weaning 8. Mengajarkan pasien bernapas spontan dengan rileks 9. Melakukan ekstubasi setelah sebelumnya melakukan suctioning 10. Berikan oksigen 8 liter/menit 11. Melatih pasien melakukan napas dalam dan batuk efektif 12. Memantau irama jantung 13. Melakukan auskultasi bunyi paru 14. Memantau ECG 12 leads 15. Mamntau hemodinamik 16. Memantau keluaran urine 17. Memantau perubahan tekanan darah setiap 15 menit 18. Memantau perubahan ECG 19. Mantau intake output 20. Monitor tanda dan gejala perdarahan 21. Lindungi pasien dari trauma yang menyebabkan perdarahan 22. Kaji area incisi dari tanda perdaraha 23. Catat karakterisitik drainase Universitas Indonesia Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014

Lampiran 13 Resume 30 Kasus Kelolaan 24. Pertahankan kepatenan selang drainase 25. Lindungi selang WSD untuk mencegah tekanan 26. Catat jumlah, warna drainase setiap jam Evaluasi Bersihan jalan napas teratasi ditandai setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 8 jam ditandai saat terekstubasi sekresi sedikit warna putih, setelah disuction suara ronki berkurang, setelah terekstubasi suara paru vesiuler, ronki +/+. Ventilasi spontan teratasi setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 8 jam ditandai setelah terekstubasi frekuensi napas 24/menit, tidak ada sesak, selanjutnya diberikan oksigen masker 8 liter/menit selama 2 jam. Selanjutnya pasien diberikan oksigen nasal 5 liter/menit. Penurunan curah jantung teratasi sebagian setalah dilakukan asuhan keperawatan selama 1x24 jam ditandai: TD 165/66 mmHg HR 76/menit; CVP 12; akral hangat suhu 36 C dihangat dengan warm air Perdarahan tidak terjadi selama dilakukan asuhan keperawatan selama 1x24 jam ditandai: tidak ada tanda-tanda perdarahan paa insisi sternotomi, tempat penusukan alat-alat monitoring hemodinamik CVP, swan Ganz, pada luka ditungkai. 29

Resume Kasus ke-29 Pasca CABG; Evaluasi tamponade Redo; Delayed sternal pasca Redo Tamponade and Sternal Clossure Pengkajian Fokus (14 April 2014) Tn. M.Y., laki-laki, 69 tahun, pendidikan PT, menikah, agama islam, masuk RS tanggal 31 Maret 2014. Riwayat Singkat Pasien masuk RS dengan keluhan nyeri dada, memberat sampai tembus punggung menjalar lengan. Selama 1 bulan SMRS nyeri dada sering muncul biasanya durasi 5-10 menit, muncul saat aktifitas dan selalu menghilang dengan pemberian ISDN 5 mg sublingual. Faktor risiko dislipidemia dan hipertensi. Diagnosa medis tgl 2 April 2014: NSTEMI TIMI 2/7 Grace 145 Crussade 45; CAD3VD Pro CABG; Hipertensi terkontrol; AKI dd CKD stage III; Hipokalemia. Pasien diprogramkan CABG tanggal 11 April 2014. Evaluasi tamponade Redo 11 April 2014. Delayed sternal pasca Redo Tamponade and Sternal Clossure. Konservasi Energi Pasien merasakan nyeri dada pada area pembedahan (dada dan tungaki bawah), skala 8/10, lokasi nyeri pada area pembedahan dada, kaki, dan punggung. Nyeri terasa terus-menerus. Pasien menampakkan muka yang tegang dan lemah. Klien sudah mulai berkomunikasi verbal dengan perawat meskipun minimal. Klien mampu menggerakkan ekstremitas atas dan bawah. Aktifitas dan pergerakan pasien dibatasi Konservasi Integritas Struktur Respirasi terekstubasi fiO2 binasal 5 liter/menit; TD 136/76 mmHg; MAP 92 mmHg; SpO2 100%; CVP 12; Drainase substernal panjang dan intrapleural kiri, cairan drainase 80 cc. AGD: pH 7,35; PO2 113; PCO2 39; HCO3 21,7; BE -2,4; K 4,3; Na 136; Cl 107; Ca 1,24; Mg 0,45; GDS 175. Diagnosa Medis: CAD 3VD EF 32%. Tindakan: tgl 11 April 2014 CABG 3x. Tanggal 11 April 2014 dilakukan evaluasi tamponade Redo. Status sekarang adalah delayed sternal pasca redo tamponade sternal closure. IVFD: Epineprine 8/50 0,32/jam; dobutamine 250/50 5mcg/jam; Cordaron F 600 mg/2 jam; Inovad 10/50 20mcg/jam. Konservasi Integritas Personal Universitas Indonesia Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014

Lampiran 13 Resume 30 Kasus Kelolaan Pasien perlu banyak istirahat ditempat tidur, belum banyak data yang bisa dihasilkan terkait integritas personal. Tampak muka klien tegang dalam posisi berbaring semi fowler. Pasien merasa lega karena operasi telah dilaksanakan dan dia sudah bisa melihat keluarganya kembali meskipun sekarang sedang menjalani perawatan di ICU. Konservasi Integritas Sosial Kesadaran pasien dalam pengaruh obat. Klien memperoleh dukungan penuh dari keluarganya untuk memperoleh pengobatan dan perawatan. Diagnosa Keperawatan 1. Nyeri akut bd agen cedera mekanik pembedahan CABG 2. Penurunan curah jantung bd perubahan irama jantung, preload, afterload, dan kontraktilitas. 3. Bersihan jalan napas tidak efektif bd sekresi yang tertahan 4. Risiko perdarahan Intervensi/Implementasi Keperawatan 1. Mengkaji nyeri secara komprehensif meliputi: lokasi, karakteristik, durasi nyeri, frekuensi, kualitas, intensitas dan faktor presipitasi. 2. Mengobervasi repson non verbal pasien yang menunjukkan ketidaknyamanan. 3. Memberikan informasi tentang penyebab nyeri, durasi nyeri dan cara antisipasi atau menurunkan nyeri dengan teknik manajemen nyeri non farmakologis 4. Mengajarkan penggunaan teknik menejemen nyeri non farmakologi (distraksi, relaksasi) yang perlu dilakukan sebelum, selama, dan setelah nyeri timbul. 5. Mengadmisitrasikan pemberian obat analgetik 6. Memantau respon pasien terhadap pemberian analgetik 7. Memantau irama jantung 8. Melakukan auskultasi bunyi paru 9. Memantau ECG 12 leads 10. Mamantau hemodinamik 11. Memantau keluaran urine 12. Memantau perubahan tekanan darah setiap 15 menit 13. Memantau perubahan ECG 14. Mantau intake output 15. Melatih pasien melakukan napas dalam dan batuk efektif 16. Melakukan penghisapan sekret secara periodik 17. Membantu pasien posisi duduk, tangan memeluk bantal mendukung pasien melakukan latihan napas dalam dan mengeluarkan melalui tiupan bibir 18. Monitor tanda dan gejala perdarahan 19. Lindungi pasien dari trauma yang menyebabkan perdarahan 20. Kaji area incisi dari tanda perdarahan 21. Catat karakterisitik drainase 22. Pertahankan kepatenan selang drainase 23. Lindungi selang WSD untuk mencegah tekanan 24. Catat jumlah, warna drainase setiap jam Evaluasi Pasien menunjukkan penurunan nyeri setalah dilakukan asuhan keperawatan selama 1x24 jam ditandai: skala nyeri awal 8 turun menjadi 4; TD 136/76 mmHg HR 76/menit; CVP 12; akral hangat suhu 36,4o C dihangat dengan warm air. Pasien menunjukkan penurunan curah jantung teratasi sebagianm setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1x24 jam ditandai: TD 136/76 mmHg HR 76/menit; CVP 12; akral hangat suhu 36,4 C dihangat dengan warm air. Universitas Indonesia Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014

Lampiran 13 Resume 30 Kasus Kelolaan

30

Pasien menunjukkan bersihan jalan napas teratasi setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 8 jam ditandai: setelah disuction suara ronki berkurang, setelah terekstubasi suara paru vesiuler, ronki +/+. Pasien menunjukkan tidak adanya perdarahan setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1x24 jam ditandai: tidak ada tanda-tanda perdarahan paa insisi sternotomi, tempat penusukan alat-alat monitoring hemodinamik CVP, swan Ganz, pada luka ditungkai. Resume Kasus ke-30 Rehabilitasi Pasca CABG Pengkajian Fokus (8 Mei 2014) Tn. H.T., laki-laki, usia 75 tahun, pendidikan PT, agama islam Riwayat Kesehatan Pasien menderita CAD3VD dilakukan CABG 3x LIMA-LAD, SVG-PDA, SVGOM tanggal 14 April 2014. Rehabilitasi fase II mulai tanggal 22 April s.d 8 Mei 2014. Konservasi Energi Pasien sudah tidak merasakan nyeri, pasien tidak sesak napas, pasien tidak merasakan kelelahan. Pasien mampu melakukan program rehabilitasi yang diresepkan. Program latihan awal fase II: pemanasan 10 menit; sepeda statis 25W/10 menit, jalan 400 meter, Target HR=resting ± 20 kali/menit. Program latihan selanjutnya fase II: pemanasan 10 menit; sepeda statis 25W/10 menit; jalan 1,6 km/30 menit; target HR=86-93 kali/menit. Respon selama mengikuti latihan dalam batas normal. HR resting 83 kali/menit; HR max 113 kali/menit; TD resting 129/78 mmHg; TD max 139/62; six min walk test awal program 340 meter; six min walk test akhir program 383 meter; perkiraan METS 6,2. Evaluasi treadmill terakhir 8 Mei 2014 lama tes 3 menit 44 detik, respon iskemik negatif, kapasitas aerobik 5,13 Mets. Konservasi Integritas Struktur Berat badan 72 Kg TB 172 cm BMI 24,3375 (N=20-25) BB ideal 62-77 kg. Pasien memiliki faktor risiko hipertensi dan hiperkolesterol. Konservasi Integritas Personal Pasien merasakan gembira karena tahapan operasinya sudah dilalui dan sekarang merasakan kondisinya semakin pulih kembali. Klien tidak merasakan minder dan rendah diri. Pasien sangat berharap kondisinya bisa pulih seperti sediakala. Pasien sangat memperoleh dukungan emosional dan material dari istri dan keluarganya untuk memperoleh kesembuhan dan kesehatan yang optimal. Konservasi Integritas Sosial Pasien adalah seorang akademisi (guru besar) di salah satu perguruan tinggi negeri. Peran dan fungsinya selama sakit tidak dapat dilaksanakan. Pasien menyadari kondisinya saat ini harus meninggalkan aktifitasnya sebagai seorang akademisi. Pasien mampu menerima peran sakit yang dialaminya sekarang. Pasien akan bercitacita akan melakukan aktifitasnya kembali setelah kondisinya pulih kembali. Diagnosa Keperawatan 1. Risiko intoleransi aktifitas 2. Kesiapan meningkatkan manajemen kesehatan diri Intervensi/Implementasi Energy management (NIC) 1. Memantau pasien terhadap tanda-tanda keletihan fisik dan emosional yang berlebih Universitas Indonesia Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014

Lampiran 13 Resume 30 Kasus Kelolaan 2. Memantau respon kardiorespirasi untuk beraktifitas (tachycardia, disritmia lain, dyspnea, diaphoresis, pucat, tekanan hemodinamik, RR) 3. Mengajarkan teknik mengelola aktifitas dan manajemen waktu untuk mencegah keletihan 4. Membantu pasien untuk memahami prinsip penghematan energi 5. Membantu pasien dalam menetapkan prioritas kegiatan untuk mengakomodasi tingkatan energi 6. Membantu pasien untuk menetapkan tujuan kegiatan yang realistik 7. Mendorong konsistensi kegiatan fisik (bergerak) dengan sumber energi pasien 8. Membatasi stimulus lingkungan (cahaya dan kebisingan) untuk membantu relaksasi 9. Membantu pasien untuk menjadwalkan periode istirahat 10. Menghindari kegiatan asuhan selama periode jadwal istirahat 11. Merencanakan kegiatan untuk periode ketika pasien paling berenergi 12. Membantu dengan kegiatan fisik teratur (bergerak, berpindah, berputar, dan perawatan diri), sesuai kebutuhan 13. Mengevaluasi peningkatan level kegiatan yang diprogramkan Exercise Promotion (NIC): 1. Berkolaborasi dengan terapis fisik, okupasi dan atau rekreasi dalam merencanakan dan memantau program kegiatan yang sesuai 2. Membantu pasien/keluarga untuk mengidentifikasi kekurangan dalam level kegiatan 3. Menginstruksikan pasien/keluarga bagaimana melakukan keinginan atau kegiatan yang diresepkan 4. Merujuk program kegiatan rehabilitasi pasca bedah jantung 5. Memberikan reinforcement positif atas partisipasi dalam kegiatan 6. membantu pasien untuk mengembangkan motivasi diri penguatan 7. Memantau respon emosi, fisik, sosial, dan spiritual untuk beraktifitas 8. Membantu pasien/keluarga untuk memantau kemajuan menuju pencapaian tujuan sendiri Teaching prescribed exercise (NIC): Mengajarkan pasien tentang latihan yang diresepkan. Teaching prescribed diet (NIC): mengajarkan pasien diet yang telah diresepkan. Teaching procedure/treatment (NIC): mengajarkan pasien prosedur pengobatan yang harus dilaksanakan. Evaluasi Pasien menunjukkan tidak adanya intoleransi aktifitas setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 4 jam ditandai: pasien mampu melaksanakan latihan tanpa adanya tanda penurunan curah jantung dan gangguan sirkulasi; HR resting 83 kali/menit; HR max 113 kali/menit; TD resting 129/78 mmHg; TD max 139/62; six min walk test awal program 340 meter; six min walk test akhir program 383 meter; perkiraan METS 6,2. Evaluasi treadmill terakhir 8 Mei 2014 lama tes 3 menit 44 detik, respon iskemik negatif, kapasitas aerobik 5,13 Mets. Pasien menunjukkan kesiapan meningkatkan kesehatan diri setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 4 jam ditandai: pasien mengalami peningkatan pengetahuan tentang diet, latihan, dan prosedur pengobatan pasca bedah jantung.

Universitas Indonesia Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014

Lampiran 14 Daftar Riwayat Hidup DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama

:

Ahmad Asyrofi

Tempat/Tanggal lahir :

Demak, 1 Desember 1979

Jenis Kelamin

:

Laki-laki

Agama

:

Islam

Pekerjaan

:

Dosen

Institusi

:

Program Studi Ilmu Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal

Alamat Rumah

:

Sari 08/02 Gajah Demak Jawa Tengah 59581

Alamat Institusi

:

Jl. Laut No. 31 Kendal Jawa Tengah 51311

Riwayat Pendidikan :

Riwayat Pekerjaan

:

-

S1 Keperawatan Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro, lulus tahun 2005

-

Program Pendidikan Profesi Ners Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro, lulus tahun 2006

-

Progam Magister Keperawatan Kekhususan Keperawatan Medikal Bedah Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, lulus tahun 2013

-

Progam Pendidikan Ners Spesialis (Sp.1) Keperawatan Medikal Bedah Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, lulus tahun 2014

-

Dosen Program Studi Ilmu Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal, tahun 2006 s.d sekarang

Universitas Indonesia Laporan kegiatan ..., Ahmad Asyrofi, FIK UI, 2014

Related Documents


More Documents from "arif"