File.pdf

  • Uploaded by: Ratna Indah Sari
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View File.pdf as PDF for free.

More details

  • Words: 34,583
  • Pages: 160
UNIVERSITAS INDONESIA

PRAKTEK MENYUSUI SELAMA MASA KEHAMILAN DALAM PERSPEKTIF WANITA DI KOTA MAKASSAR

TESIS

OLEH: BESTFY ANITASARI 1006748450

MAGISTER ILMU KEPERAWATAN KEKHUSUSAN KEPERAWATAN MATERNITAS PROGRAM PASCA SARJANA FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK, NOVEMBER 2012

Praktek menyusui..., Bestfy Anitasari, FIKUI, 2012

UNIVERSITAS INDONESIA

PRAKTEK MENYUSUI SELAMA MASA KEHAMILAN DALAM PERSPEKTIF WANITA DI KOTA MAKASSAR

TESIS Diajukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan pada Program Magister Ilmu Keperawatan Kekhususan Keperawatan Maternitas

OLEH: BESTFY ANITASARI 1006748450

MAGISTER ILMU KEPERAWATAN KEKHUSUSAN KEPERAWATAN MATERNITAS PROGRAM PASCA SARJANA FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK, NOVEMBER 2012

i Praktek menyusui..., Bestfy Anitasari, FIKUI, 2012

Praktek menyusui..., Bestfy Anitasari, FIKUI, 2012

Praktek menyusui..., Bestfy Anitasari, FIKUI, 2012

Praktek menyusui..., Bestfy Anitasari, FIKUI, 2012

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat dan karunia-Nya sehingga dapat menyelesaikan penyusunan tesis dengan judul “Praktek Menyusui Selama Masa Kehamilan Dalam Perspektif Wanita di Kota Makassar”. Tesis merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Keperawatan di Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia. Penyusunan tesis ini penulis banyak mendapat dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terimakasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada: 1. Ibu Imami Nur Rahmawati. SKp., M.Sc. Selaku pembimbing I yang telah dengan sabar memberikan masukan dan bimbingan kepada penulis. 2. Ibu Ns. Henny Permatasari. SKp., M.Kep.Sp.Kom. Selaku pembimbing II yang telah dengan sabar memberikan masukan dan bimbingan kepada penulis. 3. DR. Yati

Afiyanti, S.Kp., M.N selaku penguji yang telah memberikan

masukan bagi kesempurnaan tesis ini. 4. Dr. Wiyarni Pambudi, Sp.A., IBCLC selaku penguji yang telah memberikan masukan bagi kesempurnaan tesis ini. 5. Ibu Dewi Irawati, MA., PhD. Selaku Dekan Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menuntut ilmu di Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia. 6. Ibu Astuti Yuni Nursasi, S.Kp., M.N. Selaku Ketua Program Pasca Sarjana Fakultas Ilmu Keperawatan yang telah menghantarkan penulis untuk menggali ilmu di Program Pasca Sarjana Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia. 7. Seluruh staf pengajar Program Pasca Sarjana Fakultas Ilmu Keperawatan yang telah memberikan ilmu sebagai bekal dalam penyusunan tesis ini. 8. Staf akademik dan non-akademik Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia yang telah memberikan bantuan dan dukungan secara teknis dalam penyusunan tesis ini.

v Praktek menyusui..., Bestfy Anitasari, FIKUI, 2012

9. Staf perpustakaan Universitas Indonesia yang telah membantu penulis dalam penyusunan tesis ini. 10. Keluarga kecilku, suamiku tercinta Hariyanto. S.Sit., M.Mar.E dan putriku tersayang Balqis Putri Hariyanto yang telah memberikan banyak pengorbanan, dukungan dan kerelaan hati selama proses perjuangan ini. 11. Rekan-rekan teman seperjuangan S2 angkatan 2010 kelas Maternitas khususnya kepada mbak Diyah Astuti Nurfaisah dan Sri Dewi atas motivasi yang telah diberikan. 12. Semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu yang telah membantu dalam penyusunan tesis ini.

Semoga Tuhan YME membalas amal kebajikan yang telah diberikan dengan tulus. Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam tesis ini. Untuk itu penulis mengharapkan kritik, masukan dan saran yang bersifat membangun.

Depok, November 2012

Penulis

vi Praktek menyusui..., Bestfy Anitasari, FIKUI, 2012

ABSTRAK Nama Program Studi Judul

: Bestfy Anitasari : Magister Keperawatan : Praktek Menyusui Selama Masa Kehamilan Dalam Perspektif Wanita di Kota Makassar

Praktek menyusui selama kehamilan masih banyak dilakukan oleh wanita, termasuk di Indonesia. Penelitian yang sudah dilakukan sebelumnya melaporkan hal yang tidak konsisten. Sebagian menyatakan bahwa praktek ini bermanfaat, yang lainnya melaporkan ada resiko baik pada ibu, janin dan anak yang disusui. Tujuan penelitian ini adalah untuk menginterpretasikan praktek menyusui selama masa kehamilan dari perspektif wanita. Penelitian ini menggunakan desain fenomenologi interpretatif dengan wawancara mendalam terhadap tujuh partisipan yang dipilih secara purposive sampling. Data dianalisis dengan menggunakan tahapan analisis Van Manen dan diperoleh 11 tema. Secara umum ibu yang menyusui selama masa kehamilan mengalami dilema antara memenuhi hak anak terhadap ASI dan keinginanya untuk berhenti menyusui. Hasil penelitian ini menyarankan agar tenaga kesehatan memberikan pendidikan kesehatan pada ibu hamil yang masih menyusui tentang cara melakukan penyapihan yang benar pada anak. Kata kunci:, menyusui selama masa kehamilan, perspektif, wanita.

vii Praktek menyusui..., Bestfy Anitasari, FIKUI, 2012

ABSTRACT Name Major Title

: Bestfy Anitasari : Master of Nursing : Breastfeeding practice during pregnancy from women’s perspective in Makassar City

Breastfeeding during pregnancy is still a common practice including in Indonesia. There are inconclusive findings regarding the benefit and the risk of the practice for mother, fetus and breastfed baby. This study aimed to interpret the breastfeeding practice during pregnancy from women perspective. Interpretative phenomenology design was applied where in-depth interviews were conducted to seven participants who purposively sampled. The qualitative data were analyzed using the Van Manen analysis stages in which eleven themes were obtained. Generally, it was found that mothers who continue their breastfeeding during pregnancy experience dilemma between the will to fulfill baby’s right to lactation or to discontinue the breastfeeding. This study suggested that health providers should conduct health education to the breastfeeding pregnant women about how to perform correct weaning to their babies.

Key words: Breastfeed during pregnancy, perspective, women

viii Praktek menyusui..., Bestfy Anitasari, FIKUI, 2012

DAFTAR ISI LEMBAR JUDUL …………………………………………………………...

i

LEMBAR PERNYATAAN ORISINILITAS ………….……………………

ii

LEMBAR PENGESAHAN ……………….…………………………………

iii

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIK……………………………….……

iv

KATA PENGANTAR ..……………….…………………………………..….

v

ABSTRAK ………………..………………………………………………….

vii

ABSTRACT ………………………………………………………….………

viii

DAFTAR ISI …………………………………………………………………

ix

DAFTAR DIAGRAM ………………..………………………………………

xi

DAFTAR SKEMA …………………………………………………………...

xii

DAFTAR LAMPIRAN ………………………………………………………

xiii

BAB 1 PENDAHULUAN ………………………………….,…….………… 1.1 Latar Belakang ………………………………………………….…...

1

1.2 Rumusan Masalah ……………………………………………….….

6

1.3 Tujuan Penelitian …………………………………………………….

8

1.4 Manfaat Penelitian …………………………………………………...

8

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Air Susu Ibu (ASI) dan Menyusui…... ………………………………

10

2.2 Menyusui Dalam Masa Kehamilan ………………………………..

17

2.3 Unsur Budaya Dalam Pemenuhan Kebutuhan Gizi Bayi di Makassar

28

2.4 Pengambilan Keputusan………………………………………………

29

2.5 Pengambilan Keputusan Pemakaian Kontrasepsi …………………...

33

2.6 Ringkasan Tinjauan Pustaka ………………………………………...

37

ix Praktek menyusui..., Bestfy Anitasari, FIKUI, 2012

BAB 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Definisi istilah ………………………………………………………..

39

Desain Penelitian ………………………………………..……….…...

39

3.3 Partisipan penelitian……….………………………………………….

40

3.4 Waktu Dan Tempat Penelitian ……………………………………….

42

3.5 Pertimbngan Etik Penelitian …………………………….……………

43

3.6 Metode, Alat dan Prosedur Pengumpulan Data………………………

46

3.7 Analisis Data …………………………………………...…………….

50

3.8 Keabsahan Data ……………………………………………………...

52

3.2

BAB 4. HASIL PENELITIAN 4.1 Karakteristik Partisipan ………………………………………………

54

4.2 Hasil Analisis ………………………………………………………...

56

BAB 5. PEMBAHASAN 5.1 Interpretasi Hasil Penelitian ………………………………………….

78

5.2 Keterbatasan Penelitian ……………………………………………… 103 5.3 Implikasi Hasil Penelitian ……………………………………………

104

BAB 6. SIMPULAN DAN SARAN 6.1 Simpulan ……………………………………………………………..

105

6.2 Saran …………………………………………………………………

107

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN

x Praktek menyusui..., Bestfy Anitasari, FIKUI, 2012

DAFTAR DIAGRAM Hal

Diagram 2.1 Penggunaan nutrisi ibu menyusui pada saat hamil………….

xi Praktek menyusui..., Bestfy Anitasari, FIKUI, 2012

22

DAFTAR SKEMA Hal Skema 2.1 : Ringkasan Tinjauan Pustaka Praktek Menyusui Selama Masa Kehamilan Dalam Perspektif Wanita..................................................... 41 Skema 4.2 : Interpretasi peneliti tentang keputusan menyusui dalam masa kehamilan di kalangan wanita di Kota Makassar…………......……… 76

xii Praktek menyusui..., Bestfy Anitasari, FIKUI, 2012

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Surat izin penelitian Lampiran 2 : Penjelasan Penelitian Lampiran 3 : Lembar Persetujuan Menjadi Responden Lampiran 4 : Data Demografi Lampiran 5 : Pedoman Wawancara Lampiran 6 : Skema Kategorisasi Lampiran 7 : Daftar Riwayat Hidup

xiii Praktek menyusui..., Bestfy Anitasari, FIKUI, 2012

1   

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang Tujuan pembangunan millennium (Millenium Development Goal’s/ MDG’S) 2015 adalah untuk mempercepat pembangunan manusia dan pemberantasan kemiskinan. Salah satu target yang ditetapkan MDGs ini adalah menurunkan angka kematian anak. Indikator keberhasilan target ini adalah menurunkan angka kematian bayi sebanyak 2/3 dalam kurun waktu 1990 hingga 2015. Indonesia merupakan salah satu negara yang berkomitmen menyukseskan pencapaian MDGs 2015 (Kementrian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala BPPN Republik Indonesia, 2008).

Angka kematian bayi di Indonesia tahun 2010 sebesar 34/1000 kelahiran hidup. Angka tersebut masih tinggi dibandingkan dengan target pencapaian angka kematian bayi di Indonesia yaitu sebesar 19/1000 kelahiran hidup dan target MDGs yaitu sebesar 17/1000 kelahiran hidup. (Badan Penelitian Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI, 2010). Berdasarkan laporan pencapaian MDG’s tahun 2007, angka kematian bayi Indonesia berada pada peringkat keenam tertinggi di ASEAN setelah Singapura, Brunei Darussalam,

Malaysia,

Vietnam,

dan

Thailand

(Badan

Perencanaan

Pembangunan Nasional, 2007). Berdasarkan data Riskesdas tahun 2007, penyebab kematian bayi tertingi adalah diare (31,4%) dan pneumonia (23,8%).

Berbagai upaya dilakukan pemerintah untuk menurunkan angka kematian bayi. Salah satu upaya yang dilakukan yaitu melalui pemberian makanan yang tepat pada bayi. Pemberian makanan yang tepat pada bayi dan anak usia 0-24 bulan menurut Global Strategy on Infant and Young Child Feeding (WHO, 2002) adalah menyusui bayi segera setelah lahir melalui inisiasi menyusu dini; memberikan ASI eksklusif yaitu hanya ASI saja tanpa makanan dan minuman

Universitas Indonesia

Praktek menyusui..., Bestfy Anitasari, FIKUI, 2012

2   

lain selain obat, vitamin dan tambahan mineral sampai bayi berumur 6 bulan. Setelah 6 bulan, bayi diberikan makanan pendamping ASI (MP-ASI) yang tepat dan adekuat; dan tetap meneruskan pemberian ASI sampai usia bayi 24 bulan (Pillitteri 2003 dan Adisasmito, 2007).

Air Susu Ibu (ASI) merupakan makanan terbaik bagi bayi karena memiliki kualitas, kuantitas gizi dan zat imunologi terbaik dalam jumlah serta komposisi yang sesuai dengan kebutuhan bayi. Bagi bayi, menyusu merupakan aktivitas untuk mendapatkan makanan yang paling sempurna, karena kandungan gizi ASI sesuai dengan kebutuhan untuk pertumbuhan dan perkembangan yang optimal. ASI mengandung zat untuk perkembangan kecerdasan, zat kekebalan dan mampu menurunkan angka kesakitan dan kematian. Bagi ibu, menyusui bayi tidak hanya menjalin kasih sayang, tetapi juga dapat membantu mencegah perdarahan setelah melahirkan, mempercepat pemulihan kesehatan ibu, menunda kehamilan, mengurangi resiko terkena kanker payudara, dan memberikan kebahagiaan tersendiri bagi ibu (Piliteri, 2003; Pudjiadi, 2005; American Academy of Pediatrics (AAP), 2005). Manfaat ASI sangat besar sehingga diupayakan semua bayi mendapatkan ASI mulai dari lahir hingga berusia dua tahun.

Healthy People 2010 menargetkan pada tahun 2010, 75% ibu memberikan ASI secara dini pada bayinya, 50% melanjutkan menyusui bayinya hingga usia 6 bulan, 25% terus menyusui bayinya hingga usia 1 tahun, 40% memberikan ASI ekslusif hingga 3 bulan dan 25% menyusui ekslusif hingga 6 bulan (United State Departement of Health & Human Service (USDHHS), 2006). World Health Organization (WHO) (2002) juga merekomendasikan untuk menyusui bayi secara ekslusif sampai 6 bulan dan dilanjutkan sampai usia 2 tahun dengan makanan pendamping yang sesuai. Sedangkan di Indonesia cakupan ASI ditargetkan mencapai 80% pada tahun 2010. Namun menurut data Susenas (2007-2008) cakupan pemberian ASI ekslusif bayi 0-6 bulan menunjukkan penurunan dari 62,2% (2007) menjadi 56,2% (2008) (Badan Penelitian Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI,

Universitas Indonesia

Praktek menyusui..., Bestfy Anitasari, FIKUI, 2012

3   

2010). Hal ini menunjukkan belum tercapainya target pemerintah tentang cakupan pemberian ASI di Indonesia.

Belum tercapainya target tersebut disebabkan oleh adanya pembatasan lama menyusui karena kesalahan persepsi ibu tentang pentingnya ASI. Kesalahan persepsi ini menyebabkan bayi beresiko mengalami gangguan nutrisi, infeksi dan kematian (WHO, 2006). Faktor lain yang menyebabkan gagalnya pencapaian target pemerintah yaitu perilaku menyusui yang dipraktekkan oleh ibu. Beberapa hal yang mempengaruhi perilaku menyusui ibu antara lain usia, tingkat pendidikan, pekerjaan, ras, status ekonomi, dukungan sosial yang diterima, persepsi keluarga tentang menyusui dan adanya kehamilan yang baru (Flower, 2003; Ingran & Johnson, 2004; Quan, Yang & Zheng, 2005; Tohotoa dkk, 2009).

Menyusui dan kehamilan merupakan dua proses yang terpisah dan bersifat saling meniadakan oleh kerja hormon yaitu hormon steroid. Pada kehamilan, hormon steroid menghambat timbulnya laktasi dan pada menyusui, hormon ini menunda siklus ovarium (Flower, 2003). Penundaan siklus ovarium selama beberapa bulan menjadikan menyusui sebagai metode kontrasepsi alamiah. Hal ini efektif terjadi pada 6 bulan pertama kelahiran apabila ibu memberikan ASI ekslusif pada bayinya. Namun konsepsi dapat terjadi saat menyusui (Flower, 2003). Penelitian Shaaban dan Glasier (2008) melaporkan sebanyak 28,1% ibu yang menyusui ekslusif tetap bisa hamil. Hal tersebut terjadi karena keefektifan hormon steroid menunda kehamilan hanya jika bayi menghisap ASI langsung dari payudara ibu. Akan tetapi jika terjadi kehamilan dalam masa menyusui berarti ASI ekslusif yang didapatkan oleh bayi tidak dengan menyusu langsung pada payudara ibu tetapi dengan cara yang lain seperti ASI perah. Penyebab lain terjadinya kehamilan yaitu bayi telah dikenalkan dengan makanan tambahan (Afifi, 2007).

Universitas Indonesia

Praktek menyusui..., Bestfy Anitasari, FIKUI, 2012

4   

Masa menyusui akan berakhir setelah dua tahun. Pada masa ini, seringkali terjadi kehamilan yang tidak direncanakan. Beberapa wanita memilih untuk menyapih bayinya lebih dini, namun ada juga yang memilih untuk tetap menyusui (Flower, 2003). Praktek menyusui selama masa kehamilan akan berdampak terhadap kesehatan ibu hamil, kesehatan anak yang disusui, dan pertumbuhan serta perkembangan janin yang berlanjut hingga bayi dilahirkan. Kahn dan Chien (1998) melaporkan bahwa wanita yang hamil dan menyusui secara bersamaan mengalami perubahan berat badan yang ditandai dengan penurunan indeks massa tubuhnya. Fakta ini didukung oleh penelitian yang dilakukan di India oleh Ramachandran (2002) yang melaporkan bahwa terjadi penurunan berat badan selama masa kehamilan mulai dari trimester pertama sampai trimester ketiga kehamilan pada wanita yang menyusui selama masa kehamilan. Akan tetapi berbeda dengan hasil penelitian Merchant, Martorell dan Haas (1990 a,b) yang mendapatkan bahwa tidak terjadi penurunan berat badan pada ibu yang menyusui dalam masa kehamilan.

Anak yang disusui saat ibunya sedang hamil memiliki kemungkinan mengalami gangguan kesehatan. Marquis dkk (2002) melaporkan terjadinya penurunan berat badan pada bayi yang masih menyusu pada ibu yang hamil. Penelitian ini juga menemukan bahwa bayi tersebut lima kali lebih beresiko mengalami gangguan saluran pernafasan jika dibandingkan dengan bayi yang menyusu pada ibu yang tidak hamil. Hal tersebut terjadi karena praktek menyusui dapat mempengaruhi kualitas ASI, jumlah ASI dan frekuensi menyusui (Moscone & Moore, 1993; Marquis dkk, 2003; Ismail dkk, 2009). Namun penelitian yang dilakukan oleh Shaaban & Glasier (2008) melaporkan sebanyak 60,4% anak yang menyusu pada ibu hamil tidak mengalami masalah kesehatan. Selain berpengaruh pada kondisi anak yang disusui, menyusui selama kehamilan juga dapat berpengaruh pada janin yang dikandung ibu. Janin berpotensi mengalami retardasi pertumbuhan karena kondisi hamil disaat menyusui memberikan resiko yang besar bagi ibu untuk mengalami kekurangan gizi jika konsumsi nutrisi yang dibutuhkan tidak adekuat (King, 2003). Akan tetapi hal ini bertolak belakang dengan hasil penelitian Pareja

Universitas Indonesia

Praktek menyusui..., Bestfy Anitasari, FIKUI, 2012

5   

(2007) yang melaporkan bahwa pertumbuhan janin yang lahir dari ibu yang menyusui disaat hamil tidak mengalami gangguan. Hal tersebut ditandai dengan berat lahir bayi yang sesuai dengan usia gestasinya.

Masalah lain yang dapat timbul dari ibu menyusui dalam masa kehamilan adalah terjadinya kontraksi uterus yang abnormal, keguguran, gangguan sirkulasi uteroplasenta di akhir kehamilan, kelahiran premature, distosia persalinan dan kematian janin dalam rahim (Nybo dkk, 2000; El-Saadani, 2000; Marquis dkk, 2002; Flower, 2003; Shaaban & Glasier, 2008; Ishii, 2009). Penelitian lainnya yang dilakukan oleh Eckford & Westgate (1997) melaporkan kejadian abrusio plasenta pada wanita hamil disaat menyusui yang menyebabkan distress janin, kelahiran dengan operasi dan berakhir dengan kematian bayi. Akan tetapi hasil berbeda dilaporkan oleh Onwudiegwu (2000) yang menemukan bahwa tidak terdapat dampak negatif pada perkembangan kehamilan sampai proses kelahiran bayi dan periode postpartum pada wanita yang menyusui selama kehamilan. Penelitian ini juga didukung oleh Pareja (2007) yang tidak menemukan hubungan antara praktek menyusui selama kehamilan dengan perpanjangan fase aktif persalinan. Studi ini juga tidak menemukan hubungan antara menyusui selama kehamilan dengan kejadian kecilnya kehamilan dibanding usia gestasi.

Menyusui selama masa kehamilan telah dilakukan di berbagai negara. Data dari National Health & Nutrition Examination Survey (NHANES) III menunjukkan bahwa 5.1% wanita Amerika menyusui saat hamil. Sebanyak 10 % wanita di Peru menyusui anak usia dibawah 4 tahun sampai trimester ketiga kehamilannya. Sedangkan di Bangladesh didapatkan 12% wanita yang hamil tetap menyusui anak sebelumnya. Sebanyak 45% dari persentase tersebut, terus menyusui sampai bulan keenam kehamilan dan sekitar 20% menyusui sampai awal bulan kesembilan kehamilannya (Briefel dkk, 2000 dan Marquis dkk, 2003). Di Indonesia, data terkait jumlah dan bagaimana praktek menyusui

dalam

masa

kehamilan

yang

dilakukan

oleh

ibu

tidak

terdokumentasikan. Hal tersebut terjadi karena adanya sikap pro dan kontra

Universitas Indonesia

Praktek menyusui..., Bestfy Anitasari, FIKUI, 2012

6   

yang ditunjukkan oleh petugas kesehatan terhadap praktek ini. Sehingga ibu cenderung menyembunyikan bahwa dirinya menyusui disaat hamil karena takut mendapat teguran atau bahkan pelarangan untuk melanjutkan menyusui dari petugas kesehatan.

Adanya fakta bahwa kehamilan dan menyusui dapat saling merugikan tidak membuat sebagian wanita menyapih bayinya ketika mengetahui dirinya hamil (Flower, 2003). Alasan wanita hamil melakukan hal itu dilaporkan oleh Oliveros dkk (1999) yang menyatakan bahwa menyapih dini dapat menimbulkan permasalahan yang serius pada bayi yaitu adanya gangguan tidur karena terpisah dari ibu dan bayi lebih mudah sakit. Selain itu timbul perasaan bersalah ibu terhadap bayi karena dalam praktek menyapih, bayi dipaksa untuk berhenti menyusu. Aspek lain yang menjadi alasan ibu tidak menyapih bayinya yaitu payudara dipandang sebagai hiburan atau alat untuk menetramkan bayinya. Hal ini juga didukung oleh penelitian Moscone & Moore (1993) mengenai alasan utama wanita tetap melanjutkan menyusui anaknya selama masa kehamilan adalah keamanan ASI dan kenyamanan saat menyusui bayi.

Fenomena tentang menyusui selama kehamilan ini sangat menarik untuk diteliti. Penelitian yang dilakukan oleh beberapa ahli antara lain Mascone dan Moore (1993), Kahn dan Chien (1998), Ramachandran (2002), Marquis dkk (2002), serta Pareja (2007) yang masing-masing melaporkan bahwa terdapat manfaat serta dampak negatif dari praktek menyusui selama kehamilan baik bagi ibu, anak yang disusui dan janin. Bagaimanapun perspektif wanita yang melakukan hal ini tentu patut untuk dieksplorasi sehingga dapat diungkapkan makna menyusui dalam masa kehamilan yang dapat memperkaya pemahaman tentang fenomena ini.

1.2 Rumusan Masalah Menyusui merupakan cara terbaik memberikan nutrisi yang optimal bagi bayi karena ASI mengandung gizi terbaik bagi pertumbuhan dan perkembangan

Universitas Indonesia

Praktek menyusui..., Bestfy Anitasari, FIKUI, 2012

7   

bayi. Menyusui juga berdampak positif terhadap kesehatan reproduksi ibu. Akan tetapi berdasarkan studi sebelumnya, bila menyusui dilakukan selama kehamilan dapat mengakibatkan berbagai masalah baik pada ibu, janin dan bayi yang disusui. Bagi ibu, masalah kesehatan yang dapat dialaminya adalah deplesi nutrisi karena adanya jarak antara kehamilan yang dekat sehingga ibu tidak memiliki cukup waktu untuk memperbaiki status nutrisinya sebelum kehamilan selanjutnya. Kondisi tersebut dapat membuat ibu rentan mengalami masalah pada kehamilannya seperti anemia dalam kehamilan yang pada akhirnya dapat mengganggu pertumbuhan dan perkembangan janin. Dampak lain yang ditimbulkan yaitu mempengaruhi kualitas ASI yang dihasilkan. Kondisi ini akan mempengaruhi pemenuhan nutrisi pada anak yang menyusu khususnya yang berusia kurang dari enam bulan.

Praktek menyusui selama masa kehamilan telah dilaporkan di berbagai negara seperti Amerika Serikat, Peru, Bangladesh, India, dan Indonesia. Dari hasil studi pendahuluan peneliti, fenomena ini terjadi di wilayah Kota Makassar. Akan tetapi, fenomena ini terus dipelajari tentang keamanan ASI sebagai sumber nutrisi dan juga karena masih ada data yang saling bertentangan terkait praktek menyusui dalam masa kehamilan. Pada satu penelitian menyatakan praktek ini bermanfaat, sedangkan pada penelitian yang lain didapatkan bahwa praktek ini memiliki resiko yang dapat mengganggu kesehatan ibu, anak yang disusui dan janin. Walaupun pada prinsipnya menyusui selama masa kehamilan aman dilakukan oleh wanita yang tidak memiliki riwayat keguguran dan kelahiran prematur serta status nutrisi adekuat selama menjalankan praktek ini.

Hal ini menjadi alasan pentingnya dilakukan penelitian kualitatif untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan praktek menyusui selama masa kehamilan dari perspektif wanita yang menjalaninya. Pemaparan fenomena oleh orang yang mengalaminya menjadi bukti nyata yang memantapkan informasi tentang menyusui selama masa kehamilan. Berdasarkan uraian tersebut, maka

Universitas Indonesia

Praktek menyusui..., Bestfy Anitasari, FIKUI, 2012

8   

pertanyaan penelitiannya adalah: “ bagaimana perspektif wanita tentang praktek menyusui dalam masa kehamilan?”.

1.3 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah menginterpretasikan perspektif wanita yang menyusui selama masa kehamilan.

1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1

Praktek Pelayanan Keperawatan

Perawat dan tim kesehatan yang bekerja di klinik, rumah sakit atau di masyarakat dapat memperoleh gambaran tentang pandangan wanita yang menyusui khususnya selama masa kehamilan, lazimnya dua kejadian ini merupakan proses yang terpisah namun merupakan bagian integral dari kesehatan reproduksi wanita. Sehingga dari hasil penelitian ini dapat menjadi landasan dalam upaya meningkatkan kesehatan reproduksi sebagai bagian dari pelayanan kesehatan yang holistik.

Hasil penelitian ini dapat menjadi referensi bagi perawat maternitas pada saat memberikan pelayanan kesehatan reproduksi khususnya menyusui dalam masa kehamilan agar memperhatikan aspek lain dari sudut pandang ibu yaitu dari segi persepsi menyusui selama masa kehamilan, makna menyusui, sumber pendukung dan

masalah yang dihadapi serta cara penyelesaian

masalah menyusui selama masa kehamilan

Mengembangkan intervensi keperawatan dalam bentuk pendidikan kesehatan atau konseling suportif untuk mengantisipasi masalah menyusui yang mungkin dihadapi selama masa kehamilan.

1.4.2

Perkembangan Ilmu Keperawatan

Hasil penelitian ini akan memperkaya khasanah ilmu keperawatan, khususnya keperawatan maternitas terkait topik menyusui selama masa kehamilan. Menambah masukan informasi dalam mengembangkan materi perkuliahan.

Universitas Indonesia

Praktek menyusui..., Bestfy Anitasari, FIKUI, 2012

9   

1.4.3

Perkembangan Riset Keperawatan

Hasil penelitian ini dapat dijadikan data dasar pada penelitian lebih lanjut, misalnya pada penelitian yang bersifat eksperimen dengan mengaplikasikan intervensi keperawatan seperti paket konseling menyusui selama masa kehamilan, kelompok pendukung, metode kontrasepsi amenorea laktasi. Pada penelitian longitudinal untuk mengetahui adaptasi fisiologis dan psikologis ibu menyusui saat hamil dan mengetahui konsekuensi jangka pendek dan jangka panjang dari praktek ini.

Universitas Indonesia

Praktek menyusui..., Bestfy Anitasari, FIKUI, 2012

10

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini akan dibahas tentang beberapa konsep dan teori yang terkait dengan permasalahan dalam penelitian. Tinjauan pustaka ini akan memudahkan peneliti pada saat melakukan pengambilan data serta pada tahap pembahasan dengan membandingkan hasil penelitian dengan tinjauan teori dan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Tinjauan pustaka ini menguraikan tentang air susu ibu (ASI) dan menyusui serta konsep menyusui selama masa kehamilan. 2.1 Air Susu Ibu (ASI) dan Menyusui Nutrisi yang optimal akan mendukung pertumbuhan dan perkembangan bayi. ASI merupakan sumber nutrisi terbaik bagi bayi. Berikut ini adalah penjelasan mengenai ASI dan manfaatnya.

2.1.1 Pengertian ASI dan Menyusui Air susu ibu (ASI) sebagai makanan alamiah bagi bayi merupakan suatu emulsi lemak dalam larutan protein, laktosa dan garam-garam organik yang disekresikan oleh kedua kelenjar payudara walaupun ibu sedang sakit, hamil, haid atau kurang gizi. ASI berguna untuk pertumbuhan dan perkembangan bayi karena komposisinya berubah sesuai kebutuhan bayi setiap saat dan memiliki zat pelindung agar bayi terhindar dari penyakit infeksi (Flower, 2003; Perry dkk, 2010; Murray & McKinney, 2007). ASI merupakan cairan hidup karena mengandung sel hidup seperti darah (Perry dkk, 2010).

Menyusui merupakan rangkaian proses yang kompleks, dimulai dari produksi ASI, bayi menghisap air susu langsung dari payudara ibu hingga bayi menelan ASI. Bayi menggunakan reflek menangkap, menghisap dan menelan untuk mendapatkan susu. Organ yang berperan penting dalam proses menyusui adalah payudara (WHO, 2009; Roesli, 2010; Perkumpulan Perinatologi Indonesia, 2010).

Universitas Indonesia

Praktek menyusui..., Bestfy Anitasari, FIKUI, 2012

11

2.1.2

Fisiologi Menyusui

Selama gestasi, konsentrasi hormon prolaktin estrogen dan progestron yang tinggi mempengaruhi perkembangan payudara. Hormon prolaktin mempengaruhi pembesaran puting susu. Hormon estrogen menyebabkan perkembangan duktus yang ekstensif dalam bentuk poliferasi, deposit lemak, air, elektrolit, dan jaringan ikat. Sementara progesterone merangsang pembentukan lobules alveolus. Bersamaan dengan membesarnya kehamilan, perkembangan dan persiapan untuk memberikan ASI semakin tampak, payudara semakin membesar, puting susu semakin menonjol pembuluh darah semakin tampak, dan areola mammae makin hitam (Riordan & Wambach, 2010). Peningkatan konsentrasi prolaktin (suatu hormon hipofisis anterior yang dirangsang oleh peningkatan kadar estrogen) dan human chorionic gonadotropin (suatu hormon peptide yang dikeluarkan oleh plasenta) juga ikut berperan dalam menginduksi pembentukan enzim-enzim yang diperlukan untuk menghasilkan susu. Konsentrasi estrogen dan progesterone yang tinggi selama separuh terakhir masa kehamilan mencegah laktasi dengan menghambat efek stimulatorik prolaktin pada sekresi susu. Dengan demikian, walaupun steroid-steroid plasenta yang kadarnya tinggi memicu perkembangan perangkat penghasil susu di payudara, steroid-steroid itu juga menghambat kelenjar-kelenjar tersebut untuk bekerja sampai bayi lahir dan memerlukan susu (Perkumpulan Perinatologi Indonesia, 2010 dan Riordan & Wambach, 2010). Setelah persalinan, menyusui dipertahankan oleh dua hormon penting yaitu prolaktin dan oksitosin. Ketika bayi menghisap puting susu, rangsangan sensori akan disampaikan ke otak. Respon dari rangsangan tersebut yaitu sekresi hormon prolaktin oleh kelenjar pituitari anterior dan sekresi hormon oksitosin oleh kelenjar pituitari posterior. Prolaktin bekerja pada epitel alveolus untuk meningkatkan produksi ASI. Dengan demikian, makin sering rangsangan penyusuan makin banyak pula produksi ASI. Prolaktin lebih banyak diproduksi pada malam hari. Prolaktin memberikan efek relaks dan mengantuk pada ibu, sehingga ibu akan merasa istirahat dengan baik meski harus menyusui di malam hari. Hisapan pada puting susu juga merangsang hormon pituitari yang lain,

Universitas Indonesia

Praktek menyusui..., Bestfy Anitasari, FIKUI, 2012

12

seperti Gonadotropin Releasing Hormon (GnRH), Folikel Stimulating Hormon (FSH), dan Lutenizing Hormon (LH) yang dapat menekan ovulasi dan menstruasi sehingga dapat menunda kehamilan (Murray & McKinney, 2007; WHO, 2009; Riordan & Wambach, 2010; Perry dkk, 2010). Hormon oksitosin menyebabkan kontraksi sel myoepitelial di sekitar alveoli. Kontraksi ini akan menyebabkan ejeksi susu dari alveoli menuju duktus dan akhirnya akan disekresikan keluar payudara melalui puting susu. Reflek oksitosin ini disebut juga dengan let-down reflek atau reflek pengeluaran ASI. Reflek oksitosin tidak hanya distimulasi dari hisapan bayi, tetapi juga dapat keluar saat ibu memikirkan bayi, menyentuh, mencium atau mendengar bayi menangis. Reflek oksitosin akan dihambat apabila ibu merasa nyeri hebat dan emosi. Oksitosin memberikan efek kontraksi uterus sehingga membantu mencegah perdarahan paska melahirkan (Murray & McKinney, 2007; WHO, 2009; Riordan & Wambach, 2010; Perry dkk, 2010). 2.1.3

Kandungan ASI

Nilai gizi ASI dapat dilihat dari kandungannya. Lemak, karbohidrat, protein, vitamin, mineral dan air merupakan sumber nutrisi yang terkandung dalam ASI yang diperlukan oleh bayi pada 6 bulan pertama kehidupannya (WHO, 2009). Selain zat gizi, ASI juga mengandung faktor bioaktif yang dapat melindungi sistem imun bayi yang masih imatur, memberikan perlindungan terhadap infeksi dan faktor yang dapat membantu proses pencernaan dan absorbsi nutrien (Reeder, Martin & Koniak, 1997/2011; Goldman, 2000; Drudy dkk, 2006; Perry dkk, 2010).

2.1.4

Tahapan ASI

Perubahan komposisi ASI disesuaikan dengan perubahan kebutuhan nutrisi bayi untuk pertumbuhan dan perkembangannya. Perubahan tersebut terbagi menjadi tiga tahapan, yaitu kolostrum, ASI peralihan dan ASI matur (Murray & McKinney, 2007).

Universitas Indonesia

Praktek menyusui..., Bestfy Anitasari, FIKUI, 2012

13

2.1.4.1 Kolostrum Kolostrum merupakan cairan kental berwarna kekuning-kuningan yang disekresi oleh payudara beberapa saat setelah bayi lahir sampai pada hari ketiga dan keempat setelah melahirkan. Volume kolostrum sebanyak 150-300 ml/24 jam. Kolostrum lebih banyak mengandung sel darah putih dan imunoglobulin A (IgA) yang membantu melindungi saluran pencernaan dari infeksi (WHO, 2009). Kolostrum membantu mempertahankan flora normal usus dan berperan sebagai pencahar untuk mengeluarkan mekoneum lahir dan mempersiapkan saluran pencernaan bayi bagi makanan yang akan datang, jadi jika bayi mendapatkan ASI sedini mungkin maka bayi akan terhindar dari konstipasi (Guxens dkk, 2011). Kolostrum juga mengandung protein terutama gammaglobulin, lemak larut vitamin dan mineral tetapi rendah kalori, lemak dan glukosa jika dibandingkan dengan ASI matur (Murray & McKinney, 2007 dan Riordan & Wambach, 2010). 2.1.4.2 ASI transisi atau peralihan ASI peralihan merupakan perubahan susu dari kolostrum menjadi susu matur. ASI ini disekresi pada hari keempat hingga hari kesepuluh setelah kelahiran. Bahkan pada kondisi-kondisi tertentu ASI transisi dapat diproduksi sampai minggu ke-5. Kandungan imunoglobulin dan protein dalam susu ini mengalami penurunan. Sedangkan kandungan lemak, karbohidrat dan kalori mengalami peningkatan. Kandungan vitamin dalam ASI peralihan sama dengan susu matur (Murray & McKinney, 2007 dan Riordan & Wambach, 2010). 2.1.4.3 ASI matur ASI matur merupakan ASI yang diekskresikan oleh kelenjar payudara pada hari ke-10 dan seterusnya dengan komposisi yang relatif konstan. Volume ASI matur lebih banyak dibandingkan kolostrum dengan warna putih kekuningan dan tidak sekental kolostrum. ASI matur mengandung semua nutrisi dan zat kekebalan yang dibutuhkan oleh bayi hingga umur 6 bulan (Murray & McKinney, 2007 dan WHO, 2009).

Universitas Indonesia

Praktek menyusui..., Bestfy Anitasari, FIKUI, 2012

14

2.1.5

Manfaat ASI

Komposisi ASI yang unik dan spesifik tidak dapat diimbangi oleh susu formula. Pemberian ASI tidak hanya bermanfaat bagi bayi tetapi juga bagi ibu yang menyusui. Berikut dijelaskan manfaat ASI bagi bayi dan ibu: 2.1.5.1 Manfaat ASI bagi Bayi Manfaat ASI bagi bayi sangat banyak. ASI adalah makanan yang terbaik untuk bayi. ASI diciptakan secara spesifik untuk bayi manusia sehingga mudah dicerna oleh sistem pencernaan bayi yang belum sempurna. Penelitian yang dilakukan oleh Hale (2007) dan Venter, Clayton & Dean (2008) menyatakan bahwa ASI mengandung probiotik yang menjaga pertumbuhan flora normal usus sehingga memperkuat sistem imun. Terkait dengan kandungan zat protekstif pada ASI, ASI mengandung antibodi khusus dan sel mediasi yang membantu melindungi dari infeksi. ASI dapat melindungi bayi dari infeksi otitis media, sakit pada saluran nafas seperti pneumonia, gangguan sistem perkemihan, bakteremia, dan bakteri meningitis. Penelitian yang mendukung hal tersebut adalah penelitian Wang,Wang & Kang (2005) dengan hasil ASI dapat menurunkan kejadian pneumonia pada bayi. Penelitian

tentang pengaruh ASI terhadap otitis media dan penyakit saluran

pernafasan juga telah dilakukan. Salah satunya adalah penelitian retrospektif oleh Thompson (2003). Hasil penelitiannya menunjukkan pemberian ASI secara signifikan dapat menurunkan angka kejadian otitis media, gastroenteritis dan infeksi saluran pernafasan. Demikian pula dengan penelitian Sommer, Resch, & Simoes (2011) tentang faktor resiko infeksi virus saluran nafas bawah pada bayi menunjukkan hasil salah satu faktor resiko terjadinya infeksi pernafasan berat pada sistem pernafasan bawah pada bayi adalah bayi tidak diberikan ASI. Kandungan oligosakarida dalam ASI melindungi saluran pencernaan dari bakteri pathogen. Lamberti telah melakukan penelitian hubungan pemberian ASI dengan angka kejadian penyakit diare. Hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa bayi yang diberikan ASI memiliki resiko lebih rendah terkena diare dibandingkan dengan bayi yang tidak mendapatkan ASI (Lamberti dkk, 2011).

Universitas Indonesia

Praktek menyusui..., Bestfy Anitasari, FIKUI, 2012

15

Jika dihubungkan dengan kejadian alergi pada bayi, ASI dapat mengurangi angka kejadian alergi. Protein asing pada bulan pertama kehidupan lebih mudah terserap di sepanjang dinding usus. IgA pada ASI dapat mencegah penyerapan protein asing yang dapat menimbulkan alergi. Penelitian Anderson, Malley & Snell (2009) menunjukkan bahwa bayi yang diberikan ASI eksklusif 4-6 bulan dapat menurunkan resiko alergi.

ASI dapat mencegah terjadinya diabetes mellitus pada kehidupan bayi selanjutnya. Penelitian Majeed dan Hassan (2011) tentang faktor resiko diabetes mellitus tipe I pada anak dan remaja di Basrah menunjukkan bahwa pemberian ASI kurang dari 6 bulan merupakan faktor pemicu terjadinya diabetes mellitus tipe I. Demikian pula dengan penelitian Schwarz dkk (2011) yang menghasilkan pemberian ASI kurang dari 1 bulan mempunyai hubungan terhadap resiko terjadinya diabetes mellitus tipe II. Kelebihan ASI selanjutnya adalah ASI dapat meningkatkan kecerdasan. ASI mengandung asam lemak esensial seperti asam linoleat (omega 6) dan asam linolenat (omega 3). Omega 3 adalah pembentuk asam lemak tidak jenuh rantai panjang atau docosahexaenoid acid (DHA), sedangkan omega 6 adalah pembentuk arachidonic acid (AA). DHA dan AA mempunyai fungsi penting untuk pertumbuhan otak. Disamping itu ASI juga mengandung taurin yang berguna juga untuk pertumbuhan otak (Perkumpulan Perinatologi Indonesia 2010). Penelitian tentang pengaruh pemberian ASI terhadap kecerdasan dan ukuran otak telah banyak dilakuan, salah satunya adalah penelitian Isaacs dkk (2010). Penelitian tersebut menunjukkan hasil pemberian ASI secara signifikan berhubungan dengan kecerdasan dan ukuran otak bayi. Sejalan dengan penelitian Isaacs, Quigley dkk (2012) juga menemukan bahwa bayi yang diberikan ASI memiliki tingkat kecerdasan yang lebih tinggi dibandingkan bayi yang tidak mendapatkan ASI. Manfaat lain dari ASI yaitu meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan bayi. Bayi yang diberikan ASI eksklusif hingga umur 4 bulan memiliki resiko lebih

Universitas Indonesia

Praktek menyusui..., Bestfy Anitasari, FIKUI, 2012

16

rendah mengalami keterlambatan perkembangan motorik dibandingkan yang mendapatkan ASI kurang dari 4 bulan (Sacker, Quigley & Kelly, 2005). ASI juga terbukti meningkatkan berat badan dan panjang badan lebih cepat dibandingkan susu formula pada bulan-bulan pertama kehidupan (Kramer dkk, 2002). Kematian mendadak sering menjadi ancaman bagi bayi. ASI terbukti dapat melindungi bayi dari Suddent Infant Death Syndrome (SIDS) (Hauck dkk, 2011). Pernyataan tersebut diperkuat hasil penelitian Santos dkk (2011) tentang faktor yang menghindari kematian dalam 4 tahun pertama kehidupan anak-anak di Brazil pada tahun 2004 (studi kohort) menunjukkan hasil bahwa bayi yang tidak diberikan ASI dalam 24 jam pertama kehidupan berhubungan dengan peningkatan resiko kematian pada bayi sampai usia 4 tahun. Keuntungan ASI selain dari aspek gizi, ASI juga memberikan efek analgesi bagi bayi yang menyusu, terutama ketika dilakukan prosedur invasif (Perry dkk, 2010; Perkumpulan Perinatologi Indonesia 2010). Hal ini didukung hasil penelitian yang dilakukan Itturiaga dkk (2009) tentang efek analgesik menyusui pada bayi baru lahir yang dilakukan prosedur invasif pengambilan darah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bayi yang disusui ketika dilakukan prosedur invasif pengambilan darah lama menangis lebih singkat dibandingkan dengan bayi yang tidak disusui. 2.1.5.2 Manfaat ASI bagi Kesehatan Ibu Menyusui bermanfaat bagi bayi juga bermanfaat bagi ibu. Ibu yang menyusui resiko mengalami kanker ovarium dan payudara lebih rendah. Hasil penelitian Danforth dkk (2006) menunjukkan bahwa ibu yang menyusui selama 18 bulan atau lebih berhubungan secara signifikan dengan penurunan resiko kejadian kanker ovarium. Penelitian Lodha dkk (2011) melaporkan bahwa tidak menyusui berhubungan secara signifikan terhadap kejadian kanker payudara. Menyusui juga dapat mempercepat involusi uterus dan menurunkan resiko perdarahan pasca melahirkan. Reflek oksitosin yang terjadi selama menyusui selain merangsang ejeksi ASI dari payudara juga merangsang kontraksi uterus.

Universitas Indonesia

Praktek menyusui..., Bestfy Anitasari, FIKUI, 2012

17

Hal ini menjadikan uterus lebih cepat kembali ke keadaan sebelum hamil (involusi) sehingga menurunkan resiko perdarahan pada ibu pasca melahirkan yang diakibatkan atonia uterus (Satcher, 2001 dan Hale, 2007).

Selain itu,

menyusui dapat menurunkan stres dan memberikan efek relaks pada ibu (Camurdan dkk, 2007; Hale, 2007; Persad & Mensinger, 2007). Efek relaks dipengaruhi oleh kadar prolaktin yang tinggi dalam darah selama proses menyusui. Wanita yang memberikan ASI kepada bayinya juga dapat menjarangkan kehamilan. Hal ini disebabkan karena hisapan bayi pada puting susu tidak hanya mempengaruhi pengeluaran homon prolaktin dan oksitosin, tetapi juga hormon kelenjar pituitari yang lain. Hormon yang juga di stimulasi oleh hisapan bayi antara lain GnRH, FSH dan LH. Hormon-hormon ini mencegah terjadinya ovulasi dan menstruasi sehingga kesuburan seorang wanita dapat dihambat (Nyndya, 2001 dan Hanafi, 2004). Ibu yang menyusui dapat menurunkan resiko obesitas. Kulie dkk (2011) telah melakukan penelitian tentang hubungan obesitas dengan menyusui. Hasil penelitian menunjukkan kegemukan pada ibu berhubungan dengan kurangnya perhatian untuk menyusui dan singkatnya masa menyusui. Hasil penelitian ini menunjukkan ibu yang menyusui lebih cepat penurunan berat badannya seperti sebelum hamil dibandingkan dengan ibu yang tidak menyusui. 2.2 Menyusui Dalam Masa Kehamilan Menyusui dan kehamilan merupakan dua tugas perkembangan yang terpisah dalam siklus reproduksi wanita. Namun, menyusui dapat juga dilakukan dalam masa kehamilan. Berikut ini adalah penjelasan mengenai manfaat, dampak negatif, aspek psikososial dan faktor-faktor yang mempengaruhi praktek menyusui dalam masa kehamilan.

2.2.1 Pengertian Menyusui Dalam Masa Kehamilan Menyusui selama masa kehamilan adalah aktivitas pemberian ASI kepada bayi berusia kurang dari tiga tahun yang dilakukan oleh ibu yang sedang hamil tanpa

Universitas Indonesia

Praktek menyusui..., Bestfy Anitasari, FIKUI, 2012

18

memandang usia kehamilannya. Bayi menggunakan reflek menghisap untuk mendapatkan dan menelan air susu yang diberikan langsung dari payudara ibu (Oliveros dkk, 1999; Flower, 2003; Roesli, 2010).

2.2.2 Insiden Menyusui Dalam Masa Kehamilan Menyusui selama masa kehamilan dilaporkan terjadi di berbagai negara seperti India, Guatemala, Philipina, Bhutan, Peru dan Amerika Serikat (Merchant, Martorell & Haas, 1991; Bohler & Ingstand, 1996; Marquis dkk, 2002; Ramachandran, 2002). Penelitian di India yang dilakukan didaerah dengan tingkat sosial ekonomi rendah didapatkan 1/3 wanita di populasi tersebut menyusui pada saat hamil. Penelitian serupa juga dilakukan di Guatemala, lebih dari 50% kehamilan terjadi pada saat ibu masih menyusui bayinya, dari jumlah tersebut sebanyak 41.4% melanjutkan menyusui sampai akhir trimester pertama kehamilannya dan 3.2% sampai pada trimester ketiga kehamilannya. Sedangkan di Bhutan, penelitian pada 113 bayi yang disusui oleh ibu hamil didapatkan hanya 1 bayi yang disapih, selebihnya tetap disusui. Pada penelitian di Peruvian Peru sebanyak 42.5% ibu menyusui saat hamil, dari persentase tersebut 18.9% melanjutkan menyusui hingga trimester kedua dan 7.5% melanjutkan hingga trimester ketiga kehamilannya (Merchant, Martorell & Haas, 1991; Bohler & Bergstrom, 1996; Ramachandran, 2002; Pareja, 2007).

2.2.3 Kontraindikasi Menyusui dalam Masa Kehamilan Tidak semua ibu dalam kondisi hamil dapat melanjutkan menyusui. Beberapa kondisi yang dapat menghambat ibu hamil untuk tetap menyusui antara lain adanya riwayat keguguran pada kehamilan sebelumnya saat usia kehamilan di bawah 20 minggu, riwayat kelahiran preterm dan adanya gagal tumbuh pada janin. Jika kondisi tersebut dialami oleh ibu hamil maka tidak dianjurkan untuk melanjutkan menyusui dalam masa kehamilan (Flower, 2003).

2.2.4 Manfaat Menyusui dalam Masa Kehamilan Melanjutkan menyusui dalam masa kehamilan merupakan keputusan bijak yang diambil oleh ibu. Menyusui sangat dianjurkan apalagi bila bayi belum berusia dua

Universitas Indonesia

Praktek menyusui..., Bestfy Anitasari, FIKUI, 2012

19

tahun. ASI masih menjadi kebutuhan nutrisi penting bagi bayi disamping makanan pendamping ASI (MP-ASI). Keuntungan menyusui meningkat seiring lama menyusu eksklusif hingga enam bulan. Setelah itu, dengan tambahan makanan pendamping ASI pada usia enam bulan, keuntungan menyusui meningkat seiring dengan meningkatnya lama pemberian ASI sampai usia dua tahun (WHO, 2009 dan Roesli, 2010).

Menyusui memberikan keuntungan bagi ibu, yaitu saat menyusui merupakan kesempatan bagi ibu untuk beristirahat. Pada saat kondisi fisik mengalami keletihan dan emosi tidak stabil akibat dari pengaruh hormonal kehamilan, maka berbaring miring ke samping (lateral) sambil menyusui bayi menjadi alternatif untuk merelaksasikan tubuh dan menenangkan fikiran. Jadi, pada saat bayi ingin menyusu, keletihan yang dialami oleh ibu tidak menjadi alasan untuk menolak permintaan bayi (Reeder, Martin & Koniak, 1997/2011; Flower, 2003; Roesli, 2010).

Melanjutkan menyusui lebih mudah dilakukan jika dibandingkan dengan menyapih. Proses menyapih memerlukan adaptasi bertahap dan menimbulkan respon yang berbeda-beda dari tiap bayi dan keberhasilannya tidak dapat diprediksi. Menyapih dapat menimbulkan masalah kesehatan yang serius pada bayi karena selama proses penyapihan, bayi tidak lagi mendapatkan ASI yang berfungsi sebagai pelindung tubuh dari serangan penyakit, sehingga bayi rentan mengalami gangguan kesehatan seperti diare, muntah dan berbagai penyakit infeksi lainnya. Sedangkan melanjutkan pemberian ASI berarti bayi tetap mendapatkan ASI sesuai permintaan dan kebutuhannya, sehingga tidak hanya kebutuhan fisik yang terpenuhi tetapi juga kebutuhan emosional. Bayi akan tetap mendapatkan kasih sayang dan perhatian walaupun ibu sedang hamil (Bohler & Ingstad, 1996 dan Bohler & Bergstrom, 1995a, b, 1996).

2.2.5 Dampak Negatif Menyusui Dalam Masa Kehamilan Adanya kehamilan dalam masa menyusui menimbulkan berbagai perasaan dalam hati ibu. Perasaan bahagia karena akan mendapat anak lagi, bingung dengan

Universitas Indonesia

Praktek menyusui..., Bestfy Anitasari, FIKUI, 2012

20

pilihan untuk tetap menyusui bayi atau menyapihnya, dan takut keadaan ini akan mempengaruhi kondisi kesehatannya, janin yang dikandung dan bayi yang disusui. Berikut ini adalah dampak negatif menyusui dalam masa kehamilan:

2.2.5.1 Dampak Negatif Menyusui Dalam Masa Kehamilan bagi Ibu Ibu dihadapkan pada beberapa hal yang berpotensi terjadi jika melakukan praktek menyusui dalam masa kehamilan. Hal-hal tersebut antara lain: 2.2.5.1.1 Resiko Keguguran Stimulasi terhadap puting susu oleh isapan bayi menyebabkan pelepasan hormon oksitosin ke dalam saluran darah oleh kelenjar pituitari posterior. Oksitosin merupakan hormon yang penting dalam proses menyusui karena menyebabkan kontraksi tisu payudara untuk mengalirkan air susu. Oksitosin juga berperan dalam kontraksi tisu-tisu uterus setelah melahirkan sehinga ukurannya kembali ke ukuran seperti sebelum hamil (Reeder, Martin & Koniak, 1997/2011; Satcher, 2001; Hale, 2007; Riordan & Wambach, 2010). Semua wanita akan mengalami kontraksi uterus selama proses menyusui mulai dari kontraksi dengan intensitas yang ringan hingga berat. Walaupun demikian kontraksi yang dirasakan akan menghilang saat proses menyusui dihentikan. Hal ini didukung oleh Flower (2003) yang melaporkan adanya kontraksi yang dirasakan oleh wanita hamil yang menyusui, akan tetapi kontraksi tersebut menghilang setelah proses menyusui dihentikan. Bahkan pada penelitian Moscona & Moore (1993) didapatkan sebanyak 93% ibu hamil tidak mengalami kontraksi selama menyusui. Sama seperti kontraksi Braxton-Hicks, kontraksi yang dirasakan pada saat menyusui umumnya tidak akan mengganggu kehamilan. Secara fisiologis, pada uterus terdapat sel-sel yang akan mendeteksi keberadaan hormon oksitosin dalam saluran darah dan kemudian akan menyebabkan kontraksi uterus. Sel ini dinamakan oxytocin receptors sites. Sebelum usia kehamilan 38 mingu, jumlah sel-sel ini sedikit dan tersebar di dalam uterus. Seiring dengan bertambahnya usia kehamilan, jumlah sel-

Universitas Indonesia

Praktek menyusui..., Bestfy Anitasari, FIKUI, 2012

21

sel ini akan ikut bertambah dan puncaknya pada saat persalinan, jumlah sel ini mencapai 300 kali lipat. Keberadaan oxytocin receptors sites yang tersebar dalam jumlah yang sedikit sebelum usia kehamilan 38 minggu menjadikan uterus mampu mengontrol efek dari oksitosin sehingga tidak terjadi kontraksi sampai usia kehamilan aterm. Tetapi sel-sel ini tidak dapat bekerja sendiri karena untuk dapat merespon efek dari oksitosin, sel ini memerlukan perantara yaitu gap junction protein. Walaupun densitas oxytocin receptors sites tinggi tetapi jika gap junction protein tidak ada maka kontraksi uterus tidak akan dirasakan. Hal lain yang akan menghambat kerja dari oksitosin yaitu keberadaan hormon progesteron yang tinggi pada saat kehamilan. Maka berdasarkan mekanisme ini kelahiran preterm atau keguguran tidak akan dialami oleh ibu yang menyusui selama hamil jika hanya mengandalkan kerja dari oksitosin semata (Gimpl & Fahrenholz, 2001; Vrachnis dkk, 2011; Mesiano, Wang & Norwitz, 2011). 2.2.5.1.2 Maternal Nutritional Depletion (Deplesi Nutrisi Ibu) Peristiwa kehamilan dalam masa menyusui merupakan dua tugas perkembangan wanita yang terjadi dalam satu waktu. Peristiwa ini menandakan dekatnya jarak antara kehamilan. Idealnya, jarak kehamilan dengan kelahiran sebelumnya yang paling baik adalah sekitar 3-4 tahun (Rutstein, 2003 dan Agudelo & Belizan, 2003). Jarak kehamilan yang dekat rentan mengakibatkan deplesi nutrisi ibu yakni terjadinya pengikisan nutrisi ibu. Keadaan ini terjadi karena ibu baru saja melahirkan kemudian menyusui dan dalam masa menyusui tersebut terjadi kehamilan lagi. Hal ini membuat ibu tidak memiliki cukup waktu untuk mengembalikan cadangan nutrisi. Akibatnya ibu akan berada dalam status gizi yang kurang dengan akibat lebih lanjut pada ibu dan anaknya (FAO, 2001 dan Winkvist, Rasmusse & Lissner, 2003). Penelitian di India menemukan bahwa terjadi penurunan berat badan pada wanita yang menyusui pada saat hamil. Hal tersebut umumnya dialami jika kehamilan terjadi dalam masa 6 bulan pertama bayi menyusui (Ramachandran, 2002).

Universitas Indonesia

Praktek menyusui..., Bestfy Anitasari, FIKUI, 2012

22

Akan tetapi hal berbeda ditemukan di Guatemala yaitu ibu hamil tidak mengalami penurunan berat badan selama menyusui yang dinilai berdasarkan cadangan lemak yang dimiliki (Merchant, Martorell & Haas, 1990a,b). Pembagian nutrisi pada ibu yang menyusui pada saat hamil digambarkan pada diagram di bawah ini:

Sumber: Dewey & Cohen (2004) Diagram 2.1 Penggunaan nutrisi ibu menyusui pada saat hamil

Diagram 2.1 menunjukkan bahwa bahan makanan yang dikonsumsi ibu menyusui dalam keadaan hamil tidak hanya digunakan untuk memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh menghasilkan energi agar dapat beraktifitas. Akan tetapi zat gizi tersebut juga digunakan untuk memproduksi ASI sebagai makanan terbaik bagi bayi dan menutrisi janin melalui plasenta agar dapat bertumbuh dan berkembang dengan sempurna (Dewey & Cohen, 2004). Ukuran pertumbuhan dan perkembangan janin yang sempurna dilihat dari peningkatan berat badan selama kehamilan khususnya setelah trimester pertama. Peningkatan berat badan selama kehamilan yang tidak adekuat mengindikasikan kurangnya konsumsi kalori dan zat gizi penting lainnya.

Universitas Indonesia

Praktek menyusui..., Bestfy Anitasari, FIKUI, 2012

23

Rekomendasi untuk peningkatan berat badan selama kehamilan tergantung pada indeks massa tubuh (IMT) wanita sebelum hamil. Peningkatan berat badan yang disarankan selama kehamilan adalah 11.5 kg-16 kg bagi wanita yang memiliki IMT dalam rentang yang normal. Wanita yang memiliki IMT rendah (< 19.8) harus menambah berat badannya lebih banyak dari wanita dengan IMT normal. Pada wanita gemuk dengan IMT diatas 29 dianjurkan untuk menambah berat badan lebih sedikit sekitar 711.5 kg. Rekomendasi umum terkait peningkatan berat badan selama kehamilan yaitu sekitar 1.6 kg selama trimester pertama kehamilan selanjutnya sebanyak 0.44 kg perminggu. Sedangkan kecukupan gizi berupa vitamin dan mineral pada ibu hamil dapat dilihat dari ada tidaknya gejala kekurangan vitamin/mineral seperti anemia, gusi berdarah dan lainnya. (NHMRC, 2004 dan Simkin, Whalley & Keppler, 2007). Selain itu, untuk mengetahui kecukupan nutrisi ibu dapat dilihat melalui keberhasilan pemberian ASI. Pada bayi, keberhasilan pemberian ASI dapat dilihat dari grafik pertumbuhannya. Pertumbuhan dapat diamati melalui penimbangan bayi yang teratur. Kenaikan berat badan sebanyak 800 gram per bulan selama 6 bulan pertama atau kenaikan berat badan menjadi 2 kali lipat pada akhir bulan kelima, merupakan tanda pertumbuhan yang memuaskan (FAO, 2001). Pembagian nutrisi ibu menyusui pada saat hamil telah diatur secara otomatis. Nutrisi yang dikonsumsi oleh ibu akan disalurkan kepada janin terlebih dahulu, kemudian bahan baku ASI, setelah itu memenuhi kebutuhan nutrisi tubuh ibu. Hal ini berarti bahwa tugas utama wanita pada periode ini adalah pemenuhan kebutuhan nutrisi yang adekuat dengan mengkonsumsi makanan yang sehat dan memiliki semua komposisi yang dibutuhkan oleh tubuh. Hal lain yang tidak kalah pentingnya yaitu pemenuhan kebutuhan cairan untuk mencegah dehidrasi. Ibu disarankan minum air sebanyak 2.5-3 liter per hari (FAO, 2001; Butte & King, 2002; King, 2003; Flower, 2003).

Universitas Indonesia

Praktek menyusui..., Bestfy Anitasari, FIKUI, 2012

24

2.2.5.1.3 Sensitifitas Payudara Meningkat Dimulai pada bulan kedua kehamilan, kedua payudara akan mulai membesar, lebih padat, lebih keras dan ibu dapat merasakan adanya ketegangan, kesemutan dan berat pada payudara. Puting menonjol dan area areola berpigmen, di sekitar puting menghitam dan membesar dari 3 cm menjadi 5 atau 6 cm. Hal ini dapat membuat ibu merasa tidak nyaman saat bayi menyusu. Pada penelitian yang dilakukan oleh Moscone & Moore (1993), nyeri pada payudara dan putting merupakan gejala yang paling banyak dikeluhkan oleh ibu hamil saat menyusukan bayinya. Jadi penting bagi ibu memperhatikan dan merawat payudara dan puting susu dengan baik sehingga proses menyusui tidak mengalami gangguan. Disamping itu, pada saat bayi menyusu bisikkan di telinganya untuk mengisap putting dengan perlahan-lahan dan lembut (Reeder, Martin & Koniak 1997/2011 dan Flower, 2003). 2.2.5.2 Dampak Negatif Menyusui Dalam Masa Kehamilan bagi Bayi Pada saat usia kehamilan semakin bertambah yaitu dimulai dari usia kehamilan 5 atau 6 bulan maka ASI akan mengalami perubahan. Akan tetapi perubahan pada komposisi ASI yang paling signifikan ditemukan terjadi pada usia gestasi lebih dari 40 minggu (Ismail dkk, 2009). Perubahan yang terjadi yaitu ASI matur berubah kembali menjadi kolostrum dengan komposisi kadar lemak, laktosa dan abu mengalami penurunan, kadar protein meningkat begitupun juga dengan kadar sodium, sedangkan kadar kalsium dan potasium menurun sementara magnesium tidak terdeteksi. Volume ASI akan mengalami penurunan, begitupun juga dengan rasannya ikut mengalami perubahan. Hal ini menjadi salah satu alasan bayi menyapih sendiri, tetapi tidak jarang juga bayi tetap menyusu (Marquis dkk, 2003 dan Ismail dkk, 2009). Dampak lain yang dialami oleh bayi dari perubahan ini adalah buang air yang lebih encer dan sering. Hal ini terjadi karena sifat kolostrum sebagai pencahar (Bohler & Ingstand, 1996).

Menyusui pada saat hamil juga berkaitan dengan perubahan praktek menyusui yang dilakukan oleh ibu pada bayi yang berusia di bawah 6 bulan dengan tujuan

Universitas Indonesia

Praktek menyusui..., Bestfy Anitasari, FIKUI, 2012

25

untuk membatasi frekuensi bayi menyusu. Cara yang dilakukan yaitu memisahkan tempat tidur ibu dan bayi terutama pada malam hari. Cara lain yang dilakukan yaitu memberikan cairan nutrisi selain ASI dalam jumlah yang lebih banyak seperti air teh, madu dan susu formula. Perilaku ini akan menyebabkan bayi tidak mendapatkan nutrisi yang cukup untuk pertumbuhan dan perkembangannya ditandai dengan berat badan yang tidak mengalami peningkatan bahkan cenderung mengalami penurunan (Bohler, Bergstrom & Singey, 1995 dan Bohler & Ingstand, 1996). 2.2.5.3 Dampak Negatif Menyusui Dalam Masa Kehamilan bagi Janin Penelitian mengenai dampak menyusui dalam masa kehamilan menemukan bahwa pertumbuhan janin tidak mengalami gangguan. Hal tersebut didasarkan pada prinsip adaptasi metabolisme tubuh ibu terhadap janin. Janin mendapatkan pasokan nutrisi terlebih dahulu dari nutrisi yang dikonsumsi oleh ibu, bahkan ketika asupan ibu berkurang maka untuk memenuhi kebutuhan janin digunakan cadangan nutrisi yang ada pada tubuh ibu. Akan tetapi jika pasokan nutrisi ibu terus mengalami penurunan maka pertumbuhan dan perkembangan janin dapat terganggu. Sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat dampak negatif menyusui pada janin jika asupan nutrisi ibu adekuat (Mascone & Moore, 1993; FAO, 2001; Pareja, 2007).

2.2.6 Aspek Psikososial Menyusui Dalam Masa Kehamilan Menjalani dua tugas perkembangan dalam satu waktu tidak hanya berdampak pada status fisiologis ibu tetapi juga pada status psikologisnya. Ibu dalam masa ini rentan mengalami stres dan kelelahan. Stress yang dialami oleh ibu disebabkan oleh ketidaksiapan menerima kehamilan yang baru karena umumnya kehamilan dalam masa menyusui adalah kehamilan yang tidak direncanakan, beban ekonomi keluarga semakin bertambah, tidak tahu cara menyusui saat hamil atau kebingungan memutuskan untuk tetap menyusui atau menyapih bayinya. Sedangkan kelelahan yang dialami oleh ibu merupakan hasil adaptasi tubuh terhadap kehamilan. Stress dan kelelahan yang dirasakan dapat memacu luapan emosi ibu dengan sasaran utama adalah bayi yang disusui akan mendapatkan

Universitas Indonesia

Praktek menyusui..., Bestfy Anitasari, FIKUI, 2012

26

kekerasan dalam bentuk fisik maupun psikologisnya (Flower, 2003; Shaaban & Glasier, 2008; Bohler & Bergstrom, 1995).

Keputusan untuk tetap menyusui atau menyapih bayi menjadi dilema bagi ibu. Jika memilih tetap menyusui maka pertanyaan yang muncul adalah “apakah aman menyusui pada saat hamil?”. Hal lain yang dirasakan oleh ibu yaitu kecemasan terkait adanya kontraksi pada rahim pada saat menyusui yang dapat memicu terjadinya keguguran, kecukupan nutrisi untuk janin dan bayi serta respon bayi terhadap kehamilan ibu. Akan tetapi jika memilih menyapih bayi maka pertanyaan yang muncul adalah “apakah tepat menghentikan pemberian ASI di saat bayi masih membutuhkannya?”.

Fakta mengenai praktek menyapih

menunjukkan bahwa bayi yang disapih menjadi lebih mudah sakit, rentan mengalami penyakit infeksi selama proses penyapihan dan mengalami penurunan berat badan. Sedangkan dari aspek psikologis, muncul perasaan bersalah dalam diri ibu karena tidak menjalankan kewajiban sebagai ibu, tidak memenuhi hak bayi atas payudara dan ASI yang berarti menghilangkan perlindungan yang paling penting untuk tubuh bayi dari serangan penyakit (Bohler & Bergstrom, 1995; Oliveros dkk, 1999; Flower, 2003).

Permasalahan lain yang menjadi pertimbangan ibu adalah kepercayaan yang berkembang dalam masyarakat bahwa menyusui pada saat hamil berdampak buruk terhadap kesehatan ibu, bayi dan janin. Beberapa hal yang dipercayai dapat terjadi pada ibu jika tetap menyusui yaitu kemunduran kondisi fisiknya. Ibu rentan mengalami berbagai penyakit seperti anemia dan penyakit tuberkolosis (TBC) karena badan menjadi kurus sehingga daya tahan tubuhnya pada penyakit melemah. Bagi bayi, praktek ini akan menyebabkan gangguan pertumbuhan dan perkembangan bahkan kematian karena ASI yang diberikan adalah susu yang basi yang membuat bayi muntah dan diare berterusan. Sedangkan bagi janin akan terlahir dengan gejala depresi yaitu terlalu aktif atau terlalu pasif dan kondisi fisik yang lemah. Hal ini terjadi karena nutrisi yang telah dipersiapkan pada payudara ibu direbut oleh saudaranya (Bohler & Ingstad, 1996 dan Oliveros dkk, 1999).

Universitas Indonesia

Praktek menyusui..., Bestfy Anitasari, FIKUI, 2012

27

Aspek lain yang mendapat kritikan dari masyarakat yaitu kehamilan yang terjadi pada saat menyusui. Dalam pandangan masyarakat, hubungan seksual pada saat wanita masih menyusui merupakan hal yang tabu. Sperma dan ASI merupakan dua cairan yang tidak boleh berada dalam tubuh ibu pada saat yang bersamaan. Kritikan ini berdampak pada sikap yang ditunjukkan oleh ibu mulai dari perasaan malu sampai menarik diri dari lingkungan. Akan tetapi pada penelitian Oliveros dkk (1999), pandangan masyarakat terhadap praktek ini tidak menjadikan ibu hamil berhenti untuk menyusui bayinya. 2.2.7 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Praktek Menyusui Dalam Masa Kehamilan Keputusan ibu untuk melanjutkan atau tidak melanjutkan menyusui setelah mengetahui dirinya hamil dipengaruhi oleh beberapa faktor. Ibu merupakan figur utama dalam pembuatan keputusan yang nantinya akan menentukan berhasil tidaknya pemberian ASI pada bayinya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa halhal yang mempengaruhi keberhasilan pemberian ASI antara lain: pengetahuan ibu tentang ASI, informasi yang diperoleh ibu, kondisi sosial ekoomi, adanya dukungan dari keluarga terutama suami dan orang tua, sikap petugas kesehatan, kondisi ibu dan kondisi anak. Semakin luas pengetahuan seseorang maka semakin mudah untuk melakukan perubahan pada perilakunya. Pengetahuan ibu tentang ASI akan berpengaruh terhadap kemauan ibu memberikan ASI kepada anaknya. Bila pengetahuan ibu tentang ASI kurang, maka ibu akan menganggap bahwa pemberian ASI tidak penting, sehingga ibu tidak memiliki kemauan untuk memberikan ASI kepada anaknya (Oliveros dkk, 1999 dan Arifin, 2004). Dukungan suami maupun anggota keluarga lain dalam rumah akan sangat membantu keberhasilan seorang ibu untuk menyusui. Perasaan ibu yang bahagia, senang, tenang, menyayangi, memeluk dan mencium bayinya akan meningkatkan pengeluaran ASI. Keluarga sebagai unit terkecil dan terdekat dapat membantu ibu untuk memenuhi kebutuhannya dalam menjalani praktek menyusui selama masa kehamilan dengan cara membantu mengerjakan kerja rumah tangga sehingga ibu dapat beristirahat dan kelelahan yang dirasakan akan berkurang (Oliveros dkk, 1999 dan Tohotoa dkk, 2009).

Universitas Indonesia

Praktek menyusui..., Bestfy Anitasari, FIKUI, 2012

28

Keberadaan petugas kesehatan berpengaruh dalam pengambilan keputusan ibu untuk menyusui. Sikap pro dan kontra ditunjukkan oleh petugas kesehatan pada ibu yang menyusui dalam masa kehamilan. Menghentikan menyusui dan mulai memberikan makanan pada bayi merupakan arahan yang umum diberikan oleh petugas kesehatan yang kontra pada praktek ini. Sehingga bagi ibu yang tetap ingin menyusui bayinya akan sangat selektif dalam memilih petugas kesehatan yang akan dimintai saran terkait kesuksesan praktek ini (Oliveros dkk, 1999). Faktor lain yang mempengaruhi keputusan ibu melanjutkan atau tidak melanjutkan menyusui pada saat hamil yaitu kondisi kesehatan bayi atau ibu. Pada penelitian Oliveros dkk (1999), kondisi kesehatan bayi menjadi dasar pengambilan keputusan. Bayi tidak disapih karena dampak psikologis yang ditunjukkan seperti depresi, menarik diri, menangis dan menolak makanan selain ASI. Hal ini akan berpengaruh pada kondisi fisik bayi yaitu menjadi lemah dan jika terus berlanjut maka dapat menimbulkan kematian. Akan tetapi hal berbeda ditemukan oleh Mascone & Moore (1993) bahwa yang menjadi dasar pengambilan keputusan melanjutkan atau tidak melanjutkan untuk menyusui yaitu kondisi yang dirasakan oleh ibu. Bila ibu mulai merasakan nyeri pada payudaranya saat bayi menyusu, badan terasa lemah dan letih maka mereka akan menghentikan pemberian ASI pada bayinya. 2.3 Unsur Budaya Dalam Pemenuhan Kebutuhan Gizi Bayi Di Makassar Kematian maupun kesakitan pada ibu dan anak sesungguhnya tidak terlepas dari factor-faktor social budaya dan lingkungandi dalam masyarakat dimana mereka berada. Disadari atau tidak, factor kepercayaan dan pengetahuanbudayaseperti konsepsi-konsepsi mengenai berbagai pantangan,hubungan sebab-akibat antara makanan dan kondisi sehat-sakit, kebiasaan dan ketidaktahuan seringkali membawa dampak baik positif maupun negatif terhadap kesehatan ibu dan anak (Maas, 2004). Pola makan misalnya merupakan salah satu selera manuasia dimana peran kebudayaan cukup besar. Hal ini terlihat bahwa setiap daerah mempunyai pola makan tertentu termasuk pola makan ibu hamil dan anak yang disertai dengan

Universitas Indonesia

Praktek menyusui..., Bestfy Anitasari, FIKUI, 2012

29

kepercayaan akan pantangan, tabu dan anjuran terhadap beberapa makanan tertentu (Maas, 2004). Makassar sebagai ibukota provinsi dengan jumlah penduduk terpadat di Sulawesi Selatan merupakan wilayah yang didiami oleh berbagai macam suku baik suku asli maupun suku pendatang yang mengaplikasikan berbagai kepercayaan budaya terkait dengan pemenuhan gizi pada bayi. Secara umum pemenuhan zat gizi makanan pada bayi di wilayah Makassar ditempuh melalui tiga tahapan yaitu makanan semata-mata diperoleh dari air susu, makanan tambahan disediakan melengkapi air susu ibu dan makanan tambahan diberikan ketika proses penyapihan telah dilakukan. Namun tahapan-tahapan proses pemberian makanan tersebut berlaku secara berbeda diantara setiap keluarga. Perbedaaan tersebut tampak dari cara dan waktu pemberian air susu ibu, saat untuk pemberian makanan tambahan, rentang waktu penyusuan serta jenis makanan yang diberikan pada bayi. Bayi umumnya diberi air susu ibu hingga usia dua atau tiga tahun dan mulai diberi makanan tambahan sejak usia tiga bulan. Beberapa kasus ibu yang memberi makanan tambahan kepada bayinya dibawah usia tiga bulan dan tidak lagi menyusui sejak bayi berusia enam bulan hingga satu tahun dilakukan oleh ibu dengan alasan bahwa air susu tidak keluar dengan lancar, ibu menderita sakit yang menyebabkan kegiatan menyusui terganggu (Kadir, 1995). 2.4 Pengambilan Keputusan Pengambilan kepuutusan adalah perilaku yang ditunjukkan untuk menentukan pilihan dan tindakan dari alternative yang tersedia, apakah alternative tersebut mungkin atau tidak mungkin dilakukan untuk mengatasi masalah (Hubber, 2000). Pengambilan keputusan dapat diartikan sebagai sebuah hasil proses mental/ proses kognitif yang mengarah pada pemilihan suatu tindakan diantara berbagai alternative yang ada. Hasil dari proses pengambilan keputusan adalah suatu pilihan, dimana pilihan tersebut dapat berupa suatu pendapat atau suatu tindakan ((Reeder, Martin, & Griffin, 1997/2011).

Universitas Indonesia

Praktek menyusui..., Bestfy Anitasari, FIKUI, 2012

30

Dowie (1999, dalam Alaszewski dkk, 2000) menyatakan bahwa pengambilan keputusan berfokus pada proses pemilihan, dan suatu keputusan didefinisikan sebagai

suatu

“pilihan

diantara

pendapat-pendapat/

strategi-strategi/

kebijakankebijakan yang ada”. Secara implisit, proses memilih merupakan suatu kegiatan evaluasi terhadap berbagai hasil yang mungkin terjadi atas pilihan yang berbeda-beda. Oleh sebab itu, seseorang yang akan melakukan pengambilan keputusan perlu mengumpulkan dan menggunakan informasi yang ada untuk membantu proses pemilihan dan mencegah terjadinya ketidakpastian (Alaszewski & Alaszewski, 2000 dalam Alaszewski dkk, 2000). Pengambilan keputusan merupakan suatu proses yang dipelajari manusia sejak kecil dan akan terus dilakukan selama manusia tersebut masih dalam keadaan sadar. Cepat atau lambatnya seseorang mengambil suatu keputusan tidak menjamin dihasilkannya suatu keputusan yang bijak/ rasional. Pengambil keputusan yang sukses adalah “seseorang yang memiliki keinginan dan kemampuan untuk membuat keputusan yang berkualitas tanpa adanya kekacauan mental atau emosi” (Marquis & Huston,2003). Seseorang yang melakukan pengambilan keputusan harus mampu memilih solusi yang terbaik untuk menyelesaikan permasalahannya. Suatu keputusan dibuat jika terdapat pilihan yang menguntungkan. Jika terdapat berbagai pilihan yang menguntungkan, si pengambil keputusan harus mampu membuat prioritas kebutuhan yang dihasilkan dari suatu pemikiran kritis, yang terdiri atas: penemuan fakta, menyortir informasi, membuat keputusan, dan mengaplikasi solusi/ pilihan terhadap masalah (Reeder, Martin, Koniak-Griffin, 1997/2011). Menurut Friedman, Bowden dan Jones (2003) ada tiga tipe proses pengambilan keputusan, yaitu: secara konsensus, akomodasi, dan de facto. Pengambilan keputusan secara konsensus merupakan cara yang paling sehat. Secara konsensus, suatu tindakan dilakukan jika disetujui oleh semua orang yang terlibat didalamnya, sehingga muncul komitmen dan kepuasan dalam menjalankan tindakan yang dipilih. Keputusan secara konsensus diambil melalui suatu diskusi dan negosiasi.

Universitas Indonesia

Praktek menyusui..., Bestfy Anitasari, FIKUI, 2012

31

Pengambilan keputusan secara akomodasi merupakan sebuah persetujuan atas ketidaksetujuan dimana keputusan yang dihasilkan tidak berhasil menyatukan perbedaan yang ada. Dengan cara ini, tidak semua orang yang terlibat dalam pengambilan keputusan merasa yakin bahwa keputusan tersebut merupakan yang terbaik. Mereka harus merasa terpaksa atau mencoba berkompromi demi menghasilkan sebuah keputusan (Friedman, Bowden & Jones, 2003). Sementara itu, pengambilan keputusan secara de facto terjadi ketika sebuah keputusan muncul tanpa adanya perencanaan. Pengambilan keputusan seperti ini biasanya muncul pada mereka yang tidak terorganisasi, memiliki banyak masalah, bersikap pasrah dan merasa tidak berdaya dalam menentukan nasibnya. Norma budaya biasanya menjadi penghambat terjadinya komunikasi yang terbuka dan pengambilan keputusan secara aktif (Friedman, Bowden & Jones, 2003). Contoh nyata pengambilan keputusan de facto sering terjadi diantara pasangan suami istri. Hubungan seksual dan keluarga berencana mungkin menjadi area yang tertutup untuk di komunikasikan, sehingga kehamilan menjadi hasil dari sebuah pengambilan keputusan de facto. 2.4.1

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengambilan Keputusan

Menurut Marquis & Huston (2003) ada beberapa faktor yang mempengaruhi individu dalam mengambil keputusan. Faktor tersebut adalah nilai, pengalaman hidup, temuan fakta, dan kemampuan komunikasi. 2.4.1.1 Nilai Menurut Friedman, Bowden & Jones (2003) nilai adalah sebuah keyakinan abadi tentang sikap, perilaku atau suatu keberadaan. Nilai berfungsi sebagai panduan umum berperilaku. Sepanjang kehidupan manusa, nilai yang dianut dapat berubah seiring dengan perkembangan individu, keluarga atau lingkungan. Dalam mengambil sebuah keputusan yang baik, manusia dapat terpengaruh oleh bias individual yang muncul dari adanya: perbedaan nilai, pengalaman hidup serta pilihan individu (individual preference) dan keinginan individu untuk mengambil risiko. Keputusan-keputusan yang dibuat oleh seseorang dipengaruhi secara sadar ataupun tidak sadar oleh sistem nilai yang diyakininya. Nilai-nilai ini akan

Universitas Indonesia

Praktek menyusui..., Bestfy Anitasari, FIKUI, 2012

32

mempengaruhi pengumpulan dan pemrosesan data, serta membatasi alternatif pilihan yang ada sehingga ditemukan pilihan akhir (Marquis & Huston, 2003).

Kebingungan dan ketidakjelasan tentang nilai yang diyakini individu dapat mempengaruhi kemampuan individu dalam pengambilan keputusan. Proses pengambilan keputusan menjadi lebih lama karena kegamangan individu untuk memilih alternative pengambilan keputusa yang tepat (Friedman, Bowden & Jones, 2003). Upaya mengatasi hambatan nilai dalam pengambilan keputusan adalah dengan cara mengklarifikasi nilai yang dianut sehingga dapat menurunkan kebingungan. Individu yang memahami kepercayaan dan perasaan yang dimilikinya akan memiliki kesadaran diri terhadap nilai yang menjadi dasar keputusan (Marquis & Huston , 2003).

2.4.1.2 Pengalaman Hidup Pengalaman hidup seseorang member makna berharga bagi kehidupan. Perubahan pengalaman hidup akan memperkaya berbagai pertimbangan saat pengambilan keputusan. Hal ini disebabkan karena seseorang sering dihadapkan pada permasalahan yang menuntut pengambilan keputusan sepanjang perjalanan hidupnya (Hubber, 2000; Marquis & Huston, 2003).

Menurut Marquis & Huston (2003) pengalaman kehidupan mempengaruhi perilaku seseorang dalam pengambilan keputusan. Semakin dewasa seseorang dan semakin banyak pengalamannya dalam mengambil keputusan akan semakin banyak alternative yang bisa diidentifikasi ketika akan membuat keputusan. Demikian pula dengan pengalaman pengambilan keputusan yang baik atau buruk pada masa lalu akan menjadi pertimbangan dalam pengambilan keputusan. Pada seseorang yang memiliki otonomi dalam pengambilan keputusan akan lebih banyak mempunyai alternative pilihan pengambilan keputusan dibandingkan dengan orang yang tidak mempunyai otonomi dalam pengambilan keputusan (Marquis & Huston, 2003).

Universitas Indonesia

Praktek menyusui..., Bestfy Anitasari, FIKUI, 2012

33

2.4.1.3 Temuan Fakta Menurut Swansburg (2000), fakta adalah informasi kejadian yang akurat, didapatkan dari sumber yang bervariasi sehingga informasi yang didapat luas dan mendalam. Informasi yang luas dan mendalam dapat diperoleh dari sumber yang berwenang sehingga memahami kejadian yang sebenarnya. Hal ini diperlukan karena pengambilan keputusan yang tepat harus berdasarkan temuan fakta yang akurat. Jika informasi yang didapatkan kurang akurat maka kesalahan pengambilan keputusan dapat terjadi (Swansburg, 2000).

Menurut Marquis & Huston (2003) kurangnya temuan fakta menghambat pengambilan keputusan yang tepat. Kurangnya temuan fakta dapat diantisipasi dengan belajar melalui indera maupun akal.

2.4.1.4 Kemampuan Komunikasi Komunikasi dapat menjadi hambatan dalam pengambilan keputusan sehingga pesan tidak sampai pada penerima pesan. Pesan yang tidak sampai menjadikan informasi yang diperlukan dalam pengambilan keputusan tidak sesuai sehingga keputusan yang diambil tisak sesuai. Hambatan komunikasi dapat terjadi karena pesan tidak jelas, adanya ketidaksesuaian antara komunikasi verbal dan nonverbal, penyampai komunikasi tidak mampu menyampaikan informasi sesuai dengan karakteristik (Swansburg, 2000).

2.5 Pengambilan Keputusan Pemakaian Kontrasepsi 2.5.1 Gender, Sosial, Budaya dan Agama Gender diartikan sebagai karakteristik pria dan perempuan yang dibentuk secara sosial. Perbedaan sosial antara kedua jenis kelamin ini dipelajari, berubah seiring perubahan waktu dan tahapan kehidupan manusia, serta berbeda-beda di setiap budaya. Walaupun pengaruh gender berbeda di setiap budaya, hampir semua budaya menunjukkan bahwa perempuan memiliki status yang lebih rendah dari pria. Gender biasanya dikaitkan dengan perbedaan biologis dan variabel social seperti status ekonomi dan tingkat pendidikan (Fischman, Wick & Koenig, 1999). Pengambilan keputusan dalam kesehatan reproduksi merupakan suatu interaksi

Universitas Indonesia

Praktek menyusui..., Bestfy Anitasari, FIKUI, 2012

34

yang kompleks atas berbagai faktor kekuatan (power) dan budaya. Penelitian kualitatif cross-sectional oleh Sriudiyani (2005) di tiga propinsi di Indonesia, menunjukkan bahwa peran perempuan masih terbatas pada pengambilan keputusan didalam keluarga atau urusan domestik keluarga, sedangkan suami masih sebagai pengambilan keputusan yang dominan. Dan, terdapat anggapan bahwa suamilah yang harus dihormati dalam pengambilan keputusan karena sudah berlaku umum dalam masyarakat serta dianut secara turun.

Barnett (1998), yang melakukan analisa terhadap hasil penelitian Family Health International (FHI) tentang pengambilan keputusan keluarga berencana di 10 negara (termasuk Indonesia), menyatakan bahwa anggota keluarga, khususnya suami sangat mempengaruhi perempuan dalam menggunakan kontrasepsi dan mempertahankan keberlanjutannya. Suami atau pasangan biasanya terlibat dalam diskusi tentang kontrasepsi, walaupun keterlibatannya berbeda-beda. Di Indonesia, perempuan menyatakan bahwa walaupun pria merupakan kepala rumah tangga, keputusan kontrasepsi dibuat secara bersama-sama, dan hanya sebagian kecil perempuan yang menggunakan kontrasepsi tanpa sepengetahuan suaminya. Pendapat suami sangat mempengaruhi perempuan dalam menggunakan kontrasepsi, walaupun perempuanlah yang bertanggung jawab memilih metode kontrasepsi yang akan dipakai. Pengambilan keputusan dalam pemakaian kontrasepsi dinyatakan oleh Surbakti (1999) masih didominasi oleh perempuan (70%) yang menyatakan bahwa keputusan berada dipihak mereka sendiri. Hanya 46% responden pria menyatakan bahwa keputusan tersebut berada di pihak mereka. Walaupun partisipasinya dalam KB masih rendah, pria memberikan kebebasan luas pada perempuan untuk menentukan metode kontrasepsi dimana 51% responden pria yang tidak memakai kontrasepsi menyatakan bahwa hal tersebut merupakan “urusan istri saya” (Depkes RI & WHO, 2003).

Irwanto dkk (1998) menyatakan bahwa keputusan perempuan untuk berpartisipasi atau tidak berpartisipasi dalam program KB dipengaruhi oleh nilai-nilai budaya dan agama masyarakat. Seorang ibu menyatakan bahwa ia tidak memakai kontrasepsi karena percaya bahwa anak adalah kuasa Tuhan dan membawa rejeki.

Universitas Indonesia

Praktek menyusui..., Bestfy Anitasari, FIKUI, 2012

35

Selain itu, proses pengambilan keputusan juga terletak atas dasar perekonomian keluarga, pemahaman dan pengetahuan, serta informasi yang diterima baik dari lingkungan sosial maupun dari petugas kesehatan (Juliastuti, Setyowati, & Afiyanti. 2008).

Pengalaman memakai kontrasepsi terdahulu, dan pengetahuan/ persepsi tentang metode kontrasepsi akan mempengaruhi pengambilan keputusan ibu untuk meneruskan pemakaian kontrasepsi yang dipakai sebelumnya, mengganti metode kontrasepsi yang dipakai atau tidak memakai kontrasepsi. Kecocokan pemakaian kontrasepsi di masa lalu akan membuat ibu memakai kontrasepsi yang sama, sementara ketidakcocokan akibat adanya efek samping kontrasepsi atau ketidaktepatan pemakaian akan mengakibatkan ibu mengganti metode kontrasepsi yang dipakainya atau berhenti memakai kontrasepsi (Juliastuty, 2008). Hasil penelitian ini sependapat dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Noone (2004) yang menyatakan bahwa dasar pemilihan kontrasepsi pada perempuan adalah pengetahuan, pengalaman, dan evaluasi terhadap apa yang paling sesuai dengan konteks situasi kehidupan mereka saat ini.

Karakteristik kontrasepsi seperti keuntungan, lama pemakaian, efek samping, risiko komplikasi dan cara pemakaian, harga dan ketersediaannya menjadi dasar pertimbangan ibu untuk yakin memakai kontrasepsi tertentu dan menjadi dasar pemikiran suami untuk mengijinkan atau melarang istri memakai kontrasepsi tertentu atau tidak berpartisipasi memakai kontrasepsi. Pengetahuan yang kurang atau persepsi yang salah tentang metode kontrasepsi tertentu akan menimbulkan ketakutan pada ibu grande multipara untuk memakai metode kontrasepsi tertentu. Pengalaman memakai kontrasepsi yang menimbulkan efek samping dan menimbulkan kelalaian pemakaian juga menghalangi ibu grande multipara untuk memakai metode kontrasepsi tertentu. Matheny (2004) menyatakan bahwa penghambat utama penggunaan kontrasepsi di Indonesia adalah kurangnya pengetahuan tentang kontrasepsi, penolakan sosial, atau adanya efek samping. SDKI 2002/ 2003 menunjukkan bahwa dari 21% perempuan menikah yang

Universitas Indonesia

Praktek menyusui..., Bestfy Anitasari, FIKUI, 2012

36

memilih tidak melanjutkan pemakaian kontrasepsi, 14,% menyatakan adanya efek samping sebagai alasan penghentian (Depkes RI & WHO, 2003).

2.5.2 Dukungan sosial Dukungan sosial dari teman, keluarga, kader kesehatan dan akses ke pelayanan kespro/ KB sangat mendukung keinginan ibu grande multipara memakai kontrasepsi sehingga melakukan pemilihan metode. Adanya dukungan sosial tertentu meningkatkan pemahaman partisipan atas metode kontrasepsi tertentu dan meningkatkan kemauan partisipan memakai kontrasepsi. Walaupun demikian, lemahnya “power” yang dimiliki perempuan dalam pengambilan keputusan, sering kali dapat mengagalkan keinginannya memakai metode kontrasepsi tertentu. Jika orang-orang terdekat partisipan (seperti, orang tua, anak, suami, teman dekat) menghalangi atau tidak menyetujui partisipan memakai kontrasepsi tertentu, maka biasanya partisipan mengikuti perkataan orang tersebut. Orang terdekat partisipan yang paling mempengaruhi partisipan dalam pengambilan keputusan pemakaian kontrasepsi adalah suaminya.

Banyak faktor yang menjadi penyebab ketidak mampuan perempuan dalam mengambil keputusan tentang jumlah anak yang diinginkan. Faktor keuangan merupakan salah satu penyebabnya. Penelitian yang dilakukan Women development (2000) mengungkapkan bahwa suara perempuan tidak akan didengar dalam keluarga, apalagi jika perempuan tersebut tidak ikut menopang ekonomi keluarga (Dwiyanto, 2001). Ditinjau dari hirarki pengambilan keputusan di keluarga, berdasarkan penelitian Setyowati (2003), perempuan berada pada tingkatan paling bawah. Pengambil keputusan utama adalah orangtua, mertua dan suami.

Kurangnya kekuatan perempuan untuk membuat keputusan dalam menentukan dan mengatur jumlah anak didukung oleh penelitian yang dilakukan Asmi (2004), walaupun perempuan dalam rumah tangga mempunyai peran besar dalam bidang ekonomi, namun mereka tidak mampu mengambil keputusan yang berkaitan dengan hak reproduksinya terutama dalam menentukan jumlah anak. Temuan ini

Universitas Indonesia

Praktek menyusui..., Bestfy Anitasari, FIKUI, 2012

37

juga membuktikan kebenaran analisis yang ditawarkan oleh feminis sosialis, yang menyatakan bahwa perempuan tetap tersubordinasi sekalipun mempunyai peran besar pada sumber ekonomi sepanjang budaya patriarki masih dominan (Meutia, 2008). 2.6 Ringkasan Tinjauan Pustaka Ringkasan tinjauan pustaka merupakan kesimpulan dari tinjauan teori yang telah disusun oleh peneliti. Gambaran ringkasan tinjauan pustaka dalam penelitian ini tampak pada skema 2.1 berikut:

Aspek psikososial menyusui dalam masa kehamilan

ASI dan Menyusui: Fisiologi menyusui Kandungan ASI Tahapan ASI Manfaat ASI Dampak negatif menyusui dalam masa kehamilan

Praktek Menyusui Selama Masa Kehamilan Dalam Perspektif Wanita

Manfaat menyusui dalam masa kehamilan

Unsur budaya dalam pemenuhan kebutuhan gizi bayi Faktor-faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan

Pengambilan keputusan Skema 2.1 Ringkasan Tinjauan Pustaka Praktek Menyusui Selama Masa Kehamilan Dalam Perspektif Wanita

Sumber: Merchant, Martorell & Haas, 1990a,b, 1991; Moscona & Moore, 1993; Bohler & Bergstrom, 1995, 1995; Bohler & Ingstand, 1996; Bohler & Bergstrom, 1996, 1996; Reeder, Martin & Koniak, 1997/2011;

Universitas Indonesia

Praktek menyusui..., Bestfy Anitasari, FIKUI, 2012

38

Soetjiningsih, 1997; Oliveros dkk, 1999; FAO, 2001; Swansburg, 2001; Ramachandran, 2002; Flower, 2003; Lubis, 2003; Marquis & Huston, 2003; Dewey & Cohen, 2004; Pilliteri, 2007; Murray & McKinney, 2007; Hale, 2007; WHO, 2009; Riordan & Wambach, 2010; Roesli, 2010; Perkumpulan Perinatologi Indonesia, 2010; Perry dkk, 2010; Guxens dkk, 2011.

Universitas Indonesia

Praktek menyusui..., Bestfy Anitasari, FIKUI, 2012

39

BAB 3 METODE PENELITIAN

Bab ini mendeskripsikan tentang rancangan penelitian yang digunakan untuk menginterpretasikan perspektif wanita yang menjalankan praktek menyusui selama masa kehamilan di Kota Makassar. Rancangan penelitian yang dibahas diantaranya: definisi istilah, desain penelitian, partisipan penelitian, tempat dan waktu penelitian, pertimbangan etik penelitian, metode pengumpulan data, alat pengumpul data, prosedur pengumpulan data, analisis data dan keabsahan data.

3.1 Definisi Istilah Menyusui selama masa kehamilan yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah aktivitas pemberian air susu langsung dari payudara ibu yang sedang hamil kepada bayinya.

Anak yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah anak yang disusui oleh ibu yang sedang hamil.

3.2 Desain Penelitian Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah metode kualitatif. Penelitian kualitatif merupakan suatu bentuk penelitian yang bersifat natural dalam menggali fenomena dan informasi dari narasumber secara langsung untuk mendapatkan gambaran kondisi sebenarnya tentang fenomena tertentu yang dirasakan dan dialami oleh partisipan (Creswell, 2012). Metode penelitian kualitatif dipilih karena penelitian ini bertujuan untuk melakukan eksplorasi informasi secara mendalam tentang perspektif ibu menyusui dalam masa kehamilan.

Fenomenologi interpretatif adalah pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini. Fenomenologi interpretatif bertujuan untuk menginterpretasikan fenomena dalam bentuk teks untuk mengungkapkan makna yang tersembunyi (Polit & Beck, 2012). Pendekatan ini sangat sesuai digunakan untuk menggali bagaimana arti

Universitas Indonesia Praktek menyusui..., Bestfy Anitasari, FIKUI, 2012

40

dari suatu fenomena yang diperoleh langsung dari partisipan yang mengalaminya melalui suatu interaksi yang dibangun atas dasar saling percaya. Melalui proses interpretasi maka dapat diungkapkan makna menyusui selama masa kehamilan dari perspektif wanita yang menjalaninya sehingga memberikan pemahaman yang lebih mendalam tentang fenomena tersebut (Flood, 2010).

Penerapan pendekatan fenomenologi interpretatif melalui tiga tahapan yang dikembangkan oleh Ricoeur. Tahapan-tahapan tersebut adalah naive reading, structural analysis dan comprehensive understanding atau interpreted whole. Naive reading yaitu membaca transkrip verbatim berulang-ulang untuk merumuskan makna ungkapan partisipan. Pada tahap ini peneliti bersikap seperti seseorang yang tidak memiliki pengetahuan apapun tentang ungkapan partisipan sehingga dengan membaca berulang-ulang maka didapatkan makna dari ungkapan tersebut. Structural analysis merupakan proses pengelompokan makna-makna yang telah diidentifikasi memiliki hubungan kedalam subtema dan tema utama. Comprehensive

understanding

atau

interpreted

whole

adalah

proses

merangkumkan semua tema yang ditemukan yang kemudian disesuaikan dengan tujuan penelitian. Setelah itu dilakukan pembacaan ulang terhadap semua transkrip verbatim yang dibuat dan penggunaan literature yang sesuai untuk membantu memberikan pemahaman yang mendalam tentang fenomena. Hasil dari tahapan ini adalah tema yang disajikan dalam bentuk skema/bagan yang mengaitkan antara satu tema dengan tema yang lainnya. Tema-tema tersebut menggambarkan makna fenomena menyusui dalam masa kehamilan dari perspektif wanita yang

mengalaminya, kemudian skema/bagan tersebut

dinarasikan dalam bentuk cerita (Flood, 2010).

3.3 Partisipan Penelitian Partisipan pada penelitian ini adalah ibu menyusui dalam masa kehamilan. Partisipan dipilih berdasarkan kemampuan dalam memberikan informasi sehingga didapatkan deskripsi yang lengkap dan kaya terkait fenomena menyusui selama masa kehamilan (Polit & Beck, 2012).

Universitas Indonesia Praktek menyusui..., Bestfy Anitasari, FIKUI, 2012

41

Teknik purposive sampling merupakan cara pengambilan partisipan dalam penelitian ini. Partisipan dipilih berdasarkan tujuan peneliti dengan pertimbangan tertentu (Streubert & Carpenter, 2011 dan Polit & Beck, 2012). Sesuai dengan tujuan peneliti maka partisipan yang dilibatkan pada penelitian ini adalah ibu yang pada saat wawancara tidak dalam keadaan hamil tetapi memiliki riwayat menyusui dalam masa kehamilan dan ibu yang sedang hamil dan tetap menyusui anaknya dalam masa kehamilan. Adapun ibu tersebut mempunyai karakteristik atau ciri-ciri sebagai berikut: sehat, telah mengetahui dirinya hamil saat menyusui, mampu menceritakan pengalamannya, mampu menulis dan membaca serta bersedia menjadi partisipan dalam penelitian ini.

Pada proses pemilihan partisipan, peneliti bersama dengan key person atau orang yang mempunyai informasi tentang calon partisipan (Polit & Beck, 2012). Key person dalam penelitian ini adalah kader kesehatan yang bertugas di tiap-tiap Puskesmas tempat penelitian ini dilakukan. Sebelum terjun ke lapangan, peneliti dan key person menyamakan persepsi tentang wanita yang menyusui dalam masa kehamilan.

Berdasarkan karakteristik partisipan yang telah ditetapkan oleh peneliti , maka jumlah partisipan dalam penelitian ini adalah sebanyak tujuh orang. Saturasi data didapatkan pada partisipan ke enam tetapi untuk meyakinkan peneliti bahwa data tersebut telah saturasi, peneliti menambahkan satu partisipan lagi. Partisipan yang terlibat dalam penelitian ini diperoleh melalui tiga cara yaitu pertama, partisipan diperoleh dari data yang diberikan oleh penanggung jawab program KIA tentang ibu-ibu yang memiliki jarak antara kehamilan yang kurang dari dua tahun. Kedua yaitu menunggu calon partisipan di Puskesmas pada hari pemeriksaan kehamilan. Ibu hamil ditanyai satu per satu terkait kehamilannya saat ini yaitu kehamilan saat ini merupakan kehamilan yang keberapa?dan berapa tahun rentang jarak antara kehamilan sebelumnya?(jika jumlah kehamilan lebih dari satu). Ketiga yaitu ibu hamil yang sedang melakukan pemeriksaan ditanyai tentang keberadaan ibu hamil lainnya yang sedang menyusui atau ibu yang memiliki riwayat menyusui dalam masa kehamilan, baik yang ada di lingkungan tempat tinggalnya atau yang

Universitas Indonesia Praktek menyusui..., Bestfy Anitasari, FIKUI, 2012

42

diketahuinya. Pada penelitian ini, informasi tentang keberadaan ibu yang saat ini tidak hamil tetapi memiliki riwayat menyusui dalam masa kehamilan, diperoleh dari ibu-ibu hamil yang memeriksakan kehamilannya di puskesmas.

3.4 Waktu dan Tempat Penelitian 3.4.1 Waktu Penelitian Proses penelitian dimulai dengan pengembangan proposal, seminar proposal, uji coba wawancara menggunakan alat bantu pengumpulan data, pengumpulan data, analisa data, penyusunan laporan penelitian, seminar hasil dan sidang tesis. Pembuatan proposal telah dilakukan sejak bulan Januari tahun 2012, pengambilan data dilaksanakan selama bulan Juni tahun 2012 dan penyusunan laporan penelitian dilakukan pada bulan Juli 2012.

3.4.2 Tempat Penelitian Penelitian telah dilakukan di Kota Makassar. Kota Makassar dipilih karena adanya partisipan yang sesuai dengan karakteristik penelitian ini yang bertempat tinggal di wilayah tersebut. Pertimbangan lain adalah berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kota Makassar menunjukkan bahwa Kota Makassar merupakan wilayah dengan jumlah penduduk terbanyak mencapai 1.248.436 jiwa (16,06% dari keseluruhan penduduk Sulawesi-Selatan yang berjumlah 7.771.671 jiwa) dan kepadatan penduduk mencapai 7.200/km

2

yang tersebar di beberapa kecamatan.

Makassar merupakan wilayah dengan penduduk terbanyak di Sulawesi Selatan dengan cakupan pemberian ASI meningkat dari 57,05% pada tahun 2007 menjadi 77,18% pada tahun 2008. Sejalan dengan peningkatan cakupan ASI, Angka Kematian Bayi (AKB) juga dilaporkan mengalami penurunan dari 4,61 per 1000 kelahiran hidup menjadi 4,39 per 1000 kelahiran hidup (Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan, 2009).

Data ini menjadi dasar bagi peneliti bahwa walaupun Kota Makassar merupakan wilayah dengan penduduk terpadat, namun perhatian terhadap kesehatan bayi dengan pemberian ASI mendapat perhatian yang serius dari warganya. Salah satu bentuk keseriusan warga utamanya ibu-ibu di Makassar dalam menjaga kesehatan

Universitas Indonesia Praktek menyusui..., Bestfy Anitasari, FIKUI, 2012

43

bayinya yaitu tetap menyusui bayi walaupun dalam keadaan hamil. Hal lain yang menjadi dasar pemilihan Kota Makassar yaitu terdapatnya partisipan yang sesuai karakteristik yang telah ditetapkan dan kemudahan akses peneliti terhadap partisipan tersebut. Berdasarkan hasil wawancara melalui telepon yang dilakukan oleh peneliti didapatkan sebanyak 6 orang ibu yang telah menjalani praktek menyusui selama masa kehamilan dan 2 orang ibu yang saat ini masih menyusui dalam masa kehamilan yang tersebar di tiga puskesmas di wilayah Kota Makassar (komunikasi personal dengan perawat puskesmas (Ny.MZ, Ny.M dan Ny.A ) tanggal 30 April dan 01Mei 2012). Pada penelitian ini digunakan empat buah puskesmas yaitu Puskesmas Batua, Puskesmas Kassi-Kassi, Puskesmas Jongaya, dan Puskesmas Ujungpandang Baru. Jumlah partisipan yang didapatkan adalah empat orang ibu hamil dan sedang menyusui dan empat orang ibu yang memiliki riwayat menyusui dalam masa kehamilan. Akan tetapi satu orang ibu dengan riwayat menyusui mengundurkan diri sebab akan pindah domisili di luar Kota Makassar sehingga menolak untuk diwawancarai.

3.5 Pertimbangan Etik Penelitian Pada penelitian ini, hak-hak partisipan diperhatikan sesuai dengan pertimbangan etik penelitian yang digunakan yaitu kemanfaatan (beneficience), keadilan (justice), tidak menimbulkan bahaya (nonmaleficience), menghormati otonomi (respect for autonomy) (Iphofen, 2005). Prinsip beneficence diterapkan dengan menjelaskan secara mendetail mengenai penelitian yang dilakukan, tujuan, manfaat dan kemungkinan kerugian yang dapat dialami oleh partisipan. Peneliti memperhatikan kenyamanan partisipan dengan cara tidak pernah memaksakan suatu pertanyaan jika partisipan belum siap atau tidak menghendaki untuk menjawabnya serta proses penelitian dihentikan pada saat partisipan meminta untuk dihentikan.

Pada penelitian ini, manfaat yang didapatkan partisipan adalah dengan bercerita mengenai

pengalamannya,

partisipan

dapat

merasa

lega

karena

dapat

mengungkapkan apa yang dirasakan dan apa yang diinginkan atau diharapakan dari pihak-pihak tertentu terkait dengan pengalaman ibu tersebut. Sedangkan

Universitas Indonesia Praktek menyusui..., Bestfy Anitasari, FIKUI, 2012

44

kerugian yang dialami ibu dalam penelitian ini yaitu waktu ibu tersita sekitar 3050 menit. Waktu ini bias dipakai partisipan untuk merawat anak dan keluarganya. Prinsip beneficence juga dilakukan dengan menerapkan anonimity yaitu tidak menuliskan nama partisipan pada transkrip hasil penelitian tetapi menggunakan nama samaran. Nama samaran yang digunakan dalam penelitian ini merupakan nama pilihan partisipan sendiri.

Prinsip etik yang kedua yaitu Justice (keadilan) yaitu tidak membeda-bedakan partisipan. Perlakuan dan penghargaan terhadap partisipan sebelum, selama dan setelah penelitian adalah sama tanpa membedakan suku, agama dan kelas sosial. (Burn & Grove, 2009). Pada penelitian ini setiap partisipan mendapatkan kesempatan yang sama dalam klarifikasi hasil wawancara dan penghormatan terhadap keputusannya yang tidak ingin menyampaikan pengalaman yang dianggap suatu yang pribadi.

Keadilan ditunjukkan dengan menerapkan keterbukaan yaitu penelitian dilakukan secara jujur, tepat, cermat, hati-hati dan dilakukan secara profesional. Prinsip jujur dilakukan dengan cara tidak mengingkari janji dan kontrak waktu dan tempat yang telah disepakati bersama, tidak membohongi partisipan termasuk tidak memanipulasi data yang ada dalam hasil penelitian. Semua partisipan dalam penelitian ini mendapatkan imbalan dalam jumlah dan bentuk yang sama.

Prinsip etik yang ketiga yaitu tidak menimbulkan bahaya bagi klien baik secara fisik maupun psikologis (nonmaleficience), tidak mengeksploitasi, tidak menimbulkan ketidaknyamanan. Partisipan penelitian telah diberikan penjelasan tentang hak-haknya yaitu partisipan dapat mengundurkan diri dari penelitian kapanpun partisipan menghendakinya. Partisipan juga telah diberikan informasi jika isi wawancara menyebabkan ketidaknyamanan emosional atau stress, partisipan berhak menghentikan wawancara saat itu juga dan bebas menolak untuk memberikan jawaban pada pertanyaan apapun. Semua partisipan diberikan

Universitas Indonesia Praktek menyusui..., Bestfy Anitasari, FIKUI, 2012

45

penjelasan bahwa kesediaan atau penolakan partisipan untuk terlibat dalam penelitian ini tidak mempengaruhi status dan kedudukannya

Prinsip nonmaleficience telah dilakukan dengan cara menjaga kerahasiaan informasi yang diberikan oleh partisipan (confidentiality). Informasi yang didapatkan dari partisipan kemudian diolah dan disimpan dan hanya digunakan untuk kepentingan penelitian, tidak dapat diakses oleh orang lain yang tidak terlibat dalam penelitian karena informasi tersebut disimpan di tempat yang hanya peneliti yang bisa mengaksesnya. Setelah hasil penelitian ini tidak diperlukan lagi maka akan segera dimusnahkan. Hal ini dilakukan untuk menjaga privacy partisipan dan mencegah terjadinya dampak negatif penelitian terhadap partisipan. Keikutsertaan partisipan dalam penelitian ini tidak diinformasikan kepada orang lain. Pada saat wawancara, keamanan dan kenyaman tempat wawancara juga dijaga.

Prinsip etik yang keempat yaitu menghormati otonomi seseorang (respect for autonomy). Penerapan prinsip menghormati otonomi partisipan dalam penelitian ini diterapkan dengan memberikan kebebasan kepada partisipan untuk menentukan keputusan atas dirinya sendiri yang dilakukan secara sadar dan dipahami dengan baik, bebas dari paksaan untuk berpartisipasi atau menolak ikut serta dalam penelitian ini atau untuk berhenti dalam penelitian. Pemilihan tempat, waktu wawancara sesuai dengan keinginan partisipan sedangkan penggunaan alat perekam MP4 telah disetujui oleh semua partisipan.

Keputusan partisipan tersebut dibuat setelah sebelumnya penjelasan tentang tujuan, prosedur, manfaat, dan hak-hak partisipan selama penelitian ini diberikan kepada calon partisipan. Pada pertemuan awal dijelaskan tentang tujuan penelitian ini yaitu untuk menginterpretasikan perspektif ibu hamil tentang menyusui selama masa kehamilan. Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat dalam meningkatkan pelayanan kesehatan reproduksi wanita. Selain itu, penjelasan tentang prosedur penelitian yaitu pengambilan data dilakukan dengan wawancara, tempat wawancara berdasarkan kesepakatan peneliti dan partisipan juga diberikan.

Universitas Indonesia Praktek menyusui..., Bestfy Anitasari, FIKUI, 2012

46

Kemudian dijelaskan juga tentang hak-hak calon partisipan selama penelitian yaitu berhak untuk menanyakan tentang prosedur penelitian, mengajukan keberatan dan mengundurkan diri selama proses penelitian dan tidak ada konsekuensinya. Setelah calon partisipan memahami penelitian ini maka lembar persetujuan (informed concent) yang berisi tentang tujuan penelitian, prosedur penelitian dan hak-hak partisipan diberikan untuk diisi dan ditandatangani sebagai bentuk persetujuan untuk mengikuti penelitian.

3.6 Metode, Alat dan Prosedur Pengumpulan Data 3.6.1 Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan wawancara mendalam dengan pertanyaan terbuka (in depth interview) dan catatan lapangan (field note) untuk melengkapi wawancara. Wawancara mendalam dengan pertanyaan terbuka dilakukan dengan menggunakan panduan wawancara. Sedangkan pencatatan lapangan dilakukan untuk mengamati respon non verbal partisipan, situasi dan kondisi lingkungan saat wawancara berlangsung.

3.6.2 Alat Pengumpul Data Kemampuan peneliti sebagai alat pengumpul data diuji dengan melakukan uji coba wawancara. Uji coba telah dilakukan sebanyak satu kali dan dinyatakan bahwa peneliti mampu untuk melakukan wawancara mendalam sehingga proses pengambilan data dapat dilakukan. Uji coba dilakukan pada ibu yang saat diwawancarai tidak dalam kondisi hamil akan tetapi memiliki riwayat menyusui dalam masa kehamilan.

Pada saat melakukan wawancara, peneliti berupaya mendengarkan dengan baik apa yang disampaikan oleh partisipan, berfokus pada apa yang sedang dibicarakan, melibatkan diri dalam pembicaraan tanpa mengganggu partisipan, memperhatikan respon non verbal, melakukan pencatatan penting selama proses wawancara dan bersikap akrab dengan partisipan.

Universitas Indonesia Praktek menyusui..., Bestfy Anitasari, FIKUI, 2012

47

Alat bantu yang digunakan pada saat wawancara adalah panduan wawancara. Panduan wawancara digunakan sebagai pedoman sehingga arah wawancara sesuai dengan tujuan penelitian yaitu mengeksplorasi secara mendalam perspektif wanita yang menyusui selama masa kehamilan. Pertanyaan yang diajukan kepada partisipan diawali dengan pertanyaan bagaimana pendapat ibu tentang menyusui dalam masa kehamilan, hal-hal yang ibu rasakan saat menyusui dalam masa kehamilan, alasan ibu tetap menyusui, masalah-masalah atau hambatan apa saja yang ibu temui selama menyusui dalam keadaan hamil, usaha apa saja yang ibu lakukan untuk mengatasi masalah tersebut, siapa saja yang memberikan dukungan pada ibu, apa saja bentuk dukungan yang diberikan, bagaimana respon petugas kesehatan dan lingkungan sekitar terhadap tindakan ibu menyusui dalam masa kehamilan dan bagaimana harapan ibu terhadap petugas kesehatan terkait menyusui dalam masa kehamilan.

Alat bantu lainnya yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat perekam suara MP4 2 GB. Alat perekam MP4 dipilih untuk merekam seluruh pembicaraan saat proses wawancara berlangsung karena selama proses wawancara peneliti tidak mungkin mencatat respon verbal partisipan secara lengkap. Alat perekam suara MP4 telah diujicobakan dengan merekam uji coba wawancara. Uji coba dilakukan dalam hal pengaturan volume dan posisi alat perekam MP4 dan didapatkan pada posisi volume 28 dan jarak 0,5-1 meter dari partisipan kualitas hasil rekaman adalah baik.

Selain menggunakan alat perekam suara MP4, pencatatan lapangan juga dilakukan. Catatan lapangan diperlukan untuk mengetahui aktivitas, situasi dan kondisi yang terjadi selama proses pengambilan data yang tidak terekam secara elektronik. Hal ini memudahkan peneliti untuk mengingat kembali respon partisipan saat menyampaikan pengalamannya. Hasil pencatatan lapangan kemudian digabungkan dengan pernyataan partisipan dalam transkrip verbatim.

Universitas Indonesia Praktek menyusui..., Bestfy Anitasari, FIKUI, 2012

48

3.6.3 Prosedur Pengumpulan Data Proses pengumpulan data dibagi kedalam tiga tahapan yaitu tahap prainteraksi, tahap wawancara dan tahap terminasi. Tahap prainteraksi dimulai saat peneliti meminta izin dari Komite Etik Fakultas Ilmu keperawatan Universitas Indonesia dan surat pengantar permintaan ijin penelitian dari Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia. Surat ijin tersebut ditujukan kepada Gubernur SulawesiSelatan dengan tembusan kepada bagian penelitian dan pembangunan daerah (litbang), selanjutnya surat pengantar dari litbang ditujukan kepada Walikota Makassar. Dari Walikota Makassar, selanjutnya peneliti mendapatkan surat pengantar penelitian yang ditujukan kepada kepala dinas kesehatan kota Makassar dan dari dinas kesehatan Kota didapatkan surat pengantar untuk puskesmas tempat penelitian. Puskesmas yang dilibatkan dalam penelitian adalah puskesmas kecamatan yaitu Puskesmas Batua, Puskesmas Jongaya, Puskesmas Kassi-Kassi dan Puskesmas Ujungpandang Baru. Setelah mendapat izin dari kepala puskesmas maka selanjutnya peneliti diantar ke bagian KIA di puskesmas tersebut dan bertemu dengan penanggung jawab program KIA. Setelah itu peneliti menjelaskan kepada penanggung jawab program KIA tentang tujuan penelitian. Melalui penanggung jawab program KIA didapatkan data tentang partisipan yang dibutuhkan.

Proses selanjutnya yaitu setelah mendapatkan data terkait calon partisipan dan nomor telepon kader kesehatan maka peneliti bersama dengan key person dalam hal ini yaitu kader kesehatan, mengunjungi calon partisipan yaitu ibu yang memiliki riwayat menyusui dalam masa kehamilan dan ibu yang saat ini sedang menyusui dalam masa kehamilan yang telah diidentifikasi pada wilayah tersebut. Selanjutnya dilakukan pendekatan kepada calon partisipan.

Pertemuan awal dengan calon partisipan dilakukan untuk membangun kedekatan (rapport). Tahapan ini dimulai dengan mengajukan pertanyaan tentang kondisi partisipan, hal-hal umum diluar dari penelitian. Disamping itu untuk meyakinkan partisipan maka peneliti memperkenalkan diri sebagai seorang perawat yang dapat melakukan pemeriksaan kesehatan ibu dan keluarganya. Kemudian maksud dan

Universitas Indonesia Praktek menyusui..., Bestfy Anitasari, FIKUI, 2012

49

tujuan pertemuan disampaikan kepada calon partisipan serta meminta ijin untuk menggunakan alat perekam untuk merekam informasi yang disampaikan oleh partisipan. Setelah partisipan bersedia berpartisipasi dalam penelitian ini dan dicapai kesepakatan waktu, selanjutnya informed consent diberikan untuk ditandatangani oleh calon partisipan. Pada pertemuan pertama ini terdapat dua orang partisipan yang tidak sabar ingin menceritakan pengalamannya akan tetapi dengan alasan situasi dan kondisi yang tidak kondusif sehingga penentuan waktu dan tempat didiskusikan kembali dengan partisipan.

Tahap selanjutnya yaitu proses wawancara yang dilakukan setelah rapport tercapai. Wawancara dilakukan pada tempat dan waktu yang telah disepakati antara partisipan dan peneliti. Proses wawancara untuk semua partisipan dilakukan di rumah. Tahapan wawancara dimulai dengan menanyakan kondisi kesehatan partisipan, mengulang kontrak waktu yang telah disepakati bersama sebelumnya, duduk saling berhadapan, pengecekan fungsi dari alat perekam suara MP4, penempatan dan posisi alat perekam suara sehingga dapat menghasilkan rekaman yang jelas dan jernih dengan jarak kurang lebih 0,5 meter dari partisipan, menyiapkan buku catatan dan pulpen.

Wawancara yang dilakukan menggunakan panduan wawancara yang telah disiapkan sebelumnya. Pertanyaan yang diajukan dimulai dari pertanyaan tentang “bagaimana pendapat ibu tentang menyusui dalam masa kehamilan?’. Pertanyaan tersebut sebagai jembatan awal untuk dapat masuk kepertanyaan berikutnya sesuai yang tertera dalam pedoman wawancara. Partisipan dalam menjawab pertanyaan tidak sesuai dengan urutan pertanyaan dalam pedoman wawancara, sehingga peneliti tetap mengikuti alur pembicaraan partisipan dan selanjutnya pertanyaan yang tersisa ditanyakan kembali kepada partisipan. Selama proses wawancara, tidak ada partisipan yang mengalami kesulitan dalam memahami maksud pertanyaan sehingga tidak terdapat kesulitan selama proses wawancara.

Apabila partisipan menanyakan hal diluar topik penelitian, maka peneliti mengarahkan kembali wawancara pada topik dan menjelaskan bahwa pertanyaan

Universitas Indonesia Praktek menyusui..., Bestfy Anitasari, FIKUI, 2012

50

tersebut akan dibahas setelah pengambilan data selesai. Selama proses wawancara, suasana, perilaku, respon non verbal partisipan dicatat sebagai catatan lapangan. Kegiatan wawancara berakhir setelah informasi yang diberikan oleh partisipan sesuai dengan tujuan penelitian, semua pertanyaan pada pedoman wawancara telah ditanyakan atau bila kondisi tempat maupun partisipan tidak memungkinkan. Pada saat wawancara hanya satu partisipan yang menanyakan hal di luar penelitian sehingga diskusi dilakukan setelah proses wawancara pada hari tersebut berakhir.

Setelah wawancara selesai, hal-hal yang ingin ditambahkan partisipan terkait pernyatannya dikonfirmasi ulang dan peneliti menutup wawancara dengan mengucapkan terimakasih atas partisipasi dan kerjasamanya selama pengambilan data. Selain itu juga dilakukan kontrak ulang untuk validasi data maupun untuk melengkapi data jika hasil wawancara masih kurang atau jika informasi yang diberikan oleh partisipan kurang jelas.

Tahap terminasi dilakukan setelah semua proses penelitian berakhir dan peneliti mengucapkan terimakasih kepada partisipan atas partisipasi dan kerjasama yang baik selama pengambilan data. Peneliti berpamitan kepada partisipan dan memberikan cendera mata sebagai ungkapan rasa terima kasih peneliti kepada partisipan.

3.7 Analisis Data Tahapan analisis data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan enam tahapan analisis Van Manen (Ajjawi & Higgs, 2007) yaitu immersion, understanding, abstraction, synthesisand theme development, illumination and illustration of phenomena dan integration and critique. Pada tahap immersion, dimulai dengan mendengarkan kembali keseluruhan hasil wawancara yang kemudian dibuat dalam bentuk transkrip verbatim. Transkrip verbatim dan catatan lapangan digabungkan dan dibaca berulang-ulang sampai didapatkan pernyataanpernyataan signifikan yang sesuai dengan tujuan penelitian. Tahapan ini dimulai pada partisipan pertama. Tahap understanding, setelah pernyataan-pernyataan

Universitas Indonesia Praktek menyusui..., Bestfy Anitasari, FIKUI, 2012

51

signifikan ditemukan, kemudian dilihat kembali apakah ada pernyataan signifikan yang telah dinyatakan oleh partisipan di luar dari pedoman wawancara tetapi memiliki keterkaitan dengan tujaun penelitian. Jika ada, maka pernyataan tersebut menjadi dasar untuk pengembangan pertanyaan pada partisipan selanjutnya.

Pada tahapan abstraction yaitu mengidentifikasi semua pernyataan-pernyataan partisipan selanjutnya apakah telah sesuai dengan tujuan penelitian, begitu selanjutnya sehingga hingga pada tercapainya saturasi data pada partisipan ke tujuh. Setelah keseluruhan pernyataan signifikan teridentifikasi maka dibuatkan kode dalam bentuk warna yang berbeda untuk masing-masing partisipan. Kodekode dari masing-masing partisipan kemudian diidentifikasi yang mana memiliki makna yang sama kemudian disatukan membentuk subkategori atau kategori. Synthesis dan theme development yaitu tahapan menggabungkan setiap subkategori atau kategori yang memiliki makna yang sama kedalam tema tertentu dan hubungan antar tema diklarifikasi dengan membaca dan membaca ulang semua data hasil penelitian. Tahapan Synthesis dan theme development dalam penelitian ini memerlukan waktu yang lama karena setelah interpretasi terhadap tema disepakati oleh satu orang pembimbing, setelah diberikan ke pembimbing yang lain, tema tersebut berubah karena perbedaan interpretasi sehingga proses penentuan tema dalam penelitian ini mengalami beberapa kali perubahan yang memakan waktu yang lama. Selanjutnya, setelah tema disepakati bersama maka tahapan Illumination dan illustration of phenomena dimulai. Tahapan ini yaitu penjelasan terhadap tema dengan menggunakan tinjauan literature. Uraian tema dibuat dalam bentuk skema/bagan yang menghubungkan antara tema. Tahap akhir dari proses analisis data yaitu integrating dan critique yaitu kritisi terhadap hasil analisis yang telah didapatkan yang dilakukan bersama dengan pembimbing. Pada tahapan ini dilakukan review akhir literature untuk melengkapi dan menyempurnakan analisa data. Setelah proses kritisi dinyatakan lengkap maka presentasi hasil penelitian dilakukan didepan dewan penguji untuk mendapatkan masukan terkait hasil penelitian yang dilakukan dan setelah dinyatakan lulus maka dilakukan publikasi pada jurnal nasional dan internasional.

Universitas Indonesia Praktek menyusui..., Bestfy Anitasari, FIKUI, 2012

52

3.8 Keabsahan Data Keabsahan data dalam penelitian kualitatif adalah untuk menjamin keakuratan data yang didapatkan terkait pengalaman partisipan yang diungkapkan secara detail dan akurat (Struebert & Carpenter, 2011). Keabsahan data didasarkan pada prinsip: kredibilitas (credibility), kebergantungan (dependability), kepastian (confirmability) dan keteralihan (transferability) (Polit & Beck, 2012).

Kredibilitas (credibility) mengacu pada kebenaran dan kepercayaan terhadap data yang dihasilkan dari proses wawancara. Prinsip kredibilitas penelitian dilakukan dengan cara memahami fenomena yang akan diteliti dengan

membaca dan

mengumpulkan semua literature berupa konsep, teori dan hasil-hasil penelitian. Kredibilitas peneliti telah teruji melalui uji coba wawancara yang dinyatakan mampu untuk melakukan wawancara mendalam, peneliti merupakan seorang perawat maternitas dan seorang ibu. Cara lain yang dilakukan untuk menjaga kredibilitas data yaitu melalui membercheck. Membercheck pada penelitian ini yaitu meminta klarifikasi kepada partisipan hal-hal yang kurang jelas yang terdapat dalam transkrip verbatim melalui telepon.

Dependability disebut juga kestabilan data pada berbagai waktu dan situasi (Polit & Beck, 2012). Upaya yang telah dilakukan untuk memperoleh dependability adalah telaah semua data dan dokumen yang mendukung proses penelitian oleh orang lain selain peneliti. Pada penelitian ini dependality dilakukan dengan memberikan transkrip data hasil wawancara, catatan lapangan, dokumentasi penelitian dan proses analisis data kepada pembimbing penelitian. Selanjutnya peneliti dan pembibing mengklarifikasi data sehingga persepsi peneliti dan pembimbing sama.

Confirmability atau obyektifitas penelitian merupakan konsistensi atau kenetralan data. Obyektifitas tercapai jika hasil penelitian disepakati oleh beberapa orang yang kompeten menilai data-data yang telah ditemukan. Confirmability dilakukan dengan cara menunjukkan dan mendiskuskan seluruh trasnkrip data hasil penelitian dan analisanya kepada pembimbing. Kemudian dilakukan analisis

Universitas Indonesia Praktek menyusui..., Bestfy Anitasari, FIKUI, 2012

53

tematik bersama pembimbing. Penilaian dilakukan bersamaan dengan penilaian ketergantungan (defendability)

Transferability merupakan derajat ketepatan atau kemungkinan hasil penelitian dapat dialihkan di tempat yang lain dengan karakteristik kelompok yang sama (Streubert & Carpenter, 2011 dan Polit & Beck, 2012). Peneliti menunjukkan Transferability dengan membuat laporan hasil penelitian secara terperinci, jelas, sistematis dan dapat dipercaya. Melalui laporan yang jelas, rinci dan sistematis membuat orang lain dapat memahami hasil penelitian sehingga dapat mengaplikasikan hasil penelitian di tempat lain dengan situasi dan karakteristik sama dengan partisipan dalam penelitian ini yaitu ibu menyusui selama masa kehamilan. Aspek transferability dari penelitian ini telah peneliti terapkan dengan menggunakan literature hasil penelitian dari populasi yang lain yang juga meneliti tentang fenomena ini dan didapatkan bahwa hasil penelitian pada populasi tersebut sama dengan hasil pada penelitian ini. Upaya lain yang dilakukan untuk meyakinkan orang lain bahwa data yang diperoleh dapat dipercaya adalah dengan melakukan validasi hasil penelitian kepada populasi lain yaitu pada salah satu ibu yang berasal dari Suku Bali yang menyusui dalam masa kehamilan. Dari hasil validasi tersebut ditemukan bahwa ibu tersebut mengalami hal-hal yang juga dialami oleh partisipan dalam penelitian ini.

Universitas Indonesia Praktek menyusui..., Bestfy Anitasari, FIKUI, 2012

54

BAB 4 HASIL PENELITIAN

Bab ini menguraikan hasil penelitian fenomenologi yang telah dilaksanakan pada tujuh orang partisipan. Melalui proses analisa data secara induktif dari hasil wawancara mendalam dan catatan lapangan, ditemukan tema-tema esensial yang selanjutnya dideskripsikan dalam bentuk narasi pada penyajian hasil penelitian berikut ini.

Penyajian hasil penelitian ini dibagi menjadi dua bagian yaitu gambaran karakteristik partisipan dan pemaparan hasil penelitian pengalaman menyusui dalam masa kehamilan. Karakteristik partisipan meliputi; usia, tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, status pernikahan, kondisi saat pengambilan data yaitu dalam keadaan hamil atau tidak, usia bayi yang disusui, usia kehamilan saat tahu positif hamil, tinggal serumah dengan siapa saat menyusui dalam kondisi hamil, data demografi suami dan wilayah domisili. Pemaparan hasil penelitian mencakup deskripsi hasil wawancara mendalam yang disusun berdasarkan tematema yang ditemukan.

4.1 Karakteristik Partisipan Partisipan dalam penelitian ini terdiri atas tujuh orang yang telah memenuhi kriteria partisipan penelitian sesuai dengan tujuan peneliti. Nama partisipan yang digunakan dalam penelitian ini adalah nama samaran.

Partisipan 1 Ummu Nadia: berusia 25 tahun, pendidikan terakhir sarjana (S1), pekerjaan ibu rumah tangga, status menikah. Saat pengambilan data partisipan dalam keadaan hamil empat bulan dan masih menyusui anak pertama yang berusia 20 bulan. Usia kehamilan saat mengetahui dirinya hamil adalah satu bulan dan usia anak adalah 16 bulan, partisipan tinggal bersama suami, mertua dan anak di perumahan pensiunan tentara di wilayah Panaikang. Suami partisipan

Universitas Indonesia Praktek menyusui..., Bestfy Anitasari, FIKUI, 2012

55

merupakan seorang kontraktor bangunan berusia 29 tahun dengan pendidikan terakhir sarjana (S1). Partisipan 2 Ummi Nur: berusia 25 tahun, pendidikan terakhir sarjana (S1), pekerjaan pegawai negeri sipil, status menikah. Saat pengambilan data partisipan tidak dalam keadaan hamil. Riwayat menyusui dalam masa kehamilan pada usia 24 tahun yaitu pada anak yang pertama. Usia kehamilan saat mengetahui dirinya hamil yaitu tiga bulan dan usia anak sembilan bulan, menyusui bayi hingga usia 11 bulan, partisipan tinggal bersama orang tua di perumahan Mallengkeri. Suami seorang pegawai pajak daerah berusia 30 tahun dengan pendidikan terakhir sarjana (S1). Partisipan 3 Dg.nurung: berusia 32 tahun, pendidikan terakhir Sekolah Menengah Pertama (SMP), pekerjaan ibu rumah tangga, status menikah. Saat pengambilan data partisipan dalam keadaan hamil empat bulan dan masih menyusui anaknya yang ke-11 yang berusia 10 bulan. Usia kehamilan mengetahui dirinya hamil yaitu tiga bulan dan usia adalah 9 bulan, partisipan tinggal bersama suami dan anak-anaknya di perkampungan di wilayah Batua. Suami partisipan seorang buruh bangunan berusia 32 tahun dengan pendidikan terakhir SMA. Partisipan 4 Ida: berusia 24 tahun, pendidikan terakhir Sekolah Menengah Atas (SMA), pekerjaan ibu rumah tangga, status menikah. Saat pengambilan data partisipan dalam keadaan hamil tiga bulan dan masih menyusui anak pertama yang berusia 10 bulan. Usia kehamilan mengetahui dirinya hamil adalah dua bulan dan usia anak adalah sembilan bulan, partisipan tinggal bersama orang tua, suami dan anak di perkampungan di wilayah Panampu. Suami partisipan merupakan seorang buruh pabrik berusia 27 tahun dengan pendidikan terakhir SMA. Partisipan 5 Heni: berusia 36 tahun, pendidikan terakhir sarjana (S1), pekerjaan pegawai negeri sipil, status menikah. Saat pengambilan data partisipan tidak dalam keadaan hamil. Riwayat menyusui dalam masa kehamilan pada usia 34 tahun yaitu pada anak yang kedua. Usia kehamilan saat mengetahui dirinya hamil yaitu satu bulan dan usia anak yaitu 12 bulan, menyusui bayi hingga usia 21

Universitas Indonesia Praktek menyusui..., Bestfy Anitasari, FIKUI, 2012

56

bulan, partisipan tinggal bersama suami, anak dan pembantu rumah tangga di Perumahan di wilayah Batua. Suami pertisipan merupakan seorang pegawai negeri sipil berusia 38 tahun dengan pendidikan terakhir sarjana (S1). Partisipan 6 Wati: berusia 30 tahun, pendidikan terakhir Sekolah Menengah Atas (SMA), pekerjaan ibu rumah tangga, status menikah. Saat pengambilan data partisipan tidak dalam keadaan hamil. Riwayat menyusui dalam masa kehamilan pada usia 28 tahun yaitu pada anak yang keempat. Usia kehamilan saat mengetahui dirinya hamil yaitu tiga bulan dan usia anak adalah 10 bulan, menyusui bayi hingga usia 12 bulan, partisipan tinggal bersama suami dan anakanaknya di perkampungan di wilayah Mallengkeri. Suami partisipan adalah seorang buruh pabrik berusia 35 tahun dengan pendidikan terakhir SMA. Partisipan 7 Nia: berusia 34 tahun, pendidikan terakhir Sekolah Menengah Pertama (SMP), pekerjaan ibu rumah tangga, status menikah. Saat pengambilan data partisipan dalam keadaan hamil lima bulan dan masih menyusui anak ketiga yang berusia 10 bulan. Usia kehamilan saat mengetahui dirinya hamil adalah tiga bulan dan usia bayi adalah delapan bulan, partisipan tinggal bersama ibu kandung, suami dan anak-anaknya di perkampungan di wilayah Kassi-Kassi. Suami partisipan adalah seorang buruh pabrik yang berusia 35 tahun dengan pendidikan terakhir SMA.

4.2 Hasil Analisis Hasil penelitian ini diperoleh melalui wawancara mendalam dengan partisipan dan catatan lapangan yang dilakukan pada saat wawancara berlangsung. Dari hasil analisa data, peneliti mendapatkan 11 tema yang menjelaskan permasalahan penelitian. Tema yang didapatkan dalam pengalaman menyusui dalam masa kehamilan adalah dilema ibu menyusui dalam masa kehamilan, yang terjadi pada kehamilan, dampak kehamilan terhadap proses menyusui, kondisi anak selama kehamilan, sikap anggota keluarga yang lain, sikap petugas kesehatan, keinginan ibu terhadap orang lain, kebiasaan makan ibu saat menyusui dalam keadaan hamil, sikap ibu yang dipengaruhi orang lain tentang menyusui, kehamilan yang tidak direncanakan dan sikap ibu terhadap kehamilan.

Universitas Indonesia Praktek menyusui..., Bestfy Anitasari, FIKUI, 2012

57

Proses analisa data dari setiap tema yang ditemukan digambarkan pada skema, disertai penjelasan dari uraian setiap tema dengan beberapa kutipan pernyataan partisipan. Untuk lebih jelasnya masing-masing tema diuraikan sebagai berikut:

4.2.1 Dilema ibu menyusui dalam masa kehamilan Selama menjalani masa kehamilan, ibu menyusui mengalami dilema antara tetap melanjutkan memberi ASI sebagai hak anak atau melakukan penyapihan. Tema dilema ibu menyusui dalam masa kehamilan disusun berdasarkan tiga kategori yaitu alasan tetap menyusui dalam masa kehamilan, sikap ibu dan perilaku penyapihan.

Alasan ibu tetap menyusui walaupun dalam kondisi hamil adalah memenuhi kebutuhan ASI anak yang belum mencapai usia 2 tahun, ASI adalah hak anak, anak masih ingin menyusu, keluarga tidak mampu membeli susu formula, menginginkan anak berkembang baik, merasa kasihan pada anak dan tidak beresiko mengalami keguguran. Berbagai alasan yang mendasari keputusan ibu untuk tetap melanjutkan menyusui dalam keadaan hamil diartikan dalam berbagai pernyataan berdasarkan yang dialami sendiri oleh partisipan, seperti contoh kutipan berikut ini: “ Karena pada waktu itu kan anakku masih butuh istilahnya masih butuh disusui, usianya masih 9 bulan masih masa-masa, istilahnya masih masa-masa untuk membutuhkan untuk disusui (Ummi Nur)” “itu hak anak yah menyusu itu hak anak (Heni)” “tapi ituji lagi karena ini anak yang mau (menyusu), padahal sudahmi di tarok anu pahit di sini (memegangi payudara) tetap ji juga na tetek (tertawa) (wati)” “bagaimana caranya dibelikan susu sedangkan keuangan itu menipis, nanti dibelikan susu badannya bagus tidak ada uang bagaimana? (Nia)” “Kasihan dia (bayi yang disusui) belum 2 tahun karena perkembangan otaknya sampai 3 tahun, jadi pengen perkembangan otaknya optimal (Ummu Nadia)”

Universitas Indonesia Praktek menyusui..., Bestfy Anitasari, FIKUI, 2012

58

“saya kasian yah karena memang dia masih harus masanya itu diberi asi jadi saya merasa kasian sama anak saya, trus saya hamil lagi (Heni)” “Saya tidak beresiko keguguran sehingga tidak ada alasan untuk menghentikan (Ummu Nadia)”

Beberapa hal menjadi alasan ibu untuk tetap menyusui, akan tetapi keinginan ibu hamil terkait proses menyusui ini ditunjukkan dengan beragam sikap yaitu tidak mau menyapih bayinya, ibu ingin berhenti menyusui, terpaksa menyusui dan lebih mengutamakan menjaga kehamilan. Keinginan untuk berhenti menyusui jika telah hamil diungkapkan oleh partisipan dengan alasan bahwa ASI yang diproduksi sudah tidak sesuai untuk dikonsumsi anak sehingga partisipan meminta saran tentang bagaimana cara untuk berhenti menyusui. Selain itu selama menjalani kehamilan partisipan menginginkan kondisi tubuhnya sehat begitu juga dengan kondisi janin. Menurut partisipan jika tetap menyusui maka kesehatannya akan terganggu sehingga partisipan lebih mengutamakan menjaga kehamilannya dibandingkan menyusui anak. “Kalau saya sih, kalau ditanya mau disapih saya bilang saja tidak mau (Ummu Nadia)” “Kalau saya mau ja (berhenti menyusui), karena ku bilang itu mau ku lepas sebenarnya itu anak-anak ka karena sebenarnya bukan mi asi yang pas itu untuk dia (Wati)” “jadi terpaksa saya susui saja (Nia)” “kalau kita tidak hamil bebas ki gendong kiri kanan (bayi yang menyusu) masa-masa istilahnya masa-masa rawannya kan ada penjagaan sedikit dari kita untuk menjaga apa...ee...kayak ini menjaga dari kayak yang mengangkat yang berat-berat, menggendong yang terlalu lama, jadi istilahnya lebih mendahulukan untuk menjaga kehamilanta ketimbang menyusui atau mengurus anak yang menyusu (ummi nur)”

Universitas Indonesia Praktek menyusui..., Bestfy Anitasari, FIKUI, 2012

59

Upaya penyapihan dilakukan sendiri oleh partisipan maupun oleh anggota keluarga. Jenis-jenis penyapihan yang dilakukan antara lain anak dititipkan ke pengasuh, mengurangi intensitas menyusui, anak diberi susu botol, mengolesi payudara dengan bahan yang terasa pahit dan memaksa berhenti menyusu dengan paksa. Mertua menitipkan anak partisipan ke pengasuh dengan harapan anak tidak menyusu lagi pada ibunya, memberikan susu botol sejak anak berusia tiga bulan dan pada saat anak mulai mengantuk ataukah mengolesi payudara dengan bahan-bahan yang memiliki rasa yang pahit dengan tujuan agar anak tidak menyusu lagi menjadi cara partisipan melakukan penyapihan. Upaya lain yang dilakukan adalah dengan memukuli, mencubit, memaksa anak berhenti menyusu dan mendorong anak yang sedang menyusu. Berikut ini contoh kutipan pernyataan partisipan: “makanya kalau pas dengan neneknya dia (bayi yang disusui) dititipkan ke pengasuh sengaja dijauhkan dari saya dan dia (bayi yang disusui) jarang menyusu…dia (bayi yang disusui) titipkan ke pengasuh jadi dari mulai bangun tidur, pulang-pulang nanti malam pas mau tidur (Ummu Nadia)” “intensitas dari menyusui yang dikurangi toh (Ummi Nur)” ”kadang itu tetek ku ku olesi mi anu pahit-pahit, biasa adami vitson (balsem), tetap ki na lap baru na isap lagi…ku ambilkan i itu anu yang rasa-rasa yang kayak apa itu, apa yang na bilang orang biasa untuk supaya tidak menetek mi lagi anak-anak, ku olesi di payudara ku tetap ji juga menyusu (Wati)” “Tetek sebentar-sebentar trus kalau mulaimi mengantuk ku kasihmi susu botol (Dg.nurung)” “biasa itu ku lempar ki (mendorong anak yang sedang menyusu) anakkku saya…Saya bilang jangan mo ko begitu deh menetek lagi (Wati)”. 4.2.2 Kondisi ibu dan janin selama proses menyusui Kehamilan mempengaruhi kondisi ibu dan kondisi janin. Pada saat menyusui, ibu hamil merasakan beberapa keluhan. Tema apa yang terjadi pada kehamilan muncul didukung oleh dua kategori yaitu yang dirasakan ibu dan kondisi janin.

Universitas Indonesia Praktek menyusui..., Bestfy Anitasari, FIKUI, 2012

60

Kategori yang dirasakan ibu merupakan kondisi yang dialami dan dirasakan sendiri oleh partisipan baik secara fisik, psikologis maupun manfaat ASI selama tetap menyusui dalam kondisi hamil. Kondisi tersebut berupa rasa ketidaknyaman pada bagian tubuh antara lain sakit pada puting payudara, perut, sakit merambat dari perut, rasa pusing, rasa lemas, rasa lapar setelah menyusui. Ketidaknyamanan psikologis berupa rasa bingung, khawatir dengan kondisi janin, repot, aktivitas terganggu, marah dan jengkel. Kenyamanan psikologis ditunjukkan dengan puas saat menyusui dan perasaan lebih sehat dengan menyusui. Sedangkan manfaat menyusui yang dirasakan ibu hamil antara lain ASI menjaga kesehatan anak, ada ikatan batin jika menyusui, menyusui membuat anak tenang, menyusui lebih praktis, ibu merasa lebih sehat dan bisa beristirahat sambil menyusui. Berikut ini adalah contoh kutipan pernyataan partisipan: “Puting payudara saya, sakit kayak baru menyusui waktu melahirkan rasanya begitu ...lebih sakit lagi kurasa kalau menetek i anakku (Nia)” “Sering pusing-pusing…Pusing itu saat ini, capek sekali, capek sekali dan ini anaknya rewel minta menyusui trus yang ada pusing juga (Ummu Nadia)” “Kan biasanya kalau hamil ki tidak menetek mi lagi anak ta karena bisa mi makan sendiri, besar mi (anak-anak), tapi waktu itu hamil ki na masih ma tetek anak ta jadi repot ki, manami mau urus hamil ki menyusui ki juga, urus lagi kakak-kakaknya, sekolahnya, makannya, pakaiannya, bapaknya juga diurus semuanya, capekki, repot ki (Wati)” “Kalau selama menyusui toh menetek-menetek anakku terus kan kurang toh jadi pedis mi (puting payudara) kurasa jadi emosi ka…mau tidak mau marah ka sama bapaknya…Marah, emosi…ee..emosi..sampai marah, semua dimarahi biar anak-anak, bapaknya juga (Dg.nurung)” “Pada saat bayi menyusu saya yah saya merasa puas jadi saya bisa memberikan, memenuhi kebutuhan dia kan gitu ee..trus rasa puas saya (Heni)” “Asinya, masih sama seperti waktu belum hamil dulu, untuk membantu pertumbuhan dan perkembangannya anak dan tidak gampang

Universitas Indonesia Praktek menyusui..., Bestfy Anitasari, FIKUI, 2012

61

sakit…Yang saya lihat kalau asikan lebih apa..tahan penyakit nanti kedepannya bisa bagus buat pertumbuhan dan perkembangannya (Ummu Nadia)” “Kan memang kalau kita menyusui toh memang ada rasa ikatan batinnya kayak ikatan batin antara kita sama anak itu dekat sekali mungkin pada saat kita melepas beda mi beda mi lah walaupun ada tapi beda mi lah beda pada saat kita menyusui, kita pada saat menyusui itu ada rasa tersendiri rasa apa di’ rasa yang sangat mendalam itu sama anak, tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata (Ummi Nur)” “kalau menangis tetek i kalau sudah tetek diam mi kalau makan juga kepedisan i tetek pi yang kasih berhenti menangis begitu mi (Ida)” “Sebenarnya kalau di kasih menyusui apa..maksudnya asi toh memang..enak ji tidak terlalu susah karena tidak bikin-bikin ki susu (Dg.nurung)” “Kalau saya justru merasa lebih sehat selama menyusui, karena saya kan punya rasa tanggungjawab karena saya harus mengasuh, justru gangguan-gangguan selama kehamilan tidak saya rasakan (Heni)” “tapi itu ji lagi kalau kasih menetekki sambil tidur-tidur toh lebih enak lagi karena baring-baring ki toh, istirahat ki (Wati)”

Keadaan janin selama ibu menyusui teridentifikasi atas tiga kondisi yaitu tumbuh kembang janin sesuai dengan usia kehamilan, kelahiran bayi normal dan belum mengetahui kondisi janin. Tumbuh kembang janin ibu yang menyusui sesuai dengan usia kehamilan merupakan fakta yang dIdapatkan berdasarkan hasil USG, peningkatan berat badan ibu tiap bulannya dan hasil pemeriksaan bidan. Fakta lain yang didapatkan pada janin ibu yang menyusui adalah kelahirannya secara spontan pervaginum dengan berat lahir yang normal. Akan tetapi terdapat ada dua orang partisipan yang belum mengetahui kondisi janinnya karena belum memeriksakan kehamilannya jika belum mencapai usia lima bulan. Berikut ini adalah contoh kutipan pernyataan partisipan: “Waktu kemarin periksa USG sehat, kemarin lagi bulan Mei lalu USG lagi masih sehat…Semua normal kondisi fisiknya tidak ada masalah dan kata dokter sehat beratnya normal…Iya kata dokter begitu, besar janinnya sesuai dengan usia kehamilan (Ummu Nadia)”

Universitas Indonesia Praktek menyusui..., Bestfy Anitasari, FIKUI, 2012

62

“kelahiranya pun justru cepat prosesnya dari pembukaan awal sampai pembukaan lengkap …berat lahir si anakpun diantara 3 anak saya justru yang kecil ini yang paling banyak 3.2 kalau yang kakaknya Cuma 2.9 dan 2,8, ya 3.2 (Heni)” ”Memang saya begitu ka, tidak pergika periksa kalau belum pi 5 bulan karena belum pi juga toh…Belum pi kelihatan baek, kalau 5 sampai 6 bulan mi mau ma itu periksa karena ada mi juga goyang-goyang toh, ini kurasa tidak ada pi juga yang goyang, tidak ada pi juga yang goyang (janin belum bergerak) (Dg.nurung)” 4.2.3 Dampak kehamilan terhadap proses menyusui Tema ini dibentuk dari dua kategori yaitu mempengaruhi produksi ASI dan ASI berubah.

Adanya kehamilan dalam masa menyusui akan berdampak pada kualitas dan kuantitas ASI. Semakin bertambahnya usia kehamilan maka produksi ASI akan semakin berkurang. Disamping itu terdapat perubahan-perubahan lain dari kualitas ASI. Berkurangnya produksi ASI diketahui oleh partisipan dari kondisi payudara yang terasa lembek dan kelenjar ASI yang mengempes. Hal tersebut diungkapkan oleh semua partisipan sebagai berikut: “tapi pada saat saya menyusui itu mungkin bertambah hari produksi asinya itu sudah kurang mi toh…mungkin tidak terlalu banyak mi toh produksi asi nya ji toh yang tidak terlalu banyak tidak seperti mungkin dengan awal-awal melahirkan…karena produksi asi yang tidak terlalu maksimal kita berikan apalagi mungkin dalam kondisi kehamilan yang ini (Ummi Nur)” Perubahan pada ASI yang dirasakan oleh partisipan antara lain yaitu ASI menjadi darah putih, encer, ASI menjadi asin dan ASI basi. Perubahan ASI menjadi darah putih dan encer serta terasa asin sehingga tidak segar lagi untuk dikonsumsi oleh anak. ASI yang terbentuk selama masa kehamilan merupakan kotoran dan bersifat basi. Berikut ini kutipan pernyataan partisipan: “air tetek itu kering, kering karena...apa di..jadi darah..darah putih…ndak baek mi itu toh air tetek sudah encer mi tidak seperti mi sebelumnya kental ki ee..apa di’kalau apa tu kalau istilahnya bahasa

Universitas Indonesia Praktek menyusui..., Bestfy Anitasari, FIKUI, 2012

63

indonesia ndak anu mi ndak segar mi itu tetek maksudnya ndak enak mi kayak sebelumnya (Dg.nurung)” “Anu mi lampassa (bentuknya menjadi cair, tidak kental) encer mi ndak enak mi, anu agak-agak asin-asin mi begitu (Dg.nurung)” ”bukan mi asi yang pas itu untuk dia, itu sudah ee..termasuk anu..kotoran karena itu kan kalau kita hamil pasti ada air susu keluar toh yah..semacam kotoran seperti ee..basi sudah basi tidak bisa mi lagi na tetek anak (Wati)” 4.2.4 Kondisi anak selama kehamilan Kondisi anak selama ibu menyusui dalam keadaan hamil dikelompokkan ke dalam empat kategori yaitu anak sepertinya lapar terus, menyusu menjadi lebih lama, anak masih minta susu botol, anak menangis dan gelisah. Berkurangnya jumlah ASI seiring dengan bertambahnya usia kehamilan berdampak pada kondisi anak yang merasa tidak kenyang setelah menyusu. Seperti ungkapan tiga orang partisipan berikut ini: “Makin lama dia menyusu, jadi kan kalau malam-malam sebelum hamilkan payudara penuh cepat tidurnya, saat hamil ini lama bisa berjam-jam tidak selesai-selesai menyusu, payudara dikeyot-keyot trus, karena sedikit jadinya susah tidur, kayak lapar trus (Ummu Nadia)”

Empat orang partisipan mengungkapkan bahwa anak bisa menyusu sampai berjam-jam karena air susu mulai berkurang. Contoh pernyataan tersebut sebagai berikut: “Kalau lamanya menyusu iya, lama biasa sampai 1 jam kan biasanya kalau airnya banyak paling 15-20 menit saja tapi sekarang lama menyusu (Ummi Nur)”

Dua orang partisipan mengungkapkan bahwa setelah selesai menyusu, anak masih meminta dibuatkan susu botol.

Universitas Indonesia Praktek menyusui..., Bestfy Anitasari, FIKUI, 2012

64

“anak saya itu habis setelah dia netek begitu trus habis itu saya buatkan susu minta juga dibuatkan susu juga…pas dia habis menyusu minta dibuatkan susu botol (Heni)” Perilaku lain yang ditunjukkan anak adalah menangis, gelisah dan tidak bisa tidur jika selesai menyusu pada ibu yang hamil disebabkan karena anak masih merasa lapar. Hal tersebut diungkapkan oleh satu orang partisipan berikut ini: “(anak) suka menangis, cengeng…anak-anak gelisah tidak mau tidur… pasti itu mau tidak mau lapar ki karena kurang mi toh air susunya (Dg.nurung).” 4.2.5 Sikap anggota keluarga yang lain Sikap yang ditunjukkan oleh anggota keluarga pada partisipan yang menyusui dalam keadaan hamil teridentifikasi dalam tiga kategori yaitu sikap suami, sikap orangtua dan reaksi orang sekitar.

Sikap suami terhadap partisipan antara lain mendukung tetap menyusui, menyerahkan keputusan untuk menyusui kepada ibu dan bersikap biasa. Suami memberikan dukungan penuh kepada ibu untuk tetap menyusui. Dukungan suami diwujudkan dalam bentuk perhatian kepada partisipan dengan membelikan makanan yang diinginkan, membantu mengurus anak dan membantu menjelaskan kepada keluarga tentang keputusan partisipan untuk tetap menyusui. Suami menyerahkan keputusan untuk menyusui kepada partisipan yang berarti bahwa partisipan bebas memilih apakah tetap menyusui atau berhenti. Walaupun demikian suami tetap memberikan perhatian kepada partisipan dengan membantu mengurus anak dan membelikan makanan untuk partisipan. Suami bersikap biasa saja melihat kondisi partisipan yang menyusui dalam keadaan hamil. Sikap suami sama saja baik jika partisipan hamil maupun tidak hamil yaitu tidak mau mengurus anak. “suami seperti itu juga mendukung saya menyusui selama hamil…Kalau dari suami yah anu apa namanya dia bilang kamu yang lebih tahu gimana baiknya kalau memang aman dengan disusui yah disusui saja (Heni)”

Universitas Indonesia Praktek menyusui..., Bestfy Anitasari, FIKUI, 2012

65

“Paling kalau ingin makanan apa dibelikan sama suami (Ummu Nadia)” “Kalau suami ku bilang ji terserah saya mau menyusui atau tidak, tidak apa-apa…dia (suami) bangun ji bikinkan anu..susu, dia ji yang bangun bikinkan susu, saya na suru ja istirahat toh karena capek ka kalau pagi (Wati)” “dia (suami) itu bisanya bikin saja, tidak mau urus anaknya (Dg.nurung)” Sikap yang ditunjukkan oleh orang tua antara lain menyerahkan keputusan untuk menyusui kepada ibu, tidak keberatan, melarang ibu menyusui, menyarankan anak disapih, menyenangkan ibu, membantu menjaga cucu dan memberi saran. Partisipan memiliki kebebasan dalam mengambil keputusan dan apapun keputusan yang diambil akan mendapat dukungan dari orang tua kandung. Sikap tidak keberatan dengan keputusan untuk tetap menyusui ditunjukkan oleh orang tua. Akan tetapi ada juga orang tua yang melarang untuk menyusui dengan alasan akan menganggu pertumbuhan anak dan adanya rasa kasihan pada anak. Kondisi ASI yang diproduksi selama kehamilan tidak lagi sesuai untuk dikonsumsi anak menjadi alasan orang tua suami menyarankan agar anak disapih. Orang tua menyenangkan partisipan dengan cara memasakkan makanan yang disukai. Membantu menjaga anak merupakan bentuk dukungan orang tua kepada partisipan. orang tua menyarankan partisipan agar kuat makan karena sedang menyusui anak “Mereka bilangnya (orang tua kandung) tidak apa-apa terserah dari saya kalau anaknya masih mau asi yah kasih kalau tidak mau juga tidak apa-apa jadi maksudnya orang tua tidak menganjurkan untuk menyusui tidak dilarang juga jadi netral lah mereka (Ummu Nadia)” “Tidak keberatan ji orang tuaku yang penting sehat bisa i ki kuat menyusui si bayi, tidak keberatan (Ida)” “Maksudnya itu anaknya pertumbuhannya kurang, kurus, begitu jadi biasa neneknya marah, bilang si kecil itu tidak sehat kalau dikasih tetek na hamil ibunya, janganmi kasih tetek lagi (Nia).”

Universitas Indonesia Praktek menyusui..., Bestfy Anitasari, FIKUI, 2012

66

“Paling keluarga yah mertua (perempuan) katanya kalau sudah hamil tidak baik lagi asinya jadi katanya disapih saja tapi saya tidak mau. Paling itu saja dari keluarga (Ummu Nadia)” “Paling orang tua masak apa kalau mau makanan dimasakkan makanan yang dimau, itu saja (Ummu Nadia)” “bantuan dari keluarga, keluarga, orang tua ku juga mengerti, dibantu digendong (bayi yang disusui) semuanya apa, dibawa jalan-jalan di kasih makan (Ummi Nur)” “(orang tua)..Beri saran …Bilang kalau sudah kasih tetek anakmu makan ko seng jangan lemes makan jangan malas kuatko makan (Ida)” Berbagai sikap yang ditunjukkan oleh orang sekitar terkait dengan kondisi partisipan yang menyusui dalam kondisi hamil. Akan tetapi secara umum, orang sekitar menentang jika ibu hamil tetap menyusui dan terkesan menyalahkan serta mengejek ibu yang hamil dalam masa menyusui. Semua orang berpendapat bahwa menyusui selama kehamilan akan berdampak buruk pada kondisi ibu, anak dan janin. Ibu akan tersiksa karena tetap menyusui selama hamil. Anak akan mengalami gangguan pertumbuhan karena ASI yang diberikan sudah berubah menjadi darah, sedangkan janin akan mengalami masalah. Berbagai tanggapan dilontarkan oleh orang sekitar terkait kondisi ibu yang hamil lagi sementara masih dalam masa menyusui. Mulai dari menyalahkan ibu, mengejek dan menertawakan ibu. Hal tersebut diungkapkan oleh tiga orang partisipan, seperti contoh kutipan berikut ini: “iyaa kata orang itu kalau kita menyusui sementara hamil itu tidak baik karena katanya air tetek itu sudah darah …Itu dia (tetangga) bilang tidak usah dikasih netek anaknya itu kasian anakmu, kurus nanti...badan anak itu tidak apa itu..pertumbuhannya menurun karena terganggu toh, terganggu karena dia punya apa itu dia punya saingan di dalam jadi kalau saya dengar orang bilang itu, coba kasih berhenti anaknya menetek soalnya itu biar kau kasih menetek pertumbuhan anakmu itu tidak maksudnya itu tidak memungkinkan jadi tidak sehat (Nia)”

Universitas Indonesia Praktek menyusui..., Bestfy Anitasari, FIKUI, 2012

67

“ihh anakmu masih kecil itu kenapa ko hamil lagi...kasianmu itu, kenapako tidak KB,jangan ko mau ikiti sja perintahnya suamimu, bicarako juga jangan nadekat-dekat jaraknya anakmu..kasianmu itu (Ummi Nur)” “Kalau mereka (tetangga) menyarankan untuk harus disapih (Ummu Nadia)”

4.2.6 Sikap petugas kesehatan Tema sikap petugas kesehatan teridentifikasi dalam lima kategori yaitu dokter mendukung, dokter menyarankan penyapihan, dokter melarang, bidan melarang dan bidan mendukung. Berdasarkan data ini disimpulkan bahwa petugas kesehatan tidak konsisten dalam menyikapi tindakan ibu menyusui dalam masa kehamilan.

Dua orang partisipan mengungkapkan bahwa dokter mengatakan boleh tetap menyusui karena tidak ada masalah, seperti kutipan pernyataan berikut ini: “Dokter bilang tidak apa-apa lanjutkan saja menyusui (Ummu Nadia)” Dokter menyarankan untuk menyapih jika partisipan dalam kondisi hamil karena dapat mengganggu pertumbuhan janin. Hal tersebut diungkapkan oleh satu orang partisipan sebagai berikut: “dokter yang lain itu yah sebenernya sih lebih bagusnya di ini apa bu disapih karena ibu sekarang sudah hamil nanti mengganggu pertumbuhan janinnya (Heni).” Ada dokter yang mendukung ada juga yang melarang partisipan untuk melanjutkan menyusui dalam kondisi hamil. Alasan dokter melarang bahwa ASI yang diproduksi saat hamil bersifat basi dan bisa menimbulkan penyakit jika dikonsumsi oleh anak. Hal tersebut diungkapkan oleh partisipan seperti berikut ini:

Universitas Indonesia Praktek menyusui..., Bestfy Anitasari, FIKUI, 2012

68

“Ada pernah tanyakan (menginformasikan), eee..dokter mungkin, dokter kalau tidak salah, jangan ko kasih tetek anak mu kalau kau dalam keadaan hamil karena itu air tetek bukan air tetek asi bagus mi, sudah anu katanya itu karena bergetah toh, sudah kayak anu basi, biasa anakanak sakit, biasa beng dia (dokter) bilang mencret (Wati)” Petugas kesehatan selain dokter yang melarang partisipan untuk menyusui adalah bidan. Bidan mengatakan bahwa ASI yang diisap adalah darah, bukan ASI yang sebenarnya. ASI seperti itu dapat mengganggu kesehatan anak sehingga sebaiknya anak diberikan susu botol. Hal tersebut menjadi dasar bagi para bidan untuk melarang partisipan menyusui dalam kondisi hamil, seperti kutipan pernyataan satu orang partisipan berikut ini: ”dia (bidan) anu toh dia bilang, jangan ki kasih tetek lagi anak ta karena anu mi itu karena biar lagi menetek itu anak ta tidak ada mi juga isinya karena darah mi itu na isap (Dg.nurung)” Tidak semua bidan melarang partisipan menyusui, ada juga bidan yang mendukung partisipan untuk tetap menyusui dalam keadaan hamil dengan mengatakan bahwa tidak ada masalah jika ingin melanjutkan menyusui bahkan sampai kelahiran bayi, seperti diungkapkan oleh dua orang partisipan berikut ini: “bidan di luar di puskesmas katanya tidak apa-apa, bisa menyusui sampai melahirkan…Mereka (bidan) bilang tidak apa-apa, tidak apaapa kasih menyusui saja tidak ada gangguan apa-apa, jadi saya lanjutkan saja…(bidan) tidak apa-apa ji biarmi kasih menyusui sampai melahirkan (Nia)”. 4.2.7 Keinginan ibu terhadap orang lain Keinginan ibu terhadap orang lain teridentifikasi dalam dua kategori yaitu keinginan ibu terhadap anggota keluarga dan keinginan ibu terhadap petugas kesehatan

Harapan partisipan terhadap anggota keluarga antara lain ingin mendapatkan informasi, ingin dimotivasi untuk tetap menyusui, ingin dilayani dan ingin dibantu. Partisipan sangat mengharapkan adanya sumbangsih informasi dari anggota keluarga agar dapat tetap menyusui. Adanya motivasi untuk tetap

Universitas Indonesia Praktek menyusui..., Bestfy Anitasari, FIKUI, 2012

69

menyusui yang diberikan oleh suami sangat diharapkan oleh partisipan. Selain ingin diberikan informasi dan motivasi, partisipan juga menginginkan dilayani oleh keluarga selama menyusui dengan cara disediakan makanan yang dapat meningkatkan

produksi

ASI.

Selama

menjalani

kehamilan,

partisipan

menginginkan adanya partisipasi anggota keluarga dalam merawat dan mengasuh anak sehingga beban kerja rumah tangga partisipan berkurang, seperti dinyatakan berikut ini: “dengan sumbangsih kayak apa..ide-ide untuk supaya asinya banyak atau apa toh dia bisa bantu lewat ohh..iya makan ini supaya banyak asinya toh (Ummi Nur)” “suami kasih motivasi toh hal seperti itu mi dorongan motivasi maksudnya ko ini lebih apa istilahnya mungkin lebih bermanfaat ee...bermanfaat untuk ee..si anak toh yang pertama (anak yang disusui), kayak gitu ji dorongan-dorongan semangat untuk tetap menyusui mungkin (Ummi Nur)” “Maunya neneknya nadia… bantu saya menjaga nadia di rumah bukannya dititipkan sama orang lain, sengaja dijauhkan dari saya (Ummu Nadia)” “Maunya saya itu bapaknya bantui saya di rumah masak, mencuci baju tapi mau diapa karena dia tidak tahu, tahunya dia ganti baju saja, jadi tidak bisa bantu saya kerja rumah tangga (Nia)” Keinginan ibu terhadap petugas kesehatan antara lain ingin diberi obat dari petugas kesehatan, ingin mendapatkan informasi dari petugas kesehatan, ingin pemeriksaan kesehatan dan ingin bantuan makanan. Partisipan menginginkan obat yang berbeda dari petugas kesehatan yaitu ada yang menginginkan suplemen untuk meningkatkan nafsu makan, sedangkan yang lain menginginkan obat untuk menghentikan anak menyusu. Partisipan juga menginginkan adanya informasi dari petugas kesehatan terkait menyusui dalam masa kehamilan agar dapat merasa tenang dan tahu terkait kondisinya. Informasi yang diinginkan antara lain dampaknya, cara menghentikan anak menyusu, cara agar kuat makan. Partisipan juga menginginkan adanya pemeriksaan kesehatan tiap bulan bagi anak dan ibunya. Bantuan lain yang diharapkan oleh partisipan

Universitas Indonesia Praktek menyusui..., Bestfy Anitasari, FIKUI, 2012

70

adalah pembagian susu formula untuk anak dan susu untuk ibu untuk memenuhi kebutuhan nutrisi Berikut ini kutipan pernyataan partisipan: “Maunya sih kemarin kan susah makan maunya di kasih suplemen apa biar selama kehamilan makannya bisa bagus, tapi tidak diberikan (Ummu Nadia)” “Kalau dari petugas kesehatan memberikan informasi yang betul tentang kondisi ibu menyusui selama kehamilan (Heni)” “Bantu memeriksa kesehatan si bayi toh dengan ibunya tiap bulan (Ida)” “Berikan bantuan semacam susu, ee...makanan…berikan anu apa..berikan formula bagi si bayi dengan ibunya buat nutrisinya kita (Ida)” 4.2.8 Kebiasaan makan ibu saat menyusui dalam keadaan hamil Tema kebiasaan makan ibu saat menyusui dalam keadaan hamil dibentuk dari enam kategori yaitu jarang makan, kuat makan, malas makan, makan seperti sebelum hamil, makan sedikit-sedikit tapi sering dan menyuplai nutrisi lebih banyak. Dua orang partisipan mengalami gangguan makan di awal-awal kehamilan seperti mual muntah yang lebih berat dari kehamilan sebelumnya, sehingga terdapat penurunan nafsu makan yang mengakibatkan partisipan menjadi lemas, seperti kutipan pernyataan berikut ini: “Mual muntah, jadi jarang makan…Saya tidak bisa makan buah, sayur, minum air rasanya tidak enak, makan nasi sedikit paling 2 sendok makan sehari jadi total saya tidur saja, pada saat itu paling yah malam-malam saja sebelum tidur saya makan karena lemes sekali...waktu hamil pertama saya mual muntah juga tapi kayaknya lebih parah yang ini, kalau dulu itu masih mau ji makan yang berkuah-berkuah kayak sup sama nasi kalau siang mi toh..masih bisa bergerak , jalan-jalan tapi kalau sekarang..loyo sekali ku rasa jadi jarang makan (Ummu Nadia)”.

Universitas Indonesia Praktek menyusui..., Bestfy Anitasari, FIKUI, 2012

71

Kondisi yang berbeda dialami oleh tiga orang partisipan yang tidak memiliki masalah makan. Ketiga partisipan mengungkapkan bahwa porsi makan mereka lebih banyak jika dibandingkan dengan kondisi kehamilan tanpa menyusui. Hal tersebut terungkap dari pernyataan berikut ini: “Balala ka…Kuat ka makan…Sembarang ku makan...saya itu setiap hamil pasti kuat makan..semua kehamilanku dulu kuat semua ka makan biar yang tidak menetek ka...yang beda itu hanya makanan ngidam ku..biasa makanan yang pedis-pedis, mie instan, bakso...pokoknya itu tiap hamil ka beda-beda makanan ngidamku...kurasa toh kalau pas menetek juga anakku (kehamilan ke-10) kayaknya lebih banyak memang ku makan, mau makan terus, habis kasih tetek makan lagi, bangun tidur makan lagi (Dg.nurung)”. Akan tetapi hal berbeda diungkapkan oleh partisipan yang lain bahwa malas makan merupakan kondisi yang dialaminya terutama jika makanan tersebut adalah makan ayang dibuat di rumah. Partisipan hanya ingin memakan makanan dari warung, seperti diungkapkan berikut ini: “sekarang malas makan baru menetek i yang pertama…Mungkin pengaruh bayi (janin), malas makan nasi baru..sering mau makanmakanan di luar (warung) kalau makanan di rumah tidak mau…cuma ndak makan nasi itu nya i saja di makan, lauknya ji dimakan (Ida)” Satu orang partisipan mengungkapkan bahwa kebiasaan makannya tidak memiliki perbedaan antara sebelum hamil dan pada saat hamil, seperti diungkapkan berikut ini: “Kalau saya tidak pernah ji kurasa kuat makan…Saya itu 2 kali satu hari makan…Sepiring saja seperti biasa (sebelum hamil)..setiap hamilka begituji tidak pernahka kurasa kuat makan (Wati)”. Partisipan makan sedikit-sedikit tetapi sering sebagai upaya untuk melawan kondisi malas makan yang dialaminya, seperti ungkapan berikut ini: “Kan malas makan cuman kita yang rasa tapi tidak boleh dituruti itu maunya itu leher, sekali-kali makan, sebentar makan lagi yang penting anu ki sering-sering ji masuk cuman sering makan lagi sebentar makan

Universitas Indonesia Praktek menyusui..., Bestfy Anitasari, FIKUI, 2012

72

lagi. Iya tapi sedikit-sedikit toh supaya mau turun kan biasanya makan ta 3 piring itu sekarang 1 sendok makan saja yang penting ada, tetapi sering-sering, sebentar pergi lagi ambil makan (Ida)” Kesadaran akan pentingnya nutrisi selama menyusui dalam keadaan hamil menjadikan satu orang partisipan berusaha menyuplai nutrisi lebih banyak tanpa melupakan komposisi yang cukup. Pernyataan ini terungkap dalam kutipan dibawah ini: “…saya harus mensuplai nutrisi lebih banyak…maksudnya saya makan dari segi komposisinya cukup ada nasi ada sayur ada l auk, ada buahnya trus airnya cukup… kan hamil sambil menyusui bisa jadi satu setengah piring, kalau biasanya 3 kali bisa jadi saya 5 kali (Heni)” 4.2.9 Sikap ibu terhadap orang lain tentang menyusui Tema sikap ibu teridentifikasi dari dua kategori yaitu tetap pada pendirian dan tidak perduli.

Partisipan yang bersikeras untuk tetap menyusui berupaya menyuplai nutrisi lebih banyak selama kehamilan dengan keyakinan bahwa anak tidak akan kekurangan zat nutrisi walaupun harus berbagi dengan janin, seperti diungkapkan di bawah ini: ”kalau saya sih tetap pokoknya menyusui…saya tetap bersikeras dengan pendirian (tetap menyusui) saya asal suplai makanan bisa masuk saya bisa memenuhi insya allah tidak ada masalah” Dua orang partisipan mengungkapkan ketidakpedulian mereka pada reaksi orang terdekat yang tidak setuju dengan keputusan partisipan tetap menyusui. Hal tersebut tercantum dalam pernyataan partisipan berikut ini: “Saya tidak perdulikan mau di apa, tidak perdulikan dia mau marah mau apa, saya orang cuek yang rasakan saya (Nia)”

Universitas Indonesia Praktek menyusui..., Bestfy Anitasari, FIKUI, 2012

73

4.2.10 Kehamilan yang tidak direncanakan Tema kehamilan yang tidak direncanakan dibentuk dari kategori tidak menggunakan kontrasepsi. Kehamilan yang terjadi dalam masa menyusui pada umumnya tidak direncanakan oleh partisipan. Partisipan pada umumnya menyadari bahwa jika tidak ber-KB maka kemungkinan untuk hamil sangat besar. Akan tetapi hal tersebut tidak serta merta membuat mereka untuk menggunakan kontrasepsi dengan tepat karena beberapa hal antara lain keputusan untuk berKB diserahkan kepada ibu, mengikuti ajaran agama, suami tidak mau berpartisipasi menggunakan alat kontrasepsi, lupa menggunakan, belum sempat menggunakan dan takut menggunakan serta jarang kumpul dengan suami. Hal tersebut seperti diungkapkan partisipan berikut ini: “...dalam keluarga saya tidak ada yang pake KB...tidak ada juga larangan ber-KB dalam keluarga saya begitu juga keluarga suami saya...jadi terserah saya mau pake atau tidak (Ummu Nadia)” “Saya tidak ber-KB...tidak adaji larangan untuk ber-KB di keluargaku sama keluarga suamiku, di agama kan (islam) sebenarnya dilarangki pake KB toh kan baru satu ji juga jadi kenapa saya harus cepat-cepat ber-KB na..di agama juga tidak dilarangki banyak anak ..karena banyak anak banyak rejeki toh..(tertawa) (Ummi Nur)” “Kalau cara yang lain kayak kondom (tertawa)...tidak mau memangmi suamiku pake begituan (kondom)...katanya tidak enak mengganggu kenikmatan katanya (Dg.nurung)” “pernah jika KB tapi itu KB kadang-kadang biasa kalau pil di pakai dilupa kadang biasa itu di lupa jadi kadang biasa dilupa tapi kadang biasa tidak di lupa tapi capekki, capekki untuk konsumsi kembali jadi kadang ku bilang besok pi de ku minum kadang kulupa ki lagi jadi kadang biasa 3 hari, 3 hari tidak kuminum, 3 hari lagi baru kuminum 3 pil kuminum itumi biasa tinggal (hamil) (Wati)” “Rencana ku itu mau pake suntikan 3 bulan kalau 7 bulan mi umurnya ini anak, jadi saya tunggu mi haid ku itu waktu umur 7 bulan ini tapi tidak haid-haid ka makanya saya tunggu bulan depannya lagi tidak haidhaid ka juga, jadi ku tes mi ternyata hamil ka (Ida)”

Universitas Indonesia Praktek menyusui..., Bestfy Anitasari, FIKUI, 2012

74

“ Tidak bisaka pake yang begitu (suntikan dan pil) karena ini kau lihat e, varises ku banyak sampai di paha, na bilang bu bidan tambah parah itu (varisese) kalau pake ka suntikan atau pil, jadi takutka pake i (Dg.nurung)” “Saya tidak ber-KB mungkin ini mi konsekuensinya kalau tidak ber KB kemungkinan kita juga tidak tahu terlalu tahu pi masa subur masa tidak subur ta kita apalagi saya tidak terlalu anu ki tidak terlalu memperhatikan yang seperti itu apalagi suamiku toh tidak selalu samasama biasa satu minggu pi baru sama –sama jadi seperti itu mi, tidak berfikirka untuk ber-KB (ummi nur)”

4.2.11 Sikap ibu terhadap kehamilan Jarak antara kehamilan yang dekat menimbulkan berbagai reaksi dari partisipan. Reaksi dalam bentuk sikap terhadap adanya kehamilan yang baru dibentuk dari empat kategori yaitu malu karena hamil, rasa khawatir dan tidak siap menerima kehamilan, mensyukuri kehamilan dan menerima setelah beberapa waktu.

Perasaan malu karena hamil lagi sehingga tidak memeriksakan kehamilan ke petugas kesehatan diungkapkan oleh tiga orang partisipan seperti berikut ini: “Tidak kucerita ke bidan kalau menyusui ka na sementara hamilka karena malu-malu ka…Biasa na marah i (bidan) ki kalau masih kecil anak na hamil ki lagi…saya malu-malu pergi periksa karena na tahu ki bilang baru-baru sudah melahirkan malu-maluki (Wati)” Jarak antara kehamilan yang dekat menimbulkan perasaan khawatir dalam diri partisipan terkait dengan kondisi anak dan munculnya perasaan tidak siap menghadapi kehamilan seperti diungkapkan oleh tiga orang partisipan berikut ini: “Yang pertama sih ada perasaan masih ini...karena mungkin jaraknya terlalu singkat dari anak pertama ini trus kehamilan kedua memang agak sedikit ee...kurang persiapan toh istilahnya masih..masih trauma dengan kehamilan pertama jadi pas hamil yang kedua ada sempat rasa kayak bagaimana di’ kayak khaWatir trus merasa ji kayak ..kayak belum siap dengan kehamilan kedua (Ummi Nur)”

Universitas Indonesia Praktek menyusui..., Bestfy Anitasari, FIKUI, 2012

75

Rasa syukur diungkapkan oleh enam orang partisipan atas kehamilannya dengan menyatakan bahwa kehamilan adalah rejeki dari Yang Maha Esa. Berikut ini contoh kutipan pernyataannya: “hamil lagi bukan masalah malahan senang sekali bisa punya anak lagi walaupun yang terakhir masih menyusu, anugrah dari Tuhan bisa cepat hamil dan punya anak lagi, suami juga bilang kalau sudah hamil disyukuri (Heni)” Seiring dengan berjalannya waktu, tiga orang partisipan akhirnya pasrah menerima kehamilannya, seperti contoh kutipan pernyataan berikut ini: “Kemudian dengan proses berjalannya waktu bisa mi menerima keadaan hamil mi ini mau tidak mau harus dihadapi toh, begitu ji (Ummi Nur)”

Universitas Indonesia Praktek menyusui..., Bestfy Anitasari, FIKUI, 2012

76

Skema 4.2 : Interpretasi peneliti tentang keputusan menyusui dalam masa kehamilan di kalangan wanita di Kota Makassar

Penelitian ini menemukan bahwa petugas kesehatan diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan yang berhubungan dengan menyusui dalam masa kehamilan sehingga dapat memberikan dukungan dalam bentuk informasi, fisik, emosional dan perhatian kepada ibu dan anggota keluarga sebagai bagian dari sosial support ibu. Dukungan tersebut dapat membantu ibu untuk menjadi lebih tenang dan dapat mengambil keputusan yang tepat untuk dirinya, apakah tetap melanjutkan untuk menyusui atau menyapih anaknya. Pentingnya dukungan diberikan kepada ibu karena penelitian ini mengidentifikasi bahwa urusan mengasuh dan merawat anak adalah hampir sepenuhnya merupakan tanggung jawab seorang ibu. Ibu menjadi figur utama yang harus memutuskan sendiri apa yang harus dilakukannya. Adanya kehamilan yang baru dalam masa menyusui akibat dari tidak menggunakan kontrasepsi dalam masa menyusui merupakan suatu kondisi yang menempatkan ibu dalam suatu dilema.

Universitas Indonesia Praktek menyusui..., Bestfy Anitasari, FIKUI, 2012

77

Jika ibu hamil melanjutkan menyusui anaknya, maka dirinya akan terpapar pada kondisi

ketidaknyamanan

baik

fisik

maupun

psikologis

yang

dapat

mempengaruhi janin dan komposisi ASI. Akan tetapi jika memilih untuk berhenti menyusui berarti ibu tidak melaksanakan kewajibannya untuk memenuhi hak anak yang belum berusia dua tahun atas ASI. Hal tersebut dapat berdampak pada gangguan pertumbuhan dan perkembangan anak. Sehingga dukungan dari seluruh anggota keluarga, kerabat dekat dan petugas kesehatan sangat diperlukan oleh ibu.

Universitas Indonesia Praktek menyusui..., Bestfy Anitasari, FIKUI, 2012

78

BAB 5 PEMBAHASAN

Bagian ini menjelaskan tentang interpretasi hasil penelitian, keterbatasan penelitian dan berbagai implikasinya bagi keperawatan. Interpretasi hasil penelitian dilakukan dengan cara membandingkan hasil temuan penelitian dengan literature pendukung ataupun hasil penelitian sebelumnya. Berbagai konsep dan teori yang terkait dengan hasil-hasil penelitian juga digunakan untuk melengkapi pembahasan interpretasi hasil. Keterbatasan penelitian berisi tentang alasanalasan rasional yang membandingkan proses penelitian yang dilakukan dengan kondisi ideal yang harus dicapai. Sementara implikasi berisi tentang dampak dari temuan penelitian terhadap pengembangan pelayanan, pendidikan, dan penelitian keperawatan.

5.1 Interpretasi Hasil Penelitian Tema yang telah teridentifikasi akan dibahas secara rinci dengan membandingkan hasil penelitian dengan konsep teori dan berbagai hasil penelitian sebelumnya yang terkait dengan hasil penelitian ini sebagai berikut:

5.1.1 Dilema Ibu Menyusui Dalam Masa Kehamilan Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar ibu yang menyusui dalam masa kehamilan, kesulitan dalam mengambil keputusan karena mengalami dilema antara ingin tetap memberikan ASI sebagai hak anak agar dapat berkembang dengan optimal dan memenuhi keinginan anak yang masih tetap ingin menyusu sedangkan di sisi lain, adanya keinginan ibu untuk berhenti menyusui karena berbagai resiko yang dirasakannya dan juga tidak adanya faktor pendukung yang dapat menguatkan ibu untuk tetap melanjutkan menyusui dalam masa kehamilan. Pengambil keputusan yang sukses adalah “seseorang yang memiliki keinginan dan kemampuan untuk membuat keputusan yang berkualitas tanpa adanya kekacauan mental atau emosi” (Marquis & Huston, 2003).

Universitas Indonesia Praktek menyusui..., Bestfy Anitasari, FIKUI, 2012

79

Pengambilan keputusan pemberian ASI dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor anak, faktor ibu, informasi yang diperoleh ibu, keluarga dan orang sekitar, petugas kesehatan dan sosial budaya (Riordan & Wambach, 2010). Temuan dari penelitian ini didapatkan bahwa kondisi anak menjadi faktor utama yang mendasari keputusan sebagian besar ibu untuk tetap menyusui walaupun dalam kondisi hamil disamping kondisi ibu dan kondisi sosial ekonomi keluarga.

Anak masih memerlukan ASI karena belum berusia dua tahun dan ASI merupakan hak asazi yang harus dipenuhi orang tua agar anak berkembang dengan baik sehingga ibu merasa kasihan jika harus menghentikan proses menyusui. Keinginan anak untuk tetap menyusu walaupun telah dilakukan upaya penyapihan juga merupakan kondisi anak yang mendasari keputusan ibu untuk tetap menyusui. Hasil serupa juga ditemukan pada penelitian yang dilakukan oleh Oliveros dkk (1999) yang mendapatkan bahwa kondisi anak yang tetap ingin menyusu walaupun telah dilakukan upaya penyapihan menjadi alasan ibu untuk tetap menyusui. Pada penelitian Oliveros dkk itu juga didapatkan bahwa penyapihan yang dilakukan memiliki dampak psikologis yang mempengaruhi kondisi fisik anak yaitu dapat menyebabkan kelemahan dan rentan mendapat penyakit infeksi (Oliveros dkk, 1999).

Alasan lain yang dikemukakan ibu adalah karena pada kehamilan saat ini, ibu tidak beresiko untuk mengalami keguguran walaupun tetap menyusui dikarenakan kondisi kehamilan yang sehat dan pada kehamilan sebelumnya tidak mengalami masalah. Pada penelitian ini juga, tidak ada partisipan yang melaporkan terjadinya kontraksi pada saat menyusui. Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian Moscona & Moore (1993) didapatkan sebanyak 93% ibu hamil tidak mengalami kontraksi selama menyusui.

Menurut Flower (2003) salah satu syarat agar ibu hamil dapat melanjutkan menyusui adalah kondisi kehamilan yang normal dan sehat, tanpa riwayat keguguran pada 20 minggu pertama atau persalinan premature setelah 20 minggu. Secara fisiologis, pada uterus terdapat sel-sel yang akan mendeteksi keberadaan

Universitas Indonesia Praktek menyusui..., Bestfy Anitasari, FIKUI, 2012

80

hormon oksitosin dalam saluran darah dan kemudian akan menyebabkan kontraksi uterus. Sel ini dinamakan oxytocin receptors sites. Sebelum usia kehamilan 38 mingu, jumlah sel-sel ini sedikit dan tersebar di dalam uterus. Jika usia kehamilan belum mencapai aterm maka stimulasi pada putting tidak akan menyebabkan kontraksi yang menyebabkan keguguran (Gimpl & Fahrenholz, 2001; Vrachnis dkk, 2011; Mesiano, Wang & Norwitz, 2011).

Pada penelitian ini didapatkan bahwa ibu hamil dengan tingkat sosial ekonomi yang rendah lebih memilih untuk tetap melanjutkan menyusui anaknya yang telah berusia 10 bulan. Hal tersebut sesuai dengan penelitian di India yang dilakukan didaerah dengan tingkat sosial ekonomi rendah didapatkan bahwa sepertiga wanita di populasi tersebut menyusui pada saat hamil (Ramachandran, 2002).

Menyusui dalam masa kehamilan umumnya terjadi di wilayah dengan tingkat sosial ekonomi yang rendah (Marquis dkk, 2002). Status sosial ekonomi secara luas diakui sebagai faktor penting dalam menentukan baik inisiasi dan durasi menyusui (Barton, 2001) meskipun arah korelasi dapat saling berlawanan yaitu ibu dengan tingkat sosial ekonomi yang rendah berpotensi mengalami durasi menyusui yang singkat kurang dari enam bulan jika dibandingkan dengan ibu yang tingkat sosial ekonominya tinggi. Ibu-ibu dari keluarga berpendapatan rendah kebanyakan adalah berpendidikan lebih rendah dan memiliki akses terhadap informasi kesehatan lebih terbatas dibanding ibu-ibu dari keluarga berpendapatan tinggi, sehingga pemahaman mereka untuk memberikan ASI menjadi rendah. Disamping itu, status sosial ekonomi keluarga dapat mempengaruhi kemampuan keluarga untuk memproduksi dan atau membeli pangan (Hanson dkk, 2003). Pada penelitian ini, ibu tidak memberikan susu formula karena kondisi keuangan keluarga yang minim.

Faktor keuangan merupakan salah satu penyebab ketidakmampuan perempuan dalam mengambil keputusan. Penelitian yang dilakukan Women development (2000) mengungkapkan bahwa suara perempuan tidak akan didengar dalam keluarga, apalagi jika perempuan tersebut tidak ikut menopang ekonomi keluarga

Universitas Indonesia Praktek menyusui..., Bestfy Anitasari, FIKUI, 2012

81

(Dwiyanto, 2001). Ditinjau dari hirarki pengambilan keputusan di keluarga, berdasarkan penelitian Setyowati (2003), perempuan berada pada tingkatan paling bawah. Pengambil keputusan utama adalah orangtua, mertua dan suami. Pada penelitian ini, partisipan didominasi oleh ibu rumah tangga.

Berbagai hal dikemukan ibu sebagai alasan untuk tetap menyusui. Beberapa alasan tersebut sejalan dengan sikap yang ditunjukkan oleh ibu yaitu berupaya agar proses menyusui dapat optimal walaupun dalam kondisi hamil. Akan tetapi pada sebagian besar ibu, alasan tersebut bertentangan dengan keinginannya yaitu berhenti menyusui karena ingin menjaga kondisi kehamilannya tetap sehat sehingga sesungguhnya ibu menyusui dalam kondisi terpaksa. Kondisi keterpaksaan menyusui yang dilakukan oleh ibu, mendorongnya untuk melakukan beberapa upaya penyapihan. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Flower (2003) bahwa adanya kehamilan yang baru merupakan alasan bagi sebagian ibu yang menyusui untuk melakukan penyapihan.

Sikap menjadi faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan ibu. Hasil penelitian Zhou, dkk (2010) menemukan bahwa sikap ibu yang tidak ingin menyusui merupakan faktor paling dominan terhadap perilaku tidak menyusui. Akan tetapi pada penelitian ini didapatkan bahwa sikap ibu yang tidak ingin menyusui tidak diikuti dengan perilakunya berhenti menyusui. Ibu tetap menyusui anaknya. Adanya perbedaan ini dapat disebabkan karena temuan fakta terkait menyusui dalam masa kehamilan masih kurang sehingga informasi yang didapatkan oleh ibu terbatas. Hal tersebut menjadikan ibu bimbang antara tetap menyusui atau berhenti menyusui. Menurut Marquis dan Huston (2003), bahwa kurangnya temuan fakta yang diperoleh dari sumber yang berwenang menjadi penghambat pengambilan keputusan yang tepat.

Banyak faktor yang menjadi penyebab ketidakberdayaan perempuan dalam mengambil keputusan antara lain pengaruh gender yang berbeda di setiap budaya yang mana hampir semua budaya menunjukkan bahwa perempuan memiliki status yang lebih rendah dari pria utamanya dalam hal status ekonomi dan tingkat

Universitas Indonesia Praktek menyusui..., Bestfy Anitasari, FIKUI, 2012

82

pendidikan (Fischman, Wick & Koenig, 1999). Sedangkan dalam lingkungan keluarga terdapat anggapan bahwa suamilah yang harus dihormati dalam pengambilan keputusan karena sudah berlaku umum dalam masyarakat serta dianut secara turun temurun (Sriudiyani, 2005).

Ibu dengan pandangan positif bahwa ASI pada saat hamil tidak berbahaya lebih cenderung memutuskan untuk melanjutkan pemberian ASI, sementara mereka dengan pandangan negatif memilih untuk menyapih atau setidaknya upaya untuk menyapih (Feldman & Victoria, 2000 dan Flower, 2003). Penyapihan merupakan suatu proses berhentinya masa menyusui secara bertahap atau sekaligus. Proses tersebut dapat disebabkan oleh berhentinya sang anak dari menyusu pada ibunya atau bisa juga berhentinya sang ibu untuk menyusui anaknya atau bisa juga keduanya dengan berbagai alasan. Selama penyapihan dapat terjadi kesulitan karena ketidakmampuan anak menghadapi penyapihan (Bohler & Ingstad, 1996 dan Oliveros dkk, 1999).

Penyapihan dilakukan melalui strategi penyapihan secara bertahap, menghindari penyapihan secara mendadak serta lebih mengenali tingkat kemampuan anak menghadapi

penyapihan.

Ada

dua

macam

penyapihan

yaitu

mutual

weaning/natural weaning (tidak memaksa dan mengikuti tahapan perkembangan anak) dan mother led weaning (ibu yang menentukan kapan saat menyapih anaknya). Mother led weaning biasanya dilakukan karena beberapa alasan yaitu adanya kehamilan lagi dan kondisi kesehatan atas saran dan anjuran dokter untuk menghentikan pemberian ASI (Judarwanto, 2009).

Cara penyapihan yang benar menurut Judarwanto (2009) adalah mengurangi frekuensi menyusui secara bertahap, menyapih sebaiknya dimulai pada saat anak berusia di atas dua tahun. Sedangkan beberapa ahli menyarankan agar pada saat menyapih sebaiknya hindari menyapih anak dari menyusui ke botol susu, jangan menyapih secara mendadak dan langsung, jangan menipu anak dengan cara mengoleskan bahan-bahan yang rasanya pahit seperti jamu atau kopi di putting payudara atau apapun yang membuat rasanya tidak nyaman (Li dkk, 2008; Maier,

Universitas Indonesia Praktek menyusui..., Bestfy Anitasari, FIKUI, 2012

83

Chabanet & Schaal, 2008). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pada awalnya mungkin anak tidak suka tetapi lama kelamaan anak bisa menikmatinya dan malah tergantung pada rasa tersebut. Dampak jangka panjang yang mungkin terjadi adalah munculnya kepribadian yang ambivalen dalam arti anak tidak mengerti apakah ibu sebetulnya mencintainya atau tidak. Ibu masih memberi ASI tapi rasanya tidak seperti biasa, jadi pahit. Cara salah yang lain adalah menitipkan anak ke orang lain. Kehilangan ASI sudah cukup menyakitkan, apalagi ditambah kehilangan figure ibu. Anak kecil umumnya belum memiliki kemampuan adaptasi yang baik, sehingga kemungkinan anak merasa ditinggalkan.

Penelitian ini menunjukkan usaha penyapihan yang dilakukan oleh ibu didominasi oleh cara penyapihan yang salah. Partisipan melakukan penyapihan dengan cara yang mendadak tanpa memperhatikan kondisi anak. Penyapihan dilakukan dengan alasan menyusui mengganggu kesehatan fisik dan psikologis ibu. Penting diketahui oleh ibu bahwa menyusui tidak perlu ditambah atau diganti dengan makanan lain sebelum usia anak enam bulan dan makanan serta cairan yang diberikan setelah enam bulan merupakan tambahan bukan pengganti menyusui.

5.1.2 Dampak Praktek Menyusui terhadap Kehamilan Melanjutkan

menyusui

selama

kehamilan

merupakan

keputusan

yang

mengakibatkan konsekuensi yang besar bagi ibu. Kehamilan sendiri sudah menimbulkan banyak perubahan yang memerlukan adaptasi baik secara fisik maupun psikologis. Jika ditambah lagi dengan tetap melanjutkan menyusui anak maka ibu hamil perlu mempersiapkan kondisi fisik dan psikologis dua kali dari persiapan kehamilan. Selama menyusui, ibu hamil akan mengalami beberapa kondisi yang berhubungan dengan perubahan tingkat hormon dalam tubuh (Flower, 2003).

Pada penelitian ini didapatkan bahwa semua ibu mengalami nyeri pada puting payudara yang semakin bertambah pada saat anak menyusu. Nyeri pada puting payudara merupakan kondisi yang sering dilaporkan terjadi. Keadaan payudara

Universitas Indonesia Praktek menyusui..., Bestfy Anitasari, FIKUI, 2012

84

ibu mempunyai peran dalam keberhasilan menyusui. Nyeri ini merupakan kondisi yang sangat menyiksa bagi sebagian ibu dan menjadi salah satu penyebab dilakukannya penyapihan dini pada anak. Pada penelitian yang dilakukan oleh Moscone & Moore (1993), nyeri pada payudara dan puting yang semakin bertambah jika anak menyusu merupakan gejala yang paling banyak dikeluhkan oleh ibu hamil saat menyusukan bayinya dan menjadi alasan bagi ibu untuk melakukan penyapihan.

Kondisi ketidaknyamanan lain yang dialami pada saat hamil diantaranya adalah mual muntah, kelaparan, kehausan dan kelelahan. Umumnya masalah tersebut terjadi karena adanya adaptasi tubuh akibat dari perubahan hormonal selama kehamilan (Flower, 2003). Pada penelitian ini didapatkan bahwa, ibu mengeluhkan mual muntah yang lebih berat dari kehamilan sebelumnya pada trimester pertama kehamilan saat ini. Kondisi mual dan muntah tersebut memperberat kondisi ibu yang menyusui karena ikut menyebabkan kelelahan. Menyusui atau hamil saja sudah pasti akan membuat ibu merasa lelah, apalagi jika keduanya terjadi secara bersamaan. Kelelahan tersebut merupakan hasil adaptasi tubuh terhadap kehamilan (Bohler & Bergstrom, 1995). Kondisi kelelahan tersebut mempengaruhi kondisi psikologis ibu. Ibu menjadi lebih sensitif sehingga lebih sering marah tidak hanya pada suami tetapi juga pada anak yang menyusu. Memukul dan mencubit anak yang sedang menyusu merupakan bentuk perlakuan kasar yang dilakukan oleh ibu yang sedang emosi kepada anaknya.

Kehamilan dipandang dari aspek psikologis sebagai suatu krisis maturasi yang dapat menimbulkan stress. Perubahan hormonal yang merupakan bagian dari respon ibu terhadap kehamilan, berperan pula sebagai penyebab perubahan mood pada ibu hamil. Kehamilan membutuhkan penguasaan tugas perkembangan tertentu seperti menerima kehamilan mengidentifikasi peran sebagai ibu, mengatur kembali hubungan antara dirinya dengan anak, dirinya dengan pasangan, membangun hubungan dengan anak yang belum lahir dan

Universitas Indonesia Praktek menyusui..., Bestfy Anitasari, FIKUI, 2012

85

mempersiapkan diri untuk menghadapi pengalaman melahirkan (Miracle & Baumeister, 2003 ).

Respon emosional perempuan hamil sering mengalami kelabilan emosional yang terlihat pada perubahan mood yang cepat. Perubahan mood yang cepat dan peningkatan sensitivitas terhadap orang lain. Perubahan iritabilitas yang meningkat, emosi yang labil seperti mudah menangis, ledakan kemarahan, serta perasaan sukacita muncul silih berganti hanya karena provokasi kecil bahkan tanpa provokasi sama sekali (Bobak, Lowdermilk & Jensen, 2003). Kondisi ibu hamil yang masih harus menyusui akan menyebabkan iritabilitasnya dan kelabilan emosi semakin meningkat (Flower, 2003). Ketidaknyamanan emosional (psikologis) dilaporkan terjadi pada hampir sepertiga dari ibu hamil yang menyusui. Jarak antara kehamilan yang dekat berdampak pada suasana kejiwaan ibu yang kurang baik. Ketika ada suatu keadaan yang mungkin berpengaruh atau memiliki dampak terhadap proses menyusui, atau jika kita tidak tahu efek keadaan tersebut, tentu kita merasa khawatir (Chezem, Friesen, & Boettcher, 2003).

Penelitian ini mengidentifikasi adanya gejala kram yang disertai nyeri yang merambat dari perut selama menyusui. Hal tersebut terjadi karena ibu berbaring pada satu sisi dalam waktu yang lama. Kram merupakan sinyal tubuh yang menyebabkan rasa nyeri dan tegang pada otot tertentu. Pada dasarnya kram merupakan akibat dari otot yang mengalami spasme atau kontraksi berlebihan. Kontraksi ini dihasilkan oleh aliran listrik dari syaraf yang terlalu besar dan berlangsung terus menerus. Akibat terus menerus teregang, reseptor nyeri oleh syaraf dalam otot mengirimkan sinyal, sehingga orang merasakan nyeri bersamaan dengan ketegangan yang terjadi. Sebelum otot dikendurkan, reseptor akan menangkap terus rasa nyeri. Rasa kram biasanya terjadi akibat kondisi tubuh yang lelah misalnya, setelah olahraga terlalu keras, kurang istirahat, kurang cairan, dan posisi tidur monoton. Kondisi ini memberi kontribusi terjadinya ketidaknormalan aliran listrik dari syaraf ke target otot (Harsono, 2003).

Universitas Indonesia Praktek menyusui..., Bestfy Anitasari, FIKUI, 2012

86

Penelitian ini menemukan adanya ketidaknyaman lain yang dirasakan ibu hamil yang menyusui antara lain perasaan bingung, merasa terbebani oleh aktivitas menyusui, marah dan jengkel. Penyebab masalah ini tidak hanya berasal dari perubahan fisiologis akibat dari pengaruh peningkatan hormon akan tetapi pada dasarnya ibu berkeinginan untuk menghentikan proses menyusui secepat mungkin. Menurut ibu, jika telah hamil lagi maka anak tidak lagi menyusu. Adanya aktifitas menyusui akan berdampak pada waktu penyelesaian kerja rumah tangga menjadi berkurang. Berdasarkan urutan atau prioritas jenis pekerjaan rumah tangga, didapatkan bahwa menyiapkan makanan menduduki urutan pertama, mengasuh anak menduduki urutan kedua, dan membersihkan rumah pada urutan ketiga selanjutnya diikuti pekerjaan mencuci pakaian dan lainnya. Sedangkan pada penelitian Yulianis (2003) menyatakan bahwa dari kegiatan rumah tangga maka pekerjaan memasak dan mengasuh anak menempati urutan curahan waktu terbesar. Akan tetapi, menyusui sebagai bagian dari mengasuh anak jika terjadi dalam masa kehamilan, maka beban kerja rumah tangga semakin bertambah karena ibu harus menyiapkan waktu khusus untuk menyusui. Ibu yang terlibat dalam penelitian ini umumnya adalah ibu rumah tangga.

Manfaat menyusui sangat banyak bagi bayi dan bagi ibu. Menyusui merupakan cara terbaik bagi bayi untuk mendapatkan nutrisi yang akan memperkuat sistem imunnya sehingga tidak gampang sakit. Menurut ibu dalam penelitian ini bahwa ASI menjaga kesehatan anak sehingga tidak mudah terserang penyakit. Kondisi tersebut bertahan hingga anak berusia enam bulan. Setelah berusia di atas enam bulan, anak mulai mengalami masalah kesehatan seperti batuk dan influenza. Perubahan kondisi kesehatan anak tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti kualitas dan kuantitas makanan pendamping ASI yang diberikan. Ibu dalam penelitian ini memiliki pengetahun yang kurang tentang jenis dan cara penyiapan MP-ASI. Hal tersebut dibuktikan dengan kebiasaan ibu yang memberikan makanan yang hanya disukai oleh anak ataukah memberikan MPASI instan.

Universitas Indonesia Praktek menyusui..., Bestfy Anitasari, FIKUI, 2012

87

Jika menyusui dilakukan dalam masa kehamilan maka akan memberikan waktu tambahan bagi ibu hamil untuk beristirahat karena pada saat menyusui, posisi berbaring, miring ke samping dan duduk bersandar dapat menjadi alternatif pilihan untuk menyusui. Melalui posisi ini, ibu bisa beristirahat melepas lelah sambil tetap menyusui (Flower, 2003). Hal tersebut merupakan efek dari hormon prolaktin yang memberikan rasa relaks dan mengantuk sehingga ibu dapat beristirahat dengan baik meski harus menyusui (Reeder, Martin, & Koniak, 1997/2011).

Kedekatan emosional antara ibu dan anak menjadi salah salah satu manfaat menyusui yang juga dirasakan ibu selama hamil. Menyusui dapat mengeratkan ikatan batin karena secara alamiah terjadi kontak kulit yang erat antara ibu dan anak. Bayi yang sering berada dalam dekapan ibunya karena menyusui, dapat merasakan kasih sayang ibu dan mendapatkan rasa aman, tentram dan terlindungi. Ibu dalam penelitian ini mengungkapkan bahwa hanya dengan menyusu, anak menjadi tenang dan senang walaupun jumlah ASI tidak banyak lagi seperti sebelum hamil. Manfaat lain yang dirasakan ibu adalah menyusui dapat mengurangi biaya pengeluaran keluarga untuk membeli susu formula dan peralatannya (Depkes RI, 2009). Menyusui sangat praktis karena dapat diberikan dimana saja dan kapan saja. Ibu tidak perlu repot menyiapkan air masak, botol dan dot yang harus dibersihkan. Kondisi tersebut juga diungkapkan oleh ibu dalam penelitian ini.

Menyusui juga memberikan efek psikologis yang positif bagi ibu terlebih jika menyusui tetap dilakukan dalam kondisi hamil. Efek psikologis yang muncul adalah adanya perasaan bangga dan perasaan diperlukan yang merupakan rasa yang dibutuhkan oleh semua manusia. Perasaan bangga dan merasa diperlukan tersebut akan meningkatkan rasa percaya diri dan kepuasan dalam menjalankan peran sebagai ibu terlebih jika mampu menyusui dalam kondisi hamil. Ibu akan merasa lebih sehat karena telah menjalankan tanggung jawabnya dan dapat memberikan kehidupan kepada bayinya (Steward-Knox, Gardiner, & Wright, 2003 dan Roesli, 2005). Kebanggan lain yang dimiliki oleh ibu adalah karena

Universitas Indonesia Praktek menyusui..., Bestfy Anitasari, FIKUI, 2012

88

memiliki alat reproduksi yang sehat. Hal tersebut dibuktikan dengan adanya kelahiran kemudian ibu menyusui anak dan dalam masa menyusui kehamilan kembali terjadi.

Peristiwa kehamilan dalam masa menyusui merupakan dua tugas perkembangan wanita yang terjadi dalam satu waktu. Peristiwa ini menandakan dekatnya jarak antara kehamilan. Jarak kehamilan yang dekat berdampak pada gangguan pertumbuhan dan perkembangan janin akibat dari tidak adanya waktu bagi ibu untuk memulihkan status nutrisinya setelah persalinan sebelumnya (King, 2003). Jika anak masih menyusu berarti dia mengambil nutrisi yang seharusnya diperuntukkan bagi janin sehingga perkembangan janin akan terganggu (Oliveros dkk, 1999). Akan tetapi pada kenyataanya bahwa janin akan mendapatkan prioritas utama dalam pemenuhan nutrisi karena pasokan nutrisi yang dikonsumsi oleh ibu akan diberikan pertama kali untuk janin setelah itu untuk bahan baku ASI dan pemenuhan nutrisi ibu sehingga kejadian berat lahir rendah tidak akan terjadi bahkan ketika ibu mengalami gangguan pemenuhan nutrisi asalkan tidak dalam jangka waktu yang lama (Butte & King, 2002 dan King, 2003). Kondisi lain yang mungkin terjadi adalah bayi terlahir lebih besar dari perkiraan berat lahirnya (King, 2003). Hal tersebut dapat terjadi karena selama menjalani kehamilan ibu menyuplai nutrisi lebih banyak dari yang seharusnya. Walaupun demikian pada saat menjalani dua tugas perkembangan sekaligus yaitu hamil dan menyusui, ibu seharusnya mampu mengatur pola makan dengan baik untuk memenuhi kebutuhannya (Moscone & Moore, 1993; FAO, 2001; Pareja, 2007).

Pengaturan pola makan tidak berarti bahwa ibu harus makan porsi yang besar dengan ekstra vitamin dan mineral setiap kali makan demi mencukupi kebutuhan tiga individu dengan baik. Akan tetapi mengatur agar kebutuhan zat nutrisi terpenuhi yaitu makan dengan menu yang seimbang dan sehat setiap kali merasa lapar karena tubuh kita mampu menyesuaikan metabolismenya. Hal ini akan menjaga status gizi ibu tetap terjaga. Asupan makanan dengan kandungan protein dan karbohidrat yang lebih tinggi dibutuhkan seorang ibu hamil yang menyusui karena menyusui dalam masa kehamilan sangat menguras energi ibu. Hal lain

Universitas Indonesia Praktek menyusui..., Bestfy Anitasari, FIKUI, 2012

89

yang tidak kalah pentingnya adalah pemenuhan kebutuhan cairan untuk mencegah terjadinya dehidrasi. Ibu disarankan minum air sebanyak 2.5-3 liter per hari (FAO, 2001).

Penelitian Merchant dkk (1990a,b) melaporkan bahwa ibu yang menyusui dalam masa kehamilan melahirkan bayi dengan berat lahir rendah. Akan tetapi pada penelitian ini, didapatkan bahwa bayi yang lahir dari ibu yang menyusui memiliki berat lahir yang normal dan sesuai dengan usia kehamilan. Berat badan ibu tidak menjadi indikator status nutrisi hanya sebagai prediktor berat lahir bayi (King, 2003). Pada penelitian ini didapatkan bahwa ibu yang melahirkan bayi dengan berat sesuai dengan usia kehamilan memiliki motivasi yang kuat untuk menyusui walaupun dalam kondisi hamil. Motivasi tersebut ditunjang dengan kebiasaan ibu mengkonsumsi makanan yang sehat dan dalam jumlah serta komposisi yang seimbang sehingga pertumbuhan dan perkembangan janin tidak terhambat.

Adanya motivasi yang tinggi untuk menyusui anak tergambar dari upaya ibu untuk menjaga kondisi tubuhnya agar tetap sehat dan kuat untuk menyusui. Motivasi tersebut dapat mempengaruhi kebiasaan makan ibu (Stewart-Knox, Gardiner, & Wright, 2003). Pada penelitian ini, ibu hamil walaupun dengan kondisi mual dan muntah tetap berusaha untuk makan sedikit-sedikit tapi sering demi memenuhi kebutuhan nutrisinya. Hal tersebut sesuai dengan yang dinyatakan oleh Reeder, Martin, & Koniak (1997/2011) bahwa salah satu intervensi untuk kondisi mual dan muntah dalam kehamilan adalah makan sedikit-sedikit tetapi sering dengan berusaha mencukupi kebutuhan dengan makan makanan yang seimbang setiap kali makan.

Sebagian besar ibu menyadari apa yang harus mereka lakukan untuk memiliki kehamilan yang baik, akan tetapi sangat sedikit dari mereka benar-benar mengikuti dengan serius. Banyak ibu tidak mengubah kebiasaan makan dan beban kerja selama kehamilan ataukah melakukan pemeriksaan kehamilan sedini mungkin meskipun mereka tahu ini diperlukan untuk memiliki kehamilan yang baik (Stewart-Knox, Gardiner, & Wright, 2003). Pada penelitan ini ada juga ibu

Universitas Indonesia Praktek menyusui..., Bestfy Anitasari, FIKUI, 2012

90

yang belum memeriksakan kehamilannya yang telah berusia lima bulan. Adanya kepercayaan ibu bahwa sebelum janin berusia enam bulan atau jika janin belum bergerak maka pemeriksaan kehamilan belum wajib untuk dilakukan. Hal tersebut berdasarkan pengalaman pada anak-anak sebelumnya.

Kondisi lain yang mungkin terjadi pada ibu yang menyusui dalam keadaan hamil adalah adanya distosia persalinan. Distosia persalinan merujuk pada kemajuan persalinan yang tidak normal. Persalinan berlangsung lebih lama, lebih nyeri atau tidak normal karena adanya masalah pada mekanisme persalinan. Masalah tersebut dapat berasal dari tenaga/kekuatan, jalan lahir, janin atau masalah psikis (Reeder, Martin, & Koniak, 1997/2011). Kejadian distosia persalinan dilaporkan lebih banyak terjadi pada ibu yang menyusui dalam masa kehamilan (Marquis dkk, 2002). Akan tetapi pada penelitian ini, didapatkan bahwa proses persalinan berlangsung lancar tanpa adanya penyulit. Hal serupa juga didapatkan pada penelitian Pareja (2007) yang menemukan bahwa distosia persalinan tidak terjadi pada ibu dengan riwayat menyusui dalam masa kehamilan. Terjadinya distosia persalinan disebabkan oleh multifaktorial sehingga kondisi ibu atau kondisi janin saja tidak serta merta menjadi penyebab gangguan pada persalinan.

Pada penelitian ini tidak dapat ditentukan apakah ibu mengalami deplesi nutrisi. Hal tersebut dikarenakan status nutrisi ibu hanya dilihat berdasarkan kebiasaan makan yang dipraktekan selama menyusui dan kebiasaan makan tersebut bervariasi tergantung dari kondisi kehamilan yang sedang dijalani ibu. Kebiasaan makan ibu hamil bervariasi mulai dari malas makan, jarang makan, makan sedikit-sedikit tapi sering, makan sama seperti sebelum hamil bahkan ada yang kuat makan. Adanya variasi kebiasaan makan tersebut dipengaruhi oleh kondisi kehamilan ibu. Ibu yang mengalami mual, muntah yang berterusan cenderung jarang makan dan malas makan. Perubahan status hormonal dengan tingginya kadar

human

chorionic

gonadotropin

dan

progesteron

terlibat

dalam

menghasilkan gejala ini melalui efek pada otot halus gastrointestinal. Terjadinya mual dan muntah mempengaruhi pola konsumsi makanan ibu akibat dari keluarnya makanan setiap kali dimakan. Akan tetapi bagi yang tidak mengalami

Universitas Indonesia Praktek menyusui..., Bestfy Anitasari, FIKUI, 2012

91

kondisi mual dan muntah akan makan seperti sebelum hamil atau makan dalam jumlah yang banyak.

Penelitian ini juga menemukan kebiasaan makan ibu pada saat hamil saja tanpa menyusui memang berbeda dengan kebiasaan makan pada saat hamil dan menyusui. Ibu dengan riwayat menyusui dalam kehamilan lebih dari satu kali melaporkan memiliki kebiasaan makan “kuat makan” disetiap kehamilannya tersebut. Walaupun disetiap kehamilan, ibu memiliki kebiasaan makan yang kuat akan tetapi pada saat menyusui dalam kondisi hamil ibu akan makan lebih sering dan beragam. Hal tersebut dapat terjadi karena dalam kondisi hamil saja, seorang ibu memerlukan asupan nutrisi lebih banyak dari kondisi tidak hamil, terlebih jika ibu tetap menyusui dalam masa kehamilan. Jumlah asupan nutrisi harus dilipatgandakan melalui konsumsi makanan yang sehat dan beragam dan bila perlu ditambahkan dengan suplemen makanan (Merchant, Martorell & Haas, 1990). Akan tetapi pada penelitian ini tidak ditemukan adanya tambahan suplemen makanan yang dikonsumsi oleh ibu sedangkan pada penelitian Merchant, Martorell & Haas (1990), suplemen makanan menjadi salah satu kebutuhan penting bagi ibu menyusui dalam masa kehamilan.

5.1.3 Dampak Kehamilan terhadap Menyusui Semakin bertambahnya usia kehamilan maka terjadi perubahan stadium ASI secara otomatis yaitu dari ASI matur ke kolostrum yang diikuti dengan jumlahnya yang ikut mengalami penurunan (Marquis dkk, 2003). Perubahan ini berhubungan dengan semakin meningkatnya kadar hormon estrogen dan progesterone di dalam tubuh selama kehamilan yang menghambat efek stimulatorik prolaktin pada sekresi susu, dan hal ini memang alamiah (Perkumpulan Perinatologi Indonesia, 2010 dan Riordan & Wambach, 2010). Kolostrum memiliki efek pencahar (laxatif) yang dapat menyebabkan anak mengalami diare (Marquis dkk, 2003). Kejadian diare juga dilaporkan terjadi pada anak yang menyusu pada ibu hamil dalam penelitian ini, walaupun hanya terjadi satu kali dan penyebabnya tidak diketahui pasti apakah terkait dengan efek

Universitas Indonesia Praktek menyusui..., Bestfy Anitasari, FIKUI, 2012

92

laxative kolostrum atau karena penyebab yang lain seperti cara pemberian makan yang kurang bersih.

Rasa kolostrum lebih asin dari susu matang. Rasa asin pada ASI terjadi karena perubahan komposisi ASI selama kehamilan yaitu kadar natrium, kalium dan kadar protein meningkat sedangkan kadar laktosa dan glukosa menurun Perubahan rasa ini dapat membuat anak merasa tidak senang dan menyapih dengan sendirinya (Ismail dkk, 2009). Akan tetapi ada juga yang tetap melanjutkan menyusu pada ibunya.

Adanya perubahan pada ASI juga dirasakan oleh partisipan dalam penelitian ini. Jumlah ASI menjadi berkurang yang dimulai pada awal trimester kedua kehamilan ditandai dengan payudara yang mengempes. Rasa ASI juga ikut mengalami perubahan menjadi asin dan bersifat lebih encer. Perubahan lain yang dipercayai oleh partisipan terjadi pada ASI adalah ASI berubah menjadi darah putih yang berbahaya bila dikonsumsi oleh anak. Akan tetapi yang sebenarnya adalah bahwa ASI merupakan cairan hidup karena mengandung sel hidup seperti darah (Perry dkk, 2010). Walaupun mengalami perubahan, ASI masih bergizi lengkap dan sehat bagi anak untuk diminum karena selama berada di dalam tubuh, ASI tidak akan pernah basi (Flower, 2003).

Penelitian ini juga menemukan bahwa saat ASI mengalami perubahan baik dari segi jumlah dan komposisinya, anak juga ikut menunjukkan perubahan perilaku menyusui. Jika pada saat ASI masih banyak yang ditandai dengan payudara yang kencang maka anak akan menyusu selama 15-20 menit dan setelah itu akan tertidur karena kekenyangan. Akan tetapi jika kondisi ASI mengalami penurunan jumlah, maka anak cenderung cepat lapar dan menyusu dalam jangka waktu yang lama. Selain itu anak juga masih meminta untuk dibuatkan susu formula setelah menyusu.

Universitas Indonesia Praktek menyusui..., Bestfy Anitasari, FIKUI, 2012

93

5.1.4 Sikap Orang Lain Sikap merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau obyek. Manifestasi sikap tidak dapat langsung dilihat tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap belum tentu terwujud dalam suatu tindakan (Lawrence, 1994). Sikap yang ditunjukkan orang lain terhadap perilaku ibu menyusui beragam, mulai dari mendukung, menyerahkan keputusan untuk menyusui, melarang atau tidak menunjukkan perubahan sikap. Sikap orang lain yang mendukung diwujudkan dalam perilaku yang dapat mengurangi beban kerja ibu sedangkan bagi yang tidak mendukung berupaya untuk melakukan penyapihan atau menyarankan penyapihan.

Penelitian ini mengidentifikasi sumber dukungan yang diperoleh ibu menyusui berasal dari suami dan orang tua. Hal serupa juga ditemukan pada penelitian Oliveros dkk (1999) bahwa dukungan dari suami dan orang tua menjadi bagian dari alasan ibu untuk tetap melanjutkan menyusui dalam masa kehamilan.

Tahapan perkembangan keluarga partisipan dalam penelitian ini didominasi oleh keluarga dengan anak pra-sekolah. Pada tahapan ini menurut Friedman dkk (2010) keluarga sangat repot karena memiliki tugas perkembangan yang kompleks antara lain memenuhi kebutuhan anggota keluarga seperti rasa aman, mempertahankan hubungan yang sehat di dalam dan di luar lingkungan keluarga, pembagian tanggung jawab anggota keluarga, adaptasi dengan anak yang baru lahir dan kebutuhan anak yang lain, stimulasi tumbuh kembang anak serta pembagian waktu untuk pasangan, individu dan anak. Adanya kehamilan yang baru pada ibu dalam keluarga ini membuat semakin kompleksnya tugas perkembangan keluarga karena ibu harus mampu mengintegrasikan kepentingan anak yang lebih dewasa dengan anak yang paling kecil serta menjaga kondisinya yang sedang hamil. Ibu dalam kondisi ini diharapkan mendapatkan dukungan yang lebih besar dari orang-orang sekitarnya dalam bentuk jasa, informasi, nasehat, dorongan, motivasi, empati (Arora dkk, 2000). Sejumlah orang lain yang potensial memberikan dukungan disebut sebagai significant other yaitu suami, orang tua, mertua, saudara-saudara dan anak-anaknya (Grassley & Nelms, 2008).

Universitas Indonesia Praktek menyusui..., Bestfy Anitasari, FIKUI, 2012

94

Pada penelitiani ini, ditemukan bahwa dukungan keluarga diwujudkan dalam bentuk pemberian informasi dan nasehat tentang menyusui kepada ibu serta bantuan mengasuh anak. Dampak dari bantuan tersebut membuat ibu menjadi tenang dan senang.

Sumber dukungan terbesar ibu adalah dari suami. Suami dapat berperan aktif dalam keberhasilan pemberian ASI dengan jalan memberikan dukungan secara emosional dan bantuan-bantuan praktis seperti mengajak anak jalan-jalan (Rempel & Rempel, 2010). Pada penelitian ini ditemukan bahwa suami yang mendukung ibu untuk menyusui akan membantu meringankan kerja rumah tangga, salah satunya dengan mengambil alih peran mengasuh anak, contohnya mengajak anak jalan-jalan, menyuapi anak dan membuatkan susu formula.

Suami perlu mengerti dan memahami persoalan ASI dan menyusui agar ibu dapat menyusui dengan baik (Roesli, 2005). Hal itu dikarenakan suami merupakan keluarga inti dan orang yang paling dekat dengan ibu. Tetapi pada kenyatannya seperti yang dinyatakan oleh Harwood (2011), bahwa masih populer pendapat yang mengatakan bahwa menyusui hanya urusan ibu saja, tidak ada kaitannya dengan ayah. Para suami biasanya mempercayakan masalah perawatan bayi kepada istri. Pada penelitian ini ditemukan bahwa suami menyerahkan segala keputusan untuk menyusui kepada ibu.

Pendapat lain juga diungkapkan oleh Rempel & Rempel (2010) bahwa dukungan suami dalam praktek menyusui sangat minim, salah satunya karena secara kultural ada pembagian peran dimana ayah berperan sebagai pencari nafkah dan urusan rumah tangga semuanya termasuk menyusui hanya diurusi oleh istri tanpa campur tangan suami. Pada masyarakat Makassar masih berkembang budaya patriarki walaupun secara hukum adat, suami-istri memiliki kedudukan yang sama akan tetapi dalam praktiknya perempuan masih menjadi subordinat laki-laki dengan kedudukan dan peran masih berputar pada peran domestik yaitu hanya terposisi pada hal-hal yang berbau rumah tangga, dapur, sumur dan kasur (Said, 2001). Salah satu contohnya adalah berhubungan dengan pengasuhan anak.

Universitas Indonesia Praktek menyusui..., Bestfy Anitasari, FIKUI, 2012

95

Pengasuhan anak merupakan tanggung jawab penuh seorang ibu, ayah berperan sebagai pencari nafkah yang tidak perlu tahu mengenai pengasuhan dan perawatan anak.

Tipe peran ayah yang dianggap sebagai dukungan kepada ibu diantaranya adalah berpartisipasi dalam pengambilan keputusan mengenai cara pemberian nutrisi kepada anak dan terlibat dalam berbagai kegiatan perawatan anak. Menurut beberapa ahli bahwa bentuk dukungan yang harus diberikan ayah kepada ibu adalah sebagai tim penyemangat melalui kalimat-kalimat pujian maupun katakata penyemangat. Dengan hal itu ibu akan merasa bangga dan senang dapat memberikan ASI (Rivera, 2006 ; Rempel & Rempel, 2010; Moore, 2010). Pada penelitian Moore (2010) ditemukan bahwa ayah ikut merawat bayi dengan membantu menggendong, memandikan bermain dengan anak dan membantu merawat anak-anak termasuk kakak si anak. Bentuk lain dari dukungan ayah adalah melayani ibu menyusui karena ayah tidak bisa memberi makan anak dengan air susu, tetapi ayah dapat memberi makan bayi dengan jalan memberi makan ibu. Jadi jika ingin ambil bagian dalam aktivitas memberi makan ini, layani istri saat dia kelaparan dan kehausan selagi menyusui karena menyusui sangat menguras energi.

Bentuk dukungan tersebut juga ditemukan dalam penelitian ini. Sedangkan bentuk dukungan yang tidak ditemukan dalam penelitian ini adalah keterlibatan suami dalam memberikan motivasi kepada ibu untuk menyusui sehingga hal tersebut menjadi salah satu keinginan ibu terhadap anggota keluarga terutama suami. Ibu tidak mendapatkan motivasi dari suami karena suami tinggal terpisah dengan ibu dan pulang ke rumah pada waktu-waktu tertentu karena alasan pekerjaan. Disamping itu, ibu hanya menginformasikan ke suami mengenai kehamilannya. Sedangkan status menyusuinya tidak diinformasikan bahkan jika suami tahu, mereka terkesan tidak memperdulikannya.

Peranan keluarga terhadap berhasil tidaknya pemberian ASI sangat besar. Selain suami, orang tua dan mertua turut andil dalam menentukan durasi menyusui ibu.

Universitas Indonesia Praktek menyusui..., Bestfy Anitasari, FIKUI, 2012

96

Bentuk dukungan anggota keluarga yang lain seperti orang tua adalah menggantikan untuk sementara tugas rumah tangga ibu seperti memasak, mencuci, membersihkan rumah dan membantu mengurus anak (Tohotoa dkk, 2009). Pada penelitian ini didapatkan bahwa orang tua menunjukkan dukungannya kepada ibu dengan memasak makanan yang disenangi oleh ibu menyusui, memberi saran agar kuat makan dan membantu mengerjakan pekerjaan rumah tangga lainnya. Sedangkan bagi yang tidak mendukung dengan alasan mengganggu kesehatan janin dan bayi, akan menyarankan agar anak disapih. Tindakan lain yang dilakukan adalah berupaya melakukan penyapihan dini.

Hasil penelitian Barton (2001) menunjukkan bahwa partisipan yang tinggal serumah dengan ibu (nenek) mempunyai peluang sangat besar untuk melakukan penyapihan. Nenek memberikan pengaruh negatif terhadap proses menyusui utamanya jika terjadi dalam masa kehamilan karena sebagai promotor penyapihan dini yang salah satunya dengan memperkenalkan makanan padat lebih awal dari yang seharusnya. Sebagai anggota keluarga terdekat, keinginan ibu terhadap orang tua dalam penelitian ini adalah membantu untuk mengasuh dan merawat anak bukannya dijauhkan dari ibu dengan alasan jika masih tetap menyusu maka anak akan sakit-sakitan.

Tenaga kesehatan merupakan salah satu sumber dukungan bagi ibu selain dukungan dari keluarga. Tenaga kesehatan yaitu dokter dan bidan dilaporkan menentang ibu menyusui dalam masa kehamilan dengan asumsi bahwa dengan melanjutkan menyusui maka ibu akan mengalami banyak tekanan baik fisik maupun psikologis (Berg & Ball, 2007). Sikap dan pengetahuan petugas kesehatan adalah faktor yang mempengaruhi kegiatan menyusui (Arifin, 2004). Pada penelitian ini didapatkan bahwa bagi petugas kesehatan yang mendukung ibu menyusui, bereaksi dengan hanya mengatakan boleh untuk tetap menyusui tanpa memberikan penjelasan mengapa boleh melanjutkan menyusui dalam kondisi hamil sedangkan bagi yang tidak mendukung menanggapi perilaku ibu dengan lebih mengarahkan pada dampak negatif yang akan ditimbulkan tanpa

Universitas Indonesia Praktek menyusui..., Bestfy Anitasari, FIKUI, 2012

97

memberikan penjelasan mengenai sisi positif, sehingga informasi yang dimiliki oleh ibu lebih didominasi oleh akibat buruk yang timbul jika tetap menyusui dalam masa kehamilan.

Petugas kesehatan yang terlibat dalam perawatan selama kehamilan pada penelitian ini adalah dokter dan bidan. Semua partisipan memeriksakan kehamilan di dokter dan bidan, namun ibu tidak memperoleh informasi yang akurat seputar praktek menyusui dalam masa kehamilan. Penjelasan yang didapatkan oleh partisipan antara lain ibu boleh melanjutkan menyusui selama kehamilan atau ibu tidak boleh menyusui dalam masa kehamilan karena akan mempengaruhi janin. Partisipan tidak mendapatkan informasi yang mendetail mengapa boleh melanjutkan menyusui atau mengapa tidak boleh melanjutkan menyusui. Hal tersebut terungkap dari keinginan partisipan untuk mendapatkan informasi yang berdasarkan bukti ilmiah dan secara mendetail tentang menyusui selama kehamilan. Menurut partisipan, tenaga kesehatan merupakan individu yang memiliki pengetahuan tentang menyusui selama kehamilan sehingga dapat memberikan informasi yang benar yang membuat partisipan merasa tenang (Oliveros dkk, 1999).

Peran petugas kesehatan dalam memberikan pelayanan kesehatan tidak terbatas pada pemberian informasi. Peran lain dari petugas kesehatan adalah bertanggung jawab untuk memastikan kesehatan ibu terjaga melalui pemeriksaan kesehatan dan pemberian suplemen obat. Hal tersebut sesuai dengan keinginan ibu menyusui dalam penelitian ini.

Dukungan berkaitan dengan pembentukan keseimbangan mental dan kepuasan psikologis (Barton, 2001). Zachariah (2004) menyatakan bahwa semakin besar dukungan sosial yang diberikan, secara tidak langsung menurunkan level stress sehingga meningkatkan kesehatan psikologis ibu. Peningkatan durasi menyusui dapat dikaitkan dengan dukungan dari keluarga dan petugas kesehatan (Keister, Roberts, & Werner, 2008; Ladewing, London, & Davidson, 2006).

Universitas Indonesia Praktek menyusui..., Bestfy Anitasari, FIKUI, 2012

98

Hal serupa juga diungkapkan Lawrence (1994) bahwa sikap yang ditunjukkan oleh suami, keluarga dekat, dan teman-teman dan tenaga kesehatan memiliki dampak kuat pada sikap ibu terhadap menyusui yang dapat mempengaruhi keputusan ibu menyusui. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sikap yang ditunjukkan orang lain dalam hal ini adalah kerabat dekat, teman-teman dan tetangga berpengaruh negatif terhadap kelanjutan menyusui selama kehamilan. Sebagian besar pengaruh dari lingkungan meyakini bahwa susu yang dihasilkan selama kehamilan tidak baik dan berbahaya. ASI tersebut berbeda dari ASI yang seharusnya (lebih seperti air), dan jika dikonsumsi maka akan mengakibatkan gangguan emosional, dan anak menjadi lemah (kurang gizi).

Gangguan kesehatan lain yang dapat dialami oleh anak adalah diare kronis dan muntah sehingga menyarankan anak disapih. Hasil serupa juga ditemukan pada penelitian Oliveros dkk (1999) bahwa orang sekitar sangat menentang tindakan ibu menyusui selama hamil dengan alasan akan menyebabkan kondisi tubuh ibu lemah dan rentan mengalami anemia dan TBC. Disamping itu, anak akan menjadi lemah karena mengkonsumsi ASI yang telah basi. Akan tetapi, adanya tanggapan negatif tersebut tidak menjadikan sebagian ibu dalam penelitian ini untuk berhenti menyusui anaknya. Walaupun pada sebagian yang lainnya, adanya tanggapan tersebut membuat ibu mulai membanding-bandingkan kondisi kesehatan anak sebelum hamil dan saat hamil sambil menyusui yang kemudian dilanjutkan dengan upaya penyapihan.

Tanggapan negatif dari orang sekitar tidak hanya berhubungan dengan menyusui selama kehamilan. Akan tetapi juga adanya kehamilan dalam masa menyusui. Pada penelitian Oliveros dkk (1999) ditemukan bahwa kepercayaan yang berkembang di masyarakat di Peru bahwa ASI dan sperma merupakan dua cairan yang tidak boleh berada dalam tubuh ibu pada saat yang bersamaan. Sedangkan pada penelitian ini, didapatkan bahwa kehamilan dalam masa menyusui dianggap tidak wajar dan orang sekitar terkesan mengejek dan mempermalukan partisipan. Bagi masyarakat Makassar seksualitas pasca melahirkan dapat dilakukan setelah 40 hari kelahiran. Pada penelitian ini ditemukan bahwa kehamilan terjadi setelah

Universitas Indonesia Praktek menyusui..., Bestfy Anitasari, FIKUI, 2012

99

anak berusia enam bulan sehingga larangan berhubungan intim dengan suami sudah tidak berlaku lagi. Hanya saja, adanya jarak antara kehamilan yang dekat yaitu saat anak belum berusia dua tahun menimbulkan tanggapan bahwa suami ibu tidak mampu menahan nafsu birahinya. Selain itu ibu terkesan lemah karena tidak dapat menetukan waktu yang tepat untuk kehamilan selanjutnya karena hanya bisa mengikuti perintah suami.

Sikap orang sekitar yang terkesan mengejek dan mempermalukan itu, tidak lantas membuat ibu menarik diri dari lingkungan sosialnya. Hal serupa juga ditemukan dalam penelitian Oliveros dkk (1999) bahwa pandangan masyarakat terhadap kehamilan ini tidak menjadikan ibu hamil menjadi malu dan berhenti untuk menyusui bayinya. Pada penelitian ini, walaupun ibu merasa malu akan tetapi tetap mensyukuri karena bisa hamil lagi walaupun dalam masa menyusui. Sikap lain yang ditunjukkan oleh ibu adalah tidak perduli dengan tanggapan orang lain dan tetap pada pendiriannya untuk menyusui. Pendirian yang kuat untuk tetap menyusui ditunjang oleh motivasi dan keyakinan ibu. Sebagian ibu dalam penelitian ini memiliki keyakinan yang kuat bahwa dirinya mampu untuk tetap menyusui walaupun dalam kondisi hamil karena tidak memiliki riwayat abortus dan mampu untuk mensuplai nutrisi. Keyakinan diri seorang ibu pada kemampuannya untuk menyusui atau memberikan ASI pada bayinya akan menunjang suksesnya pemberian ASI (Dennis & Faux, 1999).

5.1.5 Kehamilan yang Tidak Direncanakan Temuan dari penelitian ini bahwa kehamilan yang terjadi dalam masa kehamilan merupakan kehamilan yang tidak direncanakan. Kehamilan tersebut terjadi pada interval yang dekat dengan kehamilan sebelumnya karena kembalinya menstruasi dan terjadinya ovulasi sulit untuk diperkirakan (Shaaban & Glasier, 2008). Hal tersebut dikarenakan lamanya masa anovulasi pada periode pascapersalinan tergantung dari banyak faktor di antaranya: pola pemberian ASI, variasi biologis, nutrisi, geografi, budaya dan faktor sosioekonomi (Annie, 2005).

Universitas Indonesia Praktek menyusui..., Bestfy Anitasari, FIKUI, 2012

100

Terdapat berbagai alasan bagi seorang wanita tidak menginginkan kehadiran seorang anak pada saat tertentu dalam hidupnya. Pada penelitian kualitatif tentang unsafe abortion diperoleh jawaban atas terjadinya kehamilan yang tidak direncanakan pada wanita yang sudah menikah yaitu jarak antara anak terlalu dekat, tidak menggunakan kontrasepsi terutama pada perempuan yang sudah menikah, kegagalan alat kontrasepsi (Grimes dkk, 2006). Salah satu penyebab kehamilan yang tidak diiginkan adalah kegagalan alat kontrasepsi atau karena tidak menggunakan alat kontrasepsi.

Pada penelitian ini didapatkan bahwa, ibu tidak menggunakan alat kontrasepsi karena berbagai alasan antara lain keputusan untuk berKB menjadi tanggung jawab ibu, larangan agama, suami tidak mau berpartisipasi untuk berKB, lupa menggunakan alat kontrasepsi dikaitkan dengan pemakaian pil KB yang merupakan metode yang menuntut tingkat kepatuhan dan daya ingat yang tinggi dari pemakainya. Alasan dampak jangka panjang yang dapat membahayakan kesehatan menjadi momok menakutkan bagi ibu untuk menggunakan alat kontrasepsi serta belum sempat menggunakan karena kurang pengetahuan tentang metode kontrasepsi.

Metode KB sudah tersedia secara luas, namun masih ada para ibu yang tetap tidak menggunakan alat kontrasepsi untuk mencegah kehamilan hal ini dikarenakan takut akan efek samping yang dirasakan terhadap kesehatan. Ketidakcocokan akibat adanya efek samping pemakaian kontrasepsi di masa lalu membuat ibu mengganti metode kontrasepsi yang dipakainya atau berhenti memakai kontrasepsi (Juliastuty, 2008). Begitu pula dengan metode kontrasepsi meskipun terdapat metode yang paling efektif, kemungkinan gagal selalu ada karena berbagai alasan yang berhubungan dengan cara menggunakannya (Kost dkk, 2008).

Beberapa hal yang menyebabkan terjadinya kegagalan kontrasepsi yaitu tidak mengikuti

petunjuk penggunaan kontrasepsi

secara benar seperti

jika

menggunakan pil konsumsi di waktu yang sama setiap hari dan pastikan

Universitas Indonesia Praktek menyusui..., Bestfy Anitasari, FIKUI, 2012

101

mengikuti petunjuk yang ada, penggunaan kontrasepsi yang tidak konsisten yaitu kontrasepsi harus digunakan secara teratur dan sesuai dengan petunjuk untuk mencapai keefektivan yang maksimum (Kost dkk, 2008; Frost, Darroch, & Remes, 2008).

Faktor yang mempengaruhi pemilihan kontrasepsi adalah efektivitas, keamanan, frekuensi pemakaian, efek samping dan kemauan serta kemampuan untuk melakukan kontrasepsi secara teratur dan benar. Selain hal tersebut, pertimbangan kontrasepsi juga didasarkan atas biaya serta peran dari agama, kultur budaya mengenai kontrasepsi tersebut dan efek dari kontrasepsi tersebut di masa depan (Kost dkk, 2008 ; Frost, Darroch, & Remes, 2008).

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa, ibu tidak menggunakan alat kontrasepsi terkait dengan larangan pada salah satu agama. Agama Islam melarang penggunaan metode kontrasepsi tertentu dan juga adanya kepercayaan bahwa anak adalah pembawa rejeki sehingga berkembang mitos dalam masyarakat bahwa banyak anak banyak rejeki. Hal tersebut sesuai dengan penelitian Irwanto, dkk (1998) menyatakan bahwa keputusan perempuan untuk berpartisipasi atau tidak berpartisipasi dalam program KB salah satunya dipengaruhi oleh nilai-nilai budaya dan agama masyarakat. Pada penelitian ini tidak ditemukan nilai budaya yang mempengaruhi ibu di Makassar untuk menggunakan kontrasepsi, ibu mengatakan dalam keluarganya tidak ada larangan terkait budaya menggunakan alat kontrasepsi.

Pengambilan keputusan dalam pemakaian kontrasepsi dinyatakan oleh Surbakti (1999) masih didominasi oleh perempuan (70%) yang menyatakan bahwa keputusan berada dipihak mereka sendiri. Hanya 46% responden pria menyatakan bahwa keputusan tersebut berada di pihak mereka. Walaupun partisipasinya dalam KB masih rendah, pria memberikan kebebasan luas pada perempuan untuk menentukan metode kontrasepsi dimana 51% responden pria yang tidak memakai kontrasepsi menyatakan bahwa hal tersebut merupakan “urusan istri saya” (Depkes & WHO, 2003). Hal tersebut juga ditemukan dalam

Universitas Indonesia Praktek menyusui..., Bestfy Anitasari, FIKUI, 2012

102

penelitian ini bahwa suami memberikan kebebasan kepada ibu untuk memakai atau tidak memakai serta memilih salah satu metode kontrasepsi yang akan dipakainya.

Terjadinya kehamilan yang tidak direncanakan tidak sepenuhnya disebabkan karena keengganan ibu untuk menggunakan alat kontrasepsi, akan tetapi lemahnya “power” yang dimiliki ibu dalam mengambil keputusan menggunakan alat kontrasepsi tertentu membuat ibu menjadi objek yang hanya mengikuti apa yang dianjurkan oleh orang lain. Jika orang lain dalam hal ini orang-orang terdekat ibu seperti orang tua dan suami menghalangi atau tidak menyetujui ibu menggunakan konrasepsi tertentu, maka biasanya ibu akan mengikuti perkataan orang tersebut. Orang terdekat ibu yang paling berpengaruh adalah suaminya. Sebagian besar ibu kurang mendapat dukungan dari suami untuk berKB. Suami lebih menyerahkan keputusan untuk berKB kepada ibu atau suami tidak mau berartisipasi dalam pemakaian alat kontrasepsi (Juliastuty, 2008). Hal tersebut ditemukan pada penelitian ini bahwa suami enggan menggunakan alat kontrasepsi tertentu terkait dengan efek kontrasepsi yang menimbulkan ketidaknyamanan pada saat melakukan hubungan intim.

Kurangnya kekuatan perempuan untuk membuat keputusan dalam menentukan dan mengatur jumlah anak didukung oleh penelitian yang dilakukan Asmi (2004), walaupun perempuan dalam rumah tangga mempunyai peran besar dalam bidang ekonomi, namun mereka tidak mampu mengambil keputusan yang berkaitan dengan hak reproduksinya terutama dalam menentukan jumlah anak. Temuan ini juga membuktikan kebenaran analisis yang ditawarkan oleh feminis sosialis, yang menyatakan bahwa perempuan tetap tersubordinasi sekalipun mempunyai peran besar pada sumber ekonomi sepanjang budaya patriarki masih dominan (Meutia, 2008).

Tidak semua kehamilan yang tidak diinginkan berakhir dengan aborsi atau keguguran. Ada juga yang berakhir dengan kelahiran hidup karena tidak semua wanita yang mengalami kehamilan yang tidak diinginkan dapat menerima

Universitas Indonesia Praktek menyusui..., Bestfy Anitasari, FIKUI, 2012

103

kehamilannya sebagai anugrah. Beberapa partisipan tidak menyangka akan hamil lagi dan bahkan mengetahui kehamilannya setelah beberapa bulan. Umumnya kehamilan yang terjadi tidak direncanakan dan beberapa partisipan berusaha mengakhiri kehamilannya. Akan tetapi pada penelitian ini semua partisipan mampu menerima kehamilannya dan tidak ada yang berusaha untuk mengakhiri kehamilannya karena menganggap anak sebagai anugrah dari Tuhan.

Penerimaan terhadap kehamilan merupakan tugas psikologis ibu hamil. Respon penerimaan terhadap kehamilan dapat beragam tergantung pada seberapa besar kehamilan tersebut dikehendaki (Pilliteri, 2010). Semakin kehamilan tersebut dinanti-nantikan maka kehadirannya akan disambut dengan baik. Akan tetapi dapat terjadi sebaliknya jika kehamilan tersebut tidak direncanakan. Respon penolakan dan usaha untuk mengakhiri kehamilan tersebut melalui aborsi dapat menjadi pilihan. Pada penelitian ini didapatkan bahwa dengan adanya kehamilan yang tidak direncanakan, yang terjadi dalam jarak antara kelahiran yang dekat menjadikan ibu malu, khawatir dan tidak siap menerimanya. Akan tetapi seiring dengan berjalannya waktu, kehamilan tersebut dapat diterima dan upaya untuk menjaga agar kehamilan tersebut tetap sehat dilakukan oleh semua partisipan.

5.2 Keterbatasan Penelitian Beberapa keterbatasan yang terdapat dalam penelitian ini dijabarkan sebagai berikut:

Hasil penelitian kualitatif sangat ditentukan oleh peneliti sebagai instrument baik dalam

hal

pengambilan

data

yaitu

berkaitan

dengan

kemampuan

mengembangkan pertanyaan dan menggunakan teknik komunikasi yang tepat pada saat wawancara dan analisa data yaitu berkaitan dengan kemampuan memaknai ungkapan partisipan. Hal tersebut meyebabkan pada saat tahap analisa data dilakukan, banyak informasi yang harus dikonfirmasi ulang ke partisipan. Proses konfirmasi ulang informasi ke partisipan dilakukan melalui telepon. Kelemahan cara ini adalah tahap pencatatan lapangan tidak dapat dilakukan.

Universitas Indonesia Praktek menyusui..., Bestfy Anitasari, FIKUI, 2012

104

Penelitian ini hanya menggunakan catatan lapangan, dan wawancara sebagai metode pengumpulan data sehingga masalah gizi pada anak tidak dapat teridentifikasi dengan tepat. Seharusnya ada metode pengumpulan data yang lain yaitu analisa dokumen seperti pada KMS anak atau dokumen pendukung lainnya.

5.3 Implikasi Hasil Penelitian Hasil penelitian ini memperkaya studi-studi sebelumnya tentang menyusui dalam masa kehamilan sehingga perawat dapat menggunakan hasil penelitian ini untuk mengembangkan asuhan keperawatan yang berpusat pada pemenuhan kebutuhan ibu menyusui terutama ibu yang menyusui dalam kondisi hamil.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa menyusui selama kehamilan memberikan dampak pada ibu, anak dan janin yang dikandung. Jika hasil penelitian ini ditambahkan ke dalam materi manajemen laktasi maka akan memberikan

wawasan

dan

meningkatkan

pengetahuan

perawat

untuk

memberikan konseling dan pendidikan kesehatan yang sesuai dengan kebutuhan.

Hasil penelitian ini membuktikan kegagalan revitalisasi program keluarga berencana dan sosialisasi program keluarga berencana pada suami. Hal tersebut memberikan dampak pada perempuan usia produktif mengalami jarak antara kehamilan yang dekat yang menyebabkan proses menyusui selama dua tahun menjadi tidak tuntas atau bila mereka tetap mempertahankan menyusui maka berbagai konsekuensi harus dihadapi.

Universitas Indonesia Praktek menyusui..., Bestfy Anitasari, FIKUI, 2012

105

BAB 6 SIMPULAN DAN SARAN

6.1 Simpulan Menyusui dalam masa kehamilan merupakan kondisi yang membuat ibu mengalami dilema, di satu sisi, ASI sebagai hak anak yang harus dipenuhi oleh ibu jika ingin pertumbuhan dan perkembangan anak menjadi optimal, akan tetapi pada kenyataanya bahwa ibu hamil memiliki keinginan sendiri terkait dengan praktek menyusui yang dijalaninya yaitu tidak mau menyapih anak, ingin berhenti menyusui, terpaksa menyusui dan lebih mengutamakan menjaga kehamilannya dibandingkan dengan menyusui anak. Dilema yang dialami oleh ibu sebagai wujud ketidakberdayaannya mengambil keputusan yang tepat karena kurangnya temuan fakta yang diperoleh dari sumber yang berwenang dalam hal ini informasi dari keluarga dan petugas kesehatan dan juga terkait posisi ibu dalam keluarga sebagai subordinasi.

Sejalan dengan keinginan untuk berhenti menyusui maka terdapat usaha untuk menghentikan proses menyusui melalui proses penyapihan yang dilakukan sendiri oleh ibu atau oleh anggota keluarga yang tidak menyetujui keputusan ibu untuk menyusui. Sedangkan bagi ibu hamil yang tetap ingin menyusui melakukan penyesuaian pada diet yang dikonsumsi.

Kondisi janin yang teridentifikasi antara lain tumbuh kembangnya yang sesuai dengan usia kehamilan, bayi lahir dengan normal. Akan tetapi dua orang partisipan belum mengetahui bagaimana kondisi janinnya karena belum memeriksakan kehamilan.

Adanya kehamilan dalam masa menyusui mempengaruhi produksi ASI dari segi kuantitas dan kualitas. Kuantitas ASI semakin berkurang dengan bertambahnya usia kehamilan dan kualitas ASI mengalami perubahan dengan adanya kehamilan. Adanya perubahan tersebut berdampak pada kondisi anak yaitu anak sepertinya lapar trus sehingga kebiasaan menyusu menjadi lebih lama dan anak

Universitas Indonesia Praktek menyusui..., Bestfy Anitasari, FIKUI, 2012

106

masih meminta susu botol setelah menyusu ataukah anak menangis dan gelisah saat tidur.

Anggota keluarga utamanya suami dan orang tua serta lingkungan sekitar termasuk petugas kesehatan memegang peranan penting sebagai sumber dukungan bagi ibu. Sikap pro dan kontra ditunjukkan oleh orang-orang yang berada di sekitar ibu. Bagi yang mendukung ibu hamil untuk tetap menyusui menunjukkan dukungannya dengan memberikan bantuan dalam bentuk meringankan pekerjaan, dukungan emosional dan perhatian. Sedangkan bagi yang tidak mendukung mengusulkan untuk dilakukan penyapihan atau turun langsung untuk melakukan penyapihan.

Selama menjalani proses menyusui, ibu hamil menginginkan keterlibatan anggota keluarga dan petugas kesehatan untuk membantu menjaga kondisi ibu dan anak agar tetap optimal. Bentuk keterlibatan anggota keluarga yang diharapkan oleh ibu antara lain memberikan informasi, memberikan motivasi untuk tetap menyusui, melayani dan membantu ibu. Sedangkan keterlibatan petugas kesehatan yang diharapkan oleh ibu adalah dalam hal pemberian obat, pemberian informasi, pemeriksaan kesehatan dan pemberian bantuan makanan.

Kehamilan yang terjadi dalam masa menyusui merupakan kehamilan yang tidak direncanakan akibat dari tidak menggunakan kontrasepsi. Berbagai alasan mengapa ibu tidak menggunakan kontrasepsi antara keputusan untuk berKB diserahkan kepada ibu, mengikuti ajaran agama, suami tidak mau berpartisipasi menggunakan alat kontrasepsi, lupa menggunakan, belum sempat menggunakan dan takut menggunakan serta jarang kumpul dengan suami. Adanya kehamilan tersebut memunculkan sikap ibu antara lain malu karena hamil, rasa khawatir dan tidak siap menerima kehamilan, mensyukuri kehamilan dan dapat menerima kehamilan setelah beberapa waktu.

Universitas Indonesia Praktek menyusui..., Bestfy Anitasari, FIKUI, 2012

107

6.2 Saran 6.2.1 Pemberi Pelayanan Kesehatan (aplikatif) Memasukkan materi menyusui selama kehamilan dalam materi pelatihan manajemen laktasi sehingga tenaga kesehatan memiliki pengetahuan yang sama tentang fenomena ini. Hal tersebut agar nantinya dalam memberikan pelayanan, petugas kesehatan dapat mengidentifikasi kelompok wanita usia produktif yang rentan mengalami kehamilan dalam masa menyusui sehingga dapat memberikan informasi yang akurat pada sasaran yang tepat.

Petugas kesehatan diharapkan mampu memberikan informasi tentang syarat ibu yang dapat melanjutkan menyusui selama kehamilan dan dampak menyusui selama kehamilan melalui pendidikan kesehatan atau konseling sehingga wanita produktif dalam kondisi hamil dan tetap menyusui dapat menentukan sikap untuk melanjutkan menyusui atau menyapih. Jika pada akhirnya kondisi ibu tidak memungkinkan untuk

melanjutkan menyusui

maka perawat

maternitas

diharapkan memberikan informasi tentang cara penyapihan yang benar. Berdasarkan hasil penelitian ini, maka rekomendasi peneliti adalah petugas kesehatan sebaiknya lebih memfokuskan untuk mengajarkan ibu cara penyapihan yang benar jika kehamilan terjadi dalam masa menyusui karena temuan dari penelitian ini didapatkan bahwa praktek menyusui dalam masa kehamilan memiliki resiko lebih besar jika dibandingkan dengan manfaat yang diterima baik oleh ibu, anak maupun janin.

Menggalakkan lagi program keluarga berencana pada semua wanita usia produktif dengan melibatkan suami agar kehamilan dalam masa menyusui dapat dicegah sehingga anak mendapatkan haknya secara utuh dan ibu dapat memulihkan kondisi tubuhnya sebelum kehamilan berikutnya. Pelayanan KB harus menyediakan informasi dan konseling yang lengkap dan juga pilihan metode kontrasepsi yang memadai termasuk kontrasepsi darurat dan pelayanan ini harus merupakan bagian dari program komprehensif pelayanan kesehatan reproduksi.

Universitas Indonesia Praktek menyusui..., Bestfy Anitasari, FIKUI, 2012

108

Dalam memberikan pelayanan kesehatan khususnya pendidikan kesehatan atau konseling, perawat maternitas diharapkan dapat memberikan pilihan dan mampu menyusun menu diet alternative yang tinggi kalori serta pemberian suplemen makanan bila perlu untuk memenuhi kebutuhan nutrisi bagi ibu sehingga masalah deplesi nutrisi tidak terjadi. Selain itu, perawat diharapkan mampu untuk memberikan alternative menu MP-ASI dan cara pemberiannya agar kebutuhan nutrisi anak dapat terpenuhi. Selain itu, diupayakan untuk membentuk grup pendukung (peer group) bagi ibu-ibu yang menyusui dalam masa kehamilan sehingga dilema yang dihadapi ibu dapat dicairkan.

6.2.2 Pengembangan Keilmuan Institusi pendidikan dapat menambahkan dalam kurikulum pendidikan tentang materi menyusui dalam masa kehamilan sebagai bekal ilmu bagi mahasiswa untuk melakukan praktek keperawatan secara holistik. Materi tersebut antara lain: syarat kondisi ibu hamil yang boleh tetap menyusui, respon biologis, psikologis, sosial dan spiritual yang dialami, upaya-upaya untuk mengatasi permasalahan yang dialami oleh ibu serta cara penyapihan yang benar.

Institusi pendidikan keperawatan diharapkan dapat mengembangkan kemampuan personal khususnya pendidikan kesehatan dan praktek konseling untuk membantu mahasiswa memiliki kompetensi yang baik dalam menyampaikan informasi kesehatan yang dibutuhkan oleh masyarakat.

6.2.3 Penelitian Selanjutnya (metodologi) Hasil penelitian ini dapat dijadikan referensi untuk penelitian selanjutnya yaitu untuk penelitian kuantitatif: studi prospektif untuk melihat dampak jangka panjang bagi perkembangan anak dan bayi, penilaian kecukupan nutrisi ibu, faktor-faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan untuk menyusui atau tidak menyusui di kalangan ibu, masalah makan pada anak apakah berhubungan dengan kondisi ibu yang sedang hamil dan tetap menyusui atau tidak. Sedangkan untuk studi kualitatif yaitu menggali perspektif tenaga kesehatan tentang menyusui dalam masa kehamilan, pengalaman menyapih para ibu, pengambilan

Universitas Indonesia Praktek menyusui..., Bestfy Anitasari, FIKUI, 2012

109

keputusan untuk menggunakan alat kontrasepsi, studi etnografi terkait pengaruh budaya terhadap praktek menyusui dalam masa kehamilan.

Universitas Indonesia Praktek menyusui..., Bestfy Anitasari, FIKUI, 2012

DAFTAR PUSTAKA

Adisasmito,W. (2007). Sistem kesehatan. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada. Afifi, M. (2007). Lactational amenorrhoea method for family planning and women empowerment in Egypt. Singapore Medical Journal, 48,758–762. (abstrak). Agudelo, C.A., & Belizan,C. (2003). Maternal morbidity and mortality associated with interpregnancy interval: Cross sectional study. BMJ, 321,1255-1259 Ajjawi, R & Higgs, J. (2007). Using hermeneutics phenomenology to investigate how experienced practitioners learn to communicate clinical reasoning. The Qualitative Report, 12 (4), 612-638. Alaszewski, A., Alaszewski, H., Ayer, S., Manthorpe, J. (Eds.). (2000). Managing risk in community practice. London:Harcourt Publishers Limited. American Academy of Pediatrics. (2005). Policy statement section on breastfeeding and the use of human milk. Pediatrics,115, 496-506. Anderson, J., Malley, K., & Snell, R. (2009). Is 6 months still the best for exclusive breastfeeding and introduction of solids? A literature review with consideration to the risk of the development of allergies. Breastfeeding Review, 17 (2), 23–31 (abstrak). Annie, E. (2005). Postpartum contraception. Women’s Health Medicine, 2 (5), 2326. Arifin, M.A. (2004). Pemberian ASI dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Tesis dipublikasikan. Bagian Gizi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Sumatera Utara. Medan. Diperoleh dari http:// library.usu.ac.id/download/fkm/fkm-arifin4.pdf. Arora, S., McJunkin, C.I., Wehrer, J., & Kuhn, P. (2000). Major factors influencing breastfeeding rates: Mother’s perception of father’s attitude and milk supply. Pediatrics, 106, e67. Asmi. (2004). Hak reproduksi perempuan pada masyarakat matrilinial Minangkabau di pedesaan Provinsi Sumatra Barat (Studi kasus perempuan di desa Bulakan Tinggi, Kecamatan Perwakilan Situjuh, Kabupaten Lima Puluh Kota, Provinsi Sumatra Barat). Penelitian tidak diterbitkan. Program Kajian Wanita, Program Pascasarjana Universitas Indonesia.

Praktek menyusui..., Bestfy Anitasari, FIKUI, 2012

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI. (2010). Riset kesehatan dasar (RISKESDAS) 2010. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. (2007). Laporan perkembangan pencapaian millennium development goals Indonesia 2007. Jakarta: Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. Barnett, B. (1998). Family planning use often a family decision: Better ways are needed to involve relatives, who may influence contraceptive choices. FHI's Quarterly Health Bulletin Network, 18(4), http://www.reproline.jhu.edu/English/6read/ 6issues/6network/v184/nt1843.html diperoleh tanggal 01 Desember 2012. Barton, S. (2001). Infant feeding practices of low-income rural mother. American Journal of Maternal Child Nursing, 26(2), 93-97. Berg, M.L., & Ball, H.L. (2007). Practices, advices and support regarding prolong breastfeeding: A desccriptive study from Sri Lanka. Journal of Reproductive and Infant Psychology, 77, 1001-1012. Bohler, E., & Bergstrom, S. (1995a). Premature weaning: only if mother is pregnant again. Journal Biosocial Science, 27(3), 253-265. _________________________. (1995b). Subsequent pregnancy affects morbidity of previous child. Journal Biosocial Science, 27(4),431-442. _________________________. (1996). Child growth during weaning depends on whether mother is pregnant again. Journal Tropical Pediatrics, 42 (2), 104-109. Bohler, E., & Ingstad, B. (1996). The struggle of weaning: factors determining breastfeeding duration in East Bhutan. Social Science Medical, 43,18051815 Bohler, E., Bergstrom, S., & Singey J. (1995). Subsequent pregnancy affects nutritional status of previous child: A study from Bhutan. Acta Paediatric, 84, 478-483. Butte, N., & King, J.C. (2002). Energy requirements during pregnancy and lactation. Energy background paper prepared for the joint FAO/WHO/UNU Consultation on energy in human nutrition. Burn, N., & Grove, S., K. (2009). The practice of nursing research: appraisal, synthesis and generation of evidence. (6th ed). St. Louis Missouri; Elseiver.

Praktek menyusui..., Bestfy Anitasari, FIKUI, 2012

Briefel, RR., Bialostosky, K., Kennedy, S. J., McDowell, M.A., Ervin, R.B., & Wright, J.D. (2000). Zinc intake of the u.s. population: findings from the third national health and nutrition examination survey, 1988-1994. Journal Nutrition ,130, 1367S-1373S. Camurdan, A. D., Ozkan, S., Yuksel, D., Pasli, F., Sahin, F., & Beyazova, U. (2007). The effect of the baby-friendly hospital initiative on long-term breastfeeding. International Journal of Clinical Practice, 61(8), 12511255. (abstrak). Chezem, J., Friesen, C., & Boettcher, J. (2003). Breastfeeding knowledge, breastfeeding confidence and infant feeding plans: effects on actual feeding practices. Journal Obstetric Gynecology Neonatal Nursing, 32, 40-47. Creswell, J.W. (2012). Quality inquiry and research design choosing among five approaches. Third Edition. United States of America: SAGE Publication, Inc. Danforth, K. N., Tworoger, S. S., Hecht, J. L., Rosner, B. A., Colditz, G. A., & Hankinson, S. E. (2007). Breastfeeding and risk of ovarian cancer in two prospective cohorts. Cancer Causes & Control, 18(5), 517-23. doi:10.1007/s10552-007-0130-2. Depkes RI. (2009). Profil kesehatan Indonesia 2008. Jakarta: Departemen Kesehatan RI Depkes RI & WHO. (2003). Profil kesehatan reproduksi Indonesia. Jakarta: Departemen Kesehatan. Dennis, C.L., & Faux, S. (1999). Development and psychometric testing of the breastfeeding self-efficacy scale. Research Nursing Health, 22, 399-409. Dewey, K.G., & Cohen, R.J. (2004). Birth spacing literature: Maternal and child nutrition outcomes. Report prepared for: The academy for educational development and the catalyst consortium Washington. Diperoleh dari http://www.esdproj.org/site/Docserver/Dewy_Cohen_2004.pdf?docID=17 46. Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan. (2009). Profil kesehatan Sulawesi Selatan 2008. Makassar: Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan. Drudy, D., Mullane, N. R., Quinn, T., Wall, P. G., & Fanning, S. (2006). Enterobacter sakazakii: an emerging pathogen in powdered infant formula. Clinical Infection Dieases, 42(7), 996-1002

Praktek menyusui..., Bestfy Anitasari, FIKUI, 2012

Dwiyanto, dkk. (2001). Seksualitas, kesehatan reproduksi dan ketimpangan gender. Jakarta: Pustaka sinar harapan bekerjasama dengan pusat kajian wanita UI dan the Ford Foundation Eckford, S.D., & Westgate, J. (1997). Breastfeeding and placental abruption. Journal of Obstetrics and Gynaecology, 17, 164-168 El- Saadani, S. (2000). High fertility does not cause spontaneous intrauterine fetal loss: the determinants of spontaneous fetal loss in Egypt. Social Biology, 47, 218-243 FAO. (2001). Human Energy Requirements: Report of a joint FAO/WHO/UNU expert consultation. FAO Food and Nutrition Technical Report Series. Rome 17-24 Oktober. Feldman, S., & Victoria, B.C. (2000). Nursing through pregnancy. New Beginnings, 17, 116-118. Fischman, R.J., Wick, J.G., & Koenig, B.A. (1999). The use of “sex” and “gender” to define and characterize meaningful differences between men and women in National Institutes of Health 1999, agenda for Research on Women’s Health in the 21st century: Vol. 1. Washington: Office of Reseach on Women’s Health. Flood, A. (2010). Understanding phenomenology. Nurse Research. 17 (2), 7-15 Flower, H. (2003). Adventures in tandem nursing: breastfeeding during pregnancy and beyond. La Leche League International : Schaumburg, Illinois. Friedman, M.M., Bowden, V.R., & Jones, E.G. (2003). Family nursing: Research, theory & practice. 5th ed. New Jersey: Prentice Hall. Frost, J.J., Darroch, J.E., & Remez, L. (2008). Improving contraceptive use in the United States, In Brief, New York: Guttmacher Institute. Gimpl, G., & Fahrenholz, F. (2001).The oxytocin receptor system: structure, function and regulation. Physiological Reviews, 81 (2), 629-668. Goldman, A.S. (2000). Modulation of the gastrointestinal tract of infant by human milk. Interfaces and interaction. An evolutionary perspective. Journal Nutrition, 130 (2s sppl), 426s-431s. Grassley, J.S., & Nelms, T.P. (2008). Understanding maternal breastfeeding confidence: A gadamerian hermeneutic analysis of womens’ stories. Health Care for Women International, 29, 841-862.

Praktek menyusui..., Bestfy Anitasari, FIKUI, 2012

Grimes, D., Benson, J., & Singh, S. (2006). Unsafe abortion: the preventable pandemic. Lancet, 368, 1908-1919. Guxens, M., Mendez, M. A., Molto-Puigmarti, C., Julvez, J., Garcia-Esteban, R., Forns, J., et al. (2011). Breastfeeding, long-chain polyunsaturated fatty acids in colostrum, and infant mental development. Pediatrics, 128, e880e889. Hale, R. (2007). Infant nutrition and the benefits of breastfeeding. British Journal of Midwifery, 15(6), 368-371. Hanafi. (2004). Keluarga berencana dan kontrasepsi. Jakarta : Pustaka Sinar Harapan. Hanson, M.B. (2003). Correlates of breastfeding in rural population. American Journal Health Behaviour, 27 (4), 432-444. Harsono. S. (2003). Kapita selekta neurologi. Edisi kedua. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Harwood, K. (2011). Intent of expecting fathers to encourage breastfeeding, perceptions of support and barriers to encouraging breastfeeding. Nutrition and Health Sciences Dissertations & Theses. Nutrition and Health Sciences, Department of. University of Nebraska-Lincoln. Hauck, F. R., Thompson, J. M. D., Tanabe, K. O., Moon, R. Y., & Vennemann, M. M. (2011). Breastfeeding and reduced risk of suddent infant death syndrome: a meta-analysis. Pediatric, 128(1), 103-110. Hubber, D. (2000). Leadership & nursing care management. Philadelphia: W.B. Sounder Company. Ingran, J., & Johnson, D. (2004). A feasibility study of a intervention to enhance family support for breastfeeding in a deprived area in Bristol, UK. Midwifery, 20, 367-379. Iphofen, R. (2005). Ethical issues in qualitative health research. In: Halloway I, ed. Qualitative research in health care. 1st edition. Berkshire, England: Open University Press. Irwanto, Poerwandari, E.K., &Hardee, K. (1998). In the shadow of men: Reproductive decision making and women’s psychological well-being in Indonesia. Journal of Population, 4 (2), 87-114. Ishii, H. (2009). Does breastfeeding induce spontaneous abortion? Journal of Obstetrics and Gynaecology Research, 35, 864–868

Praktek menyusui..., Bestfy Anitasari, FIKUI, 2012

Isaacs, E.B., Fischl, B.R., Quinn, B.T., Chong, W.K., Gadian, D.G., & Lucas, A. (2010). Impact of breast milk on intelligence quotient, brain size, and white matter development. Pediatrics, 126; e601. Iturriaga, S., Barrenechea, A.U., Zárate, S., Olaechea, Z., Núñez, R., & Rivero,R. (2009). Analgesic effect of breastfeeding when taking blood by heel-prick in newborns. An Pediatric (Barc), 71(4), 310-3. Ismail, S.A., A.M. Abd-Ellah., A.A. Abd-El-Khair., & Tammam, A.E. (2009). Study of probable effects of a new pregnancy on some milk constituents in lactating women. Research Journal of Medicine and Medical Science, 4(1), 49-54. Judarwanto. W. (2009). Cara penyapihan yang baik dan benar. Diperoleh dari www. indonesian breastfeeding network.com diunduh tanggal 12 September 2012. Juliastuty, D., Setyowati., Afiyanti. Y. (2008). Pengambilan keputusan pemakaian kontrasepsi pada ibu grande multipara di Kabupaten Tangerang: Studi grounded theory. Jurnal Keperawatan Indonesia. Volume 12 (2), 100-107. Kadir, Y.A. (1995). Faktor-faktor sosial-budaya dalam pemenuhan kebutuhan gizi bayi dan balita orang Bajo di Kabupaten Bone, Sulawesi-Selatan. Dalam Swasono, M.F. (2011). Kehamilan, kelahiran, perawatan ibu dan bayi dalam konteks budaya. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press). Kementrian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala BPPN Republik Indonesia (2008). Bincang-bincang tentang MDGs 2015. Jakarta: Kementrian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala BPPN Republik Indonesia. Kahn, K.S., & Chien, N.F. (1998). Nutritional stress of reproduction. Acta Obstetric Gynecology Scand, 77, 395-401. King, J.C. (2003). The risk of maternal nutritional depletion and poor outcomes increases in early or closely spaced pregnancies. Journal of Nutrition 133, 1732S-1736S. Kost, K. (2008). Estimates of contraceptive failure from the 2002 National Survey of Family Growth. Contraception, 77(1), 10–21. Kulie T., Slattengren A., Redmer J., Counts H., Eglash A., & Schrager S. (2011). Obesity and women's health: An evidence-based review. Journal of the American Board of Family Medicine, 24(1), 75-85. Kramer, M. S., dkk. (2002). Breastfeeding and infant growth: biology or bias? Pediatrics, 110(2), 343-347.

Praktek menyusui..., Bestfy Anitasari, FIKUI, 2012

Lamberti, L. M., Walker, C. L. F., Noiman, A., Victoria, C., & Black, R. E. (2011). Breastfeeding And the risk for diarrhea morbidity and mortality. BMC Public Health, 11(Suppl 3), s15-s26. Lawrence, R.A. (1994). Breastfeeding: A guide for the medical profession. 4th edition. Mosby: Missouri. Li, R., Fein, S.B, Chen, J., & Grummer-Strawn, L.M. (2008). Why mothers stop breastfeeding: mothers' self-reported reasons for stopping during the first year. Pediatrics, 122 Suppl 2:S69. Lodha R., Joshi A., Paul D., Lodha K.M., Nahar N., Shrivastava A., dkk. (2011). Association between reproductive factors and breast cancer in an urban set up at Central India: A case-control study. Indian Journal Cancer, 48(3), 303-307. Maas, L.T. (2004). Kesehatan ibu dan anak: Pesepsi budaya dan dampak kesehatannya. Tesis dipublikasikan. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Sumatera Utara. Diperoleh dari http:// library.usu.ac.id/download/fkm/fkm-maas.pdf. Maier, A.S., Chabanet, C.,& Schaal, B. (2008). Breastfeeding and experience with variety early in weaning increase infants' acceptance of new foods for up to two months. Clinical Nutrition, 27:849. Majeed, A.A.S., & Hassan, M.K. (2011). Risk factors for type 1 diabetes mellitus among children and adolescents in Basrah. Oman Medical Journal, 26(3), 1889-195. DOI 10.5001/omj.2011.46. Marquis, B.L., & Huston, C.J. (2003). Leadership roles and management function in nursing. Theory & Application. 4th edition. Philadelphia: Lippincott. Marquis, G.S., Penny, M.E., Diaz, J.M., & Marin, R.M. (2002). Postpartum consequences of an overlap of breastfeeding and pregnancy: reduced breast milk intake and growth during early infancy. Pediatrics, 109, 1-8 ____________________________________________. (2003). An overlap of breastfeeding during late pregnancy is associated with subsequent changes in colostrum composition and morbidity rates among peruvian infants and their mothers. Community and International Nutrition, 133, 2585-2591. Matheny, G. (2004). Family planning programs: Getting the most for money. International Family Planning Perspectives 30 (3), http://www.guttmacher.org/pubs/journals/ 3013404.html diperoleh tanggal 27 November 2012.

Praktek menyusui..., Bestfy Anitasari, FIKUI, 2012

Meutia. (2008). Partisipasi laki-laki dalam kesehatan reproduksi. Diperoleh 9 November 2012 dari http://www.menegpp.go.id Merchant, K., Martorell, R., & Haas, J. (1990a). Maternal and fetal responses to the stresses of lactation concurrent with pregnancy and of short recuperative intervals. American Journal Clinical Nutrition, 52, 280-288 _______________________________. (1990b). Consequences for maternal nutrition of reproductive stress across consecutive pregnancies. American Journal Clinical Nutrition, 52, 616-620 Mesiano., Wang, Y., & Norwitz, E.R. (2011). Progesterone receptors in the human pregnancy uterus: do they hold the key to birth timing?. Reproductive Sciences, 18 (1), 6-19. Moore, K. (2010). Father involvement in the breastfeeding process: Determining, contributing aspects. Graduate program. Faculty of Applied Health Sciences. Brook University. Moscone, S., & Moore, M.J. (1993). Breastfeeding during pregnancy. Journal Human Lactation. 9(2), 83-88. Murray, S.S., & McKinney, E.S. (2007). Foundations of maternal-newborn nursing (4th ed.). Singapore: Elsevier. NHMRC. (2004). Draft nutrient reference values for australian and new zealand including recommended dietary intakes: public consultation document. Australia: national health and medical research council. Noone, J. (2004). Finding the best fit: a grounded theory of contraceptive decision making in women. Nursing Forum, 39 (4), 13-20. Nybo,

A.M., Wohlfahrt, J., Christens, P., Olsen, J., & Melbye, M. (2000). Maternal age and fetal loss: population based register linkage study. BMJ, 320, 1708-1712

Nyndya, S. (2001). Dampak Pemberian ASI Ekslusif Terhadap Penurunan Kesuburan Seorang Wanita. Jakarta: Cermin Dunia Kedokteran. Oliveros, C., Marquis, G., Bartolini, R., & Rudatskira, E. (1999). Maternal lactation: a qualitative analysis of the breastfeeding habits and beliefs of pregnant women living in Lima, Peru. International Quarterly of Community Health Education, 18, 415-434. Onwudiegwu, U. (2000). Is breastfeeding during pregnancy harmful? Journal of Obstetrics and Gynaecology, 20, 157-160

Praktek menyusui..., Bestfy Anitasari, FIKUI, 2012

Pareja, G.R. (2007). The association between breastfeeding during late pregnancy and the occurrence of small for gestational age and prolonged active phase of labor among peruvian women. Published thesis. Nutritional Science. Iowa State University Ames, Iowa. Perkumpulan Perinatologi Indonesia. (2010). Bahan bacaan manajemen laktasi: Menuju persalinan aman dan bayi baru lahir sehat. Cetakan ke-4. Jakarta: Perinasia. Perry, S.E., Hockenberry, M.J., Lowdermilk, D.L., Wilson, D., & Wong, L.D. (2010). Maternal child nursing care (4th ed.). Canada: Mosby Elsevier. Persad, M., & Mensinger, J.L. (2007). Maternal breastfeeding attitudes: association with breastfeeding intent and socio-demographics among urban primiparas. Journal of Community Health, 33, 53-60. Pilliteri, A. (2003). Maternal and childhealth nursing care of the childbearing and childrearing family. 4 edition: Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins. Pilliteri, A. (2010). Maternal & child health nursing : care of the childbearing & childrearing family. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins Polit, D.F., & Beck, C.T. (2012). Nursing research: generating and assessing evidence for nursing practice. Ninth edition. Wolter Kluwer Health: Lippincott Williams & Wilkins. Quan, XZ., Yang, H.H., & Zheng, X.H. (2005). An exploration of factors associated with breastfeeding behavior. Maternal Child Health Care China, 20, 1305-1307. Ramachandran, P. (2002). Maternal nutrition-effect on fetal growth and outcome of pregnancy. Nutrition Review, 60(5 Pt 2), S26-34. Reeder, S.J., Martin, L.L., & Koniak-Griffin, D. (2011). Keperawatan maternitas: kesehatan wanita, bayi dan keluarga. Edisi 18.(Alih Bahasa: Yati Afiyanti, dkk). Jakarta: EGC. (Buku asli diterbitkan tahun 1997). Rempel, L.A., & Rempel. J. (2010). The breastfeeding team: the role of involved fathers in the breastfeeding family. Journal Human Lactation, Dec 20 Riordan, J., & Wambach, K. (2010). Breastfeeding and human lactation. 4th ed. Massachusetts: Jones and Bartlett Publishers. Rivera, A. I., Vazquez, G.V., Davila, T.R.R., Parrilla, R.A.M. (2006). Exploratory study: breastfeeding knowledge, attitudes towards sexuality and breastfeeding, and disposition towards breastfeeding in future Puerto Rican male parents. Puerto Rico Health Sciences Journal, 25, 337-341.

Praktek menyusui..., Bestfy Anitasari, FIKUI, 2012

Roesli, U. (2005). Mengenal ASI ekslusif. Trubus Agriwidya: Jakarta. ________. (2010). Inisiasi menyusu dini plus asi eksklusif. Cetakan ke-4. Jakarta: Pustaka Bunda. Rutstein, S. (2003). Effect of birth interval on mortality and health: Multivariate cross country analysis. Presentation to the USAID-sponsored conference on optimal birth spacing for Central America. Antigua, Guatemala. Sacker, A., Quigley, M.A., & Kelly, Y.J. (2005). Breastfeeding and developmental delay: findings from the millennium cohort study. Pediatrics, 118 (3), e682-e689. Said, N. (2001). Tanah sebagai mahar dalam perkawinan studi kasus perempuan Suku Bugis-Makassar di Sulawsi Selatan yang menerima tanah pada waktu menikah. Tesis Universitas Indonesia (dipublikasikan). Diperoleh dari http://lontar.ui.ac.id/opac/themes/libri2/detail.jsp?id=73370&lokasi=lokal (abstrak). Santos, I.S., Matijasevich, A., & Barros, A.J. (2011). Avoidable deaths in the first four years of life among children in the 2004 pelatos (Brazil) birth cohort study. Canadian Saude Publica, 27 Sup 2, S185-S197. Satcher, D. (2001). From the surgeon general: DHHS blueprint for action on breastfeeding. Public Health Reports, 116, 72-73. Schwarz, E.B., Brown, J.S., Creasman, J.M., A. Stuebe, A., Mc Clure, C.K.,. Eeden, S.K, dkk. (2011). Lactation and maternal risk of type-2 diabetes: a Population based study. American Journal Medicine, 123(9), 863.e1– 863.e6. diperoleh dari http://www.ncbi.nlm.nih.gov/ Setyowati. (2003). The impact of village midwives and candies in improving nutritional of pregnant women in selected rural villages in two districs Banten province Indonesia: Longitudinal study. Dissertation. Makara Kesehatan, vol 14 (1), 5-10. Simkin, P., Whalley, J., & Keppler, A. (2007). Kehamilan, melahirkan dan bayi. Jakarta: Arcan. Diperoleh dari http://books.google.co.id tanggal 05 April 2012. Shaaban, O.M., & Glasier, A.F. (2008). Pregnancy during breastfeeding in rural Egypt. Contraception, 77, 350–354. Sommer, C., Resch, B., & Simoes, E.A.F., (2011). Risk factors for severe respiratory syncytial virus lower respiratory tract infection. The Open Microbiologi Journal, 5,(suppl2-M4), 144-154. Diperoleh dari http://www.ncbi.nih.gov/pubmed.

Praktek menyusui..., Bestfy Anitasari, FIKUI, 2012

Streubert, H.J., & Carpenter, D.R. (2011). Qualitatif research in nursing. Wolter Kluwer Health: Lippincott Williams & Wilkins. Steward-Knox, B.K., Gardiner, M., & Wright. (2003). What is the problem with breastfeeding? A qualitative analysis of infant feeding perceptions. Journal Human Nutritional Dietition, 16, 265-273. Sriudiyani .(2005). Studi Peran Perempuan dalam pengambilan keputusan di dalam keluarga untuk Bidang KB-KR., http://www.bkkbn.go.id/ditfor/research_detail.php?rchid=121 diperoleh tanggal 25 Januari 2008. Surbakti, S. (1999). Survei Seratus Desa. Dalam Depkes RI & WHO. (2003). Profil kesehatan reproduksi Indonesia. Jakarta: Departemen Kesehatan Swansburg, R.C. (1993/2000). Pengantar kepemimpinan dan manajemen keperawatan untuk praktek klinis. Terjemahan oleh: Suharyati Samba. Jakarta: EGC Thompson, S. A., (2003). The association between breastfeeding and rates of infant morbidity in a pediatric population. ProQuest Dissertations and Theses; ProQuest Dissertations & Theses (PQDT). Tohotoa, J., Maycock, B., Hauck, Yl., Howat, P., Burns, S., Binns, C., dkk. (2009). Dads makes a difference: an exploratory of parental support for breastfeeding in perth, western australia. International Breastfeed Journal, 4, 15-24. U.S. Department of Health and Human Services. (2006). Health people 2010 midcourse review. Washington, DC: U.S.Goverment printing office. Diperoleh dari http://www.healthypeople.gov/data/midcourse/pdf/FA16.pdf tanggal 20 Mei 2012. Venter, C., Clayton, B., & Dean, T. (2008). Infant nutrition part 2: the midwife’s role in allergy prevention. British Journal of Midwifery, 16(12), 791-803. Vrachnis, N., Malamas, M.F., Sifakis, S., Deligeoroglou., & Iliodromiti, Z. (2011). The Oxytocin-oxytocin receptor system and itsantagonists as tocolytic agents. International Journal of Endocrinology, Volume 2011, 8 pages. Wang, X., Wang ,Y., & Kang, C. (2005). Feeding practices in 105 counties of rural China. Blackwell Publishing. Ltd. 417-423. Winkvist, A., Rasmusse, K.M., & Lissner, L. (2003). Associations between reproduction and maternal body weight: examining the component parts of

Praktek menyusui..., Bestfy Anitasari, FIKUI, 2012

a full reproductive cycle. European Journal of Clinical Nutrition, 57, 114127. World Health Organization (WHO). (2002). Global strategy for infant and young child feeding, 55th World Health Assembly, Geneva. World Health Organization (WHO). (2006). Child and adolescent health and development. exclusive breastfeeding. http://who.go.id/portal/html. Diunduh tanggal 23 April 2011 pukul 10.00 WIB. World Health Organization (WHO). (2009). Infant and Young child fedding: model chapter for textbooks for medical students and allied health professionals. Geneva: WHO Press. Yulianis, D. (2003). Beban kerja ibu dan kaitannya dengan pola asuh makan serta status gizi anak usia 1-5 tahun pada keluarga miskin di Kecamatan Bogor Selatan. Skripsi dipublikasikan. Departemen Gizi Masyarakat & Sumber Daya Keluarga. Fakultas Pertanian. Institute Pertanian Bogor. Zachariah, R. (2004). Attachment, social support, life stress, and psychological well-being in pregnant low- income women: A pilot study. Clinical Excellence for Nurse Practitioners, 8 (2), 60-67. Zhou, Q., Younger, K.M & Kearney, J.M. (2010). An exploration of the knowledge and attitudes towards breastfeeding among a sample of Chinese mothers in Ireland. BMC Public Health, 10: 722.

Praktek menyusui..., Bestfy Anitasari, FIKUI, 2012

LAMPIRAN 1 SURAT IZIN PENELITIAN

Praktek menyusui..., Bestfy Anitasari, FIKUI, 2012

Praktek menyusui..., Bestfy Anitasari, FIKUI, 2012

Praktek menyusui..., Bestfy Anitasari, FIKUI, 2012

Praktek menyusui..., Bestfy Anitasari, FIKUI, 2012

Praktek menyusui..., Bestfy Anitasari, FIKUI, 2012

Praktek menyusui..., Bestfy Anitasari, FIKUI, 2012

Lampiran 2

PENJELASAN PENELITIAN

Judul Penelitian

: Menyusui Selama Masa Kehamilan Dalam Perspektif Wanita di Kota Makassar

Peneliti`

: Bestfy Anitasari

NPM

: 1006748450

Nomor telepon

: 081355249459

Peneliti merupakan mahasiswa program studi Magister Ilmu Keperawatan Kekhususan Keperawatan Maternitas Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia. Ibu diminta untuk berpatisipasi dalam penelitian ini secara sukarela sebagai partisipan. Sebagai partisipan ibu berhak untuk menentukan sikap dan keputusan untuk tetap berpartisipasi atau mengundurkan diri karena alasan tertentu dan mengajukan keberatan atas penelitian ini kapanpun tanpa ada konsekuensi dan dampak negatif. Sebelum ibu memutuskan, saya akan menjelaskan beberapa hal sebagai berikut: 1. Tujuan penelitian ini untuk mengungkapkan bagaimana pandangan wanita yang menyusui selama masa kehamilan. Penelitian ini digunakan sebagai referensi bagi tenaga keperawatan khususnya Maternitas untuk memberikan pelayanan kesehatan reproduksi, selain itu dapat digunakan untuk mengembangkan intervensi keperawatan dalam bentuk pendidikan kesehatan dan konseling untuk mengantisipasi masalah menyusui yang mungkin dihadapi selama masa kehamilan. 2. Pengambilan data dalam penelitian akan dilakukan melalui wawancara yang dilakukan oleh peneliti sendiri selama maksimal 90 menit. Wawancara akan dilakukan pada tempat dan waktu sesuai dengan kesepakatan ibu. Dalam proses wawancara akan digunakan alat perekam suara. Jadi semua pembicaraan antara peneliti dan partisipan akan didokumentasikan dalam bentuk rekaman suara serta dilengkapi dengan catatan lapangan. Peneliti akan memberikan hasil catatan rekaman kepada

Praktek menyusui..., Bestfy Anitasari, FIKUI, 2012

ibu untuk diperiksa kembali kebenarannya sebelum analisa data. Peneliti akan menjaga kerahasiaan hasil penelitian. 3. Partisipan berhak mengajukan keberatan pada peneliti jika terdapat kejadian yang kurang berkenan dan selanjutnya akan dicari penyelesaian berdasarkan kesepakatan peneliti dengan partisipan. Selain itu, apabila ibu merasa tidaknyaman selama proses wawancara, ibu boleh tidak menjawab atau mengundurkan diri dari penelitian ini. Prosedur pengambilan data selain wawancara, partisipan juga mengisi lembar data demografi. 4. Penelitian ini tidak akan menimbulkan kerugian apapun pada ibu, hanya saja mungkin penelitian ini akan menyita waktu ibu. Selama penelitian, peneliti akan menerapkan prinsip-prinsip etika penelitian dan menghormati hak-hak ibu sebagai partisipan dalam penelitian ini. 5. Pada penelitian ini, ibu memiliki peran yang sangat besar karena dengan berpartisipasi dalam penelitian ini maka ibu berkontribusi dalam pengembangan ilmu keperawatan dan peningkatan kualitas pelayanan keperawatan. Demikian penjelasan saya terkait penelitian yang akan dilakukan, atas perhatian ibu, saya ucapkan terima kasih.

Makassar,

Mei 2012

(Bestfy Anitasari)

Praktek menyusui..., Bestfy Anitasari, FIKUI, 2012

Lampiran 3

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : .................................................. (samaran) Umur : ..................................................

Setelah membaca dan mendengar penjelasan dari peneliti terkait tujuan, manfaat dan proses penelitian yang akan dilakukan, saya memahami bahwa penelitian tidak akan membahayakan bagi diri saya, bayi maupun keluarga saya. Saya juga telah mengetahui bahwa dalam proses penelitian, hak-hak saya sebagai sumber akan dihargai dan dihormati oleh peneliti. Saya telah memahami bahwa penelitian ini hanya akan menggunakan nama samaran dalam data yang telah saya berikan sehingga kerahasiaan dari data dapat terjaga. Maka, dengan sadar dan sukarela tanpa ada unsur paksaan dari siapapun, saya bersedia untuk terlibat sebagai partisipan dalam penelitian yang berjudul “Menyusui Selama Masa Kehamilan Dalam Perspektif Wanita di Kota Makassar” ini.

Makassar, Mei 2012 Partisipan

(.......................................)

Praktek menyusui..., Bestfy Anitasari, FIKUI, 2012

Lampiran 4

Nama samaran: ..................

DATA DEMOGRAFI A. Data Ibu Isilah lembar kuisioner ini pada tempat yang telah disediakan 1. Usia

: .............................................................................................

2. Pendidikan terakhir

: ......................................................................

3. Status pernikahan : .................................................................................. 4. Pekerjaan

: ..................................................................................

5. Jumlah kehamilan: ………………………………………………………… 6. Tinggal serumah dengan : ...................................................................... 7. Anak keberapa bayi yang disusui : ........................................................... 8. Usia kehamilan saat ibu tahu hamil: ……………………………………… 9. Usia bayi : ………………………………………………………………… 10. Riwayat menyusui selama masa kehamilan

: ……….………….(Kali)

B. Data Suami 1. Usia

: ..................................................................................

2. Pendidikan terakhir: .................................................................................. 3. Pekerjaan

: ..................................................................................

Alamat rumah : ..................................................................................

Praktek menyusui..., Bestfy Anitasari, FIKUI, 2012

Lampiran 5

PEDOMAN WAWANCARA

Nama samaran:

Hari wawancara:

Tanggal wawancara:

Waktu wawancara:

Tempat wawancara

Bagaimana pendapat ibu tentang menyusui dalam masa kehamilan?

Ceritakan bagaimana perasaan ibu saat menyusui dalam masa kehamilan?

Ceritakan alasan mengapa ibu tetap menyusui walaupun dalam keadaan hamil?

Ceritakan hambatan atau masalah yang ibu hadapi selama menyusui dalam keadaan hamil?

Praktek menyusui..., Bestfy Anitasari, FIKUI, 2012

Bagaimana usaha yang ibu lakukan untuk mengatasi hambatan atau masalah tersebut?

Siapa saja yang memberikan dukungan kepada ibu selama menyusui dalam masa kehamilan?

Bagaimana bentuk dukungan yang diberikan?

Bagaimana harapan ibu terhadap anggota keluarga?

Bagaimana respon petugas kesehatan terhadap tindakan ibu menyusui dalam masa kehamilan?

Bagaimana reaksi orang-orang disekitar ibu terhadap tindakan ibu menyusui dalam masa kehamilan?

Praktek menyusui..., Bestfy Anitasari, FIKUI, 2012

Bagaimana harapan ibu terhadap petugas kesehatan terkait menyusui dalam masa kehamilan?

Praktek menyusui..., Bestfy Anitasari, FIKUI, 2012

Lampiran 6 Skema Kategorisasi Tema 1: Dilema ibu menyusui dalam masa kehamilan

SUBKATEGORI

TEMA

KATEGORI

Memenuhi kebutuhan ASI anak yang belum mencapai usia 2 tahun ASI adalah hak anak Tidak beresiko mengalami keguguran Anak masih ingin menyusu

alasan tetap menyusui dalam masa kehamilan

Keluarga tidak mampu membeli susu formula Menginginkan anak berkembang baik Merasa kasihan pada anak

Ibu tidak mau menyapih Dilema ibu menyusui dalam masa kehamilan

Ibu ingin berhenti menyusui

Terpaksa menyusui

Sikap ibu

Lebih mengutamakan menjaga kehamilan Anak dititipkan ke pengasuh Mengurangi intensitas menyusui Mengolesi payudara dengan bahan yang terasa pahit

Perilaku penyapihan

Anak diberi susu botol Memaksa berhenti menyusu dengan paksa

Praktek menyusui..., Bestfy Anitasari, FIKUI, 2012

Lampiran 6 Skema Kategorisasi Tema 2: Kondisi ibu dan janin selama proses menyusui

SUBKATEGORI

KATEGORI

TEMA

Tumbuh kembang janin sesuai dengan usia kehamilan Kelahiran bayi normal

Kondisi janin

Belum mengetahui kondisi janin Sakit pada puting payudara Sakit pada perut Sakit merambat dari perut Ibu merasa pusing

Kondisi ibu dan janin selama proses menyusui

Ibu merasa lemas Ibu merasa lapar setelah menyusui Ibu merasa bingung Ibu merasa khawatir dengan kondisi janin Ibu merasa repot Ibu merasa aktivitasnya terganggu

Yang dirasakan ibu

Ibu marah dan jengkel Puas saat menyusui Ibu merasa lebih sehat ASI menjaga kesehatan anak Ada ikatan batin jika menyusui Menyusui membuat anak tenang Menyusui lebih praktis Ibu merasa lebih sehat Ibu bisa beristirahat

Praktek menyusui..., Bestfy Anitasari, FIKUI, 2012

Lampiran 6 Skema Kategorisasi Tema 3: Dampak kehamilan terhadap proses menyusui

SUBKATEGORI

TEMA

KATEGORI

Produksi ASI menurun

Mempengaruhi produksi ASI

Dampak kehamilan terhadap proses menyusui

ASI menjadi darah putih, encer

ASI berubah

ASI menjadi asin

ASI basi

Praktek menyusui..., Bestfy Anitasari, FIKUI, 2012

Lampiran 6 Skema Kategorisasi Tema 4: Kondisi anak selama kehamilan

KATEGORI

TEMA

Anak sepertinya lapar terus

Menyusu menjadi lebih lama Kondisi anak selama kehamilan Anak masih minta susu botol

Anak menangis dan gelisah

Praktek menyusui..., Bestfy Anitasari, FIKUI, 2012

Lampiran 6 Skema Kategorisasi Tema 5: Sikap anggota keluarga yang lain

SUBKATEGORI

TEMA

KATEGORI

Mendukung tetap menyusui Suami menyerahkan keputusan untuk menyusui kepada ibu

Sikap suami

Bersikap biasa Menyerahkan keputusan untuk menyusui kepada ibu Tidak keberatan Melarang ibu menyusui Menyarankan anak disapih

sikap orang tua

Sikap anggota keluarga yang lain

Menyenangkan ibu Membantu menjaga cucu

Memberi saran Pendapat orang lain tentang menyusui Tanggapan orang tentang kehamilan

Reaksi orang sekitar

Orang lain menyarankan anak disapih

Praktek menyusui..., Bestfy Anitasari, FIKUI, 2012

Lampiran 6 Skema Kategorisasi Tema 6: Sikap petugas kesehatan

KATEGORI

TEMA

Dokter mendukung

Dokter menyarankan penyapihan

Dokter melarang

Sikap petugas kesehatan

Bidan melarang

Bidan mendukung

Praktek menyusui..., Bestfy Anitasari, FIKUI, 2012

Lampiran 6 Skema Kategorisasi Tema 7: Keinginan ibu terhadap orang lain

SUBKATEGORI

KATEGORI

TEMA

Ingin mendapatkan informasi

Ingin dimotivasi untuk tetap menyusui Keinginan ibu terhadap anggota keluarga Ingin dilayani

Ingin dibantu Keinginan ibu terhadap orang lain Ingin diberi obat dari petugas kesehatan

Ingin mendapatkan informasi dari petugas kesehatan

Keinginan ibu terhadap petugas kesehatan

Ingin pemeriksaan kesehatan

Ingin bantuan makanan

Praktek menyusui..., Bestfy Anitasari, FIKUI, 2012

Lampiran 6 Skema Kategorisasi Tema 8: Kebiasaan makan ibu saat menyusui dalam keadaan hamil

KATEGORI

TEMA

Jarang makan

Kuat makan

Malas makan Makan seperti sebelum hamil

Kebiasaan makan ibu saat menyusui dalam keadaan hamil

Makan sedikit-sedikit tapi sering

Menyuplai nutrisi lebih banyak

Praktek menyusui..., Bestfy Anitasari, FIKUI, 2012

Lampiran 6 Skema Kategorisasi Tema 9: Sikap ibu terhadap orang lain tentang menyusui

TEMA

KATEGORI

Tetap pada pendirian Sikap ibu terhadap orang lain tentang menyusui Tidak perduli

Praktek menyusui..., Bestfy Anitasari, FIKUI, 2012

Lampiran 6 Skema Kategorisasi Tema 10: Kehamilan yang tidak direncanakan

SUBKATEGORI

KATEGORI

TEMA

Tidak menggunakan kontrasepsi

Kehamilan yang tidak direncanakan

Keputusan untuk ber-KB diserahkan kepada ibu

Mengikuti ajaran agama

Suami tidak mau berpartisipasi menggunakan alat kontrasepsi

Lupa menggunakan

Belum sempat menggunakan

Takut menggunakan

Jarang kumpul dengan suami

Praktek menyusui..., Bestfy Anitasari, FIKUI, 2012

Lampiran 6 Skema Kategorisasi Tema 11: Sikap ibu terhadap kehamilan

TEMA

KATEGORI

Malu karena hamil

Rasa khawatir dan tidak siap menerima kehamilan Sikap ibu terhadap kehamilan Mensyukuri kehamilan

Menerima setelah beberapa waktu

Praktek menyusui..., Bestfy Anitasari, FIKUI, 2012

Lampiran 7

DAFTAR RIWAYAT HIDUP Nama

: Bestfy Anitasari

Tempat, tanggal lahir

: Soppeng, 01 Desember 1984

Alamat

: Jl. Muh. Tahir no. 137 RT/RW. 004/006 Kelurahan Balang Baru Kecamatan Tamalate Makassar, Sulawesi Selatan

Pekerjaan

: Staf Pengajar PSIK FK-Universitas Hasanuddin Makassar

Riwayat Pendidikan 1. SDN No. 71 Latuppa, Palopo, Sulawesi Selatan Tahun 1996 2. SMPN 6 Palopo, Sulawesi Selatan Tahun 1999 3. SMUN 1 Palopo, Sulawesi Selatan Tahun 2002 4. Koleg Ugama Sultan Zainal Abidin (KUSZA/UDM), Nursing Program, Terengganu, Malaysia tahun 2006 5. Strata S1 Ilmu Keperawatan Universitas Hasanuddin Makassar Tahun 2008

Praktek menyusui..., Bestfy Anitasari, FIKUI, 2012

Related Documents


More Documents from "arif"

File.pdf
December 2019 33
Makalah Han.docx
November 2019 10
Utilitas
August 2019 32
Laporan Pendahuluan Cks.docx
November 2019 28