File.pdf

  • Uploaded by: Istiqomahsejati
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View File.pdf as PDF for free.

More details

  • Words: 54,739
  • Pages: 250
UNIVERSITAS INDONESIA

DRUG ABUSE RESISTANCE EDUCATION (DARE) SEBAGAI STRATEGI INTERVENSI KEPERA WATAN KOMUNITAS MENCEGAHPENYALAHGUNAANNARKOBAPADA REMAJA DI SMK "TB" CIMANGGIS, DEPOK

KARYA ILMIAH AKHIR

NANA SUPRIYATNA 1006748734

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN PROGRAM STUD I SPESIALIS KEPERAWAT AN PEMINATAN KEPERAWATAN KOMUNITAS DEPOK JULI 2014

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

UNIVERSITAS INDONESIA

DRUG ABUSE RESISTANCE EDUCATION (DARE) SEBAGAI STRATEGI INTERVENSI KEPERA W ATAN KOMUNITAS MENCEGAH PENYALAHGUNAAN NARKOBA PADA REMAJA DI SMK "TB" CIMANGGIS, DEPOK

KARYA ILMIAH AKHIR ,(

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Ners Spesialis Keperawatan Komunitas

NANA SUPRIYATNA 1006748734

Pembimbing I : Agus Setiawan, MN., DN Pembimbing II : Henny Permatasari, M.Kep., Sp.Kom

FAKUL T AS ILMU KEPERA W AT AN PROGRAM STUDI SPESIALIS KEPERA WATAN PEMINATANKEPERAWATANKOMUNITAS DEPOK JULI 2014

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

. ··•..,._

"

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Karya Ilmiah Akhir ini adalah basil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar

Nama

: Nana Supriyatna

Tanda Tangan

:74.

Tanggal

: 27

NPM

;!Jl

2014

Universitas Indonesia Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

·-•..

.

·

.

·~

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

LEMBAR PENGESAHAN

Karya Ilmiah Akhir ini Diajukan oleh Nama : Nana Supriyatna NPM : I 006748734 Program Studi : Ners Spesialis Keperawatan : Keperawatan Komunitas Peminatan : Drug Abuse Resistance Education (DARE) Judul Tesis Sebagai Strategi Intervensi Keperawatan Komunitas Mencegah Risiko Penyalahgunaan Narkoba Pada Remaja Di SMK TB Kelurahan Curug Cimanggis Kota Depok

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Ners Spesialis Keperawatan Komunitas pada Program Studi Ners Spesialis Keperawatan, Fakultas Ilmu Keperawatan, Universitas Indonesia

DEWAN PENGUJI

Pembimbing I : Agus Setiawan, MN., DN Pembimbing II : Ns. Henny Permatasari, M.Kep., Sp. Kom

Penguji

: Purwadi, M.Kep., Sp.Kom

Penguji

: Eti Rohati, AM.Keb., SKM., MKM

Ditetapkan di : Depok

Tanggal

: 27 Juni 2014

Universitas lncbnesia Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah akhir yang berjudul "Drug Abuse Resistance

Education

(DARE)

Sebagai

Strategi

Intervensi

Keperawatan

Komunitas Mencegah Penyalahgunaan Narkoba Pada Remaja Di SMK "TB" Cimanggis, Depok". Karya Ilmiah Akhir ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Ners Spesialis Keperawatan Komunitas Peminatan Keperawatan Komunitas pada Program Ners Spesialis Keperawatan Komunitas, Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia.

Karya ilmiah akhir ini dapat diselesaikan berkat bantuan, bimbingan, dan dukungan berbagai pihak, oleh karena itu residen ingin mengucapkan secara khusus rasa terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada ibu Agus Setiawan, MN., DN sebagai pembimbing I, dan ibu Ns. Henny Permatasari, S.Kp., M.Kep., Sp.Kom sebagai pembimbing II sekaligus sebagai Ketua Program Studi Pasca Sarjana yang telah banyak memberikan bimbingan, araban, dan motivasi serta kesabarannya dalam proses penyusunan karya ilmiah akhir ini. Pada kesempatan ini juga, peneliti mengucapkan rasa terima kasih kepada yang terhormat: 1. Dra. Junaiti Sahar, M.App.Sc., Ph.D sebagai Dekan Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia. 2. Bapak Muhammad Hadi, SKM., M.Kep selaku Dekan Fakultas Ilmu Keperawatan, Universitas Muhammadiyah Jakarta yang telah memberikan kesempatan melanjutkan pendidikan di Universitas Indonesia. 3. Ibu Ima Nursanti, M.Kep., Sp.Mat Selaku Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Muhammadiyah Jakarta. 4. Seluruh Dosen pada Program Magister Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia beserta Staf yang telah membantu selama proses pendidikan dan penyusunan karya ilmiah akhir ini.

lV

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

5. Seluruh Dosen dan Staf pada Program Studi Ilrnu Keperawatan Fakultas Ilrnu Keperawatan, Universitas Muhammadiyah Jakarta yang telah banyak memberikan dukungan, serta motivasinya. 6. Orang tua dan seluruh keluarga tercinta, khususnya istri tercinta Yuni Nurhaeni Dwi Putri yang telah rnendukung dengan segala pengorbanan, do' a serta kesabarannya. 7. Ternan-ternan seperjuangan Ners Spesialis Keperawatan Kornunitas FIK UI angkatan 2013 yang telah banyak memberikan bantuan, saran dan dorongan sernangat dalarn rnenyelasikan karya ilmiah akhir ini. 8. Kepala Sekolah SMK Taruna Bhakti beserta guru, staf dan peer educator "PENA'' yang telah rnernberikan kesernpatan kepada residen untuk rnelakukan kegiatan praktek di sekolah. 9. Sernua partisipan yang telah ikut berpartisipasi dalarn penelitian ini 10. Serta sernua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang telah rnendukung selarna proses penyusunan tesis ini.

_Sernoga seluruh arnal kebaikan yang telah diberikan kepada peneliti mendapakan ridho dari Allah SWT, Arniin.

Akhir kata sernoga hasil penelitian ini dapat rnernberikan rnanfaat untuk peneliti sendiri,

pengernbangan

ilrnu

pengetahuan,

dan

pengernbangan

keperawatan.

=ili:Ol4 Residen

v Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

profesi

.

·.. __

·

.

'·.

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

ABSTRAK

Nama Program Studi Judul

: Nana Supriyatna : Spesialis Keperawatan Komunitas, Fakultas Ilmu Keperawatan, Universitas Indonesia :Drug Abuse Resistance Education (DARE) sebagai Strategi Intervensi Keperawatan Komunitas Mencegah Risiko Penyalahgunaan Narkoba pada Remaja Di SMK "TB" Cimanggis, Depok

Remaja merupakan tahap perkembangan yang mudah terpengaruh pergaulan negatif ternan sebaya, dan pengaruh lingkungan ekstemal lain yang bersifat negatif, seperti masalah penyalahgunaan narkoba. Perawat spesialis komunitas memiliki peran melakukan upaya pencegahan masalah tersebut. Drug Abuse Resistance Education (DARE) merupakan salah satu strategi intervensi keperawatan komunitas untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan narkoba pada remaja di sekolah. Penulisan karya ilmiah ini bertujuan memberikan gambaran pelaksanaan DARE dalam asuhan keperawatan komunitas, melalui integrasi Teori Manajemen, CAP, HPM, CHSM dan FCN pada remaja di SMK TB Kota Depok. Basil intervensi menunjukan peningkatan signifikan p-value (0,000), peningkatan pengetahuan siswa (10,4%), sikap (7,6%) dan tindakan (4,25%). Strategi intervensi DARE dapat diaplikasikan untuk melakukan upaya pencegahan risiko penyalahgunaan narkoba pada remaja di sekolah.

Katakunci: DARE, remaja, penyalahgunaan narkoba, keperawatan komunitas

VI

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

ABSTRACT

Name Study Program Title

: Nana Supriyatna : Community Health Nursing Specialisationt, Faculty of Science Nursing, University of Indonesia : Drug Abuse Resistance Education (DARE) As a Community Nursing Intervention Strategie to Prevent the Risk of Drug Abuse in adolescent in TB vocasional High School, Cimanggis Depok

Teenager is the development stage where a person is easily exposed to negative peer relationships, and other external environmental influences that are negative, such as the problem of drug abuse. The community nurse specialists play an important role to prevent such problems. Drug Abuse Resistance Education (DARE) is a community nursing intervention strategy to prevent drug abuse among adolescents in school. The aim of this paper was to provide the description of implementation of DARE in community nursing care, through the integration of the theories of management, CAP, HPM, CHSM, and FCN, in TB vocasional high school in Depok. The result showed a significant improvement in the intervention (p-value = 0,000) , increased knowledge of the students (1 0.4 ), attitudes (7.6%) and the action (4.25%). DARE intervention strategies can be applied to prevent the risk of drug abuse in adolescents at schools. Keywords: DARE, adolescence, drug abuse, community nursing

vii Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

.

' . ·~

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

DAFTAR lSI Hal am an HALAMAN JUDUL PERNYAT AAN ORISINILITAS PERNYATAAN PERSETUJUAN KATA PENGANTAR................................................................................................. ABSTRAK BAHASA INDONESIA ...... ... ..... ....................... ................................. .... ABSTRAK BAHSA INGGRIS ................................................................................... DAFTAR lSI................................................................................................................ DAFTARLAMPIRAN................................................................................................ BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ..................................................................... ................. 1.2 Tujuan ... ...... .... ....... ..... .. ............... ... .... ........ ... .... ........ .. .. ................ .... ... 1.3 Manfaat .. ....... ......... ..... ... ....... ....... ........ .. .. .. ..... ... .. ...... .. .. .. ..................... BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Remaja Sebagai Populasi Berisiko ...................................... ................. 2.2 Inovasi Drug Abuse Resistance Education (DARE) Sebagai Bentuk Intervensi Keperawatan Komunitas............................ 2.3 Strategi Intervensi Keperawatan Komunitas ........................................ 2.4 Peran Perawat Komunitas dalam Pencegahan Penyalahgunaan Narkoba...................................................................... 2.5 Teori Manajemen ...................... ....................................................... ..... 2.6 Model Community as Partner............................................................... 2. 7 Family Center Nursing......................................................................... 2.8 Health Promotion Model (HPM) .......................................................... 2.8 Comprehensive School Health Model (CSHM) ...................................

IV

v1 vn Vlll X

1 11 12

15 24 30 33 37 40 41 43 47

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN PROPIL WILA YAH 3.1 Kerangka Kerja Praktek Keperawatan Komunitas................................ 3.2 Profil Wilayah .......................................................................................

49 52

BAB 4 PELAYANAN DAN ASUHAN KEPERA WATAN KOMUNITAS PADA AGGREGATE N REMAJANDENGAN MASALAH RISIKO PENYALAHGUNAAN NARKOBA DI SMK TB KOTA DEPOK 4.1 Pengelolaan Manajemen Pelayanan Keperawatan Komunitas ............. 4.2 Asuhan Keperawatan Komunitas .......................................................... 4.3 Asuhan Keperawatan Keluarga .............................................................

55 88 104

BAB 5

PEMBAHASAN 5.1 Analisis Pencapaian dan Kesenjangan.................................................... 5.2 Keterbatasan .............................. ............................................................. 5.3 Implikasi .................................................................................................

Vlll

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

121 141 141

BAB 6

SIMPULAN DAN SARAN 6.1 Sin1pulan................................................................................................. 6.2 Saran .......................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA LAMPI RAN

ix

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

143 143

DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Lampiran 2 Lampiran 3 Lampiran 4 Lampiran 5 Lampiran 6 Lampiran 7 Lampiran 8 Larnpiran 9 Lampiran 10 Lampiran 11

Kuesioner Pedoman wawancaradi sekolah Pedoman observasi terhadap keluarga Format deteksi dini siswa terhadap risiko penyalahgunaan narkoba Format Deteksi dini penyalahgunaan narkoba bagi guru Catatan wawancara dengan siswa penyalahguna narkoba Alur rujukan risiko penyalahgunaan narkoba Surat rujukan Prioritas masalah manajemen pelayanan keperawatan komunitas Penapisan masalah asuhan keperawatan komunitas Prioritas masalah asuhan keperawatan keluarga

X

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

.

.

.

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

~

.

BABI PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan latar belakang, tujuan dan manfaat dari penerapan program Drug Abuse Resistance Education (DARE), sebagai strategi intervensi asuhan keperawatan pada keluarga dan komunitas dengan agregat remaja disekolah yang berisiko menyalahgunakan narkoba di SMK TB Kota Depok.

1.1 Latar Belakang

Remaja merupakan poplllasi terbesar didunia, berdasarkan data United Nation Population Fund, tahim 2013. menyatakan bahwa sebanyak 7 milyar ;.::."

penduduk dunia, dan sekitar 1,8 milyar diantaranya berusia remaja. Data Profil Kependudukan dan Pembangunan Di Indonesia tahun 2013, tercatat pada tahun 2010 jumlah penduduk Indonesia sebesar 237,6 jutajiwa, 18,3% diantaranya berusia remaja (BKKBN, 2013).

Remaja merupakan salah satu tahap perkembangan manusia yang memiliki karakteristik yang berbeda bila dibandingkan dengan tahap perkembangan lainnya. Menurut Papalia, Olds,

dan Feldman (2008), remaja merupakan

tahap transisi antara masa kanak-kanak dengan dewasa. Remaja juga dapat diartikan sebagai masa muda atau masa pubertas, dimana remaja mengalami perubahan sebagai fase dari sebuah perkembangan anak, dinamika perubahan remaja mencakup dimensi fisik, kognitif, dan sosial-kultural (Allender, Rector, & Wamer, 2010).

Perubahan fisik seperti perubahan hormonal yang terjadi saat remaJa memasuki masa pubertas akan menimbulkan lonjakan emosional yang tidak stabil dan berpengaruh terhadap aspek psikologis. Aspek psikologis remaja seperti memiliki rasa keingintahuan yang besar, menyukai petualangan, tantangan, dan cenderung berani menanggung risiko atas perbuatannya tanpa didahului oleh pertimbangan yang matang, akan menempatkan remaja pada

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

2

kelompok berisiko terhadap masalah kesehatan di masyarakat (Stanhope & Lancaster, 2004 ).

Masa pencarian identitas diri remaja merupakan masa yang kritis, pada masa ini remaja berusaha untuk mencapai kemandirian dan melepaskan diri dari ketergantungan terhadap orang tua. Pencarian identitas diri remaja akan mencoba melakukan sesuatu yang baru dan berusaha untuk mengembangkan perilaku dalam kehidupannya (Friedman, Bowden &

Jones,

2010).

Perkembangan dan pertumbuhan yang begitu cepat pada remaja, khususnya perkembangan kognitif dan sosial emosional seringkali tidak diimbangi dengan kemampuan berfikir rasional yang memadai. Remaja mudah terpengaruh oleh pergaulan negatif ternan sebaya, dan pengaruh lingkungan eksternal lainnya yang bersifat negatif, seperti kenakalan remaja, masalah yang berhubungan dengan seksualitas dan penyalahgunaan narkoba, sehingga hal ini menjadikan remaja sebagai kelompok beresiko dalam masyarakat (Pianta, 2005 dalam Santrock, 2007; DHHS, 2008 dalam Saucier, 2009).

Kompleksnya permasalahan remaja membutuhkan penanganan, pembinaan dan kerja sama yang aktif dari berbagai pihak, serta seluruh potensi yang ada di masyarakat. Salah satu permasalahan yang banyak terjadi pada remaja dan menjadi masalah global adalah penyalahgunaan narkoba oleh remaja, dimana dari tahun ke tahun angka kejadiannya semakin meningkat. Fenomena penyalahgunaan narkoba bagaikan gunung es (ice berg), jumlah kasus yang terlihat lebih kecil dibandingkan dengan yang tidak terlihat (Hawari, 2009). Peningkatan jumlah pengguna narkoba sangat cepat dan telah mencapai tahap yang memprihatinkan, kondisi ini diikuti pula dengan masalah kesehatan dan sosial yang ditimbulkan (Badan Narkotika Nasional/BNN, 2011).

Berdasarkan data World Drug Report 2013 United Nation Office for Drugs

and Crimes/UNDOC, pada tahun 20 11, diperkirakan antara 167 sampai 315 juta orang berusia 15-64 diperkirakan telah menggunakan zat terlarang, atau

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

3

sekitar 3,6 sampai 6,9 persen dari populasi orang de\vasa. Separuh dari jumlah pengguna tersebut, saat ini masih menggunakan narkoba minimal satu kali dalam sebulan terakhir. Sedangkan tingkat prevalensi jumlah pengguna n£:!rkoba bermasalah diperkirakan antara 15 sampai 39 juta.

Survey yang dilakukan oleh BNN (20 11 ), di Indonesia diperkirakan jumlah penyalahguna narkoba sebanyak 3,7 juta hingga 4,7 juta orang. Jumlah tersebut, terbagi atas 27% coba pakai, 45% teratur pakai, 27% pecandu bukan suntik, dan 2% pecandu suntik. Angka prevalensi tersebut mengalami peningkatan dibandingkan dengan angka tahun 2008 yang diperkirakan jumlah penyalahguna narkoba sekitar 3,1 juta sampai 3,6 juta orang atau setara dengan 1,9% dari populasi penduduk berusia 10-59 tahun. Terdapat dua kelompok yang memberikan kontribusi terbesar secm·a absolut dalam jumlah penyalahgunaan narkoba, yaitu kelompok peke1ja (70%) dan pelajar (22%). Faktor permisif, lingkungan yang lebih bebas, kemampuan ekonomi

di kelompok, dan rendahnya norma sosial menjadi faktor pemicu tumbuh suburnya peredaran narkoba saat ini.

Data Indonesian Situation Assesment on Amphetamine-Type Stimulant Global

Smart Programe 2013, yang dilakukan oleh United Nation Drugs Office and Crime pada tahun 2013, menunujukan bahwa sekitar 1,2 juta pengguna narkoba di Indonesia yang menggunakan kristal methamphetamine, dan 950 ribu menggunakan ekstasi, sehingga diperkirakan pengguna narkoba di Indonesia

telah

mengkonsumsi

sekitar

12,5

metrik

ton

kristal

methamphetamine dan 16 juta pil ekstasi pada tahun 2011.

Hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia tahun 2012, persentase wanita dan pria belum kawin umur 15-24 tahun yang merokok, minum minuman beralkohol, dan menggunakan obat-obatan terlarw:g selama 3 bulan terakhir menunjukan data untuk wanita mengindikasikan 10 persen merokok dan 5 persen minum minuman beralkohol, untuk pria persentase yang sesuai

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

4

adalah masing-masing 80 persen merokok dan 40 persen minum-minuman beralkohol. Penggunaan obat-obatan terlarang jaul1Iebih terbatas, kurang dari 1 persen untuk wanita dan 4 persen untuk pria.

Berdasarkan data Survei Perkembangan Penyalahgunaan Narkoba di Indonesia pada tahun 2011, menunjukan bahwa Provinsi Jawa Barat memiliki angka prevalensi 2,5% pada pengguna narkoba. Angka ini lebih tinggi dibanding prevalensi pengguna narkoba secara nasional yaitu sebesar 2,2% (BNN, 2011). Laporan tahunan Badan Narkotika Kota Depok (2008) menunjuka~

bahwa, penyalahguna narkoba di Kota Depok berkisar 1,5% dari

total penduduk Kota Depok, dan 75% kasus penyalahgunaan narkoba berasal dari kelompok umur 10-18 tahun serta 79% berpendidikan SLTA.

Hasil penelitian Asri (20 13), yang dilakukan di Kelurahan Cisalak Pasar Kecamatan Cimanggis Kota Depok menunjukan bahwa 63,4% remaja menyatakan bahwa mereka pertama kali mencoba rokok pada umur 10-15 tahun, 51,5% remaja memiliki pengendalian risiko penyalahgunaan NAPZA yang kurang baik, 60% remaja menyatakan malas belajar apabila di rumah, dan 19% remaja menyatakan merokok karena ditawari oleh teman. Hasil tersebut menunjukan bahwa remaja di kelurahan Cisalak Pasar memiliki risiko penyalahgunaan NAPZA yang tinggi.

Meningkatnya kasus penyalahgunaan narkoba yang melibatkan remaJa disebabkan karena remaja merupakan populasi yang memiliki risiko terbesar dalam menyalahgunakan narkoba (Allender &

Spradley, 2005). Hasil

penelitian yang dilakukan Ariani (2006), pada siswa SMA dan SMK di Bogor Barat menunjukan bahwa 46,8% remaja berperilaku agresif, merokok dan seksual yang tidak baik.

Peningkatan kasus penyalahgunaan narkoba pada remaja disebabkan karena remaja

merupakan

populasi

yang

memiliki

risiko

terbesar

dalam

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

5

penyalahgunaan nakoba. terutama ketika anak mulai memasuki sekolah menengah, dimana mereka bertemu dengan banyak teman baru dan lebih rentan untuk mendapatkan tekanan dari teman sebaya (Allender, 2005; Papilia, 2003). Menurut Stinchfield (2003 dalam Nies & McEwen, 2007), mengidentifikasi prediktor penyalahgunaan narkoba pada remaja, pengaruh lingkungan sekolah yang buruk. lingkungan sosial yang menganggap bahwa penggunaan narkoba merupakan sesuatu yang biasa, lingkungan keluarga yang tidak harmonis serta pengaruh dari teman sebaya yang mengunakan narkoba.

Kondisi

remaja

berada

pada

resiko

lebih

tinggi

untuk

penyalahgunaan narkoba jika mereka tidak memiliki hubungan positif dengan guru-guru mereka.

Hasil pengkajian yang dilakukan oleh penulis bulan Oktober - November 2013 di SMK TB Kelurahan Curug Kecamatan Cimanggis Kota Depok terhadap 274 siswa didapatkan data dalam 3 bulan terakhir 29,6% siswa memiliki kebiasan nongkrong tanpa tujuan, 15,6% siswa mengalami rasa tidak percaya diri, 21,3% siswa merasa stress, 24,9% siswa sering pulang larut malam, 26,9% siswa memiliki masalah sikap emosional yang berlebihan, 16,6% siswa pernah berbohong, dan 33,9% siswa mengalami penurunan prestasi belajar disekolah. Selain itu 5,6 % siswa memiliki teman yang menggunakan narkoba, 1,3% siswa memiliki anggota keluarga yang menggunakan narkoba, 14,3% siswa menjawab pernah melihat orang lain menggunakan narkoba dilingkungan tempat tinggalnya, sekitar 63,5% pengetahuan siswa tentang narkoba kurang baik, 54,2% siswa memiliki sikap yang kurang baik dan 44,2% siswa memiliki perilaku yang beresiko dalam penyalahgunaan narkoba.

Penyalahgunaan narkoba pada remaja seharusnya dapat dicegah dengan pengendalian risiko yang tepat. Pengendalian risiko penyalahgunaan narkoba di masyarakat tersebut harus dilakukan oleh semua pihak, termasuk perawat. Perawat komunitas sebagai bagian dari profesi kesehatan memiliki tanggung

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

6

jawab untuk berperan aktif dalam meningkatkan perilakt1 hidup sehat masyarakat, termasuk melakukan pencegahan dalam penyalahgunaan narkoba khususnya pada remaja (Allender, 2005).

Upaya pencegahan penyalahgunaan narkoba yang dilakukan oleh Ritanti (20 11 ), melalui kegiatan residensi dengan melakukan inovasi multi dimensi terapi keluarga sebagai bentuk intervensi keperawatan komunitas untuk mencegah penyalahgunaan narkoba pada usia remaja di Kelurahan Tugu Depok. Hasil kegiatan tersebut menunjukan bahwa terjadi peningkatan yang signifikan terhadap tingkat pengetahuan, sikap, dan perilaku kader remaja dalm pencegahan penyalahgunaan narkoba, yaitu rata-rata peningkatan pengetahuan 8,61, perilaku 8,64 dan sikap 8,83.

Upaya pencegahan penyalahgunaan narkoba yang dilakukan oleh Asri (2013), melalui program kelurga untuk sehat sebagai strategi intervensi keperawatan komunitas dalam pengendalian risiko penyalahgunaan narkoba pada remaja di Kelurahan Cisalak Pasar Kecamatan Cimanggis Kota Depok menunjukan bahwa: terjadi peningkatan pengendalian risiko penyalahgunaan narkoba yang baik sebelum dan sesudah pelaksanaan program dari 48,6% menjadi 94,3%.

Harlina dan Joewana (2006),

menjelaskan upaya pemerintah dalam

melakukan pencegahan peredaran narkoba dan penyebaran HIVI AIDS pada kalangan pengguna narkoba telah merumuskan tiga program strategi sebagai berikut: 1) Supply Reduction (mengurangi pasokan), merupakan program dengan tujuan menjauhkan narkoba dari penggunaan dan peredarannya oleh masyarakat dengan menekankan suplai narkoba, terutama peredaran narkoba yang dilakukan diluar ketentuan hukum (illegal), dan menyangkut peredaran gelap (illicit) melalui kegiatan represif dan yudikatif; 2) Demand Reduction (mengurangi permintaan),

merupakan program yang bertujuan untuk

mengurangi permintaan masyarakat terhadap narkoba, upaya ini dilakukan

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

7

melalui kegiatan pembinaan, pencegahan. rehabilitasi. serta permvatan lanjut. Sasaran dari program demand reduction ini adalah masyarakat. kelompok resiko tinggi, penyalahguna, orang tua atau keluarga, sekolah, tempat umum serta pengambil keputusan. Kegiatan program ini dilakukan oleh tenaga profesional di bidang kesehatan, pendidikan, sosial dan agama, serta dengan melibatkan peran serta aktif masyarakat dalam melakukan pencegahan, deteksi dini, penanggulangan kasus, upaya rujukan, perawatan, serta upaya rehabilitasi dimasyarakat; 3) Harm Reduction (pengurangan bahaya), adalah program yang bertujuan menemui atau menjangkau pengguna narkoba, dan membantu mengurangi berbagai bahaya atau ker,ugian yang terkait dengan penggunaan narkoba.

Data hasil survei BNN (20 11 ), menunjukan bahwa pengungkapan kasus narkoba oleh penegak hukum baru sekitar 5% sampai 60% dari kasus narkoba yang ada di wilayahnya. Hal tersebut juga dikuatkan oleh para bandar atau pengedar narkoba yang menyatakan masih cukup banyak bandar atau pengedar yang belum tertangkap, maksimal hanya sekitar 50%.

Hasil survei yang dilakukan BNN (2011), menunjukkan adanya peningkatan Program Pencegahan Penanggulangan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba (P4GN). Hasil survei menggambarkan bahwa sekolah, kampus, BNN, dan Rumah Sakit atau fasilitas pelayanan kesehatan merupakan instansi yang paling berperan dalam melakukan kegiatan P4GN di berbagai daerah. Peran serta Lembaga Swadaya Masyarakat/LSM BNNP, dan BNNK, dalam program P4GN mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Berbagai upaya kegiatan terkait program P4GN sudah mulai dilakukan, pada beberapa sekolah upaya ini dilakukan dengan mengintegrasikan ke dalam kurikulum mata pelajaran, ataupun mata ajaran perkuliahan. Upaya kegiatan yang sifatnya lebih intensif dan rutin merupakan proyek perr::mtohan {pilot project), yang didukung oleh instansi pemerintah ataupun swasta dengan

melakukan kerj asama lintas sektor. Berdasarkan hasil survey yang dilakukan

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

8

sekitar 80% pelajar atau mahasisYva menyatakan pernah terpapar dengan program P4GN. Sumber informasi tentang narkoba yang paling banyak diperoleh melalui TV (96%) dan majalah atau koran (87%).

Berdasarkan data Komosi Penanggulangan AIDS (KPA) (2010), sampm dengan tahun 2008 sekitar 49.000 pengguna NAPZA suntik yang sudah mengakses layanan alat suntik steril. Sedangkan berdasarkan data Kemenkes (2012), sampai dengan akhir tahun 2012, telah tersedia sebanyak 77 unit layanan terapi rumatan metadon yang dilaksanakan di puskesmas, rumah sakit, dan lapas, dimana jumlah pasien yang memperoleh layanan metadon sebanyak 2.474 orang atau sekitar 11,3% dari target tahun 2008

sebesar

21.790 orang.

Salah satu strategi intervensi yang dapat digunakan oleh perawat komunitas untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan narkoba pada remaja disekolah adalah melalui program Drug Abuse Resistance Education (DARE). DARE diciptakan da1am upaya untuk mengajarkan siswa tentang pentingnya menghindari narkoba, alkohol, dan penggunaan tembakau, sementara pada saat yang sama meningkatkan harga diri mereka dan mengurangi kebiasaan menggunakan obat-obatan karena tekanan teman sebaya ( Ennett et al , 1994 dalam Khadija 2007).

Program DARE ini dirancang berdasarkan Teori Belajar Sosial, yang menyatakan bahwa belajar terjadi dalam konteks sosial, dan bahwa orang belajar dari satu sama lain, termasuk konsep-konsep seperti pembelajaran observasional, imitasi, dan modeling. Oleh karena itu, menurut teori ini, individu, terutama remaja dalam hal ini, dapat diajarkan untuk memahami bahaya menggunakan obat-obatan, alkohol, atau tembakau, dalam konteks sosial yang tepat. Me]:> ~ui program ini diharapkan dapat menghasilkan seorang remaja yang mampu menahan diri dari penggunaan narkoba. (Akers, 1996)

0

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

9

Elemen kunci dari program DARE adalah upaya gabungan dari polisi, petugas kesehatan, administrator sekolah, guru, orang tua, dan masyarakat membawa pengetahuan, pendidikan, dan pengalaman mereka untuk ikut terlibat dalam mencegah bahaya narkoba (DARE America, 1996, dalam Khadija, 2007). Intervensi keperawatan yang dilakukan dengan menggunakan program DARE adalah dengan program pendidikan dan pelatihan terkait program pencegahan risiko penyalahgunaan narkoba. Beberapa bentuk pendidikan dan pelatihan yang dilakukan diantaranya melalui pendekatan informatif, pendekatan afektif, pendidikan yang berorientasi pada situasi penawaran, latihan peningkatan pen.:aya diri, latihan keterampilan kognitif, latihan keterampilan

life skill, dan latihan inokulasi sosial. Kurikulum yang diajarkan dengan menggunakan berbagai pendekatan termasuk kelas kuliah, latihan workbook, role-playing , sesi tanya jawab, kegiatan kelompok, latihan kasus, pelayanan masyarakat, dan kelompok diskusi ( Ennett et al., 1994).

Pelayanan kesehatan dalam upaya mencegah terjadinya penyalahgunaan narkoba di sekolah merupakan salah satu tugas dan tanggung jawab perawat. Perawat sekolah sebagai bagian dari perawatan komunitas ikut bertanggung jawab dalam menjalankan perannya sebagai perawat kesehatan masyarakat (Allender & Spradley, 2004). Perawat spesialis komunitas memiliki peran penting dalam pelaksanaan pembinaan kesehatan remaja khususnya peran sebagai educator, consellor, role model, collaborator dan change agent (Allender, Rector & Warner, 2010; Stanhope & Lancaster, 2004; Hitchcock, Schubert & Thomas, 1999). Peran-peran tersebut dilakukan dalam rangka meningkatkan pengetahuan, sikap dan perilaku remaja dalam upaya pencegahan risiko penyalahgunaan narkoba oleh remaja.

Pelaksanaan

program

DARE

dalam

upaya

pencegahan

terjadinya

penyalahgunaan narkoba pada remaja disekolah sebagai bentuk strategi intervensi keperawatan, memerlukan model atau landasan teori yang

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

10

mendasari praktek keperawatan komunitas. Model konsep keperawatan komuri.itas yang digunakan dalam pelaksanaan program DARE ini meliputi Teori Manajemen, Community As Partner (CAP), Helath Promotion Model (HPM), Comprehensive School Health Model (CSHM), dan Family Centred Nursing (FCN). Variabel pada setiap model tidak semuanya relevan untuk dijadikan sebagai landasan penyelesaian masalah, oleh karena itu diperlukan integrasi dari beberapa model-model teori tersebut. Integrasi model teori ini adalah untuk mengakomodasi program DARE pada tatanan manajerial, agregat, keluarga, dan setting area. Integrasi model dan teori ini menjadi sebuah model yang akan dijadikan sebagai panduan (ji-amework) dalam mengatasi masalah terjadinya-··penyalahgunaan narkoba pada remaja baik ditingkat manajemen pelayanan keperawatan, keperawatan keluarga, dan keperawatan komunitas di SMK TB Kota Depok (Ervin, 2002).

Strategi intervensi keperawatan yang digunakan dalam mencegah terjadinya penyalahgunaan narkoba pada remaja melalui program DARE dilakukan melalui strategi coaching, pembentukan proses kelompok, pendidikan kesehatan dan empowering. Pembentukan proses kelompok dilakukan melalui pembentukan peer educator dan kader kesehatan sekolah yang disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan di sekolah (Stanhope & Lancaster, 2004; Hitchock, Schuber & Thomas, 1999). Pembentukan kelompok pada masalah risiko penyalahgunaan narkoba pada remaja di sekolah dilakukan untuk memberikan pelatihan keterampilan terhadap siswa dan guru. Kelompok yang dibentuk merupakan kelompok siswa dan guru yang diberikan pelatihan pencegahan penyalahgunaan narkoba secara terpisah.

Intervensi keperawatan dalam upaya pencegahan risiko penyalahgunaan narkoba pada remaja disekolah yang dilakukan melalui program DARE adalah dalam bentuk penyusunan modul pencegahan penyalahgunaan narkoba pada remaja disekolah. Modul yang disusun terdiri dari 4 modul. Modul I berisi tentang kesehatan jiwa dan kepribadian remaja, modul 2 berisi tentang

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

11

menilai diri dan mengelola stress. modul 3 tentang narkoba dan pengaruhnya pada tubuh, dan modul 4 tentang meningkatkan tanggung jawab dan kepercayaan diri remaja. Modul ini kemudian diajarkan kepada siswa sebagai materi tambahan melalui proses belajar mengajar. Dalam proses penerapan modul ini melibatkan peran serta aktif guru dan siswa yang telah dilatih, serta melibatkan pihak terkait seperti Puskesmas dan Badan Narkotika Kota Depok.

Hasil dari pelaksanaan program DARE menunjukan adanya peningkatan yang signifikan pengetahuan rata-rata siswa, dengan nilai pre test 17,01 menjadi 19,09 pada nilai post tes dengan nilai p=O,OOO. Peningkatan sikap dengan rata-rata nilai pre test 34,21 menjadi 37,28 pada nilai post tes dengan nilai p=O,OOO, dan perilaku dengan rata-rata nilai pre test 34,56 menjadi 36,21 pada nilai post tes dengan nilai p=O,OOO.

Penerapan asuhan keperawatan komunitas dalam rangka mencegah terjadinya penyalahgunaan narkoba pada remaja di keluarga sekolah melalui program

DARE, dituangkan dalam bentuk laporan karya ilmiah akhir dengan judul "Drug Abuse Resistance Education (DARE) sebagai Strategi Intervensi Keperawatan Komunitas Mencegah Penyalahgunaan Narkoba pada Remaja Di SMK TB Cimanggis Depok"

1.2 Tujuan 1.2.1 Tujuan Umum Memberikan gambaran pelaksanaan program DARE sebagai strategi intervensi pelayanan dan asuhan keperawatan komunitas pada remaja dengan risiko penyalahgunaan narkoba melalui penerapan teori manajemen,

Community as Partner, Health Promotion Model, Comprehensive School Health Model dan Family Centred Nursing di SMK TB Keb:rahan Curug kecamatan Cimanggis Kota Depok Jawa Barat.

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

12

1.2.2 Tujuan Khusus

Memberikan gambaran tentang: 1.2.1.1 Terbentuknya kader kesehatan dan peer educator program DARE terkait manajemen pelayanan kesehatan komunitas. 1.2.1.2 Peningkatan kemampuan (pengetahuan, sikap, dan keterampilan) kader kesehatan dan peer educator dalam upaya pencegahan terjadinya penyalahgunaan narkoba pada remaja dengan penerapan strategi DARE di sekolah SMK TB Kelurahan Curug Kecamatan Cimanggis Kota Depok. 1.2.1.3 Peningkatan kemampuan siswa (pengetahuan, sikap, dan keterampilan) dalam upaya pencegahan risiko penyalahgunaan narkoba pada remaja dengan penerapan strategi DARE di sekolah SMK TB Kelurahan Curug Kecamatan Cimanggis Kota Depok. 1.2.1.4 Peningkatan kemampuan keluarga

(pengetahuan, sikap,

dan

keterampilan)

dalam upaya mencegah terjadinya penyalahgunaan narkoba

pada remaja dengan penerapan DARE di Kelurahan Curug, Kecamatan Cimanggis, Kota Depok. 1.2.1.5 Peningkatan kemandirian keluarga dalam upaya mencegah terjadinya penyalahgunaan narkoba pada remaja di Kelurahan Curug Kecamatan Cimanggis Kota Depok. 1.2.1.6 Analisis hambatan dan kekurangan penerapan program DARE

1.3 Manfaat 1.3.1 Pelayanan Kesehatan

1.3 .1.1 Dinas Kesehatan Kota Depok Program Drug Abuse Resistance Education (DARE) sebagai salah satu strategi

intervensi

keperawatan

untuk

mencegah

terjadinya

penyalahgunaan narkol-a pada remaja disekolah sebagai bentuk peromotif dan preventif. Program DARE dapat menjadi dasar dalam merumuskan

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

13

pengembangan program pencegahan risiko penyalahgunaan narkoba pada remaja disekolah. 1.3 .1.2 Puskesmas Kecamatan Cimanggis Program DARE dapat dijadikan sebagai strategi untuk melakukan kegiatan pendidikan kesehatan yang merupakan bagian dari Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR) melalui asuhan keperawatan komunitas. 1.3 .1.3 Perawat Komunitas Program DARE dapat menjadi salah satu altematif intervensi keperawatan kesehatan komunitas dalam rangka mencegah terjadinya penyalahgunaan narkoba pada remaja khususnya disekolah. Program DARE sebagai bentuk intervensi upaya pembinaan keluarga dengan remaja untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan narkoba pada remaja dalam keluarga. 1.3.1.4 Sekolah Program Drug Abuse Resistance Education (DARE) dapat meningkatkan peran, fungsi dan pemberdayaan kader secm·a optimal melalui pelaksanaan pendidikan kesehatan sebagai bagian dari pelayanan kesehatan sekolah untuk meningkatkan perilaku pencegahan terjadinya penyalahgunaan narkoba pada remaja disekolah, dalam rangka berpartisipasi mensukseskan program PKPR di Kelurahan Curug, Kecamatan Cimanggis, Kota Depok. Pelaksanaan program DARE dapat menjadi masukan dalam pengembangan kurikulum pembelajaran terhadap siswa, yang dapat memberikan dampak positif terhadap peningkatan pengetahuan, sikap, dan perilaku remaja sebagai siswa, dalam upaya mencegah terjadinya penyalahgunaan narkoba pada remaja disekolah.

1.3.2 Perkembangan Ilmu Keperawatan 1.3 .2.1 Meningkatkan mutu layanan asuhan keperawatan komunitas khususnya pada kelompok remaja dengan risiko penyalahgunaan narkoba. 1.3.2.2 Memperkaya ilmu

keperawatan

dan

memperkuat

dukungan

teori

keperawatan dalarn menambah wawasan pengetahuan perawat spesialis komunitas serta mahasiswa keperawatan dalam melakukan asuhan

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

14

keperawatan pada remaJa disekolah dengan risiko penyalahgunaan narkoba melalui program DARE. 1.3.2.3 Dasar

masukan

dalam

mengembangkan

program

pendidikan

dan

, penelitian dalam praktik keperawatan komunitas.

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

15

BAB2 TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini menguraikan berbagai teori dan konsep yang berkaitan dengan remaja sebagai populasi beresiko, penyalahgunaan narkoba pada remaja, Drug Abuse

Resistance Education (DARE) model Community as Partner, Family Center Nursing, Health Promotion Model (HP M) dan Comprehensive School Health Model (CSHM) dalam memberikan asuhan keperawatan komunitas pada agregat remaja dengan risiko penyalahgunaan narkoba.

2.1. Remaja Sebagai Populasi Berisiko 2.1.1

Populasi Berisiko (at risk) Risiko dapat berarti suatu kondisi yang secara potensial berbahaya dan dapat memicu terjadinya penyakit atau kerugian. Risiko juga dapat diartikan ancaman kerusakan, cedera, kerugian, dan kejadian negatif lainnya yang disebabkan kerentanan eksternal maupun internal yang dapat dinetralisir melalui antisipasi (Kemenkes, 2011 ). Menurut Stanhope dan Lancaster (2004), populasi berisiko adalah populasi dari orang-orang yang memiliki risiko yang sama walaupun jumlahnya kecil dari kejadian yang ada. Sedangkan Allender dan Spradley (2005), berpendapat bahwa populasi berisiko merupakan sekumpulan orang yang memiliki peluang mengalami masalah kesehatan spesifik karena dipengaruhi oleh beberapa faktor. Ini berarti bahwa sebuah kelompok dikatakan lebih berisiko dari kelompok lain jika paparan atau kejadian suatu zat lebih banyak dibandingkan dengan kelompok lain.

Menurut Stanhope dan Lancaster (2004), kelompok risiko dapat terjadi karena kurangnya atau bahkan tidak adanya kontrol dari kelompok tersebut terhadap pengaruh negatif ya"g akan terjadi. Kondisi tersebut bisa disebabkan oleh berbagai faktor, seperti: tidak adanya aturan, rendahnya pendidikan masyarakat atau tidak adanya informasi memadai terhadap

Universitas Indonesia Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

16

bahaya. Terdapat beberapa katagori yang dapat menyebabkan tetjadinya perubahan status kesehatan meliputi risiko biologik; risiko lingkungan termasuk psikologik; sosial ekonomi dan kejadian hidup; risiko perilaku termasuk didalamnya risiko gaya hidup (Stanhope & Lancaster, 2004).

2.1.1.1 Risiko biologi Menurut Santrock (2007), risiko biologi dapat diartikan risiko yang bersumber dari dalam diri remaja, pada masa remaja terjadi proses perubahan fisik maupun psikologis. Risiko biologi sering dikaitkan dengan masa pubertas yang terjadi pada remaja, remaja mengalami perubahan biologis yang mencolok (Sales & Irwin, 2009). Perubahan fisik yang terjadi dapat dilihat dalam perubahan tubuh, sedangkan perubahan secara psikologis dapat dilihat dari perubahan sikap, perilaku, emosi, dan intelektual (Hawari, 2009).

Santrocks (2007), menjelaskan bahwa perubahan secara fisik yang terjadi dengan cepat pada masa remaja, dapat menjadi risiko apabila remaja tidak dibekali dengan pengetahuan yang baik tentang perubahan apa yang akan dialami pada masa remaja, hal ini akan mempengaruhi remaja untuk melakukan hal-hal yang berisiko negatif seperti penyalahgunaan narkoba. Remaja yang tidak memiliki kemampuan beradaptasi terhadap perubahan biologis tersebut akan memperlihatkan perilaku berisiko yang dapat mengancam kesehatan (McMurray, 2003). Menurut Papalia, Old, dan Feldman (2001), perilaku berisiko yang bisa dilakukan oleh remaja antara lain penyalahgunaan narkoba, perilaku sexsual yang tidak aman, berkendara yang tidak aman, kurangnya partisipasi sosial, depresi dan aktivitas pelanggaran lainnya.

H::>sil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia tahun 2012, persentase wanita dan pria belum kawin umur 15-24 tahun yang merokok, minum minuman beralkohol, dan menggunakan obat-obatan terlarang selama 3

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

17

bulan terakhir menunjukan data untuk wanita mengindikasikan 10 persen merokok dan 5 persen minum minuman beralkohol, untuk pria persentase yang sesuai adalah masing-masing 80 persen merokok dan 40 persen minum-minuman beralkohol.

2.1.1.2 Risiko sosial Risiko sosial pada kelompok remaJa didefinisikan sebagai aspek yang berhubungan dengan kejiwaan dan sosial. Perubahan secara emosional dalam jiwa remaja adalah kemampuan untuk belajar berespon terhadap stress, dan perubahan emosi yang berkaitan dengan status emosionalnya (Santrock, 2005). Perkembangan fisik yang menyamai orang dewasa, tetapi perkembangan emosi belum dapat mengikuti perkembangan fisik tersebut. Secara fisik remaja memiliki kemampuan sebagai orang dewasa, namun secara mental, emosional dan sosial remaja, belum mendapatkan hak menggunakan kemampuannya (Harlina & Joewana, 2008). Bahaya yang dapat dialami oleh remaja pada tahap ini adalah kebingungan identitas atau peran. Dimana remaja akan menjadi lebih aktif dalam mengaktualisasikan diri meskipun melalui cara-cara yang negatif, selain itu remaja harus mampu menyesuaikan diri dengan pengaruh teman sebaya, perubahan dalam perilaku sosial dan nilai-nilai baru yang ada dimasyarakat (Potter & Perry, 2003).

2.1.1.3 Risiko gaya hidup Gaya hidup secara luas didefenisikan sebagai cara hidup yang diidentifikasikan melalui bagaimana seseorang menghabiskan waktu mereka, apa yang mereka pikirkan tentang diri mereka sendiri, dan juga dunia sekitamya. Oleh karenanya, hal ini berhubungan dengan tindakan dan perilaku sejak lahir (Setiadi & Nugroho, 2003). Gaya hidup merupakan istilah untuk menggambarkan bagaimana cara seseorang menjalani kehidupan (Papalia, Olds, & Fieldman, 2010). Gaya hidup merupakan cara hidup individu yang diidentifikasikan oleh bagaimana

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

18

orang menghabiskan waktu mereka (aktivitas), apa yang mereka anggap penting dalam hidupnya (ketertarikan), dan apa yang mereka pikirkan tentang dunia sekitamya (Plummer, 1983 ).

Menurut Stanhope dan Lancaster (2004 ), risiko gay a hid up merupakan kebiasaan atau gaya hidup yang dapat berdampak terjadinya risiko, termasuk keyakinan terhadap kesehatan, kebiasaan sehat, persepsi sehat, pengaturan pola tidur, rencana aktivitas keluarga, norma tentang perilaku yang berisiko. Hasil studi longitudinal menunjukkan bahwa kebiasaan kesehatan yang paling buruk muncul selama masa remaja meningkat di masa dewasa. Tidak beraktivitas, diet, obesitas, penyalahgunaan zat, perawatan kesehatan reproduksi, dan akses perawatan kesehatan muncul memburuk di masa dewasa. (Harris et al., 2006 dalam Santrock, 2011). Hasil penelitian kualitatif yang dilakukan Supriyatna (2013), seluruh partisipan menyatakan bahwa alasan menggunakan narkoba adalah karena rasa ingin tahu dan ikut-ikutan ternan.

2.1.1.4 Risiko kejadian hidup menurut Stanhope & Lancaster (2004), risiko kejadian hidup merupakan kejadian dalam kehidupan yang dapat menyebabkan terjadinya masalah kesehatan, atau yang disebut transisi. Kejadian masa lalu yang tidak menyenangkan turut berkontribusi membentuk pola kepribadian individu (Jarvis, 2010). Masa transisi yang dialami pada masa remaja menimbulkan dampak yang berbeda-beda pada remaja. Dampak ini terjadi karena adanya perubahan-perubahan seperti perubahan perilaku, jadwal, pola komunikasi, pembuatan keputusan dan perubahan dalam menggunakan sumber-sumber baru (Stanhope & Lancaster, 2004).

Santrock (2011), tahap transisi yang dialami oleh remaJa dapat menimbulkan stres pada remaJa, hal ini disebabkan karena adanya perubahan pola kehidupan dan lingkungan tempat tinggal yang dapat

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

19

menimbulkan tekanan secm·a psikologis, dan dapat menetap sampai waktu yang relatif lama. Kondisi tersebut memerlukan suatu mekanisme koping sebagai bagian dari proses adaptasi. Tingkat pemikiran remaja yang belum matang menyebabkan koping yang bersifat negatif menjadi pilihan remaja sebagai bentuk cara dalam beradaptasi. Perilaku seks bebas, minuman keras beralkohol, dan narkoba merupakan perilaku negatif yang sering dilakukan sebagai bagian dari adaptasi dalam aktualisasi diri remaj a.

Penyalahgunaan narkoba pada remaJa diakibatkan karena fase remaJa merupakan fase yang rentan dimana rnereka berupaya untuk rnenemukan identitas diri, belajar untuk membangun hubungan personal, serta membangun otonomi. Dalam upaya rnencapai tugasnya sebagai seorang rernaja, tidak sedikit dari rnereka yang mengalami kebingungan, pernberontakan, citra diri yang buruk, keterasingan, dan ketidakamanan, sehingga tidak sedikit dari mereka yang menggunakan narkoba sebagai sebuah mekanisme koping (Nies & McEwen, 2007).

2.1.2

Penyalahgunaan Narkoba Oleh Remaja

Rernaja adalah individu baik perernpuan rnaupun laki-laki yang berada pada usia antara anak-anak dan dewasa. Masa remaja rnerupakan periode yang penting dalarn rentang kehidupan rnanusia, karena remaja bukan lagi seorang anak dan juga bukan orang dewasa. Masa remaja sering pula disebut adolesensi (lat. adolescere

=

adultus ; rnenjadi dewasa atau dalarn

perkembangan rnenjadi dewasa).

World Health organization (WHO), rnendefinisikan rernaja adalah mereka

dengan rentang usia 10-19 tahun. Definisi rernaja yang digunakan oleh Kernenterian Kesehatan adalah rnereka yang berusia 10 sarnpai 19 tahun dan belurn kawin. Sedangkan rnenurut UU No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, usia rernaja adalah 10 sampai dengan 18 tahun. Menurut Thornburg (1982 dalarn Dariyo, 2004), penggolongan rernaja

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

20

terbagi kedalam 3 tahap yaitu: (1) remaja awal (usia 13 - 14 tahun), (2) remaja tengah (usia 15- 17 tahun), dan (3) remaja akhir (usia 18-21 tahun), Menurut Panuju (1999), masa remaja merupakan suatu masa belajar yang luas meliputi bidang intelegensi, sosial, maupun hal-hal yang berhubungan dengan kepribadian.

Remaja adalah masa peralihan dari kanak-kanak ke dewasa. Seorang remaja sudah tidak lagi dapat dikatakan sebagai kanak-kanak, namun masih belum cukup matang untuk dapat dikatakan dewasa. Masa remaja adalah masa transisi antara masa kanak-kanak dengan dewasa dan relatif belum mencapai tahap kematangan mental dan sosial sehingga mereka harus menghadapi tekanan-tekanan emosi dan sosial yang saling bertentangan (Harlina & Joewana, 2006). Tahap perkembangan fase remaja ini memiliki batasan usia yang bervariasi, baik fase remaja diantara seluruh fase kehidupan individu maupun dalam fase perkembangan remaja itu sendiri secara internal (Thera, 2005).

Masalah-masalah yang terjadi pada remaja tidak terlepas dari pengaruh interaksi

faktor-faktor

biologis,

psikologis,

dan

so sial

terhadap

berkembangnya masalah-masalah remaja dan orang-orang yang berasal dari berbagai usia lainnya. Menurut pendekatan biologis, masalah yang terjadi pada remaja dapat berkaitan dengan perubahan yang terjadi pada tubuhnya. Sedangkan faktor-faktor psikologis yang dianggap sebagai penyebab terjadinya masalah remaja adalah gangguan berpikir, gejolak emosional, proses belajar yang keliru, dan relasi yang bermasalah.

Faktor sosial yang melatar belakangi te1jadinya masalah pada remaja yaitu latar belakang budaya, sosial-ekonomi, latar belakang keluarga, dan linglr:mgan (Santrock, 2007; Harlina & Joewana, 2008). Masa transisi pada

remaJa

umumnya

memperlihatkan

perilaku

berisiko

yang

mengancam kesehatannya, seperti aktivitas seksual yang terlalu dini dan

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

21

tidak aman. berkendara yang tidak aman, partisipasi sosial yang kurang. penyalahgunaan narkoba, serta pelanggaran lainnya (Nies & McEwen, 2007).

Penyalahgunaan narkoba adalah penggunaan narkoba yang dilakukan tidak untuk maksud pengobatan, tetapi karena ingin menikmati pengaruhnya. dalam jumlah berlebih yang secara kurang teratur dan berlangsung cukup lama, sehingga menyebabkan gangguan kesehatan fisik, mental, dan kehidupan sosial. Penyalahgunaan narkoba merupakan suatu proses yang makin, meningkat dari taraf coba-coba ke taraf pengguna hiburan, pengguna situasional, pengguna teratur sampai kepada ketergantungan (Harlina & Joewana, 2006),

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika, menjelaskan bahwa ketergantungan narkoba adalah kondisi yang ditandai oleh dorongan untuk menggunakan narkoba secara terus menerus, dengan takaran yang meningkat agar menghasilkan efek yang sama, dan apabila penggunaannya dan atau dihentikan secara tiba-tiba, menimbulkan gejala fisik dan psikis yang khas. BNN (2012), menjelaskan bahwa ketergantungan narkoba adalah suatu keadaan atau kondisi yang timbul karena penyalahgunaan narkoba yang disertai adanya toleransi zat dan gejala putus zat. Bentuk ketergantungan narkoba dapat berupa ketergantungan

fisik,

gejala

putus

zat,

sakauw,

untuk

sampm

toleransi

dan

ketergantungan psikologis.

BNN

(20 12),

menjelaskan

bahwa

pada

keadaan

ketergantungan narkoba, seorang pengguna akan mengalami beberapa tahap. Ketergantungan pada narkoba akan terjadi apabila narkoba digunakan secara terus menerus selama satu bulan atau lebih, proses mengalami ketergantung narkoba terjadi dalam beberapa tahapan beberapa tahapan:

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

22

1.

Tahap kompromi, adalah tahapan dimana seseorang yang tidak memiliki sikap yang tegas untuk menentang narkoba, dan mau bergaul dengan pengguna narkoba. Dengan dipengaruhi rasa takut akan terkucilkan dari kelompok karena akibat tidak menggunakan narkoba, akan mendorong seseorang untuk mencoba narkoba.

2.

Tahap coba-coba, keadaan ini terjadi karena adanya rasa takut untuk menolak tawaran menggunakan narkoba, atau rasa ingin mengetahui bagaimana rasanya menggunakan narkoba. Pada kondisi ini individu memiliki peranan yang lebih penting.

3.

Tahap

toleransi,

tahap

m1

pengguna

sudah

beberapa

kali

menggunakan narkoba, sehingga tubuhnya mengalami toleransi. Pada tahap ini pengguna harus menambahkan dosis yang lebih besar untuk mendapatkan efek yang diinginkan. 4.

Tahap habituasi (kebiasaan), merupakan tahap ketika seseorang sudah menggunakan narkoba secara teratur, dan menggunakan narkoba telah menjadi bagian dari kehidupannya.

5.

Tahap ketergantungan, tahap ini memiliki gejala yang khas berupa terjadinya toleransi dan gejala putus zat. Pengguna narkoba akan berusaha untuk mendapatkan narkoba melalui berbagai cara.

6.

Tahap intoksifikasi, pada tahap ini pengguna mengalami keracunan karena penyalahgunaan narkoba, dan pada tahap ini pengguna mulai mengalami kerusakan pada organ tubuh.

7.

Meninggal dunia, tahapan ini merupakan tahapan yang paling berbahaya, dimana pengguna narkoba mengalami berbagai penyakit yang dapat menyebabkan kematian, serta mengalami kematian akibat overdosis dari penggunaan narkoba.

Davison, Neale, Kring (2006); Stinchfield (2003 dalam Nies & McEwen, 2007), menjelaskan bahwa faktor penyalahgunaan narkoba pada remaja pengaruh oleh lingkungan sekolah yang buruk, lingkungan sosial yang beranggapan bahwa penggunaan narkoba merupakan sesuatu yang

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

23

dianggap biasa. lingkungan dalam keluarga yang tidak harmonis serta pengaruh dari teman sebaya yang mengunakan narkoba. Remaja akan berada pada resiko lebih besar menyalahgunakan narkoba jika mereka tidak memiliki hubungan positif dengan guru-guru mereka.

Secara umum penyalahgunaan narkoba pada masyarakat dipengaruhi oleh 3 faktor utama yaitu : Pertama pengaruh farmakologis, narkoba memiliki karakteristik

yang

ketersediaan

dan

menyebabkan kemudahan

ketagihan

untuk

dan

memperoleh

ketergantungan, narkoba

sangat

memungkinkan terjadinya penyalahgunaan narkoba pada masyarakat. Kedua faktor individu, kepribadian adiktif, ketidakmampuan dalam

menghadapi masalah, tidak terpenuhinya kebutuhan emosional, sosial dan spiritual, serta kurangnya dukungan sosial. Ketiga faktor lingkungan, lingkungan sosial keluarga yang tidak kondusif terhadap perkembangan jiwa anak, misalnya perceraian dalam keluarga, pola asuh yang salah, atau kekerasan dalam keluarga. Lingkungan sekolah yang tidak kondusif dapat mengganggu

proses

belajar mengajar peserta

didik,

serta dapat

memberikan kesempatan pada peserta didik untuk berprilaku menyimpang. Lingkungan

masyarakat

yang

rawan,

dapat

menyebabkan

faktor

terganggunya perkembangan jiwa atau kepribadian seseorang kearah penyimpangan perilaku (Harlina & Joewana, 2009).

Penelitian yang dilakukan Hawari (1990, dalam Hawari, 2009), dijelaskan bahwa, seseorang akan menyalahgunakan narkoba, dan mengalami pada ketergantungan apabila terdapat tiga factor dalam dirinya, yaitu: 1) Faktor predisposisi; merupakan faktor yang mendorong seseorang cenderung menyalahgunakan narkoba, kondisi ini terjadi karena adanya gangguan kepribadian, kecemasan dan depresi. 2) Faktor kontribusi; kondisi yang menyehahkan seseorang mengalami dorongan

pengaruh

ternan

peras<'l~.n

sebaya,

tertckan, 3) Faktor pencetus;

kemudahan

seseorang

untuk

mendapatkan narkoba. Santoso (2009), menjelaskan bahwa alasan mantan

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

24

pengguna narkoba tetap menggunakan narkoba suntik karena adanya rasa ingin tahu, informasi yang tidak lengkap, masalah keuangan serta pengaruh ternan sebaya dilingkungan sekolah maupun tempat tinggal.

Weil dan Rosen (1993, dalam Stanhope & Lancaster, 2004), terdapat dua faktor pendorong pada seseorang sehingga melakukan penyalahgunaan narkoba, yaitu: faktor set dan setting. Set merupakan faktor individu yang menggunakan narkoba, individu memiliki berharap secara sadar terhadap pengaruh obat yang sedang digunakan. Setting adalah pengaruh dari lingkungan fisik, sosial, dan budaya. Stressor yang tinggi di sekolah atau di tempat kerja merupakan salah satu pemicu terjadinya penyalahgunaan narkoba.

2.2 Inovasi Drug Abuse Resistance Education (DARE) Sebagai Bentuk Intervensi Keperawatan Komunitas Berbagai upaya telah dilakukan pencegahan risiko penyalahgunaan narkoba pada remaja disekolah telah dilakukan, namun berdasarkan hasil penelitian angka penyalahgunaan narkoba pada remaja masih cenderung meningkat. Sehingga perlu dikembangkan satu bentuk inovasi yang dapat dilakukan untuk merubah atau mengurangi perilaku berisiko terhadap penyalahgunaan narkoba pada remaja.

Salah satu cara atau intervensi yang dapat dilakukan adalah Drug Abuse

Resistance Education (DARE). Program ini adalah sebuah strategi intervensi yang dapat dilakukan untuk mencegah risiko penyalahgunaan narkoba pada remaja disekolah.

2.2.1

Konsep Drug Abuse Resistance Education (DARE) Drw: Abuse Resistance Education (DARE), diciptakan oleh Departemen Kepolisian Los Angeles bersama dengan Los Angeles School District pada tahun 1983 ( Ennett et al., 1994). DARE diciptakan untuk mengajarkan

Universitas Indonesia Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

25

anak-anak pentingnya menghindari diri dari narkoba, alkohol. dan penggunaan tembakau. Sementara pada saat yang sama meningkatkan harga diri mereka dan mencegah menggunakan obat-obatan karena tekanan ternan sebaya. Selain itu DARE dirancang untuk mencegah keterlibatan remaja dalam geng dan kegiatan kekerasan lainnya (Ennett et al, 1994). Elemen kunci dari program DARE adalah upaya gabungan dari polisi, sekolah, guru, orang tua, dan masyarakat dimana mereka ikut berpartisipasi

dengan

membawa

pengetahuan,

pendidikan,

dan

pengalaman mereka untuk ikut bertanggung jawab dalam mengajarkan anak-anak tentang bahaya narkoba dan bagaimana melawan narkoba (DARE America , 1996).

Petugas yang terlibat dalam program ini diminta untuk menjalani pelatihan khusus di bidang perkembangan anak, pengelolaan kelas, teknik mengajar, dan keterampilan komunikasi untuk mempersiapkan mereka untuk mengajarkan kurikulum DARE (Ennett et a!., 1994). Pelatihan ini melengkapi petugas dengan pengetahuan dan keahlian untuk menyajikan kurikulum dan menjawab pertanyaan mengenai obat-obatan dan kejahatan (DARE America, 1996).

Program DARE telah bertahan karena publisitas luas, popularitas, kesederhanaan, dan biaya rendah dibandingkan dengan yang lain. Hal ini tampaknya

relatif

murah

mengingat

banyaknya

anak-anak

yang

berpartisipasi, dan manfaat yang dirasakan tidak hanya untuk mencegah penyalahgunaan narkoba, alkohol dan penggunaan tembakau di kalangan remaj a, tetapi efek sekunder lain seperti meningkatkan hubungan antara polisi dan masyarakat, penurunan keterlibatan geng , penurunan tindak kekerasan yang dilakukan oleh remaja, dan meningkatkan harga diri (Hanson, 2003).

Program ini juga mencakup kurikulum khusus untuk anak-anak di TK

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

26

sampai siswa SMA (Burke. 2002). Kurikulum DARE berfokus pada 12 topik pelatihan, meliputi: 1) Berani berkata "Tidak"; 2) Konsekuensi langsung narkoba; 3) Keyakinan normative; 5) Berpikir konsekuensial, pemecahan masalah dan konflik manajemen; 6) Keterampilan manajemen diri; Komitmen sukarela; 7) Presenter kredibel; 8) Pendidikan Karakter; 9) Pembelajaran partisipatif interaktif; 10) Keterampilan ketahanan social; 11) Pencegahan kekerasan; 12) Peran modeling.

Kurikulum ini diajarkan dengan menggunakan berbagai pendekatan termasuk kelas kuliah, latihan workbook, role-playing, pertanyaan dan sesi jawaban, kegiatan kelompok, latihan kasus, pelayanan masyarakat ,dan diskusi kelompok (Ennett et al., 1994). Dengan kemajuan teknologi modem, peserta DARE diajak untuk melihat hasil pemeriksaan scan otak dari pengguna narkoba sehingga memungkinkan mereka untuk melihat konsekuensi fisik, mental, dan emosional dari penggunaan narkoba. Selain itu, pesetia bisa mendapatkan pengalaman sosial dan hukuman bagi penggunaan narkoba dengan berpartisipasi dalam latihan ruang sidang pura-pura yang termasuk dalam kurikulum (DARE America 1996).

Program DARE dirancang secara sederhana didasarkan pada Teori Belajar Sosial, yang menyatakan bahwa belajar terjadi dalam konteks sosial, dan bahwa orang belajar dari satu sama lain, termasuk konsep-konsep seperti pembelajaran observasional, imitasi, dan pemodelan. Oleh karena itu, menurut teori ini, individu, khususnya remaja dalam hal ini, dapat diajarkan untuk membingkai ulang dari menggunakan obat-obatan, alkohol, atau tembakau, dalam konteks sosial yang tepat (Akers, 1996).

Pemodelan desain DARE terdiri dari kurikulum yang menghasilkan asosiasi diferensial terhadap obat-obatan, alkohol, dan penggunaan tembakau, penguatan untuk tidak menggunakan narkoba, alkohol, dan penggunaan tembakau, definisi yang menguntungkan dari obat, alkohol,

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

27

dan pencegahan tembakau. dan ketersediaan panutan (role model) yang tidak menggunakan obat-obatan (Akers. 1996). Oleh karena itu. setidaknya melalui program DARE diharapkan akan menghasilkan remaja yang mampu menahan diri dari penggunaan narkoba. Hal ini menyebabkan program DARE ini populer di kalangan pembuat kebijakan, aparat penegak hukum, sekolah, orang tua, dan masyarakat, yang terus mendukung DARE sebagai metode yang efektif untuk mencegah narkoba, alkohol, dan penggunaan_ tembakau di kalangan remaja, terlepas dari hasil negatif dari berbagai evaluasi.

Penelitian yang dilakukan oleh Judith Lohman (20 10), tentang Druge Abuse Resistance Education munujukan bahwa program DARE telah

berhasil dalam mencegah penggunaan narkoba, program ini memiliki kepuasan pelanggan yang tinggi, meningkatkan sikap siswa, dan memiliki efek positif pada siswa. Hasil penelitian Irwin M. Cohen and Dr. Darryl (2005), tentang program DARE menunjukan bahwa orang tua, guru, dan anggota masyarakat merasakan bahwa mayoritas anak-anak dan remaja yang menyelesaikan program DARE tidak terlibat dalam masalah pengunaan obat-obatan.

Penelitian Carol Hirschon (2005), tentang evaluasi dari program DARE berulang kali menunjukkan bahwa DARE efektif dalam meningkatkan pengetahuan dan sikap siswa dalam mencegah penggunaan obat-obatan. Hasil penelitian Richard & judith ( 2008), tentang Efektivitas jangka panjang Drug Abuse Resistance Education (DARE), menyimpulkan bahwa program DARE dinilai memiliki hubungan yang signifikan untuk mengurangi penggunaan obat ilegal misalnya, inhalansia, kokain, LSD.

2.2.2

Aplikasi Inovasi Drug Abuse Resistance F:lucation ( DARE) Pelaksanaan program pencegahan risiko penyalahgunaan narkoba di SMK TB dimulai sejak bulan Nopember 2013. Kegiatan ini dimulai dengan

Universitas Indonesia Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

28

dibentuknya Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) SMK TR kader kesehatan dan Peer educator dengan melibatkan guru dan siswa didalamnya. Guru dan siswa yang terlibat dalam UKS, kader kesehatan, dan peer educator diberikan pelatihan modul pencegahan penyalahgunaan narkoba pada remaja. Modul ini terdiri dari 4 bagian: modul 1 kesehatan jiwa dan kepribadian remaja; modul 2 menilai diri dan mengelola stres; modul 3 narkoba dan pengaruhnya pada tubuh; dan modul 4 meningkatkan tanggung jawab dan kepercayaan diri. (Modul pelatihan dapat diakses di www.fik_ umj .co.id)

Modul 1 tentang kesehatan jiwa dan remaja. Modul ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman siswa tentang peranan kesehatan jiwa dalam perkembangan kepribadian remaja. Modul ini terdiri dari konsep kepribadian remaja, ciri-ciri kepribadian remaja, pengaruh lingkungan terhadap kepribadian remaja, kesehatan jiwa remaja, dan ciri-ciri jiwa remaja yang sehat. Selain itu dalam modul ini terdapat format latihan mengukur derajat kesehatan jiwa remaja.

Modul 2 tentang menilai diri dan mengelola stres. Medul ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan siswa untuk membangun penilaian diri yang postif dan mengelola stres dalam kehidupan sehari-hari. Modul ini terdiri dari konsep penilaian diri, konsep stres, dan cara mengelola stres. Selain itu dalam modul ini terdapat beberapa format latihan yang dapat digunakan siswa dalam proses pembelajaran, yaitu: format latihan membangun penilaian diri, format menilai tingkat stres, dan format mengukur ketahan terhadap stres.

Modul 3 tentang narkoba dan pengaruhnya pada tubuh. Modul ini bertujP::tn untuk meningkatkan pemahaman siswa tentang bahaya narkoba. Modul ini terdiri dari konsep narkoba dan jenis-jenis narkoba, masalah penyalahgunaan narkoba, faktor resiko dan faktor pelindung, cara kerja

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

29

narkoba, dan pengaruh narkoba pada tubuh. Selain itu dalam mudul ini terdapat

format

latihan

untuk

melakukan

deteksi

dini

risiko

penyalahgunaan narkoba secara mandiri.

Modul 4 meningkatkan tanggung jawab dan kepercayaan diri remaJa. Modul ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman s1swa cara meningkatkan tanggung jawab dan percaya diri remaja, sehingga remaja dapat menolak tekanan kelompok sebaya yang berpengaruh negatif. Modul ini terdiri dari konsep tanggung jawab, menetapkan tujuan hidup, dan meningkatkan percaya diri. Selain itu dalam modul ini terdapat format untuk menilai tanggung jawab perorangan, format latihan meningkatkan tanggung jawab, dan format latihan untuk menetapkan tujuan hid up.

Pelatihan modul terhadap guru dan siswa dilakukan secara terpisah, guru yang terlibat dalam pelatihan ini sebanyak 3 orang, sedangkan siswa yang terlibat sebanyak 17 orang. Guru yang terlibat dalam pelatihan ini diharapkan bisa mengaplikasikan modul ini didalam kelas terhadap siswa yang akan dilakukan intervensi pencegahan risiko penyalahgunaan norkoba. Sedangkan peer educator yang terdiri dari siswa yang diberikan pelatihan modul ini diharapkan bisa menyampaikan informasi yang diberikan terhadap ternan sebayanya.

Pada pelatihan mudul 1, guru dan siswa dilatih tentang kepribadian remaja, kesehatan jiwa remaja, dan latihan cara mengukur kesehatan jiwa remaja. Pelatihan modul 2 guru dan siswa dilatih tentang penilain diri remaja, manajemen stres, latihan membangun penilaian diri, latihan cara mengukur tingkat stres, dan latihan cara mengelola stres. Pada pelatihan modul 3 guru dan siswa dilatih tentang jenis-jenis napza, masalah penyalahgunaan napza,

pengaruh napza

pada tubuh,

latihan deteksi

dini

risiko

penyalahgunaan napza, dan konseling risiko penyalahgunaan napza. Sedangkan pada pelatihan modul 4, guru dan siswa dilatih tentang

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

30

tanggung jawab remaJa, meningkatkan kepercayaan diri remaJa, Jatihan menilai tanggung jawab, latihan cara meningkatkan tanggung jawab, dan latihan meningkatkan kepercayaan diri untuk berani berkata tidak pada napza.

Guru yang telah dilatih mengajarkan mudul tersebut terhadap siswa dalam 3 kelas berbeda, masing-masing guru diminta mengajarkan 1 mudul. Setiap pembelajaran satu modul dilakukan dalam 2 sesi pertemuan dengan masing masing sesi pertemuan dilakukan selam 60 menit. Kegiatan pembelajaran ini dirancang ··untuk membuat kelas lebih interaktif dan menyenangkan dimana metode yang dilakukan dalam proses pembelajaran meliputi diskusi, pemutaran film, latihan dengan menggunakan format, serta role play.

Setiap sesi modul dievaluasi dengan cara melakukan pre dan post tes pada masing-masing modul, hal ini dilakukan untuk mengukur tingkat keberhasilan dari proses pembelajaran masing-masing modul. Pre dan post tes dilakukan dengan mengkukur aspek pengetahuan, dan keterampilan SlSWa.

2.3 Strategi Intervensi Keperawatan Komunitas Berbagai upaya strategi dapat dilakaukan dalam rangkan mealakukan upaya pencegahan risiko penyalahgunaan narkoba pada remaja, upaya di dilakukan dalam rangka meningkatkan keterlibatan dan peran serta aktif semua pihak (Allender & Spradly, 2005). Menurut Stanhope & lanscater (2004), Strategi yang dilakukan dalam keperawatan komunitas meliputi proses kelompok, pendidikan kesehatan, membangun patnership, dan pemberdayaan dengan menggunakan prinsip pengorganisasian masyarakat.

Berikut ini akan dipaparkan beberapa strategi yang akan digunakan untuk melakukan pencegahan risiko penyalahgunaan narkoba pada remaja disekolah

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

31

yaitu: 1) Pendidikan kesehatan; 2) Proses kelompok: 3) Pemberdayaan masyarakat

(empowerment);

4)

Kemitraan

(partnership).

Pendidikan

kesehatan, merupakan strategi pembelajaran yang dapat mendukung perilaku

sehat atau merubah perilaku tidak sehat (Fredman, Bowdwn, & Jones, 2003). Pendidikan kesehatan merupakan kegiatan memberikan pengetahuan sebagai upaya untuk meningkatkan derajat kesehatan, dalam bentuk mencegah terjadinya penyakit (health prevention), maupun melindungi diri dari berbagai masalah kesehatan penyebaran

(health protection) yang dilakukan dengan cara

informasi,

dan

peningkatan

motivasi

masyarakat

untuk

berperilaku hidup sehat (Pender, Murdaugh, & Parson, 2006). Pendidikan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan dan mengurangi ketidakmampuan untuk mencapai aktualisasi potensi kesehatan dari individu, keluarga, komunitas dan masyarakat (Nies & McEwen, 2007).

Istilah pendidikan kesehatan telah berkembang menjadi promosi kesehatan yang mempunyai makna lebih luas. Menurut Pender et al, (2006 dalam Elligott et al, 201 0), promosi kesehatan merupakan perilaku yang termotivasi oleh keinginan untuk meningkatkan kesehatan dan mewujudkan potensi kesehatan manusia. Notoatmodjo (2007) promosi kesehatan merupakan bentuk intervensi yang ditujukan kepada perubahan perilaku sehingga perilaku tersebut kondusif dengan kesehatan. Dengan kata lain promosi kesehatan mengupayakan agar perilaku individu, kelompok, atau masyarakat berpengaruh positif terhadap pemeliharaan dan peningkatan kesehatan. Pendidikan kesehatan yang dapat dilakukan perawat dalam rangka melakukan pencegahan risiko penyalahgunaan narkoba dapat dilakukan melalui pelatihan terhadap kelompok sebaya yang telah dibentuk, penyebaran leaflet, pemasangan poster,

melakukan

guidence,

coaching,

konseling

serta

menggunakan media massa (Helvie, 1998; Ervin, 2002).

Proses kelompok, merupakan strategi intervensi keperawatan komunitas yang

dilakukan

bersama-sama

dengan

sekolah

atau

masyarakat

melalui

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

32

pembentukan

kelompok.

Dukungan

kelompok

sangat

penting dalam

pelaksanaan praktik keperawatan komunitas untuk melakukan pencegahan risiko penyalahgunaan narkoba pada remaja khususnya disekolah. Proses kelompok dilakukan melalui pembentukan peer educator dan kader kesehatan sekolah yang disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan di sekolah (Stanhope & Lancaster, 2004; Hitchock, Schuber & Thomas, 1999). Menurut Helvie

(1998), proses kelompok bertujuan meningkatkan kualitas kelompok, sehingga kelompok mampu melakukan keterampilan tertentu.

Proses kelompok pada masalah risiko penyalal1gunaan narkoba pada remaja di sekolah dilakukan untuk memberikan pelatihan keterampilan terhadap siswa dan guru. Kelompok yang dibentuk merupakan kelompok siswa dan guru yang diberikan pelatihan pencegahan penyalahgunaan narkoba secara terpisah. Kegiatan yang melibatkan kelompok seperti siswa atau remaja, dan kelompok yang berisiko tinggi serta bekerjasama dengan sekolah, dan masyarakat memudahkan dan dapat diterimanya program pencegahan risiko penyalahgunaan narkoba pada remaja (Hitchcock, et all., 1999; stanhope & Lancaster, 2004).

Pemberdayaan masyarakat, Menurut Kreisberg (1992, dalam Helvie, 2003) pemberdayaan ketrampilan keputusan masyarakat

merupakan untuk

yang

proses

meningkatkan

mempengaruhi

merupakan

upaya

pengembangan kemampuan

kehidupan untuk

pengetahuan

seseorang

seseorang.

membangun

dan

mengambil

Pemberdayaan

daya,

mendorong,

memotivasi, dan membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimilikinya serta berupaya untuk mengembangkannya (Sumodiningrat, 1996). Perawat menggunakan strategi pemberdayaan untuk membantu masyarakat mengembangkan keterampilan dalam menyelesaikan masalah, menciptakan JeJanng,

r~gosiasi,

lobbying,

dan

mendapatkan

informasi

untuk

meningkatkan kesehatan (Nies & McEwen, 2007). Dalam upaya mencegah

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

risiko penyalahgunaan narkoba di SMK TB residen membangun hubungan ke1jasama dengan guru dan siswa disekolah.

Kemitraan (partner.ship), adalah suatu proses distribusi informasi, fleksibel dan negosiasi kekuatan masing-masing pihak yang terlibat dalam upaya membuat perubahan meningkatkan untuk kesehatan masyarakat (Helvie, 1998). Kemitraan merupakan bentuk kerjasama aktif antara perawat komunitas, masyarakat,

maupun lintas sektor dan program.

Bentuk

kegiatannya adalah kolaborasi, negosiasi dan sharing dilakukan untuk saling menguntungkan (Stanhope & Lancaster, 2004).

Perawat spesialis komunitas memiliki peran untuk membangun dan membina kemitraan dengan anggota masyarakat. Kemitraan merupakan tujuan utama dalam konsep masyarakat sebagai sebuah sumber daya yang perlu dioptimalkan (community-as-resource), Perawat spesialis komunitas harus memiliki ketrampilan memahami dan bekerja bersama anggota masyarakat dalam menciptakan perubahan di masyarakat (Ervin, 2002). Kemitraan yang dilakukan dalam upaya pencegahan risiko penyalahgunaan narkoba pada remaja, merupakan bentuk kerja sama aktif antara perawat komunitas, sekolah, masyarakat, maupun lintas program dan sektoral dalam mengambil suatu keputusan dalam upaya penyelesaian masalah remaja.

2.4 Peran Perawat Komunitas dalam Pencegahan Penyalahgunaan Narkoba Keperawatan komunitas merupakan pelayanan keperawatan profesional yang ditujukan kepada masyarakat dengan memfokuskan pada populasi at risk dan masyarakat populasi vulnerable melalui peningkatan kesehatan, dengan upaya pencegahan penyakit, pemeliharaan kesehatan dan rehabilitasi untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal (Allender, Rector & Warner, 2010). Upaya peningkatan kesehatan masyarakat perawat melakukan berbagai peran dalam mengkoordinasikan pelayanan dan mengembangkan intervensi untuk populasi beresiko dan rentan baik individu, keluarga, dan komunitas. Hal ini

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

34

dilakukan untuk mengembangkan rencana perawatan yang penting bagi perawat, tidak hanya untuk menilai faktor resiko tetapi juga untuk mengidentifikasi sumber daya yang ada dimasyarakat. (Sebastian, 2004 dalam Saucier & Janes, 2009). Menurut Sebastian (2004 dalam Saucier & Janes, 2009) dalam melakukan asuhan keperawatan komunitas pada populasi beresiko dan populasi rentan beberapa peran perawat yang harus dilakukan antara lain: Advocate (pembela), case manager (manajer kasus), Educator

and counsellor (pendidik dan konselor), collaborator, dan researcher (peneliti)

2.4.1

Advocate (pembela) Dalam melakukan perannya sebagai advocate perawat komunitas harus menjadi pembela bagi klien maupun anggota keluarga, agar klien mendapatkan perlakuan maupun hak yang sama dengan orang lain (Allender Spradley, 2005). Dalam peran advokat, perawat harus peka terhadap kebutuhan kesehatan individu, keluarga, dan masyarakat, selain memiliki pengetahuan yang luas tentang sumber daya masyarakat dan serta memiliki kemampuan untuk mengaksesnya. Perawat juga harus memiliki kemampuan berkomunikasi secara profesional dengan pasien dalam rangka mengkoordinasikan kontinuitas pelayanan. Kegigihan diperlukan dari seorang perawat ketika bertindak atas nama pasien. Waktu dan kesabaran diperlukan untuk mempertahankan kontak dengan pasien dan mengarahkan mereka ke sumber daya yang tepat (Sebastian, 2004 dalam Saucier & Janes, 2009)

2.4.2

Case Manager (manajer kasus) Case management merupakan proses pelayanan kesehatan yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas pelayanan keperawatan,

menyelesaikan

masalah, meningkatkan derajat hidup klien dan meminimalkan biaya pengobatan (American Nursing Association!ANA, 1991 dalam Helvie, 1998). Seorang manajer kasus peran lain bagi perawat yang bekerja

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

35

dengan pas1en yang memiliki kebutuhan khusus. Peran ini biasanya melibatkan perawat dalam kemitraan dengan individu pasien (Sebastian, 2004 dalam Saucier & Janes, 2009)

Manajemen

kasus

adalah

proses

di

mana

layanan

diatur

dan

dikoordinasikan untuk memenuhi kebutuhan khusus pasien dan untuk menggunakan sumber daya yang langka secara lebih efektif. Di pusatpusat keperawatan kesehatan masyarakat, manajemen kasus bagi pasien dapat memperpanjang selama periode yang sangat panjang, kadangkadang berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun. Selain itu, manajer kasus akan menemukan bahwa kebutuhan pelayanan formal dan informal sering meningkat dalam intensitas dan kompleksitas sebagai pasien yang terkena resiko kesehatan lain dan situasi stres. Dalam perannanya sebagai manajer kasus perawat bekerja dengan pasien yang beresiko serta pasien yang rentan, oleh karena itu perawat harus dapat memastikan kebutuhan pelayanan yang dibutuhkan pasien (Sebastian, 2004 dalam Saucier & Janes, 2009)

2.4.3

Educator and Counselor (pendidik dan konselor)

Kedua peran penting lainnya yang sering tumpang tindih dalam peran perawat adalah peran pendidik dan konselor. Orang mungkin mengubah perilaku gaya hidup beresiko jika mereka belajar tentang dampak merugikan pada kesehatan mereka. Peran pendidik dan konselor penting dilakukan untuk memberikan informasi pada pasien agar dapat mencari dan mengakses sumber daya yang ada di sekolah maupun dimasyarakat (Sebastian, 2004 dalam Saucier & Janes, 2009). Perawat harus mampu memberikan informasi kesehatan yang dibutuhkan oleh klien melalui pendidikan kesehatan, baik terhadap individu, keluarga maupun kelompok dan komunitas (Stanhope &Lap-:;aster, 2004).

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

36

2.4.4

Collaborator

Perawat dapat berkolaborasi dengan penyedia layanan kesehatan dari lembaga berbasis masyarakat dan kelompok masyarakat untuk mengatasi masalah populasi rentan dan beresiko yang memiliki kebutuhan khusus untuk menciptakan sebuah kontinuitas perawatan. Dalam melakukan peranannya di masyarakat perawat harus belajar untuk bermitra dengan lembaga lain di luar sistem perawatan kesehatan, misalnya pendidikan, perumahan, dan lapangan kerja. Kemitraan ini dapat berguna untuk memperluas dan meningkatkan sumber daya yang ada. Perawat juga harus memiliki

kemampuan

sebagai

penghubung atau

fasilitator

untuk

mempromosikan ls..erjasama antara sekolah, institusi, dan kelompok masyarakat (Sebastian, 2004 dalam Saucier & Janes, 2009)

2.4.5

Researcher (peneliti)

Peran perawat sebagai peneliti telah menjadi sangat penting dalam beberapa tahun terakhir. Kebutuhan populasi rentan dan populasi beresiko sangat signifikan, khususnya pada kelompok masyarakat dengan sumberdaya yang rendah. Upaya penelitian dalam bidang perawatan harus dilakukan sehingga hasil penelitian dapat digunakan untuk melayani kebutuhan masyarakat. Selain itu, hasil penelitian diperlukan untuk mengukur hubungan kesehatan dengan intervensi keperawatan yang berbasis sekolah dan masyarakat (Sebastian, 2004 dalam Saucier & Janes, 2009)

2.5 Teori Manajemen 2.5.1

Perencanaan (Planning) Perencanaan merupakan fungsi manajemen penting untuk meminimalkan resiko dalam pengambilan keputusan, memecahkan masalah serta perubahan strategi perencanaan yang efektif (Marquis & Huston, 2006). Menurut Gillies (2000) perencanaan sangat penting untuk pembuatan keputusan, pemecahan masalah dan perubahan efektif yang direncanakan.

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

37

Aktivitas yang dilakukan selama perencanaan adalah analisis, pengkajian suatu sistem, penyusunan tujuan jangka panjang (strategi) dan jangka pendek (operasional) serta memprioritaskan aktivitas termasuk alternatif.

Dalam

fungsi

perencanaan

seorang

manaJer

hams

mampu

mendeskripsikan pekerjaannya antara lain: Mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan organisasi;

menetapkan, mendeskripsikan dan menguraikan

tujuan; menetapkan tugas-tugas pencapaian tujuan; menetapkan strategi penyelesaian masalah;

menentukan kebijakan; menentukan standar

operasional prosedur; mengantisipasi permasalahan yang mungkin terjadi (Terry dalam Siswanto, 2007).

2.5.2

Pengorganisasian (Organizing) Swansburg (1994), pengorganisasian (organizing) merupakan kegiatan untuk menghimpun sumber daya yang dimiliki dan memanfaatkannya secara efisien dalam rangka mencapai tujuan (goals) yang telah ditetapkan. Berry (1994; dalam Marquis & Huston, 2000) bahwa perencanaan strategis dalam proses manajemen pelayanan dapat dikembangkan melalui identifikasi agensi di luar organisasi atau stake holders dan menentukan tujuan serta aktivitas dari organisasi.

Karakteristik pembagian struktur kerja dalam suatu organisasi meliputi: (1) Adanya pembagian ketenagaan yang jelas, individu dibagi ke dalam unit yang sesuai dengan kompetensi yang dimiliki; (2) Adanya struktur hirarki organisasi yang menggambarkanjalur birokrasi dari atas dan ke bawah; (3) Adanya uraian tugas dan fungsi masing-masing unit dalam suatu organisasi; (4) Adanya prosedur atau aturan dalam bekerja; dan (5) Adanya seleksi tenaga yang sesuai kompetensi yang diharapkan, serta adanya promosi bidang yang jelas (Weber dalam Marquis dan Huston, 2000).

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

38

2.5.3

Ketenagaan (staffing) Fase

ketiga proses

manaJemen

setelah

fungsi

perencanaan

dan

pengorganisasian adalah ketenagaan. Seorang pemimpin-manajer dalam menjalankan fungsi ketenagaan yaitu merekrut, memilih, menempatkan, dan mengajarkan personal untuk mencapai tujuan organisasi (Marquis & Huston, 2006). Menurut Swanburg (2000), ketenagaan yang efisien dan efektif dapat ditingkatkan melalui kegiatan: rekrutmen dan seleksi, pendayagunaan,

pengembangan,

dan

pemeliharaan.

Manajemen

ketenagaan bukan hanya masalah administrasi atau pengaturan karyawan tetapi lebih banyak merupakan pendekatan integral holistik yang meliputi : peningkatan harkat, menghargai, yakin bahwa semua manusia ingin memperbaiki diri. Keberhasilan organisasi dalam mencapai tujuan dan sasarannya serta kemampuan menghadapi tantangan internal maupun eksternal sangat ditentukan oleh kemampuan pengelola SDM yang tepat.

2.5.4

Pengarahan (Directing) Directing merupakan proses dimana manajer membimbing dan mengawasi kinerja para pekerja untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Tindakan pengarahan di mulai dari saat melakukan kegiatan, pengarahan ini dirancang agar pekerja bekerja secara efektif, efisien supaya dapat mencapai tujuan yang sudah ditetapkan. Mengarahkan adalah fungsi membimbing, menginspirasi, mengawasi, supaya tujuan tercapai. Menurut Swansburg (1994); Marqui dan Huston (2006), fungsi manaJemen pengarahan (Directing) meliputi koordinasi (coordinating), pengarahan (directing), kepemimpinan (leading).

Standar atau pedoman sebagai bentuk pengarahan seharusnya dapat digunakan sebagai perwujudan dari fungsi kepemimpinan manajemen keperawatan yang meliputi proses pendelegasian, pengawasan, koordi•1asi dan pengendalian implementasi rencana organisasi (Gillies, 2000; Swansburg, 1999; Marquis & Huston, 2006). Fungsi pengarahan yang baik

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

39

membutuhkan komunikasi yang efektif untuk memotivasi pihak pihak yang terlibat, menyelesaikan konflik, serta memberikan pengarahan yang dibutuhkan dalam melakukan proses pengarahan (Azwar, 1996).

2.5.5

Pengawasan (Controling) Pengawasan merupakan proses pengamatan terhadap pelaksanaan seluruh kegiatan organisasi dalam rangka menjamin agar semua pekerjaan yang sedang dilaksanakan berj alan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan (Siagian, 2002). Sedangkan menurut Hasibuan (2006), pengawasan merupakan proses pengendalian untuk mengevaluasi pelaksanaan kegiatan sesuai dengan reneana yang telah ditetapkan sebelumnya. Pengawasan dan pengendalian (controlling), merupakan proses untuk mengamati seeara terns menerus (bekesinambungan) pelaksanaan reneana kerja yang telah disusun dan melakukan perbaikan terhadap penyimpangan yang terj adi (Swanburg, 2000).

Marquis dan Huston (2006), menjelaskan bahwa fungsi pengawasan bertujuan agar penggunaan sumber daya yang digunakan dapat lebih efisien, dan tugas-tugas staf dalam peneapaian tujuan program dapat lebih diefektifkan. Kegiatan yang dilakukan selama pengawasan meliputi proses evaluasi implementasi, pemberian masukan atau umpan balik, dan pembuatan

prinsip-prinsip

orgamsas1

melalui

pembuatan

standar,

pembandingan kinerja dengan standar dan memperbaiki kekurangan.

2.6 Model Community as Partner Model community as partner dikembangkan oleh Anderson dan Me Farlan dari teori Betty Neuman (Anderson & Me Farlan, 2004). Model berfokus pada perawatan kesehatan masyarakat diamana praktek, keilmuan, dan metodenya melibatkan masyarakat untuk ikut berpartisipasi penuh dalam meningkatkan kesehatannya. Model ini memiliki dua komponen utama pengkajian yaitu core dan subsistem. Core merupakan inti dari komunitas

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

40

yang terdiri dari riwayat terbentuknya aggregat. demografi, suku, nilai, dan

kepercayaan. Sedangkan subsistem terdiri dari lingkungan fisik, pelayanan kesehatan dan sosial, ekonomi, transportasi dan keamanan, politik dan pemerintahan, komunikasi, pendidikan, dan rekreasi.

Garis pertahanan fleksibel disebut juga buffer zone, garis ini sangat dinamis terhadap stresor, stimulus dapat menembus garis pertahanan ini sampai menyentuh garis pertahanan normal walaupun stresor bersifat sementara atau jangka pendek. Apabila komunitas tidak merasakan adanya stimulus atau stresor maka komunitas berada dalam keadaan sehat. Walaupun komunitas tidak mcrasakan ada masalah, budaya berbeda beresiko mempengaruhi komunitas. Pengaruh teman sebaya disekolah, kebiasaan nongkrong dan bolos sekolah pada saat jam pelajaran merupakan ancaman bagi siswa sekolah karena sering digunakan tempat transaksi narkoba.

Garis pertahanan normal menunjukan komunitas tetap dalam keadaan sehat. Karakteristik komunitas dengan garis pertahanan normal yang baik ditunjukkan oleh rendahnya pengguna narkoba, kekerasan pada remaja kurang, ekonomi menengah, umumnya remaja bersekolah dan bagi yang tidak sekolah sudah bekerja tetap, remaja dengan kemampuan koping yang adaptif dan cenderung membuat pemecahan masalahjangka panjang, stresor bisa saja berada digaris pertahanan normal ini. Stresor bisa saja mulai mengancam komunitas, akan tetapi komunitas belum merasakannya, misal sebagian kecil siswa mulai terpapar dengan rokok, minuman keras, tidak ada sarana olahraga, kegiatan ekstrakulikuler juga tidak ada, kegiatan agama dan organisasi kesiswaan tidak jalan, warung menjual rokok dan minuman keras secara bebas. Kondisi ini menunjukkan adanya ancaman terhadap komunitas. Pengkajian terhadap koping dan strategi pemecahan masalah pada remaja sangat penting dalam memperkuat garis pertahanan normal ini.

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

19

menimbulkan tekanan secm·a psikologis, dan dapat menetap sampai waktu yang relatif lama. Kondisi tersebut memerlukan suatu mekanisme koping sebagai bagian dari proses adaptasi. Tingkat pemikiran remaja yang belum matang menyebabkan koping yang bersifat negatif menjadi pilihan remaja sebagai bentuk cara dalam beradaptasi. Perilaku seks bebas, minuman keras beralkohol, dan narkoba merupakan perilaku negatif yang sering dilakukan sebagai bagian dari adaptasi dalam aktualisasi diri remaja.

Penyalahgunaan narkoba pada remaja diakibatkan karena fase remaJa merupakan fase yang rentan dimana mereka berupaya untuk menemukan identitas diri, belajar untuk membangun hubungan personal, serta membangun otonomi. Dalam upaya mencapai tugasnya sebagai seorang remaja, tidak sedikit dari mereka yang mengalami kebingungan, pemberontakan, citra diri yang buruk, keterasingan, dan ketidakamanan, sehingga tidak sedikit dari mereka yang menggunakan narkoba sebagai sebuah mekanisme koping (Nies & McEwen, 2007).

2.1.2

Penyalahgunaan Narkoba Oleh Remaja

Remaja adalah individu baik perempuan maupun laki-laki yang berada pada usia antara anak-anak dan dewasa. Masa remaja merupakan periode yang penting dalam rentang kehidupan manusia, karena remaja bukan lagi seorang anak dan juga bukan orang dewasa. Masa remaja sering pula disebut adolesensi (lat. adolescere = adultus ; menjadi dewasa atau dalam perkembangan menjadi dewasa).

World Health organization (WHO), mendefinisikan remaja adalah mereka

dengan rentang usia 10-19 tahun. Definisi remaja yang digunakan oleh Kementerian Kesehatan adalah mereka yang berusia 10 sampai 19 tahun dan belum kawin. Sedangkan menurut UU No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, usia remaja adalah 10 sampai dengan 18 tahun. Menurut Thornburg (1982 dalam Dariyo, 2004), penggolongan remaja

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

20

terbagi kedalam 3 tahap yaitu: (I) remaja awal (usia 13-14 tahun), (2) remaja tengah ( usia 15 - 17 tahun), dan (3) remaja akhir ( usia 18 - 21 tahun). Menurut Panuju ( 1999), masa remaja merupakan suatu masa belajar yang luas meliputi bidang intelegensi, sosial, maupun hal-hal yang berhubungan dengan kepribadian.

Remaja adalah masa peralihan dari kanak-kanak ke dewasa. Seorang remaja sudah tidak lagi dapat dikatakan sebagai kanak-kanak, namun masih belum cukup matang untuk dapat dikatakan dewasa. Masa remaja adalah masa transisi antara masa kanak-kanak dengan dewasa dan relatif belum mencapai tahap kematangan mental dan sosial sehingga mereka harus menghadapi tekanan-tekanan emosi dan sosia1 yang saling bertentangan (Harlina & Joewana, 2006). Tahap perkembangan fase remaja ini memiliki batasan usia yang bervariasi, baik fase remaja diantara seluruh fase kehidupan individu maupun dalam fase perkembangan remaja itu sendiri secara internal (Thera, 2005).

Masalah-masalah yang terjadi pada remaja tidak terlepas dari pengaruh interaksi

faktor-faktor

biologis,

psikologis,

dan

sosial

terhadap

berkembangnya masalah-masalah remaja dan orang-orang yang berasal dari berbagai usia lainnya. Menurut pendekatan biologis, masalah yang terjadi pada remaja dapat berkaitan dengan perubahan yang terjadi pada tubuhnya. Sedangkan faktor-faktor psikologis yang dianggap sebagai penyebab terjadinya masalah remaja adalah gangguan berpikir, gejolak emosional, proses belajar yang keliru, dan relasi yang bermasalah.

Faktor sosial yang melatar belakangi te1jadinya masalah pada remaja yaitu latar belakang budaya, sosial-ekonomi, latar belakang keluarga, dan linglr:mgan (Santrock, 2007; Harlina & Joewana, 2008). Masa transisi pada

remaJa

umurnnya

memperlihatkan

perilaku

berisiko

yang

mengancam kesehatannya, seperti aktivitas seksual yang terlalu dini dan

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

21

tidak aman. berkendara yang tidak aman, partisipasi sosial yang hu·ang. penyalahgunaan narkoba, serta pelanggaran lainnya (Nies & McEwen, 2007).

Penyalahgunaan narkoba adalah penggunaan narkoba yang dilakukan tidak untuk maksud pengobatan, tetapi karena ingin menikrnati pengaruhnya, dalam jumlah berlebih yang secara kurang teratur dan berlangsung cukup lama, sehingga menyebabkan gangguan kesehatan fisik, mental, dan kehidupan sosial. Penyalahgunaan narkoba merupakan suatu proses yang makin, meningkat dari taraf coba-coba ke taraf pengguna hiburan, pengguna situasional, pengguna teratur sampai kepada ketergantungan (Harlina & Joewana, 2006),

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika, menjelaskan bahwa ketergantungan narkoba adalah kondisi yang ditandai oleh dorongan untuk menggunakan narkoba secara terus menerus, dengan takaran yang meningkat agar menghasilkan efek yang sama, dan apabila penggunaannya dan atau dihentikan secara tiba-tiba, menimbulkan gejala fisik dan psikis yang khas. BNN (2012), menjelaskan bahwa ketergantungan narkoba adalah suatu keadaan atau kondisi yang timbul karena penyalahgunaan narkoba yang disertai adanya toleransi zat dan gejala putus zat. Bentuk ketergantungan narkoba dapat berupa ketergantungan

fisik,

gejala

putus

zat,

sakauw,

untuk

sampat

toleransi

dan

ketergantungan psikologis.

BNN

(2012),

menjelaskan

bahwa

pada

keadaan

ketergantungan narkoba, seorang pengguna akan mengalami beberapa tahap. Ketergantungan pada narkoba akan terjadi apabila narkoba digunakan secara terus menerus selama satu bulan atau lebih, proses mengalami ketergantung narkoba terjadi dalam beberapa tahapan beberapa tahapan:

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

22

1.

Tahap kompromi, adalah tahapan dimana seseorang yang tidak rnemiliki sikap yang tegas untuk rnenentang narkoba, dan rnau bergaul dengan pengguna narkoba. Dengan dipengaruhi rasa takut akan terkucilkan dari kelornpok karena akibat tidak rnenggunakan narkoba, akan rnendorong seseorang untuk rnencoba narkoba.

2.

Tahap coba-coba, keadaan ini terjadi karena adanya rasa takut untuk menolak tawaran menggunakan narkoba, atau rasa ingin rnengetahui bagairnana rasanya rnenggunakan narkoba. Pada kondisi ini individu merniliki peranan yang lebih penting.

3.

Tahap

toleransi,

tahap

1111

pengguna

sudah

beberapa

kali

rnenggunakan narkoba, sehingga tubuhnya rnengalarni toleransi. Pada tahap ini pengguna harus rnenambahkan dosis yang lebih besar untuk rnendapatkan efek yang diinginkan. 4.

Tahap habituasi (kebiasaan), rnerupakan tahap ketika seseorang sudah rnenggunakan narkoba secara teratur, dan rnenggunakan narkoba telah rnenjadi bagian dari kehidupannya.

5.

Tahap ketergantungan, tahap ini merniliki gejala yang khas berupa terjadinya toleransi dan gejala putus zat. Pengguna narkoba akan berusaha untuk rnendapatkan narkoba rnelalui berbagai cara.

6.

Tahap intoksifikasi, pada tahap ini pengguna mengalami keracunan karena penyalahgunaan narkoba, dan pada tahap ini pengguna rnulai rnengalarni kerusakan pada organ tubuh.

7.

Meninggal dunia, tahapan ini merupakan tahapan yang paling berbahaya, dirnana pengguna narkoba rnengalarni berbagai penyakit yang dapat menyebabkan kernatian, serta mengalarni kematian akibat overdosis dari penggunaan narkoba.

Davison, Neale, Kring (2006); Stinchfield (2003 dalarn Nies & McEwen, 2007), rnenjelaskan bahwa faktor penyalahgunaan narkoba pada rernaja pengaruh oleh lingkungan sekolah yang buruk, lingkungan sosial yang beranggapan bahwa penggunaan narkoba rnerupakan sesuatu yang

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

23

dianggap biasa, lingkungan dalam keluarga yang tidak harmonis serta pengaruh dari teman sebaya yang mengunakan narkoba. Remaja akan berada pada resiko lebih besar menyalahgunakan narkoba jika mereka tidak memiliki hubungan positif dengan guru-guru mereka.

Secara umum penyalahgunaan narkoba pada masyarakat dipengaruhi oleh 3 faktor utama yaitu : Pertama pengaruh farmakologis, narkoba memiliki karakteristik

yang

ketersediaan

dan

menyebabkan kemudahan

ketagihan

untuk

dan

memperoleh

ketergantungan, narkoba

sangat

memungkinkan terjadinya penyalahgunaan narkoba pada masyarakat. Kedua faktor individu, kepribadian adiktif, ketidakmampuan dalam

menghadapi masalah, tidak terpenuhinya kebutuhan emosional, sosial dan spiritual, serta kurangnya dukungan sosial. Ketiga faktor lingkungan, lingkungan sosial keluarga yang tidak kondusif terhadap perkembangan jiwa anak, misalnya perceraian dalam keluarga, pola asuh yang salah, atau kekerasan dalam keluarga. Lingkungan sekolah yang tidak kondusif dapat mengganggu

proses

belajar

mengajar peserta didik,

serta

dapat

memberikan kesempatan pada peserta didik untuk berprilaku menyimpang. Lingkungan

masyarakat

yang

rawan,

dapat

menyebabkan

faktor

terganggunya perkembangan jiwa atau kepribadian seseorang kearah penyimpangan perilaku (Harlina & Joewana, 2009).

Penelitian yang dilakukan Hawari (1990, dalam Hawari, 2009), dijelaskan bahwa, seseorang akan menyalahgunakan narkoba, dan mengalami pada ketergantungan apabila terdapat tiga factor dalam dirinya, yaitu: 1) Faktor predisposisi; merupakan faktor yang mendorong seseorang cenderung menyalahgunakan narkoba, kondisi ini terjadi karena adanya gangguan kepribadian, kecemasan dan depresi. 2) Faktor kontribusi; kondisi yang menyebabkan seseorang mengalami perasw:n tertekan, 3) Faktor pencetus; dorongan

pengaruh

ternan

sebaya,

kemudahan

seseorang

untuk

mendapatkan narkoba. Santoso (2009), menjelaskan bahwa alasan mantan

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

24

pengguna narkoba tetap menggunakan narkoba suntik karena adanya rasa ingin tahu, informasi yang tidak lengkap, masalah keuangan serta pengaruh ternan sebaya dilingkungan sekolah maupun tempat tinggal.

Weil dan Rosen (1993, dalam Stanhope & Lancaster, 2004), terdapat dua faktor pendorong pada seseorang sehingga melakukan penyalahgunaan narkoba, yaitu: faktor set dan setting. Set merupakan faktor individu yang menggunakan narkoba, individu memiliki berharap secara sadar terhadap pengaruh obat yang sedang digunakan. Setting adalah pengaruh dari lingkungan fisik, sosial, dan budaya. Stressor yang tinggi di sekolah atau di tempat kerja merupakan salah satu pemicu terjadinya penyalahgunaan narkoba.

2.2 Inovasi Drug Abuse Resistance Education (DARE) Sebagai Bentuk Intervensi Keperawatan Komunitas Berbagai upaya telah dilakukan pencegahan risiko penyalahgunaan narkoba pada remaja disekolah telah dilakukan, namun berdasarkan basil penelitian angka penyalahgunaan narkoba pada remaja masih cenderung meningkat. Sehingga perlu dikembangkan satu bentuk inovasi yang dapat dilakukan untuk merubah atau mengurangi perilaku berisiko terhadap penyalahgunaan narkoba pada remaja.

Salah satu cara atau intervensi yang dapat dilakukan adalah Drug Abuse Resistance Education (DARE). Program ini adalah sebuah strategi intervensi

yang dapat dilakukan untuk mencegah risiko penyalahgunaan narkoba pada remaja disekolah.

2.2.1

Konsep Drug Abuse Resistance Education (DARE) Druf! Abuse Resistance Education (DARE), diciptakan oleh Departemen

Kepolisian Los Angeles bersama dengan Los Angeles School District pada tahun 1983 ( Ennett et al., 1994). DARE diciptakan untuk mengajarkan

Universitas Indonesia Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

25

anak-anak pentingnya menghindari diri dari narkoba. alkohol. dan penggunaan tembakau. Sementara pada saat yang sama meningkatkan harga diri mereka dan mencegah menggunakan obat-obatan karena tekanan teman sebaya. Selain itu DARE dirancang untuk mencegah keterlibatan remaja dalam geng dan kegiatan kekerasan lainnya (Ennett et al, 1994). Elemen kunci dari program DARE adalah upaya gabungan dari polisi, sekolah, guru, orang tua, dan masyarakat dimana mereka ikut berpartisipasi

dengan

membawa

pengetahuan,

pendidikan,

dan

pengalaman mereka untuk ikut bertanggung jawab dalam mengajarkan anak-anak tentang bahaya narkoba dan bagaimana melawan narkoba (DARE America , 1996).

Petugas yang terlibat dalam program ini diminta untuk menjalani pelatihan khusus di bidang perkembangan anak, pengelolaan kelas, teknik mengajar, dan keterampilan komunikasi untuk mempersiapkan mereka untuk mengajarkan kurikulum DARE (Ennett et al., 1994). Pelatihan ini melengkapi petugas dengan pengetahuan dan keahlian untuk menyajikan kurikulum dan menjawab pertanyaan mengenai obat-obatan dan kejahatan (DARE America, 1996).

Program DARE telah bertahan karena publisitas luas, popularitas, kesederhanaan, dan biaya rendah dibandingkan dengan yang lain. Hal ini tampaknya

relatif murah

mengingat

banyaknya

anak-anak

yang

berpartisipasi, dan manfaat yang dirasakan tidak hanya untuk mencegah penyalahgunaan narkoba, alkohol dan penggunaan tembakau di kalangan remaja, tetapi efek sekunder lain seperti meningkatkan hubungan antara polisi dan masyarakat, penurunan keterlibatan geng , penurunan tindak kekerasan yang dilakukan oleh remaja, dan meningkatkan harga diri (Hanson, 2003).

Program ini juga mencakup kurikulum khusus untuk anak-anak di TK

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

26

sampar s1swa SMA (Burke. 2002). Kurikulum DARE berfokus pada 12 topik pelatihan, meliputi: 1) Berani berkata "Tidak"; 2) Konsekuensi langsung narkoba; 3) Keyakinan normative; 5) Berpikir konsekuensial, pemecahan masalah dan konflik manajemen; 6) Keterampilan manajemen diri; Komitmen sukarela; 7) Presenter kredibel; 8) Pendidikan Karakter; 9) Pembelajaran partisipatif interaktif; 10) Keterampilan ketahanan social; 11) Pencegahan kekerasan; 12) Peran modeling

Kurikulum ini diajarkan dengan menggunakan berbagai pendekatan termasuk kelas kuliah, latihan workbook, role-playing, pertanyaan dan sesi jawaban, kegiatan kelompok, latihan kasus, pelayanan masyarakat ,dan diskusi kelompok (Ennett et al., 1994). Dengan kemajuan teknologi modern, peserta DARE diajak untuk melihat hasil pemeriksaan scan otak dari pengguna narkoba sehingga memungkinkan mereka untuk melihat konsekuensi fisik, mental, dan emosional dari penggunaan narkoba. Selain itu, peserta bisa mendapatkan pengalaman sosial dan hukuman bagi penggunaan narkoba dengan berpartisipasi dalam latihan ruang sidang pura-pura yang termasuk dalam kurikulum (DARE America 1996).

Program DARE dirancang secara sederhana didasarkan pada Teori Belajar Sosial, yang menyatakan bahwa belajar terjadi dalam konteks sosial, dan bahwa orang belajar dari satu sama lain, termasuk konsep-konsep seperti pembelajaran observasional, imitasi, dan pemodelan. Oleh karena itu, menurut teori ini, individu, khususnya remaja dalam hal ini, dapat diajarkan untuk membingkai ulang dari menggunakan obat-obatan, alkohol, atau tembakau, dalam konteks sosial yang tepat (Akers, 1996).

Pemodelan desain DARE terdiri dari kurikulum yang menghasilkan asosiasi diferensial terhadap obat-obatan, alkohol, dan penggunaan tembakau, penguatan untuk tidak menggunakan narkoba, alkohol, dan penggunaan tembakau, definisi yang menguntungkan dari obat, alkohol,

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

27

dan pencegahan tembakau. dan ketersediaan panutan (role model) yang tidak menggunakan obat-obatan (Akers, 1996). Oleh karena itu, setidaknya melalui program DARE diharapkan akan menghasilkan remaja yang mampu menahan diri dari penggunaan narkoba. Hal ini menyebabkan program DARE ini populer di kalangan pembuat kebijakan, aparat penegak hukum, sekolah, orang tua, dan masyarakat, yang terus mendukung DARE sebagai metode yang efektif untuk mencegah narkoba, alkohol, dan penggunaan_ tembakau di kalangan remaja, terlepas dari hasil negatif dari berbagai evaluasi.

Penelitian yang dilakukan oleh Judith Lohman (2010), tentang Druge Abuse Resistance Education munujukan bahwa program DARE telah

berhasil dalam mencegah penggunaan narkoba, program ini memiliki kepuasan pelanggan yang tinggi, meningkatkan sikap siswa, dan memiliki efek positif pada siswa. Hasil penelitian Irwin M. Cohen and Dr. Darryl (2005), tentang program DARE menunjukan bahwa orang tua, guru, dan anggota masyarakat merasakan bahwa mayoritas anak-anak dan remaja yang menyelesaikan program DARE tidak terlibat dalam masalah pengunaan obat-obatan.

Penelitian Carol Hirschon (2005), tentang evaluasi dari program DARE berulang kali menunjukkan bahwa DARE efektif dalam meningkatkan pengetahuan dan sikap siswa dalam mencegah penggunaan obat-obatan. Hasil penelitian Richard

& judith

( 2008), tentang Efektivitas jangka

panjang Drug Abuse Resistance Education (DARE), menyimpulkan bahwa program DARE dinilai memiliki hubungan yang signifikan untuk mengurangi penggunaan obat ilegal misalnya, inhalansia, kokain, LSD.

2.2.2

Aplikasi Inovasi Drug Abuse Resistance F.1ucation (DARE) Pelaksanaan program pencegahan risiko penyalahgunaan narkoba di SMK TB dimulai sejak bulan Nopember 2013. Kegiatan ini dimulai dengan

Universitas Indonesia Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

28

dibentuknya Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) SMK TB, kader kesehatan dan Peer educator dengan melibatkan guru dan siswa didalamnya. Guru dan siswa yang terlibat dalam UKS, kader kesehatan, dan peer educator diberikan pelatihan modul pencegahan penyalahgunaan narkoba pada remaja. Modul ini terdiri dari 4 bagian: modul 1 kesehatan jiwa dan kepribadian remaja; modul 2 menilai diri dan mengelola stres; modul 3 narkoba dan pengaruhnya pada tubuh; dan modul 4 meningkatkan tanggung jawab dan kepercayaan diri. (Modul pelatihan dapat diakses di www.fik_umj .co.id)

Modul 1 tentang kesehatan jiwa dan remaja. Modul ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman siswa tentang peranan kesehatan jiwa dalam perkembangan kepribadian remaja. Modul ini terdiri dari konsep kepribadian remaja, ciri-ciri kepribadian remaja, pengaruh lingkungan terhadap kepribadian remaja, kesehatan jiwa remaja, dan ciri-ciri jiwa remaja yang sehat. Selain itu dalam modul ini terdapat format latihan mengukur derajat kesehatanjiwa remaja.

Modul 2 tentang menilai diri dan mengelola stres. Medul ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan siswa untuk membangun penilaian diri yang postif dan mengelola stres dalam kehidupan sehari-hari. Modul ini terdiri dari konsep penilaian diri, konsep stres, dan cara mengelola stres. Selain itu dalam modul ini terdapat beberapa format latihan yang dapat digunakan siswa dalam proses pembelajaran, yaitu: format latihan membangun penilaian diri, format menilai tingkat stres, dan format mengukur ketahan terhadap stres.

Modul 3 tentang narkoba dan pengaruhnya pada tubuh. Modul ini bertujl'1n untuk meningkatkan pemahaman siswa tentang bahaya narkoba. Modul ini terdiri dari konsep narkoba dan jenis-jenis narkoba, masalah penyalahgunaan narkoba, faktor resiko dan faktor pelindung, cara kerja

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

29

narkoba, dan pengaruh narkoba pada tubuh. Selain itu dalam mudul ini terdapat

format

latihan

untuk

melakukan

deteksi

dini

risiko

penyalahgunaan narkoba secara mandiri.

Modul 4 meningkatkan tanggung jawab dan kepercayaan diri remaja. Modul ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman s1swa cara meningkatkan tanggung jawab dan percaya diri remaja, sehingga remaja dapat menolak tekanan kelompok sebaya yang berpengaruh negatif. Modul ini terdiri dari konsep tanggung jawab, menetapkan tujuan hidup, dan meningkatkan percaya diri. Selain itu dalam modul ini terdapat format untuk menilai tanggung _jawab perorangan, format latihan meningkatkan tanggung jawab, dan format latihan untuk menetapkan tujuan hidup.

Pelatihan modul terhadap guru dan siswa dilakukan secara terpisah, guru yang terlibat dalam pelatihan ini sebanyak 3 orang, sedangkan siswa yang terlibat sebanyak 17 orang. Guru yang terlibat dalam pelatihan ini diharapkan bisa mengaplikasikan modul ini didalam kelas terhadap siswa yang akan dilakukan intervensi pencegahan risiko penyalahgunaan norkoba. Sedangkan peer educator yang terdiri dari siswa yang diberikan pelatihan modul ini diharapkan bisa menyampaikan informasi yang diberikan terhadap ternan sebayanya.

Pada pelatihan mudul 1, guru dan siswa dilatih tentang kepribadian remaja, kesehatan jiwa remaja, dan latihan cara mengukur kesehatan jiwa remaja. Pelatihan modul 2 guru dan siswa dilatih tentang penilain diri remaja, manajemen stres, latihan membangun penilaian diri, latihan cara mengukur tingkat stres, dan latihan cara mengelola stres. Pada pelatihan modul 3 guru dan siswa dilatih tentang jenis-jenis napza, masalah penyalahgunaan napza,

pcngaruh

napza

pada

tubuh,

latihan

deteksi

dini

risiko

penyalahgunaan napza, dan konseling risiko penyalahgunaan napza. Sedangkan pada pelatihan modul 4, guru dan siswa dilatih tentang

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

30

tanggung jawab remaja, meningkatkan kepercayaan diri remaJa, Jatihan menilai tanggung jawab, latihan cara meningkatkan tanggung jawab, dan latihan meningkatkan kepercayaan diri untuk berani berkata tidak pada napza.

Guru yang telah dilatih mengajarkan mudul tersebut terhadap siswa dalam 3 kelas berbeda, masing-masing guru diminta mengajarkan 1 mudul. Setiap pembelajaran satu modul dilakukan dalam 2 sesi pertemuan dengan masing masing sesi pertemuan dilakukan selam 60 menit. Kegiatan pembelajaran ini dirancang ··untuk membuat kelas lebih interaktif dan menyenangkan dimana metode yang dilakukan dalam proses pembelajaran meliputi diskusi, pemutaran film, latihan dengan menggunakan format, serta role play.

Setiap sesi modul dievaluasi dengan cara melakukan pre dan post tes pada masing-masing modul, hal ini dilakukan untuk mengukur tingkat keberhasilan dari proses pembelajaran masing-masing modul. Pre dan post tes dilakukan dengan mengkukur aspek pengetahuan, dan keterampilan SlSWa.

2.3 Strategi Intervensi Keperawatan Komunitas Berbagai upaya strategi dapat dilakaukan dalam rangkan mealakukan upaya pencegahan risiko penyalahgunaan narkoba pada remaja, upaya di dilakukan dalam rangka meningkatkan keterlibatan dan peran serta aktif semua pihak (Allender & Spradly, 2005). Menurut Stanhope & lanscater (2004), Strategi yang dilakukan dalam keperawatan komunitas meliputi proses kelompok, pendidikan kesehatan, membangun patnership, dan pemberdayaan dengan menggunakan prinsip pengorganisasian masyarakat.

Berikut ini akan dipaparkan beberapa strategi yang akan digunakan untuk melakukan pencegahan risiko penyalahgunaan narkoba pada remaja disekolah

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

31

yaitu: 1) Pendidikan kesehatan; 2) Proses kelompok: 3) Pemberdayaan masyarakat

(empowerment);

4)

Kemitraan

(partnership}.

Pendidikan

kesehatan, merupakan strategi pembelajaran yang dapat mendukung perilaku

sehat atau merubah perilaku tidak sehat (Fredman, Bowdwn, & Jones, 2003). Pendidikan kesehatan merupakan kegiatan memberikan pengetahuan sebagai upaya untuk meningkatkan derajat kesehatan, dalam bentuk mencegah terjadinya penyakit (health prevention), maupun melindungi diri dari berbagai masalah kesehatan penyebaran

(health protection) yang dilakukan dengan cara

informasi,

dan

peningkatan

motivasi

masyarakat

untuk

berperilaku hidup sehat (Pender, Murdaugh, & Parson, 2006). Pendidikan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan dan mengurangi ketidakmampuan untuk mencapai aktualisasi potensi kesehatan dari individu, keluarga, komunitas dan masyarakat (Nies & McEwen, 2007).

Istilah pendidikan kesehatan telah berkembang menjadi promosi kesehatan yang mempunyai makna lebih luas. Menurut Pender et al, (2006 dalam Elligott et al, 201 0), promosi kesehatan merupakan perilaku yang termotivasi oleh keinginan untuk meningkatkan kesehatan dan mewujudkan potensi kesehatan manusia. Notoatmodjo (2007) promosi kesehatan merupakan bentuk intervensi yang ditujukan kepada perubahan perilaku sehingga perilaku tersebut kondusif dengan kesehatan. Dengan kata lain promosi kesehatan mengupayakan agar perilaku individu, kelompok, atau masyarakat berpengaruh positif terhadap pemeliharaan dan peningkatan kesehatan. Pendidikan kesehatan yang dapat dilakukan perawat dalam rangka melakukan pencegahan risiko penyalahgunaan narkoba dapat dilakukan melalui pelatihan terhadap kelompok sebaya yang telah dibentuk, penyebaran leaflet, pemasangan poster,

melakukan

guidence,

coaching,

konseling

serta

menggunakan media massa (Helvie, 1998; Ervin, 2002).

Proses kelompok, merupakan strategi intervensi keperawatan komunitas yang

dilakukan

bersama-sama

dengan

sekolah

atau

masyarakat

melalui

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

32

pembentukan

kelompok.

Dukungan

kelompok

sangat penting

dalam

pelaksanaan praktik keperawatan komunitas untuk melakukan pencegahan risiko penyalahgunaan narkoba pada remaja khususnya disekolah. Proses kelompok dilakukan melalui pembentukan peer educator dan kader kesehatan sekolah yang disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan di sekolah (Stanhope & Lancaster, 2004; Hitchock, Schuber & Thomas, 1999). Menurut Helvie

(1998), proses kelompok bertujuan meningkatkan kualitas kelompok, sehingga kelompok mampu melakukan keterampilan tertentu.

Proses kelompok pada masalah risiko penyalahgunaan narkoba pada remaja di sekolah dilakukan untuk memberikan pelatihan keterampilan terhadap siswa dan guru. Kelompok yang dibentuk merupakan kelompok siswa dan guru yang diberikan pelatihan pencegahan penyalahgunaan narkoba secara terpisah. Kegiatan yang melibatkan kelompok sepe11i siswa atau remaja, dan kelompok yang berisiko tinggi serta beketjasama dengan sekolah, dan masyarakat memudahkan dan dapat diterimanya program pencegahan risiko penyalahgunaan narkoba pada remaja (Hitchcock, et all., 1999; stanhope & Lancaster, 2004).

Pemberdayaan masyarakat, Menurut Kreisberg (1992, dalam Helvie, 2003) pemberdayaan ketrampilan keputusan masyarakat

merupakan untuk

yang

proses

meningkatkan

mempengaruhi

merupakan

upaya

pengembangan kemampuan

kehidupan untuk

pengetahuan

seseorang

seseorang.

membangun

dan

mengambil

Pemberdayaan

daya,

mendorong,

memotivasi, dan membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimilikinya serta berupaya untuk mengembangkannya (Sumodiningrat, 1996). Perawat menggunakan strategi pemberdayaan untuk membantu masyarakat mengembangkan keterampilan dalam menyelesaikan masalah, menciptakan JeJanng,

f'~gosiasi,

lobbying,

dan

mendapatkan

informasi

untuk

meningkatkan kesehatan (Nies & McEwen, 2007). Dalam upaya mencegah

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

33

risiko penyalahgunaan narkoba di SMK TB residen membangun hubungan kerjasama dengan guru dan siswa disekolah.

Kemitraan (partnership), adalah suatu proses distribusi informasi, fleksibel dan negosiasi kekuatan masing-masing pihak yang terlibat dalam upaya membuat perubahan meningkatkan untuk kesehatan masyarakat (Helvie, 1998). Kemitraan merupakan bentuk kerjasama aktif antara perawat komunitas, masyarakat,

maupun lintas sektor dan program.

Bentuk

kegiatannya adalah kolaborasi, negosiasi dan sharing dilakukan untuk saling menguntungkan (Stanhope & Lancaster, 2004).

Perawat spesialis komunitas memiliki peran untuk membangun dan membina kemitraan dengan anggota masyarakat. Kemitraan merupakan tujuan utama dalam konsep masyarakat sebagai sebuah sumber daya yang perlu dioptimalkan (community-as-resource), Perawat spesialis komunitas hams memiliki ketrampilan memahami dan bekerja bersama anggota masyarakat dalam menciptakan perubahan di masyarakat (Ervin, 2002). Kemitraan yang dilakukan dalam upaya pencegahan risiko penyalahgunaan narkoba pada remaja, merupakan bentuk kerja sama aktif antara perawat komunitas, sekolah, masyarakat, maupun lintas program dan sektoral dalam mengambil suatu keputusan dalam upaya penyelesaian masalah remaja.

2.4 Peran Perawat Komunitas dalam Pencegahan Penyalahgunaan Narkoba Keperawatan komunitas merupakan pelayanan keperawatan profesional yang ditujukan kepada masyarakat dengan memfokuskan pada populasi at risk dan masyarakat populasi vulnerable melalui peningkatan kesehatan, dengan upaya pencegahan penyakit, pemeliharaan kesehatan dan rehabilitasi untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal (Allender, Rector & Warner, 2010). Upaya peningkatan kesehatan masyarakat perawat melakukan berbagai peran dalam mengkoordinasikan pelayanan dan mengembangkan intervensi untuk populasi beresiko dan rentan baik individu, keluarga, dan komunitas. Hal ini

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

34

dilakukan untuk mengembangkan rencana perawatan yang penting bagi perawat, tidak hanya untuk menilai faktor resiko tetapi juga untuk mengidentifikasi sumber daya yang ada dimasyarakat. (Sebastian, 2004 dalam Saucier & Janes, 2009). Menurut Sebastian (2004 dalam Saucier & Janes, 2009) dalam melakukan asuhan keperawatan komunitas pada populasi beresiko dan populasi rentan beberapa peran perawat yang harus dilakukan antara lain: Advocate (pembela), case manager (manajer kasus), Educator

and counsellor (pendidik dan konselor), collaborator, dan researcher (peneliti)

2.4.1

Advocate (pembela) Dalam melakukan perannya sebagai advocate perawat komunitas harus menjadi pembela bagi klien maupun anggota keluarga, agar klien mendapatkan perlakuan maupun hak yang sama dengan orang lain (Allender Spradley, 2005). Dalam peran advokat, perawat harus peka terhadap kebutuhan kesehatan individu, keluarga, dan masyarakat, selain memiliki pengetahuan yang luas tentang sumber daya masyarakat dan serta memiliki kemampuan untuk mengaksesnya. Perawat juga harus memiliki kemampuan berkomunikasi secara profesional dengan pasien dalam rangka mengkoordinasikan kontinuitas pelayanan. Kegigihan diperlukan dari seorang perawat ketika bertindak atas nama pasien. Waktu dan kesabaran diperlukan untuk mempertahankan kontak dengan pasien dan mengarahkan mereka ke sumber daya yang tepat (Sebastian, 2004 dalam Saucier & Janes, 2009)

2.4.2

Case Manager (manajer kasus) Case management merupakan proses pelayanan kesehatan yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas pelayanan keperawatan,

menyelesaikan

masalah, meningkatkan derajat hidup klien dan meminimalkan biaya pengobatan (American Nursing Association/ANA, 1991 dalam Helvie, 1998). Seorang manajer kasus peran lain bagi perawat yang bekerja

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

35

dengan pas1en yang memiliki kebutuhan khusus. Peran ini biasanya melibatkan perawat dalam kemitraan dengan individu pasien (Sebastian, 2004 dalam Saucier & Janes, 2009)

Manajemen

kasus

adalah

proses

di

mana

layanan

diatur

dan

dikoordinasikan untuk memenuhi kebutuhan khusus pasien dan untuk menggunakan sumber daya yang langka secara lebih efektif. Di pusatpusat keperawatan kesehatan masyarakat, manajemen kasus bagi pasien dapat memperpanjang selama periode yang sangat panjang, kadangkadang berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun. Selain itu, manajer kasus akan menemukan bahwa kebutuhan pelayanan formal dan informal sering meningkat dalam intensitas dan kompleksitas sebagai pasien yang terkena resiko kesehatan lain dan situasi stres. Dalam perannanya sebagai manajer kasus perawat bekerja dengan pasien yang beresiko serta pasien yang rentan, oleh karena itu perawat harus dapat memastikan kebutuhan pelayanan yang dibutuhkan pasien (Sebastian, 2004 dalam Saucier & Janes, 2009)

2.4.3

Educator and Counselor (pendidik dan konselor)

Kedua peran penting lainnya yang sering tumpang tindih dalam peran perawat adalah peran pendidik dan konselor. Orang mungkin mengubah perilaku gaya hidup beresiko jika mereka belajar tentang dampak merugikan pada kesehatan mereka. Peran pendidik dan konselor penting dilakukan untuk memberikan informasi pada pasien agar dapat mencari dan mengakses sumber daya yang ada di sekolah maupun dimasyarakat (Sebastian, 2004 dalam Saucier & Janes, 2009). Perawat harus mampu memberikan informasi kesehatan yang dibutuhkan oleh klien melalui pendidikan kesehatan, baik terhadap individu, keluarga maupun kelompok dan komunitas (Stanhope &Lw~aster, 2004).

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

36

2.4.4

Collaborator

Perawat dapat berkolaborasi dengan penyedia layanan kesehatan dari lembaga berbasis masyarakat dan kelompok masyarakat untuk mengatasi masalah populasi rentan dan beresiko yang memiliki kebutuhan khusus untuk menciptakan sebuah kontinuitas perawatan. Dalam melakukan peranannya di masyarakat perawat harus belajar untuk bermitra dengan lembaga lain di luar sistem perawatan kesehatan, misalnya pendidikan, perumahan, dan lapangan kerja. Kemitraan ini dapat berguna untuk memperluas dan meningkatkan sumber daya yang ada. Perawat juga harus memiliki

kemampuan

sebagai

penghubung

atau

fasilitator

untuk

mempromosikan kerjasama antara sekolah, institusi, dan kelompok masyarakat (Sebastian, 2004 dalam Saucier & Janes, 2009)

2.4.5

Researcher (peneliti)

Peran perawat sebagai peneliti telah menjadi sangat penting dalam beberapa tahun terakhir. Kebutuhan populasi rentan dan populasi beresiko sangat signifikan, khususnya pada kelompok masyarakat dengan sumberdaya yang rendah. Upaya penelitian dalam bidang perawatan harus dilakukan sehingga hasil penelitian dapat digunakan untuk melayani kebutuhan masyarakat. Selain itu, hasil penelitian diperlukan untuk mengukur hubungan kesehatan dengan intervensi keperawatan yang berbasis sekolah dan masyarakat (Sebastian, 2004 dalam Saucier & Janes, 2009)

2.5 Teori Manajemen 2.5.1

Perencanaan (Planning) Perencanaan merupakan fungsi manajemen penting untuk meminimalkan resiko dalam pengambilan keputusan, memecahkan masalah serta perubahan strategi perencanaan yang efektif (Marquis & Huston, 2006). Menurut Gillies (2000) perencanaan sangat penting untuk pembuatan keputusan, pemecahan masalah dan perubahan efektif yang direncanakan.

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

37

Aktivitas yang dilakukan selama perencanaan adalah analisis, pengkajian suatu sistem, penyusunan tujuan jangka panjang (strategi) dan jangka pendek (operasional) serta memprioritaskan aktivitas termasuk alternatif.

Dalam

fungsi

perencanaan

seorang

manajer

harus

mampu

mendeskripsikan pekerjaannya antara lain: Mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan organisasi;

menetapkan, mendeskripsikan dan menguraikan

tujuan; menetapkan tugas-tugas pencapaian tujuan; menetapkan strategi penyelesaian masalah;

menentukan kebijakan;

menentukan standar

operasional prosedur; mengantisipasi permasalahan yang mungkin terjadi (Terry dalam Siswanto, 2007).

2.5.2

Pengorganisasian (Organizing) Swansburg (1994), pengorganisasian (organizing) merupakan kegiatan untuk menghimpun sumber daya yang dimiliki dan memanfaatkannya secara efisien dalam rangka mencapai tujuan (goals) yang telah ditetapkan. Berry (1994; dalam Marquis & Huston, 2000) bahwa perencanaan strategis dalam proses manajemen pelayanan dapat dikembangkan melalui identifikasi agensi di luar organisasi atau stake holders dan menentukan tujuan serta aktivitas dari organisasi.

Karakteristik pembagian struktur kerja dalam suatu organisasi meliputi: (1) Adanya pembagian ketenagaan yang jelas, individu dibagi ke dalam unit yang sesuai dengan kompetensi yang dimiliki; (2) Adanya struktur hirarki organisasi yang menggambarkanjalur birokrasi dari atas dan ke bawah; (3) Adanya uraian tugas dan fungsi masing-masing unit dalam suatu organisasi; (4) Adanya prosedur atau aturan dalam bekerja; dan (5) Adanya seleksi tenaga yang sesuai kompetensi yang diharapkan, serta adanya promosi bidang yang jelas (Weber dalam Marquis dan Huston, 2000).

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

38

2.5.3

Ketenagaan (staffing)

Fase

ketiga proses

manaJemen

setelah

fungsi

perencanaan

dan

pengorganisasian adalah ketenagaan. Seorang pemimpin-manajer dalam menjalankan fungsi ketenagaan yaitu merekrut, memilih, menempatkan, dan mengajarkan personal untuk mencapai tujuan organisasi (Marquis & Huston, 2006). Menurut Swanburg (2000), ketenagaan yang efisien dan efektif dapat ditingkatkan melalui kegiatan: rekrutmen dan seleksi, pendayagunaan,

pengembangan,

dan

pemeliharaan.

Manajemen

ketenagaan bukan hanya masalah administrasi atau pengaturan karyawan tetapi lebih banyak merupakan pendekatan integral holistik yang meliputi : peningkatan harkat, menghargai, yakin bahwa semua manusia ingin memperbaiki diri. Keberhasilan organisasi dalam mencapai tujuan dan sasarannya serta kemampuan menghadapi tantangan internal maupun eksternal sangat ditentukan oleh kemampuan pengelola SDM yang tepat.

2.5.4

Pengarahan (Directing)

Directing merupakan proses dimana manajer membimbing dan mengawasi kinerja para pekerja untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Tindakan pengarahan di mulai dari saat melakukan kegiatan, pengarahan ini dirancang agar pekerja bekerja secara efektif, efisien supaya dapat mencapai tujuan yang sudah ditetapkan. Mengarahkan adalah fungsi membimbing, menginspirasi, mengawasi, supaya tujuan tercapai. Menurut Swansburg (1994); Marqui dan Huston (2006), fungsi manajemen pengarahan (Directing) meliputi koordinasi (coordinating), pengarahan (directing), kepemimpinan (leading).

Standar atau pedoman sebagai bentuk pengarahan seharusnya dapat digunakan sebagai perwujudan dari fungsi kepemimpinan manajemen keperawatan yang meliputi proses pendelegasian, pengawasan, koordi•1asi dan pengendalian implementasi rencana organisasi (Gillies, 2000; Swansburg, 1999; Marquis & Huston, 2006). Fungsi pengarahan yang baik

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

39

membutuhkan komunikasi yang efektif untuk memotivasi pihak pihak yang terlibat, menyelesaikan konflik, serta memberikan pengarahan yang dibutuhkan dalam melakukan proses pengarahan (Azwar, 1996).

2.5.5

Pengawasan (Controling)

Pengawasan merupakan proses pengamatan terhadap pelaksanaan seluruh kegiatan organisasi dalam rangka menjamin agar semua pekerjaan yang sedang dilaksanakan berjalan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan (Siagian, 2002). Sedangkan menurut Hasibuan (2006), pengawasan merupakan proses pengendalian untuk mengevaluasi pelaksanaan kegiatan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan sebelumnya. Pengawasan dan pengendalian (controlling), merupakan proses untuk mengamati secara terus menerus (bekesinambungan) pelaksanaan rencana kerja yang telah disusun dan melakukan perbaikan terhadap penyimpangan yang terjadi (Swanburg, 2000).

Marquis dan Huston (2006), menjelaskan bahwa fungsi pengawasan bertujuan agar penggunaan sumber daya yang digunakan dapat lebih efisien, dan tugas-tugas staf dalam pencapaian tujuan program dapat lebih diefektifkan. Kegiatan yang dilakukan selama pengawasan meliputi proses evaluasi implementasi, pemberian masukan atau umpan balik, dan pembuatan

prinsip-prinsip

organ1sas1

melalui

pembuatan

standar,

pembandingan kinerja dengan standar dan memperbaiki kekurangan.

2.6 Model Community as Partner

Model community as partner dikembangkan oleh Anderson dan Me Farlan dari teori Betty Neuman (Anderson & Me Farlan, 2004). Model berfokus pada perawatan kesehatan masyarakat diamana praktek, keilmuan, dan metodenya melibatkan masyarakat untuk ikut berpartisipasi penuh dalam meningkatkan kesehatannya. Model ini memiliki dua komponen utama pengkajian yaitu core dan subsistem. Core merupakan inti dari komunitas

Universitas Indonesia Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

40

yang terdiri dari riwayat terbentuknya aggregat. demografi, suku, nilai, dan

kepercayaan. Sedangkan subsistem terdiri dari lingkungan fisik, pelayanan kesehatan dan sosial, ekonomi, transportasi dan keamanan, politik dan pemerintahan, komunikasi, pendidikan, dan rekreasi.

Garis pertahanan fleksibel disebut juga b71ffer zone, garis ini sangat dinamis terhadap stresor, stimulus dapat menembus garis pertahanan ini sampai menyentuh garis pertahanan normal walaupun stresor bersifat sementara atau jangka pendek. Apabila komunitas tidak merasakan adanya stimulus atau stresor maka komunitas berada dalam keadaan sehat. Walaupun komunitas tidak merasakan ada masalah, budaya berbeda beresiko mempengaruhi komunitas. Pengaruh ternan sebaya disekolah, kebiasaan nongkrong dan bolos sekolah pada saat jam pelajaran merupakan ancaman bagi siswa sekolah karena sering digunakan tempat transaksi narkoba.

Garis pertahanan normal menunjukan komunitas tetap dalam keadaan sehat. Karakteristik komunitas dengan garis pertahanan normal yang baik ditunjukkan oleh rendahnya pengguna narkoba, kekerasan pada remaja kurang, ekonomi menengah, umumnya remaja bersekolah dan bagi yang tidak sekolah sudah bekerja tetap, remaja dengan kemampuan koping yang adaptif dan cenderung membuat pemecahan masalahjangka panjang, stresor bisa saja berada digaris pertahanan normal ini. Stresor bisa saja mulai mengancam komunitas, akan tetapi komunitas belum merasakannya, misal sebagian kecil siswa mulai terpapar dengan rokok, minuman keras, tidak ada sarana olahraga, kegiatan ekstrakulikuler juga tidak ada, kegiatan agama dan organisasi kesiswaan tidak jalan, warung menjual rokok dan minuman keras secara bebas. Kondisi ini menunjukkan adanya ancaman terhadap komunitas. Pengkajian terhadap koping dan strategi pemecahan masalah pada remaja sangat penting dalam memperkuat garis pertahanan normal ini.

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

41

Garis pertahanan resisten merupakan mekanisme internal yang berlaku untuk melindungi masyarakat terhadap stresor. Bentuk garis pertahanan resisten seperti program pendidikan kesehatan dari Badan Narkotika Nasional, rekreasi

sekolah

untuk

siswa,

kegiatan

ekstra kurikuler

disekolah,

pemeriksaan kesehatan gratis untuk mendiagnosis penyalahgunaan narkoba.

Assessment

Gambar 2.6: Model Community As Partner

2. 7 Family Centered Nursing

Keluarga membentuk unit dasar dalam masyarakat, keluarga merupakan lembaga sosial yang memiliki pengaruh paling besar terhadap anggotanya. Unit dasar ini sangat mempengaruhi perkembangan seorang individu, sehingga dapat menjadi penentu keberhasilan atau kegagalan hidup seseorang (Friedman, Bowden & Jones, 2003). Keluarga adalah unit dasar dari sebuah komunitas dan masyarakat, mempresentasikan perbedaan budaya, rasial, etnik, dan sosioekonomi.

Aplikasi dari teori ini termasuk mempertimbangkan faktor sosial, ekonomi, politik dan budaya ketika melakukan pengkajian dan perencanaan, implementasi, dan evaluasi perawatan pada anak dan keluarga (Hitchcock,

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

42

Schubert, Thomas, 1999). Asuhan keperawatan keluarga bertujuan untuk membantu keluarga sehingga mampu menolong dirinya sendiri dan mencapai tingkat fungsi yang tertinggi dalam tujuan, aspirasi dan kemampuan keluarga (Friedman, Bowden & Jones, 2003).

Dalam melakukan

praktik keperawatan terhadap keluarga,

keluarga

dipandang kedalam 5 konteks berbeda, yaitu: 1) keluarga dipandang sebagai konteks, dimana individu menjadi fukus asuhan keperawatan; 2) keluarga kumpulan dari angota-anggotanya, maka asuhan keperawatan diberikan kepada seluruh anggota keluarga; 3) subsistem keluarga sebagai klien, dimana yang akan menjadi fokus pengkajian dan intervensi; 4) keluarga sebagai klien, dimana keseluruhan anggota keluarga dipandang sebagai klien sedangkan individu anggota keluarga sebagai konteks; dan 5) keluarga sebagai komponen masyarakat, dimana keluarga dipandang sebagai subsistem dalam sebuah sistem yang lebih besar, yaitu masyarakat (Robinson, (1995 dalam Friedman, Bowden dan Jones, 2003).

Berdasarkan Friedman Family Asessment Model, terdapat 5 variabel utama yang harus dikaji pada keluarga, meliputi: 1) variabel sosial budaya; 2) variabel lingkungan; 3) variabel struktur keluarga; 4) variabel fungsi keluarga; 5) variabel stres dan strategi koping keluarga. Setiap kategori memiliki

berbagai

subkategori, kedalaman

dan keluasan pengkajian

dilakukan tergantung pada tujuan keluarga, masalah, sumber daya, juga tergantung pada peran perawat dalam melakukan proses keperawatan terhadap keluarga dengan risiko penyalahgunaan narkoba pada remaja dalam keluarga. Selain itu pengkajian juga dilakukan terhadap individu anggota keluarga meliputi mental, fisik, emosi sosial, dan spiritual (Friedman, Bowden & Jones, 2003).

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

43

Pengkajian anggota keluarga secara individual: mental . fisik, emosional, sosial & spiritual

Pengkaj ian terhadap keluarga Mengidentifikasi data sos-bud, data lingkungan, struktur & fungsi, stres keluarga & koping

--+

Identifikasi masalah-masalah keluarga & individu Diagnosa Keperawatan

f+-

1 l Rencana Keperawatan Menyusun tujuan, identifikasi sumbersumber, definisikan, pendekatan altematif, pilih intervensi keperawatan, susun prioritas

T l Intervensi lmplementasi rencana

T I

~

Evaluasi keperawatan

I

Gambar 2,7: Family Centred Nursing

2.8 Health Promotion Model (HPM) Health Promotion Model (HPM) mengintegrasikan sejumlah wujud bangunan teori nilai pengharapan dan teori kognitif sosial dalam suatu perspektif ilmu keperawatan dari fungsi manusia secara holistik (Pender, Murdaugh, & Parsons, 2002 dalam Crawford, 2008). Model Pender mencoba untuk mengintegrasikan Health Promotion Model untuk digunakan dalam asuhan keperawatan secara efektif yang diarahkan pada perbaikan atau peningkatan kesehatan dan kemampuan fungsional (Peterson & Bredow, 2004 dalam Crawford, 2008). Model Pender menyediakan suatu metoda pengkajian dari perilaku promosi kesehatan klien, mengarahkan perawat secara sistematis mengkaji self efficacy klien, penghambat yang dirasa, manfaat atau keuntungan yang dirasi'l, dan pengar.::1 hubungan interpersonal dan untuk mengkaji pengaruh situational terkait dengan perilaku kesehatan yang dipilih (Peterson & Bredow, 2004 dalam Crawford, 2008).

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

44

Health Promotion Model memiliki lingkup yang luas dan benar-benar kompleks dengan subkomponen-subkomponen dan usaha menuju perilaku kesehatan positif pada tingkatan yang lebih tinggi (Pender, Murdaugh, & Parsons, 2002 dalam Crawford, 2008) . HPM merupakan suatu usaha untuk menggambarkan sifat multidimensional dari individu yang saling berinteraksi dengan interpersonal dan lingkungan fisik untuk meningkatkan kesehatan. (Pender et al dalam Crawford, 2008).

Health Promotion dapat diobservasi melalui identifikasi tingkah laku seperti tanggung jawab kesehatan, aktivitas fisik, perkembangan spiritual, nutrisi, kepuasan hubungan interpersonal, dan manajemen stres (Pender, Murdaugh, & Parsons, 2002 dalam Elligott et al, 201 0). Health Promotion merupakan perilaku yang termotivasi oleh keinginan untuk meningkatkan kesehatan dan mewujudkan potensi kesehatan manusia (Pender et al, 2006 dalam Elligott et al, 2010).

Self Efficacy adalah faktor utama dalam konstruksi dari Health Promotion Model (Crawford, 2008). Self efficacy adalah kemampuan persepsi individu untuk dapat menunjukkan suatu perilaku. Ketika seseorang percaya diri akan kemampuannya, untuk melengkapi tugas perkembangan seperti latihan maka seseorang akan lebih termotivasi untuk menunjukkan perilaku tertentu (Pender et al, 2006 dalam Scoggins, 2009).

Health Promotion Model mengklasifikasikan faktor penentu atau determinan perilaku kesehatan kedalam tiga kelompok yang spesifik yaitu karakteristik dan pengalaman individu, pengamatan perilaku spesifik dan pengaruhnya serta pengaruh situational atau interpersonal (Pander, et al., 2002 dalam Crawford, 2008). Karakteristik dan pengalaman individu yang tidak dapat n:modifikasi adalah faktor-faktor yang bersifat bawaan Genis kelamin, usia, genetik), begitu juga dengan faktor pengalaman yang melatar belakangi perilaku selanjutnya (Sorf, &Velsor-Friedrich, 2006 dalam Crawford, 2008).

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

45

Inti konsep dari HPM tersebut menekankan pentingnya pengamatan perilaku yang spesifik dan pengaruhnya sebagai motivator yang utama dari perilaku. Ada enam unsur dari pengamatan perilaku spesifik yang mempengaruhi motivasi utama dalam mendorong perilaku-perilaku promosi kesehatan, yaitu: 1) Manfaat-manfaat atau keuntungan tindakan yang dirasa; 2) Penghalang atau penghambat tindakan yang dirasa; 3) Se?f Efficacy; 4) Aktivitas yang berhubungan dengan pengaruh; 5) Pengaruh Interpersonal; 6) Pengaruh situasional.

Tindakan-tindakan yang meningkatkan kesehatan personal dihubungkan dengan persepsi positif dari outcome yang diharapkan, minimalnya penghambat tindakan, perasaan tentang perilaku kesehatan, hadirnya dukungan sosial dan keluarga, role model yang positif, ketersediaan lingkungan yang kompatibel, aman, dan

menarik (Pender, 1996 dalam

Crawford, 2008). Konsep tambahan dari model Pender adalah persaingan antara permintaan dan pilihan, komitmen terhadap suatu rencana kegiatan, dan perilaku promosi kesehatan ( Peterson &Bredow, 2004 dalam Crawford, 2008).

Hubungan konsep-konsep utama HPM digambarkan dalam suatu framework teoritis.

Pender

mempengaruhi

(1996)

mengidentifikasi

kepercayaan

seperti

hubungan-hubungan

perilaku-perilaku

yang

yang terkait

sebelumnya, karakteristik yang didapat maupun bawaan, dan pengaruh perilaku promosi kesehatan. Orang-orang akan berkomitmen terhadap ikatan perilaku dimana mereka mengantisipasi manfaat nilai diri sendiri, tetapi orang tersebut merasakan penghalang-penghalang dapat menghambat komitmen dan perilaku. Kemampuan diri sendiri atau self efficacy yang dirasa untuk melaksanakan suatu perilaku akan meningkatkan kesanggupan untuk bertindak, dan kemampuan yang lebih besar mengakibatkan lebih sedikit penghambat.

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

46

Ketika seseorang mempunyai pengaruh yang positif, emosi positif yang dihubungkan dengan perilaku akan mampu meningkatkan komitmen untuk berperilaku hidup sehat. Individu lebih berkomitmen

terhadap perilaku

promosi kesehatan jika mereka mempunyai orang lain yang dianggap penting atau sangat dipercaya sebagai role model, mempunyai bantuan dan dukungan untuk mewujudkan perilaku. Ternan sebaya, para profesional pelayanan kesehatan dan keluarga adalah pengaruh interpersonal yang merupakan sumber penting yang dapat meningkatkan atau menurunkan komitmen. Situasi

dan lingkungan ekstemal dapat juga mempengaruhi partisipasi

melakukan cara yang negatif atau cara positif. (Pender et al., 2002 dalam Crawford, 2008).

Pender ( 1996) juga berasumsi bahwa individu dengan aktif mencari informasi untuk mengatur perilaku-perilaku mereka sendiri, mereka saling berhubungan dan mengubah lingkungan, dan bertransformasi setiap waktu. Profesi kesehatan diasumsikan menjadi bagian dari lingkungan interpersonal yang dapat

mempengaruhi

dan

mengubah

individu

tersebut.

Ketika

mengintegrasikan perilaku-perilaku promosi kesehatan ke dalam suatu gaya hidup yang sehat yang akan mengakibatkan peningkatan kesehatan, peningkatan kemampuan fungsional dan memperbaiki kualitas hidup dalam setiap stase perkembangan (Crawford, 2008).

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

47

·:!:,:I~.··f,::!u d~

p21:=1:.tr..21

l'~ilik:a

yang

b~hulnmgm

!"~ ·JfC.Jl::1en::i

~

1Jal"-'':!J:.n 5'2g:r:.

i

:::"b-:1u:n:.ny::.

-

-

A}:Tivin~

-

ta:..ia..f:!.> da:. :piHhm (1:cnuo1

{'.i.·:U11!"-J1

rin.~~·

vm:

:!l:.;:!l:.]laJ~:ru:t{

-

:iklp P:n:=.-J:t im=."Jl~i·Jnai Fa_l:t~:tr :p~.:~::nal

b1ol3~is. ~pikc1·:tgi:1 dzn.

•·J:hn:u1n.ril

-

-

S:u:n:.b~. :P:nd~. N.

;~;.~~~it;:;

P-=:t"!l:...'tu :p:r<J:n::::si 1:-::-:.h.:.:~

:l=':U¥f':!ll :ii'J.:.:i ,~phd, k::.!E.~T~i-~IU:

p:n::;;:2rm. dr..::1

-

8:.~2 .1 P<..r.d<:'t ': Heah1 Promcrion _'!fod;.,· {E:Phl) J, :\[u.rd.:.u~. C L , .~,: P:..rs•Jl!S ),L A {2·:})2:;, l:fea"'r.1 P.>
2.9 Comprehensive School Health Model (CSHM)

Comprehensive School Health Model (CSHM) merupakan kerangka yang diakui secara intemasional untuk mendukung perbaikan dalam pendidikan siswa tentang kesehatan sekolah melalui rencana yang terpadu dan holistik. Model ini tidak hanya mengatasi apa yang terjadi di dalam kelas, namun meliputi lingkungan sekolah dengan seluruh tindakan. Menurut V eugelers dan Margaret (2010), terdapat empat pilar yang saling berhubungan dan memberikan pondasi yang kuat dalam model ini, ketika keempat pilar ini dilakukan secara harmonis, maka siswn. akan didukung untuk menyadari potensi mereka sebagai pelajar yang sehat dan menjadi anggota masyarakat sekolah yang produktif. Adapun keempat pilar tersebut adalah:

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

48

2.9.1

Lingkungan sosial dan fisik. Lingkungan sosial meliputi kualitas hubungan antara staf dan siswa di sekolah, kesejahteraan emosional siswa. Hal ini dipengaruhi oleh hubungan dengan keluarga dan masyarakat luas. Lingkungan fisik meliputi bangunan, ruang bermain, dan peralatan di dalam dan sekitar sekolah, fasilitas-fasilitas pokok seperti sanitasi dan kebersihan udara.

2.9.2

Pengajaran dan pembelajaran, pilar ini meliputi sumber daya, kegiatan, dan kurikulum dimana siswa memperoleh pengetahuan dan pengalaman yang sesuai dengan usia mereka, dan membantu membangun keterampilan untuk meningkatkan kesehatan dan kesej ahteraan mereka.

2.9.3

Kebijakan sekolah yang sehat, pilar ini meliputi praktek manaJemen, proses pengambilan keputusan, peraturan, prosedur dan kebijakan di semua tingkatan yang meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan, dan bentuk lingkungan sekolah yang ramah dan penuh perhatian.

2.9.4

Kemitraan dan jasa, meliputi hubungan antara sekolah dan orang tua siswa, hubungan kerja pendukung di sekolah (staf dan siswa), antara sekolah, dan antar sekolah dan lainnya organisasi masyarakat, kesehatan, pendidikan dan sektor lainnya bekerja sama untuk memajukan kesehatan sekolah.

/ Social /and Phys1cat Envinmment

Partnerships

and $e1'vices

-

Teaching\ .snd Learning\

Healthy f-' SChool Policy/' _/~

Gambar 2.9: Comprehensive School Health Model (CSHM) Sumber: Joint Consortium fo School Health, 2012.

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

49

BAB3

KERANGKA KONSEP DAN PROFIL WILAYAH

..

Bab ini akan menjelaskan kerangka kerja manaJeman pelayanan kesehatan, asuhan keperawatan keluarga dan komunitas dengan menggunakan integrasi teori. Teori yang digunakan meliputi: Teori Manajemen, Community As Partner (CAP), Helath Promotion Model (HPM), Comprehensive School Health Model (CSHM),

dan Family Centred Nursing (FCN). Selain itu pada bab ini juga dibahas mengenai profil sekolah SMK TB yang menjadi tempat pelaksanaan kegiatan pencegahan terjadinya penyalahgunaan narkoba pada remaja melalui program Drug Abuse Resistance education (DARE).

3.1 Kerangka Kerja Praktek Keperawatan Komunitas Pelaksanaan kegiatan praktik kepearwatan komunitas yang dilakukan di SMK TB melalui program Drug Abuse Resistance Education (DARE) berfokus pada masalah pencegahan terjadinya penyalahgunaan narkoba pada siswa dan keluarga. Kegiatan ini merupakan integrasi dari praktik manajemen pelayanan kesehatan, asuhan keperawatan komunitas dan asuhan keperawatan keluarga.

Struktur framework manajemen pelayanan kesehatan disusun berdasarkan fungsi

manaJemen,

meliputi:

fungsi

perencanaan,

pengorgan1sas1an,

personalia, pengarahan, dan pengawasan terkait dengan pelaksanaan program pencegahan terjadinya penyalahgunaan narkoba pada siswa di SMK TB Cimanggis Depok. Framework manajemen pelayan kesehatan ini terintegrasi dengan asuhan keperawatan keluarga dan komunitas. Kegiatan ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan.

Proses keperawatan komunitas yang dilakukan pada aggregate remaja merupakan aplikasi dari community as partner yang dikembangkan dari teori Betty Neuman oleh Anderson dan McFarlane (Anderson & McFarlane, 2010). Model ini berfokus pada perawatan kesehatan masyarakat dengan

Universitas Indonesia Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

50

melibatkan peran serta aktif masyarakat untuk ikut berpartisipasi dalam rangka meningkatkan kesehatannya. Fokus pengkajian pada model ini dilakukan pada dua komponen utama yaitu core dan subsistem dari masyarakat. Fokus pengkajian pada core meliputi pengetahuan, sikap dan perilaku siswa. Selain itu ditambah dengan pengkajian demografi, suku, nilai dan kepercayaan. Sedangkan pada subsistem fokus pangkajian dilakukan terhadap

lingkungan,

pelayanan

kesehatan

dan

sosial,

komunikasi,

pendidikan, fisik, politik dan pemerintahan, ekonomi, dan rekreasi. Subsistem trasportasi tidak menjadi fokus pelaksanaan asuhan keperawatan komunitas.

Proses asuhan keperawatan keluarga dilakukan dengan menggunakan model

Family Centred Nursing, model ini bertujuan untuk membantu keluarga mencapai fungsi keluarga yang tertinggi (Friedman, Bowden & Jones, 2003). Terdapat 5 variabel utama yang dikaji pada keluarga, meliputi: 1) Variabel sosial budaya; 2) Variabel lingkungan; 3) Variabel struktur keluarga; 4) Variabel fungsi keluarga; 5) Variabel stres dan strategi koping keluarga.

Model lain yang digunakan untuk melengkapi praktik keperawatan komunitas yaitu Health Promotion Model dan Comprehensive School Health Model.

Health Promotion Model digunakan pada perbaikan atau peningkatan kesehatan dan kemampuan fungsional. Sedangkan Comprehensive School

Health Model dilakukan untuk mendukung perbaikan dalam pendidikan siswa tentang kesehatan sekolah, melalui rencana yang terpadu dan holistik. Model ini tidak hanya mengatasi apa yang terjadi di dalam kelas, namun meliputi lingkungan sekolah dengan seluruh tindakan.

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

.

.

·'

'

.'

51

FRAMEWORK DRUG ABUSE RESITANT EDUCATION Dl SMK TB KOTA DEPOK

I

INPUT

I

Teori Manajemen: 1. Perencanaan: Penyusunan program DARE 2. Pengorganisasian: Rekrutmen SDM DARE 3. Pengarahan: Supervisi program DARE 4. Pengawasan: Evaluasi Program DARE

Community As Portner I. core: pengetahuan, sikap dan perilaku siswa dan ditambah, demografi, suku, nilai dan kepercayaan. 2. Subsistem: lingkungan pelayanan kesehatan dan sosial, k"munikasi, pendidikan,fisik, politik dan pemerimdhan, ekonomi dan rekreasi. Health Promotion Models 1. Faktor personal; usia, jenis kelamin, suku, beban psikologis. 2. Faktor persepsi ; manfaat, hambatan, kepercayaan diri. 3. Pengaruh interpersonal; hubungan dg keluarga, peer/models, dan layanan kesehatan- Trias UKS. 4. Pengaruh situasi; media, dan lingkungan sekolah

Comprehensive School Health Model (CSHM) 1. Lingkungan fisik dan sosial: kualitas hubungan antara staf dan siswa di sekolah, kesejahteraan emosional siswa, lingkungan fisik meliputi bangunan. 2. Pengajaran dan pembelajaran: kegiatan extra kurikuler, dan kurikulum pengajaran. 3. Kebijakan sekolah yang sehat: proses pengambilan keputusan, peraturan. 4. Kemitraan dan jasa: sekolah dan orang tua siswa, staf dan siswa, puskesmas, BN N Kota Depok

~

I

1--

..... 1-

~

I

PROSES

Masalah keperawatan 1. Manajemen keperawatan 2. Keperawatan komunitas 3. Keperawatan keluarga (aktual, risiko, potensial)

r+

Perencanaan Keperawatan "DARE"

MANAJEMEN PELAYANAN: I. Perencanaan 2. Pengorganisasian 3. Pengarahan 4. Pengawasan

Komunitas 1. Penkes Narkoba 2. Kampanye Narkoba 3. Latihan asertif 4. Promosi kesehatan tentang narkoba

r---+

~

-

~

MANAJEMEN PELAYANAN 1. Pembentukan struktur organisasi (UKS, Peer Educator) 2. Penyusunan program kegiatan (U KS, Peer Educator) 3. Pelatihan modul pencegahan penyalahgunaan narkoba bagi guru dan Peer Educator 4. Supervisi pelayanan kesehatan dan peer educator

Komunitas 1. Penkes Narkoba 2. Kampanye Narkoba 3. Latihan asertif latihan komunikasi efektif dengan anak remaja, atihan penilaian diri dan pengelolaan stres, latihan meningkatkan tanggung jawab dan kepercayaan diri, latihan cara menangani konplik terintegrasi dengan mata ajar 4. Promosi kesehatan tentang narkoba melalui poster dan website 5. Lomba membuat media informasi kesehatan tentang narkoba (movie maker)

[---

OUTPUT

---+

MANAJEMEN PELAYANAN Terbentuknya struktur organisasi UKS Terbentuknya struktur peer educator 2. 3. Tersusunnya program kegiatan UKS dan peer educator Terselenggaranya kegiatan pelatihan 4. modul pencegahan penyalahgunaan narkoba bagi guru dan Peer Educator Terlaksananya kegiatan supervisi 5.

--+

Komunitas 1. Peningkatan pengetahuan, sikap, dan keterampilan siswa 2. Terintegrasinya Program pelatihan dalam kurikulim mata ajar 3. Penurunan risiko penyalahgunaan narkoba 4. Peningkatan pencegahan risiko penyalahgunaan narkoba pada siswa

~

Keluarga I. Peningkatan pengetahuan, sikap, keterampilan kespro remaja Penurunan risiko penyalahgunaan ~. narkoba pada remaja dalam keluarga 3. Peningkatan cakupan tingkat kemandirian keluarga menjadi mandiri Ill dan IV

1.

Keluarga Family Center Nursing: Keluarga:

I. 2. 3. 4. 5.

Keluarga

variabelsosial budaya

4

variabellingkungan variabel struktur keluarga

1. 2.

1. 2.

3. ~

4.

Penkes narkoba Konseling Terapi perilaku Latihan asertif

3.

f---+

variabel fungsi keluarga

4.

5.

6.

variabelstres dan strategi koping keluarga Anggota keluarga: Pengkajian fisik dan psikososial remaja

7.

8.

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

Penkes narkoba Konseling Terapi perilaku Latihan asertif Latihan komunikasi efektif dengan anak remaja Latihan penilaian diri dan pengelolaan stres Latihan meningkatkan tanggung jawab dan kepercayaan diri Latihan cara menangani konplik

Universitas Indonesia

I

52

3.2 Profit Wilayah Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) TB merupakan sekolah dengan status swasta, sekolah ini bernaung di bawah Yayasan Setya Bhakti. SMK TB didirikan pada tahun 2004 dan mulai beroperasi pada tahun yang sama. Sekolah ini memiliki tiga kompetensi keahlian yaitu: Rekayasa Perangkat Lunak (RPL), Teknik Komputer dan Jaringan (TKJ), dan Multi Media (MM). Sekolah ini memiliki luas tanah seluruhnya 2.000 m 2 dengan luas bangunan 1.200 m 2 yang terdiri dari bangunan 3 dan 4 lantai, dengan jumlah ruangan sebanyak 39 ruangan. Jumlah siswa pada tahun ajaran 2013/2014 sebanyak 279 orang, dengan jumlah guru dan tata usaha dapat dilihat pada tabel dibawah ini Tabel: 3.2 Daftar Tenaga Pengajar dan StafTata Usaha SMK TB 2013

No.

Status Guru dan Staf

Jumlah (orang)

1.

Guru tetap

2.

Guru kontrak

3.

Guru tidak tetap

18

4.

Kepala Tata Usaha

1

5

StafTata Tsaha

2

6

Tenaga Teknisi Keungan

1

7

Tenaga Perpustakaan

1

8

Tenaga Laboratorium

1

9

Tenaga Teknis Praktek Kejuruan

1

10

Pesuru/Penjaga Sekolah

6

11

T enaga Administrasi Lainnya

3

Jumlah

54

Ket

20

Sumber: Profil SMK2013

Hasil observasi lingkungan sekolah didapatkan data SMk TB berada ditengah-tengah pemukiman padat penduduk dan daerah industri. Disekitar

Universitas Indonesia Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

53

sekolah terdapat beberapa tempat yang biasa dimanfaatkan oleh siswa untuk berkumpul saat pulang sekolah atau jam istirahat. Tipe bangunan sekolah permanen terdiri dari 20 ruangan digunakan untuk proses belajar mengajar dengan kapasitas masing-masing ruangan menampung 35 orang siswa, dan 19 ruangan lainnya digunakan untuk ruang kepala sekolah, ruang, guru, ruang administrasi, ruang osis, toilet dan lain-lain. Sumber air bersih sebagian besar berasal dari sumur pompa.

Sumber penerangan berasal dari listrik yang menjangkau ke semua luas bangunan. Sistem pembuangan sampah sekolah dibuang ditempat sampah yang disediakan dimasing-masing ruangan, sampah kemudian dikumpulkan ditempat penampungan sampah sementara. Masih terlihat sampah didepan ruang kelas, diatas atap lantai 1, 2 dan 3 serta di bawah dan sekitar musholla. Sampah-sampah tersebut berasal dari bungkus jajanan atau daun-daun pohon yang sudah kering yang dibibuang oleh siswa secara sembarangan dan terlambat dibersihkan.

Fasilitas yang ada di SMK TB yaitu ruang perpustakaan dan laboratorium komputer, Laboratorium bahasa, Laboratorium multimedia, musholla, kantin dan toilet yang terpisah antara toilet guru dan siswa laki-laki serta perempuan. Belum ada fasilitas kesehatan di SMK TB. Keterbatasan ruangan menyebabkan tidak adanya ruang khusus UKS sehingga pelayanan kesehatan sekolah belum berjalan secara terstruktur. Struktur organisasi dan program UKS belum terbentuk, selain itu belum adanya kegiatan PMR sebagai kegiatan ekstra kurikuler disekolah. Sekolah SMK TB belum memiliki kader kesehatan siswa disekolah, serta panduan atau pedoman pencegahan dan penatalaksanaan masalah kesehatan remaja di sekolah. Hal ini karena belum adanya sumber daya manusia yang memiliki kompetensi dibidang kesehatan, sehingga kondisi tersebut berdampak terhadap kurar_gnya pelayanan kesehatan yang diberikan terhadap siswa.

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

54

Hasil wawancara dengan kepala sekolah dan guru dilaporkan kegiatan ekstrakurikuler sekolah cukup aktif dilaksanakan. Beberapa kegiatan seperti olah raga, bela diri, seni tari, paskibra dan paduan suara terjadwal setiap minggunya, namun masih sedikit siswa yang mengikuti kegiatan ekstra kurikuler tersebut, karena kegiatan ini bersifat tidak wajib bagi siswa. Kegiatan lain yang dilaksanakan SMK TB yaitu kegiatan keagamaan yang rutin dilaksanakan setiap harijum'at, kegiatan tersebut berupa pembacaan ayat Al-Qur'an setiap pagi sebelum memulai belajar. Kegiatan lain yang rutin dilaksanakan adalah apel pagi yang dilaksanakan setiap hari senin sebelum kegiatan pembelajaran, kegiatan apel tersebut sering dimanfaatkan oleh sekolah untuk menyampaikan informasi penting terkait dengan proses belajar mengajar.

Hasil wawancara dengan kepala sekolah SMK TB dijelaskan bahwa belum adanya program berkaitan dengan masalah kesehatan sekolah seperti UKS, PMR atau program yang berkaitan dengan pencegahan risiko penyalahgunaan narkoba. Pemah ada pelatihan peer consellor yang dilakukan terhadap 10 orang siswa oleh Dinas Kesehatan Kota Depok pada tahun 2010, namun tidak pemah ada tindak lanjut pelaksanaan program tersebut.

Data lain yang ditemukan saat waancara adalah pengalokasian anggaran pembangunan sekolah terfokus pada pembangunan ruang kelas saja. Hal ini karena pembangunan ruangan kelas masih menjadi perioritas pembangunan. Terbatasnya ruangan yang ada disekolah menyebabkan penyediaan ruangan untuk UKS tidak bisa terfasilitasi. Bila ada siswa yang sakit atau mengalami cidera saat disekolah ditangani oleh guru yang ada disekolah, apabila · membutuhkan penanganan lebih lanjut dirujuk ke rumah sakit. Selama ini program layanan kesehatan yang dilakukan di sekolah penyediaan obat yang bersifat simtomatik di n1-:ngan tata usaha.

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

55

BAB4 PELAYANAN DAN ASUHAN KEPERA W AT AN KOMUNIT AS PADAAGGREGATEREMAJA DENGAN MASALAH RISIKO

PENY ALAHGUNAAN NARKOBA DI SMK TB TB KOT A DEPOK

Bab ini akan menguraikan analisa situasi manaJemen pelayanan keperawatan komunitas, asuhan keperawatan komunitas, dan asuhan keperawatan keluarga dalam upaya pencegahan risiko penyalahgunaan narkoba pada remaja di SMK TB Kota Depok.

4.1 Pengelolaan Manajemen Pelayanan Keperawatan Komunitas Pengelolaan manajemen pelayanan keperawatan komunitas, tekait upaya pencegaha risiko penyalahgunaan narkoba pada remaja disekolah, dilakukan melalui analisis data situasi hasil pengkajian pelaksanaan lima fungsi manajemen pelayanan kesehatan,

yakni:

perencanaan

personalia (staffing),

pengorganisasian

(palanning),

pengarahan (directing),

(oeganizing),

dan pengawasan controlling)

(Marques & Huston, 2010).

Data yang didapat berdasarkan hasil pengkajian, kemudian durumuskan menjadi masalah manajemen pelayanan kesehatan komunitas. Rumusan masalah disusun berdasarkna ketidakefektifan pelaksanaan fungsi manajemen. Tahapan berikutnya dilanjutkan

dengan

penyusunan

rencana

intervensi,

melakukan

tindakan

penyelesaian masalah, melakukan evaluasi kegiatan, dan menyusun rencan tindak lanjut.

4.1.1

Analisa Situasi Manajemen Pelayanan Keperawatan Komunitas Analisis situasi manajemen pelayanan keperawatan komunitas, menguraikan program pembinaan kesehatan remaja yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kota Depok, Puskesmas Kecamatan Cimanggis, dan pelaksanaan di Sekolah SMK

TB

Kota

Depok,

khususnya

terkait

upaya

pencegahan

risiko

penyalahgunaan narkoba pada remaja. Kegiatan ini dilakukan dengan cara

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

56

mengidentifikasi lima fungsi manajemen, yaitu: perencanaan, pengorganisasian. personalia, pengarahan, dan pengendalian (Marquis & Huston, 2006).

4.1.1.1 Perencanaan Visi Dinas Kesehatan Kota Depok adalah mewujudkan masyarakat Depok yang sehat. Upaya terse but dituangkan melalui 2 misi utama yaitu: 1) menggerakkan pembangunan berwawasan kesehatan; 2) memberikan pelayanan kesehatan dasar dan rujukan prima yang bermutu, terjangkau, dan berkesinambungan. Kedua misi utama tersebut diuraikan kedalam beberapa tujuan. Tujuan misi yang pertama adalah: 1) mengembangkan serta menggalang komitmen yang sama dari perilaku pembangunan; 2) mendorong dan membina pemeliharaan kesehatan yang mandiri. Tujuan misi yang kedua adalah: 1) meningkatkan kualitas SDM; 2) menyediakan sumber daya (sarana atau prasarana) kesehatan yang memadai; 3) menjamin tersedianya obat, vaksin, dan pembekalan farmasi untuk pelayanan kesehatan; 4) meningkatkan cakupan pelayanan kesehatan kepada masyarakat; 5) mengembangkan sistem informasi kesehatan (SIK).

Visi dari Puskesmas Cimanggis yaitu mewujudkan puskesmas yang mampu memberikan layanan prima dan menjadi pilihan utama bagi seluruh lapisan masyarakat tanpa melupakan tugas pokoknya sebagai pembina kesehatan di wilayahnya. Visi ini kemudian diuraikan dalam beberapa misi yaitu: 1) meningkatkan dan mengembangkan mutu pelayanan; 2) meningkatkan dan mengembangkan SDM; 3) meningkatkan dan mengembangkan sumber daya umum (SDU); 4) meningkatkan jumlah kunjungan; 5) meningkatkan dan mengembangkan jumlah

sarana

dan

prasarana;

6)

meningkatkan

dan

mengembangkan sistem pemasaran; 7) meningkatkan dan mengembangkan sistem informasi manajemen; 8) meningkatkan kemitraan; 9) melaksanakan program pokok; 10) menjadi pusat pembangunan kesehatan di wilayahnya.

Program pelayanan kesehatan bagi remaJa yang diselenggarakan oleh Dinas Kesehatan Kota Depok adalah Program Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR). Program ini tertuang dalam Rencana Strategis Pembangunan Kesehatan

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

57

Kota Depok 2011-2016. Program ini terangkum dalam program peningkatan kesehatan keluarga dengan indikator capaian program pada tahun 2013 sebesar 95% dan tahun 2014 sebesar 95% (Renstra Pembanguna Kesehatan Kota Depok, 2011 ).

Program PKPR yang diselenggarakan oleh Dinas Kesehatan Kota Depok dan Puskesmas Cimanggis lebih banyak memfokuskan kegiatan pada penjaringan masalah kesehatan fisik dasar, seperti tinggi badan, berat badan, kuku, gigi, dan telinga. Kegiatan tersebut hanya dilakukan pada siswa baru. Berdasarkan laporan penjaringan anak usia sekolah Dinas Kesehatan Kota Depok (2012), sekitar 68% siswa SMP dan 66% siswa SMU dikota Depok yang mendapatkan pelayanan kesehatan melalui penjaringan kesehatan anak usia sekolah. Angka tersebut masih dibawah target nasional, dimana cakupan program pelayanan kesehatan anak dan remaja di dalam sekolah sebesar 85%, dan di luar sekolah sebesar 20% (SNKRI, 2008).

Selain itu, program PKPR yang telah dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan Kota Depok adalah pelatihan guru, dan peer conselor kesehatan reproduksi remaja. Kegiatan tersebut hanya dilakukan pada 12 sekolah SMA yang ada Di Wilayah Kota Depok. Belum ada upaya kegiatan PKPR yang diarahkan pada pencegahan risiko penyalahgunaan narkoba pada remaja disekolah. Penentuan prioritas program tersebut berdasarkan pada alokasi anggaran program yang disetujui (PJ kesehatan anak dan remaja, 2013). Hal ini menunjukan bahwa program PKPR khususnya pencegahan risiko penyalahgunaan narkoba pada remaja belum menjadi prioritas Dinas Kesehatan Kota Depok.

Perencanaan

PKPR

di

tingkat

puskesmas

terkait

pencegahan

risiko

penyalahgunaan narkoba pada remaja adalah adalah melalui klinik pelayanan konsultasi remaja. Bentuk kegiatan di Puskesmas Cimanggis yaitu penyediaan klinik konsultasi masalah kesehatan remaja termasuk penyalahgunaan narkoba dan sistem rujukan kesehatan remaja. Kegiatan diklinik ini tidak berjalan karena tidak ada penanggungjawab untuk melaksanakan program tersebut.

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

58

Pelaksanaan program PKPR seharusnya dapat dilaksanakan secara mandiri oleh puskemas melalui pemanfaatan dan Bantuan Operasional Kesehatan (BOK), Namun penyerapan dana BOK oleh puskesmas Cimanggis pada tahun 2012 hanya sebesar 40%. Perencanaan yang adekuat mendorong pengelolaan sumber daya yang ada (sumber daya manusia dan keuangan) (Marquis & Huston, 2010).

Menurut PJ Kesehatan Remaja Dinkes Kota Depok, beberapa puskesmas di wilayah Kota Depok telah merencanakan kegiatan pelatihan mandiri PKPR dengan memanfaatkan dana BOK sebagai sumber pembiayaan kegiatan. Seharusnya, perencanaan dengan penganggaran (budgeting) harus sejalan, tanpa adanya kebijakan anggaran yang mendukung perencanaan, maka perencanaan hanya sebatas dokumen (Fitry, 2012).

Berdasarkan uratan fungsi perencanaan diatas program pencegahan risiko penyalahgunaan narkoba pada aggregate remaja disekolah melalui program PKPR belum menjadi prioritas kebijakan bidang kesehatan dalam rencana ,.strategis Kota Depok tahun 2011-2016. Terbatasnya anggaran sektor kesehatan untuk pembinaan kesehatan remaja menjadi salah satu kendala dalam perencanaan program. Kurangnya inisiatif dari puskesmas dalam melaksanakan program PKPR bagi sekolah secara mandiri, sehingga upaya pencegahan risiko penyalahgunaan narkoba pada remaja khususnya disekolah belum dapat dilaksanakan secara maksimal.

4.1.1.2 Pengorganisasian

Menurut Swansburg (1994), pengorgamsasmn merupakan kegiatan untuk menghimpun sumber daya yang dimiliki dan memanfaatkannya secara efisien dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Karakteristik pembagian struktur kerja dalam suatu organisasi meliputi: (1) Adanya pembagian ketenagaan yang jelas, dimana individu dibagi ke dalam unit yang sesuai dengan kompetensi yang dimiliki; (2) Adanya struktur hirarki organisasi yang menggambarkan jalur birokrasi dari atas dan ke bawah; (3) Adanya uraian tugas

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

59

dan fungsi masing-masing unit dalam suatu organisasi; (4) Adanya prosedur atau aturan dalam bekerja: dan (5) Adanya seleksi tenaga yang sesuai kompetensi yang diharapkan serta adanya promosi bidang yang jelas (Weber dalam Marquis dan Huston, 2003).

Struktur organisasi pada dinas kesehatan dan puskesmas secara umum menampilkan bentuk skema organisasi gabungan (lini dan stat). Bentuk gabungan organisasi ini merupakan sebuah sistem yang baik dimana adanya jenjang bertingkat pemengang tanggungjawab dengan pelaksana program, sehingga proses monitoring dan evaluasi bisa dilakukan secara fokus. Keuntungan lain pada struktur organisasi ini adalah, bawahan mengetahui persis dan yakin tugas dan tanggungjawab yang dibebankan kepadanya benar-benar dari atasannya langsung. Situasi ini menghindari kesalahpahaman dari bawahan ketika menerima instruksi berupa tugas yang diberikan pimpinannya. Dengan demikian tugas tersebut dapat dilaksanakan dengan efektif.

Berdasarkan struktur organisasi pada Dinas Kesehatan Kota Depok pemegang program bertanggungjawab untuk menyusun perencanaan sampai pada tahap evaluasi. Pemegang program bertanggungjawab kepada kepala seksi, kepala seksi bertanggung jawab kepada kepala bidang, dan hirarki tanggung jawab tertinggi berada pada kepala dinas. Demikian juga di puskesmas, diamana pemegang program bertanggungjawab pada kepala puskesmas.

Pelayanan kesehatan anak dan remaja pada Dinas Kesehatan Kota Depok berada dibawah tanggung jawab Bidang Pelayanan Dasar dan Khusus (Yandasus). Teknis perencanaan dan pelaksanaan program dilakukan oleh Seksi Kesehatan Keluarga (Kesga) melalui pemegang program kesehatan anak dan remaja. Proses pertanggungjawaban, khususnya program PKPR dilaksanakan dalam berbentuk laporan kegiatan. Laporan ini dibuat ketika program kegiatan telah dilaksanakan. Berdasarkan hasil wawancara dengan pemegang program PKPR diperlihatkan laporan hasil kegiatan pada tahun 2013 hanya dilakukan pelatihan bagi guru dan peer consellor kesehatan reproduksi terhadap 12 sekolah SMA. Jumlah tersebut

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

60

belum menjangkau seluruh sekolah yang ada di Kota depok dimana jumlah sekolah SMA sebanyak 230 sekolah.

Pengorganisasian program PKPR di puskesmas Cimanggis telah dilakukan. Hal ini dapat dilihat dari adanya pemegang program khusus, yang ditugaskan oleh kepala puskesmas menangani masalah tersebut. Namun sempat te1jadi kekosongan PJ PKPR selama tahun 2012. Saat ini pemegang program PKPR telah

ditunjuk

oleh

kepala

puskesmas,

namun

belum

melaksanakan

tanggungjawabnya sebagai pemegang program PKPR. Kondisi ini terjadi karena petugas pemegang program PKPR masih merangkap sebagai pelaksana pelayanan di unit gawat darurat puskesmas.

Kegiatan PKPR di puskesmas dapat dilihat dari pelaksanaan klinik konsultasi remaja dipuskesmas. Klinik ini melayani remaja yang membutuhkan palayanan kesehatan. Berdasarkan hasil wawancara dengan penanggungjawab klinik, tidak banyak bahkan tidak ada remaja yang memanfaatkan fasilitas pelayanan klinik ini. Selama ini remaja yang datang untuk mendapatkan pelayanan kesehatan langsung datang ke klinik pengobatan dasar atau gawat darurat. Saat ini penanggungjawab klinik tersebut belum ada, sehingga terjadi kekosongan pemegang program tersebut. Penanggung jawab baru klinik tersebut belum ditunjuk oleh kepala puskesmas. Menurut Marquis dan Huston (2010), Struktur hams ditetapkan dengan jelas sehingga pegawai mengetahui tempat dan tanggung jawab mereka, dan siapa yang dapat dimintai bantuan.

Pengorganisasian kegiatan remaja pada tingkat puskesmas juga dilakukan melalui pembinaan UKS. Penanggung jawab program pembinaan UKS ini adalah bidang promosi kesehatan. Kegiatan program UKS dilakukan melalui pelaksanaan 3 trias UKS, yaitu pelayanan kesehatan, pendidikan kesehatan, dan kesehatan lingkungan sekolah. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan dengan penanggungjawab bidang promosi kesehatan. Tahun 2013 ini kegiatan UKS belum dilaksanakan, dan baru akan dilaksanakan pada bulan Nopember terutama kegiatan penjaringan kesehatan pada siswa disekolah SD, SMP dan

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

61

SMA. Hal ini terjadi karena penanggung jawab pelaksana UKS baru ditunjuk dan belum mulai melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya. Menurut Azwar (1996), menjelaskan bahwa keterbatasan sumber daya dapat berdampak pada penyelenggaraan kegiatan manajemen pelayanan yang tidak baik. Kegiatan manajemen pelayanan masih bisa terselenggara dengan baik meskipun dengan keterbatasan sumber daya, melalui pembagian tugas dan peran yang jelas serta garis komando yang jelas.

Hal ini sesuai dengan Marquis dan Houston (2000) yang menyatakan bahwa melalui fungsi pengorganisasian, seluruh sumber daya yang dimiliki oleh organisasi (manusia maupun bukan manusia) seharusnya dapat dipadukan dan diatur seefisien mungkin ·untuk mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan.

Kerjasama lintas sektoral belum berjalan dengan baik. Berdasarkan hasil wawancara dengan penanggung jawab kesehatan anak dan remaja, Dinas Pendidikan hanya memberikan daftar nama sekolah di lingkungan kerjanya, tetapi dalam pelaksanaan kegiatan PKPR dilakukan sendiri oleh dinas kesehatan. Tidak ada kerja sama dengan Badan Narkotika Kota Depok dalam upaya pencegahan risiko penyalahgunaan narkoba pada remaja disekolah, karena Dinas Kesehatan Depok, memiliki program PKPR (program kelompok peduli remaja) sedangkan BNN Kota Depok memiliki program Pencegahan, Pemberantasan, Penyalahgunaan, dan Peredaran Gelap Narkoba (P4GN).

Hasil wawancara yang dilakukan dengan kepala sekolah, didapatkan data bahwa SMK TB belum memilki struktur dan program UKS, upaya pembinaan kesehatan oleh puskesmas terhadap sekolah jarang dilakukan. Pelatihan peer conselor pemah dilakukan terhadap 2 orang siswa dan 1 orang guru pada tahun

2010, namun tidak ada pembinaan lanjut dari puskesmas sehingga tidak ada keberlanjutan dari hasil pelatihan tersebut.

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

62

Berdasarkan

penjelasan

di

atas,

masalah

yang

te1jadi

pada

fungsi

pengorgamsas1an program PKPR di Dinas Kesehatan Kota Depok yaitu: 1) pengorgamsastan penanggung jawab program PKPR di Puskesmas belum optimal; 2) Kurangnya sosialisasi dan komunikasi menyebabkan program PKPR di Puskesmas belum dimanfaatkan secara optimal; 3) Kerjasama lintas sektor dalam pelaksanaan program pembinaan remaja khususnya pencegahan penyalahgunaan narkoba pada remaja belum optimal; 4) Belum terbentuknya struktur organisasi UKS SMK TB.

4.1.1.3 Personalia (Staffing)

Kepersonaliaan (stajjing) adalah fase ketiga proses manaJemen. Dalam kepersonaliaan, pemimpin atau manajer merekrut, memilih, memberikan orientasi, dan meningkatkan perkembangan individu untuk mencapai tujuan organisasi (Marquis & Huston, 2003). Sumber Daya Manusia (SDM) pada program kesehatan anak dan remaja di Dinas Kesehatan Kota Depok sebanyak 1 orang, mereka bertanggungjawab untuk melaksanakan semua program terkait dengan kesehatan anak dan remaja. Sedangkan SDM yang bertanggung jawab memegang program PKPR di Puskesmas 1 orang merangkap pelayanan di UGD. Sedangkan untuk pelayanan UKS di sekolah, puskesmas memiliki 1 orang penanggung jawab dibawah bidang promkes. Jumlah tenaga yang kurang disiasati dengan meminta bantuan perawat puskesmas jika diperlukan, atau bekerjasama dengan bidang lain.

SDM yang bertanggung jawab direkrut melalui sistem penerimaan pegawm negeri sipil di lingkungan Dinas Kesehatan Kota Depok. Berdasarkan hasil wawancara dengan bidang pelayanan dasar khusus, dijelaskan bahwa jumlah tenaga masih dirasa kurang. Proses pengajuan usulan penambahan pegawai telah diajukan kepada pemerintah Kota Depok, akan tetapi beluam ada realisasi. Perekrutan adalah proses mencari atau menarik pelamar secara aktif untuk mengisi posisi yang tersedia, meskipun pada waktu tertentu organisasi mungkin memiliki SDM yang cukup untuk memenuhi kebutuhan, namun data yang ada

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

63

menunJang gagasan bahwa rekrutmen adalah proses yang berkelanjutan (Marquis & Huston, 2003).

SDM yang ada saat ini masih berlatar belakang pendidikan Diploma III (DII). Jika mungkin, perlu ditingkatkan jenjang pendidikan minimal Strata 1 (S 1) keperawatan. Hasil wawancara dengan beberapa perawat dinas kesehatan, dijelaskan bahwa sangat sulit untuk mendapatkan tugas belajar, dalam rangka peningkatan jenjang pendidikan formal. Mereka mengatakan bahwa jika ingin melanjutkan pendidikan harus dengan biaya sendiri.

Berdasarkan rencana kerja Dinas Kesehatan Kota Depok tahun 2013, tidak ditemukan rencana pengembangan pendidikan formal bagi tenaga perawat dilingkungan Dinas Kesehatan Kota Depok. Upaya pengembangan yang selama ini dilakukan, hanya dalam bentuk pelatihan terkait dengan program kesehatan anak dan remaja baik untuk perawat di Dinas Kesehatan maupun di Puskesmas. Menurut Marquis dan Huston (2003), sebaiknya, persyaratan dan kualifikasi pendidikan dipertimbangkan untuk setiap kategori pekerjaan selama ada hubungan antara persyaratan dengan keberhasilan pekerjaan terseb~t.

Berdasarkan hasil wawancara dengan penanggung j awab kesehatan anak dan remaja Dinkes Kota Depok bahwa beban kerja penanggung jawab program PKPR di tingkat puskesmas sangat berat. Biasanya setiap orang pegawa1 puskesmas memegang program lebih dari 1, bahkan sampai 3 program. Hasil wawancara dengan mantan penanggung jawab program PKPR di puskesmas, dijelaskan bahwa saat ini belum ada penanggung jawab PKPR karena pimpinan puskesmas belum menunjuk penggantinya.

Berdasarkan wawancara dengan penanggung jawab program UKS dijelaskan bahwa dirinya baru ditunjuk sebagai PJ UKS dua bulan ini, namun belum mulai melakukan kegiatan, karena belum adanya pelimpahan tugas dari PJ UKS sebelurnnya. Manajemen ketenagaan bukan hanya masalah administrasi atau pengaturan karyawan tetapi lebih banyak merupakan pendekatan integral

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

64

holistik yang meliputi: peningkatan har·kat, menghargia, yakin bahwa semua manusia ingin memperbaiki diri. Keberhasilan organisasi dalam mencapai tujuan dan sasarannya serta kemampuan menghadapi tantangan internal maupun eksternal sangat ditentukan oleh kemampuan pengelola SDM setepat-tepatnya (Marquis & Huston, 201 0).

Hasil wawancara dengan Kepala Sekolah SMK TB dijelaskan bahwa, tidak adanya pelayanan UKS disekolah disebabkan terbatasnya tenaga guru, se11a beban mengajar guru yang sangat tinggi, dimana guru hams mengajar pada kelas pagi dan sore. Selain itu tidak ada SDM yang memahami permasalahan kesehatan pada anak sekolah. Selama ini pemah ada pelatihan PKPR bagi guru dan perwakilan siswa, namun tidak ada tindak lanjut baik dari Puskesmas maupun Dinas Kesehatan. Menurut Swanburg (2000) manajemen ketenagaan adalah ilmu untuk melaksanakan POAC di bidang ketenagaan sehingga efisien dan efektivitas ketenagaan dapat ditingkatkan. Kegiatan tersebut meliputi: penarikan dan seleksi, pendayagunaan, pengembangan, dan pemeliharaan.

Berdasarkan uraian pada fungsi personalia terkait dengan program PKPR pada Dinas Kesehatan Kota Depok masalah yang terjadi pada fungsi personalia yaitu: 1) Pengembangan pendidikan formal SDM Dinkes dan Puskesmas sangat

terbatas; 2) Jumlah pegawai Puskesmas yang melaksanakan program masih kurang; 3) Tingginya beban kerja SDM puskesmas sehingga terjadi double jobdisk; 4) Jumlah SDM disekolah terbatas; 5) Belum berjalannya pelayanan

PKPR di tingkat sekolah. Situasi tersebut menggambarkan bahwa fungsi personalia pelayanan kesehatan, khususnya kesehatan remaja belum adekuat. Proses peningkatan SDM, baik secara kuantitas maupun kualitas tidak berjalan dengan baik,

padahal SDM merupakan aset paling besar dan penting bagi

berjalannya sebuah organisasi (Gillies, 2000).

4.1.1.4 Pengarahan (Directing)

Fungsi pengarahan dilakukan oleh kepala dinas setiap ape! pagi, kegiatan ini dimanfaatkan oleh kepala dinas untuk melakukan fungsi pengarahan, baik

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

65

pemberian motivasi, komunikasi maupun aspek pendelegasian. Pemberian motivasi

yang

dilakukan

oleh

kepala

dinas

dilakukan dalam

rangka

meningkatkan kine1ja pegmvai untuk melaksanakan program yang telah direncanakan. Bentuk pemberian motivasi dilakukan diantaranya adalah: pemberian reward bagi penanggung jawab program yang telah berhasil melaksanakan program sesuai target yang telah ditetapkan.

Basil wawancara yang dilakukan dengan PJ promkes di puskesmas dijelaskan bahwa kepala puskesmas kurang maksimal dalam memotivasi pegawm puskesmas, sehingga hal ini berdampak tehadap terkendalanya beberapa program yang belum dilaksanakan, diantaranya program PKPR dan UKS di puskesmas. Priedrich (2001, dalam Marquis dan Huston 2003) menyatakan bahwa perawat yang merasa bahwa kontibusinya diperhatikan dia akan merasakan kepuasan, dan perawat yang merasakan kepuasan tetap bertahan ditempatnya, dan akan berkontribusi terhadap peningkatan organisasi.

Sebagai unit pelaksan teknis dari Dinas Kesehatan fungsi komunikasi yang dibangun antara puskesmas dengan Dinas Kesehatan cukup baik. Fungsi komunikasi

dilakukan

dalam bentuk

kegiatan

rapat untuk membahas

permasalahan terkait pelaksanaan program. Menurut penanggung jawab program PKPR ada jadwal rapat untuk membahas semua permasalahan di Dinas Kesehatan. Selain itu komunikasi juga dilakukan setiap apel, diamana kegiatan ini dimanfaatkan untuk menyampaikan informasi penting yang harus diketahui oleh seluruh pegawai. Menurut Marquis dan Huston (20 10), dijelaskan bahwa fungsi pengarahan yang baik memerlukan komunikasi yang efektif, sehingga dapat memotivasi semua pihak yang terlibat dalam menyelesaikan konflik.

Berdasarkan basil wawancara dengan kepala sekolah SMK TB di jelaskan bahwa komunikasi antara puskesmas dengan sekolah masih dirasa sangat kurang, komunikasi yang dilakukan hanya bersifat insidental. Kegiatan sosialisasi berbagai program puskesmas, termasuk pelayanan PKPR tidak diketahui oleh guru dan kepala sekolah. Beberapa program kesehatan remaja

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

66

telah sampai di sekolah sepe1ii program penjaringan kesehatan siwa remaja. Dalam melakukan tugasnya petugas puskesmas hanya melakukan pemeriksaan kesehatan tanpa memberikan penjelasan secm·a rinci hasil pemeriksaan dan tindak lanjut yang harus dilakukan oleh sekolah. Seorang pemimpin sebaiknya mencari umpan balik mengenai apakah komunikasi mereka diterima dengan benar. Salah satu cara untuk melakukannya adalah meminta penerima mengulang kumunikasi atau petunjuk tersebut, selain itu pengirim pesan sebaiknya melakukan komunikasi lanjutan dalam upaya menentukan apakah komunikasi telah dijalankan (Marquis & Huston, 2003).

Supervisi pelaksanan program dilakukan oleh dinas kesehatan terhadap puskesmas, namun upaya ini dilakukan hanya pada akhir tahun pelaksanaan program. Supervisi yang dilakukan masih lebih berfokus kepada pencapaian akhir dari pelaksanan program, bukan kepada aspek apakah program dijalankan sesuai dengan ketentuan.

Berdasarkan hasil wawancara dengan kepala sekolah SMK TB belum pernah ada kegiatan supervisi yang dilakukan oleh puskesmas terhadap pelaksanaan kegiatan PKPR maupun UKS. Peer educator dan peer conselor yang terbentuk juga kurang mendapatkanfallaw up dari puskesmas dan dinas kesehatan.

Kegiatan UKS di SMK TB belum dapat dilaksanakan, hal ini karena kepengurusan UKS belum terbentuk. Hasil wawancara dengan kepala sekolah menyatakan bahwa belum adanya SDM dan tempat yang dapat digunakan sebagai ruang UKS, sehingga menyababkan belum UKS belum dibentuk. Namun sekolah berharap UKS dapat dibentuk di sekolah tersebut.

Berdasarkan uraian pada fungsi pengarahan program kesehatan remaja yang belum dilaksanakan dengan baik yaitu: 1) Belum terselenggaranya pelayanan UKS di sekolah; 2) Risiko pemeliharaan kesehatan siswa tidak adekuat; 3) Belum optimalnya fungsi supervisi puskesmas terhadap pelaksanaan program pembinaan remaja di sekolah; 4) Pelayanan program pembinaan kesehatan

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

67

remaja di sekolah tidak adekuat; 5) Belum efektifnya komunikasi dan koordinasi program mulai dari tingkat dinas kesehatan, puskesmas sampai sekolah.

4.1.1.5 Pengawasan (Controling)

Pengawasan merupakan proses pengamatan pelaksanaan seluruh kegiatan organisasi dalam rangka menjamin agar semua pekerjaan yang sedang dilaksanakan berjalan sesuai dengan rencana yang telah ditentukan (Siagian, 2002). Pengawasan dan evaluasi program pembinaan kesehatan anak dan remaja oleh Puskesmas Cimaggis dan Dinas Kesehatan Kota Depok telah dilaksanakan tiap tahun, hal ini dibuktikan dengan adanya laporan evaluasi untuk pembinaan kesehatan remaja melalui penjaringan, kegiatan PKPR dan UKS tiap tahun.

Pengawasan dan evaluasi yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan dan puskesmas hanya dilaksanakan terkait dengan program yang dianggarkan. Kegiatan pengendalian yang dilakukan tersebut hanya menilai keberlangsungan kegiatan PKPR terhadap sekolah yang sudah mengikuti pelatihan, tetapi belum digunakan untuk menilai kinerja PKPR termasuk program penanggulangan faktor risiko permasalahan kesehatan remaja khususnya pencegaha risiko penyalahgunaan narkoba.

Fungsi pengendalian yang dilakukan terhadap upaya pencegahan risiko penyalahgunaan narkoba pada remaja disekolah belum dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan Kota Depok. Hasil pengkajian ditemukan pengawasan yang dilakukan oleh Puskesmas dan Dinas Kesehatan terhadap sekolah hanya terkait kuantitas pelayanan seperti jumlah UKS, peer conselor yang telah dilatih, tetapi tidak pada bagaimana keberlanjutan pelaksanaan program UKS dan peer conselor disekolah.

Berdasarkan uraian diatas, fungsi pengawasan program PKPR khususnya upaya pencegahan risiko penyalahgunaan narkoba pada remaja, oleh dinas kesehatan terhadap puskesmas, maupun oleh puskesmas terhadap sekolah belum dilaksanakan secara optimal. Pengawasan merupakan pelaksanaan standar

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

68

kinerja untuk mengevaluasi, menilai, dan mengoreksi suatu tindakan sesum dengan apa yang telah direncanakan dan mencegah terulangnya kembali guna mencapm

tujuan

tertentu.

Pengawasan

dan

pengendalian

(controlling),

merupakan proses untuk mengamati secm·a terus menerus (bekesinambungan) pelaksanaan rencana kerja yang sudah disusun dan mengadakan koreksi (perbaikan) terhadap penyimpangan yang terjadi (Swansburg, 2000).

Berdasarkan urman pelaksanaan 5 fungsi manaJemen pelayanan kesehatan komuntas, khususnya upaya pencegahan risiko penyalahgunaan narkoba pada remaja disekolah, oleh Dinas Kesehatan Kota Depok, Puskesmas Cimanggis dan SMK TB, maka dapat digambarkan diagram fish bone untuk merumuskan masalah manajemen pelayanan kesehatan, sebagai berikut:

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

69 Bel urn optimalnya kerjasama lintas sektor dalam pelaksanaan program PKPR

Belum optimalnya fungsi pengarahan

Puskesmas belum memiliki program PKPR

I

Program PKPR belum menjadi prioritas kebijakan

K iiterbatasan

nggaran program PKPR

Bel urn optimalnya pelaksanaan program PKPR

Rendahnya pengendalian risiko penyalahgunaan narkoba pacta Pembinaan dan pelatihan kesehatan pacta remqja disekolah kuarng optimal

Belum terlaksananya pelayanan UKS di sekolah

Belum optimalnya pembinaan dan pelatihan SDM disekolah khususnya upaya pencegahan risiko penyalahgunaan narkoba pacta remqja

Kurangnya koordinasi lintas sektor (Dinkes . Disdik dan BNN Kota Depok)

Kurangnya SDM puskesmas

SDM disekolah belum mendapatkan pelatihan PKPR

Risiko pemeliharaan kesehatan siswa tidak adekuat

Belum adajadwal supervisi terhadap program pembinaan kesehatan remqja di sekolah Belum optimalnya pemberian motivasi terhadap pelaksanaan program PKPR di puskesmas Belum efektifnya komunikasi dan koordinasi antara puskesmas dengan sekolah

Pelayanan program PKPR disekolah tidak adekuat

I

Kurangnya integrasi program

koordinasi antara puskesmas dengan sekolah terkait program PKPR



Tingginya beban ke~ja SDM puskesmas

Pelayana.n PKPR disekolah belum terlaksana

I +

Bol"m opHmoloyo lintas sektor

ke~jasama

Belum terkoordinasinva pdaksanaan program PKPR disekolah

Kurangnya kcpcdulian dan tanggung jawab program PKPR

Jumlah petugas penanggung jawab program hanya 2 orang dengan tingkat pendidikan DII Keperawatan

Tidak ada evaluasi terhadap pelaksanaan program dari kepala puskesmas terhadap penanggungjawab program PKPR Penial ian kine1:ja program PKPR belum optimal

Tidak teridentilikasinya kendala pelaksanaan program PKPR

Tidak diketahuinya kualitas pelayanan PKPR

Pelayanan program PKPR dipuskesmas tidak optimal Tidak efektifnya ke~jasama lintas program

Universitas Indonesia

Diagram 4.1 Fish Bone Analisis Masalah Manajemen Pelayanan Kesehatan Pada Aggregate Remaja Dengan Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI,Komunitas 2014 Risiko Penyalahgunaan Narkoba

-

70

4.1.2

Masalah Manajemen Pelayanan Keperawatan Komunitas

Berdasarkan

analisis fish

bone

mengenm

manaJemen

pelayanan

keperawatan komunitas, khususnya pelayanan program PKPR pada Dinas Kesehatan Kota Depok, Puskesmas Cimanggis, dan SMK TB dapat disimpulkan beberapa masalah kesehatan sebagai berikut: 1.

Belum optimalnya kerjasama lintas sektor dalam pelaksanaan program PKPR

2.

Belum optimalnya fungsi pengarahan superv1s1 dan komunikasi pelaksanaan program PKPR disekolah

3.

Belum terkoordinasinya pelaksanaan program PKPR disekolah

4.

Belum optimalnya pembinaan dan pelatihan SDM

disekolah

khususnya upaya pencegahan risiko penyalahgunaan narkoba pada remaja Masalah-masalah pelaksanaan fungsi manaJemen pelayanan kesehatan terkait

PKPR

tersebut

dianalisis

berdasarkan

pendekatan

fungsi

manajemen planning, organizing, actuating, dan controlling (POAC), selanjutnya dilakukan prioritas masalah. Prioritas masalah sesuai dengan keseuaian dan kebutuhan program bagi remaja dengan memperhatikan pentingnya masalah, peningkatan kualitas hidup kelompok remaja, dan perubahan positifbagi masayarakat (Ervin, 2002).

Pada tahap

residensi

praktik manajemen

pelayanan

keperawatan

komunitas ini penulis akan mencoba mengintervensi dua masalah manajemen pelayanan keperawatan komunitas yang menjadi prioritas dalam tatanan sekolah. Berdasarkan prioritas masalah, maka masalah manajemen pelayanan keperawatan komunitas terhadap masalah risiko penyalahgunaan narkoba pada remaja yang akan dilakukan intervensi untuk satu tahun ini adalah: 1.

Belum optimalnya pembinaan dan pelatihan

SDM

disekol::>~1

khususnya upaya pencegahan risiko penyalahgunaan narkoba pada remaja

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

71

2.

Belum optimalnya fungsi pengarahan supervisi dan komunikasi pelaksanaan program PKPR disekolah

4.1.3

Rencana Asuhan Keperawatan Manajemen Pelayanan Keperawatan Komunitas Diagnosa Keperawatan pertama: belum optimalnya pembinaan dan

pelatihan

SDM

disekolah

khususnya

upaya

pencegahan

risiko

penyalahgunaan narkoba pada remaja. Tujuan Umum: setelah dilakukan tindakan manajemen layanan keperawatan komunitas selama 6 bulan pembinaan dan pelatihan SDM disekolah _menjadi optimal khususnya dalam upaya pencegahan risiko penyalahgunaan narkoba pada remaja.

Tujuan Khusus: setelah dilakukan pengelolaan pelayanan keperawatan

komunitas selama 8 bulan, diharapkan: 1) Terbentuknya struktur UKS sekolah SMK TB 2) Tersusunnya program kerja UKS selama 1 tahun; 3) Tersosialisasinya program UKS di sekolah; 4) Adanya komitmen untuk melaksanakan program UKS; 5) Terbentuknya kader kesehatan dan peer

educator "PENA'' (Peduli Narkoba); 6) Tersusunnya rencana kerja peer educator "PENA''; 7) Tersusunnya modul pencegahan penyalahgunaan narkoba pada remaja disekolah; 8) Terlaksanya pelatihan kader kesehatan dan

peer

educator

penyalahgunaan

"PENA''

narkoba

pada

dalam remaJa;

upaya 9)

pencegahan

Terdapat

risiko

peningkatan

pengetahuan dan keterampilan kader kesehatan dan peer educator "PENA'' sebesar 20% mengenai pencegahan risiko penyalahgunaan narkoba pada remaja.

Rencana Tindakan Keperawatan: 1) Lakukan advokasi pembentukan

Usaha Kesehatan Sekolah (UKS); 2) Bentuk struktur tim pembina dan pelaksana UKS SMK TB; 3) Susuf' program kerja UKS selama 1 tahun; 4) Lakukan sosialisasi program kerja UKS disekolah; 5) Bangun komitmen bersama untuk melaksanakan program kerja UKS; 6) Bentuk kader

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

72

kesehatan sekolah yang berasal dari guru dan peer educator ''PEN A'' yang berasal dari siswa; 7) Bentuk struktur organisasi dan rencana kerja kader kesehatan dan peer educator '"PENA''; 8) Buat modul pencegahan penyalahgunaan narkoba pada remaja disekolah; 9) Lakukan pelatihan kader kesehatan sekolah dan peer educator "PENA'' dalam upaya pencegahan risiko penyalahgunaan narkoba pada remaja disekolah; 10) Lakukan supervisi pada guru UKS, kader kesehatan sekolah dan peer "PENA''

educator

terhadap

pelaksanaan

pencegahan

resiko

penyalahgunaan narkoba pada siswa disekolah.

Pembenaran: Salah satu upaya yang strategis untuk meningkatkan

kualitas kesehatan manusia Indonesia adalah upaya pendidikan dan pelayanan kesehatan. Bagi anak pada usia sekolah upaya ini paling tepat dilakukan

melalui

institusi

pendidikan.

Sekolah

sebagai

tempat

berlangsungnya proses belajar mengajar harus menjadi "Health Promoting School" artinya "Sekolah yang dapat meningkatkan derajat kesehatan

warga sekolahnya". Hal akan tercapai bila sekolah dan lingkungannya dibina dan dikembangkan antara lain melalui UKS. Strategi ini dijalankan pemerintah dengan mengeluarkan SKB em pat menteri no 1067 /Meskes /SKB Nil /2003 pasal 2 yaitu setiap berkepentingan melaksanakan pelayanan kesehatan sekolah dimana UKS merupakan salah satu unsur untuk meningkatkan prestasi perserta didik.

Menurut Veugelers dan Margaret (20 10), menyatakan bahwa sumber daya, kegiatan, dan kurikulum dimana siswa memperoleh pengetahuan dan pengalam yang sesuai dengan usia mereka akan membantu membangun keterampilan untuk meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan mereka. Melalui

program Trias

UKS

diharapkan

dapat memelihara dan

rr:eningkatkan kesehatan yang dapat menunjang proses belajar mengajar. Program

UKS

merupakan

wadah

dan

sarana

pelaksanaan

dan

pengembangan semua bentuk layanan kesehatan di sekolah. Mulai dari

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

73

program sederhana sampai dengan program pengembangan sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan sekolah.

Pelaksanaan:

untuk

mengatasi

masalah

pengelolaan

pelayanan

keperawatan komunitas intervensi keperawatan yang pertama dilakukan adalah melakukan advokasi dalam rangka pembentukan UKS. Kegiatan dilakukan pada tanggal 26 Nopember 2013. Proses advokasi ini dilakukan kepada kepala sekolah, wakil kepala sekolah bidang kesiswaan dan bidang kurikulum. Respon kepala sekolah dan wakil kepala sekolah sangat menyambut dengan baik rencana tersebut.

Kegiatan pembentukan struktur tim pembina dan pelaksana UKS SMK TB yang dilaksanakan pada tanggal, 29 Nopember 2013. Kegiatan ini dilakukan di SMK TB dengan melibatkan kepala sekolah, bidang kesiswaan bidang kurikulum dan guru BK, serta beberapa orang perwakilan dari siswa. Kegiatan dilaksanakan selama 90 menit, mulai pukul 10.30 sampai dengan pukul 12.00. Kegiatan ini diawali dengan penjelasan tentang UKS, pembentukan struktur UKS SMK TB, dan dilanjutkan dengan penyusunan program kerja UKS yang akan dilakukan selama satu tahun.

Upaya sosialisasi dan membangun komitmen, untuk pelaksanaan program kerja UKS SMK TB terhadap guru dan siswa, dilaksanakan pada tanggal, 2 Desember 2013. Kegiatan ini dilakukan pada saat apel pagi hari senin. Kegiatan ini dihadiri oleh sebagaian besar guru dan siswa. Ssosialisasi dilakukan oleh Wa. Ka. Bidang kesiswaan.

Pembentukan kader kesehatan sekolah yang berasal dari guru dan peer

educator yang berasal dari siswa, kegiatan ini dilaksanakan tanggal 13 Desember 2013. Kegiatan dilakukan dengan membentuk struktur organisasi dan rencana kerja kader kesehatan dan peer educator. Guru

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

74

yang dilibatkan dalam kader kesehatan adalah guru yang tertarik dengan bidang kesehatan dan memiliki waktu lebih luang, serta banyak melakukan interaksi dengan siswa. Sedangkan peer educator yang dilibatkan adalah perwakilan siswa dari masing-masing kelas yang dipilih oleh guru BK. Pemilihan siswa didasarkan pada keaktifan siswa dalam organisasi, bersedia dan memiliki komitmen untuk berbagi pengetahuan dengan teman sebaya, bersedia meluangkan waktu umuk kegiatan peer educator, bersedia mengikuti pelatihan bagi peer educator.

Kegiatan pembentukan dan penyusunan program kerja peer educator dilaksanakan selama 60 menit, mulai pukul 12.00 sampai dengan pukul 13.00. Kegiatan ini dihadiri oleh 6 orang perwakilan guru dan 17 orang perwakilan siswa. Peer educator yang terbentuk diberi nama Peer Educator Peduli Narkoba disingkat dengan Peer Educator "PENA''. Peer educator ini akan dibina oleh 3 orang kader kesehatan yang berasal dari guru BK. Kegiatan diawali dengan penjelasan tentang konsep peer educator, yang dilanjutkan dengan pembentukan struktur dan program kerja peer educator "PENA''. Struktur peer educator "PENA'' yang dibentuk terdiri dari ketua, sekretaris, bendahara dan anggota.

Menyusun modul pencegahan penyalahgunaan narkoba pada remaja disekolah dengan melibatkan guru kader kesehatan dan peer adecator. Kegiatan ini dilaksanakan pada tanggal 17-18 Desember 2013. Modul yang disusun terdiri dari 4 modul yang akan digunakan untuk pelaksanaan program DARE.

Melakukan Melakukan pelatihan pencegahan penyalahgunaan narkoba pada remaja disekolah bagi peer educator "PENA'' yang terdiri dari 4 modul pelatihan. Pelatihan modul 1 tentang kesehatan jiwa d:>:J. kepribadian remaja, dilaksanakan pada tanggal 20 Desember 2013, kegiatan ini dilaksanakan selama 60 menit. Tujuan dari pelatihan untuk

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

75

meningkatkan pemahaman peer educator ·'PENA'' tentang peranan kesehatan jiwa dalam perkembangan kepribadian remaja. Materi dari pelatihan modul ini terdiri dari konsep kepribadian remaja, ciri-ciri kepribadian rernaja, pengaruh lingkungan terhadap kepribadian rernaja, kesehatan jiwa rernaja, dan ciri-ciri jiwa rernaja yang sehat. Selain itu peer educator "PENA'' dilatih cara rnengukur derajat kesehatan jiwa remaja

dengan rnenggunakan format.

Pelatihan Modul 2 tentang rnenilai diri dan rnengelola stress, dilakukan pada tanggal 13 Februari 2014. Kegiatan dilaksanakan selarn 60 rnenit, muali pukul 12.30 sampai dengan 13.30. Kegiatan ini diikuti oleh 17 orang pengurus peer educator "PENA''. Pelatihan rnodul 2 ini bertujuan untuk rneningkatkan kernarnpuan peer educator "PENA'' untuk rnernbangun penilaian diri yang postif dan rnengelola stres dalam kehidupan sehari-hari, serta rnarnpu rnenyampaikan informasi ini terhadap teman sebaya. Pelatihan rnodul ini terdiri dari konsep penilaian diri, konsep stres, dan cara rnengelola stres. Selain itu dalarn pelatihan rnodul ini peer educator "PENA'' dilatih rnernbangun penilaian diri, rnenilai tingkat stres, dan format rnengukur ketahan terhadap stres dengan rnenggunakan format.

Pelatihan

rnodul 3 tentang narkoba dan pengaruhnya pada tubuh,

dilaksanakan pada tanggal 13 Maret 2014. Kegiatan ini dilaksanakan selarn 60 rnenit, dan dihadiri oleh 17 orang pengurus peer educator "PENA''. Pelatihan rnodul 3 bertujuan untuk rneningkatkan pernaharnan siswa tentang bahaya narkoba. Pelatihan rnodul ini terdiri dari konsep narkoba dan jenis-jenis narkoba, rnasalah penyalahgunaan narkoba, faktor resiko dan faktor pelindung, cara kerja narkoba, dan pengaruh narkoba pada tubuh. Selain itu dalarn pelatihan rnodul ini peer educator "PENA" dilatih untuk rnelakukan deteksi dini l·isiko penyalahgunaan narkoba secara rnandiri.

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

76

Pelatihan modul 4 tentang meningkatkan tanggung jawab dan kepercayaan diri remaja, dilakukan pada tanggal 3 April 2014. Kegiatan ini dilaksanakan selama 60 menit, dimulai pukul 13.00 sampai dengan pukul 14.00. Pelatihan modul 4 ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman peer educator "PENA'' tentang cara meningkatkan tanggung jawab dan percaya diri remaja, sehingga remaja dapat menolak tekanan kelompok sebaya yang berpengaruh negatif. Materi dalam pelatihan modul ini terdiri dari konsep tanggung jawab, menetapkan tujuan hidup, dan meningkatkan percaya diri. Selain itu peer educator "PENA'' dilatih tentang cara menilai tanggung jawab perorangan, latihan meningkatkan tanggung jawab, dan latihan untuk menetapkan tujuan hidup dengan menggunakan format.

Melakukan pelatihan pencegahan penyalahgunaan narkoba pada remaja disekolah bagi kader kesehatan (guru) yang terdiri dari 4 modul pelatihan. Modul 1 tentang kesehatan jiwa dan kepribadian remaja, modul 2 tentang menilai diri dan mengelola stress, modul 3 tentang narkoba dan pengaruhnya pada tubuh, dan modul 4 tentang meningkatkan tanggung jawab dan kepercayaan diri remaja, kegiatan ini dilaksanakan pada tanggal 25 - 28 Maret 2014. Kegiatan ini dilakukan terhadap 3 orang guru yang akan bertanggung jawab untuk mengimplementasikan modul terhadap siswa didalam kelas. Dalam pelatihan modul

1111

guru dilatih untuk

menguasai modul, dan menyampaikan modul terhadap siswa, tehnik pengelolaan kelas, serta pembuatan media yang akan digunakan dalam penerapan modul terhadap siswa.

Hasil

Evaluasi:

Terlaksanya

kegiatan

advokasi

dalam

rangka

pembentukan UKS Proses advokasi ini dilakukan kepada kepala sekolah, wakil kepala sekolah bidang kesiswaan dan bidang kurikulum. Respon J.repala sekolah dan wakil kepala sekolah sangat menyambut dengan baik rencana tersebut, dan menaruh harapan besar terbentuknya UKS di SMK

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

77

TB. Kegiatan ini sangat menunjang dengan persmpan sekolah dalam mempersiapkan akreditasi.

Hasil dari kegiatan pembentukan struktur tim pembina dan pelaksana UKS SMK TB. Struktur tim pembina dan pelaksan UKS ini terdiri dari 6 orang guru dan 11 orang perwakilan siswa. Adapaun program kerja UKS yang akan dilaksanakan selam 1 tahun kedepan adalah: 1) Pembinaan lingkungan sehat; 2) Pembentukan Kader kesehatan (peer educator); 3) Penjaringan kesehatan bekerjasama dengan puskesmas; 4) Pemeriksaan kesehatan berkala tiap 6 bulan; 5) Pengawasan warung sekolah; 6) Bimbingan dan konseling kesehatan; 7) Kebun sekolah; 8) Dana sehat; 9) Pemantauan kesegaran jasmani; 9) Donor darah; 10) Penyediaan toilet wanita menstruasi. Program kerja UKS yang telah terlaksana meliputi pembentukan kader kesehatan, pembentukan peer educator penjaringan kesehatan gigi bekerjasama dengan puskesmas diaman siswa yang dilibatkan sebanyak 40 orang. dan conseling pencegahan penyalahgunaan narkoba pada siswa bekerjasama dengan guru BK.

Terlaksananya sosialisasi program kerja UKS terhadap guru dan siswa. Adanya komitmen bersama untuk pelaksanaan program kerja UKS, komitmen awal yang dilakukan dalam wujud penyedian ruang UKS dan perlengkapan pemeriksaan tanda-tanda vital.

Terbentuknya kader kesehatan sekolah yang berasal dari guru dimana guru yang terlibat sebagai kader kesehatan sebanyak 6 orang. Tidak ada kendala dala proses pembentukan kader kesehatan, guru yang terlibat dalam kegiatan ini atas dasar sukarela. Guru yang terlibat berkomitmen untuk melakukan pembinaan terhadap siswa dalam upaya pencegahan risiko penyaahgunaan narkoba di sekolah.

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

Universitas Indonesia

78

Terbentuknya struktur organisasi dan rencana ketja kader kesehatan dan peer educator. Siswa yang terlibat dalam peer educator sebanyak 18 orang

siswa. Program kerja yang akan dilaksanakan oleh peer educator adalah: 1) Pertemuan rutin setiap hari kamis; 2) Evaluasi hasil kegiatan; 3) Penyuluhan bahaya penyalahgunaan narkoba; 4) Lomba membuat poster; 5) Deteksi dini penyalahgunaan narkoba pada remaja. Semua program kerja tersebut telah dilaksankan, pelaksanaan program kerja terintegrasi dengan kegiatan residen disekolah.

Tersusunnya modul pencegahan penyalahgunaan narkoba pada remaJa disekolah. Modul ini terdiri dari 4 modil meliputi: modul 1 tentang kesehatanjiwa dan keperibadian remaja, modul2 Keperibadian remaja dan mengelola stress, modul 3 narkoba dan pengaruhnya pada tubuh, dan modul 4 tentang meningkatkan tangguang jawab dan kepercayaan diri remaJa.

Terlaksananya kegiatan pelatihan modul 1 tentang kesehatan jiwa dan kepribadian remaja bagi peer educator "PENA''. Kegiatan ini diikuti oleh 17 orang anggota peer educator "PENA''. Hasil pelatihan menunjukan adanya peningkatan pengetahuan setelah dilakukan pelatihan dengan ratarata nilai pretest 16,47 dan nilai rata-rata postest 18,64. Selisih atau perbedaan rata -rata nilai nilai pretest dengan nilai postest sebesar 2,17, sehingga terdapat peningkatan pengetahuan sebesar 10.8%. Hal terse but dibuktikan dari hasil uji signifikasi melalui Uji Wilcoxon didapatkan pvalue 2-tailed sebesar 0,001 dengan a= 0,05. Peer educator "PENA'' yang

ikut dalam kegiatan ini terlihat antusias mengikuti kegiatan dari awal sampai akhir. Siswa juga sangat antusias dalam melakukan latihan cara mengukur kesehatan jiwa pada remaja dengan menggunakan format yang tersedia dalam modul.

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

79

Evaluasi hasil kegiatan pelatihan modul 2 tentang menilai diri dan mengelola stress bagi peer educator. Kegiatan ini diikuti oleh 16 orang. Hasil pelatihan menunjukan adanya peningkatan pengetahuan setelah dilakukan pelatihan, dengan rata-rata nilai pretest 16,64 dan nilai rata-ra,ta postest 19,05. Selisih atau perbedaan rata -rata nilai nilai pretest dengan

nilai postest sebesar 2,41, sehingga tetjadi peningkatan pengetahuan sebesar 12,5%. Hal tersebut dibuktikan dari hasil uji signifikasi melalui Uji Wilcoxon didapatkanp-value 2-tailed sebesar 0,000 dengan a= 0,05. Peer educator "PENA'' yang ikut dalam kegiatan ini terlihat antusias mengikuti

kegiatan dari awal sampai akhir. Siswa juga sangat antusias dalam melakukan latihan cara cara menilai diri dan mengelola stress dengan menggunakan format yang tersedia dalam modul.

Berdasarkan hasil evaluasi kegiatan pelatihan modul 3 tentang narkoba dan pengaruhnya pada tubuh bagi peer educator "PENA''. Kegiatan ini diikuti oleh 17 orang. Hasil pelatihan menunjukan adanya peningkatan pengetahuan setelah dilakukan pelatihan, dengan rata-rata nilai pretest 15,23, dan nilai rata-ra,ta postest 18,64. Selisih atau perbedaan rata -rata nilai nilai pretest dengan nilai postest sebesar 3,41, sehingga terjadi peningkatan pengetahuan sebesar 7%. Hal tersebut dibuktikan dari hasil uji signifikasi melalui Uji Wilcoxon didapatkan p-value 2-tailed sebesar 0,000 dengan a

=

0,05. Peer educator "PENA'' yang ikut dalam kegiatan ini

terlihat antusias mengikuti kegiatan dari awal sampai akhir. Siswa juga sangat antusias dalam melakukan latihan cara cara deteksi dini penyalahgunaan narkoba dengan menggunakan format yang tersedia dalam modul.

Hasil evaluasi kegiatan pelatihan modul 4 tentang meningkatkan tangguang jawab dan kepercayaan ::liri remaja bagi peer educator "PENA''. Kegiatan ini diikuti oleh 17 orang. Hasil pelatihan menunjukan adanya peningkatan pengetahuan setelah dilakukan pelatihan, dengan rata-

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

80

rata nilai pretest 16.23. dan nilai rata-ra.ta postest 19.1 1. Selisih atau perbedaan rata -rata nilai nilai pretest dengan nilai pastes/ sebesar 2,88, sehingga terjadi peningkatan pengetahuan sebesar 17,4%. Hal tersebut dibuktikan dari hasil uji signifikasi melalui Uji Wilcoxon didapatkan pvalue 2-tailed sebesar 0,000 dengan a= 0,05. Peer educator "PENA'' yang

ikut dalam kegiatan ini terlihat antusias mengikuti kegiatan dari awal sampai akhir. Siswa juga sangat antusias dalam melakukan latihan cara menolak ajakan negatifteman sebaya.

Terlaksananya kegiatan pelatihan bagi kader kesehatan (guru), kegiatan ini melibatkan 6 orang guru yarig dilatih terkait dengan penerapan modul pencegahan penyalahgunaan narkoba pada remaja disekolah. Setelah selesai pelatihan ini diharapkan masing-masing guru dapat mengajarkan materi pelatihan kepada siswa didalam kelas.

Basil pelatihan modul 1 terhadap kader kesehatan (guru) tentang kesehatan jiwa dan kepribadian remaja menunjukan adanya peningkatan pengetahuan setelah dilakukan pelatihan dengan rata-rata nilai pretest 18,5 dan nilai rata-rata postest 20. Selisih atau perbedaan rata -rata nilai nilai pretest dengan nilai postest sebesar

1,5,

sehingga terdapat

peningkatan

pengetahuan sebesar 7,5%. Hal tersebut dibuktikan dari hasil uji signifikasi melalui Uji Wilcoxon didapatkan p-value 2-tailed sebesar 0,024 dengan a= 0,05.

Pelatihan modul 2 tentang menilai diri dan mengelola stress hasil pelatihan menunjukan adanya peningkatan pengetahuan setelah dilakukan pelatihan dengan rata-rata nilai pretest 17,6 dan nilai rata-rata postest 19,8. Selisih atau perbedaan rata -rata nilai nilai pretest dengan nilai postest sebesar 2,2,

<:'~hingga

terdapat peningkatan pengetahuan sebesar 11%. Hal tersebut

dibuktikan dari hasil uji signifikasi melalui Uji Wilcoxon didapatkan pvalue 2-tailed sebesar 0,026 dengan a= 0,05.

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014 Universitas Indonesia

81

Pelatihan modul 3 tentang narkoba dan pengaruhnya pada tubuh basil pelatihan menunjukan adanya peningkatan pengetahuan setelah dilakukan pelatihan dengan rata-rata nilai pretest 17,3 dan nilai rata-rata pas test 19,6. Selisih atau perbedaan rata -rata nilai nilai pretest dengan nilai postest sebesar 2,3, sehingga terdapat peningkatan pengetahuan sebesar 11,5%. Hal tersebut dibuktikan dari hasil uji signifikasi melalui Uji Wilcoxon didapatkanp-value 2-tailed sebesar 0,023 dengan a= 0,05.

Hasil pelatihan modul 4 tentang meningkatkan tanggung jawab dan kepercayaan diri remaja menunjukan adanya peningkatan pengetahuan setelah dilakukan pelatihan dengan rata-rata nilai pretest 17,8 dan nilai rata-rata postest 20. Selisih atau perbedaan rata -rata nilai nilai pretest dengan

nilai postest

sebesar

2,2,

sehingga terdapat

peningkatan

pengetahuan sebesar 11%. Hal tersebut dibuktikan dari hasil uji signifikasi melalui Uji Wilcoxon didapatkan p-value 2-tailed sebesar 0,020 dengan a = 0,05.

Rencana Tindak Lanjut: Perlu upaya berkelanjutan kader kesehatan dalam menambah pengetahuan kader tentang upaya pencegahan risiko penyalahgunaan narkoba pada remaja disekolah. Diperlukan integrasi kedalam kurikulum pembelajaran materi tentang upaya pencegahan risiko penyalahgunaan narkoba, sehingga siswa merasa bahwa mempelajari ini adalah suatu kewajiban bukan pelajaran tambahan.

Diperlukan latihan berkelanjutan bagi kader kesehatan dalam melakukan pendidikan· kesehatan terhadap siswa, untuk meningkatkan kepercayaan diri, kemampuan pengelolaan kelas. Menambah bahan atau materi yang berkaitan dengan modul pencegahan penyalahgunaan narkoba, sehingga dapat meningkatkan pengetahuan serta bahan ajar kader kesehatan dalam memberikan pendidikan kesehatan terhadap siswa.

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

82

Diagnosa Keperawatan Kedua: Belum optimalnya fungsi pengarahan: supervisi dan komunikasi pelaksanaan program PKPR disekolah. Tujuan Umum: Setelah dilakukan tindakan manajemen layanan keperawatan komunitas selama 6 bulan fungsi pengarahan: supervisi dan komunikasi pelaksanaan

PKPR

disekolah

khususnya

pencegahan

risiko

penyalahgunaan narkoba menjadi optimal.

Tujuan Khusus: Setelah dilakukan pengelolaan pelayanan keperawatan komunitas selama 8 bulan, diharapkan: 1) adanya alur komunikasi antara sekolah

dengan

puskesmas

dalam

upaya

pencegahan

risiko

penyalahgunaan narkoba pada remaja disekolah; 2) Adanya monitoring dan

superv1s1

bersama

puskesmas

dalam

upaya

pencegahan

penyalahgunaan narkoba pada remaja disekolah; 3) Adanya keterlibatan guru dalam melakukan monitoring dan supervisi terhadap peer educator "PENA''; 4) Adanya koordinasi dengan puskesmas dan Badan Narkotika Kota Depok dalam upaya pencegahan risiko penyalahgunaan narkoba pada remaja.

Rencana Tindakan Keperawatan: 1) Susun alur komunikasi antara sekolah

dengan

puskesmas

dalam

upaya

pencegahan

risiko

penyalahgunaan narkoba pada remaja disekolah; 2) Lakukan monitoring dan

supervisi

bersama

puskesmas

dalam

upaya

pencegahan

penyalahgunaan narkoba pada remaja disekolah; 3) Libatkan guru dalam melakukan monitoring dan supervisi terhadap peer educator "PENA"; 4) Lakukan koordinasi dengan puskesmas dan Badan Narkotika Kota Depok

Pembenaran: Supervisi merupakan proses dimana seorang pemimpin ingin mengetahu apakah hasil pelaksanaan pekerjaan yang dilakukan bawahannya sesuai dengan rencana, perintah, tujuan atau kebijakan yang telah ditentukan (Me Farland, 1988 dalam Harahap, 2004). Selain itu Swansburg (2000), menjelaskan bahwa supervisi sebagai usaha untuk

Universitas Indonesia Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

83

mengetahui

dan

menilai

kenyataan

yang

sebenarnya

mengena1

pelaksanaan tugas, dimana dalam pelaksanaannya ada beberapa hal yang perlu diperhatikan yaitu menghargai tiap individu, mengembangkan potensi tiap individu, dan menerima tiap perbedaan. Menurut Marquis dan Huston (2010) dijelaskan bahwa fungsi pengarahan pemberian motivasi dan pendarnpingan rnelalui kornunikasi yang baik dalarn dalarn organisasi sebagai urnpan balik dari irnplementasi kegiatan organisasi.

Pelaksanaan: lrnplernentasi keperawatan yang dilakukan dalarn rangka

rnenyelasikan rnasalah

keperawatan kedua

adalah rnenyusun

alur

kurnunikasi bersama kader kesehatan sekolah, Jeer educator "PENA", bidang kesiswaan dan OSIS. Alur komunikasi ini akan digunakan sebagai acuan bagi sekolah dalarn rangka rnelakukan koordinasi dengan puskesrnas arnupun BN Kota Depok. Kegiatan ini dilaksanakan pada tanggal, 1 April 2014, kegiatan ini dilakukan bersarn dengan kader kesehatan. Alur kornunikasi yang telah dibuat dilaporkan dan disosialisasikan terhadap Wa. Ka. Bidang Kesiswaan dan disosialisasikan kepada peer educator "PENA".

Melakukan supervisi terhadap peer educator "PENA" dalarn rnelakukan pendidikan kesehatan tentang kesehatan jiwa dan kepribadian rernaja. Kegiatan ini dilaksanakan pada tanggal 3 Januari 2014. Kegiatan dilakukan di kelas X Multi Media 1, pelaksanaan kegiatan ini dihadiri oleh 39 orang siswa, kegiatan berlangsung selarn 60 rnenit. Supervisi terhadap

peer educator "PENA'' dalarn rnelakukan pendidikan kesehatan tentang rnenilai diri dan rnengelola stress, dilakukan pada tanggal 20 Februari 2014. Kegiatan dilakukan di kelas X Tehnik Kornputer dan Jaringan 2, pelaksanaan kegiatan ini dihadiri oleh 40 orang siswa, kegiatan berlangsung selarn 60 rnenit. Supervisi tt">:tang narkoba dan pengaruhnya pada tubuh, dilaksanakan pada tanggal20 Maret 2014. Kegiatan dilakukan

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

84

di kelas X Tehnik Komputer dan jaringan 3. pelaksanaan kegiatan

1111

dihadiri oleh 41 orang siswa, kegiatan berlangsung selam 60 menit.

Supervisi terhadap guru atau

kader kesehatan dalam

melakukan

pendidikan kesehatan terhadap siswa dikelas. Supervisi terhadap guru dalam penerapan modul 1 dilakukan pada tanggal 10 April 2014. Kegaiatan dilaksanakan di ruang kelas X TKJ 1. Kegiatan ini diikuti oleh 42 orang siswa kelas X TKJI. Sebanyak 10 orang siswa diminta untuk melakukan penilaian terhadap kinerja guru atau kader kesehatan dalam menyampaikan

pendidikan kesehatan tentang

kesehatan jiwa dan

kepribadian remaja.

Supervisi terhadap

guru atau kader kesehatan dalam

melakukan

pendidikan kesehatan pada modul 2 tentang menilai diri dan mengelola stres dilaksanakan pada tanggal, 4 April 2014. Kegaiatan ini dilaksanakan di ruang kelas X MM3. Kegiatan ini diikuti oleh 39 siswa kelas X MM3. Sebanyak 10 orang siswa diminta untuk melakukan penilaian terhadap kinerja guru atau kader kesehatan dalam menyampaikan pendidikan kesehatan tentang kesehatan jiwa dan kepribadian remaja.

Supervisi terhadap guru atau kader kesehatan dalam

melakukan

pendidikan kesehatan pada modul 4 tentang meningkatkan tanggung jawab dan kepercayaan diri remaja, kegiatan ini dilaksanakan pada tanggal, 21 April 2014. Kegaiatan ini dilaksanakan di ruang kelas X RPL. Kegiatan diikuti oleh 41 orang siswa kelas X RPL. Sebanyak 10 orang s1swa diminta untuk melakukan penilaian terhadap kinerja guru atau kader kesehatan dalam menyampaikan pendidikan kesehatan tentang kesehatan jiwa dan kepribadian remaja. Kegiatan ini melibatkan puskesmas untuk mel~_kukan

supervisi.

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

85

Kegiatan supervisi ini melibatkan guru BK sebagi kader kesehatan. Peer educator "PENA'' dibagi kedalam 4 kolompok, masing-masing kelompok terdiri dari 4-5 orang, masing-masing kelompok melakukan pendidikan kesehatan kepada ternan sebaya didalam kelas.

Melakukan koordinasi dengan PJ programa PKPR Puskesmas Cimanggis, kegiatan ini dilakukan sebanyak tiga kali pertemuan yaitu pada tanggal 30 April 2014, 8 dan 15 Mei 2014. Pada pertemuan ini dibahas mengenai program tahunan yang mungkin bisa dilakukan Puskesmas Cimanggis untuk mengoptimalkan pengelolaan pelayanan keperawatan pada agregat remaja terutama disekolah.

Koordinasi dengan Badan Narkotika Kota Depok dilaksanakan pada tanggal

15 Mei 2014. Pada pertemuan ini dibahas tentang upaya

pembinaan lebih lanjut pencegahan penyalahgunaan narkoba pada siswa disekolah, serta upaya deteksi dini penyalahgunaan narkoba pada siswa. Pada pertemuan ini juga dibahas kegiatan yang bisa dilakukan untuk sekolah yaitu pelatihan peer educator "PENA'' yang akan diselenggarakan oleh BNN Kota Depok pada pertengahan tahun anggaran 2014.

Hasil Evaluasi: Hasil evaluasi yang dicapai dalam mengatasi masalah manajemen pelayanan keperawatan komunitas kedua adalah: tersusunnya alur komunikasi program pencegahan penyalahgunaan narkoba pada siswa di SMK TB (alur komunikasi terlampir). Alur komunikasi ini merupakan rujukan yang bisa digunakan oleh sekolah dalam rangka melakukan upaya pencegahan risiko penyalahgunaan narkoba pada remaja disekolah.

Terlaksananya kegiatan supervisi terhadap peer educator "PENA'' dalam melakukan pendidikan kesehatan tentang kesehatan jiwa dan kepribadian remaja. Kegiatan ini dilaksanakan pada tanggal 3 Januari 2014. Kegiatan dilakukan di kelas X Multi Media 1, pelaksanaan kegiatan ini dihadiri oleh

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

86

39 orang siswa, kegiatan berlangsung selam 60 menit. Hasil evaluasi supervisi pendidikan kesehatan tentang kesehatan jiwa dan kepribadian remaja menunjukan bahwa, nilai rata-rata yang dilakukan oleh 10 orang peserta sebesar 21 ,6, sedangkan hasil penilaian residen sebesar 27. Basil evaluasi bersama peer educator disampaikan bahwa mereka masih merasa tegang, penguasaan materi dirasa belum maksimal, dan masih harus banyak latihan.

Supervisi terhadap peer educator "PENA'' dalam melakukan pendidikan kesehatan tentang menilai diri dan mengelola stress, dilakukan pada tanggal20 Februari 2014. Kegiatan dilakukan di kelas X Tehnik Komputer dan Jaringan 2, pelaksanaan kegiatan ini dihadiri oleh 40 orang siswa, kegiatan berlangsung selam 60 menit. Basil evaluasi supervisi pendidikan kesehatan tentang menilai diri dan mengelola stress menunjukan bahwa, nilai rata-rata yang dilakukan oleh 10 orang peserta sebesar 21, sedangkan hasil penilaian residen sebesar 25. Hasil evaluasi bersama peer educator disampaikan bahwa jumlah peserta banyak sehingga sulit mengendalikan peserta, perasaan masih tegang kurang bisa tenang, merasa gugup saat menyampaikan materi.

Basil

superv1s1

tentang

narkoba

dan

pengaruhnya

pada

tubuh,

dilaksanakan pada tanggal 20 Maret 2014. Kegiatan dilakukan di kelas X Tehnik Komputer dan jaringan 3, pelaksanaan kegiatan ini dihadiri oleh 41 orang siswa, kegiatan berlangsung selam 60 menit. Hasil evaluasi supervisi pendidikan kesehatan tentang narkoba dan pengaruhnya pada tubuh menunjukan bahwa, nilai rata-rata yang dilakukan oleh 10 orang peserta sebesar 22,4, sedangkan hasil penilaian residen sebesar 28. Basil evaluasi bersama peer educator disampaikan bahwa peserta terlalu banyak sehingga masih agak kesulitan menguasai peserta, penguasaan materi belum maksimal sehingga ketika ada ternan yang bertanya belum bisa dijawab secara maksimal.

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

87

Terlaksananya kegiatan supervisi terhadap guru atau kader kesehatan dalam penerapan modul 1,2 dan 4. Hasil evaluasi supervisi penerapan modul 1, nilai rata-rata yang dilakukan oleh 10 orang peserta sebesar 23,9, sedangkan hasil penilaian residen sebesar 29. Hasil evaluasi supervisi penerapan modul 2, nilai rata-rata yang dilakukan oleh 10 orang peserta sebesar 24,4, sedangkan hasil penilaian residen sebesar 28. Basil evaluasi supervisi perterapan modul 4, nilai rata-rata yang dilakukan oleh 10 orang peserta sebesar 24,1, sedangkan hasil penilaian residen sebesar 29. Guru sudah mampu berkomunikasi dengan baik dalam menyampaikan materi, kemampuan guru dalam mengelola kelas masih belum maksimal. Basil penilaian terhadap 3 orang kader kesehatan didapatkan bahwa 1 orang kader masih belum percaya diri dalam memberikan pendidikan kesehatan terhadap siswa, hal ini karena guru tersebut belum pernah memiliki pengalaman mengajar didalam kelas. Suasana ruangan yang panas menyebabkan peserta kurang nyaman sehingga agak sulit mengendalikan peserta.

Hasil evaluasi kegiatan koordinasi dengan PJ program PKPR Puskesmas Cimanggis disepakati bahwa, akan ada upaya pembinaan lebih lanjut terhadap peer educator "PENA'' secara berkala. Upaya ini akan diselenggrakan dengan pengalokasian dana BOK untuk kegiatan program PKPR.

Rencana Tindak Lanjut: Kegiatan pengarahan dalam fungsi manajemen

baik

supervisi

maupun

kumunikasi,

dalam

upaya

pencegahan

penyalahgunaan narkoba pada siswa, yang dilakukan oleh kader kesehatan maupun oleh peer educator disekolah, perlu ditindak lanjuti oleh Dinas Ksehatan Kota Depok melalui peskesmas Cimanggis untuk melakukan pembinaan secara berkelanjutan upay". pencegahan penyalahgunaan narkoba pada siswa. Sekolah harus melakukan kaderisasi peer educator, sehingga upaya pencegahan penyalahgunaan narkoba yang dilakukan oleh

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

88

sisYva bisa berkelanjutan. Guru harus tetap memberikan dukungan terhadap peer educator 'PENA"' jika ada permasalahan yang dihadapi.

4.2 Pengelolaan Asuhan Keperawatan Komunitas

Pengkajian asuhan keperawatan komunitas pada agreggate remaJa terkait upaya pencegahan risiko penyalahgunaan narkoba pada remaja disekolah SMK TB menggunakan pendekatan model Community As Partner (CAP), Helath Promotion Model (HPM), Comprehensive School Health Model (CSHM). Integrasi dari ketiga model tersebut menghasilkan beberapa variabel yang menjadi dasar proses pengkajian.

Model

Community As Partner berfokus pada perawatan kesehatan

masyarakat dengan melibatkan peran serta aktif masyarakat untuk ikut berpartisipasi dalam rangka meningkatkan kesehatannya. Fokus pengkajian pada model ini dilakukan pada dua komponen utama yaitu core dan subsistem

dari

masyarakat.

Fokus

pengkajian

pada

core

meliputi

pengetahuan, sikap dan perilaku siswa. Selain itu ditambah dengan pengkajian demografi, nilai dan kepercayaan. Sedangkan pada subsistem fokus pangkajian dilakukan terhadap lingkungan, pelayanan kesehatan dan sosial, komunikasi, pendidikan, fisik, politik dan pemerintahan, ekonomi, dan rekreasi.

Variabel-variabel dari model Health Promotion Model yang digunakan adalah faktor personal, faktor persepsi, pengaruh interpersonal, dan pengaruh situasi (Pander, Murdaugh, & Parsons, 2002). Faktor personal terdiri dari usia, jenis kelamin, suku dan beban psikologis. Faktor persepsi persepsi manfaat (perceived benefits), persepsi hambatan (perceived barriers), dan persepsi kepercayaan diri (perceived self-efficacy). Faktor ketiga adalah Pengarul--_ interpersonal seperti hubungan dengan keluarga, peeratau models, dan layanan kesehatan. Faktor terakhir yaitu pengaruh situasi bagaimana pengaruh media dan lingkungan sekolah.

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

89

Comprehensive School Heal!h Model, menurut Paul J. Veugelers dan Margaret (20 10), terdapat em pat pilar yang saling berhubungan dan memberikan pondasi yang kuat dalam model ini, ketika keempat pilar ini dilakukan secara harmonis, maka siswa akan didukung untuk menyadari potensi mereka sebagai pelajar yang sehat dan menjadi anggota masyarakat sekolah yang produktif. Adapun keempat pilar tersebut adalah: Pilar pertama adalah lingkungan sosial dan fisik (bangunan sekolah, peralatan di dalam dan disekitar sekolah, sanitasi, kebersihan udara, dan ruang bermain. Pilar kedua pengajaran dan pembelajaran (sumber daya, kegiatan intra dan extra kurikuler),. Pilar ketiga kebijakan sekolah yang sehat (pengambilan kebijakan sekolah, peraturan sekolah, prosedur dan kebijakan terkait kesehatan), dan pilar keempat yaitu kemitraan dan jasa (hubungan antara sekolah dan orang tua siswa, hubungan kerja pendukung di sekolah (staf dan siswa), antara sekolah, dan antar sekolah dan lainnya organisasi masyarakat, kesehatan, pendidikan dan sektor lainnya bekerja sama untuk memajukan kesehatan sekolah.

4.2.1

Pengumpulan Data Tehnik pengumpulan data yang dilakukan adalah wawancara, winsheld

survey, literature review, dan angket/kuesioner yang diberikan kepada siswa dengan pendekatan cross sectional. Beberapa metode ini digunakan dengan tujuan agar didapatkan data yang mampu menggambarkan kondisi sesungguhnya.

lnstrumen berupa angket yang akan digunakan telah dilah dilakukan uji keabsahan instrumen. Uji ini dilakukan untuk menilai validitas dan reliabilitas instrumen yang akan digunakan. Uji validitas dilakukan untuk mengetahui ketepatan alat ukur dalam mengukur suatu variehel, sedangkan uji reliabilitas bertujuan untuk mengetahui konsistenasi item-item dalam angket. Uji metode instrumen juga dilakukan dengan metode uji isi/konten

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

90

dengan cara mengujicobakan angket kepada 20 siswa. Uji ini dilakukan untuk menilai kesulitan siswa dalam mengisi angket. Hasil revisi kesulitan yang dialami siswa saat mengisi angket kemudian dikonsulkan kepada dosen pembimbing agar dapat diberikan masukan perbaikan angket.

Alat pengumpulan data lain yang digunakan adalah pedoman wawancara. Pedoman wawancara dibuat berdasarkan tujuan yang ingin dicapai, pertanyaan disusun berdasarkan teori sesuai dengan.frame work yang telah dibuat, dan relevan dengan masalah yang digali dalam pengkajian ini. Pedoman wawancara disusun menjadi sejumlah pertanyaan, sehingga memberikan kemudahan pada mahasiswa untuk mengarahkan pertanyaan dalam rangka mendapatkan informasi. Instrumen lain yang digunakan dalam pengkajian ini adalah pedoman observasi yang disusun sesuai dengan kisi-kisi instrumen yang telah disusun.

Penganmbilan data dalm proses pengkajian ini menggunakan tehnik

sampling, pengambilan sampel menggunakan probability sampling dengan simple random sampling. Menurut Dharma (20 11) simple random sampling merupakan metode pengambilan sampel secara acak sederhana dengan asumsi bahwa karakteristik tertentu yang dimiliki oleh populasi tidak dipertimbangkan dalam penelitian. Pada penarikan simple random

sampling peneliti membuat sampling frame, membuat tabel nama dari sampel yang nantinya akan dipilih (Polit & Beck, 2012).

Pengambilan sampel pada penelitian di SMK TB dilakukan melalui beberapa tahapan, yaitu: residen menentukan tempat pengkajian yaitu di siswa SMK TB, residen membuat daftar unit populasi di siswa SMK TB yang teridiri dari 23 kelas, pengambilan sampel pada tiap kelas dilakukan secara proporsional dengan cara menghitung sampel yang ditetapkan pada tiap kelas, dan pengambilan sampel pada tiap kelas dilakukan secara

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

91

simple random sampling. Adapun besaran sampel yang digunakan adalah

sebanyak 274 siswa.

4.2.2

Analisa Asuhan Keperawatan Komunitas

Sumber data yang digunakan untuk melakukan analisis permasalahan dalam praktik ini adalah; 1) Data primer, data ini didapatkan secara langsung dilapangan dengan menggunakan alat bantu kuestioner yang telah disiapkan. Data dikumpulkan secara langsung dari siswa kelas 1,2 dan 3 SMK TB Kota Depok. 2) Data Sekunder, merupakan data yang didapatkan secara tidak langsung, data ini diperoleh dari SMK TB, Puskesmas Kecamatan Cimanggis, dan Dinas Kesehatan Kota Depok.

Berdasarkan hasil wawancara dengan kepala sekolah diperoleh data fasilitas kesehatan di SMK TB masih belum ada. Keterbatasan ruangan menyebabkan tidak adanya ruang khusus UKS dan pelayanan kesehatan di sekolah. Struktur organisasi dan program UKS belum ada. Selain itu di SMK TB belum adanya kegiatan PMR sebagai kegiatan ekstra kurikuler diskolah, dan belum adanya kader kesehatan siswa disekolah. Selain itu belum ada panduan atau pedoman pencegahan dan penatalaksanaan masalah kesehatan remaja di sekolah. Hal ini karena beluam adanya sumber daya manusia yang memiliki kompetensi dibidang kesehatan, sehingga kondisi tersebut berdampak terhadap kurangnya pelayanan kesehatan yang diberikan terhadap siswa.

Basil wawancara dengan kepala sekolah dan guru dilaporkan kegiatan ekstrakurikuler sekolah cukup aktif dilaksanakan. Beberapa kegiatan seperti olah raga bela diri, seni tari, paskibra dan paduan suara terjadwal setiap minggunya, amun masih sedikit siswa yang mengikuti kegiatan ekstra kurikuler tersebut, karena kegiatw1 ini tidak diwajibkan oleh sekolah. Kegiatan lain yang dilaksanakan SMK TB yaitu kegiatan keagamaan yang rutin dilaksanakan setiap hari jum'at, kegiatan tersebut

Universitas Indonesia Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

92

berupa pembacaan ayat Al-Qur· an setiap pagi sebelum memulai belajar. Ape! pagi yang dilaksanakan setiap hari senm sebelum kegiatan pembelajaran, dalam kegiatan ape! tersebut senng dimanfaatkan oleh sekolah untuk menyampaikan informasi penting terkait dengan proses belajar mengajar.

Hasil wawancara dengan kepala sekolah juga didapatkan data belum adanya program UKS di sekolah, serta program mengenai kesehatan sekolah, misalnya tentang pencegahan penyalahgunaan narkoba, belum adanya pendidikan kesehatan tentang narkoba dari puskesmas setempat. Pernah ada pelatihan peer consellor yang dilakukan terhadap 10 orang siswa oleh Dinas Kesehatan Kota Depok pada tahun 2012 namun tidak pernah ada tindak lanjut pelaksanaan program tersebut.

Kepala

sekolah JUga

menyampaikan

bahwa

pengalokasian

dana

pembangunan sekolah terfokus pada pembangunan ruang kelas saja. Hal ini karena pembangunan ruangan kelas masih menjadi perioritas pembangunan. Masing-masing siswa sudah memiliki jaminan kesehatan untuk mendapatkan pelayanan kesehatan di rumah sakit berupa pelayanan berobat jalan. Bila ada siswa yang sakit atau mengalami cidera saat disekolah ditangani oleh guru yang ada disekolah. apabila membutuhkan penanganan lebih lanjut dirujuk ke rumah sakit. Selama ini program layanan kesehatan sekolah dengan menyediakan obat yang bersifat simtomatik di ruangan tata usaha.

Hasil wawancara dengan guru BK didaptkan bahwa ketidakhadiran siswa pada tahun ajaran 2012-2013 antara 1, 77% sampai dengan 6,1 %, dengan alasan ketidak hadiran karena sakit, ijin, dan tanpa keterangan. Beberapa anak :·ang bermasalah (merokok, bolos sekolah, disiplin lainnya) umumnya mereka memiliki masalah di dalam keluarganya, dan kurangnya perhatian keluarga. Guru BK mengatakan masih jarang siswa yang

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

93

berkonsultasi atas kemauan sendiri, biasanya mereka yang bermasalah saja yang dipanggil oleh guru, kemudian dikonsultasikan kebagian BK.

Hasil wawancara dengan siswa diperoleh data umurnnya kenakalan yang sering dialakukan adalah bolos sekolah, terlambat, nongkrong tanpa tujuan sepulang sekolah dan rnerokok. Beberapa siswa rnengatakan lebih suka kumpul dan bercerita atau curhat tentailg masalah seputar rernaja kepada ternan mereka, karena rnerasa lebih nyarnan dan ternan dianggap lebih bisa rnenjaga rahasia. Menurut siswa bahwa peraturan disekolah ini cukup tegas, selalu ada sanksi yang diberikan pada siswa jika rnereka rnelanggar. Peraturan-peraturan atau tata tertib yang harus rnereka patuhi telah disosialisasikan saat rnereka pertarna rnasuk sekolah. Peraturan tersebut diternpel dirnasing-rnasing ruang kelas. Menurut siswa ada ternan rnereka yang merniliki kebiasan rnerokok, dan pernah rnencoba rnmuman beralkohol, tapi hal tersebut dilakukan diluar sekolah.

Hasil pengkajian dengan rnenggunakan angket yang dilakukan di SMK TB Depok menunjukan bahwa dalarn 3 bulan terakhir 29,6% siswa rnerniliki kebiasan nongkrong tanpa tujuan, 15,6% siswa rnengalami rasa tidak percaya diri, 21,3% Siswa rnerasa stress, 24,9% siswa sering pulang larut rnalam, 26,9% siswa merniliki rnasalah sikap emosional yang berlebihan, 16,6% siswa pernah berbohong, 11% siswa rnengurung diri dirumah, 55,8% siswa mengalarni perubahan pola tidur dan 33,9% siswa rnengalarni penurunan prestasi belajar disekolah. Selain itu didapatkan data 17 orang siswa atau 5,6% siswa rnerniliki ternan yang menggunakan narkoba, 1,3% siswa memiliki anggota keluarga yang menggunakan Narkoba14,3% siswa menjawab pernah melihat orang lain menggunakan narkoba dilingkungan tempat tinggalnya.

Berdasarkan hasil tes urine yang dilakukan terhadap 50 orang siswa yang dilakukan oleh residen, beket:ia sama dengan Badan Narkotika Kota

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

94

Depok.

Hasil

pemeriksaan

tidak

ditemukan

s1swa

yang

positif

menggunakan narkoba, namun diperlukan pembinaan berkelanjutan dalam upaya pencegaban penyalabgunaan narkoba oleh siswa. Sedangkan be.rdasarkan data basil pengkajian pre test diperoleb data rata-rata nilai pengetahuan siswa tentang narkoba adalab 17,01 sikap 34,21 dan perilaku 34,57.

Kurangnya dukungan keluarga dalam pencegahan risiko penyalahgunaan narkoba pada remaja

-

--.

Gangguan proses belajar mengaJar siswa SMKTB

Ketidak efektifan perilaku pencegahan risiko penyalahgunaan narkoba pada siswa SMK TB

Kurangnya dukungan sekolah dalam pencegahan risiko penyalahgunaan narkoba Pengaruh negatif ternan sebaya

Risiko perilaku penyalahgunaan narkoba pada ----+ siswa SMK TB

1-

~

Ketidak efektifan koping remaja terhadap risiko penyalahgunaan narkoba pada siswa SMK TB

Gambar 4.2 WOC Asuban Keperawatan Komunitas Pencegahan Risiko Penyalabgunaan Narkoba

4.2.3

Masalah Keperawatan Komunitas Berdasarkan pobon masalab asuban keperawatan komunitas dari basil pengkajian dirumuskan masalab keperawatan komunitas. Berikut ini adalah diagnosa keperawatan komunitas yang telah dibuat prioritas berdasarkan 6 komponen (Stanhope & Lancaster, 2004), meliputi: 1.

Ketidakefektifan perilaku pencegaban risiko penyalabgunaan narkoba pada siswa di SMK TB.

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

95

2.

Risiko perilaku penyalahgunaan narkoba pada siswa SMK TB.

3.

Ketidakefektifan koping remaja terhadap risiko penyalahgunaan narkoba pada siswa di SMK TB.

4.2.4

Rencana Asuhan Keperawatan Komunitas Diagnosa Keperawatan Pertama: Ketidakefektifan perilaku pencegahan

risiko penyalahgunaan narkoba pada siswa di SMK TB. Tujuan Umum: Setelah dilakukan intervensi keperawatan se1ama 6 bulan perilaku pencegahan risiko penyalahgunaan narkoba pada siswa di SMK TB rnenjadi efektif.

Tujuan Khusus: Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 6 bula

diharapkan: 1) Terdapat peningkatan pengetahuan siswa tentang kesehatan jiwa dan keperibadian rernaja; 2) Siswa rnarnpu rnelakukan latihan rnengukur derajat kesehatan jiwa; 3) Terdapat peningkatan pengetahuan siswa tentang penilaian diri yang positif; 4) Siswa rnarnpu rnelakukan latihan keterarnpilan rnernbangun penilaian diri rernaja; 5) Terdapat peningkatan pengetahuan siswa tentang rnengelola stres pada rernaja; 6) Siswa rnarnpu rnelakukan keterarnpilan tentang rnengukur ketahanan terhadap stress dan cara rnengelola stress; 7) Terdapat peningkatan pengetahuan siswa tentang tanggung jawab remaja; 8) Siswa rnarnpu rnelakukan

latihan

rneningkatkan

rnenilai

tanggung jawab

tanggung jawab

rernaja;

9)

rernaja Terdapat

dan

latihan

peningkatan

pengetahuan siswa tentang rneningkatkan kepercayaan diri rernaja; I 0) Siswa rnarnpu rnelakukan 1atihan keterarnpilan menolak secara asertif ajakan negatif ternan sebaya.

Rencana Intervensi Keperawatan: 1) Pendidikan kesehatan tentang

kesehatan jiwa dan kepribadian rernaja; 2) Berikan latihan keterarnpilan rnengukur derajat kesehatan jiwa rernaja; 3) Pendidikan kesehatan tentang penilaian diri yang positif; 4) Lakukan latihan keterarnpilan rnernbangun

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

96

penilaian diri rema.Ja: 5) Pendiclikan kesehatan tentang mengelola stres pada remaja; 6) Lakukan latihan keterampilan tentang mengukur ketahanan terhadap stress dan cara mengelola stress; 7) Pendidikan kesehatan tentang tanggung jawab remaja; 8) Lakukan latihan menilai tanggung jawab remaja dan latihan meningkatkan tanggung jawab remaja; 9) Pendidikan kesehatan tentang meningkatkan kepercayaan diri remaja; 10) Lakukan latihan keterampilan menolak secara asertif ajakan negatif ternan sebaya.

Pembenaran: Perilaku pencegahan penyalahgunaan narkoba pada remaja

dapat dicegah dengan pengendalian risiko yang tepat. Upaya pencegahan khususnya bagi remaja dapat dilakukan dengan merubah perilaku remaja, mengembangkan aktifitas alternatif yang diminati oleh remaja dan bimbingan dalam

antisipasi

masalah (Allender &

Spradley,2005;

Stanhope, 2004; Steinberg, 2002).

Selain itu terdapat beberapa upaya pengendalian yang dapat dilakukan dalam rangka mencegah risiko penyalahgunaan narkoba pada remaja diantaranya: 1) kesehatan mental yang positif termasuk didalamnya kemampuan mengurangi kecemasan atau stres dan perilaku asertif dalam menolak

ajakan

atau

tekanan

dari

kelompok

sebaya

untuk

menyalahgunakan narkoba; 2) prestasi akademik, meliputi motivasi belajar dan prestasi remaja; 3) keluarga, melalui pola komunikasi yang efektif; 4) kegiatan remaja yang positif; termasuk kemampuan memanfaatkan waktu luang serta keikutsertaan dalam kegiatan yang positif (Steinberg, 2002; Tarwoto, 2010).

Pelaksanaan: Pendidikan tentang kesehatan jiwa dan kepribadian remaja,

dan latil-_an keterampilan mengukur derajat kesehatan jiwa remaja. Kegiatan ini dilaksanakan oleh guru sebagai kader kesehatan yang telah dilatih. Kegiatan dilaksanakan dikelas X Tehnik Komputer dan Jaringan I

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

97

(X TKJ I) pad a tanggal 1 April 2014. kegiatan ini diikuti oleh 42 orang siswa. Kelas X Multi Media 3 (X MM 3) pada tanggal 3 April 2014, kegiatan diikuti oleh 39 siswa, dan kelas X Rekayasa Perangkat Lunak (X RPL) pada tanggal 2 April 2014, kegiatan diikuti oleh 41 siswa. Kegiatan pada masing-masing kelas dilakukan sebanyak 1 kali pertemuan, dengan waktu pertemuan selama 60 menit. Metode pembelajaran menggunkan tehnik, diskusi, tanya jawab, role play, dan latihan.

Kegiatan pendidikan kesehatan tentang menilai diri dan mengelola stres pada remaja dan latihan keterampilan membangun penilaian diri remaja, latihan keterampilan mengukur ketahanan terhadap stress dan latihan cara mengelola stres. Kegiatan ini dilaksanakan oleh guru sebagai kader kesehatan. Kegiatan dilaksanakan dikelas X TKJ I pada tanggal 2 dan 8 April 2014, kegiatan ini diikuti oleh 42 orang siswa. Kelas X MM 3 dilaksanakan pada tanggal, 4 dan 10 April 2014, kegiatan diikuti oleh 39 siswa, dan kelas X RPL dilaksanakan pada tanggal tanggal 7 dan 9 April 2014, kegiatan diikuti oleh 41 siswa. Kegiatan pada masing-masing kelas dilakukan sebanyak dua kali pertemuan, dengan waktu pertemuan selama 60 menit. Metode pembelajaran menggunkan tehnik, diskusi, tanya jawab, role play, dan latihan.

Pendidikan kesehatan tentang meningkatkan tanggung jawab dan kepercayaan diri remaja dan latihan menilai tanggung jawab remaja, latihan meningkatkan tanggung jawab remaja dan latihan keterampilan menolak secara asertif ajakan negatif ternan sebaya. Kegiatan ini dilaksanakan oleh guru sebagai kader kesehatan yang telah dilatih. Kegiatan dilaksanakan dike las X TKJ I pada tanggal 16 dan 22 April 2014, diikuti oleh 42 siswa. Kelas X MM 3 dilaksanakan pada tanggal 18 dan 24 April 2014, kegiatan diikuti oleh 39 siswa, dan kelas X RPL dilaksanakan pada tanggal 21 dan 23 April 2014, diikuti oleh 41 siswa. Kegiatan pada masing-masing kelas dilakukan sebanyak dua kali pertemuan, dengan

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

98

waktu pertemuan selama 60 menit. Metode pembelajaran menggunkan tehnik, diskusi, tanyajawab, role play, dan latihan.

Hasil Evaluasi: Terlaksananya kegiatan pendidikan kesehatan tenta11g kesehatan jiwa dan kepribadian remaja, dan latihan keterampilan mengukur derajat kesehatan jiwa remaja. Kegiatan ini diikuti oleh 120 orang siswa yang terdiri dari siwa kelas X TKJl 42 orang, siswa kelas X MM3 sebanyak 39 orang, dan kelas X RPL sebanyak 41 orang.

Hasil pendidikan kesehatan menunjukan adanya peningkatan pengetahuan setelah dilakukan pelatihan dengan rata-rata nilai pretest 16,04 dan nilai rata-rata postest 18, 14. Selisih atau perbedaan rata -rata nilai nilai pretest dengan

nilai pastest

sebesar 2,1,

sehingga terdapat

peningkatan

pengetahuan sebesar 10.5%. Hal tersebut dibuktikan dari hasil uji signifikasi melalui Uji Wilcoxon didapatkanp-va/ue 2-tailed sebesar 0,000 dengan a = 0,05. siswa yang ikut dalam kegiatan ini terlihat antusias mengikuti kegiatan dari awal sampai akhir. Siswa juga sangat antusias dalam melakukan latihan cara mengukur kesehatan jiwa pada remaja dengan menggunakan format yang tersedia dalam modul.

Pendidikan kesehatan tentang menilai diri dan mengelola stres pada remaja, dan latihan keterampilan membangun penilaian diri remaja, latihan keterampilan mengukur ketahanan terhadap stress dan latihan cara mengelola stres. Kegiatan ini diikuti oleh 120 orang siswa yang terdiri dari siwa kelas X TKJl 42 orang, siswa kelas X MM3 sebanyak 39 orang, dan kelas X RPL sebanyak 41 orang. Pedidkan kesehatan ini dilakukan oleh kader kesehatan atau guru yang telah dilatih untuk menyampaikan materi tersebut. Kegiatan ini dilaksanakan sebanyak 2 kali pertemuan, masingmasing pertemuan dilaksanakan selama 60 menit.

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

99

Hasil pendidikan kesehatan menunjukan adanya peningkatan pengetahuan setelah dilakukan pelatihan dengan rata-rata nilai pretest 16,81 dan nilai rata-rata postest 17,93. Selisih atau perbedaan rata -rata nilai nilai pretest nilai postest

dengan

sebesar

1,2,

sehingga terdapat peningkatan

pengetahuan sebesar 5,6%. Hal tersebut dibuktikan dari hasil uji signifikasi melalui Uji Wilcoxon didapatkanp-value 2-tailed sebesar 0.000 dengan a = 0,05. siswa yang ikut dalam kegiatan ini terlihat antusias mengikuti kegiatan dari awal sampai akhir. Siswa juga sangat antusias dalam melakukan latihan keterampilan membangun penilaian diri remaja, latihan keterampilan mengukur ketahanan terhadap stress dan latihan cara mengelola stres.

Kegiatan pendidikan kesehatan tentang meningkatkan tanggung j awab dan kepercayaan diri remaja, latihan menilai tanggung jawab remaja, latihan meningkatkan tanggung jawab remaja dan latihan keterampilan menolak secara asertif ajakan negatif ternan sebaya. Kegiatan ini diikuti oleh 120 orang siswa yang terdiri dari siwa kelas X TKJl 42 orang, siswa kelas X MM3 sebanyak 39 orang, dan kelas X RPL sebanyak 41 orang. Pedidkan kesehatan ini dilakukan oleh kader kesehatan atau guru yang telah dilatih untuk menyampaikan materi tersebut. Kegiatan ini dilaksanakan sebanyak 2 kali pertemuan, masing-masing pertemuan dilaksanakan selama 60 menit.

Hasil pendidikan kesehatan menunjukan adanya peningkatan pengetahuan setelah dilakukan pelatihan dengan rata-rata nilai pretest 16,52 dan nilai rata-rata postest 18,69. Selisih atau perbedaan rata -rata nilai nilai pretest dengan nilai postest sebesar 2,17,

sehingga terdapat peningkatan

pengetahuan sebesar 10,85%. Hal terse but dibuktikan dari hasil uji signifikasi melalui Uji Wilcoxon didapatkanp-l'.Jlue 2-tailed sebesar 0,000 dengan a

=

0,05. siswa yang ikut dalam kegiatan ini terlihat antusias

mengikuti kegiatan dari awal sampai akhir. Siswa juga sangat antusias

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

100

dalam melakukan latihan menilai tanggung jawab rema.Ja. latihan meningkatkan tanggung jawab remaja dan melakukan demonstrasi cara menolak secm·a ase11if ajakan negatif teman sebaya.

Hasil evaluasi akhir yang dilakukan terhadap 274 orang siswa tentang upaya pencegahan risiko penyalahgunaan narkoba pacta remaja di SMK TB, melalui strategi intervensi DARE menunjukan bahwa, terjadi peningkatan pengetahuan yang signifikan setelah dilakukan intervensi dengan rata-rata nilai pretest 17,01 dan nilai rata-rata postest 19,09. Selisih atau perbedaan rata -rata nilai nilai pretest dengan nilai postest sebesar 2,08, sehingga terdapat peningkatan pengetahuan sebesar 10,4%. Hal tersebut dibuktikan dari hasil uji signifikasi melalui Uji Wilcoxon didapatkanp-va/ue 2-tailed sebesar 0,000 dengan a= 0,05.

Selain itu terjadi peningkatan sikap yang signifikan setelah dilakukan intervensi dengan rata-rata nilai pretest 34,21 dan nilai rata-rata postest 37,28. Selisih atau perbedaan rata -rata nilai nilai pretest dengan nilai

postest sebesar 3,07, sehingga terdapat peningkatan pengetahuan sebesar 7,6%. Hal tersebut dibuktikan dari hasil uji signifikasi melalui Uji Wilcoxon didapatkan p-value 2-tailed sebesar 0,000 dengan a = 0,05. Terjadi peningkatan perilaku yang signifikan setelah dilakukan intervensi dengan rata-rata nilai pretest 34,56 dan nilai rata-rata postest 36,21. Selisih atau perbedaan rata -rata nilai nilai pretest dengan nilai postest sebesar 1,65, sehingga terdapat peningkatan pengetahuan sebesar 4,25%. Hal tersebut dibuktikan dari hasil uji signifikasi melalui Uji Wilcoxon didapatkanp-value 2-tailed sebesar 0,000 dengan a= 0,05.

Rencana Tindak Lanjut: Upaya yang akan dilakukan adalah melakukan pendidikan kpsehatan terhadap siswa kelas XI dan XII, kegiatan ini akan dilaksanakan pada semester ganjil dimana aktifitas pembelaajaran siswa

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

101

masih banyak di dalam lingkungan sekolah atau tidak sedang dalam kegiatan praktik lapangan dan persiapan menghadapi ujian nasional.

Diagnosa Keperawatan Kedua: Risiko perilaku penyalahgunaan narkoba

pada siswa SMK TB. Tujuan Umum: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 6 bulan penyalahgunaan narkoba pada siswa SMK TB tidak terjadi

Tujuan Khusus: 1) Terjadi peningkatan pengetahuan dan keterampin

siswa dalam pencegahan risiko penyalahgunaan narkoba; 2) Terlaksananya kegiatan kampanye bahaya narkoba; 3) Terlaksanya deteksi dini risko penyalahgunaan narkoba pada siswa; 4) Terlaksananya Iomba pembuatan media penyuluhan kesehatan; 5) Siswa mampu melakukan latihan tehnik asertif menolak ajakan negatif ternan sebaya.

Rencana Tindakan Keperawatan: 1) Pendidikan kesehatan langsung

tentang narkoba dan pengaruhnya pada tubuh; 2) Kampanye bahaya narkoba melalui poster, penyebaran leaflet, dan movie maker; 3) Deteksi dini resiko penyalahgunaan narkoba; 4) Lomba membuat movie maker tentang bahaya narkoba; 5) Latihan asertip menolak tekanan negatif dari ternan sebaya

Pembenaran: Upaya pencegahan primer untuk masalah penyalahgunaan

NAPZA dilakukan dengan dua pendekatan yaitu: promosi gaya hidup sehat dan peningkatan ketahanan serta pendidikan tentang NAPZA. Perawat idealnya harus siap untuk melakukan upaya promosi kesehatan seperti mempromosikan dan memfasilitasi altematif perilaku hidup sehat, serta pendidikan tentang NAPZA untuk mengurangi bahaya dari penggunaan narkoba yang tidak bertanggung jawab atau tidak aman (Stanhope & Lancaster, 2004).

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

102

Pelaksanaan: Pendidikan kesehatan tentang bahaya narkoba. Kegiatan ini

dilaksanakan oleh residen bersama kader kesehatan dan peer educator "PENA''. Kegiatan dilaksanakan dikelas X TKJ I pada tanggal 10 dan 15 April 2014, diikuti oleh 42 siswa. Kelas X MM 3 dilaksanakan pada tanggal 11 dan 17 April 2014, kegiatan diikuti oleh 39 siswa, dan kelas X RPL dilaksanakan pada tanggal 14 dan 16 April 2014, diikuti oleh 41 siswa. Kegiatan pada masing-masing kelas dilakukan sebanyak dua kali pertemuan,

dengan waktu pertemuan

selama 60 menit.

Metode

pembelajaran menggunkan tehnik, diskusi, tanya jawab, role play, dan latihan.

Melakukan

kampanye

bahaya

narkoba

yang

dilakukan

dengan

pemasangan poster sebanyak 20 buah, poster dipasang disetiap ruang belajar, ruang BK dan ruang UKS. Poster yang dipasang merupakan poster dari BNN Kota Depok. Pemasangan poster ditiap-tiap kelas melibatkan peer educator "PENA''.

Melakukan deteksi dini risko penyalahgunaan narkoba yang dilakukan terhadap 120 orang siswa. Kegiatan dilaksanakan pada tanggal 3 Mei 2014. Deteksi dini dilakukan dengan menggunakan format yang telah dibuat. Kegiatan ini melibatkan kader kesehatan dan peer educator "PENA".

Melakukan Iomba pembuatan media penyuluhan kesehatan dalam bentuk pembuatan movie maker. Kegiatan ini dilaksanakan pada tanggal 1-5 Mei 2014. Kegiatan ini diikuti oleh perwakilan 3 kelas. Masing-masing kelas diwakili satu kelompok yang terdiri dati 5-6 siswa. Matei yang dilombakan adalah bahaya narkoba pada tubuh. lsi materi dalam movie maker ditentukan oleh residen, sedangkan kreativitas dari movie maker diserahkan kepada masing-masing peserta.

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

103

Hasil Evaluasi: Terlaksananya kegiatan pendidikan kesehatan tentang

meningkatkan bahaya narkoba bagi remaja. Kegiatan ini diikuti oleh 124 orang siswa yang terdiri dari siwa kelas X TKJ 1 42 orang, siswa kelas X MM3 sebanyak 39 orang, dan kelas X RPL sebanyak 41 orang. Pedidkan kesehatan ini dilakukan oleh residen. Kegiatan ini dilaksanakan sebanyak 2 kali pertemuan, masing-masing pertemuan dilaksanakan selama 60 menit.

Hasil pendidikan kesehatan menunjukan adanya peningkatan pengetahuan setelah dilakukan pelatihan dengan rata-rata nilai pretest 15,60 dan nilai rata-rata postest 18,17. Selisih atau perbedaan rata -rata nilai nilai pretest dengan nilai postest sebesar 2,5 7, sehingga terdapat peningkatan pengetahuan sebesar 12,85%. Hal tersebut dibuktikan dari hasil uji signifikasi melalui Uji Wilcoxon didapatkanp-va/ue 2-tailed sebesar 0,000 dengan a = 0,05. siswa yang ikut dalam kegiatan ini terlihat antusias mengikuti kegiatan dari awal sampai akhir. Siswa juga sangat antusias dalam melakukan latihan deteksi dini risiko penyalahgunaan narkoba.

Terlaksananya kegiatan kampanye bahaya narkoba, kegiatan dilakukan dengan pemasangan poster sebanyak 20 buah, poster dipasang disetiap ruang belajar, ruang BK dan ruang UKS. Kegiatan ini melibatkan peer educator "PENA'' dalam melakukan pemasangan poster di tiap-tiap ruang

kelas. Siswa yang terlibat sangat antusias mengajak ternan merekauntuk tidak menggunakan narkoba. Terlaksanaya kegiatan deteksi dini bahaya narkoba terhadap 124 orang siswa, kegiatan ini melibatkan kader kesehatan dan peer educator "PENA''. Hasil deteksi menunjukan 72% siswa tidak beresiko, 24 beresiko ringan, dan 4% beresiko sedang. Siswa yang berisiko sedang dilakukan conselling oleh guru BK.

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

104

Rencana Tindak Lanjut: Rencana tindak lanjut yang akan dilakukan

adalah melakukan pendidikan kesehatan tentang bahaya terhadap siswa kelas XI dan XII, kegiatan ini akan dilaksanakan pad a semester ganj il dimana aktifitas pembelaajaran siswa masih banyak di dalam lingkungan sekolah atau tidak sedang dalam kegiatan praktik lapangan dan persiapan menghadapi ujian nasional. Diperlukan kerjasama dengan puskesmas, maupun

BNN

Kota depok

untuk

melakukan

pembinaan

secara

berkelanjutan.

4.3 Asuhan Keperawatan Keluarga

Proses asuhan keperawatan terhadap keluarga binaan dilakukan berdasarkan model Family Centred Nursing, asuhan keperawatan keluarga dilakukan terhadap 10 keluarga binaan yang memiliki anak remaja yang berisiko menyalahgunakan narkoba, asuhan keperawatan ini dilakukan kedalam 2 tahap. Asuhan keperawatan keluarga tahap pertama dilakukan pada bulan Oktober 2013 sampai dengan bulai Januari 2014. Pada tahap ini dilakukan pembinaan terhadap 5 keluarga. Tahap kedua dilakukan pada bulan Februari sampai dengan bulan Mei 2014, dan pada tahap ini juga dilakukan pembinaan terhadap 5 keluarga.

Keluarga yang dibina adalah mereka yang mempunyai anak remaja yang masih aktif sebagai pelajar SMK TB di Kota. Informasi awal mengenai keluarga binaan ini diperoleh dari guru BK disekolah, informasi ini kemudian ditindaklanjuti untuk dilakukan kunjungan rumah dalam rangka melakukan asuhan keperawatan. Berikut ini akan dipaparkan hasil asuhan keperawatan yang dilakukan terhadap keluarga Bapak U yang merupakan salah satu keluarga binaan.

4.3.1

Analisa Situas;

Pengkajian terhadap keluarga Bapak U dilakukan pada hari Kamis tanggal 13 Februari 2014. Berdasarkan basil pengkajian yang dilakukan terhadap

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

103

Hasil Evaluasi: Terlaksananya kegiatan pendidikan kesehatan tentang

meningkatkan bahaya narkoba bagi remaja. Kegiatan ini diikuti oleh 124 orang siswa yang terdiri dari siwa kelas X TKJl 42 orang, siswa kelas X MM3 sebanyak 39 orang, dan kelas X RPL sebanyak 41 orang. Pedidkan kesehatan ini dilakukan oleh residen. Kegiatan ini dilaksanakan sebanyak 2 kali pertemuan, masing-masing pertemuan dilaksanakan selama 60 menit.

Basil pendidikan kesehatan menunjukan adanya peningkatan pengetahuan setelah dilakukan pelatihan dengan rata-rata nilai pretest 15,60 dan nilai rata-rata post est 18,17. Selisih atau perbedaan rata -rata nilai nilai pretest dengan nilai postest sebesar 2,57, sehingga terdapat peningkatan pengetahuan sebesar 12,85%. Hal tersebut dibuktikan dari basil uji signifikasi melalui Uji Wilcoxon didapatkan p-value 2-tailed sebesar 0,000 dengan a = 0,05. siswa yang ikut dalam kegiatan ini terlihat antusias mengikuti kegiatan dari awal sampai akhir. Siswa juga sangat antusias dalam melakukan latihan deteksi dini risiko penyalahgunaan narkoba.

Terlaksananya kegiatan kampanye bahaya narkoba, kegiatan dilakukan dengan pemasangan poster sebanyak 20 buah, poster dipasang disetiap ruang belajar, ruang BK dan ruang UKS. Kegiatan ini melibatkan peer educator "PENA'' dalam melakukan pemasangan poster di tiap-tiap ruang

kelas. Siswa yang terlibat sangat antusias mengajak ternan merekauntuk tidak menggunakan narkoba. Terlaksanaya kegiatan deteksi dini bahaya narkoba terhadap 124 orang siswa, kegiatan ini melibatkan kader kesehatan dan peer educator "PENA". Basil deteksi menunjukan 72% siswa tidak beresiko, 24 beresiko ringan, dan 4% beresiko sedang. Siswa yang berisiko sedang dilakukan conselling oleh guru BK.

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

104

Rencana Tindak Lanjut: Rencana tindak lanjut yang akan dilakukan

adalah melakukan pendidikan kesehatan tentang bahaya terhadap siswa kelas XI dan XII, kegiatan ini akan dilaksanakan pada semester ganjil dimana aktifitas pembelaajaran siswa masih banyak di dalam lingkungan sekolah atau tidak sedang dalam kegiatan praktik lapangan dan persiapan menghadapi ujian nasional. Diperlukan kerjasama dengan puskesmas, maupun

BNN

Kota depok

untuk

melakukan pembinaan secara

berkelanjutan.

4.3 Asuhan Keperawatan Keluarga

Proses asuhan keperawatan terhadap keluarga binaan dilakukan berdasarkan model Family Centred Nursing, asuhan keperawatan keluarga dilakukan terhadap 10 keluarga binaan yang memiliki anak remaja yang berisiko menyalahgunakan narkoba, asuhan keperawatan ini dilakukan kedalam 2 tahap. Asuhan keperawatan keluarga tahap pertama dilakukan pada bulan Oktober 2013 sampai dengan bulai Januari 2014. Pada tahap ini dilakukan pembinaan terhadap 5 keluarga. Tahap kedua dilakukan pada bulan Februari sampai dengan bulan Mei 2014, dan pada tahap ini juga dilakukan pembinaan terhadap 5 keluarga.

Keluarga yang dibina adalah mereka yang mempunyai anak remaja yang masih aktif sebagai pelajar SMK TB di Kota. Informasi awal mengenai keluarga binaan ini diperoleh dari guru BK disekolah, informasi ini kemudian ditindaklanjuti untuk dilakukan kunjungan rumah dalam rangka melakukan asuhan keperawatan. Berikut ini akan dipaparkan hasil asuhan keperawatan yang dilakukan terhadap keluarga Bapak U yang merupakan salah satu keluarga binaan.

4.3.1

Analisa Situasi

Pengkajian terhadap keluarga Bapak U dilakukan pada hari Kamis tanggal 13 Februari 2014. Berdasarkan hasil pengkajian yang dilakukan terhadap

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

105

keluarga diperoleh data Bapak U (61 tahun), memiliki 5 orang anak, anak pertama dan kedua An. B dan An. R sudah menikah dan sudah tidak tinggal dalam satu rumah. Saat ini Bp. U tinggal bersama istrinya Ibu A (54 tahun), serta 3 orang anaknya yaitu An. K (25 tahun), An. S (23 tahun) dan An. I (18 tahun). Keluarga Bp.U merupakan bentuk keluarga inti dimana mereka tinggal bersama dalam satu rumah.milik sendiri. Bp. U dan Ibu A berasal dari betawi, bahasa yang digunakan sehari-hari adalah bahasa Indonesia. Keluarga tidak memiliki kebiasaan budaya yang bertentangan dengan kesehatan.

Keluarga Bp. U beragama islam, kegiatan yang rutin dilakukan oleh keluarga adalah sholat lima waktu, Ibu A rutin mengikuti kegiatan pengajian di mushola setiap hari selasa dan jum'at, sedangkan Bp. U tidak pernah mengikuti kegiatan rutin pengajian. Ibu A mengatakan An. I jarang melakukan sholat lima waktu apalagi ikut kegiatan pengajian. Seberapa aktif keluarga terlibat dalam kegiatan keagamaan, keyakinan beragama sering mepengaruhi konsepsi keluarga tentang sehat-sakit dan bagaimana anggota keluarga yang sakit ditangani, peran ritual, nilai dan koping keluarga dipengaruhi oleh orientasi kegamaan keluarga (Friedman, Bowden & Jones, 2003).

Saat ini Bp. U sudah tidak bekerja, sumber penghasilan utama keluarga mengandalkan 2 buah kontrakan yang disewakan kepada orang lain dengan tarif sewa sebesar Rp. 700.000. Untuk kehidupan sehari-hari kebutuhan keluarga Bp. U dibantu oleh Ibu A yang bekerja sebagai kuli cuci baju atau memasak, selain itu dibantu oleh An. K dan An.S yang sudah bekerja, sedangkan An.I saat ini sekolah di SMK TB Taruna Bhakti kelas 3. Individu belajar peran untuk berubah (mitra peran mereka) sementara memanikan peran mereka sendiri, ia mampu memainkan peran yang berubah saat orang lain dalam situasi tersebut memainkan peran yang biasa ia mainkan (Turner, 1970 dalam Friedman, Bowden & Jones, 2003).

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

106

Keluarga Bp. U tidak memiliki jadwal rutin untuk rekreasi, keluarga lebih banyak mendapatkan hiburan dari menonton siaran televisi. An. I biasanya lebih banyak mencari hiburan dengan bermain futsal bersama temantemannya.

An. I termasuk kedalam fase middle adolescence dimana An. I memiliki rentang usia 15 hingga 18 tahun (Monks, 1999, dalam Siregar, 2006). Tugas perkembangan keluarga yang belum terpenuhi adalah: pertama Menyeimbangkan kebebasan yang bertanggung jawab ketika remaja menjadi dewasa dan mandiri. Bp. U selaku kepala keluarga memberikan kebebasan kepada An. I untuk bermain keluar rumah asalkan tidak meninggalkan tugas belajar. An.I sering menghabiskan waktu luang dengan nongkrong bersama teman-temannya tanpa tujuan yang kurang jelas. Menurut Ibu A setiap hari anaknya susah bangun pagi dan tidak ada yang berani membangunkan, karena jika sedang tidur dibangunkan An. I selalu marah.

Kedua berkomunikasi terbuka antar orang tua dengan anak. Menurut Bpk

U kalau dirinya jarang berbicara dengan An. I karena menurutnya cara beliau mengajarkan anaknya dengan diam, terkadang Bpk. U suka menasehati sesekali, namun menurut bapak U An. I termasuk orang yang keras dan mudah marah. Tugas orang tua pada tahap ini belajar menerima penolakan tanpa meninggalkan anak, orang tua harus secara progresif mengubah hubungan dengan anak remaja mereka yaitu dari hubungan sebelumnya yang bergantung menjadi hubungan yang mandiri (Friedman, Bowden & Jones, 2003).

An. I sering tidak langsung pulang kerumah saat pulang sekolah biasanya dia menghabiskan waktu untuk nongkrong dulu dengan temannya di warung dekat sekolah. Menurut An. I dirinya lebih nyaman bercerita mengenai masalahnya dengan temannya, karena menganggap temannya

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

107

lebih mengerti akan masalahnya dan tidak memarahinya seperti orang tuanya. Anak I mengatakan bahwa dirumah dirinya lebih sering berkomunikasi dengan ibunya karena Bp. U jarang berbicara dengan dirinya.

Menurut An. I biasanya dia bermain dengan teman-temannya dari sekolah lain. Menurut An. I tema:n-temannya ada yang sering menggunakan ganja atau lexotan. An. I sudah merokok sejak kelas 2 SMP saat itu karena ditawari oleh temannya. Menurut An. I dia sering ditawari oleh temannya untuk menggunakan ganja tapi ditolaknya, An. I hanya pernah mencoba minuman beralkohol. Menurut Bp. U dirinya sudah tahu kalau An. I merokok tapi beliau tidak melarangnya asalkan jangan menggunakan narkoba. Selama ini Bp. U tidak tahu kalau An. I memiliki teman yang menggunakan narkoba. Bahaya yang dapat dialami oleh remaja pada tahap ini adalah kebingungan identitas atau peran. Dimana remaja akan menjadi lebih aktif dalam mengaktualisasikan diri meskipun melalui cara-cara yang negatif, selain itu remaja harus mampu menyesuaikan diri dengan pengaruh teman sebaya, perubahan dalam perilaku sosial dan nilai-nilai baru yang ada dimasyarakat (Potter & Perry, 2003).

Menurut Ibu A dirinya sering dipanggil oleh sekolah karena An. I sering berurusan dengan tata tertib sekolah, anaknya sering tidak masuk atau kadang ada beberapa mata pelajaran yang belum lulus. Bpk. U dan Ibu A merasa kebingungan untuk mengatur An. I, karena anaknya tersebut malas belajar, sering bermain dan nongkrong bersama teman-temannya tanpa tujuan yang jelas, sehingga mereka merasa khawatir anakanya tidak akan lulus ujian nasional. Ibu A mengatakan An. I cenderung pemarah atau gampang emosi dan sering membantah jika diberikan nasihat. Ibu A mengatakan dirinya tidak pernah menerima laporan +ertulis hasil belajar An. I setiap semestemya karena An. I tidak pernah memberikan hasil belajamya.

Sebagai

kepala

keluarga

Bp.

U

harus

lebih

dapat

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

108

memperhatikan. menjaga dan mengarahkan anggota keluarganya sehingga dapa berfungsi optimal (Friedman. Bowden, & Jones, 2003).

Ibu A mengatakan tidak tau bagaimana cara memotivasi anaknya supaya mau belajar serius, keluarga tidak tau bagaimana cara mengajarkan anaknya untuk mau belajar. Bp. A sudah melarang An. I untuk banyak belajar dan jangan terlau sering bergadang, tetapi An. I masih belum banyak berubah. Pengetahuan merupakan hasil dari tahu (Bloom, 1956). Jika seorang menyatakan tidak tahu berarti dapat dikatakan individu tersebut mempunyai pengetahuan yang kurang.

Hasil pengkajian dianalisis dengan pendekatan web of causation, sehingga penulis dapat merumuskan diagnosis keperawatan keluarga sesuai dengan masalah yang ditemukan. Berikut adalah gambaran web of causation keluarga Bp. U: Risiko penyimpangan perilaku: Penyalahgunaan narkoba pada remaja

t Penurunan koping keluarga

Risiko penurunan prestasi belajar

t Pola asuh tidak efektif Pengaruh negatif ternan sebaya

t Komunikasi keluarga tidak efektif

Skema 4.3.1 Web ofCausation asuhan keperawatan keluarga

4.3.2

Masalah Keper:twatan Keluarga Berdasarkan web of causation diatas, diagnosa keperawatan yang ditemukan pada keluarga Bp. U adalah: 1) Risiko penyimpangan perilaku:

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

109

penyalahgunaan narkoba pada rema.Ja: 2) Risiko penurunan prestasi belajar; 3) Penurunan koping keluarga; 4) Pola asuh tidak efektif; dan 5) Komunikasi keluarga tidak efektif(Nanda, 2012).

Berdasarkan penentuan prioritas masalah dengan tehnik scoring mencakup empat kriteria, yakni: sifat masalah, kemungkinan masalah untuk diubah, potensial masalah dapat dicegah, dan menonjolnya masalah (Maglaya, et, al, 2009). Berdasarkan penentuan prioritas masalah didapatkan 2 masalah keperawatan yang akan dilakukan intervensi yaitu: L Risiko penyimpangan perilaku: penyalahgunaan narkoba pada remaja 2. Risiko penurunan prestasi belajar

4.3.3

Rencana Asuhan Keperawatan Keluarga Diagnosa Keperawatan Pertama: Risiko penyimpangan perilaku:

penyalahgunaan narkoba pada remaja Tujuan Umum: Setelah dilakukan asuhan keperawatan keluarga selama 7 minggu pada keluarga Bp. U, penyimpangan perilaku penyimpangan perilaku penyalahgunaan narkoba tidak terjadi.

Tujuan Khusus: 1) Keluarga mampu menyebutkan pengertian, lingkup

dan faktor resiko penyalahgunaan narkoba serta dapat mengidentifikasi anggota keluarga yang berisiko terjadinya masalah penyalahgunaan narkoba; 2) Keluarga mampu menyebutkan akibat lanjut dari masalah penyalahgunaan narkoba dan memutuskan untuk segera mengatasi masalah dalam anggota keluarganya; 3) Keluarga mampu melakukan perawatan di rumah dengan mengajarkan cara meningkatkan kepercayaan diri dalam mengatasi tekanan negatif ternan sebaya, terjadinya perubahan perilaku dengan menggunakan terapi perilaku, teknik asertif, manajemn stres dan konseling; 4) Keluarga mampu memodifikasi lingkungan rumah untuk menunjang perawatan dengan memberikan motivasi, meningkatkan komunikasi antar anggota keluarga; 5) Keluarga mampu memanfaatkan

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

110

fasilitas pelayanan kesehatan dalam rangka melakukan pencegahan risiko penyalahgunaan narkoba pada remaja dirumah

Rencana Intervensi Keperawatan: 1) Lakukan diskusi bersama keluarga

Bp. U untuk mengenali masalah risiko penyalahgunaan narkoba pada remaja; 2) Lakukan diskusi bersama keluarga tentang akibat lanjut dampaknya terhadap penyalahgunaan narkoba pada An. I; 3) Lakukan konseling pada keluarga dalam mengambil keputusan untuk merawat anggota keluarga yang berisiko; 4) Jelaskan mengenai perawatan dan pencegahan terjadinya masalah penyalahgunaan narkoba pada remaja; 5) Lakukan Terapi perilaku pada An. I; 6) Lakukan konseling pada anggota keluarga remaja (An. I) tentang cara menghindari perilaku berisiko penyalahgunaan narkoba pada An. I; 7) Ajarkan teknik komunikasi pada anak remaja dan cara asertif menolak ajakan negatif ternan sebaya, manajemen stres pada An. I; 8) Bantu keluarga memodifikasi lingkungan psikologis di keluarga yang kondusif

dan meningkatkan komunikasi

terbuka; 9) Anjurkan keluarga memanfaatkan fasilitas pelayanan yang ada di masyarakat, khususnya pelayanan konseling PKPR di Puskesmas setempat dan layanan konseling dengan guru BK di sekolah

Pembenaran: Rasa ingin tahu menyebabkan remaja melakukan berbagai

percobaan

atau

eksperimen.

Kesempatan untuk

ke

luar

rumah,

memungkinkan remaja menemukan hal-hal baru. Namun eksperimen selalu disertai dengan bahaya dan tanggung jawab. Apakah remaja memiliki identitas positif atau negatif, tergantung kepada keberhasilan eksperimennya serta rasa tanggung jawab dan nilai-nilai yang dianutnya. Di sini faktor pengendalian diri pada remaja sangat penting. Pengendalian diri adalah kemampuan remaja untuk menyesuaikan diri dengan norma atau aturan yang berlaku pada keluarga, sekolah, dan masyarakat. Orang tua, guru, dan orang dewasa lain hams dapat menjadi panutan bagi anak muda. Dengan panutan yang jelas, remaja mempunyai nilai-nilai yang

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

111

jelas sehingga tidak mudah terpengaruh hal-hal negatif dan berbahaya. dan dapat mengatasi berbagai kesulitan yang dihadapinya

Pengetahuan

sebagai

unsur

perilaku

merupakan

faktor

penting

berkontribusi pada terjadinya perubahan perilaku. Untuk itu, penambahan pengetahuan dapat dikatakan sebagai dasar perubahan perilaku tersebut. Bloom (1968) membagi perilaku menjadi tiga elemen yaitu pengetahuan, sikap, dan perilaku (psikomotor). Pendidikan kesehatan adalah salah satu bentuk intervensi untuk meningkatkan pengetahuan keluarga (Allender, Warner, & Rector, 2012).

Menurut Gladding (2002), konseling, coaching, dan family therapy merupakan pendekatan terapeutik yang dapat dilakukan oleh perawat terhadap keluarga untuk merubah perilaku anggota keluarga. Pemberian intervensi coaching asertif menolak ajakan negatif dapat memfasilitasi remaja untuk dapat belajar sebuah perilaku baru yang lebih positif sehingga memungkinkan remaja dapat lebih berperilaku positif, khususnya meningkatkan kemampuan remaja untuk mampu menolak dengan berkata tidak pada sesuatu tekanan dari ternan sebaya yang bersifat negatif

Pelaksanaan: TUK 1 dan 2: Intervensi dilakukan agar keluarga mampu

mengenal masalah dan mengambil keputusan untuk merawat anggota keluarga yang memiliki masalah kesehatan. Tindakan keperawatan yang dilakukan meliputi: 1) Melakukan diskusi bersama Bp. U, lbu A dan An. I untuk mengenali masalah risiko penyalahgunaan narkoba pada remaja; 2) Melakukan bimbingan kepada keluarga agar dapat mengidentifikasi anggota keluarganya yang berisiko risiko penyalahgunaan narkoba; 3) Memberikan pujian atas kemampuan keluarga berhasil mengidentifikasi anggota keluarga yang berisiko risiko penyalahguT'::tan narkoba; 4) Berdiskusi bersama keluarga tentang akibat lanjut yang dapat terjadi terhadap penyalahgunaan narkoba pada remaja; 5) Meminta keluarga

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

112

untuk menyatakan pendapatnya terkait akibat yang dapat te1jadi jika masalah risiko pada An. I tidak diatasi; 6) Memberi pujian pada keluarga atas kemampuan mengungkapkan pendapat; 7)

Melakuk~n

konseling pada

keluarga Bapak U dan Ibu A dalam mengambil keputusan untuk merawat anggota keluarga

yang berisiko;

8)

Memotiviasi

keluarga untuk

mengambil keputusan segera merawat An. I; 9) Memberikan pujian atas keputusan yang diambil keluarga.

TUK 3: Setelah keluarga mampu mencapai tujuan khusus 2 dilanjutkan dengan pencapaian tujuan khusus 3 yaitu kemampuan keluarga merawat anggotanya, intervensi keperawatan yang dilakukan yaitu: 10) Berdiskusi --

dengan keluarga tentang cara perawatan di rumah terkait masalah risiko

I· 11) Menjelaskan dengan ' menggunakan media lembar balik dan leaflet cara pencegahan terjadinya penyalahgunaan

narkoba

pada

An.

masalah risiko penyalahgunaan narkoba terutama pada An. I; 12) Memberikan kesempatan kepada keluarga untuk menyebutkan kembali penjelasan tentang cara merawat di rumah terkait masalah risiko penyalahgunaan narkoba; 13) Memberikan pujian atas kemampuan keluarga menyebutkan kernbali cara melakukan perawatan di rumah.

14) Melakukan terapi perilaku yaitu perjanjian kontrak perilaku yang disepakati (contracting contingency) bersama An. I; 15) Memberikan penjelasan mengenai terapi perilaku yang dilakukan serta manfaatnya; 16) memberikan motivasi terhadap An. I untuk menandatangani kontrak perilaku yang telah disepakati; 17) Memberikan pujian pada An. I atas keputusan untuk mengubah perilaku negatif melalui perjanjian kontrak perilaku; 18) Mengajarkan dan mendemonstasikan teknik komunikasi efektif pada anak remaja dan tehnik asertif dalam menolak ajakan negatif dari ternan sebaya hpada An. I; 19) Memberi kesempatan pada keluarga untuk mendemonstrasikan kembali teknik komunikasi terbuka dan latihan

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

113

asertif; 20) Memberikan pu_pan dan motivasi agar latihan komunikasi efektif dan tehnik asertif dilakukan secm·a mandiri di rumah.

TUK 4 dan 5; yaitu kemampuan keluarga memodifikasi lingkungan dan memanfaatkan fasilitas kesehatan, intervensi keperawatan yang dilakukan meliputi: 21) Berdiskusi bersama keluarga cara menciptakan lingkungan yang menunjang bagi perawatan An. I; 22) Memberikan kesempatan kepada

keluarga

menyatakan

pendapatn

keluarga

tentang

cara

menciptakan lingkungan yang kondusif bagi perawatan An. I; 23) Memberikan pujian atas kemampuan keluarga dalam memberikan pendapatnya; 24) Membantu keluarga memodifikasi lingkungan psikologis yang kondusif dan meningkatkan komunikasi terbuka dalam keluarga; 25) Memotivasi keluarga untuk menciptakan lingkungan kondusif yang telah didiskusikan; 26) Berdiskusi dengan keluarga tentang jenis fasilitas pelayanan kesehatan yang dapat digunakan untuk menangulangi masalah yang berhubungan dengan risiko penyalahgunaan narkoba pada remaja; 27) Menganjurkan keluarga memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan yang ada di masyarakat, khususnya pelayanan konseling PKPR di Puskesmas dan conseling dengan guru BK di sekolah; 28) Melakukan kunjungan tidak terencana terhadap untuk menilai tingkat keberhasilan intervensi yang telah dilakukan bersama keluarga.

Hasil Evaluasi: Hasil pertemuan kedua dan ketiga keluarga sudah mampu

mencapai tujuan 1 dan 2, dimana keluarga sudah mampu mengenal masalah dan memutuskan untuk segera merawat anggota keluarganya yang berisiko

menyalahgunakan

narkoba.

An.

I

menyebutkan

bahwa

penyalahgunaan narkoba adalah penggunaan narkoba yang dilakukan bukan untuk pengobatan, tetapi karena ingin menikmati pengaruhnya, dikonsumsi dalam jumlah berlebih, secara kurang teratur dan berlangsung cukup lama, sehingga menyebabkan gangguan kesehatan fisik, mental, dan kehidupan sosial. An. I menyatakan bahwa narkoba dibagi kedalam 3

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

114

golongan yaitu narkotika, psikotropika dan zat psikoaktif lainnya. An. I menyebutkan bahwa tahap ketergantungan narkoba meliputi tahap kompromi, coba-coba, toleransi, kebiasaan, ketergantungan, intoksikasi dan kematian. An. I mengatakan setiap remaja berisiko menyalahgunakan narkoba terutama karena pengaruh negatif dari ajakan teman. An. I mampu menyebutkan bahaya narkoba bisa berdampak secara fisik misalnya penyakit HIV AIDS atau Hepatitis. Bp. U dan Ibu A berharap mahasiswa dapat memberikan informasi banyak tentang bahaya narkoba bagi An. I

Hasil pertemuan keempat dan kelima keluarga sudah dapat menyebutkan pencegahan dan perawatan untuk mengatasi risiko penyalahgunaan narkoba pada remaja. An. I mengatakan cara merawat agar terhindar dari penyalahgunaan narokoba adalah mengisi waktu luang dengan kegiatan yang lebih bermanfaat misalnya olah raga, meningkatkan keimanan, berani menolak ajakan teman untuk menggunakan narkoba, jangan pernah berani untuk mencoba anrkoba, dan bergaul dengan orang yang tidak menggunakan narkoba. An. I mampu melakukan redemonstrasi teknik asertif menolak ajakan negatif teman sebaya dengan berani berkata tidak ketika ditawari narkoba. An. I menyepakati perjanjian untuk merubah perilaku negatif sesuai kesepakatan dan akan dipantau oleh orang tua.

Pertemuan keenam dan ketujuh, Bp. U dan Ibu A mengatakan cara menciptakan lingkungan yang menunjang untuk pencegahan risiko penyalahgunaan narkoba pada remaja adalah melalui komunikasi terbuka dirumah dan akan berkonsultasi dengan guru BK disekolah untuk melakukan upaya pencegahan risiko penyalahgunaan narkoba pada An. I

Rencana Tindak Lanjut: Rencana tindak lanjut yang akan dilakukan bagi keluarga adalah: 1) Makukan kunjungan tidak terencana oleh mahasiswa residen untuk mengontrol perubahan perilaku An. I dan kemampuan keluarga dalam mempertahankan komunikasi efektif pada An.I; 2)

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

115

Menekankan peran aktif orang tua dalam membantu remaja yang memiliki risiko penyalahgunaan narkoba untuk melakukan pengawasan dan komunikasi secm·a aktif dan efektif terhadap An. I; 3) Mendelegasikan kepada guru BK untuk melakukan monitoring dan evaluasi terhadap perubahan perilaku pada An. I.

Diagnosa Keperawatan Kedua: Risiko penurunan prestasi belajar. Tujuan umum: Setelah dilakukan asuhan keperawatan keluarga selama 7 minggu pada keluarga Bp. U risiko penurunan prestasi belajar tidak terjadi

Tujuan Khusus: penyebab

1) Keluarga mampu menyebutkan

sulit belajar tanda-tanda

pengertian,

sulit belajar dan mengidentifikasi

faktor mengenai kesulitan belajar; 2) Keluarga mampu menyebutkan akibat lanjut dari masalah kesulitan belajar dan mengambil

keputusan

untuk mengatasi sulit belajar pada anggota keluarga; 3) Keluarga mampu mengatasi sulit belajar pada anggota keluarga dengan cara modifikasi prilaku pada anggota keluarga dengan kesulitan belajar; 4) Keluarga mampu memodifikasi lingkungan rumah untuk menunjang perawatan, dan meningkatkan motivasi pada remaja untuk mengatasi sulit belajar; 5) Keluarga mampu memanfaatkan fasilitas kesehatan dan sosial untuk mengatasi anggota keluarga dengan sulit belajar

Rencana Intervensi Keperawatan: 1) Lakukan diskusi bersama keluarga Bp. U untuk mengenali kesulitan belajar pada remaja; 2) Lakukan diskusi bersama keluarga tentang akibat lanjut dampak kesulitan belajar pada An. I; 3) Lakukan konseling pada keluarga dalam mengambil keputusan untuk merawat anggota keluarga yang mengalami kesulitan belajar; 4) Jelaskan mengenai perawatan dan pencegahan terjadinya masalah kesulitan belajar pada remaja; 5) Lakukan Terapi perilaku pada An. I; 6) L81:ukan konseling pada anggota keluarga remaja (An. I) tentang cara belajar efektif dengan metode role playing dan problem solving; 7) Ajarkan teknik manajemen

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

116

stres pada An. I: 8) Bantu keluarga memodifikasi lingkungan psikologis di keluarga yang kondusif; 9) Anjurkan keluarga memanfaatkan fasilitas pelayanan yang ada di sekolah khususnya pelayanan layanan konseling dengan guru BK atau wali kelas.

Pembenaran: Dukungan keluarga berhubungan dengan moral dan kesejahteraan anggota keluarga sebagai sebuah kelompok, dan sistem ini akan bekerja memperbaiki moral kelompok dan motivasi positif bagi anggota keluarga. Menurut Friedman, Bowden dan Jones (2003), terdapat 4 komponen jenis dukungan yang dapat diberikan oleh keluarga meliputi: 1) Dukungan informasi, dimana keluarga memiliki fungsi sebagai kolektor, diseminator atau penyebar informasi terhadap anggota keluarga: 2)

Dukungan

penilaian,

keluarga

bertindak

untuk

membimbing,

menengahi, mengarahkan serta membantu memecahkan masalah; 3) Dukungan instrumental, dimana keluarga merupakan sebuah sumber pertolongan praktis dan konkrit terhadap anggota keluarganya; 4) Dukungan emosional, dimana keluarga merupakan sebuah tempat untuk membantu anggota keluarga terhadap penguasaan emosi yang adaptif bagi anggota keluarga.

Pemberian dukungan keluarga dapat memfasilitasi remaJa untuk dapat belajar sebuah perilaku baru yang lebih positif sehingga memungkinkan remaja

dapat

lebih

berperilaku

positif,

khususnya

meningkatkan

kemampuan dalam meningkatkan prestasi belajar. Peran orang tua dirumah diharapkan dapat mengerti mengenai keadaan anaknya dan mereka dapat membangun kekuatan pada anaknya dalam mengatasi gangguan tersebut (Soetjiningsih, 201 0).

Pelaksanaan: TUV. 1 dan 2: Intervensi dilakukan agar keluarga mampu mengenal masalah dan mengambil keputusan untuk merawat anggota keluarga yang memiliki kesulitan belajar. Tindakan keperawatan yang

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

117

dilakukan meliputi: 1) Melakukan diskusi bersama keluarga Bp. U dan lbu A untuk mengenali kesulitan belajar pada An. I; 2) Melakukan bimbingan dengan kepada keluarga agar dapat mengidentifikasi faktor kesulitan belajar pada An. I; 3) Memberikan pujian atas kemampuan keluarga dalam mengidentifikasi faktor kesulitan belajar pada An. I; 4) Berdiskusi bersama keluarga tentang akibat lanjut dampak kesulitan belajar pada An. I; 5) Meminta pendapat keluarga untuk menyatakan pendapatnya terkait permasalahan yang akan terjadi jika masalah kesulitan belajar pada An. I tidak diatasi; 6) Memberikan pujian kepada keluarga atas kemampuannya mengungkapkan pendapat; 7) Melakukan konseling pada keluarga dalam mengambil keputusan untuk merawat anggota keluarga yang mengalami kesulitan belajar; 8) Memberikan pujian atas keputusan yang diambil oleh keluarga

TUK 3: Setelah keluarga mampu mencapai tujuan khusus 2 dilanjutkan dengan pencapaian tujuan khusus 3 yaitu kemampuan keluarga dalam merawat anggota keluarga yang memiliki masalah kesulitan belajar, intervensi keperawatan yang dilakukan yaitu: 9) Melakukan diskusi terhadap keluarga tentang cara belajar efektif dengan metode role palying dan problem solving; 10) Memberikan kesempatan kepada keluarga untuk menyebutkan kembali penjelasan tentang cara belajar efektif dengan metode role playing dan problem solving; 11) Memberikan pujian atas kemampuan keluarga menyebutkan kembali cara belajar efektif; 12) Mengajarkan tehnik manajemen stres melalui tehnik relaksasi; 13) Meminta An. I untuk melakukan redemonstrasi cara melakukan tehnik relaksasi; 14) Memberikan pujian dan motivasi agar latihan relaksasi bisa dilakukan saat mengalami kejenuhan ketika belajar.

TUK 4 dan 5: yaitu kemampuan keluarga untuk memodifikasi lingkungan dan memanfaatkan fasilitas kesehatan, intervensi keperawatan yang dilakukan meliputi: 15) Berdiskusi bersama keluarga tentang

cara

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

118

menciptakan lingkungan yang kondusif untuk An. I belajar: 16) Memberikan kesempatan kepada keluarga menyatakan pendapat keluarga tentang cara menciptakan lingkungan yang kondusif bagi perawatan An. I; 17) Memberikan pujian atas kemampuan keluarga dalam memberikan pendapatnya; 18) Berdiskusi dengan keluarga tentang jenis fasilitas pelayanan yang dapat digunakan untuk menangulangi masalah yang berhubungan dengan kesulitan belajar; 19) Menganjurkan keluarga memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan yang ada di masyarakat atau disekolah, khususnya pelayanan konseling dengan guru BK di sekolah; 20) Melakukan kunjungan tidak terencana terhadap keluarga untuk menilai keberhasilan atas intervensi yang telah dilakukan bersama keluarga.

Hasil Evaluasi: Hasil pertemuan kedua dan ketiga keluarga sudah mampu

mencapai tujuan 1 dan 2, dimana keluarga sudah mampu mengenal masalah dan memutuskan untuk segera merawat anggota keluarganya yang berisiko mengalami penurunan prestasi belajar. An. I menyebutkan bahwa penurunan prestasi belajar adalah penurunan hasil dari suatu kegiatan yang telah

dikerjakan,

diciptakan,

yang

menyenangkan

hati,

yang

diperolehdengan jalan keuletan kerja, baik secara individual maupun secara kelompok dalam bidang kegiatan tertentu. An. I menyebutkan bahwa penurunan prestasi belajar disebabkan oleh dua faktor yaitu faktor internal, eksternal dan faktor fisiologis. An. I menjelaskan bahwa faktor internal

yang

mempengaruhi

penurunan prestasi

belajar meliputi

kecerdasa, bakat, minat, sikap, malas, waktu, menggampangkan tugas dan motivasi. Sedangkan faktor sedangkan pengaruh faktor eksternal adalah pengalaman, keadaan keluarga, dan lingkungan sekitar. An. I mampu menyebutkan dampak penurunan prestasi belajar diantaranya sulit mencari peluang kerja, kurang percaya diri.

Hasil pertemuan keempat dan kelima keluarga sudah dapat menyebutkan pencegahan dan perawatan untuk mengatasi risiko penurunan prestasi

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

119

belajar. An. I mengatakan cara meningkatkan prestasi belajar adalah melalui Jadilah seorang pemimpin dengan melatihlah rasa tanggung jawab, mendengarkan penjelasan guru dengan baik, jangan malu untuk bertanya, kerjakan pekerjaan rumah dengan baik jangan selalu mencari alasan untuk tidak mengerjakannya, setiap pulang sekolah selalu mengulang pelajaran yang tadi diajarkan disekolah, cukup istirahat, banyak berlatih pelajaran yang disukai, cari seorang role model yang baik. An. I mampu melakukan tehnik relaksasi untuk mengurangi stres. An. I menyepakati perjanjian untuk merubah cara belajar dan memanfaatkan waktu untuk belajar untuk menghadapi ujian nasional. Pertemuan keenam, Bp. U mengatakan cara menciptakan lingkungan yang menunjang untuk peningkatan prestasi belajar adalah melalui dukungan keluarga berupas semangat, kesempatan dan pengawasan,

Rencana Tindak Lanjut: Rencana tindak lanjut yang akan dilakukan bagi keluarga adalah: 1) Makukan kunjungan tidak terencana oleh mahasiswa residen untuk mengontrol perubahan perilaku belajar An. I dan kemampuan keluarga dalam mempertahankan dukungan pada An.I; 2) Menekankan peran aktif orang tua dalam membantu remaja yang memiliki risiko penurunan prestasi belajar dengan melakukan pengawasan secara aktifterhadap An. I; 3) Mendelegasikan kepada guru BK dan wali kelas disekolah untuk

melakukan monitoring dan evaluasi terhadap perubahan perilaku pada An.I.

4.3.4

Kemandirian Keluarga Setelah dilakukan asuhan keperawatan kepada 10 keluarga binaan, terjadi peningkatan tingkat kemandirian keluarga. Hasil yang diperoleh tingkat kemandirian keluarga berada pada rentang tingkat kemanririan III sarnpai dengan IV. Evaluasi basil dari 10 keluarga binaan dilihat dari pencapaian kemandirian keluarga dalarn melaksanakan lima rugas keluarga dalarn

Univorsitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

120

bidang kesehatan. Pembinaan terhadap keluarga dilakukan selama 3-4 bulan, dengan jumlah kunjungan terhadap masing-masing keluarga ratarata 12 kali kunjungan. Terapi modalitas yang diberikan kepada keluarga berupa, manajemen perilaku, coaching, tehnik komunikasi efektif, latihan asertif menolak ajakan negatif, dan konseling.

Keluarga yang mampu mengidentifikasi masalah yang dialami dan mampu melakukan perawatan sederhana yaitu menyelesaikan masalah yang dialami (Tingkat kemandirian III) sebesar 30%. Keluarga yang telah mampu melakukan pencegahan dengan melakukan komunikasi secara terbuka dalam keluarga dan mampu melakukan tindakan peningkatan kesehatan promosi kesehatan secara aktif (Tingkat kemandirian IV) sebesar 70%. Basil asuhan keperawatan terhadap tingkat kemandirian keluarga pada 10 keluarga binaan dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 4.3: Indikator Dampak Asuhan Keperawatan Keluarga Berdasarkan Tingkat Kemandirian Keluarga. No

1 2

1 ~ ~

2 ~ ~

3 ~ ..J

Keluarra Binaan 4 5 6 7 8 ~ ~ ..J ..J ~ ~ ~ ..J ..J ~

~

~

~

~

..J

~

~

~

~

..J

~

~

..J

~

..J

..J

~

~

~

..J

~

~

..J

~

..J

..J

..J

~

..J

..J

..J

~

..J

~

..J

~

~

~

~

~

~

~

..J

-

..J

-

~

~

~

-

4

4

4

3

4

3

4

4

4

3

Kriteria

Menerima petugas kesehatan (Perkesmas) Menerima pelayanan kesehatan sesuai rencana keperawatan Tahu dan dapat mengungkapkan masalah 3 kesehatannya secara benar Memanfaatkan fasilitas pelayanan 4 kesehatan sesuai anjuran Melakukan tindakan keperawatan 5 sederhana sesuai anjuran Melakukan tindakan pencegahan secara 6 aktif Melakukan tindakan peningkatan 7 kesehatan (promotif) secara aktif Tin2kat Kemandirian

9 ~ ~

10 ..J ~

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

··•·. . ·...

·

..

.. -.

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

121

BABS PEMBAHASAN

Bab ini akan menguraikan perbandingan kesenjangan dan pencapman hasil dengan teori, konsep maupun hasil penelitian terkait. Item yang dibahas pada bab ini adalah analisis kesenjangan dan pencapaian pengelolaan pelayanan manajemen keperawatan, asuhan keperawatan komunitas, dan asuhan keperawatan keluarga terkait upaya pencegahan risiko penyalahgunaan narkoba pada di SMK TB Kota Depok.

5.1 Analisis Pencapaian dan Kesenjangan 5.1.1

Manajemen Pelayanan Keperawatan Komunitas

Masalah manajemen pelayanan keperawatan komunitas terkait upaya pencegahan risiko penyalahgunaan narkoba pada remaja di SMK TB, didapatkan dua masalah prioritas yaitu: 1) Belurn optimalnya pembinaan dan pelatihan SDM disekolah khususnya upaya pencegahan risiko penyalahgunaan narkoba pada remaja; 2) Belum optimalnya fungsi pengarahan supervisi dan komunikasi pelaksanaan program PKPR disekolah.

Kedua masalah tersebut diatas diselesaikan dengan pendekatan manajemen perencanaan, pengorganisasian, personalia, pengarahan, dan pengawasan (Marquis & Huston, 201 0). Tindakan yang dilakukan untuk mengatasi kedua masalah tersebut melalui program Drug Abuse Resistance Education (DARE). DARE dirancang untuk mengajarkan anak-anak

pentingnya menghindari diri dari narkoba, alkohol, dan penggunaan tembakau. Sementara pada saat yang sama meningkatkan harga diri mereka dan mencegah menggunakan obat-obatan karena tekanan ternan sebaya. Selain itu DARE dirancang untPk mencegah keterlibatan remaja dalam geng dan kegiatan kekerasan lainnya (Ennett et al, 1994).

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

122

Elemen kunci dari program DARE adalah upaya gabungan dari polisi. sekolah,

guru,

berpartisipasi

orang tua, dengan

dan

masyarakat dimana mereka

membawa

pengetahuan,

pendidikan,

ikut dan

pengalaman mereka untuk ikut bertanggung jawab dalam mengajarkan anak-anak tentang bahaya narkoba dan bagaimana melawan narkoba (DARE America , 1996). Petugas yang terlibat dalam program ini diminta

untuk menjalani pelatihan khusus di bidang perkembangan anak, pengelolaan kelas, teknik mengajar, dan keterampilan komunikasi untuk mempersiapkan mereka untuk mengajarkan kurikulum DARE (Ennett et al., 1994).

Kurikulum DARE yang dirancang dalam upaya pencegahan risiko penyalahgunaan narkoba pada remaja di SMK TB dibuat dalam bentuk modul pelatihan, Modul-mudul tersebut meliputi: modul 1 kesehatan jiwa dan kepribadian remaja; modul 2 menilai diri dan mengelola stres; modul 3 narkoba dan pengaruhnya pada tubuh; dan modul 4 meningkatkan tanggung jawab dan

kepercayaan

diri.

Modul-modul

ini

dibuat

berdasarkan modifikasi kurikulum program DARE. Kurikulum ini diajarkan dengan menggunakan berbagai pendekatan termasuk kelas kuliah, latihan workbook, role-playing, pertanyaan dan sesi jawaban, kegiatan kelompok, latihan kasus, pelayanan masyarakat ,dan diskusi kelompok.

Pembahasan pelaksanaan program DARE ditekankan pada pelaksanan tindakan keperawatan untuk mengatasi masalah belum optimalnya pembinaan dan pelatihan SDM disekolah khususnya upaya pencegahan risiko penyalahgunaan narkoba pada remaja. Intervensi yang dilakukan oleh residen adalah: 1) Advokasi pembentukan Usaha Kesehatan Sekolah (UK~);

2) Membentuk struktur pelaksana UKS SMK TB; 3) Menyusun

program kelja UKS selama 1 tahun; 4) Melakukan sosialisasi program kerja UKS disekolah;

5) Membangun komitmen bersama untuk

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

123

melaksanakan program ketja UKS; 6) Membentuk kader kesehatan sekolah yang berasal dari guru dan peer educator "PENA'' yang berasal dari siswa; 7) Membentuk struktur organisasi dan rencana ketja kader kesehatan dan peer educator "PENA''; 8) Membuat modul pencegahan penyalahgunaan narkoba pada remaja disekolah; 9) Melakukan pelatihan kader kesehatan sekolah dan peer educator "PENA'' dalam upaya pencegahan risiko penyalahgunaan narkoba pada remaja disekolah; 10) Lakukan supervisi pada guru UKS, kader kesehatan seko1ah dan peer

educator

"PENA''

terhadap

pelaksanaan

pencegahan

resiko

penyalahgunaan narkoba pada siswa disekolah.

Melakukan advokasi pembentukan UKS SMK TB, advokasi ini dilakukan kepada kepala sekolah, wakil kepala sekolah bidang kesiswaan dan bidang kurikulum.

Sesuai dengan Kepmenkes No.

1457 tentang Standar

Pelayanan Minimal (SPM) bidang kesehatan Kabupaten/Kota, UKS Merupakan salah satu program wajib yang harus diselenggarakan. Upaya advokasi yang dilakukan

men~njukan

hasil respon kepala sekolah dan

wakil kepala sekolah sangat menyambut dengan baik rencana tersebut, dan menaruh harapan besar terbentuknya UKS di SMK TB. Kegiatan ini sangat menunjang dengan persiapan sekolah dalam mempersiapkan akreditasi.

Tindakan lain yang dilakukan adalah membentuk struktur UKS, menyusun program kerja UKS dan melakukan sosialisasi program kerja UKS SMK TB. UKS dijalankan oleh struktur organisasi yang terdiri dari tim pembina dan pelaksan. Tim pembina UKS melaksanakan upaya pembinaan dan pengembangan UKS secara terpadu dan terkoordinasi, sedangkan tim pelaksana UKS melaksanakan tiga program pokok UKS (Trias UKS) (Marfu & Sofyan, 201 0).

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

124

Upaya ini menunjukan basil terbentuknya struktur UKS SMK TB. yang terdiri dari 6 orang guru dan 11 orang siswa. Selain itu tersusunnya program kerja UKS yang telah disosialisasikan kepada guru dan siswa. Adapun program kerja UKS yang telah disusun meliputi: 1) Pembinaan lingkungan sehat; 2) Pembentukan Kader kesehatan (peer educator); 3) Penjaringan kesehatan bekerjasama dengan puskesmas; 4) Pemeriksaan kesehatan berkala tiap 6 bulan; 5) Pengawasan warung sekolah; 6) Bimbingan dan konseling kesehatan; 7) Kebun sekolah; 8) Dana sehat; 9) Pemantauan kesegaran jasmani; 9) Donor darah; 10) Penyediaan toilet wanita menstruasi.

UKS diselenggarakan untuk meningkatkan kemampuan hidup sehat siswa, sehingga siswa dapat belajar, tumbuh, dan berkembang secara harmonis dan menjadi sumber daya manusia yang berkualitas. Masalah-masalah yang menjadi fokus UKS diantaranya: 1) Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS); 2) Masalah yang berkaitan dengan perilaku beresiko seperti penyalahgunaan narkoba; 3) Maslah gizi; 4) Gangguan kesehatan dasar dan sanitasi. Keberhasilan dari kegiatan ini adalah berkat dukungan dan kerjasama yang baik dari sekolah (guru dan siswa), dalam bentuk penyediaan sarana dan prasarana UKS SMK TB.

Membentuk kader kesehatan dan peer educator, serta melakukan pelatihan terhadap kader kesehatan dan peer educator. Hasil dari kegiatan ini menunjukan terbentuknya kader kesehatan yang berasal dari guru dimana guru yang terlibat sebagai kader kesehatan sebanyak 6 orang. Guru yang terlibat berkomitmen untuk melakukan pembinaan terhadap siswa dalam upaya pencegahan risiko penyaahgunaan narkoba di sekolah. Pembentukan kader kesehatan sekolah dilakukan untuk melibatkan peran serta aktif guru dalam upaya pencegahan risiko penyalahgunaan narkoba oleh remaja disekolah melalui program DARE. Elemen kunci dari program DARE adalah upaya gabungan sekolah, guru, orang tua, dan masyarakat dimana

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

125

mereka ikut berpartisipasi dengan membawa pengetahuan. pendidikan. dan pengalaman mereka untuk ikut bertanggung jawab dalam mengajarkan anak-anak tentang bahaya narkoba dan bagaimana melawan narkoba

(DARE America , 1996). Oleh karena itu diharapkan dengan terlibatnya guru dalam program ini diharapkan bisa memberikan kemudahan dalam pencapaian tujuan penerapan program ini.

Selain dukungan guru dalam pelaksanaan program ini mahasiswa melibatkan peran serta aktif siswa yang terhimpun dalam wadah yang disebut dengan Peer Educator Peduli Narkoba yang kemudian disingkat dengan peer educator "PENA''. Keterlibatan siswa dirasa sangat penting dalam proses pendidikan terhadapa remaja. Cowie and Wellace (2000), menjelaskan bahwa dukungan ternan sebaya banyak membantu atau memberikan keuntungan kepada anak-anak yang memiliki problem sosial dan problem keluarga, dapat membantu memperbaiki iklim sekolah, serta memberikan pelatihan keterampilan sosial.

Pembentukan peer educator merupakan bagian dari pelaksanaan salah satu fungsi manajemen pelayanan keperawatan yaitu pengorganisasian. Fungsi pengorganisasian bertujuan untuk menghimpun semua sumber daya yang dimiliki

dan

memanfaatkannya

tanggungjawabnya

untuk

secara

mencapai

efisien

tujuan

sesuai

yang

telah

tugas

dan

ditetapkan

(Swansburg, 2000; Marquis & Huston, 201 0)

Penelitian yang dilakukan oleh Lutfiani (20 11) dengan met ode kuasi eksperimen yang bertujuan untuk menganalisis pengaruh pendidikan kelompok sebaya terhadap pengetahuan dan sikap remaja tentang risiko penyalahgunaan narkoba di SMA Kecamatan Medan Helvetia Kota Medan, hasilnya menunjukkan

pengar~'!-1

yang signifikan pendidikan

kelompok sebaya terhadap sikap remaja tentang risiko penyalahgunaan narkoba. Penelitian lain yang dilakukan oleh Ritanti (20 11 ), tentang multi

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

103

Hasil Evaluasi: Terlaksananya kegiatan pendidikan kesehatan tentang

meningkatkan bahaya narkoba bagi remaja. Kegiatan ini diikuti oleh 124 orang siswa yang terdiri dari siwa kelas X TKJI 42 orang, siswa kelas X MM3 sebanyak 39 orang, dan kelas X RPL sebanyak 41 orang. Pedidkan kesehatan ini dilakukan oleh residen. Kegiatan ini dilaksanakan sebanyak 2 kali pertemuan, masing-masing pertemuan dilaksanakan selama 60 menit.

Hasil pendidikan kesehatan menunjukan adanya peningkatan pengetahuan setelah dilakukan pelatihan dengan rata-rata nilai pretest 15,60 dan nilai rata-rata postest 18,17. Selisih atau perbedaan rata -rata nilai nilai pretest dengan nilai postest sebesar 2,57, sehingga terdapat peningkatan pengetahuan sebesar 12,85%. Hal tersebut dibuktikan dari hasil uji signifikasi melalui Uji Wilcoxon didapatkanp-va/ue 2-tailed sebesar 0,000 dengan a = 0,05. siswa yang ikut dalam kegiatan ini terlihat antusias mengikuti kegiatan dari awal sampai akhir. Siswa juga sangat antusias dalam melakukan latihan deteksi dini risiko penyalahgunaan narkoba.

Terlaksananya kegiatan kampanye bahaya narkoba, kegiatan dilakukan dengan pemasangan poster sebanyak 20 buah, poster dipasang disetiap ruang belajar, ruang BK dan ruang UKS. Kegiatan ini melibatkan peer educator "PENA'' dalam melakukan pemasangan poster di tiap-tiap ruang

kelas. Siswa yang terlibat sangat antusias mengajak ternan merekauntuk tidak menggunakan narkoba. Terlaksanaya kegiatan deteksi dini bahaya narkoba terhadap 124 orang siswa, kegiatan ini melibatkan kader kesehatan dan peer educator "PENA''. Hasil deteksi menunjukan 72% siswa tidak beresiko, 24 beresiko ringan, dan 4% beresiko sedang. Siswa yang berisiko sedang dilakukan conselling oleh guru BK.

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

104

Rencana Tindak Lanjut: Rencana tindak lanjut yang akan dilakukan

adalah melakukan pendidikan kesehatan tentang bahaya terhadap siswa kelas XI dan XII, kegiatan ini akan dilaksanakan pada semester ganjil dimana aktifitas pembelaajaran siswa masih banyak di dalam lingkungan sekolah atau tidak sedang dalam kegiatan praktik lapangan dan persiapan menghadapi ujian nasional. Diperlukan kerjasama dengan puskesmas, maupun

BNN

Kota

depok untuk

melakukan pembinaan

secara

berkelanjutan.

4.3 Asuhan Keperawatan Keluarga

Proses asuhan keperawatan terhadap keluarga binaan dilakukan berdasarkan model Family Centred Nursing, asuhan keperawatan keluarga dilakukan terhadap 10 keluarga binaan yang memiliki anak remaja yang berisiko menyalahgunakan narkoba, asuhan keperawatan ini dilakukan kedalam 2 tahap. Asuhan keperawatan keluarga tahap pertama dilakukan pada bulan Oktober 2013 sampai dengan bulai Januari 2014. Pada tahap ini dilakukan pembinaan terhadap 5 keluarga. Tahap kedua dilakukan pada bulan Februari sampai dengan bulan Mei 2014, dan pada tahap ini juga dilakukan pembinaan terhadap 5 keluarga.

Keluarga yang dibina adalah mereka yang mempunyai anak remaja yang masih aktif sebagai pelajar SMK TB di Kota. Informasi awal mengenai keluarga binaan ini diperoleh dari guru BK disekolah, informasi ini kemudian ditindaklanjuti untuk dilakukan kunjungan rumah dalam rangka melakukan asuhan keperawatan. Berikut ini akan dipaparkan hasil asuhan keperawatan yang dilakukan terhadap keluarga Bapak U yang merupakan salah satu keluarga binaan.

4.3.1

Analisa Situasi

Pengkajian terhadap keluarga Bapak U dilakukan pada hari Kamis tanggal 13 Februari 2014. Berdasarkan hasil pengkajian yang dilakukan terhadap

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

105

keluarga diperoleh data Bapak U (61 tahun), memiliki 5 orang anak. anak pertama dan kedua An. B dan An. R sudah menikah dan sudah tidak tinggal dalam satu rumah. Saat ini Bp. U tinggal bersama istrinya lbu A (54 tahun), serta 3 orang anaknya yaitu An. K (25 tahun), An. S (23 tahun) dan An. I (18 tahun). Keluarga Bp.U merupakan bentuk keluarga inti dimana mereka tinggal bersama dalam satu rumahmilik sendiri. Bp. U dan Ibu A berasal dari betawi, bahasa yang digunakan sehari-hari adalah bahasa Indonesia. Keluarga tidak memiliki kebiasaan budaya yang bertentangan dengan kesehatan.

Keluarga Bp. U beragama islam, kegiatan yang rutin dilakukan oleh keluarga adalah sholat lima waktu, Ibu A rutin mengikuti kegiatan pengajian di mushola setiap hari selasa dan jum'at, sedangkan Bp. U tidak pernah mengikuti kegiatan rutin pengajian. Ibu A mengatakan An. I jarang melakukan sholat lima waktu apalagi ikut kegiatan pengajian. Seberapa aktif keluarga terlibat dalam kegiatan keagamaan, keyakinan beragama sering mepengaruhi konsepsi keluarga tentang sehat-sakit dan bagaimana anggota keluarga yang sakit ditangani, peran ritual, nilai dan koping keluarga dipengaruhi oleh orientasi kegamaan keluarga (Friedman, Bowden & Jones, 2003).

Saat ini Bp. U sudah tidak bekerja, sumber penghasilan utama keluarga mengandalkan 2 buah kontrakan yang disewakan kepada orang lain dengan tarif sewa sebesar Rp. 700.000. Untuk kehidupan sehari-hari kebutuhan keluarga Bp. U dibantu oleh Ibu A yang bekerja sebagai kuli cuci baju atau memasak, selain itu dibantu oleh An. K dan An.S yang sudah bekerja, sedangkan An.I saat ini sekolah di SMK TB Taruna Bhakti kelas 3. Individu belajar peran untuk berubah (mitra peran mereka) sementara memanikan peran mereka sendiri, ia mampu memainkan peran yang berubah saat orang lain dalam situasi tersebut memainkan peran yang biasa ia mainkan (Turner, 1970 dalam Friedman, Bowden & Jones, 2003).

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

106

Keluarga Bp. U tidak memiliki jadwal rutin untuk rekreasi, keluarga lebih banyak mendapatkan hiburan dari menonton siaran televisi. An. I biasanya lebih banyak mencari hiburan dengan bermain futsal bersama temantemannya.

An. I termasuk kedalam fase middle adolescence dimana An. I memiliki rentang usia 15 hingga 18 tahun (Monks, 1999, dalam Sire gar, 2006). Tugas perkembangan keluarga yang belum terpenuhi adalah: pertama Menyeimbangkan kebebasan yang bertanggung jawab ketika remaja menjadi dewasa dan mandiri. Bp. U selaku kepala keluarga memberikan kebebasan kepada An. I untuk bermain keluar rumah asalkan tidak meninggalkan tugas belajar. An.I sering menghabiskan waktu luang dengan nongkrong bersama teman-temannya tanpa tujuan yang kurang jelas. Menurut Ibu A setiap hari anaknya susah bangun pagi dan tidak ada yang berani membangunkan, karena jika sedang tidur dibangunkan An. I selalu marah.

Kedua berkomunikasi terbuka antar orang tua dengan anak. Menurut Bpk U kalau dirinya jarang berbicara dengan An. I karena menurutnya cara beliau mengajarkan anaknya dengan diam, terkadang Bpk. U suka menasehati sesekali, namun menurut bapak U An. I termasuk orang yang keras dan mudah marah. Tugas orang tua pada tahap ini belajar menerima penolakan tanpa meninggalkan anak, orang tua harus secara progresif mengubah hubungan dengan anak remaja mereka yaitu dari hubungan sebelumnya yang bergantung menjadi hubungan yang mandiri (Friedman, Bowden & Jones, 2003).

An. I sering tidak langsung pulang kerumah saat pulang sekolah biasanya dia menghabiskan waktu untuk nongkrong dulu dengan temannya di warung dekat sekolah. Menurut An. I dirinya lebih nyaman bercerita mengenai masalahnya dengan temannya, karena menganggap temannya

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

107

lebih mengerti akan masalahnya dan tidak memarahinya seperti orang tuanya. Anak I mengatakan bahwa dirumah dirinya lebih sering berkomunikasi dengan ibunya karena Bp. U jarang berbicara dengan dirinya.

Menurut An. I biasanya dia bermain dengan teman-temannya dari sekolah lain. Menurut An. I teman-temannya ada yang sering menggunakan ganja atau lexotan. An. I sudah merokok sejak kelas 2 SMP saat itu karena ditawari oleh temannya. Menurut An. I dia sering ditawari oleh temannya untuk menggunakan ganja tapi ditolaknya, An. I hanya pernah mencoba minuman beralkohol. Menurut Bp. U dirinya sudah tahu kalau An. I merokok tapi beliau tidak melarangnya asalkan jangan menggunakan narkoba. Selama ini Bp. U tidak tahu kalau An. I memiliki teman yang menggunakan narkoba. Bahaya yang dapat dialami oleh remaja pada tahap ini adalah kebingungan identitas atau peran. Dimana remaja akan menjadi lebih aktif dalam mengaktualisasikan diri meskipun melalui cara-cara yang negatif, selain itu remaja harus mampu menyesuaikan diri dengan pengaruh teman sebaya, perubahan dalam perilaku sosial dan nilai-nilai baru yang ada dimasyarakat (Potter & Perry, 2003).

Menurut Ibu A dirinya sering dipanggil oleh sekolah karena An. I sering berurusan dengan tata tertib sekolah, anaknya sering tidak masuk atau kadang ada beberapa mata pelajaran yang belum lulus. Bpk. U dan Ibu A merasa kebingungan untuk mengatur An. I, karena anaknya tersebut malas belajar, sering bermain dan nongkrong bersama teman-temannya tanpa tujuan yang jelas, sehingga mereka merasa khawatir anakanya tidak akan lulus ujian nasional. Ibu A mengatakan An. I cenderung pemarah atau gampang emosi dan sering membantah jika diberikan nasihat. Ibu A mengatakan dirinya tidak pernah menerima laporan +ertulis hasil belajar An. I setiap semesternya karena An. I tidak pernah memberikan hasil belajarnya.

Sebagai

kepala

keluarga

Bp.

U

harus

lebih

dapat

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

108

memperhatikan. menjaga dan mengarahkan anggota keluarganya sehingga dapa berfungsi optimal (Friedman. Bov,7den, & Jones, 2003).

Ibu A mengatakan tidak tau bagaimana cara memotivasi anaknya supaya mau belajar serius, keluarga tidak tau bagaimana cara mengajarkan anaknya untuk mau belajar. Bp. A sudah melarang An. I untuk banyak belajar dan jangan terlau sering bergadang, tetapi An. I masih belum banyak berubah. Pengetahuan merupakan hasil dari tahu (Bloom, 1956). Jika seorang menyatakan tidak tahu berarti dapat dikatakan individu tersebut mempunyai pengetahuan yang kurang.

Hasil pengkajian dianalisis dengan pendekatan web of causation, sehingga penulis dapat merumuskan diagnosis keperawatan keluarga sesuai dengan masalah yang ditemukan. Berikut adalah gambaran web of causation keluarga Bp. U: Risikc penyimpangan perilaku: Penyalahgunaan narkoba pada remaja

f Penurunan koping keluarga

Risiko penurunan prestasi belajar

f Pola asuh tidak efektif Pengaruh negatif ternan sebaya

t Komunikasi keluarga tidak efektif

Skema 4.3 .1 Web of Causation asuhan keperawatan keluarga

4.3.2

Masalah Keper~watan Keluarga Berdasarkan web of causation diatas, diagnosa keperawatan yang ditemukan pada keluarga Bp. U adalah: 1) Risiko penyimpangan perilaku:

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

109

penyalahgunaan narkoba pada rema_1a; 2) Risiko penurunan prestasi belajar; 3) Penurunan koping keluarga; 4) Pola asuh tidak efektif; dan 5) Komunikasi keluarga tidak efektif (Nanda, 2012).

Berdasarkan penentuan prioritas masalah dengan tehnik scoring mencakup empat kriteria. yakni: sifat masalah, kemungkinan masalah untuk diubah, potensial masalah dapat dicegah, dan menonjolnya masalah (Maglaya, et, al, 2009). Berdasarkan penentuan prioritas masalah didapatkan 2 masalah keperawatan yang akan dilakukan intervensi yaitu:

1:

Risiko penyimpangan perilaku: penyalahgunaan narkoba pada remaja

2. Risiko penurunan prestasi belajar

4.3.3

Rencana Asuhan Keperawatan Keluarga Diagnosa Keperawatan Pertama:

Risiko peny1mpangan perilaku:

penyalahgunaan narkoba pada remaja Tujuan Umum: Setelah dilakukan asuhan keperawatan keluarga selama 7 minggu pada keluarga Bp. U, penyimpangan perilaku penyimpangan perilaku penyalahgunaan narkoba tidak terjadi.

Tujuan Khusus: 1) Keluarga mampu menyebutkan pengertian, lingkup dan faktor resiko penyalahgunaan narkoba serta dapat mengidentifikasi anggota keluarga yang berisiko terjadinya masalah penyalahgunaan narkoba; 2) Keluarga mampu menyebutkan akibat lanjut dari masalah penyalahgunaan narkoba dan memutuskan untuk segera mengatasi masalah dalam anggota keluarganya; 3) Keluarga mampu melakukan perawatan di rumah dengan mengajarkan cara meningkatkan kepercayaan diri dalam mengatasi tekanan negatif ternan sebaya, terjadinya perubahan perilaku dengan menggunakan terapi perilaku, teknik asertif, manajemn stres dan konseling; 4) Keluarga mampu memodifikasi lingkungan rumah untuk menunjang perawatan dengan memberikan motivasi, meningkatkan komunikasi antar anggota keluarga; 5) Keluarga mampu memanfaatkan

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

110

fasilitas pelayanan kesehatan dalam rangka melakukan pencegahan risiko penyalahgunaan narkoba pada remaja dirumah

Rencana Intervensi Keperawatan: 1) Lakukan diskusi bersama keluarga

Bp. U untuk mengenali masalah risiko penyalahgunaan narkoba pada remaja; 2) Lakukan diskusi bersama keluarga tentang akibat lanjut dampaknya terhadap penyalahgunaan narkoba pada An. I; 3) Lakukan konseling pada keluarga dalam mengambil keputusan untuk merawat anggota keluarga yang berisiko; 4) Jelaskan mengenai perawatan dan pencegahan terjadinya masalah penyalahgunaan narkoba pada remaja; 5) Lakukan Terapi perilaku pada An. I; 6) Lakukan konseling pada anggota keluarga remaja (An. I) tentang cara menghindari perilaku berisiko penyalahgunaan narkoba pada An. I; 7) Ajarkan teknik komunikasi pada anak remaja dan cara asertif menolak ajakan negatif ternan sebaya, manajemen stres pada An. I; 8) Bantu keluarga memodifikasi lingkungan psikologis di keluarga yang kondusif

dan meningkatkan komunikasi

terbuka; 9) Anjurkan keluarga memanfaatkan fasilitas pelayanan yang ada di masyarakat, khususnya pelayanan konseling PKPR di Puskesmas setempat dan layanan konseling dengan guru BK di sekolah

Pembenaran: Rasa ingin tahu menyebabkan remaja melakukan berbagai

percobaan

atau

eksperimen.

Kesempatan

untuk

ke

luar

rumah,

memungkinkan remaja menemukan hal-hal baru. Namun eksperimen selalu disertai dengan bahaya dan tanggung jawab. Apakah remaja memiliki identitas positif atau negatif, tergantung kepada keberhasilan eksperimennya serta rasa tanggung jawab dan nilai-nilai yang dianutnya. Di sini faktor pengendalian diri pada remaja sangat penting. Pengendalian diri adalah kemampuan remaja untuk menyesuaikan diri dengan norma atau aturan yang berlaku pada keluarga, sekolah, dan masyarakat. Orang tua, guru, dan orang dewasa lain harus dapat menjadi panutan bagi anak muda. Dengan panutan yang jelas, remaja mempunyai nilai-nilai yang

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

111

jelas sehingga tidak mudah terpengaruh hal-hal negatif dan berbahaya. dan dapat mengatasi berbagai kesulitan yang dihadapinya

Pengetahuan

sebagai

unsur

perilaku

merupakan

faktor

penting

berkontribusi pada terjadinya perubahan perilaku. Untuk itu, penambahan pengetahuan dapat dikatakan sebagai dasar perubahan perilaku tersebut. Bloom (1968) membagi perilaku menjadi tiga elemen yaitu pengetahuan, sikap, dan perilaku (psikomotor). Pendidikan kesehatan adalah salah satu bentuk intervensi untuk meningkatkan pengetahuan keluarga (Allender, Warner, & Rector, 2012).

Menurut Gladding (2002), konseling, coaching, dan family therapy merupakan pendekatan terapeutik yang dapat dilakukan oleh perawat terhadap keluarga untuk merubah perilaku anggota keluarga. Pemberian intervensi coaching asertif menolak ajakan negatif dapat memfasilitasi remaja untuk dapat belajar sebuah perilaku baru yang lebih positif sehingga memungkinkan remaja dapat lebih berperilaku positif, khususnya meningkatkan kemampuan remaja untuk mampu menolak dengan berkata tidak pada sesuatu tekanan dari ternan sebaya yang bersifat negatif

Pelaksanaan: TUK 1 dan 2: Intervensi dilakukan agar keluarga mampu

mengenal masalah dan mengambil keputusan untuk merawat anggota keluarga yang memiliki masalah kesehatan. Tindakan keperawatan yang dilakukan meliputi: 1) Melakukan diskusi bersama Bp. U, lbu A dan An. I untuk mengenali masalah risiko penyalahgunaan narkoba pada remaja; 2) Melakukan bimbingan kepada keluarga agar dapat mengidentifikasi anggota keluarganya yang berisiko risiko penyalahgunaan narkoba; 3) Memberikan pujian atas kemampuan keluarga berhasil mengidentifikasi anggota keluarga yang berisiko risiko penyalahgur::tan narkoba; 4) Berdiskusi bersama keluarga tentang akibat lanjut yang dapat terjadi terhadap penyalahgunaan narkoba pada remaja; 5) Meminta keluarga

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

112

untuk menyatakan pendapatnya terkait akibat yang dapat te1jadi jika masalah risiko pada An. I tidak diatasi; 6) Memberi pujian pada keluarga atas kemampuan mengungkapkan pendapat; 7) Melakukan konseling pada keluarga Bapak U dan Ibu A dalam mengambil keputusan untuk merawat anggota keluarga yang

berisiko;

8)

Memotiviasi

keluarga untuk

mengambil keputusan segera merawat An. I; 9) Memberikan pujian atas keputusan yang diambil keluarga.

TUK 3: Setelah keluarga mampu mencapai tujuan khusus 2 dilanjutkan dengan pencapaian tujuan khusus 3 yaitu kemampuan keluarga merawat anggotanya, intervensi keperawatan yang dilakukan yaitu: 10) Berdiskusi dengan keluarga tentang cara perawatan di rumah terkait masalah risiko



11) Menjelaskan dengan ' menggunakan media lembar balik dan leaflet cara pencegahan terjadinya penyalahgunaan

narkoba

pada

An.

masalah risiko penyalahgunaan narkoba terutama pada An. I; 12) Memberikan kesempatan kepada keluarga untuk menyebutkan kembali penjelasan tentang cara merawat di rumah terkait masalah risiko penyalahgunaan narkoba;

13) Memberikan pujian atas kemampuan

keluarga menyebutkan kembali cara melakukan perawatan dirumah.

14) Melakukan terapi perilaku yaitu perJanJian kontrak perilaku yang disepakati (contracting contingency) bersama An. I; 15) Memberikan penjelasan mengenai terapi perilaku yang dilakukan serta manfaatnya; 16) memberikan motivasi terhadap An. I untuk menandatangani kontrak perilaku yang telah disepakati; 17) Memberikan pujian pada An. I atas keputusan untuk mengubah perilaku negatif melalui perjanjian kontrak perilaku; 18) Mengajarkan dan mendemonstasikan teknik komunikasi efektif pada anak remaja dan tehnik asertif dalam menolak ajakan negatif dari teman sebaya hpada An. I; 19) Memberi kesempatan pada keluarga untuk mendemonstrasikan kembali teknik komunikasi terbuka dan latihan

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

113

asertif: 20) Memberikan pu_pan dan motivasi agar Iatihan komunikasi efektif dan tehnik ase11if dilakukan secm·a mandiri di rumah.

TUK 4 dan 5: yaitu kemampuan keluarga memodifikasi lingkungan dan memanfaatkan fasilitas kesehatan, intervensi keperawatan yang dilakukan meliputi: 21) Berdiskusi bersama keluarga cara menciptakan lingkungan yang menunjang bagi perawatan An. I; 22) Memberikan kesempatan kepada

keluarga

menyatakan

pendapatn

keluarga

tentang

cara

menciptakan lingkungan yang kondusif bagi perawatan An. I; 23) Memberikan pujian atas kemampuan keluarga dalam memberikan pendapatnya; 24) Membantu keluarga memodifikasi lingkungan psikologis yang kondusif dan meningkatkan komunikasi terbuka dalam keluarga; 25) Memotivasi keluarga untuk menciptakan lingkungan kondusif yang telah didiskusikan; 26) Berdiskusi dengan keluarga tentang jenis fasilitas pelayanan kesehatan yang dapat digunakan untuk menangulangi masalah yang berhubungan dengan risiko penyalahgunaan narkoba pada remaja; 27) Menganjurkan keluarga memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan yang ada di masyarakat, khususnya pelayanan konseling PKPR di Puskesmas dan conseling dengan guru BK di sekolah; 28) Melakukan kunjungan tidak terencana terhadap untuk menilai tingkat keberhasilan intervensi yang telah dilakukan bersama keluarga.

Hasil Evaluasi: Hasil pertemuan kedua dan ketiga keluarga sudah mampu mencapai tujuan 1 dan 2, dimana keluarga sudah mampu mengenal masalah dan memutuskan untuk segera merawat anggota keluarganya yang berisiko

menyalahgunakan

narkoba.

An.

I

menyebutkan

bahwa

penyalahgunaan narkoba adalah penggunaan narkoba yang dilakukan bukan untuk pengobatan, tetapi karena ingin menikmati pengaruhnya, dikonsumsi dalam jumlah berlebih, secara kurang teratur dan berlangsung cukup lama, sehingga menyebabkan gangguan kesehatan fisik, mental, dan kehidupan sosial. An. I menyatakan bahwa narkoba dibagi kedalam 3

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

114

golongan yaitu narkotika, psikotropika dan zat psikoaktif lainnya. An. I menyebutkan bahwa tahap ketergantungan narkoba meliputi tahap kompromi, coba-coba, toleransi, kebiasaan, ketergantungan, intoksikasi dan kematian. An. I rnengatakan setiap remaja berisiko rnenyalahgunakan narkoba terutarna karena pengaruh negatif dari ajakan ternan. An. I rnarnpu rnenyebutkan bahaya narkoba bisa berdarnpak secara fisik rnisalnya penyakit HIV AIDS atau Hepatitis. Bp. U dan Ibu A berharap rnahasiswa dapat mernberikan inforrnasi banyak tentang bahaya narkoba bagi An. I

Hasil perternuan keernpat dan kelirna keluarga sudah dapat rnenyebutkan pencegahan dan perawatan untuk rnengatasi risiko penyalahgunaan narkoba pada rernaja. An. I rnengatakan cara merawat agar terhindar dari penyalahgunaan narokoba adalah rnengisi waktu luang dengan kegiatan yang lebih berrnanfaat rnisalnya olah raga, rneningkatkan keirnanan, berani rnenolak ajakan teman untuk rnenggunakan narkoba, jangan pernah berani untuk rnencoba anrkoba,

dan bergaul

dengan orang yang tidak

menggunakan narkoba. An. I rnampu melakukan redernonstrasi teknik asertif menolak ajakan negatif ternan sebaya dengan berani berkata tidak ketika ditawari narkoba. An. I rnenyepakati perjanjian untuk rnerubah perilaku negatif sesuai kesepakatan dan akan dipantau oleh orang tua.

Perternuan keenarn dan ketujuh, Bp. U dan Ibu A rnengatakan cara rnenciptakan lingkungan yang rnenunjang untuk pencegahan risiko penyalahgunaan narkoba pada remaja adalah rnelalui kornunikasi terbuka dirurnah dan akan berkonsultasi dengan guru BK disekolah untuk rnelakukan upaya pencegahan risiko penyalahgunaan narkoba pada An. I

Rencana Tindak Lanjut: Rencana tindak lanjut yang akan dilakukan bagi keluarga adalah: 1) Makukan kunjungan tidak terencana oleh rnahasiswa residen untuk rnengontrol perubahan perilaku An. I dan kernampuan keluarga dalam rnernpertahankan kornunikasi efektif pada An.I; 2)

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

115

Menekankan peran aktif orang tua dalam membantu remaja yang memiliki risiko penyalahgunaan narkoba untuk melakukan pengawasan dan komunikasi secm·a aktif dan efektif terhadap An. I; 3) Mendelegasikan kepada guru BK untuk melakukan monitoring dan evaluasi terhadap perubahan perilaku pada An. I.

Diagnosa Keperawatan Kedua: Risiko penurunan prestasi belajar. Tujuan umum: Setelah dilakukan asuhan keperawatan keluarga selama 7

minggu pada keluarga Bp. U risiko penurunan prestasi belajar tidak terjadi

Tujuan Khusus:

penyebab

1) Keluarga mampu menyebutkan

sulit belajar tanda-tanda

pengertian,

sulit belajar dan mengidentifikasi

faktor mengenai kesulitan belajar; 2) Keluarga mampu menyebutkan akibat lanjut dari masalah kesulitan belajar dan mengambil keputusan untuk mengatasi sulit belajar pada anggota keluarga; 3) Keluarga mampu mengatasi sulit belajar pada anggota keluarga dengan cara modifikasi prilaku pada anggota keluarga dengan kesulitan belajar; 4) Keluarga mampu memodifikasi lingkungan rumah untuk menunjang perawatan, dan meningkatkan motivasi pada remaja untuk mengatasi sulit belajar; 5) Keluarga mampu memanfaatkan fasilitas kesehatan dan sosial untuk mengatasi anggota keluarga dengan sulit belajar

Rencana Intervensi Keperawatan: 1) Lakukan diskusi bersama keluarga

Bp. U untuk mengenali kesulitan belajar pada remaja; 2) Lakukan diskusi bersama keluarga tentang akibat lanjut dampak kesulitan belajar pada An. I; 3) Lakukan konseling pada keluarga dalam mengambil keputusan untuk merawat anggota keluarga yang mengalami kesulitan belajar; 4) Jelaskan mengenai perawatan dan pencegahan terjadinya masalah kesulitan belajar pada remaja; 5) Lakukan Terapi perilaku pada An. I; 6) L(!l:ukan konseling pada anggota keluarga remaja (An. I) tentang cara belajar efektif dengan metode role playing dan problem solving; 7) Ajarkan teknik manajemen

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

116

stres pada An. I: 8) Bantu keluarga memodifikasi lingkungan psikologis di keluarga yang kondusif; 9) Anjurkan keluarga memanfaatkan fasilitas pelayanan yang ada di sekolah khususnya pelayanan layanan konseling dengan guru BK atau wali kelas.

Pembenaran: Dukungan keluarga berhubungan dengan moral dan

kesejahteraan anggota keluarga sebagai sebuah kelompok, dan sistem ini akan bekerja memperbaiki moral kelompok dan motivasi positif bagi anggota keluarga. Menurut Friedman, Bowden dan Jones (2003), terdapat 4 komponen jenis dukungan yang dapat diberikan oleh keluarga meliputi: 1) Dukungan informasi, dimana keluarga memiliki fungsi sebagai kolektor, diseminator atau penyebar informasi terhadap anggota keluarga: 2)

Dukungan

penilaian,

keluarga

bertindak

untuk

membimbing,

menengahi, mengarahkan serta membantu memecahkan masalah; 3) Dukungan instrumental, dimana keluarga merupakan sebuah sumber pertolongan praktis dan konkrit terhadap anggota keluarganya; 4) Dukungan emosional, dimana keluarga merupakan sebuah tempat untuk membantu anggota keluarga terhadap penguasaan emosi yang adaptif bagi anggota keluarga.

Pemberian dukungan keluarga dapat memfasilitasi remaJa untuk dapat belajar sebuah perilaku baru yang lebih positif sehingga memungkinkan remaja

dapat

lebih

berperilaku

positif,

khususnya

meningkatkan

kemampuan dalam meningkatkan prestasi belajar. Peran orang tua dirumah diharapkan dapat mengerti mengenai keadaan anaknya dan mereka dapat membangun kekuatan pada anaknya dalam mengatasi gangguan tersebut (Soetjiningsih, 201 0).

Pelaksanaan: TUV. 1 dan 2: Intervensi dilakukan agar keluarga mampu

mengenal masalah dan mengambil keputusan untuk merawat anggota keluarga yang memiliki kesulitan belajar. Tindakan keperawatan yang

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

117

dilakukan meliputi: 1) Melakukan diskusi bersama keluarga Bp. U dan Ibu A untuk mengenali kesulitan belajar pada An. I; 2) Melakukan bimbingan dengan kepada keluarga agar dapat mengidentifikasi faktor kesulitan belajar pada An. I; 3) Memberikan pujian atas kemampuan keluarga dalam mengidentifikasi faktor kesulitan belajar pada An. I; 4) Berdiskusi bersama keluarga tentang akibat lanjut dampak kesulitan belajar pada An. I; 5) Meminta pendapat keluarga untuk menyatakan pendapatnya terkait permasalahan yang akan terjadi jika masalah kesulitan belajar pada An. I tidak diatasi; 6) Memberikan pujian kepada keluarga atas kemampuannya mengungkapkan pendapat; 7) Melakukan konseling pada keluarga dalam mengambil keputusan untuk merawat anggota keluarga yang mengalami kesulitan belajar; 8) Memberikan pujian atas keputusan yang diambil oleh keluarga

TUK 3: Setelah keluarga mampu mencapai tujuan khusus 2 dilanjutkan dengan pencapaian tujuan khusus 3 yaitu kemampuan keluarga dalam merawat anggota keluarga yang memiliki masalah kesulitan belajar, intervensi keperawatan yang dilakukan yaitu: 9) Melakukan diskusi terhadap keluarga tentang cara belajar efektif dengan metode role palying dan problem solving; 10) Memberikan kesempatan kepada keluarga untuk menyebutkan kembali penjelasan tentang cara belajar efektif dengan metode role playing dan problem solving; 11) Memberikan pujian atas kemampuan keluarga menyebutkan kembali cara belajar efektif; 12) Mengajarkan tehnik manajemen stres melalui tehnik relaksasi; 13) Meminta An. I untuk melakukan redemonstrasi cara melakukan tehnik relaksasi; 14) Memberikan pujian dan motivasi agar latihan relaksasi bisa dilakukan saat mengalami kejenuhan ketika belajar.

TUK 4 dan 5: yaitu kemampuan keluarga untuk memodifikasi lingkungan dan memanfaatkan fasilitas kesehatan, intervensi keperawatan yang dilakukan meliputi: 15) Berdiskusi bersama keluarga tentang

cara

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

118

menciptakan lingkungan yang kondusif untuk An. I belajar:

16)

Memberikan kesempatan kepada keluarga menyatakan pendapat keluarga tentang cara menciptakan lingkungan yang kondusif bagi perawatan An. I; 17) Memberikan pujian atas kemampuan keluarga dalam memberikan pendapatnya; 18) Berdiskusi dengan keluarga tentang jenis fasilitas pelayanan yang dapat digunakan untuk menangulangi masalah yang berhubungan dengan kesulitan belajar; 19) Menganjurkan keluarga memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan yang ada di masyarakat atau disekolah, khususnya pelayanan konseling dengan guru BK di sekolah; 20) Melakukan kunjungan tidak terencana terhadap keluarga untuk menilai keberhasilan atas intervensi yang telah dilakukan bersama keluarga.

Hasil Evaluasi: Hasil pertemuan kedua dan ketiga keluarga sudah mampu

mencapai tujuan 1 dan 2, dimana keluarga sudah mampu mengenal masalah dan memutuskan untuk segera merawat anggota keluarganya yang berisiko mengalami penurunan prestasi belajar. An. I menyebutkan bahwa penurunan prestasi belajar adalah penurunan hasil dari suatu kegiatan yang telah

dikerjakan,

diciptakan,

yang

menyenangkan

hati,

yang

diperolehdengan jalan keuletan kerja, baik secara individual maupun secara kelompok dalam bidang kegiatan tertentu. An. I menyebutkan bahwa penurunan prestasi belajar disebabkan oleh dua faktor yaitu faktor internal, eksternal dan faktor fi.siologis. An. I menjelaskan bahwa faktor internal

yang

mempengaruhi

penurunan prestasi

belajar meliputi

kecerdasa, bakat, minat, sikap, malas, waktu, menggampangkan tugas dan motivasi. Sedangkan faktor sedangkan pengaruh faktor eksternal adalah pengalaman, keadaan keluarga, dan lingkungan sekitar. An. I mampu menyebutkan dampak penurunan prestasi belajar diantaranya sulit mencari peluang kerja, kurang percaya diri.

Hasil pertemuan keempat dan kelima keluarga sudah dapat menyebutkan pencegahan dan perawatan untuk mengatasi risiko penurunan prestasi

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

119

belajar. An. I mengatakan cara meningkatkan prestasi belajar adalah melalui Jadilah seorang pemimpin dengan melatihlah rasa tanggung jawab, mendengarkan penjelasan guru dengan baik, jangan malu untuk bertanya, kerjakan pekerjaan rumah dengan baik jangan selalu mencari alasan untuk tidak mengerjakannya, setiap pulang sekolah selalu mengulang pelajaran yang tadi diajarkan disekolah, cukup istirahat, banyak berlatih pelajaran yang disukai, cari seorang role model yang baik. An. I mampu melakukan tehnik relaksasi untuk mengurangi stres. An. I menyepakati perjanjian untuk merubah cara belajar dan memanfaatkan waktu untuk belajar untuk menghadapi ujian nasional. Pertemuan keenam, Bp. U mengatakan cara menciptakan lingkungan yang menunjang untuk peningkatan prestasi belajar adalah melalui dukungan keluarga berupas semangat, kesempatan dan pengawasan,

Rencana Tindak Lanjut: Rencana tindak lanjut yang akan dilakukan bagi keluarga adalah: 1) Makukan kunjungan tidak terencana oleh mahasiswa residen untuk mengontrol perubahan perilaku belajar An. I dan kemampuan keluarga dalam mempertahankan dukungan pada An.l; 2) Menekankan peran aktif orang tua dalam membantu remaja yang memiliki risiko penurunan prestasi belajar dengan melakukan pengawasan secara aktifterhadap An. I; 3) Mendelegasikan kepada guru BK dan wali kelas disekolah untuk

melakukan monitoring dan evaluasi terhadap perubahan perilaku pada An.I.

4.3.4

Kemandirian Keluarga Setelah dilakukan asuhan keperawatan kepada 10 keluarga binaan, terjadi peningkatan tingkat kemandirian keluarga. Hasil yang diperoleh tingkat kemandirian keluarga berada pada rentang tingkat kemanririan III sampai dengan IV. Evaluasi hasil dari 10 keluarga binaan dilihat dari pencapaian kemandirian keluarga dalam melaksanakan lima rugas keluarga dalam

Univorsitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

120

bidang kesehatan. Pembinaan terhadap keluarga dilakukan selama 3-4 bulan, dengan jumlah kunjungan terhadap masing-masing keluarga ratarata 12 kali kunjungan. Terapi modalitas yang diberikan kepada keluarga berupa, manajemen perilaku, coaching, tehnik komunikasi efektif, latihan asertif menolak ajakan negatif, dan konseling.

Keluarga yang mampu mengidentifikasi masalah yang dialami dan mampu melakukan perawatan sederhana yaitu menyelesaikan masalah yang dialami (Tingkat kemandirian III) sebesar 30%. Keluarga yang telah mampu melakukan pencegahan dengan melakukan komunikasi secara terbuka dalam keluarga dan mampu melakukan tindakan peningkatan kesehatan promosi kesehatan secara aktif (Tingkat kemandirian IV) sebesar 70%. Hasil asuhan keperawatan terhadap tingkat kemandirian keluarga pada 10 keluarga binaan dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 4.3: lndikator Dampak Asuhan Keperawatan Keluarga Berdasarkan Tingkat Kemandirian Keluarga. No

2 -.J -.J

3

-.J -.J

-.J -.J

Keluar 4 5 -.J -.J -.J -.J

-.J

-.J

-.J

-.J

-.J

-.J

-.J

-.J

-.J

-.J

-.J

-.J

-.J

-.J

-.J

-.J

-.J

-.J

-.J

-.J

-.J

-.J

-.J

-.J

-.J

-.J

-.J

-.J

-.J

-.J

-.J

-.J

-.J

-.J

-.J

-.J

-.J

-.J

-.J

-.J

-.J

-.J

-.J

-

-.J

-

-.J

-.J

-.J

-

4

4

4

3

4

3

4

4

4

3

Kriteria 1

1 2

Menerima petugas kesehatan (Perkesmas) Menerima pelayanan kesehatan sesua1 rencana keperawatan Tahu dan dapat mengungkapkan masalah 3 kesehatannya secara benar Memanfaatkan fasilitas pelayanan 4 kesehatan sesuai anjuran Melakukan tindakan keperawatan 5 sederhana sesuai anjuran Melakukan tindakan pencegahan secara 6 aktif 7 Melakukan tindakan peningkatan kesehatan (promotif) secara aktif Tingkat Kemandirian

a Binaan 7 8 6 -.J -.J -.J -.J -.J -.J

9 -.J -.J

-.J -.J

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

10

·-•..

. '·.

·

..

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

121

BAB5 PEMBAHASAN

Bab ini akan menguraikan perbandingan kesenjangan dan pencapa1an hasil dengan teori, konsep maupun hasil penelitian terkait. Item yang dibahas pada bab ini adalah analisis kesenjangan dan pencapaian pengelolaan pelayanan manajemen keperawatan, asuhan keperawatan komunitas, dan asuhan keperawatan keluarga terkait upaya pencegahan risiko penyalahgunaan narkoba pada di SMK TB Kota Depok.

5.1 Analisis Pencapaian dan Kesenjangan 5.1.1

Manajemen Pelayanan Keperawatan Komunitas Masalah manajemen pelayanan keperawatan komunitas terkait upaya pencegahan risiko penyalahgunaan narkoba pada remaja di SMK TB, didapatkan dua masalah prioritas yaitu: 1) Belum optimalnya pembinaan dan pelatihan SDM disekolah khususnya upaya pencegahan risikci penyalahgunaan narkoba pada remaja; 2) Belum optimalnya fungsi pengarahan supervisi dan komunikasi pelaksanaan program PKPR disekolah.

Kedua masalah tersebut diatas diselesaikan dengan pendekatan manajemen perencanaan, pengorganisasian, personalia, pengarahan, dan pengawasan (Marquis & Huston, 20 10). Tindakan yang dilakukan untuk mengatasi kedua masalah tersebut melalui program Drug Abuse Resistance

Education (DARE). DARE dirancang untuk mengajarkan anak-anak pentingnya menghindari diri dari narkoba, alkohol, dan penggunaan tembakau. Sementara pada saat yang sama meningkatkan harga diri mereka dan mencegah menggunakan obat-obatan karena tekanan ternan sebaya. Selain itu DARE dirancang

unt~'k

mencegah keterlibatan remaja

dalam geng dan kegiatan kekerasan lainnya (Ennett et al, 1994).

Universitas Indonesia Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

122

Elemen kunci dari program DARE adalah upaya gabungan dari polisi. sekolah,

guru,

berpartisipasi

orang tua, dengan

dan

masyarakat dimana mereka

membawa

pengetahuan,

pendidikan,

ikut dan

pengalaman mereka untuk ikut bertanggung jawab dalam mengajarkan anak-anak tentang bahaya narkoba dan bagaimana melawan narkoba (DARE America , 1996). Petugas yang terlibat dalam program ini diminta

untuk menjalani pelatihan khusus di bidang perkembangan anak, pengelolaan kelas, teknik mengajar, dan keterampilan komunikasi untuk mempersiapkan mereka untuk mengajarkan kurikulum DARE (Ennett et aL, 1994).

Kurikulum DARE yang dirancang dalam upaya pencegahan risiko penyalahgunaan narkoba pada remaja di SMK TB dibuat dalam bentuk modul pelatihan, Modul-mudul tersebut meliputi: modul 1 kesehatan jiwa dan kepribadian remaja; modul 2 menilai diri dan mengelola stres; modul 3 narkoba dan pengaruhnya pada tubuh; dan modul 4 meningkatkan tanggung jawab

dan

kepercayaan

diri.

Modul-modul

berdasarkan modifikasi kurikulum program DARE.

ini

dibuat

Kurikulum ini

diajarkan dengan menggunakan berbagai pendekatan termasuk kelas kuliah, latihan workbook, role-playing, pertanyaan dan sesi jawaban, kegiatan kelompok, latihan kasus, pelayanah masyarakat ,dan diskusi kelompok.

Pembahasan pelaksanaan program DARE ditekankan pada pelaksanan tindakan keperawatan untuk mengatasi masalah belum optimalnya pembinaan dan pelatihan SDM disekolah khususnya upaya pencegahan risiko penyalahgunaan narkoba pada remaja. Intervensi yang dilakukan oleh residen adalah: 1) Advokasi pembentukan Usaha Kesehatan Sekolah (UK~);

2) Membentuk struktur pelaksana UKS SMK TB; 3) Menyusun

program kerja UKS selama 1 tahun; 4) Melakukan sosialisasi program kerja UKS disekolah;

5) Membangun komitmen bersama untuk

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

123

melaksanakan program kerja UKS: 6) Membentuk kader kesehatan sekolah yang berasal dari guru dan peer educator "PENA'' yang berasal dari siswa; 7) Membentuk struktur organisasi dan rencana ke1ja kader kesehatan dan peer educator "PENA''; 8) Membuat modul pencegahan penyalahgunaan narkoba pada remaja disekolah; 9) Melakukan pelatihan kader kesehatan sekolah dan peer educator "PENA'' dalam upaya pencegahan risiko penyalahgunaan narkoba pada remaja disekolah; 10) Lakukan supervisi pada guru UKS, kader kesehatan sekolah dan peer

educator

"PENA''

terhadap

pelaksanaan

pencegahan

resiko

penyalahgunaan narkoba pada siswa disekolah.

Melakukan advokasi pembentukan UKS SMK TB, advokasi ini dilakukan kepada kepala sekolah, wakil kepala sekolah bidang kesiswaan dan bidang kurikulum.

Sesuai dengan Kepmenkes No.

1457 tentang Standar

Pelayanan Minimal (SPM) bidang kesehatan Kabupaten/Kota, UKS Merupakan salah satu program wajib yang hams diselenggarakan. Upaya advokasi yang dilakukan

men~njukan

hasil respon kepala sekolah dan

wakil kepala sekolah sangat menyambut dengan baik rencana tersebut, dan menaruh harapan besar terbentuknya UKS di SMK TB. Kegiatan ini sangat menunjang dengan persiapan sekolah dalam mempersiapkan akreditasi.

Tindakan lain yang dilakukan adalah membentuk struktur UKS, menyusun program kerja UKS dan melakukan sosialisasi program kerja UKS SMK TB. UKS dijalankan oleh struktur organisasi yang terdiri dari tim pembina dan pelaksan. Tim pembina UKS melaksanakan upaya pembinaan dan pengembangan UKS secara terpadu dan terkoordinasi, sedangkan tim pelaksana UKS melaksanakan tiga program pokok UKS (Trias UKS) (Marfu & Sofyan, 2010).

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

124

Upaya ini menunjukan hasil terbentuknya struktur UKS SMK TB. yang terdiri dari 6 orang guru dan 11 orang siswa. Selain itu tersusunnya program kerja UKS yang telah disosialisasikan kepada guru dan siswa. Adapun program kerja UKS yang telah disusun meliputi: I) Pembinaan lingkungan sehat; 2) Pembentukan Kader kesehatan (peer educator); 3) Penjaringan kesehatan bekerjasama dengan puskesmas; 4) Pemeriksaan kesehatan berkala tiap 6 bulan; 5) Pengawasan warung sekolah; 6) Bimbingan dan konseling kesehatan; 7) Kebun sekolah; 8) Dana sehat; 9) Pemantauan kesegaran jasmani; 9) Donor darah; 10) Penyediaan toilet wanita menstruasi.

UKS diselenggarakan untuk meningkatkan kemampuan hidup sehat siswa, sehingga siswa dapat belajar, tumbuh, dan berkembang secara harmonis dan menjadi sumber daya manusia yang berkualitas. Masalah-masalah yang menjadi fokus UKS diantaranya: 1) Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS); 2) Masalah yang berkaitan dengan perilaku beresiko seperti penyalahgunaan narkoba; 3) Maslah gizi; 4) Gangguan kesehatan dasar dan sanitasi. Keberhasilan dari kegiatan ini adalah berkat dukungan dan kerjasama yang baik dari sekolah (guru dan siswa), dalam bentuk penyediaan sarana dan prasarana UKS SMK TB.

Membentuk kader kesehatan dan peer educator, serta melakukan pelatihan terhadap kader kesehatan dan peer educator. Hasil dari kegiatan ini menunjukan terbentuknya kader kesehatan yang berasal dari guru dimana guru yang terlibat sebagai kader kesehatan sebanyak 6 orang. Guru yang terlibat berkomitmen untuk melakukan pembinaan terhadap siswa dalam upaya pencegahan risiko penyaahgunaan narkoba di sekolah. Pembentukan kader kesehatan sekolah dilakukan untuk melibatkan peran serta aktif guru dalam upaya pencegahan risiko penyalahgunaan narkoba oleh remaja disekolah melalui program DARE. Elemen kunci dari program DARE adalah upaya gabungan sekolah, guru, orang tua, dan masyarakat dimana

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

125

mereka ikut berpartisipasi dengan membawa pengetahuan. pendidikan. dan pengalaman mereka untuk ikut bertanggung jawab dalam mengajarkan anak-anak tentang bahaya narkoba dan bagaimana melawan narkoba (DARE America , 1996). Oleh karena itu diharapkan dengan terlibatnya

guru dalam program ini diharapkan bisa memberikan kemudahan dalam pencapaian tujuan penerapan program ini.

Selain dukungan guru dalam pelaksanaan program ini mahasiswa melibatkan peran serta aktif siswa yang terhimpun dalam wadah yang disebut dengan Peer Educator Peduli Narkoba yang kemudian disingkat dengan peer educator "PENA''. Keterlibatan siswa dirasa sangat penting dalam proses pendidikan terhadapa remaja. Cowie and Wellace (2000), menjelaskan bahwa dukungan ternan sebaya banyak membantu atau memberikan keuntungan kepada anak-anak yang memiliki problem sosial dan problem keluarga, dapat membantu memperbaiki iklim sekolah, serta memberikan pelatihan keterampilan sosial.

Pembentukan peer educator merupakan bagian dari pelaksanaan salah satu fungsi manajemen pelayanan keperawatan yaitu pengorganisasian. Fungsi pengorganisasian bertujuan untuk menghimpun semua sumber daya yang dimiliki

dan

memanfaatkannya

tanggungjawabnya

secara

untuk mencapai

efisien

tujuan

sesuai

yang telah

tugas

dan

ditetapkan

(Swans burg, 2000; Marquis & Huston, 201 0)

Penelitian yang dilakukan oleh Lutfiani (20 11) dengan metode kuasi eksperimen yang bertujuan untuk menganalisis pengaruh pendidikan kelompok sebaya terhadap pengetahuan dan sikap remaja tentang risiko penyalahgunaan narkoba di SMA Kecamatan Medan Helvetia Kota Medan, hasilnya menunjukkan pengar"3 yang signifikan pendidikan kelompok sebaya terhadap sikap remaja tentang risiko penyalahgunaan narkoba. Penelitian lain yang dilakukan oleh Ritanti (2011), tentang multi

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

126

dimensi keluarga sebagai bentuk intervensi keperawatan komunitas untuk mencegah penyalahgunaan NAPZA pada usia remaja di Kelurahan Tugu Kota Depok, dimana salah satu strategi intervensi yang dilakukan adalah melalui pelatihan peer educator, hasilnya menunjukkan pengaruh yang signifikan pendidikan kelompok sebaya terhadap pengetahun remaja tentang risiko penyalahgunaan.

Hasil pelatihan terhadap peer educator tentang kesehatan jiwa dan kepribadian remaja bagi peer educator "PENA''. Kegiatan ini diikuti oleh 17 orang anggota peer educator "PENA''. Hasil pelatihan menunjukan adanya peningkatan pengetahuan setelab dilakukan pelatihan dengan ratarata nilai pretest 16,4 7 dan nilai rata-rata postest 18,64. Selisib atau perbedaan rata -rata nilai nilai pretest dengan nilai postest sebesar 2,17, sehingga terdapat peningkatan pengetahuan sebesar 10.8%. Hal terse but dibuktikan dari basil uji signifikasi melalui Uji Wilcoxon didapatkan pvalue 2-tailed sebesar O,OQI dengan a= 0,05.

Evaluasi basil kegiatan pelatihan modul 2 tentang menilai diri dan mengelola stress bagi peer educator "PENA'', menunjukan adanya peningkatan pengetabuan setelab dilakukan pelatiban, dengan rata-rata nilai pretest 16,64 dan nilai rata-ra,ta postest 19,05. Selisib atau perbedaan rata -rata nilai nilai pretest dengan nilai postest sebesar 2,41, sebingga terjadi peningkatan pengetahuan sebesar 12,5%. Hal tersebut dibuktikan dari basil uji signifikasi melalui Uji Wilcoxon didapatkan p-value 2-tailed sebesar 0,000 dengan a= 0,05.

Berdasarkan basil evaluasi kegiatan pelatihan modul 3 tentang narkoba dan pengaruhnya pada tubub bagi peer educator "PENA''. Hasil pelatihan menu11~:1kan

adanya peningkatan pengetabuan setelah dilakukan pelatiban,

dengan rata-rata nilai pretest 15,23, dan nilai rata-ra,ta postest 18,64. Selisib atau perbedaan rata -rata nilai nilai pretest dengan nilai postest

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

127

sebesar 3,41, sehingga tetjadi peningkatan pengetahuan sebesar 7%. Hal tersebut dibuktikan dari basil uji signifikasi melalui Uji Wilcoxon didapatkan p-value 2-tailed sebesar 0,000 dengan a= 0,05.

Basil -evaluasi kegiatan pelatihan modul 4 tentang meningkatkan tangguang jawab dan kepercayaan diri remaja bagi peer educator "PENA''. Basil pelatihan menunjukan adanya peningkatan pengetahuan setelah dilakukan pelatihan, dengan rata-rata nilai pretest 16,23, dan nilai rata-ra,ta postest 19, 11. Selisih atau perbedaan rata -rata nilai nilai pretest dengan nilai postest sebesar 2,88,

sehingga

terjadi

peningkatan

pengetahuan sebesar 17 ,4%. Hal tersebut dibuktikan dari hasil uji signifikasi melalui Uji Wilcoxon didapatkanp-value 2-tailed sebesar 0,000 dengan a= 0,05.

Basil pelatihan diatas sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Asri (2013), tentang program keluarga untuk remaja sehat sebagai strategi dalam pengendalian risiko penyalahgunaan NAPZA pada remaja di Kelurahan Cisalak Pasar Kecamatan Cimanggis Kota Depok, dimana salah satu strategi intervensi yang dilakukan adalah melalui pelatihan kelompok remaja, hasilnya menunjukkan pengaruh yang signifikan pendidikan kelompok

sebaya

terhadap

pengetahun

remaJa

tentang

risiko

penyalahgunaan NAPZA sebesar 29%.

Penelitian lain yang dilakukan oleh Nurhayati (2012), tentang metode permainan dalam model edukasi sebaya sebagai strategi peningkatan kesehatan reproduksi remaja berbasis pemberdayaan siswa Di MTS Kelurahan Tugu. Basil penelitian menunjukan setelah dilakukan intervensi keperawatan komunitas di MTs "AH" Kelurahan Tugu melalui metode permainan dalam model edukasi sebaya terjadi meningkatkan pengetahuan tentang kesehatan baik sebesar 17%, sikap positif terhadap kesehatan reproduksi sebesar 15% dan perilaku tidak berisiko sebesar 7%. Penelitian

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

128

Carol Hirschon (2005). tentang evaluasi dari program DARE berulang kali menunjukkan bahwa DARE efektif dalam meningkatkan pengetahuan dan sikap siswa dalam mencegah penggunaan obat-obatan. Berdasarkan basil penelitian Yansyah (20 11) dengan metode kualitatif menunjukkan bahwa aktifitas dari peran pendidik sebaya membawa dampak yang positif bagi remaja (sebayanya) karena remaja memperoleh pengetahuan yang lebih baik tentang kesehatan reproduksi.

Kendala yang dihadapi dalam melakukan intervensi keperawatan terhadap peer educator adalah: kendala waktu, dimana residen harus menyesuaikan

waktu dengan siswa. Angota peer educator yang merupakan perwakilan siswa dari beberapa kelas denga jam pelajaran yang berbeda (pagi dan sore) sehingga terkadang menyulitkan untuk mencari jam yang sesuai. Selain itu faktor tempat, sekolah belum banyak memiliki ruangan yang nyaman untuk melakukan kegiatan pertemuan dengan peer educator.

Basil pelatihan modul 1 terhadap kader kesehatan (guru) tentang kesehatan jiwa dan kepribadian remaja menunjukan adanya peningkatan pengetahuan setelah dilakukan pelatihan dengan rata-rata nilai pretest 18,5 dan nilai rata-rata postest 20. Selisih atau perbedaan rata -rata nilai nilai pretest dengan nilai postest sebesar

1,5,

sehingga terdapat peningkatan

pengetahuan sebesar 7,5%. Hal tersebut dibuktikan dari hasil uji signifikasi melalui Uji Wilcoxon didapatkan p-value 2-tailed sebesar 0,024 dengan a= 0,05.

Pelatihan modul 2 tentang menilai diri dan mengelola stress hasil pelatihan menunjukan adanya peningkatan pengetahuan setelah dilakukan pelatihan dengan rata-rata nilai pretest 17,6 dan nilai rata-rata postest 19,8. Selisih atau perbedaan rata -rata nilai nilai pretest dengan nilai postest sebesar 2,2, sehingga terdapat peningkatan pengetahuan sebesar 11%. Hal terse but

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

129

dibuktikan dari hasil uji signifikasi melalui Uji Wilcoxon didapatkan pvalue 2-tailed sebesar 0,026 dengan a= 0,05.

Hasil pelatihan modul 3 tentang narkoba dan pengaruhnya pada tubuh menunjukan adanya peningkatan pengetahuan setelah dilakukan pelatihan dengan rata-rata nilai pretest 17,3 dan nilai rata-rata postest 19,6. Selisih atau perbedaan rata -rata nilai nilai pretest dengan nilai postest sebesar 2,3, sehingga terdapat peningkatan pengetahuan sebesar 11 ,5%. Hal tersebut dibuktikan dari hasil uji signifikasi melalui Uji Wilcoxon didapatkanp-value 2-tailed sebesar 0,023 dengan a= 0,05.

Berdasarkan basil pelatihan modul 4 tentang meningkatkan tanggung jawab dan kepercayaan diri remaja menunjukan adanya peningkatan pengetahuan setelah dilakukan pelatihan dengan rata-rata nilai pretest 17,8 dan nilai rata-rata postest 20. Selisih atau perbedaan rata -rata nilai nilai pretest dengan nilai postest sebesar 2,2, sehingga terdapat peningkatan

pengetahuan sebesar 11%. Hal tersebut dibuktikan dari hasil uji signifikasi melalui Uji Wilcoxon didapatkan p-value 2-tailed sebesar 0,020 dengan a

= 0,05. Hasil pelatihan diatas sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Asri (2013), tentang program keluarga untuk remaja sehat sebagai strategi dalam pengendalian risiko penyalahgunaan NAPZA pada remaja di Kelurahan Cisalak Pasar Kecamatan Cimanggis Kota Depok, dimana salah satu strategi intervensi yang dilakukan adalah melalui terhadap guru SMP F. Hasilnya menunjukkan terjadi peningkatan pengetahuan sebelum dan sesudah kegiatan pelatihan sebesar 42,8% (rata-ratanilai postest 88,60) hasil uji statistik menunjukan adanya perbedaan signifikan pengetahuan guru dengan nilai p=O,OOO.

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

130

Guru memiliki kekuatan atau kekuasaan untuk melakukan mobilisasi dan koordinasi kepada seluruh siswa dan orang tua siswa. Peran ini merupakan struktur tugas dan fungsi bagi guru dalam melaksanakan manajemen sekolah. Kekuasaan yang melekat pada guru di sekolah merupakan modal strategis bagi penggerakkan dan motivasi siswa dalam melakukan kigiatan dan aktivitas di sekolah, bahkan aktivitas terkait kesehatan (Zuhri, 2002). Selain itu, guru juga merupakan role model bagi siswa, yang berarti semua perilaku yang ditampilkan merupakan strategi jitu dalam merubah perilaku siswa kearah perilaku yang lebih positif (Ashari, 201 0).

Pelatihan kader kesehatan sekolah (guru) bertujuan untuk mengembangkan SDM yang nantinya akan melaksanakan kegiatan pelayanan kesehatan secara mandiri, khususnya masalah pencegahan risiko penyalahgunaan narkoba. Pelatihan merupakan upaya untuk mengembangkan sumber daya manusia, terutama untuk mengembangkan kemampuan intelektual dan kepribadian. Pelatihan juga merupakan bagian dari proses pendidikan yang untuk meningkatkan kemampuan dan keterampilan individu

atau

kelompok (Hariandja, 2002). Pelatihan terhadap guru terbukti dapat meningkatkan kinerja guru (Musafa, 2013).

Guru dapat dijadikan kader kesehatan sekolah untuk melakukan pencegahan

risiko

penyalahgunaan

narkoba

pada remaja.

Untuk

menyiapkan tenaga guru sebagai kader kesehatan sekolah perlu dilakukan pelatihan atau workshop (Sullivan, Catallozzi, Haller, & Gibson, 2009). Kader akan selalu berkoordinasi dan bekerja sama dengan peer educator yang berasal dari siswa. kerjasama ini diharapkan dapat mempertajam layanan kesehatan guna mencapai tujuan sehat bagi seluruh masyarakat sekolah (SNKRI, 2008).

Hambatan yang dihadapi dalam menyelesaikan masalah manajemen pelayanan keperawatan yaitu: kendala waktu, sulitnya menyesuaikan

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

127

sebesar 3,41, sehingga te1jadi peningkatan pengetahuan sebesar 7%. Hal tersebut dibuktikan dari basil uji signifikasi melalui Uji Wilcoxon didapatkan p-value 2-tailed sebesar 0,000 dengan a= 0,05.

Hasil -evaluasi kegiatan pelatihan modul 4 tentang meningkatkan tangguang jawab dan kepercayaan diri remaja bagi peer educator "PENA''. Hasil pelatihan menunjukan adanya peningkatan pengetahuan setelah dilakukan pelatihan, dengan rata-rata nilai pretest 16,23, dan nilai rata-ra,ta postest 19, 11. Selisih atau perbedaan rata -rata nilai nilai pretest dengan

nilai postest

sebesar 2,88,

sehingga

terjadi

peningkatan

pengetahuan sebesar 17 ,4%. Hal tersebut dibuktikan dari hasil uji signifikasi melalui Uji Wilcoxon didapatkanp-va/ue 2-tailed sebesar 0,000 dengan a= 0,05.

Hasil pelatihan diatas sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Asri (20 13 ), tentang program keluarga untuk remaja sehat sebagai strategi dalam pengendalian risiko penyalahgunaan NAPZA pada remaja di Kelurahan Cisalak Pasar Kecamatan Cimanggis Kota Depok, dimana salah satu strategi intervensi yang dilakukan adalah melalui pelatihan kelompok remaja, hasilnya menunjukkan pengaruh yang signifikan pendidikan kelompok

sebaya

terhadap

pengetahun

remaJa

tentang

risiko

penyalahgunaan NAPZA sebesar 29%.

Penelitian lain yang dilakukan oleh Nurhayati (2012), tentang metode permainan dalam model edukasi sebaya sebagai strategi peningkatan kesehatan reproduksi remaja berbasis pemberdayaan siswa Di MTS Kelurahan Tugu. Hasil penelitian menunjukan setelah dilakukan intervensi keperawatan komunitas di MTs "AH" Kelurahan Tugu melalui metode permainan dalammodel edukasi sebaya terjadi meningkatkan pengetahuan tentang kesehatan baik sebesar 17%, sikap positif terhadap kesehatan reproduksi sebesar 15% dan perilaku tidak berisiko sebesar 7%. Penelitian

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

128

Carol Hirschon (2005). tentang evaluasi dari program DARE berulang kali menunjukkan bahwa DARE efektif dalam meningkatkan pengetahuan dan sikap siswa dalam mencegah penggunaan obat-obatan. Berdasarkan hasil penelitian Yansyah (2011) dengan metode kualitatif menunjukkan bahwa aktifitas dari peran pendidik sebaya membawa dampak yang positif bagi remaja (sebayanya) karena remaja memperoleh pengetahuan yang lebih baik tentang kesehatan reproduksi.

Kendala yang dihadapi dalam melakukan intervensi keperawatan terhadap peer educator adalah: kendala waktu, dimana residen harus menyesuaikan

waktu dengan siswa. Angota peer educator yang merupakan perwakilan siswa dari beberapa kelas denga jam pelajaran yang berbeda (pagi dan sore) sehingga terkadang menyulitkan untuk mencari jam yang sesuai. Selain itu faktor tempat, sekolah belum banyak memiliki ruangan yang nyaman untuk melakukan kegiatan pertemuan dengan peer educator.

Hasil pelatihan modul 1 terhadap kader kesehatan (guru) tentang kesehatan jiwa dan kepribadian remaja menunjukan adanya peningkatan pengetahuan setelah dilakukan pelatihan dengan rata-rata nilai pretest 18,5 dan nilai rata-rata postest 20. Selisih atau perbedaan rata -rata nilai nilai pretest dengan nilai postest sebesar

1,5, sehingga terdapat peningkatan

pengetahuan sebesar 7,5%. Hal tersebut dibuktikan dari hasil uji signifikasi melalui Uji Wilcoxon didapatkan p-value 2-tailed sebesar 0,024 dengan a= 0,05.

Pelatihan modul 2 tentang menilai diri dan mengelola stress hasil pelatihan menunjukan adanya peningkatan pengetahuan setelah dilakukan pelatihan dengan rata-rata nilai pretest 17,6 dan nilai rata-rata postest 19,8. Selisih atau perbedaan rata -rata nilai nilai pretest dengan nilai postest sebesar 2,2, sehingga terdapat peningkatan pengetahuan sebesar 11%. Hal terse but

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

129

dibuktikan dari hasil uji signifikasi melalui Uji Wilcoxon didapatkan pvalue 2-tailed sebesar 0,026 dengan a= 0,05.

Hasil pelatihan modul 3 tentang narkoba dan pengaruhnya pada tubuh menunjukan adanya peningkatan pengetahuan setelah dilakukan pelatihan dengan rata-rata nilai pretest 17,3 dan nilai rata-rata postest 19,6. Selisih atau perbedaan rata -rata nilai nilai pretest dengan nilai postest sebesar 2,3, sehingga terdapat peningkatan pengetahuan sebesar 11,5%. Hal tersebut dibuktikan dari hasil uji signifikasi melalui Uji Wilcoxon didapatkanp-value 2-tailed sebesar 0,023 dengan a= 0,05.

Berdasarkan hasil pelatihan modul 4 tentang meningkatkan tanggung jawab dan kepercayaan diri remaja menunjukan adanya peningkatan pengetahuan setelah dilakukan pelatihan dengan rata-rata nilai pretest 17,8 dan nilai rata-rata postest 20. Selisih atau perbedaan rata -rata nilai nilai pretest dengan nilai postest sebesar 2,2, sehingga terdapat peningkatan

pengetahuan sebesar 11%. Hal tersebut dibuktikan dari hasil uji signifikasi melalui Uji Wilcoxon didapatkan p-value 2-tailed sebesar 0,020 dengan a =

0,05.

Hasil pelatihan diatas sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Asri (2013), tentang program keluarga untuk remaja sehat sebagai strategi dalam pengendalian risiko penyalahgunaan NAPZA pada remaja di Kelurahan Cisalak Pasar Kecamatan Cimanggis Kota Depok, dimana salah satu strategi intervensi yang dilakukan adalah melalui terhadap guru SMP F. Hasilnya menunjukkan terjadi peningkatan pengetahuan sebelum dan sesudah kegiatan pelatihan sebesar 42,8% (rata-ratanilai postest 88,60) hasil uji statistik menunjukan adanya perbedaan signifikan pengetahuan guru dengan nilai p=O,OOO.

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

130

Guru memiliki kekuatan atau kekuasaan untuk melakukan mobilisasi dan koordinasi kepada seluruh siswa dan orang tua siswa. Peran ini merupakan struktur tugas dan fungsi bagi guru dalam. melaksanakan manajemen sekolah. Kekuasaan yang melekat pada guru di sekolah merupakan modal strategis bagi penggerakkan dan motivasi siswa dalam melakukan kigiatan dan aktivitas di sekolah, bahkan aktivitas terkait kesehatan (Zuhri, 2002). Selain itu, guru juga merupakan role model bagi siswa, yang berarti semua perilaku yang ditampilkan merupakan strategi jitu dalam merubah perilaku siswa kearah perilaku yang lebih positif (Ashari, 201 0).

Pelatihan kader kesehatan sekolah (guru) bertujuan untuk mengembangkan SDM yang nantinya akan melaksanakan kegiatan pelayanan kesehatan secara mandiri, khususnya masalah pencegahan risiko penyalahgunaan narkoba. Pelatihan merupakan upaya untuk mengembangkan sumber daya manusia, terutama untuk mengembangkan kemampuan intelektual dan kepribadian. Pelatihan juga merupakan bagian dari proses pendidikan yang untuk meningkatkan kemampuan dan

keterampilan individu atau

kelompok (Hariandja, 2002). Pelatihan terhadap guru terbukti dapat meningkatkan kinerja guru (Musafa, 2013).

Guru dapat dijadikan kader kesehatan sekolah untuk melakukan pencegahan

risiko

penyalahgunaan

narkoba

pada

remaja.

Untuk

menyiapkan tenaga guru sebagai kader kesehatan sekolah perlu dilakukan pelatihan atau workshop (Sullivan, Catallozzi, Haller, & Gibson, 2009). Kader akan selalu berkoordinasi dan bekerja sama dengan peer educator yang berasal dari siswa. kerjasama ini diharapkan dapat mempertajam layanan kesehatan guna mencapai tujuan sehat bagi seluruh masyarakat sekolah (SNKRI, 2008).

Hambatan yang dihadapi dalam menyelesaikan masalah manaJemen pelayanan keperawatan yaitu: kendala waktu, sulitnya menyesuaikan

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

131

waktu siswa anggota peer educator dengan kegiatan yang diselenggarakan oleh residen, karena jadwal siswa terbagi menjadi kelas pagi dan kelas sore. Hambatan lain adalah tidak adanya siswa kelas 2 dan 3 yang terlibat sebagai anggota peer educator, karena berdasarkan jadwal siswa kelas 2 sedang melaksanakan kegiatan praktek lapangan, dan kelas 3 sedang melakukan persiapan untuk menghadapi ujian nasional tingkat SMU. Jumlah guru yang ada di SMK TB masih dirasa kurang, sementara jumlah kelas terbagi kedalam kelas pagi dan sore, sehingga aktifitas guru dalam proses belajar sangat tinggi.

Masalah manaJemen pelayanan keperawatan komunitas kedua adalah belum

optimalnya

fungsi

pengarahan

superv1s1

dan

komunikasi

pelaksanaan program PKPR disekolah. Intervensi keperawatan yang dilakukan oleh residen adalah: 1) Menyusun alur komunikasi antara sekolah

dengan

puskesmas

dalam

upaya

pencegahan

risiko

penyalahgunaan narkoba pada remaja disekolah; 2) Melakukan monitoring dan

supervisi

bersama

puskesmas

dalam

upaya

pencegahan

penyalahgunaan narkoba pada remaja disekolah; 3) Melibatkan guru dalam melakukan monitoring dan supervisi terhadap peer educator "PENA''; 4) Lakukan koordinasi dengan puskesmas dan Badan Narkotika Kota Depok

Penyusunan alur komunikasi merupakan salah satu intervensi yang dilakukan untuk mengatasi masalah belum optimalnya fungsi pengarahan supervisi dan komunikasi pelaksanaan program PKPR disekolah. Hasil dari kegiatan ini adalah tersusunnya alur komunikasi program pencegahan penyalahgunaan narkoba pada siswa di SMK TB).

Menurut Marquis dan Huston (2010), dijelaskan bahwa fungsi pengarahan yang baik memerlukan komunikasi yang efektif, sehingga dapat memotivasi semua pihak yang terlibat dalam menyelesaikan konflik. Alur komunikasi yang dibuat merupakan salah satu strategi yang dapat

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

I32

dilakukan oleh sekolah untuk melakukan koordinasi dengan pihak terkait seperti puskesmas, BNN Kota depok untuk bekerjasama dalam melakukan pencegahan risiko penyalahgunaan narkoba pada remaja disekolah.

Monitoring dan supervisi dilakukan untuk menilai atau memberikan pengarahan, kegiatan ini merupakan bagian dari fungsi manajemen. Hasil evaluasi supervisi pendidikan kesehatan tentang kesehatan jiwa dan kepribadian remaja menunjukan bahwa, nilai rata-rata yang dilakukan oleh 10 orang peserta sebesar 21 ,6, sedangkan hasil penilaian residen sebesar 27. Hasil evaluasi supervisi pendidikan menilai diri dan mengelola stres menunjukan bahwa, nilai rata-rata yang dilakukan oleh I 0 orang peserta sebesar 21, sedangkan hasil penilaian residen sebesar 25. Hasil evaluasi supervisi pendidikan kesehatan tentang narkoba dan pengaruhnya pda tubuh menunjukan bahwa, nilai rata-rata yang dilakukan oleh 10 orang peserta sebesar 22,4, sedangkan hasil penilaian residen sebesar 28.

Hasil evaluasi bersama peer educator disampaikan bahwa mereka masih merasakan tegang, penguasaan materi belum maksimal sehingga ketika ada ternan yang bertanya belum bisa dijawab secara maksimal, jumlah peserta banyak sehingga sulit mengendalikan peserta, merasa gugup saat menyampaikan materi, dan dan masih hams banyak latihan,

Hasil kegiatan supervisi terhadap guru atau kader kesehatan dalam penerapan modul 1,2 dan 4. Hasil evaluasi supervisi penerapan modul 1, nilai rata-rata yang dilakukan oleh 10 orang peserta sebesar 23,9, sedangkan hasil penilaian residen sebesar 29. Hasil evaluasi supervisi penerapan modul 2, nilai rata-rata yang dilakukan oleh 10 orang peserta sebesar 24,4, sedangkan hasil penilaian residen sebesar 28. Hasil evaluasi supervisi penerapan modul 4, nilai rata-rata yang dilakukan oleh I 0 orang peserta sebesar 24,1, sedangkan hasil penilaian residen sebesar 29. Guru sudah mampu berkomunikasi dengan baik dalam menyampaikan materi,

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

,, 1_)_)

kemampuan guru dalam mengelola kelas masih belum maksimal. Hasil penilaian terhadap 3 orang kader kesehatan didapatkan bahwa 1 orang kader masih belum percaya diri dalam memberikan pendidikan kesehatan terhadap siswa, hal ini karena guru tersebut belum pernah memiliki pengalaman mengajar didalam kelas. Suasana ruangan yang panas menyebabkan peserta kurang nyaman sehingga agak sulit mengendalikan peserta.

Hasil kegaiatan supervisi diatas sesuai dengan hasil penelitian Hidayat (2013), tentang Konseling Berbasis IT (KB-IT) Sebagai Intervensi Keperawatan Kesehatan Komunitas Dalam Meningkatkan Kesehatan Reproduksi Remaja di SMP F Kelurahan Cisalak Pasar Kecamatan Cimanggis Kota Depok. Hasil Pelatihan dan kegiatan supervisi pada guru sebagai kader kesehatan sekolah mampu meningkatkan pengetahuan dan keterampilan guru pengampu program layanan KB-IT.

Supervisi

yang

dilakukan

untuk

meinbimbing,

memotivasi,

dan

memastikan kader kesehatan dan peer educator mampu melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya untuk melakukan pendidikan kesehatan. Memotivasi karyawan merupakan kegiatan kepemimpinan yang termasuk di dalam fungsi ini. Kemampuan manajer untuk memotivasi karyawannya akan sangat menentukan efektifitas manajer. Manajer harus dapat memotivasi para bawahannya agar pelaksanaan kegiatan dan kepuasan kerja mereka meningkat (Marquis & Huston, 2010).

Intervensi lain yang dilakukan adalah melakukan melakukan koordinasi dengan Puskesmas Cimanggis dan BNN Kota Depok. Hasil evaluasi kegiatan koordinasi dengan PJ program PKPR Puskesmas Cimanggis disepakati bahwa, akan ada upaya pembina!'n lebih lanjut terhadap peer

educator "PENA" secara berkala. Upaya ini akan diselenggrakan dengan pengalokasian dana BOK untuk kegiatan program PKPR. Sedangkan hasil

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

138

masyarakat merasakan bahwa mayoritas anak-anak dan remaJa yang menyelesaikan program DARE tidak terlibat dalam masalah pengunaan obat-obatan.

Menurut Notoatmojo (2005), pendidikan kesehatan yang dilakukan secara efektif dapat mempengaruhi perubahan pengetahuan, sikap serta perilaku seseorang terhadap suatu hal. Efektifitas pendidikan kesehatan yang dilakukan di SMK TB, adalah berkat adanya dukungan dari kader kesehatan (guru) yang telah dilatih, ikut terlibat secara aktif untuk melakukan pendidikan kesehatan. Selain itu dukungan dari sekolah seperti sarana dan prasarana yang menunjang dalam pelaksanaan kegiatan, serta alokasi waktu secara khusus dengan menggunakan jam belajar yang telah dikondisikan mempermudah pelaksanaan kegiatan ini.

Tujuan pendidikan kesehatan adalah untuk memotivasi individu untuk mengadopsi pengetahuan yang tepat, mengembangkan sikap ·yang positif, membuat keputusan tenatng kesehatan secara tepat, · meningkatkan kepercayaan diri untuk mencapai status kesehatan yang optimal. Dalam CSHM pendidikan kesehatan merupakan variabel dari pilar utama pengajaran dan pembelajaran (Consortium for School Health, 2012). Selain itu pendidikan kesehatan merupakan bagian dari trias program UKS.

Pendikan kesehatan yang dilakukan terhadap siswa SMK TB terkait upaya pencegahan risiko penyalahgunaan narkoba menunjukan bahwa strategi ini efektif untuk meningkatkan pengetahuan, sikap, serta perilaku siswa. Keberhasilan dari intervensi ini didukung oleh peran serta aktif kader kesehatan (guru) dalam melakukan pendidikan kesehatan. Hambatan yang ditemui

~:1lam

intervensi ini adalah perubahan jadwal yang telah

ditetapkan karena berbenturan dengan kegiatan proses belajar mengajar.

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

139

5.1.3

Asuhan Keperawatan Keluarga Asuhan keperawatan keluarga pada aggregate remaJa dengan risiko penyalahgunaan narkoba menggunakan integrasi model Family Centred

Nursing. Menurut Friedman (2003), keluarga merupakan · suatu sistem, dimanajika salah satu anggota keluarga yang memiliki masalah maka akan mempengaruhi

anggota

keluarga

yang

lainnya.

Fokus

intervensi

keperawatan keluarga bisa menjadi sangat bervariasi, tergantung pada konseptualisasi

perawat

terhadap

keluarga

dalam

praktik

yang

dilakukannya.

Family Center Nursing merupakn model yang digunakan sebagai intervensi dalam pemberian asuhan keperawatan keluarga yang tidak terlepas dari 5 tugas kesehatan keluarga, yaitu kemampuan mengenal masalah,

kemampuan

mengambil

keputusan,

kemampuan

merawat

anggota keluarga, kemampuan memodifikasi lingkungan dan kemampuan memanfaatkan pelayanan kesehatan. Keseluruhan tugas keluarga tersebut merupakan kemampuan dasar yang harus dimiliki keluarga dalam melakukan perawatan terhadap anggota keluarganya.

lmplementasi yang dilakukan oleh residen dalam asuhan keperawatan keluarga adalah dengan memberikan asuhan keperawatan pada 10 keluarga binaan yang memiliki anak remaja dengan risiko sedang sampai dengan tinggi tinggi. Keberhasilan intervensi keperawatan yang diberikan dalam asuhan keperawatan keluarga diukur menggunakan indikator pencapaian tingkat kemandirian keluarga yang terdapat dalam program perawatan kesehatan masyarakat (Perkesmas) sesuai Keputusan Menteri Kesehatan RI No.279/MENKES/SK/IV /2006 tentang Pedoman Penyelenggaraan Upaya Kesehatan Masyarakat di Puskesmas.

Dari seluruh keluarga yang di bina, setelah diberikan asuhan keperawatan keluarga selama 4 bulan, basil tersebut menunjukkan adanya keberhasilan

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

140

dalam asuban kemandirian

keperawatan keluarga, terdapat peningkatan tingkat

keluarga,

dimana

7 keluarga (70%)

kemandirian IV, 3 kel uarga (3 0%) dengan

dengan

tingkat

tingkat kemandirian III.

Berdasarkan basil pengkajian, tingkat kemadirian keluarga sebelum dilakukan intervensi adalab 9 keluarga berada pada tingkat kemandirian II, dan 1 keluarga berada pada tingkat kemandirianl. Hasil pengukuran perilaku kesebatan remaja pada keluarga binaan, khususnya upaya pencegahan risiko penyalabgunaan narkoba didapatkan peningkatan yang signifikan pengetabuan, sikap dan perilaku. Besarnya peningkatan rata-rata pengetabuan sebesar 2,1 (1 0,5%), sikap 3 (7 ,5%) dan perilaku sebesar 2, 7 (6,75%).

Hasil ini didukung dengan penelitian yang dilakukan oleb Asri (2013), tingkat kemandirian keluarga setelab dilakukan intervensi sebesar 10% keluarga berada pada tingkat kemandirian II, 20% keluarga berada pada tingkat kemandirian III dan 70% keluarga pada tingkat kemandirian IV. Intervensi pencegaban penyalabgunaan NAPZA juga pernab dilakukan Ritanti (20 11 ), hasil intervensi tang dilakukan menunjukan 50% keluarga berada pada tingkat kemandirian III, dan 50% keluarga berada pada tingkat kemandirian IV. Perbedaan basil tersebut disebabkan oleh faktor karakteristik keluarga yang berbeda, tingkat pendidikan remaja dan keluarga.

Pencapaian peningkatan tingkat kemadirian keluarga dipengaruhi oleh peran serta aktif keluarga dalam memfasilitasi remaja, selain itu harapan besar keluarga agar masalab risiko penyalabgunaan narkoba pada remaja bisa segera diatasi menjadi faktor penunjang keberbasilan dalam melakukan intervensi keperawatan terhadap keluarga. Kendala yang dibadapi dalam melakukan asuban keperawatan keluarga adalah kesulitan residen untuk menyesuaikan waktu pertemuan bersama keluarga dan remaja dirumab.

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

141

5.2 Keterbatasan

Keterbatasan dana dalam menyediakan sarana dan prasana pelayanan kesehatan sekolah seperti penyediaan ruangan khusus UKS beserta alatalatnya, pencegahan risiko penyalahgunaan narkoba kendahi utama dalam menjalankan fungsi dan peran sekolah sebagai institusi yang

ikut

bertanggungjawab dalam pemeliharaan kesehatan siswa.

Masalah penyalahgunaan narkoba bagi sebagian besar masyarakat merupakan permasalahan yang sensitif, dan merupakan bagian dari aib keluarga yang harus ditutupi. Sehingga diperlukan upaya pendekatan yang lebih intensif dalam membina kepercayan dengan keluarga dan remaja.

Keterbatasan lain yang ditemukan selama melakukan intervensi keperawatan adalah, terbatasnya ruangan yang memadai untuk melakukan proses belajar dengan siswa. Ruangan yang digunakan terasa panas dan kurang nyaman, hal ini berdampak terhadap konsentra:si siwa untuk belajar. Selain itu faktor waktu, dimana siswa yang terlibat dalam peer educator merupakan perwakilan kelas, perbedaan waktu belajar siswa kelas pagi dan sore menyulikan residen untuk mengatur waktu pertemuan.

5.3 lmplikasi 5.3.1

Implikasi terhadap Pelayanan Keperawatan Komunitas

Pelaksanaan perogram DARE sangat tepat diaplikasikan disekolah, khususnya terkait upaya pencegahan risiko penyalahgunaan nakoba pada remaja

disekolah.

Strategi

m1

berdampak

terhadap

peningkatan

pengetahuan, sikap, dan perilaku siswa dan guru. Penerapan strategi DARE disekolah dapat dilakukan atau dikembangnkan melalui pelayanan konseling, edukasi sebaya, promosi kesehatan,

pro<'~S

kelompok.

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

142

Startegi intervensi DARE di sekolah memerlukan media yang menarik, dan mudah dimengerti sehingga memudahkan peer edukasi atau kelompok pendukung peer edukasi dalammenjalankan tugasnya. Sarana media yang menarik dapat membuat peserta peer edukasi

termotivasi dan aktif

mengikuti kegiatan.

Strategi DARE melibatkan peran serta aktif sekolah, masyarakat dan berbagai pihak dalam menjalankan kegiatan juga merupakan bentuk kemitraan dimana terdapat upaya menjalin kerjasama dengan pihak pemerintah, organisasi masyarakat dan pihak terkait lainnya yang ada di masyarakat guna mendapat dukungan dan mensukseskan kegiatan yang direncanangkan (Helvie, 1998; Allender & Spradey, 2005).

5.1.2

Implikasi terhadap Perkembangan Ilmu keperawatan Pelaksanaan

program

penyalahgunaan

DARE

narkoba

dalam

pada

remaJa

upaya

pencegahan

disekolah

risiko

dikembangkan

berdasarkan pendekatan integrasi model community as partner, family

center nursing, Promotion Health Model, dan Comprehensive School Health Model serta manajemen pelayanan kesehatan. Integrasi dari beberapa model tersebut dapat menjadi rujukan dalam melakukan pembinaan kesehatan kepada remaja.

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

143

BAB6 SIMPULAN DAN SARAN

Pada bab ini akan dijelaskan tentang simpulan dan saran dari urman bab sebelumnya terhadap hasil dan pembahasan asuhan keperawatan komunitas yang telah dibandingkan dengan konsep dan referensi/penelitian terkait. 6.1 Kesimpulan 6.1.1

Strategi intervensi keperawatan melalui program DARE, hasil evaluasi menunjukan terjadi peningkatan pengetahuan, sikap dan perilaku siswa dalam melakukan upaya pencegahan risiko penyalahgunaan narkoba pada siswa disekolah.

6.1.2

Peningkatan secara signifikan pengetahuan peer educator melaui strategi DARE tentang kesehatan jiwa dan kepribadian remaja, menilai diri dan

mengelola stress, narkoba dan pengaruhnya pada tubuh meningkatkan tanggungjawab dan kepercayaan diri remaja. 6.1.3

Terdapat peningkatan secara signifikan pengetahuan kader kesehatan (guru) melaui strategi intervensi DARE tentang kesehatan JIWa dan kepribadian remaja, menilai diri dan mengelola stress, narkoba dan pengaruhnya pada tubuh meningkatkan tanggung jawab dan kepercayaan diri remaja.

6.1.4

Strategi

intervensi

peningkatan

DARE terhadap

pengetahuan,

sikap,

keluarga menunjukan adanya dan

perilaku

remaJa

dalam

keluargaterhadap upaya pencegahan risiko penyalahgunaan narkoba pada remaJa. 6.2 Saran 6.2.1

Dinas Kesehatan a.

Praktik keperawatan komunitas strategi intervensi DARE dapat dijadikan

data

bagi

Dinas Kesehatan

sebagai

dasar

usulan

pengembangan program PKPR.

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

144

b.

Program PKPR, khususnya pelatihan peer educator yang telah dilaksanakan Dinas Kesehatan, untuk pengembangan kemampuan SDM, perlu terus dilaksanakan dan ditingkatkan melalui strategi intervensi DARE dengan memperluas cakupan peserta pelatihan.

6.2.2

Puskesmas a.

Puskesmas dapat mengaplikasikan strategi program DARE dalam meningkatkan

cakupan

pendidikan

kesehatan

remaJa

terkait

pencegahan risiko penyalahgunaan narkoba pada remaja disekolah. b.

Puskesmas perlu melakukan supervisi dan monitoring secara terencana, berupa kunjungan langsung untuk berdiskusi, memberikan motivasi, dan memberikan arahan.

6.2.3

Perawat Komunitas a.

Menggunakan program DARE sebagai salah satu strategi intervensi untuk melakukan asuhan keperawatan terhadap keluarga dan komunitas . ....

b.

Membantu memberikan pendampingan pada kader kesehatan sekolah untuk

meningkatkan

performa

dalam memberikan

pendidikan

kesehatan pada siswa dalam rangka meningkatkan pencegahan risiko penyalahgunaan narkoba pada remaja.

6.2.4

Sekolah, Peer Educator dan Kader Kesehatan Sekolah a.

Aktif meningkatkan kemampuan pengelolaan program DARE melalui peningkatan pengetahuan, sikap, dan keterampilan

b.

Melakukan sosialisasi berkelanjutan pada siswa dalam rangka meningkatkan motivasi

siswa melalui program DARE, untuk

meningkatkan pencegahan risiko penyalahgunaan narkoba pada siswa.

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

145

6.2.4.1 Perkembangan Riset Keperawatan a.

Melakukan penelitian tentang efektifitas strategi intervensi DARE terhadap peningkatkan performa guru dalam menjalankan program pencegahan risiko penyalahgunaan narkoba pada remaja disekolah.

b.

Melakukan penelitian tentang pengaruh strategi intervensi DARE dalam upaya pencegahan risiko penyalahgunaan narkoba pada remaja di masyarakat.

Universitas Indonesia

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

Daftar Pustaka

_ _ _. (2007). Rencana Strategis Dinas Kesehatan Kota Depok 2007-2012. _____. (2009). Laporan Kegiatan PKP R Dinas Kesehatan Kota Depok. Aday, Lu Ann, (2001), At Risk an America; The Health and Health Care Needs of Vulnerable Populations in United States, Second Edition, San Francisco, California; Jossey Bass Inc., Wiley Company. Ainsworth, M. (2002). My life as an e-patient. In R.C. Hsiung (Ed.). eTherapy.·Case studies, guiding principles, and the clinical potential of the Internet.(pp.l94-2l5). New York: W.W. Norton. Allender, Judith Ann, & Spradley, Barbara Walton, (2004), Community Health · Nursing : Concept And Practice, 5th Edition, Philadelphia ; Lippincott Williams & Wilkins. Allender, Judith A., Rector, Cherie, & Warner, Kristine D., (2010), Community Health Nursing Promoting and Protecting The Public's Health, 7th Edition, Philadelphia ; Lippincott Williams & Wilkins. Anderson, E., & Me Farlane, J. (2010). Community As Partner:Theory and Practice in Nursing, lh edition. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins. Andriany, Megah (2009) Kelompok Swabantu Untuk Mengatasi Masalah Perkembangan Remaja Putri Di SMK X, Karya Ilmiah Akhir, FIK-UI. Argawinata,Asep Zuhara, (2013), Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi (I'JK) dalam Layanan Bimbingan dan Konseling di Sekolah, Makalah, Tidak dipublikasikan. Arikunto, Suharsimi, (2001), Prosedur Penelitian; Suatu Pendekatan Praktik, Edisi Revisi V, Jakarta; Rineka Cipta. Ashari, Muhammad Fatkhan (2010), Peran Dan Tugas Guru Dalam Manajemen Sekolah Dan Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah Jurusan Sejarah,Semarang : Universitas Negeri Semarang. ASHSR-NC, (2010),Annual School Health Service Report, North Carolina Department of Health and Human Service, USA.

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

Atmono, Priyo (2012), Pelaksanaan Konseling Kesehatan Reproduksi Remaja Dalcan Upaya Penanggulangan Seks Bebas Pada Remaja Di Kecamatan Ulujami Kabupaten Pemalang, Semarang : Institut Agama Islam Negeri Walisongo. Australian Psychological Society (APS), (2012), Internet supportedpsychological interventions; Guide to navigating online psychological programs, The Australian Psychological Society Limited. Azwar, Saifudin, (2003), Sikap Manusia; Teori dan Pengukurannya, Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Barak, A., Klein, B. et al. (2009). Defining Internet-supported therapeutic interventions. Annals of Behavioral Medicine, 38, 4-17. Barak, A., Klein, B. et al. (2009). Defining Internet-supported therapeutic interventions, Annals of Behavioral Medicine, 38, 4-17. Benita,

Nydia Rena, (2012) Pengaruh Penyuluhan Terhadap Tingkat Pengetahuan Kesehatan Reproduksi Pada Remaja Siswa Smp Kristen Gergaji, Semarang : Fakultas Kedokteran, Universitas Diponegoro.

BKKBN, (2012), Grand Design Program Pembinaan Ketahanan Remaja, BKKBN, Jakarta BKKBN, (2012), Pernikahan Dini Pada Beberapa Provinsi Di Indonesia: Dampak Overpopulation, Akar Masalah Dan Peran Kelembagaan di Daerah, Jakarta: BKKBN. Bloom, Benjamin S., (1956), Taxonomy Of Educational Objectives; The Classification of Educational Goals, London ; David Mckay Company Inc. Brown, Chloe (2012) Online Counseling: Attitudes And Potential Utilization By College Students, Thesis, Humboldt State University. Carol Hirschon ( 2005), An Alternate Route to Policy Influence How Evaluations Affect D.A.R.E. http://aje.sagepub.com/content/26/1/12.abstract diakses pada tamggal16 Juni 2014. Cowie, H., dan Wallace, P. (2000). Peer Support in Action: From Bystanding to Standing By. London : Sage Publications.

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

Dalimunthe,Candra Rukmana Nadeak, Kristina (2009), Tingkat Pengetahuan Pelajar SMA Harapan-1 Medan Tentang Seks Bebas Dengan Risiko HIVIAIDS, Medan: USU. Deardorff,William W. (20I2), Internet Based Treatment: A Comprehensive Review ; Ethics & Risk Management, BehavioralHealthCE. Depdiknas, (2008), Bimbingan Dan Konseling di Sekolah, Jakarta : Direktorat Tenaga Kependidikan, Departemen Pendidikan Nasional. Depkes RI, (2007), Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas), Depkes RI. Jakarta Depkes RI, (1999), Pedoman Kesehatan Jiwa Bagi Remaja, Depkes RI. Jakarta Depkes RI, (2008), Pedoman Perencanaan ; Pembentukan dan Pengembangan Puskesmas Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja di Kabupaten/Kota, Jakarta : Depkes RI. Depkes RI. (2003), Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR). Jakarta: Dirjen Pembinaan Kesehatan Masyarakat. Dewi, Ari Pristiana, (20I2), Hubungan Karakteristik Remaja, Peran Ternan Sebaya, dan Paparan Pornografi Dengan Perilaku Seksual Remaja di Kelurahan Pasir Gunung Selatan Depok, Tesis, UI Depok Diclemente, Ralph J., Santelli, John S., Crosby, Richard A. (2009), Adolescent Health ; Understanding and Preventing Risk Behaviors, San Francisco : Jossey-Bass. Dinkes Kota Depok, (2009), Profil Dinas Kesehatan Kota Depok. Dincyurek, Sibel and Uygarer, Gulen (20 I2), Conduct Of Psychological Counseling And Guidance Services, Over The Internet: Converging Communications, The Turkish Online Journal of Educational Technology volume II Issue 3. Direktorat Remaja dan Perlindungan Hak-hak Reproduksi, (2006), Konseling Kesehatan Reproduksi remaja, Jakarta, BKKBN.

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

Dennis and Gordon (1998), Assessing the Effects of School-Based Drug Education: A Six-Year Multilevel Analysis of Project D.A.R.E. http://jrc.sagepub.com/content/35/4/3 81.abstract. Diakses pada tang gal 16 Juni 2014. Ervin, Naomi, (2002), Advanced Community Health Population-Focused Care, Prentice Hall.

Nursing Practice:

Fardiah, Dedeh (2005), "Focus Group Discussion" dalam Paradigma Pembangunan Partisipatif, Jurnal Mediator, Vol. 6, No.lluni,Jakarta : DIKTI. Fingerman,Karen L. Berg,Cynthia A. Smith,Antonucci, Toni C. Jacqui, (2011), Handbook Of Life-Span Development, New York : Springer Publishing Company. Fitry, Ramadhiani (2012) Analisis Konsistensi Perencanaan dan Penganggaran Bidang Kesehatan Kota Lubuklinggau Tahun 2010, Tesis, Depok; FE-UI. Freshwater, Dawn, (2003), Counselling Skills for Nurses, Midwives, and Health Visitors, England: Open University Press, McGraw-Hill Education. Friedman, Marilyn M., Bowden, Vicky R, & Elaine G, Jones, (2003), Family Nursing; Research, Theory, & Practice, Fifth Edition, New Jersey; Prentice Hall. Gilbert, Glen G., Sawyer,Robin G., McNeill, Elisa Beth (20 11 ), Health Education ; Creating Strategies for School and Community Health, Third Edition, Canada : Jones and Bartlett Publishers. Gillies, D.A.(1994), Nursing Management: A System Approach. 3rd ed. Philadelphia: W.B. Saunders Company. Harahap., J., Lita., S.A. (2004). Pengaruh Peer Education Terhadap Pengetahuan Dan Sikap Mahasiswa Dalam Menanggulangi Hiv/Aids Di Universitas Sumatera Utara. Diakses dari http://www.usu.ac.id/digitallibraryrtl.htm diakses pada tanggal25 Oktober 2011. Hariandja, Marihot Tua Efendi (2002), Manajemen Sumber Daya Manusia Pengadaan, Pengembangan, Pengkompensasian, dan Peningkatan Produksvitas Pegawai, Jakarta: Grasindo.

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

Hasibuan, Rachma & Atmadja, Sardjana, (2006), Strategi Pembinaan Kesehatan Reproduksi Anak Usia Pendidikan Dasar, Jurnal Pendidikan Dasar, Vol. 7, No.Lp 14-18, Kemendiknas, Jakarta. Hasmi, Edy, dkk (2001), Remaja Mengenal Dirinya, Jakarta, BKKBN. Hikmawati, F enti, 201 0, bimbingan konseling, Ed. Revisi 2, Jakarta: Raj awali Pers. Hitchcock, J.E., Schubert, P.E., Thomas, S.A. (1999). Community health nursing: caring in action. Albani : Delmas Publisher. Hoskins,Bryony ; d'Hombres, Beatrice and Campbell, JoAnn (2008) Does Formal Education Have an Impact on Active Citizenship Behaviour?, European Communities, Luxembourg: Office for Official Publications of the European Communities. Hornby, Garry, Hall, Carol, and Hall, Eric, (2003), Counselling Pupils in Schools, Skills and strategies for teachers, London : RoutledgeFalmer. Hunt, Christine, Shochet, Ian and King, Robert, (2005), The Use of E-mail in the Therapy Process, Queensland : University of Qld. ILO, (20 11 ), Panduan Pelayanan Bimbingan Karir ; Bagi Guru Bimbingan Konseling/Konselor, Jakarta: Organisasi Perburuhan Internasional. Irwin M. Cohen and Dr. Darryl (2005) A Review of the Research on the Drug Abuse Resistance Education (D.A.R.E.) Program. http://www.ufv.ca/media!assets/criminology/A-Review-of-the-Researchon-the-Drug-Abuse-Resistance-Education-%28D.A.R.E.pdf. Diakses pada tanggal 16 Juni 2014. Jarvis, Matt, (2000), Teori - Teori Psikologi : Pendekatan Modern untuk Memahami Perilaku, Perasaan, dan Pikiran Manusia, Bandung : Nusa Media. Jones, Rebecca A. Patronis (2007),Nursing Leadership and Management Theories, Processes and Practice, Philadelphia: F.A. Davis Company Karki, Yagya B., and Agrawal, Gajanand. (2008), Effects of Communication Campaigns on the Health Behavior of Women of Reproductive Age in

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

Nepal: Further Analysis of the 2006 Nepal Demographic and Health Survey. Calve11on. Maryland, USA: Macro International Inc. Komisi Kesehatan Reproduksi, (2005). Kebijakan dan Strategi Nasional Kesehatan Reproduksi di Indonesia, Jakarta. Kozier, B., Erb, Glenora., Berman,A., & Synder, S.J. (2004). Fundamentals of nursing : Concept, process and practice. Ner Jersey : Pearson education,Inc. Lesmana, Jeanette Murad, (2008), Dasar- Dasar Konseling, Jakarta : UI Press. Leibert, Todd; Archer, James;Munson, Joe;York, Grady (2006) An Exploratory Study of Client Perceptions of Internet Counseling and the Therapeutic Alliance, Journal of Mental Health Counseling; Jan 2006; 28, 1; ProQuest. Diakses pada tanggal 28 Februari 2013. Lufthiani, (2011), Pengaruh Pendidikan Kelompok Sebaya Terhadap Pengetahuan Dan Sikap Remaja Tentang Risiko Penyalahgunaan Narkoba Di SMA Kecamatan Medan Helvetia Kota Medan, Tesis, Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Sumatera Utara, Medan. Lohman Judith (2010), Drug Abuse Resistance Education (DARE) Program http://www.cga.ct.gov/2010/rpt/2010-R-0468.htm. Diakses pada tanggal 19 Juni 2014. Maglaya, Aracelli S. (2002) Nursing Practice in The Community, 4th Edition, Makarina City; Argonauta Coorporation. Mallen, Michael J., Vogel, David L., Rochlen, Aaron B., Day, Susan X (2005) Online Counseling: Reviewing the Literature From a Counseling Psychology Framework, The Counseling Psychologist. Marquis, B.L., & Huston, C.J. (2003), Leadership Roles And Roles Management Functions In Nursing: Theory And Application. 5th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins. McGannon, Wendy, Carey, John , dan Dimmitt,Carey (2005)The Current Status of School; Counseling Outcome Research, Center for School Counseling Outcome, Research School of Education, Hills South, University of Massachusetts, USA.

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

Mitchell, Dan L. and Murphy, Lawrence J. (2006) Confi·onting the Challenges of Therapy Online: A Pilot Project, North Vancouver, Canada Moeliono, Laurike (2008), Proses be/ajar aktif kesehatan reproduksi Remaja, · Jakarta, BKKBN Murphy, Lawrence, et. al (2009), Client Satisfaction and Outcome Comparisons of Online and Face-to-Face Counselling Methods, London : Oxford University Press The British Association of Social Workers. Musafa ,Nanang (2013), Pengaruh Supervisi, Motivasi dan Bimbingan Terhadap Kinerja Guru,Jakarta. Nies, M.A., and McEwan, M. (2001). Community health nursing: promoting the health ofpopulation. (3rd Ed.), Philadelphia: Davis Company. Nuzuliana, Rosmita (2009) Hubungan Tingkat Pendidikan Formal Dengan Pengetahuan lbu Tentang Pap Smear Di Dukuh Bulusari Bulusulur Wonogiri, UNS Digital Library, Solo; Universitas Sebelas Maret. Papalia, Diane E., Old, Saly Wendkos, Feldman, Ruth Dustin (2008), Human Development, 9th Edition, USA; The McGraw Hill Companies. Pelling, N. (2009). The Use of Email and the Internet in Counselling and Psychological Service: What Practitioners Need to Know. Counselling, Psychotherapy, and Health, 5(1), The Use of Technology inMental Health Special Issue, 1-25. Piper, Stewart (2009), Health Promotion For Nurses ; Theory And Practice, New York, USA : Routledge. Plautz, Andrea and Meekers, Dominique (2007), Evaluation of the reach and impact of the I 00% Jeune youth social marketing program in Cameroon: findings from three cross-sectional surveys, Reproductive Health Journal, BioMed Central Ltd. Pratiwi, Niniek L., Basuki, Hari (2010), Ana/isis Hubungan Perilaku Seks Pertamakali Tidak Aman Pada Remaja Usia 15-24 Tahun Dan Kesehatan Reproduksi, Buletin Penelitian Sistem Kesehatan - Vol. 13 No. 4 Oktober 2010: 309-320.

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

Pratiwi, Rinni Yudhi, (2009), Kesehatan Remqja di Indonesia, Ikatan Dokter Anak Indonesia, Jakmia. Prianto, Joko, dan Nuraini, Ida, (2002), Keterlibatan Orang Tua Dalamkesehatan Reproduksi Remaja(Studi di Kecamatan Sukun Kota Malang), Malang ; Universitas Mahammadiyah Malang. Proudfoot,Judith, et. al, (2011), Establishing Guidelines for Executing and Reporting Internet Intervention Research, London : University of Urnea. Puskesmas Cimanggis, (2008). Profil Puskesmas Cimanggis. Putri, Puri Kusuma Dewi (2012) Pengaruh Tingkat Pendidikan, Pengetahuan, Sikap, dan Tepaan !klan Layanan KB Versi Iklan Shireen Sungkar dan Teuku Wisnu di TV terhadap Perilaku KB Pada Wanita Atau Pria Pada usia Subur, Jurnal Interaksi, UNDIP; Semarang. Diakses Rabu, 26 Juni 2013 jam 00.30 wib. Rakhmat, Jalaluddin, (2007), Psikologi Komunikasi, Edisi Revisi, Bandung Remaja Rosdakarya. Richard L & judith A ( 2008) Long-Term Impact of Drug Abuse Resistance Education (DARE) http://erx.sagepub.com/content/2114/483 .abstract Rubiyah, (20 10), Meningkatkan Motivasi Siswa Dalam Bimbingan Kesehatan Reproduksi Remaja Melalui Alat Peraga Visual di Kelas I Penjualan SMK N I Purwokerto, Purwokerto : ISPI. Sahri, Ardian Nikita Ratna (2012),Hubungan Program Usaha Kesehatan Sekolah (Uks) Dengan Perilaku Hidup Bersih Dan Sehat (Phbs) Pada Siswa Sekolah Dasar Di Kabupaten Pacitan. Undergraduate thesis, Diponegoro University. Santrock, John W., (2011), Life - Span Development, Thirteenth Edition, New York; McGraw-Hill. Subrahmanyam, K. (200 1). The impact of computer use on children 's' and adolescents' development. Journal of Applied Psychology. Suliha, Uha, dkk, (2001), Pendidikan Dalam Keperawatan, EGC, Jakarta.

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

Sunardi, Permanarian, Assjari, (2008), Makalah: Teori Konseling, Bandung : PLB Fakultas Ilmu Pendidikan- Universitas Pendidikan Indonesia.

Susanto, Tantut, (2011) Ana/isis Situasi Penerapan Manqjemen Pelayanan Keperawatan Kesehatan Komunifas: Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (Adolescent Friendly) Pada Pemenuhan Kebutuhan Kesehatan Reproduksi Aggregate Remaja Di Kelurahan Tugu Kecamatan Cimanggis Kola Depok,Paper. Suwarjo, (2008), Konseling Teman Sebaya (Peer Counseling) untuk mengembangkan Resiliensi Remaja, Makalah, Jurusan Psikologi Pendidikan Dan Bimbingan, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung. Suwarsana, Komang, (2004), Otonomi Khusus bagi Remaja, Solusi Masalah KRR dalam Wacana Ajeg Bali, www.balipost.co.id diakses 4 Juni 2012 Stanhope, Marcia & Lancaster, Jeannette (2004), Community and Public Health Nursing, Sixth Edition, Mosby. Swansburg, R.C. (1993), Introductory Management And Leadership For Clinical Nurses, Jones & Barnett Publishers Inc. Triyanto, Agus, (2009), lmplikasi Perkembangan Teknologi Komputer Dan Internet Dalam Lapangan Konseling, Makalah, Tidak Dipublikasikan. Unicef, (2012), Program UNICEF di Sekolah, Dokumen Rakernas, Jakarta. USAID, (2006), Integrasi kecakapan hidup dalam pembelajaran, DBE3 Life Skills For Youth, USAID & Depdiknas, Jakarta. Walgito, Bimo, (2010), Pengantar Psikologi Umum, cetakan ke-6, Yogyakarta; Andi Offset. Wahyuni, Dwi dan Rahmadewi, (2011), Kajian Profil Penduduk Remaja, Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengembangan Kependudukan, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN). WH0,(2002) Adole:_..:ent Friendly Health Services, Geneva: WHO.

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

WHO, (2011), Health education: theoretical concepts, effective strategies and core competencies, A foundation document to guide capacity development ofhealth educators. WHO Regional Office for the Eastern Mediterranean, Cairo. Widebeck, (2009), Buku Ajar : Keperawatan Jiwa, Jakarta : EGC. Wulandari, Ries. ( 2009), Efek Sosial Komunikasi Massa, Modul Pembelajaran, Tidak dipublikasikan. Yazachew, Meseret and Alem, Yihenew (2004), Introduction to Health Education, In collaboration with the Ethiopia Public Health Training Initiative, The Carter Center,the Ethiopia Ministry of Health, and the Ethiopia Ministry of Education, USA: USAID. Yusuf, Iwan Awaluddin (2011), Memahami Focus Group Discussion (FGD), Artikel, Pusat Kajian Media dan Budaya Populer (PKMBP) dan Pemantau Regulasi dan Regulator Media (PR2MEDIA), Yogyakarta : UII. Zuhri, Amin (2009), Pengaruh Pendidikan Kesehatan Reproduksi Terhadap Tingkat Pengetahuan Mengenai Kehamilan dan Persalinan Usia Dini Pada Remaja di SMA Muhammadiyah Gubug, Semarang : UMS. www.bappenas.go.id www.ceria.bkkbn.go.id www.depkes.go.id www.depdagri.go.id

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

~.

i-;No :

1

1' c-

r:·

'

.J5.

2 3 4

5

,,..~

-~:~:·.

r

6

,;·,

7 ;

Apakah kamu pemah bennasalah dengan tata tertib/peraturan disekolah? Apakah kamu mengalami motivasi belajar yang rendah disekolah? Apakah kamu mengikuti kegiatan ektra kurikuler disekolah? Apakah kamu termasuk orang yang mudah merasa bosan, jenuh disekolah'l Apakah sekolah tempat karnu belajar saat ini menanamkan sikap disiplin atau tertib? Apakah terdapat jam kosong disekolahmu?

5 6

7

8

9



10 II

12 13

~-

Ya

Tidak

Apakah keluarga kamu memberikan kebebasan untuk menggunakan Narkoba? Apakah temanmu ada yang menggunakan Narkoba? Apakah dalam keluarga kamu ada yang menggunakan Narkoba? Apakah kamu pemah melihat orang lain menggunakan Narkoba di lingk.ungan tempat kamu tinggal? Menurut kamu, apakah hubungan komunikasi orang tua dengan anak itu penting? Apakah kamu merasa keluarga kamu tidak bisa memahami keadaan kamu saat ini? Apakah ada aturan!nilai yang diterapkan dalam keluarg~? (Misalnya: tidak boleh pulang larut malam, tidak boleh merokok, tidak boleh berpacaran, dll)

I

4



Pertanyaan

Pertanyaan

3

.... ·' .

BERILAH TANDA CHECKLIST(-/) PADA KOLOM PILDIAN JAWABAN YANG TERSEDIA

No

2

,~

Sering

Apakah pelajaran disekolah membosankan buat kamu? Apakah guru memiliki waktu yang cukup untuk berkomunikasi dengan siswa? Apakah orang tua kamu terlalu mengatur kehidupan kamu? Apakah orang tua kamu terlalu n'fenuntut kamu untuk berprestasi? Apakah menurut kamu orang tuamu kurang memberikan perhatian karena terlalu sibuk? Apakah kamu sering bertengkar atau memiliki masalah dengan orang tua? Apakah kamu termasuk orang yang tidak percaya diri atau rasa rendah diri?

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

Jarang Perilah

Tidak Pernah

No

14

15 16 17

..

Pertanyaan

Sering

Jarang Pernab

Apakah kamu memiliki sifat tidak sabar yang berlebihan? Apakah kamu merupakan orang yang mudah cem3$ atau takut? Apakah kamu merupakan orang yang suka memberontak? Apakah kamu tennasuk orang yang kurang taat dalam menjalankan perintah agama?

No

Pernyataan

,I

Narkoba singkatan dari Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya Narkoba dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri Narkoba dapat menyebabkan ketergailtungan apabila di_salahgunakan Kebiasaan merokok dapat menyebabkan penggunaan Narkoba Ketidakmampuan berkata "tidak" dapat mendorong seseorang untuk mencoba menggunakan Narkoba Menggunakan Narkoba sesekali tidak akan menyebabkan masalah dan ketergantungan Kegiatan positif untuk mengisi waktu luang misalnya: olah raga, kesenian, kegiatan keagamaan dapat menghindari keinginan untuk menggunakan Narkoba Upaya menjauhi Narkoba pada remaja dapat dilakukan dengan -•· Narkoba ·· menjauhi ternan yang men Gangguan baik fisik, mental, dan sosial dapat dialanii oleh pengguna Narkoba Menggunakan Narkoba dapat menyebabkan IDV AIDS

2

"

3 4 5 6 7

8 9

10

Tidak Pernab



Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

Beoar

Salah

No

I 2

3 4

5 6

7

8 9

10

No I 2 3

4

5





6 7 8 9 10

Pernyataan

Tidak

Sangat Setuju

Setuju

Sering

Jarang Pernah

~tuju

Sangat Tidak Setuju

Remaja gaul adalah rem(\ja.yang -:tenggunakan Narkoba Menggunakan Nark:oba merupakan hal yang biasa dilakukan oleh rernaja Setiap orang mempunyai hak untuk rnenggunakan Narkoba Menggunakan Narkoba satu kali saja tidak akan rnenyebabkan kecanduan Hindari ternan yang menggunakan Narkoba agar tidak terpengaruh Untuk mencegah penggunaan Narkoba diperlukart pengetahuan tentang kesehatan dan bimbingan bagi rernaja Pencegahan penggunaan Narkoba perlu rnelibatkan sekolah Keluarga memiliki peran dalam mencegah remaja menggunakan Narkoba Penanaman nilai-nilai agama pada rernaja dapat mencegah penggunaan Narkoba oleh rernaja Curhat dengan keluarga dapat mencegah penggtinaan Narkoba

Pernyataan Kebiasaan merokok Memiliki keinginan menggunakan Narkoba Memanfaatkan fasilitas konseling (guru BK) sebagai upaya pencegahan menggunakan Narkoba Menggunakan uang saku .bmu untuk mencoba membeli Narkoba Menolak ajakan ternan untuk mencoba menggunakan Narkoba Mendapatkan informasi tentang N'arkoba dari sekolah Mendapatkan informasi tentang Narkoba dari keluarga Berteman dengan pengguna Narkoba Bolos sekolah Terlambat masuk sekolah

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

Tidak Pernah

Lampiran2

PROGRAM MAGISTER DAN SPESIALIS PASCASARJANA FAKULTAS ILMU KEPERA W AT AN UNIVERSITAS INDONESIA LEMBAR ANGKET KESEHA TAN REMAJA

PEDOMAN WA WANCARA DISEKOLAH NO

PERTANYAAN

1

Bagaimana visi dan misi sekolah?

2

Bagiamana sekolah membina hubungan yang kondusif antar siswa, guru, dan keluarga siswa?

3

Bagaimana aturan atau kebijakan yang diterapkan sekolah yang berkaitan dengan pencegahan penyalahgunaan NAPZA ?

4

Bagaimana sekolah menyediakan dan menggunakan media dalam promosi kesehatan di sekolah ?

5

Bagaimana upaya sekolah menyediakan kantin sehat ?

6

Bagaimana sekolah mengintegrasikan materi kesehatan di dalam kurikulum pengajaran ?

7

Bagaimana sekolah mengakomodasi materi kesehatan di dalam kegiatan ekstrakurikuler sekolah ?

8

Bagaimana pelayanan kesehatan yang di selenggarakan oleh sekolah ?

9

Bagaimana pelayanan konseling yang diberikan kepada siswa disekolah?

10

Bagaimana pelaksanaan UKS dan pengembangannya ?

11

Bagaimana sekolah menjalin kerjasama lintas sektor dalam mewujudkan sekolah sehat ?

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

,

..... ·' .

;.

~-

BERILAH T ANDA CHECKLIST(-./) PADA KOLOM PILDIAN JAWABAN YANG TERSEDIA f ~:No

Pertanyaan

Ya

Tidak

4-:

:

i-.

1

2 3 4

•'

5

~. ·~-

~;·.



.

6

,~·,

..

7

No

Apakah keluarga kamu memberikan kebebasan untuk menggunakan Narkoba? Apakah temanmu ada yang menggunakan Narkoba? Apakah dalam keluarga kamu ada yang menggunakan Narkoba? Apakah kamu pemah melihat orang lain menggunakan Narkoba di lingkungan tempat kamu tinggal? Menurut kamu, apakah hubungan komunikasi orang tua dengan anak itu penting? Apakah kamu merasa keluarga kamu tidak bisa memahami keadaan kamu saat ini? Apakah ada aturan/nilai yang diterapkan dalam keluarga? (Misalnya: tidak boleh pulang larut malam, tidak boleh merokok, tidak boleh berpacaran, dll)

Pertanyaan

Sering

Jarang Perilah

Tidak

Pernab Apakah kamu pemah bermasalah dengan tata tertib/peraturan disekolah? Apakah kamu mengalami motivasi bel~ar yang rendah disekolah? Apakah kamu mengikuti kegiatan ektra kurikuler disekolah? Apakah kamu tennasuk orang yang mudah merasa bosan, jenuh disekolah? Apakah sekolah tempat kamu belajar saat ini menanamkan sikap disiplin atau tertib? Apakah terdapat jam kosong disekolahmu?

I 2

3 4 5 6 7

8 9





10

II 12 13

Apakah pelajara.n disekolah membosankan buat kamu? Apakah guru memiliki waktu yang cukup untuk berkomunikasi dengan siswa? Apakah orang tua kamu terlalu mengatur kehidupan kamu? Apakah orang tua kamu terlalu nfenuntut kamu untuk berprestasi? Apakah menurut kamu orang tuamu kurang memberikan ~rhatian karena terlalu sibuk? Apakah kamu sering bertengkar atau memiliki masalah dengan orang tua? Apakah kamu tennasuk orang yang tidak percaya diri atau rasa rendah diri?

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

No

14 15 16 17

No I

2 '

~.

3 4

5

6 7

8 9

10

Pertanyaan

Sering

Jarang Pernah

TKiak Pemah

Apakah kamu memiliki sifat tidak sabar yang berlebihan? Apakah kamu merupakan orang yang mudah cern~ atau takut? Apakah kamu merupakan orang yang suka memberontak? Apakah kamu tennasuk orang yang kurang taat dalam menjalankan perintah agama?

Pernyataan Narkoba slngkatan dari Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya Narkoba dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, meng_urangi sampai menghilan~ rasa nyeri Narkoba dapat menyebabkan ketergaittungan apabila disalahgunakan Kebiasaan merokok dapat menyebabkan penggunaan Narkoba Ketidakmampuan berkata "tidak" dapat mendorong seseorang untuk mencoba menggunakan Narkoba Menggunakan Narkoba sesekali tidak akan menyebabkan masalah dan ketergantungan Kegiatan positif untuk mengisi waktu luang misalnya: olah raga, kesenian, kegiatan keagamaan dapat menghindari keinginan untuk menggunakan Narkoba · Upaya menjauhi Narkoba pada remaja dapat dilakukan deng311 menjauhi ternan yang menggunakan Narkoba Gangguan baik fisik, mental, dan sosial dapat dialanii oleh pengguna Narkoba Menggunakan Narkoba dapat menyebabkan :mv AIDS



Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

Beoar Salah

No

I

2

3 4

5 6

7

8 9

10

No I 2 3

4



5< 6 7 8 9 10

Pernyataan

Sangat Setuju

Setuju

Sering

Jarang Pernah

Tidak ~tuju

Sangat Tidak Setuju

Remaja gaul adalah remaja· yang -:1enggunakan Narkoba Menggunakan Narkoba merupakan hal yang biasa dilakukan oleh remaja Setiap orang mempunyai hak untuk menggunakan Narkoba Menggunakan Narkoba satu kali saja tidak akan menyebabkan kecanduan Hindari ternan yang menggunakan Narkoba agar tidak terpengaruh Untuk mencegah penggunaan Narkoba diperlukari pengetahuan tentang kesehatan dan bimbingan bagi remaja Pencegahan penggunaan Narkoba perlu melibatkan sekolah Keluarga memiliki peran dalam mencegah remaja menggunakan Narkoba Penanaman nilai-nilai agama pada remaja dapat mencegah penggunaan Narkoba oleh remaja Curhat dengan keluarga dapat mencegah pengg\lnaan Narkoba

Pernyataan Kebiasaan merokok Memilik.i keinginan menggunakan Narkoba Memanfaatkan fasilitas konseling (guru BK) sebagai upaya pencegahan menggunakan Narkoba Menggunakan uang saku }Qunu untuk mencoba membeli Narkoba Menolak ajakan ternan untuk mencoba menggunakan Narkoba Mendapatkan infonnasi tentang N'arkoba dari sekolah Mendapatkan infonnasi tentang Narkoba dari keluarga Berteman dengan peng_guna Narkoba Bolos sekolah Terlambat masuk sekolah

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

Tidak Pernab

Lampiran 2

PROGRAM MAGISTER DAN SPESIALIS PASCASARJANA FAKULTAS ILMU KEPERA WAT AN UNIVERSITAS INDONESIA LEMBAR ANGKET KESEHATAN REMAJA

PEDOMAN W A W ANCARA DISEKOLAH NO

PERTANYAAN

1

Bagaimana visi dan misi sekolah?

2

Bagiamana sekolah membina hubungan yang kondusif antar siswa, guru, dan keluarga siswa?

3

Bagaimana aturan atau kebijakan yang diterapkan sekolah yang berkaitan dengan pencegahan penyalahgunaan NAPZA ?

4

Bagaimana sekolah menyediakan dan menggunakan media dalam promosi kesehatan di sekolah ?

5

Bagaimana upaya sekolah menyediakan kantin sehat ?

6

Bagaimana sekolah mengintegrasikan materi kesehatan di dalam kurikulum pengajaran?

7

Bagaimana sekolah mengakomodasi materi kesehatan di dalam kegiatan ekstrakurikuler sekolah ?

8

Bagaimana pelayanan kesehatan yang di selenggarakan oleh sekolah ?

9

Bagaimana pelayanan konseling yang diberikan kepada siswa disekolah ?

10

Bagaimana pelaksanaan UKS dan pengembangannya ?

11

Bagaimana sekolah menjalin kerjasama lintas sektor dalam mewujudkan sekolah sehat ?

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

Lampiran 3

PROGRAM MAGISTER DAN SPESIALIS P ASCASARJANA FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS INDONESIA LEMBAR ANGKET KESEHAT AN REMAJA

PEDOMAN OBSERVASI TERHADAP KELUARGA No

Pertanyaan

1

Apakah keluarga dapat menerima kunjungan petugas perawatan kesehatan masyarakat?

2

Apakah keluarga menerima pelayanan keperawatan yang diberikan sesuai dengan rencana keperawatan?

3

Apakah keluarga tahu dan dapat mengungkapkan masalah kesehatannya secara benar?

4

Apakah keluarga memanfaatkan fasilitas pelayanan sesuai anjuran?

5

Apakah keluarga melakukan perawatan sederhana sesuai yang dianjurkan?

6

Apakah keluarga melaksanakan tindakan pencegahan secara aktif?

7

Apakah keluarga melaksanakan tindakan promotif secara aktif?

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

~..

'

J,. . . . .

·'





BERILAH T ANDA CHECKLIST (.J) PADA KOLOM PILDIAN JAWABAN YANG TERSEDIA

'No

Pertanyaan

Ya

Tidak

.,

;

1

1'

..

...

2 3 4

'

~-:...-

5

~· . .

6

~· ;~· !'.

'· :;,

7

No

Apakah keluarga kamu memberikan kebebasan untuk menggunakan Narkoba? Apakah temanmu ada yang menggunakan Narkoba? Apakah dalam keluarga kamu ada yang menggunakan Narkoba? Apakah kamu pemah melihat orang lain menggunakan Narkoba di lingkungan tempat kamu tinggal? Menurut kamu, apakah hubungan komunikasi orang tua dengan anak itu penting? Apakah kamu merasa keluarga kamu tidak bisa memahami keadaan kamu saat ini? Apakah ada aturan!nilai yang diterapkan dalam keluarga,? (Misalnya: tidak boleh pulang larut malam, tidak boleh merokok, tidak boleh berpacaran, dll)

Pertanyaan

Sering

Jarang Perilah

Tidak

Pernah I

Apakah kamu pemah bennasalah dengan tata tertib/~raturan disekolah? Apakah kamu mengalami motivasi belajar yang rendah disekolah? Apakah kamu mengikuti kegiatan ektra kurikuler disekolah? Apakah kamu termasuk orang yang mudah merasa bosan, jenuh disekolah? Apakah sekolah tempat kamu belajar saat ini menanamkan sikap disiplin atau tertib? Apakah terdapat jam kosong disekolahmu?

2

3 4

5 6 7

g 9



10 11 12 13



Apakah pelajaran disekolah membosankan buat kamu? Apakah guru memiliki waktu yang cukup untuk berkomunikasi dengan siswa? Apakah orang tua kamu terlalu mengatur kehidupan kamu? Apakah orang tua kamu terlalu nfenuntut kamu untuk berprestasi? Apakah menurut kamu orang tuamu kurang memberikan perhatian karena terlalu sibuk? Apakah kamu sering bertengkar atau memiliki masalah dengan orang tua? Apakah kamu tennasuk orang yang tidak percaya diri atau rasa rendah diri?

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

No

14

15 16 17

No ,I 2

3 4

5 6 7

8 9

10

Pertanyaan

Sering

Jarang Pernab

Ttdak Pemah

Apakah kamu memiliki sifat tidak sabar yang berlebihan? Apakah kamu merupakan orang yang mudah cem8$ atau takut? Apakah kamu merupakan orang yang suka memberontak? Apakah kamu tennasuk orang yang kurang taat dalam menjalankan perintah agama?

Pernyataan Narkoba slngkatan dari Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya Narkoba dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghil~ rasa ~eri Narkoba dapat menyebabkan ketergantungan apabila di_salahgunakan Kebiasaan merokok dapat menyebabkan penggunaan Narkoba Ketidakmampuan berkata "tidak" dapat mendorong seseorang untuk mencoba menggunakan Narkoba Menggunakan Narkoba sesekali tidak akan menyebabkan masalah dan ketergantungan Kegiatan positif untuk mengisi waktu luang misalnya: olah raga, kesenian, kegiatan keagamaan dapat menghindari keinginan untuk menggunakan Narkoba · Upaya menjauhi Narkoba pada remaja dapat dilakukan dengan -•· Narkoba ·· menjauhi ternan yang men Gangguan baik fisik, mental, dan sosial dapat dialanii oleh pengguna Narkoba Menggunakan Narkoba da~>_at menyebabkan IDV AIDS



Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

Beoar Salah

No

I

2

3 4

5 6

7

8 9

10

No 1

2 3

4



5<

6

7 8 9

10

Pernyataan

Sangat Setuju

Setuju

Tidak ~tuju

Sangat I adak Setuju

Remaja gaul adalah remaja yang ":lenggunakan Narkoba Menggunakan Narkoba merupakan hal yang biasa dilakukan oleh remaja Setiap orang mempunyai hak untuk menggunakan Narkoba Menggunakan Narkoba satu kali saja tidak akan menyebabkan kecanduan Hindari ternan yang menggunakan Narkoba agar tidak te~ngaruh Untuk mencegah penggunaan Nark.oba diperlukart pengetahuan tentang kesehatan dan bimbingan b~i remaj_a Pencegahan penggunaan Nark.oba perlu melibatkan sekolah Keluarga memiliki peran dalam mencegah remaja menggunakan Nark.oba Penanaman nilai-nilai agama pada remaja dapat mencegah penggunaan Nark.oba oleh remaja Curhat dengan keluarga dapat mencegah penggllnaan Nark.oba

Pernyataan

Sering

Kebiasaan merokok Memiliki keinginan menggunakan Narkoba Memanfaatkan fasilitas konseling (guru BK) sebagai upaya pencegahan menggunakan Nark.oba Menggunakan uang saku .IQunu untuk mencoba membeli Narkoba Menolak ajakan ternan untuk mencoba menggunakan Nark.oba Mendapatkan informasi tentang Narkoba dari sekolah Mendapatkan informasi tentang Nark.oba dari keluarga Berteman dengan pengguna Narkoba Bolos sekolah Terlambat masuk sekolah

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

Jarang Peroah

Tidak Pernah

Lampiran 2

PROGRAM MAGISTER DAN SPESIALIS PASCASARJANA FAKULTAS ILMU KEPERA WATAN UNIVERSITAS INDONESIA LEMBAR ANGKET KESEHATAN REMAJA

PEDOMAN WAWANCARA DISEKOLAH NO

PERTANYAAN

1

Bagaimana visi dan misi sekolah?

2

Bagiamana sekolah membina hubungan yang kondusif antar siswa, guru, dan keluarga siswa?

3

Bagaimana aturan atau kebijakan yang diterapkan sekolah yang berkaitan dengan pencegahan penyalahgunaan NAPZA?

4

Bagaimana sekolah menyediakan dan menggunakan media dalam promosi kesehatan di sekolah?

5

Bagaimana upaya sekolah menyediakan kantin sehat ?

6

Bagaimana sekolah mengintegrasikan materi kesehatan di dalam kurikulum pengajaran?

7

Bagaimana sekolah mengakomodasi materi kesehatan di dalam kegiatan ekstrakurikuler sekolah ?

8

Bagaimana pelayanan kesehatan yang di selenggarakan oleh sekolah ?

9

Bagaimana pelayanan konseling yang diberikan kepada siswa disekolah ?

10

Bagaimana pelaksanaan UKS dan pengembangannya ?

11

Bagaimana sekolah menjalin kerjasama lintas sektor dalam mewujudkan sekolah sehat ?

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

Lampiran 3

PROGRAM MAGISTER DAN SPESIALIS PASCASARJANA FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS INDONESIA LEMBAR ANGKET KESEHAT AN REMAJA

PEDOMAN OBSERVASI TERHADAP KELUARGA

No

Pertanyaan

1

Apakah keluarga dapat menerima kunjungan petugas perawatan kesehatan masyarakat?

2

Apakah keluarga menerima pelayanan keperawatan yang diberikan sesuai dengan rencana keperawatan?

3

Apakah keluarga tahu dan dapat mengungkapkan masalah kesehatannya secara benar?

4

Apakah keluarga memanfaatkan fasilitas pelayanan sesuai anjuran?

5

Apakah keluarga melakukan perawatan sederhana sesuai yang dianjurkan?

6

Apakah keluarga melaksanakan tindakan pencegahan secara aktif?

7

Apakah keluarga melaksanakan tindakan promotif secara aktif?

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

Lampiran 4

FORMAT DETEKSI DINI SISWA SMK TARUNA BHAKTI YANG BERESIKO MENYALAHGUNAKAN NARKOBA (Modifikasi Martono & Juana, 2008) Beri tanda cek (-Y) pada kolom jawaban yang tersedia yang sesuai dengan keadaan dirimu

A. F a k tor P en d u k un2 NO

I 2 3 4 5

6 7

8 9 IO II 12 13 14 15 I6 17 18 19

20

PERNYATAAN

Saya berani menghadapi tantangan kehidupan (tidak lari dari masalah) Saya menyukai dan mengikuti kegiatan ekstrakurikuler dan kegiatan lain yang positif Kehidupan sekolah saya cukup berhasil Saya menilai diri saya secara positif Saya memiliki nilai dan menjalankan kehidupan beragama dengan baik Saya merasa menjadi bagian dari kelompok dan diakui oleh kelompok saya Orang tua atau keluarga selalu memantau kegiatan dan pergaulan saya Orang tua atau keluarga mengenal teman-teman saya dengan baik Orang tua menjadi contoh atau teladan yang baik untuk saya Orang tua bersikap ramah dan terbuka dengan saya Hubungan dalam keluarga saya harmonis Kehidupan spiritual atau againa dalam keluarga baik Orang tua atau keluarga sudah cukup memberikan perhatian dan kasih sayang terhadap saya Sekolah tempat saya belajar cukup disiplin Sarana dan prasarana untuk aktifitas siswa disekolah saya memadai Jumlah siswa dan guru disekolah saya sudah sebanding Kurikulum disekolah saya sudah menarik dan cukup merangsang kreatifitas siswa Perhatian guru dan staf disekolah terhadap siswa sudah cukup baik Lingkungan tempat saya tinggal aman dan nyaman Masyarakat di lingkungan rumah peduli dengan gerakan anti narkoba

JUMLAHSKORJAWABANYA

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

JAWABAN YA TIDAK (1) (0)

Lampiran 4

B. NO

Faktor Resiko PERNYATAAN

JAWABAN TIDAK YA (1)

1 2

3 4 5

6 7 8 9

10 11 12 13 14 15

16 17 18 19

20

Saya cenderung memiliki sikap memberontak terhadap otoritas atau aturan yang telah diteta_Q_kan Saya cenderung kurang percaya diri dan memiliki harga diri yang rendah Saya cendurung menilai diri saya secara negatif Saya cenderung memiliki sikap telalu pemalu atau terlalu agresif Saya cenderung melakukan sesuatu yang beresiko atau menyerempet bahaya Saya termasuk orang yang tidak tekun dan cepat bosan Saya cenderung sulit menolak tawaran atau ajakan teman-teman Saya sering diliputi rasa sedih atau cemas Saya cenderung tidak taat beribadah dan kurang religius Orang tua kurang komunikasi dan bersik~ terbuka dengan saya Hubungan dalam keluarga saya kurang harmonis dan sering bertengkar Orang tua atau keluarga kurang memberikan perhatian dan kasih sayang terhadap saya Kehidupan spiritual atau agama dalam keluarga kurang baik Orang tua saya saya terlalu sibuk dengan pekerjaannya saya Anggota keluarga saya ada yang memakai narkoba, perokok atau biasa minum-minuman keras/berakohol Teman-teman saya ada yang menjadi pecandu narkoba Sekolah tempat saya belajar kurang disiplin Sarana dan prasarana untuk aktifitas siswa disekolah saya kurang memadai Perhatian guru dan staf disekolah terhadi:IQ siswa masih kuran_g Masyarakat di lingkungan rumah kurang peduli dengan gerakan anti narkoba

JUMLAH SKOR JAW ABAN YA

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

(0)

Lampiran 5

FORMAT DETEKSI GEJALA PENY ALAHGUNAAN NARKOBA P ADA SISW A SMK T ARUNA BHAKTI (Modifikasi Ritanti, 20 II) Petunjuk pengisian: Beri tanda cek (-J) pada kolom jawaban yang tersedia yang sesuai dengan keadaan siswa, libatkan guru dan keluarga dalam mengisi format ini A. PERUBAHAN FISIK PERUBAHAN FISIK NO

JAWABAN YA TIDAK

SaatMenggunakan 1 Mata kemerah-merahan Mengantuk 2 3 Bicara cadei atau pelo 4 Jaian sempoyongan Banyak bicara 5 Bersikap acuh 6 Muka pucat bibir kering 7 Badan gemetar 8 9 Bicara berlebihan 10 Terdapat bekas suntikan dikamar Saat Ketagihan Tidur terganggu, banyak tidur 11 12 Tidak suka makan Keringat berlebihan, mudah letih 13 I4 Mual, muntah, mencret Jantung berdebar 15 Tangan, Iidah, keiopak mata bergetar 16 Mata atau hidung berair 17 Menguap terus menerus 18 19 Sakit seiuruh tubuh Takut air sehingga tidak suka mandi 20 JUMLAH JAWABAN B. PERUBAHAN PERILAKU DI SEKOLAH NO PERUBAHAN PERILAKU DI SEKOLAH 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Nilai ulangan atau rapor disekolah menurun Motivasi sekolah menurun, malas berangkat sekolah Sering membolos Sering keiuar kelas dan tidak kembali kesekolah Mengantuk dikelas Mudah bosan dikelas Kurang memperhatikan guru atau sulit berkonsentrasi Sering dipanggil guru karena tidak disiplin Meninggalkan hobi atau kegiatan disekolah yang dulunya digemari Mengeluh karena menganggap orang rumah tidak memberinya kebebasan

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

JAWABAN YA TIDAK

Lampiran 5

11

Ternan lama ditinggalkan dan mulai berkumpul dengan siswa yang tidak beres Sering meminjam uang kepada teman Suka menjual barang milik pribadi kepada temannya Suka mencuri disekolah Tidak perduli dengan kebersihan diri saat pergi kesekolah Gaya musik yang disukai berubah Mudah tersinggung Bersikap depensif (membela diri) Menunjukan sikap permusuhan dengan ternan lain atau guru Sering menghindari kontak mata saat diajak bicara

12 13 14 15 16 17 I8 I8 20

JUMLAH JAW ABAN C. PERUBAHAN PERILAKU DI RUMAH NO PERUBAHAN PERILAKU DI RUMAH I 2 3 4

Makin jarang ikut dengan kegiatan keluarga Sering pergi hingga larut malam, menginap dirumah ternan Berganti ternan dan jarang mau memperkenalkan temannya Ternan sebaya makin tampak berpengaruh negatifterhadap dirinya Ternan lamanya mulai menghindari dirinya Tidak mau memperdulikan aturan keluarga Mulai melupakan tanggungjawab rutin dirumah Menghabiskan uang tabungannya dan selalu kehabisan uang Barang-barang berharga miliknya/milik keluarga yang dipinjamnya hilang, dipinjam ternan Sering mencuri uang dan barang-barang berharga dirumah Waktu dirumah lebih banyak dihabiskan dikamar mandi Sering membawa obat tetes mata, senang memakai kacamata gelap Malas mengurus diri Sering batuk pilek berke2_anjangandan sering pusing Sering tersinggung, mudah marah, emosinya labil, atau tidak ragu berbicara kasar pada orang tua atau orang lain Sering ingkar janji dengan berbagai alasan Sering mengunci diri dikamar, tidak mengijinkan orang tua masuk kekamarnya Dikamarnya ada Jilin atau pewangi ruangan Memasang musik kerasa dan beraliran keras tanpa memperdulikan orang lain Sering berbohong, manis jika ada maunya

5 6 7 8 9 IO II I2 I3 I4 I5 I6 I7 I8 I9 20

JUMLAH JAW ABAN Total Jumlah jawaban (Ya) pada Kolom A+ B + C =.................. . Kesimpulan: I. 2. 3.

Rentangjawanan 0-20 = Resiko ringan Rentangjawaban 2I-40 = Resiko Sedang Rentang Jawaban 4I-60 = Resiko Tinggi

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

JAWABAN TIDAK YA

Lampiran 6

CATATAN W AW ANCARA SISWA DALAM KASUS PENYALAHGUNAANNARKOBA Nama Siswa Kelas Jenis Kelamin Nama Orang Tua!Wali Alamat Orang Tua Permasalahan siswa saat ini

Faktor Resiko Tinggi:

Faktor Pelindung :

Jenis narkoba yang pemah dipakai Cara pemakaian narkoba Pertama kali kapan Perkuensi pemakaian Alasan menggunakan narkoba

Faktor yang melatarbelakangi menggunakan narkoba:

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

Lampiran 6

Cara memperoleh narkoba :

Dampak pemakaian narkoba :

Kehidupan sekolah ::

Kehidupan keluarga :

Hubungan dengan ternan:

Hubungan dengan masyarakat :

Masalah keuangan

Masalah hukum :

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

Lampiran 6

Gejala penyalahgunaan narkoba

Perubahan fisik :

Perubahan perilaku :

Ditemukan narkoba atau peralatan menggunakan narkoba:

···································································~··································································

Pemeriksaan urine :

Pola pemakaian: D

Coba-cobaD Sosial D

Instrumental D

Habituasi D

Ketergantungan

Saran atau tidakan selanjutnya :

Depok, .............................. . Penanggungjawab/Guru BK

( .........................................)

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

Lampiran 7

ALUR RUJUKAN PENANGANAN RESIKO PENYALAHGUNAAN NARKOBA DI SMK TB KOTA DEPOK

Resiko Rendahl

Pendidikan Kesehatan Oleh Peer

,

PEER Educator

Guru

Keluarga

1

Deteksi Dini Resiko Penyalahgunaan Narkobadan Deteksi Gejala Penyalahgunaan Narkoba

Resiko Sedang

Resiko Tinggi

Bimbingan dan Konseling oleh Guru BK

Rujuk:

• • Kasus Penyalahgunaan Narkoba

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

n



Puskesmas BNN Kota Depok Polsek Cimanggis

Lampiran 8

CONTOHSURATRUJUKAN Depok........................... 2014 No Surat Peri hal Lamp iran Kepada Yth: (Kepala Puskesmas Kepala BNN Kota Depok atau KePala Polsek Cimanggis) Di Tempat Dengan hormat, Bersama ini kami kirimkan: Nama Jenis Kelamin Tempat Tanggal Lahir Nama Orang Tua/Wali Alamat Orang Tua Alamat Sekolah Berdasarkan pengamatan kami yang bersangkutan mempunyai masalah sebagai berikut: Kami telah melakukan pemeriksaan dan penanganan sesuai keperluan dalam bentuk: Namun yang bersangkutan memerlukan penanganan lebih lanjut. Untuk itu mohon kiranya pemeriksaan, perawatan serta penanganan tindak lanjutnya. Wali Kelas/Guru BK

Bidang Kesiswaan

( ..............................................)

( ..................................................)

Mengetahui Kepala Sekolah

(.................................................)

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

Lampiran 9

Prioritas masalah manajemen pelayanan keperawatan komunitas

Bel urn terkoordinasinya pelaksanaan program PKPR disekolah

3

2

3

Peringkat semua masalah dari 1 sampai 6 1= kurang penting 6= sangat pentin2 4

Belum optimalnya fungsi pengarahan supervisi dan komunikasi pelaksanaan program PKPR disekolah

3

2

3

5

13

Belum optimalnya kerjasama lintas sektor dalam pelaksanaan program PKPR

3

2

3

4

12

Belum optimalnya pembinaan dan pelatihan SDM disekolah khususnya upaya pencegahan risiko penyalahgunaan narkoba pada remaja

3

3

3

6

15

Bagaimana pentingnya · untuk dipecahkan 1= rendah; 2= rata-rata; 3= tinggi

Diagnosa

Perubahan positif untuk komunitas jika dipecahkan 0= tidak ada; 1= rendah; 2= rata-rata; 3= tinggi

Peningkatan kualitas kehidupan jika dipecahkan 0= tidak ada; 1= rendah; 2= rata-rata; 3= tinggi

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

Total

12

Lampiran 10

PENAPISAN MASALAH ASUHAN KEPERA W AT AN KOMUNIT AS N

Diagnosa Keperawatan 5

D 5

Pem bobotan E F G 5 5 5

H 4

I 4

c

Jumlah

J

I

Ketidakefektifan perilaku pencegahan risiko penyalahgunaan narkoba pada siswa di SMK TB.

4

8 4

2

Ketidakefektifan koping remaja terhadap risiko penyalahgunaan narkoba pada siswa di SMK TB.

3

2

4

3

4

5

5

4

4

3

5

42

3

Risiko perilaku penyalahgunaan narkoba pada siswa SMK TB.

2

3

5

5

4

5

5

4

4

3

5

45

A

0

5

Keterangan : 1 = Sangat rendah 2 = Rendah 3 = Cukup 4 = Tinggi 5 = Sangat tinggi A= Risiko terjadi B = Risiko parah C = Potensial penkes D = Minat masyarakat E = Kemingkinan diatasi F = Sesuai program pemerintah G=Tempat H=Waktu I= Dana J = Fasilitas kesehatan K = Sumber daya

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

3

K 5

49

Lampiran 11

Prioritas Masalah Asuhan Keperawatan Keluarga I.

Pola asuh tidak efektif Perhitungan

Kriteria

;~-·-·

--·-------

·--------

An.I saat ini masih dalam tahap perkembangan remaja yang membutuhkan perhatian dan komunikasi yang efektif dalam mengungkapkan masalahnya. Orang tua hanya menanyakan kemana An. I pergi dan kadang memarahi jika ada masalah dengan sekolah.

3/3 X I

Sifat Masalah : Aktual

____ ;

2/2 X 2

Kemungkinan masalah · dapat diubah : mudah

Pembenaran

Skor

2

An.! masih dapat diajak berkomunikasi dan menurut pada orang tuanya, melalui pendekatan komunikasi yang efektif akan pengenalan peran dan tanggungjawab remaja maka penerapan peran ~ pada remaja di keluarga Bp. U akan efektif.

t

· Potensial masalah dapat : dicegah : Tinggi

2/3 X I

0,6

Adanya perhatian yang baik dari orang tua dan saudara An. I akan perkembangan peran dan tanggungjawab An. I sebagai anggota keluarga

Menonjolnya masalah : Ada masalah tetapi tidak ' perlu segera ditangani

1/2 X I

0,5

Keluarga menganggap masalah terjadi tetapi tidak menjadikan masalah ini prioritas utama.

4,1

Total

2.

Risiko penurunan prestasi belajar pada An. I

~-----

Kriteria

[ Sifat Masalah

:·R~~lk~

Perhitungan

Skor

2/3 X 1

0,6

Saat ini masalah baru bersifat resiko, An.Imasih . duduk di kelas 3 SMK dan belum ujian akhir : semester, dari hasil belajar semester yang lalu •nilainya termasuk standar. An.l malas belajar di ·. rumah dan tidak ada yang membantunya dalam . mengerjakan tugas maupun belajar dirumah. Orang tua hanya memarah i j ika An. I malas . belajar.

2/2 X2

2

An. I menyadari bahwa perlu belajar jika ingin hasil prestasinya meningkat orang tua memiliki kemauan untuk membantu permasalahan An. I

2/3 X 1

0,6

j

~---------------

__________ __ _______]_

i Kemungkinan masalah

•dapat diubah : mudah Potensial masalah dapat dicegah : Sedang

i Menonjolnya masalah : Ada t

masalah tetapi tidak perlu

L

Total

Adanya kemauan dari remaja untuk memperbaiki cara belajamya, tetapi kurang bantuan dan dukungan keluarga maupun temannya. Masalah ini merupakan proses pembelajaran anak yang hasilnya belum terlihat.

2/2 X 1 ·

lsegera ditangan_i__ ········----~--~---··'j

Pembenaran

--

-

-------------~----------------

4,2

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

.

------------------

Lampiran 11

3.

Risiko penyimpangan perilaku: penyalahgunaan narkoba pada remaja Kriteria

Perhitungan

Sifat Masalah : Aktual

3/3 X I

Kemungkinan masalah dapat diubah : mudah

2/2 X 2

Pem benaran

Skor

Akibat dari kurangnya komunikasi antm·a orang tua dan anak menyebakan te1jadinya permasalah risiko penyimpangan perilaku: penyalahgunaan narkoba pada remaja 2

Pola komunikasi antara remaja dan orang tua . merupakan suatu proses yang harus dimulai dan : dijaga keberlangsungannya, keluarga sudah ; memberikan respon positif dengan bertanya cara komunikasi yang baik dengan remaja.

----------1-----------------~---------"--

Potensial masalah dapat dicegah : Sedang

2/3 X 1

Menonjolnya masalah : Perlu segera ditangani

2/2 X 1

Total

0,6

Keluarga sudah mengetahui stressor dan cara mencegahnya.

-----1---- ---· ------- ----- -

--

Keluarga mengatakan ada masalah dan segera perlu ditangani karena mereka takut anaknya akan salah bergaul. 4,6

Drug abuse ..., Nana Supriyatna, FIK UI, 2014

Related Documents


More Documents from "arif"

13_gentry_nursing.pdf
June 2020 8
Gaya.docx
June 2020 0
Teori Hiv 1.pdf
October 2019 6
File.pdf
December 2019 19