A. Pengertian Iman Iman secara bahasa berarti at-tashdiiq (pembenaran), Kebanyakan orang menyatakan bahwa kata iman berasal dari kata kerja amina-yu’manu-amanah yang berarti percaya. Oleh karena itu, iman yang berarti percaya menunjuk sikap batin yang terletak dalam hati. Akibatnya, orang yang percaya kepada Allah dan selainnya seperti yang ada dalam rukun iman, walaupun dalam
sikap
kesehariannya
tidak
mencerminkan
ketaatan dan kepatuhan (taqwa) kepada yang telah dipercayainya, masih disebut orang yang beriman. Hal itu disebabkan karena adanya keyakinan mereka bahwa yang tahu tentang urusan hati manusia adalah Allah dan dengan membaca dua kalimah syahadat telah menjadi Islam. Dalam surah al-Baqarah ayat 165 : Artinya: “Dan diantara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman amat sangat
cintanya kepada Allah. Dan jika seandainya orangorang yang berbuat zalim itu mengetahui ketika mereka melihat siksa (pada hari kiamat), bahwa kekuatan itu kepunyaan Allah semuanya, dan bahwa Allah amat berat siksaan-Nya (niscaya mereka menyesal).” Oleh karena itu beriman kepada Allah berarti amat sangat rindu terhadap ajaran Allah, yaitu Al-Quran menurut Sunnah Rasul. Hal itu karena apa yang dikehendaki Allah, Dalam hadits diriwayatkan Ibnu Majah Atthabrani, iman didefinisikan dengan keyakinan dalam hati, diikrarkan dengan lisan, dan diwujudkan dengan amal perbuatan (Al-Immaanu ‘aqdun bil qalbi waigraarun billisaani wa’amalun bil arkaan). Dengan demikian, iman merupakan kesatuan atau keselarasan antara hati, ucapan, dan laku perbuatan, serta dapat juga dikatakan sebagai pandangan dan sikap hidup atau gaya hidup. Kata iman yang tidak dirangkaikan dengan kata lain dalam al-Qur’an, mengandung arti positif. Dengan demikian, kata iman yang tidak dikaitkan dengan kata
Allah atau dengan ajarannya, dikatakan sebagai iman haq. Sedangkan yang dikaitkan dengan selainnya, disebut iman bathil. Definisi Iman Secara Istilah Syar’iy 1. Al-Imaam Ismaa’iil bin Muhammad At-Taimiy rahimahullah berkata : اإليمان في الشرع عبارة عن جميع الطاعات الباطنة والظاهرة “Iman dalam pengertian syar’iy adalah satu perkataan yang mencakup makna semua ketaatan lahir dan batin” [Al-Hujjah fii Bayaanil-Mahajjah, 1/403].
2. Al-Imaam Ibnul-Qayyim rahimahullah berkata : وهو، قول القلب: والقول قسمان.حقيقة اإليمان مركبة من قول وعمل عمل: والعمل قسمان. وهو التكلّم بكلمة اإلسالم، وقول اللسان،االعتقاد زال، فإذا زالت هذه األربعة. وعمل الجوارح، وهو نيته وإخالصه،القلب لم تنفع بقية األجزاء، وإذا زال تصديق القلب،اإليمان بكماله “Hakekat iman terdiri dari perkataan dan perbuatan. Perkataan ada dua : perkataan hati, yaitu i’tiqaad; dan perkataan lisan, yaitu perkataan tentang kalimat Islam
(mengikrarkan syahadat – Abul-Jauzaa’). Perbuatan juga ada dua : perbuatan hati, yaitu niat dan keikhlasannya; dan perbuatan anggota badan. Apabila hilang keempat hal tersebut, akan hilang iman dengan kesempurnaannya. Dan apabila hilang pembenaran (tashdiiq) dalam hati, tidak akan bermanfaat tiga hal yang lainnya” [Ash-Shalaah wa Hukmu Taarikihaa, hal. 35]. Jadi, dapat disimpulkan bahwa pengertian iman adalah pembenaran dengan segala keyakinan tanpa keraguan sedikitpun mengenai yang datang dari Allah SWT dan rasulNya. Pengertian Ikhlas Ikhlas bisa diartikan menjadikan Allah sebagai satusatunya tujuan dari ketaatan, maksudnya adalah mendekatkan diri kepada Allah tanpa sesuatu yang lain atau membersihkan perbuatan dari keinginan untuk diperhatikan orang lain. Amal dan ikhlas itu adalah dua faktor yang tidak boleh dipisahkan antara yang satu dengan yang lain, amal itu laksana tubuh dan ikhlas
sebagai ruhnya. Beramal dan ikhlas haruslah berjalan beriringan agar mendapatkan manfaat dan ridho dari Allah. Ikhlas merupakan salah satu rahasia diri dalam beribadah
kepada
Allah
karena
hanya
dengan
keikhlasan seseorang dapat beribadah dengan penuh kekhusyuan.
Ikhlas pada dasarnya ialah suci murni dan tidak bercampur dengan pamrih apapun. Menurut syariat, ikhlas ialah mengerjakan ibadah kebajikan karena Allah semata-mata dan mengharap keridhoan-Nya.
Dalam surah al-Bayyinah ayat 5 disebutkan: وما امرو اال ليعبد هللا مخلصين له الدين حنفاء ويقيموالصالة ويؤتوا الزكاة وذلك دين القيمة “Dan
tidaklah
mereka
disuruh,
kecuali
supaya
menyembah Allah serta mentulus-ikhlaskan agama bagi-Nya sambil cenderung kepada tauhid supaya
mereka menegakkan sholat, memberikan zakat dan itulah agama yang lurus.”
Ikhlas memang seharusnya menjadi landasan setiap peribadatan. Tanpa keikhlasan, amal perbuatan yang dilakukan seseorang menjadi sia-sia bahkan bisa mendatangkan dosa. Karena ketidakikhlasan hanya berbeda tipis dengan sebuah kesombongan. Sebagai ganti sebuah kekhlasan, Allah menjanjikan pahala yang sama sekali tidak terduga, yakni keridhoan-Nya dan pertolongan di hari semua orang mencari sebuah pertolongan tetapi tak menemukannya.
Tetapi pada kenyataannya sifat ikhlas ini sangatlah sulit untuk dilakukan. Sudah berapa banyak kita saksikan orang-orang yang beramal tetapi tidak meninggalkan bekas yang baik dan tidak membawa efek yang positif bagi dirinya dan bagi orang lain. Ibarat orang berlayar tiada sampai ke batas atau ibarat berjalan tidak sampai ke pulau idaman. Semangatnya hilang, daya dan
kekuatannya berkurang maka akhirnya kembali pulang dengan tangan hampa, rugi tenaga, rugi waktu, dan rugi harta tanpa pernah mendapatkan apa-apa.
Apa sebabnya? Hal itu adalah karena ikhlas tidak menjadi landasan tempat berpijaknya amal, karena ia tidak mau berbuat melainkan untuk mengharap keuntungan dan suatu pamrih yang tak berharga dan beramal
hanyalah
mengharapkan
pujian
serta
sanjungan. Maka karenanya ia rugi moral dan material. Karena apa yang dilakukannya tidak dilandasi dengan jiwa yang ikhlas sehingga apa yang telah dilakukannya hanyalah sia-sia belaka.
Agar perbuatan atau amal apapun yang kita lakukan tidak berakhir sia-sia dan bisa membuahkan hasil yang sempurna maka hendaklah keikhlasan menjadi dasar dalam setiap amal yang kita kerjakan. Hendaklah kita berusaha untuk mensucikan diri kita dari berbagai pamrih duniawi, misalnya berharap mendapat pujian
dari orang lain atau pamrih-pamrih yang lain dari sesama manusia. Dari keterangan tersebut bisa kita ketahui bahwa ikhlas merupakan sarana penyucian diri dari berbagai pamir duniawi.
Ketaqwaan Dalam Islam Ketaqwaan Dalam Islam / takwa ,yaitu memelihara diri dari siksaan Allah dengan mengikuti segala perintahNya dan menjauhi segala larangan-Nya; tidak cukup diartikan dengan takut saja. Adapun arti lain dari taqwa adalah: 1. Melaksanakan segala perintah Allah 2. Menjauhkan diri dari segala yang dilarang Allah (haram) 3. Ridho (menerima dan ikhlas) dengan hukum-hukum dan ketentuan Allah Taqwa berasal dari kata waqa-yaqi-wiqayah yang artinya memelihara. “memelihara diri dalam menjalani hidup sesuai tuntunan/petunjuk allah” Adapun dari asal bahasa arab quraish taqwa lebih dekat dengan kata
waqa Waqa bermakna melindungi sesuatu, memelihara dan
melindunginya
dari
berbagai
hal
yang
membahayakan dan merugikan. Itulah maka, ketika seekor kuda melakukan langkahnya dengan sangat hatihati, baik karena tidak adanya tapal kuda, atau karena adanya luka-luka atau adanya rasa sakit atau tanahnya yang sangat kasar, orang-orang Arab biasa mengatakan Waqal Farso Minul Hafa (Taj). Dari kata waqa ini taqwa bisa di artikan berusaha memelihara dari ketentuan allah dan melindungi diri dari dosa/larangan allah. bisa juga diartikan berhati hati dalam menjalani hidup sesuai petunjuk allah. Kedudukan Taqwa : Wasiat seluruh Nabi : 4 : 131 Dan sesungguhnya kami telah memerintahkan orang-orang yang diberi kitab sebelum kamu dan kamu juga, untuk bertaqwa kepada Allah 26 : 10-11 Dan ingatlah ketika Tuhanmu menyeru Musa, “Datangilah kaum yang Zalim itu”, Yaitu kaum Fir’aun, mengapa mereka tidak bertaqwa ? 26 : 123-124 Kaum Aad telah mendustakan para Rasul, ketika saudara mereka, Hud berkata,
“Mengapa kamu tidak bertaqwa?” 26 :141-142 Kaum Tsamud telah mendustakan para Rasul, ketika saudara mereka, Saleh berkata, ” Mangapa kamu tidak bertaqwa ?” 26 : 160-161 Kaum Luth telah mendustakan para Rasul, ketika saudara mereka, Luth berkata, ” Mengapa kamu tidak bertaqwa?” 26 :176-177 Kaum Aikah telah mendustakan para Rasul, ketika saudara mereka, Syu’aib berkata, ” Mangapa kamu tidak bertaqwa ?” 37 : 123-124 2 : 21, Wahai orang-orang yang beriman, sembahlah Tuhanmu yang menciptakan kamu dan orang-orang sebelum kamu, agar kamu bertaqwa Taqwa : Mutiara Penuh Pesona Surat Ali’Imran Ayat 133: Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu (Allah SWT) dan surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan bagi orang-orang yang taqwa (muttaqin). Allah SWT menguraikan tanda-tanda orang yang taqwa, dalam Surat Ali’Imran Ayat 134: (yaitu) Orang-orang yang berinfaq (karena Allah SWT), baik diwaktu lapang maupun sempit, dan orang-orang
yang menahan amarahnya dan mereka yang pemaaf terhadap (kesalahan) manusia. Dan Allah mencintai orang-orang yang berbuat kebajikan. Marilah terlebih dahulu kita coba memahami apakah itu Taqwa. Taqwa memiliki tiga tingkatan. Pertama : Ketika seseorang melepaskan diri dari kekafiran dan mengada-adakan sekutu-sekutu bagi Allah, dia disebut orang yang taqwa. Didalam pengertian ini semua orang beriman tergolong taqwa meskipun mereka masih terlibat beberapa dosa. Kedua : Jika seseorang menjauhi segala hal yang tidak disukai Allah SWT dan RasulNya (SAW), ia memiliki tingkat taqwa yang lebih tinggi. Ketiga : orang yang setiap saat selalu berupaya menggapai cinta Allah SWT, ia memiliki tingkat taqwa yang lebih tinggi lagi. Dari Abu Hurairah juga, bahwa Rasulullah SAW memperingatkan, “Pada hari kiamat, hak-hak seseorang pasti akan ditunaikan, sampai-sampai peradilan domba yang tidak bertanduk yang mendapat yang mendapat
kesusahan dari domba yang bertanduk. Tirmidzi berkata, “Ini adalah hadits-hadits Hasan Sahih. (Lihat: Jami’al-Tirmidzi, juz vii, halaman 98 hadits no: 1049 (Tuhfat al-Ahwa)) Inilah yang menyebabkan para sahabat ketakutan dan menangis waktu ditunjuk menjadi pemimpin/amir, karena terbayang betapa besarnya tanggung jawabnya, terbayang betapa banyaknya orang-orang yang berhak atas dirinya. Seandainya dia tidak bisa menunaikan hakhak orang-orang.
Dewasa ini kemajuan sains dan teknologi telah mencapai perkembangan yang sangat pesat, termasuk di Negara kita Indonesia. Pembangunan di Negara kita juga telah mencapai kemajuan yang demikian pesat, terutama sejak bergulirnya era reformasi hingga saat ini. Karenanya, seiring dengan itu, marilah kita umat Islam secara bersama-sama ikut ambil bagian dengan secara aktif, terutama dalam pembangunan mrntal spiritual, agar umat Islam tidak sekedar maju dalam segi fisik saja, namun juga kokoh mentalnya, tidak mudah terjebak dalam pemikiran yang merusak. Dalam abad teknologi ultra moderen sekarang ini, manusia telah diruntuhkan eksistensinya sampai ketingkat mesin akibat pengaruh morenisasi. Roh dan kemuliaan manusia telah diremehkan begitu rendah. Manusia adalah mesin yang dikendalikan oleh kepentingan financial untuk menuruti arus hidup yang materialistis dan sekuler. Martabat manusia berangsurangsur telah dihancurkan dan kedudukannya benarbenar telah direndahkan. Modernisai adalah merupakan
gerakan yang telah dan sedang dilakukan oleh Negaranegara Barat Sekuler untuk secara sadar atau tidak, akan menggiring kita pada kehancuran peradaban. Sebagaimana telah kita saksikan dalam kehidupan sehari-hari, baik secara langsung maupun melalui media cetak dan elektronik, mulai dari prilaku, gaya hidup, norma pergaulan dan tete kehidupan yang dipraktekkan, dipertontonkan dan dicontohkan oleh orang-orang Barat akhir-akhir ini semakin menjurus pada kemaksiatan. Apa yang mereka suguhkan sangat berpengaruh terhadap pola piker umat Islam. Tak sedikit dari orangorang Islam yang secara perlahan-lahan menjadi lupa akan tujuan hidupnya, yang semestinya untuk ibadah, berbalik menjadi malas ibadah dan lupa akan Tuhan yang telah memberikannya kehidupan. Akibat pengaruh modernisasi dan globalisasi banyak manusia khususnya umat Islam yang lupa bahwa sesungguhnya ia diciptakan bukanlah sekedar ada, namun ada tujuan mulia yaitu untuk beribadah kepada Allah SWT.
Kondisi diatas meluaskan segala hal dalam aspek kehidupan manusia. Sehingga tidak mengherankan ketika batas-batas moral, etika dan nilai-nilai tradisional juga terlampaui. Modernisasi yang berladangkan diatas sosial kemasyarakatan ini juga tidak bisa mengelak dari pergeseran negatif akibat modernisasi itu sendiri. Peningkatan intensitas dan kapasitan kehidupan serta peradaban manusia dengan berbagai turunannya itu juga meningkatan konstelasi sosial kemasyarakatan baik pada level individu ataupun level kolektif. Moralitas, etika dan nilai-nilai terkocok ulang menuju keseimbangan baru searah dengan laju modernisasi. Pegerakan ini tentu saja mengguncang perspektif individu dan kolektif dalam tatanan kemasyarakatan yang telaha ada selama ini. Hasrat bukanlah sifat baru kemanusiaan. Namun hadir dalam jaman yang penuh tawaran dan godaan dengan berbagai kesempatan dan kemampuan untuk meraihnya dengan berbagai cara, telah menjadikan hasrat manusia sebagai dalang utama berbagai kerusakan moral, etika dan nilai-nilai.
Berbagai peristiwa hukum dan kriminal baik di area publik ataupun pemerintahan telah hadir sebagai limbah modernisasi yang tersaji transparan di sepan publik. Sebut saja KKN di pemerintahan, kriminal, kejahatan sexual dan berbagai penyimpnagan lainnya. Seolah-olah pakem moral, etika dan aturan-aturan yang berlaku tidak lagi menjadi hal penghalang bagi berbagai penyimpangan-penyimpangan tersebut. Kekhawatiran atas pergeseran itu telah mencajadi wacana hangat diseluruh lapisan masyarakat. Namun laju modernisasi dengan berbagai turunan dan efek negatifnya terus saja mengalami percepatan seakan tak peduli dengan kecemasan itu. Modernisai dengan konotasi itu merupakan penghambaan dan penjajahan terhadap bangsa-bangsa di dunia agar tunduk pada prinsip-prinsip barat yang rusak dan menyesatkan. Globakisasi merupakan program yang bertujuan untuk mendayagunakan teknologi sebagai alat untuk mengokohkan kedudukan kepentingan Negara adidaya, memperbudak bangsa-
bangsa lemah, menyedot sumber daya alamnya, meneror rakyatnya, manghambat perjalanannya, memadamkan kekuatannya, menghapus identitasnya dan mengubur keasliannya, reformasinya serta pembangunan peradabannya. Dengan kata lain globalisasi merupakan gurita yang menelikung dan mencekik leher dunia Islam. Bentuk kebudayaan dan peradaban masyarakat modern mengikuti pola kehidupan, cara, ukuran, dan konsep Barat, termasuk teori, partai, perspektif pemikiran ideologis, dan politiknya. Masyarakat modern merupakan cetak biru masyarakat Barat, sehingga pertumbuhan dan perkembangan mereka meninggalkan model masyarakat tradisional, bahkan berlawanan. Meskipun struktur dan elemen-elemen masyarakat modern lemah dan rapuh dibandingkan dengan masyarakat tradisional, namun mereka mendominasi sektor-sektor terpenting dan strategis. Mereka berkepentingan mewujudkan persatuan dua bentuk masyarakat yang ada dengan mengkondisikan
masyarakat tradisional untuk menerima modernisasi. Maka terjadilah kontradiksi-kontradiksi antar keduanya secara mendalam dan esensial. Masyarakat modern cenderung agresif dan otoriter dalam menghadapi masyarakat tradisional. Mereka menggunakan pendekatan apa saja yang memungkinkan untuk menyodorkan modernisasi kepada masyarakat tradisional. Masyarakat modern lebih mengutamakan alternatif-alternatif Barat daripada kembali ke pandangan hidup masyarakat tradisional. Akan tetapi, sikap tersebut tidak dapat mencegah hal sebaliknva dari masyarakat tradisional dalam keimanan, perasaan nasionalisme, kemerdekaan, dan kehormatan. Perubahan kepercayaan, pemikiran, kebudayaan, dan peradaban merupakan prasyarat bagi perubahan ekonomi, politik, dan sebagainya. Itulah sebabnya, ketika masyarakat modern tak dapat mengakomodasikan apa yang tersedia di lingkungannya, mereka memilih alternatif atau model dari negara imperialis yang menjadi pusat-pusat
kekuatan dunia. Secara politis, mereka berlindung pada negara-negara tersebut. Terbukalah kemungkinan konfrontasi antara kekuatan eksternal dengan kekuatan internal (kekuatan Islam) bila Islam hendak ditampilkan sebagai kekuatan nyata. Melihat strategi yang dicanangkan Barat dalam isu globalisasi di atas sungguh amat busuk. Mereka mempunya agenda terselubung dalam mengikis habis ajaran Islam yang dianut bangsa timur. Penyebaran itu mereka lakukan melalui penyebaran informasi dengan sistem teknologi moderennya yang dapat mengirim informasi keseluruh penjuru dunia. Melalui jalur ini mereka menguasai public opini yang tidak jarang berisi serangan, hinaan, pelecehan dan hujatan terhadap Islam dan mengesankan agama Islam sebagai teroris. Perang yang mereka lancarkan bukan hanya perang senjata namun juga perang agama. Mereka berusaha meracuni dan menodai kesucian Islam lewat idiologi sekuler, politik, ekonomi, sosbud, teknologi, komunikasi, keamanan dan sebagainya. Dengan berbagai cara
mereka berusaha menjauhkan umat Islam dari agamanya. Secara perlahan-lahan tapi pasti mereka menggerogoti Islam dari dalam dan tujuan akhirnya adalah melenyapkan Islam dari muka bumi. Morernisasi bagi umat Islam tidak perlu diributkan, diterima ataupun ditolak, namun yang paling penting dari semua adalah seberapa besar peran Islam dalam menata umat manusia menuju tatanan dunia baru yang lebih maju dan beradab. Bagi kita semua, ada atau tidaknya istilah modernisasi dan globalisasi tidak menjadi masalah, yang penting ajaran Islam sudah benar-benar diterima secara global, secara mendunia oleh segenap umat manusia, diterapkan dalam kehidupan masing-masing pribadi, dalam berkeluarga, bertetangga, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Sebagai umat Islam hendaknya nilai modern jangan kita ukur dari modernnya pakaiannya, perhiasan dan penampilan, namun moderen bagi umat Islam adalah moderen dari segi pemikiran, tingkah laku, pergaulan, ilmu pengetahuan, teknologi, ekonomi, social budaya,
politik dan keamanan yang dijiwai akhlakul karimah, dan disertai terwujudnya masyarakat yang adil, makmur, sejahtera dalam naungan ridha Allah SWT. Masyarakat modern tidak mempunyai program revolusi, melainkan mempunyai program dominasi kekuasaan. Ini karena masyarakat modern tidak mengambil model perubahan dari bangsanya, tetapi dari Barat. Padahal suatu revolusi tidak akan berhasil kecuali bila berasal dari dalam (bangsa). Dengan kata lain, tidak ada revolusi dalam rangka perubahan positif dan mendasar yang dapat mempersatukan dan membebaskan umat, melenyapkan kezaliman, serta memotivasi orang-orang untuk bekerja, mengajar, dan berkreasi, melainkan yang bersumber pada ajaran Islam. Modernisasi yang memperkuat daya produktifitas dan komsumtifitas adalah penguatan langsung pada kapasitas dan intensitas kehidupan manusia modern dari aspek materialistik. Dalam teory ekology baik organisasi atau kemasayrakatan, komunitas akan selalu berjalan kearah titik equalibirium (kesetimbangan) nya.
Ketika modernisasi secara umum yang dipersepsikan selama ini mengembangkan aspek materialistik manusia, maka aspek non material seperti spiritual akan mengikuti perkembangan nya demi keseimbangan yang semestinya. Sehingga gejala kembali ke Agama dan spiritual adalah arus utama modernisasi yang mesti terjadi. Jika tidak modernisasi tak akan pernah lengkap. Jadi kembali keagama dengan menyemarakan kehidupan spritual bukanlah gerakan tradisional, konsrvatif atau kontra modernisasi. Namun sesungguhnya gejala itu adalah atribut modernisasi juga. Sehingga tak akan lengkap kemodern-an seseorang atau komunitas jika laju spiritualnya tak berkembang menyimbangi laju materialistik.
IMPLEMENTASI IMAN DAN TAQWA DALAM KEHIDUPAN Aktualisasi taqwa adalah bagian dari sikap bertaqwa seseorang. Karena begitu pentingnya taqwa yang harus dimiliki oleh setiap mukmin dalam kehidupan dunia ini sehingga beberapa syariat islam yang diantaranya puasa adalah sebagai wujud pembentukan diri seorang muslim supaya menjadi orang yang bertaqwa, dan lebih sering lagi setiap khatib pada hari jum’at atau shalat hari raya selalu menganjurkan jamaah untuk selalu bertaqwa. Begitu seringnya sosialisasi taqwa dalam kehidupan beragama membuktikan bahwa taqwa adalah hasil utama yang diharapkan dari tujuan hidup manusia (ibadah). Aktualisasi taqwa adalah bagian dari sikap bertaqwa seseorang. Karena begitu pentingnya taqwa yang harus dimiliki oleh setiap mukmin dalam kehidupan dunia ini sehingga beberapa syariat islam yang diantaranya puasa adalah sebagai wujud pembentukan diri seorang muslim supaya menjadi orang yang bertaqwa, dan lebih sering
lagi setiap khatib pada hari jum’at atau shalat hari raya selalu menganjurkan jamaah untuk selalu bertaqwa. Begitu seringnya sosialisasi taqwa dalam kehidupan beragama membuktikan bahwa taqwa adalah hasil utama yang diharapkan dari tujuan hidup manusia (ibadah). Taqwa adalah satu hal yang sangat penting dan harus dimiliki setiap muslim. Signifikansi taqwa bagi umat islam diantaranya adalah sebagai spesifikasi pembeda dengan umat lain bahkan dengan jin dan hewan, karena taqwa adalah refleksi iman seorang muslim. Seorang muslim yang beriman tidak ubahnya seperti binatang, jin dan iblis jika tidak mangimplementasikan keimanannya dengan sikap taqwa, karena binatang, jin dan iblis mereka semuanya dalam arti sederhana beriman kepada Allah yang menciptakannya, karena arti iman itu sendiri secara sederhana adalah “percaya”, maka taqwa adalah satu-satunya sikap pembeda antara manusia dengan makhluk lainnya. Seorang muslim yang beriman dan sudah mengucapkan dua kalimat
syahadat akan tetapi tidak merealisasikan keimanannya dengan bertaqwa dalam arti menjalankan segala perintah Allah dan menjauhi segala laranganNya, dan dia juga tidak mau terikat dengan segala aturan agamanya dikarenakan kesibukannya atau asumsi pribadinya yang mengaggap eksistensi syariat agama sebagai pembatasan berkehendak yang itu adalah hak asasi manusia, kendatipun dia beragama akan tetapi agamanya itu hanya sebagai identitas pelengkap dalam kehidupan sosialnya, maka orang semacam ini tidak sama dengan binatang akan tetapi kedudukannya lebih rendah dari binatang, karena manusia dibekali akal yang dengan akal tersebut manusia dapat melakukan analisis hidup, sehingga pada akhirnya menjadikan taqwa sebagai wujud implementasi dari keimanannya. Taqwa adalah sikap abstrak yang tertanam dalam hati setiap muslim, yang aplikasinya berhubungan dengan syariat agama dan kehidupan sosial. Seorang muslim yang bertaqwa pasti selalu berusaha melaksanakan perintah Tuhannya dan menjauhi segala laranganNya
dalam kehidupan ini. Yang menjadi permasalahan sekarang adalah bahwa umat islam berada dalam kehidupan modern yang serba mudah, serba bisa bahkan cenderung serba boleh. Setiap detik dalam kehidupan umat islam selalu berhadapan dengan hal-hal yang dilarang agamanya akan tetapi sangat menarik naluri kemanusiaanya, ditambah lagi kondisi religius yang kurang mendukung. Keadaan seperti ini sangat berbeda dengan kondisi umat islam terdahulu yang kental dalam kehidupan beragama dan situasi zaman pada waktu itu yang cukup mendukung kualitas iman seseorang. Olah karenanya dirasa perlu mewujudkan satu konsep khusus mengenai pelatihan individu muslim menuju sikap taqwa sebagai tongkat penuntun yang dapat digunakan (dipahami) muslim siapapun. Karena realitas membuktikan bahwa sosialisasi taqwa sekarang, baik yang berbentuk syariat seperti puasa dan lain-lain atau bentuk normatif seperti himbauan khatib dan lain-lain terlihat kurang mengena, ini dikarenakan beberapa faktor, diantaranya yang pertama muslim
yang bersangkutan belum paham betul makna dari taqwa itu sendiri, sehingga membuatnya enggan untuk memulai, dan yang kedua ketidaktahuannya tentang bagaimana, darimana dan kapan dia harus mulai merilis sikap taqwa, kemudian yang ketiga kondisi sosial dimana dia hidup tidak mendukung dirinya dalam membangun sikap taqwa, seperti saat sekarang kehidupan yang serba bisa dan cenderung serba boleh. Oleh karenanya setiap individu muslim harus paham pos – pos alternatif yang harus dilaluinya, diantaranya yang paling awal dan utama adalah gadhul bashar (memalingkan pandangan), karena pandangan (dalam arti mata dan telinga) adalah awal dari segala tindakan, penglihatan atau pendengaran yang ditangkap oleh panca indera kemudian diteruskan ke otak lalu direfleksikan oleh anggota tubuh dan akhirnya berimbas ke hati sebagai tempat bersemayam taqwa, jika penglihatan atau pendengaran tersebut bersifat negatif dalam arti sesuatu yang dilarang agama maka akan membuat hati menjadi kotor, jika hati sudah kotor maka
pikiran (akal) juga ikut kotor, dan ini berakibat pada aktualisasi kehidupan nyata, dan jika prilaku, pikiran dan hati sudah kotor tentu akan sulit mencapai sikap taqwa. Oleh karenanya dalam situasi yang serba bisa dan sangat plural ini dirasa perlu menjaga pandangan (dalam arti mata dan telinga) dari hal – hal yang dilarang agama sebagai cara awal dan utama dalam mendidik diri menjadi muslim yang bertaqwa. Menjaga mata, telinga, pikiran, hati dan perbuatan dari hal-hal yang dilarang agama, menjadikan seorang muslim memiliki kesempatan besar dalam memperoleh taqwa. Karena taqwa adalah sebaik–baik bekal yang harus kita peroleh dalam mengarungi kehidupan dunia yang fana dan pasti hancur ini, untuk dibawa kepada kehidupan akhirat yang kekal dan pasti adanya. Adanya kematian sebagai sesuatu yang pasti dan tidak dapat dikirakirakan serta adanya kehidupan setelah kematian menjadikan taqwa sebagai obyek vital yang harus digapai dalam kehidupan manusia yang sangat singkat ini. Memulai untuk bertaqwa adalah dengan mulai
melakukan hal-hal yang terkecil seperti menjaga pandangan, serta melatih diri untuk terbiasa menjalankan perintah Allah dan menjauhi segala laranganNya, karena arti taqwa itu sendiri sebagaimana dikatakan oleh Imam Jalaluddin Al-Mahally dalam tafsirnya bahwa arti taqwa adalah “imtitsalu awamrillahi wajtinabinnawahih”, menjalankan segala perintah Allah dan menjauhi segala laranganya.
HAKIKAT MANUSIA MENURUT ISLAM Menurut Islam, manusia adalah makhluk ciptaan Allah; ia tidaklah muncul dengan sendirinya atau berada oleh dirinya sendiri. Al-Quran surat al-’Alaq ayat 2 menjelaskan bahwa manusia itu diciptakan Tuhan dari segumpal darah; Al-Quran surat al-Thariq ayat 5 menjelaskan bahwa manusia dijadikan oleh Allah; AlQuran surat al-Rahman ayat 3 menjelaskan bahwa AlRahman (Allah) itulah yang menciptakan manusia. Masih banyak sekali ayat Al-Quran yang menjelaskan bahwa yang menjadikan manusia adalah Tuhan. Jadi, manusia adalah makhluk ciptaan Allah. Hakikat wujudnya yang lain ialah bahwa manusia adalah makhluk yang perkembangannya dipengaruhi oleh pembawaan dan lingkungan. Dalam teori yang dikembangkan di dunia Barat, dikatakan bahwa perkembangan seseorang hanya dipengaruhi oleh pembawaan (nativisme). Sebagai lawannya berkembang pula teori yang mengatakan bahwa perkembangan seseorang hanya ditentukan oleh lingkungannya
(empirisme). Sebagai sintesisnya dikembangkan teori ketiga yang mengatakan bahwa perkembangan seseorang ditentukan oleh pembawaan dan lingkungannya (konvergensi). Dalam Alqur’an ada 3 kata yang digunakan untuk menunjukan arti manusia, yaitu 1. insan / ins / annas 2. basyar 3. bani adam / dzurriyat adam Sedangkan yang paling banyak di jelaskan dalam alquran adalah Basyar dan insan . kata Basyar menunjukan manusia dari sudut lahiriyahnya ( fisik) serta persamaanya dengan manusia seluruhnya , seperti firman Allah dalam surat Al-Anbiya : 34-35: “kami tidak menjadikan hidup abadi bagi seorang manusiapun sebelum kamu ( Muhamad ) maka apabila kamu mati apakah mereka akan kekal ? tiap – tiap yang berjiwa akan mati. kami akan menguji kamu dengan kebaikan dan keburukan sebagai cobaan (yang sebenar-
benarnya) dan hanya kepada kami kamu dikembalikan ” (Al-Anbiya : 34-35) Kata Insan digunakan untuk menunjuk manusia dengan segala totalitasnya , fisik psikis, jasmani dan rohani. di dalam diri manusia terdapat tiga kemampuan yang sangat potensial untuk membentuk struktur kerohaniahan , yaitu nafsu , akal dan rasa. Nafsu merupakan tenaga potensial yang berupa dorongan untuk berbuat kreatif dan dinamis yang yang dapat berkembang kepada dua arah , yaitu kebaikan dan kejahatan. Akal sebagai potensi intelegensi berfungsi sebagai filter yang menyeleksi mana yang benar dan mana yang salah yang didorong oleh nafsu akal akan membawa manusia untuk memahami , meneliti dan menghayati alam dalam rangka memperoleh ilmu pengetahuandan kesejahteraan . Rasa merupakan potensi yang mengarah kepada nilai – nilai etika, estetika dan agama. ¨bÎ) tûïÏ%©!$# (#qä9$s% $oYš /z’ ª!$# §NèO
(#qßJ»s)tFó™$# Ÿxsù ì$öqyz óOÎgøŠ n=tæ Ÿwur öNèd š cqçRt“ øts† ÇÊÌÈ
“Sesungguhnya orang yang
mengatakan : tuhan kami adalah Allah, kemudian mereka berIstiqomah maka tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan mereka tiada pula berduka” (Qs Al Ahqaf : 13) Ketiga potensi Dasar diatas membentuk Struktur kerohaniahan yang berada Di dalam diri manusia yang kemudian akan membentuk manusia sebagai insan. Konsep basyar dan insan merupakan konsep islam tentang manusia sebagai individu . Sedangkan dalam Hubungan social Alqur’an memberikan istilah Annas yang merupakan jamak dari kata insane dan perwujudan kualitas keinsanian manusia ini tidak terlepas dari konteks sosialnya dengan lingkungan. Menurut al- Toumy al- Syaibani definisi manusia adalah: 1.
Manusia sebagai makhluk Allah yang paling mulia
di muka bumi. 2.
Manusia sebagai khalifah di muka bumi.
3.
Insan makhluk sosial yang berbahasa.
4. Insan mempunyai tiga dimensi yaitu: badan, akal dan ruh 5. Insan dengan seluruh perwatakannya dan ciri pertumbuhannya adalah hasil pencapaian 2 faktor, yaitu faktor warisan dan lingkungan 6.
Manusia mempunyai motivasi, kecenderungan dan
kebutuhan awal baik yang diwarisi mauun yang diperoleh dalam proses sosialisasi. 7.
Manusia mempunyai perbedaan sifat antara yang
satu dengan yang lainnya. 8. Insan mempunyai sifat luwes, lentur, bisa dibentuk , bisa diubah Hakikat manusia menurut Allah adalah makhluk yang dimuliakan, dibebani tugas, bebas memilih dan bertanggung jawab. 1. a.
Makhluuq (yang diciptakan) Berada dalam fitrah Fitrah dapat membawa
manusia ke arah kebaikan misalnya hati nurani dapat membedakan mana yang baik, dan mana yang buruk.
[QS Ar Ruum:30]b.
Lemah Sebagai makhluk,
manusia juga lemah karena manusia juga diciptakan dengan keterbatasan akal dan fisik. [QS An Nisaa’:48]c.
Bodoh Beban amanat yang begitu
besar dari Allah, diterima oleh manusia, disaat makhluk lainnya tidak menyanggupi amanat tersebut karena beratnya amanat tersebut. [QS Al Ahzab;72]d.
Memiliki kebutuhan Sebagai makhluk
yang terbatas secara fisik dan kemampuan. Maka sangat mungkin manusia memiliki kebutuhan atau kehendak kepada Allah. [QS Faathir:15] 1.
Mukarram (yang dimuliakan)
a. Ditiupkan ruh [QS As Sajdah:9] b. Diberi keistimewaan [QS Al Isra:70] c. Ditundukkan alam untuknya . Semua alam ini termasuk dengan isinya ini Allah peruntukkan untuk manusia. [QS Al Jaatsiyah:12-13] 2.
Mukallaf (yang mendapatkan beban)
Ibadah Manusia secara umum diciptakan oleh Allah untuk beribadah sebagai konsekuensi dari
kesempurnaan yang diperolehnya. [QS Adz Dzaariyaat:56]b.
Khilafah Allah mengetahui siapa
sebenarya manusia, sehingga Allah tetap menjadikan manusia sebagai khalifah di bumi walaupun malaikat tidak setuju. [QS Al Baqarah:30] 3.
Mukhayyar (yang bebas mamilih)
Manusia diberi kebebasan memilih untuk beriman atau kafir pada Allah. [QS Al kahfi :29] 4.
Majziy (yang mendapat balasan)
a. Surga Manusia diminta pertanggungjawaban atas segala sesuatu yang dilakukannya, Allah menyediakan surga untuk mereka yang beriman dan beramal soleh yaitu mereka yang menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangannya. [QS As Sajdah:19, Al Hajj:14] b. Neraka Balasan di akhirat terhadap perbuatan manusia adalah bentuk keadilan yang Allah berikan di akhirat. Mereka yang tidak menjalankan perintah Allah mendapatkan hukuman yang setimpal yaitu dimasukkan ke dalam neraka. [QS As Sajdah:20] Persamaan dan perbedaan manusia dengan makhluk
lain Dibanding makhluk lainnya manusai mempunyai kelebihan-kelebihan. Kelebihan-kelebihan itu membedakan manusia dengan makhluk lainnya. Kelebihan manusia adalah kemampuan untuk bergerak dalam ruang yang bagaimanapun, baik didarat, dilaut, maupun diudara. Sedangkan binatang bergerak diruang yang terbatas. Walaupun ada binatang yang bergerak didarat dan dilaut, namun tetap saja mempunyai keterbatasan dan tidak bisa melampaui manusia. Disamping itu, manusia diberi akal dan hati, sehingga dapat memahami ilmu yang diturunkan Allah, berupa al-Quran menurut sunah rasul. Dengan ilmu manusia mampu berbudaya. Allah menciptakan manusia dalam keadaan sebaik-baiknya (at-Tiin : 95:4). Namun demikian, manusia akan tetap bermartabat mulia kalau mereka sebagai khalifah ( makhluk alternatif ) tetap hidup dengan ajaran Allah ( QS. Al-An’am : 165 ). Karena ilmunya itulah manusia dilebihkan ( bisa dibedakan ) dengan makhluk lainny.
Jika manusia hidup dengn ilmu selain ilmu Allah, manusia tidak bermartabat lagi. Dalam keadaan demikian manusia disamakan dengan binatang, “mereka itu seperti binatang ( ulaaika kal an’aam ), bahkan lebih buruk dari binatang ( bal hum adhal ). Dalam keadaan demikian manusia bermartabat rendah ( at-Tiin : 4 ). Tujuan Hidup manusia Sebagai makhluk yang paling sempurna yang telah diciptakan oleh allah didunia, peranan manusia dalam kehidupan di bumi tentulah sangat vital. oleh karena itu dalam hidup manusia memiliki banyak sekali tujuan. Adapun tujuan – tujuan tersebut dapat dikelompokan menjadi dua A. dilihat dari arahnya, dibedakan menjadi : 1.
Tujuan Hidup vertikal : Mencari ridho Allah
2.
Tujuan hidupo horizontal :
Ø
Bahagia di dunia dan akhirat
Ø
rahmat bagi semua manusia dan seluruh alam
B.
Dilihat dari segi lingkunganya :
1.
tujuan hidup pribadi
2.
tujuan hidup anggota keluarga
3.
tujuan hidup anggota lingkungan
4.
tujuan hidup warga negara / Bangsa
5.
tujuan hidup warga dunia
6.
tujuan hidup alam semesta
Hak Asasi Manusia (HAM) merupakan suatu konsep etika politik modern dengan gagasan pokok penghargaan terhadap manusia dan kemanusiaan. Gagasan ini membawa kepada sebuah tuntunan moral bagaimana seharusnya manusia memperlakukan ke sesama manusia. Tuntunan moral tersebut merupakan ajaran inti dari semua agama. Sebab, semua agama mengajarkan
pentingnya
penghargaan
dan
penghormatan terhadap manusia. Tuntunan moral itu diperlukan untuk melindungi seseorang atau suatu kelompok yang lemah (al-mustad’afin) dari tindakan dzalim yang semena-mena yang biasanya datang dari mereka yang kuat dan berkuasa. Karena itu, esensi dari konsep hak asasi manusia adalah penghormatan terhadap kemanusiaan seseorang tanpa kecuali dan tanpa ada diskriminasi berdasarkan apapun dan demi alasan apapun, serta pengakuan terhadap martabat manusia sebagai makhluk termulia di muka bumi.
Pengertian HAM
a)
Secara Umum
Ø Hak asasi manusia adalah hak-hak yang telah dipunyai seseorang sejak ia dalamkandungan dan merupakan pemberian dari Tuhan.HAM Berlaku secara universal Ø
Tercantum dalam UUD 1945 Republik Indonesia, seperti pada pasal 27 ayat 1, pasal 28, pasal 29 ayat 2, pasal 30 ayat 1, dan pasal 31 ayat 1
b) HAM Menurut Konsep Barat Istilah hak asasi manusia baru muncul setelah Revolusi Perancis, dimana para tokoh borjuis berkoalisi dengan tokoh-tokoh gereja untuk merampas hak-hak rakyat yang telah mereka miliki sejak lahir. Akibat dari penindasan panjang yang dialami masyarakat Eropa dari kedua kaum ini, muncullah perlawanan rakyat dan yang akhirnya berhasil memaksa para raja mengakui aturan tentang hak asasi manusia. Diantaranya adalah pengumuman hak asasi manusia dari Raja John kepada rakyat Inggris tahun 1216. Di Amerika pengumuman dilakukan tahun 1773. Hak asasi
ini lalu diadopsi oleh tokoh-tokoh Revolusi Perancis dalam bentuk yang lebih jelas dan luas, serta dideklarasikan pada 26 Agustus 1789. Kemudian deklarasi Internasional mengenai hak-hak asasi manusia dikeluarkan pada Desember 1948. Dalam istilah modern, yang dimaksud dengan hak adalah wewenang yang diberikan oleh undang-undang kepada seseorang atas sesuatu tertentu dan nilai tertentu. Dan dalam wacana modern ini, hak asasi dibagi menjadi dua: Ø Hak asasi alamiah manusia sebagai manusia, yaitu menurut
kelahirannya,
seperti:
hak
hidup,
hak
kebebasan pribadi dan hak bekerja. Ø Hak asasi yang diperoleh manusia sebagai bagian dari masyarakat sebagai anggota keluarga dan sebagai individu masyarakat, seperti: hak memiliki, hak berumah-tangga,
hak
mendapat
keamanan,
mendapat keadilan dan hak persamaan dalam hak.
hak
Terdapat berbagai klasifikasi yang berbeda mengenai hak asasi manusia menurut pemikiran barat, diantaranya : 1.
Pembagian hak menurut hak materiil yang termasuk di dalamnya; hak keamanan, kehormatan dan pemilihan serta tempat tinggal, dan hak moril, yang termasuk di dalamnya: hak beragama, hak sosial dan berserikat.
2.
Pembagian hak menjadi tiga: hak kebebasan kehidupan pribadi, hak kebebasan kehidupan rohani, dan hak kebebasan membentuk perkumpulan dan perserikatan.
3.
Pembagian hak menjadi dua: kebebasan negatif yang memebentuk ikatan-ikatan terhadap negara untuk kepentingan warga; kebebasan positif yang meliputi pelayanan negara kepada warganya.
c)
HAM Menurut Konsep Islam Hak asasi manusia dalam Islam tertuang secara jelas untuk kepentingan manusia, lewat syari’ah Islam yang diturunkan melalui wahyu. Menurut syari’ah,
manusia adalah makhluk bebas yang mempunyai tugas dan tanggung jawab, dan karenanya ia juga mempunyai hak dan kebebasan. Dasarnya adalah keadilan yang ditegakkan atas dasar persamaan atau egaliter, tanpa pandang bulu.
Sistem HAM Islam mengandung
prinsip-prinsip dasar tentang persamaan, kebebasan dan penghormatan terhadap sesama manusia. Persamaan, artinya Islam memandang semua manusia sama dan mempunyai
kedudukan
yang
sama,
satu-satunya
keunggulan yang dinikmati seorang manusia atas manusia
lainya
hanya
ditentukan
oleh
tingkat
ketakwaannya. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam Surat Al-Hujarat ayat 13, yang artinya sebagai berikut : “Hai manusia, sesungguhnya Kami ciptakan kamu dari laki-laki dan perempuan, dan Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kaum adalah yang paling takwa.”
2.
DEMOKRASI Secara etimologi Demokrasi berarti “Pemerintahan oleh Rakyat”. Inilah yang menyebabkan demokrasi dengan istilah-istilah pemerintahan lainnya di mana tidak mempunyai hak paten dari rakyat. Amerika mendefinisikan demokrasi sesuai dengan apa yang di ucapkan oleh presiden ke-16 mereka, Abraham Lincoln (1809-1865): “Pemerintah dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat”. Dengan kata lain di dalam demokrasi terdapat
partisipasi
mengambil
rakyat
keputusan
yang
luas
(public)
berdampak
dalam kepada
kehidupan bermasyarakat. Secara literatur, demokrasi berarti kekuasaan dari rakyat, berasal dari bahasa Yunani demos (rakyat) dan kratos (kekuasaan). Secara historis, istilah Demokrasi telah dikenal sejak abad ke-5 SM, yang pada awalnya sebagai
respons terhadap pengalaman buruk monarki dan kediktatoran di Negara-negara kota Yunani kuno.
a) Demokrasi dalam Islam dilandasi atas tiga hal : >
Musyawarah (syura) Kepada
semua
pimpinan
organisasi
diminta
menyelesaikan sesuatu dengan musyawarah. Dengan musyawarah tidak terjadi otoriter dan kesewenangwenangan. >
Ijma Ijma’ adalah kesepakatan ulama di suatu negeri atas hukum sesuatu yang disepakati bersama. Misal : membukukan Al Quran.
>
Ijtihad Ijtihad adalah mengerahkan sesuatu dengan segala kesungguhan. Atau mengerahkan segala potensi dan kemampuan semaksimal mungkin untuk menetapkan untuk menetapkan hukum hukum Islam
b) Konsep Demokrasi dalam Islam Konsep demokrasi tidak sepenuhnya bertentangan dan tidak sepenuhnya sejalan dengan Islam >
Demokrasi tersebut harus berada di bawah payung
agama. >
Rakyat diberi kebebasan untuk menyuarakan
aspirasinya. >
Pengambilan keputusan senantiasa dilakukan
dengan musyawarah. > Suara mayoritas tidaklah bersifat mutlak meskipun tetap menjadi pertimbangan utama dalam musyawarah. >
Musyawarah atau voting hanya berlaku pada
persoalan ijtihadi; bukan pada persoalan yang sudah ditetapkan secara jelas oleh Alquran dan Sunah. >
Produk hukum dan kebijakan yang diambil tidak
boleh keluar dari nilai-nilai agama. >
Hukum dan kebijakan tersebut harus dipatuhi oleh
semua warga.
Demokrasi dalam Islam berbeda dengan Demokrasi barat dalam beberapa hal penting, di antaranya : •
Islam mengakui bahwa kedaulatan hanya di tangan Allah dan para wali-Nya yang terpilih, yaitu sebagai khalifah. Seorang khalifah memerintah suatu negara atas nama Allah. Dia bukanlah pemimpin yang berdiri sendiri dan bebas berkehendak sesuai kehendak hatinya. Al-Quran menyatakan bahwa segala sesuatu yang ada di langit dan di bumi adalah milik Allah SWT dan tiada seorangpun yang sederajat dengan-Nya.
•
Al-Quran
menjelaskan
:
“katakanlah
(wahai
Muhammad): Wahai Tuhan yang mempunyai kerajaan (kedaulatan), engkau berikan kerajaan kepada yang engkau kehendaki dan engkau cabut kerajaan dari yang engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang engkau kehendaki dan engkau hinakan orang yang engkau kehendaki” (Qs. Al-Imran :26).
Etika Moral Dan Akhlak Dalam Islam
Pengertian
Dari segi etimologi (ilmu asal usul kata), etika berasal dari bahasa Yunani, ethos yang berarti watak kesusilaan atau adat. Dalam kamus umum bahasa Indonesia, etika diartikan ilmu pengetahuan tentang azaz-azaz akhlak (moral). Dari pengertian kebahsaan ini terlihat bahwa etika berhubungan dengan upaya menentukan tingkah laku manusia. Adapun arti etika dari segi istilah, telah dikemukakan para ahli dengan ungkapan yang berbedabeda sesuai dengan sudut pandangnya. Menurut ahmad amin mengartikan etika adalah ilmu yang menjelaskan arti baik dan buruk, menerangkan apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia, menyatakan tujuan yang harus dituju oleh manusia di dalam perbuatan mereka dan menunjukkan
jalan
untuk
melakukan
apa
yang
seharusnya diperbuat.
Arti moral dari segi bahasa berasal dari bahasa latin, mores yaitu jamak dari kata mos yang berarti adapt
kebiasaan. Di dalam kamus umum bahasa Indonesia dikatan bahwa moral adalah pennetuan baik buruk terhadap perbuatan dan kelakuan.Selanjutnya moral dalam arti istilah adalah suatu istilah yang digunakan untuk menentukan batas-batas dari sifat, perangai, kehendak, pendapat atau perbuatan yang secara layak dapat dikatakan benar, salah, baik atau buruk. Berdasarkan kutipan tersebut diatas, dapat dipahami bahwa moral adalah istilah yang digunakan untuk memberikan batasan terhadap aktifitas manusia dengan nilai (ketentuan) baik atau buruk, benar atau salah. Jika pengertian etika dan moral tersebut dihubungkan satu dengan lainnya, kita dapat mengetakan bahwa antara etika dan moral memiki objek yang sama, yaitu samasama membahas tentang perbuatan manusia selanjutnya ditentukan posisinya apakah baik atau buruk.
Ahlak ialah hal ihwan yang melekat pada jiwa (Sanubari). Dari situ timbul perbuatan-perbuatan secara mudah tanpa dipikir panjang dan diteliti terlebih dahulu
(Spontanitas). Apabila hal ihwal atau tingkah laku itu menimbulkan perbuatan-perbuatan baik dan terpuji menurut pikiran dan syari’ah, maka tingkah laku itu disebut ahklak yang baik. Apabila menimbulkan perbuatan-perbuatan yang buruk, maka tingkah laku disebut ahklak yang buruk. Ahklak terpuji dan baik tidak akan terbentuk begitu saja, landasan dalam islam adalah al-qur’an dan al-hadits, yakni kitab Allah dan sunnah rasullnya. Dari kedua landasan inilah dijelaskan kreteria demi kreteria antara kebajikan dan kejahatan, keutamaan dan keburukan, terpuji dan tercelah. Kedua Landasan itupula yang dapat dijadikan cermin dan ukuran akhlak muslim. Ukuran itu ialah iman dan takwa semakin tinggi keimanan dan ketakwaan semakin tinggi keimanan dan ketakwaan seseorang, akan seakin baik pula ahlaknya, namun sebaliknya, semakin rendah nilai keimanan dan ketakwaan seseorang maka akan semakin rendah pula kualitas ahlaknya.
Karakteristik etika dalam islam
Etika dalam Islam memiliki karakteristik sebagai berikut: 1. Etika Islam mengajarkan dan menuntun manusia kepada tingkah laku yang baik dan menjauhkan diri dari tingkah laku yang buruk. 2. Etika Islam menetapkan bahwa yang menjadi sumber moral, ukuran baik dan buruknya perbuatan seseorang didasarkan kepada al-Qur’an dan alHadits yang shohih. 3. Etika Islam bersifat universal dan komprehensif, dapat diterima dan dijadikan pedoman oleh seluruh umat manusia kapanpun dan dimanapun mereka berada. 4. Etika Islam mengatur dan mengarahkan fitrah manusia kejenjang akhlak yang luhur dan mulia serta meluruskan perbuatan manusia sebagai upaya memanusiakan manusia.
Etika islam merupakan pedoman mengenai perilaku individu maupun masyarakat di segala aspek kehidupan yang sesuai dengan ajaran islam.
Hubungan tasawuf dengan akhlak
Antara Ilmu Akhlak dan Ilmu Tasawuf memiliki hubungan yang berdekatan. Pengertian Ilmu Tasawuf adalah Ilmu yang dengannya dapat diketahui hal-hal yang terkait dengan kebaikan dan keburukan jiwa. Tujuan Ilmu Tasawuf itu sendiri adalah untuk mendekatkan
diri
kepada
Allah
dengan
cara
membersihkan diri dari perbuatan yang tercela dan menghias diri dengan perbuatan yang terpuji. Dengan demikian dalam proses pencapaian tujuan bertasawuf seseorang hares terlebih dahulu berakhlak mulia.Pada dasarnya bertasawuf adalah melakukan serangkaian ibadah seperti shalat, puasa, zakat, haji, dan sebagainya. Hubungan antara Ilmu Akhlak dengan Ilmu Tasawuf lebihlanjutr dapat diuraikan sebagai berikut:
Ketika mempelajari tasawuf ternyata pula bahwa AlQur'an dan AI-Hadist mementingkan akhlak. AI-Qur'an dan
Al-Hadist
menekankan
mlai-nilai
kejujuran,
kesetiakawanan, persaudaraan, rasa kesosialan, rasa keadilan, tolong-menolong, murah hati, suka memberi maaf, sabar, baik sangka, berkata benar, pemurah, keramahan, bersih hati, berani, kesucian, hemat, menepati janji, disiplin, mencintai iImu dan berfikir lurus. Nilai-nilai serupa ini yang harus dimiliki oleh seorang muslim dan dimasukkan ke dalam dirinya dari semasa ia kecil. Jadi hubungan antara Ilmu Akhlak dan Ilmu Tasawuf dalam Islam ialah bahwa akhlak merupakan pangkal tolak tasawuf, sedangkan tasawuf adalah esensi dari akhlak itu sendiri.
Aktualisasi akhlak dalam kehidupan masyarkat
Kedudukan akhlak dalam agama Islam adalah identik dengan pelaksanaan agama Islam itu sendiri dalam segala bidang kehidupan. Maka pelaksanaan akhlak
yang mulia adalah melaksanakan kewajiban-kewajiban dan menjauhi segala larangan-larangan dalam agama, baik yang berhubungan dengan Allah maupun yang berhubungan dengan makhluknya, dirinya sendiri, orang lain dan lingkungannya dengan sebaik-baiknya, seakan-akan melihat Allah dan apabila tidak bisa melihat Allah maka harus yakin bahwa Allah selalu melihatnya
sehingga
perbuatan
itu
benar-benar
dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.
Akhlak yang perlu diaktualisasikan dalam kehidupan adalah
sebagai
berikut:
1. Akhlak kepada Allah swt. a. Mentauhidkan Allah swt. (QS. Al-Ikhlas/112:1-4) b.
Beribadah
kepada
Allah
swt.
(QS.
Adz-
Dzaariyat/51:56) c. Berdzikir kepada Allah swt. (QS. Ar- Ra’d/13:28) d. Tawakkal kepada Allah swt. (QS. Hud/111:123)
2. Akhlak terhadap diri sendiri
a. Sabar (QS. Al-Baqarah/2:153) b. Syukur (QS. An-Nahl/16:14) c. Tawaddu (QS. Luqman/31:18) d. Iffah, yaitu mensucikan diri dari perbuatan terlarang (QS. Al-Isra/17:26) e. Amanah (QS. An-Nisa/14:58) f. yajaah (QS. Al-Anfaal/18:15-16) g. Qanaah (QS. Al-I?sra/17:26) 3. Akhlak terhadap orang lain 1. Akhlak terhadap kedua orang tua (QS. AlIsra/17:23-24) 2. Akhlak terhadap keluarga, yaitu mengembangkan kasih sayang, keadilan dan perhatian. (QS. AnNahl/16:90 dan QS. At-Tahrim/66:6) 3. Akhlak terhadap tetangga (QS. An-Nisa/4:36) 4. Akhlak terhadap lingkungan Berakhlak terhadap lingkungan hidup adalah di mana manusia menjalin dan mengembangkan hubungan yang harmonis dengan alam sekitarnya. Allah menyediakan kekayaan alam yang melimpah hendaknya disikapi
dengan cara mengambil dan memberi dari dan kepada alam serta tidak dibenarkan segala bentuk perbuatan yang merusak alam. Maka alam yang terkelola dengan baik dapat memberi manfaat yang berlipat ganda, sebaliknya alam yang dibiarkan merana dan diambil manfaatnya saja justru mendatangkan malapetaka bagi manusia. (QS. Al-Qashash/28:77, QS. ar-Rum/30:41, dan QS. Hud/11:61)
1.
Pengertian IPTEK dan SENI
Berdasarkan sudut pandang filsafat ilmu, pengetahuan dan ilmu pengetahuan mempunyai makna yang berbeda. Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui manusia melalui pancaindra. Sedangkan ilmu adalah pengetahuan yang telah disusun, diklasifikasikan, dan diverifikasi sehingga menghasilkan kebenaran objektif dan dapat diuji ulang secara ilmiah. Dalam Al-Quran ilmu digunakan dalam proses pencapaian pengetahuan dan objek pengetahuan sehingga memperoleh kejelasan. Teknologi merupakan produk ilmu pengetahuan. Perbedaan ilmu pengetahuan dan teknologi terletak pada sudut pandang budayanya karena teknologi termasuk salah satu unsur budaya dan hasil dari penerapan praktis ilmu pengetahuan. Sebuah teknologi dapat berdampak negatif berupa ketimpanganketimpangan dalam kehidupan manusia dan lingkungannya yang berakibat kehancuran alam
semesta jika kita atau seorang ilmuan tidak menerapkannya secara fungsional. Sedangkan dampak positifnya berupa kemajuan dan kesejahteraan bagi manusia. Seni adalah hasil ungkapan akal dan budi manusia dengan segala prosesnya, seni juga merupakan ekspresi jiwa seseorang kemudian hasil ekspresi jiwa tersebut dapat berkembang menjadi bagian dari budaya manusia, karena seni itu diidentik dengan keindahan, keindahan yang hakiki identik dengan kebenaran. Keduanya memiliki nilai yang sama yaitu keabadian. Benda-benda yang diolah secara kreatif oleh tangan-tangan halus sehingga muncul sifat-sifat keindahan dalam pandangan manusia secara umum, itulah sebagai karya seni. Seni yang lepas dari nilainilai ketuhanan tidak akan abadi karena ukurannya adalah nafsu bukan akal dan budi. Seni mempunyai daya tarik yang selalu bertambah bagi orang-orang yang kematangan jiwanya terus bertambah. Islam sebagai agama yang mengandung aturan, moral,
aqidah dan syariah, senantiasa mengukur sesuatu (benda-benda, karya seni, aktivitas) dengan pertimbangan-pertimbangan ketiga aspek tersebut. Oleh karena itu, seni yang bertentangan atau merusak moral, akidah dan syariat, tidak akan diakui sebagai sesuatu yang bernilai seni. Dengan demikian, semboyan seni untuk seni tidak dapat diterima dalam islam. 2. Syarat-syarat Ilmu
Dari sudut pandang filsafat, ilmu lebih khusus dibandingkan dengan pengetahuan. Suatu pengetahuan dapat dikategorikan sebagai ilmu apabila memenuhi tiga unsur pokok sebagai berikut: 1) Ontologi artinya bidang studi yang bersangkutan memiliki obyek studi yang jelas. Obyek studi harus dapat diidentfikasikan, dapat diberi batasan, dapat diuraikan, sifat-sifatnya yang esensial. Obyek studi sebuah ilmu ada dua yaitu obyek material dan obyek formal.
2)
Epistimologi artinya bidang studi yang
bersangkutan memiliki metode kerja yang jelas. Ada tiga metode kerja suatu bidang studi yaitu metode deduksi, induksi dan induksi. 3) Aksiologi artinya bidang studi yang bersangkutan memiliki nilai guna atau kemanfaatannya. Bidang studi tersebut dapat menunjukkan nilai-nilai teoritis, hukumhukum, generalisasi, kecenderungan umum, konsepkonsep dan kesimpulan-kesimpulan logis, sistematis dan koheren. Dalam teori dan konsep terseubut tidak terdapat kerancuan atau kesemerawutan pikiran, atau penetangan kondtradiktif diantara satu sama lainnya.
3. Sumber Ilmu Pengetahuan
Dalam pemikiran Islam ada dua sumber ilmu yaitu akal dan wahyu. Keduanya tidak boleh dipertentangkan, karena manusia diberi kebebasan dalam mengembangkan akal budinya berdasarkan tuntutan alQur’an dan sunnah rasul. Atas dasar itu, ilmu dalam
pemikiran Islam ada yang bersifat abadi (perennial knowledge) dan tingkat kebenarannya bersifat mutlak (absolute) karena bersumber dari wahyu Allah dan ilmu yang bersifat perolehan (aquired knowledge) tingkat kebenarannya bersifat nisbi (relative) karena bersumber dari akal pikiran manusia. Maka dari itu tidak ada istilah final dalam suatu produk ilmu pengetahuan, sehingga setiap saat selalu terbuka kesempatan untuk melakukan kjian ulang atau perbaikan kembali. Kedua sumber ilmu tadi akan dijelaskan sebagai berikut: 1) Sumber ilmu dari Allah SWT atau Wahyu Ilmu yang bersumber pada agama atau Allah SWT diturunkan kepada manusia melalui para Rasul-Rasul Allah, berupa wahyu Allah yang diabadikan dalam kitab suci masing-masing diantaranya: a.
Zabur (mazmur), kitab Nabi Daud as.
b.
Taurat (thorah), kitab Nabi Musa as.
c.
Injil, kitab Nabi Isa al-masih as.
d. Al-Quranul karim, kitab Nabi Muhammad SAW.
2)
Sumber ilmu dari akal atau Filsafat
Semua ilmu pengetahuan yang kita kenal sekarang ini bersumber dari Filsafat (Philosophia), yang dianggap sebagai induk dari segala ilmu pengetahuan. Filsafat pada masa itu mencakup pula segala pemikiran mengenai masyarakat. Lama-kelamaan sejalan dengan perkembangan zaman dan tumbuhnya peradaban manusia, berbagai ilmu pengetahuan yang semula tergabung dalam filsafat, memisahkan diri dan berkembang mengejar tujuan masing-masing. Dalam islam kita juga mengenal banyak ilmuwan-ilmuwan atau para filosof misalnya, Imam Hanafi, Imam Maliki, Imam Syafi'i, dan Imam Hambali adalah tokoh islam dalam bidang ilmu fiqih, Abu Hasan Al Asy'ari adalah tokoh ilmuwan muslim di bidang ilmu tauhid, Imam Ghazali adalah tokoh yang terkenal dalam bidang ilmu tafsir, ilmu fiqih, ilmu filsafat, dan ilmu akhlak, Ibnu Sina adalah tokoh dalam bidang kedokteran dan filsafat, Al Biruni adalah ahli dalam ilmu fisika dan ilmu astronomi, Jabir ibn Hayyan adalah ahli kimia dari
kalangan kaum muslimin, Al Khawarizmi di bidang matematika dan Al Mas'udi yang terkenal sebagai ahli geografi serta sejarah. Dari berbagai ragam ilmu pengetahuan yang berinduk dari filsafat tersebut pada garis besarnya dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok besar, yaitu: a.
Ilmu-ilmu Alamiah (Natural Sciences), yang
meliputi fisika, kimia, astronomi, biologi, botani dan sebagainya. b. Ilmu-ilmu Sosial (Social Sciences), yang terdiri dari sosiologi, antropologi, psikologi, ekonomi, politik, sejarah, hukum dan sebagainya. c.
Ilmu-ilmu budaya (Humanities), yang terdiri dari
cinta kasih, agama, ilmu, budaya, kesenian, bahasa, kesusastraan dan sebagainya.
4. Integrasi Iman, Ipteks dan Amal
Dalam pandangan Islam, agama, ilmu pengetahuan, teknologi dan senimempunyai hubungan yang harmonis
dan dinamis yang terintegrasi dalam suatu sistem Dienul Islam (agama islam). Dalam Al-Quran surat Ibrahim: 24-25, Allah telah memberian ilustrasi indah tentang integrasi antara iman, ilmu dan amal. Unsur tersebut mengumpamakan bangunan Islam seperti sebatang pohon yang kokoh. Iman diidentikkan dengan akar dari sebuah pohon yang menopang tegaknya ajaran Islam. Ilmu diidentikkan dengan batang pohon yang mengeluarkan cabangcabang ilmu pengetahuan. Sedangkan teknologi dan seni ibarat buah dari pohon itu. Pengembangan IPTEKS yang terlepas dari keimanan dan ketakwaan tidak akan menghasilkan manfaat bagi umat manusia dan alam lingkungannya bahkan menjadi malapetaka bagi kehidupannya sendiri. Ilmu-ilmu yang dikembangkan atas dasar keimanan dan ketakwaan kepada Allah akan memberikan jaminan kemanfaatan bagi kehidupan umat manusia termasuk bagi lingkungannya serta mencerminkan suatu ibadah dalam prektiknya. Semua satu kesatuan tersebut tidak lepas dari sumber-
sumber kebenaran ilmiah dimana ada sebuah keterkaitan Al-Quran dan Alam Semesta.
5.
Batasan pengembangan IPTEKS dalam islam
a.
Al-Quran
b. Hadist c.
Ijtihad
Orang yang melakukan ijtihadnya dengan benar (para mujtahid) akan mendapat dua pahala. Seni akan menjadi haram jika: a.
Seni suara dan seni musik (membuat orang lupa
akan Allah), Al-Khamr (minuman arak) , dan al-qainat (penyanyi cabul). b. Seni rupa (gambar, terutama patung), yang ada hubungannya dengan jiwa kemusyrikan dan penyembahan berhala. Pelukisan Tuhan merupakan menyekutukanNya sehingga itu merupakan kesenian yang diharamkan.
6. Keutamaan Orang Berilmu dan Beramal
Perbuatan baik seseorang tidak akan bernilai amal shaleh apabila perbuatan tersebut tidak dibangun atas nilai-nilai iman dan ilmu yang benar. Sama halnya dengan perkembangan IPTEKS yang lepas dari keimanan dan ketakwaan tidak akan bernilai ibadah serta tidak akan menghasilkan kemaslahatan bagi umat manusia dan alam lingkungannya. Manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang paling sempurna, kesempurnaannya karena dibekali seperangkat potensi. Potensi yang paling utama adalah akal. Dan akal tersebut berfungsi untuk berpikir hasil pemikirannya adalah ilmu pengetahuan, teknologi dan seni. Ilmu-ilmu yang dikembangkan atas dasar keimanan dan ketakwaan pada Allah SWT, akan memberikan jaminan kemaslahatan bagi kehidupan umat manusia termasuk bagi lingkungannya. Allah berjanji dalam Q.S 58(AlMujadalah):11: َّ َِي ْرفَع َللاُ الَّذِينَ ِم ْن ُك ْمآ َ َمنُوا َوالَّذِينَ دَ َر َجات ٍْال ِع ْل َمأُوتُوا “Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di
antara kalian dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat.” (QS. Al-Mujadilah: 11) Menurut Al-Gazhali bahwa makhluk yang paling mulia adalah manusia, sedangkan sesuatu yang paling mulia pada diri manusia adalah hatinya, tugas utama pendidik adalah menyempurnakannya, membersihkan dan mengiringi peserta didik agar hatinya selalu dekat kepada Allah swt, melalui perkembangan ilmu pengetahuan. Oleh karena itu, para pendidik akan selalu dikenang oleh anak didiknya. Kemudian al-Gazhali memberikan argumentasi yang kuat, baik berdasarkan al-Qur’an as Sunnah, maupun argumentasi secara rasional. Sehingga kita dapat mengatakan bahwa mengajarkan ilmu bukan hanya termasuk aspek ibadah kepada Allah swt, melainkan juga termasuk khalifah Allah swt, karena hati orang alim telah dibukakan oleh Allah SWT. Keutamaan orang yang berilmu menurut Al-Ghazali : -
Bagaikan matahari, selain menerangi dirinya juga
penerang orang lain.
-
Bagaikan minyak kasturi yang selalu menyebarkan
keharuman bagi orang yang berpapasan dengannya.
7.
Tanggung jawab Ilmuwan Terhadap Lingkungan
Pada hakikatnya manusia dan alam itu satu, dan berada dibawah hokum serta aturan yang satu yaitu hukum alam. Kemudian gunung, daratan, padang pasir, sungai, hutan, danau, semuanya itu hanyalah bagian dari alam saja. Ketika manusia berbuat baik terhadap lingkungannya berarti baik pula terhadap dirinya sendiri, dan sebaliknya. Para ilmuan tidak hanya memegang tanggungjawab terhadap permasalahan sosial namun juga tanggung jawab terhadap lingkungan sekitar. Dalam dimensi etis atau religious seorang ilmuan hendaknya tidak melanggar kepatutan berdasarkan keilmuan yang ditekuninya. Karena tanggung jawab ilmuwan merupakan ikhtiar mulia sehingga seorang ilmuwan tidak mudah tergoda, apalagi tergelincir untuk menyalahgunakan ilmu yang dapat merusak kehidupan alam.
Allah memberikan kita alam dengan potensi yang melimpah yang bisakita pakai untuk kebutuhan rohani, kebutuhan lahiriah namun di sisi lain Allah juga memerintahkan kita untuk mengembangkannya, tetap menjaga eksistensinya guna memenuhi kebutuhan anak cucu kita selanjutnya. Mengabdi kepada AllahSWT dapat dilakukan beberapa cara, yaitu:
a.
Mengabdi langsung kepada Allah (vertikal)
b.
Menjaga hubungan sesama manusia (horizontal)
c.
Dan hubungan kita dengan alam sekitar (diagonal).
Ada dua fungsi utama manusia di dunia, yaitu sebagai abdun (hamba Allah) dan khalifah fil ardhi. Essensi dari abdun adalah ketaatan kepada Allah, dan essensi khalifah adalah tanggung jawab terhadap diri sendiri dan alam lingkungannya. Manusia sebagai khalifah bertanggung jawab untuk menjaga keseimbangan alam
dan lingkungannya, mengeksplorasi sumberdaya alam untuk sesuatu yang bermanfaat. Oleh karena itu, tanggung jawab kekhalifahan banyak bertumpu pada ilmuwan dan para intelektual yang mampu memanfaatkan sumber daya alam ini.
Kerukunan antar umat beragama menurut pandangan Islam Kerukunan adalah istilah yang dipenuhi oleh muatan makna “baik” dan “damai”. Intinya, hidup bersama dalam masyarakat dengan “kesatuan hati” dan “bersepakat” untuk tidak menciptakan perselisihan dan pertengkaran (Depdikbud, 1985:850) Bila pemaknaan tersebut dijadikan pegangan, maka “kerukunan” adalah sesuatu yang ideal dan didambakan oleh masyarakat manusia. Namun apabila melihat kenyataan, ketika sejarah kehidupan manusia generasi pertama keturunan Adam yakni Qabil dan Habil yang berselisih dan bertengkar dan berakhir dengan terbunuhnya sang adik yaitu Habil; maka apakah dapat dikatakan bahwa masyarakat generasi pertama anak manusia bukan masyarakat yang rukun? Apakah perselisihan dan pertengkaran yang terjadi saat ini adalah mencontoh nenek moyang kita itu? Atau perselisihan dan pertengkaran memang sudah sehakekat dengan kehidupan manusia sehingga dambaan terhadap
“kerukunan” itu ada karena “ketidakrukunan” itupun sudah menjadi kodrat dalam masyarakat manusia?. Pertanyaan seperti tersebut di atas bukan menginginkan jawaban akan tetapi hanya untuk mengingatkan bahwa manusia itu senantiasa bergelut dengan tarikan yang berbeda arah, antara harapan dan kenyataan, antara citacita dan yang tercipta. Manusia ditakdirkan Allah Sebagai makhluk social yang membutuhkan hubungan dan interaksi sosial dengan sesama manusia. Sebagai makhluk social, manusia memerlukan kerja sama dengan orang lain dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, baik kebutuhan material maupun spiritual. Ajaran Islam menganjurkan manusia untuk bekerja sama dan tolong menolong (ta’awun) dengan sesama manusia dalam hal kebaikan. Dalam kehidupan sosial kemasyarakatan umat Islam dapat berhubungan dengan siapa saja tanpa batasan ras, bangsa, dan agama. A. Kerja sama intern umat beragama Persaudaraan atau ukhuwah, merupakan salah satu
ajaran yang mendapat perhatian penting dalam islam. Al-qur’an menyebutkan kata yang mengandung arti persaudaraan sebanyak 52 kali yang menyangkut berbagai persamaan, baik persamaan keturunan, keluarga, masyarakat, bangsa, dan agama. Ukhuwah yang islami dapat dibagi kedalam empat macam,yaitu : - Ukhuwah ’ubudiyah atau saudara sekemakhlukan dan kesetundukan kepada Allah. - Ukhuwah insaniyah (basyariyah), dalam arti seluruh umat manusia adalah bersaudara, karena semua berasal dari ayah dan ibu yang sama;Adam dan Hawa. - Ukhuwah wathaniyah wannasab,yaitu persaudaraan dalam keturunan dan kebangsaan. - Ukhuwwah fid din al islam, persaudaraan sesama muslim. Esensi dari persaudaraan terletak pada kasih sayang yang ditampilkan bentuk perhatian, kepedulian, hubungan yang akrab dan merasa senasib sepenanggungan. Nabi menggambarkan hubungan persaudaraan dalam haditsnya yang artinya ” Seorang
mukmin dengan mukmin yang lain seperti satu tubuh, apabila salah satu anggota tubuh terluka, maka seluruh tubuh akan merasakan demamnya. Ukhuwwah adalah persaudaraan yang berintikan kebersamaan dan kesatuan antar sesama. Kebersamaan di akalangan muslim dikenal dengan istilah ukhuwwah Islamiyah atau persaudaraan yang diikat oleh kesamaan aqidah. Persatuan dan kesatuan sebagai implementasi ajaran Islam dalam masyarakat merupakan salah satu prinsip ajaran Islam. Salah satu masalah yang di hadapi umat Islam sekarang ini adalah rendahnya rasa kesatuan dan persatuan sehingga kekuatan mereka menjadi lemah. Salah satu sebab rendahnya rasa persatuan dan kesatuan di kalangan umat Islam adalah karena randahnya penghayatan terhadap nilai-nilai Islam. Persatuan di kalangan muslim tampaknya belum dapat diwujudkan secara nyata. Perbedaan kepentingan dan golongan seringkali menjadi sebab perpecahan umat.
Perpecahan itu biasanya diawali dengan adanya perbedaan pandangan di kalangan muslim terhadap suatu fenomena. Dalam hal agama, di kalangan umat islam misalnya seringkali terjadi perbedaan pendapat atau penafsiran mengenal sesuatu hukum yang kemudian melahirkan berbagai pandangan atau madzhab. Perbedaan pendapat dan penafsiran pada dasarnya merupakan fenomena yang biasa dan manusiawi, karena itu menyikapi perbedaan pendapat itu adalah memahami berbagai penafsiran. Untuk menghindari perpecahan di kalangan umat islam dan memantapkan ukhuwah islamiyah para ahli menetapkan tiga konsep,yaitu : 1. Konsep tanawwul al ’ibadah (keragaman cara beribadah). Konsep ini mengakui adanya keragaman yang dipraktekkan Nabi dalam pengamalan agama yang mengantarkan kepada pengakuan akan kebenaran semua praktek keagamaan selama merujuk kepada Rasulullah. Keragaman cara beribadah merupakan hasil dari interpretasi terhadap perilaku Rasul yang
ditemukan dalam riwayat (hadits). 2. Konsep al mukhtiu fi al ijtihadi lahu ajrun(yang salah dalam berijtihad pun mendapatkan ganjaran). Konsep ini mengandung arti bahwa selama seseorang mengikuti pendapat seorang ulama, ia tidak akan berdosa, bahkan tetap diberi ganjaran oleh Allah , walaupun hasil ijtihad yang diamalkannya itu keliru. Di sini perlu dicatat bahwa wewenang untuk menentukan yang benar dan salah bukan manusia, melainkan Allah SWT yang baru akan kita ketahui di hari akhir. Kendati pun demikian, perlu pula diperhatikan orrang yang mengemukakan ijtihad maupun orang yang pendapatnya diikuti, haruslah orang yang memiliki otoritaskeilmuan yang disampaikannya setelah melalui ijtihad. 3. Konsep la hukma lillah qabla ijtihadi al mujtahid (Allah belum menetapkan suatu hukum sebelum upaya ijtihad dilakukan seorang mujtahid). Konsep ini dapat kita pahami bahwa pada persoalan-persoalan yang belum ditetapkan hukumnya secara pasti, baik dalam alquran maupun sunnah Rasul, maka Allah belum
menetapkan hukumnya. Oleh karena itu umat islam,khususnya para mujtahid, dituntut untuk menetapkannya melalui ijtihad. Hasil dari ijtihad yang dilakukan itu merupakan hukum Allah bagi masingmasing mujtahid, walaupun hasil ijtihad itu berbedabeda. Ketiga konsep di atas memberikan pemahaman bahwa ajaran Islam mentolelir adanya perbedaan dalam pemahaman maupun pengalaman. Yang mutlak itu hanyalah Allah dan firman-fiman-Nya,sedangkan interpretasi terhadap firman-firman itu bersifat relatif. Karena itu sangat dimungkinkan untuk terjadi perbedaan. Perbedaan tidak harus melahirkan pertentangan dan permusuhan. Di sini konsep Islam tentang Islah diperankan untuk menyelesaikan pertentangan yang terjadi sehingga tidak menimbulkan permusuhan, dan apabila telah terjadi, maka islah diperankan untuk menghilangkannya dan menyatukan kembali orang atau kelompok yang saling bertentangan.
B. Kerja sama antar umat beragama Memahami dan mengaplikasikan ajaran Islam dalam kehidupan masyarakat tidak selalu hanya dapat diharapkan dalam kalangan masyarakat muslim. Islam dapat diaplikasikan dalam masyarakat manapun, sebab secara esensial ia merupakan nilai yang bersifat universal. Kendatipun dapat dipahami bahwa Isalam yang hakiki hanya dirujukkan kepada konsep al-quran dan As-sunnah, tetapi dampak sosial yanag lahirdari pelaksanaan ajaran isalam secara konsekwen ddapat dirasakan oleh manusia secara keseluruhan. Demikian pula pada tataran yang lebih luas, yaitu kehidupan antar bangsa,nilai-nilai ajaran Islam menjadi sangat relevan untuk dilaksanakan guna menyatukan umat manusia dalam suatu kesatuan kkebenaran dan keadilan. Dominasi salah satu etnis atau negara merupakan pengingkaran terhadap makna Islam, sebab ia hanya setia pada nilai kebenaran dan keadilan yang bersifat universal.
Universalisme Islam dapat dibuktikan anatara lain dari segi, dan sosiologo. Dari segi agama, ajaran Islam menunjukkan universalisme dengan doktrin monoteisme dan prinsip kesatuan alamnya. Selain itu tiap manusia, tanpa perbedaan diminta untuk bersamasama menerima satu dogma yang sederhana dan dengan itu ia termasuk ke dalam suatu masyarakat yang homogin hanya denga tindakan yang sangat mudah ,yakni membaca syahadat. Jika ia tidak ingin masuk Islam, tidak ada paksaan dan dalam bidang sosial ia tetap diterima dan menikmati segala macam hak kecuali yang merugikan umat Islam. Ditinjau dari segi sosiologi, universalisme Islam ditampakkan bahwa wahyu ditujukan kepada semua manusia agar mereka menganut agama islam, dan dalam tingkat yang lain ditujukan kepada umat Islam secara khususu untuk menunjukan peraturan-peraturan yang harus mereka ikuti. Karena itu maka pembentukan masyarakat yang terpisah merupakan suatu akibat wajar dari ajaran Al-Qur’an tanpa mengurangi universalisme
Islam. Melihat Universalisme Islam di atas tampak bahwa esensi ajaran Islam terletak pada penghargaan kepada kemanusiaan secara univarsal yang berpihak kepada kebenaran, kebaikan,dan keadilan dengan mengedepankan kedamaian.;menghindari pertentangan dan perselisian, baik ke dalam intern umat Islam maupun ke luar. Dengan demikian tampak bahwa nilainilai ajaran Islam menjadi dasar bagi hubungan antar umat manusia secara universal dengan tidak mengenal suku,bangsa dan agama. Hubungan antara muslim dengan penganut agama lain tidak dilarang oleh syariat Islam, kecuali bekerja sama dalam persoalan aqidah dan ibadah. Kedua persoalan tersebut merupakan hak intern umat Islam yang tidak boleh dicamputi pihak lain, tetapi aspek sosial kemasyarakatan dapat bersatu dalam kerja samayang baik. Kerja sama antar umat bergama merupakan bagian dari hubungan sosial anatar manusia yang tidak dilarang
dalam ajaran Islam. Hubungan dan kerja sama ydalam bidang-bidang ekonomi, politik, maupun budaya tidak dilarang, bahkan dianjurkan sepanjang berada dalam ruang lingkup kebaikan.
PENGERTIAN MASYARAKAT MADANI Masyarakat Madani adalah masyarakat yang beradab, menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, serta masyarakat yang maju dalam penguasaan ilmu pengetahuan, dan teknologi. CIRI-CIRI MASYARAKAT MADANI 1. Menjunjung tinggi nilai, norma, dan hukum yang ditopang oleh iman dan teknologi. 2. Mempunyai peradaban yang tinggi ( beradab ). 3. Mengedepankan kesederajatan dan transparasi ( keterbukaan ). 4. Free public sphere (ruang publik yang bebas) 5. Demokratisasi 6. Toleransi 7. Pluralisme 8. Keadilan Sosial (Social justice) 9. Partisipasi sosial 10. Supermasi hukum
MASYARAKAT MADANI DALAM SEJARAH
Ada dua masyarakat madani dalam sejarah yang terdokumentasi sebagai masyarakat madani, yaitu: 1) Masyarakat Saba’, yaitu masyarakat di masa Nabi Sulaiman. 2) Masyarakat Madinah setelah terjadi traktat, perjanjjian Madinah antara Rasullullah SAW beserta umat Islam dengan penduduk Madinah yang beragama Yahudi dan beragama Watsani dari kaum Aus dan Khazraj. Perjanjian Madinah berisi kesepakatan ketiga unsur masyarakat untuk saling menolong, menciptakan kedamaian dalam kehidupan sosial, menjadikan AlQur’an sebagai konstitusi, menjadikan Rasullullah SAW sebagai pemimpin dengan ketaatan penuh terhadap keputusan-keputusannya, dan memberikan kebebasan bagi penduduknya untuk memeluk agama serta beribadah sesuai dengan ajaran agama yang dianutnya. Peran Umat Islam Dalam Mewujudkan Masyarakat Madani Dalam Q.S. Ali Imran ayat 110
Artinya:
Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. sekiranya ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.
Dari ayat tersebut sudah jelas bahwa Allah menyatakan bahwa umat Islam adalah umat yang terbaik dari semua kelompok manusia yang Allah ciptakan. Di antara aspek kebaikan umat Islam itu adalah keunggulan kualitas SDMnyadibanding umat non Islam. Keunggulan kualitas umat Islam yang dimaksud dalam Al-Qur’an itu sifatnya normatif, potensial, bukan riil. Karakteristik Masyarakat Madani Ada beberapa karakteristik masyarakat madani, diantaranya:
1. Terintegrasinya individu-individu dan kelompokkelompok ekslusif kedalam masyarakat melalui kontrak sosial dan aliansi sosial. 2. Menyebarnya kekuasaan sehingga kepentingankepentingan yang mendominasi dalam masyarakat dapat dikurangi oleh kekuatan-kekuatan alternatif. 3. Dilengkapinya program-program pembangunan yang didominasi oleh negara dengan program-program pembangunan yang berbasis masyarakat. 4. Terjembataninya kepentingan-kepentingan individu dan negara karena keanggotaan organisasi-organisasi volunter mampu memberikan masukan-masukan terhadap keputusan-keputusan pemerintah. 5. Tumbuhkembangnya kreatifitas yang pada mulanya terhambat oleh rejim-rejim totaliter. 6. Meluasnya kesetiaan (loyalty) dan kepercayaan (trust) sehingga individu-individu mengakui keterkaitannya dengan orang lain dan tidak mementingkan diri sendiri. 7. Adanya pembebasan masyarakat melalui kegiatan
lembaga-lembaga sosial dengan berbagai ragam perspektif. 8. Bertuhan, artinya bahwa masyarakat tersebut adalah masyarakat yang beragama, yang mengakui adanya Tuhan dan menempatkan hukum Tuhan sebagai landasan yang mengatur kehidupan sosial. 9. Damai, artinya masing-masing elemen masyarakat, baik secara individu maupun secara kelompok menghormati pihak lain secara adil. 10. Tolong menolong tanpa mencampuri urusan internal individu lain yang dapat mengurangi kebebasannya. 11. Toleran, artinya tidak mencampuri urusan pribadi pihak lain yang telah diberikan oleh Allah sebagai kebebasan manusia dan tidak merasa terganggu oleh aktivitas pihak lain yang berbeda tersebut. 12. Keseimbangan antara hak dan kewajiban sosial. 13. Berperadaban tinggi, artinya bahwa masyarakat tersebut memiliki kecintaan terhadap ilmu pengetahuan dan memanfaatkan kemajuan ilmu pengetahuan untuk
umat manusia. 14. Berakhlak mulia.
BUDAYA AKADEMIK DAN ETOS KERJA DALAM ISLAM
2.1
a.
Budaya Akademik
Pengertian Budaya Akademik. Cara hidup masyarakat ilmiah yang majemuk, multikultural yang bernaung dalam sebuah institusi yang mendasarkan diri pada nilai-nilai kebenaran ilmiah dan objektifitas. Budaya Akademik (Academic Culture) dapat dipahami sebagai suatu totalitas dari kehidupan dan kegiatan akademik yang dihayati, dimaknai dan diamalkan oleh warga masyarakat akademik, di lembaga pendidikan tinggi dan lembaga penelitian.
Kehidupan dan kegiatan akademik diharapkan selalu berkembang, bergerak maju bersama dinamika perubahan dan pembaharuan sesuai tuntutan zaman. Perubahan dan pembaharuan dalam kehidupan dan kegiatan
akademik
menuju
kondisi
yang
ideal
senantiasa menjadi harapan dan dambaan setiap insan yang mengabdikan dan mengaktualisasikan diri melalui dunia pendidikan tinggi dan penelitian, terutama mereka yang menggenggam idealisme dan gagasan
tentang kemajuan. Perubahan dan pembaharuan ini hanya dapat terjadi apabila digerakkan dan didukung oleh
pihak-pihak
yang
saling
terkait,
memiliki
komitmen dan rasa tanggung-jawab yang tinggi terhadap
perkembangan
dan
kemajuan
budaya
akademik. Budaya akademik sebenarnya adalah budaya universal. Artinya, dimiliki oleh setiap orang yang melibatkan
dirinya
dalam
aktivitas
akademik.
Membangun budaya akademik bukan perkara yang mudah. Diperlukan upaya sosialisasi terhadap kegiatan akademik, sehingga terjadi kebiasaan di kalangan akademisi untuk melakukan norma-norma kegiatan akademik tersebut. Pemilikan budaya akademik ini seharusnya menjadi idola semua insan akademisi perguruaan tinggi, yakni dosen dan mahasiswa. Derajat akademik tertinggi bagi seorang dosen adalah dicapainya kemampuan akademik
pada
tingkat
guru
besar
(profesor).
Sedangkan bagi mahasiswa adalah apabila ia mampu mencapai prestasi akademik yang setinggi-tingginya. Khusus bagi mahasiswa, faktor-faktor yang dapat menghasilkan prestasi akademik tersebut ialah terprogramnya kegiatan belajar, kiat untuk berburu referensi aktual dan mutakhir, diskusi substansial akademik, dsb. Dengan melakukan aktivitas seperti itu diharapkan dapat dikembangkan budaya mutu (quality culture) yang secara bertahap dapat menjadi kebiasaan dalam perilaku tenaga akademik dan mahasiswa dalam proses pendidikan di perguruaan tinggi. Oleh karena itu, tanpa melakukan kegiatankegiatan akademik, mustahil seorang akademisi akan memperoleh nilai-nilai normative akademik. Bisa saja ia mampu berbicara tentang norma dan nilai-nilai akademik tersebut didepan forum namun tanpa proses belajar dan latihan, norma-norma tersebut tidak akan pernah terwujud dalam praktik kehidupan sehari-hari. Bahkan sebaliknya, ia tidak segan-segan melakukan
pelanggaran dalam wilayah tertentu, baik disadari ataupun tidak. Kiranya, dengan mudah disadari bahwa perguruan tinggi berperan dalam mewujudkan upaya dan pencapaian budaya akademik tersebut. Perguruan tinggi merupakan wadah pembinaan intelektualitas dan moralitas yang mendasari kemampuan penguasaan IPTEK dan budaya dalam pengertian luas disamping dirinya sendirilah yang berperan untuk perubahan tersebut. Berarti budaya akademik : 1. Mahasiswa yang terlibat dalam berbagai bidang studi dan keahlian (disiplin ilmu). 2. Bernaung dibawah Institusi Educative (Perguruan Tinggi) yaitu: - Akademi - Universitas - Sekolah Tinggi - Institut, dll
3. Memfokuskan diri pada kajian Ilmu, Penelitian, Penemuan dan sebagainya secara ilmiah. 4. Untuk pengembangan ilmu baru dan bermanfaat bagi kehidupan masyarakat atau Perguruan Tinggi yang mendorong Perguruan
mahasiswa Tinggi
melaksanakan
(Pendidikan,
Tridharma
Penelitian
dan
Pengabdian Masyarakat).
b. Pembahasan Tentang Budaya Akademik Dari
berbagai
Forum
terbuka
tentang
pembahasan Budaya Akademik yang berkembang di Indonesia,
menegaskan
tentang
berbagai
macam
pendapat di antaranya : 1) Konsep dan Ciri-Ciri Perkembangan Budaya Akademik Dalam situasi yang sarat idealisme, rumusan konsep dan pengertian tentang Budaya Akademik yang disepakati oleh sebagian besar responden adalah budaya atau sikap hidup yang selalu mencari kebenaran ilmiah
melalui
kegiatan
akademik
dalam
masyarakat
akademik, yang mengembangkan kebebasan berpikir, keterbukaan,
pikiran
kritis-analitis,
rasional
dan
obyektif oleh warga masyarakat yang akademik. Konsep
dan
pengertian
tentang
Budaya
Akademik tersebut didukung perumusan karakteristik perkembangannya
yang
disebut
“Ciri-Ciri
Perkembangan Budaya Akademik” yang meliputi berkembangnya : (1) penghargaan terhadap pendapat orang lain secara obyektif (2) pemikiran rasional dan kritis-analitis dengan tanggungjawab moral (3) kebiasaan membaca (4) penambahan ilmu dan wawasan (5)
kebiasaan
meneliti
dan
masyarakat (6) penulisan artikel, makalah, buku (7) diskusi ilmiah (8) proses belajar-mengajar, dan
mengabdi
kepada
(9) manajemen perguruan tinggi yang baik
2) Tradisi Akademik Pemahaman mayoritas responden mengenai Tradisi Akademik adalah tradisi yang menjadi ciri khas kehidupan masyarakat akademik dengan menjalankan proses belajar-mengajar antara dosen dan mahasiswa, menyelenggarakan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, serta mengembangkan cara-cara berpikir kritis-analitis, rasional dan inovatif di lingkungan akademik. Tradisi menyelenggarakan proses belajarmengajar antara guru dan murid, antara pandito dan cantrik, antara kiai dan santri sudah mengakar sejak ratusan tahun yang lalu, melalui lembaga-lembaga pendidikan seperti padepokan dan pesantren. Akan tetapi tradisi-tradisi lain seperti menyelenggarakan penelitian adalah tradisi baru. Demikian pula, tradisi berpikir kritis-analitis, rasional dan inovatif adalah kemewahan yang tidak terjangkau tanpa terjadinya
perubahan dan pembaharuan sikap mental dan tingkah laku yang harus terus-menerus diinternalisasikan dan disosialisasikan
dengan
menggerus
sikap
mental
paternalistik dan ewuh-pakewuh yang berlebih-lebihan pada sebagian masyarakat akademik yang mengidap tradisi lama, terutama dalam paradigma patron-client relationship yang mendarah daging.
3) Kebebasan Akademik Pengertian tentang “Kebebasan Akademik” yang dipilih oleh 144 orang responden adalah Kebebasan yang dimiliki oleh pribadi-pribadi anggota sivitas akademika (mahasiswa dan dosen) untuk bertanggungjawab dan mandiri yang berkaitan dengan upaya penguasaan dan pengembangan Iptek dan seni yang mendukung pembangunan nasional. Kebebasan akademik
meliputi
menghasilkan
kebebasan
karya
menulis,
keilmuan,
meneliti,
menyampaikan
pendapat, pikiran, gagasan sesuai dengan bidang ilmu yang ditekuni, dalam kerangka akademis. Kebebasan
Akademik
mengiringi
tradisi
intelektual masyarakat akademik, tetapi kehidupan dan kebijakan politik acapkali mempengaruhi dinamika dan perkembangannya. Dalam rezim pemerintahan yang otoriter, kiranya kebebasan akademik akan sulit berkembang.
Dalam
kepustakaan
internasional
kebebasan akademik dipandang sebagai inti dari budaya akademik dan berkaitan dengan kebebasan. Dalam masyarakat akademik di Indonesia, kebebasan akademik yang berkaitan dengan kebebasan berpendapat telah mengalami penderitaan yang panjang, selama puluhan tahun diwarnai oleh pelarangan dan pembatasan kegiatan akademik di era pemerintahan Suharto. Kini kebebasan akademik telah berkembang seiring terjadinya pergeseran pemerintahan dari Suharto kepada Habibie, dan makin berkembang begitu bebas pada pemerintahan Abdurrahman Wahid, bahkan hampir tak terbatas dan tak bertanggungjawab, sampai
pada pemerintahan Megawati, yang makin sulit mengendalikan perkembangan kebebasan berpendapat. Selain itu, kebebasan akademik kadangkala juga berkaitan
dengan
sikap-sikap
dalam
kehidupan
beragama yang pada era dan pandangan keagamaan tertentu menimbulkan hambatan dalam perkembangan kebebasan
akademik,
berpendapat.
Dapat
khususnya
dikatakan
bahwa
kebebasan kebebasan
akademik suatu masyarakat-bangsa sangat tergantung dan berkaitan dengan situasi politik dan pemerintahan yang dikembangkan oleh para penguasa. Pelarangan dan pembatasan kehidupan dan kegiatan akademik yang menghambat perkembangan kebebasan akademik pada lazimnya meliputi (1) penerbitan buku tertentu (2) pengembangan studi tentang ideologi tertentu, dan (3)
pengembangan
kegiatan
kampus,
terutama
demonstrasi dan diskusi yang bertentangan dengan ideologi dan kebijakan pemerintah atau Negara
5. Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Kehidupan Umat Beragama Bangsa Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Kehidupan Umat Beragama Bangsa Indonesia sejak dulu dikenal sebagai bangsa yang ramah dan santun, bahkan predikat ini menjadi cermin kepribadian bangsa kita di mata dunia internasional. Indonesia adalah Negara yang majemuk, bhinneka dan plural. Indonesia terdiri dari beberapa suku, etnis, bahasa dan agama namun terjalin kerja bersama guna meraih dan mengisi kemerdekaan Republik Indonesia kita. Namun akhir-akhir ini keramahan kita mulai dipertanyakan oleh banyak kalangan karena ada beberapa kasus kekerasana yang bernuansa Agama. Ketika bicara peristiwa yang terjadi di Indonesia hampir pasti semuanya melibatkan umat muslim, hal ini karena mayoritas penduduk Indonesia beragama Islam. Masyarakat muslim di Indonesia memang terdapat beberapa aliran yang tidak terkoordinir, sehingga apapun yang diperbuat oleh umat Islam menurut
sebagian umat non muslim mereka seakan-seakan merefresentasikan umat muslim. Paradigma toleransi antar umat beragama guna terciptanya kerukunan umat beragama perspektif Piagam Madinah pada intinya adalah seperti berikut: 1. Semua umat Islam, meskipun terdiri dari banyak suku merupakan satu komunitas (ummatan wahidah). 2. Hubungan antara sesama anggota komunitas Islam dan antara komunitas Islam dan komunitas lain didasarkan atas prinsip-prinsi: a. Bertentangga yang baik b. Saling membantu dalam menghadapi musuh bersama c. Membela mereka yang teraniaya d. Saling menasehati e. Menghormati kebebasan beragama. Lima prinsip tersebut mengisyaratkan: 1) Persamaan hak dan kewajiban antara sesama warga negara tanpa diskriminasi yang didasarkan atas suku dan agama; 2) pemupukan semangat persahabatan dan saling
berkonsultasi dalam menyelesaikan masalah bersama serta saling membantu dalam menghadapi musuh bersama. Dalam “Analisis dan Interpretasi Sosiologis dari Agama” (Ronald Robertson, ed.) misalnya, mengatakan bahwa hubungan agama dan politik muncul sebagai masalah, hanya pada bangsa-bangsa yang memiliki heterogenitas di bidang agama. Hal ini didasarkan pada postulat bahwa homogenitas agama merupakan kondisi kesetabilan politik. Sebab bila kepercayaan yang berlawanan bicara mengenai nilai-nilai tertinggi (ultimate value) dan masuk ke arena politik, maka pertikaian akan mulai dan semakin jauh dari kompromi. Dalam beberapa tahap dan kesempatan masyarakat Indonesia yang sejak semula bercirikan majemuk banyak kita temukan upaya masyarakat yang mencoba untuk membina kerunan antar masayarakat. Lahirnya lembaga-lembaga kehidupan sosial budaya seperti “Pela” di Maluku, “Mapalus” di Sulawesi Utara, “Rumah Bentang” di Kalimantan Tengah dan “Marga”
di Tapanuli, Sumatera Utara, merupakan bukti-bukti kerukunan umat beragama dalam masyarakat. Ke depan, guna memperkokoh kerukunan hidup antar umat beragama di Indonesia yang saat ini sedang diuji kiranya perlu membangun dialog horizontal dan dialog Vertikal. Dialog Horizontal adalah interaksi antar manusia yang dilandasi dialog untuk mencapai saling pengertian, pengakuan akan eksistensi manusia, dan pengakuan akan sifat dasar manusia yang indeterminis dan interdependen. Identitas indeterminis adalah sikap dasar manusia yang menyebutkan bahwa posisi manusia berada pada kemanusiaannya. Artinya, posisi manusia yang bukan sebagai benda mekanik, melainkan sebagai manusia yang berkal budi, yang kreatif, yang berbudaya. II. Implementasi Pancasila sebagai Paradigma Kehidupam Kampus Menurut saya, implementasi pancasila sebagai paradigma kehidupan kampus adalah seperti contohcontoh paradigma pancasila diatas kehidupan kampus
tidak jauh berbeda dengan kehidupan tatanan Negara. Jadi kampus juga harus memerlukan tatanan pumbangunan seperti tatanan Negara yaitu politik, ekonomi, budaya, hukum dan antar umat beragama. Untuk mencapai tujuan dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara maka sebagai makhluk pribadi sendiri dan sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) pada hakikatnya merupakan suatu hasil kreativitas rohani manusia. Unsur jiwa manusia meliputi aspek akal, rasa,dan kehendak. Sebagai mahasiswa yang mempunyai rasa intelektual yang besar kita dapat memanfaatkan fasilitas kampus untuk mencapai tujuan bersama. Pembangunanyang merupakan realisasi praksis dalam Kampus untuk mencapai tujuan seluruh mahsiswa harus mendasarkan pada hakikat manusia sebagai subyek pelaksana sekaligus tujuan pembangunan. Oleh karena itu hakikat manusia merupakan sumber nilai bagi pembangunan pengembangan kampus itu sendiri.
Konsep Halalan Thayyiban dalam Makanan Oleh Asep Setiawan el-Banjary Mahasiswa Pascasarjana Institut Studi Islam Darussalam Gontor Salah satu aktivitas yang menentukan dan menyita banyak waktu dalam kehidupan manusia adalah kegiatan makan dan minum. Hal ini wajar sebab kebutuhan pangan merupakan kebutuhan primer manusia, di samping kebutuhan sandang dan papan. Dengan mengonsumsi makanan dan minuman, kebutuhan jasmani dapat dipenuhi. Dengannya, tubuh kita menjadi sehat, kuat dan bertenaga sehingga dapat menjalankan aktivitas sehari-hari dengan baik. Namun demikian, orang sering tidak sadar dengan halhal yang perlu diperhatikan terkait makanan dan minuman ini. Banyak sekali orang yang tidak memiliki spiritual awareness (kesadaran spiritual). Umumnya mereka menganggap makan dan minum adalah urusan dunia ansich yang tidak ada kaitannya dengan agama. Ada juga yang tidak peduli dengan sesuatu yang dimakannya baik dari sisi zatnya maupun dari sisi cara memperolehnya. Padahal, dalam urusan makan dan minum ini, Islam menaruh perhatian yang cukup serius. Dalam Surah Quraisy ayat 3-4 diterangkan bahwa Allah menjadikan kecukupan kebutuhan pangan sebagai
salah satu sebab utama kenyamanan dalam beribadah. Di samping itu, makanan dan minuman yang dikonsumsi akan secara langsung mempengaruhi tubuh baik secara fisik maupun psikis. Hadis Nabi SAW menjelaskan hal ini, seperti yang diriwayatkan sahabat Abu Hurairah RA, bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Perut adalah telaga bagi raga. Pembuluh-pembuluh darah berujung padanya. Jika perut sehat, pembuluhpembuluh itu akan sehat. Sebaliknya, jika perut sakit, pembuluh darah pun akan ikut sakit.” (HR Thabrani). Berkenaan dengan persoalan ini, Imam al-Ghazali mengumpamakan urusan makanan dalam agama, ibarat fondasi pada sebuah bangunan. Menurutnya, jika fondasi itu kuat dan kokoh, maka bangunan itu pun akan berdiri tegak dan kokoh. Demikian sebaliknya, apabila pondasi itu lemah dan rapuh, niscaya bangunan itu pun akan ambruk dan runtuh. Al-Ghazali lalu mengutip sebuah hadis yang diriwayatkan Imam Thabrani: “Perbaikilah makananmu, niscaya Allah akan mengabulkan doamu.” Oleh karena itu, dalam ajaran Islam, kita hanya diperbolehkan mengonsumsi makanan atau minuman yang jelas halal lagi baik (thayyib). Allah SWT berfirman, yang artinya: “Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik (halalan thayyiban) dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan.
Karena sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata bagimu.” (QS. al-Baqarah: 168). Berdasarkan landasan teologis di atas, dapat kita fahami bahwa Islam sangat memperhatikan urusan makan dan minum. Islam menganjurkan kepada kita supaya ketika mengonsumsi makanan atau minuman, mesti memperhatikan apa yang kita makan dan minum baik dari sisi zatnya maupun cara memperolehnya. Dalam hal ini, harus halal dan juga baik (thayyib). Lalu, seperti apakah konsep halâl dan thayyib dalam Islam? Pengertian halal Dalam kitab Mu’jam Mufradat Alfadh al-Qur’an alKarim, al-Raghib al-Isfahani mengatakan bahwa kata halal, secara etimologi berasal dari kata halla-yahulluhallan wa halalan wa hulalan yang berarti melepaskan, menguraikan, membubarkan, memecahkan, membebaskan dan membolehkan. Sedangkan secara terminologi, kata halal mempunyai arti hal-hal yang boleh dan dapat dilakukan karena bebas atau tidak terikat dengan ketentuan-ketentuan yang melarangnya. Atau segala sesuatu yang bebas dari bahaya duniawi dan ukhrawi. Al-Jurjani dalam kitab at-Ta’rifat menjelaskan bahwa pada dasarnya, kata halal merujuk kepada dua arti. Pertama, kebolehan menggunakan benda-benda atau apa
yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan jasmani seperti makanan, minuman dan obat-obatan. Kedua, kebolehan memanfaatkan, memakan, meminum dan mengerjakan sesuatu yang semuanya ditentukan berdasarkan ketetapan nash. Dalam al-Qur’an, kata halal disebutkan untuk menjelaskan beberapa permasalahan seperti masalah muamalah, kekeluargaan, perkawinan dan terkait dengan masalah makanan ataupun rezeki. Namun demikian, kata halal tersebut lebih banyak digunakan dalam menerangkan masalah makanan, minuman dan rezeki. Keterangan tersebut antara lain kita dapati dalam Surah al-Baqarah: 168, Surah al-Maidah: 4-5, 87-88, dan 96, Surah an-Nisa: 160, Surah al-A`raf: 157, Surah al-Anfal: 69, Surah an-Nahl: 114, Surah at-Tahrim: 1, dan Surah al-Hajj: 30. Pengertian thayyib (baik) Kata thayyib menurut al-Isfahani, menunjukkan sesuatu yang benar-benar baik. Bentuk jamak dari kata ini adalah thayyibât yang diambil dari derivasi thaba-yathibuthayyib-thayyibah dengan beberapa makna, yaitu: zaka wa thahara (suci dan bersih), jada wa hasuna (baik dan elok), ladzdza (enak), dan halal (halal). Menurut al-Isfahani, pada dasarnya, kata ini berarti sesuatu yang dirasakan enak oleh indra dan jiwa, atau
segala sesuatu selain yang menyakitkan dan menjijikkan. Sedangkan Ibnu Taimiyah menerangkan dalam kitab Majmu’ Fatawa bahwa yang dimaksud dengan thayyib adalah yang membuat baik jasmani, rohani, akal dan akhlak manusia. Menurutnya, lawan dari kata thayyib ini adalah khabits (bentuk jamaknya khabaits) yaitu sesuatu yang menjijikkan dan dapat merusak fisik, psikis, akal dan akhlak seseorang. Dalam al-Qur’an, kata thayyib ini disebutkan beberapa kali dalam bentuk yang berbeda. Terkait dengan makanan, al-Qur’an menyebutkan kata thayyiban dengan diawali kata halalan dalam bentuk mufrad mudzakkar (laki-laki tunggal) sebanyak empat kali untuk menjelaskan sifat makanan yang halal sebagaimana yang terdapat dalam Surah al-Baqarah: 168, Surah al-Maidah: 88, Surah al-Anfal: 69, dan Surah an-Nahl: 114. Sedangkan yang tidak ada kaitannya dengan makanan, al-Qur’an menyebutkan kata thayyibah dalam bentuk mufrad muannats (perempuan tunggal) pada sembilan tempat, yaitu pada Surah Aal Imran: 38, Surah atTaubah: 72, Surah Yunus: 22, Surah Ibrahim: 24 (dalam ayat ini disebut dua kali), Surah an-Nahl: 97, Surah anNur: 61, Surah Saba: 15, dan Surah ash-Shaff: 12. Dan sebanyak dua kali dalam bentuk mufrad mudzakkar yaitu pada Surah an-Nisa: 43 dan Surah al-Maidah: 6.
Di samping itu, dalam bentuk jamaknya (thayyibat), kata ini disebutkan sebanyak sepuluh kali dengan merujuk pada empat pengertian yaitu; sifat makanan, sifat usaha atau rezeki, sifat perhiasan dan sifat perempuan. Seperti yang terdapat pada Surah al-Maidah: 4-5, Surah al-A`raf: 157, Surah al-Anfal: 26, Surah Yunus: 93, Surah an-Nahl: 72, Surah al-Isra: 70, Surah al-Mu’minun: 51, Surah Ghafir: 64 dan Surah alJatsiyah: 16. Hidangan yang halal dan thayyib Untuk memenuhi kebutuhan primer hamba-Nya, Allah SWT dengan kasih sayang-Nya menganugerahkan bumi beserta isinya untuk dikelola dan dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya oleh manusia. Kendati demikian, bukan berarti kita dapat memanfaatkan bumi beserta isinya itu dengan mengeksploitasi sebebas-bebasnya. Namun harus sesuai dengan apa yang digariskan syariat. Terkait dalam hal makanan dan minuman, tidak semua yang di bumi ini, baik binatang, tumbuhan maupun benda-benda lainnya itu halal dan baik (thayyib) bagi manusia. Ada yang memang dibolehkan (halal) dan ada yang dilarang (haram). Ada yang baik (thayyib), ada pula yang tidak baik (khabits). Dalam al-Qur’an dijelaskan bahwa halal dan thayyib ini merupakan syarat mutlak yang tidak bisa ditawar oleh
manusia dalam mengonsumsi makanan dan minuman. Dalam Islam, ketetapan tentang haram dan halal segala sesuatu, termasuk urusan makanan, adalah hak absolut Allah dan Rasul-Nya. Seperti yang telah disinggung di atas bahwa persyaratan halal ini terkait dengan standar syariat yang melegislasinya, dalam arti boleh secara hukum. Adapun thayyib berkenaan dengan standar kelayakan, kebersihan dan efek fungsional bagi manusia. Maka, bisa jadi suatu makanan itu halal tapi tidak thayyib atau sebaliknya. Maka bila dua syarat ini tidak terpenuhi dalam suatu makanan atau minuman, semestinya ia tidak boleh dikonsumsi. Sebagai contoh, bila di hadapan kita terhidang sepiring gule kambing yang begitu menggoda baik dari sisi rasa, tampilan, dan baunya, namun ternyata kambing itu tidak disembelih secara islami, ataupun kambingnya hasil curian, maka gule kambing tersebut tidak halal dan kita tidak boleh menyantapnya. Tegasnya, Allah SWT hanya menyuruh kepada kita makan dan minum dari sesuatu yang betul-betul halal dan thayyib. Dari uraian singkat di atas, dapat kita simpulkan bahwa aktivitas makan dan minum bukan hanya urusan duniawi semata. Akan tetapi ia sangat terkait dengan urusan agama. Islam menaruh perhatian yang sangat besar padanya. Secara tegas Islam menyuruh kita untuk memperhatikan apa yang kita makan dan dari mana kita
mendapatkannya. Kita pun disuruh memakan dan meminum sesuatu yang benar-benar halal dan thayyib dan menghindari yang buruk (khabaits). Demikian pula dengan salah satu doa yang biasa dipanjatkan seorang Muslim dalam kesehariannya, “Allahumma inna nas’aluka rizqan wasi’an halalan thayyiban mubarakan,” ya Allah, sesungguhnya kami memohon kepada-Mu rezeki yang luas, halal lagi thayyib serta penuh berkah. Wallahu a`lam.
Konsep Pernikahan Islami Rasulullah saw bersabda: النكاح سنتي فمن رغب عن سنتي فليس مني "Pernikahan adalah sunnahku, barangsiapa yang tidak menyukai sunnahku berarti bukan dari golonganku." Allah SWT berfirman: ً َو ِم ْن آيَاتِ ِه أَ ْن َخلَقَ لَ ُك ْم ِم ْن أَ ْنفُ ِس ُك ْم أَ ْز َوا ًجا ِلتَ ْس ُكنُوا إِلَ ْي َها َو َجعَ َل بَ ْينَ ُك ْم َم َودَّة ًَو َر ْح َمة "Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang." (QS. Ar Ruum: 21) Pernikahan merupakan sunnatullah yang di dalamnya terdapat hikmah besar untuk kelangsungan kehidupan manusia. Sunnatullah inilah yang harus terus diperjuangkan dan dipertahankan hingga tercipta keluarga yang sakinah mawadah wa rahmah. Sakinah, dalam artian tenang dan tentram, yaitu harus ada saling percaya, dan memahami antar suami istri. Mawaddah, Mahabbah atau cinta, yakin harus ada saling mencintai antar pasangan. Rahmah, yaitu ridho Allah SWT, dengan mendapatkan keturunan yang thoyyib. Banyak sekali macam-macam pernikahan yang kini terjadi, terutama di Indonesia. Lalu apa pandangan syariat terhadap pernikahan-pernikahan tersebut. Dalam coretan ini akan disebutkan hal-hal tersebut. Pernikahan antar Saudara Dekat Pernikahan merupakan sunnatullah yang tidak selayaknya ditinggalkan oleh setiap umat Islam.
Pernikahan bukan hanya sekedar ikatan, namun di dalamnya terdapat hak-hak yang akan dipertanggung jawabkan nantinya dihadapan Allah. Maka dari itu banyak hal yang harus dipersiapkan sebelum menuju ke jenjang pernikahan, diantaranya adalah, selektif dalam memilih pasangan. Dalam hal ini Rasulullah saw menganjurkan untuk memilih pasangan bukan dari kerabat dekat. Sedangkan batasan saudara terdekat yang boleh dinikahi adalah anak paman atau bibi, baik dari pihak ayah atau ibu. Memang, dalam kacamata warga Negara Indonesia pernikahan dengan saudara dekat itu dianggap tabu, apalagi bagi siapa yang kuat memegang adat jawa. Namun dalam syariat Islam pernikahan dengan saudara dekat ini tidak dilarang, namun disunahkan untuk memilih pasangan dari kerabat jauh. Mengapa demikian?! Tentunya karena adanya hikmah di balik semua itu, diantaranya: 1.Pada dasarnya, perikahan itu disyariatkan dengan tujuan untuk merekatkan ukhuwah, dan memperbanyak ikatan persaudaraan antar sesama, karena pernikahan itu secara otomatis akan mengikatkan tali kekeluargaan antara keluarga calon pengantin putra dan putri, dan tentunya setiap keduanya pasti memiliki sanak saudara, dan jika pernikahan itu terjalin maka bertambahlah jumlah anggota keluarga dan sanak saudara. Firman Allah SWT dalam surat Al hujurat ayat 13: ُ اس ِإنَّا َخلَ ْقنَا ُك ْم ِم ْن ذَ َك ٍر َوأ ُ ْنثَى َو َج َع ْلنَا ُك ْم شعُوبًا َوقَبَا ِئ َل ُ ََّيا أَيُّ َها الن ارفُوا َ ِلتَ َع
"Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. " Secara rasio, Kerabat dekat itu sudah ada ikatanya, maka untuk apa mengikatnya lagi?! maka lewat ayat ini kita memperbanyak ikatan ukhuwah dan persaudaraan dengan yang lainnya, agar tercipta umat yang satu. 2.Pernikahan dengan saudara dekat itu memberikan efek negatif dalam sisi biologis, dan kesehatan. Seperti yang disebutkan Rasulullah saw bahwasanya, hal tersebut akan melemahkan syahwat, dan menjadikan anak tumbuh dengan badan yang kurus. Disisi lain, pernikahan Rasulullah saw dengan Sayyidah Zaenab, yang mana beliau adalah putri dari bibinya Nabi sendiri (atau sepupu Nabi). Hal ini terjadi sebagi penjelasan kepada umat Islam bahwa menikahi anak bibi atau paman adalah boleh dan tidak dilarang, karena sepupu tidak termasuk dalam catatan mahram. Pernikahan di bawah umur Pernikahan di bawah umur atau pernikahan dini, dalam syariat Islam bukan hal yang dilarang, karena tidak ada persyaratan baligh dalam pernikahan. Kecuali bagi seorang janda yang belum baligh, maka wali janda tersebut tidak boleh menikahkannya kecuali jika telah baligh, karena keharusan adanya izin dari si janda tersebut, jika akan menikah. Hanya dalam undangundang pernikahan di Indonesia lah yang memberikan batas awal diperbolehkannya menikah, yaitu: laki-laki
19 th dan perempuan 16 th. Tentu saja, hal ini dilakukan untuk meminimalis angka perceraian di Indonesia. Pernikahan dini itu sulit, apalagi jika kedua mempelai belum memiliki persiapan mental yang matang. Namun, ketika ada mashlahah bagi kedua belah pihak dari pernikahan dini tersebut, maka pernikahan ini sangat dianjurkan, seperti: adanya kerusakan moral, maraknya pergaulan bebas, tidak adanya seseorang yang menjaga wanita tersebut, dsb. Tapi, dengan catatan orang tua harus terus mengawasi dan membimbing kedua mempelai agar pernikahannya tetap utuh dan terjaga. Memang, ketika melihat hak dan tanggung jawab yang dipikul dalam sebuah pernikahan, maka alangkah baiknya jika menikah dalam usia yang matang, dengan persiapan yang matang, dan memiliki mental yang kuat, agar mampu menghadapi badai kehidupan yang nantinya akan tercipta keluarga yang baik, abadi, sakinah, mawadah wa rahmah. Dari uraian di atas, pernikahan Rasulullah saw dengan Aisyah binti Abu Bakar ra bukanlah hal yang perlu diperdebatkan, meskipun sedikit tabu jika seseorang yang berusia tua menikah dengan seseorang yang masih belia. Syubhat dan tuduhan yang dilemparkan dari musuh-musuh Islam adalah hal yang tidak mendasar sama sekali, dan jawaban dari syubhat tersebut adalah: Menikahkan seorang wanita dalam usia dini merupakan adat dan kebiasaan orang arab Quraisy, dan pada saat itu Aisyah yang masih kecil sebelumnya telah dilamar oleh seorang kafir Quraisy, Mut'am bin Adiy. Karena buruk perilaku orang tersebut Abu Bakar, sebagai wali
Aisyah, lebih memilih Rasulullah saw yang berperangai sangat mulia. Kalaulah Aisyah ra tidak menikah dengan Rasulullah saw saat itu, pastinya beliau dinikahkan dengan orang lain di usia yang dini pula. Pernikahan Rasulullah saw dengan Aisyah merupakan perintah langsung dari Allah SWT, yang di dalamnya terdapat amru nubuwwah, dan bukan atas kehendak dan kemauan Rasulullah saw sendiri, disebutkan dalam sebuah riwayat: ، ' أريتك في المنام مرتين: أنه ] صلى هللا عليه وسلم [ قال لعائشة ، فأكشف، هذه زوجتك: فقال، رأيت الملك يحملك في سرقة من حرير إن يكن هذا من عند هللا يمضه: فقلت، فإذا هي أنت "Sesungguhnya Rasulullah saw berkata kepada Aisyah ra: aku telah memimpikanmu dua kali, aku melihat malaikat membawa tandu yg tertutup sutra, dan malaikat pun berkata: ini istrimu wahai Rasulullah, kemudian aku buka, dan itu kamu wahai Aisyah, dan Asiyah pun berkata, kalaulah itu dari Allah maka aku Ridhlo." Allah SWT telah mengirim Aisyah ra sebagai pendamping Rasulullah saw dengan harapan bahwa, nantinya ada seseorang yang akan menggambarkan kepada umat tentang bagaiman kehidupan Rasulullah saw di dalam rumah. Tentunya, karena disetiap gerakgerik beliau adalah wahyu, dan setiap hembusan nafas beliau adalah uswah dan suri tauladan untuk seluruh umat manusia. Pernikahan Tanpa Wali Menurut madzhab Syafi'i, keberadaan wali saat ijab qobul merupakan rukun dari sahnya sebuah pernikahan,
jadi tanpa wali, penikahan itu tidak akan sah. Dalam artian lain, seorang wanita tidak boleh dan tidak sah menikahkan dirinya sendiri. Maksud dari wali di sini adalah wali untuk pengantin perempuan. Sedangkan wali tersebut adalah sebagai berikut: 1.Ayah 2.Kakek 3.Saudara kandung laki-laki 4.Saudara seayah 5.Anak laki-laki dari saudara sekandung 6.Anak laki-laki dari saudara seayah 7.Paman kandung 8.Paman seayah 9.Anak laki-laki dari paman kandung 10.Anak laki-laki dari paman seayah 11.Hakim atau penghulu Hak wali di atas dalam menikahkan seorang wanita harus sesuai dengan urutan yang tertera, jika ada yang pertama tidak boleh masuk yang kedua, begitu juga seterusnya. Saat ini banyak ditemukan bahwa seorang wanita menikah tanpa ada persetujuan dari walinya, karena dia telah memiliki calon yang sekufu atau sederajat. Dalam masalah ini, pernikahan wanita tersebut tanpa izin dari wali atau bahkan tidak ada wali ketika ijab qobul, maka pernikahan tersebut adalah batal. Sedangkan calonnya yang kufu', sebenarnya cukup membuat seorang wali wajib menikahkannya dengan pilihannya tersebut, kecuali jika sang wali memiliki calon lain yang kufu' juga atau lebih kufu', maka boleh sang wali menolak
pernikahan tersebut, dan memaksa wanita tersebut untuk menikah dengan pilihan walinya, karena wali memiliki hak dalam hal tersebut. Namun, alangkah baiknya jika sang wali bermusyawarah dengan wanita tersebut dengan baik, dan sama-sama melihat kemaslahatan dalam sebuah pernikahan, agar tidak muncul kekecewaan di kemudian hari. Nikah Paksa Nikah paksa yang sering terjadi, menurut pandangan Islam itu boleh, namun harus memenuhi syaratsyaratnya, diantaranya: -Wali wanita tersebut adalah ayahnya atau kakeknya (bukan yang lainnya) -Harus dengan orang yang sekufu (sederajat) -Calon suami harus mampu memberikan mahar yang sesuai -Tidak ada permusuhan yang terlihat antara kedua mempelai, dan juga wali mereka Namun, demi kemaslahatan bersama, maka alangkah baiknya jika adanya keterbukaan, dan komunikasi dengan semuanya, karena ketika awal dari pernikahannya saja kurang baik, maka bagaimana seterusnya. Bahkan untuk mempersempit lubang perceraian diantara keduanya. Nikah Sirri Nikah sirri, menurut Imam Syafi'i adalah penikahan tanpa dihadiri wali atau dua saksi, dan tentunya menurut definisi ini, nikah tersebut tidak sah dan batal. Namun, pernikahan sirri yang sering terjadi di Indonesia adalah pernikahan syar'i, yang telah
memenuhi syarat dan rukunnya namun tidak tercatat dalam buku sipil atau KUA. Dalam masalah ini, menurut pandangan syariat nikah ini adalah sah, akan tetapi demi melihat kepada kemaslahatan dalam berwarga Negara maka seharusnya pernikahan tersebut dicatat dalam buku sipil, untuk menjaga wanita dari tindakan-tindakan kriminal yang mungking terjadi, dan juga untuk membela hak-hak wanita tersebut. Nikah Mut'ah (Kawin Kontrak) Nikah Mut'ah atau biasa disebut dengan nikah kontrak, adalah pernikahan dalam masa dan jangka waktu tertentu, dan berakhir dengan berakhirnya masa yang telah disepakati ketika akad nikah, dengan tujuan tertentu. Pernikahan ini berbeda jauh dengan yang diperbolehkan saat ini, banyak hak-hak dan kewajiban yang seharusnya dipenuhi, menjadi terhapus. Seperti ketidak adanya kewajiban nafaqah, tidak ada penetapan nasab bagi anaknya, dan juga tidak menjadikan istri dan anak keturunannya nanti sebagai ahli waris, kecuali, jika disebutkan dalam syarat pernikahan tersebut, sedangkan kemahraman mushoharoh (keluarga besan) itu tetap adanya. Sejarah Nikah Mut'ah Pada awalnya nikah mut'ah itu dilarang, namun pada saat perang khoibar terjadi, dan pada saat itu para sahabat Rasulullah saw harus pergi ke medan perang, dan tidak ada istri-istri mereka yang akan melayani mereka selama di medan perang, kemudian para sahabat mengadu kepada Rasulullah saw tentang hal tersebut,
dan meminta untuk memotong syahwat mereka, kemudian Rasulullah saw melarang hal tersebut dan membolehkan nikah mut'ah, karena adanya syiddatul hajah.Namun, pada tahun itu juga pernikahan ini diharamkan kembali. Seperti yang disebutkan dalam hadist nabi Muhammad saw: نهى رسول هللا صلى هللا عليه وسلم عن المتعة عام خيبر "Rasulullah saw telah melarang nikah mut'ah pada tahun Khoibar" (HR. Bukhari dan Muslim) Kemudian pada saat Fathul Makkah, pernikahan mut'ah ini dibolehkan kembali, selama 3 hari saja, dan kemudian diharamkan kembali. Namun, pengharaman yang kedua ini tidak banyak diketahui oleh para sahabat, dan pada saat haji wada' Rasulullah saw mengumumkan kepada seluruh umat Islam bahwa nikah mut'ah itu haram sampai hari kiamat. Dalam sabda Rasulullah saw: وقد حرم هللا ذلك إلى يوم، كنت أذنت لكم في االستمتاع من النساء القيامة "Saya telah mengizinkan bagimu nikah mut'ah, dan Allah telah mengharamkannya hingga hari kiamat." (HR. Bukhari dan Muslim) Hukum Nikah Mut'ah Madzahib arba'ah sepakat bahwa nikah mut'ah merupakan nikah yang fasad atau rusak dan haram hukumnya, meskipun ada ridho dan kesepakatan antara kedua belah pihak. Dan terjadinya perbedaan pendapat antara ahlu sunnah dan syi'ah tentang pengharaman nikah ini adalah karena adanya rukhshoh, diperbolehkannya nikah ini dalam
beberapa waktu yang kemudian hukum tersebut dinashk (dihapus) dengan diharamkannya nikah tersebut. Kaum Syiah perpendapat bahwa tidak ada nashk (penghapusan) hukum di sana (padahal telah terjadi beberapa kali pe-nashk-an hukum tersebut), jadi nikah mutah ini tetap boleh dalam pandangan kaum Syiah. Hikmah Diperbolehkannya Pernikahan Mut'ah 1.Saddu-d daro'i (menghindari kerusakan) Memotong syahwat yang pernah sahabat Rasulullah saw minta ketika perang Khoibar mengakibatkan terputusnya regenerasi islami. Padahal generasi penerus itu sangatlah penting sebagai benteng penerus agama Islam. 2.Menghindari zina Ketika Rasulullah saw membolehkan mut'ah pada saat perang Khaibar tidak lain agar para sahabat yang ikut berperang pada saat itu, tidak mendekat atau bahkan masuk dalam lingkaran zina, karena tidak bisa mengendalikan hawa nafsunya. Maka dari itu Rasulullah saw membolehkan nikah mut'ah, tentunya karena adanya besar maslahah di dalamnya. Hikmah Dilarangnya Pernikahan Mut'ah Pernikahan kontrak sebenarnya merupakan bentuk pendzoliman terhadap kaum wanita khususnya, bagaimana tidaK?! Karena dalam pernikahan tersebut wanita hanya dijadikan alat pemuas hawa nafsu saja, sedangkan hak-hak yg seharusnya didapatkan wanita dalam pernikahan tersebut tidak didapatkannya (seperti nafaqoh, penetapan nasab, hak waris, dsb). Bahkan, bisa jadi pernikahan ini malah menyakitkan perasaan
seorang wanita yang begitu lembut. Padahal pernikahan itu berdiri bukan hanya dari dan untuk kemaslahatan salah satu dari mempelai, tapi untuk keduanya, atau bahkan untuk seluruh keluarganya. Disisi lain, tujuan pernikahan yang seharusnya 'ala dawam atau untuk selamanya, tidak tercapai, bahkan pernikahan hanya dijadikan ajang permainan saja. Lihat, Apa jadinya jika pernikahan itu hanya untuk main-main saja?! Dan jika ini terjadi bisa jadi hilang qimah (harga) dari sebuah pernikahan, bahkan pernikahan bukan hal yang sakral lagi. Penutup Pernikahan yang Allah syariatkan untuk umat manusia merupakan hal besar, yang menyimpan hikmah besar di dalamnya, hanya terkadang hal tersebut kurang dimengerti oleh banyak orang, sehingga menganggap remeh sebuah pernikahan.
Problematika Lingkungan Sosial Budaya Bangsa Indonesia Indonesia merupakan salah satu di antara sedikit negara di dunia yang memiliki karakteristik sebagai negara multietnik. Di Indonesia diperkirakan terdapat 931 etnik dengan 731 bahasa. Ada etnis yang besar dan ada yang kecil. Etnis besar di Indonesia antara lain: Jawa, Sunda, Madura, Melayu, Bali, Minangkabau, Batak, Dayak, Bugis, dan Cina. Sebagai Negara yang multietnis, tidak hanya bentuk fisik melainkan juga sistem religi, hukum, arsitektur, obat-obatan, makanan, dan kesenian orang Indonesia pun berbeda-beda menurut etnisnya.
Indonesia juga merupakan sebuah negara yang mempunyai tradisi religi atau agama yang cukup kuat. Ada lima agama besar di Indonesia, yakni Islam, Katolik, Protestan, Hindu, dan Buddha. Dalam beberapa tahun ini, setelah tahun 1998, Kong Hu Cu juga mulai kembali berpengaruh di Indonesia. Indonesia ibarat sebuah taman yang ditumbuhi aneka bunga berwarnawarni. Akan tetapi, jika keragaman itu tidak dikelola
dengan baik, konflik akan mudah pecah.
A. Masalah-masalah Sosial Pemicu Konflik
1. Menguatnya Primordialisme dan Etnosentrisme Ikatan primodial pada dasarnya berakar pada identitas dasar yang dimiliki oleh para anggota suatu kelompok etnis, seperti tubuh, nama, bahasa, agama atau kepercayaan, sejarah dan asal-usul (Issac, 1993: 48-58). Identitas dasar ini merupakan sumber acuan bagi para anggota suatu kelompok etnik dalam melakukan intreaksi sosialnya. Oleh karena itu, identitas dasar merupakan suatu acuan yang sangat mendasar dan bersifat umum, serta menjadi kerangka dasar bagi perwujudan suatu kelompok etnik. Identitas dasar diperoleh secara askriptif dan tidak mudah untuk mengingkarinya, identitas dasar muncul dalam interaksi social antar kelompok etnik.
Dalam interaksi tersebut para pelaku dari berbagai
kelompok etnik akan menyadari bahwa terdapat perbedaan kelompok di antara mereka. Identitas dasar kemudian menjadi suatu pembeda antara berbagai kelompok etnik yang sedang berinteraksi. Identitas dasar merupakan sumber adanya ikatan primodial, suatu ikatan yang lahir dari hubungan-hubungan keluarga atau hubungan darah (garis keturunan), hubungan ras, lingkungan kepercayaan atau keagamaan, serta bahasa atau dialek tertentu. Suatu persamaan hubungan darah, dialek, ras, kebiasaan dan sebagainya yang melahirkan ikatan emosional (Greetz, 1992:3) yang kadang kadarnya berlebihan sehingga dapat menjadi sesuatu yang bersifat destruksif. Ikatan-ikatan tersebut Geerz dapat dianggap sebagai “warisan” dari sifat sosial yang telah ada suatu “kelangsungan yang berkesinambungan” dan sebagian besar merupakan ikatan keluarga, namun lebih dari itu merupakan warisan yang berasal dari kelahiran di tengah-tengah masyarakat beragama tertentu, yang berbicara dalam dialek bahasa tertentu, dan mengikuti praktik-praktik
sosial tertentu (Isaacs, 1993:45).Dalam kehidupan sehari-hari identitas dasar suatu kelompok etnik seringkali dimanipulasi (Cohen, 1971). Identitas dasar dapat dinon-aktifkan, diaktifkan, dipersempit dapat dimungkinkan karena identitas dasar itu bukanlah sesuatu yang masih seperti batu melainkan cair, sehingga dapat mengalir dan berkembang dalam rangka penyesuaian-penyesuaian dalam kehidupan.
Kesadaran etnik yang bersumber pada identitas dasar suatu kelompok etnikmerupakan suatu hal yang pasti dialami setiap orang. Identitas dasar ini merupakan sumber terbentuknya ikatan primordial. Ikatan primordial dapat diekspresikan dalam berbagai bentuk aktivitas hidup manusia. Indonesia telah memulai program desentralisasi yang cukup radikal yang telah menimbulkan banyak permasalahan yang cukup rumit, khususnya tentang hubungan keuangan antara pusat dan daerah, dan juga kemungkinan melebarnya jurang ketimpangan jika kabupaten-kabupaten yang lebih kaya
maju sangat pesat, meninggalkan kabupaten-kabupaten lainnya.
2. Ketidakadilan Sosial Di negara yang sangat besar dan terdiri dari beragam etnis, selalu ada potensi bahaya dimana konflik ketenagakerjaan, pertanahan, atau konflik atas sumber daya alam akan muncul ke permukaan sebagai konflik antar etnis dan konflik antar agama. Ketika pemerintahan Orde Baru runtuh, terbuka format politik baru yang memungkinkan pemunculan kembali berbagai pertikaian yang terjadi di masa lampau. Munculnya berbagai konflik ini akan menimbulkan dampak yang sangat buruk, yaitu menurunnya kepercayaan kepada lembaga-lembaga politik yang akan membahayakan keberlanjutan masa depan reformasi ekonomi Indonesia.
Ketidakadilan social, budaya, dan ekonomi menjadi lapisan subur bagi tumbuhnya konflik. Terbuka
kemungkinan berbagai kepentingan dari luar sengaja memanaskan suhu. Namun, ketidakadilan mendorong meletusnya konflik. Agama atau etnik menjadi seringkan digunakan sebagai legitimasi pembenar. Mereka kini menjadi lebih sadar akan hak-hak mereka, bukan saja hak di bidang politik tetapi juga hak di bidang ekonomi, misalnya atas pangan, kesehatan, atau pekerjaan. Ketika masyarakat menekankan identitas kedaerahan dan identitas etnisnya, mereka tidak sekedar menuntut otonomi atau kebebasan politik yang lebih besar, tetapi mereka juga menyuarakan bahwa sebagian dari hak sosial dan ekonomi dasar mereka belum terpenuhi.
B Alternatif Pemecahan Masalah
1. Membangun Hubungan Kekuatan Dalam masyarakat yang multietnik, pola dan model pergaulan yang etnosentrik dapat berakibat kontraproduktif. Usaha bisnis yang maju pesat dan
dikuasai oleh satu kelompok etnis sama seperti menyimpan bom waktu yang pada saat tertentu akan menimbulkan ledakan sosial. Sosialisasi kesadaran multietnik dapat dilaksanakan melalui konsep proses sosial, yaitu suatu cara berhubungan antarindividu atau antarkelompok atau individu dengan kelompok yang menimbulkan bentuk hubungan tertentu. Dari hubungan ini diharapkan mereka semakin saling mengenal, semakin akrab, lebih mudah bergaul, lebih percaya pada pihak lain, dan akhirnya dapat bekerjasama dan bersinergi. Kesemuanya ini dapat dipahami sebagai bagian dari peradaban manusia. Proses sosialisasi dimulai dari interaksi social dengan perilaku imitasi, sugesti, identifikasi, dan simpati (Pidarta, 1997:147). Interaksi social akan terjadi apabila memenuhi dua syarat: kontak sosial dan komunikasi. Setiap masyarakat saling berinteraksi satu dengan lainnya, dan saling beradaptasi pada lingkungan secara totalitas. Lingkungan ini mencakup lembaga sosiopolitik masyarakat dan elemen organik lainnya.
Dari hasil interaksi social diharapkan tidak ada strata sosial antaretnik, dan seharusnya ada pembentukan peradaban atau akultrasi antaretnik. Peradaban adalah jaringan kebudayaan. Biasanya setiap budaya memiliki wilayah (Cohen,1970:64). Peradaban itu dapat dibuat melalui saling ketergantungan antaretnik. Saling ketergantungan ini dapat berupa program (kegiatan), dengan adanya kegiatan hubungan kekuatan (power relationships) semakin erat. Kegiatan tersebut dapat berupa: perdagangan, kesenian dan pendidikan. Hubungan kekuatan (HK) dalam bentuk saling ketergantungan akan meningkatkan adaptasi antaretnik, dan dapat menimbulkan peradaban baru. Peradabanitu adalah kebudayaan yang sudah lebih maju (Pidarta, 1997: 158). Bila kebudayaan diartikan cara hidup yang dikembangkan oleh anggota-anggota masyarakat, ini berarti ‘kerjasama’ adalah suatu kebudayaan. Misalnya, kerjasama antar etnik Cina dan Jawa dalam distribusi mobil dapat menciptakan hubungan kekuatan yang
kokoh.
2. Membangun Budaya Toleransi Istilah budaya toleransi (culture of tolerance) tampaknya belum banyak dikenal dalam wacana sosialpolitik Indonesia, karena selama masa otoriter Orde Baru, toleransi menjadi salah satu nilai yang dimobilisasikan dan diintroduksikan secara represif dalam paket ideologi uniformitas Pancasila. Dalam alam militeristik tersebut, setiap gerakan yang berbau keagamaan, kedaerahan, ataupun kesukuan yang eksklusif cenderung dianggap sebagai pembangkangan SARA, dan biasanya ditindak dengan tegas oleh aparat negara. Karena itu, toleransi lebih banyak dipahami sebagai ideologi kaum penguasa dan bukan bagian dari proses kebudayaan masyarakat bangsa. Sejalan dengan berakhirnya masa despotisme Orde Baru, masa-masa romantis ideologi Pancasila juga berakhir. Penataranpenataran P4 di berbagai level dengan bermacammacam pola pun dihentikan dengan berbagai dampak,
baik positif maupun negatif.
Nilai toleransi merupakan salah satu nilai dalam khazanah budaya berpikir positif. Ir. Jero Wacik, Menteri Kebudayaan dan Pariwisata RI Kabinet Indonesia Bersatu baru saja menerbitkan sebuah buku saku berjudul Budaya Berpikir Positif (2005). Menurut Wacik, budaya berpikir positif, ---yakni cara berpikir manusia yang senantiasa melihat sisi positif, optimistik, integratif dan realistik terhadap berbagai permasalahan hidup, sesungguhnya telah hidup dalam kebudayaan setiap etnik di bumi Nusantara ini. "Semakin sering kita berpikir positif, semakin banyak kita memiliki sahabat. Sekat-sekat primordialisme di antara kita akan menjadi semakin menipis. Sebaliknya, semakin sering kita berpikir negatif, semakin banyak pula kita memiliki musuh.
3. Pendidikan Pendidikan adalah proses membuat orang berbudaya
dan beradab. Pendidikan adalah kunci bagi pemecahan masalah-masalah social dan melalui pendidikan masyarakat dapat direkonstruksi. Rekonstruksi berarti reformasi budaya dengan melalui pendidikan reformasi dapat dijalankan, terutama reformasi budi pekerti, reformasi kebudayaan (keindonesiaan), dan reformasi nasionalisme (NKRI). Pendidikan yang dinginkan masyarakat ialah proses pendidikan yang bias mempertahankan dan meningkatkan keselarasan hidup dalam pergaulan manusia. Konsep sosialisasi pendidikan yang dapat diterapkan adalah cara berhubungan antarindividu atau antarkelompok atau individu dengan kelompok yang menimbulkan bentuk hubungan tertentu. Sekolah dapat dijadikan sarana pembauran multietnik. Guru harus membina siswa agar bisa memiliki kebiasaan hidup yang harmonis, bersahabat, dan akrab dengan sesama teman dari berbagai latar belakang etnik. Proses pembelajaran di kelas multietnik dapat menghasilkan peradaban baru sesuai dengan harapan reformasi. Untuk ini, harud
disusun kembali hal-hal yang menyangkut teori, model, strategi pengajaran multietnik sebagai sarana menjalankan reformasi pendidikan dan kebudayaan.
ASI, Pandangan Kesehatan dan Islam Air Susu Ibu (ASI) yang merupakan anugrah Ilahi untuk pertumbuhan bayi kini semakin tergeser oleh penggunaan susu formula. Penyebabnya adalah semakin meningkatnya angka partisipasi angkatan kerja perempuan, kuatnya penetrasi iklan susu formula beserta distribusinya hingga ke desa-desa disertai budaya modern yang mempengaruhi ibu menyusui sesegera mungkin menyapih anaknya. Pentingnya penggunaan ASI itulah sehingga dipandang perlu dibuatkan RPP Pemberian ASI pada yang akan berlaku secara nasional dan Peraturan Daerah yang berlaku dalam wilayah Sulawesi Selatan, agar ASI tidak tergantikan oleh susu formula. Mengutip DR Abdul Basith Jamal & DR Daliya Shadiq Jamal (2011), beberapa pusat penelitian telah banyak mengadakan eksperimen untuk membuat ASI tiruan, melalui uji coba bahan-bahan kimiawi yang disuntikkan ke dalam kelenjar susu pada beberapa binatang menyusui. Maksud dari eksperimen ini, adalah untuk membuat susu buatan yang memiliki kandungan kimiawi yang sama dengan susu murni (ASI). Dan hasilnya, seperti yang kita dapatkan sekarang ini, di pasaran banyak terdapat susu buatan yang dijual di toko-toko, baik untuk komsumsi bayi, maupun anak-
anak, bahkan untuk orang dewasa. Namun para ilmuwan berdasarkan penelitian yang mereka lakukan menegaskan, bahwa susu buatan mustahil dapat menggantikan fungsi susu murni, karena kandungan yang dimiliki keduanya tidak bisa sama persis. Tentunya, pengakuan di atas, menunjukkan kegagalan susu buatan dalam memainkan perannya sebagai pengganti susu murni (ASI). Sebagai anugerah Ilahi, ASI merupakan bahan makanan terbaik untuk bayi karena memiliki kandungan semua zat gizi yang diperlukan bayi dalam masa enam bulan pertama sejak lahir. Pemberian ASI juga lebih fleksibel karena ibu bayi dapat memberikannya walau sedang dalam keadaan sakit, haid, bepergian atau tidur. Jadi ASI selalu siap untuk diberikan pada bayi dan tidak memerlukan persiapan juga tidak membutuhkan biaya alias tidak dibeli. Bisa dibandingkan dengan susu formula yang harus memerlukan persiapan waktu untuk menyajikannya dan mengeluarkan uang untuk mendapatkannya. Kandungan zat gizi ASI seperti adanya protein dan lemak, mengandung laktosa dan vitamin, ada zat besi, garam, kalsium dan fosfat serta memiliki kandungan air yang cukup sekalipun berada pada iklim panas. ASI memiliki kandungan protein dan lemak yang tepat
untuk kebutuhan bayi dalam jumlah yang pas. Kandungan laktosa (gula susu) ASI juga sangat tepat untuk kebutuhan bayi disamping kandungan vitamin sehingga tidak perlu lagi menyediakan vitamin tambahan selama enam bulan pertama. Besarnya faedah ASI bagi bayi baru lahir menyebabkan potensi terkena penyakit diare lebih kecil dibandingkan dengan bayi yang diberikan susu formula. Demikian pula gangguan kesehatan lainnya seperti gangguan saluran pernafasan dan telinga tengah serta penyakit infeksi lainnya. Imunitas bayi pengkonsumsi ASI terhadap penyakit infeksi disebabkan oleh ASI bebas bakteri sehingga terjamin kebersihannya. ASI juga mengandung antibodi (zat kekebalan) imunoglobulin terhadap bakteri infeksi yang membantu bayi terlindungi dari ancaman penyakit infeksi hingga sang bayi bisa memproduksi sendiri antibodinya. Kandungan sel darah putih (leukosit) dalam ASI juga turut membantu mencegah penyakit infeksi pada bayi. Didalam ASI juga terdapat zat yang disebut faktor bifidus yang membantu bakteria khusus yaitu laktobacillus bifidus, tumbuh dalam usus halus bayi. Laktobacillus bitidus inilah yang mencegah bakteri
berbahaya yang dapat menyebabkan diare. Kandungan laktoferin dalam ASI juga turut membantu mencegah pertumbuhan beberapa bakteria berbahaya. Keuntungan bagi ibu yang menyusui bayinya dengan ASI dapat membantu menghentikan pendarahan setelah melahirkan serta membantu mencegah kehamilan berikutnya. Keuntungan psikologis sangat baik bagi ibu dan bayi karena dapat terbangun hubungan ikatan secara emosional. Hubungan psikologis yang baik antara ibu dan bayi kelak membantu kecerdasan emosional sang anak ketika memasuki dunia pendidikan. Menyusui bagi ibu bayi tidaklah membuat payudara menjadi jelek dan kurang menarik lagi bagi suami. Menurut Abd-Alda’em Al-Kheel, banyak studi yang dilakukan di tiga puluh negara menunjukkan ibu yang menyusui bayinya kurang terkena kanker payudara. Rahim melebar dua puluh kali selama kehamilan dan melahirkan. Penelitian menunjukkan menyusui bermanfaat untuk membantu rahim kembali ke ukuran normal. Sebaliknya ibu yang tidak menyusui bayinya ukuran rahimnya tetap lebih dari batas normal. Selain itu, menyusui juga melindungi dari kanker rahim. Penyusuan alami membantu ibu untuk mengurangi berat badannya dan melindungi dirinya dari
kegemukan. Bahkan ia juga bekerja sebagai analgesik alami rasa sakit bagi ibu juga. Penyusuan alami juga membantu ibu dan anak untuk tidur nyenyak. Bagi bayi, ASI lebih mudah dicerna dan tidak pernah basi. Meski ibu bayi tidak menyusui anak bayinya beberapa hari, ASI tetap hangat dan tidak mengenal basi. Bandingkan dengan susu formula yang sudah pasti basi bila tidak segera dikonsumsi dalam waktu tertentu. ASI juga mengandung enzim khusus (lipase) yang mencerna lemak dan mempercepat pertumbuhan anak hingga tahun kedua sejak lahir. Penelitian menunjukkan bahwa sistem kekebalan bayi tumbuh lebih cepat ketika ia diberi susu ibu. Hal ini disebabkan dalam air susu ibu mengandung unsur kekebalan yang disebut “mucins” yang mengandung banyak protein dan karbohidrat. Mucins berfungsi menghilangkan ancaman serangan kuman penyakit dari tubuh bayi tanpa efek samping. Sedangkan imunoglobulin juga turut membantu bayi selama tiga bulan pertama untuk melindungi tubuh dari serangan kuman. Meski demikian, ditengah masyarakat masih tumbuh pemahaman yang keliru tentang ASI. Misalnya pemahaman, apabila mengkonsumsi bumbu masakan
yang keras mengandung cabai, dapat mempengaruhi rasa ASI. Memang terkadang, kandungan ASI tidak selalu sama karena terdapat keragaman jenis makanan yang dikonsumsi sang ibu bayi. Keragaman jenis makanan adalah termasuk kategori keragaman yang normal dan jarang mengganggu kesehatan bayi. Pandangan Islam Manfaat ASI telah disebutkan dalam Al Quran, “Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambahtambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.” (QS Luqman: 14). Dengan demikian, sejak 14 abad yang lalu masyarakat Muslim telah mengenal pengetahuan akan manfaat ASI bagi kesehatan bayi. Perintah menyapih anak dalam dua tahun relevan dengan temuan ilmiah tentang manfaat ASI. Misalnya dalam tulisan Rex D. Russell, “Design in Infant Nutrition” (http:// www. icr.org/pubs/imp259.html). Russell mengatakan bahwa menyusui bayi selama dua tahun setelah kelahiran sungguh amat bermanfaat.
Para ilmuwan dibidang kesehatan awal Abad 20 sepakat bahwa makanan sempurna untuk bayi adalah air susu ibu. Riset selama setengah abad, para ilmuwan menemukan manfaat baru dari susu ibu bahwa ASI memberikan kekebalan tubuh terhadap berbagai bakteri dan virus. Para ilmuwan menemukan bahwa jumlah bakteri dalam usus bayi yang diberi susu sapi adalah sepuluh kali lipat lebih banyak daripada yang ada dalam usus bayi yang diberi susu ibu. Rekomendasi para ilmuwan tersebut kemudian diadopsi oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Bagi masyarakat Islam, anjuran penggunaan air susu ibu sudah diperintahkan Al-Qur’an empat belas abad yang lalu.