File (4).pdf

  • Uploaded by: Dea Dhara
  • 0
  • 0
  • April 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View File (4).pdf as PDF for free.

More details

  • Words: 17,061
  • Pages: 90
UNIVERSITAS INDONESIA

PENERAPAN METODE ANALISIS DIAGRAM POLAR IMPEDANSI DAN SPLITTING CURVE DATA MAGNETOTELLURIK UNTUK MENDETEKSI STRUKTUR GEOLOGI BAWAH PERMUKAAN LAPANGAN PANAS BUMI WAYANG WINDU BAGIAN SELATAN

TESIS Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

OKKY RIZKI ROHAYAT 1506694124

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU FISIKA KEKHUSUSAN EKSPLORASI GEOTERMAL DEPOK JUNI 2017

Penerapan Metode ..., Okky Rizki Rohayat, FMIPA UI, 2017

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Thesis ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar.

Nama

: OKKY RIZKI ROHAYAT

NPM

: 1506694124

Tanda Tangan

:

Tanggal

: 10 Juni 2017

ii Penerapan Metode ..., Okky Rizki Rohayat, FMIPA UI, 2017

HALAMAN PENGESAHAN

Tesis ini diajukan oleh : Nama

: Okky Rizki Rohayat

NPM

: 1506694124

Program

: S-2 Ilmu Fisika

Peminatan

: Eksplorasi Geotermal

Judul

: Penerapan Metode Analisis Diagram Polar Impedansi dan Splitting Curve Data Magnetotellurik untuk Mendeteksi Struktur Geologi Bawah Permukaan Lapangan Panas Bumi Wayang Windu Bagian Selatan

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Magister Ilmu Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Indonesia.

Dewan Penguji Pembimbing I : Dr. Eng. Yunus Daud, Dipl.Geoth.Tech., M.Sc. (…………….)

Pembimbing II : Rifqa Agung Wicaksono, M. Sc.

(…………….)

Penguji : Dr. Eng. Yayan Sofyan

(…………….)

Penguji : Dr. Surya Darma, MBA

(…………….)

Penguji : Dr. Fajar Hendrasto

(…………….)

Ditetapkan di

: Universitas Indonesia, Depok

Tanggal

: 10 Juni 2017

iii Penerapan Metode ..., Okky Rizki Rohayat, FMIPA UI, 2017

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah. Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena atas kehendak-Nya penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Salawat dan Salam tercurah kepada Nabi Muhammad SAW dan segenap keluarga serta para sahabatnya. Dalam penyelesaian tesis ini tentu saja tidak terlepas dari banyak pihak yang sangat membantu. Oleh karena itu, melalui media ini saya mengucapkan terimakasih kepada : 1.

Dr. Eng. Yunus Daud, M. Sc, selaku pembimbing I;

2.

Rifqa Agung Wicaksono, M. Sc. selaku pembimbing II;

3.

PT. Star Energy Wayang Windu Geothermal Ltd., khususnya Pak Boyke Bratakusuma, Mas Marpriansyah, Mas Wahyudin Diningrat, Mas Rifqa Agung Wicaksono, serta jajaran yang telah memfasilitasi data dan waktu diskusi untuk penelitian ini;

4.

Kedua orang tuaku tercinta, Suroyo dan Sri Lestari yang senantiasa mensupport dan mendoakan saya siang dan malam;

5.

EO, kekasih tercinta yang selalu support dan bantu di setiap kesulitanku.

6.

Wambra Aswo, Surya Aji Pratama, Fikri Fahmi, Mas Wahyu, Mas Lutfi dan rekan – rekan di PT NewQuest Geotechnology, yang telah membantu menyediakan software dan sharing ilmu untuk pemrosesan data pada penelitian ini;

7.

Mbak Naraswari Probowati, teman seangkatan dan juga teman setim penelitian di PT Star Energy Wayang Windu Geothermal Ltd. yang telah bersedia membantu dalam mendiskusikan data MeQ.

8.

Mas Riki Irfan, teman seangkatan dan sekaligus teman diskusi di setiap saya menemui kendala;

9.

Mas Safiul Primasatya, Mas Sigit, Mas Wonsa Aditya, Adilla Armando, dan rekan-rekan Program Magister Fisika kekhususan Eksplorasi Geotermal angkatan 2015;

10.

Teman-teman, sahabat-sahabat, dan semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang senantiasa mendukung dan mendo’akan.

iv Penerapan Metode ..., Okky Rizki Rohayat, FMIPA UI, 2017

Akhir kata, semoga Allah SWT senantiasa membalas orang-orang yang telah memberikan semua kebaikan kepada saya. Dan semoga tesis ini dapat bermanfaat untuk siapa saja yang membacanya.

Jakarta, Juni 2017 Penulis

v Penerapan Metode ..., Okky Rizki Rohayat, FMIPA UI, 2017

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah ini : Nama

: Okky Rizki Rohayat

NPM

: 1506694124

Program

: Pasca Sarjana

Departemen

: Fisika

Fakultas

: Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Jenis Karya

: Tesis

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty-Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul : Penerapan Metode Analisis Diagram Polar Impedansi dan Splitting Curve Data Magnetotellurik untuk Mendeteksi Struktur Geologi Bawah Permukaan Lapangan Panas Bumi Wayang Windu Bagian Selatan. Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif

ini

Universitas

Indonesia

berhak

menyimpan,

mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis dan sebagai pemilik Hak Cipta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di

: Jakarta

Pada tanggal : 10 Juni 2017

Yang menyatakan,

(Okky Rizki Rohayat)

vi Penerapan Metode ..., Okky Rizki Rohayat, FMIPA UI, 2017

ABSTRAK

Nama : Okky Rizki Rohayat Program Studi : Magister Ilmu Fisika – Eksplorasi Geotermal Judul : Penerapan Metode Analisis Diagram Polar Impedansi dan Splitting Curve Data Magnetotellurik untuk Mendeteksi Struktur Geologi Bawah Permukaan Lapangan Panas Bumi Wayang Windu Bagian Selatan Dalam studi ini, penerapan metode analisis diagram polar impedansi dan splitting curve data magnetotellurik (MT) Lapangan Panas Bumi Wayang Windu bagian selatan adalah untuk mendeteksi struktur geologi bawah permukaan dan juga untuk mengetahui apakah metode ini dapat diterapkan pada area tersebut. Analisis ini dilakukan dengan membuat pemodelan forward terlebih dahulu sebagai acuan. Hasil dari pemodelan forward menunjukkan bahwa adanya perbedaan resistivitas dua batuan atau lebih yang mengalami kontak akan menyebabkan split pada kurva MT dan distorsi pada bentuk diagram polar impedasi yang membentuk elongasi sejajar atau tegak lurus terhadap struktur (garis kontak). Struktur ini dikomparasi dengan data geologi, data hiposenter microearthquake, dan data sumur. Hasil komparasi menunjukkan bahwa terdapat empat struktur hasil interpretasi data MT yang memiliki kecocokkan dengan struktur geologi dari data geologi dan sumur, dan beberapa struktur tidak memiliki kecocokkan atau hanya merupakan resistivity structure. Di sisi lain, metode ini dapat memprediksi arah dominan struktur geologi pada area penelitian. Kata kunci: diagram polar impedansi, splitting curve, magnetotellurik, resistivity structure, struktur geologi, pemodelan forward, data sumur, microearthquake

vii Penerapan Metode ..., Okky Rizki Rohayat, FMIPA UI, 2017

ABSTRACT

Name : Okky Rizki Rohayat Study Program : Physics Master Degree – Geothermal Exploration Judul : Application of the Impedance Polar Diagram and Splitting Curve Analysis Method on Magnetotelluric Data to Detect Subsurface Geological Structure of Southern Wayang Windu Geothermal Field In this study, application of the impedance polar diagram and splitting curve analysis method on magnetotelluric (MT) data of southern Wayang Windu geothermal field are to detect subsurface geological structure and also to find out whether this method can be applied to this area. This analysis is done by making forward modelling as a reference. The result of forward modelling shows that the difference in resistivity of two or more rocks in contact will cause a split on the MT curve and distortion in the shape of the impedance polar diagram forming parallel or perpendicular elongation to the structure (contact line). This structures are compared with geological data, microearthquake hypocenter data, and well data. The comparation results show that four structures of MT data interpretation results have correlation with the geological structure of the geological and well data, and some structures do not have correlation or merely resistivity structures. On the other hand, this method can predict the dominant direction of geological structure in the research area. Keywords: impedance polar diagram, splitting curve, magnetotelluric, resistivity structure, geological structure, forward modelling, well data, microearthquake

viii Penerapan Metode ..., Okky Rizki Rohayat, FMIPA UI, 2017

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ................................................................................................i HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ................................................... ii LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................. iii KATA PENGANTAR ...........................................................................................iv LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ...............................vi ABSTRAK ........................................................................................................... vii ABSTRACT ........................................................................................................ viii DAFTAR ISI ...........................................................................................................ix DAFTAR GAMBAR .............................................................................................xi DAFTAR TABEL ................................................................................................xiv 1. PENDAHULUAN .............................................................................................1 1.1 Latar Belakang ...........................................................................................1 1.2 Rumusan Masalah ......................................................................................3 1.3 Tujuan Penelitian .......................................................................................4 1.4 Batasan Masalah Penelitian .......................................................................5 1.5 Metodologi Penelitian ................................................................................6 1.6 Sistematika Penulisan ................................................................................8 2. TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................................10 2.1 Prinsip Dasar Metode Magnetotellurik ....................................................10 2.1.1 Tensor Impedansi dan Rotasinya .................................................12 2.1.2 Teknologi Pencitraan MT untuk Mendeteksi Struktur Geologi Bawah Permukaan ........................................................................15 2.1.3 Inversi 3-Dimensi .........................................................................18 2.2 Metode Microearthquake.........................................................................18 2.3 Hasil Penelitian Sebelumnya untuk Daerah Penelitian ............................19 3. PENGOLAHAN DATA ..................................................................................22 3.1 Pemodelan Forward 3D...........................................................................22 3.2 Pengolahan Data MT ...............................................................................24 3.2.1 Validasi Data MT .........................................................................24 3.2.2 Koreksi Static Shift.......................................................................27 3.2.3 Deteksi Struktur dengan Analisis Diagram Polar Impedansi dan Splitting Curve .............................................................................27 3.2.4 Inversi 1D dan 3D ........................................................................28 3.3 Peta Geologi Daerah Wayang Windu Bagian Selatan .............................29 3.4 Data MEQ dan Data Sumur .....................................................................32 4. HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................................................34 4.1 Model Struktur 1D ...................................................................................34 4.2 Model Struktur 2D ...................................................................................35 4.3 Struktur Model 3D ...................................................................................37 ix Penerapan Metode ..., Okky Rizki Rohayat, FMIPA UI, 2017

4.4 4.5 4.6

Model Forward: Beda Dua Nilai Resistivitas Kecil ................................38 Model Forward: Beda Tiga Nilai Resistivitas .........................................41 Model Forward: Pengaruh Kemiringan...................................................43 4.6.1 Foot Wall Lebih Konduktif Dibanding Hanging Wall ................43 4.6.2 Foot Wall Lebih Resistif Dibanding Hanging Wall.....................44 4.7 Model Forward: Bentuk Graben .............................................................46 4.8 Model Forward: Pengaruh Topografi ......................................................48 4.9 Model Forward: Sistem Panas Bumi .......................................................50 4.10 Struktur Hasil Interpretasi Data MT ........................................................51 4.11 Inversi 1D dan 3D ......................................................................................5 5. ANALISIS TERINTEGRASI ........................................................................61 5.1 Komparasi dengan Data Geologi Permukaan ..........................................61 5.2 Komparasi dengan Data MEQ dan Proyeksi Sumur................................64 5.3 Model 3D MT Lapangan Panas Bumi Wayang Windu Bagian Selatan ..65 5.4 Analisis Efektivitas Metode .....................................................................67 6. KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................................73 6.1 Kesimpulan ..............................................................................................73 6.2 Saran ........................................................................................................74 DAFTAR REFERENSI .......................................................................................75

x Penerapan Metode ..., Okky Rizki Rohayat, FMIPA UI, 2017

DAFTAR GAMBAR Gambar 1.1 Gambar 1.2 Gambar 1.3 Gambar 2.1 Gambar 2.2 Gambar 2.3 Gambar 2.4 Gambar 2.5

Gambar 2.6

Gambar 2.7

Gambar 2.8

Gambar 3.1 Gambar 3.2 Gambar 3.3 Gambar 3.4 Gambar 3.5 Gambar 3.6

Lokasi Lapangan Panas Bumi Wayang Windu (Masri et. al., 2015) ..........................................................................................................1 Proyeksi Sumur dari Masing-masing Well Pad di Lapangan Panas Bumi Wayang Windu (Modifikasi dari Mulyadi dan Ashat, 2011) .2 Diagram Alir Penelitian ....................................................................7 Solar Wind Merupakan Salah Satu Sumber Sinyal MT .................10 Ilustrasi Proses Induksi di Bawah Permukaan Bumi (Unsworth, 2016) ............................................................................................... 10 Kerangka Referensi Rotasi Tensor Impedansi ............................... 13 Hasil Forward Modelling untuk Melihat Efek Struktur yang Kontak Secara Vertikal pada Kurva MT (Daud et al., 2015) ...................... 16 Hasil Forward Modelling untuk Melihat Perubahan Diagram Polar yang Disebabkan oleh Adanya Kontak Secara Vertikal (Daud et al., 2015) ............................................................................................... 16 (A) Peta Stasiun MT untuk Analisis Diagram Polar Impedansi. Garis W-E adalah Garis untuk Analisis MT Splitting Curve dan Penampang Melintang Distribusi Hasil dari Inversi 3D data MT. (B) Diagram Polar Impedansi dari 16 data MT pada Frekuensi 10 Hz. (C) MT splitting curve untuk line W-E. (D) Distribusi nilai resistivitas untuk line W-E hasil inversi 3-D data MT. (Daud et al., 2015) ............................................................................................... 17 Lokasi Sumur Panas Bumi, Manifestasi Hidrotermal, Puncak Gunung Berapi, Kaldera dan Sektor Runtuh di Lapangan Panas Bumi Wayang Windu Sehubungan Dengan Base Of Conductor (Bogie et. al., 2008) ........................................................................19 Penampang Melintang Selatan-Utara (A-B) Lapangan Panas Bumi Wayang Windu Menunjukkan Arah Sumur, Satuan Geologi, dan Kedalaman Ditemukannya Epidote (Bogie et. al., 2008) ...............20 Contoh Mesh Grid Tampak Atas untuk Area of Interest 7000 m X 7000 m ............................................................................................ 22 Hasil Plot Diagram Polar Impedansi dengan Matlab ..................... 23 Peta Persebaran Stasiun MT pada Daerah Penelitian ..................... 24 Sepuluh Data MT dengan Kualitas Fair ........................................26 (a) Kurva MT WW66a Sebelum Dikoreksi Static Shift. (b) Kurva MT WW66a Setelah Dikoreksi Static Shift ....................................27 (a) Peta Geologi Daerah "W" Bagian Selatan yang Bersumber dari PSDG. (b) Peta Geologi Daerah Wayang Windu Bagian Selatan dengan Modifikasi Struktur Geologi Berdasarkan Data yang Diberikan oleh PT Star Energy....................................................... 30

xi Penerapan Metode ..., Okky Rizki Rohayat, FMIPA UI, 2017

Gambar 3.7 Gambar 3.8 Gambar 4.1 Gambar 4.2 Gambar 4.3 Gambar 4.4 Gambar 4.5 Gambar 4.6 Gambar 4.7 Gambar 4.8 Gambar 4.9 Gambar 4.10 Gambar 4.11 Gambar 4.12

Gambar 4.13 Gambar 4.14 Gambar 4.15 Gambar 4.16 Gambar 4.17 Gambar 4.18 Gambar 4.19 Gambar 4.20 Gambar 4.21 Gambar 4.22

Persebaran Titik-titik Hiposenter (titik-titik hitam) Microearthquake Periode Januari-Oktober 2014 ........................................................ 32 Plotting Data Proyeksi Sumur (Garis Berwarna Hitam) Tampak Burung dan Titik-titik hiposenter MEQ .........................................33 Hasil Diagram Polar Impedansi pada Stasiun MT O125 pada frekuensi 0,01 Hz untuk Model Struktur 1D ..................................34 (a) Model Struktur 2D Searah Sumbu Y dan Diagram Polarnya. (b) Model Struktur 2D Searah Sumbu X dan Diagram Polarnya.........35 Model Struktur 3D dan Diagram Polarnya .....................................37 Model Struktur Beda Nilai Resistivitas Kecil dan Diagram Polar Pada Frekuensi 0,01 Hz ..................................................................39 Diagram Polar untuk Frekuensi 100 Hz, 10 Hz, 1 Hz, dan 0,1 Hz 39 Kurva MT untuk Lintasan A .......................................................... 40 Tampak Atas Model Forward dengan Beda Tiga Nilai Resistivitas dan Diagram Polarnya untuk f=0,01 Hz .........................................41 Kurva MT untuk Line A pada Model Forward Beda Tiga Nilai Resistivitas...................................................................................... 42 Kurva MT untuk Line B pada Model Forward Beda Tiga Nilai Resistivitas...................................................................................... 42 Model Foot Wall Lebih Konduktif Dibanding Hanging Wall dan Diagram Polarnya untuk f=0,01 Hz................................................43 Kurva MT dari Pemodelan Forward dengan Kemiringan Struktur, Foot Wall Lebih Konduktif Dibanding Hanging Wall ...................44 Model Forward dengan Kemiringan Struktur Dimana Foot Wall Lebih Resistif Dibanding Hanging Wall dan Diagram Polarnya pada f=0,01 Hz ........................................................................................ 45 Kurva MT dari Pemodelan Forward dengan Kemiringan Struktur, Foot Wall Lebih Resistif Dibanding Hanging Wall ....................... 45 Model Graben dan Diagram Polarnya untuk f= 0,01 Hz ...............47 Kurva MT dari Pemodelan Forward Graben .................................47 Model Forward Pengaruh Topografi dan Diagram Polarnya pada f= 0,01 Hz ........................................................................................... 48 Kurva MT dari Model Forward Pengaruh Topografi .................... 49 Model Sistem Panas Bumi dan Diagram Polarnya untuk f= 0,01 Hz ........................................................................................................50 Hasil Kurva MT Sepanjang Lintasan yang Memotong Tegak Lurus Struktur pada Pemodelan Panas Bumi ...........................................51 Diagram Polar Impedansi pada f=0,1 Hz dan Interpretasi Struktur Ditunjukkan Garis Merah ............................................................... 52 Splitting Curve pada Struktur Hasil Interpretasi Diagram Polar Impedansi ....................................................................................... 52 Profil Sayatan MT ..........................................................................53 xii

Penerapan Metode ..., Okky Rizki Rohayat, FMIPA UI, 2017

Gambar 4.23 (a) Penampang 1D Profil A serta Proyeksi Sumur dan TOR. (b) Penampang 3D Profil A serta Proyeksi Sumur dan TOR...............54 Gambar 4.24 Penampang 1D Profil B serta Proyeksi Sumur dan TOR. (b) Penampang 3D Profil B serta Proyeksi Sumur dan TOR ...............56 Gambar 4.25 Penampang 1D Profil C serta Proyeksi Sumur dan TOR. (b)Penampang 3D Profil C serta Proyeksi Sumur dan TOR ..........57 Gambar 4.26 Posisi Profil MT terhadap Proyeksi Sumur ....................................58 Gambar 4.27 Peta Resistivitas pada Kedalaman 500 mdpl ..................................59 Gambar 4.28 Peta Resistivitas pada Kedalaman 0 mdpl dengan Garis Putus-putus Warna Putih adalah Batas Reservoir ..............................................60 Gambar 5.1 Plot Overlay Struktur Hasil Interpretasi dari Analisis Bentuk Diagram Polar Impedansi Terhadap Peta Geologi ......................... 61 Gambar 5.2 Plot Overlay Struktur Hasil dari Interpretasi Data MT terhadap Data MEQ dan Proyeksi Sumur .............................................................. 64 Gambar 5.3 Model Terintegrasi Profil A dan Posisi Feed Zone (Titik Kuning pada Proyeksi Sumur).....................................................................65 Gambar 5.4 Model Terintegrasi Profil B dan Posisi Feed Zone (Titik Kuning pada Proyeksi Sumur).....................................................................66 Gambar 5.5 Model Terintegrasi Profil C dan Posisi Feed Zone (Titik Kuning pada Proyeksi Sumur).....................................................................66 Gambar 5.6 Struktur Hasil Interpretasi yang Berkorelasi Baik dengan Struktur Geologi ........................................................................................... 69 Gambar 5.7 Patahan yang Tidak Terdeteksi oleh Diagram Polar Ditunjukkan oleh Tanda Panah Warna Biru ........................................................ 70 Gambar 5.8 Struktur Hasil Interpretasi yang Tidak Berkorelasi dengan Keberadaan Patahan di Dekatnya Ditunjukkan oleh Tanda Panah Warna Biru ..................................................................................... 71

xiii Penerapan Metode ..., Okky Rizki Rohayat, FMIPA UI, 2017

DAFTAR TABEL Tabel 2. 1 Klasifikasi Gempa Berdasarkan Magnitude-nya (Hagiwara, 1964 dalam Lee dan Stewart, 1981) ............................................................ 18 Tabel 3.1 Hasil Validasi 51 Data MT yang Digunakan dalam Penelitian .........25 Tabel 3.2 Parameter yang Diinput dalam Pemrosesan Inversi 3D MT ...............29

xiv Penerapan Metode ..., Okky Rizki Rohayat, FMIPA UI, 2017

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang Lapangan Panas Bumi Wayang Windu (Gambar 1.1) terletak kurang lebih

40 km sebelah selatan Kota Bandung dan berada dalam kompleks yang dikelilingi oleh lapangan panas bumi lain, yaitu Kamojang, Darajat, Karaha Bodas dan Patuha. Saat ini Lapangan Panas Bumi Wayang Windu termasuk dalam wilayah kerja PT. Star Energy. Adapun pembangkit listrik di Lapangan Panas Bumi Wayang Windu sudah beroperasi sejak tahun 2000, dan sampai saat ini kapasitas pembangkitnya unit I dan unit II mencapai 227 MW (Masri et. al., 2015). Pembangkit listrik di lapangan ini disupport oleh 22 sumur produksi dan 3 sumur injeksi (Masri et. al.,2015).

Gambar 1. 1 Lokasi Lapangan Panas Bumi Wayang Windu (Masri et. al., 2015)

Lapangan Panas Bumi Wayang Windu, Jawa Barat, Indonesia, adalah lapangan panas bumi transisi antara kondisi vapor-dominated dan liquiddominated, yang mana semakin ke selatan berumur semakin muda dan lebih liquiddominated (Bogie et al., 2008). Lapangan Panas Bumi Wayang Windu berada dalam kategori sistem geotermal entalpi tinggi, dengan suhu reservoir di atas 225oC. Dari data suhu dan tekanan mengindikasikan bahwa reservoir lapangan ini bertekanan tinggi dimana batas reservoir lateralnya tertutup (Mulyadi dan Ashat, 2011). 1

Universitas Indonesia

Penerapan Metode ..., Okky Rizki Rohayat, FMIPA UI, 2017

2

Sumur-sumur produksi tinggi pada Lapangan Panas Bumi Wayang Windu adalah sumur-sumur yang dibor pada well pad yang berada di bagian utara Lapangan Panas Bumi Wayang Windu (Gambar 1.2) yaitu well pad MBA, MBB, MBD, dan MBE, yang mana produksi steam utama berasal dari sumur-sumur pada well pad MBA (Mulyadi dan Ashat, 2011). Bahkan lebih dari 90% steam yang menyuplai pembangkit listrik unit I dan unit II berasal dari zona dua fasa vapordominated bagian utara dari Lapangan Panas Bumi Wayang Windu (Mulyadi dan Ashat, 2011).

Bagian Utara

Bagian Selatan

Gambar 1. 2 Proyeksi Sumur dari Masing-masing Well Pad di Lapangan Panas Bumi Wayang Windu (Modifikasi dari Mulyadi dan Ashat, 2011)

Keberadaan Lapangan Panas Bumi Wayang Windu yang telah mature dapat dimanfaatkan dalam penerapan metode analisis diagram polar impedansi dan splitting curve data Magnetotellurik (MT) untuk mendeteksi keberadaan struktur geologi bawah permukaan dan menguji efektivitasnya. Umumnya, metode MT digunakan untuk pemodelan struktur resistivitas pada arah vertikal di bawah permukaan, sehingga diperoleh informasi keberadaan zona tudung lempung (clay cap), kedalaman base of conductor (BOC), dan zona reservoir dari suatu area prospek panas bumi. Baru-baru ini, metode MT ini dikembangkan untuk mendeteksi keberadaan struktur geologi bawah permukaan. Dimana keberadaan struktur dapat diidentifikasi dengan menganalisis diagram polar impedansi dan Splitting Curve dari data real MT (Daud et al., 2015). Daud et al. (2015) telah

Universitas Indonesia

Penerapan Metode ..., Okky Rizki Rohayat, FMIPA UI, 2017

3

menerapkan metode MT untuk identifikasi struktur geologi bawah permukaan dengan membandingkan hasil simulasi pemodelan 3-D forward dan data real MT Lapangan Panas Bumi Muara Laboh serta telah dicocokkan dengan data sumur, yang mana hasil penelitian menunjukkan korelasi yang baik. Studi ini menerapkan metode analisis diagram polar impedansi dan splitting curve data MT Lapangan Panas Bumi Wayang Windu bagian Selatan dan menguji efektivitasnya. Adapun analisis diagram polar impedansi dan splitting curve pada studi ini mengacu pada pemodelan forward 3D MT. Sehingga dalam studi ini dilakukan pemodelan forward 3D MT dengan berbagai model struktur resistivitas terlebih dahulu sebagai acuan dalam analisis diagram polar impedansi dan splitting curve data MT Lapangan Panas Bumi Wayang Windu bagian Selatan. Pengujian efektivitas metode analisis diagram polar impedansi dan splitting curve dalam mendeteksi struktur geologi bawah permukaan pada Lapangan Panas Bumi Wayang Windu bagian Selatan adalah dengan mengkomparasikan terhadap data

geologi permukaan, data MEQ (distribusi hiposenter), dan data sumur.

Informasi ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam penerapan metode ini untuk mendeteksi struktur geologi bawah permukaan pada lapangan lain, baik sebelum maupun sesudah dilakukan pemboran. 1.2

Rumusan Masalah Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana pola bentuk diagram polar dan splitting curve data sintetik dari pemodelan forward 3D MT untuk berbagai kondisi struktur bawah permukaan, 2. Bagaimana persebaran struktur bawah permukaan dari hasil analisis diagram polar impedansi dan splitting curve dari data real MT Lapangan Panas Bumi Wayang Windu bagian selatan, 3. Bagaimana korelasi struktur bawah permukaan dari hasil analisis diagram polar impedansi dan splitting curve data real MT terhadap struktur geologi permukaan,

Universitas Indonesia

Penerapan Metode ..., Okky Rizki Rohayat, FMIPA UI, 2017

4

4. Bagaimana korelasi struktur bawah permukaan dari hasil analisis diagram polar impedansi dan splitting curve data real MT terhadap persebaran hiposenter data MEQ, 5. Bagaimana korelasi struktur bawah permukaan dari hasil analisis diagram polar impedansi dan splitting curve data real MT terhadap data sumur (posisi feed zone), 6. Apakah metode analisis diagram polar impedansi dan splitting curve data real MT efektif untuk mendeteksi struktur geologi bawah permukaan Lapangan Panas Bumi Wayang Windu bagian selatan. 1.3

Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Memperoleh respon bentuk atau pola diagram polar impedansi dan kurva MT dari berbagai model struktur hasil pemodelan forward 3D. 2. Mendapatkan distribusi keberadaan struktur bawah permukaan Lapangan Panas Bumi Wayang Windu bagian selatan dari analisis diagram polar impedansi dan splitting curve data real MT dengan mengacu pada hasil pemodelan forward 3D. 3. Mendapatkan hasil komparasi struktur bawah permukaan Lapangan Panas Bumi Wayang Windu bagian selatan dari analisis diagram polar impedansi dan splitting curve data real MT dengan keberadaan struktur geologi permukaan. 4. Mendapatkan hasil komparasi struktur bawah permukaan Lapangan Panas Bumi Wayang Windu bagian selatan dari analisis diagram polar impedansi dan splitting curve data real MT dengan keberadaan titik-titik hiposenter data MEQ. 5. Mendapatkan hasil komparasi struktur bawah permukaan Lapangan Panas Bumi Wayang Windu bagian selatan dari analisis diagram polar impedansi dan splitting curve data real MT dengan posisi feed zone dari data sumur. 6. Memperoleh hasil analisis efektivitas penerapan metode analisis diagram polar impedansi dan splitting curve data MT untuk mendeteksi struktur geologi bawah permukaan Lapangan Panas Bumi Wayang Windu bagian selatan.

Universitas Indonesia

Penerapan Metode ..., Okky Rizki Rohayat, FMIPA UI, 2017

5

7. Mendapatkan model 3-D MT Lapangan Panas Bumi Wayang Windu bagian selatan, lengkap dengan keberadaan struktur bawah permukaan hasil analisis diagram polar impedansi dan splitting curve data MT. 1.4

Batasan Masalah Penelitian Dalam studi ini penulis membatasi masalah penelitian pada:

1. Data MT Lapangan Panas Bumi Wayang Windu adalah menggunakan data dari PT. Star Energy dalam bentuk edi file. 2. Analisis diagram polar impedansi dan splitting curve data real MT serta pemodelan 1D dilakukan dengan software WinGlink. 3. Pemodelan forward 3D MT menggunakan software WinGlink. 4. Pemodelan

3D

inversi

menggunakan

software

MT3DINV-X

yang

dikembangkan PT. NewQuest Geotechnology. 5. Data penunjang untuk korelasi hasil penelitian adalah data geologi permukaan, data MEQ, dan data sumur (proyeksi, TOR (Top of Reservoir), dan feed zone). 6. Data MEQ merupakan data katalog kejadian gempa mikro tahun 2014. 7. Fokus penelitian adalah bagian selatan dari Lapangan Panas Bumi Wayang Windu. 8. Analisis efektivitas penerapan metode analisis diagram polar impedansi dan splitting curve data real MT untuk mendeteksi struktur geologi bawah permukaan hanya terbatas pada area penelitian ini yaitu Lapangan Panas Bumi Wayang Windu bagian Selatan. 9. Penulis juga membatasi istilah-istilah dalam penelitian ini, di antaranya adalah: a. Struktur pada pemodelan forward MT adalah struktur yang memisahkan dua atau lebih batuan yang berbeda resistivitasnya dan mengalami kontak vertikal. b. Struktur bawah permukaan hasil analisis diagram polar impedansi dan splitting curve adalah struktur resistivitas pada arah lateral (sama dengan struktur pada pemodelan forward) yang dalam tesis ini penulis menyebutnya struktur hasil interpretasi data MT. c. Struktur geologi pada studi ini adalah merujuk pada sesar atau patahan.

Universitas Indonesia

Penerapan Metode ..., Okky Rizki Rohayat, FMIPA UI, 2017

6

1.5

Metodologi Penelitian Secara umum metodologi penelitian yang dilakukan dalam studi ini meliputi:

1. Studi Pustaka Mempelajari literatur yang berhubungan dengan: a. Sistem panas bumi. b. Keadaan geologi dan pengembangan Lapangan Panas Bumi Wayang Windu. c. Prinsip dasar metode Magnetotellurik. d. Analisis diagram polar impedansi dan splitting curve untuk mendeteksi struktur bawah permukaan. e. Konsep dasar MEQ. f. Jurnal atau karya tulis hasil penelitian sebelumnya di Lapangan Panas Bumi Wayang Windu.

2. Pengolahan Data dan Analisis Pada tahap pengolahan data dalam penelitian ini, data diolah denga tahapan sebagai berikut: a. Membuat pemodelan forward untuk berbagai kondisi struktur bawah permukaan dan menganalisis respon kurva MT dari data sintetik tersebut tentang bagaimana pola diagram polar impedansi dan splitting curve yang terjadi. b. Melakukan validasi data MT (edi file) dan static shift correction. c. Mengidentifikasi ada tidaknya splitting curve setiap data real MT (edi file) Lapangan Panas Bumi Wayang Windu bagian selatan dan juga analisis bentuk diagram polar impedansi. d. Mengkorelasikan hasil analisis diagram polar impedansi dan splitting curve dari data real MT tersebut terhadap pola diagram polar impedansi dan splitting curve dari data sintetik MT hasil pemodelan forward, kemudian dilakukan analisis dan diperoleh struktur hasil interpretasi data MT dari area studi. e. Metode Magnetotellurik diterapkan inversi 1D dan 3D untuk menggambarkan zona resistivity bawah permukaan dan perluasan zona clay cap.

Universitas Indonesia

Penerapan Metode ..., Okky Rizki Rohayat, FMIPA UI, 2017

7

f. Mengkomparasikan hasil tahap d dan e di atas terhadap data struktur geologi permukaan, lalu dilakukan analisis. g. Mengkomparasikan hasil tahap d dan e di atas terhadap data MEQ yang meliputi distribusi titik-titik hiposenter. h. Mengkomparasikan hasil tahap d dan e di atas terhadap data sumur (posisi feed zone) kemudian dilakukan analisis. i. Membuat pemodelan 3D MT lengkap beserta keberadaan struktur bawah permukaan hasil analisis pada tahap d, e, f, g, dan h kemudian dilakukan interpretasi terintegrasi. j. Melakukan analisis efektivitas penerapan metode analisis diagram polar impedansi dan splitting curve data real MT untuk mendeteksi struktur geologi bawah permukaan Lapangan Panas Bumi Wayang Windu bagian Selatan. Keseluruhan tahapan tersebut diuraikan dalam diagram alir di bawah ini

Gambar 1. 3 Diagram Alir Penelitian

Universitas Indonesia

Penerapan Metode ..., Okky Rizki Rohayat, FMIPA UI, 2017

8

1.6

Sistematika Penulisan BAB 1 : Pendahuluan Pada bagian pendahuluan ini akan dibahas latar belakang, rumusan masalah,

dan tujuan dari penelitian, serta batasan masalah yang akan dikerjakan atau dianalisis dan manfaat dari penelitian. Sistematika penulisan juga disertakan pada bab ini. BAB 2 : Tinjauan Pustaka Merupakan tinjauan atas landasan teori yang mendukung dalam melakukan penelitian hingga analisis akan disertakan pada bagian ini. Teori dasar mengenai prinsip dasar metode Magnetotellurik, metode Microearthquake, dan hasil penelitian sebelumnya. BAB 3 : Pengolahan Data Pada bab ini akan diuraikan bagaimana data-data dalam penelitian ini diolah. Meliputi pengolahan pemodelan forward dan data MT Lapangan Panas Bumi Wayang Windu sebagai data utama danjuga pengolahan data-data pendukung. Data-data pendukung tersebut meliputi data geologi, data MEQ, dan data sumur. Pada bab ini juga akan dipaparkan kondisi geologi daerah panas bumi Wayang Windu. BAB 4 : Hasil dan Pembahasan Pada bagian ini akan dibahas mengenai hasil dari pemodelan forward MT beserta analisisnya dan hasil pengolahan analisis diagram polar impedansi dan splitting curve dari data real MT yang mengacu dari hasil analisis pemodelan forward 3D. Hasil pemodelan 1D dan 3D inversi data MT Lapangan Panas Bumi Wayang Windu lengkap dengan proyeksi sumur dan kedalman TOR (Top of Reservoir). Analisis perbandingan hasil inversi 1D dan 3D.

Universitas Indonesia

Penerapan Metode ..., Okky Rizki Rohayat, FMIPA UI, 2017

9

BAB 5 : Analisis Terintergrasi Pada bab ini akan dipaparkan analisis korelasi antara struktur hasil interpretasi data MT dengan struktur geologi permukaan, data MEQ, dan data sumur. Pembahasan tentang analisis efektivitas penerapan metode analisis diagram polar impedansi dan splitting curve data MT untuk mendeteksi keberadaan struktur geologi bawah permukaan Lapangan Panas Bumi Wayang Windu bagian Selatan juga dijelaskan secara lengkap pada bab ini. BAB 6 : Kesimpulan dan Saran Pada bab terakhir ini akan disampaikan beberapa kesimpulan dari penelitian beserta saran untuk penelitian lebih lanjut.

Universitas Indonesia

Penerapan Metode ..., Okky Rizki Rohayat, FMIPA UI, 2017

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Prinsip Dasar Metode Magnetotellurik Magnetotellurik

(MT)

merupakan

metode

eksplorasi

geofisika

elektromagnetik (EM) yang menggambarkan sifat listrik (distribusi resistivitas) dari lapisan bawah permukaan bumi (Naidu, 2012). Berdasarkan frekuensinya, sumber gelombang EM dibagi menjadi dua kelompok. Pada frekuensi tinggi atau lebih dari 1 Hz, sinyal dihasilkan oleh aktivitas kilat (lightning), sedangkan untuk frekuensi rendah atau di bawah 1 Hz disebabkan oleh interaksi antara solar wind dan medan magnet bumi (Turkoglu, 2009).

Gambar 2. 1 Solar Wind Merupakan Salah Satu Sumber Sinyal MT

Medan magnet primer (primary megnetic field), yang diperoleh dari kedua sumber gelombang MT, natural transmitter (TX), merambat hingga ke bumi dan menghasilkan arus listrik di lapisan bawah-permukaan (Gambar 2.2). Arus listrik tersebut kemudian menghasilkan medan magnet sekunder (secondary magnetic field). Total medan magnet yang terukur pada receiver (RX) merupakan gabungan dari medan magnet primer dan sekunder (Unsworth, 2016).

Gambar 2. 2 Ilustrasi Proses Induksi di Bawah Permukaan Bumi (Unsworth, 2016)

10

Universitas Indonesia

Penerapan Metode ..., Okky Rizki Rohayat, FMIPA UI, 2017

11

Metode MT bergantung pada penetrasi e n e r g i EM yang masuk kedalam bumi (Green, 2003). Gelombang EM dan konduktivitas batuan bumi itu sendiri nantinya akan berpengaruh terhadap penetrasi (Simpson dan Bahr, 2005). Oleh karena frekuensi bumi yang akan direkam sangat kecil, maka alat yang digunakan dibuat agar memiliki spesifikasi yang sama, yakni frekuensi yang kecil, metode MT memiliki penetrasi yang sangat dalam, bisa mencapai lebih dari 3 km. semakin kecil frekuensi alat yang digunakan, maka akan semakin dalam penetrasi yang dapat diperoleh (Simpson dan Bahr, 2005), namun konsekuensinya adalah proses perekaman data menjadi semakin lama. Kedalaman penetrasi dapat diperkirakan dengan menggunakan besaran skin depth (Naidu, 2012). Adapun skin depth (penetrasi) dalam metode Magnetotellurik memenuhi persamaan berikut ini: 2𝜌

𝜌

𝛿 = √𝜔𝜇 ≅ 0.503 √𝑓 (𝑘𝑚)

(2.5)

Konsep gelombang elektromagnetik yang mendasari metode MT ini adalah konsep persamaan Maxwell, khususnya dalam persamaan Hukum Ampere dan persamaan Hukum Faraday (Simpson dan Bahr, 2005). ⃗ = 𝜇𝜎𝐸 ∇×𝐵

(2.6)



𝜕𝐵 ∇×𝐸⃗ = − 𝜕𝑡

(2.7)

Persamaaan 2.6 adalah persamaan hukum Ampere, persamaan 2.7 merupakan persamaan hukum Faraday, persamaan 2.8 adalah impedansi, dan persamaan 2.9 adalah nilai resistivitas semu. Persamaan hukum ampere bermakna bahwa arus elektrik pada loop tertutup akan berasosiasi dengan medan magnet dimana besarnya medan magnet tersebut tegak lurus terhadap total aliran arus. Sementara itu, persamaan hukum Faraday bermakna bahwa variasi medan magnetic akan menginduksi munculnya arus listrik (Simpson dan Bahr, 2005). Gelombang elektromagnetik merambat ke dalam lapisan bumi memiliki vektor gelombang medan magnet dan listrik yang saling tegak lurus satu sama lain. Sehingga, terdapat nilai rasio antara intensitas medan listrik dan medan magnet Universitas Indonesia

Penerapan Metode ..., Okky Rizki Rohayat, FMIPA UI, 2017

12

yang disebut sebagai impedansi (Z). Impedansi (Z) adalah ukuran karakteristik dari sifat EM dari medium/lapisan di bawah permukaan dan merupakan dasar fungsi respon MT (Naidu, 2012). Untuk gelombang bidang, maka nilai Z ditentukan dengan persamaan: 𝐸

𝑍 = 𝐻𝑥

(2.8)

𝑦

Dari persamaan tersebut dapat diturunkan rumus untuk nilai resistivitas (ρ) semu (rho apparent) sebagai berikut: 1

𝜌(𝑍) = 𝜔𝜇 |𝑍|2

(2.9)

𝑜

𝑇

𝜌(𝑍) = 2𝜔𝜇 |𝑍|2

(2.10)

𝑜

dimana T adalah periode (Naidu, 2012). Dengan sistem satua EM, maka diperoleh persamaan sebagai berikut (Naidu, 2012): 𝜌(𝑍) = 0,2 𝑇|𝑍|2

(2.10a)

dimana 𝜌 = resistivitas (Ωm) T = periode (s) Ex = medan listrik horisontal (mv/km) Hy = medan magnet yang tegak lurus terhadap arah horizontal (gamma). Dan fase dari Zxy, adalah 𝜑 = tan

2.1.1

−1

𝐸 (𝑖𝑚𝑎𝑔.| 𝑥 |) 𝐻𝑦 𝐸𝑥 (𝑟𝑒𝑎𝑙| |) 𝐻𝑦

(2.11)

Tensor Impedansi dan Rotasinya Tensor impedansi dijelaskan sebagai hubungan antara medan listrik dan

medan magnetik. Dalam bentuk matriks dirumuskan sebagai berikut

Universitas Indonesia

Penerapan Metode ..., Okky Rizki Rohayat, FMIPA UI, 2017

13

𝑍𝑥𝑥 𝐸𝑥 (𝐸 ) = ( 𝑍𝑦𝑥 𝑦

𝑍𝑥𝑦 𝐻𝑥 )( ) 𝑍𝑦𝑦 𝐻𝑦

(2.12)

Atau spektrum medan listrik dan magnet terkait secara linear sebagai berikut 𝐸𝑥 (𝜔) = 𝑍𝑥𝑥 (𝜔)𝐻𝑥 (𝜔) + 𝑍𝑥𝑦 (𝜔)𝐻𝑦 (𝜔)

(2.13a)

𝐸𝑦 (𝜔) = 𝑍𝑦𝑥 (𝜔)𝐻𝑥 (𝜔) + 𝑍𝑦𝑦 (𝜔)𝐻𝑦 (𝜔)

(2.13b)

⃗𝑬 = 𝒁 ̂ ⃗𝑯 ⃗⃗ atau ⃗𝑯 ⃗⃗ = 𝒁 ̂ −𝟏 ⃗𝑬

(2.14)

Dimana 𝑍𝑥𝑦 dan 𝑍𝑦𝑥 adalah impedansi utama, 𝑍𝑥𝑥 dan 𝑍𝑦𝑦 adalah ̂ −𝟏 adalah invers dari tensor impedansi 𝒁 ̂. impedansi diagonal (Reddy et al., 1977). 𝒁 Kita dapat uji hipotesis pada bumi berlapis, pertama dengan melakukan pengukuran pada koordinat berbeda –(𝑥, 𝑦) dan (𝑥 ′ , 𝑦 ′ )- dan membandingkan elemen-elemen tensor impedansi -𝑍 dan 𝑍′. Atau yang kedua, dengan menerapkan rotasi matematis terhadap tensor impedansi yang diperkirakan dari data yang diukur pada kerangka koordinat tetap. Secara teori, kita dapat mensimulasikan pengaturan pengukuran dengan sensor yang berorientasi ke segala arah, θ, (Gambar 2.3), melalui rotasi matematis yang melibatkan perkalian matriks medan listrik dan magnet hasil pengukuran (atau tensor impedansi) dengan matriks rotasi 𝑅(𝜃).

Gambar 2. 3 Kerangka Referensi Rotasi Tensor Impedansi

𝑍 ′ (𝜔) = 𝑅(𝜃)𝑍(𝜔)𝑅(𝜃)𝑇 = 𝑅𝑍𝑅 𝑇

(2.15)

Universitas Indonesia

Penerapan Metode ..., Okky Rizki Rohayat, FMIPA UI, 2017

14

cos 𝜃 −sin 𝜃

Dimana 𝑅(𝜃) = (

sin 𝜃 ) adalah operator matriks rotasi dan 𝑅 𝑇 adalah 𝑐𝑜𝑠𝜃

matriks transpose dari R. cos 𝜃 sin 𝜃

𝑅𝑇 = (

−sin 𝜃 ) 𝑐𝑜𝑠𝜃

𝐸 ′ = 𝑍′𝐻′

(2.16)

Dan elemen-elemennya adalah 𝑍′𝑥𝑥 = 𝑍𝑥𝑥 cos2 𝜃 + (𝑍𝑥𝑦 + 𝑍𝑦𝑥 ) sin 𝜃 cos 𝜃 +𝑍𝑦𝑦 sin2 𝜃

(2.17a)

𝑍′𝑥𝑦 = 𝑍𝑥𝑦 cos2 𝜃 + (𝑍𝑦𝑦 − 𝑍𝑥𝑥 ) sin 𝜃 cos 𝜃 −𝑍𝑦𝑥 sin2 𝜃

(2.17b)

𝑍′𝑦𝑥 = 𝑍𝑦𝑥 cos2 𝜃 + (𝑍𝑦𝑦 − 𝑍𝑥𝑥 ) sin 𝜃 cos 𝜃 −𝑍𝑥𝑦 sin2 𝜃

(2.17c)

𝑍′𝑦𝑦 = 𝑍𝑦𝑦 cos2 𝜃 − (𝑍𝑥𝑦 + 𝑍𝑦𝑥 ) sin 𝜃 cos 𝜃 +𝑍𝑥𝑥 sin2 𝜃

(2.17d)

Ketergantungan dari tensor impedansi pada arah sumbu koordinat x, y dapat ditampilkan dengan diagram polar (Berdichevisky, 1968; Berdichevisky et al., 1989). Plot polar impedansi memberikan ukuran untuk dimensi (dimensionalitas) data MT. Plot polar menunjukkan modulus komponen tensor impedansi sebagai fungsi dari sudut rotasi θ (0 <θ <2π) pada frekuensi yang berbeda. 𝑍′𝑥𝑦 = 𝑍𝑥𝑦 cos2 𝜃 + (𝑍𝑦𝑦 − 𝑍𝑥𝑥 ) sin 𝜃 cos 𝜃 −𝑍𝑦𝑥 sin2 𝜃 𝑍′𝑥𝑥 = 𝑍𝑥𝑥 cos2 𝜃 + (𝑍𝑥𝑦 + 𝑍𝑦𝑥 ) sin 𝜃 cos 𝜃 +𝑍𝑦𝑦 sin2 𝜃 Analisis bentuk plot polar memberikan informasi tentang tingkat distorsi 3D dan / atau noise yang mungkin terjadi dalam data. Elemen impedansi diagonal, yang kita coba untuk meminimalkan, dinormalisasi sehubungan dengan impedansi utama. Untuk struktur geoelektrik 1D, diagram polar impedansi utama berbentuk lingkaran. Dimana 𝑍𝑥𝑥 = 𝑍𝑦𝑦 = 0 dan 𝑍𝑥𝑦 = −𝑍𝑦𝑥 untuk model isotropic satu dimensi (Cagniard, 1953).

Universitas Indonesia

Penerapan Metode ..., Okky Rizki Rohayat, FMIPA UI, 2017

15

Untuk struktur 2D atau 3D, bentuk diagram polar impedansi memanjang ke arah yang sejajar atau tegak lurus terhadap struktur, tergantung pada posisi titik pengukuran terhadap keberadaan diskontinuitas (Reddy et al., 1977). 2.1.2

Teknologi Pencitraan MT untuk Mendeteksi Struktur Geologi Bawah Permukaan Prinsip dasar Teknologi Pencitraan MT adalah bahwa patahan di bawah

permukaan dapat terindikasi oleh adanya kontras resistivitas karena fluida konduktif mengisi zona patahan atau adanya formasi yang berbeda dengan beda nilai resistivitas (Daud et al., 2015). Daud et al. (2015) juga menambahkan bahwa kontras resistivitas menyebabkan pembelahan kurva MT (MT splitting curve) dan polarisasi impedansi (impedance polarization). Teknologi pencitraan MT untuk mendeteksi struktur di bawah permukaan dikembangkan dari forward modelling 2-D dan 3-D (Daud et al., 2015). Splitting pada kurva MT terjadi pada rentang frekuensi tertentu yang terjadi karena adanya kontak secara vertikal di bawah permukaan antara dua lapisan batuan yang berbeda nilai resistivitasnya (Daud et al., 2015). Gambar 2.4 dan Gambar 2.5 menunjukkan bahwa hasil forward modelling yang dilakukan oleh Daud et al. (2015) menunjukkan adanya MT Splitting curve dan impedance polarization yang disebabkan karena adanya kontak secara vertikal antara dua lapisan batuan yang berbeda resistivitasnya. Dalam penelitian yang dilakukan Daud et al. (2015) digunakan nilai beda resistivitas sebesar 300 Ωm dan 10 Ωm (gambar 2.4).

Universitas Indonesia

Penerapan Metode ..., Okky Rizki Rohayat, FMIPA UI, 2017

16

Gambar 2. 4 Hasil Forward Modelling untuk Melihat Efek Struktur yang Kontak Secara Vertikal pada Kurva MT (Daud et al., 2015)

Gambar 2. 5 Hasil Forward Modelling untuk Melihat Perubahan Diagram Polar yang Disebabkan oleh Adanya Kontak Secara Vertikal (Daud et al., 2015)

Teknologi pencitraan MT ini juga telah diuji oleh Daud et al. (2015) dengan data MT real dari lapangan panas bumi Muara Laboh, Sumatera Barat, Indonesia dengan hasil yang cukup signifikan (Gambar 2.6). Pengujian teknologi ini juga telah dicocokkan dengan data sumur, dimana keberadaan feed zone mengkonfirmasi dengan baik hasil teknologi pencitraan MT (Daud et al., 2015).

Universitas Indonesia

Penerapan Metode ..., Okky Rizki Rohayat, FMIPA UI, 2017

17

Gambar 2. 6 (A) Peta stasiun MT untuk analisis Diagram polar impedansi. Garis W-E adalah garis untuk analisis MT Splitting curve dan penampang melintang distribusi hasil dari inversi 3D data MT. (B) Diagram polar impedansi dari 16 data MT pada frekuensi 10 Hz. (C) MT splitting curve untuk line W-E. (D) Distribusi nilai resistivitas untuk line W-E hasil inversi 3-D data MT. (Daud et al., 2015)

Dari Gambar 2.6 di atas menunjukkan bahwa keberadaan struktur geologi di bawah permukaan dapat digambarkan dengan baik oleh diagram polar. Daud et al. (2015) menambahkan bahwa antara patahan 1 dan 2, diagram polar menunjukkan arah elongasi tegak lurus terhadap struktur, sementara sisi lainnya arah elongasi diagram polar sejajar terhadap struktur, ini menunjukkan bahwa zona antara dua patahan tersebut lebih resistif dibanding sisi lain dari patahan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Reddy et. al. (1977) bahwa elongasi atau perpanjangan diagram polar impedansi adalah tegak lurus atau sejajar terhadap struktur. Dari Gambar 2.6 juga terlihat bahwa menunjukkan adanya splitting pada kurva MT. Dimana kurva MT dari titik stasiun MT-02 dan MT-03 yang lebih dekat dengan struktur akan splitting lebih kuat, sementara kurva MT dari titik yang lain (relatif jauh dari struktur) mengalami splitting pada frekuensi rendah (Daud et al., 2015).

Universitas Indonesia

Penerapan Metode ..., Okky Rizki Rohayat, FMIPA UI, 2017

18

2.1.3

Inversi 3-Dimensi Pada data MT, ada beberapa masalah yang dihadapi ketika menggunakan

pendekatan

inversi

mengasumsikan

arah

2-D

untuk

strike.

merepresentasikan

Berdasarkan

bumi

penelitian

3D,

sebelumnya,

seperti dapat

diindikasikan jika struktur 3-D, dilakukan dengan inversi 2-D, mengandung kesalahan (error) pada proses interpretasi (Siripunvaraporn, 2005). Dalam penelitian kali ini, inversi 3-D dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak MT3Dinv-X , perangkat lunak ini menggunakan algoritma data space Occam’s Inversion (Daud, et al., 2015) 2.2

Metode Microearthquake Karakteristik sinyal gempa mikro biasanya impulsif dengan perbedaan

antara waktu tiba gelombang P dan S yang sangat kecil, yaitu kurang dari 2 detik. Microearthquake adalah gempa yang memiliki besaran antara 0 s.d. 2 Skala Richter (< 3 SR), Hagiwara (1964) dalam Lee dan Stewart (1981) membagi gempa menurut magnitude-nya menjadi 6 bagian. Tabel 2. 1 Klasifikasi Gempa Berdasarkan Magnitude-nya (Hagiwara, 1964 dalam Lee dan Stewart, 1981)

Magnitude (M)

Klasifikasi

M ≥ 8 SR

Great Earthquake

7 SR ≤ M < 8 SR

Major or Large Earthquake

5 SR ≤ M < 7 SR

Moderate Earthquake

3 SR ≤ M < 5 SR

Small Earthquake

1 SR ≤ M < 3 SR

Microearthquake

M < 1 SR

Ultra Microearthquake

Microearthquake dapat ditimbulkan oleh aktivitas vulkanik dan tektonik didalam bumi, berupa (Sofyan, 2006): 1. Gaya tekan pada batuan yang dapat menimbulkan retakan- retakan serta penyesaran. 2. Perubahan temperatur dan tekanan pada temperatur dan tekanan yang tinggi dapat mengakibatkan shear modulus batuan.

Universitas Indonesia

Penerapan Metode ..., Okky Rizki Rohayat, FMIPA UI, 2017

19

3. Proses kimiawi yang mendorong terjadinya perubahan sifat material batuan. Lebih lanjut, Sofyan (2006) menjelaskan bahwa dalam monitoring reservoir geotermal, microearthquake biasanya sangat dipengaruhi oleh adanya proses reinjeksi fluida ke dalam reservoir. Proses reinjeksi inilah yang memberikan tekanan yang dapat menimbulkan gempa. 2.3

Hasil Penelitian Sebelumnya untuk Daerah Penelitian Penelitian ini akan di lakukan di Lapangan Panas Bumi Wayang Windu

yang terletak sekitar 40 km di sebelah selatan Bandung, ibu kota propinsi Jawa Barat, Indonesia dan berada pada elevasi antara 1500-2100 m di atas permukaan laut. Lapangan Panas Bumi Wayang Windu ini berasosiasi dengan gunung berapi andesit besar tipe strato yaitu Gunung Malabar di sebelah utara dan gunung berapi andesit Gunung Wayang dan Gunung Windu memanjang ke arah selatan (Bogie et al., 2008).

Gambar 2. 7 Lokasi Sumur Panas Bumi, Manifestasi Hidrotermal, Puncak Gunung Berapi, Kaldera dan Sektor Runtuh di Lapangan Panas Bumi Wayang Windu Sehubungan Dengan Base Of Conductor (Bogie et. al., 2008)

Gambar 2.7 menunjukkan bahwa aktivitas hidrotermal di Lapangan Panas Bumi Wayang Windu bagian Selatan lebih banyak di dekat pusat vulkanik kecil Universitas Indonesia

Penerapan Metode ..., Okky Rizki Rohayat, FMIPA UI, 2017

20

Gunung Windu dan Wayang (Bogie et. al., 2008). Daerah termal Wayang terletak di dalam keruntuhan sektor, dengan puncak G. Wayang saat ini yang merupakan bagian timur dari pusat vulkanik yang jauh lebih besar, yang semula terletak di sebelah barat sepanjang sumbu pelurusan pusat vulkanik kecil lainnya (Bogie et. al., 2008). Bogie et. al (2008) menggambarkan struktur geologi dari data sumur Lapangan Panas Bumi Wayang Windu sebagai berikut.

Gambar 2. 8 Penampang Melintang Selatan-Utara (A-B) Lapangan Panas Bumi Wayang Windu Menunjukkan Arah Sumur, Satuan Geologi, dan Kedalaman Ditemukannya Epidote (Bogie et. al., 2008)

Struktur geologi pada zona bagian selatan Lapangan Panas Bumi Wayang Windu memiliki kemiringan yang tajam (>80o) dan arah dominan struktur 30-40o dan 330-340o (Bogie et.al., 2008). Bogie et. al. (2008) juga menjelaskan hasil dating batuan yang diambil dari pusat vulkanik gunung-gunung bagian selatan Lapangan Panas Bumi Wayang Windu. Gunung Bedhil berumur 0,19 juta tahun yang lalu, dan Gunung Windu, yang merupakan gunung api paling selatan berumur 0,1 juta tahun yang lalu (Bogie et.al., 2008). Sementara itu Gunung Wayang yang berada di antara Gunung Bedhil dan Gunung Windu, mematahkan tren bahwa semakin ke selatan berumur semakin muda (Bogie et.al., 2008). Hasil dating menunjukkan bahwa Gunung Wayang

Universitas Indonesia

Penerapan Metode ..., Okky Rizki Rohayat, FMIPA UI, 2017

21

berumur 0,49 juta tahun yang lalu (Bogie et.al., 2008). Hal ini terjadi karena pusat Gunung Api Wayang telah mengalami keruntuhan dan mungkin sampel yang diambil dari pusat erupsi tersebut terambil dari bagian yang jauh lebih tua dari lapisan vulkanik (Bogie et.al., 2008).

Universitas Indonesia

Penerapan Metode ..., Okky Rizki Rohayat, FMIPA UI, 2017

BAB 3 PENGOLAHAN DATA

3.1

Pemodelan Forward 3D Dalam penelitian ini, pemodelan forward 3D dibuat dengan menggunakan

software WinGlink. Langkah awal dalam pemodelan forward adalah membuat mesh grid titik pengukuran MT. Penentuan titik-titik ini memperhitungan berapa luasan area of interest yang akan dibuat dalam pemodelan. Dalam penelitian ini penulis membuat area of interest dalam pemodelan forward adalah 7000 m × 7000 m dengan jumlah stasiun MT sebanyak 64 titik, 6000 m × 6000 m dengan jumlah stasiun MT sebanyak 49 titik, dan 4000 m × 4000 m dengan jumlah stasiun MT sebanyak 25 titik. Jarak antar titik MT adalah 1 Km dan kedalaman model adalah 3000 m.

Gambar 3. 1 Contoh Mesh Grid Tampak Atas untuk Area of Interest 7000 m X 7000 m

Pemodelan forward ini bertujuan untuk mengetahui respon kurva MT dan diagram polar impedansi dari data sintetik (forward) berbagai model struktur batuan dan dimensionalitasnya. Dimensionalitas struktur dalam pemodelan ini akan menyebabkan efek distorsi pada bentuk diagram polar impedansi. Pada tahap pertama, peneliti membuat model struktur 1D, 2D, dan 3D dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana bentuk diagram polar impedansi yang 22

Universitas Indonesia

Penerapan Metode ..., Okky Rizki Rohayat, FMIPA UI, 2017

23

terbentuk dari setiap model dan apa yang menyebabkan bentuk tersebut. Lalu, setelah model dibuat, penulis membuat diagram polar impedansi dengan software Matlab versi R2015a. Pembuatan diagram polar ini menggunakan rumus tensor impedansi yang telah diuraikan pada BAB 2, yaitu sebagai berikut: 𝑍′𝑥𝑦 = 𝑍𝑥𝑦 cos2 𝜃 + (𝑍𝑦𝑦 − 𝑍𝑥𝑥 ) sin 𝜃 cos 𝜃 −𝑍𝑦𝑥 sin2 𝜃 𝑍′𝑥𝑥 = 𝑍𝑥𝑥 cos2 𝜃 + (𝑍𝑥𝑦 + 𝑍𝑦𝑥 ) sin 𝜃 cos 𝜃 +𝑍𝑦𝑦 sin2 𝜃 Diagram polar impedansi dibuat dengan mengambil komponen real dari impedansi 𝑍𝑥𝑥 , 𝑍𝑥𝑦 , 𝑍𝑦𝑥 , dan 𝑍𝑦𝑦 dari data sintetik hasil pemodelan forward pada frekuensi tertentu. Penulis mengambil nilai impedansi pada frekuensi 0,01 Hz karena frekuensi rendah lebih sensitif untuk semua model. Lalu parameterparameter tersebut dimasukkan dalam script Matlab yang telah dibuat oleh penulis untuk menghasilkan diagram polar untuk masing-masing model. Hasil plot impedansi utama (𝑍′𝑥𝑦 ) adalah diagram berwarna biru, sedangkan hasil plot impedansi diagonal (𝑍′𝑥𝑥 ) adalah diagram berwarna merah (Gambar 3.2).

Gambar 3. 2 Hasil Plot Diagram Polar Impedansi dengan Matlab

Pada tahap kedua, penulis membuat pemodelan berbagai kondisi struktur untuk mengetahui bagaimana respon diagram polar impedansi dan splitting curve yang terjadi. Pemodelan berbagai kondisi struktur ini meliputi:

Universitas Indonesia

Penerapan Metode ..., Okky Rizki Rohayat, FMIPA UI, 2017

24

1. Model Forward: Beda Dua Nilai Resistivitas Kecil 2. Model Forward: Beda Tiga Nilai Resistivitas 3. Model Forward: Pengaruh Kemiringan 4. Model Forward: Bentuk Graben 5. Model Forward: Pengaruh Topografi 6. Model Forward: Panas Bumi

3.2

Pengolahan Data MT Daerah Wayang Windu bagian selatan adalah fokus dalam penelitian ini.

Terdapat 51 data MT dalam bentuk edi file yang digunakan. Distribusi 51 data MT tersebut seperti ditunjukkan pada Gambar 3.3.

Gambar 3. 3 Peta Persebaran Stasiun MT pada Daerah Penelitian

3.2.1

Validasi Data MT Tahap awal sebelum pengolahan data MT adalah melakukan validasi

terhadap 51 data MT yang akan digunakan dalam penelitian. Validasi ini dilakukan dengan menilai kemulusan trend kurva, ada tidaknya split yang tidak mulus dan error bar besar. Hasil validasi ditunjukkan pada Tabel 3.1 di bawah ini.

Universitas Indonesia

Penerapan Metode ..., Okky Rizki Rohayat, FMIPA UI, 2017

25

Tabel 3.1 Hasil Validasi 51 Data MT yang Digunakan dalam Penelitian

No.

Kualitas

Kriteria

Jumlah Data

1

Excellent

Kurva mulus dan tidak ada error bar

4

2

Good

Kurva mulus, error bar kecil

37

3

Fair

Ada tren, tapi error bar besar

10

4

Bad

Tidak ada tren dan error bar sangat besar

0

Dari Tabel 3.1 menunjukkan bahwa terdapat 10 data dengan kualitas fair. Kesepuluh data dengan kulitas fair tersebut diuraikan seperti pada Gambar 3.4. Sehubungan dengan kesepuluh data dengan kualitas fair yang diuraikan pada Gambar 3.4, penulis telah menyampaikan kepada PT. Star Energy supaya diizinkan untuk memperbaiki kesepuluh data tersebut dengan melakukan pengolahan ulang dari data time series. Namun, karena ada beberapa hal terkait aturan di internal perusahaan, data time series untuk kesepuluh data tersebut tidak bisa keluar dari perusahaan. Sehingga, kesepuluh data tersebut tetap dapat digunakan dalam penelitian ini, karena trend utama kurva-kurva tersebut pada frekuensi 100 Hz hingga kurang lebih 0,1 Hz masih dapat digunakan untuk studi ini.

Universitas Indonesia

Penerapan Metode ..., Okky Rizki Rohayat, FMIPA UI, 2017

26

Gambar 3. 4 Sepuluh Data MT dengan Kualitas Fair

Universitas Indonesia

Penerapan Metode ..., Okky Rizki Rohayat, FMIPA UI, 2017

27

3.2.2

Koreksi Static Shift Adanya heterogenitas di dekat permukaan dan topografi yang tidak rata

menyebabkan data MT mengalami shifting atau pergeseran. Oleh karena itu data MT harus dikoreksi terlebih dahulu untuk menghilangkan efek tersebut. Ada dua metode untuk melakukan koreksi static shift pada data MT, yaitu dengan data TDEM, teknik Averaging (statistical), dan koreksi long-period berdasarkan asumsi struktur dalam (Simpson dan Bahr, 2005). Dalam penelitian ini, dipilih metode koreksi static shift dengan data TDEM (Time Domain Electromagnetic). Koreksi static shift ini pada prinsipnya adalah menghimpitkan kurva MT terhadap kurva TDEM. Dalam penelitian ini, koreksi dilakukan dengan software WinGlink. Gambar 3.5 berikut adalah tampilan salah satu kurva MT (WW66a) sebelum dan setelah dilakukan koreksi static shift terhadap data TDEM.

Gambar 3. 5 (a) Kurva MT WW66a Sebelum Dikoreksi Static Shift. (b) Kurva MT WW66a Setelah Dikoreksi Static Shift

3.2.3

Deteksi Struktur dengan Analisis Diagram Polar Impedansi dan Splitting Curve Tujuan utama dalam studi ini adalah untuk menerapkan metode analisis

diagram polar impedansi dan splitting curve data MT untuk mendeteksi struktur geologi bawah permukaan Lapangan Panas Bumi Wayang Windu. Selain itu, juga untuk mengetahui efektivitas penerapan metode ini. Analisis diagram polar impedansi dan splitting curve adalah mengacu pada hasil pemodelan forward.

Universitas Indonesia

Penerapan Metode ..., Okky Rizki Rohayat, FMIPA UI, 2017

28

Hasil dari analisis ini (Gambar 4.20) adalah peta distribusi keberadaan struktur hasil interpretasi data MT yang kemudian akan dikomparasi dengan data pendukung (data geologi, data MEQ, dan data sumur) apakah struktur tersebut merupakan struktur geologi atau bukan. 3.2.4

Inversi 1D dan 3D Inversi 1D diterapkan pada penelitian ini untuk mengetahui distribusi

resistivitas dalam arah vertikal. Inversi 1D ini juga diterapkan sebagai pembanding terhadap hasil inversi 3D. Prinsip dari inversi 1D adalah dengan mengasumsikan bahwa variasi resistivitas lapisan bumi hanya terjadi pada arah vertikal atau hanya bergantung pada kedalaman. Solusi dari permasalahan tersebut diperoleh dengan asumsi bahwa medan elektromagnet selalu ortogonal terhadap medan magnet dan merambat sejajar terhadap permukaan bumi dalam arah osilasi yang konstan (Naidu, 2012). Hasil dari inversi 1D ini juga dicocokkan dengan data sumur untuk mengetahui apakah model 1D ini reliabel sesuai dengan kondisi di bawah permukaan. Inversi 1D dalam penelitian ini diterapkan pada mode invariant atau average. Mode ini dipilih karena agar hasil inversi tidak terpengaruh oleh adanya perubahan dalam interpretasi struktur. Inversi 1D dalam penelitian menggunakan model inversi Occam dan rotasi yang dipilih adalah rotasi terhadap PAxis. Inversi 3D juga diterapkan pada penelitian ini. Sebab, pada kenyataannya bahwa variasi resistivitas lapisan bumi tidak hanya pada arah vertikal (Z). Tetapi, variasi juga terjadi pada arah lateral (X dan Y). Oleh karena itu, inversi 3D perlu diterapkan untuk membuat model sistem panas bumi yang menggambarkan kondisi yang sesuai atau mendekati kondisi yang sebenarnya. Penampang sayatan inversi 3D ini juga digunakan untuk menggambarkan model sistem panas bumi lapangan Wayang Windu bagian selatan yang dilengkapi dengan hasil interpretasi struktur dari analisis splitting curve dan diagram polar impedansi.

Universitas Indonesia

Penerapan Metode ..., Okky Rizki Rohayat, FMIPA UI, 2017

29

Inversi 3D pada penelitian ini menggunakan software MT3DINV-X yang dikembangkan oleh PT. NewQuest Geotechnology. Dengan parameter yang diinput dalam software adalah seperti pada Tabel 3.2 di bawah ini. Tabel 3.2 Parameter yang Diinput dalam Pemrosesan Inversi 3D MT

Mesh Grid Parameter Block Size (x, y, z)

500 m, 500 m, 10 m

Padding Factor (x, y, z)

1.5, 1.5, 1.5

Total Number of Model Blocks

M= 36 × 38 × 22 = 30,096

Initial Model

100 Ohm-m homogeneous half-space Data Input

Number of Station

51 Stations Zxx.real, Zxx.imag, Zxy.real, Zxy.imag,

Impedance Tensor

Zyx.real, Zyx.imag, Zyy.real, Zyy.imag (8 response)

Number of Periodes / Frequency Ranges

8 periodes / 320 – 0.01 Hz

Error Floor (Zxy-Zyx / Zxx-Zyy)

5% / 5%

Total Number of Data

N= 51 × 8 × 8 = 1,984

Setelah parameter-parameter disetting seperti pada Tabel 3.2 di atas, maka proses inversi dijalankan sampai pada iterasi tertentu. Pada penelitian ini iterasi dilakukan sampai pada model ke-50 atau iterasi ke-49. Hasil inversi yang diperoleh memiliki RMS error 7,8849 s.d. 8,9054 dari 49 iterasi, dan dipilih iterasi ke-27 yang memiliki RMS error 8,0862. 3.3

Peta Geologi Daerah Wayang Windu Bagian Selatan Data geologi permukaan pada penelitian ini sifatnya adalah sebagai data

pendukung. Yang mana data ini berfungsi sebagai uji kecocokan struktur hasil interpretasi data MT dengan struktur geologi yang ada di permukaan. Penulis tidak melakukan sendiri interpretasi data geologi permukaan daerah panas bumi Wayang Windu bagian selatan. Penulis hanya menggambar ulang dan sedikit memodifikasi peta geologi yang bersumber dari Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi (PSDG) (Alzwar, M., Akbar, N., dan Bachri, S., 1992). Penulis menggambar ulang dan memodifikasi peta geologi tersebut dengan Universitas Indonesia

Penerapan Metode ..., Okky Rizki Rohayat, FMIPA UI, 2017

30

menggunakan software Surfer 13 seperti pada Gambar 3.6 (a). Modifikasi juga dilakukan pada distribusi struktur geologi yang mangacu pada data struktur geologi yang diperoleh dari PT. Star Energy (Gambar 3.6 (b)).

(a)

(b) Gambar 3. 6 (a) Peta Geologi Daerah "W" Bagian Selatan yang Bersumber dari PSDG. (b) Peta Geologi Daerah Wayang Windu Bagian Selatan dengan Modifikasi Struktur Geologi Berdasarkan Data yang Diberikan oleh PT Star Energy

Universitas Indonesia

Penerapan Metode ..., Okky Rizki Rohayat, FMIPA UI, 2017

31

Pada Gambar 3.6 menunjukkan bahwa di daerah panas bumi Wayang Windu bagian selatan, arah struktur dominan ke arah baratdaya – timurlaut dan tenggara – baratlaut. Ditinjau dari umur formasi batuan yang ada di daerah penelitian adalah formasi batuan kuarter, sama dengan umur batuan pada area panas bumi pada umumnya di Indonesia. Formasi paling muda adalah formasi Gunung Wayang-Windu yang mana merupakan batuan eflata dan lava aliran yang tersusun atas andesit basalan. Sementara itu formasi paling tua yang tersingkap adalah formasi andesit Waringin-Bedil, Malabar Tua yang merupakan batuan reservoir jika merujuk pada Gambar 2.8 dari hasil penelitian Bogie (2008). Pada Gambar 3.6, garis putus-putus berwarna biru menunjukkan bekas kaldera gunung Waringin-Bedil, Malabar Tua. Sehingga, dari peta geologi ini dapat diinterpretasikan bahwa heat source pada sistem panas bumi Wayang Windu bagian selatan ini berada di dalam kaldera. Interpretasi ini diperjelas lagi oleh garis putus-putus berwarna hijau yang menunjukkan sektor collapse, sebelah selatan adalah sektor collapse Gunung Windu dan sebelah utara adalah sektor collapse Gunung Wayang. Adanya sektor collapse ini mengindikasikan bahwa keberadaan heat source pada sistem panas bumi Wayang Windu bagian selatan adalah di bawah Gunung Windu agak ke arah barat dan di sebelah barat Gunung Wayang. Terdapat manifestasi berupa fumarol di sebelah barat Gunung Windu di dalam sektor collapsenya yang dapat diasosiasikan dengan keberadaan zona upflow di sekitar area itu. Pada Gambar 3.6 (b) menunjukkan penggambaran struktur geologi (sesar atau patahan) lebih jelas dan detail mengacu pada data yang diberikan dari PT. Star Energy. Data struktur geologi ini adalah data yang sudah best fit hasil dari penggabungan beberapa metode, yaitu pencitraan satelit, survei langsung, Fault Fracture Density (FFD), dan Bore Hole Image. Untuk selanjutnya penulis menggunakan Gambar 3.6 (b) sebagai acuan untuk dikomparasikan dengan struktur hasil interpretasi data MT.

Universitas Indonesia

Penerapan Metode ..., Okky Rizki Rohayat, FMIPA UI, 2017

32

3.4

Data MEQ dan Data Sumur Data gempa mikro yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data

hasil processing rekaman (data katalog) gempa mikro tahun 2014 (Bulan JanuariBulan Oktober). Pada tahap ini penulis hanya mengeplot data posisi hiposenter yang terjadi pada Lapangan Panas Bumi Wayang Windu bagian selatan. Terdapat 163 event MEQ yang terjadi pada area fokus penelitian.

Gambar 3. 7 Persebaran Titik-titik Hiposenter (titik-titik hitam) Microearthquake Periode JanuariOktober 2014

Data sumur yang terdiri dari data proyeksi, posisi TOR (Top of Reservoir) dan feed zone diolah menggunakan Microsoft Excel 2016. Gambar 3.8 di bawah ini, menunjukkan bahwa terdapat 10 cluster sumur pada area fokus penelitian ini. Di mulai dari paling utara cluster MBD yang merupakan sumur produksi tinggi (Mulyadi dan Ashat, 2011), hingga ke yang paling selatan terdapat dua cluster sumur reinjeksi yaitu WWF dan WWW.

Universitas Indonesia

Penerapan Metode ..., Okky Rizki Rohayat, FMIPA UI, 2017

33

Gambar 3. 8 Plotting Data Proyeksi Sumur (Garis Berwarna Hitam) Tampak Burung dan Titiktitik hiposenter MEQ

Gambar 3.7 menunjukkan sebaran titik-titik hiposenter kejadian gempa mikro yang terjadi sepanjang tahun 2014. Jika dilihat sekilas memang tampak seperti titik-titik tersebut terjadi di sekitar patahan yang merupakan zona lemah sehingga memungkinkan fluida mengalir di bawah permukaan dan menyebabkan tekanan pori (pore pressure). Kondisi ini menimbulkan peretakan dan penyesaran pada batuan. Sedangkan, pada Gambar 3.8 nampak jelas bahwa titik-titik itu konsentrasinya semakin banyak di sekitar sumur-sumur produksi maupun reinjeksi. Sehingga kejadian-kejadian gempa mikro tersebut secara langsung merupakan efek dari adanya aktivitas produksi maupun reinjeksi dan secara tidak langsung berasosiasi dengan patahan yang ada. Konsentrasi titik hiposenter yang sangat banyak pada bagian utara (Gambar 3.8) menunjukkan bahwa pada area tersebut adalah area dengan permeabilitas tinggi dan produksi sumur yang tinggi. Sedangkan konsentrasi titik hiposenter yang cukup banyak di bagian selatan merupakan akibat aktivitas reinjeksi dua cluster sumur di dekatnya (WWF dan WWW).

Universitas Indonesia

Penerapan Metode ..., Okky Rizki Rohayat, FMIPA UI, 2017

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1

Model Struktur 1D Pada pemodelan struktur 1D ini menggunakan mesh grid 6000 m × 6000 m

dan kedalaman 3000 m. Struktur dibuat berbeda-beda nilai resistivitasnya dalam arah Z, seperti terlihat pada Bidang Y Gambar 4.1.

Gambar 4. 1 Hasil Diagram Polar Impedansi pada Stasiun MT O125 pada frekuensi 0,01 Hz untuk Model Struktur 1D

Pada Gambar 4.1 terlihat bahwa bentuk diagram polar impedansi untuk model struktur 1D adalah lingkaran penuh. Warna diagram yang terbentuk adalah biru, menandakan bahwa hanya impedansi utama yang menghasilkan diagram polar. Sedangkan diagram polar impedansi diagonal tidak dihasilkan atau hanya berbentuk titik dan sangat kecil. Secara fisis, hal ini disebabkan oleh nilai 𝑍𝑥𝑥 , 𝑍𝑥𝑦 , 𝑍𝑦𝑥 , dan 𝑍𝑦𝑦 dari hasil pemodelan struktur 1D. Pada Gambar 4.1 terlihat bahwa nilai |𝑍𝑥𝑦 | = |𝑍𝑦𝑥 | dan |𝑍𝑥𝑥 | = |𝑍𝑦𝑦 | ≅ 0. Ini sesuai dengan model isotropic satu dimensi Cagniard (1953), dimana 𝑍𝑥𝑥 = 𝑍𝑦𝑦 = 0 dan 𝑍𝑥𝑦 = −𝑍𝑦𝑥 .

34

Universitas Indonesia

Penerapan Metode ..., Okky Rizki Rohayat, FMIPA UI, 2017

35

4.2

Model Struktur 2D Pada pemodelan struktur 2D ini menggunakan mesh grid 7000 m × 7000 m

dan kedalaman 3000 m. Kemudian struktur dibuat searah sumbu Y (Gambar 4.2(a)) dan searah sumbu X (Gambar 4.2 (b)) yang memisahkan dua nilai resistivitas yang berbeda yaitu 80 Ω m dan 5 Ωm.

(a)

(b) Gambar 4. 2 (a) Model Struktur 2D Searah Sumbu Y dan Diagram Polarnya. (b) Model Struktur 2D Searah Sumbu X dan Diagram Polarnya

Pada model struktur 2D, bentuk elongasi diagram polar impedansi utama (biru) yang berada pada zona konduktif adalah sejajar terhadap struktur, sedangkan pada zona resistif adalah tegak lurus terhadap struktur. Sementara itu bentuk diagram polar impedansi diagonal (merah) berbentuk empat daun semanggi yang simetris baik yang berada pada zona konduktif maupun resistif.

Universitas Indonesia

Penerapan Metode ..., Okky Rizki Rohayat, FMIPA UI, 2017

36

Bentuk elongasi diagram polar impedansi utama yang sejajar atau tegak lurus terhadap struktur ini secara fisis dapat dianalisis dari nilai 𝑍𝑥𝑥 , 𝑍𝑥𝑦 , 𝑍𝑦𝑥 , dan 𝑍𝑦𝑦 . Gambar 4.2(a) struktur searah sumbu Y, menunjukkan bahwa pada titik yang berada di zona resistif |𝑍𝑥𝑦 | > |𝑍𝑦𝑥 | sehingga menyebabkan elongasi lebih panjang ke arah sumbu X dibanding Y. Makna fisisnya adalah pada arah sumbu X terjadi diskontinuitas arus listrik, hal ini disebabkan adanya kontak vertikal yang membuat perbedaan nilai resistivitas pada arah sumbu X. Perbedaan nilai resistivitas itu dari tinggi ke rendah (resistif ke konduktif) yang menyebabkan muatan listrik terkonsentrasi pada zona konduktif (searah sumbu X). Sedangkan titik yang berada di zona konduktif pada Gambar 4.2(a) |𝑍𝑥𝑦 | < |𝑍𝑦𝑥 | sehingga menyebabkan elongasi lebih panjang ke arah sumbu Y dibanding X. Makna fisisnya adalah karena pada arah sumbu X terdapat diskontinuitas arus listrik, dimana terdapat perbedaan nilai resistivitas dari rendah ke tinggi (konduktif ke resisitif) terhadap titik itu. Hal ini menyebabkan muatan listrik lebih besar terkonstrasi pada arah Y dibanding ke arah X terhadap titik ini. Simpson dan Bahr (2005) menyatakan bahwa besar diskontinuitas pada Ey dan Zyx ataupun Ex dan Zxy (tergantung arah diskontiunuitas) adalah sebanding dengan 𝜎2 /𝜎1. Perbandingan tersebut dapat ditulis menjadi 𝜌1 /𝜌2 , karena konduktivitas (𝜎) berbanding terbalik terhadap resistivitas (𝜌). Dimana 𝜌1 adalah resistivitas batuan tempat titik MT itu berada. Sedangkan 𝜌2 adalah resistivitas batuan lain yang mengalami vertikal kontak terhadap batuan tempat titik MT itu berada. Untuk Gambar 4.2(a), diskontinuitas arus adalah searah sumbu X, sehingga diskontinuitas arus terjadi pada Ex dan Zxy. Pada zona resisitif besar 𝜌1

diskontinuitasnya adalah

𝜌2

𝜌

=

80 5

= 16. Sedangkan pada zona konduktif, besar

5

diskontinuitasnya adalah 𝜌1 = 80 = 0,0625. Besar diskontinuitas pada zona resistif 1

adalah besar (>1) menyebabkan nilai Zxy > Zyx. Sedangkan pada zona konduktif besar diskontinuitasnya adalah kecil (<1) menyebabkan Zxy < Zyx.

Universitas Indonesia

Penerapan Metode ..., Okky Rizki Rohayat, FMIPA UI, 2017

37

Pada Gambar 4.2(b), karena arah struktur searah sumbu X, maka menyebabkan diskontinuitas arus listrik terjadi pada arah sumbu Y. Hal ini menyebabkan pada zona resistif nilai |𝑍𝑥𝑦 | < |𝑍𝑦𝑥 |, sehingga elongasi diagram polar ke arah sumbu Y (tegak lurus struktur). Sedangkan pada zona konduktif nilai |𝑍𝑥𝑦 | > |𝑍𝑦𝑥 | sehingga elongasi diagram polar ke arah sumbu X (sejajar terhadap stuktur). Gambar 4.2(b) yang menunjukkan diskontinuitas arus pada sumbu Y (Ey dan Zyx), besar diskontinuitas pada zona resisitif adalah 16 sedangkan pada zona konduktif adalah 0,0625. Hal ini menyebabkan pada zona resisitif Zyx > Zxy, dan pada zona konduktif Zyx < Zxy. Untuk nilai 𝑍𝑥𝑥 dan 𝑍𝑦𝑦 dari pemodelan struktur 2D ini, keduanya (Gambar 4.2) sangat kecil atau mendekati nol. Sehingga pada pemodelan struktur 2D ini diperoleh nilai 𝑍𝑥𝑦 ≠ 𝑍𝑦𝑥 dan 𝑍𝑥𝑥 = 𝑍𝑦𝑦 = 0. 4.3

Struktur Model 3D Pada pemodelan struktur 2D ini menggunakan mesh grid 7000 m × 7000 m

dan kedalaman 3000 m. Struktur dibuat searah sumbu X dan sumbu Y yang mana memisahkan tiga nilai resistivitas yang berbeda, yaitu 5 Ωm, 50 Ωm, dan 100 Ωm (Gambar 4.3).

Gambar 4. 3 Model Struktur 3D dan Diagram Polarnya

Universitas Indonesia

Penerapan Metode ..., Okky Rizki Rohayat, FMIPA UI, 2017

38

Pada model struktur 3D, elongasi diagram polar impedansi utama titik yang berada di dekat perpotongan dua struktur tidak sepenuhnya tegak lurus atau pun sejajar terhadap struktur. Hal ini dipengaruhi karena adanya pengaruh diskontinuitas arus listrik pada arah sumbu X dan sumbu Y. Begitu juga dengan bentuk diagram polar impedansi diagonalnya, tidak lagi membentuk empat daun semanggi yang simetris melainkan terdistorsi ke salah satu arah diagonalnya. Secara fisis dapat dilihat dari nilai 𝑍𝑥𝑥 , 𝑍𝑥𝑦 , 𝑍𝑦𝑥 , dan 𝑍𝑦𝑦 untuk masingmasing titik yang berada di dekat perpotongan struktur pada Gambar 4.3. Untuk diagram polar impedansi titik yang berada pada zona batuan 50 Ωm (kiri atas), nilai |𝑍𝑥𝑦 | < |𝑍𝑦𝑥 |. Untuk diagram polar impedansi titik yang berada pada zona paling konduktif 5 Ωm (kanan atas), nilai |𝑍𝑥𝑦 | > |𝑍𝑦𝑥 |, meski selisihnya tidak begitu besar. Untuk diagram polar impedansi titik yang berada pada zona paling resistif 100 Ωm (kiri dan kanan bawah), keduanya memiliki nilai |𝑍𝑥𝑦 | > |𝑍𝑦𝑥 |. Hanya saja untuk diagram polar yang kiri bawah selisih |𝑍𝑥𝑦 |dan |𝑍𝑦𝑥 | tidak terlalu besar, sedangkan yang kanan bawah cukup besar selisihnya. Untuk nilai 𝑍𝑥𝑥 dan 𝑍𝑦𝑦 pada pemodelan struktur 3D ini nilainya tidak mendekati nol atau cukup signifikan jika dibandingkan dengan nilai 𝑍𝑥𝑦 dan 𝑍𝑦𝑥 . Hal ini berbeda dengan hasil model struktur 2D, yang mana pada model struktur 2D nilai 𝑍𝑥𝑥 dan 𝑍𝑦𝑦 sangat kecil atau dapat dibulatkan menjadi nol. 4.4

Model Forward: Beda Dua Nilai Resistivitas Kecil Pada model forward dengan beda dua nilai resistivitas kecil ini, penulis

memilih dua nilai resisitivitas yang tidak terlalu jauh beda yaitu 10 Ωm dan 20 Ωm (Gambar 4.4). Pemilihan dua nilai resistivitas yang selisihnya kecil ini bertujuan untuk mengetahui kesensitifan splitting curve dan diagram polar impedansi pada data MT sintetik. Pada pemodelan ini, struktur dibuat tanpa kemiringan. Hasil diagram polar impedansi pada pemodelan forward dengan beda dua nilai resistivitas kecil ini adalah seperti pada Gambar 4.4 di bawah ini.

Universitas Indonesia

Penerapan Metode ..., Okky Rizki Rohayat, FMIPA UI, 2017

39

Gambar 4. 4 Model Struktur Beda Nilai Resistivitas Kecil dan Diagram Polar Pada Frekuensi 0,01 Hz

Gambar 4. 5 Diagram Polar untuk Frekuensi 100 Hz, 10 Hz, 1 Hz, dan 0,1 Hz

Pada Gambar 4.4 dan Gambar 4.5, dapat dilihat bahwa pada frekuensi besar belum terlihat adanya perbedaan diagram polar pada titik stasiun MT baik yang berada pada area konduktif maupun pada area lebih resistif. Namun pada frekuensi 1 Hz (Gambar 4.5), pada sepanjang garis kontak atau struktur (kolom ke empat dari sebelah kiri) yang memisahkan dua nilai resistivitas berbeda terlihat diagram polar mengalami sedikit perubahan bentuk, dimana elongasinya tegak lurus terhadap struktur. Pada frekuensi yang lebih kecil lagi, maka perubahan bentuk diagram polar semakin jelas. Dimana pada area konduktif elongasi diagram polar sejajar

Universitas Indonesia

Penerapan Metode ..., Okky Rizki Rohayat, FMIPA UI, 2017

40

terhadap struktur sedangkan pada area resistif elongasi diagram polar tegak lurus terhadap struktur. Pada frekuensi 0,01 Hz (Gambar 4.4) tampak paling jelas bagaimana elongasi dari bentuk diagram polar yang berada pada area konduktif dan area resistif. Hasil ini menunjukan bahwa diagram polar pada frekuensi kecil (≤ 1 Hz) masih memiliki kesensitifan terhadap selisih nilai resistivitas yang kecil. Kemudian, kurva MT dari hasil pemodelan forward dengan beda dua nilai resistivitas kecil ini adalah sebagai berikut.

Gambar 4. 6 Kurva MT untuk Lintasan A

Dari Gambar 4.6 dapat dilihat bahwa meskipun perbedaan resistivitas kecil yaitu 10 Ωm, kurva MT mengalami split. Dimana, semakin mendekati struktur (vertical contact) yang memisahkan dua batuan dengan beda nilai resistivitas maka splitting terjadi semakin ke frekuensi tinggi. Hasil dari pemodelan forward dengan beda dua nilai resistivitas kecil ini menunjukkan bahwa terjadinya splitting curve dan perubahan bentuk diagram polar masih sensitif terhadap perbedaan nilai resistivitas yang tidak terlalu besar – 10 Ωm.

Universitas Indonesia

Penerapan Metode ..., Okky Rizki Rohayat, FMIPA UI, 2017

41

4.5

Model Forward: Beda Tiga Nilai Resistivitas Model ini sebenarnya telah dibahas pada sub subbab 4.3. Pada bagian ini

penulis hanya ingin menyajikan bagaimana bentuk diagram polar impedansi secara keseluruhan dari masing-masing titik MT pada model (Gambar 4.7). Selain itu, pada bagian ini juga menyajikan bagaimana splitting curve yang terjadi pada model ini.

Gambar 4. 7 Tampak Atas Model Forward dengan Beda Tiga Nilai Resistivitas dan Diagram Polarnya untuk f=0,01 Hz

Pada Gambar 4.7, terlihat jelas bagaimana diagram polar menunjukkan keberadaan struktur dari model forward beda tiga nilai resistivitas ini. Diagram polar ini juga menunjukkan arah struktur yang bersesuaian dengan model. Kemudian, hasil kurva MT dari pemodelan forward dengan beda tiga nilai resistivitas ini adalah sebagai berikut.

Universitas Indonesia

Penerapan Metode ..., Okky Rizki Rohayat, FMIPA UI, 2017

42

Gambar 4. 8 Kurva MT untuk Line A pada Model Forward Beda Tiga Nilai Resistivitas

Gambar 4. 9 Kurva MT untuk Line B pada Model Forward Beda Tiga Nilai Resistivitas

Universitas Indonesia

Penerapan Metode ..., Okky Rizki Rohayat, FMIPA UI, 2017

43

Kurva MT pada Gambar 4.8 dan Gambar 4.9 menunjukkan bahwa di sepanjang titik di dekat struktur terjadi splitting curve. 4.6

Model Forward: Pengaruh Kemiringan Pada pemodelan forward ini, model dibuat dengan luas 4000 m × 4000 m

dan kedalaman 3000 m dengan 25 titik stasiun MT. Model dibuat dengan dua nilai resistivitas yang berbeda. Perbedaan dengan model sebelumnya adalah struktur yang memisahkan dua nilai resistivitas pada model ini tidak tegak lurus ke bawah melainkan dibuat miring. Ada dua jenis dalam pemodelan ini, yang pertama adalah foot wall lebih konduktif dibanding hanging wall dan yang kedua adalah foot wall lebih resistif dibanding hanging wall. Dua nilai resistivitas yang digunakan dalam pemodelan ini adalah 5 Ωm (warna merah) dan 25 Ωm (warna hijau). 4.6.1

Foot Wall Lebih Konduktif Dibanding Hanging Wall Hasil diagram polar impedansi dari pemodelan ini adalah sebagai berikut.

Gambar 4. 10 Model Foot Wall Lebih Konduktif Dibanding Hanging Wall dan Diagram Polarnya untuk f=0,01 Hz

Pada Gambar 4.10 menunjukkan bahwa elongasi diagram polar pada titik yang berada pada zona konduktif adalah sejajar terhadap struktur, sementara yang berada pada zona resisitif adalah tegak lurus terhadap struktur. Lalu yang membedakan antara struktur yang memiliki kemiringan dan tidak adalah elongasi diagram polar titik-titik yang berada tepat di atas struktur. Jika struktur tanpa Universitas Indonesia

Penerapan Metode ..., Okky Rizki Rohayat, FMIPA UI, 2017

44

kemiringan (Gambar 4.4), elongasi diagram polar yang tepat di atas struktur adalah tegak lurus terhadap struktur. Tetapi pada struktur dengan kemiringan dimana foot wall lebih konduktif dari pada hanging wall, elongasi diagram polar pada titik-titik yang tepat di atas struktur adalah sejajar terhadap arah struktur. Hal ini mungkin dipengaruhi oleh keberadaan zona konduktif yang ke bawah semakin besar atau melebar.

Gambar 4. 11 Kurva MT dari Pemodelan Forward dengan Kemiringan Struktur, Foot Wall Lebih Konduktif Dibanding Hanging Wall

Gambar 4.11 menunjukkan bahwa pola splitting pada kurva MT dari hasil pemodelan forward dengan kemiringan struktur sama dengan pemodelan forward dengan tanpa kemiringan struktur. Dimana mendekati garis batas (tepat di atas struktur) splitting terjadi semakin ke frekuensi tinggi. 4.6.2

Foot Wall Lebih Resistif Dibanding Hanging Wall Hasil diagram polar dalam pemodelan ini adalah sebagai berikut.

Universitas Indonesia

Penerapan Metode ..., Okky Rizki Rohayat, FMIPA UI, 2017

45

Gambar 4. 12 Model Forward dengan Kemiringan Struktur Dimana Foot Wall Lebih Resistif Dibanding Hanging Wall dan Diagram Polarnya pada f=0,01 Hz

Gambar 4.12 menunjukkan hal yang sama seperti pada model sebelumnya (Gambar 4.10), dimana elongasi diagram polar pada titik-titik yang berada pada zona konduktif adalah sejajar terhadap struktur, sementara pada titik-titik yang berada pada zona resisitif adalah tegak lurus terhadap struktur.

Gambar 4. 13 Kurva MT dari Pemodelan Forward dengan Kemiringan Struktur, Foot Wall Lebih Resistif Dibanding Hanging Wall

Pada Gambar 4.13 menunjukkan adanya splitting pada kurva MT dari hasil pemodelan forward ini. Dimana semakin dekat dengan struktur splitting terjadi semakin ke frekuensi tinggi. Universitas Indonesia

Penerapan Metode ..., Okky Rizki Rohayat, FMIPA UI, 2017

46

Jika membandingkan antara Gambar 4.11 dengan Gambar 4.13, maka terdapat kesamaan kurva MT pada kedua model. Persamaan tersebut adalah pada area konduktif kurva MT mengalami split dengan kurva TE (warna merah) di atas kurva TM (warna biru), sedangkan pada area resistif sebaliknya. Namun, hal ini belum bisa menjadi acuan bahwa terjadinya splitting yang seperti ini menunjukkan adanya kemiringan struktur. Jika kembali melihat Gambar 4.6, maka pola splitting yang sama seperti ini juga terjadi pada struktur tanpa kemiringan. Jika membandingkan terhadap model sebelumnya yaitu model forward dengan tiga nilai resistivitas berbeda, menunjukkan bahwa pada zona konduktif split terjadi dan kurva TM berada di atas kurva TE (Gambar 4.9). Sehingga, posisi kurva TE dan TM setelah terjadi split ini tidak bisa digunakan sebagai acuan pada dunia 3D untuk menentukan ada tidaknya kemiringan dan letak zona (resistif atau konduktif) titik itu berada. Dari kedua model struktur dengan kemiringan, baik foot wall lebih konduktif maupun lebih resistif dibanding dengan hanging wall, keduanya memiliki bentuk elongasi diagram polar yang konsisten. Titik MT yang terletak di area resistif akan memiliki elongasi diagram polar yang tegak lurus terhadap struktur, sementara titik MT yang terletak di area konduktif akan memiliki elongasi diagram polar yang sejajar terhadap struktur. Ada tidaknya kemiringan struktur juga belum dapat dipastikan dari bentuk elongasi diagram polar impedansi. 4.7

Model Forward: Bentuk Graben Pada pemodelan forward bentuk graben ini, model dibuat dengan luas 6000

m × 6000 m dengan 49 titik MT dan kedalaman 3000 m. Model ini (Gambar 4.14) dibuat dengan membuat graben dengan nilai resisitivitasnya 300 Ωm (warna biru tua). Lalu model disesuaikan dengan lapangan panas bumi, dimana di dalam graben terdapat reservoir (30 Ωm dan 60 Ωm-warna hijau muda) dan ditutup oleh clay cap (5 Ωm-warna merah). Lalu pada lapisan paling atas/permukaan dibuat nilai resistivitas 150 Ωm dengan ketebalan 400 m. Model ini dibuat dengan tujuan untuk mengetahui respon kurva MT dan diagram polar impedansi terhadap model yang dibuat.

Universitas Indonesia

Penerapan Metode ..., Okky Rizki Rohayat, FMIPA UI, 2017

47

Model ini menghasilkan diagram polar seperti pada Gambar 4.14 di bawah ini.

Gambar 4. 14 Model Graben dan Diagram Polarnya untuk f= 0,01 Hz

Pada Gambar 4.14 menunjukkan bentuk elongasi diagram polar yang sama dengan model-model sebelumnya. Terlihat jelas bahwa di dalam graben yang memiliki nilai resistivitas lebih rendah daripada area sekelilingnya, elongasi diagram polarnya adalah sejajar terhadap arah graben itu sendiri. Model ini juga menunjukkan bahwa struktur di bawah permukaan (tidak muncul di permukaan) dapat diidentifikasi dengan jelas menggunakan diagram polar impedansi.

Gambar 4. 15 Kurva MT dari Pemodelan Forward Graben Universitas Indonesia

Penerapan Metode ..., Okky Rizki Rohayat, FMIPA UI, 2017

48

Gambar 4.15 menunjukkan bahwa splitting curve juga terjadi meskipun struktur berada di bawah permukaan. Semakin dekat dengan struktur splitting terjadi semakin ke frekuensi tinggi. Dan pada zona konduktif (di bawah permukaan), tiga titik MT (tiga tengah) splitting terjadi dengan kurva TE berada di atas kurva TM. Sementara itu, dua titik MT samping kiri dan kanan (zona resistif), splitting terjadi dengan kurva TM berada di atas kurva TE. 4.8

Model Forward: Pengaruh Topografi Pada pemodelan forward 3D ini, peneliti ingin mengetahui apakah topografi

(perbedaan elevasi) dapat berpengaruh terhadap hasil bentuk diagram polar impedansi dan splitting curve. Dalam pemodelan forward 3D ini dibuat bentuk batuan yang memiliki resistivitas seragam (40 Ωm), namun memiliki elevasi berbeda pada permukaannya. Dipilih resistivitas yang seragam ini bertujuan agar yang mempengaruhi kurva MT dan diagram polar impedansi adalah hanya perbedaan elevasi. Perbedaan elevasi pada model ini dibuat 100 m seperti yang ditunjukkan oleh Bidang Y=1 pada Gambar 4.16.

Gambar 4. 16 Model Forward Pengaruh Topografi dan Diagram Polarnya pada f= 0,01 Hz

Gambar 4.16 menunjukkan bahwa perbedaan elevasi menyebabkan distorsi pada bentuk diagram polar pada stasiun MT yang berada pada elevasi tinggi. Bentuk diagram polar impedansi pada elevasi tinggi memiliki elongasi yang sejajar

Universitas Indonesia

Penerapan Metode ..., Okky Rizki Rohayat, FMIPA UI, 2017

49

dengan arah topografi. Sementara, staisun MT pada elevasi rendah bentuk diagram polar impedansinya tidak mengalami distorsi. Hasil kurva MT hasil pemodelan ini ditunjukkan pada Gambar 4.17. Gambar tersebut menunjukkan bahwa adanya perbedaan elevasi menyebabkan split pada kurva MT di stasiun pengukuran MT di elevasi tinggi. Split mulai terjadi pada frekuensi tinggi. Sementara, kurva MT di stasiun pengukuran di elevasi rendah tidak mengalami split.

Gambar 4. 17 Kurva MT dari Model Forward Pengaruh Topografi

Dari pemodelan forward pengaruh topografi ini, penulis menyimpulkan bahwa perbedaan elevasi dapat menyebabkan distorsi bentuk diagram polar impedansi dan split pada kurva MT pada stasiun MT yang diukur pada elevasi tinggi. Sementara, stasiun pengukuran MT pada elevasi rendah tidak mengalami efek tersebut. Sehingga, struktur hasil interpretasi data MT harus berada di antara Universitas Indonesia

Penerapan Metode ..., Okky Rizki Rohayat, FMIPA UI, 2017

50

dua diagram polar yang saling tegak lurus dan kedua kurva MT-nya mengalami split. 4.9

Model Forward: Sistem Panas Bumi Model forward sistem panas bumi dibuat dengan tujuan untuk mengetahui

bagaimana bentuk diagram polar impedansi dan splitting curve yang terjadi pada model yang dibuat mendekati kondisi lapangan panas bumi yang sebenarnya. Pada pemodelan dibuat mesh grid dengan luas area of interest adalah 7000 m × 7000 m dengan titik MT sebanyak 64 titik (Gambar 4.18). Kedalaman model adalah 3000 m. Terdapat struktur (garis biru) searah sumbu Y pada model ini (Gambar 4.18). Kedalamn struktur ini hanya dibuat sampai 2000 m dari permukaan, perhatikan Gambar 4.18 bagian Bidang Y=23. Struktur ini memisahkan dua nilai resistivitas yang tidak terlalu jauh berbeda.

Gambar 4. 18 Model Sistem Panas Bumi dan Diagram Polarnya untuk f= 0,01 Hz

Pada Gambar 4.18 menunjukkan bahwa keberadaan struktur dapat diidentifikasi dari bentuk diagram polar pada frekuensi 0,01 Hz. Bentuk elongasi diagram polar pada model ini juga sesuai dengan pola elongasi diagram polar pada model sebelumnya. Dimana sebelah kanan struktur atau zona lebih resisitif menghasilkan diagram polar yang elongasinya tegak lurus terhadap struktur. Sementara pada bagian kiri atau pada zona lebih konduktif menghasilkan diagram polar yang elongasinya sejajar terhadap struktur.

Universitas Indonesia

Penerapan Metode ..., Okky Rizki Rohayat, FMIPA UI, 2017

51

Gambar 4. 19 Hasil Kurva MT Sepanjang Lintasan yang Memotong Tegak Lurus Struktur pada Pemodelan Panas Bumi

Gambar 4.19 menunjukkan bahwa splitting curve terjadi pada pemodelan ini. Meskipun split yang terjadi tidak terlalu lebar, karena perbedaan resistivitas yang tidak terlalu besar. Tetapi pada titik yang dekat dengan struktur, split terlihat sedikit lebih lebar dibanding dengan titik-titik yang lain. 4.10 Struktur Hasil Interpretasi Data MT Interpretasi struktur pada data real MT pada penelitian ini adalah mengacu pada hasil pemodelan forward 3D MT. Hasil pemodelan forward menunjukkan bahwa struktur yang terdeteksi dari analisis diagram polar impedansi adalah struktur resistivitas. Dimana struktur ini adalah struktur yang memisahkan dua atau lebih batuan yang memiliki resistivitas yang berbeda dan mengalami kontak vertikal. Hasil pemodelan forward 3D MT menunjukkan bahwa keberadaan struktur diidentifikasi di antara diagram-diagram polar yang berelongasi saling tegak lurus. Meskipun pada kenyataannya diagram-diagram polar tersebut tidak selalu tepat saling tegak lurus, karena kompleksnya kondisi batuan yang ada di lapangan. Struktur hasil interpretasi dari analisis diagram polar impedansi data MT Lapangan Panas Bumi Wayang Windu bagian selatan tersaji dalam Gambar 4.20.

Universitas Indonesia

Penerapan Metode ..., Okky Rizki Rohayat, FMIPA UI, 2017

52

Penulis memilih frekuensi 0,1 Hz, dikarenakan hasil pemodelan forwad menunjukkan bahwa bentuk diagram polar pada frekuensi kecil lebih sensitif terhadap adanya perbedaan resistivitas.

Gambar 4. 20 Diagram Polar Impedansi pada f=0,1 Hz dan Interpretasi Struktur Ditunjukkan Garis Merah

Garis merah pada Gambar 4.20 di atas adalah diduga struktur hasil interpretasi dengan menganalisis arah elongasi diagram polar. Garis-garis tersebut ditarik di antara beberapa diagram polar yang memiliki elongasi saling tegak lurus, meskipun tidak selalu tepat tegak lurus. Terdapat 13 garis yang diduga adalah struktur hasil interpretasi data MT dan pada Bab V akan dikomparasikan terhadap struktur geologi, MEQ dan data sumur.

Gambar 4. 21 Splitting Curve pada Struktur Hasil Interpretasi Diagram Polar Impedansi Universitas Indonesia

Penerapan Metode ..., Okky Rizki Rohayat, FMIPA UI, 2017

53

Gambar 4.21 menunjukkan 6 kurva titik MT yang penulis harapkan dapat mewakili keseluruhan titik pada daerah penelitian, dikarenakan keterbatasan ruang untuk menampilkan semuanya. Keenam titik ini sengaja dipilih karena dekat dengan struktur hasil interpretasi diagram polar impedansi. Keenam titik ini menunjukkan adanya split. Split yang terjadi adalah pada frekuensi tinggi, hal ini menunjukkan bahwa titik-titik MT tersebut berada di dekat struktur hasil interpretasi data MT. 4.11 Inversi 1D dan 3D Pada pemodelan inversi 1D dan 3D ini penulis mengambil 3 sayatan untuk memodelkan struktur resistivitas di bawah permukaan. Baik sayatan 1D maupun 3D pada penelitian ini dibuat dengan Grid Colour Ranges yang sama yaitu 2-500 Ωm. Tiga sayatan tersebut diplot dengan proyeksi sumur dan posisi Top of Reservoir (TOR). Profil tiga sayatan tersebut adalah seperti pada Gambar 4.22 di bawah ini.

Gambar 4. 22 Profil Sayatan MT

Universitas Indonesia

Penerapan Metode ..., Okky Rizki Rohayat, FMIPA UI, 2017

54

(a)

(b) Gambar 4. 23 (a) Penampang 1D Profil A serta Proyeksi Sumur dan TOR. (b) Penampang 3D Profil A serta Proyeksi Sumur dan TOR

Gambar 4.23(a) dan Gambar 4.23(b) menunjukkan hasil penampang profil A untuk masing-masing hasil inversi 1D dan 3D disertai proyeksi sumur dan posisi TOR dari data sumur (titik hitam tebal pada garis proyeksi sumur). Kedua model memperlihatkan bahwa zona konduktif atau clay (warna merah) mulai muncul pada elevasi 1250-1000 mdpl dan semakin menebal ke bawah. Zona konduktif pada sayatan 1D mulai menipis dan menghilang pada kedalaman kira-kira 500 mdpl yang dapat diinterpretasikan sebagai kedalam Base of Conductor (BOC). Zona konduktif pada sayatan 3D pun mulai menipis pada kedalaman yang sama dengan sayatan 1D, kira-kira 500 mdpl. Sementara itu berdasarkan data sumur, kedalaman rata-rata Universitas Indonesia

Penerapan Metode ..., Okky Rizki Rohayat, FMIPA UI, 2017

55

TOR dari cluster sumur WWF adalah 360 mdpl. Sehingga, Gambar 4.23 ini menunjukkan bahwa kedalaman BOC pada model 1D dan 3D MT berada di atas kedalaman TOR dari data sumur. Oleh karena itu, berdasarkan penampang resistivitas profil A ini, penulis membagi nilai resistivitas batuan untuk daerah penelitian yaitu resistivitas batuan clay cap (< 5 Ωm), batuan reservoir (>7-100 Ωm), dan batuan basement (>100 Ωm). Pada Gambar 4.23 (a) penampang 1D menunjukkan bahwa lapisan clay di bawah stasiun WW02 mengalami pemutusan atau tidak ada lapisan clay cap pada zona itu. Sementara pada Gambar 4.23 (b) penampang 3D menunjukkan bahwa pada zona di bawah stasiun WW02 terdapat lapisan clay cap dan justru merupakan bagian puncak updome. Keberadaan updome ini berasosiasi dengan reservoir suhu tinggi, dapat diduga bahwa heat source berada di bawah zona updome tersebut. Sehingga, dari Gambar 4.23 (a) dan Gambar 4.23 (b) ini menunjukkan bahwa sayatan 3D lebih baik dalam memodelkan distribusi resistivitas di bawah permukaan.

Universitas Indonesia

Penerapan Metode ..., Okky Rizki Rohayat, FMIPA UI, 2017

56

(a)

(b) Gambar 4. 24 Penampang 1D Profil B serta Proyeksi Sumur dan TOR. (b) Penampang 3D Profil B serta Proyeksi Sumur dan TOR

Universitas Indonesia

Penerapan Metode ..., Okky Rizki Rohayat, FMIPA UI, 2017

57

(a)

(b) Gambar 4. 25 Penampang 1D Profil C serta Proyeksi Sumur dan TOR. (b)Penampang 3D Profil C serta Proyeksi Sumur dan TOR

Gambar 4.24 (Profil B) baik 1D maupun (3D), sama-sama menunjukkan muncul lapisan konduktif pada elevasi sekitar 1250 mdpl. Penulis melakukan interpretasi bahwa kedalaman TOR berada pada resisitivitas 7 Ωm mengacu pada model profil A. Hasilnya, kedua model (1D dan 3D) menunjukkan bahwa keberadaan TOR hasil interpretasi berada di bawah posisi TOR dari data sumur. Gambar 4.24 (a) dan (b) juga menunjukkan bahwa penampang 3D menggambarkan keberadaan updome lebih baik dibanding penampang 1D. Gambar 4.25(a) sayatan 1D profil C menunjukkan kondisi yang sama dengan Gambar 4.24(a) sayatan 1D profil B, dimana TOR hasil interpretasi sedikit di bawah posisi TOR dari data sumur. Namun, pada Gambar 4.25(b) penampang

Universitas Indonesia

Penerapan Metode ..., Okky Rizki Rohayat, FMIPA UI, 2017

58

3D profil C menunjukkan kesesuai terhadap data sumur lebih baik dibanding Gambar 4.25(a) penampang 1D. Untuk profil C ini, keberadaan zona updome juga digambarkan lebih baik pada penampang 3D daripada 1D. Pada umumnya nilai resistivitas clay cap adalah 1-10 Ωm dan batuan reservoir > 10 Ωm, yang mana hal ini berasosiasi dengan kandungan mineral clay di dalam batuan, yaitu smectite dan illite. Lapisan smectite adalah mineral clay yang ditemukan pada suhu rendah < 100 oC , lapisan peralihan smectite ke illite (interlayered) ditemukan pada suhu 100-200 oC, sementara lapisan illite ditemukan pada suhu tinggi >200 oC ( Jennings & Thompsom, 1986; Harvey & Browne, 1991). Sehingga, keberadaan TOR yang menunjukkan bahwa telah memasuki zona reservoir suhu tinggi (>200 oC) tentu berada pada resistivitas yang lebih tinggi dibanding zona clay cap. Dari ketiga penampang baik profil A, profil B, dan profil C, ketiganya menunjukkan bahwa posisi TOR dari data sumur masih berada pada zona warna merah (clay cap). Hal ini dapat terjadi karena beberapa hal. Pertama, sayatan tidak tepat di atas proyeksi sumur, terutama untuk sumur WWE proyeksinya menjauhi sayatan profil B (Gambar 4.26). Kedua, perubahan nilai resisitivitas pada arah lateral sangat dimungkinkan terjadi pada lapangan panas bumi, mengingat betapa kompleksnya model di bawah permukaan. Perubahan resistivitas secara lateral ini tidak terbaca oleh data sumur, sehingga data sumur hanya memiliki kevalidan pada titik atau posisi itu. Ketiga, kondisi data yang ada membuat hasil pemodelan inversi pada frekuensi rendah memberikan nilai resistivitas yang terlalu rendah.

Gambar 4. 26 Posisi Profil MT terhadap Proyeksi Sumur Universitas Indonesia

Penerapan Metode ..., Okky Rizki Rohayat, FMIPA UI, 2017

59

Selain membuat sayatan vertikal profil MT, penulis juga membuat peta resistivitas per kedalaman pada studi ini. Peta resistivitas per kedalaman ini berfungsi untuk melihat perluasan zona prospek pada Lapangan Panas Bumi Wayang Windu bagian Selatan. Penulis membuat peta resistivitas pada kedalaman 500 mdpl dan 0 mdpl. Peta resistivitas pada kedalaman 500 mdpl ini untuk melihat posisi BOC. Kemudian, peta resistivitas pada kedalaman 0 mdpl dibuat untuk melihat batas reservoir (reservoir boundary). Dengan mengetahui batas reservoir maka akan didapat perluasan zona prospek.

Gambar 4. 27 Peta Resistivitas pada Kedalaman 500 mdpl

Peta resistivitas pada kedalaman 500 mdpl (Gambar 4.27) menggambarkan dengan baik ditribusi resistivitas secara lateral di bawah permukaan. Peta tersebut menunjukkan bahwa kedalaman BOC pada Lapangan Panas Bumi Wayang Windu bagian selatan adalah pada kedalaman sekitar 500 mdpl. Hal ini ditunjukkan oleh zona-zona yang resistivitasnya antara 7-10 Ωm di dalam zona yang resistivitasnya lebih rendah. Peta resistivitas ini sesuai dengan data sumur, misalnya cluster sumur WWT, sumur-sumur WWT yang proyeksinya ke arah timur (WWT-2, WWT-3,

Universitas Indonesia

Penerapan Metode ..., Okky Rizki Rohayat, FMIPA UI, 2017

60

dan WWW-4) memiliki kedalaman TOR lebih dangkal yaitu WWT-2 dan WWT-4 memiliki kedalaman TOR masing-masing 760 mdpl dan 930 mdpl, WWT-3 tidak tersedia data. Sementara sumur WWT-1 yang proyeksinya ke arah barat memiliki kedalaman TOR lebih dalam yaitu 420 mdpl.

Gambar 4. 28 Peta Resistivitas pada Kedalaman 0 mdpl dengan Garis Putus-putus Warna Putih adalah Batas Reservoir

Pada Gambar 4.28, batas reservoir Lapangan Panas Bumi Wayang Windu bagian selatan tergambarkan dengan baik. Gambar tersebut menggambarkan pada elevasi 0 mdpl, zona resistivitas lebih tinggi tinggi (zona reservoir) di kelilingi oleh zona dengan resistivitas yang lebih rendah (batas reservoir). Garis putus-putus menunjukkan batas reservoir pada zona ini dan sekaligus menujukkan perluasan zona prospek. Dari pemodelan dan analisis hasil inversi 1D dan 3D MT yang telah penulis paparkan di atas, penulis memilih model hasil inversi 3D untuk pemodelan MT pada bab selanjutnya. Hal ini karena untuk kondisi data yang ada saat ini, model hasil inversi 3D MT lebih reliabel dan lebih menggambarkan kondisi lapangan yang sesungguhnya.

Universitas Indonesia

Penerapan Metode ..., Okky Rizki Rohayat, FMIPA UI, 2017

BAB 5 ANALISIS TERINTEGRASI

5.1

Komparasi dengan Data Geologi Permukaan

Gambar 5. 1 Plot Overlay Struktur Hasil Interpretasi dari Analisis Bentuk Diagram Polar Impedansi Terhadap Peta Geologi

Hasil interpretasi keberadaan struktur dengan analisis bentuk diagram polar impedansi dari data real MT Lapangan Panas Bumi Wayang Windu (garis warna merah) diplotkan pada peta geologi seperti pada Gambar 5.1. Penulis menganalisis untuk 13 struktur hasil interpretasi data MT terhadap struktur geologi permukaan adalah sebagai berikut: 1. Struktur nomor 1. Struktur ini berarah selatan utara sedikit condong ke tenggara-baratlaut. Struktur hasil interpretasi berada di dekat patahan yang memiliki arah sama. Penulis menginterpretasikan bahwa struktur hasil interpretasi ini dikontrol oleh adanya patahan tersebut. Hal ini karena keberadaan patahan yang merupakan zona rusak (damage zone) ini menyebabkan terisi oleh fluida (fluida geothermal) sehingga terjadi alterasi membentuk batuan yang konduktif. 2. Struktur nomor 2. Struktur hasil interpretasi ini berarah baratdaya – timurlaut. Struktur hasil interpretasi ini berada pada litologi yang sejenis yaitu batuan lava 61

Universitas Indonesia

Penerapan Metode ..., Okky Rizki Rohayat, FMIPA UI, 2017

62

andesit Waringin-Bedhil, Malabar Tua. Struktur hasil interpretasi ini juga tidak berada di dekat patahan yang memiliki arah yang sama. Oleh karena itu, struktur ini dimungkinkan dikontrol oleh adanya perbedaan resistivitas batuan di bawah permukaan. 3. Struktur nomor 3. Struktur hasil interpretasi ini berarah tenggara-baratlaut. Struktur ini mungkin dikontrol oleh keberadaan patahan di dekatnya yang memiliki arah sama. Struktur hasil interpretasi ini juga berada pada litologi yang sejenis yaitu batuan andesit Waringin-Bedhil, Malabar Tua yang merupakan batuan perselingan lava, breksi, dan tuf. 4. Struktur nomor 4. Struktur hasil interpretasi ini berarah baratdaya-timurlaut. Struktur hasil interpretasi ini mungkin dikontrol keberadaan patahan di dekatnya yang memiliki arah sama. Namun, penulis juga menginterpretasikan bahwa struktur ini juga dikontrol oleh perbedaan litologi pada zona itu yaitu bagian baratlaut merupakan endapan piroklastik gunung api tua yang teruraikan dan bagian tenggara adalah batuan lava andesit Waringin-Bedhil, Malabar Tua. 5. Struktur nomor 5. Struktur hasil interpretasi ini berarah baratdaya – timurlaut. Struktur ini berada pada formasi batuan yang sejenis, sehingga struktur ini kemungkinan hanya dikontrol oleh keberadaan patahan di dekatnya. 6. Struktur nomor 6. Struktur ini berarah tenggara-baratlaut. Struktur ini dikontrol oleh adanya patahan pada zona itu yang memiliki arah yang sama tetapi lebih condong ke arah selatan-utara. 7. Struktur nomor 7. Struktur hasil interpretasi ini berarah baratdaya-timurlaut. Struktur hasil interpretasi ini tidak berada di dekat patahan. Sehingga, struktur hasil interpretasi ini mungkin dikontrol oleh perbedaan litologi yaitu endapan piroklastik gunuang api tua yang tak teruraikan dan batuan gunung api muda andesit basalan Gunung Windu yang merupakan batuan eflata dan lava. Struktur hasil interpretasi ini mungkin juga dikontrol oleh adanya struktur resistivitas yang secara lateral berbeda di bawah permukaan. 8.

Struktur nomor 8. Struktur hasil interpretasi ini berarah tenggara-baratlaut. Struktur hasil interpretasi ini berada pada litologi yang sejenis. Struktur ini juga tidak berada di dekat patahan. Sehingga, yang mengontrol struktur ini

Universitas Indonesia

Penerapan Metode ..., Okky Rizki Rohayat, FMIPA UI, 2017

63

dimungkinkan adalah struktur resistivitas yang secara lateral berbeda di bawah permukaan. 9. Struktur nomor 9. Struktur hasil interpretasi ini berarah tenggara-baratlaut. Struktur hasil interpretasi ini berada pada litologi yang sama. Di dekat struktur hasil interpretasi ini terdapat patahan dengan arah yang sama. Sehingga, yang mengontrol struktur hasil interpretasi ini dimungkinkan adalah patahan tersebut. 10. Struktur nomor 10. Struktur hasil interpretasi ini berarah baratdaya-timurlaut. Struktur ini berada di antara formasi batuan gunung api muda dan batuan andesit Waringin-Bedhil, Malabar Tua. Kedua formasi ini memiliki litologi yang sejenis yaitu lava andesit, sehingga dimungkinkan tidak ada perbedaan resistivitas. Struktur hasil interpretasi ini juga tidak berada di dekat patahan yang memiliki arah sama. Sehingga yang mengontrol adanya struktur ini dimungkinkan adalah struktur resistivitas yang secara lateral berbeda di bawah permukaan. 11. Struktur nomor 11. Struktur hasil interpretasi ini berarah baratdaya-timurlaut. Struktur hasil interpretasi ini berada pada formasi batuan yang sejenis. Sehingga, struktur hasil interpretasi ini mungkin dikontrol oleh adanya patahan di dekatnya. 12. Struktur nomor 12. Struktur hasil interpretasi ini berarah tenggara-baratlaut. Struktur hasil interpretasi ini berada pada litologi yang sama dan tidak terdapat patahan di dekatnya yang memiliki arah sama. Sehingga, kemungkinan struktur hasil interpretasi ini dikontrol oleh keberadaan struktur resistivitas di bawah permukaan. 13. Struktur nomor 13. Struktur hasil interpretasi ini berarah baratdaya-timurlaut. Struktur hasil interpretasi ini berada pada litologi yang sama, sehingga struktur ini hanya dikontrol oleh keberadaan patahan di dekatnya. Struktur nomor 13 ini memiliki pola kemenerusan dengan struktur nomor 11, karena patahan yang mengontrol kedua struktur ini adalah sama. Hasil analisis tersebut menunjukkan beberapa hal. Pertama, struktur hasil interpretasi

sebagian memiliki kecocokan arah dan posisi terhadap patahan,

sebagian lagi mungkin dikarenakan karena perbedaan litologi, dan

sebagian

Universitas Indonesia

Penerapan Metode ..., Okky Rizki Rohayat, FMIPA UI, 2017

64

mungkin karena perbedaan resistivitas yang secara lateral berbeda di bawah permukaan. Kedua, posisi struktur hasil interpretasi data MT yang memiliki korelasi terhadap struktur geologi (patahan) tidak tepat berhimpit dengan struktur geologi tersebut. Ini dikarenakan, bahwa dari analisis diagram polar, kita tidak bisa menyatakan bahwa struktur itu tepat berada di bawah stasiun pengukuran ataupun tepat di tengah-tengah antara dua stasiun pengukuran yang memiliki elongasi diagram polar yang saling tegak lurus. Hal ini tergantung interpreter yang melukisnya. Tetapi, keberadaan struktur geologi dapat dideteksi dengan metode ini, hanya saja kelemahannya adalah masalah resolusi, jika stasiun pengukuran MT semakin rapat maka semakin akurat. Ketiga, dengan metode ini, arah struktur geologi regional untuk daerah studi yaitu Lapangan Panas Bumi Wayang Windu bagian Selatan dapat diprediksi dan sesuasi dengan data geologi. 5.2

Komparasi dengan Data MEQ dan Proyeksi Sumur Struktur hasil interpretasi data MT dioverlay ke dalam peta geologi dan peta

distribusi titik-titik hiposenter (Gambar 5.2). Lalu dianalisis bagaimana korelasi struktur hasil interpretasi dengan data MEQ.

Gambar 5. 2 Plot Overlay Struktur Hasil dari Interpretasi Data MT terhadap Data MEQ dan Proyeksi Sumur

Gambar 5.2 menunjukkan distribusi MEQ terhadap keberadaan struktur hasil interpretasi. Seperti telah penulis uraikan pada BAB III, Subbab 3.4, bahwa

Universitas Indonesia

Penerapan Metode ..., Okky Rizki Rohayat, FMIPA UI, 2017

65

kejadian gempa mikro pada area penelitian ini berhubungan dengan adanya aktivitas produksi dan reinjeksi. Hal ini didukung oleh posisi dan proyeksi sumur yang ada. Gempa mikro lebih banyak terjadi di sekitar sumur. Sehingga, tidak ada korelasi secara langsung antara data MEQ dan proyeksi sumur terhadap strukturstruktur hasil interpretasi. Tetapi secara tidak langsung, titik-titik hiposenter ini merepresentasikan terjadinya perekahan-perekahan atau penyesaran-penyerasan di sekitar zona lemah atau patahan. Tanda lingkaran hitam pada Gambar 5.2 menunjukkan bahwa struktur hasil interpretasi yang memiliki korelasi terhadap adanya patahan di dekatnya menunjukkan korelasi dengan keberadaan cluster titik-titik hiposenter MEQ di area itu. 5.3

Model 3D MT Lapangan Panas Bumi Wayang Windu Bagian Selatan Pada bagian ini penulis membuat model MT sitem panas bumi lapangan

Wayang Windu bagian selatan dengan memadukan model MT hasil inversi 3D dengan struktur hasil interpretasi data MT dan posisi feed zone dari data sumur. Struktur dibuat tanpa kemiringan (90o) mengacu pada komunikasi personal dengan pihak PT. Star Energy dan jurnal ilmiah yang dipublikasi oleh Bogie et al. (2008).

Gambar 5. 3 Model Terintegrasi Profil A dan Posisi Feed Zone (Titik Kuning pada Proyeksi Sumur)

Universitas Indonesia

Penerapan Metode ..., Okky Rizki Rohayat, FMIPA UI, 2017

66

Gambar 5. 4 Model Terintegrasi Profil B dan Posisi Feed Zone (Titik Kuning pada Proyeksi Sumur)

Gambar 5. 5 Model Terintegrasi Profil C dan Posisi Feed Zone (Titik Kuning pada Proyeksi Sumur)

Gambar 5.3, Gambar 5.4, dan Gambar 5.5 menunjukkan model MT sistem panas bumi Lapangan Panas Bumi Wayang Windu bagian selatan berdasarkan hasil pemodelan inversi 3D MT terintegrasi dengan plot struktur hasil interpretasi dan posisi feed zone. Zona reservoir adalah zona di bawah clay dengan rentang resistivitas antara >7 Ωm hingga resisitivitas sekitar 100 Ωm. Zona reservoir Universitas Indonesia

Penerapan Metode ..., Okky Rizki Rohayat, FMIPA UI, 2017

67

diinterpretasikan pada zona updome karena pada zona ini tentu akan memiliki suhu lebih tinggi daripada daerah sekitarnya. Zona sumber panas diperkirakan berada di bawah reservoir karena keberadaan updome tersebut. Adanya struktur geologi bawah permukaan berupa sesar atau patahan dapat diidentifikasi melalui data feed zone sumur, karena feed zone menunjukkan distribusi regional dari permeabilitas yang di dalam sistem panas bumi berasosiasi dengan adanya sesar atau patahan. Gambar 5.3 sampai Gambar 5.5 menunjukkan bahwa struktur hasil interpretasi, yaitu struktur nomor 5, 6, 9, dan 11, mampu mendeteksi keberadaan struktur geologi bawah permukaan karena memiliki kesesuaian dengan posisi feed zone. Keempat struktur hasil interpretasi ini telah penulis jelaskan pada Bab 5, Subbab 5.1, yang mana keempat struktur ini berada di dekat patahan dan kemungkinan dikontrol oleh adanya patahan tersebut. Hanya saja keempat struktur hasil interpretasi ini posisi tidak tepat dengan posisi feed zone, ini dikarenakan posisi struktur hasil interpretasi dapat digeser antara dua stasiun yang digunakan sebagai acuan untuk menentukan struktur ini. Tetapi, untuk tujuan mendeteksi, metode ini cukup efektif jika didukung data-data yang memadai khususnya data geologi permukaan. Selain keempat struktur yang disebutkan pada paragraf di atas, struktur hasil interpretasi lainnya dimungkinkan juga dapat mendeteksi struktur geologi bawah permukaan dengan catatan struktur hasil interpretasi tersebut memang dikontrol oleh adanya patahan di dekatnya. Tetapi struktur hasil interpretasi yang tidak dikontrol oleh adanya patahan di dekatnya maka kemungkinan tidak dapat mendeteksi adanya struktur geologi bawah permukaan, dan hanya merupakan struktur resistivitas yang secara lateral memisahkan dua nilai resistivitas yang berbeda. 5.4

Analisis Efektivitas Metode Analisis efektivitas metode analisis diagram polar impedansi dan splitting

curve data MT untuk mendeteksi struktur geologi bawah permukaan ini mengacu pada hasil pemodelan forward 3D MT dan hasil analisis terintegrasi pada Bab 5, Subbab 5.1, 5.2, dan 5.3.

Universitas Indonesia

Penerapan Metode ..., Okky Rizki Rohayat, FMIPA UI, 2017

68

Hasil forward 3D MT menunjukkan bahwa struktur yang terdeteksi pada diagram polar impedansi adalah struktur yang memisahkan dua atau lebih batuan yang memiliki resistivitas berbeda (struktur resistivitas) yang saling kontak secara vertikal. Hasil forward 3D juga menunjukkan bahwa splitting curve yang terjadi pada kurva MT adalah karena adanya perbedaan resistivitas dua atau lebih batuan yang saling kontak dan efek perbedaan elevasi. Yang mana splitting pada kurva MT terjadi pada frekuensi tinggi jika titik pengukuran MT di dekat garis kontak batuan yang berbeda resistivitasnya. Sedangkan, jika titik pengukuran MT semakin jauh dari garis kontak tersebut, maka splitting terjadi pada frekuensi rendah. Hasil plot overlay struktur hasil interpretasi diagram polar impedansi data MT terhadap data geologi permukaan Lapangan Panas Bumi Wayang Windu bagian selatan (Gambar 5.1), menunjukkan bahwa struktur hasil interpretasi tidak semua dikontrol oleh adanya struktur geologi di dekatnya. Beberapa struktur hasil interpretasi menunjukkan korelasi terhadap patahan yang ada, meskipun posisi dan dimensi panjangnya kurang tepat. Beberapa struktur hasil interpretasi juga menunjukkan korelasi terhadap perbedaan litologi batuan yang mungkin memiliki perbedaan resistivitas. Beberapa struktur tidak ada korelasi terhadap patahan dan berada pada litologi yang sama, hal ini menunjukkan bahwa struktur tersebut dikontrol oleh perbedaan resistivitas yang secara lateral berbeda di bawah permukaan dan belum tentu hal itu disebabkan oleh adanya patahan dalam. Pada Gambar 5.1 juga menunjukkan bahwa tidak semua patahan dapat terdeteksi oleh diagram polar impedansi. Secara detail analisis efektivitas penerapan metode ini adalah seperti berikut: 1. Korelasi Terhadap Patahan Struktur yang diperoleh dari analisis diagram polar impedansi data MT merupakan struktur resistivitas. Struktur ini dapat berkorelasi dengan struktur geologi karena pada patahan dimungkinkan ada fluida geotermal yang mengalir dan bahkan sampai di permukaan membentuk suatu manifestasi hidrotermal. Adanya fluida geotermal yang melalui patahan hingga muncul di permukaan sebagai Universitas Indonesia

Penerapan Metode ..., Okky Rizki Rohayat, FMIPA UI, 2017

69

menifestasi akan menyebabkan alterasi di dalam patahan dan tanah/batuan sekitar manifestasi. Alterasi ini menyebabkan perbedaan resistivitas terhadap batuan sekitar yang tidak mengalami alterasi. Sehingga diagram polar impedansi pada titik ini akan menunjukkan elongasi yang berbeda. Untuk area Lapangan Panas Bumi Wayang Windu bagian selatan, dimungkinkan distorsi pada diagram polar lebih dominan karena adanya zona alterasi di sekitar manifestasi dibanding alterasi di dalam patahan, contoh: struktur nomor 3, 5, 6, 9, dan 11 (Gambar 5.6). Hal ini dikarenakan resolusi diagram polar impedansi yang sangat kecil. Metode ini mungkin akan sangat efektif jika diterapkan untuk mendeteksi struktur geologi yang dimensi struktur geologinya besar, misalnya bentuk graben. Jika sistem panas bumi berasosiasi dengan keberadaan graben maka di dalam graben lebih konduktif dibanding di luar graben, hal ini akan terdeteksi dengan baik pada pola diagram polarnya, seperti yang ditunjukkan pada hasil pemodelan forward 3D MT.

Gambar 5. 6 Struktur Hasil Interpretasi yang Berkorelasi Baik dengan Struktur Geologi

2.

Patahan yang Tidak Terdeteksi pada Diagram Polar Pada dasarnya struktur dari hasil analisis diagram polar impedansi tidak bisa

secara langsung diinterpretasikan sebagai struktur geologi. Gambar 5.1

Universitas Indonesia

Penerapan Metode ..., Okky Rizki Rohayat, FMIPA UI, 2017

70

menunjukkan bahwa terdapat patahan yang tidak terdeteksi oleh diagram polar impedansi. Hal ini terjadi karena patahan-patahan itu tidak memisahkan batuan yang berbeda resistivitasnya (Gambar 5.7). Patahan yang tidak terdeteksi oleh diagram polar ini mungkin juga dapat disebabkan oleh kondisi struktur geologi yang ada pada area penelitian sangat kompleks dan distribusi stasiun MT yang ada.

Gambar 5. 7 Patahan yang Tidak Terdeteksi oleh Diagram Polar Ditunjukkan oleh Tanda Panah Warna Biru

3. Struktur Hasil Interpretasi yang Tidak Berkorelasi dengan Patahan Gambar 5.8 di bawah ini menunjukkan beberapa struktur hasil interpretasi yang tidak berkorelasi dengan adanya patahan. Struktur hasil interpretasi tersebut yaitu struktur nomor 2, 7, 10, dan 12. Kondisi ini bisa saja terjadi karena beberapa hal: a. Struktur hasil interpretasi hanya merupakan struktur resistivitas yang secara lateral membedakan dua nilai resistivitas di bawah permukaan. b. Perbedaan litologi yang memiliki kontras resistivitas besar.

Universitas Indonesia

Penerapan Metode ..., Okky Rizki Rohayat, FMIPA UI, 2017

71

Gambar 5. 8 Struktur Hasil Interpretasi yang Tidak Berkorelasi dengan Keberadaan Patahan di Dekatnya Ditunjukkan oleh Tanda Panah Warna Biru

4. Korelasi dengan Struktur Geologi Bawah Permukaan Pada Bab 5, Subbab 5.3 telah penulis jelaskan bahwa metode analisis diagram polar impedansi dan splitting curve dapat digunakan untuk mendeteksi keberadaan struktur geologi bawah permukaan yang dalam studi ini merujuk pada sesar atau patahan. Metode ini dapat mendeteksi struktur geologi bawah permukaan dengan catatan struktur hasil interpretasi data MT ini memiliki kesesuaian dengan data geologi permukaan. Yang mana struktur hasil interpretasi ini kemungkinan dikontrol oleh keberadaan patahan di dekatnya. Pada studi ini terdapat empat struktur hasil interpretasi yang memiliki korelasi yang baik terhadap data struktur geologi, yaitu struktur nomor 5, 6, 9, dan 11. Keempat struktur ini telah teruji dapat mendeteksi struktur geologi bawah permukaan karena sesuai dengan data feed zone sumur dan menunjukkan korelasi yang baik. Metode ini juga memiliki keunggulan dalam hal memprediksi arah dominan struktur yang ada di area panas bumi Wayang Windu bagian selatan. Dari Gambar 5.1 terlihat bahwa struktur-struktur hasil interpretasi memiliki arah dominan

Universitas Indonesia

Penerapan Metode ..., Okky Rizki Rohayat, FMIPA UI, 2017

72

tenggara - baratlaut dan sebagian baratdaya - timurlaut. Arah dominan struktur hasil interpretasi ini sesuai dengan arah dominan sesar atau patahan dari data geologi.

Universitas Indonesia

Penerapan Metode ..., Okky Rizki Rohayat, FMIPA UI, 2017

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

6.1

Kesimpulan Kesimpulan dalam penelitian ini adalah:

1

Hasil pemodelan forward 3D MT menunjukkan bahwa elongasi diagram polar impedansi utama menunjukkan arah tegak lurus terhadap struktur resistivitas (garis kontak batuan beda resistivitas) jika berada di titik pengukuran yang lebih resistif dan elongasi sejajar di titik pengukuran yang lebih konduktif.

2

Sensitivitas diagram polar impedansi untuk mendeteksi berbagai model struktur resistivitas adalah pada frekuensi rendah (≤1 Hz), karena hasil pemodelan forward menunjukkan bahwa pada frekuensi rendah diagram polar mampu mendeteksi struktur resistivitas berbagai kondisi model.

3

Terdapat korelasi antara struktur hasil interpretasi data MT dengan struktur geologi permukaan di area Lapangan Panas Bumi Wayang Windu bagian selatan. Hanya saja, tidak semua struktur hasil interpretasi itu dikontrol oleh adanya patahan. Dan tidak semua patahan ditemukan dalam struktur hasil interpretasi.

4

Struktur hasil interpretasi data MT dapat berkorelasi dengan patahan yang berada di dekatnya, perbedaan litologi, dan perbedaan resistivitas secara lateral di bawah permukaan, yang mana ketiganya harus menggambarkan perbedaan nilai resistivitas secara lateral.

5

Tidak ada korelasi secara langsung antara struktur hasil interpretasi dengan distribusi hiposenter data MEQ. Kejadian MEQ (gempa mikro) pada area fokus penelitian ini disebabkan adanya aktivitas produksi maupun reinjeksi dari sumur-sumur yang ada pada area tersebut. Namun, titik-titik hiposenter ini juga merepresentasikan

terjadinya

perekahan-perekahan

atau

penyesaran-

penyerasan di sekitar zona lemah atau patahan. Sehingga secara tidak langsung mungkin ada korelasi dengan struktur hasil interpretasi. 6

Diperoleh empat struktur hasil interpretasi data MT yang berkorelasi baik dengan data struktur geologi permukaan dan data feed zone sumur di Lapangan Panas Bumi Wayang Windu bagian selatan. Keberadaan struktur-struktur ini 73

Universitas Indonesia

Penerapan Metode ..., Okky Rizki Rohayat, FMIPA UI, 2017

74

diindikasikan dengan sangat baik oleh diagram polar impedansi dan splitting curve data MT. 7

Metode analisis diagram polar impedansi dan splitting curve data MT dapat memprediksi arah dominan struktur geologi yang ada di area fokus studi, yaitu tenggara - baratlaut dan baratdaya – timurlaut sesuai dengan arah dominan struktur dari data geologi permukaan.

6.2

Saran Setelah penelitian ini selesai, penulis menyarankan beberapa hal:

1

Perlu diteliti dan dianalisis lebih lanjut bagaimana pengaruh kemiringan struktur terhadap nilai 𝑍𝑥𝑥 , 𝑍𝑥𝑦 , 𝑍𝑦𝑥 , dan 𝑍𝑦𝑦 pada pemodelan forward.

2

Untuk studi lebih lanjut disarankan agar data MT direprocessing dari data time series (raw data) untuk memperoleh kualitas data yang lebih optimal.

Universitas Indonesia

Penerapan Metode ..., Okky Rizki Rohayat, FMIPA UI, 2017

DAFTAR REFERENSI

Berdichevsky, M.N. (1968). Electrical prospecting by the method of magnetotelluric profiling. Moscow: Nedra Publ. House. Berdichevsky, M.N., Bezruk, I.A., Safonov, A.S. (1989). Magnetotelluuric Methods: in Khmelevskoy, V. K., Ed., Electrical prospecting, geophysical reference book. Moscow: Nedera Publ. House, Part 1, 261-310. Bogie, I., Kusumah, Y. I., dan Wisnandary, M. C. (2008). Overview of the Wayang Windu geothermal field, West Java, Indonesia. Geothermics 37, 347–365. Cagniard, L. (1953). Basic theory of the magneto-telluric method of geophysical prospecting: Geophysics. Soc. of Expl. Geophys. 18, 605-635. Daud, Y., Aswo, W., Mulki, D., Fahmi, F., Prataman, S. A., dan Hadi, J. (2015). Identification of Subsurface Geological Structure in a Geothermal System Using MT Imaging Technology. Melbourne: Proceedings World Geothermal Congress. Daud, Y., Fahmi, F., Aswo, W., Mulki, D., Prataman, S. A., dan Suhanto, E. (2015). 3-Dimensional Inversion of MT Data over the Arjuno-Welirang Volcanic Geothermal System, East Java (Indonesia). Melbourne: Proceedings World Geothermal Congress. Goff, F., dan Janik, C. (2000). Chapter 49: Geothermal Systems. In Encyclopedia of Volcano (pp. 817-834). San Diego: Academic Press. Green, A. M. (2003). Magnetotellurik crustal studies in Kenai, Alaska, a Master Thesis. Colorado: Colorado School of Mines. Hagiwara, T. (1964). Brief description of the project proposed by the earthquake prediction research group of Japan. Proc. U.S.-Japan Conf Res. Relat. Earthquake Prediction Probl., pp. 10-12. Harvey, C.C. and Browne, P.R.L. (1991). Mixed-layer clay geothermometry in the Wairakei geothermal field, New Zealand, Clay and Clay minerals, v. 39, 614-621. Hochstein, M. P., dan Browne, P. R. (2000). Chapter 50: Surface Manifestation of Geothemal Systems with Volcanic Heat Sources. In Encyclopedia of Volcano (pp. 835-855). San Diego: Academic Press. 75

Universitas Indonesia

Penerapan Metode ..., Okky Rizki Rohayat, FMIPA UI, 2017

76

Jennings, S and Thompson, G.R. (1986). Diagenesis of PlioPleistocene sediments of the Colorado River delta, southern California: Journ. Sed. Petrology, 56, 89-98. Lee, W. H. K. dan Stewart, S. W. (1981). Principles and Applications of Microearthquake Networks, Volume 2 (p. 4). London: Academic Press. Masri A., Barton C., Hartley L., dan Ramadhan Y. (2015). Structural Permeability Assessment Using Geological Structural Model Integrated with 3D Geomechanical Study dan Discrete Facture Network Model in Wayang Windu Geothermal. Stanford: Procceedings, Fourtieth Workshop on Geothermal Reservoir Engineering Stanford University. Mulyadi, dan Ashat, A. (2011). Reservoir Modeling of the Northern VaporDominated Two-Phase Zone of the Wayang Windu Geothermal Field, Java, Indonesia. Stanford: Proceedings, Thirty-Sixth Workshop on Geothermal Reservoir Engineering. Naidu, G. D. (2012). Deep Crustal Structure of the Son–Narmada–Tapti Lineament, Central India. Springer Theses: 13-35. Reddy, I.K., Rankin, D., and Phillips, R.J. (1977). Three-dimensional modeling in magnetotelluric and magnetic variational sounding. Geophysics Journal of the Royal Astronomical Society, Vol. 51, p. 313-325. Simpson, F., dan Bahr, K. (2005). Practical Magnetotellurik. Cambridge University Press. Siripunvaraporn, W., Egbert, G., Lenbury, Y., dan Uyeshima, M, (2005). Threedimensional magnetotellurik inversion: data-space method. Science Direct: Physics of the Earth dan Planetary Interiors 150, 3-14. Sofyan, Y. (2006). Monitoring pengaruh produksi dan reinjeksi terhadap reservoar geothermal dengan menggunakan metode microgravity dan microearthqukae. Depok: Universitas Indonesia. Turkoglu, E. (2009). A Magnetotellurik Investigation of Arabia - Eurasia in Eastern Anatolia. University of Alberta. Unsworth, M., (2016). Overview of Electromagnetic Exploration Methods. University of Alberta: Geophysics 424.

Universitas Indonesia

Penerapan Metode ..., Okky Rizki Rohayat, FMIPA UI, 2017

Related Documents

File
November 2019 29
File
April 2020 14
File
May 2020 13
File
November 2019 22
File
May 2020 10
File
May 2020 9

More Documents from ""