Filariasis Blok 12 Lengkap.docx

  • Uploaded by: Nadykla Pattiasina
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Filariasis Blok 12 Lengkap.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 2,787
  • Pages: 10
Pembengkakkan Tungkai Akibat Filariasis Dylen Grice de Wanna 102015027 Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jakarta Alamat Korespondensi: Jl. Arjuna Utara No. 6, Jakarta Barat 11510, Indonesia Email: [email protected] Abstrak filariasis adalah penyakit menular menahun yang disebabkan oleh cacing filarial dan ditularkan oleh nyamuk Mansonia, Anopheles, Culex, Armigeres. Cacing tersebut hidup di saluran dan kelenjar getah bening dengan menifestasi klinik akut berupa demam berulang, peradangan saluran dan saluran kelenjar getah bening. Pemberantasan filariasis perlu dilaksanakan dengan tujuan menghentikan transmisi penularan, diperlukan program yang berkesinambungan dan memakan waktu lama karena mengingat masa hidup cacing dewasa yang cukup lama. Dengan demikian perlu ditingkatkajn surveilans epidemiologi di tingkat puskesmas untuk penemuan dini kasus filariasis dan pelaksanaan program pencegahan dan pemberantasan filariasis. Memberikan penyuluhan kepada masyarakat endemis mengenai cara penularan dan cara pengendalian vector (nyamuk). Kata kunci: filariasis, nyamuk, cacing. Abstract filariasis is a chronic infectious disease caused by filarial worms and transmitted by mosquitoes Mansonia, Anopheles, Culex, Armigeres. The worms live in the lymph and lymph nodes by manifesting acute clinics in the form of recurrent fevers, inflammation of the ducts and lymph nodes. Filariasis eradication needs to be carried out with the aim of stopping transmission of transmission, a continuous and time-consuming program is required as it recalls the adult life span long enough. It is therefore necessary to increase the level of epidemiological surveillance at the puskesmas level for early discovery of filariasis and the implementation of filariasis prevention and eradication programs. Providing counseling to the endemic community on the mode of transmission and how to control vector (mosquito). Keywords: filariasis, mosquito, worms.

1

Pendahuluan Filariasis atau penyakit kaki gajah merupakan suatu penyakit menular dan menahun yang disebabkan oleh infeksi cacing filarial yang ditularkan melalui gigitan berbagai spesies nyamuk. Di Indonesia, vector penularan filariasis hingga saat ini telah diketahui ada 23 spesies nyamuk dari genus Anopheles, Culex, Mansonia, Aedes, dan Armigeres. Filariasis dapat menimbulkan cacat menetap berupa pembesaran kaki, tangan, dan organ kelamin. Filariasis merupakan jenis penyakit reemerging disease, yaitu penyakit yang dulunya sempat ada, kemudian tidak ada dan sekarang muncul kembali. Kasus penderita filariasis khas ditemukan di wilayah dengan iklim sub tropis dan tropis seperti Indonesia. Anamnesis Anamnesis memiliki pengertian memperoleh data atau keterangan tentang kehidupan pasien yang diperoleh melalui wawancara kepada pasien itu sendiri atau orang yang paling dekat dengan pasien tersebut mengenai penyakit yang sekarang dideritanya ataupun penyakit yang pernah dideritanya serta riwayat pada keluarga untuk mempertimbangkan kondisi yang diwariskan dalam keluarga pasien tersebut, anamnesis juga penting untuk membantu mendiagnosis penyakit yang diderita pasien. Pada skenario ini, hasil anamnesis yang diterima adalah pasien datang dengan keluhan utama bengkak pada tungkai terutama sekitar pergelangan kaki sejak 3 bulan yang lalu, pasien tinggal di daerah endemis filariasis sejak 1 tahun yang lalu. Pemeriksaan 1. Pemeriksaan Fisik Digunakan untuk memeriksa tubuh pasien untuk menemukan gejala klinis tertentu pada penyakit tersebut. Pemeriksaan fisik seharusnya dilakukan urut dari kepala ke kaki( Head to Toe) untuk menenukan ada gejala klinis yang mungkin tidak disebutkan pasien pada saat anamnesis sehingga tidak tertinggal. Hasil pemeriksaan fisik pada skenario ini adalah Keadaan umum pasien seperti keadaan sadar compos mentis, sakit sedang. Pada pemeriksaan fisik diperiksa pula tanda-tanda vital pasien seperti derajat suhu, jumlah denyut nadi, dan tekanan darah, lalu juga dilakukan pemeriksaan ekstreminitas dan ditemukan pembengkakan pada tungkai kaki terutama sekitar pergelangan kaki.

2. Pemeriksaan Penunjang 2

Pemeriksaan penunjang dilaksanakan untuk mendukung dari hasil diagnosis yang telah ditegakan, pemeriksaan penunjang ada yang bersifak spesifik dan non spesifik seperti pemeriksaan darah. Pemeriksaan spesifik bersifat spesifk. Deteksi parasit yaitu menemukan mikrofilaria (anak dari Wuchereria bancrofti) di dalam darah pada pemeriksaan sediaan apus darah. Pengambilan darah harus dilakukan pada malam hari (setelah pukul 20.00) karena mikrofilaria memiliki periodisitas noktura di Indonesia. Pada pemeriksaan histopatologi, kadang-kadang potongan cacing dewasa dapat dijumpai di saluran dan kelenjar limfe dari jaringan yang dicurigai sebagi tumor. Pemeriksaan spesifik yang lain adalah dengan teknik biologi molekuler dapat digunakan untuk mendeteksi parasit melalui DNA parasit dengan menggunakan reaksi rantai polimerase (Polymerase Chain Reaction / PCR). Teknik ini mempu memperbanyak DNA sehingga dapat digunakan untuk mendeteksi perasit pada cryptic infection. Teknik pemeriksaan spesifik yang lainnya adalah radiodiagnosis, pada pemeriksaan ini dilakukan dengan menggunakan alat ultrasonografi (USG) pada skrotum dan kelenjar getah bening inguinal pasien akan memberikan gambaran cacing yang bergerak-gerak. Ini berguna terutama untuk evaluasi hasil pengobatan. Pemeriksaan ini hanya dapat digunakan untuk infeksi filaria oleh W. Bancrofti. Pemeriksaan spesifik yang terakhir adalah pemeriksaan imunologi/ antibody, dengan cara mendeteksi antigen dengan immunochromatographic (ITC) yang menggunakan antibodi monoklonal telah dikembangkan untuk mendeteksi antigen W. bancrofti dalm sirkulasi darah. Hasil tes positif menunjukkan adanya infeksi aktif walaupun mikrofilaria tidak ditemukan dalam darah. Deteksi antibodi dengan menggunakan antigen rekombinan telah dikembangkan untuk mendeteksi antibodi subklas IgG4 pada filariasis Brugia. Kadar antibodi IgG4 meningkat pada penderita mikrofilaremia, namun deteksi antibodi tidak dapat membedakan infeksi lampau dan infeksi aktif. Pada stadium obstruktif, mikrofilaria sering tidak ditemukan lagi di dalam darah. Kadang-ladang mikrofilaria tidak dijumpai di dalam darah, tetapi ada di dalam cairan hidrokel atau cairan kiluria.2,4 Pemeriksaan non-spesifik Pemeriksaan non spesifik yang biasa diuji adalah dengan melakukan pungsi darah dan diperiksa apakah kadarnya sesuai dengan yang telah ditetapkan. Pemeriksaan darah yang di uji berupa trombosit, leukositos, neutrophil, laju endah darah( LED), urinalisis.

3

Work Diagnosis Working diagnosis adalah diagnosis utama yang terlihat dari tanda-tanda yang ada pada pasien saat datang kepada dokter tersebut. Biasanya dilakukan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang untuk memperkuat WD. Dalam skenario ini working diagnosisnya adalah filariasis limfatik yang disebabkan oleh cacing W.bancrofti. Differential Diagnosis Filariasis bancrofti disebabkan oleh mikrofilaria dan juga cacing dewasa yang hidup ataupun mati. Dalam keadaan tertentu dapat menyebabkan occult filariasis yang disebabkan oleh mikrofilaria, sedangkan gejala yang disebabkan oleh cacing dewasa menimbulkan limfadenitis dan limfangitis retrograde dalam situasi akut. Penyakit filariasis malayi. Penyakit ini umumnya memiliki gejala yang sama dengan filariasis bancrofti yang terdapat limfadenopati, limfadenitis akhirnya terjadi elephantiasis. Diantaranya terdapat pula bentuk asimptomatik sedangkan di dalam darah perifer di temukan mikrofilia. Gejala utamanya adalah demam, limfangitis, dan limfadenitis. Kadang-kadang juga timbul gejala alergi berupa asma bronhiale, hipereosinofili, serta adenopati. Filariasis malayi juga biasanya tersebar didaerah asia terutama diindonesia.1-3 Sedangkan filariasis timori ditemukan pada pulau Timor yang menimbulkan lesi ringan dan sedang, elephantiasis terbatas pada oedem kaki di bawah lutut, dan oedem pada filariasis timori ini meninggalkan luka parut yang khas bekas abses karena filariasis yang terletak sepanjang vena Saphena serta percabangan utamanya.3 Etiologi Penyebab terjadinya filariasis bancorfti adalah oleh cacing Wuchereria bancorfti yang habitat utamanya adalah saluran limfe, tetapi bisa juga terdapat di kelenjar limfe di bawah diafragma, antara inguinal epitrochlear dan axiler. Cacing dewasa (makrofilaria) berwarna putih kekuningan, lapisan luarnya diliputi kutikula halus, memiliki bentuk silindris seperti benang, kedua ujung tumpul, bagian anterior membengkak, terdapat mulut berupa lubang sederhana tanpa bibir ataupun alat lainnya, langsung menuju esofagus dengan sebuah rongga bukal tetapi tanpa tonjolan maupun kontriksi seperti tanda khas yang terdapat pada beberapa nematoda. Cacing jantan berukuran lebih kurang 40mm x 0,1 mm, ujung kaudal melengkung ke ventral, didapat 12 pasang papila perianal, terdiri atas 8 pasang preanal dan 4 pasang posanal. Terdapat 2 spikula dengan gubernakulum yang berbentuk bulan sabit.

4

Cacing betinanya berukuran 80-100 mm x 0,24-0,30mm, vulva terletak di daerah servikal, vagina pendek dengan sebuah segmen keluar dari uterus selanjutnya organ genitalia ini berpasangan. Embrio yang masih muda terdapat di bagian dalam uterus dilapisi lapisan hialin yang tipis, lebih kurang berukuran 38-25 mikron, jika terdorong ke bagian uterus, bungkusnya memanjang menyesuaikan dengan bungkus embrio sampai embrio lahir tetap terbungkus sarung, embrio ini disebut mikrofilaria.2,3 Cacing ini bersifat vivipar, cacing betina yang hamil dalam uterusnya berisi embrio dan melahirkan mikrofilaria. Mikrofilaria berukuran 244-296 x 7,5-10 mikron, ujung anterior tumpul sedangkan ujung posterior lebih tajam, lekuk badannya halus, kulit luar ditutupi kutikula halus. Pada mikrofilaria Wuchereria bancorfti, intinya teratur, bagian ekor kosong, tidak terdapat inti, cephalic space dengan perbandingan ukuran panjang sama dengan lebarnya. Di daerah pasifik, mikrofilaria Wuchereria bancrofti mempunyai periodisitas subperiodik diurna. Mikrofilaria terdapat di dalam darah siang dan malam, tetapi jumlahnya lebih banyak pada waktu siang. Sedangkan di Indonesia periodisitasnya adalah nokturna. Sesuai dengan periodisitasnya mikrofilaria yang habitat utamanya adalah pembuluh darah akan bermigrasi ke pembuluh darah perifer. Darah akan dihisap oleh nyamuk yang bertindak sebagai vektor. Di daerah perkotaan, parasit ini ditularkan oleh nyamuk Culex quinquefasciatus. Di perdesaan, vektornya berupa nyamuk Anopheles atau nyamuk Aedes. Tetapi parasit ini tidak ditularkan oleh nyamuk Mansonia. Daur hidup parasit ini memerlukan waktu yang sangat panjang. Masa pertumbuhan parasit di dalam nyamuk kurang lebih 2 minggu. Pada manusia, masa pertumbuhan tersebut belum diketahui secara pasti, tetapi diduga kurang lebih 7 bulan.4 Mikrofilaria yang terhisap oleh nyamuk akan melepaskan sarungnya di dalam lambung nyamuk, menembus dinding lambung dan bersarang di antara otot-otot toraks. Mula-mula parasit ini memendek, bentuknya menyerupai sosis dan disebut larva stadium I. dalam waktu kurang lebih seminggu, larva ini bertukar kulit, tumbuh menjadi lebih gemuk dan panjang, disebut larva stadium II. Pada hari ke sepuluh dan selanjutnya, larva bertukar kulit seekali lagi, tumbuh semakin panjang dan lebih kurus, disebut larva stadium III. Gerak larva stadium II sangat aktif. Bentuk ini bermigrasi, mula-mula ke rongga abdomen kemudian ke kepala dan alat tusuk nyamuk. Bila nyamuk yang mengandung larva stadium III ( bentuk infektif) menggigit manusia, maka larva tersebut secara aktif masuk melalui luka tusuk ke dalam tubuh hospes dan bersarang di saluran limfe setempat. Di dalam tubuh hospes, larva mengalami dua kali pergantian kulit tumbuh menjadi larva stadium IV, lalu stadium V atau cacing dewasa (makrofilaria).1-4 5

Epidemiologi Penyakit filariasis banyak terdapat di daerah beriklim tropis di seluruh dunia. Tertutama di daerah yang berhawa panas (daerah khatulistiwa). Parasit ini ditularkan oleh vektor di daerah perkotaan, parasit ini ditularkan oleh nyamuk Culex quinquefasciatus. Di perdesaan, vektornya berupa nyamuk Anopheles atau nyamuk Aedes. Pada filariasis bancorfti, dapat dijumpai di daerah perkotaan maupun perdesaan pada kelompok umur dewasa muda, terutama penduduk yang berpenghasilan rendah dan yang hidup di lingkungan kotor dan kumuh.1-4 Patofisiologis Edema atau bengkak yang terjadi ini dikarenakan oleh makrofilia (cacing dewasa) dan bukan oleh mikrofilia, terjadinya edema diakibatkan kerusakan pembuluh getah bening akibat inflamasi yang ditimbulkan oleh makrofilaria yang berhabitat di pembuluh getah bening aferen atau sinus kelenjar getah bening dan menyebabkan pelebaran pembuluh dan penebalan dinding getah bening. Infiltrasi sel plasma, eosinofil, dan makrofag di dalam dan sekitar pembuluh getah bening yang mengalami imflamasi bersama dengan poliferasi sel endotel jaringan penunjang menyebabkan kerusakan atau ketidak mampuan katup pembuluh getah bening untuk bekerja dengan seharusnya.1-3 Selain itu dalam keadaan tertentu juga dapat menyebabkan occult filariasis yang disebabkan oleh mikrofilaria, dimana terjadi penghancuran mikrofilaria dalam jumlah yang berlebihan oleh sistem kekebalan tubuh penderita atau disebut terjadi hipersensitivitas terhadap antigen mikrofilaria. Gejala penyakit ini ditandai dengan hipereosinofilia, peningkatan kadar antibodi IgE dan antifilaria IgG4, kelainan klinis yang menahun berupa pembengkakan kelenjar limfe dan gejala asma bronkial dimana gejala ini juga disebut dengan Tropical Pulmonary Eosinophilia (TPE). Gejala klinis Gejala klinis filariasis limfatik di sebabkan oleh mikrofilaria dan cacing dewasa yang hidup maupun yang mati. Mikrofilaria biasanya tidak menimbulkan kelainan tetapi dalam keadaan tertentu dapat menyebabkan occult filariasis. Gejala yang disebabkan oleh cacing dewasa menimbulkan limfadenitis dan limfangitis retrogard dalam stadium akut disusul dengan obstruktif menahun 10-15 tahun kemudian. Gejala klinis dari penyakit filariasis ini terdiri dari beberapa tahap, yaitu:7 6

1. Masa inkubasi biologi. Yaitu waktu yang dibutuhkan sejak masuknya larva infektif menembus kulit sampai munculnya mikrofilaria untuk pertama kalinya di dalam darah perifer, biasanya membutuhkan waktu 1 tahun lebih. Periode ini dilewati tanpa gejala yang berarti, kecuali bagi pasien yang hipersensitif terhadap mikrofilaria akan timbul gejala alergi. Sering kali periode ini disebut sebagai periode asimptomatik amikrofilaremik. 2. Periode asimptomatik. Biasanya berlangsung bertahun-tahun tanpa adanya gejala yang nyata walaupun mikrofilaria telah ditemukan di dalam darah perifer. Periode ini banyak terdapat terutama di daerah endemi filariasis. Sering kali periode ini disebut dengan periode asimptomatik mikrofilaremik. 3. Stadium akut. Biasanya diawali suatu limpangitis terkadang bersama limpadenitis terutama daerah inguinal, pada laki-laki funiculitis, orchitis, dan epididimitis, disertai dengan demam filaria. Penyumbatan disebabkan oleh cacing dewasa yang banyak terdapat pada pembuluh/kelenjar limf dan lesinya terdapat pada distal daerah penyumbatan tersebut, daerah ini akan mengalami pembengkakkan dan hiperemi. Keadaan ini berulang, sebulan sekali, dapat juga lebih cepat, mungkin ini berhubungan dengan aktivitas fisik seseorang, mungkin pula karena turunnya ambang pertahanan tubuh. Pada wanita mungkin menyertai setiap waktu menstruasi. Tidak jarang ditemukan sindroma malaise, depresi mental, dan sakit kepala di daerah frontal atau disertai urtikaria yang berhubungan dengan keadaan alergi. Makin lama keadaan makin bertambah parah, saluran limpa terasa sakit akibat terjadinya peradangan, yang dinamakan allergic filarial lymphangitis. Periode ini disebut sebagi periode simptomatik mikrofilaremik. 4. Stadium kronis. Ditandai dengan adanya pembengkakkan organ bersangkutan dalam suatu tipe elephatoid atau terjadinya perkembangan lymphocele kadang-kadang disertai ruptur atau terjadinya suatu fibrosis. Elephantiod

ekstreminitas atau skrotum ddapat

mencapai ukuran besar yang merupakan beban bagi penderita. Jaringan elephantiod ini biasanya berisi limph dan lemak serta jaringan fibrosis, ditutupi oleh lapisan kulit yang tebal dan tegang. Pembengkkan ini merupakan non-pitting edema. Cacing dewasa dilokasikan oleh proliferasi jaringan mati, diabsorbsi oleh tubuh atau terjadi klasifikasi. Pada bagian perifer diinfiltrasi limposit dan sel plasma atau giant cell, eosinofil mononuclear, dan fibroblast. 7

Dengan matinya cacing dewasa, mikrofilaria di daerah perifer terus berkurang. Perubahan degeneratif tersebut menimbulkan serangan akut atau subklinis. Akibat penyumbatan serta peradangan dalam ductus thoracicus, atau ductus limphaticus abdominalis medialis, terjadi limpangitis dari skrotum, penis, serta preputium pada laki-laki, sedangkan pada wanita limphangitis pada genitalia eksterna. Ganguan kelenjar limph dari ginjal atau kandung kencing dapat menimbulkan rupturnya saluran limph yang diikuti limpuria dan chyluria. Dari hampir seluruh kasus elefantiasis pada filariasi, bancorfti menyerang ekstreminitas bawah serta skrotum pada laki-laki genitalia eksterna pada wanita). Tidak jarang pada wanita dapat mengenai kelenjar mammae.

Penatalaksanaan Hingga sekarang Diethylcarbamazine (DEC) merupakan obat pilihan. Dosis yang dipakai dibeberapa negara asia berbeda. DEC bersifat membunuh mikrofilaria dan juga cacing dewasa pada pengobatan jangka panjang. Pengobatan ditujukan untuk membunuh parasit, mencegah kesakitan atau mencegah trasmisi. Hingga saat ini DEC merupakan satu-satunya obat yang efektif, aman, dan murah. Dosis yang dianjurkan adalah 6mg/kg BB/hari selama 12 hari. Dosis harian obat tersebut dapat diberikan dalam tiga kali pemberian sesudah makan. Pada stadium klinik lanjut, sering kali terdapat fibrosis paru mungkin tidak dapat pulih kembali. Selain DEC, dapat pula dipakai albendazol, sebaiknya dikombinasi dengan ivermektin. Dosis albendazol adalah dosis tunggal, 400 mg, selama 2-3 minggu. Pengunaan albendazol dan ivermectin juga biasanya digunakan untuk profilaksis, sebelum berpergian kedaerah- daerah rawan filariasis1-4. DEC juga adalah obat pilihan untuk TPE. Gejala pernapasan membaik secara cepat setelah pemberian DEC. Pemberian DEC 21-28 hari menyebabkan hilangnya microfilaria secara cepat dibandingkan dengan dosis tunggal 6 mg/kgBB, sehingga pemberian terapi lebih lama lebih disarankan.7-8 Komplikasi Wuchereria bancrofti dapat menimbulkan beberapa komplikasi, seperti kiluria atau penyakit dimana air kencing berwarna putih seperti susu karena terjadinya dilatasi pada pembuluh limfe pada sistem eksretori dan urinaria, selain itu filariasis bancorfti dapat juga menyebabkan hidrokel yaitu dimana terjadi pembesaran prostat.7 Prognosis 8

Pada kasus ini, karena pasien berada di daerah endemik filariasis, maka hal pertama yang harus dilakukan adalah memberantas vektor dengan memperbaiki lingkungan sekitar tempat tinggal pasien agar tidak menjadi tempat perkembangbiakan vektor tersebut.2 Pencegahan Untuk pencegahan filariasis, hingga sekarang hanya dilakukan dengan menghindari gigitn nyamuk. Untuk mendapatkan infeksi maka diperlukan infeksi yang banyak sekali. Dengan demikian penggunaan kelambu pada waktu tidur merupakan faktor yang penting dan selanjutnya pada masa kini dengan repellent misalnya dalam bentuk obat oles, dapat membantu pencegahan gigitan nyamuk.5-7 Dapat juga digunakan DEC secara rutin untuk membebaskan karier mikrofilaria dalam darah, dapat juga digabung bersama dengan penggunaan insektisida dan disemprotkan di dalam dan luar rumah dan terpenting pada perindukan nyamuk.1 Kesimpulan Setelah dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik maupun penunjang akan di dapatkan beberapa diagnosis penyakit. Namun jika telah di lakukan pemeriksaan lebih lanjut maka dapat di simpulkan bahwa pasien menderita filariasis bancrofti yang di sebabkan oleh cacing Wuchereria bancrofti. Bila sudah mengetahui patofisiologi dan etiologi penyakit, pasien dapat segera di berikan penanganan lebih lanjut seperti pemberian obat agar penyakit tidak bertambah parah. Selain pengobatan yang dilakukan, harus pula di lakukan tindakan pencegahan agar penyakit tidak menyebar.

Daftar Pustaka 1. Rusmartini T. Penyakit oleh nematoda darah. Dari : Natadisastra D, Agoes R, editor. Parasitologi kedokteran : ditinjau dari organ tubuh yang diserang. Jakarta : EGC ; 2014.h.149-60 2. Hardjodisastro D. Menuju seni ilmu kedokteran. Jakarta: Gramedia; 206.h.51. 3. Supali T, Kurniawan A, Partono F. Nematoda darah : Wuchereria bancorfti. Dari Sutanto I, Ismid IS, Sjarifuddin PK, et al, editor. Buku ajar parasitologi kedokteran. Edisi ke-4. Jakarta : Badan Penerbit FKUI ; 2013.h.32-42 4. Hadidjaja P, Kurniawan A. FIlariasis. Dari Hadidjaja P, Margono SS, editor. Dasar parasitologi klinik. Edisi ke-1. Jakarta : Badan Penerbit FKUI ; 2011.h.204-13 9

5. Nurjana MA. Aspek epidemiologi dalam penanggulangan filariasin di Indonesia. Jurnal Vektor Penyakit 2009; 3(1): 33-40 6. Widoyono. Penyakit tropis. Jakarta: Erlangga; 2008.h.139-41. 7. Staf pengajar Departemen Parasitologi FKUI Jakarta. Parasitologi kedokteran. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2008: Ed.4. h.34-8. 8. Farmakologi dan terapi. Jakarta: Badan Penerbit FKUI; 2011. Ed.5. h.544-5, 546-7.

10

Related Documents

Filariasis
July 2020 22
Filariasis
November 2019 21
Filariasis
May 2020 19
Filariasis
November 2019 29
Filariasis
May 2020 22

More Documents from ""