Fiks.docx

  • Uploaded by: Gustin Hunou
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Fiks.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 7,900
  • Pages: 52
BAB I PENDAHULUAN 1.1

Latar Belakang Stroke adalah suatu penyakit neurologis atau sindrom yang ditandai

dengan gangguan fungsional yang berkembang cepat akibat gangguan otak (Irfan, 2010). Stroke merupakan masalah neurologik primer yang ada di dunia. Serangan stroke yang akut menyebabkan kecacatan fisik dan mental maupun tingginya angka kematian yang mendadak, baik pada usia produktif maupun usia lanjut. Diperkirakan satu dari tiga orang akan mengalami stroke dan satu dari tujuh orang akan meninggal karena stroke. Stroke akan menjadi beban bagi penderita dan keluarganya. Hal ini tentunya dapat menjadi faktor penghambat bagi pembangunan (Junaidi, 2011) Menurut WHO (World Health Organization) stroke merupakan Penyakit yang paling mematikan di dunia setelah penyakit jantung iskemik. Stroke menyebabkan kematian 6,7 juta jiwa pada tahun 2012 atau sekitar 11,9% dan diperkirakan tahun 2020 penyakit jantung dan stroke menjadi penyebab kematian di dunia (NSA, 2014). Di amerika serikat didapatkan 15 juta orang terserang stroke setiap tahunnya, satu pertiga meninggal dan sisanya mengalami kecacatan permanen. Data dari American Heart Association/American Stroke Association (AHA/ASA) dalam Heart Disease and Stroke Statistik 2012 update, menyebutkan bahwa setiap 4 menit seseorang meninggal karena stroke dan stroke berkontribusi dalam setiap 18 kematian di Amerika Serikat.

1

Indonesia merupakan negara dengan jumlah penderita stroke terbesar di Asia, dimana stroke merupakan penyakit nomor tiga yang mematikan setelah jantung dan kanker. Dari data Kementerian Kesehatan R.I. (2012), prevalensi stroke di Indonesia mencapai angka 8,3 per 1.000 penduduk. Daerah yang memiliki prevalensi stroke tertinggi adalah Nanggroe Aceh Darussalam (16,6 per 1.000 penduduk) dan yang terendah adalah Papua (3,8 per 1.000 penduduk). Dalam penelitian lain disebutkan bahwa 40% kejadian stroke akan berulang dalam rentang waktu 10 tahun. Penelitian epidemiologi yang dilakukan oleh Universitas Indonesia didapatkan bahwa 19,9% kejadian stroke merupakan kejadian stroke berulang (Misbach J. 2007). Data dari Riset Kesehatan Dasar tahun 2013, untuk Provinsi Gorontalo jumlah pasien stroke mencapai 12,3%, Khusus di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD). Prof. Dr. H. Aloei Saboe Kota Gorontalo berdasarkan data dari rekam medis jumlah penderita stroke 2 tahun terakhir (2015-2016) sebanyak 628 orang, sedangkan pada tahun 2017 sebanyak 353 orang (Medical Record, 2017). Dalam kondisi patologi stroke dibagi menjadi dua yaitu, stroke hemoragik dan stroke non hemoragik. Stroke Hemoragik disebabkan oleh adanya perdarahan ke jaringan otak. Stroke non Hemoragik adalah penyakit yang disebabkan oleh oklusi pembuluh darah yang menyebabkan terhentinya pasokan glukosa dan oksigen ke otak. Stroke non hemoragik dapat menyebabkan berbagai gangguan seperti kematian jaringan otak yang dapat menyebabkan menurunnya bahkan hilangnya fungsi yang dikendalikan oleh jaringan tersebut. Salah satu gejala yang ditimbulkan adalah kelemahan otot pada bagian anggota gerak tubuh yang terkena

2

seperti jari-jari tangan (Irfan, 2012). Sebanyak 55% pasien stroke non hemoragik lebih banyak mengalami kelemahan tangan khususnya pada jari-jari tangan yang disebabkan tidak adanya implus yang dikirimkan ke jari-jari tangan dan tidak ada gerakkan sehingga kekuatan otot jari-jari tangan akan menurun (Sulistiawan & Husna, 2014). Untuk mengevaluasi kelemahan ini akan dinilai melalui kekuatan otot. Kekuatan otot adalah kemampuan otot atau sekelompok otot dalam melakukan kerja seperti menggerakkan anggota tubuh saat berlari, berjalan dan mengangkat. Kekuatan otot ini dipengaruhi oleh faktor latihan yang teratur dan terencana secara sistematis (Wiarto, 2013). Apabila tidak diantisipasi maka kelemahan yang terjadi pada jari-jari tangan menyebabkan ketergantungan dalam melaksanakan aktifitas

sehari-hari

seperti

berpakaian, makan, mengambil

benda dan

menggunakan kamar mandi. Gangguan pada tangan seperti kelemahan yang terjadi pada pasien stroke non hemoragik dapat mengganggu pemenuhan kebutuhan sehari-hari pasien (disabilitas), sehingga akan membatasi atau menghalangi penderita untuk berperan secara normal, baik sebagai pribadi, anggota keluarga maupun anggota masyarakat (Gofir, 2009). Salah satu cara untuk meminimalkan masalah tersebut memerlukan suatu upaya rehabilitasi yang terpadu sehingga terjadi pemulihan secara terpadu dan sedini mungkin. Semakin cepat dilakukan maka semakin besar kemungkinan pengembalian fungsi, juga komplikasi akibat imobilisasi dapat dicegah dan kecacatan lebih lanjut dapat dihindari sehingga dapat mandiri tanpa tergantung pada orang lain. Rehabilitasi pasca stroke tersebut meliputi latihan bicara, latihan

3

mental, terapi okupasi, psikoterapi, memberi alat bantu, olahraga dan pemberian latihan fisik/fisioterapi seperti latihan range of motion (ROM). Latihan menggenggam bola merupakan salah satu upaya latihan ROM aktif. Salah satu media latihan yang bisa digunakan yaitu penggunaan bola seperti bola karet. Latihan ini dilakukan melalui 3 tahap yaitu membuka tangan, menutup jari-jari untuk menggenggam objek dan mengatur kekuatan menggenggam. Latihan menggenggam bola dapat menggerakan otot-otot untuk membantu membangkitkan kembali Kendali otak terhadap otot-otot (Levine,2009). Pada penelitan terhadap pengaruh latihan ROM pada ekstemitas atas dengn bola karet terhadap kekuatan otot yang dilakukan oleh Chaidir & Zuardi (2014) menunjukkan bahwa bola karet berpengaruh untuk meningkatkan kekuatan otot ekstermitas atas sehingga dapat meningkat kekuatan otot pada pasien stroke. Berdasarkan hasil observasi awal diruangan G2 neuro RSUD. Prof. Dr. H. Aloei Saboe Kota Gorontalo didapatkan 5 pasien stroke non hemoragik yang mengalami kelemahan otot di satu sisi (hemiparesis). 2 pasien dilakukan wawancara bahwa pasien hanya diberikan terapi ROM 2x seminggu setiap pagi dan dianjurkan untuk latihan ROM secara mandiri atau bisa dengan bantuan keluarga. Untuk terapi aktif menggenggam bola akupuntur belum dilakukan oleh pasien. Berdasarkan latar belakang diatas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang pengaruh terapi aktif menggenggam bola akupuntur terhadap kekuatan otot pada pasien stroke non hemoragik di rungan rawat inap G2 Neuro RSUD. Prof. Dr. H. Aloei Saboe Kota Gorontalo.

4

1.2

Identifikasi Masalah

1.2.1 Data dari Riset Kesehatan Dasar tahun 2013, untuk provinsi gorontalo jumlah pasien stroke mencapai 12,3%, Khusus di RSUD. Prof. Dr. H. Aloei Saboe Kota Gorontalo, berdasarkan data dari rekam medis jumlah penderita stroke 2 tahun terakhir (2015-2016) sebanyak 628 orang, sedangkan pada tahun 2017 sebanyak 353 orang. 1.2.2 Berdasarkan hasil observasi awal diruangan G2 neuro RSUD. Prof. Dr. H. Aloei Saboe Kota Gorontalo didapatkan 5 pasien stroke non hemoragik yang mengalami kelemahan otot di satu sisi (hemiparesis). 2 pasien dilakukan wawancara bahwa pasien hanya diberikan terapi ROM 2x seminggu setiap pagi dan dianjurkan untuk latihan ROM secara mandiri atau bisa dengan bantuan keluarga. Untuk terapi aktif menggenggam bola akupuntur belum dilakukan oleh pasien. 1.3

Rumusan Masalah Adakah pengaruh terapi aktif menggenggam bola akupuntur terhadap

kekuatan otot pada pasien stroke non hemoragik di RSUD. Prof. Dr. H. Aloei Saboe Kota Gorontalo. 1.4

Tujuan

1.4.1

Tujuan Umum Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh untuk

mengetahui pengaruh terapi aktif menggenggam bola akupuntur terhadap kekuatan otot pada pasien stroke non hemoragik di RSUD. Prof. Dr. H. Aloei Saboe Kota Gorontalo

5

1.4.1 Tujuan Khusus 1. Untuk Mengetahui kekuatan otot pasien stroke non hemoragik sebelum dilakukan terapi aktif menggenggam bola akupuntur di RSUD. Prof. Dr. H. Aloei Saboe Kota Gorontalo. 2. Untuk Mengetahui kekuatan otot pasien stroke non hemoragik sesudah dilakukan terapi aktif menggenggam bola akupuntur di RSUD. Prof. Dr. H. Aloei Saboe Kota Gorontalo. 3. Untuk Mengetahui pengaruh kekuatan otot pasien stroke non hemoragik sebelum dan sesudah dilakukan terapi aktif menggenggam bola akupuntur di RSUD. Prof. Dr. H. Aloei Saboe Kota Gorontalo. 1.5

Manfaat

1.5.1

Manfaat Teoritis Secara teoritis diharapkan hasil penelitian ini dapat menambah wawasan

keilmuan terutama bagaimana cara memberikan terapi latihan menggenggam bola akupuntur terhadap kekuatan otot pada pasien stroke non hemoragik. 1.5.2

Manfaat praktis

1. Bagi rumah sakit Sebagai bahan masukan bagi rumah sakit dalam meningkatkan pelayanan pada pasien stroke non hemoragik di RSUD. Prof. Dr. H. Aloei Saboe Kota Gorontalo yang mengalami kelemahan otot pada pasien stroke non hemoragik. 2. Bagi keperawatan

6

Sebagai bahan masukan bagi perawat dalam mencegah terjadinya peningkatan komplikasi dari pada pasien stroke non hemoragik. 3. Bagi peneliti Sebagai sumber informasi bagi peneliti dalam meningkatkan pengetahuan tentang upaya untuk melatih kekuatan otot pada pasien stroke non hemoragik.

7

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS 2.1

Kajian Teoritis

2.1.1 Konsep Stroke A.

Pengertian Stroke Menurut WHO stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang berkembang

cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (atau global) dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih yang menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler (Judha & Rahil, 2011). Stroke terjadi ketika aliran darah pada lokasi tertentu diotak terganggu sehingga suplay oksigen juga terganggu. Lokasi pada daerah yang kekurangan oksigen menjadi rusak dan menimbulkan gejala. Tipe dan beratnya deficit neurologic mempunyai gejala-gejala yang bervariasi tergantung dari bagianbagian otak yang terkena (Tarwoto, 2013). Dalam keadaan patologis stroke dibagi menjadi dua yaitu stroke hemoragik dan stroke non hemoragik. Stroke hemoragik adalah stroke karena pecahnya pembuluh darah sehingga menghambat aliran darah yang normal dan darah merembes ke dalam suatu daerah otak dan merusaknya (Pudiastuti, 2013). Stroke non hemoragik adalah stroke yang disebabkan sumbatan oleh bekuan darah, penyempitan sebuah arteri atau beberapa arte ri yang mengarah ke otak, atau embolus (kotoran) yang terlepas dari jantung atau arteri ekstrakranial (arteri yang berada diluar tengkorak) yang menyebabkan sumbatan disatu atau

8

beberapa arteri intracranial (arteri yang berada didadalam tengkorak) (irfan, 2010). B.

Etiologi Menurut Rendi, (2012) , dan Tarwoto (2013) Beberapa faktor resiko

stroke non hemoragik antara lain: 1.

Faktor yang tidak dapat diubah yaitu genetika atau riwayat keluarga, riwayat stroke dan riwayat jantung koroner.

2.

Faktor yang dapat diubah yaitu hipertensi, diabetes militus, merokok,

3.

penyalah gunaan obat atau kebiasaan mengonsumsi alcohol .

C.

Tanda dan gejala Menurut (Tarwoto, 2013) ada beberapa tanda dan gejala stroke non hemoragik antara lain :

1.

Kelumpuhan pada wajah atau anggota badan sebelah (hemiparesis) atau hemiplegia (paralisis) yang timbul secara mendadak. kelumpuhan terjadi akibat adanya kerusakan pada area motorik dikorteks bagian frontal, kerusakan ini bersifat kontralateral artinya jika terjadi kerusakan pada hemisfer kanan maka kelumpuhan otot pada sebelah kiri. Pasien juga akan kehilangan control otot vulenter dan sensorik sehingga pasien tidak dapat melakukan ekstensi maupun fleksi.

2.

Gangguan sensibilitas pada satu atau lebih anggota badan. Gangguan sensibilitas terjadi karena kerusakan system saraf otonom dan gangguan saraf sensorik.

9

3.

Penurunan kesadaran (konfusi, delirium, letargi, stupor, atau koma), terjadi akibat perdaraham, kerusakan otak kemudian menekan batang otak atau terjadinya gangguan metabolic otak akibat hipoksia.

4.

Afasia (kesulitan dalam berbicara) Afasia adalah deficit kemampuan komunikasi bicara, termasuk dalam membaca, menulis, memahami bahasa. Afasia terjadi jika terdapat kerusakan pada area pusat bicara primer yang berada pada hemisfer kiri dan biasanya terjadi pada stroke dengan gangguan pada arterii middle serebral kiri. Afasia dibagi menjadi 3 yaitu afasia motorik, sensorik dan afasia global. Afasia motorik atau ekspresif terjadi jika area pada area broca, yang terletak pada lobus forntal otak. Pada afasia jenis ini pasien dapat memahami lawan bicara tetapi pasein tidak dapat mengungkapkan dan kesulitan dalam mengungkapkan bicara. Afasia sensorik terjadi karena kerusakan pada area Wernicke, yang terletak pada lobus temporal. Pada afasia sensorik pasien tidak mampu menerima stimulus pendengaran tetapi pasien

mampu

mengungkapkan

pembicaraan.

Sehingga

respon

pembicaraan pasien tidak nyambung atau koheren. Pada afasia global pasien

dapat

merespon

pembicaraan

baik

menerima

maupun

mengungkapkan pembicaraan. 5.

Disartria (bicara cadel atau pelo) Merupakan kesulitan bicara terutama dalam artikulasi sehingga ucapannya menjadi

tidak jelas.

Namun

demikian pasien dapat

memahami

pembicaraan, menulis, mendengarkan maupun membaca. Disatria terjadi

10

karena kerusakan nervus cranial sehingga terjadi kelemahan dari otot bibir, lidah dan laring. Pasien juga terdapat kesulitan dalam mengunyah dan menelan. 6.

Gangguan penglihatan, diplopia Pasien dapat kehilangan penglihatan atau juga pandangan menjadi ganda, gangguan lapang pandang pada salah satu sisi. Hal ini terjadi karena kerusakan pada lobus temporal atau parietal yang dapat menghambat serat saraf optic pada korteks oksipital. Gangguan penglihatan juga dapat disebabkan karena kerusakan pada saraf cranial III, IV, dan VI.

7.

Disfagia Disfagia atau kesulitan menelan terjadi karena kerusakan cranial IX, selama menelan bolus didorong oleh lidah dan glottis, menutup kemudian makanan masuk ke esophagus.

8.

Inkontinensia Inkontinensia baik bowel maupun bladder sering terjadi hal ini terjadi karena terganggunya saraf yang mensarafi bladder dan bowel.

9.

Vertigo, mual, muntah, dan nyeri kepala, terjadi karena peningkatan tekanan intracranial, edema serebri.

D.

Patofisiologi Proses terjadinya stroke iskemik diawali oleh proses pembentukan flak

aterosklerosis, stroke iskemik erat hubungannya dengan flak aterosklerosis yang dapat mengaktifkan mekanisme pembekuan darah sehingga terbentuknya thrombus yang dapat disebabkan oleh hipetensi (Price & Wilson, 2006). Menurut

11

Corwin (2009) Thrombus tersebut dapat pecah lalu mengikuti aliran darah yang akan

menyebabkan

emboli

menyumbat

pembuluh

darah

yang

dapat

mengakibatkan terjadinya iskemia jaringan otak dan menyebabkan hilangnya fungsi otak secara akut atau permanen pada area yang teralokasi. Iskemia pada otak dapat mengakibatkan nuclei sensorik dan motorik yang membawaa fungsi motorik dan sensorik mengelami gangguan sehingga pengaturan gerak seluruh tubuh dan keseimbangan terganggu. Area diotak yang membutuhkan sinyal untuk pergerakan dan koordinasi otot tidak ditrasmisikan ke spinal cord, saraf dan otot sehingga serabut motorik pada system saraf mengalami gangguan untuk mengontrol kekuatan dan pergerakan serta dapat mengakibatkan terjadinya kecacatan pada pasien stroke (Smith, 2006). E.

Komplikasi Menurut (Smeltzer & Bare, 2010) komplikasi stroke meliputi hipoksia

serebral, penurunan aliran darah serebral, dan embolisme serebral. 1. Hipoksia serebral Fungsi otak bergantung pada kesediaan oksigen yang dikirimkan ke jaringan. Hipoksia serebral diminimalkan dengan pemberian oksigenasi adekuat ke otak. Pemberian oksigen, mempertahankan hemoglobin serta hematokrit akan membantu dalam mempertahankan oksigenasi jaringan. 2. Penurunan aliran darah serebral Aliran darah serebral bergantung pada tekanan darah, curah jantung dan integrasi pembuluh darah serebral. Hidrasi adekuat cairan intravena. Memperbaiki aliran darah dan menurunkan viskositas darah. Hipertensi atau

12

hipotensi perlu dihindari untuk mencegah perubahan pada aliran darah serebral dan potensi meluasnya area cedera. 3. Embolisme serebral Terjadi setelah infark miokard atau fibrilasi atrium. Embolisme akan menurunkan aliran darah keotak dan selanjutnya akan menurunkan aliran darah ke serebrak. Distrima dapat menyebabkan embolus serebral dan harus segera diperbaiki. F.

Pemeriksaan penunjang Menurut, (Tarwoto, 2013) beberapa pemeriksaan penunjang antara lain : 1. Tes radiologi a. Computerized Tomografi Scaning (CT Scan) : mengetahui area infark, edema, hematoma, struktur dan system ventrikel otak. b. Magnetic Resonance Imaging (MRI) : menunjukkan daerah yang mengalami infark, hemoragik, malformasi arteriovena. c. Elektro Encephalografi (EEG): Mengidentifikasi masalah didasarkan pada gelombang otak dan mungkin memperlihatkan daerah lesi yang spesifik. d. Angiografi Serebral : membantu menentukkan penyebab stroke secara spesifik seperti perdarahan, obstruksi arteri, adanya titik oklusi atau rupture. e. Sinar X tengkorak : mengetahui adanya klasifikasi karotis interna pada thrombosis cerebral.

13

f. Pungsi lumbal : menunjukkan adanya tekanan normal, jika tekanan meningkat dan cairan mengandung darah menunjukkan hemoragik subarachnoid atau perdarahan intracranial. Kontraindikasi pada peningkatan tekanan intracranial. g. Elektro Kardiogram : mengetahui adanya kelainan jantung yang juga menjadi faktor penyebab stroke 2. Laboratorium a. Pemeriksaan darah lengkap seperti Hb, Leukosit, Trombosit, Eritrosit, LED b. Pemeriksaan gula darah sewaktu c. Kolestrol, Lipid d. Asam Urat e. Elektrolit f. Masa pembekuaan dan masa perdarah. G.

Penatalaksanaan Penatalaksanaan stroke menurut Wijaya dan Putri (2013) adalah : 1. Penatalaksanaan umum a. Posisi kepala dan badan atas 20-30 derajat, posisi lateral dekubitus bila disertai muntah. Boleh di mulai mobilisasi bertahap bila hemodinamika stabil. b. Bebaskan jalan nafas dan usahakan ventilasi adekuat bila perlu berikan oksigen 1-2 liter/menit bila ada hasil AGD. c. Kosongkan kandung kemih dengan kateter bila penuh

14

d. Control tekanan darah dipertahankan normal e. Suhu tubuh harus dipertahankan f. Nutrisi perorfal hanya boleh diberikan setelah tes fungsi menelan baik bila terdapat gangguan menelan atau pasien yang kesadaran menurun. g. Mobilisasi dan rehabilitasi dini jika tidak ada kontraindikasi. 2. Penatalaksanaan medis a. Trombolitik (Streptokinase) b. Anti platelet/anti trombolitik (Asetosol, Multiclopidin, Cilostazol, Dipiridamol). c. Antikoalian (Heparin) d. Hemorrhagea (Pentoxyfilin) e. Antagonis serotonin (Noftidrofuryl) f. Antagonis calcium (Nomodipin, Piracetam) 3. Rehabilitasi pasca stroke Menurut (Tarwoto, 2013) rehabilitasi stroke yaitu : 1. Terapi fisik Terapi fisik dilakukan untuk mengembalikan fungsi fisik dan mencegah terjadinya komplikasi seperti kelumpuhan, kontraktur, atropi dan kehilangan tonus otot. Pasien dapat dilakukan latihan atau aktivitas di tempat tidur, mobilisasi dengan kursi atau dengan melakukan range of motion. Terapi fisik dilakukan dengan melihat kondisi dan tingkat stabilitas pasien. a. Aktivitas pembebanan berat badan

15

Pasien mengalami paralysis dapat memulai pembebanan berat badan secara dini. Makin cepat otot menjadi kuat, makin sedikit kemungkinan terjadi atrofi. Makin dini pasien diposisikan berdiri, makin kecil kesempatan adanya perubahan osteoporotic yang terjadi pada tulang panjang. Aktivitas dengan pembebanan berat badan juga menurunkan kemungkinan batu ginjal dan meningkatkan proses metabolisme. b. Program latihan Program latihan dilakukan untuk mengoptimalkan kekuatan otot yang tidak mengalami kelumpuhan karena otot-otot tersebut merupakan tumpuan dalam melakukan ambulasi. Untuk menguatkan otot-otot, pasien dapat melakukan latihan push up dengan posisi terlungkup dan sit up bila posisi duduk. Memanjangkan tangan dengan memegang beban (dapat digunakan beban traksi) juga mengembangkan kekuatan otot. Meremas bola karet atau gulungan kertas dapat membantu menguatkan tangan. Dengan bantuan rehabilitas pasien diarahkan untuk latihan gaya berjalan dan aktivitas gerak. c. Mobilisasi Bila keadaan cukup stabil maka pasien akan dibantu untuk tegak dan mengawali aktivitas mobilisasi. Mobilisasi ini sangat penting dalam rehabilitasi karena dapat meningkatkan kekuatan otot, jantung dan pengembangan paru-paru. Disamping itu pasien juga akan merasa adanya kemandirian dalam perawan dirinya. Kegiatan mobilisasi diantaranya

16

berpindah tempat tidur dari tempat tidur ke kursi roda. Berlatih berjalan dengan penyangga. 2. Okupasional terapi 3. Speech terapi. 2.1.2 Konsep kekuatan otot A.

Pengertian Otot adalah sebuah jaringan konektif dalam tubuh yang tugas utamanya

kontraksi. Kontraksi otot digunakan untuk memindahkan bagian-bagian tubuh dan substansi dalam tubuh. Jaringan otot tersusun atas sel-sel otot fungsinya menggerakkan organ-organ tubuhh. Kemampuan tersebut disebabkan karena jaringan otot mampu berkontraksi. Kontraksi otot dapa berlangsung karena molekul-molekul protein yang membangun sel otot dapat memanjang dan memendek. Otot merupakan otot lurik melekat pada tulang-tulang yang membentuk daging dari anggota badan. Susunan tulang merupakan salah satu unsure system penegak. Tulang manusia dihubungkan dengan tulang yang lain melalui sendi. Otot merupakan alat gerak aktif dan susunan tulang atau kerangka merupakan alat gerak aktif (Wiarto, 2013). B.

Jenis-jenis kekuatan otot 1. Otot kerangka /otot lurik Otot kerangak adalah otot yang melekat pada kerangka. Bagian tubuh kita yang berdaging merupakan otot kerangka. Otot ini memperlihatkan suatu pola

serat

melintang

atau

bergaris.

Irisan

melintang

otot

ini

17

memperlihatkan beribu-ribu serabut otot. Serabut-serabut itu tersusun dalam berkas-berkas yang sejajar, dan terikat sesamanya oleh jaringan penyambung yang dilalui oleh pembuluh darah dan saraf. Ukuran diameter otot 50 mikron dengan panjang 2,5 cm. Contoh otot kerangka adalah otot bisep dan trisep, yang terletak pada lengan atas. Otot ini berbentuk silindris panjang. Mempunyai ini banyak yang terletak ditepi. Cara kerja otot ini dan kontraksinya menurut kehendak kita dan dibawah kesadaran kita. Gerakan otot kerangka cepat dan kuat, tetapi mudah lelah. Otot kerangka dapat berkontraksi bila diberikan rangsangan karena diinversi oleh saraf sadar atau motoris. Rangsangan tersebut bisa berupa panas, kimi, mekanis dan elektris. Sumber energy untuk kontraksi otot adalah ATP. 2. Otot polos Setiap serabut otot polos adlah sel tunggal, berbentuk gelendong dengan satu inti yang terletak ditengah. Sel-sel ini tersusun dalam lembaran. Jika kita lihat dibawah mikroskop cahaya, otot polos tidak memperlihatkan pola lurik melintang. Permukaannya polos. Sel-selnya mengandung filament tipis maupun tebal aktin dan myosin, dan filament tersebut menjadi fibri; kontraktil. Otot polos ini dapat berkontraksi secara spontan, terutama dikendalikan oleh neuron motor dari system saraf simpatik dan parasimpatik. Kerja otot polos jauh lebih lambat daripada otot kerangka. Otot polos memerlukan waktu 3-180 detik untuk berkontraksi. Perbedaan lain dari

18

otot kerangka adalah kemampuan untuk tetap berkontraksi pada berbagai panjang. Otot ini bekerja terus-menerus dan tidak dipengaruhi oleh kesadaran dan tidak mudah lelah. Otot polos terdapat pada organ dalam selain jantung misalnya lambung, usus dan ginjal. C.

Kerja Otot Otot mampu melakukan gerakan hanya dengan cara kontraksi. Melalui

koordinasi kelompok-kelompok otot, tubuh mampu melakukan berbagai macam gerakan. Pergerakan utama adalah otot yang menyebabkan gerakan tertentu. Otot yang membantu pergerak utama dinamakan sinergis. Otot menyebabkan gerakan berlawanan dengan penggerak utama dikenal sebagai antagonis. Otot antagonis harus rileks untuk member kesempatan penggerak utama berkontraksi, mengahasilkan gerakan, misalnya, ketika kontraksi biceps menyebabkan fleksi sendi siku, biceps merupakan penggerak utama dan triseps sebagai antagonis. Bila otot mengalami paralisis, orang tetap dapat memperoleh kembali fungsi otot melalui kelompok sinergis untuk berkoordinasi sedemikian rupa untuk menghasilkan gerakan yang dinginkan. Penggerak sekunder kemudian menjadi penggerak utama. Gerakan tubuh yang dapat dihasilkan oleh kontraksi otot sangat banyak. Fleksi ditandai dengan adanya lipatan pada sendi (misalnya siku). Gerakan yang berlawanan adalah ekstensi, atau pelurusan sendi. Abduksi adalah gerakan yang menjauh diri dari tengah garis tubuh. Gerakan yang mendekati garis setengah tubuh dinamakan adduksi. Rotasi adalah gerakan memutar pada sumbu tertentu (misalnya sendi bahu). Sirkumduksi adalah gerakan ibu jari yang berbentuk

19

corong. Gerakah khusus tubuh meliputi supinasi (membalik telapak tangan ke atas), pronasi (membalik telapak tangan ke bawah)., inverse (memutar telapak kaki ke dalam), eversi lawan gerakan inverse), protraksi (menarik dagu ke depan), dan retraksi (menarik dagu ke belakang) (Smeltzer & Suzanne, 2013). D.

Kontraksi Otot Kontraksi otot diakibatkan oleh kontraksi masing-masing komponen

sarkomer. Kontraksi sarkomer disebabkan oleh interaksi antara myosin dalam filamen tebal dan aktin dalam filamen tipis, yang saling mendekat dengan adanya peningkatan local kadar ion kalsium. Filamen tebal dan tipis saling meluncur satu sama lain. Ketika kadar kalsium dalam sarkomer kembali kepanjang istirahat awalnya (relaksasi). Aktin dan myosin tidak dapat berinteraksi bila tidak ada kalsium. Serabut otot akan berkontraksi sebagai respon terhadap rangsangan listrik. Bila rangsangan, sel otot akan membangkitkan suatu potensial aksi dengan cara serupa dengan yang terlihat pada sel saraf. Potensial akan menjalar sepanjang membrane sel dan mengakibatkan pelepasan ion kalsium kedalam sel otot yang sebelumnya tersimpan dalam organel khusus yang dinamakan reticulum sarkoplasmikum. Reticulum arkoplasmikum adalah kalsium yang memungkinkan interaksi antara aktin dan mioksin dalam sarkomer (Smeltzer & Suzanne, 2013). E.

Kelelahan otot Bila otot dalam keadaan istirahat biasanya sejumlah tegangan masik tetap

ada. Tegangan ini disebut tonus. Tonus merupakan rendahnya hasil darirendahnya kecepatan infuls saraf yang dijalarkan dari saraf otak ke neuron motorik anterior.

20

Kontraksi kuat otot yang berlangsung lama mengakibatkan keadaan kelelahan otot. Kelelahan ini akibat ketidakmpuan proses kontraksi dan metabolisme serabut otot untuk melanjutkan suplai pengeluaran kerja yang sama. Hambatan aliran darah menuju otot yang sedang berkontraksi mengakibatkan kelelahan otot hamper sempurna dalam waktu kurang dari 1 menit karena kehilangan suplai zat gizi (Syaifuddin, 2014). F.

Gangguan otot 1. Hipertropi adalah masa otot menjadi besar akibat peningkatan jumlah filamen aktin dan milos dalam setiap serat otot. Peristiwa ini terjadi sebagai respon terhadap kontraksi otot yang berlangsung pada kekuatan maksimal. 2. Atrofi adalah masa otot menurun akibat otot tidak digunakan dalam jangka waktu yang lama. Kecepatan penghancuran protein kontraktil jumlah myofibril berlangsung lebih cepat dari kecepatan pengganti. 3. Penentuan panjang otot, bila otot diregangkan hingga panjangnya melebihi normal dapat menyebabkan hipertrofi karena bertambahnya sarkomersarkomer baru pada ujung serat otot yang melekat pada tendon jika tetap memendek sarkomer pada ujung otot akan menghilang. 4. Hiperplasia serat otot : pembentukan kekuatan otot yang ektrem pada proses hipertrofi serat otot, terjadi peningkatan serat otot.

G.

Tonus dan kekuatan otot Tonus otot yaitu resisten yang terdeteksi oleh pemeriksa saat

menggerakkan sendi secara pasif, sering kali terganggu jika terdapat gangguan

21

system saraf. Otot yang sedang relaksasi menunjukkan suatu keadaan yang selalu siap untuk berespon terhadap setiap rangsangan kontraksi. Keadaan selalu siap ini dikenal sebagi tonus otot dan disebabkan karena tetap terjaganya beberapa serta otot dalam keadaan kontraksi. Organ indra dalam otot (Spidel Otot) selalu memantau tonus otot. Tonus otot menjadi paling minimal saat tidur dan meningkat ketika seseorang dalam keadaan cemas. Otot yang tonusnya kurang dari normal disebut flaksid, otot, yang tonusnya lebih tinggi dari normal dinamakan spastic (Smeltzer & Suzanne, 2013). Kekuatan otot adalah kemampuan otot untuk berkontraksi

dan

menghasilkan gaya. Ada banyak hal yang bisa mempengaruhi kekuatan otot, seperti operasi, cedera, atau penyakit tertentu. Malas berolahraga juga dapat menurunkan kekuatan otot yang dapat membuat anda rentan mengalami cedera saat beraktivitas (Wiarto, 2013). Nilai derajat kekuatan otot : 1. Derajat 0 : Kontraksi otot tidak terdeteksi dengan palpasi 2. Derajat 1 : Tidak ada gerakan sendi, tetapi kontraksi otot dapat dipalpasi 3. Derajat 2 : Dapat menggerakan otot atau bagian lain yang lemah sesuai perintah 4. Derajat 3 : Mampu bergerak dengan luas gerak sendi penuh, dan melawan gravitasi tanpa tahanan. 5. Derajat 4 : Mampu bergerak dengan luas gerak sendi penuh melawan gravitasi dan melawan tahanan 6. Derajat 5 : Kekuatan otot normal.

22

H.

Cara mengukur kekuatan otot Menurut Pudiastuti dalam gina (2017) Saat mengukur kekuatan otot, ada

beberapa hal yang harus diperhatikan, yaitu: a) Posisikan pasien sedemikian rupa sehingga otot mudah berkontraksi sesuai dengan kekuatannya. Posisi yang dipilih harus memungkinkan kontraksi otot dan gerakan mudah diobservasi. b) Bagian tubuh yang akan diperiksa harus terbebas dari pakaian yang menghambat. c) Usahakan pasien dapat berkonsentrasi saat dilakukan pengukuran. d) Berikan penjelasan dan contoh gerakan yang harus dilakukan. e) Bagian otot yang akan diukur ditempatkan pada posisi antigravitasi.jika otot terlalu lemah, maka sebaiknya pasien ditempatkan pada posisi terlentang. f) Bagian proksimal area yang akan diukur harus dalam keadaan stabil untuk menghindari kompensasi dari otot yang lain selama pengukuran. g) Selama terjadi kontraksi gerakan yang terjadi diobservasi baik palpasi pada tendon atau otot. h) Tahanan diperlukan untuk melawan otot selama pengukuran. i) Lakukan secara hati-hati, bertahap dan tidak tiba-tiba. j) Catat hasil pengukuran pada lembar observasi 2.1.3

Konsep terapi aktif Terapi aktif adalah salah satu cara untuk mempercepat pemulihan pasien

dari cedera dan penyakit yang dalam penatalaksanaannya menggunakan gerakan

23

aktif. Gerak aktif adalah gerak yang dihasilkan oleh kontraksi otot sendiri. Terapi aktif yang dapat dilakukan yaitu : a. Latihan aerobic Para fisioterapis sering merekomendasikan latihan aerobic yang mampu menunjukkan manfaat yang signifikan bagi mereka yang menderita ketidakmampuan ringan atau sedang setelah terkena serangan stroke menurut sebuah studi pada jurnal clinical rehabilitation (rehabilitas klinis). Latihan aerobic yang mungkin disarankan meliputi latihan berjalan, latihan melangkah, latihan berlari, atau latihan berbaris. Latihan mengayuh pada sebuah sepeda statis berguna untuk pasien pasca serangan stroke yang memiliki keseimbangan yang kurang. b. Latihan rentang gerak Fleksibilitas sendi atau rentang gerak tubuh pada pasien pasca stroke sering berkurang setelah terkena serangan stroke sehingga menyebabkan rasa sakit dan kehilangan fungsi menurut Merck Manuals Online Medical Library. Ada tiga macam latihan rentang gerak ( range of motion atau ROM) yang meliputi latihan aktif yang membuat pasien harus menggerakkan anggota tubuhnya sendiri. Latihan aktif asistif melibatkan latihan menggerakkan anggota tubuh pasien dengan bantuan dari terapis. Selama latihan rentang gerak pasif, seorang terapis akan menggerakkan anggota tubuh pasien ketika pasien tidak bisa menggerakkan anggota tubuh mereka sendiri. c. Latihan koordinasi

24

Serangan stroke sering berdampak pada keseimbangan dan koordinasi tubuh pasien pasa serangan stroke. Latihan bisa dilakukan untuk meningkatkan keseimbangan tubuh pasien pasca stroke dan meningkatkan fungsi sehari-hari seperti berjalan, duduk, atau membungkuk. Sebagai contoh latihan keseimbangan, pasien berdiri dan memindahkan bobot tubuh dari satu kaki ke kaki yang latihan. Latihan koordinatif untuk pasien pasca stroke ini mengutamakan pada aktivitas yang melibatkan lebih dari satu sendi maupun otot seperti mengangkat sebuah benda menurut Merck. Berjalan diatas treadmill juga boleh dicoba. d. Latihan penguatan Selain berdampak pada keseimbangan dan koordinasi tubuh pada pasien pasca stroke, serangan stroke umumnya juga menyebabkan melemahnya otot, kejang urat, dan juga rasa sakit. Latihan kekuatan dengan mengggunakan beban ringan, pembalut resistensi, maupun peralatan jenis lain bisa membantu membangun kembali otot yang melemah dan meningkatkan fungsi otot tersebut. Menurut laporan dari Reuters, sempat adda kekhawatiran bahwa latihan kekuatan justru bisa membuat kejang otot dan rasa sakit yang bertambah buruk. Akan tetapi, hal ini tidak didukung oleh sebuah review dari beberapa studi. e. Latihan menggenggam bola Sering saya temui dalam kehidupan sehari-hari, bahwa seorang penderita stroke yang diminta latihan meremas-remas bola, baik itu bola karet berduri, bola golf, bola pingpong sampai bola tenis. Bahkan mereka begitu telaten

25

dengan membawa bola tersebut kemanapun mereka pergi. Namun banyak juga penderita stroke yang justru mengalami kekakuan pada jari-jari tangan yang dilatih dengan meremas-remas bola. Salah satu terapi gerak aktif yang dapat dilakukan dengan cara latihan menggenggam bola. Untuk membantu pemulihan bagian lengan atau bagian ekstermitas atas diperlukan teknik untuk merangsang tangan seperti dengan latihan spherical grip yang merupakan latihan fungsional tangan dengan cara menggenggam sebuah benda berbentuk bulat seperti bola pada telapak tangan (Prok, Gessal, & Angliadi, 2016) 2.1.4 Konsep Latihan Menggenggam Bola a.

Definisi Fungsi tangan (prehinsion) begitu penting dalam melakukan akivitas

sehari-hari dan merupakan bagian yang paling aktif maka lesi pada bagian otak yang mengakibatkan kelemahan akan sangat menghambat dan mengganggu kemampuan dan aktivitas sehari-hari seseorang. Tangan juga merupakan organ panca indera dengan daya guna yang sangat khusus. Prehension dapat didefinisikan sebagai semua fungsi yang dilakukan ketika menggerakkan sebuah objek yang digenggam oleh tangan. Beberapa bentuk dari fungsional tangan antara lain power grip yang merupakan bentuk dari fungsional tangan yang dominan terdiri dari cylindrical grip, spherical grip, hook grip lateral prehinsiop grip (Irfan, 2010). Spherical grip adalah latihan untuk menstimulasi gerak pada tangan dapat berupa latihan fungsi mengenggam. Latihan ini dilakukan melalui 3 tahap yaitu membuka tangan, menutup jari-jari untuk menggenggam objek dan mengatur

26

kekuatan menggenggam. Latihan ini adalah latihan fungsional tangan dengan cara menggenggam sebuah benda berbentuk bulat seperti bola pada telapak tangan. Latihan menggenggam bola merupakan suatu modalitas rangsang sensorik raba halus dan tekanan pada reseptor ujung organ berkapsul pada ekstermitas atas. Respon akan disampaikan ke korteks sensorik diotak jalur sensorik melalui badan sel pada saraf C7-T1 secara langsung melalui system limbic. Pengolahan rangsang yang ada menimbulkan respon cepat pada saraf untuk melakukan aksi atas rangsangan tersebut (Prok, Gessal, & Angliadi, 2016). Latihan menggenggam bola salah satu upaya latihan range of Motion (ROM) aktif. Salah satu media latihan yang bisa digunakan yaitu penggunaan bola seperti bola karet. Latihan untuk menstimulasi gerak pada tangan dapat berupa latihan fungsi menggenggam/mengepalkan tangan rapat-rapat akan menggerakkan otot-otot untuk membantu membangkitkan kembali kendali otak terhadap otototot tersebut (Levine,2009). b.

Teknik pemberian latihan mengenggam bola Menurut (Irfan, 2010) teknik pemberian latihan menggenggam bola : a) Berikan benda berbentuk bulat b) Lakukan koreksi pada jari-jari agar menggenggam sempurna c) Posisikan wirst joint (pergelangan tangan) 45 derajat d) Berikan instruksi untuk menggenggam (menggenggam kuat) selama 5 detik kemudian rileks e) Lakukan pengulangan sebanyak 7 kali f) Latihan diberikan 2 kali sehari pagi dan sore

27

c.

Manfaat pemberian latihan menggenggam bola a) Memelihara fleksibilitas dan mobilitas sendi terutama pada daerah pergelangan tangan, pada daerah punggung tangan, dan jari-jari. b) Meningkatkan kekuatan otot ekstremitas. c) Menstimulasi otot jari sampai ke bahu , sehingga dapat meningkatkan kemampuan fungsional tangan.

2.2 1.

Kajian relevan Chaidir R & Zuardi M.I (2014), meneliti tentang “Pengaruh Latihan Range Of Motion Pada Ekstermitas Atas Dengan Bola Karet Terhadap Kekuatan Otot Pasien Stroke Non Hemorogik Di Ruangan Rawat Stroke RSSN Bukittinggi Tahun 2014”. Penelitian ini menggunakan jenis quasi eksperimen dengan pendekatan pre test and post nonequivalent control group p=0,012. Pengambilan dilakukan dengan tekhnik purposive sampling. Jumlah sampel ini sebanyak 16 orang ditempat Rehabiliasi medik RSSS Bukittinggi sebagai subjek untuk kelompok kontrol dan kelompok intervensi. Analisa data pada penelitian ini menggunakan uji statistik yaitu menggunakan independent t-test. Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa latihan Range Of Motion (ROM) dengan bola karet berpengaruh untuk meningkatkan kekuatan otot ekstermitas atas sehingga dapat meningkatkan kekuatan otot pada pasien stroke. Persamaan dengan penelitian ini adalah sama memberikan menggunakan bola karet terhadap penderita stroke, dan variabel terikat. Perbedaan dari penelitian ini adalah metode penelitian, rancangan penelitian, teknik uji, dan teknik sampling.

28

2.

Prok W, Gessal J & Angliadi L.S (2016), meneliti tentang “Pengaruh Latihan Gerak Aktif Menggenggam Bola Pada Pasien Stroke Diukur Dengan Handgrip Dynamometer di Rehabilitasi Medik RSUP Prof. Dr. R.D Kandaou Manado 2016”. Penelitian ini menggunakan quasi eksperimental dengan rancangan pretest-postest p=0,000. Pengambilan dilakukan dengan tekhnik purposive sampling. Jumlah sampel 18 orang ditempat Rehabilitasi Medik RSUP Prof. Dr. R.D Kandaou Manado. Penelitian ini uji statistik yang digunakan menggunakan uji t-test berpasangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata kekuatan otot sebelum latihan gerak aktif menggenggam bola karet selama 1 bulan sebesar 10.56 kg dan sesudah latihan 14.06 kg, dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh bermakna latihan gerak aktif menggenggam bola terhadap kekuatan otot tangan pada pasien stroke. Persamaan pada penelitian ini adalah terletak pada variabel bebas dan teknik uji. Sedangkan perbedaan terletak pada variabel terikat, teknik sampling, rancangan, dan alat ukur.

3.

Desi K (2014) berjudul “Pengaruh Latihan ROM dengan Bola Karet Bergerigi Terhadap Kekuatan Otot Jari-jari Tangan Pasien Stroke non Hemoragik Studi Observasional di RSUD Sanjiwani Gianyar Bali Periode 1 Juni – 1 Juli 2014”. Penelitian menggunakan metode Quasi Eksperiment (eksperimen semu) desain penelitian yang di gunakan adalah pre-test and post-test with control group design dengan pendekatan kohort prospektif. Sample pada penelitian ini dibagi dalam dua kelompok yaitu kelompok perlakuan dan kelompok kontrol. Pada kelompok perlakuan di beri tes

29

awal untuk mengetahui kekuatan otot pasien (pre-test) kemudian di beri latihan Range of Motion (ROM) dengan bola karet bergerigi dengan frekuensi 2 kali sehari dan di lakukan selama & menit setiap sesi latihan selama 8 hari, setelah itu di beri tes akhir (post-test) sedangkan pada kelompok kontrol, akan di berikan tes awal untuk mengetahui kekuatan otot pasien (pre-test) kemudian di berikan latihan range of motion (ROM) tanpa bola karet bergerigi dan setelah itu di berikan tes akhir (post-test. Jumlah sample sebanyak 20 orang di pilih dengan purposive sampling, instrument yang di gunakan berupa prosedur latihan ROM dengan bola karet bergerigi dan standar operasional prosedur handgrip dynamometer. Berdasarkan uji analisis dengan paired T test pada kelompok perlakuan di peroleh hasil p = 0,000 < α (α = 0,05) dan kelompok kontrol dengan hasil p = 0,15 > α (α = 0,05). Hasil analisis Independent T test di peroleh nilai p = 0,005 < 0,05. Persamaan penelitian ini terletak pada variabel bebas dan teknik uji. Sedangkan perbedaan dari penelitian ini teletak pada rancangan penelitian, dan desain penelitian.

30

2.3

Kerangka Berpikir

2.3.1

Kerangka Teori

Stroke

Stroke hemoragik

Stroke non hemoragik

Terapi Farmakologis

-

Drainase cairan serebrospinal Sedative antikoagulan

Non farmakologis

Terapi fisik

1. Aktivitas pembebanan berat badan 2. Program latihan 3. mobilisasi

Okupasional terapi

Speech terapi

Terapi aktif menggenggam bola akupuntur

(Gambar 2.1) Sumber : (Irfan, 2010), (Tarwoto, 2013)

31

2.3.2

Kerangka konsep Variabel independent

Terapi aktif menggenggam bola akupuntur

Variabel dependent

Kekuatan otot

(Gambar 2.2 Kerangka Konsep) 2.4

Hipotesis Terdapat pengaruh terapi aktif menggenggam bola akupuntur terhadap

kekuatan otot pada pasien stroke non hemoragik di RSUD. Prof. Dr. H. Aloe Saboe Kota Gorontalo.

32

BAB III METODE PENELITIAN 3.1

Penetapan Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di ruangan G2 Neuro RSUD. Prof. Dr. H. Aloei

Saboe Kota Gorontalo. Waktu pelaksanaan penelitian pada bulan maret tahun 2018. 3.2

Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan menggunakan

rancangan penelitian pra-eksperiment dengan pendekatan One Group PretestPostest dimana tidak ada kelompok pembanding (control), tetapi paling tidak sudah dilakukan observasi pertama (pretest), yang memungkinkan menguji perubahan-perubahan yang terjadi setelah adanya eksperiment (Notoatmodjo, S. 2012). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan kekuatan otot sebelum dan sesudah diberikan terapi aktif menggenggam bola akupuntur pada pasien stroke non hemoragik. Dalam rancangan ini, kelompok eksperimental sebelum diberi perlakuan diawali dengan pre test dan setelah pemberian perlakuan diadakan pengukuran kembali (post test). Rancangan penelitian in dapat dilihat pada skema berikut : Populasi

sampel

01

X

02

Keterangan : 01 = Pengukuran Kekuatan Otot X = Terapi Menggenggam Bola Akupuntur 02 = Pengukuran Kekuatan Otot Setelah Dilakukan Intervensi Menggenggam Bola Akupuntur

33

3.3

Variabel Penelitian Variabel penelitian adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang

ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tesebut, kemudian ditarik kesimpulan (Sugiyono, 2014). 3.3.1.

Variabel independent Variabel independent merupakan variabel yang mempengaruhi atau yang

menjadi sebab perubahannya variabel dependen. (Sugiyono, 2014). Pada penelitian ini variabel bebas adalah pengaruh terapi aktif menggenggam bola akupuntur. 3.3.2.

Variabel dependent Variabel dependent merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang

menjadi akibat, karena adanya variabel bebas (Sugiyono, 2014). Dengan kata lain ada tidaknya hubungan atau pengaruh dari variabel bebas (Nursalam, 2013). Variabel terikat (dependet) dalam penelitian ini adalah kekuatan otot pada pasien stroke non hemoragik. 3.3.3.

Definisi operasional Definisi operasional merupakan definisi variabel-variabel yang akan

diteliti secara operasional dilapangan. Definisi operasional bermanfaat untuk mengarahkan kepada pengukuran atau pengamatan terhadap variabel-variabel yang akan diteliti serta untuk pengembangan instrument. Dengan definisi operasional yang tepat maka ruang lingkup atau pengertian variabel-variabel yang diteliti menjadi terbatas dan penelitian akan lebih focus (Riyanto, 2011).

34

3.1 Tabel Definisi operasional N o

Variabel Penelitian

1. Independent Terapi aktif menggengga m bola akupuntur

2. Dependent Kekuatan otot

Definisi Operasional Suatu terapi yang diberikan kepada pasien stroke non hemoragik dengan cara mengenggam bola akupuntur/bola karet bergerigi. dengan durasi selama 5 detik kemudian rileks, 2 kali sehari, pagi dan sore dengan waktu 10 menit, diberikan selama 1 minggu pada pasien. Kemampuan atau tenaga ekstermitas yang dimiliki pasien pada saat kontraksi otot yang dinilai dengan pedoman kekuatan otot dari 0 sampai 5

Cara Ukur Dan Alat Ukur Standar operasional prosedur (SOP)

Skala

Hasil Ukur

-

-

Ordinal

0 : kontraksi otot tidak terdeteksi dengan palpasi 1 : tidak ada geraka sendi, tetapi kontraksi otot dapat dipalpasi 2: dapat menggerakkan otot atau bagian yang lemah sesuai perintah 3 : mampu bergerak dengan luas gerak sendi penuh, dan melawan

Bola Akupuntur

Tes nilai kekuatan otot dengan menggunak an MMT (manual muscle testing).

35

N o

Variabel Penelitian

Definisi Operasional

Cara Ukur Dan Alat Ukur

Skala

Hasil Ukur 4 : mampu bergerak dengan luas gerak sendi melawan gravitasi dan melawan tahanan 5 : kekuatan otot normal

3.4

Populasi dan penelitian

1.

Populasi Populasi adalah subjek yang menjadi sasaran penelitian (Notoatmodjo,

2012). Populasi dalam penelitian adalah seluruh pasien stroke non hemoragik yang dirawat di RSUD. Prof. Dr. H. Aloei Saboe Kota Gorontalo. 2.

Sampel Sampel adalah objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi.

Sampel dalam penelitian ini ditentukan dengan teknik accidental sampling, yaitu peneliti mengumpulkan subjek yang secara kebetulan ditemukan saat penelitian berlangsung dan memenuhi persyaratan sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan. 3.5

Teknik pengumpulan data Pengumpulan data adalah suatu proses pendekatan kepada subjek dan

proses pengumpulan karakteristik subjek yang diperlukan dalam suatu penelitian.

36

Langkah-langkah dalam pengumpulan data bergantung pada rancangan penelitian dan teknik instrument yang digunakan (Nursalam, 2016). 3.5.1. Jenis Data 1. Data primer Data primer adalah pengambilan data yang dihimpun langsung oleh peneliti (Riyanto, 2011). Dalam Penelitian ini peneliti melakukan pretest dan posttest menggunakan lembar observasi terhadap responden sebelum dan sesudah dilakukan perlakuan untuk mengetahui sejauh mana pengaruh terapi aktif menggenggam bola akupuntur terhadap kekuatan otot pada pasien stroke non hemoragik. 2. Data Sekunder Data sekunder diperoleh dari Medical Record di RSUD. Prof. Dr. H. Aloei Saboe Kota Gorontalo. 3.5.2

Instrumen Penelitian Instrument

penelitian

adalah

alat-alat

yang

digunakan

untuk

pengumpulan data (Notoadmodjo, 2012). Adapun instrument yang digunakan dalam penelitian adalah sebagai berikut : 1. prosedur terapi menggenggam bola akupuntur 2. alat yang digunakan bola akupuntur 3. lembar observasi penilaian kekuatan otot yang dinilai dengan sebelum dan sesudah dilakukan terapi aktif menggenggam bola akupuntur. Dilakukan dengan menggunakan panduan penelitian yang diadobsi dari Carpenito, 2009 yang telah dituangkan kedalam bentuk lembar observasi.

37

1. Derajat 0 2.

: Kontraksi otot tidak terdeteksi dengan palpasi

Derajat 1 : Tidak ada gerakan sendi, tetapi kontraksi otot dapat dipalpasi

3. Derajat 2

: Dapat menggenggarakan otot atau bagian lain yang lemah

sesuai perintah 4. Derajat 3

: Mampu bergerak dengan luas gerak sendi penuh, dan

melawan gravitasi tanpa tahanan. 5. Derajat 4

: Mampu bergerak dengan luas gerak sendi

penuh

melawan gravitasi dan melawan tahanan 6. Derajat 5

: Kekuatan otot otot normal

38

3.5.3

Alur Penelitian Permohonan izin penelitian di RSUD. Prof. Dr. H.Aloei Saboe Kota Gorontalo Melakukan observasi awal penelitian

Penyusunan proposal penelitian

Proses penelitian

Proses pengambilan sampel Accidental sampling

Kriteria sampel Pasien stroke non hemoragik yang mengalami hemiparesis/kelemahan otot - Pasien mau bersedia menjadi responden -

Pemberian dan pengisian informed consent

Penelitian dilakukan dengan metode one grup pretest-postest

Pre test (pengukuran kekuatan otot sebelum perlakuan)

39

Terapi aktif menggenggam bola akupuntur ( perlakuan) Post test (pengukuran kekuatan otot sesudah perlakuan) Proses pengumpulan data

Pengolahan data

Analisa data

Hasil Penelitian

Gambar 3.8.1 alur penelitian 3.6

Teknik Analisa Data

3.6.1.

Analisa Univariat Variabel yang dianalisis adalah peningkatan kekuatan otot pada

perlakuan terapi aktif menggenggam bola akupuntur. 3.6.2.

Analisa Bivariat Analisis bivariat yang dilakukan terhadap dua variabel diduga

berhubungan atau korelasi. Analisis bivariat dalam penelitian digunakan untuk melihat pengaruh terapi aktif menggenggam bola akupuntur terhadap tingkat kekuatan otot pada pasien stroke non hemoragik di RSUD. Prof. Dr.H. Aloei Saboe kota gorontalo. Dalam penelitian ini menggunakan uji T berpasangan

40

(Paired T Test) apabila data berdistrusi normal, namun jika data tidak berdistribusi normal akan menggunakan uji alternatif yaitu uji wilcoxon. 3.7

Teknik pengolahan data Pengolahan data ini dapat dilakukan melalui tahapan-tahapan sebagai

berikut : 1.

Editing (Memeriksa) Editing merupakan upaya untuk memeriksa kembali kebenaran data yang

diperoleh atau dikumpulkan. Editing dilakukan pada tahap pengumpulan data atau setelah data terkumpul. Peneliti ini akan memeriksa kebenaran dan kelengkapan data. 2.

Coding shet / member tanda kode Peneliti memberikan kode numerik (angka) terhadap data untuk

memudahkan proses pengolahan data. 3.

processing Peneliti memproses data yang sudah ada dengan terlebih dahulu

mengecek semua data lengkap. Selanjutnya mengubah jenis data bila diperlukan, disesuaikan, atau dimodifikasi sesuai dengan tehnik analisis yang akan digunakan. Selanjutnya pemprosesan data dilakukan dengan cara meng-entry data dari formulir yang telah terisi ke paket program computer. 4.

Tabulasi Data ini dilakukan setelah semua masalah editing, coding, dan skoring

selesai dan tidak ada lagi permasalahan yang timbul. Tabulasi dan analisa data ini

41

menggunakan perangkat SPSS dengan metode analisis statistic uji paired t-test (analisis Bivariat). 5.

Cleaning Cleaning merupakan teknik pembersih data dengan melihat variabel-

variabel apakah data sudah benar atau bulum. Hasil dari Cleaning didapatkan bahwa tidak ada kesalahan sehingga seluruh data digunakan (Notoatmodjo, 2012). 3.8

Hipotesis Statistik Hipotesis statistik adalah pernyataan atau dugaan mengenai keadaan

populasi

yang

bersifat

sementara

atau

lemah

tingkat

kebenarannya

(Sugiyono,2014). Berdasarkan pengertian tersebut maka hipotesis statistic dalam penelitian ini adalah : H0 : Tidak ada pengaruh terapi aktif menggenggam bola akupuntur terhadap kekuatan otot pada pasien stroke non hemoragik H1 : Ada pengaruh terapi aktif menggenggam bola akupuntur terhadap kekuatan otot pada pasien stroke non hemoragik

42

DAFTAR PUSTAKA Corwin, E. J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Alih Bahasa Egi Komaria Yudha. Edisi Revisi. Jilid 3. Jakarta : EGC Chaidir, R., & Zuardi, I, M. 2014. Pengaruh Latihan Range of Motion Pada Ekstermitas Atas dengan Bola Karet Terhadap Kekuatan Otot Pada pasien Stroke non Hemoragik di Ruang Rawat Stroke RSSN Bukit Tinggi. Jurnal Afiyah Gina D. 2017. Pengaruh Range Of Motion (ROM) Spherical Grip Terhadap Kekuatan Otot Ekstermitas Atas Pada Pasien Stroke Di Poli Saraf RSUD DR M. Yunus Bengkulu. Skripsi. Politeknik Kesehatan Kemenkes Bengkulu. Gofir, A. 2009. Manajemen Stroke : Evidence Base Medicine. Yogyakarta : Pustaka Cendekia Press Irfan, M. 2010. Fisioterapi Bagi Insan Stroke. Yogyakarta : Graha Ilmu Kementrian Kesehatan R.I. 2012. Prevalensi Stroke di http://www//.depkes.go.id/ Diakses tanggal 12 januari 2018

Indonesia.

Kemenkes RI. 2013. Riset Kesehatan Dasar. : RISKESDAS. Jakarta : Balitbang Kemenkes RI Judha, M., & Rahil, N. H. 2011. Sistem Persarafan Dalam Asuhan Keperawatan. Yogyakarta : Gosyen Publising Junaidi. 2011. Panduan Praktis Pencegahan dan Pengobatan Stroke. Jakarta : Bhuana Ilmu Populer Kelompok Gramedia Levine, P. G. 2009. Stronger After Stroke. Panduan Lengkap Efektif Terapi Pemulihan Stroke. Jakarta : EGC Medical Record. 2017. Data Pasien Stroke Non Hemoragik. Gorontalo : RSUD. Prof. Dr. H. Aloei Saboe Kota Gorontalo Misbach, J. 2007. Epidemiologi Stroke. Jakarta : Universitas Indonesia Notoatmodjo. 2012. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta Nursalam. 2013. Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan Pendekatan Praktis : edisi 3. Jakarta : Salemba Medika Nursalam. 2016. Metode Penelitian Ilmu Keperawatan, Pendekatan Praktis edisi 4. Jakarta : Salemba Medika Price, S., & Wilson, L. M. 2006. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Edisi 6. Volume 2. Jakarta : EGC 43

Prok, W., Gessal, J., & Angliadi, L. 2016. Pengaruh Latihan Gerak Aktif Menggenggam Bola Pada Pasien Stroke diukur dengan Handgrip Dynamometer. Jurnal e-Clinic (eCl) 4 (1) ; 71 Pudiastuti, Ratna. D. 2013. Penyakit Pemicu Stroke. Yogyakarta : Nuha Medika Rendy. 2012. Asuhan Keperawatan Medical Bedah. Yogyakarta : Nuha Medika Riyanto, A. 2011. Aplikasi Metodologi Penelitian Kesehatan. Yogyakarta : Nuha Medika Smeltzer, & Bare. 2010. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth’s text book of Medical-Surgical Nursing Edisi 8. Jakarta : EGC Smeltzer, S. C., & Bare, B. G. 2013. Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah Brunner & Suddart. Edisi 8, Jakarta : EGC Smith. 2006. Cerebrosvaskular Disease. In Hauser. S.L., ed. Harisson’s Neurology in Clinical Medicine. USA : McGraw-Hill Sugiyono. 2014. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan Kombinasi (mixed Methodes). Bandung : Alfabet Sulistiawan, A & Husna, E. 2014. Pengaruh Terapi Aktif Menggenggam Bola Terhadap Kekuatan Otot Pasien Stroke di RSSN Bukittinggi. Jurnal Kesehatan Stikes Prima Nusantara Bukittinggi. 5 (34) Syaifuddin. 2014. Anatomi dan Fisiologi. Jakarta : EGC Tarwoto. 2013. Keperawatan Medical Bedah Gangguan Sistem Persarafan edisi II. Jakarta : Sanggung Seto Wiarto, G. 2013. Fisiologi dan Olahraga. Yogyakarta : Graha Ilmu Wijaya & Putri. 2013. KMB Keperawatan Medical Bedah (Keperawatan Dewasa).yogyakarta : Nuha Medika

44

LAMPIRAN

45

Lampiran 1 LEMBAR PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN Pengaruh Terapi Aktif Menggenggam Bola Akupuntur Terhadap Kekuatan Otot Pada Pasien Stroke Non Hemoragik Di RSUD. Prof. Dr. H. Aloei Saboe Kota Gorontalo Dengan hormat, Saya yang bernama Gustin Hunou /841 141 033, adalah mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Olahraga dan Kesehatan Universitas Negeri Gorontalo. Saat ini sedang melakukan penelitian tentang Pengaruh Terapi Aktif Menggenggam Bola Akupuntur Terhadap Kekuatan Otot Pada Pasien Stroke Non Hemoragik Di RSUD. Prof. Dr. H. Aloei Saboe Kota Gorontalo. Penelitian ini dilaksanakan sebagai salah satu kegiatan dalam menyelesaikan tugas akhir di Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Olahraga dan Kesehatan Universitas Negeri Gorontalo. Untuk keperluan tersebut saya mengharapkan kesediaan bapak/Ibu untuk menjadi responden dalam penelitian ini. Kerahasiaan informasi dan identitas Bapak/Ibu dijamin oleh peneliti dan tidak akan disebar luaskan baik melalui media massa atau pun elektronik. Partisipasi Bapak/Ibu dalam penelitian ini bersifat sukarela, sehingga bebas menolak atau mengundurkan diri setiap saat tanpa sanksi apapun. Identitas pribadi Bapak/Ibu dan semua informasi yang diberikan akan dirahasiakan dan hanya digunakan untuk keperluan penelitian ini. Terima kasih atas partisipasi Bapak/Ibu dalam penelitian ini.

Peneliti

Gustin Hunou

46

Lampiran 2 LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN Saya yang bertanda tangan dibawah ini: Nama

:

Setelah mendapatkan penjelasan dan mengerti tentang tujuan penelitian: Judul

Peneliti

: “Pengaruh Terapi Aktif Menggenggam Bola Akupuntur Terhadap Kekuatan Otot Pada Pasien Stroke Non Hemoragik Di RSUD. Prof. Dr. H. Aloei Saboe Kota Gorontalo”.

: Gustin Hunou

Bahwa saya diminta untuk menjadi responden dalam penelitian ini. Sebelumnya saya sudah diberikan penjelasan mengenai maksud dan tujuan penelitian ini dan saya mengerti bahwa peneliti akan menjaga kerahasiaan diri saya. Bila saya merasa tidak nyaman, maka saya berhak untuk mengundurkan diri. Dengan ini secara sadar, sukarela dan tidak ada unsur paksaan dari siapapun, saya berperan serta dalam penelitian ini dan bersedia menandatangani lembar persetujuan ini. Demikian pernyataan persetujuan menjadi responden dari saya semoga dapat dipergunakan seperlunya.

Gorontalo,

2018

Responden/Keluarga

(……………………………….)

47

Lampiran 3 LEMBAR KUESIONER DATA DEMOGRAFI Pengaruh Terapi Aktif Menggenggam Bola Akupuntur Terhadap Kekuatan Otot Pada Pasien Stroke Non Hemoragik Di RSUD. Prof. Dr. H. Aloei Saboe Kota Gorontalo.

No. Responden Nama Inisial: ...........................

1.

Jenis Kelamin : Laki-laki

2.

Usia

: ……. Tahun

3.

Pendidikan

:

Tidak Sekolah

Tamat SD/Sederajat

Tamat SMA/Sederajat 4.

Pekerjaan

Perempuan

Tamat SMP/Sederajat

Tamat Perguruan Tinggi

:

Bekerja Tidak bekerja 5.

Diagnosa medis : ..........................................................................................

6.

Terapi yang diperoleh : .......................................................................................................................... .......................................................................................................................... ..........................................................................................................................

48

Lampiran 4 INSTRUMEN PENELITIAN

No Responden

:

Kode/Inisial Responden : Pengukuran status kekuatan otot (√) Petunjuk : 1. Ukur kekuatan otot dengan mengintruksikan responden menggerakkan lengan dan kaki (test kekuatan otot) 2. Berikan penilaian sesuai dengan hasil pengukuran berdasarkan skala 0-5 SKALA KETERANGAN

0

Kontraksi otot tidak terdeteksi dengan palpasi

1

Tidak ada gerakan sendi, tetapi kontraksi otot dapat dipalpasi

2

Dapat menggerakkan otot atau bagian lain yang lemah Mampu bergerak dengan luas gerak sendi penuh, dan

3 melawan gravitasi tanpa tahanan 4

Mampu bergerak dengan luas gerak sendi penuh

5

Kekuatan otot normal

49

Lembar pengisian skala kekuatan otot sesudah dilakukan Pemberian Tindakan Terapi Aktif Menggenggam Bola Akupuntur Pre test

Perlakuan

Post test

50

Lampiran 5 PANDUAN PROSEDUR TINDAKAN

No

1.

Tindakan

Persiapan alat 1. bola akupuntur 2. lembar pengukuran kekuatan otot

2.

Mencuci tangan

3.

Siapkan klien

4.

Beri penjelasan kepada klien mengenai apa yang akan dikerjakan dan minta klien untuk dapat bekerja sama

5.

Bawah peralatan mendekati tempat tidur klien

6.

Telapak tangan klien yang lemah dibuka dihadapkan ke atas, bola diletakkan ditelapak tangan klien membentuk seperti mangkuk.

7.

Lakukan koreksi pada jari-jari agar menggenggam sempurna

8.

Posisikan wrist joint (pergelangan tangan) 45 derajat

9.

Berikan instruksi untuk menggenggam (menggenggam kuat) selama 5 detik kemudian rileks

10. Lakukan pengulangan sebanyak 7 kali 11. Selesai

51

52

More Documents from "Gustin Hunou"