ENDOMETRIOSIS DAN KISTOMA UTERI Tugas dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Maternitas yang diampu oleh Ibu Iis Sriningsih, S.ST, M.Kes
Disusun oleh : KELOMPOK 3 1. Aska Fauzan
(P1337420617028)
2. Achmad Faozi
(P1337420617047)
3. Yanda Octa Herliani
(P1337420617053)
4. Anisa
(P1337420617063)
5. Sapna Luthfyana
(P1337420617073)
6. Diah Ayu Putri A.
(P1337420617079)
7. Afninda Nafariska
(P1337420617081)
8. Erneta Ismilania
(P1337420617082)
9. Alifia Jaya Wandira
(P1337420617085)
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN SEMARANG PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN SEMARANG 2019 LEMBAR PENGESAHAN i
Makalah keperawatan maternitas dengan judul “Endometriosis dan Kistoma Uteri” telah disahkan oleh Ibu Iis Sriningsih, S.ST, M.Kes pada : Hari
:
Tanggal
:
Semarang. 2 April 2019 Pengampu,
Iis Sriningsih, S.ST, M.Kep NIP. 197408272002122001
ii
KATA PENGANTAR Dengan memanjatkan puji syukur kehadapan Tuhan Yang Maha Esa berkat rahmat dan
nikmat-Nya
sehingga
kami
dapat
menyelesaikan
makalah
yang berjudul
“Endometriosis dan Kistoma Uteri”. Makalah ini telah penulis selesaikan dengan maksimal berkat kerjasama dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis menyampaikan banyak terima kasih kepada segenap pihak yang telah membantu dalam pnyelesaian makalah ini. Semoga makalah ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi penulis sendiri maupun orang lain yang membacanya. Diluar itu, penulis sebagai manusia biasa menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini, baik dari segi tata bahasa, susunan kalimat maupun isi. Oleh sebab itu dengan segala kerendahan hati, penulis selaku penyusun menerima segala kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
Semarang, 2 April 2019
Penyusun
iii
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL .......................................................................................
I
KATA PENGANTAR .....................................................................................
II
DAFTAR ISI ...................................................................................................
iii
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang .........................................................................................
1
1.2 Rumusan Masalah ....................................................................................
2
1.3 Tujuan Penulisan ......................................................................................
2
1.4 Manfaat Penulisan Makalah ......................................................................
2
BAB II PEMBAHASAN 2.1 Konsep Dasar Kistoma Uteri ....................................................................
3
1. Pengertian Kistoma Uteri ....................................................................
3
2. Etiologi Kistoma Uteri ........................................................................
5
3. Pathways Kistoma Uteri ......................................................................
6
4. Manifestasi Klinis Kistoma Uteri ........................................................
6
5. Klasifikasi Kistoma Uteri ....................................................................
8
6. Komplikasi Kistoma Uteri...................................................................
8
7. Pemeriksaan Penunjang Kistoma Uteri ...............................................
8
8. Penatalaksaan Kistoma Uteri ...............................................................
8
2.2 Konsep Dasar Endometriosis .....................................................................
13
1.
Pengertian Endometriosis ...................................................................
13
2.
Etiologi Endometriosis .......................................................................
13
3.
Manifestasi Klinis Endometriosis ......................................................
13
4.
Pathways Endometriosis.....................................................................
15
5.
Pemeriksaan Fisik Endometriosis ......................................................
16
6.
Komplikasi Endometriosis .................................................................
16
7.
Klasifikasi Endometriosis...................................................................
16
8.
Diagnosa Banding Endometriosis ......................................................
17
9.
Terapi Endometriosis .........................................................................
17
10. Prognosis Endometriosis ....................................................................
18
BAB III PENUTUP
19
3.1 Simpulan ....................................................................................................
19
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................
20 iv
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Kistoma uteri dan endometriosis adalah suatu penyakit yang lazim menyerang wanita di usia reproduksi. Penyakit ini merupakan kelainan ginekologis yang menimbulkan keluhan nyeri haid, nyeri saat senggama, pembesaran ovarium dan infertilitas. Endometriosis terjadi ketika suatu jaringan normal dari lapisan uterus yaitu endometrium menyerang organorgan di rongga pelvis dan tumbuh di sana. Jaringan endometrium yang salah tempat ini menyebabkan iritasi di rongga pelvis dan menimbulkan gejala nyeri serta infertilitas. Jaringan endometriosis memiliki gambaran bercak kecil, datar, gelembung atau flek-flek yang tumbuh di permukaan organ-organ di rongga pelvis. Flekflek ini bisa berwarna bening, putih, coklat, merah, hitam, atau biru. Jaringan endometriosis dapat tumbuh di permukaan rongga pelvis, peritoneum, dan organ-organ di rongga pelvis, yang kesemuanya dapat berkembang membentuk nodul-nodul. Endometriosis bisa tumbuh di permukaan ovarium atau menyerang bagian dalam ovarium dan membentuk kista berisi darah yang disebut sebagai kista endometriosis atau kista coklat. Kista ini disebut kista coklat karena terdapat penumpukan darah berwarna merah coklat hingga gelap. Kista ini bisa berukuran kecil seukuran kacang dan bisa tumbuh lebih besar dari buah anggur. Endometriosis dapat mengiritasi jaringan di sekitarnya dan dapat menyebabkan perlekatan (adhesi) akibat jaringan parut yang ditimbulkannya. Kistoma uteri dan endometriosis terjadi pada 10-14% wanita usia reproduksi dan mengenai 40-60% wanita dengan dismenorhea dan 20-30% wanita subfertil. Saudara perempuan dan anak perempuan dari wanita yang menderita kistomauteri dan endometriosis berisiko 6-9 kali lebih besar untuk berkembang menjadi kistomauteri dan endometriosis. kistomauteri dan endometriosis menyebabkan nyeri panggul kronis berkisar 70%. Risiko untuk menjadi tumor ovarium adalah 15-20%, angka kejadian infertilitas berkisar
1
30-40%, dan risiko berubah menjadi ganas 0,7-1%.
Kistomauteri dan
endometriosis sekalipun sudah mendapat pengobatan yang optimum memiliki angka kekambuhan sesudah pengobatan berkisar 30%. Penanganan kistomauteri dan endometriosis baik secara medikamentosa maupun operatif tidak memberikan hasil yang memuaskan disebabkan patogenesis penyakit tersebut belum terungkap secara tuntas. Keberhasilan penanganan kistomauteri dan endometriosis hanya dapat dievaluasi saat ini dengan mempergunakan laparoskopi. Laparoskopi merupakan tindakan yang minimal invasif tetapi memerlukan keterampilan operator, biaya tinggi dan kemungkinan dapat terjadi komplikasi dari yang ringan sampai berat. Alasan yang dikemukakan tadi menyebabkan banyak penderita kistomauteri dan endometriosis yang tidak mau dilakukan pemeriksaan laparoskopi untuk mengetahui apakah kistomauteri dan endometriosis sudah berhasil diobati atau tidak. 1.2 Rumusan Masalah 1. Bagaimanakah konsep dasar Kistoma Uteri ? 2. Bagaimanakah konsep dasar Endometriosis? 1.3 Tujuan 1. Untuk mengetahui konsep dasar dari Kistoma Uteri. 2. Untuk mengetahui konsep dasar dari Endometriosis. 1.4 Manfaat Untuk menambah wawasan, pengetahuan dan informasi kepada pembaca mengenai konsep dasar Kistoma Uteri dan Endometriosis.
2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Konsep Dasar Kistoma Uteri 1. Pengertian Menurut (Winkjosastro, et. all, 1999) kistoma Uteri merupakan suatu tumor, baik yang kecil maupun yang besar, kistik atau padat, jinak atau ganas. Dalam kehamilan, kistoma Uteri yang dijumpai yang paling sering ialah kista dermoid, kista coklat atau kista lutein. kistoma Uteri yang cukup besar dapat menyebabkan kelainan letak janin dalam rahim atau dapat menghalang-halangi masuknya kepala ke dalam panggul. 2. Etiologi Menurut
etiologinya,
kistoma
Uteri
dibagi
menjadi
dua,
yaitu
(Ignativicius, Bayne, 1991) : A. Kista non neoplasma, disebabkan karena ketidak seimbangan hormon estrogen dan progesteron, diantaranya adalah : a. Kista non fungsional Kista serosa inklusi, berasal dari permukaan epitelium yang berkurang di dalam kortek. b. Kista fungsional a) Kista folikel, disebabkan karena folikel yang matang menjadi ruptur atau folikel yang tidak matang direabsorbsi cairan folikuler diantara siklus menstruasi. Banyak terjadi pada wanita yang menarche kurang dari 12 tahun. b) Kista korpus luteum, terjadi karena bertambahnya sekresi progesteron setelah ovulasi. c) Kista tuka lutein, disebabkan karena meningkatnya kadar HCG terdapat pada mola hidatidosa. d) Kista stein laventhal, disebabkan karena peningkatan kadar LH yang menyebabkan hiperstimulasi ovarium.
3
B. Kista neoplasma (Wiknjosastro, et.all, 1999) a. Kistoma ovarii simpleks. Adalah suatu jenis kistadenoma serosum yang kehilangan epitel kelenjarnya karena tekanan cairan dalam kista. b. Kistadenoma ovarii musinosum. Asal kista ini belum pasti, mungkin berasal dari suatu teratoma yang pertumbuhannya satu elemen mengalahkan elemen yang lain. c. Kistadenoma ovarii serosum. Berasal dari epitel permukaan ovarium (germinal ovarium).
4
3. Pathways Degenerasi ovarium
Infeksi ovarium
Infeksi ovarium
histeroktomi
Pembesaran ovarium
Pembesaran ovarium
Pembesaran ovarium
Kurang pengetahuan
Rupture ovarium
ansietas
Resiko pendarahan
peritonitis
Gangguan perfusi jaringan
peritonitis
Metabolisme menurun Hipolisis
Luka operasi
asam lakta
kelebihan Gangguan metabolisme Deficit perawatan diri
Reflek menelan & muntah
nyeri
Port d’entri
Resiko cidera
Resiko infeksi
nervus
anastesi
Resiko aspirasi
Peristaltik usus menurun
konstipasi
Absorbs air dikolon
5
4. Manifestasi klinik Kebanyakan tumor atau Kista Ovarium tidak bergejala, sebagian besar gejala akibat dari pertumbuhan, aktifitas endokrin atau komplikasi tumor. a. Akibat pertumbuhan -
Pembenjolan perut sebagai akibat adanya tumor atau kista di dalam perut bagian bawah.
-
Gangguan miksi yang diakibatkan oleh penekanan kandung kencing.
-
Tekanan tumor yang lebih besar menimbulkan rasa berat dalam perut, obstipasi, oedema tungkai, nafsu makan menurun dan sesak napas.
b. Akibat Aktifitas Abnormal Pada umumnya tumor ovarium tidak mengubah pola haid kecuali jika tumor tersebut mengeluarkan hormon. c. Akibat Komplikasi -
Perdarahan ke dalam kista bisa mengakibatkan nyeri perut mendadak
-
Perputaran tangkai/torsi menimbulkan nyeri abdomen mendadak
-
Infeksi pada tumor menimbulkan gejala infeksi seperti badan panas, nyeripada abdomen dan mengganggu aktifitas sehari-hari.
-
Robekan dinding kista menyebabkan isi kista tumpah ke dalamruangan abdomen.
-
Degenerasi keganasan, sering dijumpai pada usia penderita sebelum menarche dan di atas 45 tahun.(Joedosapoetra, M, 2007. Hal 347)
5. Klasifikasi Kista ovarium dapat timbul akibat pertumbuhan abdomen dari epithelium ovarium. Dan di bagi menjadi dua, yaitu : a. Kista non neoplasma Disebabkan
karena
ketidakseimbangan
hormon
esterogen
dan
progesteron diantaranya ialah : -
Kista non fungsional
6
Kista serosa inklusi, berasal dari permukaan epitelium yang berkurang di dalam korteks. -
Kista fungsional 1) kista folikel, disebabkan karena folikel yang matang menjadi rupture atau folikel yang tidak matang direasorbsi cairan folikuler diantaranya siklus menstruasi. Banyak terjadi pada wanita menarche kurang dari 12 tahun. 2) Kista korpus luteum, terjadi karena bertambahnya sekresi progesteron setelah ovulasi 3) Kista tuba lutein, disebabkan karena meningkatnya kadar HCG, terdapat pada mola hidatidosa. 4) Kista stein laventhal, disebabkan karena meningkatnya kadar LH yang menyebabkan hiperstimuli ovarium
b. Kista neoplasma -
Kistoma ovari simpleks adalah suatu jenis kista deroma sirosum yang kehilangan epitel kelenjarnya karena tekanan cairan dalam kista.
-
Kistadenoma ovari musinosum: asal kista ini belum pasti, mungkin berasal dari suatu terutama yang pertumbuhannya satu elemen mengalahkan elemen yang lain
-
Kistodenoma ovari serosum: berasal dari epitel permukaan ovarium (Germinal ovarium)
-
Kista endrometreid: belum diketahui penyebab dan tidak ada hubungannya dengan endometroid
-
Kista dermoid: tumor bersal dari sel telur melalui proses patogenesis. Pada kehamilan yang di jumpai dengan kista ovarium ini memerlukan tindakan operasi untuk mengangkat kista tersebut (pada kehamilan 15 minggu) karena dapat mengakibatkan gangguan pertumbuhan janin yang akhirnya mengakibatkan abortus, kematian dalam rahim. ( Nurarif dan Kusuma, 2015)
7
6. Komplikasi Salah satu bahaya yang ditakuti ialah kista tersebut menjadi ganas. Sekalipun tidak semua kista mudah berubah manjadi ganas. Berdasarkan kajian teoritik, kista fungsional yang sering tejadi dan sangat jarang menjadi ganas. Sebaliknya kista denoma yang jarang terjadi tetapi mudah menjadi ganas pada usia di atas 45 tahun atau kurang dari 20 tahun. Bahaya lain dari kista adalah terpuntir. Kejadian ini akan menimbulkan rasa sakit yang sangat dan memerlukan tindakan darurat untuk mencegah kista jangan sampai pecah. Dalam jangka waktu tertentu, kista terus tumbuh hingga diameter mencapai puluhan sentimeter. Sebenarnya tidak ada patokan mengenai ukuran besarnya kista sehingga berpotensi untuk pecahnya kista dapat menyebabkan pembuluh darah menjadi rusak dan menimbulkan terjadinya perdarahan yang dapat berakibat fatal.
7. Pemeriksaan penunjang a. Pap smear : untuk mengetahui displosia seluler menunjukkan kemungkinan adanya kanker / kista b. Ultrasound / scan CT : membantu mengidentifikasi ukuran / lokasi massa. c. Laparoskopi : dilakukan untuk melihat tumor, pendarahan, perubahan, endometrial d. Hitung darah lengkap e. Foto rontgen Pemeriksaan ini berguna untuk menentukan adanya hidrotoraks. ( Nurarif dan Kusuma, 2015 :160)
8. Penatalaksanaan Pengobatan kista ovarium biasanya adalah pengangkatan melalui tindakan bedah bila ukurannya kurang dari 5 cm dan tampak terisi oleh cairan / fisiologis pada pasien muda yang sehat. Kontrasepsi oral dapat digunakan untuk menekan aktivitas ovarium dan menghilangkan kista.
8
Sekitar 80% lesi yang terjadi pada wanita berusia 29 tahun daan yang lebih muda adalah jinak, setelah 50 tahun hanya 50% yang jinak. Perawatan paska operatif setelah pembedahan untuk mengangkut kista ovarium adalah serupa dengan perawatan setelah pembedahan abdomen yang diakibatkan oleh pengangkatan kista yang besar biasanya mengarah pada distensi abdomen yang berat. Komplikasi ini dapat dicegah sampai suatu tingkat dengan memberikan gurita abdomen yang ketat. Pengangkatan ovarium saat operasi harus diperiksa untuk menentukan ganas atau tidak, apabila terjadi keganasan maka ditangani sesuai dengan tindakan kanker ovarium atau biasa disebut staging laparatomy. a. Perawatan Pasca Bedah a) Perawatan luka insisi/pasca operasi Beberapa prinsip yang perlu diimplementasikan antara lain : 1) Balutan dari kamar operasi dapat dibuka pada hari pertama pasca operasi. 2) Klien harus mandi shower bila memungkinkan. 3) Luka harus dikaji setelah operasi dan kemudian setiap hari Selama masa pasca operasi sampai ibu diperbolehkan pulang/dirujuk. 4) Luka
mengeluarkan
cairan
atau
tembus
kepakaian,
pembalutanluka harus diulang sebab bila tidak kemungkinan luka terbuka. 5) Bila luka perlu dibalut ulang, balutan yang digunakan harus yang sesuai dan tidak lengket. 6) Pembalutan dilakukan dengan tekhnik aseptik. b) Pemberian cairan Karena selama 24 pasca operasi, maka
jam
pertama
penderita
puasa
pemberian
cairan
perinfus
harus
cukup banyak dan mengandung
elektrolit
yang
diperlukan
agartidak terjadi hipertermia, dehidrasi dan komplikasi pada organ-organ lainnya.
9
Cairan yang diperlukan
biasanya
dekstrose 5-10%,
garam fisiologis dan ranger laktat (RL) secara bergantian. Jumlah tetesan tergantung pada keadaan dan kebutuhan, biasanyakira kira
20 tetes
per menit.
Bila
kadar
hemoglobin darah
rendah, berikan tranfusi darah atau packed-cell sesuai dengan kebutuhan. c) Diet Pemberian cairan
perinfus
setelahpenderita flatus,
biasanya
laludimulailah
dihentikan
pemberian
dan makanan peroral sebenarnya pemberiansedikit
minuman minuman
sudahboleh diberikan pada 6 – 10 jam pasca bedah berupa air putihatau air teh yang jumlahnya dapat di naikkan pada hari pertama dan kedua pasca bedah. Setelah cairan infus dihentikan, berikan makanan bubur saring,
minuman
air,
buahdansusu. Selanjutnya
secara
bertahap diperbolehkan makan bubur dan akhirnya makanan biasa. Sejak boleh minum pada hari pertama, obat - obatan sudah boleh diberikan peroral. Pemberian makanan rutin tersebut dijumpai
komplikasi
pada
diatas
saluran
akan berubah bila pencernaan
seperti
adanya kembung pada perut dan peristaltik usus yang kurang sempurna. d) Nyeri Sejak penderita sadar, dalam 24 jam pertama rasa nyeri masihdirasakan didaerah operasi. Untuk mengurangi rasa nyeri tersebut dapat diberikan obat - obatan antisakit
dan
penenang
seperti suntikan intramuskuler (IM) pethidin dengan dosis 100 150 mg atau
morpin sebanyak 10 - 15 mg
atau
secara
perinfus atauobat - obatan lainnya. Dengan pemberian obat– obatandiatas penderita yang kurang tenang dan gelisah akan merasa lebih tentram.
10
e) Mobilisasi Mobilisasi segera tahap demi tahap sangat berguna untuk membantu jalannya penyembuhan penderita. Kemajuan mobilisasi bergantung pula pada jenis-jenis operasi yang dilakukan dan komplikasi yang mungkin dijumpai secara psikologis hal ini memberikan pula kepercayaan pula pada klien bahwa ia mulai sembuh. Perubahan gerakan dan posisi ini harus diterangkan pada penderita atau keluarganya yang menungguinya. Miring kekanan dan ke kiri sudah dapat dimulai 6-10 jam setelah penderita sadar. Latihan pernapasan dapat dilakukan sambil tidur terlentang sedini mungkin setelah sadar. Pada hari ke dua penderita dapat di duduk selama 5 menit dan diminta untuk bernapas dalam-dalam lalu menghembuskannya desertai batukbatuk kecil yang gunanya untuk melongarkan pernapasan sekaligus memberikan kepercayaan pada diri penderita bahwa ia mulai pulih. Kemudian posisi tidur terlentang diubah menjadi setengah duduk (Posisi semi fowler). Selanjutnya secara berturut-turut, hari demi hari penderita dianjurkan belajar duduk selama sehari, belajar berjalan dan kemudian berjalan sendiri pada hari ke tiga sampai hari ke lima pasca operasi. Mobilisasi berguna untuk mencegah terjadinya trombosisi dan emboli. Sebaliknya bila terlalu dini melakukan mobilisasi dapat mempengaruhi penyembuhan luka operasi. Jadi mobilisasi secara teratur dan bertahap serta diikuti dengan istirahat adalah yang paling dianjurkan. (Mochtar, R, 1998. Hal. 158). f) Kateterisasi Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dantidak nyaman pada penderita dan menyebabkan pendarahan. Karena itu dianjurkan pemasangan kateter tetap (Balon kateter) yang terpasang 24 - 48 jam atau lebih lama lagi, tergantung jenis operasi dan keadaan penderita. Dengan cara ini urine dapat ditampung dan
11
diukur dalam kantong plastik secara periodik. Bila tidak dipasangi kateter yang tetap, dianjurkan untuk melakukan kateterisasi rutin kira-kira 12 jam pasca operasi kecuali bila penderita dapat berkemih sendiri sebanyak 100 cc. g) Pemberian Obat-obatan 1) Antibiotik, kemoterapi dan antiinflamasi Cara pemilihan dan disetiap institut,
pemberian antibiotiksangat berbeda
bahkan
satu
institut
pun masing -
masing dokter mempunyai cara dan pemilihan yang berlainan. 2) Obat-obat pencegah perut kembung Untuk mencegah perut kembung
dan untukmemperlancar
kerja saluran pencernaan dapat diberikan obat-obatan secara suntikan dan peroral. 3) Obat-obatan lainnya Untuk
meningkatkan vitalitas dan
penderita dapat
keadaan
diberikan robaransia, obat
anti
umum inflamasi
atau bahkan tranfusi darah pada penderita yang anemis. h) Perawatan rutin Hal – hal
yang perlu
diperhatikan
dalam pemerikaan
dan
pengukuran adalah : 1) Tanda-tanda vitalmeliputi :Tekanandarah (TD),Jumlah nadi permenit(N),Frekuensipernapasanpermenit(P), suhu badan (S). 2) Jumlah cairan yang masuk dan keluar (urine) 3) Pemeriksaan lainnya menurut jenis operasi dan kasus.
12
2.2 Konsep Dasar Endometriosis 1.
Pengertian Endometriosis merupakan suatu kondisi yang dicerminkan dengan keberadaan dan pertumbuhan jaringan endometrium di luar uterus. Jaringan endometrium itu bisa tumbuh di ovarium, tuba falopii, ligamen pembentuk uterus, atau bisa juga tumbuh di apendiks, colon, ureter dan pelvis.
2. Etiologi Ada beberapa faktor resiko penyebab terjadinya endometriosis, antara lain: a. Wanita usia produktif ( 15 – 44 tahun ) b. Wanita yang memiliki siklus menstruasi yang pendek (<27 hari) 3 c. Menstruasi yang lama (>7 hari) d. Spotting sebelum menstruasi e. Peningkatan jumlah estrogen dalam darah f. Keturunan : memiliki ibu yang menderita penyakit yang sama. g. Memiliki saudara kembar yang menderita endometriosis h. Terpapar Toksin dari lingkungan Biasanya toksin yang berasal dari pestisida, pengolahan kayu dan produk kertas, pembakaran sampah medis dan sampah-sampah perkotaan. 3. Manifestasi Klinis Tanda dan gejala endometriosis antara lain : a. Nyeri -
Dismenore sekunder
-
Dismenore primer yang buruk
-
Dispareunia
-
Nyeri ovulasi
-
Nyeri pelvis terasa berat dan nyeri menyebar ke dalam paha, dan nyeri pada bagian abdomen bawah selama siklus menstruasi.
-
Nyeri akibat latihan fisik atau selama dan setelah hubungan seksual
13
-
Nyeri pada saat pemeriksaan dalam oleh dokter
b. Perdarahan abnormal -
Hipermenorea
-
Menoragia
-
Spotting sebelum menstruasi
-
Darah menstruasi yang bewarna gelap yang keluar sebelum menstruasi atau di akhir menstruasi
c. Keluhan buang air besar dan buang air kecil -
Nyeri sebelum, pada saat dan sesudah buang air besar
-
Darah pada feces
-
Diare, konstipasi dan kolik
14
4. Pathways
15
5. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan yang dilakukan untuk membuktikan adanya endometirosis ini antara lain: a. Uji serum -
CA-125 Sensitifitas atau spesifisitas berkurang
-
Protein plasenta Mungkin meningkat pada endometriosis yang mengalami infiltrasi dalam, namun nilai klinis tidak diperlihatkan.
-
Antibodi endometrial Sensitifitas dan spesifisitas berkurang
b. Teknik pencitraan -
Ultrasound Dapat membantu dalam mengidentifikasi endometrioma dengan sensitifitas 11%
-
MRI 90% sensitif dan 98% spesifik
-
Pembedahan Melalui laparoskopi dan eksisi.
6. Komplikasi a. Obstruksi ginjal dan penurunan fungsi ginjal karena endometriosis dekat kolon atau ureter b. Torsi ovarium atau rupture ovarium sehingga terjadi peritonitis karena endometrioma c. Pneumotoraks karena eksisi endometriosis
7. Klasifikasi Berdasarkan lokasi tempat endometriosis dibagi menjadi : a. Endometriosis Interna (adenomiosi uteri) Fokus Endometriosis berada multilokuler di dalam otot uterus. Akan terjadi penebalan atau pembesaran uterus. Gejala yang timbul hampir tidak ada. Ada dua gejala yang khas buat adenomiosis uterus, yaitu:
16
a) Nyeri saat haid. b) Perdarahan haid yang banyak atau haid yang memanjang. b. Endometriosis Tuba. Yang paling sering terkena adalah bagian proksimal tuba.Akibatnya adalah: -
Saluran tuba tertutup,terjadi infertilitas.
-
Resiko terjadinya kehamilan ektopik.
-
Hematosalping
c. Edometriosis Ovarium Akibat adanya endometriosis pada ovarium akan terbentuk kista coklat. Kista coklat ini sering mengadakan perlekatan dengan organ-organ di sekitarnya dan membentuk suatu konglomerasi. d. Endometriosis Retroservikalis. Pada rectal toucher sering teraba benjolan yang nyeri pada cavum Douglas. Benjolan-benjolan ini akan melekat dengan uterus dan rectum, akibatnya adalah: -
Nyeri pada saat haid.
-
Nyeri pada saat senggama.
8. Diagnosa banding a. Karsinoma ovarium. b. Metastasis di kavum Douglas. c. Mioma multiple. d. Karsinoma rectum. e. Endometriosis Ekstragenital. f. Tumor Ovarium g. Metastasis di kavum Douglas h. Mioma Multipel i. Karsinoma Rektum j. Radang pelvis 9. Terapi Terapi yang dilakukan ditujukan untuk membuang sebanyak mungkin jaringan endometriosis, antara lain:
17
a. Pengobatan Hormonal Pengobatan hormonal dimaksudkan untuk menghentikan ovulasi, sehingga jaringan endometriosis akan mengalami regresi dan mati. Obat-obatan ini bersifat pseudo-pregnansi atau pseudo-menopause, yang digunakan adalah : - Derivat testosteron, seperti danazol, dimetriose - Progestrogen, seperti provera, primolut - GnRH - Pil kontrasepsi kombinasi b.
Pembedahan Bisa dilakukan secara laparoscopi atau laparotomi, tergantung luasnya invasi endometriosis.
10. Prognosis Pada pasien yang mengalami pembedaha defenitif, 3 % akan mengalami endometriosis kembali. Sedangkan pasien yang mengalami pembedahan konservatif, 10 % akan menderitan kembali 3 tahun pertam dan 35 % pada 5 tahu pertama. Pemeriksaan CA 125 secara varsial mungkin berguna untu memperkirankan kemungkinan rekulensi setelah terapi
18
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan Kista adalah suatu jenis tumor, penyebab pastinya sendiri belum diketahui, diduga seringnya memakai kesuburan. (Soemadi, 2006). Kasus kista uteri terdapat manifestasi klinis yang jelas yaitu adanya nyeri pada saat haid di abdomen suprapubic dengan pemeriksaan penunjang lab yaitu USG untuk memastikan diagnosa kista uteri. Pemeriksaan dini lebih baik dilakukan apabila ada manifestasi klinis lain. Endometriosis merupakan suatu kondisi yang dicerminkan dengan keberadaan dan pertumbuhan jaringan endometrium di luar uterus. Jaringan endometrium itu bisa tumbuh di ovarium, tuba falopii, ligamen pembentuk uterus, atau bisa juga tumbuh di apendiks, colon, ureter dan pelvis.
19
DAFTAR PUSTAKA
A.Price, Sylvia. 2006. Patofisiologi, konsep klinis proses-proses penyakit. Jakarta : EGC. Lowdermil, Perta. 2005. Maternity Women’s Health Care. Seventh edit. Mansjoer, Arief dkk. (2001). Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapus. Winknjosastro, Hanifa. 2005. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka. Ayu, Ida, dkk. 2009. Memahami Reproduksi Wanita, Edisi 2. Jkarta : EGC Doenges, Marilynn C, dkk. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan, Pedoman untuk Perencanaa dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Edisi 3. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Mansjoer, Arif, dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3. Jakarta: Media Aesculapius, Fakultas Kedokteran UI. Mitiyani. 2009. Asuhan Keperawatan Maternitas. Jakarta : Salemba Medika
20