Fikih Zakat

  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Fikih Zakat as PDF for free.

More details

  • Words: 3,207
  • Pages: 12
Ο

FIQIH ZAKAT1 “Tahukah kamu orang yang mendustakan agama? Itulah orang yang menghardik anak yatim, dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin.” (Terj. QS. Al-Mā’ūn [107]: 1-3)

Ayat di atas dapat merupakan bukti betapa ajaran Islam sangat perduli terhadap nasib orang-orang miskin. Karena ayat tersebut tidak sekadar memberi makna agar muslim yang baik seharusnya memberi makan kepada saudara-saudaranya yang miskin. Namun, ia juga memberi makna agar seorang muslim ikut andil dalam mempropagandakan keperdulian itu. Mengajak dan menyeru manusia untuk membantu dan menolong kaum fakir dan miskin. Hal ini tidak mengherankan. Sebab, sebagai sebuah ajaran yang sempurna, yang mengatur kehidupan manusia dalam segala aspeknya, Islam tidak hanya mengatur kehidupan umatnya sebagai individu. Namun, ia juga mengatur kehidupan umatnya dalam bidang sosial dan kemasyarakatan. Aturan yang berfungsi untuk menjaga, memelihara dan mengembangkan dirinya sehingga menjadi umat yang mandiri dan mampu menjalankan perannya untuk menyebarkan kebaikan ke seluruh alam. Salah satu bentuk perhatian Islam, dan bahkan menjadi satu di antara fondasi utamanya, itu ialah zakat. Sebuah mekanisme pemerataan ekonomi yang menjamin keseimbangan distribusi kekayaan antara si kaya dan si miskin. Ini di satu sisi. Pada sisi yang lain, zakat juga memiliki fungsi perekat yang menjalin hubungan antara si kaya dan si miskin dalam satu ikatan, yaitu keimanan. Karena si kaya, dalam konteks zakat ini, tidak mengeluarkan hartanya dengan alasan belas kasihan saja. Sehingga si miskin dapat diposisikan sebagai orang yang membutuhkan dengan si kaya sebagai orang yang berjasa. Tetapi yang menjadi alasan utama dalam pelaksanaan zakat sebenarnya adalah karena ia adalah perintah agama. Dengan kata lain, zakat adalah tuntutan keimanan. Dalam kaitannya dengan peran zakat, menarik untuk disimak pernyataan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, ulama besar yang hidup pada abad ke-8 H. Beliau menyatakan bahwa andaikata pelaksanaan ajaran zakat itu dioptimalkan, pungutan-pungutan dan pajak yang sifatnya diskriminatif, yang biasanya diterapkan oleh penguasa-penguasa yang 1

Dengan beberapa revisi, makalah ini pernah dipresentasikan dalam “Penataran Seputar Ramadhan” yang diselenggarakan oleh Dept. Dakwah dan Kaderisasi Wahdah Islamiyah Makassar, di Masjid Umar bin Khattab UMI (Kampus II UMI), Makassar, 24-25 Sya’ban 1425H/9-10 Oktober 2004M.

otoriter untuk memenuhi kebutuhan negara, tidak perlu terjadi. Sebab, harta zakat yang dimenej dengan baik akan mencukupi kebutuhan tersebut. Dengan lain perkataan bahwa kelalaian umat menjalankan syariat zakatlah yang secara langsung atau tidak langsung melahirkan pungutan-pungutan yang menindas itu. Ketika ajaran ini diabaikan, penderitaan yang timbul. Penguasa-penguasa yang zalim akan menerapkan pajak secara semena-mena untuk menutupi kebutuhan negara. MAKNA ZAKAT DAN HUKUMNYA Menurut asal katanya, zakat berarti “kesucian, kemuliaan, dan penambahan”. Syariat lantas memberi makna khusus kepada kata zakat. Ulama Islam merumuskan makna tersebut sebagai: “kadar yang wajib dikeluarkan untuk orang yang berhak dari harta yang telah sampai kepada nishab tertentu dengan syarat-syarat khusus.” Dari pengertian ini dipahami bahwa zakat merupakan kewajiban muslim. Bahkan, sebagaimana telah disinggung di muka, zakat adalah salah satu fondasi ajaran Islam. Setiap muslim yang telah memenuhi syarat menunaikan zakat wajib hukumnya untuk mengeluarkan zakat. Pemerintah yang islami dapat menjatuhkan sanksi kepada oknumoknum maupun kelompok yang enggan mengeluarkan zakat. Sebagamana para sahabat pada zaman Abu Bakar memerangi kelompok-kelompok pembangkang yang tidak mau membayar zakat mereka. SYARAT WAJIBNYA ZAKAT Zakat menjadi wajib kepada orang yang memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: 1. Muslim 2. Status merdeka/bukan budak. Karena dalam status sebagai budak, seseorang tidak memiliki harta. 3. Harta zakat yang dimiliki mencapai kadar nishāb. Nishāb ialah jumlah minimal dari harta zakat sehingga harus dikeluarkan zakatnya. Artinya, harta yang belum mencapai nishāb tidak ada kewajiban zakat di dalamnya. Sedangkan harta yang cukup atau lebih dari nishāb, dikeluarkan zakatnya; berapapun jumlah kelebihan tersebut. Nishāb setiap jenis harta zakat berbeda antara satu dengan yang lain. Perincian nishāb tersebut akan dikemukakan kemudian. 4. Lewat satu ĥawl (satu tahun hijriyah). Maksudnya bahwa nishāb tersebut dimiliki selama satu tahun penuh. Dengan kata lain, haul mulai dihitung pada hari sejak nishāb harta zakat tercapai hingga sehari sebelum tanggal yang sama pada tahun berikutnya. Syarat ini berlaku untuk harta zakat jenis: emas, perak, uang, barang 2

dagangan, dan binatang ternak. Adapun biji-bijian dan buah-buahan, serta rikāz dan barang tambang, tidak dipersyaratkan telah dimiliki satu tahun. Zakat harta jenis yang disebut kedua ini dikeluarkan segera setelah panen, dihasilkan, atau ditemukan. 5. Tidak ada beban hutang. Yaitu pemilik harta tidak memiliki beban hutang yang jumlahnya sebesar nishāb yang ia miliki atau minimal mengurangi nishābnya. Hutang tersebut belum ia lunasi. Adapun jika hutangnya tidak berpengaruh terhadap nishābnya, maka ia tetap wajib membayar zakat setelah dipotong jumlah hutangnya. Perlu dicatat bahwa syarat terakhir ini hanya berlaku untuk harta yang tidak tampak. Harta yang dimaksud seperti emas, perak, uang, dsj. Adapun harta yang tampak, semacam binatang ternak, barang dagangan, dsj; syarat ini tidak berlaku. Alasannya adalah karena Rasulullah shallallāhu ‘alayhi wasallam tidak pernah memerintahkan sahabat yang beliau utus untuk mengumpulkan zakat dari harta yang tampak untuk merinci status hutang kepada si pemilik harta. Tidak menjadi soal bila pemilik harta mempunyai beban hutang atau tidak. Tidak adanya perintah untuk merinci hal tersebut mengindikasikan bahwa syarat bebas hutang hanya berlaku untuk harta yang tidak tampak. HARTA MILIK ANAK YANG BELUM BALIG ATAU ORANG GILA Anak yang belum balig 2 atau orang gila yang memiliki harta wajib zakat dari harta yang mereka miliki. Yang berperan dalam hal ini tentunya adalah wali (orang yang mengasuh) mereka. Pendapat ini berdasarkan pada praktik sahabat, seperti Umar bin Khattab, Ibnu Umar, Ali bin Abi Thalib, Aisyah, dan Jabir bin Abdillah. Sementara itu, tidak ditemukan adanya sahabat lain yang mengeritik atau menyelisihi mereka. JENIS-JENIS HARTA YANG WAJIB DIZAKATI BERSERTA PERINCIANNYA Tidak semua harta wajib zakat. Harta zakat tertentu jenisnya. Berikui ini rincian mengenai harta zakat.

2

Tanda balig: 1) genap berusia 15 th; 2) pernah keluar mani; 3) tumbuhnya rambut tebal di sekitar kemaluan; dan 4) keluarnya darah haidh bagi wanita.

3

Emas, Perak dan Yang Semakna Dengannya Harta

Nishab

Zakat

Ket

Emas

85 gr

2,5% (1/40)

-

Perak

595 gr

Sda

-

Sda

-

Sda

-

Bernilai 85 gr emas 3 2F

Uang atau 595 gr perak Barang dagangan

Sda

Tanpa ĥawl dan Rikāz

Tidak ada

20% (1/5)

disumbangkan kepada kegiatan sosial Islam

Bernilai 85 gr emas Barang tambang

2,5% (1/40)

-

atau 595 gr perak

 Rikāz adalah harta peninggalan zaman jahiliyah (sebelum Islam atau non-muslim) yang terpendam kemudian ditemukan. Kepemilikan oleh non-muslim diidentifikasi lewat tanda-tanda, ornamen, atau mungkin nama yang tertera pada harta tersebut.  Barang tambang yang dimaksud di sini adalah segala yang dikeluarkan dari perut bumi yang bukan tanah atau batu, dan bernilai ekonomis. Misalnya emas, minyak bumi, batu bara, dll.  Piutang/pinjaman yang diberikan kepada orang lain memiliki dua kondisi: a. Orang yang meminjam adalah orang yang memiliki harta yang cukup untuk melunasi hutangnya. Di samping itu, ia juga mengakuinya dan siap melunasinya. Maka pemberi pinjaman wajib mengeluarkan zakatnya setiap tahun, sama seperti zakat hartanya yang lain. Demikian pendapat Umar, Utsman bin Affan, Jabir bin Abdillah dan Ibnu Umar. b. Orang yang meminjam adalah orang yang hidup pas-pasan atau menolak melunasi utangnya. Di sini, pemberi pinjaman tidak dibebani kewajiban zakat atas pinjaman yang ia berikan. Umar bin Abdul Aziz dan Malik, dalam hal ini, berpendapat bahwa pemberi piutang mengeluarkan zakatnya pada saat dilunasi cukup untuk satu tahun yang lewat. 3

Konversi ke emas sebaiknya dijadikan standar karena nilai emas yang lebih stabil di samping karena emas dianggap sebagai asal mata uang.

4

 Al-Māl al-Mustafād adalah tambahan harta atas modal/pokok yang dimiliki yang jumlahnya telah mencapai nishāb. Pertambahan harta ini memiliki tiga kemungkinan: a. Tambahan tersebut berasal dari dalam nishāb itu sendiri. Seperti keuntungan dari perdagangan atau perkembangbiakan binatang ternak. Tambahan ini tidak memiliki ĥawl tersendiri. Tetapi ĥawlnya dimasukkan pada ĥawl nishāb yang pertama. Sehingga di akhir tahun, pemiliknya akan mengeluarkan zakat yang dihitung dari total modal dengan tambahan tersebut. b. Tambahan tersebut bukan merupakan pertambahan langsung dari dalam nishāb yang dimiliki, kendatipun ia sejenis dengannya. Contohnya, si A memiliki emas 100 gr. Pada pertengahan tahun, ia memperoleh hadiah emas 50 gr. Tambahan harta ini sejenis dengan hartanya yang pertama, tapi bukan pertambahan langsung dari nishāb. Tambahan harta sebesar 50 gr tersebut memiliki ĥaw l tersendiri. Namun nishābnya tetap dihitung bersama dengan harta pokok. Untuk kasus di atas, si A akan menghitung satu haul sejak pertengahan tahun dengan nishāb: 150 gr emas. c. Harta tersebut bukan merupakan pertambahan langsung atas nishāb yang dimiliki dan tidak sejenis dengannya. Seperti peternak sapi yang juga mendapatkan hadiah emas. Dalam hal ini, masing-masing harta mempunyai nishāb dan ĥawlnya sendiri-sendiri. Tidak dicampur antara keduanya.  Perhiasan berupa emas dan perak. Harta seperti ini terbagi kepada tiga: a. Perhiasan emas dan perak yang sengaja disimpan sebagaimana orang menyimpan/menabung uangnya. Perhiasan seperti ini dikeluarkan zakatnya. b. Perhiasan yang dipakai oleh pemiliknya dengan kadar yang sewajarnya atau sebagaimana lazimnya. Perhiasan ini tidak ada zakatnya. Kesimpulan ini mengkompromikan dalil-dalil yang menunjukkan wajib dan tidak wajib zakat pada perhiasan emas dan perak. c. Perhiasan yang dipakai oleh pemiliknya namun dengan nimonal yang telah melampaui batas 4. Sehingga pemakainya telah masuk dalam kategori berlebihlebihan atau sombong. Perhiasan ini wajib dizakatkan.  Pemakaian emas dan perak yang bertentangan dengan syariat seperti perabot rumah tangga yang terbuat dari emas dan perak atau perhiasan emas yang dipakai laki-laki tetap wajib dikeluarkan zakatnya. 4

Kadar yang melampaui batas dikembalikan kepada ‘urf (kebiasaan yang berlaku) pada tiap-tiap kelompok masyarakat.

5

 Zakat gaji atau zakat profesi. Ada dua cara untuk mengeluarkan zakat gaji atau penghasilan dari penjualan jasa: (1) Ia menyiapkan 12 amlop yang disiapkan untuk satu tahun. Setiap bulan ia memasukkan gaji yang ia peroleh ke tiap-tiap amplop. Setelah sebelumnya, setiap amplop diberi tanda bulan pengisian sehingga dapat diketahui ĥawlnya. Setahun kemudian, ia memeriksa jumlah uang pada setiap amplop yang ia miliki berdasarkan bulan. Bila uang yang tersimpan di dalam amplop ternyata mencapai nishāb atau lebih, ia wajib mengeluarkan zakatnya. Bila tidak, tidak ada pula zakatnya. (2) Ia menyiapkan sebuah brankas tempat menyimpan uang. Lantas ia menetapkan sebuah bulan untuk membayar zakat. Ambil contoh Ramadhan. Itu berarti, setiap tahun, pada bulan Ramadhan ia akan memeriksa brankas uangnya. Jika ternyata terdapat uang sejumlah nishāb atau lebih, ia keluarkan zakatnya. Kalau tidak, berarti tidak ada kewajiban zakat. 5  Saham-saham atau modal yang diinvestasikan pada sebuah perusahaan dikeluarkan zakatnya sebagaimana harta seseorang dikeluarkan. Jadi, saham tersebut dilebur jadi satu dan dianggap milik satu orang. Tidak dipisahkan kepada pemilik masing-masing saham. Ini apabila perusahaan tersebut mengeluarkan zakatnya. Bila tidak, masing-masing pemilik saham wajib mengeluarkan sendiri zakatnya. Dengan perhitungan zakat 2,5% dari saham yang jumlah nominalnya yang sama dengan nishab emas atau perak.  Secara teknis, pedagang yang ingin mengeluarkan zakatnya memiliki barang yang dipersiapkan untuk dijual sejumlah nishāb selama satu tahun penuh. Di akhir tahun, ia menjumlahkan nilai barang dagangannya dengan simpanan yang ia miliki beserta piutang yang dia diberikan kepada orang lain. Total jumlah harta tersebut yang selanjutnya dikurangi dengan hutangnya adalah nilai harta yang wajib ia keluarkan zakatnya. Tentu selama masih cukup nishāb.

5

Tata cara yang keliru adalah dengan melakukan qiyas dengan biji-bijian atau buah-buahan. Sebab, pekerjaan menjual jasa telah dikenal sejak zaman Nabi. Sehingga qiyas tersebut fāsidul i’tibār sebab bertentangan dengan nash. Cara lain yang keliru adalah dengan mengeluarkan zakat sebelum nishāb terpenuhi.

6

Binatang Ternak Kambing

Unta

Sapi

Jumlah

Jumlah

Jumlah

Dari

Sampai

Zakat

Dari

Sampai

Zakat

Dari

Sampai

Zakat

40

120

1

5

9

1 kambing

30

39

Tabi’/tabi’ah

121

200

2

10

14

2 kambing

40

59

Musinnah

201

-

3

15

19

3 kambing

60

-

2 Tabi’ah

20

24

4 kambing

Selanjutnya dalam setiap 30

setiap

25

35

B. Makhad

ekor satu Tabi’ dan 40 ekor

kelipatan 100 zakatnya satu

36

45

B. Labun

ekor

46

60

Hiqqah

61

75

Jadz’ah

76

90

2 B. Labun

91

120

2 Hiqqah

121

-

3 B. Labun

Selanjutnya

dalam

Selanjutnya

dalam

Musinnah

setiap

kelipatan 40 zakatnya B. Labun dan setiap kelipatan 50 satu hiqqah

Keterangan:  Bintu Makhad ialah unta betina usia satu tahun  Bintu Labun ialah unta betina usia dua tahun  Tabi’ (jantan) dan Tabi’ah (betina) adalah sapi usia satu tahun  Musinnah ialah sapi betina usia dua tahun  Hiqqah adalah unta betina usia tiga tahun  Jadz’ah adalah unta betina usia empat tahun (Perhatikan bahwa satu-satunya yang jantan adalah Tabi’)  Dipersyaratkan bahwa binatang ternak tersebut digembalakan (dilepas ke padang rumput) sepanjang tahun atau setengah tahun lebih. Bukan dipelihara di dalam kandang atau diantarkan makanannya.  Juga dipersyaratkan bahwa binatang tersebut dipelihara untuk tujuan susu atau dimakan dagingnya. Bukan sebagai binatang pembajak tanah garapan.

7

 Petugas pengumpul zakat tidak boleh meminta binatang pilihan/berharga atau yang cacat. Hendaknya petugas mengambil yang pertengahan.  Binatang ternak yang masih kecil tidak dihitung hingga induknya mencapai nishāb. Jika telah cukup nishāb, ternak yang kecil ini digabungkan dalam nishāb bersama induknya. Biji-bijian dan Buah-buahan Menurut Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, yang dimaksud dengan biji-bijian dan buahbuahan adalah semua bahan makanan yang merupakan makanan pokok. Tanpa memandang bagaimana cara takarnya, apakah dengan ditimbang atau diliter. Selama ia adalah makanan pokok, ia wajib dizakati. Nishāb untuk jenis biji-bijian dan buah-buahan ini adalah 675 kg. Sedangkan zakatnya 10% bila diairi tanpa mengeluarkan biaya (tadah hujan), atau 5% bila diairi dengan mengeluarkan biaya. HARTA YANG TIDAK WAJIB ZAKAT Harta seperti sayur-sayuran, kuda, perabotan rumah tangga, intan, berlian, dll, tidak wajib zakat. Demikian pula binatang ternak yang dipakai menggarap tanah atau tidak digembalakan di padang rumput. Harta-harta semacam ini tidak ada zakatnya. AL-MUSTAĤIQQŪN (GOLONGAN YANG BERHAK MENERIMA ZAKAT) Faqīr, yaitu orang yang tidak bisa memenuhi kebutuhan diri dan keluarganya. Penghasilannya tidak cukup memenuhi setengah kebutuhan hidupnya. Dalam arti ia hidup jauh di bawah garis standar hidup normal. Miskīn, yaitu orang yang kondisinya sedikit lebih baik dari fakir. Namun ia sama dalam pengertian bahwa penghasilannya tidak mencukupi kebutuhannya. Āmil Zakāh, mereka adalah petugas yang ditunjuk untuk mengelola zakat. Termasuk di dalamnya orang yang mengumpulkan zakat, menjaga, mencatat, mendistribusikan, dll. Ringkasnya, mereka adalah petugas zakat. Petugas zakat tidak berhak lagi mendapatkan bagian zakat bila mereka bekerja dengan gaji yang diberikan oleh instansi tempat mereka bekerja.

8

Mu-allaf, atau orang-orang yang dibujuk hatinya. Mereka terbagi kepada: (1) Kafir, yaitu orang yang diharapkan akan masuk Islam atau orang yang bila diberi bagian zakat maka ia tidak akan melakukan tindakan intimidasi kepada orangorang Islam. (2) Muslim, yaitu orang yang baru masuk Islam untuk meneguhkan keimanannya. Golongan mu-allaf ini diberi bagian zakat bila hal tersebut dibutuhkan. Oleh karena itu, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, dan Ali bin Abi Thalib radhiyallāhu ‘anhum tidak memberi mereka zakat pada era pemerintahan mereka karena posisi kaum muslimin yang telah kuat. Budak, yaitu dengan membelinya untuk dimerdekakan. Atau budak mukātab (budak yang melakukan perjanjian dengan majikannya untuk menebus dirinya) dan untuk melepaskan kaum muslimin yang menjadi tawanan/sandera. Ghārim, yaitu orang yang terlilit hutang dan tidak memiliki kemampuan untuk melunasinya. Baik hutang tersebut akibat mendamaikan antara dua orang yang berselisih atau hutang pribadi belaka. Mereka diberi bagian dari zakat untuk membantu melunasi hutang tersebut. Bahkan untuk tujuan yang pertama, orang tersebut diperbolehkan untuk meminta zakat. (HR. Muslim dari Qabishah) Fī Sabīlillāh, yakni mereka yang berperang di jalan Allah secara suka rela (tanpa gaji dari siapapun). Termasuk di dalamnya orang yang hendak melaksanakan haji dan kegiatan dakwah. Dalil untuk yang disebut kedua adalah hadits “Sesungguhnya haji itu termasuk fī sabīlillāh.” 6 Sedangkan dakwah berdasarkan pada hadits “Berjihadlah melawan orangorang musyrik dengan harta, jiwa dan lisan kalian.” 7 Ibnu Sabīl, yakni musafir yang kehabisan bekal atau hilang bekalnya di tengah perjalanan. Ia diberi zakat sebanyak keperluannya untuk bisa sampai kembali ke negerinya atau ke negeri tujuannya untuk kemudian kembali ke negerinya. Perincian orang-orang yang berhak menerima zakat sebagaimana di atas berdasarkan Al-Qur’an surat At-Tawbah ayat 60.

6

HR. Abu Dawud dan Hakim dengan sejumlah jalur riwayat yang saling menguatkan.

7

HR. Abu Dawud dan Nasa-i. Dishahihkan oleh Ibnu Hibban.

9

HUKUM-HUKUM AL-MUSTAĤIQQŪN a. Harta zakat yang melebihi kebutuhan yang diperoleh Ibnu Sabīl, Fī Sabīlillāh, Ghārim, dan Budak, wajib dikembalikan untuk selanjutnya disalurkan kepada orang lain yang berhak menerima zakat. b. Boleh memberikan zakat kepada satu golongan saja atau kepada satu orang saja (QS. 2: 271; HR. Ahmad). c. Mustahab hukumnya zakat diberikan kepada famili yang membutuhkan, selama dia tidak termasuk dalam tanggungannya (HR. Tirmidzi, hasan) d. Orang-orang yang tidak berhak mendapatkan zakat adalah keturunan Bani Hasyim (HR. Muslim).

ZAKAT FITRAH Abdullah bin Umar radhiyallāhu 'anhumā berkata: "Rasulullah shallallāhu ‘alayhi wasallam telah mewajibkan zakat Fitrah dari bulan Ramadhan sebanyak satu sha' kurma, atau satu sha' gandum atas orang budak, merdeka, laki-laki, perempuan, kecil maupun dewasa dari orang Islam.” 8 Definisi Zakat fithrah adalah zakat badan yang dikeluarkan pada akhir bulan Ramadhan berupa makanan pokok sebanyak 1 sha' (± 3 kg). Mulai diperintahkan kepada Rasulullah shallallāhu ‘alayhi wasallam pada bulan Sya'ban tahun 2 H. 1. Hukum Zakat fithrah hukumnya wajib sebagaimana disebutkan oleh hadits di atas dan banyak hadits lainnya. Kewajiban ini adalah bagi orang yang mampu membayarkan yaitu orang yang memiliki kelebihan makanan sekeluarga pada hari Idul Fithri. 2. Pembayar Semua orang yang disebut dalam hadits di atas berkewajiban membayar zakat fithrah: anak-anak, orang dewasa, laki-laki, perempuan, orang merdeka maupun budak, atau semua orang Islam yang mampu membayar. Seorang ayah mengeluarkan untuk dirinya dan anggota keluarga yang menjadi tanggungannya, termasuk bayi yang baru 8

HR. Bukhari-Muslim.

10

lahir pada akhir bulan Ramadhan sebelum matahari terbenam. Sedangkan janin yang belum lahir tidak diwajibkan. Tidak diwajibkan bagi orang yang meninggal sebelum matahari terbenam (malam hari raya Idul Fithri). Bila orang tua hanya mampu membayarkan untuk dirinya sendiri dan tidak mampu membayarkan zakat anakanaknya, maka cukup bagi orang tua itu membayar untuk dirinya saja. Orang tua tidak dituntut membayarkan zakat untuk anaknya yang sudah balig yang mampu dan bisa membayar zakat fitrahnya sendiri. 3. Benda yang dizakatkan Sebagaimana yang disebutkan dalam hadits di atas, benda yang dizakatkan adalah kurma, gandum, atau kismis, beras, dll. Ringkasnya, apa saja yang menjadi bahan makanan pokok bagi daerah setempat. 4. Waktu Waktu menyampaikan yang paling utama adalah setelah terbit fajar sebelum shalat Idul Fithri berlangsung. Namun boleh dikeluarkan sebelum Ramadhan berakhir satu atau dua hari sebagaimana dilakukan oleh Ibnu Umar. 9 Sedangkan waktu wajib adalah setelah terbenamnya matahari yang menandakan berakhirnya Ramadhan. Ibnu Umar meriwayatkan bahwa Nabi shallallāhu ‘alayhi wasallam menyuruh agar zakat Fitrah ditunaikan sebelum manusia keluar ke shalat Ied. 10 Rasulullah shallallāhu ‘alayhi wasallam mewajibkan zakat Fitrah sebagai pembersih bagi orang yang berpuasa dari perbuatan yang sia-sia dan kotor dan sebagai pemberian makan bagi kaum miskin, maka siapa yang menunaikan sebelum shalat (Ied) maka itulah zakat yang diterima, dan siapa yang menunaikannya setelah shalat (Ied) maka itu termasuk sedekah biasa. 11 5. Orang yang berhak menerima Zakat Fithrah dibagikan kepada fakir miskin sebagaimana ditunjukkan oleh hadits di atas. 6. Tempat Mengeluarkan Zakat Fithrah harus dikeluarkan atau dibagikan di daerah tempat sendiri, kecuali bila fuqarā dan masākīn tempat tinggal itu telah terpenuhi sedang di daerah lain banyak fakir miskin atau yang lebih membutuhkan. Bila sedang dalam bepergian, maka zakat 9

Diriwayatkan oleh Ibnu Khuzaimah.

10

HR. Bukhari.

11

Hadits hasan riwayat Abu Dawud dan Ibnu Majah.

11

dibagikan kepada fakir miskin yang ditemukan pada daerah yang ditempati pada saat itu. Boleh bahkan lebih baik membagikan zakat fitrah kepada fakir miskin yang memiliki hubungan famili, seperti saudara, paman, dll. Tetapi tidak boleh dibayarkan kepada keluarga yang wajib untuk diberi nafkah, seperti anak atau orangtua. Membagi satu bagian zakat kepada beberapa fakir miskin diperbolehkan, sebagaimana mengumpulkan beberapa bagian zakat untuk satu fakir miskin saja juga boleh. Namun hendaknya pemerataan dan keadilan diutamakan sehingga tujuan zakat, yaitu makanan bagi kaum miskin, benar-benar bisa tercapai. Wallahu Ta’ala A’lam. Makassar, 15/03/07 Ilham Jaya b. Abdurrauf

12

Related Documents

Fikih Zakat
June 2020 15
Zakat
May 2020 46
Zakat
November 2019 55
Zakat
May 2020 36
Zakat
May 2020 34