BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam Ilmu Farmasi dikenal istilah farmakologi dan toksikologi yang mempelajari tentang bagaimana perjalanan obat dan mekanisme kerja obat hingga efek obat yang merugikan dalam tubuh (Sloane, 2004). Dalam tubuh manusia mekanisme kerja obat mengangkut beberapa sistem dalam tubuh, khususnya sistem endokrin pada manusia. Sistem endokrin adalah bagian dari ke-11 sistem di dalam tubuh manusia. Seperti yang sudah diketahui, sistem di dalam tubuh manusia terdiri dari sistem saraf, sistem endokrin, sistem sirkulasi, sistem pernapasan, sistem pencernaan, sistem urinaria, sistem reproduksi, sistem integumen, sistem pancaindera, sistem rangka dan sistem muskular. Pengaturan dan pengkoordinasian sistem fisiologi dalam tubuh manusia dilakukan oleh dua sistem, yaitu sistem saraf dan sistem endokrin. Sistem endokrin dapat dikatakan sebagai sistem yang ada di dalam tubuh manusia yang berperan untuk mengatur dan mengkoordinasikan aktivitas tubuh manusia (Sloane, 2004). Pengendalian endokrin diperantarai oleh pembawa pesan kimia, atau hormon yang dilepas oleh kelenjar endokrin ke dalam cairan tubuh, diabsorbsi ke dalam aliran darah dan dibawa melalui sistem sirkulasi menuju jaringan (sel) target. Hormon mempengaruhi sel target melalui reseptor hormon, yaitu suatu molekul protein yang memiliki sisi pengikat untuk hormon tertentu (Sloane, 2004). Respons hormonal tubuh biasanya lebih lambat, durasi lebih lama, dan distribusinya lebih luas daripada respons langsung otot dan kelenjar terhadap stimulus sistem saraf (Sloane, 2004). Sistem endokrin terdiri dari berbagai kelenjar yaitu kelenjar hipofisis anterior dan posterior, kelenjar tiroid, kelenjar paratiroid, kelenjar adrenal, kelenjar pineal, kelenjar pankreas, kelenjar ovarium, kelenjar testis dan kelenjar timus yang biasanya mensekresi lebih dari satu jenis hormon. Sistem endokrin mengatur
1
aktivitas reproduksi dan laktasi, tekanan darah, tahanan tekanan, adaptasi terhadap perubahan lingkungan, metabolism (karbohidrat, lemak, protein) asupan cairan dan lain-lain. Didalam sistem endokrin, mekanisme kerja hormon terdiri dari dua mekanisme yaitu melalui stimulasi kerja enzim yang ada di dalam sel dan mengaktivasi gen yang terlibat melalui transkripsi dan translasi (Pearce, 2004). Kita akan mempelajari bagaimana hormon itu disintesis dan di sekresikan, bagaimana di angkut dalam darah dan bagaimana interaksi dengan reseptor dalam sel sasaran sehingga mengubah metabolisme sel sel tersebut dan bagaimana pengaturan jumlah hormone yang disekresi oleh kelenjar ( Gibshon,1995). Hormon berperan penting untuk mengatur berbagai aktivitas dalam tubuh hewan, antara lain aktivitas pertumbuhan, reproduksi osmoregulasi, pencernaan, dan integrasi serta koordinasi tubuh ( Ulfhitha,2012 ). 1.2 Maksud dan Tujuan Percobaan 1.2.1 Maksud Percobaan Mengetahui dan memahami efek farmakologi yang ditimbulkan obat-obat antidiabetes terhadap mencit (Mus musculus) 1.2.2 Tujuan Percobaan Untuk mengetahui pengaruh obat-obat anti diabetes seperti Glibenkamid, Metformin dan Glucovance terhadap kadar gula darah hewan coba mencit (Mus musculus)
2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dasar Teori Diabetes melitus merupakan suatu penyakit yang terjadi akibat adanya gangguan pada metabolime glukosa, disebabkan kerusakan proses pengaturan sekresi insulin dari sel-sel beta. Insulin yang dihasilkan oleh kelenjar pankreas sangat penting untuk menjaga keseimbangan kadar glukosa darah. Kadar glukosa darah normal pada waktu puasa antara 60-120 mg/dl dan dua jam sesudah makan di bawah 140 mg/dl. Bila terjadi gangguan pada kerja insulin, baik secara kualitas maupun kuantitas, keseimbangan tersebut akan terganggu dan kadar glukosa darah cenderung naik (hiperglikemia) (Hayes, 1996). Pankreas adalah suatu kelenjar endokrin yang menghasilkan hormon peptida insulin, glukagon dan somatostatin dan suatu kelenjar eksokrin yang menghasilkan enzim pencernaan. Hormon peptida disekresikan dari sel-sel yang berlokasi dalam pulau-pulau Langer hans (β atau sel –B yang menghasilkan insulin, α2 atau sel-A yang menghasilkan glukagon dan α1 atau sel-D yang menghasilkan somatostatin) (Mycek, 2001). Kelenjar endokrin merupakan kelenjar tanpa saluran atau kelenjar buntu digolongkan bersama di bawah nama organ endokrin, sebab yang dibuat tidak meninggalkan kelenjarnya melalui suatu saluran, tetapi langsung masuk ke dalam darah yang berbeda di dalam jaringan kelenjar. Beberapa organ endokrin menghasilkan 1 hormon tunggal, sedangkan yang lain lagi dua atau beberapa jenis hormon (Pearce, 2004). Sistem endokrin terdiri dari sekelompok organ (kadang disebut sebagai kelenjar sekresi internal), yang fungsi utamanya adalah menghasilkan dan melepaskan hormon-hormon secara langsung ke dalam aliran darah. Hormon berperan sebagai pembawa pesan untuk mengkoordinasi kegiatan berbagai organ tubuh (Syaifuddin, 2006).
3
Kelenjar endokrin terdiri dari : (Syaifuddin, 2006) 1. Kelenjar hipofise yang terletak di dalam rongga kepala dekat dasar otak 2. Kelenjar tiroid yang terletak di leher bagian depan 3. Kelenjar paratiroid dekat kelenjar tiroid 4. Kelenjar suprarenal yang terletak di kutub atas ginjal kiri-kanan 5. Pulau langerhans di dalam kelenjar pankreas 2.1.1
Fungsi kelenjar endokrin (Sumadia, 1996) a. Menghasilkan hormon-hormon yang dialirkan ke darah yang diperluakan oleh jaringan-jaringan dalam tubuh tertentu b. Mengontrol aktifitas kelenjar tubuh c. Merangsang aktifitas kelenjar tubuh d. Merangsang pertumbuhan jaringan e. Mengatur metabolisme, oksidasi, meningkatkan absorbsi glukosa pada usus halus f. Mempegaruhi metabolisme lemak, protein, hidrat alang, vitamin, mineral dan air
2.1.2
Hormon Hormon adalah senyawa organik yang dihasilkan oleh kelenjar endokrin (kelenjar buntu). Hormon berfungsi mengatur pertumbuhan, masuk ke dalam peredaran darah menuju organ target. Jumlah yang dibutuhkan sedikit namum mempunyai kemampuan kerja yang besar dan lama pengaruhnya karena hormon mempunyai/ memengaruhi kerja organ dalam sel (Sloane, 2004).
2.1.3
Macam-macam Hormon Ada empat jenis sel penghasil hormon yang teridentifikasi dalam langerhans tersebut (Sloane, 2004) : a. Sel alfa mensekresi glucagon, yang meningkatkan kadar gula darah b. Sel beta mensekresi insulin, yang menurunkan kadar gula darah
4
c. Delta sel mensekresi somatostatin, atau hormon penghalang hormon pertumbuhan yang menghambat sekresi glucagon dan insulin. d. Sel F mensekresi polipeptida pankreas, sejenis hormon pencernaan untuk fungsi yang tidak jelas, yang dilepaskan setelah makan. Diagnosis diabetes mellitus awalnya dipikirkan dengan adanya gejala khas berupa polifagia, poliuria, polidipsia, lemas dan berat badan turun. Gejala lain yang mungkin dikeluhkan pasien adalah kesemutan, gatal, mata kabur dan impotensi pada pria, serta prutitus vulva pada wanita. Kriteria diagnosis diabetes mellitus adalah kadar glukosa puasa ≥ 126 mg/dL, atau pada 2 jam setelah makan ≥ 200 mg/dL atau HbA1c ≥ 8%. Jika kadar glukosa 2 jam setelah makan > 140 mg/dL, tetapi lebih dari 200 mg/dL, dinyatakan glukosa toleransi, lemah (Sukandar, 2008). 2.2
Uraian Bahan 1. Na CMC (Farmakope Indonesia, 1979) Nama resmi
: NATRII CARBOXYMETHYLCELLULOSUM
Nama lain
: Natrium karboksimetil selulosa
Rumus struktur
:
Berat molekul
: 694,85
Pemerian
: Serbuk atau butiran putih atau putih kuning
Kelarutan
: Mudah terdispersi
Penyimpanan
: Dalam wadah tertutup rapat
Kegunaan
: Sebagai pensuspensi obat/sampel
5
dalam
air
2. Aquadest (Farmakope Indonesia, 1979) Nama resmi
: Aqua Destillata
Nama lain
: Air suling
Rumus struktur
:
Berat Molekul
: 18, 02 mg/mol
Pemerian
: Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau, tidak mempunyai rasa
Penyimpanan
: Dalam wadah tertutup baik.
Kegunaan
: Sebagai pelarut
3. Glukosa (Dirjen POM, 1979) Nama Resmi
: Glucosum
Nama lain
: Glukosa, Dekstrosa
Rumus struktur
:
Berat molekul
: 198, 17 mg/mol
Pemerian
: Hablur tidak berwarna, serbuk hablur atau butiran putih, tidak berbau, rasa manis
Kelarutan
: Sangat mudah larut dalam air, sangat mudah larut dalam air mendidih, agak sukar larut dalam etanol (95 %) p mendidih
Penyimpanan
: Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan
: Sebagai induksi sumber gula 6
4. Glibenclamide (Brosur Obat) Nama Resmi
: Glibenclamidum
Nama Lain
: Glibenclamide
Pemerian
: Serbuk hablur, putih atau hampir putih, tidak berbau
Kelarutan
: Praktis tidak larut dalam air dan dalam eter, sukar larut
Penyimpanan
: Simpan pada suhu kamar 30° C
Kegunaan
: Obat anti diabetes tipe 2
Bentuk sediaan
: Tablet 5 mg
Farmakodinamik
: Penurunan kadar glukosa darah yang terjadi setelah pemberian
sulfonilurea
perangsangan
sekresi
disebabkan
insulin
oleh
dipankreas.
Sifat
perangsangan ini berbeda dengan perangsangan oleh glukosa, karena ternyata pada saat hipeglikemia gagal merangsang sekresi insulin dalam jumlah yang mencukupi,
obat-obat
tersebut
masih
mampu
merangsang sekresi insulin itulah sebabnya mengapa obat-obat ini sangat bermanfaat pada penderita diabetes dewasa yang pankreasnya masih mampu memproduksi
insulin.
Pada
penderita
dengan
kerusakan sel β pulau Langrhans pemberian obat derivat sulfonilurea tidak bermanfaat. Farmakokinetik
: Absorbsi derivat sulfonilurea malalui usus baik, sehigga dapat diberikan peroral. Setelah absorbsi, obat ini tersebar keseluruh cairaneksternal. Dalam 7
plasma sebagian terikat protein plasma terutama albumin. Indikasi
: Memilih sulfonilurea yang tepat untuk penderita tertentu sangat penting untuk suksesnya terapi yang menentukan bukanlah umur penderita waktu terapi dimulai, tetapi umur penderita waktu penyakit diabetes melitus mulai timbul. Pada umumnya hasil yang baik diperoleh pada penderita yang diabetesnya mulai timbul pada umur diatas 40 tahun.
Kontraindikasi
: Sulfonilurea tidak boleh diberikan sebagai obat tunggal pada penderita diabetes yuvenil, penderita yang kebutuhan insulinnya tidak stabil, diabetes melitus berat, kehamilan dan keadaan gawat.
Dosis
: Permulaan 1 dd 2,5-5 mg, bila perlu dinaikkan setiap minggu sampai maksimum 2 dd 10 mg.
Efek samping
: Diare, pusing, sakit kepala, mual, gas berlebihan dan penambah berat badan.
5.
Metformin Nama Resmi
: Metformini hydrochloridum
Nama lain
: Metformin Hidroklorida
Pemerian
: Serbuk hablur putih , tidak berbau atau hampir tidak berbau, higroskopik, kristal putih dengan suhu lebur 230° C.
Bentuk sediaan
: Tablet
Kelarutan
: Larut dalam air atau alkohol, praktis tidak larut dalam eter dan kloroform.
Penyimpanan
: Dalam wadah tertutup baik 8
Kegunaan
: Sebagai anti diabetes
Farmakodinamik
: Mekanisme kerjanya tidak diketahui, pelepasan insulin dari pankreas tidak distimulasi. Metformin menghambat gluconeogenesis dan pelepasan glukosa oleh hati dan menurunkan kolesterol/LDL dan trigliserida
Farmakokinetik
: Resorbsinya dari usus tidak lengkap, BA-nya 5060%, PP-nya rendah. Praktis tidak dimetabolisasikan dan diekskresikan utuh lewat kemih.
Indikasi
: Sediaan biguanid tidak dapat menggantikan fungsi insulin endogen dan digunakan pada terapi diabetes dewasa.
Kontraindikasi
: Sediaan
biguanid
tidak
boleh
diberikan
pada
penderita dengan penyakit hati berat, penyakit ginjal dengan uremia dan penyakit jantung kongestif. Dosis
: Dosis 3 dd 500 mg atau 2 dd 850 mg d.c. bila perlu berangsur-angsur dinaikan dalam waktu 2 minggu sampai maksimal 3 dd 1 g.
Efek Samping
: Efek sampingnya agak sering terjadi dan berupa gangguan
lambung-usus,
antara
lain
anorexia,
terutama pada dosis di atas 1,5 g /hari. Jarang sekali terjadi acidosis asam laktat yang mengancam jiwa, terutama pada manula. Maka pasien di atas 60 tahun hendaknya jangan diberikan metformin sebagai terapi permulaan.
9
6.
Glukovance (Brosur Obat) Golongan Obat
: Sulfonilurea
Indikasi
: Perawatan, kontrol, pencegahan dan perbaikan gula darah pada pasien diabetes tipe 2
Efek samping
: Mual, muntah, nyeri otot dan mulas
Kontraindikasi
: Ketaosidosis diabetic, tipe 1 diabetes, penyakit ginjal.
Dosis
: 1.25 mg glibenklamid + 250 mg metformin 1-2 kali sehari, diberikan saat makan atau sesudah makan.
Farmakodinamik
: Menghambat glukoneogenesis hepatic, menurunkan absopsi glukosa diintestinum, perangsang reseptor insulin,
meningkatkan
glikolisis
anaerob
yang
mengakibatkan meningkatnya penggunaan glukosa. Farmakokinetik
: Metformin oral akan mengalami absopsi diintestine dalam darah tidak terikat protein plasma, ekskresinya melalui urin dalam keadaan utuh masa paruhnya sekitar 2 jam.
2.3 Klasifikasi Hewan Coba 2.3.1 Klasifikasi Mus musculus (Sherwood, 2001) Kingdom
: Animalia
Filum
: Chordata
Kelas
: Mamalia
Ordo
: Rodentia
Family
: Muridae
Genus
: Mus
Spesies
: Mus musculus
10
2.3.2 Morfologi (Sherwood, 2001) Memiliki kepala, badan, dan leher yang terlihat jelas, tubuhnya tertutup rambut, ekornya bersisik, kadang-kadang berambut. Merupakan hewan liar, mempunyai sepasang daun telinga dan bibir yang lentur. 2.3.3 Karakteristik (Sherwood, 2001) Lama hidup
: 2-3 tahun
Lama produksi
: 1 tahun
Lama hamil
: 20-22 hari
Umur dewasa
: 40-60 hari
Umur kawin
: 10 minggu
Siklus eksterus
: 9-10 gram
Ovulasi
: 8-11 jam
Berat dewasa
: 300-400 gram
Berat lahir
: 5-6 gram
Jumlah anak
: 9-20 ekor
11
BAB III METODE KERJA 3.1
Alat dan Bahan
3.1.1 Alat Adapun alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini yaitu : 1. Gelas kimia 2. Glukometer 3. Hot plate 4. Kanula oral 5. Lumpang & alu 6. Neraca analitik 7. Pisau kateter 8. Platform 9. Timbangan kasar 3.1.2 Bahan Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum ini yaitu: 1. Aquadest 2. Glibenklamid 3. Glukosa 50% 4. Glukovance 5. Kertas perkamen 6. Metformin Hcl 7. Na CMC 8. Strip
12
3.2
Prosedur Kerja
3.2.1 Penyiapan Hewan Coba 1. Disiapkan hewan coba berupa mencit yang sehat 2. Dipuasakan kurang lebih 8 jam 3. Ditimbang 4 ekor mencit 4. Diberi tanda mencit 5. Di mencit siap digunakan 3.2.2 Penyiapan Bahan 1. Na CMC a) Ditimbang Na CMC sebanyak 350 mg b) Dipanaskan aquadest sebanyak 350 ml hinggan 700C, diangkat dan dibiarkan hangat. c) Disiapkan lumpang dan alu, dimasukkan Na CMC dan ditambahkan aquadest 350 ml sedikit demi sedikit d) Digerus terus menerus hingga terbentuk suspense. 2. Pembuatan Sediaan Glukosa 50% a) Disiapkan alat dan bahan b) Ditimbang sukrosa 50 g c) Dilarutkan dalam 100 ml aquadest hingga homogeny 3. Pembuatan Sediaan Glibenklamid a) Disiapkan alat dan bahan b) Ditimbang tablet glibenklamid satu persatu sebanyak 5 tablet, dihitung rata-ratanya c) Digerus kelima tablet tersebut hingga halus, ditimbang lagi 154 mg kemudian dicampurkan dengan 100 ml Na CMC hingga larut d) Dimasukkan sediaan ke dalam spoit oral 0,67 ml dan sediaan siap digunakan.
13
4. Pembuatan Sediaan Metformin a) Disiapkan alat dan bahan b) Ditimbang tablet metformin satu persatu sebanyak 5 tablet, dihitung rata-ratanya c) Digerus kelima tablet tersebut hingga halus, ditimbang lagi 154 mg kemudian dicampurkan dengan 100 ml Na CMC hingga larut d) Dimasukkan sediaan ke dalam spoit oral 0,63 ml dan sediaan siap digunakan. 5. Pembuatan Sediaan Glukovance a) Disiapkan alat dan bahan b) Ditimbang tablet glukovance satu persatu sebanyak 5 tablet, dihitung rata-ratanya c) Digerus kelima tablet tersebut hingga halus, ditimbang lagi 165 mg kemudian dicampurkan dengan 100 ml Na CMC hingga larut d) Dimasukkan sediaan ke dalam spoit oral 0,67 ml dan sediaan siap digunakan. 3.2.3 Perlakuan Hewan Coba 1. Mencit 1 a) Diukur gula darah awal mencit dengan memakai glukometer b) Diberi glukosa sebanyak 1 ml c) Diberikan selama 15 menit d) Diukur kadar gula darah mencit e) Diberi Na CMC sebanyak 1 ml f) Diukur gula darah pada menit ke 15 menit.
14
2. Mencit II a) Diukur gula darah awal mencit dengan memakai glukometer b) Diberi glukosa 50% sebanyak 1 ml c) Diukur kadar gula darah mencit d) Diberi sediaan metformin sebanyak 0,6 ml secara oral e) Diukur gula darah mencit pada menit 15 menit. 3. Mencit III a) Diukur gula darah awal mencit dengan memakai glukometer b) Diberi glukosa 50% sebanyak 1 ml c) Diukur kadar gula darah mencit d) Diberi sediaan glukovance sebanyak 0,7 ml secara oral e) Diukur gula darah mencit pada menit ke 15. 4. Mencit IV a) Diukur gula darah awal mencit dengan memakai glukometer b) Diberi glukosa 50% sebanyak 1 ml c) Diukur kadar gula darah mencit d) Diberi sediaan glibenklamid sebanyak 0,6 ml secara oral e) Diukur gula darah mencit pada menit ke 15.
15
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengamatan
Hewan coba Mencit I Mencit II Mencit III Mencit IV
Na CMC Kadar Kadar gula gula awal akhir
Parameter Glibenklamid Metformin Kada Kadar Kadar Kadar r gula gula gula gula awal akhir awal akhir
Glokovance Kadar Kadar gula gula awal akhir
14,07 gram
101 mg/dl
101 mg/dl
101 mg/dl
101 mg/dl
11,67 gram 13,30 gram 15,72 gram
93 mg/dl 84 mg/dl 131 mg/dl
93 mg/dl 84 mg/dl 131 mg/dl
93 mg/dl 84 mg/dl 131 mg/dl
BB
73 mg/dl
93 mg/dl 84 mg/dl 131 mg/dl
81 mg/dl
35 mg/dl
4.2 Pembahasan Diabetes
merupakan
gangguan
kronis
yang
khusus
menyangkut
metabolisme glukosa dalam tubuh. Glukosa yang diserap dijaringan otot ditimbun sebagai glikogen atau dirombak menjadi asam laktat sedangkan jaringan lemak juga menggunakan glukosa sebagai sumber energi dan substrat sintetik trigliserida. Sebelum dilakukan percobaan, mencit dipuasakan selama 8 jam dengan cara tidak diberi makan tetapi diberi minum karena Menurut Sukandar pada tahun 2008 tujuan hewan coba dipuasakan agar tidak mempengaruhi proses penyerapan obat didalam tubuh, sehingga mampu memberikan efek sesuai waktu yang ditentukan. Percobaan ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh kadar gula darah pada hewan coba yaitu mencit terhadap obat-obat antidiabetes seperti glibenklamid (dimana glibenklamid termasuk golongan sulfonilurea), metfomin (termasuk golongan bigunid) dan Glukovance (yang mengandung glibenklamid dan metformin). Langkah pertama adalah menyiapkan alat dan bahan yang akan
16
70 mg/dl
digunakan, lalu menyiapkan hewan coba mencit yang telah dipuasakan selama 8 jam sebanyak 4 ekor dan ditimbang masing-masing mencit lalu diberi tanda pada masing-masing berat mencit. Dari hasil proses penimbangan hewan coba didapatkan hasil mencit I (14,07 gram), mencit II (11,67 gram), mencit III (13,30 gram) dan mencit IV (15,72 gram). Pemberian obat pada percobaan ini dilakukan dengan pemberian secara peroral sehingga melibatkan pelarutan obat dalam air. Karena obat sukar larut dalam air maka akan dimudahkan oleh adanya zat Na CMC yang mempermudah larutnya obat dalam air karena menurut Fardiaz pada tahun 1987 ada empat sifat fungsional dari Na CMC yaitu sebagai pengental, stabilisator, pembentuk gel dan sebagai pengemulsi. Pembuatan Na CMC berguna dalam mempermudah obat untuk larut atau homogen dengan air meliputi tahapan seperti penimbangan Na CMC sebanyak 350 mg dan dilarutkan dalam air 350 ml pada suhu 70oC lalu diaduk hingga membentuk suspensi. Pembuatan glukosa dengan konsentrasi 50 % yang bertujuan untuk menaikan kadar glukosa darah dari hewan coba mencit meliputi tahapan seperti penimbangan sebanyak 50 gr dan dilarutkan dalam 100 ml air. Pembuatan obat glibenklamid, metformin, dan glukovance yang bertujuan sebagai kontrol positif meliputi tahap yakni, dengan menimbang masing-masing obat antidiabetes sebanyak 5 tablet lalu digerus masing-masing obat tersebut, kemudian ditimbang untuk obat glibenklamid sebanyak 154 mg, obat metformin sebanyak 154 mg dan obat glokovance sebanyak 165 mg, tetapi obat glukovance yang dipakai hanya 143 mg, dikarenakan terjadi kesalahan dalam pelaksaanaan praktikum. Kemudian masing-masing obat dicampurkan dengan 100 ml larutan Na CMC. Selanjutnya perlakuan pada keempat hewan coba mencit meliputi tahap pengukuran kadar glukosa darah awal terlebih dahulu dengan menggunakan glukometer. Didapatkan hasil kadar gula awal mencit I (101 mg/dl), mencit II (93 mg/dl), Mencit III (84 mg/dl) dan mencit IV (131 mg/dl). Setelah kadar glukosa awal diukur, selanjutnya masing-masing hewan coba 17
diinduksi dengan glukosa 50 % secara peroral, setelah mencit diinduksi dengan glukosa diamkan selama 15 menit agar kadar gula darah dari mencit naik, selanjutnya mencit diberikan obat antidiabetes. Dimana dalam hal ini mencit 1 diberikan Na CMC sebanyak 1 ml, mencit II diberikan Glibenklamid sebanyak 0,6 ml, mencit III diberikan Metformin sebanyak 0,6 ml dan mencit IV diberikan Glukovance sebanyak 0,7 ml. Setelah proses pemberian obat selesai, mencit diukur gula darahnya pada menit ke 15. Pengukuran kadar gula darah menggunakan glukometer karena menurut Roche pada tahun 2009 menyatakan bahwa penggunaan alat glukometer merupakan salah satu contoh aplikasi pemeriksaan kadar glukosa darah dimana strip mengandung enzim pengoksidasi glukosa yang akan bereaksi dengan glukosa darah. Setelah dilakukan percobaan kadar gula darah mencit diukur menggunakan glukometer, didapatkan hasil pada masing-masing hewan coba mencit, pada mencit I kadar gula awalnya adalah 101 mg/dl turun menjadi 73 mg/dl, mencit dua kadar gula awal 93 mg/dl turun menjadi 81 mg/dl, mencit tiga kadar gula awalnya 84 mg/dl turun menjadi 35 mg/dl dan pada mencit IV kadar gula awalnya adalah 131 mg/dl turun menjadi 70 mg/dl. Berdasarkan hasil yang didapatkan pada masing-masing obat memiliki efek farmakologi penurunan kadar gula darah yang cepat namun dengan selisih yang berbeda-beda. Dengan ini dapat diketahui bahwa glukovance memiliki kerja yang lebih baik dari Na CMC, glibeklamid dan metformin jika dilihat dari percobaan kali ini. Hal ini dikarenakan dalam obat glukovance terkandung 1,25 mg glibenklamid dan 250 mg metformin sehingga penurunan gula darah menggunakan obat glukovance lebih efektif.
18
BAB V PENUTUP 5.1
Kesimpulan Berdasarkan hasil percobaan yang dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa obat antidiabetes seperti glibenklamid termasuk golongan sulfonylurea. Obat ini mengendalikan kadar gula (glukosa) darah yang tinggi. Pada diabetes tipe 2, Glibenklamid merangsang tubuh agar mengeluarkan insulin lebih banyak dari biasanya untuk mengikat glukosa dalam aliran darah. Metfomin termasuk golongan biguanid. Obat ini menurunkan dan mengontrol kadar gula darah yang tinggi pada pengidap diabetes tipe 2. Glokovance mengandung glibenklamid dan metformin sebagai antidiabetes untuk mengobati penyakit kecing manis (diabetes). Obat-obat antidiabetes ini memiliki efek farmakologi yang cepat namun dengan selisih yang berbeda, yaitu awal mulanya kadar gula darah tinggi kemudian setelah dilakukan pemerian obat antidiabetes kadar gula pada mencit menurun. Dalam hal ini Glukovance memiliki mekanisme kerja penurunan kadar gula darah yang lebih baik dibanding metformin HCl dan glibenklamid dilihat dari efektivitas yang ditimbulkan terhadap hewan coba.
5.2
Saran 1. Untuk laboratorium agar dapat dilengkapi lagi alat dan bahan-bahannya agar praktikan tidak kesusahan saat memerlukan alat dan bahan. 2. Untuk asisten diharapkan terus membimbing dan mengontrol praktikan selama proses praktikum berlangsung agar tidak terjadi kesalahan dalam melakukan percobaan dan dalam pengumpulan data. 3. Untuk praktikan agar dapat melaksanakan praktikum dengan tertib sesuai kesepakatan yang telah dibuat baik itu tentang syarat masuk dalam laboratorium, maupun kebersihan laboratorium.
19
DAFTAR PUSTAKA Dirjen POM, 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Departemen Kesehatan Republik Indonesia: Jakarta. Kee, J. L. dan Hayes E. R. 1996. Farmakologi, Pendekatan Proses Keperawatan. Alih Bahasa: Dr. Peter Anugrah. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta . Mycek, M. J. Harvey. 2001. Farmakologi Ulasan Bergambar. Widya Medika : Jakarta. Pearce, E. 2004. Penggunaan Hewan-hewan Percobaan di Laboratorium. Gramedia Pustaka Utama: Jakarta. Roche, 2009. Farmakologi dan Toksikologi edisi 3. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC Sheeword, 2001. Medical Toxicology Edisi 3. USA : Lippincott Williams & Wilkins Sukandar Elin Yuliana, dkk. 2008. “Iso Farmakoterapi”. PT. ISFI Penerbitan : Jakarta Sumadia, dkk. 1996. Dasar Farmakologi Terapi edisi 10. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC Sloane, E. 2004. Anatomi Fisiologi untuk pemula. Penerbit Buku Kedokteran (EGC): Jakarta Syaifuddin, 2006. Bersahabat dengan Hewan Coba, Buku Kedokteran EGC: Jakarta.
20