PENATALAKSANAAN TERAPI NON FARMAKOLOGI DAN FARMAKOLOGI TERHADAP PENYAKIT STROKE ISKEMIK A. Terapi Non Farmakologi Terapi Non farmakologi yang dapat diberikan untuk stroke iskemik adalah: a. Pembedahan (Surgical Intervention) Pembedahan yang dilakukan meliputi carotid endarterectomy, dan pembedahan lain. Tujuan terapi pembedahan adalah mencegah kekambuhan TIA dengan menghilangkan sumber oklusi. Carotid endarterectomy diindikasi untuk pasien dengan stenosis lebih dari 70%. b. Intervensi Endovaskuler Intervensi endovaskuler terdiri dari : angioplasty and stenting, mechanical clot disruption dan clot extraction. Tujuan dari intervensi endovaskuler adalah meghilangkan trombus dari arteri intrakranial.
B.Terapi Farmakologi
1) Terapi Suportif dan Terapi Komplikasi Akut Pendekatan terapi pada fase akut, difokuskan pada restortasi aliran darah otak dan menghenntikan kerusakan selular yang berkaitan dengan iskemik. Berikut merupakan terapi supportif dan terapi komplikasi akut: a) Pernafasan, ventilatory support dan suplementsi oksigen. Tujuan terapi ini adalah untuk mencegah hipoksia dan potensi yang dapat memperburuk kerusakan otak. Terapi ini dapat dilakukan dengan menggunakan elective intubation dan endotracheal intubation. b) Pemantaun temperatur. Apabila temperatur tubuh pasien tinggi, diperlakukan terapi yang dapat menurunkan secara akurat yang diperkirakan dapat meningkatkan prognosis pasien. Obat yang berperan antara lain, aspirin, ibuprofen dan parasetamol c) Terapi dan pemantaun fungsi jantung. Pemantauan fungsi jantung diperlukan untuk mendeteksi ada tidaknya atrial fibrilasi yang paling 18 tidak diperiksa 24 jam pertama. Apabila ditemukan adanya aritmia yang serius, perlu dilakukan terapi. d) Pemantaun tekanan darah arteri (hipertensi atau hipotensi). Tekanan darah merupakan faktor risiko, sehingga penting dilakukan pemantauan tekanan darah pasien. Apabila tekanan darah pasien terlalu rendah (<100/70mmHg), diperlukan pemberian cairan normal
saline. Pemberian vasopressor (seperti dopamin) dopamin dapat dilakukan apabila normal saline kurang adekuat. Tekanan darah pasien yang tinggi perlu diterapi dengan obat antihipertensi. e) Pemantaun kadar gula darah (hipoglikemia atau hiperglikemia). Tujuan dilakukan adalah mencapai kadar gula darah yang diinginkan. Pada kondisi hiperglikemia, pasien diterapi dengan insulin atau obat yang lain (target terapi 80-140) untuk mengurangi risiko perkembangan stroke iskemik menjadi hemoragik, sedangkan pada kondisi hipoglikemia, pasien perlu diterapi untuk mencegah terkacaunya tanda-tanda stroke iskemik dan mencegah kerusakan otak yang lain. 2) Terapi Trombolitik Indikasi golongan obat ini adalah untuk infark miokard akut, trombosis vena, emboli paru, trombus emboli arteri, melarutkan bekuan darah pada katup jantung buatan dan sebagai kateter intravena. Golongan obat ini dikontraindikasikan pada kondisi pendarahan, trauma atau pembedahan (termasuk cabut gigi), cacat koagulasi, diatesis pendarahan, diseksi aorta, koma, riwayat penyakit serebrovaskuler, gejala-gejala tukak peptik, pendarahan vaginal, hipertensi berat, penyakit paru dengan kavitasi, pankreatis akut, penyakit hati berat, varises esophagus, dengan efek samping utamanya adalah mual, muntah dan pendarahan. 3) Terapi Antiplatelet Terapi antiplatelet bertujuan untuk meningkatkan kecepatan rekanalisasi spontan dan perbaikan mikrovaskuler. Agen antiplatelet dapat diberikan melalui oral maupun intravena. Pemberian agen antiplatelet oral dapat diberikan secara tunggal maupun kombinasi. Contoh antiplatelet yang digunakan pada terapi pasien stroke adalah aspirin, dipiridamol, tiklopidin dan klopidogrel. Aspirin bekerja dengan cara menghambat sikloksigenase melalui penurunan sintesis atau mengurangi lepasnya senyawa yang mendorong tromboxane A2. Dosis yang digunakan beragam, suatu penelitian yang dilakukan di Eropa (ESPS) memakai dosis aspirin 975 mg/ hari dengan dipiridamol 225 mg/hari menunjukkan hasil yang efikasius. Dipiridamol merupakan phosphodiester inhibitor, menurunkan agregasi platelet dengan menaikkan kadar cAMP dan cGMP dalam platelet. Obat ini tidak lebih unggul jika diberikan tunggal dibandingkan aspirin, sehingga obat ini sering diberikan secara kombinasi dengan aspirin. Pasien yang tidak tahan menggunakan aspirin dapat diberikan terapi menggunakan tiklopidin atau klopidogrel. Obat ini bekerja dengan cara menghambat aktivasi platelet, agregasi, dan melepaskan granul platelet, mengganggu fungsi membran platelet dengan penghambatan ikatan fibrinogen- platelet yang diperantai oleh ADP dan antar aksi platelet.
4) Terapi Antikoagulan Antikoagulan digunakan untuk
mencegah
pembekuan darah dengan
jalan
menghambat pembentukan fungsi beberapa faktor pembekuan darah. Atas dasar ini antikoagulan dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu: a) Antikoagulan yang bekerja langsung b) antikoagulan yang bekerja tidak langsung, yang terdiri dari derivat kumarin misalnya ; dikumarol dan warfarin.