Farmakoterapi Hipertiroidisme 5.3 Kelompok 1.docx

  • Uploaded by: Alasari Aal
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Farmakoterapi Hipertiroidisme 5.3 Kelompok 1.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 3,223
  • Pages: 20
MAKALAH FARMAKOTERAPI HIPERTIROIDISME

1

Oleh : KELOMPOK 1

Dosen Pembimbing : dr. AVE OLIVIA RACHMAN, M.Sc

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS JAMBI 2018/2019 ANGGOTA KELOMPOK

AHSAN AULIA

G1A113128

HAIRON DHIYAULHAQ

G1A115046

SISKA GERALDA

G1A116001

MAYDINA GUSTA

G1A116002

LIANA IKA SUWANDY

G1A116003

ANDI PRISCILLIA AL-QORDI

G1A116004

DHEA ERSA LESTARI

G1A116005

UTHA MERTA RAHIM

G1A116006

IKHTISYAMUDDIN MILZAM T

G1A116007

TRI PUTRA ADITIA A

G1A116008

ALYA YOMI SARI

G1A116009

TIWI LESTARI

G1A116011

PUJI RAHMI

G1A116012

M RAVI DASMAN

G1A116013

DEWI NOVITA SARI

G1A116014

ALDO VITORIA

G1A116015

2

SINDHI YULIZAWIRTA

G1A116016

AYU HERLINA

G1A116017

VIRGINIA AYUGA SEPTIA DINDA

G1A116018

DELLA RAFIKA SARI

G1A116019

FATMA APERTA DASWAT

G1A116020

LUCYA WULANDARI

G1A116021

VANESA OKTARIA

G1A116022

LILY SABET

G1A116023

YOLA ARTIKA VERINA

G1A116024

ADITYA ADELLA PRATAMA

G1A116025

EKO ARIZAL

G1A116026

NUR RAMHLAH REZI

G1A116027

SARA ADE NATASSA SAMOSIR

G1A116028

KHORY AURORA BERTY

G1A116029

AL ASARI

G1A116030

DINA RASYIDA TIKA AINI

G1A116031

DELLA ROSFIKA

G1A116032

SONIA PRADEPTA

G1A116033

MUHAMMAD BINTANG IQBAL

G1A116034

SANTA FEBBILA

G1A116035

MAI SARA SULVANA

G1A116037

AGUNG KUSUMA

G1A116038

SYERIN FITRIA SARI

G1A116039

SYAHRUL HAMID MUZAKKI

G1A116041

GEMANTRI VEYONDA ZIKRY

G1A116042

SARAH HUMAYRA FAKHRI

G1A116043

FRISKA FERA PUSPITA

G1A116044

RAYHAN FAJRI SULTHANI

G1A116045

OLGA ELVIA

G1A116046

INDIRA LARASATI

G1A116047

ANDREW LEONARDO

G1A116048

3

FARMAKOTERAPI HIPERTIROIDISME 1.

Pendahuluan Anatomi Kelenjar Tiroid Kelenjar tiroid mulai terbentuk pada janin berukuran 3,4-4 cm, yaitu pada akhir bulan pertama kehamilan. Kelenjar tiroid berasal dari lekukan faring antara brachial pouch pertama dan kedua. Kelenjar tiroid terletak di bagian bawah leher, terdiri dari 2 lobus berbentuk lonjong berukuran 2,5-4 cm, lebar 1,5-2 cm dan tebal 1-1,5 cm, yang dihubungkan oleh ismus yang menutupi cincin trakea 2 dan 3. Kapsul fibrosa menggantungkan kelenjar ini pada fasia pratrakea sehingga pada setiap gerkan menelan selalu diikuti terangkatnya kelenjar kearah kranial, yang merupakan ciri khas kelenjar tiroid. Sifat inilah yang digunakan di klinik untuk menentukan apakah suatu bentukan dileher berhubungan dengan kelenjar tiroid atau tidak.1

4

Gambar 1 Anatomi Kelenjar Tiroid Histologi Kelenjar Tiroid Dengan mikroskop terlihat kelenjar tiroid terdiri atas folikel dengan berbagai ukuran 50-500 mm. Dinding sel terdiri atas selapos sel tunggal denngan puncak meghadap ke arah lumen, sedangkan basisnya menghadap ke membran basalis. Folikel mengandung bahan yang jika diwarnai dengan hematoksilin-eosin berwarna merah muda yang disebut koloid dan dikelilingi selapis epitel tiroid. Ternyata setiap folikel merupakan kumpulan dari klon sel tersendiri. Sel ini berbentuk kolumnar apabila dirangsang oleh TSH dan pipih apabila dalam keadaan tidak terangsang/istirahat.1

Gambar 2 Histologi Kelenjar Tiroid Fisiologi Kelenjar Tiroid Tiroid menghasilkan hormon utama yaitu tiroksin (T4) dan triiodotironin (T3) tersimpan dalam koloid sebagai bagian dari molekul tiroglobulin. Hormon ini hanya akan dibebaskan apabila ikatan dengan tiroglobulin ini dipecahkan oleh enzim khusus. Dalam keadaan normal hormon tiroid berpengaruh

5

terhadap metabolisme jaringan, proses oksidasi jaringan, proses pertumbuhan dan sintesa protein. a.

Metabolisme iodida Iodida merupakan unsur pokok dalam pembentukan hormon tiroid, maka harus tersedia iodium yang cukup dan berkesinambungan.1 Iodida, yang masuk dari makanan, air, atau obat, cepat diserap dan masuk ke kompartemen cairan ekstrasel. Kelenjar tiroid menyerao sekitar 75 mcg sehari dari kompertemen ini untuk membentuk hormon, dan sisanya dieksresikan diurin. Jika asupan iodida meningkat, penyerapan iodida fraksional oleh tiroid berkurang.5

b. Biosintesis Hormon Tiroid Transpor iodida ke dalam kelenjar tiroid oleh suatu protein intrinsik membran basal sel folikel yang disebut pengangkut natrium/iodida (NIS) oleh enzim yang disebut pendrin. pendrin juga ditemukan di koklea teling dalam. Jika pedrin mengalami defisiensi atau tidak ada, muncul sindrom herediter gondok dan tuli yang disebut sindrom pendred. Di membran sel apikal iodida dioksidasi oleh peroksidase tiroid menjadi iodium, dan bahan ini cepat mengiodinasi bahan residu tirosin didalam molekul tiroglobulin untuk membentuk monoiodotirosin (MIT) dan diiodotirosin (DIT). Proses ini disebut organifikasi iodida. Peroksidase tiroid dihambat secara transien oleh iodida intratiroid kadar tinggi dan dihambat secara lebih menetap oleh obat-obat tioamid.5 Dua molekul

DIT di dalam molekul tiroglobulin untuk

membentukL-tiroksin (T4). Satu molekul MIT dan satu molekul DIT menyatu membentuk T3. DIT dan MIT kemudian mengalami Deiodinasi di dalam kelenjar dan iodium dipakai kembali. Rasio T4 terhadap T3 di dalam tiroglobulin adalah sekitar 5:1 sehingga sebagian besar hormon yang dikeluarkan adalah tiroksin.5

c.

Transpor Hormon Tiroid

6

T4 dan T3 dalam plasma terikat secara reversibel ke protein, terutama globulin pengikat tiroid (thyroxine-binding globulin, TBG). Hanya skitar 0.04% dari T4 total dam 0,4% dari T3 ada dalam bentuk bebas. Banyak keadaan fisiologik dan patologik serta obat yang mempengaruhi T4, T3, dan tranpor tiroid. Namun, kadar sebenarnya dari hormon bebas umunya tetap normal.5 2.

Hipertiroidisme Hipertiroidi (penyakit Graves, PG) atau juga disebut tirotoksikosis adalah suatu keadaan klinik yang ditimbulkan oleh sekresi berlebihan dari hormon tiroid yaitu tiroksin (T4) dan triiodotironin (T3). Didapatkan pula peningkatan produksi triiodotironin (T3) sebagai hasil meningkatnya konversi tiroksin (T4) di jaringan perifer.1,2,3 Dengan meningkatnya kadar hormon ini maka metabolisme jaringan, sintesa protein dan lain-lain akan terpengaruh, keadaan ini secara klinis akan terlihat dengan adanya palpitasi, takikardi, fibrilasi atrium, kelemahan, banyak keringat, nafsu makan yang meningkat, berat badan yang menurun. Kadangkadang gejala klinis yang ada hanya berupa penurunan berat badan, payah jantung, kelemahan otot serta sering buang air besar yang tidak diketahui sebabnya.2,3

7

Gambar 3 Patofisiologi Hipertiroid Gambaran klinik hipertiroid dapat ringan dengan keluhan-keluhan yang sulit dibedakan dari reaksi kecemasan, tetapi dapat berat sampai mengancam jiwa penderita karena timbulnya hiperpireksia, gangguan sirkulasi dan kolaps. Keluhan utama biasanya berupa salah satu dari meningkatnya nervositas, berdebar-debar atau kelelahan. Dari penelitian pada sekelompok penderita didapatkan 10 geiala yang menonjol yaitu:1,2 -

Nervositas

-

Kelelahan atau kelemahan otot-otot

-

Penurunan berat badan sedang nafsu makan baik

-

Diare atau sering buang air besar

-

Intoleransi terhadap udara panas

-

Keringat berlebihan

-

Perubahan pola menstruasi

-

Tremor

-

Berdebar-debar

-

Penonjolan mata dan leher 8

Gejala-gejala hipertiroid ini dapat berlangsung dari beberapa hari sampai beberapa tahun sebelum penderita berobat ke dokter, bahkan sering seorang penderita tidak menyadari penyakitnya.2 3.

Farmakoterapi HORMON TIROID a.

Kimia Rumus

struktur

tiroksin

dan

triiodotironin

serta

reverse

triiodothyronine (T3) Semua molekul alami ini adalah isomer levo (L). Isomer dekstro (D) sintetik tiroksin, dekstrotiroksin, memiliki aktivitas biologik sekitar 4% dibandingkan dengan isomer L berdasarkan kemampuannya menekan sekresi TSH dan memperbaiki hipotiroidisme.

Gambar 4 Metabolisme Hormon Tiroid di jaringan perifer

Tiroksin paling baik diserap di duodenum dan ileum; penyerapan dipengaruhi oleh faktor intralumen seperti makanan, obat, keasaman lambung, dan flora usus. T3 hampir diserap secara total (95%). Penyerapan T4 dan T3 tampaknya tidak dipengaruhi oleh hipotiroidisme ringan, tetapi mungkin terganggu pada miksedema berat dengan ileus. Faktor-faktor ini penting dalam mengganti dari terapi oral ke terapi parenteral. Untuk pemakaian parenteral, rute intravena dianjurkan untuk kedua hormone.

9

Walaupun klirens mengalami perubahan, pada sebagian besar pasien eutiroid konsentrasi hormone normal dipertahankan karena hiperfungsi kompensatorik kelenjar tiroid. Namun, pasien yang bergantung pada terapi sulih T4 mungkin memerlukan peningkatan dosis untuk mempertahankan efektivitas klinis. Kompensasi serupa terjadi jika tempat-tempat pengikatan mengalami perubahan. Jika tempat TBG meningkat karena kehamilan, estrogen, atau kontrasepsi oral, awalnya terjadi pergeseran hormon dari keadaan bebas ke keadaan terikat dan penurunan laju eliminasinya sampai konsentrasi hormon bebas normal dipulihkan. Karena itu, konsentrasi hormon total dan terikat bertambah, tetapi konsentrasi hormon bebas dan eliminasi steady-state akan tetap normal. Hal yang sebaliknya dapat terjadi jika tempat pengikatan tiroid berkurang.5 b. Mekanisme Kerja Di dalam sel, T4 diubah menjadi T3 oleh 5'- deiodinase, dan T3 masuk ke nukleus, tempat hormon ini mengikat protein reseptor T3 spesifik, suatu anggota dari family onkogen c-erb (Famili ini juga mencakup reseptor hormon steroid dan reseptor untuk vitamin A dan D). Reseptor T3 terdapat dalam 2 bentuk, α dan β. Variasi efek T3 diberbagai jaringan mungkin disebabkan oleh perbedaan dalam konsentrasi bentukbentuk reseptor ini di jaringan-jaringan tersebut. Sebagian besar efek tiroid pada proses-proses metabolism tampaknya diperantarai oleh pengaktifan reseptor-reseptor nucleus yang menyebabkan peningkatan pembentukan RNA dan sintesis protein, Hal ini konsisten dengan pengamatan bahwa efek tiroid bermanifestasi in vivo setelah jeda waktu beberapa jam atau hari setelah pemberiannya. Di kebanyakan jaringan peka-hormon (hipofisis, hati, ginjal, jantung, otot rangka, paru, dan usus) ditemukan sejumlah besar reseptor hormon tiroid, sementara di jaringan yang kurang peka terhadap hormon (limpa, testis) hanya terdapat sedikit reseptor. Otak, yang tidak memiliki respons anabolik terhadap T3 mengandung jumlah reseptor sedang. Sesuai dengan potensi biologiknya, afinitas reseptor terhadap T4 adalah sekitar sepuluh kali lebih rendah daripada terhadap T3.

10

Pada beberapa keadaan, jumlah reseptor di nukleus dapat berubah untuk mempertahankan homeostasis tubuh. Misalnya, kelaparan menurunkan hormon T3 dalam darah dan reseptor T3 di sel.5

Gambar 5 Sumbu hipotalamus hipofisis-tiroid c.

Efek Hermon Tiroid Hormon tiroid bertanggung jawab untuk pertumbuhan yang optimal, pengembangan, fungsi, dan pemeliharaan seluruh jaringan tubuh. jumlah kelebihan atau tidak memadai mengakibatkan tanda-tanda dan gejala hipertiroidisme atau hipotiroidisme, masing-masing. Efeknya bergantung pada sintesis protein serta penguatan sekresi dan kerja hormon pertumbuhan. Kekurangan tiroid pada awal masa kehidupan menyebabkan retardasi mental ireversibel dan kecebolan-khas kretinisme kongenital.

11

Efek pada pertumbuhan dan kalorigenesis disertai oleh pengaruh pada metabolisme obat serta karbohidrat, lemak, protein, dan vitamin. Sebaliknya, laju sekresi dan penguraian hampir semua hormon lain, termasuk katekolamin, kortisol, estrogen, testosteron, dan insulin, dipengaruhi oleh status tiroid. Banyak dari manifestasi hiperaktivitas tiroid mirip dengan peningkatan berlebihan aktivitas sistem saraf simpatis (khususnya di sistem kardiovaskular), meskipun kadar katekolamin tidak meningkat. Gejala klinis lain yang mirip dengan aktivitas berlebihan epinefrin (dan secara parsial diredakan oleh antagonis adrenoseptor) adalah retraksi dan terbukanya kelopak mata, tremor, berkeringat berlebihan, cemas, dan gelisah. Kumpulan gejala yang berlawanan dijumpai pada hipotiroidisme.5

Gambar 6 Model interaksi T3 dengan reseptor T3. d. Preparat Tiroid Untuk mengetahui daftar preparat yang tersedia. Berbagai preparat ini mungkin sintetik (levotiroksin, liotironin, liotriks) atau berawal dari hewan (desiccated thyroid). Hormon tiroid tidak efektif dan dapat membahayakan dalam penatalaksanaan obesitas, perdarahan vagina abnormal, atau depresi jika kadar hormon tiroid normal. Sebuah studi

12

terkontrol tidak dapat mengonfirmasi laporan-laporan anekdotal tentang manfaat T3 yang diberikan bersama antidepresan. Levotiroksin sintetik adalah sediaan pilihan untuk terapi sulih tiroid dan terapi supresi karena stabilitas, keseragaman isi, biaya yang rendah, tidak adanya protein asing alergenik, kemudahan pengukuran kadar serum, dan waktu-paruhnya yang lama (7 hari), sehingga dapat diberikan sekali sehari. Selain itu, T4 diubah menjadi T3 di dalam sel; karena itu, pemberian T4 menghasilkan kedua hormon. Preparat levotiroksin generik memiliki efikasi setara dan lebih cost-effective dibandingkan dengan sediaan bermerek. sehingga perlu diberikan beberapa kali sehari; biayanya yang lebih tinggi; dan sulitnya memantau keadekuatannya dalam terapi sulih dengan tes-tes laboratorium konvensional. Selain itu, karena lebih tingginya aktivitas hormon dan, akibatnya, meningkatnya risiko kardiotoksisitas, T3 seyogianya dihindari pada pasien dengan penyakit jantung. Obat ini paling baik digunakan untuk supresi TSH jangka-pendek. Karena pemberian oral T3 tidak diperlukan, pemakaian campuran tiroksin dan liotironin (liotriks) yang lebih mahal, dan bukan levotiroksin, tidak disarankan. laboratorium melebihi Dosis ekui-efektif adalah 100 mg desiccated thyroid, 100 mcg levotiroksin, dan 37,5 mcg liotironin. Meskipun liotironin (T3) tiga sampai empat

kali

lebih

paten

daripada

levotiroksin,

obat

ini

tidak

direkomendasikan untuk terapi sulih rutin karena waktu-paruhnya yang lebih singkat (24 jam). Usia simpan preparat hormon sintetik adalah sekitar 2 tahun, terutama jika disimpan dalam botol gelap untuk meminimalkan.5

OBAT ANTITIROID Obat-obat

antitiroid

digunakan

sebagai

penanganan

definitif

hiperthoidisme, untuk mengatur gangguan dalam antisipasi remisi spontan pada penyakit Grave, sementara menunggu efek radiasi, dan pada persiapan untuk operasitiroid.4 Pengurangan aktivitas tiroid dan efek hormon-hormonnya dapat dicapai dengan obat yang mengganggu produksi hormon tiroid, dengan obat yang

13

memodifikasi respons jaringan terhadap hormon tiroid, dan dengan destruksi kelenjar oleh radiasi atau pembedahan. Goitrogen adalah bahan-bahan yang menekan sekresi T3 dan T4 ke kadar sub-normal dan karenanya meningkatkan TSH, yang pada gilirannya menyebabkan pembesaran kelenjar (goiter, gondok). Senyawa antitiroid yang digunakan secara klinis adalah tioamid, iodida, dan iodium radioaktif. Hipoprotrombinemia, dermatitis eksfoliativa, poliserositis, dan artralgia akut. Peningkatan risiko hepatitis berat, kadang menyebabkan kematian, pernah dilaporkan dengan propiltiourasil (peringatan kotak hitam), sehingga obat ini sebaiknya dihindari pada anak dan dewasa, kecuali jika tidak terdapat pilihan lain. Ikterus kolestatik lebih sering terjadi pada pemberian metimazol daripada propiltiourasil.5 Peningkatan asim-tomatik kadar transaminase juga dapat terjadi. Penyulit paling berbahaya adalah agranulositosis (hitung granulosit < 500 sel/mm3), suatu reaksi samping yang jarang, tetapi berpotensi mematikan. Efek ini terjadi pada 0,1-0,5% pasien yang mendapat tioamid, tetapi risiko mungkin meningkat pada pasien yang lebih tua dan pada mereka yang mendapat metimazol lebih dari 40 mg/hari. Reaksi biasanya cepat pulih jika obat dihentikan, tetapi mungkin diperlukan terapi antibiotik spektrum luas untuk penyulit infeksi. Colony stimulating factors (mis. G-CSF; lihat Bab 33) dapat mempercepat pemulihan dari granulositosis. Sensitivitas-silang antara propiltiourasil dan metimazol adalah sekitar 50%; karena itu, mengganti obat pada pasien dengan reaksi hebat tidak dianjurkan.5

a.

TIOAMID5,6 Tioamid metimazol dan propiltiourasil adalah obat utama untuk mengobati tirotoksikosis. Di Inggris, karbimazol, yang diubah menjadi metimazol in vivo, digunakan secara luas. Metimazol adalah sekitar sepuluh kali lebih poten daripada propiltiourasil dan merupakan obat pilihan pada dewasa dan anak. Karena adanya peringatan kotak hitam tentang hepatitis berat, propiltiourasil seyogianya dicadangkan untuk digunakan pada trimester pertama kehamilan, pada thyroid storm, dan bagi

14

mereka yang mengalami reaksi samping terhadap metimazol (selain agranulositosis ataue hepatitis).

Gambar 7. Struktur thiomida 

Farmakokinetika Metimazol diserap secara sempurna, tetapi dengan kecepatan bervariasi. Obat ini cepat terakumulasi di kelenjar tiroid dan memiliki distribusi volume serupa dengan yang dijumpai pada propiltiourasil. Ekskresi lebih lambat dibandingkan propiltiourasil; 65-70% dari dosis dapat ditemukan di urin dalam 48 jam. Sebaliknya, propiltiourasil cepat diserap, mencapai puncak kadar serum setelah 1 jam. Ketersediaan-hayati 50- 80% mungkin disebabkan oleh penyerapan yang tidak sempurna atau efek first-pass yang besar di hati. Volume distribusi mendekati air tubuh total disertai akumulasi di kelenjar tiroid. Sebagian besar dari propiltiourasil yang ditelan diekskresikan oleh ginjal sebagai glukuronida inaktif dalam 24 jam. Waktu-paruh plasma yang singkat dari obat-obat ini (1,5 jam untuk propiltiourasil 15

dan 6 jam untuk metimazol) tidak banyak berpengaruh pada durasi efek antitiroid atau interval pemberian obat karena kedua obat terakumulasi di kelenjar tiroid. Untuk propiltiourasil, memberikan obat setiap 6-8 jam dapat diterima karena satu dosis 100 mg dapat menghambat organifikasi iodida sebanyak 60% selama 7 jam. Karena dosis tunggal 30 mg metimazol menghasilkan efek antitiroid yang lebih lama daripada 24 jam, dosis harian tunggal sudah efektif dalam mengatasi hipertiroidisme ringan sampai berat. Kedua tioamid menembus sawar plasenta dan terkonsentrasi di tiroid janin sehingga pemakaiannya pada wanita hamil perlu berhati-hati. Karena risiko hipotiroidisme ja11in, oleh Food and Drug Administration kedua tioamid diklasifikasikan ke dalam kategori D kehamilan (bukti risiko pada janin manusia berdasarkan data reaksi simpang dari penelitian atau laporan pascapemasaran, lihat Bab 59). Dari keduanya, propiltiourasil lebih dianjurkan selama trimester pertama kehamilan karena terikat lebih kuat ke protein dan, karenanya, lebih sulit menembus plasenta. Selain itu, metimazol pernah, meskipun jarang, dilaporkan berkaitan dengan malformasi kongenital. Kedua tioamid disekresikan dalam konsentrasi rendah di ASI tetapi dianggap aman bagi bayi yang menyusui. 

Farmakodinamika Tioamida bekerja melalui banyak mekanisme. Efek utama adalah mencegah pembentukan hormon dengan menghambat reaksi-reaksi yang dikatalisis oleh tiroid peroksidase dan menghambat organifikasi iodium. Selain itu, mereka menghambat penggabungan iodotirosin. Obat golongan ini tidak menghambat penyerapan iodide oleh kelenjar. Propiltiourasil dan (dengan derajat yang jauh lebih rendah) metimazol menghambat deiodinasi perifer T4 dan T3. Karena yang lebih terpengaruh adalah sintesis dan bukan pelepasan hormon, awitan obat-

16

obat ini lambat, sering memerlukan waktu 3-4 minggu sebelum simpanan T4 terkuras. 

Toksisitas Reaksi samping terhadap tioamid terjadi pada 3-12% pasien yang diterapi. Kebanyakan reaksi muncul secara dini, khususnya mual dan distres saluran cerna. Pada pemberian metimazol dapat terjadi perubahan sensasi kecap atau bau. Efek samping tersering adalah ruam gatal makulopapular (4-6%), kadang disertai oleh gejala sistemik seperti demam. Efek samping yang jarang antara lain adalah ruam urtikaria, vaskulitis, reaksi mirip-lupus, limfa-denopati

b. INHIBITOR ANION5,6 Anion monovalen seperti perklorat (CI04-), perteknetat (Tc04-), dan tiosianat (SCN-) dapat menghambat penyerapan iodida oleh kelenjar melalui mekanisme inhibisi kompetitif mekanisme pengangkut iodida. Karena efek ini dapat dikalahkan oleh iodida dalam dosis besar, efektivitas obat-obat ini agak sulit diduga. Pemakaian klinis utama untuk kalium perklorat adalah untuk menghambat penyerapan ulang I- pada pasien dengan hipertiroidisme

imbas-iodida (mis. hipertiroidisme imbas-

amiodaron). Namun, kalium perklorat jarang digunakan secara klinis karena dilaporkan berkaitan dengan anemia aplastik. c.

IODIDA5,6 Sebelum diperkenalkannya tioamid pada tahun 1940-an, iodida adalah obat antitiroid utama; saat ini obat golongan ini jarang digunakan sebagai terapi tunggal. 

Farmakodinamika Iodida memiliki beberapa efek pada tiroid. Mereka menghambat organifikasi dan pelepasan hormon serta mengurangi ukuran dan vaskularitas kelenjar hiperplastik. Pada orang yang rentan, iodide dapat memicu hipertiroidisme (fenomena Jod-Basedow) atau memicu hipotiroidisme. Dalam dosis farmakologik (>6 mg/hari), efek utama

17

iodida adalah menghambat pelepasan hormon, mungkin melalui inhibisi

proteolisis

tiroglobulin.

Perbaikan

gejala

tirotoksik

berlangsung cepat-dalam 2-7 hari-karenanya terapi iodida bermanfaat pada thyroid storm . Selain itu, iodida mengurangi vaskularitas, ukuran, dan fragilitas kelenjar hiperplastik, menyebabkan obat ini bermanfaat sebagai persiapan praoperasi untuk pembedahan. 

Pemakaian Klinis lodida Kekurangan terapi iodida mencakup meningkatnya simpanan iodium intraglandular, yang dapat menunda awitan terapi tioamid atau mencegah pemakaian terapi iodium radioaktif selama beberapa minggu. Karena itu, iodida seyogianya dimulai setelah awitan terapi tioamid dan dihindari jika akan direncanakan terapi dengan iodium radioaktif. Iodida jangan digunakan sendirian, karena dalam 2-8 minggu kelenjar akan lolos dari blokade iodida dan penghentiannya dapat memicu kekambuhan tirotoksikosis parah pada kelenjar yang kini banyak mengandung iodium. Pemakaian kronik iodida pada kehamilan sebaiknya dihindari karena obat golongan ini menembus plasenta dan dapat menyebabkan gondok pada janin. Pada kedaruratan radiasi yang melibatkan pelepasan isotop-isotop iodium radioaktif, efek kalium iodida dalam menghambat tiroid dapat melindungi kelenjar dari kerusakan selanjutnya jika diberikan sebelum pajanan radiasi.



Toksisitas Reaksi samping terhadap iodium (iodisme) jarang terjadi dan pada sebagian besar kasus bersifat reversibel jika obat dihentikan. Reaksi ini berupa ruam akneformis (serupa dengan yang terjadi pada bromisme), pembengkakan kelenjar liur, ulserasi membran mukosa, konjungtivitis, rinorea, demam obat, rasa logam, gangguan perdarahan, dan, meskipun jarang, reaksi anafilaktoid.

18

d. IODIUM RADIOAKTIF5,6 131

1 adalah satu-satunya isotop yang digunakan untuk mengobati

tirotoksikosis (yang lain digunakan dalam diagnosis). 1311 yang diberikan per oral dalam larutan sebagai natrium

131

1, diserap cepat, terkonsentrasi

di kelenjar tiroid, dan terserap ke dalam folikel penyimpanan. Efek terapeutiknya bergantung pada emisi berkas sinar β dengan waktu-paruh efektif 5 hari dan rentang penetrasi 400-2000 μm. Dalam beberapa minggu setelah

pemberian,

terlihat

kerusakan

parenkim

tiroid

berupa

pembengkakan dan nekrosis epitel, kerusakan folikel, edema, dan infiltrasi leukosit. Keunggulan radio-iodium mencakup pemberian yang mudah, efektivitas, biaya rendah, dan tidak menyebabkan nyeri. Takut akan kerusakan genetik imbas-radiasi, leukemia, dan neoplasia belum pernah terbukti setelah lebih dari 50 tahun pengalaman klinis dengan terapi iodium radioaktif untuk hipertiroidisme. Iodium radioaktif seyogianya tidak diberikan kepada wanita hamil atau menyusui, karena obat ini menembus plasenta untuk merusak kelenjar tiroid janin dan diekskresikan di ASI. e.

OBAT PENGHAMBAT ADRENOSEPTOR5,6 Penghambat beta tanpa aktivitas simpatomimetik intrinsik (mis. metoprolol, propranolol, atenolol) adalah adjuvan terapeutikyang efektif dalam penatalaksanaan tirotoksikosis karena banyak dari gejala penyakit ini mirip dengan yang disebabkan oleh stimulasi simpatis. Propranolol adalah penghambat β yang paling luas diteliti dan digunakan dalam terapi tirotoksikosis. Penghambat beta menyebabkan perbaikan klinis gejala hipertiroid, tetapi biasanya tidak mengubah kadar hormon tiroid. Propranolol dalam dosis lebih dari 160 mg/hari juga dapat mengurangi kadar T3 sekitar 20% dengan menghambat perubahan T4 menjadi T3 di jaringan perifer.

19

DAFTAR PUSTAKA 1.

Aru W Sudoyo. Bambang Setiyohadi. Idrus Alwi. Marcellus Simadibrata K. Siti Setiati. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ke-V. Jilid 3. Jakarta;2009. Hal: 1993-2008

2.

Herman, guntur. Pengelolaan dan Pengobatan Hipertiroid. Surakarta; 1990. Universitas sebelas maret. Vol 63

3.

Yeo PPB. Hyperthyroidism Treatment and Prediction of Relapse. Med. Progr 1984; 11: 16.

4.

Goodman & Gilman. Manual Farmokologi dan Terapi. 2010. Jakarta: EGC

5.

Katzung B, Masters S, Trevor A. Katzung Basic and Clinically Pharmacology. 12 th Edition. 2012. New York: McGraw Hill.

6.

MIMS Edisi Bahasa Indonesia. 2015. MIMS, Referensi Obat, Informasi Ringkas Produk Obat Bahasa, Volume 16. IJakarta: Bhuana Ilmu Populer

20

Related Documents

Farmakoterapi Malaria
October 2019 37
53
October 2019 64
53
October 2019 45
53
November 2019 15

More Documents from ""