2.1 Farmakologi Zat besi merupakan komponen penting dalam pembentukan hemoglobin. Jumlah besi yang cukup diperlukan untuk eritropoiesis, kapasitas pengangkutan oksigen yang efektif, serta produksi mioglobin. Zat besi juga merupakan kofaktor dari beberapa enzim yang penting dalam metabolisme, termasuk sitokrom yang terlibat dalam pengankutan elektron.10,11 Besi lebih mudah diabsorbsi dalam bentuk fero. Jumlah kebutuhan Fe setiap hari dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti umur, jenis kelamin, wanita hamil dan menyusui. Respon hematologik didapatkan dengan pemberian oral 3-10 hari. Efek plasma yaitu peningkatan retikulosit (retikulositosis) pada 5-10 hari, hemoglobin meningkat dalam 24 minggu. Absorbsi Fe melalui saluran cerna terutama berlangsung melalui duodenum, dan lebih ke distal absorbsi akan lebih berkurang. Ekskresi melalui urin, keringat, mukosa intestinal dan saat haid.12 10. ASHP. 2002. AHFS Drug Information. Bethesda : American Society of Health System Pharmacist, Inc. 11. USDPI. 1989. Drug Information for The Health Care Professional. Edisi 9. Vol IA. United States Pharmacopeial Convention, Inc. 12. Informasi obat oleh Dinas Kesehatan Jawa Barat. www.diskes.jabarprov.go.id. 2.2 Farmakokinetik a. Absorbsi Absorbsi Fe melalui saluran cerna terutama berlangsung di duodenum, makin ke distal absorbsinya makin berkurang. Zat ini lebih mudah diabsorbsi dalam bentuk fero. Transportnya melalui sel mukosa usus terjadi secara transport aktif. Ion fero yang sudah diabsorbsi akan diubah menjadi ion feri dalam sel mukosa. Selanjutnya ion feri akan masuk ke dalam plasma dengan perantara trasferin, atau diubah menjadi feritin dan disimpan dalam sel mukosa usus. Secara umum, bila cadangan dalam tubuh tinggi dan kebutuhan akan zat besi rendah, maka akan lebih banyak Fe diubah menjadi feritin. Bila cadangan rendah atau
kebutuhan meningkat, maka Fe yang baru diserap akan segera diangkut dari sel mukosa ke sumsum tulang untuk eritropoesis. Eritropoesis dapat meningkat sampai lebih dari 5 kali pada anemia berat atau hipoksia.13 Jumlah Fe yang diabsorbsi sangat tergantung dari bentuk dan jumlah absolutnya serta adanya zat-zat lain. Makanan yang mengandung + 6 mg Fe/1000 kilokalori akan diabsorbsi 5 – 10% pada orang normal. Absorbsi dapat ditingkatkan oleh kobal, inosin, etionin, vitamin C, HCl, suksinat dan senyawa asam lain. Asam akan mereduksi ion feri menjadi fero dan menghambat terbentuknya kompleks Fe dengan makanan yang tidak larut. Sebaliknya absorbsi Fe akan menurun bila terdapat fosfat atau antasida misalnya kalsium karbonat, aluminium hidroksida dan magnesium hidroksida. Besi yang terdapat pada makanan hewani umumnya diabsorbsi rata-rata dua kali lebih banyak dibandingkan dengan makanan nabati.13 Kadar Fe dalam plasma berperan dalam mengatur absorbsi Fe. Absorbsi ini meningkat pada keadaan defisiensi Fe, berkurangnya depot Fe dan meningkatnya eritropoesis. Selain itu, bila Fe diberikan sebagai obat, bentuk sediaan, dosis dan jumlah serta jenis makanan dapat mempengaruhi absorbsinya.13 b. Transport Setelah diabsorbsi, Fe dalam darah akan diikat oleh transferin (siderofilin), suatu beta 1-globulin glikoprotein, untuk kemudian diangkut keberbagai jaringan, terutama ke sumsum tulang dan depot Fe. Jelas bahwa kapasitas pengikatan total Fe dalam plasma sebanding dengan jumlah total trasferin plasma, tetapi jumlah Fe dalam plasma tidak selalu menggambarkan kapasitas pengikatan total Fe ini. Selain transferin, sel-sel retikulum dapat pula mengangkut Fe, yaitu untu keperluan eritropoesis. Sel ini juga berfungsi sebagai gudang Fe.13
c. Penyimpanan dan Ekskresi Fe yang tidak digunakan dalam eritropoesis akan disimpan sebagai cadangan dalam bentuk terikat sebagai feritin. Feritin terutama terdapat dalam sel-sel retikoloendotelial (hati, limpa dan sumsum tulang) yang nantinya akan digunakan oleh sumsum tulang dalam proses eritropoesis, 10% diantaranya terdapat dalam labile pool yang cepat dapat dikerahkan untuk proses ini, sedangkan sisanya baru digunakan bila labile pool telah kosong. Besi yang terdapat dalam parenkim jaringan tidak dapat digunakan untuk eritropoesis.13 Bila Fe diberikan IV, akan cepat sekali diikat oleh apoferitin (protein yang membentuk feritin) dan disimpan terutama dihati, sedangkan setelah pemberian peroral terutama akan disimpan di limpa dan sumsum tulang. Fe yang berasal dari pemecahan eritrosit akan masuk ke dalam hati dan limpa. Penimbunan Fe dalam jumlah abnormal tinggi dapat terjadi akibat transfusi darah yang berulang-ulang atau akibat penggunaan prefarat Fe dalam jumlah berlebihan yang diikuti absorbsi yang berlebihan pula.13 Jumlah Fe yang diekskresi setiap hari sedikit sekali, biasanya sekitar 0,5 – 1 mg sehari. Ekskresi terutama berlangsung melalui sel epitel kulit dan saluran cerna yang terkelupas, selain itu juga melalui keringat, urin, feses, serta kuku dan rambut yang dipotong. Pada proteinuria jumlah yang dikeluarkan dengan urin dapat meningkat bersama dengan sel yang mengelupas. Pada wanita usia subur dengan siklus haid 28 hari, jumlah Fe yang diekskresi sehubungan dengan haid diperkirakan sebanyak 0,5 – 1 mg sehari.13 13. Ganiswara SG.2004. Farmakologi dan Terapi. Edisi 6. Jakarta: Bagian Farmakologi FKUI. 2.3 Indikasi Sediaan Fe hanya digunakan untuk pengobatan anemia defisiensi Fe. Penggunaan di luar indikasi ini cenderung menyebabkan penyakit penimbunan besi dan keracunan besi. Anemia defisiensi Fe paling sering disebabkan oleh kehilangan darah. Selain itu, dapat pula
terjadi misalnya pada wanita hamil (terutama multipara) dan pada masa pertumbuhan, karena kebutuhan yang meningkat.13
2.7 Kontraindikasi Sediaan besi dikontraindikasikan pada hemokromatosis, anemia hemolitik, dan yang diketahui hipersensitif terhadap besi.10
2.8 Efek Samping Efek samping yang paling sering timbul berupa intoleransi terhadap sediaan oral, dan ini sangat tergantung dari jumlah Fe yang dapat larut dan yang diabsorbsi pada tiap pemberian. Gejala yang timbul dapat berupa mual dan nyeri lambung (+ 7-20%), konstipasi (+ 10%), diare (+ 5%) dan kolik. Gangguan ini biasanya ringan dan dapat dikurangi mengurangi dosis atau dengan pemberian sesuadah makan, walaupun dengan cara ini absorbsi dapat berkurang. Perlu diterangkan kemungkinan timbulnya feses yang berwarna hitam kepada penderita.13,14 Perbedaan diantara berbagai macam sediaan besi salah satunya adalah dalam hal iritasi lokal dan kerja astringennya, yang biasanya tidak diberikan oleh senyawa kompleks besi. Semua senyawa fero dioksidasi dalam saluran cerna dengan melepaskan radikal hidroksil yang akan menyerang dinding saluran cerna dan menghasilkan berbagai gejala dan ketidaknyamanan pada saluran cerna.3 Pemberian Fe secara IM dapat menyebabkan reaksi lokal pada tempat suntikan yaitu berupa rasa sakit, warna coklat pada tempat suntikan, peradangan lokal dengan pembesaran kelenjar inguinal. Peradangan lokal lebih sering terjadi pada pemakaian IM dibandingkan IV. Selain itu dapat pula terjadi reaksi sistemik yaitu pada 0,5 – 0,8% kasus. Reaksi yang dapat terjadi dalam 10 menit setelah suntikan adalah sakit kepala, nyeri otot dan sendi, hemolisis,
takikardi, flushing, berkeringat, mual, muntah, bronkospasme, hipotensi, pusing dan kolaps sirkulasi. Sedangkan reaksi yang lebih sering timbul dalam ½ - 24 jam setelah suntikan misalnya sinkop, demam, menggigil, rash, urtikaria, nyeri dada, perasaan sakit pada seluruh badan danensefalopatia. Reaksi sistemik lebih sering terjadi pada pemberian IV, demikain pula syok atau henti jantung.13 3.. Gasche C. Lomer ECM. Cavill I, dan Weiis G.. Iron, anemia, and inflammatory bowel disease. Review Article.Gut. 2004;53:1190-7. 13.. Ganiswara SG.2004. Farmakologi dan Terapi. Edisi 6. Jakarta: Bagian Farmakologi FKUI.