Farmakokinetik Obat Oral.docx

  • Uploaded by: Rifka Annisa
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Farmakokinetik Obat Oral.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 3,305
  • Pages: 20
TUGAS FERMAKOKINETIK ORAL

OLEH: KELOMPOK 1 1. A.Ahriani Febrianti Asra 2. Albar Amal 3. Andi Mayang sari 4. Fatmawati 5. Henri Kurniawan 6. Inriani Y 7. Rifka Annisa

STIKES PANRITA HUSADA BULUKUMBA TAHUN AJARAN 2019/2020

FARMATOKOKINETIK OBAT ORAL Farmakokinetik adalah ilmu yang mempelajari pengaruh tubuh terhadap suatu obat. adapun Keseluruhan proses atau kejadian yang dialami molekul obat mulai saat masuknya obat ke dalam tubuh sampai keluarnya obat tersebut dari dalam tubuh, disebut proses farmakokinetik. Jadi melalui berbagai tempat pemberian obat, misalnya pemberian obat melalui alat cerna atau diminum (peroral), otot-otot rangka (intramuskuler), kulit (topikal), paru-paru (inhalasi), molekul obat masuk ke dalam cairan intra vaskuler setelah melalui beberapa dinding (barrier) dan disebarkan ke seluruh tubuh serta mengalami beberapa proses. Pada umumnya obat baru dikeluarkan (ekskresi) dari dalam tubuh setelah mengalami biotransformasi di hepar. Ekskresi obat dapat melalui beberapa tempat, antara lain ginjal (urin) dan kulit (keringat). Farmakokinetik atau kinetika obat adalah nasib obat dalam tubuh atau efek tubuh terhadap obat. Farmakokinetik mencakup 4 (empat) proses, yaitu proses absorpsi (A), distribusi (D), metabolisme (M), dan ekskresi (E). Metabolisme atau biotransformasi dan ekskresi bentuk utuh atau bentuk aktif sebagai proses eliminasi obat. Untuk rute

pemberian

obat

ditentukan

oleh

sifat

dan

tujuan

dari

penggunaan obat sehingga dapat memberikan efek terapi yang tepat. Terdapat 2 rute pemberian obat yang utama, Enteral yang merupakan rute pemberian obat yang nantinya akan melalui saluran cerna dan parenteral yang dimana Penggunaannya

digunakan untuk obat yang absorbsinya buruk melalui saluran cerna, dan untuk obat seperti insulin yang tidak stabil dalam saluran cerna. Pemberian parenteral

juga

digunakan untuk pengobatan pasien yang tidak sadar dan dalam keadaan yang memerlukan kerja obat yang cepat. Pemberian parenteral memberikan kontrol paling baik terhadap dosis yang sesungguhnya dimasukkan kedalam tubuh. Pada bahasan ini akan dibahas mengenai pemberian obat melalui oral, adapun pembahasannya sebagai berikut. A. obat oral Pemberian obat per oral merupakan cara yang paling banyak dipakai karena ini merupakan cara yang paling mudah, murah, aman, dan nyaman bagi pasien. Berbagai bentuk obat dapat di berikan secara oral baik dalam bentuk tablet, sirup, kapsul atau puyer. Untuk membantu absorbsi , maka pemberian obat per oral dapat di sertai dengan pemberian setengah gelas air atau cairan yang lain. Beberapa jenis obat dapat mengakibatkan iritasi lambung dan menyebabkan muntah (mislanya garam besi dan Salisilat). Untuk mencegah hal ini, obat di persiapkan dalam bentuk kapsul yang diharapkan tetap utuh dalam suasana asam di lambung, tetapi menjadi hancur pada suasana netral atau basa di usus. Dalam memberikan obat jenis ini, bungkus kapsul tidak boleh di buka, obat tidak boleh dikunyah dan pasien di beritahu untuk tidak minum antasaid atau susu sekurang-kurangnya satu jam setelah minum obat. Apabila obat dikemas dalam bentuk sirup, maka pemberian harus di lakukan dengan cara yang paling nyaman khususnya untuk obat yang pahit atau rasanya tidak enak. Pasien dapat di beri minuman dingin (es) sebelum minum sirup tersebut. Sesudah minum sirup pasien dapat di beri minum, pencuci mulut atau kembang gula.

selain itu Kerugian yang timbul dari pemberian obat melalui oral yakni efek lambat; tidak bermanfaat untuk pasien yang sering muntah, diare, tidak sadar, tidak kooperatif; untuk obat iritatif dan rasa tidak enak penggunaannya terbatas; obat yang inaktif/terurai oleh cairan lambung/ usus tidak bermanfaat (penisilin G, insulin); obat absorpsi tidak teratur. B. Bentuk Obat 1. Oral Bentuk oral adalah obat yang masuk melalui mulut. Pada umumnya cara ini lebih disukai karena paling murah dan nyaman untuk diberikan. Bentuk obat sediaan padat yang diberikan melalui oral yaitu : a. Serbuk, campuran kering bahan obat atau zat kimia, diameter 1,21,7 µm dengan atau tanpa vehikulum serta untuk penggunaan. Macam serbuk : 1. Serbuk terbagi 1) Pulveres, dikemas dalam suatu bungkus/sachet untuk dosis tunggal. Cara penggunaan dilarutkan atau disuspensikan dalam aquadest sebelum diminum.

2. Serbuk tak terbagi 1) Bulk powder tersedia sebagai sirup oral antibiotik dan serbuk kering lainnya yang tidak poten (antasida,dll) untuk multiple

dose.

Cara

penggunaan

dilarutkan

atau

disuspensikan dalam aquadest sebelum diminum. 2) Serbuk tabur, ditaburkan pada kulit. 3) Serbuk injeksi, dilarutkan atau disuspensikan dalam aqua pro injeksi.

b. Granul, sediaan bentuk padat berupa partikel serbuk dengan diameter 2-4µm dengan atau tanpa vehikulum. Cara penggunaan sebelum diminum dilarutkan atau disuspensikan dulu dalam air pelarut yang sesuai. c. Tablet, sediaan obat berbentuk padat kompak dan merupakan tipe umum dari suatu tablet. Berdasarkan formulasinya, tablet dapat berupa : tablet padat biasa, tablet sublingual (dilarutkan dibawah lidah), tablet bukal (dilarutkan antara pipi dan gusi), tablet bersalut gula (menutupi bau dan rasa tidak enak), tablet bersalut enteric (untuk mencegahnya larut dalam lambung dan sampai dan di usus halus baru dipecah). Berdasarkan bentuknya dibedakan menjadi 2 yaitu bulat pipih dengan kedua permukaannya rata atau cembung, dalam perdagangannya disebut Tablet. Sedangkan silindris seperti kapsul, dalam perdagangannya disebut Kaplet. d. Kapsul, sediaan padat, bahan aktifnya berbentuk padat atau setengah padat dengan atau tanpa bahan tambahan dan terbungkus suatu cangkang yang keras terbuat dari gelatin dengan atau tanpa bahan tambahan. C. mekanisme kerja obat 1. Absorpsi Obat Oral Rute absorpsi obat secara oral merupakan rute paling lazim dan populer dari pendosisan

obat. Karena obat dapat absorbsi dengan

mudah

bila

dilakukan secara oral. Ada beberapa faktor penunjang pada bentuk pembuatan obat oral salah

satunya

bentuk

mempertimbangkan rentang

sediaan

pH yang

obat harus

ekstrem,

di rancang

ada atau

tidak

untuk adanya

makanan, degradasi enzim, perbedaan permeabilitas obat dalam darah yang berbeda dalam usus, dan motilitas saluran cerna. a. Pertimbangan Anatomis dan Fisiologis Proses fisiologis pada saluran cerna dapat dipengaruhi oleh diet, kandungan saluran cerna, hormon, sistem saraf viseral, penyakit dan

obat- obat. Proses fisiologi utama yang terjadi dalam sistem GI adalah

sekresi,

pencernaan

dan absorpsi. Proses absorpsi adalah

masukan unsur dari lumen ke usus ke dalam tubuh Obat- obat yang diberikan secara oral melintasi berbagai bagian saluran

enteral yang meliputi

rongga mulut,

esofagus,

lambung,

duodenum, jejunum, ileum, kolon dan akhirnya keluar dari tubuh melalui

anus.

Total

waktu

transit

yang

meliputi pengosongan

lambung, transit usus halus dan transit kolonik yaitu 0,4 sampai 5 hari. Bagian terpenting dalam absorpsi adalah usus halus. Waktu transit dalam usus halus untuk sebagian besar subjek sehat berentang dari 3 sampai 4 jam.

b. Absorbsi Obat dalam Saluran Cerna Obat kemungkinan diabsorbsi melalui difusi pasif dari semua bagian saluran cerna meliputi absorpsi sublingual, bukal, GI dan rektal. Untuk sebagian besar obat, site optimul untuk absorbsi obat setelah pemakaian

oral

adalah

bagian

atas usus

halus

atau

daerah

duodenum. Anatomi duodenum yang khas memberi luas permukaan yang besar dari duodenum disebabkan adanya lipatan- lipatan pada membran mukosa yang merupakan tonjolan- tonjolan kecil yang dikenal perfusi

dengan vili. tinggi

Selanjutnya

dengan

bagian

duodenum

jaringan kapiler,

mempertahankan suatu perbedaan konsentrasi

yang

mengalami membantu

dari lumen usus dan

sirkulasi plasma. 1) Motilitas Gastrointestinal Motilitas GI cenderung memindahkan obat sepanjang jalur cerna, sehingga obat tidak tinggal pada site absorpsi. Waktu transit

obat dalam saluran

cerna bergantung

pada sifat

fisikokimia dan farmakologis obat, tipe bentuk sediaan, dan berbagai faktor fisiologis. 2) Waktu Pengosongan Lambung Secara anatomis, obat yang ditelan akan mencapai lambung secara cepat. Selanjutnya lambung mengosongkan isinya ke dalam usus halus. Oleh karena itu duodenum mempunyai

kapasitas

terbesar

untuk

absorpsi obat

dari

saluran cerna. Suatu penundaan dalam proses pengosongan lambung akan memperlambat proses

absorpsi

obat

dan

memperpanja ng waktu mulai kerja obat. Beberapa faktor yang menunda pengosongan lambung meliputi konsumsi makanan tinggi lemak, minuman dingin dan obat antikolinergik. 3) Motilitas Intestinal Pergerakan

peristaltik

duodenum, membawa

normal partikel

mencampur obat

kontak

kandungan dengan

sel

mukosa usus. Obat haru memiliki cukup waktu tinggal pada site absorbsi untuk proses absorbsi optimum. Jika motilitas tinggi

pada

saluran

intestinal

seperti

saat

diare, obat

mempunya waktu tinggal yang sangat singkat dan sedikit kesempatan untuk absorbsi yang memadai. 4) Perfusi Saluran Cerna Aliran darah ke saluran cerna merupakan hal penting untuk membawa obat ke sirkulasi sistemik dan kemusia ke tempat kerja. Segera setelah obat di absorpsi dari usus halus, obat masuk

melalui

pembuluh

mesenterika menuju

vena prota

hepatika dan liver sebelum mencapai sirkulasi sistemik 5) Pengaruh Makanan pada Absorpsi Obat dari Saluran Cerna Adanya makanan dalam saluran cerna dapat mempengaruhi bioavailabilitas obat dari suatu produk obat oral. Makanan

yang mengandung

asam amino,

asam lemak

dan berbagai

nutrien kemungkinan mempengaruhi pH usus dan kelarutan obat. Beberapa pengaruh makanan pada bioavailabilitas suatu obat dari produk obat meluputi : a) Penundaan pengosongan lambung b) Perangsangan aliran empedu c) Perubahan pH saluran cerna d) Peningkatan aliran darah e) Perubahan metabolisme luminan dari senyawa obat f) Interaksi fisika atau kimia makanan dengan produk obat atau senyawa obat. Waktu pemberian obat berkait dengan makan sangat penting, karena makanan berlemak dapat menunda waktu pengosongan lambbung diatas 2 jam. Produk yang digunakan utnuk

mengendalikan

asam lambung

biasanya digunakan

sebelum makan, untuk mengantisipasi rangsangan sekresi asam lambung oleh makanan. 6) Fenomena Dua Puncak Fenomena dua puncak berhubungan dengan perbedaan dalam pengosongan lambung dan laju alir intestinal selama proses absorpsi setelah dosis tunggal. Integritas obat juga merupakan faktor dalam fenomena dua puncak 2. Distribusi Setelah diabsorpsi, obat akan didistribusi ke seluruh tubuh melalui sirkulasi darah. Selain tergantung darialiran darah, distribusi obat juga ditentukan oleh sifat fisikokimianya. Distribusi obat dibedakan atas 2 fase berdasarkan penyebarannya di dalam tubuh. Distribusi fase pertama terjadi segera setelah penyerapan, yaitu ke organ yang perfusinya sangat baik misalnya

jantung, hati, ginjal, dan otak. Selanjutnya, distribusi fase kedua jauh lebih luas yaitu mencakup jaringan yang perfusinya tidak sebaikorgan di atas misalnya otot, visera, kulit, dan jaringan lemak. Pada umumnya molekul obat berdifusi secara cepat melalui jaringan kapiler halus ke ruang jaringan yang terisi cairan interstisial. Cairan interstisial plus cairan plasma disebut cairan ekstraseluler (berada di luar sel). Selanjutnya

dari

cairan interstinal,

molekul

obat

berdifusi

melintasi

membran sel ke dalam sitoplasma. Membran sel tersusun atas protein dan dua lapis fosfolipid, yang bertindak sebagai sawar lemak untuk ambilan obat. Obat yang mudah larut dalam lemak akan melintasi membran sel dan terdistribusi ke dalam sel, sedangkan obat yang tidak larut dalam lemak akan sulit menembus membran sel sehingga distribusinya terbatas, terutama di cairan ekstra sel. Obat yang tidak larut dalam lemak tersebut bersifat polar sehingga akan terikat pada protein plasma (albumin) dan membentuk kompleks obatprotein yang terlalu besar untuk berdifusi melintasi membran sel. Faktor- faktor yang

mempengaruhi

distribusi

obat dalam

tubuh

adalah: a. Perfusi darah melalui jaringan Obat dibawa ke seluruh jaringan tubuh oleh aliran darah sehingga semakin cepat obat mencapai

jaringan,

semakin

cepat pula obat

terdistribusi

ke dalam jaringan. Kadar obat dalam jaringan akan

meningkat sampai akhirnya terjadi keadaan yang disebut keadaan mantap (steady state). Kecepatan distribusi obat masuk ke jaringan sama dengan kecepatan distribusi obat keluar dari jaringan tersebut. Pada keadaan ini, perbandingan kadar obat dalam jaringan dengan kadar obat dalam

darah menjadi

konstan dan keadaan ini

disebut keseimbangan distribusi. Oleh karena itu, pada jaringan tubuh

yang

mendapat

suplai

darah relatif

paling

banyak

dibandingkan ukurannya akan menyebabkan terjadinya keseimbangan distribusi yang paling cepat. Perfusi darah melalui jaringan dan organ bervariasi sangat luas. Perfusi yang tinggi adalah yang terjadi pada daerah paru- paru, hati, ginjal, jantung, otak dan daerah yang perfusinya rendah adalah lemak dan tulang. Sedangkan perfusi pada otot dan kulit merupakan perfusi

sedang.

Perubahan

dalam

aliran kecepatan

darah

pada

penderita sakit jantung akan mengubah perfusi organ seperti hati, ginjal dan berpengaruh terhadap kecepatan eliminasi obat.

b. Ikatan obat pada protein plasma Ikatan protein. Obat yang beredar di seluruh tubuh dan berkontak dengan protein dapat terikat atau bebas. Obat yang terikat protein tidak aktif dan tidak dapat bekerja. Hanya obat bebas yang

dapat memberikan efek. Obat dikatakan berikatan protein tinggi bila >80% obat terikat protein. Ikatan protein pada obat akan mempengaruhi intensitas kerja, lama kerja, dan eliminasi obat. Bahan obat yang terikat pada protein plasma tidak dapat berdifusi dan pada umumnya tidak mengalami biotransformasi dan eliminasi. Sebenarnya hanya zat aktif yang tidak terikat dengan protein plasma yang dapat berdifusi dan memberikan efek farmakologis, sedangkan kompleks zat aktif dengan protein tidak dapat melintasi membran, namun kompleks ini hanya bersifat sementara.

Apabila molekul

zat

aktif

yang

bebas

telah

dimetabolisme atau ditiadakan maka, kompleks ini akan melepaskan bentuk zat bebasnya. Derajat ikatan obat dengan protein plasma ditentukan oleh afinitas obat terhadap protein, kadar obat, dan kadar proteinnya sendiri. Pengikatan obat oleh protein akan berkurang pada malnutrisi berat karena adanya defisiensi protein.

Distribusi obat tergantung pada struktur kapiler dan struktur obat. Membran

sel

berbeda

dalam

karakteristik

permeabilitas,

bergantung pada jarin gannya. Sebagai contoh, membran kapiler dalam hati dan ginjal lebih permeable untuk pergerakan obat transmembran dari pada kapiler dalam otak. Kapiler sinusoid hati

sangat permeable dan memungkinkan lewatnya molekul dengan ukurang besar. Dalam otak dan spinal cord, sel endotel kapiler dikelilingi oleh suatu lapisan sel - sel glial, yang mempunyai hubungan interseluler yang rapat. Lapisan tambahan dari sel sekitar membran kapiler secara efektif berindak untuk memperlambat laju difusi obat ke dalam otak dengan bertindak sebagai suatu sawar lemak yang lebih tebal. Sawar lemak ini disebut sawar darah - otak (bloodbrain barrier), memperlambat difusi dan penetrasi ke dalam otak dan spinal cord dari obat yang polar. Pada kondisi patofisiologis tertentu, permeabilitas membrane sel dapat berubah. Distribusi total obat dalam tubuh dapat diperkirakan dengan cara mengaitkan jumlah obat dalam tubuh dengan jumlah obat dalam darah atau dengan

kadar

obat

dalam

darah.

Parameter

yang

mengaitkan jumlah obat dalam tubuh dengan kadar obat dalam darah disebut volume distribuse (VD). Volume distribusi adalah suatu parameter yang penting dalam farmakokinetik.

Salah

satu

kegunaannya

adalah

untuk

menentukan dosis obat yang diperlukan untuk memperoleh kadar obat dalam darah yang dikehendaki. Obat- obat dengan nilai VD yang kecil akan menghasilkan

kadar dalam

darah yang

lebih

tinggi,

sedangkan obat dengan nilai VD yang besar akan menghasilkan kadar dalam darah yang rendah

3. Metabolisme metabolisme obat ialah proses perubahan struktur kimia obat yang terjadi dalam tubuh dan dikatalis oleh enzim. Pada proses ini molekul obat diubah menjadi lebih polar, artinya lebih mudah larut dalam air dan kurang larut dalam lemak sehingga lebih mudah diekskresi melalui ginjal. Selain itu, pada umumnya obat menjadi inaktif, sehingga biotransformasi sangat berperan dalam mengakhiri kerja obat. Tetapi, ada obat yang metabolitnya sama aktif, lebih aktif, atau tidak toksik. Ada obat yang merupakan calon obat (prodrug) justru diaktifkan oleh enzim biotransformasi ini. Metabolit aktif akan mengalami biotransformasi lebih lanjut dan/atau diekskresi sehingga kerjanya berakhir. Beberapa obat diberikan dalam bentuk tidak aktif kemudian setelah dimetabolisme baru menjadi aktif

(prodrugs). Metabolisme obat terutama

terjadi di hati, yakni di membran endoplasmic reticulum (mikrosom) dan di cytosol. Tempat metabolisme yang lain (ekstrahepatik) adalah: dinding usus, ginjal, paru, darah, otak, dan kulit, juga di lumen kolon (oleh flora usus). Enzim yang berperan dalam dalam biotransformasi obat dapat dibedakan berdasarkan letaknya di dalam

sel, yaitu

enzim

mikrosom

yang tedapat dalam retikulum endoplasma halus (yang pada isolasi in vitro membentuk

kromosom)

dan enzim

non

mikrosom.

Kedua enzim

metabolisme ini terutama terdapat dalam sel hati, tetapi juga terdapat dalam sel jaringan lain, misalnya: ginjal, paru- paru, epitel saluran cerna dan plasma. Di lumen saluran cerna juga terdapat enzim non mikrosom yang

dihasilkan oleh flora usus. Enzim mikrosom mengkatalisis reaksi glukoroni da, sebagian besar reaksi oksidasi obat, serta reksi reduksi dan hidrolisis. Sedangkan enzim non mikrosom mengkatalisis reaksi konjugasi lainnya, beberapa reaksi oksidasi, reaksi reduksi dan hidrolisis 4. Ekskresi Ekskresi obat artinya eliminasi atau pembuangan obat dari tubuh. Sebagian besar obat dibuang dari tubuh oleh ginjal dan melalui urin. Obat atau metabolit polar diekskresi lebih cepat daripada obat larut lemak, kecuali pada ekskresi melalui paru. Ginjal merupakan organ ekskresi yang terpenting. Ekskresi disini merupakan resultante dari 3 preses, yakni filtrasi di glomerulus, sekresi aktif di tubuli proksimal, dan rearbsorpsi pasif di tubuli proksimal dan distal. Fungsi ginjal mengalami kematangan pada usia 6-12 bulan, dan setelah dewasa menurun 1% per tahun. Organ ke dua yang berperan penting, setelah ginjal, untuk ekskresi obat adalah melalui empedu ke dalam usus dan keluar bersama feses. Ekskresi melalui paru terutama untuk eliminasi gas anastetik umum Ekskresi obat melalui ginjal menurun pada gangguan fungsi ginja sehingga dosis perlu diturunkan atau intercal pemberian diperpanjang. Bersihan kreatinin dapat dijadikan patokan dalam menyesuaikan dosis atau interval pemberian obat.

Masing- masing alat ekskresi memiliki sistem atau cara kerja yang berbeda, sistem/cara kerja dari alat- alat ekskresi adalah sebagai berikut, : a. Ginjal Pada ginjal terdapat beberapa tahapan untuk melakukan ekskresi,

yaitu terdapat proses penyaringan,

reabsorpsi,

dan

pengumpulan hingga terbentuklah urin yang siap untuk dikeluarkan. 1) Penyaringan (Filtrasi) Darah yang banyak mengandung zat sisa metabolisme masuk kedalam

ginjal melalui

pembuluh

arteri

ginjal

(arterirenalis). Cairan tubuh keluar dari pembuluh arteri dan masuk kedalam badan malpighi. Membran glomer ulus dan kapsul Bowman bersifat permeabel

terhadap air dan

zat

terlarut berukuran kecil sehingga dapat menyaring molekul molekul besar. Proses pembentukan urin diawali dengan penyaringan darah yang terjadi di kapiler glomerulus. Sel - sel kapiler glomerulus yang berpori (podosit), tekanan dan permeabilitas yang

tinggi

pada

glomerulus

mempermudah

proses

penyaringan. Selain penyaringan, di glomelurus juga terjadi penyerapan kembali

sel - sel

sebagian besar protein plasma.

darah,

keping

darah,

dan

Bahan bahan kecil yang terlarut di dalam plasma darah, seperti glukosa, asam amino, natrium, kalium, klorida, bikarbonat

dan ure a dapat melewati saringan

dan menjadi

bagian dari endapan. Hasil penyaringan di glomer ulus disebut filtrate glomerolus atau urin primer, mengandung asam amino, glukosa, natrium, kalium, dan garam - garam lainnya . 2) Penyerapan kembali (Reabsorbsi) Reabsorbsi

terjadi di tubulus kontortus proksimal.

Bahan- bahan yang masih diperlukan di dalam urin pimer akan

diserap

kembali

di tubulus

kontortus proksimal,

sedangkan di tubulus kontortus distal terjadi penambahan zatzat sisa dan urea. Meresapnya zat pada tubulus ini melalui dua cara. Gula dan asam amino meresap melalui peristiwa difusi,

sedangkan

air

melalui peristiwa

osmosis. Setelah

terjadi reabsorbsi maka 5 tubulus akan menghasilkan urin sekunder,

zat- zat

ditemukan

lagi.

yang

masih

Sebaliknya,

diperlukan

konsentrasi

tidak

akan

zat- zat

sisa

metabolisme yang bersifat racun bertambah, misalnya urea. 3) Pengumpulan (Augmentasi) Di tubulus kontortus distal, beberapa zat sisa seperti asam urat, ion hidrogen, amonia, kreatin, dan beberapa obat ditambahkan

kedalam

urin

sekunder sehingga

tubuh

terbebas dari zat- zat berbahaya. Urin sekunder yang telah ditambahkan dengan berbagai zat tersebut disebut urin. Kemudian, urin disalurkan melalui tubulus kolektivus kerongga ginjal. Dari rongga ginjal, urin menuju kekantung kemih melalui saluran ginjal (ureter ). b. Kulit Kelenjar–kelenjar kulit

mengeluarkan zat–zat

yang tidak

berguna lagi atauzat sisa metabolisme dalam tubuh berupa NaCl, urea, asam urat, dan amonia. Sebum yang diproduksi oleh kulit berguna

untuk

melindungi

kulit

karena lapisan

sebum

(bahan

berminyak yang melindungi kulit) ini menahan air yang berlebihan sehingga kulit tidak menjadi kering. Produksi kelenjar lemak dan keringat menyebabkan keasaman pada kuli c. Paru-paru Zat sisa metabolisme yang dikeluarkan dari paru- paru berupa CO2 dan H 2O yang dihasilkan dari proses pernafasan. Pengangkutan CO 2 sebagai hasil zat sisaa metabolisme, diangkut oleh darah dapat melalui tigacara: 1) CO2 larut

dalam plasma, dan membentuk asam

karbonat

dengan enzim anhidrase (7% dari seluruh CO 2) 2) Karbondioksida terikat

pada hemoglobin dalam

karbomino hemoglobin (23% dari seluruh CO2)

bentuk

3) Karbondioksida terikat dalam gugus ion bikarbonat (HCO 3-) melalui

proses berantai

pertukaran

klorida

(70%

dari

seluruh CO 2). Mekanisme pertukaran klorida adalah sebagai berikut : a) Darah pada alveolus paru- paru

mengikat O2 dan

mengangkutnya kesel – sel jaringan. b) Dalam

jaringan,

dikeluarkan

darah

mengikat

CO2 untuk

bersama H2O yang dikeluarkan

dalam

bentuk uap air. Reaksi kimia tersebut secara ringkas dapat kita tuliskan sebagai berikut : CO2+ H2O yang

bersifat

H2CO3

racun

diikat

HCO3-+ H+Ion oleh

H+

hamoglobin,

sedangkan HCO 3-keluar dari sel darah merah dan masuk

kedalam

plasma

darah. Sementara

kedudukan HCO3-digantikan

itu pula

oleh ion Cl-(klorida)

dari plasma darah d. Hati Sebagai alat ekskresi hati (hepar) mengeluarkan empedu 1/2 liter setiap hari. Empedu netral, dan empedu,dan biliverdin.

cairan

mengandung kolesterol, zat

warna

empedu

±

kehijauan, rasanya pahit, pH garam - garam mineral, garam yang disebut

bilirubin

dan

Garam - garam empedu berfungsi dalam proses pencernaan makanan. Zat warna empedu yang berwarna hijau kebiruan berasal dari perombakan hemoglobin sel darah merah di dalam hati. Zat warna empedu diubah berwarna kuning

oleh

bakteri

usus menjadi

urobilin yang

coklat yang memberikan warna feses dan

urin.

Sisa- sisa pencernaan protein yang berupa urea dibentuk juga di dalam

hati. Urea kemudian

masuk

kedalam

ginjal.

dibawa oleh

Akhirnya,

bersamasamadengan urin.

DAFTAR PUSTAKA

dari

darah ginjal

dan selanjutnya dikeluarkan

https://s3.amazonaws.com/academia.edu.documents/37348850/KD_2_ORAL_DAN_T OPIKAL_kel_9.docx https://s3.amazonaws.com/academia.edu.documents/54983456/obat_farmakologi.pd f http://jurnal.unpad.ac.id/farmaka/article/download/10757/5138 http://bppsdmk.kemkes.go.id/pusdiksdmk/wpcontent/uploads/2017/11/Farmakologi_ bab_1-3.pdf.

Related Documents


More Documents from "nadiaz iiputri"