BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Luas lautan dibandingkan luas daratan di dunia mencapai kurang lebih 70 berbanding 30, sehingga menjadi tantangan tersendiri bagi negara-negara di dunia yang memiliki kepentingan laut untuk memajukan maritimnya. Seiring perkembangan lingkungan strategis, peran laut menjadi signifikan serta dominan dalam mengantar kemajuan suatu negara. Alfred Thayer Mahan, seorang Perwira Tinggi Angkatan Laut Amerika Serikat, dalam bukunya “The Influence of Sea Power upon History” mengemukakan teori bahwa sea power merupakan unsur terpenting bagi kemajuan dan kejayaan suatu negara, yang mana jika kekuatankekuatan laut tersebut diberdayakan, maka akan meningkatkan kesejahteraan dan keamanan suatu negara. Sebaliknya, jika kekuatan-kekuatan laut tersebut diabaikan akan berakibat kerugian bagi suatu negara atau bahkan meruntuhkan negara tersebut. Indonesia merupakan negara maritim, dimana secara geografis merupakan sebuah negara kepulauan dengan dua pertiga luas lautan lebih besar daripada daratan, yang antara pulau satu dengan pulau lainnya dipisahkan oleh laut, yang tidak menjadi penghalang bagi setiap suku bangsa di Indonesia untuk saling berhubungan dengan suku-suku di pulau lainnya. Sejak zaman bahari, pelayaran dan perdagangan antar pulau telah berkembang dengan menggunakan berbagai macam tipe perahu tradisional. Namun saat ini dikatakan bahwa data Food and Agriculture Organization di 2012, Indonesia pada saat ini menempati peringkat ketiga terbesar dunia dalam produksi perikanan di bawah China dan India. Selain itu, perairan Indonesia menyimpan 70 persen potensi minyak karena terdapat kurang lebih 40 cekungan minyak yang berada di perairan Indonesia. Dari angka ini hanya sekitar 10 persen yang saat ini telah dieksplor dan dimanfaatkan.
1
Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia belum merasakan peran signifikan dari potensi maritim yang dimiliki yang ditandai dengan belum dikelolanya potensi maritim Indonesia secara maksimal. Dengan beragamnya potensi maritim Indonesia, antara lain industri bioteknologi kelautan, perairan dalam (deep ocean water), wisata bahari, energi kelautan, mineral laut, pelayaran, pertahanan, serta industri maritim, sebenarnya dapat memberikan kontribusi besar bagi kesejahteraan dan kemakmuran rakyat Indonesia. Hal ini, tentu saja merupakan tugas dari pemerintah untuk bagaimana dapat memaksimalkan potensi dari laut Indonesia. Namun, perlu disadari bahwa peran pemerintah membutuhkan dukungan yang besar dari sumber daya manusianya, yang tentunya berkenaan dengan mutu dan atau kondisi penduduk atau masyarakat maritim itu sendiri mengenai yang terjadi saat ini. Maka dari itu, kelompok kami akan membahas mengenai fenomena sosial demografi masyarakat maritim. II. Rumusan Masalah 1. Apa yang dimaksud dengan fenomena sosial demografi masyarakat maritim? 2. Bagaimana kondisi populasi dan sosial ekonomi penduduk maritim? 3. Bagaimana sektor ekonomi dan kategori penduduk maritim? 4. Sepeti apa mobilitas geografi penduduk pesisir dan pulau-pulau?
2
BAB II GAMBARAN UMUM I. Landasan Teori a. Pengertian Masyarakat -
Masyarakat adalah sejumlah manusia dalam arti seluas-luasnya dan terikat oleh suatu kebudayaan yang mereka anggap sama. (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2008)
-
Masyarakat (sebagai
terjemahan
istilah society)
adalah
sekelompok orang yang membentuk sebuah sistem semi tertutup (atau semi terbuka), dimana sebagian besar interaksi adalah antara individuindividu yang berada dalam kelompok tersebut. (Wikipedia, 2015) -
Masyarakat adalah sejumlah besar orang yang tinggal dalam wilayah yang sama, relatif independen dan orang - orang di luar wilayah itu, dan memiliki budaya yang relatif sama. (Richard T. Schaefer dan Robert P. Lamm, 1998)
b. Pengertian Fenomena -
Fenomena merupakan
hal-hal
yang dapat
disaksikan dengan
pancaindra dan dapat diterangkan serta dinilai secara ilmiah (seperti fenomena alam); gejala. (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2008) -
Jenis-jenis fenomena, yaitu: 1. Fenomena penelitian adalah gejala atau suatu hal yang timbul yang bisa menjadi daya magnet (ketertarikan) untuk diteliti. Pendek kata, definisi fenomena penelitian adalah segala sesuatu yang sudah diberikan di alam raya yang harus dikaji dan ditemukan lewat metode ilmiah. (Brown : 1994) 2. Fenomena alam adalah berbagai peristiwa atau kejadian alam yang sifatnya tidak dapat dibuat-buat ataupun diciptakan manusia yang menjadi salah satu cara Tuhan sang pencipta dalam menunjukkan kekuasaannya.
3
3. Fenomena sosial adalah masalah sosial yang berupa ketidaksesuain antara
masyarakat
atau
unsur-unsur
kebudayaan
yang
membahayakan suatu kehidupan kelompok sosial. (Soerjono Soekanto : 1998) c. Pengertian Demografi -
Demografi adalah ilmu yang mempelajari secara statistik dan matematika tentang besar, komposisi dan distribusi penduduk dan perubahan-perubahannya sepanjang masa. (Donald J Bogue, 1885)
-
Demografi, menurut Donal J Bogue memiliki 5 komponen, yaitu kelahiran ( fertilitas ), kematian ( mortalitas ), perkawinan, migrasi, dan mobilitas sosial.
d. Pengertian Kemaritiman -
Maritim adalah berkenaan dengan laut; berhubungan dengan pelayaran dan perdagangan di laut. (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2008)
-
Kemaritiman merupakan hal-hal yang menyangkut masalah maritim. (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2008)
-
Maritime ada kalanya dimaksudkan hanya berhubungan dengan angkatan laut, kadang-kadang diartikan juga sebagai angkatan laut dalam hubungannya dengan kekuatan darat dan udara, kadang-kadang diartikan pula sebagai angkatan laut dalam konteks yang lebih luas yaitu dalam kaitannya dengan semua kegiatan yang berhubungan dengan komersial dan penggunaan nonmiliter terhadap laut. Bahkan, kadang-kadang istilah maritim diartikan sebagai meliputi ketiga aspek di atas. (Geoffrey Till, 1994)
e. Ruang Lingkup Masyarakat Maritim Ruang lingkup masyarakat maritime, yaitu masyarakat yang mendiami daerah pantai dan pulau-pulau maupun yang berasal dari lingkungan perkotaan dan pedesaan atau tempat-tempat yang jauh dari daerah pesisir, yang menggantungkan sumber pendapatan ekonomi dan aktivitas pada pemanfaatan
4
sumber daya perairan dan jasa-jasa laut, yang dapat ditunjukkan dengan jumlah jiwa secara eksa atau dengan penaksiran semata.
5
BAB III PEMBAHASAN Secara umum, demografi adalah ilmu yang mempelajari tentang penduduk terutama yang terkait dengan jumlah, struktur, komposisi dan perkembangan (perubahan) penduduk (IUSSP, 1982). Demografi sering diidentifikasi menjadi beberapa bagian misalnya, (i) Demografi Formal, yang menggunakan analisis matematis tentu dengan pendekatan kuantitatif atau biasa disebut statistik penduduk, (ii) Demografi Sosial, analitisnya berdasarkan kualitatif. Sehingga, sosial demografi sendiri merupakan pembahasan akan masalah pendudukan yang erat kaitannya dengan kualitas yang dimiliki oleh penduduk tersebut. Fenomena sosial demografi kemaritiman merupakan gejala atau sesuatu yang sedang dilihat atau terjadi pada kualitas atau mutu dari masyarakat maritime yang berkenaan dengan kondisi populasi, pendidikan, sektor ekonomi kebaharian, kategori penduduk menurut sektor ekonomi dan aktivitas kebaharian, dan fenomena mobilitas geografi/migrasi dengan pola pengembaraannya. Dimana, masyarakat maritim ini merujuk kepada kesatuan atau kumpulan manusia, baik yang mendiami daerah pantai dan pulau-pulau maupun yang berasal dari lingkungan perkotaan dan pedesaan atau tempat-tempat yang jauh dari daerah pesisir, yang menggantungkan sumber pendapatan ekonomi dan aktivitas pada pemanfaatan sumber daya perairan dan jasa-jasa laut, yang dapat ditunjukkan dengan jumlah jiwa secara eksa atau dengan penaksiran semata. Konsep penduduk bahari dalam konteks sosial budaya bahari mengacu kepada orang-orang yang penghidupan sosial ekonominya bersumber secara langsung atau tidak langsung dari pemanfaatan sumber daya laut dan jasa-jasa laut, baik komunitas pesisir dan pulau-pulau, maupun mereka yang berasal dari kawasan pemukiman perkotaan dan pedalaman. Berikut aspek-aspek demografi kebaharian yang digambarkan secara ringkas: A. Kondisi Populasi dan Sosial Ekonomi Penduduk Maritim. Pada umumnya negara-negara yang mempunyai wilayah-wilayah laut, terutama negara-negara kepulauan di dunia, sebagian besar penduduknya
6
bermukim di daerah pantai dan pulau-pulau. Hal ini dimungkinkan oleh faktorfaktor kemudahan perolehan akses pada berbagai sektor mata pencaharian kelautan dan mobilitas geografi laut bilamana sektor-sektor mata pencaharian di darat mulai terbatas. Di Indonesia, meskipun belum di peroleh angka penduduk pantai dan pulau-pulau yang pasti, namun dapat diperkirakan jumlah penduduk yang bergantung langsung atau tidak langsung pada sektor-sektor ekonomi kelautan, terutama perikanan dan pelayaranserta aktivitas-aktivitas ekonomi yang berasosiasi dengan kledua sektor tersebut, mencapai tidak kurang dari 30-an juta jiwa. Di Indonesia, beberapa faktor yang mempersulit perolehan angka penduduk bahari yang menyeluruh dan akurat ialah pola-pola mobilitas geografi musiman, kondisi pekerja tidak tetap, karakter peralihan dan diversifikasi pekerjaan, asal usul tempat yang berbeda-beda, lagi pula masih kurangnya upaya pemerintah yang sungguh-sungguh melakukan pencacahan jiwa penduduk desadesa pantai dan pulau-pulau secara meluas dan teliti dari dahulu hingga sekarang ini. Berdasarkan hasil penelitian sosial ekonomi dan perbincangan di media massa dan masyarakat, diketahui bahwa penduduk bahari terutama masyarakat desa-desa,
nelayan
pesisisr,
dan
pulau-pulau
di
negara-negara
sedang
berkembang, termaksud indonesia, sebagian terbesar dalam kondisi miskin. Fenomena kemiskinan dimaksudkan meliputi dimensi-dimensi ekonomi, kesehatan, pendididkan dan keterampilan, teknologi, yang jelas mempengaruhi rendahnya kualitas dan harkat hidup mereka pada umumnya. Di Indonesia, melihat kondisi potensi sumber daya perikanan yang melimpah, maka muncul fenomena kemiskinan komunitas-komunitas nelayan pesisisr dan pulau-pulau terasa ironis. Demikian seperti diungkapkan oleh A. Iqbal Burhanuddin (2007): Jika jumlah warga miskin di negara terus bertambah, ibarat ayam terkapar kelaparan di lumbung padi, sebab potensi kekayaan alam laut kita masih berserakan dari perairan Sumatera hingga papua, belum termanfaatkan secara optimal
7
Kenyataan seperti ini metinya menjadi dorongan bagi masyarakat nelayan dan kelompok-kelompok stakeholders (pemerintah, praktisi, komunitas akademik, lembaga donor, dan LSM) untuk berpaling ke laut dan membangun kekuatan yang menghambat berbagai kebijakan dan program kelautan yang direkayasa dan diimplementasikan.
B. Sektor Ekonomi dan Kategori Penduduk Maritim 1. Sektor Ekonomi Kebaharian Cukup banyak sektor ekonomi kelautan dikembangkan masyarakatmasyarakat bahari di negara-negara pantai atau kepulauan di dunia, terutama negara-negara yang tergolong maju. Sektor-sektor ekonomi kebaharian tersebut sepeti pelayaran/perhubungan, perikanan, pertambangan, pedagang hasil laut, industry hasil laut, industry kapal, industri alat-alat tangkap, jasa pengerukan pantai kawasan pelabuhan dan rute-rute pelayaran, para wisata bahari, jasa olah raga bahari, birokrasi, dll. Untruk Indonesia pada kenyataanya baru sedikit diantara sekianbanayk sektor ekonomi kebaharian yang berkembang di negara-negara maju tersebut. Sektor-sektor yang sejak dahulu kala digeluti dan menyentuh hajat hidup rakyat banayk, seperti : perikanan, perhubungan, perdangangan, industry hasil laut, industri kapal, dan pertambangan pasir dan batu karang. Sub-sub industry dimaksudkan sebagian terbesar tergolong tradisional seperti industry-industry kapal, perahu, alat-alat tangkap, pasca panen dan sebagainya. Demikian juga sub sektor pertambangan berupa pengambilan batubatu karang dan pasir laut, antara lain dilakukan di NTT, NTB dan Sumatera Utara. Industry kapal moderen dan semi moderen, demikian juga sektor pariwisata dan olah raga bahari belum lama ini dimulai pengembangannya. Sesuai beberapa hasil penelitian social budaya dengan metode survei pada masyarakat pesisisr dan pulau-pulau di beberapa desa di kepulauan Spermode (kodya Makassar dan Pangkep), kawasan Takabonerate (selayar), dan Kelurahan Pulau Sembilan (Sinjai), yang antara lain dilakukan oleh Tim Social
8
AssessmentCOREMAP selawesi selatan dari tahun 1996/1997-1997/1998, diperoleh keterangan tentang adanya tujuh sub sektor usaha terkait laut digeluti penduduk pesisir dan pulau-pulau sejak dahulu kala yaitu : Perikanan Usaha pengakutan antar pulau dan pesisir Pandangan hasil laut dan sarana tangkap Usaha modal Industry hasil pengolahan laut Industry kapal Pertambangan pasir dan batu-batu karang dikawasan terumbu karang. Sektor perikanan dan transportasi laut adalah derkait dengan dan mempengaruhi perkembangan sub-sub sektor ketenagakerjaan dan jasa-jasa pelabuhan, pasar, dan TPI. Pada kenyataanya di pedesaan pesisisr dan pulau-pulau (yang dijadikan lokasi penelitian), sektor perikanan dan usaha trasportasi dengan usaha-usaha berasosiasi dengannya sejak dahulu selalu menjadi mayoritas dan dominan dalam penyerapan tenaga kerja dan sumber pendapaatn ekonomi penduduk. 2.
Kategori Penduduk Maritim Penduduk
bahari
sebagaimana
dikonsepsikan
dimuka
dapat
dikategorikan/digolongkan menurut sektor-sektor atau subsektor-subsektor mata pencaharian terkait kelautan yang digelutinya seperti yang ada di atas. Di Indonesia, untuk mempermudah pemahaman, maka penduduk bahari tersebut dapat
dibedakan
atas
tiga
kategori
besar,
yakni
penduduk
nelayan,
pelayaran/pengusaha transportasi laut, dan pengolahan pemanfaatan sumber daya dan jasa-jasa laut lainnya. Berikut ini, ketiga kategori penduduk bahari tersebut digambarkan secara ringkas. a. Penduduk Nelayan Menurut asal usul tempat pemukiman, penduduk nelayan di Indonesia dapat dibedakan atas penduduk nelayan pesisir dan pulau-pulaudan penduduk
9
nelayan yang berasal dari keluarga-keluarga yang tinggal secara terpisah-pisah dikawasan pemukiman perkotaan, pinggiran kota, dan desa pedalaman. Di berbagai negara kepulauan dan negara pantai di dunia, bagaian terbesar dari penduduk nelayan mendiami kawasan pesisir dan pulau-pulau dari negara-negara tersebut. Di indonesia, pendududk nelayan pada umumnya membentuk kesatuankesatuan administratif desa-desa pantai dan pulau-pulau mulai dari saabng sampai merauke. Penduduk nelayan pesisir dan pulau-pulau tersebut ditandai dengan beberapa ciri yang mencolok, seperti (1) menjalankan berbagai bentuk usaha perikanan dengan tipe teknologi tangkap tradisional dan skala kecil; (2) penerapan model diversifikasi usaha kenelayanan; (3) mengandalkan pengetahuan dan keterampilan informal; (4) pola pemukiman yang kurang tertata dan rawan penyakit serta bencana; (5) kemiskinanan ekonomi, kesehatan, dan pendidikan serta keterampilan formal. Mengenai model diversifikasi yang mencirikan usaha dan aktivitas penduduk nelayan pesisir pulau-pulau di Indonesia, terdapat dua strategi utama yakni strategi diversifikasi usaha yang difokuskan ke laut dan strategi deversifikasi yang difokuskan ke darat. Strategi deversifikasi pertama berupa saling mempergantikan beberapa subsektor perikanan (dengan pemilikan beberapa jenis teknologi tangkap) atau bahkan sewaktu-waktu nelayan bergeser ke usaha transportasi laut kemudian dalam situasi dan kondisi tertentu kembali lagi ke usaha penangkapan ikan. Dimungkinkan pertimbangan kemudahan pengusaha keterampilan dan perolehan modal seadanya serta sulitnya memperoleh akses pada alaternatif pekerjaan di darat, maka strategi pertama inilah yang umum diterapkan oleh penduduk nelayan pesisisr dan pulau-pulau. Starategi deverifikasi kedua berupa kombinasi beberapa jenis pekerjaan Sekaligus kalau bukan saling mempergantikan di anatara pekerjaan kenelayanan, perhubungan, dan kegiatan-kegiatan yang di perluas ke sektor-sektor perdagangan (misalnya: membangun kios, menjual baahn kebnutuhan pokok di pulau, pertanian tambak, beternak unggas, menjadi kuli bangunan, dan sebagainya). Dikarenakan semakin berkurangnya sumber daya dan sulitnya peluang-peluang
10
kerja alternatif di darat mempengaruhi semakin berkurangnya penduduk nelayan pesisir dan pulau-pulau yang dapat melakukan strategi diverifikasi usaha kedua tersebut. Sebagai kebalikan dari model deverifikasi usaha pikiran ialah model intesifikasi, yakni berupa strategi pemusatan faktor-faktor modal, pengetahuan dan keterampilan, tenaga kerja, dan proses-proses kerja pada suatu jenis usaha tunggal secara intensif. Contohnya, seperti perikanan tongkol, usaha bagang Rambo, usaha gae, usaha teripang, usaha ikan, dan lobster hidup yang dikelola oleh nelayan sulsel, perikanan tongkol dan tuna yang dikelola penduduk nelayan di Sulawesi Utara, Flores, Buton, Maluku Utara, Biak, dan lain-lain, yang mulai menunjukkan perkembangan sejak awal periode 1980-an dan 1990-an. Meskipun intensifikasi perikanan belum melibatkan dan mencirikan sebagian besar penduduk nelayan pesisir dan pulau-pulau di Indonesia, namun model perikanan tersebut menjadi cikal bakal bagi pengembangan perikanan besar dan modern yang prospektif ke depan. Penduduk nelayan yang berasal dari lingkunagn perkotaan dan daerah pedalaman merupakan subkategori nelayan yang minoritas tetapi sesungguhnya dominan dalam penguasaan sumber daya alam, modal, dan teknologi perikanan. Berbeda dengan penduduk nelayan pesisir dan pulau-pulau, kategori penduduk nelayan dari lingkungan perkotaan dan pedesaan ini kebanyakan mempunyai pengetahuan dan keterampilan formal dan memiliki ijhazah pendidikan menengah, akademi, sarjana muda, bahakan sarjana lengkap dalam bidang-bidang kejujuran perikanan dan pelayaran. Kompetensi keilmuan dan keterampilan serta status sosial tersebut mereka peroleh berkat mereka berasan dari keluarga yang kaya atau relatif beerkecukupan yang mampu menyekolahkan anak-anaknya hingga memperoleh ijazah atau sertifikat, yang memungkinkannya dapat terektur dalam sektor-sektor ekonomi kelautan yang prosfektip, yakni menjadi tenaga kerja, pegawai/karyawan, dan bahkan diantaranya ada yang menjadi manajer atau nakoda dari kapal-kapal perusahaan perikanan dan pelayaran swasta dan nasional dengan tingkat upah yang tinggi.
11
Jumlah penduduk maritim dari awak kapal-kapal usaha perikanan modern skala menengah dan besar tersebut tentu jauh lebih sedikit dibandingkan dengan penduduk nelayan pesisir dan pulau-pulau yang menjalankan usaha-usah perikanan rakyat skala kecil dan tradisional. Meskipun demikian, mereka unggul dari segi penguasaan modal dan teknologi, pengetahuan, dan keterampilan, yang memungkikannya menang dalam rangka perebutan dan peguasaan sumber daya perikanan, yang dari waktu ke waktu semakin merosok stok populasinya. Posisi dominasi tersebut memungkinkan penduduk nelayan dari lingkungan perkotaan dan pedesaan di darat di berbagai tempat dalam kondisi kaya, sebaliknya keberadaan mereka potensial mengkondisikan kemiskinan bagi bagian terbesar penduduk nelayan pesisir dan pulau-pulau, yang justru mayoritas jumlahnya. b. Pelayar/Pengusaha Transportasi Laut Pelayar dan mencakup pengusaha dan pekerja transportasi laut merupakan kategori penduduk pemangku budaya bahari tulen. Banyak kalangan ilmuwan, terutama sejarahwan, menganggap para pelayar sebagai kelompok-kelompok masyarakat maritim murni karena dicirikan denhan aktivitas pelayarannya yang sangat intensif mengarungi lautan antar pulau, antara negara, dan bahkan antar benua. Seperti halnya penduduk bahari pelayar juga dapat dibedakan atas pelayar yang berasal dari kawasan pemukiman pesisir dan pulau-pulau dengan usaha tradisional dan skala kecil dan pelayar yang berasal dari lingkungan perkotaan dan pedesaan darat yang mengoperasikan usaha pelyaran modern berskala sedang hingga besar. Di Indonesia, gambaran tentang karaktersitik dari kedua penduduk pelayar tersebut di atas dapat dibandingkan dengan karakteristik dari kedua kategori penduduk nelayan yang digambarkan sebelumnya. Kategori penduduk pelayar pertama juga kebanyakan tinggal dalam desa-desa pantai dan pulau-pulau besar dan kecil yang terbentang dari sabang sampai Merauke. Terdapat empat ciri mencolok dari kategori penduduk pelayar pertama (tiga diantaranya juga mencirikan penduduk nelayan pesisir dan pulau-pulau). Keempat ciri tersebut ialah (1) menjalankan bentuk usaha transportasi laut dengan tipe teknologi
12
pelayaran tradisional berskala kecil; (2) penerapan model usaha intensifikasi; (3) mengandalkan pengetahuan dan keterampilan informal; (4) mendiami desa-desa pantai dan pualu-pulau bersama penduduk nelayan dengan pola penduduk pemukiman kurang tertata yang rawan penyakit dan bencana. Penduduk pelayar yang berasal dari lingkungan perkotaan dan daerah pedalaman merupakan subkategori pelayar yang minoritas dalam jumlah tapi dominan dalam penguasaan sumber daya barang yang komoditas (barang dagangan, penumpang), modal, teknologi pelayaran dan jangkauan jaringan pelayaran dalam dan luar negeri. Kategori penduduk pelayar dari lingkungan perkotaan dan pedesaan pada umumya mempunyai pengahuan dan keterampilan formal dan memiliki Pendidikan Menenga, Akademi, Sarjana Muda, bahkan sarjana lengkap dalam bidang-bidang kejuruan pelayaran. Kompetensi keilmuan dan keterampilan serta status sosial tersebut diperolehnya berkat asal usul mereka dari
keluarga-keluarga
kaya
atau
relatif
berkecukupan
yang
mampu
menyekolahkan anaknya hingga memperoleh ijazah atau sertifikat, yang menjadi prasyarat perektrutan dalam sektor-sektor usaha ekonomi kelautan yang bergengsi, yakni menjadi tenaga kerja, karyawan, dan bahkan menjadi manajer atau nakoda dari kapal-kapal perusahaan pelayaran swasta dan nasional dengan tingkat upah yang tinggi Tingkat penghasilan tinggi, intensifnya kegiatan, dan luasnya jaringan pelayaran mengkondisikan penduduk pelayar baik yang berdiam di kawasan pesisir dan pulau-pulau maupun yang berasal dari lingkungan perkotaan dan pedesaan darat hanya dapat menerapkan model intensifikasi usaha. Dengan aplikasi konsep “modal” (capital) dari Bourdieu (1977), penguasa keempat kategori modal, yakni modal sosial berupa jaringan perkenalan tingkat tinggi (social capital), modal pengetahuan dan keterampilan diperoleh melalui pendidikan formal (knowledge capital), dan model ekonomi berupa uang (economic capital), memungkingkam kategori penduduk bahari perkotaan dan pedesaan darat tersebut menguasai peluang memperbutkan lapangan kerja kebaharian (field dalam konsep Bourdie) yang tinggi dan bergengsi, yakni sektor
13
usaha pelayanan swasta atau nasional dan multinasional. Penguasaan modal dan kemampuan merebut lapanga kerja tinggi dan bergengsi tersebut menempatkan penduduk bahari perkotaan dan pedesaan darat tersebut pada posisi sosial ekonomi sebagian lapisan terkaya dalam masyarakat bahari secara keseluruhan. Kategori-kategori penduduk pelayar pesisir dan pulau-pulau dan nelayan modern skala besar dan sedang menempati posisi sedang. Adapun penduduk nelayan pesisir dan pulau-pulau yang merupakan bagian terbesar dari penduduk bahari berada pada posisi paling bawah yang dikenal sebagai masyarakat nelayan miskin. c.
Penggunaan Sumber Daya dan Jasa-Jasa Laut yang Lain
Termasuk dalam kategori penduduk pengguna sumber daya dan jasa-jasa laut selain nelayan dan pelayar ialah para pedagang hasil-hasil laut, rentenir, pekerja di pasar atau pelelangan ikan, pengelola dan pekerja industri perahu/kapal dan alatalat tangkap serta semua perangkat perlengkapan berasosiasi infrastruktur pelayaran dan perikanan, yang pulau-pulau, para petambang batu karang dan pasir laut, petambang migas dan mineral, pengelola industri parawisata bahari, penyelam dan olahragawan laut, dan bahkan Marinir/Angakatan Laut dan satuansatuan Tugas Keamanan Laut, Pemerintah, peneliti dan lemaga ilmiah dan perguruan tinggi, LSM dan pemerhati lingkungan laut, dan lain-lain sedikit banyak bisa dikategorikan sebagai penduduk dan warga masyarakat bahari, meskipun sebagian besar dari kesatuan-kesatuan hidup manusia tersebut bukan penduduk pesisir dan pulau-pulau. Di antara subkategori-subkategori masyarakat bahari tersebut, tentu saja satuan-satuan Marinir-lah yang mewakili wawasan dan kadar budaya bahari yang paling tinggi. C. Mobilitas Geografi Penduduk Pesisir dan Pulau-Pulau Dalam melakukan aktivitasnya, penduduk bahari terutama nelayan dan pelayar di dunia mempunyai ciri mobilitas geografi (migrasi pengembaraan) yang tinggi, melebihi mobilitas geografi kelompok-kelompokpemburu binatang di kawasan hutan dan padang rumput yang luas. Penduduk nelayan sebagai pemanfaat sumber daya perikanan tujuannya ialah daerah-daerah penangkapan (fishing grouns) di perairan pesisir dan laut dalam, sedangkan kearah darat
14
tujuannya ialah pusat-pusat pemukiman penduduk dan lingkungan. Kota-kota dan desa-desa dimana terdapat pasar atau pelelangan ikan sebagai tempat penjualan tangkapan dan pembelian perbekalan dan peralatan. Ciri mobilitas gegrafi penduduk nelayan yang tinggi terkondisikan dengan lingkungan laut yang luas yang pada umumnya dicirikan dengan pemamfaatan secara terbuka. Sifat pemanfaatan secara terbuka memungkinkan nelayan selalu berpindah dari lokasilokasi yang berkurang stok sumber daya perikanannya ke lokasi-lokasi yang melimpah sumber daya perikanannya, terutama lokasi-lokasi yang mengandung spesies-spesies yang laris di pasar ekspor. Sebagai contoh, nelayan-nelayan Makassar dari Galesong sejak dulu memperluas wilayah penangkapan ikan terbang dan pencarian telur ikan sampai ke perairan Maluku dan Pak-pak (Irian). Berbeda dengan kelompok-kelompok nelayan, kelompok-kelompok pelayar dengan armadanya justru menjadikan pelabuhan kota-kota pantai sebagai tujuan untuk bongkar muat barang dan penumpang. Kegiatan mereka mencakup tiga komponen utama: jual beli barang, bongkar muat barang, dan pelayaran. Nelayan dan pelayar memiliki perbedaan dalam hal hubungan dunia kebaharian. Nelayan membentuk hubungan dengan lingkungan lautnya secara simetrik (pasang-pasangan) dan sesama manusia secara internal (kelompok dan masyarakatnya) dan eksternal (kelompok dan masyarakat luar) secara simetrik dan asimetrik (melalui beberapa rantai sosial penghubung). Dengan kata lain, nelayan berhubungan dan tergantung secara mutlak pada laut sebagai sumber tangkapan dan pasar sebagai tempat penjualan komoditas hasil lautnya. Pelayar hanya membentuk hubungan secara simetrik dan asimetrik dengan kelompok atau masyarakat lainnya. Hal itu karena bagi mereka, lautan hanyalah prasarana jaringan dan rute-rute transportasi antar kota pantai, pulau, negara, dan bahka benua semata.
15
BAB IV PENUTUP I. Kesimpulan Fenomena sosial demografi kemaritiman merupakan gejala atau sesuatu yang sedang dilihat atau terjadi pada kualitas atau mutu dari masyarakat maritim yang berkenaan dengan kondisi populasi, pendidikan, sektor ekonomi kebaharian, kategori penduduk menurut sektor ekonomi dan aktivitas kebaharian, dan fenomena mobilitas geografi/migrasi dengan pola pengembaraannya.
16
Daftar Pustaka http://www.perumperindo.co.id/publikasi/artikel/171-potensi-indonesia-sebagainegara-maritim http://smahangtuah2.sch.id/magazine/lain-lain/74-indonesia-sebagai-negaramaritim-terbesar-di-dunia.html Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Ed. 4, Cet. 1, Jakarta: Balai Pustaka, 2008. https://id.wikipedia.org/wiki/Masyarakat http://www.apapengertianahli.com/2014/09/pengertian-masyarakat-menurut-paraahli.html#_ http://www.pengertianmenurutparaahli.net/pengertian-fenomena/ http://rakyat-sejahtera.blogspot.co.id/2013/06/pengertian-demografi-dankependudukan.html https://www.academia.edu/11741773/Pengertian_Kemaritiman Tim Dosen Wawasan IPTEKS UPT MKU UNHAS, 2010, Wawasan Sosial Budaya Maritim, Makassar http://rakyat-sejahtera.blogspot.co.id/2013/06/pengertian-demografi-dankependudukan.html
17