Fakolitik.docx

  • Uploaded by: asfwegere
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Fakolitik.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 3,862
  • Pages: 20
BAB I PENDAHULUAN Glaukoma merupakan penyebab kebutaan kedua setelah katarak dengan jumlah penderita Kebutaan akibat glaukoma bersifat menetap. Di Amerika, jumlah penderita glaukoma pada ras kulit hitam 3 – 4 kali lebih tiggi dibandingan dengan ras kulit putih. Selain itu, ditemukan angka prevalensi yang meningkat sesuai dengan bertambahnya usia. Pada kelompok penduduk yang berusia 70 tahun, 3 – 8 kali lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok yang berusia 40 tahun Glaukoma adalah kumpulan penyakit dengan karakteristik umum berupa neuropati optik yang berhubungan dengan hilangnya lapang pandang dengan peningkatan tekanan intraokular (TIO) merupakan faktor risiko utama Secara umum, glaukoma dibagi menjadi dua, yaitu glaukoma primer dan glaukoma sekunder. Secara definisi, glaukoma primer adalah glaukoma yang terjadi tanpa adanya hubungan dengan penyakit mata atau penyakit sistemik tertentu yang menyebabkan peningkatan hambatan aliran aqueous atau sudut tertutup. Glaukoma primer biasanya mengenai kedua mata. Sebaliknya, glaukoma sekunder adalah glaukoma tang terjadi berkaitan dengan adanya penyakit mata atau penyakit sistemik tertentu yang bertanggung jawab terhadap penurunan aliran aqueous. Glaukoma sekunder seringkali mengenai mata unilateral

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1

Anatomi uvea 1 2 Uvea merupakan lapis berpigmen dilapis kedua dari tiga lapis pembungkus bola mata.

Uvea terdiri atas 3 bagian yaitu iris, badan siliar, dan koroid. Secara klinis uvea dibagi menjadi dua yaitu uvea anterior yang terdiri dari iris dan badian siliar serta uvea posterior yang terdiri dari koroid. Uvea mempunyai beberapa fungsi diantaranya adalah memberi nutrisi dan pengaturan gas, badan siliar langsung memberikan makanan pada retina bagian dalam, lensa, dan kornea. Uvea juga berfungsi menyerap sinar dan melindungi mata dari pantulan sinar dalam bola mata. Badan siliar yang merupakan bagian dari uvea berperan dalam akomodasi yang diatur sarat autonom.

Gambar 1. Anatomi uvea 2.1.1

Anatomi dan fisiologi iris 1 2 Iris merupakan suatu membran datar sebagai lanjutan dari badan siliar ke depan (anterior).

Di bagian tengah iris terdapat lubang yang disebut pupil yang berfungsi untuk mengatur besarnya sinar yang masuk mata. Permukaan iris warnanya sangat bervariasi dan mempunyai

lekukan-lekukan kecil terutama sekitar pupil yang disebut kripta. Iris tereletak bersambungan dengan permukaan anterior lensa, memisahkan bilik mata depan dari bilik mata belakang, yang masing-masing berisi aqueos humor dan vitreous humor.

Gambar 2. Anatomi iris Iris mengendalikan banyaknya cahaya yang masuk kedalam mata. Ukuran pupil pada prinsipnya ditemtukan oleh keseimbangan antara konstriksi aktivitas parasimpatis yang dihantarkan melaui nervus kranialis III dan dilatasi yang ditimbulkan oleh aktivitas simpatis. Iris mempunyai beberapa fungsi diantaranya yaitu mengontrol jumlah cahaya yang memasuki mata, menentukan warna mata, dan iris juga berfungsi sebagai penghalang yang membagi ruang posterior kecil dengan anterior yang lebih besar. 2.1.2

Anatomi dan fisiologi badan siliar 2 Korpus siliaris (badan siliar) merupakan susunan otot melingkar dan mempunyai sistem

eksresi dibelakang limbus. Badan siliar dimulai dari pangkal iris ke belakang sampai koroid terdiri atas otot-otot siliar dan prosesus siliaris. Otot-otot siliar berfungsi untuk akomodasi.

Badan siliar berbentuk cincin yang terdapat di sebelah dalam dari tempat tepi kornea melekat di sklera. Badan siliar merupakan bagian uvea yang terletak antara iris dan koroid. Badan siliar menghasilkan humor akuos. Humor akuos ini sangat menentukan tekanan bola mata

Gambar 3. Anatomi korpus siliar 2.1.3

Anatomi dan fisiologi koroid 2 Koroid merupakan bagian uvea yang paling luar, terletak antara retina (di sebelah dalam)

dan sklera (di sebelah luar). Koroid berbentuk mangkuk yang tepi depannya berada di cincin badan siliar. Koroid adalah jaringan vascular yang terdiri atas anyaman pembuluh darah. Retina tidak menempati (overlapping) seluruh koroid, tetapi berhenti beberapa millimeter sebelum badan siliar. Koroid berfungsi sebagai penyuplai oksigen dan nutrisi untuk bagian mata yang lain khususnya retina.

Gambar 4. Anatomi koroid 2.2

Anatomi dan fisiologi lensa 3 lensa mata berbentuk bikonveks, tidak mengandung pembuluh darah, tembus pandang,

dengan diameter 9 mm, dan tebal sekitar 5 mm. Lensa terdiri dari kapsul, epitel lensa, korteks dam nucleus. Ke depan, lensa berhubungan dengan cairan bilik mata, ke belakang berhubungan dengan badan kaca. Di belakang iris, lensa digantung pada prosesus siliaris oleh zonula Zinii (ligamentum suspensorium lentis), yang melekat pada ekuator lensa, serta menghubungkannya dengan korpus siliare. Zonula Zinni berasal dari lamina basal epitel tidak berpigmen prosesus siliare. Zonula Zini melekat pada bagian ekuator kapsul lensa, 1,5 mm pada bagian anterior dan 1,25 pada bagian posterior. Permukaan lensa pada bagian posterior lebih cembung daripada permukaan anterior. Di sebelah anterior lensa terdapat humor akuous dan di sebelah posteriornya korpus vitreus. Lensa diliputi oleh kapsula lentis, yang bekerja sebagai membran semipermeabel, yang melalukan air dan elektrolit untuk makanannya. Di bagian anterior terdapat epitel subkapsuler sampai ekuator. Di kapsul anterior depan terdapat selapis epitel subkapsular. Epitel ini berperan dalam proses metabolisme dan menjaga sistem normal dari aktivitas sel, termasuk biosintesa dari DNA, RNA, protein dan lipid Fungsi utama lensa adalah memfokuskan berkas cahaya ke retina. Supaya hal ini dapat dicapai, maka daya refraksinya harus diubah-ubah sesuai dengan sinar yang datang sejajar atau divergen. Perubahan daya refraksi lensa disebut akomodasi. Hal ini dapat dicapai dengan mengubah lengkungnya lensa terutama kurvatura anterior

Gambar 5. Anatomi lensa 2.3

Glaukoma

2.3.1

Definisi glaukoma Glaukoma merupakan penyebab nomor dua tersering dalam menyebabkan kebutaan di

Amerika Serikat dan umum terjadi pada usia lanjut. Terdapat empat klasifikasi dari glaukoma dewasa diantaranya adalah glaukoma sudut terbuka primer, sudut tertutup primer, sudut terbuka sekunder dan sudut tertutup sekunder. Tipe yang paling sering muncul di Amerika Serikat adalah glaukoma sudut terbuka primer (POAG). Glaukoma didefinisikan sebagai hilangnya sel ganglion retina dan akson dalam nervus optikus sehingga mennyebabkan perubahan karakteristik nervus optikus dan bertanggung jawab terhadap kehilangan penglihatan secara progresif. Pola dari kehilangan penglihatan mulai dari bagian perifer dan hal ini dapat membedakan dengan penyakit mata lainnya. 4 2.3.2

Epidemiologi glaukoma Di seluruh dunia, diperkirakan 60 juta orang memiliki neuropati optik yang disebabkan

glaukoma. Populasi Afrika mempunyai prevalensi tertinggi pada tipe sudut terbuka. Kemungkinan terjadinya kebutaan pada glaukoma sudut terbuka yaitu 15 kali lipat lebih tinggi pada ras Afrika dibandingkan kelompok populasi lainnya. Prevalensi tertinggi pada sudut tertutup pada populasi Inuit dan menyerang wanita lebih sering dibandingkan pria. Terdapat penelitian epidemiologi meta-analisis di Asia yang menjelaskan bahwa prevalensi glaukoma sudut tertutup dan sudut terbuka yaitu 0.98% dan 0.60% pada pasien dengan usia 40 tahun keatas. Dari penelitian ini juga dijelaskan bahwa pada subregio dari Asia, prevalensi glaukoma

paling tinggi berada di Asia Timur5. Glaukoma normotensi merupakan tipe dengan prevalensi tertinggi pada populasi Jepang. Dari semua tipe, faktor risiko paling tinggi yang menyebabkan kehilangan penglihatan secara progresif yaitu usia. Faktor risiko lainnya yang mempengaruhi perkembangan dari glaukoma yaitu mereka dengan riwayat keluarga glaukoma. 4 2.3.3

Patofisiologi Sudut bilik mata dibentuk dari jaringan korneosklera dengan pangkal iris. Pada keadaan

fisiologis bagian ini terjadi pengaliran keluar cairan bilik mata. Berdekatan dengan sudut ini didapatkan jaringan trabekulum, kanal Schlemm, biji sklera, garis Schwalbe dan jonjot iris. Pada sudut filtrasi terdapat garis Schwalbe yang merupakan akhir perifer endotel dan membran desemet, kanal schlemn yang menampung cairan mata kesalurannya.

Gambar 6. Hambatan pada aliran aquos humor Sudut filtrasi berbatas dengan akar iris berhubungan dengan sklera kornea dan disini ditemukan sklera spur yang membuat cincin melingkar 360 derajat dan merupakan batas belakang sudut filtrasi serta tempat insersi otot siliar longitudinal. Anyaman trabekula mengisi kelengkungan sudut filtrasi yang mempunyai dua komponen yaitu badan siliar dan uvea. Tekanan intraokular ditentukan oleh kecepatan terbentuknya cairan bola mata oleh badan siliar dan hambatan yang terjadi pada jaringan trabekular meshwork. Akueus humor yang dihasilkan badan siliar masuk ke bilik mata belakang, kemudian melalui pupil menuju ke bilik

mata depan dan terus ke sudut bilik mata depan, tepatnya ke jaringan trabekulum, mencapai kanal Schlemm dan melalui saluran ini keluar dari bola mata. Pada glaukoma kronik sudut terbuka, hambatannya terletak pada jaringan trabekulum maka akan terjadi penimbunan cairan bilik mata di dalam bola mata sehingga tekanan bola mata meninggi. Pada glaukoma akut hambatan terjadi karena iris perifer menutup sudut bilik depan, hingga jaringan trabekulum tidak dapat dicapai oleh akueus. 6 2.3.4

Klasifikasi 7

1. Glaukoma primer a. Dewasa - Glaukoma simpleks (glaukoma sudut terbuka, glaukoma kronis) - Glaukoma akut (sudut tertutup) b. Kongenital/juvenil 2. Glaukoma sekunder a. Sudut tertutup b. Sudut terbuka Glaukoma sudut terbuka Pada glaukoma sudut terbuka, cairan mata setelah melalui pupil masuk ke dalam bilik mata depan dan tidak dapat melalui anyaman trabekulum. Keadaan ini mengakibatkan tekanan bola mata naik yang akan merusak saraf optik. Patofisiologi peningkatan tekanan intraokular yang disebabkan oleh mekanisme sudut terbuka adalah proses degeneratif di jalinan trabekula, termasuk pengendapan bahan ekstrasel di dalam jalinan dan di bawah lapisan endotel kanalis Schlemm. Hal ini berbeda dengan proses penuaan normal. Akibatnya adalah penurunan drainase humor akueus yang menyebabkan peningkatan tekanan intraokular. Glaukoma sudut terbuka dapat dalam bentuk primer dan sekunder. Pada glaukoma sekunder maka penyebabnya dapat diketahui, seperti trauma dan penyakit mata lainnya.

Pada glaukoma sudut terbuka terjadi perubahan di dalam jaringan mata akibat tekanan yang tinggi merusak serabut penglihatan halus dalam mata yang berguna untuk penglihatan. Sering glaukoma ini tidak memberikan gejala. Biasanya penderita tidak menyadari menderita glaukoma sudut terbuka karena pada permulaannya tidak memberikan keluhan. Biasanya glaukoma sudut terbuka mulai timbul keluhan pada usia 40 tahun, walaupun bisa saja terjadi pada usia berapa saja. Penglihatan biasanya baik dan tidak terdapat rasa sakit pada mata. Akan tetapi bila proses berjalan lanjut maka pasien akan merasakan penglihatannya menurun. Benda yang terletak di bagian sentral masih terlihat jelas akan tetapi yang terletak di perifer tidak terlihat sama sekali. Pada keadaan ini lapang penglihatan secara perlahan-lahan menyempit. Bila keadaan ini berlanjut penglihatan akan terus berkurang sehingga dapat menjadi buta sama sekali.

Gambar 7. Glaukoma sudut terbuka Glaukoma sudut tertutup Glaukoma sudut tertutup dapat terjadi apabila terbentuk iris bombe yang menyebabkan sumbatan sudut kamera anterior oleh iris perifer. Hal ini menyumbat aliran humor akueus dan tekanan intraokular meningkat dengan cepat, menimbulkan nyeri hebat, kemerahan, dan kekaburan penglihatan. Glaukoma sudut tertutup terjadi pada mata yang sudah mengalami penyempitan anatomik sudut kamera anterior (dijumpai terutama pada hipermetrop). Serangan akut biasanya terjadi pada pasien berusia tua seiring dengan pembesaran lensa kristalina yang berkaitan dengan penuaan

Gambar 8. Glaukoma sudut tertutup

Glaukoma kongenital Glaukoma kongenital atau infantil dapat tidak disertai kelainan mata lain (primer) dan dapat bergabung dengan suatu sindrom, pasca trauma, pasca operasi, dan radang. Glaukoma kongenital primer disebabkan oleh gagal atau pembentukan tidak normal dari anyaman trabekulum. Glaukoma ini biasanya berjalan sporadik. Terdapat 10% dengan pola herediter dan diduga bersifat autosomal resesif. Prognosis buruk bila gejala telah terlihat sejak lahir. Biasanya glaukoma kongenital mengenai anak laki. Glaukoma tekanan normal Sebagian kecil pasien dengan kelainan glaukomatosa pada diskus optikus atau lapangan pandang memiliki tekanan intraokular yang tetap di bawah 22 mm Hg. Para pasien ini mengidap glaukoma tekanan normal atau rendah. Patogenesisnya adalah kepekaan yang abnormal terhadap tekanan intraokular karena kelainan vaskular atau mekanis di kepala saraf optikus. Perdarahan diskus lebih sering dijumpai pada tekanan normal dibandingkan pada glaukoma sudut terbuka primer dan sering menandakan progresivitas penurunan lapangan pandang 2.2

Katarak

2.2.1

Definisi

Katarak adalah setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa, proses penuaan. Kekeuruhan ini menyebabkan sulitnya cahaya untuk mencapai retina, sehingga penderita katarak mengalami gangguan penglihatan dimana objek terlihat kabur. Mereka mengidap kelainan ini mungkin tidak menyadari telah mengalami gangguan katarak apabila kekeruhan tidak terletak dibagian tengah lensanya. 6 2.2.2

Epidemiologi Beberapa penelitian menjelaskan prevalensi katarak yaitu 60% pada ras Hispanic di

Amerika Serikat, hal ini berkaitan dengan penelitian lain dimana karena penyakit ini semakin meningkat seiring perjalanan usia, semakin tinggi prevalensi pada lanjut usia. Pembedahan katarak di Singapore memiliki prevalensi 356 operasi katarak per 100.000 orang setiap tahunnya. Dari penelitian ini yang dilakukan di Singapura ini dapat dijelaskan bahwa 2 per 3 dari pasien dewasa katarak tidak terdiagnosa, selain itu 50% diantaranya mengalami gangguan penglihatan bilateral yang mengakibatkan penurunan fungsional secara signifikan. Selain itu didapatkan bahwa ras melayu memiliki proporsi katarak lebih tinggi dibandingkan ras lainnya di Singapura. Orang yang bekerja memiliki kemungkinan lebih tinggi terkena katarak yang tidak terdiagnosa dibandingkan individu yang sudah pensiun. Hal ini kemungkinan disebabkan karena waktu bekerja yang padat sehingga tidak memiliki waktu untuk memeriksa kesehatan matanya. 8 2.2.3

Patofisiologi Perubahan fisik dan kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya transparansi.

Perubahan dalam serabut halus multipel (zonula) yang memanjang dari badan siliar ke sekitar daerah di luar lensa.

Perubahan kimia dalam protein lensa dapat menyebabkan koagulasi,

sehingga mengakibatkan pandangan dengan menghambat jalannya cahaya ke retina. Salah satu teori menyebutkan terputusnya protein lensa normal disertai influks air ke dalam lensa. Proses ini mematahkan serabut lensa yang tegang dan mengganggu transmisi sinar. Teori lain mengatakan bahwa suatu enzim mempunyai peran dalam melindungi lensa dari degenerasi. Jumlah enzim akan menurun dengan bertambahnya usia dan tidak ada pada kebanyakan pasien yang menderita katarak. 9 2.2.4

Klasifikasi 7

Secara klinis katarak senilis dapat dibagi dalam 4 stadium, yaitu :    

Insipien Imatur Matur Hipermatur

Stadium insipien Pada stadium ini belum menimbulkan gangguan visus. Visus pada stadium ini bisa normal atau 6/6 – 6/20. Dengan koreksi, visus masih dapat 5/5 – 5/6. Kekeruhan terutamaterdapat pada bagian perifer berupa bercak-bercak seperti baji (jari-jari roda), terutama mengenai korteks anterior, sedangkan aksis masih terlihat jernih. Gambaran ini disebut Spokes of wheel, yang nyata bila pupil dilebarkan. Stadium imatur Sebagian lensa keruhtetapi belum mengenai seluruh lapis lensa. Visus pada stadium ini 6/60 – 1/60. Kekeruhan ini terutama terdapat dibagian posterior dan bagian belakang nukleus lensa. Kalau tidak ada kekeruhan di lensa, maka sinar dapat masuk ke dalam mata tanpa ada yang dipantulkan. Oleh karena kekeruhan berada di posterior lensa, maka sinar oblik yang mengenai bagian yang keruh ini, akan dipantulkan lagi, sehingga pada pemeriksaan terlihat di pupil, ada daerah yang terang sebagai reflek pemantulan cahaya pada daerah lensa yang eruh dan daerah yang gelap, akibat bayangan iris pada bagian lensa yang keruh. Keadaan ini disebut shadow test (+). Pada stadium ini mungkin terjadi hidrasi korteks yang mengakibatkan lensa menjadi cembung, sehingga indeks refraksi berubah karena daya biasnya bertambah dan mata menjadi miopia. Keadaan ini dinamakan intumesensi. Dengan mencembungnya lensa iris terdorong kedepan, menyebabkan sudut bilik mata depan menjadi lebih sempit, sehingga dapat menimbulkan glaukoma sebagai penyulitnya.

Gambar 9. Katarak imatur Stadium matur Kekeruhan telah mengenai seluruh massa lensa, sehingga semua sinar yang melalui pupil dipantulkan kembali ke permukaan anterior lensa. Kekeruhan seluruh lensa yang bila lama akan mengakibatkan klasifikasi lensa. Visus pada stadium ini 1/300. Bilik mata depan akan berukuran kedalaman normal kembali, tidak terdapat bayangan iris pada lensa yang keruh, sehingga uji bayangan iris negatif (shadow test (-) ). Di pupil tampak lensa seperti mutiara.

Gambar 10. Katarak matur Stadium hipermatur Pada stadium hipermatur terjadi proses degenerasi lanjut yang dapat menjadi keras atau lembek dan mencair. Massa lensa yang berdegenerasi keluar dari kapsul lensa sehingga lensa menjadi mengecil, bewarna kuning dan kering. Visus pada stadium ini 1/300 – 1/~. Pada

pemeriksaan terlihat bilik mata dalam dan lipatan kapsul lensa. Kadang-kadang pengkerutan berjalan terus sehingga berhubungan dengan zonula zinii menjadi kendur. Bila proses kekeruhan berjalan lanjut disertai kapsul yang tebal maka korteks yang berdegenerasi dan cair tidak dapat keluar, maka korteks akan memperlihtkan bentuk sebagai sekantung susu disertai dengan nukleus yang terbenam di dalam korteks lensa karena lebih berat.

Gambar 11. Katarak hipermatur 2.3

Glaukoma fakolitik

2.3.1

Definisi Glaukoma fakolitik merupakan glaukoma sudut terbuka dengan onset mendadak yang

disebabkan oleh katarak matur atau hipermatur. 7 2.3.2

Epidemiologi Glaukoma fakolitik lebih jarang terjadi pada negara maju seperti Amerika Serikat, karena

memiliki akses ke fasilitas kesehatan yang lebih mudah sehingga dapat dilakukan operasi katarak secara dini. Prevalensi glaukoma fakolitik tidak berbeda pada ras dan jenis kelamin. Selain itu diketahui bahwa glaukoma fakolitik terjadi pada usia lanjut. Pasien termuda yang pernah dilaporkan yaitu usia 35 tahun. 14 2.3.3

Etiologi

Glaukoma fakolitik dapat disebabkan oleh beberapa penyebab diantaranya adalah katarak matur, katarak hipermatur, katarak imatur dengan focal liquefaction meskipun hal ini sangat jarang terjadi, dan dislokasi lensa katarak yang berada pada vitreous humor. 14 2.3.4

Patofisiologi Berbeda dengan beberapa bentuk dari lens-induced glaucomas, glaukoma fakolitik terjadi

pada lensa katarak yang intak dengan kapsul lensa. Terdapat beberapa penelitian yang menjelaskan bahwa obstruksi langsung dari jalur protein lensa yang dilepaskan akibat defek mikroskopis pada kapsul lensa yang intak secara klinis. Protein dengan berat molekul yang tinggi ditemukan pada lensa katarak dan menyebabkan obstruksi pada jalur keluarnya. Meskipun respon makrofag ditemukan, makrofag dipercaya merupakan respon alami terhadap protein lensa di bilik mata anterior dibandingkan sebagai penyebab obstruksi arus keluar. 10 Terdapat penelitian yang menjelaskan ada dua bentuk dari glaukoma fakolitik, bentuk yang pertama yaitu bentuk akut yang disebabkan oleh kebocoran protein lensa yang menyebabkan hambatan trabecular meshwork dan bentuk yang kedua yaitu bentuk progresif yang disebabkan oleh timbulnya makrofag akibat respon protein lensa di bilik mata anterior. 11

2.3.5

Diagnosis dan manifestasi klinis Pasien dengan glaukoma fakolitik mempunyai riwayat penurunan penglihatan yang

progresif selama beberapa bulan atau tahun sebelum timbul keluhann lain yaitu nyeri pada mata dan juga kemerahan. Penglihatan dapat menjadi inakurat pada persepsi cahaya yang disebabkan oleh ketebalan katarak. Gejala dapat menyerupai glaukoma akut sudut tertutup. Penyakit ini merupakan penyakit maling penglihatan yang berjalan perlahan tanpa rasa sakit. Perjalanan penyakit berlangsung tanpa dirasakan dan tanpa teramati akan memberikan kerusakan yang berat pada saraf optik. Penderita pada awalnya tidak menyadari menderita glaukoma karena tidak adanya keluhan, pada akhirnya diketahui penglihatan mulai kabur. Penglihatan kabur ini baru terjadi setelah 30–50% saraf pada nervus optikus rusak. Glaukoma ini biasanya timbul setelah usia 40 tahun walaupun bisa terjadi pada usia berapa saja

12

. Peningkatan tekanan intraokular

yang tinggi merupakan ciri khas dari glaukoma fakolitik. Pemeriksaan slit lamp dapat menunjukkan terdapat edema kornea, dan pada bilik mata anterior ditemukan flare, large cells,

(makrofag), agregasi leukosit, dan partikel hiperperfingens. Partikel ini merepresentasikan kalsium oksalat dan Kristal kolestral yang berasal dari degenerasi lensa katarak. Tidak seperti glaukoma uveitis, tidak ditemukan adanya keratik presipitat. Pada kapsul anterior dari lensa biasanya ditemukan bercak putih dengan pola seperti polkadot. Berbeda dengan bentuk lens induced glaucoma, kapsul lensa intak secara keseluruhan. Pada pemeriksaan gonioskopi biasanya ditemukan normal. Kerusakan sel saraf juga memberikan gambaran skotoma, disertai penurunan fungsi penglihatan dan lapang pandangan. Hilangnya penglihatan awalnya baru terlihat di perifer kemudian penglihatan terus berkurang hingga buta sama sekali. Tekanan bola mata biasanya > 25 mmHg. Gambaran gonioskopi pada glaukoma sudut terbuka primer memberikan susunan anatomi normal. 13 2.3.6

Diagnosis banding Sebagai tambahan dari beberapa diagnosia yang sudah dijelaskan sebelumnya, bentuk

lens induced glaucoma yaitu glaukoma fakoanafilaktik dapat menyerupai dari glaukoma fakolitik. Glaukoma fakoanafilaktik merupakan reaksi granulomatosa dengan onset lambat untuk mempertahankan lensa. Glaukoma ini dapat muncul akibat penglepasan kapsul lensa setelah terjadi trauma atau operasi katarak yang inkomplit sehingga bagian dari lensa masih tertinggal. Manifestasi klinis yang timbul yaitu nyeri yang timbul dengan onset lambat dan berhubungan dengan uveitis granulomatosa (sebagai contoh keratik presipitat). Berbeda dengan keadaan akut, nyeri hebat yang timbul dengan onset tiba tiba. Glaukoma traumatik juga dapat memberikan manifestasi klinis yang sama dengan glaukoma fakolitik. Anamnesis dan pemeriksaan dari bilik mata anterior secara detail dapat melihat bukti adanya trauma sebelumnya. Selain itu, pada mata afakia, segmen posterior harus diperiksa karena pada lensa hipermatur yang terdislokasi dapat terjadi kebocoran sehingga menyebabkan glaukoma fakolitik. 15 16 Selain itu meski pada pemeriksaan mikroskop cahaya ditemukan kapsul anterior masih intak, mikroskop electron menunjukkan terdapat kerusakan pada kapsul anterior. Pada beberapa kasus, paracentesis diagnostik menunjukkan makrofag dengan karakteristik bengkak pada mikroskop kontras. (gambar 12) 17

Gambar 12. Pemeriksaan mikroskop pada glaukoma fakolitik 2.3.7

Tatalaksana dan pencegahan 18 Tatalaksana inisial dari glaukoma fakolitik yaitu menurukan tekanan intraokular

menggunakan kombinasi topikal dan sistemik. Steroid topikal juga dapat digunakan untuk menurukan tekanan intraokular dan mengurangi nyeri. Terapi farmakologis hanya bersifat sementara dan hanya bersifat sebagai pengantar sebelum dilakukan tindakan definitif yaitu operasi katarak. Beberapa pengobatan yang dapat diberikan yaitu beta bloker topikal, topikal alfa 2 adrenergis, topikal carbonic anhydrase inhibitor, dan kortikosteroid topikal. Tekanan intraokular harus diukur setiap 30 menit sampai satu jam, Apabila tekanan intraokular meningkat secara signifikan atau tidak responsif terhadap farmakologis topikal inisial, pemberian systemic carbonic anhydrase inhibitor dan suatu agen osmotik dapat diberikan. Analog prostaglandin tidak perlu diberikan untuk glaukoma fakolitik karena onset lambat dan dapat merangsang inflamasi intraokular. Terapi definitif dari glaukoma fakolitik adalah ekstraksi katarak. Ekstraksi katarak ekstrakapsular seperti fakoemulsifikasi dengan implant lensa intraokular menggantikan ekstrasi katarak intrakapsular sebagai prosedur pembedahan pilihan. Apabila glaukoma fakolitik disebabkan oleh lensa yang terdislokasi ke kavitas vitreous, prosedur pilihan yaitu vitrektomi dengan penglepasan lensa dari kavitas vitreous. Pasien juga dapat diinstruksikan untuk tidak makan dan minum saat ekstraksi katarak dilakukan. Pencegahan dapat dilakukan dengan cara operasi katarak matur atau hipermatur secara dini.

2.3.8

Prognosis 18 Prognosis pada pasien baik, dengan kebanyakan mengalami peningkatan penglihatan

secara signifikan setelah ekstraksi katarak dilakukan. Namun, penanganan yang terlambat menyebabkan outcome yang buruk. Pasien dengan glaukoma fakolitik mempunyai prognosis yang lebih buruk dibandingkan glaukoma fakomorfik. Pada beberapa kasus, tatalaksana untuk menurunkan tekanan intraokular dapat dihentikan setelah ekstraksi katarak dilakukan.

BAB III KESIMPULAN Glaukoma merupakan salah satu penyakit mata penyebab kebutaan terbanyak di dunia. Glaukoma dapat diklasifikasikan menjadi beberapa kategori, diantaranya adalah glaukoma primer dan juga glaukoma sekunder. Ciri khas dari glaukoma yaitu adanya peningkatan tekanan intraokular dan penurunan penglihatan progresif dari arah perifer ke sentral. Glaukoma sekunder salah satunya dapat disebabkan oleh gangguan lensa. Hal ini disebut sebagai lens-induced glaucoma. Katarak merupakan salah satu penyebab dari lens-induced glaucoma. Katarak umum

terjadi pada usia lanjut dengan karakteristik terdapat selaput pada lensa. Katarak dapat diklasifikasikan menjadi katarak imatur, matur, dan hipermatur. Pada kedua tipe terakhir ini dapat menyebabkan komplikasi berupa glaukoma fakolitik. Glaukoma fakolitik berasal dari kebocoran protein akibat lensa katarak hipermatur atau matur. Tatalaksana dari glaukoma fakolitik yang esensial adalah menurunkan tekanan bola mata lalu dilanjutkan dengan operasi katarak sebagai terapi definitif.

DAFTAR PUSTAKA 1. Yanoff M, Duker JS. Ophthalmology 5th ed. Elsevier. 2018 2. Snell RS, Lemp MA. Clinical Anatomy of the Eye 2nd ed. Wiley-Blackwell. 1998 3. Remington LA. Clinical Anatomy and Physiology of the Visual System 3 rd ed. Butterworth – Heinemann imprint of Elsevier. 2011 4. Dietze J, Havens SJ. Glaucoma. StatPearls [INTERNET] Publishing. 2019 5. Chan ER, Li X, Tham YC. Glaucoma in Asia : regional prevalence variations and future projections. Journal of Ophthalmology. 2016 6. Eva PR, Cunningham ET. Vaughan & Asbury’s General Ophthalmology. McGraw Hill Education. 2011 7. Bowling B. Kanski Clinical Ophtalmology A Systematic Approach 8th ed. Elsevier. 2017

8. Chua J, Lim B. Prevalence, Risk Factors, and Impact of Undiagnose Visually Significant Cataract : The Singapore Epidemiology of Eye Diseases Study. Research article Plos One. 2017 9. Gupta VB. Etiopathogenesis of cataract : An appraisal. Indian Journal of Ophthalmology. 2014 10. Kim T, Jung BY. Cholesterol Crystals in Aqueous Humor of the Eye with Phacolytic Glaucoma.

Journal

of

the

Korean

Ophthalmological

Society.

2000

(http://wprim.whocc.org.cn/admin/article/articleDetail? WPRIMID=92569&articleId=92569) 11. Mavrakanas N, Axmann S. Phacolytic Glaucoma : Are There 2 Forms ? Glaucoma Journal. 2012 12. Pradhan D, Hennig A, Kumar J. A Prospective study of 413 cases of lens-induced glaucoma

in

Nepal.

Indian

Journal

of

Ophthalmology.

2001

(http://www.ijo.in/article.asp? issn=03014738;year=2001;volume=49;issue=2;spage=103;epage=107;aulast=Pradhan) 13. Allingham R. Shields Textbook of Glaucoma. Lippincott. 2016 14. Chu ER, Durkin SR, Keembiyage RD. Nineteen year delayed onset phacolytic uveitis following dislocation of the crystalline lens. Can J Ophthalmol. 2009 15. Gadia R, Sihota R, Dada T. Current profile of secondary glaucomas. Indian J

Ophthalmology. 2008 (https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2636160/) 16. Shota R, Kumar S. Early Predictors of Traumatic Glaucoma After Closed Globe Injury. Arch Ophthalmol. 2008 17. Yoo WS, Kim BJ, Chung IY. A case of phacolytic glaucoma with anterior lens capsule disruption identified by scanning electron microscopy. BMC Ophthalmology. 2014 18. Braganza A, Thomas R, George T. Management of phacolytic glaucoma : Experience of

135 cases. Indian Journal of Ophthalmology. 1998 (http://www.ijo.in/article.asp? issn=03014738;year=1998;volume=46;issue=3;spage=139;epage=143;aulast=Braganza)

More Documents from "asfwegere"

Amaya2003.pdf
June 2020 10
Fakolitik.docx
June 2020 7