Apakah Anda Mempunyai Kedua Mata Ibu Anda?: Evolusi dan Genetika Ontogeni1 merekapitulasikan Filogeni2 Ontogenesis atau perkembangan organik dari individu---sebagai serangkaian dari perubahan-perubahan dalam bentuk yang setiap individu lewati selama keseluruhan periode dari eksistensi individualnya--- adalah langsung terkondisi oleh filogenesis atau perkembangan dari persedian organik (Phylon) kemana ia termasuk.... Ontogenesis adalah rekapitulasi pendek dan sangat cepat dari filogenesis, yang disebabkan oleh fungsi-fungsi fisiologis dari keturuan (reproduksi) dan adaptasi (pengasuhan). Ernst Heinrich Haeckel, General Morphology of Organisms (1866) Apakah spesies-spesies secara esensi masih tetap sama atau apakah mereka berubah? Bagaimana suatu organisme bertumbuh dari embrio hingga menjadi orang dewasa? Dua pertanyaan yang sangat jelas ini tampaknya menemukan jawaban bersama dalam teori bahwa “ontogeni merekapitulasikan filogeni” (sebuah teori yang sekarang ini telah ditinggalkan). Dalam bahasa Inggris yang mudah dimengerti, ide ini menyatakan bahwa sejarah dari perkembangan sebuah organisme (“ontogeni”-nya) mengulangi perkembangan evolusioner dari spesies-spesies-nya (“filogeni”). Untuk mengatakan bahwa jika para nenek moyang evolusioner manusia itu mencakup ikan dan monyet, maka, pada titik yang berbeda dalam pertumbuhannya, embrio manusia akan menyerupai ikan dewasa dan menyerupai seekor monyet dewasa. Ide ini telah dikembangkan pada tahun 1860-an oleh pakar zoologi Jerman, Ernst Haeckel (1834-1919), yang menyebutnya “hukum bio-genetika”; ringkasan bahasa Inggrisnya: “ontogeni merekapitulasikan filogeni”, yang dimuat dalam jurnal Quarterly Journal of Microscopical Science pada tahun 1872. (Haeckel menemukan istilah “ontogeni” dan “filogeni”, seperti halnya istilah sekarang yang lebih akrab: “ekologi”). Dibalik teori Haeckel adalah pertanyaan yang sudah sangat lama tentang bagaimana organisme mengambil bentuk. Sebagaimana dijelaskan oleh Aristoteles, pakar zoologi yang pertama, embrio-embrio binatang, pada awalnya, tampak tak berbentuk. Dia cenderung untuk meyakini bahwa pertumbuhan berlangsung dalam tiga tahap yang jelas, dimana selama tahap-tahap itu, suatu bentuk baru yang dikesankan dari luar pada embrio ini. 1
Ontogeni = Asal-usul dan perkembangan dari suatu organisme individual. Juga disebut dengan Ontogenesis (Penerjemah). 2 Filogeny (Phylogeny) = Perkembangan evolusioner dari suatu spesies binatang atau tumbuhan. Disebut juga dengan phylogenesis (Penerjemah).
Bertentangan dengan teori ini, yang mempengaruhi selama berabad-abad, teori lain telah dikembangkan pada abad delapan belas. Disebut dengan “praformasionisme” (preformationism), ia menganut pendapat bahwa organisme dari konsepsi mengandung bentuk dewasa yang lengkap, yang terbentang dalam waktu. Jadi, embrio manusia sejak dari garis start-nya telah mempunyai sepasang lengan, kaki, paru-paru, mata, telinga, dan seterusnya, hanya saja masih dalam versi yang primitif. Tidak ada bentuk yang perlu dibebankan dari luar; segala sesuatunya telah ada disana, hanya menunggu untuk tumbuh. Ironisnya, proses ini adalah apa yang dimaksudkan oleh para pakar biologi, pada mulanya, sebagai “evolusi” (secara harfiah berarti “membuka gulungan”), meskipun demikian, ia bertentangan dengan apa yang kita maksudkan sekarang ini dengan “evolusi”. Preformasionisme mengalami keterpurukan saat peralihan abad sembilan belas, ketika para filosuf, ilmuwan, dan penyair dan semacamnya, mulai memandang dunia ini bukan sebagai telah dibentuk sebelumnya (preformed) atau yang bersifat statis, tapi sebagai suatu proses dinamis yang konstan, sebagai perubahan yang progresif. Pada waktu yang sama, ide-ide “Romantik” yang lain juga dianut, diantaranya adalah keyakinan tentang kesatuan esensial manusia dengan seluruh alam ini. Diilhami oleh ide-ide semacam ini, sekelompok pakar biologi Jerman yang dikenal sebagai para filosuf natural (Naturphilosophen) pertama kali mengajukan sejenis rekapitulasi biologis. Sebagaimana mereka telah membayangkannya, manusia adalah makhluk terhebat dan paling maju di muka bumi ini, tujuan dimana seluruh Alam ini selalu diperjuangkan dan terhadapnya (manusia) ia disatukan. Dengan pengandaian bahwa Alam beroperasi, sebagaimana yang mereka asumsikan, berdasarkan pada hukum-hukum yang selalu sama dan universal, manusia harus menghadirkan kembali tahap yang paling maju dari suatu perkembangan organik yang dibagi bersama dengan semua makhluk. Semua organisme yang lebih rendah, demikian kesimpulan dari Naturphilosophen, hanyalah aproksimasiaproksimasi (sangat mirip) secara sebagian (tidak lengkap) dengan manusia, dan manusia adalah tahap akhir dalam suatu proses kesempurnaan. Jadi, ketika manusia bertumbuh dari sejak embrio hingga menjadi bayi yang baru lahir, ia harus melalui semua aproksimasi-aproksimasi yang lebih rendah untuk mencapai tingka yang lebih tinggi, sementara binatang-binatang yang lebih kecil telah dibakukan dalam suatu keadaan perkembangan yang tertahan. Teori ini---yang tidak secara pasti merampas dunia ini dengan serangan tiba-tiba---masih tidak beranjak terlalu jauh dari teori Haeckel. Karena semua yang telah dikatakan oleh Naturphilosophen ini adalah bahwa embrio manusia melewati tahap-tahap yang dilalui oleh organisme-organisme lain di masa sekarang ini. Selanjutnya, sementara masing-masing dari spesies-spesies yang “lebih tinggi” ini menghadirkan kembali sejenis langkah evolusioner yang melampaui spesies-spesies yang lebih rendah, spesies-spesies itu sendiri tidak berubah sepanjang waktu. Versi evolusi yang lebih akurat dari Haeckel tentang teori ini telah diilhami, tentu saja, oleh karya Charles Darwin Origin of Species (1859), yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Jerman pada tahun 1860. Pada permukaan, tak ada satupun yang mustahil tentang tesis ini. Embrioembrio manusia mempertahankan keunggulan sifat-sifatnya (features) [seperti
halnya insang-insang] yang adalah relics (tumbuh-tumbuhan atau hewan purba yang masih tetap hidup) evolusioner dan yang mengalami kepunahan atau yang digantikan ketika janin berkembang. Jika alam ini bersifat ekonomis dan tidak mengupayakan hukum-hukum atau proses-proses yang tidak ia perlukan, maka, akan menjadi masuk akal bahwa proses melewati dari yang sederhana menuju kompleksitas akan menduplikasi evolusi dari organisme yang sederhana menuju ke organisme yang lebih kompleks. Haeckel bahkan meyakini bahwa evolusi (filogeni) secara langsung telah menyebabkan jalan ontogeni. Tapi, pada pengujian secara lebih jauh, gagasan ini terbukti tidak mencukupi persyaratan (inadequate). Masalah terbesarnya adalah teori evolusi Haeckel. Dalam pandangannya, suatu spesies berkembang dengan cara beradaptasi dengan lingkungannya dan kemudian dengan melewati perubahanperubahan yang dihasilkan menuju generasi berikutnya. (Posisi ini dikenal sebagai “Lamarckisme”). Ketika ditunjukkan kemudian bahwa evolusi bergantung pada (pada esensinya bersifat acak) mutasi genetika, seringkali pada tahap-tahap perkembangan yang paling dini, permadani telah digulung dari bawah biogenesis. Karena, jika evolusi “terjadi” untuk berbicara secara longgar) menuju ke permulaan dari ontogenesis---yaitu, jika gen-gen bermutasi secara dini di dalam suatu perkembangan embrio---maka rekapitulasi akan gagal. Karena, teori Haeckel, pada dasarnya, menyatakan bahwa filogenesis adalah additive (suatu substansi yang ditambahkan dalam jumlah kecil pada sesuatu yang lain untuk meningkatkan atau memperkuatnya)---yaitu, anda mengambil serangkaian langkah-langkah evolusioner dan menambahkan sesuatu yang baru di akhirnya. Jika menyangkut apa saja, maka, filogeni merekapitulasikan ontogeni. Yaitu, ketika perkembangan dari suatu organisme menyimpang dari jalur yang normal yang evolusi dari spesies menjadi mungkin. Dewasa ini, para pakar biologi melihat dengan lebih bersemangat pada karya dari Karl Ernst von Baer, seorang warga Jerman yang mengkritik Naturphilosophen (dan juga, secara kebetulan, selanjutnya mengkritik Darwin). Pada tahun 1820-an, von Baer mencatat bahwa perkembangan embrionik itu tidak bersifat seragam atau paralel diantara hewan-hewan, tapi lebih beragam sifatnya. Semua embrio-embrio vertebrata (hewan yang mempunyai tulang belakang), misalnya, pada dasarnya, terlihat serupa di awalnya, karena mereka memulai sesuatu dalam keadaan mereka yang paling generik dan tidak berbeda. Dan jika kita membandingkan perkembangan embrionik dari spesies-spesies yang berbeda, kita melihat bahwa mereka tidak mengikuti garis-garis yang paralel, tapi lebih berupa, secara progresif, menyimpang dari yang umum menuju ke yang khusus, dengan tujuan akhir untuk menghasilkan tingkat perkembangan yang penuh dari spesies itu. yaitu, masing-masing spesies mengikuti jalannya sendiri, yang semakin menyempit dan sangat khas dari tahap telur hingga dewasa. Divergensi dari spesies-spesies lain, bukan repetisi (proses mengulang-ulang) dari mereka, inilah aturannya. Atas dasar ini dan karena alasan-alasan lain, rekapitulasi secara resmi ditolak oleh para pakar biologi (meskipun dalam sketsa yang kasar, ia tampak memiliki beberapa kebenaran). Namun demikian, teori Haeckel menyebar melalui ilmu-ilmu pengetahuan dan ilmu-ilmu humaniora dan tidak pernah
ditinggalkan seluruhnya. Carl Jung, yang reputasinya sedang menanjak, menggabungkannya ke dalam teorinya tentang “alam bawah sadar kolektif” [lihat hal. ...]. Yang juga tidak kurang otoritatifnya adalah DR. Benjamin Spock yang mempertahankan ide ini dalam buku kecilnya (sebagai referensi) yang populer tentang pengasuhan anak, dan juga yang tidak kurang terhormatnya adalah seorang ilmuwan Stephen Jay Gould yang telah menulis sebuah buku di tahun tujuh puluhan yang mempertahankannya. Rekapitulasi mungkin sama sulitnya dengan mengguncang ide tentang kemajuan (progress) itu sendiri.
Evolusi (“Survival of the Fittest”) Meskipun banyak orang beradu argumen dengan sangat panas tentang validitasnya, beberapa pertanyaan yang teori evolusi telusuri jejaknya pada karya orang Inggris Charles Darwin (1809-1882). Tapi, sementara Darwin, sungguh, telah memberinya suatu basis ilmiah yang tegas, dia hampir saja bukan yang pertama yang mengajukan gagasan ini. Satu abad sebelum Darwin, seorang naturalis Perancis Georges Buffon, telah menulis secara luas tentang kemiripan (terutama dalam penampilan) diantara beragam spesies burung-burung dan hewan-hewan berkaki empat. Mengobservasi dengan sangat teliti kemiripan-kemiripan semacam ini dan juga berbagai hal yang umum terjadi secara alami yang tampaknya peralatanperalatan (features) anatomis yang tak berguna (seperti satu jari kaki pada babi), Buffon menyuarakan keraguan-keraguan bahwa setiap spesies telah dibentuk secara unik oleh Tuhan pada hari kelima dan keenam penciptaan. Buffon memberi sugesti dalam bahasa yang sangat hati-hati, setidaknya, jenis terbatas tentang evolusi yang akan dianggap sebagai varian-varian diantara spesiesspesies yang serupa dan karena anomali-anomali yang alami sifatnya. Tapi, sugesti Buffon tampaknya terlalu berhati-hati, dan apapun yang terjadi, zaman masih belum siap untuk mempercayainya. Satu generasi setelah Buffon, kakek Darwin, Erasmus Darwin, sebenarnya telah mempublikasikan seubah teori eksplisit tentang evolusi alami, dengan berspekulasi dalam bukunya Zoonomia (1794-1796) bahwa semua organismeorganisme yang hidup mempunyai nenek moyang yang sama. Darwin yang lebih tua telah berada pada jalur yang benar, dan dia telah mampu untuk menarik contoh-contoh dari pengalaman yang umum (misalnya, tentang reproduksi yang selektif dan pewarnaan yang protektif), tapi di bagian akhir dari pemikirannya, tidak semuanya koheren. Sungguh, ia gagal untuk meyakinkan, bahkan, cucunya sendiri. Lebih masuk ke pokok pembicaraan kita adalah teori-teori dari naturalis Perancis, Jean Baptiste de Monet, the Chevalier (Ksatria, Bangsawan terendah di Perancis) de Lamarck (1744-1829). Lamark telah menghadirkan sebuah teori yang koheren, dalam Philosophie zoologique (1809)---yaitu, bahwa spesiesspesies cenderung untuk beradaptasi pada tuntutan-tuntutan dari lingkungan mereka. Jadi, hewan jerapah, misalnya, telah mengembangkan lehernya yang
panjang karena pohon-pohon yang sangat tinggi dalam habitat aslinya; ular-ular kehilangan kaki-kaki mereka karena mereka tidak membutuhkan mereka untuk pergi ke sekeliling. Singkatnya, jika suatu organisme yang hidup membutuhkan sesuatu untuk dapat bertahan (survive), ia akan mengembangkannya; dan jika ia tidak menggunakan organ-organ dari anatominya, ia akan kehilangan organorgan itu. Lamarck berpengaruh sangat besar pada Darwin yang lebih muda, tapi, pengaruh ini kebanyakan bersifat negatif. Dalam kenyataan, teori Darwin pada akhirnya diajukan, dalam The Origin of Species (1859), secara diametris menentang Lamarckism. Dalam skema Lamarck, ketika lingkungan berubah, spesies berkembang agar tetap dapat bertahan hidup; dalam teori Darwin, spesies berkembang sebagaimana adanya, dan lingkungan menentukan apakah mereka dapat bertahan hidup atau tidak. Dia meyakini seleksi alami, yang lebih dikenal dengan “survival of the fittest”: sifat-sifat yang dikembangkan secara baru akan dapat bertahan jika sifat-sifat ini membuat spesies lebih “cocok” dengan alam. Teori-teori Darwin, aslinya, tumbuh berdasarkan pada lima tahun ekspedisi pemetaan pada tahun 1830-an di atas kapal H.M.S. Beagle. Dengan mengunjungi ujung-ujung dunia yang jauh, mulai dari Cape Verde Islands hingga Brazil dan New Zealand, dengan mengkoleksi fosil-fosil dan serangga-serangga, dengan mempelajari geologi, dan mengangkut catatan-catatan yang sangat berlimpah, Darwin secara perlahan, membentuk teori tentang seleksi evolusinya. Dengan mencermati variasi-variasi diantara burung-burung di kepulauan Galapagos, dia menduga bahwa mereka semua harusnya telah berkembang dari suatu spesies tunggal, dan bahwa masing-masing dari spesies-spesies baru ini telah sangat beradaptasi dengan satu jenis diet. Dan sangat terkesan dengan bukti yang mengelilinginya bahwa permukaan bumi ini secara bertahap telah dan masih membentuk selama berabad-abad (melalui erosi, proses perjalanan glasial, dan lain-lain), Darwin mengetahui secara intuitif bahwa banyak spesies di bumi ini mungkin juga telah mencapai keadaan mereka sekarang ini melalui suatu proses evolusi secara bertahap. Tapi, proses ini, pikirnya, masih jauh dari tenang. Dipengaruhi oleh ideide yang pesimistik dari Thomas Malthus, yang telah melukis sejarah kemanusiaan sebagai suatu perjuangan penuh persaingan demi makanan dan sumber daya-sumber daya (resources) lain, Darwin telah sampai pada ide bahwa evolusi juga sejenis persaingan. Ketika spesies-spesies baru secara bertahap dan secara alami berkembang, mereka mendapati diri mereka saling berkompetisi dengan spesies-spesies yang lebih tua demi makanan, wilayah, dan perlindungan dari binatang-binatang predator. Karena sumber daya-sumber daya alam ini terbatas, dan spesies-spesies kehidupan yang baru yang potensinya tak terbatas, alam harus menerapkan sejenis pembatasan pada keragaman alami. Itulah yang paling cocok bagi tantangan-tantangan dan pembatasan-pembatasan alam, simpul Darwin, telah dapat bertahan untuk mereproduksi kembali spesiesspesies mereka. Tapi, Darwin, seorang manusia dengan sikap berhati-hati dan kurang percaya diri terkait penerimaan teorinya, menghabiskan beberapa tahun untuk memelihara burung dara dengan harapan dapat menghasilkan bukti yang
tampaknya benar tentangnya. Sementara itu, seorang warga Inggris muda lain, Alfred Wallace, secara independen telah sampai pada sebuah teori yang praktis identik dengan teori Darwin, dan ini mendorong semangat yang disebut terakhir ini untuk akhirnya go public. Darwin mempresentasikan sebuah paper ringkasan (summary paper) pada tahun 1858 dan kemudian secara terburu-buru mempublikasikan Origin of Species-nya satu tahun kemudian; ia kemudian menjadi best-seller dalam waktu singkat. Kontroversi tentang teori evolusi telah dimulai. Sebagai tambahan terhadap teori yang sangat layak memperoleh perhatian ini, Darwin menawarkan bukti empiris. Dia berargumen bahwa organorgan yang berhenti proses pertumbuhannya (atrophied), seperti usus buntu pada manusia dan sayap-sayap penguin, telah mengimplikasikan spesies keturunan yang harusnya telah menggunakan mereka. Dia juga mencermati bahwa embrio-embrio dari hewan-hewan vertebrata---mamalia, reptil, dan burung-burung---praktis mustahil untuk membedakan mereka di tahap-tahap pertumbuhan yang paling dini, dan bahwa embrio manusia mempunyai ekor yang merupakan sisa dan tidak berguna lagi dan insang-insang. Darwin menumpuk argumen-argumen lain yang lebih dari cukup, semua dari argumen-argumen ini bergantung pada keadaan tapi cukup meyakinkan hasilnya. Namun bukti yang berlimpah ini dan argumen yang sangat berhati-hati, tidak menjamin penerimaan yang hangat bagi Darwin. Hanya sedikit yang menyambutnya, tapi banyak yang menentangnya, terutama ketika ia (teori) tampak menjijikkan bagi martabat kemanusiaan (tidak untuk menyebutkan keyakinan agama) bahwa manusia mungkin telah berkembang dari bentukbentuk kehidupan yang lebih rendah (monyet adalah hewan yang seringkali dikutip). Tapi, waktu, dan selanjutnya penemuan-penemuan arkeologis, akan menjelaskan keberpihakan pada evolusi. Ia masih tetap sekadar sebuah “teori”--berdasarkan sifat sejatinya, rahasia-rahasianya telah terkubur bersama waktu dan operasi-operasinya berjalan sangat lamban, ia tidak pernah dapat “dibuktikan” seperti halnya prinsip-prinsip mekanistik dapat membuktikan diri. selama keyakinan tentang kitab suci yang secara harfiah benar ini menentang, evolusi tidak akan pernah diterima oleh semua pihak; dan, sungguh, masih ada masalah-masalah dengan teori ini, bahkan pada tingkat ilmiah. Teori ini, seperti halnya teori-teori Freud, mempunyai masa pasang surut selama bertahun-tahun, tapi, ini sepertinya bahwa ide hebat ini akan---sebagaimana ia beradaptasi dengan data-data baru---dapat bertahan dalam pasar kompetitif dari ide-ide ilmiah.
Hukum-hukum Mendel (Genetika) Teori Darwin tentang seleksi alam benar-benar hebat sejauh ia melangkah, tapi, ia dengan cepat menemui kendala yang serius. Menurut rekan-rekan Darwin, sifat-sifat dan karakter diwariskan oleh orangtua kepada anaknya dengan acuan yang sama; seorang ibu yang cerdas dan ayah yang bodoh, dengan demikian, akan menghasilkan anak-anak dengan kecerdasan rata-rata. Ini menghadirkan
masalah bagi seleksi alam; karena, bahkan jika individu yang “superior” menampak dalam spesies, maka, sifat-sifat dari individu superior ini secara bertahap akan dilemahkan melalui reproduksi. Bahkan, Darwin telah terkendala oleh hal ini, dan sebagai responnya, ia memodifikasi teorinya, dengan menggabungkan proposisi Lamarckian yang mendidik, seperti halnya alam, harus membimbing perkembangan individual. Namun, Darwin, telah mengandaikan bahwa perubahan-perubahan evolusioner terjadi secara bertahap; hipotesa ini segera terbukti sebagai salah. William Bateson di Inggris dan Hugo de Vries di Belanda telah menemukan bahwa spesies tampaknya berkembang secara tiba-tiba, langkah-langkah yang tidak kontinyu, yang disebut dengan “mutasi-mutasi” oleh de Vries pada tahun 1900. Di tahun yang sama, de Vries secara kebetulan menemukan beberapa paper yang telah dipublikasikan satu generasi sebelumnya oleh pendeta Austria, Gregor Mendel (1822-1884). Meskipun karyanya telah diabaikan di masa hidupnya, Mendel, bekerja dengan tanaman-tanaman kacang polong yang sederhana, telah berupaya untuk menyingkap hukum-hukum tentang keturunan yang akan me-revolusionerkan biologi dan menyediakan pondasi-pondasi bagi genetika. Selama tujuh tahun, sejak dari tahun 1856 hingga 1863, Mendel menghibrida (menyilang) dan menghibrida dengan cara mengawinkan dengan jenis lain (interbred) tanaman-tanaman dengan sifat-sifat yang berbeda-beda--tanaman-tanaman yang tinggi menjulang dengan tanaman-tanaman yang sangat rendah, kacang polong kuning dengan kacang polong hijau, dan lain-lain. Dia mencermati dengan penuh rasa takjub bahwa sifat-sifat semacam ini bersifat tidak biasa atau dilemahkan, tapi tetap berbeda: keturunan hibrida dari tanaman yang menjulang tinggi dan tanaman-tanaman yang sangat rendah selalu menghasilkan tanaman yang menjulang tinggi, bukan berukuran sedang. Kacang polong kuning yang disilangkan dengan kacang polong hijau menghasilkan kacang polong kuning, bukan kuning yang kehijau-hijauan. Bahkan yang lebih menarik lagi, ketika Mendel meng-hibrida dengan cara mengawinkan dengan tanaman hibrida yang tinggi menjulang, generasi selanjutnya masih memiliki karakter-karakter yang berbeda yang ditemukan dalam tanaman-tanaman yang merupakan “kakek” mereka: kebanyakan tanaman ini tinggi menjulang, tapi seperempat tanaman tumbuh dengan ketinggian sangat rendah. Demikian pula, tanaman-tanaman generasi ketiga dari persilangan kacang polong kuning/hijau yang menghasilkan 75 persen kuning dan 25 persen hijau. Mendel segera menderivasikan matematika dibalik fenomena ini. Tanaman-tanaman, seperti halnya hewan mamalia, mempunyai dua “orangtua”, dan masing-masing tampaknya memberi kontribusi sifat-sifat (tinggi atau pendek, kuning atau hijau) bagi generasi-generasi selanjutnya. Jadi, sementara ke-pendek-an tanaman mungkin lenyap di tanaman generasi kedua, ia akan menampak kembali dalam beberapa tanaman dari generasi ketiga; dengan demikian, tanaman generasi kedua (hibrida yang menjulang tinggi) masih harus membawa “instruksi-instruksi” untuk menghasilkan keturunan yang pendek. Dalam kenyataan, instruksi-instruksi semacam ini harus muncul secara
berpasang-pasangan, satu dari masing-masing orangtua, dan satu unsur dari pasangan ini mewariskan ke masing-masing keturunan dari generasi ketiga. Mendel menyebut ini dengan “hukum segregasi”: sifat-sifat yang diturunkan, diwariskan oleh masing-masing orangtua secara sama, dan daripada saling bercampur bersama, mereka masih tetap terpisah. Yaitu, masing-masing sifat ini dihasilkan oleh sepasang instruksi-instruksi, dengan instruksi-instruksi “dominan menentukan bagaimana sang keturunan terlihat dan instruksiinstruksi yang “cenderung untuk melangkah mundur” (recessive) dan sedang tertidur. (Sifat-sifat yang melangkah mundur hanya tampak ketika kedua faktor ini dalam suatu pasangan bersifat resesif). Selanjutnya, menurut “hukum klasifikasi independen” Mendel, orangtua yang mana yang memberi kontribusi, faktor yang mana yang diperintah hanya oleh hukum-hukum tentang faktor-faktor kebetulan---faktor-faktor yang dominan adalah tidak lagi cenderung untuk diwariskan daripada yang resesif. Sifat-sifat yang diturunkan juga bersifat independen: instruksi-instruksi untuk menjulang tinggi tak ada kaitannya dengan instruksi-instruksi untuk warna. Meskipun keturunan ini biasanya jauh lebih kompleks ketimbang kacangmeng-hibrida kacang polong, Mendel telah menemukan secara kebetulan suatu prinsip genetik yang fundamental. Begitu penemuan-penemuan Mendel dikawinkan dengan biologi sel, genetika muncul sebagai suatu disiplin keilmuan. Dengan peningkatan-peningkatan dalam mikroskop, para pakar biologi mampu mereproduksi dengan membagi dua, dan bahwa masing-masing menghasilkan sel yang menurunkan separuh dari masing-masing kromosom dari yang asli. Pada tahun 1870-an, juga telah ditemukan bahwa ketika sperma melakukan pembuahan (fertilasi) sebuah telur, kromosom-kromosom saling berkombinasi. Dua observasi ini secara bersama-sama telah menjelaskan mekanisme dasar tentang keturunan. “Faktor-faktor” Mendel pada akhirnya diberi nama baru “gen-gen”, dan telah ditemukan bahwa masing-masing pasangan dari kromosom-kromosom dalam sebuah sel membawa beberapa keping informasi genetika. Secara keseluruhan, genetika telah dibentuk menuju garis Darwinian yang dimodifikasi: evolusi kadang-kadang berproses melalui mutasi secara tibatiba (tapi kecil dan bertahap), dengan sifat-sifat baru yang diwariskan secara genetis, tapi, kebanyakan melalui variasi genetis yang alami (kombinasi kembali gen). Dalam kasus lain, alam “menyeleksi” perubahan-perubahan yang mendukung untuk kelanjutan hidupnya dan menolak perubahan-perubahan yang menimbulkan pengaruh sangat buruk (seperti mutasi-mutasi radikal secara umum). Pada sisi lain, beberapa pakar biologi (misalnya, kaum materialis di Uni Soviet awal) mengambil posisi yang lebih Lamarckian: bahwa lingkungan (mengolah) mempengaruhi perkembangan dan bahwa perubahan-perubahan yang berkaitan dengan lingkungan adalah diwariskan secara genetis. Eksperimen yang ketat tidak memperkuat atau mendukung teori Lamarckian. Yang dalam satu cara adalah terlalu buruk, karena evolusi Darwinian adalah lebih pada spesies yang kasar (seperti dinosaurus) yang tidak diadaptasikan secara genetis pada lingkungan yang berubah sangat cepat. Dunia ini pastinya akan menjadi lebih menarik jika, melalui suatu proses Lamarckian, lebih banyak spesies yang mampu untuk bertahan melalui zaman-zaman.