Every Children Is Special

  • Uploaded by: Cahya Tias
  • 0
  • 0
  • August 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Every Children Is Special as PDF for free.

More details

  • Words: 2,056
  • Pages: 10
ANALISA FILM TAARE ZAMEEN PAR (EVERY CHILD IS SPECIAL)

Di susun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Etika Pendidikan Dosen Pengampu: Dr. Nugroho, M.Psi

Oleh: Ika Liyani BU Angkatan XXXV

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU ADMINISTRASI KONSENTRASI MAGISTER ADMINISTRASI PENDIDIKAN UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2012

0

ANALISA FILM “TAARE ZAMEEN PAR” (EVERY CHILD IS SPECIAL)

Film ini mengisahkan seorang anak yang mengalami kesulitan dalam belajar.

Berbeda dengan anak-anak yang lain, dia tidak bisa

mengenali huruf dan angka.

Bukan bodoh atau idiot memang suatu

kelainan yang bisa dialami oleh setiap anak. Kelaianan seperti ini disebut dengan dysleksia, suatu kelainan dimana seorang anak tidak dapat mengenali huruf maupun angka, sehingga diusianya yang seharusnya sudah bisa membaca dan menulis si anak belum mampu melakukanya. Kata disleksia berasal dari bahasa Yunani dys- ("kesulitan untuk") dan lexis ("huruf" atau "leksikal").

Pada umumnya keterbatasan ini hanya

ditujukan pada kesulitan seseorang dalam membaca dan menulis, akan tetapi tidak terbatas dalam perkembangan kemampuan standar yang lain seperti kecerdasan, kemampuan menganalisa dan juga daya sensorik pada indera perasa. Anak yang kesulitan belajar misalnya: disleksia memerlukan penanganan belajar yang khusus. Kelainan ini sulit dideteksi oleh karena itu sebagai guru, orang tua maupun lingkungan itu sendiri harus peka serta wajib dan bertanggung jawab untuk mengenali dan memahami apa yang sebenarnya dibutuhkan oleh seorang anak.

Karena pendidikan

merupakan tugas dan tanggung jawab semua warga Negara baik orang tua, guru, sekolah, dan masyarakat. Pendidikan merupakan tugas dan tanggung

jawab seluruh warga Negara, di hal ini tertuang dalam UU

Sisdiknas Nomor 20 tahun 2003 Pasal 6 ayat (2)

disebutkan bahwa

“Setiap warga negara bertanggung jawab terhadap keberlangsungan penyelenggaraan pendidikan”. Berdasarkan film diatas dapat dijabarkan mengenai tugas dan peran masing-masing komponen dalam Pendidikan:

1

KELUARGA Keluarga merupakan tepat dimana seorang anak pertama kali mendapatkan pendidikan. Oleh karena itu peran keluarga sangat penting sekali dalam proses perkembangan dan pendidikan anak. Keluarga tidak hanya berperan secara fisik untuk memenuhi kebutuhan materi anak. Namun juga harus memenuhi kebutuhan anak

secara psikologis.

Di

dalam film ini keluarga telah berperan fositif karena telah memenuhi kewajibanya yaitu dengan memberikan pendidikan dasar kepada Ishan. Hai ini sesuai dengan UU Sisdiknas No 20 tahun 2003 tentang Hak dan Kewajiban orang tua pasal 7 yang berbunyi : (1)

Orang tua berhak berperan serta dalam memilih satuan pendidikan dan memperoleh informasi tentang perkembangan pendidikan anaknya.

(2)

Orang tua dari anak usia wajib belajar, berkewajiban memberikan pendidikan dasar kepada anaknya.

Namun di film ini ada bebarapa hak yang tidak diperoleh Ishan dalam keluarganya yaitu: Orangtua tidak peduli terhadap kebutuhan emosi Ishan. Ayah berperan sebagai orang tua yang keras, disiplin, dan moto hidup itu adalah bertahan dan berkompetisi. Sikap Ishan yang cenderung ingin menghindar ketika diajak belajar oleh ibunya, dan juga meninggalkan kelas (membolos) merupakan hasil dari tuntutan orang tua serta lingkungan sekolahnya yang menginginkan dia menjadai pribadi yang sesuai dengan keinginan orangtua. Orang tua Ishan mengangap bahwa sikap seperti kakak dan orang dewasalah yang baik. Dalam film dapat dismpulkan bahwa gaya pola asuh (parenting style) dikeluarga Ishan adalah Authoritarian Parenting Style. Pola asuh orangtua yang autoritarian adalah orangtua yang memberikan batasan-batasan tertentu dan aturan yang tegas terhadap anaknya, tetapi memiliki komunikasi verbal yang rendah. Pola asuh ini merupakan cara yang membatasi dan bersifat

2

menghukum sehingga anak harus mengikuti petunjuk orangtua dan menghormati pekerjaan dan usaha orangtua. Dalam hal ini nampak sekali orangtua bersikap kaku dan banyak menghukum anak-anak mereka yang melanggar, karena sikap otoriter orangtua. Biasanya pola asuh ini memiliki kontrol yang kuat, sedikit komunikasi, membatasi ruang gerak anak, dan berorientasi pada hukuman fisik maupun verbal agar anak patuh dan taat. Ada ketakutan yang tinggi dalam diri orangtua terhadap anaknya karena adanya pertentangan dalam kemauan dan keinginan. Jadi anak-anak ini sering sekali tidak bahagia, ketakutan dan cemas dibandingkan dengan anak lain, gagal memulai suatu kegiatan, menarik diri karena tidak puas diri dan memiliki ketrampilan komunikasi yang lemah. Di dalam film tersebut orang tua terutama Ayah merupakan sosok yang otoriter, keras, disiplin, dan membanding-bandingkan Ishan dengan kakaknya yang pandai, dan juara tenis. Menurut psikologi anak sikap anak kita akan menjadi pribadi yang ragu-ragu dan tak punya pendirian. Dengan membanding-bandingkan, orang tua tidak melihat sosok si anak secara utuh. Harusnya orang tua menggali potensi si anak dan memberikan suport semaksimal mungkin, agar si anak merasa nyaman. Berlaku adil terhadap semua anak memang tidak selalu mudah dalam setiap keadaan.

Di dalam Islam, larangan tentang membanding-

bandingkan anak terdapat dalam hadist yang berbunyi: “Bukankah kamu suka mereka sama-sama berbakti kepadamu?” Jika kita ingin mereka semua berbakti kepada orangtua, maka janganlah membeda-bedakannya. Dalam film juga terlihat bahwa sang ayah kurang memberikan kasih sayang kepada Ishan. Seorang anak membutuhkan kasaih sayang dalam perkembanganya. Hal ini penting karena keluarga merupakan wadah (entity) dalam pembentukan karakter seorang anak. keluargalah karakter seorang anak terbentuk.

Mulai dari

Keluarga juga berperan

sebagai 1) tempat yang memberikan rasa aman, 2) Kebutuhan akan

3

pengakuan (merasa penting) dan diterima atau dicintai, dan 3) Kebutuhan untuk mengontrol (merasa mandiri atau keinginan untuk mengontrol). Tindakan orangtua Ishan dengan mengirim Ishan ke sekolah asrama tidak membuat Ishan lebih baik dalam perkembangan belajarnya, tetapi malah membuat dia semakin tertekan. Dia merasa dibuang, dikucilkan dan tidak terpenuhi kebutuhan akan pengakuan. Dia menjadi ketakuatan dan tidak percaya diri karena sering di cela oleh teman maupun gurunya di sekolah. Sang ayah juga melakukan kekerasan fisik maupaun verbal. Kekerasan fisik misalnya dengan memukul Ishsan. Kekerasan verbal juga dilakukan dengan memarahi Ishsan, menuduh suatu perbuatan yang tidak dilakukan. Berbeda dengan si ibu yang sangat menyayangi Ishan.

GURU/PENDIDIK Guru berkata-kata kasar dan mencela Ishan, hai ini sudah termasuk kekerasan verbal dan melanggar hak asasi manusia. Secara etika pun hal ini juga merupakan

pelanggaran terhadap nilai-nilai

kebenaran etika. Dalam UU No 20 tentang Sisdiknas, hal ini menyalahi prinsip

penyelenggaraan

pendidikan.

Bahwa

harusnya

prinsip

penyelengggaran pendidikan harus mengacu pada pasal 4 ayat (1) Pendidikan selenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif

dengan

menjunjung

tinggi

hak

asasi

manusia,

nilai

keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa. Dalam film juga terlihat bahwa guru tidak memahamai karakteristik peserta didik baik dari segi fisik, moral, sosial, kultural, emosional, dan intelektual.

Idealnya

guru

seharusnya

mempunyai

kemampuan

(kompetesi) ini yang merupakan kompetensi inti pedagogik seperti yang tertulis dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 16 tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru. Dalam Lampiran dijelaskan mengenai 10 kompetensi

4

inti pedagogik seorang guru yang salah satunya adalah sebagai berikut: Menguasai karakteristik peserta didik dari aspek fisik, moral, sosial, kultural, emosional, dan intelektual.

Seorang pendidik memeiliki

kewajiban memahami potensi anak didiknya.

Di dalam kelas bukanya

tidak mungkin ada 8 jenis kecerdasan yang harus dikembangkan oleh pendidik seperti yang diungkapkan oleh Doktor Howard Gardner yang merumuskan

teori

Multiple

Intelegences.

Menurut

teori

Multiple

Intelegences, bahwa setiap anak memiliki aneka ragam kecerdasan, yaitu meliputi; bahasa, logika, musikal, visual atau spasial, kinestetik, intrapersonal dan interpersonal. Selama ini, yang dianggap sebagai kecerdasan adalah melulu kecerdasan bahasa dan kecerdasan logika (matematika), sedangkan yang lain dianggap tidak, atau sekurangkurangnya “tidak berhubungan langsung”, dengan masalah kecerdasan. Menurut pakar psikologi, Howard Gardner, proses pembelajaran atau lebih dikenal dengan sebutan kata “mendidik” erat kaitannya dengan pelibatan semua elemen saraf dan potensi yang ada di alam jiwa anak itu. Demikian halnya dengan perbedaan gaya belajar masing-masing individu, yang dirumuskan oleh para pakar seperti Davids Kolb dengan Experential Learningnya,

atau

gaya

belajar

Visual

Auditory

Kinesteti

yang

dikemukakan oleh Bobby DePotter. Masing-masing anak berhak belajar dalam suasana hati yang nyaman. Dalam hal ini pendekatan personal dalam pendidikan mutlak diperlukan. Demikian juga pada Ishan seorang anak dengan bakat khusus serta kelainan dalam belajar diperlukan pendekatan

personal

sehingga

guru

dapat

segera

menemukan

permasalahan, dan dapat memberikan metode belajar yang tepat serta dapat mengembangkan bakat yang dimiliki oleh Ishan. Apabila di analisa guru dalam film tersebut mendidik siswa dengan memerintah

(otoriter),

memaksa

siswa

untuk

dapat

menerima

pengetahuan guru, keras, dan selalu memberikan punishment (hukuman) kepada muridnya, bahkan mencela.

Pola pembelajaran seperti ini

5

bukanya malah efektif teetapi malah membuat siswa tertekan dan ketakutan. konvensional.

Pola pendidikan ini di kenal pola pendidikan yang Sedangkan guru seni Ishan ‘Ram Nikumbh’. Dia

mengunakan model belajar yang menyenangkan, mendorong murid untuk berkreatif, bebas berimajinasi sehingga murid-muridpun senang ketika belajar. Pola pendidikan ini dikenal dengan pola pendidikan pragmatisme yang nantinya mengarah ke progresivisme. Merupakan kewajiban bagi pendidik untuk melaksanakan pendidikan yang bermakna, menyenangkan dan kreatif hal ini sesuai dengan UU Sisdiknas No 20 tahun 2003 tentang pendidik dan tenaga kependidikan pasal 40 ayat 2, yaitu: Pendidik dan tenaga kependidikan berkewajiban: a. menciptakan suasana pendidikan yang bermakna, menyenangkan, kreatif, dinamis, dan dialogis; b. mempunyai komitmen secara profesional untuk meningkatkan mutu pendidikan; c. dan memberi teladan dan menjaga nama baik lembaga, profesi, dan kedudukan sesuai dengan kepercayaan yang diberikan kepadanya.

BIROKRASI PENDIDIKAN Pendidikan

di

sekolah

Ishan

tidak

memberikan

pelayanan

pendidikan sesuai dengan yang bakat dan kebutuhan anak.

Idealnya

sekolah adalah tempat manusia untuk meningkatkan pengetahuianya dari segi

kognitif, afektif, dan psikomotorik.

Masyararakat membutuhkan

sekolah untuk kebutuhan tersebut, dan pihak sekolah pun harus melayani seperti apa pelayanan yang dibutuhkan oleh masyarakat.

Pendidikan

adalah hak segala warga Negara hal ini telah disebutkan dalam UUD 1945 Bab XIII Pendidikan dan Kebudayaan pasal 31 amandemen keempat yang berbunyi ” Setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan dan setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar

6

dan pemerintah wajib membiayainya”. Kemudian lebih lanjut di jabarkan dalam UU Nomor 20 tahuan 2003 tentang Sisdiknas tentang hak peserta didik dalam mendapatkan pelayanan pendidikan, yaitu dalam bab V pasal 12 ayat (1) “ Setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak: b.

mendapatkan pelayanan pendidikan sesuai dengan bakat, minat, dan

kemampuannya”. Penyelenggaraan pendidikan di sekolah juga sangat keras, otoriter, mengharuskan sisiwa untuk tunduk dan patuh pada aturan serta kurikulum yang mengekang siswa. Akibatnya adalah siswa menjadi objek yang menjadi penerima pengetahuan dari sang guru.

Siswa menjadi tidak

kretaif akhirya prinsip pendidikan untuk belajar sepanjang hayat hanya berhenti sampai pembelajaran yang disampaikan oleh guru.

Melanggar

prinsip penyelenggaraan pendidikan seperti yang tertuang dalam pasal 4 ayat (4)

Pendidikan diselenggarakan dengan memberi keteladanan,

membangun kemauan, dan mengembangkan kreativitas peserta didik dalam proses pembelajaran. Rasio siswa perkelas dalam film tersebut adalah 60 siswa/kelas. Rasio yang terlalu tinggi tersebut menyebabkan guru kurang memahami kondisi masing-masing siswa.

Sehingga dalam memahami kesulitan

belajar siswa terbatasi oleh rasio siswa perguru yang terlalu tinggi. Menurut PP No 74 tahun 2008, rasio guru siswa adalah 1: 20. Sedangkan menurut Permendiknas No 41 tahun 2007 disebutkan bahwa jumlah maksimal murid tiap rombel/robongan belajar untuk jenjang SD/MI adalah 28 peserta didik. TEMAN SEBAYA Keberadaan teman sebaya dalam film tersebut tidak memberikan peran positif terhadap kekurangan Ishan dalam belajar baik teman di sekolah maupun dilingkungan tempat tinggalnya. SEKOLAH 7

Sekolah hanyalah salah satu agen masyarakat unutk kegiatan belajar, pendidikan, dan pelatihan. Keluarga, media, kelompok sebaya, dan tempat ibadah merupakan bentuk-bentuk lain dari institusi yang turut mengemban tanggung jawab itu. Pada kenyataanya sekolah hanya dilihat sebgai mitra kecil dalam proses pendidikan, sedangkan keluarga dan media (elektronik maupun cetak) memainkan peran besar dalam kehidupan sebagian banyak anak-anak (Knight, 2007). Di lingkungan sekolah tidak meyediakan lingkungan belajar yang menyenangkan. Pembelajaran disekolah sangat keras, disiplin, dan menerapkan sistem punishment.

Seharusnya sekolah harus menerapkan Menejemen

Berbasis Sekolah termasuk di dalamnya adalah penyelenggaraan PAKEM (Pembelajaran yang Aktif, kreatif dan menyenangkan) yang merupakan syarat dalam penyelenggaraan Standar Pelayanan Minimal (SPM) bahwa sekolah harus menerapakan Manajemen Berbasisa Sekolah (MBS).

PENUTUP Setiap anak merupakan makhluk yang memiliki keunikan dan kekhasan sendiri-sendiri. Setiap anak itu istimewa, mereka memiliki bakat dan kelebihan sendiri-sendiri. Sebarusnya orang tua, guru harus mampu mengenali dan memahami keistimewaan dari masing-masing anak. Sehingga dapat memberikan cara yang tepat dalam membimbingnya belajar. Serta dapat memberikan arahan yang tepat untuk pendidikanya. Lingkungan ikut mendudung belajar anak dan pemerintah membiayai peyelengaraanya. Bagi seorang anak bermaian adalah belajar, dimanapun, dan kapanpun prosses pembelajaran itu selalu berlangsung. Belajar bagi seorang anak tidak hanya sekedar mengajarkan anak agar bisa baca tulis, berhitung, tetapi yang terpenting adalah anak belajar secara sadar dalam dunianya sendiri bukan menurut dunia kita.

Karena kita tidak bisa

8

memaksakan anak belajar dengan memahami dunia kita. Yang perlu guru lakukan adalah membangun kesadaran anak agar anak dapat mengenali dunianya, duanianya

memahami itu

anak

pengetahauanya.

kecerdasanya, akan

kemudian

dengan

sendirinya

dengan

mengenali

mengembangkan

Anak mengenali sendiri dunianya, berimajinasi,

mengembangkan kreativitasnya, mengenali masalah, kemudian berusaha sendiri memecahkan masalahnya tersebut.

DAFTAR PUSTAKA Knight, G.R.,2007. Filsafat Pendidikan. Gama Media, Yogyakarta. UU Sisdiknas No 20 tahun 2003. Tentang Sistem Pendidikan Nasional Permendikans No 16 tahun 2007. Tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru http://www.trijayafmplg.net/program/psycho-family/2012/02/dampakmembanding-bandingkan-anak/.di unduh pada 10-11-2012 http://www.pendidikankarakter.com/pentingnya-memahami-kebutuhanemosional-anak/. di unduh pada 10-11-2012 http://www.pdfcoke.com/doc/51477039/Teori-Pola-Asuh. diunduh pada 5-122012 http://theoriesincareertech.wikispaces.com/Theory+of+Multiple+Intelligenc e. di unduh pada 25-1-2012

9

Related Documents


More Documents from "Jesse Alexander Harris"