Etiologi & Patofisiologi Campak.docx

  • Uploaded by: yustika permata sari
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Etiologi & Patofisiologi Campak.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 764
  • Pages: 3
Etiologi Campak Virus morbili yang berasal dari secret saluran pernafasan, darah, dan urine dari orang yang terinfeksi. Penyebaran infeksi melalui kontak langsung dengan droplet dari orang yang terinfeksi. Masa inkubasi selama 10-20 hari, dimana periode yang sangat menular adalah hari pertama hingga hari ke 4setelah timbulnya rash (pada umumnya pada stadium kataral) (Suriati & Rita, 2010). Campak adalah penyakit virus akut yang disebabkan oleh RNA virus genus Morbilivirus, family Paramyxoviridae. Virus ini dari family yang sama dengan virus parainfluenza, virus human metapneumovirus, dan RSV (Respiratory Syncytial Virus) (Suriati & Rita, 2010). Virus campak berukuran 100-250 nm dan mengandung inti untai RNA tunggal yang diselubungi dengan lapisan pelindung lipid. Virus campak memiliki 6 struktur protein utama. Protein H (Hemagglutinin) berperan penting dalam perlekatan virus ke sel penderita. Protein F (Fusion) meningkatkan penyebaran virus dari sel ke sel. Protein M (Matrix) di permukaan dalam lapisan pelindung virus berperan penting dalam penyatuan virus. Di bagian dalam virus terdapat protein L (Large), NP (Nucleoprotein), dan P (Polymerase phosphoprotein). Protein L dan P berperan dalam aktivitas polimerasi RNA virus, sedangkan protein NP berperan sebagai struktur protein nucleocapsid. Karena virus campak dikelilingi lapisan pelindung lipid, maka mudah diinaktivasi oleh cairan yang melarutkan lipid seperti eter dan kloroform. Selain itu, virus juga dapat diinaktivasi dengan suhu panas (>37oC), suhu dingin (<20oC), sinar ultraviolet serta kadar (pH) ekstrim (pH <5 dan >10). Virus ini jangka hidupnya pendek (short survival time), yaitu kurang dari 2 jam (Soegijanto, 2011).

Patofisiologi Campak Penularannya sangat efektif, dengan sedikit virus yang infeksius sudah dapat menimbulkan infeksi pada seseorang. Penularan campak terjadi secara droplet melalui udara, sejak 1-2 hari sebelum timbul gejala klinis sampai 4 hari setelah timbul ruam. Di tempat awal infeksi, penggandaan virus sangat minimal dan jarang dapat ditemukan virusnya. Virus masuk ke dalam limfatik local, bebas maupun berhubungan dengan sel mononuclear, kemudian mencapai kelenjar getah bening regional. Di sini virus memperbanyak diri dengan sangat perlahan dan dimulailah penyebaran ke sel jaringan limforetikular seperti limpa. Sel mononuclear yang terinfeksi menyebabkan terbentuknya sel raksasa berinti banyak (sel Warthin), sedangkan limfosit-T (termasuk T-supressor dan T-helper) yang rentan terhadap infeksi, turut aktif membelah (Sumarmo, 2015). Gambaran kejadian awal di jaringan limfoid masih belum diketahui secara lengkap, tetapi 5-6 hari setelah infeksi awal, terbentuklah focus infeksi yaitu ketika virus masuk ke dalam pembuluh darah dan menyebar ke permukaan epitel orofaring, konjungtiva, saluran nafas, kulit, kandung kemih dan usus (Sumarmo, 2015). Pada hari ke 9-10, focus infeksi yang berada di epitel saluran nafas dan konjungtiva, akan menyebabkan timbulnya nekrosis pada satu sampai dua lapis sel. Pada saat itu virus dalam jumlah banyak masuk kembali ke pembuluh darah dan menimbulkan manifestasi klinis dari system saluran

nafas diikuti dengan batuk pilek disertai selaput konjungtiva yang tampak merah. Respon imun yang terjadi ialah proses peradangan epitel pada system saluran pernapasan diikuti dengan manifestasi klinis berupa demam tinggi, anak tampak sakit berat dan tampak suatu ulsera kecil pada mukosa pipi yang disebut bercak Koplik, yang dapat tanda pasti untuk menegakkan diagnosis (Sumarmo, 2015). Selanjutnya daya tahan tubuh menurun. Sebagai akibat respon delayed hypersensitivity terhadap antigen virus, muncul ruam makulopapular pada hari ke-14 sesudah awal infeksi dan pada saat itu antibodi humoral dapat dideteksi pada kulit. Kejadian ini tampak pada kasus yang mengalami deficit sel-T (Sumarmo, 2015). Focus infeksi tidak menyebar jauh ke pembuluh darah. Vesikel tampak secara mikroskopik di epidermis tetapi virus tidak berhasil tumbuh di kulit. Penelitian dengan imunofluoresens dan histologik menunjukkan adanya antigen campak dan diduga terjadi suatu reaksi Arthus. Daerah epitel yang nekrotik di nasofaring dan saluran pernafasan memberikan kesempatan infeksi bakteri sekunder berupa bronkopneumonia, otitis media, dan lain-lain. Dalam keadaan tertentu pneumonia juga dapat terjadi, selain itu campak dapat menyebabkan gizi kurang (Sumarmo, 2015). Tabel 1. Patogenesis infeksi campak Hari

Patogenesis

0

Virus campak dalam droplet terhirup dan melekat pada permukaan konjungtiva. Infeksi terjadi di sel epitel dan virus bermultiplikasi.

1-2

Infeksi menyebar ke jaringan limfatik regional

2-3

Viremia primer

3-5

Virus bermultiplikasi di epitel saluran napas, virus melekat pertama kali, juga di sistem retikuloendotelial regional dan kemudian menyebar

5-7

Viremia sekunder

7-11

Timbul gejala infeksi di kulit dan saluran napas

11-14

Virus terdapat di darah, saluran napas, kulit, dan organ-organ tubuh lain

15-17

Viremia berkurang dan menghilang (Sumber: Halim (2016). Jurnal Campak pada Anak vol.43 no.3)

DAPUS Halim, Ricky Gustian. 2016. Jurnal Campak Pada Anak Vol.43 no.3. RS Hosana Medica Lippo Cikarang Soegijanto S, Salimo H. 2011. Pedoman Imunisasi di Indonesia. 4th ed. Jakarta: Badan Penerbit IDAI Sumarmo S. 2015. Buku Ajar Infeksi & Pediatri Tropis edisi kedua. Jakarta: Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia. Suriadi & Rita Yuliani. 2010. Asuhan Keperawatan Pada Anak. Edisi 2. Jakarta: CV. Sagung Setyo

Related Documents


More Documents from "iKON Nadhilah"