Etiologi Etiologi alergi multifactorial. Diantaranya dapat berasal dari agen, host, dan lingkungan. Host dapat berupa daya tahan tubuh dan usia dimana usia dini semakin rentan terhadap alergi. Lingkungan dapat berupa suhu, musim. Agen dapat berupa alergen. Reaksi alegi yang ditimbul akibat paparan alergen pada umumnya tidak berbahaya dan banyak ditemukan dalam lingkungan dan sangat beragam. Diantara nya adalah antibiotic, ekstrak alergen, zat diagnostic, bisa (venom), produk darah, anestretikum lokal, makanan, enzin, hormone, dan lain-lain. Antibiotik dapat berupa penisilin dan derivatnya, basitrasin, neomisin, tetrasiklin, sterptomisin, sulfonamis. Estrak alergen dapat berupa rumput-rumputan atau jamur. Produk darah seperti gamaglobulin dan kriopresipitat dapat menyebabkan alergi. Makanan yang dapat menjadi penyebab alergi diantaranya susu sapi, kerang, kacang-kacangan, ikan, telur, dan udang. Patofisiologi Patofisiologi alergi terjadi akibat pengaruh mediator pada organ target. Mediator tersebut dibagi dalam dua kelompok, yaitu mediator yang sudah ada dalam granula sel mast (performed mediator) dan mediator yang terbentuk. Mekanisme alergi terjadi akibat induksi IgE yang spesifik terhadap alergen berikatan dengan mediator alergen yaitu sel mast. Reaksi alergi dimulai dengan cross-linking dua atau lebih IgE yang terikat pada sel mast atau basophil dengan alergen. Rangsangan ini meneruskan sinyal untuk mengaktifkan sistem nukleotida siklik yang meninggikan rasio cGMP terhadap cAMP dan masuknya ion Ca++ ke dalam sel. Peristiwa ini akan menyebabkan pelepasan mediator lain. Manifestasi Alergi Manisfestasi alergi tampak berbeda-beda sesuai dengan letak dan rute paparan terhadap alergen, a. Asma Alergi Alergi dapat menyebabkan spasme otot polos bronkus. Edema pada saluran nasofaring menyebabkan kesulitan pernapasan (mis., batuk, akumutasi mucus/lender, mengi). Pada serangan berat, klien dapat menjadi sianosis dan kematian dapat terjadi. b. Asma Bronkial Asma bronkial merupakan keadaan umum, yang dikarakteristikan dengan paroksime (spasme) berulang pada dyspnea dan sering kali, mengi ekspresi. Hal ini desebabkan oleh
penyempitan lumen bronkus yang lebih kecil dan bronkiolus. Asma bronkial dihubungkan dengan reaksi alegi di dalam bronkiolus. Asma dapat di induksi melalui berbagai faktor, seperti olahraga, obat, stress, atau faktor okupasional (mis, asap, debu, gas). Tanda dan gejala asma bronkial adalah periode dyspnea, sesak dada, mengi, batuk, sputum kental, sianosis, perspirasi berlebihan, dan peningkatan frekuensi denyut nadi dan pernapasan. Serangan yang terjadi dapat menakutkan, individu dapat merasakan sensai tersedak. Kematian dapat terjadi dalam situasi yang ekstrem. c. Rinitis Alergik Rinitis alergik adalah inflamasi jalan napas yang disebabkan oleh alergen. Respon tambahan meliputi bersin, rinorea encer, edema: mata seperti terbakar, gatal, berair: rasa penuh dan rasa gatal pada telinga: dan rasa gatal pada tenggorokan dan palatum. Potensial alergen meliputi semua inhalan, serbuk tanaman, jamur, debu, asap debu, parfum, dan kelupasan kulit hewan. Gejala dapat musiman atau sepanjang tahun. d. Alergi Makanan Pada alergi makanan, yang juga disebut sensitivitas makanan, sistem imun berasal terhadap zat yang tidak berbahaya. Alergen makanan umumnya meliputi produk susu, telur, tepung gandum, kacang kedelai, ikan, kerang, cokelat, dan kacang-kacangan (mis, kacang, kemiri, kacang kenari hikau, kacang pina, walnut), biji-bijian (mis, biji wijen, biji bunga candu), jagung, bir, buah jeruk, dan banyak zat aditif dan pengawet makanan lainnya. Manifestasi klinik meliputi mual dan muntah, diare, nyeri dan nyeri tekan abdomen, bengkak, pada bibir dan tenggorok, rasa gatal pada palatum, rinokonjungtivitis, bersin, mengi, urtikaria, dan sakit kepala migran. Penatalaksanaan 1. Terapi Terapi awal untuk alergi adalah identifkasi dan penglihangan zat penyebab alergi. Identifikasi alergen dapat dilakukan dengan menghilangkan zat yang diduga sebagai alergen (mis., makanan). Mengendalikan faktor pemicu lainnya juga penting, seperti alergi makanan. Kontrol diet diperlukan untuk individu yang sensitif terhadap produk yang mnegandung kacang, gandum, susu, daging sapi, telur, kerang, kedelai, atau buah. Bahan kimia tambahan pada makanan yang tidak terlihat dapat mengawali respons alergi makanan yang tidak terlihat dapat
mengawali respons alergi dan dapat sulit diidentifikasi. Olahraga dianjurkan, bukan mereka sebelum melakukan olahraga (untuk mecegah bronkonspasme). Ingatkan klien untuk menggunakan masker wajah pada cuaca dingin yang ekstrem. 2. Menghindari Zat Menghindari alergen mungkin merupakan hal yang sulit. Contohnya, individu yang alergi cokelat dapat berhenti makan cokelat. Terapi menghilangkan tepung putih dari diet atau debu dari lingkungan lebih sulit dilakukan. Pada banyak kasus, ketika menghindari alergen secara total tidak mungkin dilakuka, modifikasi akan bermanfaat. Misalnya, karet busa atau serat poliester dapat menggantikan bantal yang terbuat dari bulu, dan kosmetik antialergenik atau hipoalergenik terlah tersedia. Individu yang alergi terhadap kelupasan kulit hewan piaaran dapat berhenti memelihara hewan tersebut. Ketika perawat atau klien alergi terhadap lateks, mereka harus menghindari sarung tangan yang terbuat dari karet, kateter, dan materi berbahan dasar lateks lainnya. Studi menunjukkan bahwa reaksi emosi yang parah dapat memicu atay memperburuk reaksi alergi 3. Imunoterapi Imunoterapi, juga disebut desensitisasi atau hiposensitisasi, terdiri atas pemberian sejumlah alergen dalam dosis kecil secara subkutan. Dosis “suntikan alergi” ditingkatkan secara bertahap agar klien mampu mengembangkan toleransi imunologi terhadap alergen secara lambat. Terapi ini terkadang menghilangkan alergi. Klien dapat menerima injeksi setiap minggu atau lebih sering. Jika desensitisasi dilakukan untuk mengatasi alergi musiman, injeksi harus dimulai sedikitnya 3 bulan sebelumnya musim alergi spesifik. Jika alergi tidak musiman, injeksi harus diteruskan sepanjang tahun. Terapi yang dilakukan cukup mahal, tetapi dapat membantu mereka yang mengalami alergi terhadap serbuk sari atau debu. Terapi dapat berlangsung dari 1 hingga 2 tahun atau lebih lama. Beberapa terapi dapat dilakukan selama 5 tahun 4. Terapi Obat Pada umumnya, terapi obat meliputi penggunaan antihistamin, bronkodilator, kortikosteroid, dan antikolinergik. Obat pereda gejala merupakan jenis obat yang
digunakan klien berdasarkan gejala. Dekongestan dapat digunakan untuk meredakan gejala kongesti hidung. Beberapa obat dapat dibeli bebas tanpa resep dokter. Terapi inhalasi dengan agonis adregenik, natrium kromolin, dan steroid merupakan terapi yang nyaman dan mudah dilakukan. Berbagai obat dapat diberikan secara spesifik untuk melawan alergi atau mengatasi gejala. Antagonis resptor- H1 atau penyekat- H1 juga dikenal sebagai antihistamin. Antihistamin efektif karena menghambat kerja histamine, mediator kimiawi utama yang terlibat dalam respons alergi. Namun, agens ini hanya meredakan gejala sementara, dank lien harus menggunakan antihistamin dengan sering jika ingin tetap bebas dari gejala. Klien tidak boleh menggunakan antihistamin untuk alergi yang bersifat sepanjang tahun karena penggunaan yang lama dihubungkan dengan efek yang tidak diharapkan. Obat ini dapat menyebabkan rasa ngantuk. Pasa klien asma, antihistamin dapat meringankan secret sehingga klien tidak dapat menelan atau membuang secret.
Referensi : Rosdahl Caroline Bunker, Kowalski Marry T. 2017. Buku Ajar Keperawatan Dasar Edisi 10. Jakarta : EGC