Etikaa.docx

  • Uploaded by: Suliaswati
  • 0
  • 0
  • August 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Etikaa.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 7,820
  • Pages: 34
MAKALAH PROSES KEPERAWATAN DALAM PEMBERIAN OBAT Diajukan sebagai syarat untuk memenuhi salah satu tugas Etika Keperawatan yang diampu oleh Dr. Linda Amalia, S.Kp., MKM.

oleh: Agus Samsul A

1800327

Berlian Maharani E.S

1800455

Firda Amelia P

1807687

Muhammad Fiqri R

1807577

Suliaswati

1807597

Najmi Fajrina S

1807829

Sinta Wulandari

1806470

PROGRAM D3 KEPERAWATAN FAKULTAS PENDIDIKAN OLAHRAGA DAN KESEHATAN UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA 2019

1

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT. yang telah memberikan nikmat, rahmat, dan karunia-Nya kepada kita semua. Dengan segenap kemampuan yang dimiliki, penyusun berhasil menyelesaikan makalah yang berjudul ”Masalah Etika Keperawatan Dalam Praktik Keperawatan”. Penyusunan makalah ini bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas Etika Keperawatan di Universitas Pendidikan Indonesia. Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dan membimbing dalam penyusunan makalah ini. Tanpa bantuan dari semua pihak makalah ini tidak mungkin berhasil dengan baik. Penyusun sadari makalah ini masih belum sempurna. Kekurangan dan kesalahan yang penulis sadari merupakan sebuah keterbatasan pengetahuan, waktu, dan biaya. Semoga makalah ini bermanfaat dan memberikan kontribusi baik bagi pihak-pihak yang membutuhkan.

Bandung, 8 April 2019

Penulis

2

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...................................................................................... 2 DAFTAR ISI ..................................................................................................... 3 BAB I PENDAHULUAN ................................................................................. 3 1.1 Latar Belakang ........................................................................................... 3 1.2 Rumusan Masalah...................................................................................... 4 1.3 Tujuan ......................................................................................................... 4 BAB II ISI ......................................................................................................... 5 2.1 Dilema Etik ................................................................................................. 5 2.2 Kecenderungan dan Isu Etik Keperawatan Retrospektif dan Prospektif .......................................................................................................... 8 2.3

Permasalahan Dasar Etika Keperawatan ............................................ 9

2.4

Masalah Etika Dalam Praktik Keperawatan .................................... 11

2.5

Masalah Etika Yaang Berkaitan Langsung Dengan Praktik

Keperawatan ................................................................................................... 17 2.6

Permasalahan Dasar Etika Keperawatan ........................................... 25

2.7 Permasalahan Etika dalam Praktek Keperawatan Saat Ini ................ 26 BAB III PENUTUP ........................................................................................ 32 3.1 Kesimpulan ............................................................................................... 32 3.2 Saran .......................................................................................................... 33 DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 34

3

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Kode etik profesi merupakan pernyataan yang komprehensif dari bentuk tugasdan pelayanan dari profesi yang memberi tuntunan bagi anggota dalam m elaksanakan praktekdibidang profesinya, baik yang berhubungan dengan pasien, keluarga, masyarakat dan temansejawat, profesi dan diri sendiri. Sedangkan Kode etik keperawatan merupakan daftar prilakuatau bentuk pedoman/panduan etik prilaku profesi keperawatan secara professional (Aiken,2003) .Memberikan perlindungan bagi pelaku dan penerima praktek keperawatan.Kode etik profesi disusun dan disyahkan oleh organisasi profesinya sendiri yang akanmembina anggota profesinya baik secara nasional maupun internasional.(Rejeki, 2005). Konsep etik yang merupakan panduan profesi merupakan tanggung jawab dari anggota untukmelaksanakannya. Profesi keperawatan sebagai salah satu profesi yang professional danmempunyai nilai-nilai/prinsip moral dalam melakukan prakteknya maka kode etik sangatlahdiperlukan. Perawat sebagai anggota

profesi

keperawatan hendaknya

dapat

menjalankan

kodeetik

keperawatan yang telah dibuat dengan sebaik-baiknya dengan tetap memegang teguh danselalu dilandasi oleh nilai-nilai moral profesionalnya. (Misparsih, 2005).

1.2 Rumusan Masalah 1.

Dilema Etik?

2.

Kecenderungan dan Isu Etik Keperawatan Retrospektif dan Prospektif ?

3.

Permasalahan Dasar Etika Keperawatan?

4.

Masalah Etika Dalam Praktik Keperawatan?

5.

Masalah Etika Yaang Berkaitan Langsung Dengan Praktik Keperawatan?

6.

Permasalahan Dasar Etika Keperawatan?

7.

Permasalahan Etika dalam Praktek Keperawatan Saat Ini?

4

1.3 Tujuan 2.

Untuk mengetahui Dilema Etik

3.

Untuk mengetahui Kecenderungan dan Isu Etik Keperawatan Retrospektif dan Prospektif

4.

Untuk mengetahui Permasalahan Dasar Etika Keperawatan Untuk mengetahui Peran perawat dalam pemberian obat

5.

Untuk mengetahui Masalah Etika Dalam Praktik Keperawatan

6.

Untuk mengetahui Masalah Etika Yaang Berkaitan Langsung Dengan Praktik Keperawatan

7.

Untuk mengetahui Permasalahan Dasar Etika Keperawatan

8.

Untuk mengetahui Permasalahan Etika dalam Praktek Keperawatan Saat Ini

5

BAB II ISI 2.1 Dilema Etik Dilema etik adalah suatu masalah yang melibatkan dua (atau lebih) landasan moral suatutindakan tetapi tidak dapat dilakukan keduanya. Ini merupakan suatu kondisi dimana setiapalternatif memiliki landasan moral atau prinsip. Pada dilema etik ini sukar untuk menentukanyang benar atau salah dan dapat menimbulkan stress pada perawat karena dia tahu apa yangharus dilakukan, tetapi banyak rintangan untuk melakukannya.Nilai-nilai, keyakinan dan filosofi individu memainkan peranan penting pada pengambilankeputusan etik yang menjadi bagian tugas rutin perawat. Peran perawat ditantang ketika harusberhadapan dengan masalah dilema etik, untuk memutuskan mana yang benar dan salah; apayang dilakukannya jika tak ada jawaban benar atau salah; dan apa yang dilakukan jika semuasolusi tampak salah.Dilema etik dapat bersifat personal ataupun profesional. Kerangka pemecahan dilema etik adalah sebagai berikut : a. Mengembangkan data dasar b. Mengidentifikasi konflik c. Membuat tindakan alternatif tentang rangkaian tindakan yang direncanakan dan mempertimbangkan hasil akhir atau konsekuensi tindakan tersebut d. Menentukan siapa pengambil keputusan yang tepat e. Mendefinisikan kewajiban perawat f. Membuat keputusan Dilema etik sulit dipecahkan karena memerlukan pemilihan keputusan tepat diantara dua atau lebihprinsip etis. Penetapan keputusan terhadap satu pilihan, dan harus membuang yang lain menjadisulit karena keduanya sama-sama memiliki kebaikan dan keburukan apalagi jika tak satupunkeputusan memenuhi semua kriteria. Berhadapan dengan dilema etis bertambah pelik denganadanya dampak emosional

seperti

rasa

marah,

frustrasi,

dan

takut

saat

proses

pengambilankeputusan rasional. Dilema etika juga merupakan situasi yang dihadapi seseorang dimana keputusan mengenai perilaku yang layak harus di buat. (Arens dan Loebbecke,

6

1991: 77). Untuk itu diperlukan pengambilan keputusan untuk menghadapi dilema etika tersebut. Enam pendekatan dapat dilakukan orang yang sedang menghadapi dilema tersebut, yaitu: 1.

Mendapatkan fakta-fakta yang relevan

2.

Menentukan isu-isu etika dari fakta-fakta

3.

Menentukan siap dan bagaimana orang atau kelompok yang dipengaruhi

dilemma 4.

Menentukan alternatif yang tersedia dalam memecahkan dilema

5.

Menentukan konsekwensi yang mungkin dari setiap alternative

6.

Menetapkan tindakan yang tepat. Dengan menerapkan enam pendekatan tersebut maka dapat meminimalisasi

atau menghindari rasionalisasi perilaku etis yang meliputi: (1) semua orang melakukannya, (2) jika legal maka disana terdapat keetisan dan (3) kemungkinan ketahuan dan konsekwensinya. Pada dilema etik ini sukar untuk menentukan yang benar atau salah dan dapat menimbulkan stress pada perawat karena dia tahu apa yang harus dilakukan, tetapi banyak rintangan untuk melakukannya. Dilema etik biasa timbul akibat nilai-nilai perawat, klien atau lingkungan tidak lagi menjadi kohesif sehingga timbul pertentangan dalam mengambil keputusan. Menurut Thompson & Thompson (1981 ) dilema etik merupakan suatu masalah yang sulit dimana tidak ada alternatif yang memuaskan atau situasi dimana alternatif yang memuaskan atau tidak memuaskan sebanding. Kerangka pemecahan dilema etik banyak diutarakan oleh para ahli dan pada dasarnya menggunakan kerangka proses keperawatan / Pemecahan masalah secara ilmiah, antara lain: 1.

Model Pemecahan masalah ( Megan, 1989 ) Ada lima langkah-langkah dalam pemecahan masalah dalam dilema etik. Mengkaji situasi Mendiagnosa masalah etik moral Membuat tujuan dan rencana pemecahan Melaksanakan rencana Mengevaluasi hasil

7

2. Kerangka pemecahan dilema etik (kozier & erb, 2004 ) a. Mengembangkan data dasar. Untuk melakukan ini perawat memerukan pengumpulan informasi sebanyak mungkin meliputi : Siapa yang terlibat dalam situasi tersebut dan bagaimana keterlibatannya Apa tindakan yang diusulkan Apa maksud dari tindakan yang diusulkan Apa konsekuensi-konsekuensi yang mungkin timbul dari tindakan yang diusulkan. b.Mengidentifikasi konflik yang terjadi berdasarkan situasi tersebut c. Membuat tindakan alternatif tentang rangkaian tindakan yang direncanakan dan mempertimbangkan hasil akhir atau konsekuensi tindakan tersebut d.Menentukan siapa yang terlibat dalam masalah tersebut dan siapa pengambil keputusan yang tepat e.Mengidentifikasi kewajiban perawat f. Membuat keputusan 3. Model Murphy dan Murphy o Mengidentifikasi masalah kesehatan o Mengidentifikasi masalah etik o Siapa yang terlibat dalam pengambilan keputusan o Mengidentifikasi peran perawat o Mempertimbangkan

berbagai

alternatif-alternatif

yang

mungkin

dilaksanakan o Mempertimbangkan besar kecilnya konsekuensi untuk setiap alternatif keputusan o Memberi keputusan o Mempertimbangkan bagaimanan keputusan tersebut hingga sesuai dengan falsafah umum untuk perawatan klien 

Analisa situasi hingga hasil aktual dari keputusan telah tampak dan menggunakan informasi tersebut untuk membantu membuat keputusan berikutnya.

8

4. Langkah-langkah menurut Purtilo dan Cassel ( 1981) Purtilo dan cassel menyarankan 4 langkah dalam membuat keputusan etik a. Mengumpulkan data yang relevan b. Mengidentifikasi dilema c. Memutuskan apa yang harus dilakukan d. Melengkapi tindakan 5. Langkah-langkah menurut Thompson & Thompson ( 1981) Meninjau situasi untuk menentukan masalah kesehatan, keputusan yang diperlukan, komponen etis dan petunjuk individual. Mengumpulkan informasi tambahan untuk mengklasifikasi situasi Mengidentifikasi Issue etik Menentukan posisi moral pribadi dan professional Mengidentifikasi posisi moral dari petunjuk individual yang terkait. Mengidentifikasi konflik nilai yang ada

2.2 Kecenderungan dan Isu Etik Keperawatan Retrospektif dan Prospektif 1.

Studi Case Control (Retrospektif) Pengertian studi retrospektif adalah meneliti ke belakang dengan menggunakan data sekunder untuk melihat apakah ada hubungan atau tidak antara penyakit dan factor resiko yang terdapat pada orang yang sakit.

2.

Studi Cohort (Prospektif) Pengertian studi prospektif adalah meneliti apakah orang yang sehat tetapi memiliki resiko atau paparan positif akan menderita sakit atau tidak pada waktu mendatang. Dengan kata lain, ingin melihat dan membuktikan ada atau tidaknya hubungan atau asosiasi antara factor resiko dan penyakit.

2.3 Permasalahan Dasar Etika Keperawatan Bandman (1990) secara umum menjelaskan bahwa masalah etika keperawatan pada dasar nya terdiri atas 5 jenis. Kelima masalah tersebut akan di

9

uraikan dalam rangka perawat mempertimbangkan prinsip etika yang betentangan. Terdapat 5 faktor yang pada umumnya harus di pertimbangkan : 1. Pernyataan dari klien yang pernah di ucapkan oleh anggota keluarga, temanteman nya dan petugas kesehatan. 2. Agama dan kepercayaan yang dianutnya. 3. Pengaruh terhadap anggota keluarga klien. 4. Kemungkinan akibat sampingan yang tidak dikehendaki. 5. Progonosis dengan atau tanpa pengobatan.

Dalam kenyataan kehidupan sehari-hari, prinsip yang sama pentingnya dapat saling bertentangan, akan saling benturan-benturan karna semua pihak menganggap sama-sama berhak. Beauchamp dan Childress (2000) telah mengembangkan teori dan metode terhadap principlism .Mereka mengusulkan bahwa apabila ada pertentangan antara dua prinsip, kedua prinsip yang bertentangan itu harus dianggap sebagai titik permulaan.Dilihat dari sudut ini, prinsip tersebut tidak dianggap lagi sebagai sesuatu yang mutlak tetapi harus dipertimbangan dan salah satu harus mengalah jika berhadapan dengan prinsip yang dianggap lebih penting. Jika tujuan dari sudut pemikiran adalah memperoleh hasil yang terbaik, bagaimana kita menjamin bahwa keputusan yang diambil itu tidak akan bersifat subyektif. Beuschamp dan Childress mengakui bahwa dalam mengadakan pertimbangan, faktor intuisi dan penilaian subyektif tidak dapat dielakkan dengan alasan yang adekuat. Dalam praktek keperawatan,ada lima masalah dasar etika keperawatan yang berhubunbg dengan pertimbangan prinsip etika yang bertentangan. Berikut kelima masalah dasar tersebut disertai contoh-contoh : 1. Kuantitas vs kualitas hidup. Contoh:Seorang ibu meminta perawat untuk melepas semua selang yang dipasang pada anaknya yang berusia 15 tahun,yang telah koma 7 hari. Dalam keadaan seperti ini, perawat menghadapi masalah tentang posisi yang dimilikinya dalam menentukan keputusan secara moral. Perawat berada pada posisi masalah kuantitas vs kualitas hidup karna klurga klien menanyakan:

10

Apakah selang-selang yang dipasang hampir disemua bagian tubuh dapat mempertahankan klien tetap hidup?.

2. Kebebasan vs Penanganan dan Pencegahan bahaya. Contoh:Seorang klien berusia lanjut yang menolak untuk menggunakan sabuk pengaman sewaktu berjalan. Ia ingin berjalan dengan bebas. Pada situasi ini, perawat menghadapi masalah upaya untuk menjaga keselamatan klien yang bertentangan dengan kebebasan klien. 3. Berkata jujur vs Berkata bohong. Contoh : Seorang perawat yanng menghadapi teman kerjanya menggunakan narkotika. Dalam posisi ini perawat tersebut berada pada pilihan apakah akan mengatakan hal ini secaraa terbuka atau diam karna diancam akan dibuka rahasia yang dimilikinya bila melaporkan hal itu kepada orang lain. 4. Keinginan terhadap pengetahuan yang bertentangan dengan falaafah, agama, politik, ekonomi dan ideologi. Contoh : Seorang klien memilih penghapusan dosa dari pada berobat ke dokter. Kampenye anti rokok demi keselamatan bertentangan dengan kebijakan ekonomi. Alokasi dana untuk penelitian militer lebih besar daripada dana penelitian kesehatan. 5. Terapi ilmiah konvensional vs Terapi tidak ilmiah dan coba-coba. Contoh : Masyarakat Indonesia yang terdiri dari atas beraneka ragam dan suku dan budaya mempunyai berbagai praktik pengobatan yang dipercaya beberapa kalangan, namun belum teruji secara ilmiah. Pada saat ini masih banyak masyarakat Indonesia menjalankan praktik konvensional. Hampir semua tempat dan suku bangsa memiliki praktek ini, yang masih dianggap sebagai tindakan yang dapat dipercaya. Secara ilmiah memeng berbagai tindakan ini sulit

dibuktikan

kebenarannya,

namun

sebagian

masyarakat

masih

mempercayainya. Dalam melakukan tindakan terapi ini konvenssional, masyarakay biasanya menggunakan berbagai perantara seperti dukun, kris, batu dan sebagainya.

11

2.4 Masalah Etika Dalam Praktik Keperawatan Berbagai masalah etis yang di hadapi perawat dalam praktik keperawatan telah menimbulkan konflik antara kebutuhan klien dengan harapan perawat dan falsafah keperawatan.masalah etika keperawatan pada dasarnya merupakan masalah etika kesehatan,dalam kaitan ini di kenal istilah etika biomedis atau bioetis.istilah bioetis mengandung arti ilmu yang mempelajari masalah yang timbul akibat kemajuan ilmu pengetahuan.terutama di bidang bilogidan kedokteran. Untuk memecahkan berbagai masalah bioetis,telah di bentuk suatu organisasi internasional.para ahli telah mengidentifikasi masalah bioetis yang di hadapi oleh para tenaga kesehatan,termasuk juga perawat.masalah etis yang akan di bahas secara singkat di sini adalah berkata jujur, AIDS, abortus: menghentikan pengobatan,cairan

dan

makanan;

euntanasia,

transplantasi

organ,inseminasi,artifisial,dan beberapa masalah etis yang langsung berkaitan dengan praktik keperawatan.

1. Berkata Jujur Dalam konteks berkata jujur ( truth telling ). Ada suatu istilah yang disebut desepsi.berasal dari kata decive yang berarti membuat orang percaya terhadap suatu hal

yang tidak benar,meniru,atau membohongi.desepsi meliputi berkata

bohong,mengingkari,atau menolak,tidak memberikan informasi dan memberikan jawaban tidak sesuai dengan pertanyaan atau memberikan penjelasan sewaktu informasi di butuhkan. Berkata bohong merupakan tindakan desepsi yang paling dramatis karena dalam tindakan ini, seorang di tuntut untuk membenarkan suatu yang di yakini salah. salah satu contoh tindakan desepsi adalah perawat memberikan obat plasebo dan tidak memebritahu klien tentang obat apa yang sebenarnya yang di berikan tersebut. Tindakan desepsi ini secara etika tidak di benarkan.para ahli etika menyatakan bahwa tindakan desepsi membutuhkan keputusan yang jelas terhadap siapa yang di harapkan melalui tindakan tersebut.konsep kejujuran merupakan prinsip etis yang mendasari berkata jujur.seperti juga tugas yang lain,berkata jujur bersifat prima facie ( tidak mutlak ) sehingga desepsi pada keadaan tertentu di

12

perbolehkan.berbagai alasan yang di kemukakan dan mendukung posisi bahwa perawat harus berkata jujur, yaitu bahwa berkata jujur merupakan hal yang paling penting dalam hubungan saling percaya perawat-klien,klien mempunyai hak untuk mengetahui,berkata jujur merupakan kewajiban moral,menghilangkan cemas dan penderitaan,meningkatkan kerja bersama klien maupun keluarga,dan memenuhi kebutuhan perawat. Menurut free,alasan yang mendukung tindakan desepsi, termasuk berkata bohong, mencakup bahwa klien tidak mungkin dapat menerima kenyataan.secara profesional perawat mempunyai kewajiban tidak melakukan hal yang merugikan klien dan desepsi mungkin mempunyai manfaat untuk meningkatkan kerja sama klien.

2. AIDS AIDS ( Acquired Immune Deficiency Syndrome) pada awalnya ditemukan pada masyarakat gay di amerika serikat pada tahun 1980 atau 1981. AIDS juga pada mulanya ditemukn di afrika. Saat ini AIDS hampir ditemukan di setiap negara, terutama indonesia. Oleh karna pada awalnya di temukan pada masyarakat gay (homo seksual) maka kemuadian muncul anggapan yang tidak tepat bahwa AIDS merupakan gay disease. Menurut forrester, pada kenyataanya AIDS juga mengenai biseksual, hoteroseksual, kaum pengguna obat, dan prostitusi. Keseimpulannya,

AIDS

tidak

saja

menimbulkan

dampak

pada

penatalaksanaan klinis, tetapi juga dampak sosial, kekhawatiran masyarakat, serta masalah hukum dan etika. Oleh karna sifat virus penyebab AIDS yaitu HIV, dapat menular pada orang lain maka muncul ketakutan masyarakat untuk berhubungan dengan penderita AIDS dan kadang-kadang penderita AIDS sering di perilakukan tidak adil dan didiskriminasikan. Perilaku diskriminasi ini tidak saja terjadi di masyarakat yang belum paham AIDS, tetapi juga di masyarakat yang sudah tau AIDS, juga masyarakat yang paham AIDS. Perawat yang bertanggung jawab dalam merawat klien AIDS akan mengalami berbagai stres pribadi, termasuk takut tertular atau menularkan pada keluarga dan ledakan emosi bila merawat klien AIDS fase terminal yang berusia muda dengan gaya hidup yang bertentangan dengan gaya hidup perawat.

13

Pernyataan profesional bagi perawat yang mempunyai tugas merawat klien yang terinfeksi virus HIV, membutuhkan klasifikasi nilai-nilai yang di yakini perawat tentang hubungan homoseksual dan penggunaan/penyalahgunaan obat. Perwat sangat berperan dalam perawatan klien, sepanjang infeksi HIV masih ada dengan berbagai komplikasi sampai kematian tiba. Perawat terlibat dalam pembuatan keputusan tentang tindakan atau terapi yang dapat di hentikan dan tetap menghargai martabat manusia. Pada saat tidak ada terapi medis lagi yang dapat diberikan kepada klien, seperti mengidentifikasikan nilai-nilai, menggali makna hidup klien, memberikan rasa nyaman, memberikan dukungan manusiawi, dan membantu meninggal dunia dalam keadaan tentram dan damai.

3. Fertilasi in vitro, Inseminasi, Artifisial dan Pengontrolan Reproduksi Fertilisasi in vitro, inseminasi artifisial, merupak dua dari berbagai metode baru yang di gunakan untuk mengontrol reproduksi. Menurut olshanky, kedua metode ini memberikan harapan bagi pasangan infertil untuk mendapat kan keturunan. Fertilisasi in vitro merupakan metode konsepsi yang dilakukan dengan cara membuat by pass pada tuba falopi wanita. Tindakan ini di lakukan dengan cara memberikan hiperstimulasi ovarium untuk mendapatkan bebrapa sel telur atau folikel yang siap dibuahi. Sel-sel telur ini kemuadian di ambil melalui prosedur pembedahan. Proses pembuahan dilakukan dengan cara meletakan sel telur dalam tabung dan mencampurinya dengan sperma pasangan wanita yang bersangkutan atau dari donor. Sel telur yang telah dibuahi kemudian mengalami rangkaian proses pembelahan sel sampai menjadi embrio, kemudian embrio ini di pindahkan dalam uterus wanita dengan harapan dapat terjadi kehamilan. Inseminasi artifisial merupakan prosedur untuk menimbuakan kehamilan dengan cara mengumpulakan sperma seorang pria yang kemudian di masukan ke dalam uterus wanita saat terjadi ovulasi. Teknologi yang lebih baru pada inseminasi artifisial adalah dengan menggunakan ultrasound dan stimulasi ovarium sehingga ovulasi dapat di harapkan pada waktu yang tepat. Sperma di cuci dengancairan tertentu untuk mengendalikan motilitasnya, kemudian dimasukan ke dalam uterus wanita.

14

Berbagai masalah etika muncul berkaitan degan teknologi tersebut.masalah ini tidak saja dimiliki oleh para pasangan infertil, tim kesehatan yang menangani, tetapi juga oleh masyarakat. Berbagai pertanyaan diajukan apa sebenarnya hakikat/kemurnian hidup? Kapan awal hidup manusia? Hakikat keluarga? Apakah pendonor sel telur atau sel sperma bisa dikatakan sebagai bagian keluarga? Bagaimana bila teknologi dilakukan pada pasangan lesbian atau homoseksual ? Pendapat yang di ajukan oleh para ahli cukup bervariasi. Pihak yang memberikan dukukungan manyatakan bahwa teknologio btersebut pada dasar nya bertujuan untuk memberikan harapan atau membantu pasangan intertil untuk mempunyai keturunan. Pihak yang menolak menyatakan bahwa tindakan ini tidak di benarkan, terutama bila telur atau sperma berasal dari donor beberapa gerakan wanita yang menyatakan bahwa tindakan fertilisasi in vitro maupun inseminasi memperlakukan wanita secara tidak wajar dan hanya wanita kalangan atas yang mendapat kan teknologi tersebut biaya yang cukup tinggi dalam praktek ini sering pula hak para wanita untuk memilih di langgar. Kesimpulannya teknologi ini memang merupakan masalah yang kompleks dan cukup jelas dapat melanggar nilai-nilai masyarakat dan wanita tetapi cukup memberi harapan kepada pasangan infertil. Untuk mengantisifasi nya di perlukan atauran atau undang-undang yang jelas perawat mempunyai peran penting terutama memberikan konseling pada klien yang memutuskan akan melakukan tindakan tersebut.

4. Abortus Abortus telah menjadi salah satu perdebatan internasional masalah etika. Berbagai pendapat bermunculan baik yang pro maupun yang kontra. Abortus secara umum dapat di artikan sebagai penghemtian kehamilan secara spontan atau rekayasa. Pihak yang pro menyatakan bahwa aborsi adalah mengakhiri atau menghentikan kehamilan yang tidak diinginkan sedangkan pihak yang antiaborsi cenderung mengartikan abprsi sebagai membunuh manusia yang tidak bersalah. Dalam membahas abortus biasanya di lihat dari dua sudut pandang , yaitu moral dan hukum. Secara umum ada tiga pandangan yang dapat di pakai dalam

15

memberi tanggapan terhadap abortus yaitu pandangan konservatif, moderat, dan liberal. 1. Pandangan konservatif, abortus secara moral jelas salah, dan dalam situasi apa pun

abortus

tidak

boleh

di

lakukan,

termasuk

dalam

alasan

penyelamatan(misalanya, bila kehamilan di lanjutkan, akan menyebabkan ibu meninggal dunia). 2. Pandangan moderat, menurut pandangan moderat, abortus hanya merupakan suatu prima fasia, kesalahan morarl dan hambatan penentangan abortus dapat di abaikan dengan pertimbangan moral yang kuat. Contoh : abortus dapat dilakukan selama tahan presentienc (sebelum vetus mempunyai kemampuan merasakan) contoh lain : abortus dapat dilakukan bila kehamilan merupakan hasil pemerkosaan atau kegagalan kontrasepsi. 3. Pandanagn liberal, pandangan liberal menyatakan bahwa abortus secara moral di perboleh kan atas dasar permintaan. Secara umum pandangan ini menganggap bahawa vetus belum menjadi manusia. Vetus hanyalah sekelompok sel yang menempel di dinding rahim wanita. Menurut pandangan ini,secara genetik vetus dapat di anggap sebagai bakal manusia, tetapi secara moral vetus bukan manusia. Kesimpulannya, apapun alasan yaang di kemukakan, abortus sering menimbulkan konflik nilai bagi perawat bila ia haruss terlibat dalam tindakan abortus. Di beberaa negara, seperti amerika serikat, inggris, ataupun australia di kenal dengan tatanan hukum conscience clauses yang memperbolehkan dokter, perawat, atau petugas rumah sakit untuk menolak membantu pelaksanaan abortus. Di indonesia, tindakan abortus di larang sejak tahun 1989 sesuai dengan pasal 346 sampai dengan 3349 KUHP, dinyatakan bahwa “barang siapa melakukan sesuatu dengan sengaja yang menyebabkan keguguran atau matinya kandungan, dapat dikenai penjara”. Masalah abortus memang kompleks namun perawat profesional tidak memperkenan kan memaksakan nilai-nilai yang ia yakini kepada klien yang memiliki nilai berbeda, termasuk pandangan terhadap abortus.

16

5. Eutanasia Eutanasia merupaka masalah bioetik yang juga menjadi perdebatan utama di dunia barat. Eutanasia berasal dari bahasa yunani. Eu (berarti mudah,bahagia, atau baik) thanatos (bearti meninggal dunia) jadi bila di padukan bearti meninggal dunia dengan baik atau bahagia. Dilihat dari aspek bioetis, eutanasia terdiri atas eutanasia volunter, involuter, aktif dan pasif. Pada kasus eutanasia volunter, klien secara sukarela dan bebas memilih untuk meninggal dunia. Pada eutanasia involuter tindakan yang menyebabkan kematian dilakukan bukan atas dasar persetujuan dari klien dan sering kali melanggar keinginan klien. Eutanasia aktif melibatkan suatu tindakan sengaja yang menyebabkan klien meninggal. Eutanasia aktif merupakan tindakan yang melanggar hukum dan dinyatakan dalam KUHP pasal 338, 339, 345, dan 359. Eutanasia pasif dilakukan dengan menghentikan pengobatan atau perawatan suportif yang mempertahankan hidup, (misalnya antibiotik, nutrisi, cairan, respirator, yang tidak di perlukan lagi oleh klien). Eutanasia pasif sering disebut sebagai eutanasia negatif, dapat dikerjakan sesuai dengan fatwa IDI. Kesimpulannya berbagai argumentasi telah diberikan oleh para ahli tentang eutanasia baik yang mendukung maupun yang menolaknya.

6. Penghentian Pemebrian Makanan, Cairan, dan Pengobatan Makanan dan cairan merupakan kebutuhan dasar manusia. Memenuhi kebutuhan makanan dan minuman adalah tugas perawat. Selama perawatan sering kali perawat menghentikan pemberian makanan dan minuman, terutama bila pemberian tersebut justru membahayakan klien. Masalah etika dapat muncul pada keadaan terjdi ketidak jelasaan antara pemberi menghentikan makanan dan minuman serta ketidak pastian tentang hal yang lebih menguntungkan klien. Ikatan perawat amerika (ANA, 1988) menyatakan bahwa tindakan peenghentian ddan peemberian makan kepada klien oleh perawat secara hukum di perbolehkan dengan pertimbangan tindakan ini menguntungkan klien.

17

7. Transplantasi Organ Pada saat ini dunia kedokteran di indonesia telah memasuki teknologi yang lebih tinggi. Transplantasi organ yang dahulu hanya dilakukan hanya di lakukan ddi rumah sakit luar negeri untuk saat ini telah dapat di lakukan di indonsia ( misalnya: transplaantasi kornea, ginjal, dan sumsum tulang) Menurut helsinki tidak semua perawat terlibat dalam tindakan ini namum dalam beberapa hal perawat cukup berperan seperti merawat dan meningkatkan kesehatan pemberi donor membntu di kamar operasi dan merawat klien setelah transpalntasi. Pelaksanaan transplantasi organ di indonesia di atur dalam peraturan pemerintah nomor 18 tahun 1981 tentang bedah mayit klinis dan bedah mayat anatomis/transplantasi

alat

atau

jaringan

tubuh

merupakan

pemindahan

alat/jaringan tubuh yang masih mempunyai daya hidup sehat untuk menggantikan alat/jaringan tubuh yang tidak berfungsi dengan baik. Tindaka transplantasi tidak menyalahi semua agama dan kepercayaan kepada tuhan YME asalkan penentuaan saat mati dan penyelenggaraan jenazah terjamin dan tidak terjadi penyalahgunaan (EST Tansil, 1991).

2.5 Masalah Etika Yaang Berkaitan Langsung Dengan Praktik Keperawatan Penjelasan di atas telah menguraikan beberapa masalah bioetik. Pada bagian ini dijelaskan masalah etika keperawatan lebih khusus yang dapat ditemui dalam praktik keperawatan, sesuai dengan ysng diursiksn oleh Ellis, Harley (1990), yang meliputi self-evaluation (evaluasi diri evaluasi kelompok, tanggung jawab terhadap peralatan dan barang, merekomendasikan klien pada dokter, menghadapi asuhan keperawatan ysng bururk, serta masalah peran merawat dan mengobati (Sciortino, 1991).

1. Evaluasi Diri Evaluasi diri mempunyai hubungan erat dengan pengembangan karier, aspek hukum, dan pendidikan berkelanjutan evaluasi diri merupakan tanggung jawab etika bagi semua perawat. Dengan evaluasi diri, perawat dapat mengetahui kelemahan, kekurangan, dan juga kelebihannya sebagai perawat praktisi. Evaluasi

18

diri merupakan salah satu cara melindungi klien dan pemberian perawatan yang buruk. Ellis dan Harley menyatakan bahwa evaluasi diri terkadang tidak mudah dilakukan oleh beberapa perawat. Bagaimana cara dapat dipakai untuk melakukan evaluasi diievaluasi diri sebaiknya dilakukan secara periodik. Perawat dapat berbesar hati apabila hasil evaluasi diri banyak menunjukan aspek positif atau perkembangan, namun tidak dianjurkan kecewa atau putus asa bila belum ada [erkembangan. Perlu diingat bahwa evaluasi diri dilakukan agar perawat menjadi istimewa atau kompeten dalam memberikan asuhan keperawatan.

2. Evaluasi Kelompok Tujuan evaluasi kelompok adalh untuk mempertahankan konsistensi kualitas asuhan keperawatan yang tinggi, yang merupakan tanggunag jawab etis. Evaluasi kelompok dapat dilakukan secara informal maupaun formal. Evaluasi infomal dilakukan dengan cara saling mengamati periaku sesama rekan, misalnya sewaktu melakukan perawatan luka (observasi dilakukan secara objektif). Kesalahan yang seing dilakukan adalah pengamat mengguanakan peasaan pribadi sehingga orang yang dekat dinilai cendrung baik dan orang yang tidak disenangi cendrung dinilai tidak baik.masalah etika muncul pada keadaan perawat mengamati rekan kerjanya yang berperilaku tidak sesuai standar. Sebaiknya masukan diberikan secara langsung pada orang yang bersangkutan dengan perkataan yang halus sehingga tidak menyinggung perasaan, misalnya dengan mengatakan,”saya telah mengamati kasus ini dan menurut saya, hal ini bukan merupakan sesuatua yang terbaik bagi klien, bagaimana perasaanmu menghadapi hal ini?” Bila perawat pengamat lebih paham tentang situasi, barangkali ia akan mengatakan pendapat yang berbeda. Terkadang dengan cara memanggin dan menunjukan tindakan yang salah kepada orang yang bersangkutan sudah dapat mengubah perilaku. Bila kejadian tersebut dilakukan lagi dilain waktu, perawat yang melakukan tindakan tersebut sebaiknya diberitahu tentang apa yang terjadi dan mengingatkan bahwa hal tersebut sudah dua kali terjadi. Bila pelaku menyangkal, sebaiknya hal itu dilanjutkan kepad pengawas atas sepengetahuan pelaku.

19

Bila melihat suatu kejadian yang memmbahayakan klien, misalnya kesalahan dalam pemberian obat, setiap perawat yang melihat mempunyai tangguang jawab etika dan hukum untuk melaporkan kejadian tersaebut pada penyelia. Evaluasi kelompok secara formal merupakan tanggung jawab etis perawat dan organisasi pelayanan profesioanal. Salah satu dasar untuk melakukan evaluasi asuhan keperawwatn adalah standar praktis keperawatan yang di gunakan untuk mengevaluasi proses, sedangkan dasar untuk evaluasi perawatanklien digunakan kriteria hasil. Secara formal, metode evaluasi kelompok meliputi konferensi yang membahas berbagai hal yang diamati, wawancara dengan klien atau staf,observasi langsung pada klien, dan audit keperawatan berdasarkan catatan klien.

3. Tanggung Jawab Terhadap Peralatan dan Barang Dalam bahas Indonesia dikenal istilah “mengutil” yang berarti mencuri barang-barang sepele/kecil. Banyak orang menyatakan bahwa mengambil barangbarang kecil bukan mencuri. Para tenaga kesehatan seringkali membawa barangbarang kecil, seperti pembalut, kapas, larutan antiseptik, dan lain-lain. Sebagian dari mereka tidak tahu apakah itu benar atau salah. Kita ketahui bahwa sebuah biasanya memperkaryakan ribuan petugas kesehatan. Bila kita perkirakan setiap karyawan mengutil, rumah sakit jelas akan rugi, dan akan lebih tragis lagi bila kerugian tersebut dibebankan pada klien. Perawat harus dapat memberi penjelasan pada orang lain bahwa mengutil seacara etis tidak dibenarkan karena setiap tenaga kesehatan mempunyai tangguang jawab terhadap peralatan dan barang ditempat kerja.

4. Merekomendasikan Klien Pada Dokter Klien maupun orang lain sering menemui perawat dan dan minta petunjuk tentang dokter umum atau dokter spesialis mana yang baik dan dapat menangani penyakit yang diderita klien. Bila mengetahui informasi ini, perawat dapat memberikan informasi tentang beberapa alternatif, misalnya bila seorang klien ingin memeriksa ke dokter ahli kandungandengan beberapa informasi penting, antara lain tentang keahlian dan pendekatan yang dipakai dokter kepada klien.

20

Perawat menghadapi dilema bila klien menanyakan dokter yang menurut pendapat perawat tidak baik pelayanannya. Dalam hal ini, perawat secara hukum tidak boleh memberikan kritikannya tentang dokter kepada klien karena hal tersebut dapat dituntut oleh dokter yang bersangkutan. Bila klien tetap mendesak, perawat akan aman bila mengatakan “Secara pribadi saya tidak memilih dokter, sebagai dokter saya, saya lebih suka untuk memeriksakan diri kepada dokter” Bila klien meminta alasan, secara hukum lebih aman perawat mengatakan bahwa ia tidak ingin membicarakan hal tersebut. Apabila perawat tidak tahu kepada siapa sebaiknya klien dirujuk, sebaiknya tidak membuat keputusan.

5. Menghadapi Asuhan Keperawatan yang Buruk Keperawatan pada dasarnya di tunjukn untuk membantu pencapaian kesejahteraan klien. Untuk dapat menilai pemenuhan kesejahteraan klien, perawata harus mempu mengenal/tanggap bila ada asuhan keperawatan yang buruk dan tidak bijak, serta berupaya mengubah keadaan tersebut. Ellis dn harley (1980) menjelaskan beberapa tahap yang dapat di lakukan jika perawat menghadapi asuhan keperawatan yang buruk. Tahapnya adalah sebagai berikut : Tahap pertama, mengumpulkan informasi yang lengkap dan sah, jangan buat keputusan berdasarkan gosip, umpatan, atau dari satu sisi keadaan. Tahap kedua, mengetahui sistem kekuasaan dan tanggung jawab tempat kerja, baik yang formal maupun informal. Data ini penting untuk mengetahui siapa saja yang membuat keputusan atau memiliki pengaruh terhadap terjadinya perubahan. Tahap akhir, membawa masalah kepada pengawas terbawah. Namun, belum tentu masalah ini akan di hiraukan oleh pengawas. Kadang-kadang pendekatan awal lain dapat di gunakan, misalnya secara sukarela menjadi anggota panitia yang bertugas sebagai penilai sistem informal, yaitu dengan cara mendiskusikan masalah dengan orang yang di percaya dan berpengaruh dalam sistem. Penggunaan metode ini harus hati-hati, terutama bila atasan menganggap bahwa tindakan ini secara nyata melewati kepala mereka. Bila segala tahap infomasi awal tidak berhasil, pendekatan formal melalui jalur-jalur

21

resmi dapat di gunakan. Pertama-tama, diskusi dengan pengawas bawah, bila tidak efektif, di lanjutkan ke pengawas lebih tinggi lagi atau mungkin sampai dewan direksi. Selama proses, perawat dapat kembali lagi pada metode informasi, melalui panitia khusus atau mencari dukungan setiap pihak yang dapat memberi dukungan. Alternatif terakhir adalah mengajukan pengunduran diri bila perubhan tidak di lakukan. Melanjutkan kerja di lingkungan kerja yang dapat praktik yang buruk, dapat menimbulkan konflik dengan standar etik dan nilai pribadi.

6. Masalah Antara Peran Merawat dan Mengobati Berbagai teori telah menjelaskan bahwa peran perawat secara formal adalah memberikan asuhan keperawatan. Namun, karena berbagai faktor, pesan ini sering kali menjadi kabur dengan peran mengobati. Masalah antara peran sebagai perawat yang memberikan asuhan keperawatan dan sebagai tenaga kesehatan yang melakukan pengobatan, banyak di alami di indonesia, terutama oleh para perawat puskesmas atau yang tinggi di daerah perifer. Dari hasil penelitian nya, sciortino (1992) menunjukan pertentangan antara perang formal dan aktual perawata merupakan salah satu contoh nyata bagaimana peran transmisi yang terganggu antara tingkat nasioanal dan lokal dapat mengaruhi fungsi pelayanan. Walaupun tidak diketahui oleh pemerintah, pertentangan ini memiliki implikasi besar. Perawat tidak melakukan apa yang secara formal di harap kan atau telah di ajarkan oleh mereka. Ini menempatkan para perawat yang bertugas di daerah perifer, berada di posisi sulit dan menimbulkan dampak negatif atas pelayanan kesehatan di derah perifer. Para perawat dalam memberikan asuhan keperawatan, terutama dalam melaksanakan tugas deligatif, yaitu dalam pelayanan pengobatan, secara hukum tidak di lindungi. Ntuk mengatasi ini, perawat yang akan di tugaskan di unit pelayanan (antara lain di puskesmas, balai pengobatan) yang belum memiliki tenanga medis, perlu di berikan surat tugas serta urian tugas yang jelas dari pimpinan unit. Ini merupakan aspek legal yang perlu dimiliki oleh para perawat yang ditugaskan di unit pelayanan yang tidak ada tenaga medisnya. Perawat dalam melaksanakan tugas memberikan obat kepada klien, merupakan tugas deligatif, sudah mendapat pengawasan pendelegasian wewenang dari dokternya.

22

Lebih lanjut, sciortino menjelaskan bahwa ketidak cukupan pengetahuan biomedik menyebabkan kesalahan dilakukan oleh para perawat di daerah perifer, seperti penegakan diagnosis yang salah, penggunaan antibiotik yang tidak benar, dan penggunaan injeksi yang tidak sesuai dengan prosedur. Bila kita kaji lebih dalam, masalah ini tidak saja berimplikasi pada upaya preventif dan kuratif, tetapi juga etika dan hukum. Penyelesaian masalah ini tentu saja tidak dapat di tangani oleh perawat yang bersangkutan, tetapi juga oleh berbagai pihak, baik departemen kesehatan, badan hukum, PPNI, IDI, institusi pendidikan serta masyarakat sendiri yang merupakan konsumen layanan kesehatan. Selain itu, dalam bidang pelayanan keperawatan yang bersifat khusus perawat sering kali di hadapakan pada masalah praktik pelayanan kesehatan seperti yang telah di uraikan di atas, yaitu abortus, inseminasi artifisial oleh donor, kontrasepsi, konseling genetik, atau hak pelayanan kesehatan. Dalam bidang pelayanan kesehatan anak, masalah ini mungkin di temui adalah pelakuan kejam pada anak, sekali pun dengan tujuan terapeutik atau eksperimen anak-anak. Dalam bidang kesehatan mental dapat di temui masalah pengawasan perilaku, psikoterapi, usaha bunuh diri/putus asa, atau peraturan perawatan dirumah sakit. Dalam bidang pelayanan medikal-bedah, masalah yang mungkin di temui adalah pengertian meninggal, kemauan untuk hidup, memperpanjang hidup, atau transplantasi. Dalam hubungan profesi sebagai perawat, dokter, dan klien, dapat muncul masalah kerahasian, konflik peran, masalah antar perawat sendiri, peran fungsi saling ketergantungan dan persetujuan/perizinan. Masalah di atas tidal mungkin di selesaikan oleh perawat atau profesi kesehatan tersendiri karena menyangkut bidang pelayanan yang khusus maka seluruhnya di selesaikan oleh seluruh anggota tim pelayanan kesehatan, sedangkan profesi keperawatan dapat menyelesaikan masalah yng berhubungan dengan perawat dan keperawatan. Tidak jarang dalam situasi nyata pelayanan kesehatan yang menyangkut semua profesi kesehatan, terjadi suatu masalah yang bersifat saling terkait dan perawat juga terlibat dalam hal ini perawat harus berupaya terus menyelesaikan dengan menggunakan dasar pertimbangan filsafatat moral dan etika keperawatan.

23

Masalah bioetis melibatkan perawat dalam praktik keperawatan dan dalam hubungan perawat dengan yang lainnya. Masalah etis muncul hampir di semua bidang praktik keperawatan. Dengan berubahnya lingkungan praktik keperawatan dan teknologi medis, terdapat peningkatan kejadian konflik nilai pribadi perawat dan praktik. Di sutu pihak, atasan mempunyai kebutuhan dan harapan pelayanan dari perawat di lain pihak, perawat mempunyai hak untuk di arahkan oleh nilai pribadinya. Misalnya, ada konflik pada keperawatan konterporer, yaitu membantu “aborsi terapeutik”. Perawat mempunyai hak untuk menolak dalam berpartisipasi pada tindakan aborsi atau prosedur yang bertentangan dengan nilai pribadinya, dan pekerjaan perawat harusnya tidak menimbulkan bahaya. Bagaimana pun, adalah esensial bahwa kesejahteraan klien tidak terganggu. Bidang kontropersi lainnya antara lain eutanasia, memperpanjang hidup klien yang tidak responsif dengan mesin. Contoh : 1: seseorang perawat yang sistem niali pribadinya tidak mendukung aborsi, harus mulai mengembangkan hubungan saling percaya dengan gadis berumur 13 tahun yang masuk rumah sakit untuk aborsi lega. Gadis ini ambivalen tentang aborsi tersebut. Perasaan ambivalen dan kekuatan nya mengenai prosedur menimbulkan keinginannya untuk meminta perawat memberi dukungan padanya. Perawat sebagai seorang profesional perlu memberikan dukungan karena klien bagaimanapun juga adalah seorang manusia. Perawat menentang aborsi dan merasa sulit untuk memberikan dukugan sepenuhnya kepada gadis tersebut. Pertanyaan yang dapat diajukan adalah: 1. Haruskah perawat memainkan peran profesi secara keras dan mendukung aborsi?atau 2. Haruskah perawat menyatakan perasaan pribadinya tentang aborsi?

Contoh 2: seorang perawat diminta untuk mengajar KB dan menentang KB karena nilai pribadi Pertanyaan yang dapat diajukan : 1. Haruskah perawat mengajar klien, dengan demikian kompromi terhadap nilai pribadi? 2. Haruskah perawat menolak untuk memberikan informasi yang diminta ?

24

3. Apakah perawat harus mengatakan pada klien bahwa ia tidak setuju dengan kontrasepsi, kemudian menjawab pertanyaan klien? 4. Apakah ada alternatif keempat?

Dari kedua contoh diatas,tidak ada jawaban yang mudah dalam situasi seperti itu, namun kedua contoh tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa dengan adanya perkembangan praktik keperawatan dan bidang teknologi medis saat ini, akan mengakibatkan terjadinya peningkatan konflik antara nilai-nilai pribadi yang dimiliki perawat dalam pelaksanaan praktik keperawtan yang dilaksanakan setiap hari. Perawat mengalami dilema, yaitu disatu sisi berkewajiban untuk melaksanakan tugas pelayanan kesehatan, dan dilain pihak, perawat mempunyai hak untuk menerima atau menolak tugas tersebut sesuai dengan nilai pribadi mereka. Sesuai dengan contoh diatas bahwa perawat sangat dibutuhkan untuk membantu dalam pelaksanaan aborsi terapeutik pada klien, padahal perawat tersebut berkeyakinan bahwa aborsi merupakan tindakan yang berdosa. Pada kasus ini, perawat tersebut berhak ntuk menolak tugas karna bertentangan dengan nilai pribadinya, dan ia dapat mengalihkan tugas tersebut pada perawat lain yang mempunyai pandangan yang berbeda. Selain itu, apabila perawat menghadapi keadaan ketika klien tidak lagi responsif terhadap lingkungan , akan berupaya semaksimal mungkin untuk memperpanjang kehidupan seorang klien dengan menggunakan alat-alat, antara lain memberikan makanan cairan melalui sonde dan pemberian bantuan pernafasan melalui ventilator, alat pacu jantung, atau memberikan transfusi darah, walaupun menurut nilai pribadinya, hal tersebut sulit dilakukan. Akan tetapi, bagaimanapun juga seorang perawat profesional harus berupaya semaksimal mungkin untuk menyelamakan kehidupan kliennya, sedangkan mau berhasil ataupun tidaknya upaya tersebut, merupakan suatu kenyataan yang ada diluar kemampuannya. Keputusan perawat dan/ atau dokter, apakah menghentikan atau / tidak memulai memberikan bantuan kehidupan, pada umumnya berhadapan dengan 3 kategori klien, yaitu:

25

1. Klien yang berkompeten untuk menyelamatkan apa yang dikehendakinya. 2. Klien yang tidak berkompeten, namun yang sudah menyatakan kehendaknya secara tertulis (living will, advanced medical directive). 3. Klien yang tidak berkompeten, yang tidak pernah menyatakan kehendaknya secara tertulis. 2.6 Permasalahan Dasar Etika Keperawatan ‘Bandman (1990) secara umum menjelaskan bahwa permasalahan etika keperawatan pada dasarnya terdiri dari lima jenis, yaitu : 1.

Kuantitas Melawan Kuantitas Hidup Contoh Masalahnya : seorang ibu minta perawat untuk melepas semua

selang yang dipasang pada anaknya yang berusia 14 tahun, yang telah koma selama 8 hari. Dalam keadaan seperti ini, perawat menghadapi permasalahan tentang posisi apakah yang dimilikinya dalam menentukan keputusan secara moral. Sebenarnya perawat berada pada posisi permasalahan kuantitas melawan kuantitas hidup, karena keluarga pasien menanyakan apakah selang-selang yang dipasang hampir pada semua bagian tubuh dapat mempertahankan pasien untuk tetap hidup. 2.

Kebebasan Melawan Penanganan dan pencegahan Bahaya. Contoh masalahnya : seorang pasien berusia lanjut yang menolak untuk

mengenakan sabuk pengaman sewaktu berjalan. Ia ingin berjalan dengan bebas. Pada situasi ini, perawat pada permasalahan upaya menjaga keselamatan pasien yang bertentangan dengan kebebasan pasien. 3.

Berkata secara jujur melawan berkata bohong Contoh masalahnya : seorang perawat yang mendapati teman kerjanya

menggunakan narkotika. Dalam posisi ini, perawat tersebut berada pada masalah apakah ia akan mengatakan hal ini secara terbuka atau diam, karena diancam akan dibuka rahasia yang dimilikinya bila melaporkan hal tersebut pada orang lain. 4.

Keinginan terhadap pengetahuan yang bertentangan dengan falsafah agama,

politik, ekonomi dan ideologi Contoh masalahnya : seorang pasien yang memilih penghapusan dosa daripada berobat ke dokter. 5.

Terapi ilmiah konvensional melawan terapi tidak ilmiah dan coba-coba

26

Contoh masalahnya : di Irian Jaya, sebagian masyarakat melakukan tindakan untuk mengatasi nyeri dengan daun-daun yang sifatnya gatal. Mereka percaya bahwa pada daun tersebut terdapat miang yang dapat melekat dan menghilangkan rasa nyeri bila dipukul-pukulkan dibagian tubuh yang sakit. 2.7 Permasalahan Etika dalam Praktek Keperawatan Saat Ini Adapun permasalahan etik yang yang sering muncul banyak sekali, seperti berkata tidak jujur (bohong), abortus, menghentikan pengobatan, penghentian pemberian makanan dan cairan, euthanasia, transplantasi organ serta beberpa permasalahan etik yang langsung berkaitan dengan praktek keperawatan, seperti: evaluasi diri dan kelompok, tanggung jawab terhadap peralatan dan barang, memberikan rekomendasi pasien pad dokter, menghadapi asuhan keperawatan yang buruk, masalah peran merawat dan mengobati (Prihardjo, 1995).Disini akan dibahas sekilas beberapa hal yang berikaitan dengan masalah etik yang berkaitan lansung pada praktik keperawatan.

- Konflik etik antara teman sejawat Keperawatan pada dasarnya ditujukan untuk membantu pencapaian kesejahteraan pasien. Untuk dapat menilai pemenuhan kesejahteraan pasien, maka perawat harus mampu mengenal/tanggap bila ada asuhan keperawatan yang buruk dan tidak bijak, serta berupaya untuk mengubah keadaan tersebut. Kondisi inilah yang sering sering kali menimbulkan konflik antara perawat sebagai pelaku asuhan keperawatan dan juga terhadap teman sejawat. Dilain pihak perawat harus menjaga nama baik antara teman sejawat, tetapi bila ada teman sejawat yang melakukan pelanggaran atau dilema etik hal inilah yang perlu diselesaikan dengan bijaksana.

- Menghadapi penolakan pasien terhadap Tindakan keperawatan atau pengobatan Masalah ini sering juga terjadi, apalagi pada saat ini banyak bentuk-bentuk pengobatan sebagai alternative tindakan. Dan berkembangnya tehnologi yang memungkinkan orang untuk mencari jalan sesuai dengan kondisinya. Penolakan pasien menerima pengobatan dapat saja terjadi dan dipengaruhi oleh beberapa

27

factor, seperti pengetahuan, tuntutan untuk dapat sembuh cepat, keuangan, social dan lain-lain. Penolakan atas pengobatan dan tindakan asuhan keperawatan merupakan hak pasien dan merupakan hak outonmy pasien, pasien berhak memilih, menolak segala bentuk tindakan yang mereka anggap tidak sesuai dengan dirinnya, yang perlu dilakukan oleh perawat adalah menfasilitasi kondisi ini sehingga tidak terjadi konflik sehingga menimbulkan masalah-masalah lain yang lebih tidak etis.

- Masalah antara peran merawat dan mengobati Berbagai teori telah dijelaskan bahwa secara formal peran perawat adalah memberikan asuhan keperawatan, tetapi dengan adanya berbagai factor sering kali peran ini menjadai kabur dengan peran mengobati. Masalah antara peran sebagai perawat yang memberikan asuhan keperawatan dan sebagai tenaga kesehatan yang melakuka pengobatan banyak terjadi di Indonesia, terutama oleh perawat yang ada didaerah perifer (puskesmas) sebagai ujung tombak pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Dari hasil penelitian, Sciortio (1992) menyatakan bahwa pertentangan antara peran formal perawat dan pada kenyataan dilapangan sering timbul dan ini bukan saja masalah Nasional seperti di Indonesia, tetapi juga terjadi di Negaranegara lain.Walaupun tidak diketahui oleh pemerintah, pertentangan ini mempunyai implikasi besar. Antara pengetahuan perawat yang berhubungan dengan asuhan keperawatan yang kurang dan juga kurang aturan-aturan yang jelas sebagai bentuk perlindungan hukum para pelaku asuhan keperawatan hal inisemakin tidak jelas penyelesaiannya.

- Berkata Jujur atau Tidak jujur Didalam memberikan asuhan keperawatan langsung sering kali perawat tidak merasa bahwa, saat itu perawat berkata tidak jujur. Padahal yang dilakukan perawat adalah benar (jujur) sesuai kaedah asuhan keperawatan. Sebagai contoh: sering terjadi pada pasien yang terminal, saat perawat ditanya oleh pasien berkaitan dengan kondisinya, perawat sering menjawab “tidak apa-apa ibu/bapak, bapak/ibu akan baik, suntikan ini tidak sakit”. Dengan bermaksud untuk menyenangkan pasien karena tidak mau pasiennya sedih karena kondisinya dan tidak mau pasien takut akan suntikan yang diberikan, tetapi didalam

28

kondisi tersebut perawat telah mengalami dilema etik. Bila perawat berkata jujur akan membuat sedih dan menurunkan motivasi pasien dan bila berkata tidak jujur, perawat melanggar hak pasien.

- Tanggung jawab terhadap peralatan dan barang Dalam bahasa Indonesia dikenal istilah menguntil atau pilfering, yang berarti mencuri barang-barang sepele/kecil. Sebagai contoh: ada pasien yang sudah meninggal dan setalah pasien meninggal ada barang-barang berupa obat-obatan sisa yang belum dipakai pasien, perawat dengan seenaknya membereskan obat-obatan tersebut dan memasukan dalam inventarisasi ruangan tanpa seijin keluarga pasien. Hal ini sering terjadi karena perawat merasa obat-obatan tersebut tidak ada artinya bagi pasien, memang benar tidak artinya bagi pasien tetapi bagi keluarga kemungkinan hal itu lain. Yang penting pada kondisi ini adalah komunikasi dan informai yang jelas terhadap keluarga pasien dan ijin dari keluarga pasien itu merupakan hal yang sangat penting, Karena walaupun bagaimana keluarga harus tahu secara pasti untuk apa obat itu diambil. Perawat harus dapat memberikan penjelasan pada keluarga dan orang lain bahwa menggambil barang yang seperti kejadian diatas tidak etis dan tidak dibenarkan karena setiap tenaga kesehatan mempunyai tanggung jawab terhadap peralatan dan barang ditempat kerja. Selain itu ada juga permasalahan etik yg terjadi yaitu: 1)

Malpraktek Balck’s law dictionary mendefinisikan malpraktek sebagai ” kesalahan profesional atau kurangnya keterampilan tidak masuk akal "kegagalan atau satu layanan render profesional untuk melatih bahwa tingkat keterampilan dan pembelajaran umum diterapkan dalam semua keadaan masyarakat oleh anggota terkemuka rata bijaksana profesi dengan hasil dari cedera, kerugian atau kerusakan kepada penerima layanan tersebut atau mereka yang berhak untuk bergantung pada mereka ". Bila dilihat dari definisi diatas maka malpraktek dapat terjadi karena tindakan yang disengaja (intentional) seperti pada misconduct tertentu, tindakan kelalaian (negligence), ataupun suatu kekurang-mahiran/ketidakkompetenan

29

yang tidak beralasan (Sampurno, 2005). Malpraktek dapat dilakukan oleh profesi apa saja, tidak hanya dokter, perawat. Profesional perbankan dan akutansi adalah beberapa profesi yang dapat melakukan malpraktek. 2)

Neglience (Kelalaian) Kelalaian tidak sama dengan malpraktek, tetapi kelalaian termasuk dalam arti malpraktik, artinya bahwa dalam malpraktek tidak selalu ada unsur kelalaian. Kelalaian adalah segala tindakan yang dilakukan dan dapat melanggar standar sehingga mengakibatkan cidera/kerugian orang lain (Sampurno, 2005). Sedangkan menurut amir dan hanafiah (1998) yang dimaksud dengan kelalaian adalah sikap kurang hati-hati, yaitu tidak melakukan apa yang seseorang dengan sikap hati-hati melakukannya dengan wajar, atau sebaliknya melakukan apa yang seseorang dengan sikap hati-hati tidak akan melakukannya dalam situasi tersebut. Negligence, dapat berupa Omission (kelalaian untuk melakukan sesuatu yang seharusnya dilakukan) atau Commission (melakukan sesuatu secara tidak hati-hati). (Tonia, 1994). Dapat disimpulkan bahwa kelalaian adalah melakukan sesuatu yang harusnya dilakukan pada tingkatan keilmuannya tetapi tidak dilakukan atau melakukan tindakan dibawah standar yang telah ditentukan. Kelalaian praktek keperawatan adalah seorang perawat tidak mempergunakan tingkat ketrampilan dan ilmu pengetahuan keperawatan yang lazim dipergunakan dalam merawat pasien atau orang yang terluka menurut ukuran dilingkungan yang sama. a. Jenis-jenis kelalaian Bentuk-bentuk dari kelalaian menurut sampurno (2005), sebagai berikut: 1. Malfeasance : yaitu melakukan tindakan yang menlanggar hukum atau tidak tepat/layak. Misal: melakukan tindakan keperawatan tanpa indikasi yang memadai/tepat 2. Misfeasance : yaitu melakukan pilihan tindakan keperawatan yang tepat tetapi dilaksanakan dengan tidak tepat. Misal: melakukan tindakan keperawatan dengan menyalahi prosedur

30

3. Nonfeasance : Adalah tidak melakukan tindakan keperawatan yang merupakan kewajibannya. Misal: Pasien seharusnya dipasang pengaman tempat tidur tapi tidak dilakukan. Sampurno (2005), menyampaikan bahwa suatu perbuatan atau sikap tenaga kesehatan dianggap lalai, bila memenuhi empat (4) unsur, yaitu: 1. Duty atau kewajiban tenaga kesehatan untuk melakukan tindakan atau untuk tidak melakukan tindakan tertentu terhadap pasien tertentu pada situasi dan kondisi tertentu. 2. Dereliction of the duty atau penyimpanagan kewajiban. 3. Damage atau kerugian, yaitu segala sesuatu yang dirasakan oleh pasien sebagai kerugian akibat dari layanan kesehatan yang diberikan oleh pemberi pelayanan. 4. Direct cause relationship atau hubungan sebab akibat yang nyata, dalam hal ini harus terdapat hubungan sebab akibat antara penyimpangan kewajiban dengan kerugian yang setidaknya menurunkan “Proximate cause”. b.

Dampak Kelalaian Kelalaian yang dilakukan oleh perawat akan memberikan dampak yang luas, tidak saja kepada pasien dan keluarganya, juga kepada pihak Rumah Sakit, Individu perawat pelaku kelalaian dan terhadap profesi. Selain gugatan pidana, juga dapat berupa gugatan perdata dalam bentuk ganti rugi. (Sampurna, 2005). Bila dilihat dari segi etika praktek keperawatan, bahwa kelalaian merupakan bentuk dari pelanggaran dasar moral praktek keperawatan baik bersifat pelanggaran autonomy, justice, nonmalefence, dan lainnya. (Kozier, 1991) dan penyelesainnya dengan menggunakan dilema etik. Sedangkan dari segi hukum pelanggaran ini dapat ditujukan bagi pelaku baik secara individu dan profesi dan juga institusi penyelenggara pelayanan praktek keperawatan, dan bila ini terjadi kelalaian dapat digolongan perbuatan pidana dan perdata (pasal 339, 360 dan 361 KUHP).

3)

Liability (Liabilitas) Liabilitas adalah tanggungan yang dimiliki oleh seseorang terhadap setiap tindakan atau kegagalan melakukan tindakan. Perawat profesional, seperti halnya tenaga kesehatan lain mempunyai tanggung jawab terhadap setiap bahaya

31

yang timbulkan dari kesalahan tindakannya. Tanggungan yang dibebankan perawat dapat berasal dari kesalahan yang dilakukan oleh perawat baik berupa tindakan kriminal kecerobohan dan kelalaian. Seperti telah didefinisikan diatas bahwa kelalaian merupakan kegagalan melakukan sesuatu yang oleh orang lain dengan klasifikasi yang sama, seharusnya dapat dilakukan dalam situasi yang sama, hal ini merupakan masalah hukum yang paling lazim terjadi dalam keperawatan. Terjadi akibat kegagalan menerapkan pengetahuan dalam praktek antara lain disebabkan kurang pengetahuan. Dan dampak kelalaian ini dapat merugikan pasien. 2.7 Strategi Penyelesaian Masalah Etik Dalam menghadapi dan mengatasi permasalahan etis, antara perawat dan dokter tidak menutup kemungkinan terjadi perbedaan pendapat. Bila ini berlanjut dapat menyebabkan masalah komunikasi dan kerjasama, sehingga menghambat perawatan pada pasien dan kenyamanan kerja. (Mac Phail, 1988)Salah satu cara menyelesaikan permasalahan etis adalah dengan melakukan rounde ( Bioetics Rounds ) yang melibatkan perawat dengan dokter. Rounde ini tidak difokuskan untuk menyelesaikan masalah etis tetapi untuk melakukan diskusi secara terbuka tentang kemungkinan terdapat permasalahan etis.

32

BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan Berbagai permasalahan etik dapat terjadi dalam tatanan klinis yang melibatkan interaksi antara klien dan perawat. Permasalahan bisa menyangkut penentuan antara mempertahankan hidup dengan kebebasan dalam menentukan kematian, upaya menjaga keselamatan klien yang bertentangan dengan kebebasan menentukan nasibnya, dan penerapan terapi yang tidak ilmiah dalam mengatasi permasalah klien. Dalam membuat keputusan terhadap masalah etik, perawat dituntut dapat mengambil keputusan yang menguntungkan pasien dan diri perawat dan tidak bertentang dengan nilai-nilai yang diyakini klien. Pengambilan keputusan yang tepat diharapkan tidak ada pihak yang dirugikan sehingga semua merasa nyaman dan mutu asuhan keperawatan dapat dipertahankan. Dalam upaya mendorong kemajuan profesi keperawatan agar dapat diterima dan dihargai oleh pasien, masyarakat atau profesi lain, maka perawat harus memanfaatkan nilai-nilai keperawatan dalam menerapkan etika dan moral disertai komitmen yang kuat dalam mengemban peran profesionalnya. Dengan demikian perawat yang menerima tanggung jawab, dapat melaksanakan asuhan keperawatan secara etis profesional. Sikap etis profesional berarti bekerja sesuai dengan standar, melaksanakan advokasi, keadaan tersebut akan dapat memberi jaminan bagi keselamatan pasien, penghormatan terhadap hak-hak pasien, dan akan berdampak terhadap peningkatan kualitas asuhan keperawatan. Selain itu dalam menyelesaikan permasalahan etik atau dilema etik keperawatan harus dilakukan dengan tetap mempertimbangkan prinsip-prinsip etik supaya tidak merugikan salah satu pihak.

3.2 Saran Sebagai seorang perawat kita harus didasarkan dengan kode etik, standar pelayanan, standar profesi, standar prosedur operasional, atau ketentuan perundangundangan agar kita terhindar dari masalah etik keperawatan.

33

DAFTAR PUSTAKA

Ismaini, N. 2001. Etika Keperawatan. Jakarta : Widya Medika Amir & Hanafiah, (1999). Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan, edisi ketiga: Jakarta: EGC. Kozier. (2000). Fundamentals of Nursing : concept theory and practices. Philadelphia. Addison Wesley. Carol T,Carol L, Priscilla LM. 1997. Fundamental Of Nursing Care, Third Edition, by Lippicot Philadelpia, New York. Craven & Hirnle. (2000). Fundamentals of nursing . Philadelphia. Lippincott. Priharjo, R (1995). Pengantar etika keperawatan; Yogyakarta: Kanisius.

34

More Documents from "Suliaswati"