MAKALAH ETIKA KEPERAWATAN ASPEK LEGAL DALAM PRAKTIK KEPERAWATAN
Disusun oleh: APRILIA SETYA NINGTYAS M. BAHRUN IMADUDIN SITI RAHMA BAKRI
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN TANJUNGKARANG JURUSAN KEPERAWATAN PRODI DIV KEPERAWATAN TANJUNG KARANG T.A 2018/2019
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala karunia yang Allah berikan sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini. Makalah ini disusun dalam rangka pembelajaran mata kuliah Etika Keperawatan. Dalam penyusunan makalah ini kami sudah berusaha semaksimal mungkin untuk mengumpulkan kajian pustaka yang diperlukan dalam penyusunan makalah ini. Penyusun juga menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak kekurangan serta kelemahan dalam menyusun makalah ini karena ilmu pengetahuan yang saya miliki belum maksimal. Semoga dengan makalah yang kami buat ini dapat menambah pengetahuan dan pemahaman kita, sebagai penyusun mengharapkan kritik dan saran yang dapat membantu kami untuk lebih baik lagi.
Bandar Lampung, Februari 2019
Penyusun
2
DAFTAR ISI Kata Pengantar ................................................................................................. 2 Daftar Isi........................................................................................................... 3 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ............................................................................... 4 B. Rumusan Masalah .......................................................................... 4 C. Tujuan ............................................................................................. 5 D. Manfaat........................................................................................... 5
BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Aspek Legal Praktik Keperawatan....................... 6 B. Sumber Hukum dalam Praktik Keperawatan ............................... 6 C. Standar Perawatan (Standard of Care).................................. 10 D. Aspek Legal Pilihan dalam Praktik Keperawatan................. 11 E. Fungsi Hukum dalam Praktik Keperawatan.......................... 17
BAB III PENUTUP A. Kesimpulan ..................................................................................... 18
Daftar Pustaka ................................................................................................. 19
3
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Seiring dengan peningkatan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, yang mengikuti perkembangan keperawatan dunia, perawat mengiinginkan perubahan mendasar dalam kegiatan profesinya. Dulu berperan dalam membantu pelaksana tugas dokter, menjadi bagian dari upaya mencapai tujuan asuhan medis, kini mereka menginginkan pelayanan keperawatan mandiri sebagai upaya mencapai tujuan asuhan keperawatan. Tuntutan perubahan paradigma ini tentu mengubah sebagian besar bentuk hubungan perawat dengan manajemen organisasi tempat kerja. Jika praktik keperawatan dilihat sebagai praktik profesi, maka harus ada otoritas atau kewenangan, ada kejelasan batasan. Walaupun
demikian
namun
jumlah
tuntutan
kasus-kasus
malpraktik pun juga meningkat seiring dengan majunya tingkat pendidikan masyarakat sehingga diperlukan payung hukum bagi perawat dalam menjalankan profesinya dilapangan praktik. Karena setiap perawat miliki tanggung jawab dalam setiap keputusan yang diambil untuk memberikan prosedur asuhan keperawatan terhadap klien. Agar proses pengambilan keputusan tersebut terhindar dari resiko tuntutan maka perlu adanya perlindungan praktik keperawatan yang sah menurut hukum.
Apalagi
keperawatan di Indonesia masih tergolong muda dibandingkan dengan di negara barat. Maka dari itu kami tertarik untuk menulis makalah yang berjudul “Aspek Legal dalam Praktik Keperawatan”.
B. Rumusan Masalah 1. Apa pengertian aspek legal keperawatan? 2. Apa saja yang menjadi sumber-sumber hukum dalam praktik keperawatan? 3. Apa pentingnya standar keperawatan dalam praktik keperawatan?
4
4. Apa saja aspek legal pilihan dalam praktik keperawatan? 5. Apa fungsi hukum dalam praktik keperawatan?
C. Tujuan 1. Mengetahui pengertian aspek legal keperawatan 2. Mengetahui sumber-sumber hukum praktik keperawatan 3. Mengetahui
pentingnya
standar
keperawatan
dalam
praktik
keperawatan 4. Mengetahui aspek legal pilihan dalam praktik keperawatan 5. Mengetahui fungsi hukum dalam praktik keperawatan
D. Manfaat Melalui makalah ini diharapkan mahasiswa mengerti tentang aspek legal dalam praktik keperawatan.
5
BAB II PEMNAHASAN
A. Pengertian Aspek Legal Praktik Keperawatan Aspek legal keperawatan(Etika dalam Praktik Keperawatan dalam website scribs,2006) adalah aspek aturan keperawatan dalam memberikan asuhan keperawatan sesuai lingkup wewenang dan tanggung jawabnya pada berbagai tatanan pelayanan, termasuk hak dan kewajibannya. Keperawatan adalah suatu bentuk layanan profesional yang merupakan bagian dari integral dari pelayanan kesehatan, berdasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan yang ditujukan kepada indiividu, keluarga, kelompok dan masyarakat baik sehat maupun sakit yang mencakup seluruh siklus hidup manusia. Perawat sebagai profesi dan bagian integral dari kesehatan tidak saja membutuhkan kesabaran tetapi kemampuannya dalam mengikuti masalah-masalah dalam kesehatan harus dapat diandalkan.Agar dapat terwujud keperawatan sebagai profesi yang utuh maka perawat harus memiliki body of knowledge yang spesifik, memberikan pelayanan kepada masyarakat melalui praktik keprofesian. Para praktisi harus menempuh jalur pendidikan tinggi untuk mempersiapkan diri. Dalam praktik keperawatan diatur oleh berbagai konsep hukum. Penting bagi perawat mengetahui dasar konsep hukum, karena perawat bertanggung gugat atas penilaian dan tindakan dalam profesi mereka.
B. Sumber Hukum dalam Praktik Keperawatan 1. Hukum Konstitusi Hukum Konstitusi menurut Fundamental Keperawatan (2011:63-65) menetapkan hak dan tanggung jawab hukum dan merupakan dasar dalam sistem peradilan contohnya Konstitusi menjamin setiap warga Negara Amerika Serikat hak untuk melakukan proses hukum,Hak hukum individu perlindungan setara.
6
2. Hukum Legislasi (Perundang-undangan) Hukum yang dikeluarkan oleh Badan Legislasi disebut hukum perundang-undangan. Peraturan terkait keperawatan diatur oleh hukum negara. Badan pembuat undanag-undang Negara mengeluarkan undangundang yang membatasi dan mengatur keperawatan yaitu Undang-Undang Praktik Keperawatan. Berikut ini adalah registrasi dan praktik keperawatan (Profesi dan Praktik Keperawatan Profesional 2004:129) sesuai Kepmenkes No. 1239 tahun 2001. Perawat sebagai tenaga professional bertanggung jawab dan berwenang memberikan pelayanan keperawatan secara mandiri atau berkolaborasi dengan tenaga kesehatan lain sesuai dengan kewenanganya. Untuk itu perlu ketetapan yang mengatur tentang hak dan kewajiban seseorang terkait dengan pekerjaan atau profesi (legislasi). Legislasi yang dimaksudkan untuk memberikan pengertian dan perlindungan hukum bagi tenaga keperawatan dan kesehatan untuk memberi perlindungan di atas perawat perlu diregistrasi, sertifikasi dan izin praktik dilaksanakan oleh pejabat Pemerintah Kantor Dinas Kesehatan dan organisasi profesi (PPNI). Setiap lulusan pendidikan perawat yang menjalankan pekerjaan keperawatan wajib memiliki Surat Izin Perawat (SIP) yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang (Dinas Kesehatan Provinsi) sebagai syarat untuk mendapatkan Surat Izin Kerja (SIK) dan atau Surat Izin Praktik Perawat (SIPP). Praktik profesi keperawatan diatur dalam suatu ketetapan hukum Kepmenkes nomor 1239/Menkes/SK/XI/2001 tentang registrasi dan
praktik
keperawatan
(Revisi
Kepmenkes
nomor
647/Menkes/SK/IV/2000) sehingga diharapkan perlindungan terhadap kepentingan masyarakat terjamin melalui akuntabilitas perawat dalam praktik. Sesuai undang-undang no. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan : a. Pasal 32 ayat 4 “Pelaksanaan dan pengobatan dan atau keperawatan berdasarkan ilmu kedokteran dan atau ilmu keperawatan, hanya dapat dilaksanakan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu.”
7
b. Pasal 53 ayat 1 dan 2 : (ayat 1) “Tenaga kesehatan berhak memperoleh perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas sesuai dengan profesinya.” (ayat 2) “Tenaga kesehatan dalam melakukan tugasnya berkewajiban untuk mematuhi standar profesi dan menghormati hak pasien.” Pasal krusial dalam kepmenkes 1239/2001 tentang praktik keperawatan, antara lain : a. Melakukan asuhan keperawatan meliputi Pengkajian, penetapan diagnosa keperawatan, perencanaan, melaksanakan tindakan dan evaluasi. b. Pelayanan tindakan medik hanya dapat dilakukan atas permintaan tertulis dokter c. Dalam melaksanakan kewenangan perawat berkewajiban : 1) Menghormati hak pasien 2) Merujuk kasus yang tidak dapat ditangani 3) Menyimpan rahasia sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku 4) Memberikan informasi 5) Meminta persetujuan tindakan yang dilakukan 6) Melakukan catatan perawatan dengan baik d. Dalam keadaan darurat yang mengancam jiwa seseorang , perawat berwenang melakukan pelayanan kesehatan di luar kewenangan yang ditujukan untuk penyelamatan jiwa. e. Perawat yang menjalankan praktik perorangan harus mencantumkan SIPP di ruang praktiknya f. Perawat yang menjalankan praktik perorangan tidak diperbolehkan memasang papan praktik (sedang dlam proses amandemen) g. Perawat yang memiliki SIPP dapat melakukan asuhan dalam bentuk kunjungan rumah h. Persyaratan praktik perorangan sekurang-kurangnya memenuhi : 1) Tempat praktik memenuhi syarat
8
2) Memiliki perlengkapan peralatan dan administrasi termasuk formulir /buku kunjungan, catatan tindakan dan formulir rujukan.
3. Hukum Pidana (publik) Merupakan bagian hukum yang mengatur hubungan antara individu dan pemerintah dan lembaga pemerintahan. Segmen hukum public yang penting adalah hukum pidana, yang mengatur tindakan yang membahayakan keselamatan dan kesejahteraan masyarakat. Contohnya pembunuhan, pembunuhan tidak berencana,pencurian, penyerangan seksual,dan kepemilikan obat tercatat secara illegal (Fundamental Keperawatan,Kozier 2011:64) 4. Hukum Perdata atau Hukum Sipil Merupakan bagian hukum yang mengatur hubungan antara individu perorangan. Hukum ini dapat dikelompokan ke dalam beragam kekhususan hukum seperti : a) Contract law adalah pembuatan persetujuan diantara individu perorangan atau pembayaran kompensasi atas kegagalan memenuhi persetujuan tersebut, contohnya: perawat dan klien, perawat dan atasan, perawat dan asuransi, klien dan instansi. Di Hukum perikatan di atur dalam UU Hukum Perdata pasal 1239 : “semua perjanjian baik yang mempunyai nama khusus maupun yang tidak mempunyai nama tertentu, tunduk pada ketentuan-ketentuan umum yang termasuk dalam bab ini dan bab yang lalu.” Lebih lanjut menurut ketentuan pasal 1234 KUHPdt, setiap perikatan adalah untuk memberikan, berbuat sesuatu atau untuk tidak berbuat sesuatu. Perjanjian dapat diaktakan sah bila memenuhi syarat sebagai berikut (Aditya,2012) : 1) Ada persetujuan kehendak antara pihak-pihak yang membuat janji (Consencius) 2) Ada kecakapan terhadap pihak-pihak untuk membuat perjanjian (Capacity)
9
3) Ada sesuatu hal tertentu (a certain subject matter) dan ada sesuatu sebab yang halal 4) Kontrak perawat pasien dilakukan sebelum melakukan asuhan keperawatan 5) Kontrak juga dilakukan sebelum menerima dan diterima di tempat kerja 6) Kontrak perawat pasien digunakan untuk melindungi hak-hak kedua belah pihak yang bekerjasama 7) Kontrak juga untuk menggugat pihak yang melanggar kontrak yang di sepakati.
b) Tort law adalah membatasi dan menetapkan tugas dan hak diantara individu perorangan yang tidak didasarkan atas persetujuan kontrak contoh kelalaian dan malpraktik, pelanggaran privasi, penyerangan dan kekerasan.
C. Standar Perawatan (Standard of Care) Standar perawatan adalah pedoman keperawatan/pedoman legal bagi praktik keperawatan dan memberikan batasan minimum pelayanan keperawatan yang diterima. Standar menetapkan harapan bagi perawat untuk memberikan perawatan klien yang aman dan tepat. Jika perawat melakukan tugas dalam standar perawatan yang diterima, mereka dapat menempatkan diri mereka sendiri pada bahaya tindakan legal dan yang lebih penting, menempatkan klien mereka pada resiko bahaya dan cedera. Dalam perkara hukum malpraktik, standar ini digunakan untuk menentukan apakah perawat telah bertindak sebagai perawat bijaksana yang rasional dalam lingkungan yang sama dengan surat mandat yang sama. Standar tersebut mencerminkan nilai-nilai dan prioritas profesi. American Nurses Association (ANA) telah membangun standar bagi praktik keperawatan, pernyataan kebijakan, dan resolusi yang sama.
10
Standar tersebut menguraikan cakupan fungsi dan peran perawat dalam praktik. Standar perawatan menekankan tanggung gugat atau kewajiban untuk menghitung tindakan mereka. Tugas umum perawat adalah bertanggung jawab secara legal untuk memenuhi standar yang sama sebagai tugas umum perawat lain dalam lingkungan yang sama. Bagaimanapun perawat spesialisasi seperti perawat anestetik, perawatperawatan intensif, bidan bersertifikat, atau perawat ruang operasi menjalankan standar perawatan dan terampil terlatih di bidang yang sama seperti didefinisikan dengan standar yang digunakan. Semua perawat harus mengetahui standar perawatan yang harus mereka penuhi dalam spesialisasi dan lingkungan kerja mereka yang spesifik. Pengabaian hukum atau standar perawatan bukan suatu pertahanan terhadap malpraktik (Fundamental Keperawatan, Potter & Perry, 2005:435)
D. Aspek Legal Pilihan dalam Praktik Keperawatan Perawat perlu memahami dan menerapkan banyak aspek legal pada berbagai peran mereka. Contohnya, sebagai advokat klien, perawat memastikan klien mendapatkan haknya untuk menyetujui atau menolak tindakan setelah diberikan informasi yang benar, serta mengidentifikasi dan melaporkan perilaku kekerasan dan pengabaian terhadap pasienyang rentan. Aspek legal juga mencakup tanggung jawab untuk melaporkan perawat yang diduga melakukan penyalahgunaan zat kimia (Fundamental Keperawatan, Kozier 2011:64) 1)
Informed Consent Informed consent adalah persetujuan klien untuk menerima serangkaian terapi atau prosedur setelah diberi informasi lengkap, termasuk manfaat dan resiko prosedur, alternative terapi tersebut, dan prognosis jika tidak ditangani oleh penyedia layanan kesehatan.
11
Terdapat dua jenis persetujuan, yakni langsung dan tidak langsung. Persetujuan langsung dapat berbentuk persetujuan lisan atau tulisan. Persetujuan tidak langsung terjadi jika perilaku nonverbal individu menunjukkan persetujuan. Persetujuan juga bersifat tidak langsung dalam situasi kedaruratan saat individu tidak dapat mengungkapkan persetujuannya karena kondisi fisik yang tidak memungkinkan. Hukum menyatakan bahwa “kuantitas informasi yang memadai” yang dibutuhkanoleh klien untuk membuat keputusan berdasarkan informasi adalah semua hal yang diungkap oleh dokter atau praktisi kesehatan dalam situasi yang sama (Dunn, 1999, hlm. 42 dalam Fundamental Keperawatan,Kozier). Pedoman umum mencakup : 1. Tujuan terapi 2. Apa yang mungkin dihadapi atau dialami klien 3. Manfaat yang diharapkan dari terapi 4. Kemungkinan risiko atau hasil negatif terapi 5. Manfaat atau kerugian kemungkinan alternatif terapi (termasuk bila tidak mendapatkan terapi).
Tiga elemen utama informed consent, yaitu : 1. Persetujuan harus diberikan tanpa ada paksaan. 2. Persetujuan harus diberikan oleh klien atau individu yang cakap dan mampu memahami penjelasan. 3. Klien atau individu harus diberikan informasi yang cukup agar dapat menjadi pengambil keputusan akhir. Klien tidak boleh meras terpaksa agar dapat memberikan informed consent secara sukarela. Pemaksaan membuat persetujuan menjadi tidak valid. Dengan demikian, individu yang meminta persetujuan harus mempersilakan dan menjawab pertanyaan klien. Klien juga harus mengerti apa yang dijelaskan. Klien yang bingung, disorientasi, dan sedasi harus diberi informasi yan memadai
12
atau orang dewasa yang cakap dapat mengambil keputusan mandiri terkait kesehatan. Orang dewasa yang cakap adalah individu berusia lebih dari 18 tahun dan sadar orientasi. Regulasi
informed
consent
awalnya
ditulis
dengan
mempertimbangkan tatanan perawat akut. Namun, memastikan informed consent juga penting saat memberikan asuhan keperawatan di rumah. Karena asuhan keperawatan di rumah sering berlangsung dalam jangka panjang, perawat memiliki banyak kesempatan untuk memastikan bahwa klien menyetujui rencana. Terdapat tiga kelompok orang yang tidak dapat memberikan persetujuan, antara lain : 1. Anak di bawah umur 2. Orang yang tidak sadar atau mengalami cedera 3. Orang sakit jiwa
Perawat sering diminta untuk mendapatkan formulir persetujuan yang ditanda tanganii oleh klien. Perawat tidak bertanggung jawab menjelaskan prosedur, tetapi harus menyaksikan penandatanganan formulir oleh klien. Sullivan (1998) menyatakan bahwa tanda tangan perawat memperjelas tiga hal : 1. Klien memberikan persetujuannya dengan sukarela. 2. Tanda tangan asli. 3. Klien terlihat cakap untuk memberikan persetujuan.
Perawat menjadi advokat klien dengan memastikan bahwa klien telah
mendapatkan
cukup
informasi
yang
diperlukan
untuk
memberikan persetujuan. Jika klien memiliki pertanyaan atau jika perawat meragukan pemahaman klien, perawat harus memberi tahu penyedia layanan kesehatan. Selain itu, perawat tidak bertanggung jawab menjelaskan prosedur medis maupun pembedahan. Bahkan, perawat dapat disalahkan atas pemberian informasi yang tidak tepat
13
atau tidak lengkap atau mencampuri hubungan antara klien-penyedia layanan kesehatan (Dunn, 1999). Menurut Guido (2001), hak memberikan persetujuan juga mencakup hak untuk menolak. Ingatkan klien bahwa mereka dapat mengubah pikiran mereka dan membatalkan prosedur kapan pun juga karena hak untuk menolak tetap ada meski telah menandatangani surat persetujuan. Perawat perlu member tahu penyedia layanan kesehatan mengenai penolakan klien dan mendokumentasikan penolakan status klien.
2)
Delegasi National Council of State Board of Nursing (1995) mendefinisikan delegasi sebagai “menyerahkan kewenangan kepada individu yang kompeten untuk melakukan tugas keperawatan tertentu dalam situasi tertentu.” Dari perspektif hukum, kewenangan perawat untuk mendelegasikan didasarkan atas hukum dan undang-undang yang berlaku. Oleh karena itu, perawat harus terbiasa dengan undangundang praktik perawat (Nurse Practice Act / NPA) mereka. Sheehan (2001) menyatakan bahwa perawat perlu menentukan jawaban atas pertanyaan berikut : 1. Apakah NPA membolehkan delegasi? 2. Apakah
NPA
membuat
daftar
mengenai
hal-hal
yang
dapatdidelegasikan oleh perawat? 3. Apakah dewan keperawatan negara bagian mengeluarkan panduan yang menjelaskan tanggung jawab perawat saat melakukan delegasi?
3)
Kekerasan, Penganiyaan, dan Pengabaian Perilaku kekerasan dapat berupa kekerasan dalam rumah tangga, penganiyaan anak, penganiyaan lansia, dan penganiyaan seksual. Pengabaian adalah tidak diberikannya asuhan yang dibutuhkan untuk memelihara kesehatan dan keselamatan individu yang ringkih, seperti
14
anak-anak atau lansia. Perawat, dengan peran mereka yang beragam (mis, perawat kesehatan di rumah, perawat anak, perawat UGD) sering mengidentifikasi dan mengkaji kasus kekerasan terhadap orang lain. Akibatnya, mereka sering disebut sebagai pelapor yang diberi mandate. Brent (2001, dalam Fundamental Keperawatan,Kozier) menyatakan bahwa “jika kejadian cedera yang diidentifikasi tampak sebagai akibat penganiyaan, pengabaian, atau eksploitasi, pelapor yang diberi mandat harus melaporkan situasi ini kepada pihak yang berwenang.” 4) Zat Tercatat Hukum di Indonesia mengatur pendistribusian dan penggunaan zat-zat tercatat, seperti narkotik, depresan, stimulant, dan halusinogen. Penyalahgunaan zat-zat tercatat menimbulkan sanksi hukuman pidana. 5) Perawat Pecandu Istilah perawat pecandu menunjuk pada perawat yang praktiknya terganggu karena penyalahgunaanzat-zat kimia, terutama penggunaan alkohol dan obat-obatan. Kecanduan pada zat-zat kimia di kalangan tenaga kesehatan menjadi masalah karena tingginya kadar stres yang terjadi di banyak tatanan perawatan kesehatan dan kemudahan akses untuk mendapatkan obat-obatan adiktif. 6) Pelecehan Seksual Pelecehan seksual merupakan bentuk pelanggaran terhadap hak individu dan bentuk diskriminasi. Pada tahun 1987, hukum yang melarang diskriminasi seksual diperjels untuk diterapkan pada semua institusi pendidikan dan instansi kerja yang menerima suntikan dan dari pemerintah. Equal Employment Opportunity Commission (EEOC) mendefinisikan pelecehan seksual sebagai “percumbuan, permintaan hubungan intim, dan verbal dan fisik lain yang berbau seks dan di luar kehendak”yang terjadi dalam kondisi berikut (EEC, 2000, bagian 1604.11) :
15
1. Jika penerimaan terhadap tingkah laku tersebut secara ekplisit maupun implisit dianggap sebagai patokan penilaian kerja individu. 2. Jika penerimaan atau penolakan terhadap tingkah laku tersebut digunakan sebagai bahan pertimbangan keputusan kerja individu. 3. Jika tingkah laku tersebut mengganggu kinerja individu atau menciptakan “lingkungan kerja yang mengintimidasi, bermusuhan atau tidak nyaman”.
7) Aborsi Hukum aborsi memberikan panduan spesifik bagi perawat mengenai hal-hal yang diperbolehkan menurut hukum. Pada tahun 1973, saat kasus Roe v. Wade dan Doe v. Bolton diputuskan, Mahkamah Agung Amerika Serikat berpedoman bahwa hak privasi berdasarkan hukum konstitusi memberi hak kepada wanita untuk memegang kendali atas tubuhnya pada tingkat tertentu sehingga ia dapat mengaborsi janinnya pada tahap awal kehamilannya.
8)
Kematian dan Isu Terkait Isu hukum terkait kematian termasuk instruksi lanjutan, euthanasia, do not resuscitate (DNR), surat kematian, otopsi, penyelidikan yudisial, dan donor organ.
E. Fungsi Hukum dalam Praktik Keperawatan 1.
Hukum memberikan kerangka kerja untuk menentukan jenis tindakan keperawatan yang sah dalm asuhan klien.
2.
Hukum
membedakan
tanggung
jawab
perawat
dari
tenaga
professional kesehatan lain. 3.
Hukum membantu menentukan batas-batas kewenangan tindakan keperawatan mandiri.
16
4.
Hukum
membantu
dalam
mempertahankan
standar
praktik
keperawatan dengan membuat perawat bertanggung gugat di bawah hukum yang berlaku.
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan Aspek legal keperawatan merupakan aspek aturan keperawatan dalam menjalankan profesi yang bertanggung jawab dalam memberikan asuhan keperawatan sesuai lingkup wewenang. Aturan-aturan tersebut tertuang dalam sumber hukum yang melindungi perawat dalam melaksanakan praktik tentunya sesuai dengan pasal krusial dalam kepmenkes 1239/2001 tentang praktik keperawatan dan undang-undang no. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan. Dalam menjalankan praktik keperawatan yang beraspek legal diperlukan standar keperawatan agar perawat bijaksana menjalankan tindakannya dalam memberikan asuhan keperawatan serta memiliki tanggung jawab terhadap tindakannya kemudian ada juga aspek legal pilihan yang perlu diterapkan saat praktik keperawatan.
17
DAFTAR PUSTAKA
Aditya.2012.Aspek Legal dalam Praktek Keperawatan. http://theadityaarizka.blogspot.com/2012/11/aspek-legal-praktik-dalamkeperawatan.html.(16 September 2014) Kusnanto.2004.Pengantar Profesi
Dan Praktik Keperawatan
Profesional.Jakarta:EGC Kozier.2011.Fundamental Keperawatan.Jakarta:EGC Potter,Parry.2005.Fundamental Keperawatan.Jakarta:EGC
18