Etika Dan Nilai Keperawatan.docx

  • Uploaded by: Co Dimas
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Etika Dan Nilai Keperawatan.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 40,050
  • Pages: 156
ETIKA DAN NILAI KEPERAWATAN 1. Konsep Etika 1. Pengertian Etika adalah peraturan atau norma yang dapat digunakan sebagai acuan bagi perilaku seseorang yang berkaitan dengan tindakan yang baik dan buruk yang dilakukan oleh seseorang dan merupakan suatu kewajiban dan tanggung jawab moral. Dari konsep pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa etika adalah ilmu tentang kesusilaan yang menentukan bagaimana sepatutnya manusia hidup di dalam masyarakat yang menyangkut aturanaturan atau prinsip-prinsip yang menentukan tingkah laku yang benar, yaitu: a). Baik dan buruk b). Kewajiban dan tanggung jawab. 1. Tujuan Etika profesi keperawatan merupakan alut untuk mengukur perilaku moral dalam keperawatan. Dalam penyusunan alat ukur ini, keputusan diambil berdasarkan kode etik sebagai standar yang mengukur dan mengevaluasi perilaku moral perawat. Secara umum tujuan etika profesi keperawatan adalah menciptakan dan mempertahankan kepercayaan klien kepada perawat, kepercayaan di antara sesama perawat, dan kepercayaan masyarakat kepada profesi keparawatan. Sesuai dengan tujuan di atas, perawat ditantang untuk mengembangkan etika profesisecara terus menerus agar dapat menampung keinginan dan masalah baru. Dan agar perawat manjadi wasit untuk anggota profesi yang bertindak kurang professional atau merusak keparcayaan masyarakat terhadap profesi keperawatan. Menurut American Ethics Commision Bureau on Teaching, tujuan etika profesi keperawatan adalah mampu: 1. Mengenal dan mengidentifikasi unsur moral dalam praktik keperawatan. 2. Membentuk strategi / cara dan menganalisis masalah moral yang terjadi dalam praktik keperawatan.

3. Menghubungkan prinsip moral / pelajaran yang baik dan dapat dipertanggung jawabkan pada diri sendiri, keluarga, masyarakat, dan kepada Tuhan, sesuai dengan kepercayaannya. 1. Etika dalam Keperawatan 1. Kode Etik Keperawatan Kode etik keperawatan merupakan bagian dari etika kesehatan yang menerapkan nilai etika terhadap bidang pemeliharaan atau pelayanan kesehatan masyarakat. Kode etik keperawatan di Indonesia telah disusun oleh Dewan Pimpinan Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia melalui Musyawarah Nasional PPNI di Jakarta pada tanggal 29 November 1989. Kode etik keperawatan Indonesia tersebut terdiri dari 4 bab dan 16 pasal. Bab 1, terdiri dari empat pasal, menjelaskan tentang tanggung jawab perawat terhadap individu, keluarga, dan masyarakat. Bab 2 terdiri dari lima pasal, menjelaskan tentang tanggung jawab perawat terhadap tugasnya. Bab 3, terdiri dari dua pasal, menjelaskan tentang tanggung jawab perawat terhadap sesama perawat dan profesi kesehatan lain. Bab 4, terdiri dari empat pasal, menjelaskan tentang tanggung jawab perawat terhadap profesi keperawatan. Bab 5, terdiri dari dua pasal, menjelaskan tentang tanggung jawab perawat terhadap pemerintah, bangsa, dan tanah air. Kode etik keperawatan menurut American Nurses Association (ANA) adalah sebagai berikut. 1. Perawat memberikan pelayanan dengan penuh hormat bagi martabat kemanusiaan dan keunikan klien yang tidak dibatasi oleh pertimbangan-pertimbangan status sosial atau ekonomif atribut personal, atau corak masalah kesehatannya. 2. Perawat melindungi hak klien akan privasi dengan memegang teguh informasi yang bersifat rahasia. 3. Perawat melindungi klien dan publik bila kesehatan dan keselamatannya terancam oleh praktik seseorang yang tidak berkompeten, tidak etis, atau ilegal. 4. Perawat memikul tanggung jawab atas pertimbangan dan tindakan perawatan yang dijalankan masing-masing individu. 5. Perawat memelihara kompetensi keperawatan.

6. Perawat melaksanakan pertimbangan yang beralasan dan menggunakan kompetensi dan kualifikasi individu sebagai kriteria dalam mengusahakan konsultasi, menerima tanggung jawab, dan melimpahkan kegiatan keperawatan kepada orang lain. 7. Perawat turut serta beraktivitas dalam membantu pengembangan pengetahuan profesi. 8. Perawat turut serta dalam upaya-upaya profesi untuk melaksanakan dan meningkatkan standar keperawatan. 9. Perawat turut serta dalam upaya-upaya profesi untuk membentuk dan membina kondisi kerja yang mendukung pelayanan keperawatan yang berkualitas. 10. Perawat turut serta dalam upaya-upaya profesi untuk melindungi publik terhadap informasi dan gambaran yang salah serta mempertahankan integritas perawat. 11. Perawat bekerjasama dengan anggota profesi kesehatan atau warga masyarakat Iainnya dalam meningkatkan upaya-upaya masyarakat dan nasional untuk memenuhi kebutuhan kesehatan publik. 12. Tanggung jawab Keperawatan Tanggung jawab menunjukkan kewajiban. Ini mengarah kepada kewajiban yang harus dilakukan untuk menyelesaikan pekerjaan secara professional. Manajer dan para staf harus memahami dengan jelas tentang fungsi tugas yang menjadi tanggung jawab masing-masing perawat serta hasil yang ingin dicapai dan bagaimana mengukur kualitas kinerja stafnya. Perawat yang professional akan bertanggung jawab atas semua bentuk tindakan klinis keperawatan atau kebidanan yang dilakukan dalam lingkup tugasnya. Tanggung jawab diperlukan untuk memenuhi kebutuhan dan kinerja yang ditampilkan guna memperoleh hasil pelayanan keperawatan yang berkualitas tinggi. Yang perlu diperhatikan dari pelaksanaan tanggung jawab adalah memahami secara jelas tentang uraian tugas dan spesifikasinya serta dapat dicapai berdasarkan standar yang berlaku atau yang disepakati. Hal ini berarti perawat mempunyai tanggung jawab yang dilandasi oleh komitmen, dimana mereka harus bekerja sesuai fungsi tugas yang dibebankan kepadanya tanggung jawab utama perawat adalah meningkatkan kesehatan, mencegah timbulnya penyakit, memelihara kesehatan, dan mengurangi penderitaan. Untuk melaksanakan tanggung jawab utama tersebut, perawat harus meyakini bahwa: 1. Kebutuhan terhadap pelayanan keperawatan di berbagai ternpat

2. Pelaksanaan praktik keperawatan dititik beratkan pada penghargaan terhadap kehidupan yang bermartabat dan menjunjung tinggi hak asasi manusia 3. Dalam melaksanakan pelayanan kesehatan atau keperawatan kepada individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat, perawat mengikutsertakan kelompok dan instansi terkait. 4. Nilai-nilai Keperawatan Pada tahun 1985, “The American Association Colleges of Nursing” melaksanakan suatu proyek termasuk didalamnya mengidentifikasi nilai-nilai keperawatan. Perkumpulan ini mengidentifikasikan nilai-nilai keperawatan, yaitu: 1. Aesthetics (keindahan) Kualitas obyek suatu peristiwa atau kejadian, seseorang memberikan kepuasan termasuk penghargaan, kreatifitas, imajinasi, sensitifitas dan kepedulian. 1. Altruism (mengutamakan orang lain) Kesediaan memperhatikan kesejahteraan orang lain termasuk keperawatan atau kebidanan, komitmen, arahan, kedermawanan atau kemurahan hati serta ketekunan. 1. Equality (kesetaraan) Memiliki hak atau status yang sama termasuk penerimaan dengan sikap asertif, kejujuran, harga diri dan toleransi 1. Freedom (Kebebasan) Memiliki kapasitas untuk memilih kegiatan termasuk percaya diri, harapan, disiplin serta kebebasan dalam pengarahan diri sendiri. 1. Human dignity (Martabat manusia) Berhubungan dengan penghargaan yang lekat terhadap martabat manusia sebagai individu termasuk didalamnya kemanusiaan, kebaikan, pertimbangan dan penghargaan penuh terhadap kepercayaan. 1. Justice (Keadilan) Menjunjung tinggi moral dan prinsip-prinsip legal termasuk objektifitas, moralitas, integritas, dorongan dan keadilan serta kewajaran.

1. Truth (Kebenaran) Menerima kenyataan dan realita, termasuk akontabilitas, kejujuran, keunikan dan reflektifitas yang rasional. 1. Hubungan Etika dengan Praktek Keperawatan Aplikasi dalam praktek klinis bagi perawat diperlukan untuk menempatkan etika, nilai-nilai dan perilaku kesehatan pada posisinya. Perawat bisa menjadi sangat frustrasi bila membimbing atau memberikan konsultasi kepada pasien yang mempunyai nilai-nilai dan perilaku kesehatan yang sangat rendah. Hal ini disebabkan karena pasien kurang memperhatikan status kesehatannya. Pertama-tama yang dilakukan oleh perawat adalah berusaha membantu pasien untuk mengidentifikasi etika dan nilai-nilai dasar kehidupannya sendiri. Perawat memiliki komitmen yang tinggi untuk memberikan asuhan yang berkualitas berdasarkan standar perilaku etika yang etis dalam praktek asuhan keperawatan. Pengetahuan tentang perilaku etis dimulai dari pendidikan perawat dan berlanjut pada diskusi formal maupun informal dengan sejawat. Perilaku yang etis mencapai puncaknya bila perawat mencoba dan mencontoh perilaku pengambilan keputusan yang etis untuk membantu memecahkan masalah etika. Dalam hal ini, perawat seringkali menggunakan dua pendekatan yaitu : 1.

Pendekatan berdasarkan Prinsip

Pendekatan berdasarkan prinsip, sering dilakukan dalam etika untuk menawarkan bimbingan untuk tindakan khusus. Beauchamp Childress (1994) menyatakan empat pendekatan prinsip dalam etika antara lain : 1. Sebaiknya mengarah langsung untuk bertindak sebagai penghargaan terhadap kapasitas otonomi setiap orang 2. Menghindarkan berbuat suatu kesalahan 3. Bersedia dengan murah hati memberikan sesuatu yang bermanfaat dengan segala konsekuensinya 4. Keadilan menjelaskan tentang manfaat dan resiko yang dihadapi. 1. Pendekatan berdasarkan Auhan Keperawatan.

Ketidakpuasan yang timbul dalam pendekatan berdasarkan prinsip dalam etika mengarahkan banyak perawat untuk memandang “care” atau asuhan sebagai fondasi dan kewajiban. Hubungan perawat dengan pasien merupakan pusat pendekatan berdasarkan asuhan, dimana memberikan langsung perhatian khusus kepada pasien, sebagaimana dilakukan sepanjang kehidupannya sebagai perawat. Perspektif asuhan memberikan arah dengan cara bagaimana perawat dapat membagi waktu untuk dapat duduk bersama dengan pasien, merupakan suatu kewajaran yang dapat membahagiakan bila diterapkan berdasarkan etika. Karakteristik perspektif dari asuhan menurut Taylor (1993) meliputi : 1. Berpusat pada hubungan interpersonal dalam asuhan 2. Meningkatkan penghormatan dan penghargaan terhadap martabat klien atau pasien sebagai manusia 3. Mau mendengarkan dan mengolah saran-saran dari orang lain sebagai dasar yang mengarah pada tanggung jawab profesional 4. Mengingat kembali arti tanggung jawab moral yang meliputi kebajikan seperti: kebaikan, kepedulian, empati, perasaan kasih sayang, dan menerima kenyataan. Dari pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa etika dalam praktek keperawatan sangat berhubungan penting sebagai dasar atau landsasan yang mengatur bagaimana cara perawat melakukan asuhan keperawatan berdasarakan etika keperawatan agar dapat melakukan sesuai konsep dan teori keperawatan.

Sebagai seorang perawat/calon perawat tentunya kita harus mengetahui etika dan hukum dalam profesi kita sebagai landasan kita untuk bekerja memberikan layanan keperawatan kepada masyarakat sehingga kita dijauhkan dari hal-hal yang tidak diinginkan. Etika memerlukan sikap kritis, metodis, dan sistematis dalam melakukan refleksi. Karena itulah etika merupakan suatu ilmu. Sebagai suatu ilmu objek etika adalah tingkah laku manusia (Wikipedia Indonesia) BACA JUGA: Kode Etik Keperawatan Indonesia

Ada 8 prinsip etika keperawatan yang wajib diketahui oleh perawat dalam memberikan layanan keperawatan kepada individu, kelompok/keluarga, dan masyarakat. 1. Otonomi (Autonomi) prinsip otonomi didasarkan pada keyakinan bahwa individu mampu berpikir logis dan mampu membuat keputusan sendiri. Orang dewasa mampu memutuskan sesuatu dan orang lain harus menghargainya. Otonomi merupakan hak kemandirian dan kebebasan individu yang menuntut pembedaan diri. Salah satu contoh yang tidak memperhatikan otonomi adalah Memberitahukan klien bahwa keadaanya baik,padahal terdapat gangguanatau penyimpangan 2. Beneficence (Berbuat Baik) prinsip ini menentut perawat untuk melakukan hal yan baik dengan begitu dapat mencegah kesalahan atau kejahatan. Contoh perawat menasehati klien tentang program latihan untuk memperbaiki kesehatan secara umum, tetapi perawat menasehati untuk tidak dilakukan karena alasan resiko serangan jantung. 3. Justice (Keadilan) nilai ini direfleksikan dalam praktek professional ketika perawat bekerja untuk terapi yang benar sesuai hukum, standar praktik dan keyakinan yang benar untuk memperoleh kualitas pelayanan kesehatan. Contoh ketika perawat dinas sendirian dan ketika itu ada klien baru masuk serta ada juga klien rawat yang memerlukan bantuan perawat maka perawat harus mempertimbangkan faktor-faktor dalam faktor tersebut kemudian bertindak sesuai dengan asas keadilan. 4. Non-maleficence (tidak merugikan) prinsi ini berarti tidak menimbulkan bahaya/cedera fisik dan psikologis pada klien. Contoh ketika ada klien yang menyatakan kepada dokter secara tertulis menolak pemberian transfuse darah dan ketika itu penyakit perdarahan (melena) membuat keadaan klien semakin memburuk dan dokter harus mengistrusikan pemberian transfuse darah. akhirnya transfuse darah ridak diberikan karena prinsi beneficence walaupun pada situasi ini juga terjadi penyalahgunaan prinsi nonmaleficince. 5. Veracity (Kejujuran) nilai ini bukan cuman dimiliki oleh perawat namun harus dimiliki oleh seluruh pemberi layanan kesehatan untuk menyampaikan kebenaran pada setia klien untuk meyakinkan agar klien mengerti. Informasi yang diberikan harus akurat, komprehensif, dan objektif. Kebenaran merupakan dasar membina hubungan saling percaya. Klie memiliki otonomi sehingga mereka berhak mendapatkan informasi yang ia ingin tahu. Contoh Ny. S masuk rumah sakit dengan berbagai macam fraktur karena kecelakaan mobil, suaminya juga ada dalam

kecelakaan tersebut dan meninggal dunia. Ny. S selalu bertanya-tanya tentang keadaan suaminya. Dokter ahli bedah berpesan kepada perawat untuk belum memberitahukan kematian suaminya kepada klien perawat tidak mengetahui alasan tersebut dari dokter dan kepala ruangan menyampaikan intruksi dokter harus diikuti. Perawat dalam hal ini dihadapkan oleh konflik kejujuran. 6. Fidelity (Menepati janji) tanggung jawab besar seorang perawat adalah meningkatkan kesehatan, mencegah penyakit, memulihkan kesehatan, dan meminimalkan penderitaan. Untuk mencapai itu perawat harus memiliki komitmen menepati janji dan menghargai komitmennya kepada orang lain. 7. Confidentiality (Kerahasiaan) kerahasiaan adalah informasi tentang klien harus dijaga privasi klien. Dokumentasi tentang keadaan kesehatan klien hanya bisa dibaca guna keperluan pengobatan dan peningkatan kesehatan klien. Diskusi tentang klien diluar area pelayanan harus dihindari. 8. Accountability (Akuntabilitasi) akuntabilitas adalah standar yang pasti bahwa tindakan seorang professional dapat dinilai dalam situasi yang tidak jelas atau tanda tekecuali. Contoh perawat bertanggung jawab pada diri sendiri, profesi, klien, sesame teman sejawat, karyawan, dan masyarakat. Jika perawat salah memberi dosis obat kepada klien perawat dapat digugat oleh klien yang menerima obat, dokter yang memberi tugas delegatif, dan masyarakat yang menuntut kemampuan professional. KASUS DAN PEMBAHASAN

KASUS : Seorang laki-laki usia 65 tahun menderita kanker kolon terminal dengan metastase yang telah resisten terhadap tindakan kemoterapi dan radiasi dibawa ke IGD karena jatuh dari kamar mandi dan menyebabkan robekan di kepala. laki-laki tersebut mengalami nyeri abdomen dan tulang dan kepala yang hebat dimana sudah tidak dapat lagi diatasi dengan pemberian dosis morphin intravena. Hal itu ditunjukkan dengan adanya rintihan ketika istirahat dan nyeri bertambah hebat saat laki-laki itu mengubah posisinya. Walapun klien tampak bisa tidur namun ia sering meminta diberikan obat analgesik. Kondisi klien semakin melemah dan mengalami sesak yang tersengal-sengal sehingga mutlak

membutuhkan bantuan oksigen dan berdasar diagnosa dokter, klien maksimal hanya dapat bertahan beberapa hari saja. Melihat penderitaan pasien yang terlihat kesakitan dan mendengar informasi dari dokter, keluarga memutuskan untuk mempercepat proses kematian pasien melalui euthanasia pasif dengan pelepasan alat-alat kedokteran yaitu oksigen dan obat obatan lain dan dengan keinginan agar dosis analgesik ditambah. Dr spesilalist onkologi yang ditelp pada saat itu memberikan advist dosis morfin yang rendah dan tidak bersedia menaikan dosis yang ada karena sudah maksimal dan dapat bertentangan dengan UU yang ada. Apa yang seharusnya dilakukan oleh anda selaku perawat yang berdinas di IGD saat itu menghadapi desakan keluarga yang terus dilakukan?.

Kasus di atas merupakan salah satu contoh masalah dilema etik (ethical dilemma). Dilema etik merupakan suatu masalah yang sulit dimana tidak ada alternatif yang memuaskan atau suatu situasi dimana alternatif yang memuaskan dan tidak memuaskan sebanding. Dalam dilema etik tidak ada yang benar atau salah. Untuk membuat keputusan yang etis, seseorang harus tergantung pada pemikiran yang rasional dan bukan emosional. Kerangkan pemecahan dilema etik banyak diutarakan dan pada dasarnya menggunakan kerangka proses keperawatan / pemecahan masalah secara ilmiah (Thompson & Thompson, 1985).

Kozier et. al (2004) menjelaskan kerangka pemecahan dilema etik sebagai berikut : Mengembangkan data dasar Mengidentifikasi konflik Membuat tindakan alternatif tentang rangkaian tindakan yang direncanakan dan mempertimbangkan hasil akhir atau konsekuensi tindakan tersebut Menentukan siapa pengambil keputusan yang tepat Mendefinisikan kewajiban perawat Membuat keputusan

PEMECAHAN KASUS DILEMA ETIK

1. Mengembangkan data dasar : Mengembangkan data dasar disini adalah dengan mencari lebih lanjut informasi yang ada mengenai dilema etik yang sedang dihadapi. Mengembangkan data dasar melalui : a)

Menggali informasi lebih dalam terhadap pihak pihak yang terlibat meliputi : Klien, keluarga

dokter, dan perawat. b)

Identifikasi mengenai tindakan yang diusulkan : tidak menuruti keinginan keluarga untuk melepas

alat bantu nafas atau juga untuk memberikan penambahan dosis morphin. c)

Maksud dari tindakan tersebut : agar tidak membahayakan diri klien dan tidak melanggar

peraturan yang berlaku. d)

Konsekuensi tindakan yang diusulkan, bila tidak menuruti keluarga untuk melepas alat bantu nafas

dan tidak diberikan penambahan dosis morphin, klien dan keluarganya menyalahkan perawat karena dianggap membiarkan pasien menderita dan apabila keluarga klien kecewa terhadap pelayanan di IGD mereka bisa menuntut ke rumah sakit.

2. Mengidentifikasi konflik akibat situasi tersebut : Penderitaan klien dengan kanker colon yang sudah mengalami metastase mengeluh nyeri yang tidak berkurang dengan dosis morphin yang telah ditetapkan. Keluarga meminta penambahan dosis pemberian morphin untuk mengurangi keluhan nyerinya dan memutuskan untuk tidak memberikan alat bantu apapun termasuk oksigen, Keluarga mendukung keinginan klien agar terbebas dari keluhan nyeri. Konflik yang terjadi adalah :

a)

Tidak memberikan Oksigen dan penambahan dosis pemberian morphin dapat mempercepat

kematian klien yang berarti melanggar prinsip etik Beneficience- Nonmaleficience b)

Tidak memenuhi keinginan klien terkait dengan pelanggaran hak klien yang dapat melanggar nilai

autonomy.

3.Tindakan alternatif tentang rangkaian tindakan yang direncanakan dan konsekuensi tindakan tersebut a. Tidak menuruti keinginan pasien tentang penambahan dosis obat pengurang nyeri dan melepaskan oksigen Konsekuensi : 1)

Tidak mempercepat kematian klien

2)

Membiarkan Klien meninggal sesuai proses semestinya

3)

Tidak melanggar peraturan mengenai pemberian morfin

4)

Keluhan nyeri pada klien akan tetap berlangsung

5)

Pelanggaran terhadap hak pasien untuk menentukan nasibnya sendiri

6)

Keluarga dan pasien cemas dengan situasi tersebut

b. Tidak menuruti keinginan klien, dan perawat membantu untuk manajemen nyeri. Konsekuensi : 1)

Tidak mempercepat kematian pasien

2)

Klien dibawa pada kondisi untuk beradaptasi pada nyerinya (meningkatkan ambang nyeri)

3)

Keinginan klien untuk menentukan nasibnya sendiri tidak terpenuhi

c. Menuruti keinginan klien untuk menambah dosis morphin namun tidak sering dan apabila diperlukan. . Konsekuensi : 1)

Risiko mempercepat kematian klien sedikit dapat dikurangi

2)

Klien pada saat tertentu bisa merasakan terbebas dari nyeri sehingga ia dapat cukup beristirahat.

3)

Hak klien sebagian dapat terpenuhi.

4)

Kecemasan pada klien dan keluarganya dapat sedikit dikurangi.

5)

Beresiko melanggar peraturan yang berlaku.

d. Tidak menuruti keinginan keluarga dan membantu keluarga dalam proses berdukanya Konsekuensi : 1)

Tidak mempercepat kematian klien

2)

Keluarga dapat melewati proses berduka dengan seharusnya

3)

Keluarga tidak menginginkan dilakuakn euthanasia terhadap pasien

4. Menentukan siapa pengambil keputusan yang tepat : Pada kasus di atas dokter adalah pihak yang membuat keputusan, karena dokterlah yang secara legal dapat memberikan ijin penambahan dosis morphin. Namun hal ini perlu didiskusikan dengan klien dan keluarganya mengenai efek samping yang dapat ditimbulkan dari penambahan dosis tersebut. Perawat membantu klien dan keluarga klien dalam membuat keputusan bagi dirinya. Perawat selalu mendampingi pasien dan terlibat langsung dalam asuhan keperawatan yang dapat mengobservasi mengenai respon nyeri, kontrol emosi dan mekanisme koping klien, mengajarkan manajemen nyeri, sistem dukungan dari keluarga serta sistem berduka keluarga dan lain-lain.

5. Mendefinisikan kewajiban perawat 1)

Memfasilitasi klien dalam manajemen nyeri yang sesuai

2)

Membantu proses adaptasi klien terhadap nyeri / meningkatkan ambang nyeri

3)

Mengoptimalkan sistem dukungan keluarga untuk pasien

4)

Membantu klien untuk lebih mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan

keyakinannya 5)

Membantu Keluarga untuk menemukan mekanisme koping yang adaptif terhadap masalah yang

sedang dihadapi 6)

Memfasilitasi sistem berduka keluarga dengan memberikan support.

6. Membuat keputusan Dalam kasus di atas terdapat dua tindakan yang memiliki risiko dan konsekuensi masing-masing terhadap klien. Perawat dan dokter perlu mempertimbangkan pendekatan yang paling menguntungkan / paling tepat untuk klien. Namun upaya alternatif tindakan lain perlu dilakukan terlebih dahulu misalnya manajemen nyeri (relaksasi, pengalihan perhatian, atau meditasi) beserta perbaikan terhadap sistem berduka keluarga dan kemudian dievaluasi efektifitasnya. Apabila terbukti efektif diteruskan namun apabila alternatif tindakan tidak efektif maka keputusan yang sudah ditetapkan antara petugas kesehatan dan klien/ keluarganya akan dilaksanakan.

Pemecahan Dilema Etik dalam Kasus Penderitaan Klien dan Euthanasia Pasif KASUS : Seorang wanita berumur 50 tahun menderita penyakit kanker payudara terminal dengan metastase yang telah resisten terhadap tindakan kemoterapi dan radiasi. Wanita tersebut mengalami nyeri tulang yang hebat dimana sudah tidak dapat lagi diatasi dengan pemberian dosis morphin intravena. Hal itu ditunjukkan dengan adanya rintihan ketika istirahat dan nyeri bertambah hebat saat wanita itu mengubah posisinya. Walapun klien tampak bisa tidur namun ia sering meminta diberikan obat analgesik, dan keluarganya pun meminta untuk dilakukan penambahan dosis pemberian obat analgesik.

Saat dilakukan diskusi perawat disimpulkan bahwa penambahan obat analgesik dapat mempercepat kematian klien. Kasus di atas merupakan salah satu contoh masalah dilema etik (ethical dilemma). Dilema etik merupakan suatu masalah yang sulit dimana tidak ada alternatif yang memuaskan atau suatu situasi dimana alternatif yang memuaskan dan tidak memuaskan sebanding. Dalam dilema etik tidak ada yang benar atau salah. Untuk membuat keputusan yang etis, seseorang harus tergantung pada pemikiran yang rasional dan bukan emosional. Kerangkan pemecahan dilema etik banyak diutarakan dan pada dasarnya menggunakan kerangka proses keperawatan / pemecahan masalah secara ilmiah (Thompson & Thompson, 1985). Kozier et. al (2004) menjelaskan kerangka pemecahan dilema etik sebagai berikut : 1. Mengembangkan data dasar 2. Mengidentifikasi konflik 3. Membuat tindakan alternatif tentang rangkaian tindakan yang direncanakan dan mempertimbangkan hasil akhir atau konsekuensi tindakan tersebut 4. Menentukan siapa pengambil keputusan yang tepat 5. Mendefinisikan kewajiban perawat 6. Membuat keputusan PEMECAHAN KASUS DILEMA ETIK 1. Mengembangkan data dasar : a. Orang yang terlibat : Klien, keluarga klien, dokter, dan perawat b.Tindakan yang diusulkan : tidak menuruti keinginan klien untuk memberikan penambahan dosis morphin. c.Maksud dari tindakan tersebut : agar tidak membahayakan diri klien d.Konsekuensi tindakan yang diusulkan, bila tidak diberikan penambahan dosis morphin, klien dan keluarganya menyalahkan perawat dan apabila keluarga klien kecewa terhadap pelayanan di bangsal mereka bisa menuntut ke rumah sakit. 2. Mengidentifikasi konflik akibat situasi tersebut : Penderitaan klien dengan kanker payudara yang sudah mengalami metastase mengeluh nyeri yang tidak

berkurang dengan dosis morphin yang telah ditetapkan. Klien meminta penambahan dosis pemberian morphin untuk mengurangi keluhan nyerinya. Keluarga mendukung keinginan klien agar terbebas dari keluhan nyeri. Konflik yang terjadi adalah : a.Penambahan dosis pemberian morphin dapat mempercepat kematian klien. b.Tidak memenuhi keinginan klien terkait dengan pelanggaran hak klien. 3.Tindakan alternatif tentang rangkaian tindakan yang direncanakan dan konsekuensi tindakan tersebut a. Tidak menuruti keinginan pasien tentang penambahan dosis obat pengurang nyeri. Konsekuensi : 1)Tidak mempercepat kematian klien 2)Keluhan nyeri pada klien akan tetap berlangsung 3)Pelanggaran terhadap hak pasien untuk menentukan nasibnya sendiri 4)Keluarga dan pasien cemas dengan situasi tersebut b. Tidak menuruti keinginan klien, dan perawat membantu untuk manajemen nyeri. Konsekuensi : 1)Tidak mempercepat kematian pasien 2)Klien dibawa pada kondisi untuk beradaptasi pada nyerinya (meningkatkan ambang nyeri) 3)Keinginan klien untuk menentukan nasibnya sendiri tidak terpenuhi c. Menuruti keinginan klien untuk menambah dosis morphin namun tidak sering dan apabila diperlukan. Artinya penambahan diberikan kadang-kadang pada saat tertentu misalnya pada malam hari agar klien bisa tidur cukup. Konsekuensi : 1) Risiko mempercepat kematian klien sedikit dapat dikurangi 2) Klien pada saat tertentu bisa merasakan terbebas dari nyeri sehingga ia dapat cukup beristirahat. 3) Hak klien sebagian dapat terpenuhi. 4) Kecemasan pada klien dan keluarganya dapat sedikit dikurangi. 4. Menentukan siapa pengambil keputusan yang tepat : Pada kasus di atas dokter adalah pihak yang membuat keputusan, karena dokterlah yang secara legal dapat memberikan ijin penambahan dosis morphin. Namun hal ini perlu didiskusikan dengan klien dan keluarganya mengenai efek samping yang dapat ditimbulkan dari penambahan dosis tersebut. Perawat

membantu klien dan keluarga klien dalam membuat keputusan bagi dirinya. Perawat selalu mendampingi pasien dan terlibat langsung dalam asuhan keperawatan yang dapat mengobservasi mengenai respon nyeri, kontrol emosi dan mekanisme koping klien, mengajarkan manajemen nyeri, sistem dukungan dari keluarga, dan lain-lain. 5. Mendefinisikan kewajiban perawat a.Memfasilitasi klien dalam manajemen nyeri b.Membantu proses adaptasi klien terhadap nyeri / meningkatkan ambang nyeri c.Mengoptimalkan sistem dukungan d.Membantu klien untuk menemukan mekanisme koping yang adaptif terhadap masalah yang sedang dihadapi e.Membantu klien untuk lebih mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan keyakinannya 6. Membuat keputusan Dalam kasus di atas terdapat dua tindakan yang memiliki risiko dan konsekuensi masing-masing terhadap klien. Perawat dan dokter perlu mempertimbangkan pendekatan yang paling menguntungkan / paling tepat untuk klien. Namun upaya alternatif tindakan lain perlu dilakukan terlebih dahulu misalnya manajemen nyeri (relaksasi, pengalihan perhatian, atau meditasi) dan kemudian dievaluasi efektifitasnya. Apabila terbukti efektif diteruskan namun apabila alternatif tindakan tidak efektif maka keputusan yang sudah ditetapkan antara petugas kesehatan dan klien/ keluarganya akan dilaksanakan. DISKUSI :

Suatu intervensi medis yang bertujuan untuk mengurangi penderitaan klien namun dapat mengakibatkan kematian klien atau membantu pasien bunuh diri disebut sebagai euthanasia aktif. Di Indonesia hal ini tidak dibenarkan menurut undang-undang, karena tujuan dari euthanasia aktif adalah mempermudah kematian klien. Sedangkan euthanasia pasif bertujuan untuk mengurangi rasa sakit dan penderitaan klien namun membiarkannya dapat berdampak pada kondisi klien yang lebih berat bahkan memiliki konsekuensi untuk mempercepat kematian klien. Walaupun sebagian besar nyeri pada kanker dapat ditatalaksanakan oleh petugas kesehatan profesional yang telah dilatih dengan manajemen nyeri, namun hal tersebut tidak dapat membantu sepenuhnya pada penderitaan klien tertentu. Upaya untuk mengurangi penderitaan nyeri klien mungkin akan mempercepat kematiannya, namun tujuan utama dari tindakan adalah untuk mengurangi nyeri dan penderitaan klien.

PRINSIP LEGAL DAN ETIK : 1. Euthanasia (Yunani : kematian yang baik) dapat diklasifikasikan menjadi aktif atau pasif. Euthanasia aktif merupakan tindakan yang disengaja untuk menyebabkan kematian seseorang. Euthanasia pasif merupakan tindakan mengurangi ketetapan dosis pengobatan, penghilangan pengobatan sama sekali atau tindakan pendukung kehidupan lainnya yang dapat mempercepat kematian seseorang. Batas kedua tindakan tersebut kabur bahkan seringkali merupakan yang tidak relevan. 2. Menurut teori mengenai tindakan yang mengakibatkan dua efek yang berbeda, diperbolehkan untuk menaikkan derajat/dosis pengobatan untuk mengurangi penderitaan nyeri klien sekalipun hal tersebut memiliki efek sekunder untuk mempercepat kematiannya. 3. Prinsip kemanfaatan (beneficence) dan tidak merugikan orang lain (non maleficence) dapat dipertimbangkan dalam kasus ini. Mengurangi rasa nyeri klien merupakan tindakan yang bermanfaat, namun peningkatan dosis yang mempercepat kematian klien dapat dipandang sebagai tindakan yang berbahaya. Tidak melakukan tindakan adekuat untuk mengurangi rasa nyeri yang dapat membahayakan klien, dan tidak mempercepat kematian klien merupakan tindakan yang tepat (doing good). PEMBAHASAN KASUS Ny. M seorang ibu rumah tangga, umur 35 tahun, mempunyai seorang anak umur 4 tahun, Ny.M. berpendidikan SMA, dan suami Ny.M bekerja sebagai PNS di suatu kantor kelurahan. Saat ini Ny.M dirawat di ruang kandungan sejak 3 hari yang lalu.Sesuai hasil pemeriksaan Ny.M positif menderita kanker rahim grade III, dan dokter merencanakan untuk dilakukan operasi pengangkatan kanker rahim. Semua pemeriksaan telah dilakukan untuk persiapan operasi Ny.M. Menjelang dua hari operasi, Ny.M hanya diam dan tampak cemas dan binggung dengan rencana operasi yang akan dijalaninnya. Dokter hanya menjelaskan bahwa Ny.m harus dioperasi karena tidak ada tindakan lain yang dapat dilakukan dan dokter memberitahu perawat kalau Ny.M atau keluarganya bertanya, sampaikan operasi adalah jalan terakhir. Dan jangan dijelaskan tentang apapun, tunggu saya yang akan menjelaskannya. Saat menghadapi hal tersebut Ny.M berusaha bertanya kepada perawat ruangan yang merawatnya. Ny.M bertanya kepada perawat beberapa hal, yaitu: “apakah saya masih bisa punya anak setelah dioperasi nanti”.karena kami masih ingin punya anak. “apakah masih ada pengobatan yang lain selain operasi” dan “apakah operasi saya bisa diundur dulu suster”

Dari beberapa pertanyaan tersebut perawat ruangan hanya menjawab secara singkat,“ibu kan sudah diberitahu dokter bahwa ibu harus operasi” “penyakit ibu hanya bisa dengan operasi, tidak ada jalan lain” “yang jelas ibu tidak akan bisa punya anak lagi…” “Bila ibu tidak puas dengan jawaban saya, ibu tanyakan lansung dengan dokternya…ya.” Dan setelah menjawab beberapa pertanyaan Ny.M. perawat memberikan surat persetujuan operasi untuk ditanda tangani, tetapi Ny.M mengatakan “saya menunggu suami saya dulu suster”, perawat mengatakan “secepatnya ya bu… besok ibu sudah akan dioperasi”tanpa penjelasan lain, perawat meninggalkan Ny.M. Sehari sebelum operasi Ny.M berunding dengan suaminya dan memutuskan menolak operasi dengan alasan, Ny.M dan suami masih ingin punya anak lagi. Dengan penolakan Ny.M dan suami, perawat mengatakan pada Ny.M dan suami” Ibu ibu tidak boleh begitu, ibu harus dioperasi agar penyakit ibu tidak parah, kita hanya berusaha” dan perawat meninggalkan pasien dan suami tanpa penjelasan apapun. Dan setelah penolakan pasien tersebut, perawat A datang ke Kepala ruangan dan mengatakan bahwa Ny.M menolak untuk operasi. Ny.M masih ragu karena dokter belum menjelaskan rencana operasi yang akan dilakukan, Kepala ruangan bertanya kepada perawat A “kenapa tidak dijelaskan” Perawat A menjawab “pesan dokter, saya tidak boleh menjelaskan tentang operasi tersebut, disuruh menunggu dokter…”, kepala ruangan mengatakan “ kalau begitu buat surat pernyataan saja” dan kita sampaikan ke dokter bedahnya. Dan sampai saat ini dokter belum menjelaskan operasi yang akan dilakukan pada Ny.M dan keluarga. Dan akhirnya pasien pulang. Beberapa hari kemudian Rumah Sakit mendapat surat keluhan dari keluarga Ny.M yang berisi ketidakpuasan dari pelayanan dimana Ny.M dirawat. Oleh karena itu pihak Rumah Sakit (pimpinan) menanggapi surat tersebut dan berusaha mencari tahu kebenaran kasus yang tejadi pada Ny.M dan akan mengambil tindakan bila ada unsure pelanggaran kode etik dalam pelayanan kesehatan yang dilakukan staff Rumah Sakit. Sekilas berkaitan dengan ruangan, kepala ruangan adalah Ners S1 yang bekerja telah lima tahun dan perawat A, adalah perawat lulusan DIII baru bekerja diruang tersebut dua tahun. G. ANALISA KASUS Hal pertama yang harus dilakukan oleh tim pencari fakta adalah mengumpulkan informasi yang berkaitan dengan beberapa informasi yang diperlukan, baik dari internal maupun exsternal ruangan

termasuk staf yang terlibat, perawat primer, kepala ruangan dan dokter yang merawat dan pasien/keluarga. Hal-hal lain yang menyangkut prinsip-prinsip moral dalam pemberian asuhan keperawatan dan berkaitan dengan standarisasi asuhan keperawatan yang diberikan (SOP). Pada kasus yang melibatkan Ny.M dapat dianalisa dengan beberapa hal menyangkut nilai-nilai etika, prinsip moral dalam professional keperawatan, Kode etik keperawatan (PPNI), hak-hak pasien, hak dan kewajiban perawat dan juga bentuk standar praktek keperawatan yang harus dilaksanakan pada pasien yang akan menjalani operasi. Bila diidentifikasi masalah-masalah yang mungkin merupakan pelanggaran etik yang terjadi dan merupakan data dari informasi yang dibutuhkan, adalah sebagai berikut: 1.

Berkaitan dengan prinsip-prinsip moral/etik dalam praktek keperawatan, yaitu:

a.

Otonomi pasien

Prinsip autonomy menegaskan bahwa seseorang mempunyai kemerdekaan untuk menentukan keputusan dirinya menurut rencana pilihannya sendiri. Bagian dari apa yang diperlukan dalam ide terhadap respect terhadap seseorang, menurut prinsip ini adalah menerima pilihan individu tanpa memperhatikan apakah pilihan seperti itu adalah kepentingannya. Seperti telah banyak dijelaskan dalam teori bahwa otonomi merupakan bentuk hak individu dalam mengatur keinginan melakukan kegiatan atau prilaku. Kebebasan dalam memilih atau menerima suatu tanggung jawab terhadap dirinya sendiri. Pada kasus Ny.M. bahwa pasien menginginkan informasi yang banyak tentang tindakan operasi yang akan dilakukan terhadap dirinnya, informasi-informasi yang dibutuhkannya karena Ny.M berkeinginan bahwa ia masih ingin punya anak lagi dan bila operasi dilakukan berarti pasien merasa tidak akan mempunyai anak lagi. Tetapi keinginan pasien untuk mendapat informasi yang lebih banyak tidak terpenuhi, hal inilah yang menjadi dilema bagi pasien sementara itu kondisi sakitnya akan membuat Ny.M tidak tertolong lagi. Penolakan Ny.M dan keluarga untuk dilakukan operasi merupakan hak pasien tetapi, hak dan kewajiban perawat juga untuk dapat memberikan asuhan keperawatan yang optimal dengan membantu penyembuhan pasien yaitu dengan jalan dilakukan operasi. b.

Advokasi perawat terhadap pasien

Advokasi merupakan salah satu peran perawat dalam menjalankan praktek keperawaatan dan asuhan keperawatannya. Perawat seharusnya memberikan penjelasan lebih rinci dan mendukung pasien agar dapat berkonsultasi kepada tim dokter yang akan melakukan operasinya. Advoaksi perawat yang dapat dilakukan pada kondisi kasus Ny.M, dapat berupa: penjelasan yang jelas dan terinci tentang kondisi yang dialami Ny.M, melakukan konsultasi dengan tim medis berkaitan denganmaslah tersebut, juga harus disampaikan bahwa Ny.M ingin mempunyai anak lagi. Bentukbentuk advokasi inilah yang memungkinkan tim baik keperawatan dan medis akan bersama menjelaskan dengan lengkap dan baik. Bentuk advokasi lainnya adalah Perawat ruangan dapat membuat tim keperawatan dan medis dan dapat menberikan informasi dan komunikasi yang baik pada pasien. 2.

Berkaitan hak-hak pasien

Pada teori telah dijelaskan bahwa pasien juga mempunyai hak-hak yang harus diperhatikan oleh perawata dalam praktek keperawatan, diantarannya yang berhubungan dengan kasus Ny.M. Pasien berhak mendapatkan informasi yang lengkap jelas, pasien berhak memperoleh informasi terbaru baik dari tim medis dan perawat yang mengelolannya, pasien juga berhak untuk memilih dan menolak pengobatan ataupun asuhan bila merasa dirinnya tidak berkenan. Ny.M. merasa bahwa dirinya tidak memperoleh informasi yang diharapkannya, pasien berharap banyak informasi dan hal-hal yang berkaitan dengan kondisinnya sehingga pasien dapat memnentukan pilihannya dengan tepat. Apapun pilihan pasien dan keputusan pasien setelah mendapatkan informasi yang jela merupakan hak automi pasien. 3.

Berkaitan Kode Etik Keperawatan (PPNI)

a.

Kewajiban perawat dalam melaksanakan tugas.

Sebagai tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan langsung kepada individu, keluarga dan masyarakat, perawat berkewajiban untuk melaksanakan kode etik profesinya dan menjalankan semua kewajiban yang didasari oleh nilai-nilai moral yang telah diatur dalam profesinya. Terdapat beberapa kewajiban perawat yang tidak dijalankan dengan baik dalam kasus Ny.M. diantaranya berkewajiban memberikan informasi, komunikasi kepada pasien, memberikan peran perlindungan kepada pasien, perawat wajib memberi kesempatan kepada pasien untuk dapat menentukan pilihan dan memberikan alternative penyelesaian atas kondisi dan keinginan pasien dalam arti bahwa perawat wajib menghargai pilihan atau autonomi pasien. Sesuai kode etik keperawatan

(PPNI) bahwa perawat senantiasa mengutamakan perlindungan dan keselamatan pasien dalam melaksanakan tugas keperawatan serta matang dalam melaksanakan tugas. Bila kewajiban diatas dapat dilaksanakan dengan baik maka dapat memberikan kesempatan kepada Ny.M dan keluarga dapat berfikir rasional dan logic atas kondisi yang menimpannya. b. Hubungan Perawat terhadap Pasien, tenaga kesehatan lain (dokter) Sesuai kode etik keperawatan (PPNI) bahwa perawat senantiasa menjaga hubungan baik antar sesame perawat, pasien dan tenaga kesehatan lain dengan tujuan keserasian suasana dan ligkungan kerja maupun dalam mencapai tujuan pelayanan kesehatan secara menyeluruh. Pada kasus Ny.M terdapat beberapa dilema etik yaitu perawat tidak mampu mengambil suatu keputusan yang terbaik dari intruksi yang telah disampaikan oleh dokter seharusnya perawat mengklarifikasi atas apa yang disampaikan oleh tim medis. Dan perlunya tim konsultasi yang berkaitan dengan masalah-masalah yang terggambar pada kasus Ny.M. tim inilah yang merupakan kelompok yang baik sebagai tempat untuk menjelaskan kondisi pasien. Tim inipun akan memberikan alternatif-alternatif atau masukan yang berarti tentang dampak dari tindakan dan bila tidak dilakukan tindakan. Tim ini juga terdiri dari beberapa profesi yaitu: medis, keperawatan, dan tenaga lain yang berkaitan dengan masalah Ny.M. Hubungan yang baik harus diciptakan sehingga pada setiap interaksi dengan pasien terjadi komunikasi yang terintegrasi dan menyeluruh sehingga informasi yang diberikan kepada pasien dapat sama dan saling menunjang. 4.

Berkaitan nilai-nilai praktek keperawatan professional.

Secara teori dikatakan bahwa nilai-nilai professional perawat harus selalu dijalankan pada setiap berhubungan dan melaksanakan praktek keperawatan, nilai-nilai professional yang dimaksud yaitu Aesthetics, altruism, equality, freedom, human dignity, justice dan truth. Dari kasus Ny.M. dapat dikatakan bahwa perawat ruangan menlanggar nilai-nilai praktek profesionalnya. Sifat altruism yang ditunjukan pada pasien Ny.M tidak terlihat sama sekali apalagi kepedulian “caring” terhadap Ny.M, seakan perawat mengabaikan pasien, selayaknya perawat menunjukan perhatiannya kepada pasien terhadap isu/kondisi saat ini sehingga dampak dari tindakan/pengobatan dapat melegakan bagi pasien. Disamping itu nilai kebebasan dalam menentukan sikap terhadap tindakan/pengobatan yang diambil oleh tim medis seharusnya perawat menggunakan kapasitasnya secara independent, confidence, serta menghargai hak pasien.

Nilai yang lain adalah menghargai martabat manusia dengan sikap empathy, respect full, yang dapat dijalankan oleh perawat menghadapi kasus Ny.M. penting dalam melindungi hak individu, memperlakukan pasien sesuai keinginannya. Disamping nilai-nilai tersebut penting juga berkata jujur sesuai kebenaran, walaupun kadang-kandang kebenaran itu akan memberikan dampak yang tidak selalu baik, tetapi dalam nilai kebenaran ini yang penting adalah perlu dilihat kondisi, dampak dan apa keinginan pasien sehingga apa yang kita sampaikan kepada pasien dapat diterima dan dipertimbangkan dengan baik, apapun keputusannya dapat memberikan keduannya hal yang baik yang telah dilaksanakan. 5.

Tinjauan dari standar praktek dan SOP

Didalam standar praktek keperawatan pada pasien yang akan dilakukan operasi harus dipersiapkan baik fisik dan mental, termasuk memberikan informasi-informasi yang berkaitan dengan rencana operasi yang akan dilakukan. Saat penanda tanganan persetujuan operasi harus dijelaskan, walaupun kewajiban memberikan informasi hal tersebut adalah dokter yang akan melakukan operasi, tetapi perawat harus tetap mendampingi dan memberikan advokasi dan memberikan penjelasan lain secara lengkap agar pasien dapat menjalani operasi dengan baik. Didalam setiap SOP-pun hal ini telah diidentifikasi beberapa tindakan yang harus dilakukan pada pasien yang akan menjalani operasi, maka harus dilihat lagi apakah SOP di ruangan tersebut telah tersedia dan selalu diperbaharui. H. PENYELESAIAN KASUS Dalam menyelesaikan kasus dilema etik yang terjadi pada kasus Ny. M, dapat diambil salah satu kerangka penyelesaian etik, yaitu kerangka pemecahan etik yang dikemukan oleh Kozier, erb. (1989), dengan langkah-langkah sebagai berikut: 1.

Mengembangkan data dasar dalam hal klarifiaksi dilema etik, mencari informasi sebanyaknya,

berkaitan dengan: a. Orang yang terlibat, yaitu: Pasien, suami pasien, dokter bedah/kandungan, kepala ruangan dan perawat primer. b. Tindakan yang diusulkan, yaitu: Akan dilakukan operasi pengangkatan kandungan/rahim pada Ny.M. dan perawat primer tidak boleh menyampaikan hal-hal yang berkaitan dengan operasi, menunggu dokter bedahnya.

c.

Maksud dari tindakan, yaitu: Agar kanker rahim yang dialami Ny.M dapat diangkat (tidak menjalar

ke organ lain) dan pengobatan tuntas. d. Konsekuensi dari tindakan yang diusulkan, yaitu: bila operasi tetap dilaksanakan keinginan Ny.M dan keluarga untuk mempunyai anak kemungkinan tidak bisa lagi dan bila operasi tidak dilakukan penyakit/kanker rahim Ny.M kemungkinan akan menjadi luas. Dan mengenai pesan dokter untuk tidak menjelaskan hal-hal yang berkaitan dengan rencana operasi Ny.M, bila dilaksanakan pesan tersebut, perawat melannggar prinsip-prinsip moral, dan bila pesan dokter tersebut melanggar janji terhadap teman sejawat.

2.

Mengidentifikasi konflik yang terjadi berdasarkan situasi tersebut.

a.

Konflik yang terjadi pada perawat A, yaitu:

-

Bila menyampaikan penjelasan dengan selengkapnya perawat kawatir akan kondisi Ny.M akan

semakin parah dan stress, putus asa akan keinginannya untuk mempunyai anak. -

Bila tidak dijelaskan seperti kondisi tersebut, perawat tidak melaksanakan prinsip-prinsip

professional perawat -

Atas penolakan pasien perawat merasa hal itu kesalahan dari dirinya

-

Berkaitan dengan pesan dokter, keduanya mempunyai dampak terhadap prinsip-prinsip moral/etik.

-

Bila perawat menyampaikan pesan dokter, perawat A melangkahi wewenang yang diberikan oleh

dokter, tetapi bila tidak disampaikan perawat A tidak bekerja sesuai standar profesi. b.

Konflik yang terjadi pada Kepala Ruangan, yaitu:

-

Berkaitan dengan pesan dokter kondisinya sama dengan perawat primer

-

Atas penolakan pasien merupakan gambaran manajemen ruangan yang kurang terkoordinasi

dengan baik. -

Meninjau kembali SOP pada pasien yang akan dilakukan operasi apakah masih relevan atau tidak.

3.

Membuat tindakan alternatif tentang rangkaian tindakan yang direncanakan dan

mempertimbangkan hasil akhir atau konsekuensi tindakan tersebut.

a.

Menjelaskan secara rinci rencana tindakan operasi termasuk dampak setelah dioperasi.

b.

Menjelaskan dengan jelas dan rinci hal-hal yang berkaitan dengan penyakit bila tidak dilakukan

tindakan operasi c.

Memberikan penjelasan dan saran yang berkaitan dengan keinginan dari mempunyai anak lagi,

kemungkinan dengan anak angkat dan sebagainnya. d.

Mendiskusikan dan memberi kesempatan kepada keluarga atas penolakan tindakan operasi dan

memberikan alternative tindakan yang mungkin dapat dilakukan oleh keluarga. e.

Memberikan advokasi kepada pasien dan keluarga untuk dapat bertemu dan mendapat

penjelasan langsung pada dokter bedah, dan memfasilitasi pasien dan kelurga untuk dapat mendapat penjelasan seluas-luasnya tentang rencana tindakan operasi dan dampaknya bila dilakukan dan bila tidak dilakukan. 4.

Menentukan siapa yang terlibat dalam masalah tersebut dan siapa pengambil keputusan yang

tepat. Perawat tidak membuat keputusan untuk pasien, tetapi perawat membantu dalam membuat keputusan bagi dirinya dan keluarganya, tetapi dalam hal ini perlu dipikirkan, beberapa hal: a. Siapa yang sebaiknya terlibat dalam membuat keputusan dan mengapa mereka ditunjuk. b. Untuk siapa saja keputusan itu dibuat c.

Apa kriteria untuk menetapkan siapa pembuat keputusan (social, ekonomi, fisiologi, psikologi dan

peraturan/hukum). d. Sejauh mana persetujuan pasien dibutuhkan e. Apa saja prinsip moral yang ditekankan atau diabaikan oleh tindakan yang diusulkan. Dalam kasus Ny.M. dokter bedah yakin bahwa pembuat keputusan, jadi atau tidaknya untuk dilakukan operasi adalah dirinya, dengan memperhatikan faktor-faktor dari pasien, dokter akan memutuskan untuk memberikan penjelasan yang rinci dan memberikan alternatif pengobatan yang kemungkinan dapat dilakukan oleh Ny.M dan keluarga. Sedangkan perawat primer seharusnya bertindak sebagai advokasi dan fasilitator agar pasien dan keluarga dapat membuat keputusan yang tidak merugikan bagi

dirinya, sehingga pasien diharapkan dapat memutuskan hal terbaik dan memilih alternatif yang lebih baik dari penolakan yang dilakukan. Bila beberapa kriteria sudah disebutkan mungkin konflik tentang penolakan rencana operasi dapat diselesaikan atau diterima oleh pasien setelah mendiskusikan dan memberikan informasi yang lengkap dan valid tentang kondisinya, dilakukan operasi ataupun tidak dilakukan operasi yang jelas pasien telah mendapat informasi yang jelas dan lengkap sehingga hak autonomi pasien dapat dipenuhi serta dapat memuaskan semua pihak. Baik pasien, keluarga, perawat primer, kepala ruangan dan dokter bedahnya. 5.

Mendefinisikan kewajiban perawat

Dalam membantu pasien dalam membuat keputusan, perawat perlu membuat daftar kewajiban keperawatan yang harus diperhatikan, sebagai berikut: a. memberikan informasi yang jelas, lengkap dan terkini b. meningkatkan kesejahteran pasien c.

membuat keseimbangan antara kebutuhan pasien baik otonomi, hak dan tanggung jawab keluarga

tentang kesehatan dirinya. d. membantu keluarga dan pasien tentang pentingnya sistem pendukung e. melaksanakan peraturan Rumah Sakit selama dirawat f.

melindungi dan melaksanakan standar keperawatan yang disesuikan dengan kompetensi

keperawatan professional dan SOP yang berlaku diruangan. 6.

Membuat keputusan.

Dalam suatu dilema etik, tidak ada jawaban yang benar atau salah, mengatasi dilema etik, tim kesehatan perlu dipertimbangkan pendekatan yang paling menguntungkan atau paling tepat untuk pasien. Kalau keputusan sudah ditetapkan, secara konsisten keputusan tersebut dilaksanakan dan apapun yang diputuskan untuk kasus tersebut, itulah tindakan etik dalam membuat keputusan pada keadaan tersebut. Hal penting lagi sebelum membuat keputusan dilema etik, perlu mengali dahulu apakah niat/untuk kepentinganya siapa semua yang dilakukan, apakah dilakukan untuk kepentingan pasien atau kepentingan pemberi asuhan, niat inilah yang berkaitan dengan moralitas etis yang dilakukan.

Pada kondisi kasus Ny.M. dapat diputuskan menerima penolakan pasien dan keluarga tetapi setelah perawat atau tim perawatan dan medis, menjelaskan secara lengkap dan rinci tentang kondisi pasien dan dampaknya bila dilakukan operasi atau tidak dilakukan operasi. Penjelasan dapat dilakukan melalui wakil dari tim yang terlibat dalam pengelolaan perawatan dan pengobatan Ny.M. Tetapi harus juga diingat dengan memberikan penjelasan dahulu beberapa alternatif pengobatan yang dapat dipertanggung jawabkan sesuai kondisi Ny.M sebagai bentuk tanggung jawab perawat terhadap tugas dan prinsip moral profesionalnya. Pasien menerima atau menolak suatu tindakan harus disadari oleh semua pihak yang terlibat, bahwa hal itu merupakan hak, ataupun otonomi pasien dan keluarga. Pada kasus diatas dapat diputuskan dan disimpulkan, bahwa terjadi pelanggaran etik, dengan alasanalasan dan informasi yang telah ditelaah, yaitu: a.

Belum ada penjelasan yang lengkap dari perawat dan dokter (Tim) berkaitan dengan tindakan

operasi yang akan dilakukan (tidak sesuai dengan SOP atau standar praktek keperawatan) b.

Pasien dan keluarga tidak diberi kesempatan dan mendiskusikan mengenai penyakit, akibat dan

tindakan-tindakan yang akan dilakukan terhadapnya c.

Berdasarkan kajian dan hasil analisa kasus bahwa hubungan dokter, perawat dan psien tidak sesuai

dengan harapan kode etik keperawatan (PPNI) d.

Terdapat pelanggaran nilai-nilai moral dan professional perawat, meliputi, otonomi, altruism,

justice, truh dan lainya e.

Terdapat pelangaran hak-hak pasien, yaitu hak mendapatkan informasi yang valid dan terkini.

Dengan alasan-alasan tersebut dan telah melalui langkah-langkah penyelesaian etik maka Komite etik di Rumah Sakit tersebut harus menentukan tindakan dengan hati-hati dan terencana sesuai tingkat pelanggaran etik yang dilakukan baik terhadap dokter, perawat primer (perawat A) dan kepala ruangan, masing-masing perlu mendapatkan beberapa peringatan atau bentuk pembinaan sesuai tingkat pelanggaran etik masing-masing.

ETIKA DAN NILAI KEPERAWATAN 2. Konsep Etika 1. Pengertian Etika adalah peraturan atau norma yang dapat digunakan sebagai acuan bagi perilaku seseorang yang berkaitan dengan tindakan yang baik dan buruk yang dilakukan oleh seseorang dan merupakan suatu kewajiban dan tanggung jawab moral. Dari konsep pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa etika adalah ilmu tentang kesusilaan yang menentukan bagaimana sepatutnya manusia hidup di dalam masyarakat yang menyangkut aturanaturan atau prinsip-prinsip yang menentukan tingkah laku yang benar, yaitu: a). Baik dan buruk b). Kewajiban dan tanggung jawab. 2. Tujuan Etika profesi keperawatan merupakan alut untuk mengukur perilaku moral dalam keperawatan. Dalam penyusunan alat ukur ini, keputusan diambil berdasarkan kode etik sebagai standar yang mengukur dan mengevaluasi perilaku moral perawat. Secara umum tujuan etika profesi keperawatan adalah menciptakan dan mempertahankan kepercayaan klien kepada perawat, kepercayaan di antara sesama perawat, dan kepercayaan masyarakat kepada profesi keparawatan. Sesuai dengan tujuan di atas, perawat ditantang untuk mengembangkan etika profesisecara terus menerus agar dapat menampung keinginan dan masalah baru. Dan agar perawat manjadi wasit untuk anggota profesi yang bertindak kurang professional atau merusak keparcayaan masyarakat terhadap profesi keperawatan. Menurut American Ethics Commision Bureau on Teaching, tujuan etika profesi keperawatan adalah mampu:

4. Mengenal dan mengidentifikasi unsur moral dalam praktik keperawatan. 5. Membentuk strategi / cara dan menganalisis masalah moral yang terjadi dalam praktik keperawatan. 6. Menghubungkan prinsip moral / pelajaran yang baik dan dapat dipertanggung jawabkan pada diri sendiri, keluarga, masyarakat, dan kepada Tuhan, sesuai dengan kepercayaannya. 2. Etika dalam Keperawatan 1. Kode Etik Keperawatan Kode etik keperawatan merupakan bagian dari etika kesehatan yang menerapkan nilai etika terhadap bidang pemeliharaan atau pelayanan kesehatan masyarakat. Kode etik keperawatan di Indonesia telah disusun oleh Dewan Pimpinan Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia melalui Musyawarah Nasional PPNI di Jakarta pada tanggal 29 November 1989. Kode etik keperawatan Indonesia tersebut terdiri dari 4 bab dan 16 pasal. Bab 1, terdiri dari empat pasal, menjelaskan tentang tanggung jawab perawat terhadap individu, keluarga, dan masyarakat. Bab 2 terdiri dari lima pasal, menjelaskan tentang tanggung jawab perawat terhadap tugasnya. Bab 3, terdiri dari dua pasal, menjelaskan tentang tanggung jawab perawat terhadap sesama perawat dan profesi kesehatan lain. Bab 4, terdiri dari empat pasal, menjelaskan tentang tanggung jawab perawat terhadap profesi keperawatan. Bab 5, terdiri dari dua pasal, menjelaskan tentang tanggung jawab perawat terhadap pemerintah, bangsa, dan tanah air. Kode etik keperawatan menurut American Nurses Association (ANA) adalah sebagai berikut. 13. Perawat memberikan pelayanan dengan penuh hormat bagi martabat kemanusiaan dan keunikan klien yang tidak dibatasi oleh pertimbangan-pertimbangan status sosial atau ekonomif atribut personal, atau corak masalah kesehatannya. 14. Perawat melindungi hak klien akan privasi dengan memegang teguh informasi yang bersifat rahasia. 15. Perawat melindungi klien dan publik bila kesehatan dan keselamatannya terancam oleh praktik seseorang yang tidak berkompeten, tidak etis, atau ilegal. 16. Perawat memikul tanggung jawab atas pertimbangan dan tindakan perawatan yang dijalankan masing-masing individu.

17. Perawat memelihara kompetensi keperawatan. 18. Perawat melaksanakan pertimbangan yang beralasan dan menggunakan kompetensi dan kualifikasi individu sebagai kriteria dalam mengusahakan konsultasi, menerima tanggung jawab, dan melimpahkan kegiatan keperawatan kepada orang lain. 19. Perawat turut serta beraktivitas dalam membantu pengembangan pengetahuan profesi. 20. Perawat turut serta dalam upaya-upaya profesi untuk melaksanakan dan meningkatkan standar keperawatan. 21. Perawat turut serta dalam upaya-upaya profesi untuk membentuk dan membina kondisi kerja yang mendukung pelayanan keperawatan yang berkualitas. 22. Perawat turut serta dalam upaya-upaya profesi untuk melindungi publik terhadap informasi dan gambaran yang salah serta mempertahankan integritas perawat. 23. Perawat bekerjasama dengan anggota profesi kesehatan atau warga masyarakat Iainnya dalam meningkatkan upaya-upaya masyarakat dan nasional untuk memenuhi kebutuhan kesehatan publik. 24. Tanggung jawab Keperawatan Tanggung jawab menunjukkan kewajiban. Ini mengarah kepada kewajiban yang harus dilakukan untuk menyelesaikan pekerjaan secara professional. Manajer dan para staf harus memahami dengan jelas tentang fungsi tugas yang menjadi tanggung jawab masing-masing perawat serta hasil yang ingin dicapai dan bagaimana mengukur kualitas kinerja stafnya. Perawat yang professional akan bertanggung jawab atas semua bentuk tindakan klinis keperawatan atau kebidanan yang dilakukan dalam lingkup tugasnya. Tanggung jawab diperlukan untuk memenuhi kebutuhan dan kinerja yang ditampilkan guna memperoleh hasil pelayanan keperawatan yang berkualitas tinggi. Yang perlu diperhatikan dari pelaksanaan tanggung jawab adalah memahami secara jelas tentang uraian tugas dan spesifikasinya serta dapat dicapai berdasarkan standar yang berlaku atau yang disepakati. Hal ini berarti perawat mempunyai tanggung jawab yang dilandasi oleh komitmen, dimana mereka harus bekerja sesuai fungsi tugas yang dibebankan kepadanya tanggung jawab utama perawat adalah meningkatkan kesehatan, mencegah timbulnya penyakit, memelihara kesehatan, dan mengurangi penderitaan. Untuk melaksanakan tanggung jawab utama tersebut, perawat harus meyakini bahwa:

5. Kebutuhan terhadap pelayanan keperawatan di berbagai ternpat 6. Pelaksanaan praktik keperawatan dititik beratkan pada penghargaan terhadap kehidupan yang bermartabat dan menjunjung tinggi hak asasi manusia 7. Dalam melaksanakan pelayanan kesehatan atau keperawatan kepada individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat, perawat mengikutsertakan kelompok dan instansi terkait. 8. Nilai-nilai Keperawatan Pada tahun 1985, “The American Association Colleges of Nursing” melaksanakan suatu proyek termasuk didalamnya mengidentifikasi nilai-nilai keperawatan. Perkumpulan ini mengidentifikasikan nilai-nilai keperawatan, yaitu: 2. Aesthetics (keindahan) Kualitas obyek suatu peristiwa atau kejadian, seseorang memberikan kepuasan termasuk penghargaan, kreatifitas, imajinasi, sensitifitas dan kepedulian. 2. Altruism (mengutamakan orang lain) Kesediaan memperhatikan kesejahteraan orang lain termasuk keperawatan atau kebidanan, komitmen, arahan, kedermawanan atau kemurahan hati serta ketekunan. 2. Equality (kesetaraan) Memiliki hak atau status yang sama termasuk penerimaan dengan sikap asertif, kejujuran, harga diri dan toleransi 2. Freedom (Kebebasan) Memiliki kapasitas untuk memilih kegiatan termasuk percaya diri, harapan, disiplin serta kebebasan dalam pengarahan diri sendiri. 2. Human dignity (Martabat manusia) Berhubungan dengan penghargaan yang lekat terhadap martabat manusia sebagai individu termasuk didalamnya kemanusiaan, kebaikan, pertimbangan dan penghargaan penuh terhadap kepercayaan. 2. Justice (Keadilan)

Menjunjung tinggi moral dan prinsip-prinsip legal termasuk objektifitas, moralitas, integritas, dorongan dan keadilan serta kewajaran. 2. Truth (Kebenaran) Menerima kenyataan dan realita, termasuk akontabilitas, kejujuran, keunikan dan reflektifitas yang rasional. 2. Hubungan Etika dengan Praktek Keperawatan Aplikasi dalam praktek klinis bagi perawat diperlukan untuk menempatkan etika, nilai-nilai dan perilaku kesehatan pada posisinya. Perawat bisa menjadi sangat frustrasi bila membimbing atau memberikan konsultasi kepada pasien yang mempunyai nilai-nilai dan perilaku kesehatan yang sangat rendah. Hal ini disebabkan karena pasien kurang memperhatikan status kesehatannya. Pertama-tama yang dilakukan oleh perawat adalah berusaha membantu pasien untuk mengidentifikasi etika dan nilai-nilai dasar kehidupannya sendiri. Perawat memiliki komitmen yang tinggi untuk memberikan asuhan yang berkualitas berdasarkan standar perilaku etika yang etis dalam praktek asuhan keperawatan. Pengetahuan tentang perilaku etis dimulai dari pendidikan perawat dan berlanjut pada diskusi formal maupun informal dengan sejawat. Perilaku yang etis mencapai puncaknya bila perawat mencoba dan mencontoh perilaku pengambilan keputusan yang etis untuk membantu memecahkan masalah etika. Dalam hal ini, perawat seringkali menggunakan dua pendekatan yaitu : 2.

Pendekatan berdasarkan Prinsip

Pendekatan berdasarkan prinsip, sering dilakukan dalam etika untuk menawarkan bimbingan untuk tindakan khusus. Beauchamp Childress (1994) menyatakan empat pendekatan prinsip dalam etika antara lain : 5. Sebaiknya mengarah langsung untuk bertindak sebagai penghargaan terhadap kapasitas otonomi setiap orang 6. Menghindarkan berbuat suatu kesalahan 7. Bersedia dengan murah hati memberikan sesuatu yang bermanfaat dengan segala konsekuensinya 8. Keadilan menjelaskan tentang manfaat dan resiko yang dihadapi.

2. Pendekatan berdasarkan Auhan Keperawatan. Ketidakpuasan yang timbul dalam pendekatan berdasarkan prinsip dalam etika mengarahkan banyak perawat untuk memandang “care” atau asuhan sebagai fondasi dan kewajiban. Hubungan perawat dengan pasien merupakan pusat pendekatan berdasarkan asuhan, dimana memberikan langsung perhatian khusus kepada pasien, sebagaimana dilakukan sepanjang kehidupannya sebagai perawat. Perspektif asuhan memberikan arah dengan cara bagaimana perawat dapat membagi waktu untuk dapat duduk bersama dengan pasien, merupakan suatu kewajaran yang dapat membahagiakan bila diterapkan berdasarkan etika. Karakteristik perspektif dari asuhan menurut Taylor (1993) meliputi : 5. Berpusat pada hubungan interpersonal dalam asuhan 6. Meningkatkan penghormatan dan penghargaan terhadap martabat klien atau pasien sebagai manusia 7. Mau mendengarkan dan mengolah saran-saran dari orang lain sebagai dasar yang mengarah pada tanggung jawab profesional 8. Mengingat kembali arti tanggung jawab moral yang meliputi kebajikan seperti: kebaikan, kepedulian, empati, perasaan kasih sayang, dan menerima kenyataan. Dari pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa etika dalam praktek keperawatan sangat berhubungan penting sebagai dasar atau landsasan yang mengatur bagaimana cara perawat melakukan asuhan keperawatan berdasarakan etika keperawatan agar dapat melakukan sesuai konsep dan teori keperawatan.

Sebagai seorang perawat/calon perawat tentunya kita harus mengetahui etika dan hukum dalam profesi kita sebagai landasan kita untuk bekerja memberikan layanan keperawatan kepada masyarakat sehingga kita dijauhkan dari hal-hal yang tidak diinginkan. Etika memerlukan sikap kritis, metodis, dan sistematis dalam melakukan refleksi. Karena itulah etika merupakan suatu ilmu. Sebagai suatu ilmu objek etika adalah tingkah laku manusia (Wikipedia Indonesia) BACA JUGA: Kode Etik Keperawatan Indonesia

Ada 8 prinsip etika keperawatan yang wajib diketahui oleh perawat dalam memberikan layanan keperawatan kepada individu, kelompok/keluarga, dan masyarakat. 9. Otonomi (Autonomi) prinsip otonomi didasarkan pada keyakinan bahwa individu mampu berpikir logis dan mampu membuat keputusan sendiri. Orang dewasa mampu memutuskan sesuatu dan orang lain harus menghargainya. Otonomi merupakan hak kemandirian dan kebebasan individu yang menuntut pembedaan diri. Salah satu contoh yang tidak memperhatikan otonomi adalah Memberitahukan klien bahwa keadaanya baik,padahal terdapat gangguanatau penyimpangan 10. Beneficence (Berbuat Baik) prinsip ini menentut perawat untuk melakukan hal yan baik dengan begitu dapat mencegah kesalahan atau kejahatan. Contoh perawat menasehati klien tentang program latihan untuk memperbaiki kesehatan secara umum, tetapi perawat menasehati untuk tidak dilakukan karena alasan resiko serangan jantung. 11. Justice (Keadilan) nilai ini direfleksikan dalam praktek professional ketika perawat bekerja untuk terapi yang benar sesuai hukum, standar praktik dan keyakinan yang benar untuk memperoleh kualitas pelayanan kesehatan. Contoh ketika perawat dinas sendirian dan ketika itu ada klien baru masuk serta ada juga klien rawat yang memerlukan bantuan perawat maka perawat harus mempertimbangkan faktor-faktor dalam faktor tersebut kemudian bertindak sesuai dengan asas keadilan. 12. Non-maleficence (tidak merugikan) prinsi ini berarti tidak menimbulkan bahaya/cedera fisik dan psikologis pada klien. Contoh ketika ada klien yang menyatakan kepada dokter secara tertulis menolak pemberian transfuse darah dan ketika itu penyakit perdarahan (melena) membuat keadaan klien semakin memburuk dan dokter harus mengistrusikan pemberian transfuse darah. akhirnya transfuse darah ridak diberikan karena prinsi beneficence walaupun pada situasi ini juga terjadi penyalahgunaan prinsi nonmaleficince. 13. Veracity (Kejujuran) nilai ini bukan cuman dimiliki oleh perawat namun harus dimiliki oleh seluruh pemberi layanan kesehatan untuk menyampaikan kebenaran pada setia klien untuk meyakinkan agar klien mengerti. Informasi yang diberikan harus akurat, komprehensif, dan objektif. Kebenaran merupakan dasar membina hubungan saling percaya. Klie memiliki otonomi sehingga mereka berhak mendapatkan informasi yang ia ingin tahu. Contoh Ny. S masuk rumah sakit dengan berbagai macam fraktur karena kecelakaan mobil, suaminya juga ada dalam

kecelakaan tersebut dan meninggal dunia. Ny. S selalu bertanya-tanya tentang keadaan suaminya. Dokter ahli bedah berpesan kepada perawat untuk belum memberitahukan kematian suaminya kepada klien perawat tidak mengetahui alasan tersebut dari dokter dan kepala ruangan menyampaikan intruksi dokter harus diikuti. Perawat dalam hal ini dihadapkan oleh konflik kejujuran. 14. Fidelity (Menepati janji) tanggung jawab besar seorang perawat adalah meningkatkan kesehatan, mencegah penyakit, memulihkan kesehatan, dan meminimalkan penderitaan. Untuk mencapai itu perawat harus memiliki komitmen menepati janji dan menghargai komitmennya kepada orang lain. 15. Confidentiality (Kerahasiaan) kerahasiaan adalah informasi tentang klien harus dijaga privasi klien. Dokumentasi tentang keadaan kesehatan klien hanya bisa dibaca guna keperluan pengobatan dan peningkatan kesehatan klien. Diskusi tentang klien diluar area pelayanan harus dihindari. 16. Accountability (Akuntabilitasi) akuntabilitas adalah standar yang pasti bahwa tindakan seorang professional dapat dinilai dalam situasi yang tidak jelas atau tanda tekecuali. Contoh perawat bertanggung jawab pada diri sendiri, profesi, klien, sesame teman sejawat, karyawan, dan masyarakat. Jika perawat salah memberi dosis obat kepada klien perawat dapat digugat oleh klien yang menerima obat, dokter yang memberi tugas delegatif, dan masyarakat yang menuntut kemampuan professional. KASUS DAN PEMBAHASAN

KASUS : Seorang laki-laki usia 65 tahun menderita kanker kolon terminal dengan metastase yang telah resisten terhadap tindakan kemoterapi dan radiasi dibawa ke IGD karena jatuh dari kamar mandi dan menyebabkan robekan di kepala. laki-laki tersebut mengalami nyeri abdomen dan tulang dan kepala yang hebat dimana sudah tidak dapat lagi diatasi dengan pemberian dosis morphin intravena. Hal itu ditunjukkan dengan adanya rintihan ketika istirahat dan nyeri bertambah hebat saat laki-laki itu mengubah posisinya. Walapun klien tampak bisa tidur namun ia sering meminta diberikan obat analgesik. Kondisi klien semakin melemah dan mengalami sesak yang tersengal-sengal sehingga mutlak

membutuhkan bantuan oksigen dan berdasar diagnosa dokter, klien maksimal hanya dapat bertahan beberapa hari saja. Melihat penderitaan pasien yang terlihat kesakitan dan mendengar informasi dari dokter, keluarga memutuskan untuk mempercepat proses kematian pasien melalui euthanasia pasif dengan pelepasan alat-alat kedokteran yaitu oksigen dan obat obatan lain dan dengan keinginan agar dosis analgesik ditambah. Dr spesilalist onkologi yang ditelp pada saat itu memberikan advist dosis morfin yang rendah dan tidak bersedia menaikan dosis yang ada karena sudah maksimal dan dapat bertentangan dengan UU yang ada. Apa yang seharusnya dilakukan oleh anda selaku perawat yang berdinas di IGD saat itu menghadapi desakan keluarga yang terus dilakukan?.

Kasus di atas merupakan salah satu contoh masalah dilema etik (ethical dilemma). Dilema etik merupakan suatu masalah yang sulit dimana tidak ada alternatif yang memuaskan atau suatu situasi dimana alternatif yang memuaskan dan tidak memuaskan sebanding. Dalam dilema etik tidak ada yang benar atau salah. Untuk membuat keputusan yang etis, seseorang harus tergantung pada pemikiran yang rasional dan bukan emosional. Kerangkan pemecahan dilema etik banyak diutarakan dan pada dasarnya menggunakan kerangka proses keperawatan / pemecahan masalah secara ilmiah (Thompson & Thompson, 1985).

Kozier et. al (2004) menjelaskan kerangka pemecahan dilema etik sebagai berikut : Mengembangkan data dasar Mengidentifikasi konflik Membuat tindakan alternatif tentang rangkaian tindakan yang direncanakan dan mempertimbangkan hasil akhir atau konsekuensi tindakan tersebut Menentukan siapa pengambil keputusan yang tepat Mendefinisikan kewajiban perawat Membuat keputusan

PEMECAHAN KASUS DILEMA ETIK

1. Mengembangkan data dasar : Mengembangkan data dasar disini adalah dengan mencari lebih lanjut informasi yang ada mengenai dilema etik yang sedang dihadapi. Mengembangkan data dasar melalui : a)

Menggali informasi lebih dalam terhadap pihak pihak yang terlibat meliputi : Klien, keluarga

dokter, dan perawat. b)

Identifikasi mengenai tindakan yang diusulkan : tidak menuruti keinginan keluarga untuk melepas

alat bantu nafas atau juga untuk memberikan penambahan dosis morphin. c)

Maksud dari tindakan tersebut : agar tidak membahayakan diri klien dan tidak melanggar

peraturan yang berlaku. d)

Konsekuensi tindakan yang diusulkan, bila tidak menuruti keluarga untuk melepas alat bantu nafas

dan tidak diberikan penambahan dosis morphin, klien dan keluarganya menyalahkan perawat karena dianggap membiarkan pasien menderita dan apabila keluarga klien kecewa terhadap pelayanan di IGD mereka bisa menuntut ke rumah sakit.

2. Mengidentifikasi konflik akibat situasi tersebut : Penderitaan klien dengan kanker colon yang sudah mengalami metastase mengeluh nyeri yang tidak berkurang dengan dosis morphin yang telah ditetapkan. Keluarga meminta penambahan dosis pemberian morphin untuk mengurangi keluhan nyerinya dan memutuskan untuk tidak memberikan alat bantu apapun termasuk oksigen, Keluarga mendukung keinginan klien agar terbebas dari keluhan nyeri. Konflik yang terjadi adalah :

a)

Tidak memberikan Oksigen dan penambahan dosis pemberian morphin dapat mempercepat

kematian klien yang berarti melanggar prinsip etik Beneficience- Nonmaleficience b)

Tidak memenuhi keinginan klien terkait dengan pelanggaran hak klien yang dapat melanggar nilai

autonomy.

3.Tindakan alternatif tentang rangkaian tindakan yang direncanakan dan konsekuensi tindakan tersebut a. Tidak menuruti keinginan pasien tentang penambahan dosis obat pengurang nyeri dan melepaskan oksigen Konsekuensi : 1)

Tidak mempercepat kematian klien

2)

Membiarkan Klien meninggal sesuai proses semestinya

3)

Tidak melanggar peraturan mengenai pemberian morfin

4)

Keluhan nyeri pada klien akan tetap berlangsung

5)

Pelanggaran terhadap hak pasien untuk menentukan nasibnya sendiri

6)

Keluarga dan pasien cemas dengan situasi tersebut

b. Tidak menuruti keinginan klien, dan perawat membantu untuk manajemen nyeri. Konsekuensi : 1)

Tidak mempercepat kematian pasien

2)

Klien dibawa pada kondisi untuk beradaptasi pada nyerinya (meningkatkan ambang nyeri)

3)

Keinginan klien untuk menentukan nasibnya sendiri tidak terpenuhi

c. Menuruti keinginan klien untuk menambah dosis morphin namun tidak sering dan apabila diperlukan. . Konsekuensi : 1)

Risiko mempercepat kematian klien sedikit dapat dikurangi

2)

Klien pada saat tertentu bisa merasakan terbebas dari nyeri sehingga ia dapat cukup beristirahat.

3)

Hak klien sebagian dapat terpenuhi.

4)

Kecemasan pada klien dan keluarganya dapat sedikit dikurangi.

5)

Beresiko melanggar peraturan yang berlaku.

d. Tidak menuruti keinginan keluarga dan membantu keluarga dalam proses berdukanya Konsekuensi : 1)

Tidak mempercepat kematian klien

2)

Keluarga dapat melewati proses berduka dengan seharusnya

3)

Keluarga tidak menginginkan dilakuakn euthanasia terhadap pasien

4. Menentukan siapa pengambil keputusan yang tepat : Pada kasus di atas dokter adalah pihak yang membuat keputusan, karena dokterlah yang secara legal dapat memberikan ijin penambahan dosis morphin. Namun hal ini perlu didiskusikan dengan klien dan keluarganya mengenai efek samping yang dapat ditimbulkan dari penambahan dosis tersebut. Perawat membantu klien dan keluarga klien dalam membuat keputusan bagi dirinya. Perawat selalu mendampingi pasien dan terlibat langsung dalam asuhan keperawatan yang dapat mengobservasi mengenai respon nyeri, kontrol emosi dan mekanisme koping klien, mengajarkan manajemen nyeri, sistem dukungan dari keluarga serta sistem berduka keluarga dan lain-lain.

5. Mendefinisikan kewajiban perawat 1)

Memfasilitasi klien dalam manajemen nyeri yang sesuai

2)

Membantu proses adaptasi klien terhadap nyeri / meningkatkan ambang nyeri

3)

Mengoptimalkan sistem dukungan keluarga untuk pasien

4)

Membantu klien untuk lebih mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan

keyakinannya 5)

Membantu Keluarga untuk menemukan mekanisme koping yang adaptif terhadap masalah yang

sedang dihadapi 6)

Memfasilitasi sistem berduka keluarga dengan memberikan support.

6. Membuat keputusan Dalam kasus di atas terdapat dua tindakan yang memiliki risiko dan konsekuensi masing-masing terhadap klien. Perawat dan dokter perlu mempertimbangkan pendekatan yang paling menguntungkan / paling tepat untuk klien. Namun upaya alternatif tindakan lain perlu dilakukan terlebih dahulu misalnya manajemen nyeri (relaksasi, pengalihan perhatian, atau meditasi) beserta perbaikan terhadap sistem berduka keluarga dan kemudian dievaluasi efektifitasnya. Apabila terbukti efektif diteruskan namun apabila alternatif tindakan tidak efektif maka keputusan yang sudah ditetapkan antara petugas kesehatan dan klien/ keluarganya akan dilaksanakan.

Pemecahan Dilema Etik dalam Kasus Penderitaan Klien dan Euthanasia Pasif KASUS : Seorang wanita berumur 50 tahun menderita penyakit kanker payudara terminal dengan metastase yang telah resisten terhadap tindakan kemoterapi dan radiasi. Wanita tersebut mengalami nyeri tulang yang hebat dimana sudah tidak dapat lagi diatasi dengan pemberian dosis morphin intravena. Hal itu ditunjukkan dengan adanya rintihan ketika istirahat dan nyeri bertambah hebat saat wanita itu mengubah posisinya. Walapun klien tampak bisa tidur namun ia sering meminta diberikan obat analgesik, dan keluarganya pun meminta untuk dilakukan penambahan dosis pemberian obat analgesik.

Saat dilakukan diskusi perawat disimpulkan bahwa penambahan obat analgesik dapat mempercepat kematian klien. Kasus di atas merupakan salah satu contoh masalah dilema etik (ethical dilemma). Dilema etik merupakan suatu masalah yang sulit dimana tidak ada alternatif yang memuaskan atau suatu situasi dimana alternatif yang memuaskan dan tidak memuaskan sebanding. Dalam dilema etik tidak ada yang benar atau salah. Untuk membuat keputusan yang etis, seseorang harus tergantung pada pemikiran yang rasional dan bukan emosional. Kerangkan pemecahan dilema etik banyak diutarakan dan pada dasarnya menggunakan kerangka proses keperawatan / pemecahan masalah secara ilmiah (Thompson & Thompson, 1985). Kozier et. al (2004) menjelaskan kerangka pemecahan dilema etik sebagai berikut : 7. Mengembangkan data dasar 8. Mengidentifikasi konflik 9. Membuat tindakan alternatif tentang rangkaian tindakan yang direncanakan dan mempertimbangkan hasil akhir atau konsekuensi tindakan tersebut 10. Menentukan siapa pengambil keputusan yang tepat 11. Mendefinisikan kewajiban perawat 12. Membuat keputusan PEMECAHAN KASUS DILEMA ETIK 1. Mengembangkan data dasar : a. Orang yang terlibat : Klien, keluarga klien, dokter, dan perawat b.Tindakan yang diusulkan : tidak menuruti keinginan klien untuk memberikan penambahan dosis morphin. c.Maksud dari tindakan tersebut : agar tidak membahayakan diri klien d.Konsekuensi tindakan yang diusulkan, bila tidak diberikan penambahan dosis morphin, klien dan keluarganya menyalahkan perawat dan apabila keluarga klien kecewa terhadap pelayanan di bangsal mereka bisa menuntut ke rumah sakit. 2. Mengidentifikasi konflik akibat situasi tersebut : Penderitaan klien dengan kanker payudara yang sudah mengalami metastase mengeluh nyeri yang tidak

berkurang dengan dosis morphin yang telah ditetapkan. Klien meminta penambahan dosis pemberian morphin untuk mengurangi keluhan nyerinya. Keluarga mendukung keinginan klien agar terbebas dari keluhan nyeri. Konflik yang terjadi adalah : a.Penambahan dosis pemberian morphin dapat mempercepat kematian klien. b.Tidak memenuhi keinginan klien terkait dengan pelanggaran hak klien. 3.Tindakan alternatif tentang rangkaian tindakan yang direncanakan dan konsekuensi tindakan tersebut a. Tidak menuruti keinginan pasien tentang penambahan dosis obat pengurang nyeri. Konsekuensi : 1)Tidak mempercepat kematian klien 2)Keluhan nyeri pada klien akan tetap berlangsung 3)Pelanggaran terhadap hak pasien untuk menentukan nasibnya sendiri 4)Keluarga dan pasien cemas dengan situasi tersebut b. Tidak menuruti keinginan klien, dan perawat membantu untuk manajemen nyeri. Konsekuensi : 1)Tidak mempercepat kematian pasien 2)Klien dibawa pada kondisi untuk beradaptasi pada nyerinya (meningkatkan ambang nyeri) 3)Keinginan klien untuk menentukan nasibnya sendiri tidak terpenuhi c. Menuruti keinginan klien untuk menambah dosis morphin namun tidak sering dan apabila diperlukan. Artinya penambahan diberikan kadang-kadang pada saat tertentu misalnya pada malam hari agar klien bisa tidur cukup. Konsekuensi : 1) Risiko mempercepat kematian klien sedikit dapat dikurangi 2) Klien pada saat tertentu bisa merasakan terbebas dari nyeri sehingga ia dapat cukup beristirahat. 3) Hak klien sebagian dapat terpenuhi. 4) Kecemasan pada klien dan keluarganya dapat sedikit dikurangi. 4. Menentukan siapa pengambil keputusan yang tepat : Pada kasus di atas dokter adalah pihak yang membuat keputusan, karena dokterlah yang secara legal dapat memberikan ijin penambahan dosis morphin. Namun hal ini perlu didiskusikan dengan klien dan keluarganya mengenai efek samping yang dapat ditimbulkan dari penambahan dosis tersebut. Perawat

membantu klien dan keluarga klien dalam membuat keputusan bagi dirinya. Perawat selalu mendampingi pasien dan terlibat langsung dalam asuhan keperawatan yang dapat mengobservasi mengenai respon nyeri, kontrol emosi dan mekanisme koping klien, mengajarkan manajemen nyeri, sistem dukungan dari keluarga, dan lain-lain. 5. Mendefinisikan kewajiban perawat a.Memfasilitasi klien dalam manajemen nyeri b.Membantu proses adaptasi klien terhadap nyeri / meningkatkan ambang nyeri c.Mengoptimalkan sistem dukungan d.Membantu klien untuk menemukan mekanisme koping yang adaptif terhadap masalah yang sedang dihadapi e.Membantu klien untuk lebih mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan keyakinannya 6. Membuat keputusan Dalam kasus di atas terdapat dua tindakan yang memiliki risiko dan konsekuensi masing-masing terhadap klien. Perawat dan dokter perlu mempertimbangkan pendekatan yang paling menguntungkan / paling tepat untuk klien. Namun upaya alternatif tindakan lain perlu dilakukan terlebih dahulu misalnya manajemen nyeri (relaksasi, pengalihan perhatian, atau meditasi) dan kemudian dievaluasi efektifitasnya. Apabila terbukti efektif diteruskan namun apabila alternatif tindakan tidak efektif maka keputusan yang sudah ditetapkan antara petugas kesehatan dan klien/ keluarganya akan dilaksanakan. DISKUSI :

Suatu intervensi medis yang bertujuan untuk mengurangi penderitaan klien namun dapat mengakibatkan kematian klien atau membantu pasien bunuh diri disebut sebagai euthanasia aktif. Di Indonesia hal ini tidak dibenarkan menurut undang-undang, karena tujuan dari euthanasia aktif adalah mempermudah kematian klien. Sedangkan euthanasia pasif bertujuan untuk mengurangi rasa sakit dan penderitaan klien namun membiarkannya dapat berdampak pada kondisi klien yang lebih berat bahkan memiliki konsekuensi untuk mempercepat kematian klien. Walaupun sebagian besar nyeri pada kanker dapat ditatalaksanakan oleh petugas kesehatan profesional yang telah dilatih dengan manajemen nyeri, namun hal tersebut tidak dapat membantu sepenuhnya pada penderitaan klien tertentu. Upaya untuk mengurangi penderitaan nyeri klien mungkin akan mempercepat kematiannya, namun tujuan utama dari tindakan adalah untuk mengurangi nyeri dan penderitaan klien.

PRINSIP LEGAL DAN ETIK : 4. Euthanasia (Yunani : kematian yang baik) dapat diklasifikasikan menjadi aktif atau pasif. Euthanasia aktif merupakan tindakan yang disengaja untuk menyebabkan kematian seseorang. Euthanasia pasif merupakan tindakan mengurangi ketetapan dosis pengobatan, penghilangan pengobatan sama sekali atau tindakan pendukung kehidupan lainnya yang dapat mempercepat kematian seseorang. Batas kedua tindakan tersebut kabur bahkan seringkali merupakan yang tidak relevan. 5. Menurut teori mengenai tindakan yang mengakibatkan dua efek yang berbeda, diperbolehkan untuk menaikkan derajat/dosis pengobatan untuk mengurangi penderitaan nyeri klien sekalipun hal tersebut memiliki efek sekunder untuk mempercepat kematiannya. 6. Prinsip kemanfaatan (beneficence) dan tidak merugikan orang lain (non maleficence) dapat dipertimbangkan dalam kasus ini. Mengurangi rasa nyeri klien merupakan tindakan yang bermanfaat, namun peningkatan dosis yang mempercepat kematian klien dapat dipandang sebagai tindakan yang berbahaya. Tidak melakukan tindakan adekuat untuk mengurangi rasa nyeri yang dapat membahayakan klien, dan tidak mempercepat kematian klien merupakan tindakan yang tepat (doing good). PEMBAHASAN KASUS Ny. M seorang ibu rumah tangga, umur 35 tahun, mempunyai seorang anak umur 4 tahun, Ny.M. berpendidikan SMA, dan suami Ny.M bekerja sebagai PNS di suatu kantor kelurahan. Saat ini Ny.M dirawat di ruang kandungan sejak 3 hari yang lalu.Sesuai hasil pemeriksaan Ny.M positif menderita kanker rahim grade III, dan dokter merencanakan untuk dilakukan operasi pengangkatan kanker rahim. Semua pemeriksaan telah dilakukan untuk persiapan operasi Ny.M. Menjelang dua hari operasi, Ny.M hanya diam dan tampak cemas dan binggung dengan rencana operasi yang akan dijalaninnya. Dokter hanya menjelaskan bahwa Ny.m harus dioperasi karena tidak ada tindakan lain yang dapat dilakukan dan dokter memberitahu perawat kalau Ny.M atau keluarganya bertanya, sampaikan operasi adalah jalan terakhir. Dan jangan dijelaskan tentang apapun, tunggu saya yang akan menjelaskannya. Saat menghadapi hal tersebut Ny.M berusaha bertanya kepada perawat ruangan yang merawatnya. Ny.M bertanya kepada perawat beberapa hal, yaitu: “apakah saya masih bisa punya anak setelah dioperasi nanti”.karena kami masih ingin punya anak. “apakah masih ada pengobatan yang lain selain operasi” dan “apakah operasi saya bisa diundur dulu suster”

Dari beberapa pertanyaan tersebut perawat ruangan hanya menjawab secara singkat,“ibu kan sudah diberitahu dokter bahwa ibu harus operasi” “penyakit ibu hanya bisa dengan operasi, tidak ada jalan lain” “yang jelas ibu tidak akan bisa punya anak lagi…” “Bila ibu tidak puas dengan jawaban saya, ibu tanyakan lansung dengan dokternya…ya.” Dan setelah menjawab beberapa pertanyaan Ny.M. perawat memberikan surat persetujuan operasi untuk ditanda tangani, tetapi Ny.M mengatakan “saya menunggu suami saya dulu suster”, perawat mengatakan “secepatnya ya bu… besok ibu sudah akan dioperasi”tanpa penjelasan lain, perawat meninggalkan Ny.M. Sehari sebelum operasi Ny.M berunding dengan suaminya dan memutuskan menolak operasi dengan alasan, Ny.M dan suami masih ingin punya anak lagi. Dengan penolakan Ny.M dan suami, perawat mengatakan pada Ny.M dan suami” Ibu ibu tidak boleh begitu, ibu harus dioperasi agar penyakit ibu tidak parah, kita hanya berusaha” dan perawat meninggalkan pasien dan suami tanpa penjelasan apapun. Dan setelah penolakan pasien tersebut, perawat A datang ke Kepala ruangan dan mengatakan bahwa Ny.M menolak untuk operasi. Ny.M masih ragu karena dokter belum menjelaskan rencana operasi yang akan dilakukan, Kepala ruangan bertanya kepada perawat A “kenapa tidak dijelaskan” Perawat A menjawab “pesan dokter, saya tidak boleh menjelaskan tentang operasi tersebut, disuruh menunggu dokter…”, kepala ruangan mengatakan “ kalau begitu buat surat pernyataan saja” dan kita sampaikan ke dokter bedahnya. Dan sampai saat ini dokter belum menjelaskan operasi yang akan dilakukan pada Ny.M dan keluarga. Dan akhirnya pasien pulang. Beberapa hari kemudian Rumah Sakit mendapat surat keluhan dari keluarga Ny.M yang berisi ketidakpuasan dari pelayanan dimana Ny.M dirawat. Oleh karena itu pihak Rumah Sakit (pimpinan) menanggapi surat tersebut dan berusaha mencari tahu kebenaran kasus yang tejadi pada Ny.M dan akan mengambil tindakan bila ada unsure pelanggaran kode etik dalam pelayanan kesehatan yang dilakukan staff Rumah Sakit. Sekilas berkaitan dengan ruangan, kepala ruangan adalah Ners S1 yang bekerja telah lima tahun dan perawat A, adalah perawat lulusan DIII baru bekerja diruang tersebut dua tahun. G. ANALISA KASUS Hal pertama yang harus dilakukan oleh tim pencari fakta adalah mengumpulkan informasi yang berkaitan dengan beberapa informasi yang diperlukan, baik dari internal maupun exsternal ruangan

termasuk staf yang terlibat, perawat primer, kepala ruangan dan dokter yang merawat dan pasien/keluarga. Hal-hal lain yang menyangkut prinsip-prinsip moral dalam pemberian asuhan keperawatan dan berkaitan dengan standarisasi asuhan keperawatan yang diberikan (SOP). Pada kasus yang melibatkan Ny.M dapat dianalisa dengan beberapa hal menyangkut nilai-nilai etika, prinsip moral dalam professional keperawatan, Kode etik keperawatan (PPNI), hak-hak pasien, hak dan kewajiban perawat dan juga bentuk standar praktek keperawatan yang harus dilaksanakan pada pasien yang akan menjalani operasi. Bila diidentifikasi masalah-masalah yang mungkin merupakan pelanggaran etik yang terjadi dan merupakan data dari informasi yang dibutuhkan, adalah sebagai berikut: 1.

Berkaitan dengan prinsip-prinsip moral/etik dalam praktek keperawatan, yaitu:

a.

Otonomi pasien

Prinsip autonomy menegaskan bahwa seseorang mempunyai kemerdekaan untuk menentukan keputusan dirinya menurut rencana pilihannya sendiri. Bagian dari apa yang diperlukan dalam ide terhadap respect terhadap seseorang, menurut prinsip ini adalah menerima pilihan individu tanpa memperhatikan apakah pilihan seperti itu adalah kepentingannya. Seperti telah banyak dijelaskan dalam teori bahwa otonomi merupakan bentuk hak individu dalam mengatur keinginan melakukan kegiatan atau prilaku. Kebebasan dalam memilih atau menerima suatu tanggung jawab terhadap dirinya sendiri. Pada kasus Ny.M. bahwa pasien menginginkan informasi yang banyak tentang tindakan operasi yang akan dilakukan terhadap dirinnya, informasi-informasi yang dibutuhkannya karena Ny.M berkeinginan bahwa ia masih ingin punya anak lagi dan bila operasi dilakukan berarti pasien merasa tidak akan mempunyai anak lagi. Tetapi keinginan pasien untuk mendapat informasi yang lebih banyak tidak terpenuhi, hal inilah yang menjadi dilema bagi pasien sementara itu kondisi sakitnya akan membuat Ny.M tidak tertolong lagi. Penolakan Ny.M dan keluarga untuk dilakukan operasi merupakan hak pasien tetapi, hak dan kewajiban perawat juga untuk dapat memberikan asuhan keperawatan yang optimal dengan membantu penyembuhan pasien yaitu dengan jalan dilakukan operasi. b.

Advokasi perawat terhadap pasien

Advokasi merupakan salah satu peran perawat dalam menjalankan praktek keperawaatan dan asuhan keperawatannya. Perawat seharusnya memberikan penjelasan lebih rinci dan mendukung pasien agar dapat berkonsultasi kepada tim dokter yang akan melakukan operasinya. Advoaksi perawat yang dapat dilakukan pada kondisi kasus Ny.M, dapat berupa: penjelasan yang jelas dan terinci tentang kondisi yang dialami Ny.M, melakukan konsultasi dengan tim medis berkaitan denganmaslah tersebut, juga harus disampaikan bahwa Ny.M ingin mempunyai anak lagi. Bentukbentuk advokasi inilah yang memungkinkan tim baik keperawatan dan medis akan bersama menjelaskan dengan lengkap dan baik. Bentuk advokasi lainnya adalah Perawat ruangan dapat membuat tim keperawatan dan medis dan dapat menberikan informasi dan komunikasi yang baik pada pasien. 2.

Berkaitan hak-hak pasien

Pada teori telah dijelaskan bahwa pasien juga mempunyai hak-hak yang harus diperhatikan oleh perawata dalam praktek keperawatan, diantarannya yang berhubungan dengan kasus Ny.M. Pasien berhak mendapatkan informasi yang lengkap jelas, pasien berhak memperoleh informasi terbaru baik dari tim medis dan perawat yang mengelolannya, pasien juga berhak untuk memilih dan menolak pengobatan ataupun asuhan bila merasa dirinnya tidak berkenan. Ny.M. merasa bahwa dirinya tidak memperoleh informasi yang diharapkannya, pasien berharap banyak informasi dan hal-hal yang berkaitan dengan kondisinnya sehingga pasien dapat memnentukan pilihannya dengan tepat. Apapun pilihan pasien dan keputusan pasien setelah mendapatkan informasi yang jela merupakan hak automi pasien. 3.

Berkaitan Kode Etik Keperawatan (PPNI)

a.

Kewajiban perawat dalam melaksanakan tugas.

Sebagai tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan langsung kepada individu, keluarga dan masyarakat, perawat berkewajiban untuk melaksanakan kode etik profesinya dan menjalankan semua kewajiban yang didasari oleh nilai-nilai moral yang telah diatur dalam profesinya. Terdapat beberapa kewajiban perawat yang tidak dijalankan dengan baik dalam kasus Ny.M. diantaranya berkewajiban memberikan informasi, komunikasi kepada pasien, memberikan peran perlindungan kepada pasien, perawat wajib memberi kesempatan kepada pasien untuk dapat menentukan pilihan dan memberikan alternative penyelesaian atas kondisi dan keinginan pasien dalam arti bahwa perawat wajib menghargai pilihan atau autonomi pasien. Sesuai kode etik keperawatan

(PPNI) bahwa perawat senantiasa mengutamakan perlindungan dan keselamatan pasien dalam melaksanakan tugas keperawatan serta matang dalam melaksanakan tugas. Bila kewajiban diatas dapat dilaksanakan dengan baik maka dapat memberikan kesempatan kepada Ny.M dan keluarga dapat berfikir rasional dan logic atas kondisi yang menimpannya. b. Hubungan Perawat terhadap Pasien, tenaga kesehatan lain (dokter) Sesuai kode etik keperawatan (PPNI) bahwa perawat senantiasa menjaga hubungan baik antar sesame perawat, pasien dan tenaga kesehatan lain dengan tujuan keserasian suasana dan ligkungan kerja maupun dalam mencapai tujuan pelayanan kesehatan secara menyeluruh. Pada kasus Ny.M terdapat beberapa dilema etik yaitu perawat tidak mampu mengambil suatu keputusan yang terbaik dari intruksi yang telah disampaikan oleh dokter seharusnya perawat mengklarifikasi atas apa yang disampaikan oleh tim medis. Dan perlunya tim konsultasi yang berkaitan dengan masalah-masalah yang terggambar pada kasus Ny.M. tim inilah yang merupakan kelompok yang baik sebagai tempat untuk menjelaskan kondisi pasien. Tim inipun akan memberikan alternatif-alternatif atau masukan yang berarti tentang dampak dari tindakan dan bila tidak dilakukan tindakan. Tim ini juga terdiri dari beberapa profesi yaitu: medis, keperawatan, dan tenaga lain yang berkaitan dengan masalah Ny.M. Hubungan yang baik harus diciptakan sehingga pada setiap interaksi dengan pasien terjadi komunikasi yang terintegrasi dan menyeluruh sehingga informasi yang diberikan kepada pasien dapat sama dan saling menunjang. 4.

Berkaitan nilai-nilai praktek keperawatan professional.

Secara teori dikatakan bahwa nilai-nilai professional perawat harus selalu dijalankan pada setiap berhubungan dan melaksanakan praktek keperawatan, nilai-nilai professional yang dimaksud yaitu Aesthetics, altruism, equality, freedom, human dignity, justice dan truth. Dari kasus Ny.M. dapat dikatakan bahwa perawat ruangan menlanggar nilai-nilai praktek profesionalnya. Sifat altruism yang ditunjukan pada pasien Ny.M tidak terlihat sama sekali apalagi kepedulian “caring” terhadap Ny.M, seakan perawat mengabaikan pasien, selayaknya perawat menunjukan perhatiannya kepada pasien terhadap isu/kondisi saat ini sehingga dampak dari tindakan/pengobatan dapat melegakan bagi pasien. Disamping itu nilai kebebasan dalam menentukan sikap terhadap tindakan/pengobatan yang diambil oleh tim medis seharusnya perawat menggunakan kapasitasnya secara independent, confidence, serta menghargai hak pasien.

Nilai yang lain adalah menghargai martabat manusia dengan sikap empathy, respect full, yang dapat dijalankan oleh perawat menghadapi kasus Ny.M. penting dalam melindungi hak individu, memperlakukan pasien sesuai keinginannya. Disamping nilai-nilai tersebut penting juga berkata jujur sesuai kebenaran, walaupun kadang-kandang kebenaran itu akan memberikan dampak yang tidak selalu baik, tetapi dalam nilai kebenaran ini yang penting adalah perlu dilihat kondisi, dampak dan apa keinginan pasien sehingga apa yang kita sampaikan kepada pasien dapat diterima dan dipertimbangkan dengan baik, apapun keputusannya dapat memberikan keduannya hal yang baik yang telah dilaksanakan. 5.

Tinjauan dari standar praktek dan SOP

Didalam standar praktek keperawatan pada pasien yang akan dilakukan operasi harus dipersiapkan baik fisik dan mental, termasuk memberikan informasi-informasi yang berkaitan dengan rencana operasi yang akan dilakukan. Saat penanda tanganan persetujuan operasi harus dijelaskan, walaupun kewajiban memberikan informasi hal tersebut adalah dokter yang akan melakukan operasi, tetapi perawat harus tetap mendampingi dan memberikan advokasi dan memberikan penjelasan lain secara lengkap agar pasien dapat menjalani operasi dengan baik. Didalam setiap SOP-pun hal ini telah diidentifikasi beberapa tindakan yang harus dilakukan pada pasien yang akan menjalani operasi, maka harus dilihat lagi apakah SOP di ruangan tersebut telah tersedia dan selalu diperbaharui. H. PENYELESAIAN KASUS Dalam menyelesaikan kasus dilema etik yang terjadi pada kasus Ny. M, dapat diambil salah satu kerangka penyelesaian etik, yaitu kerangka pemecahan etik yang dikemukan oleh Kozier, erb. (1989), dengan langkah-langkah sebagai berikut: 1.

Mengembangkan data dasar dalam hal klarifiaksi dilema etik, mencari informasi sebanyaknya,

berkaitan dengan: a. Orang yang terlibat, yaitu: Pasien, suami pasien, dokter bedah/kandungan, kepala ruangan dan perawat primer. b. Tindakan yang diusulkan, yaitu: Akan dilakukan operasi pengangkatan kandungan/rahim pada Ny.M. dan perawat primer tidak boleh menyampaikan hal-hal yang berkaitan dengan operasi, menunggu dokter bedahnya.

c.

Maksud dari tindakan, yaitu: Agar kanker rahim yang dialami Ny.M dapat diangkat (tidak menjalar

ke organ lain) dan pengobatan tuntas. d. Konsekuensi dari tindakan yang diusulkan, yaitu: bila operasi tetap dilaksanakan keinginan Ny.M dan keluarga untuk mempunyai anak kemungkinan tidak bisa lagi dan bila operasi tidak dilakukan penyakit/kanker rahim Ny.M kemungkinan akan menjadi luas. Dan mengenai pesan dokter untuk tidak menjelaskan hal-hal yang berkaitan dengan rencana operasi Ny.M, bila dilaksanakan pesan tersebut, perawat melannggar prinsip-prinsip moral, dan bila pesan dokter tersebut melanggar janji terhadap teman sejawat.

2.

Mengidentifikasi konflik yang terjadi berdasarkan situasi tersebut.

a.

Konflik yang terjadi pada perawat A, yaitu:

-

Bila menyampaikan penjelasan dengan selengkapnya perawat kawatir akan kondisi Ny.M akan

semakin parah dan stress, putus asa akan keinginannya untuk mempunyai anak. -

Bila tidak dijelaskan seperti kondisi tersebut, perawat tidak melaksanakan prinsip-prinsip

professional perawat -

Atas penolakan pasien perawat merasa hal itu kesalahan dari dirinya

-

Berkaitan dengan pesan dokter, keduanya mempunyai dampak terhadap prinsip-prinsip moral/etik.

-

Bila perawat menyampaikan pesan dokter, perawat A melangkahi wewenang yang diberikan oleh

dokter, tetapi bila tidak disampaikan perawat A tidak bekerja sesuai standar profesi. b.

Konflik yang terjadi pada Kepala Ruangan, yaitu:

-

Berkaitan dengan pesan dokter kondisinya sama dengan perawat primer

-

Atas penolakan pasien merupakan gambaran manajemen ruangan yang kurang terkoordinasi

dengan baik. -

Meninjau kembali SOP pada pasien yang akan dilakukan operasi apakah masih relevan atau tidak.

3.

Membuat tindakan alternatif tentang rangkaian tindakan yang direncanakan dan

mempertimbangkan hasil akhir atau konsekuensi tindakan tersebut.

a.

Menjelaskan secara rinci rencana tindakan operasi termasuk dampak setelah dioperasi.

b.

Menjelaskan dengan jelas dan rinci hal-hal yang berkaitan dengan penyakit bila tidak dilakukan

tindakan operasi c.

Memberikan penjelasan dan saran yang berkaitan dengan keinginan dari mempunyai anak lagi,

kemungkinan dengan anak angkat dan sebagainnya. d.

Mendiskusikan dan memberi kesempatan kepada keluarga atas penolakan tindakan operasi dan

memberikan alternative tindakan yang mungkin dapat dilakukan oleh keluarga. e.

Memberikan advokasi kepada pasien dan keluarga untuk dapat bertemu dan mendapat

penjelasan langsung pada dokter bedah, dan memfasilitasi pasien dan kelurga untuk dapat mendapat penjelasan seluas-luasnya tentang rencana tindakan operasi dan dampaknya bila dilakukan dan bila tidak dilakukan. 4.

Menentukan siapa yang terlibat dalam masalah tersebut dan siapa pengambil keputusan yang

tepat. Perawat tidak membuat keputusan untuk pasien, tetapi perawat membantu dalam membuat keputusan bagi dirinya dan keluarganya, tetapi dalam hal ini perlu dipikirkan, beberapa hal: a. Siapa yang sebaiknya terlibat dalam membuat keputusan dan mengapa mereka ditunjuk. b. Untuk siapa saja keputusan itu dibuat c.

Apa kriteria untuk menetapkan siapa pembuat keputusan (social, ekonomi, fisiologi, psikologi dan

peraturan/hukum). d. Sejauh mana persetujuan pasien dibutuhkan e. Apa saja prinsip moral yang ditekankan atau diabaikan oleh tindakan yang diusulkan. Dalam kasus Ny.M. dokter bedah yakin bahwa pembuat keputusan, jadi atau tidaknya untuk dilakukan operasi adalah dirinya, dengan memperhatikan faktor-faktor dari pasien, dokter akan memutuskan untuk memberikan penjelasan yang rinci dan memberikan alternatif pengobatan yang kemungkinan dapat dilakukan oleh Ny.M dan keluarga. Sedangkan perawat primer seharusnya bertindak sebagai advokasi dan fasilitator agar pasien dan keluarga dapat membuat keputusan yang tidak merugikan bagi

dirinya, sehingga pasien diharapkan dapat memutuskan hal terbaik dan memilih alternatif yang lebih baik dari penolakan yang dilakukan. Bila beberapa kriteria sudah disebutkan mungkin konflik tentang penolakan rencana operasi dapat diselesaikan atau diterima oleh pasien setelah mendiskusikan dan memberikan informasi yang lengkap dan valid tentang kondisinya, dilakukan operasi ataupun tidak dilakukan operasi yang jelas pasien telah mendapat informasi yang jelas dan lengkap sehingga hak autonomi pasien dapat dipenuhi serta dapat memuaskan semua pihak. Baik pasien, keluarga, perawat primer, kepala ruangan dan dokter bedahnya. 5.

Mendefinisikan kewajiban perawat

Dalam membantu pasien dalam membuat keputusan, perawat perlu membuat daftar kewajiban keperawatan yang harus diperhatikan, sebagai berikut: a. memberikan informasi yang jelas, lengkap dan terkini b. meningkatkan kesejahteran pasien c.

membuat keseimbangan antara kebutuhan pasien baik otonomi, hak dan tanggung jawab keluarga

tentang kesehatan dirinya. d. membantu keluarga dan pasien tentang pentingnya sistem pendukung e. melaksanakan peraturan Rumah Sakit selama dirawat f.

melindungi dan melaksanakan standar keperawatan yang disesuikan dengan kompetensi

keperawatan professional dan SOP yang berlaku diruangan. 6.

Membuat keputusan.

Dalam suatu dilema etik, tidak ada jawaban yang benar atau salah, mengatasi dilema etik, tim kesehatan perlu dipertimbangkan pendekatan yang paling menguntungkan atau paling tepat untuk pasien. Kalau keputusan sudah ditetapkan, secara konsisten keputusan tersebut dilaksanakan dan apapun yang diputuskan untuk kasus tersebut, itulah tindakan etik dalam membuat keputusan pada keadaan tersebut. Hal penting lagi sebelum membuat keputusan dilema etik, perlu mengali dahulu apakah niat/untuk kepentinganya siapa semua yang dilakukan, apakah dilakukan untuk kepentingan pasien atau kepentingan pemberi asuhan, niat inilah yang berkaitan dengan moralitas etis yang dilakukan.

Pada kondisi kasus Ny.M. dapat diputuskan menerima penolakan pasien dan keluarga tetapi setelah perawat atau tim perawatan dan medis, menjelaskan secara lengkap dan rinci tentang kondisi pasien dan dampaknya bila dilakukan operasi atau tidak dilakukan operasi. Penjelasan dapat dilakukan melalui wakil dari tim yang terlibat dalam pengelolaan perawatan dan pengobatan Ny.M. Tetapi harus juga diingat dengan memberikan penjelasan dahulu beberapa alternatif pengobatan yang dapat dipertanggung jawabkan sesuai kondisi Ny.M sebagai bentuk tanggung jawab perawat terhadap tugas dan prinsip moral profesionalnya. Pasien menerima atau menolak suatu tindakan harus disadari oleh semua pihak yang terlibat, bahwa hal itu merupakan hak, ataupun otonomi pasien dan keluarga. Pada kasus diatas dapat diputuskan dan disimpulkan, bahwa terjadi pelanggaran etik, dengan alasanalasan dan informasi yang telah ditelaah, yaitu: a.

Belum ada penjelasan yang lengkap dari perawat dan dokter (Tim) berkaitan dengan tindakan

operasi yang akan dilakukan (tidak sesuai dengan SOP atau standar praktek keperawatan) b.

Pasien dan keluarga tidak diberi kesempatan dan mendiskusikan mengenai penyakit, akibat dan

tindakan-tindakan yang akan dilakukan terhadapnya c.

Berdasarkan kajian dan hasil analisa kasus bahwa hubungan dokter, perawat dan psien tidak sesuai

dengan harapan kode etik keperawatan (PPNI) d.

Terdapat pelanggaran nilai-nilai moral dan professional perawat, meliputi, otonomi, altruism,

justice, truh dan lainya e.

Terdapat pelangaran hak-hak pasien, yaitu hak mendapatkan informasi yang valid dan terkini.

Dengan alasan-alasan tersebut dan telah melalui langkah-langkah penyelesaian etik maka Komite etik di Rumah Sakit tersebut harus menentukan tindakan dengan hati-hati dan terencana sesuai tingkat pelanggaran etik yang dilakukan baik terhadap dokter, perawat primer (perawat A) dan kepala ruangan, masing-masing perlu mendapatkan beberapa peringatan atau bentuk pembinaan sesuai tingkat pelanggaran etik masing-masing.

ETIKA DAN NILAI KEPERAWATAN 3. Konsep Etika 1. Pengertian Etika adalah peraturan atau norma yang dapat digunakan sebagai acuan bagi perilaku seseorang yang berkaitan dengan tindakan yang baik dan buruk yang dilakukan oleh seseorang dan merupakan suatu kewajiban dan tanggung jawab moral. Dari konsep pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa etika adalah ilmu tentang kesusilaan yang menentukan bagaimana sepatutnya manusia hidup di dalam masyarakat yang menyangkut aturanaturan atau prinsip-prinsip yang menentukan tingkah laku yang benar, yaitu: a). Baik dan buruk b). Kewajiban dan tanggung jawab. 3. Tujuan Etika profesi keperawatan merupakan alut untuk mengukur perilaku moral dalam keperawatan. Dalam penyusunan alat ukur ini, keputusan diambil berdasarkan kode etik sebagai standar yang mengukur dan mengevaluasi perilaku moral perawat. Secara umum tujuan etika profesi keperawatan adalah menciptakan dan mempertahankan kepercayaan klien kepada perawat, kepercayaan di antara sesama perawat, dan kepercayaan masyarakat kepada profesi keparawatan. Sesuai dengan tujuan di atas, perawat ditantang untuk mengembangkan etika profesisecara terus menerus agar dapat menampung keinginan dan masalah baru. Dan agar perawat manjadi wasit untuk anggota profesi yang bertindak kurang professional atau merusak keparcayaan masyarakat terhadap profesi keperawatan. Menurut American Ethics Commision Bureau on Teaching, tujuan etika profesi keperawatan adalah mampu: 7. Mengenal dan mengidentifikasi unsur moral dalam praktik keperawatan. 8. Membentuk strategi / cara dan menganalisis masalah moral yang terjadi dalam praktik keperawatan.

9. Menghubungkan prinsip moral / pelajaran yang baik dan dapat dipertanggung jawabkan pada diri sendiri, keluarga, masyarakat, dan kepada Tuhan, sesuai dengan kepercayaannya. 3. Etika dalam Keperawatan 1. Kode Etik Keperawatan Kode etik keperawatan merupakan bagian dari etika kesehatan yang menerapkan nilai etika terhadap bidang pemeliharaan atau pelayanan kesehatan masyarakat. Kode etik keperawatan di Indonesia telah disusun oleh Dewan Pimpinan Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia melalui Musyawarah Nasional PPNI di Jakarta pada tanggal 29 November 1989. Kode etik keperawatan Indonesia tersebut terdiri dari 4 bab dan 16 pasal. Bab 1, terdiri dari empat pasal, menjelaskan tentang tanggung jawab perawat terhadap individu, keluarga, dan masyarakat. Bab 2 terdiri dari lima pasal, menjelaskan tentang tanggung jawab perawat terhadap tugasnya. Bab 3, terdiri dari dua pasal, menjelaskan tentang tanggung jawab perawat terhadap sesama perawat dan profesi kesehatan lain. Bab 4, terdiri dari empat pasal, menjelaskan tentang tanggung jawab perawat terhadap profesi keperawatan. Bab 5, terdiri dari dua pasal, menjelaskan tentang tanggung jawab perawat terhadap pemerintah, bangsa, dan tanah air. Kode etik keperawatan menurut American Nurses Association (ANA) adalah sebagai berikut. 25. Perawat memberikan pelayanan dengan penuh hormat bagi martabat kemanusiaan dan keunikan klien yang tidak dibatasi oleh pertimbangan-pertimbangan status sosial atau ekonomif atribut personal, atau corak masalah kesehatannya. 26. Perawat melindungi hak klien akan privasi dengan memegang teguh informasi yang bersifat rahasia. 27. Perawat melindungi klien dan publik bila kesehatan dan keselamatannya terancam oleh praktik seseorang yang tidak berkompeten, tidak etis, atau ilegal. 28. Perawat memikul tanggung jawab atas pertimbangan dan tindakan perawatan yang dijalankan masing-masing individu. 29. Perawat memelihara kompetensi keperawatan.

30. Perawat melaksanakan pertimbangan yang beralasan dan menggunakan kompetensi dan kualifikasi individu sebagai kriteria dalam mengusahakan konsultasi, menerima tanggung jawab, dan melimpahkan kegiatan keperawatan kepada orang lain. 31. Perawat turut serta beraktivitas dalam membantu pengembangan pengetahuan profesi. 32. Perawat turut serta dalam upaya-upaya profesi untuk melaksanakan dan meningkatkan standar keperawatan. 33. Perawat turut serta dalam upaya-upaya profesi untuk membentuk dan membina kondisi kerja yang mendukung pelayanan keperawatan yang berkualitas. 34. Perawat turut serta dalam upaya-upaya profesi untuk melindungi publik terhadap informasi dan gambaran yang salah serta mempertahankan integritas perawat. 35. Perawat bekerjasama dengan anggota profesi kesehatan atau warga masyarakat Iainnya dalam meningkatkan upaya-upaya masyarakat dan nasional untuk memenuhi kebutuhan kesehatan publik. 36. Tanggung jawab Keperawatan Tanggung jawab menunjukkan kewajiban. Ini mengarah kepada kewajiban yang harus dilakukan untuk menyelesaikan pekerjaan secara professional. Manajer dan para staf harus memahami dengan jelas tentang fungsi tugas yang menjadi tanggung jawab masing-masing perawat serta hasil yang ingin dicapai dan bagaimana mengukur kualitas kinerja stafnya. Perawat yang professional akan bertanggung jawab atas semua bentuk tindakan klinis keperawatan atau kebidanan yang dilakukan dalam lingkup tugasnya. Tanggung jawab diperlukan untuk memenuhi kebutuhan dan kinerja yang ditampilkan guna memperoleh hasil pelayanan keperawatan yang berkualitas tinggi. Yang perlu diperhatikan dari pelaksanaan tanggung jawab adalah memahami secara jelas tentang uraian tugas dan spesifikasinya serta dapat dicapai berdasarkan standar yang berlaku atau yang disepakati. Hal ini berarti perawat mempunyai tanggung jawab yang dilandasi oleh komitmen, dimana mereka harus bekerja sesuai fungsi tugas yang dibebankan kepadanya tanggung jawab utama perawat adalah meningkatkan kesehatan, mencegah timbulnya penyakit, memelihara kesehatan, dan mengurangi penderitaan. Untuk melaksanakan tanggung jawab utama tersebut, perawat harus meyakini bahwa: 9. Kebutuhan terhadap pelayanan keperawatan di berbagai ternpat

10. Pelaksanaan praktik keperawatan dititik beratkan pada penghargaan terhadap kehidupan yang bermartabat dan menjunjung tinggi hak asasi manusia 11. Dalam melaksanakan pelayanan kesehatan atau keperawatan kepada individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat, perawat mengikutsertakan kelompok dan instansi terkait. 12. Nilai-nilai Keperawatan Pada tahun 1985, “The American Association Colleges of Nursing” melaksanakan suatu proyek termasuk didalamnya mengidentifikasi nilai-nilai keperawatan. Perkumpulan ini mengidentifikasikan nilai-nilai keperawatan, yaitu: 3. Aesthetics (keindahan) Kualitas obyek suatu peristiwa atau kejadian, seseorang memberikan kepuasan termasuk penghargaan, kreatifitas, imajinasi, sensitifitas dan kepedulian. 3. Altruism (mengutamakan orang lain) Kesediaan memperhatikan kesejahteraan orang lain termasuk keperawatan atau kebidanan, komitmen, arahan, kedermawanan atau kemurahan hati serta ketekunan. 3. Equality (kesetaraan) Memiliki hak atau status yang sama termasuk penerimaan dengan sikap asertif, kejujuran, harga diri dan toleransi 3. Freedom (Kebebasan) Memiliki kapasitas untuk memilih kegiatan termasuk percaya diri, harapan, disiplin serta kebebasan dalam pengarahan diri sendiri. 3. Human dignity (Martabat manusia) Berhubungan dengan penghargaan yang lekat terhadap martabat manusia sebagai individu termasuk didalamnya kemanusiaan, kebaikan, pertimbangan dan penghargaan penuh terhadap kepercayaan. 3. Justice (Keadilan) Menjunjung tinggi moral dan prinsip-prinsip legal termasuk objektifitas, moralitas, integritas, dorongan dan keadilan serta kewajaran.

3. Truth (Kebenaran) Menerima kenyataan dan realita, termasuk akontabilitas, kejujuran, keunikan dan reflektifitas yang rasional. 3. Hubungan Etika dengan Praktek Keperawatan Aplikasi dalam praktek klinis bagi perawat diperlukan untuk menempatkan etika, nilai-nilai dan perilaku kesehatan pada posisinya. Perawat bisa menjadi sangat frustrasi bila membimbing atau memberikan konsultasi kepada pasien yang mempunyai nilai-nilai dan perilaku kesehatan yang sangat rendah. Hal ini disebabkan karena pasien kurang memperhatikan status kesehatannya. Pertama-tama yang dilakukan oleh perawat adalah berusaha membantu pasien untuk mengidentifikasi etika dan nilai-nilai dasar kehidupannya sendiri. Perawat memiliki komitmen yang tinggi untuk memberikan asuhan yang berkualitas berdasarkan standar perilaku etika yang etis dalam praktek asuhan keperawatan. Pengetahuan tentang perilaku etis dimulai dari pendidikan perawat dan berlanjut pada diskusi formal maupun informal dengan sejawat. Perilaku yang etis mencapai puncaknya bila perawat mencoba dan mencontoh perilaku pengambilan keputusan yang etis untuk membantu memecahkan masalah etika. Dalam hal ini, perawat seringkali menggunakan dua pendekatan yaitu : 3.

Pendekatan berdasarkan Prinsip

Pendekatan berdasarkan prinsip, sering dilakukan dalam etika untuk menawarkan bimbingan untuk tindakan khusus. Beauchamp Childress (1994) menyatakan empat pendekatan prinsip dalam etika antara lain : 9. Sebaiknya mengarah langsung untuk bertindak sebagai penghargaan terhadap kapasitas otonomi setiap orang 10. Menghindarkan berbuat suatu kesalahan 11. Bersedia dengan murah hati memberikan sesuatu yang bermanfaat dengan segala konsekuensinya 12. Keadilan menjelaskan tentang manfaat dan resiko yang dihadapi. 3. Pendekatan berdasarkan Auhan Keperawatan.

Ketidakpuasan yang timbul dalam pendekatan berdasarkan prinsip dalam etika mengarahkan banyak perawat untuk memandang “care” atau asuhan sebagai fondasi dan kewajiban. Hubungan perawat dengan pasien merupakan pusat pendekatan berdasarkan asuhan, dimana memberikan langsung perhatian khusus kepada pasien, sebagaimana dilakukan sepanjang kehidupannya sebagai perawat. Perspektif asuhan memberikan arah dengan cara bagaimana perawat dapat membagi waktu untuk dapat duduk bersama dengan pasien, merupakan suatu kewajaran yang dapat membahagiakan bila diterapkan berdasarkan etika. Karakteristik perspektif dari asuhan menurut Taylor (1993) meliputi : 9. Berpusat pada hubungan interpersonal dalam asuhan 10. Meningkatkan penghormatan dan penghargaan terhadap martabat klien atau pasien sebagai manusia 11. Mau mendengarkan dan mengolah saran-saran dari orang lain sebagai dasar yang mengarah pada tanggung jawab profesional 12. Mengingat kembali arti tanggung jawab moral yang meliputi kebajikan seperti: kebaikan, kepedulian, empati, perasaan kasih sayang, dan menerima kenyataan. Dari pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa etika dalam praktek keperawatan sangat berhubungan penting sebagai dasar atau landsasan yang mengatur bagaimana cara perawat melakukan asuhan keperawatan berdasarakan etika keperawatan agar dapat melakukan sesuai konsep dan teori keperawatan.

Sebagai seorang perawat/calon perawat tentunya kita harus mengetahui etika dan hukum dalam profesi kita sebagai landasan kita untuk bekerja memberikan layanan keperawatan kepada masyarakat sehingga kita dijauhkan dari hal-hal yang tidak diinginkan. Etika memerlukan sikap kritis, metodis, dan sistematis dalam melakukan refleksi. Karena itulah etika merupakan suatu ilmu. Sebagai suatu ilmu objek etika adalah tingkah laku manusia (Wikipedia Indonesia) BACA JUGA: Kode Etik Keperawatan Indonesia

Ada 8 prinsip etika keperawatan yang wajib diketahui oleh perawat dalam memberikan layanan keperawatan kepada individu, kelompok/keluarga, dan masyarakat. 17. Otonomi (Autonomi) prinsip otonomi didasarkan pada keyakinan bahwa individu mampu berpikir logis dan mampu membuat keputusan sendiri. Orang dewasa mampu memutuskan sesuatu dan orang lain harus menghargainya. Otonomi merupakan hak kemandirian dan kebebasan individu yang menuntut pembedaan diri. Salah satu contoh yang tidak memperhatikan otonomi adalah Memberitahukan klien bahwa keadaanya baik,padahal terdapat gangguanatau penyimpangan 18. Beneficence (Berbuat Baik) prinsip ini menentut perawat untuk melakukan hal yan baik dengan begitu dapat mencegah kesalahan atau kejahatan. Contoh perawat menasehati klien tentang program latihan untuk memperbaiki kesehatan secara umum, tetapi perawat menasehati untuk tidak dilakukan karena alasan resiko serangan jantung. 19. Justice (Keadilan) nilai ini direfleksikan dalam praktek professional ketika perawat bekerja untuk terapi yang benar sesuai hukum, standar praktik dan keyakinan yang benar untuk memperoleh kualitas pelayanan kesehatan. Contoh ketika perawat dinas sendirian dan ketika itu ada klien baru masuk serta ada juga klien rawat yang memerlukan bantuan perawat maka perawat harus mempertimbangkan faktor-faktor dalam faktor tersebut kemudian bertindak sesuai dengan asas keadilan. 20. Non-maleficence (tidak merugikan) prinsi ini berarti tidak menimbulkan bahaya/cedera fisik dan psikologis pada klien. Contoh ketika ada klien yang menyatakan kepada dokter secara tertulis menolak pemberian transfuse darah dan ketika itu penyakit perdarahan (melena) membuat keadaan klien semakin memburuk dan dokter harus mengistrusikan pemberian transfuse darah. akhirnya transfuse darah ridak diberikan karena prinsi beneficence walaupun pada situasi ini juga terjadi penyalahgunaan prinsi nonmaleficince. 21. Veracity (Kejujuran) nilai ini bukan cuman dimiliki oleh perawat namun harus dimiliki oleh seluruh pemberi layanan kesehatan untuk menyampaikan kebenaran pada setia klien untuk meyakinkan agar klien mengerti. Informasi yang diberikan harus akurat, komprehensif, dan objektif. Kebenaran merupakan dasar membina hubungan saling percaya. Klie memiliki otonomi sehingga mereka berhak mendapatkan informasi yang ia ingin tahu. Contoh Ny. S masuk rumah sakit dengan berbagai macam fraktur karena kecelakaan mobil, suaminya juga ada dalam

kecelakaan tersebut dan meninggal dunia. Ny. S selalu bertanya-tanya tentang keadaan suaminya. Dokter ahli bedah berpesan kepada perawat untuk belum memberitahukan kematian suaminya kepada klien perawat tidak mengetahui alasan tersebut dari dokter dan kepala ruangan menyampaikan intruksi dokter harus diikuti. Perawat dalam hal ini dihadapkan oleh konflik kejujuran. 22. Fidelity (Menepati janji) tanggung jawab besar seorang perawat adalah meningkatkan kesehatan, mencegah penyakit, memulihkan kesehatan, dan meminimalkan penderitaan. Untuk mencapai itu perawat harus memiliki komitmen menepati janji dan menghargai komitmennya kepada orang lain. 23. Confidentiality (Kerahasiaan) kerahasiaan adalah informasi tentang klien harus dijaga privasi klien. Dokumentasi tentang keadaan kesehatan klien hanya bisa dibaca guna keperluan pengobatan dan peningkatan kesehatan klien. Diskusi tentang klien diluar area pelayanan harus dihindari. 24. Accountability (Akuntabilitasi) akuntabilitas adalah standar yang pasti bahwa tindakan seorang professional dapat dinilai dalam situasi yang tidak jelas atau tanda tekecuali. Contoh perawat bertanggung jawab pada diri sendiri, profesi, klien, sesame teman sejawat, karyawan, dan masyarakat. Jika perawat salah memberi dosis obat kepada klien perawat dapat digugat oleh klien yang menerima obat, dokter yang memberi tugas delegatif, dan masyarakat yang menuntut kemampuan professional. KASUS DAN PEMBAHASAN

KASUS : Seorang laki-laki usia 65 tahun menderita kanker kolon terminal dengan metastase yang telah resisten terhadap tindakan kemoterapi dan radiasi dibawa ke IGD karena jatuh dari kamar mandi dan menyebabkan robekan di kepala. laki-laki tersebut mengalami nyeri abdomen dan tulang dan kepala yang hebat dimana sudah tidak dapat lagi diatasi dengan pemberian dosis morphin intravena. Hal itu ditunjukkan dengan adanya rintihan ketika istirahat dan nyeri bertambah hebat saat laki-laki itu mengubah posisinya. Walapun klien tampak bisa tidur namun ia sering meminta diberikan obat analgesik. Kondisi klien semakin melemah dan mengalami sesak yang tersengal-sengal sehingga mutlak

membutuhkan bantuan oksigen dan berdasar diagnosa dokter, klien maksimal hanya dapat bertahan beberapa hari saja. Melihat penderitaan pasien yang terlihat kesakitan dan mendengar informasi dari dokter, keluarga memutuskan untuk mempercepat proses kematian pasien melalui euthanasia pasif dengan pelepasan alat-alat kedokteran yaitu oksigen dan obat obatan lain dan dengan keinginan agar dosis analgesik ditambah. Dr spesilalist onkologi yang ditelp pada saat itu memberikan advist dosis morfin yang rendah dan tidak bersedia menaikan dosis yang ada karena sudah maksimal dan dapat bertentangan dengan UU yang ada. Apa yang seharusnya dilakukan oleh anda selaku perawat yang berdinas di IGD saat itu menghadapi desakan keluarga yang terus dilakukan?.

Kasus di atas merupakan salah satu contoh masalah dilema etik (ethical dilemma). Dilema etik merupakan suatu masalah yang sulit dimana tidak ada alternatif yang memuaskan atau suatu situasi dimana alternatif yang memuaskan dan tidak memuaskan sebanding. Dalam dilema etik tidak ada yang benar atau salah. Untuk membuat keputusan yang etis, seseorang harus tergantung pada pemikiran yang rasional dan bukan emosional. Kerangkan pemecahan dilema etik banyak diutarakan dan pada dasarnya menggunakan kerangka proses keperawatan / pemecahan masalah secara ilmiah (Thompson & Thompson, 1985).

Kozier et. al (2004) menjelaskan kerangka pemecahan dilema etik sebagai berikut : Mengembangkan data dasar Mengidentifikasi konflik Membuat tindakan alternatif tentang rangkaian tindakan yang direncanakan dan mempertimbangkan hasil akhir atau konsekuensi tindakan tersebut Menentukan siapa pengambil keputusan yang tepat Mendefinisikan kewajiban perawat Membuat keputusan

PEMECAHAN KASUS DILEMA ETIK

1. Mengembangkan data dasar : Mengembangkan data dasar disini adalah dengan mencari lebih lanjut informasi yang ada mengenai dilema etik yang sedang dihadapi. Mengembangkan data dasar melalui : a)

Menggali informasi lebih dalam terhadap pihak pihak yang terlibat meliputi : Klien, keluarga

dokter, dan perawat. b)

Identifikasi mengenai tindakan yang diusulkan : tidak menuruti keinginan keluarga untuk melepas

alat bantu nafas atau juga untuk memberikan penambahan dosis morphin. c)

Maksud dari tindakan tersebut : agar tidak membahayakan diri klien dan tidak melanggar

peraturan yang berlaku. d)

Konsekuensi tindakan yang diusulkan, bila tidak menuruti keluarga untuk melepas alat bantu nafas

dan tidak diberikan penambahan dosis morphin, klien dan keluarganya menyalahkan perawat karena dianggap membiarkan pasien menderita dan apabila keluarga klien kecewa terhadap pelayanan di IGD mereka bisa menuntut ke rumah sakit.

2. Mengidentifikasi konflik akibat situasi tersebut : Penderitaan klien dengan kanker colon yang sudah mengalami metastase mengeluh nyeri yang tidak berkurang dengan dosis morphin yang telah ditetapkan. Keluarga meminta penambahan dosis pemberian morphin untuk mengurangi keluhan nyerinya dan memutuskan untuk tidak memberikan alat bantu apapun termasuk oksigen, Keluarga mendukung keinginan klien agar terbebas dari keluhan nyeri. Konflik yang terjadi adalah :

a)

Tidak memberikan Oksigen dan penambahan dosis pemberian morphin dapat mempercepat

kematian klien yang berarti melanggar prinsip etik Beneficience- Nonmaleficience b)

Tidak memenuhi keinginan klien terkait dengan pelanggaran hak klien yang dapat melanggar nilai

autonomy.

3.Tindakan alternatif tentang rangkaian tindakan yang direncanakan dan konsekuensi tindakan tersebut a. Tidak menuruti keinginan pasien tentang penambahan dosis obat pengurang nyeri dan melepaskan oksigen Konsekuensi : 1)

Tidak mempercepat kematian klien

2)

Membiarkan Klien meninggal sesuai proses semestinya

3)

Tidak melanggar peraturan mengenai pemberian morfin

4)

Keluhan nyeri pada klien akan tetap berlangsung

5)

Pelanggaran terhadap hak pasien untuk menentukan nasibnya sendiri

6)

Keluarga dan pasien cemas dengan situasi tersebut

b. Tidak menuruti keinginan klien, dan perawat membantu untuk manajemen nyeri. Konsekuensi : 1)

Tidak mempercepat kematian pasien

2)

Klien dibawa pada kondisi untuk beradaptasi pada nyerinya (meningkatkan ambang nyeri)

3)

Keinginan klien untuk menentukan nasibnya sendiri tidak terpenuhi

c. Menuruti keinginan klien untuk menambah dosis morphin namun tidak sering dan apabila diperlukan. . Konsekuensi : 1)

Risiko mempercepat kematian klien sedikit dapat dikurangi

2)

Klien pada saat tertentu bisa merasakan terbebas dari nyeri sehingga ia dapat cukup beristirahat.

3)

Hak klien sebagian dapat terpenuhi.

4)

Kecemasan pada klien dan keluarganya dapat sedikit dikurangi.

5)

Beresiko melanggar peraturan yang berlaku.

d. Tidak menuruti keinginan keluarga dan membantu keluarga dalam proses berdukanya Konsekuensi : 1)

Tidak mempercepat kematian klien

2)

Keluarga dapat melewati proses berduka dengan seharusnya

3)

Keluarga tidak menginginkan dilakuakn euthanasia terhadap pasien

4. Menentukan siapa pengambil keputusan yang tepat : Pada kasus di atas dokter adalah pihak yang membuat keputusan, karena dokterlah yang secara legal dapat memberikan ijin penambahan dosis morphin. Namun hal ini perlu didiskusikan dengan klien dan keluarganya mengenai efek samping yang dapat ditimbulkan dari penambahan dosis tersebut. Perawat membantu klien dan keluarga klien dalam membuat keputusan bagi dirinya. Perawat selalu mendampingi pasien dan terlibat langsung dalam asuhan keperawatan yang dapat mengobservasi mengenai respon nyeri, kontrol emosi dan mekanisme koping klien, mengajarkan manajemen nyeri, sistem dukungan dari keluarga serta sistem berduka keluarga dan lain-lain.

5. Mendefinisikan kewajiban perawat 1)

Memfasilitasi klien dalam manajemen nyeri yang sesuai

2)

Membantu proses adaptasi klien terhadap nyeri / meningkatkan ambang nyeri

3)

Mengoptimalkan sistem dukungan keluarga untuk pasien

4)

Membantu klien untuk lebih mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan

keyakinannya 5)

Membantu Keluarga untuk menemukan mekanisme koping yang adaptif terhadap masalah yang

sedang dihadapi 6)

Memfasilitasi sistem berduka keluarga dengan memberikan support.

6. Membuat keputusan Dalam kasus di atas terdapat dua tindakan yang memiliki risiko dan konsekuensi masing-masing terhadap klien. Perawat dan dokter perlu mempertimbangkan pendekatan yang paling menguntungkan / paling tepat untuk klien. Namun upaya alternatif tindakan lain perlu dilakukan terlebih dahulu misalnya manajemen nyeri (relaksasi, pengalihan perhatian, atau meditasi) beserta perbaikan terhadap sistem berduka keluarga dan kemudian dievaluasi efektifitasnya. Apabila terbukti efektif diteruskan namun apabila alternatif tindakan tidak efektif maka keputusan yang sudah ditetapkan antara petugas kesehatan dan klien/ keluarganya akan dilaksanakan.

Pemecahan Dilema Etik dalam Kasus Penderitaan Klien dan Euthanasia Pasif KASUS : Seorang wanita berumur 50 tahun menderita penyakit kanker payudara terminal dengan metastase yang telah resisten terhadap tindakan kemoterapi dan radiasi. Wanita tersebut mengalami nyeri tulang yang hebat dimana sudah tidak dapat lagi diatasi dengan pemberian dosis morphin intravena. Hal itu ditunjukkan dengan adanya rintihan ketika istirahat dan nyeri bertambah hebat saat wanita itu mengubah posisinya. Walapun klien tampak bisa tidur namun ia sering meminta diberikan obat analgesik, dan keluarganya pun meminta untuk dilakukan penambahan dosis pemberian obat analgesik.

Saat dilakukan diskusi perawat disimpulkan bahwa penambahan obat analgesik dapat mempercepat kematian klien. Kasus di atas merupakan salah satu contoh masalah dilema etik (ethical dilemma). Dilema etik merupakan suatu masalah yang sulit dimana tidak ada alternatif yang memuaskan atau suatu situasi dimana alternatif yang memuaskan dan tidak memuaskan sebanding. Dalam dilema etik tidak ada yang benar atau salah. Untuk membuat keputusan yang etis, seseorang harus tergantung pada pemikiran yang rasional dan bukan emosional. Kerangkan pemecahan dilema etik banyak diutarakan dan pada dasarnya menggunakan kerangka proses keperawatan / pemecahan masalah secara ilmiah (Thompson & Thompson, 1985). Kozier et. al (2004) menjelaskan kerangka pemecahan dilema etik sebagai berikut : 13. Mengembangkan data dasar 14. Mengidentifikasi konflik 15. Membuat tindakan alternatif tentang rangkaian tindakan yang direncanakan dan mempertimbangkan hasil akhir atau konsekuensi tindakan tersebut 16. Menentukan siapa pengambil keputusan yang tepat 17. Mendefinisikan kewajiban perawat 18. Membuat keputusan PEMECAHAN KASUS DILEMA ETIK 1. Mengembangkan data dasar : a. Orang yang terlibat : Klien, keluarga klien, dokter, dan perawat b.Tindakan yang diusulkan : tidak menuruti keinginan klien untuk memberikan penambahan dosis morphin. c.Maksud dari tindakan tersebut : agar tidak membahayakan diri klien d.Konsekuensi tindakan yang diusulkan, bila tidak diberikan penambahan dosis morphin, klien dan keluarganya menyalahkan perawat dan apabila keluarga klien kecewa terhadap pelayanan di bangsal mereka bisa menuntut ke rumah sakit. 2. Mengidentifikasi konflik akibat situasi tersebut : Penderitaan klien dengan kanker payudara yang sudah mengalami metastase mengeluh nyeri yang tidak

berkurang dengan dosis morphin yang telah ditetapkan. Klien meminta penambahan dosis pemberian morphin untuk mengurangi keluhan nyerinya. Keluarga mendukung keinginan klien agar terbebas dari keluhan nyeri. Konflik yang terjadi adalah : a.Penambahan dosis pemberian morphin dapat mempercepat kematian klien. b.Tidak memenuhi keinginan klien terkait dengan pelanggaran hak klien. 3.Tindakan alternatif tentang rangkaian tindakan yang direncanakan dan konsekuensi tindakan tersebut a. Tidak menuruti keinginan pasien tentang penambahan dosis obat pengurang nyeri. Konsekuensi : 1)Tidak mempercepat kematian klien 2)Keluhan nyeri pada klien akan tetap berlangsung 3)Pelanggaran terhadap hak pasien untuk menentukan nasibnya sendiri 4)Keluarga dan pasien cemas dengan situasi tersebut b. Tidak menuruti keinginan klien, dan perawat membantu untuk manajemen nyeri. Konsekuensi : 1)Tidak mempercepat kematian pasien 2)Klien dibawa pada kondisi untuk beradaptasi pada nyerinya (meningkatkan ambang nyeri) 3)Keinginan klien untuk menentukan nasibnya sendiri tidak terpenuhi c. Menuruti keinginan klien untuk menambah dosis morphin namun tidak sering dan apabila diperlukan. Artinya penambahan diberikan kadang-kadang pada saat tertentu misalnya pada malam hari agar klien bisa tidur cukup. Konsekuensi : 1) Risiko mempercepat kematian klien sedikit dapat dikurangi 2) Klien pada saat tertentu bisa merasakan terbebas dari nyeri sehingga ia dapat cukup beristirahat. 3) Hak klien sebagian dapat terpenuhi. 4) Kecemasan pada klien dan keluarganya dapat sedikit dikurangi. 4. Menentukan siapa pengambil keputusan yang tepat : Pada kasus di atas dokter adalah pihak yang membuat keputusan, karena dokterlah yang secara legal dapat memberikan ijin penambahan dosis morphin. Namun hal ini perlu didiskusikan dengan klien dan keluarganya mengenai efek samping yang dapat ditimbulkan dari penambahan dosis tersebut. Perawat

membantu klien dan keluarga klien dalam membuat keputusan bagi dirinya. Perawat selalu mendampingi pasien dan terlibat langsung dalam asuhan keperawatan yang dapat mengobservasi mengenai respon nyeri, kontrol emosi dan mekanisme koping klien, mengajarkan manajemen nyeri, sistem dukungan dari keluarga, dan lain-lain. 5. Mendefinisikan kewajiban perawat a.Memfasilitasi klien dalam manajemen nyeri b.Membantu proses adaptasi klien terhadap nyeri / meningkatkan ambang nyeri c.Mengoptimalkan sistem dukungan d.Membantu klien untuk menemukan mekanisme koping yang adaptif terhadap masalah yang sedang dihadapi e.Membantu klien untuk lebih mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan keyakinannya 6. Membuat keputusan Dalam kasus di atas terdapat dua tindakan yang memiliki risiko dan konsekuensi masing-masing terhadap klien. Perawat dan dokter perlu mempertimbangkan pendekatan yang paling menguntungkan / paling tepat untuk klien. Namun upaya alternatif tindakan lain perlu dilakukan terlebih dahulu misalnya manajemen nyeri (relaksasi, pengalihan perhatian, atau meditasi) dan kemudian dievaluasi efektifitasnya. Apabila terbukti efektif diteruskan namun apabila alternatif tindakan tidak efektif maka keputusan yang sudah ditetapkan antara petugas kesehatan dan klien/ keluarganya akan dilaksanakan. DISKUSI :

Suatu intervensi medis yang bertujuan untuk mengurangi penderitaan klien namun dapat mengakibatkan kematian klien atau membantu pasien bunuh diri disebut sebagai euthanasia aktif. Di Indonesia hal ini tidak dibenarkan menurut undang-undang, karena tujuan dari euthanasia aktif adalah mempermudah kematian klien. Sedangkan euthanasia pasif bertujuan untuk mengurangi rasa sakit dan penderitaan klien namun membiarkannya dapat berdampak pada kondisi klien yang lebih berat bahkan memiliki konsekuensi untuk mempercepat kematian klien. Walaupun sebagian besar nyeri pada kanker dapat ditatalaksanakan oleh petugas kesehatan profesional yang telah dilatih dengan manajemen nyeri, namun hal tersebut tidak dapat membantu sepenuhnya pada penderitaan klien tertentu. Upaya untuk mengurangi penderitaan nyeri klien mungkin akan mempercepat kematiannya, namun tujuan utama dari tindakan adalah untuk mengurangi nyeri dan penderitaan klien.

PRINSIP LEGAL DAN ETIK : 7. Euthanasia (Yunani : kematian yang baik) dapat diklasifikasikan menjadi aktif atau pasif. Euthanasia aktif merupakan tindakan yang disengaja untuk menyebabkan kematian seseorang. Euthanasia pasif merupakan tindakan mengurangi ketetapan dosis pengobatan, penghilangan pengobatan sama sekali atau tindakan pendukung kehidupan lainnya yang dapat mempercepat kematian seseorang. Batas kedua tindakan tersebut kabur bahkan seringkali merupakan yang tidak relevan. 8. Menurut teori mengenai tindakan yang mengakibatkan dua efek yang berbeda, diperbolehkan untuk menaikkan derajat/dosis pengobatan untuk mengurangi penderitaan nyeri klien sekalipun hal tersebut memiliki efek sekunder untuk mempercepat kematiannya. 9. Prinsip kemanfaatan (beneficence) dan tidak merugikan orang lain (non maleficence) dapat dipertimbangkan dalam kasus ini. Mengurangi rasa nyeri klien merupakan tindakan yang bermanfaat, namun peningkatan dosis yang mempercepat kematian klien dapat dipandang sebagai tindakan yang berbahaya. Tidak melakukan tindakan adekuat untuk mengurangi rasa nyeri yang dapat membahayakan klien, dan tidak mempercepat kematian klien merupakan tindakan yang tepat (doing good). PEMBAHASAN KASUS Ny. M seorang ibu rumah tangga, umur 35 tahun, mempunyai seorang anak umur 4 tahun, Ny.M. berpendidikan SMA, dan suami Ny.M bekerja sebagai PNS di suatu kantor kelurahan. Saat ini Ny.M dirawat di ruang kandungan sejak 3 hari yang lalu.Sesuai hasil pemeriksaan Ny.M positif menderita kanker rahim grade III, dan dokter merencanakan untuk dilakukan operasi pengangkatan kanker rahim. Semua pemeriksaan telah dilakukan untuk persiapan operasi Ny.M. Menjelang dua hari operasi, Ny.M hanya diam dan tampak cemas dan binggung dengan rencana operasi yang akan dijalaninnya. Dokter hanya menjelaskan bahwa Ny.m harus dioperasi karena tidak ada tindakan lain yang dapat dilakukan dan dokter memberitahu perawat kalau Ny.M atau keluarganya bertanya, sampaikan operasi adalah jalan terakhir. Dan jangan dijelaskan tentang apapun, tunggu saya yang akan menjelaskannya. Saat menghadapi hal tersebut Ny.M berusaha bertanya kepada perawat ruangan yang merawatnya. Ny.M bertanya kepada perawat beberapa hal, yaitu: “apakah saya masih bisa punya anak setelah dioperasi nanti”.karena kami masih ingin punya anak. “apakah masih ada pengobatan yang lain selain operasi” dan “apakah operasi saya bisa diundur dulu suster”

Dari beberapa pertanyaan tersebut perawat ruangan hanya menjawab secara singkat,“ibu kan sudah diberitahu dokter bahwa ibu harus operasi” “penyakit ibu hanya bisa dengan operasi, tidak ada jalan lain” “yang jelas ibu tidak akan bisa punya anak lagi…” “Bila ibu tidak puas dengan jawaban saya, ibu tanyakan lansung dengan dokternya…ya.” Dan setelah menjawab beberapa pertanyaan Ny.M. perawat memberikan surat persetujuan operasi untuk ditanda tangani, tetapi Ny.M mengatakan “saya menunggu suami saya dulu suster”, perawat mengatakan “secepatnya ya bu… besok ibu sudah akan dioperasi”tanpa penjelasan lain, perawat meninggalkan Ny.M. Sehari sebelum operasi Ny.M berunding dengan suaminya dan memutuskan menolak operasi dengan alasan, Ny.M dan suami masih ingin punya anak lagi. Dengan penolakan Ny.M dan suami, perawat mengatakan pada Ny.M dan suami” Ibu ibu tidak boleh begitu, ibu harus dioperasi agar penyakit ibu tidak parah, kita hanya berusaha” dan perawat meninggalkan pasien dan suami tanpa penjelasan apapun. Dan setelah penolakan pasien tersebut, perawat A datang ke Kepala ruangan dan mengatakan bahwa Ny.M menolak untuk operasi. Ny.M masih ragu karena dokter belum menjelaskan rencana operasi yang akan dilakukan, Kepala ruangan bertanya kepada perawat A “kenapa tidak dijelaskan” Perawat A menjawab “pesan dokter, saya tidak boleh menjelaskan tentang operasi tersebut, disuruh menunggu dokter…”, kepala ruangan mengatakan “ kalau begitu buat surat pernyataan saja” dan kita sampaikan ke dokter bedahnya. Dan sampai saat ini dokter belum menjelaskan operasi yang akan dilakukan pada Ny.M dan keluarga. Dan akhirnya pasien pulang. Beberapa hari kemudian Rumah Sakit mendapat surat keluhan dari keluarga Ny.M yang berisi ketidakpuasan dari pelayanan dimana Ny.M dirawat. Oleh karena itu pihak Rumah Sakit (pimpinan) menanggapi surat tersebut dan berusaha mencari tahu kebenaran kasus yang tejadi pada Ny.M dan akan mengambil tindakan bila ada unsure pelanggaran kode etik dalam pelayanan kesehatan yang dilakukan staff Rumah Sakit. Sekilas berkaitan dengan ruangan, kepala ruangan adalah Ners S1 yang bekerja telah lima tahun dan perawat A, adalah perawat lulusan DIII baru bekerja diruang tersebut dua tahun. G. ANALISA KASUS Hal pertama yang harus dilakukan oleh tim pencari fakta adalah mengumpulkan informasi yang berkaitan dengan beberapa informasi yang diperlukan, baik dari internal maupun exsternal ruangan

termasuk staf yang terlibat, perawat primer, kepala ruangan dan dokter yang merawat dan pasien/keluarga. Hal-hal lain yang menyangkut prinsip-prinsip moral dalam pemberian asuhan keperawatan dan berkaitan dengan standarisasi asuhan keperawatan yang diberikan (SOP). Pada kasus yang melibatkan Ny.M dapat dianalisa dengan beberapa hal menyangkut nilai-nilai etika, prinsip moral dalam professional keperawatan, Kode etik keperawatan (PPNI), hak-hak pasien, hak dan kewajiban perawat dan juga bentuk standar praktek keperawatan yang harus dilaksanakan pada pasien yang akan menjalani operasi. Bila diidentifikasi masalah-masalah yang mungkin merupakan pelanggaran etik yang terjadi dan merupakan data dari informasi yang dibutuhkan, adalah sebagai berikut: 1.

Berkaitan dengan prinsip-prinsip moral/etik dalam praktek keperawatan, yaitu:

a.

Otonomi pasien

Prinsip autonomy menegaskan bahwa seseorang mempunyai kemerdekaan untuk menentukan keputusan dirinya menurut rencana pilihannya sendiri. Bagian dari apa yang diperlukan dalam ide terhadap respect terhadap seseorang, menurut prinsip ini adalah menerima pilihan individu tanpa memperhatikan apakah pilihan seperti itu adalah kepentingannya. Seperti telah banyak dijelaskan dalam teori bahwa otonomi merupakan bentuk hak individu dalam mengatur keinginan melakukan kegiatan atau prilaku. Kebebasan dalam memilih atau menerima suatu tanggung jawab terhadap dirinya sendiri. Pada kasus Ny.M. bahwa pasien menginginkan informasi yang banyak tentang tindakan operasi yang akan dilakukan terhadap dirinnya, informasi-informasi yang dibutuhkannya karena Ny.M berkeinginan bahwa ia masih ingin punya anak lagi dan bila operasi dilakukan berarti pasien merasa tidak akan mempunyai anak lagi. Tetapi keinginan pasien untuk mendapat informasi yang lebih banyak tidak terpenuhi, hal inilah yang menjadi dilema bagi pasien sementara itu kondisi sakitnya akan membuat Ny.M tidak tertolong lagi. Penolakan Ny.M dan keluarga untuk dilakukan operasi merupakan hak pasien tetapi, hak dan kewajiban perawat juga untuk dapat memberikan asuhan keperawatan yang optimal dengan membantu penyembuhan pasien yaitu dengan jalan dilakukan operasi. b.

Advokasi perawat terhadap pasien

Advokasi merupakan salah satu peran perawat dalam menjalankan praktek keperawaatan dan asuhan keperawatannya. Perawat seharusnya memberikan penjelasan lebih rinci dan mendukung pasien agar dapat berkonsultasi kepada tim dokter yang akan melakukan operasinya. Advoaksi perawat yang dapat dilakukan pada kondisi kasus Ny.M, dapat berupa: penjelasan yang jelas dan terinci tentang kondisi yang dialami Ny.M, melakukan konsultasi dengan tim medis berkaitan denganmaslah tersebut, juga harus disampaikan bahwa Ny.M ingin mempunyai anak lagi. Bentukbentuk advokasi inilah yang memungkinkan tim baik keperawatan dan medis akan bersama menjelaskan dengan lengkap dan baik. Bentuk advokasi lainnya adalah Perawat ruangan dapat membuat tim keperawatan dan medis dan dapat menberikan informasi dan komunikasi yang baik pada pasien. 2.

Berkaitan hak-hak pasien

Pada teori telah dijelaskan bahwa pasien juga mempunyai hak-hak yang harus diperhatikan oleh perawata dalam praktek keperawatan, diantarannya yang berhubungan dengan kasus Ny.M. Pasien berhak mendapatkan informasi yang lengkap jelas, pasien berhak memperoleh informasi terbaru baik dari tim medis dan perawat yang mengelolannya, pasien juga berhak untuk memilih dan menolak pengobatan ataupun asuhan bila merasa dirinnya tidak berkenan. Ny.M. merasa bahwa dirinya tidak memperoleh informasi yang diharapkannya, pasien berharap banyak informasi dan hal-hal yang berkaitan dengan kondisinnya sehingga pasien dapat memnentukan pilihannya dengan tepat. Apapun pilihan pasien dan keputusan pasien setelah mendapatkan informasi yang jela merupakan hak automi pasien. 3.

Berkaitan Kode Etik Keperawatan (PPNI)

a.

Kewajiban perawat dalam melaksanakan tugas.

Sebagai tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan langsung kepada individu, keluarga dan masyarakat, perawat berkewajiban untuk melaksanakan kode etik profesinya dan menjalankan semua kewajiban yang didasari oleh nilai-nilai moral yang telah diatur dalam profesinya. Terdapat beberapa kewajiban perawat yang tidak dijalankan dengan baik dalam kasus Ny.M. diantaranya berkewajiban memberikan informasi, komunikasi kepada pasien, memberikan peran perlindungan kepada pasien, perawat wajib memberi kesempatan kepada pasien untuk dapat menentukan pilihan dan memberikan alternative penyelesaian atas kondisi dan keinginan pasien dalam arti bahwa perawat wajib menghargai pilihan atau autonomi pasien. Sesuai kode etik keperawatan

(PPNI) bahwa perawat senantiasa mengutamakan perlindungan dan keselamatan pasien dalam melaksanakan tugas keperawatan serta matang dalam melaksanakan tugas. Bila kewajiban diatas dapat dilaksanakan dengan baik maka dapat memberikan kesempatan kepada Ny.M dan keluarga dapat berfikir rasional dan logic atas kondisi yang menimpannya. b. Hubungan Perawat terhadap Pasien, tenaga kesehatan lain (dokter) Sesuai kode etik keperawatan (PPNI) bahwa perawat senantiasa menjaga hubungan baik antar sesame perawat, pasien dan tenaga kesehatan lain dengan tujuan keserasian suasana dan ligkungan kerja maupun dalam mencapai tujuan pelayanan kesehatan secara menyeluruh. Pada kasus Ny.M terdapat beberapa dilema etik yaitu perawat tidak mampu mengambil suatu keputusan yang terbaik dari intruksi yang telah disampaikan oleh dokter seharusnya perawat mengklarifikasi atas apa yang disampaikan oleh tim medis. Dan perlunya tim konsultasi yang berkaitan dengan masalah-masalah yang terggambar pada kasus Ny.M. tim inilah yang merupakan kelompok yang baik sebagai tempat untuk menjelaskan kondisi pasien. Tim inipun akan memberikan alternatif-alternatif atau masukan yang berarti tentang dampak dari tindakan dan bila tidak dilakukan tindakan. Tim ini juga terdiri dari beberapa profesi yaitu: medis, keperawatan, dan tenaga lain yang berkaitan dengan masalah Ny.M. Hubungan yang baik harus diciptakan sehingga pada setiap interaksi dengan pasien terjadi komunikasi yang terintegrasi dan menyeluruh sehingga informasi yang diberikan kepada pasien dapat sama dan saling menunjang. 4.

Berkaitan nilai-nilai praktek keperawatan professional.

Secara teori dikatakan bahwa nilai-nilai professional perawat harus selalu dijalankan pada setiap berhubungan dan melaksanakan praktek keperawatan, nilai-nilai professional yang dimaksud yaitu Aesthetics, altruism, equality, freedom, human dignity, justice dan truth. Dari kasus Ny.M. dapat dikatakan bahwa perawat ruangan menlanggar nilai-nilai praktek profesionalnya. Sifat altruism yang ditunjukan pada pasien Ny.M tidak terlihat sama sekali apalagi kepedulian “caring” terhadap Ny.M, seakan perawat mengabaikan pasien, selayaknya perawat menunjukan perhatiannya kepada pasien terhadap isu/kondisi saat ini sehingga dampak dari tindakan/pengobatan dapat melegakan bagi pasien. Disamping itu nilai kebebasan dalam menentukan sikap terhadap tindakan/pengobatan yang diambil oleh tim medis seharusnya perawat menggunakan kapasitasnya secara independent, confidence, serta menghargai hak pasien.

Nilai yang lain adalah menghargai martabat manusia dengan sikap empathy, respect full, yang dapat dijalankan oleh perawat menghadapi kasus Ny.M. penting dalam melindungi hak individu, memperlakukan pasien sesuai keinginannya. Disamping nilai-nilai tersebut penting juga berkata jujur sesuai kebenaran, walaupun kadang-kandang kebenaran itu akan memberikan dampak yang tidak selalu baik, tetapi dalam nilai kebenaran ini yang penting adalah perlu dilihat kondisi, dampak dan apa keinginan pasien sehingga apa yang kita sampaikan kepada pasien dapat diterima dan dipertimbangkan dengan baik, apapun keputusannya dapat memberikan keduannya hal yang baik yang telah dilaksanakan. 5.

Tinjauan dari standar praktek dan SOP

Didalam standar praktek keperawatan pada pasien yang akan dilakukan operasi harus dipersiapkan baik fisik dan mental, termasuk memberikan informasi-informasi yang berkaitan dengan rencana operasi yang akan dilakukan. Saat penanda tanganan persetujuan operasi harus dijelaskan, walaupun kewajiban memberikan informasi hal tersebut adalah dokter yang akan melakukan operasi, tetapi perawat harus tetap mendampingi dan memberikan advokasi dan memberikan penjelasan lain secara lengkap agar pasien dapat menjalani operasi dengan baik. Didalam setiap SOP-pun hal ini telah diidentifikasi beberapa tindakan yang harus dilakukan pada pasien yang akan menjalani operasi, maka harus dilihat lagi apakah SOP di ruangan tersebut telah tersedia dan selalu diperbaharui. H. PENYELESAIAN KASUS Dalam menyelesaikan kasus dilema etik yang terjadi pada kasus Ny. M, dapat diambil salah satu kerangka penyelesaian etik, yaitu kerangka pemecahan etik yang dikemukan oleh Kozier, erb. (1989), dengan langkah-langkah sebagai berikut: 1.

Mengembangkan data dasar dalam hal klarifiaksi dilema etik, mencari informasi sebanyaknya,

berkaitan dengan: a. Orang yang terlibat, yaitu: Pasien, suami pasien, dokter bedah/kandungan, kepala ruangan dan perawat primer. b. Tindakan yang diusulkan, yaitu: Akan dilakukan operasi pengangkatan kandungan/rahim pada Ny.M. dan perawat primer tidak boleh menyampaikan hal-hal yang berkaitan dengan operasi, menunggu dokter bedahnya.

c.

Maksud dari tindakan, yaitu: Agar kanker rahim yang dialami Ny.M dapat diangkat (tidak menjalar

ke organ lain) dan pengobatan tuntas. d. Konsekuensi dari tindakan yang diusulkan, yaitu: bila operasi tetap dilaksanakan keinginan Ny.M dan keluarga untuk mempunyai anak kemungkinan tidak bisa lagi dan bila operasi tidak dilakukan penyakit/kanker rahim Ny.M kemungkinan akan menjadi luas. Dan mengenai pesan dokter untuk tidak menjelaskan hal-hal yang berkaitan dengan rencana operasi Ny.M, bila dilaksanakan pesan tersebut, perawat melannggar prinsip-prinsip moral, dan bila pesan dokter tersebut melanggar janji terhadap teman sejawat.

2.

Mengidentifikasi konflik yang terjadi berdasarkan situasi tersebut.

a.

Konflik yang terjadi pada perawat A, yaitu:

-

Bila menyampaikan penjelasan dengan selengkapnya perawat kawatir akan kondisi Ny.M akan

semakin parah dan stress, putus asa akan keinginannya untuk mempunyai anak. -

Bila tidak dijelaskan seperti kondisi tersebut, perawat tidak melaksanakan prinsip-prinsip

professional perawat -

Atas penolakan pasien perawat merasa hal itu kesalahan dari dirinya

-

Berkaitan dengan pesan dokter, keduanya mempunyai dampak terhadap prinsip-prinsip moral/etik.

-

Bila perawat menyampaikan pesan dokter, perawat A melangkahi wewenang yang diberikan oleh

dokter, tetapi bila tidak disampaikan perawat A tidak bekerja sesuai standar profesi. b.

Konflik yang terjadi pada Kepala Ruangan, yaitu:

-

Berkaitan dengan pesan dokter kondisinya sama dengan perawat primer

-

Atas penolakan pasien merupakan gambaran manajemen ruangan yang kurang terkoordinasi

dengan baik. -

Meninjau kembali SOP pada pasien yang akan dilakukan operasi apakah masih relevan atau tidak.

3.

Membuat tindakan alternatif tentang rangkaian tindakan yang direncanakan dan

mempertimbangkan hasil akhir atau konsekuensi tindakan tersebut.

a.

Menjelaskan secara rinci rencana tindakan operasi termasuk dampak setelah dioperasi.

b.

Menjelaskan dengan jelas dan rinci hal-hal yang berkaitan dengan penyakit bila tidak dilakukan

tindakan operasi c.

Memberikan penjelasan dan saran yang berkaitan dengan keinginan dari mempunyai anak lagi,

kemungkinan dengan anak angkat dan sebagainnya. d.

Mendiskusikan dan memberi kesempatan kepada keluarga atas penolakan tindakan operasi dan

memberikan alternative tindakan yang mungkin dapat dilakukan oleh keluarga. e.

Memberikan advokasi kepada pasien dan keluarga untuk dapat bertemu dan mendapat

penjelasan langsung pada dokter bedah, dan memfasilitasi pasien dan kelurga untuk dapat mendapat penjelasan seluas-luasnya tentang rencana tindakan operasi dan dampaknya bila dilakukan dan bila tidak dilakukan. 4.

Menentukan siapa yang terlibat dalam masalah tersebut dan siapa pengambil keputusan yang

tepat. Perawat tidak membuat keputusan untuk pasien, tetapi perawat membantu dalam membuat keputusan bagi dirinya dan keluarganya, tetapi dalam hal ini perlu dipikirkan, beberapa hal: a. Siapa yang sebaiknya terlibat dalam membuat keputusan dan mengapa mereka ditunjuk. b. Untuk siapa saja keputusan itu dibuat c.

Apa kriteria untuk menetapkan siapa pembuat keputusan (social, ekonomi, fisiologi, psikologi dan

peraturan/hukum). d. Sejauh mana persetujuan pasien dibutuhkan e. Apa saja prinsip moral yang ditekankan atau diabaikan oleh tindakan yang diusulkan. Dalam kasus Ny.M. dokter bedah yakin bahwa pembuat keputusan, jadi atau tidaknya untuk dilakukan operasi adalah dirinya, dengan memperhatikan faktor-faktor dari pasien, dokter akan memutuskan untuk memberikan penjelasan yang rinci dan memberikan alternatif pengobatan yang kemungkinan dapat dilakukan oleh Ny.M dan keluarga. Sedangkan perawat primer seharusnya bertindak sebagai advokasi dan fasilitator agar pasien dan keluarga dapat membuat keputusan yang tidak merugikan bagi

dirinya, sehingga pasien diharapkan dapat memutuskan hal terbaik dan memilih alternatif yang lebih baik dari penolakan yang dilakukan. Bila beberapa kriteria sudah disebutkan mungkin konflik tentang penolakan rencana operasi dapat diselesaikan atau diterima oleh pasien setelah mendiskusikan dan memberikan informasi yang lengkap dan valid tentang kondisinya, dilakukan operasi ataupun tidak dilakukan operasi yang jelas pasien telah mendapat informasi yang jelas dan lengkap sehingga hak autonomi pasien dapat dipenuhi serta dapat memuaskan semua pihak. Baik pasien, keluarga, perawat primer, kepala ruangan dan dokter bedahnya. 5.

Mendefinisikan kewajiban perawat

Dalam membantu pasien dalam membuat keputusan, perawat perlu membuat daftar kewajiban keperawatan yang harus diperhatikan, sebagai berikut: a. memberikan informasi yang jelas, lengkap dan terkini b. meningkatkan kesejahteran pasien c.

membuat keseimbangan antara kebutuhan pasien baik otonomi, hak dan tanggung jawab keluarga

tentang kesehatan dirinya. d. membantu keluarga dan pasien tentang pentingnya sistem pendukung e. melaksanakan peraturan Rumah Sakit selama dirawat f.

melindungi dan melaksanakan standar keperawatan yang disesuikan dengan kompetensi

keperawatan professional dan SOP yang berlaku diruangan. 6.

Membuat keputusan.

Dalam suatu dilema etik, tidak ada jawaban yang benar atau salah, mengatasi dilema etik, tim kesehatan perlu dipertimbangkan pendekatan yang paling menguntungkan atau paling tepat untuk pasien. Kalau keputusan sudah ditetapkan, secara konsisten keputusan tersebut dilaksanakan dan apapun yang diputuskan untuk kasus tersebut, itulah tindakan etik dalam membuat keputusan pada keadaan tersebut. Hal penting lagi sebelum membuat keputusan dilema etik, perlu mengali dahulu apakah niat/untuk kepentinganya siapa semua yang dilakukan, apakah dilakukan untuk kepentingan pasien atau kepentingan pemberi asuhan, niat inilah yang berkaitan dengan moralitas etis yang dilakukan.

Pada kondisi kasus Ny.M. dapat diputuskan menerima penolakan pasien dan keluarga tetapi setelah perawat atau tim perawatan dan medis, menjelaskan secara lengkap dan rinci tentang kondisi pasien dan dampaknya bila dilakukan operasi atau tidak dilakukan operasi. Penjelasan dapat dilakukan melalui wakil dari tim yang terlibat dalam pengelolaan perawatan dan pengobatan Ny.M. Tetapi harus juga diingat dengan memberikan penjelasan dahulu beberapa alternatif pengobatan yang dapat dipertanggung jawabkan sesuai kondisi Ny.M sebagai bentuk tanggung jawab perawat terhadap tugas dan prinsip moral profesionalnya. Pasien menerima atau menolak suatu tindakan harus disadari oleh semua pihak yang terlibat, bahwa hal itu merupakan hak, ataupun otonomi pasien dan keluarga. Pada kasus diatas dapat diputuskan dan disimpulkan, bahwa terjadi pelanggaran etik, dengan alasanalasan dan informasi yang telah ditelaah, yaitu: a.

Belum ada penjelasan yang lengkap dari perawat dan dokter (Tim) berkaitan dengan tindakan

operasi yang akan dilakukan (tidak sesuai dengan SOP atau standar praktek keperawatan) b.

Pasien dan keluarga tidak diberi kesempatan dan mendiskusikan mengenai penyakit, akibat dan

tindakan-tindakan yang akan dilakukan terhadapnya c.

Berdasarkan kajian dan hasil analisa kasus bahwa hubungan dokter, perawat dan psien tidak sesuai

dengan harapan kode etik keperawatan (PPNI) d.

Terdapat pelanggaran nilai-nilai moral dan professional perawat, meliputi, otonomi, altruism,

justice, truh dan lainya e.

Terdapat pelangaran hak-hak pasien, yaitu hak mendapatkan informasi yang valid dan terkini.

Dengan alasan-alasan tersebut dan telah melalui langkah-langkah penyelesaian etik maka Komite etik di Rumah Sakit tersebut harus menentukan tindakan dengan hati-hati dan terencana sesuai tingkat pelanggaran etik yang dilakukan baik terhadap dokter, perawat primer (perawat A) dan kepala ruangan, masing-masing perlu mendapatkan beberapa peringatan atau bentuk pembinaan sesuai tingkat pelanggaran etik masing-masing.

ETIKA DAN NILAI KEPERAWATAN 4. Konsep Etika 1. Pengertian Etika adalah peraturan atau norma yang dapat digunakan sebagai acuan bagi perilaku seseorang yang berkaitan dengan tindakan yang baik dan buruk yang dilakukan oleh seseorang dan merupakan suatu kewajiban dan tanggung jawab moral. Dari konsep pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa etika adalah ilmu tentang kesusilaan yang menentukan bagaimana sepatutnya manusia hidup di dalam masyarakat yang menyangkut aturanaturan atau prinsip-prinsip yang menentukan tingkah laku yang benar, yaitu: a). Baik dan buruk b). Kewajiban dan tanggung jawab. 4. Tujuan Etika profesi keperawatan merupakan alut untuk mengukur perilaku moral dalam keperawatan. Dalam penyusunan alat ukur ini, keputusan diambil berdasarkan kode etik sebagai standar yang mengukur dan mengevaluasi perilaku moral perawat. Secara umum tujuan etika profesi keperawatan adalah menciptakan dan mempertahankan kepercayaan klien kepada perawat, kepercayaan di antara sesama perawat, dan kepercayaan masyarakat kepada profesi keparawatan. Sesuai dengan tujuan di atas, perawat ditantang untuk mengembangkan etika profesisecara terus menerus agar dapat menampung keinginan dan masalah baru. Dan agar perawat manjadi wasit untuk anggota profesi yang bertindak kurang professional atau merusak keparcayaan masyarakat terhadap profesi keperawatan. Menurut American Ethics Commision Bureau on Teaching, tujuan etika profesi keperawatan adalah mampu: 10. Mengenal dan mengidentifikasi unsur moral dalam praktik keperawatan. 11. Membentuk strategi / cara dan menganalisis masalah moral yang terjadi dalam praktik keperawatan.

12. Menghubungkan prinsip moral / pelajaran yang baik dan dapat dipertanggung jawabkan pada diri sendiri, keluarga, masyarakat, dan kepada Tuhan, sesuai dengan kepercayaannya. 4. Etika dalam Keperawatan 1. Kode Etik Keperawatan Kode etik keperawatan merupakan bagian dari etika kesehatan yang menerapkan nilai etika terhadap bidang pemeliharaan atau pelayanan kesehatan masyarakat. Kode etik keperawatan di Indonesia telah disusun oleh Dewan Pimpinan Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia melalui Musyawarah Nasional PPNI di Jakarta pada tanggal 29 November 1989. Kode etik keperawatan Indonesia tersebut terdiri dari 4 bab dan 16 pasal. Bab 1, terdiri dari empat pasal, menjelaskan tentang tanggung jawab perawat terhadap individu, keluarga, dan masyarakat. Bab 2 terdiri dari lima pasal, menjelaskan tentang tanggung jawab perawat terhadap tugasnya. Bab 3, terdiri dari dua pasal, menjelaskan tentang tanggung jawab perawat terhadap sesama perawat dan profesi kesehatan lain. Bab 4, terdiri dari empat pasal, menjelaskan tentang tanggung jawab perawat terhadap profesi keperawatan. Bab 5, terdiri dari dua pasal, menjelaskan tentang tanggung jawab perawat terhadap pemerintah, bangsa, dan tanah air. Kode etik keperawatan menurut American Nurses Association (ANA) adalah sebagai berikut. 37. Perawat memberikan pelayanan dengan penuh hormat bagi martabat kemanusiaan dan keunikan klien yang tidak dibatasi oleh pertimbangan-pertimbangan status sosial atau ekonomif atribut personal, atau corak masalah kesehatannya. 38. Perawat melindungi hak klien akan privasi dengan memegang teguh informasi yang bersifat rahasia. 39. Perawat melindungi klien dan publik bila kesehatan dan keselamatannya terancam oleh praktik seseorang yang tidak berkompeten, tidak etis, atau ilegal. 40. Perawat memikul tanggung jawab atas pertimbangan dan tindakan perawatan yang dijalankan masing-masing individu. 41. Perawat memelihara kompetensi keperawatan.

42. Perawat melaksanakan pertimbangan yang beralasan dan menggunakan kompetensi dan kualifikasi individu sebagai kriteria dalam mengusahakan konsultasi, menerima tanggung jawab, dan melimpahkan kegiatan keperawatan kepada orang lain. 43. Perawat turut serta beraktivitas dalam membantu pengembangan pengetahuan profesi. 44. Perawat turut serta dalam upaya-upaya profesi untuk melaksanakan dan meningkatkan standar keperawatan. 45. Perawat turut serta dalam upaya-upaya profesi untuk membentuk dan membina kondisi kerja yang mendukung pelayanan keperawatan yang berkualitas. 46. Perawat turut serta dalam upaya-upaya profesi untuk melindungi publik terhadap informasi dan gambaran yang salah serta mempertahankan integritas perawat. 47. Perawat bekerjasama dengan anggota profesi kesehatan atau warga masyarakat Iainnya dalam meningkatkan upaya-upaya masyarakat dan nasional untuk memenuhi kebutuhan kesehatan publik. 48. Tanggung jawab Keperawatan Tanggung jawab menunjukkan kewajiban. Ini mengarah kepada kewajiban yang harus dilakukan untuk menyelesaikan pekerjaan secara professional. Manajer dan para staf harus memahami dengan jelas tentang fungsi tugas yang menjadi tanggung jawab masing-masing perawat serta hasil yang ingin dicapai dan bagaimana mengukur kualitas kinerja stafnya. Perawat yang professional akan bertanggung jawab atas semua bentuk tindakan klinis keperawatan atau kebidanan yang dilakukan dalam lingkup tugasnya. Tanggung jawab diperlukan untuk memenuhi kebutuhan dan kinerja yang ditampilkan guna memperoleh hasil pelayanan keperawatan yang berkualitas tinggi. Yang perlu diperhatikan dari pelaksanaan tanggung jawab adalah memahami secara jelas tentang uraian tugas dan spesifikasinya serta dapat dicapai berdasarkan standar yang berlaku atau yang disepakati. Hal ini berarti perawat mempunyai tanggung jawab yang dilandasi oleh komitmen, dimana mereka harus bekerja sesuai fungsi tugas yang dibebankan kepadanya tanggung jawab utama perawat adalah meningkatkan kesehatan, mencegah timbulnya penyakit, memelihara kesehatan, dan mengurangi penderitaan. Untuk melaksanakan tanggung jawab utama tersebut, perawat harus meyakini bahwa: 13. Kebutuhan terhadap pelayanan keperawatan di berbagai ternpat

14. Pelaksanaan praktik keperawatan dititik beratkan pada penghargaan terhadap kehidupan yang bermartabat dan menjunjung tinggi hak asasi manusia 15. Dalam melaksanakan pelayanan kesehatan atau keperawatan kepada individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat, perawat mengikutsertakan kelompok dan instansi terkait. 16. Nilai-nilai Keperawatan Pada tahun 1985, “The American Association Colleges of Nursing” melaksanakan suatu proyek termasuk didalamnya mengidentifikasi nilai-nilai keperawatan. Perkumpulan ini mengidentifikasikan nilai-nilai keperawatan, yaitu: 4. Aesthetics (keindahan) Kualitas obyek suatu peristiwa atau kejadian, seseorang memberikan kepuasan termasuk penghargaan, kreatifitas, imajinasi, sensitifitas dan kepedulian. 4. Altruism (mengutamakan orang lain) Kesediaan memperhatikan kesejahteraan orang lain termasuk keperawatan atau kebidanan, komitmen, arahan, kedermawanan atau kemurahan hati serta ketekunan. 4. Equality (kesetaraan) Memiliki hak atau status yang sama termasuk penerimaan dengan sikap asertif, kejujuran, harga diri dan toleransi 4. Freedom (Kebebasan) Memiliki kapasitas untuk memilih kegiatan termasuk percaya diri, harapan, disiplin serta kebebasan dalam pengarahan diri sendiri. 4. Human dignity (Martabat manusia) Berhubungan dengan penghargaan yang lekat terhadap martabat manusia sebagai individu termasuk didalamnya kemanusiaan, kebaikan, pertimbangan dan penghargaan penuh terhadap kepercayaan. 4. Justice (Keadilan) Menjunjung tinggi moral dan prinsip-prinsip legal termasuk objektifitas, moralitas, integritas, dorongan dan keadilan serta kewajaran.

4. Truth (Kebenaran) Menerima kenyataan dan realita, termasuk akontabilitas, kejujuran, keunikan dan reflektifitas yang rasional. 4. Hubungan Etika dengan Praktek Keperawatan Aplikasi dalam praktek klinis bagi perawat diperlukan untuk menempatkan etika, nilai-nilai dan perilaku kesehatan pada posisinya. Perawat bisa menjadi sangat frustrasi bila membimbing atau memberikan konsultasi kepada pasien yang mempunyai nilai-nilai dan perilaku kesehatan yang sangat rendah. Hal ini disebabkan karena pasien kurang memperhatikan status kesehatannya. Pertama-tama yang dilakukan oleh perawat adalah berusaha membantu pasien untuk mengidentifikasi etika dan nilai-nilai dasar kehidupannya sendiri. Perawat memiliki komitmen yang tinggi untuk memberikan asuhan yang berkualitas berdasarkan standar perilaku etika yang etis dalam praktek asuhan keperawatan. Pengetahuan tentang perilaku etis dimulai dari pendidikan perawat dan berlanjut pada diskusi formal maupun informal dengan sejawat. Perilaku yang etis mencapai puncaknya bila perawat mencoba dan mencontoh perilaku pengambilan keputusan yang etis untuk membantu memecahkan masalah etika. Dalam hal ini, perawat seringkali menggunakan dua pendekatan yaitu : 4.

Pendekatan berdasarkan Prinsip

Pendekatan berdasarkan prinsip, sering dilakukan dalam etika untuk menawarkan bimbingan untuk tindakan khusus. Beauchamp Childress (1994) menyatakan empat pendekatan prinsip dalam etika antara lain : 13. Sebaiknya mengarah langsung untuk bertindak sebagai penghargaan terhadap kapasitas otonomi setiap orang 14. Menghindarkan berbuat suatu kesalahan 15. Bersedia dengan murah hati memberikan sesuatu yang bermanfaat dengan segala konsekuensinya 16. Keadilan menjelaskan tentang manfaat dan resiko yang dihadapi. 4. Pendekatan berdasarkan Auhan Keperawatan.

Ketidakpuasan yang timbul dalam pendekatan berdasarkan prinsip dalam etika mengarahkan banyak perawat untuk memandang “care” atau asuhan sebagai fondasi dan kewajiban. Hubungan perawat dengan pasien merupakan pusat pendekatan berdasarkan asuhan, dimana memberikan langsung perhatian khusus kepada pasien, sebagaimana dilakukan sepanjang kehidupannya sebagai perawat. Perspektif asuhan memberikan arah dengan cara bagaimana perawat dapat membagi waktu untuk dapat duduk bersama dengan pasien, merupakan suatu kewajaran yang dapat membahagiakan bila diterapkan berdasarkan etika. Karakteristik perspektif dari asuhan menurut Taylor (1993) meliputi : 13. Berpusat pada hubungan interpersonal dalam asuhan 14. Meningkatkan penghormatan dan penghargaan terhadap martabat klien atau pasien sebagai manusia 15. Mau mendengarkan dan mengolah saran-saran dari orang lain sebagai dasar yang mengarah pada tanggung jawab profesional 16. Mengingat kembali arti tanggung jawab moral yang meliputi kebajikan seperti: kebaikan, kepedulian, empati, perasaan kasih sayang, dan menerima kenyataan. Dari pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa etika dalam praktek keperawatan sangat berhubungan penting sebagai dasar atau landsasan yang mengatur bagaimana cara perawat melakukan asuhan keperawatan berdasarakan etika keperawatan agar dapat melakukan sesuai konsep dan teori keperawatan.

Sebagai seorang perawat/calon perawat tentunya kita harus mengetahui etika dan hukum dalam profesi kita sebagai landasan kita untuk bekerja memberikan layanan keperawatan kepada masyarakat sehingga kita dijauhkan dari hal-hal yang tidak diinginkan. Etika memerlukan sikap kritis, metodis, dan sistematis dalam melakukan refleksi. Karena itulah etika merupakan suatu ilmu. Sebagai suatu ilmu objek etika adalah tingkah laku manusia (Wikipedia Indonesia) BACA JUGA: Kode Etik Keperawatan Indonesia

Ada 8 prinsip etika keperawatan yang wajib diketahui oleh perawat dalam memberikan layanan keperawatan kepada individu, kelompok/keluarga, dan masyarakat. 25. Otonomi (Autonomi) prinsip otonomi didasarkan pada keyakinan bahwa individu mampu berpikir logis dan mampu membuat keputusan sendiri. Orang dewasa mampu memutuskan sesuatu dan orang lain harus menghargainya. Otonomi merupakan hak kemandirian dan kebebasan individu yang menuntut pembedaan diri. Salah satu contoh yang tidak memperhatikan otonomi adalah Memberitahukan klien bahwa keadaanya baik,padahal terdapat gangguanatau penyimpangan 26. Beneficence (Berbuat Baik) prinsip ini menentut perawat untuk melakukan hal yan baik dengan begitu dapat mencegah kesalahan atau kejahatan. Contoh perawat menasehati klien tentang program latihan untuk memperbaiki kesehatan secara umum, tetapi perawat menasehati untuk tidak dilakukan karena alasan resiko serangan jantung. 27. Justice (Keadilan) nilai ini direfleksikan dalam praktek professional ketika perawat bekerja untuk terapi yang benar sesuai hukum, standar praktik dan keyakinan yang benar untuk memperoleh kualitas pelayanan kesehatan. Contoh ketika perawat dinas sendirian dan ketika itu ada klien baru masuk serta ada juga klien rawat yang memerlukan bantuan perawat maka perawat harus mempertimbangkan faktor-faktor dalam faktor tersebut kemudian bertindak sesuai dengan asas keadilan. 28. Non-maleficence (tidak merugikan) prinsi ini berarti tidak menimbulkan bahaya/cedera fisik dan psikologis pada klien. Contoh ketika ada klien yang menyatakan kepada dokter secara tertulis menolak pemberian transfuse darah dan ketika itu penyakit perdarahan (melena) membuat keadaan klien semakin memburuk dan dokter harus mengistrusikan pemberian transfuse darah. akhirnya transfuse darah ridak diberikan karena prinsi beneficence walaupun pada situasi ini juga terjadi penyalahgunaan prinsi nonmaleficince. 29. Veracity (Kejujuran) nilai ini bukan cuman dimiliki oleh perawat namun harus dimiliki oleh seluruh pemberi layanan kesehatan untuk menyampaikan kebenaran pada setia klien untuk meyakinkan agar klien mengerti. Informasi yang diberikan harus akurat, komprehensif, dan objektif. Kebenaran merupakan dasar membina hubungan saling percaya. Klie memiliki otonomi sehingga mereka berhak mendapatkan informasi yang ia ingin tahu. Contoh Ny. S masuk rumah sakit dengan berbagai macam fraktur karena kecelakaan mobil, suaminya juga ada dalam

kecelakaan tersebut dan meninggal dunia. Ny. S selalu bertanya-tanya tentang keadaan suaminya. Dokter ahli bedah berpesan kepada perawat untuk belum memberitahukan kematian suaminya kepada klien perawat tidak mengetahui alasan tersebut dari dokter dan kepala ruangan menyampaikan intruksi dokter harus diikuti. Perawat dalam hal ini dihadapkan oleh konflik kejujuran. 30. Fidelity (Menepati janji) tanggung jawab besar seorang perawat adalah meningkatkan kesehatan, mencegah penyakit, memulihkan kesehatan, dan meminimalkan penderitaan. Untuk mencapai itu perawat harus memiliki komitmen menepati janji dan menghargai komitmennya kepada orang lain. 31. Confidentiality (Kerahasiaan) kerahasiaan adalah informasi tentang klien harus dijaga privasi klien. Dokumentasi tentang keadaan kesehatan klien hanya bisa dibaca guna keperluan pengobatan dan peningkatan kesehatan klien. Diskusi tentang klien diluar area pelayanan harus dihindari. 32. Accountability (Akuntabilitasi) akuntabilitas adalah standar yang pasti bahwa tindakan seorang professional dapat dinilai dalam situasi yang tidak jelas atau tanda tekecuali. Contoh perawat bertanggung jawab pada diri sendiri, profesi, klien, sesame teman sejawat, karyawan, dan masyarakat. Jika perawat salah memberi dosis obat kepada klien perawat dapat digugat oleh klien yang menerima obat, dokter yang memberi tugas delegatif, dan masyarakat yang menuntut kemampuan professional. KASUS DAN PEMBAHASAN

KASUS : Seorang laki-laki usia 65 tahun menderita kanker kolon terminal dengan metastase yang telah resisten terhadap tindakan kemoterapi dan radiasi dibawa ke IGD karena jatuh dari kamar mandi dan menyebabkan robekan di kepala. laki-laki tersebut mengalami nyeri abdomen dan tulang dan kepala yang hebat dimana sudah tidak dapat lagi diatasi dengan pemberian dosis morphin intravena. Hal itu ditunjukkan dengan adanya rintihan ketika istirahat dan nyeri bertambah hebat saat laki-laki itu mengubah posisinya. Walapun klien tampak bisa tidur namun ia sering meminta diberikan obat analgesik. Kondisi klien semakin melemah dan mengalami sesak yang tersengal-sengal sehingga mutlak

membutuhkan bantuan oksigen dan berdasar diagnosa dokter, klien maksimal hanya dapat bertahan beberapa hari saja. Melihat penderitaan pasien yang terlihat kesakitan dan mendengar informasi dari dokter, keluarga memutuskan untuk mempercepat proses kematian pasien melalui euthanasia pasif dengan pelepasan alat-alat kedokteran yaitu oksigen dan obat obatan lain dan dengan keinginan agar dosis analgesik ditambah. Dr spesilalist onkologi yang ditelp pada saat itu memberikan advist dosis morfin yang rendah dan tidak bersedia menaikan dosis yang ada karena sudah maksimal dan dapat bertentangan dengan UU yang ada. Apa yang seharusnya dilakukan oleh anda selaku perawat yang berdinas di IGD saat itu menghadapi desakan keluarga yang terus dilakukan?.

Kasus di atas merupakan salah satu contoh masalah dilema etik (ethical dilemma). Dilema etik merupakan suatu masalah yang sulit dimana tidak ada alternatif yang memuaskan atau suatu situasi dimana alternatif yang memuaskan dan tidak memuaskan sebanding. Dalam dilema etik tidak ada yang benar atau salah. Untuk membuat keputusan yang etis, seseorang harus tergantung pada pemikiran yang rasional dan bukan emosional. Kerangkan pemecahan dilema etik banyak diutarakan dan pada dasarnya menggunakan kerangka proses keperawatan / pemecahan masalah secara ilmiah (Thompson & Thompson, 1985).

Kozier et. al (2004) menjelaskan kerangka pemecahan dilema etik sebagai berikut : Mengembangkan data dasar Mengidentifikasi konflik Membuat tindakan alternatif tentang rangkaian tindakan yang direncanakan dan mempertimbangkan hasil akhir atau konsekuensi tindakan tersebut Menentukan siapa pengambil keputusan yang tepat Mendefinisikan kewajiban perawat Membuat keputusan

PEMECAHAN KASUS DILEMA ETIK

1. Mengembangkan data dasar : Mengembangkan data dasar disini adalah dengan mencari lebih lanjut informasi yang ada mengenai dilema etik yang sedang dihadapi. Mengembangkan data dasar melalui : a)

Menggali informasi lebih dalam terhadap pihak pihak yang terlibat meliputi : Klien, keluarga

dokter, dan perawat. b)

Identifikasi mengenai tindakan yang diusulkan : tidak menuruti keinginan keluarga untuk melepas

alat bantu nafas atau juga untuk memberikan penambahan dosis morphin. c)

Maksud dari tindakan tersebut : agar tidak membahayakan diri klien dan tidak melanggar

peraturan yang berlaku. d)

Konsekuensi tindakan yang diusulkan, bila tidak menuruti keluarga untuk melepas alat bantu nafas

dan tidak diberikan penambahan dosis morphin, klien dan keluarganya menyalahkan perawat karena dianggap membiarkan pasien menderita dan apabila keluarga klien kecewa terhadap pelayanan di IGD mereka bisa menuntut ke rumah sakit.

2. Mengidentifikasi konflik akibat situasi tersebut : Penderitaan klien dengan kanker colon yang sudah mengalami metastase mengeluh nyeri yang tidak berkurang dengan dosis morphin yang telah ditetapkan. Keluarga meminta penambahan dosis pemberian morphin untuk mengurangi keluhan nyerinya dan memutuskan untuk tidak memberikan alat bantu apapun termasuk oksigen, Keluarga mendukung keinginan klien agar terbebas dari keluhan nyeri. Konflik yang terjadi adalah :

a)

Tidak memberikan Oksigen dan penambahan dosis pemberian morphin dapat mempercepat

kematian klien yang berarti melanggar prinsip etik Beneficience- Nonmaleficience b)

Tidak memenuhi keinginan klien terkait dengan pelanggaran hak klien yang dapat melanggar nilai

autonomy.

3.Tindakan alternatif tentang rangkaian tindakan yang direncanakan dan konsekuensi tindakan tersebut a. Tidak menuruti keinginan pasien tentang penambahan dosis obat pengurang nyeri dan melepaskan oksigen Konsekuensi : 1)

Tidak mempercepat kematian klien

2)

Membiarkan Klien meninggal sesuai proses semestinya

3)

Tidak melanggar peraturan mengenai pemberian morfin

4)

Keluhan nyeri pada klien akan tetap berlangsung

5)

Pelanggaran terhadap hak pasien untuk menentukan nasibnya sendiri

6)

Keluarga dan pasien cemas dengan situasi tersebut

b. Tidak menuruti keinginan klien, dan perawat membantu untuk manajemen nyeri. Konsekuensi : 1)

Tidak mempercepat kematian pasien

2)

Klien dibawa pada kondisi untuk beradaptasi pada nyerinya (meningkatkan ambang nyeri)

3)

Keinginan klien untuk menentukan nasibnya sendiri tidak terpenuhi

c. Menuruti keinginan klien untuk menambah dosis morphin namun tidak sering dan apabila diperlukan. . Konsekuensi : 1)

Risiko mempercepat kematian klien sedikit dapat dikurangi

2)

Klien pada saat tertentu bisa merasakan terbebas dari nyeri sehingga ia dapat cukup beristirahat.

3)

Hak klien sebagian dapat terpenuhi.

4)

Kecemasan pada klien dan keluarganya dapat sedikit dikurangi.

5)

Beresiko melanggar peraturan yang berlaku.

d. Tidak menuruti keinginan keluarga dan membantu keluarga dalam proses berdukanya Konsekuensi : 1)

Tidak mempercepat kematian klien

2)

Keluarga dapat melewati proses berduka dengan seharusnya

3)

Keluarga tidak menginginkan dilakuakn euthanasia terhadap pasien

4. Menentukan siapa pengambil keputusan yang tepat : Pada kasus di atas dokter adalah pihak yang membuat keputusan, karena dokterlah yang secara legal dapat memberikan ijin penambahan dosis morphin. Namun hal ini perlu didiskusikan dengan klien dan keluarganya mengenai efek samping yang dapat ditimbulkan dari penambahan dosis tersebut. Perawat membantu klien dan keluarga klien dalam membuat keputusan bagi dirinya. Perawat selalu mendampingi pasien dan terlibat langsung dalam asuhan keperawatan yang dapat mengobservasi mengenai respon nyeri, kontrol emosi dan mekanisme koping klien, mengajarkan manajemen nyeri, sistem dukungan dari keluarga serta sistem berduka keluarga dan lain-lain.

5. Mendefinisikan kewajiban perawat 1)

Memfasilitasi klien dalam manajemen nyeri yang sesuai

2)

Membantu proses adaptasi klien terhadap nyeri / meningkatkan ambang nyeri

3)

Mengoptimalkan sistem dukungan keluarga untuk pasien

4)

Membantu klien untuk lebih mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan

keyakinannya 5)

Membantu Keluarga untuk menemukan mekanisme koping yang adaptif terhadap masalah yang

sedang dihadapi 6)

Memfasilitasi sistem berduka keluarga dengan memberikan support.

6. Membuat keputusan Dalam kasus di atas terdapat dua tindakan yang memiliki risiko dan konsekuensi masing-masing terhadap klien. Perawat dan dokter perlu mempertimbangkan pendekatan yang paling menguntungkan / paling tepat untuk klien. Namun upaya alternatif tindakan lain perlu dilakukan terlebih dahulu misalnya manajemen nyeri (relaksasi, pengalihan perhatian, atau meditasi) beserta perbaikan terhadap sistem berduka keluarga dan kemudian dievaluasi efektifitasnya. Apabila terbukti efektif diteruskan namun apabila alternatif tindakan tidak efektif maka keputusan yang sudah ditetapkan antara petugas kesehatan dan klien/ keluarganya akan dilaksanakan.

Pemecahan Dilema Etik dalam Kasus Penderitaan Klien dan Euthanasia Pasif KASUS : Seorang wanita berumur 50 tahun menderita penyakit kanker payudara terminal dengan metastase yang telah resisten terhadap tindakan kemoterapi dan radiasi. Wanita tersebut mengalami nyeri tulang yang hebat dimana sudah tidak dapat lagi diatasi dengan pemberian dosis morphin intravena. Hal itu ditunjukkan dengan adanya rintihan ketika istirahat dan nyeri bertambah hebat saat wanita itu mengubah posisinya. Walapun klien tampak bisa tidur namun ia sering meminta diberikan obat analgesik, dan keluarganya pun meminta untuk dilakukan penambahan dosis pemberian obat analgesik.

Saat dilakukan diskusi perawat disimpulkan bahwa penambahan obat analgesik dapat mempercepat kematian klien. Kasus di atas merupakan salah satu contoh masalah dilema etik (ethical dilemma). Dilema etik merupakan suatu masalah yang sulit dimana tidak ada alternatif yang memuaskan atau suatu situasi dimana alternatif yang memuaskan dan tidak memuaskan sebanding. Dalam dilema etik tidak ada yang benar atau salah. Untuk membuat keputusan yang etis, seseorang harus tergantung pada pemikiran yang rasional dan bukan emosional. Kerangkan pemecahan dilema etik banyak diutarakan dan pada dasarnya menggunakan kerangka proses keperawatan / pemecahan masalah secara ilmiah (Thompson & Thompson, 1985). Kozier et. al (2004) menjelaskan kerangka pemecahan dilema etik sebagai berikut : 19. Mengembangkan data dasar 20. Mengidentifikasi konflik 21. Membuat tindakan alternatif tentang rangkaian tindakan yang direncanakan dan mempertimbangkan hasil akhir atau konsekuensi tindakan tersebut 22. Menentukan siapa pengambil keputusan yang tepat 23. Mendefinisikan kewajiban perawat 24. Membuat keputusan PEMECAHAN KASUS DILEMA ETIK 1. Mengembangkan data dasar : a. Orang yang terlibat : Klien, keluarga klien, dokter, dan perawat b.Tindakan yang diusulkan : tidak menuruti keinginan klien untuk memberikan penambahan dosis morphin. c.Maksud dari tindakan tersebut : agar tidak membahayakan diri klien d.Konsekuensi tindakan yang diusulkan, bila tidak diberikan penambahan dosis morphin, klien dan keluarganya menyalahkan perawat dan apabila keluarga klien kecewa terhadap pelayanan di bangsal mereka bisa menuntut ke rumah sakit. 2. Mengidentifikasi konflik akibat situasi tersebut : Penderitaan klien dengan kanker payudara yang sudah mengalami metastase mengeluh nyeri yang tidak

berkurang dengan dosis morphin yang telah ditetapkan. Klien meminta penambahan dosis pemberian morphin untuk mengurangi keluhan nyerinya. Keluarga mendukung keinginan klien agar terbebas dari keluhan nyeri. Konflik yang terjadi adalah : a.Penambahan dosis pemberian morphin dapat mempercepat kematian klien. b.Tidak memenuhi keinginan klien terkait dengan pelanggaran hak klien. 3.Tindakan alternatif tentang rangkaian tindakan yang direncanakan dan konsekuensi tindakan tersebut a. Tidak menuruti keinginan pasien tentang penambahan dosis obat pengurang nyeri. Konsekuensi : 1)Tidak mempercepat kematian klien 2)Keluhan nyeri pada klien akan tetap berlangsung 3)Pelanggaran terhadap hak pasien untuk menentukan nasibnya sendiri 4)Keluarga dan pasien cemas dengan situasi tersebut b. Tidak menuruti keinginan klien, dan perawat membantu untuk manajemen nyeri. Konsekuensi : 1)Tidak mempercepat kematian pasien 2)Klien dibawa pada kondisi untuk beradaptasi pada nyerinya (meningkatkan ambang nyeri) 3)Keinginan klien untuk menentukan nasibnya sendiri tidak terpenuhi c. Menuruti keinginan klien untuk menambah dosis morphin namun tidak sering dan apabila diperlukan. Artinya penambahan diberikan kadang-kadang pada saat tertentu misalnya pada malam hari agar klien bisa tidur cukup. Konsekuensi : 1) Risiko mempercepat kematian klien sedikit dapat dikurangi 2) Klien pada saat tertentu bisa merasakan terbebas dari nyeri sehingga ia dapat cukup beristirahat. 3) Hak klien sebagian dapat terpenuhi. 4) Kecemasan pada klien dan keluarganya dapat sedikit dikurangi. 4. Menentukan siapa pengambil keputusan yang tepat : Pada kasus di atas dokter adalah pihak yang membuat keputusan, karena dokterlah yang secara legal dapat memberikan ijin penambahan dosis morphin. Namun hal ini perlu didiskusikan dengan klien dan keluarganya mengenai efek samping yang dapat ditimbulkan dari penambahan dosis tersebut. Perawat

membantu klien dan keluarga klien dalam membuat keputusan bagi dirinya. Perawat selalu mendampingi pasien dan terlibat langsung dalam asuhan keperawatan yang dapat mengobservasi mengenai respon nyeri, kontrol emosi dan mekanisme koping klien, mengajarkan manajemen nyeri, sistem dukungan dari keluarga, dan lain-lain. 5. Mendefinisikan kewajiban perawat a.Memfasilitasi klien dalam manajemen nyeri b.Membantu proses adaptasi klien terhadap nyeri / meningkatkan ambang nyeri c.Mengoptimalkan sistem dukungan d.Membantu klien untuk menemukan mekanisme koping yang adaptif terhadap masalah yang sedang dihadapi e.Membantu klien untuk lebih mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan keyakinannya 6. Membuat keputusan Dalam kasus di atas terdapat dua tindakan yang memiliki risiko dan konsekuensi masing-masing terhadap klien. Perawat dan dokter perlu mempertimbangkan pendekatan yang paling menguntungkan / paling tepat untuk klien. Namun upaya alternatif tindakan lain perlu dilakukan terlebih dahulu misalnya manajemen nyeri (relaksasi, pengalihan perhatian, atau meditasi) dan kemudian dievaluasi efektifitasnya. Apabila terbukti efektif diteruskan namun apabila alternatif tindakan tidak efektif maka keputusan yang sudah ditetapkan antara petugas kesehatan dan klien/ keluarganya akan dilaksanakan. DISKUSI :

Suatu intervensi medis yang bertujuan untuk mengurangi penderitaan klien namun dapat mengakibatkan kematian klien atau membantu pasien bunuh diri disebut sebagai euthanasia aktif. Di Indonesia hal ini tidak dibenarkan menurut undang-undang, karena tujuan dari euthanasia aktif adalah mempermudah kematian klien. Sedangkan euthanasia pasif bertujuan untuk mengurangi rasa sakit dan penderitaan klien namun membiarkannya dapat berdampak pada kondisi klien yang lebih berat bahkan memiliki konsekuensi untuk mempercepat kematian klien. Walaupun sebagian besar nyeri pada kanker dapat ditatalaksanakan oleh petugas kesehatan profesional yang telah dilatih dengan manajemen nyeri, namun hal tersebut tidak dapat membantu sepenuhnya pada penderitaan klien tertentu. Upaya untuk mengurangi penderitaan nyeri klien mungkin akan mempercepat kematiannya, namun tujuan utama dari tindakan adalah untuk mengurangi nyeri dan penderitaan klien.

PRINSIP LEGAL DAN ETIK : 10. Euthanasia (Yunani : kematian yang baik) dapat diklasifikasikan menjadi aktif atau pasif. Euthanasia aktif merupakan tindakan yang disengaja untuk menyebabkan kematian seseorang. Euthanasia pasif merupakan tindakan mengurangi ketetapan dosis pengobatan, penghilangan pengobatan sama sekali atau tindakan pendukung kehidupan lainnya yang dapat mempercepat kematian seseorang. Batas kedua tindakan tersebut kabur bahkan seringkali merupakan yang tidak relevan. 11. Menurut teori mengenai tindakan yang mengakibatkan dua efek yang berbeda, diperbolehkan untuk menaikkan derajat/dosis pengobatan untuk mengurangi penderitaan nyeri klien sekalipun hal tersebut memiliki efek sekunder untuk mempercepat kematiannya. 12. Prinsip kemanfaatan (beneficence) dan tidak merugikan orang lain (non maleficence) dapat dipertimbangkan dalam kasus ini. Mengurangi rasa nyeri klien merupakan tindakan yang bermanfaat, namun peningkatan dosis yang mempercepat kematian klien dapat dipandang sebagai tindakan yang berbahaya. Tidak melakukan tindakan adekuat untuk mengurangi rasa nyeri yang dapat membahayakan klien, dan tidak mempercepat kematian klien merupakan tindakan yang tepat (doing good). PEMBAHASAN KASUS Ny. M seorang ibu rumah tangga, umur 35 tahun, mempunyai seorang anak umur 4 tahun, Ny.M. berpendidikan SMA, dan suami Ny.M bekerja sebagai PNS di suatu kantor kelurahan. Saat ini Ny.M dirawat di ruang kandungan sejak 3 hari yang lalu.Sesuai hasil pemeriksaan Ny.M positif menderita kanker rahim grade III, dan dokter merencanakan untuk dilakukan operasi pengangkatan kanker rahim. Semua pemeriksaan telah dilakukan untuk persiapan operasi Ny.M. Menjelang dua hari operasi, Ny.M hanya diam dan tampak cemas dan binggung dengan rencana operasi yang akan dijalaninnya. Dokter hanya menjelaskan bahwa Ny.m harus dioperasi karena tidak ada tindakan lain yang dapat dilakukan dan dokter memberitahu perawat kalau Ny.M atau keluarganya bertanya, sampaikan operasi adalah jalan terakhir. Dan jangan dijelaskan tentang apapun, tunggu saya yang akan menjelaskannya. Saat menghadapi hal tersebut Ny.M berusaha bertanya kepada perawat ruangan yang merawatnya. Ny.M bertanya kepada perawat beberapa hal, yaitu: “apakah saya masih bisa punya anak setelah dioperasi nanti”.karena kami masih ingin punya anak. “apakah masih ada pengobatan yang lain selain operasi” dan “apakah operasi saya bisa diundur dulu suster”

Dari beberapa pertanyaan tersebut perawat ruangan hanya menjawab secara singkat,“ibu kan sudah diberitahu dokter bahwa ibu harus operasi” “penyakit ibu hanya bisa dengan operasi, tidak ada jalan lain” “yang jelas ibu tidak akan bisa punya anak lagi…” “Bila ibu tidak puas dengan jawaban saya, ibu tanyakan lansung dengan dokternya…ya.” Dan setelah menjawab beberapa pertanyaan Ny.M. perawat memberikan surat persetujuan operasi untuk ditanda tangani, tetapi Ny.M mengatakan “saya menunggu suami saya dulu suster”, perawat mengatakan “secepatnya ya bu… besok ibu sudah akan dioperasi”tanpa penjelasan lain, perawat meninggalkan Ny.M. Sehari sebelum operasi Ny.M berunding dengan suaminya dan memutuskan menolak operasi dengan alasan, Ny.M dan suami masih ingin punya anak lagi. Dengan penolakan Ny.M dan suami, perawat mengatakan pada Ny.M dan suami” Ibu ibu tidak boleh begitu, ibu harus dioperasi agar penyakit ibu tidak parah, kita hanya berusaha” dan perawat meninggalkan pasien dan suami tanpa penjelasan apapun. Dan setelah penolakan pasien tersebut, perawat A datang ke Kepala ruangan dan mengatakan bahwa Ny.M menolak untuk operasi. Ny.M masih ragu karena dokter belum menjelaskan rencana operasi yang akan dilakukan, Kepala ruangan bertanya kepada perawat A “kenapa tidak dijelaskan” Perawat A menjawab “pesan dokter, saya tidak boleh menjelaskan tentang operasi tersebut, disuruh menunggu dokter…”, kepala ruangan mengatakan “ kalau begitu buat surat pernyataan saja” dan kita sampaikan ke dokter bedahnya. Dan sampai saat ini dokter belum menjelaskan operasi yang akan dilakukan pada Ny.M dan keluarga. Dan akhirnya pasien pulang. Beberapa hari kemudian Rumah Sakit mendapat surat keluhan dari keluarga Ny.M yang berisi ketidakpuasan dari pelayanan dimana Ny.M dirawat. Oleh karena itu pihak Rumah Sakit (pimpinan) menanggapi surat tersebut dan berusaha mencari tahu kebenaran kasus yang tejadi pada Ny.M dan akan mengambil tindakan bila ada unsure pelanggaran kode etik dalam pelayanan kesehatan yang dilakukan staff Rumah Sakit. Sekilas berkaitan dengan ruangan, kepala ruangan adalah Ners S1 yang bekerja telah lima tahun dan perawat A, adalah perawat lulusan DIII baru bekerja diruang tersebut dua tahun. G. ANALISA KASUS Hal pertama yang harus dilakukan oleh tim pencari fakta adalah mengumpulkan informasi yang berkaitan dengan beberapa informasi yang diperlukan, baik dari internal maupun exsternal ruangan

termasuk staf yang terlibat, perawat primer, kepala ruangan dan dokter yang merawat dan pasien/keluarga. Hal-hal lain yang menyangkut prinsip-prinsip moral dalam pemberian asuhan keperawatan dan berkaitan dengan standarisasi asuhan keperawatan yang diberikan (SOP). Pada kasus yang melibatkan Ny.M dapat dianalisa dengan beberapa hal menyangkut nilai-nilai etika, prinsip moral dalam professional keperawatan, Kode etik keperawatan (PPNI), hak-hak pasien, hak dan kewajiban perawat dan juga bentuk standar praktek keperawatan yang harus dilaksanakan pada pasien yang akan menjalani operasi. Bila diidentifikasi masalah-masalah yang mungkin merupakan pelanggaran etik yang terjadi dan merupakan data dari informasi yang dibutuhkan, adalah sebagai berikut: 1.

Berkaitan dengan prinsip-prinsip moral/etik dalam praktek keperawatan, yaitu:

a.

Otonomi pasien

Prinsip autonomy menegaskan bahwa seseorang mempunyai kemerdekaan untuk menentukan keputusan dirinya menurut rencana pilihannya sendiri. Bagian dari apa yang diperlukan dalam ide terhadap respect terhadap seseorang, menurut prinsip ini adalah menerima pilihan individu tanpa memperhatikan apakah pilihan seperti itu adalah kepentingannya. Seperti telah banyak dijelaskan dalam teori bahwa otonomi merupakan bentuk hak individu dalam mengatur keinginan melakukan kegiatan atau prilaku. Kebebasan dalam memilih atau menerima suatu tanggung jawab terhadap dirinya sendiri. Pada kasus Ny.M. bahwa pasien menginginkan informasi yang banyak tentang tindakan operasi yang akan dilakukan terhadap dirinnya, informasi-informasi yang dibutuhkannya karena Ny.M berkeinginan bahwa ia masih ingin punya anak lagi dan bila operasi dilakukan berarti pasien merasa tidak akan mempunyai anak lagi. Tetapi keinginan pasien untuk mendapat informasi yang lebih banyak tidak terpenuhi, hal inilah yang menjadi dilema bagi pasien sementara itu kondisi sakitnya akan membuat Ny.M tidak tertolong lagi. Penolakan Ny.M dan keluarga untuk dilakukan operasi merupakan hak pasien tetapi, hak dan kewajiban perawat juga untuk dapat memberikan asuhan keperawatan yang optimal dengan membantu penyembuhan pasien yaitu dengan jalan dilakukan operasi. b.

Advokasi perawat terhadap pasien

Advokasi merupakan salah satu peran perawat dalam menjalankan praktek keperawaatan dan asuhan keperawatannya. Perawat seharusnya memberikan penjelasan lebih rinci dan mendukung pasien agar dapat berkonsultasi kepada tim dokter yang akan melakukan operasinya. Advoaksi perawat yang dapat dilakukan pada kondisi kasus Ny.M, dapat berupa: penjelasan yang jelas dan terinci tentang kondisi yang dialami Ny.M, melakukan konsultasi dengan tim medis berkaitan denganmaslah tersebut, juga harus disampaikan bahwa Ny.M ingin mempunyai anak lagi. Bentukbentuk advokasi inilah yang memungkinkan tim baik keperawatan dan medis akan bersama menjelaskan dengan lengkap dan baik. Bentuk advokasi lainnya adalah Perawat ruangan dapat membuat tim keperawatan dan medis dan dapat menberikan informasi dan komunikasi yang baik pada pasien. 2.

Berkaitan hak-hak pasien

Pada teori telah dijelaskan bahwa pasien juga mempunyai hak-hak yang harus diperhatikan oleh perawata dalam praktek keperawatan, diantarannya yang berhubungan dengan kasus Ny.M. Pasien berhak mendapatkan informasi yang lengkap jelas, pasien berhak memperoleh informasi terbaru baik dari tim medis dan perawat yang mengelolannya, pasien juga berhak untuk memilih dan menolak pengobatan ataupun asuhan bila merasa dirinnya tidak berkenan. Ny.M. merasa bahwa dirinya tidak memperoleh informasi yang diharapkannya, pasien berharap banyak informasi dan hal-hal yang berkaitan dengan kondisinnya sehingga pasien dapat memnentukan pilihannya dengan tepat. Apapun pilihan pasien dan keputusan pasien setelah mendapatkan informasi yang jela merupakan hak automi pasien. 3.

Berkaitan Kode Etik Keperawatan (PPNI)

a.

Kewajiban perawat dalam melaksanakan tugas.

Sebagai tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan langsung kepada individu, keluarga dan masyarakat, perawat berkewajiban untuk melaksanakan kode etik profesinya dan menjalankan semua kewajiban yang didasari oleh nilai-nilai moral yang telah diatur dalam profesinya. Terdapat beberapa kewajiban perawat yang tidak dijalankan dengan baik dalam kasus Ny.M. diantaranya berkewajiban memberikan informasi, komunikasi kepada pasien, memberikan peran perlindungan kepada pasien, perawat wajib memberi kesempatan kepada pasien untuk dapat menentukan pilihan dan memberikan alternative penyelesaian atas kondisi dan keinginan pasien dalam arti bahwa perawat wajib menghargai pilihan atau autonomi pasien. Sesuai kode etik keperawatan

(PPNI) bahwa perawat senantiasa mengutamakan perlindungan dan keselamatan pasien dalam melaksanakan tugas keperawatan serta matang dalam melaksanakan tugas. Bila kewajiban diatas dapat dilaksanakan dengan baik maka dapat memberikan kesempatan kepada Ny.M dan keluarga dapat berfikir rasional dan logic atas kondisi yang menimpannya. b. Hubungan Perawat terhadap Pasien, tenaga kesehatan lain (dokter) Sesuai kode etik keperawatan (PPNI) bahwa perawat senantiasa menjaga hubungan baik antar sesame perawat, pasien dan tenaga kesehatan lain dengan tujuan keserasian suasana dan ligkungan kerja maupun dalam mencapai tujuan pelayanan kesehatan secara menyeluruh. Pada kasus Ny.M terdapat beberapa dilema etik yaitu perawat tidak mampu mengambil suatu keputusan yang terbaik dari intruksi yang telah disampaikan oleh dokter seharusnya perawat mengklarifikasi atas apa yang disampaikan oleh tim medis. Dan perlunya tim konsultasi yang berkaitan dengan masalah-masalah yang terggambar pada kasus Ny.M. tim inilah yang merupakan kelompok yang baik sebagai tempat untuk menjelaskan kondisi pasien. Tim inipun akan memberikan alternatif-alternatif atau masukan yang berarti tentang dampak dari tindakan dan bila tidak dilakukan tindakan. Tim ini juga terdiri dari beberapa profesi yaitu: medis, keperawatan, dan tenaga lain yang berkaitan dengan masalah Ny.M. Hubungan yang baik harus diciptakan sehingga pada setiap interaksi dengan pasien terjadi komunikasi yang terintegrasi dan menyeluruh sehingga informasi yang diberikan kepada pasien dapat sama dan saling menunjang. 4.

Berkaitan nilai-nilai praktek keperawatan professional.

Secara teori dikatakan bahwa nilai-nilai professional perawat harus selalu dijalankan pada setiap berhubungan dan melaksanakan praktek keperawatan, nilai-nilai professional yang dimaksud yaitu Aesthetics, altruism, equality, freedom, human dignity, justice dan truth. Dari kasus Ny.M. dapat dikatakan bahwa perawat ruangan menlanggar nilai-nilai praktek profesionalnya. Sifat altruism yang ditunjukan pada pasien Ny.M tidak terlihat sama sekali apalagi kepedulian “caring” terhadap Ny.M, seakan perawat mengabaikan pasien, selayaknya perawat menunjukan perhatiannya kepada pasien terhadap isu/kondisi saat ini sehingga dampak dari tindakan/pengobatan dapat melegakan bagi pasien. Disamping itu nilai kebebasan dalam menentukan sikap terhadap tindakan/pengobatan yang diambil oleh tim medis seharusnya perawat menggunakan kapasitasnya secara independent, confidence, serta menghargai hak pasien.

Nilai yang lain adalah menghargai martabat manusia dengan sikap empathy, respect full, yang dapat dijalankan oleh perawat menghadapi kasus Ny.M. penting dalam melindungi hak individu, memperlakukan pasien sesuai keinginannya. Disamping nilai-nilai tersebut penting juga berkata jujur sesuai kebenaran, walaupun kadang-kandang kebenaran itu akan memberikan dampak yang tidak selalu baik, tetapi dalam nilai kebenaran ini yang penting adalah perlu dilihat kondisi, dampak dan apa keinginan pasien sehingga apa yang kita sampaikan kepada pasien dapat diterima dan dipertimbangkan dengan baik, apapun keputusannya dapat memberikan keduannya hal yang baik yang telah dilaksanakan. 5.

Tinjauan dari standar praktek dan SOP

Didalam standar praktek keperawatan pada pasien yang akan dilakukan operasi harus dipersiapkan baik fisik dan mental, termasuk memberikan informasi-informasi yang berkaitan dengan rencana operasi yang akan dilakukan. Saat penanda tanganan persetujuan operasi harus dijelaskan, walaupun kewajiban memberikan informasi hal tersebut adalah dokter yang akan melakukan operasi, tetapi perawat harus tetap mendampingi dan memberikan advokasi dan memberikan penjelasan lain secara lengkap agar pasien dapat menjalani operasi dengan baik. Didalam setiap SOP-pun hal ini telah diidentifikasi beberapa tindakan yang harus dilakukan pada pasien yang akan menjalani operasi, maka harus dilihat lagi apakah SOP di ruangan tersebut telah tersedia dan selalu diperbaharui. H. PENYELESAIAN KASUS Dalam menyelesaikan kasus dilema etik yang terjadi pada kasus Ny. M, dapat diambil salah satu kerangka penyelesaian etik, yaitu kerangka pemecahan etik yang dikemukan oleh Kozier, erb. (1989), dengan langkah-langkah sebagai berikut: 1.

Mengembangkan data dasar dalam hal klarifiaksi dilema etik, mencari informasi sebanyaknya,

berkaitan dengan: a. Orang yang terlibat, yaitu: Pasien, suami pasien, dokter bedah/kandungan, kepala ruangan dan perawat primer. b. Tindakan yang diusulkan, yaitu: Akan dilakukan operasi pengangkatan kandungan/rahim pada Ny.M. dan perawat primer tidak boleh menyampaikan hal-hal yang berkaitan dengan operasi, menunggu dokter bedahnya.

c.

Maksud dari tindakan, yaitu: Agar kanker rahim yang dialami Ny.M dapat diangkat (tidak menjalar

ke organ lain) dan pengobatan tuntas. d. Konsekuensi dari tindakan yang diusulkan, yaitu: bila operasi tetap dilaksanakan keinginan Ny.M dan keluarga untuk mempunyai anak kemungkinan tidak bisa lagi dan bila operasi tidak dilakukan penyakit/kanker rahim Ny.M kemungkinan akan menjadi luas. Dan mengenai pesan dokter untuk tidak menjelaskan hal-hal yang berkaitan dengan rencana operasi Ny.M, bila dilaksanakan pesan tersebut, perawat melannggar prinsip-prinsip moral, dan bila pesan dokter tersebut melanggar janji terhadap teman sejawat.

2.

Mengidentifikasi konflik yang terjadi berdasarkan situasi tersebut.

a.

Konflik yang terjadi pada perawat A, yaitu:

-

Bila menyampaikan penjelasan dengan selengkapnya perawat kawatir akan kondisi Ny.M akan

semakin parah dan stress, putus asa akan keinginannya untuk mempunyai anak. -

Bila tidak dijelaskan seperti kondisi tersebut, perawat tidak melaksanakan prinsip-prinsip

professional perawat -

Atas penolakan pasien perawat merasa hal itu kesalahan dari dirinya

-

Berkaitan dengan pesan dokter, keduanya mempunyai dampak terhadap prinsip-prinsip moral/etik.

-

Bila perawat menyampaikan pesan dokter, perawat A melangkahi wewenang yang diberikan oleh

dokter, tetapi bila tidak disampaikan perawat A tidak bekerja sesuai standar profesi. b.

Konflik yang terjadi pada Kepala Ruangan, yaitu:

-

Berkaitan dengan pesan dokter kondisinya sama dengan perawat primer

-

Atas penolakan pasien merupakan gambaran manajemen ruangan yang kurang terkoordinasi

dengan baik. -

Meninjau kembali SOP pada pasien yang akan dilakukan operasi apakah masih relevan atau tidak.

3.

Membuat tindakan alternatif tentang rangkaian tindakan yang direncanakan dan

mempertimbangkan hasil akhir atau konsekuensi tindakan tersebut.

a.

Menjelaskan secara rinci rencana tindakan operasi termasuk dampak setelah dioperasi.

b.

Menjelaskan dengan jelas dan rinci hal-hal yang berkaitan dengan penyakit bila tidak dilakukan

tindakan operasi c.

Memberikan penjelasan dan saran yang berkaitan dengan keinginan dari mempunyai anak lagi,

kemungkinan dengan anak angkat dan sebagainnya. d.

Mendiskusikan dan memberi kesempatan kepada keluarga atas penolakan tindakan operasi dan

memberikan alternative tindakan yang mungkin dapat dilakukan oleh keluarga. e.

Memberikan advokasi kepada pasien dan keluarga untuk dapat bertemu dan mendapat

penjelasan langsung pada dokter bedah, dan memfasilitasi pasien dan kelurga untuk dapat mendapat penjelasan seluas-luasnya tentang rencana tindakan operasi dan dampaknya bila dilakukan dan bila tidak dilakukan. 4.

Menentukan siapa yang terlibat dalam masalah tersebut dan siapa pengambil keputusan yang

tepat. Perawat tidak membuat keputusan untuk pasien, tetapi perawat membantu dalam membuat keputusan bagi dirinya dan keluarganya, tetapi dalam hal ini perlu dipikirkan, beberapa hal: a. Siapa yang sebaiknya terlibat dalam membuat keputusan dan mengapa mereka ditunjuk. b. Untuk siapa saja keputusan itu dibuat c.

Apa kriteria untuk menetapkan siapa pembuat keputusan (social, ekonomi, fisiologi, psikologi dan

peraturan/hukum). d. Sejauh mana persetujuan pasien dibutuhkan e. Apa saja prinsip moral yang ditekankan atau diabaikan oleh tindakan yang diusulkan. Dalam kasus Ny.M. dokter bedah yakin bahwa pembuat keputusan, jadi atau tidaknya untuk dilakukan operasi adalah dirinya, dengan memperhatikan faktor-faktor dari pasien, dokter akan memutuskan untuk memberikan penjelasan yang rinci dan memberikan alternatif pengobatan yang kemungkinan dapat dilakukan oleh Ny.M dan keluarga. Sedangkan perawat primer seharusnya bertindak sebagai advokasi dan fasilitator agar pasien dan keluarga dapat membuat keputusan yang tidak merugikan bagi

dirinya, sehingga pasien diharapkan dapat memutuskan hal terbaik dan memilih alternatif yang lebih baik dari penolakan yang dilakukan. Bila beberapa kriteria sudah disebutkan mungkin konflik tentang penolakan rencana operasi dapat diselesaikan atau diterima oleh pasien setelah mendiskusikan dan memberikan informasi yang lengkap dan valid tentang kondisinya, dilakukan operasi ataupun tidak dilakukan operasi yang jelas pasien telah mendapat informasi yang jelas dan lengkap sehingga hak autonomi pasien dapat dipenuhi serta dapat memuaskan semua pihak. Baik pasien, keluarga, perawat primer, kepala ruangan dan dokter bedahnya. 5.

Mendefinisikan kewajiban perawat

Dalam membantu pasien dalam membuat keputusan, perawat perlu membuat daftar kewajiban keperawatan yang harus diperhatikan, sebagai berikut: a. memberikan informasi yang jelas, lengkap dan terkini b. meningkatkan kesejahteran pasien c.

membuat keseimbangan antara kebutuhan pasien baik otonomi, hak dan tanggung jawab keluarga

tentang kesehatan dirinya. d. membantu keluarga dan pasien tentang pentingnya sistem pendukung e. melaksanakan peraturan Rumah Sakit selama dirawat f.

melindungi dan melaksanakan standar keperawatan yang disesuikan dengan kompetensi

keperawatan professional dan SOP yang berlaku diruangan. 6.

Membuat keputusan.

Dalam suatu dilema etik, tidak ada jawaban yang benar atau salah, mengatasi dilema etik, tim kesehatan perlu dipertimbangkan pendekatan yang paling menguntungkan atau paling tepat untuk pasien. Kalau keputusan sudah ditetapkan, secara konsisten keputusan tersebut dilaksanakan dan apapun yang diputuskan untuk kasus tersebut, itulah tindakan etik dalam membuat keputusan pada keadaan tersebut. Hal penting lagi sebelum membuat keputusan dilema etik, perlu mengali dahulu apakah niat/untuk kepentinganya siapa semua yang dilakukan, apakah dilakukan untuk kepentingan pasien atau kepentingan pemberi asuhan, niat inilah yang berkaitan dengan moralitas etis yang dilakukan.

Pada kondisi kasus Ny.M. dapat diputuskan menerima penolakan pasien dan keluarga tetapi setelah perawat atau tim perawatan dan medis, menjelaskan secara lengkap dan rinci tentang kondisi pasien dan dampaknya bila dilakukan operasi atau tidak dilakukan operasi. Penjelasan dapat dilakukan melalui wakil dari tim yang terlibat dalam pengelolaan perawatan dan pengobatan Ny.M. Tetapi harus juga diingat dengan memberikan penjelasan dahulu beberapa alternatif pengobatan yang dapat dipertanggung jawabkan sesuai kondisi Ny.M sebagai bentuk tanggung jawab perawat terhadap tugas dan prinsip moral profesionalnya. Pasien menerima atau menolak suatu tindakan harus disadari oleh semua pihak yang terlibat, bahwa hal itu merupakan hak, ataupun otonomi pasien dan keluarga. Pada kasus diatas dapat diputuskan dan disimpulkan, bahwa terjadi pelanggaran etik, dengan alasanalasan dan informasi yang telah ditelaah, yaitu: a.

Belum ada penjelasan yang lengkap dari perawat dan dokter (Tim) berkaitan dengan tindakan

operasi yang akan dilakukan (tidak sesuai dengan SOP atau standar praktek keperawatan) b.

Pasien dan keluarga tidak diberi kesempatan dan mendiskusikan mengenai penyakit, akibat dan

tindakan-tindakan yang akan dilakukan terhadapnya c.

Berdasarkan kajian dan hasil analisa kasus bahwa hubungan dokter, perawat dan psien tidak sesuai

dengan harapan kode etik keperawatan (PPNI) d.

Terdapat pelanggaran nilai-nilai moral dan professional perawat, meliputi, otonomi, altruism,

justice, truh dan lainya e.

Terdapat pelangaran hak-hak pasien, yaitu hak mendapatkan informasi yang valid dan terkini.

Dengan alasan-alasan tersebut dan telah melalui langkah-langkah penyelesaian etik maka Komite etik di Rumah Sakit tersebut harus menentukan tindakan dengan hati-hati dan terencana sesuai tingkat pelanggaran etik yang dilakukan baik terhadap dokter, perawat primer (perawat A) dan kepala ruangan, masing-masing perlu mendapatkan beberapa peringatan atau bentuk pembinaan sesuai tingkat pelanggaran etik masing-masing.

ETIKA DAN NILAI KEPERAWATAN 5. Konsep Etika 1. Pengertian Etika adalah peraturan atau norma yang dapat digunakan sebagai acuan bagi perilaku seseorang yang berkaitan dengan tindakan yang baik dan buruk yang dilakukan oleh seseorang dan merupakan suatu kewajiban dan tanggung jawab moral. Dari konsep pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa etika adalah ilmu tentang kesusilaan yang menentukan bagaimana sepatutnya manusia hidup di dalam masyarakat yang menyangkut aturanaturan atau prinsip-prinsip yang menentukan tingkah laku yang benar, yaitu: a). Baik dan buruk b). Kewajiban dan tanggung jawab. 5. Tujuan Etika profesi keperawatan merupakan alut untuk mengukur perilaku moral dalam keperawatan. Dalam penyusunan alat ukur ini, keputusan diambil berdasarkan kode etik sebagai standar yang mengukur dan mengevaluasi perilaku moral perawat. Secara umum tujuan etika profesi keperawatan adalah menciptakan dan mempertahankan kepercayaan klien kepada perawat, kepercayaan di antara sesama perawat, dan kepercayaan masyarakat kepada profesi keparawatan. Sesuai dengan tujuan di atas, perawat ditantang untuk mengembangkan etika profesisecara terus menerus agar dapat menampung keinginan dan masalah baru. Dan agar perawat manjadi wasit untuk anggota profesi yang bertindak kurang professional atau merusak keparcayaan masyarakat terhadap profesi keperawatan. Menurut American Ethics Commision Bureau on Teaching, tujuan etika profesi keperawatan adalah mampu:

13. Mengenal dan mengidentifikasi unsur moral dalam praktik keperawatan. 14. Membentuk strategi / cara dan menganalisis masalah moral yang terjadi dalam praktik keperawatan. 15. Menghubungkan prinsip moral / pelajaran yang baik dan dapat dipertanggung jawabkan pada diri sendiri, keluarga, masyarakat, dan kepada Tuhan, sesuai dengan kepercayaannya. 5. Etika dalam Keperawatan 1. Kode Etik Keperawatan Kode etik keperawatan merupakan bagian dari etika kesehatan yang menerapkan nilai etika terhadap bidang pemeliharaan atau pelayanan kesehatan masyarakat. Kode etik keperawatan di Indonesia telah disusun oleh Dewan Pimpinan Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia melalui Musyawarah Nasional PPNI di Jakarta pada tanggal 29 November 1989. Kode etik keperawatan Indonesia tersebut terdiri dari 4 bab dan 16 pasal. Bab 1, terdiri dari empat pasal, menjelaskan tentang tanggung jawab perawat terhadap individu, keluarga, dan masyarakat. Bab 2 terdiri dari lima pasal, menjelaskan tentang tanggung jawab perawat terhadap tugasnya. Bab 3, terdiri dari dua pasal, menjelaskan tentang tanggung jawab perawat terhadap sesama perawat dan profesi kesehatan lain. Bab 4, terdiri dari empat pasal, menjelaskan tentang tanggung jawab perawat terhadap profesi keperawatan. Bab 5, terdiri dari dua pasal, menjelaskan tentang tanggung jawab perawat terhadap pemerintah, bangsa, dan tanah air. Kode etik keperawatan menurut American Nurses Association (ANA) adalah sebagai berikut. 49. Perawat memberikan pelayanan dengan penuh hormat bagi martabat kemanusiaan dan keunikan klien yang tidak dibatasi oleh pertimbangan-pertimbangan status sosial atau ekonomif atribut personal, atau corak masalah kesehatannya. 50. Perawat melindungi hak klien akan privasi dengan memegang teguh informasi yang bersifat rahasia. 51. Perawat melindungi klien dan publik bila kesehatan dan keselamatannya terancam oleh praktik seseorang yang tidak berkompeten, tidak etis, atau ilegal. 52. Perawat memikul tanggung jawab atas pertimbangan dan tindakan perawatan yang dijalankan masing-masing individu.

53. Perawat memelihara kompetensi keperawatan. 54. Perawat melaksanakan pertimbangan yang beralasan dan menggunakan kompetensi dan kualifikasi individu sebagai kriteria dalam mengusahakan konsultasi, menerima tanggung jawab, dan melimpahkan kegiatan keperawatan kepada orang lain. 55. Perawat turut serta beraktivitas dalam membantu pengembangan pengetahuan profesi. 56. Perawat turut serta dalam upaya-upaya profesi untuk melaksanakan dan meningkatkan standar keperawatan. 57. Perawat turut serta dalam upaya-upaya profesi untuk membentuk dan membina kondisi kerja yang mendukung pelayanan keperawatan yang berkualitas. 58. Perawat turut serta dalam upaya-upaya profesi untuk melindungi publik terhadap informasi dan gambaran yang salah serta mempertahankan integritas perawat. 59. Perawat bekerjasama dengan anggota profesi kesehatan atau warga masyarakat Iainnya dalam meningkatkan upaya-upaya masyarakat dan nasional untuk memenuhi kebutuhan kesehatan publik. 60. Tanggung jawab Keperawatan Tanggung jawab menunjukkan kewajiban. Ini mengarah kepada kewajiban yang harus dilakukan untuk menyelesaikan pekerjaan secara professional. Manajer dan para staf harus memahami dengan jelas tentang fungsi tugas yang menjadi tanggung jawab masing-masing perawat serta hasil yang ingin dicapai dan bagaimana mengukur kualitas kinerja stafnya. Perawat yang professional akan bertanggung jawab atas semua bentuk tindakan klinis keperawatan atau kebidanan yang dilakukan dalam lingkup tugasnya. Tanggung jawab diperlukan untuk memenuhi kebutuhan dan kinerja yang ditampilkan guna memperoleh hasil pelayanan keperawatan yang berkualitas tinggi. Yang perlu diperhatikan dari pelaksanaan tanggung jawab adalah memahami secara jelas tentang uraian tugas dan spesifikasinya serta dapat dicapai berdasarkan standar yang berlaku atau yang disepakati. Hal ini berarti perawat mempunyai tanggung jawab yang dilandasi oleh komitmen, dimana mereka harus bekerja sesuai fungsi tugas yang dibebankan kepadanya tanggung jawab utama perawat adalah meningkatkan kesehatan, mencegah timbulnya penyakit, memelihara kesehatan, dan mengurangi penderitaan. Untuk melaksanakan tanggung jawab utama tersebut, perawat harus meyakini bahwa:

17. Kebutuhan terhadap pelayanan keperawatan di berbagai ternpat 18. Pelaksanaan praktik keperawatan dititik beratkan pada penghargaan terhadap kehidupan yang bermartabat dan menjunjung tinggi hak asasi manusia 19. Dalam melaksanakan pelayanan kesehatan atau keperawatan kepada individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat, perawat mengikutsertakan kelompok dan instansi terkait. 20. Nilai-nilai Keperawatan Pada tahun 1985, “The American Association Colleges of Nursing” melaksanakan suatu proyek termasuk didalamnya mengidentifikasi nilai-nilai keperawatan. Perkumpulan ini mengidentifikasikan nilai-nilai keperawatan, yaitu: 5. Aesthetics (keindahan) Kualitas obyek suatu peristiwa atau kejadian, seseorang memberikan kepuasan termasuk penghargaan, kreatifitas, imajinasi, sensitifitas dan kepedulian. 5. Altruism (mengutamakan orang lain) Kesediaan memperhatikan kesejahteraan orang lain termasuk keperawatan atau kebidanan, komitmen, arahan, kedermawanan atau kemurahan hati serta ketekunan. 5. Equality (kesetaraan) Memiliki hak atau status yang sama termasuk penerimaan dengan sikap asertif, kejujuran, harga diri dan toleransi 5. Freedom (Kebebasan) Memiliki kapasitas untuk memilih kegiatan termasuk percaya diri, harapan, disiplin serta kebebasan dalam pengarahan diri sendiri. 5. Human dignity (Martabat manusia) Berhubungan dengan penghargaan yang lekat terhadap martabat manusia sebagai individu termasuk didalamnya kemanusiaan, kebaikan, pertimbangan dan penghargaan penuh terhadap kepercayaan. 5. Justice (Keadilan)

Menjunjung tinggi moral dan prinsip-prinsip legal termasuk objektifitas, moralitas, integritas, dorongan dan keadilan serta kewajaran. 5. Truth (Kebenaran) Menerima kenyataan dan realita, termasuk akontabilitas, kejujuran, keunikan dan reflektifitas yang rasional. 5. Hubungan Etika dengan Praktek Keperawatan Aplikasi dalam praktek klinis bagi perawat diperlukan untuk menempatkan etika, nilai-nilai dan perilaku kesehatan pada posisinya. Perawat bisa menjadi sangat frustrasi bila membimbing atau memberikan konsultasi kepada pasien yang mempunyai nilai-nilai dan perilaku kesehatan yang sangat rendah. Hal ini disebabkan karena pasien kurang memperhatikan status kesehatannya. Pertama-tama yang dilakukan oleh perawat adalah berusaha membantu pasien untuk mengidentifikasi etika dan nilai-nilai dasar kehidupannya sendiri. Perawat memiliki komitmen yang tinggi untuk memberikan asuhan yang berkualitas berdasarkan standar perilaku etika yang etis dalam praktek asuhan keperawatan. Pengetahuan tentang perilaku etis dimulai dari pendidikan perawat dan berlanjut pada diskusi formal maupun informal dengan sejawat. Perilaku yang etis mencapai puncaknya bila perawat mencoba dan mencontoh perilaku pengambilan keputusan yang etis untuk membantu memecahkan masalah etika. Dalam hal ini, perawat seringkali menggunakan dua pendekatan yaitu : 5.

Pendekatan berdasarkan Prinsip

Pendekatan berdasarkan prinsip, sering dilakukan dalam etika untuk menawarkan bimbingan untuk tindakan khusus. Beauchamp Childress (1994) menyatakan empat pendekatan prinsip dalam etika antara lain : 17. Sebaiknya mengarah langsung untuk bertindak sebagai penghargaan terhadap kapasitas otonomi setiap orang 18. Menghindarkan berbuat suatu kesalahan 19. Bersedia dengan murah hati memberikan sesuatu yang bermanfaat dengan segala konsekuensinya 20. Keadilan menjelaskan tentang manfaat dan resiko yang dihadapi.

5. Pendekatan berdasarkan Auhan Keperawatan. Ketidakpuasan yang timbul dalam pendekatan berdasarkan prinsip dalam etika mengarahkan banyak perawat untuk memandang “care” atau asuhan sebagai fondasi dan kewajiban. Hubungan perawat dengan pasien merupakan pusat pendekatan berdasarkan asuhan, dimana memberikan langsung perhatian khusus kepada pasien, sebagaimana dilakukan sepanjang kehidupannya sebagai perawat. Perspektif asuhan memberikan arah dengan cara bagaimana perawat dapat membagi waktu untuk dapat duduk bersama dengan pasien, merupakan suatu kewajaran yang dapat membahagiakan bila diterapkan berdasarkan etika. Karakteristik perspektif dari asuhan menurut Taylor (1993) meliputi : 17. Berpusat pada hubungan interpersonal dalam asuhan 18. Meningkatkan penghormatan dan penghargaan terhadap martabat klien atau pasien sebagai manusia 19. Mau mendengarkan dan mengolah saran-saran dari orang lain sebagai dasar yang mengarah pada tanggung jawab profesional 20. Mengingat kembali arti tanggung jawab moral yang meliputi kebajikan seperti: kebaikan, kepedulian, empati, perasaan kasih sayang, dan menerima kenyataan. Dari pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa etika dalam praktek keperawatan sangat berhubungan penting sebagai dasar atau landsasan yang mengatur bagaimana cara perawat melakukan asuhan keperawatan berdasarakan etika keperawatan agar dapat melakukan sesuai konsep dan teori keperawatan.

Sebagai seorang perawat/calon perawat tentunya kita harus mengetahui etika dan hukum dalam profesi kita sebagai landasan kita untuk bekerja memberikan layanan keperawatan kepada masyarakat sehingga kita dijauhkan dari hal-hal yang tidak diinginkan. Etika memerlukan sikap kritis, metodis, dan sistematis dalam melakukan refleksi. Karena itulah etika merupakan suatu ilmu. Sebagai suatu ilmu objek etika adalah tingkah laku manusia (Wikipedia Indonesia) BACA JUGA: Kode Etik Keperawatan Indonesia

Ada 8 prinsip etika keperawatan yang wajib diketahui oleh perawat dalam memberikan layanan keperawatan kepada individu, kelompok/keluarga, dan masyarakat. 33. Otonomi (Autonomi) prinsip otonomi didasarkan pada keyakinan bahwa individu mampu berpikir logis dan mampu membuat keputusan sendiri. Orang dewasa mampu memutuskan sesuatu dan orang lain harus menghargainya. Otonomi merupakan hak kemandirian dan kebebasan individu yang menuntut pembedaan diri. Salah satu contoh yang tidak memperhatikan otonomi adalah Memberitahukan klien bahwa keadaanya baik,padahal terdapat gangguanatau penyimpangan 34. Beneficence (Berbuat Baik) prinsip ini menentut perawat untuk melakukan hal yan baik dengan begitu dapat mencegah kesalahan atau kejahatan. Contoh perawat menasehati klien tentang program latihan untuk memperbaiki kesehatan secara umum, tetapi perawat menasehati untuk tidak dilakukan karena alasan resiko serangan jantung. 35. Justice (Keadilan) nilai ini direfleksikan dalam praktek professional ketika perawat bekerja untuk terapi yang benar sesuai hukum, standar praktik dan keyakinan yang benar untuk memperoleh kualitas pelayanan kesehatan. Contoh ketika perawat dinas sendirian dan ketika itu ada klien baru masuk serta ada juga klien rawat yang memerlukan bantuan perawat maka perawat harus mempertimbangkan faktor-faktor dalam faktor tersebut kemudian bertindak sesuai dengan asas keadilan. 36. Non-maleficence (tidak merugikan) prinsi ini berarti tidak menimbulkan bahaya/cedera fisik dan psikologis pada klien. Contoh ketika ada klien yang menyatakan kepada dokter secara tertulis menolak pemberian transfuse darah dan ketika itu penyakit perdarahan (melena) membuat keadaan klien semakin memburuk dan dokter harus mengistrusikan pemberian transfuse darah. akhirnya transfuse darah ridak diberikan karena prinsi beneficence walaupun pada situasi ini juga terjadi penyalahgunaan prinsi nonmaleficince. 37. Veracity (Kejujuran) nilai ini bukan cuman dimiliki oleh perawat namun harus dimiliki oleh seluruh pemberi layanan kesehatan untuk menyampaikan kebenaran pada setia klien untuk meyakinkan agar klien mengerti. Informasi yang diberikan harus akurat, komprehensif, dan objektif. Kebenaran merupakan dasar membina hubungan saling percaya. Klie memiliki otonomi sehingga mereka berhak mendapatkan informasi yang ia ingin tahu. Contoh Ny. S masuk rumah sakit dengan berbagai macam fraktur karena kecelakaan mobil, suaminya juga ada dalam

kecelakaan tersebut dan meninggal dunia. Ny. S selalu bertanya-tanya tentang keadaan suaminya. Dokter ahli bedah berpesan kepada perawat untuk belum memberitahukan kematian suaminya kepada klien perawat tidak mengetahui alasan tersebut dari dokter dan kepala ruangan menyampaikan intruksi dokter harus diikuti. Perawat dalam hal ini dihadapkan oleh konflik kejujuran. 38. Fidelity (Menepati janji) tanggung jawab besar seorang perawat adalah meningkatkan kesehatan, mencegah penyakit, memulihkan kesehatan, dan meminimalkan penderitaan. Untuk mencapai itu perawat harus memiliki komitmen menepati janji dan menghargai komitmennya kepada orang lain. 39. Confidentiality (Kerahasiaan) kerahasiaan adalah informasi tentang klien harus dijaga privasi klien. Dokumentasi tentang keadaan kesehatan klien hanya bisa dibaca guna keperluan pengobatan dan peningkatan kesehatan klien. Diskusi tentang klien diluar area pelayanan harus dihindari. 40. Accountability (Akuntabilitasi) akuntabilitas adalah standar yang pasti bahwa tindakan seorang professional dapat dinilai dalam situasi yang tidak jelas atau tanda tekecuali. Contoh perawat bertanggung jawab pada diri sendiri, profesi, klien, sesame teman sejawat, karyawan, dan masyarakat. Jika perawat salah memberi dosis obat kepada klien perawat dapat digugat oleh klien yang menerima obat, dokter yang memberi tugas delegatif, dan masyarakat yang menuntut kemampuan professional. KASUS DAN PEMBAHASAN

KASUS : Seorang laki-laki usia 65 tahun menderita kanker kolon terminal dengan metastase yang telah resisten terhadap tindakan kemoterapi dan radiasi dibawa ke IGD karena jatuh dari kamar mandi dan menyebabkan robekan di kepala. laki-laki tersebut mengalami nyeri abdomen dan tulang dan kepala yang hebat dimana sudah tidak dapat lagi diatasi dengan pemberian dosis morphin intravena. Hal itu ditunjukkan dengan adanya rintihan ketika istirahat dan nyeri bertambah hebat saat laki-laki itu mengubah posisinya. Walapun klien tampak bisa tidur namun ia sering meminta diberikan obat analgesik. Kondisi klien semakin melemah dan mengalami sesak yang tersengal-sengal sehingga mutlak

membutuhkan bantuan oksigen dan berdasar diagnosa dokter, klien maksimal hanya dapat bertahan beberapa hari saja. Melihat penderitaan pasien yang terlihat kesakitan dan mendengar informasi dari dokter, keluarga memutuskan untuk mempercepat proses kematian pasien melalui euthanasia pasif dengan pelepasan alat-alat kedokteran yaitu oksigen dan obat obatan lain dan dengan keinginan agar dosis analgesik ditambah. Dr spesilalist onkologi yang ditelp pada saat itu memberikan advist dosis morfin yang rendah dan tidak bersedia menaikan dosis yang ada karena sudah maksimal dan dapat bertentangan dengan UU yang ada. Apa yang seharusnya dilakukan oleh anda selaku perawat yang berdinas di IGD saat itu menghadapi desakan keluarga yang terus dilakukan?.

Kasus di atas merupakan salah satu contoh masalah dilema etik (ethical dilemma). Dilema etik merupakan suatu masalah yang sulit dimana tidak ada alternatif yang memuaskan atau suatu situasi dimana alternatif yang memuaskan dan tidak memuaskan sebanding. Dalam dilema etik tidak ada yang benar atau salah. Untuk membuat keputusan yang etis, seseorang harus tergantung pada pemikiran yang rasional dan bukan emosional. Kerangkan pemecahan dilema etik banyak diutarakan dan pada dasarnya menggunakan kerangka proses keperawatan / pemecahan masalah secara ilmiah (Thompson & Thompson, 1985).

Kozier et. al (2004) menjelaskan kerangka pemecahan dilema etik sebagai berikut : Mengembangkan data dasar Mengidentifikasi konflik Membuat tindakan alternatif tentang rangkaian tindakan yang direncanakan dan mempertimbangkan hasil akhir atau konsekuensi tindakan tersebut Menentukan siapa pengambil keputusan yang tepat Mendefinisikan kewajiban perawat Membuat keputusan

PEMECAHAN KASUS DILEMA ETIK

1. Mengembangkan data dasar : Mengembangkan data dasar disini adalah dengan mencari lebih lanjut informasi yang ada mengenai dilema etik yang sedang dihadapi. Mengembangkan data dasar melalui : a)

Menggali informasi lebih dalam terhadap pihak pihak yang terlibat meliputi : Klien, keluarga

dokter, dan perawat. b)

Identifikasi mengenai tindakan yang diusulkan : tidak menuruti keinginan keluarga untuk melepas

alat bantu nafas atau juga untuk memberikan penambahan dosis morphin. c)

Maksud dari tindakan tersebut : agar tidak membahayakan diri klien dan tidak melanggar

peraturan yang berlaku. d)

Konsekuensi tindakan yang diusulkan, bila tidak menuruti keluarga untuk melepas alat bantu nafas

dan tidak diberikan penambahan dosis morphin, klien dan keluarganya menyalahkan perawat karena dianggap membiarkan pasien menderita dan apabila keluarga klien kecewa terhadap pelayanan di IGD mereka bisa menuntut ke rumah sakit.

2. Mengidentifikasi konflik akibat situasi tersebut : Penderitaan klien dengan kanker colon yang sudah mengalami metastase mengeluh nyeri yang tidak berkurang dengan dosis morphin yang telah ditetapkan. Keluarga meminta penambahan dosis pemberian morphin untuk mengurangi keluhan nyerinya dan memutuskan untuk tidak memberikan alat bantu apapun termasuk oksigen, Keluarga mendukung keinginan klien agar terbebas dari keluhan nyeri. Konflik yang terjadi adalah :

a)

Tidak memberikan Oksigen dan penambahan dosis pemberian morphin dapat mempercepat

kematian klien yang berarti melanggar prinsip etik Beneficience- Nonmaleficience b)

Tidak memenuhi keinginan klien terkait dengan pelanggaran hak klien yang dapat melanggar nilai

autonomy.

3.Tindakan alternatif tentang rangkaian tindakan yang direncanakan dan konsekuensi tindakan tersebut a. Tidak menuruti keinginan pasien tentang penambahan dosis obat pengurang nyeri dan melepaskan oksigen Konsekuensi : 1)

Tidak mempercepat kematian klien

2)

Membiarkan Klien meninggal sesuai proses semestinya

3)

Tidak melanggar peraturan mengenai pemberian morfin

4)

Keluhan nyeri pada klien akan tetap berlangsung

5)

Pelanggaran terhadap hak pasien untuk menentukan nasibnya sendiri

6)

Keluarga dan pasien cemas dengan situasi tersebut

b. Tidak menuruti keinginan klien, dan perawat membantu untuk manajemen nyeri. Konsekuensi : 1)

Tidak mempercepat kematian pasien

2)

Klien dibawa pada kondisi untuk beradaptasi pada nyerinya (meningkatkan ambang nyeri)

3)

Keinginan klien untuk menentukan nasibnya sendiri tidak terpenuhi

c. Menuruti keinginan klien untuk menambah dosis morphin namun tidak sering dan apabila diperlukan. . Konsekuensi : 1)

Risiko mempercepat kematian klien sedikit dapat dikurangi

2)

Klien pada saat tertentu bisa merasakan terbebas dari nyeri sehingga ia dapat cukup beristirahat.

3)

Hak klien sebagian dapat terpenuhi.

4)

Kecemasan pada klien dan keluarganya dapat sedikit dikurangi.

5)

Beresiko melanggar peraturan yang berlaku.

d. Tidak menuruti keinginan keluarga dan membantu keluarga dalam proses berdukanya Konsekuensi : 1)

Tidak mempercepat kematian klien

2)

Keluarga dapat melewati proses berduka dengan seharusnya

3)

Keluarga tidak menginginkan dilakuakn euthanasia terhadap pasien

4. Menentukan siapa pengambil keputusan yang tepat : Pada kasus di atas dokter adalah pihak yang membuat keputusan, karena dokterlah yang secara legal dapat memberikan ijin penambahan dosis morphin. Namun hal ini perlu didiskusikan dengan klien dan keluarganya mengenai efek samping yang dapat ditimbulkan dari penambahan dosis tersebut. Perawat membantu klien dan keluarga klien dalam membuat keputusan bagi dirinya. Perawat selalu mendampingi pasien dan terlibat langsung dalam asuhan keperawatan yang dapat mengobservasi mengenai respon nyeri, kontrol emosi dan mekanisme koping klien, mengajarkan manajemen nyeri, sistem dukungan dari keluarga serta sistem berduka keluarga dan lain-lain.

5. Mendefinisikan kewajiban perawat 1)

Memfasilitasi klien dalam manajemen nyeri yang sesuai

2)

Membantu proses adaptasi klien terhadap nyeri / meningkatkan ambang nyeri

3)

Mengoptimalkan sistem dukungan keluarga untuk pasien

4)

Membantu klien untuk lebih mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan

keyakinannya 5)

Membantu Keluarga untuk menemukan mekanisme koping yang adaptif terhadap masalah yang

sedang dihadapi 6)

Memfasilitasi sistem berduka keluarga dengan memberikan support.

6. Membuat keputusan Dalam kasus di atas terdapat dua tindakan yang memiliki risiko dan konsekuensi masing-masing terhadap klien. Perawat dan dokter perlu mempertimbangkan pendekatan yang paling menguntungkan / paling tepat untuk klien. Namun upaya alternatif tindakan lain perlu dilakukan terlebih dahulu misalnya manajemen nyeri (relaksasi, pengalihan perhatian, atau meditasi) beserta perbaikan terhadap sistem berduka keluarga dan kemudian dievaluasi efektifitasnya. Apabila terbukti efektif diteruskan namun apabila alternatif tindakan tidak efektif maka keputusan yang sudah ditetapkan antara petugas kesehatan dan klien/ keluarganya akan dilaksanakan.

Pemecahan Dilema Etik dalam Kasus Penderitaan Klien dan Euthanasia Pasif KASUS : Seorang wanita berumur 50 tahun menderita penyakit kanker payudara terminal dengan metastase yang telah resisten terhadap tindakan kemoterapi dan radiasi. Wanita tersebut mengalami nyeri tulang yang hebat dimana sudah tidak dapat lagi diatasi dengan pemberian dosis morphin intravena. Hal itu ditunjukkan dengan adanya rintihan ketika istirahat dan nyeri bertambah hebat saat wanita itu mengubah posisinya. Walapun klien tampak bisa tidur namun ia sering meminta diberikan obat analgesik, dan keluarganya pun meminta untuk dilakukan penambahan dosis pemberian obat analgesik.

Saat dilakukan diskusi perawat disimpulkan bahwa penambahan obat analgesik dapat mempercepat kematian klien. Kasus di atas merupakan salah satu contoh masalah dilema etik (ethical dilemma). Dilema etik merupakan suatu masalah yang sulit dimana tidak ada alternatif yang memuaskan atau suatu situasi dimana alternatif yang memuaskan dan tidak memuaskan sebanding. Dalam dilema etik tidak ada yang benar atau salah. Untuk membuat keputusan yang etis, seseorang harus tergantung pada pemikiran yang rasional dan bukan emosional. Kerangkan pemecahan dilema etik banyak diutarakan dan pada dasarnya menggunakan kerangka proses keperawatan / pemecahan masalah secara ilmiah (Thompson & Thompson, 1985). Kozier et. al (2004) menjelaskan kerangka pemecahan dilema etik sebagai berikut : 25. Mengembangkan data dasar 26. Mengidentifikasi konflik 27. Membuat tindakan alternatif tentang rangkaian tindakan yang direncanakan dan mempertimbangkan hasil akhir atau konsekuensi tindakan tersebut 28. Menentukan siapa pengambil keputusan yang tepat 29. Mendefinisikan kewajiban perawat 30. Membuat keputusan PEMECAHAN KASUS DILEMA ETIK 1. Mengembangkan data dasar : a. Orang yang terlibat : Klien, keluarga klien, dokter, dan perawat b.Tindakan yang diusulkan : tidak menuruti keinginan klien untuk memberikan penambahan dosis morphin. c.Maksud dari tindakan tersebut : agar tidak membahayakan diri klien d.Konsekuensi tindakan yang diusulkan, bila tidak diberikan penambahan dosis morphin, klien dan keluarganya menyalahkan perawat dan apabila keluarga klien kecewa terhadap pelayanan di bangsal mereka bisa menuntut ke rumah sakit. 2. Mengidentifikasi konflik akibat situasi tersebut : Penderitaan klien dengan kanker payudara yang sudah mengalami metastase mengeluh nyeri yang tidak

berkurang dengan dosis morphin yang telah ditetapkan. Klien meminta penambahan dosis pemberian morphin untuk mengurangi keluhan nyerinya. Keluarga mendukung keinginan klien agar terbebas dari keluhan nyeri. Konflik yang terjadi adalah : a.Penambahan dosis pemberian morphin dapat mempercepat kematian klien. b.Tidak memenuhi keinginan klien terkait dengan pelanggaran hak klien. 3.Tindakan alternatif tentang rangkaian tindakan yang direncanakan dan konsekuensi tindakan tersebut a. Tidak menuruti keinginan pasien tentang penambahan dosis obat pengurang nyeri. Konsekuensi : 1)Tidak mempercepat kematian klien 2)Keluhan nyeri pada klien akan tetap berlangsung 3)Pelanggaran terhadap hak pasien untuk menentukan nasibnya sendiri 4)Keluarga dan pasien cemas dengan situasi tersebut b. Tidak menuruti keinginan klien, dan perawat membantu untuk manajemen nyeri. Konsekuensi : 1)Tidak mempercepat kematian pasien 2)Klien dibawa pada kondisi untuk beradaptasi pada nyerinya (meningkatkan ambang nyeri) 3)Keinginan klien untuk menentukan nasibnya sendiri tidak terpenuhi c. Menuruti keinginan klien untuk menambah dosis morphin namun tidak sering dan apabila diperlukan. Artinya penambahan diberikan kadang-kadang pada saat tertentu misalnya pada malam hari agar klien bisa tidur cukup. Konsekuensi : 1) Risiko mempercepat kematian klien sedikit dapat dikurangi 2) Klien pada saat tertentu bisa merasakan terbebas dari nyeri sehingga ia dapat cukup beristirahat. 3) Hak klien sebagian dapat terpenuhi. 4) Kecemasan pada klien dan keluarganya dapat sedikit dikurangi. 4. Menentukan siapa pengambil keputusan yang tepat : Pada kasus di atas dokter adalah pihak yang membuat keputusan, karena dokterlah yang secara legal dapat memberikan ijin penambahan dosis morphin. Namun hal ini perlu didiskusikan dengan klien dan keluarganya mengenai efek samping yang dapat ditimbulkan dari penambahan dosis tersebut. Perawat

membantu klien dan keluarga klien dalam membuat keputusan bagi dirinya. Perawat selalu mendampingi pasien dan terlibat langsung dalam asuhan keperawatan yang dapat mengobservasi mengenai respon nyeri, kontrol emosi dan mekanisme koping klien, mengajarkan manajemen nyeri, sistem dukungan dari keluarga, dan lain-lain. 5. Mendefinisikan kewajiban perawat a.Memfasilitasi klien dalam manajemen nyeri b.Membantu proses adaptasi klien terhadap nyeri / meningkatkan ambang nyeri c.Mengoptimalkan sistem dukungan d.Membantu klien untuk menemukan mekanisme koping yang adaptif terhadap masalah yang sedang dihadapi e.Membantu klien untuk lebih mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan keyakinannya 6. Membuat keputusan Dalam kasus di atas terdapat dua tindakan yang memiliki risiko dan konsekuensi masing-masing terhadap klien. Perawat dan dokter perlu mempertimbangkan pendekatan yang paling menguntungkan / paling tepat untuk klien. Namun upaya alternatif tindakan lain perlu dilakukan terlebih dahulu misalnya manajemen nyeri (relaksasi, pengalihan perhatian, atau meditasi) dan kemudian dievaluasi efektifitasnya. Apabila terbukti efektif diteruskan namun apabila alternatif tindakan tidak efektif maka keputusan yang sudah ditetapkan antara petugas kesehatan dan klien/ keluarganya akan dilaksanakan. DISKUSI :

Suatu intervensi medis yang bertujuan untuk mengurangi penderitaan klien namun dapat mengakibatkan kematian klien atau membantu pasien bunuh diri disebut sebagai euthanasia aktif. Di Indonesia hal ini tidak dibenarkan menurut undang-undang, karena tujuan dari euthanasia aktif adalah mempermudah kematian klien. Sedangkan euthanasia pasif bertujuan untuk mengurangi rasa sakit dan penderitaan klien namun membiarkannya dapat berdampak pada kondisi klien yang lebih berat bahkan memiliki konsekuensi untuk mempercepat kematian klien. Walaupun sebagian besar nyeri pada kanker dapat ditatalaksanakan oleh petugas kesehatan profesional yang telah dilatih dengan manajemen nyeri, namun hal tersebut tidak dapat membantu sepenuhnya pada penderitaan klien tertentu. Upaya untuk mengurangi penderitaan nyeri klien mungkin akan mempercepat kematiannya, namun tujuan utama dari tindakan adalah untuk mengurangi nyeri dan penderitaan klien.

PRINSIP LEGAL DAN ETIK : 13. Euthanasia (Yunani : kematian yang baik) dapat diklasifikasikan menjadi aktif atau pasif. Euthanasia aktif merupakan tindakan yang disengaja untuk menyebabkan kematian seseorang. Euthanasia pasif merupakan tindakan mengurangi ketetapan dosis pengobatan, penghilangan pengobatan sama sekali atau tindakan pendukung kehidupan lainnya yang dapat mempercepat kematian seseorang. Batas kedua tindakan tersebut kabur bahkan seringkali merupakan yang tidak relevan. 14. Menurut teori mengenai tindakan yang mengakibatkan dua efek yang berbeda, diperbolehkan untuk menaikkan derajat/dosis pengobatan untuk mengurangi penderitaan nyeri klien sekalipun hal tersebut memiliki efek sekunder untuk mempercepat kematiannya. 15. Prinsip kemanfaatan (beneficence) dan tidak merugikan orang lain (non maleficence) dapat dipertimbangkan dalam kasus ini. Mengurangi rasa nyeri klien merupakan tindakan yang bermanfaat, namun peningkatan dosis yang mempercepat kematian klien dapat dipandang sebagai tindakan yang berbahaya. Tidak melakukan tindakan adekuat untuk mengurangi rasa nyeri yang dapat membahayakan klien, dan tidak mempercepat kematian klien merupakan tindakan yang tepat (doing good). PEMBAHASAN KASUS Ny. M seorang ibu rumah tangga, umur 35 tahun, mempunyai seorang anak umur 4 tahun, Ny.M. berpendidikan SMA, dan suami Ny.M bekerja sebagai PNS di suatu kantor kelurahan. Saat ini Ny.M dirawat di ruang kandungan sejak 3 hari yang lalu.Sesuai hasil pemeriksaan Ny.M positif menderita kanker rahim grade III, dan dokter merencanakan untuk dilakukan operasi pengangkatan kanker rahim. Semua pemeriksaan telah dilakukan untuk persiapan operasi Ny.M. Menjelang dua hari operasi, Ny.M hanya diam dan tampak cemas dan binggung dengan rencana operasi yang akan dijalaninnya. Dokter hanya menjelaskan bahwa Ny.m harus dioperasi karena tidak ada tindakan lain yang dapat dilakukan dan dokter memberitahu perawat kalau Ny.M atau keluarganya bertanya, sampaikan operasi adalah jalan terakhir. Dan jangan dijelaskan tentang apapun, tunggu saya yang akan menjelaskannya. Saat menghadapi hal tersebut Ny.M berusaha bertanya kepada perawat ruangan yang merawatnya. Ny.M bertanya kepada perawat beberapa hal, yaitu: “apakah saya masih bisa punya anak setelah dioperasi nanti”.karena kami masih ingin punya anak. “apakah masih ada pengobatan yang lain selain operasi” dan “apakah operasi saya bisa diundur dulu suster”

Dari beberapa pertanyaan tersebut perawat ruangan hanya menjawab secara singkat,“ibu kan sudah diberitahu dokter bahwa ibu harus operasi” “penyakit ibu hanya bisa dengan operasi, tidak ada jalan lain” “yang jelas ibu tidak akan bisa punya anak lagi…” “Bila ibu tidak puas dengan jawaban saya, ibu tanyakan lansung dengan dokternya…ya.” Dan setelah menjawab beberapa pertanyaan Ny.M. perawat memberikan surat persetujuan operasi untuk ditanda tangani, tetapi Ny.M mengatakan “saya menunggu suami saya dulu suster”, perawat mengatakan “secepatnya ya bu… besok ibu sudah akan dioperasi”tanpa penjelasan lain, perawat meninggalkan Ny.M. Sehari sebelum operasi Ny.M berunding dengan suaminya dan memutuskan menolak operasi dengan alasan, Ny.M dan suami masih ingin punya anak lagi. Dengan penolakan Ny.M dan suami, perawat mengatakan pada Ny.M dan suami” Ibu ibu tidak boleh begitu, ibu harus dioperasi agar penyakit ibu tidak parah, kita hanya berusaha” dan perawat meninggalkan pasien dan suami tanpa penjelasan apapun. Dan setelah penolakan pasien tersebut, perawat A datang ke Kepala ruangan dan mengatakan bahwa Ny.M menolak untuk operasi. Ny.M masih ragu karena dokter belum menjelaskan rencana operasi yang akan dilakukan, Kepala ruangan bertanya kepada perawat A “kenapa tidak dijelaskan” Perawat A menjawab “pesan dokter, saya tidak boleh menjelaskan tentang operasi tersebut, disuruh menunggu dokter…”, kepala ruangan mengatakan “ kalau begitu buat surat pernyataan saja” dan kita sampaikan ke dokter bedahnya. Dan sampai saat ini dokter belum menjelaskan operasi yang akan dilakukan pada Ny.M dan keluarga. Dan akhirnya pasien pulang. Beberapa hari kemudian Rumah Sakit mendapat surat keluhan dari keluarga Ny.M yang berisi ketidakpuasan dari pelayanan dimana Ny.M dirawat. Oleh karena itu pihak Rumah Sakit (pimpinan) menanggapi surat tersebut dan berusaha mencari tahu kebenaran kasus yang tejadi pada Ny.M dan akan mengambil tindakan bila ada unsure pelanggaran kode etik dalam pelayanan kesehatan yang dilakukan staff Rumah Sakit. Sekilas berkaitan dengan ruangan, kepala ruangan adalah Ners S1 yang bekerja telah lima tahun dan perawat A, adalah perawat lulusan DIII baru bekerja diruang tersebut dua tahun. G. ANALISA KASUS Hal pertama yang harus dilakukan oleh tim pencari fakta adalah mengumpulkan informasi yang berkaitan dengan beberapa informasi yang diperlukan, baik dari internal maupun exsternal ruangan

termasuk staf yang terlibat, perawat primer, kepala ruangan dan dokter yang merawat dan pasien/keluarga. Hal-hal lain yang menyangkut prinsip-prinsip moral dalam pemberian asuhan keperawatan dan berkaitan dengan standarisasi asuhan keperawatan yang diberikan (SOP). Pada kasus yang melibatkan Ny.M dapat dianalisa dengan beberapa hal menyangkut nilai-nilai etika, prinsip moral dalam professional keperawatan, Kode etik keperawatan (PPNI), hak-hak pasien, hak dan kewajiban perawat dan juga bentuk standar praktek keperawatan yang harus dilaksanakan pada pasien yang akan menjalani operasi. Bila diidentifikasi masalah-masalah yang mungkin merupakan pelanggaran etik yang terjadi dan merupakan data dari informasi yang dibutuhkan, adalah sebagai berikut: 1.

Berkaitan dengan prinsip-prinsip moral/etik dalam praktek keperawatan, yaitu:

a.

Otonomi pasien

Prinsip autonomy menegaskan bahwa seseorang mempunyai kemerdekaan untuk menentukan keputusan dirinya menurut rencana pilihannya sendiri. Bagian dari apa yang diperlukan dalam ide terhadap respect terhadap seseorang, menurut prinsip ini adalah menerima pilihan individu tanpa memperhatikan apakah pilihan seperti itu adalah kepentingannya. Seperti telah banyak dijelaskan dalam teori bahwa otonomi merupakan bentuk hak individu dalam mengatur keinginan melakukan kegiatan atau prilaku. Kebebasan dalam memilih atau menerima suatu tanggung jawab terhadap dirinya sendiri. Pada kasus Ny.M. bahwa pasien menginginkan informasi yang banyak tentang tindakan operasi yang akan dilakukan terhadap dirinnya, informasi-informasi yang dibutuhkannya karena Ny.M berkeinginan bahwa ia masih ingin punya anak lagi dan bila operasi dilakukan berarti pasien merasa tidak akan mempunyai anak lagi. Tetapi keinginan pasien untuk mendapat informasi yang lebih banyak tidak terpenuhi, hal inilah yang menjadi dilema bagi pasien sementara itu kondisi sakitnya akan membuat Ny.M tidak tertolong lagi. Penolakan Ny.M dan keluarga untuk dilakukan operasi merupakan hak pasien tetapi, hak dan kewajiban perawat juga untuk dapat memberikan asuhan keperawatan yang optimal dengan membantu penyembuhan pasien yaitu dengan jalan dilakukan operasi. b.

Advokasi perawat terhadap pasien

Advokasi merupakan salah satu peran perawat dalam menjalankan praktek keperawaatan dan asuhan keperawatannya. Perawat seharusnya memberikan penjelasan lebih rinci dan mendukung pasien agar dapat berkonsultasi kepada tim dokter yang akan melakukan operasinya. Advoaksi perawat yang dapat dilakukan pada kondisi kasus Ny.M, dapat berupa: penjelasan yang jelas dan terinci tentang kondisi yang dialami Ny.M, melakukan konsultasi dengan tim medis berkaitan denganmaslah tersebut, juga harus disampaikan bahwa Ny.M ingin mempunyai anak lagi. Bentukbentuk advokasi inilah yang memungkinkan tim baik keperawatan dan medis akan bersama menjelaskan dengan lengkap dan baik. Bentuk advokasi lainnya adalah Perawat ruangan dapat membuat tim keperawatan dan medis dan dapat menberikan informasi dan komunikasi yang baik pada pasien. 2.

Berkaitan hak-hak pasien

Pada teori telah dijelaskan bahwa pasien juga mempunyai hak-hak yang harus diperhatikan oleh perawata dalam praktek keperawatan, diantarannya yang berhubungan dengan kasus Ny.M. Pasien berhak mendapatkan informasi yang lengkap jelas, pasien berhak memperoleh informasi terbaru baik dari tim medis dan perawat yang mengelolannya, pasien juga berhak untuk memilih dan menolak pengobatan ataupun asuhan bila merasa dirinnya tidak berkenan. Ny.M. merasa bahwa dirinya tidak memperoleh informasi yang diharapkannya, pasien berharap banyak informasi dan hal-hal yang berkaitan dengan kondisinnya sehingga pasien dapat memnentukan pilihannya dengan tepat. Apapun pilihan pasien dan keputusan pasien setelah mendapatkan informasi yang jela merupakan hak automi pasien. 3.

Berkaitan Kode Etik Keperawatan (PPNI)

a.

Kewajiban perawat dalam melaksanakan tugas.

Sebagai tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan langsung kepada individu, keluarga dan masyarakat, perawat berkewajiban untuk melaksanakan kode etik profesinya dan menjalankan semua kewajiban yang didasari oleh nilai-nilai moral yang telah diatur dalam profesinya. Terdapat beberapa kewajiban perawat yang tidak dijalankan dengan baik dalam kasus Ny.M. diantaranya berkewajiban memberikan informasi, komunikasi kepada pasien, memberikan peran perlindungan kepada pasien, perawat wajib memberi kesempatan kepada pasien untuk dapat menentukan pilihan dan memberikan alternative penyelesaian atas kondisi dan keinginan pasien dalam arti bahwa perawat wajib menghargai pilihan atau autonomi pasien. Sesuai kode etik keperawatan

(PPNI) bahwa perawat senantiasa mengutamakan perlindungan dan keselamatan pasien dalam melaksanakan tugas keperawatan serta matang dalam melaksanakan tugas. Bila kewajiban diatas dapat dilaksanakan dengan baik maka dapat memberikan kesempatan kepada Ny.M dan keluarga dapat berfikir rasional dan logic atas kondisi yang menimpannya. b. Hubungan Perawat terhadap Pasien, tenaga kesehatan lain (dokter) Sesuai kode etik keperawatan (PPNI) bahwa perawat senantiasa menjaga hubungan baik antar sesame perawat, pasien dan tenaga kesehatan lain dengan tujuan keserasian suasana dan ligkungan kerja maupun dalam mencapai tujuan pelayanan kesehatan secara menyeluruh. Pada kasus Ny.M terdapat beberapa dilema etik yaitu perawat tidak mampu mengambil suatu keputusan yang terbaik dari intruksi yang telah disampaikan oleh dokter seharusnya perawat mengklarifikasi atas apa yang disampaikan oleh tim medis. Dan perlunya tim konsultasi yang berkaitan dengan masalah-masalah yang terggambar pada kasus Ny.M. tim inilah yang merupakan kelompok yang baik sebagai tempat untuk menjelaskan kondisi pasien. Tim inipun akan memberikan alternatif-alternatif atau masukan yang berarti tentang dampak dari tindakan dan bila tidak dilakukan tindakan. Tim ini juga terdiri dari beberapa profesi yaitu: medis, keperawatan, dan tenaga lain yang berkaitan dengan masalah Ny.M. Hubungan yang baik harus diciptakan sehingga pada setiap interaksi dengan pasien terjadi komunikasi yang terintegrasi dan menyeluruh sehingga informasi yang diberikan kepada pasien dapat sama dan saling menunjang. 4.

Berkaitan nilai-nilai praktek keperawatan professional.

Secara teori dikatakan bahwa nilai-nilai professional perawat harus selalu dijalankan pada setiap berhubungan dan melaksanakan praktek keperawatan, nilai-nilai professional yang dimaksud yaitu Aesthetics, altruism, equality, freedom, human dignity, justice dan truth. Dari kasus Ny.M. dapat dikatakan bahwa perawat ruangan menlanggar nilai-nilai praktek profesionalnya. Sifat altruism yang ditunjukan pada pasien Ny.M tidak terlihat sama sekali apalagi kepedulian “caring” terhadap Ny.M, seakan perawat mengabaikan pasien, selayaknya perawat menunjukan perhatiannya kepada pasien terhadap isu/kondisi saat ini sehingga dampak dari tindakan/pengobatan dapat melegakan bagi pasien. Disamping itu nilai kebebasan dalam menentukan sikap terhadap tindakan/pengobatan yang diambil oleh tim medis seharusnya perawat menggunakan kapasitasnya secara independent, confidence, serta menghargai hak pasien.

Nilai yang lain adalah menghargai martabat manusia dengan sikap empathy, respect full, yang dapat dijalankan oleh perawat menghadapi kasus Ny.M. penting dalam melindungi hak individu, memperlakukan pasien sesuai keinginannya. Disamping nilai-nilai tersebut penting juga berkata jujur sesuai kebenaran, walaupun kadang-kandang kebenaran itu akan memberikan dampak yang tidak selalu baik, tetapi dalam nilai kebenaran ini yang penting adalah perlu dilihat kondisi, dampak dan apa keinginan pasien sehingga apa yang kita sampaikan kepada pasien dapat diterima dan dipertimbangkan dengan baik, apapun keputusannya dapat memberikan keduannya hal yang baik yang telah dilaksanakan. 5.

Tinjauan dari standar praktek dan SOP

Didalam standar praktek keperawatan pada pasien yang akan dilakukan operasi harus dipersiapkan baik fisik dan mental, termasuk memberikan informasi-informasi yang berkaitan dengan rencana operasi yang akan dilakukan. Saat penanda tanganan persetujuan operasi harus dijelaskan, walaupun kewajiban memberikan informasi hal tersebut adalah dokter yang akan melakukan operasi, tetapi perawat harus tetap mendampingi dan memberikan advokasi dan memberikan penjelasan lain secara lengkap agar pasien dapat menjalani operasi dengan baik. Didalam setiap SOP-pun hal ini telah diidentifikasi beberapa tindakan yang harus dilakukan pada pasien yang akan menjalani operasi, maka harus dilihat lagi apakah SOP di ruangan tersebut telah tersedia dan selalu diperbaharui. H. PENYELESAIAN KASUS Dalam menyelesaikan kasus dilema etik yang terjadi pada kasus Ny. M, dapat diambil salah satu kerangka penyelesaian etik, yaitu kerangka pemecahan etik yang dikemukan oleh Kozier, erb. (1989), dengan langkah-langkah sebagai berikut: 1.

Mengembangkan data dasar dalam hal klarifiaksi dilema etik, mencari informasi sebanyaknya,

berkaitan dengan: a. Orang yang terlibat, yaitu: Pasien, suami pasien, dokter bedah/kandungan, kepala ruangan dan perawat primer. b. Tindakan yang diusulkan, yaitu: Akan dilakukan operasi pengangkatan kandungan/rahim pada Ny.M. dan perawat primer tidak boleh menyampaikan hal-hal yang berkaitan dengan operasi, menunggu dokter bedahnya.

c.

Maksud dari tindakan, yaitu: Agar kanker rahim yang dialami Ny.M dapat diangkat (tidak menjalar

ke organ lain) dan pengobatan tuntas. d. Konsekuensi dari tindakan yang diusulkan, yaitu: bila operasi tetap dilaksanakan keinginan Ny.M dan keluarga untuk mempunyai anak kemungkinan tidak bisa lagi dan bila operasi tidak dilakukan penyakit/kanker rahim Ny.M kemungkinan akan menjadi luas. Dan mengenai pesan dokter untuk tidak menjelaskan hal-hal yang berkaitan dengan rencana operasi Ny.M, bila dilaksanakan pesan tersebut, perawat melannggar prinsip-prinsip moral, dan bila pesan dokter tersebut melanggar janji terhadap teman sejawat.

2.

Mengidentifikasi konflik yang terjadi berdasarkan situasi tersebut.

a.

Konflik yang terjadi pada perawat A, yaitu:

-

Bila menyampaikan penjelasan dengan selengkapnya perawat kawatir akan kondisi Ny.M akan

semakin parah dan stress, putus asa akan keinginannya untuk mempunyai anak. -

Bila tidak dijelaskan seperti kondisi tersebut, perawat tidak melaksanakan prinsip-prinsip

professional perawat -

Atas penolakan pasien perawat merasa hal itu kesalahan dari dirinya

-

Berkaitan dengan pesan dokter, keduanya mempunyai dampak terhadap prinsip-prinsip moral/etik.

-

Bila perawat menyampaikan pesan dokter, perawat A melangkahi wewenang yang diberikan oleh

dokter, tetapi bila tidak disampaikan perawat A tidak bekerja sesuai standar profesi. b.

Konflik yang terjadi pada Kepala Ruangan, yaitu:

-

Berkaitan dengan pesan dokter kondisinya sama dengan perawat primer

-

Atas penolakan pasien merupakan gambaran manajemen ruangan yang kurang terkoordinasi

dengan baik. -

Meninjau kembali SOP pada pasien yang akan dilakukan operasi apakah masih relevan atau tidak.

3.

Membuat tindakan alternatif tentang rangkaian tindakan yang direncanakan dan

mempertimbangkan hasil akhir atau konsekuensi tindakan tersebut.

a.

Menjelaskan secara rinci rencana tindakan operasi termasuk dampak setelah dioperasi.

b.

Menjelaskan dengan jelas dan rinci hal-hal yang berkaitan dengan penyakit bila tidak dilakukan

tindakan operasi c.

Memberikan penjelasan dan saran yang berkaitan dengan keinginan dari mempunyai anak lagi,

kemungkinan dengan anak angkat dan sebagainnya. d.

Mendiskusikan dan memberi kesempatan kepada keluarga atas penolakan tindakan operasi dan

memberikan alternative tindakan yang mungkin dapat dilakukan oleh keluarga. e.

Memberikan advokasi kepada pasien dan keluarga untuk dapat bertemu dan mendapat

penjelasan langsung pada dokter bedah, dan memfasilitasi pasien dan kelurga untuk dapat mendapat penjelasan seluas-luasnya tentang rencana tindakan operasi dan dampaknya bila dilakukan dan bila tidak dilakukan. 4.

Menentukan siapa yang terlibat dalam masalah tersebut dan siapa pengambil keputusan yang

tepat. Perawat tidak membuat keputusan untuk pasien, tetapi perawat membantu dalam membuat keputusan bagi dirinya dan keluarganya, tetapi dalam hal ini perlu dipikirkan, beberapa hal: a. Siapa yang sebaiknya terlibat dalam membuat keputusan dan mengapa mereka ditunjuk. b. Untuk siapa saja keputusan itu dibuat c.

Apa kriteria untuk menetapkan siapa pembuat keputusan (social, ekonomi, fisiologi, psikologi dan

peraturan/hukum). d. Sejauh mana persetujuan pasien dibutuhkan e. Apa saja prinsip moral yang ditekankan atau diabaikan oleh tindakan yang diusulkan. Dalam kasus Ny.M. dokter bedah yakin bahwa pembuat keputusan, jadi atau tidaknya untuk dilakukan operasi adalah dirinya, dengan memperhatikan faktor-faktor dari pasien, dokter akan memutuskan untuk memberikan penjelasan yang rinci dan memberikan alternatif pengobatan yang kemungkinan dapat dilakukan oleh Ny.M dan keluarga. Sedangkan perawat primer seharusnya bertindak sebagai advokasi dan fasilitator agar pasien dan keluarga dapat membuat keputusan yang tidak merugikan bagi

dirinya, sehingga pasien diharapkan dapat memutuskan hal terbaik dan memilih alternatif yang lebih baik dari penolakan yang dilakukan. Bila beberapa kriteria sudah disebutkan mungkin konflik tentang penolakan rencana operasi dapat diselesaikan atau diterima oleh pasien setelah mendiskusikan dan memberikan informasi yang lengkap dan valid tentang kondisinya, dilakukan operasi ataupun tidak dilakukan operasi yang jelas pasien telah mendapat informasi yang jelas dan lengkap sehingga hak autonomi pasien dapat dipenuhi serta dapat memuaskan semua pihak. Baik pasien, keluarga, perawat primer, kepala ruangan dan dokter bedahnya. 5.

Mendefinisikan kewajiban perawat

Dalam membantu pasien dalam membuat keputusan, perawat perlu membuat daftar kewajiban keperawatan yang harus diperhatikan, sebagai berikut: a. memberikan informasi yang jelas, lengkap dan terkini b. meningkatkan kesejahteran pasien c.

membuat keseimbangan antara kebutuhan pasien baik otonomi, hak dan tanggung jawab keluarga

tentang kesehatan dirinya. d. membantu keluarga dan pasien tentang pentingnya sistem pendukung e. melaksanakan peraturan Rumah Sakit selama dirawat f.

melindungi dan melaksanakan standar keperawatan yang disesuikan dengan kompetensi

keperawatan professional dan SOP yang berlaku diruangan. 6.

Membuat keputusan.

Dalam suatu dilema etik, tidak ada jawaban yang benar atau salah, mengatasi dilema etik, tim kesehatan perlu dipertimbangkan pendekatan yang paling menguntungkan atau paling tepat untuk pasien. Kalau keputusan sudah ditetapkan, secara konsisten keputusan tersebut dilaksanakan dan apapun yang diputuskan untuk kasus tersebut, itulah tindakan etik dalam membuat keputusan pada keadaan tersebut. Hal penting lagi sebelum membuat keputusan dilema etik, perlu mengali dahulu apakah niat/untuk kepentinganya siapa semua yang dilakukan, apakah dilakukan untuk kepentingan pasien atau kepentingan pemberi asuhan, niat inilah yang berkaitan dengan moralitas etis yang dilakukan.

Pada kondisi kasus Ny.M. dapat diputuskan menerima penolakan pasien dan keluarga tetapi setelah perawat atau tim perawatan dan medis, menjelaskan secara lengkap dan rinci tentang kondisi pasien dan dampaknya bila dilakukan operasi atau tidak dilakukan operasi. Penjelasan dapat dilakukan melalui wakil dari tim yang terlibat dalam pengelolaan perawatan dan pengobatan Ny.M. Tetapi harus juga diingat dengan memberikan penjelasan dahulu beberapa alternatif pengobatan yang dapat dipertanggung jawabkan sesuai kondisi Ny.M sebagai bentuk tanggung jawab perawat terhadap tugas dan prinsip moral profesionalnya. Pasien menerima atau menolak suatu tindakan harus disadari oleh semua pihak yang terlibat, bahwa hal itu merupakan hak, ataupun otonomi pasien dan keluarga. Pada kasus diatas dapat diputuskan dan disimpulkan, bahwa terjadi pelanggaran etik, dengan alasanalasan dan informasi yang telah ditelaah, yaitu: a.

Belum ada penjelasan yang lengkap dari perawat dan dokter (Tim) berkaitan dengan tindakan

operasi yang akan dilakukan (tidak sesuai dengan SOP atau standar praktek keperawatan) b.

Pasien dan keluarga tidak diberi kesempatan dan mendiskusikan mengenai penyakit, akibat dan

tindakan-tindakan yang akan dilakukan terhadapnya c.

Berdasarkan kajian dan hasil analisa kasus bahwa hubungan dokter, perawat dan psien tidak sesuai

dengan harapan kode etik keperawatan (PPNI) d.

Terdapat pelanggaran nilai-nilai moral dan professional perawat, meliputi, otonomi, altruism,

justice, truh dan lainya e.

Terdapat pelangaran hak-hak pasien, yaitu hak mendapatkan informasi yang valid dan terkini.

Dengan alasan-alasan tersebut dan telah melalui langkah-langkah penyelesaian etik maka Komite etik di Rumah Sakit tersebut harus menentukan tindakan dengan hati-hati dan terencana sesuai tingkat pelanggaran etik yang dilakukan baik terhadap dokter, perawat primer (perawat A) dan kepala ruangan, masing-masing perlu mendapatkan beberapa peringatan atau bentuk pembinaan sesuai tingkat pelanggaran etik masing-masing.

ETIKA DAN NILAI KEPERAWATAN 6. Konsep Etika 1. Pengertian Etika adalah peraturan atau norma yang dapat digunakan sebagai acuan bagi perilaku seseorang yang berkaitan dengan tindakan yang baik dan buruk yang dilakukan oleh seseorang dan merupakan suatu kewajiban dan tanggung jawab moral. Dari konsep pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa etika adalah ilmu tentang kesusilaan yang menentukan bagaimana sepatutnya manusia hidup di dalam masyarakat yang menyangkut aturanaturan atau prinsip-prinsip yang menentukan tingkah laku yang benar, yaitu: a). Baik dan buruk b). Kewajiban dan tanggung jawab. 6. Tujuan Etika profesi keperawatan merupakan alut untuk mengukur perilaku moral dalam keperawatan. Dalam penyusunan alat ukur ini, keputusan diambil berdasarkan kode etik sebagai standar yang mengukur dan mengevaluasi perilaku moral perawat. Secara umum tujuan etika profesi keperawatan adalah menciptakan dan mempertahankan kepercayaan klien kepada perawat, kepercayaan di antara sesama perawat, dan kepercayaan masyarakat kepada profesi keparawatan. Sesuai dengan tujuan di atas, perawat ditantang untuk mengembangkan etika profesisecara terus menerus agar dapat menampung keinginan dan masalah baru. Dan agar perawat manjadi wasit untuk anggota profesi yang bertindak kurang professional atau merusak keparcayaan masyarakat terhadap profesi keperawatan. Menurut American Ethics Commision Bureau on Teaching, tujuan etika profesi keperawatan adalah mampu: 16. Mengenal dan mengidentifikasi unsur moral dalam praktik keperawatan. 17. Membentuk strategi / cara dan menganalisis masalah moral yang terjadi dalam praktik keperawatan.

18. Menghubungkan prinsip moral / pelajaran yang baik dan dapat dipertanggung jawabkan pada diri sendiri, keluarga, masyarakat, dan kepada Tuhan, sesuai dengan kepercayaannya. 6. Etika dalam Keperawatan 1. Kode Etik Keperawatan Kode etik keperawatan merupakan bagian dari etika kesehatan yang menerapkan nilai etika terhadap bidang pemeliharaan atau pelayanan kesehatan masyarakat. Kode etik keperawatan di Indonesia telah disusun oleh Dewan Pimpinan Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia melalui Musyawarah Nasional PPNI di Jakarta pada tanggal 29 November 1989. Kode etik keperawatan Indonesia tersebut terdiri dari 4 bab dan 16 pasal. Bab 1, terdiri dari empat pasal, menjelaskan tentang tanggung jawab perawat terhadap individu, keluarga, dan masyarakat. Bab 2 terdiri dari lima pasal, menjelaskan tentang tanggung jawab perawat terhadap tugasnya. Bab 3, terdiri dari dua pasal, menjelaskan tentang tanggung jawab perawat terhadap sesama perawat dan profesi kesehatan lain. Bab 4, terdiri dari empat pasal, menjelaskan tentang tanggung jawab perawat terhadap profesi keperawatan. Bab 5, terdiri dari dua pasal, menjelaskan tentang tanggung jawab perawat terhadap pemerintah, bangsa, dan tanah air. Kode etik keperawatan menurut American Nurses Association (ANA) adalah sebagai berikut. 61. Perawat memberikan pelayanan dengan penuh hormat bagi martabat kemanusiaan dan keunikan klien yang tidak dibatasi oleh pertimbangan-pertimbangan status sosial atau ekonomif atribut personal, atau corak masalah kesehatannya. 62. Perawat melindungi hak klien akan privasi dengan memegang teguh informasi yang bersifat rahasia. 63. Perawat melindungi klien dan publik bila kesehatan dan keselamatannya terancam oleh praktik seseorang yang tidak berkompeten, tidak etis, atau ilegal. 64. Perawat memikul tanggung jawab atas pertimbangan dan tindakan perawatan yang dijalankan masing-masing individu. 65. Perawat memelihara kompetensi keperawatan.

66. Perawat melaksanakan pertimbangan yang beralasan dan menggunakan kompetensi dan kualifikasi individu sebagai kriteria dalam mengusahakan konsultasi, menerima tanggung jawab, dan melimpahkan kegiatan keperawatan kepada orang lain. 67. Perawat turut serta beraktivitas dalam membantu pengembangan pengetahuan profesi. 68. Perawat turut serta dalam upaya-upaya profesi untuk melaksanakan dan meningkatkan standar keperawatan. 69. Perawat turut serta dalam upaya-upaya profesi untuk membentuk dan membina kondisi kerja yang mendukung pelayanan keperawatan yang berkualitas. 70. Perawat turut serta dalam upaya-upaya profesi untuk melindungi publik terhadap informasi dan gambaran yang salah serta mempertahankan integritas perawat. 71. Perawat bekerjasama dengan anggota profesi kesehatan atau warga masyarakat Iainnya dalam meningkatkan upaya-upaya masyarakat dan nasional untuk memenuhi kebutuhan kesehatan publik. 72. Tanggung jawab Keperawatan Tanggung jawab menunjukkan kewajiban. Ini mengarah kepada kewajiban yang harus dilakukan untuk menyelesaikan pekerjaan secara professional. Manajer dan para staf harus memahami dengan jelas tentang fungsi tugas yang menjadi tanggung jawab masing-masing perawat serta hasil yang ingin dicapai dan bagaimana mengukur kualitas kinerja stafnya. Perawat yang professional akan bertanggung jawab atas semua bentuk tindakan klinis keperawatan atau kebidanan yang dilakukan dalam lingkup tugasnya. Tanggung jawab diperlukan untuk memenuhi kebutuhan dan kinerja yang ditampilkan guna memperoleh hasil pelayanan keperawatan yang berkualitas tinggi. Yang perlu diperhatikan dari pelaksanaan tanggung jawab adalah memahami secara jelas tentang uraian tugas dan spesifikasinya serta dapat dicapai berdasarkan standar yang berlaku atau yang disepakati. Hal ini berarti perawat mempunyai tanggung jawab yang dilandasi oleh komitmen, dimana mereka harus bekerja sesuai fungsi tugas yang dibebankan kepadanya tanggung jawab utama perawat adalah meningkatkan kesehatan, mencegah timbulnya penyakit, memelihara kesehatan, dan mengurangi penderitaan. Untuk melaksanakan tanggung jawab utama tersebut, perawat harus meyakini bahwa: 21. Kebutuhan terhadap pelayanan keperawatan di berbagai ternpat

22. Pelaksanaan praktik keperawatan dititik beratkan pada penghargaan terhadap kehidupan yang bermartabat dan menjunjung tinggi hak asasi manusia 23. Dalam melaksanakan pelayanan kesehatan atau keperawatan kepada individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat, perawat mengikutsertakan kelompok dan instansi terkait. 24. Nilai-nilai Keperawatan Pada tahun 1985, “The American Association Colleges of Nursing” melaksanakan suatu proyek termasuk didalamnya mengidentifikasi nilai-nilai keperawatan. Perkumpulan ini mengidentifikasikan nilai-nilai keperawatan, yaitu: 6. Aesthetics (keindahan) Kualitas obyek suatu peristiwa atau kejadian, seseorang memberikan kepuasan termasuk penghargaan, kreatifitas, imajinasi, sensitifitas dan kepedulian. 6. Altruism (mengutamakan orang lain) Kesediaan memperhatikan kesejahteraan orang lain termasuk keperawatan atau kebidanan, komitmen, arahan, kedermawanan atau kemurahan hati serta ketekunan. 6. Equality (kesetaraan) Memiliki hak atau status yang sama termasuk penerimaan dengan sikap asertif, kejujuran, harga diri dan toleransi 6. Freedom (Kebebasan) Memiliki kapasitas untuk memilih kegiatan termasuk percaya diri, harapan, disiplin serta kebebasan dalam pengarahan diri sendiri. 6. Human dignity (Martabat manusia) Berhubungan dengan penghargaan yang lekat terhadap martabat manusia sebagai individu termasuk didalamnya kemanusiaan, kebaikan, pertimbangan dan penghargaan penuh terhadap kepercayaan. 6. Justice (Keadilan) Menjunjung tinggi moral dan prinsip-prinsip legal termasuk objektifitas, moralitas, integritas, dorongan dan keadilan serta kewajaran.

6. Truth (Kebenaran) Menerima kenyataan dan realita, termasuk akontabilitas, kejujuran, keunikan dan reflektifitas yang rasional. 6. Hubungan Etika dengan Praktek Keperawatan Aplikasi dalam praktek klinis bagi perawat diperlukan untuk menempatkan etika, nilai-nilai dan perilaku kesehatan pada posisinya. Perawat bisa menjadi sangat frustrasi bila membimbing atau memberikan konsultasi kepada pasien yang mempunyai nilai-nilai dan perilaku kesehatan yang sangat rendah. Hal ini disebabkan karena pasien kurang memperhatikan status kesehatannya. Pertama-tama yang dilakukan oleh perawat adalah berusaha membantu pasien untuk mengidentifikasi etika dan nilai-nilai dasar kehidupannya sendiri. Perawat memiliki komitmen yang tinggi untuk memberikan asuhan yang berkualitas berdasarkan standar perilaku etika yang etis dalam praktek asuhan keperawatan. Pengetahuan tentang perilaku etis dimulai dari pendidikan perawat dan berlanjut pada diskusi formal maupun informal dengan sejawat. Perilaku yang etis mencapai puncaknya bila perawat mencoba dan mencontoh perilaku pengambilan keputusan yang etis untuk membantu memecahkan masalah etika. Dalam hal ini, perawat seringkali menggunakan dua pendekatan yaitu : 6.

Pendekatan berdasarkan Prinsip

Pendekatan berdasarkan prinsip, sering dilakukan dalam etika untuk menawarkan bimbingan untuk tindakan khusus. Beauchamp Childress (1994) menyatakan empat pendekatan prinsip dalam etika antara lain : 21. Sebaiknya mengarah langsung untuk bertindak sebagai penghargaan terhadap kapasitas otonomi setiap orang 22. Menghindarkan berbuat suatu kesalahan 23. Bersedia dengan murah hati memberikan sesuatu yang bermanfaat dengan segala konsekuensinya 24. Keadilan menjelaskan tentang manfaat dan resiko yang dihadapi. 6. Pendekatan berdasarkan Auhan Keperawatan.

Ketidakpuasan yang timbul dalam pendekatan berdasarkan prinsip dalam etika mengarahkan banyak perawat untuk memandang “care” atau asuhan sebagai fondasi dan kewajiban. Hubungan perawat dengan pasien merupakan pusat pendekatan berdasarkan asuhan, dimana memberikan langsung perhatian khusus kepada pasien, sebagaimana dilakukan sepanjang kehidupannya sebagai perawat. Perspektif asuhan memberikan arah dengan cara bagaimana perawat dapat membagi waktu untuk dapat duduk bersama dengan pasien, merupakan suatu kewajaran yang dapat membahagiakan bila diterapkan berdasarkan etika. Karakteristik perspektif dari asuhan menurut Taylor (1993) meliputi : 21. Berpusat pada hubungan interpersonal dalam asuhan 22. Meningkatkan penghormatan dan penghargaan terhadap martabat klien atau pasien sebagai manusia 23. Mau mendengarkan dan mengolah saran-saran dari orang lain sebagai dasar yang mengarah pada tanggung jawab profesional 24. Mengingat kembali arti tanggung jawab moral yang meliputi kebajikan seperti: kebaikan, kepedulian, empati, perasaan kasih sayang, dan menerima kenyataan. Dari pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa etika dalam praktek keperawatan sangat berhubungan penting sebagai dasar atau landsasan yang mengatur bagaimana cara perawat melakukan asuhan keperawatan berdasarakan etika keperawatan agar dapat melakukan sesuai konsep dan teori keperawatan.

Sebagai seorang perawat/calon perawat tentunya kita harus mengetahui etika dan hukum dalam profesi kita sebagai landasan kita untuk bekerja memberikan layanan keperawatan kepada masyarakat sehingga kita dijauhkan dari hal-hal yang tidak diinginkan. Etika memerlukan sikap kritis, metodis, dan sistematis dalam melakukan refleksi. Karena itulah etika merupakan suatu ilmu. Sebagai suatu ilmu objek etika adalah tingkah laku manusia (Wikipedia Indonesia) BACA JUGA: Kode Etik Keperawatan Indonesia

Ada 8 prinsip etika keperawatan yang wajib diketahui oleh perawat dalam memberikan layanan keperawatan kepada individu, kelompok/keluarga, dan masyarakat. 41. Otonomi (Autonomi) prinsip otonomi didasarkan pada keyakinan bahwa individu mampu berpikir logis dan mampu membuat keputusan sendiri. Orang dewasa mampu memutuskan sesuatu dan orang lain harus menghargainya. Otonomi merupakan hak kemandirian dan kebebasan individu yang menuntut pembedaan diri. Salah satu contoh yang tidak memperhatikan otonomi adalah Memberitahukan klien bahwa keadaanya baik,padahal terdapat gangguanatau penyimpangan 42. Beneficence (Berbuat Baik) prinsip ini menentut perawat untuk melakukan hal yan baik dengan begitu dapat mencegah kesalahan atau kejahatan. Contoh perawat menasehati klien tentang program latihan untuk memperbaiki kesehatan secara umum, tetapi perawat menasehati untuk tidak dilakukan karena alasan resiko serangan jantung. 43. Justice (Keadilan) nilai ini direfleksikan dalam praktek professional ketika perawat bekerja untuk terapi yang benar sesuai hukum, standar praktik dan keyakinan yang benar untuk memperoleh kualitas pelayanan kesehatan. Contoh ketika perawat dinas sendirian dan ketika itu ada klien baru masuk serta ada juga klien rawat yang memerlukan bantuan perawat maka perawat harus mempertimbangkan faktor-faktor dalam faktor tersebut kemudian bertindak sesuai dengan asas keadilan. 44. Non-maleficence (tidak merugikan) prinsi ini berarti tidak menimbulkan bahaya/cedera fisik dan psikologis pada klien. Contoh ketika ada klien yang menyatakan kepada dokter secara tertulis menolak pemberian transfuse darah dan ketika itu penyakit perdarahan (melena) membuat keadaan klien semakin memburuk dan dokter harus mengistrusikan pemberian transfuse darah. akhirnya transfuse darah ridak diberikan karena prinsi beneficence walaupun pada situasi ini juga terjadi penyalahgunaan prinsi nonmaleficince. 45. Veracity (Kejujuran) nilai ini bukan cuman dimiliki oleh perawat namun harus dimiliki oleh seluruh pemberi layanan kesehatan untuk menyampaikan kebenaran pada setia klien untuk meyakinkan agar klien mengerti. Informasi yang diberikan harus akurat, komprehensif, dan objektif. Kebenaran merupakan dasar membina hubungan saling percaya. Klie memiliki otonomi sehingga mereka berhak mendapatkan informasi yang ia ingin tahu. Contoh Ny. S masuk rumah sakit dengan berbagai macam fraktur karena kecelakaan mobil, suaminya juga ada dalam

kecelakaan tersebut dan meninggal dunia. Ny. S selalu bertanya-tanya tentang keadaan suaminya. Dokter ahli bedah berpesan kepada perawat untuk belum memberitahukan kematian suaminya kepada klien perawat tidak mengetahui alasan tersebut dari dokter dan kepala ruangan menyampaikan intruksi dokter harus diikuti. Perawat dalam hal ini dihadapkan oleh konflik kejujuran. 46. Fidelity (Menepati janji) tanggung jawab besar seorang perawat adalah meningkatkan kesehatan, mencegah penyakit, memulihkan kesehatan, dan meminimalkan penderitaan. Untuk mencapai itu perawat harus memiliki komitmen menepati janji dan menghargai komitmennya kepada orang lain. 47. Confidentiality (Kerahasiaan) kerahasiaan adalah informasi tentang klien harus dijaga privasi klien. Dokumentasi tentang keadaan kesehatan klien hanya bisa dibaca guna keperluan pengobatan dan peningkatan kesehatan klien. Diskusi tentang klien diluar area pelayanan harus dihindari. 48. Accountability (Akuntabilitasi) akuntabilitas adalah standar yang pasti bahwa tindakan seorang professional dapat dinilai dalam situasi yang tidak jelas atau tanda tekecuali. Contoh perawat bertanggung jawab pada diri sendiri, profesi, klien, sesame teman sejawat, karyawan, dan masyarakat. Jika perawat salah memberi dosis obat kepada klien perawat dapat digugat oleh klien yang menerima obat, dokter yang memberi tugas delegatif, dan masyarakat yang menuntut kemampuan professional. KASUS DAN PEMBAHASAN

KASUS : Seorang laki-laki usia 65 tahun menderita kanker kolon terminal dengan metastase yang telah resisten terhadap tindakan kemoterapi dan radiasi dibawa ke IGD karena jatuh dari kamar mandi dan menyebabkan robekan di kepala. laki-laki tersebut mengalami nyeri abdomen dan tulang dan kepala yang hebat dimana sudah tidak dapat lagi diatasi dengan pemberian dosis morphin intravena. Hal itu ditunjukkan dengan adanya rintihan ketika istirahat dan nyeri bertambah hebat saat laki-laki itu mengubah posisinya. Walapun klien tampak bisa tidur namun ia sering meminta diberikan obat analgesik. Kondisi klien semakin melemah dan mengalami sesak yang tersengal-sengal sehingga mutlak

membutuhkan bantuan oksigen dan berdasar diagnosa dokter, klien maksimal hanya dapat bertahan beberapa hari saja. Melihat penderitaan pasien yang terlihat kesakitan dan mendengar informasi dari dokter, keluarga memutuskan untuk mempercepat proses kematian pasien melalui euthanasia pasif dengan pelepasan alat-alat kedokteran yaitu oksigen dan obat obatan lain dan dengan keinginan agar dosis analgesik ditambah. Dr spesilalist onkologi yang ditelp pada saat itu memberikan advist dosis morfin yang rendah dan tidak bersedia menaikan dosis yang ada karena sudah maksimal dan dapat bertentangan dengan UU yang ada. Apa yang seharusnya dilakukan oleh anda selaku perawat yang berdinas di IGD saat itu menghadapi desakan keluarga yang terus dilakukan?.

Kasus di atas merupakan salah satu contoh masalah dilema etik (ethical dilemma). Dilema etik merupakan suatu masalah yang sulit dimana tidak ada alternatif yang memuaskan atau suatu situasi dimana alternatif yang memuaskan dan tidak memuaskan sebanding. Dalam dilema etik tidak ada yang benar atau salah. Untuk membuat keputusan yang etis, seseorang harus tergantung pada pemikiran yang rasional dan bukan emosional. Kerangkan pemecahan dilema etik banyak diutarakan dan pada dasarnya menggunakan kerangka proses keperawatan / pemecahan masalah secara ilmiah (Thompson & Thompson, 1985).

Kozier et. al (2004) menjelaskan kerangka pemecahan dilema etik sebagai berikut : Mengembangkan data dasar Mengidentifikasi konflik Membuat tindakan alternatif tentang rangkaian tindakan yang direncanakan dan mempertimbangkan hasil akhir atau konsekuensi tindakan tersebut Menentukan siapa pengambil keputusan yang tepat Mendefinisikan kewajiban perawat Membuat keputusan

PEMECAHAN KASUS DILEMA ETIK

1. Mengembangkan data dasar : Mengembangkan data dasar disini adalah dengan mencari lebih lanjut informasi yang ada mengenai dilema etik yang sedang dihadapi. Mengembangkan data dasar melalui : a)

Menggali informasi lebih dalam terhadap pihak pihak yang terlibat meliputi : Klien, keluarga

dokter, dan perawat. b)

Identifikasi mengenai tindakan yang diusulkan : tidak menuruti keinginan keluarga untuk melepas

alat bantu nafas atau juga untuk memberikan penambahan dosis morphin. c)

Maksud dari tindakan tersebut : agar tidak membahayakan diri klien dan tidak melanggar

peraturan yang berlaku. d)

Konsekuensi tindakan yang diusulkan, bila tidak menuruti keluarga untuk melepas alat bantu nafas

dan tidak diberikan penambahan dosis morphin, klien dan keluarganya menyalahkan perawat karena dianggap membiarkan pasien menderita dan apabila keluarga klien kecewa terhadap pelayanan di IGD mereka bisa menuntut ke rumah sakit.

2. Mengidentifikasi konflik akibat situasi tersebut : Penderitaan klien dengan kanker colon yang sudah mengalami metastase mengeluh nyeri yang tidak berkurang dengan dosis morphin yang telah ditetapkan. Keluarga meminta penambahan dosis pemberian morphin untuk mengurangi keluhan nyerinya dan memutuskan untuk tidak memberikan alat bantu apapun termasuk oksigen, Keluarga mendukung keinginan klien agar terbebas dari keluhan nyeri. Konflik yang terjadi adalah :

a)

Tidak memberikan Oksigen dan penambahan dosis pemberian morphin dapat mempercepat

kematian klien yang berarti melanggar prinsip etik Beneficience- Nonmaleficience b)

Tidak memenuhi keinginan klien terkait dengan pelanggaran hak klien yang dapat melanggar nilai

autonomy.

3.Tindakan alternatif tentang rangkaian tindakan yang direncanakan dan konsekuensi tindakan tersebut a. Tidak menuruti keinginan pasien tentang penambahan dosis obat pengurang nyeri dan melepaskan oksigen Konsekuensi : 1)

Tidak mempercepat kematian klien

2)

Membiarkan Klien meninggal sesuai proses semestinya

3)

Tidak melanggar peraturan mengenai pemberian morfin

4)

Keluhan nyeri pada klien akan tetap berlangsung

5)

Pelanggaran terhadap hak pasien untuk menentukan nasibnya sendiri

6)

Keluarga dan pasien cemas dengan situasi tersebut

b. Tidak menuruti keinginan klien, dan perawat membantu untuk manajemen nyeri. Konsekuensi : 1)

Tidak mempercepat kematian pasien

2)

Klien dibawa pada kondisi untuk beradaptasi pada nyerinya (meningkatkan ambang nyeri)

3)

Keinginan klien untuk menentukan nasibnya sendiri tidak terpenuhi

c. Menuruti keinginan klien untuk menambah dosis morphin namun tidak sering dan apabila diperlukan. . Konsekuensi : 1)

Risiko mempercepat kematian klien sedikit dapat dikurangi

2)

Klien pada saat tertentu bisa merasakan terbebas dari nyeri sehingga ia dapat cukup beristirahat.

3)

Hak klien sebagian dapat terpenuhi.

4)

Kecemasan pada klien dan keluarganya dapat sedikit dikurangi.

5)

Beresiko melanggar peraturan yang berlaku.

d. Tidak menuruti keinginan keluarga dan membantu keluarga dalam proses berdukanya Konsekuensi : 1)

Tidak mempercepat kematian klien

2)

Keluarga dapat melewati proses berduka dengan seharusnya

3)

Keluarga tidak menginginkan dilakuakn euthanasia terhadap pasien

4. Menentukan siapa pengambil keputusan yang tepat : Pada kasus di atas dokter adalah pihak yang membuat keputusan, karena dokterlah yang secara legal dapat memberikan ijin penambahan dosis morphin. Namun hal ini perlu didiskusikan dengan klien dan keluarganya mengenai efek samping yang dapat ditimbulkan dari penambahan dosis tersebut. Perawat membantu klien dan keluarga klien dalam membuat keputusan bagi dirinya. Perawat selalu mendampingi pasien dan terlibat langsung dalam asuhan keperawatan yang dapat mengobservasi mengenai respon nyeri, kontrol emosi dan mekanisme koping klien, mengajarkan manajemen nyeri, sistem dukungan dari keluarga serta sistem berduka keluarga dan lain-lain.

5. Mendefinisikan kewajiban perawat 1)

Memfasilitasi klien dalam manajemen nyeri yang sesuai

2)

Membantu proses adaptasi klien terhadap nyeri / meningkatkan ambang nyeri

3)

Mengoptimalkan sistem dukungan keluarga untuk pasien

4)

Membantu klien untuk lebih mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan

keyakinannya 5)

Membantu Keluarga untuk menemukan mekanisme koping yang adaptif terhadap masalah yang

sedang dihadapi 6)

Memfasilitasi sistem berduka keluarga dengan memberikan support.

6. Membuat keputusan Dalam kasus di atas terdapat dua tindakan yang memiliki risiko dan konsekuensi masing-masing terhadap klien. Perawat dan dokter perlu mempertimbangkan pendekatan yang paling menguntungkan / paling tepat untuk klien. Namun upaya alternatif tindakan lain perlu dilakukan terlebih dahulu misalnya manajemen nyeri (relaksasi, pengalihan perhatian, atau meditasi) beserta perbaikan terhadap sistem berduka keluarga dan kemudian dievaluasi efektifitasnya. Apabila terbukti efektif diteruskan namun apabila alternatif tindakan tidak efektif maka keputusan yang sudah ditetapkan antara petugas kesehatan dan klien/ keluarganya akan dilaksanakan.

Pemecahan Dilema Etik dalam Kasus Penderitaan Klien dan Euthanasia Pasif KASUS : Seorang wanita berumur 50 tahun menderita penyakit kanker payudara terminal dengan metastase yang telah resisten terhadap tindakan kemoterapi dan radiasi. Wanita tersebut mengalami nyeri tulang yang hebat dimana sudah tidak dapat lagi diatasi dengan pemberian dosis morphin intravena. Hal itu ditunjukkan dengan adanya rintihan ketika istirahat dan nyeri bertambah hebat saat wanita itu mengubah posisinya. Walapun klien tampak bisa tidur namun ia sering meminta diberikan obat analgesik, dan keluarganya pun meminta untuk dilakukan penambahan dosis pemberian obat analgesik.

Saat dilakukan diskusi perawat disimpulkan bahwa penambahan obat analgesik dapat mempercepat kematian klien. Kasus di atas merupakan salah satu contoh masalah dilema etik (ethical dilemma). Dilema etik merupakan suatu masalah yang sulit dimana tidak ada alternatif yang memuaskan atau suatu situasi dimana alternatif yang memuaskan dan tidak memuaskan sebanding. Dalam dilema etik tidak ada yang benar atau salah. Untuk membuat keputusan yang etis, seseorang harus tergantung pada pemikiran yang rasional dan bukan emosional. Kerangkan pemecahan dilema etik banyak diutarakan dan pada dasarnya menggunakan kerangka proses keperawatan / pemecahan masalah secara ilmiah (Thompson & Thompson, 1985). Kozier et. al (2004) menjelaskan kerangka pemecahan dilema etik sebagai berikut : 31. Mengembangkan data dasar 32. Mengidentifikasi konflik 33. Membuat tindakan alternatif tentang rangkaian tindakan yang direncanakan dan mempertimbangkan hasil akhir atau konsekuensi tindakan tersebut 34. Menentukan siapa pengambil keputusan yang tepat 35. Mendefinisikan kewajiban perawat 36. Membuat keputusan PEMECAHAN KASUS DILEMA ETIK 1. Mengembangkan data dasar : a. Orang yang terlibat : Klien, keluarga klien, dokter, dan perawat b.Tindakan yang diusulkan : tidak menuruti keinginan klien untuk memberikan penambahan dosis morphin. c.Maksud dari tindakan tersebut : agar tidak membahayakan diri klien d.Konsekuensi tindakan yang diusulkan, bila tidak diberikan penambahan dosis morphin, klien dan keluarganya menyalahkan perawat dan apabila keluarga klien kecewa terhadap pelayanan di bangsal mereka bisa menuntut ke rumah sakit. 2. Mengidentifikasi konflik akibat situasi tersebut : Penderitaan klien dengan kanker payudara yang sudah mengalami metastase mengeluh nyeri yang tidak

berkurang dengan dosis morphin yang telah ditetapkan. Klien meminta penambahan dosis pemberian morphin untuk mengurangi keluhan nyerinya. Keluarga mendukung keinginan klien agar terbebas dari keluhan nyeri. Konflik yang terjadi adalah : a.Penambahan dosis pemberian morphin dapat mempercepat kematian klien. b.Tidak memenuhi keinginan klien terkait dengan pelanggaran hak klien. 3.Tindakan alternatif tentang rangkaian tindakan yang direncanakan dan konsekuensi tindakan tersebut a. Tidak menuruti keinginan pasien tentang penambahan dosis obat pengurang nyeri. Konsekuensi : 1)Tidak mempercepat kematian klien 2)Keluhan nyeri pada klien akan tetap berlangsung 3)Pelanggaran terhadap hak pasien untuk menentukan nasibnya sendiri 4)Keluarga dan pasien cemas dengan situasi tersebut b. Tidak menuruti keinginan klien, dan perawat membantu untuk manajemen nyeri. Konsekuensi : 1)Tidak mempercepat kematian pasien 2)Klien dibawa pada kondisi untuk beradaptasi pada nyerinya (meningkatkan ambang nyeri) 3)Keinginan klien untuk menentukan nasibnya sendiri tidak terpenuhi c. Menuruti keinginan klien untuk menambah dosis morphin namun tidak sering dan apabila diperlukan. Artinya penambahan diberikan kadang-kadang pada saat tertentu misalnya pada malam hari agar klien bisa tidur cukup. Konsekuensi : 1) Risiko mempercepat kematian klien sedikit dapat dikurangi 2) Klien pada saat tertentu bisa merasakan terbebas dari nyeri sehingga ia dapat cukup beristirahat. 3) Hak klien sebagian dapat terpenuhi. 4) Kecemasan pada klien dan keluarganya dapat sedikit dikurangi. 4. Menentukan siapa pengambil keputusan yang tepat : Pada kasus di atas dokter adalah pihak yang membuat keputusan, karena dokterlah yang secara legal dapat memberikan ijin penambahan dosis morphin. Namun hal ini perlu didiskusikan dengan klien dan keluarganya mengenai efek samping yang dapat ditimbulkan dari penambahan dosis tersebut. Perawat

membantu klien dan keluarga klien dalam membuat keputusan bagi dirinya. Perawat selalu mendampingi pasien dan terlibat langsung dalam asuhan keperawatan yang dapat mengobservasi mengenai respon nyeri, kontrol emosi dan mekanisme koping klien, mengajarkan manajemen nyeri, sistem dukungan dari keluarga, dan lain-lain. 5. Mendefinisikan kewajiban perawat a.Memfasilitasi klien dalam manajemen nyeri b.Membantu proses adaptasi klien terhadap nyeri / meningkatkan ambang nyeri c.Mengoptimalkan sistem dukungan d.Membantu klien untuk menemukan mekanisme koping yang adaptif terhadap masalah yang sedang dihadapi e.Membantu klien untuk lebih mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan keyakinannya 6. Membuat keputusan Dalam kasus di atas terdapat dua tindakan yang memiliki risiko dan konsekuensi masing-masing terhadap klien. Perawat dan dokter perlu mempertimbangkan pendekatan yang paling menguntungkan / paling tepat untuk klien. Namun upaya alternatif tindakan lain perlu dilakukan terlebih dahulu misalnya manajemen nyeri (relaksasi, pengalihan perhatian, atau meditasi) dan kemudian dievaluasi efektifitasnya. Apabila terbukti efektif diteruskan namun apabila alternatif tindakan tidak efektif maka keputusan yang sudah ditetapkan antara petugas kesehatan dan klien/ keluarganya akan dilaksanakan. DISKUSI :

Suatu intervensi medis yang bertujuan untuk mengurangi penderitaan klien namun dapat mengakibatkan kematian klien atau membantu pasien bunuh diri disebut sebagai euthanasia aktif. Di Indonesia hal ini tidak dibenarkan menurut undang-undang, karena tujuan dari euthanasia aktif adalah mempermudah kematian klien. Sedangkan euthanasia pasif bertujuan untuk mengurangi rasa sakit dan penderitaan klien namun membiarkannya dapat berdampak pada kondisi klien yang lebih berat bahkan memiliki konsekuensi untuk mempercepat kematian klien. Walaupun sebagian besar nyeri pada kanker dapat ditatalaksanakan oleh petugas kesehatan profesional yang telah dilatih dengan manajemen nyeri, namun hal tersebut tidak dapat membantu sepenuhnya pada penderitaan klien tertentu. Upaya untuk mengurangi penderitaan nyeri klien mungkin akan mempercepat kematiannya, namun tujuan utama dari tindakan adalah untuk mengurangi nyeri dan penderitaan klien.

PRINSIP LEGAL DAN ETIK : 16. Euthanasia (Yunani : kematian yang baik) dapat diklasifikasikan menjadi aktif atau pasif. Euthanasia aktif merupakan tindakan yang disengaja untuk menyebabkan kematian seseorang. Euthanasia pasif merupakan tindakan mengurangi ketetapan dosis pengobatan, penghilangan pengobatan sama sekali atau tindakan pendukung kehidupan lainnya yang dapat mempercepat kematian seseorang. Batas kedua tindakan tersebut kabur bahkan seringkali merupakan yang tidak relevan. 17. Menurut teori mengenai tindakan yang mengakibatkan dua efek yang berbeda, diperbolehkan untuk menaikkan derajat/dosis pengobatan untuk mengurangi penderitaan nyeri klien sekalipun hal tersebut memiliki efek sekunder untuk mempercepat kematiannya. 18. Prinsip kemanfaatan (beneficence) dan tidak merugikan orang lain (non maleficence) dapat dipertimbangkan dalam kasus ini. Mengurangi rasa nyeri klien merupakan tindakan yang bermanfaat, namun peningkatan dosis yang mempercepat kematian klien dapat dipandang sebagai tindakan yang berbahaya. Tidak melakukan tindakan adekuat untuk mengurangi rasa nyeri yang dapat membahayakan klien, dan tidak mempercepat kematian klien merupakan tindakan yang tepat (doing good). PEMBAHASAN KASUS Ny. M seorang ibu rumah tangga, umur 35 tahun, mempunyai seorang anak umur 4 tahun, Ny.M. berpendidikan SMA, dan suami Ny.M bekerja sebagai PNS di suatu kantor kelurahan. Saat ini Ny.M dirawat di ruang kandungan sejak 3 hari yang lalu.Sesuai hasil pemeriksaan Ny.M positif menderita kanker rahim grade III, dan dokter merencanakan untuk dilakukan operasi pengangkatan kanker rahim. Semua pemeriksaan telah dilakukan untuk persiapan operasi Ny.M. Menjelang dua hari operasi, Ny.M hanya diam dan tampak cemas dan binggung dengan rencana operasi yang akan dijalaninnya. Dokter hanya menjelaskan bahwa Ny.m harus dioperasi karena tidak ada tindakan lain yang dapat dilakukan dan dokter memberitahu perawat kalau Ny.M atau keluarganya bertanya, sampaikan operasi adalah jalan terakhir. Dan jangan dijelaskan tentang apapun, tunggu saya yang akan menjelaskannya. Saat menghadapi hal tersebut Ny.M berusaha bertanya kepada perawat ruangan yang merawatnya. Ny.M bertanya kepada perawat beberapa hal, yaitu: “apakah saya masih bisa punya anak setelah dioperasi nanti”.karena kami masih ingin punya anak. “apakah masih ada pengobatan yang lain selain operasi” dan “apakah operasi saya bisa diundur dulu suster”

Dari beberapa pertanyaan tersebut perawat ruangan hanya menjawab secara singkat,“ibu kan sudah diberitahu dokter bahwa ibu harus operasi” “penyakit ibu hanya bisa dengan operasi, tidak ada jalan lain” “yang jelas ibu tidak akan bisa punya anak lagi…” “Bila ibu tidak puas dengan jawaban saya, ibu tanyakan lansung dengan dokternya…ya.” Dan setelah menjawab beberapa pertanyaan Ny.M. perawat memberikan surat persetujuan operasi untuk ditanda tangani, tetapi Ny.M mengatakan “saya menunggu suami saya dulu suster”, perawat mengatakan “secepatnya ya bu… besok ibu sudah akan dioperasi”tanpa penjelasan lain, perawat meninggalkan Ny.M. Sehari sebelum operasi Ny.M berunding dengan suaminya dan memutuskan menolak operasi dengan alasan, Ny.M dan suami masih ingin punya anak lagi. Dengan penolakan Ny.M dan suami, perawat mengatakan pada Ny.M dan suami” Ibu ibu tidak boleh begitu, ibu harus dioperasi agar penyakit ibu tidak parah, kita hanya berusaha” dan perawat meninggalkan pasien dan suami tanpa penjelasan apapun. Dan setelah penolakan pasien tersebut, perawat A datang ke Kepala ruangan dan mengatakan bahwa Ny.M menolak untuk operasi. Ny.M masih ragu karena dokter belum menjelaskan rencana operasi yang akan dilakukan, Kepala ruangan bertanya kepada perawat A “kenapa tidak dijelaskan” Perawat A menjawab “pesan dokter, saya tidak boleh menjelaskan tentang operasi tersebut, disuruh menunggu dokter…”, kepala ruangan mengatakan “ kalau begitu buat surat pernyataan saja” dan kita sampaikan ke dokter bedahnya. Dan sampai saat ini dokter belum menjelaskan operasi yang akan dilakukan pada Ny.M dan keluarga. Dan akhirnya pasien pulang. Beberapa hari kemudian Rumah Sakit mendapat surat keluhan dari keluarga Ny.M yang berisi ketidakpuasan dari pelayanan dimana Ny.M dirawat. Oleh karena itu pihak Rumah Sakit (pimpinan) menanggapi surat tersebut dan berusaha mencari tahu kebenaran kasus yang tejadi pada Ny.M dan akan mengambil tindakan bila ada unsure pelanggaran kode etik dalam pelayanan kesehatan yang dilakukan staff Rumah Sakit. Sekilas berkaitan dengan ruangan, kepala ruangan adalah Ners S1 yang bekerja telah lima tahun dan perawat A, adalah perawat lulusan DIII baru bekerja diruang tersebut dua tahun. G. ANALISA KASUS Hal pertama yang harus dilakukan oleh tim pencari fakta adalah mengumpulkan informasi yang berkaitan dengan beberapa informasi yang diperlukan, baik dari internal maupun exsternal ruangan

termasuk staf yang terlibat, perawat primer, kepala ruangan dan dokter yang merawat dan pasien/keluarga. Hal-hal lain yang menyangkut prinsip-prinsip moral dalam pemberian asuhan keperawatan dan berkaitan dengan standarisasi asuhan keperawatan yang diberikan (SOP). Pada kasus yang melibatkan Ny.M dapat dianalisa dengan beberapa hal menyangkut nilai-nilai etika, prinsip moral dalam professional keperawatan, Kode etik keperawatan (PPNI), hak-hak pasien, hak dan kewajiban perawat dan juga bentuk standar praktek keperawatan yang harus dilaksanakan pada pasien yang akan menjalani operasi. Bila diidentifikasi masalah-masalah yang mungkin merupakan pelanggaran etik yang terjadi dan merupakan data dari informasi yang dibutuhkan, adalah sebagai berikut: 1.

Berkaitan dengan prinsip-prinsip moral/etik dalam praktek keperawatan, yaitu:

a.

Otonomi pasien

Prinsip autonomy menegaskan bahwa seseorang mempunyai kemerdekaan untuk menentukan keputusan dirinya menurut rencana pilihannya sendiri. Bagian dari apa yang diperlukan dalam ide terhadap respect terhadap seseorang, menurut prinsip ini adalah menerima pilihan individu tanpa memperhatikan apakah pilihan seperti itu adalah kepentingannya. Seperti telah banyak dijelaskan dalam teori bahwa otonomi merupakan bentuk hak individu dalam mengatur keinginan melakukan kegiatan atau prilaku. Kebebasan dalam memilih atau menerima suatu tanggung jawab terhadap dirinya sendiri. Pada kasus Ny.M. bahwa pasien menginginkan informasi yang banyak tentang tindakan operasi yang akan dilakukan terhadap dirinnya, informasi-informasi yang dibutuhkannya karena Ny.M berkeinginan bahwa ia masih ingin punya anak lagi dan bila operasi dilakukan berarti pasien merasa tidak akan mempunyai anak lagi. Tetapi keinginan pasien untuk mendapat informasi yang lebih banyak tidak terpenuhi, hal inilah yang menjadi dilema bagi pasien sementara itu kondisi sakitnya akan membuat Ny.M tidak tertolong lagi. Penolakan Ny.M dan keluarga untuk dilakukan operasi merupakan hak pasien tetapi, hak dan kewajiban perawat juga untuk dapat memberikan asuhan keperawatan yang optimal dengan membantu penyembuhan pasien yaitu dengan jalan dilakukan operasi. b.

Advokasi perawat terhadap pasien

Advokasi merupakan salah satu peran perawat dalam menjalankan praktek keperawaatan dan asuhan keperawatannya. Perawat seharusnya memberikan penjelasan lebih rinci dan mendukung pasien agar dapat berkonsultasi kepada tim dokter yang akan melakukan operasinya. Advoaksi perawat yang dapat dilakukan pada kondisi kasus Ny.M, dapat berupa: penjelasan yang jelas dan terinci tentang kondisi yang dialami Ny.M, melakukan konsultasi dengan tim medis berkaitan denganmaslah tersebut, juga harus disampaikan bahwa Ny.M ingin mempunyai anak lagi. Bentukbentuk advokasi inilah yang memungkinkan tim baik keperawatan dan medis akan bersama menjelaskan dengan lengkap dan baik. Bentuk advokasi lainnya adalah Perawat ruangan dapat membuat tim keperawatan dan medis dan dapat menberikan informasi dan komunikasi yang baik pada pasien. 2.

Berkaitan hak-hak pasien

Pada teori telah dijelaskan bahwa pasien juga mempunyai hak-hak yang harus diperhatikan oleh perawata dalam praktek keperawatan, diantarannya yang berhubungan dengan kasus Ny.M. Pasien berhak mendapatkan informasi yang lengkap jelas, pasien berhak memperoleh informasi terbaru baik dari tim medis dan perawat yang mengelolannya, pasien juga berhak untuk memilih dan menolak pengobatan ataupun asuhan bila merasa dirinnya tidak berkenan. Ny.M. merasa bahwa dirinya tidak memperoleh informasi yang diharapkannya, pasien berharap banyak informasi dan hal-hal yang berkaitan dengan kondisinnya sehingga pasien dapat memnentukan pilihannya dengan tepat. Apapun pilihan pasien dan keputusan pasien setelah mendapatkan informasi yang jela merupakan hak automi pasien. 3.

Berkaitan Kode Etik Keperawatan (PPNI)

a.

Kewajiban perawat dalam melaksanakan tugas.

Sebagai tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan langsung kepada individu, keluarga dan masyarakat, perawat berkewajiban untuk melaksanakan kode etik profesinya dan menjalankan semua kewajiban yang didasari oleh nilai-nilai moral yang telah diatur dalam profesinya. Terdapat beberapa kewajiban perawat yang tidak dijalankan dengan baik dalam kasus Ny.M. diantaranya berkewajiban memberikan informasi, komunikasi kepada pasien, memberikan peran perlindungan kepada pasien, perawat wajib memberi kesempatan kepada pasien untuk dapat menentukan pilihan dan memberikan alternative penyelesaian atas kondisi dan keinginan pasien dalam arti bahwa perawat wajib menghargai pilihan atau autonomi pasien. Sesuai kode etik keperawatan

(PPNI) bahwa perawat senantiasa mengutamakan perlindungan dan keselamatan pasien dalam melaksanakan tugas keperawatan serta matang dalam melaksanakan tugas. Bila kewajiban diatas dapat dilaksanakan dengan baik maka dapat memberikan kesempatan kepada Ny.M dan keluarga dapat berfikir rasional dan logic atas kondisi yang menimpannya. b. Hubungan Perawat terhadap Pasien, tenaga kesehatan lain (dokter) Sesuai kode etik keperawatan (PPNI) bahwa perawat senantiasa menjaga hubungan baik antar sesame perawat, pasien dan tenaga kesehatan lain dengan tujuan keserasian suasana dan ligkungan kerja maupun dalam mencapai tujuan pelayanan kesehatan secara menyeluruh. Pada kasus Ny.M terdapat beberapa dilema etik yaitu perawat tidak mampu mengambil suatu keputusan yang terbaik dari intruksi yang telah disampaikan oleh dokter seharusnya perawat mengklarifikasi atas apa yang disampaikan oleh tim medis. Dan perlunya tim konsultasi yang berkaitan dengan masalah-masalah yang terggambar pada kasus Ny.M. tim inilah yang merupakan kelompok yang baik sebagai tempat untuk menjelaskan kondisi pasien. Tim inipun akan memberikan alternatif-alternatif atau masukan yang berarti tentang dampak dari tindakan dan bila tidak dilakukan tindakan. Tim ini juga terdiri dari beberapa profesi yaitu: medis, keperawatan, dan tenaga lain yang berkaitan dengan masalah Ny.M. Hubungan yang baik harus diciptakan sehingga pada setiap interaksi dengan pasien terjadi komunikasi yang terintegrasi dan menyeluruh sehingga informasi yang diberikan kepada pasien dapat sama dan saling menunjang. 4.

Berkaitan nilai-nilai praktek keperawatan professional.

Secara teori dikatakan bahwa nilai-nilai professional perawat harus selalu dijalankan pada setiap berhubungan dan melaksanakan praktek keperawatan, nilai-nilai professional yang dimaksud yaitu Aesthetics, altruism, equality, freedom, human dignity, justice dan truth. Dari kasus Ny.M. dapat dikatakan bahwa perawat ruangan menlanggar nilai-nilai praktek profesionalnya. Sifat altruism yang ditunjukan pada pasien Ny.M tidak terlihat sama sekali apalagi kepedulian “caring” terhadap Ny.M, seakan perawat mengabaikan pasien, selayaknya perawat menunjukan perhatiannya kepada pasien terhadap isu/kondisi saat ini sehingga dampak dari tindakan/pengobatan dapat melegakan bagi pasien. Disamping itu nilai kebebasan dalam menentukan sikap terhadap tindakan/pengobatan yang diambil oleh tim medis seharusnya perawat menggunakan kapasitasnya secara independent, confidence, serta menghargai hak pasien.

Nilai yang lain adalah menghargai martabat manusia dengan sikap empathy, respect full, yang dapat dijalankan oleh perawat menghadapi kasus Ny.M. penting dalam melindungi hak individu, memperlakukan pasien sesuai keinginannya. Disamping nilai-nilai tersebut penting juga berkata jujur sesuai kebenaran, walaupun kadang-kandang kebenaran itu akan memberikan dampak yang tidak selalu baik, tetapi dalam nilai kebenaran ini yang penting adalah perlu dilihat kondisi, dampak dan apa keinginan pasien sehingga apa yang kita sampaikan kepada pasien dapat diterima dan dipertimbangkan dengan baik, apapun keputusannya dapat memberikan keduannya hal yang baik yang telah dilaksanakan. 5.

Tinjauan dari standar praktek dan SOP

Didalam standar praktek keperawatan pada pasien yang akan dilakukan operasi harus dipersiapkan baik fisik dan mental, termasuk memberikan informasi-informasi yang berkaitan dengan rencana operasi yang akan dilakukan. Saat penanda tanganan persetujuan operasi harus dijelaskan, walaupun kewajiban memberikan informasi hal tersebut adalah dokter yang akan melakukan operasi, tetapi perawat harus tetap mendampingi dan memberikan advokasi dan memberikan penjelasan lain secara lengkap agar pasien dapat menjalani operasi dengan baik. Didalam setiap SOP-pun hal ini telah diidentifikasi beberapa tindakan yang harus dilakukan pada pasien yang akan menjalani operasi, maka harus dilihat lagi apakah SOP di ruangan tersebut telah tersedia dan selalu diperbaharui. H. PENYELESAIAN KASUS Dalam menyelesaikan kasus dilema etik yang terjadi pada kasus Ny. M, dapat diambil salah satu kerangka penyelesaian etik, yaitu kerangka pemecahan etik yang dikemukan oleh Kozier, erb. (1989), dengan langkah-langkah sebagai berikut: 1.

Mengembangkan data dasar dalam hal klarifiaksi dilema etik, mencari informasi sebanyaknya,

berkaitan dengan: a. Orang yang terlibat, yaitu: Pasien, suami pasien, dokter bedah/kandungan, kepala ruangan dan perawat primer. b. Tindakan yang diusulkan, yaitu: Akan dilakukan operasi pengangkatan kandungan/rahim pada Ny.M. dan perawat primer tidak boleh menyampaikan hal-hal yang berkaitan dengan operasi, menunggu dokter bedahnya.

c.

Maksud dari tindakan, yaitu: Agar kanker rahim yang dialami Ny.M dapat diangkat (tidak menjalar

ke organ lain) dan pengobatan tuntas. d. Konsekuensi dari tindakan yang diusulkan, yaitu: bila operasi tetap dilaksanakan keinginan Ny.M dan keluarga untuk mempunyai anak kemungkinan tidak bisa lagi dan bila operasi tidak dilakukan penyakit/kanker rahim Ny.M kemungkinan akan menjadi luas. Dan mengenai pesan dokter untuk tidak menjelaskan hal-hal yang berkaitan dengan rencana operasi Ny.M, bila dilaksanakan pesan tersebut, perawat melannggar prinsip-prinsip moral, dan bila pesan dokter tersebut melanggar janji terhadap teman sejawat.

2.

Mengidentifikasi konflik yang terjadi berdasarkan situasi tersebut.

a.

Konflik yang terjadi pada perawat A, yaitu:

-

Bila menyampaikan penjelasan dengan selengkapnya perawat kawatir akan kondisi Ny.M akan

semakin parah dan stress, putus asa akan keinginannya untuk mempunyai anak. -

Bila tidak dijelaskan seperti kondisi tersebut, perawat tidak melaksanakan prinsip-prinsip

professional perawat -

Atas penolakan pasien perawat merasa hal itu kesalahan dari dirinya

-

Berkaitan dengan pesan dokter, keduanya mempunyai dampak terhadap prinsip-prinsip moral/etik.

-

Bila perawat menyampaikan pesan dokter, perawat A melangkahi wewenang yang diberikan oleh

dokter, tetapi bila tidak disampaikan perawat A tidak bekerja sesuai standar profesi. b.

Konflik yang terjadi pada Kepala Ruangan, yaitu:

-

Berkaitan dengan pesan dokter kondisinya sama dengan perawat primer

-

Atas penolakan pasien merupakan gambaran manajemen ruangan yang kurang terkoordinasi

dengan baik. -

Meninjau kembali SOP pada pasien yang akan dilakukan operasi apakah masih relevan atau tidak.

3.

Membuat tindakan alternatif tentang rangkaian tindakan yang direncanakan dan

mempertimbangkan hasil akhir atau konsekuensi tindakan tersebut.

a.

Menjelaskan secara rinci rencana tindakan operasi termasuk dampak setelah dioperasi.

b.

Menjelaskan dengan jelas dan rinci hal-hal yang berkaitan dengan penyakit bila tidak dilakukan

tindakan operasi c.

Memberikan penjelasan dan saran yang berkaitan dengan keinginan dari mempunyai anak lagi,

kemungkinan dengan anak angkat dan sebagainnya. d.

Mendiskusikan dan memberi kesempatan kepada keluarga atas penolakan tindakan operasi dan

memberikan alternative tindakan yang mungkin dapat dilakukan oleh keluarga. e.

Memberikan advokasi kepada pasien dan keluarga untuk dapat bertemu dan mendapat

penjelasan langsung pada dokter bedah, dan memfasilitasi pasien dan kelurga untuk dapat mendapat penjelasan seluas-luasnya tentang rencana tindakan operasi dan dampaknya bila dilakukan dan bila tidak dilakukan. 4.

Menentukan siapa yang terlibat dalam masalah tersebut dan siapa pengambil keputusan yang

tepat. Perawat tidak membuat keputusan untuk pasien, tetapi perawat membantu dalam membuat keputusan bagi dirinya dan keluarganya, tetapi dalam hal ini perlu dipikirkan, beberapa hal: a. Siapa yang sebaiknya terlibat dalam membuat keputusan dan mengapa mereka ditunjuk. b. Untuk siapa saja keputusan itu dibuat c.

Apa kriteria untuk menetapkan siapa pembuat keputusan (social, ekonomi, fisiologi, psikologi dan

peraturan/hukum). d. Sejauh mana persetujuan pasien dibutuhkan e. Apa saja prinsip moral yang ditekankan atau diabaikan oleh tindakan yang diusulkan. Dalam kasus Ny.M. dokter bedah yakin bahwa pembuat keputusan, jadi atau tidaknya untuk dilakukan operasi adalah dirinya, dengan memperhatikan faktor-faktor dari pasien, dokter akan memutuskan untuk memberikan penjelasan yang rinci dan memberikan alternatif pengobatan yang kemungkinan dapat dilakukan oleh Ny.M dan keluarga. Sedangkan perawat primer seharusnya bertindak sebagai advokasi dan fasilitator agar pasien dan keluarga dapat membuat keputusan yang tidak merugikan bagi

dirinya, sehingga pasien diharapkan dapat memutuskan hal terbaik dan memilih alternatif yang lebih baik dari penolakan yang dilakukan. Bila beberapa kriteria sudah disebutkan mungkin konflik tentang penolakan rencana operasi dapat diselesaikan atau diterima oleh pasien setelah mendiskusikan dan memberikan informasi yang lengkap dan valid tentang kondisinya, dilakukan operasi ataupun tidak dilakukan operasi yang jelas pasien telah mendapat informasi yang jelas dan lengkap sehingga hak autonomi pasien dapat dipenuhi serta dapat memuaskan semua pihak. Baik pasien, keluarga, perawat primer, kepala ruangan dan dokter bedahnya. 5.

Mendefinisikan kewajiban perawat

Dalam membantu pasien dalam membuat keputusan, perawat perlu membuat daftar kewajiban keperawatan yang harus diperhatikan, sebagai berikut: a. memberikan informasi yang jelas, lengkap dan terkini b. meningkatkan kesejahteran pasien c.

membuat keseimbangan antara kebutuhan pasien baik otonomi, hak dan tanggung jawab keluarga

tentang kesehatan dirinya. d. membantu keluarga dan pasien tentang pentingnya sistem pendukung e. melaksanakan peraturan Rumah Sakit selama dirawat f.

melindungi dan melaksanakan standar keperawatan yang disesuikan dengan kompetensi

keperawatan professional dan SOP yang berlaku diruangan. 6.

Membuat keputusan.

Dalam suatu dilema etik, tidak ada jawaban yang benar atau salah, mengatasi dilema etik, tim kesehatan perlu dipertimbangkan pendekatan yang paling menguntungkan atau paling tepat untuk pasien. Kalau keputusan sudah ditetapkan, secara konsisten keputusan tersebut dilaksanakan dan apapun yang diputuskan untuk kasus tersebut, itulah tindakan etik dalam membuat keputusan pada keadaan tersebut. Hal penting lagi sebelum membuat keputusan dilema etik, perlu mengali dahulu apakah niat/untuk kepentinganya siapa semua yang dilakukan, apakah dilakukan untuk kepentingan pasien atau kepentingan pemberi asuhan, niat inilah yang berkaitan dengan moralitas etis yang dilakukan.

Pada kondisi kasus Ny.M. dapat diputuskan menerima penolakan pasien dan keluarga tetapi setelah perawat atau tim perawatan dan medis, menjelaskan secara lengkap dan rinci tentang kondisi pasien dan dampaknya bila dilakukan operasi atau tidak dilakukan operasi. Penjelasan dapat dilakukan melalui wakil dari tim yang terlibat dalam pengelolaan perawatan dan pengobatan Ny.M. Tetapi harus juga diingat dengan memberikan penjelasan dahulu beberapa alternatif pengobatan yang dapat dipertanggung jawabkan sesuai kondisi Ny.M sebagai bentuk tanggung jawab perawat terhadap tugas dan prinsip moral profesionalnya. Pasien menerima atau menolak suatu tindakan harus disadari oleh semua pihak yang terlibat, bahwa hal itu merupakan hak, ataupun otonomi pasien dan keluarga. Pada kasus diatas dapat diputuskan dan disimpulkan, bahwa terjadi pelanggaran etik, dengan alasanalasan dan informasi yang telah ditelaah, yaitu: a.

Belum ada penjelasan yang lengkap dari perawat dan dokter (Tim) berkaitan dengan tindakan

operasi yang akan dilakukan (tidak sesuai dengan SOP atau standar praktek keperawatan) b.

Pasien dan keluarga tidak diberi kesempatan dan mendiskusikan mengenai penyakit, akibat dan

tindakan-tindakan yang akan dilakukan terhadapnya c.

Berdasarkan kajian dan hasil analisa kasus bahwa hubungan dokter, perawat dan psien tidak sesuai

dengan harapan kode etik keperawatan (PPNI) d.

Terdapat pelanggaran nilai-nilai moral dan professional perawat, meliputi, otonomi, altruism,

justice, truh dan lainya e.

Terdapat pelangaran hak-hak pasien, yaitu hak mendapatkan informasi yang valid dan terkini.

Dengan alasan-alasan tersebut dan telah melalui langkah-langkah penyelesaian etik maka Komite etik di Rumah Sakit tersebut harus menentukan tindakan dengan hati-hati dan terencana sesuai tingkat pelanggaran etik yang dilakukan baik terhadap dokter, perawat primer (perawat A) dan kepala ruangan, masing-masing perlu mendapatkan beberapa peringatan atau bentuk pembinaan sesuai tingkat pelanggaran etik masing-masing.

Related Documents


More Documents from "egahmulia"